analisis karakteristik dan peningkatan stabilitas campuran aspal
TRANSCRIPT
ii
ANALISIS KARAKTERISTIK DAN PENINGKATAN
STABILITAS CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN
(CAED)
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
Dalam Program Magister, Program Studi Teknik Sipil
Program Pascasarjana Universitas Udayana
I WAYAN MULIAWAN
NIM 0891561017
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2011
iii
iv
Lembar Penetapan Panitia Penguji Tesis
TESIS INI TELAH DIUJI
PADA TANGGAL 9 AGUSTUS 2011
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas
Udayana
Nomor : 1394/UN.14.4/HK/2011 Tanggal : 3 Agustus 2011
Ketua : Ir. I Nyoman Arya Thanaya,ME, Ph.D
Anggota :
1. Dewa Made Priyantha Wedagama,ST, MT, MSc, Ph.D
2. Ir. I Gusti Putu Suparsa, MT
3. Ir. I Nyoman Widana Negara, MSc.
4. I Putu Alit Suthanaya,ST, MEngSc, Ph.D
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan
Ida Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa, bahwa atas asung kertha wara
nugraha-Nya, tesis ini dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Ir. I Nyoman Arya Thanaya, ME, Ph.D selaku
Pembimbing I dan Dewa Made Priyantha Wedagama,ST, MT, M.Sc, Ph.D selaku
Pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan
dorongan, semangat, bimbingan, dan saran kepada penulis dalam penyelesaian
tesis ini.
Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. Made Bakta, Sp.PD (KHOM) atas kesempatan dan fasilitas yang
diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program
Magister di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr.
A.A.Raka Sudewi,Sp.S(K) dan Ketua Program Studi Magistter Teknik Sipil Prof.
Dr. Ir. I Made Alit Karyawan Salain, DEA atas kesempatan yang diberikan kepada
penulis untuk menjadi mahasiswa Magister pada Program Pascasarjana Universitas
Udayana. Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada Koordinator
Kopertis Wilayah VIII Prof. Dr. Ir. I Nyoman Sucipta, MP, Rektor Universitas
Warmadewa Denpasar Prof. Dr. I Made Sukarsa, SE, MS dan Dekan Fakultas
Teknik Univeritas Warmadewa Denpasar Ir. I Gst. Made S. Diarsa, MT atas ijin
vi
yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Magister pada
Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada para penguji tesis, yaitu
Ir. I Gusti Putu Suparsa, MT, Ir. I Nyoman Widana Negara, MSc, dan I Putu Alit
Suthanaya, ST, MEngSc, Ph.D yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan,
dan koreksi sehingga tesis ini dapat terwujud. Penulis juga mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada Pemerintah Republik Indonesia c.q. Menteri
Pendidikan Nasional melalui Tim Managemen Doktor yang telah memberikan
bantuan finansial dalam bentuk BPPS sehingga meringankan beban penulis dalam
menyelesaikan studi ini.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tulus
disertai penghargaan kepada para dosen dan pegawai yang telah membantu dan
membimbing penulis selama mengikuti pendidikan di Program Studi Magister
Teknik Sipil. Juga penulis ucapkan terima kasih kepada Kepala Dinas Pekerjaan
Umum Propinsi Bali Ir. Dewa Putu Puniasa, MT, Kepala UPT Ubung Ir. Putu
Susrama beserta staff atas ijin pemakaian Laboratorium dalam penelitian penulis.
Tidak lupa pula ucapan terima kasih ini penulis sampaikan kepada Ir. Gst. Nyoman
Putra Wijaya, MT beserta staff Sarana Beton Perkasa di Desa Saba Gianyar atas
bantuannya menyiapkan bahan agregat, Nusakti Yasa Wedha, ST, MT yang
membantu pengadaan bahan Aspal Emulsi Produksi PT. Triasindomix, Ir. A.A.
Gede Sumanjaya,MT yang telah memberikan dorongan semangat, serta mahasiswa
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Unwar atas bantuannya dalam penelitian di
Laboratorium Ubung.
vii
Akhirnya penulis sampaikan terima kasih kepada istri tercinta Drh. Mippy
Sadarukmi Winten, serta anak-anak Wayan Angga Kesuma Muliawan, Made Sani
Damayanthi Muliawan tersayang, yang dengan penuh pengorbanan telah
memberikan penulis dorongan semangat dalam menyelesaikan tesis ini.
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa senantiasa melimpahkan karunia-
Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis
ini. Penulis sadar bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan
diri penulis. Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pemegang
keputusan dalam pembangunan pada waktu yang akan datang.
Denpasar, 9 Agustus 2011
Penulis,
viii
ABSTRAK
Penelitian tentang penggunaan Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) di
Indonesia dan di Bali masih sangat kurang. Hal ini dapat diketahui masih
sedikitnya peneliti yang mengadakan penelitian dengan bahan aspal emulsi.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan Kadar Aspal Residu Optimum
Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) dengan mempergunakan agregat lokal
dari wilayah Gesing Selat Karangasem dan Karakteristiknya serta menganalisis
peningkatan stabilitas (kekuatan) Campuran Aspal Emulsi Dingin tanpa
penambahan semen maupun dengan penambahan 2 % semen sesuai spesifikasi
Bina Marga.
Campuran Aspal Emulsi Dingin mempergunakan proporsi agregat
bergradasi rapat dengan variasi kadar aspal residu 6,0 %, 6,5%, 7%, 7,5%,dan 8% .
Variasi penambahan semen dilakukan setelah Kadar Aspal Residu Optimum
ditetapkan, tanpa semen dan dengan 2 % semen dikondisikan dalam suhu ruang
dan full curing. Proses pembuatan Campuran Aspal Emulsi Dingin dimulai dari
persiapan bahan, mengayak bahan, menguji karakteristik agregat, mengestimasi
Kadar Aspal Emulsi awal, pembuatan proporsi campuran, tes penyelimutan,
penentuan enersi pemadatan, penentuan Kadar Aspal Residu Optimum (KARO),
pengujian campuran untuk variasi penambahan semen (0 % dan 2 %), waktu
curing 3, 6, 9, dan 12 hari dan full curing. Uji statistik dilakukan hanya pada
peningkatan stabilitas terhadap variasi penambahan 2 % semen dan tanpa
penambahan semen.
Hasil penelitian seperti berikut: enersi pemadatan 2x75 tumbukan, kadar air
untuk penyelimutan 5 %, Kadar Aspal Emulsi Residu Optimum sebesar 7 % yang
memberikan nilai stabilitas 446 kg, porositas (VIM) 8,06 %, penyerapan air 2,22
%, TFA 19,87 µm, VMA 26,29 % ,VFB 69,513 %,dan kelelehan 4,5 mm.
Dari perbandingan nilai rata-rata, standar deviasi dan nilai t untuk kategori
perbandingan lama waktu curing dari 3 hari ke 6 hari memberikan hasil yang
terbaik terhadap peningkatan stabilitas CAED tanpa penambahan semen dan
penambahan 2 % semen. Sementara untuk perbandingan stabilitas tanpa
penambahan semen dan penambahan 2 % semen untuk waktu curing yang sama,
stabilitas CAED yang terbaik terdapat pada waktu curing 12 hari.
Kata Kunci: campuran dingin, aspal emulsi, stabilitas, porositas, semen
ix
ABSTRACT
Research on the use of Cold Asphalt Emulsion Mixture (CAEM) in
Indonesia and Bali is still limited. This is known due to the fact that only few
researchers conduct research utilizing asphalt emulsion. This research aims at
determining the Optimum Residual Asphalt (ORAC) and the characteristics of the
mixture at its ORAC, and to analyze the increase of stability (strength) of the
CAEM using local aggregates from Gesing Selat of region Karangasem without
cement and with 2 % added cement, in line with Bina Marga specifications.
The CAEM investigated use proportioned dense grade aggregate, with
variation of residual asphalt content at 6.0 %, 6.5%, 7%, 7.5%, and 8%. Variations
of addition of cements was carried out after the determination of ORAC i.e.
without added cement and with 2 % added cement. The samples were conditioned
at room temperature and at full curing condition. The production of CAEM was
started from preparation, sieving material, testing of aggregate properties,
estimating initial asphalt emulsion content, preparing proportion of mixture,
coating test, determination of compaction effort, determination of ORAC, testing
of samples without and with 2 % added cement, cured at 3, 6, 9 and 12 days, and at
full curing condition. Statistical analysis was done on the increase of stability
without and with 2 % added cement.
The investigation give the following results: compaction energy of 2x75
blows, 5 % water content for the coating test, ORAC of 7 % gives: 446 kg
Stability, 8.06% Void in Mixture (VIM), 2.22% Water Absorption, 19.87 μm
Asphalt Film Thickness, 26.29% Void in Mineral Aggregate, 69.513% Void Filled
with Bitumen, 4.5 mm Flow, and 92,53% Retained Stability.
Having compared mean, standard deviation and t values, 3 to 6 days of
curing time produced the best increase toward CAEM stability including with and
without 2 % added cement. Meanwhile, for a comparison between with and
without 2 % added cement, 12 days of curing time would be the best for CAEM
stability.
Keywords: Cold mixed, asphalt emulsion, stability, porosity, cement
x
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ................................................................................................. i
PRASYARAT GELAR .......................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ....................................................................... iv
UCAPAN TERIMA KASIH................................................................................... v
ABSTRAK .............................................................................................................. viii
ABSTRACT ............................................................................................................ ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xiv
DAFTAR TABEL ................................................................................................... xvi
DAFTAR ISTILAH ................................................................................................xxiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xxv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 7
1.5 Batasan Masalah dan Ruang Lingkup....................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED)................................................. 9
2.2 Bahan Perkerasan Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) .................. 10
2.3 Agregat ....................................................................................................... 10
2.3.1. Klasifikasi Agregat Berdasarkan Proses Terjadinya .................. 11
2.3.2. Klasifikasi Agregat Berdasarkan Proses Pengolahannya ............ 12
2.3.3. Klasifikasi Agregat Berdasarkan Ukuran Butirnya ................... 13
2.4 Sifat Agregat ............................................................................................. 14
2.5 Pencampuran Agregat dan Proporsi Agregat ............................................ 20
2.6 Aspal ......................................................................................................... 21
2.6.1 Jenis Aspal ................................................................................. 21
xi
2.6.2 Pengujian Aspal Cair ................................................................. 31
2.6.3 Sifat Aspal .................................................................................. 32
2.7 Prosedur Desain Campuran Aspal Dingin(CAED)................................... 33
2.7.1 Penentuan Gradasi Agregat dan Proporsi Agregat .................... 33
2.7.2. Estimasi Kadar Aspal Emulsi Awal ........................................... 34
2.7.3 Tes Penyelimutan (Coating Test)............................................... 34
2.7.4 Penyiapan Campuran dan Penentuan Enersi Pemadatan ........... 35
2.7.5 Variasi Kadar Aspal Residu ....................................................... 38
2.7.6 Curing Spesimen ........................................................................ 38
2.7.7 Pengujian Modifikasi Marshall .................................................. 39
2.7.8 Penentuan Kadar Aspal Residu Optimum ................................. 39
2.7.9 Perhitungan Tebal Film Aspal (Bitumen Film Thicknees) ......... 40
2.7.10 Penentuan Stabilitas Sisa (Retained Stability) ........................... 40
2.7.11 Kekuatan Ultimit CAED ............................................................ 40
2.8 Gradasi Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR) ............................. 40
2.9 Gradasi OGEM (Open Graded Emulsion Mixtures) ................................ 42
2.10 Kajian Terhadap Spesifikasi CAED Lain ................................................. 43
2.11 Kinerja CAED ........................................................................................... 44
2.12 Statistik Inferensi Uji T ............................................................................. 47
2.12.1 Uji Hipotesis .............................................................................. 49
2.12.2 Paired Sample t-Test ................................................................. 50
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian ....................................................................................... 51
3.2 Bahan dan Alat .......................................................................................... 51
3.2.1 Bahan ......................................................................................... 51
3.2.2 Alat ............................................................................................. 51
3.3 Langkah-Langkah Penelitian .................................................................... 52
3.4 Metode Curing di Dalam Ruang .............................................................. 54
3.5 Pengujian Laboratorium............................................................................ 54
3.5.1 Analisis Saringan Agregat Kasar, Agregat Halus, dan Filler ... 55
3.5.2 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar .......... 56
3.5.3 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus .......... 58
3.5.4 Pemeriksaan Berat Jenis Filler ................................................... 61
xii
3.5.5 Pemeriksaan Keausan Agregat (Abrasi) .................................... 62
3.5.6 Pemeriksaan Keawetan (Soundness Test) .................................. 63
3.5.7 Pemeriksaan Kadar Lumpur/Lempung ...................................... 65
3.5.8 Pemeriksaan Kebersihan Agregat Halus (Sand Equivalent) ...... 66
3.5.9 Pemeriksaan Kadar Aspal Residu .............................................. 67
3.6 Pemilihan Gradasi dan Proporsi Campuran Agregat DGEM
Type V .......................................................................................... 67
3.7 Perhitungan Kebutuhan Aspal Emulsi ..................................................... 68
3.8 Tes Penyelimutan (Coating Test)............................................... 69
3.9 Perhitungan Kebutuhan Aspal .................................................. 69
3.10 Pemeriksaan Campuran Aspal Emulsi Dingin dengan Metode
Modifikasi Marshall ................................................................................. 70
3.10.1 Pembuatan Benda Uji Campuran Aspal Emulsi Dingin ............ 70
3.10.2 Pengujian Campuran Aspal Emulsi Dingin dengan Metode
Modifikasi Marshall .................................................................. 72
3.11 Uji Statistik dengan Paired Sample t-Test ............................................... 74
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pemeriksaan Agregat ................................................................................ 78
4.1.1 Pengayakan Agregat .................................................................. 78
4.1.2 Berat Jenis Agregat .................................................................... 78
4.1.3 Penyerapan Agregat ................................................................... 79
4.1.4 Keausan Agregat ........................................................................ 79
4.1.5 Kebersihan Agregat Halus (Sand Equivalent) ........................... 79
4.1.6 Tes Keawetan Agregat Kasar (Soundness Test) ........................ 80
4.1.7 Kadar Lumpur/Lempung ........................................................... 80
4.2 Proporsi Agregat ....................................................................................... 81
4.3 Hasil Pengujian Aspal Emulsi Jenis CSS-1h ............................................ 82
4.4 Estimasi Kadar Aspal Emulsi ................................................................... 82
4.5 Test Penyelimutan(Coating Test) ............................................................. 83
4.6 Menentukan Enersi Pemadatan ................................................................. 84
4.7 Menentukan Kadar Aspal Emulsi Optimum(KARO) ............................... 85
4.8 Stabilitas Kering dan Stabilitas Sisa ......................................................... 94
xiii
4.9 Variasi Kadar Semen ................................................................................ 95
4.9.1 Hasil Uji Paired Samples t ............................................................. 97
4.10 Pengujian dalam Kondisi Full Curing ......................................................102
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ...................................................................................................105
5.2 Saran .........................................................................................................106
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................107
LAMPIRAN...........................................................................................................109
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Pertimbangan Volume Pori Agregat Untuk Penentuan SG ............ 18
Gambar 2.2 Mekanisme Penggabungan dan Pelekatan Aspal Emulsi ke
Permukaan Agregat ......................................................................... 26
Gambar 2.3 Ilustrasi Skematis Potensi Zeta ......................................................... 29
Gambar 2.4 Contoh Penentuan KARO ................................................................. 39
Gambar 2.5 Peningkatan Kekuatan CAED ........................................................... 44
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian .................................................................... 53
Gambar 3.2 Curing di Dalam Ruang .................................................................... 54
Gambar 4.1 Hasil Penyelimutan dengan Kadar Air 2%,3%,4%,5%,dan 6 % ...... 84
Gambar 4.2 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Residu dengan Stabilitas ..... 86
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Residu dengan Densitas ...... 87
Gambar 4.4 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Residu dengan Porositas ..... 88
Gambar 4.5 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Residu dengan VMA ........... 89
Gambar 4.6 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Residu dengan VFB ............ 90
Gambar 4.7 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Residu dengan
Penyerapan Air ................................................................................. 91
Gambar 4.8 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Residu dengan TFA ............ 92
Gambar 4.9 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Residu dengan Kelelehan .... 93
Gambar 4.10 Penentuan Kadar Aspal Residu Optimum (KARO) ........................ 94
Gambar 4.11 Peningkatan Nilai Stabilitas Marshall Tanpa Penambahan Semen
dan dengan Penambahan 2 % Semen sesuai Waktu Curing ........... 96
Gambar H.1 Saringan yang Dipakai untuk Menentukan Gradasi Agregat ...........177
Gambar H.2 Agregat Digoreng untuk Mempermudah Pengayakan .....................177
Gambar H.3 Hasil Ayakan Agregat yang Tertahan di Atas Ayakan No.4 ...........178
Gambar H.4 Hasil Ayakan Agregat yang Tertahan di Atas Ayakan No.8 ...........178
Gambar H.5 Aspal Emulsi Baru Dituangkan dari Drum dan Sudah Diaduk
di dalam Jerigen ..............................................................................179
Gambar H.6 Aspal Emulsi Setelah Diaduk Merata, Tidak Ada yang
Menggumpal ...................................................................................179
xv
Gambar H.7 Agregat Kasar,Agregat Halus dan Abu Batu Dioven pada Suhu
100oC selama 24 Jam Sebelum Dicampur ......................................180
Gambar H.8 Persiapan Bahan Sesui Ukuran Sebelum Ditimbang Sesuai
Proporsinya .....................................................................................180
Gambar H.9 Hasil Tes Penyelimutan Aspal dengan Kadar Air 2,3,4,
5,6 % dan Kadar Aspal esidu Awal 7 % Total Campuran ..............181
Gambar H.10 Alat untuk Memadatkan Sampel dengan Jumlah Tumbukan
2x50, 2x75, dan 2x2x75 ...............................................................181
Gambar H.11 Sampel Dicuring di dalam Cetakan Ditempatkan diatas Pasir
dalam Ruangan pada Suhu Ruangan (+ 28oC) ...............................182
Gambar H.12 Sampel Siap Dikeluarkan dengan Alat Extruder ...........................182
Gambar H.13 Sampel Setelah Dikeluarkan dari Cetakan dan Dicuring
Dalam Ruangan pada Suhu Ruangan (+ 28oC) ............................183
Gambar H.14 Pengukuran Tinggi Sampel untuk Menentukan Volumenya .........183
Gambar H.15 Sampel Direndam Setengah Bagian Selama 24 Jam dan Dibalik
Lalu Direndam Selama 24 Jam .....................................................184
Gambar H.16 Sampel Direndam Dalam Air Bath Selama 30 – 40 Menit
pada Suhu 60oC .............................................................................184
Gambar H.17 Pengujian Nilai Stabilitas Marshal dan Kelelehan (Flow)
Sampel ...........................................................................................185
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Spesifikasi Aspal Emulsi ..................................................................... 30
Tabel 2.2 Penggunaan Aspal Emulsi ................................................................... 31
Tabel 2.3 Gradasi CEBR (Campuran Emulsi Bergradasi Rapat) ........................ 41
Tabel 2.4 Persyaratan Sifat Campuran CEBR ................................................... 42
Tabel 2.5 Gradasi OGEM (Open Graded Emulsion Mixtures) .......................... 43
Tabel 2.6 Data Spesifikasi CAED ..................................................................... 43
Tabel 4.1 Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan Agregat ........................................... 81
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Contoh Aspal Emulsi Jenis CSS-1h ........................ 82
Tabel 4.3 Stabilitas Marshal Rendaman dan Porositas Terhadap Enersi
Pemadatan .......................................................................................... 84
Tabel 4.4 Nilai Karakteristik Campuran Aspal Emulsi Dingin ......................... 93
Tabel 4.5 Prosentase Peningkatan Kekuatan CAED Sesuai Waktu Curing ....... 96
Tabel 4.6 Paired Sample Test (Waktu Curing 3 ke 6 Hari) ................................ 98
Tabel 4.7 Paired Sample Test (Waktu Curing 6 ke 9 Hari) ................................ 99
Tabel 4.8 Paired Sample Test (Waktu Curing 9 ke 12 Hari) ..............................100
Tabel 4.9 Paired Sample Test (Waktu Curing 3 Hari) .......................................100
Tabel 4.10 Paired Sample Test (Waktu Curing 6 Hari) .......................................101
Tabel 4.11 Paired Sample Test (Waktu Curing 9 Hari) .......................................101
Tabel 4.12 Paired Sample Test (Waktu Curing 12 Hari) .....................................102
Tabel 4.13 Nilai Stabilitas CAED dalam Kondisi Full Curing Tanpa
Penambahan Semen (0 %) dan Penambahan 2 % Semen ..................103
Tabel A.1 Pengujian Berat Jenis dan Peresapan Agregat Kasar .........................111
Tabel A.2 Pengujian Berat Jenis dan Peresapan Agregat Halus .........................112
Tabel A.3 Pengujian Berat Jenis dan Peresapan Abu Batu (Filler) ....................113
Tabel A.4 Pemeriksaan Keausan Agregat Kasar/Batu Pecah Asal
Daerah Gesing Karangasem ...............................................................114
Tabel A.5 Pemeriksaan Sand Equivalent Agregat Halus ....................................115
Tabel A.6 Pemeriksaan Kadar Lumpur dan Lempung Agregat Kasar ...............116
Tabel A.7 Pemeriksaan Soundness Agregat Kasar Eks Daerah Gesing
xvii
Karangasem........................................................................................117
Tabel B.1 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 2 % dan Kadar Aspal
Residu Awal 7 % Terhadap Total Campuran (500gram) untuk
Sampel Penyelimutan.........................................................................118
Tabel B.2 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 3 % dan Kadar Aspal
Residu Awal 7 % Terhadap Total Campuran (500gram) untuk
Sampel Penyelimutan.........................................................................118
Tabel B.3 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 4 % dan Kadar Aspal
Residu Awal 7 % Terhadap Total Campuran (500gram) untuk
Sampel Penyelimutan.........................................................................119
Tabel B.4 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 5 % dan Kadar Aspal
Residu Awal 7 % Terhadap Total Campuran (500gram) untuk
Sampel Penyelimutan.........................................................................119
Tabel B.5 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 6 % dan Kadar Aspal
Residu Awal 7 % Terhadap Total Campuran (500gram) untuk
Sampel Penyelimutan.........................................................................120
Tabel C.1 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 5 % dan Kadar Aspal
Residu Awal 7 % Terhadap Total Campuran (1200 gram) untuk
Menentukan Enersi Pemadatan ..........................................................121
Tabel C.2 Hasil Pengukuran dan Penimbangan Sampel untuk Enersi
Pemadatan 2x50 .................................................................................122
Tabel C.3 Hasil Pengukuran dan Penimbangan Sampel untuk Enersi
Pemadatan 2x75 .................................................................................122
Tabel C.4 Hasil Pengukuran dan Penimbangan Sampel untuk Enersi
Pemadatan 2x2x75 .............................................................................122
Tabel C.5 Perhitungan Berat Jenis CAED dengan Kadar spal Residu 7 %
terhadap Total Campuran ...................................................................123
Tabel C.6 Hasil Pemeriksaan Kadar Air CAED pada Saat Testing ...................124
Tabel C.7 Hasil Pemeriksaan Stabilitas Marshall Rendaman
dengan Enersi Pemadatan 2x50 .........................................................125
Tabel C.8 Hasil Pemeriksaan Stabilitas Marshall Rendaman
dengan Enersi Pemadatan 2x75 .........................................................125
xviii
Tabel C.9 Hasil Pemeriksaan Stabilitas Marshall Rendaman
dengan Enersi Pemadatan 2x2x75 .....................................................125
Tabel C.10 Hasil Perhitungan Densitas, Porositas, dan Penyerapan Air
dengan Enersi Pemadatan 2x50 .........................................................126
Tabel C.11 Hasil Perhitungan Densitas, Porositas, dan Penyerapan Air
dengan Enersi Pemadatan 2x75 .........................................................126
Tabel C.12 Hasil Perhitungan Densitas, Porositas, dan Penyerapan Air
dengan Enersi Pemadatan 2x2x75 .....................................................126
Tabel D.1 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 5 % dan Kadar Aspal
Residu Awal 6 % Terhadap Total Campuran (1150 gram) ...............127
Tabel D.2 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 5 % dan Kadar Aspal
Residu Awal 6,5 % Terhadap Total Campuran (1150 gram) ............127
Tabel D.3 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 5 % dan Kadar Aspal
Residu Awal 7 % Terhadap Total Campuran (1150 gram) ...............128
Tabel D.4 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 5 % dan Kadar Aspal
Residu Awal 7,5 % Terhadap Total Campuran (1150 gram) ............128
Tabel D.5 Proporsi Campuran dengan Kadar Air 5 % dan Kadar Aspal
Residu Awal 8 % Terhadap Total Campuran (1150 gram) ...............129
Tabel D.6 Hasil Pengukuran dan Penimbangan CAED untuk Menentukan
Kadar Aspal Residu Optimum (KARO) ............................................130
Tabel D.7 Hasil Perhitungan Stabilitas Marshall CAED untuk Menentukan
KARO ................................................................................................131
Tabel D.8 Hubungan Kadar Aspal Residu dan Stabilitas untuk Membuat
Grafik .................................................................................................132
Tabel D.9 Hubungan Kadar Aspal Residu dan Flow untuk Membuat Grafik ....133
Tabel D.10 Hasil Pemeriksaan Kadar Air CAED pada Saat Testing ...................134
Tabel D.11 Hubungan Kadar Aspal Residu dengan Kadar Air pada Saat
Testing untuk Membuat Grafik ..........................................................135
Tabel D.12 Hasil Perhitungan SGmix untuk Kadar Aspal Residu 6 % ................136
Tabel D.13 Hasil Perhitungan SGmix untuk Kadar Aspal Residu 6,5 % .............136
Tabel D.14 Hasil Perhitungan SGmix untuk Kadar Aspal Residu 7 % ................136
Tabel D.15 Hasil Perhitungan SGmix untuk Kadar Aspal Residu 7,5 % .............137
xix
Tabel D.16 Hasil Perhitungan SGmix untuk Kadar Aspal Residu 8 % ................137
Tabel D.17 Hasil Perhitungan SGagg untuk Kadar Aspal Residu 6 % ................137
Tabel D.18 Hasil Perhitungan SGagg untuk Kadar Aspal Residu 6,5 % .............138
Tabel D.19 Hasil Perhitungan SGagg untuk Kadar Aspal Residu 7 % ................138
Tabel D.20 Hasil Perhitungan SGagg untuk Kadar Aspal Residu 7,5 % .............139
Tabel D.21 Hasil Perhitungan SGagg untuk Kadar Aspal Residu 8 % ................139
Tabel D.22 Specific Grafity of Cationic Slow Setting (CSS-1h/H-60) .................140
Tabel D.23 Hasil Perhitungan Densitas,Porositas,dan Penyerapan Air CAED
untuk Kadar Aspal Residu 6 % ..........................................................141
Tabel D.24 Hasil Perhitungan Densitas,Porositas,dan Penyerapan Air CAED
untuk Kadar Aspal Residu 6,5 % .......................................................141
Tabel D.25 Hasil Perhitungan Densitas,Porositas,dan Penyerapan Air CAED
untuk Kadar Aspal Residu 7 % ..........................................................142
Tabel D.26 Hasil Perhitungan Densitas,Porositas,dan Penyerapan Air CAED
untuk Kadar Aspal Residu 7,5 % .......................................................142
Tabel D.27 Hasil Perhitungan Densitas,Porositas,dan Penyerapan Air CAED
untuk Kadar Aspal Residu 8 % ..........................................................143
Tabel D.28 Hubungan Kadar Aspal Residu dengan Densitas(Kepadatan)
untuk Membuat Grafik .......................................................................144
Tabel D.29 Hubungan Kadar Aspal Residu dengan Porositas untuk Membuat
Grafik .................................................................................................145
Tabel D.30 Hubungan Kadar Aspal Residu dengan Penyerapan Air untuk
Membuat Grafik .................................................................................146
Tabel D.31 Hasil Perhitungan Volumetrik pada Kadar Aspal Residu 6 %
untuk Menentukan VMA dan VFB CAED ........................................147
Tabel D.32 Hasil Perhitungan Volumetrik pada Kadar Aspal Residu 6,5 %
untuk Menentukan VMA dan VFB CAED ........................................147
Tabel D.33 Hasil Perhitungan Volumetrik pada Kadar Aspal Residu 7 %
untuk Menentukan VMA dan VFB CAED ........................................148
Tabel D.34 Hasil Perhitungan Volumetrik pada Kadar Aspal Residu 7,5 %
untuk Menentukan VMA dan VFB CAED ........................................148
xx
Tabel D.35 Hasil Perhitungan Volumetrik pada Kadar Aspal Residu 8 %
untuk Menentukan VMA dan VFB CAED ........................................149
Tabel D.36 Hubungan Kadar Aspal Residu dengan Void in Mineral Aggregate
untuk Menentukan Grafik .................................................................150
Tabel D.37 Hubungan Kadar Aspal Residu dengan Void Filled Bitumen
untuk Menentukan Grafik .................................................................151
Tabel D.38 Hasil Perhitungan Luas Permukaan Agregat .....................................152
Tabel D.39 Hasil Perhitungan Tebal Film Aspal untuk Bervariasi Kadar
Aspal Residu ......................................................................................153
Tabel E.1 Proporsi Campuran dengan Kadar Aspal Residu Optimum 7 %
dan Kadar Air 5 % Tanpa Penambahan Semen terhadap Total
Campuran (1000 gram) ......................................................................154
Tabel E.2 Proporsi Campuran dengan Kadar Aspal Residu Optimum 7 %
dan Kadar Air 5 % dengan Penambahan Semen 2 % terhadap Total
Campuran (1000 gram) ......................................................................154
Tabel E.3 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow Tanpa Penambahan
Semen dengan Lama Curing 3 Hari ...................................................155
Tabel E.4 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow pada Penambahan
Semen 2 % dengan Lama Curing 3 Hari ...........................................155
Tabel E.5 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow Tanpa Penambahan
Semen dengan Lama Curing 6 Hari ...................................................155
Tabel E.6 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow pada Penambahan
Semen 2 % dengan Lama Curing 6Hari ............................................156
Tabel E.7 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow Tanpa Penambahan
Semen dengan Lama Curing 9 Hari ...................................................156
Tabel E.8 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow pada Penambahan
Semen 2 % dengan Lama Curing 9 Hari ...........................................156
Tabel E.9 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow Tanpa Penambahan
Semen dengan Lama Curing 12 Hari .................................................157
Tabel E.10 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow pada Penambahan
Semen 2 % dengan Lama Curing 12 Hari .........................................157
xxi
Tabel E.11 Hubungan antara Waktu Curing dengan Stabilitas Marshall
Tanpa Penambahan dan dengan Penambahan 2 % Semen ................158
Tabel E.12 Hubungan antara Waktu Curing dengan Flow Tanpa Penambahan
dan dengan Penambahan 2 % Semen.................................................159
Tabel E.13 Hasil Uji Statistik Perbandingan Stabilitas Tanpa Penambahan
Semen dan dengan Penambahan Semen 2 % pada waktu Curing
3 Hari .................................................................................................160
Tabel E.14 Hasil Uji Statistik Perbandingan Stabilitas Tanpa Penambahan
Semen dan dengan Penambahan Semen 2 % pada waktu Curing
6 Hari .................................................................................................161
Tabel E.15 Hasil Uji Statistik Perbandingan Stabilitas Tanpa Penambahan
Semen dan dengan Penambahan Semen 2 % pada waktu Curing
9 Hari .................................................................................................162
Tabel E.16 Hasil Uji Statistik Perbandingan Stabilitas Tanpa Penambahan
Semen dan dengan Penambahan Semen 2 % pada waktu Curing
12 Hari ...............................................................................................163
Tabel E.17 Hasil Uji Statistik Perbandingan Peningkatan Stabilitas Tanpa
Penambahan Semen dan dengan Penambahan Semen 2 %
antara waktu Curing 3 dan 6 Hari ......................................................164
Tabel E.18 Hasil Uji Statistik Perbandingan Peningkatan Stabilitas Tanpa
Penambahan Semen dan dengan Penambahan Semen 2 %
antara waktu Curing 6 dan 9 Hari ......................................................165
Tabel E.19 Hasil Uji Statistik Perbandingan Peningkatan Stabilitas Tanpa
Penambahan Semen dan dengan Penambahan Semen 2 %
antara waktu Curing 9 dan 12 Hari ....................................................166
Tabel F.1 Hasil Pemeriksaan Sampel CAED Tanpa Penambahan Semen
dalam Kondisi Full Curing ................................................................167
Tabel F.2 Hasil Pemeriksaan Sampel CAED dengan Penambahan 2 % Semen
dalam Kondisi Full Curing ................................................................167
Tabel F.3 Hasil Pemeriksaan Stabilitas Marshall dan Flow dalam Kondisi
Full Curing Tanpa Penambahan Semen ............................................168
Tabel F.4 Hasil Pemeriksaan Stabilitas Marshall dan Flow dalam Kondisi
xxii
Full Curing dengan Penambahan 2 % Semen ..........................168
Tabel F.5 Kadar Air CAED Tanpa Penambahan Semen dan dengan
Penambahan 2 % Semen dalam Kondisi Full Curing ......................169
Tabel F.6 Hasil Perhitungan Densitas, Porositas, dan Penyerapan Air pada
Saat Testing CAED Tanpa Penambahan Semen dalam Kondisi
Full Curing.........................................................................................170
Tabel F.7 Hasil Perhitungan Densitas, Porositas, dan Penyerapan Air pada
Saat Testing CAED dengan Penambahan 2 % Semen dalam Kondisi
Full Curing.........................................................................................170
Tabel F.8 Hasil Perhitungan SGmix CAED pada Kadar Aspal Residu
Optimum (KARO) dengan Penambahan 2 % Semen ........................171
Tabel F.9 Hasil Perhitungan VMA dan VFB CAED Tanpa Penambahan
Semen dalam Kondisi Full Curing ....................................................172
Tabel F.10 Hasil Perhitungan VMA dan VFB CAED dengan Penambahan 2 %
Semen dalam Kondisi Full Curing ....................................................173
Tabel F.11 Ketentuan Sifat-Sifat Latasir .............................................................173
Tabel F.12 Ketentuan Sifat-Sifat Lataston ...........................................................174
Tabel F.13 Ketentuan Sifat-Sifat Laston (AC) ....................................................175
Tabel G.1 Hasil Pengukuran Sampel CAED Tanpa Penambahan Semen .........176
Tabel G.2 Hasil Pemeriksaan Stabilitas Marshall CAED Tanpa Penambahan
Semen .................................................................................................176
xxiii
DAFTAR ISTILAH
AASHTO = American Association of State Highway Transportation
Officials.
AC = Asphalt Concrete, lapisan aspal beton, Laston
Agregat = Sekumpulan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau
mineral lainnya berupa hasil alam atau buatan.
Aspal = Material perekat dengan unsur utama bitumen
Aspal Emulsi = Campuran aspal denganair dan bahan pengemulsi.
ASTM = American Society for Testing and Materials.
Bahan Pengisi (Filler) = Agregat halus yang lolos saringan No.200
Bitumen = zat perekat terutama mengandung senyawa hidrokarbon
seperti aspal,tar.
CAED = Campuran Aspal Emulsi Dingin.
