analisis faktor faktor yang mempengaruhi … · x analisis faktor. faktor yang mempengaruhi...

94
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI CRUDE PALM OIL (CPO) UNIT ADOLINA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV SUMATERA UTARA SKRIPSI DAVID KASYOGI PURBA H34096013 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Upload: doancong

Post on 08-Mar-2019

239 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

x

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PRODUKSI CRUDE PALM OIL (CPO) UNIT ADOLINA

PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

DAVID KASYOGI PURBA

H34096013

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

xi

RINGKASAN

DAVID KASYOGI PURBA. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Produksi Crude Palm Oil (CPO) Unit Adolina PT. Perkebunan Nusantara IV

Sumatera Utara. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan

Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan NETTI

TINAPRILLA).

Perkebunan merupakan salah satu sub sektor strategis yang secara

ekonomis, ekologis dan sosial budaya memainkan peranan penting dalam

pembangunan nasional. Ditinjau dari aspek produksi, hasil produksi perkebunan

merupakan bahan baku industri baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun

ekspor. Ditinjau dari bentuk pengusahaannya, usaha perkebunan meliputi

perkebunan besar negara (PBN), perkebunan besar swasta (PBS), dan perkebunan

rakyat (PR). Salah satu komoditas perkebunan di Indonesia adalah kelapa sawit.

Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati.

Perkebunan kelapa sawit menghasilkan buah kelapa sawit/tandan buah segar

(TBS) yang kemudian diolah menjadi minyak sawit atau Crude Palm Oil (CPO)

dan minyak inti sawit atau Palm Kernel Oil (PKO).

Semakin meningkatnya peranan CPO, memacu para produsen untuk

meningkatkan produksinya. Peningkatan produksi tidak dapat dilakukan dengan

mudah karena banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tersebut.

Unit Adolina yang di bawahi oleh PT Perkebunan Nusantara IV merupakan salah

satu perkebunan kelapa sawit milik negara. Unit Adolina terletak di Sumatera

Utara yang merupakan salah satu wilayah sentra produksi minyak kelapa sawit di

Indonesia. Konsentrasi bisnis Unit Adolina adalah memproduksi CPO. Faktor-

faktor produksi yang diduga dapat mempengaruhi terhadap tingkat produksi CPO,

antara lain jumlah TBS, tenaga kerja, jam mesin, penggunaan air, penggunaan uap

serta suplai listrik. Oleh karena itu, analisis faktor-faktor produksi CPO perlu

dilakukan.

Tujuan penelitian ini adalah : (1) mengidentifikasi faktor-faktor produksi

yang berpengaruh terhadap produksi CPO di pabrik kelapa sawit Adolina, dan (2)

menganalisa elastisitas faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses

produksi CPO di pabrik kelapa sawit Adolina. Data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data produksi bulanan selama empat tahun mulai dari tahun

2008 hingga 2011 yang berasal dari perusahaan. Analisis dilakukan dengan

membangun model, yaitu model produksi CPO. Dalam menganalisis data

digunakan model regresi berupa fungsi produksi Cobb-Douglas yang terlebih

dahulu diuji dengan asumsi OLS (Ordinary Least Square) yang dianalisis

menggunakan program Minitab 14, microsoft excel dan eviews 5.1. Namun

karena hasil regresi menunjukkan adanya pelanggaran asumsi klasik, yaitu

multikolinearitas maka digunakan Principal Component Analysis untuk

menghilangkan multikolineaitas tersebut.

Berdasarkan analisis fungsi produksi, faktor produksi jumlah TBS (X1),

tenaga kerja (X2), jam mesin (X3), penggunaan air (X4), penggunaan uap (X5)

serta suplai listrik (X6) secara bersama-sama mempengaruhi produksi CPO. Nilai

koefisien determinasi untuk pendugaan didapat sebesar 98,0 persen, yang berarti

bahwa 98,0 persen variasi produksi CPO dapat diterangkan oleh variabel-variabel

xii

bebas yang diduga, sedangkan sisanya sebesar 2,0 persen dijelaskan oleh variabel-

variabel lain yang tidak terdapat dalam model. Pengaruh variabel bebas secara

parsial dilakukan dengan uji-t. Hasil uji t menunjukkan faktor produksi jumlah

TBS (X1), tenaga kerja (X2), jam mesin (X3), penggunaan air (X4), penggunaan

uap (X5) serta suplai listrik (X6) berpengaruh nyata terhadap produksi CPO pada

selang kepercayaan 95 persen.

Koefisien regresi pada fungsi produksi Cobb-Douglas juga menunjukkan

elastisitas dari masing-masing variabel. Nilai koefisien regresi pada masing-

masing faktor produksi adalah positif lebih kecil dari satu. Nilai koefisien regresi

yang positif dan kurang dari satu menunjukkan penggunaan faktor-faktor

produksi tersebut berada pada daerah yang rasional yaitu semua faktor produksi

tersebut masih dapat ditingkatkan.

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka sebaiknya PT Perkebunan

Nusantara IV Unit Adolina memperhatikan faktor-faktor produksi yang

berpengaruh nyata terhadap produksi CPO. Rekomendasi faktor produksi atau

input yang perlu dipertimbangkan adalah jumlah TBS, tenaga kerja, jam mesin,

penggunaan air, uap dan suplai listrik.

xiii

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PRODUKSI CRUDE PALM OIL (CPO) UNIT ADOLINA

PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV

SUMATERA UTARA

DAVID KASYOGI PURBA

H34096013

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

xiv

Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Crude

Palm Oil (CPO) Unit Adolina PT. Perkebunan Nusantara IV

Sumatera Utara

Nama : David Kasyogi Purba

NIM : H34096013

Disetujui,

Pembimbing

Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM

NIP. 19690410 199512 2 001

Diketahui,

Ketua Departemen Agribisnis

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS

NIP. 19580908 198403 1 002

Tanggal Lulus:

xv

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Faktor-

Faktor yang Mempengaruhi Produksi Crude Palm Oil (CPO) Unit Adolina PT.

Perkebunan Nusantara IV Sumatera Utara” adalah karya sendiri dan belum

diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2013

David Kasyogi Purba

H34096013

xvi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 20 September 1987 di Pematang Siantar,

Sumatera Utara. Penulis adalah anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan

(Alm) Bapak Jonathan Purba dan Ibu Ryana br. Gultom.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1999 di SD Simbolon

Panei, Kabupaten Simalungun dan pendidikan lanjutan tingkat pertama

diselesaikan pada tahun 2002 di SLTPN 7 Pematang Siantar. Pendidikan lanjutan

tingkat atas diselesaikan pada tahun 2005 di SMKN 1 Pematang Raya.

Penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Keahlian Teknologi dan

Manajemen Ternak, Program Diploma, Institut Pertanian Bogor melalui jalur

Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2005. Penulis diterima pada

program sarjana penyelenggaraan khusus, Departemen Agribisnis, Fakultas

Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009.

xvii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Crude Palm Oil (CPO) Unit Adolina

PT. Perkebunan Nusantara IV Sumatera Utara.

Penelitian ini bertujuan mempelajari faktor-faktor produksi pada

pengolahan kelapa sawit menjadi CPO. Namun demikian, penulis menyadari

masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi.

Semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan referensi

tentang topik terkait.

Bogor, Januari 2013

David Kasyogi Purba

xviii

UCAPAN TERIMAKASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai

bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan

penghargaan kepada:

1. Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen pembimbing atas bimbingan,

arahan, waktu, kesabaran, dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis

selama penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Harianto, MS dan Dra. Yusalina, MSi selaku dosen penguji pada ujian

sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan

saran demi perbaikan skripsi ini.

3. Ir. Burhanudin, MM selaku dosen evaluator pada kolokium yang telah

meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan

skripsi ini.

4. Pihak Unit Adolina atas waktu, kesempatan, informasi, dan kerja sama yang

diberikan.

5. Orang tua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan cinta, kasih, dan doa

yang diberikan. Semoga skripsi ini menjadi persembahan yang terbaik.

6. Teman-teman seperjuangan (Batakers dan komunitas lowyo wa’yang) dan

teman-teman Agribisnis angkatan 7 atas doa, semangat dan masukannya

hingga penulisan skripsi ini, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan

satu per satu, terima kasih atas bantuannya.

Bogor, Januari 2013

David Kasyogi Purba

xix

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ............................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... xiv

I. PENDAHULUAN ...................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ...................................................................... 1

1.2. Perumusan Masalah .............................................................. 9

1.3. Tujuan Penelitian .................................................................. 11

1.4. Manfaat Penelitian ................................................................ 12

1.5. Ruang Lingkup Penelitian .................................................... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 13

2.1. Gambaran Umum CPO (Crude Palm Oil) di Indonesia ......... 13

2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi ...................... 17

2.3. Perbandingan Metode Analisis yang Digunakan .................. 19

III. KERANGKA PEMIKIRAN ..................................................... 22

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................ 22

3.1.1. Konsep dan Fungsi Produksi ...................................... 22

3.1.2. Konsep Skala Usaha (Return to Scale) ....................... 26

3.1.2. Model Fungsi Produksi .............................................. 26

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ......................................... 29

IV. METODE PENELITIAN ......................................................... 31

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................ 31

4.2. Sumber dan Jenis Data ......................................................... 31

4.3. Metode Analisis Data ........................................................... 31

4.3.1. Analisis Fungsi Produksi ............................................ 31

4.3.2. Pengujian Hipotesis .................................................... 33

4.3.3. Pengukuran Variabel .................................................. 38

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN .................................. 40

5.1. Profil Perusahaan .................................................................. 40

5.1.1. Sejarah Perusahaan ..................................................... 40

5.1.2. Lokasi Perusahaan ...................................................... 41

5.2. Organisasi dan Manajemen Perusahaan ............................... 42

5.2.1. Struktur Organisasi Perusahaan .................................. 42

5.2.2. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab ........................... 42

5.2.3. Sistem Pengupahan ..................................................... 46

5.3. Perkembangan Produksi Pabrik ............................................ 47

5.3.1. Bahan Baku (Jumlah TBS) ......................................... 47

5.3.2. Ketenagakerjaan ......................................................... 47

5.3.3. Jam Olah Mesin .......................................................... 49

5.3.4. Suplai Listrik .............................................................. 50

5.3.5. Bahan Pembantu ......................................................... 50

xx

5.4. Proses Produksi .................................................................... 51

5.4.1. Proses Produksi CPO (Crude Palm Oil) ..................... 51

5.4.2. Proses Produksi PKO (Palm Kernel Oil) ..................... 53

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 56

6.1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi CPO. 56

6.1.1. Uji Ekonometrika ....................................................... 57

6.1.2. Uji Statistik ................................................................. 59

6.2. Analisis Elastisitas Faktor Produksi CPO ............................ 60

6.3. Analisis Skala Usaha ............................................................ 63

VII. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 64

7.1. Kesimpulan ........................................................................... 64

7.2. Saran-saran ........................................................................... 64

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 65

LAMPIRAN ......................................................................................... 67

xxi

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan PDB Sub Sektor Perkebunan Atas Harga

Berlaku Tahun 2005-2009 ........................................................ 2

2. Konsumsi Minyak Sawit Indonesia Tahun 2000-2007 (ton) .... 4

3. Volume dan Nilai Ekspor CPO Indonesia Tahun 2007-2010 ... 5

4. Perkembangan Luas Areal Kelapa Sawit Indonesia Menurut

Pengusahaannya Tahun 2005-2010 (dalam ha) ........................ 5

5. Perkembangan Produksi Minyak Kelapa Sawit Indonesia

Menurut Pengusahaannya Tahun 2005-2010 (dalam ton) ........ 6

6. Perkembangan Produktivitas Minyak Kelapa Sawit Indonesia

Menurut Pengusahaannya Tahun 2003-2009 ............................ 7

7. Provinsi Sentra Produksi Minyak Sawit Indonesia

Tahun 2008-2009 ...................................................................... 7

8. Luas Areal, Pencapaian Produksi dan Produkstifitas CPO yang

Dihasilkan Unit Usaha Adolina Tahun 2006-2010 ................... 9

9. Jumlah TBS yang Diolah dan Produksi CPO yang Dihasilkan

Pabrik Kelapa Sawit Adolina Tahun 2008-2011 (dalam kg) ..... 10

10. Jumlah TBS yang Diolah Pabrik Kelapa Sawit Adolina

Tahun 2008-2011 (dalam kg) ..................................................... 47

11. Jam Kerja Karyawan Kantor Unit Adolina tahun 2011 .......... 48

12. Jam Kerja Karyawan Pabrik Kelapa Sawit Adolina

Tahun 2011 ............................................................................. 48

13. Pembagian Kerja pada Pabrik Kelapa Sawit Adolina

Tahun 2011 ............................................................................. 49

14. Alokasi Jam Olah dan Penggunaan Listrik pada Proses

Produksi CPO Pabrik Kelapa Sawit Adolina Tahun 2008-

2011 ............................................................................................ 49

15. Alokasi Penggunaan Air dan Penggunaan Uap pada Proses

Produksi CPO Pabrik Kelapa Sawit Adolina Tahun 2008-

2011 ......................................................................................... 51

16. Hasil Pendugaan Model Fungsi Produksi CPO dengan Enam

Faktor Produksi ....................................................................... 55

xxii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Daerah Produksi dan Elastisitas Produksi .................................. 25

2. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Produksi Crude Palm Oil (CPO) ....................... 30

xxiii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Pabrik Kelapa Sawit di Indonesia Tahun 2009 ........................... 68

2. Struktur Organisasi PTPN IV Unit Adolina Tahun 2010 ........... 69

3. Nilai Ln (logaritma natural) Variabel Dependent dan

Independent ................................................................................. 70

4. Hasil Regresi Variabel Dependent dengan Variabel

Independent ................................................................................ 72

5. Uji Normalitas ............................................................................. 73

6. Uji Heteroskedastisitas ............................................................... 73

7. Plot Residual Autokorelasi ......................................................... 74

8. Korelasi Pearson ......................................................................... 74

9. Tahapan Principal Component Analisys ..................................... 75

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkebunan merupakan salah satu sub sektor strategis yang secara

ekonomis, ekologis dan sosial budaya memainkan peranan penting dalam

pembangunan nasional. Adapun karakteristik perkebunan dapat ditinjau dari

berbagai aspek antara lain dari jenis komoditas, hasil produksi, dan bentuk

pengusahaannya1. Ditinjau dari aspek komoditas, perkebunan terdiri atas 127 jenis

tanaman, berupa tanaman tahunan dan tanaman semusim dengan areal sebaran

mulai dataran rendah sampai dataran tinggi. Ditinjau dari aspek produksi, hasil

produksi perkebunan merupakan bahan baku industri, baik untuk kebutuhan

dalam negeri maupun ekspor. Apabila ditinjau dari bentuk pengusahaannya, usaha

perkebunan meliputi perkebunan besar negara (PBN), perkebunan besar swasta

(PBS), dan perkebunan rakyat (PR).

Perkebunan mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi

yang ditunjukkan oleh nilai Produk Domestik Bruto (PDB) yang dihasilkannya.

Besarnya kontribusi perkebunan terhadap PDB dapat dilihat pada Tabel 1. Pada

Tabel 1 memperlihatkan perkembangan PDB perkebunan selama periode tahun

2005-2009. Berdasarkan atas dasar harga berlaku, nilai PDB perkebunan secara

kumulatif mengalami peningkatan, yaitu dari 56,43 trilyun rupiah pada tahun

2005 menjadi 130,50 trilyun rupiah pada tahun 2009. Rata-rata pangsa PDB

perkebunan terhadap PDB Pertanian adalah 19,83 persen atau 2,11 persen

terhadap PDB nasional. Laju pertumbuhan PDB perkebunan sebesar 23,52 persen

per tahun. Angka laju pertumbuhan ini lebih besar dari laju pertumbuhan PDB

pertanian yang sebesar 23,30 persen per tahun maupun terhadap laju pertumbuhan

PDB nasional yang sebesar 17,94 persen per tahun.

Besarnya kontribusi perkebunan terhadap PDB Nasional yang terus

meningkat serta laju pertumbuhan yang tinggi mengindikasikan bahwa sub sektor

perkebunan yang prospektif dan berperan penting di masa yang akan datang.

Prospek yang cerah ini tentunya harus disikapi dengan baik agar dapat bersaing

menjadi sub sektor yang dapat diunggulkan dan menjadi andalan perekonomian.

1 http://www.deptan.go.id Rencana Strategis Pembangunan Perkebunan 2010-2014. [20

November 2011]

2

Tabel 1. Perkembangan PDB Sub Sektor Perkebunan Atas Harga Berlaku Tahun

2005-2009

Sektor/

Sub Sektor

Nilai PDB (Rp. Triliun) Pert.

(%/thn) 2005 2006 2007 2008 20091)

Perkebunan 56,43 63,40 81,60 106,19 130,50 23,52

Pertanian2)

281,96 328,83 408,03 536,87 649,25 23,30

Nasional 2.774,28 3.339,22 3.949,32 4.954,03 5.334,49 17,94

Nasional tanpa migas 2.458,23 2.967,04 3.532,81 4.426,39 3.665,28 19,18

PDB Perkeb. terhadap

PDB pertanian(%) 20,01 19,28 20,00 19,78 20,10

PDB Perkeb. terhadap

PDB Nasional (%) 2,03 1,90 2,07 2,14 2,45

Keterangan: 1)

Data proyeksi

2)

Di luar kehutanan dan perikanan

Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2010)

Salah satu komoditas perkebunan di Indonesia adalah kelapa sawit. Kelapa

sawit merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati. Perkebunan kelapa

sawit menghasilkan buah kelapa sawit/ tandan buah segar (TBS) yang kemudian

diolah menjadi minyak sawit atau Crude Palm Oil (CPO) dan minyak inti sawit

atau Palm Kernel Oil (PKO). Menurut Tim Advokasi Minyak Sawit Indonesia-

Dewan Minyak Sawit Indonesia (2010)2, tanaman kelapa sawit memiliki

keunggulan jika dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak nabati lainnya.

Produktivitas minyak kelapa sawit lebih tinggi dibandingkan tanaman penghasil

minyak lainnya seperti kedelai, bunga matahari dan rapak/lobak (rapeseed).

Produktivitas minyak sawit 3,74 ton/ha/tahun dengan pengelolaan manajemen

budidaya terbaik memiliki potensi sekitar 6 ton/ha/tahun. Minyak kedelai hanya

0,38 ton/ha/tahun, minyak bunga matahari 0,48 ton/ha/tahun dan minyak rapak

sebesar 0,67 ton/ha/tahun.

Data dari Oil World dalam Infosawit3 menyatakan bahwa pada tahun

2009, produksi minyak sawit dunia mencapai 43 juta ton dengan luas lahan 12,8

juta ha. Sementara total produksi minyak kedelai sebesar 35,6 juta ton dengan luas

lahan 102,7 juta ha. Produksi minyak rapak hanya 20,4 juta ton dengan luas lahan

31,07 juta ha dan minyak bunga matahari sebesar 11,8 juta ton dengan luas lahan

23,4 juta ha. Efisiensi penggunaan lahan pada kelapa sawit memberi nilai tambah

dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya.

2 http://infosawit.com Fakta Kelapa Sawit Indonesia 2010 Edisi Perdana [21 November 2011]

3 Loc.cit

3

Peran penting kelapa sawit memiliki berbagai macam kegunaan. Hasil

dari road map industri pengolahan CPO4 menjelaskan bahwa minyak kelapa sawit

(CPO) dan minyak inti sawit (PKO) dapat diproduksi menjadi berbagai jenis

produk antara sawit yang digunakan sebagai bahan baku bagi industri hilirnya

baik untuk kategori pangan maupun non pangan. Kelompok industri antara sawit

yang termasuk di dalamnya yaitu industri olein, stearin, oleokimia dasar (fatty

acid, fatty alcohol, fatty amines, methyl esther, glycerol). Hasil dari produk antara

sawit dapat diproduksi berbagai jenis produk yang sebagian besar adalah produk

yang memiliki pangsa pasar potensial, baik untuk pangsa pasar dalam negeri

maupun pangsa pasar ekspor. Produk kelompok industri antara kemudian

dijadikan bahan baku oleh industri hilir sawit yang memberi nilai tambah produk

yang tinggi.

Jenis industri hilir kelapa sawit spektrumnya sangat luas, hingga lebih dari

100 produk hilir yang telah dapat dihasilkan pada skala industri, namun baru

sekitar 23 jenis produk hilir (pangan dan non pangan) yang sudah diproduksi

secara komersial di Indonesia5. Beberapa produk hilir turunan CPO dan PKO

yang telah diproduksi diantaranya untuk kategori pangan yaitu minyak goreng,

minyak salad, shortening, margarin, lemak khusus/ Cocoa Butter Substitute

(CBS), vanaspati, vegetable ghee, food emulsifier, fat powder, dan es krim.

Produk kategori non pangan diantaranya surfaktan, biodiesel, dan oleokimia

turunan lainnya.

Menurut data dari Direktorat Jenderal Perkebunan6, selain hasil utama

berupa minyak sawit, produk samping/limbah perkebunan kelapa sawit juga dapat

dimanfaatkan antara lain tandan kosong sawit untuk pulp dan kertas, kompos,

karbon, rayon; cangkang untuk bahan bakar dan karbon; serat untuk medium

density atau fibre board dan bahan bakar; pelepah dan batang sawit untuk

furniture, pulp & kertas, pakan ternak; bungkil inti sawit untuk pakan ternak;

sludge untuk pakan ternak. Khusus untuk biodiesel sebagai energi alternatif

terbarukan, permintaan akan produk ini pada beberapa tahun mendatang akan

semakin meningkat. Selain untuk kebutuhan diversifikasi sumber energi di dalam

4 http://www.depperin.go.id. Road Map Industri Pengolahan CPO 2009 [21 November 2011]

5 Loc.cit

6 http://www.deptan.go.id Pedoman Umum Revitalisasi Perkebunan 2007 [21 november 2011]

4

negeri, permintaan bio energy di pasar internasional diperkirakan akan terus

meningkat terutama dengan diterapkannya kebijaksanaan ramah lingkungan di

beberapa negara Eropa dan Jepang dengan menggunakan renewable energy.

