analisis gaya bahasa dan nilai pendidikan moral …
TRANSCRIPT
ANALISIS GAYA BAHASA DAN NILAI PENDIDIKAN MORAL
PADA KUMPULAN GEGURITAN MAJALAH DJAKA LODANG
EDISI 26-37 NOVEMBER 2013-FEBRUARI 2014
SKRIPSI
Disusun sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Yuni Kurnia Putri
NIM 112160843
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO
2016
i
MOTO DAN PERSEMBAHAN
MOTO
1. Dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusahake arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, makamereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik.(QS. Al Israa’:19)
2. Untuk kemenangan serupa ini hendaklah berusaha orang-orang yangbekerja. ( QS. Al Shaaffaat : 61)
PERSEMBAHAN
1. Bapak Ponidi dan Ibu Mardiah tercinta, terima
kasih atas kasih sayang, motivasi, dan doa-doa
yang selalu kalian panjatkan untukku.
2. Kakakku, Rustam, Wiwit, Pur, dan adik sepupu
Dwi beserta keluarga besar yang telah
membantu dan memberikan semangat, kasih
sayang, dan doa untukku.
3. Amin Mustaqim, S.Pd dan keluarga besar yang
selalu memberi semangat, motivasi, dan doa
4. Sahabatku, Nur, Galang, Vini dan Teman-teman
seperjuangan khususnya PBSJ B UMP 2011
yang senantiasa bersama, terima kasih karena
telah membantu dan selalu memberikan
semangat.
v
PRAKATA
Alhamdulillah, skripsi ini dapat terselesaikan dengan lancar. Penulis
panjatkan puji syukur ke hadirat Allah Swt. atas rahmat, karunia, dan hidayah-Nya.
Skripsi yang berjudul “Analisis Gaya Bahasa dan Nilai Pendidikan Moral Pada
Kumpulan Geguritan Majalah Djaka Lodang Edisi 26-37 November 2013-
Februari 2014” ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi
akhir Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Purworejo. Dalam penyusunan
skripsi ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:
1. Drs. H. Supriyono, M.Pd., selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
Purworejo yang telah memberikan kesempatan berkuliah di Universitas
Muhammadiyah Purworejo;
2. Yuli Widiyono, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
dan pembimbing I yang telah memberikan izin dan rekomendasi kepada
penulis mengadakan penelitian untuk penyusunan skripsi ini;
3. Rochimansyah, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Jawa yang telah memberikan perhatian dan dorongan sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini;
4. Herlina Setyowati, M.Pd., selaku pembimbing II yang selalu meluangkan
waktu untuk membantu, mengarahkan, membimbing, dan memberikan
motivasi/dorongan sehingga skripsi ini terwujud;
vi
ABSTRAK
Yuni Kurnia Putri, “Analisis Gaya Bahasa dan Nilai Pendidikan Moral Pada Kumpulan Geguritan Majalah Djaka Lodang Edisi 26-37 November 2013-Februari 2014”. Pendidikan Bahasa dan Satra Jawa. FKIP, Universitas Muhammadiyah Purworejo, 2016.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan : (1) mengetahui gaya bahasa pada kumpulan geguritan majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014; (2) mengetahui nilai pendidikan moral pada kumpulan geguritan geguritan majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data dalam penelitian ini adalah gaya bahasa dan nilai pendidikan moral pada kumpulan geguritan majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014. Sumber data penelitian ini adalah kumpulan geguritan majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu teknik analisis dokumen dan teknik catat. Instrumen dalam penelitian ini adalah penulis sendiri dibantu dengan pedoman analisis dokumen dan kartu pencatat. Teknik analisis data menggunakan analisis isi atau content analysis. Teknik penyajian hasil analisis data menggunakan teknik informal.
Dari pembahasan data dan hasil penelitian menunjukan bahwa dalam kumpulan geguritan majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014 ditemukan gaya bahasa dan nilai pendidikan moral. Gaya bahasa yang ditemukan pada kumpulan geguritan majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014 antara lain metafora, personifikasi, simile, hiperbola, ironi, sinekdoce pars prototo dan sinekdoce totem pro parte. Nilai pendidikan moral yang ditemukan pada kumpulan geguritan majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014 adalah 1) nilai pendidikan moral manusia dengan diri sendiri meliputi; kepasrahaan dan bersyukur; 2) nilai pendidikan moral manusia dengan manusia lain meliputi; sabar&ikhlas, dan kesetiaan, pengharapan; 3) nilai pendidikan moral manusia dengan Tuhannya meliputi; senantiasa mengingat Tuhan, ibadah, dan perzinaan.
Kata kunci: gaya bahasa, pendidikan moral, geguritan Djaka Lodang
viii
ABSTRAK
Yuni Kurnia Putri, “Analisis Gaya Bahasa dan Nilai Pendidikan Moral Pada Kumpulan Geguritan Majalah Djaka Lodang Edisi 26-37 November 2013-Februari 2014”. Pendidikan bahasa dan satra jawa. FKIP, Universitas Muhammadiyah Purworejo, 2016.
Panaliten punika gadhah ancas kangge ngudharaken : (1) mangertosi gaya bahasa ingkang wonten salebetipun geguritan majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014; (2) mangartosi nilai pendidikan moral ingkang wonten salebetipun geguritan majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014.
Panaliten punika migunakaken pendekatan kualitatif. Data salebetipun panaliten inggih punika gaya bahasa saha nilai pendidikan moral salabetipun geguritan majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014. Sumber data panaliten inggih punika kumpulan geguritan majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014. Teknik pangempalan data mawi teknik analisis dokumen saha teknik catat. Instrumen salebetpun panaliten inggih punika panyerat piyambak dipunbiyantu pedoman analisis dokumen saha kartu pencatat. Teknik analisis data inggih punika analisis isi utawi content analysis. Teknik anggenipun ngaturaken asil analisis data inggih punika teknik informal.
Saking pembahasan data saha asil panaliten nedahaken bilih salebetipun kumpulan geguritan majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014 dipunpanggehi gaya bahasa saha nilai pendidikan moral. Gaya bahasa ingkang dipunpanggehaken salebetipun kumpulan geguritan majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014 antawisipun metafora, personifikasi, simile, hiperbola, ironi sinekdoce pars prototo saha sinekdoce totem pro parte. Nilai pendidikan moral ingkang dipunpanggehaken salebetipun kumpulan geguritan majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014 inggih punika 1) gegayutan jalma manungsa kalian dhiri pribadhi inggih punika: kapasrahan saha syukur 2) gegayutan jalma manungsa kalian manungsa sanesipun inggih punika: sabar&ikhlas, kasetyaan saha pangarep-arep, 3) gegayutan jalma manungsa kalian Gustinipun inggih punika: tansah emut marang Gusti, ibadah, saha zina.
Kata kunci: gaya bahasa, pendidikan moral, geguritan Djaka Lodang
ix
DAFTAR ISI
Halaman JUDUL ................................................................................................................ i PERSETUJUAN ................................................................................................. ii PENGESAHAN .................................................................................................. iii PERNYATAAN .................................................................................................. iv MOTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................................ v PRAKATA .......................................................................................................... vi ABSTRAK .......................................................................................................... viii DAFTAR ISI ....................................................................................................... x DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1 A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1 B. Identifikasi Masalah ....................................................................... 5 C. Batasan Masalah ............................................................................ 6 D. Rumusan Masalah .......................................................................... 6 E. Tujuan Penelitian ........................................................................... 7 F. Manfaat Penelitian ......................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, DAN KAJIAN TEORETIS ....................... 9 A. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 9 B. Kajian Teoretis .............................................................................. 11
1. Sastra ......................................................................................... 11a. Pengertian Karya Sastra……………………………….. ..... 11b. Fungsi Sastra …………………………………………....... 13c. Jenis-Jenis Sastra Jawa Modern ……………………….. ... 14
2. Gaya Bahasa .............................................................................. 15a. Pengertian Gaya Bahasa……………………………….. .... 15b. Jenis-Jenis Gaya Bahasa……………………………….. .... 16
3. Nilai Pendidikan ........................................................................ 194. Geguritan …………………………………………………….. 26
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................... 30 A. Jenis Penelitian ............................................................................. 30 B. Data Dan Sumber Data .................................................................. 30 C. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 31 D. Instrumen Penelitian ...................................................................... 31 E. Teknik Analisis Data ..................................................................... 33 F. Teknik Penyajian Data ................................................................... 34
x
BAB IV PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN DATA ................................... 35 A. Penyajian Data .............................................................................. 35
1. Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna PadaGeguritan dalam Majalah Djaka Lodang Edisi 26-37November 2013-Februari 2014 ................................................. 35
2. Nilai Pendidikan Moral pada Geguritan Dalam MajalahDjaka Lodang Edisi 26-37 November 2013-Februari 2014 ..... 60
B. Pembahasan Data .......................................................................... 69 1. Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna pada
Geguritan Dalam Majalah Djaka Lodang Edisi 26-37November 2013-Februari 2014 ................................................. 69
2. Nilai Pendidikan Moral pada Geguritan Dalam MajalahDjaka Lodang Edisi 26-37 November 2013-Februari 2014 ..... 110
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 125 A. Simpulan ........................................................................................ 125 B. Saran .............................................................................................. 126
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Kartu Data Gaya Bahasa..................................................................... 34 Tabel 2. Kartu Data Pendidikan Moral ............................................................ 34 Tabel 3. Gaya Bahasa Kiasan pada Geguritan Dalam Majalah Djaka
Lodang Edisi 26-37 November 2013-Februari 2014 ......................... 37 Tabel 4. Nilai Pendidikan Moral pada Geguritan Dalam Majalah Djaka
Lodang Edisi 26-37 November 2013-Februari 2014 ........................ 62
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Surat Keputusan Penetapam Dosen Pembimbing Skripsi Lampiran 2: Surat Keputusan Penetapam Dosen Penguji Skripsi Lampiran 3: Kartu Bimbingan Lampiran 4: Kumpulan Geguritan Dalam Majalah Djaka Lodang Edisi 26-37
November 2013-Februari 2014 Lampiran 5: Geguritan Dalam Majalah Djaka Lodang Edisi 26-37 November
2013-Februari 2014 ( Terjemhan Indonesia)
xiii
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karya sastra hadir sebagai hasil perenungan pengarang terhadap berbagai
fenomena kehidupan masyarakat sehingga hasil karya itu tidak hanya dianggap
sekadar cerita khayal pengarang semata, melainkan perwujudan dari kreativitas
pengarang dalam menggali gagasannya. Salah satu bentuk karya sastra adalah
geguritan atau puisi Jawa. Sebuah geguritan atau puisi Jawa diwujudkan atau
dimanifestasikan dengan bahasa. Bahasa adalah sarana atau media untuk
menyampaikan gagasan dan pikiran pengarang yang akan dituangkan dalam
sebuah karya sastra. Bahasa dalam karya sastra mengandung unsur keindahan.
Gaya bahasa merupakan salah satu unsur kepuitisan sebuah geguritan
yang akan membuat pembaca tertarik. Finoza (2013: 143) menyatakan bahwa,
“gaya bahasa atau langgam bahasa dan sering juga disebut majas adalah cara
penutur mengungkapkan maksudnya”. Melalui gaya bahasa seorang pengarang
berusaha menyampaikan ide, perasaan, dan pikirannya menggunakan bahasa
yang dibuat sedemikian rupa sehingga tampak indah dan penuh makna. Gaya
bahasa itu akan menimbulkan reaksi, penafsiran, serta tanggapan pikiran
tertentu kepada pembacanya. Gaya bahasa merupakan salah satu ciri khas
seorang pengarang karena gaya bahasa yang digunakan seorang pengarang
antara satu dan lainnya berbeda-beda. Gaya bahasa yang digunakan oleh
seorang pengarang tergantung pada sifat, kegemaran, pengalaman hidup dan
1
2
latar belakang pengarang itu sendiri. Seorang pengarang dalam membuat
geguritan biasanya menggambarkan serta mencerminkan sekitar lingkungan
kehidupan mereka. Hal ini sesuai dengan pendapat yang diungkapkan oleh
Endraswara (2011: 4) menyatakan bahwa, sastra dapat menyerap gagasan
sosial untuk menelusuri liku-liku hidup masyarakat, yang dibayangkan
sastrawan.
Masyarakat berkomunikasi menggunakan bahasa, baik lisan maupun
tulisan. Bahasa merupakan alat untuk mengungkapkan perasaan dalam
berkomunikasi. Masyarakat menggunakan susunan kata-kata untuk
mengekspresikannya. Dalam hubungan inilah sastra berfungsi demi
kepentingan masyarakat secara luas. Di dunia pendidikan gaya bahasa juga
sangat berpengaruh terutama pada pelajaran Bahasa Indonesia dan Bahasa
Jawa. Gaya bahasa juga merupakan alat untuk mengeluarkan ekspresi bahasa
untuk tujuan estetika.
Selain menampilkan keindahan, karya sastra juga membawa pesan
pendidikan. Pendidikan merupakan hal penting bagi proses peningkatan
kemampuan dan daya saing suatu bangsa. Keterbelakangan pendidikan
seringkali menjadi hambatan serius dalam proses pembangunan. Sebaliknya,
dengan tingginya kualitas pendidikan, maka proses pembangunan akan
berjalan cepat dan signifikan. Selain itu, pendidikan berusaha untuk
mengembangkan pola perilaku seseorang sesuai dengan kehendak
masyarakatnya. Kehendak ini berwujud moralitas atau kesusilaan yang berisi
nilai-nilai kehidupan yang berada dalam masyarakat (Zuriah, 2007: 19).
3
Jika dicermati lebih mendalam, pendidikan di Indonesia pada saat ini
cenderung lebih mementingkan aspek intelektual dari pada aspek moral. Hal
ini dapat dilihat di sekolah-sekolah dan universitas-universitas. Sebagai contoh,
kelulusan siswa dari suatu jenjang pendidikan hanya dilihat dari kemampuan
akademisnya saja yang tinggi tanpa melihat aspek perilaku dan sikapnya.
Mengingat pentingnya perkembangan moral, maka akan ada sebuah proses
yang tidak lepas dari perkembangan moral tersebut yaitu yang disebut dengan
pendidikan. Pendidikan moral sangatlah perlu bagi manusia. Melalui
pendidikan moral diharapkan mampu berjalan dengan baik serasi dan sesuai
dengan norma demi harkat dan martabat manusia itu sendiri.
Dalam mengkaji sastra tidak lepas dari nilai pendidikan, karena setiap
karya sastra selalu mengungkapkan nilai pendidikan moral, agama, budaya
serta nilai-nilai pendidikan lainya. Geguritan adalah jenis karya sastra yang di
dalamnya mengandung pesan / amanat. Salah satu isi dari geguritan itu sendiri
banyak mengandung pesan yang sarat akan nilai yang dapat digunakan untuk
mentranformasikan nilai, terutama nilai pendidikan moral.
Geguritan pada zaman sekarang mudah sekali dijumpai diberbagai
media cetak ataupun elektronik. Perkembangan teknologi yang ada
mempengaruhi gaya hidup masyarakat pada umumnya. Selain berdampak
positif, perkembngan teknologi juga memberikan dampak negatif bagi
masyarakat dalam hal bergaul, bersosialisasi dengan masyarakat lain dan
partisipasi dalam masyarakat karena kurangnya pemahaman mengenai
pendidikan moral. Majalah Djaka Lodang adalah majalah berbahasa Jawa
4
yang ikut meramaikan dan mampu menggugah dunia kesusastraan di Indonesia
dewasa ini. Majalah Djaka Lodang merupakan salah satu media bahasa Jawa
yang di dalamnya tertuang karya cipta, ide dan kreatifitas orang yang menarik.
Majalah ini diterbitkan oleh PT. Djaka Lodang Press yang beralamatkan di
Jalan Patehan Tengah No 29 Yogyakarta. Salah satu rubrik yang disukai
masyarakat yaitu rubrik geguritan atau puisi Jawa. Dalam setiap edisi yang
diterbitkan majalah Djaka Lodang terdapat tiga sampai lima buah geguritan
yang mengusung berbagai macam tema. Keanekaragaman dan style Djaka
Lodang melalui geguritan atau puisi Jawa yang terdapat di dalamnya sangat
perlu dan menarik untuk diteliti.
Puisi Jawa atau Geguritan merupakan salah satu bentuk karya sastra
sederhana. Selain itu merupakan bentuk wacana yang mengungkapkan suatu
fenomena sosial dalam masyarakat pada umumnya. Isi Geguritan banyak
mengandung makna di dalamnya, akan tetapi tidak semua orang
memahaminya.
Setelah melalui proses pembacaan secara sepintas dan mendalam pada
edisi sebelumnya yaitu edisi 22 bulan Oktober 2013& edisi 24 bulan
November 2013 peneliti hanya menemukan pemanfaatan segi pendidikan
moralnya saja yang cukup tinggi daripada segi gaya bahasa, sedangkan pada
edisi setelahnya yaitu edisi 39 bulan Februari 2014& edisi 42 Maret 2014
peneliti hanya menemukan pemanfaatan segi gaya bahasa saja yang cukup
tinggi daripada nilai pendidikan moral. Oleh karena itu peneliti mengambil
edisi 26-37 November-Februari 2013/2014 karena dari segi bahasa yang
5
terdapat pada majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November-Februari
2013/2014 ditemukan banyak pemanfaatan gaya bahasa yang digunakan oleh
pengarang dalam menyampaikan setiap gagasannya. Dari segi nilai-nilai
pendidikan, peneliti menganggap bahwa geguritan ini memuat nilai moral yang
sangat tinggi dan berguna bagi masyarakat pembaca yang bertujuan untuk
mendidik manusia agar menjadi pribadi yang berbudi luhur.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, terdapat permasalahan yang
dapat diidentifikasi. Permasalahan tersebut ialah sebagai berikut.
1. Kurangnya pemahaman mengenai puisi Jawa atau geguritan dan minimnya
peminat, sehingga eksistensinya tidak lagi melejit di kalangan masyarakat
khususnya kaum muda zaman sekarang.
2. Perkembangan teknologi yang ada mempengaruhi gaya hidup masyarakat
pada umumnya. Selain berdampak positif, perkembngan teknologi juga
memberikan dampak negatif bagi masyarakat dalam hal bergaul,
bersosialisasi dengan masyarakat lain dan partisipasi dalam masyarakat
karena kurangnya pemahaman mengenai pendidikan moral.
3. Pendidikan moral sangatlah perlu bagi manusia, sedangkan pendidikan di
Indonesia pada saat ini cenderung lebih mementingkan aspek intelektual
dari pada aspek moral. Oleh karena itu melalui pendidikan moral diharapkan
mampu berjalan dengan baik serasi dan sesuai dengan norma demi harkat
dan martabat manusia itu sendiri.
6
4. Dalam mengkaji sastra tidak lepas dari nilai pendidikan, karena setiap karya
sastra selalu mengungkapkan nilai pendidikan moral, agama, budaya serta
nilai-nilai pendidikan lainya. Puisi Jawa atau geguritan merupakan salah
satu bentuk karya sastra sederhana. Selain itu merupakan bentuk wacana
yang mengungkapkan suatu fenomena sosial dalam masyarakat pada
umumnya. Isi geguritan banyak mengandung makna di dalamnya, akan
tetapi tidak semua orang memahaminya.
5. Adanya penggunaan gaya bahasa yang beragam pada geguritan
menyebabkan reaksi, penafsiran, serta tanggapan pikiran yang berbeda-beda
pada pembacanya.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka adanya batasan masalah
dalam penelitin ini agar antara peneliti dan pembaca memiliki pemahaman
atau persepsi yang sama. Batasan masalah tersebut ialah analisis gaya bahasa
dan nilai pendidikan moral pada kumpulan geguritan majalah Djaka Lodang
edisi 26-37 November 2013-Februari 2014.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan pokok
permasalahan dalam penelitian ini yaitu
7
1. Bagaimanakah wujud gaya bahasa pada kumpulan geguritan dalam majalah
Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014 ?
2. Apa saja nilai pendidikan moral pada kumpulan geguritan dalam majalah
Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014 ?
E. Tujuan Penilitian
Tujuan penelitian ini ialah sebagai berikut.
1. untuk menganalisis bentuk gaya bahasa pada kumpulan geguritan dalam
majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014;
2. untuk mengetahui nilai pendidikan moral pada kumpulan geguritan dalam
majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014.
F. Manfaat Penelitian
Seperti yang telah dipaparkan pada bagian tujuan penelitian, penelitian
ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut.
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan tentang
sastra, khususnya tentang gaya bahasa dan nilai pendidikan dalam
geguritan. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menambah kajian
terhadap karya sastra yaitu analisis gaya bahasa dan nilai pendidikan dalam
geguritan.
8
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini dapat menambah referensi dan sebagai acuan untuk
penelitian selanjutnya khususnya untuk mahasiswa yang akan melakukan
penelitian yang tentang gaya bahasa dan nilai pendidikan moral.
b. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan inspirasi bagi para pembaca
yang akan membuat geguritan agar dalam menciptakan geguritan dapat
meningkatkan estetika dalam hal gaya bahasa dan makna sesuai dengan
budaya masyarakat Jawa.
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORITIS
A. Tinjauan Pustaka
Fungsi tinjauan pustaka adalah untuk mengembangkan secara sistematik
penelitian terdahulu yang ada hubungannya dengan penelitian yang sudah ada.
Selain itu, dengan tinjauan pustaka, seorang peneliti dapat mengetahui
persamaan dan perbedaan antara penelitiannya dengan penelitian sebelumnya.
Oleh karena itu, dalam penelitian diperlukan tinjauan pustaka. Berikut ini
beberapa penelitian yang digunakan oleh peneliti sebagai acuan atau dasar
untuk melaksanakan penelitian. Penelitan oleh (1) Asri Richana (2014)
“Analisis Gaya Bahasa dan Nilai Pendidikan pada Taman Geguritan dalam
Majalah Panjebar Semangat Edisi 12-26 Tahun 2013”, (2) Penelitian yang
dilakukan oleh Priska Tias Deswari (2011) dengan judul Nilai Pendidikan
Moral dalam Suluk Suksmalelana Karya Raden Ngabehi Ronggowarsito
(Tinjauan Structural Sastra).
Simpulan dari penelitian yang dilakukan Asri Richana (2014) tersebut
yaitu gaya bahasa kiasan yang terdapat pada kumpulan taman geguritan dalam
majalah panjebar semangat edisi 12-26 tahun 2013, meliputi: indikator gaya
bahasa simile ada 7, metafora ada 3, gaya bahasa fable ada 2, personifikasi ada
10, alusi ada 5, epitet ada 2, sinekdoce ada 3, metonimia ada 1, antonomasia
ada 2, hipalase ada 1, ironi ada 1 dan sarkasme ada 2, satire ada 4, antifrasis
ada 4, pun atau paronomasia ada 1. Nilai pendidikan yang terdapat pada
9
10
kumpulan taman geguritan dalam majalah Panjebar Semangat edisi 12-26
tahun 2013 mencakup 5 indikator nilai pendidikan agama, 5 indikator nilai
pendidikan sosial, 1 indikator nilai pendidikan budaya, nilai pendidikan moral
4 indikator hubungan manusia dengan Tuhan, 6 indikator hubungan manusia
dengan sesama, 2 indikator hubungan manusia dengan diri sendiri.
Persamaan penelitian Asri Richana dengan penelitian yang akan peneliti
lakukan adalah sama-sama mengkaji masalah gaya bahasa dan nilai pendidikan
moral sedangkan perbedaannya terletak pada objek yang dikaji. Objek yang
diteliti oleh Asri Richana yaitu Taman Geguritan dalam Majalah Panjebar
Semangat Edisi 12-26 Tahun 2014 sedangkan objek yang diteliti penulis yaitu
kumpulan geguritan majalah Djaka Lodang Edisi 26-37 November 2013 -
Februari 2014.
Penelitian yang dilakukan Deswari (2011) dengan judul Nilai Pendidikan
Moral Dalam Suluk Suksmalelana Karya Raden Ngabehi Ronggowarsito
(Tinjauan Structural Sastra). Mengkaji tentang pendidikan moral dalam
naskah tembang macapat. Hasil penelitian tersebut terdapat adanya nilai
pendidikan moral antar manusia dengan Tuhan serta hubungan kehidupan
antara manusia dengan sesamanya. Terdapat persamaan dan perbedaan dari
kedua penelitian ini. Persamaannya adalah kedua penelitian ini sama-sama
mengkaji tentang pendidikan moral. Perbedaanya peneliti menggunakan
sumber data kumpulan geguritan majalah Djaka Lodang Edisi 26-37
November 2013-Februari 2014 sedangkan Deswari (2011) menggunakan
sumber data Suluk Suksmalelana Karya Raden Ngabehi Ronggowarsito.
11
B. Kajian teoritis
1. Sastra
a. Pengertian karya sastra
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 1230) sastra adalah
bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai dalam kitab-kitab (bukan
bahasa sehari-hari). Dengan kata lain sastra bukan bahasa yang dipakai
dalam kehidupan sehari-hari. Secara umum teori sastra, setidaknya
menyangkut tiga hal yakni teori moral, teori formal dan teori sosial. Teori
moral berkembang dalam satra sejak semula. Secara moral karya satra
bernilai dalam rangka pemaknaan pada pengalaman pribadi perorangan
untuk membangun moralitasnya.
Soeratno dalam Endraswara (2011: 65) menegaskan bahwa sastra
adalah wujud kreatifitas manusia yang tergolong pada karya seni, yang
ada berkat ulah manusia, dan yang ada berdasarkan konvensi-konvensi
yang berlaku bagi wujud ciptaannya dapat menjadi kaidah. Ilmu sastra
berusaha menyelidiki karya sastra, ciri karya sastra, dan sebagainya.
Bahasa seni sastra merupakan hasil penggalian dan peresapan secara
teratur seluruh kemungkinan yang dikandung bahasa itu sehingga tidak
jarang banyak penyair atau pengarang yang menggunakan sesuatu yang
telah diolah oleh generasi sebelumnya. Karya sastra bernilai seni adalah
karya sastra bersifat imajinatif dan seni. Artinya, karya sastra yang
bermutu ialah karya sastra yang menunjukkan kreatifitas atau penciptaan
baru dan menunjukkan keaslian cipta serta bersifat seni.
12
Sebagai aktifitas kreatif seperti karya seni yang lain, untuk
memberikan kepuasan terhadap umat manusia, karya memanfaatkan
aspek keindahan. Oleh karena karya sastra menggunakan bahasa sebagai
medium utama, maka aspek keindahan dievokasi melalui kemampuan
medium tersebut, dalam hubungan gaya bahasa (Ratna, 2009: 107).
Kasusastraan berasal dari kata dasar sastra. Kata sastra berasal dari
bahasa Sansekerta yaitu “sas” yang artinya mengajar dan “tra” yang
berarti alat. Oleh karena itu sastra dapat diartikan sebagai alat untuk
mengajar (Purwadi, 2007: 425). Lebih lanjut Purwadi menjelaskan
kasusastraan ada dua bentuk, yaitu (1) kasusastraan lisan yang berwujud
dongeng, syair, puisi, peribahasa dan lain-lain (2) kasusastraan lisan yang
berwujud tulis yang berwujud novel, naskah, babad, dan juga puisi, syair
dan lainnya yang sudah ditulis. Setelah berkembang sedemikian rupa
hingga saat ini maka kasusastraan tulis dapat dibedakan menjadi dua
golongan besar, yakni prosa (gancaran) dan puisi (geguritan). Prosa
adalah karya sastra yang disusun dengan bahasa tutur biasa, yang
termasuk prosa adalah dongeng, babad, wiracarita, novel, essei, dan
sandiwara. Puisi adalah kasusastraan yang padat berisi dan diolah dengan
bahasa indah (2007:426).
Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa sastra
adalah buah hasil cipta karya manusia yang memiliki nilai estetika atau
suatu keindahan yang dapat dinikmati melalui tulisan maupun didengar.
Estetika dalam karya sastra dianggap menduduki posisi yang khas,
13
khususnya dalam kaitannya dengan gaya bahasa. Dipihak lain ada yang
berpendapat bahwa dalam karya sastra pada umumnya estetika kurang
mendapat perhatian. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa dalam
karya sastra masalah-masalah bahasa sebagai medium sudah merupakan
masalah yang sangat luas, rumit, dan kompleks. Sastra pada giliannya
memusatkan perhatiannya dalam mengeksploitasi sistem dan struktur
bahasa.
b. Fungsi sastra
Horace dalam Purwadi (209:7) menyatakan secara sederhana
bahwa sastra itu dulce et utile, artinya menyenangkan dan berguna.
Sastra sebagai sesuatu yang dipelajari atau sebagai pengalaman
kemanusiaan dapat berfungsi sebagai bahan renungan dan refleksi
kehidupan karena sastra bersifat koesktensif dengan kehidupan, artinya
sastra berdiri sejajar dengan kehidupan.
Menurut Semi dalam Widayat (2011: 14-15) menjelaskan bahwa
ada tiga tugas fungsi sastra yaitu: pertama, sebagai alat yang digunakan
oleh para pemikir-pemikir (pengarang) untuk menggerakan pembaca
mengenai suatu kenyataan dan menolong pembaca mengambil suatu
keputusan bila mendapat suatu masalah. Kedua, sastra berfungsi sebagai
alat untuk meneruskan tradisi suatu bangsa dari satu generasi ke generasi
berikutnya, misalnya: cara berfikir, kepercayaan, kebiasaan, pengalaman
sejarah, bahasa, bentuk-bentuk kebudayaan dan lain sebagainya. Ketiga,
sastra berfungsi sebagai tempat atau sarana untuk menyampaiakan atau
14
menyebarluaskan tentang nilai kemanusiaan agar senantiasa bertahan,
terutama ditengah-tengah kehidupan modern yang ditandai dengan
majunya sains dan teknologi dengan pesat.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sastra tidak hanya
sebagai hiburan saja tetapi bisa juga dijadikan sebagai sumber
terbentuknya tata nilai, bahan renungan, dan sebagai alat untuk
meneruskan tradisi bangsa yang semuanya bermanfaat bagi kehidupan.
c. Jenis-jenis Sastra Jawa Modern
Secara umum dapat dikatakan bahwa sastra Jawa modern ialah
karya sastra yang menggunakan media bahasa Jawa baru dan karya satra
ini juga dihasilkan oleh masyarakat Jawa baru pada saat ini. Jenis-jenis
sastra Jawa modern dibagi berdasarkan tema dan bentuknya (Widayat,
2011: 106). Bila ditinjau dari isinya atau temanya, karya sastra Jawa
modern, dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yakni antara lain
babad, niti, wirid, wayang menak, panji, novel dan cerkak. Sedangkan
sastra Jawa modern berdasarkan bentuknya, secara sederhana dapat
diklasifikasikan ke dalam jenis prosa, puisi dan drama. Jenis prosa dalam
bahasa Jawa sering disebut gancaran. Adapun jenis puisi, secara sedrhana
bercirikan penekanannya pada diksi atau pilihan kata, dan disajikan
dengan bahasa estetis yang biasanya dalam bentuk larik-larik, contoh
jenis ini antara lain tembang, pepindhan, wangsalan, parikan dan
geguritan.
15
2. Gaya Bahasa
a. Pengertian Gaya Bahasa
Dalam gaya bahasa suatu hal dibandingkan dengan hal lainnya
untuk menciptakan efek lebih kaya, lebih efektif, dan lebih sugestif
dalam bahasa puisi. Gaya bahasa ini yang disebut bahasa kiasan, Waluyo
(2010: 98). Menurut Keraf (2010:113) “style atau gaya bahasa dapat
dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas
yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa)”.
Pendapat di atas menjelaskan bahwa gaya bahasa merupakan cara khas
seorang penulis atau pengarang dalam menggunakan bahasa. Melalui
gaya bahasa seorang pembaca dapat menilai pribadi, watak dan
kempauan seorang penulis. Semakin baik seseorang dalam menggunakan
gaya bahasa, maka semakin baik pula penilaian orang terhadapnya.
Sebaliknya, semakin buruk penggunaan gaya bahasa seseorang, maka
semakin buruk pula penilaian yang diberikan kepadanya.
Senada dengan pendapat di atas Fananie (2002: 25) mengatakan
bahwa, pemakaia bahasa dalam karya sastra memang mempunyai
spesifikasi tersendiri disbanding dengan pemakaian bahasa dalam
jaringan komunikasi yang lain. Ciri khas tersebut adalah ciri khas yang
berkaitan dengan gaya atau stilistika. Gaya tersebut dapat berupa gaya
pemakaian bahasa secara universal maupun pemakaian bahasa yang
merupakan kecirikhasan masing-masing pengarang.
16
Sementara Nurgiyantoro (2013: 370) menyatakan bahwa, “style
pada hakekatnya merupakan teknik yaitu teknik pemilihan ungkapan
kebahasaan yang dirasa dapat mewakili sesuatu yang akan di ungkapkan
dan sekaligus untuk mencapai keindahan”. Berdasarkan definisi tersebut
style merupakan cara dalam menentukan atau memilih bahasa yang
digunakan untuk mengungkapkan suatu hal yang dirasa dapat mewakili
maksud dari pengarang sehingga menghasilkan bahasa yang indah.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa gaya
bahasa atau style adalah cara pengungkapan perasaan serta pikiran
pengarang melalui pilihan kata-kata yang mewakili apa yang hendak
diungkapkan sehingga menghasilkan bahasa yang indah serta
menimbulkan efek tertentu pada hati pembaca. Gaya bahasa merupakan
salah satu ciri khas seorang pengarang.
b. Jenis-jenis gaya bahasa
Sebagai bahan kategori penelitian, peneliti mengambil gaya bahasa
berdasarkan langsung tidaknya makna karena di dalam rubik geguritan
yang terdapat dalam majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013
- Februari 2014 lebih banyak menggunakan gaya bahasa tersebut untuk
memperindah geguritan.
Keraf (2010: 129) menyatakan bahwa gaya bahasa berdasarkan
langsung tidaknya makna biasanya disebut dengan “trope” atau “figure of
seeech” yang berarti “pembalikan” atau “penyimpangan”. Kata trope
lebih dahulu terkenal pada abad XVIII. Trope dianggap sebagai
17
penggunaan bahasa yang indah dan menyesatkan sehingga mulai diganti
dengan figure of seeech.
Menurut Keraf (2010: 129-145) gaya bahasa berdasarkan langsung
tidaknya makna terbagi menjadi dua yaitu: (a) gaya bahasa retoris yang
meliputi: aliterasi, asonansi, anastrof, apofasis, apostrof, asidenton,
polisidenton, kiasmus, elipsis, eufemismus, litotes, histeron proteron,
pleonasme dan tautologi, perifarasis, prolepsis, erotesis dan zeugma,
koreksio, hiperbol, paradoks, dan oksimoron; (b) dan gaya bahasa kiasan
yang meliputi: persamaan, metafora, alegori, parabel dan fabel,
personifikasi, alusi, eponim, epitet, sinekdoce, metonomia, antonomasia,
hipalase, ironi, sinisme, dan sarkasme, satire, inuendo, antifarasis, dan
pun.
Menurut Waluyo (2010: 98) penyair modern membuat kiasan baru
dan tidak menggunakan kiasan-kiasan lama yang sudah ada. Jenis kiasan
baru adalah :
1) Metafora
Metafora adalah kiasan langsung, artinya benda-benda yang
dikiaskan itu tidak disebutkan. Jadi ungkapan itu langsung itu berupa
kiasan.
2) Perbandingan atau simile
Perbandingan atau simile adalah kiasan yang tidak langsung.
Benda yang dikiaskan kedua-duanya ada bersama pengiasnya dan
18
digunakan kata-kata seperti, laksana, bak, dan sebagainya. Kadang-
kadang juga tidak digunakan kata-kata pembanding.
3) Personifikasi
Personifikasi adalah suatu keadaan atau peristwa alam sering
dikiaskan sebagai keadaan atau peristiwa yang dialami oleh manusia.
Dalam hal ini benda mati dianggap sebagai manusia atau persona, atau
di”personifikasi”kan. Hal ini digunakan untuk memperjelas
penggambaran peristiwa dan keadaan itu.
4) Hiperbola
Hiperbola adalah kiasan yang berlebih-lebihan, penyair merasa
perlu melebih-lebihkan hal yang dibanding itu agar mendapatkan yang
lebih saksama dari pembaca. Hiperbola tradisional dapat kita dapati
dalam bahasa sehari-hari seperti : bekerja membanting tulang,
menunggu seribu tahun, hatinya bagai dibelah sembilu, serabut dibagi
tujuh dan sebagainya.
5) Sinekdoce
Sinekdoce adalah menyebutkan sebagian untuk maksud
keseluruhan atau menyebutkan keseluruhan untuk maksud sebagian.
Terbagi atas pars pro toto (menyebutkan sebagian untuk keseluruhan)
dan totem pro parte (menyebutkan keseluruhan untuk sebagian).
6) Ironi
Dalam puisi pamflet, demontrasi, dan kritik sosial, banyak
digunakan ironi yakni kata-kata yang bersifat berlawanan untuk
19
memberikan sindiran. Ironi dapat berubah menjadi sinisme dan
sarkasme, yakni penggunaan kata-kata yang keras dan kasar untuk
menyindir atau mengeritik. Jika ironi haru mengatakan kebalikan dari
apa yang hendak dikatakan, maka sinisme dan sarkasme tidak. Tapi
ketiga-tiganya mempunyai maksud yang sama, yakni untuk
memberikan kritik atau sindiran.
3. Nilai Pendidikan
Karya sastra diciptakan bukan sekadar untuk dinikmati, akan tetapi
untuk dipahami dan diambil manfaatnya. Geguritan merupakan salah satu
bentuk karya sastra yang di dalamnya banyak mengandung nilai-nilai
kehidupan yang berisi amanat atau nasihat. Dalam geguritan tersebut,
berbagai nilai hidup dihadirkan karena hal ini merupakan hal positif yang
mampu mendidik manusia, sehingga manusia diharapkan dapat mencapai
hidup yang lebih baik sebagai makhluk yang dikaruniai akal, pikiran, dan
perasaan. Nilai berarti sifat-sifat atau hal-hal yang penting, berguna bagi
kemanusiaan, dan sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan
hakikatnya. Kaelan mengatakan nilai pada hakikatnya adalah sifat atau
kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri (2014: 80).
Melalui proses pendidikan maka manusia akan lebih mudah untuk
menyadari dan memahami berbagai nilai-nilai, serta menempatkan secara
integral dalam keseluruhan hidup mereka.
20
Tirtarahardja & Sulo (2005: 33) pendidikan diartikan sebagai
pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi lain. Sehubungan dengan
hal itu Tirtarahardja & Sulo juga menyatakan pendidikan diartikan sebagai
suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya
kepribadian peserta didik (2005: 34).
Mengingat bahwa karya sastra juga merupakan sebuah produk
budaya, maka persoalannya menjadi lain. Karya sastra berkembang sesuai
dengan proses kearifan zaman sehingga lama-kelamaan sastra pun
berkembang fungsinya. Karya sastra senantiasa menawarkan nilai-nilai
hidup dan pesan-pesan luhur yang mampu memberikan pencerahan kepada
manusia dalam memahami kehidupan. Melalui cerita, sikap, dan tingkah
laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari
pesan-pesan moral yang disampaikan. Oleh karena itu, karya sastra pada
umumnya sering dianggap dapat membuat manusia menjadi lebih arif dan
bijaksana.
Di bawah ini membahas hakikat nilai pendidikan dan beberapa macam
pendidikan.
a) Hakikat Nilai
Pengertian nilai menurut Tirtarahardja dan Sulo (2005: 21)
merupakan sesuatu yang dijunjung tinggi oleh manusia karena
mengandung makna kebaikan, keluhuran, kemuliaan, dan sebagainya,
sehingga dapat diyakini dan dijadikan pedoman dalam hidup. Nilai
merupakan istilah yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan.
21
Pendidikan merupakan salah satu alat dalam membudayakan manusia.
Berlanjut dan berkembangnya kebudayaan itu justru karena manusia
ditakdirkan untuk mendapatkan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan
berfungsi mengembangkan kehidupan manusia, masyarakat dan alam
sekitar.
b) Hakikat Pendidikan
Secara istilah, Zuriah (2007: 26) mendefinisikan pendidikan
sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pendapat tersebut menjelaskan mengenai pendidikan yang dapat
diartikan sebagai usaha untuk mengembangkan diri.
Pendidikan yang dilaksanakan baik di sekolah maupun di luar
sekolah mempunyai tujuan agar prosesnya mempunyai arah yang jelas.
Tujuan pendidikan di Indonesia berlaku secara nasional. Tujuan
pendidikan memuat gambaran tenatang nilai-nilai yang baik, luhur,
pantas, benar, dan indah untuk kehidupan.Tujuan pendidikan merupakan
sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan
(Tirtarahardja dan Sulo, 2005 :37).
22
c) Nilai Pendidikan dalam karya satra
Sutikna dalam Sunarto dan Hartono (2006: 168) nilai-nilai
kehidupan adalah norma-norma yang berlaku dalam masyarakat,
misalnya adat kebiasaan dan sopan santun. Dalam nilai-nilai ini terdapat
hal baik dan buruk serta pengaturan perilaku. Nilai-nilai hidup dalam
masyarakat sangat banyak jumlahnya sehingga pendidikan membantu
mengenali, memilih, serta menetapkan nilai-nilai tertentu sehingga
digunakan sebagai landasan pengambilan keputusan untuk berperilaku
dalam kehidupan bermasyarakat. Tirtarahardja&Sulo (2005: 33)
menjelaskan sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan
sebagai pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi lain.
Pendidikan juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang baik
maupun buruk yang berguna bagi kehidupan manusia yang diperoleh
melalui proses perubahan sikap menuju kedewasaan melalui upaya
pengajaran. Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
nilai pendidikan adalah sesuatu yang bersifat tetap, diyakini
kebenarannya, serta dapat mendorong orang untuk berlaku positif dalam
kehidupan bermasyarakat. Nilai pendidikan dalam karya sastra bertujuan
untuk menampilkan sesuatu yang baik dan buruk terhadap penikmat
karya sastra sehingga ia mampu membedakan hal yang baik dan yang
buruk serta dapat menjadi pedoman untuk berlaku positif. Selain itu nilai
pendidikan dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup
23
pengarang yang bersangkutan, pandangan mengenai nilai-nilai kebenaran
dan hal itulah yang akan disampaikan kepada pembaca.
Nilai dihadirkan dalam karya sastra karena merupakan hal positif
yang mampu mendidik manusia, sehingga manusia mencapai hidup yang
lebih baik sebagai makhluk yang dikaruniai oleh akal, pikiran, dan
perasaan. Geguritan merupakan salah satu karya satra yang dapat
memberikan penjelasan secara jelas tentang sistem nilai. Nilai itu
mengungkapkan perbuatan yang dipuji dan dicela, pandangan yang
dianut dan dijauhi, dan hal yang dijunjung tinggi. Adapun menurut
Notonagoro (dalam Kaelan, 2014: 82) nilai pendidikan dari segi
kerohanian dalam karya sastra dibedakan menjadi nilai kebenaran, nilai
keindahan (estetika), nilai kebaikan (nilai moral), dan nilai religius.
Adapun penjabarannya sebagai berikut:
a. Nilai kebenaran
Karya satra adalah curahan perasaan. Meskipun demikian,
supaya dimengerti oleh orang lain, maka karya sastra harus
diungkapkan dengan bahasa yang logis. Artinya, sebagai alat, maka
kalimat, alinea, dan berbagai bentuk pengungkapan karya sastra
disusun berdasarkan logika manusia pada umumnya. Nilai kebenaran
atau logika merupakan nilai yang bersumber pada akal (ratio, budi,
cipta) manusia. Nilai kebenaran dalam karya sastra merupakan nilai
yang dapat diterima oleh akal sehat manusia pada umumnya, tidak
dibuat-buat serta bersifat nyata dalam kehidupan sehari-hari.
24
b. Nilai keindahan (estetika)
Estetika atau keindahan berasal dari bahasa Yunani yaitu to
sense atau perceive yang berarti merasakan, berdasarkan etimologi,
estetika berasal dari kata aestetika, yang berarti penerangan, persepsi,
pengalaman, perasaan, dan pandangan. Jadi, estetika dapat dipandang
sebagai sebuah cabang ilmu filsafat yang mempelajari tentang
keindahan dalam hal seni, rasa, dan apresiasi pada sebuah kesamaan.
Nilai estetika atau nilai keindahan merupakan nilai yang bersumber
pada unsur perasaaan manusia. Pendidikan keindahan dalam karya
sastra bertujuan agar pembaca mempunyai rasa keharuan terhadap
keindahan, mempunyai selera terhadap keindahan dan selanjutnya
dapat menikmati keindahan. Selain itu keindahan dalam karya sastra
dapat menarik minat pembaca untuk mengetahui makna pada sebuah
karya sastra.
c. Nilai kebaikan (nilai moral)
Nilai kebaikan ini yang bersumber pada unsur kehendak (will,
wollen, karsa) manusia. Lebih jelasnya moral berasal dari kata
“mores” yang merupakan bentuk jamak dari kata “mos” yang berarti
adat istiadat atau kebiasaan ( Zuriah, 2007: 17). Selain itu, juga dapat
digunakan untuk membedakan antara tindakan atau tingkah laku
manusia yang baik dan yang buruk di dalam hubungannya antara
manusia satu dengan lainnya. Moral menurut Kenny dalam
Nurgiyantoro, (2013: 430) mengemukakan bahwa moral dalam karya
25
sastra biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan
dengan ajaran moral yang bersifat aktif, yang dapat diambil (dan
ditafsirkan), lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca.
Nilai moral bertujuan untuk mendidik manusia agar mengenal
nilai-nilai etika merupakan nilai baik buruk suatu perbuatan, apa yang
harus dihindari, dan apa yang harus dikerjakan, sehingga tercipta
suatu tatanan hubungan manusia dalam masyarakat yang dianggap
baik, serasi, dan bermanfaat bagi orang itu, masyarakat, lingkungan
dan alam sekitar. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai
pendidikan moral adalah nilai yang menunjukkan peraturan-peraturan
tingkah laku dan adat istiadat dari seorang individu dalam satu
kelompok yang meliputi perilaku untuk menjunjung tinggi budi
pekerti dan nilai susila.
d. Nilai religius
Nilai religius merupakan nilai yang berhubungan dengan Tuhan,
kerohanian, besifat mutlak sesuai dengan keimanan dan kepercayaan
masing-masing yang dianutnya. Nilai religius mencapai aspek;
pelaksanaan ibadah, shodaqoh, sholat, permohonan ampun, ibadah,
dan do’a. Nurgiyantoro menyatakan bahwa kehadiran unsur religius
dan keagamaan dalam sastra adalah keberadaan sastra itu sendiri
(2013: 446).
Religius bersifat lebih mendalam dan lebih luas dari agama yang
tampak formal. Orang yang religius adalah orang yang menghayati
26
dan memahami kehidupan dan hidup lebih dari sekadar lahiriahnya
saja melainkan juga menyangkut keseluruhan diri pribadi manusia
secara total dalam integrasinya hubungan ke dalam Keesaan Tuhan.
Dia tidak terikat pada agama tertentu yang ada di dunia ini. Nilai
religius menjunjung tinggi sifat-sifat manusiawi, hati nurani yang
dalam, harkat dan martabat serta kebebasan pribadi yang dimiliki oleh
manusia. Nilai religius bertujuan untuk mendidik agar manusia lebih
bauk menurut agama dan selalu ingat kepada Tuhan. Nilai-nilai
religius yang terkandung dalam karya sastra tersebut mendapatkan
renungan-renungan batin dalam kehidupan yang bersumber pada nilai-
nilai agama. Jadi, dapat disimpulkan bahwa nilai religi merupakan
nilai kerohanian tertinggi dan mutlak yang bersumber pada
kepercayaan atau keyakinan manusia kepada Tuhan.
4. Geguritan
Geguritan termasuk dalam bentuk karya sastra yang berbentuk puisi
Jawa. Sama seperti puisi pada umumnya terdapat unsur pembangun puisi.
Di dalam geguritan, struktur fisik dan struktur batin berpadu dengan
saksama.
Dalam penyusunan puisi Jawa, aturan struktur fisik dan struktur batin
harus padu artinya aturan struktur fisik saja belum cukup karena harus
memenuhi aturan batin yang ditentukan. Disinilah letak keunikan yang
memperkaya puisi Jawa dan sekaligus menjadi contoh bahwa di dalam
27
puisi, struktur fisik tidak dapat dilepaskan dari truktur batin dan juga
sebaliknya. Geguritan tidak hanya diatur oleh struktur bunyi, suku kata dan
baris namun juga diatur oleh aturan makna yang harus memenuhi syarat.
Jika aturan makna tidak dipenuhi maka geguritan tidak bernilai.
Geguritan adalah karya sastra Jawa yang berupa puisi (Prabowo,
2002: 7). Geguritan biasanya dituliskan orang sebagai sindiran terhadap
keadaan masyarakat. Oleh karena itu, kalimat-kalimat dalam sebuah puisi
cengderung bersifat konotatif dan lebih singkat dibandingkan bentuk karya
sastra lain seperti prosa dan drama.
Menurut Widayat (2011: 170) puisi Jawa tradisional semula tidak
mengenal penekanan pada monografi, kini banyak geguritan yang telah
mengacunya. Pemilihan diksi yang semula ditekankan demi memenuhi
aturan yang ada dan beberapa persajakan yang disebut purwakanthi, kini
geguritan telah menekankan pada kepentingan yang lebih luas, seperti
halnya pada puisi Indonesia modern atau puisi dari sastra barat. Untuk
menciptakan makna estetis dalam perulangan bunyi atau persamaan bunyi
(rima) dalam bahasa Jawa perlu adanya purwakanthi. Menurut Purwadi
(2007: 431) ada tiga macam purwakanthi.
a. Purwakanthi guru swara
Purwakanthi guru swara adalah runtutnya suara. Purwakanthi guru
swara pada dasarnya berupa perulangan vokal atau runtun vokal pada
kata dalam suatu baris puisi, baik secara berurutan maupun berseling,
28
perulangan gabungan vokal dan konsonan yang membentuk kesatuan
bunyi. Contoh:
1) Aja dumeh menang, banjur sewenang wenang.
2) Ana awan ana pangan.
3) Witing tresna jalaran saka kulina.
b. Purwakanthi guru sastra
Purwakanthi guru sastra adalah runtutnya sastra. Runtutnya sastra
maksudnya perulangan konsonan atau runtun konsonan pada kata dalam
satu baris puisi, baik secara beruntun maupun berseling. Contoh:
1) Bobot, bibit, bebet.
2) Janji jujur jajahe mesthi makmur.
3) Laras, lurus, leres, liris bakal laris.
c. Purwakanthi lumaksita
Purwakanthi lumaksita adalah sastra yang mengalir seperti aliran
air atau berkait. Maksudnya perulangan kata baik secara keseluruhan
maupun sebagian, baik mengalami maupun tidak mengalami perubahan
bentuk, baik dalam satu larik maupun dalam larik yang berbeda tetapi
masih berurutan. Contoh:
1) Asung bekti, bektine kawula marang gusti.
2) Bayem arda, ardane ngrasuk busana.
3) Saking tresna, tresnane mung samudana.
Dari pendapat beberapa ahli di atas disimpulkan bahwa dalam
menciptakan karya sastra yang berupa prosa atau puisi atau geguritan pasti
29
menggunakan pilihan kata yang tepat agar karyanya tersebut berbeda
dengan yang lain dan tentunya sebagai suatu estetika yang akan membuat
para penikmat sastra tertarik untuk membacanya. Untuk pemilihan kata,
penyair sering kali mengganti kata-kata yang dipergunakan yang dirasa
belum tepat. Selain dari segi pemilihan kata dan estetikanya penyair juga
menyisipkan pesan tertentu pada pembaca.
30
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian dengan metode deskriptif kualitatif.
Metode kualitatif adalah metode yang memanfaatkan cara-cara penafsiran
dengan menyajikan dalam bentuk deskripsi. Metode kualitatif memberikan
perhatian terhadap data yang alamiah, data ini berhubungan dengan konteks
kebenarannya. Cara-cara inilah yang mendorong metode kualitatif dianggap
sebagai multimetode sebab penelitian ini melibatkan sejumlah besar gejala
sosial yang relevan. Dalam penelitian karya sastra misalnya akan melibatkan
pengarang, lingkungan sosial di mana pengarang berada termasuk unsur-unsur
kebudayaan pada umumnya (Ratna, 2012: 46-47).
B. Data dan Sumber Data
a. Data
Menurut Arikunto dalam Widiyoko (2012: 17), data yaitu semua hasil
catatan peneliti, baik berupa fakta atau berupa angka. Data dalam penelitian
kualitatif adalah data yang berupa data deskriptif. Data dalam penelitian ini
adalah diksi atau pilihan kata dan gaya bahasa yang terdapat dalam kalimat
serta ungkapan dalam setiap bait dan baris pada kumpulan geguritan
majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014.
30
31
b. Sumber Data
Sumber data dalam suatu penelitian adalah subjek darimana data
diperoleh. Apabila peneliti menggunakan dokumentasi, maka dokumen atau
catatanlah yang menjadi sumber data, sedang isi catatan subjek penelitian
atau variable penelitian (Arikunto, 2010: 172). Penelitian ini menggunakan
sumber data yang berupa dokumen berbentuk kumpulan geguritan majalah
Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian ini
adalah analisis dokumen. Metode ini merupakan suatu cara pengumpulan data
yang dilakukan dengan menganalisis dokumen yang berhubungan dengan
masalah yang diteliti (Widoyoko, 2012: 49-50).
Jadi, teknik pengumpulan data dengan metode analisis dokumen adalah
dengan menyelidiki dan menganalisis kumpulan geguritan majalah Djaka
Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014, kemudian melakukan
pengklasifikasian berdasarkan data penelitian. Selanjutnya pengklasifikasian
data penelitian menggunakan metode catat yaitu dengan cara mencatat semua
data yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam kartu pencatat data.
D. Instrumen Penelitian
Menurut Sugiyono dalam Widoyoko (2012: 51), instrumen penelitian
adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial
32
yang diamati. Dengan melakukan pengukuran akan diperoleh data yang
objektif yang diperlukan untuk menghasilkan kesimpulan penelitian yang
objektif pula.
Apabila peneliti untuk memperoleh data menggunakan metode analisis
dokumen, maka dalam melaksanakan analisis, peneliti menggunakan alat
bantu. Minimal alat bantu tersebut berupa pedoman analisis dokumen. Oleh
karena itu pedoman analisis dokumen merupakan alat bantu, maka disebut
instrumen pengumpulan data. Dengan demikian dalam menggunakan metode
analisis dokumen, instrumennya adalah pedoman-pedoman analisis dokumen
atau dapat juga berupa check list (Widoyoko, 2012: 53-54).
Dalam pelitian ini penulis dibantu dengan buku dan kartu pencatat data.
