analisis faktor-faktor yang mempengaruhi...
TRANSCRIPT
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KOPI INDONESIA
OLEH AJI WAHYU ROSANDI
H14103092
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KOPI INDONESIA
OLEH
AJI WAHYU ROSANDI H14103092
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama Mahasiswa : Aji Wahyu Rosandi
Nomor Registrasi Pokok : H14103092
Departemen : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Penawaran Ekspor Kopi Indonesia
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Dr. Sri Mulatsih, M.Sc NIP. 131 849 397
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Ir. Rina Oktaviani, MS, Ph.D NIP. 131 846 872
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juli 2007
Aji Wahyu Rosandi H14103092
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Aji Wahyu Rosandi lahir pada tanggal 15 September
1985 di Jakarta. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dari
pasangan Sudjito, BSc dan Sri Wahyuningsih. Jenjang pendidikan penulis dilalui
tanpa hambatan, penulis menamatkan pendidikan pada TK Melur Cimanggis pada
tahun 1991, kemudian melanjutkan ke SDN Tugu II Cimanggis dan lulus pada
tahun 1997. Pada tahun yang sama penulis diterima di SLTP Negeri 1 Cimanggis
dan lulus pada tahun 2000 kemudian melanjutkan ke SMU Negeri 106 Jakarta dan
lulus pada tahun 2003.
Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu
Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui
jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama menempuh pendidikan di
IPB, penulis aktif di organisasi seperti HIPOTESA FEM IPB periode 2004-2005
dan aktif sebagai tim kepanitian dalam berbagai acara di IPB. Selain itu, penulis
pernah menjadi asisten dosen mata kuliah ekonomi umum pada semester ganjil
tahun ajaran 2006/2007.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan
skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Penawaran Ekspor Kopi Indonesia”. Penelitian mengenai
ekspor kopi merupakan topik yang menarik karena komoditi kopi Indonesia
bergantung kepada ekspor dan dalam perkembangannya banyak terdapat faktor
yang mempengaruhi. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu
Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Orang tua tercinta penulis yaitu Sudjito, BSc dan Sri Wahyuningsih, adikku
tersayang Nike, sepupuku Jacko beserta keluarga besar atas doa, bimbingan,
semangat, perhatian, dukungan dan pengorbanannya.
2. Dr. Sri Mulatsih, M.Sc selaku dosen pembimbing atas waktu, kesabaran,
masukan, arahan, motivasi selama bimbingan baik secara teknis maupun
teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan
dengan baik.
3. Ir. Rina Oktaviani, MS, Ph.D selaku dosen penguji utama yang telah bersedia
menguji dan memberikan masukan serta kritik yang sangat bermanfaat untuk
penyempurnaan skripsi ini.
4. Ir. Tanti Novianti, M.Si selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah
memberikan masukan dalam perbaikan tata bahasa untuk penyempurnaan
skripsi ini.
5. Tim TU Departemen IE Mba Atik, Mas Anto, Mas Dede, Mas Ryan, Mas
Anwar, Pak Cecep dan TU Fakultas Ekonomi dan Manajemen atas dukungan
dan bantuan selama proses persiapan seminar dan sidang.
6. Pak Khiram dari Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI), Ibu Sudiyanti,
Mba Niken, Ibu Marni, Ibu Manulang, Ibu Indah dan Pak Kasan dari
Departemen Perdagangan, bapak-ibu di Badan Pusat Statistik atas dukungan
dan bantuan selama proses pengambilan data.
7. My Best Friends anak-anak DJ’ Bunda, Heri, Wida, Ratih, Mimi, Weni, Wiwit
dan Yogi atas doa, dukungan, semangat, sharing dan bantuan selama proses
pembuatan skripsi.
8. Teman yang selalu membimbing penulis (Andin, Dina dan Hendra), teman
seperjuangan (Lea, Kiki, Winsih dan Ani) serta teman-teman IE 40 lainnya
yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas doa, dukungan, bimbingan,
sharing dan bantuan selama proses pembuatan skripsi.
9. Rumah Darmaga Regensi Blok B No 7 dan para penghuninya, Aditya MNJ 40
teman satu rumah yang selalu memberikan keceriaan, cerita dan dukungan.
10. Teman yang selalu memberi dukungan, Isman, Kolay, Inana dan Ratna atas
doa, semangat dan dorongan selama proses penulisan skripsi.
Akhirnya penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penyelesaian skripsi ini. Segala kesalahan yang terjadi dalam
penelitian menjadi tanggung jawab penulis. Semoga karya ini dapat bermanfaat
bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Juli 2007
Aji Wahyu Rosandi H14103092
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL......................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. viii
I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 6
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................... 6
1.5 Ruang Lingkup Penelitian........................................................... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN............ 8
2.1 Tinjauan Teori............................................................................. 8
2.1.1 Tanaman, Kandungan, dan Produk Kopi ........................ 8
2.1.2 Pengertian Ekspor dan Impor.......................................... 10
2.1.3 Pengertian Penawaran ..................................................... 11
2.2 Kerangka Pemikiran Teoritis ...................................................... 11
2.2.1 Teori Perdagangan Internasional..................................... 11
2.2.2 Teori Penawaran.............................................................. 15
2.2.3 Teori Kuota ..................................................................... 18
2.2.4 Error Correction Model (ECM) ..................................... 18
2.3 Penelitian Terdahulu ................................................................... 21
2.3.1 Penelitian Tentang Kopi.................................................. 21
2.3.2 Penelitian Tentang ECM................................................. 23
2.4 Kerangka Pemikiran Konseptual................................................. 24
2.5 Hipotesis Penelitian..................................................................... 26
III. METODE PENELITIAN................................................................... 28
3.1 Jenis dan Sumber Data ................................................................ 28
3.2 Metode Analisis dan Pengolahan Data ....................................... 28
3.3 Pendekatan Koreksi Kesalahan ................................................... 30
iv
3.3.1 Uji Akar-Akar Unit (unit root test) ................................. 30
3.3.2 Uji Kointegrasi ................................................................ 31
3.3.3 Model Koreksi Kesalahan ............................................... 32
3.3.4 Uji Diagnostik Model...................................................... 34
IV. GAMBARAN UMUM KOMODITI KOPI INDONESIA................ 37
4.1 Sejarah Masuknya Kopi Ke Indonesia........................................ 37
4.2 Produksi dan Luas Areal Kopi Indonesia.................................... 38
4.3 Konsumsi Domestik Kopi ........................................................... 40
4.4 Pemasaran Kopi .......................................................................... 41
4.5 Ekspor Kopi Indonesia................................................................ 46
4.6 Perkembangan Harga .................................................................. 51
V. HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................... 54
5.1 Kebijakan Ekspor Kopi ............................................................... 54
5.1.1 Kebijakan Ekspor Kopi Dari Dalam Negeri ...................... 54
5.1.2 Kebijakan Ekspor Kopi Dari Luar Negeri ......................... 58
5.1.3 Evaluasi Kebijakan Ekspor Kopi yang Ada dan Pernah
Ada ..................................................................................... 63
5.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Kopi
Indonesia ..................................................................................... 68
5.2.1 Kestasioneran Data............................................................. 68
5.2.2 Uji Kointegrasi ................................................................... 70
5.2.3 Error Correction Model (ECM) ........................................ 73
5.2.3.1 Uji Diagnostik Model............................................. 74
5.2.3.2 Estimasi Model ...................................................... 75
VI. KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 79
6.1 Kesimpulan ................................................................................. 79
6.2 Saran............................................................................................ 80
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 81
LAMPIRAN.................................................................................................. 83
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman 1.1. Volume dan Nilai Ekspor Kopi dan Ekspor Teh Indonesia Tahun
1999-2005 ........................................................................................... 2 1.2. Negara Importir Kopi Terbesar Dunia Tahun 1999-2005 .................. 3 1.3. Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia dan Dunia Tahun 1999-2005 4 4.1. Perkembangan Luas Areal dan Produksi Perkebunan Kopi
Indonesia Menurut Jenis Tahun 1994-2005........................................ 39 4.2. Konsumsi dan Produksi Kopi Indonesia dan Perbandingan
Konsumsi dengan Produksi Kopi Indonesia Tahun 2000-2005.......... 41 4.3. Volume dan Nilai Ekspor Kopi Indonesia Tahun 1975-2005............. 47 4.4. Ekspor Kopi Indonesia Menurut Negara Tujuan Utama Tahun
2002-2005 ........................................................................................... 49 4.5. Ekspor Kopi Indonesia Menurut Mutu Tahun 2001-2005.................. 50 4.6. Perkembangan Harga Bulanan Kopi Indonesia Di Pasar Dalam
Negeri Tahun 1999-2004 .................................................................... 52 4.7. Perkembangan Harga Kopi Di Pasar Internasional Tahun 1994-2005 53 5.1. Kebijakan Ekspor Kopi dan Kondisi Ekspor Kopi Indonesia
Pada Tahun Berlaku Kebijakan Periode 1972-2005 ........................... 63 5.2. Pertumbuhan Ekspor Indonesia Tiap Periode Kebijakan Kuota
ICO Tahun 1972-2005 ........................................................................ 66 5.3. Hasil Uji Unit Root Pada Level ........................................................... 69 5.4. Hasil Uji Unit Root Pada First Difference .......................................... 69 5.5. Hasil Uji Akar Terhadap Residual Persamaan Regeresi..................... 70 5.6. Hasil Estimasi Kointegrasi.................................................................. 71 5.7. Uji Heteroskedastisitas dan Uji Autokorelasi ..................................... 74
vi
5.8. Hasil Estimasi Error Correction Model (ECM) Penawaran Ekspor Kopi Indonesia Terhadap Variabel yang Signifikan ........................... 75
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman 2.1. Kurva Perdagangan Internasional ....................................................... 14 2.2. Diagram Alur Kerangka Pemikiran .................................................... 25 4.1. Bagan Pemasaran Kopi ....................................................................... 43 4.2. Saluran Pemasaran Kopi Di Luar Negeri............................................ 45 5.1. Perkembangan Harga Ekspor Riil Kopi Indonesia Tahun 1976-2005 73 5.2. Perkembangan Nilai Tukar Riil Indonesia Tahun 1976-2005 ............ 73 5.3. Hasil Uji Normalitas Error Correction Model untuk Penawaran
Ekspor Kopi Indonesia........................................................................ 75
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Data Olahan........................................................................................... 83
2. Hasil Uji Unit Root Variabel pada Tingkat Level ................................. 84
3. Hasil Uji Unit Root Variabel pada Tingkat First Difference ................ 85
4. Hasil Uji Akar Terhadap Residual Persamaan Regresi......................... 87
5. Hasil Estimasi Kointegrasi.................................................................... 87
6. Hasil Estimasi ECM Awal yang Tidak Signifikan ............................... 88
7. Hasil Estimasi ECM Terbaik yang Signifikan ...................................... 89
8. Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan ARCH Test dan dengan White Heteroskedasticity Test .............................................................. 89
9. Hasil Uji Autokorelasi........................................................................... 91
10. Hasil Uji Normalitas Model ECM ........................................................ 91
11. Peraturan dan Kebijakan ....................................................................... 92
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan hasil pertanian,
suatu kelebihan yang tidak dimiliki banyak negara di dunia. Sub sektor
perkebunan sebagai salah satu sub sektor unggulan memiliki beberapa komoditi
yang masih perlu dikembangkan baik budidaya, pengolahan maupun
pemasarannya.
Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan unggulan Indonesia,
khususnya untuk ekspor. Produksi kopi yang dihasilkan Indonesia cukup besar,
bisa mencapai 640.365 ton per tahun dengan luas lahan perkebunan kopi
mencapai 1,3 juta hektar pada tahun 2005 (Ditjenbun, 2006). Sumbangan ekspor
kopi Indonesia terhadap penerimaan negara juga cukup besar, yaitu rata-rata US$
257.430 juta per tahun selama periode 2001-2005 atau 13,20 persen terhadap nilai
ekspor hasil pertanian dan 0,59 persen terhadap nilai ekspor non migas (AEKI,
2006).
Produksi kopi Indonesia sebagian besar untuk memenuhi permintaan pasar
luar negeri. Berdasarkan data AEKI (2006), sampai tahun 2005, pasar kopi
domestik hanya menyerap sekitar 35 persen dari jumlah produksi kopi. Dengan
produksi yang melimpah tetapi daya serap pasar domestik yang rendah, kopi
Indonesia sangat bergantung pada pasar internasional.
Diantara beberapa komoditi perkebunan, kopi merupakan salah satu
komoditi ekspor potensial, dilihat dari volume ekspor dan nilai ekspornya yang
cukup besar. Bila dibandingkan dengan komoditi perkebunan lain, seperti
2
komoditi teh, ekspor kopi Indonesia mencatatkan jumlah yang lebih besar.
Berdasarkan Tabel 1.1, dapat dilihat bahwa volume ekspor kopi cukup besar dari
tahun ke tahun pada periode tahun 1999-2005 (rata-rata 340.443,86 ton per tahun)
bila dibandingkan dengan volume ekspor teh pada periode yang sama (rata-rata
100.087,43 ton per tahun). Nilai ekspor kopi juga memberikan masukan
penerimaan negara yang lebih besar bila dibandingkan dengan nilai ekspor teh,
rata-rata nilai ekspor kopi sebesar US$ 323.323.857,1 per tahun pada periode
tahun 1999-2005 sedangkan rata-rata nilai ekspor teh sebesar US$ 108.423.000
per tahun pada periode yang sama. Oleh karena itu komoditi kopi dapat disebut
sebagai salah satu komoditi unggulan dari sub sektor perkebunan dan perlu
dikembangkan potensinya.
Tabel 1.1. Volume dan Nilai Ekspor Kopi dan Ekspor Teh Indonesia Tahun 1999-2005
Ekspor Kopi Ekspor Teh Tahun Volume (ton) Nilai (000 US$) Volume (ton) Nilai (000 US$)
1999 352.967 467.858 97.847 97.1402000 340.887 326.256 105.582 112.1052001 250.818 188.493 107.144 112.5242002 325.009 223.916 100.184 103.4272003 323.520 258.795 88.894 95.9702004 344.077 294.113 98.572 116.0182005 445.829 503.836 102.389 121.777
Sumber : Ditjen Perkebunan, 2006
Dalam pasar kopi dunia, Indonesia memiliki posisi yang strategis. Menurut
International Coffee Organization (ICO, 2006), Indonesia adalah negara nomor
empat penghasil kopi terbesar dunia setelah Brazil, Kolombia, dan Vietnam.
Indonesia juga menempati urutan keempat sebagai eksportir kopi terbesar di
dunia, bahkan menempati urutan kedua untuk jenis kopi Robusta setelah Vietnam.
3
Tabel 1.2. Negara Importir Kopi Terbesar Dunia Tahun 1999-2005 Tahun (ribu ton) Negara
1999 2001 2004 2005 Laju Pertumbuhan Rata-
Rata per Tahun (%) U.S.A. 1.367,28 1.288,15 1.398,27 1.391,39 0,42 Jerman 866,78 906,72 1.057,91 1.020,76 2,86 Jepang 392,85 419,77 435,23 450,42 2,37 Italia 358,51 394,14 423,84 438,46 3,44 Perancis 408,07 412,61 368,11 360,75 -1,93 Spanyol 241,82 247,55 254,96 265,97 1,68 Belgia 192,17 201,90 247,39 265,41 6,05 Belanda 157,61 172,44 198,58 184,55 3,07 Inggris 177,19 186,32 206,05 209,39 2,92 Swedia 88,14 86,82 90,80 101,93 2,65 Dunia 5.010,35 5.122,71 5.539,47 5.587,70 1,84
Sumber : International Coffee Organization (ICO), 2006 (Diolah) Menurut data ICO (2006), total impor kopi dunia pada tahun 2005
mencapai 5.587.695 ton (Tabel 1.1). Importir terbesar kopi dunia tahun 2005
secara berurutan yaitu : Amerika Serikat (24,9%), Jerman (18,26%), Jepang
(8,06%), Italia (7,85%), Perancis (6,46%), Spanyol (4,76%), Belgia (4,75%),
Belanda (3,3%), Inggris (3,75%), dan Swedia (1,82%). Bagi Indonesia sebagai
eksportir kopi terbesar ke empat dunia pasar utamanya antara lain Amerika
Serikat (20,34%), Jepang (19,67%), dan Jerman (9,75%).
Pada Tabel 1.2 ditunjukkan bahwa permintaan kopi dunia dari tahun ke
tahun terus mengalami peningkatan. Kondisi tersebut merupakan peluang bagi
Indonesia untuk dapat meningkatkan ekspor kopinya. Akan tetapi dalam
perkembangannya, ekspor kopi Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor
sehingga menyebabkan fluktuasi seperti kebijakan ekspor dan harga kopi dunia
yang terus berubah.
4
Berdasarkan uraian di atas, komoditi kopi merupakan komoditi yang
penting bagi Indonesia karena sumbangannya terhadap devisa negara yang cukup
besar dan potensi pasarnya cukup baik. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Penawaran Ekspor Kopi Indonesia.”
I.2. Rumusan Masalah
Produksi kopi Indonesia sebagian besar ditujukan untuk ekspor, yaitu
sebesar 65 persen dari total produksi (AEKI, 2006). Kondisi tersebut
menunjukkan bahwa apabila terjadi perubahan harga di tingkat dunia maka akan
mempengaruhi penerimaan negara dari ekspor kopi dan akan mempengaruhi
pendapatan di tingkat petani.
Tabel 1.3. Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia dan Dunia Tahun 1999-2005 Ekspor Kopi Indonesia Ekspor Kopi Dunia
Tahun Volume (ton)
Perubahan (%)
Harga (US$/ton)
Perubahan (%)
Volume (ton)
Perubahan (%)
1999 352.967 - 1,325,50 - 5.153.167,38 - 2000 340.887 -3,42 957,08 -27.79 5.354.865,48 3,91 2001 250.818 -26,42 751,51 -21.48 5.433.824,22 1,47 2002 325.009 29,58 688,95 -8.32 5.318.095,68 -2,13 2003 323.520 -0,46 799,94 16.11 5.158.941,60 -2,99 2004 344.077 6,35 854,79 6.86 5.439.858,90 5,45 2005 445.829 29,57 1.130,11 32.21 5.231.732,04 -3,83
Sumber : Ditjen Perkebunan (2006) dan ICO (2006)
Berdasarkan Tabel 1.3, volume ekspor kopi Indonesia mengalami fluktuasi
dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000 dan 2001 volume ekspor kopi Indonesia
mengalami penurunan sebesar 3,42 persen dan 26,42 persen. Turunnya ekspor
kopi Indonesia dikarenakan terjadi over supply kopi dunia yang disebabkan oleh
5
meningkatnya ekspor kopi dunia. Volume ekspor kopi dunia meningkat sebesar
3,91 persen pada tahun 2000 dan pada tahun 2001 kembali meningkat sebesar
1,47 persen. Penurunan ekspor kopi Indonesia juga disebabkan oleh harga ekspor
kopi yang cenderung menurun pada tahun 2000 sampai 2002.
