analisis efisiensi belanja langsung pendidikan dan kesehatan di kabupaten barito utara
TRANSCRIPT
-
ABSTRAK
S o d i g : Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. Analisis
Efisiensi Belanja Langsung Pendidikan dan Kesehatan di Kabupaten Barito Utara. Ketua
Pembimbing: Maryunani, Komisi Pembimbing : Dwi Budi Santoso.
Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi tingkat efisiensi alokasi anggaran
belanja pendidikan dan kesehatan di Pemerintah Daerah Kabupaten Barito Utara.
Metode analisis yang digunakan adalah efisiensi frontier anggaran yang
didasarkan pada teori produksi, pengukuran nilai efisiensi diperoleh dengan
menggunakan metode analisis Stochastic Production Frontier (SPF), dimana dengan
metode Stochastic Production Frontier (SPF) nilai efisiensi yang diperoleh berupa efisiensi
anggaran secara absolut.
Wawancara langsung terhadap masyarakat di Kabupaten Barito Utara sebagai
pengguna jasa pemerintah terhadap pelayanan publik, secara umum sarana dan
prasarana sudah baik, yang perlu diperhatikan yaitu tingginya biaya pendidikan dan
kesehatan sehingga sangat membebani masyarakat.
Penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum pengelolaan anggaran belanja
langsung pendidikan dan kesehatan di Kabupaten Barito Utara sebelum pemekaran
masih kurang efisien, sedangkan sesudah pemekaran terjadi peningkatan tingkat efisien
lebih baik.
Faktor faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi anggaran belanja langsung
pendidikan dan kesehatan di Kabupaten Barito Utara terhadap pengelolaan anggaran
pendidikan dan kesehatan yaitu : sumber daya manusia, kebijakan pemerintah, sarana
dan prasarana serta faktor kondisi alam di Kabupaten Barito Utara.
Kata kunci : Efisiensi Frontier, Anggaran Pendidikan dan Kesehatan, Pelayanan
Publik.
-
ABSTRACT
Sodig: Graduate School of Economics UB. Direct Expenditure Efficiency Analysis
of Education and Health in North Barito regency. Chief Editor: Maryunani, Commission
Advisor: Dwi Budi Santoso. This study aims to estimate the level of efficiency of budget allocations for
education and health in North Barito regency. The analytical method used is the efficiency frontier budget based on production
theory, the measurement of the efficiency value is obtained by using analytical methods
Stochastic Production Frontier (SPF), where the method of Stochastic Production Frontier
(SPF) value of efficiency obtained in the form of budget efficiency in absolute terms. Interview directly to the society in North Barito regency as users of government
services to the public service, generally have good facilities and infrastructure, to note are
the high cost of education and health so it is a burden on society. This study shows that in general direct budget management of education and
health in North Barito regency before the division is still less efficient, whereas after the
splitting of an increase in the level of efficiency is better. Factors that influence the level of efficiency of direct spending of education and
health in North Barito regency of budget management of education and health, namely:
human resources, government policies, facilities and infrastructure and the natural
condition factors in North Barito regency.
Keywords: Efficiency Frontier, Budget and Health Education,
Public Service.
-
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan Undang
Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang
Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah,
Pemerintah Pusat dengan Daerah
merupakan satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan dalam upaya
penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan masyarakat.
Semangat desentralisasi,
demokratisasi, transparansi dan
akuntabilitas menjadi sangat dominan
dalam mewarnai proses
penyelenggaraan pemerintah pada
umumnya dan proses pengelolaan
keuangan daerah pada khususnya.
Dengan pengaturan tersebut
diharapkan terdapat keseimbangan
yang lebih transparan dan akuntabel
dalam pendistribusian kewenangan,
pembiayaan dan penataan sistem
pengelolaan keuangan yang lebih baik
dalam mewujudkan pelaksanaan
otonomi daerah secara optimal sesuai
dinamika dan tuntutan masyarakat
yang berkembang.
Peraturan Pemerintah Nomor 58
tahun 2005 tentang Pengelolaan
Besarnya jumlah total APBD Kabupaten Barito Utara
Sumber data : Perda APBD 200
2003
172,936,160,472188,346,109,737
PENDAHULUAN
Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-
Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah,
Pemerintah Pusat dengan Daerah
merupakan satu kesatuan yang tidak
kan dalam upaya
penyelenggaraan pemerintahan dan
emangat desentralisasi,
demokratisasi, transparansi dan
akuntabilitas menjadi sangat dominan
dalam mewarnai proses
penyelenggaraan pemerintah pada
umumnya dan proses pengelolaan
gan daerah pada khususnya.
Dengan pengaturan tersebut
diharapkan terdapat keseimbangan
yang lebih transparan dan akuntabel
dalam pendistribusian kewenangan,
pembiayaan dan penataan sistem
pengelolaan keuangan yang lebih baik
dalam mewujudkan pelaksanaan
onomi daerah secara optimal sesuai
dinamika dan tuntutan masyarakat
Peraturan Pemerintah Nomor 58
tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah, dimana kebijakan
pengelolaan keuangan daerah
mempunyai sasaran agar pengeluaran
pemerintah dapat teridentifikasi dengan
jelas dan terukur mengenai sesuatu
yang ingin dicapai dalam satu tahun
anggaran. Sasaran yang ingin dicapai
tersebut dituangkan dalam APBD yang
memuat rencana keuangan yang
diperoleh dan digunakan Pemerintah
Daerah dalam rangka melaksanakan
tugas pemerintahan dan memberikan
pelayanan kepada masyarakat.
Adapun di dalam belanja daerah,
pembiayaan terbagi dua belanja tidak
langsung dan belanja langsung, belanja
tidak langsung merupakan belanja yang
untuk kegiatan rutin seperti be
pegawai sedangkan untuk belanja
langsung merupakan investasi
pemerintah daerah untuk peningkatan
pembangunan secara umum.
Sejalan dengan era otonomi
daerah, belanja daerah terus mengalami
peningkatkan sesuai dengan
penyediaan dana dalam A
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Kabupaten Barito Utara seperti pada
gambar 1.1 di bawah ini :
Gambar.1.1
Besarnya jumlah total APBD Kabupaten Barito Utara
Tahun 2003 2008
Sumber data : Perda APBD 2003-2008 Kab.Bariro Utara
2004 2005 2006 2007 2008
188,346,109,737198,166,186,102
330,967,770,621395,401,266,495
504,800,747,071
Keuangan Daerah, dimana kebijakan
pengelolaan keuangan daerah
mempunyai sasaran agar pengeluaran
h dapat teridentifikasi dengan
jelas dan terukur mengenai sesuatu
yang ingin dicapai dalam satu tahun
anggaran. Sasaran yang ingin dicapai
tersebut dituangkan dalam APBD yang
memuat rencana keuangan yang
diperoleh dan digunakan Pemerintah
ka melaksanakan
tugas pemerintahan dan memberikan
pelayanan kepada masyarakat.
Adapun di dalam belanja daerah,
pembiayaan terbagi dua belanja tidak
langsung dan belanja langsung, belanja
tidak langsung merupakan belanja yang
untuk kegiatan rutin seperti belanja
pegawai sedangkan untuk belanja
langsung merupakan investasi
pemerintah daerah untuk peningkatan
pembangunan secara umum.
Sejalan dengan era otonomi
daerah, belanja daerah terus mengalami
esuai dengan
penyediaan dana dalam Anggaran
aerah (APBD)
seperti pada
di bawah ini :
504,800,747,071
-
Berdasarkan gambar
memperlihatkan bahwa ada
peningkatan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) Kabupaten
Barito Utara. Sejauh mana, peningkatan
belanja daerah mampu diikuti oleh
pengelolaan anggaran yang efisien
sesuai dengan tuntutan
taraf hidup masyarakat Barito Utara
secara umum.
Besarnya komitmen pemerintah
daerah dalam menyediakan layanan
publik melalui pengeluaran belanja
pemerintah daerah bidang pendidikan
dan kesehatan. Pelayanan publik yang
maksimal seharusnya menjadi tujuan
dari dana yang dibelanjakan oleh
pemerintah daerah. Dana yang
dibelanjakan untuk mencapai sasaran
Besarnya jumlah
Sumber data : Perda APBD 200
dengan Terjadinya peningkatan alokasi
anggaran pendidikan dan kesehatan
sejauh mana dalam pengelolaannya
terhadap tingkat efisiensi alokasi
anggaran pendidikan dan kesehatan
guna memaksimalkan input terhadap
output yang dihasilkan.
program/kegiatan tujuan
daerah adalah untuk memaksimalkan
hasil dari keluaran anggaran dalam
pelaksanaan pembangunan
pembangunan yang maksimal berkaitan
erat dengan efisiensi dalam
2003 2004
4,941,550,0006,428,368,000
3,235,011,0004,727,968,730
gambar 1.1 diatas
memperlihatkan bahwa ada
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) Kabupaten
jauh mana, peningkatan
daerah mampu diikuti oleh
pengelolaan anggaran yang efisien
suai dengan tuntutan peningkatan
taraf hidup masyarakat Barito Utara
Besarnya komitmen pemerintah
daerah dalam menyediakan layanan
publik melalui pengeluaran belanja
ah bidang pendidikan
dan kesehatan. Pelayanan publik yang
maksimal seharusnya menjadi tujuan
dari dana yang dibelanjakan oleh
pemerintah daerah. Dana yang
dibelanjakan untuk mencapai sasaran
pembangunan menjadi permasalahan
penting dalam alokasi pengeluara
pemerintah daerah.
Walaupun demikian dalam
penyelenggaran belanja
pendidikan dan kesehatan di Kabupaten
Barito Utara, perlu dilihat kesesuaian
pelaksanaannya dengan kaidah
pengelolaan anggaran secara
Terjadinya kenaikan
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Kabupaten Barito Utara sejauh mana
tingkat efisiensi terhadap pengelolaan
anggaran belanja pendidikan dan
kesehatan dengan adanya peningkatan
anggaran. Hal ini dapat dilihat
gambar 1.2 sebagai berikut.
Gambar.1.2
Besarnya jumlah belanja pendidikan dan belanja kesehatan
Kabupaten Barito Utara
Tahun 2003 2008
Sumber data : Perda APBD 2003-2008 Kab.Bariro Utara
Terjadinya peningkatan alokasi
anggaran pendidikan dan kesehatan
sejauh mana dalam pengelolaannya
terhadap tingkat efisiensi alokasi
anggaran pendidikan dan kesehatan
guna memaksimalkan input terhadap
output yang dihasilkan. Dalam
program/kegiatan tujuan pemerintah
h adalah untuk memaksimalkan
hasil dari keluaran anggaran dalam
pelaksanaan pembangunan, hasil
pembangunan yang maksimal berkaitan
erat dengan efisiensi dalam
pelaksanaannya. Proses pelaksanaan
tidak efisien dapat disebabkan karena :
1. Secara teknis tidak efisien, hal ini
disebabkan karena ketidakberhasilan
pemerintah dalam mewujudkan
pelaksanaan yang maksimal, artinya
input anggaran yang dikeluarkan
tidak dapat menghasilkan output
yang telah ditetapkan yang
maksimal.
