analisis faktor faktor yang mempengaruhi … · x analisis faktor. faktor yang mempengaruhi...
TRANSCRIPT
x
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PRODUKSI CRUDE PALM OIL (CPO) UNIT ADOLINA
PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV
SUMATERA UTARA
SKRIPSI
DAVID KASYOGI PURBA
H34096013
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2013
xi
RINGKASAN
DAVID KASYOGI PURBA. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Produksi Crude Palm Oil (CPO) Unit Adolina PT. Perkebunan Nusantara IV
Sumatera Utara. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan NETTI
TINAPRILLA).
Perkebunan merupakan salah satu sub sektor strategis yang secara
ekonomis, ekologis dan sosial budaya memainkan peranan penting dalam
pembangunan nasional. Ditinjau dari aspek produksi, hasil produksi perkebunan
merupakan bahan baku industri baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun
ekspor. Ditinjau dari bentuk pengusahaannya, usaha perkebunan meliputi
perkebunan besar negara (PBN), perkebunan besar swasta (PBS), dan perkebunan
rakyat (PR). Salah satu komoditas perkebunan di Indonesia adalah kelapa sawit.
Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati.
Perkebunan kelapa sawit menghasilkan buah kelapa sawit/tandan buah segar
(TBS) yang kemudian diolah menjadi minyak sawit atau Crude Palm Oil (CPO)
dan minyak inti sawit atau Palm Kernel Oil (PKO).
Semakin meningkatnya peranan CPO, memacu para produsen untuk
meningkatkan produksinya. Peningkatan produksi tidak dapat dilakukan dengan
mudah karena banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tersebut.
Unit Adolina yang di bawahi oleh PT Perkebunan Nusantara IV merupakan salah
satu perkebunan kelapa sawit milik negara. Unit Adolina terletak di Sumatera
Utara yang merupakan salah satu wilayah sentra produksi minyak kelapa sawit di
Indonesia. Konsentrasi bisnis Unit Adolina adalah memproduksi CPO. Faktor-
faktor produksi yang diduga dapat mempengaruhi terhadap tingkat produksi CPO,
antara lain jumlah TBS, tenaga kerja, jam mesin, penggunaan air, penggunaan uap
serta suplai listrik. Oleh karena itu, analisis faktor-faktor produksi CPO perlu
dilakukan.
Tujuan penelitian ini adalah : (1) mengidentifikasi faktor-faktor produksi
yang berpengaruh terhadap produksi CPO di pabrik kelapa sawit Adolina, dan (2)
menganalisa elastisitas faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses
produksi CPO di pabrik kelapa sawit Adolina. Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data produksi bulanan selama empat tahun mulai dari tahun
2008 hingga 2011 yang berasal dari perusahaan. Analisis dilakukan dengan
membangun model, yaitu model produksi CPO. Dalam menganalisis data
digunakan model regresi berupa fungsi produksi Cobb-Douglas yang terlebih
dahulu diuji dengan asumsi OLS (Ordinary Least Square) yang dianalisis
menggunakan program Minitab 14, microsoft excel dan eviews 5.1. Namun
karena hasil regresi menunjukkan adanya pelanggaran asumsi klasik, yaitu
multikolinearitas maka digunakan Principal Component Analysis untuk
menghilangkan multikolineaitas tersebut.
Berdasarkan analisis fungsi produksi, faktor produksi jumlah TBS (X1),
tenaga kerja (X2), jam mesin (X3), penggunaan air (X4), penggunaan uap (X5)
serta suplai listrik (X6) secara bersama-sama mempengaruhi produksi CPO. Nilai
koefisien determinasi untuk pendugaan didapat sebesar 98,0 persen, yang berarti
bahwa 98,0 persen variasi produksi CPO dapat diterangkan oleh variabel-variabel
xii
bebas yang diduga, sedangkan sisanya sebesar 2,0 persen dijelaskan oleh variabel-
variabel lain yang tidak terdapat dalam model. Pengaruh variabel bebas secara
parsial dilakukan dengan uji-t. Hasil uji t menunjukkan faktor produksi jumlah
TBS (X1), tenaga kerja (X2), jam mesin (X3), penggunaan air (X4), penggunaan
uap (X5) serta suplai listrik (X6) berpengaruh nyata terhadap produksi CPO pada
selang kepercayaan 95 persen.
Koefisien regresi pada fungsi produksi Cobb-Douglas juga menunjukkan
elastisitas dari masing-masing variabel. Nilai koefisien regresi pada masing-
masing faktor produksi adalah positif lebih kecil dari satu. Nilai koefisien regresi
yang positif dan kurang dari satu menunjukkan penggunaan faktor-faktor
produksi tersebut berada pada daerah yang rasional yaitu semua faktor produksi
tersebut masih dapat ditingkatkan.
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka sebaiknya PT Perkebunan
Nusantara IV Unit Adolina memperhatikan faktor-faktor produksi yang
berpengaruh nyata terhadap produksi CPO. Rekomendasi faktor produksi atau
input yang perlu dipertimbangkan adalah jumlah TBS, tenaga kerja, jam mesin,
penggunaan air, uap dan suplai listrik.
xiii
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PRODUKSI CRUDE PALM OIL (CPO) UNIT ADOLINA
PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV
SUMATERA UTARA
DAVID KASYOGI PURBA
H34096013
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2013
xiv
Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Crude
Palm Oil (CPO) Unit Adolina PT. Perkebunan Nusantara IV
Sumatera Utara
Nama : David Kasyogi Purba
NIM : H34096013
Disetujui,
Pembimbing
Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM
NIP. 19690410 199512 2 001
Diketahui,
Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus:
xv
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi Produksi Crude Palm Oil (CPO) Unit Adolina PT.
Perkebunan Nusantara IV Sumatera Utara” adalah karya sendiri dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2013
David Kasyogi Purba
H34096013
xvi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 20 September 1987 di Pematang Siantar,
Sumatera Utara. Penulis adalah anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan
(Alm) Bapak Jonathan Purba dan Ibu Ryana br. Gultom.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1999 di SD Simbolon
Panei, Kabupaten Simalungun dan pendidikan lanjutan tingkat pertama
diselesaikan pada tahun 2002 di SLTPN 7 Pematang Siantar. Pendidikan lanjutan
tingkat atas diselesaikan pada tahun 2005 di SMKN 1 Pematang Raya.
Penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Keahlian Teknologi dan
Manajemen Ternak, Program Diploma, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2005. Penulis diterima pada
program sarjana penyelenggaraan khusus, Departemen Agribisnis, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009.
xvii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Crude Palm Oil (CPO) Unit Adolina
PT. Perkebunan Nusantara IV Sumatera Utara.
Penelitian ini bertujuan mempelajari faktor-faktor produksi pada
pengolahan kelapa sawit menjadi CPO. Namun demikian, penulis menyadari
masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi.
Semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan referensi
tentang topik terkait.
Bogor, Januari 2013
David Kasyogi Purba
xviii
UCAPAN TERIMAKASIH
Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai
bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan
penghargaan kepada:
1. Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen pembimbing atas bimbingan,
arahan, waktu, kesabaran, dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis
selama penyusunan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Harianto, MS dan Dra. Yusalina, MSi selaku dosen penguji pada ujian
sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan
saran demi perbaikan skripsi ini.
3. Ir. Burhanudin, MM selaku dosen evaluator pada kolokium yang telah
meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan
skripsi ini.
4. Pihak Unit Adolina atas waktu, kesempatan, informasi, dan kerja sama yang
diberikan.
5. Orang tua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan cinta, kasih, dan doa
yang diberikan. Semoga skripsi ini menjadi persembahan yang terbaik.
6. Teman-teman seperjuangan (Batakers dan komunitas lowyo wa’yang) dan
teman-teman Agribisnis angkatan 7 atas doa, semangat dan masukannya
hingga penulisan skripsi ini, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan
satu per satu, terima kasih atas bantuannya.
Bogor, Januari 2013
David Kasyogi Purba
xix
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... xiv
I. PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah .............................................................. 9
1.3. Tujuan Penelitian .................................................................. 11
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................ 12
1.5. Ruang Lingkup Penelitian .................................................... 12
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 13
2.1. Gambaran Umum CPO (Crude Palm Oil) di Indonesia ......... 13
2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi ...................... 17
2.3. Perbandingan Metode Analisis yang Digunakan .................. 19
III. KERANGKA PEMIKIRAN ..................................................... 22
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................ 22
3.1.1. Konsep dan Fungsi Produksi ...................................... 22
3.1.2. Konsep Skala Usaha (Return to Scale) ....................... 26
3.1.2. Model Fungsi Produksi .............................................. 26
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ......................................... 29
IV. METODE PENELITIAN ......................................................... 31
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................ 31
4.2. Sumber dan Jenis Data ......................................................... 31
4.3. Metode Analisis Data ........................................................... 31
4.3.1. Analisis Fungsi Produksi ............................................ 31
4.3.2. Pengujian Hipotesis .................................................... 33
4.3.3. Pengukuran Variabel .................................................. 38
V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN .................................. 40
5.1. Profil Perusahaan .................................................................. 40
5.1.1. Sejarah Perusahaan ..................................................... 40
5.1.2. Lokasi Perusahaan ...................................................... 41
5.2. Organisasi dan Manajemen Perusahaan ............................... 42
5.2.1. Struktur Organisasi Perusahaan .................................. 42
5.2.2. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab ........................... 42
5.2.3. Sistem Pengupahan ..................................................... 46
5.3. Perkembangan Produksi Pabrik ............................................ 47
5.3.1. Bahan Baku (Jumlah TBS) ......................................... 47
5.3.2. Ketenagakerjaan ......................................................... 47
5.3.3. Jam Olah Mesin .......................................................... 49
5.3.4. Suplai Listrik .............................................................. 50
5.3.5. Bahan Pembantu ......................................................... 50
xx
5.4. Proses Produksi .................................................................... 51
5.4.1. Proses Produksi CPO (Crude Palm Oil) ..................... 51
5.4.2. Proses Produksi PKO (Palm Kernel Oil) ..................... 53
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 56
6.1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi CPO. 56
6.1.1. Uji Ekonometrika ....................................................... 57
6.1.2. Uji Statistik ................................................................. 59
6.2. Analisis Elastisitas Faktor Produksi CPO ............................ 60
6.3. Analisis Skala Usaha ............................................................ 63
VII. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 64
7.1. Kesimpulan ........................................................................... 64
7.2. Saran-saran ........................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 65
LAMPIRAN ......................................................................................... 67
xxi
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Perkembangan PDB Sub Sektor Perkebunan Atas Harga
Berlaku Tahun 2005-2009 ........................................................ 2
2. Konsumsi Minyak Sawit Indonesia Tahun 2000-2007 (ton) .... 4
3. Volume dan Nilai Ekspor CPO Indonesia Tahun 2007-2010 ... 5
4. Perkembangan Luas Areal Kelapa Sawit Indonesia Menurut
Pengusahaannya Tahun 2005-2010 (dalam ha) ........................ 5
5. Perkembangan Produksi Minyak Kelapa Sawit Indonesia
Menurut Pengusahaannya Tahun 2005-2010 (dalam ton) ........ 6
6. Perkembangan Produktivitas Minyak Kelapa Sawit Indonesia
Menurut Pengusahaannya Tahun 2003-2009 ............................ 7
7. Provinsi Sentra Produksi Minyak Sawit Indonesia
Tahun 2008-2009 ...................................................................... 7
8. Luas Areal, Pencapaian Produksi dan Produkstifitas CPO yang
Dihasilkan Unit Usaha Adolina Tahun 2006-2010 ................... 9
9. Jumlah TBS yang Diolah dan Produksi CPO yang Dihasilkan
Pabrik Kelapa Sawit Adolina Tahun 2008-2011 (dalam kg) ..... 10
10. Jumlah TBS yang Diolah Pabrik Kelapa Sawit Adolina
Tahun 2008-2011 (dalam kg) ..................................................... 47
11. Jam Kerja Karyawan Kantor Unit Adolina tahun 2011 .......... 48
12. Jam Kerja Karyawan Pabrik Kelapa Sawit Adolina
Tahun 2011 ............................................................................. 48
13. Pembagian Kerja pada Pabrik Kelapa Sawit Adolina
Tahun 2011 ............................................................................. 49
14. Alokasi Jam Olah dan Penggunaan Listrik pada Proses
Produksi CPO Pabrik Kelapa Sawit Adolina Tahun 2008-
2011 ............................................................................................ 49
15. Alokasi Penggunaan Air dan Penggunaan Uap pada Proses
Produksi CPO Pabrik Kelapa Sawit Adolina Tahun 2008-
2011 ......................................................................................... 51
16. Hasil Pendugaan Model Fungsi Produksi CPO dengan Enam
Faktor Produksi ....................................................................... 55
xxii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Daerah Produksi dan Elastisitas Produksi .................................. 25
2. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Produksi Crude Palm Oil (CPO) ....................... 30
xxiii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Pabrik Kelapa Sawit di Indonesia Tahun 2009 ........................... 68
2. Struktur Organisasi PTPN IV Unit Adolina Tahun 2010 ........... 69
3. Nilai Ln (logaritma natural) Variabel Dependent dan
Independent ................................................................................. 70
4. Hasil Regresi Variabel Dependent dengan Variabel
Independent ................................................................................ 72
5. Uji Normalitas ............................................................................. 73
6. Uji Heteroskedastisitas ............................................................... 73
7. Plot Residual Autokorelasi ......................................................... 74
8. Korelasi Pearson ......................................................................... 74
9. Tahapan Principal Component Analisys ..................................... 75
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkebunan merupakan salah satu sub sektor strategis yang secara
ekonomis, ekologis dan sosial budaya memainkan peranan penting dalam
pembangunan nasional. Adapun karakteristik perkebunan dapat ditinjau dari
berbagai aspek antara lain dari jenis komoditas, hasil produksi, dan bentuk
pengusahaannya1. Ditinjau dari aspek komoditas, perkebunan terdiri atas 127 jenis
tanaman, berupa tanaman tahunan dan tanaman semusim dengan areal sebaran
mulai dataran rendah sampai dataran tinggi. Ditinjau dari aspek produksi, hasil
produksi perkebunan merupakan bahan baku industri, baik untuk kebutuhan
dalam negeri maupun ekspor. Apabila ditinjau dari bentuk pengusahaannya, usaha
perkebunan meliputi perkebunan besar negara (PBN), perkebunan besar swasta
(PBS), dan perkebunan rakyat (PR).
Perkebunan mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi
yang ditunjukkan oleh nilai Produk Domestik Bruto (PDB) yang dihasilkannya.
Besarnya kontribusi perkebunan terhadap PDB dapat dilihat pada Tabel 1. Pada
Tabel 1 memperlihatkan perkembangan PDB perkebunan selama periode tahun
2005-2009. Berdasarkan atas dasar harga berlaku, nilai PDB perkebunan secara
kumulatif mengalami peningkatan, yaitu dari 56,43 trilyun rupiah pada tahun
2005 menjadi 130,50 trilyun rupiah pada tahun 2009. Rata-rata pangsa PDB
perkebunan terhadap PDB Pertanian adalah 19,83 persen atau 2,11 persen
terhadap PDB nasional. Laju pertumbuhan PDB perkebunan sebesar 23,52 persen
per tahun. Angka laju pertumbuhan ini lebih besar dari laju pertumbuhan PDB
pertanian yang sebesar 23,30 persen per tahun maupun terhadap laju pertumbuhan
PDB nasional yang sebesar 17,94 persen per tahun.
Besarnya kontribusi perkebunan terhadap PDB Nasional yang terus
meningkat serta laju pertumbuhan yang tinggi mengindikasikan bahwa sub sektor
perkebunan yang prospektif dan berperan penting di masa yang akan datang.
Prospek yang cerah ini tentunya harus disikapi dengan baik agar dapat bersaing
menjadi sub sektor yang dapat diunggulkan dan menjadi andalan perekonomian.
1 http://www.deptan.go.id Rencana Strategis Pembangunan Perkebunan 2010-2014. [20
November 2011]
2
Tabel 1. Perkembangan PDB Sub Sektor Perkebunan Atas Harga Berlaku Tahun
2005-2009
Sektor/
Sub Sektor
Nilai PDB (Rp. Triliun) Pert.
(%/thn) 2005 2006 2007 2008 20091)
Perkebunan 56,43 63,40 81,60 106,19 130,50 23,52
Pertanian2)
281,96 328,83 408,03 536,87 649,25 23,30
Nasional 2.774,28 3.339,22 3.949,32 4.954,03 5.334,49 17,94
Nasional tanpa migas 2.458,23 2.967,04 3.532,81 4.426,39 3.665,28 19,18
PDB Perkeb. terhadap
PDB pertanian(%) 20,01 19,28 20,00 19,78 20,10
PDB Perkeb. terhadap
PDB Nasional (%) 2,03 1,90 2,07 2,14 2,45
Keterangan: 1)
Data proyeksi
2)
Di luar kehutanan dan perikanan
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2010)
Salah satu komoditas perkebunan di Indonesia adalah kelapa sawit. Kelapa
sawit merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati. Perkebunan kelapa
sawit menghasilkan buah kelapa sawit/ tandan buah segar (TBS) yang kemudian
diolah menjadi minyak sawit atau Crude Palm Oil (CPO) dan minyak inti sawit
atau Palm Kernel Oil (PKO). Menurut Tim Advokasi Minyak Sawit Indonesia-
Dewan Minyak Sawit Indonesia (2010)2, tanaman kelapa sawit memiliki
keunggulan jika dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak nabati lainnya.
Produktivitas minyak kelapa sawit lebih tinggi dibandingkan tanaman penghasil
minyak lainnya seperti kedelai, bunga matahari dan rapak/lobak (rapeseed).
Produktivitas minyak sawit 3,74 ton/ha/tahun dengan pengelolaan manajemen
budidaya terbaik memiliki potensi sekitar 6 ton/ha/tahun. Minyak kedelai hanya
0,38 ton/ha/tahun, minyak bunga matahari 0,48 ton/ha/tahun dan minyak rapak
sebesar 0,67 ton/ha/tahun.
Data dari Oil World dalam Infosawit3 menyatakan bahwa pada tahun
2009, produksi minyak sawit dunia mencapai 43 juta ton dengan luas lahan 12,8
juta ha. Sementara total produksi minyak kedelai sebesar 35,6 juta ton dengan luas
lahan 102,7 juta ha. Produksi minyak rapak hanya 20,4 juta ton dengan luas lahan
31,07 juta ha dan minyak bunga matahari sebesar 11,8 juta ton dengan luas lahan
23,4 juta ha. Efisiensi penggunaan lahan pada kelapa sawit memberi nilai tambah
dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya.
2 http://infosawit.com Fakta Kelapa Sawit Indonesia 2010 Edisi Perdana [21 November 2011]
3 Loc.cit
3
Peran penting kelapa sawit memiliki berbagai macam kegunaan. Hasil
dari road map industri pengolahan CPO4 menjelaskan bahwa minyak kelapa sawit
(CPO) dan minyak inti sawit (PKO) dapat diproduksi menjadi berbagai jenis
produk antara sawit yang digunakan sebagai bahan baku bagi industri hilirnya
baik untuk kategori pangan maupun non pangan. Kelompok industri antara sawit
yang termasuk di dalamnya yaitu industri olein, stearin, oleokimia dasar (fatty
acid, fatty alcohol, fatty amines, methyl esther, glycerol). Hasil dari produk antara
sawit dapat diproduksi berbagai jenis produk yang sebagian besar adalah produk
yang memiliki pangsa pasar potensial, baik untuk pangsa pasar dalam negeri
maupun pangsa pasar ekspor. Produk kelompok industri antara kemudian
dijadikan bahan baku oleh industri hilir sawit yang memberi nilai tambah produk
yang tinggi.
Jenis industri hilir kelapa sawit spektrumnya sangat luas, hingga lebih dari
100 produk hilir yang telah dapat dihasilkan pada skala industri, namun baru
sekitar 23 jenis produk hilir (pangan dan non pangan) yang sudah diproduksi
secara komersial di Indonesia5. Beberapa produk hilir turunan CPO dan PKO
yang telah diproduksi diantaranya untuk kategori pangan yaitu minyak goreng,
minyak salad, shortening, margarin, lemak khusus/ Cocoa Butter Substitute
(CBS), vanaspati, vegetable ghee, food emulsifier, fat powder, dan es krim.
Produk kategori non pangan diantaranya surfaktan, biodiesel, dan oleokimia
turunan lainnya.
Menurut data dari Direktorat Jenderal Perkebunan6, selain hasil utama
berupa minyak sawit, produk samping/limbah perkebunan kelapa sawit juga dapat
dimanfaatkan antara lain tandan kosong sawit untuk pulp dan kertas, kompos,
karbon, rayon; cangkang untuk bahan bakar dan karbon; serat untuk medium
density atau fibre board dan bahan bakar; pelepah dan batang sawit untuk
furniture, pulp & kertas, pakan ternak; bungkil inti sawit untuk pakan ternak;
sludge untuk pakan ternak. Khusus untuk biodiesel sebagai energi alternatif
terbarukan, permintaan akan produk ini pada beberapa tahun mendatang akan
semakin meningkat. Selain untuk kebutuhan diversifikasi sumber energi di dalam
4 http://www.depperin.go.id. Road Map Industri Pengolahan CPO 2009 [21 November 2011]
5 Loc.cit
6 http://www.deptan.go.id Pedoman Umum Revitalisasi Perkebunan 2007 [21 november 2011]
4
negeri, permintaan bio energy di pasar internasional diperkirakan akan terus
meningkat terutama dengan diterapkannya kebijaksanaan ramah lingkungan di
beberapa negara Eropa dan Jepang dengan menggunakan renewable energy.
Ditinjau dari sisi ketersediaan kelapa sawit berdasarkan perhitungan
Neraca Bahan Makanan (NBM), kelapa sawit di Indonesia umumnya digunakan
sebagai bahan untuk diolah menjadi minyak sawit yang dirinci sebagai bahan
makanan dan diolah non makanan. Pada tahun 2000-2007 rata-rata ketersediaan
minyak sawit/minyak goreng sebagai bahan makanan mencapai 2.317.375 ton per
tahun atau 97,39 persen dari total penggunaan, sedangkan diolah untuk non
makanan rata-rata sebesar 25.000 ton per tahun atau 1,05 persen dari total
penggunaan dan tercecer sebesar 36.875 ton per tahun atau 1,55 persen.