Ditinjau dari sisi ketersediaan kelapa sawit berdasarkan perhitungan

Neraca Bahan Makanan (NBM), kelapa sawit di Indonesia umumnya digunakan

sebagai bahan untuk diolah menjadi minyak sawit yang dirinci sebagai bahan

makanan dan diolah non makanan. Pada tahun 2000-2007 rata-rata ketersediaan

minyak sawit/minyak goreng sebagai bahan makanan mencapai 2.317.375 ton per

tahun atau 97,39 persen dari total penggunaan, sedangkan diolah untuk non

makanan rata-rata sebesar 25.000 ton per tahun atau 1,05 persen dari total

penggunaan dan tercecer sebesar 36.875 ton per tahun atau 1,55 persen.

Pengurangan persentase minyak yang tercecer perlu dilakukan pengelolaan yang

lebih baik pada saat panen, pasca panen hingga proses pengolahan dan distribusi.

Tabel 2. Konsumsi Minyak Sawit Indonesia Tahun 2000-2007 (ton)

Tahun Diolah untuk

Non Makanan Tercecer

Bahan

Makanan

Total

Penggunaan

2000 30.000 35.000 2.209.000 2.274.000

2001 36.000 42.000 2.635.000 2.713.000

2002 32.000 37.000 2.309.000 2.378.000

2003 36.000 41.000 2.597.000 2.675.000

2004 27.000 31.000 1.969.000 2.027.000

2005 13.000 15.000 920.000 948.000

2006 13.000 45.000 2.819.000 2.877.000

20071)

13.000 49.000 3.081.000 3.143.000

Rata-rata 25.000 36.875 2.317.375 2.379.375

Share (%) 1,05 1,55 97,39

Keterangan: 1)

Angka sementara

Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2010)

Penggunaan CPO tidak hanya di dalam negeri saja melainkan menjadi

produk ekspor unggulan. Secara umum, ekspor CPO Indonesia meningkat setiap

tahunnya dengan laju pertumbuhan mencapai 11,63 persen per tahun. Adapun

negara tujuan utama ekspor kelapa sawit atau CPO Indonesia adalah India, Cina

dan Uni Eropa.

5

Tabel 3. Volume dan Nilai Ekspor CPO Indonesia Tahun 2007-2010

Tahun Volume (ribu ton) Nilai (juta US$)

2007 11.875,40 7.868,70

2008 14.290,70 12.375,30

2009 16.829,00 10.367,70

2010 16.291,90 13.469,00

Pert. (%/tahun) 11,63

Sumber: BPS (2011)

Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan

minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu

pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Kondisi geografis Indonesia yang

cocok untuk ditanami tanaman kelapa sawit menjadikan Indonesia sebagai

wilayah pengembangan perkebunan kelapa sawit. Pada Tabel 4 dapat dilihat

perkembangan luas areal kelapa sawit. Secara umum terjadi peningkatan luas

areal penanaman walaupun pertambahan luas areal penanaman tidak sama setiap

tahunnya. Laju pertumbuhan luas areal kelapa sawit di Indonesia adalah 7,71

persen per tahun. Pada tahun 2010, luas areal kelapa sawit di Indonesia mencapai

7.824.623 ha dimana status pengusahaan terluas dimiliki oleh Perkebunan Besar

Swasta (PBS) yaitu 3.893.385 ha atau sebesar 49,76 persen, kemudian

Perkebunan Rakyar (PR) 3.314.663 ha atau sebesar 42,36 persen, dan sisanya

dimiliki oleh Perkebunan Besar Negara (PBN) 616.575 ha atau sebesar 7,88

persen.

Tabel 4. Perkembangan Luas Areal Kelapa Sawit Indonesia Menurut

Pengusahaannya Tahun 2005-2010 (dalam ha)

Tahun PR PBN PBS Nasional

2005 2.356.895 529.854 2.567.068 5.453.817

2006 2.549.572 687.428 3.357.914 6.594.914

2007 2.752.172 606.248 3.408.416 6.766.836

2008 2.881.898 602.963 3.878.986 7.363.847

20091)

3.013.973 608.580 3.885.470 7.508.023

20102)

3.314.663 616.575 3.893.385 7.824.623

Pert. (%/tahun) 7,08 3,93 9,30 7,71

Keterangan: 1)

Angka sementara

2)

Angka estimasi

Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2010) (Diolah)

6

Seiring peningkatan luas areal kelapa sawit maka produksi kelapa sawit

dalam bentuk minyak sawit juga cenderung meningkat. Tabel 5 menunjukkan

bahwa pertumbuhan produksi minyak sawit Indonesia mencapai 12,02 persen per

tahun. Tahun 2010, kontribusi produksi minyak sawit Nasional masing-masing

yaitu perkebunan rakyat 39,17 persen, perkebunan besar negara 10,53 persen dan

perkebunan besar swasta 50,29 persen.

Tabel 5. Perkembangan Produksi Minyak Kelapa Sawit Indonesia Menurut

Pengusahaannya Tahun 2005-2010 (dalam ton)

Tahun PR PBN PBS Nasional

2005 4.500.769 1.449.254 5.911.592 11.861.615

2006 5.783.088 2.313.729 9.254.031 17.350.848

2007 6.358.389 2.117.035 9.189.301 17.664.725

2008 6.923.042 1.938.134 8.678.612 17.539.788

20091)

7.247.979 1.961.813 9.431.089 18.640.881

20102)

7.774.036 2.089.908 9.980.957 19.844.901

Pert. (%/tahun) 11,84 10,09 12,96 12,02

Keterangan: 1)

Angka sementara

2)

Angka estimasi

Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2010) (Diolah)

Perkembangan produktivitas minyak kelapa sawit di Indonesia selama

tahun 2003-2009 menunjukkan pola yang sama untuk ketiga status pengusahaan.

Rata-rata produktivitas minyak kelapa sawit Indonesia selama periode tahun

2003-2009 adalah sebesar 3,27 ton per hektar, dimana rata-rata produktivitas

minyak sawit terbesar pada perkebunan besar swasta sebesar 3,59 ton per hektar

disusul perkebunan besar negara sebesar 3,48 ton per hektar dan perkebunan

rakyat sebesar 2,97 ton per hektar (Tabel 6).

Rata-rata pertumbuhan produktivitas kelapa sawit Nasional tahun 2003-

2009 naik sebesar 3,00 persen per tahun, dimana pertumbuhan produktivitas

perkebunan rakyat sebesar 2,97 persen per tahun, perkebunan besar negara

sebesar 2,91 persen per tahun, sedangkan perkebunan besar swasta terlihat sangat

fluktuatif dan cenderung menurun sebesar 0,93 persen per tahun. Meskipun

demikian, realisasi produktivitas perkebunan besar swasta tertinggi dibandingkan

dengan perkebunan rakyat dan perkebunan besar negara yakni mencapai 3,59 ton

per hektar bahkan pada tahun 2009 mencapai 3,72 ton per hektar.

7

Tabel 6. Perkembangan Produktivitas Minyak Kelapa Sawit Indonesia Menurut

Pengusahaannya Tahun 2003-2009

Tahun

Produktivitas (ton/ ha)

PR Pert.

(%) PBN

Pert.

(%) PBS

Pert.

(%) Nas.

Pert.

(%)

2003 2,75 - 3,25 - 4,29 - 3,05 -

2004 2,49 -9,33 3,16 -2,83 3,03 -29,26 2,83 -6,98

2005 2,69 7,75 3,31 4,64 3,05 0,38 2,93 3,27

2006 3,13 16,51 3,62 9,32 3,74 22,87 3,50 19,57

2007 3,21 2,39 3,37 -6,94 3,86 3,11 3,63 3,89

2008 3,33 3,84 3,82 13,49 3,42 -11,25 3,42 -5,78

2009 3,16 -4,99 3,81 -0,24 3,72 8,56 3,56 4,03

Rata-rata

2003-2009 2,97 2,69 3,48 2,91 3,59 -0,93 3,27 3,00

Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2010)

Sentra produksi minyak sawit di Indonesia terutama berasal dari tujuh

provinsi yang memberikan kontribusi 82,21 persen terhadap total produksi

minyak sawit Indonesia. Tabel 7 menunjukkan provinsi Riau dan Sumatera Utara

merupakan provinsi sentra produksi terbesar yang berkontribusi masing-masing

sebesar 31,83 dan 16,36 persen, kemudian disusul berturut-turut provinsi

Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Jambi, Kalimantan Barat dan Sumatera

Barat masing-masing sebesar 9,93, 8,00, 6,74, 4,69, dan 4,66 persen.

Tabel 7. Provinsi Sentra Produksi Minyak Sawit Indonesia Tahun 2008-2009

Provinsi Produksi (ton)

Share (%) 2008 2009

1) Rata-rata

Riau 5.764.203 5.751.461 5.757.832 31,83

Sumatera Utara 2.738.279 3.179.507 2.958.893 16,36

Sumatera Selatan 1.753.212 1.841.242 1.797.227 9,93

Kalimantan Tengah 1.449.294 1.445.992 1.447.643 8,00

Jambi 1.203.430 1.233.538 1.218.484 6,74

Kalimantan Barat 845.409 851.603 848.506 4,69

Sumatera Barat 794.167 893.640 843.904 4,66

Lainnya 2.991.794 3.443.898 3.217.846 17,79

Nasional 17.539.788 18.640.881 18.090.335

Keterangan: 1)

Angka sementara

Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2010) (Diolah)

8

Tingginya produksi kelapa sawit Indonesia tentunya ditopang oleh industri

pengolahannya. Industri pengolahan kelapa sawit hampir tersebar di seluruh

Indonesia. Pada umumnya, industri CPO berada di wilayah perkebunan kelapa

sawit milik perusahaan. Pabrik kelapa sawit (PKS) merupakan salah satu rantai

pasok produksi di industri kelapa sawit yang berfungsi sebagai pengolahan tandan

buah segar (TBS) sawit menjadi CPO. Total jumlah PKS yang ada di Indonesia

pada tahun 2009 adalah berjumlah 608 unit dengan total kapasitas terpasang

mencapai 34.280 ton TBS/jam yang tersebar di 22 Propinsi. Secara umum,

Sebaran PKS paling banyak berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Sebaran

PKS yang ada paling banyak terdapat di propinsi Riau 140 unit dengan kapasitas

6.660 ton TBS/jam, kemudian Sumatera Utara 92 unit dengan kapasitas 3.815 ton

TBS/jam dan Kalimantan Barat 65 unit dengan kapasitas 5.475 ton TBS/jam

(untuk lebih jelasnya disajikan pada Lampiran 1).

CPO yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit kemudian diolah menjadi

produk turunan. Di Indonesia terdapat industri pengolahan minyak sawit menjadi

produk turunan yang bernilai tinggi. Data dari Infosawit menunjukkan bahwa

pada tahun 2009, jumlah pabrik minyak goreng berjumlah 94 unit yang tersebar di

seluruh Indonesia, kemudian terdapat sembilan produsen oleokimia dasar yang

memproduksi fatty acid, fatty alcohol dan glycerine7. Kapasitas produksi fatty

acid tersebut mencapai 986.000 ton/tahun, fatty alcohol mencapai 490.000

ton/tahun dan glycerine mencapai 141.700 ton/tahun. Selain itu, CPO juga diolah

menjadi bahan bakar atau biodiesel. Jumlah produsen biodiesel mencapai 20

perusahaan dengan total kapasitas terpasang 3,07 juta ton/tahun.

Semakin meningkatnya peranan CPO, memacu para produsen untuk

meningkatkan produksinya. Peningkatan produksi tidaklah dapat dilakukan

dengan mudah karena banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi produksi

tersebut. Unit Adolina yang di bawahi oleh PT. Perkebunan Nusantara IV

merupakan salah satu perkebunan kelapa sawit milik negara. Unit Adolina terletak

di Sumatera Utara yang merupakan salah satu wilayah sentra produksi minyak

kelapa sawit di Indonesia. Konsentrasi bisnis Unit Adolina adalah memproduksi

CPO. Luas areal HGU Unit Kebun Adolina seluas 8,965. 69 ha, dibagi menjadi

7 http://infosawit.com Fakta Kelapa Sawit Indonesia 2010 Edisi Perdana [21 November 2011]

9

tiga bagian yaitu kebun kelapa sawit seluas 8500 ha, kebun benih kakao seluas

150 ha dan lain lain 315,69 ha (emplasment, pondok, pembibitan, pabrik kelapa

sawit).

1.2. Perumusan Masalah

Unit Adolina merupakan salah satu unit usaha kelapa sawit yang dimiliki

oleh PT. Perkebunan Nusantara IV. Unit Adolina melakukan dua jenis kegiatan

operasional utama, yaitu perkebunan kelapa sawit dan pabrik pengolahan kelapa

sawit. Pabrik kelapa sawit Adolina memiliki kapasitas produksi terpasang 30 ton

TBS/jam, dengan rata-rata 22 jam kerja per hari dan 30 hari kerja per bulan.

Kapasitas tersebut merupakan kemampuan maksimal pabrik dalam menghasilkan

minyak sawit. Dengan demikian, pabrik kelapa sawit Adolina mampu mengolah

19.800 ton TBS per bulan atau sekitar 237.600 ton TBS per tahun.

Semakin meningkatnya peranan CPO seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya, mendorong peningkatan jumlah perusahaan yang bergerak dalam

bidang yang sama. Peningkatan jumlah perusahaan tersebut membuat tingkat

persaingan menjadi lebih tinggi. Unit Adolina harus mampu bersaing dengan

perusahan-perusahaan tersebut terutama dalam hal kualitas dan kontinyuitas

produksi CPO. Unit Adolina perlu mengalokasikan faktor-faktor produksinya

secara seksama, agar dapat menghasilkan manfaat yang optimal, sehingga

kelangsungan usaha dapat berjalan dengan baik.

Tabel 8. Luas Areal, Pencapaian Produksi dan Produktivitas CPO yang

Dihasilkan Unit Adolina Tahun 2006-2010

Tahun Luas Areal

TM (Ha)

Produksi

TBS (Kg)

Produksi

CPO (Kg)

Produktivitas

CPO (Ton/ Ha)

2006 4.671 107.524.025 25.678.053 5,50

2007 5.477 109.335.060 26.171.703 4,78

2008 5.620 114.456.600 27.418.233 4,89

2009 5.056 126.436.320 30.369.355 6,00

2010 5.095 133.920.200 32.364.404 6,35

2011 5.980 141.372.483 34.124.669 5,71

Sumber: PTPN IV Unit Adolina (2011) (Diolah)

Pencapaian produksi TBS pada unit Adolina meningkat setiap tahunnya.

Hal ini berpengaruh terhadap produksi CPO yang akan dihasilkan. Tabel 8

10

menunjukkan bahwa dengan semakin bertambahnya luas areal penanaman kelapa

sawit akan meningkatkan produksi TBS. Rata-rata produktivitas minyak kelapa

sawit yang dihasilkan oleh kebun Adolina tahun 2006-2011 mencapai 5,53 ton

minyak sawit per hektar per tahun. Jika dibandingkan dengan Tabel 6, rata-rata

produktivitas minyak sawit untuk tahun 2003-2009 Perkebunan Besar Negara

(PBN) hanya 3,48 ton per hektar per tahun dan produktivitas minyak sawit

Nasional 3,27 ton per hektar per tahun, sedangkan Adolina mampu mencapai rata-

rata produktivitas 5,53 ton per hektar per tahun untuk tahun 2006-2011.

Produktivitas yang dicapai oleh Unit Adolina ini jauh lebih baik jika

dibandingkan dengan produktivitas Perkebunan Besar Negara (PBN) maupun

secara Nasioanal.

Dilihat pada Tabel 9, pencapaian produksi pada tahun 2011 sebesar

141.372.483 kg TBS. Hal ini menunjukkan bahwa produksi TBS kebun Adolina

memenuhi 74 persen bahan baku TBS dari total TBS yang diolah, sedangkan

sisanya 26 persen dipenuhi dengan pembelian dari pihak ketiga. Secara umum

produksi CPO pabrik kelapa sawit Adolina meningkat setiap tahunnya.

Peningkatan produksi tersebut dipengaruhi oleh peningkatan jumlah masukan

TBS yang diolah sebagai faktor produksi utama. Namun total TBS yang diolah

belum mencapai kapasitas olah pabrik yaitu 237.600.000 kg TBS per tahun.

Hingga tahun 2011, bahan baku TBS yang diolah pada pabrik kelapa sawit

Adolina sudah mencapai 79,7 persen dari kapasitas olah maksimal mesin.

Tabel 9. Jumlah TBS yang Diolah dan Produksi CPO yang Dihasilkan Pabrik

Kelapa Sawit Adolina Tahun 2008-2011 (dalam kg)

Tahun TBS Adolina TBS Pembelian Total TBS

Diolah Produksi CPO

2008 114.456.600 37.499.625 151.956.225 35.339.944

2009

126.436.320 47.465.410 173.921.730 40.174.683

2010

133.920.200 49.169.860 183.090.060 42.672.109

2011 141.372.483 48.013.038 189.385.521 43.735.859

Sumber: PTPN IV Unit Adolina (2011)

Kurangnya pasokan bahan baku berpengaruh terhadap kinerja faktor

produksi lainnya. Lamanya jam kerja atau jam olah rata-rata yang dijadwalkan

seharusnya 22 jam per hari, namun kenyataannya hanya 17,5-18 jam olah. Dengan

11

demikian, faktor produksi teknologi/jam mesin dan tenaga kerja juga belum

maksimal digunakan akibat kurangnya pasokan TBS. Pabrik kelapa sawit Adolina

telah melakukan berbagai upaya yang sangat erat hubungannya dengan

pemanfaatan faktor-faktor produksinya untuk meningkatkan produksi CPO. Salah

satu upaya yang telah dilakukan adalah dengan pembeliaan TBS dari pihak ketiga.

Pabrik kelapa sawit Adolina merupakan salah satu unit bisnis Badan

Usaha Milik Negara (BUMN) yang berorientasi terhadap profit semaksimal

mungkin. Dengan demikian, pabrik kelapa sawit Adolina harus mampu

mempertahankan produksinya bahkan harus meningkatkan produksinya baik

kualitas maupun kuantitas. Untuk dapat berproduksi secara kontinyu, pabrik

kelapa sawit Adolina harus mampu memanfaatkan faktor-faktor produksinya

secara optimal sehingga diharapkan perusahaan mampu berproduksi secara efisien

dan mempunyai daya saing tinggi. Daya saing tersebut meliputi daya saing untuk

mendapatkan bahan baku yang berkualitas baik, mendapatkan sumberdaya

manusia, penggunaan teknologi, dan persaingan untuk mendapatkan konsumen.

Selain faktor produksi jumlah TBS sebagai bahan masukan utama, masih terdapat

faktor-faktor produksi lainnya yang dapat mempengaruhi produksi CPO. Oleh

karena itu, perlu ditelaah mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi

CPO agar kapasitas mesin pabrik maksimal.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka permasalahan yang diangkat

dalam penelitian ini adalah: Faktor-faktor produksi apa saja yang mempengaruhi

produksi CPO di pabrik kelapa sawit Adolina serta bagaimana elastisitas faktor-

faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi CPO di pabrik kelapa

sawit Adolina.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi faktor-faktor produksi (input) yang berpengaruh terhadap

produksi CPO di pabrik kelapa sawit Adolina.

2. Menganalisis elastisitas faktor-faktor produksi (input) yang digunakan dalam

proses produksi CPO di pabrik kelapa sawit Adolina.

12

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan

kontribusi bagi pihak-pihak terkait, seperti:

1. Perusahaan, sebagai sumber informasi dan bahan pertimbangan dalam

pengambilan keputusan dalam usahanya untuk dapat meningkatkan produksi

CPO.

2. Pembaca, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang

berkaitan dengan industri kelapa sawit serta sebagai perbandingan untuk

peneltian selanjutnya.

3. Penulis, penelitian ini berguna untuk menambah pengetahuan penulis

mengenai industri kelapa sawit di Indonesia serta dapat melatih kemampuan

penulis dalam menganalisa setiap masalah sesuai dengan disiplin ilmu yang

diperoleh selama di perguruan tinggi.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

1. Ruang lingkup dalam penelitian ini dibatasi hanya dalam pabrik dan produksi

Crude Palm Oil (CPO) yang diusahakan oleh PT Perkebunan Nusantara IV

Unit Adolina.

2. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data bulanan berupa data

input-input produksi dari tahun 2008-2011.

13

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum CPO (Crude Palm Oil ) di Indonesia

Kelapa sawit merupakan komoditas yang berkembang pesat di Indonesia.

Hal ini karena minyak sawit merupakan salah satu kebutuhan pokok sebagai

bahan pembuatan minyak goreng. Produktivitas kelapa sawit pada perusahaan

kelapa sawit menentukan besarnya keuntungan yang diperoleh perusahaan.

Novembrianto (2010) menganalisis proses pengelolaan perkebunan kelapa sawit

mulai dari tahap persiapan lahan, pembukaan lahan, teknik budidaya, pemanenan,

dan pengolahan tandan buah segar (TBS), membandingkan tingkat produktivitas

dan persentase tanaman terhambat antar kebun, umur tanaman, dan jenis tanah,

serta mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi persentase tanaman terhambat

di kebun inti PT. Citranusa Intisawit, Indofood Plantation, Provinsi Kalimantan

Barat.

Hasil penelitiaannya menunjukkan bahwa pengelolaan kebun di PT CNIS

dari proses pembibitan sampai pengolahan tandan buah segar (TBS) relatif baik.

Namun, masih terdapat beberapa kekurangan antara lain kurangnya koordinasi

manajer kebun dengan asisten kebun di lapang, kurangnya pengawasan asisten

kebun terhadap pekerja lapang, dan rendahnya etos kerja dari sebagian besar

pekerja kebun. Hasil analisis produktivitas menunjukkan bahwa produktivitas

antar blok, antar divisi, dan antar umur tanaman pada kebun plasma II dan analisis

menurut umur tanaman di kebun inti berbeda nyata. Hasil analisis persentase

tanaman terhambat menunjukkan bahwa persentase tanaman terhambat antar

divisi dan antar umur tanaman pada kebun inti berbeda nyata. Persentase tanaman

terhambat pada tanah mineral (Podsolik Kromik dan Podsolik Haplik) lebih besar

dari pada tanah gambut (Gambut Saprik dangkal). Variabel-variabel yang

berpengaruh nyata terhadap besarnya persentase tanaman terhambat adalah umur

tanaman, jenis tanah, divisi, C-organik, N-organik, K-dd.