Kartu pencatat data ini penulis gunakan untuk mencatat kutipan, ikhtisar, dan
beberapa acuan yang ditulis sebagaimana adanya baik lengkap, maupun tidak
lengkap. Adapun contoh kartu data untuk analisis stilistika dan nilai pendidikan
moral adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Kartu Data Gaya Bahasa
No. Jenis Gaya Bahasa
Kutipan dan Terjemahan Judul
33
Tabel 2. Kartu Data Nilai Pendidikan Moral
No. Nilai Pendidikan Moral
Kutipan dan Terjemahan
Nilai Moral
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis isi (content analysis).
Menurut Bungin (2006: 84) Content analysis mencakup upaya-upaya;
klasifikasi lambang-lambang yang dipakai dalam komunikasi, menggunakan
kriteria dan klasifikasi dan menggunakan teknik analisis tertentu dalam
membuat prediksi.
Secara lebih jelas Bungin menjelaskan, Content analysis sering
digunakan dalam analisis-analisis verifikasi. Cara kerja atau logika analisis
data ini sesungguhnya sama dengan kebanyakan analisis data kuantitatif.
Peneliti memulai analisisnya dengan menggunakan lambang-lambang tertentu,
mengklasifikasikan data tersebut dengan kriteria-kriteria tertentu serta
melakukan prediksi dengan teknik analisis yang tertentu pula.
Teknik analisis ini adalah membaca dengan teliti seluruh teks geguritan
majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014 kemudian
dianalisis dengan melakukan pengamatan dan pencatatan berdasarkan gaya
bahasa dan nilai pendidikan moralnya. Untuk menganalisis gaya bahasa pada
kumpulan geguritan majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-
34
Februari 2014 yaitu dengan cara mendeskripsikan gaya bahasa yang
terkandung di dalam kumpulan geguritan majalah Djaka Lodang edisi 26-37
November 2013-Februari 2014.
F. Teknik Penyajian Data
Untuk menyajikan hasil analisis data penelitian ini, penulis menggunakan
teknik informal. Teknik informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa
walaupun dengan terminologi yang teknis sifatnya (Sudaryanto, 1993: 145).
Dengan penyajian analisis informal, penyajian analisis stilistika dan nilai
pendidikan moral kumpulan geguritan majalah Djaka Lodang edisi 26-37
November 2013-Februari 2014 menggunakan tabel.
35
BAB IV
PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN DATA
A. Penyajian Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah geguritan yang
terdapat dalam majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013 - Februari
2014. Data-data yang terdapat dalam penyajian data merupakan gambaran
tentang gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna dan nilai
pendidikan moral yang akan penulis bahas. Penyajian data penulis buat dalam
bentuk tabel yang terdiri dari dua tabel yaitu: tabel 3 berisi tentang gaya
bahasa kiasan dan tabel 4 berisi tentang nilai pendidikan moral. Adapun
penyajian hasil pengolahan data yang telah dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna pada geguritan
dalam majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari
2014
Berdasarkan penelitian terhadap gaya bahasa berdasarkan langsung
tidaknya makna pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi 26-37
November 2013-Februari 2014, ditemukan gaya bahasa yaitu gaya bahasa
kiasan yang meliputi personifikasi, sinekdoce pars pro toto, sinekdoce
totem pro parte, ironi, persamaan atau simile, metafora, dan hiperbola.
35
36
Tabel 3 Gaya Bahasa kiasan pada Geguritan dalam Majalah Djaka Lodang Edisi
26-37 November 2013-Februari 2014
No. Jenis Gaya
Bahasa Kutipan dan Terjemahan Judul
1. metafora 1) Akh prenjak, ocehanmu Metha kidung crita uripku Sing dak simpen dhipet primpen Kareben ora ana wong kang krungu Merga jasad iki mung bantal turu Kanggo nguja hawane sang jalu
Ah prenjak kicauanmu Mengukir cerita hidupku Yang tersimpan dalam Tak seorangpun tahu Karena tubuh ini hanya jasad mati untuk memenuhi nafsu sang lelaki (PPNO, 26, 23/11/2013)
Prenjak pencokan ngarep omahku
2) Sing dakgantung iku kowe mengkone Aja pijer ngece marang bocah wingi sore Aja dumeh bisa ngereh Aja waton ngramut ombyaking lakon Aja ngumbar nepsu lan pasemon Aja dianggep aku iki lola ing kawruh Asor ing pakewuh
Yang ku gantung itu kamu tadinya Jangan hanya menghina kepada anak kemarin sore Jangan merasa bisa menenangkan
Marang pangreksa tali gantungan
37
Jangan asal melawan arus kehidupan Jangan membiarkan nafsu dan mengandai-andai Jangan menganggap aku ini jauh dari ilmu Merendahkan dalam tingkah laku (MPTG, 27, 30/11/2013)
3) Pindhane kembang Aku mung kembang bangah Kang wus alum, gogrog sakdurunge megar Maduku wis asat
Kalaupun aku bunga Aku hanya bunga bangkai Yang sudah layu, berguguran sebelum mekar Maduku sudah kering (SWP, 29, 14/12/2013)
Sambate wanita P
4) Nanging emane Esuk iki Mendhung klawu Lagi mayungi atiku Nyangking grimis salah mangsa Pindha ilining waspa Kang wis sue kemembeng Nggetuni ketiga dawa Kang nganti ngrujit Bantala Nyemplah pang-pang aking Tanpa semaya
Tapi sayangnya Pagi ini Mendung kelabu Sedang memayungi hatiku Membawa gerimis yang salah musim Seperti mengalirnya air mata
Crita lawas
38
Yang sudah lama tertahan Menyesali kemarau panjang Yang sampai merobek-robek Tanah Mematahkan dahan-dahan kering Tanpa bisa ditahan (CL, 29, 14/12/2013)
5) jalaran wiji-wiji katresnan kang dak tanem ana jero taman atimu wus kudu punthes sadurunge nuwuhake kembang-kemmbang kang endah karena benih-benih cinta yang hendak ku tanam di dalam taman hatimu sudah harus patah sebelum menumbuhkan bunga-bunga yang indah (PITM, 31, 28/12/2013)
Panjerina ing tanjung mas
6) Sing tansah ngambra-ambra tekan kana-kana Mengkone bakal krasa nalika kantaka katula-tula yen bandha donya lan panguwasa jebul sagebyare netra kepara bisa gawe sengsara
Yang telah merembet kemana-mana Nantinya akan merasakan ketika jatuh terkatung-katung apabila harta dunia dan kekuasaan ternyata hanya sekejab mata lalu membawa sengsara (Kemaruk, 33,11/01/2014)
Kemaruk
39
7) Nalika sema ati iki bungah Amarga tresna kang ngrembaka ati iki madhep manteb milih priya, kang dadi sigaring nyawa
Ketika itu hati ini bahagia Karena cinta yang bersemi hati ini mantab memilih lelaki, yang menjadi belahan jiwa (NS, 36, 01/02/14)
Nalika semana
2. Personifikasi 1) Prenjaak ngarep omahku Pengin dakrusak kurunganmu Kareben bisa mabur ngulandara Mabura….mabura, bareng karo tangising jiwaku Prenjak di depan rumahmu Ingin kurusak kurunganmu Supaya bisa terbang bebas Terbanglah-terbanglah Bersama tangisnya jiwa terbanglah…terbanglah, bersama dengan tangisan jiwaku (PPNO, 26,23/11/2013)
Prenjak pencokan ana ngarep omahku
2) Dawaning wektu tansah lumaku nut dhawuh gusti Ewone pepalang nyampar nyandhung ing bumi Werdi wigati cetha katampi ing wekt semedi Ambuka rasa sejati mecaki laku utami ninggal sipat angkara lan dengki lamanya waktu yang
Ambuka korining alas purwo
40
sedang berjalan menurut perintah tuhan Ketidaksukaan menghalangi bumi Sangat jelas kuterima diwaktu bersemedi Membuka rasa sejati menjalani perilaku benar meninggalkan sifat angkara dan dengki (AKAP, 27,30/11/2013)
3) Ana surup lelimengan, koncatan endahe wektu nguyak wengi dilanggung sawah nuju omahku adohe tansaya nglangut ada surup bayangan, melompati indanya waktu mengejar malam Kegelapan sawah menuju rumahku Jauh semakin tak kelihatan (CA, 28,7/12/2013)
Candhik ala
4) Abyor lintang akasa cahya ngrebda nyangking impen babut biru, sinebarayan barieyan impen endah kumawasa ing bumi sepi berkelipbintang di angkasa cahaya sinarnya membawa mimpi Baju hangat biru, bertebaran berlian Mimpi indah berkuasa di bumi sepi (KP, 29,14/12/2013)
Kejot panonku
5) Srengenge gumlewang Nguyak kumlebate ayang-ayang
Mabur kumleyang
41
Kluwung mlengkeng rinegem bumi Rinenda warna nngelam-ngelami Percikan sinar matahari mengejar bayang-bayang Pelangi melengkung menggenggam bumi Menandai warna kekaguman (MK, 30,21/12/2013)
6) Srengenge gumlewang Nguyak kumlebate ayang-ayang Kluwung mlengkeng rinegem bumi Rinenda warna nngelam-ngelami Percikan sinar matahari mengejar bayang-bayang Pelangi melengkung menggenggam bumi Menandai warna kekaguman (MK, 30,21/12/2013)
Mabur kumleyang
7) Angin liwat kumlebat Mbalangake pangangenku Mabur kumleyang Kauntal mega malang Angin lewat berhembus Melempar anganku Terbang melayang tertelan mega malang (MK, 30,21/12/2013)
Mabur kumleyang
8) Saben dina aku sara Saraning ana ing kalbuku Sang dewangkara teturu Tanpa madhangi atiku Setiap hari aku sengsara Sengsara ada di hatiku Sang Matahari tertidur
Nelangsaning ati
42
Tanpa menerangi hatiku (NA, 30,21/12/2013)
9) Nelangsaning kalbuku Tansaya mundhak ngrembaka Ambaning samudralaya kang bawera ayem tentrem Sakitnya kalbuku Semakin menjadi-jadi luasnya samudra yang begitu damai dan tentram (NA, 30,21/12/2013)
Nelangsaning ati
10) Panglamuning mega nyingset samirana Ron garing mangling, wurung nggennya seba Ancik-ancik pang cilik kang nandhang paceklik Dene kudu dicandet mangsa kandheg? Nyathut darbe liyan Ambabar lelakon sangar Mega yang berarak tersapu angin Daun kering yang melengkung, tak jadi tumbuh Berdiri pada dahan yang sedang kemarau Apakah harus menghentikan waktu? Merampas milik orang lain Menebar kejahatan (Ndadra, 35,25/01/2014)
ndadra
11) Tangan emoh kalah krungu umuke mripat Kuping karo malangkerik lan nuding-nuding Kandha: Pancen kowe bisa weruh
Aja rumangsa bisa nanging bisoa rumangsa
43
apa wae, lan kowe Kuping, kowe bisa krungu apa wae kang bakal kelakon tangan tak mau kalah mendengar sombongnya mata dan telinga dengan berkacak pinggang dan menunjuk-nunjuk berkata: “memang kamu bisa melihat apa saja dan kamu telinga, kamu bisa mendengar apa sajayang terjadi
(ARBNBR,36,01/02/2014) 12) Huh, anggepmu
Ngono kandhane sikil kanthi ngotot mbegagah Neng ngarepe perangan raga tetelune Kowe kidha ra bisa mingset, mbegegeg ana Papanmu dhewe-dhewe Mula aku luwih penting Huh, anggapanmu seperti itu kata kaki dengan bersikeras Didepan ketiga anggota badan yang lain Kalian semua tidak bisa kemana-mana, diam ditempatmu masing-masing Maka akulah yang paling penting
(ARBNBR, 36,01/02/2014)
Aja rumangsa bisa nanging bisoa rumangsa
13) Uteg kang tansah ndelik ing sajroning sirah lan tan katon lemes kanthi wicaksono nengahi anggone padha regejegan otak yang berada di dalam
Aja rumangsa bisa nanging bisoa rumangsa
44
kepala tampak lemas dan bijaksana dalam menengahi keributan
(ARBNBR, 36,01/02/2014) 14) Samirana datan
lumampah Ron-ronan datan ebah Sepi nyenyet ngelangut angelam-elami Tan ana sabawaning walang ngalisik Kang kapireng among swarane sato saba bengi. angin yang berjalan Daun-daun yang bergoyang Sepi sunyi sedih menyelimuti Yang ada dipenjuru hanya belalang yang bergemisik Yang terdengar hanyalah hewan malam (STRD, 36,01/02/2014)
Setya tuhu rinten dalu
15) Samirana datan lumampah Ron-ronan datan ebah Sepi nyenyet ngelangut angelam-elami Tan ana sabawaning walang ngalisik Kang kapireng among swarane sato saba bengi. angin yang berjalan Daun-daun yang bergoyang Sepi sunyi sedih menyelimuti Yang ada dipenjuru hanya belalang yang bergemisik Yang terdengar hanyalah hewan malam (STRD, 36,01/02/2014)
Setya tuhu rinten dalu
45
16) Ana suling semendhe gedhek warung Daksaut daksebul mawa napas nglentrih Ngoyak wewayanganmu tumumpang mendhung Sacleraman mesem ginubet sengsem Ada seruling tergeletak di dinding warung Ku ambil ku tiup dengan nafas lemah lunglai Mengejar bayangmu di atas awan Sekelebat senyuman terikat ketertarikan (LK, 37,11/02/2014)
Layang kangen
17) Akasa ngudhal crita kawuri Saka senthong pangimpen ing mangsa... Titi yoni nganti ocehing prenjak parak esuk Pangumbaraning wewayangmu Rinasa nunjem telenging nala Langit bercerita kelam masa silam Dari kamar impian di suatu musim… Sangat sakti sampai ocehan prenjak menjelang pagi Kepergian bayanganmu Terasa menghujam hati (TL, 37,11/02/2014)
Tangeh lamun
3. simile 1) Sasuwene iki jare mung dianggep klilip Jabang bayi lali urip, kebacut-bacut nggone
Marang pangreksa tali gantungan
46
mbarut Kinudang-kudang dadi bujang pindha kidang Keplayu kebat nggayuh drajat pangkat lan semat Selama ini katanya hanya dianggap remang-remang Jabang bayi lupa hidup, terlanjur lanjur dalam melangkah Digadang-gadang menjadi remaja bagai rusa Berlari kencang mencapai drajat pangkat dan kemuliaan (MPTG, 27,30/11/2013)
2) Sasuwene iki jare mung dianggep klilip Jabang bayi lali urip, kebacut-bacut nggone mbarut Kinudang-kudang dadi bujang pindha kidang Keplayu kebat nggayuh drajat pangkat lan semat Dialembana dadi raja pindha singa Selama ini katanya hanya dianggap remang-remang Jabang bayi lupa hidup, terlanjur lanjur dalam melangkah Digadang-gadang menjadi remaja bagai rusa Berlari kencang mencapai drajat pangkat dan kemuliaan Disanjung menjadi raja bagai singa (MPTG, 27,30/11/2013)
Marang pangreksa tali gantungan
3) Kayadene aku kang cendhek, semut uga cilik Nanging, bisa mrambat
lelaku
47
tekan omag Loteng utawa Menara kang dhuwur Gene samubarang remeh bisa nemu papan utama?! seperti halnya aku yang pendek, semut juga kecil Tapi, bisa merambat sampai loteng atau menara yang tinggi seperti sesuatu yang remeh bisa menemukan tempat yang utama?! (Lelaku, 28,7/12/2013)
4) Pindhane kembang, aku mung kembang bangah kang wus alum gogrog sadurunge megar maduku wis asat Bagaikan aku bunga aku hanya bunga bangkai yang sudah layu berguguran sebelum mekar maduku sudah kering (SWP, 29,14/12/2013)
Sambate wanita P
5) nanging emane esuk iki mendhung klawu lagi mayungi atiku nyangking grimis salah mangsa pindha ilining waspa kang wes suwe kemembeng Nggetuni ketiga dawa kang nganti nggrujit Bantala Nyemplah pang-pang aking Tanpa semaya Tapi sayangnya Pagi ini Mendung kelabu Sedang memayungi hatiku
48
Membawa gerimis yang salah musim Seperti mengalirnya air mata Yang sudah lama tertahan menyesali kemarau panjang yang sampai merobek-robek tanah Mematahkan dahan-dahan kering Tanpa bisa ditahan (CL, 29,14/12/2013)
4. hiperbola 1) Apuranen aku Susuh paleremanku kabesem Mbusak donya kang paweh tentrem Nutupi impen-impen ayem Maafkan aku Sarangkutelah terberangus menghapus dunia yang memberi ketentraman menghalangi impian damai (KMP, 26,23/11/2013)
Kidung manuk prenjak
2) Sing dak gantung iku bandha kaya Dakkereke ing tugu sinukarta Dimen kabeh padha wanuh Sasuwene iki mung dianggep uwuh Sanajan direwangi adus kringet lan luh Yang ku gantung itu harta benda Ku tinggalkan di alam tugu kekotoran Supaya semuanya selamat Selama ini hanya dianggap sampah
Marang pangreksa tali gantungan
49
Walaupun dengan bermandikan keringat dan air mata (MPTG, 27,30/11/2013)
3) Regeneg-regeneg klebating bleger wewayanganmu Tansah gawe kaget saben wayah ing rasaku, gumregel Sakkabehing kang dakcandhak ambyar sedalan-dalan ing Pangangenku, lakak-lakak gumuyumu manawa mlorok Ngadhang gawe pepalang sucining sedyaku, ambeg Watak candhalamu jumlegur angguntur nyeret bledheg Mecah-mecahna langit mbedah bumi panguripanku Perlahan lahan besar bayangmu Selalu membuat kaget rasaku, gemetar Semua yang ku dapat derai sepanjang jalan dalam angan-anganku, terbahak-bahak tertawamu jika melotot menanti untuk rintangan sucinya niatku, nafas watak kerasmu menggelegar petir dan menyeret petir memecah belah langit membedah bumi penghidupanku (Gandarwa, 28,7/12/2013)
Gandarwo
50
4) Sabar tuwekal, lambaran gegayuhan luhur Nyingkiri cidra, supaya ora cintraka Laku utama njaga aruming asma, sumrambah ing Nusa Bangsa Sabar tawakal, dasar dari cita-cita yang tinggi Menyingkirkan ketidak setiaan supaya tidak celaka jalan utama menjaga keharuman nama, menyebar di nusa bangsa (Lelaku, 28,7/12/2013)
Lelaku
5) Aku pengen surup iki ora buthek mengkene Merga wengiku bakal coblong Tangeh keranggeh cahyane rembulan Sing dakgadhang leledhangan aku ingin surup ini tak keruh seperti ini, karena malamku akan semakin hampa Masih jauh untuk menggapai cahaya rembulan Yang ku harapkan membahagiakan hati (CA, 28,7/12/2013)
Candhik ala
6) Abyor lintang akasa cahya ngrebda nyangking impen babut biru, sinebarayan barieyan impen endah kumawasa ing bumi sepi berkelipbintang di
Kejot panonku
51
angkasa cahaya sinarnya membawa mimpi tenunan hangat biru, bertebaran berlian Mimpi indah berkuasa di bumi sepi (KP, 29,14/12/2013)
7) Saben bengi... Dakrewangi thethek neng pinggir ril Mung luru rejeki secuwil, kanggo njejegke kendil setiap malam... Aku rela untuk mangkal dipinggir ril hanya mencari secuil rejeki, untuk menyambung hidup (SWP, 29,14/12/2013)
Sambate wanita P
8) nanging emane esuk iki mendhung klawu lagi mayungi atiku nyangking grimis salah mangsa pindha ilining waspa kang wes suwe kemembeng Nggetuni ketiga dawa kang nganti nggrujit Bantala Nyemplah pang-pang aking Tanpa semaya Tapi sayangnya Pagi ini Mendung kelabu Sedang memayungi hatiku Membawa gerimis yang salah musim Seperti mengalirnya air mata Yang sudah lama tertahan
Crita lawas
52
menyesali kemarau panjang yang sampai merobek-robek tanah Mematahkan dahan-dahan kering Tanpa bisa ditahan (CL, 29,14/12/2013)
9) Dak kunci katresnan iki Kanthi ngronce tampar dimen ora gagar wigar kukunci cinta ini Dengan tali supaya tidak lepas (KK, 30,21/12/2013)
Kancing katresnan
10) Ati angluh tumiyung Anguk-anguk sapinggiring jurang cerung Nglanga memala ing klakon hatiku luluh lantah, hampir jatuh di pinggir jurang curam Menelan dosa dalam perbuatan yang semakin gila (MK, 30,21/12/2013)
Mabur kumleyang
11) Saben dina aku sara Saraning ana ing kalbuku Sang dewangkara teturu Tanpa madhangi atiku Setiap hari aku sengsara Sengsara ada di hatiku Sang Matahari tertidur Tanpa menerangi hatiku (NA, 30,21/12/2013)
Nelangsaning ati
12) Jalaran wiji katresnan kang ndak tanem, ana jero taman atimu wus kudu punthes sadurunge nuwuhake kembang-kembang kang endah
Panjerina ing tanjung mas
53
karena benih-benih cinta yang kutanam, di dalam taman hatimu harus patah sebelum bertumbuhnya bunga-bunga yang indah (PITM, 31,28/12/2013)
13) Dak pecaki lurung-lurung panguripan Menawa wae isih ana sing gelem andum rasa adil Marang aku lan kowe kutapaki lorong-lorong kehidupan mungkin saja masih ada yang mau membagi rasa adil terhadap aku dan kamu (ESG, 31,28/12/2013)
Esem sandhuwure gurit
14) Ya, pancena aku sarujuk, nimas Menawa jenengku lan jenengmu tinulis jejer ing mega-mega kae kang katon putih memplak kadya kapas kang ngrenggani langit biru indah edi peni dinulu Ya, memang aku setuju, nimas kalau namaku dan namaku tertulis berjajar di awan-awan itu yang terlihat putih bersih seperti kapas yang nampak di langit biru (sarujuk, 31,28/12/2013)
sarujuk
54
15) Nganti mengko tumiba Ana jurange siksa Sapa bakal kuwawa nduwa Yen wis tekan titi mangsa Sampai nanti tiba ada jurang siksa siapa yang bisa menghalangi kalau telah tiba waktunya (TM, 32,4/1/2014)
Titi mangsa
16) Dak oyak playune awang-awang klawu ing atimu Sumurup ing pethithing sore Kang wus wiwit samar-samar Mau awan mentas wae dak untabake Atimu kabur kukejar bayang-bayang semu di hatimu terbenam diujung sore yang telah mulai samar-samar Siang tadi baru saja kuungkapkan hatimu pergi (GR, 33,11/1/2014)
Gurit rinonce
17) Merga ati wus kabuntel dening nafsu-nafsu angkara Sing tansah ngambra-ambra tekan kana-kana karena hati telah tertutup dengan nafsu-nafsu jahat yang telah menyebar kemana-mana (DL, 33,11/1/2014)
Kemaruk
18) Tekane pancen ngagetake pengangen Apa maneh praupan sing tansah beda
ngrangu
55
Esemmu sing ndudut lelamunan lawas Kalane teka dadakan ngranuhi Kowe banjur crita kanthi nglangut Datangnya memang mengagetkan lamunan Apa lagi raut wajah yang beda senyummu yang menyadarkan dari lamunanku kadang kala datang tanpa diduga kau lalu bercerita dengan sedih (ngrangu, 34,18/1/2014)
19) Iki ilusi apa impen aku ora perduli Patrapku dak oyak nglamar lelewane Ini ilusi atau hanya mimpi aku tak perduli inginku mengejar bayangan dirinya (DL, 34,18/1/2014)
Sekar cempaka
20) Nalika solah bawa wis bisa micara Nalika tingkah laku wis dadi wakiling rasa Kang ora kawetu lan mung kandheg ana dhadha Nalika tresna wis mawujud dadi laku Lan rasa kang padha wis kawaca saka bening netramu Ukara saka lathi wis ora perlu maneh kanggoku ketika tingkah laku telah berbicara,
Entenana ing watesing wektu
56
ketika tingkah laku telah mewakili rasa yang tak bisa keluar dan terhenti di dada ketika cinta sudah berwujud menjadi perbuatan dan rasa yang sama telah terbaca dari bening matamu kata-kata dari bibir tak perlu lagi bagiku
(EIWW, 35,25/1/2014) 21) Nadyan nganti tekan
tengahe ratri Ora kendhat nggonku tansah nganti-anti Peparing sih nugrahaning Gusti Nyadong rezeki pating tlethik riwis-riwis Saka langite katresnan edi Walau sampai tengahnya malam Tak putus untukku mmenanti Pemberian dari Tuhan Meminta rizki sedikit demi sedikit dari langitnya penuh cinta (TR, 35,25/1/2014)
Tengahe ratri
22) Nalika semana ati iki bungah, amarga tresna kang ngrembaka ati iki madhep manteb milih priya kang dadi sigaraning nyawa ketika itu hati ini bahagia,
Nalika semana
57
karena cinta yang bersemi hati ini mantab memilih lelaki yang menjadi belahan jiwa (NS, 36,01/02/2014)
23) Jagad raya panci wanci dalu Surem kalem kang kadulu Lintang rembulan kinemulan ing mendhung ngendhahanu Jagad raya memang pada malam hari Suram kelam yang terlihat bintang rembulan yang diselimuti awan yang berarak (DL, 36,01/02/2014)
Setya tuhu rinten dalu
24) Daktulis layang kangen srengenge sore Mendhung buthek metha ukara Dakjentrek ing dluwang kumel Ginawe gurit blebering jiwa Kutulis surat rindu sore hari mendung gelap menyambung rasa ku rangkai di kertas kumal untuk membuat kata ungkapan jiwa (LK, 37,08/02/2014)
Layang kangen
25) Pangumabaraning wewayanganmu, rinasa nunjem telenging nala anglega cetha tumeka candhikala dak sawang kanthi ati gothang nyuwek mbaka siji
Tangeh lamun
58
cathetaan lawas angeruk turahan tresna saka lelakon kapungkur kepergianmu terasa menghujam hati Terlihat jelas datang saat sore hari Ku tatap dengan hati kosong Menyobek satu per satu catatan lama Mengeruk sisa cinta saat masa silam (TL, 37,08/02/2014)
5. Ironi 1) Arep nata ngowahi uwis kliwat lemah sing loh kali sing resik banyu sing bening ora bisa ditemokake ing donya kang wis clorang-cloreng iki mau menata membenahi sudah terlambat tanah yang subur sungai yang bersih air yang jernih sudah tidak ditemukan di dunia yang telah tercoret-coret (DL, 34,18/02/2014)
Donyaku
2) Kula parinem saking ndesa rumiyin mbatur dhateng paduka rumaos mongkog lan ngempek mulya, mboten nyono jebul kula ngenger ing priyayi durjana , kulatan saged tilem miring pawarta bilih paduka cidra mring amanahing para kawula saya parinem dari desa dulu mengabdi kepada tuan, merasa bangga
Layang babune koruptor
59
dan merasa mulya , tidak kusangka ternyata saya mengabdi di pejabat jahat saya tidak bisa tidur mendenga beritakalau tuan membohongi nterhadap amanah rakyat (DL, 31,28/12/2013)
3) Sliramu kang banget tak tresnani sliramu kang ora tau lali tansah tuhu ngenteni tansah setya ing janji ananging kena apa sliramu ninggalke aku agawe miris lan kekesing ati apa iki pacoban saka gusti dirimu yang kucinta, dirimu yang tak pernah kulupakan selalu setia menanti dengan setianya janji tapi kenapa dirimu meninggalkan aku membuat miris dan lemah hatiku apa ini ujian dari Tuhan (DL, 26,23/11/2013)
Isih tresna
6. Sinekdoce a. pars
prototo
1) Wus ora kapetung kaping pira sujud ing sajadah Mu tak dapat dihitung berapa kali sujud di sajadah Mu (DL, 26,23/11/2013)
Sujud
b. Totem pro parte
a) Sabar tuwekal, lambaran gegayuhan luhur Nyingkiri cidra, supaya ora cintraka Laku utama njaga aruming asma, sumrambah ing Nusa Bangsa
Lelaku
60
2. Nilai pendidikan moral pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang
edisi 26-37 November 2013-Februari 2014
Berdasarkan penelitian terhadap nilai pendidikan moral pada
geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-
Februari 2014, ditemukan 1) nilai pendidikan moral manusia dengan diri
sendiri meliputi; kepasrahaan dan bersyukur; 2) nilai pendidikan moral
manusia dengan manusia lain meliputi; sabar&ikhlas, kesetiaan dan
pengharapan; 3) nilai pendidikan moral manusia dengan Tuhannya
meliputi; senantiasa mengingat Tuhan, ibadah, dan perzinaan.
