analisis histopatologi hati tikus putih (rattus …

64
ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIBERIKAN OBAT ANTITUBERKULOSIS FIXED DOSE COMBINATION SECARA SUBKRONIS HISTOPATHOLOGY ANALYSIS OF RAT (Rattus norvegicus) LIVER WITH SUBCHRONIC ADMINISTRATION OF ANTITUBERCULOSIS DRUG FIXED DOSE COMBINATION IRENE SONYA RUPANG N111 14 501 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018

Upload: others

Post on 21-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIBERIKAN OBAT

ANTITUBERKULOSIS FIXED DOSE COMBINATION SECARA SUBKRONIS

HISTOPATHOLOGY ANALYSIS OF RAT (Rattus norvegicus) LIVER WITH SUBCHRONIC

ADMINISTRATION OF ANTITUBERCULOSIS DRUG FIXED DOSE COMBINATION

IRENE SONYA RUPANG

N111 14 501

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2018

Page 2: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

ii

ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIBERIKAN OBAT ANTITUBERKULOSIS FIXED DOSE

COMBINATION SECARA SUBKRONIS

HISTOPATHOLOGY ANALYSIS OF RAT (Rattus norvegicus) LIVER WITH SUBCHRONIC ADMINISTRATION OF ANTITUBERCULOSIS DRUG

FIXED DOSE COMBINATION

SKRIPSI

untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi

syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana

IRENE SONYA RUPANG

N111 14 501

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2018

Page 3: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

iii

Page 4: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

iv

Page 5: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

v

Page 6: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada

Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, karunia serta bimbinganNya-lah

sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai salah

satu syarat dalam memperoleh gelar kesarjanaan pada Program Studi

Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.

Pada kesempatan ini pula penulis mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, terima

kasih kepada :

1. Kepada Bapak Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Hasanuddin.

2. Ibu Yulia Yusrini Djabir, MBM.Sc., M.Si., Ph.D., Apt. dan Ibu Prof. Dr. Elly

Wahyudin, DEA., Apt. selaku pembimbing skripsi yang telah meluangkan

waktu, tenaga, dan ilmunya dalam memberikan pengarahan kepada

penulis mulai dari awal rencana penulisan skripsi sampai selesai.

3. Ibu Yulia Yusrini Djabir, MBM.Sc., M.Si., Ph.D., Apt. yang juga selaku

pembimbing akademik yang telah meluangkan waktu, tenaga dan ilmunya

sejak penulis menjejakkan kaki di Fakultas Farmasi.

4. Bapak/ibu dosen Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin, terimakasih

atas ilmu, tenaga dan setiap nasehat serta pengalaman yang telah

diberikan selama penulis menjalani perkuliahan ini, serta seluruh staf

Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin yang telah membantu penulis.

Page 7: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

vii

Demikian pula penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh

staf fakultas farmasi atas segala fasilitas yang diberikan selama penulis

menempuh studi hingga menyelesaikan penelitian ini.

Terkhusus lagi kepada teman-teman penulis kepada saudara(i)

penulis Angelina E.F Kounang, Michelle, Marzel Lebang, Heriyanti yang

telah memberikan semangat, dukungan, doa, moril, dan dorongan kepada

penulis dalam penyusunan skripsi, serta teruntuk kepada saudara Melis

Irianto Toyang yang juga selalu senantiasa memberikan doa, motivasi dan

dukungan dalam penyusunan skripsi, dan kepada teman-teman

Hios14min (Farmasi Unhas angkatan 2014) yang memberikan rasa

kebersamaan dan kekeluargaan dari awal perkuliahan hingga selesainya

skripsi ini.

Terima kasih yang terkhusus dan teristimewa kepada kedua orang tua

tercinta, Jantje Rupang dan Soro’ Bato’Sau’ serta adik terkasih Gilbert

Valentino Rupang yang selalu menjadi tempat sandaran, dan menjadi

motivator terbesar dalam hidup penulis. Kepada pihak yang tidak sempat

disebut namanya. Semoga Tuhan senantiasa memberikan Berkat-Nya

kepada kita. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan

ilmu pengetahuan. Aamiin

Makassar, April 2018

Irene Sonya Rupang

Page 8: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

viii

ABSTRAK

IRENE SONYA RUPANG. Analisis Histopatologi Hati Tikus Putih (Rattus norvegicus) Yang Diberikan Obat Antituberkulosis Fixed Dose Combination Secara Subkronis (dibimbing oleh Yulia Yusrini Djabir dan Elly Wahyudin).

Salah satu efek samping Obat Antituberkulosis (OAT) adalah hepatotoksisitas, efeknya akan lebih berbahaya jika menggunakan dosis dalam bentuk Fixed dose combination (OAT-FDC). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar prevalensi efek pemberian OAT-FDC dosis terapi secara subkronik (30 hari) terhadap perubahan histopatologi hati tikus putih. Sebanyak 15 ekor tikus dibagi menjadi 3 kelompok: kelompok I (n=3) sebagai kontrol sehat, kelompok II (n=6) diberi perlakuan suspensi Natrium CMC 1%, dan kelompok III (n=6) diberi perlakuan Suspensi OAT-FDC 8,9%, diberi perlakuan selama 30 hari. Pada hari ke-30 hati tikus diambil kemudian dibuat menjadi preparat histopatologi dan diamati di bawah mikroskop cahaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang signifikan (P= < 0,05) antara tikus kontrol sehat dengan tikus yang diberi NaCMC, begitu juga antara tikus kontrol sehat dengan tikus yang diberi OAT-FDC. Hal ini menunjukkan terjadi perubahan yang signifikan pada tikus yang diberi NaCMC maupun OAT-FDC dibandingkan kontrol sehat yang tidak diberi perlakuan apapun. Kelompok OAT-FDC mengalami perubahan histologi yang lebih besar daripada kelompok yang diberi NaCMC, terutama pada parameter degenerasi lemak dan kongesti (P<0,05).

Kata Kunci: Histopatologi Hati, Obat Antituberkulosis Fixed Dose Combination (OAT-FDC) , Tuberkulosis.

Page 9: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

ix

ABSTRACT

IRENE SONYA RUPANG. Histopathology Analysis of Rat (Rattus norvegicus) Liver With Subchronic Administration of Antituberculosis Drug Fixed Dose Combination (supervised by Yulia Yusrini Djabir and Elly Wahyudin).

One of the side effects of Antituberculous drug (AT) is hepatotoxicity, the effect is more dangerous when using doses in the form of fixed dose combination (AT-FDC). The aim of this research is to know the prevalence of subchronic AT-FDC dose therapy (30 days) causing histopathological changes in rat liver. A total of 15 rats were divided into 3 groups: group I (n=3) as a healthy control, group II (n=6) were treated with a 1% sodium CMC suspension, and group III (n=6) were treated with AT-FDC 8,9% suspension for 30 days. On the 30th day, the livers of the rats were taken then made into a histopathological preparation and observed under a light microscope. The results showed that there was a significant difference (P= < 0,05)between healthy control and rats given NaCMC, as well as between healthy control and rats given AT-FDC. This suggests a significant change in rats given NaCMC or AT-FDC compared to healthy control that were not given any treatment. The AT-FDC group experienced greater histologic changes than the group given NaCMC, particulary in fat and degeneration and congestion parameter (P<0,05).

Keywords: Antituberculosis drug Fixed Dose Combination (AT-FDC), Histopathology of the Liver, Tuberculosis.

Page 10: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

x

DAFTAR ISI

Halaman

UCAPAN TERIMA KASIH vi

ABSTRAK viii

ABSTRACT ix

DAFTAR ISI x

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN xvi

BAB I PENDAHULUAN 1

I.1 Latar Belakang 1

I.2 Rumusan Masalah 3

I.3 Tujuan Penelitian 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4

II.1 Tuberkulosis 4

II.1.1 Pengertian 4

II.1.2 Regimen PengobatanTuberkulosis 4

II.1.2.1 Isoniazid 5

II.1.2.2 Rifampisin 6

II.1.2.3 Pirazinamid 8

II.1.2.4 Etambutol 9

II.2 Hati 10

II.2.1 Anatomi Hati 10

II.2.2 Fungsi Hati 11

II.2.2.1 Detoksifikasi 11

Page 11: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

xi

II.2.2.2 Metabolisme 11

II.2.2.3 Penyimpanan 12

II.2.2.4 Produksi Panas 12

II.2.2.5 Penyimpanan Darah 12

II.2.2.6 Fungsi Glikogenik 12

II.2.2.7 Sekresi Empedu 13

II.2.2.8 Pembentukkan Ureum 13

II.2.2.9 Kerja atas lemak 13

II.2.3 Hepatotoksisitas Hati 14

II.3 Histopatologi Hati 14

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN 18

III.1 Penyiapan Alat dan Bahan 18

III.2 Tempat Penelitian 18

III.3 Metode Kerja 19

III.3.1 Penyiapan Hewan Coba 19

III.3.2 Penyiapan Sediaan Uji dan Dosis Pemerian 19

III.3.2.1 Pembuatan Suspensi Natrium CMC 1% 19

III.3.2.2 Perhitungan Dosis OAT-FDC 19

III.3.2.3 Perhitungan Pemberian OAT Pada Tikus 20

III.3.2.4 Pembuatan Suspensi OAT-FDC 8,9% 21

III.4 Prosedur Percobaan 21

III.4.1 Penanganan Spesimen 21

III.4.2 Pembuatan Preparat Histopatologi Hati Tikus 22

III.4.2.1 Fiksasi 22

III.4.2.2 Pemotongan Spesimen 22

III.4.2.3 Prossesing dan Embedding 22

III.4.2.4 Pemotongan Blok 23

Page 12: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

xii

III.4.2.5 Pewarnaan 24

III.4.3 Pengamatan Preparat Histopatologi Hati Tikus 24

III.4.4 Analisis Statistik 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 26