Curing = Pengkondisian sampel.
CRS = Cationic Rapid Setting.
CMS = Cationic Medium Setting.
CSS = Cationic Slow Setting.
Degradasi = Perubahan ukuran butiran karena adanya
penghancuran.
DGEM/CEBR = Dense Graded Emulsion Mixes / Campuran Aspal
Emulsi Bergradasi Rapat.
Flow (kelelehan) = nilai flow yang diperoleh dari pengujian Marshall.
Gradasi = distribusi partikel-partikel agregat berdasarkan ukuran
butir.
Gradasi ideal = nilai tengah dari rentang gradasi pada spesifikasi
gradasi agregat, gradasi tengah.
Hot mix = Campuran aspal panas.
HRS = Hot Rolled Sheet, Lapis tipis aspal beton, lataston
ITSM = Indirect Tensile Stiffness Modulus, kekuatan Hot mix
Kadar aspal optimum = kadar aspal tengah dari rentang kadar aspal yang
memenuhi semua sifat campuran beton aspal.
Keawetan (Durability) = kemampuan campuran beton aspal menerima repetisi
beban lalu lintas seperti berat kendaraan dan gesekan
antara roda kendaraan dan permukaan jalan, sertauntuk
xxiv
menahan pengaruh cuaca dan iklim seperti udara,air,
atau perubahan temperatur.
Kohesi = Kemampuan aspal untuk mempertahankan agregat
tetap ditempatnya setelah terjadi pengikatan.
Kelenturan = kemampuan campuran untuk mengakomodasi lendutan
permanen pada batas-batas tertentu tanpa mengalami
retak.
Latasir = Lapisan Tipis Aspal Pasir, beton aspal untuk jalan-jalan
dengan lalu lintas ringan,khususnya dimana agregat
kasar tidak atau sulit diperoleh.
Lataston = Lapisan Tipis Aspal Beton,beton aspal bergradasi
senjang.
OGEM = Open Graded Emulsion Mixes .Campuran Aspal
Emulsi Dingin bergradasi terbuka.
Pengemulsi(Emulsifier) = Pengemulsi berupa larutan untuk memberikan muatan
listrik pada permukaan butiran aspal dalam sistim
emulsi.
TFA = Tebal Film Aspal / Selimut Aspal / Asphalt Film
Tickness, tebal lapisan aspal yang menyelimuti butir
agregat, tidak termasuk yang diserap agregat.
Stabilitas = kemampuan campuran aspal untuk menahan beban lalu
lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti
gelombang, alur, dan bleeding..
VFB = Voids Filled with Bitumen ,volume pori diantara butir-
butir agregat didalam campuran aspal padat yang terisi
oleh aspal,dinyatakan dalam % terhadap VMA.
VIM = Void in Mixture / Volume pori didalam campuran aspal
padat, dinyatakan dalam % terhadap volume bulk beton
aspal padat.
VMA = Voids in Mineral Aggregates,volume pori diantara
butir-butir agregat di dalam campuran aspal
padat,dinyatakan dalam % terhadap volume bulk beton
aspal padat.
xxv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A Hasil Pengujian Agregat dan Data Sekunder Hasil Pengujian
Aspal Emulsi .....................................................................................109
Lampiran B Proporsi CAED untuk Tes Penyelimutan Aspal Emulsi ..................118
Lampiran C Penentuan Enersi Pemadatan CAED .................................................121
Lampiran D Karakteristik CAED pada KARO .................................127
Lampiran E Kinerja CAED Tanpa Penambahan Semen dan Penambahan 2 %
Semen .................................................................................................154
Lampiran F Karakteristik CAED Tanpa Penambahan Semen dan Penambahan
2 % Semen pada Kondisi Full Curing ...............................................167
Lampiran G Stabilitas CAED dalam Kondisi Kering untuk Menentukan
Stabilitas Sisa pada KARO ................................................................176
Lampiran H Foto-Foto Kegiatan Penelitian CAED ...............................................177
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkerasan lentur (Flexible Pavement) adalah sistem perkerasan jalan
dimana konstruksinya terdiri dari beberapa lapisan. Tiap-tiap lapisan perkerasan
pada umumnya menggunakan bahan maupun persyaratan yang berbeda sesuai
dengan fungsinya yaitu, untuk menyebarkan beban roda kendaraan sedemikian
rupa sehingga dapat ditahan oleh tanah dasar dalam batas daya dukungnya.Lapis
permukaan adalah bagian perkerasan terletak paling atas. Lapis permukaan ini
berfungsi antara lain: (1) Sebagai bagian per-kerasan untuk menahan beban roda
kenderaan, (2) Sebagai lapisan kedap air untuk melindungi badan jalan dari
kerusakan akibat cuaca, dan (3) Sebagai lapisan aus (wearing course). Jenis
perkerasan lentur yang digunakan di Indonesia umumnya menggunakan campuran
aspal panas baik untuk pelapisan ulang, pemeliharaan maupun pembangunan jalan
baru. Jenis-jenis perkerasan di Indonesia yang sering mempergunakan campuran
aspal panas antara lain: Lapis Aspal Beton (Laston) atau AC (Asphalt Concrete),
Lapis Tipis Aspal Beton (Lataston) atau HRS (Hot Rolled Sheets) dan Lapis Tipis
Aspal Pasir (Latasir). Mulai sekitar tahun 1990-an untuk pekerjaan jalan di
Indonesia mulai dipergunakan jenis aspal lain yaitu aspal emulsi (MPW-RI, 1990).
Aspal merupakan salah satu bahan pengikat perkerasan yang paling banyak
dipakai. Aspal banyak tersedia di Indonesia, yang diperoleh dari pengolahan
minyak mentah yang banyak mengandung aspal.
2
Aspal merupakan bahan yang termoplastis, yaitu suatu sifat viskositas/kekentalan
yang sangat dipengaruhi oleh temperatur. Pada saat temperatur rendah (dingin)
aspal akan bersifat keras, dan sebaliknya pada saat temperatur tinggi (panas) aspal
akan bersifat lunak, dan lebih bersifat plastis. Kepekaan terhadap temperatur dari
tiap hasil produksi aspal berbeda-beda tergantung dari asalnya, walaupun aspal
tersebut diambilkan dari jenis yang sama.
Aspal emulsi merupakan jenis aspal dalam bentuk emulsi pada suhu ruang,
dengan komposisi kandungan aspal (60%-70%), air (30%-40%), dan emulsifier
(0,2%-0,50%). Pada kasus tertentu, komposisi tersebut ditambah bahan aditif.
Dalam aplikasinya, aspal emulsi tidak lagi memerlukan pemanasan untuk
menjadikannya cair, sehingga lebih hemat energi. Aspal Emulsi memiliki tingkat
viskositas yang rendah, sehingga tidak perlu dipanaskan dan tidak menimbulkan
polusi, hemat biaya dan waktu (Technokonstruksi, 2010). Sifat aspal emulsi tidak
akan mengeras jika disimpan, akan tetapi akan mengendap. Kondisi tersebut tidak
mempengaruhi mutunya, untuk itu perlu dilakukan pengadukan secara berkala.
CAED dapat dipergunakan sebagai bahan konstruksi jalan atau perkerasan lainnya
sama halnya dengan campuran aspal panas. Karena sifat fisiknya yang cair dan
mempunyai viskositas yang rendah, maka dapat langsung dipergunakan atau
dicampurkan dengan batuan tanpa pemanasan terlebih dahulu. Hal ini merupakan
kelebihan dari CAED dalam penghematan biaya pemanasan, kemudahan
pelaksanaan pekerjaan dan ramah lingkungan. Secara umum penggunaan CAED
memberi kemudahan pelaksanaan pekerjaan konstruksi perkerasan jalan aspal.
Menurut Suaryana (Technokonstruksi, 2010) perkembangan aplikasi aspal
emulsi di Indonesia belum berkembang dengan baik dibandingkan keberhasilan
3
aplikasinya di Manca Negara. Masih ditemukan kendala-kendala dalam aplikasi
aspal emulsi, sehingga dianggap belum kompetitif dibandingkan dengan aspal
konvensional. Namun dengan perkembangan teknologi preservasi dan kebutuhan
akan penghematan energi dan mengurangi polusi, maka teknologi aspal emulsi
akan menjadi lebih menarik untuk dikembangkan. Teknologi aspal emulsi dapat
dimanfaatkan secara optimal apabila pemanfaatannya sesuai dengan kondisi lalu
lintas dan lingkungan, pemilihan jenis/grade aspal emulsi yang tepat, bahan
agregat dan aspal emulsi memenuhi syarat (umur penyimpanan), peralatan yang
memadai, metoda pelaksanaan sesuai persyaratan yang ditetapkan dan kompetitif.
Menurut Lutpianto (Technokonstruksi, 2010) dari PT Hutama Prima,
selama ini aplikasi aspal emulsi di Indonesia hanya digunakan untuk keperluan
khusus seperti tack coat dan prime coat. Sebenarnya masih banyak teknologi
khusus aspal emulsi yang telah dikembangkan di luar negeri seperti microseal,
aspal beton campuran dingin (coldmix), bahan tambal aspal campuran dingin, chip
seal, dan stabilisasi tanah. Menurut Victor Sitorus (Technokonstruksi, 2010) dari
PT Widya Sapta Colas, pemanfaatan teknologi aspal emulsi untuk konstruksi jalan
mempunyai keuntungan dari aspek penghematan energi, rendah polusi, dan efektif
untuk pekerjaan pemeliharaan jalan, sehingga ke depan aspal emulsi beserta
aplikasinya harus terus dikembangkan untuk mencapai hasil terbaik serta
memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya, baik dari segi bisnis maupun
terhadap kelestarian lingkungan.
Dalam hal penghematan energi, CAED secara umum lebih efisien dari pada
campuran aspal panas, dimana keperluan energi untuk CAED berkisar antara 40-
60% dari energi untuk memproduksi campuran aspal panas (Kennedy, 1998).
4
Selain itu, CAED juga memiliki beberapa kelebihan yang lain seperti: ramah
terhadap lingkungan, tingkat keamanan tinggi karena tidak adanya bahaya
kebakaran atau bahaya keselamatan akibat panas, tidak membutuhkan proses
pemanasan dalam pelaksanaannya.
Selain memiliki kelebihan-kelebihan, CAED juga memiliki beberapa
kekurangan antara lain: memerlukan waktu yang cukup lama untuk meningkatkan
kekuatan (akibat penguapan kandungan air), kurang kuat pada umur awal dan
memiliki porositas yang tinggi, yang diakibatkan oleh berkurangnya workability
saat pemadatan. Untuk mempercepat peningkatan kekuatan, CAED bisa
ditambahkan bahan aditif berupa semen sebanyak 1-2% dari berat agregat. Kadar
semen yang lebih besar dari 2 % dapat menyebabkan campuran terlaku kaku,
sehingga menjadi getas (Leech, 1994).
CAED cocok digunakan di daerah beriklim tropis, karena akan lebih cepat
meningkatkan kekuatan CAED setelah pemadatan, akibat penguapan kandungan
air didalamnya. CAED dapat diproduksi secara manual memakai alat pencampur
sederhana (pan mixer atau concrete mixer yang dimodifikasi). Selain itu CAED
sangat cocok dipakai untuk ruas jalan dengan lalu lintas ringan sampai dengan
sedang (Asphalt Institute, 1989), dengan pekerjaan skala kecil yang lokasinya
menyebar, misalnya untuk pemeliharaan jalan berupa penambalan lubang-lubang
jalan (potholes), pekerjaan permukaan jalan setelah ada pekerjaan galian utilitas
(galian pemasangan kabel, pipa air, dan lain-lain) dan perkerasan untuk pejalan
kaki.
Di Indonesia sendiri penggunaan dan ketersediaan data/dokumentasi
tentang kinerja CAED masih sangat minim, begitu pula dengan aplikasinya di
5
lapangan, padahal kebutuhan terhadap CAED meningkat sejalan dengan tuntutan
terhadap kelestarian lingkungan, penghematan energi, isu kesehatan dan keamanan
kerja. Dalam rangka pengembangan teknologi aspal emulsi untuk menunjang
program preservasi jalan di Indonesia, Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia
(HPJI) bekerja sama dengan Asphalt Innovation A Meadwestvaco-MV Amerika
Serikat telah mensosialisasikan aplikasi Aspal Emulsi melalui seminar bertajuk
“Teknologi Aspal Emulsi dalam rangka Menunjang Preservasi Jalan “, dengan
harapan agar pengembangan aspal emulsi dan aplikasinya dapat dipertimbangkan
oleh para pemangku kepentingan. Keberpihakan pemerintah sangat diharapkan
dalam pengembangan teknologi aspal emulsi untuk mendukung program
preservasi jalan di Indonesia (Technokonstruksi, 2010). Namun demikian beberapa
peneliti dari Perguruan Tinggi di Indonesia mengadakan penelitian terhadap
Campuran Aspal Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR). Penelitian tentang CEBR
menggunakan fly ash sebagai filler, dalam kondisi filler optimum tercapai
stabilitas rendaman 850,9 kg, stabilitas kering 872,35 kg, dan stabilitas sisa 97,54
% , dan makin banyak filler proses pemadatan tidak optimum (Mutohar, 2002).
Penelitian CEBR tipe III jenis kationik CSS-1 AE-3 S menggunakan filler debu
batu dan semen dapat disimpan sampai lebih dari lima hari sebelum dihampar dan
dipadatkan di lapangan (Abdullah, 2003). Hasil penelitian berdasarkan sifat-sifat
fisis dan kimiawi abu sekam, dapat dipergunakan sebagai bahan filler pada
Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR),sama seperti bahan filler yang lain
seperti abu batu,abu terbang dll (Ridwan, 2007). Selanjutnya Campuran Aspal
Emulsi Dingin (CAED) yang dicuring didalam ruang (tanpa dan dengan
penambahan semen 1-2%) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan stabilitas tiap
6
minggunya namun peningkatan stabilitas dirasakan tidak terlalu besar. Tingkat
stabilitas yang dihasilkan tiap minggunya berbeda untuk tiap variasi kadar semen.
CAED dengan variasi kadar semen 2 % memberikan nilai stabilitas tertinggi
(Prabawa, 2009)
Untuk meningkatkan pemahaman dan mengetahui lebih detail karakteristik
CAED, perlu dilakukan suatu penelitian yang mempergunakan agregat lokal Eks
Daerah Gesing Desa Selat Kabupaten Karangasem Bali.
1.2 Rumusan Masalah
1. Berapakah kadar aspal residu optimum, bagaimanakah Karakteristik dari
Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) yang mempergunakan agregat lokal
Eks Daerah Gesing Desa Selat Karangasem,dan berapa nilai Stabilitas Sisa
CAED pada KARO?
2. Bagaimanakah peningkatan stabilitas (kekuatan) Campuran Aspal Emulsi
Dingin (CAED) tanpa dan dengan penambahan 2 % semen sesuai waktu
curing?
3. Baimanakah Karakteristik CAED dan perbandingan nilai stabilitas Marshall
CAED pada kondisi full curing terhadap campuran aspal panas.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk menentukan kadar aspal residu optimum, menganalisis Karakteristik
CAED pada KARO, dan menentukan nilai Stabilitas Sisa dari Campuran Aspal
Emulsi Dingin (CAED) pada KARO.
7
2. Untuk menganalisis peningkatan stabilitas (kekuatan) Campuran Aspal Emulsi
Dingin (CAED) tanpa penambahan semen maupun dengan penambahan 2 %
semen sesuai waktu curing.
3. Untuk menganalisis Karaktristik CAED pada kondisi full curing tanpa
penambahan semen dan dengan penambahan 2 % semen, membandingkan
Stabilitas Marshallnya terhadap campuran aspal panas (Latasir, Lataston, dan
Laston)
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, bahwa dengan diketahuinya
karakteristik dan peningkatan stabilitas Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED),
akan dapat memberikan tambahan informasi kepada pihak-pihak terkait tentang
penggunaan aspal emulsi untuk diaplikasikan sebagai bahan perkerasan jalan di
Indonesia.
1.5 Batasan Masalah dan Ruang Lingkup
1. Agregat yang dipakai adalah agregat alam Eks Daerah Gesing Desa Selat
Kabupaten Karangasem yang biasa dipergunakan untuk campuran hot mix dan
Campuran Beton dengan bahan Filler berupa Abu batu
2. Gradasi yang dipakai adalah DGEM (Dense Graded Emulsion Mixes) atau
CEBR (Campuran Emulsi Bergradasi Rapat) dengan Gradasi Ideal digunakan
untuk Base & Surface Course
3. Untuk meningkatkan stabilitas (kekuatan), CAED diberi bahan tambahan
(additive) semen Cap Gresik 2 % dari berat total campuran. Peningkatan
8
kekuatan Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) diuji pada umur: 3, 6, 9 dan
12 hari . Uji Statistik hanya dilakukan untuk Stabilitas pada kondisi ini.
4. Curing sampel dilakukan di dalam ruangan(suhu ruang) dan Full Curing
5. Jenis aspal emulsi yang digunakan adalah CSS-1h (Cationic Slow Setting)
6. Tidak dilakukan pengujian aspal emulsi (umur aspal emulsi masih baru < 10
bulan), Spesifikasi Aspal Emulsi berupa data sekunder yang berasal dari
Produsen Aspal Emulsi yaitu PT.Triasindomix Sidoarjo.
7. Karakteristik CAED yang diuji antara lain Porositas(VIM), Stabilitas,
Penyerapan Air, Tebal Film Aspal (TFA), Voids in Mineral Aggregates (VMA)
dan Voids Filled with Bitumen (VFB)
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED)
Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) menggunakan aspal emulsi untuk
mengikat agregat dan dapat dicampur dan dipadatkan pada temperatur ruang tanpa
memerlukan pemanasan. Dengan tidak perlunya proses pemanasan memberikan
beberapa kelebihan yaitu tingkat resiko yang lebih kecil, penghematan energi, dan
ramah lingkungan. Selain memiliki kelebihan, CAED juga memiliki kelemahan
yaitu kekuatan lemah pada umur awal, waktu curing yang lama, dan porositas
tinggi.
CAED memerlukan penguapan kandungan air yang ada dalam campuran
untuk meningkatkan kekuatan campuran, dimana hal ini akan lebih cepat tercapai
pada daerah dengan temperatur hangat. Temperatur rata-rata tahunan yang hangat
sangat menunjang proses penguatan CAED. Biasanya untuk mempercepat proses
peningkatan kekuatan CAED ditambahkan zat aditif berupa semen (1-2%).
Penambahan kadar semen mak. 2% dikarenakan untuk menjaga campuran agar
tidak kaku,sehingga menjadi getas (Leech, 1994).
CAED bersifat sensitif terhadap gradasi terutama kandungan agregat
halus/filler, karena aspal emulsi akan cepat menyerap filler. Untuk campuran den
gan kadar filler lebih tinggi cocok menggunakan CSS (Cationic Slow Setting),
karena CSS akan berikatan lebih lambat sehingga kerataan penyelimutan lebih
terjamin.
10
Terdapat dua tipe gradasi untuk CAED yaitu OGEM (Open Graded
Emulsion Mixtures) dan DGEM (Dense Graded Emulsion Mixtures) (MPW-RI,
1990). OGEM merupakan campuran antara agregat bergradasi terbuka dan aspal
emulsi sebagai bahan pengikat, yang dicampur tanpa proses pemanasan. Untuk
campuran ini menggunakan aspal emulsi jenis CMS (Cationic Medium Setting).
Sedangkan DGEM/CEBR merupakan campuran antara agregat bergradasi
rapat/menerus dan aspal emulsi sebagai bahan pengikat, yang dicampur tanpa
proses pemanasan. DGEM/CEBR merupakan lapisan struktural yang berfungsi
sebagai lapisan sub base, base, maupun lapisan permukaan (aus) dan penambalan
(patching). Untuk DGEM/CEBR menggunakan aspal emulsi jenis CSS (Cationic
Slow Setting).
2.2 Bahan Perkerasan Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED)
Bahan campuran CAED pada prinsipnya sama dengan campuran aspal
panas, terdiri dari agregat kasar, agregat halus, bahan pengisi (filler), dan aspal
emulsi. Bahan-bahan tersebut sebelum digunakan harus diuji terlebih dahulu untuk
mengetahui sifat-sifat dari bahan tersebut.
2.3 Agregat
Agregat/batuan didefinisikan sebagai formasi kulit bumi yang mengeras.
Agregat merupakan komponen utama dari lapisan perkerasan jalan yaitu
mengandung 90-95% agregat berdasarkan prosentase berat, atau 75-85% agregat
berdasarkan prosentase volume (Sukirman, 1999).
11
2.3.1 Klasifikasi Agregat Berdasarkan Proses Terjadinya
Menurut (Depkimpraswil, 2004) klasifikasi agregat berdasarkan asal
kejadiannya dapat dibedakan atas batuan beku (igneous rock), batuan sedimen, dan
batuan metamorf (batuan malihan), dimana:
1. Batuan beku
Batuan beku terbentuk dari membekunya magma cair yang terdesak ke
permukaan pada saat gunung berapi meletus.
Batuan beku ini dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Batuan beku luar (extrusive igneous rock), berasal dari material yang keluar
dari bumi saat gunung meletus kemudian akibat dari pengaruh cuaca
mengalami pendinginan dan membeku. Pada umumnya batuan beku jenis
ini berbutir halus, contoh batuan jenis ini adalah rhyolite, andesit, dan
basalt.
b. Batuan beku dalam (intrusive igneous rock), berasal dari magma yang tidak
dapat keluar dari bumi kemudian mengalami pendinginan dan membeku
secara perlahan. Pada umumnya batuan beku jenis ini bertekstur kasar dan
dapat ditemui di permukaan bumi karena proses erosi dan gerakan bumi,
contoh batuan jenis ini adalah granit, gabbro, dan diorit.
2. Batuan sedimen
Batuan sedimen berasal dari campuran mineral, sisa-sisa hewan, dan tanaman.
Batuan jenis ini terdapat pada lapisan kulit bumi, hasil endapan di danau, laut,
dan sebagainya.
Berdasarkan cara pembentukannya batuan sedimen dapat dibedakan atas:
a. Batuan sedimen yang dibentuk secara mekanik, seperti breksi,
konglomerat, batu pasir, dan batu lempung. Batuan jenis ini banyak
mengandung silika.
12
b. Batuan sedimen yang dibentuk secara organis, seperti batu bara, dan opal.
c. Batuan sedimen yang dibentuk secara kimiawi, seperti batu gamping,
garam, gift, dan flint.
3. Batuan metamorf
Batuan ini umumnya berasal dari batuan sedimen ataupun batuan beku yang
mengalami proses perubahan bentuk akibat adanya perubahan tekanan dan
temperatur kulit bumi, contoh batuan jenis ini adalah marmer, kwarsit, dan
batuan metamorf yang berlapis, seperti batu sabak, filit, dan sekis.
2.3.2 Klasifikasi Agregat Berdasarkan Proses Pengolahannya
Menurut Depkimpraswil (2004) berdasarkan proses pengolahannya agregat
dapat dibedakan menjadi agregat alam, agregat yang mengalami proses
pengolahan, dan agregat buatan.
1. Agregat alam
Agregat alam merupakan agregat yang diambil dari alam dengan sedikit proses
pengolahan. Agregat alam terbentuk melalui proses erosi dan degradasi
sehingga bentuk partikelnya ditentukan oleh proses pembentukannya. Agregat
yang mengalami proses erosi yang diakibatkan oleh air biasanya terjadi di
sungai mempunyai bentuk partikel yang bulat-bulat dengan permukaan yang
licin. Agregat yang mengalami proses degradasi biasanya terjadi dibukit-bukit
mempunyai bentuk partikel yang bersudut dengan permukaan yang kasar.
Agregat alam yang sering dipergunakan yaitu pasir dan kerikil dimana kerikil
adalah agregat dengan ukuran partikel > 1/4 inch (6,35 mm) sedangkan pasir
13
adalah agregat dengan ukuran partikel < 1/4 inch tetapi lebih besar dari 0,075
mm (saringan no. 200).
2. Agregat yang melalui proses pengolahan
Agregat yang melalui proses pengolahan merupakan agregat biasa berasal dari
bukit-bukit maupun sungai yang karena bentuknya yang besar-besar melebihi
ukuran yang diinginkan harus melalui proses pemecahan terlebih dahulu
dengan menggunakan mesin pemecah batu (stone crusher) atau secara manual
agar diperoleh:
a. Bentuk partikel yang bersudut, diusahakan berbentuk kubus.
b. Permukaan partikel kasar sehingga mempunyai gesekan yang baik.
c. Gradasi sesuai yang diinginkan.
Hasil dari proses pemecahan ini biasanya disebut dengan split dan mempunyai
ukuran mulai dari 5 mm sampai 40 mm.
2.3.3 Klasifikasi Agregat Berdasarkan Ukuran Butirnya
Ditinjau dari ukuran butirnya agregat dapat dibedakan atas agregat kasar,
agregat halus, dan bahan pengisi (filler).
Menurut American Society for Testing and Material (ASTM):
a. Agregat kasar, mempunyai ukuran > 4,75 mm (saringan No.4).
b. Agregat halus, mempunyai ukuran < 4,75 mm(saringan No.4).
c. Abu batu/mineral filler merupakan agregat halus yang lolos saringan No.
200.
Menurut AASHTO:
a. Agregat kasar, mempunyai ukuran > 2 mm.
14
b. Agregat halus, mempunyai ukuran < 2 mm dan > 0,075.
c. Abu batu/mineral filler merupakan agregat halus yang lolos saringan No.
200.
Agregat juga diklasifikasikan menurut Depkimpraswil (2004) sebagai berikut:
a. Agregat kasar, agregat dengan ukuran butir lebih besar dari saringan No.8
(2,36 mm)
b. Agregat halus, agregat dengan ukuran butir lebih halus dari saringan No.8
(2,36 mm)
c. Bahan pengisi ( filler ), bagian dari agregat halus yang minimum 85 %
lolos saringan No.200 (0,075 mm), non plastis, tidak mengandung bahan
organik, tidak menggumpal, kadar air max 1%.
2.4 Sifat Agregat
Sifat dan kualitas agregat menentukan kemampuannya dalam memikul
beban lalu-lintas. Adapun sifat-sifat agregat yang perlu diperiksa antara lain
(Sukirman, 1999):
1. Gradasi
Gradasi/distribusi partikel-partikel ukuran agregat merupakan hal yang penting
dalam menentukan stabilitas perkerasan. Gradasi mempengaruhi rongga antar butir
yang akan menentukan stabilitas dan kemudahan dalam proses pelaksanaan.
Gradasi agregat diperoleh dari analisa saringan.
Gradasi agregat dapat dibedakan atas:
15
a. Gradasi seragam (uniform graded)/terbuka
Adalah agregat dengan ukuran yang hampir sama, mengandung agregat
halus sedikit sehingga tidak dapat mengisi rongga antar agregat. Agregat
dengan gradasi seragam menghasilkan lapisan perkerasan dengan sifat
permeabilitas tinggi, stabilitas kurang dan berat volume kecil.
b. Gradasi rapat (dense graded)/bergradasi baik (well graded)
Merupakan campuran agregat kasar dan halus dalam porsi yang berimbang.
Agregat dengan gradasi rapat akan menghasilkan lapis perkerasan dengan
stabilitas tinggi, kedap air, berat volume besar.
c. Gradasi buruk (poorlygraded)/gradasi senjang
Adalah campuran agregat dengan satu fraksi hilang atau sedikit sekali.
Agregat bergradasi senjang umumnya digunakan untuk lapisan perkerasan
lentur yaitu gradasi celah (gap graded). Agregat dengan gradasi senjang
menghasilkan lapis perkerasan yang mutunya terletak diantara kedua jenis
di atas.
2. Ukuran maksimum agregat
Semua lapisan perkerasan lentur membutuhkan agregat yang terdistribusi dari
besar sampai kecil. Terdapat dua cara untuk menyatakan ukuran partikel
agregat yaitu:
a. Ukuran maksimum agregat
Yaitu ukuran saringan terkecil dimana agregat yang lolos saringan tersebut
sebanyak 100%.
16
b. Ukuran nominal maksimum
Merupakan ukuran saringan terbesar dimana agregat tertahan tidak lebih
dari 10%.
3. Kadar lempung
Lempung mempengaruhi mutu campuran agregat dengan aspal karena:
a. Lempung membungkus partikel-partikel agregat sehingga ikatan antar aspal
dan agregat berkurang.
b. Lempung mengakibatkan luas daerah yang harus diselimuti aspal
bertambah. Dengan kadar aspal sama menghasilkan tebal lapis perkerasan
yang lebih tipis yang dapat mengakibatkan terjadinya striping (lepas ikatan
antara aspal dan agregat).
c. Tipisnya lapisan aspal mengakibatkan lapisan teroksidasi sehingga lapisan
cepat rapuh dan getas.
d. Lempung cenderung menyerap air yang berakibat hancurnya lapisan aspal.
4. Daya tahan agregat
Daya tahan agregat merupakan ketahanan agregat terhadap adanya penurunan
mutu akibat proses mekanis dan kimiawi. Agregat yang digunakan harus
mempunyai daya tahan terhadap pemecahan (degradasi) yang mungkin timbul
selama proses pencampuran, pemadatan, ataupun oleh beban lalu-lintas.
Ketahan agregat terhadap degradasi diperiksa dengan menggunakan percobaan
Abrasi Los Angeles.
5. Bentuk dan tekstur permukaan
Bentuk dan tekstur agregat mempengaruhi stabilitas dari lapis perkerasan yang
dibentuk oleh agregat tersebut. Partikel agregat dapat berbentuk bulat, lonjong,
17
pipih dan kubus. Agregat berbentuk kubus paling baik digunakan sebagai
material perkerasan jalan. Agregat berbentuk kubus mempunyai bidang kontak
yang lebih luas sehingga mempunyai daya saling mengunci yang baik.
Kestabilan yang diperoleh lebih baik dan lebih tahan terhadap deformasi.
6. Daya lekat terhadap aspal
Faktor yang mempengaruhi lekatan aspal dan agregat dapat dibedakan atas dua
bagian yaitu:
a. Sifat mekanis yang tergantung dari:
- Pori-pori dan absorbsi
- Bentuk dan tekstur permukaan
- Ukuran butir
b. Sifat kimiawi dari agregat.
7. Berat jenis agregat
Dalam kaitan perencanaan campuran aspal, berat jenis adalah suatu rasio tanpa
dimensi, yaitu rasio antara berat suatu benda terhadap berat air yang
volumenya sama dengan benda tersebut.Volume agregat yang diperhitungkan
adalah volume yang tidak diresapi aspal. Sebagai standar dipergunakan air
pada suhu 4ºC karena pada suhu tersebut air memiliki kepadatan yang stabil.
Berat jenis agregat dapat digambarkan seperti gambar dibawah ini (Krebs and
Walker, 1971).
18
Vp
Vp-VcVcViVs
Gambar 2.1 Pertimbangan Volume Pori Agregat untuk Penentuan SG.
Sumber: Krebs and Walker (1971)
Ada beberapa jenis berat jenis agregat, yaitu :
a. Berat Jenis Bulk (Bulk Specific Gravity)
Bila aspal diasumsikan hanya menyelimuti agregat di bagian permukaan
saja, tidak meresap ke bagian agregat yang permeable, volume yang
diperhitungkan adalah:
Bulk SG = ( ) wVtotWs
wVpViVsWs
γγ ×=
×+++ (2.1)
dimana : γw = berat volume air = 1 gr/cc = 1 t/m3. Sehingga Bulk SG
adalah rasio antara berat agregat dan berat air yang volumenya
= Vs + Vi + Vp.
Vs = volume solid
Vi = volume yg imperme-
able thd air dan aspal
Vp = total volume perme-
able
Vc = volume yg permeable
thd air tapi imperme-
able thd aspal
Vp-Vc = volume yg
permeable thd air dan
aspal
19
b. Berat Jenis Semu (Apparent Specific Gravity)
SG ini didasarkan atas asumsi bahwa aspal meresap ke dalam agregat
dengan tingkat resapan yang sama dengan air, yaitu sampai Vc atau ke
dalam seluruh Vp. Karenanya volume yang dipertimbangkan adalah:
Vs + Vi
Apparent SG = ( ) wViVsWs
γ×+ (2.2)
c. Berat Jenis Efektif (Effective Specific Gravity)
SG Bulk dan SG Apparent didasarkan atas dua kondisi ekstrem. Asumsi
yang realistis adalah bahwa aspal dapat meresap sampai ke (Vp – Vc). Oleh
karena itu SG atas asumsi ini disebut SG efektif.
Effective SG = ( ) wVcViVsWs
γ×++ (2.3)
dimana:
Vp = volume pori yang dapat diresapi air
V = volume total dari agregat
Vi = volume pori yang tidak dapat diresapi air
Vs = volume partikel agregat
Ws = berat kering partikel agregat
γw = berat volume air
Dalam praktek, SG eff = ½ SG (bulk + app)
20
2.5 Pencampuran Agregat dan Proporsi Agregat
Untuk memperoleh gradasi agregat campuran, bisa dilakukan dengan cara
mencampur komponen-komponen agregat yang tersedia. Pencampuran agregat
dapat dilakukan dengan cara:
1. Cara mencoba-coba (Trial and Error)
Adalah cara pencampuran agregat dengan mencoba kemungkinan berbagai
proporsi agregat, kemudian mengadakan analisa saringan yang dibandingkan
dengan spesifikasi yang disyaratkan.
2. Cara Analitis
Pada cara ini didasarkan atas penggabungan agregat dengan menggunakan
rumus pendekatan. Dari rumus ini diperoleh prosentase agregat kasar, agregat
halus dan filler. Rumus yang digunakan adalah (Bambang Ismanto, 1993):
%100×−−
=CFCSX (2.4)
dimana : X = % agregat halus
S = % titik tengah spec limit dari saringan yang dikehendaki
F = % agregat halus lewat saringan tertentu
C = % agregat kasar lewat saringan tertentu
3. Cara Grafis
Cara ini adalah penggabungan agregat yang dilakukan dengan menggambarkan
grafik hubungan antara prosentase butir-butir lolos saringan dari setiap agregat
yang digunakan dengan prosentase lolos saringan spesifikasi limit.
4. Cara Diagonal
Penggunaan agregat dengan menggunakan gambar empat persegi panjang,
dengan ukuran (10 x 20) cm pada kertas milimeter blok. Dengan menarik garis
21
diagonal dari sisi kiri bawah ke kanan atas, berdasarkan data prosentase lolos
saringan dan ideal spesification dari masing-masing agregat akan diperoleh
prosentase proporsi masing-masing agregat.
Untuk memperoleh proporsi agregat campuran yang diinginkan selain
dengan cara mencampur dapat juga dilakukan dengan cara memproporsikan
agregat sesuai dengan gradasi suatu spesifikasi.
2.6 Aspal
Aspal didefinisikan sebagai material perekat berwarna hitam atau cokelat
tua dengan unsur utama bitumen, pada temperatur ruang berbentuk padat, sampai
agak padat dan bersifat termoplastis. Aspal yang umum digunakan saat ini berasal
dari salah satu hasil proses destilasi minyak bumi. Sebagai salah satu material
konstruksi perkerasan lentur aspal merupakan salah satu komponen kecil umumnya
4-10% berdasarkan berat atau 10-15% berdasarkan volume.
Aspal yang digunakan pada konstruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai
(Sukirman, 1999) :
1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat serta
antara aspal itu sendiri.
