analisis kesesuaian perairan untuk …digilib.unila.ac.id › 61934 › 3 › 3. skripsi tanpa...
TRANSCRIPT
ANALISIS KESESUAIAN PERAIRAN UNTUK BUDIDAYA IKAN
JELAWAT Leptobarbus hoeveni (Bleeker, 1851) DI DANAU WAY JEPARA
KECAMATAN WAY JEPARA KABUPATEN LAMPUNG TIMUR
Skripsi
Oleh
ARICO RIYOMA
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
ABSTRACT
Suitability Analysis of Waters for Jelawat Fish Culture Leptobarbus hoevenii
(Bleeker, 1851) in Way Jepara Lake, Way Jepara District, East Lampung
Regency
By
Arico Riyoma
Way Jepara Lake is a reservoir that has an area around 200 ha, with a current
depth up to ± 26 m and has a diameter around 1,9 km. This lake has the potential
for aquaculture, however it still has not reached optimal utilization yet. This
research was held in August – October 2019. Matching and scoring method was
used in this research. Physical and chemical components were used as the
parameters to analyze the suitability. Then continues with counting the carrying
capacity from Way Jepara Lake. In this research used three differents station are
purposively selected based different use of the waters. The result water quality
which obtained is depth: 2,7-17,5 m, brightness: 120-135 cm, temperature: 29-
30ºC, pH: 7,1-8,4, dissolved oxygen: 3,4-5,8 mg/l, current: 0,018-0,147 m/s and
ammonia: 0,008-0,015 mg/l. The result show that level of waters suitability of
Way Jepara Lake which obtained at station 1 and 2 is moderately suitable (S2),
while for station 3 the result obtained are not suitable (N) with the limiting factor
is depth parameters. The carrying capacity of the Way Jepara Lake for jelawat fish
culture (Leptobarbus hoevenii) is 618 units KJA with stocking density overall is
123.600 fish.
Keywords: Way Jepara Lake, Jelawat Fish, Water Suitability, Carrying Capacity
ABSTRAK
Analisis Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Ikan Jelawat Leptobarbus
hoevenii (Bleeker, 1851) di Danau Way Jepara Kecamatan Way Jepara
Kabupaten Lampung Timur
Oleh
Arico Riyoma
Danau Way Jepara merupakan waduk yang memiliki luas sekitar 200 ha, dengan
kedalaman saat ini mencapai ± 26 m dan diameter danau 1,9 km. Danau ini
memiliki potensi untuk kegiatan budidaya perikanan, namun pemanfaatannya saat
ini masih belum optimal. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober
2019. Metode matching dan skoring digunakan dalam penelitian ini. Komponen
fisika dan kimia perairan digunakan sebagai parameter pengujian kesesuaian
perairan. Kemudian dilanjutkan dengan menghitung daya dukung dari Danau Way
Jepara. Pada penelitian ini digunakan tiga titik stasiun berbeda dipilih secara
sengaja berdasarkan penggunaan perairan. Kisaran nilai parameter kualiatas air
yang diperoleh ialah kedalaman: 2,7-17,5 m, kecerahan: 120-135 cm, suhu: 29-30
ºC, pH: 7,1-8,4, oksigen terlarut: 3,4-5,8 mg/l, arus: 0,018-0,147 m/dt dan
ammonia: 0,008 – 0,015 mg/l. Tingkat kesesuaian perairan Danau Way Jepara
yang diperoleh pada stasiun ke 1 dan 2 adalah cukup sesuai (S2), sedangkan untuk
stasiun ke 3 diperoleh hasil tidak sesuai (N) dengan faktor pembatas adalah
parameter kedalaman. Daya dukung dari Danau Way Jepara untuk budidaya ikan
jelawat (Leptobarbus hoevenii) adalah 618 unit KJA dengan padat tebar
keseluruhan ialah 123.600 ekor.
Kata Kunci: Danau Way Jepara, Ikan Jelawat, Kesesuaian Perairan, Daya Dukung
ANALISIS KESESUAIAN PERAIRAN UNTUK BUDIDAYA IKAN
JELAWAT Leptobarbus hoeveni (Bleeker, 1851) DI DANAU WAY JEPARA
KECAMATAN WAY JEPARA KABUPATEN LAMPUNG TIMUR
Oleh
ARICO RIYOMA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERIKANAN
pada
Jurusan Perikanan dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Usul Penelitian : Analisis Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya
Ikan Jelawat Leptobarbus hoevenii (Bleeker,
1851) di Danau Way Jepara Kecamatan Way
Jepara Kabupaten Lampung Timur
Nama Mahasiswa : Arico Riyoma
NPM : 1514111060
Program Studi : Budidaya Perairan
Jurusan : Perikanan dan Kelautan
Fakultas : Pertanian
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Rara Diantari, S.Pi., M.Sc.
NIP. 197908212003122001
Dr. Ir. Abdullah Aman Damai, M.Sc.
NIP. 196505011989021001
2. Ketua Jurusan Perikanan dan Kelautan
Ir. Siti Hudaidah, M.Sc.
NIP. 1964021 5199603 2 001
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Rara Diantari, S.Pi., M.Sc.
Sekretaris : Dr. Ir. Abdullah Aman Damai, M.Sc.
Penguji
Bukan Pembimbing : Herman Yulianto, S.Pi., M.Si.
2. Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si.
NIP. 1961102019860310002
Tanggal Lulus Ujian Skripsi : 28 Februari 2020
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan Bahwa:
1. Karya tulis saya, Skripsi/Laporan Akhir ini, adalah asli dan belum pernah
diajukan untuk mendapat gelar akademik (Sarjana/Ahli Madya), baik
Universitas Lampung maupun perguruan tinggi lainnya.
2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa
bantuan pihak lain, kecuali arahan tim pembimbing.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan
dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari
terdapat penyimpangan dengan ketidak benaran dalam pernyataan ini, maka
saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah
diperoleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang
berlaku di perguruan tinggi ini.
Bandar lampung, 11 April 2020
Yang Membuat Pernyataan
Arico Riyoma
NPM. 1514111060
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, 17 November
1997 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari
pasangan Bapak Nasori Amin S.Sos dan Ibu Masnun S.E.
Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak
(TK) Ikal Dolog Bandar Lampung pada tahun 2003,
Sekolah Dasar Negeri (SDN) 2 Rawa Laut Bandar Lampung pada tahun 2009,
Sekolah Menengah Pertama (SMPN) 4 Bandar Lampung pada tahun 2012, dan
Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Bandar Lampung pada Tahun 2015.
Tahun 2015, penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan S1 di
Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan
Tinggi Negeri (SBMPTN).
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi tingkat jurusan yaitu
Himpunan Mahasiswa Perikanan dan Kelautan (Himapik) sebagai anggota Bidang
IV Pengabdian Masyarakat pada tahun 2016/2017 dan 2017/2018. Penulis juga
mengikuti Praktik Umum (PU) di Dunia Air Tawar, Taman Mini Indonesia Indah
(TMII) DKI Jakarta dengan judul “Pembenihan Ikan Komet (Carassius auratus)”
pada bulan Juli – Agustus 2018. Kemudian penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata
(KKN) di Desa Bandar Agung, Kecamatan Bandar Negeri Suoh, Kabupaten
Lampung Barat pada Januari – Februari 2019 dan pada Agustus – Oktober 2019
penulis melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kesesuaian Perairan Untuk
Budidaya Ikan Jelawat Leptobarbus hoevenii (Bleeker, 1851) di Danau Way
Jepara Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur” yang terletak di
Kecamatan Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur.
PERSEMBAHAN
Segala puji hanya milik Allah SWT, Rabb semesta alam yang
senantiasa menjadi penyejuk hati, pemberi rahmat dan
hidayah sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT,
Kupersembahkan karya sederhana ini sebagai tanda baktiku
kepada kedua orang tuaku tercinta Bapak Nasori Amin dan
Ibu Masnun yang selalu mendoakan, berkorban, dan
memberi semangat disetiap Langkahku.
SERTA
Almamaterku tercinta “Universitas Lampung”
SANWACANA
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Analisis Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Ikan Jelawat Leptobarbus
hoevenii (Bleeker, 1851) di Danau Way Jepara Kecamatan Way Jepara Kabupaten
Lampung Timur” Selama proses penyelesaian skripsi, penulis memperoleh
banyak bantuan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini, penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. selaku Dekan Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung.
2. Kedua orang tuaku, Bapak Nasori Amin S.Sos. dan Ibu Masnun S.E. atas
do’a yang tulus, kasih sayang, dan dukungan yang tiada henti selama ini.
3. Ibu Ir. Siti Hudaidah, M.Sc. selaku Ketua Jurusan Perikanan dan Kelautan.
4. Ibu Rara Diantari, S.Pi., M.Sc. selaku pembimbing utama yang telah
memberikan waktu, motivasi, dukungan dan pembelajaran.
5. Bapak Dr. Ir. Abdullah Aman Damai, M.Sc. selaku pembimbing anggota
yang senantiasa memberikan waktu, dukungan, dan pemahaman.
6. Bapak Herman Yulianto, S.Pi., M.Si. selaku dosen penguji yang senantiasa
memberikan pemahaman serta ilmu yang bermanfaat.
7. Bapak Tarsim, S.Pi., M.Si. (Alm) selaku dosen pembimbing akademik yang
senantiasa memberikan bimbingan dan arahan bagi penulis.
8. Seluruh dosen dan staf Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung.
9. Teman-teman seperjuangan Budidaya Perairan 2015 yang tidak bisa
disebutkan satu persatu yang selalu membantu, memberi semangat dan
mendukung penulis selama ini.
10. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak
membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, akan
tetapi penulis berharap skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Bandar Lampung, 11 April 2020
Penulis,
Arico Riyoma
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................... i
DAFTAR TABEL.......................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... .iv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................... .1
B. Tujuan Penelitian .................................................................................... 3
C. Manfaat Penelitian .................................................................................. 4
D. Kerangka Pikir ........................................................................................ 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Biologi Ikan Jelawat ............................................................................... 6
B. Habitat dan Penyebarannya .................................................................... 8
C. Daur Hidup Ikan Jelawat ........................................................................ 9
D. Kebutuhan Kondisi Air Budidaya Ikan Jelawat ................................... 10
1. Parameter Fisika ............................................................................... 10
2. Parameter Kimia ............................................................................... 15
E. Analisis Kesesuaian ............................................................................. 17
F. Daya Dukung Lingkungan ................................................................... 20
III. METODELOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat. .............................................................................. 23
B. Alat dan Bahan. .................................................................................... 24
C. Metode Penelitian. ................................................................................ 24
1. Kualitas Air. ...................................................................................... 24
D. Analisis Kesesuaian Perairan. .............................................................. 26
1. Penentuan Faktor Pembatas. ............................................................. 27
2. Penilaian Kesesuaian Perairan (Scoring). ......................................... 27
3. Penentuan Tingkat Kesesuaian Perairan (Matching). ....................... 30
E. Daya Tampung Perairan ....................................................................... 31
ii
1. Daya Dukung Perairan per Keramba. ............................................... 32
2. Daya Dukung Perairan Untuk Seluruh Petak KJA. .......................... 32
3. Daya Dukung Perairan Untuk Seluruh Ikan Jelawat. ....................... 32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Umum. .................................................................................... 33
B. Kualitas Air. .......................................................................................... 34
1. Kedalaman ........................................................................................ 35
2. Kecerahan. ........................................................................................ 37
3. Suhu .................................................................................................. 39
4. Derajat Keasaman (pH) .................................................................... 40
5. Oksigen Terlarut (DO) ...................................................................... 42
6. Arus .................................................................................................. 44
7. Amonia ............................................................................................. 46
C. Kesesuaian Perairan di Danau Way Jepara. ......................................... 47
D. Daya Dukung Perairan Danau Way Jepara .......................................... 51
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan. .............................................................................................. 54
D. Saran ..................................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Alat dan bahan .................................................................................... 24
2. Matrik penilaian kesesuaian perairan ................................................. 29
3. Matrik rekapitulasi persentase kesesuaian perairan ........................... 31
4. Data hasil pengukuran kualitas air di Danau Way Jepara .................. 35
5. Pembobotan dan skoring kesesuaian perairan untuk budidaya ikan
Jelawat (Leptobarbus hoevenii) pada stasiun 1 di Danau Way
Jepara .................................................................................................. 48
6. Pembobotan dan skoring kesesuaian perairan untuk budidaya ikan
Jelawat (Leptobarbus hoevenii) pada stasiun 2 di Danau Way
Jepara .................................................................................................. 48
7. Pembobotan dan skoring kesesuaian perairan untuk budidaya ikan
jelawat (Leptobarbus hoevenii) pada stasiun 3 di Danau Way
Jepara .................................................................................................. 49
8. Penentuan persentase tingkat kesesuaian perairan untuk budidaya
ikan jelawat (Leptobarbus hoevenii) di Danau Way Jepara ............... 49
9. Luas arahan kesesuaian perairan Danau Way Jepara ......................... 52
10. Pendekatan daya dukung lingkungan dengan asumsi 25% luasan
perairan untuk kegiatan budidaya ikan jelawat (Leptobarbus hoevenii)
menggunakan sistem KJA di Danau Way Jepara .............................. 52
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka pikir ...................................................................................... 5
2. Ikan jelawat (Leptobarbus hoevenii) .................................................... 6
3. Lokasi stasiun pengambilan sampel ................................................... 23
4. Kondisi umum perairan Danau Way Jepara ....................................... 33
5. Nilai kedalaman di perairan Danau Way Jepara ................................ 35
6. Nilai kecerahan di perairan Danau Way Jepara ................................. 37
7. Nilai suhu di perairan Danau Way Jepara .......................................... 39
8. Nilai derajat keasaman (pH) di perairan Danau Way Jepara ............. 40
9. Nilai oksigen terlarut (DO) di perairan Danau Way Jepara ............... 42
10. Nilai arus di perairan Danau Way Jepara ........................................... 44
11. Nilai amonia di perairan Danau Way Jepara...................................... 46
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kabupaten Lampung Timur adalah salah satu kabupaten yang telah ditetapkan
sebagai Kabupaten Kawasan Minapolitan melalui Keputusan Menteri Kelautan
dan Perikanan Republik Indonesia pada tahun 2010 Nomor KEP.32/MEN/2010.
Terdapat berbagai jenis usaha perikanan yang dikembangkan dan dijalani oleh
masyarakat di Kabupaten Lampung Timur, khususnya budidaya dengan sistem
tambak. Pemanfaatan budidaya perikanan di perairan Kabupaten Lampung Timur
masih sedikit. Kabupaten Lampung Timur memiliki potensi yang cukup besar
bagi pengembangan sektor usaha perikanan, khususnya pada budidaya perikanan
dan pengolahan hasil perikanan. Untuk pengembangan sektor perikanan di daerah
ini dapat memanfaatkan perairan umum seperti sungai, rawa, waduk, dan irigasi.
Luas lahan perairan umum Kabupaten Lampung Timur yang berpotensi untuk
kegiatan budidaya perikanan yaitu mencapai 1.906 Ha. Jenis kegiatan budidaya
yang dapat dilakukan yaitu budidaya ikan menggunakan keramba jaring apung
(KJA) dan keramba jaring tancap. Akan tetapi Tingkat pemanfaatan dari lahan
perairan umum yang digunakan di Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2016
berkisar 11,33 ha dengan komoditas yang dibudidayakan yaitu ikan mas, nila,
gurame dan patin (Suhada et al, 2017).
2
Salah satu sumberdaya perairan umum yang terdapat di Kabupaten Lampung
Timur adalah Danau Way Jepara yang terletak di Kecamatan Way Jepara. Danau
ini memiliki kedalaman mencapai 26 m dengan luas kurang lebih 200 ha, dimana
luas danau ini pada awalnya hanya berkisar 5 ha pada tahun 1972 (Dinas PU
Lampung Timur, 2016). Pemanfaatan lahan dari Danau Way Jepara untuk sektor
perikanan oleh masyarakat setempat dilakukan dengan cara penangkapan dan
memancing secara tradisional, dimana jumlah spesies ikan yang ada di danau ini
setiap tahunya semakin sedikit. Selain itu nilai bobot dan ukuran ikan yang biasa
didapatkan semakin hari semakin berkurang. Sedangkan pemanfaatan Danau Way
Jepara dalam kegiatan budidaya oleh masyarakat saat ini sangat minim.
Kegiatan budidaya yang pernah dilakukan di Danau Way Jepara oleh masyarakat
tidak berhasil dikarenakan produktivitas ikan yang dibudidayakan rendah. Hal
yang mempengaruhi rendahnya tingkat produktivitas budidaya ikan di Danau
Way Jepara adalah kondisi kualitas air yang kurang sesuai untuk komoditas ikan
yang dibudidayakan. Salah satu penyebab lainnya dari kegagalan budidaya ikan
di Danau Way Jepara yang terjadi beberapa tahun lalu disebabkan meningkatnya
populasi gulma di perairan Danau Way Jepara. Hal ini menyebabkan kematian
masal pada ikan yang dibudidayakan di Danau Way Jepara dan sangat merugikan
pembudidaya. Analisis kesesuaian lahan perairan untuk Danau Way Jepara dapat
dilakukan untuk mengetahui jenis ikan yang cocok dibudidayakan.
Ikan jelawat (Leptobarbus hoeveni) merupakan ikan asli Indonesia yang berasal
dari perairan di Kalimantan dan Sumatera. Ikan ini mempunyai nilai ekonomis
3
yang baik dan berpotensi untuk dibudidayakan dalam kolam maupun keramba
(Cahyadi, 2015). Ikan jelawat merupakan jenis ikan yang sangat digemari oleh
masyarakat Indonesia dan beberapa negara tetangga seperti Malaysia. Ikan jelawat
termasuk kedalam komoditas ekspor dan mempunyai prospek yang baik untuk
dikembangkan dan dibudidayakan. Harga pasar dari ikan jelawat berkisar antara
Rp. 30.000,00 – Rp. 45.000,00/kg, dan untuk ikan jelawat dengan kualitas paling
baik dipasar dapat mencapai Rp. 50.000– Rp 80.000 /kg berdasarkan laporan
statistik perikanan budidaya (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2009). Oleh
karena itu perlu dilakukan analisis kesesuaian lahan untuk mencari lokasi yang
sesuai untuk budidaya ikan jelawat (Leptobarbus hoevenii) dan mengetahui daya
dukung perairan Danau Way Jepara untuk pemanfaatan lahan dengan baik serta
mendapatkan hasil yang optimal dan keberlangsungan dalam proses kegiatan
budidaya ikan jelawat (Leptobarbus hoeveni) di Danau Way Jepara, Kabupaten
Lampung Timur.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui kesesuaian lahan Danau Way Jepara sebagai lahan budidaya ikan
jelawat (Leptobarbus hoeveni).
2. Mengetahui daya tampung perairan Danau Way Jepara dalam mendukung
kegiatan budidaya ikan jelawat (Leptobarbus hoeveni) dalam keramba jaring
apung (KJA).
4
C. Manfaat Penelitan
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memberikan informasi
tentang lokasi yang sesuai untuk budidaya ikan jelawat (Leptobarbus hoeveni)
serta mengetahui daya dukung dari perairan Danau Way Jepara sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai refrensi dalam pengembangan usahan budidaya ikan jelawat
(Leptobarbus hoeveni) di Danau Way Jepara, Kecamatan Way Jepara Lampung
Timur.