Pengurangan persentase minyak yang tercecer perlu dilakukan pengelolaan yang
lebih baik pada saat panen, pasca panen hingga proses pengolahan dan distribusi.
Tabel 2. Konsumsi Minyak Sawit Indonesia Tahun 2000-2007 (ton)
Tahun Diolah untuk
Non Makanan Tercecer
Bahan
Makanan
Total
Penggunaan
2000 30.000 35.000 2.209.000 2.274.000
2001 36.000 42.000 2.635.000 2.713.000
2002 32.000 37.000 2.309.000 2.378.000
2003 36.000 41.000 2.597.000 2.675.000
2004 27.000 31.000 1.969.000 2.027.000
2005 13.000 15.000 920.000 948.000
2006 13.000 45.000 2.819.000 2.877.000
20071)
13.000 49.000 3.081.000 3.143.000
Rata-rata 25.000 36.875 2.317.375 2.379.375
Share (%) 1,05 1,55 97,39
Keterangan: 1)
Angka sementara
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2010)
Penggunaan CPO tidak hanya di dalam negeri saja melainkan menjadi
produk ekspor unggulan. Secara umum, ekspor CPO Indonesia meningkat setiap
tahunnya dengan laju pertumbuhan mencapai 11,63 persen per tahun. Adapun
negara tujuan utama ekspor kelapa sawit atau CPO Indonesia adalah India, Cina
dan Uni Eropa.
5
Tabel 3. Volume dan Nilai Ekspor CPO Indonesia Tahun 2007-2010
Tahun Volume (ribu ton) Nilai (juta US$)
2007 11.875,40 7.868,70
2008 14.290,70 12.375,30
2009 16.829,00 10.367,70
2010 16.291,90 13.469,00
Pert. (%/tahun) 11,63
Sumber: BPS (2011)
Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan
minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu
pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Kondisi geografis Indonesia yang
cocok untuk ditanami tanaman kelapa sawit menjadikan Indonesia sebagai
wilayah pengembangan perkebunan kelapa sawit. Pada Tabel 4 dapat dilihat
perkembangan luas areal kelapa sawit. Secara umum terjadi peningkatan luas
areal penanaman walaupun pertambahan luas areal penanaman tidak sama setiap
tahunnya. Laju pertumbuhan luas areal kelapa sawit di Indonesia adalah 7,71
persen per tahun. Pada tahun 2010, luas areal kelapa sawit di Indonesia mencapai
7.824.623 ha dimana status pengusahaan terluas dimiliki oleh Perkebunan Besar
Swasta (PBS) yaitu 3.893.385 ha atau sebesar 49,76 persen, kemudian
Perkebunan Rakyar (PR) 3.314.663 ha atau sebesar 42,36 persen, dan sisanya
dimiliki oleh Perkebunan Besar Negara (PBN) 616.575 ha atau sebesar 7,88
persen.
Tabel 4. Perkembangan Luas Areal Kelapa Sawit Indonesia Menurut
Pengusahaannya Tahun 2005-2010 (dalam ha)
Tahun PR PBN PBS Nasional
2005 2.356.895 529.854 2.567.068 5.453.817
2006 2.549.572 687.428 3.357.914 6.594.914
2007 2.752.172 606.248 3.408.416 6.766.836
2008 2.881.898 602.963 3.878.986 7.363.847
20091)
3.013.973 608.580 3.885.470 7.508.023
20102)
3.314.663 616.575 3.893.385 7.824.623
Pert. (%/tahun) 7,08 3,93 9,30 7,71
Keterangan: 1)
Angka sementara
2)
Angka estimasi
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2010) (Diolah)
6
Seiring peningkatan luas areal kelapa sawit maka produksi kelapa sawit
dalam bentuk minyak sawit juga cenderung meningkat. Tabel 5 menunjukkan
bahwa pertumbuhan produksi minyak sawit Indonesia mencapai 12,02 persen per
tahun. Tahun 2010, kontribusi produksi minyak sawit Nasional masing-masing
yaitu perkebunan rakyat 39,17 persen, perkebunan besar negara 10,53 persen dan
perkebunan besar swasta 50,29 persen.
Tabel 5. Perkembangan Produksi Minyak Kelapa Sawit Indonesia Menurut
Pengusahaannya Tahun 2005-2010 (dalam ton)
Tahun PR PBN PBS Nasional
2005 4.500.769 1.449.254 5.911.592 11.861.615
2006 5.783.088 2.313.729 9.254.031 17.350.848
2007 6.358.389 2.117.035 9.189.301 17.664.725
2008 6.923.042 1.938.134 8.678.612 17.539.788
20091)
7.247.979 1.961.813 9.431.089 18.640.881
20102)
7.774.036 2.089.908 9.980.957 19.844.901
Pert. (%/tahun) 11,84 10,09 12,96 12,02
Keterangan: 1)
Angka sementara
2)
Angka estimasi
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2010) (Diolah)
Perkembangan produktivitas minyak kelapa sawit di Indonesia selama
tahun 2003-2009 menunjukkan pola yang sama untuk ketiga status pengusahaan.
Rata-rata produktivitas minyak kelapa sawit Indonesia selama periode tahun
2003-2009 adalah sebesar 3,27 ton per hektar, dimana rata-rata produktivitas
minyak sawit terbesar pada perkebunan besar swasta sebesar 3,59 ton per hektar
disusul perkebunan besar negara sebesar 3,48 ton per hektar dan perkebunan
rakyat sebesar 2,97 ton per hektar (Tabel 6).
Rata-rata pertumbuhan produktivitas kelapa sawit Nasional tahun 2003-
2009 naik sebesar 3,00 persen per tahun, dimana pertumbuhan produktivitas
perkebunan rakyat sebesar 2,97 persen per tahun, perkebunan besar negara
sebesar 2,91 persen per tahun, sedangkan perkebunan besar swasta terlihat sangat
fluktuatif dan cenderung menurun sebesar 0,93 persen per tahun. Meskipun
demikian, realisasi produktivitas perkebunan besar swasta tertinggi dibandingkan
dengan perkebunan rakyat dan perkebunan besar negara yakni mencapai 3,59 ton
per hektar bahkan pada tahun 2009 mencapai 3,72 ton per hektar.
7
Tabel 6. Perkembangan Produktivitas Minyak Kelapa Sawit Indonesia Menurut
Pengusahaannya Tahun 2003-2009
Tahun
Produktivitas (ton/ ha)
PR Pert.
(%) PBN
Pert.
(%) PBS
Pert.
(%) Nas.
Pert.
(%)
2003 2,75 - 3,25 - 4,29 - 3,05 -
2004 2,49 -9,33 3,16 -2,83 3,03 -29,26 2,83 -6,98
2005 2,69 7,75 3,31 4,64 3,05 0,38 2,93 3,27
2006 3,13 16,51 3,62 9,32 3,74 22,87 3,50 19,57
2007 3,21 2,39 3,37 -6,94 3,86 3,11 3,63 3,89
2008 3,33 3,84 3,82 13,49 3,42 -11,25 3,42 -5,78
2009 3,16 -4,99 3,81 -0,24 3,72 8,56 3,56 4,03
Rata-rata
2003-2009 2,97 2,69 3,48 2,91 3,59 -0,93 3,27 3,00
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2010)
Sentra produksi minyak sawit di Indonesia terutama berasal dari tujuh
provinsi yang memberikan kontribusi 82,21 persen terhadap total produksi
minyak sawit Indonesia. Tabel 7 menunjukkan provinsi Riau dan Sumatera Utara
merupakan provinsi sentra produksi terbesar yang berkontribusi masing-masing
sebesar 31,83 dan 16,36 persen, kemudian disusul berturut-turut provinsi
Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Jambi, Kalimantan Barat dan Sumatera
Barat masing-masing sebesar 9,93, 8,00, 6,74, 4,69, dan 4,66 persen.
Tabel 7. Provinsi Sentra Produksi Minyak Sawit Indonesia Tahun 2008-2009
Provinsi Produksi (ton)
Share (%) 2008 2009
1) Rata-rata
Riau 5.764.203 5.751.461 5.757.832 31,83
Sumatera Utara 2.738.279 3.179.507 2.958.893 16,36
Sumatera Selatan 1.753.212 1.841.242 1.797.227 9,93
Kalimantan Tengah 1.449.294 1.445.992 1.447.643 8,00
Jambi 1.203.430 1.233.538 1.218.484 6,74
Kalimantan Barat 845.409 851.603 848.506 4,69
Sumatera Barat 794.167 893.640 843.904 4,66
Lainnya 2.991.794 3.443.898 3.217.846 17,79
Nasional 17.539.788 18.640.881 18.090.335
Keterangan: 1)
Angka sementara
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2010) (Diolah)
8
Tingginya produksi kelapa sawit Indonesia tentunya ditopang oleh industri
pengolahannya. Industri pengolahan kelapa sawit hampir tersebar di seluruh
Indonesia. Pada umumnya, industri CPO berada di wilayah perkebunan kelapa
sawit milik perusahaan. Pabrik kelapa sawit (PKS) merupakan salah satu rantai
pasok produksi di industri kelapa sawit yang berfungsi sebagai pengolahan tandan
buah segar (TBS) sawit menjadi CPO. Total jumlah PKS yang ada di Indonesia
pada tahun 2009 adalah berjumlah 608 unit dengan total kapasitas terpasang
mencapai 34.280 ton TBS/jam yang tersebar di 22 Propinsi. Secara umum,
Sebaran PKS paling banyak berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Sebaran
PKS yang ada paling banyak terdapat di propinsi Riau 140 unit dengan kapasitas
6.660 ton TBS/jam, kemudian Sumatera Utara 92 unit dengan kapasitas 3.815 ton
TBS/jam dan Kalimantan Barat 65 unit dengan kapasitas 5.475 ton TBS/jam
(untuk lebih jelasnya disajikan pada Lampiran 1).
CPO yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit kemudian diolah menjadi
produk turunan. Di Indonesia terdapat industri pengolahan minyak sawit menjadi
produk turunan yang bernilai tinggi. Data dari Infosawit menunjukkan bahwa
pada tahun 2009, jumlah pabrik minyak goreng berjumlah 94 unit yang tersebar di
seluruh Indonesia, kemudian terdapat sembilan produsen oleokimia dasar yang
memproduksi fatty acid, fatty alcohol dan glycerine7. Kapasitas produksi fatty
acid tersebut mencapai 986.000 ton/tahun, fatty alcohol mencapai 490.000
ton/tahun dan glycerine mencapai 141.700 ton/tahun. Selain itu, CPO juga diolah
menjadi bahan bakar atau biodiesel. Jumlah produsen biodiesel mencapai 20
perusahaan dengan total kapasitas terpasang 3,07 juta ton/tahun.
Semakin meningkatnya peranan CPO, memacu para produsen untuk
meningkatkan produksinya. Peningkatan produksi tidaklah dapat dilakukan
dengan mudah karena banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi produksi
tersebut. Unit Adolina yang di bawahi oleh PT. Perkebunan Nusantara IV
merupakan salah satu perkebunan kelapa sawit milik negara. Unit Adolina terletak
di Sumatera Utara yang merupakan salah satu wilayah sentra produksi minyak
kelapa sawit di Indonesia. Konsentrasi bisnis Unit Adolina adalah memproduksi
CPO. Luas areal HGU Unit Kebun Adolina seluas 8,965. 69 ha, dibagi menjadi
7 http://infosawit.com Fakta Kelapa Sawit Indonesia 2010 Edisi Perdana [21 November 2011]
9
tiga bagian yaitu kebun kelapa sawit seluas 8500 ha, kebun benih kakao seluas
150 ha dan lain lain 315,69 ha (emplasment, pondok, pembibitan, pabrik kelapa
sawit).
1.2. Perumusan Masalah
Unit Adolina merupakan salah satu unit usaha kelapa sawit yang dimiliki
oleh PT. Perkebunan Nusantara IV. Unit Adolina melakukan dua jenis kegiatan
operasional utama, yaitu perkebunan kelapa sawit dan pabrik pengolahan kelapa
sawit. Pabrik kelapa sawit Adolina memiliki kapasitas produksi terpasang 30 ton
TBS/jam, dengan rata-rata 22 jam kerja per hari dan 30 hari kerja per bulan.
Kapasitas tersebut merupakan kemampuan maksimal pabrik dalam menghasilkan
minyak sawit. Dengan demikian, pabrik kelapa sawit Adolina mampu mengolah
19.800 ton TBS per bulan atau sekitar 237.600 ton TBS per tahun.
Semakin meningkatnya peranan CPO seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, mendorong peningkatan jumlah perusahaan yang bergerak dalam
bidang yang sama. Peningkatan jumlah perusahaan tersebut membuat tingkat
persaingan menjadi lebih tinggi. Unit Adolina harus mampu bersaing dengan
perusahan-perusahaan tersebut terutama dalam hal kualitas dan kontinyuitas
produksi CPO. Unit Adolina perlu mengalokasikan faktor-faktor produksinya
secara seksama, agar dapat menghasilkan manfaat yang optimal, sehingga
kelangsungan usaha dapat berjalan dengan baik.
Tabel 8. Luas Areal, Pencapaian Produksi dan Produktivitas CPO yang
Dihasilkan Unit Adolina Tahun 2006-2010
Tahun Luas Areal
TM (Ha)
Produksi
TBS (Kg)
Produksi
CPO (Kg)
Produktivitas
CPO (Ton/ Ha)
2006 4.671 107.524.025 25.678.053 5,50
2007 5.477 109.335.060 26.171.703 4,78
2008 5.620 114.456.600 27.418.233 4,89
2009 5.056 126.436.320 30.369.355 6,00
2010 5.095 133.920.200 32.364.404 6,35
2011 5.980 141.372.483 34.124.669 5,71
Sumber: PTPN IV Unit Adolina (2011) (Diolah)
Pencapaian produksi TBS pada unit Adolina meningkat setiap tahunnya.
Hal ini berpengaruh terhadap produksi CPO yang akan dihasilkan. Tabel 8
10
menunjukkan bahwa dengan semakin bertambahnya luas areal penanaman kelapa
sawit akan meningkatkan produksi TBS. Rata-rata produktivitas minyak kelapa
sawit yang dihasilkan oleh kebun Adolina tahun 2006-2011 mencapai 5,53 ton
minyak sawit per hektar per tahun. Jika dibandingkan dengan Tabel 6, rata-rata
produktivitas minyak sawit untuk tahun 2003-2009 Perkebunan Besar Negara
(PBN) hanya 3,48 ton per hektar per tahun dan produktivitas minyak sawit
Nasional 3,27 ton per hektar per tahun, sedangkan Adolina mampu mencapai rata-
rata produktivitas 5,53 ton per hektar per tahun untuk tahun 2006-2011.
Produktivitas yang dicapai oleh Unit Adolina ini jauh lebih baik jika
dibandingkan dengan produktivitas Perkebunan Besar Negara (PBN) maupun
secara Nasioanal.
Dilihat pada Tabel 9, pencapaian produksi pada tahun 2011 sebesar
141.372.483 kg TBS. Hal ini menunjukkan bahwa produksi TBS kebun Adolina
memenuhi 74 persen bahan baku TBS dari total TBS yang diolah, sedangkan
sisanya 26 persen dipenuhi dengan pembelian dari pihak ketiga. Secara umum
produksi CPO pabrik kelapa sawit Adolina meningkat setiap tahunnya.
Peningkatan produksi tersebut dipengaruhi oleh peningkatan jumlah masukan
TBS yang diolah sebagai faktor produksi utama. Namun total TBS yang diolah
belum mencapai kapasitas olah pabrik yaitu 237.600.000 kg TBS per tahun.
Hingga tahun 2011, bahan baku TBS yang diolah pada pabrik kelapa sawit
Adolina sudah mencapai 79,7 persen dari kapasitas olah maksimal mesin.
Tabel 9. Jumlah TBS yang Diolah dan Produksi CPO yang Dihasilkan Pabrik
Kelapa Sawit Adolina Tahun 2008-2011 (dalam kg)
Tahun TBS Adolina TBS Pembelian Total TBS
Diolah Produksi CPO
2008 114.456.600 37.499.625 151.956.225 35.339.944
2009
126.436.320 47.465.410 173.921.730 40.174.683
2010
133.920.200 49.169.860 183.090.060 42.672.109
2011 141.372.483 48.013.038 189.385.521 43.735.859
Sumber: PTPN IV Unit Adolina (2011)
Kurangnya pasokan bahan baku berpengaruh terhadap kinerja faktor
produksi lainnya. Lamanya jam kerja atau jam olah rata-rata yang dijadwalkan
seharusnya 22 jam per hari, namun kenyataannya hanya 17,5-18 jam olah. Dengan
11
demikian, faktor produksi teknologi/jam mesin dan tenaga kerja juga belum
maksimal digunakan akibat kurangnya pasokan TBS. Pabrik kelapa sawit Adolina
telah melakukan berbagai upaya yang sangat erat hubungannya dengan
pemanfaatan faktor-faktor produksinya untuk meningkatkan produksi CPO. Salah
satu upaya yang telah dilakukan adalah dengan pembeliaan TBS dari pihak ketiga.
Pabrik kelapa sawit Adolina merupakan salah satu unit bisnis Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) yang berorientasi terhadap profit semaksimal
mungkin. Dengan demikian, pabrik kelapa sawit Adolina harus mampu
mempertahankan produksinya bahkan harus meningkatkan produksinya baik
kualitas maupun kuantitas. Untuk dapat berproduksi secara kontinyu, pabrik
kelapa sawit Adolina harus mampu memanfaatkan faktor-faktor produksinya
secara optimal sehingga diharapkan perusahaan mampu berproduksi secara efisien
dan mempunyai daya saing tinggi. Daya saing tersebut meliputi daya saing untuk
mendapatkan bahan baku yang berkualitas baik, mendapatkan sumberdaya
manusia, penggunaan teknologi, dan persaingan untuk mendapatkan konsumen.
Selain faktor produksi jumlah TBS sebagai bahan masukan utama, masih terdapat
faktor-faktor produksi lainnya yang dapat mempengaruhi produksi CPO. Oleh
karena itu, perlu ditelaah mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi
CPO agar kapasitas mesin pabrik maksimal.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka permasalahan yang diangkat
dalam penelitian ini adalah: Faktor-faktor produksi apa saja yang mempengaruhi
produksi CPO di pabrik kelapa sawit Adolina serta bagaimana elastisitas faktor-
faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi CPO di pabrik kelapa
sawit Adolina.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi faktor-faktor produksi (input) yang berpengaruh terhadap
produksi CPO di pabrik kelapa sawit Adolina.
2. Menganalisis elastisitas faktor-faktor produksi (input) yang digunakan dalam
proses produksi CPO di pabrik kelapa sawit Adolina.
12
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan
kontribusi bagi pihak-pihak terkait, seperti:
1. Perusahaan, sebagai sumber informasi dan bahan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan dalam usahanya untuk dapat meningkatkan produksi
CPO.
2. Pembaca, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang
berkaitan dengan industri kelapa sawit serta sebagai perbandingan untuk
peneltian selanjutnya.
3. Penulis, penelitian ini berguna untuk menambah pengetahuan penulis
mengenai industri kelapa sawit di Indonesia serta dapat melatih kemampuan
penulis dalam menganalisa setiap masalah sesuai dengan disiplin ilmu yang
diperoleh selama di perguruan tinggi.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
1. Ruang lingkup dalam penelitian ini dibatasi hanya dalam pabrik dan produksi
Crude Palm Oil (CPO) yang diusahakan oleh PT Perkebunan Nusantara IV
Unit Adolina.
2. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data bulanan berupa data
input-input produksi dari tahun 2008-2011.
13
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gambaran Umum CPO (Crude Palm Oil ) di Indonesia
Kelapa sawit merupakan komoditas yang berkembang pesat di Indonesia.
Hal ini karena minyak sawit merupakan salah satu kebutuhan pokok sebagai
bahan pembuatan minyak goreng. Produktivitas kelapa sawit pada perusahaan
kelapa sawit menentukan besarnya keuntungan yang diperoleh perusahaan.
Novembrianto (2010) menganalisis proses pengelolaan perkebunan kelapa sawit
mulai dari tahap persiapan lahan, pembukaan lahan, teknik budidaya, pemanenan,
dan pengolahan tandan buah segar (TBS), membandingkan tingkat produktivitas
dan persentase tanaman terhambat antar kebun, umur tanaman, dan jenis tanah,
serta mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi persentase tanaman terhambat
di kebun inti PT. Citranusa Intisawit, Indofood Plantation, Provinsi Kalimantan
Barat.
Hasil penelitiaannya menunjukkan bahwa pengelolaan kebun di PT CNIS
dari proses pembibitan sampai pengolahan tandan buah segar (TBS) relatif baik.
Namun, masih terdapat beberapa kekurangan antara lain kurangnya koordinasi
manajer kebun dengan asisten kebun di lapang, kurangnya pengawasan asisten
kebun terhadap pekerja lapang, dan rendahnya etos kerja dari sebagian besar
pekerja kebun. Hasil analisis produktivitas menunjukkan bahwa produktivitas
antar blok, antar divisi, dan antar umur tanaman pada kebun plasma II dan analisis
menurut umur tanaman di kebun inti berbeda nyata. Hasil analisis persentase
tanaman terhambat menunjukkan bahwa persentase tanaman terhambat antar
divisi dan antar umur tanaman pada kebun inti berbeda nyata. Persentase tanaman
terhambat pada tanah mineral (Podsolik Kromik dan Podsolik Haplik) lebih besar
dari pada tanah gambut (Gambut Saprik dangkal). Variabel-variabel yang
berpengaruh nyata terhadap besarnya persentase tanaman terhambat adalah umur
tanaman, jenis tanah, divisi, C-organik, N-organik, K-dd.
