analisis keterkaitan pertumbuhan, pengangguran dan ... · pertumbuhan, pengangguran dan terhadap...

184
ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN KETIMPANGAN TERHADAP KEMISKINAN PROVINSI JAWA TENGAH 2004-2010 W A L U Y O SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

Upload: tranduong

Post on 16-Mar-2019

237 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN KETIMPANGAN TERHADAP KEMISKINAN

PROVINSI JAWA TENGAH 2004-2010

W A L U Y O

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012

Page 2: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,
Page 3: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Keterkaitan Pertumbuhan, Pengangguran dan Ketimpangan terhadap Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah 2004-2010 adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2012

W a l u y o NRP. H151104484

Page 4: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,
Page 5: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

ABSTRACT

WALUYO. The Linkage Between Growth, Unemployment and Income Inequality on Poverty in Central of Java Province, 2004-2010. Under direction of SRI HARTOYO and LUKYTAWATI ANGGRAENI.

The issues about the benefit of growth for the poor have been a priority in development policy. Poverty reduction can be achieved by income growth and distribution. The objectives of this study are to analize the relation between income percapita growth, unemployment and inequality on poverty reduction in Central of Java Province and to identify the determinant of those factors. Using Panel Two-Stage Least Square (2SLS), the results show that the income percapita growth is significantly influenced by the the rate of skilled labor growth, mean years schoolling of labor, the invesment, the quality of transportation and electrical infrastructure, and government spending on investment. The unemployment growth is positively influenced by the growth in skilled and unskilled labor supply and negatively by income percapita growth. The change in income inequality is positively influenced by income percapita growth, education inequality, price index and negatively affected by government spending on investment. The income percapita growth has the largest impact on poverty reduction, but its effectiveness reduced by the growth in unemployment and price index. In the period of 2004-2010, economic growth in Central of Java Province was not pro poor.

Keywords: growth, inequality, unemployment, poverty reduction, panel 2SLS

Page 6: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,
Page 7: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

RINGKASAN

WALUYO. Analisis Keterkaitan Pertumbuhan, Pengangguran dan Ketimpangan terhadap Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah 2004-2010. Dibimbing oleh SRI HARTOYO dan LUKYTAWATI ANGGRAENI.

Pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan tingkat kemiskinan. Setinggi apapun pendapatan nasional perkapita dan pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara selama distribusi pendapatan berjalan tidak merata maka tingkat kemiskinan akan tetap tinggi. Sebaliknya, meskipun distribusi pendapatan telah berjalan merata jika tidak didukung oleh pendapatan nasional perkapita dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi maka kemiskinan juga akan semakin meluas (Todaro dan Smith, 2006). Sudah menjadi konsensus bahwa pertumbuhan menjadi syarat yang diperlukan untuk menurunkan kemiskinan, namun belum menjadi syarat kecukupan. Pengentasan kemiskinan akan berjalan lebih efektif jika pertumbuhan yang dihasilkan mampu mendorong perluasan kesempatan kerja dan diimbangi dengan kebijakan redistribusi yang akan membawa pada distribusi yang lebih merata (Bourguignon, 2004). Jawa Tengah menjadi salah satu provinsi yang memiliki permasalahan kemiskinan cukup kompleks. Berdasarkan data BPS, Jawa Tengah selalu memiliki tingkat kemiskinan (HCI) di atas level nasional dan memiliki populasi penduduk miskin (HC) terbanyak kedua setelah Jawa Timur. Hal ini menjadi sangat ironis karena secara administratif Jawa Tengah memiliki lokasi yang strategis, yakni berada di sentral Pulau Jawa yang dekat dengan pusat perekonomian dan kekuasaan sehingga menjadi modal yang baik bagi perkembangan perekonomian. Pencapaian target MDG’s dan RPJM sampai tahun 2011 masih jauh di atas sasaran. Kemiskinan menunjukkan tren menurun, namun penurunannya lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan yang dicapai. Permasalahan kemiskinan menjadi semakin kompleks karena alokasi sumber daya ekonomi, sumber daya manusia dan infrastruktur yang tidak tersebar secara merata antar kabupaten/kota, sehingga kinerja perekonomian dan pola kemiskinan antar wilayah menjadi sangat beragam. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini memiliki beberapa tujuan. Pertama, menganalisis dinamika pertumbuhan pendapatan perkapita, pengangguran, ketimpangan pendapatan dan kemiskinan antar waktu dan antar wilayah di Jawa Tengah. Kedua, menganalisis keterkaitan antara pertumbuhan, distribusi pendapatan dan kemiskinan. Ketiga, menganalisis determinan dari pertumbuhan, pengangguran, ketimpangan pendapatan dan kemiskinan. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersumber dari BPS RI, BPS Provinsi Jawa Tengah, dan Kementrian Keuangan RI. Data pokok mencakup pendapatan perkapita yang diproksi dengan PDRB perkapita, ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi, infrastruktur, indeks harga dan belanja pembangunan. Penelitian mencakup semua kabupaten/kota di Jawa Tengah selama 2004-2010. Metode analisis untuk menjawab tujuan terdiri dari analisis deskriptif menggunakan tren, kuadran, peta tematik dan Poverty Growth Curve (PGC) serta analisis ekonometrika menggunakan regresi penel simultan.

Page 8: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

Hasil penelitian menunjukkan selama periode 2004-2010, pendapatan perkapita di level provinsi dan semua kabupaten/kota memiliki tren meningkat dan tidak terdapat korelasi yang signifikan antara level pendapatan perkapita kondisi awal dengan tren perubahannya. Ketimpangan pendapatan pada level provinsi dan mayoritas kabupaten/kota memiliki tren yang meningkat sehingga distribusi pendapatan semakin tidak merata. Kemiskinan pada level provinsi dan mayoritas kabupaten/kota memiliki tren yang menurun, meskipun terdapat beberapa daerah kota yang memiliki tren kemiskinan meningkat. Terdapat hubungan positif antara level pendapatan perkapita dan kemiskinan antar kabupaten/kota. Secara umum, manfaat hasil pertumbuhan selama periode 2004-2010 secara dominan dinikmati oleh 10% penduduk berpendapatan tertinggi, sehingga pertumbuhan selama periode tersebut belum bersifat pro poor.

Penelitian juga menghasilkan temuan determinan yang menjadi sumber pertumbuhan pendapatan perkapita terdiri dari pertumbuhan jumlah pekerja terampil, rata-rata usia lama sekolah, kualitas infrastruktur listrik dan jalan raya, perubahan stok kapita/investasi dan belanja pembangunan. Pertumbuhan jumlah penganggur dipengaruhi oleh pertumbuhan jumlah angkatan kerja menurut pendidikan (SLTA ke atas dan SLTP ke bawah), sementara pertumbuhan pendapatan perkapita memiliki pengaruh positif dalam menurunkan jumlah penganggur. Ketimpangan pendapatan antar penduduk memiliki hubungan yang searah dengan pertumbuhan pendapatan perkapita, ketimpangan pendidikan dan indeks harga, tetapi tidak berhubungan searah dengan belanja pembangunan. Selama periode 2004-2010, pertumbuhan pendapatan perkapita menjadi determinan terpenting bagi penurunan jumlah penduduk miskin, namun efektivitasnya menjadi berkurang karena pertumbuhan juga membawa pada distribusi pendapatan yang semakin tidak merata. Kenaikan indeks harga dan jumlah penganggur juga turut mengurangi efektivitas pengentasan kemiskinan.

Saran yang dapat diberikan diantaranya adalah: 1). mempertajam kualitas pertumbuhan melalui perbaikan infrastruktur, kualitas modal manusia, kegiatan investasi dan meningkatkan porsi belanja pembangunan, terutama di kabupaten yang perekonomiannya masih tertinggal dan belum berkembang; 2). Pertumbuhan yang tinggi juga membawa pada distribusi pendapatan yang semakin timpang, sehingga pemerintah seharusnya tidak hanya fokus dalam mengejar akselerasi pertumbuhan, tetapi juga fokus dalam memperbaiki distribusi pendapatan melalui kebijakan redistribusi yang lebih progresif serta mempertajam efektivitas kebijakan transfer subsidi yang sedang/akan dilakukan; 3). Pendidikan menjadi sumber pertumbuhan terpenting dan menjadi variabel antara bagi pengentasan kemiskinan, sehingga diperlukan kebijakan untuk memperluas kesempatan dan menjamin pemerataan bersekolah bagi penduduk miskin dengan cara memberi kuota tempat sampai tingkatan pendidikan menengah dan memberi beasiswa bagi yang berprestasi sampai level pendidikan tinggi; 4). Distribusi pendapatan dan kemiskinan sangat sensitif terhadap perubahan indeks harga, sehingga diperlukan kebijakan untuk menjamin stabilitas harga terutama harga kebutuhan dasar.

Kata kunci: pertumbuhan, pengangguran, ketimpangan, kemiskinan, panel 2SLS

Page 9: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau

menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya

ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

Page 10: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,
Page 11: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN KETIMPANGAN TERHADAP KEMISKINAN

PROVINSI JAWA TENGAH 2004-2010

W A L U Y O

Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012

Page 12: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Yeti Lies Purnamadewi, M.Sc.Agr

Page 13: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

Judul Penelitian : Analisis Keterkaitan Pertumbuhan, Pengangguran dan Ketimpangan terhadap Kemiskinan

Provinsi Jawa Tengah 2004-2010 Nama : Waluyo NRP : H151104484

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Sri Hartoyo, M.S Dr. Lukytawati Anggraeni, S.P.,M.Si Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ekonomi Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr. Tanggal Ujian : 13 Agustus 2012 Tanggal Lulus :

Page 14: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,
Page 15: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

PRAKATA

Ungkapan puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas

petunjuk, rahmat dan kekuatanNya penulis mampu menyelesaikan tesis dengan judul “Analisis Keterkaitan Pertumbuhan, Pengangguran dan Ketimpangan terhadap Kemiskinan Jawa Tengah 2004-2010”. Tesis ini menjadi salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan S2 dan memperoleh gelar Magister Sains dari Program Studi Ilmu Ekonomi di Institut Pertanian Bogor.

Untaian terima kasih yang tak terhingga penulis haturkan kepada Dr. Sri Hartoyo, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Lukytawati Anggraeni, S.P., M.Si selaku anggota komisi pembimbing atas waktu, bimbingan dan arahan selama masa penyusunan tesis serta Dr. Ir. Yeti Lies Purnamadewi, M.Sc.Agr selaku penguji luar komisi dan Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr selaku penguji wakil program studi atas kesediaannya menjadi penguji dan atas semua koreksi serta masukannya. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua dosen pengajar dan segenap pengelola Program Studi Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Kepala Badan Pusat Statistik Republik Indonesia dan Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah istimewa Yogyakarta yang telah memberi kesempatan dan dukungan untuk melanjutkan kuliah di Magister Program Studi Ilmu Ekonomi IPB. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh rekan-rekan batch 3 Program Studi IE atas semua diskusinya serta rekan-rekan di BPS Provinsi D.I. Yogyakarta atas semua bantuannya.

Secara khusus, penulis menyampaikan terima kasih kepada Hj. Suminah (ibu), Tri Handayani (istri), Muhammad Shofwan Hanif (anak pertama), Syahran Zakiya Absyar (anak kedua) dan Rizal Aulia Hikmaturrahim (anak ketiga) beserta seluruh keluarga besar di Yogyakarta dan Temanggung atas doa, pengorbanan, dukungan dan kesabarannya.

Akhirnya, penulis berharap agar tesis ini menjadi bermanfaat dan mampu memberi kontribusi serta solusi terkait dengan persoalan kemiskinan di level regional Jawa Tengah maupun daerah lainnya.

Bogor, Agustus 2012 Penulis,

Waluyo

Page 16: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,
Page 17: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Temanggung (Jawa Tengah) pada tanggal 4 Oktober 1977. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan H. Nur Sarno (Alm) dan Hj. Suminah. Penulis menikah dengan Tri Handayani dan dikaruniai tiga orang putra, yakni Muhammad Shofwan Hanif, Syahran Zakiya Absyar dan Rizal Aulia Hikmaturrahim.

Penulis menamatkan sekolah dasar pada SD Negeri Mondoretno, Temanggung pada tahun 1990 dan selanjutnya menamatkan jenjang SLTP pada SMP Negeri 2 Temanggung pada tahun 1993. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Negeri 2 Temanggung dan lulus pada tahun 1996, kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) Jakarta Program Diploma III dan tamat pada tahun 1999. Sejak tahun 1999 penulis bekerja di Badan Pusat Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta dan pada tahun 2002 penulis kembali melanjutkan pendidikan Program Diploma IV STIS, tamat pada tahun 2003 dengan gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST).

Pada tahun 2010, penulis mengikuti program alih jenis S1 di Departemen Ilmu Ekonomi FEM Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2010. Setelah itu, penulis melanjutkan kuliah pada Program Studi Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor melalui program beawiswa Badan Pusat Statistik.

Page 18: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,
Page 19: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

xiii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................... xiii

DAFTAR TABEL ............................................................................................ xvii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xix

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xxi

I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah .............................................................................. 6

1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 8

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 8

1.5 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 9

II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 11

2.1 Pertumbuhan Ekonomi ......................................................................... 11

2.1.1 Definisi Pertumbuhan Ekonomi dan Pengukurannya ............... 11

2.1.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi .................................................... 12

2.1.2.1 Teori Pertumbuhan Harold Domar ................................ 12

2.1.2.2 Teori Pertumbuhan Solow ............................................. 13

2.1.2.3 Teori Pertumbuhan Endogen ........................................ 16

2.2 Konsep dan teori Pengangguran .......................................................... 18

2.3 Teori Ketimpangan Pendapatan ........................................................... 21

2.3.1 Konsep Distribusi Pendapatan ................................................... 21

2.3.2 Pengukuran Ketimpangan Pendapatan ...................................... 22

2.4 Teori Kemiskinan .................................................................................. 25

2.4.1 Definisi Kemiskinan .................................................................. 25

2.4.2 Pengukuran Kemiskinan di Indonesia ....................................... 26

2.4.3 Indikator Kemiskinan ................................................................ 27

2.5 Kerangka Analitis Hubungan antara Pertumbuhan, Pengangguran, Ketimpangan dan Kemiskinan ............................................................. 29

2.5.1 Model Pembangunan Dua Sektor Lewis ................................... 29

2.5.2 Keterkaitan Pertumbuhan Dengan Ketimpangan ...................... 31

2.5.3 Keterkaitan Pertumbuhan, Ketimpangan dan Kemiskinan ....... 32

2.5.4 Analisis Poverty Growth Curve (PGC) ..................................... 36

Page 20: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

xiv

2.6 Determinan Pertumbuhan, Pengangguran, Ketimpangan Pendapatan dan Kemiskinan ................................................................................... 37

2.7 Tinjauan Empiris Penelitian Terdahulu ................................................ 39

2.8 Kerangka Pemikiran ............................................................................ 43

2.9 Hipotesis Penelitian ............................................................................. 44

III METODE PENELITIAN ............................................................................. 45

3.1 Jenis dan Sumber Data ........................................................................ 45

3.2 Metode Analisis ................................................................................... 46

3.2.1. Analisis Deskriptif .................................................................... 47

3.2.2 Analisis Regresi Data Panel .......................................................... 48

3.2.3 Regresi Data Panel Statis .......................................................... 51

3.2.4 Pemilihan Model (Hausman Test) ............................................. 58 3.2.5 Persamaan Simultan dengan Error Component ........................ 59 3.2.6 Pengujian Parameter Model ...................................................... 60

3.2.7 Pengujian Asumsi ....................................................................... 62

3.3 Spesifikasi Model .................................................................................. 63

3.4 Definisi Operasional .................................................................................. 65

IV DINAMIKA PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN ....................................................... 69

4.1 Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah .............................................. 69

4.1.1 Karakteristik Wilayah Administrasi............................................ 69

4.1.2 Infrastruktur Wilayah ................................................................. 70

4.1.3 Karakteristik Perekonomian ........................................................ 73

4.1.4 Karakteristik Sumber Daya Manusia .......................................... 76

4.2 Dinamika Pertumbuhan, Pengangguran, Ketimpangan Pendapatan dan Kemiskinan .................................................................................... 79

4.2.1 Dinamika Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Perkapita .. 79

4.2.2 Dinamika Angkatan Kerja dan Pengangguran .......................... 85

4.2.3 Dinamika Ketimpangan Pendapatan ........................................ 88

4.2.4 Dinamika Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah .......................... 93

4.3 Kuadran Pertumbuhan, Ketimpangan dan Kemiskinan ...................... 96

4.3.1 Kuadran Pertumbuhan dengan Ketimpangan ........................... 97

4.3.2 Kuadran Ketimpangan dengan Kemiskinan ............................. 98

4.3.3 Kuadran Pertumbuhan dengan Kemiskinan .............................. 99

4.4 Analisis Poverty Growth Curve (PGC) ............................................... 101

Page 21: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

xv

V HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 105

5.1 Model Pertumbuhan Pendapatan Perkapita ......................................... 105

5.2 Model Pencari Kerja/Pengangguran ................................................... 109

5.3 Model Ketimpangan ............................................................................. 113

5.4 Model Kemiskinan ............................................................................... 116

5.5 Simulasi Kebijakan ............................................................................. 120

5.5.1 Validasi Model ........................................................................... 121

5.5.2 Dampak Kenaikan Belanja Pembangunan ................................. 121

5.5.3 Dampak Kenaikan Stok Kapita dan Indeks Harga .................... 124

VI KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 127

` 6.1 Kesimpulan ......................................................................................... 127

6.2 Saran dan Implikasi Kebijakan ............................................................ 128

6.2 Saran Lebih Lanjut ................................................................................ 129

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 130

Page 22: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

xvi

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 23: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

xvii

DAFTAR TABEL

1. Tingkat Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah dan Nasional (Persen) ......... 5

2. Jenis dan Sumber Data dalam Penelitian ................................................... 46

3. Kriteria Identifikasi Autokorelasi .............................................................. 63

4. IPM Jawa Tengah Beserta Komponennya, 2004-2010 .............................. 76

5. Penduduk Usia Kerja Provinsi Jawa Tengah menurut Status Ketenagakerjaan, 2004-2010 .................................................................... 86

6. Indeks Ketimpangan Pendapatan (Gini Rasio) Provinsi Jawa Tengah menurut Wilayah, 2004-2010 .................................................................... 89

7. Pengeluaran Perkapita Riil per Bulan dan Pertumbuhannya Menurut Persentil dan Wilayah di Jawa Tengah Tahun 2004 dan 2010 ................. 101

8. Hasil Estimasi Model Pertumbuhan .......................................................... 105

9. Hasil Estimasi Model Pengangguran ........................................................ 110

10. Hasil Estimasi Model Ketimpangan ......................................................... 113

11. Hasil Estimasi Model Kemiskinan ............................................................. 117

12. Hasil Validasi Variabel Endogen Pada Model Estimasi ........................... 121

13. Hasil Simulasi Peningkatan Belanja Pembangunan Sebesar 22 Persen ... 122

14. Hasil Simulasi Peningkatan Rasio Belanja Pembangunan Terhadap APDB

Kabupaten/Kota Sebesar 18 Persen, 20 Persen dan 23 Persen ................. 123

15. Hasil Simulasi Peningkatan Investasi Sebesar 8 Persen (Sim-c) dan Indeks Harga sebesar 2,68 Persen (Sim-d) ............................................... 125

Page 24: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

xviii

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 25: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

xix

DAFTAR GAMBAR

1. Tingkat Kemiskinan (Head Count Index) dan Persebaran Penduduk Miskin Menurut Provinsi Tahun 2009 (Persen) ....................................... 4

2. Tingkat Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2010 ........................................................................................................... 6

3. Kondisi Steady State dan Dampak Kenaikan Tabungan Terhadap Kondisi Steady State ................................................................................. 16

4. Bagan Pembagian Penduduk Menurut Status Ketenagakerjaan ............... 19 5. Kekakuan Upah Riil dalam Memengaruhi Pengangguran ......................... 20 6. Kurva Lorenz ............................................................................................ 23 7. Model Pembangunan Dua Sektor Lewis ................................................... 30 8. Kurva U-Terbalik Hipotesis Kuznets ........................................................ 31 9. Keterkaitan Pertumbuhan dengan Kemiskinan ......................................... 33 10. Segitiga Pertumbuhan, Ketimpangan dan Kemiskinan ............................. 34 11. Perubahan Kemiskinan Akibat Efek Pertumbuhan dan Efek Distribusi ... 35 12. Kerangka Pemikiran .................................................................................. 43 13. Ringkasan Prosedur Analisis ..................................................................... 46 14. Estimasi Dengan Pendekatan Pooled Least Square (PLS) ....................... 53 15. Estimasi Dengan Pendekatan Within Group (WG) ................................... 54 16. Kepadatan Penduduk Provinsi Jawa Tengah Menurut Kabupaten/ Kota

Tahun 2010 (Jiwa/Km2) ............................................................................ 69 17. Infrastruktur Jalan Raya dan Listrik menurut Kabupaten/Kota Jawa

Tengah Tahun 2010 .................................................................................. 71 18. Boxplot Perkembangan Infrastruktur Jalan Raya dan Listrik menurut

Kabupaten/Kota Jawa Tengah Tahun 2004-2010 ..................................... 72 19. Komposisi PDRB dan Penduduk Bekerja menurut Lapangan Usaha

Tahun 2010 (Persen) .................................................................................. 74 20. Sektor Dominan dan Pangsa Penduduk Bekerja (Persen) menurut

Lapangan Usaha dan Kabupaten/Kota Tahun 2010 .................................. 75 21. IPM Jawa Tengah menurut Kabupaten/Kota Tahun 2010 ......................... 77 22. Komponen IPM menurut Kabupaten/Kota Tahun 2010 ............................ 78 23. Level PDRB Perkapita Penduduk Jawa Tengah Atas Dasar Harga

Berlaku dan Konstan serta Pertumbuhannya Tahun 2000-2010 ............... 80 24. Pola Perkembangan PDRB Perkapita Jawa Tengah menurut

Kabupaten/Kota Tahun 2004-2010 (Rp Juta) ............................................ 81

Page 26: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

xx

25. Tren Pertumbuhan PDRB Perkapita 2004-2010 (Persen) dan Level PDRB Perkapita 2004 (Rp Juta) menurut Kabupaten/Kota ...................... 82

26. Pengelompokan Kabupaten/Kota Jawa Tengah Berdasarkan Tipologi Klassen Tahun 2004 dan 2010 .................................................................. 83

27. Perubahan Posisi Kuadran Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Berdasarkan Tipologi Klassen, 2004-2010 .................................................................... 85

28. Tren TPT 2004-2010 dan Level TPT 2010 menurut Kabupaten/ Kota di Jawa Tengah .............................................................................................. 87

29. Indeks Ketimpangan (Gini Rasio) menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2004-2010 ......................................................................... 91

30. Tren Ketimpangan Distribusi Pendapatan menurut Kabupaten/Kota, 2004-2010 .................................................................................................. 92

31. Jumlah Penduduk Miskin Jawa Tengah (000 Jiwa) dan Persentase Kemiskinan menurut Wilayah, 1999-2010 ............................................... 93

32. Level Kemiskinan (P0) menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2004-2010 (Persen) .................................................................................. 94

33. Tren Perubahan Kemiskinan menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2004-2010 ......................................................................... 96

34. Scatterplot Pertumbuhan Pendapatan Perkapita (Persen) dangan Indeks Ketimpangan Tahun 2004 dan 2010 ........................................................ 97

35. Scatterplot Ketimpangan dangan Kemiskinan Tahun 2004 dan 2010 ..... 99 36. Scatterplot Pertumbuhan dan Kemiskinan Tahun 2004 dan 2010 ........... 100 37. Poverty Growth Curve Jawa Tengah Periode 2004-2010 ......................... 102 38. Proporsi Jumlah Penganggur di Jawa Tengah menurut Pendidikan ......... 112 39. Pangsa Konsumsi menurut Kelompok Pengeluaran (Kuintil) di Jawa

Tengah Tahun 2004 dan 2010 ................................................................... 114 40. Usia Rata-rata Lama Sekolah Penduduk menurut Kelompok Pengeluaran

(Kuintil) di Jawa Tengah Tahun 2010 ....................................................... 115 41. Kurva Distribusi Penduduk menurut Pengeluaran Perkapita di Jawa

Tengah Tahun 2004 dan 2010 ................................................................... 120

Page 27: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

1. PDRB Perkapita Jawa Tengah menurut Kabupaten/Kota, 2004-2010 ..... 135 2. Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka

(TPT) Jawa Tengah menurut Kabupaten/Kota, 2004-2010 (Persen) ........ 136 3. Indeks Ketimpangan Pendapatan Penduduk Jawa Tengah menurut

Kabupaten/Kota, 2004-2010 ...................................................................... 137 4. Indeks Ketimpangan Pendidikan di Jawa Tengah menurut Kabupaten/

Kota, 2004-2010 ........................................................................................ 138 5. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah menurut

Kabupaten/Kota, 2004-2010 ...................................................................... 139 6. Rata-rata Usia Lama Sekolah Penduduk Berusia Produktif di Jawa

Tengah menurut Kabupaten/ Kota, 2004-2010 .......................................... 140 7. Posisi Kuadran Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Berdasarkan Tipologi

Klassen, 2004-2010 ................................................................................... 141 8. Identifikasi Persamaan Struktural dengan Order Condition ...................... 142 9. Hasil Estimasi Model Pertumbuhan .......................................................... 142 10. Hasil Estimasi Model Pengangguran ........................................................ 143 11. Hasil Estimasi Model Ketimpangan ......................................................... 144 12. Hasil Estimasi Model Kemiskinan ............................................................. 145 13. Hasil Validasi Model Menggunakan Koefisien Determinasi (R2) ............. 146 14. Hasil Simulasi Peningkatan Belanja Pembangunan Sebesar 22 Persen di

Semua Kabupaten/Kota ............................................................................. 148 15. Hasil Simulasi Peningkatan Rasio Belanja Pembangunan Terhadap

APBD Kabupaten/Kota Menjadi 18 Persen ............................................... 149 16. Hasil Simulasi Peningkatan Rasio Belanja Pembangunan Terhadap

APBD Kabupaten/Kota Menjadi 20 Persen Menurut Tipologi Klassen ... 150 17. Hasil Simulasi Peningkatan Rasio Belanja Pembangunan Terhadap

APBD Kabupaten/Kota Menjadi 23 Persen Menurut Tipologi Klassen ... 151 18. Hasil Simulasi Peningkatan Investasi Sebesar 8 Persen di Kabupaten/

Kota Menurut Tipologi Klassen ................................................................. 152 19. Hasil Simulasi Peningkatan Indeks Harga Sebesar 2,68 Persen di

Kabupaten/Kota Menurut Tipologi Klassen .............................................. 153

Page 28: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

xxii

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 29: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan merupakan suatu proses perbaikan secara multidimensional

dan berkesinambungan dari suatu masyarakat atau sistem sosial menuju tatanan

kehidupan yang lebih baik. Proses pembangunan tidak sekedar merepresentasikan

aspek ekonomi dalam mengejar akselerasi pertumbuhan, namun memiliki aspek

yang lebih luas yakni menyangkut transformasi struktur perekonomian, sosial dan

kultural, kelembagaan, serta sikap dan mental berfikir masyarakat. Tujuan

terpenting dari proses pembangunan adalah meningkatkan standar kehidupan dan

kesejahteraan masyarakat, mengurangi kemiskinan serta memperluas pilihan

ekonomi dan sosial yang membebaskan masyarakat dari sifat ketergantungan

(Todaro dan Smith, 2006).

Aspek pertumbuhan ekonomi, ketimpangan distribusi pendapatan dan

kemiskinan memiliki hubungan yang sangat kompleks dan saling memiliki

ketergantungan antara yang satu dengan yang lain. Setinggi apapun pendapatan

nasional perkapita dan pertumbuhan yang dicapai oleh suatu negara selama

distribusi pendapatan berjalan tidak merata maka tingkat kemiskinan akan tetap

tinggi. Sebaliknya, meskipun distribusi pendapatan telah berjalan merata jika

pendapatan nasional perkapita dan pertumbuhan rendah maka kemiskinan juga

akan semakin meluas (Todaro dan Smith, 2006). Permasalahan yang terpenting

bukan bagaimana cara menumbuhkan perekonomian, namun bagaimana kualitas

dari pertumbuhan yang dihasilkan. Dalam perspektif yang lebih luas adalah siapa

dan seberapa besar bagian dari penduduk yang terlibat dalam aktivitas

perekonomian serta siapa yang memperoleh manfaat dari hasil pertumbuhan.

Sudah menjadi konsensus bersama bahwa pertumbuhan menjadi syarat

yang diperlukan (necesarry condition) untuk menurunkan kemiskinan, namun

belum menjadi syarat kecukupan (sufficient condition). Pertumbuhan ekonomi

yang berdiri sendiri ibarat pisau yang akan berkurang ketajaman atau manfaatnya

bagi pengentasan kemiskinan (Kakwani et al, 2004). Pengentasan kemiskinan

akan mampu berjalan lebih efektif jika pertumbuhan yang dihasilkan diimbangi

Page 30: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

2

dengan kebijakan redistribusi pendapatan, aset, kekayaan serta ketrampilan yang

akan membawa pada kondisi distribusi yang lebih merata (Bourguignon, 2004).

Fenomena umum yang terjadi di negara-negara yang sedang berkembang

(NSB) termasuk Indonesia menunjukkan bahwa aktivitas perekonomian hanya

digerakkan dan dikuasai oleh sebagian kecil dari penduduk, yakni para pemilik

modal. Distribusi kepemilikan aset dan sumber daya yang tidak merata

menyebabkan mayoritas penduduk hanya memiliki peran yang sangat kecil,

bahkan tak jarang keberadaan mereka hanya berfungsi sebagai penonton. Hal ini

sangat berpengaruh terhadap distribusi manfaat yang dihasilkan oleh proses

pembangunan yang belum dapat dinikmati secara merata oleh semua golongan

penduduk. Penduduk golongan atas masih lebih dominan dalam menerima

manfaat hasil pertumbuhan, sementara mayoritas penduduk golongan bawah

masih belum menerima manfaat secara luas. Akibatnya permasalahan

kemiskinan, pengangguran, ketimpangan distribusi pendapatan serta diskriminasi

masih terus terjadi dan belum menunjukkan penurunan secara signifikan.

Sejarah mencatat, strategi industrialisasi yang diterapkan pemerintahan

Orde Baru melalui mobilisasi modal asing dan modal penduduk Indonesia yang

berada di luar negeri pada tahap awal menunjukkan hasil yang sangat

mengesankan. Hingga pertengahan dekade 1990-an, Indonesia mampu mencapai

laju pertumbuhan ekonomi per tahun di atas 7 persen. Dalam kurun waktu yang

bersamaan, pertumbuhan mampu mendorong penurunan tingkat kemiskinan dari

33,3 persen di akhir tahun 1978 menjadi 17,47 persen di tahun 1996.

Kebijakan pembangunan yang bersifat sentralistik dan lebih berpihak pada

usaha ekonomi berskala besar menyebabkan pondasi perekonomian menjadi

rapuh. Mekanisme trickle down effect melalui akselerasi pertumbuhan tinggi

yang diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan ketimpangan distribusi

pendapatan kurang menunjukkan hasil yang menggembirakan. Distribusi

pendapatan justru bergerak ke arah yang semakin tidak merata. Puncaknya,

goncangan krisis ekonomi 1997/1998 yang bermula dari krisis nilai tukar mata

uang berdampak luas pada penurunan kinerja perekonomian hingga mengalami

kontraksi atau pertumbuhan negatif sebesar 13 persen. Selama masa krisis, harga

barang dan jasa mengalami kenaikan yang sangat tajam sehingga inflasi pada

Page 31: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

3

masa tersebut tercatat sebesar 77,63 persen dan mendorong peningkatan

kemiskinan menjadi 24,23 persen pada tahun 1998.

Permasalahan kemiskinan dan ketimpangan dalam distribusi pendapatan

telah menjadi fokus perhatian masyarakat baik di level nasional maupun

internasional. Deklarasi Millenium Development Goals (MDGs) pada bulan

September 2000 menempatkan pengentasan kemiskinan dan kelaparan sebagai

tujuan pertama dari delapan butir kesepakatan dalam deklarasi (UNDP, 2003).

Target yang ingin dicapai adalah mengurangi hingga setengah dari jumlah orang

yang berpenghasilan di bawah US $1 sampai US $2 per hari dan mereka yang

menderita kelaparan di akhir tahun 2015. Guna mendukung tujuan tersebut,

Pemerintah Republik Indonesia menuangkan penanggulangan kemiskinan sebagai

salah satu visi dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025

dan dipertajam dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2009-

2014 dengan sasaran utama mempercepat penurunan tingkat kemiskinan di level

nasional secara bertahap hingga mencapai 7-10 persen di akhir tahun 2014.

Dalam jangka pendek, strategi pembangunan dituangkan dalam konsep triple track

strategy yakni pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan (pro growth),

penciptaan kesempatan kerja (pro job) dan memberikan manfaat pada kaum miskin

(pro poor).

Pencapaian target MDG’s dan RPJP di level nasional sampai tahun 2011

berada di level 12,36 persen, artinya masih jauh di atas sasaran yang ditetapkan.

Secara bertahap tingkat kemiskinan selama periode 1998-2011 menunjukkan tren

yang semakin menurun dengan dengan rata-rata penurunan 0,394 persen per

tahun. Namun, jika dibandingkan dengan kinerja perekonomian nasional yang

mampu tumbuh di atas 5 persen per tahun maka penurunan kemiskinan terkesan

berjalan lambat. Salah satu penyebabnya adalah kompleksitas permasalahan

kemiskinan di level regional yang sangat beragam, tetapi strategi pengentasasan

kemiskinan yang dijalankan masih bersifat sentralistik, serba seragam serta

kurang memperhatikan aspek nilai lokal, budaya dan partisipasi masyarakat.