Supiani (2011) menganalisa tentang mutu TBS yang akan diolah menjadi

CPO. Salah satu faktor penting dalam pengawasan mutu minyak kelapa sawit

adalah kadar asam lemak bebas, kadar air dan juga kadar kotoran. Analisa yang

dilakukan di PKS Aek Nabara Selatan, dimana mutu minyak kelapa sawit ini

sangat dipengaruhi oleh kualitas buah sawit yang di panen yang akan diolah mulai

14

pemanenan tepat waktu, proses pengumpulan dan pengangkutan, derajat

kematangan buah dan proses pengolahan di pabrik. Dalam pengamatannya, TBS

yang masuk ke dalam pabrik jika belum mencukupi untuk diolah maka jadwal

pengolahan ditunda (stagnasi) untuk satu hari. Standar sortasi sering diabaikan

sehingga TBS yang diolah merupakan buah inap untuk memenuhi proses

pengolahan, hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan mutu TBS yang dipanen

sehingga mutu CPO yang diperoleh menjadi rendah.

Hal yang sama juga disampaikan pada hasil analisa Panjaitan (2011)

dengan melakukan perbandingan Analisa kadar Asam Lemak Bebas (ALB) dari

Tandan Buah Segar (TBS) siap olah dengan buah yang diinapkan. Kesimpulan

pada hasil analisa yang dilakukan yaitu Peningkatan kadar asam lemak bebas

dalam minyak sawit mentah dapat terjadi karena penimbunan buah yang terlalu

lama pada loading ramp. Semakin tinggi kadar Asam Lemak Bebas (ALB) dalam

CPO maka akan semakin buruk kualitas minyak sawit mentah tersebut, sebaliknya

semakin rendah kadar asam lemak bebas pada CPO maka akan semakin bagus

kualitasnya. Asam Lemak Bebas (ALB) tidak diinginkan dalam CPO karena dapat

mempercepat minyak tersebut berbau tengik selama penyimpanan.

Selanjutnya penelitian Kusumawardhana (2008), menganalisa pengaruh

kebijakan Pajak Ekspor (PE) terhadap perdagangan CPO Indonesia. CPO sebagai

bahan baku minyak goreng yang kedudukannya semakin penting dan sebagai

perolehan devisa menyebabkan pemerintah dihadapkan pada pilihan. Pilihan

pemerintah antara kepentingan untuk menjaga harga minyak goreng sebagai salah

satu bahan kebutuhan pokok atau kepentingan meningkatkan perolehan devisa.

Pemerintah merasa perlu berperan dalam mengatur sistem tata niaga kelapa sawit

beserta produk-produknya terutama CPO. Wujud campur tangan pemerintah

berupa pengaturan alokasi CPO, pengaturan alokasi ini dengan menentukan

aturan-aturan alokasi CPO pada tempat tertentu. Kebijakan yang lain adalah

pembentukan sistem pengawasan secara langsung terhadap pasokan dan harga

domestik dan pembatasan dan pelarangan ekspor CPO. Tujuan utama dari

penetapan kebijakan-kebijakan tersebut adalah untuk menjamin agar pasokan

CPO dalam negeri tetap stabil, sehingga harga minyak goreng di dalam negeri pun

stabil pada tingkat yang rendah.

15

Hasil penelitian menunjukkan produksi CPO Indonesia, harga ekspor CPO

dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar memiliki hubungan yang positif dengan

penawaran ekspor CPO Indonesia. Jika produksi CPO Indonesia meningkat maka

penawaran ekspor CPO Indonesia akan meningkat. Apabila harga ekspor CPO

Indonesia meningkat, maka penawaran ekspor CPO akan meningkat.

Meningkatnya nilai tukar rupiah akan menyebabkan meningkatnya penawaran

ekspor CPO Indonesia. Pemberlakuan pajak ekspor seharusnya mengurangi

penawaran ekspor CPO Indonesia. Sayangnya secara statistik dampak

pemberlakuan pajak ekspor ini tidak signifikan. Berarti tidak ada perubahan yang

berarti pada periode sebelum dan sesudah di berlakukan kebijakan pajak ekspor.

Produsen tetap memilih mengekspor CPO ke pasar intenasional daripada pasar

domestik, karena harga di pasar dunia lebih tinggi dibandingkan dengan harga di

pasar domestik.

Penawaran ekspor CPO Indonesia akan mempengaruhi penawaran CPO

domestik. Penawaran ekspor dan penawaran domestik memiliki arah yang

berlawanan. Ketika penawaran ekspor CPO Indonesia berkurang artinya

penawaran CPO dalam negeri akan meningkat. Produksi CPO Indonesia memiliki

hubungan yang positif terhadap penawaran CPO domestik Indonesia. Dengan

produksi Indonesia yang meningkat artinya pasokan CPO di pasar terutama pasar

domestik akan meningkat. Impor CPO ke pasar domestik Indonesia memliki

hubungan yang positif terhadap penawaran CPO domestik. Artinya, dengan

meningkatnya jumlah impor CPO ke pasar domestik maka penawaran CPO di

pasar domestik akan semakin banyak.

Penawaran domestik CPO Indonesia memiliki hubungan yang negatif

dengan harga CPO domestik. Dengan peningkatan penawaran domestik maka

harga domestik akan menurun. Harga pasar domestik akan turun akibat terdapat

banyak pasokan CPO di pasar. Produksi CPO Indonesia memiliki hubungan yang

negatif terhadap harga domestik CPO Indonesia. Apabila produksi CPO Indonesia

meningkat, maka penawaran CPO di pasar domestik akan meningkat. Harga CPO

Indonesia periode sebelumnya mempunyai hubungan yang positif dengan harga

domestik CPO Indonesia. Harga minyak kelapa mempunyai tidak memiliki

hubungan dengan harga domestik CPO Indonesia. Hal ini menunjukkan minyak

16

kelapa tidak mempengaruhi harga CPO domestik. Minyak kelapa dan CPO

memiliki segmen pasar yang berbeda.

Kebijakan Pajak Ekspor mempengaruhi penawaran ekspor CPO Indonesia.

Penawaran ekspor CPO Indonesia akan mempengaruhi penawaran domestik CPO

Indonesia. Penawaran domestik CPO Indonesia akan mempengaruhi harga

domestik CPO Indonesia, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan pajak ekspor

tidak efisien dilakukan. Karena kebijakan ini tidak mampu memncapai tujuannya,

yaitu untuk menurunkan harga CPO domestik. Dari sisi lain akan merugikan

negara dengan menurunkan penawaran ekspor CPO Indonesia, yang merupakan

salah satu sumber devisa negara terbesar. Pajak ekspor dengan tujuan

mendatangkan devisa bagi pemerintah harus dapat berjalan dengan pemenuhan

kebutuhan dalam negeri dengan kombinasi kebijakan pajak ekspor. Pajak ekspor

tidak boleh melanggar ketentuan yang telah disepakati Indonesia dalam perjanjian

bilateral, regional maupun internasional. Perlu adanya kebijakan yang terintegrasi

antara pemerintah daerah dan pusat serta peran pusat yang mengkoordinasikan

seluruh wilayah serta menetapkan kebijakan dasar. Diperlukan diregulasi yang

bersifat insentif yang efektif, serta upaya mengurangi intervensi pemerintah,

sehingga tercipta iklim investasi yang menarik.

Kemudian Martha (2011) melakukan analisa terhadap potensi ekspor

Crude Palm Oil (CPO) Indonesia ke empat negara mitra dagang utama (India,

Belanda, Malaysia dan Singapura) dengan pendekatan gravity model. Martha

melakukan analisa terhadap pengaruh kebijakan WTO terhadap aliran

perdagangan komoditas CPO dan faktor-faktor lain penarik aliran perdagangan

CPO lainnya antara lain GDP negara Indonesia (GDPi), dan GDP ke empat

negara mitra dagang utama (GDPj), jarak antara Indonesia dengan ke empat

negara mitra dagang utama (Dij), nilai tukar diantara keduanya (ER), dan harga

CPO (P) Indonesia ke empat negara pengimpor. Upaya-upaya tersebut dilakukan

dalam mempertahankan eksistensi ekspor CPO untuk tetap menjaga kepastian

pasar atau kembali mencari pasar potensial jika pasar yang telah ada sudah tidak

berpotensi. Terbentuknya WTO dalam mengatur perdagangan internasional

termasuk perdagangan CPO dengan pengurangan tarif impor sebagai salah satu

instrument kebijakannya mempunyai andil penting terutama dalam memberikan

17

peningkatan kesejahteraan bagi negara Indonesia sebagai negara eksportir yang

selama ini mengalami penurunan kesejahteraan akibat adanya penetapan tarif

impor oleh ke empat negara importir CPO.

Variabel-variabel yang berpengaruh nyata pada taraf nyata lima persen

terhadap aliran volume ekspor CPO Indonesia, adalah GDP negara Indonesia

(GDPi), dan GDP ke empat Negara mitra dagang utama (GDPj). Sedangkan

variabel yang berpengaruh nyata pada taraf nyata satu persen adalah nilai tukar

Indonesia dan empat negara mitra dagang utama (ER). Variabel-variabel yang

tidak berpengaruh nyata adalah jarak antara Indonesia dan keempat negara mitra

dagang utama (Dij), dan harga CPO dunia (P). Hasil pengukuran potensi

perdagangan berdasarkan rasio perdagangan P/A menyimpulkan bahwa negara

India dan Malaysia adalah negara-negara dari ke empat mitra dagang utama

mempunyai potensi tinggi terhadap penyerapan CPO Indonesia dibandingkan

negara Belanda dan Singapura.

2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi

Penelitian terdahulu menunjukan bahwa produksi dipengaruhi oleh

beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut dijabarkan menjadi beberapa variabel yang

diduga mempunyai pengaruh terhadap produksi dengan menggunakan uji tertentu.

Variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi bisa menjadi acuan untuk

pengembangan usaha melalui peningkatan produksi yang diperoleh perusahaan.

Faktor-faktor yang berpengaruh berbeda-beda tergantung jenis dan lokasi

usahanya, termasuk variabel-variabel yang digunakan untuk menjabarkan faktor-

faktor tersebut.

Nurrofiq, Wahyuni, Widarwati sama-sama melakukan penelitian pada

pabrik gula mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi gula. Nurrofiq

(2005), menganalisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi gula

di PG Djatiroto. Dalam analisisnya terdapat enam faktor produksi yang diduga

berpengaruh terhadap produksi gula di PG Djatiroto, yaitu jumlah tebu, rendemen,

tenaga kerja tetap, tenaga kerja musiman, bahan pembantu, dan lama giling. Dari

keenam peubah tersebut hanya lima faktor produksi yang berpengaruh nyata

terhadap model produksi gula di PG Djatiroto, yaitu jumlah tebu, rendemen,

tenaga kerja tetap, tenaga kerja musiman, dan lama giling. Sedangkan satu

18

variabel tidak signifikan mempengaruhi produksi gula pada pabrik gula tersebut

yaitu variabel bahan pembantu.

Berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2007), di

dalam penelitiannya Wahyuni tidak menggunakan variabel rendemen sebagai

faktor produksi melainkan menambahkan faktor jam mesin sebagai faktor

produksi yang berpengaruh terhadap produksi gula di PG Madukismo,

Yogyakarta. Setelah dianalisis lebih lanjut, ternyata hanya ada lima faktor

produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi gula, yaitu tenaga kerja tetap,

tenaga kerja tidak tetap, jumlah tebu, lama giling, dan jam mesin. Sedangkan

bahan pembantu tidak signifikan mempengaruhi produksi gula.

Penelitian Widarwati (2008) di PG Pagottan Madiun menggunakan tujuh

faktor produksi yang diduga mempengaruhi produksi gula di PG Pagottan, yaitu

jumlah tebu, rendemen, jam mesin, tenaga kerja tetap, tenaga kerja musiman,

bahan pembantu, dan lama giling. Dari hasil lebih lanjut, tenaga kerja tetap dan

tenaga kerja musiman digabung menjadi satu faktor produksi sehingga diperoleh

faktor-faktor yang secara nyata berpengaruh terhadap produksi gula di PG

Pagottan, yaitu jumlah tebu, rendemen, jam mesin, dan tenaga kerja. Sedangkan

faktor produksi bahan pembantu dan lama giling tidak berpengaruh terhadap

produksi gula di pabrik tersebut.

Herawati (2008) menganalisa tentang faktor produksi modal, bahan baku,

tenaga kerja dan mesin terhadap produksi glycerine pada PT Flora Sawita

Chemindo Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara bersama-sama

faktor produksi modal, bahan baku, tenaga kerja dan mesin berpengaruh

signifikan terhadap produksi. Sedangkan secara parsial faktor produksi modal,

bahan baku, tenaga kerja dan mesin juga berpengaruh signifikan terhadap

produksi glycerine dengan variabel dominan yang mempengaruhi adalah bahan

baku.

Penelitian yang akan dilakukan berbeda dengan penelitian terdahulu

dimana komoditas yang akan dikaji adalah CPO. Dari hasil penelitian-penelitian

terdahulu, variabel-variabel yang diduga berpengaruh terhadap produksi akan

dijadikan referensi untuk penelitian yang akan dilakukan.

19

2.3. Perbandingan Metode Analisis yang Digunakan

Hubungan antara faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi

dapat dimodelkan ke dalam suatu fungsi produksi. Fungsi produksi yang banyak

digunakan pada penelitian terdahulu adalah fungsi produksi Cobb-Douglas

(Nurrofiq, 2005; Wahyuni, 2007; Widarwati, 2008; Herawati, 2008). Selain itu,

untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat produksi,

peneliti terdahulu menggunakan metode yang sama. Metode analisis yang

digunakan untuk menguji signifikansi antara faktor-faktor yang ada hubungannya

dengan tingkat produksi adalah Metode Ordinary Least Square (OLS). Metode

Ordinary Least Square (OLS) digunakan untuk model regresi dengan bentuk

hubungan linier yakni parameter pada persamaan harus linier sedangkan variabel

bebas tidak ditentukan. Metode ini merupakan penduga tak bias linier terbaik

(BLUE = Best Linier Unbiased Estimation).

Mulianti (2008) menganalisa efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi

kayu olahan sengon (solid laminating dan finger joint stick laminating) di CV.

Cipta Mandiri, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Model

yang digunakan adalah model fungsi produksi linear berganda dan Cobb-Douglas.

Kedua model akan dipilih satu model terbaik berdasarkan asumsi OLS (Ordinary

Least Square) dan pengujian statistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model

terbaik untuk menduga fungsi produksi kedua produk adalah model Cobb-

Douglas dilihat dari nilai koefisien determinasi R2 (lebih tinggi) dan MSE

(mendekati nol). Untuk produksi solid laminating nilai R2 dan MSE pada model

linier berganda masing-masing 94,4 persen dan 7,4 sedangkan pada model Cobb-

Douglas nilai R2 dan MSE nya masing-masing 94,9 persen dan 0,00072. Untuk

produksi finger joint stick laminating persen nilai R2 dan MSE pada model

linier

berganda masing-masing 95,3 persen dan 1,73 sedangkan pada model Cobb-

Douglas nilai R2 dan MSE nya masing-masing 95,3 persen dan 0,00141.

Untuk mendapatkan model persamaan yang BLUE, model yang didapat

harus lolos terhadap uji ekonometrika dan uji statistik. Pada uji ekonometrika

asumsi klasik yang biasa digunakan yaitu asumsi kenormalan, asumsi

heteroskedastisitas, asumsi autokorelasi serta asumsi multikolinoeritas.

20

Khusus untuk asumsi multikolinieritas, peneliti terdahulu Widarwati

(2008) dalam analisa faktor yang diduga mempengaruhi produksi gula awalnya

tujuh variabel yaitu jumlah tebu, rendemen, jam mesin, tenaga kerja tetap, tenaga

kerja musiman, bahan pembantu, dan lama giling. Dalam pengolahan datanya,

asumsi multikolinieritas tidak dapat dipenuhi dimana variabel lama giling

memiliki angka VIF >10 yaitu 10,0. Untuk mengatasinya, Widarwati

menghilangkan variabel lama giling dan penggabungan faktor produksi tenaga

kerja tetap dan tenaga kerja musiman menjadi faktor produksi tenaga kerja total.

Berbeda halnya dengan yang dilakukan oleh Widarwati, peneliti terdahulu

yang menggunakan metode yang berbeda dalam penanganan asumsi

multikolinieritas seperti Nurfitriani (2011), Putra (2007), Endartrianti (2011)

menggunakan analisis komponen utama/ Principal Component Analisys (PCA)

untuk mengatasi asumsi multikolinieritas.

Nurfitriani (2011) menganalisis faktor-faktor apa saja yang berpengaruh

dalam perkembangan jalan tol di Indonesia. Di dalam penelitiannya terdapat enam

faktor yang diduga mempengaruhi perkembangan jalan tol di Indonesia antara

lain: PDB/kapita, tenaga kerja, dana pemerintah, investasi swasta, jumlah

kendaraan, dan dummy kebijakan. Dari hasil analisis diketahui bahwa

PDB/kapita, tenaga kerja, dana pemerintah dan jumlah kendaraan terkena asumsi

multikolinieritas. Untuk itu model tersebut tidak dapat dilanjutkan. Untuk

mengatasinya, Nurfitriani (2011) menggunakan regresi komponen utama untuk

mengatasinya sehingga model akhir yang didapat sudah terbebas dari asumsi

multikolinieritas.

Putra (2007) melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang

mempengaruhi permintaan pupuk Urea dan SP-36. Pada model permintaan pupuk

Urea diduga dipengaruhi oleh harga pupuk Urea, harga pupuk SP-36, harga

gabah, luas lahan dan jumlah produksi padi. Dari hasil analisis diketahui faktor-

faktor yang diduga tersebut, tidak lolos dalam asumsi multikolinieritas dimana

nilai VIF >10 nyata. Sedangkan pada model permintaan SP-36 dipengaruhi oleh

tingkat harga pupuk Urea, harga pupuk SP-36, harga gabah, luas lahan dan jumlah

produksi padi. Pada pengujian asumsi multikolinieritas, semua faktor yang diduga

juga memiliki angka VIF >10 yang artinya model tidak lolos uji asumsi tersebut.

21

Untuk mengatasi masalah multikolinieritas pada kedua model, Putra (2007)

menggunakan regresi komponen utama sehingga didapat variabel bebas yang

tidak berkorelasi satu sama lain tanpa mengeluarkan variabel yang ada dari model.

Selanjutnya Endartrianti (2011) menganalisis produktivitas faktor-faktor

produksi, menganalisis Total Factor Productivity (TFP), serta menganalisis

faktor-faktor yang mempengaruhi output industri pengolahan dan pengawetan

daging di Indonesia. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap

pertumbuhan TFP (Total Factor Productivity) diantaranya biaya sewa modal,

tenaga kerja, bahan baku dan energi. Hasil analisis menunjukkan bahwa tenaga

kerja dan bahan baku memiliki nilai VIF >10. Kemudian pada analisis faktor-

faktor yang diduga mempengaruhi output industri pengolahan dan pengawetan

daging yaitu biaya sewa modal, tenaga kerja, bahan baku, energi serta TFP. Pada

hasil pengujian asumsi klasik, tenaga kerja dan bahan baku tidak lolos asumsi

multikolinieritas. Endartrianti (2011) juga menggunakan regresi komponen utama

untuk mengatasi asumsi multikolinieritas sehingga didapat model yang terbebas

dari asumsi tersebut.

Menurut pendapat peneliti sendiri, penggunaan PCA dalam penanganan

asumsi multikolonieritas dirasa lebih baik dibandingkan dengan mengeluarkan

variabel yang terkena asumsi tersebut. Hal ini dikarenakan dalam pendugaan

model, variabel yang digunakan jika menurut teori dan kondisi dilapangan

memang penting untuk dimasukkan ke dalam model, maka tidak seharusnya

variabel tersebut dikeluarkan dari model akibat pelanggran asumsi.

Pemodelan faktor-faktor produksi serta menganalisis faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap tingkat produksi, penelitian ini akan menggunakan metode

analisis yang digunakan oleh peneliti terdahulu tentang analisis faktor-faktor yang

mempengaruhi produksi, yaitu model fungsi produksi Cobb-Douglas serta

menggunakan regresi komponen utama dalam mengatasi asumsi multikolinieritas.

22

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Pada bagian ini akan dijelaskan teori-teori yang berhubungan dengan

penelitian antara lain mengenai konsep dan fungsi produksi dan model fungsi

produksi.

3.1.1. Konsep dan Fungsi Produksi

Dalam proses produksi pertanian, seorang petani modern menggunakan

factor produksi (input) seperti tanah, tenaga kerja, mesin dan pupuk. Faktor

produksi tersebut digunakan selama musim tanam, dan pada musim panen petani

tersebut mengambil hasil (output) tanamnya. Petani selalu berusaha keras untuk

melakukan produksi secara efisien atau dengan biaya yang paling rendah, dengan

demikian petani selalu berusaha untuk memproduksi tingkat output maksimum

dengan menggunakan suatu dosis input tertentu, dan menghindarkan pemborosan

sekecil mungkin, selanjutnya petani tersebut dianggap memaksimumkan laba

ekonomis.

Teori produksi yang sederhana menggambarkan tentang hubungan di

antara tingkat produksi suatu barang dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan

untuk menghasilkan berbagai tingkat produksi barang tersebut. Dalam analisis

tersebut dimisalkan faktor-faktor produksi lainnya adalah tetap jumlahnya, yaitu

modal dan tanah jumlahnya dianggap tidak mengalami perubahan. Satu-satunya

faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya adalah tenaga kerja (Sukirno, 1985).

Produksi adalah kegiatan menghasilkan barang dan jasa. Sumber daya

yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa disebut sebagai faktor-faktor

produksi. Umumnya faktor – faktor produksi terdiri dari alam atau lahan, tenaga

kerja, dan modal. (Lipsey et al, 1995). Lebih lanjut hubungan antara input (faktor-

faktor produksi) dengan output (barang dan jasa), para ekonom menggambarkan

dengan menggunakan fungsi yang disebut fungsi produksi (Nicholson, 2002).