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 35

V.1 Kesimpulan 35

V.2. Saran 35

DAFTAR PUSTAKA 36

LAMPIRAN 39

Page 13: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perhitungan pemberian OAT pada tikus 20

2. Pengaturan waktu pada tahap Prossesing dan Embedding 23

3. Tahap pewarnaan Mayer’s Hematoksilin-eosin 24

4. Perolehan skor pada masing-masing tingkat kerusakan parameter 32

5. Hasil uji Kruskal-Wallis Test (Kelompok I,II&III) 41

6. Hasil uji Mann-Whitney Test (Kelompok I&II) 42

7. Hasil uji Mann-WhitneyTest (Kelompok I&III) 43

8. Hasil uji Mann-Whitney pada (Kelompok II&III) 44

Page 14: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Struktur isoniazid 5

2. Struktur Rifampisin 7

3. Struktur Pirazinamid 8

4. Struktur Etambutol 9

5. Anatomi hati 10

6. Lobulus hati 16

7. Hasil histopatologi hati tikus kontrol sehat 28

8. Hasil histopatologi hati tikus diberi NaCMC 1% 29

9. Hasil histopatologi hati tikus diberi OAT-FDC 8,9% 31

10. Kondisi tikus di dalam kandang 45

11. Penimbangan Tikus 45

12. Proses pemberian Tikus 45

13. Tissue processor 46

14. Floating bath 46

15. Mikrotom 47

16. Preparat histopatologi 47

17. Proses pewarnaan 47

Page 15: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Skema kerja Umum 39

2. Skema kerja Pembuatan Histopatologi 40

3. Data statistik 41

4. Dokumentasi Penelitian 45

5. Surat Rekomendasi Persetujuan Etik 48

Page 16: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

xvi

DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

ADTH = Antituberculosis drug-induced hepatotoxicity

FDC = Fixed Dose Combination

HE = Hematoksilin eosin

INH = Isoniazid

OAT = Obat Antituberkuloisis

PAS = Para Amino Acid

TB = Tuberkulosis

Page 17: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah salah satu penyakit infeksi yang disebabkan

oleh Mycobacterium tuberculosis dan juga merupakan penyakit yang menjadi

salah satu masalah kesehatan terbesar di dunia (Bayupurnama, 2006;

Kementerian Kesehatan RI, 2005). Berdasarkan laporan World Health

Organization (WHO), pada tahun 2014, TB membunuh 1,5 juta orang (1,1

juta orang HIV-negatif dan 0,4 juta HIV-positif) dan Indonesia berada pada

peringkat 5 dunia penderita TB terbanyak setelah India, Cina, Afrika Selatan

dan Nigeria (Kemenkes RI, 2011; World Health Organization, 2015).

Regimen pengobatan TB menggunakan obat Anti TB yang didasarkan

atas tiga mekanisme, yaitu membunuh bakteri, sterilisasi, dan mencegah

resistensi. Obat standar yang direkomendasikan WHO adalah Isoniazid,

Etambutol, Rifampisin, Pirazinamid yang direkomendasikan untuk digunakan

dalam bentuk obat antituberkulosis fixed dose combination (OAT-FDC)

(Kemenkes RI, 2011). Penggunaan kombinasi isoniazid, rifampisin,

pirazinamid dan etambutol untuk TB dianggap aman pada tahun 1950-an,

tetapi pada awal 1970-an sudah mulai terdapat beberapa penelitian yang

menyatakan bahwa Isoniazid mampu menginduksi terjadinya

hepatotoksisitas (Wahyudi dan Soedarsono, 2015).

Page 18: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

2

Penelitian klinik menunjukkan bahwa penggunaan OAT pada pasien

TB berpotensi mengakibatkan drug induced liver injury dengan istilah

Antituberculosis drug-induced hepatotoxicity (ADTH) yang ditandai dengan

peningkatan SGOT dan SGPT pasien (Agustin dkk, 2013). Diantara obat

utama OAT rifampisin dianggap memiliki efek hepatotoksik yang paling

rendah bila dibandingkan dengan isoniazid dan pirazinamid (Prihatni dkk,

2005). Kerusakan sel hati bervariasi dari yang ringan asimptomatik sampai

menimbulkan gejala serius akibat nekrosis sel hati (Kemenkes RI, 2008).

Namun resiko hepatotoksisitas semakin besar jika isoniazid dikombinasi

dengan rifampisin dibandingkan dengan penggunaan isoniazid saja. Hal ini

disebabkan karena rifampisin mempunyai efek menginduksi enzim sitokrom

P-450, sehingga bila dikombinasi dengan isoniazid, maka pembentukkan

metabolit reaktif isoniazid akan bertambah sehingga menyebabkan sifat

hepatotoksik isoniazid bertambah berat (Sunarni dkk, 2013).

Oleh karena itu, permasalahan yang timbul adalah apakah

penggunaan OAT-FDC dosis terapi dalam jangka yang cukup lama dapat

menimbulkan perubahan histopatologi pada struktur jaringan hati. Tidak

seperti peningkatan SGOT dan SGPT yang bersifat akut, perubahan histologi

pada hati biasanya terjadi apabila tubuh/organ sudah cukup lama mengalami

disfungsi, sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk terdeteksi.

Page 19: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

3

I.2 Rumusan Masalah

Apakah pemberian OAT-FDC dosis terapi secara subkronik (30 hari)

dapat memberikan efek terhadap perubahan histopatologi hati tikus (Rattus

novergicus) ?

I.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek pemberian OAT-FDC

dosis terapi secara subkronik (30 hari) terhadap perubahan histopatologi hati

tikus. Penelitian ini dapat bermanfaat untuk memberikan informasi resiko dari

efek samping penggunaan OAT-FDC dosis terapi dalam jangka waktu yang

lama pada sel hati tikus yang mungkin memiliki kemiripan dengan

penggunaan OAT-FDC secara klinik.

Page 20: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tuberkulosis

II.1.1 Pengertian

Tuberkulosis merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan

oleh Mycobacterium tuberkulosis, yang sebagian besar (80%) menyerang

paru-paru dan sebagian kecil organ tubuh lain. Mycobacterium tuberkulosis

juga termasuk basil gram positif, berbentuk batang, dinding selnya

mengandung komplek lipida-glikolipida serta lilin(wax) yang sulit ditembus

zat kimia. Dalam jaringan tubuh, bakteri dapat dormant (tertidur sampai

beberapa tahun). TB timbul berdasarkan kemampuannya untuk

memperbanyak diri di dalam sel-sel fagosit (Kemenkes RI, 2006).

Sejak tahun 1969 penanggulangan dilakukan secara nasional melalui

Puskesmas. Obat antituberkulosis (OAT) yang digunakan adalah paduan

standar INH, PAS dan Streptomisin selama satu sampai dua tahun. Para

Amino Acid (PAS) kemudian diganti dengan Pirazinamid. Sejak 1977 mulai

digunakan paduan OAT jangka pendek yang terdiri dari INH, Rifampisin dan

Etambutol selama 6 bulan (Kemenkes RI, 2006).

II.1.2 Regimen PengobatanTuberkulosis

Penggunaan Obat Antituberkulosis yang dipakai dalam pengobatan

TB didasarkan atas tiga mekanisme, yaitu aktifitas membunuh bakteri

Page 21: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

5

aktifitas sterilisasi, dan mencegah resistensi. Obat yang umum dipakai

adalah Isoniazid(H), Etambutol(E), Rifampisin(R), Pirazinamid(Z). Tahap

intensif terdiri dari HRZE diberikan setiap hari selama 2 bulan. Kemudian

diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari HR diberikan tiga kali

dalam seminggu selama 4 bulan. Obat ini diberikan untuk: ¾ penderita baru

TB Paru BTA Positif. ¾ Penderita baru TB Paru BTA negatif röntgen positif

yang “sakit berat” ¾ Penderita TB Ekstra Paru berat (Kemenkes RI, 2005;

Sweetman, 2009).

II.1.2.1 Isoniazida

Obat ini diindikasikan untuk terapi semua bentuk tuberkulosis aktif,

disebabkan bakteri yang peka dan untuk profilaksis orang berisiko tinggi

mendapatkan infeksi.