2. Bahan pengisi, mengisi rongga antar butir-butir agregat dan pori-pori yang ada
dari agregat itu sendiri.
2.6.1 Jenis Aspal
Berdasarkan cara memperolehnya, aspal dibedakan atas aspal alam, dan
aspal buatan, dengan penjelasan sebagai berikut:
22
1. Aspal alam
Aspal alam merupakan campuran antara bitumen dengan bahan mineral lainnya
dalam bentuk batuan. Aspal ini dapat dibedakan menjadi:
a). Aspal gunung (rock asphalt), seperti aspal di Pulau Buton.
b). Aspal danau (lake asphalt), seperti di Trinidad.
2. Aspal buatan
a). Aspal minyak adalah aspal yang merupakan residu destilasi minyak bumi.
Setiap minyak bumi dapat menghasilkan residu jenis asphaltic base crude
oil yang banyak mengandung aspal, parafin base crude oil yang banyak
mengandung parafin, atau mixed base crude oil yang banyak mengandung
campuran antara parafin dan aspal. Untuk perkerasan jalan umumnya
digunakan aspal minyak jenis asphaltic base crude oil.
b). Tar adalah suatu cairan yang diperoleh dari proses karbonasi (destilasi
destruktif tanpa udara/oksigen) suatu material organis misalnya kayu atau
batubara.
Berdasarkan bentuknya pada temperatur ruang, aspal dibedakan atas aspal
keras, aspal cair, dan aspal emulsi dengan penjelasan sebagai berikut.
1. Aspal Keras/Penetrasi (Asphalt Cement)
Aspal keras/penetrasi adalah aspal yang digunakan dalam keadaan cair dan
panas, dimana aspal ini berbentuk padat pada temperatur ruang. Di Indonesia
aspal semen biasanya dibedakan atas nilai penetrasinya. Pada daerah panas atau
lalu lintas dengan volume tinggi menggunakan aspal semen dengan penetrasi
rendah, sedangkan untuk daerah dingin atau lalu lintas rendah menggunakan
23
penetrasi tinggi. Di Indonesia pada umumnya dipergunakan aspal semen
dengan penetrasi 60/70 dan 80/100.
2. Aspal Cair (Cut Back Asphalt)
Aspal cair merupakan campuran antara aspal semen dengan bahan pencair dari
hasil penyulingan minyak bumi. Dengan demikian aspal cair berbentuk cair
dalam temperatur ruang. Berdasarkan bahan pencair dan kemudahan menguap
bahan pelarutnya, aspal cair dapat dibedakan atas Rapid Curing, Medium
Curing dan Slow Curing.
a. Rapid Curing (RC)
Merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bensin/premium. RC
merupakan aspal cair yang paling cepat menguap.
b. Medium Curing (MC)
Merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bahan yang lebih kental
seperti minyak tanah.
c. Slow Curing (SC)
Merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bahan yang lebih kental
seperti solar. SC merupakan cut back aspal yang paling lama menguap.
3. Aspal Emulsi
A. Umum
Aspal emulsi merupakan suatu bahan campuran antara aspal keras dengan
air dengan tambahan bahan kimia lainnya yang diproses dalam suatu peralatan
yang prinsipnya berupa koloid.
Berdasarkan muatan listrik yang dikandungnya aspal emulsi dapat
dibedakan atas:
24
a. Aspal kationik, disebut juga aspal emulsi asam, merupakan aspal emulsi
yang bermuatan arus listrik positif.
b. Aspal anionik, disebut juga aspal emulsi alkali, merupakan aspal emulsi
yang bermuatan arus listrik negatif.
c. Nonionik, merupakan aspal emulsi yang tidak menghantarkan arus
listrik.
Berdasarkan kecepatan mengerasnya aspal emulsi dapat dibedakan atas:
1. RS (Rapid Setting), aspal yang mengandung sedikit bahan pengemulsi
sehingga pengikatan yang terjadi cepat.
2. MS (Medium Setting).
3. SS (Slow Setting), aspal emulsi yang paling lama menguap.
B. Komponen Aspal Emulsi
Ada beberapa komponen utama yang perlu diperhatikan dalam pembuatan
aspal emulsi yaitu aspal keras/penetrasi, pengemulsi (emulsifier), stabilizer,
senyawa asam dan aditif untuk aspal emulsi.
C. Pengemulsi (Emulsifier)
Pengemulsi berupa larutan yang dipergunakan untuk memberikan muatan
listrik pada permukaan butiran aspal dalam sistim emulsi. Larutan pengemulsi ini
juga akan mempermudah penyebaran butiran aspal ke dalam air dan
mempertahankan supaya butiran-butiran aspal tidak melekat satu sama lain,
sehingga terbentuk larutan suspensi yang homogen. Ada empat jenis pengemulsi
yaitu: pengemulsi anionik, kationik, nonionik, dan pengemulsi koloid.
25
D. Produksi Aspal Emulsi
Aspal emulsi diproduksi pada instalasi khusus dengan alat utama colloid
mill. Aspal keras dipanaskan kemudian dipecah dalam colloid mill melalui gerakan
rotor dan stator, hingga ukuran butir aspal menjadi 2-5 mikron. Kemudian secara
simultan ke dalam colloid mill dialirkan air yang sudah dicampur dengan bahan
pengemulsi (emulsifier), larutan asam untuk mengatur pH, dan bahan aditif yang
diperlukan. Larutan pengemulsi memberikan muatan listrik yang sama pada
permukaan butiran aspal emulsi sehingga butiran aspal emulsi tidak bergabung
karena adanya gaya saling tolak menolak. Hal ini memberikan kestabilan aspal
emulsi.
E. Kecocokan (Affinity)
Penggunaan aspal emulsi untuk campuran aspal dingin, memiliki elemen
kecocokan (affinity). Hal ini terutama dipengaruhi oleh kandungan muatan listrik
pada permukaan agregat. Secara teori aspal emulsi akan memiliki ikatan lebih baik
dengan agregat yang memiliki muatan listrik berlawanan.
F. Mekanisme Penggabungan Butiran Aspal Emulsi dan Pelekatan ke Permukaan
Agregat ( Plotnikova, 1993).
Pada awalnya pengemulsi bebas (free emulsifiers) pada suatu sistem emulsi
diserap ke permukaan agregat, kemudian diikuti oleh emulsifier lain sesuai dengan
luas permukaan agregat (jumlah agregat). Hal ini mengakibatkan kestabilan butir
aspal semakin berkurang dan akhirnya menggabung. Diikuti dengan adanya
penguapan cairan, mengakibatkan butiran-butiran aspal yang sudah menggabung
melekat pada permukaan agregat. Secara skematis proses penggabungan aspal
26
emulsi dan pelekatan kepermukaan agregat adalah seperti yang diperlihatkan pada
Gambar 2.2.
Emulsifier
Bitumen
Free Emulsifier
A g re g a t
Emulsifier
Bitumen
Agregat
Agregat
1 2
3
Gambar 2.2 Mekanisme penggabungan dan pelekatan aspal emulsi ke permukaan agregat.
Sumber: Plotnikova (1993) dalam Thanaya (2003) G. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggabungan Butir Aspal Emulsi
1. Penyerapan bahan pengemulsi ke permukaan agregat
Mekanisme ini terjadi akibat adanya muatan listrik berlawanan pada bahan
pengemulsi dan permukaan agregat yang dapat mengakibatkan tidak stabilnya
butiran aspal dalam emulsi yang kemudian menggabung satu sama lainnya.
2. Pergerakan butiran aspal menuju permukaan agregat
Dalam hal ini butiran aspal yang dikelilingi bahan pengemulsi, bergerak
menuju permukaan agregat yang bermuatan listrik berlawanan. Konsentrasi butiran
27
aspal pada permukaan agregat mengakibatkan terjadinya penggabungan dan
kemudian menyelimuti permukaan agregat.
3. Perubahan pH
Beberapa jenis agregat seperti batu kapur, filler dari batu kapur, atau semen
dapat menetralisasikan asam pada aspal emulsi kationik dan meningkatkan nilai
pH. Hal ini dapat mengakibatkan tidak stabilnya emulsi sehingga terjadinya
penggabungan butiran aspal.
4. Penguapan air
Adanya penguapan air, butiran aspal menjadi terkonsentrasi, sehingga
mengakibatkan bergabungnya butiran aspal. Penguapan bisa merupakan
mekanisme penggabungan butir yang utama untuk jenis aspal emulsi yang bereaksi
sangat lambat.
H. Potensi Zeta (Zeta Potensial)
Secara umum terdapat tiga jenis bentuk material yaitu: gas, cair dan padat.
Bila salah satu dari jenis ini dipecahkan menjadi halus dan disebarkan ke dalam
yang lainnya maka akan terbentuk sistim koloid. Aspal emulsi adalah suatu
sebaran butiran aspal yang sangat kecil ke dalam air dibantu oleh bahan
pengemulsi. Untuk menjaga kestabilan sistim koloid, diperlukan adanya tenaga
saling tolak yang memadai antar butiran bahan yang diemulsikan. Gaya saling
tolak ini muncul karena adanya muatan listrik pada permukaan material yang
diemulsikan.
Dalam suatu sistim koloid, muatan listrik muncul pada permukaan partikel.
Hal ini mempengaruhi penyebaran ion pada areal disekelilingnya, yang berakibat
meningkatnya ion lawan (counter ion) yaitu ion dengan muatan listrik berlawanan
28
di dekat permukaan partikel, yang membentuk lapisan listrik ganda (electrical
double layer).
Lapisan listrik ganda (electrical double layer) ini berupa lapisan cairan
disekeliling butiran partikel. Lapisan ini terdiri dari dua bagian yaitu, bagian/lapis
dalam (stern layer = inner region) dimana ion-ion berikatan dengan kuat, dan
bagian luar atau lapis diffusi (diffuse layer). Pada lapis luar ini ion-ion tidak
berikatan kuat. Pada lapis diffusi, dekat dengan lapis dalam terdapat suatu batas
(nototional boundary) yang disebut lapis gelincir (slipping plane) atau permukaan
geser hidrodinamik (surface of hydrodynamic shear). Potensi listrik pada areal ini
disebut Potensi Zeta atau Zeta Potensial. Potensi Zeta bisa diukur dengan alat
Zetasizer. Potensi Zeta ini tergantung dari besar muatan listrik pada lapis dalam,
ketebalan lapis listrik ganda, dan konstanta dielektrik.
Potensi Zeta biasanya sama (tetapi tidak selalu sama) dengan tanda muatan
listrik pada permukaan partikel. Potensi Zeta menunjukkan muatan listrik efektif
pada permukaan partikel, dan berkaitan dengan daya penolakan elektrostatik antar
partikel. Potensi ini menjadi variabel utama yang mengontrol/menentukan
kestabilan sistim emulsi dan proses penggabungan butiran partikel emulsi.
29
Iner
Sid
e
Particle su rfaceStern p laneSurface of shear
Outer Side
Diffuse Layer
Stern Layer
Distance
Potensial Line
Z=Zeta Potensial
Pote
nsia
l
0
Surface of shearwhere zeta
potensial exsist
Diffuse layer
Stern layer
Bitumen droplet
Gambar 2.3 Ilustrasi skematis Potensi Zeta.
Sumber: Thanaya (2003)
I. Penyimpanan Aspal Emulsi
Untuk penyimpanan aspal emulsi dengan jangka waktu yang cukup lama,
aspal emulsi yang tersimpan didalam drum sebaiknya dibalik sesekali untuk
menghomogenkan kembali butiran aspal emulsi ataupun dapat juga dengan
melakukan pengadukan.
Aspal emulsi dalam penyimpanan dapat dikatakan stabil bila tidak ada
indikasi pengendapan. Pengendapan terjadi karena aspal emulsi memiliki
kepadatan yang sedikit lebih besar dari air. Akibat adanya gaya gravitasi, butiran
aspal terutama butiran dengan ukuran yang lebih besar akan cenderung tertarik ke
bawah. Tipe emulsi yang slow setting bisa tetap stabil dalam jangka waktu 3-6
bulan, bila tidak ada penguapan air, tidak ada kontaminasi elektrolit, dan bahan
pengemulsi tidak mengalami perubahan/pengurangan kualitas. Stabilitas aspal
emulsi masih dikatakam memuaskan bila sidementasi yang terjadi masih bisa
dihomogenkan lagi dengan pengadukan.
30
J. Spesifikasi Aspal Emulsi
Tabel 2.1 Spesifikasi Aspal Emulsi
Type Rapid Setting Medium Setting Slow Setting
Grade CRS-1 CRS-2 CMS-2 CMS-2h CSS-1 CSS-1h
Min Max Min Max Min Max Min Max Min Max Min Max
Test on emulsion:
Viscosity,Sayboltfurol at 770F (250C) 20 100 20 100
Viscosity,Sayboltfurol at 1220F (500C) 20 100 100 400 50 450 50 450
Storage stability test, 24h (%) 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Coating ability and water resistance:
Coating, dry agregate good good
Coating, after spraying fair fair
Coating, wet agregate fair fair
Coating after spraying fair fair
Particle charge test positive positive positive positive positive positive
Slave test (%) 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1
Cement mixing test (%) 2 2
Distillation:
Oil distillate, by volume of emulsion
(%) 3 3 12 12
Residue (%) 60 65 65 65 57 57
Test on residue from distillation test:
Penetration, 770F (250C) 100 250 100 250 100 250 40 90 100 250 40 90
Ductility, 770F (250C) (Cm) 40 40 40 40 40 40
Solubility in trichlorothyene (%) 97,5 97,5 97,5 97,5 97,5 97,5
Sumber: PT. Widya Sapta Colas (2003) K. Penggunaan Aspal Emulsi
Penggunaan aspal emulsi untuk berbagai kebutuhan dalam konstruksi
perkerasan jalan biasanya disesuaikan dengan jenisnya. Seperti misalnya untuk
penggunaan jenis aspal emulsi yang slow setting digunakan untuk pembuatan
campuran DGEM dan untuk jenis aspal emulsi yang medium setting digunakan
untuk pembuatan campuran OGEM. Untuk lebih jelasnya tentang penggunaan
aspal emulsi dapat dilihat pada Tabel 2.2.
31
Tabel 2.2 Penggunaan Aspal Emulsi
Jenis Wasco Code ASTM Code Penggunaan
Cationic Slow Setting H 60 CSS 1/CSS-1h Tack Coat DGEM (Danse Graded Emulsion Mixes) Patching (Penambalan) Sand Mixes BURAS (Laburan Aspal) Crack Filling S 60 CSS 1/CSS-1h Water Proofing Slurry Seal S 60Px CSS-1Px Polimer Slurry Seal SS 60 CSS-1S Soil Stabilization Cationic Medium Seeting E 71 CMS-2/CMS-2h OGEM (Open Graded Emulsion Mixes) Prime Coat Surface Curing Cold Mixes I 55 Prime Coat Cationic Rapid Setting R 65 CRS-1 Surface Treatment (BURTU/BURDA) R 65Px CRS-1Px Polimer Tack Coat R 69 CRS-2 Surface Treatment (BURTU/BURDA) Penetrasi Macadam R 69Px CRS-2Px Polimer Surface Treatment
Sumber: PT. Widya Sapta Colas (2003) Catatan:
Kode h = Harder (dari bahan dasar yang lebih keras) s = Softer (dari bahan dasar yang lebih lunak) 1 = Lebih encer 2 = Lebih kental P = Aspal emulsi modifikasi sesuai dengan bahan aditif 2.6.2 Pengujian Aspal Cair
1. Tes Viskositas Kinematis
Pemeriksaan viskositas dilaksanakan untuk menentukan konsistensi/
kekentalan aspal dalam kondisi leleh/cair. Alat yang umum dipakai untuk
mengukur viskositas adalah Viscometer.
2. Tes Titik Nyala
Untuk menentukan suhu tertinggi dimana aspal cair mulai
terbakar/menyala.
32
3. Tes Penyulingan Aspal Cair
Untuk memisahkan/mengetahui tipe dan jumlah zat-zat yang memiliki titik
didih yang berbeda yang terdapat dala aspal cair, dan untuk mengetahui jumlah
aspal residunya. Residu ini biasanya ditest tingkat penetrasinya.
4. Tes Kadar Air
Untuk menentukan kemurnian aspal cair, atau untuk menentukan kadar air
dari aspal emulsi
5. Test Aspal Residu
Untuk mengetahui jumlah aspal/menentukan kadar aspal dari aspal emulsi.
2.6.3 Sifat Aspal
Aspal mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
1. Daya Tahan (Durability)
Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat asalnya
akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan.
2. Adhesi dan Kohesi
Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga
dihasilkan ikatan yang baik antara aspal dengan agregat. Kohesi adalah
kemampuan aspal untuk tetap mempertahankan agregat tetap ditempatnya setelah
terjadinya pengikatan.
3. Kepekaan Terhadap Temperatur
Aspal akan menjadi keras atau lebih kental jika temperatur berkurang dan
akan lunak atau lebih cair jika temperatur bertambah dari suhu ruang. Sifat ini
dinamakan kepekaan terhadap perubahan temperatur (Termoplastis).
33
4. Kekerasan Aspal
Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan agregat
sehingga dilapisi aspal atau disiramkan ke permukaan agregat yang telah disiapkan
pada proses pelaburan. Pada proses pelaksanaan, terjadi oksidasi yang
menyebabkan aspal menjadi getas. Peristiwa perapuhan terus berlangsung selama
masa pelaksanaan. Jadi, selama masa pelayanan, aspal mengalami proses oksidasi
yang besar yang dipengaruhi oleh ketebalan aspal yang menyelimuti agregat.
Semakin tipis lapisan aspal, semakin besar tingkat kerapuhan yang terjadi.
2.7 Prosedur Desain Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED)
2.7.1 Penentuan Gradasi Agregat dan Proporsi Agregat
Gradasi Agregat bisa ditentukan berdasarkan titik tengah spesifikasi yang
ada, baik bergradasi menerus atau senjang. Untuk gradasi menerus dapat juga
ditentukan dengan menggunakan rumus Modifikasi Kurva Fuller (Cooper at al,
1985):
FD
dFP nn
nn
+−
−−=
075.0)075,0)(100( (2.5)
dimana:
P = % Material lolos ayakan
d = Ukuran ayakan (mm)
D = Diameter agregat maksimum (mm)
F = % Filler
n = Nilai eksponensial
Untuk pekerjaan skala laboratorium, agregat dapat diproporsikan
berdasarkan gradasi spesifikasi yang dipergunakan. Spesifikasi CEBR (Campuran
34
Emulsi Bergradasi Rapat) untuk jenis-jenis gradasi CEBR dapat dilihat pada Tabel
2.3 sesuai Spesifikasi Khusus Bina Barga tahun 1991. Ada 6 Type CEBR yang
dapat dipilih, yang mana akan memberikan kepraktisan/kemudahan pemadatan di
laboratorium.
2.7.2 Estimasi Kadar Aspal Emulsi Awal
Dapat menggunakan cara-cara empiris yang ada, antara lain dengan
menggunakan rumus (Asphalt Institute, MS 14, 1989):
P = (0.05A + 0.1B + 0.5C) x (0.7) (2.6)
dimana:
P = % Kadar aspal residu awal
A = % Agregat Kasar
B = % Agregat halus
C = % Filler
kemudian diestimasi Kadar Aspal Emulsi (KAE) awal:
KAE awal = (P/X)% (2.7)
dimana:
P = % Kadar aspal residu awal
X = % Kadar residu dari aspal emulsi
2.7.3 Tes Penyelimutan (Coating Test)
Tes ini dilaksanakan dengan menggunakan agregat kering yang sudah
diproporsikan sesuai gradasi, kemudian dilembabkan secara merata dengan
beberapa variasi kadar air (untuk memudahkan penyelimutan permukaan agregat
35
dengan aspal emulsi) dimana air berperan sebagai viscosity reducing agent
(menurunkan kekentalan aspal emulsi). Setelah itu agregat lembab dicampur
dengan aspal emulsi. Tingkat penyelimutan dipengaruhi oleh tingkat kelembaban
agregat. Kadar air optimum untuk tes ini, diambil pada variasi kadar air terkecil
yang memberikan penyelimutan terbaik yang diobservasi secara visual, dimana
campuran tidak terlalu encer atau kaku (Thanaya, 2002).
2.7.4 Penyiapan Campuran dan Penentuan Enersi Pemadatan
Apabila campuran dengan kadar penyelimutan terbaik dan workability yang
cukup, ternyata agak encer, maka perlu dianginkan dengan terus mengaduk
perlahan sampai campuran cukup longgar dimana tidak ada penggumpalan dan
tidak ada tetesan cairan (Thanaya, 2007).
Campuran CAED gembur dituangkan ke dalam mould sejumlah 1000-1250
gram, tetapi sebelumnya bagian dalam sisi mould diberi lapisan oli tipis untuk
mengurangi pelekatan aspal dan bagian alas mould diberi lapis kertas atau metal.
Kemudian campuran dirojok 15 kali dengan batang besi 12 mm di sekeliling sisi
mould dan 10 kali di bagian tengahnya dan bagian atasnya juga diberi lapis kertas
atau metal. Kemudian dipadatkan dengan palu marshall seberat 4,5 kg dengan
tinggi jatuh 45,7cm, sebanyak 2x50 (MPW-RI, 1990).
Karena CAED semakin kaku saat dipadatkan, akibat dari butir-butiran
aspal emulsi mulai berikatan, maka enersi pemadatan perlu ditingkatkan untuk bisa
mencapai kepadatan tertentu yang memberikan porositas yang diinginkan.
Sampel yang sudah dipadatkan dicuring di dalam mould selama 24 jam
pada suhu ruang. Pada saat curing, kedua sisi sampel harus memperoleh efek
36
penguapan yang sama dan tidak tergantung dalam mould. Setelah dicuring selama
24 jam, sampel dikeluarkan dari mould dengan alat ejektor secara perlahan.
Selanjutnya ditentukan kepadatan kering. Untuk data/sifat ini diperlukan
berat dan volume dari sampel. Berat dengan mudah dapat ditimbang namun
penentuan volumenya memerlukan ketelitian yang biasanya dilaksanakan dengan
penimbangan di udara dan saat seluruhnya berada di dalam air. Namun karena
kondisi sampel yang masih lemah, maka volume sampel dapat ditentukan dengan
mengukur dimensi sampel saja. Karena sampel masih dalam keadaan belum benar-
benar kering (setelah dicuring) dan untuk mengeringkan spesimen secara penuh
memerlukan waktu yang lama, maka untuk efisiensi waktu dalam menetukan
kepadatan kering, maka diambil data dalam keadaan sampel belum benar-benar
kering. Kepadatan kering dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Asphalt
Institute, MS 14, 1989):
DwRBC
RBCDd ×++
+=
)100()100( (2.8)
dimana:
D d = Kepadatan bulk kering
RBC = Residual Bitumen Content
w = kadar air saat testing
D = Bulk density saat testing (masih basah)
Untuk kadar air sampel pada saat testing (w) dicari dengan memakai sekitar
500 gram dari sampel basah yang telah selesai dites modifikasi Marshall.
Setelah kepadatan bulk kering diperoleh, maka porositas dapat dihitung sebagai
berikut:
37
Porositas (VIM):
%1001(%) ×
−=
SGmixD
P d (2.9)
dimana SGmix dihitung dengan rumus berikut:
SGAspalAspal
SGFF
SGFAFA
SGCACA
SGmix%%%%
100
+++= , berdasarkan berat total
campuran
Catatan : Bila porositas (VIM) belum memenuhi spesifikasi, maka enersi
pemadatan ditingkatkan.
Rongga Diantara Agregat (Void in Mineral Aggregate/VMA)
VMA adalah volume rongga udara diantara butir-butir agregat dalam
campuran beraspal dalam kondisi padat. VMA meliputi rongga udara dalam
campuran beraspal dan volume aspal efektif (tidak termasuk volume aspal yang
diserap agregat).
VMA = 100 - DSG
W
agg
agg ×
% (2.10)
dalam satuan % terhadap volume total sampel,
dimana :
% Wagg = % terhadap berat total campuran
Rongga Terisi Aspal (Void Filled Bitumen/VFB)
Rongga terisi aspal (VFB) adalah bagian dari VMA yang terisi oleh
kandungan aspal efektif dan dinyatakan dalam perbandingan persen antara (VMA–
P) terhadap VMA sehingga:
VFB = %100)(×
−VMA
PVMA (2.11)
38
FFACA
agg
SGF
SGFA
SGCA
SG%%%
100
++= , berdasarkan berat total agregat.
2.7.5 Variasi Kadar Aspal Residu
Berdasarkan penetapan enersi pemadatan yang memberi porositas(VIM)
dan nilai Stabilitas Marshall rendaman sesuai spesifikasi yang ditentukan, dibuat
spesimen dengan beberapa variasi kadar aspal residu. Biasanya dibuat variasi
dengan beda 0,5 % sebanyak dua variasi di bawah dan dua variasi di atas kadar
aspal residu awal.
2.7.6 Curing Spesimen
a. Curing A: curing dalam oven
Spesimen di curing dalam mould dengan akses udara yang sama terhadap
ke dua sisi specimen selama 24 jam (bisa dilakukan dengan meletakkan sampel
dalam mould dengan sisi tertidur di lantai), kemudian dikeluarkan dari dalam
mould, lalu di oven dengan suhu 40°C selama 24 jam dan didinginkan pada suhu
ruang/kamar (+ 28oC) selama 24 jam juga.
b. Curing B: capillary soaking
Spesimen dari proses curing A, direndam dalam bak air yang berisi alas
pasir kasar. Spesimen direndam setebal setengah ketinggiannya selama 24 jam,
lalu di balikkan dan di rendam lagi selama 24 jam. Keringkan dengan lap atau
kertas hisap kemudian timbang untuk pengujian penyerapan air sesudah
perendaman. Spesimen dari proses curing B di tes untuk mendapatkan absorbsi air
dan Stabilitas rendaman.
39
2.7.7 Pengujian Modifikasi Marshall
Pengujian Modifikasi Marshall adalah pengujian stabilitas marshall yang
dilaksanakan pada suhu ruang untuk pengujian CAED (Asphalt Institute, 1989).
Sedangkan pengujian standar marshall untuk campuran aspal panas, sampel
dikondisikan pada suhu 60°C selama + 30 menit sebelum diuji.
2.7.8 Penentuan Kadar Aspal Residu Optimum (KARO)
KARO ditentukan dengan mengoptimalkan dua parameter yaitu stabilitas
rendaman dan kepadatan bulk kering. Parameter lain seperti: porositas, penyerapan
air dan tebal film di evaluasi sesuai spesifikasi, dimana pada nilai KARO
parameter-parameter tersebut harus memenuhi syarat. Untuk memudahkan
penentuan KARO, maka perlu dibuat diagram rentang aspal terhadap karakteristik
campuran seperti yang terlihat dalam Gambar 2.4.
Soaked Stability
TFA
Ket:
Tdk memenuhi
Memenuhi
Kadar Aspal (%)
Kadar Aspal Optimum(%)
Water Absorption
Gambar 2.4 Contoh penentuan KARO. Sumber: Aspalt Institute (1989)
40
2.7.9 Perhitungan Tebal Film Aspal (Bitumen Film Thicknees)
Untuk menentukan Tebal Film Aspal, diperlukan data luas permukaan
agregat (Asphalt Institute, 1989) yang dapat diperoleh dengan mengalikan antara
prosentase lolos komulatif masing-masing ayakan dengan faktor luas permukaan.
Selanjutnya TFA dihitung dengan rumus (Whiteoak, 1991):
aanAgregatLuasPermukSGAspalAspalAspalTFA 11%100(
%××
−= (2.12)
2.7.10 Penentuan Stabilitas Sisa (Retained Stability)
Stabilitas sisa adalah rasio antara stabilitas rendaman terhadap stabilitas
kering. Nilai ini hanya dicari pada kadar aspal residu optimum (KARO), dengan
syarat > 50%.
2.7.11 Kekuatan Ultimit CAED
Untuk mendapatkan kekuatan ultimit, sampel CAED dicuring dalam oven
pada suhu 40°C sampai kadar airnya menguap (full curing). Sampel bisa dikatakan
dalam kondisi full curing bila beratnya sudah konstan.
2.8 Gradasi Campuran Emulsi Bergradasi Rapat(CEBR)
Spesifikasi CEBR (Campuran Emulsi Bergradasi Rapat) untuk jenis-jenis
gradasi CEBR dapat dilihat pada Tabel 2.3. Dari beberapa Type CEBR, tipe V
memberi ukuran agregat maksimum yang lebih kecil dari tipe CEBR yang lain,
yang mana akan memberikan kepraktisan/kemudahan pemadatan di laboratorium.
41
Tabel 2.3 Gradasi CEBR (Campuran Emulsi Bergradasi Rapat)
Ukuran ayakan Type of DGEM
No mm I II III IV V VI
2" 50 100
11/2" 37,5
90 -
100 100
1" 25
90 -
100 100
3/4" 19 60 - 80
90 -
100 100
1/2" 12,5 60 - 80
90 -
100 100 100
3/8" 9,5 60 - 80
90 -
100
No.4 4,75 20 - 55 25 - 60 35 - 65 45 - 70 60 - 80 75 - 100
No.8 2,36 10 - 40 15 - 45 20 - 50 25 - 55 35 - 65
No.16 1,18
No.30 0,6
No.50 0,3 2 - 16 3 - 13 3 - 20 5 - 20 6 - 25 15 - 30
No.100 0,15
No.200 0,075 0 - 5 1 - 7 2 - 8 2 - 9 2 - 10 5 - 12
Sand Equivalent (%) 35 min 35 min 35 min 35 min 35 min 35 min
Los Angeles test @ 500
putaran 40 max 40 max 40 max 40 max 40 max 40 max
Bidang Pecah (%) 65 min 65 min 65 min 65 min 65 min 65 min
Sumber: Bina Marga Spesifikasi Khusus (1991)
42
Tabel 2.4 Persyaratan Sifat Campuran CEBR (Campuran Emulsi Bergradasi Rapat)
Sifat Campuran I II III IV V VI
Kadar Bitumen Efektif 4 4,5 5 5,5 6 7,5
Kadar Bitumen Terserap 1,7 1,7 1,7 1,7 1,7 1,7
Kadar Bitumen Total 4,5 5 5,5 6 6,5 8
Kadar aspal Emulsi Total 7,5 8,3 9,2 10 10,8 13,3
(%thd berat total campuran)
Stabilitas rendaman (kg) 300 300 300 300 300 300
Stabilitas Sisa 50 50 50 50 50 50
(% thd stabilitas kering
semula sesudah 48 jam)
kadar Rongga Potensial 5 5 5 5 5 5
(%thd berat total campuran padat) 10 10 10 10 10 10
Penyerapan Air 4 4 4 4 4 4
(%thd berat total campuran padat)
Tebal Film Bitumen (µm) 8 8 8 8 8 8
Tingkat Penyelimutan 75 75 75 75 75 75
(%thd total permukaan agregat)
Tebal Lapisan yang Disarankan 80 50 40 30 25 25
Max 150 100 100 75 75 75
Sub Base Base & Base & Base & Sand Mix Penggunaan Sub Base
& Base Surface Surface Surface & Surface
Sumber: Bina Marga Spesifikasi Khusus (1991)
2.9 Gradasi OGEM (Open Graded Emulsion Mixtures)
OGEM (Open Graded Emulsion Mixtures) adalah konstruksi yang terdiri
dari campuran antara agregat bergradasi terbuka dan aspal emulsi sebagai bahan
pengikat, yang dicampur tanpa proses pemanasan. Adapun gradasi OGEM dapat
dilihat lebih jelas pada Tabel 2.5.
43
Tabel 2.5 Gradasi OGEM (Open Graded Emulsion Mixtures)
Persen Lolos Ukuran Ayakan Friction Course Base Course
25 mm 100 100 19 mm 100 80-100 12.5 mm 100 - 9.5 mm 80-100 20-55 6.75 mm 10-40 5-30 2.36 mm 0-10 0-5 1.18 mm 0-5 - 0.075 mm 0-2 0-2 Nominal Layer Thickness (mm) 25 - Residual Bitumen Content (%) 3.9 3.3 Minimum Total Emulsion Content (%) 6.6 5.7
Sumber: MPW-RI (1990)
2.10 Kajian Terhadap Spesifikasi CAED Lain
Sebagai bahan perbandingan, pada Tabel 2.6 disajikan spesifikasi CAED
selain yang diadopsi oleh pihak Bina Marga (MPW-RI, 1990) dan Bina Marga
Spesifikasi Khusus tahun 1991.
Tabel 2.6 Data Spesifikasi CAED (Campuran Aspal Emulsi Dingin)
Karakteristik CAED
Uraian Stab. Rendaman
(kN)
Stab. Sisa (%)
Porositas (%)
Abs.air (%)
TheAsphaltInstitute, 1989, 1997 Pada suhu 22ºC 2.225 50
(min) - -
Nikolaides, Pada temperatur ruang 1.335 50
(min) 6 - 12 4 (max)
Dep. PU, BM, 1990 & 1991 Pada temperatur ruang
3.0 50 (min) 5 - 10 4 (max)
Alat pemadat : Alat tumbuk Marshall 2 x 50 tumbukan Marshall (pemadatan sedang)
Catatan : 1 kN = 100 kg
44
2.11 Kinerja CAED
CAED memerlukan penguapan kandungan air yang ada dalam campuran
untuk meningkatkan kekuatan campuran, dimana hal ini akan lebih cepat tercapai
pada daerah temperatur hangat. Menurut penelitian yang dilakukan di Inggris
beberapa spesimen di curing di ruang terbuka sehingga terkena pengaruh cuaca
pada temperatur + 10oC dengan sering hujan rintik. Spesimen diberi penutup pada
bagian sisinya sehingga efek penguapan akan terjadi dari sisi atas saja. Untuk
mencapai kekuatan CAED yang ditargetkan setara dengan kekuatan Hot Mix
(Indirect Tensile Stiffness Modulus-ITSM: 2000-2500MPa) diperlukan waktu 16
minggu (Spesimen tanpa semen). Bila spesimen CAED diberi 2% semen kekuatan
yang ditargetkan tercapai dalam 2 minggu seperti terlihat pada Gambar 2.5
(Thanaya, 2003).
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
Waktu Curing (Minggu
ITSM
(MPa
)
Tanpa Semen Dengan Semen
Gambar 2.5 Peningkatan kekuatan CAED Sumber: Thanaya (2003)
Campuran dingin dengan aspal emulsi setelah dihamparkan masih relatif
goyang atau mempunyai nilai stabilitas yang rendah. Hal ini dikarenakan
kandungan aspal yang terdapat dalam aspal emulsi hanya sekitar 60% sedangkan
yang 40% berupa air. Kestabilan campuran aspal dingin diperoleh apabila air yang
45
terdapat dalam aspal emulsi menguap, hal ini menyebabkan kestabilan campuran
aspal dingin baru dicapai setelah jangka waktu ± 2 bulan sejak selesai
dihamparkan. Penambahan semen bertujuan untuk mempercepat dan
meningkatkan stabilitas campuran. Semen diharapkan dapat menarik air yang ada
dalam aspal emulsi, sehingga residu aspal yang terdapat dalam aspal emulsi dapat
segera bereaksi dengan agregat.