Selanjutnya Sukirno (1985) menjelaskan bahwa fungsi produksi

menunjukkan sifat perkaitan di antara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi

yang diciptakan. Menurut Soekartawi (2003), fungsi produksi adalah suatu

hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan

23

(X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang

menjelaskan biasanya berupa input. Persamaannya dapat ditulis sebagai berikut :

Y = f (X1, X2, X3, ........., Xm)

Dimana :

Y = jumlah produksi yang dihasilkan

X1, X2, X3, ...... Xm = variabel yang mempengaruhi produksi

Keputusan kombinasi penggunaan sumberdaya untuk mencapai target

produksi ditentukan oleh kebijaksanaan produsen. Untuk menjelaskan kombinasi-

kombinasi input yang diperlukan untuk menghasilkan output, para ekonom

menggunakan sebuah fungsi yang disebut fungsi produksi. Beberapa hal yang

perlu diperhatikan dalam memilih fungsi produksi (Soekartawi, 2002), yaitu :

1. Fungsi produksi harus dapat menggambarkan keadaan usahatani yang

sebenarnya terjadi.

2. Fungsi produksi dapat dengan mudah diartikan khususnya arti ekonomi dari

parameter yang menyusun fungsi produksi tersebut.

3. Fungsi produksi harus mudah diukur atau dihitung secara statistik.

Hubungan masukan dan produksi pertanian mengikuti hukum kenaikan

hasil yang berkurang (the law of diminishing return). Hukum ini menyatakan

bahwa jika faktor produksi terus menerus ditambahkan pada faktor produksi tetap

maka tambahan jumlah produksi per satuan akan semakin berkurang. Hukum ini

menggambarkan adanya kenaikan hasil yang negatif dalam kurva fungsi produksi.

Untuk mengukur tingkat produktivitas dari suatu proses produksi terdapat

dua tolak ukur yaitu Produk Marjinal dan Produk Rata-rata. Produk Marjinal (PM)

adalah tambahan produk yang dihasilkan dari setiap menambah satu satuan faktor

produksi yang dipakai. Sedangkan Produk Rata-rata (PR) adalah tingkat

produktivitas yang dicapai setiap satuan produksi. Kedua tolak ukur ini dapat

dirumuskan sebagai berikut :

24

Untuk melihat perubahan dari produk yang dihasilkan yang disebabkan

oleh faktor produksi yang dipakai dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi.

Elastisitas produksi (Ep) adalah ratio tambahan relatif produk yang dihasilkan

dengan perubahan dari produk yang dihasilkan sebagai akibat persentase

perubahan faktor produksi yang digunakan. Secara sistematis dapat dirumuskan

sebagai berikut :

dimana :

Ep = elastisitas produksi

ΔY = perubahan hasil produksi

ΔXi = perubahan faktor produksi ke-i

Y = hasil produksi

Xi = jumlah faktor produksi ke-i

Berdasarkan nilai elastisitas produksi, fungsi produksi dibagi atas tiga

daerah yaitu daerah dengan elastisitas produksi lebih dari satu (daerah I), antara

nol dan satu (daerah II), dan lebih kecil dari nol (daerah III), dapat dilihat pada

Gambar 1.

Daerah produksi I adalah yang terletak antara titik asal dan X2. Daerah ini

produksi marjinal (PM) mencapai tititk maksimum dan kemudian mengalami

penurunan, tetapi produk marjinal masih lebih besar dari produk rata-rata (PR).

Elastisitas produksi pada daerah I bernilai lebih besar dari satu, artinya

penambahan faktor produksi sebanyak satu persen akan menyebabkan

penambahan produksi selalu lebih besar dari satu persen. Daerah ini dikatakan

daerah increasing returns karena setiap penambahan faktor produksi akan

meningkatkan jumlah produksi yang peningkatannya semakin lama semakin

bertambah. Pada daerah ini keuntungan maksimum belum tercapai, karena

produksi masih selalu dapat ditingkatkan dengan penambahan input (factor

produksi). Dengan demikian daerah ini merupakan daerah irasional (irrational

region).

25

Keterangan:

PM = Produk Marjinal (Marginal Physical Product)

PR = Produk Rata-Rata (Average Physical Product)

PT = Produk Total (Total Physical Product)

Gambar 1. Daerah Produksi dan Elastisitas Produksi Sumber: Soekartawi, 2003

Daerah produksi II adalah daerah yang terletak antara X2 dan X3, dengan

elastisitas produksi antara nol dan satu artinya setiap penambahan faktor produksi

sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi sebesar antara nol

dan satu persen. Pada suatu tingkat tertentu dari penggunaan input akan

memberikan keuntungan maksimum yaitu pada saat Nilai Produk Marjinal (Value

Marginal Product atau VMP) untuk faktor produksi sama dengan biaya korbanan

marjinal (Marginal Factor Cost atau MFC), jika harga faktor produksi (P) tetap

maka keuntungan maksimum dicapai pada saat VMP = MFC = P. Hal ini

menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi di daerah II merupakan daerah

rasional (rational region).

Daerah III ini adalah daerah dengan elastisitas lebih kecil dari nol. Pada

daerah ini produksi total mengalami penurunan yang ditunjukkan oleh PM yang

bernilai negatif. Dengan demikian setiap penambahan faktor produksi akan

26

menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan, sehingga daerah III ini

disebut daerah irasional (irrational region).

3.1.2. Konsep Skala usaha (Return to Scale)

Konsep skala usaha (return to scale) menjelaskan suatu keadaan dimana

output meningkat sebagai respon adanya kenaikan yang proporsional dari seluruh

input. Konsep ini memiliki tiga kemungkinan keadaan. Pertama, sebuah fungsi

produksi dikatakan menunjukan skala hasil konstan (constant returns to scale)

jika peningkatan seluruh input sebanyak dua kali lipat berakibat pada peningkatan

output sebanyak dua kali lipat pula. Kedua, jika penggandaan seluruh input

menghasilkan output yang kurang dari dua kali lipatnya, maka fungsi produksi

tersebut dikatakan menunjukan skala hasil menurun (decreasing returns to scale).

Ketiga, jika penggandaan seluruh input menghasilkan output lebih dari dua kali

lipatnya, maka fungsi produksi mengalami skala hasil meningkat (increasing

returns to scale) (Nicholson, 2002).

3.1.3. Model Fungsi Produksi

Bentuk fungsi produksi yang digunakan dalam menduga variabel-variabel

yang mempengaruhinya ada beberapa macam, tetapi yang umum dan sering

digunakan adalah model fungsi linier, model fungsi kuadaratik dan model fungsi

Cobb-Douglas. untuk mengamati pengaruh beberapa faktor produksi tertentu

terhadap output secara keseluruhan dalam keadaan sebenarnya adalah tidak

mungkin. Oleh karena itu, hubungan antara faktor produksi dengan output perlu

disederhanakan dalam suatu model. Menurut Soekartawi (2002), pemilihan model

fungsi produksi hendaknya memenuhi syarat berikut: (1) Dapat

dipertanggungjawabkan; (2) Mempunyai dasar yang logis secara fisik maupun

ekonomis; (3) Mudah dianalisis dan; (4) Mempunyai implikasi ekonomi.

Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi produksi Cobb-

Douglas. Menurut Soekartawi (2003), fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan

suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, variabel

yang dijelaskan disebut variabel dependen (Y), dan variabel yang menjelaskan

disebut variabel independen (X). Penyelesaian hubungan antara Y dan X biasanya

ditunjukan dengan cara regresi, yaitu variasi dari Y akan dipengaruhi oleh variasi

dari X.

27

Secara sistematis bentuk umum fungsi produksi Coob-Douglas dengan

output sebesar Y dari input terdiri dari X1,X2, X3, .... , Xn dapat dirumuskan

sebagai berikut:

Y = b0 X1 b1

X2 b2

X3 b3

… Xi bi

eu

dimana:

Y = variabel yang dijelaskan

X = variabel yang menjelaskan

b0, b1

= besaran yang akan diduga

u = unsur sisa (galat)

e = logaritma natural (2,718)

Penggunaan fungsi produksi Cobb-Douglas harus memenuhi beberapa

asumsi yaitu nilai a > 0 dan nilai koefisien regresi harus lebih besar dari nol (b1 >

0, b2 > 0, dan seterusnya). Pemilihan fungsi produksi ini didasarkan pada

pertimbangan adanya kelebihan dari fungsi produksi Cobb-Douglas, antara lain :

1. Penyelesaian fungsi produksi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan

dengan fungsi lain, karena fungsi Cobb-Douglas dapat diubah ke dalam bentuk

linier dengan cara melogaritmakan fungsi produksi tersebut menjadi:

lnY = ln b0

+ b1 ln X

1 + b

2 ln X

2 + …+ b

i ln X

i + u

Dimana :

Y = peubah yang dijelaskan

X = peubah yang menjelaskan

a = koefisien intersep

bi = parameter peubah ke-i

u = kesalahan pengganggu (error)

i = 1,2,3, ... , n

2. Koefisien pangkat dari masing-masing fungi produksi Cobb-Douglas sekaligus

menunjukkan besarnya elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi

yang digunakan terhadap output. Hal ini ditunjukkan oleh turunan pertama

fungsi Cobb-Douglas, yaitu:

28

3. Jumlah koefisien pangkat dari fungsi produksi Cobb-Douglas dapat

menunjukka return to scale. Return to scale perlu diketahui untuk menentukan

keadaan dari suatu produksi, apakah mengikuti kaidah increasing, constant

atau decreasing return to scale.

a. Increasing return to scale, bila (b1 + b2 + b3 + … + bn) > 1. Dalam keadaan

demikian dapat diartikan bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan

menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.

b. Constant return to scale, bila (b1 + b2 + b3 + … + bn) = 1. Dalam keadaan

ini dapat diartikan bahwa penambahan faktor produksi akan proporsional

dengan penambahan produksi.

c. Decreasing return to scale, bila (b1 + b2 + b3 + … + bn) < 1. Pada kondisi

ini dapat dinyatakan bahwa proporsi penambahan faktor produksi melebihi

proporsi penambahan produksi.

Penyelesaian fungsi produksi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan untuk

mengubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linier, maka persyaratan yang harus

dipenuhi dalam fungsi produksi Cobb-Douglas adalah: (1) tidak ada nilai

pengamatan yang bernilai nol, (2) tidak ada perbedaan teknologi pada setiap

pengamatan, (3) tiap variabel X adalah perfect competition, dan (4) perbedaan

lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim sudah tercakup pada faktor kesalahan.

Asumsi lain dalam penggunaan fungsi produksi ini adalah bahwa petani

berusahatani pada saat produk marjinal semakin menurun dan positif dengan

tujuan untuk memaksimumkan keuntungan.

29

Namun, fungsi produksi Cobb-Douglas mempunyai kelemahan. Menurut

Soekartawi (2003) kelemahannya adalah:

1. Terjadi spesifikasi variabel yang keliru yang akan menghasilkan elastisitas

produksi yang negatif atau nilainya terlalu besar atau nilainya terlalu kecil.

Spesifikasi yang keliru juga sekaligus mendorong terjadinya multikolinieritas

pada variabel bebas yang dipakai.

2. Terjadi kesalahan pengukuran variabel yang akan menyebabkan besaran

elastisitas menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah.

3. Terjadi multikolinieritas yaitu suatu kondisi dimana nilai-nilai pengamatan dari

X1……Xn mempunyai hubungan yang kuat sehingga variabel X tertentu tidak

begitu mempengaruhi Y tetapi justru dipengaruhi oleh variabel X lainnya.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Kerangka pemikiran operasional ini akan menganalisis faktor-faktor apa

saja yang berpengaruh terhadap produksi CPO yang mengakibatkan produkivitas

PKS Adolina belum optimal. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh yaitu jumlah

TBS, tenaga kerja tetap, jam mesin, penggunaan air, penggunaan uap serta suplai

listrik. Sebelum dilakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi

CPO tersebut maka akan dilakukan pendugaan model fungsi produksi terlebih

dahulu.

Setelah dilakukan pendugaan faktor-faktor produksi CPO, maka akan

dilakukan pengolahan dan akan diketahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh

secara signifikan terhadap produksi CPO pada Unit Adolina. Analisis untuk

menentukan model fungsi produksi yang biasa dilakukan dengan menggunakan

model Cobb-Douglas. Kerangka pemikiran operasional dapat digambarkan seperti

terlihat pada Gambar 2.

30

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Produksi Crude Palm Oil (CPO) Unit Adolina

Unit Adolina merupakan salah satu PKS

yang dimiliki oleh PT perkebunan Nusantara IV

Identifikasi faktor-faktor produksi CPO:

1. Jumlah TBS

2. Tenaga kerja tetap

3. Jam kerja mesin

4. Penggunaan air

5. Penggunaan uap

6. Suplai listrik

Analisis elastisitas faktor produksi

yang mempengaruhi produksi CPO

Rekomendasi faktor produksi

untuk peningkatan produksi CPO

Kapasitas olah mesin belum maksimal,

kontinyuitas produksi,

31

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di pabrik pengolahan kelapa sawit Adolina.

Unit usaha Adolina merupakan pintu gerbang PT. Nusantara IV yang berada di

Kabupaten Deli Serdang Bedagai tepatnya di pinggir jalan raya Medan-Pematang

Siantar dengan jarak 38 km dari Medan. Pengumpulan data penelitian dilakukan

pada bulan Mei 2012 sampai dengan bulan Juni 2012.

4.2. Sumber dan Jenis Data

Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan berupa data primer dan data

sekunder. Data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder

diperoleh dari catatan atau dokumen yang terdapat di Pabrik Adolina dan

lembaga-lembaga lain yang terkait. Data sekunder yang merupakan data deret

waktu (time series) terdiri dari data output dan input sejak tahun 2008 sampai

tahun 2011. Data primer diperoleh dari wawancara terhadap administratur, kepala

bagian, karyawan pabrik serta pengamatan langsung untuk mendapatkan

informasi tambahan.

4.3. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis

kuantitatif digunakan untuk mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

tingkat produksi CPO. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini

adalah analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat produksi CPO. Analisis

data meliputi analisis fungsi produksi yang dilakukan dengan menggunakan alat

bantu berupa kalkulator, Microsoft Exel 2007, program komputer Minitab 14, dan

program Eviews 5.1.

4.3.1. Analisis Fungsi Produksi

Analisis fungsi produksi adalah analisis yang menjelaskan hubungan

antara produksi dengan faktor-faktor produksi yang mempengaruhinya. Menurut

Soekartawi (1986), untuk mengamati pengaruh beberapa faktor produksi tertentu

terhadap output secara keseluruhan dalam keadaan yang sebenarnya adalah tidak

32

mungkin. Oleh karena itu, hubungan antara faktor produksi dengan output perlu

disederhanakan kedalam bentuk suatu model.

Berbagai macam fungsi produksi telah dikenal dan dipergunakan oleh

peneliti.Pada penelitian ini, fungsi produksi yang digunakan untuk menjelaskan

parameter Y dan X adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Dengan menggunakan

fungsi produksi produksi Cobb-Douglas secara langsung dapat diketahui keadaan

return to scale produksi tersebut, sehingga fungsi produksi lebih mudah untuk

diduga. Sedangkan koefisien faktor-faktor produksi menunjukan elastisitas dari

faktor produksi tersebut terhadap tingkat produksi yang dihasilkan.

Analisis produksi dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas

dilakukan dengan menetapkan terlebih dahulu faktor-faktor produksi yang

digunakan dalam produksi CPO. Setelah faktor-faktor produksi tersebut

ditetapkan, selanjutnya disusun suatu model fungsi produksi untuk menduga

hubungan antara faktor-faktor produksi yang digunakan dengan jumlah produksi

yang dihasilkan. Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam menganalisis

produksi CPO adalah jumlah tandan buah segar (TBS), tenaga kerja tetap, jam

kerja mesin, bahan pembantu, suplai listrik.

Model fungsi produksi Cobb-Douglas yang digunakan dalam penelitian ini

secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

Untuk memudahkan dalam menganalisis serta menduga koefisien dari

fungsi produksi tersebut, maka model dapat diubah kedalam bentuk linier

logaritma.Sehingga model fungsi produksi CPO dapat ditulis sebagai berikut:

ln Y = ln a + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + b4 ln X4 + b5 ln X5 + b6ln X6 + u

Dimana:

Y = hasil produksi CPO (ton)

a = koefisien intersept

bi = parameter peubah ke-i, dimana i=1,2,3,…,6

X1 = jumlah TBS (ton)

X2 = tenaga kerja (orang)

X3 = jam mesin (jam)

X4 = penggunaan air (m3)

33

X5 = penggunaan uap (kg)

X6 = Suplai listrik (kwh)

U = unsur galat

Dalam menyelesaikan atau menduga koefisien dari fungsi produksi

tersebut maka salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode kuadrat

terkecil (OLS = Ordinary Least Square). Sebelum dilakukan analisis lanjutan,

maka harus dilakukan pemilihan fungsi produksi Cobb-Douglas terbaik, yang

sesuai untuk data produksi yang tersedia. Selanjutnya persamaan regresi tersebut

dianalisis untuk memperoleh nilai t-hitung, P-value, F-hitung dan R2. Pengujian-

pengujian yang dilakukan dalam hal ini adalah pengujian model penduga dan

pengujian terhadap parameter regresi.

4.3.2 Pengujian Hipotesis

1. Pengujian asumsi OLS (Ordinary Least Square)

Pemilihan model tersebut antara lain didasarkan pada asumsi OLS. Asumsi

pertama dari model regresi adalah suatu model dikatakan baik jika memenuhi

asumsi normalitas. Normalitas menunjukkan bahwa residu atau sisa diasumsikan

mengikuti distribusi normal. Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah residual

dalam model menyebar normal. Untuk mengetahuinya dilakukan uji Kolmogorov-

Smirnov (KS) dengan menggunakan α sebesar 0,05. Jika nilai KS < KS1-α atau

jika nilai statistik Kolmogorov-Smirnov dikonversi ke dalam p-value maka daerah

penolakannya adalah p-value hitung > p-value1-α.

Satu asumsi penting dari model regresi linier adalah bahwa gangguan

(disturbunsi) yang muncul dalam fungsi regresi populasi adalah homoskedastik,

yaitu semua gangguan tersebut mempunyai varian yang tetap (Setiawan, Kusrini

DE.2010). Pelanggaran dari asumsi ini adalah heteroskedastisitas. Salah satu cara

untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan White

Heteroskedasticity Test.

Selain itu suatu fungsi dikatakan baik apabila telah memenuhi asumsi OLS

yang lain, yaitu tidak terdapat gejala autokorelasi. Autokorelasi dapat

didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang

diurutkan menurut waktu seperti dalam data time series atau ruang seperti dalam

data cross-sectional (Gujarati, 1997). Salah satu metode yang dapat digunakan

34

untuk menguji gejala autokorelasi tersebut adalah dengan menggunakan Uji

Durbin-Watson yang dapat diperoleh dari pengolahan data dengan menggunakan

program Minitab 14. Nilai statistik hitung Durbin Watson akan dibandingkan

dengan batas atas dan batas bawah. Kaidah keputusannya adalah sebagai berikut:

• Jika d < dlow maka terdapat autokorelasi positif

• Jika d > (4- dlow) maka terdapat autokorelasi negatif

• Jika dlow < d < dup atau (4-dup) < d < (4-dlow) maka tidak dapat disimpulkan

• Jika dup < d < (4-dup) berarti tidak terdapat autokorelasi

Asumsi OLS lain yang harus terpenuhi adalah bahwa tidak terdapat gejala

multikolinearitas di dalam fungsi. Multikolinier variabel independent adalah

kondisi dimana terdapat hubungan linier diantara variabel independent. Ada

beragam penyebab multikolinier, diantaranya disebabkan adanya kecendrungan

variabel-variabel yang bergerak secara bersamaan. Adanya multikolinier

menyebabkan ragam variabel menjadi sangat besar, sehingga koefisien regresi

dugaan tidak stabil dan berimplikasi pada besar dan arah koefisien variabel

menjadi tidak valid untuk diinterpretasi. Adanya multikolinier dapat dilihat pada

nilah Variance Inflation Factor (VIF) >10. Jika terjadi masalah multikolinier

maka harus diperbaiki terlebih dahulu dengan menambah observasi,

mengeluarkan variabel independent yang berkolerasi kuat. Selain itu,

multikolinieritas bisa juga diatasi dengan menggunakan analisis komponen utama/

Principal Component Analisys (PCA).

Analisis regresi komponen utama merupakan suatu analisis kombinasi

antara analisis regresi dengan analisis komponen utama. Analisis regresi

komponen utama ditetapkan bila dalam pembentukan model pendugaan peubah

bebas yang digunakan banyak dan terdapat hubungan yang erat antar peubah

bebasnya. Untuk teknis penghitungannya dapat dilihat pada Lampiran 9.

Prosedur PCA pada dasarnya adalah bertujuan untuk menyederhanakan

variabel yang diamati dengan cara menyusutkan (mereduksi) dimensinya. Hal ini

dilakukan dengan cara menghilangkan korelasi diantara variabel bebas melalui

transformasi variabel bebas asal ke variabel baru yang tidak berkorelasi sama

sekali atau yang biasa disebut dengan principal component. Setelah beberapa

komponen hasil PCA yang bebas multikolinearitas diperoleh, maka komponen-

35

komponen tersebut menjadi variabel bebas baru yang akan diregresikan atau

dianalisa pengaruhnya terhadap variabel tak bebas (Y) dengan menggunakan

analisis regresi.

Tahapan prosedur penyelesaian PCA yang diringkas dari Nurfitriani,

2011; Putra, 2007; Endartrianti, 2011 yaitu: tahap awal yang dilakukan pada

regresi komponen utama yaitu jika matriks variabel asal dilambangkan X(nxm),

satuan variabel asal tidak sama, maka variabel asal perlu ditransformasikan

menjadi vektor baku Z(nxm) yang dirumuskan sebagai berikut:

Dimana: Zij = unsur matriks Z baris ke-i dan kolom ke-j

Xij = unsur matriks X baris ke- i dan kolom ke-j

Xj = rataan parameter Xj

Sj = simpangan baku parameter Xj

Selanjutnya matriks baku ini ditransformasikan menjadi matriks skor

komponen utama (SK). Peubah bebas pada regresi komponen utama merupakan

kombinasi linier dari peubah asal Z (Z adalah hasil pembakuan dari peubah X),

yang disebut sebagai komponen utama. Komponen utama ke- j dapat dinyatakan

dalam bentuk persamaan berikut:

Wj = a1jZ1 + a2jZ2 + … + apjZp …………………………..……4.1

dimana W merupakan komponen utama hasil reduksi dan aj merupakan koefisien.

