analisis jaringan sosial pada pendistribusian raskin melalui warung desa

Upload: ahmad-fatikhul-khasan

Post on 22-Jul-2015

68 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ANALISIS JARINGAN SOSIAL PADA PENDISTRIBUSIAN RASKIN MELALUI WARUNG DESA

TUGAS KULIAH PSEP II

Dosen Pengampu Mata Kuliah : Diah Puspaningrum, SP, MSi

Oleh : Ahmad Fatikhul Khasan NIM.111510601073

P R O G R A M S T U D I A G R I B I S N I S FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER

Mei, 2012

ISI ARTIKEL

Raskin adalah beras yang didistribusikan oleh pemerintah melalui Perum BULOG yang ditujukan pada masyarakat miskin. Pendistribusian raskin ini bertujuan untuk membantu masyarakat miskin dalam memenuhi kebutuhan pokoknya. Pendistribusian raskin dilakukan sebanyak sebulan sekali sepanjang tahun. Jumlah yang diterima per keluaga tiap kali bulan adalah 15 kg. Harga yang harus dibayarkan masyarakat untuk mendapatkan beras ini adalah sebesar Rp. 1.600 per kilogram. Pendistribusian raskin pada umumnya diawali dari gudang penyimpanan BULOG, kemudian oleh Satker Raskin beras tersebut disalurkan melalui Kantor Desa. Selanjutnya setiap ketua RT di setiap Desa mengambil beras raskin di Kantor Desa sesuai dengan jumlah warga yang ada di RT nya. Pola ini yang paling umum digunakan dalam pendistribusian raskin selama ini. Panjangnya alur yang harus dilewati dan banyaknya pihak serta pejabat yang terlibat dalam pendistribusian raskin ini membuat penyaluran raskin ini rentan terhadap penyelewangan. Bentuk umum penyelewengan yang sering terjadi adalah penarikan ongkos transportasi oleh petugas di Kantor Desa atau oleh Ketua RT. Sebenarnya ongkos transportasi sudah ditanggung oleh Pemerintah dan tidak perlu lagi dibenbankan pada penerima raskin. Pola lama yang rentan terhadap terjadinya penyelewengan membuat pemerintah berinisiatif untuk menyalurkan raskin melalui warung desa. Warung desa ini diyakini efektif dalam menyalurkan raskin karena mendapat kepercayaan langsung dari penerima raskin dan juga memiliki keterikatan dengan masyarakat secara langsung. Pemilihan warung desa yang akan dijadikan sebagai agen penyalur raskin ini juga merupakan kesepakatan dari masyarakat penerima raskin disekitar warung tersebut berada.

ANALISIS JARINGAN SOSIAL

Salah satu pengertian jaringan adalah batasan yang dikemukakan oleh M. Z. Lawang, jaringan merupakan terjemahan dari network yang berasal dari 2 suku kata yaitu net dan work. Net berarti jaring, yaitu tenunan seperti jala, terdiri dari banyak ikatan antar simpul yang saling terhubung antara satu sama lain. Sedangkan kata work bermakna sebagai kerja. Jadi network yang penekanannya terletak pada kerja bukan pada jaring, dimengerti sebagai kerja (bekerja) dalam hubungan antar simpul simpul seperti halnya jaring. Berdasarkan cara pikir seperti itu, maka kriteria jaringan (network) menurut Lawang adalah sebagai berikut : 1. Adau ikatan antar simpul (orang/kelompok) yang dihubungkan dengan media (hubungan social). Hubungan social ini diikatkan dengan kepercayaan. Kepercayaan itu dipertahankan oleh norma yang mengikat kedua belah pihak. 2. Ada kerja antar simpul (orang/kelompok) yang melalui media hubungan social menjadi satu kerjasama bukan kerja bersama sama. 3. Seperti halnya sebuah jarring (yang tidak putus) kerja yang terjalin antar simpul itu pasti kuat menahan beban bersama dan malah dapat menengkap ikan lebih banyak 4. Dalam kerja jarring itu ada ikatan (simpul) yang tidak dapat berdiri sendiri. Malah kalau satu simpul saja putus maka keseluruhan jarring itu tidak bisa berfungsi lagi, sampai simpul itu diperbaiki. Semua simpul menjadi satu kesatuan dan ikatan yang kuat. Dalam hal ini analogi tidak seluruhnya tepat terutama kalau orang yang membentuk jarring itu hanya dua saja. 5. Media (benang/kawat) dan simpul tidak dapat dipisahkan atau antara orang orang dan hubungannya tidak dapat dipisahkan. 6. Ikatan / pengikat (simpul) adalh norma yang mengatur dan menjaga bagaimana ikatan dan medianya itu dipelihara dan dipertahankan. Pada artikel kasus yang diangkat dalam artikel tersebut terdapat dua pola jaringan yang digunakan untuk mendistribusikan raskin. Pola pertama adalah pola