2. Secara alokatif tidak efisien karena
pada tingkat anggaran input
(masukan) dan output (keluaran)
tertentu, proporsi penggunaan input
2004 2005 2006 2007 2008
6,428,368,0007,976,720,05812,465,532,000
25,783,330,500
33,310,529,050
4,727,968,7303,670,500,0009,817,263,500
19,381,140,19824,448,134,405
Bel.Pendidikan Bel.Kesehatan
pembangunan menjadi permasalahan
penting dalam alokasi pengeluaran
Walaupun demikian dalam
elanja langsung
di Kabupaten
perlu dilihat kesesuaian
kaidah-kaidah
pengelolaan anggaran secara efisien.
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
a sejauh mana
tingkat efisiensi terhadap pengelolaan
anggaran belanja pendidikan dan
kesehatan dengan adanya peningkatan
dapat dilihat pada
Proses pelaksanaan
tidak efisien dapat disebabkan karena :
teknis tidak efisien, hal ini
disebabkan karena ketidakberhasilan
dalam mewujudkan
pelaksanaan yang maksimal, artinya
input anggaran yang dikeluarkan
tidak dapat menghasilkan output
yang telah ditetapkan yang
2. Secara alokatif tidak efisien karena
pada tingkat anggaran input
(masukan) dan output (keluaran)
tertentu, proporsi penggunaan input
33,310,529,050
24,448,134,405
-
tidak optimum. Hal ini terjadi karena
produk penerimaan marjinal
(Marginal Revenue Product) tidak
sama dengan biaya marjinal
(Marginal Cost) input yang
digunakan.
Secara empiris pemerintah daerah
adalah sebagai pelayan masyarakat
dalam menyiapkan anggaran masukan
(input) maupun keluaran (output) karena
sangat jarang dijumpai dalam
pelaksanaan pembangunan bisa
teroganisasi antara pemerintah daerah
yang satu dengan sama pemerintah
daerah yang lain karena setiap
pemerintah daerah mempunyai
kebijakan anggaran yang berbeda-beda
disesuaikan dengan kebutuhan daerah.
Dengan latar belakang seperti itu, dalam
program/kegiatan orientasi Pemerintah
Daerah dalam suatu pelaksanaan
pembangunan daerah yang relatif
homogen cenderung mengejar efisiensi
teknis yang dalam pelaksanaannya
diterjemahkan sebagai upaya
memaksimalkan hasil pembangunan.
Dalam menyiapkan Rencana
Kerja Pemerintah Daerah, Pemerintah
telah mengeluarkan Kebijakan yaitu
Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun
2008 tentang Tahapan Tata Cara
Penyusunan, Pengendalian dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Daerah. Yang
disesuaikan dari Peraturan Pemerintah
Nomor 58 tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah.
Menggunakan analisis standar
belanja, standar satuan harga dan
standar pelayanan minimal anggaran
berdasarkan prestasi kerja diharapkan
dapat mengoptimalkan penggunaan
dana masyarakat yang selama ini dinilai
cenderung lebih besar untuk belanja
publik. Penjelasan Permendagri tersebut
mengisyaratkan semua pengeluaran
daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi fiskal dilakukan sesuai
jumlah dan sasaran yang ditetapkan
dalam APBD, sehingga APBD menjadi
dasar bagi kegiatan pengendalian,
pemeriksaan dan pengawasan
keuangan daerah.
Mengkaji persoalan tentang
pelaksanaan anggaran sebenarnya
adalah mengkaji masalah efisiensi teknis
karena ukuran penyediaan anggaran
pada hakekatnya menunjukkan pada
seberapa besar keluaran (output) dapat
dihasilkan per unit masukan (input)
tertentu. Jika faktor hasil diasumsikan
output, efisiensi teknis pada akhirnya
menentukan hasil pembangunan yang
diterima pemerintah/masyarakat.
Penyusunan APBD bertujuan
penyediaan anggaran lebih berorientasi
pada kepentingan publik dan
memenuhi prinsip transparansi, dan
akuntabilitas. Maka untuk menyusun
anggaran pendapatan dan belanja
daerah yang memenuhi azas tertib,
transparansi, akuntabilitas, konsistensi,
komparabilitas, akurat dapat dipercaya
dan mudah dimengerti, sesuai dengan
tahapannya maka disusun Kebijakan
Umum APBD, prioritas dan plafon
anggaran sementara yang selanjutnya
menjadi pedoman bagi perangkat
daerah dalam menyusun usulan
program. Kegiatan dan anggaran yang
disusun berdasarkan prinsip-prinsip
anggaran prestasi kerja dan dituangkan
dalam rencana kerja dan anggaran
(RKA) SKPD dengan
mempertimbangkan kondisi ekonomi
dan keuangan daerah.
Pengembangan pembangunan di
Kabupaten Barito Utara juga perlu
memperhatikan kondisi tingkat efisiensi
teknis. Dalam praktek pelaksanaan
dilapangan, Pemerintah Daerah hanya
akan menyadari hakekat efisiensi teknis
hanya jika inefisiensi (in-effeciency)
yang dialaminya secara nyata
mengakibatkan kerugian yang terukur.
Pemerintah Daerah meningkatkan
alokasi anggaran belanja langsung yang
memenuhi kebutuhan masyarakat luas,
-
menunjang usaha-usaha produktif dan
mempunyai multiplier effect luas serta
berjangka panjang dan dihindari untuk
belanja yang bersifat konsumtif karena
mengingat efisiensi anggaran sa,at ini
sangat penting. Belanja langsung yang
hasil, manfaat dan dampaknya untuk
publik disesuaikan dengan kemampuan
pemerintah daerah.
Pembentukan pemekaran
Kabupaten Murung Raya adalah untuk
mewujudkan peningkatan pelayanan
pemerintah daerah kepada masyarakat
Kabupaten Murung Raya, diharapkan
dengan adanya pemekaran wilayah di
ikuti dengan pelayanan pemerintah
lebih terfokus salama ini Kabupaten
Barito Utara memiliki wilayah yang
sangat luas 32.000 Km. Pemekaran
kabupaten di Provinsi Kalimantan
Tengah berdasarkan Undang Undang
Nomor 5 Tahun 2002, tentang
Pembentukan Kabupaten Murung Raya,
Kabupaten Seruyan, Kabupaten
Sukamara, Kabupaten Lamandau,
Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten
Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya,
dan Kabupaten Barito Timur.
Pemekaran wilayah Kabupaten
Barito Utara bertujuan meningkatkan
pelayanan publik akan difokuskan
kepada pelayanan bidang pendidikan,
kesehatan. Namun harus diingat bahwa
dalam waktu yang relatif singkat (6
tahun setelah pemekaran) bisa jadi
belum terlihat perubahan yang berarti
dalam capaian (outcome) kinerja
pelayanan publik ini. Karena itu
indikator kinerja pelayanan publik akan
lebih menitikberatkan perhatian pada
sisi input pelayanan publik itu sendiri.
Selama ini Kabupaten Barito Utara
memiliki wilayah cukup luas yaitu
32.000 Km dengan 11 kecamatan
sebelum pemekaran wilayah,
sedangkan setelah pemekaran wilayah
Kabupaten Barito Utara memiliki luas
wilayah 8.300 Km dengan 6
kecamatan 98 desa 10 kelurahan.
Sedangkan Kabupaten Murung Raya
hasil pemekaran wilayah memiliki luas
wilayah 23.700 Km dengan 5
kecamatan.
Meningkatkan akuntabilitas serta
memperjelas efektivitas dan efisiensi
penggunaan alokasi anggaran belanja
langsung dengan penyusunan rencana
anggaran belanja berdasarkan
pendekatan anggaran kinerja yang
berorientasi pada pencapaian hasil dari
input yang direncanakan.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar
belakang di atas, maka permasalahan
dapat dirumuskan sebagai berikut ;
1. Seberapa besar tingkat efisiensi
pendidikan dan kesehatan sebelum
dan sesudah pemekaran seiring
dengan peningkatan anggaran ?.
2. Faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi yang dominan
terhadap tingkat efisiensi alokasi
anggaran pendidikan dan
kesehatan ?
Berdasarkan permasalahan di
atas, maka penelitian ini penting untuk
dilakukan sebagai upaya meningkatkan
efisiensi pengelolaan alokasi anggaran
belanja pendidikan dan kesehatan di
Pemerintah Kabupaten Barito Utara,
dalam pelaksanaan program/kegiatan
pembangunan guna meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Barito Utara
khususnya dan Kalimantan Tengah
pada umumnya.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasaran latar belakang serta
rumusan masalah penelitian di atas,
maka tujuan penelitian adalah sebagai
berikut.
1. Mengestimasi tingkat efisiensi
alokasi anggaran pendidikan dan
kesehatan sebelum dan sesudah
pemekaran.
-
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi dan variabel yang
dominan berpengaruh terhadap
tingkat efisiensi alokasi anggaran
belanja langsung pendidikan dan
kesehatan.
1.4 Manfaat Penelitian.
Manfaat yang diharapkan dari
hasil penelitian ini adalah dapat
memberikan kontribusi nyata bahwa
belanja langsung dapat lebih efisiensi
dalam perencanaan penganggaran di
Kabupaten Barito Utara secara khusus
dan Kalimantan Tengah pada
umumnya;
1. Sebagai bahan acuan dan
pertimbangan serta sumbangan
pemikiran kepada Pemerintah
Kabupaten Barito Utara bahwa
dengan teridentifikasinya faktor
kendala dan solusi, maka diharapkan
dalam penyusunan APBD terutama
belanja langsung yang lebih efisien.
2. Penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan sebagai bahan referensi
dan tambahan khasanah pustaka
bagi penelitian selanjutnya
khususnya penelitian tentang
efisiensi belanja langsung
Pemerintah Kabupaten Barito Utara,
khususnya didalam penetapan skala
prioritas pemerintah daerah dalam
pengalokasian anggaran belanja
langsung pendidikan dan kesehatan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1 Efisiensi: Makna Dan
Pengukuran
Ilmu ekonomi mempelajari
teori alokasi harga, di mana harga
mengalokasikan sumberdaya pelaku
ekonomi secara optimal. Permasalahan
produsen adalah mengalokasikan
sumberdayanya, dengan kendala yang ada
secara optimal (efisien), sehingga
menghasilkan output yang maksimum
(Sunaryo, 2001). Permasalahan tersebut
merupakan bidang kajian kaidah alokasi
optimal dalam teori produksi.
Pemahaman yang mendalam terhadap
kaidah-kaidah alokasi optimal pada
proses produksi dapat memudahkan
produsen dalam mengidentifikasi
karakteristik-karakteristik alokasi
optimalnya, sehingga inefisiensi dalam
proses produksi bisa diketahui dan
diperbaiki.
