analisis efek mediasi motivasi pada … abstrak pengaturan keanekaragaman hayati bawah laut yang...
TRANSCRIPT
DAFTAR ISI
JUDUL .................................................................................................................... i
LEMBAR PRASYARAT GELAR ........................ Error! Bookmark not defined.
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........ Error! Bookmark not defined.
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI .................. Error! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR ........................................... Error! Bookmark not defined.
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ................. Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI ............................................................................................................ i
ABSTRAK .............................................................................................................. v
ABSTRACT ............................................................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 4
1.3 Ruang Lingkup Masalah .................................................................. 5
1.4 Orisinalitas Penelitian ...................................................................... 6
1.5 Tujuan Penelitian ............................................................................. 7
a. Tujuan Umum ................................................................... 7
b. Tujuan Khusus .................................................................. 8
1.6 Manfaat Penelitian ........................................................................... 8
a. Manfaat Teoritis ................................................................ 8
b. Manfaat Praktis ................................................................. 8
1.7 Landasan Teori ................................................................................. 9
ii
1.8 Metode Penelitian .......................................................................... 13
1.8.1 Jenis Penelitian ................................................................ 13
1.8.2 Jenis Pendekatan ............................................................. 15
1.8.3 Sumber Bahan Hukum .................................................... 17
1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum .............................. 19
1.8.5 Teknik Analisis Bahan Hukum ....................................... 19
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LINGKUNGAN BERKELANJUTAN
DAN KEANEKARAGAMAN HAYATI BAWAH LAUT
2.1 Lingkungan Berkelanjutan ............. Error! Bookmark not defined.
2.1.1 Pengertian Lingkungan Berkelanjutan dan Dasar
Hukumnya ....................... Error! Bookmark not defined.
2.1.2 Unsur-Unsur Lingkungan Berkelanjutan ................ Error!
Bookmark not defined.
2.1.3 Konservasi Lingkungan Berkelanjutan Error! Bookmark
not defined.
2.1.4 Strategi Pembangunan Lingkungan Berkelanjutan . Error!
Bookmark not defined.
2.2 Keanekaragaman Hayati Bawah Laut .......... Error! Bookmark not
defined.
2.2.1 Pengertian Keanekaragaman Hayati Bawah Laut dan
Dasar Hukumnya ............ Error! Bookmark not defined.
2.2.2 Jenis-jenis Keanekaragaman Hayati Bawah Laut ... Error!
Bookmark not defined.
iii
2.2.3 Konservasi Kenekaragaman Hayati Bawah Laut.... Error!
Bookmark not defined.
2.2.4 Strategi Pengelolaan Sumber Keanekaragaman Hayati
Bawah Laut ..................... Error! Bookmark not defined.
BAB III PERLINDUNGAN DAN KONSERVASI KEANEKARAGAMAN
HAYATI BAWAH LAUT DAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN
TINGKAT INTERNASIONAL DAN NASIONAL
3.1 Pengaturan Perlindungan dan Konservasi Keanekaragaman Hayati
Bawah Laut dalam Konvensi-konvensi Internasional ........... Error!
Bookmark not defined.
3.2 Pengaturan Perlindungan dan Konservasi Keanekaragaman Hayati
Bawah Laut dalam Perundang-undangan Indonesia .............. Error!
Bookmark not defined.
3.3 Pengaturan Daerah Provinsi Bali Berkaitan dengan Perlindungan
dan Konservasi Keanekaragaman Hayati Bawah Laut dan
Lingkungan Berkelanjutan ............. Error! Bookmark not defined.
BAB IV PELANGGARAN DAN SANKSI HUKUM BERKAITAN DENGAN
PENCEMARAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN TERHADAP
KEANEKARAGAMAN HAYATI BAWAH LAUT
4.1 Bentuk Pelanggaran Terhadap Ketentuan Perlindungan dan
Konservasi Keanekaragaman Hayati Bawah Laut Terkait
Lingkungan Berkelanjutan ............. Error! Bookmark not defined.
iv
4.2 Sanksi Hukum Bagi Pihak Pelanggar Ketentuan Konservasi
Keanekaragaman Hayati Bawah Laut Terkait Lingkungan
Berkelanjutan ................................. Error! Bookmark not defined.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan .................................... Error! Bookmark not defined.