Gambar 1. Struktur isoniazid (Sweetman, 2009)

Untuk pencegahan, dosis obat yang dikonsumsi dewasa 300 mg 1 kali

sehari, anak anak 10 mg/BB sampai 300 mg1 kali sehari, berbeda dengan

kombinasi biasa dipakai 300 mg 1 kali sehari, atau 15 mg/kgBB sampai

dengan 900 mg, kadang-kadang 2 kali atau 3 kali seminggu. Untuk anak

dengan dosis 10 – 20 mg/kgBB atau 20 – 40 mg/kgBB sampai 900 mg, 2

Page 22: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

6

atau 3 kali seminggu. Dapat digunakan tunggal atau bersama-sama dengan

antituberkulosis lain. Bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi

bakteri dalam beberapa hari pertama pengobatan. Efektif terhadap bakteri

dalam keadaan metabolik aktif, yaitu bakteri yang sedang berkembang.

Mekanisme kerja berdasarkan terganggunya sintesa mycolic acid, yang

diperlukan untuk membangun dinding bakteri. Bioavailabilitas obat ini, tingkat

penyerapan isoniazid dikurangi dengan makanan. Isoniazid tidak dianggap

terikat secara pasti pada protein plasma dan didistribusikan ke semua

jaringan tubuh dan cairan. Efek samping pada hati, kelainan transien pada

fungsi hati sering terjadi pada tahap awal terapi antituberkulosis dengan

isoniazid dan obat antituberkulosis lini pertama lainnya, isoniazid dan

pirazinamid diperkirakan memiliki potensi yang lebih besar untuk toksisitas

hepatotoksisitas dibandingkan rifampisin (Kemenkes RI, 2005; Sweetman,

2009).

II.1.2.2 Rifampisin

Diindikasikan untuk obat antituberkulosis yang dikombinasikan

dengan antituberkulosis lain untuk terapi awal maupun ulang. Untuk dewasa

dan anak yang beranjak dewasa 600 mg 1 kali sehari, atau 600 mg 2 – 3 kali

seminggu, biasanya diberikan 7,5 – 15 mg/kg BB.

Page 23: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

7

Gambar 2. Struktur Rifampisin(Sweetman, 2009)

Anjuran ikatan dokter anak indonesia adalah 75 mg untuk anak < 10 kg, 150

mg untuk 10 – 20 kg, dan 300 mg untuk 20 – 33 kg. Rifampisin bersifat

bakterisid, dapat membunuh bakteri semi-dormant yang tidak dapat dibunuh

oleh isoniazid. Mekanisme kerja, berdasarkan perintangan spesifik dari suatu

enzim bakteri ribose nukleotida acid (RNA)-polimerase sehingga sintesis

RNA terganggu. Bioavailabilitas obat ini, sekitar 80% terikat pada protein

plasma dan makanan bisa mengurangi dan menunda penyerapan, cepat

dimetabolisme di hati terutama dan diekskresikan di empedu. Rifampisin

telah dilaporkan berkisar mulai dari 2 sampai 5 jam, waktu eliminasi

terpanjang terjadi setelah dosis terbesar, dimana Waktu paruh

berkepanjangan pada pasien dengan gangguan hati parah. Efek samping

pada hati yaitu kelainan transien pada fungsi hati umum terjadi pada tahap

awal terapi antituberkulosis (obat lainnya) dengan rifampisin, rifampisin

diperkirakan memiliki potensi hepatotoksisitas lebih rendah daripada

isoniazid atau pirazinamid (Kemenkes RI, 2005; Sweetman, 2009).

Page 24: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

8

II.1.2.3 Pirazinamid

Digunakan untuk terapi tuberkulosis dalam kombinasi dengan

antituberkulosis lain. Bersifat bakterisid, dapat membunuh bakteri yang

berada dalam sel dengan suasana asam.

Gambar 3. Struktur Pirazinamid (Sweetman, 2009)

Mekanisme kerja, berdasarkan pengubahannya menjadi asam

pyrazinamidase yang berasal dari basil tuberkulosa. Dewasa dan anak

sebanyak 15 – 30 mg/kgBB, 1 kali sehari. Atau 50 – 70 mg/kgBB 2 – 3 kali

seminggu. Obat ini dipakai bersamaan dengan obat antituberkulosis lainnya.

Bioavailabilitas obat ini, mudah diserap dari saluran cerna, juga

dimetabolisme terutama di hati dengan cara hidrolisis menjadi asam

pirazinoat aktif utama dan diekskresikan melalui ginjal terutama dengan

filtrasi glomerulus. Efek samping yaitu hepatotoksisitas merupakan efek

buruk yang paling serius dari terapi pirazinamid. Namun, dalam dosis yang

dianjurkan saat ini, bila diberikan dengan isoniazid dan rifampisin, kejadian

hepatitis telah dilaporkan kurang dari 3% (Kemenkes RI, 2005; Sweetman,

2009).

Page 25: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

9

II.1.2.4 Etambutol

Etambutol digunakan sebagai terapi kombinasi tuberkulosis dengan

obat lain, sesuai regimen pengobatan jika diduga ada resistensi. Jika risiko

resistensi rendah, obat ini dapat ditinggalkan.

Gambar 4. Struktur Etambutol(Sweetman, 2009)

Obat ini tidak dianjurkan untuk anak-anak usia kurang 6 tahun, neuritis optik,

gangguan visual. Bersifat bakteriostatik, dengan menekan pertumbuhan

bakteri TB yang telah resisten terhadap Isoniazid dan streptomisin.

Mekanisme kerja, berdasarkan penghambatan sintesa RNA pada bakteri

yang sedang membelah, juga menghindarkan terbentuknya mycolic acid

pada dinding sel. Dosis Untuk dewasa dan anak berumur di atas 13 tahun,

15 – 25 mg/kgBB, satu kali sehari. Untuk pengobatan awal diberikan 15

mg/kgBB, dan pengobatan lanjutan 25 mg/kgBB. Bioavailabiltas obat ini,

sekitar 80% dosis etambutol oral diserap dari saluran cerna, penyerapan

tidak terganggu secara signifikan oleh makanan. Etambutol sebagian

dimetabolisme di hati. Efek samping pada hati,yaitu kelainan transien pada

fungsi hati biasanya terjadi pada tahap awal pengobatan antituberkulosis,

Page 26: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

10

etambutol telah menghasilkan lebih sedikit laporan hepatotoksisitas

(Kemenkes RI, 2005; Sweetman, 2009).

II.2 Hati

II.2.1 Anatomi Hati

Hati adalah kelenjar terbesar di dalam tubuh dan juga merupakan organ

viseral terbesar dan terletak pada bagian teratas dalam rongga abdomen di

sebalah kanan di bawah diafragma dan dilindungi oleh kerangka iga.

Beratnya 1.500 g (3 lbs), dimana pada kondisi hidup hati berwarna merah tua

karena kaya akan persediaan darah. Hati menerima darah teroksigenasi dari

arteri hepatika (memiliki kejenuhan 95-100% oksigen) dan darah yang tidak

teroksigenasi tetapi kaya akan nutrient dari vena porta hepatika (memiliki

kejenuhan 70% oksigen) (Sloane, 2004; Pearce, 2010).

Gambar 5. Anatomi Hati (Paulsen and Waschke, 2011)

Page 27: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

11

Hati terbagi atas dua belahan utama, yaitu kanan dan kiri. Lobus

kanan hati lebih besar dari lobus kirinya. Permukaan atas berbentuk

cembung dan terletak di bawah diafragma, kemudian permukaan bawah

tidak rata danada lekukan, fisura transversus. Dimana permukaan dilintasi

berbagai pembuluh darah yang keluar-masuk hati. Fisura longitudinal

memisahkan belahan kanan dan kiri di permukaan bawah. Selanjutnya, hati

dibagi menjadi empat belahan (kanan, kiri, kaudata, dan kuadrata) dan setiap

lobus terdiri atas lobulus berbentuk polyhedral (segi banyak) (Pearce, 2010).

II.2.2 Fungsi Hati

Hati merupakan organ metabolisme terbesar dan terpenting di tubuh

manusia (Pearce, 2010). Hati juga merupakan pabrik kimia dalam hal

“perantara metabolisme” artinya hati mengubah zat makanan yang

diabsorpsi dari usus dan yang disimpan disuatu tempat di dalam jaringan.

Berikut fungsi utama hati, antara lain (Sloane, 2004; Pearce, 2010) :

II.2.2.1 Detoksifikasi

Hati melakukan inaktivasi hormon dan detoksifikasi toksin juga obat.

Hati juga memfagosit eritrosit dan zat aktif yang terdistintegrasi dalam darah.

II.2.2.2 Metabolisme

Hati memetabolisme protein, lemak, dan karbohidrat tercerna.

Page 28: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

12

II.2.2.3 Penyimpanan

Hati menyimpan mineral, seperti zat besi, dan tembaga, serta vitamin

larut lemak (A,D,E dan K), hati juga menyimpan toksin tertentu (pestisida)

serta obat yang tidak dapat diuraikan dan diekskresikan.

II.2.2.4 Produksi panas

Berbagai aktivitas kimia dalam hati menjadikan hati sebagai sumber

utama panas tubuh, terutama saat tidur.

II.2.2.5 Penyimpanan darah

Hati merupakan reservoir untuk sekitar 30% curah jantung dan

bersama dengan limpa, mengatur volume dara yang diperlukan tubuh.

II.2.2.6 Fungsi glikogenik

Sel hati dirangsang kerja suatu enzim, maka sel hati menghasilkan

glikogen (yaitu zat tepung hewani) dari konsentrasi glukosa yang diambil dari

makanan hidrat karbon. Zat ini disimpan sementara oleh sel hati dan diubah

kembali menjadi glukosa oleh kerja enzim bila diperlukan jaringan tubuh.