Tabel 4 Nilai Pendidikan moral pada Geguritan dalam Majalah Djaka Lodang
edisi 26-37 November 2013-Februari 2014
Sabar tawakal, dasar dari cita-cita yang tinggi Menyingkirkan ketidak setiaan supaya tidak celaka jalan utama menjaga keharuman nama, menyebar di nusa bangsa (Lelaku, 28,7/12/2013)
No. Nilai
pendidikan
moral
Kutipan dan Terjemahan Nilai Moral
1. Manusia
dengan diri
sendiri
1) sing dak gantung iku nasib dudu aib sasuwene iki jare mung dianggep klilip Jabang bayi lali urip, kebacut-bacut nggone mbarut
Kepasrahan
61
Kinudang-kudang dadi bujang pindha kidang Keplayu kebat nggayuh drajat pangkat lan semat Yang ku gantungkan itu nasib Bukan aib Selama ini katanya hanya dianggap remang-remang Jabang bayi lupa hidup, terlanjur lanjur dalam melangkah Digadang-gadang menjadi remaja bagai rusa Berlari kencang mencapai drajat pangkat dan kemuliaan (MPTG, 27,30/11/2013)
2) pancen uripku kebak cangkriman nanging urip tetep lumaku kaya lakuku sing tanpa kesel ngunggahi pucuk gunung embuh tekan ngendi Memang hidupku ini penuh dengan teka-teki Tapi hidup tetap berjalan Seperti jalanku yang tanpa lelah Mendaki pucuk gunung Entah sampai mana ujungnya (AIPG, 29, 14/12/2013)
Kepasrahan
3) kanggo sangu mecaki urip sing kebak dalan-dalan rumpil kebak coba lan panggoda kebak pitenah lan pandakwa ala ya wis ben kudu bisa tinampa kanthi legawa pasrah sumarah gumregah ngranggeh pengarep Untuk bekal menjalani hidup Yang banyak jalan yang
Kepasrahan
62
berliku Banyak cobaan dan godaan Banyak fitnah dan hujatan Ya sudah memang harus diterima dengan lapang dada Pasrah dan tawakal dalam menggapai cita (TR, 35, 25/01/2014)
4) nalika lintang ing angkasa isih bisa paring cahya tumrap manungsa nalika iku uga aku bisa ngrasa bungah nalika kukila isih bisa ngoceh kanthi swanten kang endah nalika iku uga aku bisa ngrasa ati ayem lan tentrem Saat bintang di langit Masih bisa member cahaya terhadap manusia Ketika itu juga aku merasa bahagia Ketika burung bisa besiul dengan suara yang indah Ketika itu juga aku bisa merasa hati yang tenang dan tentram (NS, 36, 01/02/2014)
Bersyukur
2. Manusia
dengan
manusia lain
1) ananging kena apa sliramu ninggalke aku agawe miris lan kekesing ati apa iki pacoban saka Gusti apa iki kang dadi nasib tresnaku kudu pisah mring sliramu tapi mengapa dirimu meninggalkanku membuat miris dan lemah hatiku apa ini ujian dari Tuhan apa ini yang menjadi nasib cintaku harus pisah denganmu
Sabar &
ikhlas
63
(IT, 26, 23/11/2013)
2) kancing katresnan ora mung mawar biru utawa ali-ali kang rinonce ing astamu dak kunci katresnan iki kanthi ngronce tampar dimen ora gagar wigar Kunci cinta Tidak hanya mawar biru Atau cincin yang melingkar di jarimu Ku kunci cintaku ini Dengan tali supaya tidak lepas ( KK, 30, 21/12/2013)
Kesetiaan
3) lintang panjerina kang jumedhul ing wektu iku dadi lintang kang pungkasan kanggoku lan sliramu jalaran wiji-wiji katresnan kang ndak tanem ana jero taman atimu wes kudu punthes sadurunge nuwuhake kembang-kembang kang endah Bintang bersinar yang muncul diwaktu itu Menjadi bintang terkhir untukku untukmu Karena benih-benih cinta yang kutanam didalam hatimu Sudah harus patah sebelum menumbuhkam yang indah (PITM, 31, 28/12/2013)
Sabar &
ikhlas
4) nuwun sewu, bendara sareng serat punika kula kintun arta dhateng paduka upah nggennya kawula
Sabar &
ikhlas
64
ngabdi bendara pitung taun lawasnya Permisi tuan Bersama datangnya surat ini Saya mengembalikan uang terhadap tuan Upah saya mengabdi kepada tuan Tujuh tahun lamanya (LBK, 31, 28/12/2013)
5) ya, pancena aku sarujuk, nimas menawa jenengku lan jenengmu tinulis jejer ing mega-mega kae kang katon putih memplak kadya kapas kang ngrenggani langit biru indah edi peni dinulu Ya aku memang setuju padamu sayang Kalau namamu dan namamu tertulis sejajar di mega-mega itu Yang terlihat putih bersih Kapas yangbersih di langit biru Indah terlihat ( Sarujuk , 31, 28/12/2013)
Kesetiaan
6) dak pecaki lurung-lurung panguripan menawa wae isih ana sing gelem andum rasa adil marang aku lan kowe Kutapaki lorong-lorong kehidupan Kalau saja masih ada yang mau berbagi rasa adil Terhadap aku dan kamu (ESG, 31, 28/12/2013)
Pengharapan
65
7) muga aja ana panduwa bab atiku sing nglanglang pambagyaku kanggo sliramu kang isih perduli nampa ngenteni ing wayah sore semoga saja jangan ada pendua di hatiku lagi bagimu yang masih perduli kepadaku masih menerima menunggu di waktu sore ( ngrangu , 34, 10/01/2014)
Pengharapan
8) nanging kabeh mau wus liwat uripku kepenak mung nalika semana atiku krasa bungah uga gur wektu wektu semana saiki jroning dhadha anane mung lara lan kuciwa sigaraning nyawa iya kasebut garwa mindhah ati dhateng Kenya liya Tetapi semua itu sudah terlambat Hidupku damai hanya saat itu Hatiku measa bahagia juga hanya saat itu Sekarang didalam dada yang ada hanyalah sakit dan kecewa Belahan jiwa yang ku sebut suami Berpaling hati dengan wanita lain (NS, 36, 01/02/2014)
Pengharapan
9) o kangen sing peplayon ijen teka angel dakluru jembare wektu kesingkur o kangen sing ndelik kebonan suwung karo sapa sliramu ngranti tekaku
Pengharapan
66
O rinduyang berlari sendiri Datang susah ku cari diwaktu luang O rindu yang sembunyi di kebun kosong Bersama siapa kau menanti diriku datang (LK, 37, 08/02/2014)
10) rampungna rasamu ati iki wis darbe rasa liya tan bisa kok ranggeh maneh ron garing sumadya nyandhet karepmu ing kene dak punthes sunggingmu! Selesaikanlah rasamu Hati ini sudah mempunyai rasa lain Yang tak bisa ku gapai lagi Daun kering menghalangi inginmu Disini ku potong senyummu! (TL, 37, 08/02/2014)
Sabar &
ikhlas
11) o anak putu, biraten angen tumlawung tipak sejarah aja nganti suwung bumi pindaka aja nganti diregedi nepsu-nepsu murahan ora mbejaji nyendhal ati! O anak cucu, hilang angan terdengar dari kejauhan Jejak sejarah jangan sampai kosong Bumi tempat berpijak jangan sampai dikotori Nafsu murahan tak terpuji Menyayat hati! ( Megatruh , 37, 08/02/2014)
Sabar &
ikhlas
67
3 Manusia
dengan
Tuhannya
1) ing jero winatesing kurungan kidung dongaku ngumandhang kapan Gusti bakal paring pepadhang saka tangan-tangan kang brangasan Didalam terbatasnya sangkar Panjatann doa ku ungkapkan Kapan tuhan memberi petunjuk dari tangan-tangan jahil (KMP, 26, 23/11/2013)
Senantiasa
mengingat
Tuhan
2) o sujud kudune tetep jejeg ora gampang keblinger satengahe jaman saya cepet nggone mubeng kudu cekelan kenceng paugerane illahi Sujud harus tetap lurus Tidak gampang terpengaruh Waktu cepat berlalu Harus berpegang pada aturan illahi ( Sujud , 26, 23/11/2013)
Ibadah
3) kinanthen tulusing galih kang wening prasaja, golong gilinging tekad kang manunggal sucining sedya kang tansah rinegem ing sajroning dhadha, sumarah mring panguwasaning Sang Hyang Maha Wasesa Dengan tulusnya hati yang bening mulia Bersatunya tekat yang menyatu Sucinya tekad yang tergenggam didalam dada Pasrah terhadap penguasa sang maha hidup (AKAP, 27, 30/11/2013)
Senantiasa
mengingat
Tuhan
4) aku ora perduli merga isaku golek pangan mung
Perzinaan
68
kaya ngono kuwi dhuh Gusti… kalampahana karsa dalem dhumateng ingkang abdi nanging mugi Gusti tansah ngijabahi nggen kula pados rejeki aku tidak perduli karena kemampuanku mencari makan hanya seperti ini ya Tuhan.. tunjukkanlah jalan hamba tapi semoga Engkau meridhoi dalam saya mencari rezeki (SWP, 29, 14/12/2013)
5) kudu ditampa saben naskah ing lembar gesang pakaryan datan oncat sinebat dening laknat percayaa marang kridhaning roh suci setya njampangi pribadi kang tinarbuka ati harus diterima setiap naskah dilembar kehidupan pekerjaan akan secara sendirinya pergi karena laknat percaya kepada keridhaan sang maha suci kesetiaan akan tertanam di keterbukaan hati (EL, 33, 11/01/2014)
Senantiasa
mengingat
Tuhan
69
B. Pembahasan Data
1. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna pada geguritan
dalam majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari
2014
a. Metafora
Metafora adalah kiasan langsung, artinya benda-benda yang
dikiaskan itu tidak disebutkan. Jadi ungkapan itu langsung berupa
kiasan. Penggunaan gaya bahasa metafora pada geguritan dalam
majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014
terdapat pada kutipan-kutipan berikut ini.
1) Akh prenjak, ocehanmu Metha kidung crita uripku Sing dak simpen dhipet primpen Kareben ora ana wong kang krungu Merga jasad iki mung bantal turu Kanggo nguja hawane sang jalu Ah prenjak kicauanmu Mengukir cerita hidupku Yang tersimpan dalam Tak seorangpun tahu Karena tubuh ini hanya jasad mati untuk memenuhi keinginan sang lelaki (PPNO, 26, 23/11/2013)
Pada kutipan di atas, penulis bercerita tentang wanita yang
dirampas haknya sebagi seorang wanita seutuhnya diperlakukan tidak
adil oleh pasanganya. Burung dalam puisi tersebut diibaratkan sebagai
wanita dan sangkar diibaratkan sebagai aturan yang mengekang. Gaya
bahasa metafora terdapat pada kutipan “sang jalu” ‘sang lelaki’.
70
Maksud dari kutipan di atas adalah di sini laki-laki dikiaskan secara
langsung menjadi jalu yang dipuja-puja wanita.
2) Sing dakgantung iku kowe mengkone Aja pijer ngece marang bocah wingi sore Aja dumeh bisa ngereh Aja waton ngramut ombyaking lakon Aja ngumbar nepsu lan pasemon Aja dianggep aku iki lola ing kawruh Asor ing pakewuh Yang ku gantung itu kamu tadinya Jangan hanya menghina kepada anak kemarin sore Jangan merasa bisa menenangkan Jangan asal melawan arus kehidupan Jangan membiarkan nafsu dan mengandai-andai Jangan menganggap aku ini jauh dari ilmu Merendahkan dalam tingkah laku (MPTG, 27, 30/11/2013)
Pada bait di atas, bercerita tentang sebuah nasehat kepada
pembaca agar jangan menghina terhadap generasi penerus tetapi
jangan pula melawan tata aturan yang sudah ada serta jangan
mengumbar hawa nafsu, jangan menganggap narapidana tak punya
ilmu atau sopan santun. Pada bait tersebut terdapat gaya bahasa
Metafora ditunjukkan pada kutipan “bocah wingi sore” ‘anak kemarin
sore’. Maksud dari kutipan tersebut adalah tidak boleh merendahkan
para pemuda atau remaja yang di sini disebutkan ”bocah wingi sore”
yang artinya ”anak kemarin sore”, karena belum tentu yang lebih tua
yang lebih tahu segalanya.
3) Pindhane kembang Aku mung kembang bangah Kang wus alum, gogrog sakdurunge megar Maduku wis asat
71
Kalaupun aku bunga Aku hanya bunga bangkai Yang sudah layu, berguguran sebelum mekar Maduku sudah kering (SWP, 29, 14/12/2013)
Pada bait di atas, bercerita tentang wanita penghibur yang bila
diibaratkan sebagai bunga yang sudah busuk dan tidak ada madunya,
bunga itu telah kering. Pada kutipan di atas terdapat gaya bahasa
metafora ditunjukkan pada kutipan “kembang bangah” ‘bunga
bangkai. Maksud dari kutipan tersebut adalah bukan nama bunga
bangah yang sebenarnya, tetapi secara tidak langsung bunga bangah
yang menggambarkan seorang wanita pekerja seks komersial.
4) Nanging emane Esuk iki Mendhung klawu Lagi mayungi atiku Nyangking grimis salah mangsa Pindha ilining waspa Kang wis sue kemembeng Nggetuni ketiga dawa Kang nganti ngrujit Bantala Nyemplah pang-pang aking Tanpa semaya Tapi sayangnya Pagi ini Mendung kelabu Sedang memayungi hatiku Membawa gerimis yang salah musim Seperti mengalirnya air mata Yang sudah lama tertahan Menyesali kemarau panjang Yang sampai merobek-robek Tanah Mematahkan dahan-dahan kering Tanpa bisa ditahan (CL, 29, 14/12/2013)
72
Pada kutipan di atas, bercerita tentang kesedihan si aku yang
mendalam karena tidak jadi menikah dengan perempuan pilihannya.
Pada bait tersebut terdapat gaya bahasa metafora ditunjukkan pada
kutipan “mendhung klawu”, ‘mendung kelabu’. Maksud dari kutipan
tersebut adalah bukan hatinya yang berwarna kelabu atau hatinya yang
dipayungi mendung kelabu tetapi maksudnya kesedihan yang sedang
dirasakan.
5) Lintang panjerina kang jumedhul ing wektu iku Dadi lintang kang pungkasan kanggoku lan sliramu jalaran wiji-wiji katresnan kang dak tanem ana jero taman atimu wus kudu punthes sadurunge nuwuhake kembang-kemmbang kang endah Bintang bersinar yang muncul diwaktu itu Menjadi bintang terkhir untukku untukmu karena benih-benih cinta yang hendak ku tanam di dalam taman hatimu sudah harus patah sebelum menumbuhkan bunga-bunga yang indah (PITM, 31, 28/12/2013)
Pada kutipan di atas, bercerita tentang perpisahan si aku yang
berpisah dengan seorang wanita yang dicintainya, namun wanita itu
bertepuk sebelah tangan. Pada kutipan di atas terdapat gaya bahasa
metafora ditunjukkan pada kutipan “taman atimu”, ‘taman hatimu’.
Maksud dari kutipan tersebut adalah bukan hatinya yang mempunyai
taman tetapi mengkiaskan tentang perasaan si aku yang sedang jatuh
cinta terhadap wanita sehingga si aku menggambarkan perasaannya
seperti sedang berada ditaman yang indah.
73
6) Sing tansah ngambra-ambra tekan kana-kana Mengkone bakal krasa nalika kantaka katula-tula yen bandha donya lan panguwasa jebul sagebyare netra kepara bisa gawe sengsara Yang telah merembet kemana-mana Nantinya akan merasakan ketika jatuh terkatung-katung apabila harta dunia dan kekuasaan ternyata hanya sekejab mata lalu membawa sengsara (Kemaruk, 33, 11/01/2014)
Pada kutipan di atas, bercerita tentang nasehat kepada pembaca
bahwa harta dan tahta itu hanya sekejap mata di dunia ini yang bisa
membuat sengsara. Pada kutipan di atas terdapat gaya bahasa metafora
ditunjukkan pada kutipan “sagebyare netra”, ‘sekejab mata’. Maksud
dari kutipan tersebut adalah menggambarkan bahwa harta di dunia itu
hanya sekejap mata, yang dimaksud sekejap mata itu bukan berarti
mata berkedip lalu hilang tapi membandingkan kesenangan dan
kekuasaan dunia ini sebentar sekali bagaikan kejapan mata.
7) Nalika sema ati iki bungah Amarga tresna kang ngrembaka ati iki madhep manteb milih priya, kang dadi sigaring nyawa
Ketika itu hati ini bahagia Karena cinta yang bersemi hati ini mantab memilih lelaki, yang menjadi belahan jiwa (NS, 36, 01/02/14)
Pada kutipan di atas, berisi tentang kegembiraan seorang wanita
sedang jatuh cinta yang telah mantap memilih pria sebagai calon
pendamping hidupnya. Pada bait tersebut terdapat gaya bahasa
metafora ditunjukkan pada kutipan “sigaring nyawa” ‘belahan jiwa’.
74
Maksud dari kutipan tersebut adalah menggambarkan bahwa seorang
perempuan yang telah menemukan belahan jiwanya dan sudah mantab
memilih lelaki tersebut. Yang dimaksud belahan jiwa di sini bukan
jiwa yang terbelah tetapi belahan jiwa menggambarkan seorang yang
terkasih.
b. Personifikasi
Personifikasi adalah suatu keadaan atau peristwa alam sering
dikiaskan sebagai keadaan atau peristiwa yang dialami oleh manusia.
Dalam hal ini benda mati dianggap sebagai manusia atau persona, atau
di”personifikasi”kan. Hal ini digunakan untuk memperjelas
penggambaran peristiwa dan keadaan itu.
Penggunaan gaya bahasa Personifikasi pada geguritan dalam
majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014
terdapat pada kutipan-kutipan berikut ini.
1) Prenjaak ngarep omahku Pengin dakrusak kurunganmu Kareben bisa mabur ngulandara Mabura….mabura, bareng karo tangising jiwaku
Prenjak di depan rumahmu Ingin kurusak kurunganmu Supaya bisa terbang bebas Terbanglah-terbanglah Bersama tangisnya jiwa terbanglah…terbanglah, bersama dengan tangisan jiwaku (PPNO, 26,23/11/2013)
Pada bait di atas, penulis bercerita tentang wanita yang dirampas
haknya sebagi seorang wanita seutuhnya diperlakukan tidak adil oleh
75
pasanganya dan si aku ingin lepas dari kekangan. Burung dalam puisi
tersebut diibaratkan sebagai wanita dan sangkar diibaratkan sebagai
aturan yang mengekang. Gaya bahasa personifikasi pada kutipan
“Mabura….mabura, bareng karo tangising jiwaku”,
‘terbanglah…terbanglah, bersama dengan tangisan jiwaku’. Kalimat
tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi karena jiwa
adalah benda mati, dalam puisi tersebut jiwa diibaratkan manusia yang
mempunyai mata dan menangis.
2) Dawaning wektu tansah lumaku nut dhawuh gusti Ewone pepalang nyampar nyandhung ing bumi Werdi wigati cetha katampi ing wekt semedi Ambuka rasa sejati mecaki laku utami ninggal sipat angkara lan dengki
lamanya waktu yang sedang berjalan menurut perintah tuhan Ketidaksukaan menghalangi bumi Sangat jelas kuterima diwaktu bersemedi Membuka rasa sejati menjalani perilaku benar meninggalkan sifat angkara dan dengki (AKAP, 27,30/11/2013)
Pada kutipan di atas, bercerita tentang seseorang yang akan
memperbaiki diri yang diibaratkan seperti membuka hutan raya yang
sangat lebat, sebelum memperbaiki diri penulis mencari ilmu yang
diibaratkan seperti bersemedi mencari petunjuk kepada Yang Maha
Kuasa, dalam semedinya si penulis mendapat petunjuk agar
menghindari sifat angkara murka dan menjanlakan sifat utama berbudi
pekerti. Gaya bahasa personifikasi terdapat pada kutipan “Dawaning
wektu tansah lumaku nut dhawuh gusti” ‘lamanya waktu yang sedang
berjalan menurut perintah tuhan’. Kalimat tersebut dikategorikan
76
sebagai gaya bahasa personifikasi karena waktu adalah benda mati
yang tidak dapat dilihat namun bisa dirasakan, waktu diibaratkan
seperti manusia yang memiliki kaki untuk berjalan.
3) Ana surup lelimengan, koncatan endahe wektu nguyak wengi dilanggung sawah nuju omahku adohe tansaya nglangut
ada surup bayangan, melompati indanya waktu mengejar malam Kegelapan sawah menuju rumahku Jauh semakin tak kelihatan (CA, 28,7/12/2013)
Pada kutipan di atas, bercerita tentang suasana disenja sore hari
matahari tenggelam di ufuk barat yang ditinggal hanya bayangan semu.
Gaya bahasa personifikasi terdapat pada kutipan “Ana surup
lelimengan, koncatan endahe wektu nguyak wengi”, ‘ada surup
bayangan, melompati indanya waktu mengejar malam’. Kalimat
tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi karena
bayangan yang merupakan benda mati, pada puisi candhik ala
bayangan diibaratkan seperti manusia yang mempunyai kaki yang
dapat melompat dan mengejar.
4) Abyor lintang akasa cahya ngrebda nyangking impen babut biru, sinebarayan barieyan impen endah kumawasa ing bumi sepi berkelipbintang di angkasa cahaya sinarnya membawa mimpi Baju hangat biru, bertebaran berlian Mimpi indah berkuasa di bumi sepi (KP, 29,14/12/2013)
77
Pada kutipan di atas, bercerita tentang suasana langit malam
hari sunyi sepi dan dingin. Di malam itu hanya mimpi-mimpi sang
penulis yang memenuhi indahnya malam. Gaya bahasa personifikasi
terdapat pada kutipan “Cahya ngrebda nyangking impen”, ‘cahaya
sinarnya membawa mimpi’. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai
gaya bahasa personifikasi karena cahaya yang merupakan suatu
pancaran sinar dan termasuk benda mati, pada puisi kejot panonku
cahaya diibaratkan seperti manusia yang mempunyai tangan untuk
membawa.
5) Srengenge gumlewang Nguyak kumlebate ayang-ayang Kluwung mlengkeng rinegem bumi Rinenda warna nngelam-ngelami Percikan sinar matahari mengejar bayang-bayang Pelangi melengkung menggenggam bumi Menandai warna kekaguman (MK, 30,21/12/2013)
Pada kutipan di atas, bercerita tentang kekaguman penulis
terhadap suasan setelah hujan reda yang kemudian munculnya pelangi
yang indah berwarna-warni. Gaya bahasa personifikasi terdapat pada
kutipan “Srengenge gumlewang Nguyak kumlebate ayang-ayang”,
‘Percikan sinar matahari mengejar bayang-bayang’. Kalimat tersebut
dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi karena sinar matahari
termasuk benda mati, pada puisi mabur kumleyang sinar diibaratkan
seperti manusia yang mempunyai kaki untuk mengejar.
78
6) Srengenge gumlewang Nguyak kumlebate ayang-ayang Kluwung mlengkeng rinegem bumi Rinenda warna nngelam-ngelami Percikan sinar matahari mengejar bayang-bayang Pelangi melengkung menggenggam bumi Menandai warna kekaguman (MK, 30,21/12/2013)
Pada kutipan di atas bercerita tentang kekaguman penulis
terhadap suasan setelah hujan reda yang kemudian munculnya pelangi
yang indah berwarna-warni. Gaya bahasa personifikasi terdapat pada
kutipan “Kluwung mlengkung rinegem bumi”, ‘pelangi melengkung
menggenggam bumi’. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya
bahasa personifikasi karena pelangi yang merupakan suatu lengkungan
warna yang ada di langit yang di sebabkan oleh pembiasan sinar
matahari termasuk benda mati, pada puisi mabur kumleyang pelangi
diibaratkan seperti manusia yang mempunyai tangan untuk
menggenggam.
7) Angin liwat kumlebat Mbalangake pangangenku Mabur kumleyang Kauntal mega malang Angin lewat berhembus Melempar anganku Terbang melayang tertelan mega malang (MK, 30,21/12/2013)
Pada bait di atas, bercerita tentang seseorang yang sedang
terbawa lamunan sambil memandang mega yang lewat dan teringat
pada suatu masa. Gaya bahasa personifikasi terdapat pada kutipan
79
“Angin liwat kumlebat Mbalangake pangangenku Mabur kumleyang
Kauntal mega malang”, ‘Angin lewat berhembus Melempar anganku
Terbang melayang tertelan mega malang’. Kalimat tersebut
dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi karena angin adalah
benda mati yang tidak terlihat tapi bisa dirasakan, pada puisi mabur
kumleyang angin diibaratkan seperti manusia yang mempunyai tangan
untuk melempar dan mulut untuk menelan.
8) Saben dina aku sara Saraning ana ing kalbuku Sang dewangkara teturu Tanpa madhangi atiku Setiap hari aku sengsara Sengsara ada di hatiku Sang Matahari tertidur Tanpa menerangi hatiku (NA, 30,21/12/2013)
Pada kutipan di atas, bercerita tentang kesengsaraan hati
seseorang yang setiap hari merasa sedih dan kesepian yang mendalam
karena belum mempunyai pendamping hidup. Gaya bahasa
personifikasi terdapat pada kutipan “sang dewangkara teturu”, ‘sang
matahari tertidur’. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa
personifikasi karena matahari adalah benda mati yang merupakan pusat
tata surya di angkasa, diibaratkan seperti manusia yang mempunyai
mata untuk tidur.
9) Nelangsaning kalbuku Tansaya mundhak ngrembaka Ambaning samudralaya kang bawera ayem tentrem
80
Sakitnya kalbuku Semakin menjadi-jadi luasnya samudra yang begitu damai dan tentram
(NA, 30,21/12/2013)
Pada kutipan di atas, bercerita tentang kesengsaraan hati
seseorang yang setiap hari merasa sedih dan kesepian yang mendalam
karena belum mempunyai pendamping hidup. Gaya bahasa
personifikasi terdapat pada kutipan “Ambaning samudralaya kang
bawera ayem tentrem ”, ‘luasnya samudra yang begitu damai dan
tentram’. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa
personifikasi karena samudra adalah benda mati yang merupakan
hamparan lautan, diibaratkan seperti manusia yang mempunyai hati
untuk merasakan damai dan tentram.