D. Kerangka Pikir
Danau Way Jepara terletak di Kecamatan Way Jepara Lampung Timur merupakan
sumberdaya perairan yang memiliki potensi untuk dilakukannya usaha budidaya
ikan dengan menggunakan keramba jaring apung (KJA). Saat ini pemanfaatan
lahan yang dilakukan di Danau Way Jepara sangat minim. Hal ini disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan mengenai potensi kegiatan budidaya ikan air tawar di
perairan umum. Kegiatan budidaya yang pernah dilakukan di Danau Way Jepara
oleh masyarakat tidak berhasil dikarenakan produktivitasnya rendah. Rendahnya
produktivitas budidaya ikan di Danau Way Jepara dikarenakan kondisi kualitas air
yang kurang sesuai. Ikan jelawat (Leptobarbus hoeveni) merupakan ikan asli
Indonesia yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan berpotensi dibudidayakan
dalam Keramba Jaring Apung (KJA) (Cahyadi, 2015). Pemanfaatan lahan untuk
budidaya ikan jelawat dapat dilaksanakan dengan baik jika mengetahui cara yang
tepat dalam melaksanakan budidaya ikan tersebut, sehingga mendapatkan hasil
yang baik dan optimal dalam mengembangkan potensi lahan perairan. Analisis
kesesuaian perlu dilakukan untuk mencari lokasi yang sesuai dan mengetahui
5
daya dukung perairan Danau Way Jepara untuk pemanfaatan lahan dengan baik
serta mendapatkan hasil yang optimal dan keberlangsungan dalam proses kegiatan
budidaya ikan jelawat. Kerangka pikir pada penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka pikir
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Biologi Ikan Jelawat
Saanin (1968) menyatakan klasifikasi ikan jelawat sebagai berikut:
Phylum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Cypriniformes
Sub Ordo : Cyprinoidae
Familia : Cyprinidae
Sub Famili : Cyprininae
Genus : Leptobarbus
Species : Leptobarbus hoevenii. Blkr.
Ikan jelawat dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Ikan jelawat (Leptobarbus hoeveni)
Secara morfologi ikan jelawat memiliki bentuk tubuh agak bulat dan memanjang,
mencerminkan bahwa ikan jelawat termasuk perenang cepat. Kepala bagian atas
7
agak mendatar, mulut berukuran sedang, garis literal tidak terputus, punggung
berwarna perak kehijauan dan bagian perut putih keperakan, pada sirip dada dan
perut terdapat warna merah, gurat sisi melengkung agak kebawah dan berakhir
pada bagian ekor bawah yang berwarna kemerah-merahan serta terdapat 2 pasang
sungut. Posisi perut ikan terhadap sirip sedikit mundur dan sirip ekor memiliki
bentuk bercagak dengan gurat sisi berada di atas sirip dada memanjang mulai dari
belakang overculum sampai dengan pangkal sirip ekor (Hardjamulia, 1992).
Ikan jelawat memiliki bentuk tubuh yang agak bulat dan memanjang, sehingga
ikan jelawat dikategorikan termasuk perenang cepat. Kepala bagian sebelah atas
ikan agak mendatar, mulut berukuran sedang, garis literal tidak terputus, bagian
punggung berwarna perak kehijauan dan bagian perut putih keperakan. Pada sirip
dada dan perut ikan ini terdapat warna merah dengan gurat sisi melengkung agak
ke bawah yang berakhir pada bagian ekor bawah yang berwarna kemerah-
merahan (Akbar, 2014).
Ikan jelawat memiliki bentuk badan yang memanjang seperti torpedo dengan sisik
yang besar dan berenang sangat cepat. Mulut yang dimiliki oleh ikan jelawat
terletak di ujung agak ke bawah serta lebar dan dapat dijulurkan ke depan seperti
bibir-bibir ikan karper. Pada umumnya ikan jelawat mempunyai empat kumis.
Badannya berwarna coklat kehitam- hitaman di bagian punggungnya, dan putih
keperakan di bagian perutnya, sedangkan sirip-siripnya dan ekornya berwarna
merah. Ikan Jelawat ini memiliki bentuk tubuh yang menarik, karena memiliki
bentuk tubuh yang gagah, indah, dan warnanya yang berseri-seri. Pada fase
8
remaja, ikan ini pada badannya terdapat garis hitam yang memanjang dari kepala
sampai pangkal sirip ekor, akan tetapi garis tersebut akan hilang pada saat dewasa
(Fahrur, 2013).
B. Habitat dan Penyebarannya
Ikan jelawat banyak ditemui di sungai, anak sungai, dan daerah genangan pada
kawasan hulu hingga hilir sungai, bahkan di muara-muara sungai yang berlubuk
dan berhutan dipinggirnya. Ikan Jelawat merupakan jenis ikan air tawar yang
hidup di perairan umum seperti di Kalimantan dan Sumatera serta perairan di
kawasan Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia, Vietnam, Thailand, dan
Kamboja (Akbar, 2014).
Sebagai ikan di sungai, ikan jelawat hanya terkenal mendiami perairan bebas di
pulau Kalimantan dan Sumatra, sedangkan pulau lain tidak diketemukan. Tempat-
tempat yang mereka senangi adalah bagian-bagian sungai yang banyak tunggul
yang terbenam dalam air atau bagian- bagian lain yang dinaungi pohon besar,
terutama pohon- pohon yang buahnya dapat mereka makan bila jatuh ke air.
Misalnya buah Tengkawang, dikarenakan bijinya banyak mengandung lemak,
selain itu seperti biji karet, atau bunga- bunga di permukaan air (Fahrur, 2013).
Ikan jelawat dewasa akan melakukan ruaya ke hulu pada setiap permulaan musim
kemarau (Juni - Juli) apabila keadaan permukaan air mulai turun, sedangkan ikan
ini akan beruaya ke hilir pada setiap permulaan musim hujan (Desember-Januari)
apabila kondisi permukaan air mulai naik. Tempat-tempat yang akan dituju oleh
9
ikan jelawat saat beruaya ke hilir ini selalu bekas-bekas daerah kering yang baru
saja tergenang air. Hal ini disebabkan karena pada tempat - tempat tersebut
terdapat makanan- makanan yang disukai oleh ikan jelawat, sehingga ikan
tersebut akan mengalami kenaikan bobot tubuh pada saat musim hujan. Pada
umumnya proses beruaya ikan jelawat ini akan berlangsung pada malam hari
(Fahrur, 2013).
C. Daur Hidup Ikan Jelawat
Leptobarbus hoevenii atau yang lebih dikenal sebagai ikan jelawat adalah ikan
yang berasal dari keluarga Cyprinidae, genus Leptobarbus. Ikan jelawat adalah
ikan omnivora yang dapat tumbuh hingga panjang 70 cm. Ikan jelawat dikenal
sebagai ikan yang mendiami perairan sungai di Kalimantan dan Sumatera. Ikan ini
banyak ditemui di sungai, anak sungai, dan daerah genangan kawasan hulu hingga
hilir, bahkan di muara-muara sungai yang berlubuk dan berhutan dipinggirnya.
Makanan ikan jelawat antara lain umbi, singkong, daun pepaya, ampas tahu, dan
daging-daging ikan yang telah dicincang (Rimalia, 2014).
Ikan jelawat akan memijah pada musim penghujan yaitu dengan beruaya dari hulu
menuju hilir sungai yaitu pada saat permukaan air naik dan menggenangi dearah
sekitarnya. Pada kondisi tersebut, induk jelawat secara bergerombol beruaya ke
arah muara dari anak sungai untuk melakukan pemijahan. Waktu pemijahan
terjadi pagi hari yang diiringi oleh rintik hujan (Saputra et al., 2016). Telur yang
dihasilkan oleh ikan jelawat termasuk kategori semi-apung dan menetas dalam
waktu 15-18 jam pada suhu berkisar 26-29ºC. Larva yang baru menetas memiliki
10
ukuran berkisar 4,5 - 5 mm. Induk ikan jelawat dengan berat 0,5-0,6 kg sudah
dapat matang gonad dan betina berukuran 1 kg dapat membawa sekitar 50.000 -
70.000 telur. Ikan jelawat memiliki panjang tumbuh maksimal 70 cm, namun
panjang rata-rata yang dimiliki oleh ikan jelawat sekitar 50 cm (Termvidchakorn
dan Hortle, 2013).
Ikan jelawat banyak ditemui di muara-muara sungai dan di daerah genangan air
kawasan tengah hingga hilir sungai. Habitat yang disukai oleh ikan ini adalah
anak-anak sungai yang berlubuk dan berhutan di bagian pinggirnya. Benih ikan
jelawat banyak dijumpai di daerah aliran sungai (DAS). Saat air menyusut, benih
ikan jelawat secara bergerombol beruaya ke arah bagian hulu sungai. Benih ikan
jelawat termasuk omnivora atau pemakan segala, cenderung herbivora ketika
dewasa (Hardjamulia, 1992). Ikan jelawat yang hidup di habitatnya memerlukan
kondisi fisika dan kimia air yang optimal untuk dapat tumbuh dengan baik dan
menjaga keberlangsungan hidupnya. Ikan jelawat biasanya hidup di perairan yang
bersuhu 25-37oC, oksigen terlarut 4-9 mg/l dan pH air 6,3-7,5. Namun demikian,
untuk hidup normal dan tumbuh baik, ikan ini memerlukan suhu 29-30oC, oksigen
terlarut antara 3-6 mg/l, dan pH air 7,0-7,5 (Puslitbangkan, 1992).
D. Kebutuhan Kondisi Air Budidaya Ikan Jelawat
1. Parameter Fisika
1.1. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang terpenting dan berpengaruh terhadap
kosumsi oksigen pada organisme akuatik. Suhu secara langsung mempengaruhi
11
laju proses pertumbuhan ikan, tergantung pada faktor biotik dan abiotiknya yang
berupa aktifitas, suhu lingkungan, salinitas, berat badan dan pakan (Hernawati dan
Suantika, 2006). Kisaran suhu yang dapat mendukung kehidupan dari ikan jelawat
agar tumbuh optimal adalah lingkungan yang memiliki suhu berkisar antara 29-30
oC. Akan tetapi ikan jelawat cukup toleran terhadap kondisi kualitas air dan dapat
hidup diperairan yang kurang subur hingga sedang (Puslitbangkan, 1992).