Karena fungsi ini, hati membantu supaya kadar gula yang normal dalam

darah, yaitu 80 – 100mg glukosa setiap 100 mL darah dapat dipertahankan.

Akan tetapi, fungsi ini dikendalikan sekresi dari pankreas, yaitu insulin. Hati

juga dapat mengubah asam amino menjadi glukosa.

Page 29: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

13

II.2.2.7 Sekresi Empedu

Hati memproduksi empedu yang berperan dalam emulsifikasi dan

absorpsi lemak juga mengubah zat buangan dan bahan racun agar mudah

untuk ekskresi ke dalam empedu dan urin. Beberapa unsur susunan

empedu, misalnya garam empedu, dibuat dalam hati: unsur lain misalnya

pigmen empedu, dibentuk di dalam sistem retikulo-endotelium dan dialirkan

ke dalam empedu oleh hati.

II.2.2.8 Pembentukan ureum

Hati menerima asam amino yang diabsorpsi oleh darah. Di dalam

hati terjadi deaminasi oleh sel yang berarti bahwa nitrogen dipisahkan dari

bagian asam amino dan ammonia diubah menjadi ureum. Ureum dapat

dikeluarkan dari darah oleh ginjal dan diekskresikan ke dalam urin.

II.2.2.9 Kerja atas lemak

Hati menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir menjadi hasil

akhir asam karbonat dan air. Garam empedu yang dihasilkan hati adalah

penting untuk pencernaan dan absorpsi lemak. Kekurangan garam empedu

mengurangi absorpsi lemak dan karena itu dapat berjalan tanpa perubahan

masuk feses seperti yang terjadi pada beberapa gangguan pencernaan pada

anak-anak kecil, pada penyakit seliak, sariawan tropik, dan gangguan

tertentu pada pankreas.

Page 30: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

14

II.2.3 Hepatotoksisitas Hati

Hepatotoksisitas merupakan istilah yang biasa digunakan untuk

menggambarkan kerusakan hati imbas dari penggunaan antituberkulosis

(OAT). Seacra umum telah diketahui banyak faktor yang dapat

mempengaruhi terjadi hepatotoksisitas imbas dari obat, antara lain: usia,

jenis kelamin, genetik, alkoholisme, infeksi hepatitis B maupun C, infeksi HIV,

nilai SGPT dan bilirubin tidak normal, status gizi, serta pemakaian beberapa

obat hepatotoksisitas secara bersamaan (Luthariana dkk, 2017).

Saat ini, paduan OAT yang dianjurkan (International Union Againts

Tuberculosis) yang sering digunakan mengandung isoniazid, rifampisin, dan

pirazinamid, yang dimana ketiga obat ini memiliki sifat hepaotoksisitas

(Pawlowski dkk, 2012). Gangguan fungsi hati yang disebabkan izoniasid

sebesar 0,2 – 5% berupa hepatitis, hal ini dapat meningkat jika izoniasid

dikombinasi dan dikonsumsi secara bersamaan dengan rifampisin (Nolan

dkk, 1999). Sementara itu, Pirazinamid memiliki efek toksik pada hati terjadi

sebanyak 15%, apabila dosis yang diberikan 40 – 50 mg/kgBB/hari (Burman

dan Reves, 2001).

II.3 Histopatologi Hati

Histopatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang histologi dan

hubungannya dengan penyakit, yang dimana istilah histologi berasal dari

bahasa yunani “histos” artiya jaringan dan “logos” artinya ilmu. Histologi

adalah studi tentang jaringan tubuh dan bagaimana jaringan ini diatur untuk

membentuk organ tubuh dengan melibatkan semua aspek biologi jaringan,

Page 31: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

15

dengan mempelajari jaringan penyusun tubuh, kimia jaringan dan sel

dipelajari dengan metode analitik mikroskopik dan kimia. Zat-zat kimia di

dalam jaringan dan sel dapat dikenali dengan reaksi kimia yang

menghasilkan senyawa berwarna tak dapat larut, diamati dengan mikroskop

cahaya atau penghamburan elektron oleh presipitat yang dapat diamati

menggunakan mikroskop elektron (Harjana, 2011; Mescher, 2016).

Jaringan adalah kumpulan dari sel-sel sejenis atau berlainan jenis

termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem

tertentu. Meskipun sangat komplek tubuh mamalia hanya tersusun oleh 4

jenis jaringan yaitu jaringan: epitel, penyambung/pengikat, otot dan saraf

(Harjana, 2011).

Umumnya jaringan tak berwarna sehingga sulit untuk memeriksa

jaringan yang tidak diwarnai di bawah mikroskop. Oleh karena itu telah

dilakukan metode-metode pewarnaan jaringan yangmemungkinkan dapat

diidentifikasi komponen-komponennya. Pewamaan hematoksilin dan eosin

atau biasa disebut H&E adalah jenis pewarnaan rutin yang paling umum

dipakai dalam proses pembuatan preparat histopatologi (Munthia, 2001).

Hati merupakan organ besar di kuadran kanan atas perut, tepat di bawah

diafragma, tersusun dari ribuan struktur poligonal yang disebut lobulus hati,

yaitu unit fungsional dasar organ. Berikut gambar secara mikroskop lobulus

hati.

Page 32: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

16

Gambar 6. Lobulus hati (Mescher, 2016) Mikrograf lobulus menunjukkan vena sentral (C), pelat hepatosit (H), dan di daerah

portal yang berdekatan limfatik kecil (L) dan komponen dari portal triad: venule portal (PV), hepar hepatik (HA), dan duktus empedu (B). (X220; H&E)

Prosedur yang paling umum digunakan dalam penelitian histologis

adalah penyiapan irisan jaringan atau "bagian" yang bisa diperiksa secara

visual dengan cahaya yang ditransmisikan. Kebanyakan jaringan dan organ

terlalu tebal untuk dilewati cahaya, tembus pandang tipis, maka bagian

dipotong dan ditempatkan pada slide kaca untuk pemeriksaan mikroskopis

struktur internal. Persiapan mikroskopis yang ideal diawetkan sehingga

jaringan pada slide memiliki fitur struktural yang sama dengan yang dimilik

itubuh. Namun, ini sering tidak layak karena persiapan prosesnya bisa

menghilangkan lipid seluler, dengan sedikit distorsi dari struktur sel

(Mescher, 2016).

Secara umum dari sebagian besar jaringan secara histologis

dipersiapkan dengan urutan langkah yaitu, potongan kecil jaringan

ditempatkan dalam larutan bahan kimia yang bekerja dengan

menghubungkan protein dan menonaktifkan degradatif enzim, yang menjaga

Page 33: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

17

struktur sel dan jaringan (fiksasi), lalu larutan alkohol, dalam konsentrasi

100% yang menghilangkan semua air (dehidrasi), selanjutnya alkohol

dikeluarkan dalam pelarut organik yang dimana baik alkohol maupun parafin

tercampur (clearing), kemudian jaringan kemudian ditempatkan pada parafin

meleleh sampai menjadi benar-benar menyatu dengan zat ini (infiltrasi), dan

setelah itu jaringan parafin yang sudah menyatu ditempatkan dalam ukuran

kecil, cetakan dengan parafin meleleh dan dibiarkan mengeras (embedding),

serta tahapan yang terakhir yaitu, blok parafin yang dihasilkan

dipangkas/potong pada mikrotom (trimming) (Mescher, 2001).

Pengamatan menggunakan mikroskop cahaya, didasarkan pada

sistem optik yang memiliki tiga set lensa antara lain, Kondensor berfungsi

mengumpulkan dan memfokuskan kerucut cahaya yang menyala di atas

jaringan, lensa obyektif berfungsi memperbesar dan memproyeksikan

gambar objek yang diterangi ke arah lensa mata. Biasa digunakan

perbesaran yang berbeda secara rutin dalam histologi meliputi 4X untuk

mengamati area yang luas (lapang pandang), pada perbesaran rendah10X

untuk mengamati bidang yang lebih kecil, dan 40X untuk mengamati bidang

daerah yang rinci dan oculars yang berfungsi memperbesar gambar yang

lain10X dan memproyeksikannya ke hasil, dengan pembesaran totaldari

40X, 100X atau 400X (Mescher, 2001).

Page 34: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

18

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 Penyiapan Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, embedding cassete,

embedding center (Sakura®), floating bath (Barnstead®), gelas beaker

(Pyrex®), gelas ukur (Pyrex®), gunting, homogenizer (WireStir®), jarum

pentul, kamera (Nikon®), kanula, spoit, tissue processor (Thermo Scientific®),

mikroskop cahaya (Olympus®), mikrotom (Sakura®), papan bedah, object

glass dan timbangan digital (Ohauss®).

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, aquadest,

OAT (Rifastar® FDC4), Buffer Neutral Formaline (BNF) 10%, eter, Natrium

Carboxymethyle Celullose (Natrium CMC), paraffin, hematoxylin eosin (HE),

serbuk gelatin, toluen, xylol, etanol 70% dan reagensia alkohol 100% v/v

(campuran etanol absolut 95% v/v, metanol 5% v/v dan isopropanol 5% v/v).