10) Panglamuning mega nyingset samirana Ron garing mangling, wurung nggennya seba Ancik-ancik pang cilik kang nandhang paceklik Dene kudu dicandet mangsa kandheg? Nyathut darbe liyan Ambabar lelakon sangar Mega yang berarak tersapu angin Daun kering yang melengkung, tak jadi tumbuh Berdiri pada dahan yang sedang kemarau Apakah harus menghentikan waktu? Merampas milik orang lain Menebar kejahatan (Ndadra, 35,25/01/2014)
Pada kutipan di atas, bercerita tentang kekuatan tekad seseorang
yang akan balas dendam karena telah merasa di kecewakan. Pada bait
di atas, gaya bahasa personifikasi pada kutipan “Ron garing mangling,
wurung nggennya seba Ancik-ancik pang cilik kang nandhang
81
paceklik”, ‘Daun kering yang melengkung, tak jadi tumbuh beridiri
padha dahan yang sedang kemarau’. Kalimat tersebut dikategorikan
sebagai gaya bahasa personifikasi karena daun kering adalah benda
mati, diibaratkan seperti manusia yang mempunyai kaki untuk berdiri.
11) Tangan emoh kalah krungu umuke mripat Kuping karo malangkerik lan nuding-nuding Kandha: Pancen kowe bisa weruh apa wae, lan kowe Kuping, kowe bisa krungu apa wae kang bakal kelakon tangan tak mau kalah mendengar sombongnya mata dan telinga dengan berkacak pinggang dan menunjuk-nunjuk berkata: “memang kamu bisa melihat apa saja dan kamu telinga, kamu bisa mendengar apa sajayang terjadi (ARBNBR, 36,01/02/2014)
Pada kutipan di atas, bercerita tentang konflik antara anggota
tubuh yang saling menyombongkan diri. Pada bait di atas, gaya bahasa
personifikasi pada kutipan “tangan emoh kalah krungu umuke
mripat”, ‘tangan tidak mau kalah mendengar sombongnya mata’.
Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi
karena tangan adalah benda mati yang merupakan salah satu anggota
tubuh, diibaratkan seperti manusia yang mempunyai telinga untuk
mendengar.
12) Huh, anggepmu Ngono kandhane sikil kanthi ngotot mbegagah Neng ngarepe perangan raga tetelune Kowe kidha ra bisa mingset, mbegegeg ana Papanmu dhewe-dhewe Mula aku luwih penting Huh, anggapanmu seperti itu kata kaki dengan bersikeras
82
Didepan ketiga anggota badan yang lain Kalian semua tidak bisa kemana-mana, diam ditempatmu masing-masing Maka akulah yang paling penting (ARBNBR, 36,01/02/2014)
Pada kutipan di atas, bercerita tentang konflik antara anggota
tubuh yang saling menyombongkan diri. Gaya bahasa personifikasi
terdapat pada kutipan “ngono kandhane sikil kanthi ngotot mbegaga ”,
‘seperti itu kata kaki dengan bersikeras’. Kalimat tersebut
dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi karena kaki adalah
benda mati yang merupakan salah satu anggota tubuh, diibaratkan
seperti manusia yang mempunyai mulut untuk berkata.
13) Uteg kang tansah ndelik ing sajroning sirah lan tansah katon lemes kanthi wicaksono nengahi anggone padha regejegan.
otak yang berada di dalam kepala dan tampak lemas dengan bijaksana dalam menengahi keributan (ARBNBR, 36,01/02/2014)
Pada kutipan di atas, bercerita tentang anggota tubuh yaitu otak
yang sedang menengahi kesombongan anggota badan yang lain. Gaya
bahasa personifikasi terdapat pada kutipan “Uteg kang tansah ndelik
ing sajroning sirah lan tan katon lemes kanthi wicaksono nengahi
anggone padha regejegan”, ‘otak yang berada di dalam kepala tampak
lemas dan bijaksana dalam menengahi keributan. Kalimat tersebut
dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi karena otak adalah
benda mati yang merupakan salah satu anggota tubuh, diibaratkan
seperti manusia yang dapat menengahi kericuhan dalam keributan.
83
14) Samirana datan lumampah Ron-ronan datan ebah Sepi nyenyet ngelangut angelam-elami Tan ana sabawaning walang ngalisik Kang kapireng among swarane sato saba bengi. angin yang berjalan Daun-daun yang bergoyang Sepi sunyi sedih menyelimuti Yang ada dipenjuru hanya belalang yang bergemisik Yang terdengar hanyalah hewan malam (STRD, 36,01/02/2014)
Pada kutipan di atas, bercerita tentang suasana hening tengah
malam yang terdengar hanya suara hewan malam dan gemerisik
dedaunan. Penulis seperti merasa bahwa dirinya di dunia ini belum
bisa berbuat baik pada sesama. Gaya bahasa personifikasi terdapat
pada kutipan “samirana datan lumampah”, ‘angin yang berjalan’.
Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi
karena angin adalah benda mati yang tidak dapat dilihat tapi bisa
dirasakan, diibaratkan seperti manusia yang mempunyai kaki untuk
berjalan.
15) Samirana datan lumampah Ron-ronan datan ebah Sepi nyenyet ngelangut angelam-elami Tan ana sabawaning walang ngalisik Kang kapireng among swarane sato saba bengi.
angin yang berjalan Daun-daun yang bergoyang Sepi sunyi sedih menyelimuti Yang ada dipenjuru hanya belalang yang bergemisik Yang terdengar hanyalah hewan malam (STRD, 36,01/02/2014)
84
Pada kutipan di atas, bercerita tentang suasana hening tengah
malam yang terdengar hanya suara hewan malam dan gemerisik
dedaunan. Penulis seperti merasa bahwa dirinya di dunia ini belum
bisa berbuat baik pada sesama. Gaya bahasa personifikasi terdapat
pada kutipan “ron-ron datan ebah”, ‘daun-daun yang bergoyang’.
Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi
karena daun adalah benda mati, diibaratkan seperti manusia yang dapat
begoyang.
16) Ana suling semendhe gedhek warung Daksaut daksebul mawa napas nglentrih Ngoyak wewayanganmu tumumpang mendhung Sacleraman mesem ginubet sengsem
Ada seruling tergeletak di dinding warung Ku ambil ku tiup dengan nafas lemah lunglai Mengejar bayangmu di atas awan Sekelebat senyuman terikat ketertarikan (LK, 37,11/02/2014)
Pada kutipan di atas, bercerita tentang sesorang yang sedang
jatuh cinta kepada sang pujaan hati, untuk menggambarkan bahwa
suasana hatinya sedang senang penulis membunyikan seruling itu.
Gaya bahasa personifikasi terdapat pada kutipan “Ana suling
semendhe gedhek warung Daksaut daksebul mawa napas nglentrih
Ngoyak wewayanganmu tumumpang mendhung Sacleraman mesem
ginubet sengsem”, ‘Ada seruling tergeletak di dinding warung Ku
ambil ku tiup dengan nafas lemah lunglai Mengejar bayangmu di atas
awan Sekelebat senyuman terikat ketertarikan’. Kalimat tersebut
dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi karena suling adalah
85
benda mati, diibaratkan seperti manusia yang mempunyai kaki untuk
mengejar seseorang.
17) Akasa ngudhal crita kawuri Saka senthong pangimpen ing mangsa... Titi yoni nganti ocehing prenjak parak esuk Pangumbaraning wewayangmu Rinasa nunjem telenging nala Langit bercerita kelam masa silam Dari kamar impian di suatu musim… Sangat sakti sampai ocehan prenjak menjelang pagi Kepergian bayanganmu Terasa menghujam hati (TL, 37,11/02/2014)
Pada kutipan di atas, bercerita tentang sebuah mimpi yang tidak
tersampaikan karena seseorang yang dikasihi untuk menemani
membangun mimpi bersamanya telah pergi. Gaya bahasa personifikasi
terdapat pada kutipan “akasa ngudhal crita kawuri ”, ‘langit becerita
kelam masa silam’. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya
bahasa personifikasi karena langit adalah benda mati yang merupakan
ruang luas yang terbentang di atas bumi, diibaratkan seperti manusia
yang mempunyai mulut untuk bercerita.
c. Perbandingan atau simile
Perbandingan atau simile adalah kiasan yang tidak langsung.
Benda yang dikiaskan kedua-duanya ada bersama pengiasnya dan
digunakan kata-kata seperti, laksana, bak, dan sebagainya. Kadang-
kadang juga tidak digunakan kata-kata pembanding.
86
Penggunaan gaya bahasa Perbandingan atau simile pada
geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-
Februari 2014 terdapat pada kutipan-kutipan berikut ini.
1) Sasuwene iki jare mung dianggep klilip Jabang bayi lali urip, kebacut-bacut nggone mbarut Kinudang-kudang dadi bujang pindha kidang Keplayu kebat nggayuh drajat pangkat lan semat Selama ini katanya hanya dianggap remang-remang Jabang bayi lupa hidup, terlanjur lanjur dalam melangkah Digadang-gadang menjadi remaja bagai rusa Berlari kencang mencapai drajat pangkat dan kemuliaan (MPTG, 27,30/11/2013)
Pada bait di atas, bercerita tentang sebuah nasehat kepada
pembaca agar jangan menghina terhadap generasi penerus tetapi
jangan pula melawan tata aturan yang sudah ada serta jangan
mengumbar hawa nafsu, jangan menganggap narapidana tak punya
ilmu atau sopan santun. Gaya bahasa perbandingan atau simile pada
kutipan yang dicetak tebal “Kinudang-kudang dadi bujang pindha
kidang”, ‘Digadang-gadang menjadi remaja bagai rusa’, dikategorikan
gaya bahasa perbandingan atau simile karena pengarang
mengumpamakan seorang remaja diibaratkan rusa yang anggun, gagah
dan dapat berlari cepat supaya dalam kehidupan yang keras ini dapat
bertahan dan berlari mengejar harta dunia serta jabatan. Gaya bahasa
perbandingan atau simile ditunjukkan dengan penggunaan kata
pindha.
2) Sasuwene iki jare mung dianggep klilip Jabang bayi lali urip, kebacut-bacut nggone mbarut Kinudang-kudang dadi bujang pindha kidang
87
Keplayu kebat nggayuh drajat pangkat lan semat Dialembana dadi raja pindha singa Selama ini katanya hanya dianggap remang-remang Jabang bayi lupa hidup, terlanjur lanjur dalam melangkah Digadang-gadang menjadi remaja bagai rusa Berlari kencang mencapai drajat pangkat dan kemuliaan Disanjung menjadi raja bagai singa (MPTG, 27,30/11/2013)
Pada bait di atas inti ceritanya sama seperti analisis sebelumnya,
gaya bahasa perbandingan atau simile pada kutipan yang dicetak tebal
“Dialembana dadi raja pindha singa”, ‘disanjung menjadi raja seperti
singa’, dikategorikan gaya bahasa perbandingan atau simile karena
pengarang mengumpamakan seorang diibaratkan singa yang buas dan
pemberani. Gaya bahasa perbandingan atau simile ditunjukkan dengan
penggunaan kata pindha.
3) Kayadene aku kang cendhek, semut uga cilik Nanging, bisa mrambat tekan omag Loteng utawa Menara kang dhuwur Gene samubarang remeh bisa nemu papan utama?!
seperti halnya aku yang pendek, semut juga kecil Tapi, bisa merambat sampai loteng atau menara yang tinggi seperti sesuatu yang remeh bisa menemukan tempat yang utama?! (Lelaku, 28,7/12/2013)
Pada kutipan di atas, bercerita tentang sebuah nasehat kepada
pembaca agar jangan meremehkan suatu hal sekecil apapun karena hal
yang kecil bila disepelekan bisa menjadi hal besar juga. Gaya bahasa
perbandingan atau simile pada kutipan yang dicetak tebal “kayadene
aku kang cendhek, semut uga cilik”, ‘seperti halnya aku yang pendek,
semut juga kecil’. Pada kutipan tersebut dikategorikan gaya bahasa
88
perbandingan atau simile karena pengarang mengumpamakan aku
(rumput) yang pendek diibaratkan seperti semut yang jg kecil dan
pendek. Gaya bahasa perbandingan atau simile ditunjukkan dengan
penggunaan kata kayadene.
4) Pindhane kembang, aku mung kembang bangah kang wus alum gogrog sadurunge megar maduku wis asat
Bagaikan aku bunga aku hanya bunga bangkai yang sudah layu berguguran sebelum mekar maduku sudah kering (SWP, 29,14/12/2013)
Pada kutipan di atas, menceritakan tentang wanita pekerja seks
komersial yang merasa bahwa hidupnya sudah tak berharga lagi. Gaya
bahasa perbandingan atau simile pada kutipan yang dicetak tebal
“Pindhane kembang, aku mung kembang bangah kang wus alum
gogrog sadurunge megar maduku wis asat”, ‘Bagaikan aku bunga aku
hanya bunga bangkai yang sudah layu berguguran sebelum mekar
maduku sudah kering’. Pada kutipan tersebut dikategorikan gaya
bahasa perbandingan atau simile karena pengarang mengumpamakan
aku (seorang wanita) yang mengibaratkan dirinya seperti bunga
bangkai yang sudah layu berguguran sebelum mekar dan sudah tidak
punya madu. Gaya bahasa perbandingan atau simile ditunjukkan
dengan penggunaan kata pindhane.
5) nanging emane esuk iki mendhung klawu
89
lagi mayungi atiku nyangking grimis salah mangsa pindha ilining waspa kang wes suwe kemembeng Nggetuni ketiga dawa kang nganti nggrujit Bantala Nyemplah pang-pang aking Tanpa semaya
Tapi sayangnya Pagi ini Mendung kelabu Sedang memayungi hatiku Membawa gerimis yang salah musim Seperti mengalirnya air mata Yang sudah lama tertahan menyesali kemarau panjang yang sampai merobek-robek tanah Mematahkan dahan-dahan kering Tanpa bisa ditahan (CL, 29,14/12/2013)
Pada kutipan di atas, menceritakan tentang kekecewaan dan
kesedihan yang begitu lama di musim kemarau karena si aku gagal
menikah. Merobek-robek tanah itu penggambaran dari karena begitu
panasnya musim kemaru sehingga tanah menjadi pecah-becah bagai
dirobek-robek. Gaya bahasa perbandingan atau simile pada kutipan
yang dicetak tebal “nyangking grimis salah mangsa pindha ilining
waspa”, ‘membawa grimis salah musim seperti bergelinangnya air
mata’. Pada kutipan tersebut dikategorikan gaya bahasa perbandingan
atau simile karena pengarang mengumpamakan grimis yang
diibaratkan seperti keluarnya air mata. Gaya bahasa perbandingan atau
simile ditunjukkan dengan penggunaan kata pindhane.
90
d. Hiperbola
Hiperbola adalah kiasan yang berlebih-lebihan, penyair merasa
perlu melebih-lebihkan hal yang dibanding itu agar mendapatkan yang
lebih saksama dari pembaca. Hiperbola tradisional dapat kita dapati
dalam bahasa sehari-hari seperti : bekerja membanting tulang,
menunggu seribu tahun, hatinya bagai dibelah sembilu, serabut dibagi
tujuh dan sebagainya.
Penggunaan gaya bahasa hiperbola pada geguritan dalam
majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014
terdapat pada kutipan-kutipan berikut ini.
1) Apuranen aku Susuh paleremanku kabesem Mbusak donya kang paweh tentrem Nutupi impen-impen ayem Maafkan aku Sarangkutelah terberangus menghapus dunia yang memberi ketentraman menghalangi impian damai (KMP, 26,23/11/2013)
Pada kutipan di atas, gaya bahasa hiperbol ditunjukkan pada
kutipan “Mbusak donya kang paweh tentrem Nutupi impen-impen
ayem”, ‘menghapus dunia yang memberi ketentraman
menghalangi impian damai’. Pada kutipan tersebut termasuk gaya
bahasa hiperbola karena merupakan suatu pernyataan yang melebih-
lebihkan, dengan membesar-besarkan suatu hal untuk mencapai makna
yang mendalam. Kutipan di atas menceritakan tentang seekor burung
yang ditangkap dan dimasukkan ke dalam sangkar sehingga burung
91
merasa seperti dirinya sudah tidak bisa lagi melihat dunia karena selalu
di dalam sangkar. Burung tersebut juga merasa kecewa dengan
perbuatan manusia yang telah merusak dan itu sama saja menghapus
dunia bagi burung.
2) Sing dak gantung iku bandha kaya Dakkereke ing tugu sinukarta Dimen kabeh padha wanuh Sasuwene iki mung dianggep uwuh Sanajan direwangi adus kringet lan luh Yang ku gantung itu harta benda Ku tinggalkan di alam tugu kekotoran Supaya semuanya selamat Selama ini hanya dianggap sampah Walaupun dengan bermandikan keringat dan air mata (MPTG, 27,30/11/2013)
Pada kutipan di atas, gaya bahasa hiperbola ditunjukkan pada
kutipan “Sasuwene iki mung dianggap uwuh Sanajan direwangi adus
kringet lan luh”, ‘Selama ini hanya dianggap sampah walau dibantu
mandi keringat dan air mata’. Pada kutipan tersebut termasuk gaya
bahasa hiperbola karena merupakan suatu pernyataan yang melebih-
lebihkan, dengan membesar-besarkan suatu hal untuk mencapai makna
yang mendalam. Kutipan di atas menceritakan tentang seorang
narapidana yang tinggal menunggu hukuman di tiang gantung, dulu
bergantung pada harta yang kotor, tetapi sekarang bergantung pada
tali gantungan yang menantinya, apapun yang diusahakannya sia-sia
walaupun telah berusaha keras.
3) Regeneg-regeneg klebating bleger wewayanganmu Tansah gawe kaget saben wayah ing rasaku, gumregel Sakkabehing kang dakcandhak ambyar sedalan-dalan ing
92
Pangangenku, lakak-lakak gumuyumu manawa mlorok Ngadhang gawe pepalang sucining sedyaku, ambeg Watak candhalamu jumlegur angguntur nyeret bledheg Mecah-mecahna langit mbedah bumi panguripanku
Perlahan lahan besar bayangmu Selalu membuat kaget rasaku, gemetar Semua yang ku dapat derai sepanjang jalan dalam angan-anganku, terbahak-bahak tertawamu jika melotot menanti untuk rintangan sucinya niatku, nafas watak kerasmu menggelegar petir dan menyeret petir memecah belah langit membedah bumi penghidupanku (Gandarwa, 28,7/12/2013)
Pada kutipan di atas, gaya bahasa hiperbola ditunjukkan pada
kutipan “Mecah-mecahna langit mbedah bumi panguripanku”,
‘memecah belah langit membedah bumi penghidupanku’. Pada
kutipan tersebut termasuk gaya bahasa hiperbola karena merupakan
suatu pernyataan yang melebih-lebihkan, dengan membesar-besarkan
suatu hal untuk mencapai makna yang mendalam. Kutipan di atas
menceritakan tentang penggambaran petir yang sedang menyambar-
nyambar begitu dasyatnya sampai-sampai seperti membelah bumi
kehidupan.
4) Sabar tuwekal, lambaran gegayuhan luhur Nyingkiri cidra, supaya ora cintraka Laku utama njaga aruming asma, sumrambah ing Nusa Bangsa
Sabar tawakal, dasar dari cita-cita yang tinggi Menyingkirkan ketidak setiaan supaya tidak celaka jalan utama menjaga keharuman nama, menyebar di nusa bangsa (Lelaku, 28,7/12/2013)
Pada kutipan di atas, gaya bahasa hiperbola ditunjukkan pada
kutipan “Laku utama njaga aruming asma, sumrambah ing Nusa
93
Bangsa”, ‘jalan utama menjaga keharuman nama, menyebar di
nusa bangsa’. Pada kutipan tersebut termasuk gaya bahasa hiperbola
karena merupakan suatu pernyataan yang melebih-lebihkan, dengan
membesar-besarkan suatu hal untuk mencapai makna yang mendalam.
Kutipan di atas menceritakan tentang perilaku yang baik, jujur dan
bertanggung jawab dapat menjaga nama baik nusa bangsa walaupun
sekecil apapun perbuatan baik tersebut.
5) Aku pengen surup iki ora buthek mengkene Merga wengiku bakal coblong Tangeh keranggeh cahyane rembulan Sing dakgadhang leledhangan aku ingin surup ini tak keruh seperti ini, karena malamku akan semakin hampa Masih jauh untuk menggapai cahaya rembulan Yang ku harapkan membahagiakan hati (CA, 28,7/12/2013)
Pada kutipan di atas, gaya bahasa hiperbola ditunjukkan pada
kutipan “Aku pengen surup iki ora buthek mengkene Merga
wengiku bakal coblong”, ‘aku ingin surup ini tak keruh seperti ini,
karena malamku akan semakin hampa’. Pada kutipan tersebut
termasuk gaya bahasa hiperbola karena merupakan suatu pernyataan
yang melebih-lebihkan, dengan membesar-besarkan suatu hal untuk
mencapai makna yang mendalam. Kutipan di atas menceritakan
tentang keinginan seseorang agar sore tidak hanya seperti sore yang
lalu, karena seorang sedang menanti datangnya seorang dambaan hati
yang selama ini hampa.
94
6) Abyor lintang akasa cahya ngrebda nyangking impen babut biru, sinebarayan barieyan impen endah kumawasa ing bumi sepi berkelipbintang di angkasa cahaya sinarnya membawa mimpi tenunan hangat biru, bertebaran berlian Mimpi indah berkuasa di bumi sepi (KP, 29,14/12/2013)
Pada kutipan di atas, gaya bahasa hiperbola ditunjukkan pada
kutipan “Babur biru, sinebaran barleyan”, ‘Tenunan biru,
bertebaran berliyan’. Pada kutipan tersebut termasuk gaya bahasa
hiperbola karena merupakan suatu pernyataan yang melebih-lebihkan,
dengan membesar-besarkan suatu hal untuk mencapai makna yang
mendalam. Kutipan di atas menceritakan tentang kemewahan sesuatu
sehingga digambarkan menggunakan berliyan.
7) Saben bengi... Dakrewangi thethek neng pinggir ril Mung luru rejeki secuwil, kanggo njejegke kendil
setiap malam... Aku rela untuk mangkal dipinggir ril hanya mencari secuil rejeki, untuk menyambung hidup (SWP, 29,14/12/2013)
Pada kutipan di atas, gaya bahasa hiperbola ditunjukkan pada
kutipan “Mung luru rejeki secuwil, kanggO njejegke kendil”, ‘hanya
mencari secuil rejeki, untuk menyambung hidup’. Pada kutipan
tersebut termasuk gaya bahasa hiperbola karena merupakan suatu
pernyataan yang melebih-lebihkan, dengan membesar-besarkan suatu
hal untuk mencapai makna yang mendalam. Kutipan di atas
95
menceritakan tentang betapa susahnya dalam mencari rezeki untuk
mencukupi kehidupan sehari-hari, sampai-sampai harus menjual diri.
8) nanging emane esuk iki mendhung klawu lagi mayungi atiku nyangking grimis salah mangsa pindha ilining waspa kang wes suwe kemembeng Nggetuni ketiga dawa kang nganti nggrujit Bantala Nyemplah pang-pang aking Tanpa semaya
Tapi sayangnya Pagi ini Mendung kelabu Sedang memayungi hatiku Membawa gerimis yang salah musim Seperti mengalirnya air mata Yang sudah lama tertahan menyesali kemarau panjang yang sampai merobek-robek tanah Mematahkan dahan-dahan kering Tanpa bisa ditahan (CL, 29,14/12/2013)
Pada kutipan di atas, gaya bahasa hiperbola ditunjukkan pada
kutipan “Nggetuni ketiga dawa kang nganti nggrujit bantala”,
‘menyesali kemarau panjang yang sampai merobek-robek tanah’.
Pada kutipan tersebut termasuk gaya bahasa hiperbola karena
merupakan suatu pernyataan yang melebih-lebihkan, dengan
membesar-besarkan suatu hal untuk mencapai makna yang mendalam.
Kutipan di atas menceritakan tentang kekecewaan yang begitu lama di
musim kemarau. Merobek-robek tanah itu penggambaran dari karena
96
begitu panasnya musim kemaru sehingga tanah menjadi pecah-becah
bagai dirobek-robek.
9) Dak kunci katresnan iki Kanthi ngronce tampar dimen ora gagar wigar
kukunci cinta ini
Dengan tali supaya tidak lepas (KK, 30,21/12/2013)
Pada kutipan di atas, gaya bahasa hiperbola ditunjukkan pada
kutipan “Dak kunci katresnan iki”, ‘kukunci cinta ini’. Pada kutipan
tersebut termasuk gaya bahasa hiperbola karena merupakan suatu
pernyataan yang melebih-lebihkan, dengan membesar-besarkan suatu
hal untuk mencapai makna yang mendalam. Kutipan di atas bermakna
bahwa penulis sudah meyakini satu cintanya untuk selamanya sehingga
digambarkan cintanya sudah dikunci agar tidak tertarik pada yang lain.
10) Ati angluh tumiyung Anguk-anguk sapinggiring jurang cerung Nglanga memala ing klakon hatiku luluh lantah, hampir jatuh di pinggir jurang curam
Menelan dosa dalam perbuatan yang semakin gila (MK, 30,21/12/2013)
Pada kutipan di atas, gaya bahasa hiperbola ditunjukkan pada
kutipan “Ati angluh tumiyung Anguk-anguk sapinggiring jurang
cerung”, ‘hatiku luluh lantah, hampir jatuh di pinggir jurang curam’.
Pada kutipan tersebut termasuk gaya bahasa hiperbola karena
merupakan suatu pernyataan yang melebih-lebihkan, dengan
membesar-besarkan suatu hal untuk mencapai makna yang mendalam.
97
Kutipan di atas menceritakan perasaan seseorang yang hatinya sedang
tidak menentu yaitu dengan menggunakan kalimat hatiku luluh lantah.
Hati yang luluh lantah dan bagaikan akan jatuh di jurang yang curam,
dengan kalimat itu sangat menggambarkan makna yang sangat
mendalam pada puisi tersebut.
11) Saben dina aku sara Saraning ana ing kalbuku Sang dewangkara teturu Tanpa madhangi atiku Setiap hari aku sengsara Sengsara ada di hatiku Sang Matahari tertidur Tanpa menerangi hatiku (NA, 30,21/12/2013)
Pada kutipan di atas, gaya bahasa hiperbola ditunjukkan pada
kutipan “Saben dina aku sara Saraning ana kalbuku”, ‘setiap hari
aku sengsara sengsaranya ada dalam kalbuku’. Pada kutipan tersebut
termasuk gaya bahasa hiperbola karena merupakan suatu pernyataan
yang melebih-lebihkan, dengan membesar-besarkan suatu hal untuk
mencapai makna yang mendalam menggunakan kalimat ”setiap hari
aku sengsara”. Kalimat tersebut mengandung makna seakan-akan
setiap hari hidupnya sengsara padahal ini hanya penggambaran bahwa
disetiap harinya penulis belum ada seorang pendamping yang
menemaninya.
12) Jalaran wiji katresnan kang ndak tanem, ana jero taman atimu wus kudu punthes sadurunge nuwuhake kembang-kembang kang endah
98
karena benih-benih cinta yang kutanam, di dalam taman hatimu harus patah sebelum bertumbuhnya bunga-bunga yang indah (PITM, 31,28/12/2013)
Pada kutipan di atas, gaya bahasa hiperbola ditunjukkan pada
kutipan “jalaran wiji katresnan kang dak tanem ana jero taman
atimu”, ‘karena benih-benih cinta yang kutanam, di dalam taman
hatimu’. Pada kutipan tersebut termasuk gaya bahasa hiperbola karena
merupakan suatu pernyataan yang melebih-lebihkan, dengan
membesar-besarkan suatu hal untuk mencapai makna yang mendalam
menggunakan kalimat ”jalaran wiji katresnan kang dak tanem ana
jero taman atimu”. Kalimat tersebut menceritakan bahwa begitu masih
awalnya pendekatan antara penulis dengan orang yang dituju dan
menggambarkan banyak rasa yang sebenarnya akan ditanam agar
tumbuh. Rasa-rasa tersebut diibaratkan dengan sebuah pohon.