5.2 Saran .............................................. Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA
RINGKASAN SKRIPSI
v
ABSTRAK
Pengaturan keanekaragaman hayati bawah laut yang berkaitan dengan
lingkungan berkelanjutan memiliki peranan penting dalam bentuk perlindungan
dan konservasi terhadap lingkungan hidup khususnya wilayah laut termasuk
sumber daya hayati laut di dalamnya. Pentingnya melindungi keberadaan
lingkungan laut memiliki pemanfaatan terhadap kehidupan manusia baik generasi
sekarang dan generasi yang akan datang, diatur melalui berbagai ketentuan
seperti: Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Hayati dan Ekosistemnya, Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang No. 32 Tahun
2014 tentang Kelautan.
Permasalahan hukum dalam penelitian ini yaitu: (1) Bagaimana
pengaturan mengenai pelestarian dan konservasi keanekaragaman hayati bawah
laut yang berkaitan dengan lingkungan berkelanjutan. (2) Bagaimana pengaturan
sanksi hukum bagi pihak yang melakukan pencemaran lingkungan terhadap
keanekaragaman hayati bawah laut yang berkaitan dengan lingkungan
berkelanjutan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan meneliti
bahan kepustakaan yang ada seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku
yang berkaitan dengan hukum, serta kamus atau ensiklopedia. Pengaturan
keanekaragaman hayati yang berkaitan dengan lingkungan berkelanjutan diatur
dalam berbagai ketentuan internasional, nasional, maupun lokal yang dalam
rangka ketersediaannya merupakan tanggung jawab dan kewajiban bagi negara
dan masyarakat. Sanksi yang dikenakan bagi pihak pelanggar dapat berupa sanksi
administratif, sanksi pidana dan sanksi perdata.
Kata Kunci: Keanekaragaman hayati bawah laut, Lingkungan
berkelanjutan, Perlindungan, Konservasi, Sanksi
vi
ABSTRACT
Regulations of underwater biodiversity related to sustainable environment
has an important role in the form of protection and conservation of the
environment, especially marine areas including marine resources in it. The
importance of protecting the marine environment where human life has the
utilization of both the present generation and the generations to come, are
regulated by various provisions such as: Act Number 5 of 1990 on Conservation
of Biological Resources and Ecosystems Law Number 32 of 2009 on the
Protection and Environmental Management, Law Number 32 of 2014 on the
Marine.
Legal issues in this study are: (1) What arrangements regarding the
preservation and conservation of the underwater biodiversity related to
sustainable environment. (2) How will the legal sanctions for those who pollute
the environment of the underwater biodiversity related to sustainable
environment.
The research method used a normative legal research which is research
conducted by researching the existing literature materials for example laws, text
books related with law, dictionary and encyclopedia. The regulation of
biodiversity related to sustainable environment set in various provisions of
international, national and local in the framework of availability is the
responsibility and obligation of the state and society. Sanctions imposed for
breaching party may be administrative sanctions, criminal sanctions and civil
sanctions.
Keywords: Underwater biodiversity, Sustainable environment, Protection,
Conservation, Sanction.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam ketentuan konstitusi Indonesia diatur mulai dari Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 1 ayat (3),
berisi ketentuan “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Pada Pasal 28H
ayat (1) yang tertera pula dalam ketentuan UUD 1945 menyatakan, “Setiap
orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.” Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak
asasi setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal
28H tersebut. Serta dalam Pasal 33 ayat (3) yang menyatakan “Bumi dan air
dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Penguasaan oleh
negara ini merupakan penguasaan negara atas bumi, air dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya berdasarkan hakikat negara atau sifat negara
(the nature of state), terutama sifat khusus berupa sifat mencakup semua (all-
encompassing, all-embracing).1 Dari ketiga ketentuan yang terdapat dalam
UUD 1945 tersebut bahwa konstitusi Indonesia menjamin hak bangsanya
untuk memperoleh hidup sehat dan lingkungan yang mendapatkan
perlindungan yang baik, karena segala sisi dalam kehidupan manusia sangat
1 Flora Pricilla Kalalo, 2016, Hukum Lingkungan dan Kebijakan Pertanahan di Wilayah
Pesisir, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 1
2
bergantung terhadap lingkungan yang ada disekitarnya yang meliputi
lingkungan hidup pada ruang udara, darat, dan laut. Udara yang bersih sangat
diperlukan oleh manusia agar mendapatkan dan menghirup udara yang baik,
begitupula dengan kondisi daratan tempat manusia tinggal diperlukan kondisi
yang baik. Demikian pula halnya dengan lingkungan laut yang juga
berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Untuk memenuhi hal tersebut
manusia harus menjaga dan memperhatikan kondisi lingkungan disekitarnya.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai garis pantai
terpanjang kedua di dunia dengan jumlah penduduk yang besar, maka dari itu
Indonesia memiliki kekayaan akan keanekaragaman hayati dan sumber daya
alam yang melimpah. Kekayaan tersebut perlu dilindungi dan dikelola dalam
suatu sistem perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang terpadu
dan terintegrasi antara lingkungan laut, darat, dan udara berdasarkan wawasan
nusantara.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) menyatakan pada bagian
menimbang, bahwa kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah
mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya
sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan.