Supiani (2011) menganalisa tentang mutu TBS yang akan diolah menjadi
CPO. Salah satu faktor penting dalam pengawasan mutu minyak kelapa sawit
adalah kadar asam lemak bebas, kadar air dan juga kadar kotoran. Analisa yang
dilakukan di PKS Aek Nabara Selatan, dimana mutu minyak kelapa sawit ini
sangat dipengaruhi oleh kualitas buah sawit yang di panen yang akan diolah mulai
14
pemanenan tepat waktu, proses pengumpulan dan pengangkutan, derajat
kematangan buah dan proses pengolahan di pabrik. Dalam pengamatannya, TBS
yang masuk ke dalam pabrik jika belum mencukupi untuk diolah maka jadwal
pengolahan ditunda (stagnasi) untuk satu hari. Standar sortasi sering diabaikan
sehingga TBS yang diolah merupakan buah inap untuk memenuhi proses
pengolahan, hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan mutu TBS yang dipanen
sehingga mutu CPO yang diperoleh menjadi rendah.
Hal yang sama juga disampaikan pada hasil analisa Panjaitan (2011)
dengan melakukan perbandingan Analisa kadar Asam Lemak Bebas (ALB) dari
Tandan Buah Segar (TBS) siap olah dengan buah yang diinapkan. Kesimpulan
pada hasil analisa yang dilakukan yaitu Peningkatan kadar asam lemak bebas
dalam minyak sawit mentah dapat terjadi karena penimbunan buah yang terlalu
lama pada loading ramp. Semakin tinggi kadar Asam Lemak Bebas (ALB) dalam
CPO maka akan semakin buruk kualitas minyak sawit mentah tersebut, sebaliknya
semakin rendah kadar asam lemak bebas pada CPO maka akan semakin bagus
kualitasnya. Asam Lemak Bebas (ALB) tidak diinginkan dalam CPO karena dapat
mempercepat minyak tersebut berbau tengik selama penyimpanan.
Selanjutnya penelitian Kusumawardhana (2008), menganalisa pengaruh
kebijakan Pajak Ekspor (PE) terhadap perdagangan CPO Indonesia. CPO sebagai
bahan baku minyak goreng yang kedudukannya semakin penting dan sebagai
perolehan devisa menyebabkan pemerintah dihadapkan pada pilihan. Pilihan
pemerintah antara kepentingan untuk menjaga harga minyak goreng sebagai salah
satu bahan kebutuhan pokok atau kepentingan meningkatkan perolehan devisa.
Pemerintah merasa perlu berperan dalam mengatur sistem tata niaga kelapa sawit
beserta produk-produknya terutama CPO. Wujud campur tangan pemerintah
berupa pengaturan alokasi CPO, pengaturan alokasi ini dengan menentukan
aturan-aturan alokasi CPO pada tempat tertentu. Kebijakan yang lain adalah
pembentukan sistem pengawasan secara langsung terhadap pasokan dan harga
domestik dan pembatasan dan pelarangan ekspor CPO. Tujuan utama dari
penetapan kebijakan-kebijakan tersebut adalah untuk menjamin agar pasokan
CPO dalam negeri tetap stabil, sehingga harga minyak goreng di dalam negeri pun
stabil pada tingkat yang rendah.
15
Hasil penelitian menunjukkan produksi CPO Indonesia, harga ekspor CPO
dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar memiliki hubungan yang positif dengan
penawaran ekspor CPO Indonesia. Jika produksi CPO Indonesia meningkat maka
penawaran ekspor CPO Indonesia akan meningkat. Apabila harga ekspor CPO
Indonesia meningkat, maka penawaran ekspor CPO akan meningkat.
Meningkatnya nilai tukar rupiah akan menyebabkan meningkatnya penawaran
ekspor CPO Indonesia. Pemberlakuan pajak ekspor seharusnya mengurangi
penawaran ekspor CPO Indonesia. Sayangnya secara statistik dampak
pemberlakuan pajak ekspor ini tidak signifikan. Berarti tidak ada perubahan yang
berarti pada periode sebelum dan sesudah di berlakukan kebijakan pajak ekspor.
Produsen tetap memilih mengekspor CPO ke pasar intenasional daripada pasar
domestik, karena harga di pasar dunia lebih tinggi dibandingkan dengan harga di
pasar domestik.
Penawaran ekspor CPO Indonesia akan mempengaruhi penawaran CPO
domestik. Penawaran ekspor dan penawaran domestik memiliki arah yang
berlawanan. Ketika penawaran ekspor CPO Indonesia berkurang artinya
penawaran CPO dalam negeri akan meningkat. Produksi CPO Indonesia memiliki
hubungan yang positif terhadap penawaran CPO domestik Indonesia. Dengan
produksi Indonesia yang meningkat artinya pasokan CPO di pasar terutama pasar
domestik akan meningkat. Impor CPO ke pasar domestik Indonesia memliki
hubungan yang positif terhadap penawaran CPO domestik. Artinya, dengan
meningkatnya jumlah impor CPO ke pasar domestik maka penawaran CPO di
pasar domestik akan semakin banyak.
Penawaran domestik CPO Indonesia memiliki hubungan yang negatif
dengan harga CPO domestik. Dengan peningkatan penawaran domestik maka
harga domestik akan menurun. Harga pasar domestik akan turun akibat terdapat
banyak pasokan CPO di pasar. Produksi CPO Indonesia memiliki hubungan yang
negatif terhadap harga domestik CPO Indonesia. Apabila produksi CPO Indonesia
meningkat, maka penawaran CPO di pasar domestik akan meningkat. Harga CPO
Indonesia periode sebelumnya mempunyai hubungan yang positif dengan harga
domestik CPO Indonesia. Harga minyak kelapa mempunyai tidak memiliki
hubungan dengan harga domestik CPO Indonesia. Hal ini menunjukkan minyak
16
kelapa tidak mempengaruhi harga CPO domestik. Minyak kelapa dan CPO
memiliki segmen pasar yang berbeda.
Kebijakan Pajak Ekspor mempengaruhi penawaran ekspor CPO Indonesia.
Penawaran ekspor CPO Indonesia akan mempengaruhi penawaran domestik CPO
Indonesia. Penawaran domestik CPO Indonesia akan mempengaruhi harga
domestik CPO Indonesia, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan pajak ekspor
tidak efisien dilakukan. Karena kebijakan ini tidak mampu memncapai tujuannya,
yaitu untuk menurunkan harga CPO domestik. Dari sisi lain akan merugikan
negara dengan menurunkan penawaran ekspor CPO Indonesia, yang merupakan
salah satu sumber devisa negara terbesar. Pajak ekspor dengan tujuan
mendatangkan devisa bagi pemerintah harus dapat berjalan dengan pemenuhan
kebutuhan dalam negeri dengan kombinasi kebijakan pajak ekspor. Pajak ekspor
tidak boleh melanggar ketentuan yang telah disepakati Indonesia dalam perjanjian
bilateral, regional maupun internasional. Perlu adanya kebijakan yang terintegrasi
antara pemerintah daerah dan pusat serta peran pusat yang mengkoordinasikan
seluruh wilayah serta menetapkan kebijakan dasar. Diperlukan diregulasi yang
bersifat insentif yang efektif, serta upaya mengurangi intervensi pemerintah,
sehingga tercipta iklim investasi yang menarik.
Kemudian Martha (2011) melakukan analisa terhadap potensi ekspor
Crude Palm Oil (CPO) Indonesia ke empat negara mitra dagang utama (India,
Belanda, Malaysia dan Singapura) dengan pendekatan gravity model. Martha
melakukan analisa terhadap pengaruh kebijakan WTO terhadap aliran
perdagangan komoditas CPO dan faktor-faktor lain penarik aliran perdagangan
CPO lainnya antara lain GDP negara Indonesia (GDPi), dan GDP ke empat
negara mitra dagang utama (GDPj), jarak antara Indonesia dengan ke empat
negara mitra dagang utama (Dij), nilai tukar diantara keduanya (ER), dan harga
CPO (P) Indonesia ke empat negara pengimpor. Upaya-upaya tersebut dilakukan
dalam mempertahankan eksistensi ekspor CPO untuk tetap menjaga kepastian
pasar atau kembali mencari pasar potensial jika pasar yang telah ada sudah tidak
berpotensi. Terbentuknya WTO dalam mengatur perdagangan internasional
termasuk perdagangan CPO dengan pengurangan tarif impor sebagai salah satu
instrument kebijakannya mempunyai andil penting terutama dalam memberikan
17
peningkatan kesejahteraan bagi negara Indonesia sebagai negara eksportir yang
selama ini mengalami penurunan kesejahteraan akibat adanya penetapan tarif
impor oleh ke empat negara importir CPO.
Variabel-variabel yang berpengaruh nyata pada taraf nyata lima persen
terhadap aliran volume ekspor CPO Indonesia, adalah GDP negara Indonesia
(GDPi), dan GDP ke empat Negara mitra dagang utama (GDPj). Sedangkan
variabel yang berpengaruh nyata pada taraf nyata satu persen adalah nilai tukar
Indonesia dan empat negara mitra dagang utama (ER). Variabel-variabel yang
tidak berpengaruh nyata adalah jarak antara Indonesia dan keempat negara mitra
dagang utama (Dij), dan harga CPO dunia (P). Hasil pengukuran potensi
perdagangan berdasarkan rasio perdagangan P/A menyimpulkan bahwa negara
India dan Malaysia adalah negara-negara dari ke empat mitra dagang utama
mempunyai potensi tinggi terhadap penyerapan CPO Indonesia dibandingkan
negara Belanda dan Singapura.
2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi
Penelitian terdahulu menunjukan bahwa produksi dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut dijabarkan menjadi beberapa variabel yang
diduga mempunyai pengaruh terhadap produksi dengan menggunakan uji tertentu.
Variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi bisa menjadi acuan untuk
pengembangan usaha melalui peningkatan produksi yang diperoleh perusahaan.
Faktor-faktor yang berpengaruh berbeda-beda tergantung jenis dan lokasi
usahanya, termasuk variabel-variabel yang digunakan untuk menjabarkan faktor-
faktor tersebut.
Nurrofiq, Wahyuni, Widarwati sama-sama melakukan penelitian pada
pabrik gula mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi gula. Nurrofiq
(2005), menganalisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi gula
di PG Djatiroto. Dalam analisisnya terdapat enam faktor produksi yang diduga
berpengaruh terhadap produksi gula di PG Djatiroto, yaitu jumlah tebu, rendemen,
tenaga kerja tetap, tenaga kerja musiman, bahan pembantu, dan lama giling. Dari
keenam peubah tersebut hanya lima faktor produksi yang berpengaruh nyata
terhadap model produksi gula di PG Djatiroto, yaitu jumlah tebu, rendemen,
tenaga kerja tetap, tenaga kerja musiman, dan lama giling. Sedangkan satu
18
variabel tidak signifikan mempengaruhi produksi gula pada pabrik gula tersebut
yaitu variabel bahan pembantu.
Berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2007), di
dalam penelitiannya Wahyuni tidak menggunakan variabel rendemen sebagai
faktor produksi melainkan menambahkan faktor jam mesin sebagai faktor
produksi yang berpengaruh terhadap produksi gula di PG Madukismo,
Yogyakarta. Setelah dianalisis lebih lanjut, ternyata hanya ada lima faktor
produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi gula, yaitu tenaga kerja tetap,
tenaga kerja tidak tetap, jumlah tebu, lama giling, dan jam mesin. Sedangkan
bahan pembantu tidak signifikan mempengaruhi produksi gula.
Penelitian Widarwati (2008) di PG Pagottan Madiun menggunakan tujuh
faktor produksi yang diduga mempengaruhi produksi gula di PG Pagottan, yaitu
jumlah tebu, rendemen, jam mesin, tenaga kerja tetap, tenaga kerja musiman,
bahan pembantu, dan lama giling. Dari hasil lebih lanjut, tenaga kerja tetap dan
tenaga kerja musiman digabung menjadi satu faktor produksi sehingga diperoleh
faktor-faktor yang secara nyata berpengaruh terhadap produksi gula di PG
Pagottan, yaitu jumlah tebu, rendemen, jam mesin, dan tenaga kerja. Sedangkan
faktor produksi bahan pembantu dan lama giling tidak berpengaruh terhadap
produksi gula di pabrik tersebut.
Herawati (2008) menganalisa tentang faktor produksi modal, bahan baku,
tenaga kerja dan mesin terhadap produksi glycerine pada PT Flora Sawita
Chemindo Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara bersama-sama
faktor produksi modal, bahan baku, tenaga kerja dan mesin berpengaruh
signifikan terhadap produksi. Sedangkan secara parsial faktor produksi modal,
bahan baku, tenaga kerja dan mesin juga berpengaruh signifikan terhadap
produksi glycerine dengan variabel dominan yang mempengaruhi adalah bahan
baku.
Penelitian yang akan dilakukan berbeda dengan penelitian terdahulu
dimana komoditas yang akan dikaji adalah CPO. Dari hasil penelitian-penelitian
terdahulu, variabel-variabel yang diduga berpengaruh terhadap produksi akan
dijadikan referensi untuk penelitian yang akan dilakukan.
19
2.3. Perbandingan Metode Analisis yang Digunakan
Hubungan antara faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi
dapat dimodelkan ke dalam suatu fungsi produksi. Fungsi produksi yang banyak
digunakan pada penelitian terdahulu adalah fungsi produksi Cobb-Douglas
(Nurrofiq, 2005; Wahyuni, 2007; Widarwati, 2008; Herawati, 2008). Selain itu,
untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat produksi,
peneliti terdahulu menggunakan metode yang sama. Metode analisis yang
digunakan untuk menguji signifikansi antara faktor-faktor yang ada hubungannya
dengan tingkat produksi adalah Metode Ordinary Least Square (OLS). Metode
Ordinary Least Square (OLS) digunakan untuk model regresi dengan bentuk
hubungan linier yakni parameter pada persamaan harus linier sedangkan variabel
bebas tidak ditentukan. Metode ini merupakan penduga tak bias linier terbaik
(BLUE = Best Linier Unbiased Estimation).
Mulianti (2008) menganalisa efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi
kayu olahan sengon (solid laminating dan finger joint stick laminating) di CV.
Cipta Mandiri, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Model
yang digunakan adalah model fungsi produksi linear berganda dan Cobb-Douglas.
Kedua model akan dipilih satu model terbaik berdasarkan asumsi OLS (Ordinary
Least Square) dan pengujian statistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model
terbaik untuk menduga fungsi produksi kedua produk adalah model Cobb-
Douglas dilihat dari nilai koefisien determinasi R2 (lebih tinggi) dan MSE
(mendekati nol). Untuk produksi solid laminating nilai R2 dan MSE pada model
linier berganda masing-masing 94,4 persen dan 7,4 sedangkan pada model Cobb-
Douglas nilai R2 dan MSE nya masing-masing 94,9 persen dan 0,00072. Untuk
produksi finger joint stick laminating persen nilai R2 dan MSE pada model
linier
berganda masing-masing 95,3 persen dan 1,73 sedangkan pada model Cobb-
Douglas nilai R2 dan MSE nya masing-masing 95,3 persen dan 0,00141.
Untuk mendapatkan model persamaan yang BLUE, model yang didapat
harus lolos terhadap uji ekonometrika dan uji statistik. Pada uji ekonometrika
asumsi klasik yang biasa digunakan yaitu asumsi kenormalan, asumsi
heteroskedastisitas, asumsi autokorelasi serta asumsi multikolinoeritas.
20
Khusus untuk asumsi multikolinieritas, peneliti terdahulu Widarwati
(2008) dalam analisa faktor yang diduga mempengaruhi produksi gula awalnya
tujuh variabel yaitu jumlah tebu, rendemen, jam mesin, tenaga kerja tetap, tenaga
kerja musiman, bahan pembantu, dan lama giling. Dalam pengolahan datanya,
asumsi multikolinieritas tidak dapat dipenuhi dimana variabel lama giling
memiliki angka VIF >10 yaitu 10,0. Untuk mengatasinya, Widarwati
menghilangkan variabel lama giling dan penggabungan faktor produksi tenaga
kerja tetap dan tenaga kerja musiman menjadi faktor produksi tenaga kerja total.
Berbeda halnya dengan yang dilakukan oleh Widarwati, peneliti terdahulu
yang menggunakan metode yang berbeda dalam penanganan asumsi
multikolinieritas seperti Nurfitriani (2011), Putra (2007), Endartrianti (2011)
menggunakan analisis komponen utama/ Principal Component Analisys (PCA)
untuk mengatasi asumsi multikolinieritas.
Nurfitriani (2011) menganalisis faktor-faktor apa saja yang berpengaruh
dalam perkembangan jalan tol di Indonesia. Di dalam penelitiannya terdapat enam
faktor yang diduga mempengaruhi perkembangan jalan tol di Indonesia antara
lain: PDB/kapita, tenaga kerja, dana pemerintah, investasi swasta, jumlah
kendaraan, dan dummy kebijakan. Dari hasil analisis diketahui bahwa
PDB/kapita, tenaga kerja, dana pemerintah dan jumlah kendaraan terkena asumsi
multikolinieritas. Untuk itu model tersebut tidak dapat dilanjutkan. Untuk
mengatasinya, Nurfitriani (2011) menggunakan regresi komponen utama untuk
mengatasinya sehingga model akhir yang didapat sudah terbebas dari asumsi
multikolinieritas.
Putra (2007) melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan pupuk Urea dan SP-36. Pada model permintaan pupuk
Urea diduga dipengaruhi oleh harga pupuk Urea, harga pupuk SP-36, harga
gabah, luas lahan dan jumlah produksi padi. Dari hasil analisis diketahui faktor-
faktor yang diduga tersebut, tidak lolos dalam asumsi multikolinieritas dimana
nilai VIF >10 nyata. Sedangkan pada model permintaan SP-36 dipengaruhi oleh
tingkat harga pupuk Urea, harga pupuk SP-36, harga gabah, luas lahan dan jumlah
produksi padi. Pada pengujian asumsi multikolinieritas, semua faktor yang diduga
juga memiliki angka VIF >10 yang artinya model tidak lolos uji asumsi tersebut.
21
Untuk mengatasi masalah multikolinieritas pada kedua model, Putra (2007)
menggunakan regresi komponen utama sehingga didapat variabel bebas yang
tidak berkorelasi satu sama lain tanpa mengeluarkan variabel yang ada dari model.
Selanjutnya Endartrianti (2011) menganalisis produktivitas faktor-faktor
produksi, menganalisis Total Factor Productivity (TFP), serta menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi output industri pengolahan dan pengawetan
daging di Indonesia. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap
pertumbuhan TFP (Total Factor Productivity) diantaranya biaya sewa modal,
tenaga kerja, bahan baku dan energi. Hasil analisis menunjukkan bahwa tenaga
kerja dan bahan baku memiliki nilai VIF >10. Kemudian pada analisis faktor-
faktor yang diduga mempengaruhi output industri pengolahan dan pengawetan
daging yaitu biaya sewa modal, tenaga kerja, bahan baku, energi serta TFP. Pada
hasil pengujian asumsi klasik, tenaga kerja dan bahan baku tidak lolos asumsi
multikolinieritas. Endartrianti (2011) juga menggunakan regresi komponen utama
untuk mengatasi asumsi multikolinieritas sehingga didapat model yang terbebas
dari asumsi tersebut.
Menurut pendapat peneliti sendiri, penggunaan PCA dalam penanganan
asumsi multikolonieritas dirasa lebih baik dibandingkan dengan mengeluarkan
variabel yang terkena asumsi tersebut. Hal ini dikarenakan dalam pendugaan
model, variabel yang digunakan jika menurut teori dan kondisi dilapangan
memang penting untuk dimasukkan ke dalam model, maka tidak seharusnya
variabel tersebut dikeluarkan dari model akibat pelanggran asumsi.
Pemodelan faktor-faktor produksi serta menganalisis faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap tingkat produksi, penelitian ini akan menggunakan metode
analisis yang digunakan oleh peneliti terdahulu tentang analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi, yaitu model fungsi produksi Cobb-Douglas serta
menggunakan regresi komponen utama dalam mengatasi asumsi multikolinieritas.
22
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
Pada bagian ini akan dijelaskan teori-teori yang berhubungan dengan
penelitian antara lain mengenai konsep dan fungsi produksi dan model fungsi
produksi.
3.1.1. Konsep dan Fungsi Produksi
Dalam proses produksi pertanian, seorang petani modern menggunakan
factor produksi (input) seperti tanah, tenaga kerja, mesin dan pupuk. Faktor
produksi tersebut digunakan selama musim tanam, dan pada musim panen petani
tersebut mengambil hasil (output) tanamnya. Petani selalu berusaha keras untuk
melakukan produksi secara efisien atau dengan biaya yang paling rendah, dengan
demikian petani selalu berusaha untuk memproduksi tingkat output maksimum
dengan menggunakan suatu dosis input tertentu, dan menghindarkan pemborosan
sekecil mungkin, selanjutnya petani tersebut dianggap memaksimumkan laba
ekonomis.
Teori produksi yang sederhana menggambarkan tentang hubungan di
antara tingkat produksi suatu barang dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan
untuk menghasilkan berbagai tingkat produksi barang tersebut. Dalam analisis
tersebut dimisalkan faktor-faktor produksi lainnya adalah tetap jumlahnya, yaitu
modal dan tanah jumlahnya dianggap tidak mengalami perubahan. Satu-satunya
faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya adalah tenaga kerja (Sukirno, 1985).
Produksi adalah kegiatan menghasilkan barang dan jasa. Sumber daya
yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa disebut sebagai faktor-faktor
produksi. Umumnya faktor – faktor produksi terdiri dari alam atau lahan, tenaga
kerja, dan modal. (Lipsey et al, 1995). Lebih lanjut hubungan antara input (faktor-
faktor produksi) dengan output (barang dan jasa), para ekonom menggambarkan
dengan menggunakan fungsi yang disebut fungsi produksi (Nicholson, 2002).