13) Dak pecaki lurung-lurung panguripan Menawa wae isih ana sing gelem andum rasa adil Marang aku lan kowe kutapaki lorong-lorong kehidupan mungkin saja masih ada yang mau membagi rasa adil terhadap aku dan kamu (ESG, 31,28/12/2013)
Pada kutipan di atas, gaya bahasa hiperbola ditunjukkan pada
kutipan “Dak pecaki lurung-lurung panguripan”, ‘kutapaki lorong-
lorong kehidupan, di dalam taman hatimu’. Pada kutipan tersebut
termasuk gaya bahasa hiperbola karena merupakan suatu pernyataan
yang melebih-lebihkan, dengan membesar-besarkan suatu hal untuk
99
mencapai makna yang mendalam menggunakan kalimat ”Dak pecaki
lurung-lurung panguripan”. Kalimat tersebut menceritakan bahwa
penulis masih menunggu harapan rasa adil dengan menjalani hari demi
hari yang di geguritan tersebut digambarkan dengan kalimat Dak
pecaki lurung-lurung panguripan.
14) Ya, pancena aku sarujuk, nimas Menawa jenengku lan jenengmu tinulis jejer ing mega-mega kae kang katon putih memplak kadya kapas kang ngrenggani langit biru indah edi peni dinulu Ya, memang aku setuju, nimas kalau namaku dan namaku tertulis berjajar di awan-awan itu yang terlihat putih bersih seperti kapas yang nampak di langit biru (sarujuk, 31,28/12/2013)
Pada kutipan di atas, gaya bahasa hiperbola ditunjukkan pada
kutipan “Menawa jenengku lan jenengmu tinulis jejer ing mega-
mega iku”, ‘kalau namaku dan namaku tertulis berjajar di awan-
awan itu’. Pada kutipan tersebut termasuk gaya bahasa hiperbola
karena merupakan suatu pernyataan yang melebih-lebihkan, dengan
membesar-besarkan suatu hal untuk mencapai makna yang mendalam
menggunakan kalimat “kalau namaku dan namaku tertulis berjajar
di awan-awan itu”. Bait tersebut menceritakan bahwa aku (penulis)
akan mempunyai kehidupan bersama seorang calon istri yang akan
dijalaninya dengan bahagia. Kalimat tersebut di lukiskan dengan kata-
kata kalau namaku dan namaku tertulis berjajar di awan-awan itu.
100
15) Nganti mengko tumiba Ana jurange siksa Sapa bakal kuwawa nduwa Yen wis tekan titi mangsa Sampai nanti tiba ada jurang siksa siapa yang bisa menghalangi kalau telah tiba waktunya (TM, 32,4/1/2014)
Pada kutipan di atas, gaya bahasa hiperbola ditunjukkan pada
kutipan “Nganti mengko tumiba Ana jurange siksa”, ‘Sampai nanti
tiba ada jurang siksa’. Pada kutipan tersebut termasuk gaya bahasa
hiperbola karena merupakan suatu pernyataan yang melebih-lebihkan,
dengan membesar-besarkan suatu hal untuk mencapai makna yang
mendalam. Di bait tersebut penulis menceritakan akan adanya hari
pembalasan bagi mereka yang suka berbuat jahat dengan
sesama,membuat susah orang lain dan meninggalkan budi pekerti akan
ada balasan berupa siksa yang mendalam maka penulis
menggambarkan dengan Nganti mengko tumiba Ana jurange siksa.
16) Dak oyak playune awang-awang klawu ing atimu Sumurup ing pethithing sore Kang wus wiwit samar-samar Mau awan mentas wae dak untabake Atimu kabur kukejar bayang-bayang semu di hatimu terbenam diujung sore yang telah mulai samar-samar Siang tadi baru saja kuungkapkan hatimu pergi (GR, 33,11/1/2014)
101
Pada kutipan di atas, gaya bahasa hiperbola ditunjukkan pada
kutipan “Dak oyak playune awang-awang klawu ing atimu”,
‘kukejar bayang-bayang semu di hatimu’. Pada kutipan tersebut
termasuk gaya bahasa hiperbola karena merupakan suatu pernyataan
yang melebih-lebihkan, dengan membesar-besarkan suatu hal untuk
mencapai makna yang mendalam. Di kalimat tersebut menceritakan
yang dialami penulis yang hanya bisa membayangkan gadis pujaannya
karena cintanya bertepuk sebelah tangan, penulis menggambarkan
keadaan tersebut dengan kata-kata kukejar bayang-bayang semu di
hatimu.
17) Merga ati wus kabuntel dening nafsu-nafsu angkara Sing tansah ngambra-ambra tekan kana-kana karena hati telah tertutup dengan nafsu-nafsu jahat yang telah menyebar kemana-mana (kemaruk, 33,11/1/2014)
Pada kutipan di atas, gaya bahasa hiperbola ditunjukkan pada
kutipan “Merga ati wus kabuntel dening nafsu-nafsu angkara Sing
tansah ngambra-ambra tekan kana-kana”, ‘karena hati telah
tertutup dengan nafsu-nafsu jahat yang telah menyebar kemana-
mana’. Pada kutipan tersebut termasuk gaya bahasa hiperbola karena
merupakan suatu pernyataan yang melebih-lebihkan, dengan
membesar-besarkan suatu hal untuk mencapai makna yang mendalam.
Di kalimat tersebut penulis menceritakan keadaan hati manusia yang
telah dipenuhi sifat jahat karena terpengaruh harta dunia, maka penulis
102
menggambarkan dengan kata-kata Merga ati wus kabuntel dening
nafsu-nafsu angkara Sing tansah ngambra-ambra tekan kana-kana.
18) Tekane pancen ngagetake pengangen Apa maneh praupan sing tansah beda Esemmu sing ndudut lelamunan lawas Kalane teka dadakan ngranuhi Kowe banjur crita kanthi nglangut Datangnya memang mengagetkan lamunan Apa lagi raut wajah yang beda senyummu yang menyadarkan dari lamunanku kadang kala datang tanpa diduga kau lalu bercerita dengan sedih (ngrangu, 34,18/1/2014)
Pada kutipan di atas, gaya bahasa hiperbola ditunjukkan pada
kutipan “Apa maneh praupan sing tansah beda Esemmu sing ndudut
bayangmu di hari lalu”, ‘Apa lagi raut wajah yang beda senyummu
yang menyadarkan dari lamunanku’. Pada kutipan tersebut
termasuk gaya bahasa hiperbola karena merupakan suatu pernyataan
yang melebih-lebihkan, dengan membesar-besarkan suatu hal untuk
mencapai makna yang mendalam. Di kalimat tersebut menceritakan
penulis saat membayangkan senyuman sang wanita pujaan hingga
sadar bahwa sang wanita sudah pergi, sehingga penulis menuliskan
kalimat dengan kata-kata Apa maneh praupan sing tansah
beda,Esemmu sing ndudut bayangmu di hari lalu.
19) Sapa kae methik sekar cempaka Ruruh pasuryane ngelingake endahe ketawang puspawarna Iki ilusi apa impen aku ora perduli Patrapku dak oyak nglamar lelewane siapa itu yang memetik bunga cempaka raut wajahnya mengingatkanku indahnya warna warni bunga
103
Ini ilusi atau hanya mimpi aku tak perduli inginku mengejar bayangan dirinya (SC, 34,18/1/2014)
Pada kutipan tersebut termasuk gaya bahasa hiperbola karena
merupakan suatu pernyataan yang melebih-lebihkan, dengan
membesar-besarkan suatu hal untuk mencapai makna yang mendalam.
Di kalimat tersebut penulis menceritakan tekad kuat saat mengejar
wanita impiannya hingga tidak bisa bisa membedakan antara bayangan
dengan kehidupan nyata, sehingga penulis menuliskan dengan kata-
kata Iki ilusi apa impen aku ora perduli Patrapku dak oyak nglamar
lelewane.
20) Nalika solah bawa wis bisa micara Nalika tingkah laku wis dadi wakiling rasa Kang ora kawetu lan mung kandheg ana dhadha Nalika tresna wis mawujud dadi laku Lan rasa kang padha wis kawaca saka bening netramu Ukara saka lathi wis ora perlu maneh kanggoku ketika tingkah laku telah berbicara, ketika tingkah laku telah mewakili rasa yang tak bisa keluar dan terhenti di dada ketika cinta sudah berwujud menjadi perbuatan dan rasa yang sama telah terbaca dari bening matamu kata-kata dari bibir tak perlu lagi bagiku (EIWW, 35,25/1/2014)
Pada kutipan tersebut termasuk gaya bahasa hiperbola karena
merupakan suatu pernyataan yang melebih-lebihkan, dengan
membesar-besarkan suatu hal untuk mencapai makna yang mendalam.
Di kalimat tersebut penulis menceritakan saat berjumpa dengan
kekasihnya lebih nyaman dengan bahasa isyarat daripada
menggunakan bahasa verbal yang diwakili oleh bibir, penulis
104
menggambarkan keadaan itu dengan kata-kata Lan rasa kang padha
wis kawaca saka bening netramu, Ukara saka lathi wis ora perlu
maneh kanggoku.
21) Nadyan nganti tekan tengahe ratri Ora kendhat nggonku tansah nganti-anti Peparing sih nugrahaning Gusti Nyadong rezeki pating tlethik riwis-riwis Saka langite katresnan edi Walau sampai tengahnya malam Tak putus untukku mmenanti Pemberian dari Tuhan Meminta rizki sedikit demi sedikit dari langitnya penuh cinta (TR, 35,25/1/2014)
Pada kutipan tersebut termasuk gaya bahasa hiperbola karena
merupakan suatu pernyataan yang melebih-lebihkan, dengan
membesar-besarkan suatu hal untuk mencapai makna yang mendalam.
Penulis menceritakan saat berdoa di tengah malam berharap tidak
berlebihan serta mensyukuri nikmat yang turun dari langit karena
Tuhan akan senantiasa mendengar setiap doa hambanya apabila berdoa
dan berusaha sunggug-sungguh, penulis melukiskan keadaan itu
dengan kata-kata Nyadong rezeki pating tlethik riwis-riwis, Saka
langite katresnan edi.
22) Nalika semana ati iki bungah, amarga tresna kang ngrembaka ati iki madhep manteb milih priya kang dadi sigaraning nyawa
ketika itu hati ini bahagia, karena cinta yang bersemi hati ini mantab memilih lelaki
105
yang menjadi belahan jiwa (NS, 36,01/02/2014)
Pada kutipan tersebut termasuk gaya bahasa hiperbola karena
merupakan suatu pernyataan yang melebih-lebihkan, dengan
membesar-besarkan suatu hal untuk mencapai makna yang mendalam.
Penulis menceritakan saat mengalami jatuh cinta seperti, hati sang
penulis seperti suasana saat musim semi, sehingga penulis
mengutarakannya dengan kalimat Nalika semana ati iki bungah,
amarga tresna kang ngrembaka.
23) Jagad raya panci wanci dalu Surem kalem kang kadulu Lintang rembulan kinemulan ing mendhung ngendhahanu jagad raya memang pada malam hari Suram kelam yang terlihat bintang rembulan yang diselimuti awan yang berarak (STRD, 36,01/02/2014)
Pada kutipan tersebut termasuk gaya bahasa hiperbola karena
merupakan suatu pernyataan yang melebih-lebihkan, dengan
membesar-besarkan suatu hal untuk mencapai makna yang mendalam.
Di bait tersebut penulis menceritakan suasana di malam hari yang
gelap gulita serta bintang dan rembulan ditutupi oleh awan, sehingga
penulis menggunakan kata-kata Surem kalem kang kadulu,Lintang
rembulan kinemulan ing mendhung ngendhahanu.
24) Daktulis layang kangen srengenge sore Mendhung buthek metha ukara Dakjentrek ing dluwang kumel Ginawe gurit blebering jiwa Kutulis surat rindu sore hari
106
mendung gelap menyambung rasa ku rangkai di kertas kumal untuk membuat kata ungkapan jiwa (LK, 37,08/02/2014
Pada kutipan tersebut termasuk gaya bahasa hiperbola karena
merupakan suatu pernyataan yang melebih-lebihkan, dengan
membesar-besarkan suatu hal untuk mencapai makna yang mendalam.
Di kalimat tersebut penulis menceritakan rasa rindunya seperti
mendung karena belum mengetahui rasa rindunya akan terbalas atau
tidak, penulis menggambarkan situasi itu dengan kata-kata Mendhung
buthek metha ukara, mendung gelap menyambung rasa.
25) Pangumabaraning wewayanganmu, rinasa nunjem telenging nala anglega cetha tumeka candhikala dak sawang kanthi ati gothang nyuwek mbaka siji cathetaan lawas angeruk turahan tresna saka lelakon kapungkur
kepergianmu terasa menghujam hati Terlihat jelas datang saat sore hari Ku tatap dengan hati kosong Menyobek satu per satu catatan lama Mengeruk sisa cinta saat masa silam (TL, 37,08/02/2014)
Pada kutipan tersebut termasuk gaya bahasa hiperbola karena
merupakan suatu pernyataan yang melebih-lebihkan, dengan
membesar-besarkan suatu hal untuk mencapai makna yang mendalam.
Di kalimat tersebut penulis menceritakan rasa sedih yang mendalam
karena ditinggal seseorang sehingga penulis melukiskannya dengan
107
kata-kata Pangumabaraning wewayanganmu, rinasa nunjem telenging
nala.
e. Ironi
Dalam puisi pamflet, demontrasi, dan kritik sosial, banyak
digunakan ironi yakni kata-kata yang bersifat berlawanan untuk
memberikan sindiran. Ironi dapat berubah menjadi sinisme dan
sarkasme, yakni penggunaan kata-kata yang keras dan kasar untuk
menyindir atau mengeritik. Jika ironi haru mengatakan kebalikan dari
apa yang hendak dikatakan, maka sinisme dan sarkasme tidak. Tapi
ketiga-tiganya mempunyai maksud yang sama, yakni untuk
memberikan kritik atau sindiran. Penggunaan gaya bahasa hiperbola
pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November
2013-Februari 2014 terdapat pada kutipan-kutipan berikut ini.
1) Arep nata ngowahi uwis kliwat lemah sing loh kali sing resik banyu sing bening ora bisa ditemokake ing donya kang wis clorang-cloreng iki
mau menata membenahi sudah terlambat tanah yang subur sungai yang bersih air yang jernih sudah tidak ditemukan di dunia yang telah tercoret-coret (donyaku, 34,18/02/2014)
Pada kutipan tersebut termasuk kategori gaya bahasa ironi
karena ungkapan tersebut mengandung makna sindiran terhadap
seseorang yang yang merusak bumi. Kutipan tersebut menceritakan
tentang sindiran seseorang yang merasa kecewa karena bumi telah
dirusak sedemikian rupa hingga dunia sudah terlambat untuk
dibenahi.
108
2) Kula parinem saking ndesa rumiyin mbatur dhateng paduka rumaos mongkog lan ngempek mulya, mboten nyono jebul kula ngenger ing priyayi durjana , kulatan saged tilem miring pawarta bilih paduka cidra mring amanahing para kawula
saya parinem dari desa dulu mengabdi kepada tuan, merasa bangga dan merasa mulya , tidak kusangka ternyata saya mengabdi di pejabat jahat saya tidak bisa tidur mendenga beritakalau tuan membohongi nterhadap amanah rakyat (LBK, 31,28/12/2013)
Pada kutipan tersebut termasuk kategori gaya bahasa ironi
karena ungkapan tersebut mengandung makna sindiran terhadap
seseorang pejabat yang telah korupsi. Kutipan tersebut
menceritakan tentang sindiran seseorang yang merasa kecewa
karena tuannya yang seorang pejabat ternyata korupsi ,menciderai
amanat rakyat.
3) Sliramu kang banget tak tresnani sliramu kang ora tau lali tansah tuhu ngenteni tansah setya ing janji ananging kena apa sliramu ninggalke aku agawe miris lan kekesing ati apa iki pacoban saka gusti
dirimu yang kucinta, dirimu yang tak pernah kulupakan selalu setia menanti dengan setianya janji tapi kenapa dirimu meninggalkan aku membuat miris dan lemah hatiku apa ini ujian dari Tuhan (IT, 26,23/11/2013)
Pada kutipan tersebut termasuk kategori gaya bahasa ironi
karena ungkapan tersebut mengandung makna sindiran terhadap
seseorang yang kesetiaannya berubah menjadi suatu penghianatan.
Kutipan tersebut menceritakan tentang sindiran seseorang yang
merasa kecewa karena kesetiaanya dibalas dengan penghianatan.
109
f. Sinekdoce
Sinekdoce adalah semacam bahasa figuratif yang
mempergunakan sebagian dari suatu hal untuk menyatakan
keseluruhan (pars pro toto) atau mempergunakan keseluruhan untuk
menyatakan sebagian (totem pro parte). Penggunaan gaya bahasa
sinekdoce proteron pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi
26-37 November 2013-Februari 2014 terdapat pada kutipan-kutipan
berikut ini.
1) Totem pro parte
a) Sabar tuwekal, lambaran gegayuhan luhur Nyingkiri cidra, supaya ora cintraka Laku utama njaga aruming asma, sumrambah ing Nusa Bangsa Sabar tawakal, dasar dari cita-cita yang tinggi Menyingkirkan ketidak setiaan supaya tidak celaka jalan utama menjaga keharuman nama, menyebar di nusa bangsa (Lelaku, 28,7/12/2013)
Kutipan tersebut dikatogorikan sebagai gaya bahasa
sinekdoce totem pro parte yaitu kata sumambrah nusa lan bangsa
sebagai pengganti nama sebagian daerah di nusantara. Kutipan
tersebut menceritakan tentang seseorang yang harus menjaga nama
baik demi nusa dan bangsa.
2) Pars pro toto
a) Wus ora kapetung kaping pira sujud ing sajadah Mu
110
tak dapat dihitung berapa kali sujud di sajadah Mu (sujud, 26,23/11/2013)
Pada kutipan tersebut termasuk gaya bahasa sinekdoce
pars pro toto yaitu pada kata sujud menyebutkan sebagian dari
sholat sebagai pengganti nama atau mewakili keseluruhan dari
sholat. Kutipan tersebut menceritakan tentang sesorang yang
telah melakukan ibadah sholat yang tak dapat lagi dihitung
tetapi belum mengetahui makna dari ibadah sholat tersebut.
2. Nilai Pendidikan moral pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang
edisi 26-37 November 2013-Februari 2014
Nilai pendidikan moral nilai yang berkaitan dengan tingkah laku atau
budi pekerti manusia yang baik dan buruk agar menjadi pribadi yang baik.
Ajaran moral dapat mencakup seluruh persoalan hidup dan kehidupan
manusian mencakup hubungan antara manusia dengan diri sendiri,
manusia dengan manusia lain, hubungan manusia dengan Tuhannya.
Nilai pendidikan moral pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang
edisi 26-37 November 2013-Februari 2014 terdapat pada kutipan-kutipan
berikut ini.
a. Hubungan manusia dengan diri sendiri
1) sing dak gantung iku nasib dudu aib sasuwene iki jare mung dianggep klilip Jabang bayi lali urip, kebacut-bacut nggone mbarut Kinudang-kudang dadi bujang pindha kidang Keplayu kebat nggayuh drajat pangkat lan semat
111
Yang ku gantungkan itu nasib Bukan aib Selama ini katanya hanya dianggap remang-remang Jabang bayi lupa hidup, terlanjur lanjur dalam melangkah Digadang-gadang menjadi remaja bagai rusa Berlari kencang mencapai drajat pangkat dan kemuliaan (MPTG, 27,30/11/2013)
Kutipan di atas menceritakan tentang kesadaran seseorang bahwa
di dunia ini juga bergantung pada nasib yang telah digariskan. Nilai
pendidikan moral khususnya hubungan manusia dengan diri sendiri
ditunjukkan pada kutipan “sing dak gantung iku nasib” ‘Yang ku
gantungkan itu nasib’. Kutipan tersebut mengajarkan bahwa kita harus
sadar apa yang kita lakukan di dunia ini telah digariskan oleh sang
pencipta, tergantung kita mau ikhtiar dan berusaha atau tidak dalam
memperbaiki kehidupan.
2) pancen uripku kebak cangkriman nanging urip tetep lumaku kaya lakuku sing tanpa kesel ngunggahi pucuk gunung embuh tekan ngendi Memang hidupku ini penuh dengan teka-teki Tapi hidup tetap berjalan Seperti jalanku yang tanpa lelah Mendaki pucuk gunung Entah sampai mana ujungnya (AIPG, 29, 14/12/2013)
Nilai pendidikan moral khususnya hubungan manusia dengan diri
sendiri ditunjukkan pada kutipan “pancen uripku kebak cangkriman
nanging urip tetep lumaku kaya lakuku sing tanpa kesel ngunggahi
pucuk gunung embuh tekan ngendi’. Kutipan tersebut mengajarkan
tentang kepasrahan dalam menjalani kehidupan. Jika manusia
112
menginginkan sesuatu maka mereka harus berusaha untuk
mendapatknya jangan patah semangat. Setelah berusaha dengan
maksimal lalu pasrah menunggu hasilnya.
3) kanggo sangu mecaki urip sing kebak dalan-dalan rumpil kebak coba lan panggoda kebak pitenah lan pandakwa ala ya wis ben kudu bisa tinampa kanthi legawa pasrah sumarah gumregah ngranggeh pengarep Untuk bekal menjalani hidup Yang banyak jalan yang berliku Banyak cobaan dan godaan Banyak fitnah dan hujatan Ya sudah memang harus diterima dengan lapang dada Pasrah dan tawakal dalam menggapai cita (TR, 35, 25/01/2014)
Nilai pendidikan moral khususnya hubungan manusia dengan
diri sendiri ditunjukkan pada kutipan “ya wis ben kudu bisa
tinampa kanthi legawa pasrah sumarah gumregah ngranggeh
pengarep’. Kutipan di atas mengajarkan tentang kepasrahan
dalam menjalani kehidupan yang terkadang berjalan tidak selalu
sesuai dengan yang kita harapkan. Oleh karena itu, apabila terjadi
kejadian yang mengecewakan dalam hidup itu merupakan
ketentuan Yang Maha Kuasa, sehingga harus diterima dengan
keiklasan karena dibalik semua kejadian itu pasti ada hikmahnya.
4) nalika lintang ing angkasa isih bisa paring cahya tumrap manungsa nalika iku uga aku bisa ngrasa bungah nalika kukila isih bisa ngoceh kanthi swanten kang endah nalika iku uga aku bisa ngrasa ati ayem lan tentrem Saat bintang di langit
113
Masih bisa member cahaya terhadap manusia Ketika itu juga aku merasa bahagia Ketika burung bisa besiul dengan suara yang indah Ketika itu juga aku bisa merasa hati yang tenang dan tentram (NS, 36, 01/02/2014)
Nilai pendidikan moral khususnya hubungan manusia dengan diri
sendiri ditunjukkan pada kutipan “nalika lintang ing angkasa isih bisa
paring cahya tumrap manungsa nalika iku uga aku bisa ngrasa
bungah nalika kukila isih bisa ngoceh kanthi swanten kang endah
nalika iku uga aku bisa ngrasa ati ayem lan tentrem’. Kutipan
tersebut mengajarkan bahwa kebahagiaan tidak harus menggunakan
uang atau harta dunia, kebahagiaan cukup selalu bersyukur masih bisa
diberikan hidup, melihat bintang di angkasa, merasakan hangatnya
cahaya matahari dan mendengar kicauan burung yang merdu.
b. Hubungan manusia dengan manusia lain
1) ananging kena apa sliramu ninggalke aku agawe miris lan kekesing ati apa iki pacoban saka Gusti apa iki kang dadi nasib tresnaku kudu pisah mring sliramu tapi mengapa dirimu meninggalkanku membuat miris dan lemah hatiku apa ini ujian dari Tuhan apa ini yang menjadi nasib cintaku harus pisah denganmu (IT, 26, 23/11/2013)
Kutipan di atas menceritakan tentang seorang kecewa karena
telah ditinggalkan oleh kekasihnya tapi ia masih mempunyai perasaan
cinta dan kasih. Nilai pendidikan moral khususnya hubungan manusia
dengan manusia lain ditunjukkan pada kutipan “ananging kena apa
114
sliramu ninggalke aku agawe miris lan kekesing ati”. Kutipan
tersebut mengajarkan bahwa walaupun orang lain menyakiti tapi tetap
harus sabar dan ikhlas. Ingat bahwa semua yang terjadi pada manusia
adalah sudah menjadi kehendak dari Tuhan. Apabila ikhlas dan sabar
niscaya Tuhan akan memberikan yang terbaik untuk umatNya.
2) kancing katresnan ora mung mawar biru utawa ali-ali kang rinonce ing astamu dak kunci katresnan iki kanthi ngronce tampar dimen ora gagar wigar Kunci cinta Tidak hanya mawar biru Atau cincin yang melingkar di jarimu Ku kunci cintaku ini Dengan tali supaya tidak lepas ( KK, 30, 21/12/2013)
Nilai pendidikan moral khususnya hubungan manusia dengan diri
sendiri ditunjukkan pada kutipan “kancing katresnan ora mung mawar
biru utawa ali-ali kang rinonce ing astamu dak kunci katresnan iki
kanthi ngronce tampar dimen ora gagar wigar’. Kutipan tersebut
mengajarkan tentang keyakinan kepada diri sendiri kalau tidak akan
mencari cinta yang lain karena telah mengikat janji suci pada gadis
pujaan hatinya, tidak perlu bergonta-ganti pasangan dan cinta tidak
diukur melalui sebuah cincin ataupun bunga namun cinta itu keyakinan.
3) lintang panjerina kang jumedhul ing wektu iku dadi lintang kang pungkasan kanggoku lan sliramu jalaran wiji-wiji katresnan kang ndak tanem ana jero taman atimu wes kudu punthes sadurunge nuwuhake kembang-kembang kang endah Bintang bersinar yang muncul diwaktu itu
115
Menjadi bintang terkhir untukku untukmu Karena benih-benih cinta yang kutanam didalam hatimu Sudah harus patah sebelum menumbuhkam yang indah (PITM, 31, 28/12/2013)
Nilai pendidikan moral khususnya hubungan manusia dengan diri
sendiri ditunjukkan pada kutipan “lintang panjerina kang jumedhul ing
wektu iku dadi lintang kang pungkasan kanggoku lan sliramu jalaran
wiji-wiji katresnan kang ndak tanem ana jero taman atimu wes kudu
punthes sadurunge nuwuhake kembang-kembang kang endah”. Kutipan
di atas menceritakan tentang seorang yang kecewa karena cintanya
yang tidak diterima. Nilai pendidikan moral khususnya hubungan
manusia dengan manusia lain yang dapat diambil yaitu dalam cerita ini
aku (penulis) tetap terus menjalani kehidupannya walau luka dalam hati
yang dirasakan.
4) nuwun sewu, bendara sareng serat punika kula kintun arta dhateng paduka upah nggennya kawula ngabdi bendara pitung taun lawasnya Permisi tuan Bersama datangnya surat ini Saya mengembalikan uang terhadap tuan Upah saya mengabdi kepada tuan Tujuh tahun lamanya (LBK, 31, 28/12/2013)
Kutipan di atas menceritakan tentang seorang pembantu yang
mempunyai majikan seorang koruptor, dalam cerita ini pembantu
tersebut mengembalikan uang gajinya kepada majikannya karena ia
tahu bahwa uang majikannya adalah uang haram. Nilai pendidikan
116
moral khususnya hubungan manusia dengan manusia lain yang dapat
diambil yaitu kita juga harus tahu asal usul uang yang didapat itu halal
atau tidak. Jangan tergoda dengan uang yang banyak namun tidak halal.