Efisiensi merupakan
perbandingan antara output dengan
input atau dengan istilah lain output per
unit input (Mahmudi, 2007). Suatu
organisasi apabila mampu
menghasilkan output tertentu dengan
input serendah-rendahnya, atau dengan
input tertentu mampu menghasilkan
output sebesar-besarnya (spending well).
Efisiensi dapat dijelaskan melalui
hubungan antar faktor input yang terbatas
(scarce) dan output yang dihasilkan.
Hubungan ini pada dasarnya dapat
dievaluasi melalui sudut pandang efisiensi
ekonomis (economic efficiency) dan efisiensi
teknis (technical efficiency). Efisiensi
ekonomis atau efisiensi biaya berkaitan
dengan penentuan kombinasi input-
input optimal yang dapat
merninimumkan biaya produksi
suatu tingkat output tertentu.
Efisiensi menurut (Mardiasmo
(2004) adalah Tercapainya Output
dengan Input tertentu. Efisiensi
merupakan perbandingan Output
dengan Input yang dikaitkan dengan
standar kinerja yang telah ditetapkan.
Efisiensi juga didefinisikan hubungan
antara input dan output. Efisiensi
merupakan ukuran apakah penggunaan
barang dan jasa yang dibeli oleh
organisasi untuk mencapai output
tertentu. Efisiensi juga mengandung
beberapa pengertian antara lain :
-
1. Efisiensi pada sektor usaha swasta
(private sector efficiency), dijelaskan
dengan konsep input output yaitu
rasio output dan input;
2. Efisiensi pada sektor pelayanan
masyarakat (public sector efficiency)
adalah suatu kegiatan yang
dilakukan dengan baik dengan
pengorbanan seminimal mungkin;
3. Suatu kegiatan dikatakan telah
dikerjakan secara efisien jika
pelaksanaan pekerjaan tersebut telah
mencapai sasaran (output) dengan
biaya (input) yang terendah atau
dengan biaya (input) minimal
diperoleh hasil (output) yang
diinginkan.
Lebih lanjut Mardiasmo (2009)
menyatakan bahwa rasio efisiensi tidak
dinyatakan dalam bentuk absolute
tetapi dalam bentuk relatif, misalnya
unit A lebih efisien tahun ini bila
dibandingkan dengan tahun lalu.
Sehingga semakin kecil rasio efisiensi
maka kinerja pemerintah bisa dikatakan
semakin efisien.
Perlu diperhatikan bahwa
acuan optimal (efisien) dalam
alokasi sumberdaya (input) adalah
alokasi optimal ala Pareto (Pareto efficient
allocation). Kondisi ini dicirikan
dengan: produsen tidak
mempunyai insentif untuk
merealokasikan sumberdayanya,
misalnya dengan mengurangi faktor
produksi yang satu kemudian
menambah faktor produksi yang lain.
Dalam kondisi optimal, jika produsen
melakukan realokasi sumberdaya,
outputnya akan lebih rendah dari
kondisi awalnya. Kondisi optimal ini
mengindikasikan bahwa tidak ada lagi
insentif bagi produsen untuk
melakukan adjustments dalam
mengalokasikan sumberdayanya.
Menurut Cooper et al. (2000),
efisiensi berdasarkan Extended Pareto-
Koopmans Definition mengandung
makna bahwa efisiensi sempurna
(100%) dapat dicapai oleh suatu unit jika
dan hanya jika tidak satupun dari input
rnaupun outputnya dapat diperbaiki
tanpa mengurangi sejumlah input
atau outputnya yang lain. Dalam
praktiknya, tingkat efisiensi secara
teori yang memungkinkan tidak
akan dapat diketahui karena fungsi
produksi suatu unit tidak diketahui.
Karena itu diperlukan definisi
efisiensi dengan memperhitungkan
informasi empiris yang tersedia,
sehingga definisi efisiensi ala pareto
efficient allocation tersebut disesuaikan
menjadi efisiensi relatif dengan
melakukan estimasi "isokuan efisiensi"
dari sampel unit-unit dalam industri yang
dianalisis. Sehingga suatu unit dikatakan
100% efisien, jika kinerja dari unit-unit
yang lain tidak menunjukkan bahwa
input dan outputnya dapat diperbaiki
tanpa mengurangi sejumlah input dan
outputnya yang lain.
Pendekatan yang dilakukan oleh
Farrel (1957) untuk membandingkan
efisiensi relatif dengan sampel petani
secara cross section, meskipun hanya
terbatas pada satu output yang
dihasilkan oleh masing-masing unit
sampel. Fase kedua adalah mulai
diperkenalkan konsep efisiensi alokasi
yang membawa pada dikenalnya
konsep batas biaya (cost frontier)
disamping konsep batas produksi
(production frontier). Fase ketiga adalah
perkembangan lebih lanjut dari konsep
cost frontier yaitu pemanfaatan input
dan atau output sebagai variabel
kebijakan yang bisa dipilih secara
optimal oleh unit pelaku ekonomi ketika
menghadapi harga pasar dalam pasar
persaingan sempurna atau tidak
sempurna.
Menurut Farrell (1957) dalam
Coelli (1996), efisiensi perusahaan
terdiri dari dua komponen, yakni
efisiensi teknis (technical
efficiency) yang mencerminkan
kemampuan suatu perusahaan untuk
-
mencapai tingkat output maksimal dari
input-input yang tersedia, dan price
efficiency/allocative efficiency yang
mencerminkan kemampuan suatu
perusahaan untuk menggunakan
input- input dalam proporsi yang
optimal, dengan kendala harga dari
masing-masing input. Kedua
pengukuran ini kemudian dapat
digabungkan untuk menghasilkan
suatu ukuran total efisiensi ekonomis
(economic efficiency/overall efficiency)
DEA merupakan alat analisis yang
digunakan untuk mengukur efisiensi
antara lain untuk penelitian kesehatan
(healt care), pendidikan (education),
transportasi, pabrik (manufacturing),
maupun perbankan. Ada tiga manfaat
yang diperoleh dari pengukuran
efisiensi dengan DEA (Insukindro dkk,
2000), pertama, sebagai tolok ukur
untuk memperoleh efisiensi relatif yang
berguna untuk mempermudah
perbandingan antara unit ekonomi yang
sama. Kedua, mengukur berbagai
variasi efisiensi antar unit ekonomi
untuk mengidentifikasi faktor-faktor
penyebabnya dan ketiga, menentukan
implikasi kebijakan sehingga dapat
meningkatkan tingkat efisiensinya.
Siagian, Sondang P. (1984)
menyebutkan Efisiensi adalah
perbandingan terbalik antara suatu
kegiatan dengan hasilnya menurut
definisi ini efisiensi terdiri atas dua
unsure yaitu kegiatan dan hasil dari
kegiatan tersebut. Kedua unsur ini
masing-masing dapat dijadikan pangkal
untuk mengembangkan pengertian
efisiensi berikut :
a. Unsur kegiatan yaitu suatu kegiatan
dianggap mewujudkan efisiensi
kalau suatu hasil tertentu tercapai
dengan kegiatan terkecil. Unsur
kegiatan terdiri dari lima sub unsure
yaitu pikiran, tenaga, bahan, waktu
dan ruang.
b. Unsur hasil yaitu suatu kegiatan
dianggap mewujudkan efisiensi
kalau dengan suatu kegiatan tertentu
mencapai hasil yang terbesar unsure
hasil terdiri dari dua sub unsure
yaitu jumlah (kwantitas) dan mutu
(kwalitas).
Efisiensi merupakan sebuah
konsep yang bulat pengertiannya dan
utuh jangkauannya. Hal ini berarti bagi
efisiensi tidak tepat dibuat tingkat-
tingkat perbandingan derajat, seperti
lebih efisienatau paling efisien
Efisiensi adalah perbandingan terbalik
diantara dua unsur kegiatan dan
hasilnya. Oleh karena itu tidaklah
mungkin dikatakan perbandingan yang
lebih lebih atau paling terbaik
kemungkinannya adalah efiesiensi dan
nonefisiensi.
Sedangkan efisiensi produksi
menggambarkan besarnya biaya/
beban/pengorbanan yang harus
dibayar/harus ditanggung untuk
mengahasilkan output. Banyak
sedikitnya kuantitas input yang harus
dipakai untuk menghasilkan output
menentukan suatu keadaan efisiensi.
Efisiensi diartikan sebagai ketetapan
dan kemampuan menjalankan suatu
usaha/kerja dengan tidak
mengorbankan waktu, tenaga dan
biaya, (Prakosa, 2003). Efisiensi juga
diartikan sebagai perbandingan antara
masukan (input) dengan keluaran
(output). Efisiensi merupakan ukuran
apakah penggunaan barang dan jasa
yang dibeli oleh organisasi untuk
mencapai output tertentu.
Efisiensi pada sektor pelayanan
masyarakat (public sector efficiency)
adalah suatu kegiatan yang dilakukan
dengan baik dengan pengorbanan
seminimal mungkin, suatu kegiatan
dikatakan telah dikerjakan secara
efisien jika pelaksanaan pekerjaan
tersebut telah mencapai sasaran
(output) dengan biaya (input) yang
terendah atau dengan biaya (input)
minimal diperoleh hasil (output) yang
diinginkan. Pengukuran efisiensi
-
berguna sebagai tolak ukur untuk
memperoleh efisiensi relative, dan
informasi mengenai efisiensi memiliki
implikasi kebijakan karena pimpinan
dapat menentukan kebijakan suatu
organisasi secara tepat.
Secara umum konsep efisiensi itu
ada 4 (empat) macam, yaitu :
1. Technical efficiency, adalah
penggunaan unsur-unsur produksi
tertentu untuk mencapai produksi
yang maksimum atau pencapaian
produksi tertentu dengan
menggunakan sejumlah factor
produksi yang minimum.
2. Economic Efficiency, adalah usaha
mengadakan penyebaran atau
alokasi sumber ekonomis dan
penyebaran barang dan jasa
dengan sebaik baiknya sesuai
dengan keinginan masyarakat.
3. Private Efficiency, efisiensi
perusahaan adalah usaha untuk
mencapai hasil penerimaan yang
sebesar-besarnya.