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tersebut merupakan upaya
sistematis dan terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang mana
3
unsur dari lingkungan hidup meliputi sumber daya hayati dan non hayati. Pada
Pasal 2 dalam UU PPLH menentukan “Perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan asas: salah satunya yaitu
keanekaragaman hayati,” demikian pula ketentuan Pasal 63 dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Pemerintah bertugas dan
berwenang: “menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai
perlindungan lingkungan laut.” Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut,
pengendalian pencemaran dan/atau perusakan laut bertujuan untuk mencegah
atau mengurangi turunnya mutu laut dan/atau rusaknya sumber daya laut, dan
perlindungan mutu laut didasarkan pada baku mutu air laut.
Selanjutnya, baku mutu air laut ditetapkan dalam Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air
Laut. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup ini menetapkan berbagai baku
mutu air laut, yaitu sebagai berikut:
a) Baku Mutu Air Laut untuk Perairan Pelabuhan (Lampiran I
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004);
b) Baku Mutu Air Laut untuk Wisata Bahari (Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004);
c) Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut (Lampiran III Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004). Baku Mutu Air
Laut tersebut akan ditinjau ulang sekurang-kurangnya sekali dalam 5
Tahun.
4
Ketentuan internasional mengenai pencemaran laut telah diatur secara
singkat dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS),
yang telah diratifikasi melalui UU No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan
United Nations Convention On The Law Of The Sea (Konvensi Perserikatan
Bangsa-bangsa Tentang Hukum Laut).
Ketentuan yang berkaitan dengan perlindungan dan konservasi
keanekaragaman hayati bawah laut berkaitan dengan lingkungan
berkelanjutan dapat ditemui pula dalam ketentuan peraturan lokal wilayah
Bali yang mengatur lebih lanjut dan mengkhusus pada wilayah Bali, seperti
Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029 serta peraturan turunan
lainnya yang berkaitan dengan perlindungan sumber daya laut.
Berkaitan dengan kondisi pencemaran lingkungan bawah laut dan
upaya perlindungannya menjadi penting untuk dilakukan suatu penelitin
dalam bentuk penulisan skripsi dengan judul “Pengaturan Keanekaragaman
Hayati Bawah Laut Berkaitan dengan Lingkungan Berkelanjutan”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dalam
penelitian ini dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
5
1. Bagaimanakah pengaturan mengenai pelestarian dan konservasi
keanekaragaman hayati bawah laut yang berkaitan dengan
lingkungan berkelanjutan?
2. Bagaimanakah pengaturan sanksi hukum bagi pihak yang
melakukan pencemaran lingkungan terhadap keanekaragaman
hayati bawah laut yang berkaitan dengan lingkungan
berkelanjutan?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Ruang lingkup yang dibahas dalam penulisan karya ilmiah, perlu
ditentukan secara tegas mengenai batasan materi yang dibahas dalam tulisan
yang dimaksud sehingga pembahasan yang diuraikan nantinya menjadi terarah
dan benar-benar tertuju pada pokok bahasan yang diinginkan, hal ini
diperlukan untuk menghindari pembahasan menyimpang dari pokok
permasalahan. Adapun pembatasannya adalah sebagai berikut:
1. Mengenai pengaturan mengenai pelestarian dan konservasi
keanekaragaman hayati bawah laut yang berkaitan dengan
lingkungan berkelanjutan.