Gambar 1 mengilustrasikan tingkat kemiskinan dan persebaran populasi

penduduk miskin menurut provinsi di Indonesia pada tahun 2009. Keragaman

permasalahan kemiskinan di level regional ditandai oleh persentase penduduk

Page 32: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

4

miskin yang sangat bervariasi antar provinsi. Terdapat beberapa provinsi yang

sudah memiliki level kemiskinan rendah di bawah 10 persen, namun masih

banyak provinsi yang level kemiskinannya di atas 15 persen.

Sumber : BPS, 2009 Gambar 1 Tingkat Kemiskinan (Head Count Index) dan Persebaran Penduduk

Miskin Menurut Provinsi, 2009 (Persen)

Salah satu provinsi yang memiliki permasalahan kemiskinan yang cukup

kompleks adalah Jawa Tengah. Berdasarkan data BPS, Jawa Tengah menjadi

salah satu provinsi yang selalu memiliki tingkat kemiskinan (Head Count

Index/HCI) di atas level nasional dan memiliki populasi penduduk miskin (Head

Count/HC) terbanyak kedua setelah Jawa Timur. Hal ini menjadi sangat ironis,

karena secara administratif Jawa Tengah tepat berada di sentral Pulau Jawa yang

dekat dengan pusat perekonomian maupun pusat kekuasaan sehingga menjadi

strategis bagi perkembangan perekonomian. Dengan lokasi geografis yang

strategis karena menjadi penghubung perdagangan dari Bagian Timur dan Barat

Pulau Jawa dan dukungan infrastruktur fisik yang relatif lebih baik dibandingkan

dengan provinsi lainnya di luar Pulau Jawa, Jawa Tengah justru menjadi wilayah

yang memiliki populasi penduduk miskin sangat besar.

Jumlah penduduk miskin Jawa Tengah pada tahun 2011 tercatat sebanyak

5,26 juta jiwa atau 16,21 persen dari populasi penduduk (Tabel 1). Dengan

jumlah penduduk miskin secara nasional sebanyak 29,89 juta jiwa (12,36 persen),

maka sebanyak 17,58 persen dari populasi penduduk miskin terdapat di Jawa

Tengah. Pencapaian target MDGs dan RPJP di level Provinsi Jawa Tengah

0

5

10

15

20

25

30

35

40

Babe

l

Mal

uku

Uta

ra

Kepr

i

Sulb

ar

Kalt

eng

Kals

el

Bali

Sulu

t

Gor

onta

lo

Kalt

im

Jam

bi

Papu

a Ba

rat

DKI

Jaka

rta

Beng

kulu

Mal

uku

Sum

bar

Sult

ra

Kalb

ar

Sult

eng

Riau DIY

Papu

a

Bant

en

NA

D

Suls

el

NTT

NTB

Sum

sel

Sum

ut

Lam

pung

Jaw

a Ba

rat

Jaw

a Te

ngah

Jaw

a Ti

mur

Pers

enta

se

Provinsi

HCISebaran PopulasiHCI Nasional

Page 33: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

5

sampai tahun 2011 juga masih jauh di atas sasaran secara nasional. Tingkat

kemiskinan selama periode 1999-2011 menunjukkan tren yang menurun dengan

rata-rata penurunan sebesar 0,359 persen per tahun. Dibandingkan dengan tren

penurunan kemiskinan di level nasional yang mencapai 0,394 persen maupun

kinerja perekonomian Jawa Tengah yang mampu tumbuh di atas 5 persen per

tahun, maka penurunan kemiskinan berjalan jauh lebih lambat. Lambatnya

pengentasan kemiskinan disebabkan oleh pencapaian pertumbuhan yang tinggi

belum dikompensasi oleh perbaikan dalam distribusi pendapatan. Selama periode

tersebut, ketidakmerataan pendapatan yang diukur dengan Gini rasio nilainya

berfluktuasi dan semakin meningkat dari 0,2524 di tahun 2001 menjadi 0,3087 di

tahun 2010.

Tabel 1 Tingkat Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah dan Nasional (Persen)

Tahun Jawa Tengah

Nasional Tahun Jawa Tengah

Nasional K D K+D K D K+D

1996 20,67 22,05 21,61 17,47 2006 18,90 25,28 22,19 17,75

1999 27,80 29,05 28,46 23,43 2007 17,23 23,45 20,43 16,58

2002 20,50 24,96 23,06 18,20 2008 16,34 21,96 19,23 15,42

2003 19,66 23,19 21,78 17,42 2009 15,41 19,89 17,72 14,15

2004 17,52 23,64 21,11 16,66 2010 14,33 18,66 16,56 13,33

2005 17,24 23,57 20,49 15,97 2011 14,67 17,50 16,21 12,36

Rata-rata Penurunan per Tahun (Persen) -0,394 -0,331 -0,359 -0,394

Keterangan : K = Dearah Perkotaan; D = Daerah Perdesaan Sumber : Data dan Informasi Kemiskinan 2002-2010, BPS

Permasalahan kemiskinan di Jawa Tengah menjadi semakin kompleks,

karena alokasi sumber daya ekonomi, kualitas infrastruktur perekonomian dan

sumber daya manusia tidak tersebar secara merata di level kabupaten/kota

maupun antar daerah perkotaan dan perdesaan. Di satu sisi, terdapat beberápa

daerah yang menjadi pusat konsentrasi perekonomian sehingga mampu tumbuh

dan berkembang lebih maju. Di sisi lain, masih terdapat beberapa daerah yang

perekonomiannya belum berkembang dan masih terbelakang. Ketidakmerataan

tersebut juga berpengaruh terhadap keragaman dalam kinerja perekonomian

maupun kesejahteraan penduduk antar wilayah. Pola dan karakteristik

Page 34: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

6

kemiskinan antar wilayah menjadi sangat beragam, meskipun keragaman dalam

pola kemiskinan juga dipengaruhi oleh faktor yang lain seperti kondisi sosial

budaya, politik, tata kelola pemerintahan maupun kondisi geografis.

Gambar 2 mengilustrasikan keragaman pola kemiskinan antar kabupaten/

kota di Jawa Tengah pada tahun 2010. Berdasarkan Gambar 2, terdapat tujuh

kabupaten/kota yang memiliki tingkat kemiskinan sekitar 10 persen, artinya sudah

mendekati sasaran MDGs dan RPJP. Ketujuh daerah tersebut adalah Kota

Semarang, Kota Salatiga, Kota Pekalongan, Kota Tegal, Kabupaten Semarang,

Kudus dan Jepara. Sebaliknya, masih terdapat delapan kabupaten yakni

Banyumas, Purbalingga, Kebumen, Wonosobo, Rembang, Pemalang, Brebes dan

Banjarnegara yang memiliki tingkat kemiskinan yang di atas 20 persen dan masih

jauh di atas sasaran MDGs maupun RPJP.

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2010

Gambar 2 Tingkat Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah, 2010

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, terdapat beberapa permasalahan yang

diidentifikasi terkait dengan fenomena kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah.

Pertama, tingkat kemiskinan di level provinsi dan beberapa kabupaten masih

sangat tinggi dan penurunannya berjalan lambat meskipun pertumbuhan ekonomi

yang dicapai sudah cukup tinggi (di atas 5 persen per tahun). Kedua, distribusi

pendapatan pada level provinsi bergerak semakin timpang/tidak merata, artinya

pertumbuhan yang dihasilkan semakin tidak berpihak pada golongan penduduk

0

5

10

15

20

25

30

Cila

cap

Bany

umas

Purb

alin

gga

Banj

arne

gara

Kebu

men

Purw

orej

oW

onos

obo

Mag

elan

gBo

yola

likl

aten

Suko

harj

oW

onog

iri

Kara

ngan

yar

Srag

enG

robo

gan

Blor

aRe

mba

ngPa

tiKu

dus

Jepa

raBe

mak

Sem

aran

gTe

man

ggun

gKe

ndal

Bata

ngPe

kalo

ngan

Pem

alan

gTe

gal

Breb

esKo

ta M

agel

ang

Kota

Sur

akar

taKo

ta S

alat

iga

Kota

Sem

aran

gKo

ta P

ekal

onga

nKo

ta T

egal

Ting

kat K

emis

kina

n (P

erse

n)

Kabupaten/Kota

Tingkat Kemiskinan Jawa Tengah

Page 35: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

7

berpendapatan rendah. Ketiga, terdapat keragaman yang cukup mencolok dalam

potensi ekonomi, infrastruktur dan sumber daya manusia antar kabupaten/kota

yang menyebabkan pola dan karakteristik kemiskinan antar wilayah menjadi

sangat beragam. Kemiskinan di kawasan perdesaan cenderung lebih tinggi

dibandingkan dengan kawasan perkotaan dan penurunannya juga berjalan lebih

lambat. Kemiskinan di daerah yang berstatus kabupaten juga cenderung lebih

tinggi dari daerah yang berstatus kota.

Keterkaitan antara pertumbuhan, ketimpangan pendapatan dan kemiskinan

menjadi topik penelitian yang banyak dikaji secara lintas negara maupun lintas

regional dalam suatu negara. Beberapa penelitian sebelumnya (Wodon, 1999;

Ravallion, 2001; Dollar dan Kraay, 2002; Hajiji, 2010) menyimpulkan tidak ada

trade-off atau hubungan yang sistematis antara pertumbuhan pendapatan perkapita

dengan ketimpangan distribusi pendapatan. Meskipun pendapatan perkapita

secara-rata-rata meningkat, distribusi tidak mengalami perubahan secara

signifikan. Artinya pertumbuhan lebih bersifat netral atau secara proporsional

sama untuk semua golongan penduduk. Distribusi pendapatan yang tidak berubah

tidak identik dengan tidak ada penurunan dalam kemiskinan. Tingkat kemiskinan

tetap mengalami penurunan, namun tingkat kecepatan dalam penurunannya

menjadi berkurang.

Beberapa penelitian sebelumnya mengkaji keterkaitan antara

pertumbuhan, ketimpangan dan kemiskinan dengan membandingkan nilai

elastisitas kemiskinan terhadap pertumbuhan, elastisitas ketimpangan terhadap

pertumbuhan dan elastisitas kemiskinan terhadap ketimpangan. Secara eksplisit,

penelitian tersebut belum mengkaji determinan apa yang mendorong pertumbuhan

pendapatan perkapita, perluasan kesempatan kerja maupun determinan yang

menyebabkan perubahan dalam distribusi pendapatan dengan tujuan akhir

pengentasan kemiskinan. Bertolak dari hal tersebut, maka penelitian mengenai

keterkaitan antara pertumbuhan, pengangguran, ketimpangan dan kemiskinan

disertai dengan identifikasi determinan dari masing-masing variabel menjadi

menarik untuk dilakukan pada level regional Jawa Tengah.

Beberapa permasalahan yang dianalisis dalam penelitian dirumuskan

sebagai berikut:

Page 36: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

8

1. Bagaimana dinamika pertumbuhan, pengangguran, ketimpangan pendapatan

dan kemiskinan antar waktu dan antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa

Tengah?

2. Mengapa penurunan kemiskinan berjalan lambat dan bagaimana keterkaitan

antara pertumbuhan, distribusi pendapatan dengan penurunan kemiskinan di

Provinsi Jawa Tengah?

3. Determinan apa saja yang memengaruhi pertumbuhan pendapatan perkapita,

kesempatan kerja/pengangguran, ketimpangan pendapatan dan bagaimana

pengaruhnya bagi pengentasan kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah maka beberapa tujuan

yang ingin dicapai melalui penelitian tesis dirumuskan sebagai berikut:

1. Menganalisis dinamika pertumbuhan ekonomi, pengangguran, ketimpangan

pendapatan dan kemiskinan antar waktu dan antar wilayah di Jawa Tengah

menggunakan análisis tren dan análisis kuadran.

2. Menganalisis keterkaitan antara pertumbuhan, distribusi pendapatan dan

kemiskinan di Jawa Tengah dengan análisis Poverty Growth Curve (PGC).

3. Menganalisis determinan yang memengaruhi pertumbuhan, pengangguran,

ketimpangan pendapatan dan besarnya pengaruh bagi pengentasan

kemiskinan di Jawa Tengah menggunakan model ekonometrika serta

menganalisis dampak penerapan beberapa skenario kebijakan melalui

peningkatan belanja pembangunan, investasi dan perubahan indeks harga.

1.4 Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat yang diharapkan dapat diperoleh melalui penelitian

adalah sebagai berikut:

1. Informasi mengenai dinamika pertumbuhan, pengangguran, ketimpangan

pendapatan dan kemiskinan menggunakan analisis tren dan kuadran berguna

untuk membandingkan tingkat kemajuan dalam pencapaian penanggulangan

kemiskinan antar waktu dan antar wilayah sebagai bahan perencanaan dan

evaluasi kebijakan penanggulangan kemiskinan.

Page 37: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

9

2. Informasi mengenai PGC berguna untuk mengetahui distribusi manfaat hasil

pertumbuhan bagi semua golongan penduduk, sehingga berguna sebagai

bahan evaluasi dalam menentukan arah dan orientasi pembangunan agar lebih

berpihak kepada golongan penduduk miskin.

3. Informasi mengenai determinan yang menjadi sumber pertumbuhan,

pengangguran, ketimpangan dan pengaruhnya bagi pengentasan kemiskinan

sangat berguna sebagai bahan evaluasi kebijakan dan penentuan sasaran/

fokus kebijakan selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup análisis hanya mencakup tiga hal. Pertama, mengkaji

dinamika pertumbuhan pendapatan perkapita, pengangguran, ketimpangan

pendapatan dan kemiskinan antar waktu dan antar wilayah. Kedua, mengkaji

keterkaitan antara pertumbuhan dan distribusi pendapatan dengan pengentasan

kemiskinan. Ketiga, menggali informasi mengenai determinan pertumbuhan,

ketimpangan, pengangguran dan pengaruhnya bagi pengentasan kemiskinan

melalui model ekonometrika serta melakukan simulasi menggunakan beberapa

skenario kebijakan.

Lingkup wilayah mencakup semua kabupaten/kota di Jawa Tengah yang

terdiri dari 28 kabupaten dan 5 kota. Lingkup waktu análisis selama periode

2004-2010, disesuaikan dengan ketersediaan data pokok mengenai kemiskinan

sampai level kabupaten/kota. Keterbatasan dari penelitian hanya mengkaji

permasalahan dari aspek ekonomi dan belum memasukkan aspek non-ekonomi.

Keterbatasan yang lainnya menyangkut aspek tidak tersedianya data dari beberapa

variabel, sehingga digunakan data yang lain proksi atau pendekatan.

Page 38: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

10

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 39: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pertumbuhan Ekonomi

2.1.1 Definisi Pertumbuhan Ekonomi dan Pengukurannya

Pertumbuhan ekonomi dalam perspektif ekonomi makro didefinisikan

sebagai penambahan nilai PDB riil dari waktu ke waktu, atau dapat juga diartikan

sebagai meningkatnya kapasitas perekonomian suatu wilayah (Dornbusch et al,

2008). Dalam kerangka regional, konsep PDB identik dengan Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB). Nilai PDB atau PDRB dapat dihitung melalui tiga

pendekatan, yakni pendekatan produksi, pendapatan dan pengeluaran (Dornbusch

et al, 2008). Pendekatan produksi dan pendapatan merupakan pendekatan dari sisi

penawaran agregat (Aggregate Supply), sedangkan pendekatan pengeluaran

merupakan pendekatan dari sisi permintaan agregat (Aggregate Demand).

Produk Domestik Regional Bruto dari sisi produksi disebut PDRB sektoral

didefinisikan sebagai penjumlahan Nilai Tambah Bruto (NTB) yang dihasilkan

oleh seluruh aktivitas ekonomi di suatu wilayah tertentu selama periode tertentu

(biasanya satu tahun). PDRB dengan pendekatan produksi disajikan dalam

sembilan sektor lapangan usaha, yakni: pertanian; pertambangan dan penggalian;

industri pengolahan; listik, gas dan air bersih; konstruksi; perdagangan, hotel dan

restoran; transportasi dan komunikasi; keuangan, persewaan dan jasa perusahaan;

dan jasa-jasa. PDRB dengan pendekatan pendapatan dihitung berdasarkan jumlah

pendapatan atau balas jasa yang diterima oleh semua faktor produksi yang

digunakan dalam proses produksi di semua sektor. Balas jasa atau pendapatan

berupa upah/gaji untuk pemilik tenaga kerja, bunga atau hasil investasi bagi pemilik

modal, sewa tanah bagi pemilik lahan serta keuntungan bagi pengusaha.

Dari sisi pengeluaran, PDRB dihitung sebagai penjumlahan semua

komponen permintaan akhir, yakni konsumsi rumah tangga (C), investasi (I),

pengeluaran pemerintah (G), serta ekspor bersih (X-M) dan dirumuskan sebagai:

𝑌 = 𝐶 + 𝐼 + 𝐺 + 𝑋 −𝑀 (2.1)

Konsep ekspor dan impor dalam kerangka regional mencakup semua nilai transaksi

ekspor impor yang dilakukan oleh wilayah regional yang bersangkutan dengan

Page 40: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

12

negara lain maupun dengan wilayah (region) lain dalam satu negara.

Nilai PDRB dengan semua pendekatan biasa dihitung dan disajikan dalam

dua bentuk yakni atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan pada tahun

dasar tertentu. Nilai PDRB atas dasar harga konstan sering disebut sebagai PDRB

riil dan mencerminkan nilai output yang dihitung dengan harga pada tahun dasar

tertentu. Perubahan PDRB riil dari waktu ke waktu mencerminkan perubahan

kuantitas dan sudah tidak mengandung unsur perubahan harga baik inflasi

maupun deflasi. Nilai pertumbuhan ekonomi dihitung sebagai perubahan nilai

output (PDRB riil) dari waktu ke waktu dan diformulasikan sebagai berikut :

𝑔 =𝑃𝐷𝑅𝐵𝑡 − 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑡−1

𝑃𝐷𝑅𝐵𝑡−1 (2.2)

dimana : g merupakan pertumbuhan ekonomi atau persentase perubahan PDRB

dari periode t-1 sampai periode ke-t.

Salah satu indikator yang merepresentasikan tingkat kesejahteraan

penduduk suatu negara/wilayah secara kasar adalah pendapatan nasional/regional

perkapita. Nilai pendapatan nasional/regional perkapita dihitung dari jumlah

pendapatan nasional/regional suatu wilayah dibagi dengan jumlah penduduk pada

waktu yang sama. Penghitungan pendapatan regional perkapita sangat rumit

karena harus memperhatikan aspek pembayaran/penerimaan faktor produksi

menurut daerah asalnya, depresiasi modal serta pajak tidak langsung. Karena itu,

nilai pendapatan regional perkapita sering diproksi dengan pendekatan nilai

PDRB perkapita yang dihitung dengan formula:

𝑃𝐷𝑅𝐵𝑝𝑒𝑟𝑘𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎 =𝑃𝐷𝑅𝐵

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 (2.3)

2.1.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi

2.1.2.1 Teori Pertumbuhan Harrod-Domar

Teori pertumbuhan Harrod-Domar diperkenalkan pertama kali oleh Harrod

dan Domar menggunakan pendekatan model pertumbuhan Keynesian dalam

kerangka perekonomian tertutup. Model ini dikenal dengan model AK dan telah

diaplikasikan secara luas di banyak negara yang sedang berkembang dengan

tujuan untuk mengejar akselerasi pertumbuhan nasional serta memecahkan

Page 41: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

13

persoalan lingkaran kemiskinan (Todaro dan Smith, 2006). Strategi yang

digunakan adalah meningkatkan akumulasi modal dengan memacu tingkat

tabungan dan investasi baik yang berasal dari domestik maupun asing untuk

keperluan industrialisasi di banyak bidang.

Model pertumbuhan Harrod-Domar dibangun menggunakan tiga asumsi

dasar. Pertama, setiap perekonomian harus mencadangkan atau menabung (S)

sebagian tertentu (s) dari pendapatan nasional (Y) untuk menambah atau

menggantikan barang modal yang telah rusak:

𝑆 = 𝑠𝑌 (2.4)

Kedua, perekonomian berada dalam kondisi keseimbangan sehingga investasi

yang direncanakan sama dengan tabungan yang direncanakan. Investasi

didefinisikan sebagai perubahan kapital K atau 𝐼 = ∆𝐾, sehingga:

𝐼 = 𝑆 = ∆𝐾 (2.5)

Ketiga, investasi dipengaruhi oleh ekspektasi kenaikan pendapatan nasional (∆𝑌)

dan rasio modal output k yang dikenal dengan Incremental Capital Output Rasio

(ICOR) atau (𝑘 = 𝐾 𝑌⁄ 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑘 = ∆𝐾 ∆𝑌⁄ ), sehingga 𝑆 = 𝐼 = 𝑠𝑌 = ∆𝐾 = 𝑘∆𝑌

dan dapat diringkas menjadi:

𝑠𝑌 = 𝑘∆𝑌 𝑎𝑡𝑎𝑢 ∆𝑌𝑌

= 𝑠𝑘

(2.6)

Persamaan (2.6) mengilustrasikan bahwa pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh

tingkat tabungan s dan rasio kapital output k. Agar perekonomian dapat tumbuh

pesat maka setiap perekonomian harus menabung dan menginvestasikan sebanyak

mungkin dari pendapatan nasional yang diperolehnya.

2.1.2.2 Teori Pertumbuhan Solow

Sampai era 1980-an, perkembangan teori pertumbuhan lebih didominasi

oleh teori pertumbuhan neo-klasik. Hal ini terjadi karena teori pertumbuhan neo-

klasik mampu menjelaskan sebagian besar fenomena yang terjadi di dunia pada

saat itu dan lebih elegan karena dapat dilakukan dengan pendekatan matematis.

Teori pertumbuhan yang paling populer adalah model pertumbuhan Solow.

Model ini dirancang untuk menunjukkan bagaimana pertumbuhan persediaan

modal, angkatan kerja dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian

Page 42: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

14

dan bagaimana pengaruhnya terhadap output agregat yang dihasilkan suatu negara

(Mankiw, 2007).

Model Solow merupakan pengembangan teori klasik yang menekankan

proses pertumbuhan ekonomi dari sisi penawaran. Peningkatan output perkapita

terjadi sebagai hasil dari interaksi faktor-faktor produksi yang digunakan dalam

proses produksi. Faktor produksi terdiri dari tanah dan sumber daya alam, tenaga

kerja, modal dan kemajuan teknologi, namun fokus utama dari model hanya pada

peran kapital, tenaga kerja dan kemajuan teknologi. Asumsi yang mendasari

model Solow adalah perkembangan teknologi dianggap konstan atau tidak ada

perkembangan teknologi. Hal tersebut berimplikasi, perekonomian akan

mencapai tingkat output dan modal jangka panjang dalam kondisi mapan (steady

state). Kondisi steady state terjadi pada saat output dan modal perkapita bersifat

konstan atau tidak ada lagi perubahan dalam ouput dan modal per pekerja.

Bentuk umum model Solow adalah 𝑌 = 𝐹(𝐾,𝑁) atau output merupakan

fungsi dari kapital (K) dan tenaga kerja (N). Dengan asumsi fungsi produksi

bersifat Constant Return to Scale (CRS) maka dapat ditulis menjadi 𝑧𝑌 =

𝐹(𝑧𝐾, 𝑧𝑁). Jika nilai z=1/N maka persamaan dapat diekspresikan sebagai: 𝑌𝑁

= 𝑓 𝐾𝑁 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑦 = 𝑓(𝑘) (2.7)

Y/N merepresentasikan output per tenaga kerja sebagai fungsi dari kapital per

tenaga kerja (K/N). Jika kemajuan teknologi dianggap sebagai variabel eksogen

yang mampu meningkatkan kemampuan masyarakat dalam berproduksi sepanjang

waktu maka bentuk umum model dapat dituliskan menjadi 𝑌 = 𝐹(𝐴,𝐾,𝑁) dan

dapat diilustrasikan dengan persamaan: 𝑌𝐴𝑁

= 𝑓 𝐾𝐴𝑁

𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑦 = 𝑓(𝑘) (2.8)

dimana: Y = Output; K = Kapital; N = Tenaga Kerja; A = Efektifitas Pekerja

y = 𝑌𝐴𝑁

= output per pekerja efektif; k = 𝐾𝐴𝑁

= kapital per pekerja efektif.

Permintaan terhadap barang dalam model Solow berasal dari konsumsi

dan investasi. Jika output per pekerja efektif y merupakan penjumlahan dari

konsumsi per pekerja efektif c dan investasi per pekerja efektif i, dan s

merepresentasikan tingkat tabungan, maka persamaan dapat dituliskan menjadi:

Page 43: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

15

𝑦 = 𝑓(𝑘) = 𝑐 + 𝑖 (2.9)

jika 𝑐 = (1 − 𝑠)𝑦 maka :

𝑦 = (1 − 𝑠)𝑦 + 𝑖 (2.10)

𝑖 = 𝑠𝑦 = 𝑠𝑓(𝑘) = 𝑠𝑓 𝐾𝐴𝑁

(2.11)

Persamaan (2.11) merepresentasikan investasi sebagai fungsi dari tingkat

tabungan dan kapital per pekerja efektif. Perubahan kapital antar waktu

merupakan selisih antara investasi dan break event investment (investasi yang

diperlukan untuk mengimbangi pertumbuhan tenaga kerja dan ilmu pengetahuan

serta menggantikan penyusutan kapital yang lama sehingga jumlah stok kapital

per tenaga kerja efektif yang ada tetap terpelihara) dapat dinyatakan sebagai:

∆𝑘 = 𝑠𝑓(𝑘) − (𝛿 + 𝑔𝐴 + 𝑔𝑁)𝑘 (2.12)

∆𝑘 menyatakan perubahan kapita; 𝑠𝑓(𝑘) menyatakan tingkat investasi; 𝛿

menyatakan depresiasi kapital; 𝑔𝐴 menyatakan kemajuan teknologi dan 𝑔𝑁

menyatakan pertumbuhan tenaga kerja.

Fungsi produksi 𝑦 = 𝑓(𝑘) merupakan fungsi yang bersifat diminishing

marginal product of capital, artinya semakin besar penambahan input kapital akan

menghasilkan tambahan output yang semakin menurun. Diminishing marginal

product merupakan penjelas mengapa perekonomian akan mencapai kondisi

mapan (steady state) dan tidak tumbuh terus menerus. Jika tingkat tabungan lebih

besar dari investasi yang dibutuhkan maka modal per pekerja dan output per

pekerja akan meningkat, sebaliknya jika tingkat tabungan kurang dari investasi

yang dibutuhkan maka output per pekerja dan modal per pekerja akan menurun.

Tingkat pertumbuhan pada kondisi steady state tidak dipengaruhi oleh tingkat

tabungan (Gambar 3).

Gambar 3 bagian (a) mengilustrasikan kondisi steady state dan Gambar

bagian (b) menjelaskan proses pertumbuhan melalui mekanisme kenaikan dalam

tingkat tabungan. Dalam jangka pendek, kenaikan tingkat tabungan akan

menyebabkan peningkatan level serta pertumbuhan kapital per pekerja efektif dan

output per pekerja efektif. Dalam jangka panjang kenaikan tingkat tabungan

hanya akan menyebabkan kenaikan pada levelnya saja, sementara pertumbuhan

Page 44: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

16

(growth) akan semakin mendekati nol atau semakin konvergen. Kenaikan tingkat

tabungan hanya akan menggeser konsisi steady state dari C menuju kondisi steady

state yang baru di titik C’.

Sumber : Blanchard, 2009

Gambar 3 Kondisi Steady State dan Dampak Kenaikan Tabungan terhadap Kondisi Steady State

2.1.2.3 Teori Pertumbuhan Endogen

Ketidakpuasan terhadap teori pertumbuhan neo-klasik mulai muncul di

akhir dekade 80-an sebagai akibat ketidakmampuannya dalam menjelaskan

sumber-sumber pertumbuhan ekonomi jangka panjang dan hanya menekankan

pada pada faktor eksogen yang independen dengan kemajuan teknologi. Dalam

pandangan neo-klasik, peningkatan pendapatan perkapita hanya dianggap sebagai

fenomena sementara yang bersumber dari perubahan teknologi atau proses

penyeimbangan jangka pendek dalam cadangan modal atau tenaga kerja selama

perekonomian mendekati keseimbangan jangka panjang. Teori ini juga gagal

menjelaskan bagaimana kemajuan teknologi dapat terjadi serta besarnya

perbedaan residual Solow pada negara yang memiliki teknologi yang serupa

(Todaro dan Smith, 1996).

` Ketidakpuasan tersebut melahirkan sebuah teori pertumbuhan baru yang

lebih menekankan pada aspek endogen, yakni sistem yang mengatur proses

produksi bukan kekuatan di luar sistem. Motivasi teori pertumbuhan endogen

adalah untuk menjelaskan tingkat pertumbuhan antar negara maupun faktor-faktor

yang memiliki kontribusi besar dalam menghasilkan pertumbuhan. Teori

pertumbuhan endogen menganggap perubahan teknologi sebagai sebuah hasil

Page 45: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

17

endogen dari investasi publik dan swasta dalam kualitas sumber daya manusia

sehingga mendorong peran aktif kebijakan publik dalam merangsang

pembangunan ekonomi melalui investasi langsung maupun tidak langsung.

Teori ini juga menekankan bahwa modal fisik bersifat diminishing

marginal return, tetapi modal pengetahuan (knowledge capital) justru memiliki

marginal pengembalian yang semakin meningkat. Teori ini juga mampu

menjelaskan aliran modal internasional yang turut memperparah ketimpangan

antara negara maju dan negara yang sedang berkembang. Tingkat pengembalian

investasi yang tinggi yang ditawarkan kepada negara yang sedang berkembang

dengan rasio modal per tenaga kerja akan berkurang dengan cepat karena tidak

didukung dengan investasi sumber daya manusia (pendidikan), infrastruktur serta

riset dan pengembangan (R&D) yang memadai (Todaro dan Smith, 1996).

Teori pertumbuhan endogen pada awalnya berkembang dalam dua cabang

pemikiran yang bertumpu pada pentingnya sumber daya manusia sebagai kunci

utama dalam perekonomian. Pemikiran yang pertama dikembangkan oleh Romer

(1986) yang menempatkan stok ilmu pengetahuan menjadi sumber utama bagi

peningkatan produktivitas ekonomi karena stok ilmu pengetahuan menjadi faktor

produksi yang memiliki skala pengembalian semakin meningkat. Pemikiran yang

kedua dikemukakan oleh Lucas (1988) yang menekankan pada pentingnya

learning by doing dan human capital melalui model akumulasi human capital.

Dalam pandangan Romer, pertumbuhan jangka panjang sangat ditentukan

oleh akumulasi pengetahuan para pelaku ekonomi, sehingga variabel modal dalam

model pertumbuhan agregat neo-klasik sekarang sudah memperhitungkan unsur

akumulasi pengetahuan. Tiga unsur utama dalam model Romer adalah adanya

unsur eksternalitas, sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan; adanya

peningkatan skala hasil yang semakin meningkat, yang menyebabkan peningkatan

spesialisasi dan pembagian kerja; dan semakin pendeknya waktu pemanfaatan

ilmu pengetahuan, karena pesatnya perkembangan di sektor riset. Secara umum

model Romer dirumuskan sebagai berikut:

𝑌𝑖𝑡 = 𝐾𝑖𝑡𝛼𝐿𝑖𝑡1−𝛼𝐾𝑡𝛽 dengan 0 < 𝛼 < 1; 0 < 𝛽 < 1 (2.13)

Page 46: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

18

dimana: 𝑌𝑖 adalah output produksi perusahaan i, Ki adalah stok modal perusahaan

i, Li adalah tenaga kerja perusahaan i, dan K adalah stok pengetahuan/teknologi

(technical knowledge) secara agregat. K diasumsikan mempunyai efek menyebar

yang positif terhadap produksi setiap perusahaan.

Teori learning dikemukakan oleh Lucas dapat terjadi melalui akumulasi

human capital. Teori learning memasukkan unsur ekstemalitas yang terkandung

dalam peningkatan kapital pada proses produksi. Peningkatan kapital akan

meningkatkan stok public knowledge, sehingga secara keseluruhan proses

produksi dalam skala yang bersifat increasing return to scale. Akumulasi modal

manusia dapat dilakukan melalui jalur pendidikan formal maupun non formal (on

the job traning). Lucas berpendapat ekstemalitas yang dihasilkan oleh investasi

dalam pendidikan umum serta investasi dalam beberapa kegiatan tertentu akan

menyebabkan proses bersifat learning by doing. Model yang dikembangkan oleh

Lucas menggunakan dua jenis modal, yaitu modal fisik dan modal manusia,

rumusan adalah sebagai berikut:

𝑌𝑡 = 𝐴𝐾𝑡𝛼(𝑢𝑡𝐻𝑡𝐿𝑡)1−𝛼𝐻𝑡𝜃 (2.14)

dimana: 𝑌 adalah output produksi, 𝐴 adalah konstanta, 𝐾 adalah stok modal, 𝐿

adalah tenaga kerja, 𝑢 adalah waktu yang digunakan untuk pekerja untuk

berproduksi, 𝐻 adalah kualitas dari human capital yang merepresentasikan rata-

rata banyaknya pengetahuaan yang dimiliki oleh pekerja. Jika 𝐻𝑡 meningkat

sejalan dengan 𝑢𝑡 maka fungsi produksi akan bersifat increasing return to scale

dimana 𝐻𝑡 bersifat eksternal dan bergantung pada tingkat keterampilan rata-rata

tenaga kerja dalam perusahaan tersebut.

2.2 Konsep dan Teori Pengangguran

Pengangguran didefinisikan sebagai bagian dari angkatan kerja atau

penduduk berusia produktif yang tidak bekerja dan sedang mencari pekerjaan atau

tidak mendapatkan kesempatan bekerja dengan berbagai alasan (Dornbusch, et al,

2008). Dinamika dalam pasar tenaga kerja menunjukkan bahwa jumlah

penawaran tenaga kerja tidak selalu diikuti oleh permintaan tenaga kerja yang

seimbang, sehingga fenomena pengangguran akan selalu terjadi di setiap saat.