4. Social Efficiency, adalah
penggunaan sumber-sumber
ekonomis dengan memberikan
kemanfaatan yang maksimum dan
adil bagi masyarakat. Apa yang
dianggap efisien bagi perusahaan
belum tentu efisien menurut
ukuran social, (Ensiklopedi Umum
Indonesia, 1987)
Pengukuran efisiensi dapat
dilakukan tanpa tolok ukur atau dengan
tolok ukur. Untuk pengukuran efisiensi
yang dilakukan tanpa tolok ukur, maka
dapat dilihat dari : segi hasil, bila
dengan pengorbanan yang sama dapat
dicapai hasil yang lebih tinggi; segi
pengorbanan, bila dengan hasil yang
sama diperlukan pengorbanan yang
lebih sedikit. Sedangkan pengukuran
efisiensi yang dilakukan dengan tolok
ukur, maka dapat dilihat dari; segi hasil,
bila dengan membandingkan antara
hasil riil yang dapat dicapai seseorang
dengan hasil standar minimumnya; segi
pengorbanan, bila dengan pengorbanan
riil yang diberikan seseorang dengan
standar pengorbanan maksimum,
(Daud dalam Halim, 2004)
Efisiensi dapat didefinisikan
sebagai perbandingan antara keluaran
(output) dengan masukan (input), atau
jumlah keluaran yang dihasilkan dari
satu input yang dipergunakan. Suatu
perusahaan dapat dikatakan efisien
menurut Syafaroedin Sabar, (1989) (1)
Mempergunakan jumlah unit input
yang lebih sedikit dibandingkan dengan
jumlah input yang dipergunakan oleh
perusahaan lain dengan menghasilkan
jumlah output yang sama, (2)
Menggunakan jumlah unit input yang
sama, dapat menghasilkan jumlah
output yang lebih besar.
Untuk menentukan apakah suatu
kegiatan dalam organisasi itu termasuk
efisien atau tidak maka prinsip-prinsip
atau persyaratan efisiensi harus
terpenuhi,yaitu sebagai berikut. (Ibnu
Syamsi, 2004): (1) Efisiensi harus dapat
diukur, (2)Efisiensi mengacu pada
pertimbangan rasional, (3) Efisiensi
tidak boleh mengorbankan kualitas,
(4) Efisiensi merupakan teknis
pelaksanaan (5) Pelaksanaan
efisiensi harus disesuaikan dengan
kemampuan organisasi yang
bersangkutan, (6) Efisiensi itu ada
tingkatannya, bisa dengan prosentase.
Menurut Shone Rinald (1981)
efisiensi merupakan perbandingan
output dan input berhubungan dengan
tercapainya output maksimum dengan
sejumlah input, yang berarti jika ratio
output input besar maka efisiensi
dikatakan semakin tinggi. Dapat
dikatakan bahwa efisiensi adalah
penggunaan input yang terbaik dalam
memproduksi output.
Menurut Kost dan Rosenwig (1979)
dalam Etty Puji Lestari (2001), efisiensi
adalah rasio antara output dan input,
sedangkan menurut Dinc dan Haynes
(1999) efisiensi merupakan seluruh
-
kriteria penting dalam menentukan
seberapa besar input yang digunakan
untuk menghasilkan output yang
diinginkan.
Ada tiga faktor yang menyebabkan
efisiensi (Kost dan Rosenwig, 1979
dalam Etty Puji Lestari, 2001) yaitu
apabila dalam input yang sama
menghasilkan output yang lebih besar,
dengan input yang lebih kecil
menghasilkan output yang sama dan
dengan input yang besar menghasilkan
output yang lebih besar.
Ditinjau dari teori ekonomi, ada
dua pengertian efisiensi, yaitu efisiensi
teknis dan efisiensi ekonomi. Efisiensi
ekonomis mempunyai sudut pandang
makro yang mempunyai jangkauan
lebih luas dibandingkan efisiensi teknis
yang bersudut pandang
mikro.pengukuran efisiensi teknis
cenderung terbatas pada hubungan
teknis dan operasional dalam proses
konversi input menjadi output.
Akibatnya, usaha untuk meningkatkan
efisiensi teknis hanya memerlukan
kebijakan mikro yang bersifat internal,
yaitu dengan pengendalian dan alokasi
sumber daya yang optimal. Harga
dalam efisiensi ekonomis tidak dapat
dianggap given, karena harga dapat
dipengaruhi oleh kebijakan makro
(Sarjana,1999).
Dalam meminimumkan biaya
produksi sejumlah output tertentu,
harus dipilih kombinasi input yang
membebani biaya minimum (Least Cost
Combination). Kombinasi ini terjadi pada
saat kurva isocost menyinggung kurva
produksi sama atau isokuan. Isokuan
yaitu kurva yang menggambarkan
gabungan dari faktor produksi yang
digunakan yang dapat menghasilkan
satu tingkat produksi tertentu
(Nicholson,1995).
Persinggungan antara isokuan dan
isocost menunjukkan keseimbangan
produsen. Keseimbangan tersebut
tercapai apabila efisiensi teknis dan
efisiensi ekonomis sama. Isokuan
menggambarkan kemampuan (kendala)
produsen secara ekonomis, maka
keseimbangan produsen dicapai melalui
penggabungan efisiensi teknis dengan
efisiensi ekonomis.
2.1.2 Fungsi Produksi dan Efisiensi
Produksi merupakan hasil akhir
dari proses atau aktivitas ekonomi
dengan memanfaatkan beberapa
masukan atau input. Dengan pengertian
ini dapat dipahami bahwa
program/kegiatan adalah
mengkombinasi sebagai input
(masukan) untuk menghasilkan output.
Hubungan teknis antara input dengan
output tersebut dalam bentuk
persamaan, tabel atau grafik merupakan
fungsi produksi (Salvatore, 1995).
Fungsi produksi Cobb-Douglas
adalah suatu fungsi atau persamaan
yang melibatkan dua atau lebih
variabel, yang satu disebut dengan
variabel dependen, yang dijelaskan (Y)
dan yang lain disebut variabel
independen, yang menjelaskan (X)
(Soekartawi, 2003).
Nicholson (1995) menyatakan
bahwa fungsi produksi dimana =1
(elastisitas substitusi) disebut fungsi
produksi Cobb-Douglas dan
menyediakan bidang tengah yang
menarik antara dua kasus extrim. Kurva
produksi sama untuk kasus Cobb-
Douglas memiliki bentuk cembung
yang normal, seperti Gambar
dibawah ini.
Gambar 2.1
Kurva produksi sama untuk fungsi
produksi dengan nilai =1
Sumber : Nicholson, Walter, 1995
-
Secara matematis fungsi produksi
Cobb-Douglas adalah sebagai berikut :
Q=f(K,L)=AKaLb..................... (2.1)
dimana A, a dan b adalah konstanta dan
koefisien positif.
Menurut Taken dalam Kusmantoro
Edy S et.al. (1992), menyatakan bahwa
besarnya produksi yang dapat dicapai
oleh pemerintah ditentukan oleh
efisiensi penggunaan unsur-unsur
produksi seperti tanah, modal dan
pengelolaannya. Pengamatan tentang
efisiensi usaha tani, tidak hanya
merupakan suatu bidang penelitian
ekonomi pertanian, tetapi juga
merupakan suatu bagian penting dari
kebijakan pengembangan pertanian
yang dilakukan dibeberapa negara
sedang berkembang.
Soekartawi (2003) menyatakan
bahwa penyelesaian fungsi Cobb-
Douglas selalu dilogaritmakan dan
diubah bentuk fungsinya menjadi
fungsi linier. Beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi antara lain :
a. Tidak ada nilai pengamatan yang
bernilai nol, sebab logaritma dari 0
adalah suatu bilangan yang tidak
diketahui besarnya (infinite);
b. Dalam fungsi produksi, perlu asumsi
bahwa tidak ada perbedaan
teknologi pada setiap pengamatan
(non neutral difference in the respective
technologi). Ini artinya, kalau fungsi
Cobb-Douglas yang dipakai sebagai
model dalam suatu pengamatan dan
bila diperlukan analisa yang
merupakan lebih dari suatu model,
maka perbedaan model tersebut
terletak pada intercept dan bukan
pada kemiringan garis (slope) model
tersebut;
c. Tiap variabel X adalah perfect
competition;
d. Perbedaan lokasi (pada fungsi
produksi) seperti iklim, sudah
tercakup pada faktor kesalahan U.
Fungsi Produksi Frontier adalah
fungsi produksi yang dipakai untuk
mengukur bagaimana fungsi produksi
sebenarnya terhadap posisi frontiernya.
Karena fungsi produksi adalah
hubungan fisik antara faktor produksi
dan produksi, maka fungsi produksi
frontier adalah hubungan fisik faktor
produksi dan produksi pada frontier
yang posisinya terletak pada garis
Isokuan. Garis Isokuan ini adalah
tempat kedudukan titik-titik yang
menunjukkan titik kombinasi
penggunaan masukan / input produksi
yang optimal (Soekartawi, 2003).
Dalam terminologi ilmu ekonomi,
pengertian efisiensi digolongkan
menjadi 3 macam, yaitu efisiensi
teknis, efisiensi alokatif (efisiensi harga)
dan efisiensi ekonomi (Soekartawi,
2003).
Program/kegiatan secara teknis
dikatakan lebih efisien dibanding
dengan yang lain bila petani itu dapat
berproduksi lebih tinggi secara fisik
dengan menggunakan faktor produksi
yang sama. Sedang efisiensi harga dapat
dicapai oleh seorang petani bila ia
mampu memaksimumkan keuntungan
(nilai marginal produk setiap faktor
produksi variabel sama dengan
harganya). Efisiensi ekonomi dapat
dicapai bila kedua efisiensi yaitu teknis
dan harga juga efisien (Yoto Paulus dan
Lace dalam Sufridson, et.al., 1989).
Farell dan Nerlove dalam
Sufridson et.al., (1989) mencoba
menjelaskan cara pengukuran efisiensi
sebagaimana dalam Gambar berikut :
Gambar 2.2
Ukuran Efisiensi
Dalam gambar tersebut UU`
adalah garis ISOQUANT yang
menunjukkan berbagai kombinasi input
-
X1 dan X2 untuk mendapatkan
sejumlah Y tertentu yang optimal. Garis
ini sekaligus menunjukkan garis frontier
dari fungsi produksi Cobb-Douglas.
Garis PP` adalah garis biaya
(isocost) yang merupakan tempat
kedudukan titik kombinasi dari biaya
berapa dapat dialokasikan untuk
mendapatkan sejumlah input X1 dan X2
sehingga mendapatkan biaya yang
optimal. Sedangkan garis OC
menggambarkan jarak sampai
seberapa teknologi dari suatu usaha
apakah itu usaha pemerintah atau non
pemerintah. Titik C menunjukkan posisi
sebuah usaha pemerintah, sedangkan D
menunjukkan titik produksi yang
optimum. A dan B menunjukkan
ukuran penggunaan biaya yang tidak
efisien.
Dalam penelitian yang akan
dilakukan adalah ingin mengestimasi
sejauh mana tingkat sistem
penganggaran di Pemerintah
Kabupaten Barito Utara yang meliputi
perencanaan pembangunan terutama di
bidang Pendidikan dan Kesehatan
untuk lebih jauh mengetahui dari
varibel mana yang lebih dominan
efisiensi dalam penanggaran serta
pengeluaran Pemerintah terutama di
Kabupatan Barito Utara, yang lebih
kongkret dan nyata dalam memperbaiki
kesejahteraan masyarakat Barito Utara
khususnya serta masyarakat Kalimantan
Tengah baik secara kuantitatif maupun
kualitatif.