Di antara Wj saling orthogonal (bebas satu sama lainnya). Komponen ini

menjelaskan bagian terbesar dari keragaman yang dikandung oleh gugusan data

yang telah dibakukan. Komponen-komponen W yang lain menjelaskan proposi

keragaman yang semakin lama semakin kecil sampai semua keragaman datanya

terjelaskan. Biasanya tidak semua W digunakan, sebagian ahli menganjurkan agar

memilih komponen utama yang akar cirinya lebih dari satu, keragaman data yang

dapat diterangkan oleh komponen utama tersebut kecil sekali.

Selanjutnya komponen utama (Wj) yang terpilih diregresikan dengan

dengan Y. Persamaan regresi yang di dapat kemudian kemudian di tranformasi

balik ke peubah Z, dapat diperoleh:

36

Y = c0 + c1Z1 + c2Z2 + … +cpZp ………………….………………………..4.2

Kemudian ditransformasi lagi ke peubah asli yaitu peubah X.

Sehingga,

Y = b0 + b1X1 + b2X2 + …+ bpXp ……………………………….…………..4.3

2. Pengujian terhadap parameter model (Uji F)

Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah model penduga

yang diajukan sudah tepat untuk menduga parameter dan fungsi produksi.

Hipotesis:

H0 : b1 = b2 = ..... = b6 = 0

H1 : Setidaknya ada satu bi ≠ 0

Uji statistik yang digunakan adalah uji F

Dimana:

R2 = Koefisien determinasi

k = Jumlah parameter

n = Jumlah pengamatan (contoh)

Kriteria Uji:

F-hitung > F-Tabel (k-1,n-k) Tolak H0

F-hitung < F-Tabel (k-1,n-k) Terima H0

Jika H0 ditolak berarti paling sedikit ada satu peubah bebas (X) yang

digunakan berpengaruh sighifikan terhadap peubah tak bebas. Apabila H0 ditolak,

maka garis regresi linier berganda yang bersangkutan dapat digunakan untuk

memperkirakan/meramalkan peubah tak bebas (Y). Sebaliknya jika H0 diterima

berarti tidak ada peubah bebas yang digunakan yang berpengaruh signifikan

37

terhadap peubah tak bebas. Apabila H0 diterima maka garis linier regresi linier

berganda yang bersangkutan tidak dapat digunakan untuk memperkirakan/

meramalkan Y.

Untuk melihat sejauh mana variasi peubah tak bebas (Y) dijelaskan oleh

peubah bebas (Xi) dapat dilihat dari besarnya nilai koefisien determinasi (R2).

Koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai berikut:

Dimana: SST = Jumlah kuadrat total

SSE = Jumlah kuadrat galat/eror

SSR = Jumlah kuadrat regresi

Nilai R2 bergerak antara nol sampai dengan satu atau dalam notasi

matematis ditulis sebagai 0 ≤ R2 ≤1. Jika R

2 sama dengan satu berarti bahwa

sumbangan peubah bebas secara bersama-sama terhadap variasi peubah tak bebas

adalah seratus persen. Hal ini berarti bahwa seluruh variasi pada peubah tak bebas

dijelaskan oleh model.

3. Pengujian parameter variabel (Uji t)

Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah setiap peubah bebas

berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas.

Hipotesa :

H0 : bi = 0

H1 : bi > 0 ; i = 1,2,3,…..,5

Uji statistik yang digunakan adalah uji-t:

Dimana: bi = Koefisien regresi ke-i yang diduga

Sbi = Standar deviasi koefisien regresi ke-i yang diduga

Kriteria uji:

t-hitung < t-tabel (α/2, n-k) Terima H0

38

t-hitung > t-tabel (α/2, n-k) Tolak H0

Jika H0 ditolak, artinya peubah Xi berpengaruh signifikan terhadap peubah

tak bebas Y. Sebaliknya, jika H0 diterima maka peubah bebas Xi tidak

berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas Y.

4.3.3 Pengukuran Variabel

Konsep pengukuran variabel yang dipakai dalam penentuan pendugaan

fungsi produksi CPO ini terdiri dari variabel bebas (independent variable) dan

variabel tidak bebas (dependent variable). Produksi CPO merupakan variabel tak

bebas, yaitu peubah yang dipengaruhi oleh faktor-faktor lain dalam model.

Sedangkan variabel bebas adalah variabel yang tidak dipengaruhi oleh faktor lain

dalam model, seperti jumlah TBS, tenaga kerja, jam mesin, penggunaan air,

penggunaan uap dan suplai listrik.

Dalam menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi CPO,

variabel-variabel yang diukur adalah:

1. Produksi CPO (Y)

Crude Palm Oil (CPO) yang dimaksud adalah CPO yang dihasilkan dari

pabrik kelapa sawit Adolina dinyatakan dalam satuan ton. Jumlah produksi CPO

yang dihasilkan dihitung berdasarkan produksi bulanan.

2. Jumlah TBS (X1)

Jumlah Tandan Buah Segar (TBS) yang dimaksud adalah TBS total yang

diolah pabrik kelapa sawit Adolina dalam satu bulan. TBS total yang diolah

tersebut berasal dari TBS yang dihasilkan dari kebun Adolina sendiri maupun

TBS yang merupakan pembelian dari pihak ketiga. Satuan yang digunakan adalah

ton.

3. Tenaga kerja (X2)

Tenaga kerja tetap adalah pekerja yang sifat hubungan kerjanya tidak

ditentukan batas waktunya oleh peraturan-peraturan sehingga mereka harus

melakukan pekerjaannya baik pada saat proses produksi CPO maupun tidak

produksi. Dalam model fungsi produksi yang akan digunakan, tenaga kerja yang

dimaksud adalah jumlah orang atau karyawan pelaksana yang bekerja dalam satu

hari dikalikan dengan jumlah hari pengolahan dalam sebulan. Satuan yang

digunakan adalah orang.

39

4. Jam mesin (X3)

Mesin merupakan salah satu faktor produksi yang digunakan dalam proses

produksi CPO. Jam mesin yang digunakan akan berpengaruh terhadap keluaran

yang dihasilkan dari kegiatan produksi tersebut. Berdasarkan sifat proses produksi

CPO yang kontinyu, apabila terjadi kerusakan atau kemacetan pada salah satu

mesin maka akan mengakibatkan kemacetan pada proses produksi secara

keseluruhan sehingga kegiatan produksi CPO dipengaruhi oleh kemampuan mesin

untuk beroperasi, salah satunya ditunjukkan oleh nilai jam mesin. Satuan yang

digunakan untuk jam mesin adalah jam.

5. Penggunaan Air (X4)

Bahan pembantu yang digunakan dalam proses produksi CPO di Unit

Adolina adalah air dan dihitung dalam satuan liter. Air digunakan sebagai bahan

pembantu dimulai dari loading ramp hingga tahap akhir proses pemurnian

minyak. Air yang digunakan terdiri dari air biasa maupun air panas. Air biasa

yang digunakan berasal dari sungai ular yang ditampung pada menara air. Air

panas yang digunakan merupakan air yang diperoleh dari pemanasan air bersih

dalam tanki air panas (hot water tank).

6. Penggunaan Uap (X5)

Air yang digunakan dalam proses produksi CPO diubah menjadi steam

atau uap, masuk ke dalam turbin uap sebagai penggerak turbin kemudian uap

yang dilepas oleh turbin dialirkan melalui pipa-pipa sebagai bahan pembantu

dalam proses pengolahan buah.. Uap sama halnya dengan air yaitu berfungsi

sebgai bahan pembantu dalam proses produksi. Satuan yang digunakan yaitu (kg).

6. Suplai Listrik (X5)

Jumlah pemakaian listrik yang digunakan pada pengolahan kelapa sawit

yang diukur dalam satuan kwh per bulan. Pemakaian listrik merupakan variabel

produksi karena teknologi PKS Adolina sangat bergantung pada listrik sebagai

penggerak mesin maupun sebagai penerangan saat pengolahan berlangsung pada

malam hari. Listrik yang digunakan pada proses pengolahan berasal generator.

Uap yang berasal dari ketel uap dengan kecepatan yang tinggi akan memutar roda

turbin yang selanjutnya dimanfaatkan untuk memutar generator sebagai penghasil

listrik.

40

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

5.1. Profil Perusahaan

5.1.1. Sejarah Perusahaan

Unit Usaha Adolina didirikan oleh pemerintah Belanda sejak tahun 1926

dengan nama “NV Cultuur Maatschappy Onderneming (NV CMO)” yang

bergerak dalam budidaya tembakau. Pada tahun 1938 budidaya tembakau dirubah

menjadi kelapa sawit dan karet dengan nama “NV Serdang Cultuur Maatschappy

(SCM)”. Sejak tahun 1973, budidaya karet diganti menjadi kakao, sedangkan

kelapa sawit tetap dipertahankan. Pada tahun 1942, Adolina diambil alih oleh

pemerintah Jepang dan diambil kembali oleh pemerintah Belanda pada tahun

1946 dengan nama tetap “NV SCM”. Pada tahun 1958, perusahaan diambil alih

oleh pemerintah Republik Indonesia dengan nama Perusahaan Perkebunan Negara

(PPN). Nama PPN diganti menjadi PPN Baru SUMUT V tahun 1960. Pada tahun

1963 PPN Baru SUMUT V dipisah menjadi dua yaitu:

1. PPN Karet III Adolina Hulu, Kantor Kesatuan di Tanjung Morawa

2. PPN Aneka Tanaman II Kebun Adolina Hilir, Kantor Kesatuan di Pabatu.

Tahun 1968, PPN Antan II diganti menjadi PNP VI, dengan

penggabungan kembali PPN Karet III Kebun Adolina Hulu dengan PPN Aneka

Tanaman II Kebun Adolina Hilir, lalu pada tahun 1978 PNP VI diubah menjadi

bentuk Persero dengan nama PT Perkebunan VI (Persero). Tahun 1974 PTP IV,

PTP VII, dan PTP VIII, digabung dan dipimpin oleh Direktur Utama PTP VII.

Sejak tanggal 11 Maret 1996 sampai dengan saat ini gabungan PTP VI, PTP VII,

dan PTP VIII diberi nama Perkebunan Nusantara IV (Persero). Unit usaha

Adolina merupakan salah satu Unit Usaha dari PT Perkebunan Nusantara IV

(Persero) dan merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Sesuai Surat Keputusan Direksi PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero)

Nomor : 04.13/Kpts/Org/93/XII/1998 tanggal 17 Desember 1998 memutuskan

terhitung mulai tanggal 01 Januari 1999 melebur Kebun Bangun Purba dan

merubah statusnya menjadi Afdeling Unit Adolina. Luas areal HGU Unit Adolina

seluas 8.965,69 Ha, dibagi menjadi tiga bagian yaitu kelapa sawit sebesar 8500

Ha, kebun benih kakao sebesar 150 Ha dan lain lain 315,69 Ha (emplasment,

41

pondok, pembibitan, pabrik, dan lain-lain). Sesuai Surat Keputusan Direksi PT

Perkebunan Nusantara IV (Persero) Nomor: 04.12/Kpts/71/XII/2009 tentang

rasionalisasi areal, maka Unit Adolina yang selama ini berjumlah 14 Afdeling

menjadi sembilan Afdeling.

Produksi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit diolah di Pabrik Kelapa

Sawit (PKS) yang dimiliki oleh Unit Adolina sendiri. Pabrik kelapa sawit ini

didirikan pada tahun 1956 dengan kapasitas 26 ton TBS/jam dan direnovasi pada

tahun 2000 hingga kapasitas terpasang pabrik kelapa sawit adalah 30 ton

TBS/jam. Pabrik kelapa sawit Adolina dipakai untuk mengolah TBS sendiri dan

pembelian TBS dari pihak ketiga.

Pemasaran hasil produksi seluruh PT. Perkebunan Nusantara IV dikelola

oleh Kantor Pemasaran Bersama (KPB). Pemasaran CPO yang diproduksi oleh

pabrik kelapa sawit Adolina masuk ke dalam Koordinator Wilayah I (Korwil I)

Medan yang dikelola oleh Kantor Pemasaran Bersama (KPB). Jadi, semua hasil

yang dikirim ke konsumen harus melalui perintah dari Kantor Pusat (Kanpus) di

Medan. Daerah pemasaran CPO dari unit usaha Adolina ini diekspor ke beberapa

negara seperti Belanda, Jepang, Belgia, dan sebagian dikirim untuk pasar lokal,

sedangkan untuk produk inti diproses lebih lanjut ke pabrik pengolahan inti sawit

di Pabatu.

5.1.2. Lokasi Perusahaan

Unit Adolina merupakan pintu gerbang PT. Perkebunan Nusantara IV,

berada di Kabupaten Serdang Bedagai tepatnya di pinggir jalan raya Medan-

Pematang Siantar dengan jarak 38 Km dari Medan. Kebun kelapa sawit Unit

Adolina berada di enam kecamatan yaitu Kecamatan Perbaungan, Pantai Cermin,

Galang, Bangun Purba, STM Hilir dan Gajahan yang dikelilingi oleh 21 desa.

Topografi tanah keadaannya datar dengan ketinggian kurang lebih 15 meter di

atas permukaan laut. Lokasi Kebun memanjang dari Utara ke Selatan, kiri kanan

berbatasan dengan kampung dan terpisah menjadi tiga bagian/lokasi yaitu wilayah

Adolina 11 Afdeling, Bangun Purba (dua Afdeling) dan Bandar Kuala (satu

Afdeling). Jarak tempuh dari satu wilayah ke wilayah yang lain kurang lebih satu

jam perjalanan.

42

5.2. Organisasi dan Manajemen Perusahaan

5.2.1. Struktur Organisasi Perusahaan

Struktur organisasi yang digunakan oleh PT. Perkebunan Nusantara IV

(Persero) Unit Adolina adalah struktur yang berbentuk lini dan fungsional.

Berdasarkan fungsi. yaitu pembagian atas unit-unit organisasi didasarkan pada

spesialisasi tugas yang dilakukan dan juga wewenang dari pimpinan dilimpahkan

pada unit unit organisasi di bawahnya pada bidang tertentu secara langsung.

Pimpinan tertinggi dipegang oleh seorang Manajer Unit. Adapun Struktur

Organisasi PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Adolina dapat dilihat

pada Lampiran 2.

5.2.2. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab

Adapun pembagian tugas dan tanggung jawab pada PT. Perkebunan

Nusantara IV (Persero) Unit Adolina adalah sebagai berikut :

1. Manajer Unit

Manajer Unit merupakan pimpinan tertinggi dikebun Adolina. Manajer Unit

bertanggung jawab secara keseluruhan terhadap perencanaan operasional

pabrik serta bertanggung jawab dalam mengevaluasi kinerja Unit. Manajer Unit

juga bertanggung jawab kepada Direksi yang terletak di kantor pusat Medan.

Selain itu manajer unit memiliki tugas sebagai berikut :

a. Menciptakan iklim kerja yang sesuai dengan memperlihatkan hubungan ke

dalam dan di luar kehidupan sosial bawahan dan masyarakat sekitarnya

agar kegairahan kerja tetap terpelihara.

b. Melaksanakan penilaian dan mengusulkan pengangkatan, pemindahan,

penambahan dan hukuman bagi karyawan staf berdasarkan ketentuan yang

telah berlaku demi tegaknya disiplin kerja.

c. Mengawasi dan menilai hasil kerja kepala Dinas secara terus menerus

dengan membandingkan hasil nyata dan norma-norma kerja serta

melakukan tindakan pemulihan untuk menghindari anggaran biaya yang

melebihi batas teloransi yang dibenarkan.

d. Melaporkan data serta kegiatan yang ada kepada direksi.

43

2. Kepala Dinas Tanaman

Kepala Dinas Tanaman bertugas melakukan koordinasi penyusunan taksasi

produksi tanaman berdasarkan data dan pengamatan agar diperoleh taksasi

yang dapat mendekati kenyataan. Selain itu Kepala Dinas Tanaman juga

memiliki tugas sebagai berikut :

a. Mengajukan anggaran belanja dengan program pelaksanaan yang sistematis

dan mudah dimengerti bersama-sama dengan asisten tanaman/afdeling.

b. Mengendalikan semua kegiatan operasi afdeling berdasarkan norma-norma

yang berlaku agar semua kegiatan berjalan sesuai dengan tujuan operasi.

c. Membina pengetahuan dan keterampilan para asisten tanaman/afdeling

melalui rapat kerja, diskusi, penjelasan langsung dilapangan supaya lebih

mampu melaksanakan tugas sebagai instruksi terhadap bawahannya.

d. Memelihara kerja di bidang tanaman sesuai dengan lingkungan kerja agar

setiap orang merasa senang dan aman dalam menyelesaikan tugas.

e. Menyempurnakan metode kerja yang tidak sesuai dengan metode yang

lebih baik melalui pengamatan agar efektivitas dan efisiensi kerja tercapai

secara optimal.

3. Asisten Tanaman/ Afdeling

Asisten Tanaman/ Afdeling bertugas membuat taksasi produksi tanaman yang

disusun berdasarkan analisis data dan taksiran potensi tanaman agar diperoleh

taksasi yang dapat mendekati kenyataan. Selain itu, Asisten Tanaman/Afdeling

mempunyai fungsi sebagai berikut :

a. Mengajukan kebutuhan tenaga kerja berdasarkan ketentuan penerimaannya

agar dapat menyelesaikan semua pekerjaan sesuai dengan program.

b. Mengatur pembagian kerja dan melengkapi peralatan/bahan secara teratur

dan terpadu supaya hasil kerja diperoleh sesuai dengan yang ditentukan.

c. Menempatkan tenaga kerja sedapat mungkin sesuai dengan bakat, fisik dan

sikap agar tercapai semangat kerja yang bergairah.

d. Melaksanakan pemeiharaan secara efektif dan efisien sesuai dengan standar

yang ditentukan.

44

e. Melaksanakan panen sesuai dengan kriteria yang ditentukan dan

menyelesaikan pengangkutan secepatnya pada hari itu juga sehingga

kenaikan ALB (Asam Lemak Bebas) di kebun dapat dihindari.

4. Kepala Dinas Teknik dan Pengolahan

Kepala Dinas Teknik dan Pengolahan merupakan penanggung jawab pabrik

dibidang pemeliharaan, bengkel dan bertanggung jawab atas segala

kebijaksanaan dan tindakan dalam bidang produksi. Selain itu Kepala Dinas

Teknik dan Pengolahan juga memiliki tugas sebagai berikut :

a. Memberikan petunjuk dan mengawasi pemeliharaan di bidang teknik

b. Membuat rencana pelayanan kebutuhan bangunan atau pengangkutan

bahan mentah.

c. Melayani kebutuhan dan merencanakan kapasitas pabrik.

d. Merencanakan, mengkoordinasikan dan mengarahkan serta mengawasi

kegiatan-kegiatan bagian pengolahan dan laboratorium.

e. Menandatangani dan mengecek formulir-formulir dan laporan-laporan

sesuai dengan asisten dan prosedur yang berlaku.

f. Melaporkan data, kegiatan bagian pengolahan dan laboratorim kepada

administratur.

5. Assisten Bengkel Umum/Pabrik

Assisten Bengkel Umum/Pabrik bertugas membantu Kepala Dinas Teknik

dalam memimpin bagian reparasi alat-alat pabrik. Selain itu, Assisten Bengkel

Umum/Pabrik mempunyai fungsi sebagai berikut :

a. Berperan dalam pemeliharaan dan perbaikan alat-alat yang ada di pabrik

agar tetap dalam kondisi yang baik.

b. Merencanakan dan mengarahakan serta mengkoordinasikan kegiatan

bagian reparasi.

6. Assisten Transportasi/Motor

Assisten Transportasi/Motor bertugas membantu Kepala Dinas Teknik dalam

memimpin bagian bengkel motor. Selain itu, Assisten Transportasi/Motor

mempunyai fungsi sebagai berikut :

a. Mengawasi alat pengangkutan kendaraan bermotor.

b. Mengkoordinasikan segala perbaikan kendaraan bermotor yang rusak.

45

7. Asisten PKS

Asisten PKS bertugas membantu Kepala Dinas Pengolahan dalam mengawasi

kegiatan pabrik. Selain itu, Asisten PKS mempunyai fungsi sebagai berikut :

a. Mengawasi seluruh kegiatan proses produksi di pabrik

b. Mengawasi kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan dengan

berpedoman kepada ketentuan yang diberikan oleh direksi.

c. Memberikan data data dan kegiatan proses produksi kepada Kepala Dinas

Pengolahan.

8. Mandor Bagian Pengiriman

Mandor Bagian Pengiriman bertugas membantu Kepala Dinas Teknik dan

Pengolahan dalam mengawasi kegiatan pabrik. Selain itu mandor bagian

pengiriman bertanggung jawab melaksanakan penjualan minyak sawit (CPO)

dan inti pada pelanggan.

9. Kepala Dinas Tata Usaha

Kepala Dinas Tata Usaha bertugas membantu Manajer Unit dalam memimpin

seluruh kegiatan administrasi perusahaan. Tugas yang ditangani Kepala Dinas

Tata Usaha adalah sebagai berikut :

a. Merencanakan dan mengkoordinasikan kegiatan bagian administrasi.

b. Mengawasi pemakaian dan penggunaan alat-alat kantor.

c. Mengkoordinasikan segala pembayaran dan penyediaan barang-barang.

d. Mengawasi seluruh kegiatan administrasi perusahaan.

10. Asisten Tata Usaha

Asisten Tata Usaha bertugas membantu Kepala Dinas Tata Usaha dalam

menjalankan seluruh kegiatan administrasi diperusahaan.

11. Asisten SDM dan Umum

Asisten SDM dan Umum bertugas membantu Manajer Unit dalam meneliti

penerimaan tenaga kerja. Tugas yang ditangani Asisten SDM dan Umum

adalah sebagai berikut :

a. Mengawasi dan meneliti penerimaan tenaga kerja dengan berpedoman

kepada standard yang telah ditetapkan oleh Direksi.

b. Melaksanakan kegiatan yang diprogramkan oleh pemerintah setelah

mendapatkan persetujuan Direksi.