Pada tahun 2003 sampai 2005 harga ekspor kopi Indonesia mengalami
peningkatan kembali, dan ekspor kopi Indonesia juga mengalami peningkatan.
Akan tetapi produksi kopi Indonesia mengalami penurunan pada tahun 2002
sampai 2005 dengan rata-rata penurunan sebesar 2,07 persen per tahun
(Ditjenbun, 2006). Apabila terjadi penurunan produksi terus menerus maka
dikhawatirkan ekspor kopi Indonesia akan mengalami penurunan (AEKI, 2006).
Perdagangan kopi dunia juga dipengaruhi oleh berbagai kebijakan ekspor
kopi. Kebijakan ekspor kopi yang ada maupun yang pernah ada memberikan
pengaruh terhadap ekspor kopi Indonesia, salah satu diantara kebijakan yang
berpengaruh yaitu kuota ekspor yang diberlakukan International Coffee
Organization (ICO), yang membatasi jumlah kopi yang diekspor Indonesia.
Dari berbagai hal yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan
permasalahan yang akan ditelaah dalam penelitian ini :
1. Kebijakan ekspor kopi apa saja yang ada dan pernah ada, baik dari dalam
maupun luar negeri ?
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi penawaran ekspor kopi Indonesia dan
bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap ekspor kopi Indonesia?
6
I.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka
penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengevaluasi kebijakan ekspor kopi yang ada dan pernah ada, baik dari dalam
maupun luar negeri.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor kopi
Indonesia dan pengaruh tiap faktor tersebut.
I.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta bukti empirik
tentang kondisi kopi di Indonesia secara umum, kondisi pasar kopi internasional
khususnya mengenai ekspor kopi Indonesia di pasar dunia.
Kegunaan penelitian ini secara lebih khusus adalah sebagai berikut :
1. Bagi pemerintah sebagai pembuat kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi serta menjadi bahan masukan dalam merumuskan
berbagai kebijakan dimasa yang akan datang.
2. Bagi para pelaku pasar, penelitian ini diharapkan menjadi masukan agar
kedepannya dapat menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
3. Bagi penulis, penelitian ini sebagai sarana pembelajaran dalam memahami
kondisi komoditi kopi secara lebih mendalam. Selain itu, penelitian ini juga
bermanfaat sebagai sarana proses belajar agar lebih kritis dalam mengamati
kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, serta membuka wawasan
dan pemahaman untuk mencari jawaban atas permasalahan diatas.
7
4. Sebagai bahan referensi bagi pembaca dan informasi bagi peneliti lainnya
untuk penelitian yang lebih lanjut.
I.5. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada perdagangan luar negeri
komoditi kopi biji. Kopi yang dianalisis adalah kopi dengan kode HS 0901 (jenis
kopi Robusta, Arabika dan lainnya, yang digongseng maupun tidak, dihilangkan
kafeinnya maupun tidak).
Penelitian ini dibatasi pada evaluasi kebijakan ekspor kopi yang ada dan
pernah ada, yaitu kebijakan ekspor kopi dari dalam negeri dan dari luar negeri dan
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor kopi Indonesia.
Variabel yang diteliti adalah ekspor kopi biji Indonesia, produksi kopi, konsumsi
domestik kopi, harga domestik kopi, harga ekspor kopi, dan nilai tukar riil,
dummy kondisi krisis ekonomi dan dummy kebijakan penghapusan kuota ekspor.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Teori
2.1.1. Tanaman, Kandungan, dan Produk Kopi
Tanaman kopi adalah pohon kecil yang bernama Perpugenus coffea dari
familia Rubiaceae. Tanaman kopi, yang umumnya berasal dari benua Afrika,
termasuk famili Rubiaceae dan jenis kelamin Coffea. Kopi bukan produk
homogen, ada banyak varietas dan beberapa cara pengolahannya. Di seluruh dunia
kini terdapat sekitar 4.500 jenis kopi, yang dapat dibagi dalam empat kelompok
besar, yakni :
a. Coffea Canephora, yang salah satu jenis varietasnya menghasilkan kopi
dagang Robusta;
b. Coffea Arabica menghasilkan kopi dagang Arabika;
c. Coffea Excelsa menghasilkan kopi dagang Excelsa;
d. Coffea Liberica menghasilkan kopi dagang Liberica.
Dari segi produksi yang menonjol dalam kualitas dan kuantitas adalah
jenis Arabika, andilnya dalam pasokan dunia tak kurang dari 70 persen. Jenis
Robusta yang mutunya dibawah Arabika, mengambil bagian 24 persen produksi
dunia, sedangkan Liberica dan Excelsa masing-masing 3 persen. Arabika
dianggap lebih baik daripada Robusta karena rasanya lebih enak dan jumlah
kafeinnya lebih rendah, maka Arabika lebih mahal daripada Robusta.
Kopi dengan jenis yang berbeda akan tumbuh dan berbuah maksimal pada
ketinggian yang berbeda. Kopi Arabika tumbuh maksimal pada ketinggian 1.000
meter sampai 1.500 meter di atas permukaan laut. Kopi Arabika memiliki jenis-
9
jenis yang berbeda pula, antara lain Brazilian Arabica yang tumbuh maksimal
pada ketinggian 2.000 meter sampai 2.500 meter di atas permukaan laut, dan
Colombian Mild Arabica tumbuh maksimal pada ketinggian lebih dari 2.500
meter di atas permukaan laut. Kopi Robusta akan tumbuh maksimal pada
ketinggian 400 meter sampai 700 meter di atas permukaan laut.
Tanaman kopi sangat sensitif terhadap kelembaban udara. Kelembaban
udara yang ideal yaitu antara 70 persen sampai 89 persen. Selain itu tanaman kopi
juga sensitif terhadap curah hujan. Ada saat dimana tanaman kopi membutuhkan
hujan yang cukup banyak yaitu pada saat perkembangan biji, dan ada pula saat
dimana curah hujan tidak terlalu banyak yaitu pada saat berbunga dan
perkembangan buah, karena hujan yang deras akan menyebabkan bunga rontok
dari tanaman (AEKI, 2006).
Kopi mempunyai rasa pahit-pahit sedap menyegarkan karena kandungan
zat kafein, kurang lebih dengan komposisi sebagai berikut : kafein 1 persen
sampai 2,5 persen, minyak atsiri 10 persen sampai 16 persen, asam chlorogen 6
persen sampai 10 persen, zat gula 4 persen sampai 12 persen dan selulosa 22
persen sampai 27 persen. Perbedaan antara kopi Arabika dengan Robusta yaitu
kopi Robusta memiliki kandungan kafein yang lebih tinggi dari Arabika,
sedangkan kopi Arabika memiliki kandungan zat gula dan minyak atsiri yang
lebih banyak dari Robusta (Sunarni, 2002).
Kopi diperdagangkan sejak dasawarsa terakhir, bukan saja dalam bentuk
tradisional green coffee (biji kopi mentah) yang ditampung oleh para pengolah
10
(roaster), namun juga dalam bentuk olahan setengah jadi dan bahan jadi siap
pakai, diantaranya dalam bentuk :
a. Kopi rendangan (roasted coffee),
b. Kopi bubuk (powdered coffee), hasil kopi rendangan yang telah digiling,
c. Kopi ekstrak atau kopi cair (liquid coffee), hasil kopi bubuk yang diolah
dengan zat cair,
d. Kopi instan (instant coffee), yakni kopi ekstrak yang diambil sarinya
dengan jalan peguapan kandungan airnya,
e. Kopi celup (coffee bags) seperti halnya dengan “teh celup”.
2.1.2. Pengertian Ekspor dan Impor
Ekspor adalah aliran perdagangan suatu komoditi dari dalam negeri ke luar
negeri (Kamus Ekonomi, 2003). Ekspor berasal dari produksi dalam negeri yang
dijual / dipakai oleh penduduk luar negeri, maka ekspor merupakan injeksi ke
dalam aliran pendapatan seperti halnya investasi (Nopirin, 1999). Dilihat dari segi
penawaran, kegiatan ekspor diasumsikan sebagai fungsi penawaran suatu negara
terhadap suatu komoditi yang dihasilkan.
Impor adalah aliran perdagangan suatu komoditi dari luar negeri ke dalam
negeri (Kamus Ekonomi, 2003). Impor merupakan kebocoran dan pendapatan,
karena menimbulkan aliran modal ke luar negeri (Nopirin, 1999). Ekspor bersih,
yakni (X-M) adalah jembatan yang menghubungkan antara pendapatan nasional
dengan transaksi internasional (Nopirin, 1999).
11
2.1.3. Pengertian Penawaran
Penawaran adalah banyaknya jumlah barang yang ditawarkan pada suatu
pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat pendapatan tertentu dan
dalam periode tertentu. Pengertian lain dari penawaran adalah gabungan seluruh
jumlah barang yang ditawarkan oleh penjual pada pasar tertentu, periode tertentu,
dan pada berbagai macam tingkat harga tertentu (Putong, 2003).
2.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
2.2.1. Teori Perdagangan Internasional
Menurut Lindert dan Kindleberger (1995) perdagangan internasional
dianggap sebagai suatu akibat dari adanya interaksi antara permintaan dan
penawaran yang bersaing. Permintaan (demand) dan penawaran (supply) akan
tampak dalam bentuknya yang sudah dikenal serta merupakan suatu interaksi dari
kemungkinan produksi dan preferensi konsumen.
Terdapat dua hal penting untuk terjadinya perdagangan internasional yakni
spesialisasi produksi dan informasi akan kebutuhan barang yang diperdagangkan.
Hal pertama adalah spesialisasi terjadi karena keadaan yang alamiah yakni
tumbuhnya atau tersedianya bahan alamiah yang ketersediannya berbeda-beda di
berbagai tempat di dunia. Hal kedua adalah ketersediaan informasi yang berkaitan
erat dengan tingkat kemajuan daya pikir manusia. Informasi diperlukan untuk
mengetahui apa yang diperlukan orang lain.
Perdagangan internasional terjadi karena terdapat banyak komoditas yang
sama sekali tidak dapat ditanam atau diproduksi dalam suatu negara akibat
12
keterbatasan keadaan alam dan iklim. Hal yang secara kuantitatif lebih penting
adalah bahwa banyak produk yang dapat diproduksi di suatu negara namun itu
hanya dapat dilakukan dengan biaya lebih tinggi dibanding jika produk tersebut
diproduksi di negara lain. Semua hal ini menyebabkan semakin pentingnya
manfaat atau keuntungan perdagangan internasional. Teori perdagangan
internasional menganalisa dasar-dasar terjadinya perdagangan internasional serta
keuntungan yang diperolehnya (Salvatore, 1997).
Terdapat dua teori perdagangan yang dikemukakan oleh dua tokoh
ekonomi terkenal pada masanya, yakni perdagangan berdasarkan keunggulan
absolut dari Adam Smith dan perdagangan berdasarkan keunggulan komparatif
dari David Ricardo. Menurut Adam Smith, perdagangan antara dua negara
didasarkan pada keunggulan absolut (absolute advantage). Jika sebuah negara
lebih efisien daripada (atau memiliki keunggulan absolut terhadap) negara lain
dalam memproduksi sebuah komoditi, namun kurang efisien dibandingkan (atau
memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi komoditi
lainnya, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara
masing-masing melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang
memiliki keunggulan absolut, dan menukarkannya dengan komoditi lain yang
memiliki kerugian absolut.
Menurut hukum keunggulan komparatif, meskipun sebuah negara kurang
efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam
memproduksi kedua komoditi, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan
perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara pertama harus
13
melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang
memiliki kerugian absolut lebih kecil (ini merupakan komoditi dengan
keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut
lebih besar (komoditi ini memiliki kerugian komparatif).
Dalam kegiatan ekspor suatu komoditi, Salvatore (1997) menyatakan
bahwa secara teoritis volume ekspor suatu komoditi tertentu dari suatu negara ke
negara lain merupakan selisih antara penawaran domestik dan permintaan
domestik yang disebut sebagai kelebihan penawaran (excess supply). Kelebihan
penawaran dari negara tersebut di lain pihak merupakan permintaan impor bagi
negara lain atau merupakan kelebihan permintaan (excess demand). Selain
dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran domestik, ekspor juga dipengaruhi
oleh faktor-faktor pasar dunia seperti harga komoditas itu sendiri dan komoditas
substitusinya di pasar internasional serta hal-hal yang dapat mempengaruhi harga
baik langsung maupun tidak langsung.
Secara teoritis, suatu negara (misalkan negara A) akan mengekspor suatu
komoditi (misal kopi) ke negara lain (misalkan negara B) apabila harga domestik
di negara A (sebelum terjadinya perdagangan internasional) relatif lebih rendah
bila dibandingkan dengan harga domestik di negara B (Gambar 1). Struktur harga
yang terjadi di negara A lebih rendah karena produksi domestiknya lebih besar
daripada konsumsi domestiknya sehingga di negara A telah terjadi excess supply
(memiliki kelebihan produksi). Dengan demikian negara A mempunyai
kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Di lain pihak, di
negara B terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih besar
14
daripada produksi domestiknya (excess demand) sehingga harga yang terjadi di
negara B lebih tinggi. Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk membeli kopi
dari negara lain yang harganya relatif lebih murah. Jika kemudian terjadi
komunikasi antara negara A dan negara B, maka akan terjadi perdagangan antar
keduanya dengan harga yang diterima oleh kedua negara adalah sama.
Harga Harga Harga
SB
Ekspor SA ES PB B P* D PA A ED Impor DB DA 0 Jumlah 0 Jumlah 0 Jumlah Negara A (Pengekspor) Perdagangan Internasional Negara B (Pengimpor)
Gambar 2.1. Kurva Perdagangan Internasional Sumber : Salvatore, 1997
Gambar 2.1 memperlihatkan sebelum terjadinya perdagangan internasional
harga di negara A sebesar PA, sedangkan di negara B sebesar PB. Penawaran di
pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi dari PA
sedangkan permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional
lebih rendah dari PB. Pada saat harga internasional sama dengan PA atau PB maka
tidak terjadi perdagangan internasional. Apabila harga internasional lebih besar
dari PA maka terjadi excess supply (ES) pada negara A dan apabila harga
internasional lebih rendah dari PB maka terjadi excess demand (ED) pada negara
B. Dengan demikian, dari A dan B tersebut akan terbentuk kurva ES dan ED di
pasar internasional, dimana perpotongan antara kurva ES dan ED akan
15
menentukan harga yang terjadi di pasar internasional sebesar P* (Salvatore,
1997).
2.2.2. Teori Penawaran
Jumlah total dari suatu komoditi yang ingin dijual oleh perusahaan
dinamakan jumlah yang ditawarkan dari komoditi tersebut. Penawaran
menunjukkan apa yang ingin dijual oleh perusahaan. Jumlah ini mungkin tidak
sama dengan jumlah yang dijual, yaitu jumlah komoditi yang benar-benar dijual
oleh perusahaan tersebut. Jumlah yang dijual oleh perusahaan sama dengan
jumlah yang dibeli oleh konsumen, sehingga keduanya dapat dijelaskan dengan
satu istilah, jumlah yang dipertukarkan. Jumlah yang ditawarkan menunjuk pada
arus penjualan yang terus menerus, atau sering disebut konsep flow (Lipsey. et al,
1995).
Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran yaitu :
1. Harga komoditas tersebut. Suatu hipotesa dasar ekonomi menyatakan bahwa
sejumlah komoditas mempunyai hubungan positif dengan jumlah yang
ditawarkan, yaitu semakin tinggi harganya semakin besar jumlah yang
ditawarkan, ceteris paribus. Hal ini terjadi karena peningkatan harga
komoditas menyebabkan peningkatan keuntungan yang akan memacu
peningkatan produksi maupun penjualan hasil produksinya (Lipsey. et al,
1995).
2. Harga komoditas lain : substitusi dan komplementer. Perubahan harga
komoditas substitusi seperti peningkatan harga akan mempengaruhi jumlah
yang ditawarkan, yaitu berkurangnya jumlah penawaran komoditas
16
bersangkutan. Perubahan harga komoditas komplementer seperti peningkatan
harga akan mempengaruhi jumlah yang ditawarkan, yaitu meningkatnya
jumlah penawaran komoditas bersangkutan (Lipsey. et al, 1995).
3. Harga faktor produksi. Harga faktor produksi merupakan biaya yang harus
dikeluarkan oleh perusahaan. Perubahan harga faktor produksi akan
mempengaruhi keuntungan yang akan diperoleh perusahaan, jika harga faktor
produksi naik, ceteris paribus, maka keuntungan perusahaan berkurang
sehingga perusahaan akan menurunkan produksinya dan jumlah yang
ditawarkan (Lipsey. et al, 1995).
4. Tingkat teknologi. Teknologi berkorelasi positif dengan jumlah yang
ditawarkan. Penggunaan teknologi baru mengakibatkan efisiensi waktu,
tenaga dan modal meningkat dimana peningkatan tersebut berasal dari
peningkatan penerimaan dan penurunan biaya pada penggunaan faktor
produksi yang sama, akibatnya jumlah penawaran akan meningkat, ceteris
paribus (Lipsey. et al, 1995).
Penawaran ekspor suatu negara adalah selisih antara produksi/penawaran
domestik dikurangi dengan konsumsi/permintaan domestik negara yang
bersangkutan ditambah dengan stok tahun sebelumnya. Sebagai sebuah
penawaran, maka ekspor suatu negara akan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
mempengaruhi penawaran negara pengekspor komoditi yang dihasilkan, yaitu
produksi komoditi tersebut di negara pengekspor (Qt), konsumsi komoditi tersebut
di negara pengekspor (CKt), harga domestik di negara pengekspor (HDt), luas
areal perkebunan komoditi di negara pengekspor (At), dan tingkat teknologi di
17
negara pengekspor (Tt). Selain dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari
negara pengekspor, ekspor suatu negara sebagai sebuah penawaran juga
dipengaruhi oleh faktor harga ekspor komoditi tersebut (HXt), harga di pasar
internasional (HIt), harga barang substitusi di pasar internasional (HSt), dan nilai
tukar uang efektif (ERt) (Junaidi, 2005). Variabel buatan juga dimasukkan untuk
mengetahui sejauh mana pengaruh kondisi perekonomian negara terhadap
kegiatan ekspor, yaitu variabel dummy (D1) berupa kondisi perekonomian dalam
masa krisis dan dummy (D2) kebijakan ekspor perlu diperhatikan juga untuk
mengetahui bagaimana pengaruhnya terhadap ekspor suatu barang. Secara
keseluruhan fungsi ekspor suatu komoditi dari sisi penawaran menjadi :
Xt = f (Qt, CKt, HDt, At, Tt, HXt, HIt, HSt, ERt, Dt)
Dimana :
Xt = Volume ekspor tahun ke-t
Qt = Produksi komoditi di negara pengekspor tahun ke-t
CKt = Konsumsi komoditi tersebut di negara pengekspor tahun ke-t
HDt = Harga domestik di negara pengekspor tahun ke-t
At = Luas areal perkebunan komoditi di negara pengekspor tahun ke-t
Tt = Tingkat teknologi di negara pengekspor tahun ke-t
HXt = Harga ekspor negara pengeskpor tahun ke-t
HIt = Harga komoditi di pasar internasional tahun ke-t
HSt = Harga barang substitusi di pasar internasional tahun ke-t
ERt = Nilai tukar uang efektif tahun ke-t
D1 = Variabel dummy kondisi krisis ekonomi
18
D2 = Variabel dummy kebijakan ekspor.