Pada awalnya penambahan semen kedalam campuran aspal dingin adalah
untuk membentuk mastik,yang berperanan dalam kekentalan aspal. Penambahan
semen ada kaitannya dengan adhesi,dimana pengaruhnya sama dengan
pertambahan kekentalan aspal. Mekanisme penambahan semen untuk mendukung
adhesi aspal dan agregat adalah secara mekanik sekaligus kimia.Biasanya adhesi
antara aspal dengan permukaan agregat dipengaruhi oleh kekentalan aspal. Ini
merupakan fenomena mekanik (Shell Bitumen,1991).
Adhesi merupakan akibat logis dari breaking. Setelahproses breaking
berlangsung,secara perlahan aspal akan berpisah dengan air. Agregat sekarang
diselimuti oleh bitumen yang terlepas dari emulsifier.Proses pemisahan aspal dari
air dan melekat/mengikat pada permukaan agregat ini disebut setting (Sukarno,
1992).
Usaha untuk meningkatkan adhesi dapat dilakukan dengan menambah
antistripping additive pada campuran. Bahan yang berfungsi untuk meningkatkan
daya adhesi adalah dari jenis hydrated lime yang umumnya ditambah pada
campuran 1 – 3 %. Hydrated lime akan bereaksi dengan ion karbonil yang terdapat
pada aspal dan menghasilkan group karbonil lain seperti katone,yang dapat
46
meningkatkan lekatan antara aspal dan agregat. Campuran ini akan sulit digusur
oleh air, sehingga akan meminimalkan terjadinya stripping (Shell Bitumen,1991).
Semen yang dipergunakan sebagai bahan additive di pasaran umumnya
berkualitas baik dan dapat dipertanggungjawabkan, namun untuk memberi
kepastian harus dicatat bahwa perilaku semen tergantung merknya, karena
perbedaan baik dalam bahan mentah seperti kapur dan tanah liat yang
dipakai,maupun pada proses pembuatannya.
Sesuai dengan kebutuhan pemakai, maka para pengusaha industri semen
berusaha untuk memenuhinya dengan berbagai penelitian, sehingga ditemukan
berbagai jenis semen. Semen portland diklasifikasikan dalam lima tipe yaitu :
1. Tipe I (Ordinary Portland Cement)
Semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan
persyaratn khusus seperti yang dipersyaratkan pada tipe-tipe lain. Tipe semen ini
paling banyak diproduksi dan banyak dipasaran’
2. Tipe II (Moderate Sulfat Resistance)
Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan
terhadap sulfat atau panas hidrasi sedang. Tipe II ini mempunyai panas hidrasi
yang lebih rendah dibanding semen Portland Tipe I. Pada daerah–daerah tertentu
dimana suhu agak tinggi, maka untuk mengurangi penggunaan air selama
pengeringan agar tidak terjadi penyusutan yang besar perlu ditambahkan sifat
moderat “Heat of hydration”. Semen Portland tipe II ini disarankan untuk dipakai
pada bangunan seperti bendungan, dermaga dan landasan berat yang ditandai
adanya kolom-kolom dan dimana proses hidrasi rendah juga merupakan
pertimbangan utama.
47
3. Tipe III (High Early Strength)
Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan yang
tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi. Beton yang dibuat dengan
menggunakan semen Portland tipe III ini dalam waktu 24 jam dapat mencapai
kekuatan yang sama dengan kekuatan yang dicapai semen Portland tipe I pada
umur 3 hari, dan dalam umur 7 hari semen Portland tipe III ini kekuatannya
menyamai beton dengan menggunakan semen portlan tipe I pada umur 28 hari
4. Tipe IV (Low Heat of Hydration)
Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan panas hidrasi
rendah. Penggunaan semen ini banyak ditujukan untuk struktur beton yang massive
dan dengan volume yang besar, seperti bendungan, dam, lapangan udara. Dimana
kenaikan temperatur dari panas yang dihasilkan selama periode pengerasan
diusahakan seminimal mungkin sehingga tidak terjadi pengembangan volume
beton yang bisa menimbulkan retak. Pengembangan kuat tekan dari semen jenis ini
juga sangat lambat jika dibanding semen portland tipe I
5. Tipe V (Sulfat Resistance Cement)
Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan tinggi
terhadap sulfat. Semen jenis ini cocok digunakan untuk pembuatan beton pada
daerah yang tanah dan airnya mempunyai kandungan garam sulfat tinggi seperti:
air laut, daerah tambang, air payau.
2.12 Statistik Inferensi Uji T
Statistik dalam praktek berhubungan dengan banyak angka hingga dapat
diartikan numerical description, juga sering diasosiasikan dengan sekumpulan
48
data. Statistik dipakai untuk untuk melakukan berbagai analisis terhadap data,
seperti melakukan peramalan (forecasting), melakukan berbagai uji hipotesis.
Aplikasi ilmu statistik dapat dibagi dalam dua bagian yaitu Statistik Deskriptif dan
Statistik Induktif (Inferensi).
Statistik Deskriptif berusaha menjelaskan atau menggambarkan berbagai
karakteristik data, seperti berapa rata-rata, seberapa jauh data-data bervariasi dari
rata-ratanya, berapa median data, dan sebagainya. Sedangkan Statistik Inferensi
berusaha membuat berbagai inferensi terhadap sekumpulan data yang berasal dari
suatu sampel. Tindakan inferensi tersebut seperti melakukan perkiraan besaran
populasi, uji hipotesis, peramalan. Dalam praktek kedua bagian statistik tersebut
dipakai bersama-sama, biasanya dimulai dengan statistik deskriptif, berdasarkan
hasil tersebut, dilanjutkan dengan berbagai analisis statistik secara induktif
(inferensi)
Statistik inferensi pada dasarnya adalah suatu keputusan, perkiraan, atau
generalisasi tentang suatu populasi berdasarkan informasi yang terkandung dari
suatu sampel. Secara umum populasi didefinisikan sebagai sekumpulan data yang
mengidentifikasi suatu fenomena,sedangkan sampel didefinisikan sebagai
sekumpulan data yang diambil atau diseleksi dari suatu populasi. Pengambilan
sampel dilakukan karena dalam praktek banyak kendala yang tidak memungkinkan
seluruh populasi yang diteliti. Kendala tersebut bisa karena situasi, waktu, tenaga,
biaya dan sebagainya.
Metode statistik inferensi dalam praktek cukup beragam, dan salah satu
kriteria penting dalam pemilihan metode statistik yang akan digunakan adalah
melihat distribusi sebuah data. Jika data yang diuji berdistribusi normal atau
49
mendekati distribusi normal, maka selanjutnya dengan data-data tersebut bisa
dilakukan berbagai inferensi atau pengambil keputusan dengan metode statistik
parametrik. Jika terbukti data tidak terdistribusi normal atau jauh dari kriteria
distribusi normal, maka metode parametrik tidak bisa digunakan, untuk kegiatan
inferensi digunakan metode statistik non parametrik. Kegiatan inferensi dibedakan
menjadi: (1) Pengujian beda rata-rata yang meliputi uji t dan uji F (Anova), dan (2)
Pengujian hubungan dua variable atau lebih, alat uji yang digunakan seperti Chi-
Square, korelasi dan regresi.
2.12.1 UJI HIPOTESIS
Dalam melakukan uji hipotesis, ada banyak factor yang menentukan,
seperti apakah sampel yang diambil berjumlah banyak atau hanya sedikit. Prosedur
Uji Hipotesis dalammelakukan inferensi meliputi : (1) Menentukan H0 dan H1, (2)
Menentukan Uji (prosedur) Statistik yang digunakan (Uji t,Anova,uji z, dll), (3)
Menentukan statistik table yang dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan, derajat
kebebasan (df) dan jumlah sampel, (4) Menentukan Statistik hitung, dan (5)
Mengambil Keputusan.
Pernyataan H0 dan H1 selalu berlawanan, seperti H0 menyatakan bahwa
rata-rata populasi, maka Hi menyatakan alternatifnya. Derajat kebebasan (degree
of freedom) sangat bervariasi tergantung dari metode yang dipakai dan jumlah
sampel. Jika sampel kecil (< 30) dan varians populasi tidak diketahui, maka
metode parametrik yang digunakan adalah uji t (student). Disini sampel bisa saling
berhubungan (dependen).
50
2.12.2 PAIRED SAMPLE T TEST
Uji-t berpasangan (paired t-test) adalah salah satu metode pengujian
hipotesis dimana data yang digunakan tidak bebas (berpasangan). Sampel yang
berpasangan diartikan sebagai sebuah sampel dengan subjek yang sama, namun
mengalami dua perlakuan atau pengukuran yang berbeda. Ciri-ciri yang paling
sering ditemui pada kasus yang berpasangan adalah satu individu (objek
penelitian) dikenai 2 buah perlakuan yang berbeda. Walaupun menggunakan
individu yang sama, peneliti tetap memperoleh 2 macam data sampel, yaitu data
dari perlakuan pertama dan data dari perlakuan kedua. Perlakuan pertama mungkin
saja berupa kontrol, yaitu tidak memberikan perlakuan sama sekali terhadap objek
penelitian.
Untuk interpretasi t-test terlebih dahulu harus ditentukan nilai α (tingkat
signifikansi/probabilitas) dan nilai derajat kebebasan (degree of freedom) = N-1
dengan N adalah jumlah sampel. Kemudian nilai t hitung dipakai dasar dalam
pengambilan keputusan. Dasar pengambilan keputusan ada dua yaitu berdasarkan
perbandingan t hitung dengan nilai t-tabel dan berdasar nilai Probabilitas. Jika
keputusan berdasarkan t table, apabila t hitung lebih besar dari nilai t-tabel maka
nilai rata-rata berbeda secara signifikan (Ho ditolak) dan apabila t hitung lebih
kecil dari t-tabel maka nilai rata-rata tidak berbeda secara signifikan (Ho diterima).
Bila keputusan diambil berdasarkan Probabilitas, apabila probabilitas > 0,05, maka
H0 diterima, bila probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak. Untuk uji dua sisi, setiap sisi
dibagi 2 hingga menjadi : jika angka probabilitas/2 > 0,025, maka H0 diterima,
bila angka probabilitas/2 < 0,025 H0 ditolak.
51
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Agregat kasar, halus, dan abu batu berupa batu pecah yang diperoleh dari
proses pemecahan batu alam dari Daerah Gesing Desa Selat Karangasem, diayak
di PT Sarana Beton Perkasa Jalan IB Mantra Desa Saba Gianyar. Penelitian
campuran CAED dilakukan di Laboratorium Jalan Raya Unit Pelaksana Teknis
(UPT) dan Balai Pengujian Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali, Jl.
Cokroaminoto Km. 3 Ubung, Denpasar-Bali.
3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
Agregat alam terdiri dari agregat kasar, agregat halus dan filler Abu batu.
Aspal, yaitu aspal emulsi CSS (Cationic Slow Setting)-1h, dengan bahan dasar
aspal penetrasi 56 (spesifikasi 40 – 90 Lampiran A) setara AC 60/70
3.2.2 Alat
Alat-alat Laboratorium Jalan Raya Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)
dan Balai Pengujian Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali, yaitu: (a) Satu set
saringan, (b) Mesin Los Angeles, (c) Pan, (d) Cetakan benda uji, (e) Timbangan,
(f) Alat pemadat/penumbuk, (g) Neraca, (h) Ejector/extruder, (i) Oven, dan (j)
Alat Marshall.
52
3.3 Langkah-Langkah Penelitian
Adapun langkah-langkah penelitian yang dilakukan seperti pada Gambar
3.1 berikut ini.
Stabilitas dan Porositas
A
Ganti Bahan
Tes Penyelimutan (Coating)
Penentuan Kadar Aspal Emulsi Optimum (KARO)
Data Spesifikasi Aspal Emulsi Jenis CSS-1h
Tidak
Pemeriksaan Agregat sesuai Spesifikasi Sifat Campuran Aspal Emulsi Bergradasi
Rapat (CEBR)
Variasi Kadar Aspal Residu
Persiapan
Spesifikasi
Proporsi Agregat
Estimasi Kadar Aspal Emulsi
Penentuan Enersi Pemadatan
Ya
Ya
Tidak
53
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
Curing dalam ruang dan pada suhu ruang selama 3,6,9,dan 12
hari
A
Sampel dikondisikan full curing dalam oven suhu 40o C sampai berat sampel tetap
Tes Volumetrik dan Tes Marshall dalam kondisi panas dengan cara direndam dalam bak air dengan suhu 60oC selama 30-40 menit.
Analisis Data
Tes Marshall dalam kondisi suhu ruang (tanpa direndam)
Analisis Data
Simpulan & Saran
Selesai
Produksi I : sampel padat pada KARO tanpa semen
Sampel dicuring dalam cetakan selama 3 hari, kemudian dimasukan ke dalam oven pada suhu 40oC selama 24 jam, dan dicuring dalam suhu ruang selama 24 jam
Produksi II : sampel padat pada KARO tanpa semen
Analisis Data
Tes Marshall dalam kondisi suhu ruang (tanpa direndam)
Uji Statistik
Produksi IV : sampel padat pada KARO tanpa semen semen
Produksi V : sampel padat pada KARO dengan 2 % semen
Produksi III : sampel padat pada KARO dengan 2 % semen
Stabilitas Sisa
54
3.4 Metode Curing di Dalam Ruang
1. Sampel yang sudah dipadatkan ditempatkan di atas meja dengan alas pasir
setebal ± 1-2cm.
2. Bagian sisi luar sampel diberi isolasi/penutup untuk mensimulasikan kondisi di
lapangan, dimana penguapan hanya terjadi melalui bagian permukaan saja.
Sampel
PasirMeja
Gambar 3.2 Curing di Dalam Ruang
3.5 Pengujian Laboratorium
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini sebelumnya diuji di
laboratorium untuk mendapatkan bahan yang memenuhi syarat-syarat bahan
pekerjaan jalan. Adapun pengujian yang dilakukan seperti di bawah ini.
55
3.5.1 Analisis Saringan Agregat Kasar, Agregat Halus, dan Filler
1. Tujuan:
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan pembagian butir (gradasi)
agregat kasar, agregat halus, dan filler dengan menggunakan saringan.
2. Peralatan:
a. Timbangan dan neraca dengan ketelitian 0,2 % dari berat benda uji.
b. Saringan: 1/2”, 3/8”, No.4, No.8, No.50, dan No.200.
c. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (100
± 5)o C atau wajan,kompor,pengaduk dll.
d. Alat pemisah contoh, mesin pengguncang saringan, talam, kuas, sikat
kuningan, sendok dan alat-alat lainnya.
3. Benda uji:
Benda uji berupa agregat kasar (CA), Agregat Halus (FA), dan Abu batu
(Filler).
4. Prosedur:
a. Benda uji dikeringkan di dalam oven dengan suhu (110 ± 5)oC, sampai
berat tetap atau dipanaskan di atas wajan agar air yang ada di dalam agregat
menguap,sehingga agregat mudah untuk diayak. Dalam penelitian ini
dilakukan dengan memanaskan agregat denagn wajan.
b. Saring benda uji lewat susunan saringan dengan ukuran saringan paling
besar ditempatkan paling atas dan diguncang dengan mesin pengguncang
selama 15 menit. Pada penelitian ini tidak dilakukan analisis saringan tiap
jenis agregat. Untuk mendapatkan gradasi butiran yang memenuhi
spesifikasi gradasi agregat kasar, agregat halus, dan filler untuk campuran
aspal emulsi dingin dilakukan dengan mengayak agregat sesuai saringan
yang diperlukan.
56
c. Untuk memperoleh Agregat Kasar, saringan yang dipergunakan sebanyak 4
buah saringan yaitu saringan ½”,3/8”,saringan No.4,dan saringan No.8.
Pertama dipasang saringan ukuran 1/2” (12,5 mm) dimana agregat yang
lolos adalah 100%, sedangkan yang tertahan tidak dipergunakan. Ukuran
saringan berikutnya adalah saringan 3/8”(9,5 mm), agregat yang tertahan
dikumpulkan,sedangkan yang lolos akan diayak pada saringan No.4
(4,75mm). Agregat yang tertahan di atas ayakan No.4
dikumpulkan,sedangkan yang lolos saringan akan disaring pada saringan
No.8 (2,36 mm). Agregat yang tertahan di atas saringan No.8 dikumpulkan,
sedangkan yang lolos saringan akan diayak pada saringan No.50 (0,3mm).
Agregat yang tertahan diatas ayakan No.8 dan lewat saringan ½”
merupakan agregat kasar yang dipergunakan dalam penelitian CAED.
d. Untuk memperoleh Agregat Halus, saringan yang dipergunakan sebanyak 2
buah saringan yaitu saringan No.50 (0,3 mm) dan saringan No.200
(0,075mm). Agregat yang lolos saringan No.8 diayak pada saringan No.50
(0,3mm). Agregat yang lolos akan diayak pada saringan No.200
(0,075mm), sedangkan yang tertahan dikumpulkan. Selanjutnya Agregat
yang tertahan pada saringan No.200 (0,075mm) dikumpulkan. Agregat
yang tertahan diatas ayakan No.200 dan yang lewat saringan No.8
merupakan agregat halus yang dipergunakan dalam penelitian CAED.
e. Abu batu diperoleh dari mengayak agregat yang lolos saringan No.200,
bahan ini dipergunakan sebagai bahan filler untuk campuran aspal emulsi
dingin.
3.5.2 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar
1. Tujuan:
a. Menentukan Berat Jenis Bulk (Bulk Specific Gravity).
b. Menentukan Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh (SSD).
c. Menentukan Berat Jenis Semu (Apparent Specific Gravity.)
d. Menentukan Penyerapan Agregat Kasar.
57
2. Peralatan:
a. Keranjang kawat ukuran No.6 atau No.8.
b. Tempat air dengan kapasitas dan bentuk yang sesuai dengan pemeriksaan.
Tempat ini harus dilengkapi dengan pipa sehingga permukaan air selalu
tetap.
c. Timbangan dan ketelitian 0,1 % dari berat contoh yang ditimbang dan
dilengkapi dengan alat penggantung keranjang.
d. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (110
± 5)oC.
e. Alat pemisah contoh dan Saringan No.4
3. Benda uji:
Benda uji adalah agregat kasar.
4. Prosedur:
a. Siapkan agregat kasar (tertahan saringan No. 4 atau 4,75 mm) atau yang
lebih besar, sebanyak 5000 gram (menyesuaikan). Cuci untuk
menghilangkan debu, kemudian direndam selama 24 jam.
b. Angkat agregat dari dalam air, kemudian dilap dengan kain/kertas
penyerap, dan/atau dianginkan dengan kipas angin, sampai selaput air pada
permukaan hilang (keadaan kering permukaan jenuh atau saturated surface
dry/SSD). Secara visual agregat akan tampak relatif kering pada
permukaannya namun masih jenuh air, lalu ditimbang (Bj).
c. Letakkan benda uji dalam keadaan SSD dalam keranjang yang berlubang
kecil-kecil, kemudian timbang berat benda uji dalam air yang bersuhu 25ºC
(Ba).
58
d. Keringkan benda uji dalam oven pada suhu 110 ± 5ºC selama 24 jam, atau
sampai beratnya konstan. Lalu didinginkan dan ditimbang (Bk).
5. Perhitungan:
Berat jenis (bulk specific gravity) = )( BaBj
Bk−
(3.1)
Berat jenis kering permukaan jenuh (saturated surface dry)
= )( BaBj
Bj−
(3.2)
Berat jenis semu (apparent specific gravity) = )( BaBk
Bk−
(3.3)
Penyerapan (absorpsi) = Bk
BkBj )( − x 100 % (3.4)
Dimana:
Bk = berat benda uji kering oven (gram)
Bj = berat benda uji kering permukaan jenuh (gram)
Ba = berat benda uji kering permukaan jenuh dalam air (gram)
3.5.3 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus
1. Tujuan:
a. Menentukan Berat Jenis Bulk (Bulk Specific Gravity).
b. Menentukan Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh (SSD).
c. Menentukan Berat Jenis Semu (Apparent Specific Gravity).
d. Menentukan Penyerapan Agregat Halus.
2. Peralatan:
a. penumbuk yang mempunyai bidang penumbuk rata, berat (340 ± 15) gram,
diameter permukaan penumbuk (25 ± 3) mm.
b. Timbangan kapasitas 1 kg atau lebih dengan ketelitian 0,1 gram.
59
c. Piknometer dengan kapasitas 500 ml.
d. Kerucut terpacung (cone), diameter bagian atas (40 ± 3) mm, diameter
bagian bawah (90 ± 3) mm dan tinggi (75 ± 3) mm dibuat dari logam tebal
minimum 0,8 mm.
e. Batang Saringan No.4 dan desikator.
f. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai suhu
(110 ± 5)oC.
3. Benda uji:
Benda uji adalah agregat halus lolos Saringan No.4 sebanyak 1000 gram.
4. Prosedur:
a. Cuci bersih sekitar 1000 gram agregat halus (lolos saringan 2,36 mm),
kemudian rendam dalam air selama (24 ± 4) jam.
b. Buang air perendam, hati-hati jangan sampai ada butiran yang hilang,
tebarkan agregat diatas talam, keringkan di udara panas dengan cara
membalik-balikkan benda uji. Lakukan pengeringan sampai tercapai
keadaan kering permukaan jenuh.
c. Periksa keadaan kering permukaan jenuh dengan mengisikan benda uji ke
dalam kerucut terpacung, padatkan dengan batang penumbuk sebanyak 25
kali, angkat kerucut terpancung. Keadaan kering permukaan jenuh tercapai
bila benda uji runtuh akan tetapi masih dalam keadaan tercetak.
d. Segera setelah tercapai keadaan kering permukaan jenuh masukkan 500
gram benda uji ke dalam piknometer. Masukkan air suling sampai
mencapai 90 % isi piknometer, putar sambil diguncang-guncangkan sampai
tidak terlihat gelembung udara didalamnya. Untuk mempercepat proses ini
60
dapat dipergunakan pompa hampa udara, tetapi harus diperhatikan jangan
sampai ada air yang ikut terisap, dapat juga dilakukan dengan merebus
piknometer.
e. Rendam piknometer dalam air dan ukur suhu air untuk penyesuaian
perhitungan kepada suhu standar (25oC).
f. Tambahkan air sampai mencapai tanda batas.
g. Timbang piknometer berisi air dan benda uji sampai ketelitian 0,1 gram
(Bt).
h. Keluarkan benda uji, keringkan dalam oven dengan suhu (110 ± 5)oC
sampai berat tetap, kemudian dinginkan benda uji dalam desikator.
i. Setelah benda uji dingin, kemudian timbanglah (Bk).
j. Tentukan berat piknometer berisi air penuh dan ukur suhu air guna
penyesuaian terhadap suhu standar 25oC (B).
5. Perhitungan:
Berat jenis (bulk specific gravity) = )500( BtB
Bk−+
(3.5)
Berat jenis kering permukaan jenuh (saturated surface dry)
= )500(
500BtB −+
(3.6)
Berat jenis semu (apparent specific gravity)
= )( BtBkB
Bk−+
(3.7)
61
Penyerapan (absorpsi) = Bk
Bk)500( − x 100 % (3.8)
Dimana:
Bk = berat benda uji kering oven (gram)
B = berat piknometer berisi air (gram)
Bt = berat piknometer berisi benda uji dan air (gram)
500 = berat benda uji dalam keadaan kering permukaan jenuh (gram)
3.5.4 Pemeriksaan Berat Jenis Filler
1. Tujuan: Menentukan Berat Jenis Filler.
2. Peralatan: Tabung/gelas, penutupnya, Timbangan dan oven.
3. Benda uji: Benda uji adalah Abu batu yang lolos saringan No.200 sebanyak 1
kg.
4. Prosedur:
a. Timbang tabung/gelas dan penutupnya (A).
b. Isi tabung/gelas dengan air sampai penuh kemudian ditutup dengan penutup
kaca. Upayakan tidak terlihat ada rongga udara yang terperangkap.
Keringkan kelebihan air dengan kertas tisu, lalu ditimbang (B). Kemudian
tuangkan air dan keringkan tabung/gelas.
c. Seperti langkah kedua diatas, namun diisi dengan Dilatomeric Liquid (DL),
lalu ditimbang (C).
d. Isi tabung/gelas dengan filler minimel sepertiga volume tabung/gelas, dan
timbang bersama penutup kacanya (D).
62
e. Seperti langkah keempat diatas, dan ditambahkan dengan Dilatomeric
Liquid (DL), lalu ditimbang beserta penutup kaca (E).
5. Perhitungan:
Berat jenis = ( )dDL
DEAB
AD−
−−
−
)( ; dDL = ( )
)( ABAC
−− (3.9)
DL = Dilatomeric Liquid (cairan yang tidak beraksi dengan filler)
dDL = Kepadatan dari DL
3.5.5 Pemeriksaan Keausan Agregat (Abrasi)
1. Tujuan:
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan ketahanan agregat kasar
terhadap keausan dengan mempergunakan mesin Los Angeles. Keausan tersebut
dinyatakan dengan perbandingan antara berat bahan aus lewat saringan No.12
terhadap berat semula (dalam %).
2. Peralatan:
a. Mesin Los Angeles, mesin ini terdiri dari silinder baja tertutup pada kedua
sisinya dengan diameter 71 cm (28”) panjang, dalam 50 cm (20”). Silinder
bertumpu pada dua poros pendek yang tidak menerus dan berputar pada
poros mendatar. Silinder berlubang untuk memasukkan benda uji. Penutup
lubang terpasang rapat sehingga permukaan dalam silinder tidak terganggu.
Dibagian dalam silinder terdapat bilah baja melintang penuh setinggi 8,9
cm (3,56”).
b. Saringan mulai ukuran 19,0 mm (3/4”) sampai 9,5 mm (No.3/8”).
c. Timbangan dengan ketelitian 1 gram.
63
d. Bola-bola baja mempunyai diameter rata-rata 4,68 cm dan berat masing-
masing antara 400 – 440 gram.
e. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanaskan sampai
(110 ± 5)oC.
3. Benda uji: Benda uji adalah agregat kasar.
4. Prosedur:
a. Agregat dikeringkan dalam oven sampai beratnya tetap kemudian saring
serta timbang.
b. Benda uji dan bola-bola baja dimasukkan ke dalam mesin Los Angeles.
c. Putar mesin dengan kecepatan 30 – 33 rpm, sebanyak 500 putaran.
d. Setelah selesai pemutaran, benda uji dikeluarkan, disaring dengan saringan
No.12 (1,7 mm). Butiran yang lebih besar dari 1,7 mm (tertahan di saringan
tersebut) dicuci bersih, dikeringkan dalam oven suhu (110 ± 5)oC,
kemudian timbang dengan ketelitian 5 gram.
5. Perhitungan:
Keausan = a
ba − x 100 % (3.10)
Dimana:
a = berat benda uji semula (gram)
b = barat benda uji tertahan saringan No.12 (gram)
3.5.6 Pemeriksaan Keawetan (Soundness Test)
1. Tujuan: Untuk mengetahui pelapukan agregat akibat pengaruh iklim dan bahan
kimia.
64
2. Peralatan:
a. Beaker glass, oven, saringan 3/8” atau 9,5 mm dan desikator.
b. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram.
c. Natrium sulfat atau magnesium sulfat.
3. Benda uji: Benda uji adalah agregat kasar tertahan saringan 3/8”.
4. Prosedur:
a. Siapkan larutan natrium sulfat atau magnesium sulfat dengan cara
melarutkan kristal murni garam magnesium sulfat ke dalam air panas dan
diaduk kemudian disaring.
b. Agregat yang akan diuji dikeringkan dalam oven sampai beratnya tetap,
kemudian ditimbang (A).
c. Masukkan benda uji ke dalam beaker glass, tuang larutan garam yang telah
disediakan setinggi 1 cm diatas permukaan agregat biarkan selama 16 jam.
d. Setelah 16 jam ambil benda uji biarkan mengering. Setelah itu masukkan
dalam oven hingga beratnya tetap.
e. Siapkan ayakan 3/8” dan dibawahnya diletakkan tutup saringan yang
bersih.
f. Benda uji disaring selama 10 menit, kemudian dicuci dengan air panas pada
suhu 40oC.
g. Buang airnya, kemudian masukkan dalam oven pada suhu 110±5oC selama
24 jam sampai beratnya tetap dan saring dengan saringan 3/8”.
h. Timbang agregat yang tertahan di atas saringan (B).
5. Perhitungan:
65
Persentase agregat yang lapuk = A
BA − x 100% (3.11)
3.5.7 Pemeriksaan Kadar Lumpur/Lempung
1. Tujuan: Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kandungan Lumpur dalam
agregat kasar dengan mencari perbandingan berat lempung/lumpur dalam
agregat dengan benda uji yang dinyatakan dalam persen.
2. Peralatan: Saringan No.4, timbangan, cawan, dan Oven dengan pengatur suhu
(110 ± 5)oC.
3. Benda Uji: Benda uji berupa agregat yang tertahan saringan No.4.
4. Prosedur:
a. Masukkan benda uji ke dalam oven dengan suhu (110 ± 5)oC selama 24
jam.
b. Timbang cawan kosong + benda uji (A).
c. Cuci benda uji untuk menghilangkan kotorannya hingga benar-benar
bersih.
d. Keringkan dalam oven dengan suhu (110 ± 5)oC sampai selama 24 jam.
e. Dinginkan benda uji dalam desikator.
f. Timbang cawan + benda uji bersih kering dalam oven (B).
5. Perhitungan:
Kadar lempung = %100xA
BA − (3.12)
66
3.5.8 Pemeriksaan Kebersihan Agregat Halus (Sand Equivalent)
1. Tujuan: Untuk mengetahui kebersihan agregat halus dari kandungan bahan
organik/lumpur.
2. Peralatan: Tabung sand equivalent, Beban equivalent, Larutan Calsium Clorida
dan Saringan No 4, gelas ukur, tin box, sumbat karet, cawan.
3. Benda uji: Benda uji adalah agregat halus lolos saringan No.4.
4. Prosedur:
a. Masukkan benda uji kedalam tin box sampai penuh, ratakan dan tekan
dengan tangan hingga permukaannya rata.
b. Masukkan larutan calsium clorida kedalam tabung sand equivalent setinggi
5 strip (skala tabung sand equivalent).
c. Masukkan benda uji yang telah ditakar tadi kedalam tabung sand equivalent
dan biarkan selama 10 menit.
d. Tabung ditutup dengan sumbat karet kemudian dikocok kearah horizontal
sebanyak 90 kali.
e. Tabung dibuka dan ditambahkan larutan calsium clorida sampai setinggi 15
cm dari permukaan agregat.
f. Diamkan selama 20 menit kemudian baca skala diatas pemukaan lumpur.
g. Selanjutnya baca skala beban equivalent secara perlahan lahan sampai
beban tersebut terhenti. Baca skala setelah pembebanan.
5. Perhitungan:
Nilai Sand Equivalent (SE) = %100xrSkalaLumpu
Skala (3.13)
67
3.5.9 Pemeriksaan Kadar Aspal Residu
1. Tujuan: Untuk mengetahui kadar aspal residu dari aspal emulsi.
2. Peralatan: Pan,Oven, dan Timbangan
3. Benda uji: Aspal emulsi
4. Prosedur:
a. Sebelum pengambilan aspal emulsi terlebih dahulu dilakukan pengadukan..
b. Timbang berat pan yang akan dipakai (A).
c. Tuangkan aspal emulsi ke dalam pan secukupnya lalu timbang (B).
d. Masukkan pan yang telah terisi aspal emulsi kedalam oven dengan
temperatur (110 ± 5)oC selama 24 jam.
e. Keluarkan pan dari dalam oven lalu timbang (C).
5. Perhitungan:
X = (C-A)/(B-A)x100% (3.14)
3.6 Pemilihan Gradasi dan Proporsi Campuran Agregat DGEM Type V
Dalam penelitian ini dipergunakan Gradasi DGEM Type V dengan ukuran
diameter terbesar 12,5 mm dengan proporsi Gradasi Ideal seperti disajikan pada
Tabel 3.1
68
Tabel 3.1 Proporsi Campuran Agregat DGEM Type V
No. Saring-
an
mm Spek. Campuran Agg( %
lolos saringan)
Gradasi Ideal (% lolos
saringan
Proporsi %
Berat Agregat untuk
Coating (500 gram)
Berat Agregat
untuk berat sampel
(1200 gram) 1/2" 12,5 100 100 5* 25 60
3/8" 9,5 90-100 95 25 125 300
No.4 4,75 60-80 70 20 100 240
No.8 2,36 35-65 50 34,5 172,5 414
No.50 0,3 6-25 15,5 9,5 47,5 114
No.200 0,075 2-10 6 6 30 72
*agregat lolos 12,5 mm tertahan 9,5 mm = 5 %
3.7 Perhitungan Kebutuhan Aspal Emulsi
Dalam perhitungan kebutuhan Aspal Emulsi menggunakan cara dengan
menggunakan rumus (Asphalt Institute, MS 14, 1989):
P = (0.05A + 0.1B + 0.5C) x (0.7)
dimana:
P = % Kadar aspal residu awal
Sesuai Gradasi Ideal pada Tabel 3.1
A = % Agregat Kasar (Tertahan di atas ayakan 2,36 mm) = 50 %
B = % Agregat halus (lolos 2,36 mm tertahan 0,075 mm) = 44 %
C = % Filler = 6 %
kemudian diestimasi kadar aspal emulsi (KAE) awal terhadap berat total
campuran:
KAE awal = (P/X)%
dimana:
69
P = % Kadar aspal residu awal
X = % Kadar residu dari aspal emulsi
Menentukan Kadar aspal residu awal (P) berdasarkan Gradasi Ideal
P = (0,05 x 50 + 0,1x44 + 0,5x6) x (0,7) = (2,5 + 4,4 + 3) x 0,7 = 6,93%
Dibulatkan menjadi 7 %
Berdasarkan nilai P = 7 %, sedangkan X = 57 % = 0,57 (diperoleh dari
brosur), maka KAE = 7/0,57 = 12,28 % terhadap berat total campuran
3.8 Tes Penyelimutan (Coating Test)
Tes ini dilaksanakan dengan menggunakan agregat kering yang sudah
diproporsikan sesuai gradasi yaitu sebesar 500 gram, kemudian dilembabkan
secara merata dengan beberapa variasi kadar air yaitu 2%, 3%, 4%, 5%, dan 6 %
terhadap berat campuran. Dalam kondisi ini air berperan sebagai viscosity reducing
agent (menurunkan kekentalan aspal emulsi). Setelah itu agregat lembab dicampur
dengan aspal emulsi,tempatkan di atas alas kedap air,dan terus diobservasi
penyelimutannya. Tentukan kadar air yang menghasilkan penyelimutan terbaik.