2.1.3 Elastisitas dan Efisiensi
Anggaran
Setyowati, E. Dkk (2000) Kurva
permintaan yang memiliki nilai
koefisien arah negative menunjukkan
bahwa jumlah yang diminta
berhubungan terbalik dengan tingkat
harga per unit barang tersebut. Seberapa
besar jumlah yang diminta akan
berubah jika harga mengalami
perubahan. Koefisien elastisitas harga
( Price Elasticity of Demand ) mengukur
presentase perubahan jumlah yang
diminta akibat persentase perubahan
harga barang itu. Dengan kata lain
elastisitas harga suatu barang
merupakan proporsi perubahan jumlah
barang yang diminta dibagi proporsi
perubahan harga barang tersebut.
% Q Q/Q Q P Ep = = = (2.2)
. % P P/P P Q Sehubungan dengan elastisitas, sifat
suatu barang dalam kaitannya dengan
perubahan harga barang dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu ;
a). Elastis ( Ep > 1 ), apabila harga
berubah 1% jumlah barang yang
diminta berubah lebih dari 1% ;
b). Inelastis ( Ep < 1 ), apabila harga
berubah 1% jumlah barang yang
diminta berubah kurang dari 1% ;
c). Uniter ( Ep = 1 ), apabila harga
berubah 1% jumlah barang yang
diminta akan berubah 1%.
Sedangkan penelitian akan dilakukan
dengan menggunakan beberapa
variabel yaitu, Pendidikan dan
Kesehatan sebagai variabel bebas (X)
sedangkan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) sebagai variabel
terikat (Y) dalam rangka mengukur
efisiensi alokasi penganggaran daerah
dilihat dari belanja langsung Pendidikan
dan Kesehatan Pemerintah Daerah
Kabupaten Barito Utara.
Pengukuran kinerja berdasarkan
indikator alokasi biaya (ekonomi dan
efisiensi) dan indicator kualitas
pelayanan. Dengan demikian teknik ini
sering disebut dengan pengukuran
yaitu efisiensidan efektivitas.
1. Efisiensi (daya guna) mempunyai
pengertian yang berhubungan erat
dengan konsep produktivitas.
Pengukuran efisiensi dilakukan
dengan menggunakan
perbandingan antara output yang
-
dihasilkan terhadap input yang
digunakan (cost of output). Proses
kegiatan operasional dapat
dikatakan efisiensi apabila suatu
produk atau hasil kerja tertentu
dapat dicapai dengan penggunaan
sumber daya dan dana yang
serendah-rendahnya (spending
well). Jadi, pada dasarnya ada
pengertian yang serupa antara
efisiensi dengan ekonomi karena
kedua-duanya menghendaki
penghapusan atau penurunan
biaya (cost reduction)
2. Efektivitas (hasil guna) merupakan
hubungan antara keluaran dengan
tujuan atau sasaran yang harus
dicapai. Pengertian sfektivitas ini
pada dasarnya berhubungan
dengan pencapaian tujuan atau
target kebijakan. Kegiatan
operasional dikatakan efektif
apabila proses kegiatan tersebut
mencapai tujuan dan sasaran akhir
kebijakan (spending wisely)
Efisiensi diukur dengan rasio
antara output dengan input. Rasio
efisiensi tidak dinyatakan dalam bentuk
absolute tetapi dalam bentuk relative.
Unit A adalah lebih efisien disbanding
unit B, unit A adalah lebih efisien tahun
ini dibanding tahun lalu, dan
seterusnya. Karena efisiensi diukur
dengan membandingkan output dan
input, maka perbaikan efisiensi dapat
dilakukan dengan cara :
a. Meningkatkan output pada tingkat
input yang sama.
b. Meningkatkan output dalam
proporsiyang lebih besar daripada
proporsi peningkatan input.
c. Menurunkan input pada tingkatan
output yang sama.
d. Menurunkan input dalam proporsi
yang lebih besar daripada proporsi
penurunan output.
Salah satu kebijakan yang dapat
ditempuh oleh Pemerintah Kabupaten
Barito Utara dalam rangka
meningkatkan pembanagunan daerah
khususnya pendidikan dan kesehatan
adalah melalui intensifikasi pendidikan
dan kesehatan, yaitu memaksimalisasi
terhadap kebijakan pembangunan yang
selama ini dilaksanakan, antara lain
melalui: peningkatan efisiensi dan
efektivitas dalam pengelolaan belanja
anggaran pembangunan pendidikan
dan kesehatan, perbaikan administrasi
pendidikan dan kesehatan. Intensifikasi
pendidikan dan kesehatan adalah suatu
tindakan atau usaha-usaha untuk
mengetahui secara detail sejauh mana
hasil pembangunan yang selama ini
sudah dijalankan.
Dalam upaya intensifikasi, aspek
kelembagaan, aspek ketatalaksanaan
dan aspek personalianya, yang
pelaksanaannya melalui kegiatan
sebagai berikut :
1. Memperbaiki/menyesuaikan aspek
kelembagaan pendidikan dan
kesehatan kemudian perangkatnya
sesuai dengan kebutuhan yang terus
berkembang.
2. Memperbaiki/menyesuaikan aspek
ketatalaksanaan, baik administrasi
maupun operasional yang meliputi :
penyempurnaan administrasi sistem
aturan yang berlaku sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang ada.
3. Peningkatan pengawasan dan
pengendalian yang meliputi :
pengawasan dan pengendalian
yuridis, perlu diteliti apakah
pembangunan yang ada telah
berdasarkan undang-
undang/peraturan daerah serta tidak
bertentangan dengan peraturan yang
ada: pengawasan dan pengendalian
teknis, ini menitikberatkan
pelaksanaan pembangunan selama
ini dengan sasaran
menyempurnakan sistem dan
prosedur pelaksanaan, serta
pengawasan dan pengendalian
penatausahaan, hal ini lebih
-
ditujukan kegiatan para pelaksana
dan ketertiban administrasi.
4. Peningkatan kualitas sumberdaya
manusia pengelola pendidikan dan
kesehatan dapat dilakukan dengan
mengikutsertakan aparatnya dalam
kursus keuangan daerah, program
pendidikan dan pelatihan yang
berkaitan dengan pengelolaan
keuangan daearah secara
menyeluruh.
5. Meningkatkan kegiatan penyuluhan
kepada masyarakat untuk
menumbuhkan kesadaran
masyarakat dalam meningkatkan
efisiennsi dan efektivitas dalam
pelaksanaan pembangunan. 2.1.4Faktor-Faktor yang mempengaruhi
efisiensi.
Upaya untuk mencapai target
pelaksanaan anggaran belanja langsung
agar bisa menunjang Pembangunan
Daerah guna menunjang keberhasilan
pelaksanaan otonomi daerah di
Indonesia, dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain yaitu (Kaho,1997): (i)
faktor manusia sebagai subjek
penggerak (faktor dinamis) dalam
penyelenggaraan otonomi daerah; (ii)
faktor keuangan yang merupakan
tulang punggung bagi terselenggaranya
aktivitas pemerintahan daerah; (iii)
faktor peralatan yang merupakan sarana
pendukung bagi terselenggaranya
aktivitas pemerintahan daerah; serta (iv)
faktor organisasi dan manajemen yang
merupakan sarana untuk melakukan
penyelenggaraan pemerintahan daerah
secara baik, efisien, dan efektif.
Banyak faktor-faktor yang
mempengaruhi efisiensi alokasi
anggaran tidak semua faktor tersebut
diatas akan dibahas, akan tetapi dalam
penelitian ini lebih memfokuskan
kepada faktor Kelembagaan dan
Kebijakan. Lembaga merupakan wadah
yang memberi tempat kepada seluruh
unsur sumberdaya manusia dengan
membagi tugas, hak, wewenang, dan
tanggung jawab masing-masing sesuai
jabatan yang didudukinya (Buchari
Zainun, 2003).
Kelembagaan sangat dipengaruhi
oleh sumberdaya manusia, sarana dan
prasarana, serta sistem
pengendaliannya (Dawud, 2005). Jadi
dalam penelitian ini kelembagaan yang
dimaksud adalah kelembagaan pada
SKPD Pendidikan dan Kesehatan yang
terdiri dari sumberdaya manusia yang
dimiliki oleh SKPD Pendidikan dan
Kesehatan berupa sumberdaya manusia
dan sarana dan prasarana di SKPD
Pendidikan dan Kesehatan.
2.1.4.1 Sumberdaya Manusia
Sumberdaya manusia adalah
potensi yang merupakan asset dan
berfungsi sebagai modal (non
material/non finansial) didalam suatu
organisasi, yang dapat diwujudkan
menjadi potensi nyata secara fisik dan
non fisik dalam mewujudkan eksistensi
organisasi (Nawawi, 2005). Ruki (2003)
mendifinisikan sumberdaya manusia
adalah sumber dari kekuatan yang
berasal dari manusia-manusia yang
dapat didayagunakan oleh sebuah
organisasi. Apabila sumber daya
manusia di dalam suatu unit kerja maka
sumberdaya manusia dimaksud adalah
tenaga kerja, pegawai, atau karyawan
(Notoatmodjo, 2003)
Dalam sebuah organisasi sangat
diperlukan pembagian tugas yang baik
dan pemberian wewenang yang tepat,
namun demikian yang lebih penting
lagi adalah menempatkan orang-orang
secara tepat pula. Menurut Kaho (2005)
otonomi daerah dapat dilaksanakan
dengan baik tergantung sumber daya
manusia dalam hal ini kepala daerah
beserta stafnya dalam menggerankkan
peralatan seefisien dan seefektif
mungkin untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
Kuantitas dan kualitas sumberdaya
manusia yang memadai diiringi dengan
penempatan personil sesuai dengan
-
kapabilitasnya akan berdampak pada
efektifitasnya pelayanan dan sistem
organisasi pemerintah daerah. Kualitas
sumber daya manusia sangat
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
baik formal maupun non formal seperti
pelatihan, seminar, dan lain-lain.
Keefektifan organisasi pemerintah
daerah tentu saja akan berpengaruh
pada peningkatan efisiensi pelaksanaan
alokasi anggaran daerah.
2.1.4.2 Kebijakan Pemerintah Daerah
Kibijakan dalam arti luas dapat
dibagi menjadi dua kelompok yaitu:
kebijakan dalam bentuk peraturan
perundang-undangan dan peraturan
yang tidak tertulis namun disepakati
yang disebut konvensi (Nugroho, 2004).
Dalam penelitian ini difokuskan pada
kebijakan publik yang berupa peraturan
daerah serta perundang-undangan.