2.2.3. Teori Kuota
Kuota yang dalam pengertiannya disebut sebagai “jatah” atau pembakuan
kuantitas merupakan bentuk hambatan perdagangan non tarif yang sering
digunakan oleh negara-negara dalam melakukan perdagangan internasional.
Menurut Salvatore (1997), kuota adalah pembatasan secara langsung terhadap
jumlah impor atau ekspor. Latar belakang penggunaan kuota sebagai hambatan
non tarif antara lain untuk menjaga stabilitas harga dunia, untuk melindungi
industri dalam negeri atau untuk melindungi sektor pertanian suatu negara. Kuota
bisa berupa pembatasan kuota pasokan, misalnya sekian ton atau sekian unit per
tahun, atau bisa juga berupa pembatasan nilai, misalnya ekspor produk ke suatu
negara tidak boleh melebihi sekian juta Dollar per tahun.
Kuota ekspor merupakan pembatasan langsung atas jumlah barang yang
diekspor. Pembatasan ini biasanya diberlakukan dengan memberikan lisensi
kepada beberapa kelompok individu atau perusahaan domestik untuk mengekspor
suatu produk atau komoditi yang jumlahnya langsung dibatasi itu. Kuota impor
merupakan pembatasan langsung atas jumlah barang yang diimpor. Pembatasan
ini biasanya diberlakukan dengan memberikan lisensi kepada beberapa kelompok
individu atau perusahaan domestik untuk mengimpor suatu produk atau komoditi
yang jumlahnya langsung dibatasi.
2.2.4. Error Correction Model (ECM)
ECM lahir dan dikembangkan untuk mengatasi masalah perbedaan
kekonsistenan hasil peramalan antara jangka pendek dengan jangka panjang
19
dengan cara proporsi disequilibrium pada satu periode dikoreksi pada periode
selanjutnya sehingga tidak ada informasi yang dihilangkan hingga penggunaan
untuk peramalan jangka panjang (Thomas, 1996). Thomas berkesimpulan bahwa
penggunaan ECM memiliki kelebihan-kelebihan sebagai berikut :
a. Merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengatasi masalah data time
series yang non-stasioner dan regresi yang palsu (spurious).
b. Model dengan variabel-variabel dalam bentuk first difference mengeliminasi
trend dari variabel.
c. ECM dapat diestimasi dengan metode OLS (Ordinary Least Square).
d. ECM dapat dipaskan dengan pendekatan “umum ke spesifik” (yaitu melihat
kecenderungan umum dan membaginya menjadi pendekatan jangka pendek
dan jangka panjang). Dengan cara melakukan stasioner terhadap data terlebih
dahulu akan membantu kita menghindari masalah pada saat pengolahan data
nantinya seperti masalah multikolinearitas antar data yang dapat menyebabkan
standar error yang sangar besar.
e. Membedakan dengan jelas antar parameter jangka panjang sehingga sangat
ideal untuk digunakan menaksir dari keakuratan sebuah hipotesis.
f. Jika ada variabel yang tidak nyata dapat dibuang sehingga akan meningkatkan
efisiensi estimasi.
ECM adalah salah satu model dinamik yang diterapkan secara luas dalam
analisis ekonomi. Konsep mengenai ECM pertama kali diperkenalkan oleh Sargan
pada tahun 1964 (Thomas, 1996), model ini bertujuan untuk mengatasi
permasalahan data time series yang tidak stasioner dan regresi palsu.
20
Kelebihan lain dari ECM adalah seluruh komponen dan informasi pada
tingkat variabel telah dimasukkan dalam model, memasukkan semua bentuk
kesalahan untuk dikoreksi yaitu dengan cara mendaur ulang error yang terbentuk
pada periode sebelumnya, menghindari terjadinya trend dan regresi palsu
(Spurious Regression). Selain itu dalam pendekatan ECM sifat-sifat statistik yang
diinginkan dari model dan pemberian makna yang lebih sederhana. Artinya,
model ECM mampu memberikan makna lebih luas dari estimasi model ekonomi
sebagai pengaruh perubahan variabel independen terhadap dependen dalam
hubungan jangka pendek maupun jangka panjang (Mahisya, 2004).
Syarat untuk menggunakan ECM yaitu : (1) Variabel yang digunakan
minimal ada satu yang tidak stasioner pada tingkat level, (2) Persamaan yang
digunakan mengandung kointegrasi, (3) Persamaan yang digunakan univariate
(hanya variabel endogen yang mempengaruhi variabel eksogen). Jika salah satu
dari ketiga persyaratan tidak terpenuhi maka metode ini tidak dapat digunakan
untuk menganalisis permasalahan yang ada.
Munculnya ketidakseimbangan (disequilibrium error) terjadi dikarenakan,
pertama kesalahan spesifikasi antara lain kesalahan pemilihan variabel,
parameter keseimbangan itu sendiri. Kedua, kesalahan membuat definisi variabel
dan cara mengukurnya. Ketiga, kesalahan yang disebabkan oleh faktor manusia
dalam menginput data.
21
2.3. Penelitian Terdahulu
2.3.1. Penelitian Tentang Kopi
Suryono (1991) dalam tesisnya melakukan penelitian mengenai Analisis
Perdagangan Kopi di Pasar Dalam Negeri dan Internasional yang secara umum
bertujuan untuk mengetahui struktur ekspor kopi Indonesia serta penawaran dan
permintaan kopi di dalam negeri. Alat analisis yang digunakan dua macam Model
Ekonometrika yaitu Model Sistem Persamaan Simultan dan Model Regresi Linear
Berganda.
Perubahan nilai tukar mata uang asing dan kebijakan devaluasi diduga
berpengaruh terhadap ekspor kopi Indonesia maupun penawaran kopi di dalam
negeri. Faktor-faktor tertentu dari sisi produksi seperti produktivitas lahan
pertanaman kopi, gangguan keadaan alam dan stok kopi pada tahun sebelumnya
mempengaruhi ekspor kopi Indonesia namun tidak berpengaruh terhadap
penawaran kopi domestik. Disamping itu dari sisi permintaan, faktor jumlah
penduduk dan pendapatan masyarakat Indonesia juga tidak mempengaruhi ekspor
kopi Indonesia. Dari ketiga hal tersebut dapat dikatakan bahwa kopi yang
diproduksi oleh Indonesia lebih ditujukan untuk kegiatan ekspor. Akan tetapi,
Indonesia dalam mengekspor kopi lebih banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor
non-ekonomi seperti keamanan, kondisi politik, dan pemogokan dibandingkan
dengan faktor-faktor ekonomi.
Turnip (2002) dalam penelitiannya mengenai Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Penawaran Ekspor dan Aliran Perdagangan Kopi Indonesia secara
umum bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran
22
ekspor kopi Indonesia serta faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan
kopi Indonesia ke beberapa negara tujuan. Alat analisis yang digunakan adalah
Regresi Linear Berganda dengan OLS untuk menganalisis variabel-variabel yang
mempengaruhi ekspor kopi Indonesia dan model Gravity untuk menganalisis
faktor-faktor yang dijadikan pertimbangan dalam penentuan negara tujuan ekspor
kopi Indonesia. Kesimpulan dari penelitiannya menyatakan bahwa variabel
produksi kopi domestik, harga riil ekspor kopi, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar
Amerika serta lag volume ekspor kopi tahun sebelumnya berpengaruh positif
terhadap ekspor kopi Indonesia. Sedangkan variabel harga riil kopi domestik
berpengaruh negatif.
Sambudi (2005) dalam penelitiannya mengenai Analisis Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Produksi Dan Ekspor Kopi Arabika Indonesia secara umum
bertujuan untuk manganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kopi
Arabika Indonesia serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
penawaran ekspor kopi Arabika Indonesia. Alat analisis yang digunakan adalah
Regresi Linear Berganda dengan OLS.
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kopi Arabika Indonesia secara
nyata adalah luas lahan, tenaga kerja, bibit, pupuk urea dan pestisida. Variabel
trend waktu dan dummy tahun krisis tidak berpengaruh nyata terhadap produksi
kopi Arabika Indonesia. Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kopi Arabika
Indonesia adalah harga ekspor, harga domestik, nilai tukar, pendapatan per kapita,
lag ekspor, produksi dan dummy. Semua variabel yang terdapat dalam model
23
ekspor masing-masing berpengaruh nyata terhadap ekspor kecuali pendapatan per
kapita dan trend waktu.
2.3.2. Penelitian Tentang ECM
Penelitian Mahisya (2004) tentang Analisis Permintaan Ekspor CPO
Indonesia secara umum bertujuan untuk mengkaji perkembangan permintaan CPO
pada pasar yang dihadapi Indonesia, menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan produk minyak kelapa sawit Indonesia dan
memproyeksikan nilai permintaan produk minyak kelapa sawit untuk permintaan
ekspor. Alat analisis yang digunakan adalah Error Correction Model (ECM).
Hasil dari penelitian tersebut antara lain perkembangan ekspor CPO pada
pasar yang dihadapi Indonesia membentuk suatu pola yang khas yaitu dalam satu
tahun jumlah tertinggi volume permintaan ekspor terjadi pada akhir tahun, dan
jumlah permintaan terendah terjadi pada awal tahun. Faktor-faktor jangka pendek
yang memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan volume ekspor CPO Indonesia
adalah pertumbuhan harga domestik, lag 3 pertumbuhan harga ekspor, dan lag 3
pertumbuhan nilai tukar.
Berdasarkan penelitian terdahulu dapat disimpulkan bahwa kopi
merupakan komoditi pertanian yang sangat penting bagi Indonesia karena
sumbangannya kepada pendapatan negara yang cukup besar. Ekspor kopi menarik
untuk diteliti karena terdapat banyak faktor yang mempengaruhi seperti kondisi di
dalam negeri maupun di pasar internasional. Berbeda dengan penelitian terdahulu,
penelitian ini mengevaluasi kebijakan ekspor kopi yang ada dan pernah ada, baik
kebijakan dalam negeri maupun luar negeri serta faktor-faktor yang
24
mempengaruhi penawaran ekspor kopi Indonesia menggunakan metode Error
Correction Model (ECM), dimana sejauh pengamatan penulis belum pernah
dilakukan penelitian yang mengevaluasi kebijakan ekspor kopi serta faktor-faktor
yang mempengaruhi penawaran ekspor kopi Indonesia menggunakan metode
Error Correction Model (ECM).
2.4. Kerangka Pemikiran Konseptual
Pengembangan ekspor kopi Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Dalam penelitian ini dianalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran
ekspor kopi Indonesia, baik faktor kualitatif maupun kuantitatif. Analisis faktor
kualitatif yang dilakukan adalah mengevaluasi kebijakan ekspor kopi yang ada
dan pernah ada, yaitu kebijakan dalam negeri maupun luar negeri. Salah satu
contoh kebijakan ekspor kopi dari dalam negeri yaitu kebijakan dalam pelaku
usaha ekspor yaitu kopi yang diekspor harus berasal dari eksportir yang terdaftar
di asosiasi (AEKI). Contoh kebijakan ekspor kopi dari luar negeri yaitu kuota
ekspor dari ICO dan kebijakan mengenai keamanan pangan, kesehatan dan
lingkungan. Evaluasi kebijakan yang dilakukan yaitu membandingkan tahun
kebijakan berlaku dengan kondisi ekspor kopi Indonesia seperti volume, nilai dan
harga ekspor kopi Indonesia pada tahun tersebut.
Faktor-faktor kuantitatif dalam penelitian ini dianalisis dengan
menggunakan analisis Error Correction Model (ECM) untuk mengetahui faktor-
faktor apa saja yang mempengaruhi penawaran ekspor kopi Indonesia, termasuk
pengaruh kebijakan ekspor kopi khususnya kebijakan penghapusan kuota ekspor
25
kopi internasional. Variabel-variabel yang diestimasi mempengaruhi penawaran
ekspor kopi Indonesia antara lain produksi kopi Indonesia, konsumsi domestik
kopi, harga domestik kopi, harga ekspor kopi, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar
Amerika, dummy krisis ekonomi dan dummy kebijakan penghapusan kuota
ekspor. Dari berbagai kebijakan ekspor kopi internasional, kebijakan penghapusan
kuota ekspor kopi memberikan pengaruh yang paling besar. Oleh karena itu,
kebijakan kuota ekspor kopi dimasukkan dalam variabel untuk mengetahui apakah
mempengaruhi penawaran ekspor kopi Indonesia.
Ekspor Kopi Indonesia
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Kopi Indonesia Faktor Kuantitatif Faktor Kualitatif 1. Kebijakan Dalam Negeri - Eksportir Terdaftar Analisis Error Correction Model 2. Kebijakan Luar Negeri
(ECM) - Kuota Ekspor - Isu Kesehatan, Lingkungan
Pengaruh Produksi Kopi, Konsumsi Domestik Kopi, Harga Domestik Kopi, Analisis Deskriptif Harga Ekspor Kopi dan Nilai Tukar
Terhadap Penawaran Ekspor Kopi Indonesia
Jangka Pendek Jangka Panjang Pengaruh Variabel Terhadap Keseimbangan Pengaruh Penawaran Ekspor Kopi Variabel-Variabel Tersebut
Perumusan Kebijakan Untuk Meningkatkan Ekspor Kopi Indonesia
Gambar 2.2. Diagram Alur Kerangka Pemikiran
26
Dalam jangka pendek, variabel-variabel tersebut digunakan untuk
mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penawaran ekspor kopi
Indonesia secara signifikan. Dalam jangka panjang, dianalisis bagaimana
keseimbangan variabel-variabel tersebut dalam mempengaruhi penawaran ekspor
kopi Indonesia.
Berdasarkan analisis deskriptif dan analisis kuantitatif dari faktor-faktor
yang mempengaruhi penawaran ekspor kopi Indonesia dapat dirumuskan usulan
kebijakan yang dapat digunakan untuk meningkatkan ekspor kopi Indonesia.
Upaya-upaya peningkatan ekspor kopi Indonesia juga dapat dirumuskan dari
kebijakan-kebijakan tersebut.
2.5. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran maka hipotesis pada
penelitian ini adalah :
1. Produksi kopi Indonesia berpengaruh positif terhadap penawaran ekspor kopi,
yang berarti jika terjadi peningkatan produksi maka penawaran ekspor kopi
Indonesia akan meningkat dan sebaliknya.
2. Penawaran ekspor kopi Indonesia dipengaruhi secara negatif oleh konsumsi
domestik kopi, yang berarti jika terjadi kenaikkan konsumsi domestik maka
penawaran ekspor kopi Indonesia akan menurun dan sebaliknya.
3. Harga domestik kopi berpengaruh negatif terhadap penawaran ekspor kopi
Indonesia, yang berarti jika terjadi peningkatan harga kopi domestik maka
penawaran ekspor kopi Indonesia akan menurun dan sebaliknya.
27
4. Harga ekspor kopi Indonesia berhubungan positif dengan penawaran ekspor,
sehingga jika terjadi peningkatan harga ekspor maka penawaran ekspor kopi
Indonesia akan meningkat dan sebaliknya.
5. Ekspor kopi Indonesia dipengaruhi secara positif oleh nilai tukar Rupiah
terhadap Dollar Amerika, sehingga jika terjadi kenaikan nilai tukar maka
penawaran ekspor kopi Indonesia akan meningkat dan sebaliknya.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari statistik Direktorat Jenderal Perkebunan, Badan Pusat Statistik,
Bank Indonesia, statistik AEKI, dan statistik ICO. Bentuk datanya adalah time
series tahunan periode 1976 sampai dengan 2005. Data yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain :
1. Ekspor kopi Indonesia (ton),
2. Produksi kopi (ton),
3. Konsumsi domestik kopi (ton),
4. Harga domestik kopi (Rp/Kg),
5. Harga ekspor kopi (US$/Kg),
6. Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika (RP/US$).
3.2. Metode Analisis dan Pengolahan Data
Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif dan metode
kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk menganalisis perkembangan data
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu perkembangan ekspor kopi Indonesia,
perkembangan produksi kopi, perkembangan konsumsi domestik kopi,
perkembangan harga domestik kopi, perkembangan harga ekspor kopi, dan
perkembangan nilai tukar. Dalam mengevaluasi kebijakan ekspor kopi yang ada
dan pernah ada juga digunakan metode deskriptif.
29
Metode kuantitatif yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi penawaran ekspor kopi Indonesia dalam jangka pendek adalah
dengan pendekatan Error Correction Model (ECM) dan analisis jangka panjang
dengan menggunakan persamaan kointegrasi. Dasar penggunaan variabel eksogen
dalam penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Turnip (2002) dan
Lubis (2002). Pemilihan variabel eksogen juga berdasar pada teori penawaran,
yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor antara lain produksi
dan konsumsi domestik. Harga domestik kopi dan harga ekspor kopi digunakan
dalam model persamaan penawaran ekspor untuk mengetahui bagaimana
pengaruh perubahan harga dalam negeri dan luar negeri terhadap penawaran
ekspor, dan nilai tukar sebagai variabel yang dapat menggambarkan perubahan
kondisi ekonomi dalam negeri dan luar negeri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor kopi Indonesia
dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
terdiri dari beberapa variabel yaitu variabel produksi kopi, konsumsi domestik
kopi, dan harga domestik kopi. Faktor eksternal yaitu variabel harga ekspor kopi
dan nilai tukar. Dalam penelitian ini akan diketahui apakah faktor internal dan
eksternal tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap penawaran ekspor kopi
Indonesia. Variabel dummy kondisi krisis ekonomi dan dummy kebijakan
penghapusan kuota ekspor kopi juga digunakan dalam penelitian ini untuk
mengetahui pengaruh krisis ekonomi dan kebijakan penghapusan kuota ekspor
kopi terhadap ekspor kopi Indonesia serta seberapa besar pengaruhnya.