2. Mengenai pengaturan sanksi hukum bagi pihak yang melakukan
pencemaran lingkungan terhadap keanekaragaman hayati bawah
laut yang berkaitan dengan lingkungan berkelanjutan.
6
1.4 Orisinalitas Penelitian
No.
Nama
Peneliti
Universitas/NIM Judul Rumusan Masalah
1. Dimas Akbar Universitas
Indonesia/
NIM 0606079313
Pengaturan Laut
Tertutup (Enclosed
Sea) dan Laut Semi-
Tertutup (Semi-
Enclosed Sea) dalam
Hukum Laut
1. Bagaimanakah
pengaturan yang ada di
dalam hukum laut
internasional terkait
semi-enclosed sea dan
enclosed sea?
2. Apakah pengaturan di
Laut Arafura dan Laut
Timor telah memadai
dan contoh baik apa
yang dapat diterapkan
di Laut Arafura dan
Laut Timor?
7
2. Muhammad
Asphian
Arwin
Universitas
Hassanudin/
NIM 11111093
Penerapan Securing
Sustainable Small-
Scale Fisheries
Terhadap
Perlindungan
Lingkungan Sumber
Daya Perikanan Laut
Indonesia
1. Bagaimanakah bentuk
Securing Sustainable
Small-scale Fisheries
dalam melindungi
kelestarian sumber daya
perikanan laut?
2. Bagaimanakah
penerapan Securing
Sustainable Small-scale
Fisheries terhadap
perlindungan
lingkungan sumber
daya perikanan laut
Indonesia?
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini terbagi menjadi tujuan umum dan
tujuan khusus sebagai berikut:
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk melaksanakan Tri
Dharma Perguruan Tinggi yang melatih mahasiswa dalam menyampaikan
pikiran ilmiah secara teoritis dan sistematis ke dalam bentuk karya tulis ilmiah
8
khususnya berkaitan dengan Pengaturan Keanekaragaman Hayati Bawah
Laut Berkaitan dengan Lingkungan Berkelanjutan.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus yang ingin dicapai dengan dilakukannya penelitian
hukum ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan tentang
keanekaragaman hayati bawah laut berkaitan dengan lingkungan
berkelanjutan dalam Peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan sanksi hukum bagi
para pihak yang melakukan pencemaran terhadap keanekaragaman
hayati bawah laut.
1.6 Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran ilmiah bagi ilmu pengetahuan hukum khususnya dalam
pengembangan hukum lingkungan hidup dan diharapkan dapat memberikan
gambaran mengenai pengaturan keanekaragaman hayati bawah laut berkaitan
dengan lingkungan berkelanjutan.
b. Manfaat Praktis
9
a. Bagi mahasiswa, agar dapat mengetahui dan memberikan tambahan
pengetahuan mengenai pengaturan mengenai keanekaragaman hayati
bawah laut.
b. Bagi pemerintah, diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai
pertimbangan dalam pengaturan mengenai perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup khususnya keanekaragaman hayati
bawah laut dan berkaitan dengan lingkungan berkelanjutan.
c. Bagi masyarakat, diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan
pemahaman terhadap pengaturan keanekaragaman hayati bawah laut
serta pengaturan sanksi hukum bagi pihak yang melakukan
pencemaran terhadap keanekaragaman hayati bawah laut.
1.7 Landasan Teori
Landasan teoritis yang disusun dalam karya tulis ini berfungsi untuk
menganalisis permasalahan yang dikaji. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat
(3) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
dinyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum,” pernyataan ini
secara implisit memberi syarat bahwa hukum di dalam Negara Indonesia
berkedudukan sangat mendasar dan tertinggi (supreme).2 Maka dari itu setiap
perbuatan baik yang dilakukan oleh penguasa maupun rakyat Indonesia harus
berdasarkan atas koridor hukum. Dalam teori negara hukum, pada kajian
2 Imam Syaukani, 2007, Dasar-Dasar Politik Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.
83
10
teoritis dapat dibedakan dalam dua pengertian. Pertama, negara hukum dalam
arti formal (sempit/klasik) ialah negara yang kerjanya hanya menjaga agar
jangan sampai ada pelanggaran terhadap ketentraman dan kepentingan umum,
seperti yang telah ditentukan oleh hukum yang tertulis (undang-undang), yaitu
hanya bertugas melindungi jiwa, benda, atau hak asasi warganya secara pasif.