3.9 Perhitungan Kebutuhan Aspal
Dengan pemadatan yang sesuai,dibuat spesimen dengan beberapa variasi
kadar aspal residu. Variasi kadar aspal direncanakan dengan beda 0,5 % sebanyak
dua variasi di bawah dan dua variasi di atas kadar aspal residu awal. Tabulasi
kebutuhan aspal dengan kadar aspal residu yang bervariasi seperti Tabel 3.2
berikut ini :
70
Tabel 3.2 Kebutuhan Aspal Emulsi Berdasarkan Variasi Kadar Aspal Residu
Kadar Aspal Residu (P)
(% thd berat total camp)
Kadar Aspal Emulsi
= P/X (%)
Berat Aspal Emulsi untuk sampel Berdasarkan Total
Campuran (1.150 gram)
6 % (6/0,57 ) = 10,52 (10,52/100) x1150 = 120,98 6,5 % (6,5/0,57) = 11,40 (11,40/100) x1150 = 131,10 7 % (7/0,57) = 12,28 (12,28/100) x 1150 = 141,22 7,5 % (7,5/0,57) = 13,16 (13,16/100) x1150 = 151,34 8 % (8/0,57) = 14,04 (14,04/100) x1150 = 161,46 Catatan : X = kadar residu dari aspal emulsi
3.10 Pemeriksaan Campuran Aspal Emulsi Dingin dengan Metode
Modifikasi Marshall
3.10.1 Pembuatan Benda Uji Campuran Aspal Emulsi Dingin
1. Persiapan benda uji:
Persiapan benda uji terdiri dari penyiapan agregat dan aspal. Agregat yang
digunakan dalam campuran dikeringkan sampai beratnya tetap pada suhu 105 ±
5°C.
2. Peralatan:
a. Cetakan benda uji dari logam yang berdiameter 10,2 cm (4”) dan tinggi 7,5
cm (3”), lengkap dengan pelat alas dan leher sambung.
b. Penumbuk yang mempunyai permukaan tumbuk rata yang berbentuk
silinder, dengan berat 4,536 kg dan tinggi jatuh bebas 45,7 cm.
c. Landasan pemadat terdiri dari balok kayu (jati atau yang sejenis) berukuran
20,32 x 20,32 x 45,72 cm dilapisi dengan pelat baja berukuran 30,48 x
30,48 x 2,54 cm dan dijangkarkan pada lantai beton di keempat bagian
sudutnya.
71
d. Pemegang cetakan benda uji.
e. Alat pengeluar benda uji, untuk mengeluarkan benda uji yang sudah
dipadatkan dari dalam cetakan benda uji, dipakai alat Extruder yang
berdiameter 10 cm.
f. Alat Marshall yang lengkap dengan Kepala penekan (breaking head)
berbentuk lengkung dan Cincin penguji (proving ring) kapasitas 2500 kg
dan atau 5000 kg, dilengkapi arloji (dial) tekan dengan ketelitian 0,0025
mm.
g. Timbangan yang dilengkapi dengan penggantung benda uji berkapasitas 2
kg dengan ketelitian 0,1 gram dan timbangan berkapasitas 5 kg dengan
ketelitian 1 gram.
h. Pengukur suhu dari logam (metal thermometer) berkapasitas 250oC dan ±
100oC dengan ketelitian 1 % dari kapasitas.
i. Sarung tangan dari asbes, sarung tangan dari karet dan pelindung
pernafasan atau masker.
3. Pembuatan Benda Uji
a. Agregat kering diproporsikan sesuai dengan gradasi tengah CEBR Tipe V.
Agregat kasar (> 2,36 mm) diproporsikan sesuai ukuran saringan terkait.
Agregat halus adalah agregat yang lolos saringan 2,36 mm tertahan 0,075
mm.
b. Proses perencanaan dan pembuatan sampel CAED dilakukan sesuai
prosedur (BAB II, Sub Bab 2.8)
4. Pemadatan Benda Uji:
a. Bersihkan perlengkapan cetakan benda uji serta bagian muka penumbuk.
72
b. Letakkan cetakan di atas landasan pemadat dan tahan dengan pemegang
cetakan.
c. Letakkan selembar kertas saring atau kertas penghisap yang sudah
digunting menurut ukuran cetakan ke dalam dasar cetakan.
d. Timbang sekitar 1000-1250 gram campuran (untuk memperoleh tinggi
benda uji mendekati tinggi standar 63,5 mm. Masukkan seluruh campuran
ke dalam cetakan dan tusuk-tusuk campuran keras-keras dengan spatula
sebanyak 15 kali keliling pinggirannya dan 10 kali bagian tengahnya.
e. Lakukan pemadatan dengan alat penumbuk sebanyak 2 x 50 kali (masing-
masing 50 tumbukan pada satu sisi, kemudian sampel dibalikkan dan
dipadatkan lagi 50 kali tumbukan untuk sisi berikutnya) dengan tinggi jatuh
45,7 cm dan berat alat tumbuk 4,5 kg. Selama pemadatan harus
diperhatikan agar kedudukan sumbu palu pemadat selalu tegak lurus pada
alas cetakan.
f. Sampel di curing sesuai tahapan perencanaan CAED
g. Lepaskan pelat alas berikut leher sambung dari cetakan benda uji, kemudian
cetakan yang berisi benda uji dibalikkan dan pasanglah alat pengeluar
benda uji.
h. Keluarkan dengan hati-hati dengan ejektor dan letakkan benda uji diatas
permukaan yang rata.
3.10.2 Pengujian Campuran Aspal Emulsi Dingin Metode Modifikasi
Marshall
1. Persiapan pengujian:
73
a. Bersihkan benda uji dari kotoran yang menempel.
b. Beri tanda pengenal pada benda uji.
c. Ukur ketinggian benda uji dengan ketelitian 0,1 mm kemudian ditimbang.
d. Bersihkan batang penuntun (guide rod) dan permukaan dalam dari kepala
penekan, sehingga kepala penekan yang atas dapat meluncur bebas.
2. Pengujian:
a. Siapkan benda uji (setelah di curing) letakkan ke dalam segmen bawah
kepala penekan alat uji marshall, pada temperatur ruang (±28ºC) Bila
disetarakan dengan cara pengujian campuran panas, sampel
dikondisikan/direndam dalam bak air pada temperatur 60oC selama 30 – 40
menit.
b. Pasang segmen atas diatas benda uji dan letakkan keseluruhannya dalam
mesin penguji.
c. Naikkan kepala penekan beserta benda ujinya dinaikkan hingga menyentuh
alas cincin penguji, sebelum pembebanan diberikan.
d. Atur jarum arloji tekan pada kedudukan angka nol.
e. Berikan pembebanan pada benda uji dengan kecepatan tetap sekitar 50
mm/menit sampai pembebanan menurun seperti yang di tunjukkan oleh
jarum arloji tekan dan catat pembebanan maksimum yang dicapai,
koreksilah bebannya dengan menggunakan faktor perkalian angka korelasi
beban dan angka kalibrasi alat.
74
3.11 Uji Statistik dengan Paired Sample t Test
Untuk menguji hasil peningkatan stabilitas CAED tanpa penambahan
semen dan dengan penambahan 2 % semen sesuai waktu curing dilakukan dengan
menggunakan perhitungan statistik yaitu uji nilai t berpasangan (Paired t test).
Sampel tanpa penambahan semen dan dengan penambahan 2 % semen dicari
Stabilitas Marshall sesuai waktu curing 3, 6, 9, dan 12 hari. Kasus ini terdiri atas
dua sampel yang berhubungan/berpasangan satu dengan yang lain, yaitu sampel
dengan waktu curing 3 hari (sebelum) dengan sampel dengan waktu curing 6 hari
(sesudah), sampel dengan waktu curing 6 hari (sebelum) dengan sampel dengan
waktu curing 9 hari(sesudah), dan sampel dengan waktu curing 9 hari(sebelum)
dengan sampel dengan waktu curing 12 hari (sesudah). Sampel diketahui
berdistribusi normal, dan anggota sampel sedikit (hanya 3<30), maka dipakai uji t
untuk dua sampel yang berpasangan (sebelum dan sesudah).
Hipotesis untuk kasus ini :
H0 = Kedua rata-rata adalah identik (rata-rata sampel sebelum dan sesudah
adalah tidak berbeda secara nyata.
H1 = Kedua rata-rata adalah tidak identik (rata-rata sampel sebelum dan
sesudah adalah berbeda secara nyata.
Teknik Analisis Paired sample t test mempergunakan rumus sebagai
berikut:
Dimana :
t = nilai t hitung
75
= Rata-rata selisih pengukuran 1 dan 2
SD = Standar Deviasi selisih pengukuran 1 dan 2
N = Jumlah Sampel
Untuk pengolahan data dengan Paired sample t test dipergunakan Program SPSS.
Output Bagian Pertama (Group Statistics)
T-Test
Paired Samples Statistic
Mean N Std Deviation
Std Error Mean
Pair 1 SEBELUM 3 SESUDAH 3
Pada bagian pertama terlihat ringkasan statistik dari kedua sampel. Untuk Nilai
Stabilitas sebelum dan sesudah
Output Bagian Kedua
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig Pair 1 SEBELUM
& 3
SESUDAH 3
Bagian kedua output adalah hasil korelasi antara kedua variabel, yang
menghasilkan nilai correlation dan nilai probabilitas yang dibandingkan dengan
0,05. Koefesien korelasi ialah pengukuran statistik kovarian atau asosiasi antara
dua variabel. Besarnya koefesien korelasi berkisar antara +1 s/d -1. Koefesien
korelasi menunjukkan kekuatan (strength) hubungan linear dan arah hubungan dua
variabel acak. Jika koefesien korelasi positif, maka kedua variabel mempunyai
hubungan searah. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan
76
tinggi pula. Sebaliknya, jika koefesien korelasi negatif, maka kedua variabel
mempunyai hubungan terbalik. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai
variabel Y akan menjadi rendah (dan sebaliknya). Untuk memudahkan melakukan
interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel diberikan kriteria
sebagai berikut:
– 0 : Tidak ada korelasi antara dua variabel
– >0 – 0,25: Korelasi sangat lemah
– >0,25 – 0,5: Korelasi cukup
– >0,5 – 0,75: Korelasi kuat
– >0,75 – 0,99: Korelasi sangat kuat
– 1: Korelasi sempurna
Bila probabilitas < 0,05, hal ini menyatakan bahwa korelasi antara
Stabilitas sebelum dan sesudah adalah sangat erat dan benar-benar berhubungan
secara nyata.
Output Bagian Ketiga (Paired Sample Test), Pengambilan Keputusan
Paired Sample Test
Paired Differe nces
Mean Std Deviation
Std.Error mean
95 % Confidence Interval of the Difference
Sig. (2-tailed)
Lower Upper t df Pair1 Sebelum Sesudah
Keputusan diambil berdasarkan perbandingan t hitung dengan t tabel dan
berdasarkan nilai Probabilitas. Keputusan berdasarkan perbandingan t hitung
dengan t tabel,jika Statistik Hitung (angka t output) > Statistik Tabel (t tabel),
77
maka H0 ditolak dan jika Statistik Hitung (angka t output) < Statistik Tabel (t
tabel), maka H0 diterima. Keputusan berdasarkan nilai Probabilitas, jika
Probabilitas > 0,05,maka H0 diterima dan jika < 0,05, maka H0 ditolak.
Pada prinsip, pengambilan keputusan berdasarkan angka probabilitas
lebih praktis, sehingga lebih sering dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan
inferensi.
78
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pemeriksaan agregat
Pemeriksaan agregat meliputi analisis saringan, berat jenis agregat,
penyerapan agregat, keausan agregat, sand equivalent, soundness test dan kadar
lumpur/lempung. Agregat yang digunakan adalah agregat kasar, agregat halus dan
filler yang diperoleh dari Mesin Pemecah Batu PT. Sarana Beton Perkasa Jalan
Prof. IB Mantra Desa Saba Gianyar dengan sumber material dari daerah Gesing
Desa Selat Karangasem.
4.1.1 Pengayakan Agregat
Gradasi campuran dilaksanakan dengan mengayak agregat (kasar,halus,
dan filler) untuk memperoleh proporsi agregat yang sesuai dengan batas tengah
spesifikasi DGEM Type V Tabel 3.1 (BAB III, sub bab 3.6).
4.1.2 Berat Jenis Agregat
Pemeriksaan terhadap berat jenis agregat dilakukan sebanyak dua kali
untuk masing-masing jenis agregat. Hasil pemeriksaan berat jenis agregat
kasar,agregat halus dan abu batu, data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran A
Tabel A.1 sampai dengan Tabel A.3 Hasil rata-ratanya dapat dilihat pada Tabel 4.1
Persyaratan berat jenis semu agregat pada umumnya > 2,5, karena agregat
berasal dari batuan endapan lahar, sehingga agregat sedikit agak porous. Juga
karena faktor ketelitian dalam penelitian.
79
4.1.3 Penyerapan Agregat
Pemeriksaan terhadap penyerapan agregat dilakukan sebanyak dua kali
untuk masing-masing jenis agregat. Data selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran A Tabel A.1 sampai dengan Tabel A.3. Dimana penyerapan agregat
kasar sebesar 5,086 %, sedangkan penyerapan agregat halus sebesar 1,348 %. Hasil
rata-ratanya dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Persyaratan umum penyerapan agregat < 3 %,kemungkinan agregat kasar
agak porous atau faktor ketelitian dalam penelitian.
4.1.4 Keausan Agregat
Pemeriksaan keausan agregat dilakukan terhadap agregat kasar sebanyak
dua kali. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran A Tabel A.4 Hasil rata-
rata dari pemeriksaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1
Berdasarkan hasil pemeriksaan keausan agregat sebesar 29 % < 40 %
berarti bahwa agregat yang digunakan telah persyaratan Gradasi CEBR Type V.
Ini menunjukkan bahwa agregat cukup kuat dan tahan untuk tidak mengalami
keausan atau kehancuran selama proses pencampuran, penghamparan dan
pemadatan.
4.1.5 Kebersihan Agregat Halus (Sand Equivalen)
Pemeriksaan sand equivalent dilakukan terhadap agregat halus sebanyak
dua kali. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran A Tabel A.5, , sedangkan
Nilai rata-ratanya dapat dilihat pada Tabel 4.1.
80
Berdasarkan hasil pemeriksaan Sand Equivalent sebesar 80,06 % > 35 %,
berarti bahwa agregat yang digunakan telah memenuhi persyaratan Gradasi CEBR
Type V. Ini menunjukkan bahwa agregat halus cukup bersih karena sedikit
mengandung lumpur sehingga dapat digunakan dalam campuran aspal emulsi
dingin.
4.1.6 Tes Keawetan Agregat Kasar (Soundness Test)
Pemeriksaan soundness test dilakukan terhadap agregat kasar sebanyak dua
kali. Data selengkapmya dapat dilihat pada Lampiran A Tabel A.7 Hasil rata-
ratanya seperti pada Tabel 4.1. Nilai keawetan agregat kasar sebesar 3,67 %,
meskipun tidak disyaratkan oleh Gradasi CEBR Type V, jika dibandingkan dengan
peryarat soundness test menurut Bina Marga < 12 %. Itu berarti bahwa agregat
kasar cukup awet.
4.1.7 Kadar Lumpur/Lempung
Pemeriksaan kadar Lumpur dilakukan terhadap agregat kasar, masing-
masing sebanyak dua kali. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran A Tabel
A.6 ,sedangkan Hasil rata-rata dari pemeriksaan kadar lumpur dapat dilihat pada
Tabel 4.1. Nilai kadar lumpur sebesar 0,24 %, meskipun tidak disyaratkan dalam
Gradasi CEBR Type V , jika dibandingkan Syarat kadar lumpur agregat kasar yang
ditetapkan oleh Bina Marga masih < 0,25 %
81
Tabel 4.1 Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan Agregat
Jenis Agregat No. Jenis Pemeriksaan
A.Kasar A.Halus Filler Abu Batu
Spesifikasi CEBR Type V
1 Berat Jenis Bulk 2,254 2,235 2,234 - 2 Berat Jenis SSD 2,369 2,265 - - 3 Berat Jenis Semu 2,546 2,304 - - 4 Penyerapan ( %) 5,086 1,348 - -
5 Nilai Keausan/Abrasi (%) 29.00 - - Maks.40
%
6 Kebersihan(Sand Equivalen) (%) - 80,06 - > 35 %
7 Keawetan (Soundness) (%) 3,67 - - -
8 Kadar Lumpur/Lempung (%) 0,24 - - -
Sumber: Hasil Penelitian (2011)
4.2 Proporsi Agregat
Proporsi campuran agregat yang dipakai adalah gradasi ideal sesuai
Proporsi Campur DGEM Type V Tabel 3.1, dimana komposisi campuran terdiri
atas Agregat Kasar sebesar 50 % dari berat total agregat, Agregat Halus sebesar 44
% dari berat total agregat, dan filler sebesar 6 % dari berat total agregat. Dalam
penelitian, dipergunakan berat total campuran, sehingga komposisi campuran
dikalikan dengan Faktor Pengali yang besarnya tergantung dengan % Kadar Aspal
Residu (KAR)/Residu Bitumen Content (RBC). Besarnya faktor pengali adalah
(100-RBC)/100. Hasil Proporsi untuk masing-masing campuran, dapat dilihat pada
Lampiran B Tabel B.5, Lampiran C Tabel C.1, Lampiran D Tabel D1 s/d Tabel
D.5,dan Lampiran E Tabel E.1 dan E.2
82
4.3 Hasil Pengujian Aspal Emulsi Jenis CSS-1h
Data hasil pengujian contoh Aspal Emulsi Jenis CSS-1h berupa data
sekunder dari hasil tes supplier PT Triasidomix seperti Tabel 4.2 di bawah ini:
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Contoh Aspal Emulsi Jenis CSS-1h
No Jenis Pengujian Metode Pengujian
Hasil Pengujian
Spesifikasi*) Satuan
1 Kekentalan Saybolt Furol pada 25oC
SNI 03-6721-2002 34 20 – 100 detik
2 Stabilitas Penyimpanan 24 jam
SNI 03-6828-2002 0,2 Max. 1 %
3 Muatab Listrik partikel
SNI 03-3644-1994 Positif Positif -
4 Analisa saringan tertahan No.20
SNI 03-3643-1994 0 Max. 0,1 % lolos
5 Penyulingan SNI 03-3642-1994 Kadar air 38,4 - % Kadar minyak 0,5 - % Kadar residu 61,2 Min.57 %
6 Penetrasi Residu SNI 06-2456-1991 56 40 – 90 0,1 mm
7 Daktilitas Residu SNI 06-2432-1991 55 Min. 40 Cm 8 Kelarutan residu
dalam C2HCl3 SNI 06-2438-1991 99,8 Min.97,5 %
Keterangan : *) Spesifikasi sesuai SNI-03-4798-1998 Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan Badung (2010)
4.4 Estimasi Kadar Aspal Emulsi
Setelah proporsi masing-masing agregat ditentukan, selanjutnya dilakukan
perhitungan kadar aspal residu awal perkiraan yang nantinya digunakan sebagai
acuan dalam menentukan variasi kadar aspal residu. Adapun perhitungannya
sebagai berikut:
Kadar Aspal Residu Awal (P) = [0,05 (%CA) + 0,1 (%FA) + 0,5 (%FF)]x 0,7
= (0,05 x 50) + (0,1 x 44) + (0,5 x 6) x 0,7
P = 6,93% ≈ 7 %
83
Dengan kadar aspal residu awal 7 % dipergunakan sebagai dasar dalam tes
penyelimutan. Berdasarkan kadar aspal residu awal diestimasi Kadar Aspal Emulsi
(KAE) awal terhadap berat total campuran = (P/X) %. Aspal Emulsi yang
dipergunakan adalah Aspal Emulsi Cationic Slow Setting H 60 (CSS-H60)
produksi PT. Triasindomix Sidoarjo Jawa Timur,dimana kadar residunya sebesar
57 %. Dengan demikian Kadar Aspal Emulsi dalam campuran adalah :
(7/0,57) x 100 % = 12,28 % terhadap total campuran.
4.5 Coating Test / Tes Penyelimutan
Test ini dilaksanakan dengan menggunakan agregat kering yang sudah
diproporsikan sesuai gradasi (500 gr), kemudian dilembabkan secara merata
dengan cara mengaduk pada beberapa variasi kadar air (untuk memudahkan
penyelimutan permukaan agregat dengan aspal emulsi). Setelah agregat lembab,
dicampur dengan aspal emulsi. Kadar air yang dipergunakan dalam tes
penyelimutan ini adalah 2 %, 3 %,4 %,5 %,dan 6 % dari berat total campuran.
Lama pengadukan selama 1 menit untuk mendapatkan campuran yang merata, dan
terjadi proses penyelimutan oleh aspal pada campuran aspal emulsi dingin.
Komposisi campuran untuk tes penyelimutan seperti Lampira B Tabel B.1
sampai Tabel B.5
Dari hasil pengamatan secara visual yang telah dilakukan dan berdasarkan
Gambar 4.1 di bawah ini, ditetapkan bahwa campuran dengan kadar air 5 % dari
total campuran sebagai kadar air optimum yang akan dipergunakan sebagai kadar
air pada penentuan energi pemadatan maupun untuk menetapkan Kadar Aspal
Residu Optimum (KARO).
84
Gambar 4.1 Hasil Penyelimutan dengan Kadar Air 2 %,3 %,4 %,5 %,dan 6 %
4.6 Menentukan Enersi Pemadatan
Setelah ditetapkan kadar air optimum, kadar aspal residu awal, dan
penetapan berat aspal emulsi, dilanjutkan dengan penentuan enersi pemadatan
yang dapat memberikan stabilitas Marshall dan porositas sesuai dengan spesifikasi
yang ditentukan. Dalam Penelitian penentuan enersi pemadatan, berat total
campuran yang dipergunakan adalah 1200 gram, sehingga Proporsi Campuran
dengan Kadar Air 5 % dan Kadar Aspal Residu 7 % seperti Lampiran C Tabel C.1
Hasil Stabilitas Marshall dari Enersi Pemadatan seperti Tabel 4.7 di bawah
ini :
Tabel 4.3 Stabilitas Marshall Rendaman dan Porositas terhadap Enersi Pemadatan
Jumlah Pemadatan
Stabilitas Rendaman rata-rata
(kg)
Spesifikasi (kg)
Porositas(VIM) (%)
Spesifikasi (%)
2 x 50 327 300 8,83 5 – 10
2 x 75 460 300 7,59 5 – 10
2 x (2 x 75) 472 300 5,45 5 – 10
Sumber: Hasil Penelitian (2011)
85
Berdasarkan Tabel 4.7 terlihat bahwa dengan pemadatan 2x50 stabilitasnya
sudah memenuhi spesifikasi, namun dari beberapa sampel yang diuji pada tahap
awal, porositasnya masih ada yang belum memenuhi spesifikasi. Untuk pemadatan
2x75 dan 2x2x75 baik stabilitas maupun porositasnya sudah memenuhi spesifikasi
yang ditentukan. Untuk penelitian selanjutnya dipilih energi pemadatan 2x75,
untuk lebih menjamin terpenuhinya syarat porositas. Hasil selengkapnya disajikan
dalam Lampiran C Tabel C.2 sampai Tabel C.12
4.7 Menentukan Kadar Aspal Residu Optimum (KARO)
Untuk mendapatkan kadar aspal residu optimum, maka kadar aspal residu
awal divariasi sebagai berikut: 6,0 %, 6,5 %, 7 %, 7,5 %, dan 8 %.
Setelah ditetapkan variasi kadar aspal residu untuk masing-masing
campuran kemudian dibuat rancangan campuran benda uji, proporsi campuran
untuk masing-masing kadar aspal residu seperti disajikan dalam Lampiran D Tabel
D.1 sampai dengan Tabel D.5. Hasil selengkapnya perhitungan Stabilitas,
deformasi(Flow), Densitas, Porositas(VIM), Penyerapan Air, Kadar Air pada saat
testing, nilai Rongga Antar Butiran Agregat/Void in Mineral Aggregates (VMA),
nilai Rongga Udara Terisi Aspal/ Voids Filled with Bitumen (VFB) dan Tebal Film
Aspal dapat dilihat pada Lampiran D Tabel D.5 sampai dengan Tabel D.39
1. Stabilitas
Stabilitas adalah ketahanan melawan deformasi karena beban lalu lintas.
Stabilitas dinyatakan dalam kilonewton (KN) atau kg dimana 1 KN = 100 kg.
Pembacaan stabilitas pada alat Marshall belum merupakan nilai yang sebenarnya
maka dari nilai hasil pembacaan dikalikan dengan kalibrasi (profil ring) alat
86
Marshall dan faktor koreksi stabilitas. Nilai stabilitas rata-rata pada Campuran
Aspal Emulsi Dingin (CAED) untuk kadar aspal residu 6 %, 6,5%, 7%, 7,5%, 8%
berturut-turut adalah 304 kg, 345 kg, 446 kg,354 kg, dan 313 kg. Nilai stabilitas
dari berbagai variasi kadar aspal residu tersebut telah memenuhi syarat spesifikasi
Campuran DGEM Type V yaitu > 300 kg.
Gambar 4.2 menunjukkan bahwa nilai Stabilitas Marshall campuran
menunjukkan kenaikan sesuai dengan bertambahnya kadar aspal residu dan
mencapai puncaknya pada kadar aspal 7 %, dan setelah itu mengalami penurunan
nilai Stabilitas Marshall akibat penambahan kadar aspal residu. Hal ini disebabkan
karena kandungan aspal bertambah banyak, sehingga tebal selimut aspal
bertambah yang memperlemah sifat saling mengunci agregat.
200
250
300
350
400
450
500
6 6.5 7 7.5 8
Kadar Aspal Residu (%)
Sta
bilit
as M
arsh
all (
kg)
Rata-rata
Gambar 4.2 Grafik Hubungan antara Kadar Aspal Residu dengan Stabilitas
Minimal 300 kg
87
2. Densitas
Nilai rata-rata densitas pada Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED)
untuk kadar aspal 6 %, 6,5 %, 7 %, 7,5 %, 8 % berturut-turut adalah 1,86 g/cm3,
1,89 g/cm3, 1,91 g/ cm3, 1,90 g/ cm3, 1,89 g/ cm3. Grafik hubungan antara
stabilitas dengan kadar aspal residu seperti Gambar 4.3 di bawah ini.
1.60
1.65
1.70
1.75
1.80
1.85
1.90
1.95
2.00
6.0 6.5 7.0 7.5 8.0Kadar Aspal Residu (%)
Den
sita
s (g
ram
/cm
3)
Rata-rata
Gambar 4.3 Grafik Hubungan antara Kadar Aspal Residu dengan Densitas
Untuk kadar aspal residu 6 % sampai kadar aspal residu optimum 7 %
CAED semakin workable,sedangkan makin banyak kandungan kadar aspal
residunya, densitasnya semakin berkurang karena berat jenis aspal lebih kecil dari
berat jenis agregat.
88
3. Prositas
Nilai rata-rata porositas pada Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED)
untuk kadar aspal residu 6 %, 6,5 %, 7 %, 7,5 %, 8 % berturut-turut adalah
10,95%, 9,11 %, 8,02 %, 7,72 %, dan 7,61 %. Grafik Hubungan antara porositas
dan kadar aspal residu seperti Gambar 4.4 di bawah. Syarat spesifikasi porositas
untuk campuran aspal emulsi dingin yaitu pada interval 5-10%. Sehingga pada
kadar aspal 6 % nilai porositasnya tidak memenuhi syarat spesifikasi.
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
10.00
11.00
12.00
13.00
6.0 6.5 7.0 7.5 8.0
Kadar Aspal Residu (%)
Poro
sita
s (V
IM) (
%)
Rata-rata
min 5 %
maks 10 %
Gambar 4.4 Grafik Hubungan antara Kadar Aspal Residu dengan Porositas
Hasil ini menunjukkan bahwa CAED pada kadar aspal residu 6 %
porositasnya > 10 % , apabila dipergunakan memerlukan enersi pemadatan yang
lebih tinggi dari 2 X 75, namun tergantung pada karakter CAED yang
89
dipergunakan. Ada dualisme karakter CAED ditinjau terhadap nilai porositasnya.
Di satu pihak yaitu The Asphalt Institut tidak mensyaratkan suatu nilai porositas,
sedangkan Bina Marga mensyaratkan nilai porositas yaitu 5-10 %. Makin banyak
kandungan aspal residu, semakin banyak aspal yang mengisi rongga campuran,
sehingga porositasnya makin kecil.
Secara teori porositas bisa dipengaruhi oleh jenis aspal emulsi yang
workabilitynya bisa berbeda antara produk yang satu dengan yang lain. Sebagai
perbandingan dengan aspal panas syarat porositas AC berkisar 3,5 - 5 % dan HRS
berkisar 4 – 6 %, dan Latasir 3 – 6 %. Lampiran F Tabel F.10 sampai Tabel F.12
4. Rongga Antar Butiran Agregat/Voids in Mineral Aggregates (VMA)
Nilai rata-rata VMA pada Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) untuk
kadar aspal residu 6 %, 6,5 %, 7 %, 7,5 %, 8 % berturut-turut adalah 26,85 %,
26,24 %, 26,29%, 27,54%, dan 28,61 %. Grafik hubungan antara VMA dengan
kadar aspal residu seperti Gambar 4.5
20212223242526272829303132333435
6.0 6.5 7.0 7.5 8.0
Kadar Aspal Residu (%)
VM
A (%
)
Rata-rata
Gambar 4.5 Grafik hubungan antara kadar aspal dengan VMA
90
VMA pada campuran aspal emulsi dingin tidak disyaratkan, jika
dibandingkan dengan persyaratan campuran panas VMA minimal 13 %.
5. Rongga Udara Terisi Aspal / Voids Filled with Bitumen (VFB)
VFB adalah bagian dari VMA (rongga yang berada diantara agregat) yang
terisi oleh kandungan aspal efektif. Nilai VFB berpengaruh terhadap kekedapan
(impermeabilitas) dan keawetan (durabilitas) campuran. Nilai rata-rata VFB pada
Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) untuk kadar aspal residu 6 %, 6,5%, 7%,
7,5%, 8%, berturut-turut adalah 59,30 %, 65,33 %, 69,51%, 71,99 %, 73,39 %.
Grafik hubungan antara kadar aspal residu dengan VFB seperti Gambar 4.6. Pada
CAED besarnya VFB tidak disyaratkan, jika dibandingkan dengan campuran panas
VFB minimal 60 %.
05
101520253035404550556065707580
6.0 6.5 7.0 7.5 8.0
Kadar Aspal Residu (%)
VFB
(%)
Rata-rata
Gambar 4.6 Grafik Hubungan antara Kadar Aspal Residu dengan VFB
91
6. Penyerapan Air (Kapiler)
Nilai rata-rata penyerapan air pada Campuran Aspal Emulsi Dingin
(CAED) untuk kadar aspal residu 6 %, 6,5%, 7%, 7,5%, 8% berturut-turut adalah
2,58%, 2,43%, 2,22%, 2,06%, 1,93%. Syarat spesifikasi penyerapan air untuk
campuran aspal emulsi dingin yaitu < 4%. Grafik hubungan kadar aspal residu
dengan penyerapan air kapiler seperti Gambar 4.7
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
4.50
5.00
6.0 6.5 7.0 7.5 8.0
Kadar Aspal Residu (%)
Peny
erap
an A
ir (%
)
Rata-rata
Maks. 4 %
Gambar 4.7 Grafik Hubungan antara Kadar Aspal Residu dengan Penyerapan Air
Dari Gambar 4.4 walaupun porositas CAED relatif tinggi dibandingkan
campuran aspal panas, namun penyerapan air relatif kecil < 4 % karena sifat inter
koneksi rongga tidak menerus.
92
7. Tebal Film Aspal (TFA)
Nilai rata-rata Tebal Film Aspal pada Campuran Aspal Emulsi Dingin
(CAED) untuk kadar aspalresidu 6 %, 6,5%, 7%, 7,5%, 8% berturut-turut adalah
7,2 µm, 7,8µm, 8,5µm, 9,1µm, 9,8 µm. Syarat spesifikasi tebal film aspal untuk
Campuran Aspal Emulsi Dingin(CAED) Type DGEM Type V yaitu > 8 µm.
Grafik hubungan antara kadar aspal residu dengan TFA seperti Gambar 4.7.
56789
10111213141516171819202122
6 6.5 7 7.5 8
K a da r Aspa l R esidu ( % )
TF
A (
µm
)
Gambar 4.8 Grafik Hubungan antara Kadar Aspal Residu dengan TFA
8 Kelelehan (Flow)
Besar perubahan bentuk plastis suatu benda uji Campuran Aspal Emulsi
Dingin (CAED) terjadi akibat suatu beban sampai batas keruntuhan. Besarnya
kelelehan dinyatakan dalam satuan panjang. Nilai rata-rata flow pada Campuran
Aspal Emulsi Dingin (CAED) untuk kadar aspal residu 6 %, 6,5%, 7%, 7,5%, 8%
berturut-turut adalah 3,15 mm, 3,87 mm, 4,5 mm, 4,90 mm, 5,25 mm. Tidak ada
Syarat spesifikasi flow untuk Campuran Aspal Emulsi Dingin(CAED) Type
DGEM Type V . Grafik hubungan kadar aspal residu dengan kelelehan (flow)
seperti Gambar 4.9.
Minimal 8 µm
93
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
4.50
5.00
5.50
6 6.5 7 7.5 8
Kadar Aspal Residu (%)
Flow
(mm
)
Rata-Rata
Gambar 4.9 Grafik Hubungan antara Kadar Aspal Residu dengan Kelelehan
(Flow)
Berdasarkan ringkasan hasil pengujian Stabilitas Marshall, Porositas,
Penyerapan Air, TFA, VMA, dan VFB pada Tabel 4.8 dan untuk mendapatkan
kadar aspal optimum dibuat Gambar seperti pada Gambar 4.10.
Tabel 4.4 Nilai Karakteristik Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED).
Kadar Aspal Residu (%) Karakteristik Campuran
6 6,5 7 7,5 8
Standar Mutu
Stabilitas Rendaman rata-rata (kg) 304 345 446 354 313 > 300 kg
Porositas rata-rata (%) 10,95 9,11 8,02 7,72 7,61 5-10%
Penyerapan Air rata-rata (%) 2,58 2,43 2,22 2,06 1,93 max 4%
TFA (µm) 15,64 17,03 18,44 19,87 21,31 >8µm
VMA rata-rata (%) 26,85 26,24 26,29 27,54 28,61 -
VFB rata-rata(%) 59,30 65,33 69,51 71,99 73,39 -
Flow rata-rata (mm) 3,15 3,87 4,50 4,90 5,25 - Sumber : Hasil Penelitian (2011)
94
Soaked Stability
Porosity
Water Absorption
Bitumen Film Thickness
Kadar Aspal Residu
Gambar 4.10 Penentuan Kadar Aspal Residu Optimum (KARO)
Berdasarkan hasil dari Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa stabilitas, penyerapan
air dan tebal film aspal untuk masing-masing variasi kadar aspal telah memenuhi
standar mutu yang telah ditentukan. Untuk menentukan Kadar Aspal Residu
Optimum (KARO) dicari dengan cara mengoptimalkan dua parameter yaitu
stabilitas dan densitas (kepadatan), dimana pada kadar aspal 7 % memberikan
stabilitas dan densitas yang terbesar. Oleh karena itu kadar aspal 7 % digunakan
sebagai KARO. Untuk porositas, penyerapan air dan TFA dievaluasi sesuai standar
mutu dan pada nilai KARO, nilai-nilai tersebut harus memenuhi standar mutu yang
ditentukan.