Suhu yang tinggi dapat meningkatkan proses metabolisme dari ikan dan apabila
suhu perairan semakin tinggi, maka semakin cepat perairan mengalami kejenuhan
akan oksigen yang mendorong terjadinya difusi oksigen dari perairan ke atmosfer,
sehingga konsentrasi oksigen dalam perairan akan semakin menurun (Boyd dan
Lichtkoppler, 1982). Perairan yang memiliki suhu terlalu rendah dapat memicu
timbulnya penyakit yang disebabkan oleh bakteri jenis Aeromonas hidrophylla,
Pseudomonas sp., serta Ichthyophthirius multifiliis dan penyakit mikotik yang
disebabkan oleh jamur seperti Saphroregnia sp (Azwar et al, 2003).
1.2. Kecerahan
Kecerahan di perairan sangat dipengaruhi oleh kandungan bahan terlarut serta
tersuspensi yang ada diperairan tersebut. Berbagai jenis bahan terlarut yang ada
diperairan antara lain organisme plankton, lumpur, bahan organik dan senyawa
kimia lainnya. Tinggi rendahnya kecerahan di suatu perairan akan mempengaruhi
proses fotosintesis dan produktivitas di perairan tersebut. Secara umum perairan
yang berada dalam kondisi alami dengan tingkat kecerahan 200 cm sangat baik
untuk lokasi budidaya ikan (Tatangindatu et al, 2013).
12
Menurut Effendi (2003), perairan dengan tingkat kecerahan kurang dari 200 cm
termasuk kedalam perairan eutrofik. Kisaran kecerahan antara 100 cm sampai 200
cm pada suatu perairan menunjukan kualitas perairan tersebut dikategorikan baik,
sedangkan bila kecerahan suatu perairan kurang dari 100 cm, maka nilai kualitas
perairan tersebut termasuk dalam kategori kritis. Kondisi kritis kecerahan suatu
perairan berada pada nilai < 100 cm, hal ini biasa terjadi pada awal musim sampai
dengan musim hujan (Erlania, 2010). Nilai kecerahan yang rendah menunjukkan
bahwa perairan tersebut banyak mengandung partikel-partikel terlarut, karena
kecerahan dan kekeruhan suatu perairan berhubungan erat dengan kandungan
partikel-partikel terlarut yang ada di perairan tersebut (Sweking et al, 2011).
Rendah dan tingginya kecerahan disebabkan oleh nilai fosfat pada permukaan air,
dimana fosfat merupakan sumber nutrisi utama bagi pertumbuhan plankton, alga
dan mikroorgaisme nabati lainnya, sehingga menyebabkan peningkatan populasi
secara masal pada permukaan air. Tingkat kecerahan perairan berkaitan dengan
keberadaan fitoplankton beserta kandungan nutrient yang ada di perairan (Pratiwi
et al, 2007). Hal ini memberi dampak terhadap rendahnya penetrasi cahaya yang
masuk ke perairan (Tatangindatu et al, 2013).
1.3. Kedalaman
Kedalaman suatu perairan berpengaruh terhadap tingkat kecerahannya. Apabila
tingkat kecerahan rendah maka mengakibatkan cahaya tidak dapat masuk ke
dalam air sehingga berpengaruh terhadap proses fotosintesis dan ketersediaan
oksigen (Amri, 2011). Kedalaman yang ideal untuk melakukan usaha budidaya
13
keramba air tawar adalah minimal 2 m. Semakin dalam dasar perairan, maka
semakin luas ruang gerak bagi ikan (Sukadi et al, 1989).
Affan (2012) menyebutkan bahwa nilai kedalaman optimal bagi perairan adalah
pada saat perairan mengalami surut antara dasar keramba dengan dasar perairan
adalah 4 – 5 m. Kedalaman di suatu perairan sangat berpengaruh dalam usaha
budidaya, dalam hal ini merupakan usaha budidaya dengan menggunakan sistem
Keramba Jaring Apung (KJA). Kedalaman yang ideal untuk melakukan budidaya
dengan Keramba Jaring Apung adalah 7 - 15 meter. Kedalaman di perairan dapat
mempengaruhi jumlah, jenis organisme, penetrasi cahaya, dan penyebaran dari
plankton. Kedalaman yang terlalu dangkal (< 5 m) dapat mempengaruhi kualitas
air akibat dari sisa - sisa kotoran ikan yang membusuk di dasar perairan tersebut
(Wibisono, 2005). Sedangkan di perairan yang memiliki kedalaman yang tinggi
akan sangat menyulitkan untuk penempatan keramba jaring apung, terutama untuk
menentukan panjang jangkar yang dibutuhkan (BBPBL Lampung, 2001).
1.4. Arus
Arus disuatu perairan dipengaruhi oleh angin. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Kamat et al (2014) bahwa salah satu faktor fisik yang memengaruhi pergerakan
massa air di suatu perairan adalah angin. Tenaga angin yang diberikan kepada
lapisan permukaan air, akan dapat membangkitkan arus permukaan sehingga arus
yang berada dipermukaan tersebut mempunyai kecepatan sekitar dua persen dari
kecepatan angin itu sendiri. Suhu dan arus memiliki sebuah hubungan yang
saling mempengaruhi. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Patty (2013),
14
bahwa sirkulasi arus air dapat memengaruhi suhu di suatu perairan dan distribusi
organisme akuatik.
Selain itu kecepatan arus dapat dipengaruhi oleh kedalaman perairan tersebut.
Perairan yang mempunyai sudut kemiringan lebih besar pada dasarnya, maka arus
yang ditimbulkan akan lebih cepat dan apabila dasar perairan itu semakin datar
maka arus yang ditimbulkan akan semakin lambat. Secara umum pada bagian
hulu sungai mempunyai kecepatan arus yang deras dan semakin melambat pada
bagian perairan menuju hilir. Akan tetapi arus juga dapat menjadi lambat pada
bagian perairan yang menggenang (Welch, 2001). Untuk kegiatan budidaya
apabila arus di perairan terlalu kuat dapat mengakibatkan stres pada ikan dan
dapat merusak keberadaan posisi KJA.
Arus sangat membantu proses pertukaran air dalam keramba untuk membersihkan
timbunan sisa - sisa metabolisme ikan, membawa oksigen terlarut yang sangat
dibutuhkan oleh ikan, mendistribusikan unsur hara secara merata, dan mengurangi
organisme penempel (biofouling) (Ghufran, 2010). Menurut Evalawati (2001)
kisaran arus yang baik untuk budidaya adalah 0,15 – 0,3 meter/detik. Kecepatan
arus > 0,3 meter/detik dapat mempengaruhi posisi jaring dan sistem penjangkaran.
Arus yang terlalu kuat dapat menyebabkan bergesernya posisi rakit, sedangkan
arus yang terlalu kecil dapat menpengaruhi keluar masuknya air kedalam jarring.
Hal ini berakibat pada ketersedian oksigen didalam jaring pemeliharaan serta
dapat mengakibatkan mudahnya penyakit dan parasite menyerang ikan yang
dipelihara.
15
2. Parameter Kimia
2.1. Oksigen Terlarut (DO)
Sutisna dan Sutarmanto (1995) menyatakan bahwa ikan akan mati pada saat
kondisi kosentrasi oksigen terlarut di suatu perairan sudah sangat rendah yaitu
telah mencapai 0,9-1,0 mg/l dan pada kosentrasi oksigen terlarut di perairan
berkisar 1,0-2,0 mg/l ikan akan mengalami stress dan beberapa individu ikan
dapat mati. Idealnya kandungan oksigen terlarut di suatu perairan agar ikan dapat
hidup dengan baik adalah berkisar 5-7 ppm (Arifin et al, 1992). Akan tetapi
konsentrasi minimum oksigen terlarut yang masih dapat diterima oleh sebagian
besar spesies ikan untuk hidup dengan baik adalah 5 mg/l dan pada perairan
dengan kosentrasi oksigen dibawah 4 mg/l ikan masih mampu untuk bertahan
hidup (Afrianto dan Liviawaty, 1992).
Penurunan kadar oksigen terlarut di perairan dapat menghambat aktivitas tubuh
ikan. Oksigen dibutuhkan oleh ikan untuk pernafasan dan proses metabolisme
untuk pertukaran zat menjadi energi untuk pertumbuhan ikan. Kebutuhan akan
oksigen antara tiap spesies ikan berbeda. Hal ini disebabkan adanya perbedaan
struktur molekul sel darah ikan yang mempunyai hubungan antara tekanan partial
oksigen dalam air dan dengan keseluruhan oksigen dalam sel darah (Brown and
Gratzek, 1980). Kelebihan kandungan oksigen diperairan akan sangat dibutuhkan
oleh ikan seiring dengan pertumbuhan bobot tubuh. Selain itu kelebihan oksigen
akan digunakan oleh mikroba yang ada di perairan untuk proses dekomposisi
bahan organik (Maniani, 2016).
16
2.2. Derajat Keasaman (pH)
Power hydrogen (pH) atau yang sering kita sebut derajat keasaman adalah salah
satu komponen kimia kualitas air yang sangat berpengaruh dalam kehidupan ikan
di perairan. Pada umumnya organisme yang hidup diperairan khususnya ikan
dapat tumbuh baik dengan nilai pH yang berada dikisaran netral. Nilai pH yang
terlalu rendah atau tinggi dapat menyebabkan kematian pada ikan. Kandungan pH
perairan yang ideal dalam budidaya ikan jelawat (Leptobarbus hoeveni) adalah
berkisar 5 - 9 (Syafriadiman et al. 2005).
Kondisi perairan dengan nilai pH rendah (asam kuat) umumnya dapat disebabkan
oleh limbah yang mengandung asam – asam mineral bebas dan asam karbonat.