30
Pengujian stasioneritas data yang dilakukan terhadap seluruh variabel
dalam model penelitian didasarkan pada uji Augmented Dickey Fuller (ADF test).
Alat analisis yang digunakan untuk pengolahan data dalam penelitian ini
dioperasikan dengan EViews 4.1 dan Microsoft Excel 2003.
3.3. Pendekatan Koreksi Kesalahan
3.3.1. Uji Akar Unit (unit root test)
Hal penting yang berkaitan dengan studi atau penelitian dengan
menggunakan data time series adalah stasioneritas. Data yang tidak stasioner
dapat menyebabkan Spurious Regression, yaitu regresi yang menggambarkan
hubungan dua variabel atau lebih yang nampaknya signifikan secara statistik
padahal dalam kenyataannya tidak sebesar regresi yang dihasilkan tersebut.
Pengujian akar unit dilakukan untuk mengetahui apakah data tersebut
stasioner atau tidak. Untuk mengetahui ada tidaknya unit root yaitu dengan
menggunakan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF Test). Data dikatakan stasioner
jika nilai ADF test statistik lebih kecil dari nilai tabel MacKinnon.
Hipotesis yang digunakan adalah :
H0 = data tidak stasioner (mengandung unit root),
H1 = data stasioner (tidak mengandung unit root).
Penolakan hipotesis nol menunjukkan data yang dianalisis adalah
stasioner. Variabel dikatakan tidak stasioner, jika terdapat hubungan antara
variabel tertentu dengan waktu atau trend.
31
3.3.2. Uji Kointegrasi
Kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjang (equilibrium) antara
variabel-variabel yang tidak stasioner dan residual dari kombinasi linier tersebut
harus stasioner. Uji kointegrasi dilakukan untuk mengetahui kemungkinan
terjadinya kestabilan jangka panjang antara variabel-variabel yang ada sehingga
dapat digunakan dalam sebuah persamaan. Metode yang umum digunakan dalam
pengujian ini adalah metode Engle-Granger Cointegration Test.
Metode kointegrasi Engle-Granger sebetulnya menggunakan metode
Augmented Dickey-Fuller (ADF) yang terdiri dari dua tahap. Tahap pertama
dilakukan dengan meregresikan persamaan variabel dependen dengan variabel
independen (volume ekspor kopi Indonesia diregresikan dengan produksi kopi,
konsumsi domestik kopi, harga domestik kopi, harga ekspor kopi dan nilai tukar)
kemudian didapatkan residual (U) dari persamaan tersebut. Tahapan kedua
dilakukan dengan menggunakan metode ADF yang menguji akar-akar unit
terhadap U dengan hipotesis yang sama dengan hipotesis akar-akar unit ADF
sebelumnya.
Jika hipotesis nol ditolak atau signifikan maka variabel U adalah stasioner
atau dalam hal ini ada kombinasi linier antara volume ekspor kopi Indonesia
dengan produksi kopi, konsumsi domestik kopi, harga domestik kopi, harga
ekspor kopi dan nilai tukar, atau stasioner untuk U = I(0). Artinya, meskipun
variabel-variabel yang digunakan tidak stasioner namun dalam jangka panjang
variabel-variabel tersebut cenderung menuju pada keseimbangan. Oleh karena itu,
kombinasi linier dari variabel-variabel ini disebut regresi kointegrasi dan
32
parameter-parameter yang dihasilkan dari kombinasi tersebut dapat disebut
sebagai co-integrated parameters atau koefisien-koefisien jangka panjang.
Penawaran ekspor kopi = f(Produksi Kopi, Konsumsi Domestik Kopi, Harga
Domestik Kopi, Harga Ekspor Kopi, Nilai Tukar),
ttttttt ULNERTbLNHXbLNHDbLNCKbLNQbbLNXK ++++++= 543210 (3.1)
dimana :
LNXKt = Volume total ekspor kopi Indonesia periode t,
LNQt = Produksi kopi periode t,
LNCKt = Konsumsi domestik kopi periode t,
LNHDt = Harga domestik riil kopi periode t,
LNHXt = Harga ekspor riil kopi periode t,
LNERTt = Nilai tukar riil periode t,
Ut = error distribunce periode t.
3.3.3. Model Koreksi Kesalahan
Hasil estimasi pada pengujian akar-akar unit dan kointegrasi dapat
digunakan untuk mengestimasi model dengan menggunakan model koreksi
kesalahan atau error correction model (ECM)
DLNXKt = β1DLNQt + β2DLNCKt + β3DLNHDt + β4DLNHXt + β5DLERTt +
Dummy1 + Dummy2 + γut-1 + et (3.2)
-1 < γ < 0
dimana :
Dummy1 adalah dummy kondisi krisis ekonomi, 0 untuk kondisi sebelum dan
setelah krisis ekonomi dan 1 untuk kondisi krisis ekonomi.
33
Dummy2 adalah dummy kebijakan penghapusan kuota ekspor, 0 untuk kondisi
kuota berlaku dan 1 untuk kondisi penghapusan kuota.
γ = error correction term
ut = LNXKt – b0 – b1LNQt – b2LNCKt – b3LNHDt – b4LNHXt – b5LNERTt (3.3)
Model (3.2) dapat juga dianalisis dengan mengeluarkan koefisien dalam u
menjadi
DLNXKt = β0 + β1DLNQt + β2DLNCKt + β3DLNHDt + β4DLNHXt + β5DLNERTt
+ β6LNXKt-1 + β7LNQt-1 + β8LNCKt-1 +β9LNHDt-1 + β10LNHXt-1 +
β11LNERTt-1 + Dummy1 + Dummy2 + et (3.4)
dimana :
β0 = -b0 (γ),
β1 = b1,
β2 = b2,
β3 = b3,
β4 = b4,
β5 = b5,
β6 = γ,
β7 = -b1 (γ),
β8 = -b2 (γ),
β9 = -b3 (γ),
β10 = -b4 (γ),
β11 = -b5 (γ),
D = Perbedaan pertama (first difference),
34
XKt = Volume ekspor kopi Indonesia periode t,
Qt = Produksi kopi periode t,
CKt = Konsumsi domestik kopi periode t,
HDt = Harga domestik riil kopi periode t,
HXt = Harga ekspor riil kopi periode t,
ERTt = Nilai tukar riil periode t,
et = error distribunce periode t.
Untuk mengetahui apakah spesifikasi model dengan ECM merupakan
model yang valid maka dilakukan uji terhadap koefisien Error Correction Term
(ECT). Jika hasil pengujian terhadap koefisien ECT signifikan, maka spesifikasi
model yang diamati valid.
3.3.4. Uji Diagnostik Model
Pada penelitian ini menggunakan pengujian pelanggaran asumsi klasik
(Gujarati, 1978), yaitu (1) Uji heteroskedastisitas, (2) Uji Autokorelasi, dan (3)
Uji Normalitas.
1. Heteroskedastisitas
Salah satu asumsi yang penting dari model regresi linier klasik adalah
varian residual bersifat homoskedastik atau bersifat konstan. Apabila asumsi
tersebut tidak terpenuhi maka varian residual tidak lagi bersifat konstan disebut
dengan heteroskedastisitas. Konsekuensi dari adanya heteroskedastisitas yaitu :
a. estimasi dengan menggunakan ECM tidak akan memiliki varians yang
minimum atau estimator tidak efisien,
35
b. prediksi (nilai Y untuk X tertentu) dengan estimator dari data yang sebenarnya
akan mempunyai varians yang tinggi sehingga prediksi menjadi tidak efisien,
c. tidak dapat diterapkan selang kepercayaan dengan menggunakan formula
yang berkaitan dengan nilai varians.
Pengujian yang dapat dilakukan untuk mendeteksi apakah data yang
diamati terjadi heteroskedastisitas atau tidak yaitu dengan uji ARCH LM (ARCH
LM test) dan uji white heteroskedasticity (no cross term). Apabila nilai
probability Obs*R-squared lebih kecil dari taraf nyata berarti terdapat gejala
heteroskedastisitas pada model, namun bila nilai probability Obs*R-squared lebih
besar dari taraf nyata berarti tidak terdapat gejala heteroskedastisitas pada model.
2. Uji Autokorelasi
Masalah autokorelasi merujuk pada hubungan error term antar dua
pengamatan. Autokorelasi terjadi pada serangkaian data runtut waktu, dimana
error term pada satu periode waktu secara sistematik tergantung kepada error
term pada periode-periode waktu yang lain. Konsekuensi dari adanya autokorelasi
yaitu varians yang diperoleh dari estimasi dengan ECM bersifat under estimate,
yaitu nilai varians parameter yang diperoleh lebih kecil daripada nilai varians
yang sebenarnya.
Uji yang digunakan untuk mendeteksi apakah pada data yang diamati
terjadi autokorelasi atau tidak adalah uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM.
Apabila nilai probability Obs*R-squared lebih besar dari taraf nyata maka tidak
ditemukan gejala autokorelasi pada model, namun bila nilai probability Obs*R-
36
squared lebih kecil dari taraf nyata maka ditemukan gejala autokorelasi pada
model.
Cara untuk mengatasi autokorelasi adalah dengan menambahkan variabel
Auto Regressive (AR). Uji pelanggaran asumsi klasik digunakan untuk melihat
kestabilan elastisitas jangka pendek dari hasil pengolahan penelitian.
3. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan karena data yang digunakan kurang dari 30. Uji
ini dilakukan untuk memeriksa apakah error term mendekati distribusi normal.
Pada software E-Views 4.1 uji normalitas dilakukan dengan melakukan deskriptif
statistik test. Berdasarkan user guides E-Views jika diperoleh nilai probabilitas
Jarque Bera lebih besar dari alfa (α), maka model ECM tidak mempunyai
masalah normalitas atau error term terdistribusi normal.
IV. GAMBARAN UMUM KOMODITI KOPI INDONESIA
4.1. Sejarah Masuknya Kopi Ke Indonesia
Masuknya kopi ke Indonesia tidak dapat dilepaskan dari peran orang
Belanda dan Kota Mocha, suatu pelabuhan yang ramai di jazirah Arab pada abad
ke 17. Pada Tahun 1616, seorang Belanda bernama Pieter van den Broecke datang
ke Mocha, dan melihat banyak orang minum cairan hitam yang dibuat dari
seduhan biji-bijian. Pieter kemudian membawa biji-bijian tersebut (yang
selanjutnya dikenal sebagai biji kopi) dari Mocha ke Belanda sebagai komoditas
baru. Atas anjuran Nicolaas Witsen (Walikota Amsterdam) dan Adriaan van
Ommen (Komandan Tentara Belanda di Malabar, India), pada tahun 1696 untuk
pertama kalinya tanaman kopi (Arabika) dimasukkan ke Indonesia dari Kanuur,
Malabar, India. Willem van Outshoorn (Gubernur Jenderal Hindia Belanda waktu
itu), menyuruh menanam tanaman kopi tersebut di Perkebunan Kedawong, dekat
Batavia (Jakarta), namun penanaman tersebut gagal akibat adanya gempa bumi
dan banjir.
Pada awal masuknya kopi ke Indonesia hanya jenis Arabika yang ditanam,
penanaman pun hanya berpusat di pulau Jawa saja. Oleh karena itu pada sekitar
tahun 1700-an yang terkenal adalah kopi Jawa (Java coffee). Benih dan hasil
penanaman kopi Jawa dikirim ke Belanda untuk diperdagangkan. Belanda juga
berusaha mengembangkan penanaman kopi ke Sumatera, Sulawesi, Timor, Bali,
dan kepulaun lainnya di Indonesia.
Pada tahun 1874 banyak tanaman kopi Arabika yang rusak akibat serangan
penyakit karat daun (Hemilea vastatrix), dan ternyata tanaman kopi jenis Arabika
38
memang rentan terkena penyakit ini. Maka pada tahun yang sama dimasukkan
kopi Liberika (Coffee liberica) dari Liberia. Tetapi tanaman kopi jenis ini juga
rentan terhadap penyakit karat daun.
Setelah upaya menggantikan kopi jenis Arabika dengan jenis Liberika
gagal, pada tahun 1900 dimasukkan jenis kopi Robusta. Tanaman kopi Robusta
ini ditanam di daerah Jawa Timur, dan ternyata tanaman kopi jenis Robusta ini
tahan serangan berbagai penyakit tumbuhan. Penanaman kopi Robusta ini
menyebar ke wilayah-wilayah perkebunan kopi seperti di Jawa dan Sumatera,
oleh karena itu tanaman kopi yang ada di Indonesia sebagian besar adalah jenis
Robusta.
4.2. Produksi dan Luas Areal Kopi Indonesia
Tanaman kopi di Indonesia menyebar di beberapa wilayah yaitu di
Sumatera, Jawa, Sulawesi dan Bali. Daerah-daerah penghasil kopi antara lain
Propinsi Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Sumatera Utara, Jawa Timur,
Nangroe Aceh Darussalam, dan Sulawesi Selatan. Daerah penghasil kopi terbesar
adalah propinsi Sumatera Selatan dengan total produksi sebesar 144.192 ton pada
tahun 2005 (AEKI, 2006). Tanaman kopi yang dikembangkan di Indonesia adalah
jenis kopi Robusta dan Arabika.
Sensus kopi memberikan gambaran bahwa hampir seluruh luas areal
tanaman kopi yang diusahakan adalah golongan Robusta. Berdasarkan data
Direktorat Jenderal Perkebunan dalam statistik kopi AEKI (2006), pada tahun
2005 dari seluruh luas areal tanaman kopi (1.302.043 hektar) sekitar 91,5 persen
39
ditanami oleh kopi jenis Robusta dan hanya sekitar 8,5 persen ditanami kopi
Arabika. Produksi kopi Indonesia tahun 2005 mencapai 640.365 ton yang terdiri
dari 593.335 ton kopi Robusta dan sekitar 47.030 ton kopi Arabika (Tabel 4.1).
Tabel 4.1. Perkembangan Luas Areal dan Produksi Perkebunan Kopi Indonesia Menurut Jenis Tahun 1994-2005
Arabika Robusta Jumlah Tahun Luas Areal
(Ha) Produksi
(ton) Luas Areal
(Ha) Produksi
(ton) Luas Areal
(Ha) Produksi
(ton) 1994 67.366 28.804 1.073.019 421.387 1.140.385 450.1911995 78.340 39.829 1.089.171 417.972 1.167.511 457.8011996 81.612 37.455 1.077.467 421.751 1.159.079 459.2061997 94.538 28.749 1.075.490 299.669 1.170.028 428.4181998 118.023 65.596 1.035.346 448.855 1.153.369 514.4511999 113.407 72.766 1.013.870 458.921 1.127.277 531.6872000 107.465 42.988 1.153.222 511.586 1.260.687 554.5742001 82.807 23.071 1.230.576 546.163 1.313.383 569.2342002 91.293 25.116 1.280.891 656.903 1.372.184 682.0192003 99.393 43.356 1.195.495 627.899 1.294.888 671.2552004 110.416 46.985 1.190.377 600.400 1.300.793 647.3852005 110.486 47.030 1.191.557 593.335 1.302.043 640.365
Sumber : AEKI, 2006
Tiga propinsi di Sumatera bagian selatan yaitu Propinsi Sumatera Selatan,
Lampung dan Bengkulu merupakan penghasil utama kopi Robusta Indonesia.
Pada tahun 2005 luas perkebunan kopi untuk kopi Robusta di tiga propinsi ini
mencapai sekitar 474.051 hektar dengan produksi sekitar 360.924 ton atau
mencapai 53,48 persen dari produksi kopi Robusta seluruh Indonesia. Sebagian
besar produksi kopinya dihasilkan oleh petani perkebunan rakyat dan
mengolahnya secara kering, hanya sebesar 937 ton yang dihasilkan oleh
perkebunan swasta dan hanya ada di wilayah Propinsi Bengkulu.
Daerah penghasil kopi Arabika terbesar di Indonesia adalah Propinsi
Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara dengan luas areal sebesar 29.940
40
hektar. Produksi kopi Arabika dari kedua propinsi ini mencapai 29.653 ton atau
mencapai 63,05 persen dari produksi kopi Arabika seluruh Indonesia. Mutu kopi
Arabika dari kedua propinsi tersebut dikenal memiliki mutu yang tinggi sehingga
memperoleh pasar yang baik dengan harga tinggi (AEKI, 2006).
4.3. Konsumsi Domestik Kopi
Minum kopi merupakan kegemaran masyarakat baik di kota dan di desa
yang dapat dinikmati di rumah, kantor dan tempat makan dengan beragam
penyajian. Minum kopi lazim disenangi pada waktu pagi dan sore hari, namun
jarang di malam hari, kecuali untuk tujuan tertentu seperti bekerja di malam hari,
jaga malam atau lainnya. Berdasarkan Tabel 4.2 diperoleh gambaran bahwa
persentase perubahan konsumsi selama tahun 1994-2005 adalah sebesar 10,06
persen artinya rata-rata setiap tahunnya terdapat peningkatan konsumsi sebesar
10,06 persen.
Bila dibandingkan antara total produksi dengan jumlah konsumsi domestik
kopi, pada tahun 2005 pasar dalam negeri hanya menyerap 35,31 persen dari total
produksi kopi (640.365 ton). Sebagian besar produksi kopi Indonesia diekspor
yaitu sebesar 64,69 persen dari total produksi pada tahun 2005.
Konsumsi domestik kopi yang masih kecil dapat dikembangkan untuk
menumbuhkan pasar kopi yang potensial. ICO telah melakukan berbagai macam
cara untuk mempromosikan kepada masyarakat agar gemar minum kopi, seperti
memberi penjelasan bahwa secara ilmiah minum kopi tidak merusak kesehatan
41
asalkan dengan porsi yang tepat. Minum kopi juga tidak membahayakan bagi
anak-anak asalkan tidak berlebihan.
Tabel 4.2. Konsumsi dan Produksi Kopi Indonesia dan Perbandingan Konsumsi dengan Produksi Kopi Indonesia Tahun 2000-2005
Tahun Konsumsi (C) (ton)
Perkembangan Konsumsi (%)
Produksi (Q) (ton)
Perkembangan Produksi (%)
Perbandingan (C)&(Q) (%)
2000 208.587 18,64 554.574 4,30 37,61 2001 313.516 50,30 569.234 2,64 55,08 2002 353.070 12,62 682.019 19,81 51,77 2003 345.709 -2,08 671.255 -1,58 51,50 2004 324.961 -6,00 647.385 -3,56 50,20 2005 226.122 -30,42 640.365 -1,08 35,31
Rataan 222.476,08 10,06 627.472 3,57 40,41 Sumber : AEKI, 2006 (Diolah)
4.4. Pemasaran Kopi
Kopi di Indonesia dihasilkan oleh kebun-kebun kopi milik rakyat dan
perkebunan yang tersebar di beberapa propinsi. Keadaan demikian menimbulkan
jaringan tataniaga yang beragam untuk menampung dan menyalurkan produksi
kopi. Tataniaga kopi merupakan mata rantai kegiatan yang panjang dari jutaan
petani dan pekebun kopi serta perusahaan-perusahaan eksportir.