2.1.4.3 Sarana dan Prasarana
Menurut Kaho (2005) salah satu
yang mempengaruhi pelaksanaan
otonomi daerah adalah adanya
peralatan yang cukup baik. Peralatan
disini adalah setiap benda atau alat
yang dapat dipergunakan untuk
memperlancar pekerjaan atau kegiatan
pemerintah daerah. Peralatan yang baik
adalah peralatan yang praktis, efisien
dan efektif. Dalam hal ini jelas
diperlukan bagi terciptanya suatu
pemerintahan daerah yang baik seperti
alat-alat kantor, alat komonikasi dan
transportasi.
Terry (2000) komponen terakhir
dari pengorganisasian mencakup sarana
prasarana fisik dan sasaran umum
didalam lingkungan dimana pegawai-
pegawai melaksanakan tugas-tugas
mereka, lokasi, mesin, perabotan kantor,
blanko-blanko, penerangan dan sikap
mental merupakan faktor-faktor yang
membentuk lingkungan. Dengan sarana
dan prsarana yang memadai dalam
rangka pelayanan terhadap pelaksanaan
program/kegiatan membuat mudah
dalam melaksanakan kewajibannya
sehingga pada akhirnya akan
meningkatkan Efisiensi.
2.1.5 Keuangan Daerah
Secara teoritis, yang dimaksud
dengan keuangan daerah adalah semua
hak dan kewajiban yang dapat di nilai
baik berupa uang maupun barang yang
dapat di nilai baik berupa uang maupun
barang yang dapat dijadikan kekayaan
daerah sepanjang belum dimiliki atau di
kuasai oleh Negara atau daerah yang
lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai
ketentuan atau peraturan perundang-
undangan yang berlaku ( Mamesah,
1997)
Keuangan daerah juga diartikan
sebagai suatu hak dan kewajiban yang
dapat di nilai dengan uang demikian
pula sesuatu baik berupa uang maupun
barang yang menjadi kekayaan daerah
yang berhubungan dengan pelaksanaan
hak dan kewajiban tersebut dalam batas
wewenang daerah ( Ichsan dkk, 1997).
Konsekwensi logis dari Undang-
Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-
Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah
menyebabkan perubahan dalam
manajemen keuangan daerah. Inti dari
perubahan tersebut adalah pada
budgeting reform atau reformasi
anggaran.
Aspek utama budgeting reform
atau reformasi anggaran adalah
perubahan dari traditional budget ke
performance budget. Selama ini
pemerintah daerah masih menggunakan
traditional budget, dimana penyusunan
anggaran bersifat line-item dan
incrementalism, yaitu proses penyusunan
anggaran yang hanya mendasarkan
pada besarnya realisasi anggaran tahun
sebelumnya. Konsekwensinya tidak ada
perubahan mendasar atas anggaran
baru ( Mulyanto, 2002; Mardiasmo,
2002).
-
Performance budget pada
dasarnya adalah system penyusunan
dan pengelolaan anggaran daerah yang
berorentasi pada pencapaian hasil atau
kinerja. Kenirja tersebut harus
mencerminkan effisiensi dan efektivitas
pelayanan publik,yang berarti harus
berorentasi pada kepentingan publik.
Kebutuhan masyarakat daerah untuk
menyelenggarakan otonomi secara
luas,nyata dan bertanggung jawab, dan
otonomi harus di pahami sebagai hak
atau kewajiban masyarakat daerah
untuk mengelola dan mengatur
urusanya. Hal ini berarti aspek atau
peran pemerintah daerah tidak lagi
merupakan alat kepentingan
Pemerintah Pusat belaka melainkan alat
untuk memperjuangkan aspirasi dan
kepentingan daerah (Mardiasmo, 2002).
Menurut Mardiasmo (2002),
prinsip-prinsip yang mendasari
pengelolaan keuangan daerah tersebut
terbagi atas tiga, yaitu:
Pertama.Transparansi, maksud dari
prinsip ini adalah kebutuhan dalam
proses perencanaan, penyusunan,
pelaksanaan anggaran daerah. Artinya
bahwa setiap anggota masyarakat
memeliki hak dan akses yang sama
untuk mengetahui proses anggaran
karena menyangkut aspirasi dan
kepentingan masyarakat,terutama
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
hidup masyarakat. Kedua, Akuntabilitas
hal ini berhubungan dengan prinsip
pertanggungjawaban publik yang
berarti bahwa proses penganggaran
mulai dari perencanaan, penyusunan
dan pelaksanaan harus benar-benar
dapat dilaporkan dan
dipertanggungjawabkan kepada DPRD
dan masyarakat. Ketiga, Value of money
berarti diterapkannya tiga prinsip
dalam proses penganggaran yaitu
ekonomi, efesiensi dan efektivitas.
Pelaksanaan otonomi daerah
sebagai sarana utama di bidang
keuangan adalah adanya Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah ( APBD
) yang oleh Mamesah (1995) di
definisikan sebagai rencana operasional
keuangan pemerintah daerah yang di
satu pihak menggambarkan
pengeluaran setinggi-tingginya guna
membiayai kegiatan-kegiatan dan
proyek-proyek dalam satu tahun
anggaran tertentu dan pihak lain
menggambarkan perkiraan penerimaan
dan sumber-sumber penerimaan daerah
guna menutupi pengelauran-
pengeluaran yang dimaksud.
Adapun dalam belanja daerah,
pembiayaan terbagi dua belanja tidak
langsung dan belanja langsung
komponen belanja tidak langsung dan
belanja langsung yaitu :
a. Belanja tidak langsung
b. Belanja Langsung
Uraian di atas sudah jelas
perbedaan yang ditimbulkan antara
belanja tidak langsung dan belanja
langsung, belanja tidak langsung
kecenderungannya bersifat konsumtif
sedangkan dalam komponen belanja
langsung merupakan investasi
pemerintah jangka panjang dalam
menggerakkan roda perekonomian di
suatu daerah apabila di sesuaikan
dengan kondisi geografis dan
sumberdaya yang ada di daerah.
Secara umum ada tiga pendekatan
dalam menentukan pola perilaku
belanja. Ketiga pendekatan itu adalah
instuisi, pendekatan analisis enjering,
dan pendekatan analisis data belanja
masa lalu antara lain:
1. Pendekatan intuisi merupakan
pendekatan yang didasarkan intuisi
pembuat keputusan. Intuisi tersebut
bisa ddasari atas surat-surat
keputusan, kontrak-kontrak kerja
dengan pihat lain dan sebagainya.
2. Pendekatan Analisis Enjenering
merupakan pendekatan yang
didasarkan pada hubungan fisik
yang jelas antara masukan (Input)
dengan keluaran (output). Misalnya,
-
jika pemerintah daerah melakukan
kegiatan bimbingan teknis maka
diketahui bahwa akan memerlukan
lima orang panitia, dua buah
computer, sepuluh rim kertas, dan
lain sebagainya. Pendekatan ini
memang teliti, namun seringkali
memerlukan waktu dan belanja yang
relative tinggi.
3. Pendekatan Analisis Data Belanja Masa
Lalu merupakan pendekatan yang
didasarkan pada data belanja masa
lalu. Pendekatan ini beramsumsi
bahwa belanja di masa akan datang
sama perilakunya dengan belanja
di masa yang lalu. Data belanja
masa lalu dianalisis untuk
mengetahui perilaku masing-
masing belanja. (Irwan Taufiq
Ritongga, 2010).
Gambaran di atas dapat
disimpulkan bahwa berhasil tidaknya
pelaksanaan otonomi daerah dalam hal
pembiayaan penyelenggaraan
pemerintah daerah, salah satunya
ditentukan oleh kemampuan
pemerintah daerah mengelola keuangan
daerah secara efisiensi dalam
pengeluaran belanja daerah. 2.1.6 Bantuan Pemerintah Pusat.
Alokasi dari anggaran
pemerintah pusat sering diungkapkan
sebagai transfer pemerintah, yang
memiliki peranan yang besar bagi
kebanyakan tatanan pemerintah dari.
Dari banyak sumber penerimaan
pemerintah daerah ternyata tidak
member hasil yang cukup dalam
membiayai pengeluaran publiknya,
untuk itu pemerintah pusat harus
membatasi diri dalam memanfaatkan
hasil pajaknya untuk kepentingan
daerah.
Selanjutnya menurut Davey
(1988), tujuan pemberian bantuan oleh
Pemerintah Pusat kepada Pemerintah
Daerah berbeda-beda antara lain :
1. Mendorong upaya oleh pemerintah
daerah untuk program-program
pembangunan dan pelayanan yang
sejalan dengan kebujakan nasional.
2. Merangsang pertumbuhan ekonomi
daerah, baik untuk membantu
pertumbuhan maupun untuk
mengurangi ketimpangan antar
wilayah.
3. Mengendalikan pengeluaran daerah
untuk memastikan penyesuaian
terhadap standard an kebijakan
nasional.
4. Menetapkan standar pelayanan atau
pembangunan yang adil atau lebih
adil.
5. Mengembangkan wilayah-wilayah
yang kapasitas fisiknya rendah,
suatu potensi relative rendah untuk
meningkatkan penerimaan langsung
mereka.
6. Membantu wilwyah-wilayah untuk
mengatasi keadaan darurat.
Pengalokasian semua jenis bantuan
tidak memberikan keleluasaan yang
sama kepada daerah. Dalam konteks
yang lain bantuan Pemerintah Pusat
dapat digolongkan ke dalam dua jenis,
yaitu block grant dan specific grant. Block
grant adalah subsidi yang memberikan
kebebasan kepada penerima untuk
membelanjakannya. Dalam block grant
ini Pemerintah Daerah diberi kebebasan
untuk mengalokasikan ke sektor
manapun. Specific grant, penggunaannya
telah ditentukan oleh Pemerintah Pusat
untuk program tertentu.
Boadway dan Wildasin (1984)
mengatakan apabila tujuan pemberian
bantuan untuk mendorong jenis-jenis
pengeluaran tertentu oleh Pemerintah
penerima, maka bantuan dalam
membentuk conditional matching grant
(Specific grant) adalah lebih tepat.
Apabila tujuan pemberian bantuan
semata-mata adalah untuk pengalihan
daya beli (transfer of purchacing power)
dari tingkat Pemerintah yang lebih
tinggi kepada tingkat Pemerintah yang
lebih rendah, maka bantuan dalam
-
bentuk unconditional grant (block grant)
adalah lebih tepat.
2.1.7 Faktor penentu efisiensi belanja
langsung
Dilihat dari fungsi dan tujuan
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) secara khusus belanja
langsung mempunyai tujuan
pembangunan atau investasi
pemerintah daerah jangka panjang yang
berhubungan langsung dengan program
pemerintah pusat karena pemerintah
daerah sebagai kepanjangan tangan
pemerintah pusat yang ada di daerah. 2.1.7.1 Pendidikan
Perkembangan kondisi pendidikan
di Kabupaten Barito Utara cukup
membaik dari tahun ketahun, terlihat
sarana dan prasarana yang bertambah
begitu juga dengan tenaga pengajar. Hal
ini tidak lepas dari peran pemerintah
daerah dan kesadaran masyarakat akan
penting-nya pendidikan, karena
membaiknya pendidikan akan
berdampak kepada sumberdaya
manusia yang nantinya diharapkan
dapat mengisi lapangan kerja guna
meningkatkan pembangunan daerah.