III.2 Tempat Penelitian

Pemeliharaan tikus putih jantan (Rattus norvegicus) dilakukan di

Laboratorium Biofarmasi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin. Pembuatan

preparat histopatologi dilakukan di Balai Besar Veteriner Maros, dan

pembacaan histopatologi dilakukan di Klinik Hewan Pendidikan Universitas

Hasanuddin.

Page 35: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

19

III.3 Metode Kerja

III.3.1 Penyiapan Hewan Coba

Hewan coba yang digunakan yaitu tikus putih (Rattus norvegicus).

Tikus jantan putih sebanyak 15 ekor (bobot badan 100 – 200 g) ditempatkan

dalam kandang hewan dengan pemberian makanan dan air secukupnya.

Sebelum memulai percobaan, hewan dibiarkan menyesuaikan diri

(beradaptasi) di kandang hewan laboratorium biofarmasi selama ± 2 minggu.

III.3.2 Penyiapan Sediaan Uji dan Dosis Pemberian

III.3.2.1 Pembuatan Suspensi Natrium CMC 1%

Sebanyak 1 g Natrium CMC didispersikan dengan menambahkan

aquades yang telah dipanaskan pada suhu 70ºC hingga diperoleh volume

100 mL sambil diaduk dengan menggunakan homogenizer hingga terbentuk

mucilago.

III.3.2.2 Perhitungan Dosis OAT

OAT (Obat Anti Tuberkolosis) yang digunakan adalah sediaan

(Rifastar® 4FDC) tablet FDC dengan komposisi sebagai berikut:

Rifampisin 150 mg

Isoniazid 75 mg

Pirazinamid 400 mg

Etambutol 275 mg

Penggunaan OAT FDC pada manusia adalah 4 tablet/60 kg bobot

badan. Penentuan bobot rata-rata tablet yaitu :

Page 36: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

20

Maka bobot tablet yang digunakan pada manusia adalah :

1.080 mg x 4 = 4.320 mg 4.320 mg/60 kg = 72 mg tablet/kgBB

III.3.2.3 Perhitungan Pemberian OAT Pada Tikus

Tabel 1. Konversi Ekuivalen Dosis Manusia ke Dosis Hewan Berdasarkan Luas Permukaan Tubuh

Spesies Bobot Badan

(kg)

Rentang Berat

Badan(kg)

Luas Permukaan Tubuh (m2)

Faktor Km

Faktor Konversi

Manusia Dewasa

60 – 1,6 37 1,00

Anak 20 – 0,8 25 1,48

Babon 12 7 – 13 0,6 20 1,85

Anjing 10 5 – 17 0,6 20 1,85

Monyet 3 1,4 – 4,9 0,24 12 3,08

Kelinci 1,8 0,9 – 3,0 0,15 12 3,08

Marmut 0,4 0,208 – 0,700 0,05 8 4,63

Tikus 0,15 0,080 – 0,270 0,025 6 6,17

Hamster 0,08 0,047 – 0,157 0,02 5 7,40

Mencit 0,02 0,011 – 0,034 0,007 3 12,33

Sumber : Shin JW, Seol IC, Son CG. 2010. Interpretation of Animal Dose and Human Equivalent Dose for Drug Development. The Journal of Korean Oriental Medicine. 31(3):1-7

Konversi dosis manusia ke tikus :

Dosis manusia (mg/kg) x Faktor konversi

Dimana, Km ratio dari manusia ke tikus adalah 6,17 (lihat tabel 1), sehingga

berdasarkan konversi dosisnya, bobot tablet yang ditimbang:

72 mg/kg x 6,17 = 444,24 mg/kg

Untuk tikus dengan bobot 200 g, maka bobot tablet yang diberikan adalah:

Bobot rata − rata =21600 mg

20

Bobot rata − rata =bobot 20 tablet

jumlah tablet

Bobot rata − rata = 1080 mg

444,24 mg/kg x 0,2 kg = 89 𝑚𝑔 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡

Page 37: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

21

III.3.2.4 Pembuatan Suspensi OAT (8,9 %)

Tablet dihaluskan dalam lumpang dan ditimbang sebanyak 8,9 g,

kemudian disuspensikan dengan Natrium CMC hingga 100 mL. Pemberian

suspensi OAT 1 mL/200 gBB per hari yang mengandung 89 mg OAT.

Volume suspensi pemberian, sebagai berikut :

III.4 Prosedur Percobaan

Sebanyak 15 tikus jantan dibagi menjadi 3 kelompok masing-masing

kelompok terdiri:

1) Kelompok 1 (n=3), sebagai kontrol sehat

2) Kelompok 2 (n=6), diberikan suspensi NaCMC 1%

3) Kelompok 3 (n=6), diberikan suspensi OAT FDC 8,9%

Pemberian perlakuan terhadap hewan coba dilakukan secara berturut-

turut selama 30 hari. Pada hari ke-30 dilakukan pengambilan organ hati

tikus.

III.4.1 Penanganan Spesimen

Spesimen untuk pemeriksaan histopatologi dimasukkan dalam pot

sampel yang berisi larutan BNF 10% dan disimpan terlebih dahulu minimal

48 jam sebelum dilakukan pemotongan untuk dilanjutkan ke pengujian

histopatologi (Wahyuni dkk, 2012).

𝑉 = x gBB

200 gBB 𝑋 1 𝑚𝐿

Page 38: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

22

III.4.2 Pembuatan Preparat Histopatologi Hati Tikus (Wahyuni dkk, 2012)

III.4.2.1 Fiksasi

Sampel jaringan difiksasi dengan BNF, dengan volume minimal 10

kali volume jaringan. Waktu yang diperlukan untuk fiksasi sempurna adalah

48 jam.

III.4.2.2 Pemotongan Spesimen

Spesimen dipotong dengan ketebalan 0,5 – 1 cm. Sisa spesimen

disimpan dalam botol bertutup rapat yang berisi BNF.

III.4.2.3 Prossesing dan Embedding

Spesimen hasil pemotongan dimasukkan ke dalam embedding

cassete kemudian diproses pada tissue processor dengan pengaturan waktu

(lihat tabel 2). Pada tahap ini menggunakan pelarut alkohol 100% yang terdiri

dari beberapa campuran pelarut, yaitu : etanol absolut 90%, metanol 5%,

dan isopropanol 5 %.

Embedding cassette dikeluarkan dari tissue processor kemudian

dimasukkan ke dalam wadah yang telah tersedia pada alat embedding

center. Spesimen dikeluarkan dari keranjang kemudian diletakkan di atas

cetakkan lalu diisi dengan paraffin. Setelah paraffin mengeras,dipisahkan

blok dari cetakan dan siap untuk dilakukan pemotongan dengan

menggunakan pisau mikrotom.

Page 39: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

23

Tabel 2. Pengaturan waktu pada tahap Prossesing dan Embedding

No Proses Reagensia Waktu (jam)

1 Fiksasi Buffer formalin 10% 2

2 Fiksasi Buffer formalin 10% 2

3 Dehidrasi Alkohol 70% 1

4 Dehidrasi Alkohol 90% 1

5 Dehidrasi Alkohol 100% 1

6 Dehidrasi Alkohol 100% 2

7 Dehidrasi Alkohol 100% 2

8 Clearing Toluen 1

9 Clearing Toluen 1,5

10 Clearing Toluen 1,5

11 Impregnasi Paraffin 2

12 Impregnasi Paraffin 3 Total waktu 20 jam

Sumber : Wahyuni, Enggar, Kumorowati, Pitriani, Suardi, Sukri, Yunus M. 2012. Buku Panduan Kerja Laboratorium Patologi. Balai Besar Veteriner Maros. Edisi 2. Hal 1-21.

III.4.2.4 Pemotongan Blok

Blok jaringan diletakkan pada mikrotom kemudian dipotong

menggunakan pisau mikrotom dengan ketebalan 4 – 5 µm. Hasil potongan

kemudian direntangkan pada floating out yang bersuhu sekitar 400C. Hasil

pemotongan diambil menggunakan object glass kemudian ditempatkan

diatas pelat pemanas minimal 2 jam.

Page 40: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

24

III.4.2.5 Pewarnaan

Tahapan pewarnaan beserta lama pengerjaan, sebagai berikut :

Tabel 3. Tahap Pewarnaan Mayers Hematoxylin Eosin

Sumber : Wahyuni, Enggar, Kumorowati, Pitriani, Suardi, Sukri, Yunus M. 2012. Buku Panduan Kerja Laboratorium Patologi. Balai Besar Veteriner Maros. Edisi 2. Hal 1-21.

Setelan pewarnaan, dilakukan coverslipping. Diteteskan 1 – 2 tetes

“entellan” pada tiap coverslip, balik kemudian tutup pada slide preparat yang

telah terwarnai. Preparat yang telah tertutup didiamkan sampai mengering

sempurna.

III.4.3 Pengamatan Preparat Histopalogi Hati Tikus

Parameter kerusakan hati yang diamati meliputi : degenerasi sel yang

terdiri dari generasi hidropik, degenerasi lemak, nekrosis, dan kongesti akan

diberi skor 1 hingga 5 berdasarkan persentase kerusakannya.