Pola tataniaga kopi rakyat di beberapa propinsi penghasil kopi ditandai
dengan berperannya pedagang pengumpul, pedagang lokal dan pedagang
eksportir. Kebun kopi rakyat umumnya terletak di tempat-tempat yang jauh dari
kota pelabuhan dan umumnya masih memiliki sambungan jalan yang belum
bagus. Pola tataniaga kopi terbagi menjadi beberapa saluran. Saluran pertama,
kopi akan dijual petani ke padagang pengumpul tingkat desa, setelah itu kopi akan
dijual kembali ke pedagang pengumpul di tingkat yang lebih tinggi seperti di
42
tingkat kecamatan dan tingkat kabupaten. Para pedagang pengumpul tingkat
kabupaten akan menjual kopi yang dimiliki ke para eksportir atau ke pasar dalam
negeri, yaitu industri kopi. Petani kopi juga sering menjual kopinya langsung ke
pedagang perantara yang lebih tinggi tingkatannya dari tingkat desa, karena para
pedagang perantara ini sering langsung turun ke desa dan bertemu para petani.
Saluran kedua, kopi akan dijual oleh petani kopi ke agen tingkat propinsi.
Para agen ini juga sering turun langsung ke dasa untuk mendapatkan kopi dari
petani. Kopi dari agen tingkat propinsi ini akan dijual ke para eksportir atau ke
pasar dalam negeri. Saluran ketiga, petani kopi akan langsung menjual kopi yang
dimiliki ke pasar dalam negeri, yaitu ke industri kopi yang ada disekitar wilayah
tempat tinggal mereka, atau ke para eksportir.
Saluran keempat, petani kopi akan menjual kopinya kepada pemilik mesin
pengupas kulit (huller). Di beberapa daerah, pemilik mesin pengupas kopi (huller)
berfungsi sebagai pedagang pengumpul di tingkat desa (Turnip, 2002). Para
pemilik huller ini akan menjual kopi yang dimiliki ke para eksportir atau ke pasar
dalam negeri.
Kopi dibeli dari petani-petani yang datang pada hari-hari pasar atau
dengan cara pembelian langsung di rumah-rumah petani di desa. Kopi yang
dikumpulkan umumnya terdiri dari kopi campur yang belum disortir yang
kemudian diangkut untuk disetorkan ke pedagang eksportir. Kopi ini umumnya
disetorkan ke pengusaha pengolah kopi, yang selanjutnya menyalurkan kopi biji
hasil olahannya ke perusahaan eksportir atau ke pabrik-pabrik lokal untuk kopi
bubuk.
43
PETANI KOPI
PEDAGANG AGEN PEMILIK PENGUMPUL DESA TINGKAT HULLER PROPINSI PEDAGANG PENGUMPUL KECAMATAN PEDAGANG PENGUMPUL KABUPATEN PASAR PERUSAHAAN DALAM EKSPORTIR NEGERI INDUSTRI KOPI PERKEBUNAN EKSPOR KOPI
Gambar 4.1. Bagan Pemasaran Kopi Sumber : Turnip (2002)
Saluran kelima, kopi yang berasal dari perkebunan akan langsung
diekspor. Pola seperti ini biasa dilakukan oleh perkebunan besar swasta,
contohnya PT. Perkebunan Nusantara.
Pedagang perantara atau pengumpul biasanya memiliki hubungan-
hubungan khusus dengan petani kopi, dengan sering memberikan pinjaman uang
di masa-masa paceklik atau untuk kepentingan mendadak, dan juga hubungan
antara pedagang perantara dengan perusahaan eksportir yang memberikan modal.
Berdasarkan hasil penelitian ICO pada tahun 1995/1996 bahwa hampir 69 persen
petani kopi menjual hasil produksinya ke pedagang perantara (seperti pedagang
44
pengumpul desa, kecamatan, kabupaten, dan para agen tingkat kabupaten) dan 27
persen produksinya dijual langsung ke pedagang di pasar lokal. Hanya 4 persen
dari biji kopi yang dihasilkan dijual langsung kepada koperasi, pabrik pengolahan
kopi lokal atau perusahaan eksportir.
Perkebunan-perkebunan besar mengusahakan pengolahan biji kopi secara
cermat untuk menghasilkan biji kopi yang bermutu baik. Untuk kepentingan ini
dibangun fasilitas pengolahan biji kopi dengan peralatan yang lengkap untuk
fermentasi dan pencucian serta untuk pengeringan biji kopi. Fasilitas tersebut juga
dilengkapi fasilitas untuk sortasi biji kopi, baik secara manual oleh tenaga-tenaga
manusia maupun menggunakan mesin-mesin sortasi yang bekerja secara
elektronik (Turnip, 2002).
Pemasaran hasil dilakukan oleh perkebunan sendiri, yang memiliki unit
khusus untuk pemasaran ekspor maupun lokal. Perkebunan-perkebunan ini
umumnya memiliki hubungan baik dengan pihak-pihak pembeli luar negeri.
Perkembangan pasar luar negeri diikuti secara terus-menerus, baik mengenai laju
perkembangan harga maupun perkembangan produksi kopi di berbagai negara.
Kopi yang dijual melalui pusat-pusat pasar komoditi umumnya sampai ke
perusahaan-perusahaan atau pabrik-pabrik pengolahan kopi melalui perantara para
agen-agennya atau broker. Agen-agen inilah yang banyak berhubungan dengan
pedagang-pedagang perantara di negara-negara pengimpor serta mengetahui
sumber-sumber kopi yang baik di berbagai negara produsen. Melalui agen-agen
tersebut perusahaan dan pabrik pengolahan kopi lebih dapat terjamin memperoleh
kopi dalam jumlah dan mutu sesuai dengan kebutuhannya (Gambar 4.2).
45
EKSPORTIR IMPORTIR BROKER ROASTER PENGECER
Gambar 4.2. Saluran Pemasaran Kopi Di Luar Negeri
Sumber : Turnip (2002)
Sejak beberapa tahun terakhir nampak ada kecenderungan di berbagai
negara produsen kopi untuk memperpendek mata rantai pemasaran kopi dari
produsen ke eksportir dengan membentuk badan-badan pemasaran (Turnip, 2002).
Hal ini ditujukan untuk lebih menjamin harga yang layak bagi petani produsen
disamping untuk dapat lebih kuat menghadapi pihak-pihak importir.
Banyak pedagang perantara yang tidak hanya melakukan kegiatan sekedar
sebagai penghubung antar produsen dan pembeli. Umumnya mereka mengadakan
pembelian kopi kemudian ditahan untuk stok dan dilakukan penjualan pada waktu
harga kopi menguntungkan. Perusahaan-perusahaan ekspor pun memiliki stok
kopi dan memiliki fasilitas-fasilitas untuk membersihkan dan sortasi kopi-kopi
sebelum dijual kepada pihak-pihak importir. Ini sangat penting karena untuk
ekspor perlu dijaga agar kopi benar-benar dapat memenuhi persyaratan mutu kopi
ekspor dan yang telah ditetapkan oleh negara-negara importir.
Pada umumnya kopi dijual dengan sistem harga yang disebut free on
board (FOB), tetapi beberapa organisasi perdagangan menjual dengan sistem
harga cost, insurance and freight (CIF). Selain penjualan secara langsung tersebut,
masih dilaksanakan pula penjualan secara konsinyasi. Kopi dikirim ke negara-
negara importir walaupun belum ada pembelinya. Kopi ini baru ditawarkan dan
dilaksanakan penjualannya setelah sampai di negara-negara pengimpor.
46
Ada berbagai macam jalan yang dikenal dalam dunia perdagangan kopi.
Beberapa negara, termasuk Indonesia, melakukan penjualan kopi di masing-
masing negara. Pihak-pihak importir membeli langsung dari perusahaan-
perusahaan perkebunan atau perusahaan-perusahaan eksportir, yang selanjutnya
mengurus pengapalan kopinya di negara pembeli. Ada juga yang menawarkan
kopi melalui pusat-pusat pasar komoditi (spot market), terutama melalui Coffee
and Sugar Exchange di New York, Terminal Market di London, Le Havre di
Paris, Los Angeles, Amsterdam dan Hamburg. Di pusat-pusat pasar kopi inilah
bertemu para brokers baik yang mewakili pihak-pihak penjual yang ada di banyak
negara produsen maupun brokers yang mewakili perusahaan-perusahaan impor
atau perusahaan-perusahaan pengolahan kopi.
Ekspor kopi Indonesia sebagian besar dilakukan melalui 5 pelabuhan
utama yaitu Panjang (Lampung), Palembang (Sumatera Selatan), Belawan
(Sumatera Utara), Tanjung Perak (Jawa Timur) dan Ujung Pandang (Sulawesi
Selatan). Pelabuhan-pelabuhan lainnya yaitu Tanjung Priok, Teluk Bayur,
Tanjung Mas dan Reo.
4.5. Ekspor Kopi Indonesia
Perkembangan volume dan nilai ekspor total kopi Indonesia pada periode
tahun 1975 sampai 2005 mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun, dengan tingkat
fluktuasi nilai ekspor yang lebih tajam daripada volume ekspornya. Selama
periode tersebut pertumbuhan volume ekspor dan nilai ekspor rata-rata meningkat
sebesar 5,95 persen dan 15,49 persen per tahun.
47
Tabel 4.3. Volume dan Nilai Ekspor Kopi Indonesia Tahun 1975-2005 Ekspor Perkembangan (%) Tahun
Volume (ton) Nilai (000 US$) Volume Nilai 1975 128.401 99.836 - - 1976 136.272 237.516 6,13 137,91 1977 160.363 599.279 17,68 152,31 1978 215.870 491.305 34,61 -18,02 1979 220.205 614.263 2,01 25,03 1980 238.677 656.005 8,39 6,79 1981 210.595 345.943 -11,77 -47,26 1982 226.985 341.701 7,78 -1,23 1983 241.238 427.258 6,28 25,04 1984 294.471 265.261 22,07 -37,91 1985 282.671 556.203 -4,01 109,68 1986 298.124 818.387 5,47 47,14 1987 286.316 535.566 -3,96 -34,56 1988 298.998 550.237 4,43 2,74 1989 357.035 493.549 19,41 -10,30 1990 421.833 377.154 18,15 -23,58 1991 380.666 372.431 -9,76 -1,25 1992 269.352 236.774 -29,24 -36,42 1993 349.916 344.208 29,91 45,37 1994 289.288 745.744 -17,33 116,66 1995 230.201 606.369 -20,42 -18,69 1996 366.602 595.268 59,25 -1,83 1997 313.430 511.284 -14,50 -14,11 1998 357.550 584.244 14,08 14,27 1999 352.967 467.858 -1,28 -19,92 2000 340.887 326.256 -3,42 -30,27 2001 250.818 188.493 -26,42 -42,23 2002 325.009 223.916 29,57 18,79 2003 323.520 258.795 -0,46 15,58 2004 344.077 294.113 6,35 13,65 2005 445.829 503.836 29,57 71,31
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2006 (Diolah)
Perkembangan ekspor kopi Indonesia baik dalam volume maupun nilai
ekspor serta perkembangannya dari tahun ke tahun dapat dilihat pada Tabel 4.3.
48
Dalam periode tahun 1975 sampai 2005 volume ekspor terendah terjadi pada
tahun 1975 sebesar 128.401 ton dan volume ekspor tertinggi terjadi pada tahun
2005 sebesar 445.829 ton karena liberalisasi ekspor kopi baik dari sisi pemerintah
Indonesia maupun dari organisasi kopi internasional (ICO). Sementara nilai
ekspor terendah terjadi pada tahun 1975 (US $ 99.836 ribu) dan tahun 2001 (US $
188.493 ribu), dan nilai ekspor tertinggi yang pernah tercapai adalah sebesar US $
818.387 ribu pada tahun 1986 dan sebesar US $ 745.744 ribu pada tahun 1994.
Perkembangan nilai ekspor yang besar terjadi pada tahun 1976, 1977, 1985 dan
1994. Seperti dapat terlihat pada Tabel 4.3, pada tahun tersebut perkembangan
nilai ekspor yang terjadi adalah sebesar 137 persen, 152 persen, 109 persen dan
116 persen.
Dengan membandingkan volume dan nilai ekspor tersebut dapat dilihat
bahwa tingginya nilai ekspor kopi Indonesia pada tahun 1986 dan 1994
disebabkan oleh tingginya harga ekspor pada tahun tersebut. Lonjakan nilai
ekspor yang sangat besar pada tahun 1976, 1977, 1985 dan 1994 disebabkan
karena timbulnya penyakit tanaman kopi dan frost di Brazil. Pada tahun 1986
harga kopi kembali meningkat karena kekeringan yang melanda Brazil (AEKI,
2006). Tahun 1995 hingga tahun 2001 nilai ekspor kopi Indonesia mengalami
fluktuasi karena harga kopi yang berfluktuasi juga, dan setelah tahun 2002 harga
kopi mulai mengalami kenaikan yang menyebabkan nilai ekspor kopi menjadi
naik kembali.
Kopi Indonesia diekspor dalam tiga bentuk yaitu kopi biji, kopi sangrai
dan kopi ekstrak. Ekspor kopi biji digunakan sebagai dasar untuk mengetahui
49
prospek kopi Indonesia karena sebagian besar (95,93 persen) ekspor kopi
Indonesia dalam bentuk kopi biji, sedangkan ekspor kopi dalam bentuk sangrai
hanya sebesar 0,02 persen dan ekstrak 4,05 persen (ICO, 2006).
Negara tujuan ekspor kopi Indonesia yang utama adalah Amerika Serikat
pada tahun 2004 sampai 2005, sedangkan dua tahun sebelumnya negara tujuan
ekspor kopi Indonesia yang utama adalah Jepang (tahun 2002) dan Jerman (tahun
2003). Negara tujuan lainnya adalah Italia dan Singapura. Perkembangan ekspor
kopi Indonesia menurut negara tujuan utama pada periode tahun 2002 sampai
2005 dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Ekspor Kopi Indonesia Menurut Negara Tujuan Utama Tahun 2002-2005
Tahun (ton) Negara 2002 2003 2004 2005
Perkembangan (%)
Amerika Serikat 43.243 48.239 73.288 84.426 26,23 Jepang 56.879 52.720 55.141 49.936 -4,05 Jerman 53.562 57.608 53.936 78.755 15,73 Italia 15.011 25.086 21.348 30.500 31,69 Singapura 12.642 8.935 10.561 13.276 4,86 Total 181.337 192.588 214.274 256.893 12,45
Sumber : BPS, 2006 (Diolah)
Perkembangan ekspor kopi Indonesia ke Amerika Serikat mengalami
pertumbuhan sebesar 26,23 persen per tahun, sedangkan ekspor ke Jepang
mengalami penurunan pada periode tersebut sebesar 4,05 persen per tahun.
Penurunan ekspor kopi ke Jepang dan peningkatan ekspor kopi Indonesia ke
Amerika Serikat disebabkan oleh kemudahan yang diterima eksportir apabila
mereka mengekspor kopi ke Amerika Serikat dibandingkan ke Jepang.
Kemudahan tersebut antara lain lancarnya pembayaran yang diterima oleh
eksportir Indonesia dari importir Amerika Serikat, penyeleksian kopi yang tidak
50
berbelit karena semua ekspor kopi Indonesia disertai dengan keterangan “Tidak
Menjamin Lolos Uji USDA”. Permintaan ekspor kopi Amerika Serikat dari
Indonesia merupakan kopi dengan kualitas tinggi, menengah, sampai rendah atau
grade 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Kopi Indonesia yang dikonsumsi di Amerika merupakan
kopi dengan kualitas menengah sampai rendah, karena kopi Indonesia digunakan
sebagai campuran dari kopi kualitas tinggi yang diimpor Amerika Serikat dari
negara-negara Amerika Latin (AEKI, 2006).
Tabel 4.5. Ekspor Kopi Indonesia Menurut Mutu Tahun 2001-2005
Periode Mutu Tinggi
(Grade 1 & 2) (% dari ekspor)
Mutu Sedang (Grade 3 & 4)
(% dari ekspor)
Mutu Rendah (Grade 5 & 6)
(% dari ekspor) 2001/2002 16,80 63,99 13,36 2002/2003 22,37 65,17 7,73 2003/2004 18,58 61,43 16,12 2004/2005 21,83 45,51 29,36
Sumber : AEKI, 2006 (Diolah)
Berdasarkan data AEKI (2006), kualitas kopi Indonesia yang diekspor
sebagian besar merupakan kopi dengan kualitas sedang atau grade 3 dan 4, lalu
kualitas tinggi atau grade 1 dan 2, dan kualitas rendah atau grade 5 dan 6.
Sebanyak 45 sampai 65 persen dari total ekspor kopi merupakan kualitas sedang,
16 sampai 22 persen merupakan kualitas tinggi, dan 7 sampai 29 pesen merupakan
kualitas rendah (Tabel 4.5). Banyaknya kopi kualitas sedang berhubungan dengan
cara dari para petani kopi memetik buah kopi. Sebagian besar petani memetik
kopi dengan cara diambil seluruh tangkai buah kopi, sehingga buah kopi yang
dipetik tercampur antara yang sudah matang dan yang belum matang. Kopi yang
sudah matang berwarna merah sedangkan yang belum matang berwarna hijau,
kualitas yang sudah matang lebih baik daripada yang belum matang.
51
Masalah rendahnya mutu kopi Indonesia yang diekspor merupakan
masalah jangka panjang. Para petani harus diberikan pengarahan agar kopi yang
dipanen merupakan kopi yang memiliki kualitas baik sehingga nilai tambah dari
penjualan kopi tersebut bisa tinggi. Masukan-masukan itu bisa diberikan oleh
instansi pemerintah yang berkeliling ke daerah penghasil kopi atau melalui agen
pengumpul, karena mereka berinteraksi langsung dengan para petani kopi. Selain
masalah kopi biji yang belum matang, masalah cacat kopi biji, serangga mati dan
batu kerikil yang terdapat pada kopi biji Indonesia yang diekspor juga perlu
mendapatkan perhatian. Apabila di dalam setiap karung kopi terdapat cacat dan
benda-benda seperti itu, maka kopi Indonesia dikatakan bermutu rendah. Kopi biji
bermutu rendah sangat merugikan perkopian Indonesia di pasar internasional.