4.8 Stabilitas Kering dan Stabilitas Sisa
Untuk menentukan stabilitas kering (suhu ruang), namaun secara teori
masih mengandung kadar air (belum full curing), sampel dicuring di dalam cetakan
6.0 6.5 7.0 7.5 8.0
Kadar Aspal Residu Optimum= 7 %
memenuhi
Tidak memenuhi
95
selama 3 hari, kemudian sampel dibuka dan dimasukkan ke dalam oven dengan
suhu 40oC selama 24 jam dan dibiarkan dalam suhu ruang ( + 28oC) selama 24
jam, lalu di tes Stabilitas Marshall dalam kondisi kering. Tujuan dari
pengkondisian seperti ini adalah untuk mengetahui kekuatan ultimit dari campuran
aspal emulsi dingin dalam kondisi kering (tanpa rendaman). Dalam penelitian ini
hamya dilakukan pengujian terhadap campuran aspal emulsi dingin tanpa ditambah
semen (0 %). Kadar aspal residu sesuai KARO sebesar 7 % total campuran. Enersi
pemadatan 2 x 75. Hasil test marshall dapat dilihat lebih lengkap di Lampiran G
dari Tabel G.1 sampai dengan Tabel G.2
Berdasarkan Stabilitas Marshall rata-rata CAED tanpa penambahan semen
dalam kondisi kering (suhu ruang) sebesar 482 kg, Stabilitas Marshall pada KARO
sebesar 446 kg, maka Stabilitas Sisa pada KARO:
= (446/482) x 100 % = 92,53 % > 50 %.
4.9 Variasi Kadar Semen
Berdasarkan kadar aspal residu optimum 7 %, yang kemudian ditetapkan
sebagai kadar aspal residu dalam pengujian selanjutnya yaitu memvariasikan kadar
semen untuk mengetahui peningkatan nilai stabilitas campuran aspal emulsi
dingin. Dalam penelitian ini dilakukan 2 variasi kadar semen, masing-masing 0 %
dan 2% terhadap berat total campuran. Enersi pemadatan ditetapkan 2x75.
Pengambilan nilai kadar semen ini berdasarkan pada Bina Marga, spesifikasi
khusus. Pengujian nilai stabilitas Marshall dilakukan dalam kondisi suhu
ruang(temperatur ± 28ºC),lama waktu curing adalah 12 hari . Hasil nilai stabilitas
Marshall dalam kondisi kering, dapat dilihat pada Gambar 4.11 dan Tabel 4.10
96
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
1100
1200
1300
0 3 6 9 12
Waktu Curing (hari)
Stab
ilita
s M
arsh
all (
kg)
Rata-rata 0%
Rata-rata 2 % semen
Gambar 4.11 Peningkatan Nilai Stabilitas Marshall Tanpa Penambahan Semen
dan dengan Penambahan 2 % Semen sesuai Waktu Curing
Tabel 4.5 Prosentase Peningkatan Kekuatan CAED sesuai Waktu Curing
LAMA CURING
3 hari 6 hari 9 hari 12 hari
Stabilitas Rata-rata A B Stabilitas
Rata-rata A B Stabilitas Rata-rata A B Stabilitas
Rata-rata A B
Sampel
(kg) (%) (%) (kg) (%) (%) (kg) (%) (%) (kg) (%) (%)
0% 355 - - 476 34 - 554 16,38 - 602 8,66 -
2% 467 - 31 839 79 76,26 1093 30,27 97,29 1245 13,9 106
Catatan: A : Persen peningkatan stabilitas, terhadap stabilitas pada umur 3 hari
sebelumnya. B : Persen peningkatan stabilitas, terhadap sampel dengan 0% kadar semen
pada umur yang sama.
Minimal 300 kg
97
Dari Gambar 4.11 dapat dilihat bahwa dengan menambahkan semen
kedalam campuran meningkatkan nilai stabilitas campuran untuk tiap 3 hari. Hasil
Perhitungan selengkapnya seperti Lampiran E Tabel E.1 sampai dengan Tabel
E.12
4.9.1 Hasil Uji Paired Samples Test
Untuk membandingkan nilai rata-rata stabilitas Campuran Aspal Emulsi
Dingin (CAED) digunakan uji Paired Samples Test. Nilai sampel stabilitas
diasumsikan terdistribusi secara normal. Dari Tabel 4.6 terlihat bahwa untuk waktu
curing dari 3 hari ke 6 hari, stabilitas rata-rata bertambah 121 kg tanpa
penambahan semen (0%) dan bertambah 371,34 kg dengan penambahan 2 %
semen. Indeks variabilitas stabilitas (standard error mean) menunjukkan bahwa
waktu curing 3 dan 6 hari tanpa penambahan semen adalah 3,6, nilai t hitung =
33,56 > t table = 1,86, nilai probabilitas = 0,001 < 0,05, maka H0 ditolak, H1
diterima. Sementara Indeks variabilitas stabilitas (standard error mean)
menunjukkan bahwa waktu curing 3 dan 6 hari dengan penambahan 2 % semen
adalah 10,67 nilai t hitung = 34,81 > t table = 1,86, nilai probabilitas = 0,001 <
0,05, maka H0 ditolak, H1 diterima. Waktu curing 3 dan 6 hari baik tanpa dan
dengan penambahan 2% semen, keduanya berbeda secara signifikan pada tingkat 5
%. Akan tetapi berdasarkan nilai standar deviasi stabilitas CAED lebih baik
dengan penambahan 2 % semen dibandingkan tanpa penambahan semen.
98
Tabel 4.6 Paired Samples Test (Waktu Curing 3 ke 6 hari)
Paired Differences 95% Confidence Interval of the
Difference Mean
Std. Deviati
on
Std. Error Mean
Lower Upper
t df Sig. (2-
tailed)
Pair 1 Semen03hr - Semen06hr -121.000 6.245 3.606 -136.513 -105.487 -33.559 2 .001
Pair 2 Semen23hr - Semen26hr -371.333 18.475 10.667 -417.228 -325.438 -34.813 2 .001
dengan: Semen03hr = Waktu curing 3 hari tanpa penambahan semen Semen06hr = Waktu curing 6 hari tanpa penambahan semen Semen23hr = Waktu curing 3 hari dengan penambahan 2% semen Semen26hr = Waktu curing 6 hari dengan penambahan 2% semen
Dari Tabel 4.7 terlihat bahwa untuk waktu curing dari 6 hari ke 9 hari, stabilitas
rata-rata bertambah 78 kg tanpa penambahan semen (0%) dan bertambah 254,67
kg dengan penambahan 2 % semen. Indeks variabilitas stabilitas (standard error
mean) menunjukkan bahwa waktu curing 6 dan 9 hari tanpa penambahan semen
adalah 10,214, nilai t hitung = 7,636 > t table = 1,86, nilai probabilitas = 0,017 <
0,05, maka H0 ditolak, H1 diterima. Sementara Indeks variabilitas stabilitas
(standard error mean) menunjukkan bahwa waktu curing 3 dan 6 hari dengan
penambahan 2 % semen adalah 28,221 nilai t hitung = 9,024 > t table = 1,86, nilai
probabilitas = 0,012 < 0,05, maka H0 ditolak, H1 diterima. Waktu curing 6 dan 9
hari baik tanpa dan dengan penambahan 2% semen, keduanya berbeda secara
signifikan pada tingkat 5 %. Akan tetapi berdasarkan nilai standar deviasi stabilitas
CAED lebih baik dengan penambahan 2 % semen dibandingkan tanpa
penambahan semen.
99
Tabel 4.7 Paired Samples Test (Waktu Curing 6 ke 9 hari)
Paired Differences 95% Confidence Interval of the
Difference Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean Lower Upper t df
Sig. (2-tailed)
Pair 1 Semen06hr - Semen09hr -78.000 17.692 10.214 -121.949 -34.051 -7.636 2 .017
Pair 2 Semen26hr - Semen29hr -254.667 48.881 28.221 -376.093 -133.240 -9.024 2 .012
dengan: Semen06hr = Waktu curing 6 hari tanpa penambahan semen Semen09hr = Waktu curing 9 hari tanpa penambahan variasi semen Semen26hr = Waktu curing 6 hari dengan penambahan 2% semen Semen29hr = Waktu curing 9 hari dengan penambahan 2% semen
Dari Tabel 4.8 terlihat bahwa untuk waktu curing dari 9 hari ke 12 hari,
stabilitas rata-rata bertambah 48 kg tanpa penambahan semen (0%) dan bertambah
151,33 kg dengan penambahan 2% semen. Indeks variabilitas stabilitas (standard
error mean) menunjukkan bahwa waktu curing 9 dan 12 hari tanpa penambahan
semen adalah 3,8, nilai t hitung = 12,678 > t table = 1,86, nilai probabilitas = 0,006
< 0,05, maka H0 ditolak, H1 diterima. Sementara Indeks variabilitas stabilitas
(standard error mean) menunjukkan bahwa waktu curing 9 dan 12 hari dengan
penambahan 2 % semen adalah 11,063 nilai t hitung = 11,063 > t table = 1,86, nilai
probabilitas = 0,008 < 0,05, maka H0 ditolak, H1 diterima.Waktu curing 9 dan 12
hari baik tanpa dan dengan penambahan 2% semen, keduanya berbeda secara
signifikan pada tingkat 5%. Akan tetapi berdasarkan nilai standar deviasi stabilitas
CAED lebih baik dengan penambahan 2% semen dibandingkan tanpa penambahan
semen.
100
Tabel 4.8 Paired Samples Test (Waktu Curing 9 ke 12 hari)
Paired Differences 95% Confidence Interval of the
Difference
Mean
Std. Deviati
on
Std. Error Mean Lower Upper
t df Sig. (2-tailed)
Pair 1 Semen09hr - Semen012hr -48.000 6.557 3.786 -64.290 -31.710 -12.678 2 .006
Pair 2 Semen29hr - Semen212hr -151.333 23.692 13.679 -210.189 -92.478 -11.063 2 .008
dengan: Semen09hr = Waktu curing 9 hari tanpa penambahan semen Semen012hr = Waktu curing 12 hari tanpa penambahan semen Semen29hr = Waktu curing 9 hari dengan penambahan 2% semen Semen212hr = Waktu curing 12 hari dengan penambahan 2% semen
Dari Tabel 4.9 terlihat bahwa dengan waktu curing 3 hari dengan
penambahan 2 % semen dari kondisi awal tanpa penambahan semen, stabilitas
rata-rata CAED bertambah 112,33 kg. Nilai standar deviasi dan nilai t (besaran
distribusi student yaitu nilai rata-rata dibagi standard error rata-rata) menunjukkan
bahwa dengan waktu curing 3 hari, nilai t hitung = 21,443 > t table = 1,86, nilai
probabilitas = 0,002 < 0,05, maka stabilitas CAED berbeda secara signifikan pada
tingkat 5 %. Stabilitas CAED dengan penambahan 2% semen lebih baik
dibandingkan tanpa penambahan semen.
Tabel 4.9 Paired Samples Test (Waktu Curing 3 hari)
Paired Differences 95% Confidence Interval of the
Difference Mean
Std. Deviat
ion
Std. Error Mean Lower Upper t df
Sig. (2-tailed)
Pair 1 Semen03hr - Semen23hr -112.333 9.074 5.239 -134.874 -89.793 -21.443 2 .002
dengan: Semen03hr = Waktu curing 3 hari tanpa penambahan semen
Semen23hr = Waktu curing 3 hari dengan penambahan 2 % semen
Dari Tabel 4.10 terlihat bahwa dengan waktu curing 6 hari dengan
penambahan 2 % semen dari kondisi awal tanpa penambahan semen, stabilitas
rata-rata CAED bertambah 362,67 kg. Nilai standar deviasi dan nilai t
menunjukkan bahwa dengan waktu curing 6 hari, nilai t hitung = 36,929 > t table
101
= 1,86, nilai probabilitas = 0,001 < 0,05, maka stabilitas CAED berbeda secara
signifikan pada tingkat 5 %. Stabilitas CAED dengan penambahan 2 % semen
lebih baik dibandingkan tanpa penambahan semen.
Tabel 4.10 Paired Samples Test (Waktu Curing 6 hari)
Paired Differences
95% Confidence Interval of the
Difference Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean Lower Upper t df
Sig. (2-
tailed) Pair 1 Semen06hr -
Semen26hr -362.667 17.010 9.821 -404.921 -320.412 -36.929 2 .001
dengan: Semen06hr = Waktu curing 6 hari tanpa penambahan semen Semen26hr = Waktu curing 6 hari dengan penambahan 2% semen
Dari Tabel 4.11 terlihat bahwa dengan waktu curing 9 hari dengan penambahan
2 % semen dari kondisi tanpa penambahan semen, stabilitas rata-rata CAED
bertambah 539,33 kg. Nilai standar deviasi dan nilai t menunjukkan bahwa dengan
waktu curing 9 hari, nilai t hitung = 36,575 > t table = 1,86, nilai probabilitas =
0,001 < 0,05, maka stabilitas CAED berbeda secara signifikan pada tingkat 5 %.
Stabilitas CAED dengan penambahan 2% semen lebih baik dibandingkan tanpa
penambahan semen.
Tabel 4.11 Paired Samples Test (Waktu Curing 9 hari)
Paired Differences
95% Confidence Interval of the
Difference
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Lower Upper
t df Sig. (2-
tailed)
Pair 1 Semen09hr - Semen29hr -539.333 25.541 14.746 -602.780 -475.886 -36.575 2 .001
dengan: Semen09hr = Waktu curing 9 hari tanpa penambahan semen Semen29hr = Waktu curing 9 hari dengan penambahan 2% semen
102
Dari Tabel 4.12 terlihat bahwa dengan waktu curing 12 hari dengan
penambahan 2 % semen dari kondisi tanpa penambahan semen, stabilitas rata-rata
CAED bertambah 642,67 kg. Nilai standar deviasi dan nilai t menunjukkan bahwa
dengan waktu curing 12 hari, nilai t hitung = 129,108 > t table = 1,86, nilai
probabilitas = 0,000 < 0,05, maka stabilitas CAED berbeda secara signifikan pada
tingkat 5 %. Stabilitas CAED dengan penambahan 2 % semen lebih baik
dibandingkan tanpa penambahan semen.
Tabel 4.12 Paired Samples Test (Waktu Curing 12 hari)
Paired Differences 95% Confidence Interval of the
Difference
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean Lower Upper
t df
Sig. (2-tailed)
Pair 1 Semen012hr - Semen212hr -642.667 8.622 4.978 -664.084 -621.249 -129.108 2 .000
dengan: Semen012hr = Waktu curing 12 hari tanpa penambahan semen Semen212hr = Waktu curing 12 hari dengan penambahan 2 % semen
Dari perbandingan nilai rata-rata, standar deviasi dan nilai t untuk kategori
perbandingan lama waktu curing dari 3 hari ke 6 hari memberikan hasil
peningkatan stabilitas CAED yang terbaik. Sementara untuk perbandingan tanpa
dan penambahan semen untuk waktu curing yang sama, stabilitas CAED yang
terbaik terdapat pada waktu curing 12 hari.
4.10 Pengujian pada Kondisi Full Curing
Untuk mencapai kondisi full curing, sampel dicuring di dalam oven (40ºC)
sampai mencapai berat yang konstan, pada kondisi ini CAED secara teori setara
dengan campuran aspal panas. Waktu yang diperlukan untuk mencapai kondisi full
curing adalah 6 hari. Tujuan dari pengkondisian seperti ini adalah untuk
103
mengetahui kekuatan ultimit dari campuran aspal emulsi dingin. Dalam penelitian
ini dilakukan 2 variasi kadar semen, masing-masing 0 % dan 2% terhadap berat
total campuran. Kadar aspal residu sesuai KARO sebesar 7 % total campuran.
Enersi pemadatan 2 x 75. Untuk test stabilitas marshall sampel full curing
dikondisikan secara panas dengan cara merendam sampel dalam bak air yang
dilengkapi pemanas dengan suhu 60oC selama 30 – 40 menit. Untuk hasil test
marshall dapat dilihat lebih lengkap di Lampiran F Tabel F.1 sampai dengan F.9
Tabel 4.13 Nilai Stabilitas CAED dalam Kondisi Full Curing Tanpa Penambahan Semen (0 %) dan Penambahan 2 % Semen.
Variasi Kadar Semen
Stabilitas Marshal Rata-rata dalam
Kondisi panas 60ºC (kg)
Spesifikasi Hot Mix
Tanpa Penambahan Semen (0%) 329 >200 kg (Latasir) Penambahan 2 % Semen 873 >800 kg (Laston)
Sumber: Hasil Penelitian (2011)
Berdasarkan data Tabel 4.13, diperlihatkan bahwa CAED yang
dikondisikan sesuai dengan kondisi pengujian campuran aspal panas (pada suhu
60ºC) juga menunjukkan kekuatan yang cukup tinggi. walaupun porositas CAED
relatif lebih tinggi.
Berdasarkan stabilitas CAED tanpa semen, pada umur 6 hari nilai
stabilitasnya 329 kg. Jika dibandingkan dengan Campuran Latasir Kelas A & B
yang mensyaratkan nilai stabilitas Marshall minimal 200 kg, maka CAED tanpa
penambahan semen cocok dipakai untuk perkerasan dengan lalu lintas ringan.
Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Latasir tersaji dalam Lampiran F Tabel F.10
Sedangkan CAED dengan penambahan 2 % dengan stabilitas Marshall
sebesar 873 kg dapat disetarakan dengan Campuran Lataston untuk Lapis Aus
dengan nilai Stabilitas Marshall minimal 800 kg maupun Campuran Laston (AC)
104
untuk Lapis Aus dan Lapis Antara dengan nilai stabilitas Marshall 800 kg.
Ketentuan sifat-sifat Campuran Laston (AC) terdapat pada Lampiran F Tabel F.11
dan Tabel F.12
105
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Sesuai dengan permasalahan, tujuan dan pembahasan pada hasil penelitian
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Kadar Aspal Residu Optimum (KARO) Campuran Aspal Emulsi Dingin
adalah 7 %, Karakteristik campuran aspal emulsi dingin: nilai stabilitas 446
kg (spec.>300 kg), nilai porositas 8,02 % (spec 5-10%), penyerapan air
2,06 % (spec max.4%), TFA 18,44µm (spec >8 µm), VMA 26,29% dan
VFB 69,51%.,sedangkan Stabilitas Sisa CAED pada KARO adalah 92,53
% > 50 %
2. Berdasarkan perbandingan nilai rata-rata, standar deviasi dan nilai t untuk
kategori perbandingan lama waktu curing, peningkatan stabilitas CAED
tanpa penambahan dan penambahan 2 % semen dari 3 hari ke 6 hari
memberikan hasil yang terbaik. Sementara untuk perbandingan tanpa dan
penambahan 2 % semen untuk waktu curing yang sama, stabilitas CAED
yang terbaik terdapat pada waktu curing 12 hari
3. Berdasarkan hasil penelitian Full Curing, nilai stabilitas CAED tanpa
semen, pada umur 6 hari nilai stabilitasnya 329 kg. Jika dibandingkan
dengan Campuran Latasir Kelas A & B yang mensyaratkan nilai stabilitas
Marshall minimal 200 kg, maka CAED tanpa penambahan semen cocok
dipakai untuk perkerasan dengan lalu lintas ringan. Sedangkan CAED
dengan penambahan 2 % semen dengan stabilitas Marshall sebesar 873 kg
dapat disetarakan dengan Campuran Lataston untuk Lapis Aus dengan nilai
Stabilitas Marshall minimal 800 kg maupun Campuran Laston (AC) untuk
Lapis Aus dan Lapis Antara dengan nilai stabilitas Marshall 800 kg.
106
5.2 Saran
Sesuai dengan hasil penelitian dapat dikemukakan saran sebagai berikut:
1. Test Marshall untuk sampel yang dicuring didalam ruang (dengan
variasi kadar semen) perlu dilanjutkan dilakukan setiap 3 hari
berikutnya (15,18,21,24, dst.) untuk mengetahui peningkatan stabilitas
baik tanpa penambahan semen maupun dengan penambahan 2 % semen
campuran aspal emulsi dingin sampai dimana stabilitas ini tidak
meningkat lagi.
2. Perlu dilakukan penelitian terhadap masa simpan CAED sebelum
dipadatkan.
3. Perlu dilakukan pengkajian CAED ditinjau dari aspek ekonomi.
107
DAFTAR PUSTAKA
AASHTO. 1972. Interim Guide for Design of Pavement structures. Abdullah, M. 2003. Pengaruh Karakteristik dan Kinerja Campuran Aspal Emulsi
Bergradasi Rapat (CEBR) Tipe III Jenis Aspal CSS-1AE-63 S Terhadap Masa Simpan, Tesis Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang.
Asphalt Institute. 1989. Asphalt Cold Mix Manual, Manual Series No.14 (MS-14),
Third Edition, Lexington, KY 40512-4052, USA. Cooper, K.E., Brown, S.F. and Pooley, G.R, 1985. The Design of Agregate
Gradings for Asphalt Basecourses, Journal of The Association of Asphalt Paving Technologists.
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat Jenderal Prasarana
Wilayah. 2004. Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas (Buku 1: Petunjuk Umum).
Direktorat Jendral Bina Marga. 1991. Spesifikasi Khusus Campuran Aspal Emulsi
Dingin (CAED), Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum. Ismanto, B. 1993. Bahan Perkerasan Jalan, Campuran Aspal dan Agregat,
Penataran Highway Engineering. FT Universitas Lampung. Kennedy, J. 1998. Energy Minimisation in Road Construction and Maintenace
Using Cold Emulsion Materials, Conference on The Cold Road Ahead, Queen Elizabeth II Conference Centre, 24 March 1998, London.
Krebs, R.D. and Walker, R.D. 1971. Highway Materials, McGraw-Hill Book
Company. Leech, D. 1994. Cold Bitumen Materials for se in the Structural Layers of Roads,
Transport Research Laboratory, UK. Ministry of Public Works Republic of Indonesia-MPW-RI. 1990. Paving
Specifications Utilizing Bitumen Emulsions, Jakarta-Indonesia. Nikolaides, A.F. 1994. A New Design Method for Dense Cold Mixtures,
Proceedings of the First European Symposium on Perfomance and Durability of Bitumen Materials, University of Leeds, March 1994, London.
Plotnikova, I.A. 1993. Control of the Interaction Process between Emulsion and
Mineral Aggregates by Means of Physic – Chemical Modification of their Surfaces dalam Thanaya (2003)
108
Prabawa, K.A. 2009. Evaluasi Kinerja Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED), Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana,Denpasar.
Ridwan, H.R. 2007. Pengaruh Abu Sekem sebagai Bahan Filler terhadap
Karakteristik Campuran Aspal Emulsi Bergradasi Rapat. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro,Semarang.
Santoso,S. 2006. Menguasai Statistik di Era Informasi dengan SPSS 15, Penerbit
PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta. Shell Bitumen,1991.The Shell Bitumen Handbook.UK,Eas Molesey Survey. Sukarno, A.W. 1992. Penggunaan Aspal Emulsi untuk Konstruksi Jalan,Jakarta. Sukirman, S. 1999. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Penerbit Nova, Bandung. Sukirman, S. 2007. Beton Aspal Campuran Panas. Penerbit Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta. Suprapto,Tm. 2004. Bahan dan Struktur Jalan Raya. Biro Penerbit KMTS FT
UGM,Yogyakarta. Techno Konstroksi. 2010.Teknologi Aspal Emulsi Untuk Menunjang Preservasi
Jalan. Techno Konstruksi Juli 2010 Halaman 54 – 57, Jakarta. Thanaya, I N.A. 2002. Improve Mix Design Procedure for Cold Asphalt Mixtures,
Proceedings of 5th Malaysia Road Confrence, 7th-9th October 2002, Kuala Lumpur.
Thanaya, I N.A. 2003. Improving The Perfomance of Cold Bitumens Emulsion
Mixetures (CAEMs) Incoperating Waste Materials. PhD Thesis, School of Civil Engineering, the University of Leeds.
Thanaya, I N.A. 2007. Review and Recommendation of Cold Asphalt Emulsion
Mixtures (CAEMs) Design, Journal of Civil Engineering Science and Application: Civil Engineering Dimension. Vol. 9, No. 1, Petra Christian University, ISSN 1410-9530, Surabaya, Indonesia.
TRIASINDOMIX,PT. 2010. Spesifikasi Teknis Aspal Emulsi. Sidoarjo. Whiteoak, D. 1991. The Shell Bitumen Hand Book, Shell Bitumen, UK.
Widya Sapta Colas,PT. 2003. Spesifikasi Aspal Emulsi. Jakarta.
LAMPIRAN A
HASIL PENGUJIAN AGREGAT DAN DATA SEKUNDER HASIL PENGUJIAN ASPAL EMULSI
PENGUJIAN SATUAN I II NOTASI
BERAT CONTOH JKP/SSD gram 875,00 974,50 Bj
BERAT CONTOH DI DALAM AIR gram 506,20 562,50 Ba
BERAT CONTOH KERING OVEN gram 832,50 927,50 Bk
BkBj - Ba
BjBj - Ba
BkBk - Ba
Bj-Bkx 100
BkSumber : Hasil Penelitian 2011
2,541 2,546BERAT JENIS SEMU
2,251 2,254
2,551
2,257
I II RATA-RATAPERHITUNGAN RUMUS
PERESAPAN (%) 5,105 5,067 5,086
TABEL A.1 PENGUJIAN BERAT JENIS DAN PERESAPAN AGREGAT KASAR
BERAT JENIS JKP/SSD 2,373 2,365 2,369
BERAT JENIS KERING
PENGUJIAN SATUAN I II NOTASI
BERAT CONTOH KERING PERMUKAAN/SSDgram 500,00 500,00 Bj
BERAT PIKNOMETER + AIR gram 659,90 656,70 Ba
BERAT PIKNOMETER + AIR + CONTOH gram 940,70 934,40 Bt
BERAT CONTOH KERING OVEN gram 493,00 493,70 Bk
BkBa + Bj - Bt
BjBa+Bj - Bt
BkBa + Bk - Bt Bj-Bk
x 100 Bk
Sumber : Hasil Penelitian 2011
2,281BERAT JENIS KERING PERMUKAAN / SSD
BERAT JENIS SEMU 2,323 3,365 2,844
PERESAPAN (%) 1,420 1,276 1,348
BERAT JENIS KERING 2,249 2,221 2,235
2,2652,249
TABEL A.2 PENGUJIAN BERAT JENIS DAN PERESAPAN AGREGAT HALUS
PERHITUNGAN RUMUS I II RATA-RATA
PENGUJIAN SATUAN I II NOTASIBERAT CONTOH KERING PERMUKAAN/SSD gram 500,00 500,00 BjBERAT PIKNOMETER + AIR gram 659,30 656,40 BaBERAT PIKNOMETER + AIR + CONTOH gram 941,70 935,40 BtBERAT CONTOH KERING OVEN gram 490,00 489,80 Bk
BkBa + Bj - Bt
BjBa+Bj - Bt
BkBa + Bk - Bt
Bj-Bkx 100
BkSumber : Hasil Penelitian 2011
BERAT JENIS SEMU 2,360 3,353 2,856
PERESAPAN (%) 2,041 2,082 2,062
BERAT JENIS KERING 2,252 2,216 2,234
BERAT JENIS KERING PERMUKAAN / SSD
2,298 2,262 2,280
TABEL A.3 PENGUJIAN BERAT JENIS DAN PERESAPAN ABU BATU (FILLER)
PERHITUNGAN RUMUS I II RATA-RATA
Sebelum (A) Sesudah (B) Sebelum (A) Sesudah (B)1/2" 3/8" 5000 50003/8" 1/4"1/4" No.4No.4 No.8
5000 50003500 3600
A - BA
Benda Uji IA - B 1500
A 5000
Benda Uji IIA - B 1400
A 5000
Keausan Rata-rata = Keausan (Benda Uji I+ Benda Uji II)/ 2I + II 30 +28
2 2 = 29 %
% Keausan = 28
TABEL A.4 PEMERIKSAAN ABRASI AGREGAT KASAR/BATU PECAH ASAL DAERAH GESING KARANGASEM
% Keausan = x 100 =
% Keausan = 30 %
1400
%
Jumlah BeratJumlah Tertahan Saringan No.12Berat yang aus (A-B) 1500
% Keausan rata-rata =
% Keausan = x 100
Berat dan Gradasi Contoh yang akan dicoba (gram)I IITertahan
% Keausan = x 100 =
Melalui
A BTera tinggi tangkai penunjuk beban ke dalam gelas ukur (gelas dalam keadaan kosong ). Pembacaan (1)
10,10 10,10
Baca Skala lumpur (pembacaan skala permukaan lumpur lihat pada dinding gelas ukur. Pembacaan (2)
4,80 4,20
Masukkan Beban,Baca skala beban pada tangkai. penunjuk. Pembacaan (3) 13,90 13,50
Baca skala pasir. Pembacaan (4) adalah Pembacaan (3) - Pembacaan (1) 3,80 3,40
Nilai Sand Equivalent.Skala Pasir ( 4) x 100 %Skala lumpur (2)
Rata-rataSumber : Hasil Penelitian 2011
80,06
TABEL A.5 PEMERIKSAAN SAND EQUIVALENT AGREGAT HALUS
NO.CONTOHURAIAN KETERANGAN
79,17 80,95
TABEL A.6 PEMERIKSAAN KADAR LUMPUR DAN LEMPUNG AGREGAT KASAR
I IIBERAT CONTOH KERING (SEMULA) + TEMPATGRAM 1171,20 1172,10BERAT CONTOH KERING (AKHIR) + TEMPATGRAM 1168,60 1169,50BERAT TEMPAT GRAM 75,00 75,00BERAT CONTOH KERING SEMULA (A) GRAM 1096,20 1097,10BERAT CONTOH KERING AKHIR (B) GRAM 1093,60 1094,50 ( A - B )KADAR LUMPUR &LEMPUNG = X 100 % A
Sumber : Hasil Penelitia 2011
NOMOR
KADQAR LUMPUR & LEMPUNG RATA-RATA ( % ) 0,24
0,24 0,24
NO.BENDA UJI I II
JUMLAH HARI
UKURAN FRAKSI (mm) 3/8" - No.4 3/8" - No.4
BERAT SEBELUM TEST = A (GRAM) 500 500
BERAT SESUDAH TEST = B (GRAM) 482,5 480,8
KEHILANGAN BERAT C = A - B (GRAM) 17,5 19,2 CBERAT YANG HILANG = W = X 100 % A
RATA-RATA ( %)
Umber : Hasil Penelitian 2011
TABEL A.7 SOUNDNNESS TESTAGREGAT KASAR EKS DAERAH GESING KARANGASEM
3,67
4 April s/d 8 April 2011 ( 4 hari )
3,5 3,84
LAMPIRAN B
PROPORSI CAED UNTUK TES PENYELIMUTAN
Proporsi Faktor Pengali
Berat Air Aspal Residu
Kadar Resid
Aspal Emulsi
No Saringan mm (%) (100-7)/100 (gram) ml (gram) ( % ) (gram)3/8" 9,5 5 0,93 23No.4 4,75 25 0,93 116No.8 2,36 20 0,93 93
50 232NO.50 0,3 34,5 0,93 161No.200 0,075 9,5 0,93 44
44 205Filler 6 0,93 28
6 28100 465 10 35 62
Sumber : Hasil Penelitian 2011
Catatan : Aspal Emulsi = Aspal Residu / Kadar Residu = 35/0.57 = 61,4 gr dibulatkan 62 gr
Proporsi Faktor Pengali Berat Air Aspal
ResiduKadar Resid
Aspal Emulsi
No Saringan mm (%) (100-7)/100 (gram) ml (gram) ( % ) (gram)3/8" 9,5 5 0,93 23No.4 4,75 25 0,93 116No.8 2,36 20 0,93 93
50 232NO.50 0,3 34,5 0,93 161No.200 0,075 9,5 0,93 44
44 205Filler 6 0,93 28
6 28100 465 15 35 62
Sumber : Hasil Penelitian 2011
Catatan : Aspal Emulsi = Aspal Residu / Kadar Residu = 35/0.57 = 61,4 gr dibulatkan 62 gr
Jenis Agregat
TABEL B.1 PROPORSI CAMPURAN DENGAN KADAR AIR 2 % DAN KADAR ASPAL RESIDU AWAL 7 % TERHADAP TOTAL CAMPURAN (500 GRAM )
UNTUK SAMPEL PENYELIMUTAN (COATING )Jenis
Agregat
Lolos No.200
TABEL B.2 PROPORSI CAMPURAN DENGAN KADAR AIR 3 % DAN KADAR ASPAL RESIDU AWAL 7 % TERHADAP TOTAL CAMPURAN (500 GRAM )
UNTUK SAMPEL PENYELIMUTAN (COATING)
Lolos No.200
62
62
Jumlah
Agregat Kasar
57
35 57
Saringan
Agregat Kasar
15Jumlah
Agregat Halus
Jumlah
10
JumlahJumlah Total
Jumlah Total
35Jumlah
Agregat Halus
Saringan
Jumlah
Proporsi Faktor Pengali Berat Air Aspal
ResiduKadar Resid
Aspal Emulsi
No Saringan mm (%) (100-7)/100 (gram) ml (gram) ( % ) (gram)3/8" 9,5 5 0,93 23No.4 4,75 25 0,93 116No.8 2,36 20 0,93 93
50 232NO.50 0,3 34,5 0,93 161No.200 0,075 9,5 0,93 44
44 205Filler Lolos No.200 6 0,93 28
6 28100 465 20 35 62
Sumber : Hasil Penelitian 2011
Catatan : Aspal Emulsi = Aspal Residu / Kadar Residu = 35/0.57 = 61,4 gr dibulatkan 62 gr
Proporsi Faktor Pengali
Berat Air Aspal Residu
Kadar Resid
Aspal Emulsi
No Saringan mm (%) (100-7)/100 (gram) ml (gram) ( % ) (gram)3/8" 9,5 5 0,93 23No.4 4,75 25 0,93 116No.8 2,36 20 0,93 93
50 232NO.50 0,3 34,5 0,93 161No.200 0,075 9,5 0,93 44
44 205Filler Lolos No.200 6 0,93 28
6 28100 465 25 35 62
Sumber : Hasil Penelitian 2011
Catatan : Aspal Emulsi = Aspal Residu / Kadar Residu = 35/0.57 = 61,4 gr dibulatkan 62 gr
Jumlah Total
TABEL B.4 PROPORSI CAMPURAN DENGAN KADAR AIR 5 % DAN KADAR ASPAL RESIDU AWAL 7 % TERHADAP TOTAL CAMPURAN (500 GRAM )
UNTUK SAMPEL PENYELIMUTAN (COATING)
62
Agregat Kasar
25
Jenis Agregat
Jenis Agregat
Jumlah
Saringan
Agregat Kasar
TABEL B.3 PROPORSI CAMPURAN DENGAN KADAR AIR 4 % DAN KADAR ASPAL RESIDU AWAL 7 % TERHADAP TOTAL CAMPURAN (500 GRAM )
UNTUK SAMPEL PENYELIMUTAN (COATING)
Jumlah
62
Agregat Halus
Jumlah
Jumlah
Saringan
20Jumlah
Agregat Halus
57
35 57
Jumlah Total
35
Jumlah
Proporsi Faktor Pengali
Berat Air Aspal Residu