Page 47: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

19

PENDUDUK

Usia Kerja(15 Tahun +)

Bukan Usia Kerja(<15 Tahun)

Angkatan Kerja Bukan Angkatan Kerja

MengurusRumah Tangga

Sekolah LainnyaMenganggurBekerja

BekerjaPenuh

SetengahMenganggur Mencari

PekerjaanMempersiapkan

UsahaPutus Asa

(Merasa TidakMungkin

Mendapat Kerja)

Sudah MendapatPekerjaan, Tetapi

Belum MulaiBekerja

Konsep pengangguran yang digunakan di Indonesia selalu mengalami

perkembangan dan perluasan dari waktu ke waktu. Pada awalnya, pengangguran

terbuka didefinisikan sebagai bagian dari angkatan kerja yang berada dalam

kondisi tidak bekerja dan sedang mencari pekerjaan. Sejak tahun 2001, definisi

pengangguran terbuka diperluas mengikuti rekomendasi International Labour

Organization (ILO) menjadi bagian dari angkatan kerja yang sedang mencari

pekerjaan, atau mempersiapkan suatu usaha, atau tidak mencari pekerjaan karena

merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan (sudah putus asa), atau sudah

mendapatkan pekerjaan tetapi belum mulai bekerja (Gambar 4).

Tingkat setengah pengangguran didefinisikan sebagai bagian dari

penduduk yang berstatus bekerja dengan jumlah jam kerja kurang dari jam kerja

normal atau kurang dari 35 jam per minggu. Setengah pengangguran dibagi

menjadi dua bagian. Pertama, setengah pengangguran terpaksa yakni bekerja

kurang dari jam kerja normal dan masih mencari pekerjaan atau bersedia

menerima pekerjaan yang lain. Kedua, setengah pengangguran sukarela yakni

bekerja kurang dari jam kerja normal tetapi tidak mencari pekerjaan atau tidak

menerima pekerjaan lain. Bagian ini sering disebut dengan istilah pekerja paruh

waktu (part time).

Sumber : BPS, 2004 Gambar 4 Bagan Pembagian Penduduk Menurut Status Ketenagakerjaan

Page 48: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

20

Jika L menyatakan jumlah angkatan kerja dan diasumsikan tetap, E

menyatakan jumlah angkatan kerja yang bekerja dan U menyatakan jumlah angkatan

kerja yang menganggur, maka hubungannya dapat dinyatakan dengan 𝐿 = 𝐸 + 𝑈.

Mankiw (2007) menyatakan bahwa tingkat pengangguran terbuka U/L pada

kondisi mapan atau pengangguran alamiah merupakan rasio antara tingkat

pemutusan kerja s dengan penjumlahan tingkat pemutusan kerja s dengan tingkat

perolehan kerja f dan diformulasikan sebagai:

𝑈𝐿

=𝑠

𝑠 + 𝑓=

11 + 𝑠/𝑓

(2.15)

Semakin tinggi tingkat pemutusan kerja maka tingkat pengangguran semakin

tinggi dan sebaliknya semakin tinggi tingkat perolehan kerja maka tingkat

pengangguran akan semakin rendah.

Sumber: Mankiw, 2007 Gambar 5 Kekakuan Upah Riil dalam Memengaruhi Pengangguran

Persamaan 2.15 bermanfaat untuk mengaitkan tingkat pengangguran

dengan pemutusan kerja dan perolehan kerja, namun gagal menjelaskan mengapa

masih terjadi pengangguran. Fenomena pengangguran juga disebabkan oleh

adanya waktu yang diperlukan untuk mencari pekerjaan dan disebut dengan

pengangguran friksional. penyebab yang lainnya adalah kegagalan tingkat upah

dalam menyesuaikan jumlah penawaran dengan permintaan dalam pasar tenaga

kerja atau disebut kekakuan upah (wage rigidity). Pengangguran jenis ini disebut

dengan pengangguran struktural. Tingkat upah sangat berperan dalam

Tenaga Kerja, L

Upah Riil, W SL

DL

L*

W*

W’

E

U

Page 49: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

21

menyeimbangkan penawaran dan permintaan tenaga kerja, namun terkadang upah

tidak bersifat fleksibel. Gambar 5 mengilustrasikan ketika upah riil (W’) berada di

atas upah keseimbangan dalam pasar tenaga kerja (W*) maka jumlah tenaga kerja

yang ditawarkan (SL) melebihi jumlah permintaan (DL) sehingga perusahaan akan

lebih selektif dalam menjatah tenaga kerja untuk mengisi kesempatan kerja yang

terbatas dan jumlah pengangguran akan meningkat (U). Ada beberapa hal yang

dapat menyebabkan upah bersifat kaku, yakni kebijakan penetapan upah

minimum, kekuatan monopoli serikat tenaga kerja dan upah efisiensi.

2.3 Teori Ketimpangan Pendapatan

2.3.1 Konsep Distribusi Pendapatan

Distribusi pendapatan merepresentasikan besarnya porsi pendapatan yang

diterima oleh setiap individu atau rumah tangga dalam suatu wilayah. Besarnya

pendapatan yang diterima setiap individu tergantung pada tingkat produktivitas

dan peranannya dalam aktivitas perekonomian. Ada dua ukuran pokok dalam

distribusi pendapatan, yakni distribusi ukuran dan distribusi fungsional. Distribusi

ukuran pendapatan atau distribusi pendapatan perseorangan dihitung dari jumlah

pendapatan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga tanpa

memperhatikan cara memperoleh maupun sumber pendapatannya. Distribusi

fungsional melihat pangsa pendapatan menurut faktor produksi yakni menghitung

total pendapatan yang diperoleh setiap faktor produksi baik tanah, tenaga kerja,

maupun modal. Dalam analisis ketimpangan, distribusi pendapatan perorangan

lebih sering digunakan karena kemudahan dalam aspek data dan penghitungan.

2.3.2 Pengukuran Ketimpangan Pendapatan

Ada beberapa ukuran distribusi pendapatan perorangan yang sering

digunakan untuk menganalisis dan membandingkan ketimpangan pendapatan

antar waktu dan antar wilayah. Beberapa diantaranya adalah ukuran kuintil, desil,

persentil, rasio Kuznets, ukuran Bank Dunia, kurva Lorenz dan Gini rasio.

Ukuran desil, kuintil maupun persentil dilakukan dengan mengelompokkan

pendapatan perkapita penduduk yang telah diurutkan dari yang terendah sampai

yang tertinggi serta dibagi ke dalam 5 kelompok (desil), 10 kelompok (kuintil)

dan 100 kelompok (persentil). Pangsa pendapatan dari setiap kelompok dihitung

Page 50: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

22

dari persentase jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap kelompok dibagi

dengan total pendapatan penduduk di wilayah tersebut. Berdasarkan ukuran

kuintil dapat diturunkan beberapa indikator ketimpangan yang lain seperti rasio

Kuznets, ukuran Bank Dunia, kurva Lorenz dan Gini rasio.

Rasio Kuznets merupakan rasio jumlah pendapatan yang diterima oleh 20

persen penduduk berpenghasilan tinggi dibagi dengan jumlah pendapatan 40

persen penduduk berpenghasilan rendah. Semakin tinggi nilai rasio Kuznets

menunjukkan tingkat ketimpangan dalam distribusi pendapatan yang semakin

tinggi atau tingkat pemerataan yang semakin rendah. Hampir sama dengan rasio

Kuznets, ukuran Bank Dunia membagi pendapatan yang diterima penduduk

menjadi tiga kelompok, yakni 40 persen penduduk berpenghasilan rendah, 40

persen penduduk berpenghasilan menengah, dan 20 persen penduduk

berpenghasilan tinggi. Kategori ketimpangan ditentukan dengan melihat besarnya

proporsi pendapatan yang diterima oleh 40 persen penduduk yang berpendapatan

rendah. Kriterianya adalah ketimpangan tinggi jika proporsinya < 12 persen;

ketimpangan sedang jika berkisar 12-17 persen; dan ketimpangan rendah jika >17

persen (Todaro dan Smith, 1996).

Kurva Lorenz menggambarkan hubungan kuantitatif antara penduduk atau

rumah tangga sebagai penerima pendapatan dengan jumlah pendapatan yang

diterima selama periode tertentu (Gambar 6). Bentuk kurva Lorenz digambarkan

dalam bentuk segi empat sama sisi. Sumbu horizontal menunjukkan jumlah

populasi penduduk atau rumah tangga penerima pendapatan dan sumbu vertikal

menunjukkan jumlah persentase pendapatan yang diterima oleh setiap kelompok

yang disusun secara kumulatif (dari kelompok penduduk atau rumah tangga yang

berpendapatan terendah hingga yang tertinggi). Garis diagonal utama

mencerminkan garis pemerataan pendapatan. Kurva Lorenz yang semakin

mendekati garis diagonal utama, menunjukkan distribusi pendapatan yang

semakin merata atau ketimpangan yang semakin rendah. Kurva Lorenz yang

berimpit dengan garis pemerataan menunjukkan tingkat pemerataan yang

sempurna atau tidak terjadi ketimpangan dalam distribusi pendapatan.

Sebaliknya, jika kurva Lorenz semakin menyimpang atau semakin menjauh dari

Page 51: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

23

garis pemerataan maka ketidakmerataan semakin besar atau ketimpangan semakin

meningkat.

Sumber : Todaro dan Smith (2006) Gambar 6 Kurva Lorenz

Indikator yang paling populer digunakan untuk mengukur derajat

ketimpangan dalam distribusi pendapatan adalah Gini rasio. Gini rasio

merupakan ukuran ketimpangan yang memenuhi empat prinsip pengukuran,

sehingga dapat digunakan untuk membandingkan ketimpangan distribusi

pendapatan antar waktu maupun antar wilayah (Todaro dan Smith, 2006).

Keempat kriteria atau prinsip pengukuran tersebut didefinisikan sebagai berikut:

1. Prinsip anonimitas (anonimity principle), artinya ukuran ketimpangan

seharusnya tidak tergantung pada siapa yang mendapatkan pendapatan yang

lebih tinggi atau apakah itu orang kaya atau miskin.

2. Prinsip independensi skala (scale independence pronciple), ukuran

ketimpangan tidak tergantung pada ukuran perekonomian suatu negara dan

cara mengukur pendapatannya. Artinya, tidak tergantung apakah kondisi

negara kaya atau miskin serta diukur dalam dolar atau mata uang lainnya.

3. Prinsip independensi populasi (population independence principle), ukuran

ketimpangan tidak tergantung pada jumlah penduduk suatu negara/wilayah,

sehingga perekonomian Indonesia tidak boleh dikatakan lebih

merata/timpang dari Vietnam hanya karena jumlah penduduk Indonesia lebih

banyak.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Pers

enta

se P

enda

pata

n

Persentase Populasi

Garis Pemerataan

Kurva Lorenz

I

II

𝑮𝒊𝒏𝒊 𝑹𝒂𝒔𝒊𝒐 =𝑩𝒊𝒅𝒂𝒏𝒈 𝑰

𝑩𝒊𝒅𝒂𝒏𝒈 𝑰+ 𝑰𝑰

Page 52: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

24

4. Prinsip transfer Pique-Dalton (Pique-Dalton transfer principle), jika

diasumsikan semua pendapatan lain konstan maka dengan mentransfer

sejumlah pendapatan dari orang kaya kepada orang miskin maka akan

dihasilkan distribusi pendapatan yang baru dan lebih merata.

Nilai Gini rasio dihitung berdasarkan perbandingan luas daerah I dengan

luas daerah (I+II) dalam kurva Lorenz (Gambar 6). Secara matematis, Ray (1998)

menyajikan formula untuk menghitung Gini rasio sebagai berikut:

𝐺 =1

2𝑛2𝜇𝑛𝑗𝑛𝑘𝑦𝑗 − 𝑦𝑘

𝑚

𝑗=1

𝑚

𝑗=1

(2.16)

dimana: 𝜇 = 1𝑛∑ 𝑛𝑗𝑦𝑗𝑚𝑗=1 merupakan rata-rata pendapatan penduduk (total

pendapatan dibagi dengan jumlah penduduk); n=jumlah penduduk; 𝑛𝑗=jumlah

penduduk kelompok ke-j; 𝑛𝑘=jumlah penduduk kelompok ke-k; 𝑦𝑗= jumlah

pendapatan kelompok penduduk ke-j; 𝑦𝑘= jumlah pendapatan kelompok

penduduk ke-k.

Nilai Gini rasio (G) berkisar antara nol sampai satu, semakin mendekati

nol menunjukkan tingkat distribusi pendapatan yang semakin merata. Sebaliknya,

jika nilai Gini rasio semakin mendekati satu menunjukkan distribusi pendapatan

yang semakin tidak merata atau semakin timpang. Oshima (1970) membagi

tingkat ketimpangan pendapatan menjadi tiga kriteria, yakni ketimpangan rendah

jika Gini rasio kurang dari 0,3, ketimpangan sedang jika Gini rasio berada antara

0,3 sampai 0,4 dan ketimpangan tinggi jika lebih dari 0,4.

Todaro dan Smith (2006) menyatakan adanya ketimpangan yang tinggi

antara kelompok kaya dan miskin akan menimbulkan beberapa dampak negatif,

yakni terjadinya inefisiensi ekonomi serta melemahkan stabilitas dan solidaritas

sosial. Inefisiensi ekonomi terjadi karena kelompok penduduk miskin akan

semakin kesulitan untuk mengakses kredit, sementara kelompok penduduk kaya

cenderung berperilaku konsumtif terutama dalam mengkonsumsi barang-barang

mewah impor. Adanya ketimpangan menunjukkan belum terwujudnya sistem

keadilan sosial sehingga ketika ketimpangan terus meningkat dan berlangsung

dalam jangka waktu yang lama maka akan melemahnya stabilitas serta solidaritas

sosial.

Page 53: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

25

2.4 Teori Kemiskinan

2.4.1 Definisi Kemiskinan

Kemiskinan memiliki makna yang sangat luas dan bersifat

multidimensional, sehingga definisi kemiskinan juga sangat multitafsir dan selalu

mengalami perluasan seiring dengan kompleksitas faktor penyebab maupun

permasahalan lain yang melingkupinya. Dimensi kemiskinan tidak hanya

menyangkut aspek ekonomi, namun juga menyangkut dimensi sosial, kultural

maupun politik. Kemiskinan dapat diukur melalui dua pendekatan yaitu

pendekatan ekonomi atau income/kekayaan dan pendekatan non-ekonomi.

Sen dalam Todaro dan Smith (2006) menyatakan bahwa status miskin atau

tidaknya seseorang tidak dapat ditentukan oleh tingkat pendapatan atau utilitas

yang dimiliki seperti dalam pandangan konvensional. Status miskin atau tidaknya

seseorang lebih ditentukan oleh kapabilitas untuk berfungsi (capabilities to

function) dan pertumbuhan ekonomi merupakan hal yang penting, namun tidak

dapat dianggap sebagai tujuan akhir. Hal yang terpenting bukan pada besarnya

pendapatan yang diperoleh atau utilitas seseorang terhadap suatu barang, tetapi

apa yang dapat dilakukan orang dengan pendapatan atau barang yang dimilikinya.

Kemiskinan dianggap bentuk kegagalan tidak berfungsinya beberapa kapabilitas

dasar yang dimiliki seseorang, atau seseorang dikatakan miskin jika kekurangan

kesempatan untuk mencapai atau mendapatkan kapabilitas dasar ini.

Dalam perkembangannya, kemiskinan pendekatan income lebih sering

digunakan karena lebih mudah dalam aspek pengukuran. Kemiskinan dengan

pendekatan income dibedakan menjadi dua, yakni kemiskinan relatif dan

kemiskinan absolut. Kemiskinan secara relatif didefinisikan sebagai kondisi

miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau

seluruh lapisan masyarakat, sehingga menyebabkan ketimpangan dalam distribusi

pendapatan yang diterima penduduk. Ukuran kemiskinan relatif sangat

tergantung pada distribusi pendapatan/pengeluaran penduduk di wilayah tersebut,

sehingga dengan definisi ini “orang miskin selalu ada” di semua tempat. Garis

kemiskinan relatif tidak dapat digunakan untuk membandingkan tingkat

kemiskinan antar wilayah dan waktu karena tidak mencerminkan tingkat

kesejahteraan yang sama. Artinya, seseorang yang dikatakan miskin di negara

Page 54: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

26

Amerika Serikat belum tentu miskin jika diukur dengan ukuran kemiskinan

Indonesia, atau orang yang hidup miskin di Indonesia pada periode 2010 belum

tentu miskin pada saat periode 1970-an.

Kemiskinan secara absolut didefinisikan ketidakmampuan untuk

mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan,

perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk menjamin kelangsungan hidup

dan bekerja secara layak (Todaro dan Smith, 2006). Kebutuhan pokok minimum

diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam bentuk uang. Permasalahan yang

terjadi adalah sangat sulit untuk menentukan standar hidup minimum karena

kebutuhan psikologis, sosial dan ekonomi setiap orang berbeda-beda tergantung

pada usia maupun karakteristik demografis lainnya. Perkiraan nilai kebutuhan

dasar minimum disebut dengan istilah garis kemiskinan absolut. Penduduk yang

memiliki pendapatan atau pengeluaran di bawah garis kemiskinan digolongkan

sebagai penduduk miskin. Garis kemiskinan absolut sangat penting untuk menilai

atau memperkirakan dampak dari kebijakan penanggulangan kemiskinan antar

waktu dalam suatu wilayah. Angka kemiskinan antar wilayah dapat dibandingkan

jika menggunakan garis kemiskinan absolut yang sama.

2.4.2 Pengukuran Kemiskinan di Indonesia

Dalam defisi secara absolut, garis kemiskinan ditetapkan pada tingkat

konstan secara riil sehingga kemajuan dalam hal penanggulangan kemiskinan

dapat diperbandingkan sepanjang waktu. Bank Dunia telah menetapkan garis

kemiskinan absolut, yakni standar hidup yang kurang dari US $ 1 atau US $ 2

perkapita perhari untuk mengukur tingkat kemiskinan secara internasional. Garis

kemisninan tersebut dihitung menurut kekuatan daya beli (Purchasing Power

Parity) dari setiap negara bukan nilai tukar resmi (exchange rate). Dalam realita,

tidak semua negara mau menerima dan menetapkan garis kemiskinan absolut

senilai US $ 1 perkapita atau US $ 2 per hari pada saat membuat perencanaan

program penanggulangan kemiskinan. Banyak negara yang lebih memilih strategi

praktis dalam menetapkan garis kemiskinan secara lokal berdasarkan persyaratan

kalori dengan cara mengidentifikasi kebutuhan dasar makanan dan non makanan

dari survei pengeluaran rumah tangga.

Page 55: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

27

Penghitungan garis kemiskinan di Indonesia yang dilakukan oleh BPS

menggunakan pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach). Berdasarkan

definisi BPS, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi

kebutuhan yang bersifat mendasar baik makanan maupun non makanan yang

mencakup kebutuhan pakaian, perumahan, pendidikan, kesehatan dan kebutuhan

dasar lainnya. Garis kemiskinan merupakan penjumlahan dari garis kemiskinan

makanan dan non makanan. Garis kemiskinan makanan merepresentasikan nilai

kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kalori perkapita per

hari yang mengacu pada hasil Widyakarya Pangan dan Gizi tahun 1978. Garis

kebutuhan non makanan merupakan kebutuhan minimum untuk perumahan,

sandang, pendidikan dan kesehatan (BPS, 2008).

BPS menetapkan garis kemiskinan berdasarkan hasil Susenas (Survei

Sosial Ekonomi nasional) modul konsumsi rumah tangga. Pada tahun-tahun yang

tidak dilaksanakan kegiatan Susenas Modul, garis kemiskinan dihitung

berdasarkan garis kemiskinan periode sebelumnya dengan mempertimbangkan

aspek perubahan harga atau inflasi/deflasi. Garis kemiskinan juga dihitung di

setiap daerah baik menurut provinsi maupun kabupaten/kota yang besarnya

tergantung pada standar biaya hidup minimum dan kemampuan/daya beli

penduduk di masing-masing daerah.

2.4.3. Indikator Kemiskinan

Ada beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat

kemiskinan di suatu wilayah. Ray (1998) dan Todaro dan Smith (2006)

mengemukakan beberapa ukuran kemiskinan, yakni adalah jumlah penduduk

miskin (Head Count/HC); persentase penduduk miskin (Head Count Index/HCI);

jurang kemiskinan total (Total Poverty Gap/TPG); jurang kemiskinan rata-rata

(Average Poverty Gap/APG); dan Foster-Greer-Thorbecke (FGT).

Head Count menggambarkan jumlah penduduk yang berada di bawah

garis kemiskinan (GK), sedangkan Head Count Index menggambarkan rasio

antara HC dengan jumlah penduduk atau persentase penduduk yang berada di

bawah garis kemiskinan. Total Poverty Gap (TPG) atau jurang kemiskinan

menggambarkan seberapa jauh pendapatan kelompok penduduk miskin berada di

Page 56: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

28

bawah garis kemiskinan. TPG juga dapat diartikan sebagai pendapatan total yang

diperlukan untuk mengangkat penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan

hingga tepat berada di garis kemiskinan atau di atasnya. Penghitungan TPG

diformulasikan sebagai:

𝑇𝑃𝐺 = 𝑌𝑝 − 𝑌𝑖𝐻

𝑖=1

(2.17)

𝑌𝑝= Garis Kemiskinan; 𝑌𝑖 = Pendapatan penduduk miskin ke-i.

Berdasarkan ukuran TPG dapat diturunkan beberapa indikator kemiskinan yang

lain, yakni Average Poverty Gap (APG) atau jurang kemiskinan rata-rata (𝐴𝑃𝐺 =

𝑇𝑃𝐺/𝑛); Normalized Poverty Gap (NPG) atau jurang kemiskinan yang telah

dinormalisasi (𝑁𝑃𝐺 = 𝑇𝑃𝐺/𝑦𝑝); Average Income Shortfall (AIS) atau jurang

kemiskinan total dibagi dengan jumlah penduduk miskin. Indikator AIS

menggambarkan besarnya rata-rata transfer atau pendapatan yang diperlukan

untuk mengangkat seorang penduduk miskin ke atas garis kemiskinan (𝐴𝐼𝑆 =

𝑇𝑃𝐺/𝐻𝐶).

Foster, Greer dan Thorbecke dalam Ray (1998) merumuskan suatu ukuran

kemiskinan yang memenuhi empat prinsip dalam pengukuran. Keempat prinsip

tersebut adalah anonimitas, independensi populasi, monotonisitas dan sensitivitas

distribusi. FGT dirumuskan sebagai:

𝑃𝛼 =1𝑛

𝑧 − 𝑦𝑖𝑧

𝛼

𝐻

𝑖=1

(2.18)

dimana:

α = 0, 1, 2 ; z = Garis Kemiskinan ; n = Jumlah Penduduk

yi = Rata-rata pengeluaran perkapita sebulan penduduk yang berada

di bawah garis kemiskinan (i=1,2,…,H), yi < z

H = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan

Ukuran FGT dapat diturunkan menjadi tiga indikator sebagai berikut:

Jika α = 0, diperoleh nilai Head Count Index (P0) yang merepresentasikan

persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan dan dirumusnya

sebagai 𝑃0 = 𝐻 𝑛⁄ .

Page 57: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

29

Jika α = 1, diperoleh indeks kedalaman kemiskinan (Poverty Gap Index/P1)

yakni ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk

miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks P1 maka

semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. P1

dirumuskan sebagai:

𝑃1 =1𝑛

𝑧 − 𝑦𝑖𝑧

(2.19)𝐻

𝑖=1

Nilai Poverty Gap Index/P1 sangat berguna untuk mengetahui seberapa besar

biaya yang diperlukan atau nilai yang harus ditransfer untuk mengangkat

penduduk miskin hingga tepat berada di atas garis kemiskinan.

Jika α = 2, diperoleh Indeks keparahan kemiskinan (Poverty Severity

Index/P2). Indeks ini memberikan gambaran mengenai intensitas penyebaran

pengeluaran diantara penduduk miskin, semakin tinggi nilai indeks, maka

ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin semakin meningkat. P2

dirumuskan sebagai:

𝑃2 =1𝑛

𝑧 − 𝑦𝑖𝑧

2

(2.20)𝐻

𝑖=1

2.5 Kerangka Analitis Hubungan antara Pertumbuhan, Pengangguran, Ketimpangan dan Kemiskinan

2.5.1 Model Pembangunan Dua Sektor Lewis

Model pembangunan dua sektor yang dikemukakan Lewis (Lewis two

sector model) merupakan salah satu model pembangunan yang mengkaji proses

pembangunan di negara-negara dunia ketiga (Todaro dan Smith. 2006). Model ini

menekankan pada aspek transformasi struktural dari perekonomian tradisional

yang berbasis perdesaan atau sektor pertanian menuju perekonomian modern yang

berbasis perkotaan atau sektor industri. Asumsi dasar yang digunakan adalah

terdapat surplus tenaga kerja di sektor pertanian yang ditandai oleh produktivitas

marginal (MPLA) sama dengan nol dan produktivitas rata-rata (APLA) yang

semakin menurun. Semua pekerja di sektor tradisional menghasilkan output yang

sama, sehingga tingkat upah ditentukan oleh produktivitas tenaga kerja rata-rata

bukan produktivitas tenaga kerja marjinal (Gambar 7).

Page 58: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

30

(a) Sektor Modern (Industri) (b) Sektor Tradisional (Pertanian)

Tota

l Pro

duk

Man

ufak

tur

Tota

l Pro

duk

Pert

ania

n

Upa

hRi

il(=

MP L

M)

L1 L2 L3

L1 L2 L3

QLM

QLM QLA

QLA

APLA

MPLA

LA

Surplus TK

Prod

ukM

argi

nal/

Rata

-rat

a

WA

WM

TPM2

TPM1

TPM3

TPM(KM1)

TPM(KM3)

TPM(KM2)TPA

TPA(KA)

KM3> KM2> KM1

SL

D3(KM3)

D2(KM2)D1(KM1)

Sumber: Todaro dan Smith, 2006 Gambar 7 Model Pembangunan Dua Sektor Lewis

Sektor industri modern diasumsikan memiliki produktivitas rata-rata

(APLM) dan tingkat upah riil (WM) yang lebih tinggi produktivitas (APP) dan

tingkat upah riil (WP) di sektor pertanian tradisional. Asumsi ini memungkinkan

sektor modern untuk menampung surplus tenaga kerja dari sektor tradisional.

Model ini fokus pada proses perpindahan tenaga kerja melalui mekanisme

pertumbuhan output dan perluasan kesempatan kerja di sektor industri modern.

Perluasan kesempatan kerja ditentukan oleh tingkat investasi, akumulasi modal

serta reinvestasi sektor modern.

2.5.2 Keterkaitan Pertumbuhan Dengan Ketimpangan

Berdasarkan beberapa asumsi dasar yang digunakan dalam model dua

sektor Lewis, Kuznets (1955) mengajukan sebuah hipotesis mengenai pola

hubungan atau keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan

distribusi pendapatan membentuk kurva U terbalik. Studi empiris ini dilakukan

dengan menghitung dan menganalisis sejarah pertumbuhan ekonomi di negara-

negara maju dalam jangka panjang serta menekankan pada aspek transformasi

Page 59: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

31

0

0.25

0.5

0.75

1

Gin

iRat

io (G

)

Pendapatan Perkapita (Y)

Ketidakmerataanmenurun

Ketidakmerataanmeningkat

atau perubahan struktural dari sektor yang berbasis pertanian tradisional menuju

sektor industri modern (Gambar 8).

Sumber : Todaro dan Smith (2006)

Gambar 8 Kurva U-Terbalik Hipotesis Kuznets

Pada masa awal pembangunan ekonomi, pendapatan perkapita maupun

ketimpangan pendapatan antar penduduk di kedua sektor masih rendah. Selama

masa transisi, produktivitas dan upah tenaga kerja di sektor modern menjadi lebih

tinggi dibandingkan sektor tradisional, sehingga pendapatan perkapita yang

diterima di sektor modern juga menjadi lebih tinggi. Hal ini menyebabkan

ketimpangan pendapatan di kedua sektor tersebut semakin meningkat sejalan

dengan semakin meningkatnya pendapatan perkapita.

Setelah melampaui titik kulminasi atau titik puncak akan terjadi

mekanisme trickle down effect yang melalui penciptaan dan perluasan kesempatan

kerja di sektor modern. Perluasan kesempatan sektor modern akan menyerap

surplus atau kelebihan tenaga kerja di sektor tradisional. Mekanisme Trickle

down effect akan meningkatkan pendapatan perkapita di sektor tradisional dan

sektor modern serta membawa pada perbaikan distribusi sehingga ketimpangan

pendapatan semakin menurun.

Kesahihan dari hipotesis Kuznets telah telah menjadi topik perdebatan dan

mendatangkan banyak pendapat baik yang pro maupun kontra. Kritik utama

terhadap penelitian yang mendukung hipotesis Kuznets adalah mayoritas

menggunakan data yang lemah dan metodologi yang masih dipertanyakan. Dalam

studi empiris di India, Ravallion dan Datt (1996) menyampaikan bahwa selama

Page 60: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

32

periode 1950-an sampai 1990-an pendapatan perkapita meningkat secara rata-rata,

namun distribusi pendapatan bergerak semakin tidak merata. Hasil analisis

Ravallion (2001) di 47 negara yang sedang berkembang juga menunjukkan bahwa

tidak ada korelasi yang signifikan antara pertumbuhan ekonomi dengan perubahan

dalam distribusi pendapatan, artinya pertumbuhan masih bersifat netral.

Kakwani, et al. (2000) mempertajam kritik dengan mengungkapkan bahwa

hipotesis Kuznets hanya berhasil menjelaskan hubungan ketimpangan dan

pertumbuhan ekonomi pada negara-negara industri maju atau negara dengan

pendapatan perkapita tinggi sampai dengan dekade 70-an. Namun demikian,

hipotesis ini tidak mampu menjelaskan pola hubungan di negara-negara yang

sedang berkembang. Kritik juga dilontarkan Dollar dan Kraay (2002) yang

menyatakan bahwa secara rata-rata, pendapatan kelompok termiskin dalam

masyarakat akan meningkat secara proporsional dengan peningkatan pendapatan

rata-rata masyarakat serta tidak ada korelasi yang kuat antara pertumbuhan

pendapatan dengan perubahan tingkat ketimpangan. Meskipun pendapatan

perkapita secara rata-rata meningkat, distribusi pendapatan tidak mengalami

perubahan secara signifikan. Distribusi pendapatan cenderung stabil atau bisa

naik dan turun dengan perubahan kecil dan memiliki pola yang berbeda untuk

setiap negara.

2.5.3 Keterkaitan Pertumbuhan, Ketimpangan dan Kemiskinan

Warr (2006) mengajukan sebuah kerangka kerja konseptual (conceptual

fremework) dalam penelitian mengenai keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi

dan pengentasan kemiskinan di Asia Tenggara (Gambar 9). Menurutnya,

pertumbuhan ekonomi menjadi sebuah variabel endogen atau keluaran yang

ditentukan oleh kebijakan pemerintah, kekuatan dari luar atau faktor eksternal

(eksogeneous) serta peran pasar dalam merespon keduanya.

Warr mengasumsikan bahwa kebijakan ekonomi dan faktor eksogen akan

memengaruhi tingkat kemiskinan melalui dua jalur, yakni jalur pertumbuhan

ekonomi melalui peningkatan pendapatan secara rata-rata dan atau jalur

redistribusi pendapatan. Kebijakan pembangunan ekonomi dapat dilakukan

melalui strategi untuk memacu pertumbuhan ekonomi atau meredistribusikan

Page 61: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

33

Kemiskinan Absolutdan Pengentasan

Kemiskinan

Strategi Pembangunan

Distribusidan Perubahan

Distribusi

Tingkat PendapatanAgregat dan

Pertumbuhan

KebijakanEkonomi

PertumbuhanEkonomi

PengentasanKemiskinan

FaktorEksternal Efek Redistribusi

pendapatan, atau secara bersama-sama dengan tujuan akhir untuk mengentaskan

kemiskinan.

Sumber: Warr, 2006

Gambar 9 Keterkaitan Pertumbuhan dengan Kemiskinan

Bourguignon (2004) juga menggambarkan keterkaitan hubungan antara

pertumbuhan ekonomi, ketimpangan distribusi pendapatan, dan pengentasan

kemiskinan dalam bentuk segitiga seperti pada Gambar 10. Tingkat kemiskinan

diukur dengan ukuran kemiskinan absolut yakni proporsi penduduk yang berada

di bawah garis kemiskinan yang diperoleh dari data survei rumah tangga.

Ketidakmerataan atau ketimpangan distribusi pendapatan mengacu pada

kesenjangan pendapatan relatif antar penduduk yang diukur dengan Gini rasio.

Pertumbuhan diukur dengan perubahan rata-rata level kesejahteraan baik dari sisi

pendapatan maupun pengeluaran. Menurutnya, pengentasan kemiskinan

merupakan fungsi dari pertumbuhan, distribusi pendapatan dan perubahan dalam

distribusi pendapatan. Artinya, pengentasan kemiskinan dapat dilakukan dengan

cara merubah distribusi pendapatan (redistribusi) dan atau meningkatkan level

pendapatan.

Sumber: Bourguignon, 2004 Gambar 10 Segitiga Pertumbuhan, Ketimpangan dan Kemiskinan

Page 62: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

34

Perubahan distribusi pendapatan atau redistribusi akan memungkinkan

penduduk pada golongan pendapatan rendah untuk mendapatkan tambahan

pendapatan atau memperoleh perbaikan pendapatan sehingga bisa memenuhi

kebutuhan dasarnya dan mampu terangkat ke atas garis kemiskinan. Secara umum,

pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan tingkat pendapatan penduduk golongan

pendapatan rendah secara proporsional sama dengan rata-rata pendapatan

masyarakat. Kenaikan pendapatan yang diterima penduduk golongan pendapatan

rendah akan meningkatkan taraf hidupnya sehingga memungkinkan untuk terangkat

di atas garis kemiskinan.