Namun sejak diberlakukannya standarisasi mutu kopi Indonesia, komposisi ekspor
kopi Indonesia berdasarkan jenis mutu mengalami perubahan (Tabel 4.5).
4.6. Perkembangan Harga
Salah satu faktor yang mempengaruhi baik permintaan maupun penawaran
adalah harga komoditas itu sendiri. Sebagaimana komoditas pertanian lainnya
yang memiliki masa panen, maka harga kopi sangat berfluktuasi akibat adanya
masa tunggu dalam berproduksi.
Perkembangan harga komoditas kopi di pasar dalam negeri dapat dilihat
pada Tabel 4.6. Berdasarkan data pada tabel tersebut dapat terlihat bahwa harga
kopi dalam setahun berfluktuasi, namun kecenderungannya harga pada bulan
52
Agustus sampai dengan Desember lebih rendah apabila dibandingkan dengan
harga pada bulan Januari sampai Juli.
Tabel 4.6. Perkembangan Harga Bulanan Kopi Indonesia Di Pasar Dalam Negeri Tahun 1999-2004
Tahun (Rp/Kg) Bulan 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Rata2 Bulanan
Januari 15.750 10.000 6.001 4.505 5.096 5.169 7.753,5Februari 15.500 9.000 5.839 4.699 5.529 5.412 7.663,2Maret 15.667 9.000 6.109 4.663 5.163 5.194 7.632,7April 15.667 9.000 5.308 4.830 4.822 5.244 7.478,5Mei 15.667 8.500 5.400 5.470 4.943 5.768 7.624,7Juni 14.709 8.500 5.265 5.225 4.800 5.818 7.386,2Juli 14.208 8.500 5.440 5.220 4.448 5.064 7.146,7Agustus 11.834 8.500 5.363 5.287 4.434 5.404 6.803,7September 10.565 8.500 4.751 5.012 4.742 5.204 6.462,3Oktober 10.565 8.500 4.717 4.860 4.631 5.538 6.468,5November 10.565 - 4.910 4.480 4.649 5.243 5.969,4Desember 10.565 - 4.709 5.023 4.822 5.490 6.121,8Rata-rata Tahunan 13.438,5 8.800,0 5.317,7 4.939,5 4.839,9 5.379,0
Sumber : Ditjenbun, 2006
Keadaan tersebut kemungkinan besar disebabkan bulan Juni sampai
Agustus umumnya merupakan masa-masa panen sehingga persediaan kopi di
pasaran tinggi pada bulan Agustus sampai Desember dan harga akan turun
dibawah harga rata-rata. Harga pada bulan Januari sampai Juli lebih tinggi dari
harga rata-rata tahunan disebabkan persediaan kopi pada bulan tersebut mulai
sedikit, dan karena masa pertumbuhan kopi adalah pada bulan September sampai
Desember. Sesungguhnya puncak panen kopi di Indonesia bervariasi antara satu
daerah dengan daerah lain seperti di Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera
Utara yang terletak di bagian utara khatulistiwa, yaitu sekitar bulan Oktober
53
sampai April (7 bulan), sehingga harga yang terbentuk tidak merosot tajam
ataupun tidak naik secara tajam karena masa panen cukup lama.
Dalam periode tahun 1994 sampai 2005 perkembangan harga komposit
ICO berfluktuasi. Harga yang terjadi pada tahun 1994 dan 1995 cukup tinggi
akibat dari kecilnya produksi dunia yang dikarenakan terjadinya bencana frost
yang diikuti kekeringan di Brazil. Sejak tahun 1998 produksi kopi dunia semakin
meningkat sedangkan laju permintaan kopi dunia relatif stabil sehingga harga kopi
dunia menjadi turun. Fluktuasi harga kopi dunia dapat dilihat di Tabel 4.7.
Tabel 4.7. Perkembangan Harga Kopi Di Pasar Internasional Tahun 1994-2005 Tahun Harga Kopi Dunia (US cent/lb) Laju Pertumbuhan per Tahun (%)
1994 134,45 - 1995 138,42 2,95 1996 102,07 -2,26 1997 133,91 31,19 1998 108,95 -18,63 1999 85,72 -21,32 2000 64,25 -25,04 2001 45,60 -29,02 2002 47,74 4,69 2003 51,91 8,73 2004 62,15 19,72 2005 89,36 43,78
Sumber : AEKI, 2006
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Kebijakan Ekspor Kopi
Perdagangan luar negeri suatu komoditi termasuk komoditi kopi tidak
terlepas dari kebijakan-kebijakan yang mengatur didalamnya. Kebijakan tersebut
ditujukan untuk mencapai suatu sistem perdagangan yang memberikan
keuntungan bagi pihak-pihak yang melakukan perdagangan. Penentu kebijakan
tersebut bisa dari dalam negeri maupun dari luar negeri dimana pasar internasional
berlangsung. Pengaruh yang diberikan dari adanya kebijakan-kebijakan tersebut
dapat memberikan efek yang berbeda bagi setiap negara, bisa menguntungkan
tetapi bisa juga merugikan.
Indonesia sebagai salah satu negara produsen sekaligus eksportir kopi
utama dunia menghadapi berbagai kebijakan yang mengatur lalu lintas
perdagangan kopi, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Penjelasan
selengkapnya mengenai evaluasi kebijakan ekspor kopi diterangkan berikut ini.
5.1.1. Kebijakan Ekspor Kopi Dari Dalam Negeri
a. Kebijakan Eksportir Kopi Terdaftar
Pengaturan pelaku usaha ekspor maksudnya para eksportir yang diizinkan
melakukan perdagangan kopi adalah eksportir yang terdaftar dalam asosiasi yaitu
Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI). Sebenarnya kebijakan eksportir kopi
terdaftar sudah diterapkan sejak tahun 1969, sejak dibentuknya Sindikat Eksportir
Kopi Indonesia (SEKI). SEKI dibentuk oleh Menteri Perdagangan dengan SK
Menteri Perdagangan No. 98/KP/IV/ tanggal 15 April 1969. Pada saat itu usaha
ekspor kopi belum terkoordinir, masing-masing eksportir kopi Indonesia
55
menghadapi partner dagangnya di luar negeri dengan caranya masing-masing.
Keadaan seperti itu justru menumbuhkan iklim ekspor yang spekulatif. Seorang
eksportir kopi Indonesia seringkali bersaing harga di pasaran dunia dengan rekan
eksportir senegaranya. Akhirnya memukul harga kopi Indonesia sendiri sebelum
bersaing dengan kopi produksi negara lain. Oleh karena itu kebijakan ini
ditetapkan.
Berdasarkan Keputusan Menperindag No. 558/MPP/Kep/12/1998 tanggal
4 Desember 1998 Jo Peraturan Menteri Perdagangan No. 07/M-DAG/PER/4/2005
tanggal 19 April 2005, tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor, komoditi kopi
termasuk Komoditi Yang Diatur Tata Niaga Ekspornya. Maksudnya adalah
komoditi tersebut hanya dapat diekspor oleh perusahaan yang telah memperoleh
pengakuan sebagai eksportir terdaftar kopi (Approved Trader System). Setiap
eksportir yang akan mengekspor kopi diwajibkan untuk menyertakan Surat
Persetujuan Ekspor Kopi (SPEK), yang hanya dapat diterima oleh para eksportir
yang terdaftar. Secara khusus pengaturan tersebut diatur melalui SK Menperindag
No. 29/MPP/Kep/1/1999 tanggal 22 Januari 1999 dan diperbaharui dengan
Peraturan Menteri Perdagangan No. 26/M-DAG/PER/12/2005 tanggal 2
Desember 2005.
Selain karena alasan diatas, kebijakan eksportir terdaftar ini juga
diterapkan dengan maksud untuk membina para eksportir. Profesionalisme para
eksportir tersebut dituntut dalam berhubungan dengan para importir dari negara
lain, sehingga tecipta suatu image yang baik mengenai eksportir kopi Indonesia.
Kebijakan eksportir terdaftar ini masih diterapkan sampai saat ini.
56
Sejak diberlakukannya Keputusan Menperindag
No.558/MPP/Kep/12/1998 sampai sekarang Eksportir Terdaftar Kopi berjumlah
1.172 eksportir. Sejak dikeluarkannya kebijakan ekspor kopi pada tahun 1998
belum pernah dilakukan evaluasi maupun verifikasi terhadap eksportir terdaftar
kopi untuk mengetahui keabsahan dan aktivitas eksportir tersebut.
b. Kebijakan Pengawasan Kualitas
Perkembangan perkopian dewasa ini menuntut pemerintah untuk
mengeluarkan kebijakan agar daya saing kopi Indonesia tetap baik. Berdasarkan
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 164/MPP/Kep/6/1996
tentang Pengawasan Mutu secara Wajib untuk Produk Ekspor Tertentu, ekspor
produk kopi termasuk produk yang diawasi mutunya. Kualitas kopi yang baik
akan memberikan suatu image yang baik bahwa kopi-kopi produksi Indonesia
adalah kopi yang kualitasnya bagus.
Pada tahun 1983 telah ditetapkan standar mutu kopi untuk ekspor dengan
dokumen pelengkap berupa “Certificate of Quality”. Adapun pengujian standar
mutu kopi dilakukan dengan Sistem Nilai Cacat (Defect System).
Upaya pemerintah untuk menaikkan daya saing komoditas ekspor
Indonesia antara lain dengan mengembangkan pengendalian mutu yang mengarah
terciptanya mutu di Indonesia, yaitu melalui sistem standarisasi nasional. Sistem
Standar Nasional Indonesia (SNI) merupakan dasar dan pedoman setiap kegiatan
standarisasi di Indonesia dengan tujuan mewujudkan jaminan mutu yang dapat
meningkatkan efisiensi nasional.
57
Sistem SNI pertama diterapkan pada tahun 1989 sejak dibentuknya Badan
Standarisasi Nasional (BSN). Sejak saat itu terdapat perubahan-perubahan dan
revisi dari kriteria SNI, dan ketetapan BSN yang terakhir adalah SNI 01-2907-
1999/Rev. 1992. Dalam ketetapan BSN tersebut dicantumkan kriteria-kriteria kopi
dengan mutu tertentu.
c. Kebijakan Tarif Ekspor
Pemerintah Indonesia tidak melakukan intervensi dalam perdagangan
kopi. Sejak Indonesia melakukan ekspor kopi, pemerintah tidak pernah
memberlakukan tarif ekspor. Tindakan pemerintah ini diharapkan dapat
meningkatkan daya saing kopi Indonesia di pasar internasional, karena dengan
membebaskan komoditi kopi dari tarif ekspor maka harga yang terbentuk dapat
bersaing dengan harga ekspor kopi dari negara lain.
d. Kebijakan Pemerintah Lainnya
Untuk menunjang perkembangan ekspor kopi Indonesia, pemerintah
berusaha mengeluarkan beberapa peraturan yang mengatur perdagangan kopi
Indonesia ke pasar dunia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 1982 tentang pelaksanaan ekspor, impor, dan lalu lintas devisa; serta
Keputusan Menteri Perdagangan No. 265/KP/X/89 tentang Penyempurnaan
Ketentuan Ekspor Kopi, merupakan usaha pemerintah untuk memberikan
kemudahan bagi eksportir kopi Indonesia untuk melepas produksinya ke pasar
dunia. Karena keterbatasan sumber-sumber, maka peraturan-peraturan dan
kebijakan yang telah disebutkan di atas tidak dapat dicantumkan semua dalam
lampiran.
58
5.1.2. Kebijakan Ekspor Kopi Dari Luar Negeri
a. Kebijakan Kuota Ekspor oleh ICO
Kuota ekspor kopi merupakan cara yang dilakukan oleh ICO untuk
mengatur lalu lintas perdagangan kopi internasional. Munculnya bencana alam,
perubahan supply kopi dunia serta perubahan harga menyebabkan
ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran. Ketidakseimbangan ini
mendorong ICO sebagai organisasi internasional saat itu untuk membentuk suatu
mekanisme perdagangan yang dapat menguntungkan semua pihak. Salah satu
kebijakan yang dikeluarkan yaitu penetapan kuota ekspor dan kuota impor bagi
negara-negara anggota ICO tersebut.
Pada tahun 1962 diselenggarakan konferensi diantara negara-negara
eksportir kopi dunia dan berhasil menetapkan International Coffee Agreement
(ICA) 1962 yang menghasilkan persetujuan untuk mengendalikan supply kopi ke
pasar dunia. Oleh karena adanya penyakit kopi dan frost (bencana iklim yang
dingin dan kering) di Brazil, produksi kopi Brazil menurun drastis sehingga harga
melonjak tajam. Menghadapi situasi tersebut, ICO tidak memberlakukan sistem
kuota sejak Oktober 1972. Pada periode 1980-1985, harga kopi melemah sebagai
akibat kelebihan produksi dan resesi ekonomi. ICO kembali melakukan sistem
kuota. Pada tahun 1986, kembali terjadi kekeringan di Brazil sehingga harga kopi
melonjak tajam. ICO tidak bisa lagi mempertahankan mekanisme kuota sehingga
pasar kopi kembali dibebaskan. Namun hal tersebut tidak berlangsung lama,
dimana gejolak harga kopi dunia yang merugikan produsen menyebabkan kuota
diberlakukan kembali, dan barulah pada tanggal 14 Juli 1989 kuota dibekukan
59
secara permanen, artinya eksportir dapat mengekspor kopi secara bebas ke negara-
negara anggota ICO dan non ICO.
ICA sebenarnya dimaksudkan untuk mencapai keseimbangan antara
produksi dan konsumsi sehingga harga diharapkan relatif stabil. Namun seperti
kebanyakan nasib agreement komoditas lainnya, ICA dinilai belum berhasil
terutama dalam menjaga stabilitas harga. ICA direvisi oleh negara-negara anggota
ICO secara rutin, karena mengikuti kondisi perkopian internasional pada tahun
berlaku. Semenjak kuota tidak diberlakukan lagi, ICA tetap direvisi secara rutin
walaupun tidak setiap tahun. Akan tetapi agreement yang dicantumkan hanya
berupa keanggotaan, susunan struktur kepengurusan ICO, keuangan, program-
program dalam promosi kopi, dan hasil studi tentang kopi. Aturan-aturan ICA
sudah tidak memiliki “greget” lagi diantara para anggota ICO, karena peraturan
yang dibuatnya tidak memiliki sanksi yang jelas. ICA sulit menerapkan sanksi
karena peraturan yang dibuat tersebut tidak mengikat dan tidak ada pengawasan
bagi para anggota.
Namun demikian, kenyataan menunjukkan tanpa adanya regulasi terhadap
perdagangan kopi menyebabkan harga kopi dunia akan turun pada tingkat yang
sangat rendah. Keadaan ini sangat merugikan produsen kopi dan hanya akan
menguntungkan konsumen kopi dunia. Pada tahun 1991 tersebut, terbentuklah
lembaga internasional Association of Coffee Producing Countries (ACPC) yang
kemudian melahirkan kebijakan stock retention plan yang pada gilirannya dapat
mengendalikan harga kopi pada tingkat yang wajar.
60
b. Kebijakan Retensi Stok oleh ACPC
Kebijakan retensi stok oleh ACPC pada dasarnya adalah kebijakan
perdagangan yang mengatur tersedianya pasok dalam jumlah yang cukup pada
tingkat harga yang sesuai bagi konsumen dan produsen. Tujuan utama retensi stok
adalah untuk menjaga stabilitas harga kopi dunia pada tingkat yang tidak
merugikan produsen tetapi juga tidak membebani konsumen.
Besarnya retensi kopi adalah persentase dari volume ekspor ketika setiap
kali eksportir mengekspor, yang selanjutnya ditahan di gudang sebagai stok.
Besarnya retensi kopi dapat berubah-ubah tergantung pada tingkat harga indikator
yang terjadi. Ada empat tahap yaitu tahap retensi, tahap netral, tahap pelepasan
stok dan tahap pemberlakuan kembali retensi. Tahap retensi diberlakukan ketika
harga indikator kopi sampai dengan US cents 60,00 /lbs untuk kopi robusta,
dimana pada saat eksportir membeli kopi dari produsen wajib menyimpan retensi
sebesar 20 persen dari volume kopi yang diekspor. Tahap netral berlaku pada
tingkat harga US cents 60,1 /lbs hingga US cents 65,00 /lbs untuk kopi Robusta,
dimana pada saat eksportir membeli kopi dari produsen wajib menyimpan retensi
sebesar 10 persen dari volume kopi yang diekspor. Tahap pelepasan stok berlaku
saat harga komposit kopi Robusta mencapai US cents 65,01 /lbs hingga US cents
70,00 /lbs, dimana saat eksportir membeli kopi dari produsen wajib menyimpan
retensi sebesar 0 persen dari volume kopi yang diekspor. Tahap retensi baru yaitu
setelah hasil retensi dilepas maka dibentuk tahap retensi baru dengan tingkat harga
indikator yang semula.
61
Kebijakan retensi stok sebenarnya ingin diterapkan di Indonesia pada
tahun 1991. Akan tetapi pada saat itu Indonesia merasa belum siap untuk
menerapkan retensi stok dan meminta pengunduran selama 1 tahun. Akhirnya
Indonesia berencana untuk menerapkan retensi stok pada tahun 1992. Akan tetapi
pada tahun 1992 itu saat Indonesia akan menerapkan retensi stok, terjadi shock
penurunan supply kopi dunia yang diakibatkan terjadinya frost di Brazil dan
dikhawatirkan akan mendorong harga kopi dunia melonjak naik. Karena kejadian
tersebut Indonesia membatalkan rencana untuk menerapkan retensi stok, dan
setelah kejadian tersebut Indonesia tidak pernah menerapkan retensi stok kopi dari
ACPC. Organisasi ACPC saat ini dapat dikatakan sudah tidak ada karena sudah
tidak pernah ada kegiatan yang dilaksanakan walaupun sampai saat ini ACPC
masih belum dibubarkan.
c. Kebijakan Mengenai Keamanan Pangan, Kesehatan, dan Lingkungan
Semenjak tahun 2004 setiap negara mulai memperhatikan berbagai
masalah mengenai keamanan pangan, kesehatan dan lingkungan dalam
menjalankan kegiatan perdagangan dengan negara lain. Tidak terkecuali dalam
perdagangan internasional komoditi kopi, berbagai persyaratan mutu yang tinggi
diterapkan oleh setiap negara bagi kopi yang diimpornya.
Ada beberapa kriteria yang ditetapkan oleh negara-negara importir kopi,
tetapi yang menjadi perhatian utama dalam kurun waktu belakangan ini antara lain
mengenai kandungan obat bahan kimia dan pestisida dalam kopi serta kandungan
toksin dalam kopi. Masing-masing negara memiliki kriteria tertentu, dan apabila
62
tidak memenuhi kriteria tersebut maka mereka tidak segan untuk mengembalikan
kopi yang diimpor ke negara asalnya.