5) ya, pancena aku sarujuk, nimas menawa jenengku lan jenengmu tinulis jejer ing mega-mega kae kang katon putih memplak kadya kapas kang ngrenggani langit biru indah edi peni dinulu Ya aku memang setuju padamu sayang Kalau namamu dan namamu tertulis sejajar di mega-mega itu Yang terlihat putih bersih Kapas yangbersih di langit biru Indah terlihat (sarujuk, 31, 28/12/2013)
Kutipan di atas menceritakan tentang sepasang kekasih yang akan
melanjutkan hubungannya ke jenjang yang lebih serius. Nilai
pendidikan moral khususnya hubungan manusia dengan manusia lain
yang dapat diambil yaitu kesetiaan dalam hubungan itu penting agar
hubungan percintaan yang dijalani berakhir dengan indah dan bahagia
seperti pada puisi sarujuk tersebut.
6) Esem sandhuwure guritan Kaya maca sasmita kang tinulis ing antarane langit sorre dak pecaki lurung-lurung panguripan menawa wae isih ana sing gelem andum rasa adil marang aku lan kowe Senyum di atas puisi Seperti membaca pertanda yang ditulis diantara langit sore Kutapaki lorong-lorong kehidupan Kalau saja masih ada yang mau berbagi rasa adil Terhadap aku dan kamu (ESG, 31, 28/12/2013)
117
Kutipan di atas menceritakan tentang keluh kesah yang dialami
sepasang suami istri yang masih berusaha mencari rejeki demi
mencukupi kehidupan sehari-hari. Nilai pendidikan moral khususnya
hubungan manusia dengan manusia lain yang dapat diambil yaitu tetap
berusaha bersabar dan semangat dalam menjali hidup karena dunia
masih terus berputar dan Tuhan pasti akan menolong hambaNya yang
mau berusaha dan berdoa.
7) muga aja ana panduwa bab atiku sing nglanglang pambagyaku kanggo sliramu kang isih perduli nampa ngenteni ing wayah sore semoga saja jangan ada pendua di hatiku lagi bagimu yang masih perduli kepadaku masih menerima menunggu di waktu sore (ngrangu, 34, 10/01/2014)
Kutipan di atas menceritakan tentang kekecewaan seseorang
karena telah di duakan oleh pasangannya, walaupun sudah meminta
maaf tapi pebuatannya tetap membuat bekas luka di hatinya. Nilai
pendidikan moral khususnya hubungan manusia dengan manusia lain
yang dapat diambil yaitu jadilah manusia yang baik maka akan
mendapat pasangan yang baik pula.
8) nanging kabeh mau wus liwat uripku kepenak mung nalika semana atiku krasa bungah uga gur wektu wektu semana saiki jroning dhadha anane mung lara lan kuciwa sigaraning nyawa iya kasebut garwa mindhah ati dhateng Kenya liya Tetapi semua itu sudah terlambat Hidupku damai hanya saat itu
118
Hatiku measa bahagia juga hanya saat itu Sekarang didalam dada yang ada hanyalah sakit dan kecewa Belahan jiwa yang ku sebut suami Berpaling hati dengan wanita lain (NS, 36, 01/02/2014)
Pada kutipan di atas, niali pendidikan moral ditunjukkan pada
kutipan “sigaraning nyawa iya kasebut garwa mindhah ati dhateng
Kenya liya”. Kutipan di atas menceritakan tetang rasa sakit hati seorang
wanita yang ditinggal suamiya dengan wanita lain. Berdasarkan kutipan
di atas nilai pendidikan moral khususnya hubungan dengan orang lain
yang dapat diambil adalah dalam menjalin sebuah hubungan percintaan
harus senantiasa menjaga kesetiaan. Suatu hubungan yang dilandasi
dengan kesetiaan akan langgeng dan sebaliknya jika tidak dilandasi
kesetiaan maka hubungan tersebut akan mudah hancur. Hal tersebut
bisa terjadi karena adanya perselingkuhan yang akan menimbulkan rasa
kekecewaan dan sakit hati bagi pihak yang ditinggalkan.
9) o kangen sing peplayon ijen teka angel dakluru jembare wektu kesingkur o kangen sing ndelik kebonan suwung karo sapa sliramu ngranti tekaku O rinduyang berlari sendiri Datang susah ku cari diwaktu luang O rindu yang sembunyi di kebun kosong Bersama siapa kau menanti diriku datang (LK, 37, 08/02/2014)
Kutipan di atas menceritakan tetang penantian dan rasa kangen
kepada seseorang namun hanya cinta dalam hati saja. Berdasarkan
kutipan di atas nilai pendidikan moral khususnya hubungan dengan
orang lain mengajarkan bahwa dalam usaha untuk mendapatkan sebuah
119
cinta dari seorang itu membutuhkan sebuah kesabaran dan perjuangan.
Kesabaran dan perjuangan yang dilakukan seseorang akan
membuahkan hasil sesuai dengan apa yang diharapkan.
10) rampungna rasamu ati iki wis darbe rasa liya tan bisa kok ranggeh maneh ron garing sumadya nyandhet karepmu ing kene dak punthes sunggingmu! Selesaikanlah rasamu Hati ini sudah mempunyai rasa lain Yang tak bisa ku gapai lagi Daun kering menghalangi inginmu Disini ku potong senyummu! (TL, 37, 08/02/2014)
Kutipan di atas menceritakan tetang kekecewaan karena cinta.
Berdasarkan kutipan di atas nilai pendidikan moral khususnya
hubungan dengan orang lain mengajarkan bahwa dalam suatu hubungan
harus ada salah satu dari mereka yang tegas agar hati yang telah disakiti
tidak terus menerus disakiti. Jika memang sudah tidak cocok disudahi
saja.
11) o anak putu, biraten angen tumlawung tipak sejarah aja nganti suwung bumi pindaka aja nganti diregedi nepsu-nepsu murahan ora mbejaji nyendhal ati! O anak cucu, hilang angan terdengar dari kejauhan Jejak sejarah jangan sampai kosong Bumi tempat berpijak jangan sampai dikotori Nafsu murahan tak terpuji Menyayat hati! (megatruh, 37, 08/02/2014)
120
Kutipan di atas menceritakan tentang usaha seseorang dalam
melestarikan kebudayaan lama di zaman yang modern karena bumi
yang telah dipenuhi dengan manusia-manusia yang hanya
mementingkan hawa nafsunya untuk kepentingan sendiri. Nilai
pendidikan moral ditunjukkan pada kutipan “o anak putu, biraten
angen tumlawung tipak sejarah aja nganti suwung bumi pindaka aja
nganti diregedi nepsu-nepsu murahan ora mbejaji nyendhal ati!”.
Kutipan tersebut mengajarkan bahwa dalam mengerjakan sesuatu harus
didasari dengan niat yang ikhlas tanpa mengharapkan suatu imbalan
dari orang lain dan usaha yang dilakukan itu tidak hanya bermanfaat
untuk diri sendiri tetapi juga data bermanfaat untuk orang lain juga.
c. Hubungan manusia dengan Tuhannya
1) ing jero winatesing kurungan kidung dongaku ngumandhang kapan Gusti bakal paring pepadhang saka tangan-tangan kang brangasan Didalam terbatasnya sangkar Panjatann doa ku ungkapkan Kapan tuhan memberi petunjuk dari tangan-tangan jahil (KMP, 26, 23/11/2013)
Kutipan di atas menceritakan tentang sebuah doa dari penulis
agar orang-orang yang berbuat tidak baik di sadarkan karena sudah
tidak mempan lagi dengan aturan-aturan yang dibuat manusia. Nilai
pendidikan moral ditunjukkan pada kutipan “kidung dongaku
ngumandhang kapan Gusti bakal paring pepadhang saka tangan-
tangan kang brangasan”. Kutipan tersebut mengajarkan bahwa dalam
121
mengerjakan sesuatu apalagi sesuatu yang tidak baik harus ingat bahwa
Allah itu maha melihat.
2) o sujud kudune tetep jejeg ora gampang keblinger satengahe jaman saya cepet nggone mubeng kudu cekelan kenceng paugerane illahi Sujud harus tetap lurus Tidak gampang terpengaruh Waktu cepat berlalu Harus berpegang pada aturan illahi (Sujud, 26, 23/11/2013)
Kutipan di atas menceritakan tentang mahluk hidup pasti dalam
hidupnya mengalami pasang surut keimanannya apalagi manusia
dianugerahi akal pikiran dan nafsu. Nilai pendidikan moral khususnya
hubungan manusia dengan Tuhannya ditunjukkan pada kutipan “o
sujud kudune tetep jejeg ora gampang keblinger satengahe jaman saya
cepet nggone mubeng kudu cekelan kenceng paugerane illahi”. Kutipan
tersebut mengajarkan bahwa manusia pasti selalu digoda oleh setan
agar menjauhi semua perintah dan kewajiban Allah, maka agar tidak
mudah tergoda harus selalu membenahi setiap ibadah yang kerjakan
dan delalu berpegang pada aturan illahi.
3) kinanthen tulusing galih kang wening prasaja, golong gilinging tekad kang manunggal sucining sedya kang tansah rinegem ing sajroning dhadha, sumarah mring panguwasaning Sang Hyang Maha Wasesa Dengan tulusnya hati yang bening mulia Bersatunya tekat yang menyatu Sucinya tekad yang tergenggam didalam dada Pasrah terhadap penguasa sang maha hidup (AKAP, 27, 30/11/2013)
122
Kutipan di atas menceritakan tentang dalam melakukan sesuatu
harus disertai hati yang tulus bening mulia. Nilai pendidikan moral
khususnya hubungan manusia dengan Tuhannya ditunjukkan pada
kutipan “kinanthen tulusing galih kang wening prasaja, golong
gilinging tekad kang manunggal sucining sedya kang tansah rinegem
ing sajroning dhadha, sumarah mring panguwasaning Sang Hyang
Maha Wasesa”. Kutipan tersebut mengajarkan bahwa Tuhan pasti akan
mengabulkan doa umatnya yang berdoa dengan hati yang bersih dan
tulus serta kepasrahan kepada-Nya.
4) kudu ditampa saben naskah ing lembar gesangpakaryan datan oncat sinebat dening laknat
percayaa marang kridhaning roh sucisetya njampangi pribadi kang tinarbuka ati
harus diterima setiap naskah dilembar kehidupanpekerjaan akan secara sendirinya pergi karena laknatpercaya kepada keridhaan sang maha sucikesetiaan akan tertanam di keterbukaan hati(EL, 33, 11/01/2014)
Kutipan di atas menceritakan tentang nasihat kepada manusia
agar tidak melupakan Tuhan. Nilai pendidikan moral khususnya
hubungan manusia dengan Tuhannya ditunjukkan pada kutipan “kudu
ditampa saben naskah ing lembar gesang pakaryan datan oncat sinebat
dening laknat percayaa marang kridhaning roh suci setya njampangi
pribadi kang tinarbuka ati”. Kutipan tersebut mengajarkan bahwa
123
jangan sombong terhadap harta dan tahta yang ada di dunia karena
secara gampang Tuhan akan mengambilnya. Oleh karena itu, harus
senantiasa bersyukur, selain itu ridha Tuhan sangatlah penting.
5) aku ora perdulimerga isaku golek pangan mung kaya ngono kuwidhuh Gusti…kalampahana karsa dalem dhumateng ingkang abdinanging mugi Gusti tansah ngijabahi nggen kula pados rejeki
aku tidak perdulikarena kemampuanku mencari makan hanya seperti iniya Tuhan..tunjukkanlah jalan hambatapi semoga Engkau meridhoi dalam saya mencari rezeki(SWO, 29, 14/12/2013)
Kutipan di atas menceritakan tentang kehidupan kelam wanita
pekerja seks komersial yang rela menjual dirinya demi uang. Nilai
pendidikan moral khususnya hubungan manusia dengan Tuhannya
ditunjukkan pada kutipan “aku ora perduli merga isaku golek pangan
mung kaya ngono kuwi, dhuh Gusti… kalampahana karsa dalem
dhumateng ingkang abdi nanging mugi Gusti tansah ngijabahi nggen
kula pados rejeki”. Kutipan tersebut memberi pelajaran agar menjauhi
dan menghindari perbuatan zina karena perbuatan itu sangat dibenci
oleh Tuhan maupun oleh manusia yang lain. Perbuatan zina tersebut
tidak hanya berdosa tetapi juga dapat menyebabkan berbagai penyakit
salah satu contohnya adalah virus AIDS yang masih belum ada obatnya.
6) nadyan nganti tekan tengahe ratriora kendhat nggonku tansah nganti-antipeparing sih nugrahaning Gustinyadhong rezeki pating tlethik riwis-riwissaka langite katresnan edi
124
Walau sampai tengahnya malam Tak putus untukku memenanti Pemberian dari Tuhan Meminta rejeki sedikit demi sedikit Dari langit yang penuh cinta (TR, 35, 25/01/2014)
Kutipan di atas menceritakan tentang seseoang yang tengah
berdoa di tengahnya malam, ia terus berdoa dan berikhtiar pada Tuhan
agar diberi rezeki walaupun sedikit demi sedikit. Nilai pendidikan
moral khususnya hubungan manusia dengan Tuhannya ditunjukkan
pada kutipan “nadyan nganti tekan tengahe ratri ora kendhat nggonku
tansah nganti-anti peparing sih nugrahaning Gusti nyadhong rezeki
pating tlethik riwis-riwis saka langite katresnan edi”. Kutipan tersebut
mengajarkan bahwa rezeki itu datangnya dari Tuhan, manusia wajib
meminta kepada Tuhan. Rejeki juga tidak datang dengan sendirinya,
harus berusaha serta berdoa selebihnya pasrahkan pada sang pemberi
rezeki.
125
BAB V PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah
diuraikan dalam pembahasan, dapat disimpulkan bahwa analisis gaya
bahasa dan nilai pendidikan moral pada kumpulan geguritan majalah
Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari 2014 adalah sebagai
berikut.
1. Jenis-jenis gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna yang
terdapat pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi 26-37
November 2013-Februari 2014 adalah gaya bahasa kiasan meliputi:
metafora 7 indikator, personifikasi 17 indikator, persamaan atau simile
6 indikator, hiperbola 25 indikator, ironi 3 indikator, sinekdoce pars
pro toto 1 indikator, sinekdoce tatum pro parte 1 indikator. Gaya
bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna yang paling banyak
terdapat pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi 26-37
November 2013-Februari 2014 yaitu gaya bahasa hiperbola, gaya
bahasa hiperbola adalah kiasan yang berlebih-lebihan, penyair merasa
perlu melebih-lebihkan hal yang dibanding itu agar mendapatkan yang
lebih saksama dari pembaca, dalam geguritan ini banyak
menggunakan bahasa yang sudah mengalami pembentukan kata
puistis, sehingga tidak begitu saja dapat diartikan perkata.
125
126
2. Nilai-nilai pendidikan moral yang terdapat terdapat pada geguritan
dalam majalah Djaka Lodang edisi 26-37 November 2013-Februari
2014 anatara lain: nilai pendidikan moral meliputi: ditemukan 1) nilai
pendidikan moral manusia dengan diri sendiri meliputi; kepasrahaan
dan bersyukur; 2) nilai pendidikan moral manusia dengan manusia lain
meliputi; sabar&ikhlas, kesetiaan dan pengharapan; 3) nilai pendidikan
moral manusia dengan Tuhannya meliputi; senantiasa mengingat
Tuhan, ibadah, dan perzinaan. Nilai pendidikan yang paling banyak
terdapat terdapat pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi
26-37 November 2013-Februari 2014 adalah nilai pendidikan moral
yang berhubungan antara manusia dengan orang lain, nilai pendidikan
moral dalam geguritan yang masih relevan apabila diterapkan dengan
kehidupan sekarang adalah nasihat sesama teman untuk mencapai cita-
cita harus dilandasi kejujuran, seorang istri patuh kepada suami agar
terjalin keluarga yang harmonis.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, saran-saran yang dapat
diajukan oleh peneliti adalah sebagai berikut.
1. Bagi pembaca, sebaiknya jadilah pembaca yang cerdas khususnya saat
membaca sebuah karya sastra misalnya geguritan. Pembaca yang
cerdas yaitu pembaca dapat mengetahui makna lain yang tersirat
dibalik kata-kata yang diungkapkan oleh seorang pengarang dan dapat
127
mengambil hikmah dari geguritan yang telah dibaca. Selain itu, bagi
pembaca yang ingin mencoba membuat geguritan sebaiknya
memperbanyak membaca geguritan agar memunculkan inspirasi-
inspirasi baru, menambah pengetahuan, dan menambah
perbendaharaan kosa kata. Dengan demikian, geguritan yang
dihasilkan akan berkualitas baik dari segi bahasa maupun makna yang
terkandung di dalamnya.
2. Bagi mahasiswa atau peneliti lain, sebaiknya lebih memperdalam
pengetahuan tentang sastra sehingga dengan sendirinya akan timbul
perasaan cinta terhadap sastra. Dengan demikian, maka akan tergugah
untuk melakukan penelitian lanjutan dalam bidang sastra misalnya
penelitian terhadap geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi 26-
37 November 2013-Februari 2014dalam bentuk analisis yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Prakmatik. Jakarta : Rineka Cipta
Bungin, Burhan. 2006. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Deswari, Priska Tias. 2011. Nilai Pendidikan Moral Dalam Suluk Suksmalelana Karya Raden Ngabehi Ronggowarsito (Tinjauan Structural Sastra) (skripsi). Purworejo. Universitas Muhamaddiyah Purworejo
Endraswara, Suwardi. 2011. Metode Penelitian Sosiologi Sastra. Yogyakarta: CAPS
Endraswara, Suwardi. 2013. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: CAPS
Finoza, Lamuddin, 2002. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta : Diksi Insan Mulia
Herman, J Waluyo ,. 2010. Pengkajian Apresiasi Puisi. Salatiga : Widya Sari Press
Kaelan. 2014. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma
Keraf, Gorys. 2010. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Teori pengkajian fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Poerwadarminta . 1939 . Baoesastra Djawa. Batavia: J.B. Wolters’ Uitgevers – Maatschappij N.V
Prabowo, Dhanu Priyo, V. Risti Ratnawati, Suyami, dan Titi Mumfangati. 2002. Geguritan Tradisional dalam Sastra Jawa. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional
Purwadi. 2007. Sejarah Sastra Jawa. Yogyakarta: Panji Pustaka
Ratna, Nyoman Kutha. 2012. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ratna, Nyoman Kutha. 2014. Stilistika Kajian Puitika Bahasa Sastra dan Budaya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Richana, Asri 2014. “Analisis Gaya Bahasa dan Nilai Pendidikan pada Taman Geguritan dalam Majalah Panjebar Semangat Edisi 12-26 Tahun 2013” (skripsi) . Purworejo. Universitas Muhamaddiyah Purworejo
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press
Sunarto dan Hartono. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta
Tirtarahardja dan Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Widayat, Afendi. 2011. Teori Sastra Jawa. Yogyakarta: Kanwa Publisher
Widoyoko, Eko Putro, S. 2012. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Zuriah, Nurul. 2007. Pendidikan Moral & Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: Bumi Aksara
LA
MP
IRA
N
A Sardi
Nyanyian burung prenjak
Maafkan aku
Tidak bisa memberi tanda
Kapan bakal ada tamu datang
Membawa kabar gembira
Maafkan aku
Sarangku telah terberangus
Menghapus dunia yang memberi
ketentraman
Menghalangi impian damai
Didalam terbatasnya sangkar
Panjatann doa ku ungkapkan
Kapan tuhan memberi petunjuk
dari tangan-tangan jahil
solo baru
Brian riangga dhita
Masih cinta
Ketika aku mengingat dirimu
Menetes air mataku
Teringat dulu saat bersama
Kuucap dengan seribu rasa, seribu bahasa
Dirimu yang sangat kucinta
Dirimu yang tak pernah kulupa
Kan selalu setia menanti
Dengan setianya janji
Tapi kenapa dirimu meninggalkan aku
Membuat miris dan lemah hatiku
Apa ini ujian dari tuhan
Apa ini nasib kisah cintaku
Harus berpisah dengan dirimu
walaupun seperti ini
hati ini selalu setia
hati ini selalu cinta
cinta ini tak akan kulupa
cinta ini tak akan kuingkari
cinta suci dari hati
Bambang Nugroho
Sujud
Tak dapat dihitung berapa lagi
Sujud di sajadah-Mu
Setiap pagi dan malam tak berakhir
Tapi rasana belum bisa bertemu
Sejatine sujud yang lurus
Sampai garis kiblat
Saat godaan masih banyak
Datang dari kiri kanan
Selalu mengajak
Dalam kesenangan bersama syahwat
Yang selalu terasa haus
Mengajar segala kecukupan
Meninggalkan tempat sujud
Yang bertahun-tahun depan
Sujud harus tetap lurus
Tidak gampang terpengaruh
Waktu cepat berlalu
Harus berpegang pada aturan illahi
bangunjiwo, ramadhan 1434
Anis
Prejak hinggap di depan rumahku
Burung hinggap di depan rumahku
Betapa senangnya tingkah laku
Melihat langit terang benderang
Menyambut mentari pagi hingar bingar
Betapa manisnya hidupmu
Walaupun tak panjang umurmu
Tetapi berguna disetiap langkah
Mengukir cerita indah mempesona
Menyanyi pagi penuh harap
Prenjak depan rumahku kudengar pagi ini suaranya lesu
Karena sekarang rumahmu bukan alam
Tetapi kurungan
Penjara yang semu
Ah prenjak kicauanmu
Mengukir cerita hidupku
Yang tersimpan dalam
Tak seorangpun tahu
Karena tubuh ini hanya jasad mati
Untuk memenuhi keinginan sang lelaki
Prenjak di depan rumahmu
Ingin kurusak kurunganmu
Supaya bisa terbang bebas
Terbanglah...terbanglah
Bersama tangisnya jiwa
Jogja, 102013
Bambang Nugroho
Masih ada maaf
Jika nafsu-nafsu ini msih menjerat
Sejauh mata memandng
Sampai panjangnya ingingetarnya hati
penuh rasa iri
Minta supaya cepat dituruti
Kemudian lupa dengan janji setia
Sanggup melangkah garisnya syariat
sampai atasnya marifat
Yang kemarin keluar dari hati karena
ucapan hati
Dimana jalan kebenaran
Yang hanya omong kosong untuk
mencapai kesombingan diri
Meninggalkan ajaran agama suka
melakukan dosa
Tidak ada jejak walau mengaku orang
bijak
Karena hanya tipu daya mencari pujian
Yang berarti setan-setan di dalam jiwa
Belum terpenjara walaupun perut lapar
mengaku puasa
Masih ada waktu untuk bertaubat minta
maaf
Kalau mau berkelana hidup sebentar
bertaruhkan nyawa
Di bulan ramdahan yang mulia
bangunjiwo, ramadhan 1434
Tatiek Poerwa Kalinggo
Membuka gerbang hutan raya
Dengan tulusnya hati yang bening mulia
Bersatunya tekat yang menyatu
Sucinya tekad yang tergenggam di
dalam dada
Pasrah terhadap penguasa sang maha
hidup
Lamanya waktu yang sedang berjalan
menurut perintah tuhan
Ketidaksukaan menghalangi bumi
Sangat jelas kuterima diwaktu
bersemedi
Membuka rasa sejati menjalani perilaku
benar meninggalkan sifat angkara dan
dengki
Tetapi bertapanya dewa bidadari belum
selesai,
Damai dan tentram dimulanya atau pura
giri selaka untuk menempa diri
Ingat dan waspada menghilangkan rasa
kawatir harus tertulis di hati
Membawa rasa menerima situasi yang
dihadapi
Tuhan berikanlah kelanggengan jauh
dari bahaya minta keberuntungan dan
kesenangan
Alas Purwo Banyuwangi, 6 Juli 2013
Eko Wahyudi
Untuk penghuni Tali Gantungan
Yang ku gantungkan itu nasib
Bukan aib
Selama ini katanya hanya dianggap
remang-remang
Jabang bayi lupa hidup, terlanjur lanjur
dalam melangkah
Digadang gadang bagai rusa
Berlari kencang mencapai drajat
pangkat dan kemuliaan
Disanjung menjadi raja bagai singa
Membanjiri daerah berkobar kobar
anginnya
Yang ku gantung itu harta benda
Ku tinggalkan di alam tugu kekotoran
Supaya semuanya selamat
Selama ini hanya dianggap sampah
walaupun diusahakan mandi keringat
dan air mata
Yang ku gantung itu kamu tadinya
Jangan hanya menghina kepada anak
kemaren sore
Jangan merasa bisa menenangkan
Jangan asal melawan arus kehidupan
Jangan membiarkan nafsu dan
mengandai-andai
Jangan menganggap aku ini jauh dari
ilmu
Merendahkan dalam tingkah laku
Yang ku gantung itu tinggal pendapat
Bagaimana dirimu menjelaskan
Supaya angin besar tak membuat rebut
Supaya angin-angin tidak membuat
porak porandaa
Supaya kicauan gagak tidak membawa
kematian
Namun jika semua harus terbongkar
Ku nanti datangnya musuh di belakang
Kebumen, 2013-03-13
Dewata
Raksasa
Perlahan lahan besar bayangmu
Selalu membuat kaget rasaku, gemetar
Semua yang ku dapat derai sepanjang
jalan dalam
angan-anganku, terbahak-bahak
tertawamu jika melotot menanti untuk
rintangan sucinya niatku, nafas
watak kerasmu menggelegar petir dan
menyeret petir
memecah belahkan langit membedah
bumi penghidupanku
adilnya Tuhan Yang Maha Esa
mencipta raksasa
untuk melilit rekat pilar tulusnya cita-
cita,
besarnya godaan sewaktu-waktu
memilah niat supaya sia-sia
menjadi mayat
terbukanya cipta, tertanya raksasa guna
memilah
adanya Tuhan, ternyata rintangan untuk
mengasah
hati, ternyata godaan hanya untuk
memilah cita-cita
terbuka dalam cipta semua perjalanan
ini kutrima
perlahan-lahan bayang raksasa
menghilang seketika
cahaya cipta yang telah menyatu dengan
niat, terbahak-bahak
tertawanya musnah tertelan senyum
yang membuat tentram,
nafas watak keburukan terpendam rapat
yang ada hanya tentramnya hidup abadi
dalam keslamatan
Pucuking Pertapan, 12 April 2013
Agung Putradi
Perjalanan
Aku ini rumput
Yang hanya diinjak orang berlalu
Dicabut ketika tumbuh di halaman
Mau bangga seperti apa
Tidak bisa melebihi pohon beringin
Kemuliaanku hanya ketika musim
penghujan
Bisa tumbuh dan berkembang di kebun
dan perkebunan
Merasa berwibawa saat berguna
Seperti merumput untuk makan
sapi,kerbau atau kambing
Serperti halnya aku yang pendek, semut
juga kecil
Tapi, bisa merambat sampai loteng atau
menara yang tinggi seperti sesuatu yang
remeh bisa menemukan tempat yang
utama?!