Bourguignon juga menyatakan bahwa perubahan dalam distribusi

pendapatan dapat terjadi melalui dua mekanisme, yaitu efek pertumbuhan (growth

effect) dan efek distribusi (distributional effect). Efek pertumbuhan merupakan

efek dari perubahan pendapatan yang terjadi secara proporsional pada seluruh

level pendapatan sehingga distribusi pendapatan tidak berubah, hanya bergeser ke

kanan ketika terjadi peningkatan pendapatan rata-rata atau bergeser ke kiri ketika

terjadi penurunan pendapatan rata-rata. Efek distribusi merupakan efek dari

perubahan dalam distribusi pendapatan secara relatif pada setiap level pendapatan,

sementara secara rata-rata pendapatan tidak mengalami perubahan. Efek

distribusi ditunjukkan oleh perubahan dalam distribusi pendapatan yang

independen dari rata-ratanya. Secara umum, keterkaitan antara pertumbuhan

ekonomi atau pertumbuhan pendapatan dengan distribusi pendapatan dan

pengentasan kemiskinan dapat dijelaskan melalui mekanisme dalam Gambar 11.

Gambar 11 bagian (a) menunjukkan distribusi pendapatan yang diterima

oleh penduduk pada kondisi awal periode. Sumbu X menyatakan level

pendapatan perkapita yang telah diurutkan dari yang terendah sampai yang

tertinggi dan disajikan dalam skala logaritma. Sumbu Y menyatakan share

populasi atau persentase jumlah penduduk pada level pendapatan tertentu terhadap

jumlah seluruh penduduk. Garis vertikal yang sejajar dengan sumbu Y

mengilustrasikan garis kemiskinan absolut. Daerah yang berada di bawah di

bawah kurva distribusi dan berada di sebelah kiri garis kemiskinan absolut (area

diarsir merah) menggambarkan persentase penduduk miskin atau HCI pada

kondisi awal.

Page 63: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

35

Sumber: Bourguignon, 2004

Gambar 11 Perubahan Kemiskinan Akibat Efek Pertumbuhan dan Efek Distribusi

Mekanisme efek pertumbuhan diilustrasikan oleh Gambar 11 bagian (b),

melalui pergeseran kurva distribusi dari periode awal ke periode berikutnya

(bergeser ke kanan) dan diperoleh distribusi pendapatan baru pada periode

berikutnya dengan rata-rata pendapatan perkapita yang lebih tinggi. Peningkatan

pendapatan terjadi secara proporsional untuk semua golongan penduduk atau

pertumbuhan bersifat netral. Jika diasumsikan garis kemiskinan absolut tidak

berubah atau konstan, maka efek pertumbuhan terhadap penurunan kemiskinan

digambarkan oleh area yang berwarna hijau.

Mekanisme perubahan melalui efek distribusi diilustrasikan oleh Gambar

11 bagian (c). Kurva distribusi awal berubah menjadi kurva distribusi baru

dengan rata-rata pendapatan perkapita tetap. Perubahan ini menunjukkan

terjadinya perubahan distribusi pendapatan relatif. Artinya penduduk pada

golongan pendapatan rendah mengalami kenaikan pendapatan perkapita,

Page 64: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

36

sementara pada golongan pendapatan tinggi mengalami penurunan. Mekanisme

ini dapat terjadi jika dilakukan transfer pendapatan dari penduduk golongan

pendapatan tinggi kepada penduduk golongan pendapatan rendah. Efek distribusi

menyebabkan jumlah penduduk miskin berkurang sebanyak area berwarna biru.

Gambar bagian (d) menyajikan efek pertumbuhan dan efek distribusi yang

terjadi secara bersama-sama. Kondisi tersebut menggambarkan pertumbuhan

ekonomi yang berkualitas karena lebih menguntungkan kelompok penduduk yang

berpendapatan rendah atau bersifat pro-poor. Artinya, pertumbuhan ekonomi

akan meningkatkan pendapatan perkapita secara rata-rata sekaligus mengubah

distribusi pendapatan bergerak ke arah yang lebih merata. Kedua efek tersebut

secara simultan menyebabkan penurunan kemiskinan menjadi sangat efektif.

Dalam realita yang sesungguhnya, pergerakan kurva distribusi bisa ke kanan atau

ke kiri tergantung pada kualitas pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan, alokasi

kepemilikan sumber daya dan aset serta kebijakan redistribusi pendapatan yang

dilakukan.

2.5.4 Poverty Growth Curve (PGC)

PGC merupakan salah satu metode untuk mengkaji keterkaitan antara

pertumbuhan, ketimpangan pendapatan dan kemiskinan. Metode PGC pertama

kali diperkenalkan oleh Son (2004) untuk mengkaji keterkaitan diantara

pertumbuhan, ketimpangan dan kemiskinan di Thailand. PGC berbentuk sebuah

kurva yang merepresentasikan pertumbuhan pendapatan perkapita yang diterima

oleh setiap kelompok persentil pengeluaran dalam kurva Lorenz selama dua

periode yang berbeda.

Jika 𝐿(𝑝) menyatakan fungsi Lorenz yang merepresentasikan jumlah porsi

pendapatan/pengeluaran dari setiap persentil p, maka fungsi Lorenz dapat

diekspresikan sebagai:

𝐿(𝑝) =1𝑢 𝑦𝑓(𝑦)𝑥

𝑜𝑑𝑦 (2.21)

dimana 𝐿(𝑝) = 0 jika 𝑝 = 0 ; 𝐿(𝑝) = 100 jika 𝑝 = 100 dan 0 ≤ 𝑝 ≤ 100

𝑝 = 𝑦𝑓(𝑦)𝑥

𝑜𝑑𝑦 (2.22)

Page 65: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

37

jika 𝐿(𝑝) = 𝑢𝑝𝑃𝑢

menyatakan share dari rata-rata pendapatan pada persentil ke-p

dan 𝑢𝑝 menyatakan rata-rata pendapatan pada persentil p dari populasi maka:

𝐿𝑛𝑢𝑝 = 𝐿𝑛𝑢𝐿(𝑝) − 𝐿𝑛(𝑝) (2.23)

First difference dari persamaan (2.21) adalah

∆𝐿𝑛𝑢𝑝 = 𝑔(𝑝) = ∆𝐿𝑛𝑢𝐿(𝑝) (2.24)

Nilai PGC direpresentasikan oleh 𝑔(𝑝) = ∆Ln (𝑢𝑝). Derajat pro poor dapat

diketahui dengan membandingkan pertumbuhan rata-rata pendapatan pada setiap

persentil. Jika persentil bawah lebih dominan dari persentil lainnya atau jika pola

pertumbuhan memiliki memiliki pola menurun maka pertumbuhan bersifat pro

poor, sebaliknya jika persentil atas lebih dominan maka pertumbuhan belum

bersifat pro poor. Secara konseptual pendekatan ini memiliki definisi yang

cukup kuat, namun memiliki kelemahan karena dilakukan secara parsial tanpa

memasukkan garis kemiskinan secara eksplisit dan penentuan derajat pro poor

hanya didasarkan pola dominan dalam kurva.

2.6 Determinan Pertumbuhan, Pengangguran, Ketimpangan Pendapatan dan Kemiskinan

Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengkaji dan

mengidentifikasi determinan dari pertumbuhan. Dengan menggunakan kerangka

konseptual dan metode yang berbeda, beberapa penelitian menggunakan variabel

penjelas yang beragam untuk menjelaskan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi.

Barro (1997) menggunakan beberapa variabel untuk menjelaskan sumber-sumber

pertumbuhan. Variabel yang pertama adalah stok kapita dan investasi. Keduanya

menjadi determinan paling fundamental dari pertumbuhan ekonomi berdasarkan

identifikasi model neo-klasik maupun model endogen. Model neo-klasik

menyatakan bahwa investasi memiliki dampak sementara, namun model endogen

menyatakan bahwa investasi terutama investasi human capital memiliki dampak

yang permanen (Barro dan Sala-I-Martin, 1995).

Variabel kedua adalah modal manusia (human capital) yang menjadi

sumber pertumbuhan terpenting dalam pandangan model pertumbuhan endogen.

Modal manusia tidak hanya mencakup jumlah populasi penduduk dan angkatan

Page 66: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

38

kerja, namun juga merepresentasikan kualitas atau keterampilan/skill dan

pengetahuan yang dimiliki oleh pekerja. Barro (1991) menyatakan bahwa modal

manusia mencakup aspek pendidikan angkatan kerja yang dapat diukur melalui

rata-rata lama sekolah penduduk usia produktif dan aspek kesehatan yang diukur

dengan usia harapan hidup.

Variabel ketiga adalah kualitas infrastruktur perekonomian yang terdiri

dari infrastruktur transportasi, telekomunikasi dan listrik. Infrastruktur

perekonomian memiliki peran dalam menjamin kelangsungan produksi dan

distribusi barang dan jasa. Kualitas infrastruktur juga menjadi salah satu

pertimbangan penting bagi pengusaha dalam menentukan keputusan untuk

berinvestasi. Hasil penelitian Fan et al (2002) menunjukkan bahwa kualitas

infrastruktur transportasi, telekomunikasi dan listrik memiliki dampak tidak

langsung terhadap pertumbuhan output dalam perekonomian.

Variabel yang keempat adalah keterbukaan perekonomian (trade

openess). Keterbukaan ekonomi memiliki kontribusi yang cukup penting dalam

meningkatkan pertumbuhan melalui jalur promosi, transfer pengetahuan,

peningkatan skala ekonomi dan efisiensi. Keterbukaan dapat diukur dengan rasio

volume perdagangan atau jumlah ekspor dan impor dengan output nasional

(Barro, 1991). Variabel kelima adalah tingkat inflasi yang akan memiliki

pengaruh negatif terhadap terhadap pertumbuhan output sehingga dapat

mendorong pada pertumbuhan negatif (Barro, 1991). Variabel yang lainnya

adalah level pendapatan perkapita pada kondisi awal (initial variable),

pengeluaran pemerintah untuk belanja modal dan belanja pembangunan.

Beberapa variabel yang memengaruhi perubahan jumlah pencari kerja atau

pengangguran adalah pertumbuhan angkatan kerja, laju inflasi, investasi dan

kebijakan upah minimum. Pertumbuhan angkatan kerja akan berdampak pada

meningkatnya pengangguran alamiah melalui penawaran tenaga kerja baru. Jika

tidak diimbangi dengan permintaan tenaga kerja yang memadai maka akan terjadi

kelebihan penawaran dan menyebabkan pengangguran. Laju inflasi memiliki

trade off dengan tingkat pengangguran. Jika pemerintah melakukan kebijakan

dengan menentukan target pertumbuhan output tertentu maka dapat memacu

kesempatan kerja dan menurunkan pengangguran, namun di sisi lain ada biaya

Page 67: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

39

yang harus ditanggung yakni meningkatnya harga-harga (inflasi). Sebaliknya,

jika kebijakan yang ditetapkan adalah mengendalikan inflasi maka resikonya

adalah akan meningkatkan pengangguran. Kebijakan penentuan upah minimum

regional juga memiliki pengaruh positif dalam meningkatkan jumlah

pengangguran.

Variabel yang memengaruhi ketimpangan distribusi pendapatan terdiri

dari pertumbuhan pendapatan perkapita, alokasi kepemilikan aset atau kekayaan,

ketimpangan dalam skill atau keterampilan, perubahan harga atau inflasi dan

pengeluaran pemerintah. Berdasarkan beberapa studi sebelumnya, tidak terdapat

relasi yang sistematis antara pertumbuhan pendapatan perkapita dengan

ketimpangan distribusi pendapatan dan pola di setiap negara berbeda-beda.

Meskipun secara rata-rata pendapatan perkapita meningkat, distribusi dapat

bergeser semakin timpang, semakin merata atau tetap. Ketimpangan dalam

mengakses pendidikan antar penduduk menurut golongan pendapatan

menyebabkan perbedaan dalam skill atau keterampilan dan produktivitas sehingga

upah atau pendapatan diterima juga akan berbeda. Secara rata-rata, penduduk

miskin memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah sehingga mayoritas

memilih bekerja di sektor informal meskipun tingkat upah dan pendapatan yang

diterima lebih rendah. Sebaliknya, rata-rata pendidikan penduduk golongan atas

cenderung lebih tinggi sehingga akan lebih selektif dalam menerima pekerjaan.

Dengan pendidikan yang lebih tinggi maka produktivitasnya juga akan semakin

tinggi sehingga tingkat upah dan pendapatan yang diterimanya juga akan semakin

besar.

Determinan kemiskinan menurut Bourguignon (2004) terdiri dari

pertumbuhan pendapatan perkapita, distribusi pendapatan dan redistribusi

pendapatan sehingga semua determinan pertumbuhan dan ketimpangan secara

tidak langsung juga akan memengaruhi kemiskinan.

2.7 Tinjauan Empiris Penelitian Terdahulu

Penelitian dengan topik yang serupa telah banyak dilakukan baik di dalam

lingkup nasional antar negara menggunakan metode yang berbeda-beda. Wodon

(1999) mengembangkan model regresi data panel dalam penelitian mengenai

Page 68: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

40

keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi, ketimpangan distribusi pendapatan dan

kemiskinan di Banglades. Ada tiga model persamaan regresi data panel yang

digunakan, yakni:

𝑙𝑛𝐺𝑖𝑡 =∝ +𝛽𝑙𝑛𝑌𝑖𝑡 + 𝛼𝑖 + 𝜀𝑖𝑡 ; 𝑙𝑛𝑃𝑖𝑡 = 𝜔 + 𝛾𝑙𝑛𝑌𝑖𝑡 + 𝛿𝑙𝑛𝐺𝑖𝑡 + 𝜔𝑖 + 𝑣𝑖𝑡 ;

dan 𝑙𝑛𝑃𝑖𝑡 = 𝜑 + λ𝑙𝑛𝑌𝑖𝑡 + 𝜑𝑖 + 𝜂𝑖𝑡 (2.25)

dimana: 𝐺 = Gini rasio; 𝑌 =Level pendapatan/konsumsi perkapita; 𝑃 = Indikator

kemiskinan FGT; ∝,𝜔,𝜑 = koefisien; 𝛼𝑖,𝜔𝑖,𝜑𝑖 = fixed/random effect; 𝜀𝑖𝑡,𝑣𝑖𝑡 , 𝜂𝑖𝑡=

error term; i=Provinsi; t=Tahun. 𝛽 = Elastisitas ketimpangan terhadap

pertumbuhan; 𝛿=Elastisitas kemiskinan terhadap ketimpangan; 𝛾 = Elastisitas

netto kemiskinan terhadap pertumbuhan; λ = Elastisitas total kemiskinan terhadap

pertumbuhan, dimana λ = 𝛾 + 𝛽𝛿.

Ada beberapa temuan yang dihasilkan oleh penelitian ini. Pertama, tidak

ada hubungan yang sistematis yang signifikan antara pertumbuhan dan

ketimpangan pendapatan di wilayah perdesaan, sedangkan di daerah perkotaan

ada hubungan positif. Artinya, pertumbuhan yang dihasilkan di wilayah

perkotaan semakin meningkatkan ketimpangan dalam distribusi pendapatan.

Kedua, ada hubungan searah antara perubahan ketimpangan dengan perubahan

kemiskinan baik di perkotaan maupun perdesaan sehingga jika ketimpangan

meningkat maka kemiskinan juga meningkat. Ketiga, ada hubungan berlawanan

antara pertumbuhan dengan perubahan kemiskinan sehingga jika pertumbuhan

meningkat maka kemiskinan akan menurun. Hal ini berarti ada manfaat yang

diterima penduduk miskin dari pertumbuhan yang dihasilkan.

Meng et al. (2005) melakukan penelitian dengan topik yang serupa di

kawasan perkotaan China selama periode 1986-2000. Model yang digunakan

adalah regresi data panel menggunakan data di level provinsi dan dispesifikasi

sebagai:

𝑙𝑛𝑃𝑖𝑡 = 𝛼 + 𝛽𝑙𝑛𝑌𝑖𝑡 + 𝛿𝑙𝑛𝐺𝑖𝑡 + 𝜂𝑙𝑛𝑆𝑖𝑡 + 𝜃𝑙𝑛𝑊𝐸𝑖𝑡 + 𝛾𝑙𝑛𝑋𝑖𝑡 + 𝑢𝑖 + 𝜀𝑖𝑡 (2.26)

Perubahan kemiskinan merupakan fungsi dari pertumbuhan pendapatan perkapita,

perubahan gini rasio, perubahan tingkat tabungan, perubahan share pengeluaran

untuk pendidikan, kesehatan dan perumahan, perubahan rata rata jumlah anggota

rumah tangga yang bekerja, dan perubahan harga relatif (inflasi) kelompok bahan

Page 69: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

41

makanan. Hasil temuannya adalah pertumbuhan pendapatan perkapita merupakan

determinan utama dalam penurunan kemiskinan selama waktu 15 tahun dalam

penelitian. Perubahan tabungan dan pengeluaran untuk pendidikan, kesehatan dan

perumahan memiliki hubungan yang tidak searah dengan perubahan kemiskinan.

Laju inflasi bahan makanan dan ketimpangan pendapatan memiliki hubungan

yang searah dengan kemiskinan, artinya jika nilai dari variabel-variabel tersebut

meningkat maka akan berpengaruh terhadap pertumbuhan penduduk miskin.

Nayyar (2005) membangun sebuah model untuk mengkaji proses

penurunan kemiskinan di kawasan perdesaan India melalui dua pendekatan, yakni

pendekatan langsung dan tidak langsung. Pendekatan tidak langsung mengacu

pada konsep pembangunan dualistik yang menekankan pada interaksi dual

economic antara sektor pertanian tradisional dan sektor industri modern sebagai

dampak dari proses pembangunan. Akumulasi kapital di sektor industri

merupakan motor penggerak pertumbuhan dalam pembangunan ekonomi dan

pembangunan ekonomi sebagai prasyarat transformasi struktural yang progresif

dari sektor pertanian menuju sektor industri modern. Pendekatan tidak langsung

menekankan pada aspek redistribusi pendapatan melalui kebijakan peningkatan

daya beli, peningkatan akses terhadap aset dan pendidikan, subsidi bahan pangan

dan program anti kemiskinan lainnya.

Dengan pendekatan model data panel penelitian Nayyar menghasilkan

temuan beberapa determinan yang memengaruhi perubahan kemiskinan di

kawasan perdesaan India. Determinan yang berhubungan searah atau positif

adalah perubahan indeks harga konsumen (inflasi) dan distribusi kepemilikan

lahan. Determinan yang berhubungan negatif adalah output perkapita sektor non

pertanian, pertumbuhan output per pekerja sektor pertanian, pengeluaran untuk

program anti kemiskinan, indeks ketimpangan gender dan pertumbuhan

infrastruktur fisik.

Fan et al (2002) melalukan penelitian dengan topik yang serupa di

kawasan perdesaan China dan lebih menekankan pada peran investasi publik.

Metode yang mereka gunakan adalah persamaan simultan dengan data panel di

level provinsi serta menggunakan beberapa variabel eksogen seperti pertumbuhan

penduduk perdesaan, belanja pemerintah untuk pendidikan, belanja investasi dan

Page 70: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

42

pengembangan (R&D) sektor pertanian, belanja pemerintah untuk infrastruktur

perdesaan seperti telekomunikasi, listrik dan jalan. Hasil temuan dari penelitian

menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah untuk pendidikan memiliki

pengaruh yang paling kuat terhadap penurunan kemiskinan melalui peningkatan

usia lama sekolah dan kemampuan baca tulis penduduk. Peningkatan kualitas

pendidikan ini akan meningkatkan produktivitas pertanian, upah/income,

pertumbuhan output (PDB) di sektor pertanian dan non pertanian dan dampak

akhirnya adalah menurunkan kemiskinan. Pengeluaran pemerintah untuk kegiatan

pengembangan dan R&D di sektor pertanian juga memiliki andil yang besar

dalam meningkatkan produktivitas pertanian, GDP sektor pertanian dan

penurunan kemiskinan. Beberapa variabel lain yang juga berpengaruh signifikan

adalah pengeluaran investasi pemerintah untuk infrastruktur jalan, telekomunikasi

dan listrik.

Penelitian serupa juga telah banyak dilakukan di Indonesia. Hajiji (2010)

mengkaji keterkaitan pertumbuhan, ketimpangan dan kemiskinan di Provinsi Riau

menggunakan spesifikasi model yang dikembangkan oleh Wodon (1999). Hasil

temuan utamanya adalah pertumbuhan ekonomi menjadi variabel penting dalam

proses penurunan kemiskinan di Provinsi Riau. Namun, tingkat efektivitasnya

menjadi berkurang karena pertumbuhan yang dihasilkan juga menyebabkan

naiknya ketimpangan dalam distribusi pendapatan yang diterima oleh penduduk.

Siregar dan Wahyuniarti (2007) melakukan penelitian mengenai pengaruh

pertumbuhan ekonomi dan faktor lainnya terhadap kemiskinan di Indonesia.

Temuan yang diperoleh adalah pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan

terhadap penurunan jumlah penduduk miskin meskipun pengaruhnya relatif kecil.

Faktor yang memiliki pengaruh relatif besar dalam menurunkan kemiskinan

adalah tingkat pendidikan. Faktor lainnya yang berpengaruh adalah inflasi,

populasi penduduk, share sektor pertanian, dan sektor industri.

Hasil penelitian empiris di berbagai negara/wilayah termasuk Indonesia,

menunjukkan adanya keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi, ketimpangan

pendapatan dan pengentasan kemiskinan. Secara umum, ada tiga temuan utama,

yakni: pertumbuhan ekonomi menjadi determinan penting bagi pengentasan

kemiskinan; belum ada cukup bukti untuk menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi

Page 71: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

43

Kultural

Tidak dianalisis dalam penelitianDianalisis dalam penelitian

Distribusi Pendapatan

Perluasan Kesempatan Kerjadan Pengangguran

Pertumbuhan Ekonomi danPendapatan Perkapita

Rekomendasi Kebijakan

Pengentasan Kemiskinan

Struktural

Permasalahan Kemiskinan Jawa Tengah

Tingkat Kemiskinan Tinggi (di atas sasaran MDG’s dan RPJM) Pola Kemiskinan antar Kabupaten/Kota Sangat Heterogen Pertumbuhan Tinggi, Distribusi Pendapatan Tidak Berubah Penurunan Kemiskinan Berjalan Lambat

Faktor Penyebab

Akumulasi Modal Fisik /Investasi

Modal Manusia (Tenaga Kerja, Pendidikan, dan Kesehatan)

Infrastruktur Perekonomian(Transportasi , Komunikasi dan Listrik)

Pengeluaran Pemerintah/BelanjaPembangunan

Keterbukaan Perekonomian

Tata Kelola Pemerintahan

memengaruhi distribusi pendapatan semakin merata atau semakin timpang;

perubahan distribusi pendapatan ke arah yang lebih merata memberikan dampak

yang positif bagi pengentasan kemiskinan.

2.8 Kerangka Pemikiran

Keragaman dalam potensi ekonomi, kualitas infrastruktur maupun sumber

daya manusia antar kabupaten/kota di Jawa Tengah menyebabkan keragaman

dalam struktur perekonomian dan pola kemiskinan. Pertumbuhan pendapatan

perkapita yang dihasilkan di level provinsi dan mayoritas kabupaten/kota sudah

cukup tinggi, namun pengentasan kemiskinan belum berjalan secara efektif dan

masih jauh di atas sasaran yang diharapkan. Fokus utama penelitian ini adalah

mengkaji hubungan antara pertumbuhan pendapatan perkapita, pengangguran

ketimpangan distribusi pendapatan, pengangguran dan kemiskinan serta

mengidentifikasi determinan yang memengaruhi penurunan kemiskinan melalui

variabel pertumbuhan, perluasan kesempatan kerja/pengangguran dan

ketimpangan pendapatan dengan pendekatan model ekonometrika. Secara umum

kerangka pemikiran dalam penelitian ini disusun dengan sistematika Gambar 12.

Gambar 12 Kerangka Pemikiran

Page 72: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

44

2.9 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang, permasalahan dan tinjauan pustaka, maka

beberapa hipotesis yang diuji melalui penelitian adalah sebagai berikut:

1. Pertumbuhan di Jawa Tengah selama 2004-2010 bersifat netral atau manfaat

hasil pertumbuhan telah dinikmati oleh penduduk pada semua golongan

pendapatan dengan proporsi yang sama.

2. Pertumbuhan stok kapita/investasi, jumlah pekerja menurut pendidikan, rata-

rata usia sekolah penduduk, kualitas infrastruktur transportasi dan listrik,

serta belanja pembangunan memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan

pendapatan perkapita.

3. Pertumbuhan jumlah angkatan kerja menurut pendidikan dan upah minimum

memiliki pengaruh positif terhadap peningkatan jumlah penganggur,

sementara pertumbuhan pendapatan perkapita dan investasi memiliki

pengaruh negatif terhadap perubahan jumlah penganggur.

4. Pertumbuhan pendapatan perkapita dan belanja pembangunan memiliki

pengaruh positif dalam mengurangi ketimpangan pendapatan, sementara

ketimpangan pendidikan dan perubahan indeks harga memiliki pengaruh

positif dalam meningkatkan ketimpangan dalam distribusi pendapatan.

5. Pertumbuhan pendapatan perkapita memiliki pengaruh positif dalam

mengurangi jumlah penduduk miskin, sementara indeks ketimpangan

pendapatan, jumlah penganggur dan indeks harga memiliki pengaruh positif

dalam meningkatkan jumlah penduduk miskin.

Page 73: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian merupakan data sekunder yang

berasal dari beberapa sumber seperti BPS RI, BPS Provinsi Jawa Tengah dan

Kementrian Keuangan RI. Data pokok kemiskinan yang digunakan adalah jumlah

penduduk miskin yang sudah dihitung sampai level kabupaten/kota oleh BPS

sejak tahun 2004. Keterbatasan data kemiskinan di level kabupaten/kota belum

disajikan menurut wilayah perkotaan/perdesaan. Data pendapatan perkapita

penduduk dihitung dari PDRB kabupaten/kota, sedangkan data investasi

bersumber dari PDRB penggunaan yang diproksi dengan nilai Pembentukan

Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB).

Data ketimpangan pendapatan dan ketimpangan pendidikan yang diukur

dengan Gini rasio belum disajikan sampai level kabupaten/kota secara periodik,

sehingga untuk beberapa tahun harus dihitung terlebih dahulu menggunakan data

mentah hasil Susenas. Data Indeks Harga Konsumen (IHK) hanya tersedia di 4

kota inflasi, sehingga untuk memproksinya digunakan pendekatan deflator PDRB.

Deflator PDRB dihitung dari rasio antara PDRB atas dasar harga berlaku dengan

PDRB riil pada tahun yang sama.

Data kualitas sumber daya manusia (human capital) diproksi dengan rata-

rata usia lama sekolah penduduk berusia kerja berdasarkan estimasi dari hasil

Susenas. Data ketenagakerjaan terdiri dari jumlah angkatan kerja, penduduk

bekerja dan pencari kerja bersumber dari estimasi hasil Susenas dan dibedakan

menjadi tenaga terampil (berpendidikan SLTA ke atas) dan tidak terampil

(berpendidikan SLTP ke bawah). Data upah minimum bersumber dari

Disnakertrans kabupaten/kota. Data belanja pembangunan menggunakan realisasi

APBD kabupaten/kota yang bersumber dari Kementerian Keuangan. Kualitas

infrastruktur transportasi diproksi dengan data rasio panjang jalan terhadap luas

administrasi yang bersumber dari Dinas Pekerjaan Umum kabupaten/kota,

sedangkan infrastruktur listrik diproksi dengan jumlah Kwh energi listrik yang

terjual per penduduk yang bersumber dari Perusahaan Listrik Negara (PT PLN).

Beberapa data tersebut secara berkala telah disajikan dalam publikasi Daerah

Page 74: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

46

Analisis Ekonometrika(Regresi Data Panel)

Analisis Tren Analisis Kuadran

Poverty Growth Curve (PGC)

Analisis Deskriptif

Rekomendasi Kebijakan

Dinamika Pertumbuhan, Pengangguran, KetimpanganPendapatan dan Kemiskinan

Determinan dan KeterkaitanPertumbuhan, Pengangguran, Ketimpangan dan Kemiskinan

1. Model Pertumbuhan2. Model Pengangguran3. Model Ketimpangan4. Model KemiskinanDinamika antar Waktu Dinamika antar Wilayah

Dalam Angka (DDA) kabupaten/kota dan provinsi. Jenis dan sumber data untuk

bahan kajian secara ringkas disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Jenis dan Sumber Data dalam Penelitian

Data Keterangan Sumber

Kemiskinan Persentase Penduduk Miskin (HCI) BPS Provinsi Jawa Tengah Ketimpangan Gini rasio BPS Provinsi Jawa Tengah Pertumbuhan Pertumbuhan PDRB perkapita BPS Provinsi Jawa Tengah Pendidikan Rata-rata Lama Sekolah Penduduk,

Ketimpangan Pendidikan BPS Provinsi Jawa Tengah, dihitung dari Susenas

Ketenagakerjaan Angkatan Kerja, Penduduk bekerja, Pencari Kerja, TPAK dan TPT

BPS Provinsi Jawa Tengah, dihitung dari Susenas

Penduduk Jumlah Penduduk Hasil Rebasing SP’2010, BPS Upah Upah Minimum Kabupaten/Kota Daerah Dalam Angka (DDA),

BPS Provinsi Jawa Tengah Belanja Publik Belanja Publik Pemerintah Kab/Kota Kementerian Keuangan Inflasi IHK, PDRB Deflator BPS Provinsi Jawa Tengah Investasi PMTDB PDRB Penggunaan BPS Provinsi Jawa Tengah Infrastruktur Panjang Jalan dan Jumlah Listrik Terjual Dinas PU dan PT PLN

3.2 Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian terdiri

dari analisis deskriptif dan regresi data panel. Analisis deskriptif digunakan untuk

mengkaji dinamika pertumbuhan, pengangguran, ketimpangan dan kemiskinan

antar waktu dan antar wilayah. Analisis regresi data panel digunakan untuk

mengkaji keterkaitan antara variabel pertumbuhan, pengangguran, ketimpangan

dan kemiskinan serta mengidentifikasi determinan dari setiap variabel. Prosedur

analisis secara ringkas disajikan dalam Gambar 13.

Gambar 13 Ringkasan Prosedur Analisis

Page 75: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

47

3.2.1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan suatu metode analisis yang digunakan untuk

menggambarkan keadaan suatu hal atau fenomena secara umum. Tujuan dari

analisis deskriptif adalah untuk mempermudah penafsiran atau penjelasan. Dalam

penelitian ini, analisis deskriptif digunakan mengkaji dinamika pertumbuhan,

ketimpangan dan kemiskinan antar waktu dan antar wilayah serta sebagai

pendukung untuk mempertajam analisis regresi data panel. Beberapa teknik yang

digunakan berupa tabel, grafik dan analisis spasial berupa peta tematik disertai

dengan interpretasi dan argumentasi terhadap data yang disajikan. Analisis

deskriptif dengan tabulasi maupun grafis merupakan metode yang paling

sederhana tetapi memiliki kemampuan yang cukup kuat untuk menjelaskan

secara kualitatif hubungan antar peubah yang diamati.

Selain itu, juga digunakan analisis tren, kuadran dan analisis Poverty

Growth Curve (PGC). Tren perubahan variabel pertumbuhan, pengangguran,

ketimpangan dan kemiskinan dihitung dengan meregresikan perubahan setiap

variabel terhadap waktu yang diformulasikan sebagai 𝐿𝑛 𝑌𝑡 = 𝛼0 + 𝛼1𝑡

atau ∆𝑌𝑡 = 𝛼0 + 𝛼1𝑡. Komponen tren merupakan koefisien dari variabel waktu

(𝛼1). Analisis kuadran dengan metode scatterplot digunakan untuk mengkaji

hubungan antara dua variabel berdasarkan data kabupaten/kota dalam waktu yang

sama. Dalam penelitian ini analisis kuadran digunakan untuk mengkaji hubungan

antara pertumbuhan pendapatan perkapita dengan levelnya, pertumbuhan dengan

ketimpangan, ketimpangan dengan kemiskinan, serta pertumbuhan dengan

kemiskinan antar wilayah.

Analisis PGC digunakan untuk mengkaji keterkaitan antara pertumbuhan,

ketimpangan pendapatan dan kemiskinan melalui pendekatan kurva. Secara

umum, analisis ini menggunakan data pendapatan/pengeluaran perkapita setiap

individu yang diperoleh dari survei pengeluaran rumah tangga dalam dua periode

berbeda. Tahapan dalam analisis ini adalah membagi populasi penduduk menjadi

p persentil berdasarkan pendapatan/pengeluaran setiap individu seperti dalam

kurva Lorenz. Tahap selanjutnya adalah menghitung rata-rata pendapatan dari

setiap persentil selama selang dua periode dan menghitung pertumbuhan

pendapatan rata-rata dari setiap persentil. Plot pertumbuhan pendapatan dari

Page 76: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

48

setiap persentil membentuk kurva PGC. Penentuan derajat pro poor dilakukan

dengan membandingkan pertumbuhan di setiap kelompok persentil, pada bagian

mana yang lebih dominan atau melihat slope dari kurva. Pertumbuhan bersifat

pro poor jika penduduk pada kelompok pendapatan terbawah secara dominan

menikmati hasil pertumbuhan dengan porsi yang lebih besar dibandingkan dengan

kelompok pendapatan yang lebih tinggi atau jika kurva memiliki slope menurun.

3.2.2 Analisis Regresi Data Panel

Analisis regresi data panel digunakan untuk mengkaji keterkaitan,

mengidentifikasi determinan dan pengaruh dari variabel pertumbuhan pendapatan

perkapita, pengangguran, ketimpangan terhadap pengentasan kemiskinan. Data

panel adalah data yang memiliki dimensi ruang dan waktu, yakni kombinasi

antara data cross section yang sama diobservasi menurut waktu atau time series

(Gujarati, 2004). Jika setiap unit cross section memiliki jumlah observasi time

series yang sama maka disebut sebagai balanced panel dan jika jumlah waktu

observasi berbeda untuk setiap unit cross section maka disebut unbalanced panel.