Diantara negara-negara importir kopi dari Indonesia, negara seperti
Jepang, negara Eropa dan Amerika merupakan konsumen yang sangat ketat dalam
pemberlakuan kebijakan tersebut. Negara-negara tersebut mengeluarkan suatu
kriteria mutu kopi yang boleh masuk ke negaranya. Karena keterbatasan sumber
dan informasi, kriteria yang ditetapkan oleh masing-masing negara tidak dapat
ditampilkan dalam penelitian ini. Mengenai masalah kriteria keamanan pangan
dan kesehatan, negara pengimpor biasanya akan menghubungi Kedutaan Besar
Republik Indonesia yang ada di masing-masing negara apabila ada kopi yang
melewati ambang batas kandungan toksin atau pestisida, lalu informasi tersebut
diberikan ke Departemen Perdagangan.
Jepang, Uni Eropa dan Amerika sudah secara resmi menerapkan ambang
batas Pesticide Residue. Masing-masing negara memiliki pertimbangan sendiri
tentang ambang batas dari bahan kimia atau pestisida berbahaya yang terkandung
dalam bahan makanan yang diimpornya. Restriksi tersebut akan memberatkan
Indonesia karena negara-negara tersebut merupakan pasar potensial bagi kopi
Indonesia. Selain itu dikhawatirkan kopi Indonesia tidak akan lolos ambang batas
tersebut karena kopi dari perkebunan rakyat tidak dapat dikontrol oleh pemerintah
mengenai penggunaan pestisida.
63
5.1.3. Evaluasi Kebijakan Ekspor Kopi yang Ada dan Pernah Ada
Tabel 5.1. Kebijakan Ekspor Kopi dan Kondisi Ekspor Kopi Indonesia Pada Tahun Berlaku Kebijakan Periode 1972-2005
Tahun Kebijakan Volume
(ton) Nilai
(ribu US$) Harga
(US$/ton) 1972 Penghapusan Kuota Ekspor 93.712 68.315 728,991973 93.562 71.913 768,611974 111.857 98.154 877,501975 128.401 99.836 777,531976 136.272 237.516 1.742,961977 160.363 599.279 3.737,021978 215.870 491.305 2.275,931979 220.205 614.263 2.789,511980 Kuota Ekspor ICO 238.677 656.005 2.748,511981 210.595 345.943 1.642,691982 226.985 341.701 1.505,391983 Certificate of Quality 241.238 427.258 1.771,111984 294.471 265.261 900,811985 282.671 556.203 1.967,671986 298.124 818.387 2.745,121987 286.316 535.566 1.870,541988 298.998 550.237 1.840,271989 Penghapusan Kuota; SNI 357.035 493.549 1.382,351990 421.833 377.154 894,081991 380.666 372.431 978,371992 Retensi Stok (Batal) 269.352 236.774 879,051993 349.916 344.208 983,691994 289.288 745.744 2.577,861995 230.201 606.369 2.634,081996 366.602 595.268 1.623,741997 313.430 511.284 1.631,251998 357.550 584.244 1.634,021999 352.967 467.858 1.325,502000 340.887 326.256 957,082001 250.818 188.493 751,512002 325.009 223.916 688,952003 323.520 258.795 799,942004 Isu Keamanan Pangan, 344.077 294.113 854,792005 Kesehatan dan Lingkungan 445.829 503.836 1.130,11
Sumber : Ditjen Perkebunan, AEKI, Departemen Perdagangan, 2006
64
Berbagai kebijakan ekspor merupakan satu cara bagi pihak-pihak terkait
untuk membuat suatu sistem perdagangan kopi yang baik dan menguntungkan
bagi semua pihak. Penelitian ini mengevaluasi kebijakan-kebijakan ekspor yang
ada dan pernah ada serta melihat perkembangan ekspor kopi Indonesia pada tahun
berlaku kebijakan. Evaluasi dilakukan secara deskriptif dari perkembangan
volume ekspor, nilai ekspor, dan harga ekspor kopi Indonesia.
Kebijakan ekspor yang ada dan pernah ada serta perkembangan kondisi
ekspor kopi Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5.1. Pada awal perkembangan
ekspor kopi, Indonesia menghadapi kebijakan kuota ekspor yang ditetapkan oleh
ICO. Karena keterbatasan sumber dan data, perkembangan data pada awal
penetapan kuota ekspor ICO tidak dapat ditampilkan dalam penelitian ini karena
awal pemberlakuan kuota ekspor adalah pada tahun 1962. Pada tahun 1972 kuota
ekspor kopi dihapus karena produksi kopi dunia menurun akibat frost di Brazil.
Pada Tabel 5.1 dapat dilihat, volume ekspor kopi Indonesia pada saat tahun
berlaku kebijakan penghapusan kuota mulai naik, yaitu 111.857 ton pada tahun
1974 dan pada tahun 1979 sudah mencapai 220.205 ton, hampir dua kali lipatnya.
Harga ekspor juga merangkak naik khususnya setelah tahun 1976 yaitu sebesar
US$ 1.742,96 per ton sehingga menyebabkan nilai ekspor kopi juga besar yaitu
sebesar US$ 237.516.000.
Pada tahun 1980 kuota ekspor diberlakukan kembali oleh ICO karena
terjadi over supply kopi dan resesi ekonomi sehingga harga kopi dunia turun.
Untuk menjaga kestabilan harga kuota ekspor diberlakukan, dan kondisi setelah
kuota diberlakukan kembali menunjukkan ekspor kopi Indonesia menjadi semakin
65
menurun. Pada tahun 1981 ekspor kopi Indonesia menurun, dari 238.677 ton pada
tahun 1980 menjadi 210.595 ton. Pada tahun 1982 dan seterusnya volume ekspor
kopi Indonesia kembali meningkat. Hal tersebut dikarenakan pada tahun-tahun
tersebut Indonesia mendapatkan peningkatan jatah kuota dari ICO, yaitu dari 4,75
persen menjadi 5,19 persen dari kuota kopi dunia, dan produksi kopi Indonesia
terus meningkat. Selain itu Indonesia mencoba untuk meningkatkan ekspor ke
negara-negara non kuota. Akan tetapi ekspor ke negara non kuota dipersulit oleh
ICO dengan mengetatkan prosedur pada tahun 1983 dan 1985 yaitu harus disertai
dengan bukti-bukti sah, dan harga kopi dengan jenis dan mutu yang sama harus
disamakan dengan ekspor kopi ke negara kuota.
Kuota ekspor ingin dihapuskan lagi setelah tahun 1985 akibat kekeringan
di Brazil, tetapi tidak berlangsung karena harga kopi melonjak naik yaitu sebesar
US$ 2.745,12 per ton. Setelah tahun 1986 harga kopi terus menurun sampai
mencapai angka US$ 1.840,27 pada tahun 1988.
Pada tahun 1989 para anggota ICO tidak mencapai kata sepakat untuk
meneruskan pemberlakuan kuota ekspor. Setelah dinilai bahwa kondisi kopi dunia
sudah stabil, kuota ekspor akhirnya secara permanen dibekukan. Kuota ekspor
yang dibekukan membuat negara eksportir kopi bebas mengekspor kopinya.
Volume ekspor kopi Indonesia pada tahun 1990 naik menjadi sebesar 421.833 ton.
Akan tetapi karena masing-masing negara mengoptimalkan ekspornya
menyebabkan supply yang berlebihan di pasaran kopi dunia, sehingga harga kopi
menjadi turun sampai US$ 894,08 per ton. Akibatnya nilai ekspor kopi Indonesia
66
menjadi US$ 377.154.000, lebih rendah dari tahun sebelumnya yaitu sebesar US$
493.549.000.
Tabel 5.2. Pertumbuhan Ekspor Indonesia Tiap Periode Kebijakan Kuota ICO Tahun 1972-2005
Tahun Kebijakan Volume (ton)
Pertumbuhan (%)
1972-1979 Rata-rata Penghapusan Kuota ICO 145.030,25 - 1980-1989 Rata-rata Kuota Ekspor ICO 264.230,56 82,19 1990-2005 Rata-rata Penghapusan Kuota ICO 336.410,59 27,32
Sumber : Ditjen Perkebunan, 2006
Pertumbuhan ekspor kopi Indonesia tiap periode kebijakan kuota ICO
dapat dilihat pada Tabel 5.2. Berdasarkan data tersebut, volume ekspor rata-rata
tiap periode kebijakan kuota ICO menunjukkan pertumbuhan yang positif.
Volume rata-rata pada periode kebijakan kuota ekspor menunjukkan pertumbuhan
sebesar 82,19 persen, dan volume rata-rata setelah kebijakan kuota ekspor
dihapuskan menunjukkan pertumbuhan sebesar 27,32 persen. Pada periode kuota
ekspor volume rata-rata mengalami peningkatan karena pada periode tersebut
produksi kopi Indonesia mengalami peningkatan dan Indonesia mendapat
peningkatan jatah kuota dari ICO sehingga tiap tahun volume ekspornya lebih
besar daripada saat periode penghapusan kuota.
Pada tahun 1992 Indonesia berencana untuk menerapkan retensi stok.
Akan tetapi rencana ini dibatalkan karena terjadi frost di Brazil. Supply kopi dunia
menurun dan dikhawatirkan harga kopi dunia akan melonjak naik. Harga kopi
dunia akan mempengaruhi harga ekspor kopi Indonesia. Pada Tabel 5.1 dapat
dilihat, harga ekspor kopi Indonesia pada tahun 1992 adalah US$ 879,05 per ton
dan pada tahun selanjutnya yaitu tahun 1993, 1994 dan 1995 harga kopi melonjak
67
naik menjadi US$ 983,69 per ton, US$ 2.577,86 per ton dan US$ 2.634,08 per
ton.
Kebijakan yang terkait dengan mutu keamanan pangan, kesehatan dan
lingkungan mulai diterapkan pada tahun 2004 oleh beberapa negara seperti
Jepang, negara Eropa dan Amerika, yang merupakan negara tujuan utama ekspor
kopi Indonesia. Kebijakan ini merupakan kebijakan yang menghambat
(merestriksi) ekspor kopi Indonesia, akan tetapi volume ekspor kopi Indonesia
pada tahun berlaku kebijakan menunjukkan peningkatan, yaitu 344.077 ton pada
tahun 2004 dan 445.829 ton pada tahun 2005. Jika dibandingkan dengan volume
ekspor kopi Indonesia pada tahun 2003 (Tabel 5.1), peningkatan volume ekspor
kopi Indonesia cukup besar. Kebijakan ini perlu menjadi perhatian bagi pihak-
pihak terkait seperti pemerintah, asosiasi, petani dan eksportir agar dimasa
mendatang tidak menjadi penghambat ekspor kopi Indonesia.
Kebijakan pengawasan kualitas yaitu penerapan “Certificate of Quality”
dan SNI memberi aturan yang jelas mengenai kriteria kopi yang dapat diekspor.
Kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan daya saing kopi Indonesia.
Certificate of Quality mulai berlaku tahun 1983 sampai 1989, setelah itu diganti
dengan kriteria mutu kopi dari SNI dan masih berlaku sampai sekarang.
Kebijakan mengenai pelaku ekspor kopi yaitu eksportir terdaftar berlaku mulai
tahun 1969 sampai sekarang dan memberikan efek yang baik yaitu keteraturan
tataniaga ekspor kopi dan peningkatan profesionalisme.
Diantara kebijakan-kebijakan ekspor kopi yang telah dijelaskan, kebijakan
yang saat ini berlaku adalah kebijakan eksportir kopi terdaftar, SNI, dan kebijakan
68
terkait mutu keamanan pangan, kesehatan dan lingkungan. Pemerintah Indonesia
tidak melakukan banyak intervensi terhadap perdagangan komoditi kopi,
khususnya ekspor kopi.
5.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Kopi Indonesia
Pada bagian ini dijelaskan mengenai hasil-hasil pengujian dan hasil akhir
estimasi. Pengujian yang dilakukan antara lain uji stasioneritas data dan uji
ekonometrika yaitu uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi, dan uji normalitas.
Pembahasan ekonomi bertujuan untuk menganalisis hasil estimasi dengan
keadaan yang sebenarnya baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka
panjang. Alasan menganalisis persamaan dalam jangka pendek dan jangka
panjang adalah bahwa secara ekonometrika ECM menganalisis keabsahan model
baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek berdasarkan error correction
term.
5.2.1. Kestasioneran Data
Langkah awal dalam pengujian ECM yaitu melalui pengujian unit root test
dengan menggunakan uji ADF. Pengujian ini digunakan untuk melihat
kestasioneran data. Berdasarkan hasil uji ADF diketahui bahwa data yang
digunakan pada empat variabel dalam model penelitian yaitu variabel produksi
kopi, harga domestik kopi, harga ekspor kopi dan variabel nilai tukar tidak
stasioner pada level. Hal ini ditunjukkan dengan nilai t-statistik ADF yang lebih
besar dari nilai kritis pada tingkat kepercayaan 10 persen. Sedangkan data variabel
lainnya yaitu variabel konsumsi domestik kopi dan volume ekspor kopi Indonesia
69
stasioner pada level. Hal ini ditunjukkan dengan nilai statistik ADF yang lebih
kecil dari nilai kritis pada tingkat kepercayaan 10 persen (Tabel 5.3). Keadaan ini
menunjukkan bahwa model yang digunakan pada penelitian ini memenuhi syarat
untuk diestimasi dengan menggunakan metode ECM, karena minimal ada satu
variabel yang tidak stasioner pada level.
Tabel 5.3. Hasil Uji Unit Root pada Level Nilai Kritis MacKinnon Variabel Nilai ADF 1% 5% 10%
Keterangan
LNXK -3,7237 -4,3098 -3,5742 -3,2217 Stasioner LNQ -2,9090 -4,3098 -3,5742 -3,2217 Tidak Stasioner LNCK -4,8908 -4,3340 -3,5806 -3,2253 Stasioner LNHD -3,0693 -4,3098 -3,5742 -3,2217 Tidak Stasioner LNHX -2,3286 -4,3098 -3,5742 -3,2217 Tidak Stasioner LNERT -2,4480 -4,3098 -3,5742 -3,2217 Tidak Stasioner
Sumber : Lampiran 2 Keterangan : Stasioner pada tingkat kepercayaan 10 persen
Tabel 5.4. Hasil Uji Unit Root pada First Difference Nilai Kritis MacKinnon Variabel Nilai ADF 1% 5% 10%
Keterangan
LNXK -6,6808 -2,6501 -1,9534 -1,6098 Stasioner LNQ -4,0840 -2,6501 -1,9534 -1,6098 Stasioner LNCK -6,4057 -2,6534 -1,9539 -1,6096 Stasioner LNHD -4,1230 -2,6501 -1,9534 -1,6098 Stasioner LNHX -5,7570 -2,6501 -1,9534 -1,6098 Stasioner LNERT -6,3679 -2,6501 -1,9534 -1,6098 Stasioner
Sumber : Lampiran 3 Keterangan : Stasioner pada tingkat kepercayaan 10 persen
Dari hasil uji yang diperlihatkan pada Tabel 5.3, maka perlu dilanjutkan
dengan uji akar unit pada first difference. Uji ini dilakukan sebagai konsekuensi
dari tidak terpenuhinya asumsi stasioneritas pada derajat nol atau I(0). Hasil uji
first difference dapat diketahui bahwa semua variabel yang digunakan dalam
model stasioner pada derajat integrasi satu atau I(1), ditunjukkan dengan nilai
70
statistik ADF yang lebih kecil dari nilai kritis pada tingkat kepercayaan sepuluh
persen pada semua variabel, seperti pada Tabel 5.4.
5.2.2. Uji Kointegrasi
Syarat yang dibutuhkan untuk menunjukkan bahwa diantara variabel-
variabel yang diteliti berkointegrasi adalah dengan melihat perilaku residual dari
regresi persamaan yang digunakan, dimana residualnya harus stasioner. Hasil uji
stasioneritas terhadap residual regresinya dapat dilihat pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5. Hasil Uji Akar Terhadap Residual Persamaan Regresi Nilai Kritis MacKinnon Variabel Nilai ADF 1% 5% 10%
Keterangan
ECT -4.9340 -2.6471 -1.9529 -1.6100 Stasioner Sumber : Lampiran 4 Keterangan : residual stasioner pada tingkat kepercayaan 10%
Berdasarkan hasil pengujian pada Tabel 5.5 (Lampiran 4) dapat
ditunjukkan bahwa residual dari persamaan regresi stasioner pada tahap level
dalam selang kepercayaan 10 persen. Hal ini dapat dilihat dari nilai statistik ADF
yang lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon pada selang kepercayaan 10 persen.
Dengan demikian hasil uji stasioneritas data terhadap residual semakin
menguatkan bahwa diantara variabel-variabel yang digunakan terdapat
kointegrasi. Uji kointegrasi dilakukan untuk memperoleh hubungan jangka
panjang yang stabil antara variabel-variabel yang terintegrasi pada derajat yang
sama. Uji kointegrasi Engle-Granger ini digunakan untuk mengestimasi hubungan
jangka panjang antara ekspor kopi Indonesia terhadap produksi kopi (Q),
konsumsi domestik kopi (CK), harga domestik kopi (HD), harga ekspor kopi
(HX) dan nilai tukar (ERT), sehingga didapatkan persamaan ekspor kopi
Indonesia dalam jangka panjang sebagai berikut.
71
Tabel 5.6. Hasil Estimasi Kointegrasi Variabel Koefisien Prob.
Constant 6,9443 0,0411 LNQ 0,6585 0,0131 LNCK -0,1451 0,0000 LNHD -0,1767 0,0264 LNHX -0,0056 0,9310 LNERT 0,0202 0,8549
Sumber : Lampiran 5 Keterangan : Signifikan pada taraf nyata 10 persen
Berdasarkan persamaan jangka panjang pada Tabel 5.6 dapat diketahui
bahwa variabel produksi kopi, konsumsi domestik kopi dan harga domestik kopi
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel ekspor kopi Indonesia
pada taraf nyata 10 persen. Untuk variabel harga ekspor kopi dan nilai tukar tidak
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap ekspor kopi Indonesia baik pada
taraf nyata 1 persen, 5 persen maupun 10 persen.
Koefisien produksi kopi berpengaruh positif terhadap penawaran ekspor
kopi Indonesia dalam jangka panjang. Hal ini terjadi karena apabila produksi kopi
Indonesia meningkat maka jumlah kopi yang ditawarkan akan meningkat dan
dapat meningkatkan ekspor kopi Indonesia. Jika terjadi peningkatan produksi kopi
sebesar 1 persen, ceteris paribus, maka akan menyebabkan peningkatan
penawaran ekspor kopi Indonesia sebesar 0,6585 persen.