Semua problematika pendidikan
pada umumnya saling berkaitan antara
kabupaten yang satu dengan kabupaten
yang lain sehingga akan ada peluang
kerjasama dalam mengatasi
ketertinggalan pada masing-masing
kabupaten/ kota. Berbagai upaya telah
dilakukan untuk menyediakan
pelayanan pendidikan yang merata dan
bermutu kepada masyarakat. Namun
pembangunan bidang pendidikan
masih menghadapi permasalahan,
antara lain: belum meratanya
penyediaan pendidikan, rendahnya
kualitas dan relevansi pendidikan,
lemahnya pelaksanaan manajemen
sistem pendidikan. Akibatnya masih
terdapat anak-anak usia sekolah 6-14
tahun yang tidak dapat sekolah yang
tidak mampu untuk menjangkau
pendidikan.
Selain itu, pendidikan yang sudah
terlaksana masih belum merata pada
setiap daerah, terutama pendistribusian
guru, kualifikasi gurupun masih ada
yang tergolong belum memenuhi
standard mengajar jika dipandang dari
ijazah yang dimiliki. Kondisi geografis
menjadi faktor paling utama, karena
masih terdapat daerah yang memiliki
keterbatasan aksesbilitas transportasi
dan komunikasi. 2.1.7.2 Kesehatan
Pembangunan dibidang
kesehatan diarahkan dalam rangka
meningkatkan pemerataan pelayanan
dan mutu kesehatan bagi masyarakat.
Hal tersebut akan tercapai apabila
sarana dan prasarana tersedia dalam
kondisi cukup dan terjangkau oleh
masyarakat. Sarana dan prasarana
kesehatan tersebut antara lain berupa
rumah sakit, puskesmas, puskesmas
pembantu dan tenaga kesehatan. Untuk
mencapai tujuan tersebut diatas
Pemerintah Daerah Kabupaten Barito
Utara, secara terus menerus berupaya
meningkatkan pembangunan di bidang
kesehatan. 2.1.8 Faktor-faktor Kendala efisiensi.
Beberapa kendala yang dihadapi
oleh pemerintah daerah itu sendiri
dengan luas wilayah yang cukup luas
serta penyebaran penduduk yang tidak
merata serta jarak antara ibukota
kabupaten dengan ibukota kecamatan
di Kabupaten Barito Utara itu sendiri
sangat jauh. Akibatnya pembangunan
secara umum banyak memerlukan biaya
yang cukup besar terutama dalam
bidang pembangunan infrastruktur
jalan dan jembatan, pendidikan,
kesehatan dan tenaga kerja serta
pembangunan-pembangunan yang lain
agak terlambat.
Ada beberapa kendala lain yang
dihadapi oleh pemerintah Kabupaten
-
Barito Utara terutama di bidang
kesehatan yaitu:
a. Tenaga medis seperti dokter, dokter
spesialis, perawat dan tenaga medis
lainnya masih kurang dibandingkan
dengan jumlah penduduk
Kabupaten Barito Utara, sehingga
mempengaruhi terhadap pelayanan
kesehatan di puskesmas dan rumah
sakit.
b. Persediaan dan perlengkapan obat
dan alat medis rumah sakit maupun
puskesmas terbatas dan kurang
memadai.
c. Pengetahuan dan perhatian
masyarakat terhadap masalah
kesehatan masih rendah, sehingga
akan mempengerahui tingkat
kesehatan masyarakat.
d. Kondisi sarana dan prasarana
penunjang kesehatan terutama
puskesmas, pustu dan polindes
kurang memadai untuk pelayanan
kesehatan.
Kemungkinan tingkat efisiensi
alokasi belanja pendidikan dan
kesehatan Pemerintah Kabupaten Barito
Utara sangat jauh berbeda dengan
kabupaten-kabupaten yang ada di
seluruh Indonesia. Hal ini karena
kondisi Kabupaten Barito Utara yang
berada di pedalaman Kalimantan
Tengah masih relatif kurang sarana dan
prasara yang menunjang. Mengingat
keterbatasan kemampuan keuangan
terutama belanja langsung, luasnya
wilayah serta penyebaran penduduk
yang tidak merata merupakan salah
satu kendala tersendiri yang dihadapi
Pemerintah Daerah Kabupaten Barito
Utara dalam meningkatkan pelayanan
di bidang pendidikan dan kesehatan
bagi masyarakat.
2.2. Landasan Empiris dari Penelitian
terdahulu
2.2 .1. Government Spending on Health
Care and Education in Croatia:
Efficiency and Reform Options
Etibar Jafarov dan Victoria
Gunnarsson (IMF Working Paper, 2008),
Penelitian ini mangkaji tingkat efisiensi
relative dari pengeluaran pemerintah
untuk sektor kesehatan dan pendidikan
di Negara Kroasia pada tahun 2007.
Hasil efisiensi yang di hitung berupa
efisiensi teknis biaya, efisiensi teknis
system dan efisiensi teknis keseluruhan.
Dalam meneliti tingkat efisiensi
relatif dari pengeluaran pemerintah di
Negara Kroasia, peneliti menggunakan
metode analisis Data Envelopment
Analysis (DEA). Untuk sektor kesehatan
peneliti menggunakan variabel input
besaran anggaran kesehatan yang
dikeluarkan pemerintah Kroasia.
Adapun untuk variabel output dalam
penelitian ini digunakan data Angka
Harapan Hidup, Angka Kematian Kasar
per 100.000 penduduk, angka kematian
bayi per 1000 kelahiran, angka kematian
balita per 1000 kelahiran, angka
kematian ibu maternal per 100.000
kelahiran, dan kasus tuberkolosis per
100.000 penduduk.
Hasil penelitian menyabutkan telah
terjadi inefisiensi yang signifikan dalam
teknis biaya pengeluaran kesehatan di
Negara Kroasia pada tahun 2007. Hal
tersebut berkaitan dengan adanya
ketidak cukupan dalam me-recovery
biaya, mekanisme pembiayaan dan
penyelenggaraan institusi yang buruk,
serta kelemahan dalam penetapan
sasaran subsidi kesehatan.
2.2.2 Education and Health in G7
Countries: Achieving Better
Outcomes with Less Spending.
Marijn Verhoeven, dkk.(IMF
Working Paper, 2007), Penelitian yang
dilakukan ada tahun 2005 ini bertujuan
untuk menilai tingkat efisiensi di sektor
pendidikan dan kesehatan dan mencari
hubungan antara perbedaan efiseinsi
dari berbagai negara, kebijakan serta
faktor institusional.
Dalam mengukur tingkat efisiensi
pengeluaran pemerintah, penelitian ini
-
menggunakan metode analisis statistik
non parametrik berupa Data
Envelopment Analysis (DEA). Penelitian
ini menggunakan 3 tahap penghitungan
efisiensi dengan meletakkan satu
variabel intermediate diantara input dan
output akhir. Adapun untuk sektor
kesehatan Variabel input yang
digunakan adalah pengeluaran
pemerintah untuk sektor kesehatan,
dengan variabel intermedietenya berupa
jumlah tempat tidur di rumah sakit,
jumlah dokter per kapita, jumlah
imunisasi, dan jumlah konsultasi
dokter. Sedangkan untuk variabel
indikator outcome kesehatannya
digunakan Angka Harapan Hidup,
Angka Kematian Kasar, Angka
kematian bayi per 1000.
Inefisiensi pengeluaran pemerintah
untuk sektor publik yang terjadi ada
negara-negara G7 disebabkan karena
kurangnya efektifitas dalam
memperoleh sumberdaya, seperti guru
dan tenaga medis (dokter)
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL.
Kebijakan anggaran merupakan
hasil akhir dari proses atau aktivitas
progrm/kegiatan dengan memanfaatkan
beberapa masukan atau input.
Kombinasi penggunaan faktor-faktor
anggaran diusahakan sedemikian rupa
agar dalam jumlah tertentu
menghasilkan barang dan jasa
maksimum untuk kesejahteraan
masyarakat. Tindakan ini sangat
berguna untuk memperkirakan
probabilitas pemerintah relatif terhadap
pemanfatan sumberdaya yang tersedia.
Berdasarkan landasan teori yang
telah dipaparkan di atas maka dalam
penelitian ini, peneliti ingin mengetahui
efisiensi yang terjadi dalam alokasi
belanja langsung dapat disusun
kerangka konsep penelitian seperti pada
gambar 3.1.
Gambar 3.1
Kerangka Fikir Penelitian
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
PENGELUARAN
APBD
Input Anggaran Pendidikan
Input Anggaran Kesehatan
EFFISIENSI
Output Pendidikan
Output Kesehatan
-
Berdasarkan Gambar 3.1 dapat
dijelaskan bahwa kerangka pikirkiran
yang menjadi dasar pada penelitian ini
dibangun berdasarkan teori-teori serta
beberapa penelitian sebelumnya yang
menyangkut analisis efisiensi.
Kemudian dari apa yang telah
disampaikan dalam landasan teoritis
maupun empiris dapat dilihat dari 2
dimensi yaitu Pendidikan dan
kesehatan.
Anggaran juga dapat digunakan
sebagai alat untuk menentukan
besarnya pengeluaran, membantu
pengambilan keputusan dan
perencanaan pembangunan, otorisasi
pengeluaran di masa-masa yang akan
datang, sumber pengembangan ukuran-
ukuran standar untuk evaluasi kinerja
dan sebagai alat untuk memotivasi para
pegawai dan alat koordinasi bagi semua
aktivitas dari berbagai unit kerja. Jadi
anggaran daerah merupakan rencana
kerja pemerintah daerah yang
diwujugkan dalam bentuk uang selama
periode tertentu biasanya satu tahun
(Jones & Pendlebury,1996).
Pendidikan merupakan salah satu
faktor yang sangat menentukan dalam
kualitas manusia, semakin tinggi
pendidikan yang di tempuh seseorang
maka dapat diharapkan akan semakin
tinggi kualitas orang tersebut. Melalui
pendidikan maka pengetahuan,
kecerdasan dan ketrampilan seseorang
akan berkembang. Oleh karena itu
menjadi kewajiban pemerintah untuk
secara terus-menerus meningkatkan
pembangunan pendidikan, baik aspek
kualitas, kuantitas maupun yang
mencakup aspek pemerataan.
Sedangkan dalam pembangunan
dibidang kesehatan dalam rangka
meningkatkan pemerataan pelayanan
dan mutu kesehatan di setiap lapisan
masyarakat. Hal tersebut akan tercapai
apabila sarana dan prasarana tersedia
dalam kondisi cukup dan terjangkau
oleh masyarakat. Sarana dan Prasarana
kesehatan tersebut antara lain berupa
rumah sakit, Puskesmas, Puskesmas
Pembantu dan tenaga kesehatan yang
memadai. Untuk mencapai tujuan
tersebut Pemerintah Daerah Kabupaten
Barito Utara, secara terus menerus
berupaya meningkatkan pembangunan
di bidang kesehatan dari sisi
pengelolaan anggaran secara efisiensi.