Baltagi (2005) mengungkapkan beberapa keunggulan dalam penggunaan

metode data panel sebagai berikut:

1) Mampu mengontrol heterogenitas individu karena estimasi dapat dilakukan

secara eksplisit dengan memasukkan unsur heterogenitas individu.

2) Mampu memberikan data yang informatif, mengurangi kolinearitas antar

peubah, meningkatkan derajat bebas dan lebih efisien.

3) Sangat baik digunakan dalam studi yang bersifat dynamics of adjustment,

sehingga sangat sesuai untuk mengukur perubahan dinamis karena berkaitan

dengan observasi cross section yang terjadi berulang.

4) Sangat baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang tidak mampu

dideteksi dalam data cross section saja atau data time series saja.

5) Dapat digunakan untuk mengkonstruksi dan menguji model perilaku yang

lebih kompleks dibandingkan dengan data cross section atau time series saja.

Penggunaan metode data panel juga memiliki beberapa keterbatasan terutama jika

pengumpulan data menggunakan metode survei. Beberapa keterbatasannya

adalah:

Page 77: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

49

1) Permasalahan dalam desain survei panel, pengumpulan dan manajemen data

akibat besarnya unit observasi dalam data panel. Permasalahan tersebut

terkait dengan cakupan (coverage), nonresponse, kemampuan daya ingat

responden (recall), frekuensi dan waktu wawancara.

2) Distorsi kesalahan dalam pengamatan (measurement errors). Kesalahan

dalam pengukuran umumnya terjadi karena respon yang tidak sesuai,

pertanyaan yang tidak jelas, ketidaktepatan informasi, dan sebagainya.

3) Permasalahan selektivitas (selectivity) yang mencakup:

a. Self-selectivity: permasalahan karena data yang dikumpulkan untuk

penelitian tidak sepenuhnya dapat menangkap fenomena yang ada.

b. Non-response: permasalahan yang muncul dalam panel data ketika ada

ketidaklengkapan jawaban yang diberikan oleh responden.

c. Attrition: jumlah responden yang cenderung berkurang pada putaran

survei berikutnya akibat responden pindah, meninggal dunia atau biaya

menemukan responden yang terlalu tinggi

4) Dimensi waktu (time series) yang pendek. Jenis panel mikro biasanya

mencakup data tahunan yang relatif pendek untuk setiap individu.

5) Cross-section dependence. Fenomena ini dapat dijelaskan dengan contoh,

data panel yang sifatnya makro dengan unit observasi negara dan saling

memiliki ketergantungan antara negara. Jika series mencakup waktu yang

panjang maka akan mengabaikan cross-country dependence sehingga

menyebabkan penarikan kesimpulan yang salah (misleading inference).

Secara garis besar, pendekatan dalam analisis data panel dibedakan

menjadi dua, yaitu panel statis dan panel dinamis. Analisis data panel dinamis

dicirikan oleh regressor yang mengandung lag dari variabel tak bebas. Pemilihan

metode statis maupun dinamis sangat tergantung pada jenis variabel yang

digunakan dan pertimbangan hubungan secara ekonomi.

Data panel memiliki karakteristik jumlah unit cross section lebih dari 1

(N>1) dan unit time series lebih dari satu (T>1). Jika unit cross section sama

dengan satu (N=1) dan unit time series banyak (T>1) maka dikenal data time

series murni atau sebaliknya jika unit cross section banyak (N>1) dan unit time

series sama dengan satu (T=1) maka dikenal dengan struktur data cross section

Page 78: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

50

murni. Pengamatan dengan analisis data cross section hanya dilakukan pada satu

titik waktu saja, sehingga perkembangan setiap unit individu tidak dapat diamati.

Sebaliknya, model time series menggunakan satu unit individu yang diamati

sepanjang waktu t sehingga menimbulkan permasalahan jika peubah yang

diobservasi merupakan data hasil agregasi karena memiliki kemungkinan untuk

menghasilkan estimasi yang bias. Analisis data panel mampu menggabungkan

keduanya untuk mereduksi kekurangan dari kedua jenis data.

Notasi yang digunakan dalam data panel terdiri dari dua subscript pada

setiap peubahnya. Misalkan 𝑦𝑖𝑡 merupakan nilai peubah tak bebas (dependent

variable), maka 𝑖 menyatakan unit cross section yang dapat berupa individu,

rumah tangga, perusahaan, wilayah, negara atau yang lainnya (𝑖 = 1,2, … ,𝑁) dan

𝑡 menyatakan unit waktu dalam bulan, triwulan, tahun atau yang lainnya (𝑡 =

1,2, … ,𝑇). Jika 𝐾 menyatakan jumlah peubah bebas yang masing-masing diberi

indeks antara 1, 2,…, K maka notasi 𝑋𝑖𝑡′ menyatakan nilai variabel penjelas ke-j,

unit individu ke-i pada waktu ke-t. Untuk mempermudah dalam mengorganisir

data panel maka dapat dituliskan ke dalam bentuk matriks sebagai berikut:

𝑦𝑖 =

𝑦𝑖1𝑦𝑖2⋮𝑦𝑖𝑇

; 𝑋𝑖 =

⎣⎢⎢⎡𝑋𝑖1

1 𝑋𝑖12 … 𝑋𝑖1𝐾

𝑋𝑖21 𝑋𝑖22 … 𝑋𝑖2𝐾⋮ ⋮ ⋱ ⋮𝑋𝑖𝑇1 𝑋𝑖𝑇2 … 𝑋𝑖𝑇𝐾 ⎦

⎥⎥⎤ ; 𝜀𝑖 =

𝜀𝑖1𝜀𝑖2⋮𝜀𝑖𝑇

(3.1)

𝑦𝑖 menyatakan nilai peubah tak bebas ke-i pada period ke-t; 𝑋𝑖 menyatakan nilai

peubah bebas ke-i pada period ke-t; 𝜀𝑖 menyatakan gangguan acak unit ke- 𝑖 pada

waktu ke- 𝑡. Struktur data panel dengan jumlah peubah bebas sebanyak K adalah:

⎣⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎡𝑋111 𝑋211 … 𝑋𝐾11𝑋112 𝑋212 … 𝑋𝐾12⋮ ⋮ ⋱ ⋮

𝑋11𝑇 𝑋21𝑇 … 𝑋𝐾1𝑇𝑋121 𝑋221 … 𝑋𝐾21𝑋122 𝑋222 … 𝑋𝐾22⋮ ⋮ ⋱ ⋮

𝑋12𝑇 𝑋22𝑇 … 𝑋𝐾2𝑇⋮ ⋮ ⋮ ⋮

𝑋1𝑁1 𝑋2𝑁1 … 𝑋𝐾𝑁1𝑋1𝑁2 𝑋2𝑁2 … 𝑋𝐾𝑁2⋮ ⋮ ⋱ ⋮

𝑋1𝑁𝑇 𝑋2𝑁𝑇 … 𝑋𝐾𝑁𝑇⎦⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎤

Individu ke-1

Individu ke-2

Individu ke-N

Periode ke-1 Periode ke-2

Periode ke-T

Variabel ke-1 Variabel ke-K

Page 79: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

51

Penulisan notasi matrik dalam persamaan (3.1) dapat disederhanakan menjadi:

𝑦 =

𝑦1𝑦2⋮𝑦𝑁

; 𝑋 =

𝑋1𝑋2⋮𝑋𝑁

; 𝜀 =

𝜀1𝜀2⋮𝜀𝑁

(3.2)

𝑦 adalah matriks berukuran NTx1, 𝑋 adalah martiks berukuran NTxK dan 𝜀

adalah matriks berukuran NTx1. Model standar regresi data panel linier dapat

dituliskan sebagai:

𝑦𝑖𝑡 = 𝑋𝑖𝑡′ 𝛽 + 𝜀𝑖𝑡 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑦 = 𝑋′𝛽 + 𝜀 (3.3)

β merupakan matriks berukuran NT x1 yang dapat diekspresikan sebagai:

𝛽 =

𝛽1𝛽2⋮𝛽𝑁

(3.4)

3.2.3 Regresi Data Panel Statis

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengestimasi

parameter dalam model regresi data panel statis, yakni Pooled Least Square

Estimator (PLS), metode efek tetap atau Fixed Effects Model (FEM) dan metode

efek random atau Random Effects Model (REM). Metode yang paling sederhana

digunakan adalah PLS atau dikenal sebagai metode kuadrat terkecil seperti yang

digunakan pada model cross section dan time series murni. Karena data panel

memiliki jumlah observasi lebih banyak dibandingkan data cross section dan time

series murni, maka ketika data digabungkan menjadi pool data regresi yang

dihasilkan cenderung lebih baik dibandingkan dengan regresi yang menggunakan

data cross section dan time series murni. Meskipun demikian, penggabungan data

akan menyebabkan variasi atau perbedaan keragaman baik antara individu

maupun antar waktu menjadi tidak dapat dibedakan. Permasalahan ini kurang

sesuai dengan tujuan penggunaan metode data panel, sehingga untuk banyak

kasus penduga least square dapat menjadi bias akibat kesalahan spesifikasi data.

Permasalahan tersebut dapat diatasi melalui dua pendekatan metode data

panel yang lain, yakni FEM dan REM. Kedua metode dibedakan berdasarkan

asumsi ada atau tidaknya korelasi antara komponen error dengan peubah bebas

(regressor). Dalam bentuk umum persamaan regresi data panel 𝑦𝑖𝑡 = 𝑋𝑖𝑡′ 𝛽 +

Page 80: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

52

𝜀𝑖𝑡 , komponen error atau gangguan acak one way error component model,

dispesifikasikan sebagai:

𝜀𝑖𝑡 = 𝛼𝑖 + 𝑢𝑖𝑡 (3.5)

Untuk two way error component model, komponen error atau gangguan acak

dispesifikasikan sebagai:

𝜀𝑖𝑡 = 𝛼𝑖 + 𝛾𝑡+𝑢𝑖𝑡 (3.6)

Error term dalam pendekatan one way error component model hanya mencakup

komponen error dari efek dari individu (𝛼𝑖). Pada two way error component

model, komponen error term juga mencakup efek waktu (𝛾𝑡). Perbedaan antara

FEM dan REM terletak pada ada atau tidaknya korelasi antara efek individu

𝛼𝑖 dan/atau efek waktu 𝛾𝑡 dengan variabel bebas 𝑋𝑖𝑡. Untuk menentukan

penggunaan metode FEM atau REM dilakukan dengan uji Hausman.

3.2.3.1 Fixed Effect Model (FEM)

Apabila 𝛼𝑖 diperlakukan sebagai parameter tetap atau konstanta dan

nilainya bervariasi untuk setiap individu ke-i (i= 1, 2,…, N), maka model ini

disebut sebagai FEM. Pendekatan FEM mengasumsikan efek individu dan

variabel bebas memiliki korelasi atau memiliki pola yang sifatnya tidak acak.

Asumsi ini membuat komponen error dari efek individu dan waktu dapat menjadi

bagian dari intersep. Pada umumnya pendekatan FEM terjadi ketika jumlah

individu N relatif kecil dan periode waktu T relatif besar. Secara umum

persamaan FEM dapat diekspresikan dalam persamaan berikut:

untuk one way error component model:

𝑦𝑖𝑡 = 𝛼𝑖 + 𝑋𝑖𝑡′ 𝛽 + 𝑢𝑖𝑡 (3.7)

untuk two way error component model:

𝑦𝑖𝑡 = 𝛼𝑖 + 𝛾𝑡 + 𝑋𝑖𝑡′ 𝛽 + 𝑢𝑖𝑡 (3.8)

dengan asumsi bahwa 𝑢𝑖𝑡~𝑖𝑖𝑑(𝑜,𝜎𝑢2) dan 𝑋𝑖𝑡′ memiliki korelasi dengan 𝛼𝑖.

Pendugaan parameter dalam metode FEM dapat dilakukan dengan beberapa cara.

a. Pendekatan Pooled Least Square (PLS)

Pendekatan PLS dilakukan dengan menggunakan data gabungan (pooled)

antara N unit cross section dan T unit time series sehingga akan diperoleh

Page 81: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

53

NxT observasi. Untuk one way error component model dalam persamaan

𝑦𝑖𝑡 = 𝛼𝑖 + 𝑋𝑖𝑡𝛽 + 𝑢𝑖𝑡 dengan 𝛼𝑖 bersifat konstan untuk semua observasi atau

𝛼𝑖 = 𝛼, maka estimasi parameter dapat diekspresikan sebagai:

=1𝑁𝑇∑ ∑ (𝑋𝑖𝑡 − 𝑋)(𝑦𝑖𝑡 − 𝑦)𝑇

𝑡=1𝑁𝑖=1

1𝑁𝑇∑ ∑ (𝑋𝑖𝑡 − 𝑋)(𝑋𝑖𝑡 − 𝑋)𝑇

𝑡=1𝑁𝑖=1

=∑ ∑ 𝑥𝑖𝑡𝑇

𝑡=1𝑁𝑖=1 𝑦𝑖𝑡∑ ∑ 𝑥𝑖𝑡2𝑇

𝑡=1𝑁𝑖=1

(3.9)

𝛼 = 𝑦 − 𝑋 (3.10)

dimana:

𝑥𝑖𝑡 = 𝑋𝑖𝑡 − 𝑋 ; 𝑦𝑖𝑡 = 𝑦𝑖𝑡 − 𝑦 𝑑𝑎𝑛

𝑋 = 1𝑁𝑇∑ ∑ 𝑋𝑖𝑡𝑇

𝑡=1𝑁𝑖=1 ; 𝑦 = 1

𝑁𝑇∑ ∑ 𝑦𝑖𝑡𝑇

𝑡=1𝑁𝑖=1

Penggabungan data cross section dan time series akan meningkatkan derajat

bebas, sehingga hasil estimasi akan lebih efisien, yakni dengan varian:

𝑣𝑎𝑟 =𝑣𝑎𝑟 (𝑢𝑖𝑡)

∑ ∑ 𝑥𝑖𝑡2𝑇𝑡=1

𝑁𝑖=1

(3.11)

Kelemahan pendekatan PLS adalah menghasilkan dugaan parameter () yang

bias. Hal ini ditunjukkan slope yang tidak sejajar dengan garis regresi untuk

masing-masing individu (Gambar 14). Parameter tersebut bias, karena tidak

dapat membedakan observasi yang berbeda pada periode yang sama atau tidak

dapat membedakan observasi yang sama pada periode yang berbeda.

Gambar 14 Estimasi Dengan Pendekatan Pooled Least Square

b. Pendekatan Within Group (WG)

Pendekatan ini digunakan untuk mengatasi bias pada metode PLS,

menggunakan data deviasi dari rata-rata individu. Jika didefinisikan:

Grup 2

Sumber: Firdaus, 2011

Grup 1

Slope yang bias ketikafixed effect diabaikan

Page 82: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

54

𝑥𝑖𝑡∗ = 𝑋𝑖𝑡 − 𝑋𝑖 ; 𝑋𝑖 = 1𝑇∑ ∑ 𝑋𝑖𝑡𝑇

𝑡=1𝑁𝑖=1

𝑦𝑖𝑡∗ = 𝑦𝑖𝑡 − 𝑦𝑖 ; 𝑦𝑖 = 1𝑇∑ ∑ 𝑦𝑖𝑡𝑇

𝑡=1𝑁𝑖=1

𝑦𝑖𝑡 = 𝛼𝑖 + 𝑋𝑖𝑡𝛽 + 𝑢𝑖𝑡 ; 𝑦𝑖 = 𝛼𝑖 + 𝑋𝑖′𝛽 + 𝑢𝑖

maka akan diperoleh persamaan:

𝑦𝑖𝑡 − 𝑦𝑖 = (𝛼𝑖 − 𝛼𝑖) + (𝑋𝑖𝑡 − 𝑋𝑖)′𝛽 + (𝑢𝑖𝑡 − 𝑢𝑖 ) 𝑎𝑡𝑎𝑢

𝑦𝑖𝑡∗ = 𝑥𝑖𝑡∗′ 𝛽 + 𝑢𝑖𝑡∗ (3.12)

Penduga untuk parameter 𝛽 diformulasikan sebagai:

𝑊𝐺 =∑ ∑ (𝑋𝑖𝑡 − 𝑋𝑡)(𝑦𝑖𝑡 − 𝑦𝑡)𝑇

𝑡=1𝑁𝑖=1

∑ ∑ (𝑋𝑖𝑡 − 𝑋𝑡)(𝑋𝑖𝑡 − 𝑋𝑡)′𝑇𝑡=1

𝑁𝑖=1

=∑ ∑ 𝑥𝑖𝑡∗𝑇

𝑡=1𝑁𝑖=1 𝑦𝑖𝑡∗

∑ ∑ 𝑥𝑖𝑡∗2𝑇

𝑡=1𝑁𝑖=1

(3.13)

Berdasarkan persamaan (3.12) terlihat bahwa FEM dengan pendekatan within

group tidak memiliki intersep (Gambar 15). Kelebihan pendekatan WG

mampu menghasilkan dugaan yang tidak bias, namun memiliki kelemahan

menghasilkan dugaan yang tidak efisien atau memiliki varians besar.

Gambar 15 Estimasi Dengan Pendekatan Within Group (WG)

c. Pendekatan Least Square Dummy Variable (LSDV)

Pendekatan LSDV memiliki tujuan untuk merepresentasikan perbedaan

intersep melalui peubah dummy. Pendekatan ini dapat diilustrasikan dengan

menambahkan peubah dummy 𝑑𝑔𝑖𝑡 = 1 dengan nilai 𝑔 = 𝑖 ke dalam

persamaan (3.7) sehingga dapat dituliskan menjadi:

𝑦𝑖𝑡 = 𝛼1𝑑1𝑖𝑡 + 𝛼2𝑑2𝑖𝑡 + ⋯+ 𝛼𝑁𝑑𝑁𝑖𝑡 + 𝑋𝑖𝑡′ 𝛽 + 𝑢𝑖𝑡 atau

𝑦𝑖𝑡 = ∑ 𝛼𝑔𝑑𝑔𝑖𝑡𝑁𝑔=1 + 𝑋𝑖𝑡′ 𝛽 + 𝑢𝑖𝑡 (3.14)

Grup 2

Sumber: Firdaus, 2011

Grup 1

Page 83: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

55

Dengan menggunakan metode OLS parameter dalam persamaan (3.14) dapat

diestimasi sehingga diperoleh dugaan parameter 𝛽𝐿𝑆𝐷𝑉. Kelebihan pendekatan

LSDV adalah mampu menghasilkan dugaan parameter 𝛽 yang tidak bias dan

efisien, tetapi memiliki kelemahan jika unit observasinya besar. Pengujian

intersep dapat dilakukan menggunakan uji F dengan hopotesis sebagai berikut:

H0 : 𝛼1 = 𝛼2 = ⋯ = 𝛼𝑁

H1 : minimal ada satu dari 𝛼𝑖 yang tidak sama

Hipotesis tersebut dapat digunakan untuk menguji penggunaan metode yang

terbaik antara PLS dan LSDV. Statistik uji yang digunakan adalah:

𝐹 =𝑅𝐷𝑉2 − 𝑅𝑝2

1 − 𝑅𝐷𝑉2𝑁𝑇 − 𝑁 − 𝑘

𝑁 − 1 (3.15)

dimana:

𝑅𝐷𝑉2 : koefisien determinasi LSDV; 𝑅𝑝2 : koefisien determinasi Pooled;

𝑘 : jumlah variabel; N : unit individu; T: waktu

Jika F-hitung > F-tabel maka keputusan untuk menolak H0 signifikan,

sehingga minimal ada satu nilai dugaan koefisien dari 𝛼𝑖 yang tidak sama dan

LSDV merupakan metode estimasi yang sesuai. Sebaliknya jika penolakan

H0 tidak signifikan maka PLS merupakan metode yang lebih sesuai.

d. Pendekatan Two Way Error Component Fixed Effect Model

Hal yang mendasari pendekatan Two Way Error Component (FEM) adalah

adanya fakta bahwa fixed effects tidak hanya bersumber dari variasi antar

individu tetapi juga berasal dari variasi antar waktu atau time effect. Model

dasar yang digunakan adalah persamaan (3.8) 𝑦𝑖𝑡 = 𝛼𝑖 + 𝛾𝑡 + 𝑋𝑖𝑡′ 𝛽 + 𝑢𝑖𝑡

dimana 𝛾𝑡 merepresentasikan variasi antar waktu. Dengan mengasumsikan

pengaruh individu (𝛼𝑖) dan pengaruh waktu (𝛾𝑡) berbeda, maka dengan

menambahkan peubah dummy sebanyak 𝑑𝑠𝑖𝑡 = 1 (𝑠 = 𝑡) dan 𝑑𝑔𝑖𝑡 = 1 (𝑔 =

𝑖) ke dalam persamaan (3.8) akan diperoleh persamaan:

𝑦𝑖𝑡 = 𝛼1𝑑1𝑖𝑡 + 𝛼2𝑑2𝑖𝑡 + ⋯+ 𝛼𝑁𝑑𝑁𝑖𝑡 + 𝛾2𝑧2𝑖𝑡 + 𝛾3𝑧3𝑖𝑡 + ⋯+

𝛾𝑇𝑧𝑇𝑖𝑡 + 𝑋𝑖𝑡′ 𝛽 + 𝑢𝑖𝑡 (3.16)

Penambahan variabel dummy akan menyebabkan berkurangnya derajat bebas

yang akan mengurangi efisiensi dari dugaan parameter.

Page 84: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

56

3.2.3.2 Random Effect Model (REM)

Pendekatan REM muncul dengan asumsi efek individu (𝛼𝑖) dan peubah

bebas tidak memiliki korelasi atau 𝛼𝑖 diperlakukan sebagai parameter random.

Asumsi tersebut membuat komponen efek individu maupun efek waktu

dimasukkan ke dalam error term. Pendekatan REM umumnya digunakan bila

unit cross section N relatif besar dan unit time series T relatif kecil. Secara

umum bentuk model REM dapat diekspresikan dalam persamaan berikut:

𝑦𝑖𝑡 = 𝜇 + 𝑋𝑖𝑡′ 𝛽 + 𝑢𝑖𝑡 + 𝜏𝑖 (3.17)

𝜏𝑖 = 𝜆𝑖 untuk one way error component model dan 𝜏𝑖 = 𝜆𝑖 + 𝛾𝑡 untuk two way

error component model serta menggunakan asumsi 𝑢𝑖𝑡~𝑖𝑖𝑑(𝑜,𝜎𝑢2) dan

𝜏𝑖~𝑖𝑖𝑑(𝑜,𝜎𝜏2). Beberapa asumsi yang digunakan dalam REM adalah:

𝐸(𝑢𝑖𝑡|𝜏𝑖) = 0 (3.18) 𝐸(𝑢𝑖𝑡2 𝜏𝑖) = 𝜎𝑢2 (3.19) 𝐸(𝜏𝑖|𝑥𝑖𝑡) = 0 (3.20) 𝐸(𝜏𝑖2𝑥𝑖𝑡) = 𝜎𝜏2 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑖, 𝑡 (3.21)

𝐸𝑢𝑖𝑡 𝜏𝑗 = 0 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑖, 𝑡, 𝑗 (3.22)

𝐸𝑢𝑖𝑡 𝑢𝑗𝑠 = 0 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑖 ≠ 𝑗 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑡 ≠ 𝑠 (3.23)

𝐸𝜏𝑖 𝜏𝑗 = 0 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑖 ≠ 𝑗 (3.24)

Asumsi yang terpenting diantara semua asumsi dalam REM adalah nilai

harapan dari 𝑥𝑖𝑡 untuk setiap 𝜏𝑖 adalah nol atau 𝐸(𝜏𝑖|𝑥𝑖𝑡) = 0 atau tidak ada

korelasi antara variabel independen dengan 𝜏𝑖. Estimator dalam REM dapat

dilakukan melalui dua pendekatan yakni:

a. Pendekatan Between Estimator (BE)

Pendekatan ini berkaitan dengan dimensi antar data (differences between

individual) yang ditentukan seperti metode estimasi OLS pada sebuah model

regresi dari rata rata individu 𝑦 dalam nilai 𝑥 secara individu. BE konsisten

untuk N tak terhingga, dengan asumsi tidak ada korelasi antara peubah bebas

dengan error term atau 𝐸(𝑥𝑖𝑡 , 𝜀𝑖) = 0 dan rata-rata sisaan sama dengan nol.

b. Pendekatan Generalized Least Square (GLS)

Pendekatan generalized least square (GLS) merupakan metode pendugaan

yang sering digunakan dalam REM. Pendekatan ini mengkombinasikan

Page 85: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

57

dimensi antar (between) dan dalam (within) data secara efisien. GLS

dipandang sebagai rata-rata terbobot dari estimasi between dan within dalam

sebuah regresi. Apabila bobot yang dihitung tetap, maka estimator yang

diperoleh merupakan random effect estimator.

Berdasarkan persamaan (3.17) 𝑦𝑖𝑡 = 𝜇 + 𝑋𝑖𝑡′ 𝛽 + 𝑢𝑖𝑡 + 𝜏𝑖 maka kombinasi

error dapat ditulis menjadi 𝜔𝑖𝑡 = 𝑢𝑖𝑡 + 𝜏𝑖 dengan beberapa asumsi berikut:

𝐸(𝜔𝑖𝑡) = 0 (3.25)

𝐸(𝜔𝑖𝑡2 ) = 𝜎𝑢2 + 𝜎𝜏2 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑖, 𝑡 (3.26)

𝐸(𝜔𝑖𝑡𝜔𝑖𝑠) = 𝜎𝜏2 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑡 ≠ 𝑠 (3.27)

𝐸𝜔𝑖𝑡𝜔𝑗𝑠 = 0 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑖 ≠ 𝑗 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑡 ≠ 𝑠 (3.28)

Apabila gangguan sejumlah T untuk individu i dikumpulkan dalam bentuk

vektor 𝜔𝑖𝑡 = (𝜔𝑖1,𝜔𝑖2, … ,𝜔𝑖𝑇)′ maka dapat dituliskan bahwa:

𝐸(𝜔𝑖𝜔𝑖′) = Ω atau 𝑍𝜆𝐸(𝑢𝑖𝑢𝑖′)𝑍𝜆′ + 𝐸(𝜆𝑖𝜆𝑖′) = Ω (3.29)

Ω dapat dituliskan dalam bentuk matriks varians-kovarians sebagai berikut:

Ω =

⎣⎢⎢⎢⎡𝜎𝑢

2 + 𝜎𝜏2 𝜎𝜏2 𝜎𝜏2 … 𝜎𝜏2

𝜎𝜏2 𝜎𝑢2 + 𝜎𝜏2 𝜎𝜏2 … 𝜎𝜏2

𝜎𝜏2 𝜎𝜏2 𝜎𝑢2 + 𝜎𝜏2 … 𝜎𝜏2⋮ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮𝜎𝜏2 𝜎𝜏2 𝜎𝜏2 … 𝜎𝑢2 + 𝜎𝜏2⎦

⎥⎥⎥⎤

(3.30)

Matriks tersebut juga dapat diartikan sebagai koefisien korelasi antara 𝑢𝑖𝑡 dan

𝑢𝑗𝑠 yang diformulasikan sebagai berikut:

𝜌 = 𝑐𝑜𝑟𝑟𝑒𝑙𝑢𝑖𝑡 ,𝑢𝑗𝑠 = 1 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑖 = 𝑗, 𝑡 = 𝑠

= 𝜎𝑢2/(𝜎𝑢2 + 𝜎𝜏2) 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑖 ≠ 𝑗 , 𝑡 ≠ 𝑠 (3.31)

Untuk keseluruhan observasi panel maka matriks kovarian error 𝜔𝑖𝑡 =

(𝜔𝑖1,𝜔𝑖2, … ,𝜔𝑖𝑇)′ dapat diturunkan sebagai:

𝑉𝑁𝑇𝑥𝑁𝑇 =

⎣⎢⎢⎢⎡Ω 0 0 … 00 Ω 0 … 𝑣0 0 Ω … 0⋮ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮0 0 0 … Ω⎦

⎥⎥⎥⎤

= 𝐼𝑁 ⊗ Ω (3.32)

𝐼𝑁 menyatakan matriks identitas berdimensi N dan ⊗ merepresentasikan

Kronecker product. Misalkan dalam persamaan (3.7) 𝑦𝑖𝑡 = 𝛼𝑖 + 𝑋𝑖𝑡′ 𝛽 + 𝑢𝑖𝑡 ,

Page 86: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

58

𝑌 direpresentasikan sebagai vektor stack dari 𝑦𝑖𝑡 yang dibentuk dengan pola

yang sama dengan 𝜔 (dengan struktur yang sama untuk X), maka sistem

persamaan secara keseluruhan dituliskan sebagai:

𝑌 = 𝑋𝛽 + 𝜔 (3.33)

Estmasi menggunaan metode GLS untuk persamaan ini memerlukan

transformasi untuk menghilangkan struktur yang tidak baku dari matriks

kovarian 𝐸(𝜔𝑖𝜔𝑖′) = Ω . Dengan mendefinisikan matriks penimbang P = ΩP

-

1/2 dan mengalikannya ke kedua ruas pada persamaan (3.34) diperoleh hasil

transformasi sebagai berikut:

𝑃𝑌 = 𝑃𝑋𝛽 + 𝑃𝜔 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑌∗ = 𝑋∗𝛽 + 𝜔∗ (3.34)

𝐸(𝜔∗𝜔∗) = 𝐸(𝑃𝜔𝜔′𝑃) = 𝑃𝐸(𝜔𝜔′)𝑃 = 𝑃Ω𝑃 = 𝐼𝑁𝑇 (3.35)

Penduga metode GLS pada persamaan regresi (3.34) dapat dituliskan sebagai

berikut:

𝐺𝐿𝑆 = (𝑋′Ω−1𝑋)−1𝑋′Ω−1𝑌 (3.36)

3.2.4 Pemilihan Model (Hausman Test)

Pemilihan metode yang sesuai apakah FEM atau REM dapat dilakukan

melalui pengujian terhadap asumsi ada tidaknya korelasi antara peubah bebas dan

efek individu. Pengujian asumsi dapat dilakukan dengan uji Hausman. Hipotesis

dalam pengujian dirumuskan sebagai berikut:

H0 : 𝐸(𝜏𝑖|𝑥𝑖𝑡) = 0 atau REM adalah model yang tepat

H1 : 𝐸(𝜏𝑖|𝑥𝑖𝑡) ≠ 0 atau FEM adalah model yang tepat

Dasar pengambilan keputusan yntuk menolak H0 menggunakan statistik Hausman

dan dibandingkan dengan nilai Chi square tabel. Statistik Hausman dirumuskan

dengan:

𝐻 = (𝛽𝑅𝐸𝑀 − 𝛽𝐹𝐸𝑀)′(𝑀𝐹𝐸𝑀 − 𝛽𝑅𝐸𝑀)−1(𝛽𝑅𝐸𝑀 − 𝛽𝐹𝐸𝑀) ~ 𝜒2(𝑘) (3.37)

dimana: M adalah matriks kovarians β dan k adalah degrees of freedom

Jika nilai H hasil pengujian lebih besar dari χ2 tabel, keputusan untuk menolak H0

adalah signifikan, sehingga model yang digunakan adalah FEM. Sebaliknya, jika

keputusan menolak H0 tidak signifikan maka penggunaan REM lebih sesuai.

Page 87: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

59

Hsiao dalam Baltagi (2005) menyatakan ketika uji pemilihan FEM atau

REM tidak dapat ditentukan secara teoritis maka dapat ditentukan berdasarkan

keadaan datanya, apakah berupa data sampel atau populasi. Metode REM

digunakan jika data diambil dari sampel individu atau beberapa individu yang

dipilih secara acak untuk menarik kesimpulan tentang populasinya. Namun, jika

evaluasi meliputi seluruh individu dalam populasi atau hanya meliputi beberapa

individu dengan penekanan pada individu-individu tersebut maka lebih baik

menggunakan FEM.

3.2.5 Persamaan Simultan dengan Error Component

Penggunaan metode PLS, FEM atau REM satu tahap tidak dapat

digunakan untuk mengestimasi persamaan yang mengandung bias simultan.

Permasalahan endogenity terjadi ketika memasukkan variabel endogen ke sisi

kanan persamaan, yakni berupa korelasi antara variabel endogen di sisi kanan

dengan komponen sisaan. Permasalahan endogenity menyebabkan estimasi

dengan OLS menjadi tidak konsisten, sehingga diperlukan metode instrument

variable (IV) seperti two-stage least square (2SLS) untuk menghasilkan dugaan

yang konsisten.

Variabel yang digunakan dalam persamaan simultan dibedakan menjadi

beberapa jenis, yakni variabel endogen yang nilainya ditentukan oleh persamaan

struktural dan variabel predetermined yang nilainya sudah ditentukan terlebih

dahulu. Variabel predetermined terbagi menjadi dua, variabel eksogen yang

nilainya sepenuhnya ditentukan dari luar model persamaan dan variabel lagged

endogen yang nilainya ditentukan di dalam persamaan struktural berdasarkan nilai

yang telah lalu (Juanda, 2009).

Tahapan dalam analisis persamaan simultan diawali dengan menentukan

spesifikasi model berdasarkan hubungan dalam teori ekonomi serta penelitian

terdahulu. Tahap selanjutnya adalah mengidentifikasi model tersebut berdasarkan

order condition dan rank condition. Identifikasi berguna untuk menentukan

metode estimasi yang sesuai. Persamaan teridentifikasi jika bersifat exactly

identified atau over identified, sehingga akan menghasilkan dugaan parameter

yang unik.

Page 88: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

60

Kondisi order (order condition) didasarkan atas kaidah penghitungan

variabel yang dimasukkan dan dikeluarkan dari suatu persamaan tertentu. Cara

yang dilakukan adalah menguji persamaan struktural dengan mengelompokkan

terlebih dahulu persamaan persamaan tersebut ke dalam jumlah total persamaan

struktural (total variabel endogen) dan dinyatakan dengan G, jumlah variabel

dalam model (dinyatakan dengan K, dan jumlah variabel dalam persamaan yang

diidentifikasi yang dinyatakan dengan M. Identifikasi dengan order condition

diekspresikan dengan (K-M) ≥ (G-I) dan akan menghasilkan tiga alternatif kondisi

identifikasi yakni:

1) (K-M) < (G-1), maka persamaan disebut under identified

2) (K-M) = (G-1), maka persamaan disebut just identified

3) (K-M) > (G-1) maka persamaan disebut over identified.