Selanjutnya Sukirno (1985) menjelaskan bahwa fungsi produksi
menunjukkan sifat perkaitan di antara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi
yang diciptakan. Menurut Soekartawi (2003), fungsi produksi adalah suatu
hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan
23
(X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang
menjelaskan biasanya berupa input. Persamaannya dapat ditulis sebagai berikut :
Y = f (X1, X2, X3, ........., Xm)
Dimana :
Y = jumlah produksi yang dihasilkan
X1, X2, X3, ...... Xm = variabel yang mempengaruhi produksi
Keputusan kombinasi penggunaan sumberdaya untuk mencapai target
produksi ditentukan oleh kebijaksanaan produsen. Untuk menjelaskan kombinasi-
kombinasi input yang diperlukan untuk menghasilkan output, para ekonom
menggunakan sebuah fungsi yang disebut fungsi produksi. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam memilih fungsi produksi (Soekartawi, 2002), yaitu :
1. Fungsi produksi harus dapat menggambarkan keadaan usahatani yang
sebenarnya terjadi.
2. Fungsi produksi dapat dengan mudah diartikan khususnya arti ekonomi dari
parameter yang menyusun fungsi produksi tersebut.
3. Fungsi produksi harus mudah diukur atau dihitung secara statistik.
Hubungan masukan dan produksi pertanian mengikuti hukum kenaikan
hasil yang berkurang (the law of diminishing return). Hukum ini menyatakan
bahwa jika faktor produksi terus menerus ditambahkan pada faktor produksi tetap
maka tambahan jumlah produksi per satuan akan semakin berkurang. Hukum ini
menggambarkan adanya kenaikan hasil yang negatif dalam kurva fungsi produksi.
Untuk mengukur tingkat produktivitas dari suatu proses produksi terdapat
dua tolak ukur yaitu Produk Marjinal dan Produk Rata-rata. Produk Marjinal (PM)
adalah tambahan produk yang dihasilkan dari setiap menambah satu satuan faktor
produksi yang dipakai. Sedangkan Produk Rata-rata (PR) adalah tingkat
produktivitas yang dicapai setiap satuan produksi. Kedua tolak ukur ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
24
Untuk melihat perubahan dari produk yang dihasilkan yang disebabkan
oleh faktor produksi yang dipakai dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi.
Elastisitas produksi (Ep) adalah ratio tambahan relatif produk yang dihasilkan
dengan perubahan dari produk yang dihasilkan sebagai akibat persentase
perubahan faktor produksi yang digunakan. Secara sistematis dapat dirumuskan
sebagai berikut :
dimana :
Ep = elastisitas produksi
ΔY = perubahan hasil produksi
ΔXi = perubahan faktor produksi ke-i
Y = hasil produksi
Xi = jumlah faktor produksi ke-i
Berdasarkan nilai elastisitas produksi, fungsi produksi dibagi atas tiga
daerah yaitu daerah dengan elastisitas produksi lebih dari satu (daerah I), antara
nol dan satu (daerah II), dan lebih kecil dari nol (daerah III), dapat dilihat pada
Gambar 1.
Daerah produksi I adalah yang terletak antara titik asal dan X2. Daerah ini
produksi marjinal (PM) mencapai tititk maksimum dan kemudian mengalami
penurunan, tetapi produk marjinal masih lebih besar dari produk rata-rata (PR).
Elastisitas produksi pada daerah I bernilai lebih besar dari satu, artinya
penambahan faktor produksi sebanyak satu persen akan menyebabkan
penambahan produksi selalu lebih besar dari satu persen. Daerah ini dikatakan
daerah increasing returns karena setiap penambahan faktor produksi akan
meningkatkan jumlah produksi yang peningkatannya semakin lama semakin
bertambah. Pada daerah ini keuntungan maksimum belum tercapai, karena
produksi masih selalu dapat ditingkatkan dengan penambahan input (factor
produksi). Dengan demikian daerah ini merupakan daerah irasional (irrational
region).
25
Keterangan:
PM = Produk Marjinal (Marginal Physical Product)
PR = Produk Rata-Rata (Average Physical Product)
PT = Produk Total (Total Physical Product)
Gambar 1. Daerah Produksi dan Elastisitas Produksi Sumber: Soekartawi, 2003
Daerah produksi II adalah daerah yang terletak antara X2 dan X3, dengan
elastisitas produksi antara nol dan satu artinya setiap penambahan faktor produksi
sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi sebesar antara nol
dan satu persen. Pada suatu tingkat tertentu dari penggunaan input akan
memberikan keuntungan maksimum yaitu pada saat Nilai Produk Marjinal (Value
Marginal Product atau VMP) untuk faktor produksi sama dengan biaya korbanan
marjinal (Marginal Factor Cost atau MFC), jika harga faktor produksi (P) tetap
maka keuntungan maksimum dicapai pada saat VMP = MFC = P. Hal ini
menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi di daerah II merupakan daerah
rasional (rational region).
Daerah III ini adalah daerah dengan elastisitas lebih kecil dari nol. Pada
daerah ini produksi total mengalami penurunan yang ditunjukkan oleh PM yang
bernilai negatif. Dengan demikian setiap penambahan faktor produksi akan
26
menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan, sehingga daerah III ini
disebut daerah irasional (irrational region).
3.1.2. Konsep Skala usaha (Return to Scale)
Konsep skala usaha (return to scale) menjelaskan suatu keadaan dimana
output meningkat sebagai respon adanya kenaikan yang proporsional dari seluruh
input. Konsep ini memiliki tiga kemungkinan keadaan. Pertama, sebuah fungsi
produksi dikatakan menunjukan skala hasil konstan (constant returns to scale)
jika peningkatan seluruh input sebanyak dua kali lipat berakibat pada peningkatan
output sebanyak dua kali lipat pula. Kedua, jika penggandaan seluruh input
menghasilkan output yang kurang dari dua kali lipatnya, maka fungsi produksi
tersebut dikatakan menunjukan skala hasil menurun (decreasing returns to scale).
Ketiga, jika penggandaan seluruh input menghasilkan output lebih dari dua kali
lipatnya, maka fungsi produksi mengalami skala hasil meningkat (increasing
returns to scale) (Nicholson, 2002).
3.1.3. Model Fungsi Produksi
Bentuk fungsi produksi yang digunakan dalam menduga variabel-variabel
yang mempengaruhinya ada beberapa macam, tetapi yang umum dan sering
digunakan adalah model fungsi linier, model fungsi kuadaratik dan model fungsi
Cobb-Douglas. untuk mengamati pengaruh beberapa faktor produksi tertentu
terhadap output secara keseluruhan dalam keadaan sebenarnya adalah tidak
mungkin. Oleh karena itu, hubungan antara faktor produksi dengan output perlu
disederhanakan dalam suatu model. Menurut Soekartawi (2002), pemilihan model
fungsi produksi hendaknya memenuhi syarat berikut: (1) Dapat
dipertanggungjawabkan; (2) Mempunyai dasar yang logis secara fisik maupun
ekonomis; (3) Mudah dianalisis dan; (4) Mempunyai implikasi ekonomi.
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi produksi Cobb-
Douglas. Menurut Soekartawi (2003), fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan
suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, variabel
yang dijelaskan disebut variabel dependen (Y), dan variabel yang menjelaskan
disebut variabel independen (X). Penyelesaian hubungan antara Y dan X biasanya
ditunjukan dengan cara regresi, yaitu variasi dari Y akan dipengaruhi oleh variasi
dari X.
27
Secara sistematis bentuk umum fungsi produksi Coob-Douglas dengan
output sebesar Y dari input terdiri dari X1,X2, X3, .... , Xn dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Y = b0 X1 b1
X2 b2
X3 b3
… Xi bi
eu
dimana:
Y = variabel yang dijelaskan
X = variabel yang menjelaskan
b0, b1
= besaran yang akan diduga
u = unsur sisa (galat)
e = logaritma natural (2,718)
Penggunaan fungsi produksi Cobb-Douglas harus memenuhi beberapa
asumsi yaitu nilai a > 0 dan nilai koefisien regresi harus lebih besar dari nol (b1 >
0, b2 > 0, dan seterusnya). Pemilihan fungsi produksi ini didasarkan pada
pertimbangan adanya kelebihan dari fungsi produksi Cobb-Douglas, antara lain :
1. Penyelesaian fungsi produksi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan
dengan fungsi lain, karena fungsi Cobb-Douglas dapat diubah ke dalam bentuk
linier dengan cara melogaritmakan fungsi produksi tersebut menjadi:
lnY = ln b0
+ b1 ln X
1 + b
2 ln X
2 + …+ b
i ln X
i + u
Dimana :
Y = peubah yang dijelaskan
X = peubah yang menjelaskan
a = koefisien intersep
bi = parameter peubah ke-i
u = kesalahan pengganggu (error)
i = 1,2,3, ... , n
2. Koefisien pangkat dari masing-masing fungi produksi Cobb-Douglas sekaligus
menunjukkan besarnya elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi
yang digunakan terhadap output. Hal ini ditunjukkan oleh turunan pertama
fungsi Cobb-Douglas, yaitu:
28
3. Jumlah koefisien pangkat dari fungsi produksi Cobb-Douglas dapat
menunjukka return to scale. Return to scale perlu diketahui untuk menentukan
keadaan dari suatu produksi, apakah mengikuti kaidah increasing, constant
atau decreasing return to scale.
a. Increasing return to scale, bila (b1 + b2 + b3 + … + bn) > 1. Dalam keadaan
demikian dapat diartikan bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan
menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.
b. Constant return to scale, bila (b1 + b2 + b3 + … + bn) = 1. Dalam keadaan
ini dapat diartikan bahwa penambahan faktor produksi akan proporsional
dengan penambahan produksi.
c. Decreasing return to scale, bila (b1 + b2 + b3 + … + bn) < 1. Pada kondisi
ini dapat dinyatakan bahwa proporsi penambahan faktor produksi melebihi
proporsi penambahan produksi.
Penyelesaian fungsi produksi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan untuk
mengubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linier, maka persyaratan yang harus
dipenuhi dalam fungsi produksi Cobb-Douglas adalah: (1) tidak ada nilai
pengamatan yang bernilai nol, (2) tidak ada perbedaan teknologi pada setiap
pengamatan, (3) tiap variabel X adalah perfect competition, dan (4) perbedaan
lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim sudah tercakup pada faktor kesalahan.
Asumsi lain dalam penggunaan fungsi produksi ini adalah bahwa petani
berusahatani pada saat produk marjinal semakin menurun dan positif dengan
tujuan untuk memaksimumkan keuntungan.
29
Namun, fungsi produksi Cobb-Douglas mempunyai kelemahan. Menurut
Soekartawi (2003) kelemahannya adalah:
1. Terjadi spesifikasi variabel yang keliru yang akan menghasilkan elastisitas
produksi yang negatif atau nilainya terlalu besar atau nilainya terlalu kecil.
Spesifikasi yang keliru juga sekaligus mendorong terjadinya multikolinieritas
pada variabel bebas yang dipakai.
2. Terjadi kesalahan pengukuran variabel yang akan menyebabkan besaran
elastisitas menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah.
3. Terjadi multikolinieritas yaitu suatu kondisi dimana nilai-nilai pengamatan dari
X1……Xn mempunyai hubungan yang kuat sehingga variabel X tertentu tidak
begitu mempengaruhi Y tetapi justru dipengaruhi oleh variabel X lainnya.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Kerangka pemikiran operasional ini akan menganalisis faktor-faktor apa
saja yang berpengaruh terhadap produksi CPO yang mengakibatkan produkivitas
PKS Adolina belum optimal. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh yaitu jumlah
TBS, tenaga kerja tetap, jam mesin, penggunaan air, penggunaan uap serta suplai
listrik. Sebelum dilakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi
CPO tersebut maka akan dilakukan pendugaan model fungsi produksi terlebih
dahulu.
Setelah dilakukan pendugaan faktor-faktor produksi CPO, maka akan
dilakukan pengolahan dan akan diketahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh
secara signifikan terhadap produksi CPO pada Unit Adolina. Analisis untuk
menentukan model fungsi produksi yang biasa dilakukan dengan menggunakan
model Cobb-Douglas. Kerangka pemikiran operasional dapat digambarkan seperti
terlihat pada Gambar 2.
30
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Produksi Crude Palm Oil (CPO) Unit Adolina
Unit Adolina merupakan salah satu PKS
yang dimiliki oleh PT perkebunan Nusantara IV
Identifikasi faktor-faktor produksi CPO:
1. Jumlah TBS
2. Tenaga kerja tetap
3. Jam kerja mesin
4. Penggunaan air
5. Penggunaan uap
6. Suplai listrik
Analisis elastisitas faktor produksi
yang mempengaruhi produksi CPO
Rekomendasi faktor produksi
untuk peningkatan produksi CPO
Kapasitas olah mesin belum maksimal,
kontinyuitas produksi,
31
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di pabrik pengolahan kelapa sawit Adolina.
Unit usaha Adolina merupakan pintu gerbang PT. Nusantara IV yang berada di
Kabupaten Deli Serdang Bedagai tepatnya di pinggir jalan raya Medan-Pematang
Siantar dengan jarak 38 km dari Medan. Pengumpulan data penelitian dilakukan
pada bulan Mei 2012 sampai dengan bulan Juni 2012.
4.2. Sumber dan Jenis Data
Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan berupa data primer dan data
sekunder. Data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
diperoleh dari catatan atau dokumen yang terdapat di Pabrik Adolina dan
lembaga-lembaga lain yang terkait. Data sekunder yang merupakan data deret
waktu (time series) terdiri dari data output dan input sejak tahun 2008 sampai
tahun 2011. Data primer diperoleh dari wawancara terhadap administratur, kepala
bagian, karyawan pabrik serta pengamatan langsung untuk mendapatkan
informasi tambahan.
4.3. Metode Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis
kuantitatif digunakan untuk mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
tingkat produksi CPO. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat produksi CPO. Analisis
data meliputi analisis fungsi produksi yang dilakukan dengan menggunakan alat
bantu berupa kalkulator, Microsoft Exel 2007, program komputer Minitab 14, dan
program Eviews 5.1.
4.3.1. Analisis Fungsi Produksi
Analisis fungsi produksi adalah analisis yang menjelaskan hubungan
antara produksi dengan faktor-faktor produksi yang mempengaruhinya. Menurut
Soekartawi (1986), untuk mengamati pengaruh beberapa faktor produksi tertentu
terhadap output secara keseluruhan dalam keadaan yang sebenarnya adalah tidak
32
mungkin. Oleh karena itu, hubungan antara faktor produksi dengan output perlu
disederhanakan kedalam bentuk suatu model.
Berbagai macam fungsi produksi telah dikenal dan dipergunakan oleh
peneliti.Pada penelitian ini, fungsi produksi yang digunakan untuk menjelaskan
parameter Y dan X adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Dengan menggunakan
fungsi produksi produksi Cobb-Douglas secara langsung dapat diketahui keadaan
return to scale produksi tersebut, sehingga fungsi produksi lebih mudah untuk
diduga. Sedangkan koefisien faktor-faktor produksi menunjukan elastisitas dari
faktor produksi tersebut terhadap tingkat produksi yang dihasilkan.
Analisis produksi dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas
dilakukan dengan menetapkan terlebih dahulu faktor-faktor produksi yang
digunakan dalam produksi CPO. Setelah faktor-faktor produksi tersebut
ditetapkan, selanjutnya disusun suatu model fungsi produksi untuk menduga
hubungan antara faktor-faktor produksi yang digunakan dengan jumlah produksi
yang dihasilkan. Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam menganalisis
produksi CPO adalah jumlah tandan buah segar (TBS), tenaga kerja tetap, jam
kerja mesin, bahan pembantu, suplai listrik.
Model fungsi produksi Cobb-Douglas yang digunakan dalam penelitian ini
secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
Untuk memudahkan dalam menganalisis serta menduga koefisien dari
fungsi produksi tersebut, maka model dapat diubah kedalam bentuk linier
logaritma.Sehingga model fungsi produksi CPO dapat ditulis sebagai berikut:
ln Y = ln a + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + b4 ln X4 + b5 ln X5 + b6ln X6 + u
Dimana:
Y = hasil produksi CPO (ton)
a = koefisien intersept
bi = parameter peubah ke-i, dimana i=1,2,3,…,6
X1 = jumlah TBS (ton)
X2 = tenaga kerja (orang)
X3 = jam mesin (jam)
X4 = penggunaan air (m3)
33
X5 = penggunaan uap (kg)
X6 = Suplai listrik (kwh)
U = unsur galat
Dalam menyelesaikan atau menduga koefisien dari fungsi produksi
tersebut maka salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode kuadrat
terkecil (OLS = Ordinary Least Square). Sebelum dilakukan analisis lanjutan,
maka harus dilakukan pemilihan fungsi produksi Cobb-Douglas terbaik, yang
sesuai untuk data produksi yang tersedia. Selanjutnya persamaan regresi tersebut
dianalisis untuk memperoleh nilai t-hitung, P-value, F-hitung dan R2. Pengujian-
pengujian yang dilakukan dalam hal ini adalah pengujian model penduga dan
pengujian terhadap parameter regresi.
4.3.2 Pengujian Hipotesis
1. Pengujian asumsi OLS (Ordinary Least Square)
Pemilihan model tersebut antara lain didasarkan pada asumsi OLS. Asumsi
pertama dari model regresi adalah suatu model dikatakan baik jika memenuhi
asumsi normalitas. Normalitas menunjukkan bahwa residu atau sisa diasumsikan
mengikuti distribusi normal. Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah residual
dalam model menyebar normal. Untuk mengetahuinya dilakukan uji Kolmogorov-
Smirnov (KS) dengan menggunakan α sebesar 0,05. Jika nilai KS < KS1-α atau
jika nilai statistik Kolmogorov-Smirnov dikonversi ke dalam p-value maka daerah
penolakannya adalah p-value hitung > p-value1-α.
Satu asumsi penting dari model regresi linier adalah bahwa gangguan
(disturbunsi) yang muncul dalam fungsi regresi populasi adalah homoskedastik,
yaitu semua gangguan tersebut mempunyai varian yang tetap (Setiawan, Kusrini
DE.2010). Pelanggaran dari asumsi ini adalah heteroskedastisitas. Salah satu cara
untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan White
Heteroskedasticity Test.
Selain itu suatu fungsi dikatakan baik apabila telah memenuhi asumsi OLS
yang lain, yaitu tidak terdapat gejala autokorelasi. Autokorelasi dapat
didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang
diurutkan menurut waktu seperti dalam data time series atau ruang seperti dalam
data cross-sectional (Gujarati, 1997). Salah satu metode yang dapat digunakan
34
untuk menguji gejala autokorelasi tersebut adalah dengan menggunakan Uji
Durbin-Watson yang dapat diperoleh dari pengolahan data dengan menggunakan
program Minitab 14. Nilai statistik hitung Durbin Watson akan dibandingkan
dengan batas atas dan batas bawah. Kaidah keputusannya adalah sebagai berikut:
• Jika d < dlow maka terdapat autokorelasi positif
• Jika d > (4- dlow) maka terdapat autokorelasi negatif
• Jika dlow < d < dup atau (4-dup) < d < (4-dlow) maka tidak dapat disimpulkan
• Jika dup < d < (4-dup) berarti tidak terdapat autokorelasi
Asumsi OLS lain yang harus terpenuhi adalah bahwa tidak terdapat gejala
multikolinearitas di dalam fungsi. Multikolinier variabel independent adalah
kondisi dimana terdapat hubungan linier diantara variabel independent. Ada
beragam penyebab multikolinier, diantaranya disebabkan adanya kecendrungan
variabel-variabel yang bergerak secara bersamaan. Adanya multikolinier
menyebabkan ragam variabel menjadi sangat besar, sehingga koefisien regresi
dugaan tidak stabil dan berimplikasi pada besar dan arah koefisien variabel
menjadi tidak valid untuk diinterpretasi. Adanya multikolinier dapat dilihat pada
nilah Variance Inflation Factor (VIF) >10. Jika terjadi masalah multikolinier
maka harus diperbaiki terlebih dahulu dengan menambah observasi,
mengeluarkan variabel independent yang berkolerasi kuat. Selain itu,
multikolinieritas bisa juga diatasi dengan menggunakan analisis komponen utama/
Principal Component Analisys (PCA).
Analisis regresi komponen utama merupakan suatu analisis kombinasi
antara analisis regresi dengan analisis komponen utama. Analisis regresi
komponen utama ditetapkan bila dalam pembentukan model pendugaan peubah
bebas yang digunakan banyak dan terdapat hubungan yang erat antar peubah
bebasnya. Untuk teknis penghitungannya dapat dilihat pada Lampiran 9.
Prosedur PCA pada dasarnya adalah bertujuan untuk menyederhanakan
variabel yang diamati dengan cara menyusutkan (mereduksi) dimensinya. Hal ini
dilakukan dengan cara menghilangkan korelasi diantara variabel bebas melalui
transformasi variabel bebas asal ke variabel baru yang tidak berkorelasi sama
sekali atau yang biasa disebut dengan principal component. Setelah beberapa
komponen hasil PCA yang bebas multikolinearitas diperoleh, maka komponen-
35
komponen tersebut menjadi variabel bebas baru yang akan diregresikan atau
dianalisa pengaruhnya terhadap variabel tak bebas (Y) dengan menggunakan
analisis regresi.
Tahapan prosedur penyelesaian PCA yang diringkas dari Nurfitriani,
2011; Putra, 2007; Endartrianti, 2011 yaitu: tahap awal yang dilakukan pada
regresi komponen utama yaitu jika matriks variabel asal dilambangkan X(nxm),
satuan variabel asal tidak sama, maka variabel asal perlu ditransformasikan
menjadi vektor baku Z(nxm) yang dirumuskan sebagai berikut:
Dimana: Zij = unsur matriks Z baris ke-i dan kolom ke-j
Xij = unsur matriks X baris ke- i dan kolom ke-j
Xj = rataan parameter Xj
Sj = simpangan baku parameter Xj
Selanjutnya matriks baku ini ditransformasikan menjadi matriks skor
komponen utama (SK). Peubah bebas pada regresi komponen utama merupakan
kombinasi linier dari peubah asal Z (Z adalah hasil pembakuan dari peubah X),
yang disebut sebagai komponen utama. Komponen utama ke- j dapat dinyatakan
dalam bentuk persamaan berikut:
Wj = a1jZ1 + a2jZ2 + … + apjZp …………………………..……4.1
dimana W merupakan komponen utama hasil reduksi dan aj merupakan koefisien.