Dalam terminologi ekonomi,
dikenal adanya konsep efisiensi teknis,
efisiensi harga/alokatif dan efisiensi
ekonomis. Suatu penggunaan faktor
anggaran dikatakan efisien secara teknis
kalau faktor produksi yang dipakai
menghasilkan produksi maksimum.
Dikatakan efisiensi harga / alokatif
kalau nilai dari produk marjinal sama
dengan harga faktor faktor produksi
yang bersangkutan dan dikatakan
efisiensi ekonomi kalau usaha tersebut
mencapai efisiensi teknis sekaligus juga
mencapai efisiensi harga (Soekartawi,
2003).
BAB IV
METODE PENELITIAN
Penelitian merupakan suatu
kegiatan yang bertujuan untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan
yang bersifat ilmiah, melalui prosedur
yang ditetapkan. Penelitian hendaknya
dilakukan dengan cermat dan teliti, agar
hasil yang diperoleh tepat dalam
penelitian kegiatan yang dilakukan
dengan seksama dalam menentukan
jenis data, sumber data, cara
mengumpulkan data, tujuan penelitian
dan teknik analisa data.
4.1. Identivikasi Variabel Penelitian.
Penelitian ini menggunakan 2
jenis variabel, yaitu untuk mengetahui
dari kedua jenis tersebut yang paling
dominan efisien. Didalam suatu alokasi
penganggaran pemerintah daerah
-
sangat diperlukan untuk mengetahui
efisiensi karena dengan keterbatan
anggaran dana tersebut. Dalam
penelitian ini yang menjadi variabel
adalah Pendidikan dan Kesehatan. Dari
variabel tersebut sejauh mana tingkat
efisiensi alokasi anggaran terhadap
pengeluaran pemerintah daerah selama
ini dari tahun 1990 - 2008. 4.2. Jenis Data dan Sumber Data.
Penelitian ini jenis data dan
sumbernya dapat dibedakan sebagai
berikut :
1) Jenis data menurut sifatnya
Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data kuantitatif,
yaitu data berupa angka-angka dan
dapat dihitung secara statistik.
Adapun data yang digunakan
adalah Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah (Belanja Langsung)
Kabupaten Barito Utara Pendidikan
dan Kesehatan di Kabupaten Barito
Utara.
2) Jenis data menurut sumbernya
Data menurut sumbernya dalam
penelitian ini menggunakan data
skunder, yaitu data yang diperoleh
dalam bentuk sudah jadi yang
dikumpulkan dan diolah oleh pihak-
pihak terkait berupa distribusi
sektoral terhadap Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (Belanja
Langsung) Kabupaten Barito Utara.
Serta data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah wawancara
langsung dengan Sekretaris Daerah,
Kepala Dinas Pendidikan, Kepala
Dinas Kesehatan serta sampel
responden yang diambil secara acak
terhadap masyarakat pengguna
pelayanan Pendidikan dan
Kesehatan.
4.3. Definisi Operasional Variabel
Penelitian.
Untuk menguji variabel yang telah
diajukan, maka setiap variabel perlu
diberikan ukuran dan definisi dengan
jelas terlebih dahulu. Adapun definisi
dari variabel yang digunakan sebagai
berikut :
1. Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (Y) total anggaran belanja
langsung ( Rp ) Pendidikan dan
Kesehatan di Kabupaten Barito
Utara.
2. Pendidikan adalah proporsi
penduduk berusia wajib belajar 7 -
15 tahun yang dapat membaca dan
menulis huruf latin atau lainnya
serta besarnya belanja langsung
(Rp) yang diperluhkan periode
tahun 1990 sampai dengan 2008.
3. Kesehatan menggambarkan suatu
kesejahteraan masyarakat. Variabel
ini merupakan menunjukkan
berapa besarnya anggaran Belanja
Langsung (Rp) yang dikeluarkan
oleh Pemerintah Kabupaten Barito
Utara periode tahun 1990 sampai
dengan 2008.
4.4 Analisis Faktor Efisiensi
Penganggaran.
Teknik analisa data yang
dipergunakan untuk menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi
efisiensi alokasi anggaran pendidikan
dan kesehatan yang diamati adalah
dengan memakai fungsi produksi
frontier (Stochastic Production Function
Cob-Douglas) (Zen, et. Al.,2003;
Panayotou, 1980). Selain itu statistik
deskriptif juga digunakan untuk
mendeskriptifkan responden yang telah
diamati. 4.4.1. Model Fungsi Anggaran
Frontier Model adalah gambaran yang
ingin dicapai (Soekartawi,1990).
-
Sedangkan menurut Herlambang dkk (2002) model adalah ringkasan teori yang dinyatakan dalam formulasi matematika. Untuk mencapai tujuan dimaksud digunakan model ekonometrika, yang merupakan pola khusus dari model matematika mencakup variabel pengganggu (Error Term).
Input Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan fungsi dari : Pendidikan dan Kesehatan. Secara matematis persamaan tersebut dapat ditulis sebagai berikut :
Y = f (X1, X2, ) ................. (4.1)
Salah satu model estimasi tingkat
efisiensi teknis yang banyak digunakan
adalah melalui pendekatan Stochastic
Production Frontier (SPF). Model ini
pertama kali diperkenalkan oleh Aigner
et al., (1977); dan dalam saat yang
bersamaan juga dilakukan oleh
Meeusen dan Broek (1977).
Pengembangan pada tahun-tahun
berikutnya banyak dilakukan seperti
oleh Battase and Coelli (1988, 1992,
1995), Waldman (1984), Kumbhakar
(1987) maupun Greene (1993).
Sebagaimana dijelaskan
sebelumnya, dalam tataran praktis
upaya maksimalkan hasil dari program
kegiatan biasanya diwujudkan melalui
peningkatan efisiensi teknis.
Berdasarkan pengamatan empiris,
faktor tersebut berkaitan erat dengan
karakteristik masyarakat setempat,
budaya dan status ekonomi. Dengan
demikian model yang diaplikasikan
dalam penelitian ini diekspresikan
sebagai berikut :
APBD Pendidikan = 0 + 1X1 + 2X2 +
3X3 + 4X4+ E . . . ( 4.2 )
Keterangan :
(a) Variabel-variabel yang bekerja dalam
fungsi Pendidikan,
Y = jumlah Anggaran Pendidikan (Rp)
X1 = Rasio yang sekolah dan usia
sekolah ( % )
X2 = Rasio ruang kelas dan murid ( % )
X3 = Rasio guru dan murid ( % )
X4 = Jumlah buta huruf/kejar Paket ( % ) APBD Kesehatan = 0 + 1X1 + 2X2 +
3X3 + 4X4+ E . . . ( 4.3 )
Keterangan :
(b) Variabel-variabel yang bekerja
dalam fungsi Kesehatan,
Y = jumlah Anggaran Kesehatan (Rp)
X1 = Jumlah kelahiran hidup ( % )
X2 = Jumlah angka harapan hidup ( % )
X3 = Rasio jumlah penduduk /
paramedis ( % )
X4 = Rasio jumlah penduduk
/puskesmas ( % )
Tabel 4.1
Definisi Operasional Variabel Variabel Kode Definisi Skala Pengukuran
x1 %
x2 %
x3 %
x4 %
x1 %
x2 %
x3 %
x4 %
Rasio Jumlah penduduk/paramedisRasio jumlah penduduk/puskesmas
Rasio ruang kelas dan muridRasio guru dan siswa
Jumlah buta huruf / kejar paket
Jumlah kelahiran hidupAngka harapan hidup
Independen Anggaran Kesehatan
Dependen Anggaran Kesehatan Y
Total Anggaran Kesehatan Rp.
Dependen Anggaran Pendidikan Y
Total Anggaran Pendidikan
Rp.
Independen Anggaran Pendidikan Rasio yang sekolah
dan usia sekolah
-
4.2 Metode Analisa Data Penelitian.
Menurut Karlinhger (1977),
menyatakan bahwa variabel adalah
konstruk (constructs) atau sifat yang
akan dipelajari. Diberikan contoh
misalnya tingkat aspirasi, penghasilan,
pendidikan, status sosial, jenis kelamin,
golongan gaji, produktivitas kerja dan
lain-lain. Di bagian lain karlinhger
menyatakan bahwa variabel dapat
dikatakan sebagai suatu sifat yang
diambil dari suatu nilai yang berbeda
(different values).Dengan demikian
variabel ini merupakan suatu yang
bervariasi. Selanjutnya Kidder (1981),
menyatakan bahwa variabel adalah
suatu kualitas (qualities) dimana peneliti
mempelajari dan menarik kesimpulan
darinya (Sugiyono, 2008).
Untuk mengetahui efisiensi
Pendidikan dan Kesehatan di
Kabupaten Barito Utara periode tahun
1990-2008 digunakan model persamaan
analisis sebagai berikut :
Y = f (X1, X2, X3, X4) ....... (4.4)
Keterangan :
(a) Variabel-variabel yang bekerja dalam
fungsi Pendidikan,
Y = jumlah anggaran pendidikan (Rp)
X1 = rasio yang sekolah dan usia
sekolah ( % )
X2 = rasio ruang kelas dan murid ( % )
X3 = rasio guru dan murid ( % )
X4 = jumlah buta huruf / kejar paket (%)
Y = f (X1, X2, X3, X4) ........ (4.5)
Keterangan :
(b) Variabel-variabel yang bekerja
dalam fungsi Kesehatan,
Y = jumlah anggaran kesehatan (Rp)
X1 = jumlah kelahiran hidup ( % )
X2 = jumlah angka harapan hidup ( % )
X3 = rasio jumlah penduduk/
paramedis ( % )
X4 = rasio jumlah penduduk/puskesmas
( % )
4.2.1. Pengukuran tingkat efisiensi
Teknik analisa data yang
dipergunakan untuk menganalisis
faktor yang mempengaruhi efisiensi
pengalokasian anggaran pendidikan
dan kesehatan di Kabupaten Barito
Utara, yang diamati adalah dengan
memakai fungsi produksi Cob-Douglas
dan Fungsi produksi frontier (Stochastic
Production Function Cob-Douglas) (Zen,
et. Al.,2003; Panayotou, 1980). Selain itu
statistik deskriptif juga digunakan
untuk mendeskriptifkan responden
yang telah diamati.
Model adalah gambaran yang
ingin dicapai (Soekartawi, 1990).
Sedangkan menurut Herlambang dkk
(2002) model adalah ringkasan teori
yang dinyatakan dalam formulasi
matematika. Untuk mencapai tujuan
dimaksud digunakan model
ekonometrika, yang merupakan pola
khusus dari model matematika
mencakup variabel pengganggu (Error
Term).
Pen