Perairan dengan kondisi asam kuat tersebut akan menyebabkan kandungan logam
berat seperti aluminium memiliki mobilitas yang tinggi sehingga perairan menjadi
toksik dan mengancam kehidupan ikan. Kondisi perairan dengan pH tinggi (basa)
menggangu keseimbangan ammonium dan ammonia. Hal ini disebabkan apabila
konsentrasi pH naik diatas netral akan meningkatkan konsentrasi ammonia yang
bersifat toksik dan berakibat kematian pada ikan (Wahyuni, 2008). Kandungan pH
diperairan berpengaruh terhadap kandungan oksigen terlarut di perairan. Pada
perairan yang kandungan pH nya rendah (keasaman tinggi) kandungan oksigen
akan berkurang, akibatnya konsumsi oksigen ikan akan turut menurun, aktivitas
pernafasan naik dan selera makan akan berkurang, selain itu ikan menjadi lebih
mudah terserang infeksi dan biasanya diikuti dengan tingkat mortalitas yang
tinggi (Ghufran, 2010).
17
2.3. Amonia (NH3)
Zonneveld et.al. (1991), menyatakan bahwa amoniak adalah suatu produk hasil
dari metabolisme protein. Disisi lain senyawa ini merupakan racun bagi ikan
walaupun dalam konsentrasi yang rendah. Hidayah (1993) menyatakan bahwa
kisaran amonia bebas (NH3) pada ikan air tawar kurang dari 1 mg/L masih
memenuhi kisaran yang layak untuk dilakukannya budidaya. Benih-benih ikan
sangat senstitif terhadap kadar ammonia yang tinggi (Sutomo, 1989). Menurut
Tatangindatu (2013), batas kadar amonia diperairan untuk kegiatan perikanan
untuk ikan yang peka ialah ≤ 0,02 mg/l.
Konsentrasi amonia bebas (NHᴣ)di perairan bergantung pada kandungan pH dan
suhu di perairan. Semakin meningkatnya nilai pH dan suhu di perairan dapat
menyebabkan persentase amonia bebas (NHᴣ) terhadap amonia total semakin
meningkat. Amonia bebas (NHᴣ) tidak dapat terionisasi (amonia), sedangkan
amonium (NH4) dapat terionisasi. Pada pH 7 atau kurang, sebagian besar amonia
akan mengalami ionisasi. Sebaliknya, pada pH lebih besar dari 7, amonia tidak
terionisasi dan bersifat toksik terhadap organisme perairan. Toksisitas amoniak
terhadap organisme akuatik akan meningkat jika terjadi penurunan kadar oksigen
terlarut, serta kenaikan pH dan suhu (Effendi, 2003).
E. Analisis Kesesuaian Lahan
Analisis kesesuaian lahan akuakultur penting dilakukan untuk menilai apakah
sumberdaya yang terdapat di lahan perairan tersebut. Dalam melakukan analisis
kesesuaian lahan, perlu dilakukannya pendekatan yang teruji untuk mencapai
18
suatu tujuan tertentu seperti, mengetahui seberapa besar potensi lahan yang dapat
dimanfaatkan sebagai lahan budiadaya untuk meningkatkan produksi perikanan
(Ritung et al, 2007). Ristiyani (2012), menyatakan bahawa kendala lingkungan
yang dihadapi dalam kegiatan budidaya yaitu penataan wilayah pengembangan
budidaya yang tidak memerhatikan daya dukung lingkungan akibat pengelolaan
yang tidak tepat. Hal ini menimbulkan permasalahan di lingkungan yang dapat
berdampak dalam waktu yang panjang. Sehingga analisa daya dukung perairan
perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi dan kesesuaian lahan budidaya.
Analisis kesesuaian perairan adalah suatu proses pendugaan potensi lahan yang
telah dipertimbangkan menurut kegunaannya dan membandingkan serangkaian
data dari hasil suatu lahan yang dikaji. Tujuannya adalah untuk mengetahui
kondisi pada lahan tersebut berdasarkan parameter yang akan di uji. Evaluasi
dilakukan dengan membandingkan beberapa persyaratan penggunaan lahan
dengan karateristik lahan yang ada dan terkualifikasi, sehingga lahan tersebut
dapat dinilai apakah masuk kedalam kelompok yang sesuai atau tidak kedalam
penggunaan lahan yang akan dikaji. Sebaliknya, apabila kondisi lahan tersebut
tidak sesuai, maka lahan tersebut tidak dapat digunakan (Supratno, 2006).
Hadmoko (2012), menyatakan bahwa terdapat beberapa metode klasifikasi unuk
melakukan evaluasi kesesuaian lahan perairan sebagai berikut:
1. Metode kualitatif/deskriptif
Metode ini didasarkan pada analisis visual/pengukuran yang dilakukan
langsung di lapangan yang telah disepakati. Metode ini bersifat subyektif dan
19
pada beberapa kasus tergantung pada kemampuan yang dimiliki oleh peneliti
dalam menganalisis.
2. Metode statistik
Metode ini didasarkan pada analisis statistik variabel penentu kualitas lahan
yang disebut diagnostic land characteristic (variabel x) terhadap kualitas
lahannya (variabel y).
3. Metode matching
Metode ini didasarkan pada pencocokan yang terjadi antara kriteria kesesuaian
lahan terhadap data kualitas lahan. Evaluasi kemampuan lahan dengan cara
matching dilakukan dengan mencocokkan antara karakteristik lahan dengan
syarat penggunaan lahan tertentu.
4. Metode pengharkatan (scoring)
Metode ini didasarkan pada pemberian nilai pada masing-masing satuan lahan
yang sesuai dengan karakteristiknya dan telah didapatkan hasil yang sudah
sesuai pada lahan tersebut.
Metode yang umum digunakan untuk menentukan atau menilai lahan tersebut
layak digunakan sebagai lahan budidaya adalah dengan menggunakan metode
matching dan scoring. Metode matching adalah dengan mencocokkan suatu
parameter dengan kriteria kelas kemampuan lahan tersebut sehingga diperoleh
potensi lahan tersebut. Metode scoring yaitu menilai lahan menurut kegunaan,
manfaat, atau fungsinya yang dapat dijalankannya (Ristiyani, 2012). Setelah
didapatkan nilai hasil scoring kesesuaian, maka selanjutnya dilakukan proses
penenentuan tingkat kesesuaian (matching), untuk mengetahui hasil yang
20
diperoleh dengan tingkat kesesuaian terbaik yang mengacu pada tiingkat
kesesuaian perairan menurut Cornelia (2005), sebagai berikut:
86 – 100 % = Sangat Sesuai (S1)
76 – 85 % = Cukup Sesuai (S2)
66 – 75 % = Sesuai Marginal (S3)
0 – 65 % = Tidak Sesuai (N)
F. Daya Dukung Lingkungan
Sunu (2001) menyatakan bahwa daya dukung lingkungan adalah kemampuan
suatu ekosistem dalam mendukung proses kehidupan organisme di perairan dan
mempertahankan produktivitasnya, adaptasi dan kemampuan memperbarui diri
organisme yang ada di dalamnya. Beveridge (1996) menyatakan bahwa penilaian
daya dukung lingkungan digunakan untuk menjabarkan produksi dari budidaya
yang dapat berkelanjutan dalam suatu lingkungan. Hal ini dikarenakan kapasitas
suatu lingkungan yang mengalami kerusakan memerlukan waktu pemulihan yang
relatif lama.
Rees (1998) menyatakan Daya dukung lingkungan sebagai kapasitas maksimum
dari tingkat konsumsi sumberdaya dan limbah yang dihasilkan di dalam suatu
wilayah, tanpa mempengaruhi produktivitas dan integritas ekologi di wilayah
tersebut. Daya dukung secara garis besar dapat dikatakan sebagai kemampuan
lingkungan untuk memenuhi kebutuhan semua populasi yang ada didalamnya
tanpa merusak lingkungan itu sendiri. Daya dukung dalam terminologi ekologi
21
adalah kemampuan lingkungan untuk menyediakan sumberdaya dan pelayanan
yang diberikan oleh lingkungan tersebut untuk mendukung jumlah populasi atau
komunitas di dalam lingkungan tersebut (Carley dan Christie, 2000). Keterbatasan
lingkungan dalam mendukung semua populasi yang ada di dalamnya tergantung
pada tiga faktor, yaitu:
1. Jumlah sumberdaya yang tersedia dalam lingkungan tersebut.
2. Jumlah populasi/ komunitas.
3. Jumlah sumberdaya yang dikonsumsi oleh masing-masing individu dalam
suatu komunitas tersebut.
Berikut faktor yang mempengaruhi keterbatasan jumlah yang dapat ditampung
suatu lahan, yaitu:
1. Ciri-ciri fisiografik lingkungan alam.
2. Teknologi dan kerangka sistem utilitas umum dan sistem transportasi yang
ada.
3. Ketersediaan lahan,
4. Nilai manfaat suatu barang yang mengikuti pola deminishing return.
5. Pola regeneratif yang bersifat runtun dan tertentu.
Untuk menentukan Daya dukung suatu wilayah dapat dilakukan melalui beberapa
tahap kegiatan, yaitu:
1. Menentukan luas wilayah studi.
2. Menentukan sumberdaya yang akan dievaluasi.
3. Menstimulasikan konsep-konsep tersebut ke dalam sistem yang sebenarnya.
22
4. Memeriksa konsep-konsep yang berkaitan dengan keterbatasan yang ada pada
sumberdaya tersebut.
5. Membandingkan proyek yang didasarkan pada kapasitas lingkungan dengan
proyek yang didasarkan pada tingkat pertumbuhan.
Dalam menentukan cakupan suatu wilayah dan sumberdaya yang akan dianalisis
ini perlu untuk diketahuinya siapa saja pihak yang terlibat, bagaimana kondisi dari
sumberdaya tersebut dan kaitannya dengan lingkungan sekitarnya. Tujuan dari
analisis konsep-konsep yang berkaitan dengan sumberdaya tersebut agar dapat
menjelaskan bagaimana karakteristik dari sumberdaya tersebut dan faktor-faktor
apa saja yang terkait dengan keterbatasan sumberdaya itu. Dengan demikian dapat
ditentukan indikator yang dapat digunakan dalam sistem lingkungan sebenarnya
untuk dibandingkan dengan kegiatan yang berlangsung saat ini. Dari hasil tersebut
dapat dicari alternatif terbaik dalam merumuskan konsep pengelolaan sumberdaya
yang lebih baik (Carley dan Christie, 2000).