Konsepsi negara hukum Immanuel Kant berkembang menjadi negara hukum
formal, hal ini dapat dipetik dari pendapat F.J. Stahl tentang negara hukum
ditandai oleh empat unsur pokok, yaitu:
1) Pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia;
2) Negara didasarkan pada teori trias politika;
3) Pemerintahan diselenggarakan berdasarkan undang-undang
(wetmatig bestuur); dan
4) Ada peradilan administrasi negara yang bertugas menangani kasus
perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah (onrechtmatige
overheidsdaad).3
Dalam penulisan skripsi ini, pembahasan juga ditekankan pada hierarki
suatu peraturan perundang-undangan yang menjadikan dasar bahwa perlu
adanya peraturan-peraturan lebih lanjut yang mengkhusus kepada
keanekaragaman hayati bawah laut baik ditingkat nasional ataupun ditingkat
daerah. Dalam hal ini dibahas pengaturan-pengaturan yang secara hierarki
mengenai keanekaragaman hayati dari ketentuan pada tingkat konvensi
sampai turunannya di tingkat nasional.
3 Dasril Radjab, 2005, Hukum Tata Negara Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, h. 77
11
Berdasarkan Penjelasan ketentuan Pasal 7 ayat (2) Undang-undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
hierarki adalah penjenjangan setiap jenis Peraturan Perundang-undangan yang
didasarkan pada asas bahwa Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah
tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih
tinggi.
Hierarki perundang-undangan yang pada intinya mengemukakan
peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan
dengan yang lebih tinggi landasan teorinya menggunakan Stufentheorie dari
Hans Kelsen. Hans Kelsen berpendapat bahwa norma-norma hukum itu
berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki (tata susunan),
dalam arti, suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber dan berdasar
pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan
berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada
suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotesis dan
fiktif yaitu Norma Dasar (Grundnorm).4 Menurut Hans Kelsen
mengemukakan dalam teorinya norma hukum tersusun secara berjenjang yaitu
Stufenbautheorie yang mengajarkan bahwa sistem hukum adalah hierarkis
dimana suatu ketentuan hukum tertentu bersumber pada ketentuan hukum
lainnya yang lebih tinggi. Teori jenjang ini banyak mempengaruhi sistem
peraturan perundang-undangan di berbagai negara, termasuk Indonesia,
4 Maria Farida Indrati, 2007, Ilmu Perundang-undangan 1, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta, h. 41
12
dimana norma yang lebih tinggi menjadi sumber bagi penyusunan norma-
norma di bawahnya.5
Dalam kaitannya terjadi suatu kekosongan norma hukum akibat belum
adanya peraturan yang mengatur mengenai masalah hukum tertentu, maka
diperlukan adanya penemuan hukum, penemuan hukum merupakan suatu
kegiatan yang terjadi dalam praktek hukum, namun tidak dapat dipisahkan
dari teori hukum yang ada. Secara sederhana penemuan hukum dapat
dikatakan sebagai menemukan hukumnya karena hukumnya tidak lengkap
atau tidak jelas. Maka dari itu adalah sebuah kewajiban bagi para pemerintah
yang memiliki wewenang untuk melaksanakan hukum positif, dan dengan
begitu dapat diciptakan hubungan hukum antara pemerintahan dan warga
negara. Menurut Ferrazi, kewenangan didefinisikan sebagai hak untuk
menjalankan satu atau lebih fungsi manajemen, yang meliputi pengaturan
(regulasi dan standarisasi), pengurusan (administrasi) dan pengawasan
(supervisi) atau suatu urusan tertentu. Penggunaan dari wewenang yang
menghasilkan penemuan hukum dimaksudkan ini untuk mengendalikan
prilaku subyek hukum dan memberikan rasa keadilan dan jaminan kepastian
hukum bagi kepentingan proses hukum yang berkeadilan dan penerapan
ketentuan hukum yang adil.6
5 Sulistyowati Irianto dan Shidarta, 2009, Metode Penelitian Hukum: Konstelasi dan
Refleksi, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta, h. 21 6 Deasy Paruntu, 2016, “Teori Kewenangan”, URL :
www.academia.edu/5708875/TEORI_KEWENANGAN diakses tanggal 2 November 2016
13
Di sisi lain, ketika terjadi kekosongan norma hukum, dan untuk
mengisi kekosongan hukum tersebut, dapat juga dilakukan dengan metode
argumentasi dan metode konstruksi hukum.7 Hal ini nantinya akan dijadikan
suatu kajian bagi penulis untuk menelaah mengenai perlu adanya suatu
kebijakan atau regulasi yang mengkhusus baik di tingkat nasional maupun
daerah terkait dengan keanekaragaman hayati bawah laut.