Jika persamaan bersifat under identified maka tidak dapat diestimasi, jika

just identified dapat diestimasi menggunakan metode ILS dan jika over identified

tersebut dapat diestimasi dengan metode 2SLS atau 3SLS. Baltagi (2005)

memberikan alternatif penduga 2SLS untuk menduga persamaan simultan dalam

bentuk data panel dengan pendekatan metode 2SLS konvensional (Panel 2SLS)

atau Fixed Effect Two Stage Least Square (Within 2SLS/W2SLS) maupun

penduga Random Effect Two Stage GLS (EC2SLS/Error Component 2SLS).

3.2.6 Pengujian Parameter Model

Pengujian parameter model bertujuan untuk mengetahui kelayakan model

dan apakah koefisien yang diestimasi telah sesuai dengan teori atau hipotesis.

Pengujian parameter terdiri dari uji koefisien regresi secara menyeluruh (F-

test/uji F) dan uji koefisien regresi secara parsial (uji t).

Uji-F

Uji-F digunakan untuk melakukan uji hipotesis koefisien (slope) regresi atau

parameter model secara menyeluruh/bersamaan. Kriteria pengujiannya adalah

jika nilai nilai F observasi > F tabel atau nilai probabilitas F-statistic < taraf nyata

(α), maka keputusan menolak H0 signifikan. Dengan menolak H0 berarti minimal

ada satu peubah bebas yang berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas.

Page 89: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

61

Uji-t

Setelah melakukan uji koefisien regresi secara keseluruhan, maka langkah

selanjutnya adalah menguji koefisien regresi secara parsial menggunakan uji-t.

Hipotesis pada uji-t adalah H0 : βi = 0 vs H1 : βi ≠ 0. Keputusan dalam pengujian

ini dilakukan dengan membandingkan nilai t-hitung dengan t-tabel atau dengan

melihat nilai probabilitas dari t-hitung. Jika nilai t-hitung > t-tabel atau jika nilai

probabilitas t < α=0,05 maka keputusan menolak H0 adalah signifikan dan

peubah bebas secara parsial peubah bebas memengaruhi peubah tak bebas.

Validasi Model

Selain pengujian parameter, kelayakan model dapat diketahui dengan pengujian

validasi. Validasi model bertujuan untuk mengetahui apakah model mampu

merepresentasikan kondisi dunia nyata, dengan membandingkan nilai dugaan

dengan nilai aktual. Beberapa pengujian validasi model yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Uji Theil’s (Theil’s Inequality Coefficient), Root Mean

Squares Percent Error (RMSPE) dan Koefisien Determinasi (R2).

Koefisien determinasi (Goodness of Fit) merupakan suatu ukuran yang penting

dalam regresi, karena dapat menginformasikan baik atau tidaknya model regresi

hasil estimasi. Nilai R2 mencerminkan seberapa besar variasi dari peubah bebas Y

dapat diterangkan oleh peubah tak bebas X. Jika R2 = 0, maka variasi dari Y

tidak dapat diterangkan oleh X sama sekali, namun jika R2 = 1 maka variasi dari Y

secara keseluruhan dapat diterangkan oleh X. Semakin tinggi nilai koefisien

determinasi maka model akan semakin baik, namun kriteria R2 hanya dapat

digunakan pada model yang diestimasi dengan OLS.

Nilai Theil’s berkisar antara 0 sampai 1, dengan kriteria semakin mendekati nol

maka model semakin baik. Nilai statistik Theil’s dirumuskan sebagai berikut:

𝑈 =1𝑛∑ (𝑌𝑡𝑠 − 𝑌𝑡𝑎)2𝑛

𝑡=1

1𝑛∑ (𝑌𝑡𝑠)2𝑛

𝑡=1 + 1𝑛∑ (𝑌𝑡𝑎)2𝑛

𝑡=1

(3.38)

Nilai EMSPE dirumuskan sebagai berikut:

𝑅𝑀𝑆𝑃𝐸 = 1𝑛∑ 𝑌𝑡

𝑠−𝑌𝑡𝑎

𝑌𝑡𝑎

2𝑛𝑡=1 (3.39)

Page 90: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

62

keterangan:

𝑌𝑡𝑠 = nilai hasil simulasi dasar dari variabel yang diobservasi

𝑌𝑡𝑎 = nilai aktual variabel yang diobservasi

Model dinyatakan valid apabila memiliki nilai RMSPE di bawah 100. Sedangkan

koefisien determinasi dinyatakan valid apabila nilainya mendekati 1.

3.2.7 Pengujian Asumsi

Jika model yang terpilih berdasarkan uji Hausman adalah REM maka

estimasi dari model diasumsikan best linier unbiased estimator (BLUE) dan tidak

perlu dilakukan pengujian terhadap tiga asumsi utama model BLUE (non-

multicolinierity, homoskedasticity, dan non-autocorelation). Hal ini dikarenakan

dua alasan, yaitu: (i) sifat data panel adalah bebas dari gejala multikolinieritas;

dan (ii) REM adalah model generalized least square (GLS) dan estimasi dengan

menggunakan GLS secara otomatis sudah mampu mengurangi gejala autokorelasi,

bahkan terbebas dari gejala heteroskedastisitas yang disebabkan variansi sisaan

tidak konstan (Gujarati, 2004).

Jika model yang terpilih adalah FEM maka perlu dilakukan pengujian

terhadap asumsi sisaan, sebagai berikut:

Uji Homoskedastisitas

Asumsi pertama yang harus dipenuhi dalam persamaan regresi adalah bahwa

taksiran parameter dalam model regresi bersifat BLUE maka varian (ui) harus

sama dengan σ2 (konstan), atau semua residual atau error memiliki varian yang

sama. Kondisi itu disebut dengan homoskedastisitas. Apabila varian tidak

konstan atau berubah-ubah disebut dengan heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi

adanya heteroskedastisitas dapat digunakan metode GLS cross section weights,

yakni membandingkan jumlah kuadrat residual (sum square residual) antara

weighted statistics dengan unweighted statistics. Jika jumlah kuadrat residual

pada weighted statistics lebih kecil maka dapat disimpulkan terjadi

heteroskedastisitas pada model.

Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah korelasi yang terjadi antarobservasi dalam satu peubah atau

korelasi antara error masa yang lalu dengan error pada saat ini. Uji autokorelasi

Page 91: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

63

yang dilakukan tergantung pada jenis data dan sifat model yang digunakan.

Autokorelasi dapat memengaruhi efisiensi dari penduganya. Untuk mendeteksi

adanya korelasi serial adalah dengan melihat nilai Durbin Watson (DW).

Prosedur yang dilakukan dengan membandingkan nilai DW-hitung dan DW-tabel.

Kerangka identifikasi autokorelasi terangkum dalam Tabel 3. Korelasi serial

ditemukan jika error dari periode waktu yang berbeda saling berkorelasi. Hal ini

bisa dideteksi dengan melihat pola error acak dari hasil regresi.

Tabel 3 Kriteria Identifikasi Autokorelasi

Nilai DW Hasil

4 – dl < DW < 4 Terdapat korelasi serial negatif

4 – du < DW < 4- dl Hasil tidak dapat ditentukan

2 < DW < 4 – du Tidak ada korelasi serial Du < DW < 2 Tidak ada korelasi serial

dl < DW < du Hasil tidak dapat ditentukan 0 < DW < dl Terdapat korelasi serial positif

Sumber: Gujarati, 2004

3.3 Spesifikasi Model

Spesifikasi model yang digunakan dalam penelitian terdiri dari empat

persamaan, yakni:

(1) Model Pertumbuhan

Model pertumbuhan mengacu pada model pertumbuhan endogen digunakan

Barro (1997) yang telah dimodifikasi. Pertumbuhan pendapatan perkapita

merupakan fungsi dari perubahan jumlah pekerja (dibagi menjadi pekerja

terampil dan tidak terampil), modal manusia (rata-rata usia lama sekolah),

perubahan stok kapital/investasi, kualitas infrastruktur jalan raya dan listrik

serta pengeluaran pemerintah daerah untuk belanja modal/pembangunan.

Spesifikasinya adalah:

ln𝐾𝐴𝑃𝑖𝑡 = 𝛼0 + 𝛼1ln𝐾𝐸𝑅𝐽𝐴(𝑆𝐿𝑇𝑃−)𝑖𝑡 + 𝛼2𝐾𝐸𝑅𝐽𝐴(𝑆𝐿𝑇𝐴+)𝑖𝑡 + 𝛼3ln𝑀𝑌𝑆𝑖𝑡 +

𝛼4𝐼𝑁𝑉𝑖𝑡 + 𝛼5ln𝐿𝐼𝑆𝑇𝑖𝑡 + 𝛼6ln𝐽𝐿𝑁𝑖𝑡 + 𝛼7ln𝑃𝑈𝐵𝑖𝑡 + 𝑢𝑖𝑡 (3.40)

(2) Model Pengangguran

Dalam model ini, pertumbuhan jumlah pencari kerja/pengangguran merupakan

fungsi pertumbuhan jumlah angkatan kerja menurut pendidikan, tingkat upah

Page 92: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

64

minimum kabupaten/kota, pertumbuhan pendapatan perkapita dan investasi.

Spesifikasi modelnya adalah:

ln𝑈𝑁𝑖𝑡 = 𝛽0 + 𝛽1ln𝐴𝐾(𝑆𝐿𝑇𝑃 −)𝑖𝑡 + 𝛽2ln𝐴𝐾(𝑆𝐿𝑇𝐴 +)𝑖𝑡 + 𝛽3ln𝑈𝑃𝐴𝐻𝑖𝑡 +

𝛽4ln𝐾𝐴𝑃𝑖𝑡 + 𝛽5ln𝐼𝑁𝑉𝑖𝑡 + 𝑣𝑖𝑡 (3.41)

(3) Model Ketimpangan Pendapatan

Dalam model ini, indeks ketimpangan (Gini rasio income) merupakan fungsi

dari pertumbuhan pendapatan perkapita, indeks ketimpangan pendidikan (Gini

rasio pendidikan), indeks harga dan pengeluaran pemerintah untuk belanja

pembangunan. Spesifikasi adalah:

𝑖𝐺𝐼𝑁𝐼 = 𝛾0 + 𝛾1 ln𝐾𝐴𝑃𝑖𝑡 + 𝛾2𝑒𝐺𝐼𝑁𝐼𝑖𝑡 + 𝛾3ln𝐼𝐻𝐾𝑖𝑡 + 𝛾4ln𝑃𝑈𝐵𝑖𝑡 + 𝑤𝑖𝑡 (3.42)

(4) Model Kemiskinan:

Model kemiskinan yang digunakan mengacu pada model Wodon (1999) dengan

menambahkan variabel jumlah penganggur dan indeks harga. Jumlah penduduk

miskin merupakan fungsi dari pertumbuhan pendapatan perkapita, jumlah

penganggur, indeks ketimpangan pendapatan serta indeks harga. Spesifikasinya

adalah:

ln𝐻𝐶𝑖𝑡 = 𝛿0 + 𝛿1 𝑙𝑛 𝐾𝐴𝑃𝑖𝑡 + 𝛿2𝑖𝐺𝐼𝑁𝐼𝑖𝑡 + 𝛿3ln𝑈𝑁𝑖𝑡 + 𝛿4ln𝐼𝐻𝐾𝑖𝑡 + 𝑧𝑖𝑡 (3.43)

Keterangan :

𝐾𝐴𝑃𝑖𝑡 = Pendapatan perkapita penduduk kabupaten ke-i tahun ke-t 𝐻𝐶𝑖𝑡 = Jumlah penduduk miskin kabupaten ke-i tahun ke-t 𝑖𝐺𝐼𝑁𝐼𝑖𝑡 = Indeks ketimpangan pendapatan kabupaten ke-i tahun ke-t 𝑈𝑁𝑖𝑡 = Jumlah pencari kerja/pengangguran kabupaten ke-i tahun ke-t 𝐼𝑁𝑉𝑖𝑡 = Nilai Investasi kabupaten ke-i tahun ke-t 𝑃𝑈𝐵𝑖𝑡 = Belanja pembangunan/APBD kabupaten ke-i tahun ke-t 𝐽𝐿𝑁𝑖𝑡 = Rasio panjang jalan berstatus baik dan sedang terhadap luas

wilayah kabupaten ke-i tahun ke-t 𝐿𝐼𝑆𝑇𝑖𝑡 = Rasio energi Kwh energi listrik yang terjual/jumlah penduduk

kabupaten ke-i tahun ke-t. 𝑀𝑌𝑆𝑖𝑡 = Rata-rata usia lama sekolah penduduk kabupaten ke-i tahun ke-t 𝐴𝐾𝑖𝑡 = Jumlah angkatan kerja kabupaten ke-i tahun ke-t 𝐾𝐸𝑅𝐽𝐴𝑖𝑡 = Jumlah penduduk bekerja di kabupaten ke-i tahun ke-t 𝑈𝑃𝐴𝐻𝑖𝑡 = Upah minimum kabupaten ke-i tahun ke-t

Page 93: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

65

𝐼𝐻𝐾𝑖𝑡 = Indeks Harga Konsumen, diproksi dengan deflator PDRB kabupaten ke-i tahun ke-t

𝑒𝐺𝐼𝑁𝐼𝑖𝑡 = Indeks ketimpangan pendidikan kabupaten ke-i tahun ke-t 𝛼,𝛽, 𝛾, 𝛿 = Parameter yang diestimasi (menunjukkan nilai elastisitas) 𝛼0,𝛽0,𝛾0, 𝛿0 = Konstanta/intersep 𝜀𝑖𝑡 = Error term, 𝜀𝑖𝑡 = 𝜆𝑖 + 𝑢𝑖𝑡 untuk one way error component model dan 𝜀𝑖𝑡 = 𝜆𝑖 + 𝜇𝑡 + 𝑢𝑖𝑡 untuk two way error component model

Model pertumbuhan dan pengangguran dapat diestimasi secara langsung

menggunakan pendekatan FEM maupun REM. Namun, model ketimpangan dan

kemiskinan mengandung permasalahan bias simultan karena mamasukkan variabel

endogen pendapatan perkapita ke sisi kanan dari kedua persamaan. Permasalahan

bias simultan (endogenity) terjadi karena ada korelasi antara variabel endogen di

ruas sebelah kanan persamaan dengan sisaan dari model. Jika terjadi endogenity

akan menyebabkan pendugaan dengan OLS menjadi tidak konsisten (Baltagi,

2005). Keempat persamaan dapat diestimasi menggunakan metode Panel Two

Stage Least Square (2SLS). Langkah yang dilakukan adalah memasukkan

sejumlah variabel sebagai instrumen dari variabel endogen di ruas kanan

persamaan. Pemilihan model estimasi dilakukan dengan menggunakan software

Eviews 6 dan STATA 10.

3.4 Definisi Operasional

Definisi operasional dari peubah yang digunakan dalam model adalah

sebagai berikut:

1. Tingkat kemiskinan merupakan indikator kemiskinan yang diukur dengan

jumlah populasi penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.

2. Pendapatan perkapita, diproksi dengan pendekatan nilai PDRB riil per

jumlah penduduk pada tahun yang sama (dalam satuan juta rupiah).

3. Gini rasio income merupakan ukuran indeks ketimpangan dalam distribusi

pendapatan yang diterima penduduk diproksi dengan pendekatan pengeluaran

perkapita per bulan, karena data pendapatan individu tidak tersedia.

4. Angkatan kerja didefinisikan sebagai jumlah penduduk berusia produktif

(>14 tahun) yang sedang bekerja dan mencari pekerjaan. Indikator ini

menggambarkan secara kasar bagian dari penduduk berusia kerja yang terlibat

Page 94: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

66

aktif dalam kegiatan perekonomian. Angkatan kerja dibagi menjadi dua

bagian, berpendidikan SLTP ke bawah sebagai proksi dari angkatan kerja tidak

terampil dan SLTA ke atas sebagai proksi angkatan kerja terampil.

5. Pengangguran merupakan bagian dari angkatan kerja yang tidak bekerja dan

sedang mencari pekerjaan atau mempersiapkan usaha.

6. Rata-rata usia lama sekolah didefinisikan sebagai rata-rata jumlah tahun

bersekolah penduduk berusia 15 tahun ke atas, dimulai dari tingkat sekolah

dasar sampai kelas terakhir yang pernah diduduki. Indikator ini mencerminkan

kualitas sumber daya manusia.

7. Indeks Harga Konsumen merepresentasikan perkembangan harga barang

dan jasa antar periode. Tidak semua kabupaten/kota melakukan penghitungan

IHK, sehingga diproksi dengan pendekatan deflator PDRB atau rasio antara

PDRB nominal terhadap PDRB riil.

8. Belanja pembangunan, merupakan bagian dari Anggaran Pembangunan dan

Belanja Daerah (APBD) pemerintah kabupaten/kota yang digunakan untuk

belanja modal atau belanja pembangunan (Rp milyar).

9. Investasi, merupakan variabel proksi dari perubahan stok kapital yang diukur

dengan nilai pembentukan modal tetap bruto dalam PDRB pengeluaran

kabupaten/kota.

10. Ketimpangan pendidikan, merupakan indikator yang merepresentasikan

distribusi atau pangsa/proporsi pendidikan penduduk yang diukur dengan Gini

rasio lama sekolah. Nilai Gini rasio pendidikan berkisar antara 0 sampai 1,

semakin mendekati nilai satu menunjukkan tingkat pendidikan antar penduduk

yang semakin timpang. Pengukuran Gini rasio pendidikan serupa dengan

pengukuran Gini rasio pendapatan, variabel pokok yang digunakan adalah usia

lama sekolah penduduk. Tekniknya adalah menghitung tahun lama sekolah

setiap penduduk berdasarkan data Susenas, kemudian diurutkan dari yang

terendah sampai tertinggi dan menghitung proporsi populasi penduduk

berdasarkan tingkatan tahun lama pendidikan.

11. Upah minimum, merupakan nilai upah terendah yang ditetapkan oleh

pemerintah kabupaten/kota.

12. Rasio panjang jalan, merepresentasikan kualitas infrastruktur transportasi

Page 95: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

67

yang diukur dari panjang jalan berstatus baik dan sedang terhadap luas wilayah

administrasi.

13. Rasio jumlah listrik terjual, merepresentasikan kualitas infrastruktur listrik

yang diukur dari jumlah Kwh energi listrik terjual dibagi dengan jumlah

penduduk.

Page 96: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

68

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 97: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN,

KETIMPANGAN DAN KEMISKINAN

4.1 Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah

4.1.1 Karakteristik Wilayah Administrasi

Jawa Tengah menjadi salah satu provinsi yang terletak di Pulau Jawa dan

secara administrasi diapit oleh dua provinsi besar Jawa Barat dan Jawa Timur.

Wilayah bagian utara berbatasan dengan Laut Jawa, sementara di bagian selatan

berbatasan dengan Samudera Hindia dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

(Gambar 16). Wilayah administrasi Jawa Tengah tepat berada di sentral Pulau

Jawa yang cukup dekat dengan pusat pemerintahan maupun pusat perekonomian

serta menjadi jalur penghubung perdagangan darat antara wilayah bagian barat

dan timur Pulau Jawa, sehingga menjadi sangat strategis bagi perkembangan

perekonomian.

Sumber : Sensus Penduduk Tahun 2010, BPS

Gambar 16 Kepadatan Penduduk Provinsi Jawa Tengah Menurut Kabupaten/ Kota Tahun 2010 (Jiwa/Km2)

Luas wilayah administrasi Provinsi Jawa Tengah sebesar 32.544 km2 dan

terbagi menjadi 29 kabupaten dan 5 kota dengan tipologi wilayah dan

karakteristik sosial ekonomi yang beragam (Gambar 16). Wilayah bagian utara

Page 98: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

70

merupakan daerah pesisir yang terdiri dari 12 kabupaten/kota dan memanjang dari

Kabupaten Brebes sampai Rembang. Wilayah ini menjadi bagian dari Jalur

transportasi Pantai Utara Pulau Jawa (Pantura). Wilayah pesisir selatan terdiri

dari 4 kabupaten, yakni Cilacap, Kebumen, Purworejo dan Wonogiri. Tipologi

wilayah pesisir selatan sedikit berbeda dengan pesisir utara, karena memiliki

kombinasi antara wilayah pegunungan dan pantai yang memiliki ombak besar.

Bagian tengah terdiri dari 17 kabupaten/kota dengan tipologi wilayah berupa

dataran dengan kombinasi pegunungan. Beberapa daerah di bagian tengah dan

selatan menjadi bagian dari lintas transportasi Jalur Selatan Pulau Jawa.

Jumlah penduduk berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010

sebanyak 32,38 juta, sehingga setiap satu km2 dihuni oleh 995 jiwa. Persebaran

penduduk menurut wilayah kabupaten/kota menunjukkan pola yang tidak merata

(Gambar 16). Populasi penduduk terkonsentrasi di wilayah yang menjadi pusat-

pusat perekonomian, terutama di wilayah perkotaan, jalur pantura dan kawasan

perekonomian yang dikenal dengan segitiga Joglosemar (Jogja-Solo-Semarang).

Wilayah yang menjadi konsentrasi penduduk dan ditandai oleh kepadatan

penduduk yang sangat tinggi, yakni lebih dari 3.000 jiwa per km2. Beberapa

wilayah yang memiliki kepadatan penduduk tinggi adalah adalah Kota Surakarta,

Kota Tegal, Kota Pekalongan, Kota Magelang, Kota Salatiga dan Kota Semarang.

Wilayah dengan kepadatan penduduk rendah dihuni kurang dari 768 jiwa per km2

dan terdiri dari Kabupaten Cilacap, Wonosobo, Purworejo, Wonogiri, Grobogan,

Blora, Rembang serta Pati.

4.1.2 Infrastruktur Wilayah

Salah satu aspek penting yang memengaruhi kinerja perekonomian suatu

wilayah adalah kondisi infrastruktur fisik. Dua komponen dari infrastruktur yang

memiliki peran sentral dalam menjamin kelangsungan proses produksi maupun

memperlancar alur distribusi barang dan jasa adalah infrastruktur transportasi dan

listrik. Kuantitas infrastruktur transportasi dapat diukur dengan data panjang jalan

yang berstatus baik dan sedang atau disebut dengan jalan berstatus mantap.

Kuantitas infrastruktur listrik dapat diukur dengan jumlah daya energi listrik

(KWh) yang terjual kepada pelanggan. Namun demikian, data panjang jalan dan

Page 99: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

71

jumlah energi terjual belum mencerminkan kualitas infrastruktur yang tersedia.

Kualitas infrastruktur lebih berkaitan dengan aspek kemudahan untuk

mengaksesnya, sehingga untuk membandingkan kualitas infrastruktur antar

wilayah dapat dilakukan dengan pendekatan rasio panjang jalan berstatus mantap

terhadap luas wilayah administrasi dan rata-rata jumlah energi listrik terjual per

penduduk.

Sumber : Diolah dari Daerah Dalam Angka (DDA) Tahun 2011, BPS Provinsi Jawa Tengah

Gambar 17 Infrastruktur Jalan Raya dan Listrik menurut Kabupaten/Kota Jawa Tengah Tahun 2010

Gambar 17 menyajikan perbandingan kualitas infrastruktur transportasi

dan listrik menurut wilayah kabupaten/kota di Jawa Tengah pada tahun 2010.

Sepuluh daerah yang memiliki kualitas infrastruktur transportasi terbaik terdiri

Page 100: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

72

2010200920082007200620052004

2000

1500

1000

500

0

Infr

astr

ukt

ur

List

rik

(Kw

h/P

en

du

du

k)

74

7372

71

74

7372

71

74

73

72

71

74

73

72

71

7372

71

73

72

71

73

7271

74

7372

71

74

7372

71

74

73

72

71

74

73

72

71

7372

71

73

72

71

73

7271

2010200920082007200620052004

16

14

12

10

8

6

4

2

0Infr

astr

ukt

ur

Jala

n R

aya

(Km

/Lu

as W

ilaya

h)

76

75

7473

72

71

76

75

74

73

72

71

76

75

74

73

72

7176

75

7473

72

7176

75

7473

72

71

76

75

74

73

72

7176

75

74

73

72

71

semua daerah kota yakni Kota Surakarta, Kota Magelang, Kota Salatiga, Kota

Tegal, Kota Semarang, Kota Pekalongan serta empat kabupaten yakni Sragen,

Kudus, Klaten dan Karanganyar. Hal ini ditunjukkan oleh nilai rasio panjang

jalan berstatus baik dan sedang terhadap luas wilayah yang relatif lebih tinggi dari

daerah lainnya, sehingga mampu menghubungkan dan menjangkau area yang

lebih luas. Lima daerah yang memiliki kualitas infrastruktur jalan raya terendah

adalah Blora, Grobogan, Cilacap, Demak dan Rembang. Perkembangan kualitas

infrastruktur jalan raya selama periode 2004-2010 menunjukkan pola yang reatif

stabil dan penyebaran antar daerah masih belum merata. Daerah kota menjadi

pencilan dengan kualitas infrastruktur yang jauh lebih baik, sementara kualitas di

daerah kabupaten relatif lebih rendah dan indeksnya mengumpul di sekitar rata-

rata.

Sumber : Diolah dari Daerah Dalam Angka (DDA) Jawa Tengah 2005-2011 Gambar 18 Boxplot Perkembangan Infrastruktur Jalan Raya dan Listrik

menurut Kabupaten/Kota Jawa Tengah Tahun 2004-2010

Kualitas infrastruktur listrik menurut wilayah juga menunjukkan pola yang

hampir serupa dengan kualitas infrastruktur jalan raya. Daerah yang memiliki

kualitas infrastruktur listrik terbaik terdiri dari semua daerah berstatus kota dan

Page 101: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

73

empat kabupaten yakni Kendal, Karanganyar, Kudus dan Semarang (Gambar 17

dan Gambar 18). Hal ini ditunjukkan oleh nilai rata-rata jumlah energi listrik

terjual per penduduk yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya.

Tingginya konsumsi listrik secara tidak langsung ini menggambarkan jangkauan

infrastruktur listrik yang lebih luas. Kawasan industri, perdagangan dan jasa di

Jawa Tengah sebagian besar terpusat di sembilan daerah tersebut, sehingga

membutuhkan supplai listrik yang memadai. Pola perkembangan infrastruktur

listrik selama periode 2004-2010 menunjukkan peningkatan secara rata-rata. Dari

sisi persebaran antar daerah menunjukkan pola yang tidak merata dan daerah

berstatus kota cenderung memiliki infrastruktur yang lebih baik (Gambar 18).

Daerah yang memiliki kualitas infrastruktur listrik terendah terdiri dari

Kabupaten Magelang, Brebes, Wonosobo, Tegal, Purbalingga dan Blora. Keenam

daerah tersebut memiliki wilayah administrasi yang lebih luas dan memiliki

tipologi wilayah berupa daerah pegunungan, sehingga jangkauan infrastruktur

listrik terkendala oleh kondisi geografis.

4.1.3 Karakteristik Perekonomian

Struktur perekonomian Jawa Tengah sampai tahun 2010 didominasi oleh

lapangan usaha pada empat sektor, yakni industri pengolahan; perdagangan, hotel

dan restoran; pertanian; dan jasa-jasa. Kontribusi sektor pertanian yang cukup

dominan dalam menghasilkan nilai tambah maupun dalam menyerap tenaga kerja

di masa awal pembangunan secara berangsur-angsur mengalami penurunan dan

peranannya mulai tergantikan oleh sektor industri pengolahan dan sektor

perdagangan.

Pada tahun 2010, kontribusi terbesar dalam perekonomian disumbang oleh

nilai tambah sektor industri pengolahan dengan andil sebesar 32,89 persen

(Gambar 19.a). Meskipun demikian, 12 persen diantaranya merupakan andil

industri pengolahan migas yang beroperasi di Kabupaten Cilacap dan 20,82

persen sisanya dihasilkan oleh industri rokok yang beroperasi di Kabupaten

Kudus, industri tekstil di Kabupaten Karanganyar, industri barang-barang dari

kayu di Kabupaten Jepara dan industri lainnya. Permasalahan dalam struktur

industri pengolahan di Jawa tengah adalah meningkatnya kontribusi sektor

Page 102: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

74

2.24

4.076.736.94

11.93

22.1122.27

23.69

Pertambangan dan LGA Keuangan Transportasi dan Komunikasi KonstruksiJasa Pertanian Perdagangan Industri Pengolahan

0.861.14

4.206.6212.41

35.53 21.43

17.81

2.01 3.58

5.926.1010.49

19.4419.58

32.89

(a) Komposisi PDRB dengan Migas (b) Komposisi PDRB Tanpa Migas (c) Komposisi Tenaga Kerja

industri pengolahan yang lebih didorong oleh peningkatan nilai tambah pada

industri migas, padalah jenis industri ini lebih bersifat padat modal atau capital

intensive. Di sisi yang lain, kontribusi industri non-migas yang lebih bersifat

padat karya atau labor intensive cenderung menurun dalam satu dekade terakhir,

dari 25,81 persen di tahun 2000 menjadi 20,82 di tahun 2010. Permasalahan

tersebut berpengaruh pada menurunnya kemampuan sektor industri pengolahan

dalam menyerap kelebihan tenaga kerja akibat pertumbuhan jumlah angkatan

kerja. Pada tahun 2010, jumlah penduduk bekerja yang terserap oleh lapangan

usaha di sektor industri pengolahan hanya sebesar 17,81 persen (Gambar 19.c).

Sumber : Diolah dari PDRB 2011, BPS Provinsi Jawa Tengah

Gambar 19 Komposisi PDRB dan Penduduk Bekerja menurut Lapangan Usaha Tahun 2010 (Persen)

Berdasarkan Gambar 19, sektor perdagangan, sektor pertanian dan sektor

jasa-jasa masing-masing memiliki kontribusi nilai tambah sebesar 19,58 persen

dan 19,44 persen dan 10,49 persen dalam perekonomian. Sektor yang lainnya

memiliki kontribusi nilai tambah kurang dari 7 persen. Meskipun kontribusinya

cenderung menurun, sektor pertanian masih menjadi tumpuan utama bagi

sebagian besar penduduk untuk melakukan kegiatan usaha dan bekerja. Pada

tahun 2010, sektor pertanian mampu menampung tenaga kerja sebanyak 35,53

persen. Sektor perdagangan dan sektor jasa-jasa masing-masing menyerap tenaga

kerja sebanyak 21,43 persen dan 12,41 persen.

Struktur perekonomian menurut wilayah kabupaten/kota menunjukkan

pola yang beragam (Gambar 20). Mayoritas kabupaten memiliki struktur

perekonomian yang dominan pada sektor pertanian, sementara struktur

perekonomian daerah kota lebih dominan pada sektor perdagangan dan jasa.

Page 103: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

75

Terdapat 18 kabupaten yang memiliki struktur perekonomian dominan pada

sektor pertanian, yakni Kabupaten Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara,

Kebumen, Purworejo, Wonosobo, Magelang, Boyolali, Wonogiri, Sragen,

Grobogan, Blora, Rembang, Pati, Demak, Temanggung, Batang dan Brebes.

Besarnya kontribusi sektor pertanian di setiap kabupaten bervariasi antara 21,86

persen sampai 52,79 persen. Peranan sektor pertanian dalam menyerap tenaga

kerja di kedelapanbelas kabupaten tersebut juga sangat dominan dengan nilai yang

bervariasi antara 23 persen sampai 64 persen.

Sumber : Diolah PDRB dan Angkatan Kerja 2010, BPS Provinsi Jawa Tengah Gambar 20 Sektor Dominan dan Pangsa Penduduk Bekerja (Persen) menurut

Lapangan Usaha dan Kabupaten/Kota Tahun 2010

Sektor industri pengolahan mendominasi struktur perekonomian di

delapan kabupaten, yakni Cilacap, Sukoharjo, Karanganyar, Kudus, Jepara,

Semarang, Kendal dan Pekalongan dengan karakteristik dan jenis industri yang

bervariasi. Struktur perekonomian Cilacap didominasi oleh industri pengolahan

migas, Sukoharjo dan Karanganyar didominasi oleh industri tekstil dan produk

tekstil, Kudus didominasi oleh industri pengolahan tembakau/rokok, Jepara

didominasi industri barang dari kayu (mebeler) dan Pekalongan didominasi oleh

industri batik. Meskipun demikian, tidak semua kabupaten tersebut memiliki

pangsa penduduk berkerja yang dominan di sektor industri pengolahan.

Kabupaten Cilacap, Semarang dan Batang menjadi tiga kabupaten dengan struktur

Page 104: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

76

perekonomian dominan di sektor industri, namun memiliki pangsa tenaga kerja

yang dominan di sektor pertanian.

Empat daerah yang berstatus kota (Surakarta, Semarang, Pekalongan,

Tegal) dan tiga wilayah kabupaten (Klaten, Pemalang dan Tegal) memiliki

struktur perekonomian yang dominan pada sektor perdagangan. Kota Salatiga

dan Kota Magelang memiliki struktur perekonomian dominan pada sektor jasa,

terutama jasa pemerintahan umum. Mayoritas penduduk di tujuh kabupaten/kota

tersebut juga melakukan kegiatan bekerja pada sektor perdagangan dan jasa-jasa.

4.1.4 Karakteristik Sumber Daya Manusia

Salah satu indikator yang merepresentasikan kemajuan pembangunan

manusia di suatu wilayah adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM

merupakan sebuah indeks komposit/gabungan antara indikator kesehatan yang

diukur dari angka harapan hidup pada saat lahir, indikator pengetahuan yang

diukur dari rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf serta standar hidup yang

layak yang diukur dari daya beli penduduk (konsumsi riil perkapita yang

disesuaikan). Nilai IPM berkisar antara 0 hingga 100 dan semakin mendekati 100

mengindikasikan kualitas pembangunan manusia yang semakin baik. United

Nations Development Programme (UNDP, 1996) mengkategorikan nilai IPM

menjadi empat, yakni rendah (IPM<50); menengah bawah (50≤IPM<66);

menengah atas (66≤IPM<80); dan tinggi (IPM≥80).