23
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2019
yang bertempat di Danau Way Jepara, di Kecamatan Way Jepara, Kabupaten
Lampung Timur, Provinsi Lampung. Masing-masing stasiun pengamatan berjarak
± 150 m dari tepi danau. Peta lokasi penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Lokasi stasiun pengambilan sampel
Keterangan:
1. Titik 1 (5°12'9.08"S 105°40'5.17"E)
2. Titik 2 (5°11'47.06"S 105°39'45.15"E)
3. Titik 3 (5°12'14.75"S 105°39'34.73"E)
24
B. Alat dan Bahan
Berikut adalah alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat
dibawah ini pada tabel 1.
Tabel 1. Alat dan bahan
C. Metode Penelitian
Penelitian ini berjenis deskriptif analisis yaitu suatu metode yang berfungsi untuk
memberikan gambaran tentang objek yang diteliti melalui data atau sampel yang
telah terkumpul sebagaimana adanya dan membuat kesimpulan (Sugiyono, 2009).
Parameter kualitas air yang diamati meliputi parameter fisika (suhu, kedalaman,
kecerahan, dan arus) dan parameter kimia (pH, oksigen terlarut dan Amonia).
Hasil pengamatan yang didapatkan kemudian dilakukan analisis menggunakan
metode matching and scoring sehingga diketahui berapa tingkat kesesuaian
perairan Danau Way Jepara untuk budidaya ikan jelawat (Leptobarbus hoeveni).
1. Kualitas Air
1.1. Parameter Fisika
Berikut ini adalah beberapa parameter fisika perairan Danau Way Jepara yang
diambil sampelnya, yaitu:
No Variabel Satuan Alat Keterangan
1 Koordinat lapangan - GPS In Situ
2 Kedalaman Meter Tali ukur In Situ
3 Kecerahan Centimeter Secchi disk In Situ
4 pH - pH meter In Situ
5 Arus Meter/detik Alat pendeteksi
kecepatan In Situ
6 Suhu oC Termometer In Situ
7 Oksigen terlarut (DO) Mg/l Do meter In situ
8 Amonia (NH3) Mg/l spektrofotometer Laboratorium
25
1.1.1. Suhu
Disiapkan thermometer yang akan digunakan lalu dimasukan ke dalam perairan
selama beberapa menit, kemudian dilihat berapa suhu didalam air, hasil yang telah
didapat lalu dicatat.
1.1.2. Arus
Disiapkan bola tenis yang telah diikat dengan tali raffia sepanjang satu meter, bola
tenis yang telah diikat diletakan di atas permukaan air searah arus perairan secara
horizontal, ditunggu sampai saat tali raffia meregang menjadi lurus lalu dicatat
waktunya, diulangi sebanyak 3 kali dan dihitung nilai rata-ratanya.
1.1.3. Kedalaman
Dimasukan tali yang disertai dengan pemberat seberat 5 kg agar tali mudah untuk
tenggelam dan tidak mudah terbawa arus pada titik perairan yang akan diukur,
ditunggu sampai tali tidak bergerak turun lagi, dilihat batas kedalaman pada tali
dan dicatat hasil kedalamannya.
1.1.4. Kecerahan
Disiapkan secchi disk yang telah pasang tali ukur, kemudian secchi disk
dimasukan ke dalam perairan, dilihat sampai bagian warna hitam tidak terlihat
lagi lalu dicatat batas kedalaman dari warna hitam, dan dilanjutkan hingga warna
putih tidak terlihat lalu dicatat batas kedalaman dari warna putih, kemudian hitung
kecerahan dari perairan dengan menggunakan rumus (Indaryanto, 2015):
26
1.2. Parameter Kimia
Berikut ini adalah beberapa parameter kimia yang diambil sampelnya, yaitu:
1.2.1. Derajat keasaman (pH)
Dimasukkan pH meter ke dalam perairan tersebut, kemudian dilihat nilai pH
didalam air dan dicatat hasil yang telah didapatkan.
1.2.2. Oksigen terlalrut (DO)
DO meter sebelum digunakan harus dikalibrasi dengan menggunakan larutan
probe filling electrolyte oxel 03 terlebih dahulu, setelah itu probe dimasukkan
kedalam perairan, dilihat nilai DO pada alat tersebut dan dicatat hasilnya.
1.2.3. Amonia (NH3)
Diambil sampel air sebanyak 600 ml dari titik stasiun pengamatan dan kemudian
sampel yang telah diambil diuji lab dan dihitung kadar ammonia diperairan
menggunakan spektrofotometer dan dicatat hasilnya.
D. Analisis Kesesuaian Perairan
Proses analisis kesesuaian perairan diketahui dengan menggunakan metode
scoring and matching. Penyusunan matrik penilaian kesesuaian perairan me-
rupakan dasar dari analisis keruangan melalui proses scoring. Total nilai hasil
scoring kemudian dicocokkan (matching) berdasarkan kelas kesesuaian lahan
sehingga diketahui tingkat kesesuaian suatu perairan dengan objek yang akan
dibudidayakan.
27
1. Penentuan Faktor Pembatas
Faktor pembatas merupakan faktor-faktor alam yang berada pada atau melampaui
titik minimum atau maksimum dari suatu daya toleransi yang dimiliki oleh suatu
organisme. Faktor pembatas dapat menurunkan tingkat jumlah dan perkembangan
suatu ekosistem (Soeraatmadja, 1987). Pembatas lahan adalah penyimpangan dari
kondisi optimal karakteristik dan kualitas lahan yang memberikan pengaruh buruk
untuk berbagai penggunaan lahan (Sys et al, 1993). Penentuan tingkat pembatas
suatu lahan terbagi kedalam empat tingkatan, sebagai berikut:
a. 1 (tanpa pembatas), digolongkan ke dalam S1
b. 2 (pembatas ringan), digolongkan ke dalam S2
c. 3 (pembatas sedang), digolongkan ke dalam S3
d. 4 (pembatas berat), digolongkan ke dalam N
Faktor pembatas parameter kualitas perairan untuk budidaya jelawat (Leptobarbus
hoevenii) di Danau Way Jepara Kecamatan Way Jepara, Kabupaten Lampung
Timur dapat diketahui dengan menganalisis dan menggolongkan nilai kualitas
airnya berdasarkan tingkat pembatas ikan jelawat. Apabila parameter kualitas air
tersebut termasuk kedalam faktor pembatas berat, maka parameter kualitas air
tersebut harus diperbaiki untuk mencapainya keberlangsungan kegiatan budidaya
ikan jelawat.
2. Penilaian Kesesuaian Perairan (Scoring)
Penilaian kesesuaian dilakukan dengan membuat matrik kesesuaian perairan yang
disusun dari beberapa kajian pustaka dan pertimbangan teknis budidaya, sehingga
28
dapat diketahui syarat-syarat yang dapat dijadikan acuan dalam pemberian bobot
penilaian. Proses ini diawali dengan mengumpulkan berbagai referensi mengenai
kondisi kualitas perairan yang harus dipenuhi sebelum dilakukannya budidaya
ikan jelawat (Leptobarbus hoeveni). Terdapat beberapa parameter yang diamati
pada penelitian ini yaitu parameter fisika (suhu, kedalaman, kecerahan, dan arus)
dan parameter kimia (pH, oksigen terlarut dan Amonia). Berbagai parameter yang
telah ditentukan tersebut kemudian tetapkan skala penilaian dan bobotnya pada
tabel kesesuaian lahan budidaya berdasarkan kajian yang telah didapatkan. Faktor
pembatas yang ada pada kolom tabel matrik penilaian kesesuaian dibuat dalam
bentuk skala penilaian (rating) yang berguna untuk memudahkan peneliti dalam
memberikan penilaian dengan angka, yaitu:
a. 1 (kurang sesuai)
b. 3 (cukup sesuai)
c. 5 (sangat sesuai)
Tabel matrik penilaian kesesuaian perairan dalam proses budidaya ikan jelawat
(Leptobarbus hoeveni) dapat dilihat pada Tabel 2.