yang melalui pejabat (Desa dan RT) kemudian kepada masyarakat penerima raskin. Pola ini dapat digambarkan sebagai berikut :11 3 11 11 4 11

11 1

112 21

Keterangan : 1. Perum Bulog 2. Petugas Desa 3. Kantor RT 4. Penerima Raskin Pada pola jaringan penyaluran seperti ini penyelewengan biasa terjadi pada titik (2) dan (3). Penyelewengan ini dikarenakan kedua pihak ini adalah pihak yang memiliki kedudukan dan wewenang. Jadi mereka memiliki status dan kekuasaan diatas titik (4) atau penerima raskin. Jika dihubungkan dengan kriteria jaringan social menurut Lawang maka pola pendistribusian raskin ini memiliki kelemahan yaitu tidak adanya hubungan yang didasari kepercayaan.

Ketidakpercayaan timbul dari rumah tangga penerima raskin pada ketua RT atau kepada petugas Desa karena rumah tangga penerima dikenakan biaya tambahan berupa ongkos transportasi. Selain itu tidak ada norma atau aturan yang mampu memberikan sangsi terhadap penyelewengan ini. Berbeda dengan pola pendistribusian raskin pertama, pola pendistribusian raskin kedua yaitu melalui warung desa bisa lebih efektif dalam penyaluran raskin dan lebih tepat untuk dikategorikan sebagai jaringan sosial. Bila digambarkan pola jarigan distribusi raskin kedua adalah sebagai berikut.11 2 21 11 3 11

111

Keterangan : 1. Perum Bulog 2. Warung Desa 3. Penerima Raskin

Pada

pola

pendistrbusian

ini

jaringan

yang

diperlukan

untuk

mendistribusikan raskin lebih pendek dan tentunya jumlah pihak yang terlibat dalam jaringan ini juga sedikit yang artinya pendistribusian bisa lebih efektif. Selain itu agen distribusi adalah warung desa. Keunggulan warung desa dibandingkan dengan petugas desa atau RT adalah warung desa ini mendapat kepercayaan penuh dari warga penerima raskin disekitar warung tersebut. Jika dihubungkan dengan kriteria jaringan social menurut lawang jaringan ini memenuhi sarat karena selain didasari kepercayaan juga diikat oleh norma, karena apabila warung desa melakukan penyelewengan maka secara tidak langsung masyarakat akan memberi hukuman social berupa ketidakpercayaan pada warung tersebut. Kriteria kedua adalah dengan adanya jaringan social kerja yang dilakukan semakin mudah bahkan dapat memberikan hasil yang lebih banyak. Jika dilihat lebih lanjut dengan pola pendistribusian raskin seperti ini, kerja dari masingmasing pihak menjadi semakin mudah. Pertama Perum Bulog langsung mendsitribusika raskin pada warung desa, jadi tidak perlu melalui birokrasi yang panjang. Kedua penerima raskin mendapat kemudahan dalam pengambilan raskin,yaitu dalam hal kepercayaan dan juga dari segi pembayaran, karena pembayaran raskin dengan pola ini bisa diangsur. Ketiga, warung desa juga mendapat keuntungan yaitu alokasi dana khusus yang diterima dari pemerintah daerah yaitu sebesar Rp. 100 per kg raskin.