1.8 Metode Penelitian
Kata “metode”dalam arti harafiahnya berarti “cara”, sedangkan penelitian
adalah suatu kegiatan bersengaja dan bertujuan serta pula berprosedur alias
bermetode. Dengan demikian yang disebut metode penelitian adalah cara mencari
dan menemukan pengetahuan yang benar yang dapat dipakai untuk menjawab
suatu masalah.8
Dalam melakukan penelitian ilmiah termasuk dalam penulisan ini
didukung oleh metode tertentu, sehingga penelitian tersebut dapat berlangsung
secara terencana dan teratur. Van Peursen menterjemahkan pengertian metode
secara harfiah, mula-mula metode diartikan sebagai suatu jalan yang harus
ditempuh menjadi penyelidikan atau penelitian, berlangsung menurut suatu
rencana tertentu.9
1.8.1 Jenis Penelitian
7 Asep Dedi Suwasta, 2012, Tafsir Hukum Positif Indonesia, Alia Publishing, Bandung,
h. 53 8 Sulistyowati Irianto dan Shidarta, op.cit, h. 96-97.
9 Johnny Ibrahim, 2006, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu
Publishing, Malang, h. 26.
14
Di Indonesia, baik itu dalam literatur-literatur hukum maupun
dalam penelitian hukum untuk kepentingan akademis seperti skripsi, tesis
atau disertasi dikenal pembedaan antara penelitian hukum normatif dan
penelitian hukum sosiologis/penelitian hukum empiris. Penelitian hukum
sosiologis/empiris menurut Soerjono Soekanto meliputi penelitian
terhadap identifikasi hukum (hukum tidak tertulis) dan penelitian terhadap
efektifitas hukum. Amirudidin dan Zainal Asikin membagi penelitian
hukum sosiologis/empiris menjadi dua macam, yaitu penelitian berlakunya
hukum dan penelitian identifikasi hukum tidak tertulis. Penelitian
berlakunya hukum dibedakan lagi menjadi dua, yaitu penelitian efektivitas
hukum dan penelitian dampak hukum.10
Sedangkan penelitian hukum
normatif oleh Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji disebut juga dengan
istilah penelitian kepustakaan. Lebih lanjut mereka juga menyatakan
bahwa penelitian hukum normatif mencakup:
1. Penelitian terhadap asas-asas hukum;
2. Penelitian terhadap sistematik hukum;
3. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horisontal;
4. Perbandingan hukum;
5. Sejarah hukum.11
Dalam penelitian ini yang digunakan dalam pembuatan skripsi ini
adalah metode penelitian hukum normatif dalam penyelesaian norma
10
Dyah Ochtorina Susanti dan A’an Efendi, 2014, Penelitian Hukum (Legal Research),
Sinar Grafika, Jakarta, h. 18 11
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2004, Penelitian Hukum Normatif: Suatu
Tinjauan Singkat, Rajawali Pers, Jakarta, h. 13-14
15
kabur, yaitu penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan kepustakaan
yang ada seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku yang
berkaitan dengan hukum, serta kamus atau ensiklopedia. Penelitian hukum
normatif tidak hanya menekankan pada konflik norma, kekaburan norma,
dan kekosongan norma. Penelitian hukum normatif adalah penelitian
hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma.
Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah
dari peraturan perundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin
(ajaran).12
Dalam penelitian hukum normatif selalu mengambil isu dari
hukum sebagai sistem norma yang digunakan untuk memberikan
justifikasi preskriptif tentang suatu peristiwa hukum. Sehingga penelitian
hukum normatif menjadikan sistem norma sebagai pusat kajiannya. Sistem
norma dalam arti yang sederhana adalah sistem kaidah atau aturan.13
Penelitian normatif hanya berhenti pada lingkup konsepsi hukum, asas
hukum dan kaidah peraturan saja. Tidak sampai pada perilaku manusia
yang menerapkan peraturan tersebut.14
Penelitian ini juga menggunakan data sekunder (bahan
kepustakaan).
1.8.2 Jenis Pendekatan
12
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif &
Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h. 34 13
Ranuhandoko, 2003, Terminologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 419 14
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, op.cit, h. 37
16
Dalam penelitian hukum normatif, pendekatan dapat dilakukan
lebih dari suatu pendekatan.15
Pada buku Pedoman Pendidikan Fakultas
Hukum Universitas Udayana, pendekatan dalam suatu penelitian hukum
normatif umumnya mengenal 7 (tujuh) jenis pendekatan, yakni:
a. Pendekatan Kasus (The Case Approach)
b. Pendekatan Perundang-undangan (The Statue Approach)
c. Pendekatan Fakta (The Fact Approach)
d. Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitical & Conceptual
Approach)
e. Pendekatan Frasa (Words & Phrase Approach)
f. Pendekatan Sejarah (Historical Approach)
g. Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach)16
Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini menggunakan
tiga jenis pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan perundang-undangan (the statue approach), yaitu
pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan cara memahami
serta mengkaji berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan permasalahan dalam penelitian ini.
2. Pendekatan analisis konsep hukum (analitical conceptual approach),
merupakan pendekatan dengan memahami pengertian dan konsep-
15
Johnny Ibrahim, op.cit, h. 46
16
Buku Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana 2013, Denpasar, h.
75
17
konsep, teori-teori hukum dan asas-asas hukum yang berkaitan dengan
permasalahan dalam penelitian ini.
3. Pendekatan perbandingan (comparative approach), pendekatan yang
menggunakan perbandingan peraturan perundang-undangan antara
yang satu dengan yang lainnya mengenai permasalahan dan
menemukan suatu penyelesaian serta solusinya yang berkaitan dengan
penulisan.
1.8.3 Sumber Bahan Hukum
a. Sumber Bahan Hukum Primer
Sumber bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum
yang bersifat mengikat, contohnya peraturan perudang-
undangan. Dalam penelitian ini bahan hukum primer
bersumber pada:
a) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
b) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang
Kelautan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 294, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5603);
18
c) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1990 Nomor 49);
d) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4966);
e) Konvensi Stockholm Tahun 1972; dan
f) Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) Tahun
1982.
b. Sumber Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti buku-buku
teks, jurnal-jurnal hukum, pendapat para ahli. Bahan hukum
sekunder yang terutama adalah buku teks karena buku teks
berisi mengenai prinsip-prinsip dasar Ilmu Hukum dan
pandangan-pandangan klasik para sarjana yang mempunyai
kualifikasi tinggi.17
c. Sumber Bahan Hukum Tersier
17
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, h. 142
19
Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan
petunjuk dan/atau penjelasan terhadap bahan hukum primer
dan bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum.
1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Pengumpulan bahan hukum dilakukan studi kepustakaan, yaitu
dilakukan dengan mempelajari konsep-konsep, teori-teori serta mengkaji
peraturan perundang-undangan serta bahan penunjang lainnya yang
memberikan penjelasan terhadap permasalahan yang diteliti. Teknik
pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan cara studi kepustakaan.
Dalam penelitian ini mempergunakan sistem kartu, setiap konsep-kosep
hukum yang ditemukan dicatat dalam satu kartu supaya memudahkan
ketika melakukan analisis terhadap permasalahan yang dikaji.
1.8.5 Teknik Analisis Bahan Hukum
Bahan hukum yang telah terkumpul selanjutnya dianalisa secara
kualitatif. Bahan hukum merupakan data yang bersifat verbal dan bukan
merupakan data yang bersifat kuantitatif. Bahan-bahan yang telah
dikumpulkan selanjutnya dipilah dan dihubungkan dengan bahan hukum
lainnya yang memiliki relevansi serta dapat dilakukan penafsiran dengan
berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperoleh suatu
kebenaran, setelah itu disajikan secara deskripsi dan interpretasi yaitu