Kadar Resid
Aspal Emulsi
No Saringan mm (%) (100-7)/100 (gram) ml (gram) ( % ) (gram)
3/8" 9,5 5 0,93 23No.4 4,75 25 0,93 116No.8 2,36 20 0,93 93
50 232NO.50 0,3 34,5 0,93 161No.200 0,075 9,5 0,93 44
44 205Filler 6 0,93 28
6 28100 465 30 35 62
Sumber : Hasil Penelitian 2011
Catatan : Aspal Emulsi = Aspal Residu / Kadar Residu = 35/0.57 = 61,4 gr dibulatkan 62 gr
Lolos No.200
Saringan
TABEL B.5 PROPORSI CAMPURAN DENGAN KADAR AIR 6 % DAN KADAR ASPAL RESIDU AWAL 7 % TERHADAP TOTAL CAMPURAN (500 GRAM )
UNTUK SAMPEL PENYELIMUTAN (COATING)
Agregat Kasar
30 35
Jenis Agregat
Jumlah Total
57 62Jumlah
Agregat Halus
Jumlah
Jumlah
LAMPIRAN C
PENENTUAN ENERSI PEMADATAN CAED
Proporsi Faktor Pengali Berat
No Saringa
mm ( % ) (100-7)/100 (gram)3/8" 9,5 5 0,93 56No.4 4,75 25 0,93 279No.8 2,36 20 0,93 223
50 558NO.50 0,3 34,5 0,93 385No.200 0,075 9,5 0,93 106
44 491Filler 6 0,93 67
6 67100 1116 60 84 148
Sumber : Hasil Penelitian 2011
Catatan : Aspal Emulsi =Kadar Aspal Residu / Kadar Residu = 84/0.57 = 147,4 gr dibulatkan148 gr
57
Saringan Kadar residu ( %)
148
Jumlah Total
Tabel C.1 Proporsi Campuran Dengan Kadar Air 5 % Dan Kadar Aspal Residu 7 % Terhadap Total Campuran (1200 Gram) Untuk Menentukan Enersi
Pemadatan
Agregat Kasar
Jenis Agrega
t
Lolos No.200
Aspal Emulsi (gram)
60 84Jumlah
Agregat Halus
Jumlah
Jumlah
Air (ml)
Kadar Aspal Residu (gram)
Oven Rendam Volume*(24 jam) (48 jam)
(Gram) (Gram) (Gram) (Cm3)
1 46,5 40,92 5,58 7 7,1 1104,50 1100,80 1119,40 557,352 46,5 40,92 5,58 7 6,2 928,30 925,80 933,90 486,70
* Berdasarkan pengukuran dimensiSumber : Hasil Penelitian 2011
Udara Oven Rendam Volume*(24 jam) (48 jam)
(Gram) (Gram) (Gram) (Cm3)
1 46,5 40,92 5,58 7 6,4 991,20 985,50 989,50 502,402 46,5 40,92 5,58 7 6,3 948,90 942,80 947,80 494,55
* Berdasarkan pengukuran dimensiSumber : Hasil Penelitian 2011
Udara Oven Rendam Volume*(24 jam) (48 jam)
(Gram) (Gram) (Gram) (Cm3)
1 46,5 40,92 5,58 7 6,7 1042,60 1040,00 1042,30 525,952 46,5 40,92 5,58 7 6,5 1015,70 1012,40 1015,50 510,25
* Berdasarkan pengukuran dimensiSumber : Hasil Penelitian 2011
D E
G
FF
Berat Sampel
F G
RBC(%)
h rata-rata (cm)
A CCA FA
NoProporsi Agregat
terhadap Total Campuran (%)
TABEL C.2 HASIL PENGUKURAN DAN PENIMBANGAN SAMPEL UNTUK ENERSI PEMADATAN 2 X 50
Udara
TABEL C.3 HASIL PENGUKURAN DAN PENIMBANGAN SAMPEL UNTUK ENERSI PEMADATAN 2 X 75
TABEL C.4 HASIL PENGUKURAN DAN PENIMBANGAN SAMPEL UNTUK ENERSI PEMADATAN 2 x 2 X 75
E
2x2x75
CA FA FF A C D F G
Berat Sampel
C D E
NoProporsi Agregat
terhadap Total Campuran (%)
RBC(%)
h rata-rata (cm)
F
Berat Sampel
CA FA FF A
NoProporsi Agregat
terhadap Total Campuran (%)
RBC(%)
h rata-rata (cm)
LAMPIRAN D
KARAKTERISTIK CAED PADA KARO
LAMPIRAN D
KARAKTERISTIK CAED PADA KARO
Proporsi Faktor Pengali
Berat
No Saringa
nmm ( % ) (100-6)/100 (gram)
3/8" 9,5 5 0,94 54No.4 4,75 25 0,94 270No.8 2,36 20 0,94 216
50 540NO.50 0,3 34,5 0,94 373No.200 0,075 9,5 0,94 103
44 476Filler 6 0,94 65
6 65
100 1081 58 69 121
Proporsi Faktor Pengali
BeratNo
Saringa mm ( % ) (100-6,5)/100(gram)
3/8" 9,5 5 0,935 54No.4 4,75 25 0,935 269No.8 2,36 20 0,935 215
50 538NO.50 0,3 34,5 0,935 371No.200 0,075 9,5 0,935 102
44 473Filler 6 0,935 65
6 65100 1076 58 74 130
TABEL D.1 PROPORSI CAMPURAN SAMPEL CAED DENGAN KADAR AIR 5 % DAN KADAR ASPAL RESIDU 6 %
TERHADAP TOTAL CAMPURAN (1150 GRAM)
Jenis Agregat
Agregat Kasar
121
Saringan Air (ml
)
Aspal Emulsi (gram)
58
Aspal Resid
u (gram)
Jenis Agregat
Aspal Emulsi (gram)
Lolos No.200
130Jumlah
Agregat Halus
Jumlah
Jumlah
Jumlah Total
Jumlah
Agregat Halus
Jumlah
Jumlah
Agregat Kasar
58
Lolos No.200
TABEL D.2 PROPORSI CAMPURAN SAMPEL CAED DENGAN KADAR AIR 5 % DAN
KADAR ASPAL RESIDU 6,5 % TERHADAP TOTAL CAMPURAN (1150 GRAM)
Kadar residu ( %)
57
Jumlah Total
Aspal Resid
u (gram)
Kadar residu ( %)
69
74 57
Saringan Air (ml
)
Proporsi Faktor Pengali
Berat
No Saringa
nmm ( % ) (100-7)/100 (gram)
3/8" 9,5 5 0,93 53No.4 4,75 25 0,93 267No.8 2,36 20 0,93 214
50 534NO.50 0,3 34,5 0,93 369No.200 0,075 9,5 0,93 102
44 471Filler 6 0,93 64
6 64100 1069 57,5 81
Proporsi Faktor Pengali Berat
No Saringa
nmm ( % ) (100-7,5)/100(gram)
3/8" 9,5 5 0,925 53No.4 4,75 25 0,925 266No.8 2,36 20 0,925 213
50 532NO.50 0,3 34,5 0,925 367No.200 0,075 9,5 0,925 101
44 468Filler 6 0,925 64
6 64100 1064 58 86 151
TABEL D.4 PROPORSI CAMPURAN SAMPEL CAED DENGAN KADAR AIR 5 % DAN
KADAR ASPAL RESIDU 7,5 % TERHADAP TOTAL CAMPURAN (1150 GRAM)
TABEL D.3 PROPORSI CAMPURAN SAMPEL CAED DENGAN KADAR AIR 5 % DAN
KADAR ASPAL RESIDU 7 % TERHADAP TOTAL CAMPURAN (1150 GRAM)
Aspal Emulsi (gram)
Agregat Kasar
58 151Jumlah
Agregat Halus
Jenis Agregat
Saringan
Jumlah
Jumlah
Saringan Air (ml
)
Lolos No.200
Jumlah
Aspal Emulsi (gram)
Agregat Kasar
58 142Jumlah
Agregat Halus
Aspal Resid
u (gram)
Air (ml
)
Jenis Agregat
Kadar residu ( %)
57
57
Jumlah Total
Jumlah Total
Aspal Resid
u (gram)
Kadar residu ( %)
86
81
JumlahLolos No.200
Proporsi Faktor Pengali
Berat
No Saringa mm ( % ) (100-8)/100 (gram)
3/8" 9,5 5 0,92 53No.4 4,75 25 0,92 265No.8 2,36 20 0,92 212
50 530NO.50 0,3 34,5 0,92 365No.200 0,075 9,5 0,92 100
44 465Filler 6 0,92 63
6 63100 1058 58 92 161
Lolos No.200
TABEL D.5 PROPORSI CAMPURAN SAMPEL CAED DENGAN KADAR AIR 5 % DAN
KADAR ASPAL RESIDU 8 % TERHADAP TOTAL CAMPURAN (1150 GRAM)
161Jumlah
Agregat Halus
Saringan Air (ml
)
Aspal Emulsi (gram)
Jumlah Total
Aspal Resid
u (gram)
Kadar residu ( %)
92 57
Jumlah
Jumlah
Agregat Kasar
58
Jenis Agregat
Oven Direndam(24
Jam)(48jam)
1 6,7 6,7 6,7 6,7 6,7 998,0 980,0 1006,0 525,952 7,0 6,9 6,9 6,9 6,9 1022,6 1002,4 1028,0 541,653 6,7 6,6 6,8 6,7 6,7 1018,0 999,6 1025,0 525,951 7,3 7,5 7,4 7,4 7,4 1114,2 1090,2 1116,6 580,902 7,1 7,1 7,1 7,1 7,1 1085,0 1066,8 1092,4 557,353 7,2 7,3 7,2 7,1 7,2 1104,0 1079,2 1105,8 565,201 6,4 6,4 6,4 6,4 6,4 981,6 968,2 990,0 502,402 6,3 6,3 6,3 6,3 6,3 968,8 956,4 978,2 494,553 6,3 6,4 6,3 6,3 6,3 968,4 960,0 978,5 494,551 7,1 7,1 7,1 7,1 7,1 1090,6 1072,4 1094,6 557,352 7,2 7,2 7,2 7,3 7,2 1109,8 1088,2 1110,6 565,203 7,1 7,2 7,1 7,1 7,1 1091,4 1071,4 1093,4 557,351 7,4 7,3 7,3 7,3 7,3 1121,4 1099,6 1121,2 573,052 7,2 7,2 7,3 7,2 7,2 1109,5 1090,4 1111,2 565,203 7,3 7,2 7,2 7,2 7,2 1108,8 1089,0 1110,8 565,20
Sumber : Hasil Penelitian 10 Mei 2011
Tabel D.6 Hasil Pengukuran Dan Penimbangan CAED Untuk Menentukan Kadar Aspal Residu Optimum (KARO)
h4 h rata-rata
No. Samp
el
KAR ( % )
Tinggi Sampel (h) Cm Volume
(Cm3)
Berat Sampel (gram)Di
Udarah1
7,5
8,0
h3
7,0
6,0
6,5
h2
1 6,7 525,95 100 3,14 0,96 301 3,202 6,9 541,65 105 3,14 0,93 307 3,103 6,7 525,95 105 3,14 0,96 304 3,151 7,4 580,90 130 3,14 0,83 339 3,802 7,1 557,35 125 3,14 0,89 349 3,903 7,2 565,20 128 3,14 0,86 346 3,901 6,4 502,40 135 3,14 1,04 441 4,402 6,3 494,55 130 3,14 1,09 445 4,503 6,3 494,55 132 3,14 1,09 452 4,601 7,1 557,35 127 3,14 0,89 355 4,802 7,2 565,20 130 3,14 0,86 351 4,903 7,1 557,35 128 3,14 0,89 357 5,001 7,3 573,05 120 3,14 0,83 313 5,202 7,2 565,20 115 3,14 0,86 311 5,303 7,2 565,20 117 3,14 0,86 316 5,25
Sumber :Hasil Penelitian 2011
Profil Ring
8
7,5
Flow (mm)
Stabilitas Rendaman
(kg)
Faktor Koreksi
6
6,5
7
KAR (%)
Tabel D.7 Hasil Perhitungan Stabilitas Marshall Caed Untuk Menentukan KARO
No. Sampe
l
h rata-rata
Volume (Cm3)
Pembacaan Dial (kg)
1 2 3 RATA-RATA
6 301 307 304 3046,5 339 349 346 3457 441 445 452 446
7,5 355 351 357 3548 313 311 316 313
Tabel D.8 Hubungan Kadar Aspal Residu Dan Stabilitas Untuk Pembuatan Grafik
Stabilitas Marshall (kg)Kadar aspal residu
200
250
300
350
400
450
500
6 6,5 7 7,5 8
Stab
ilita
s M
arsh
all (
kg)
Kadar Aspal Residu (%)
Rata-rata
minimal 300 kg
minimal 300 kg
1 2 3 RATA-RATA
6 3,20 3,10 3,15 3,156,5 3,80 3,90 3,90 3,877 4,40 4,50 4,60 4,50
7,5 4,80 4,90 5,00 4,908 5,20 5,30 5,25 5,25
Kadar aspal residu
Tabel D.9 Hubungan Kadar Aspal Residu Dan Flow Untuk Pembuatan Grafik
Flow (mm)
2,00
2,50
3,00
3,50
4,00
4,50
5,00
5,50
6 6,5 7 7,5 8
Flow
(mm
)
Kadar Aspal Residu (%)
Rata-Rata
Tabel D.10 Hasil Pemeriksaan Kadar Air CAED Pada Saat Testing
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 31 . Berat Krus + Contoh basahgram 512,90 513,40 506,20 688,10 687,80 636,70 575,60 574,20 612,40 615,80 616,20 570,40 534,80 540,40 589,402 . Berat Krus + Contoh keringgram 501,80 502,20 495,20 672,00 671,80 622,00 561,10 559,80 597,10 598,80 598,40 554,60 518,40 523,20 570,203 . Berat air = 1-2 gram 11,10 11,20 11,00 16,10 16,00 14,70 14,50 14,40 15,30 17,00 17,80 15,80 16,40 17,20 19,204 . Berat Krus gram 79,90 79,90 62,50 94,90 94,90 75,60 76,20 76,20 78,50 73,60 73,60 72,66 74,50 74,50 75,705 . Berat Contoh kering=2-4 gram 421,90 422,30 432,70 577,10 576,90 546,40 484,90 483,60 518,60 525,20 524,80 481,94 443,90 448,70 494,506 . Kadar air = 3/5 % 2,63 2,65 2,54 2,79 2,77 2,69 2,99 2,98 2,95 3,24 3,39 3,28 3,69 3,83 3,88
Kadar air rata-rata %Sumber : Hasil Penelitian 2011Keterangan :A = Kadar Aspal Residu Awal 6 %B = Kadar Aspal Residu Awal 6,5 %C = Kadar Aspal Residu Awal 7 %D = Kadar Aspal Residu Awal 7,5 %E = Kadar Aspal Residu Awal 8 %
Nomor Krus yang dipakai A B C E
2,61 2,75 3,30 3,802,97
D
Tabel D.10 Hasil Pemeriksaan Kadar Air CAED Pada Saat Testing
Kadar Aspal Residu (%) 1 2 3 RATA-RATA
6 2,63 2,65 2,54 2,616,5 2,79 2,77 2,69 2,757 2,99 2,98 2,95 2,97
7,5 3,24 3,39 3,28 3,308 3,69 3,83 3,88 3,80
Tabel D.11 Hubungan Kadar Aspal Residu Dengan Kadar Air Pada Saat Testing Untuk Pembuatan Grafik
2,00
2,20
2,40
2,60
2,80
3,00
3,20
3,40
3,60
3,80
4,00
6 6,5 7 7,5 8
Kada
r Air
(%)
Kadar Aspal Residu (%)
Rata-rata
1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata3 4,5 4,6 4,5 4,53 4,10 3,90 4,00 4,006 4,35 4,30 4,40 4,35 3,50 3,60 3,60 3,579 3,90 3,80 3,85 3,85 3,00 3,10 3,10 3,07
12 3,20 3,10 3,15 3,15 2,40 2,40 2,50 2,43
Flow 0 % Semen (mm) Flow Penambahan 2 % Semen (mm)
Waktu Curing (Hari)
Tabel E.12 Hubungan antara Waktu Curing dengan Kelelehan (Flow ) Tanpa Penambahan Semen dan dengan Penambahan 2 % Semen
2
2,2
2,4
2,6
2,8
3
3,2
3,4
3,6
3,8
4
4,2
4,4
4,6
4,8
3 6 9 12
Flow
(mm
)
Waktu Curing (hari)
Rata-rata 0 % semenRata-rata 2 % semen
Untuk menghitung Sgmix dipergunakan rumus :
Hasil perhitungan selanjutnya ditabelkan seperti Tabel berikut :
1 2 3 4 5 6proporsi (%)Faktor Pengali% thd Total Camp. SG =4/5
% CA 50 0,94 47,00 2,254 20,85% FA 44 0,94 41,36 2,235 18,51%F 6 0,94 5,64 2,234 2,52% A Residu 6 6,00 1,014 5,92
100,00 47,80SGmix = 100/47.80SGmix = 2,09
Sumber : Hasil Penelitian 2011
1 2 3 4 5 6proporsi (%)Faktor Pengali% thd Total Camp. SG =4/5
% CA 50 0,935 46,75 2,254 20,74% FA 44 0,935 41,14 2,235 18,41%F 6 0,935 5,61 2,234 2,51% A Residu 6,5 6,50 1,014 6,41
100,00 48,07SGmix = 100/48.07SGmix = 2,08
Sumber : Hasil Penelitian 2011
1 2 3 4 5 6proporsi (%)Faktor Pengali% thd Total Camp. SG =4/5
% CA 50 0,93 46,50 2,254 20,63% FA 44 0,93 40,92 2,235 18,31%F 6 0,93 5,58 2,234 2,50% A Residu 7 7,00 1,014 6,90
100,00 48,34SGmix = 100/48.34SGmix = 2,07
Sumber : Hasil Penelitian 2011
Jumlah
Tabel D.12 Hasil Perhitungan SGmix Untuk Kadar Aspal Residu 6 %
Jumlah
Jumlah
Tabel D.13 Hasil Perhitungan SGmix Untuk Kadar Aspal Residu 6,5 %
Tabel D.14 Hasil Perhitungan SGmix Untuk Kadar Aspal Residu 7 %
SGAspalAspal
SGFF
SGFAFA
SGCACA
SGmix%%%%
100
+++=
1 2 3 4 5 6proporsi (%)Faktor Pengali% thd Total Camp. SG =4/5
% CA 50 0,925 46,25 2,254 20,52% FA 44 0,925 40,70 2,235 18,21%F 6 0,925 5,55 2,234 2,48% A Residu 7,5 7,50 1,014 7,40
100,00 48,61SGmix = 100/48.34SGmix = 2,06
Sumber : Hasil Penelitian 2011
1 2 3 4 5 6proporsi (%)Faktor Pengali% thd Total Camp. SG =4/5
% CA 50 0,92 46,00 2,254 20,41% FA 44 0,92 40,48 2,235 18,11%F 6 0,92 5,52 2,234 2,47% A Residu 8 8,00 1,014 7,89
100,00 48,88SGmix = 100/48.88SGmix = 2,05
Sumber : Hasil Penelitian 2011
Jumlah
Jumlah
Tabel D.15 Hasil Perhitungan SGmix Untuk Kadar Aspal Residu 7,5 %
Tabel D.16 Hasil Perhitungan SGmix Untuk Kadar Aspal Residu 8 %
Untuk menghitung SGagg untuk masing-masing kadar aspal residu CAEDdipergunakan rumus berikut :
1 2 3 4 5 6Proporsi (%)Faktor Pengali% thd Total Camp SG =4/5
% CA 50 0,94 47,00 2,254 20,85% FA 44 0,94 41,36 2,235 18,51%F 6 0,94 5,64 2,234 2,52
94,00 41,88SGagg = 100/41.88SGagg = 2,39
Sumber : Hasil Penelitian 2011
1 2 3 4 5 6Proporsi (%)Faktor Pengali % thd Total SG =4/5
% CA 50 0,935 46,75 2,254 20,74% FA 44 0,935 41,14 2,235 18,41%F 6 0,935 5,61 2,234 2,51
93,50 41,66SGagg = 100/41.66SGagg = 2,40
Sumber : Hasil Penelitian 2011
1 2 3 4 5 6Proporsi (%)Faktor Pengali % thd Total SG =4/5
% CA 50 0,93 46,50 2,254 20,63% FA 44 0,93 40,92 2,235 18,31%F 6 0,93 5,58 2,234 2,50
93,00 41,44SGagg = 100/41.44SGagg = 2,41
Sumber : Hasil Penelitian 2011
Jumlah
Tabel D.17 Hasil Perhitungan SGagg Untuk Kadar Aspal Residu 6 %
Jumlah
Jumlah
Tabel D.19 Hasil Perhitungan SGagg Untuk Kadar Aspal Residu 7 %
Tabel D.18 Hasil Perhitungan SGagg Untuk Kadar Aspal Residu 6,5 %
FFACA
agg
SGF
SGFA
SGCA
SG%%%
100
++=
1 2 3 4 5 6Proporsi (%)Faktor Pengali % thd Total SG =4/5
% CA 50 0,925 46,25 2,254 20,52% FA 44 0,925 40,70 2,235 18,21%F 6 0,925 5,55 2,234 2,48
92,50 41,21SGagg = 100/41.21SGagg = 2,43
Sumber : Hasil Penelitian 2011
1 2 3 4 5 6Proporsi (%)Faktor Pengali % thd Total SG =4/5
% CA 50 0,92 46,00 2,254 20,41% FA 44 0,92 40,48 2,235 18,11%F 6 0,92 5,52 2,234 2,47
92,00 40,99SGagg = 100/40.99SGagg = 2,44
Sumber : Hasil Penelitian 2011
Jumlah
Jumlah
Tabel D.20 Hasil Perhitungan SGagg Untuk Kadar Aspal Residu 7,5 %
Tabel D.21 Hasil Perhitungan SGagg Untuk Kadar Aspal Residu 8 %
Discription I II AverageWeight of Picnometer (plus stoper) A gr 152,29 152,29Weight of Picnometer fill with waterB gr 651,65 651,65Weight of Picnometer (plus) C gr 658,44 658,56Specific Gravity (C- A) / (B - A) gr/cc 1,014 1,014 1,014Sumber : PT Triasindomix Sidoarjo Jawa Timur 2010
Tabel D.22 Specific Grafity Of Cationic Slow Setting (CSS-1h/H-60)
Udara Oven Rendam
(24 jam) (48 jam)
(Gram) (Gram) (Gram)
J = H(100+A) K = ((B-J) L = (F-E)/E
/(100+A+I) /B)*100 *100
1 47 41,4 5,64 6 2,1 6,7 998 980 1006 525,95 1,898 2,63 1,85 11,41 2,652 47 41,4 5,64 6 2,1 6,9 1023 1002,4 1028 541,65 1,888 2,65 1,84 11,87 2,553 47 41,4 5,64 6 2,1 6,7 1018 999,6 1025 525,95 1,936 2,54 1,89 9,56 2,54
* Berdasarkan pengukuran dimensi 1,86 10,95 2,58Sumber : Hasil Penelitian 2011
Udara Oven Rendam
(24 jam) (48 jam)
(Gram) (Gram) (Gram)
J = H(100+A) K = ((B-J) L = (F-E)/E
/(100+A+I) /B)*100 *100
1 46,8 41,1 5,61 6,5 2,1 7,4 1114 1090,2 1117 580,9 1,918 2,79 1,87 10,14 2,422 46,8 41,1 5,61 6,5 2,1 7,1 1085 1066,8 1092 557,35 1,947 2,77 1,90 8,78 2,403 46,8 41,1 5,61 6,5 2,1 7,2 1104 1079,2 1106 565,2 1,953 2,69 1,91 8,41 2,46
* Berdasarkan pengukuran dimensi 1,89 9,11 2,43Sumber : Hasil Penelitian 2011
I
Penyerapan Air (%)
I
Porositas (VIM)
(%)
Tabel D.24 Hasil Perhitungan Densitas, Porositas Dan Penyerapan Air CAED Untuk Kadar Aspal Residu Awal 6,5 %
D
A B
F G H = D/G
Porositas (VIM)
(%)
C D
h rata-rata (cm)
Proporsi Agregat (%)
RBC (%)
SGMIX
CA FA FF
No
CA FA
SGMIX
FF
RBC (%)
A B
No Proporsi Agregat (%)
Tabel D.23 Hasil Perhitungan Densitas, Porositas Dan Penyerapan Air CAED Untuk Kadar Aspal Residu Awal 6 %
Volume* (Cm3)
Kadar Air Saat
Testing (%)
Penyerapan Air (%)
h rata-rata (cm)
Berat Sampel
C
DKadar Air
Saat Testing
(%)
Dd
F
Volume* (Cm3)
Berat Sampel
D Dd
E G H = D/G
E
Udara Oven Rendam
(24 jam) (48 jam)
(Gram) (Gram) (Gram)
J = H(100+A) K = ((B-J) L = (F-E)/E
/(100+A+I) /B)*100 *100
1 46,5 40,9 5,58 7 2,1 6,4 981,6 968,2 990 502,4 1,954 2,99 1,90 8,18 2,252 46,5 40,9 5,58 7 2,1 6,3 968,8 956,4 978,2 494,55 1,959 2,98 1,91 7,93 2,283 46,5 40,9 5,58 7 2,1 6,3 968,4 960 978,5 494,55 1,958 2,95 1,91 7,94 1,93
* Berdasarkanpengukuran dimensi 1,90 8,02 2,15Sumber : Hasil Penelitian 2011
Udara Oven Rendam
(24 jam) (48 jam)
(Gram) (Gram) (Gram)
J = H(100+A) K = ((B-J) L = (F-E)/E
/(100+A+I) /B)*100 *100
1 46,3 40,7 5,55 7,5 2,1 7,1 1091 1072,4 1095 557,35 1,957 3,24 1,90 7,79 2,072 46,3 40,7 5,55 7,5 2,1 7,2 1110 1088,2 1111 565,2 1,964 3,39 1,90 7,60 2,063 46,3 40,7 5,55 7,5 2,1 7,1 1091 1071,4 1093 557,35 1,958 3,28 1,90 7,76 2,05
* Berdasarkan pengukuran dimensi 1,90 7,71 2,06Sumber : Hasil Penelitian 2011
C D E F G H = D/G
SGMIX
RBC (%)
SGMIX
CA FA FF
Proporsi Agregat (%)
B
FF ACA
RBC (%)
A
No
No Proporsi Agregat (%)
I
Tabel D.25 Hasil Perhitungan Densitas, Porositas Dan Penyerapan Air CAED Untuk Kadar Aspal Residu Awal 7 %
h rata-rata (cm)
Berat Sampel
D DdVolume*
(Cm3)
E F G
Berat Sampel
D
Tabel D.26 Hasil Perhitungan Densitas, Porositas Dan Penyerapan Air CAED Untuk Kadar Aspal Residu Awal 7,5 %
B C
h rata-rata (cm)
FA
Kadar Air Saat
Testing (%)
Porositas (VIM)
(%)DdD
I
Penyerapan Air (%)
Volume* (Cm3)
Kadar Air Saat
Testing (%)
Penyerapan Air (%)
Porositas (VIM)
(%)
H = D/G
Udara Oven Rendam
(24 jam) (48 jam)
(Gram) (Gram) (Gram)
J = H(100+A) K = ((B-J) L = (F-E)/E
/(100+A+I) /B)*100 *100
1 46 40,5 5,52 8 2,1 7,3 1121 1099,6 1121 573,05 1,957 3,69 1,89 7,70 1,962 46 40,5 5,52 8 2,1 7,2 1110 1090,4 1111 565,2 1,963 3,83 1,90 7,52 1,913 46 40,5 5,52 8 2,1 7,2 1109 1089,8 1111 565,2 1,962 3,88 1,89 7,62 1,93
* Berdasarkan pengukuran dimensi 1,89 7,61 1,93Sumber : Hasil Penelitian 2011
Volume* (Cm3)
D
Dd
Kadar Air Saat
Testing (%)
IE F G H = D/G
Berat Sampel
D
CA FA FF A B C
RBC (%)
Tabel D.27 Hasil Perhitungan Densitas, Porositas Dan Penyerapan Air CAED Untuk Kadar Aspal Residu Awal 8 %
No Proporsi Agregat (%)
SGMIX
h rata-rata (cm)
Porositas (VIM)
(%)
Penyerapan Air (%)
1 2 3Rata-rata
(gram/cm3)6,0 1,85 1,84 1,89 1,866,5 1,87 1,90 1,91 1,897,0 1,90 1,91 1,92 1,917,5 1,90 1,91 1,90 1,908,0 1,89 1,90 1,89 1,89
Tabel D.28 Hubungan Kadar Aspal Residu Dengan Densitas (Kepadatan) Untuk Pembuatan Grafik
Kadar Aspal Residu (%)
Sampel
1,60
1,65
1,70
1,75
1,80
1,85
1,90
1,95
2,00
0.6 0.7 0.7 0.8 0.8
Den
sita
s (g
ram
/cm
3)
Kadar Aspal Residu (%)
Rata-rata
1 2 3 Rata-rata (%)6,0 11,41 11,87 9,56 10,956,5 10,14 8,78 8,41 9,117,0 8,18 7,93 7,94 8,027,5 7,79 7,60 7,76 7,728,0 7,70 7,52 7,62 7,61
Tabel D.29 Hubungan Kadar Aspal Residu Dengan Porositas (VIM) Untuk Pembuatan Grafik
Kadar Aspal Residu (%)
Sampel
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
10,00
11,00
12,00
13,00
0.6 0.7 0.7 0.8 0.8
Poro
sita
s (V
IM) (
%)
Kadar Aspal Residu (%)
Rata-rata
min 5 %
maks 10 %
1 2 3 Rata-rata (%)6,0 2,65 2,55 2,54 2,586,5 2,42 2,40 2,46 2,437,0 2,25 2,28 2,12 2,227,5 2,07 2,06 2,05 2,068,0 1,96 1,91 1,93 1,93
Tabel D.30 Hubungan Kadar Aspal Residu Dengan Penyerapan Air Untuk Pembuatan Grafik
Kadar Aspal Residu (%)
Sampel
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
4,00
4,50
5,00
0.6 0.7 0.7 0.8 0.8
Peny
erap
an A
ir (%
)
Kadar Aspal Residu (%)
Rata-rata
Maks. 4 %
a b ci d1=b x ci d2=b x ci d3=b x ci e fAgregat Kasar 50 0,94 47,00 47,00 47,00 2,254 Batu PecahAgregat Halus 44 0,94 41,36 41,36 41,36 2,235 Pasir Halus
Filer 6 0,94 5,64 5,64 5,64 2,234 Abu BatuBitumen (RBCi) - - 6,00 6,00 6,00 1,014 CSS-1h
Sum 100 - 100,00 100,00 100,00 -SGAgg - - 2,39 2,39 2,39 -SGMix - - 2,09 2,09 2,09 -
D-Bulk (gr/cm3) - - 1,85 1,84 1,89 -Porosity (%) - - 11,41 11,87 9,56 -VMA (%) - - 27,24 27,63 25,67 - 26,85VFB (%) - - 58,11 57,04 62,75 - 59,30
Sumber : Hasil Penelitian 2011
a b ci d1=b x ci d2=b x ci d3=b x ci e fAgregat Kasar 50 0,935 46,75 46,75 46,75 2,254 Batu PecahAgregat Halus 44 0,935 41,14 41,14 41,14 2,235 Pasir Halus
Filer 6 0,935 5,61 5,61 5,61 2,234 Abu BatuBitumen (RBCi) - - 6,5 6,5 6,5 1,014 CSS-1h
Sum 100 - 100 100 100 -SGAgg - - 2,40 2,40 2,40 -SGMix - - 2,08 2,08 2,08 -
D-Bulk (gr/cm3) - - 1,87 1,90 1,91 -Porosity (%) - - 10,14 8,78 8,41 -VMA (%) - - 27,15 25,98 25,59 - 26,24VFB (%) - - 62,65 66,20 67,14 - 65,33
Sumber : Hasil Penelitian 2011
Berat Agregat thd berat total
Material SG Keterangan
Berat Agregat thd berat total
Keterangan
Faktor Pengali (100-
RBCi)/100
Berat thd Berat Total Campuran (%)
Tabel D.32 Hasil Perhitungan Volumetrik Pada Kadar Aspal Residu 6,5 % Untuk Menentukan VMA dan VFB CAED
Tabel D.31 Hasil Perhitungan Volumetrik Pada Kadar Aspal Residu 6 % Untuk Menentukan VMA dan VFB CAED
MaterialFaktor Pengali
(100-RBCi)/100
Berat thd Berat Total Campuran (%)
SG
a b ci d1=b x ci d2=b x ci d3=b x ci e fAgregat Kasar 50 0,93 46,5 46,5 46,5 2,254 Batu PecahAgregat Halus 44 0,93 40,92 40,92 40,92 2,235 Pasir Halus
Filer 6 0,93 5,58 5,58 5,58 2,234 Abu BatuBitumen (RBCi) - - 7 7 7 1,014 CSS-1h
Sum 100 - 100 100 100 -SGAgg - - 2,41 2,41 2,41 -SGMix - - 2,07 2,07 2,07 -
D-Bulk (gr/cm3) - - 1,90 1,91 1,92 -Porosity (%) - - 8,18 7,93 7,94 -VMA (%) - - 26,68 26,29 25,91 - 26,29VFB (%) - - 69,34 69,84 69,35 - 69,51
Sumber : Hasil Penelitian 2011
a b ci d1=b x ci d2=b x ci d3=b x ci e fAgregat Kasar 50 0,925 46,25 46,25 46,25 2,254 Batu PecahAgregat Halus 44 0,925 40,7 40,7 40,7 2,235 Pasir Halus
Filer 6 0,925 5,55 5,55 5,55 2,234 Abu BatuBitumen (RBCi) - - 7,5 7,5 7,5 1,014 CSS-1h
Sum 100 - 100 100 100 -SGAgg - - 2,43 2,43 2,43 -SGMix - - 2,06 2,06 2,06 -
D-Bulk (gr/cm3) - - 1,90 1,91 1,90 -Porosity (%) - - 7,79 7,60 7,76 -VMA (%) - - 27,67 27,29 27,67 - 27,55VFB (%) - - 71,85 72,16 71,96 - 71,99
Sumber : Hasil Penelitian 2011
Berat Agregat thd berat total
Faktor Pengali (100-
RBCi)/100
Berat thd Berat Total Campuran (%)
SG
Tabel D.33 Hasil Perhitungan Volumetrik Pada Kadar Aspal Residu 7 % Untuk Menentukan VMA dan VFB CAED
Keterangan
Keterangan
Material
MaterialFaktor Pengali
(100-RBCi)/100
Berat thd Berat Total Campuran (%)
SG
Berat Agregat thd berat total agg (%)
Tabel D.34 Hasil Perhitungan Volumetrik Pada Kadar Aspal Residu 7,5 % Untuk Menentukan VMA dan VFB CAED
a b ci d1=b x ci d2=b x ci d3=b x ci e fAgregat Kasar 50 0,92 46 46 46 2,254 Batu PecahAgregat Halus 44 0,92 40,48 40,48 40,48 2,235 Pasir Halus
Filer 6 0,92 5,52 5,52 5,52 2,234 Abu BatuBitumen (RBCi) - - 8 8 8 1,014 CSS-1h
Sum 100 - 100 100 100 -SGAgg - - 2,44 2,44 2,44 -SGMix - - 2,05 2,05 2,05 -
D-Bulk (gr/cm3) - - 1,89 1,90 1,89 -Porosity (%) - - 7,70 7,52 7,62 -VMA (%) - - 28,74 28,36 28,74 - 28,61VFB (%) - - 73,21 73,48 73,48 - 73,39
Sumber : Hasil Penelitian 2011
Berat Agregat thd berat total agg (%)
Keterangan
Tabel D.35 Hasil Perhitungan Volumetrik Pada Kadar Aspal Residu 8 % Untuk Menentukan VMA dan VFB CAED
MaterialFaktor Pengali
(100-RBCi)/100
Berat thd Berat Total Campuran (%)
SG
1 2 3 Rata-rata6,0 27,24 27,63 25,67 26,856,5 27,15 25,98 25,59 26,247,0 26,68 26,29 25,91 26,297,5 27,67 27,29 27,67 27,548,0 28,74 28,36 28,74 28,61
Kadar Aspal Residu (%)
Sampel
Tabel D.36 Hubungan Kadar Aspal Residu Dengan Void in Mineral Aggregate /VMA Untuk Pembuatan Grafik
20212223242526272829303132333435
0.6 0.7 0.7 0.8 0.8
VM
A (%
)
Kadar Aspal Residu (%)
Rata-rata
1 2 3 Rata-rata6,0 58,11 57,04 62,75 59,306,5 62,65 66,20 67,14 65,337,0 69,34 69,84 69,35 69,517,5 71,85 72,16 71,96 71,998,0 73,21 73,48 73,48 73,39
Kadar Aspal Residu (%)
Sampel
Tabel D.37 Hubungan Kadar Aspal Residu Dengan Void Filled Bitumen /VFB Untuk Pembuatan Grafik
05
101520253035404550556065707580
0.6 0.7 0.7 0.8 0.8
VFB
(%)
Kadar Aspal Residu (%)
Rata-rata
dengan Tabulasi Perhitungan Luas Permukaan Agregat (Asphalt Institute,MS-14,1989)seperti Tabel di bawah ini :
No Saringan mm1/2" 12,5 100 0,413/8" 9,5 95 0,41No.4 4,75 70 0,41 0,287No.8 2,36 50 0,82 0,410
NO.50 0,3 15,5 6,14 0,952No.200 0,075 6 32,77 1,966
4,025Sumber : Hasil Penelitian 2011
Surface Area (m2/ kg)
Agregat Kasar
0,410
Agregat Halus
Aggregate Surface Area (ASA) =
Perhitungan luas permukaan agregat terhadap Gradasi Agregat Gabungan dihitung
Tabel D.38 Hasil Perhitungan Luas Permukaan Agregat
Jenis Agregat
Saringan Percent Passing (%)
Surface Area Factor
Untuk menghitung Tebal Film Aspal (TFA) dipergunakan Rumus :
% Aspal Residu
100-% Aspal
(% Aspal) / (100-
%Aspal)
SG Aspal (gram/cm3)
(1/SG Aspal)
Luas Permukaan Agregat (m2/kg)
(1/ Luas Permukaan Agregat)
TFA (µm)
6,0 94,0 0,064 1,014 0,986 4,025 0,248 15,646,5 93,5 0,070 1,014 0,986 4,025 0,248 17,037,0 93,0 0,075 1,014 0,986 4,025 0,248 18,447,5 92,5 0,081 1,014 0,986 4,025 0,248 19,878,0 92,0 0,087 1,014 0,986 4,025 0,248 21,31
Tabel D.39 Hasil Perhitungan Tebal Film Aspal Untuk Bervariasi Kadar Aspal
56789
10111213141516171819202122
6 6,5 7 7,5 8
TFA
( µm
)
Kadar Aspal Residu ( % )
min 8 µm
aanAgregatLuasPermukSGAspalAspalAspalTFA 11%100(
%××
−=
LAMPIRAN E
KINERJA CAED TANPA PENAMBAHAN SEMEN DAN PENAMBAHAN 2 % SEMEN
Faktor PengaliNo
Saringa mm (100-7)/100
3/8" 9,5 5 0,93 47No.4 4,75 25 0,93 232No.8 2,36 20 0,93 186
50 465NO.50 0,3 34,5 0,93 321No.200 0,075 9,5 0,93 88
44 409
6 0,93 56
6 56100 930 50 0 70 123
Sumber : Hasil Penelitian (2011)
Faktor Pengali
PC (%)No
Saringa mm (100-7)/100
3/8" 9,5 5 0,93 47No.4 4,75 25 0,93 232No.8 2,36 20 0,93 186
50 465NO.50 9,5 34,5 0,93 321No.200 4,75 9,5 0,93 88
44 409
Lolos No.200 6 0,93 56
6 56100 930 50 20 70 123
Sumber : Hasil Penelitian (2011)Jumlah Total
Tabel E.1 Proporsi Campuran dengan Kadar Aspal Residu Optimum 7 % dan Kadar Air 5 % Tanpa Penambahan
Semen terhadap Total Campuran (1000 gram)
20
Tabel E.2 Proporsi Campuran dengan Kadar Aspal Residu Optimum 7 % dan Kadar Air 5 % Penambahan Semen
2 % terhadap Total Campuran (1000 gram)Aspal Residu (gram)
Kadar residu ( %)
Aspal Emuls
i (gram
Agregat Kasar
Jumlah
50 70 57
Filler Abu Batu
Jumlah
Kadar residu ( %)
Filler Abu Batu
Saringan Air (ml
)
123
JumlahAgregat Halus
Jenis Agrega
t
Proporsi ( % )
Air (ml
)
JumlahAgregat Halus
Jumlah
PC (gr)
Aspal Emuls
i (gram
Agregat Kasar
50 70 57 123
Jumlah Total
Saringan
Berat (gram
)
Proporsi ( % )
Berat (gram
)
Aspal Residu (gram)
0
Jenis Agrega
t
Jumlah
Lolos No.200
h1 h2 h3 h4 rata-rata
1 6,7 6,6 6,6 6,7 6,7 522,03 112 3,14 1 352 4,502 6,7 6,7 6,6 6,6 6,7 522,03 114 3,14 1 358 4,603 6,7 6,6 6,7 6,6 6,7 522,03 113 3,14 1 355 4,40
Sumber : Hasil Penelitian 2011 355 4,50
h1 h2 h3 h4 rata-rata
1 6,60 6,60 6,50 6,60 6,58 516,14 150 3,14 1 471 4,102 6,30 6,30 6,40 6,40 6,35 498,48 145 3,14 1,04 474 3,903 6,30 6,40 6,40 6,40 6,38 500,44 140 3,14 1,04 457 4,00
Sumber : Hasil Penelitian 2011 467 4,00
h1 h2 h3 h4 rata-rata
1 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50 510,25 150 3,14 1 471 4,352 6,40 6,40 6,40 6,40 6,40 502,40 145 3,14 1,04 474 4,303 6,40 6,50 6,50 6,40 6,45 506,33 148 3,14 1,04 483 4,40
Sumber : Hasil Penelitian 2011 476 4,35
Tabel E.3 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow Tanpa Penambahan Semen dengan Lama Curing 3 Hari
Tabel E.4 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow pada Penambahan 2 % Semen dengan Lama Curing 3
Tabel E.5 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow Tanpa Penambahan Semen dengan Lama Curing 6 Hari
No.Tinggi Sampel (cm)
Stabilitas Marshall
(kg)
Flow (mm)
Volume (cm3)
Pembacaan Dial
Stabilitas Marshall
(kg)
Tinggi Sampel (cm)No.