Di antara Wj saling orthogonal (bebas satu sama lainnya). Komponen ini
menjelaskan bagian terbesar dari keragaman yang dikandung oleh gugusan data
yang telah dibakukan. Komponen-komponen W yang lain menjelaskan proposi
keragaman yang semakin lama semakin kecil sampai semua keragaman datanya
terjelaskan. Biasanya tidak semua W digunakan, sebagian ahli menganjurkan agar
memilih komponen utama yang akar cirinya lebih dari satu, keragaman data yang
dapat diterangkan oleh komponen utama tersebut kecil sekali.
Selanjutnya komponen utama (Wj) yang terpilih diregresikan dengan
dengan Y. Persamaan regresi yang di dapat kemudian kemudian di tranformasi
balik ke peubah Z, dapat diperoleh:
36
Y = c0 + c1Z1 + c2Z2 + … +cpZp ………………….………………………..4.2
Kemudian ditransformasi lagi ke peubah asli yaitu peubah X.
Sehingga,
Y = b0 + b1X1 + b2X2 + …+ bpXp ……………………………….…………..4.3
2. Pengujian terhadap parameter model (Uji F)
Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah model penduga
yang diajukan sudah tepat untuk menduga parameter dan fungsi produksi.
Hipotesis:
H0 : b1 = b2 = ..... = b6 = 0
H1 : Setidaknya ada satu bi ≠ 0
Uji statistik yang digunakan adalah uji F
Dimana:
R2 = Koefisien determinasi
k = Jumlah parameter
n = Jumlah pengamatan (contoh)
Kriteria Uji:
F-hitung > F-Tabel (k-1,n-k) Tolak H0
F-hitung < F-Tabel (k-1,n-k) Terima H0
Jika H0 ditolak berarti paling sedikit ada satu peubah bebas (X) yang
digunakan berpengaruh sighifikan terhadap peubah tak bebas. Apabila H0 ditolak,
maka garis regresi linier berganda yang bersangkutan dapat digunakan untuk
memperkirakan/meramalkan peubah tak bebas (Y). Sebaliknya jika H0 diterima
berarti tidak ada peubah bebas yang digunakan yang berpengaruh signifikan
37
terhadap peubah tak bebas. Apabila H0 diterima maka garis linier regresi linier
berganda yang bersangkutan tidak dapat digunakan untuk memperkirakan/
meramalkan Y.
Untuk melihat sejauh mana variasi peubah tak bebas (Y) dijelaskan oleh
peubah bebas (Xi) dapat dilihat dari besarnya nilai koefisien determinasi (R2).
Koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai berikut:
Dimana: SST = Jumlah kuadrat total
SSE = Jumlah kuadrat galat/eror
SSR = Jumlah kuadrat regresi
Nilai R2 bergerak antara nol sampai dengan satu atau dalam notasi
matematis ditulis sebagai 0 ≤ R2 ≤1. Jika R
2 sama dengan satu berarti bahwa
sumbangan peubah bebas secara bersama-sama terhadap variasi peubah tak bebas
adalah seratus persen. Hal ini berarti bahwa seluruh variasi pada peubah tak bebas
dijelaskan oleh model.
3. Pengujian parameter variabel (Uji t)
Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah setiap peubah bebas
berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas.
Hipotesa :
H0 : bi = 0
H1 : bi > 0 ; i = 1,2,3,…..,5
Uji statistik yang digunakan adalah uji-t:
Dimana: bi = Koefisien regresi ke-i yang diduga
Sbi = Standar deviasi koefisien regresi ke-i yang diduga
Kriteria uji:
t-hitung < t-tabel (α/2, n-k) Terima H0
38
t-hitung > t-tabel (α/2, n-k) Tolak H0
Jika H0 ditolak, artinya peubah Xi berpengaruh signifikan terhadap peubah
tak bebas Y. Sebaliknya, jika H0 diterima maka peubah bebas Xi tidak
berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas Y.
4.3.3 Pengukuran Variabel
Konsep pengukuran variabel yang dipakai dalam penentuan pendugaan
fungsi produksi CPO ini terdiri dari variabel bebas (independent variable) dan
variabel tidak bebas (dependent variable). Produksi CPO merupakan variabel tak
bebas, yaitu peubah yang dipengaruhi oleh faktor-faktor lain dalam model.
Sedangkan variabel bebas adalah variabel yang tidak dipengaruhi oleh faktor lain
dalam model, seperti jumlah TBS, tenaga kerja, jam mesin, penggunaan air,
penggunaan uap dan suplai listrik.
Dalam menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi CPO,
variabel-variabel yang diukur adalah:
1. Produksi CPO (Y)
Crude Palm Oil (CPO) yang dimaksud adalah CPO yang dihasilkan dari
pabrik kelapa sawit Adolina dinyatakan dalam satuan ton. Jumlah produksi CPO
yang dihasilkan dihitung berdasarkan produksi bulanan.
2. Jumlah TBS (X1)
Jumlah Tandan Buah Segar (TBS) yang dimaksud adalah TBS total yang
diolah pabrik kelapa sawit Adolina dalam satu bulan. TBS total yang diolah
tersebut berasal dari TBS yang dihasilkan dari kebun Adolina sendiri maupun
TBS yang merupakan pembelian dari pihak ketiga. Satuan yang digunakan adalah
ton.
3. Tenaga kerja (X2)
Tenaga kerja tetap adalah pekerja yang sifat hubungan kerjanya tidak
ditentukan batas waktunya oleh peraturan-peraturan sehingga mereka harus
melakukan pekerjaannya baik pada saat proses produksi CPO maupun tidak
produksi. Dalam model fungsi produksi yang akan digunakan, tenaga kerja yang
dimaksud adalah jumlah orang atau karyawan pelaksana yang bekerja dalam satu
hari dikalikan dengan jumlah hari pengolahan dalam sebulan. Satuan yang
digunakan adalah orang.
39
4. Jam mesin (X3)
Mesin merupakan salah satu faktor produksi yang digunakan dalam proses
produksi CPO. Jam mesin yang digunakan akan berpengaruh terhadap keluaran
yang dihasilkan dari kegiatan produksi tersebut. Berdasarkan sifat proses produksi
CPO yang kontinyu, apabila terjadi kerusakan atau kemacetan pada salah satu
mesin maka akan mengakibatkan kemacetan pada proses produksi secara
keseluruhan sehingga kegiatan produksi CPO dipengaruhi oleh kemampuan mesin
untuk beroperasi, salah satunya ditunjukkan oleh nilai jam mesin. Satuan yang
digunakan untuk jam mesin adalah jam.
5. Penggunaan Air (X4)
Bahan pembantu yang digunakan dalam proses produksi CPO di Unit
Adolina adalah air dan dihitung dalam satuan liter. Air digunakan sebagai bahan
pembantu dimulai dari loading ramp hingga tahap akhir proses pemurnian
minyak. Air yang digunakan terdiri dari air biasa maupun air panas. Air biasa
yang digunakan berasal dari sungai ular yang ditampung pada menara air. Air
panas yang digunakan merupakan air yang diperoleh dari pemanasan air bersih
dalam tanki air panas (hot water tank).
6. Penggunaan Uap (X5)
Air yang digunakan dalam proses produksi CPO diubah menjadi steam
atau uap, masuk ke dalam turbin uap sebagai penggerak turbin kemudian uap
yang dilepas oleh turbin dialirkan melalui pipa-pipa sebagai bahan pembantu
dalam proses pengolahan buah.. Uap sama halnya dengan air yaitu berfungsi
sebgai bahan pembantu dalam proses produksi. Satuan yang digunakan yaitu (kg).
6. Suplai Listrik (X5)
Jumlah pemakaian listrik yang digunakan pada pengolahan kelapa sawit
yang diukur dalam satuan kwh per bulan. Pemakaian listrik merupakan variabel
produksi karena teknologi PKS Adolina sangat bergantung pada listrik sebagai
penggerak mesin maupun sebagai penerangan saat pengolahan berlangsung pada
malam hari. Listrik yang digunakan pada proses pengolahan berasal generator.
Uap yang berasal dari ketel uap dengan kecepatan yang tinggi akan memutar roda
turbin yang selanjutnya dimanfaatkan untuk memutar generator sebagai penghasil
listrik.
40
V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
5.1. Profil Perusahaan
5.1.1. Sejarah Perusahaan
Unit Usaha Adolina didirikan oleh pemerintah Belanda sejak tahun 1926
dengan nama “NV Cultuur Maatschappy Onderneming (NV CMO)” yang
bergerak dalam budidaya tembakau. Pada tahun 1938 budidaya tembakau dirubah
menjadi kelapa sawit dan karet dengan nama “NV Serdang Cultuur Maatschappy
(SCM)”. Sejak tahun 1973, budidaya karet diganti menjadi kakao, sedangkan
kelapa sawit tetap dipertahankan. Pada tahun 1942, Adolina diambil alih oleh
pemerintah Jepang dan diambil kembali oleh pemerintah Belanda pada tahun
1946 dengan nama tetap “NV SCM”. Pada tahun 1958, perusahaan diambil alih
oleh pemerintah Republik Indonesia dengan nama Perusahaan Perkebunan Negara
(PPN). Nama PPN diganti menjadi PPN Baru SUMUT V tahun 1960. Pada tahun
1963 PPN Baru SUMUT V dipisah menjadi dua yaitu:
1. PPN Karet III Adolina Hulu, Kantor Kesatuan di Tanjung Morawa
2. PPN Aneka Tanaman II Kebun Adolina Hilir, Kantor Kesatuan di Pabatu.
Tahun 1968, PPN Antan II diganti menjadi PNP VI, dengan
penggabungan kembali PPN Karet III Kebun Adolina Hulu dengan PPN Aneka
Tanaman II Kebun Adolina Hilir, lalu pada tahun 1978 PNP VI diubah menjadi
bentuk Persero dengan nama PT Perkebunan VI (Persero). Tahun 1974 PTP IV,
PTP VII, dan PTP VIII, digabung dan dipimpin oleh Direktur Utama PTP VII.
Sejak tanggal 11 Maret 1996 sampai dengan saat ini gabungan PTP VI, PTP VII,
dan PTP VIII diberi nama Perkebunan Nusantara IV (Persero). Unit usaha
Adolina merupakan salah satu Unit Usaha dari PT Perkebunan Nusantara IV
(Persero) dan merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Sesuai Surat Keputusan Direksi PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero)
Nomor : 04.13/Kpts/Org/93/XII/1998 tanggal 17 Desember 1998 memutuskan
terhitung mulai tanggal 01 Januari 1999 melebur Kebun Bangun Purba dan
merubah statusnya menjadi Afdeling Unit Adolina. Luas areal HGU Unit Adolina
seluas 8.965,69 Ha, dibagi menjadi tiga bagian yaitu kelapa sawit sebesar 8500
Ha, kebun benih kakao sebesar 150 Ha dan lain lain 315,69 Ha (emplasment,
41
pondok, pembibitan, pabrik, dan lain-lain). Sesuai Surat Keputusan Direksi PT
Perkebunan Nusantara IV (Persero) Nomor: 04.12/Kpts/71/XII/2009 tentang
rasionalisasi areal, maka Unit Adolina yang selama ini berjumlah 14 Afdeling
menjadi sembilan Afdeling.
Produksi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit diolah di Pabrik Kelapa
Sawit (PKS) yang dimiliki oleh Unit Adolina sendiri. Pabrik kelapa sawit ini
didirikan pada tahun 1956 dengan kapasitas 26 ton TBS/jam dan direnovasi pada
tahun 2000 hingga kapasitas terpasang pabrik kelapa sawit adalah 30 ton
TBS/jam. Pabrik kelapa sawit Adolina dipakai untuk mengolah TBS sendiri dan
pembelian TBS dari pihak ketiga.
Pemasaran hasil produksi seluruh PT. Perkebunan Nusantara IV dikelola
oleh Kantor Pemasaran Bersama (KPB). Pemasaran CPO yang diproduksi oleh
pabrik kelapa sawit Adolina masuk ke dalam Koordinator Wilayah I (Korwil I)
Medan yang dikelola oleh Kantor Pemasaran Bersama (KPB). Jadi, semua hasil
yang dikirim ke konsumen harus melalui perintah dari Kantor Pusat (Kanpus) di
Medan. Daerah pemasaran CPO dari unit usaha Adolina ini diekspor ke beberapa
negara seperti Belanda, Jepang, Belgia, dan sebagian dikirim untuk pasar lokal,
sedangkan untuk produk inti diproses lebih lanjut ke pabrik pengolahan inti sawit
di Pabatu.
5.1.2. Lokasi Perusahaan
Unit Adolina merupakan pintu gerbang PT. Perkebunan Nusantara IV,
berada di Kabupaten Serdang Bedagai tepatnya di pinggir jalan raya Medan-
Pematang Siantar dengan jarak 38 Km dari Medan. Kebun kelapa sawit Unit
Adolina berada di enam kecamatan yaitu Kecamatan Perbaungan, Pantai Cermin,
Galang, Bangun Purba, STM Hilir dan Gajahan yang dikelilingi oleh 21 desa.
Topografi tanah keadaannya datar dengan ketinggian kurang lebih 15 meter di
atas permukaan laut. Lokasi Kebun memanjang dari Utara ke Selatan, kiri kanan
berbatasan dengan kampung dan terpisah menjadi tiga bagian/lokasi yaitu wilayah
Adolina 11 Afdeling, Bangun Purba (dua Afdeling) dan Bandar Kuala (satu
Afdeling). Jarak tempuh dari satu wilayah ke wilayah yang lain kurang lebih satu
jam perjalanan.
42
5.2. Organisasi dan Manajemen Perusahaan
5.2.1. Struktur Organisasi Perusahaan
Struktur organisasi yang digunakan oleh PT. Perkebunan Nusantara IV
(Persero) Unit Adolina adalah struktur yang berbentuk lini dan fungsional.
Berdasarkan fungsi. yaitu pembagian atas unit-unit organisasi didasarkan pada
spesialisasi tugas yang dilakukan dan juga wewenang dari pimpinan dilimpahkan
pada unit unit organisasi di bawahnya pada bidang tertentu secara langsung.
Pimpinan tertinggi dipegang oleh seorang Manajer Unit. Adapun Struktur
Organisasi PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Adolina dapat dilihat
pada Lampiran 2.
5.2.2. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab
Adapun pembagian tugas dan tanggung jawab pada PT. Perkebunan
Nusantara IV (Persero) Unit Adolina adalah sebagai berikut :
1. Manajer Unit
Manajer Unit merupakan pimpinan tertinggi dikebun Adolina. Manajer Unit
bertanggung jawab secara keseluruhan terhadap perencanaan operasional
pabrik serta bertanggung jawab dalam mengevaluasi kinerja Unit. Manajer Unit
juga bertanggung jawab kepada Direksi yang terletak di kantor pusat Medan.
Selain itu manajer unit memiliki tugas sebagai berikut :
a. Menciptakan iklim kerja yang sesuai dengan memperlihatkan hubungan ke
dalam dan di luar kehidupan sosial bawahan dan masyarakat sekitarnya
agar kegairahan kerja tetap terpelihara.
b. Melaksanakan penilaian dan mengusulkan pengangkatan, pemindahan,
penambahan dan hukuman bagi karyawan staf berdasarkan ketentuan yang
telah berlaku demi tegaknya disiplin kerja.
c. Mengawasi dan menilai hasil kerja kepala Dinas secara terus menerus
dengan membandingkan hasil nyata dan norma-norma kerja serta
melakukan tindakan pemulihan untuk menghindari anggaran biaya yang
melebihi batas teloransi yang dibenarkan.
d. Melaporkan data serta kegiatan yang ada kepada direksi.
43
2. Kepala Dinas Tanaman
Kepala Dinas Tanaman bertugas melakukan koordinasi penyusunan taksasi
produksi tanaman berdasarkan data dan pengamatan agar diperoleh taksasi
yang dapat mendekati kenyataan. Selain itu Kepala Dinas Tanaman juga
memiliki tugas sebagai berikut :
a. Mengajukan anggaran belanja dengan program pelaksanaan yang sistematis
dan mudah dimengerti bersama-sama dengan asisten tanaman/afdeling.
b. Mengendalikan semua kegiatan operasi afdeling berdasarkan norma-norma
yang berlaku agar semua kegiatan berjalan sesuai dengan tujuan operasi.
c. Membina pengetahuan dan keterampilan para asisten tanaman/afdeling
melalui rapat kerja, diskusi, penjelasan langsung dilapangan supaya lebih
mampu melaksanakan tugas sebagai instruksi terhadap bawahannya.
d. Memelihara kerja di bidang tanaman sesuai dengan lingkungan kerja agar
setiap orang merasa senang dan aman dalam menyelesaikan tugas.
e. Menyempurnakan metode kerja yang tidak sesuai dengan metode yang
lebih baik melalui pengamatan agar efektivitas dan efisiensi kerja tercapai
secara optimal.
3. Asisten Tanaman/ Afdeling
Asisten Tanaman/ Afdeling bertugas membuat taksasi produksi tanaman yang
disusun berdasarkan analisis data dan taksiran potensi tanaman agar diperoleh
taksasi yang dapat mendekati kenyataan. Selain itu, Asisten Tanaman/Afdeling
mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Mengajukan kebutuhan tenaga kerja berdasarkan ketentuan penerimaannya
agar dapat menyelesaikan semua pekerjaan sesuai dengan program.
b. Mengatur pembagian kerja dan melengkapi peralatan/bahan secara teratur
dan terpadu supaya hasil kerja diperoleh sesuai dengan yang ditentukan.
c. Menempatkan tenaga kerja sedapat mungkin sesuai dengan bakat, fisik dan
sikap agar tercapai semangat kerja yang bergairah.
d. Melaksanakan pemeiharaan secara efektif dan efisien sesuai dengan standar
yang ditentukan.
44
e. Melaksanakan panen sesuai dengan kriteria yang ditentukan dan
menyelesaikan pengangkutan secepatnya pada hari itu juga sehingga
kenaikan ALB (Asam Lemak Bebas) di kebun dapat dihindari.
4. Kepala Dinas Teknik dan Pengolahan
Kepala Dinas Teknik dan Pengolahan merupakan penanggung jawab pabrik
dibidang pemeliharaan, bengkel dan bertanggung jawab atas segala
kebijaksanaan dan tindakan dalam bidang produksi. Selain itu Kepala Dinas
Teknik dan Pengolahan juga memiliki tugas sebagai berikut :
a. Memberikan petunjuk dan mengawasi pemeliharaan di bidang teknik
b. Membuat rencana pelayanan kebutuhan bangunan atau pengangkutan
bahan mentah.
c. Melayani kebutuhan dan merencanakan kapasitas pabrik.
d. Merencanakan, mengkoordinasikan dan mengarahkan serta mengawasi
kegiatan-kegiatan bagian pengolahan dan laboratorium.
e. Menandatangani dan mengecek formulir-formulir dan laporan-laporan
sesuai dengan asisten dan prosedur yang berlaku.
f. Melaporkan data, kegiatan bagian pengolahan dan laboratorim kepada
administratur.
5. Assisten Bengkel Umum/Pabrik
Assisten Bengkel Umum/Pabrik bertugas membantu Kepala Dinas Teknik
dalam memimpin bagian reparasi alat-alat pabrik. Selain itu, Assisten Bengkel
Umum/Pabrik mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Berperan dalam pemeliharaan dan perbaikan alat-alat yang ada di pabrik
agar tetap dalam kondisi yang baik.
b. Merencanakan dan mengarahakan serta mengkoordinasikan kegiatan
bagian reparasi.
6. Assisten Transportasi/Motor
Assisten Transportasi/Motor bertugas membantu Kepala Dinas Teknik dalam
memimpin bagian bengkel motor. Selain itu, Assisten Transportasi/Motor
mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Mengawasi alat pengangkutan kendaraan bermotor.
b. Mengkoordinasikan segala perbaikan kendaraan bermotor yang rusak.
45
7. Asisten PKS
Asisten PKS bertugas membantu Kepala Dinas Pengolahan dalam mengawasi
kegiatan pabrik. Selain itu, Asisten PKS mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Mengawasi seluruh kegiatan proses produksi di pabrik
b. Mengawasi kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan dengan
berpedoman kepada ketentuan yang diberikan oleh direksi.
c. Memberikan data data dan kegiatan proses produksi kepada Kepala Dinas
Pengolahan.
8. Mandor Bagian Pengiriman
Mandor Bagian Pengiriman bertugas membantu Kepala Dinas Teknik dan
Pengolahan dalam mengawasi kegiatan pabrik. Selain itu mandor bagian
pengiriman bertanggung jawab melaksanakan penjualan minyak sawit (CPO)
dan inti pada pelanggan.
9. Kepala Dinas Tata Usaha
Kepala Dinas Tata Usaha bertugas membantu Manajer Unit dalam memimpin
seluruh kegiatan administrasi perusahaan. Tugas yang ditangani Kepala Dinas
Tata Usaha adalah sebagai berikut :
a. Merencanakan dan mengkoordinasikan kegiatan bagian administrasi.
b. Mengawasi pemakaian dan penggunaan alat-alat kantor.
c. Mengkoordinasikan segala pembayaran dan penyediaan barang-barang.
d. Mengawasi seluruh kegiatan administrasi perusahaan.
10. Asisten Tata Usaha
Asisten Tata Usaha bertugas membantu Kepala Dinas Tata Usaha dalam
menjalankan seluruh kegiatan administrasi diperusahaan.
11. Asisten SDM dan Umum
Asisten SDM dan Umum bertugas membantu Manajer Unit dalam meneliti
penerimaan tenaga kerja. Tugas yang ditangani Asisten SDM dan Umum
adalah sebagai berikut :
a. Mengawasi dan meneliti penerimaan tenaga kerja dengan berpedoman
kepada standard yang telah ditetapkan oleh Direksi.
b. Melaksanakan kegiatan yang diprogramkan oleh pemerintah setelah
mendapatkan persetujuan Direksi.