46

c. Membina hubungan baik dengan pemerintah dan masyarakat disekitar

lokasi perusahaan.

d. Mengkoordinasikan kegiatan dalam peningkatan kesejahteraan karyawan.

e. Memberikan informasi kepada Manajer Unit dalam bidang produktivitas

kerja.

12. Perwira Pengamanan (Pa Pam)

Perwira Pengamanan (Pa Pam) bertugas membantu Manajer Unit dalam

memimpin bidang keamanan. Tugas yang ditangani Perwira Pengamanan (Pa

Pam) adalah melakukan pengawasan pengamanan informasi dan inventaris

perusahaan.

5.2.3. Sistem Pengupahan

Pembagian upah/gaji karyawan PT. Perkebunan Nusantara IV Unit

Adolina dilakukan dua kali setiap bulannya yaitu Remisi II yang disebut sebagai

gajian besar dan Remisi I yang biasanya disebut dengan gajian kecil. Jumlah

upah/gaji yang diberikan kepada karyawan disesuaikan dengan golongan (IA s/d

IVD). Selain gaji bulanan, karyawan juga mendapat upah lembur dihitung luar

jam kerja ditambah dengan setiap karyawan juga mendapat 15 kg beras setiap kali

gajian.

Untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan, perusahaan juga

menyediakan fasilitas seperti :

a. Perumahan untuk setiap karyawan pimpinan dan karyawan pelaksana yang

berada di lokasi perkebunan sekitar pabrik.

b. Air dan listrik untuk keperluan rumah tangga.

c. Tunjangan keselamatan kerja, duka cita dan tunjangan lainnya.

d. Rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan bagi karyawan.

e. Tempat penitipan bayi.

f. Tempat ibadah disekitar perumahan karyawan.

g. Sarana olahraga.

h. Transportasi.

47

5.3. Perkembangan Produksi Pabrik

Perkembangan produksi di Unit Adolina dapat ditinjau dari beberapa hal,

antara lain penyediaan bahan baku, keberhasilan dalam proses pengolahan, serta

ketersediaan tenaga kerja. Pada proses produksi di Unit Adolina terdapat beberapa

faktor produksi yang digunakan yaitu bahan baku berupa TBS kelapa sawit,

tenaga kerja, suplai listrik serta bahan pembantu berupa air dan uap.

5.3.1. Bahan Baku (Jumlah TBS)

Bahan baku sangat berperan penting dalam suatu proses produksi. Pasokan

bahan baku yang tidak lancar akan menghambat kelancaran proses produksi.

Tandan Buah Segar (TBS) merupakan bahan baku utama dalam kegiatan proses

produksi CPO, sehingga ketersediaannya sangat mempengaruhi kegiatan

produksi. Dari perkembangan jumlah pasokan TBS yang terlihat pada Tabel 10

dapat diperoleh gambaran bahwa kuantitas pasokan bahan baku TBS meningkat

setiap tahunnya. Peningkatan pasokan TBS ini sangat dipengaruhi oleh

peningkatan pasokan dari kebun sendiri serta peningkatan pembelian TBS dari

pihak ketiga.

Tabel 10. Jumlah TBS yang Diolah Pabrik Kelapa Sawit Adolina Tahun 2008-

2011 (dalam kg)

Tahun TBS Adolina TBS Pembelian TBS Diolah

2008 114.456.600 37.499.625 151.956.225

2009 126.436.320 47.485.410 173.921.730

2010 133.920.200 49.169.860 183.090.060

2011 141.372.483 48.013.038 189.385.521

Sumber : PTPN IV Unit Adolina (2011)

5.3.2. Ketenagakerjaan

Faktor produksi yang tak kalah pentingnya dalam suatu kegiatan produksi

adalah tenaga kerja. Ketersediaan tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kelancaran proses. Tenaga kerja merupakan sumberdaya yang

dapat mengelola dan mengkombinasikan faktor-faktor produksi lain sehingga

dapat menghasilkan suatu output yang diinginkan.

Jam kerja yang berlaku pada PT. Perkebunan Nusantara IV Unit Adolina

dibagi atas dua bagian yaitu:

48

a. Bagian Kantor

Untuk bagian kantor hanya ada satu shift dengan 7 jam kerja per hari dan 40

jam kerja per minggu dengan bagian dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Jam Kerja Karyawan Kantor Unit Adolina Tahun 2011

No. Hari Waktu Kerja (WIB) Istirahat

1 Senin − Kamis 06.30 – 09.30

10.30 – 15.00

09.30 – 10.30

2 Jumat 06.30 – 09.30

10.30 – 12.00

09.30 – 10.30

3 Sabtu 06.30 – 09.30

10.30 – 13.00

09.30 – 10.30

Sumber : PTPN IV Unit Adolina (2011)

b. Bagian Pabrik

Untuk karyawan pabrik dibagi ke dalam dua shift. Jam kerja karyawan

pelaksana berdasarkan shift di Pabrik kelapa sawit Adolina dapat dilihat pada

Tabel 12. Waktu istirahat untuk karyawan bagian pengolahan diberikan

selama 1 jam tetapi tidak ditentukan jadwal yang tetap. Waktu istirahat

tersebut tergantung pada pengaturan waktu tenaga kerja di stasiun kerja

masing-masing dengan ketentuan di setiap stasiun tidak boleh kosong.

Tabel 12. Jam Kerja Karyawan Pabrik Kelapa Sawit Adolina Tahun 2011

No. Shift Waktu Kerja (WIB)

1 I 06.30 – 17.00

2 II 17.0 – 05.00

Sumber : PTPN IV Unit Adolina (2011)

Pada Pabrik kelapa sawit Adolina terdapat dua jenis tenaga kerja, yaitu

karyawan pimpinan dan karyawan pelaksana. Khusus untuk karyawan pelaksana

atau biasa disebut sebagai operator pabrik yang dibutuhkan untuk satu kali shift

dapat dilihat pada Tabel 13. Tenaga kerja di pabrik kelapa sawit Adolina

merupakan tenaga kerja tetap. kebijakan perusahaan menetapkan bahwa karyawan

pabrik tetap masuk kerja meskipun bahan baku tandan buah sawit yang akan

diolah sedang dalam keadaan kosong. Karyawan pabrik dapat melakukan

perawatan mesin pada jika bahan baku kosong.

49

Tabel 13. Pembagian Kerja pada Pabrik Kelapa Sawit Adolina Tahun 2011

No. Stasiun Jumlah TK Jumlah Shift

1 Mandor Shift 2 2

2 Wacht Tukang 4 2

3 Penerimaan TBS 8 2

4 Rebusan 16 2

5 Thresher 4 2

6 Hoisting Crane 4 2

7 Pressan 4 2

8 Klarifikasi 6 2

9 Depericarper & Kernel 6 2

10 Boiler Operator 8 2

11 Kamar Mesin 4 2

12 Water Treatment 2 2

13 Laboratorium 6 2

14 Limbah 4 2

Jumlah 78 Sumber : PTPN IV Unit Adolina (2011)

5.3.3. Jam Olah Mesin

Jam olah menunjukkan rentang waktu lamanya pabrik mengolah dalam

satu kali produksi. Jam olah pabrik adalah jam olah efektif ditambah jam olah

stagnasi, dimana jam olah efektif mulai dihitung setelah screw press beroperasi

sampai screw press berhenti. Sedangkan jam olah stagnasi adalah jumlah jam

kerusakan setiap alat yang menyebabkan terhentinya proses screw press. Dalam

pengolahan juga dikenal istilah jam olah yang tersedia yang merupakan jam

pabrik bekerja dihitung sejak fire up boiler hingga pabrik berhenti. Dimulainya

jam olah untuk satu kali produksi tergantung dari ketersedian bahan baku atau

TBS. Alokasi jam olah dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Alokasi Jam Olah dan Penggunaan Listrik pada Proses Produksi CPO

Pabrik Kelapa Sawit Adolina Tahun 2008-2011

Uraian 2008 2009 2010 2011

Jam Olah (Jam/ tahun) 5.103,00 5.872,00 6.466,00 7.018,50

Listrik (kwh/ ton TBS) 16,20 14,45 15,54 15,96

Sumber : PTPN IV Unit Adolina (2011)

Mesin yang digunakan dalam proses produksi CPO bersifat flow process,

dimana kerusakan pada satu mesin akan memberikan hambatan bagi proses

produksi selanjutnya. Oleh karena itu, kemampuan mesin dalam melakukan

50

pengolahan sangat mempengaruhi proses produksi. Kemampuan mesin untuk

beroperasi ini ditunjukkan oleh jam mesin atau jam olah. Rentang waktu lamanya

pabrik mengolah sebenarnya juga dipengaruhi oleh pasokan tandan buah segar ke

pabrik, dimana semakin banyak pasokan TBS maka jam olah akan semakin tinggi

pula.

5.3.4. Suplai Listrik

Secara keseluruhan pemakaian listrik pada unit Adolina cukup besar,

karena dimanfaatkan untuk beberapa kepentingan, namun dalam penelitian hanya

dilakukan kajian dalam penggunan listrik untuk proses produksi. Dalam kegiatan

produksinya, Unit Adolina mengolah TBS hingga menghasilkan CPO dengan

menggunakan bantuan mesin-mesin. Mesin ini digerakkan dengan menggunakan

sumber tenaga listrik. Listrik yang dihasilkan berasal dari mesin pembangkit/

genset berbahan bakar solar serta mesin generator bertenaga uap.

Genset digunakan sebagai pembangkit tenaga awal turbine hingga berjalan

pada keadaan normal. Selanjutnya turbine beroperasi dengan uap air sebagai

sumber tenaga. Uap air sendiri akan dihasilkan oleh ketel uap. Ketel uap

merupakan alat yang digunakan untuk mengubah air menjadi uap air dengan jalan

pemanasan yang diperoleh dari hasil pembakaran. Ketel uap dipanaskan (Fire up)

dengan membakar sampah yang dikirim (boiler) sebagai sumber pembangkit

berupa ampas (cake) dan cangkang (shell) ataupun janjangan kosong (empty buch)

yang disediakan pada hari sebelumnya. Alokasi suplai listrik pada proses

pengolahan TBS menjadi CPO dapat dilihat pada Tabel 14.

5.3.5. Bahan Pembantu

Pada proses produksi CPO di Unit Adolina menggunakan air dan uap

sebagai bahan pembantu pengolahan. Air merupakan kebutuhan vital bagi sebuah

PKS karena sebagian besar proses pengolahan memerlukan air. Air yang

digunakan harus memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti kesadahan dan kadar

silika. Umumnya air yang diperoleh dari sumbernya seperti air hujan, air sungai,

air sumur bor dan lainnya. Jika kurang memenuhi syarat, air harus diolah sebelum

digunakan. Pada PKS Adolina, air yang digunakan berasal dari air sungai ular

yang kemudian diproses lebih lanjut agar layak digunakan untuk proses

51

pengolahan. Air dan uap digunakan pada setiap stasiun terutama pada stasiun

pengempaan dan klarifikasi. Fungsi air pada stasiun pengempaan adalah

menurunkan viskositas hasil pengempaan daging buah. Sementara pada stasiun

klarifikasi air digunakan untuk mempermudah proses pemurnian minyak dari

sludge.

Tabel 15. Alokasi Penggunaan Air dan Penggunaan Uap pada Proses Produksi

CPO Pabrik Kelapa Sawit Adolina Tahun 2008-2011

Uraian 2008 2009 2010 2011

Air (m3/ ton TBS) 1,338 1,335 1,319 1,307

Uap (kg/ ton TBS) 0,607 0,597 0,625 0,569

Sumber : PTPN IV Unit Adolina (2011)

5.4. Proses Produksi

Proses produksi adalah cara, metode dan teknik untuk menciptakan atau

menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber-sumber

yang ada seperti tenaga kerja, mesin, bahan dan dana. Ada dua jenis pengolahan

kelapa sawit pada pabrik kelapa sawit Adolina yaitu proses pengolahan sawit

Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO).

5.4.1. Proses Produksi CPO (Crude Palm Oil)

Bahan baku utama proses produksi CPO pada pabrik kelapa sawit Adolina

adalah buah kelapa sawit yang masih segar. Bahan baku yang diolah harus

merupakan baku yang memenuhi kriteria pengolahan seperti kriteria matang

panen. Adapun proses produksi CPO adalah sebagai berikut :

1. Stasiun Penerimaan Buah (Fruit Reception Station)

Stasiun penerimaan bahan buah ini berfungsi untuk menerima bahan baku

TBS yang berasal dari kebun Adolina maupun buah dari pembelian dari pihak

ketiga. Pada stasiun ini TBS melalui tahapan proses yaitu tahap penimbangan

buah dan tahap penumpukan dan pemindahan buah.

2. Stasiun Penimbangan Buah (Fruit Weighting)

Jembatan timbang menggunakan mekanikal hybrid dengan kapasitas 50

ton dilengkapi dengan sistem komputasi, jembatan timbangan ditera oleh Badan

Meterologi satu kali setahun. TBS (tandan buah segar) yang sudah ditimbang

52

dimasukkan ke loading ramp. Penimbangan bertujuan untuk mengetahui

produktivitas kebun sehingga memerlukan data berat, asal kebun, bagian, blok.

Selain TBS, pada jembatan timbang dilakukan juga penimbangan terhadap

pengiriman CPO dan inti sawit, janjang kosong, fibre, dan pupuk untuk afdeling

kebun.

3. Stasiun Rebusan (Sterilizer)

TBS yang berada dalam lory rebusan diangkut dari stasiun penerimaan

buah dengan bantuan transfer carrier yang bergerak pada jaringan rel. Lory

rebusan ini selain sebagai alat angkut juga sebagai wadah untuk merebus buah.

Badan lory tersebut terbuat dari plat baja berlubang kecil dengan diameter 27.000

mm berjumlah tiga unit dengan system dua pintu dan memakai PLC (Program

Local Control) dengan waktu merebus buah ± 90 menit, masing-masing sterilizer

berkapasitas 10 lory (± 25 ton TBS). Sistem perebusan yang dipakai adalah sistem

tiga puncak (triple peak). Triple peak adalah jumlah puncak dalam proses

perebusan ditunjukkan dari jumlah pembukaan atau penutupan dari uap masuk

atau keluar selama perebusan berlangsung yang diatur secara manual atau

otomatis. Waktu perebusan yang menjadi perhatian setelah puncak pertama dan

kedua adalah pada saat puncak ketiga (holding time) yaitu antara 40-60 menit.

Holding time sangat dipengaruhi oleh kematangan buah, lamanya buah menginap

dan tekanan steam. Semakin matang dan semakin buah lama menginap, semakin

pendek waktu yang diperlukan di puncak ketiga.

4. Stasiun Penebah (Thressing)

Stasiun penebah mempunyai fungsi untuk memisahkan brondolan dari

tandannya buah matang dari sterilizer diatur masuk sebagai umpan ke dalam

thresher yang kecepatannya diatur oleh variabel speed. Di dalam thresher

dipisahkan antara tandan kosong dan brondolan matang dengan cara

dibantingkan/dijatuhkan dari atas ke bawah sambil diputar.

5. Stasiun Pengempaan

Stasiun pengempaan adalah stasiun pertama dimulainya pengambilan

minyak dari buah dengan jalan melumat dan mengepal. Pada stasiun ini dilakukan

dua tahap pengolahan yaitu :

53

a. Pengadukan (digesting)

b. Pengempaan (pressing)

1. Digester terintegrasi dengan screw press. Brondolan yang telah dibawa

fruit elevator diremas atau diaduk. Fungsi digester adalah sebagai berikut :

a. Mencincang dan melumat brondolan sehingga daging dengan biji

(noten) mudah dipisahkan.

b. Mengeluarkan sebagian minyak dari brondolan yang timbul akibat

proses pengadukan.

c. Memudahkan pengeluaran minyak di screw press.

2. Screw Press

Massa adukan yang berasal dari alat pengadukan (digester), dialirkan ke

dalam alat pengempa (screw press) yang berfungsi untuk mengempa

massaadukan sehingga terjadi pemisahan antara massa padat (biji, serat

dan kotoran) dengan cairan minyak kasar. Tujuan dari proses pengempaan

ini adalah untuk mengambil minyak yang ada dalam massa adukan

semaksimal mungkin dengan cara mengempa pada tekanan tertentu.

6. Stasiun Pemurnian Minyak (Clarification Station)

Stasiun ini berfungsi untuk mendapatkan minyak sawit mentah Crude

Plam Oil (CPO) yang sudah dimurnikan dari impurities atau kotoran lainnya.

Stasiun pemurnian minyak adalah stasiun terakhir untuk pengolahan minyak sawit

mentah (CPO). Minyak mentah yang dihasilkan dari stasiun pengempaan dikirim

ke stasiun ini untuk proses selanjutnya sehingga diperoleh minyak produksi.

5.4.2. Proses Produksi PKO (Palm Kernel Oil)

1. Pemisahan Daging Buah dengan Biji

Ampas kempa (press cake) yang keluar dari screw press terdiri dari biji

dan serabut beserta fraksi minyak dan air yang terkandung dalam kadar yang

kecil. Ampas kempa tersebut masih berbentuk gumpalan, dimana gumpalan-

gumpalan ampas ini harus dipecahkan terlebih dahulu pada pemecah ampas

kempa (cake breaker conveyor/CBC). Proses pemecahan dimulai pada saat ampas

kempa (press cake) yang keluar dari screw press masuk kedalam talang pemecah

ampas kempa (CBC). Dengan adanya pemanasan sampai temperatur 90°C,

54

gumpalan ampas akan menjadi kering dan mudah terurai pada waktu dipukul oleh

padel-padel CBC.

2. Pemeraman Biji

Biji yang berasal dari nut polishing drum diangkut dengan menggunakan

conveyor dan destoner menuju ke silo biji (Nut Silo) untuk proses pemeraman biji.

Sebelum masuk ke silo biji, terlebih dahulu biji dimasukkan kedalam tromol

fraksi biji (nut grading screen) untuk memisahkan biji-biji menurut fraksinya,

yaitu fraksi kecil dan fraksi besar dengan terpisahnya biji fraksi kecil dan fraksi

besar maka proses pemecahan biji dalam nut crecker akan lebih sempurna

(persentasi inti pecah akan berkurang). Biji yang telah dipisahkan akan masuk ke

dalam silo (nut silo) sesuai dengan fraksi-fraksinya untuk proses pemeraman biji.

Biji yang diperam dianggap kering bila kadar air biji 12 persen. Proses

pemeraman dilakukan selama 24 jam untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.

3. Pemecahan Biji

Alat ini terdiri dari rotor yang berputar dan mempunyai dinding kasing

(Slator) yang berbentuk silinder dan pada bagian bawahnya berbentuk konus

(cone). Dinding kasing (wearing plat) ini terbuat dari plat baja keras. Rotor terdiri

dari poros yang diberi lempengan siku-siku yang berputar pada poros tersebut.

Oleh karena adanya gaya sentrifugal yang ditimbulkan oleh putaran rotor yang

sangat tinggi maka biji-biji yang masuk ke lubang rotor akan terbawa oleh

lempengan siku-siku tersebut kemudian terlempar ke samping membentur dinding

kasing. Akibatnya biji-biji tersebut akan pecah dan intinya akan terpisah dan

cangkang.

4. Pemisahan Inti dengan Cangkang

Campuran pecahan (inti, biji utuh dan cangkang) yang dihantarkan oleh

timba kraksel masuk ke dalam LTJS (Light Tanera Just Separator). Alat ini

merupakan kolom pemisah vertikal (Vertical Column Separator) yang dilengkapi

dengan fan/blower penghisap. Prinsip pemisahan berdasarkan berat jenis dan gaya

gravitasi. Melalui kolom pemisah tersebut abu, cangkang halus dan serat halus

yang lebih ringan akan terhisap dan masuk ke dalam siklon penampung abu (dust

cyclone), kemudian menghantarnya ke stasiun ketel (boiler station) sebagai bahan

55

bakar ketel (boiler), sedangkan inti, cangkang kasar dan biji utuh yang lebih berat

akan jatuh menuju ayakan, ayakan ini berfungsi untuk memisahkan biji utuh

(noten). Campuran pecahan akan masuk melalui kisi-kisi tersebut dan dengan

bantuan getaran akan terjadi pemisahan antara biji utuh (notten) dengan campuran

pecahan. Campuran pecahan akan jatuh ke dalam kolom kraksel (cracksel

conveyor) yang akan menghantarkannya ke hidrosiklon (hydrocyclone) untuk

dipisahkan.

5. Pengeringan Inti

Inti basah hasil pemisahan akan dibawa ke konveyor inti basah menuju

timba inti (karnel elevator) yang menghantarkan inti basah masuk ke dalam

konveyor atas silo inti. Konveyor ini berfungsi untuk mendistribusikan inti basah

masuk kedalam silo inti (karnel silo). Bentuk ataupun cara kerja silo inti sama

seperti pada silo biji (Nut Silo). Hanya saja pada silo inti yang dikeringkan adalah

intinya. Ke dalam silo inti ini juga dialirkan uap jenuh dan dihembuskan pula

udara panas oleh blower pemanas (heater). Waktu pengeringan yang dibutuhkan

adalah 18 jam.

56

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi CPO

Pada penelitian ini model fungsi produksi yang digunakan adalah model

fungsi produksi Cobb Douglas, dimana sebelum menetapkan suatu model fungsi

yang baik harus dilakukan pengujian terhadap ketepatan model didasari dengan

asumsi-asumsi yang telah ditetapkan. Hal ini sangat perlu dilakukan agar model

diperoleh yang terbaik mengingat parameter-parameter yang digunakan dalam

model adalah parameter dugaan. Perangkat software yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Microsoft Excel, Minitab 14 dan Eviews 5.1.

Model fungsi produksi CPO dibangun berdasarkan laporan produksi

bulanan periode Januari 2008 - Desember 2011 yang tersedia di perusahaan. Data

yang digunakan dalam pendugaan fungsi produksi CPO meliputi produksi CPO,

jumlah Tandan Buah Segar (TBS), tenaga kerja, jam mesin, penggunaan air,

penggunaan uap dan suplai listrik. Produksi CPO sebagai variabel yang

dipengaruhi sedangkan jumlah Tandan Buah Segar (TBS), tenaga kerja, jam

mesin, bahan pembantu (air) dan suplai listrik sebagai variabel yang

mempengaruhi.