No Reagensia Waktu

1. Xylol I 2 menit

2. Xylol II 2 menit

3. Alkohol 100% I 1 menit

4. Alkohol 100% II 1 menit

5. Alkohol 95% I 1 menit

6. Alkohol 95% II 1 menit

7. Mayer’s Haematoxylin 15 menit

8. Rendam dalam Tap Water 20 menit

9. Masukkan dalam Eosin 15 detik-2 menit

10. Alkohol 95 % III 2 menit

11. Alkohol 95 % IV 2 menit

12. Alkohol 100% III 2 menit

13. Alkohol 100% IV 2 menit

14. Akohol 100%V 2 menit

15. Xylol III 2 menit

16. Xylol IV 2 menit

17. Xylol V 2 menit

Page 41: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

25

1 = bila tidak terlihat kerusakan pada lapang pandang perbesaran 100X dan

400X

2 = bila persentase kerusakan terlihat pada <10% pada lapang pandang

perbesaran 100X dan 400X

3 = bila persentase kerusakan terlihat antara 10 – 30% pada lapang pandang

perbesaran 100X dan 400X

4 = bila persentase kerusakan terlihat antara 30 – 50% pada lapang pandang

perbesaran 100X dan 400X

5 = bila persentase kerusakan terlihat pada >50% pada lapang pandang

perbesaran 100X dan 400X.

III.4.4 Analisis Statistik

Analisis statistik menggunakan SPSS 20. Data yang digunakan bersifat

kategorial berdasarkan skor, sehingga uji statistik yang digunakan adalah uji

Kruskall-wallis yang dilanjutkan dengan uji Mann Whitney untuk menentukan

perbedaan signifikan. Hasil yang diperoleh dinyatakan signifikan apabila nilai

P<0,05.

Page 42: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

26

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tuberkulosis (TB) adalah salah satu penyakit infeksi yang disebabkan

oleh Mycobacterium tuberculosis. Obat yang standar direkomendasikan oleh

WHO adalah Isoniazid, Etambutol, Rifampisin, Pirazinamid dalam bentuk

obat antituberkulosis fixed dose combination (OAT-FDC).

Berdasarkan dari beberapa penelitian, salah satunya yang dilakukan,

mengenai efek samping dari OAT-FDC, yaitu efek resiko hepatotoksisitas

yang semakin besar jika isoniazid dikombinasi dengan rifampisin

dibandingkan dengan penggunaan isoniazid saja (Sunarni Tdkk, 2013). Hal

ini disebabkan karena rifampisin mempunyai efek menginduksi enzim-enzim

sitokrom P-450, sehingga bila dikombinasi dengan isoniazid, maka

pembentukkan metabolit reaktif isoniazid akan bertambah sehingga

menyebabkan sifat hepatotoksik isoniazid bertambah berat.

Analisis histopatologi bertujuan untuk melihat seberapa besar

prevalensi kerusakan hati yang terjadi akibat efek samping dari OAT-FDC.

Ada beberapa parameter kerusakan sel hati yang akan dinilai, antara lain :

degenerasi lemak, degenerasi hidrofis, nekrosis, dan kongesti. Degenerasi

lemak adalah keadaan perubahan perlemakan yang menggambarkan

adanya penimbunan secara abnormal trigliserid dalam sel parenkim.

Degenerasi hidrofis atau degenerasi vaskuolar adalah keadaan dimana

terjadi penimbunan cairan intraseluler atau dengan kata lain terjadinya

Page 43: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

27

pembengkakan sel, terdapat vakuola-vakuola kecil sampai besar dalam

sitoplasma. Nekrosis merupakan kematian sel sebagai akibat dari adanya

kerusakan selakut atau trauma. Kematian sel tersebut terjadi secara tidak

terkontrol ditandai dengan pecahnya sel. Tahapan nekrosis meliputi:

piknosis, adalah proses kerusakan pada inti sel yang ditandai dengan

larutnya kromosom dan proses kondensasi pada inti sel. Jika inti sel telah

mengalami piknosis, maka inti sel akan menjadi padat atau kental dan

ukurannya mengalami penyusutan, selanjutnya Karioreksis adalah proses

kerusakan sel yang ditandai dengan pecahnya inti sel dan rusaknya

kromatin. Karioreksis terjadi karena adanya kerusakan sel secara alami atau

yang disebabkan oleh serangan bakteri, dan tahapan terakhir yaitu Kariolisis

adalah proses larutnya kromatin di dalam inti sel yang terjadi secara alami

atau dikarenakan adanya kerusakan pada jaringan tubuh. Ciri-ciri dari

terjadinya kariolisis adalah inti sel akan menjadi sangat pucat dan tidak

berbentuk. Kongesti (pembendungan darah) adalah keadaan akumulasi

abnormal atau berlebihan dari cairan tubuh atau berlimpahnya darah di

dalam pembuluh darah di regio tertentu. Jika dilihat secara mikroskopik

kapiler-kapiler dalam jaringan yang hiperemi terlihat melebar dan penuh

berisi darah.

Perhitungan dosis yang digunakan dalam penelitian ini, mengacu pada

Shin dkk (2010) dengan konversi dosis manusia ke hewan berdasarkan luas

permukaan tubuh yang telah banyak digunakan dalam berbagai jurnal

penelitian. Adapun untuk mendapatakan konversi dosis manusia ke hewan

Page 44: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

28

dilakukan dengan cara mengalikan dosis manusia dan faktor konversi (hasil

bagi antara faktor km manusia dan faktor km hewan), juga banyak digunakan

dalam perkembangan efektifitas obat tradisional.

Telah dilakukan penelitian terhadap hewan coba tikus putih (Rattus

novergicus) yang dibagi ke dalam 3 kelompok percobaan, yaitu Kontrol sehat

(Kelompok 1), NaCMC 1% (Kelompok 2), OAT-FDC 8,9% (Kelompok 3),

kemudian diberi perlakuan selama 30 hari, lalu dilakukan pembedahan yang

selanjutnya akan dianalisis histopatologi hati tikus. Berikut gambar hasil

pengamatan histopatologi hati tikus.

Gambar 7. Gambaran histopatologi hati tikus kontrol sehat. Gambaran hati terlihat normal kecuali adanya kongesti (panah hijau) pada beberapa daerah hati. Pembesaran 100X. Pewarnaan HE.

Kelompok kontrol sehat merupakan hewan coba yang langsung diambil

organ hati tanpa diberikan perlakuan. Hasil di atas menunjukkan keadaan

hati tikus yang normal, kecuali adanya kongesti yang terlihat (panah hijau)

pada perbesaran 100X.

Page 45: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

29

Gambar 8. Gambaran histopatologi Kelompok 2 yang diberikan NaCMC 1%. Terlihat adanya degenerasi lemak (panah hijau), degenerasi hidrofis (panah biru), sel-sel yang mengalami nekrosa (panah kuning), sel-sel yang mengalami apoptosis (panah putih), dan kongesti (panah hitam). Pembesaran: A,C:100X; B,D: 400X. Pewarnaan HE.

Kelompok yang diberi NaCMC terlihat adanya parameter kerusakan

hati. Pada gambar A dan C dengan perbesaran 100X, terlihat adanya

kongesti (panah hitam) pada beberapa daerah hati, kemudian pada gambar

B dan D dengan perbesaran 400X, terlihat adanya degenerasi lemak (panah

hijau), degenerasi hidrofis (panah biru), kongesti (panah hitam) dan nekrosis

(panah kuning). Alasan mengapa terjadi perubahan struktur hati pada tikus

yang hanya diberi NaCMC belum jelas, tetapi diperkirakan kerusakan hati

tersebut ditimbulkan oleh paparan anestesi yang berupa eter, yang dilakukan

Page 46: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

30

setiap kali pengambilan darah. Kelompok kontrol sehat tidak mendapatkan

perlakuan tersebut.

Berdasarkan hasil pengukuran biomarker SGPT pada hari ke-0 hingga

hari ke-14 terjadi peningkatan kadar sebesar 50% pada kelompok 3 yang

diberikan OAT-FDC, namun pada hari ke-28 tidak terjadi peningkatan kadar

SGPT (data belum dipublikasikan).

Page 47: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

31

Gambar 9. Gambaran histopatologi Kelompok 3 yang diberikan OAT-FDC 8,9%. Terlihat adanya degenerasi lemak (panah hijau), degenerasi hidrofis (panah biru), sel-sel yang mengalami nekrosis (panah kuning), sel-sel yang mengalami apoptosis (panah putih), dan kongesti (panah hitam). Pembesaran: A,C:100X; B,D:400X. Pewarnaan HE.

Kelompok yang diberi OAT-FDC terlihat adanya parameter kerusakan

hati. Pada gambar A dan C dengan perbesaran 100X, terlihat adanya

kongesti (panah hitam) pada beberapa daerah hati, kemudian pada gambar

B dan D dengan perbesaran 400X, terlihat adanya degenerasi lemak (panah

hijau), degenerasi hidrofis (panah biru), kongesti (panah hitam) dan nekrosis

(panah kuning).