46
c. Membina hubungan baik dengan pemerintah dan masyarakat disekitar
lokasi perusahaan.
d. Mengkoordinasikan kegiatan dalam peningkatan kesejahteraan karyawan.
e. Memberikan informasi kepada Manajer Unit dalam bidang produktivitas
kerja.
12. Perwira Pengamanan (Pa Pam)
Perwira Pengamanan (Pa Pam) bertugas membantu Manajer Unit dalam
memimpin bidang keamanan. Tugas yang ditangani Perwira Pengamanan (Pa
Pam) adalah melakukan pengawasan pengamanan informasi dan inventaris
perusahaan.
5.2.3. Sistem Pengupahan
Pembagian upah/gaji karyawan PT. Perkebunan Nusantara IV Unit
Adolina dilakukan dua kali setiap bulannya yaitu Remisi II yang disebut sebagai
gajian besar dan Remisi I yang biasanya disebut dengan gajian kecil. Jumlah
upah/gaji yang diberikan kepada karyawan disesuaikan dengan golongan (IA s/d
IVD). Selain gaji bulanan, karyawan juga mendapat upah lembur dihitung luar
jam kerja ditambah dengan setiap karyawan juga mendapat 15 kg beras setiap kali
gajian.
Untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan, perusahaan juga
menyediakan fasilitas seperti :
a. Perumahan untuk setiap karyawan pimpinan dan karyawan pelaksana yang
berada di lokasi perkebunan sekitar pabrik.
b. Air dan listrik untuk keperluan rumah tangga.
c. Tunjangan keselamatan kerja, duka cita dan tunjangan lainnya.
d. Rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan bagi karyawan.
e. Tempat penitipan bayi.
f. Tempat ibadah disekitar perumahan karyawan.
g. Sarana olahraga.
h. Transportasi.
47
5.3. Perkembangan Produksi Pabrik
Perkembangan produksi di Unit Adolina dapat ditinjau dari beberapa hal,
antara lain penyediaan bahan baku, keberhasilan dalam proses pengolahan, serta
ketersediaan tenaga kerja. Pada proses produksi di Unit Adolina terdapat beberapa
faktor produksi yang digunakan yaitu bahan baku berupa TBS kelapa sawit,
tenaga kerja, suplai listrik serta bahan pembantu berupa air dan uap.
5.3.1. Bahan Baku (Jumlah TBS)
Bahan baku sangat berperan penting dalam suatu proses produksi. Pasokan
bahan baku yang tidak lancar akan menghambat kelancaran proses produksi.
Tandan Buah Segar (TBS) merupakan bahan baku utama dalam kegiatan proses
produksi CPO, sehingga ketersediaannya sangat mempengaruhi kegiatan
produksi. Dari perkembangan jumlah pasokan TBS yang terlihat pada Tabel 10
dapat diperoleh gambaran bahwa kuantitas pasokan bahan baku TBS meningkat
setiap tahunnya. Peningkatan pasokan TBS ini sangat dipengaruhi oleh
peningkatan pasokan dari kebun sendiri serta peningkatan pembelian TBS dari
pihak ketiga.
Tabel 10. Jumlah TBS yang Diolah Pabrik Kelapa Sawit Adolina Tahun 2008-
2011 (dalam kg)
Tahun TBS Adolina TBS Pembelian TBS Diolah
2008 114.456.600 37.499.625 151.956.225
2009 126.436.320 47.485.410 173.921.730
2010 133.920.200 49.169.860 183.090.060
2011 141.372.483 48.013.038 189.385.521
Sumber : PTPN IV Unit Adolina (2011)
5.3.2. Ketenagakerjaan
Faktor produksi yang tak kalah pentingnya dalam suatu kegiatan produksi
adalah tenaga kerja. Ketersediaan tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kelancaran proses. Tenaga kerja merupakan sumberdaya yang
dapat mengelola dan mengkombinasikan faktor-faktor produksi lain sehingga
dapat menghasilkan suatu output yang diinginkan.
Jam kerja yang berlaku pada PT. Perkebunan Nusantara IV Unit Adolina
dibagi atas dua bagian yaitu:
48
a. Bagian Kantor
Untuk bagian kantor hanya ada satu shift dengan 7 jam kerja per hari dan 40
jam kerja per minggu dengan bagian dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Jam Kerja Karyawan Kantor Unit Adolina Tahun 2011
No. Hari Waktu Kerja (WIB) Istirahat
1 Senin − Kamis 06.30 – 09.30
10.30 – 15.00
09.30 – 10.30
2 Jumat 06.30 – 09.30
10.30 – 12.00
09.30 – 10.30
3 Sabtu 06.30 – 09.30
10.30 – 13.00
09.30 – 10.30
Sumber : PTPN IV Unit Adolina (2011)
b. Bagian Pabrik
Untuk karyawan pabrik dibagi ke dalam dua shift. Jam kerja karyawan
pelaksana berdasarkan shift di Pabrik kelapa sawit Adolina dapat dilihat pada
Tabel 12. Waktu istirahat untuk karyawan bagian pengolahan diberikan
selama 1 jam tetapi tidak ditentukan jadwal yang tetap. Waktu istirahat
tersebut tergantung pada pengaturan waktu tenaga kerja di stasiun kerja
masing-masing dengan ketentuan di setiap stasiun tidak boleh kosong.
Tabel 12. Jam Kerja Karyawan Pabrik Kelapa Sawit Adolina Tahun 2011
No. Shift Waktu Kerja (WIB)
1 I 06.30 – 17.00
2 II 17.0 – 05.00
Sumber : PTPN IV Unit Adolina (2011)
Pada Pabrik kelapa sawit Adolina terdapat dua jenis tenaga kerja, yaitu
karyawan pimpinan dan karyawan pelaksana. Khusus untuk karyawan pelaksana
atau biasa disebut sebagai operator pabrik yang dibutuhkan untuk satu kali shift
dapat dilihat pada Tabel 13. Tenaga kerja di pabrik kelapa sawit Adolina
merupakan tenaga kerja tetap. kebijakan perusahaan menetapkan bahwa karyawan
pabrik tetap masuk kerja meskipun bahan baku tandan buah sawit yang akan
diolah sedang dalam keadaan kosong. Karyawan pabrik dapat melakukan
perawatan mesin pada jika bahan baku kosong.
49
Tabel 13. Pembagian Kerja pada Pabrik Kelapa Sawit Adolina Tahun 2011
No. Stasiun Jumlah TK Jumlah Shift
1 Mandor Shift 2 2
2 Wacht Tukang 4 2
3 Penerimaan TBS 8 2
4 Rebusan 16 2
5 Thresher 4 2
6 Hoisting Crane 4 2
7 Pressan 4 2
8 Klarifikasi 6 2
9 Depericarper & Kernel 6 2
10 Boiler Operator 8 2
11 Kamar Mesin 4 2
12 Water Treatment 2 2
13 Laboratorium 6 2
14 Limbah 4 2
Jumlah 78 Sumber : PTPN IV Unit Adolina (2011)
5.3.3. Jam Olah Mesin
Jam olah menunjukkan rentang waktu lamanya pabrik mengolah dalam
satu kali produksi. Jam olah pabrik adalah jam olah efektif ditambah jam olah
stagnasi, dimana jam olah efektif mulai dihitung setelah screw press beroperasi
sampai screw press berhenti. Sedangkan jam olah stagnasi adalah jumlah jam
kerusakan setiap alat yang menyebabkan terhentinya proses screw press. Dalam
pengolahan juga dikenal istilah jam olah yang tersedia yang merupakan jam
pabrik bekerja dihitung sejak fire up boiler hingga pabrik berhenti. Dimulainya
jam olah untuk satu kali produksi tergantung dari ketersedian bahan baku atau
TBS. Alokasi jam olah dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Alokasi Jam Olah dan Penggunaan Listrik pada Proses Produksi CPO
Pabrik Kelapa Sawit Adolina Tahun 2008-2011
Uraian 2008 2009 2010 2011
Jam Olah (Jam/ tahun) 5.103,00 5.872,00 6.466,00 7.018,50
Listrik (kwh/ ton TBS) 16,20 14,45 15,54 15,96
Sumber : PTPN IV Unit Adolina (2011)
Mesin yang digunakan dalam proses produksi CPO bersifat flow process,
dimana kerusakan pada satu mesin akan memberikan hambatan bagi proses
produksi selanjutnya. Oleh karena itu, kemampuan mesin dalam melakukan
50
pengolahan sangat mempengaruhi proses produksi. Kemampuan mesin untuk
beroperasi ini ditunjukkan oleh jam mesin atau jam olah. Rentang waktu lamanya
pabrik mengolah sebenarnya juga dipengaruhi oleh pasokan tandan buah segar ke
pabrik, dimana semakin banyak pasokan TBS maka jam olah akan semakin tinggi
pula.
5.3.4. Suplai Listrik
Secara keseluruhan pemakaian listrik pada unit Adolina cukup besar,
karena dimanfaatkan untuk beberapa kepentingan, namun dalam penelitian hanya
dilakukan kajian dalam penggunan listrik untuk proses produksi. Dalam kegiatan
produksinya, Unit Adolina mengolah TBS hingga menghasilkan CPO dengan
menggunakan bantuan mesin-mesin. Mesin ini digerakkan dengan menggunakan
sumber tenaga listrik. Listrik yang dihasilkan berasal dari mesin pembangkit/
genset berbahan bakar solar serta mesin generator bertenaga uap.
Genset digunakan sebagai pembangkit tenaga awal turbine hingga berjalan
pada keadaan normal. Selanjutnya turbine beroperasi dengan uap air sebagai
sumber tenaga. Uap air sendiri akan dihasilkan oleh ketel uap. Ketel uap
merupakan alat yang digunakan untuk mengubah air menjadi uap air dengan jalan
pemanasan yang diperoleh dari hasil pembakaran. Ketel uap dipanaskan (Fire up)
dengan membakar sampah yang dikirim (boiler) sebagai sumber pembangkit
berupa ampas (cake) dan cangkang (shell) ataupun janjangan kosong (empty buch)
yang disediakan pada hari sebelumnya. Alokasi suplai listrik pada proses
pengolahan TBS menjadi CPO dapat dilihat pada Tabel 14.
5.3.5. Bahan Pembantu
Pada proses produksi CPO di Unit Adolina menggunakan air dan uap
sebagai bahan pembantu pengolahan. Air merupakan kebutuhan vital bagi sebuah
PKS karena sebagian besar proses pengolahan memerlukan air. Air yang
digunakan harus memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti kesadahan dan kadar
silika. Umumnya air yang diperoleh dari sumbernya seperti air hujan, air sungai,
air sumur bor dan lainnya. Jika kurang memenuhi syarat, air harus diolah sebelum
digunakan. Pada PKS Adolina, air yang digunakan berasal dari air sungai ular
yang kemudian diproses lebih lanjut agar layak digunakan untuk proses
51
pengolahan. Air dan uap digunakan pada setiap stasiun terutama pada stasiun
pengempaan dan klarifikasi. Fungsi air pada stasiun pengempaan adalah
menurunkan viskositas hasil pengempaan daging buah. Sementara pada stasiun
klarifikasi air digunakan untuk mempermudah proses pemurnian minyak dari
sludge.
Tabel 15. Alokasi Penggunaan Air dan Penggunaan Uap pada Proses Produksi
CPO Pabrik Kelapa Sawit Adolina Tahun 2008-2011
Uraian 2008 2009 2010 2011
Air (m3/ ton TBS) 1,338 1,335 1,319 1,307
Uap (kg/ ton TBS) 0,607 0,597 0,625 0,569
Sumber : PTPN IV Unit Adolina (2011)
5.4. Proses Produksi
Proses produksi adalah cara, metode dan teknik untuk menciptakan atau
menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber-sumber
yang ada seperti tenaga kerja, mesin, bahan dan dana. Ada dua jenis pengolahan
kelapa sawit pada pabrik kelapa sawit Adolina yaitu proses pengolahan sawit
Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO).
5.4.1. Proses Produksi CPO (Crude Palm Oil)
Bahan baku utama proses produksi CPO pada pabrik kelapa sawit Adolina
adalah buah kelapa sawit yang masih segar. Bahan baku yang diolah harus
merupakan baku yang memenuhi kriteria pengolahan seperti kriteria matang
panen. Adapun proses produksi CPO adalah sebagai berikut :
1. Stasiun Penerimaan Buah (Fruit Reception Station)
Stasiun penerimaan bahan buah ini berfungsi untuk menerima bahan baku
TBS yang berasal dari kebun Adolina maupun buah dari pembelian dari pihak
ketiga. Pada stasiun ini TBS melalui tahapan proses yaitu tahap penimbangan
buah dan tahap penumpukan dan pemindahan buah.
2. Stasiun Penimbangan Buah (Fruit Weighting)
Jembatan timbang menggunakan mekanikal hybrid dengan kapasitas 50
ton dilengkapi dengan sistem komputasi, jembatan timbangan ditera oleh Badan
Meterologi satu kali setahun. TBS (tandan buah segar) yang sudah ditimbang
52
dimasukkan ke loading ramp. Penimbangan bertujuan untuk mengetahui
produktivitas kebun sehingga memerlukan data berat, asal kebun, bagian, blok.
Selain TBS, pada jembatan timbang dilakukan juga penimbangan terhadap
pengiriman CPO dan inti sawit, janjang kosong, fibre, dan pupuk untuk afdeling
kebun.
3. Stasiun Rebusan (Sterilizer)
TBS yang berada dalam lory rebusan diangkut dari stasiun penerimaan
buah dengan bantuan transfer carrier yang bergerak pada jaringan rel. Lory
rebusan ini selain sebagai alat angkut juga sebagai wadah untuk merebus buah.
Badan lory tersebut terbuat dari plat baja berlubang kecil dengan diameter 27.000
mm berjumlah tiga unit dengan system dua pintu dan memakai PLC (Program
Local Control) dengan waktu merebus buah ± 90 menit, masing-masing sterilizer
berkapasitas 10 lory (± 25 ton TBS). Sistem perebusan yang dipakai adalah sistem
tiga puncak (triple peak). Triple peak adalah jumlah puncak dalam proses
perebusan ditunjukkan dari jumlah pembukaan atau penutupan dari uap masuk
atau keluar selama perebusan berlangsung yang diatur secara manual atau
otomatis. Waktu perebusan yang menjadi perhatian setelah puncak pertama dan
kedua adalah pada saat puncak ketiga (holding time) yaitu antara 40-60 menit.
Holding time sangat dipengaruhi oleh kematangan buah, lamanya buah menginap
dan tekanan steam. Semakin matang dan semakin buah lama menginap, semakin
pendek waktu yang diperlukan di puncak ketiga.
4. Stasiun Penebah (Thressing)
Stasiun penebah mempunyai fungsi untuk memisahkan brondolan dari
tandannya buah matang dari sterilizer diatur masuk sebagai umpan ke dalam
thresher yang kecepatannya diatur oleh variabel speed. Di dalam thresher
dipisahkan antara tandan kosong dan brondolan matang dengan cara
dibantingkan/dijatuhkan dari atas ke bawah sambil diputar.
5. Stasiun Pengempaan
Stasiun pengempaan adalah stasiun pertama dimulainya pengambilan
minyak dari buah dengan jalan melumat dan mengepal. Pada stasiun ini dilakukan
dua tahap pengolahan yaitu :
53
a. Pengadukan (digesting)
b. Pengempaan (pressing)
1. Digester terintegrasi dengan screw press. Brondolan yang telah dibawa
fruit elevator diremas atau diaduk. Fungsi digester adalah sebagai berikut :
a. Mencincang dan melumat brondolan sehingga daging dengan biji
(noten) mudah dipisahkan.
b. Mengeluarkan sebagian minyak dari brondolan yang timbul akibat
proses pengadukan.
c. Memudahkan pengeluaran minyak di screw press.
2. Screw Press
Massa adukan yang berasal dari alat pengadukan (digester), dialirkan ke
dalam alat pengempa (screw press) yang berfungsi untuk mengempa
massaadukan sehingga terjadi pemisahan antara massa padat (biji, serat
dan kotoran) dengan cairan minyak kasar. Tujuan dari proses pengempaan
ini adalah untuk mengambil minyak yang ada dalam massa adukan
semaksimal mungkin dengan cara mengempa pada tekanan tertentu.
6. Stasiun Pemurnian Minyak (Clarification Station)
Stasiun ini berfungsi untuk mendapatkan minyak sawit mentah Crude
Plam Oil (CPO) yang sudah dimurnikan dari impurities atau kotoran lainnya.
Stasiun pemurnian minyak adalah stasiun terakhir untuk pengolahan minyak sawit
mentah (CPO). Minyak mentah yang dihasilkan dari stasiun pengempaan dikirim
ke stasiun ini untuk proses selanjutnya sehingga diperoleh minyak produksi.
5.4.2. Proses Produksi PKO (Palm Kernel Oil)
1. Pemisahan Daging Buah dengan Biji
Ampas kempa (press cake) yang keluar dari screw press terdiri dari biji
dan serabut beserta fraksi minyak dan air yang terkandung dalam kadar yang
kecil. Ampas kempa tersebut masih berbentuk gumpalan, dimana gumpalan-
gumpalan ampas ini harus dipecahkan terlebih dahulu pada pemecah ampas
kempa (cake breaker conveyor/CBC). Proses pemecahan dimulai pada saat ampas
kempa (press cake) yang keluar dari screw press masuk kedalam talang pemecah
ampas kempa (CBC). Dengan adanya pemanasan sampai temperatur 90°C,
54
gumpalan ampas akan menjadi kering dan mudah terurai pada waktu dipukul oleh
padel-padel CBC.
2. Pemeraman Biji
Biji yang berasal dari nut polishing drum diangkut dengan menggunakan
conveyor dan destoner menuju ke silo biji (Nut Silo) untuk proses pemeraman biji.
Sebelum masuk ke silo biji, terlebih dahulu biji dimasukkan kedalam tromol
fraksi biji (nut grading screen) untuk memisahkan biji-biji menurut fraksinya,
yaitu fraksi kecil dan fraksi besar dengan terpisahnya biji fraksi kecil dan fraksi
besar maka proses pemecahan biji dalam nut crecker akan lebih sempurna
(persentasi inti pecah akan berkurang). Biji yang telah dipisahkan akan masuk ke
dalam silo (nut silo) sesuai dengan fraksi-fraksinya untuk proses pemeraman biji.
Biji yang diperam dianggap kering bila kadar air biji 12 persen. Proses
pemeraman dilakukan selama 24 jam untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
3. Pemecahan Biji
Alat ini terdiri dari rotor yang berputar dan mempunyai dinding kasing
(Slator) yang berbentuk silinder dan pada bagian bawahnya berbentuk konus
(cone). Dinding kasing (wearing plat) ini terbuat dari plat baja keras. Rotor terdiri
dari poros yang diberi lempengan siku-siku yang berputar pada poros tersebut.
Oleh karena adanya gaya sentrifugal yang ditimbulkan oleh putaran rotor yang
sangat tinggi maka biji-biji yang masuk ke lubang rotor akan terbawa oleh
lempengan siku-siku tersebut kemudian terlempar ke samping membentur dinding
kasing. Akibatnya biji-biji tersebut akan pecah dan intinya akan terpisah dan
cangkang.
4. Pemisahan Inti dengan Cangkang
Campuran pecahan (inti, biji utuh dan cangkang) yang dihantarkan oleh
timba kraksel masuk ke dalam LTJS (Light Tanera Just Separator). Alat ini
merupakan kolom pemisah vertikal (Vertical Column Separator) yang dilengkapi
dengan fan/blower penghisap. Prinsip pemisahan berdasarkan berat jenis dan gaya
gravitasi. Melalui kolom pemisah tersebut abu, cangkang halus dan serat halus
yang lebih ringan akan terhisap dan masuk ke dalam siklon penampung abu (dust
cyclone), kemudian menghantarnya ke stasiun ketel (boiler station) sebagai bahan
55
bakar ketel (boiler), sedangkan inti, cangkang kasar dan biji utuh yang lebih berat
akan jatuh menuju ayakan, ayakan ini berfungsi untuk memisahkan biji utuh
(noten). Campuran pecahan akan masuk melalui kisi-kisi tersebut dan dengan
bantuan getaran akan terjadi pemisahan antara biji utuh (notten) dengan campuran
pecahan. Campuran pecahan akan jatuh ke dalam kolom kraksel (cracksel
conveyor) yang akan menghantarkannya ke hidrosiklon (hydrocyclone) untuk
dipisahkan.
5. Pengeringan Inti
Inti basah hasil pemisahan akan dibawa ke konveyor inti basah menuju
timba inti (karnel elevator) yang menghantarkan inti basah masuk ke dalam
konveyor atas silo inti. Konveyor ini berfungsi untuk mendistribusikan inti basah
masuk kedalam silo inti (karnel silo). Bentuk ataupun cara kerja silo inti sama
seperti pada silo biji (Nut Silo). Hanya saja pada silo inti yang dikeringkan adalah
intinya. Ke dalam silo inti ini juga dialirkan uap jenuh dan dihembuskan pula
udara panas oleh blower pemanas (heater). Waktu pengeringan yang dibutuhkan
adalah 18 jam.
56
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi CPO
Pada penelitian ini model fungsi produksi yang digunakan adalah model
fungsi produksi Cobb Douglas, dimana sebelum menetapkan suatu model fungsi
yang baik harus dilakukan pengujian terhadap ketepatan model didasari dengan
asumsi-asumsi yang telah ditetapkan. Hal ini sangat perlu dilakukan agar model
diperoleh yang terbaik mengingat parameter-parameter yang digunakan dalam
model adalah parameter dugaan. Perangkat software yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Microsoft Excel, Minitab 14 dan Eviews 5.1.