No.Tinggi Sampel (cm)
Volume (cm3)
Pembacaan Dial
Stabilitas Marshall
(kg)
Volume (cm3)
Pembacaan Dial
Stabilitas Marshall
(kg)
Stabilitas
Marshall (kg)
Flow (mm)
Faktor Kalibrasi Alat (Profil ring )
Faktor koreksi
thd Volume sampel
Faktor koreksi
thd Volume sampel
Faktor Kalibrasi Alat (Profil ring )
Faktor Kalibrasi Alat (Profil ring )
Faktor koreksi
thd Volume sampel
Flow (mm)
Rata-rata
Stabilitas
Marshall (kg)
Rata-rata
Rata-rata
h1 h2 h3 h4 rata-rata
1 6,30 6,30 6,25 6,25 6,28 492,59 240 3,14 1,09 821 3,402 6,20 6,20 6,20 6,20 6,20 486,70 250 3,14 1,09 856 3,303 6,25 6,20 6,20 6,25 6,23 488,66 245 3,14 1,09 839 3,40
Sumber : Hasil Penelitian 2011 839 3,37
h1 h2 h3 h4 rata-rata
1 6,40 6,20 6,20 6,40 6,30 494,55 165 3,14 1,09 565 3,902 6,50 6,40 6,20 6,20 6,33 496,51 170 3,14 1,04 555 3,803 6,40 6,30 6,30 6,20 6,30 494,55 166 3,14 1,04 542 3,85
Sumber : Hasil Penelitian 2011 554 3,85
h1 h2 h3 h4 rata-rata
1 6,20 6,20 6,30 6,30 6,25 490,63 330 3,14 1,09 1129 3,002 6,80 6,70 6,50 6,40 6,60 518,10 340 3,14 1,00 1068 3,103 6,40 6,50 6,50 6,40 6,45 506,33 345 3,14 1,00 1083 3,10
Sumber : Hasil Penelitian 2011 1093 3,07
Tabel E.6 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow pada Penambahan 2 % Semen dengan Lama Curing 6
Hari
No.Tinggi Sampel (cm)
No.Tinggi Sampel (cm)
Flow (mm)
Volume (cm3)
Pembacaan Dial
Stabilitas Marshall
(kg)
Volume (cm3)
Pembacaan Dial
Stabilitas Marshall
(kg)
Flow (mm)
Faktor Kalibrasi Alat (Profil ring )
Faktor koreksi
thd Volume sampel
Faktor Kalibrasi Alat (Profil ring )
Faktor koreksi
thd Volume sampel
Volume (cm3)
Pembacaan Dial
Stabilitas Marshall
(kg)
Faktor Kalibrasi Alat (Profil ring )
Faktor koreksi
thd Volume sampel
Stabilitas
Marshall (kg)
Rata-rata
Stabilitas
Marshall (kg)
Tabel E.7 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow Tanpa Penambahan Semen dengan Lama Curing 9 Hari
No.Tinggi Sampel (cm)
Rata-rata
Rata-rata
Tabel E.8 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow pada Penambahan 2 % Semen dengan Lama Curing 9
Stabilitas
Marshall (kg)
Flow (mm)
h1 h2 h3 h4 rata-rata
1 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50 510,25 195 3,14 1,00 612 3,202 6,80 6,70 6,50 6,40 6,60 518,10 190 3,14 1,00 597 3,103 6,60 6,60 6,50 6,50 6,55 514,18 190 3,14 1,00 597 3,15
Sumber : Hasil Penelitian 2011 602 3,15
h1 h2 h3 h4 rata-rata
1 6,10 6,10 6,10 6,10 6,10 478,85 350 3,14 1,14 1253 2,402 6,20 6,20 6,10 6,10 6,15 482,78 360 3,14 1,09 1232 2,603 6,20 6,15 6,10 6,15 6,15 482,78 365 3,14 1,09 1249 2,50
Sumber : Hasil Penelitian 2011 1245 2,50
Faktor Kalibrasi Alat (Profil ring )
Faktor koreksi
thd Volume sampel
Tinggi Sampel (cm)
No.Tinggi Sampel (cm)
Tabel E.10 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow pada Penambahan 2 % Semen dengan Lama Curing 12
Volume (cm3)
Pembacaan Dial
Stabilitas Marshall
(kg)
Tabel E.9 Hasil Penelitian Stabilitas Marshall dan Flow Tanpa Penambahan Semen dengan Lama Curing 12 Hari
Stabilitas
Marshall (kg)
Flow (mm)
Faktor Kalibrasi Alat (Profil ring )
Faktor koreksi
thd Volume sampel
Rata-rata
Stabilitas
Marshall (kg)
No.
Rata-rata
Flow (mm)
Volume (cm3)
Pembacaan Dial
Stabilitas Marshall
(kg)
1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata3 352 358 355 355 471 474 457 4676 471 474 483 476 821 856 839 8399 565 555 542 554 1129 1068 1083 1093
12 612 597 597 602 1253 1232 1249 1245
Tabel E.11 Hubungan antara Waktu Curing dengan Stabilitas Marshall Tanpa Penambahan Semen dan dengan Penambahan 2 % Semen
Waktu Curing (Hari)
Stabilitas Marshaal 2 % Semen (kg)
Stabilitas Marshaal 0 % Semen (kg)
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
1100
1200
1300
0 3 6 9 12
Stab
ilita
s M
arsh
all (
kg)
Waktu Curing (hari)
Rata-rata 0%
Rata-rata 2 % semen
minimal 300 kg
1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata3 4,5 4,6 4,5 4,53 4,10 3,90 4,00 4,006 4,35 4,30 4,40 4,35 3,50 3,60 3,60 3,579 3,90 3,80 3,85 3,85 3,00 3,10 3,10 3,07
12 3,20 3,10 3,15 3,15 2,40 2,40 2,50 2,43
Flow 0 % Semen (mm) Flow Penambahan 2 % Semen (mm)
Waktu Curing (Hari)
Tabel E.12 Hubungan antara Waktu Curing dengan Kelelehan (Flow ) Tanpa Penambahan Semen dan dengan Penambahan 2 % Semen
2
2,2
2,4
2,6
2,8
3
3,2
3,4
3,6
3,8
4
4,2
4,4
4,6
4,8
3 6 9 12
Flow
(mm
)
Waktu Curing (hari)
Rata-rata 0 % semenRata-rata 2 % semen
PerlakuanNomor Krus yang dipakai 1 2 3 1 2 3
1 . Berat Krus + Contoh basah gram 537,0 567,4 568,2 622,7 557,2 559,82 . Berat Krus + Contoh kering gram 521,8 551,4 552,0 605,5 541,8 544,13 . Berat air = 1-2 gram 15,2 16,0 16,2 17,2 15,4 15,74 . Berat Krus gram 77,4 81,6 81,6 76,4 64,7 64,75 . Berat Contoh kering=2-4 gram 444,4 469,8 470,4 529,1 477,1 479,46 . Kadar air = 3/5 % 3,42 3,41 3,44 3,25 3,23 3,27
Rata-rataSumber : Hasil Penelitian 2011
PerlakuanNomor Krus yang dipakai 1 2 3 1 2 3
1 . Berat Krus + Contoh basah gram 570,7 551,4 554,2 594,7 510,0 512,22 . Berat Krus + Contoh kering gram 555,8 537,0 539,6 579,5 496,8 499,03 . Berat air = 1-2 gram 14,9 14,4 14,6 15,2 13,2 13,24 . Berat Krus gram 87,0 81,4 81,4 74,7 61,5 61,55 . Berat Contoh kering=2-4 gram 468,8 455,6 458,2 504,8 435,3 437,56 . Kadar air = 3/5 % 3,18 3,16 3,19 3,01 3,03 3,02
Rata-rataSumber : Hasil Penelitian 2011
PerlakuanNomor Krus yang dipakai 1 2 3 1 2 3
1 . Berat Krus + Contoh basah gram 598,8 522,2 528,2 502,6 578,9 570,62 . Berat Krus + Contoh kering gram 584,9 509,6 515,5 491,4 565,6 557,43 . Berat air = 1-2 gram 13,9 12,6 12,7 11,2 13,3 13,24 . Berat Krus gram 95,1 72,4 72,4 71,7 75,6 75,65 . Berat Contoh kering=2-4 gram 489,8 437,2 443,1 419,7 490,0 481,86 . Kadar air = 3/5 % 2,84 2,88 2,87 2,67 2,71 2,74
Rata-rataSumber : Hasil Penelitian 2011
Tabel E.13 Kadar Airpada Saat Testing CAED Tanpa Penambahan Semen dan dengan Penambahan 2 % Semen dengan Waktu Curing 3 Hari
0 % semen 2 % semen
3,42 3,25
Tabel E.14 Kadar Airpada Saat Testing CAED Tanpa Penambahan Semen dan dengan
0 % semen 2 % semen
3,18 3,02
Tabel E.15 Kadar Airpada Saat Testing CAED Tanpa Penambahan Semen dan dengan
0 % semen 2 % semen
2,86 2,71
PerlakuanNomor Krus yang dipakai 1 2 3 1 2 3
1 . Berat Krus + Contoh basah gram 537,7 565,0 568,2 576,0 522,0 528,62 . Berat Krus + Contoh kering gram 526,4 553,1 556,4 564,8 512,2 518,73 . Berat air = 1-2 gram 11,3 11,9 11,8 11,2 9,8 9,94 . Berat Krus gram 69,4 75,5 75,5 81,7 86,6 86,65 . Berat Contoh kering=2-4 gram 457,0 477,6 480,9 483,1 425,6 432,16 . Kadar air = 3/5 % 2,47 2,49 2,45 2,32 2,30 2,29
Rata-rataSumber : Hasil Penelitian 2011
Tabel E.16 Kadar Airpada Saat Testing CAED Tanpa Penambahan Semen dan dengan
0 % semen 2 % semen
2,46 2,30
Tabel E.17 Hasil Uji Statistik Perbandingan Peningkatan Stabilitas Tanpa Penambahan Semen dan dengan Penambahan 2 % Semen
antara Waktu Curing 3 Hari dan 6 Hari
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Semen03hr 355.00 3 3.000 1.732 Semen06hr 476.00 3 6.245 3.606 Pair 2 Semen23hr 467.33 3 9.074 5.239 Semen26hr 838.67 3 17.502 10.105
Paired Samples Correlations N Correlation Sig.
Pair 1 Semen03hr & Semen06hr 3 .240 .846
Pair 2 Semen23hr & Semen26hr 3 .149 .905
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-
tailed) Mean Std. Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 Semen03hr - Semen06hr -121.000 6.245 3.606 -136.513 -105.487 -33.559 2 .001
Pair 2 Semen23hr - Semen26hr -371.333 18.475 10.667 -417.228 -325.438 -34.813 2 .001
Tabel E.18 Hasil Uji Statistik Perbandingan Peningkatan Stabilitas Tanpa Penambahan Semen dan dengan Penambahan 2 % Semen
antara Waktu Curing 6 Hari dan 9 Hari Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error
Mean Pair 1 Semen06hr 476.00 3 6.245 3.606
Semen09hr 554.00 3 11.533 6.658 Pair 2 Semen26hr 838.67 3 17.502 10.105
Semen29hr 1093.33 3 31.786 18.352 Paired Samples Correlations N Correlation Sig. Pair 1 Semen06hr &
Semen09hr 3 -.979 .131
Pair 2 Semen26hr & Semen29hr 3 -.964 .171
Paired Samples Test
Paired Differences
t df
Sig. (2-
tailed) Mean Std.
Deviation Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper
Pair 1 Semen06hr - Semen09hr -78.000 17.692 10.214 -121.949 -34.051 -7.636 2 .017
Pair 2 Semen26hr - Semen29hr -254.667 48.881 28.221 -376.093 -133.240 -9.024 2 .012
Tabel E.19 Hasil Uji Statistik Perbandingan Peningkatan Stabilitas Tanpa Penambahan Semen dan dengan Penambahan 2 % Semen
antara Waktu Curing 9 Hari dan 12 Hari Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error
Mean Pair 1 Semen09hr 554.00 3 11.533 6.658
Semen012hr 602.00 3 8.660 5.000 Pair 2 Semen29hr 1093.33 3 31.786 18.352
Semen212hr 1244.67 3 11.150 6.438 Paired Samples Correlations N Correlation Sig. Pair 1 Semen09hr &
Semen012hr 3 .826 .381
Pair 2 Semen29hr & Semen212hr 3 .809 .400
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed) Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper
Pair 1 Semen09hr - Semen012hr -48.000 6.557 3.786 -64.290 -31.710 -12.678 2 .006
Pair 2 Semen29hr - Semen212hr -151.333 23.692 13.679 -210.189 -92.478 -11.063 2 .008
LAMPIRAN F
KARAKTERISTIK CAED TANPA PENAMBAHAN SEMEN DAN PENAMBAHAN 2 % SEMEN PADA KONDISI FULL
CURING
h1 h2 h3 h4 rata-rata G1 G2 G3 G4 G5 G6Diredam selama 40 menit
dengan suhu 60oC
1 6,60 6,40 6,30 6,40 6,43 504 994,7 998,2 983,6 980,5 978,4 978,4 995,62 6,40 6,40 6,40 6,40 6,40 502 999,6 992,7 988,8 986,4 983,8 983,8 1000,93 6,40 6,50 6,40 6,50 6,45 506 1002,5 996,8 993,5 988,1 986,8 986,8 1004,2
* Berdasarkan pengukuran dimensiCatatan : G1,G2,G4,…G6 merupakan berat sampel pada hari ke 1 s/d hari ke 6
h1 h2 h3 h4 rata-rataG1 G2 G3 G4 G5 G6
Diredam selama 40 menit dengan suhu 60oC
1 6,20 6,20 6,20 6,20 6,20 487 1016,1 1011,9 1008,2 1007,4 1006,9 1006,9 1019,22 6,20 6,20 6,20 6,20 6,20 487 1017,8 1013,2 1010,1 1008,1 1008,1 1008,1 1020,63 6,20 6,30 6,20 6,20 6,23 489 1021,8 1018,5 1015,2 1013,4 1010,2 1010,2 1022,8
* Berdasarkan pengukuran dimensiCatatan : G1,G2,G4,…G6 merupakan berat sampel pada hari ke 1 s/d hari ke 6
Tabel F.1 Hasil Pemeriksaan Sampel CAED tanpa Penambahan Semendalam Kondisi Full Curing
Berat Sampel (gram)
Tabel F.2 Hasil Pemeriksaan Sampel CAED dengan Penambahan 2 % Semen dalam Kondisi Full Curing
Berat Sampel (gram)
No.Tinggi Sampel (cm) Volume*
(cm3)
No.Tinggi Sampel (cm)
Volume* (cm3)
h1 h2 h3 h4 rata-rata
1 6,60 6,40 6,30 6,40 6,43 504,4 100 3,14 1,04 327 4,402 6,40 6,40 6,40 6,40 6,40 502,4 100 3,14 1,04 327 4,603 6,40 6,50 6,40 6,50 6,45 506,3 102 3,14 1,04 333 4,50
* Berdasarkan pengukuran dimensi 329 4,50
h1 h2 h3 h4 rata-rata1 6,20 6,20 6,20 6,20 6,20 487 250 3,14 1,09 856 2,902 6,20 6,20 6,20 6,20 6,20 487 255 3,14 1,09 873 3,003 6,20 6,30 6,20 6,20 6,23 489 260 3,14 1,09 890 3,10
* Berdasarkan pengukuran dimensi 873 3,00
Catatan : Kondisi Full Curing dimaksudkan bahwa Sampel dioven pada suhu 40oC sampai berat sampel konstan.,kemudian direndam selama 30-40 menit pada suhu 60oC
Faktor koreksi
thd Volume
Stabilitas Marshall
(kg)
Flow (mm)
Rata-rata
Tabel F.3 Hasil Pemeriksaan Stabilitas Marshall dan Flow dalam Kondisi Full Curing Tanpa Penambahan Semen
No.Tinggi Sampel (cm)
Volume* (cm3)
Pembacaan Arlloji
Stabilitor (kg)
Faktor Kalibrasi
Alat (Profil ring )
Rata-rata
Faktor Kalibrasi
Alat (Profil ring )
Faktor koreksi
thd Volume
Tabel F.4 Hasil Pemeriksaan Stabilitas Marshall dan Flow dalam Kondisi Full Curing dengan Penambhan 2 % Semen
No.Tinggi Sampel (cm)
Volume* (cm3)
Pembacaan Arlloji
Stabilitor (kg)
Stabilitas Marshall
(kg)
Flow (mm)
PerlakuanNomor Krus yang dipakai 1 2 3 1 2 3
1 . Berat Krus + Contoh basah gram 601,00 586,00 578,00 642,40 565,10 584,202 . Berat Krus + Contoh kering gram 577,60 562,30 554,80 593,00 524,40 539,203 . Berat air = 1-2 gram 23,40 23,70 23,20 49,40 40,70 45,004 . Berat Krus gram 95,90 76,00 81,60 71,60 92,30 64,705 . Berat Contoh kering=2-4 gram 481,70 486,30 473,20 521,40 432,10 474,506 . Kadar air = 3/5 % 4,86 4,87 4,90 9,47 9,42 9,48
Rata-rata %Sumber : Hasil Penelitian 2011
Tabel F.5 Kadar Air CAED Tanpa Penambahan Semen dan dengan Penambahan 2 % dalam Kondisi Full Curing
0 % semen 2 % semen
4,88 9,46
Udara Oven Rendam Full Curing 40 menit
(Gram) (Gram) (Gram)J = H(100+A) K = ((B-J) L = (F-E)/E
/(100+A+I) /B)*100 *100
1 47 41 5,6 7 2,1 6,4 994,7 978,4 995,6 505 1,971 4,86 1,89 8,94 1,762 47 41 5,6 7 2,1 6,40 999,6 983,8 1000,9 502 1,990 4,87 1,90 8,07 1,743 47 41 5,6 7 2,1 6,5 1003 986,8 1004,2 506 1,980 4,90 1,89 8,54 1,76
* Berdasarkan pengukuran dimensi 1,89 8,51 1,75Sumber : Hasil Penelitian 2011
Udara Oven Rendam Full Curing 40 menit
(Gram) (Gram) (Gram)J = H(100+A) K = ((B-J) L = (F-E)/E
/(100+A+I) /B)*100 *1001 46,5 40,9 5,6 7 2,04 6,20 1016,1 1006,9 1024,6 487 2,088 9,82 1,91 6,26 1,762 46,5 40,9 5,6 7 2,04 6,20 1017,8 1008,1 1025,8 487 2,091 9,35 1,92 5,73 1,763 46,5 40,9 5,6 7 2,04 6,23 1021,8 1010,2 1028,1 489 2,089 9,53 1,92 5,96 1,77
* Berdasarkanpengukuran dimensi 1,92 5,98 1,76Sumber : Hasil Penelitian 2011
Tabel F.6 Hasil Perhitungan Densitas,Porositas,dan Penyerapan Air pada Saat Testing CAED Tanpa Penambahan Semen dalam Kondisi Full Curing
Tabel F.7 Hasil Perhitungan Densitas,Porositas,dan Penyerapan Air pada Saat Testing CAED dengan Penambahan 2 % Semen dalam Kondisi Full Curing
C H = D/G ID E F GB
Volume* (Cm3) D
Kadar Air Saat
Testing (%)
CA FA FF A
Dd
Porositas (%)
Penyerapan Air pada saat
Testing (%)No Proporsi Agregat (%)
RBC (%)
SGMIX
h rata-rata (cm)
Berat Sampel
H = D/G I
DdPorositas
(%)
D E F G
Penyerapan Air pada
saat Testing (%)
CA FA FF A B C
NoProporsi Agregat
(%)Volume* (Cm3)
D
Kadar Air Saat Testing
(%)
RBC (%)
SGMIX
h rata-rata (cm)
Berat Sampel
1 2 3 4 5 6Proporsi % Faktor Pengali % thd Total Camp. SG = 4/5
% CA 50 0,93 46,50 2,25 20,63% FA 44 0,93 40,92 2,24 18,31%F 6 0,93 5,58 2,23 2,50% A Residu 7 7,00 1,01 6,90Semen 2 2,00 3,10 0,65
102,00 48,98SGmix = 100/48.98SGmix = 2,04
Sumber : Hasil Penelitian 2011
Jumlah
Tabel F.8 Hasil Perhitungan SGmix CAED pada Kadar Aspal Residu Optimum (KARO) dengan Penambahan 2 % Semen
a b ci d1=b x ci d2=b x ci d3=b x ci e fAgregat Kasar 50 0,93 46,5 46,5 46,5 2,254 Batu PecahAgregat Halus 44 0,93 40,92 40,92 40,92 2,235 Pasir Halus
Filer 6 0,93 5,58 5,58 5,58 2,234 Abu BatuBitumen (RBCi) - - 7 7 7 1,014 CSS-1h
Sum 100 - 100 100 100 -SGAgg - - 2,41 2,41 2,41 -SGMix - - 2,07 2,07 2,07 -
D-Bulk (gr/cm3) - - 1,97 1,99 1,92 -Porosity (%) - - 8,94 8,07 8,54 -
VMA (%) - - 23,98 23,21 25,91 - 24,37VFB (%) - - 62,72 65,23 67,04 - 64,99
a b ci d1=b x ci d2=b x ci d3=b x ci e fAgregat Kasar 50 0,93 46,5 46,5 46,5 2,254 Batu PecahAgregat Halus 44 0,93 40,92 40,92 40,92 2,235 Pasir Halus
Filer 6 0,93 5,58 5,58 5,58 2,234 Abu BatuBitumen (RBCi) - - 7 7 7 1,014 CSS-1h
Sum 100 - 100 100 100 -SGAgg - - 2,41 2,41 2,41 -SGMix - - 2,04 2,04 2,04 -
D-Bulk (gr/cm3) - - 1,91 1,92 1,92 -Porosity (%) - - 6,26 5,73 5,96 -
VMA (%) - - 26,29 25,91 25,91 - 26,10VFB (%) - - 76,19 77,88 77,00 - 77,04
Sumber : Hasil Penelitian 2011
Berat Agregat thd berat total
agg (%)
Tabel F.10 Hasil Perhitungan VMA dan VFB CAED dengan Penambahan 2 % Semen dalam Kondisi Full Curing
Material Faktor Pengali (100-RBCi)/100
Berat thd Berat Total Campuran (%) SG Keterangan
Material Faktor Pengali (100-RBCi)/100
Berat thd Berat Total Campuran (%) SG Keterangan
Tabel F.9 Hasil Perhitungan VMA dan VFB CAED Tanpa Penambahan Semen dalam Kondisi Full Curing
Berat Agregat thd berat total
agg (%)
LatasirKelas A & B
Penyerapan aspal (%) Maks 2,0Jumlah tumbukan per bidang 50,0
Min 3,0Maks 6,0
Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Min 20Rongga terisi aspal (%) Min 75Stabilitas Marshall (kg) Min 200
Min 2,0Maks 3,0
Marshall Quotient (kg/mm) Min 80Stabilitas Marshall Sisa (kg) setelah perendaman selama 24 jam, 60oC
Min 90
Sumber : Spesifikasi Umum Binamarga 2010
Sifat-sifat Campuran
Rongga dalam campuran (%)
Pelelehan (mm)
Tabel F.11 Ketentuan Siafat-Sifat Campuran Latasir
Senjang Semi Senjang Senjang Semi SenjangKadar aspal efektif (%) 5,9 5,9 5,5 5,5 Penyerapan aspal (%) MaksJumlah tumbukan per bidang
MinMaks
Rongga dalam Agregat (VMA) (%)MinRongga terisi aspal (%) MinStabilitas Marshall (kg) MinPelelehan (mm) MinMarshall Quotient (kg/mm) Minsetelah perendaman selama 24 jam, 60oC
Min
Sumber : Spesifikasi Umum Binamarga 2010
3
8003
Tabel F.12 Ketentuan Siafat-Sifat Campuran Lataston
18 1768
Sifat-sifat Campuran
Rongga dalam campuran (%)
Lataston
6
Lapis Aus Lapis Pondasi
250
1,7754
Halus Kasar Halus Kasar Halus KasarKadar aspal efektif (%) 5,1 4,3 4,3 4,0 4,0 3,5
Penyerapan aspal (%) MaksJumlah tumbukan per bidang
MinMaks
Rongga dalam Agregat (VMA) (%)MinRongga terisi aspal (%) Min
MinMaks
Pelelehan (mm) MinMarshall Quotient (kg/mm) Minsetelah perendaman selama 24 jam, 60oC
Min
Rongga dalam campuran (%) pada Kepadatan membal (refusal)
Min
Sumber : Spesifikasi Umum Binamarga 2010
300250
90
2,5
65 63 60
- -Stabilitas Marshall (kg) 800 1800
Rongga dalam campuran (%)
Lapis Aus Lapis Antara
3 4,5
3,55,0
15 14 13
Tabel F.13 Ketentuan Siafat-Sifat Campuran Laston (AC)
PondasiLASTON (AC)
1,275 112
Sifat-sifat Campuran
LAMPIRAN G
STABILITAS CAED DALAM KONDISI KERING UNTUK MENENTUKAN STABILITAS SISA PADA KARO
Tabel G.1 Hasil Pengukuran Sampel CAED Tanpa Penambahan Semen
h1 h2 h3 h4 rata-rata1 6,40 6,40 6,50 6,50 6,45 5062 6,50 6,40 6,50 6,40 6,45 5063 6,50 6,50 6,40 6,40 6,45 506
Sumber : Hasil Penelitian 2011
1 6,45 506,33 150 3,14 1,04 490 4,352 6,45 506,33 145 3,14 1,04 474 4,303 6,45 506,33 148 3,14 1,04 483 4,40
Sumber : Hasil Penelitian 2011 482 4,35Lama Curing : 3 hari dalam mold + 1 hari dalam oven 40oC + 1 hari dalam suhu ruang
No.Tinggi Sampel (cm) Volume
(cm3)
Rata-rata
Tabel G.2 Hasil Pemeriksaan Stabilitas Marshall CAED Tanpa Penambahan Semen yang Diperiksa dalam Suhu Ruang
No.
Tinggi sampel
rata-rata (cm)
Volume (cm3)
Pembacaan Dial
Stabilitas Marshall
(kg)
Profil ring
Faktor koreksi
thd Volume sampel
Stabilitas Marshall
(kg)
Flow (mm)
C + 1 hari dalam suhu ruang70
LAMPIRAN H
FOTO – FOTO KEGIATAN PENELITIAN CAED
Gambar H.1 Saringan yang dipakai untuk menentukan gradasi agregat
Gambar H.2 Agregat digoreng untuk mempermudah pengayakan
Gambar H.3 Hasil ayakan Agregat yang tertahan di atas ayakan No.4
Gambar H.4 Hasil ayakan Agregat yang tertahan di atas ayakan No.8
Gambar H.5 Aspal Emulsi baru dituang dari Drum dan sudah diaduk di dalam Jerigen
Gambar H.6 Aspal Emulsi setelah diaduk merata ,tidak ada yang menggumpal
Gambar H.7 Agregat Kasar,Agregat Halus dan Abu Batu dioven pada suhu 100oC selama 24 jam sebelum dicampur
Gambar H.8 Persiapan Bahan sesuai ukuran sebelum ditimbang sesuai proporsinya
Gambar H.9 Hasil Tes Penyelimutan Aspal dengan Kadar Air 2,3,4,5,6 % dan Kadar Aspal Residu awal 7 % Total Campuran
Gambar H.10 Alat untuk memadatkan Sampel dengan jumlah tumbukan 2 x50, 2x75, dan 2x2x75
Gambar H.11 Sampel dicuring di dalam cetakan,ditempatkan di atas pasir dalam ruangan pada suhu ruang (+ 28oC)
Gambar H.12 Sampel siap dikeluarkan dengan alat exstruder
Gambar H. 13. Sampel setelah dikeluarkan dari cetakan dan dicuring dalam ruangan pada suhu ruang (+ 28oC)
Gambar H.14 Pengukuran Tinggi sampel untuk menentukan Volumenya
Gambar H.15 Sampel diremdam setengah bagian selama 24 jam dan dibalik lalu diremdam selama 24 jam
Gambar H.16 Sampel direndam dalam Air Bath selama 30-40 menit pada suhu 60oC
Gambar H.17 Pengujian nilai stabilitas Marshall dan kelelehan (flow) Sampel
Dial Penunjuk Nilai Stabilitas
Marshall
Dial Penunjuk nilai flow