Koefisien konsumsi domestik berpengaruh negatif terhadap penawaran
ekspor kopi Indonesia dalam jangka panjang. Hal ini terjadi karena volume kopi
yang dapat diekspor akan berkurang jika konsumsi domestik meningkat. Apabila
terjadi peningkatan konsumsi domestik sebesar 1 persen, ceteris paribus, maka
72
akan menyebabkan penurunan penawaran ekspor kopi Indonesia sebesar 0,1451
persen.
Koefisien harga domestik kopi berpengaruh negatif terhadap penawaran
ekspor kopi Indonesia dalam jangka panjang. Hal tersebut dikarenakan apabila
harga domestik kopi meningkat maka para pelaku pasar akan lebih memilih
menjual kopi yang dimiliki ke pasar dalam negeri daripada diekspor, karena
keuntungan yang diperoleh akan lebih besar. Jika terjadi peningkatan harga
domestik kopi sebesar 1 persen, ceteris paribus, maka akan menyebabkan
penurunan penawaran ekspor kopi Indonesia sebesar 0,1767 persen.
Variabel harga ekspor kopi dan nilai tukar dalam jangka panjang
berpengaruh tidak signifikan terhadap penawaran ekspor kopi Indonesia pada
tingkat kepercayaan 10 persen. Hal ini terjadi karena perkembangan harga ekspor
kopi dan nilai tukar saling menunjukan pengaruh yang berbanding terbalik dari
tahun ke tahun selama tahun analisis. Berdasarkan Gambar 5.1 dan Gambar 5.2,
perkembangan harga ekspor kopi menunjukan perkembangan yang terus menurun
sedangkan perkembangan nilai tukar menunjukan perkembangan yang terus
meningkat. Pada saat terjadi devaluasi Rupiah, harga kopi Indonesia menjadi lebih
murah dibandingkan dengan harga kopi negara lain, daya saing kopi Indonesia
meningkat. Akan tetapi harga ekspor kopi Indonesia yang terbentuk mengalami
penurunan, sehingga menjadi tidak menarik bagi para eksportir kopi untuk
meningkatkan penawaran ekspor kopi. Oleh karena itu perubahan harga ekspor
kopi dan nilai tukar berpengaruh tidak signifikan terhadap penawaran ekspor kopi
Indonesia.
73
Perkembangan Harga Ekspor Riil
0.005.00
10.0015.00
20.0025.00
30.0035.00
1976
1979
1982
1985
1988
1991
1994
1997
2000
2003
Tahun
Harga Ekspor Riil
Gambar 5.1. Perkembangan Harga Ekspor Riil Kopi Indonesia Tahun 1976-2005 Sumber : Lampiran 1
Perkembangan Nilai Tukar Riil
0.00
1000.00
2000.00
3000.00
4000.00
5000.00
1976
1979
1982
1985
1988
1991
1994
1997
2000
2003
Tahun
Nilai Tukar Riil
Gambar 5.2. Perkembangan Nilai Tukar Riil Indonesia Tahun 1976-2005 Sumber : Lampiran 1
5.2.3. Error Correction Model (ECM)
ECM digunakan untuk melihat perilaku jangka pendek dari persamaan
regresi dengan mengestimasi dinamika error correction term (ECT). Estimasi
ECM untuk permintaan ekspor kopi Indonesia dilakukan dengan merestriksi
variabel-variabel yang berpengaruh terhadap permintaan ekspor kopi Indonesia.
Sebelumnya dilakukan uji diagnostik model terlebih dahulu.
74
5.2.3.1. Uji Diagnostik Model
Uji kebaikan model ECM bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
masalah-masalah asumsi klasik, seperti heteroskedastisitas, autokorelasi, dan
normalitas. Uji ekonometrika menunjukkan bahwa persamaan tersebut tidak
mengindikasikan adanya masalah heteroskedastisitas dan autokorelasi, karena
nilai probability Obs*R-squared lebih besar dari taraf nyata yang digunakan (α =
10). Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.7 dimana nilai probability Obs*R-
squared untuk pengujian heteroskedastisitas adalah sebesar 0,9545 dan 0,5134
(ARCH LM test dan White Heteroskedasticity test), dan untuk pengujian
autokorelasi nilainya sebesar 0,3870.
Tabel 5.7. Uji Heteroskedastisitas dan Uji Autokorelasi ARCH LM Test : F-statistic 0,0030 Probability 0,9566 Obs*R-squared 0,0033 Probability 0,9545
White Heteroskedasticity Test : F-statistic 0,7893 Probability 0,6814 Obs*R-squared 17,1416 Probability 0,5134
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 0,5879 Probability 0,5671 Obs*R-squared 1,8985 Probability 0,3870
Sumber : Lampiran 8 dan Lampiran 9
Uji normalitas dilakukan untuk memeriksa apakah error term mendekati
distribusi normal. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa error term
terdistribusi secara normal. Hal ini dapat dilihat dengan nilai probabilitas Jarque-
Bera sebesar 0,7804 yang lebih besar dari 10 persen (Gambar 5.2).
75
0
1
2
3
4
5
6
7
-0.1 0.0 0.1
Series: ResidualsSample 1978 2005Observations 28
Mean -0.002233Median 0.013058Maximum 0.170299Minimum -0.164240Std. Dev. 0.085973Skewness -0.170941Kurtosis 2.444964
Jarque-Bera 0.495773Probability 0.780448
Berdasarkan uji diagnostik di atas dapat disimpulkan bahwa model ECM
ini terbebas dari masalah heteroskedastisitas, autokorelasi dan menunjukkan
bahwa error term terdistribusi secara normal. Model tersebut dapat dinyatakan
terbebas dari masalah asumsi klasik dan estimasi model dapat dinyatakan valid.
5.2.3.2. Estimasi Model
Tabel 5.8. Hasil Estimasi Error Correction Model (ECM) Penawaran Ekspor Kopi Indonesia Terhadap Variabel yang Signifikan
Variabel Koefisien Prob. DLNQ 0,7929 0,0313 DLNCK -0,1402 0,0000 DLNHD -0,1871 0,2689 DLNHD(-1) 0,3133 0,0432 DLNHX -0,0512 0,4803 DLNHX(-1) -0,1288 0,0346 DLNERT 0,0801 0,5175 D1 -0,1325 0,0958 D2 0,0239 0,4838 ECT(-1) -0,7536 0,0034
Sumber : Lampiran 7 Keterangan : Signifikan pada taraf nyata 10 persen
Hasil ECM yang terbaik dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.8
(Lampiran 7). Berdasarkan persamaan jangka pendek tersebut dapat diketahui
Gambar 5.3. Hasil Uji Normalitas Error Correction Model untuk Penawaran Ekspor Kopi Indonesia
Sumber : Lampiran 10
76
bahwa variabel produksi kopi, konsumsi domestik kopi, harga domestik kopi 1
tahun sebelumnya, harga ekspor kopi 1 tahun sebelumnya dan dummy krisis
ekonomi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel ekspor kopi
Indonesia pada taraf nyata 10 persen. Produksi kopi mempengaruhi penawaran
ekspor kopi Indonesia secara negatif dalam jangka pendek. Hal ini dikarenakan
apabila terjadi perubahan produksi kopi baik meningkat maupun menurun akan
mempengaruhi jumlah kopi yang dapat ditawarkan untuk ekspor. Apabila
produksi kopi meningkat sebesar 1 persen, ceteris paribus, maka akan
menyebabkan peningkatan penawaran ekspor kopi sebesar 0,7929 persen.
Konsumsi domestik mempengaruhi penawaran ekspor kopi Indonesia
secara negatif dalam jangka pendek. Hal ini terjadi karena apabila terjadi
peningkatan konsumsi domestik kopi maka volume kopi yang dapat diekspor akan
menurun. Jika konsumsi domestik meningkat sebesar 1 persen, ceteris paribus,
maka akan menyebabkan penurunan penawaran ekspor kopi sebesar 0,1402
persen.
Harga domestik kopi 1 tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap
penawaran ekspor kopi Indonesia. Hal tersebut dikarenakan apabila terjadi
perubahan harga domestik seperti peningkatan harga maka para pelaku pasar
memiliki harapan kondisi perdagangan kopi di dalam negeri dan luar negeri
sedang baik, sehingga selain meningkatkan penawaran kopi di pasar dalam negeri
para pelaku pasar juga meningkatkan penawaran ekspor kopi. Jika terjadi
peningkatan harga domestik kopi 1 tahun sebelumnya sebesar 1 persen, ceteris
77
paribus, maka akan meningkatkan penawaran ekspor kopi Indonesia sebesar
0,3133 persen.
Harga ekspor kopi 1 tahun sebelumnya memberikan pengaruh negatif
terhadap penawaran ekspor kopi Indonesia dalam jangka pendek. Hal tersebut
dikarenakan apabila terjadi perubahan harga domestik 1 tahun sebelumnya maka
akan mempengaruhi daya saing kopi Indonesia. Misalkan terjadi peningkatan
harga ekspor kopi pada 1 tahun sebelumnya, maka daya saing kopi Indonesia akan
menurun dibandingkan kopi dari negara lain. Daya saing yang menurun
menyebabkan perdagangan kopi Indonesia di pasar internasional menjadi
menurun, dan menyebabkan para eksportir menurunkan ekspor kopi yang
ditawarkan. Jika harga ekspor kopi 1 tahun sebelumnya naik sebesar 1 persen,
ceteris paribus, maka akan menurunkan penawaran ekspor kopi indonesia sebesar
0,1288 persen.
Variabel harga domestik kopi, harga ekspor kopi dan nilai tukar
berpengaruh tidak signifikan terhadap penawaran ekspor kopi Indonesia pada
jangka pendek. Harga domestik kopi berpengaruh tidak signifikan karena
pengaruh variabel ini masih belum mencapai keseimbangan dalam jangka pendek.
Selain itu, perubahan harga domestik dalam jangka pendek belum dapat
memberikan respon terhadap penawaran ekspor kopi karena masih ada
pertimbangan dari para pelaku pasar apabila ingin merubah perilaku terhadap
penawaran ekspor apabila terjadi perubahan harga.
Harga ekspor kopi dan nilai tukar berpengaruh tidak signifikan karena
perilaku antara kedua variabel menuju keseimbangan. Pada jangka panjang
78
dimana semua variabel mencapai keseimbangan, variabel harga ekspor kopi dan
nilai tukar juga berpengaruh tidak signifikan terhadap penawaran ekspor kopi
Indonesia. Hal ini terjadi karena perkembangan harga ekspor kopi dan nilai tukar
saling menunjukan pengaruh yang berbanding terbalik dari tahun ke tahun selama
tahun analisis. Berdasarkan penjelasan di atas, menunjukan kedua variabel
memiliki perilaku yang sama pada jangka panjang dan jangka pendek.
Dummy krisis ekonomi berpengaruh signifikan terhadap penawaran ekspor
kopi Indonesia, dan pengaruhnya negatif. Pada saat terjadi krisis ekonomi,
penawaran ekspor kopi Indonesia mengalami penurunan sebesar 0,1325 persen.
Hal tersebut dikarenakan terjadi shock nilai tukar sehingga menurunkan hampir
semua ekspor komoditas Indonesia.
Dummy kebijakan penghapusan kuota ekspor kopi internasional
berpengaruh tidak signifikan terhadap penawaran ekspor kopi Indonesia.
Kebijakan penghapusan kuota tersebut berpengaruh tidak signifikan karena pada
saat kuota berlaku rata-rata volume ekspor kopi Indonesia lebih besar
dibandingkan saat kuota dihapus pada periode sebelumnya. Pada saat kuota
dihapus kembali rata-rata volume ekspor juga lebih besar dibandingkan periode
sebelumnya saat kuota berlaku (Tabel 5.2), sehingga pengaruh kebijakan
penghapusan kuota ekspor menjadi tidak signifikan.
Nilai koefisien error correction term (ECT) sebesar -0,7536 menunjukkan
bahwa disekuilibrium periode sebelumnya terkoreksi pada periode sekarang
sebesar 0,7536 persen. Error correction term menunjukkan seberapa cepat
ekuilibrium tercapai kembali ke keseimbangan jangka panjang.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Kebijakan ekspor kopi dalam negeri yang ada dan pernah ada yaitu kebijakan
eksportir kopi terdaftar, kebijakan pengawasan kualitas seperti Certificate of
Quality dan SNI, dan kebijakan pelaksanaan ekspor. Kebijakan ekspor kopi
luar negeri yang ada dan pernah ada yaitu kebijakan kuota ekspor kopi dari
ICO, kebijakan retensi stok dari ACPC, dan kebijakan mengenai keamanan
pangan, kesehatan dan lingkungan. Perkembangan ekspor kopi Indonesia pada
tahun berlaku kebijakan menunjukkan fluktuasi baik dalam volume, nilai,
maupun harga ekspor kopi Indonesia.
2. Penawaran ekspor kopi Indonesia dalam jangka panjang secara signifikan
dipengaruhi oleh produksi kopi dan pengaruhnya positif. Sedangkan konsumsi
domestik kopi dan harga domestik kopi mempengaruhi penawaran ekspor kopi
Indonesia secara signifikan dan pengaruhnya negatif. Harga ekspor kopi dan
nilai tukar berpengaruh tidak signifikan terhadap penawaran ekspor kopi
Indonesia dalam jangka panjang. Penawaran ekspor kopi Indonesia dalam
jangka pendek secara signifikan dipengaruhi oleh produksi kopi dan harga
domestik kopi 1 tahun sebelumnya dan pengaruhnya positif. Sedangkan
konsumsi domestik kopi, harga ekspor kopi 1 tahun sebelumnya dan dummy
krisis ekonomi mempengaruhi penawaran ekspor kopi Indonesia secara
80
signifikan dan pengaruhnya negatif. Dummy kebijakan penghapusan kuota
ekspor berpengaruh tidak signifikan.
6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat diberikan rekomendasi berupa saran
dalam upaya untuk meningkatkan ekspor kopi Indonesia.
1. Negara-negara importir utama kopi Indonesia saat ini sudah sangat ketat
dalam memberlakukan kebijakan yang menyangkut keamanan pangan,
kesehatan dan lingkungan, oleh karena itu pemerintah melalui asosiasi yaitu
AEKI dapat memberikan penyuluhan rutin kepada para petani di wilayah-
wilayah yang berbeda untuk mengurangi penggunaan pestisida dan bahan
kimia dalam penanaman kopi. Selain itu akan lebih baik apabila pemerintah
dapat membuat suatu kebijakan baru yaitu mengenai kriteria mutu kopi
dengan ambang batas tertentu terkait dengan pestisida dan bahan-bahan kimia,
dan dapat dimasukkan dalam revisi SNI.
2. Produksi kopi merupakan salah satu variabel yang paling besar pengaruhnya
terhadap penawaran ekspor kopi Indonesia, akan tetapi produktivitas kopi
Indonesia masih belum optimal. Oleh karena itu pemerintah dan pihak terkait
yaitu AEKI dapat melakukan pengelolaan ulang tanah seperti pemupukan dan
melakukan regenerasi tanaman kopi agar produksi kopi dapat meningkat.
3. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti faktor-faktor yang
mempengaruhi harga ekspor kopi Indonesia, karena fluktuasi harga ekspor
kopi sangat mempengaruhi nilai ekspor yang diperoleh Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
AEKI (Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia). 2006. Statistik Kopi 2003-2005. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2006. Indeks Harga Konsumen 2005. Badan Pusat Statistik,
Jakarta. ___________________ Beberapa Edisi. Indeks Harga Konsumen 2000-2004.
Badan Pusat Statistik, Jakarta. ___________________ Beberapa Edisi. Indeks Harga Konsumen 1983-1999.
Badan Pusat Statistik, Jakarta. ___________________ Beberapa Edisi. Indeks Harga Konsumen 1976-1983.
Badan Pusat Statistik, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2006. Indeks Harga Perdagangan Besar 2005. Badan Pusat
Statistik, Jakarta. _________________ Beberapa Edisi. Indeks Harga Perdagangan Besar 2000-
2004. Badan Pusat Statistik, Jakarta. _________________ Beberapa Edisi. Indeks Harga Perdagangan Besar 1983-
1999. Badan Pusat Statistik, Jakarta. _________________ Beberapa Edisi. Indeks Harga Perdagangan Besar 1976-
1983. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Badan Pusat Statistik. Beberapa Edisi. Statistik Ekspor Indonesia 2002-2005.
Badan Pusat Statistik, Jakarta. Departemen Perdagangan. 2006. Indonesian Foreign Trade In Brief. Ditjen
Perdagangan Luar Negeri, Jakarta. Ditjenbun (Direktorat Jenderal Perkebunan). 2006. Statistik Perkebunan Kopi
Indonesia. Ditjenbun, Jakarta. Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Zain dan Sumarno [penerjemah].
Erlangga, Jakarta. Junaidi, M. 2005. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penawaran
Ekspor Teh Indonesia [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
82
Lindert, P.H. dan C. P. Kindleberger. 1995. Ekonomi Internasional. Erlangga, Jakarta.
Lipsey R. G, P. N. Courant, D. D. Purvis dan P. O. Steiner. 1995. Pengantar
Makroekonomi. Binarupa Aksara, Jakarta. Lipsey R. G, P. N. Courant, D. D. Purvis dan P. O. Steiner. 1995. Pengantar
Mikroekonomi. Binarupa Aksara, Jakarta. Lubis, S. N. 2002. Dampak Liberalisasi Perdagangan Terhadap Keragaan
Industri Kopi Indonesia Dan Perdagangan Kopi Dunia [disertasi]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Mahisya, F. E. 2004. Analisis Permintaan Ekspor CPO Indonesia : Suatu
Pendekatan Error Correction Model [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Muda, A. K. 2003. Kamus Lengkap Ekonomi. Gita Media Press, Jakarta. Nopirin. 1999. Ekonomi Internasional. BPFE, Yogyakarta. Putong, I. 2003. Pengantar Ekonomi Mikro Dan Makro. Ghalia, Jakarta. Salvatore. 1997. Ekonomi Internasional. Erlangga, Jakarta.
Sambudi, S. 2005. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi dan Ekspor Kopi Arabika Indonesia. [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sunarni, Y. D. 2002. Analisis Industri Dan Strategi Peningkatan Daya Saing
Industri Kopi Indonesia [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Suryono, D. 1991. Analisis Perdagangan Kopi Indonesia Di Pasaran Dalam
Negeri Dan Internasional [tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Thomas, R. L. 1996. Modern Econometrics. Addison-Wesley, England.
Turnip, C. E. 2002. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor dan Aliran Perdagangan Kopi Indonesia [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.