Model fungsi produksi CPO dibangun berdasarkan laporan produksi
bulanan periode Januari 2008 - Desember 2011 yang tersedia di perusahaan. Data
yang digunakan dalam pendugaan fungsi produksi CPO meliputi produksi CPO,
jumlah Tandan Buah Segar (TBS), tenaga kerja, jam mesin, penggunaan air,
penggunaan uap dan suplai listrik. Produksi CPO sebagai variabel yang
dipengaruhi sedangkan jumlah Tandan Buah Segar (TBS), tenaga kerja, jam
mesin, bahan pembantu (air) dan suplai listrik sebagai variabel yang
mempengaruhi.
Hasil pendugaan model dengan menggunakan faktor produksi jumlah TBS
(X1), tenaga kerja (X2), jam mesin (X3), air (X4), uap (X5) dan suplai listrik
(X6) dapat dilihat pada Tabel 16. Berikut hasil pengolahan model regresi.
Tabel 16. Hasil Pendugaan Model Fungsi Produksi CPO dengan Enam Faktor
Produksi
Variabel Koef. Dugaan T hitung VIF
konstanta -1,356
Jumlah TBS (X1) 0,1894 47,518 1,0
Tenaga kerja (X2) 0,3092 79,239 1,0
Jam mesin (X3) 0,1766 44,633 1,0
Penggunaan Air (X4) 0,1927 48,509 1,0
Penggunaan Uap (X5) 0,0665 28,727 1,0
Suplai Listrik (X6) 0,1899 48,792 1,0
R-Sq = 98,0% R-Sq (Adj) = 98, 0%
F hitung = 2302,47 P-Value = 0,000
Ket: signifikan, t-hitung > t table (α = 5%) = t 0.05/2 (48-6-1) = 2,021
57
Dari hasil pendugaan model fungsi produksi CPO dengan enam faktor
produksi didapatkan persamaan berikut:
Ln Y = -1,356 + 0,1894 lnX1 + 0,3092 lnX2 + 0,1766 lnX3 + 0,1927 lnX4
+ 0,0665 lnX5 + 0,1899 lnX6
Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan enam variabel tersebut,
dilakukan beberapa pengujian statistik untuk mengetahui apakah model tersebut
dapat dikatakan sebagai model fungsi produksi yang baik. Suatu model dikatakan
baik apabila model tersebut lulus dalam uji ekonometrika asumsi klasik (asumsi
kenormalan, asumsi heterokedastisitas, asumsi autokorelasi dan asumsi
multikolinieritas) dan uji statistik (uji F dan uji t).
6.1.1. Uji Ekonometrika
a. Uji Normalitas
Untuk mengetahui kenormalan data dapat dilihat dari grafik Kolmogorof-
Smirnov (Lampiran 5). Nilai statistik uji Kolmogorov-Smirnov (KShitung) yang
didapatkan adalah sebesar 0,101. Nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan
KStabel sebesar 0,196 dengan menggunakan selang kepercayaan 95 persen. Selain
itu, nilai P-Value yang didapat yaitu 0,15 lebih besar dari taraf nyata lima persen.
Dari kedua hasil tersebut dapat dikatakan residual model produksi CPO
terdistribusi normal.
b. Uji Heteroskedastisitas
Asumsi homoskedastisitas atau masalah heteroskedastisitas diperiksa
menggunakan White Heteroskedasticity Test. Uji heteroskedastisitas digunakan
untuk melihat apakah model regresi memenuhi asumsi klasik bahwa model
memiliki gangguan yang variansnya sama (homoskedastisitas). Hasil uji
heteroskedastisitasdapat dilihat pada Lampiran 6. Nilai probabilitas Obs*Squared
white heteroskedasticity pada persamaan produksi CPO sebesar 0,234 lebih besar
dari taraf nyata yang digunakan yaitu lima persen. Artinya, pada persamaan
produksi CPO tidak terdapat masalah heteroskedastisitas.
c. Uji Autokorelasi
Suatu asumsi penting dari model linier klasik adalah tidak adanya
autokorelasi atau kondisi yang berurutan di antara gangguan yang masuk ke
58
dalam fungsi regresi populasi. Secara sederhana dapat dikatakan model klasik
mengasumsikan bahwa unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi tidak
dipengaruhi oleh unsur disturbunsi atau gangguan yang berhubungan dengan
pengamatan lain yang manapun. Untuk mengetahui ada atau tidaknya masalah
autokorelasi, maka dilakukan uji Durbin Watson. Uji Durbin Watson (DW)
memiliki batas atas dan batas bawah.
Berdasarkan tabel DW (n 48, k 6 dan α 0,05) didapatkan nilai batas atas
1,84 dan batas bawah adalah 1,24. Jika statistik DW lebih besar dari batas atas
(U), maka tidak terdapat autokorelasi positif, apabila statistik DW lebih kecil dari
batas bawah (L) maka terdapat autokorelasi positif. Jika nilai statistik berada di
antara batas atas (U) dan bawah (L) (dL ≤ d ≥ dU) maka tidak diketahui apakah
terdapat autokorelasi positif atau pengujian tidak meyakinkan. Dari nilai statistik
model produksi CPO diperoleh nilai sebesar 1,38509 maka tidak diketahui apakah
terdapat masalah autokorelasi dalam model. Untuk meyakinkan hasil pengujian
dilakukan pemeriksaan terhadap plot residual autokorelasi (Lampiran 7). Dari
hasil plot tersebut memberikan indikasi bahwa semuanya berada dalam dua batas
galat baku (garis putus-putus). Sehingga dapat disimpulkan bahwa korelasi serial
telah dieleminasi.
d. Uji Multikolinieritas
Masalah yang biasa ditemui ketika menggunakan data time series adalah
masalah multikolinearitas. Multikolinearitas muncul jika dua atau lebih peubah
(atau kombinasi peubah) bebas berkorelasi tinggi antara peubah yang satu dengan
yang lainnya. Jika terdapat peubah bebas yang saling berkorelasi dengan peubah
bebas lainnya, dugaan parameter koefisien regresi dengan metode OLS masih
mungkin dapat diperoleh, tapi interpretasinya menjadi sulit. Multikolinearitas
berimplikasi bahwa sangat sedikit data dalam sampel yang nilai peubah bebasnya
sama, kapan saja perubahan terjadi dalam suatu peubah bebas yang
berkolinearitas, maka pengamatan peubah bebas lainnya yang berpasangan
kemungkinan akan berubah juga sesuai arah kolinearitasnya.
Salah satu cara untuk mendeteksi adanya multikolienaritas adalah dengan
melihat nilai VIF nya dan uji korelasi Pearson. Jika angka VIF > 10 maka model
yang diperoleh terkena asumsi multikolinieritas pada peubah bebasnya. Hasil dari
59
regresi awal pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa variabel jumlah TBS (X1),
tenaga kerja (X2), jam mesin (X3), air (X4), dan suplai listrik (X6) memiliki
angka VIF> 10, dengan kata lain model persamaan fungsi produksi CPO belum
bebas dari asumsi multikolinieritas. Berdasarkan uji korelasi Pearson juga terlihat
bahwa kelima variabel tersebut memiliki nilai korelasi yang kuat hingga
mendekati satu (Lampiran 8).
Masalah multikolinieritas dapat diatasi salah satunya dengan metode
regresi komponen utama/Principal Component Analisys (PCA) tanpa mengurangi
variabel bebasnya. Dengan kata lain analisis komponen utama ini mampu
mempertahankan sebagian besar informasi yang terkandung pada data asal.
Regresi komponen utama mentransformasikan peubah-peubah bebas yang
berkorelasi menjadi peubah-peubah baru tidak berkorelasi sehingga peubah-
peubah menjadi sederhana dan multikolinearitas teratasi. Hasil dari regresi
komponen utama dapat dilihat pada Tabel 15.
6.1.2. Uji Statistik
a. Uji Secara Serempak (uji-F)
Uji ini dilakukan dengan melihat nilai F-statistik dari model tersebut.
Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 15 diperoleh nilai F-statistik sebesar
2302,47 yang ternyata lebih besar dari F-tabel pada taraf nyata lima persen (F-
tabel = 2,34). Jadi, dapat disimpulkan bahwa minimal ada satu variabel bebas
yang berpengaruh nyata terhadap produksi CPO pada taraf nyata alpha lima
persen.
b. Uji Secara Parsial (Uji-t)
Uji ini dapat dilakukan dengan melihat nilai t-statistik dari masing-masing
variabel bebas tersebut. Pada Tabel 16. dapat dilihat bahwa semua faktor produksi
jumlah TBS (X1), tenaga kerja (X2), jam mesin (X3), penggunaan air (X4),
penggunaan uap (X5) dan suplai listrik (X6) berpengaruh nyata terhadap produksi
CPO. Hal tersebut disebabkan nilai t-statistik dari semua faktor produksi tersebut
lebih besar dari nilai t-tabel pada taraf nyata alpha lima persen (t-tabel = 2,021)
maka tolak H0, artinya semua faktor produksi tersebut signifikan.
60
c. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Uji ini dilakukan untuk mengukur sejauh mana besar keragaman yang
dapat diterangkan oleh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Berdasarkan
estimasi pada Tabel 15 diperoleh nilai R-squared sebesar 0,98 yang artinya faktor-
faktor produksi jumlah TBS, tenaga kerja, jam mesin, penggunaan air,
penggunaan uap dan suplai listrik yang terdapat dalam model dapat menjelaskan
keragaman sebesar 98,0 persen dan sisanya 2,0 persen dijelaskan oleh faktor-
faktor produksi lain yang tidak dimasukkan ke dalam model fungsi produksi
tersebut.
6.2. Analisis Elastisitas Faktor Produksi CPO
Hasil regresi dengan menggunakan metode kuadrat terkecil yang
kemudian disempurnakan dengan regresi komponen utama menghasilkan
persamaan regresi seperti yang terdapat pada persamaan 6.5. Hasilnya
menunjukkan bahwa semua variabel memiliki koefisien yang positif dan
signifikan terhadap produksi CPO. Untuk melihat besarnya pengaruh faktor-faktor
produksi tersebut yang juga merupakan nilai elastisitas untuk masing-masing
peubah bebas pada fungsi produksi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut :
a. Jumlah Tandan Buah Segar (TBS)
Berdasarkan uji parameter secara parsial, faktor produksi jumlah tandan
buah segar (TBS) berpengaruh positif terhadap produksi CPO, hal ini sesuai
dengan hipotesis yaitu banyak TBS yang diolah maka produksi CPO yang
dihasilkan akan semakin tinggi. Berpengaruhnya faktor produksi jumlah TBS
terhadap produksi CPO dikarenakan dalam proses produksi CPO, jumlah TBS
merupakan faktor yang utama. Nilai elastisitas jumlah TBS sebesar 0,1894 yang
artinya setiap penambahan jumlah TBS pada produksi CPO sebesar satu persen
maka akan meningkatkan produksi CPO sebesar 0,1894 persen dengan faktor-
faktor produksi lain tetap (cateris paribus). Ini berarti perusahaan masih dapat
menambah pasokan TBS yang akan diolah. Nilai elastisitas faktor produksi
jumlah TBS sebesar 0,1894 menunjukkan bahwa jumlah TBS yang digunakan
berada pada daerah II, yaitu daerah rasional karena nilai elastisitas produksinya
berada antara nol dan satu.
61
b. Tenaga kerja
Koefisien regresi dari faktor produksi tenaga kerja sebesar 0,3092 yang
berarti bahwa jika penggunaan tenaga kerja ditingkatkan sebesar satu persen maka
jumlah produksi CPO akan meningkat sebesar 0,3092 persen (cateris paribus).
Nilai elastisitas produksi untuk variabel tenaga kerja yang sebesar 0,3092
menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja berada pada daerah II, yaitu daerah
rasional karena nilai elastisitas produksinya berada antara nol dan satu. Dari
semua faktor produksi yang mempengaruhi produksi CPO, faktor produksi tenaga
kerja yang paling responsif (memiliki nilai elastisitas yang lebih besar dari semua
faktor produksi yang dipakai). Produksi tidak akan dapat berjalan tanpa ada
manusia atau tenaga kerja, untuk itu faktor produksi tenaga kerja memang perlu
untuk diperhatikan.
Saat ini, shift kerja pada bagian pabrik (karyawan pelaksana) dapat
dikatakan cukup berat, dimana dengan pembagian waktu kerja ke dalam dua shift
maka masing-masing karyawan harus bekerja selama 11 jam per hari dengan
waktu istirahat hanya satu jam. Penambahan jumlah tenaga kerja dapat dilakukan
dengan pembagian waktu kerja menjadi tiga shift per harinya dimana beban kerja
yang dirasakan oleh karyawan akan menjadi lebih ringan dan proses produksi
menjadi lebih lancar. Penambahan jumlah tenaga kerja tentunya harus sejalan
dengan peningkatan bahan baku TBS yang akan diolah, karena jika bahan baku
kurang maka pembagian shift kerja akan menjadi tidak efektif. Tenaga kerja yang
digunakan harus sejalan dengan kebutuhan perusahaan, dimana tenaga kerja yang
digunakan harus benar-benar mahir dalam mengoperasionalkan mesin produksi
sehingga ketika dilakukan proses produksi tidak akan mengambat kinerja proses.
c. Jam Mesin
Sesuai dengan analisis regresi menunjukkan bahwa faktor produksi jam
mesin berpengaruh nyata terhadap produksi CPO. Nilai elastisitas produksi
sebesar 0,1766 persen menunjukkan bahwa peningkatan sebesar satu persen jam
mesin akan meningkatkan produksi CPO sebesar 0,1766 persen, dengan asumsi
semua faktor-faktor lainnya tetap (cateris paribus). Hal ini menunjukkan bahwa
jam mesin sangat berpengaruh terhadap produksi CPO dimana tanpa adanya
proses kerja pada mesin maka proses produksi tidak akan dapat dilakukan.
62
Berdasarkan catatan angka produksi perusahaan, diketahui bahwa jumlah jam
mesin yang digunakan diduga belum optimal karena setiap bulannya jumlah TBS
yang dipasok ke dalam pabrik belum maksimal dari kapasitas olah sehingga
berpengaruh terhadap jam olah mesin produksi. Nilai elastisitas produksi untuk
variabel jam mesin yang sebesar 0,1766 menunjukkan bahwa penggunaan jam
mesin berada pada daerah II, yaitu daerah rasional karena nilai elastisitas
produksinya berada antara nol dan satu.
d. Penggunaan Air
Berdasarkan uji parameter secara parsial, faktor produksi penggunaan air
berpengaruh positif terhadap produksi CPO. Nilai elastisitas faktor produksi
penggunaan air sebesar 0,1927 yang artinya setiap penambahan penggunaan air
pada produksi CPO sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi CPO
sebesar 0,1927 persen dengan faktor-faktor produksi lain tetap (cateris paribus).
Air digunakan untuk memperlancar proses produksi. Penggunaan air sebagai
bahan pembantu pada proses produksi CPO dimulai dari loading ramp untuk
membersihkan tandan buah segar dari kotoran hingga pada tahap pemurnian
minyak. Nilai elastisitas produksi untuk variabel penggunaan air yang sebesar
0,1927 menunjukkan bahwa penggunaan air berada pada daerah II, yaitu daerah
rasional karena nilai elastisitas produksinya berada antara nol dan satu.
e. Penggunaan Uap
Berdasarkan uji parameter secara parsial, faktor produksi penggunaan uap
berpengaruh positif terhadap produksi CPO. Nilai elastisitas faktor produksi
penggunaan uap sebesar 0,0665 yang artinya setiap penambahan penggunaan uap
pada produksi CPO sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi CPO
sebesar 0,0665 persen dengan faktor-faktor produksi lain tetap (cateris paribus).
Sama halnya dengan air sebagai bahan pembantu, uap digunakan untuk
memperlancar proses produksi. Penggunaan uap sebagai bahan pembantu pada
proses produksi CPO dimulai dari proses perebusan tandan buah segar hingga
mencapai kematangan sesuai standar yang ditetapkan perusahaan hingga pada
tahap pemurnian minyak. Nilai elastisitas produksi untuk variabel penggunaan
uap yang sebesar 0,0665 menunjukkan bahwa penggunaan uap berada pada
63
daerah II, yaitu daerah rasional karena nilai elastisitas produksinya berada antara
nol dan satu.
f. Suplai listrik
Suplai listrik berpengaruh nyata terhadap produksi CPO. Nilai elastisitas
faktor produksi suplai listrik sebesar 0,1899 yang artinya setiap penambahan
suplai listrik pada produksi CPO sebesar satu persen maka akan meningkatkan
produksi CPO sebesar 0,1899 persen dengan faktor-faktor produksi lain tetap
(cateris paribus). Listrik merupakan salah satu faktor penting dalam proses
produksi CPO. Penggunaan mesin yang mendominasi proses produksi CPO
tersebut berbanding lurus dengan kebutuhan listrik sebagai sumber energi. Selain
itu, pentingnya penggunaan listrik untuk menggerakkan mesin-mesin produksi
juga ditegaskan pada poin sebelumnya (X3). Kondisi-kondisi tersebut
menjelaskan signifikansi dari pengaruh faktor produksi suplai listrik terhadap
output pengolahan kelapa sawit.
Bila aliran listrik mati sehingga tidak bisa menggerakkan mesin produksi,
maka proses produksi akan terhambat. Selain itu tandan buah segar yang sudah
sempat dipasok ke dalam pabrik akan mengalami penurunan mutu akibat tidak
langsung diolah. Suplai listrik pada pabrik Adolina didapat dari turbin uap sebagai
sumber energi utama. Untuk mengatasi kendala listrik, perusahaan telah
menyediakan generator yang siap menyala apabila ada gangguan listrik mati.
6.3 Analisis Skala Usaha
Skala usaha menjelaskan bagaimana suatu kenaikan proporsional dari
semua faktor produksi terhadap output. Pada fungsi produksi Cobb-Douglas, nilai
skala usaha dapat diketahui dari penjumlahan semua koefisien variabel
independen dalam model. Hasil estimasi fungsi produksi Cobb-Douglas
pengolahan kelapa sawit menjadi CPO menunjukan bahwa penjumlahan semua
koefisien bebas memiliki nilai 1,124 atau (b1 + b2 + b3 > 1). Hal ini menunjukkan
bahwa usaha produksi CPO Unit Adolina bersifat increasing return to scale yakni
kondisi dimana penambahan seluruh faktor produksi dalam persentase yang sama
akan meningkatkan output dalam persentase yang lebih besar.
64
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu,
faktor-faktor produksi (variabel bebas) yang mempengaruhi produksi CPO pada
Pabrik Kelapa Sawit (PKS) unit Adolina adalah jumlah TBS, tenaga kerja, jam
mesin, penggunaan air, penggunaan uap dan suplai listrik. Nilai koefisien
determinasi sebesar 98,0 persen. Hal ini menunjukkan bahwa 98,0 persen dari
variasi produksi dapat dijelaskan oleh model fungsi produksi, sedangkan sisanya
2,0 persen dapat dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Dilihat dari elastisitas
produksi, masing-masing faktor produksi memiliki nilai elastisitas yang positif
kurang dari satu. Nilai koefisien regresi yang positif dan kurang dari satu
menunjukkan penggunaan faktor-faktor produksi tersebut berada pada daerah yang
rasional yaitu semua faktor produksi tersebut masih dapat ditingkatkan.
7.2 Saran-Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat
diberikan adalah :
1. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka sebaiknya PT Perkebunan Nusantara IV
Unit Adolina perlu memperhatikan faktor-faktor produksi yang berpengaruh
nyata terhadap produksi CPO. Rekomendasi faktor produksi atau input yang
perlu dipertimbangkan adalah jumlah TBS, tenaga kerja, jam mesin,
penggunaan air, uap dan suplai listrik.
2. Penelitian-penelitian lebih lanjut diharapkan selain dapat menganalisis faktor-
faktor produksi sekaligus menganalisa tingkat efisiensi faktor-faktor produksi
CPO pada pabrik kelapa sawit lainnya. Selain itu penelitian lebih lanjut
diharapkan dapat menganalisa faktor-faktor produksi yang mempengaruhi
produksi komoditi unggulan perkebunan lainnya seperti karet, coklat, kopi, teh
dan lainnya.
65
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Perkembangan Beberapa Indikator Utama
Sosial-Ekonomi Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
[Deptan] Departemen Pertanian. 2011. Outlook Komoditas Perkebunan 2010.
http://deptan.go.id [21 November 2011]
Endartrianti A. 2011. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi output industri
pengolahan dan pengawetan daging di Indonesia periode 1983-2008
(pendekatan total factor productivity) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi
dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Gujarati D. 1997. Ekonometrika Dasar. Soemarno Zain, penerjemah; Jakarta: PT
Gelora Aksara Pratama. Terjemahan dari: Basic Econometrics.
Herawati E. 2008. Analisis pengaruh faktor produksi modal, bahan baku, tenaga
kerja dan mesin terhadap produksi glycerine pada PT Flora Sawita
Chemindo Medan [tesis]. Medan: Sekolah Pascasarjana, Universitas
Sumatera Utara.
Iriawan N, Astuti SP. 2006. Mengolah Data Statistik dengan Mudah
Menggunakan Minitab 14. Yogyakarta: Andi Offset.
Kusumawardhana R. 2008. Pengaruh kebijakan pajak ekspor terhadapa
perdagangan minyak kelapa sawit kasar (crude palm oil) Indonesia
[skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Lipsey RG, Courant PN, Purvis DD, Steiner PO. 1995. Pengantar Mikroekonomi
Jilid 1. Wasana AJ, Kirbrandoko, penerjemah; Jakarta: Binarupa Aksara.
Terjemahan dari: Economics 10th Ed.
Martha FL. 2011. Analisis potensi ekspor Crude Palm Oil (CPO) Indonesia ke
empat Negara mitra dagang utama dengan pendekatan gravity model
[skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Mulianti FM. 2008. Analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi kayu
olahan sengon di CV. Cipta Mandiri, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten
Kendal, Jawa Tengah [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Naibaho PM. 1998. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian
Kelapa Sawit.
Nicholson W. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya, Ed ke-8.
Mahendra B, Aziz A, penerjemah; Kristiaji WC, Sumiharti Y, Mahanani
N, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Intermediate
Microeconomics and Its Application, Eight Edition.