Sabar tawakal, berharap cita-cita yang
tinggi
Menyingkirkan kecewa supaya tidak
celaka
Jalan utama menjaga keharuman nama
Menjalar di seluruh bangsa
Anis
Sore Hari
Ada surup bayangan
Melompati indahnya waktu mengejar
malam
Kegelapan sawah menuju rumahku
Jauh semakin tak kelihatan
Aku ingin surup ini tak keruh seperti ini
Karena malamku akan semakin hampa
Masih lama menggapai cahaya
rembulan
Yang ku harapkan membahagiakan hati
Ada surup keruh tergambar
Di buku catatan harianku
Seharusnya cahaya menakutkan ini ku
hapus
Untuk doa dan contoh
Ada surup keruh kejahatan
Setiap waktu matahari tenggelam
Ingin ku gambar berbeda warna
Tapi seberapa bangga tangan berkreasi
Menghambat tanpa henti
Ada surup di rumahku
Menunggu bulan purnama
Tapi kapan datangmu
Padahal waktu semakin sedikit
kesetiaan ku bujuk pulang
kesetiaan ku gapai berani
Jogja, 092013
Aris P.
Tersentak Aku Melihatnya
Berkerlip bintang di angkasa
Cahaya sinarnya merauh mimpi
Baju hangat biru, bertebaran berlian
Mimpi indah berkuasa di bumi sepi
Ku puji indahnya malam
Seperti malam tanpa batas
Senangnya hati ini
Mengiringi irama tarian malam
Tiba-tiba aku terkejut
Terkejut aku melihat badan tergeletak
terabaikan
Tergeletak di semak-semak taman kota
“tolong..tolong..”
Teriaknya menuntaskan hari dan malam
Sanggar Imajiner
CantrikCodhe
Keluh Kesah Wanita P
Aku bukan perawan sebab memang
sudah tidak perawan
Perawanku sudah hilang
Ditukar uang untuk makan
Kalau aku masih laku
Itu karena aku masih kelihatan cantik
Maduku…
Setiap kumbang atau kupu bisa
membeli
Walaupun aku bisa tersenyum
Senyumku hanya semu
Sejatinya batinku menangis
Kalaupun aku bunga
Aku hanya bunga bangkai
Yang sudah layu, berguguran sebelum
mekar
Maduku sudah kering
Setiap malam…
Aku rela untuk mangkal dipinggir ril
Hanya mencari secuwil rejeki
Untuk menyambung hidup
Apakah perbuatanku ini dosa?
Aku dianggap sampah, berserakan?
Oh itu kan hanya khotbahnya para alim
ulama
Pastur dan juga pendeta
Yang memastikan ku masuk neraka
Aku tak perduli
Karena kemampuanku mencari makan
hanya dengan seperti itu
Oh Tuhan…
Kabulkanlah permintaan hamba ini
Semoga Tuhan mengijabahi dalam
hamba mencari rejeki
Dsn. Madran, Bringin Srumbung 24
Juni 2013
Mbah Met
Cerita Lama
Seharusnya
Pagi ini aku duduk
Berdampingan
Ada dikananmu
Crita impian sepanjang malam
Tanpa batas
Tapi sayangnya
Pagi ini
Mendung kelabu
Sedang memayungi hatiku
Membawa gerimis yang salah musim
Seperti mengalirnya air mata
Yang sudah lama tertahan
Menyesali kemarau panjang
Yang sampai merobek-robek
Tanah
Mematahkan dahan-dahan kering
Tanpa bisa ditahan
Critamu ku tulis
Yang ada di puisiku
Yang kata mu dahulu kala
Dirimu bersimpuh
Dirimu ada dipangkuan ibu
Kau genggam kain putih
Bersamaan kata hatiku
Sayangnya pangkuan dan
Ceritamu tadi
Tinggal sisa-sisa cerita lama
Mulai dari sekarang sudah tak bisa
pulang
Tak bisa memutar balik waktu
Jika tidak ada terbitnya matahari
Dari barat
Anis
Awan Dipucuk Gunung
Jalan kecil yang terus ku susuri
Entah sampai mana ujungnya
Aku hanya menuruti kata hati
Langkah kaki
Menyaksikkan indahnya pemandangan
kelam
Karena yang ku dengar
Hanya derunya angin
Dan ocehan burung yang bebas di alam
Menyanyikan indahnya awan
Sepinya swasana
Jalan kecil yang semakin keatas
jejaknya
Semakin membuat heran hatiku
Di bawah desa-desa tampaknya
Gerombolan antaranya pepohonan
Dan kokoknya ayam di perkebunan
Menemani para tani istirahat kelelahan
Memang hidupku ini penuh dengan
teka-teki
Tapi hidup tetap berjalan
Seperti jalanku yang tanpa lelah
Mendaki pucuk gunung
Entah sampai mana ujungnya
Dirga Antara
Kunci Cinta
Kasihku…
Nyanyian suci penuh keindahan
Menyebar meresap dalam jiwa
Tertanam bersemi di relung hati
Empat mata bertemu
Kunci cinta
Tidak hanya mawar biru
Atau cincin yang melingkar di jarimu
Ku kunci cintaku ini
Dengan tali supaya tidak lepas
Prambanan, 5 Agustus 2013
Haryadi Widada Bs.
Terbang Melayang
Mendung bergemulung tergantung
mega
Mengeluarkan hujan rintik-rintik
Menyapa tanah
Percikan sinar matahari
Mengejar bayang-bayang
Pelangi melengkung menggenggam
bumi
Menandai warna kekaguman
Hatiku luluh
Mengangguk-angguk di pinggir jurang
curam
Menelan dosa dalam perbuatan yang
semakin gila
Angin lewat berhembus
Melempar anganku
Terbang melayang
Bersamaan mega malang
Jangkar Bumi, Januari 2013
Sugeng Riyadi
Sakitnya Hati
Setiap hari aku sengsara
Sengsara ada di hatiku
Sang Matahari tertidur
Tanpa menerangi hatiku
Awan mendung tlah menyingkir
Terganti kecerahan
Semoga Tuhan mengasihi
Terganti kemuliaan
Sakitnya kalbuku
Semakin menjadi-jadi
Luasnya samudera
Yang begitu damai dan tentram
Semoga Sang Tuhan
Member kemuliaan hati
Sakitnya hati ini
Hilanglah dari perasaanku
Dinginnya air mengalir
Semilirnya sang angin
Sakitnya hati ini
Pergilah dari jiwaku
Sapta Nugraha
Cahaya di tanjung mas
Bintang bersinar yang muncul diwaktu
itu
Menjadi bintang terkhir untukku
untukmu
Karena benih-benih cinta yang kutanam
didalam hatimu
Sudah harus patah sebelum
menumbuhkam yang indah
Apalagi bersama aku membakar
Rimbunya dahan-dahan cintamu
Yang melangkung di halaman rumahku
Telah tega kau patah-patahkan
Sinar bintang malam itu
Sinarnya terlihat pucat seperti
menyimpan tanda
Bersma dengan suasana malam yang
dingin
Semakin menambah sepi hati ini
Berjalan, menyusuri tepi pantai
Di pelabuhan tmur
Sinar malam itu
Hanya sebentar muncul
Kemudian tenggelam meninggalkan
malam yang sepi
Meninggalkan aku yang terus berjakan
Ditepi waktu menuju…entah
Eswe Sidi
Surat Pelayan Koruptor
Permisi tuan
Bersama datangnya surat ini
Saya mengembalikan surat terhadap
tuan
Tujuh tahun lamanya
Maaf…
Saya malu dan merasa nista
Menerima bayaran dari merampok
Negara
Saya, painem dari desa
Dulu mengabdi kepada tuan
Merasa bangga dan merasa mulya
Tidak ku sangka
Ternyata
Saya mengabdi di pejabat jahat
Saya tidak bisa tidur mendengar berita
Kalau tuan membohongi terhadap
amanah para rakyat
Mohon maaf…
Saya sekarang memilih pulang
Di desa
Pedagang rongsok, barang-barang rusak
Malah tentram damai
Tidur enak bisa ngorok
Kowen-Sewon, Februari 2012
Zuly Kristanto
Senyum Di atas Puisi
Seperti senyum diatas puis
Kalau itu namanya hidup seperti angin
yang mengalir
Aku tunggu sampai sore tiba
Dengan menatap luasnya lagit
Mengucapkan kata-kata yang terangkai
Tapi kenapa seperti sudah kehilangan
pengarang
Senyum diatas puisi
Seperti membaca pertanda yang ditulis
diantara langit sore
Kutapaki lorong-lorong kehidupan
Wlaupun masih ada yang mau berbagi
rasa adil
Terhadap aku dan kamu
H Riyadi Afiat
Setuju
Ya aku memang setuju padamu dik
Kalau namamu dan namamu tertulis
sejajar di mega-mega itu
Yang terlihat putih bersih
Kapas yangbersih di langit biru
Indah terlihat
Ya aku setuhu padamu dik
Klau mega-mega itu bakal
Menjadi mendung yang gelap
Tertiup angin kemudian menajdi air
Menyirami bumi pertiwi
Bumi terkihat indah hijau
Bunga lalu
Menghiasi taman sari
Terlihat indah
Ya aku memang setuju dik
Bunga-bunga itu lalu mekar dan
berkembang
Member pertandadan menggoda
Kupu lebah dan semt juga kmbang
Kemudian berpesta dan menghisap
Manis dan harumnya bnga
Pemberian tuhan
Bersyukur pada Allah Swt
Terlihat indah
Ya memangaku setuju dik
Aku diimu nyata akan menyatu
Menjadi satu mengharap kasih illahi
Semoga bisa menjadi contoh siang
malam
Bermanfaat terhadap kesucian rumah
tangga
Senantiasa berkeseninambungan
Bersama selamanya
Saknah ma wahdah warohmah
Aris P.
Mengeluh
Di suatu malam aku merasakan
keterpaksaan hati
Harus merasakan kegalauan ketika
rembulan meninggalkanku
Kenyataannya benar hitam
membutuhkan terangnya
Aku tak rela ketika mega menutupi
Mengolah rasa dibawah keinginan
Bosan terhadap dunia
Hatiku sakit dan butuh obat
Tuhan sembuhkanlahsakit ini
Dari hatiku
Sanggar Imajiner
Bambang Nugroho
Waktu
Kalau telah tiba waktu
Siapapun tidak bisa menolak
Hanya dapat menerima
dengan ikhlas
apa yang telah terjadi
walaupun ketika itu terasa berat dan
sakit
nyatanya masih saja berbuat dosa
meninggalkan ajaran hidup
membuat kerugian orang lain
menggunakan kekuasaan
tidak tahu diri
pamer kekayaan dunia
yang hanya sekejap mata
menyimpang dari ajaran hidup
sampai nanti tiba saatnya
ada siksa yang mmenanti
siapa yang bisa menghalangi
kalau telah tiba waktunya
Bangunjiwo, 1 Oktober 2013
Dyah Katrina
Bintang Tengah Malam
Bintang tengah malam
Yang menjadi petunjuk jalan
Para ahli ramal
Yang mencari tempatnya sang pencerah
Yang dinanti berabad-abad
Yang diharapkan membuka gelapnya
dunia
Yang berselimutkan mukzijat
Yang menjadi sebuah kesedihan
Bintang tengah malam
Yang berpijar diatas gua
Member pertanda lahirnya sang pemberi
kabar
Yang turun ke dunia
Bintang tengah malam
Telah lama berlalu
Namun kunanti lagi kedatangannya
Berharap menyinari gelapnya malam
Suramnya keadaan ibu pertiwi
Jogjakarta, desember 2012
Anis
Tiba Saatnya
Tiba saatnya pergantian waktu
Sebelum menggembala di malam hari
Bersama menjaga domba kami
Mendengar nyanyian indah
Malaikat-malaikat memuji Tuhan
Sang fajar menyambut
Tanggal 25 Desember lalu
Berkumandang kidung suci
Memenuhi seisi bumi
Sang Putra telah tiba
Allah Yang Maha Mulia
Yang bersedia menebus dosa
Dosa kita semua
Supaya kita jauh dari halangan
Dari berbagai bahaya
Tentram di dunia
Damai di hati
Umat manusia
Di alam jagad ini
Jogja, 05122013
Harya Widada Bs.
Rangkaian Kata
Ku kejar bayang-bayang semu
di hatimu
yang tenggelam di senja sore hari
yang telah mulai samar-samar
Siang tadi baru saja kuungkapkan
hatimu pergi
bersama semilirnya angin
saat awan diatas jatuh dipangkuanmu
sebait puisi ku persembahkan
agar ketentraman ada dihatimu
di halaman Unpam, sayang
ku salami hatimu
yang setiap waktu kuucap
sebagai pengingat
jangan sampai terlupa
saat terangkainya kata yang ku selipkan
diikal rambutmu
yang telah ku temukan di sudut hatimu
Jangkar Bumi, September 2013
(cathetan: Unpam= Universitas
Pamulang Ciputat)
Aris P.
Episode Yang Lain
ada kabar burung di ruang keluarga
dan apalagi terdengar tembang kidung
dinyanyikan
apa ini pertanda dunia ini akan semakin
luas
tidak ada jawaban atas doa
dan itu diikuti bunga yang baru mekar
dirangkai oleh bidadari kembar
Sembilan
suasana magis melingkupi setiap orang
apa daya bendera telah dikibarkan
sebagai pertanda tantangan
jawaban keinginan belum kembali
kejalan yang benar
tetapi setiap tingkah laku berharap
jatuhnya hujan gerimis
berharap bisa mendamaikan suasana
tanpa menimbulkan banjir
dan iya, terpaan hembusan debu
merangsang kuatnya tekat
harus diterima setiap naskah dilembar
kehidupan
pekerjaan akan secara sendirinya pergi
karena laknat
percaya kepada keridhaan sang maha
suci
kesetiaan akan tertanam di keterbukaan
hati
Sanggar Imajiner
Bambang Nugroho
Ketamakan
Indahnya dunia yang berupa harta dan
kekuasaan
Yang dianggap meninggalkan peraturan
dan tata karma
Memang membuat manusia serakah
lupa dari mana ia berasal
Bisa terkena oleh siapa saja
Entah laki-laki ataupun perempuan
Walaupun sudah banyak nasihat dan
contoh
Dari kitab suci, para nabi, para wali dan
alim ulama
Sepertinya hanya dibibir saja yang
mengoceh keluar dari mulut
Tidak tulus tertanam dalam hati
Karena hati telah tertutup oleh nefsu-
nafsu jahat
Yang telah merembet kemana-mana
Nantinya akan merasakan ketika jatuh
terkatung-katung
Ternyata hanya sekejab mata lalu
membawa sengsara
Kalau tidak waspada semua akan sia-sia
Karena ketamakan saat berkuasa
Bangunjiwo, 5 Oktober 2013
Ariesta Widya
Kangen
terbayang diangan-angan
selalu menggoda disetiap senja
mengingatmu menyayat hati
tergila-gila saat terbayang senyummu
pada waktu mendung datang
masih teringat jelas bayangmu di hari
lalu
kedatangannya memang mengagetkan
lamunan
apalagi raut wajah yang berbeda
senyumanmu menyadarkanku dari
lamunan
kadang kala datang tanpa diduga
kau lalu bercerita dengan sedih:
“eh, ceritamu itu yang menarik hati
Perjuanganmu mengabdi tanpa keluh
kesah
dan pertemuanmu dengan dua
perempuan
yang berbeda dengan harapan
kau malah pergi melangkah berkelana”
tapi hari ini aku yang akan bercerita
rinduku sangat ingin rasanya
menumpahkan isi yang ada di dada
kau masih mau mendengarkannya:
“telah lama aku menyusuri jalan ini
sengaja aku simpan dengan rasa sakit
ku tahan dan kurasakan saat malam
ku terima dengan kepasrahan
ku pasrahkan semua pada Tuhan
ku jalani dengan penuh harap”
permintaan maafmu setiap aku bercerita
tentang apa saja dengan harapan bisa
mewujudkannya
lamunan menyusuri jalan-jalan yang
akan datang
semoga saja jangan ada pendua di
hatiku lagi
bagi siapaun yang masih perduli
kepadaku
aku masih menunggu di waktu sore
petercngan tengah 371
Bambang Nugroho
Pernikahan
tibalah saatnya penyatuan cinta
ramainya suara gamelan
mendayu-dayu di angkasa
bergandengan manisnya jari
dihiasi pakaian indah warna warni
harum baunya dianjang pernikahan
duduk di depan para saksi
datangnya berduyun-duyun dengan rapi
membuat bahagia berbangga hati
semoga menjadi pasangan suami istri
kuat menghadapi halangan dan
rintangan
menjalani hidup sempurna
ditengah-tengah dunia luar dan dunia
rumah tangga
sampai hari nanti
Bangunjiwo, 22 Oktober 2013
Sanggar Imajiner
Bunga Cempaka
siapa itu yang memetik bunga cempaka
raut wajahnya mengingatkanku
indahnya warna warni bunga
ini ilusi atau impian aku tak peduli
ingin ku gapai dirinya
tapi apa daya tangan tak sampai
wajahnya memang tak menawan tetapi
hatinya bagaikan emas
telah sampai waktunya ditepi
pengharapan
aku belum bisa bertemu dengan pemetik
bunga cempaka itu
tapi apa harus mundur ketika terlanjur
cinta
serpihan harapan masih terletak
ditempatnya
menorehkan harapan didalam hati
menatapi indahnya pemandangan dekat
gunung emas
pemandangan buyar kehilangan bunga
cempaka
mengerutkan mata menahan kehendak
nafsu
seketika bunga cempaka kehilangan
harum
Ranti P.
Duniaku
Dunia ini sudah takkaruan
Amburadul
Hanya ada nafsu dan nafsu
Rasanya dunia ini akan musnah
Bahaya ada di mana-mana
Banjir, tanah longsor dan lumpur panas
Sudah tidak bisa diperingatkan lagi
Alam marah tidak salah
Manusia, manusia serakah
Tidak punya rasa cukup terhadap apa
yang dipunya
Semua dihabiskan
Tanpa berpikir apa yang akan terjadi
Salah benar tidak kelihatan
Semua merasakan susahnya
Mau menata, membenahi
Sudah terlambat
Tanah yang subur
Sungai yang bersih
Air yang jernih
Sudah tidak ditemukan di dunia
Yang telah tercoret-coret
Noviana Lestari
Tunggulah Dibatas Waktu
di dalam hati ini
terselip rasa yang suci
rasa ingin dicintai
juga rasa ingin dimiliki
wujud sempurnanya ciptaan illahi
yaitu dirimu yang menarik hati dan
menyejukkan hati
ketika tingkah laku telah berbicara,
ketika tingkah laku telah mewakili rasa
yang tak bisa keluar dan terhenti di dada
ketika cinta sudah berwujud menjadi
perbuatan
dan rasa yang sama telah terbaca dari
bening matamu,
ucapan sudah tak berlaku lagi bagiku,
tapi, ini belum waktunya aku membalas
cintamu
masih banyak tanngung jawab
dipundakmu,
begitu juga terhadapku
masih banyak cita-cita yang harus ku
tuju
terhadapmu juga terhadapku
kepadamu yang menjadi pujaan hatiku,
tunggu aku dibatas waktu
Godean, 15 Januari 2013
Aris P.
Peperangan
hidup ini memang seperti peperangan
banyak perang yang menyedihkan di
setiap waktu
banyak korban berjatuhan
digariskan atau tidak digariskan
mati didalam hidup
Sanggar Imajiner
Bambang Nugroho
Tengahnya Malam
Walau sampai tengahnya malam
Tak putus untukku mmenanti
Pemberian dari Tuhan
Meminta rejeki sedikit demi sedikit
Dari langit yang penuh cinta
Rupiah demi rupiah
Ku ambil dengan sabar
Ku simpan rapat di hati yang terdalam
Untuk bekal menjalani hidup
Yang banyak jalan yang berliku
Banyak cobaan dan godaan
Banyak fitnah dan hujatan
Ya sudah memang harus diterima
dengan lapang dada
Pasrah dan tawakal dalam menggapai
cita
Seperti ketika mengikat kesetiaan
Susah lapar ku jalani bersamamu
Berjalan ditengah teriknya matahari
Berselimutkan mendung terbasahi hujan
Berpegang cahaya iman yang kadang-
kadang pasang surut
Harus berani tetap melangkah tegak
Sejalur jalan yang lurus
Bangunjiwo, Nov 2013
Asti Pradnya Ratri
Nekat
Mega yang berarak tersapu angin
Daun kering yang melengkung, tak jadi
tumbuh
Berdiri pada dahan yang sedang
kemarau
Apakah harus menghentikan waktu?
Merampas milik orang lain
Menebar kejahatan
Daun kering…
Berbau amis
Kelakuanmu
Api-api yang mati dimusim kemarau
Iya kalau waktunya hancur, masih
diberi jalan
Menyisiri jalan dan menjadi contoh
Mengumbar janji palsu
Banggakan kesalahanmu
Ukurlah luasnya nistanya dirimu
Rasakan adilnya pembalasan
Diakhir kehidupan
Tak terbatas, siksaan terhadapmu!
01.00am _Wiwitan Des. ‘13
Cantrik Codhe
Jangan Merasa Bisa Tapi Bisalah
Merasa
Apabila mata bisa berbicara, mata akan
sombong terhadap anggota badan
lainnya: “aku ini ang paling penting
karena aku yang bisa melihat segalanya
Telinga sebal mendengar kesombongan
mata, lalu menjawab: “aku lebih
penting sebelum kamu melihat, aku
telah mendengar apa saja yang akan
terjadi”
Tangan tak mau kalah mendengar
kesombongan mata dan telinga, dengan
berkacak pinggang dan menunjuk-
nunjuk berkata: “memang kamu bisa
melihat apa saja dan kamu telinga,
kamu bisa mendengar apa sajayang
terjadi
tetapi itu saja tidak cukup didengar dan
dilihatkan tetapi juga harus ditindak
lanjuti,
Ya hanya aku yang bisa bertindak
Maka aku yang paling penting
Huh, anggepmu!
Seperti itu kata kaki dengan ngotot
bersikeras
Didepan ketiga anggota badan yang lain
Kalian semua tidak bisa kemana-mana,
diam ditempatmu masing-masing
Maka akulah yang paling penting
Otak yang berada didalam kepala
seperti tampak lemas dan bijaksana
menengahi keributan,
Apalagi otak itu memang sumbernya
logika
Kalian-kalian itu bisanya hanya
sombong terhadapku
Kalian berdebat itu peribahasa hanya
berebut tulang tanpa isi
Ingatlah kalau kalian tidak bisa apa-apa
tanpa pertolongan lainnya
Kalian membutuhkan satu sama lain
Maka ayo bekerja sama
Ingatlah bersatu kita teguh, bercerai kita
runtuh
Kedudukan dan manfaat kamu semua
Maka resapilah kata-kata ku ini:
Jangan Merasa Bisa Tapi Bisalah
Merasa
Madran, 16 Maret 2009
Elisabeth Erika Wijayanti
Saat Itu
Saat bintang di langit
Masih bisa member cahaya terhadap
manusia
Ketika itu juga aku merasa bahagia
Ketika burung bisa besiul dengan suara
yang indah
Ketika itu juga aku bisa merasa hati
yang tenang dan tentram
Ketika itu hati ini bahagia
Karena cinta yang bersemi
Hati ini memantabkan hati memilih
lelaki
Yang menjadi belahan jiwa
Tetapi semua itu sudah terlambat
Hidupku damai hanya saat itu
Hatiku measa bahagia juga hanya saat
itu
Sekarang didalam dada yang ada
hanyalah sakit dan kecewa
Berpaling hati dengan wanita lain
Smago, Yogyakarta
HR Sumarsono
Setia Menunggu Diwaktu Malam
Angin yang melangkah
Daun-daun yang bergoyang
Sepi sunyi sedih menyelimuti
Yang ada dipenjuru hanya belalang
yang bergemisik
Yang terdengar hanyalah hewan malam
Jagad raya memang malam hari
Suram kelam yang terlihat
bintang rembulan yang diselimuti awan
berarak
perintah manusia dalam kenikmatan
menutup mata
berlomba ditengahnya malam
samar-samar merangkai hidup di alam
mimpi
hilang musnah banyaknya halangan di
kehidupan nyata
lupa keluarga lupa teman lupa janji lupa
kesetiaan
beda tempat tetapi masih satu cerita
lihatlah jarum jam dinding yang di sana
itu
dengan setia memutari garis-garis detik
dan menit
tak putus walau hanya sekejap mata
berlapang dada, mengeluh yang ada
pantas menjadi contoh terhadap
semuanya
setia menunggu diwaktu malam tanpa
pamrih
antara siang dan malam menunjukkan
patokan waktu
tanpa mengharap sanjungan dan pujian
kalaupun berenti itu hanya karena batu
baterai
tamat…bersama habisnya waktu
Sastraliwung
Surat Rindu
Ku tulis surat rindu sore hari
Awan gelap menyambung rasa
Ku rangkai di kertas kumal
Untuk membuat kata ungkapan jiwa
Ada capung hinggap di dahan cabai
Menghadang mega-mega tak beraturan
Mengundang bulan purnama
Meredup musim penghujan menyimpan
teka-teki
Ada seruling tergeletak di dinding
warung
Ku ambil ku tiup dengan nafas lemah
lunglai
Mengejar bayangmu di atas awan
Sekelebat senyuman terikat ketertarikan
O rinduyang berlari sendiri
Datang susah ku cari diwaktu luang
O rindu yang sembunyi di kebun
kosong
Bersama siapa kau menanti diriku
datang
Surat rindu kulipat indah
Sebelum tenggelam ku kejar
Siapa dulu menjauhi keluangan
Sebelum jiwa mengeluh sakit?
Jogja, 5 Januari 2014
Irul S Budianto
Megatruh
Ada tangis terisak-isak
Tangisan anak mencari ibu
Di pucuk pohon semboja memekik
suara gagak
Garis takdir siapa bisa menghalangi
O anak cucu, bersamaan angin suara
keras
Jejak sejarah jangan sampai kosong
Bumi tempat berpijak jangan sampai
dikotori
Nafsu murahan tak terpuji
Menyayat hati!
Donohudan, 2013
Asti Pradnya Ratri
Mustahil
Langit bercerita masa silam
Dari kamar impian di musim…
Sangat sakti sampai ocehan prenjak
menjelang pagi
Kepergian bayanganmu
Terasa menghujam hati
Terlihat jelas datang saat sore hari
Ku tatap dengan hati kosong
Menyobek satu per satu catatan lama
Mengeruk sisa cinta saat masa silam
Selesaikanlah rasamu
Hati ini sudah mempunyai rasa lain
Yang tak bisa ku gapai lagi
Daun kering menghalangi inginmu
Disini ku potong senyummu!
Pangimpen, pungkasan Nov’13
Aris P.
Merajut Cinta
Apa tak ada kesempatan merajut cinta,
adik
Dari awal sudah jelas terlihat benci
Dan para tokoh kehilangan kedamaian
Kasihan jika menjalani keterpaksaan
cinta
Siapa saja bisa pergi jauh
Dan entah kapan bisa pulang
membentangkan layar
Apa itu harus menjadi cerita hari
selanjutnya
Apa bakal menjadi lakon dipahlawan
yang hilang
Coba bukalah nuranimu, adik
Sanggar Imajiner
Deny Eko S
Saat Pagi Menjadi Hiburan
Kokokkan jago mengagetkan ku saat
berolah raga
Terdengar juga langkah nenek tua
Menggendong kayu segulung
Untuk membawa beras demi upah
Bersama suara gerobak pergi mencari
penghidupan
untuk mengisi kekosongan perut
juga suara kaki jaran menginjak
sepinya waktu pagi
gemuruh suara kaki pergike sawah
juga menambah semangat waktu pagi
suara pedagang menjajakkan
dagangannya menjadi irama tersendiri
waktu pagi menjadi hiburan saat pulang
kampong
yang tidak pernah terdengar di kota
metropolitan