Tabel 4 IPM Jawa Tengah Beserta Komponennya, 2004-2010

Indikator 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Angka Harapan Hidup (Tahun) 69,70 70,57 70,80 70,90 71,10 71,25 71,40

Rata-rata Lama Sekolah (Tahun) 6,54 6,64 6,80 6,80 6,86 7,07 7,24

Angka Melek Huruf (Persen) 86,72 87,35 88,24 88,62 89,24 89,46 89,95

Daya Beli/PPP(Ribu Rp/Bulan) 619 621 622 629 634 636 637

Indeks Pembangunan Manusia 68,88 69,78 70,25 70,92 71,60 72,10 72,49

Peringkat IPM Nasional 17 16 15 14 14 14 14

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, Beberapa Terbitan

Perkembangan kualitas pembangunan manusia di Provinsi Jawa Tengah

yang diukur dengan nilai IPM selama periode 2004-2010 menunjukkan pola yang

Page 105: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

77

semakin meningkat dari 68,88 pada tahun 2004 menjadi 72,49 di tahun 2010

(Tabel 4). Secara umum, posisi pembangunan manusia selama periode tersebut

termasuk dalam kategori menengah atas dan dari sisi kualitas semakin

menunjukkan peningkatan atau semakin membaik. Peringkat IPM Jawa Tengah

masih berada di urutan keempat belas dari 33 provinsi di Indonesia.

Ketiga aspek penyusun IPM baik aspek kesehatan, aspek pendidikan dan

aspek daya beli penduduk semakin menunjukkan perbaikan dalam kualitas.

Angka harapan hidup pada saat lahir meningkat dari 69,70 tahun menjadi 71,40

tahun di tahun 2010. Angka ini memiliki makna rata-rata usia harapan hidup yang

akan dijalani oleh bayi yang lahir di tahun 2010 sampai akhir hayatnya adalah

71,40 tahun. Daya beli penduduk yang diukur dari konsumsi riil perkapita

perbulan yang disesuaikan (Purchasing Power Parity/PPP) juga meningkat dari

Rp 619 ribu pada tahun 2004 menjadi Rp 637 ribu di tahun 2010. Demikian pula

dengan tingkat pengetahuan penduduk yang diukur dari rata-rata lama sekolah dan

angka melek huruf juga mengalami kenaikan yang signifikan. Rata-rata lama

sekolah berada pada level 7,24 tahun, artinya rata-rata penduduk berusia kerja

(>14 tahun) memiliki lama sekolah yang setara dengan kelas 7 atau SLTP tahun

pertama.

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2011 Gambar 21 IPM Jawa Tengah menurut Kabupaten/Kota, 2010

Page 106: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

78

67.6767.68

69.0468.44

70.1169.98

68.7971.34

70.3769.73

72.5669.32

72.2869.01

70.8270.1970.1370.1270.52

71.2469.72

70.8569.62

72.8372.20

70.2371.50

68.7472.4772.54

70.3271.03

70.2272.1372.16

60 65 70 75

BrebesPemalang

BanjarnegaraKendalBatang

WonosoboTegalBlora

BoyolaliGrobogan

SragenKebumenWonogiri

PekalonganCilacap

PurbalinggaRembangMagelang

PurworejoDemak

BanyumasJeparaKudus

PatiKaranganyar

SukoharjoKlaten

Kota TegalSemarang

TemanggungKota Pekalongan

Kota SalatigaKota MagelangKota SemarangKota Surakarta

Angka harapan Hidup(Tahun)

5.706.496.33

6.916.71

6.276.56

6.257.37

6.766.996.87

6.326.666.857.18

6.857.26

7.757.597.73

7.408.11

6.957.39

8.368.278.25

7.757.01

8.669.9410.219.9810.32

0 3 6 9 12

Rata-rata Lama Sekolah(Tahun)

86.1490.76

88.4389.15

88.0990.47

89.2683.19

85.9790.36

84.3690.74

82.1892.05

90.2893.48

91.1791.3591.5191.36

93.9893.0993.71

86.4286.91

90.6989.90

94.8893.6295.9495.6896.5097.2596.4496.68

60 65 70 75 80 85 90 95 100

Angka Melek Huruf (Persen)

634635

634637

630630

640642

632631

628636

647640

635631

641637

635632

635632

637646

648647

644651

635635

641648

650647

652

610 620 630 640 650 660

Daya Beli (Rp 000)

Karakteristik pembangunan manusia menurut kabupaten/kota di Jawa

Tengah pada tahun 2010 disajikan dalam Gambar 21. Nilai IPM di semua

kabupaten/kota bervariasi antara 68,20 sampai 77,86 sehingga termasuk dalam

kategori menengah atas. Peringkat nilai IPM secara kasar menunjukkan urutan

kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh setiap kabupaten/kota, semakin

rendah peringkatnya maka semakin baik kualitas pembangunan manusianya dan

semakin tinggi peringkatnya maka kualitas pembangunan manusia semakin buruk.

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2011 Gambar 22 Komponen IPM menurut Kabupaten/Kota Tahun 2010

Lima daerah yang memiliki peringkat IPM tertinggi merupakan daerah

yang berstatus kota dan secara berturut-turut adalah Kota Surakarta, Kota

Semarang, Kota Magelang, Kota Salatiga serta Kota Pekalongan. Tingginya IPM

di kelima daerah dicirikan oleh nilai komponen penyusunnya, yakni indikator

pendidikan, kesehatan dan daya beli yang secara umum lebih tinggi dari level

provinsi (Gambar 22). Fenomena ini sangat terkait dengan ketersediaan

infrastruktur pendidikan, kesehatan maupun perekonomian di daerah kota yang

relatif lebih baik dan lebih mudah diakses dibandingkan dengan daerah

kabupaten. Kemudahan penduduk perkotaan untuk memperoleh akses pelayanan

Page 107: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

79

juga dipengaruhi oleh jarak tempat tinggal ke infrastruktur pelayanan, biaya serta

ketersediaan sarana transportasi yang memadai. Hal ini menjadi penjelas

mengapa IPM daerah kota relatif lebih berkualitas dibandingkan dengan daerah

kabupaten.

Enam daerah yang memiliki peringkat nilai IPM terendah di Jawa Tengah

terdiri dari Kabupaten Brebes, Pemalang, Banjarnegara, Kendal, Batang dan

Wonosobo. Rendahnya kualitas pembangunan manusia di keenam daerah

dicirikan oleh indikator usia harapan hidup, rata-rata lama sekolah dan angka

melek huruf penduduk berusia produktif, serta daya beli penduduk yang lebih

rendah dari rata-rata pada level provinsi.

4.2 Dinamika Pertumbuhan, Pengangguran, Ketimpangan Pendapatan dan Kemiskinan

4.2.1 Dinamika Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Perkapita

Kinerja perekonomian Jawa Tengah yang diukur dengan pertumbuhan

ekonomi selama periode 1990-2010 memiliki pola yang berfluktuasi. Sampai

tahun 1996, perekonomian mampu tumbuh positif dengan rata-rata pertumbuhan

di atas 7 persen per tahun. Krisis ekonomi yang bermula dari krisis mata uang

pada pertengahan tahun 1997 menyebabkan kinerja perekonomian di level

regional memburuk. Dampak krisis menyebabkan pertumbuhan ekonomi Jawa

Tengah melambat hingga 3,03 persen di tahun 1997 dan puncaknya terjadi

kontraksi atau pertumbuhan negatif sebesar 11,74 persen di tahun 2008. Pasca

krisis ekonomi, kinerja perekonomian secara perlahan mulai bangkit yang ditandai

oleh laju pertumbuhan rata-rata di atas 4 persen per tahun.

Pendapatan perkapita yang diukur dengan pendekatan PDRB perkapita

mencerminkan tingkat kesejahteraan penduduk secara rata-rata dalam suatu

wilayah. Perkembangan PDRB perkapita penduduk Jawa Tengah selama periode

2004-2010 sajikan dalam Gambar 23. Secara umum, level PDRB perkapita per

tahun atas dasar harga berlaku (ADHB) maupun atas dasar harga konstan

(ADHK) tahun 2000 menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat. Pada

tahun dasar 2000, PDRB perkapita berada pada level 3,67 juta per tahun dan

secara bertahap meningkat hingga 13,72 juta di tahun 2010. Atas dasar harga

konstan tahun 2000, maka nilainya setara dengan 5,77 juta per tahun.

Page 108: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

80

Perkembangan level PDRB perkapita yang selalu meningkat secara kasar

menggambarkan tingkat kesejahteraan penduduk secara rata-rata yang semakin

membaik.

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah Gambar 23 Level PDRB Perkapita Penduduk Jawa Tengah Atas Dasar Harga

Berlaku dan Konstan serta Pertumbuhannya, 2000-2010

Pola pertumbuhan pendapatan perkapita selama periode 2000-2010 hampir

sama dengan pola pertumbuhan ekonomi, namun level pertumbuhannya selalu

lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi. Secara umum, perubahan pendapatan

perkapita selama periode tersebut memiliki tren yang positif sebesar 0,046. Hal

ini berarti pendapatan perkapita Jawa Tengah setiap tahun setiap tahun mengalami

pertumbuhan dengan rata-rata sebesar 4,6 persen.

Gambar 24 mengilustrasikan pola perkembangan pendapatan perkapita riil

kabupaten/kota di Jawa Tengah yang diproksi dengan PDRB perkapita selama

periode 2004-2010. Tujuh daerah yang memiliki level PDRB perkapita tertinggi

secara berturut-turut adalah Kabupaten Kudus, Kabupaten Cilacap, Kota

Semarang, Kota Surakarta, Kota Magelang, Kota Pekalongan dan Kabupaten

Karanganyar. Tingginya level PDRB perkapita riil di Kabupaten Kudus didorong

oleh nilai tambah industri pengolahan tembakau/rokok, Kabupaten Karanganyar

didorong industri tekstil dan produk tekstil, sementara di Cilacap didorong oleh

industri pengolahan migas. Pendapatan perkapita di daerah berstatus kota juga

relatif lebih tinggi karena daerah kota menjadi pusat kegiatan ekonomi terutama di

sektor perdagangan dan jasa.

4,24 4,82

5,43 6,09

7,36

8,82 9,74

11,41 12,32

13,72

3,67 3,78 3,90 4,08 4,28 4,49 4,71 4,96 5,22 5,47 5,77 3,43 3,59 3,55

4,98 5,13 5,35 5,33 5,59 5,61 5,14

5,84 2,95 3,02 3,16

4,59 4,75 4,97 4,97 5,24 5,26 4,80 5,54

0

3

6

9

12

15

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

PDRB Perkapita ADHB (Juta Rp) PDRB Perkapita ADHK (Juta Rp)Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan PDRB Perkapita ADHK (Persen)

Page 109: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

81

0

5

10

15

20 Semarang Temanggung Kendal Batang Pekalongan Pemalang Tegal

0

5

10

15

20

2004200520062007200820092010

Brebes

2004200520062007200820092010

Kota Magelang

2004200520062007200820092010

Kota Surakarta

2004200520062007200820092010

Kota Salatiga

2004200520062007200820092010

Kota Semarang

2004200520062007200820092010

Kota Pekalongan

2004200520062007200820092010

Kota Tegal

0

5

10

15

20 Grobogan Blora Rembang Pati Kudus Jepara Demak

0

5

10

15

20 Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen

0

5

10

15

20 Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo

Sumber : PDRB 2004-2010, BPS Provinsi Jawa Tengah

Gambar 24 Pola Perkembangan PDRB Perkapita Riil Jawa Tengah menurut Kabupaten/Kota, 2004-2010 (Rp Juta)

Pendapatan perkapita riil yang terendah dimiliki oleh Kabupaten

Grobogan, Blora, Kebumen, Wonosobo, Pemalang, Demak, Banyumas dan

Purbalingga dengan level masing-masing di bawah 3 juta per tahun di tahun 2010.

Secara kasar hal ini menggambarkan tingkat kesejahteraan penduduk yang relatif

lebih rendah dibandingkan dengan daerah lainnya. Mayoritas daerah dengan level

pendapatan perkapita rendah memiliki struktur perekonomian yang dominan di

sektor pertanian.

Pola pertumbuhan pendapatan perkapita di semua kabupaten/kota selama

periode 2004-2010 memiliki tren positif, artinya semua kabupaten/kota

mengalami pertumbuhan pendapatan perkapita meskipun besaran nilainya

bervariasi (Gambar 25). Daerah yang memiliki tren pertumbuhan pendapatan

perkapita tertinggi adalah Kota Surakarta dan Kota Tegal dengan rata-rata

pertumbuhan per tahun masing-masing sebesar 5,3 dan 5,1 persen. Sementara,

daerah yang memiliki tren pertumbuhan terendah adalah Kabupaten Batang,

Semarang dan Wonosobo dengan rata-rata pertumbuhan per tahun di bawah 3

persen.

Page 110: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

82

Sumber : Diolah dari data PDRB 2004-2010, BPS Provinsi Jawa Tengah Gambar 25 Tren Pertumbuhan PDRB Perkapita 2004-2010 (Persen) dan Level

PDRB Perkapita 2004 (Rp Juta) menurut Kabupaten/Kota

Secara umum tidak terdapat korelasi yang kuat antara tren pertumbuhan

pendapatan perkapita dengan levelnya pada kondisi awal (tahun 2004). Daerah

yang memiliki level pendapatan rendah tidak selalu memiliki pertumbuhan yang

rendah, demikian pula daerah dengah level pendapatan tinggi tidak selalu

memiliki pertumbuhan yang tinggi. Deviasi pendapatan perkapita riil antar

kabupaten/kota juga semakin meningkat dari 2,83 di tahun 2004 menjadi 3,82 di

tahun 2010. Fenomena ini mengindikasikan sampai dengan tahun 2010

pendapatan perkapita antar kabupaten/kota semakin menyebar/divergen.

Pengelompokan kabupaten/kota berdasarkan level pendapatan perkapita

dan pertumbuhannya dapat dilakukan menggunakan Tipologi Klassen. Dalam

Tipologi Klassen, kabupaten/kota dikelompokkan menjadi empat kuadran.

Kuadran I merupakan daerah yang memiliki level pendapatan perkapita dan

pertumbuhan di atas rata-rata provinsi, disebut dengan daerah maju. Kuadran II

merupakan daerah yang memiliki pendapatan perkapita di atas rata-rata provinsi

0

4

8

12

16

Level Pendapatan Perkapita (Rp Juta)

0.02

0.03

0.04

0.05

0.06

0.07

Bata

ng

Sem

aran

g

Won

osob

o

Dem

ak

Jepa

ra

Tem

angg

ung

Kend

al

Kota

Pek

alon

gan

Kota

Sal

atig

a

Banj

arne

gara

Peka

long

an

Rem

bang

Kota

Sem

aran

g

Kebu

men

Kudu

s

Klat

en

Suko

harjo

Mag

elan

g

Boyo

lali

Blor

a

Purb

alin

gga

Bany

umas

Pati

Gro

boga

n

Kota

Mag

elan

g

Pem

alan

g

Won

ogiri

Cila

cap

Breb

es

Kara

ngan

yar

Srag

en

Purw

orej

o

Tega

l

Kota

Teg

al

Kota

Sur

akar

ta

Trend Pertumbuhan

Trend Pertumbuhan Jawa Tengah

Page 111: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

83

14121086420

9

8

7

6

5

4

3

2

1

0

Pendapatan Perkapita Tahun 2004 (Rp Juta)

Pert

umbu

han

Pend

apat

an T

ahun

200

4 (P

erse

n)

Kota Tegal

Kota Pekalongan

Kota Semarang

Kota Salatiga

Kota Surakarta

Kota Magelang

Brebes

Tegal

Pemalang Pekalongan

Batang

Kendal

Temanggung

Semarang

DemakJepara

Kudus

Pati Rembang

BloraGrobogan

Sragen

Karanganyar

Wonogiri

Sukoharjo

Klaten

BoyolaliMagelang

Wonosobo

Purworejo

Kebumen

Banjarnegara

Purbalingga

Banyumas

Cilacap

14121086420

6

5

4

3

2

Pendapatan Perkapita Tahun 2010 (Rp Juta)

Pert

umbu

han

Pend

apat

an T

ahun

201

0 (P

erse

n)

Kota Tegal

Kota Pekalongan

Kota Semarang

Kota Salatiga

Kota Surakarta

Kota Magelang

BrebesTegal Pemalang

Pekalongan

Batang

Kendal

TemanggungSemarang

DemakJepara

Kudus

Pati

Rembang

Blora

Grobogan

Sragen

Karanganyar

Wonogiri

Sukoharjo

Klaten

Boyolali

MagelangWonosobo

Purworejo

Kebumen

Banjarnegara

PurbalinggaBanyumas

Cilacap

dan pertumbuhannya berada di bawah rata-rata provinsi, disebut daerah maju tapi

tertekan. Kuadran III merupakan daerah yang memiliki level pendapatan

perkapita dan pertumbuhan di bawah rata-rata provinsi, disebut daerah

terbelakang. Kuadran IV merupakan daerah yang memiliki level pendapatan

perkapita di bawah rata-rata provinsi dan pertumbuhan di atas rata-rata provinsi,

disebut daerah berkembang. Aspek dinamis dalam Tipologi Klasen berkaitan

dengan perubahan posisi kuadran setiap kabupaten/kota sepanjang waktu.

Sumber : Diolah dari data PDRB 2004-2010, BPS Provinsi Jawa Tengah Gambar 26 Pengelompokan Kabupaten/Kota Jawa Tengah Berdasarkan Tipologi

Klassen Tahun 2004 dan 2010

Berdasarkan pengelompokan menggunakan tipologi Klassen, pada tahun

2004 terdapat empat daerah yang termasuk dalam Kuadran I atau daerah dengan

perekonomian maju yakni Kabupaten Kudus, Karanganyar, Cilacap dan Kota

Surakarta (Gambar 26). Kuadran II atau daerah maju tetapi tertekan terdiri dari

IV I

III II

IV I

III II

Page 112: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

84

Kabupaten Sukoharjo, Kendal, Semarang, Kota Magelang, Kota Salatiga, Kota

Semarang dan Kota Pekalongan. Kuadran I dan II merepresentasikan daerah yang

memiliki level pendapatan perkapita di atas rata-rata provinsi dan semuanya

merupakan daerah yang memiliki struktur perekonomian dominan pada sektor

yang industri pengolahan, perdagangan dan jasa-jasa.

Kuadran IV atau daerah yang sedang berkembang terdiri dari tujuh

kabupaten/kota, yakni Kabupaten Tegal, Brebes, Sragen, Wonogiri, Purworejo,

Klaten dan Kota Tegal. Kuadran III dan terdiri dari 17 kabupaten yang dicirikan

oleh level pendapatan perkapita maupun pertumbuhan yang lebih rendah dari rata-

rata provinsi. Mayoritas daerah tersebut memiliki struktur perekonomian berbasis

pertanian dan beberapa diantaranya merupakan daerah dengan kondisi geografis

dan tipologi wilayah berupa daerah pegunungan.

Posisi kuadran pada tahun 2010 terjadi beberapa perubahan (Gambar 26).

Kuadran I yang merepresentasikan daerah dengan perekonomian maju bertambah

menjadi tujuh daerah, yakni Kabupaten Kendal, Karanganyar, Kota Pekalongan,

Kota Tegal, Kota Magelang, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Daerah yang

perekonomiannya tertekan atau berada di Kuadran II terdiri dari Kabupaten

Sukoharjo, Semarang, Kudus, Cilacap dan Kota Salatiga. Hampir sama dengan

tipologi pada tahun 2004, semua kabupaten/kota yang terletak di Kuadran I dan II

merupakan daerah yang struktur perekonomiannya dominan pada sektor yang

berbasis industri pengolahan, perdagangan dan jasa-jasa dan mayoritas daerah di

Kuadran III dan IV merupakan daerah yang memiliki struktur perekonomian

dominan pada sektor pertanian.

Pergerakan dinamis posisi kuadran setiap kabupaten/kota selama periode

2004-2010 secara ringkas terangkum dalam Gambar 27. Secara umum, terdapat

12 kabupaten/kota yang posisi kuadrannya tidak berubah atau selalu berada di

kuadran yang sama. Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta selalu berada di

Kuadran I sehingga menjadi daerah yang memiliki perkembangan perekonomian

paling maju. Kabupaten Semarang menjadi daerah yang selalu berada di Kuadran

II, artinya perekonomiannya maju tetapi selalu tertekan. Kabupaten Purworejo,

Tegal, Brebes dan Sragen selalu berada di Kuadran IV sehingga menjadi daerah

yang selalu berkembang. Kabupaten Wonosobo, Demak, Jepara, Temanggung

Page 113: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

85

Purworejo, Tegal, Brebes, Sragen Karanganyar, Kota Surakarta

Wonosobo, Jepara, Demak, Temanggung, Batang

Semarang

Kebumen, Blora, Magelang, Klaten, Boyolali, Rembang,

Pekalongan

Cilacap, Sukoharjo, Kudus, Kendal, Kota Magelang, Kota Semarang, Kota

Salatiga, Kota Pekalongan

KUADRAN IV – DAERAH BERKEMBANG KUADRAN I – DAERAH MAJU

KUADRAN III – DAERAH TERBELAKANG KUADRAN II – DAERAH TERTEKAN

Kota Tegal

Banyumas, Purbalingga

Banjarnegara, Wonogiri, Grobogan,

Pati, Pemalang

dan Batang selalu menjadi daerah yang berada di Kuadran III, sehingga

perkembangan perekonomiannya selalu tertinggal dibandingkan di daerah yang

lainnya.

Gambar 27 Perubahan Posisi Kuadran Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Berdasarkan Tipologi Klassen, 2004-2010

Daerah yang selalu mengalami perubahan posisi kuadran secara dinamis

dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Bagian pertama merupakan daerah

yang selalu berubah posisi diantara Kuadran I dan II, terdiri dari Kabupaten

Cilacap, Sukoharjo, Kudus, Kendal, Kota Magelang, Kota Semarang, Kota

Salatiga dan Kota Pekalongan. Bagian kedua merupakan daerah yang selalu

berubah posisi diantara Kuadran III dan IV, terdiri dari Kabupaten Kebumen,

Blora, Magelang, Klaten, Boyolali, Rembang dan Pekalongan. Terdapat tipe

daerah yang hanya berubah satu kali kemudian tetap berada dalam Kuadran yang

terakhir. Kota Tegal berubah dari Kuadran IV ke Kuadran I dan kemudian tetap

berada di Kuadran I, artinya menjadi semakin maju. Kabupaten Banyumas,

Purbalingga, Banjarnegara, Wonogiri, Grobogan, Pati dan Pemalang adalah

daerah yang berubah dari Kuadran III ke Kuadran IV dan kemudian tetap berada

di Kuadran IV yang berarti menjadi semakin berkembang.

4.2.2 Dinamika Angkatan Kerja dan Pengangguran

Angkatan kerja merupakan bagian dari penduduk usia kerja yang

sesungguhnya terlibat dan berusaha untuk terlibat aktif dalam kegiatan

perekonomian. Jumlah angkatan kerja di Provinsi Jawa Tengah semakin

Page 114: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

86

meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk usia kerja. Selama

periode 1997-2010, pertumbuhan jumlah angkatan kerja memiliki tren positif

sebesar 0,93 persen, artinya jumlah angkatan kerja rata-rata meningkat sebesar

0,93 persen per tahun. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) selama

periode 2004-2010 berada pada level 68 sampai 71 persen dari jumlah penduduk

berusia kerja. Sisanya merupakan penduduk yang berstatus bukan angkatan kerja

yakni tidak melakukan aktivitas kerja atau mencari kerja karena alasan

bersekolah, mengurus rumah tangga atau yang lainnya (Tabel 5).

Tabel 5 Penduduk Usia Kerja di Jawa Tengah menurut Status Ketenagakerjaan, 2004-2010

Indikator 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Angkatan Kerja (000 Jiwa) 16.827 17.210 16.924 17.664 16.691 17.088 16.856

Bekerja (000 Jiwa) 15.528 15.568 15.567 16.304 15.464 15.835 15.809

Pengangguran (000 Jiwa) 1.299 1.642 1.357 1.360 1.227 1.252 1.047

Bukan Angkatan Kerja (000 Jiwa) 6.861 7.073 7.745 7.514 7.721 7.582 7.018

Penduduk Usia Kerja (000 Jiwa) 23.689 24.283 24.669 25.178 24.412 24.670 23.875

TPAK (Persen) 71,04 70,87 68,60 70,16 68,37 69,27 70,60

TPT (Persen) 7,72 9,54 8,02 7,70 7,35 7,33 6,21

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, Beberapa Terbitan

Komposisi angkatan kerja terdiri dari penduduk bekerja dan penduduk

yang sedang mencari pekerjaan atau menganggur. Komposisi jumlah penduduk

yang bekerja selama periode 2004-2010 berada pada kisaran 90 sampai 94 persen

dari jumlah angkatan kerja. Di sisi lain, komposisi penduduk yang berstatus

sedang mencari kerja atau termasuk dalam tingkat pengangguran terbuka (TPT)

jumlahnya berkisar antara 6 sampai 10 persen dari angkatan kerja dan cenderung

meningkat dalam 15 tahun terakhir. Selama periode 1997-2010, setiap tahun

jumlah pencari kerja rata-rata meningkat 1,24 persen sehingga TPT juga memiliki

tren positif 4,85 persen per tahun selama periode 1997-2010. Meskipun demikian,

dalam enam tahun terakhir ada kecenderungan TPT semakin menurun.

Level TPT sangat tergantung pada situasi perekonomian secara makro dan

sensitivitas konsep pengukuran yang digunakan. Selama satu dasa warsa terakhir,

level TPT yang tertinggi terjadi di tahun 2005-2006 sebagai dampak dari

Page 115: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

87

-0,04

-0,58

-0,11

-0,11

0,05

-0,05

0,17

-0,05

-0,31

-0,01

0,52

-0,36

-0,29

0,30

0,23

0,16

-0,06

-0,02

0,36

-0,04

-0,16

0,10

-0,22

0,35

-0,66

0,21

0,04

-0,14

-0,04

-0,08

-0,14

-0,10

0,25

-0,13

0,20

-1 -0,5 0 0,5 1

Trend Perubahan 2004-2010 (persen)

2,68

2,76

3,06

3,26

3,87

3,95

3,98

4,14

4,52

4,57

4,70

4,93

4,96

4,98

5,03

5,04

5,06

5,16

5,16

5,17

5,20

5,25

5,30

5,38

5,46

5,67

6,05

6,29

6,47

6,91

6,92

7,06

7,25

8,39

8,60

0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00

Blora

Banyumas

Banjarnegara

Jepara

Pekalongan

Wonosobo

Temanggung

Karanganyar

Wonogiri

Klaten

Demak

Pemalang

Rembang

Boyolali

Batang

Magelang

Purworejo

Kota Surakarta

Sukoharjo

Purbalingga

Kebumen

Grobogan

Semarang

Kudus

Brebes

Kota Semarang

Kendal

Tegal

Sragen

Kota Pekalongan

Pati

Kota Magelang

Kota Salatiga

Kota Tegal

Cilacap

TPT 2010 (Persen)

kebijakan pemerintah dengan menaikkan harga BBM. Kebijakan tersebut

memicu kenaikan harga barang dan jasa kebutuhan rumah tangga yang lainnya.

Tingginya TPT mempunyai implikasi sosial yang luas dan potensi kerawanan

sosial yang akan ditimbulkan menjadi semakin besar.

Gambaran umum mengenai dinamika pencari kerja di level kabupaten/

kota pada tahun 2010 beserta tren perubahan selama 2004-2010 disajikan dalam

Gambar 28. Level TPT pada level kabupaten/kota di tahun 2010 sangat bervariasi

dengan nilai antara 2,97 persen sampai 14,22 persen. Kabupaten Magelang,

Banjarnegara dan Purworejo menjadi tiga kabupaten yang memiliki level TPT

terendah dan ketiganya merupakan daerah yang memiliki struktur perekonomian

berbasis pertanian. Semua daerah yang berstatus kota memiliki level TPT di atas

rata-rata provinsi dan Kota Tegal serta Kota Magelang menjadi dua daerah yang

memiliki level TPT tertinggi.

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah Gambar 28 Tren TPT 2004-2010 dan Level TPT 2010 menurut Kabupaten/ Kota

di Jawa Tengah

Fenomena tingginya pengangguran di perkotaan lebih banyak berkaitan

dengan pengangguran alamiah sebagai dampak dari pertumbuhan angkatan kerja

Page 116: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

88

dan pengaruh pengangguran friksional. Pengangguran friksional terjadi karena

sebagian dari penduduk yang baru masuk dalam angkatan kerja terutama yang

berpendidikan tinggi cenderung lebih selektif dalam memilih pekerjaan. Faktor

lain yang turut berpengaruh adalah tingkat upah di daerah perkotaan yang lebih

bervariasi menurut jenis pekerjaan. Tingkat upah yang bervariasi akan mendorong

frekuensi keluar dan masuk pekerja ke perusahaan menjadi semakin besar. Faktor

migrasi juga turut mendorong peningkatan jumlah pencari kerja di perkotaan.

Angkatan kerja terutama yang berpendidikan tinggi memiliki kecenderungan

untuk mencari kesempatan kerja formal yang tersedia di daerah perkotaan.

Terbatasnya kesempatan kerja formal yang tersedia menyebabkan sebagian dari

mereka rela menunggu untuk mendapatkan kesempatan kerja yang sesuai.

Selama periode 2004-2010, sebanyak 13 kabupaten/kota memiliki tren

pertumbuhan pencari kerja/penganggur positif atau mengalami peningkatan TPT

dari waktu ke waktu. Kabupaten Demak dan Kudus menjadi kabupaten yang

memiliki tren peningkatan yang tertinggi. Tren perubahan TPT di 22

kabupaten/kota yang lainnya memiliki arah negatif, atau secara rata-rata TPT

mengalami penurunan setiap tahun. Nilai tren penurunan yang terendah terjadi di

Kabupaten Brebes dan Banyumas yakni sebesar -0,66 dan -0,58.

4.2.3 Dinamika Ketimpangan Pendapatan

Distribusi pendapatan merepresentasikan besarnya porsi pendapatan yang

diterima oleh individu atau rumah tangga dalam suatu wilayah. Salah satu

indikator untuk mengukur ketimpangan dalam distribusi pendapatan adalah Gini

rasio. Gini rasio dihitung menggunakan data pendapatan individu atau rumah

tangga berdasarkan hasi survei rumah tangga, di Indonesia dikenal dengan

Susenas. Pengumpulan data pendapatan rumah tangga yang valid sulit diperoleh

karena rumah tangga lebih tertutup ketika melaporkan data pendapatan yang

diterima.

Alternatifnya, untuk menghitung indeks ketimpangan digunakan

pendekatan pengeluaran atau konsumsi rumah tangga. Dalam realita, pengeluaran

setiap individu menurut kelompok umur akan sangat berbeda-beda sehingga

pendekatan ini akan memberikan hasil yang bias atau underestimate. Nilai indeks

Page 117: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

89

ketimpangan yang diperoleh akan lebih rendah dari kenyataan, karena pendekatan

pengeluaran perkapita hanya sensitif untuk mengambarkan pendapatan kelompok

penduduk yang berpenghasilan rendah.

Indeks ketimpangan pendapatan antar penduduk di Jawa Tengah selama

periode 2004-2010 memiliki pola yang cukup berfluktuasi (Tabel 6). Secara

umum, ketimpangan pendapatan di daerah perkotaan lebih tinggi dibandingkan

dengan perdesaan sehingga distribusi pendapatan di daerah perdesaan cenderung

lebih merata. Hal ini tercermin dari nilai Gini rasio di daerah perkotaan yang

selalu lebih tinggi dari daerah perdesaan. Fenomena ini berkaitan dengan

distribusi kepemilikan aset dan skill penduduk perkotaan yang cenderung lebih

timpang. Karakteristik daerah perkotaan yang menjadi pusat perekonomian

dengan struktur perekonomian yang lebih heterogen menyebabkan tingkat

pendapatan yang diterima penduduk menjadi lebih bervariasi. Kecenderungan

penduduk yang berpendapatan tinggi untuk tinggal di daerah perkotaan yang

memiliki fasilitas lebih lengkap juga menjadi salah satu penyebab tingginya

ketimpangan pendapatan di daerah perkotaan. Sebaliknya, struktur perekonomian

di daerah perdesaan cenderung lebih homogen dan terkonsentrasi di sektor

pertanian dengan tingkat upah maupun pendapatan yang lebih homogen sehingga

ketimpangan pendapatan antar penduduk menjadi lebih rendah.

Tabel 6 Indeks Ketimpangan Pendapatan (Gini Rasio) Provinsi Jawa Tengah menurut Wilayah, 2004-2010

Wilayah 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Perkotaan Gini Rasio 0,2738 0,3120 0,2956 0,2823 0,3258 0,3164 0,3306 Standar Deviasi 0,0015 0,0020 0,0018 0,0018 0,0021 0,0023 0,0027

Perdesaan Gini Rasio 0,2344 0,2587 0,2345 0,2295 0,2751 0,2511 0,2536 Standar Deviasi 0,0014 0,0014 0,0012 0,0015 0,0017 0,0014 0,0014

Perkotaan + Perdesaan Gini Rasio 0,2691 0,3007 0,2816 0,2678 0,3153 0,2996 0,3087 Standar Deviasi 0,0010 0,0013 0,0012 0,0012 0,0015 0,0015 0,0017

Sumber : Dihitung dari raw data Susenas 2004-2010, BPS

Nilai Gini rasio Jawa Tengah pada tahun 2004 tercatat sebesar 0,2691,

sehingga berdasarkan kriteria dari Oshima (1970) distribusi berada dalam

Page 118: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

90

ketimpangan yang rendah. Kebijakan pemerintah menaikan harga BBM pada

tahun 2005 memicu kenaikan harga barang dan jasa kebutuhan rumah tangga

yang lainnya, sehingga pendapatan perkapita secara riil menurun dan daya beli

penduduk terutama pada golongan berpendapatan rendah menurun secara drastis.