66
Novembrianto. 2010. Analisis pengelolaan kebun dan produktivitas tanaman
kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) di areal kebun PT. Citranusa
Intisawit, Indofood Plantation, Provinsi Kalimantan Barat [skripsi].
Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Nurfitriani R. 2011. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
jalan tol di indonesia [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor.
Nurrofiq A. 2005. Analisis efisiensi produksi pabrik gula [skripsi]. Bogor:
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pahan I. 2007. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu
hingga Hilir. Jakarta: Penebar Swadaya.
Panjaitan NA. 2011. Perbandingan analisa kadar Asam Lemak Bebas (ALB) dari
Tandan Buah Segar (TBS) siap olah dengan buah yang diinapkan [tugas-
akhir]. Medan: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Sumatera Utara.
Putra RE. 2007. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pupuk
urea dan sp-36 di Indonesia [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Setiawan, Kusrini DE. 2010. Ekonometrika. Yogyakarta: Penerbit Offset.
Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi. Edisi
keempat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
-------------. 2003. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis
Fungsi Cobb-Douglas. Edisi Revisi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sukirno S. 1985. Pengantar Teori Mikroekonomi. Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dengan Bima Grafika.
Supiani. 2011. Mutu CPO (Crude Palm Oil) sangat ditentukan oleh kualitas
Tandan Buah Segar (TBS) yang diolah [tugas-akhir]. Medan: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.
Wahyuni IT. 2007. Analisis efisiensi produksi gula di PG Madukismo,
Yogyakarta [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Widarwati T. 2008. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi gula di
PG Pagottan [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Winarno WW. 2007. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews.
Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.
69
Ka. Dis Tan
Rayon C
Ka. Dis Tan
Rayon B
Ka. Dis Teknik
Pengolahan
Ka. Dis
Tata Usaha
Ass. SDM
& Umum
Ass. Afd VI
Ass. Afd V
Ass. Afd IV
Ass. Afd IV
Ass. Afd IV
Ass. Afd IV Ass. Tek
Pabrik
Ass. PKS
Pabrik
Ass. PKS
Pabrik
Ass. PKS
Pabrik
Ass.
Tata Usaha
Pa. Pam
Manager Unit
Ka. Dis Tan
Rayon A
Ass. Afd I
Ass. Afd II
Ass. Afd III
Lampiran 2. Struktur Organisasi PTPN IV Unit Adolina Tahun 2010
70
Lampiran 3. Nilai ln (Logaritma Natural) Variabel Dependent dan
Independent
ln Y ln X1 ln X2 ln X3 ln X4 ln X5 ln X6
7.704477 9.16993 7.352441 5.766757 9.445286 8.607811 11.99368697
7.706504 9.160071 7.352441 5.762051 9.479252 8.632438 12.01250987
7.640485 9.103436 7.401231 5.725218 9.371935 8.6254 11.90193633
7.873946 9.326859 7.492203 5.930918 9.621765 8.816033 12.08369906
7.993764 9.455225 7.614805 6.052089 9.738146 8.9444 12.2228014
8.033144 9.511545 7.534763 6.123589 9.792203 9.03351 12.31004557
8.232677 9.704478 7.688913 6.304449 9.99116 9.318816 12.47581592
8.266818 9.719418 7.652546 6.351758 10.00309 9.241382 12.45183551
8.218291 9.668242 7.614805 6.280396 9.967606 9.14061 12.41165979
8.122651 9.568299 7.534763 6.165418 9.880186 9.057473 12.32386848
7.950998 9.396418 7.447751 5.990214 9.681596 8.902121 12.26885159
7.853792 9.318825 7.447751 5.916202 9.631444 8.791193 12.05449084
7.58052 9.034689 7.189922 5.643679 9.331083 8.507056 11.77810587
7.696986 9.129175 7.352441 5.728475 9.424826 8.61835 11.8285212
7.87835 9.316204 7.492203 5.940171 9.603636 8.754085 12.03552418
8.003697 9.480818 7.534763 6.089045 9.780923 8.936091 12.18083643
8.157327 9.64949 7.652546 6.249975 9.943651 9.121857 12.24100626
8.213576 9.696062 7.652546 6.285067 9.988732 9.151335 12.21858565
8.381405 9.852132 7.757906 6.468475 10.14106 9.290013 12.50113986
8.274148 9.735876 7.688913 6.35437 10.01351 9.208243 12.37707398
8.122631 9.575513 7.575585 6.235391 9.860692 9.14473 12.21385565
8.336492 9.779328 7.724005 6.378426 10.05696 9.268502 12.45897872
8.184667 9.643962 7.575585 6.23637 9.930644 9.165927 12.38609197
8.239293 9.735603 7.724005 6.356975 10.02678 9.273567 12.43158022
7.754798 9.211795 7.401231 5.865051 9.499977 8.79628 11.9584249
7.964882 9.412699 7.492203 6.035481 9.694112 8.918403 12.15418447
8.128341 9.589482 7.688913 6.212606 9.876163 9.127446 12.32384927
8.127909 9.5888 7.492203 6.211604 9.866432 9.077975 12.33028528
8.340413 9.816626 7.757906 6.44572 10.08665 9.3058 12.58483005
8.336713 9.797994 7.724005 6.428913 10.07183 9.351707 12.51533389
8.335502 9.784653 7.724005 6.414278 10.06228 9.306617 12.52161421
8.323828 9.767411 7.757906 6.403574 10.0458 9.239778 12.52298047
8.118905 9.576505 7.614805 6.288787 9.861684 9.16099 12.3102234
8.237208 9.687901 7.652546 6.379275 9.957928 9.177075 12.4144456
8.142622 9.59891 7.652546 6.321667 9.865879 9.120875 12.35955301
8.147856 9.601146 7.652546 6.309009 9.868115 9.200668 12.35480633
71
Lanjutan lampiran data penelitian…
7.598159 9.094781 7.352441 5.83773 9.367095 8.616745 11.85098604
7.848287 9.319095 7.447751 6.006353 9.58146 8.872808 12.07910543
8.266452 9.730326 7.724005 6.444926 9.99269 9.299543 12.47759669
8.299768 9.782675 7.688913 6.447306 10.0527 6.985794 12.55651344
8.390323 9.853486 7.688913 6.479277 10.11585 9.359189 12.60075665
8.300031 9.748172 7.724005 6.475433 10.0258 9.317389 12.5442327
8.317781 9.761226 7.724005 6.505036 10.03125 9.2504 12.50142047
8.318882 9.761778 7.724005 6.503539 10.03181 9.315491 12.62397929
8.296702 9.768555 7.724005 6.500539 10.03476 9.188736 12.62961198
8.258283 9.736693 7.688913 6.389401 10.00366 9.242396 12.47430167
8.137501 9.606737 7.652546 6.322565 9.876001 9.044618 12.32803245
8.116902 9.593121 7.614805 6.318067 9.863911 9.115085 12.31638836
Rataan 9.560878 7.592082 6.205867 9.8425 9.01964 12.302
St.dev 0.230714 0.1389 0.245659 0.226282 0.382087 0.224913
72
Lampiran 4. Hasil Regresi Variabel Dependent dengan Variabel Independent
Regression Analysis: ln Y versus ln X1; ln X2; ... The regression equation is
ln Y = - 1,69 + 0,747 ln X1 - 0,0198 ln X2 + 0,0014 ln X3 + 0,187 ln X4
+ 0,0103 ln X5 + 0,0697 ln X6
Predictor Coef SE Coef T P VIF
Constant -1,6900 0,3152 -5,36 0,000
ln X1 0,7467 0,2582 2,89 0,006 753,5
ln X2 -0,01976 0,05663 -0,35 0,729 13,0
ln X3 0,00143 0,05720 0,03 0,980 41,9
ln X4 0,1871 0,2181 0,86 0,396 517,1
ln X5 0,010252 0,006623 1,55 0,129 1,4
ln X6 0,06967 0,03718 1,87 0,068 14,8
S = 0,0148792 R-Sq = 99,6% R-Sq(adj) = 99,6%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 6 2,47193 0,41199 1860,90 0,000
Residual Error 41 0,00908 0,00022
Total 47 2,48101
Source DF Seq SS
ln X1 1 2,47057
ln X2 1 0,00003
ln X3 1 0,00000
ln X4 1 0,00012
ln X5 1 0,00044
ln X6 1 0,00078
Unusual Observations
Obs ln X1 ln Y Fit SE Fit Residual St Resid
14 9,13 7,69699 7,66591 0,00529 0,03108 2,23R
24 9,74 8,23929 8,27367 0,00426 -0,03437 -2,41R
37 9,09 7,59816 7,63112 0,00748 -0,03297 -2,56R
40 9,78 8,29977 8,29974 0,01476 0,00003 0,02 X
R denotes an observation with a large standardized residual.
X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Durbin-Watson statistic = 1,38509
Hasil di atas menunjukkan bahwa terjadi multikolinieritas atau korelasi yang kuat
antar variabel x.
73
Lampiran 5. Uji Normalitas
Lampiran 6. Uji Heteroskedastisitas
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic 1.358835 Prob. F(18,29) 0.225034
Obs*R-squared 21.96137 Prob. Chi-Square(18) 0.233705
RESI1
Pe
rce
nt
0,040,030,020,010,00-0,01-0,02-0,03-0,04
99
95
90
80
70
60
50
40
30
20
10
5
1
Mean
>0,150
-3,68224E-15
StDev 0,01390
N 48
KS 0,101
P-Value
Probability Plot of RESI1Normal
74
Lag
Au
toco
rre
lati
on
121110987654321
1,0
0,8
0,6
0,4
0,2
0,0
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1,0
Autocorrelation Function for RESI1(with 5% significance limits for the autocorrelations)
Lampiran 7. Plot Residual Autokorelasi
Lampiran 8. Korelasi Pearson
Correlations: ln Y; ln X1; ln X2; ln X3; ln X4; ln X5; ln X6 ln Y ln X1 ln X2 ln X3 ln X4 ln X5
ln X1 0,998
0,000
ln X2 0,953 0,956
0,000 0,000
ln X3 0,977 0,980 0,954
0,000 0,000 0,000
ln X4 0,997 0,998 0,950 0,972
0,000 0,000 0,000 0,000
ln X5 0,502 0,491 0,503 0,483 0,493
0,000 0,000 0,000 0,001 0,000
ln X6 0,963 0,961 0,921 0,958 0,955 0,451
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,001
Cell Contents: Pearson correlation
P-Value
75
Lampiran 9. Tahapan Principal Component Analisys (PCA)
Tahap 1. Standarisasi data X menjadi Z
Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6
-1,694518 -1,73164 -1,78748 -1,75539 -1,07784 -1,3708
-1,737251 -1,73164 -1,80663 -1,60529 -1,01339 -1,28711
-1,982726 -1,37909 -1,95657 -2,07955 -1,03181 -1,77874
-1,01433 -0,72173 -1,11923 -0,97549 -0,53288 -0,9706
-0,457941 0,164196 -0,62598 -0,46117 -0,19692 -0,35213
-0,213828 -0,41419 -0,33493 -0,22228 0,036298 0,035776
0,6224143 0,699698 0,401296 0,656964 0,783002 0,772817
0,6871697 0,436906 0,593876 0,709696 0,580343 0,666196
0,4653558 0,164196 0,303384 0,552875 0,316601 0,487568
0,0321624 -0,41419 -0,16466 0,166541 0,099015 0,097235
-0,712835 -1,04293 -0,87786 -0,71108 -0,30757 -0,14738
-1,049149 -1,04293 -1,17914 -0,93271 -0,59789 -1,10046
-2,280705 -2,906 -2,28849 -2,26009 -1,34154 -2,32931
-1,871163 -1,73164 -1,94331 -1,84581 -1,05026 -2,10516
-1,060509 -0,72173 -1,08156 -1,0556 -0,69501 -1,18479
-0,34701 -0,41419 -0,47555 -0,27213 -0,21867 -0,53871
0,3840751 0,436906 0,179551 0,447011 0,267521 -0,27118
0,5859368 0,436906 0,322397 0,646235 0,344671 -0,37087
1,2624031 1,198239 1,068994 1,319428 0,70762 0,885411
0,7585054 0,699698 0,604509 0,755726 0,493612 0,333795
0,063431 -0,11921 0,120182 0,080393 0,327384 -0,3919
0,9468423 0,953267 0,702434 0,947752 0,651322 0,697956
0,3601173 -0,11921 0,124167 0,38953 0,38286 0,37389
0,7573201 0,953267 0,615115 0,814373 0,664577 0,576138
-1,513058 -1,37909 -1,38736 -1,5137 -0,58458 -1,52758
-0,642263 -0,72173 -0,69359 -0,65577 -0,26496 -0,65721
0,1239775 0,699698 0,027433 0,148766 0,282149 0,097149
0,1210237 -0,72173 0,023352 0,10576 0,152672 0,125765
1,1085056 1,198239 0,976366 1,078974 0,748938 1,25751
1,0277462 0,953267 0,907949 1,013469 0,869084 0,94852
0,9699214 0,953267 0,848377 0,971283 0,751075 0,976443
0,8951885 1,198239 0,804804 0,898433 0,576144 0,982518
0,0677333 0,164196 0,337543 0,084779 0,36994 0,036566
0,5505626 0,436906 0,705889 0,510105 0,412038 0,499955
0,1648445 0,436906 0,471386 0,103318 0,26495 0,255894
0,174533 0,436906 0,419858 0,113196 0,473786 0,234789
76
Lanjutan data standarisasi X menjadi Z
Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6
-2,020242 -1,73164 -1,49857 -2,10094 -1,05446 -2,00527
-1,047978 -1,04293 -0,81216 -1,15361 -0,38429 -0,99102
0,7344483 0,953267 0,973134 0,663727 0,732561 0,780734
0,9613516 0,699698 0,982822 0,928939 -5,32299 1,13161
1,2682698 0,699698 1,112968 1,208003 0,888668 1,328323
0,8117989 0,953267 1,097318 0,810064 0,779267 1,077008
0,8683807 0,953267 1,217825 0,834147 0,603945 0,886658
0,8707758 0,953267 1,211731 0,836589 0,774302 1,431574
0,9001464 0,953267 1,199516 0,849635 0,442557 1,456618
0,7620448 0,699698 0,747111 0,712214 0,582997 0,766084
0,1987682 0,436906 0,475042 0,148046 0,065371 0,115748
0,1397521 0,164196 0,45673 0,094621 0,249798 0,063977
Tahap 2. Mencari eigen value (akar ciri) dan vector ciri dengan PCA
Principal Component Analysis: Z1; Z2; Z3; Z4; Z5; Z6 Eigenanalysis of the Correlation Matrix
Eigenvalue 5,1266 0,7182 0,0774 0,0479 0,0292 0,0008 Proportion 0,854 0,120 0,013 0,008 0,005 0,000
Cumulative 0,854 0,974 0,987 0,995 1,000 1,000
Variable PC1 PC2 PC3 PC4 PC5 PC6
Z1 -0,437 -0,112 0,054 -0,434 0,128 0,767
Z2 -0,428 -0,074 -0,776 0,399 0,222 -0,013
Z3 -0,434 -0,118 0,007 0,016 -0,886 -0,108
Z4 -0,436 -0,107 0,060 -0,555 0,296 -0,632
Z5 -0,254 0,966 0,054 0,015 -0,004 0,002
Z6 -0,427 -0,155 0,623 0,587 0,248 -0,019
Dari hasil di atas menunjukkan bahwa ke enam variabel bebas hanya bias
dikelompokkan menjadi satu kelompok utama. Hal ini dilihat dari nilai eigen
value (akar ciri) yang lebih besar dari satu ( >1), hanya ada pada kolom pertama
yaitu 5,1206. Sedangkan, sedangkan kolom lainnya menunjukkan angka eigen
value yang lebih kecil dari satu ( >1).
77
Skor koefisien PCA
W1 W2 W3 W4 W5 W6
3,88298 -0,11048 0,222539 0,171353 0,127726 0,048842
3,79248 -0,0702 0,284783 0,156309 0,204106 -0,07818
4,23524 0,05823 -0,33892 0,375575 0,121633 0,054396
2,21363 0,04013 -0,19434 0,099123 0,174603 -0,01379
0,80315 0,02718 -0,41439 0,300853 0,309519 0,012253
0,48878 0,14753 0,318525 0,067447 0,120368 0,017253
-1,56118 0,39677 0,056469 0,11553 0,262093 -0,00322
-1,48663 0,20137 0,191151 -0,10918 0,031477 -0,00277
-0,9351 0,07066 0,253844 -0,14786 0,110377 -0,036
0,09561 0,10927 0,398108 -0,21551 0,131075 -0,05916
1,59062 0,06292 0,61373 0,183672 0,209354 0,012822
2,44574 0,02773 -0,02905 -0,11564 0,132698 -0,05461
5,55604 0,04964 0,457714 -0,33629 -0,14985 0,005045
4,37384 0,07816 -0,24921 -0,1347 0,034336 0,001623
2,38498 -0,07388 -0,34356 0,03611 0,059212 0,001133
0,93979 0,0275 -0,06419 -0,1902 0,071893 -0,02754
-0,58004 0,15606 -0,4446 -0,39299 0,051096 -0,00687
-0,79422 0,1852 -0,47857 -0,64628 -0,01566 0,008752
-2,66229 0,048 -0,18546 -0,25594 0,087439 -0,01166
-1,49114 0,13564 -0,21788 -0,25713 0,021166 0,024718
0,02031 0,35588 -0,12446 -0,34281 -0,19952 -0,00543
-2,00383 0,15938 -0,15705 -0,12683 0,161211 0,027364
-0,58694 0,22374 0,389924 -0,19294 0,115999 0,01176
-1,77624 0,23695 -0,25102 -0,0432 0,144563 -0,02194
3,31525 0,27052 -0,0947 0,020585 -0,09474 -0,00844
1,52489 0,12386 0,057713 -0,04527 0,016273 0,017978
-0,54373 0,17256 -0,4516 0,204133 0,213777 -0,01194
0,1075 0,15363 0,660041 -0,32239 -0,10354 0,030422
-2,61929 0,084 0,025006 0,16184 0,170627 0,025061
-2,31935 0,29028 0,020609 -0,04493 0,07007 0,021192
-2,23178 0,19005 0,025482 0,017255 0,110379 0,009168
-2,21153 0,02339 -0,1792 0,188001 0,174464 -0,00095
-0,39299 0,28274 -0,07337 0,021241 -0,22142 -0,04026
-1,27484 0,08803 0,059924 -0,03743 -0,18485 0,009244
-0,68546 0,09839 -0,14698 0,206693 -0,20677 0,000145
-0,71562 0,30729 -0,148 0,186966 -0,16306 0,007741
78
Lanjutan skor koefisien PCA
4,31552 0,04984 -0,20742 0,137078 -0,42965 -0,0018
2,2812 0,19694 0,040115 0,079641 -0,23153 0,044297
-1,96066 0,24703 -0,12766 0,176998 -0,16982 0,012998
-0,68415 -5,69087 -0,01398 -0,05485 -0,01428 0,003208
-2,6569 0,19691 0,481146 -0,13201 0,014563 0,056464
-2,25055 0,20709 0,073223 0,238652 -0,15343 -0,03922
-2,21237 0,04417 -0,04947 0,088287 -0,29224 -0,02074
-2,48771 0,12422 0,29929 0,40808 -0,15153 -0,03002
-2,42744 -0,20325 0,299082 0,397609 -0,12546 -0,01553
-1,74289 0,14215 0,054721 0,022698 -0,0109 0,03124
-0,6109 -0,08156 -0,24056 0,081967 -0,22628 -0,00014
-0,46175 0,13922 -0,05752 0,000666 -0,30758 -0,00491
Tahap 3. Regresi ln Y dengan Skor PCA
Regression Analysis: ln Y versus W1 The regression equation is
ln Y = 8,10 - 0,100 W1
Predictor Coef SE Coef T P
Constant 8,09947 0,00469 1726,46 0,000
W1 -0,100474 0,002094 -47,98 0,000
S = 0,0325028 R-Sq = 98,0% R-Sq(adj) = 98,0%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 1 2,4324 2,4324 2302,47 0,000
Residual Error 46 0,0486 0,0011
Total 47 2,4810
Unusual Observations
Obs W1 ln Y Fit SE Fit Residual St Resid
13 5,56 7,58052 7,54123 0,01254 0,03929 1,31 X
37 4,32 7,59816 7,66587 0,01018 -0,06771 -2,19R
40 -0,68 8,29977 8,16821 0,00491 0,13156 4,09R
R denotes an observation with a large standardized residual.
X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Durbin-Watson statistic = 1,53568
79
Tahap 4. Transformasi Peubah Asal
Transformasi ke Z
Ln Y = 8,10 – 0,100 W1
Ln Y = 8,10 – 0,100 ( -0,437 Z1 -0,428 Z2 -0,434 Z3 -0,436 Z4 -0,254 Z5 -0,427 Z6)
Ln Y = 8,10 + 0,0437Z1 + 0,0428Z2 + 0,0434Z3 + 0,0436Z4 + 0,0254Z5 + 0,0427Z6
Transformasi dari Z ke X
Ln Y = -1,356 + 0,1894 lnX1 + 0,3092 lnX2 + 0,1766 lnX3 + 0,1927 lnX4
+ 0,0665 lnX5 + 0,1899 lnX6
Tahap 5. Uji signifikansi
Nilai Eigen Value (W1) = 5,1266
KTG = S2 = 0,0325
2 = 0,001056
JKT = 2,4810
Ragam masing-masing variabel adalah:
80
Standar error atau galat baku masing-masing variabel adalah:
Nilai galat yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk mencari t-hitung tiap-tiap
variabel dengan rumus:
Nilai t-hitung untuk masing-masing variabel adalah:
Variabel Koef. Standar Error t-hitung Ket.
X1 0,1894 0,003986 47,518 Signifikan
X2 0,3092 0,003903 79,239 Signifikan
X3 0,1766 0,003958 44,633 Signifikan
X4 0,1927 0,003972 48,509 Signifikan
X5 0,0665 0,002313 28,727 Signifikan
X6 0,1899 0,003891 48,792 Signifikan