Page 48: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

32

Berdasarkan gambar hasil analisis histopatologi di atas, maka

diperoleh hasil tabel tingkat kerusakan pada masing-masing parameter

(degenerasi lemak, degenerasi hidrofis, nekrosis, dan kongesti) yang

ditandai dengan pemberian skor 1 hingga 5. Berikut hasil perolehan skor

terhadap tingkat kerusakan hati tikus putih :

Tabel 4. Perolehan skor pada masing-masing tingkat parameter kerusakan

No Perlakuan Degenerasi Lemak

Degenerasi hidrofis

Nekrosis Kongesti

1 Kelompok1 (KontrolSehat)

N 1 1 1 1 2

N 2 1 1 1 2

N3 1 1 1 2

2 Kelompok 2 (NaCMC 1%)

N 1 3 3 3 3

N 2 3 3 3 3

N 3 3 4 3 3

N 4 3 4 3 3

N 5 2 2 2 3

N 6 2 3 2 3

3 Kelompok 3 (OAT-FDC 8,9%)

N 1 4 4 3 4

N 2 4 4 3 4

N 3 4 4 3 4

N 4 4 4 3 4

N 5 4 3 2 3

N 6 3 5 3 3

Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan dengan

menggunakanuji Kruskall-wallis yang dilanjutkan dengan uji Mann Whitney.

Diperoleh perubahan struktur hati antara kelompok 1 (Kontrol sehat) dengan

kelompok 2 (NaCMC 1%) berbeda pada semua parameter kerusakan yang

di observasi dengan nilai P1 = 0,013, P2 =0,016 , P3 = 0,013, P4 = 0,005

Page 49: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

33

(P1 = Degenerasi Lemak, P2 = Degenerasi Hidrofis, P3 = Nekrosis, P4 =

Kongesti). Begitu juga dengan kelompok 1 (Kontrol sehat) dengan kelompok

3 (OAT-FDC 8,9%) didapatkan perbedaan yang sangat signifikan pada

semua parameter kerusakan hati dengan nilai P1 = 0,009, P2 =0,013 , P3 =

0,009, P4 = 0,013. Hal ini menandakan bahwa antara kelompok sehat

dengan tikus yang diberi perlakuan baik NaCMC maupun OAT-FDC selama

30 hari menyebabkan gangguan struktur hati.

Antara kelompok 2 (NaCMC 1%) dengan kelompok 3 (OAT-FDC 8,9%)

juga didapatkan perbedaan yangsangat signifikan pada parameter

degenerasi lemak dan kongestidengan nilai P1 = 0,006 dan P4 =

0,019.Sementara didapatkan perubahan yang tidak signifikan pada

parameter degenerasi hidropik dan nekrosis dengan nilai P2 =0,067dan P3 =

0,523.

Hal ini menunjukkan penggunaan OAT-FDC selama 30 hari

menggunakan dosis terapi (dikonversi dari dosis manusia) menyebabkan

perubahan histopatologi pada hati, terutama parameter degenerasi lemak

dan nekrosa, dimana 5 dari 6 tikus mengalami degenerasi lemak dan

hidropis pada kategori 4 (kerusakan 30-50% lapang pandang). Dosis terapi

tersebut diaplikasikan ke tikus menggunakan dosis konversi ke hewan yang

dihitung berdasarkan ekuivalen dosis manusia ke hewan berbasis luas

permukaan tubuh. Perhitungan dosis konversi dibutuhkan karena

metabolisme hewan mamalia yang luas permukaan tubuhnya lebih kecil jauh

Page 50: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

34

lebih cepat daripada hewan mamalia dengan luas permukaan yang lebih

besar termasuk manusia (Nair and Jacob,2016).

Kerusakan hati yang diperoleh pada tikus yang diberi OAT-FDC terkait

dengan mekanisme OAT itu sendiri. Isoniazid bersifat bakterisid, dapat

membunuh 90% populasi bakteri dalam beberapa hari pertama pengobatan,

efektif terhadap bakteri dalam keadaan metabolik aktif, yaitu bakteri yang

sedang berkembang dengan mekanisme kerja berdasarkan terganggunya

sintesa mycolic acid, yang diperlukan untuk membangun dinding bakteri.

Rifampisin bersifat bakterisid, dapat membunuh bakteri semi-dormant yang

tidak dapat dibunuh oleh isoniazid dengan mekanisme kerja berdasarkan

perintangan spesifik dari suatu enzim bakteri ribose nukleotida acid (RNA)-

polimerase sehingga sintesis RNA terganggu. Pirazinamid bersifat bakterisid,

dapat membunuh bakteri yang berada dalam sel dengan suasana asam

dengan mekanisme kerja berdasarkan pengubahannya menjadi asam

pyrazinamidase yang berasal dari basil tuberkulosa, serta etambutol bersifat

bakteriostatik, dengan menekan pertumbuhan bakteri TB yang telah resisten

terhadap Isoniazid dan streptomisin dengan mekanisme kerja, berdasarkan

penghambatan sintesa RNA pada bakteri yang sedang membelah, juga

menghindarkan terbentuknya mycolic acid pada dinding sel.

Page 51: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

35

35

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian di atas, dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

1. Terdapat perubahan histopatologi yang berbeda signifikan pada semua

parameter antara tikus kelompok 1 (kontrol sehat) dengan kelompok 2

(NaCMC 1%), dan kelompok 3 (OAT-FDC 8,9%) selama 30 hari.

2. Perubahan histopatologi yang terjadi pada tikus kelompok 2 (NaCMC 1%)

dengan kelompok 3 (OAT-FDC 8,9%), yaitu pada parameter degenerasi

lemak dan kongesti yang berbeda nyata dengan kelompok 2 yang hanya

diberikan cairan pembawa, sedangkan untuk parameter degenerasi

hidrofis dan nekrosis didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata.

V.2 Saran

Sebaiknya lebih lama waktu pemberian terhadap hewan coba untuk

mengetahui seberapa besar prevalensi kerusakan yang diakibatkan oleh

Obat Antituberkulosis (OAT).

Page 52: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

36

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T.Y., Kamso, S., Basri, C., dan Asik, S. 2007. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Cetakan pertama. Kemenkes RI. Available as PDF File E-Book.

Aditama, T.Y., Subuh, M., Mustikawati, D.E., Asik, S Basri, C., dan Kamso, S. 2007. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Cetakan pertama. Kemenkes RI. Available as PDF File E-Book.

Agustin, R.A., Ikawati, Z., dan Setyati, A. 2013. Efek Kurkuma Terhadap Kadar Alanine Aminotransferase Pada Pemakaian Obat Anti Tuberkulosa Di Poliklinik Anak Rsud Arifin Achmad Propinsi Riau. Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik.3:199-206.

Bayupurnama, P. 2006. Hepatotoksisitas Imbas Obat. Ajar Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia Jilid I. Balai Penerbit FK-UI. Jakarta.

Blomberg, B., Spinaci, S., Fourie, B., and Laing, R. 2001. The rationale forrecommending fixed-dose combination tablets for treatment of tuberculosis. Bull World Health Organ. 79(1):61-68.

Burman, WJ., Reves, RR. 2001. Hepatotoxicity From Rifampin PlusPyra- zinamide: Lesson For Policymakers And Message For Care Providers. Am J Respir Crit Care Med.164(7):1112-3.

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Tuberkolosis. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta. Available as PDF File E-Book.

Harjana, T. 2011. Histologi. Jurusan Biologi Fakultas MIPA: Universitas Negeri Yogyakarta.

Kementerian kesehatan RepubIik Indonesia. 2011. TBC Masalah Kesehatan Dunia. (Online). (www.bpps-dmk.depkes.go.id, diakses pada 10 oktober 2017).

Luthariana, L.,Karjadi, T., Hasan, I., dan Rumende, C. 2017. Faktor Resiko Terjadinya Hepatotoksisistas Imbas Obat Antituberkulosis Pada Pasien HIV/AIDS. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. 4(1):23-28.

Mescher, A. 2016. Junquiera’s Basic Histology Text and Atlas. 4nd Edition. McGraw-Hill Education:New York. Available as PDF.

Page 53: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

37

Munthia, M. 2001. Teknik Pembuatan Preparat Histopatologi Dari Jaringan Hewan Dengan Pewarnaan Hematoksilin Dan Eosin (H&E). Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 1001.

Nair, A.B., Jacob, S. 2016. A Simple Practice Guide For Dose Conversion Between Animals and Human. The journal of J Basic Clim Pharm.7(2):27-31.

Nolan, CM., Goldberg, DV., and Buskin, SE. 1999. Hepatotoxicity Associated With Isoniazid Preventive Therapy. JAMA.281(11):1014-8.

Paulsen, F., Waschke, J. 2011. Sobotta Atlas of Human Anatomy. Vol. 2 Internal Organs. Vol.2-Urban & Fischer. Page 104. Available as PDF File E-Book.

Pawlowski, A., Jansson, M., Skold, M., Rottenberg, Me., and Kallenius, G. 2012. Tuberculosis and HIV Co-infection. Plos Pathong. 8(2):e1002464.

Pearce, E. 2010. Anatomi Dan Fisiologis Untuk Paramedis. 4nd Edition. Jakarta : Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.

Prihatni, D., Parwati, I., Sjahid, I., dan Rita, C. 2005. Efek Hepatotoksik AntiTuberkulosis Terhadap Kadar Aspartate Aminotransferase Dan Alanine Aminotransferase Serum Penderita Tuberkulosis Paru. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory. 12(1):1-5.