29
Tabel 2. Matrik penilaian kesesuaian perairan
Parameter Kelas
Batas
Nilai
(A)
Bobot
(B)
Skor
Max
(AxB) Sumber
Suhu oC
29-30
25-28 dan 31-32
<25 dan >32
5
3
1
1
5 Puslitbangkan
(1992)
Kecerahan
(cm)
125-175
100-125 dan 176-200
<100 dan >200
5
3
1
1
5
Tatangindatu et
al (2013);
Erlania (2010)
Kedalaman
(meter)
9-17
4-9 dan 17-22
<4 dan>22
5
3
1
5
25
Affan (2012);
Sukadi et al
(1989)
Arus
(m/detik)
0,15-0,3
0,05-0,14 dan 0,31-
0,45
<0.05 dan>0,45
5
3
1
1
5
Evalawati et al
(2001)
Oksigen
Terlarut
(mg/l)
5-7
2-4 dan 8-10
<2 dan >8
5
3
1
3
15
Sutisna dan
Sutarmanto
(1995);
Arifin et al
(1992)
pH
6-8
2-5 dan 9-12
<2 dan >12
5
3
1
3
15 Syafriadiman et
al (2005)
Amonia
(mg/l)
0.010-0,015
0,005-0,009 dan
0,016-0,020
<0,005 dan >0,020
5
3
1
1
5
Tatangindatu et
al (2013)
Skor Total Maksimal 75
Keterangan:
1. Angka penilaian mengacu pada petunjuk DKP (2002), sebagai berikut:
5 = Sangat sesuai
3 = cukup sesuai
1 = kurang sesuai
2. Pemberian bobot berasarkan pada pertimbangan pengaruh factor pembatas
yang mengacu pada hasil studi pustaka
Setelah batas nilai dan bobot ditentukan, proses scoring dapat dilakukan dengan
perhitunga Kangkan (2006), sebagai berikut:
𝑛
∑ 𝐴 (𝐵𝑎𝑡𝑎𝑠 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖) 𝑥 𝐵 (𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡) 𝑖=1
30
Total skor dari hasil perkalian nilai parameter dengan bobotnya tersebut kemudian
dipakai untuk menentukan berapa persen tingkat kecocokan lahan tersebut untuk
budidaya ikan jelawat (Leptobarbus hoeveni) dengan perhitungan sebagai berikut
(Departemen Kelautan dan Perikanan, 2009):
3. Penentuan Tingkat Kesesuaian Perairan (Matching)
Setelah didapatkannya nilai hasil scoring kesesuaian, maka selanjutnya dilakukan
proses penenentuan tingkat kesesuaian (matching) dari danau Way Jepara, untuk
mengetahui titik pengambilan sampel dengan tingkat kesesuaian terbaik yang
mengacu pada tiingkat kesesuaian perairan menurut Cornelia (2005), sebagai
berikut:
86 – 100 % = Sangat Sesuai (S1)
76 – 85 % = Cukup Sesuai (S2)
66 – 75 % = Sesuai Marginal (S3)
0 – 65 % = Tidak Sesuai (N)
Setelah didapatkannya nilai hasil matching and scoring, kemudian nilai tersebut
dimasukan kedalam tabel matrik rekapitulasi persentase kesesuaian perairan untuk
mengetahui persentase tingkat kesesuaian perairan di tiap stasiun. Berikut adalah
matrik rekapitulasi persentase penilaian kesesuaian seperti yang dikemukakan
oleh Yulianto et al (2016) dapat dilihat pada tabel 3.
31
Tabel 3. Matrik rekapitulasi persentase kesesuaian perairan
Parameter Skor
Max
Stasiun
1 2 3
Kedalaman (meter) 25 n n n
Kecerahan (meter) 5 n n n
Suhu (0C) 5 n n n
pH 15 n n n
DO (mg/l) 15 n n n
Arus (m/dt) 5 n n n
Amonia (mg/l) 5 n n n
Skor Total 75 N N N
Skor Akhir 100% N% N% N%
Keterangan:
n : Nilai skoring parameter yang didapat tiap stasiun
N : Nilai total skor dari setiap stasiun
N% : Persentase skor akhir tiap stasiun
E. Daya Tampung Perairan
Daya dukung di suatu perairan perlu diketahui untuk keberlangsungan dari suatu
kegiatan budidaya. Daya dukung perairan dalam hal ini adalah untuk mengetahui
berapa jumlah unit budidaya keramba jaring apung (KJA) yang dapat digunakan
dan berapa jumlah ikan jelawat yang dapat dipelihara dalam satu petak karamba di
lokasi Danau Way Jepara pada area yang berpotensi. Salah satu upaya yang dapat
digunakan untuk mengetahui tingkatan daya dukung perairan Danau Way Jepara
adalah dengan melalui pendekatan fisik kawasan sehingga selanjutnya disebut
daya dukung perairan (DDP), yakni dengan menghitung luas kawasan perairan
budidaya yang sesuai (Adibrata, 2012). Dalam kajian ini, kelas kesesuaian yang
digunakan sebagai prioritas utama adalah kelas sangat sesuai (S1) dan cukup
sesuai (S2).
32
Metode analisis daya dukung perairan dihitung dengan persamaan Hariyadi dan
Susanto (2017), berikut ini:
1. Daya Dukung Perairan per Keramba
DDPk = LKS/Luas keramba
2. Daya Dukung Perairan Untuk Seluruh Petak KJA
DDPp = DDPk x b petak KJA
3. Daya dukung Perairan Untuk Seluruh Ikan Jelawat (Leptobarbus hoevenii)
DDPi = DDPp × c ekor ikan
Keterangan:
LKS = Luas perairan yang sangat sesuai (m2)
DDPk = Daya dukung perairan per keramba
DDPp = Daya dukung perairan untuk seluruh petak KJA
DDPi = Daya dukung perairan untuk seluruh ikan jelawat (Leptobarbus
hoevenii) jika diisi 50 ekor/keramba dengan ukuran ukuran 5-10 cm
(Taslim, 2015).
54
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Nilai tingkat kesesuaian perairan Danau Way Jepara pada stasiun pertama dan
kedua diperoleh hasil S2 (cukup sesuai) untuk kelangsungan budidaya dari ikan
jelawat (Leptobarbus hoevenii), sedangkan untuk titik stasiun ketiga diperoleh
hasil N (tidak sesuai) dengan faktor pembatas adalah parameter kedalaman. Daya
dukung Danau Way Jepara untuk budidaya ikan jelawat (Leptobarbus hoevenii)
adalah 618 unit KJA dengan padat tebar keseluruhan ialah 123.600 ekor ikan.
B. Saran
Perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut dengan penambahan parameter fosfat,
nitrat dan TDS serta kelanjutan untuk budidaya ikan lokal di perairan Danau Way
Jepara.
55
DAFTAR PUSTAKA
Adibrata, S. 2012. Evaluasi Kesesuaian Kawasan Untuk Pengembangan Budidaya
Kerapu (Famili Serranidae) di Perairan Pulau Pongok Kabupaten Bangka
Selatan. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Affan, J. M. 2012. Identifikasi Lokasi Untuk Pengembangan Budidaya Keramba
Jaring Apung (KJA) Berdasarkan Faktor Lingkungan dan Kualitas Air Di
Perairan Pantai Timur Bangka Tengah. DEPIK Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan,
Pesisir dan Perikanan, 1(1).
Afrianto, I. E., dan Liviawaty, I. E. 1992. Pengendalian Hama & Penyakit Ikan.
Kanisius.
Akbar, J. 2014. Potensi dan Tantangan Budi Daya Ikan Rawa (Ikan Hitaman dan
Ikan Putihan) di Kalimantan Selatan. Universitas Lambung Mangkurat
Press. Banjarmasin.
Ambasari, L., Gandasasmita, K., dan Sudadi, U. 2013. Strategi Pengembangan
Kawasan Perikanan Budidaya di Kabupaten Lampung Timur. Majalah
Ilmiah Globe, 15(2).
Amri, S. 2011. Evaluasi Kualitas Perairan Sungai Selodong Sebagai Kawasan
Pembuangan Limbah Pengolahan Tambang Emas Tradisional Di Sekotong,
Nusa Tenggara Barat. (skripsi). Fakultas Biologi. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Arifin, Z. S. dan Yosmaniar. 1992. Polikultur Ikan Jelawat Dengan Patin Di
Kolam Rawa, Kertamulia. Bull. Penel. Perik. Darat Vol. 11 No. 2, 138-145.
Arsyad, S. 2010. Konservasi Air dan Tanah. Bogor. Indonesia. IPB Press. 12-13
hal.
56
Azwar, Z. I., Arifin, O., Pamungkas, W., dan Yosmaniar. 2003. Pengelolaan
Produksi Massal Ikan Betutu (Oxyeleotris marmoratus, Bleeker). Balai Riset
Akuakulture. Bogor.
BBPBL, 2001. Modul Teknologi Reproduksi Ikan Kerapu Macan (Epinephelus
fuscoguttatus), Riset dan Teknologi Balai Besar Pengembangan Budidaya
Laut Lampung. Lampung.
Beveridge, M. C. M. 1996. Carrying Capasity Models and Environment
Impact. FAO Fish. Tech. Pap, 255, 1-131.
Boyd, C. E and Lichtkoppler. 1982. Water Quality Management for Pond Fish
Culture. Elsevier Scientific Publishing Co.
BPS Kabupaten Lampung Timur. 2018. Kecamatan Way Jepara Jepara Dalam
Angka 2018. Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Timur.
Brown, E. E., and Gratzek, J. B. 1980. Fish Farming Handbook. Food, Bait,
Tropicals and Goldfish. AVI Publishing Company, Inc.
Cahyadi, R., dan Suharman, I. 2015. Utilization of Fermented Water Hyacinth
(Eichhornia crassipes) Meal in The Diets on Growth of Jelawat
(Leptobarbus hoeveni). Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Perikanan
dan Ilmu Kelautan, 2(2), 1-10.
Carley, M. and Christie, I. 2000. Managing Sustainable Development. 2nd Ed.
London: Earth Scan Publications Ltd.
Chao, X., Jia, Y., Shield, D.F.Jr., Wang, S.S.Y., dan Cooper, C.M. 2007.
Numerical Modeling of Water Quality and Sediment Processes. Ecological
Modeling. 201:385–397.
Chin, D A. 2006. Water-Quality Engineering in Natural Systems. John Wiley and
Sons, Inc. Hoboken, New Jersey. ISBN-10: 0-471-71830-0.
Cornelia, M. I., Suryanto, H., dan Ambarwulan, W. 2005. Prosedur dan Spesifikasi
Teknis Analisis Kesesuaian Budidaya Rumput Laut. Pusat Survei Sumberdaya
Alam Laut. Bakosurtanal. Cibinong.
57
Departemen Kelautan dan Perikanan. 2002. Modul Sosialisasi dan Orientasi
Penataan Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-pulau kecil. Ditjen Pesisir dan
Pulau-pulau kecil. Direktorat Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil. Jakarta.
Departemen Kelautan dan Perikanan. 2009. Pedoman Perencanaan dan
Pengembangan Kawasan Perikanan Budidaya (Minapolitan). Direktorat
Jenderal Perikanan Budidaya, Direktorat Prasarana dan Sarana Budidaya
Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Lampung Timur. 2016. Buku Inventarisasi
O&P KPD PU Way Jepara. pp 3-7.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber daya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. 258 hal.
Erlania, R., Prasetio, A. B., dan Haryadi, J. 2010. Dampak Manajemen Pakan
Dari Kegiatan Budidaya Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Di Keramba
Jaring Apung Terhadap Kualitas Perairan Danau Maninjau. In Prosiding
Forum Inovasi Teknologi Akuakultur (pp. 621-631).