Hasil pendugaan model dengan menggunakan faktor produksi jumlah TBS

(X1), tenaga kerja (X2), jam mesin (X3), air (X4), uap (X5) dan suplai listrik

(X6) dapat dilihat pada Tabel 16. Berikut hasil pengolahan model regresi.

Tabel 16. Hasil Pendugaan Model Fungsi Produksi CPO dengan Enam Faktor

Produksi

Variabel Koef. Dugaan T hitung VIF

konstanta -1,356

Jumlah TBS (X1) 0,1894 47,518 1,0

Tenaga kerja (X2) 0,3092 79,239 1,0

Jam mesin (X3) 0,1766 44,633 1,0

Penggunaan Air (X4) 0,1927 48,509 1,0

Penggunaan Uap (X5) 0,0665 28,727 1,0

Suplai Listrik (X6) 0,1899 48,792 1,0

R-Sq = 98,0% R-Sq (Adj) = 98, 0%

F hitung = 2302,47 P-Value = 0,000

Ket: signifikan, t-hitung > t table (α = 5%) = t 0.05/2 (48-6-1) = 2,021

57

Dari hasil pendugaan model fungsi produksi CPO dengan enam faktor

produksi didapatkan persamaan berikut:

Ln Y = -1,356 + 0,1894 lnX1 + 0,3092 lnX2 + 0,1766 lnX3 + 0,1927 lnX4

+ 0,0665 lnX5 + 0,1899 lnX6

Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan enam variabel tersebut,

dilakukan beberapa pengujian statistik untuk mengetahui apakah model tersebut

dapat dikatakan sebagai model fungsi produksi yang baik. Suatu model dikatakan

baik apabila model tersebut lulus dalam uji ekonometrika asumsi klasik (asumsi

kenormalan, asumsi heterokedastisitas, asumsi autokorelasi dan asumsi

multikolinieritas) dan uji statistik (uji F dan uji t).

6.1.1. Uji Ekonometrika

a. Uji Normalitas

Untuk mengetahui kenormalan data dapat dilihat dari grafik Kolmogorof-

Smirnov (Lampiran 5). Nilai statistik uji Kolmogorov-Smirnov (KShitung) yang

didapatkan adalah sebesar 0,101. Nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan

KStabel sebesar 0,196 dengan menggunakan selang kepercayaan 95 persen. Selain

itu, nilai P-Value yang didapat yaitu 0,15 lebih besar dari taraf nyata lima persen.

Dari kedua hasil tersebut dapat dikatakan residual model produksi CPO

terdistribusi normal.

b. Uji Heteroskedastisitas

Asumsi homoskedastisitas atau masalah heteroskedastisitas diperiksa

menggunakan White Heteroskedasticity Test. Uji heteroskedastisitas digunakan

untuk melihat apakah model regresi memenuhi asumsi klasik bahwa model

memiliki gangguan yang variansnya sama (homoskedastisitas). Hasil uji

heteroskedastisitasdapat dilihat pada Lampiran 6. Nilai probabilitas Obs*Squared

white heteroskedasticity pada persamaan produksi CPO sebesar 0,234 lebih besar

dari taraf nyata yang digunakan yaitu lima persen. Artinya, pada persamaan

produksi CPO tidak terdapat masalah heteroskedastisitas.

c. Uji Autokorelasi

Suatu asumsi penting dari model linier klasik adalah tidak adanya

autokorelasi atau kondisi yang berurutan di antara gangguan yang masuk ke

58

dalam fungsi regresi populasi. Secara sederhana dapat dikatakan model klasik

mengasumsikan bahwa unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi tidak

dipengaruhi oleh unsur disturbunsi atau gangguan yang berhubungan dengan

pengamatan lain yang manapun. Untuk mengetahui ada atau tidaknya masalah

autokorelasi, maka dilakukan uji Durbin Watson. Uji Durbin Watson (DW)

memiliki batas atas dan batas bawah.

Berdasarkan tabel DW (n 48, k 6 dan α 0,05) didapatkan nilai batas atas

1,84 dan batas bawah adalah 1,24. Jika statistik DW lebih besar dari batas atas

(U), maka tidak terdapat autokorelasi positif, apabila statistik DW lebih kecil dari

batas bawah (L) maka terdapat autokorelasi positif. Jika nilai statistik berada di

antara batas atas (U) dan bawah (L) (dL ≤ d ≥ dU) maka tidak diketahui apakah

terdapat autokorelasi positif atau pengujian tidak meyakinkan. Dari nilai statistik

model produksi CPO diperoleh nilai sebesar 1,38509 maka tidak diketahui apakah

terdapat masalah autokorelasi dalam model. Untuk meyakinkan hasil pengujian

dilakukan pemeriksaan terhadap plot residual autokorelasi (Lampiran 7). Dari

hasil plot tersebut memberikan indikasi bahwa semuanya berada dalam dua batas

galat baku (garis putus-putus). Sehingga dapat disimpulkan bahwa korelasi serial

telah dieleminasi.

d. Uji Multikolinieritas

Masalah yang biasa ditemui ketika menggunakan data time series adalah

masalah multikolinearitas. Multikolinearitas muncul jika dua atau lebih peubah

(atau kombinasi peubah) bebas berkorelasi tinggi antara peubah yang satu dengan

yang lainnya. Jika terdapat peubah bebas yang saling berkorelasi dengan peubah

bebas lainnya, dugaan parameter koefisien regresi dengan metode OLS masih

mungkin dapat diperoleh, tapi interpretasinya menjadi sulit. Multikolinearitas

berimplikasi bahwa sangat sedikit data dalam sampel yang nilai peubah bebasnya

sama, kapan saja perubahan terjadi dalam suatu peubah bebas yang

berkolinearitas, maka pengamatan peubah bebas lainnya yang berpasangan

kemungkinan akan berubah juga sesuai arah kolinearitasnya.

Salah satu cara untuk mendeteksi adanya multikolienaritas adalah dengan

melihat nilai VIF nya dan uji korelasi Pearson. Jika angka VIF > 10 maka model

yang diperoleh terkena asumsi multikolinieritas pada peubah bebasnya. Hasil dari

59

regresi awal pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa variabel jumlah TBS (X1),

tenaga kerja (X2), jam mesin (X3), air (X4), dan suplai listrik (X6) memiliki

angka VIF> 10, dengan kata lain model persamaan fungsi produksi CPO belum

bebas dari asumsi multikolinieritas. Berdasarkan uji korelasi Pearson juga terlihat

bahwa kelima variabel tersebut memiliki nilai korelasi yang kuat hingga

mendekati satu (Lampiran 8).

Masalah multikolinieritas dapat diatasi salah satunya dengan metode

regresi komponen utama/Principal Component Analisys (PCA) tanpa mengurangi

variabel bebasnya. Dengan kata lain analisis komponen utama ini mampu

mempertahankan sebagian besar informasi yang terkandung pada data asal.

Regresi komponen utama mentransformasikan peubah-peubah bebas yang

berkorelasi menjadi peubah-peubah baru tidak berkorelasi sehingga peubah-

peubah menjadi sederhana dan multikolinearitas teratasi. Hasil dari regresi

komponen utama dapat dilihat pada Tabel 15.

6.1.2. Uji Statistik

a. Uji Secara Serempak (uji-F)

Uji ini dilakukan dengan melihat nilai F-statistik dari model tersebut.

Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 15 diperoleh nilai F-statistik sebesar

2302,47 yang ternyata lebih besar dari F-tabel pada taraf nyata lima persen (F-

tabel = 2,34). Jadi, dapat disimpulkan bahwa minimal ada satu variabel bebas

yang berpengaruh nyata terhadap produksi CPO pada taraf nyata alpha lima

persen.

b. Uji Secara Parsial (Uji-t)

Uji ini dapat dilakukan dengan melihat nilai t-statistik dari masing-masing

variabel bebas tersebut. Pada Tabel 16. dapat dilihat bahwa semua faktor produksi

jumlah TBS (X1), tenaga kerja (X2), jam mesin (X3), penggunaan air (X4),

penggunaan uap (X5) dan suplai listrik (X6) berpengaruh nyata terhadap produksi

CPO. Hal tersebut disebabkan nilai t-statistik dari semua faktor produksi tersebut

lebih besar dari nilai t-tabel pada taraf nyata alpha lima persen (t-tabel = 2,021)

maka tolak H0, artinya semua faktor produksi tersebut signifikan.

60

c. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Uji ini dilakukan untuk mengukur sejauh mana besar keragaman yang

dapat diterangkan oleh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Berdasarkan

estimasi pada Tabel 15 diperoleh nilai R-squared sebesar 0,98 yang artinya faktor-

faktor produksi jumlah TBS, tenaga kerja, jam mesin, penggunaan air,

penggunaan uap dan suplai listrik yang terdapat dalam model dapat menjelaskan

keragaman sebesar 98,0 persen dan sisanya 2,0 persen dijelaskan oleh faktor-

faktor produksi lain yang tidak dimasukkan ke dalam model fungsi produksi

tersebut.

6.2. Analisis Elastisitas Faktor Produksi CPO

Hasil regresi dengan menggunakan metode kuadrat terkecil yang

kemudian disempurnakan dengan regresi komponen utama menghasilkan

persamaan regresi seperti yang terdapat pada persamaan 6.5. Hasilnya

menunjukkan bahwa semua variabel memiliki koefisien yang positif dan

signifikan terhadap produksi CPO. Untuk melihat besarnya pengaruh faktor-faktor

produksi tersebut yang juga merupakan nilai elastisitas untuk masing-masing

peubah bebas pada fungsi produksi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut :

a. Jumlah Tandan Buah Segar (TBS)

Berdasarkan uji parameter secara parsial, faktor produksi jumlah tandan

buah segar (TBS) berpengaruh positif terhadap produksi CPO, hal ini sesuai

dengan hipotesis yaitu banyak TBS yang diolah maka produksi CPO yang

dihasilkan akan semakin tinggi. Berpengaruhnya faktor produksi jumlah TBS

terhadap produksi CPO dikarenakan dalam proses produksi CPO, jumlah TBS

merupakan faktor yang utama. Nilai elastisitas jumlah TBS sebesar 0,1894 yang

artinya setiap penambahan jumlah TBS pada produksi CPO sebesar satu persen

maka akan meningkatkan produksi CPO sebesar 0,1894 persen dengan faktor-

faktor produksi lain tetap (cateris paribus). Ini berarti perusahaan masih dapat

menambah pasokan TBS yang akan diolah. Nilai elastisitas faktor produksi

jumlah TBS sebesar 0,1894 menunjukkan bahwa jumlah TBS yang digunakan

berada pada daerah II, yaitu daerah rasional karena nilai elastisitas produksinya

berada antara nol dan satu.

61

b. Tenaga kerja

Koefisien regresi dari faktor produksi tenaga kerja sebesar 0,3092 yang

berarti bahwa jika penggunaan tenaga kerja ditingkatkan sebesar satu persen maka

jumlah produksi CPO akan meningkat sebesar 0,3092 persen (cateris paribus).

Nilai elastisitas produksi untuk variabel tenaga kerja yang sebesar 0,3092

menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja berada pada daerah II, yaitu daerah

rasional karena nilai elastisitas produksinya berada antara nol dan satu. Dari

semua faktor produksi yang mempengaruhi produksi CPO, faktor produksi tenaga

kerja yang paling responsif (memiliki nilai elastisitas yang lebih besar dari semua

faktor produksi yang dipakai). Produksi tidak akan dapat berjalan tanpa ada

manusia atau tenaga kerja, untuk itu faktor produksi tenaga kerja memang perlu

untuk diperhatikan.

Saat ini, shift kerja pada bagian pabrik (karyawan pelaksana) dapat

dikatakan cukup berat, dimana dengan pembagian waktu kerja ke dalam dua shift

maka masing-masing karyawan harus bekerja selama 11 jam per hari dengan

waktu istirahat hanya satu jam. Penambahan jumlah tenaga kerja dapat dilakukan

dengan pembagian waktu kerja menjadi tiga shift per harinya dimana beban kerja

yang dirasakan oleh karyawan akan menjadi lebih ringan dan proses produksi

menjadi lebih lancar. Penambahan jumlah tenaga kerja tentunya harus sejalan

dengan peningkatan bahan baku TBS yang akan diolah, karena jika bahan baku

kurang maka pembagian shift kerja akan menjadi tidak efektif. Tenaga kerja yang

digunakan harus sejalan dengan kebutuhan perusahaan, dimana tenaga kerja yang

digunakan harus benar-benar mahir dalam mengoperasionalkan mesin produksi

sehingga ketika dilakukan proses produksi tidak akan mengambat kinerja proses.

c. Jam Mesin

Sesuai dengan analisis regresi menunjukkan bahwa faktor produksi jam

mesin berpengaruh nyata terhadap produksi CPO. Nilai elastisitas produksi

sebesar 0,1766 persen menunjukkan bahwa peningkatan sebesar satu persen jam

mesin akan meningkatkan produksi CPO sebesar 0,1766 persen, dengan asumsi

semua faktor-faktor lainnya tetap (cateris paribus). Hal ini menunjukkan bahwa

jam mesin sangat berpengaruh terhadap produksi CPO dimana tanpa adanya

proses kerja pada mesin maka proses produksi tidak akan dapat dilakukan.

62

Berdasarkan catatan angka produksi perusahaan, diketahui bahwa jumlah jam

mesin yang digunakan diduga belum optimal karena setiap bulannya jumlah TBS

yang dipasok ke dalam pabrik belum maksimal dari kapasitas olah sehingga

berpengaruh terhadap jam olah mesin produksi. Nilai elastisitas produksi untuk

variabel jam mesin yang sebesar 0,1766 menunjukkan bahwa penggunaan jam

mesin berada pada daerah II, yaitu daerah rasional karena nilai elastisitas

produksinya berada antara nol dan satu.

d. Penggunaan Air

Berdasarkan uji parameter secara parsial, faktor produksi penggunaan air

berpengaruh positif terhadap produksi CPO. Nilai elastisitas faktor produksi

penggunaan air sebesar 0,1927 yang artinya setiap penambahan penggunaan air

pada produksi CPO sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi CPO

sebesar 0,1927 persen dengan faktor-faktor produksi lain tetap (cateris paribus).

Air digunakan untuk memperlancar proses produksi. Penggunaan air sebagai

bahan pembantu pada proses produksi CPO dimulai dari loading ramp untuk

membersihkan tandan buah segar dari kotoran hingga pada tahap pemurnian

minyak. Nilai elastisitas produksi untuk variabel penggunaan air yang sebesar

0,1927 menunjukkan bahwa penggunaan air berada pada daerah II, yaitu daerah

rasional karena nilai elastisitas produksinya berada antara nol dan satu.

e. Penggunaan Uap

Berdasarkan uji parameter secara parsial, faktor produksi penggunaan uap

berpengaruh positif terhadap produksi CPO. Nilai elastisitas faktor produksi

penggunaan uap sebesar 0,0665 yang artinya setiap penambahan penggunaan uap

pada produksi CPO sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi CPO

sebesar 0,0665 persen dengan faktor-faktor produksi lain tetap (cateris paribus).

Sama halnya dengan air sebagai bahan pembantu, uap digunakan untuk

memperlancar proses produksi. Penggunaan uap sebagai bahan pembantu pada

proses produksi CPO dimulai dari proses perebusan tandan buah segar hingga

mencapai kematangan sesuai standar yang ditetapkan perusahaan hingga pada

tahap pemurnian minyak. Nilai elastisitas produksi untuk variabel penggunaan

uap yang sebesar 0,0665 menunjukkan bahwa penggunaan uap berada pada

63

daerah II, yaitu daerah rasional karena nilai elastisitas produksinya berada antara

nol dan satu.

f. Suplai listrik

Suplai listrik berpengaruh nyata terhadap produksi CPO. Nilai elastisitas

faktor produksi suplai listrik sebesar 0,1899 yang artinya setiap penambahan

suplai listrik pada produksi CPO sebesar satu persen maka akan meningkatkan

produksi CPO sebesar 0,1899 persen dengan faktor-faktor produksi lain tetap

(cateris paribus). Listrik merupakan salah satu faktor penting dalam proses

produksi CPO. Penggunaan mesin yang mendominasi proses produksi CPO

tersebut berbanding lurus dengan kebutuhan listrik sebagai sumber energi. Selain

itu, pentingnya penggunaan listrik untuk menggerakkan mesin-mesin produksi

juga ditegaskan pada poin sebelumnya (X3). Kondisi-kondisi tersebut

menjelaskan signifikansi dari pengaruh faktor produksi suplai listrik terhadap

output pengolahan kelapa sawit.

Bila aliran listrik mati sehingga tidak bisa menggerakkan mesin produksi,

maka proses produksi akan terhambat. Selain itu tandan buah segar yang sudah

sempat dipasok ke dalam pabrik akan mengalami penurunan mutu akibat tidak

langsung diolah. Suplai listrik pada pabrik Adolina didapat dari turbin uap sebagai

sumber energi utama. Untuk mengatasi kendala listrik, perusahaan telah

menyediakan generator yang siap menyala apabila ada gangguan listrik mati.

6.3 Analisis Skala Usaha

Skala usaha menjelaskan bagaimana suatu kenaikan proporsional dari

semua faktor produksi terhadap output. Pada fungsi produksi Cobb-Douglas, nilai

skala usaha dapat diketahui dari penjumlahan semua koefisien variabel

independen dalam model. Hasil estimasi fungsi produksi Cobb-Douglas

pengolahan kelapa sawit menjadi CPO menunjukan bahwa penjumlahan semua

koefisien bebas memiliki nilai 1,124 atau (b1 + b2 + b3 > 1). Hal ini menunjukkan

bahwa usaha produksi CPO Unit Adolina bersifat increasing return to scale yakni

kondisi dimana penambahan seluruh faktor produksi dalam persentase yang sama

akan meningkatkan output dalam persentase yang lebih besar.

64

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Dari hasil dan pembahasan dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu,

faktor-faktor produksi (variabel bebas) yang mempengaruhi produksi CPO pada

Pabrik Kelapa Sawit (PKS) unit Adolina adalah jumlah TBS, tenaga kerja, jam

mesin, penggunaan air, penggunaan uap dan suplai listrik. Nilai koefisien

determinasi sebesar 98,0 persen. Hal ini menunjukkan bahwa 98,0 persen dari

variasi produksi dapat dijelaskan oleh model fungsi produksi, sedangkan sisanya

2,0 persen dapat dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Dilihat dari elastisitas

produksi, masing-masing faktor produksi memiliki nilai elastisitas yang positif

kurang dari satu. Nilai koefisien regresi yang positif dan kurang dari satu

menunjukkan penggunaan faktor-faktor produksi tersebut berada pada daerah yang

rasional yaitu semua faktor produksi tersebut masih dapat ditingkatkan.

7.2 Saran-Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat

diberikan adalah :

1. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka sebaiknya PT Perkebunan Nusantara IV

Unit Adolina perlu memperhatikan faktor-faktor produksi yang berpengaruh

nyata terhadap produksi CPO. Rekomendasi faktor produksi atau input yang

perlu dipertimbangkan adalah jumlah TBS, tenaga kerja, jam mesin,

penggunaan air, uap dan suplai listrik.

2. Penelitian-penelitian lebih lanjut diharapkan selain dapat menganalisis faktor-

faktor produksi sekaligus menganalisa tingkat efisiensi faktor-faktor produksi

CPO pada pabrik kelapa sawit lainnya. Selain itu penelitian lebih lanjut

diharapkan dapat menganalisa faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

produksi komoditi unggulan perkebunan lainnya seperti karet, coklat, kopi, teh

dan lainnya.

65

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Perkembangan Beberapa Indikator Utama

Sosial-Ekonomi Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

[Deptan] Departemen Pertanian. 2011. Outlook Komoditas Perkebunan 2010.

http://deptan.go.id [21 November 2011]

Endartrianti A. 2011. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi output industri

pengolahan dan pengawetan daging di Indonesia periode 1983-2008

(pendekatan total factor productivity) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi

dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Gujarati D. 1997. Ekonometrika Dasar. Soemarno Zain, penerjemah; Jakarta: PT

Gelora Aksara Pratama. Terjemahan dari: Basic Econometrics.

Herawati E. 2008. Analisis pengaruh faktor produksi modal, bahan baku, tenaga

kerja dan mesin terhadap produksi glycerine pada PT Flora Sawita

Chemindo Medan [tesis]. Medan: Sekolah Pascasarjana, Universitas

Sumatera Utara.

Iriawan N, Astuti SP. 2006. Mengolah Data Statistik dengan Mudah

Menggunakan Minitab 14. Yogyakarta: Andi Offset.

Kusumawardhana R. 2008. Pengaruh kebijakan pajak ekspor terhadapa

perdagangan minyak kelapa sawit kasar (crude palm oil) Indonesia

[skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Lipsey RG, Courant PN, Purvis DD, Steiner PO. 1995. Pengantar Mikroekonomi

Jilid 1. Wasana AJ, Kirbrandoko, penerjemah; Jakarta: Binarupa Aksara.

Terjemahan dari: Economics 10th Ed.

Martha FL. 2011. Analisis potensi ekspor Crude Palm Oil (CPO) Indonesia ke

empat Negara mitra dagang utama dengan pendekatan gravity model

[skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian

Bogor.

Mulianti FM. 2008. Analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi kayu

olahan sengon di CV. Cipta Mandiri, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten

Kendal, Jawa Tengah [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut

Pertanian Bogor.

Naibaho PM. 1998. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian

Kelapa Sawit.

Nicholson W. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya, Ed ke-8.

Mahendra B, Aziz A, penerjemah; Kristiaji WC, Sumiharti Y, Mahanani

N, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Intermediate

Microeconomics and Its Application, Eight Edition.

66

Novembrianto. 2010. Analisis pengelolaan kebun dan produktivitas tanaman

kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) di areal kebun PT. Citranusa

Intisawit, Indofood Plantation, Provinsi Kalimantan Barat [skripsi].

Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Nurfitriani R. 2011. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan

jalan tol di indonesia [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen,

Institut Pertanian Bogor.

Nurrofiq A. 2005. Analisis efisiensi produksi pabrik gula [skripsi]. Bogor:

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pahan I. 2007. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu

hingga Hilir. Jakarta: Penebar Swadaya.

Panjaitan NA. 2011. Perbandingan analisa kadar Asam Lemak Bebas (ALB) dari

Tandan Buah Segar (TBS) siap olah dengan buah yang diinapkan [tugas-

akhir]. Medan: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Sumatera Utara.

Putra RE. 2007. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pupuk

urea dan sp-36 di Indonesia [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut

Pertanian Bogor.

Setiawan, Kusrini DE. 2010. Ekonometrika. Yogyakarta: Penerbit Offset.

Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi. Edisi

keempat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

-------------. 2003. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis

Fungsi Cobb-Douglas. Edisi Revisi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sukirno S. 1985. Pengantar Teori Mikroekonomi. Jakarta: Lembaga Penerbit

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dengan Bima Grafika.

Supiani. 2011. Mutu CPO (Crude Palm Oil) sangat ditentukan oleh kualitas

Tandan Buah Segar (TBS) yang diolah [tugas-akhir]. Medan: Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

Wahyuni IT. 2007. Analisis efisiensi produksi gula di PG Madukismo,

Yogyakarta [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Widarwati T. 2008. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi gula di

PG Pagottan [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Winarno WW. 2007. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews.

Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.

67

LAMPIRAN

68

Lampiran 1. Pabrik Kelapa Sawit di Indonesia Tahun 2009

Sumber: InfoSAWIT (2010)

69

Ka. Dis Tan

Rayon C

Ka. Dis Tan

Rayon B

Ka. Dis Teknik

Pengolahan

Ka. Dis

Tata Usaha

Ass. SDM

& Umum

Ass. Afd VI

Ass. Afd V

Ass. Afd IV

Ass. Afd IV

Ass. Afd IV

Ass. Afd IV Ass. Tek

Pabrik

Ass. PKS

Pabrik

Ass. PKS

Pabrik

Ass. PKS

Pabrik

Ass.

Tata Usaha

Pa. Pam

Manager Unit

Ka. Dis Tan

Rayon A

Ass. Afd I

Ass. Afd II

Ass. Afd III

Lampiran 2. Struktur Organisasi PTPN IV Unit Adolina Tahun 2010

70

Lampiran 3. Nilai ln (Logaritma Natural) Variabel Dependent dan

Independent

ln Y ln X1 ln X2 ln X3 ln X4 ln X5 ln X6

7.704477 9.16993 7.352441 5.766757 9.445286 8.607811 11.99368697

7.706504 9.160071 7.352441 5.762051 9.479252 8.632438 12.01250987

7.640485 9.103436 7.401231 5.725218 9.371935 8.6254 11.90193633

7.873946 9.326859 7.492203 5.930918 9.621765 8.816033 12.08369906

7.993764 9.455225 7.614805 6.052089 9.738146 8.9444 12.2228014

8.033144 9.511545 7.534763 6.123589 9.792203 9.03351 12.31004557

8.232677 9.704478 7.688913 6.304449 9.99116 9.318816 12.47581592

8.266818 9.719418 7.652546 6.351758 10.00309 9.241382 12.45183551

8.218291 9.668242 7.614805 6.280396 9.967606 9.14061 12.41165979

8.122651 9.568299 7.534763 6.165418 9.880186 9.057473 12.32386848

7.950998 9.396418 7.447751 5.990214 9.681596 8.902121 12.26885159

7.853792 9.318825 7.447751 5.916202 9.631444 8.791193 12.05449084

7.58052 9.034689 7.189922 5.643679 9.331083 8.507056 11.77810587

7.696986 9.129175 7.352441 5.728475 9.424826 8.61835 11.8285212

7.87835 9.316204 7.492203 5.940171 9.603636 8.754085 12.03552418

8.003697 9.480818 7.534763 6.089045 9.780923 8.936091 12.18083643

8.157327 9.64949 7.652546 6.249975 9.943651 9.121857 12.24100626

8.213576 9.696062 7.652546 6.285067 9.988732 9.151335 12.21858565

8.381405 9.852132 7.757906 6.468475 10.14106 9.290013 12.50113986

8.274148 9.735876 7.688913 6.35437 10.01351 9.208243 12.37707398

8.122631 9.575513 7.575585 6.235391 9.860692 9.14473 12.21385565

8.336492 9.779328 7.724005 6.378426 10.05696 9.268502 12.45897872

8.184667 9.643962 7.575585 6.23637 9.930644 9.165927 12.38609197

8.239293 9.735603 7.724005 6.356975 10.02678 9.273567 12.43158022

7.754798 9.211795 7.401231 5.865051 9.499977 8.79628 11.9584249

7.964882 9.412699 7.492203 6.035481 9.694112 8.918403 12.15418447

8.128341 9.589482 7.688913 6.212606 9.876163 9.127446 12.32384927

8.127909 9.5888 7.492203 6.211604 9.866432 9.077975 12.33028528

8.340413 9.816626 7.757906 6.44572 10.08665 9.3058 12.58483005

8.336713 9.797994 7.724005 6.428913 10.07183 9.351707 12.51533389

8.335502 9.784653 7.724005 6.414278 10.06228 9.306617 12.52161421

8.323828 9.767411 7.757906 6.403574 10.0458 9.239778 12.52298047

8.118905 9.576505 7.614805 6.288787 9.861684 9.16099 12.3102234

8.237208 9.687901 7.652546 6.379275 9.957928 9.177075 12.4144456

8.142622 9.59891 7.652546 6.321667 9.865879 9.120875 12.35955301

8.147856 9.601146 7.652546 6.309009 9.868115 9.200668 12.35480633

71

Lanjutan lampiran data penelitian…

7.598159 9.094781 7.352441 5.83773 9.367095 8.616745 11.85098604

7.848287 9.319095 7.447751 6.006353 9.58146 8.872808 12.07910543

8.266452 9.730326 7.724005 6.444926 9.99269 9.299543 12.47759669

8.299768 9.782675 7.688913 6.447306 10.0527 6.985794 12.55651344

8.390323 9.853486 7.688913 6.479277 10.11585 9.359189 12.60075665

8.300031 9.748172 7.724005 6.475433 10.0258 9.317389 12.5442327

8.317781 9.761226 7.724005 6.505036 10.03125 9.2504 12.50142047

8.318882 9.761778 7.724005 6.503539 10.03181 9.315491 12.62397929

8.296702 9.768555 7.724005 6.500539 10.03476 9.188736 12.62961198

8.258283 9.736693 7.688913 6.389401 10.00366 9.242396 12.47430167

8.137501 9.606737 7.652546 6.322565 9.876001 9.044618 12.32803245

8.116902 9.593121 7.614805 6.318067 9.863911 9.115085 12.31638836

Rataan 9.560878 7.592082 6.205867 9.8425 9.01964 12.302

St.dev 0.230714 0.1389 0.245659 0.226282 0.382087 0.224913

72

Lampiran 4. Hasil Regresi Variabel Dependent dengan Variabel Independent

Regression Analysis: ln Y versus ln X1; ln X2; ... The regression equation is

ln Y = - 1,69 + 0,747 ln X1 - 0,0198 ln X2 + 0,0014 ln X3 + 0,187 ln X4

+ 0,0103 ln X5 + 0,0697 ln X6

Predictor Coef SE Coef T P VIF

Constant -1,6900 0,3152 -5,36 0,000

ln X1 0,7467 0,2582 2,89 0,006 753,5

ln X2 -0,01976 0,05663 -0,35 0,729 13,0

ln X3 0,00143 0,05720 0,03 0,980 41,9

ln X4 0,1871 0,2181 0,86 0,396 517,1

ln X5 0,010252 0,006623 1,55 0,129 1,4

ln X6 0,06967 0,03718 1,87 0,068 14,8

S = 0,0148792 R-Sq = 99,6% R-Sq(adj) = 99,6%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P

Regression 6 2,47193 0,41199 1860,90 0,000

Residual Error 41 0,00908 0,00022

Total 47 2,48101

Source DF Seq SS

ln X1 1 2,47057

ln X2 1 0,00003

ln X3 1 0,00000

ln X4 1 0,00012

ln X5 1 0,00044

ln X6 1 0,00078

Unusual Observations

Obs ln X1 ln Y Fit SE Fit Residual St Resid

14 9,13 7,69699 7,66591 0,00529 0,03108 2,23R

24 9,74 8,23929 8,27367 0,00426 -0,03437 -2,41R

37 9,09 7,59816 7,63112 0,00748 -0,03297 -2,56R

40 9,78 8,29977 8,29974 0,01476 0,00003 0,02 X

R denotes an observation with a large standardized residual.

X denotes an observation whose X value gives it large influence.

Durbin-Watson statistic = 1,38509

Hasil di atas menunjukkan bahwa terjadi multikolinieritas atau korelasi yang kuat

antar variabel x.

73

Lampiran 5. Uji Normalitas

Lampiran 6. Uji Heteroskedastisitas

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 1.358835 Prob. F(18,29) 0.225034

Obs*R-squared 21.96137 Prob. Chi-Square(18) 0.233705

RESI1

Pe

rce

nt

0,040,030,020,010,00-0,01-0,02-0,03-0,04

99

95

90

80

70

60

50

40

30

20

10

5

1

Mean

>0,150

-3,68224E-15

StDev 0,01390

N 48

KS 0,101

P-Value

Probability Plot of RESI1Normal

74

Lag

Au

toco

rre

lati

on

121110987654321

1,0

0,8

0,6

0,4

0,2

0,0

-0,2

-0,4

-0,6

-0,8

-1,0

Autocorrelation Function for RESI1(with 5% significance limits for the autocorrelations)

Lampiran 7. Plot Residual Autokorelasi

Lampiran 8. Korelasi Pearson

Correlations: ln Y; ln X1; ln X2; ln X3; ln X4; ln X5; ln X6 ln Y ln X1 ln X2 ln X3 ln X4 ln X5

ln X1 0,998

0,000

ln X2 0,953 0,956

0,000 0,000

ln X3 0,977 0,980 0,954

0,000 0,000 0,000

ln X4 0,997 0,998 0,950 0,972

0,000 0,000 0,000 0,000

ln X5 0,502 0,491 0,503 0,483 0,493

0,000 0,000 0,000 0,001 0,000

ln X6 0,963 0,961 0,921 0,958 0,955 0,451

0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,001

Cell Contents: Pearson correlation

P-Value

75

Lampiran 9. Tahapan Principal Component Analisys (PCA)

Tahap 1. Standarisasi data X menjadi Z

Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6

-1,694518 -1,73164 -1,78748 -1,75539 -1,07784 -1,3708

-1,737251 -1,73164 -1,80663 -1,60529 -1,01339 -1,28711

-1,982726 -1,37909 -1,95657 -2,07955 -1,03181 -1,77874

-1,01433 -0,72173 -1,11923 -0,97549 -0,53288 -0,9706

-0,457941 0,164196 -0,62598 -0,46117 -0,19692 -0,35213

-0,213828 -0,41419 -0,33493 -0,22228 0,036298 0,035776

0,6224143 0,699698 0,401296 0,656964 0,783002 0,772817

0,6871697 0,436906 0,593876 0,709696 0,580343 0,666196

0,4653558 0,164196 0,303384 0,552875 0,316601 0,487568

0,0321624 -0,41419 -0,16466 0,166541 0,099015 0,097235

-0,712835 -1,04293 -0,87786 -0,71108 -0,30757 -0,14738

-1,049149 -1,04293 -1,17914 -0,93271 -0,59789 -1,10046

-2,280705 -2,906 -2,28849 -2,26009 -1,34154 -2,32931

-1,871163 -1,73164 -1,94331 -1,84581 -1,05026 -2,10516

-1,060509 -0,72173 -1,08156 -1,0556 -0,69501 -1,18479

-0,34701 -0,41419 -0,47555 -0,27213 -0,21867 -0,53871

0,3840751 0,436906 0,179551 0,447011 0,267521 -0,27118

0,5859368 0,436906 0,322397 0,646235 0,344671 -0,37087

1,2624031 1,198239 1,068994 1,319428 0,70762 0,885411

0,7585054 0,699698 0,604509 0,755726 0,493612 0,333795

0,063431 -0,11921 0,120182 0,080393 0,327384 -0,3919

0,9468423 0,953267 0,702434 0,947752 0,651322 0,697956

0,3601173 -0,11921 0,124167 0,38953 0,38286 0,37389

0,7573201 0,953267 0,615115 0,814373 0,664577 0,576138

-1,513058 -1,37909 -1,38736 -1,5137 -0,58458 -1,52758

-0,642263 -0,72173 -0,69359 -0,65577 -0,26496 -0,65721

0,1239775 0,699698 0,027433 0,148766 0,282149 0,097149

0,1210237 -0,72173 0,023352 0,10576 0,152672 0,125765

1,1085056 1,198239 0,976366 1,078974 0,748938 1,25751

1,0277462 0,953267 0,907949 1,013469 0,869084 0,94852

0,9699214 0,953267 0,848377 0,971283 0,751075 0,976443

0,8951885 1,198239 0,804804 0,898433 0,576144 0,982518

0,0677333 0,164196 0,337543 0,084779 0,36994 0,036566

0,5505626 0,436906 0,705889 0,510105 0,412038 0,499955

0,1648445 0,436906 0,471386 0,103318 0,26495 0,255894

0,174533 0,436906 0,419858 0,113196 0,473786 0,234789

76

Lanjutan data standarisasi X menjadi Z

Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6

-2,020242 -1,73164 -1,49857 -2,10094 -1,05446 -2,00527

-1,047978 -1,04293 -0,81216 -1,15361 -0,38429 -0,99102

0,7344483 0,953267 0,973134 0,663727 0,732561 0,780734

0,9613516 0,699698 0,982822 0,928939 -5,32299 1,13161

1,2682698 0,699698 1,112968 1,208003 0,888668 1,328323

0,8117989 0,953267 1,097318 0,810064 0,779267 1,077008

0,8683807 0,953267 1,217825 0,834147 0,603945 0,886658

0,8707758 0,953267 1,211731 0,836589 0,774302 1,431574

0,9001464 0,953267 1,199516 0,849635 0,442557 1,456618

0,7620448 0,699698 0,747111 0,712214 0,582997 0,766084

0,1987682 0,436906 0,475042 0,148046 0,065371 0,115748

0,1397521 0,164196 0,45673 0,094621 0,249798 0,063977

Tahap 2. Mencari eigen value (akar ciri) dan vector ciri dengan PCA

Principal Component Analysis: Z1; Z2; Z3; Z4; Z5; Z6 Eigenanalysis of the Correlation Matrix

Eigenvalue 5,1266 0,7182 0,0774 0,0479 0,0292 0,0008 Proportion 0,854 0,120 0,013 0,008 0,005 0,000

Cumulative 0,854 0,974 0,987 0,995 1,000 1,000

Variable PC1 PC2 PC3 PC4 PC5 PC6

Z1 -0,437 -0,112 0,054 -0,434 0,128 0,767

Z2 -0,428 -0,074 -0,776 0,399 0,222 -0,013

Z3 -0,434 -0,118 0,007 0,016 -0,886 -0,108

Z4 -0,436 -0,107 0,060 -0,555 0,296 -0,632

Z5 -0,254 0,966 0,054 0,015 -0,004 0,002

Z6 -0,427 -0,155 0,623 0,587 0,248 -0,019

Dari hasil di atas menunjukkan bahwa ke enam variabel bebas hanya bias

dikelompokkan menjadi satu kelompok utama. Hal ini dilihat dari nilai eigen

value (akar ciri) yang lebih besar dari satu ( >1), hanya ada pada kolom pertama

yaitu 5,1206. Sedangkan, sedangkan kolom lainnya menunjukkan angka eigen

value yang lebih kecil dari satu ( >1).

77

Skor koefisien PCA

W1 W2 W3 W4 W5 W6

3,88298 -0,11048 0,222539 0,171353 0,127726 0,048842

3,79248 -0,0702 0,284783 0,156309 0,204106 -0,07818

4,23524 0,05823 -0,33892 0,375575 0,121633 0,054396

2,21363 0,04013 -0,19434 0,099123 0,174603 -0,01379

0,80315 0,02718 -0,41439 0,300853 0,309519 0,012253

0,48878 0,14753 0,318525 0,067447 0,120368 0,017253

-1,56118 0,39677 0,056469 0,11553 0,262093 -0,00322

-1,48663 0,20137 0,191151 -0,10918 0,031477 -0,00277

-0,9351 0,07066 0,253844 -0,14786 0,110377 -0,036

0,09561 0,10927 0,398108 -0,21551 0,131075 -0,05916

1,59062 0,06292 0,61373 0,183672 0,209354 0,012822

2,44574 0,02773 -0,02905 -0,11564 0,132698 -0,05461

5,55604 0,04964 0,457714 -0,33629 -0,14985 0,005045

4,37384 0,07816 -0,24921 -0,1347 0,034336 0,001623

2,38498 -0,07388 -0,34356 0,03611 0,059212 0,001133

0,93979 0,0275 -0,06419 -0,1902 0,071893 -0,02754

-0,58004 0,15606 -0,4446 -0,39299 0,051096 -0,00687

-0,79422 0,1852 -0,47857 -0,64628 -0,01566 0,008752

-2,66229 0,048 -0,18546 -0,25594 0,087439 -0,01166

-1,49114 0,13564 -0,21788 -0,25713 0,021166 0,024718

0,02031 0,35588 -0,12446 -0,34281 -0,19952 -0,00543

-2,00383 0,15938 -0,15705 -0,12683 0,161211 0,027364

-0,58694 0,22374 0,389924 -0,19294 0,115999 0,01176

-1,77624 0,23695 -0,25102 -0,0432 0,144563 -0,02194

3,31525 0,27052 -0,0947 0,020585 -0,09474 -0,00844

1,52489 0,12386 0,057713 -0,04527 0,016273 0,017978

-0,54373 0,17256 -0,4516 0,204133 0,213777 -0,01194

0,1075 0,15363 0,660041 -0,32239 -0,10354 0,030422

-2,61929 0,084 0,025006 0,16184 0,170627 0,025061

-2,31935 0,29028 0,020609 -0,04493 0,07007 0,021192

-2,23178 0,19005 0,025482 0,017255 0,110379 0,009168

-2,21153 0,02339 -0,1792 0,188001 0,174464 -0,00095

-0,39299 0,28274 -0,07337 0,021241 -0,22142 -0,04026

-1,27484 0,08803 0,059924 -0,03743 -0,18485 0,009244

-0,68546 0,09839 -0,14698 0,206693 -0,20677 0,000145

-0,71562 0,30729 -0,148 0,186966 -0,16306 0,007741

78

Lanjutan skor koefisien PCA

4,31552 0,04984 -0,20742 0,137078 -0,42965 -0,0018

2,2812 0,19694 0,040115 0,079641 -0,23153 0,044297

-1,96066 0,24703 -0,12766 0,176998 -0,16982 0,012998

-0,68415 -5,69087 -0,01398 -0,05485 -0,01428 0,003208

-2,6569 0,19691 0,481146 -0,13201 0,014563 0,056464

-2,25055 0,20709 0,073223 0,238652 -0,15343 -0,03922

-2,21237 0,04417 -0,04947 0,088287 -0,29224 -0,02074

-2,48771 0,12422 0,29929 0,40808 -0,15153 -0,03002

-2,42744 -0,20325 0,299082 0,397609 -0,12546 -0,01553

-1,74289 0,14215 0,054721 0,022698 -0,0109 0,03124

-0,6109 -0,08156 -0,24056 0,081967 -0,22628 -0,00014

-0,46175 0,13922 -0,05752 0,000666 -0,30758 -0,00491

Tahap 3. Regresi ln Y dengan Skor PCA

Regression Analysis: ln Y versus W1 The regression equation is

ln Y = 8,10 - 0,100 W1

Predictor Coef SE Coef T P

Constant 8,09947 0,00469 1726,46 0,000

W1 -0,100474 0,002094 -47,98 0,000

S = 0,0325028 R-Sq = 98,0% R-Sq(adj) = 98,0%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P

Regression 1 2,4324 2,4324 2302,47 0,000

Residual Error 46 0,0486 0,0011

Total 47 2,4810

Unusual Observations

Obs W1 ln Y Fit SE Fit Residual St Resid

13 5,56 7,58052 7,54123 0,01254 0,03929 1,31 X

37 4,32 7,59816 7,66587 0,01018 -0,06771 -2,19R

40 -0,68 8,29977 8,16821 0,00491 0,13156 4,09R

R denotes an observation with a large standardized residual.

X denotes an observation whose X value gives it large influence.

Durbin-Watson statistic = 1,53568

79

Tahap 4. Transformasi Peubah Asal

Transformasi ke Z

Ln Y = 8,10 – 0,100 W1

Ln Y = 8,10 – 0,100 ( -0,437 Z1 -0,428 Z2 -0,434 Z3 -0,436 Z4 -0,254 Z5 -0,427 Z6)

Ln Y = 8,10 + 0,0437Z1 + 0,0428Z2 + 0,0434Z3 + 0,0436Z4 + 0,0254Z5 + 0,0427Z6

Transformasi dari Z ke X

Ln Y = -1,356 + 0,1894 lnX1 + 0,3092 lnX2 + 0,1766 lnX3 + 0,1927 lnX4

+ 0,0665 lnX5 + 0,1899 lnX6

Tahap 5. Uji signifikansi

Nilai Eigen Value (W1) = 5,1266

KTG = S2 = 0,0325

2 = 0,001056

JKT = 2,4810

Ragam masing-masing variabel adalah:

80

Standar error atau galat baku masing-masing variabel adalah:

Nilai galat yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk mencari t-hitung tiap-tiap

variabel dengan rumus:

Nilai t-hitung untuk masing-masing variabel adalah:

Variabel Koef. Standar Error t-hitung Ket.

X1 0,1894 0,003986 47,518 Signifikan

X2 0,3092 0,003903 79,239 Signifikan

X3 0,1766 0,003958 44,633 Signifikan

X4 0,1927 0,003972 48,509 Signifikan

X5 0,0665 0,002313 28,727 Signifikan

X6 0,1899 0,003891 48,792 Signifikan