Shin, JW., Seol, IC., and Son, CG. 2010. Interpretation of Animal Dose and Human Equivalent Dose for Drug Development. The Journal of Korean Oriental Medicine. 31(3):1-7.

Sloane, E. 2004. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Pemula. 1ndEdition. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.

Sunarni, T., Prastiwi, R., Mardiyono, dan Rinanto, Y. 2013. Kombinasi Ekstrak Etanol Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) dan Daun Pepaya (Carica papaya L.) sebagai Hepatoprotektif selama Pengobatan Tuberkulosis. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 11(2):160-166.

Sweetman, S.C. 2009. Martindale. The Complete Drug Reference 36th Edition. The Pharmaceutical, Press, London. Available as PDF File E-Book.

Page 54: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

38

Wahyudi, A.D., Soedarsono. 2015. Farmakogenomik Hepatotoksisitas Obat Antituberkulosis. Jurnal respirasi. 1(3):103-108.

Wahyuni, Enggar, Kumorowati, Pitriani, Suardi, Sukri, dan Yunus M. 2012. Buku Panduan Kerja Laboratorium Patologi. Balai Besar Veteriner Maros. Edisi 2. Hal 1-21.

World Health Organization. 2015. Global Tuberculosis Report. (Online). (http://apps- who.int/medicinedocs/en/d/Js22199en/, diakses pada 17 Oktober 2017).

Page 55: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

39

LAMPIRAN I

SKEMA KERJA

1. Skema Kerja Umum

Perlakuan selama 30 hari

Tikus Jantan Putih (n=15)

Adaptasi hewan

(2 minggu)

Kelompok 1(n=3)

Kontrol Sehat

Kelompok 2(n=6)

NaCMC 1% (p.o)

Kelompok 3(n=6) Suspensi OAT-FDC

8,9% (p.o)

Pengambilan Organ Hati

Pembuatan Preparat Histopalogi

Pengamatan Preparat Histopalogi

Analisis statistik

Kesimpulan

Page 56: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

40

2. Skema Kerja Pembuatan Preparat Histopatologi

Fiksasi Spesimen

Pemotongan Awal Spesimen

Processing dan Embedding

Pemotongan kedua Spesimen

Spesimen difiksasi dalam larutan BNF 10%(Volume minimal 10 kali volume sampel)

Spesimen dipotong dengan ketebalan 0,5-1 cm

Dimasukkan spesimen hasil pemotongan ke dalam embedding casette

Diproses selama 20 jam pada tissue processor Dipindahkan ke embedding center kemudian diblok

menggunakan paraffin

Blok dipotong menggunakan mikrotom dengan ketebalan 4-5 µm

Direntangkan di permukaan larutan gelatin pada floating bath bersuhu 40ᴼC

Diambil hasil pemotongan menggunakan object glass dan ditempatkan di atas pelat pemanas

Proses Pewarnaan

Preparat Histopatologi

Pewarnaaan dilakukan menggunakan pewarna Mayer’s Haematoxylin

Diteteskan 1-2 tetes xylen, ditutup menggunakan deck

glass

Page 57: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

41

LAMPIRAN II

DATA STATISTIKA

Tabel 5. Hasil uji Kruskal-Wallis Test (Kelompok 1, 2, & 3)

Ranks

PARAMETER KELOMPOK

PERLAKUAN

N Mean

Rank

DEGENERASI LEMAK

Kontrolsehat 3 2,00

Nacmc 1% 6 6,83

Oat-Fdc 8,9% 6 12,17

Total 15

DEGENERASI

HIDROFIS

Kontrolsehat 3 2,00

Nacmc 1% 6 7,75

Oat-Fdc 8,9% 6 11,25

Total 15

NEKROSIS

Kontrolsehat 3 2,00

Nacmc 1% 6 9,00

Oat-Fdc 8,9% 6 10,00

Total 15

KONGESTI

Kontrolsehat 3 2,00

Nacmc 1% 6 7,50

Oat-Fdc 8,9% 6 11,50

Total 15

Test Statisticsa,b

DEGENERASI LEMAK

DEGENERASI HIDROFIS

NEKROSIS KONGESTI

Chi-Square 11,979 9,411 8,944 11,091

Df 2 2 2 2

Asymp. Sig. ,003 ,009 ,011 ,004

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: KELOMPOK PERLAKUAN

Page 58: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

42

Tabel 6. Hasil uji Mann-Whitney Test (Kelompok I & II)

Ranks

PARAMETER KELOMPOK

PERLAKUAN

N Mean Rank Sum of Ranks

DEGENERASI LEMAK

KONTROL SEHAT 3 2,00 6,00

NACMC 1% 6 6,50 39,00

Total 9

DEGENERASI HIDROFIS

KONTROL SEHAT 3 2,00 6,00

NACMC 1% 6 6,50 39,00

Total 9

NEKROSIS

KONTROL SEHAT 3 2,00 6,00

NACMC 1% 6 6,50 39,00

Total 9

KONGESTI

KONTROL SEHAT 3 2,00 6,00

NACMC 1% 6 6,50 39,00

Total 9

Test Statisticsa

DEGENERASI

LEMAK

DEGENERASI

HIDROFIS

NEKROSIS KONGESTI

Mann-Whitney U ,000 ,000 ,000 ,000

Wilcoxon W 6,000 6,000 6,000 6,000

Z -2,484 -2,416 -2,484 -2,828

Asymp. Sig. (2-tailed) ,013 ,016 ,013 ,005

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,024b ,024b ,024b ,024b

a. Grouping Variable: KELOMPOK PERLAKUAN

b. Not corrected for ties.

Page 59: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

43

Tabel 7. Hasil uji Mann-Whitney Test (Kelompok I & III)

Ranks

KELOMPOK PERLAKUAN

N Mean Rank Sum of Ranks

DEGENERASI LEMAK

KONTROL SEHAT 3 2,00 6,00

OAT-FDC 8,9% 6 6,50 39,00

Total 9

DEGENERASI HIDROFIS

KONTROL SEHAT 3 2,00 6,00

OAT-FDC 8,9% 6 6,50 39,00

Total 9

NEKROSIS

KONTROL SEHAT 3 2,00 6,00

OAT-FDC 8,9% 6 6,50 39,00

Total 9

KONGESTI

KONTROLSEHAT 3 2,00 6,00

OAT-FDC 8,9% 6 6,50 39,00

Total 9

Test Statisticsa

DEGENERASI LEMAK

DEGENERASI HIDROFIS

NEKROSIS KONGESTI

Mann-Whitney U ,000 ,000 ,000 ,000

Wilcoxon W 6,000 6,000 6,000 6,000

Z -2,598 -2,472 -2,598 -2,484

Asymp. Sig. (2-tailed) ,009 ,013 ,009 ,013

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,024b ,024b ,024b ,024b

a. Grouping Variable: KELOMPOK PERLAKUAN

b. Not corrected for ties.

Page 60: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

44

Tabel 8. Hasil uji Mann-Whitney Test (Kelompok II & III)

Ranks

PARAMETER KELOMPOKPERLAKUAN N Mean Rank Sum of Ranks

DEGENERASI LEMAK

NACMC 1% 6 3,83 23,00

OAT-FDC 8,9% 6 9,17 55,00

Total 12

DEGENERASI HIDROFIS

NACMC 1% 6 4,75 28,50

OAT-FDC 8,9% 6 8,25 49,50

Total 12

NEKROSIS

NACMC 1% 6 6,00 36,00

OAT-FDC 8,9% 6 7,00 42,00

Total 12

KONGESTI

NACMC 1% 6 4,50 27,00

OAT-FDC 8,9% 6 8,50 51,00

Total 12

Test Statisticsa

DEGENERASI LEMAK

DEGENERASI HIDROFIS

NEKROSIS KONGESTI

Mann-Whitney U 2,000 7,500 15,000 6,000

Wilcoxon W 23,000 28,500 36,000 27,000

Z -2,768 -1,832 -,638 -2,345

Asymp. Sig. (2-tailed) ,006 ,067 ,523 ,019

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,009b ,093b ,699b ,065b

a. Grouping Variable: KELOMPOK PERLAKUAN

b. Not corrected for ties.

Page 61: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

45

LAMPIRAN III

DOKUMENTASI PENELITIAN

Gambar 10. Tikus dalam kandang

Gamba 11. Pengukuran BB tikus

Gambar 12.Pemerian terhadap tikus

Gambar 13. Pembiusan tikus

menggunakan eter

Page 62: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

46

Gambar 14. Persiapan untuk pembuatan

preparat histopatologi

Gambar 15. Proses fiksasi sampel

selama 48 jam

Gambar 16. Prossesing dan embedding sampel selama 20 jam (tissue processor)

Gambar 17. Alat floating bath/pemanas

Page 63: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

47

Gambar 18. Alat pemotongan blok

Gambar 19. Proses mencetak blok

Gambar 20. Proses pewarnaan preparat

Gambar 21. Hasil preparat histopatologi

Page 64: ANALISIS HISTOPATOLOGI HATI TIKUS PUTIH (Rattus …

48

Lampiran IV

REKOMENDASI PERSETUJUAN ETIK