Evalawati, M. M. dan T. W. Aditya. 2001. Biologi Kerapu Dalam Pembesaran
Kerapu Macan (E. fuscoguttatus) dan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis)
di Keramba Jaring Apung. BBL Lampung. Ditjenkan Budidaya, DKP., hlm:
3-7.
Fahrur, R. 2013. Booklet Perikanan: Penanganan Hama dan Penyakit Ikan
Jelawat. Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Ghufran, M. H. 2010. Pemeliharaan Ikan Kerapu Macan (Epinephelus
fuscogutattus) di Keramba Jaring Apung. Jakarta.
Hadmoko, D. S. 2012. Evaluasi Sumber Daya Lahan Prosedur dan Teknik
Evaluasi Lahan: Aplikasi teknik skoring dan matching. Universitas Gajah
Mada. Yogyakarta.
Hardjamulia, A. 1992. Teknologi Pembenihan Ikan Jelawat (Leptobarbus
hoeveni) Secara Terkontrol. Seri Pengembangan Hasil penelitian perikanan.
No. PHP/KAN/PATEK/001/1992. Balitbang Pertanian 25pp.
58
Hariyadi, S., dan Susanto, H. A. 2017. Analisis Daya Dukung Lahan untuk
Pengembangan Budi Daya Kerapu di Perairan Tambak Kecamatan Cilebar,
Kabupaten Karawang. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 22(1), 52-66.
Hernawati dan Suantika. 2006. Penggunaan Sistem Resirkulasi Dalam
Pendederan Benih Ikan Gurami (Osphronemus gouramy Lac). Jurnal.
Institut Teknologi Bandung. 1-10.
Hidayah, Z. 1993. Pengaruh Pemberian Pakan Buatan Terhadap Pertumbuhan
dan Kelangsungan Hidup Larva Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata blkr)
yang dipelihara di kolam. Skripsi Program Studi Budidaya Perairan Fakultas
Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 60 halaman.
Indaryanto, F. R. 2015. Kedalaman Secchi Disk dengan Kombinasi Warna Hitam-
Putih yang Berbeda di Waduk Ciwaka. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Kamat, Y. N., Kalangi, P. N., dan Sompie, M. S. 2014. Pola Arus Permukaan
Saat Surut Di Sekitar Muara Sungai Malalayang, Teluk Manado. Jurnal
Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap, 1.
Kangkan. 2006. Evaluasi Sumber Daya Lahan Prosedur dan Teknik Evaluasi
Lahan: Aplikasi teknik skoring dan matching. Universitas Gajah Mada.
Yogyakarta.
Kordi, K. M. G. H., dan Ghufran, H. M. 2009. Budidaya Perairan Buku
Kedua. PT Citra Aditya Bakti. Bandung, 519.
Laznik, M., Stalnacke, P., Grimvall A., dan Wittgren, H.B., 1999. Riverine Input
of Nutrients to the Gulf of Riga – Temporal and Spatial Variation. Journal of
Marine System, 23:11-25.
Maniani, A. A., Tuhumury, R. A., dan Sari, A. 2015. Pengaruh Perbedaan
Filterisasi Berbahan Alami dan Buatan (Sintetis) pada Kualitas Air
Budidaya Lele Sangkuriang (Clarias Sp.) dengan Sistem Resirkulasi
Tertutup. The Journal of Fisheries Development, 2(2), 17-34.
Mubarak, A. S., dan Kusdarwati, R. 2010. Korelasi Antara Konsentrasi Oksigen
Terlarut Pada Kepadatan Yang Berbeda Dengan Skoring Warna Daphnia
spp. Jurnal ilmiah perikanan dan kelautan, 2(1), 45-50.
59
Novotny, V. 1994. Water Quality: Prevention, Identification and Management of
Diffuse Pollution. Van Nostrand-Reinhold Publishers.
Patty, S. I. 2013. Distribution Temperature, Salinity and Dissolved Oxygen in
Waters Kema, North Sulawesi. Jurnal Ilmiah Platax, 1(3), 148-157.
Puslitbangkan. 1992. Teknik Pembesaran Ikan Jelawat (Leptobarbus hoevenii
Blkr) Secara Terkontrol. Departemen Pertanian, Badan Litbang Pertanian.
11 hlm.
Ramadani, A. H., Wijayanti, A., & Hadisusanto, S. (2012). Komposisi dan
Kemelimpahan Fitoplankton di Laguna Glagah Kabupaten Kulonprogo
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. In Proceeding Biology Education
Conference: Biology, Science, Enviromental, and Learning (Vol. 10, No. 1).
Rees, W. E., Wackernagel, M., dan Testemale, P. 1998. Our Ecological Footprint:
Reducing Human Impact on the Earth. New Catalyst Bioregional Series.
Paperback.
Rimalia, A. 2014. Perbandingan Induk Jantan Dan Betina Terhadap Keberhasilan
Pembuahan Dan Daya Tetas Telur Ikan Jelawat (Leptobarbus Hoevenii).
Ziraa'ah Majalah Ilmiah Pertanian, 39(3), 114-118.
Ristiyani, D. (2013). Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Perikanan
Tambak di Pesisir Kendal. Geo-Image, 2(1).
Ritung, S., Wahyunto, A. F., & Hidayat, H. 2007. Panduan Evaluasi Kesesuaian
Lahan Dengan Contoh Peta Arahan Penggunaan Lahan Kabupaten Aceh
Barat. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre, 39.
Saanin, H. 1968. Taksonomi dan Kuntji Identifikasi Ikan. Binatjipta.
Saputra, Y.H., Syahrir, M., dan Aditya, A. 2016. Biologi Reproduksi Ikan Jelawat
(Leptobarbus hoevenii Bleeker 1851) Di Rawa Banjiran Sungai Mahakam
Kecamatan Muarawis Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan
Timur. Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 21 (2): 1-10. Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman. Kalimantan Selatan.
60
Soeraatmadja. 1987. Ilmu Lingkungan. ITB. Bandung.
Sugiyono, M. P. K. 2009. Kualitatif dan R&D. CV. Alfabeta, Bandung.
Suhada, B., Setiawati, A., Rudy, Rokain, T., Wibowo, T., Ariefien, S., Hutasuhut,
B., Endri, Y., Wahyono, B. 2017. Kajian Tentang Masa Depan Minapolitan
Di Kecamatan Pasir Sakti Kabupaten Lampung TImur. Pusaka Media.
Lampung.
Sukadi, M.F., I.N.S. Rabegnatar, O. P., Krismono, Z. J. dan Schmittou, H.R.
1989. Petunjuk Teknis Budidaya lkan Dalam Keramba Jaring Apung. Badan
Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perikanan. Jakarta.
Sunu, P., dan Putra, R. M. S. 2001. Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan
ISO 14001. Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo).
Supratno, K. P. T. 2006. Evaluasi Lahan Tambak Wilayah Pesisir Jepara Untuk
Pemanfaatan Budidaya Ikan Kerapu. Tesis. Semarang: Program Studi
Megister Manajeman Sumberdaya Pantai Program Pasca Sarjana Universitas
Diponegoro.
Sutisna, I. D. H., dan Sutarmanto, R. 1995. Pembenihan Ikan Air Tawar.
Kanisius.
Sutomo, S. 1989. Pengaruh Amonia Terhadap Ikan Dalam Budidaya Sistem
Tertutup. Oseana, 14(1), 19-26.
Sweking, S., Mahyudin, I., Mahreda, E. S., dan Salawati, U. 2016. Produksi dan
Jumlah Jenis Ikan Yang Tertangkap Oleh Nelayan di Sungai Kahayan
Kecamatan Pahandut Kota Palangkaraya Provinsi Kalimantan
Tengah. EnviroScienteae, 7(1), 39-49.
Syafriadiman, N. A. P., dan Saberina. 2005. Prisnsif Dasar Pengolahan Kualitas
Air. MM Press, CV. Mina Mandiri. Pekanbaru.132.
Sys, C., Ranst, V. E., Debaveye, J., and Beernaert, F. 1993. Land Evaluation Part
III, Crop Requirements. Agricultural publication, 7.
61
Taslim, R., dan Ramli, M. 2015. The Aquacultur Business of Jelawat fish
(Leptobarbus Hoevanii) at the Cages in Ranah Kampar Sub-District,
Kampar Regency of Riau Province. Jurnal Online Mahasiswa (JOM).
Bidang Perikanan dan Ilmu Kelautan, 2(2), 1-12.
Tatangindatu, F., Kalesaran, O., dan Rompas, R. 2013. Studi Parameter Fisika
Kimia Air Pada Areal Budidaya Ikan Di Danau Tondano, Desa Paleloan,
Kabupaten Minahasa. E-Journal Budidaya Perairan, 1(2).
Termvidchakorn, A., dan Hortle, K. G. 2013. A Guide to Larvae and Juveniles of
Some Common Fish Species from The Mekong River Basin. Mekong River
Commission.
Wahyuni, 2008. Pengelolaan Air Pada Budidaya Ikan. Jawa Tengah: Dinas
Perikanan.
Welch P. S. 2001. Limnology. McGraw-Hill Book Company. Inc. New York.
Wetzel, R.G. 1983. Limnology. Second Edition. Saunders College Publishing,
Toronto. 859.
Wetzel, R.G. 2001. Lymnology Lake and River Ecosytem 3rd Ed. Academic Press.
London.
Wibisono, M.S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. PT Grasindo anggota IKAPI.
Jakarta.
Yulianto, H., Hartoko, A., Anggoro, S., and Delis, P. C. 2016. Suitability Analysis
of Pearl Oyster Farming in Lampung Bay, Pesawaran, Lampung Province,
Indonesia. Aquaculture, Aquarium, Conservation & Legislation-International
Journal of the Bioflux Society (AACL Bioflux), 9(6).
Zonneveld, N., Huisman, E. A., dan Boon, J. H. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya
Ikan. PT Gramedia Pustaka Utama.