Hal ini berpengaruh terhadap meningkatnya ketimpangan/ketidakmerataan dalam

distribusi pendapatan hingga menjadi 0,3007 atau meningkat 0,0306 poin di tahun

2005.

Implementasi program kompensasi kenaikan harga BBM melalui transfer

langsung berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang mulai digulirkan pada

triwulan keempat tahun 2006 memiliki dampak sementara dalam meningkatkan

daya beli penduduk miskin maupun memperbaiki distribusi pendapatan penduduk.

Berdasarkan Tabel 6, nilai Gini rasio mengalami penurunan hingga mencapai

0,2678 di tahun 2007 yang berarti distribusi pendapatan bergerak semakin merata.

Dampak yang hanya bersifat sementara terlihat ketika program transfer langsung

dihentikan, ketidakmerataan dalam distribusi pendapatan kembali meningkat

menjadi 0,3087 di tahun 2010.

Sebaran pendapatan/pengeluaran antar penduduk selama periode 2004-

2010 menunjukkan pola yang semakin melebar atau divergen, artinya jarak antara

pendapatan yang terendah dan tertinggi semakin lebar. Hal ini terlihat dari

deviasi dalam distribusi pendapatan (Gini rasio) yang cenderung meningkat dari

0,001 di tahun 2004 menjadi 0,0017 di tahun 2010 (Tabel 6). Deviasi di daerah

perdesaan relatif stabil pada kisaran 0,0014, sementara di daerah perkotaan

meningkat secara nyata dari 0,0015 di tahun 2004 menjadi 0,0027 di tahun 2010.

Pola perkembangan indeks ketimpangan menurut kabupaten/kota di Jawa

Tengah selama periode 2004-2010 disajikan dalam Gambar 29. Nilai Gini rasio

di semua kabupaten/kota bervariasi dengan besaran kurang dari 0,4. Berdasarkan

kriteria dari Oshima maka distribusi pendapatan berada dalam kondisi

ketimpangan rendah sampai sedang. Secara umum, ketimpangan pendapatan di

daerah yang berstatus kota lebih tinggi dibandingkan dengan daerah kabupaten

dan terdapat kecenderungan ketidakmerataan dalam distribusi justru semakin

meningkat di beberapa kabupaten/kota.

Page 119: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

91

0.00

0.20

0.40 Semarang Temanggung Kendal Batang Pekalongan Pemalang Tegal

0.00

0.20

0.40

2004

2006

2008

2010

Brebes

2004200520062007200820092010

Kota Magelang

2004200520062007200820092010

Kota Surakarta

2004200520062007200820092010

Kota Salatiga

2004200520062007200820092010

Kota Semarang

2004200520062007200820092010

Kota Pekalongan

2004200520062007200820092010

Kota Tegal

0.00

0.20

0.40 Grobogan Blora Rembang Pati Kudus Jepara Demak

0.00

0.20

0.40 Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen

0.00

0.20

0.40 Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo

Pada kondisi awal di tahun 2004, dari sepuluh daerah yang memiliki

peringkat indeks ketimpangan tertinggi lima diantaranya merupakan wilayah kota

yang terdiri dari Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Semarang

dan Kota Tegal. Lima kabupaten yang memiliki peringkat indeks ketimpangan

tertinggi adalah Banyumas, Temanggung, Tegal, Klaten dan Purbalingga. Satu-

satunya kota yang memiliki indeks ketimpangan terendah adalah Kota

Pekalongan, sedangkan kabupaten yang memiliki peringkat indeks ketimpangan

terendah adalah Kudus, Pati, Kebumen dan Rembang.

Sumber : Dihitung dari raw data Susenas Kor 2004-2010, BPS Gambar 29 Indeks Ketimpangan Pendapatan (Gini Rasio Income) menurut

Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2004-2010

Kondisi pada tahun 2010 terjadi sedikit pergeseran, Kota Tegal yang

semula termasuk dalam sepuluh daerah yang memiliki peringkat indeks

ketimpangan tertinggi berubah statusnya menjadi daerah yang memiliki indeks

ketimpangan terendah. Hal ini terjadi karena indeks ketimpangan di Kota Tegal

selama dua periode cenderung stabil, sementara wilayah yang lainnya justru

bergeser semakin tidak merata. Beberapa kabupaten yang peringkatnya berubah

menjadi wilayah dengan indeks ketimpangan tertinggi adalah Sukoharjo,

Purworejo, Wonogiri dan Karanganyar. Lima Kabupaten yang memiliki

Page 120: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

92

peringkat terendah adalah Brebes, Kebumen, Pemalang, Jepara dan Rembang,

sehingga distribusi pendapatan di kelima daerah tersebut lebih merata.

Perubahan distribusi pendapatan penduduk selama periode 2004-2010

dapat dikaji menggunakan komponen tren. Jika tren bernilai positif maka

distribusi pendapatan bergeser semakin tidak merata atau ketimpangannya

semakin meningkat, sebaliknya jika tren bernilai negatif maka distribusi

pendapatan bergeser semakin merata. Nilai tren perubahan indeks ketimpangan di

level provinsi selama 2004-2010 sebesar 0,0054. Artinya, setiap tahun indeks

ketimpangan meningkat sebesar 0,0054 poin dan distribusi pendapatan penduduk

bergeser semakin tidak merata/timpang, meskipun perubahannya berjalan sangat

lambat (Gambar 30).

Sumber : Dihitung dari raw data Susenas Kor 2004-2010, BPS Gambar 30 Tren Ketimpangan Distribusi Pendapatan menurut Kabupaten/Kota,

2004-2010

Berdasarkan Gambar 30, mayoritas kabupaten/kota memiliki tren

perubahan indeks ketimpangan yang bernilai positif, artinya distribusi pendapatan

bergerak semakin tidak merata atau timpang. Semua daerah yang berstatus kota

memiliki tren perubahan yang meningkat dan yang terbesar terjadi di Kota

Pekalongan, Kota Tegal, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Di sisi yang lain,

terdapat 7 kabupaten yang memiliki nilai tren perubahan bertanda negatif atau

distribusinya semakin merata. Ketujuh daerah tersebut adalah Kabupaten

Grobogan, Tegal, Wonogiri, Purworejo, Sragen, Banjarnegara dan Kendal.

Korelasi antara level indeks ketimpangan kondisi awal dengan tren perubahannya

memiliki arah negatif sebesar 0,299, sehingga hubungannya sangat lemah.

-0,0100

-0,0050

0,0000

0,0050

0,0100

0,0150

0,0200

Gro

boga

n

Tega

l

Won

ogir

i

Purw

orej

o

Srag

en

Banj

arne

gara

Kend

al

Pati

Won

osob

o

Blor

a

Rem

bang

Dem

ak

Suko

harj

o

Sem

aran

g

Kebu

men

Kota

Mag

elan

g

Boyo

lali

Purb

alin

gga

Peka

long

an

Klat

en

Breb

es

Bata

ng

Cila

cap

Kara

ngan

yar

Kota

Sal

atig

a

Kudu

s

Mag

elan

g

Pem

alan

g

Tem

angg

ung

Bany

umas

Jepa

ra

Kota

Sem

aran

g

Kota

Sur

akar

ta

Kota

Teg

al

Kota

Pek

alon

gan

Trend Ketimpangan

Trend Perubahan Indeks Ketimpangan Jawa Tengah

Page 121: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

93

4.2.4 Dinamika Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah

Perkembangan jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah selama

periode 1996-2010 cukup berfluktuasi (Gambar 31). Secara umum, perkembangan

kemiskinan di daerah perkotaan dan perdesaan memiliki pola yang hampir serupa,

namun tingkat kemiskinan di perdesaan selalu lebih tinggi dari daerah perkotaan

dan gapnya juga semakin membesar sampai tahun 2007. Pada tahun 1996, jumlah

penduduk miskin mencapai 6,418 juta jiwa atau 21,61 persen dari jumlah

penduduk Jawa Tengah dan meningkat tajam menjadi 8,785 juta jiwa atau 28,46

persen dari penduduk di tahun 1999. Peningkatan ini merupakan dampak dari

krisis ekonomi yang melanda Indonesia mulai pertengahan tahun 1997. Selama

masa krisis, harga-harga barang dan jasa meningkat tak terkendali sehingga terjadi

penurunan daya beli penduduk dan jumlah penduduk miskin menjadi meningkat.

Sumber : BPS, Beberapa Terbitan

Gambar 31 Jumlah Penduduk Miskin Jawa Tengah (000 Jiwa) dan Persentase Kemiskinan menurut Wilayah, 1999-2010

Selama periode 2002-2005, tingkat kemiskinan secara bertahap

menunjukkan penurunan hingga mencapai 20,49 persen. Namun, level ini

kembali meningkat menjadi 22,19 persen di tahun 2006 sebagai dampak dari

kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM. Keputusan pemerintah tersebut

tidak hanya memicu kenaikan harga atau inflasi pada komoditas bahan bakar dan

jasa transportasi, namun juga mendorong inflasi barang dan jasa lainnya terutama

pada kelompok bahan pangan. Tingginya laju inflasi menyebabkan daya beli

masyarakat menurun drastis, sehingga kemiskinan di tahun 2006 mengalami

6,418

8,785

7,308 6,980 6,844

6,534 7,101

6,557 6,123

5,655 5,219

21,61

28,46

23,06 21,78 21,11 20,49

22,19 20,43 19,23

17,72 16,56

0

5

10

15

20

25

30

35

1996 1999 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

HC (000 jiwa) dan HCI (Persen)

Jumlah Penduduk Miskin (000 Jiwa) Persentase Penduduk Miskin PerdesaanPersentase Penduduk Miskin Perdesaan Persentase Penduduk Miskin K+D

Perkotaan

Page 122: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

94

0

10

20

30Semarang Temanggung Kendal Batang Pekalongan Pemalang Tegal

0

10

20

30

2004200520062007200820092010

Brebes

2004200520062007200820092010

Kota Magelang

2004200520062007200820092010

Kota Surakarta

2004200520062007200820092010

Kota Salatiga

2004200520062007200820092010

Kota Semarang

2004200520062007200820092010

Kota Pekalongan

2004200520062007200820092010

Kota Tegal

0

10

20

30Grobogan Blora Rembang Pati Kudus Jepara Demak

0

10

20

30Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen

0

10

20

30Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo

peningkatan meskipun di triwulan keempat pemerintah melakukan antisipasi

dengan menggulirkan program transfer berupa Bantuan langsung Tunai (BLT)

kepada rumah tangga miskin sasaran. Format program pengentasan kemiskinan

yang lebih terpadu dan terarah dengan mengkombinasikan program bantuan

langsung tunai, jaminan kesehatan penduduk miskin, bantuan operasional sekolah

dan bantuan langsung masyarakat terutama untuk perbaikan infrastruktur sejak

tahun 2007 menunjukkan hasil yang sedikit menggembirakan. Secara bertahap

jumlah penduduk miskin maupun persentasenya menunjukkan pola yang semakin

menurun hingga mencapai 5,22 juta jiwa atau 16,56 persen di tahun 2010. Gap

antara tingkat kemiskinan di daerah perkotaan dan perdesaan selama empat tahun

terakhir juga semakin mengecil.

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, Beberapa Terbitan Gambar 32 Level Kemiskinan (P0) menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah

Tahun 2004-2010 (Persen)

Level kemiskinan menurut kabupaten/kota di Jawa Tengah selama periode

2004-2010 memiliki pola yang sangat beragam (Gambar 32). Lima daerah yang

selalu memiliki tingkat kemiskinan tinggi adalah Kabupaten Kebumen, Rembang,

Wonosobo, Purbalingga, dan Brebes dengan level kemiskinan di masing-masing

Page 123: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

95

lebih dari 20 persen. Sebaliknya, daerah yang memiliki tingkat kemiskinan

terendah adalah Kota Semarang, Kota Pekalongan, Kota Tegal dan Kota Salatiga

dengan level di masing-masing kurang dari 10 persen.

Pada umumnya, daerah yang memiliki tingkat kemiskinan rendah adalah

daerah yang memiliki pendapatan perkapita tinggi, struktur perekonomiannya

dominan di sektor industri pengolahan, perdagangan dan jasa, dan mayoritas

merupakan daerah yang berstatus kota. Meskipun demikian, terdapat daerah yang

memiliki pendapatan perkapita tinggi dan kemiskinannya juga tinggi, yakni

Kabupaten Cilacap. Tingginya pendapatan perkapita di Cilacap lebih didorong

oleh andil dari sektor industri pengolahan migas, namun nilai tambahnya hanya

dinikmati oleh sebagian kecil penduduk yang terlibat dalam aktivitas produksinya.

Pengelolaan industri migas di Cilacap dilakukan oleh BUMN Pertamina, sehingga

sebagaian besar nilai tambahnya dan keuntungan yang dihasilkan di setor ke

kantor pusat Pertamina sebagai representasi dari perwakilan pemerintah pusat

Mayoritas penduduk hanya menerima manfaat yang sangat kecil, sehingga

keberadaannya belum memberikan dampak yang signifikan dalam membantu

mengentaskan kemiskinan di Cilacap. Terdapat juga daerah yang memiliki

pendapatan perkapita rendah, namun tingkat kemiskinannya juga rendah, yakni

Kabupaten Jepara. Meskipun secara rata-rata pendapatan perkapita di Jepara

rendah, namun distribusi pendapatan antar penduduk berjalan lebih merata atau

mengumpul di sekitar rata-rata sehingga memiliki dampak yang cukup efektif

dalam mendorong penurunan kemiskinan.

Perubahan dalam level kemiskinan di semua kabupaten/kota selama

periode 2004-2010 dapat dikaji menggunakan komponen tren. Nilai koefisien

tren di level provinsi sebesar -0,374, artinya tingkat kemiskinan (P0) turun dengan

rata-rata sebesar 0,374 persen per tahun (Gambar 33). Tren perubahan

kemiskinan pada level kabupaten/kota sangat bervariasi. Mayoritas

kabupaten/kota memiliki tren perubahan kemiskinan negatif atau semakin

menurun. Namun demikian, terdapat lima daerah yang memiliki tren perubahan

kemiskinan positif atau tingkat kemiskinannya semakin meningkat. Kelima

daerah tersebut merupakan daerah yang berstatus kota dan terdiri dari Kota Tegal,

Kota Semarang, Kota Pekalongan, Kota Salatiga dan Kota Magelang. Fenomena

Page 124: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

96

-1

-0.8

-0.6

-0.4

-0.2

0

0.2

0.4

Won

ogir

i

Cila

cap

Banj

arne

gara

Kebu

men

Won

osob

o

Pem

alan

g

Bata

ng

Bany

umas

Rem

bang

Boyo

lali

Kend

al

Pati

Tem

angg

ung

Kara

ngan

yar

Klat

en

Peka

long

an

Mag

elan

g

Breb

es

Kudu

s

Blor

a

Purb

alin

gga

Dem

ak

Tega

l

Kota

Sur

akar

ta

Suko

harj

o

Jepa

ra

Gro

boga

n

Purw

orej

o

Srag

en

Sem

aran

g

Kota

Teg

al

Kota

Sem

aran

g

Kota

Pek

alon

gan

Kota

Sal

atig

a

Kota

Mag

elan

g

Kabupaten/Kota

Tren Perubahan Kemiskinan

Tren Perubahan Kemiskinan Jawa Tengah

ini sangat terkait dengan level kemiskinan di kelima daerah yang relatif lebih

rendah (<10 persen), memiliki distribusi pendapatan yang cenderung lebih

timpang dan mayoritas penduduk miskinnya bersifat persisten. Program

pengentasan kemiskinan yang bersifat sentralistik dan serba seragam memiliki

pengaruh yang kurang signifikan dalam menurunkan kemiskinan, sehingga

diperlukan format program yang lebih intensif dan bersifat pemberdayaan.

Sumber : Diolah dari data kemiskinan 2004-2010 Gambar 33 Tren Perubahan Kemiskinan menurut Kabupaten/Kota di Provinsi

Jawa Tengah, 2004-2010

Daerah yang memiliki kemajuan baik dalam pengentasan kemiskinan

adalah Kabupaten Wonogiri, Cilacap, Banjarnegara, Kebumen dan Wonosobo.

Kelima daerah tersebut memiliki tren penurunan kemiskinan setiap tahun antara

0,6-0,9 persen. Berdasarkan level kemiskinan pada kondisi awal, kelimanya

termasuk dalam kategori daerah yang memiliki tingkat kemiskinan tinggi,

sehingga penurunan kemiskinan mampu berjalan lebih efektif dibandingkan

dengan daerah yang level kemiskinan pada kondisi awalnya sudah rendah. Secara

umum, level kemiskinan pada kondisi awal memiliki hubungan yang tidak searah

dengan tren perubahannnya. Korelasinya antara keduanya sebesar -0,55 dan

fenomena ini menunjukkan adanya proses secara bertahap yang semakin

konvergen dalam pola kemiskinan antar wilayah.

4.3 Kuadran Pertumbuhan, Ketimpangan dan Kemiskinan

Analisis kuadran antara pertumbuhan pendapatan perkapita, ketimpangan

pendapatan dan kemiskinan berguna untuk melihat hubungan antar variabel dan

membandingkan tingkat kemajuan antar wilayah berdasarkan ketiga variabel.

Page 125: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

97

0.380.360.340.320.300.280.260.240.220.20

8

6

5

4

3

2

Indeks Ketimpangan 2010

Pert

umbu

han

2010

Kota Tegal

Kota Pekalongan

Kota Semarang

Kota Salatiga

Kota SurakartaKota Magelang

Brebes TegalPemalang

Pekalongan

Batang

Kendal

Temanggung

Semarang

DemakJeparaKudus

Pati

Rembang

Blora Grobogan

Sragen

Karanganyar

Wonogiri

Sukoharjo

Klaten

Boyolali

MagelangWonosobo

Purworejo

Kebumen

Banjarnegara

Purbalingga Banyumas

Cilacap

IV (LH) I (HH)

II (HL)III (LL)

0.340.320.300.280.260.240.220.20

9

8

7

6

5

4

3

2

1

0

Indeks Ketimpangan 2004

Pert

umbu

han

2004 Kota Tegal

Kota Pekalongan

Kota SemarangKota Salatiga

Kota Surakarta

Kota Magelang

Brebes

Tegal

PemalangPekalongan

Batang

Kendal

Temanggung

Semarang

DemakJepara

Kudus

Pati RembangBlora Grobogan

Sragen

Karanganyar

Wonogiri

Sukoharjo

Klaten

BoyolaliMagelang

Wonosobo

Purworejo

Kebumen

Banjarnegara

Purbalingga

Banyumas

Cilacap

IV (LH) I (HH)

II (HL)III (LL)

Analisis ini dilakukan dengan membuat scatterplot dua variabel yang dikaji, yakni

pertumbuhan dengan ketimpangan, pertumbuhan dengan kemiskinan dan

ketimpangan dengan kemiskinan dengan mengacu pada penelitian yang

dilakukan oleh Ravallion (2005) dan Nayyar (2005).

4.3.1 Kuadran Pertumbuhan dengan Ketimpangan

Scatterplot antara pertumbuhan pendapatan perkapita dengan indeks

ketimpangan antar kabupaten/kota di Jawa Tengah pada tahun 2004 dan 2010

disajikan dalam Gambar 34. Secara umum, scatterplot antara kedua variabel

menunjukkan hubungan positif yang tidak signifikan secara statistik. Korelasi

antara keduanya sebesar 0,001 pada tahun 2004 dan 0,33 pada tahun 2010.

Meskipun pendapatan perkapita mengalami pertumbuhan dari waktu ke waktu,

distribusi pendapatan cenderung stabil dan tidak mengalami perubahan berarti.

Gambar 34 Scatterplot Pertumbuhan Pendapatan Perkapita (Persen) dangan Indeks Ketimpangan Tahun 2004 dan 2010

Page 126: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

98

Berdasarkan scatterplot selama dua periode, daerah yang selalu berada di

Kuadran I (HH) adalah Kabupaten Tegal dan Kota Surakarta. Kuadran ini

merepresentasikan daerah yang memiliki pertumbuhan dan ketimpangan di atas

rata-rata provinsi. Kota Salatiga menjadi daerah yang selalu berada di Kuadran II

(HL) yakni memiliki pertumbuhan di bawah rata-rata dan indeks ketimpangan di

atas rata-rata provinsi. Kuadran IV (LH) merepresentasikan daerah yang paling

ideal, yakni memiliki kemajuan baik dalam memacu pertumbuhan pendapatan

perkapita dan memiliki indeks ketimpangan rendah. Daerah yang selalu berada di

kuadran ini selama dua periode adalah Kabupaten Kota Tegal, Kabupaten

Karanganyar, Sragen dan Brebes.

4.3.2 Kuadran Ketimpangan dengan Kemiskinan

Pola scatterplot antara ketimpangan pendapatan dengan kemiskinan

menunjukkan hubungan linier yang lemah (Gambar 35). Daerah yang ideal

terletak di Kuadran III (LL) yakni memiliki tingkat kemiskinan dan ketimpangan

yang lebih rendah dari rata-rata provinsi. Berdasarkan scatterplot 2004, daerah

yang terletak di Kuadran III terdiri dari 10 kabupaten/kota, sementara pada

scatterplot tahun 2010 jumlahnya sebanyak 7 kabupaten/kota. Daerah yang selalu

berada di kuadran ini selama dua periode adalah Kabupaten Kudus, Jepara,

Magelang dan Kota Tegal.

Kuadran I (HH) merepresentasikan daerah yang memiliki kemiskinan dan

ketimpangan di atas rata-rata provinsi. Pada tahun 2004, kuadran ini terdiri dari

tiga daerah yakni Kabupaten Purbalingga, Klaten dan Banyumas. Sementara,

pada tahun 2010 terdiri dari empat daerah yakni Kabupaten Banyumas, Grobogan,

Sragen dan Purworejo. Mayoritas daerah berstatus kota selama 2004 dan 2010

terletak di Kuadran II (HL) dan merepresentasikan daerah dengan tingkat

kemiskinan rendah (di bawah rata-rata provinsi) dan ketimpangan di atas rata-rata

provinsi. Daerah yang memiliki tingkat kemiskinan tinggi pada umumnya

memiliki indeks ketimpangan yang rendah dan tercakup dalam Kuadran IV (HH).

Terdapat beberapa daerah yang selalu berada di Kuadran IV dan memiliki

kemiskinan di atas 20 persen, yakni Kabupaten Rembang, Brebes, Wonosobo, dan

Kebumen.

Page 127: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

99

0.380.360.340.320.300.280.260.240.220.20

30

25

20

15

10

5

0

Indeks Ketimpangan 2010

Ting

kat K

emis

kina

n 20

10

Kota TegalKota Pekalongan

Kota Semarang

Kota Salatiga

Kota Surakarta

Kota Magelang

Brebes

Tegal

Pemalang

Pekalongan

BatangKendalTemanggung

Semarang

Demak

JeparaKudus

Pati

Rembang

Blora

GroboganSragen

KaranganyarWonogiri

Sukoharjo

Klaten

BoyolaliMagelang

Wonosobo

Purworejo

Kebumen

Banjarnegara

Purbalingga

Banyumas

Cilacap

IV (LH) I (HH)

II (HL)III (LL)

0.340.320.300.280.260.240.220.20

40

35

30

25

20

15

10

5

0

Indeks Ketimpangan 2004

Ting

kat K

emis

kina

n 20

04

Kota Tegal

Kota PekalonganKota Semarang

Kota Salatiga

Kota SurakartaKota Magelang

Brebes

TegalPemalangPekalongan

BatangKendal

Temanggung

Semarang

Demak

JeparaKudus

Pati

Rembang

Blora

Grobogan

Sragen

Karanganyar

Wonogiri

Sukoharjo

Klaten

Boyolali

Magelang

Wonosobo

Purworejo

Kebumen

Banjarnegara

Purbalingga

BanyumasCilacap

Kota Tegal

Kota PekalonganKota Semarang

Kota Salatiga

Kota SurakartaKota Magelang

Brebes

TegalPemalangPekalongan

BatangKendal

Temanggung

Semarang

Demak

JeparaKudus

Pati

Rembang

Blora

Grobogan

Sragen

Karanganyar

Wonogiri

Sukoharjo

Klaten

Boyolali

Magelang

Wonosobo

Purworejo

Kebumen

Banjarnegara

Purbalingga

BanyumasCilacap

IV (LH) I (HH)

II (HL)III (LL)

Gambar 35 Scatterplot Ketimpangan dangan Kemiskinan Tahun 2004 dan 2010

4.3.3 Kuadran Pertumbuhan dengan Kemiskinan

Pola Scatterplot kabupaten/kota antara pertumbuhan dengan kemiskinan

menunjukkan adanya hubungan yang tidak searah dan memiliki korelasi yang

lemah. Daerah yang paling ideal atau memiliki progress terbaik dalam

pengentasan kemiskinan maupun memacu pertumbuhan pendapatan terletak di

Kuadran IV (LH). Dalam scatterplot tahun 2004, Kuadran IV terdiri dari 6

daerah, yakni Kota Tegal, Kota Surakarta, Kabupaten Kudus, Karanganyar,

Cilacap dan Tegal, sementara, dalam scatterplot tahun 2010 terdiri dari delapan

daerah. Mayoritas daerah pada kuadran ini merupakan daerah berstatus kota dan

kabupaten yang memiliki pendapatan perkapita tinggi dan struktur

perekonomiannya dominan pada sektor yang berbasis industri pengolahan,

perdagangan dan jasa.

Kuadran III (LL) merepresentasikan daerah dengan level kemiskinan dan

pertumbuhan di bawah rata-rata provinsi. Daerah yang selalu berada di kuadran

Page 128: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

100

ini adalah Kabupaten Semarang, Batang, Sukoharjo, Magelang, Jepara,

Temanggung dan Kota Salatiga. Kuadran II (HL) mencakup daerah yang

memiliki tingkat kemiskinan di atas rata-rata dan pertumbuhan pendapatan di

bawah rata-rata provinsi, sehingga merepresentasikan daerah yang paling tidak

sejahtera. Beberapa daerah yang selalu berada di kuadaran ini adalah Kabupaten

Wonosobo, Kebumen, Rembang dan Demak. Semuanya merupakan daerah yang

memiliki struktur perekonomian dominan pada sektor pertanian dengan level

pendapatan perkapita rendah. Daerah dengan pertumbuhan tinggi namun tingkat

kemiskinannya juga tinggi tercakup dalam Kuadran I (HH) dan diwakili oleh

Kabupaten Brebes, Sragen dan Purworejo. Daerah dengan kemiskinan tinggi

pada umumnya berpindah dari Kuadran I ke Kuadran II maupun sebaliknya.

Gambar 36 Scatterplot Pertumbuhan dan Kemiskinan Tahun 2004 dan 2010

Page 129: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

101

4.4 Analisis Poverty Growth Curve (PGC)

Analisis PGC berguna untuk mengkaji katerkaitan antara pertumbuhan

yang diproksi dengan pendekatan pengeluaran, distribusi pendapatan dan

kemiskinan. Meskipun bersifat parsial tanpa menggunakan garis kemiskinan,

indikator ini memiliki konsep yang cukup kuat untuk menjelaskan derajad pro

poor growth. Indikator ini dihitung menggunakan variabel pengeluaran perkapita

dari data mentah hasil Susenas tahun 2004 dan 2010. Data pengeluaran perkapita

dihitung dalam bentuk riil, sehingga pengeluaran pada tahun 2010 dideflate

menggunakan laju inflasi umum selama periode 2004-2010.

Tabel 7 Pengeluaran Perkapita Riil per Bulan dan Pertumbuhannya Menurut Persentil dan Wilayah di Jawa Tengah Tahun 2004 dan 2010

Kelompok Pengeluaran

Pengeluaran Perkapita Riil per Bulan (Rp) Pertumbuhan Pengeluaran Perkapita

Riil 2004-2010 (%) Perkotaan (K) Perdesaan (D) K+D

2004 2010 2004 2010 2004 2010 K D K+D

5 68.716 92.966 68.505 90.991 68.541 91.401 5,88 5,47 5,56

10 84.989 114.561 85.285 113.665 85.224 113.899 5,80 5,55 5,61

15 95.105 127.014 95.065 127.427 95.073 127.307 5,59 5,67 5,65

20 102.909 137.896 102.819 137.945 102.840 137.929 5,67 5,69 5,69

25 109.760 147.561 109.950 147.687 109.903 147.647 5,74 5,72 5,72

30 117.117 156.708 116.856 156.699 116.930 156.702 5,63 5,68 5,67

35 123.810 166.365 123.558 165.959 123.636 166.105 5,73 5,72 5,72

40 130.701 176.051 130.495 175.998 130.563 176.018 5,78 5,81 5,80

45 137.329 186.261 137.648 186.219 137.539 186.237 5,94 5,88 5,90

50 144.728 196.585 144.769 196.496 144.754 196.534 5,97 5,96 5,96

55 152.401 208.148 152.225 208.037 152.292 208.088 6,10 6,11 6,11

60 161.246 220.855 160.842 220.990 161.021 220.928 6,16 6,23 6,20

65 170.265 234.865 170.451 234.664 170.363 234.761 6,32 6,28 6,30

70 181.105 250.513 180.725 250.380 180.907 250.447 6,39 6,42 6,41

75 193.651 269.975 193.411 269.668 193.543 269.840 6,57 6,57 6,57

80 209.313 293.507 209.372 294.156 209.341 293.791 6,70 6,75 6,72

85 228.985 325.278 228.693 326.246 228.877 325.655 7,01 7,11 7,05

90 257.808 377.202 256.515 374.920 257.352 376.339 7,72 7,69 7,71

95 307.459 466.155 305.537 465.446 306.858 465.946 8,60 8,72 8,64

100 507.540 896.568 497.290 795.229 504.988 877.551 12,77 9,99 12,30

Rata-rata 209.672 303.257 148.986 207.486 174.028 251.162 7,44 6,54 7,39

Sumber : Diolah dari Susenas 2004 dan 2010, BPS

Page 130: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

102

Pengeluaran perkapita riil per bulan menurut kelompok pengeluaran

(persentil) dan wilayah secara lengkap disajikan dalam Tabel 7. Selama periode

tersebut, pengeluaran perkapita riil secara rata-rata mengalami peningkatan dari

Rp 170,23 ribu per bulan menjadi Rp 251,16 ribu per bulan di tahun 2010 atau

tumbuh sebesar 7,39 persen per tahun. Fenomena ini menunjukkan adanya

perbaikan kesejahteraan penduduk secara rata-rata selama periode 2004-2010.

Berdasarkan Tabel 7, level pengeluaran perkapita riil per bulan di daerah

perkotaan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan daerah perdesaan. Pada

tahun 2004, level pengeluaran perkapita di perkotaan mencapai Rp 209,6 ribu per

bulah dan meningkat menjadi Rp 303,25 ribu per bulan di tahun 2010 atau

tumbuh sebesar 7,44 persen per tahun. Level pengeluaran perkapita riil di daerah

perdesaan pada tahun 2004 sebesar Rp 148,99 ribu dan meningkat menjadi Rp

207,49 ribu di tahun 2010 atau tumbuh sebesar 6,54 persen per tahun. Secara

umum, hal tersebut mengindikasikan bahwa secara rata-rata kesejahteraan

penduduk daerah perkotaan meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan

penduduk di daerah perdesaan.

Gambar 37 Poverty Growth Curve Jawa Tengah Periode 2004-2010

Nilai pertumbuhan pengeluaran menurut kelompok persentil dapat disusun

kurva PGC. Secara umum, pertumbuhan pengeluaran riil per bulan semakin

meningkat seiring dengan peningkatan kelompok pengeluaran (persentil).

Gambar 37 mengilustrasikan porsi manfaat dari pertumbuhan atau peningkatan

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

Pertumbuhan (%)

Golongan Pengeluaran (Persentil)

Rata-rata Pertumbuhan

Page 131: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

103

kesejahteraan yang terbesar dinikmati oleh 15 persen penduduk pada golongan

berpendapatan tertinggi. Sementara itu, 85 persen penduduk pada golongan

pendapatan di bawahnya menerima peningkatan kesejahteraan di bawah rata-rata.

Berdasarkan kurva PGC apat disimpulkan bahwa pertumbuhan selama

periode 2004-2010 belum bersifat pro poor. Manfaat pertumbuhan secara

dominan dinikmati oleh penduduk pada golongan pendapatan tertinggi dan belum

berpihak kepada penduduk pada golongan berpendapatan rendah. Fenomena ini

menjadi penjelas mengapa pengentasan kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah, baik

di daerah perkotaan maupun perdesaan terkesan berjalan lambat.

Page 132: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

104

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 133: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Model Pertumbuhan Pendapatan Perkapita

Model pertumbuhan digunakan untuk mengidentifikasi variabel yang

menjadi sumber pertumbuhan pendapatan perkapita di Jawa Tengah serta

mengetahui seberapa besar pengaruhnya. Hasil estimasi model pertumbuhan

menggunakan pendekatan Panel Two-Stage EGLS atau Panel Two Stage Random

Effect secara ringkas disajikan dalam Tabel 8. Penggunaan metode Random

Effect didasarkan hasi Uji Hausman yang tidak signifikan pada taraf 10 persen,

artinya tidak terdapat korelasi antara efek individu dengan variabel bebas

sehingga penggunaan Random Effect Model lebih baik dibandingkan dengan

Fixed Effect Model.

Pengujian parameter hasil estimasi secara menyeluruh menggunakan Uji F

menghasilkan nilai statistik F sebesar 253,85 dan signifikan pada taraf 1 persen.

Hal ini berarti model layak digunakan karena mampu menjelaskan keragaman

variabel tak bebas. Teknik pendugaan dalam model Random Effect dilakukan

dengan metode Generalized Least Square (GLS) sehingga secara otomatis mampu

mengurangi permasalahan autokorelasi dan gejala heteroskedastisitas yang

disebabkan variasi sisaan yang tidak konstan (Gujarati, 2004).

Tabel 8 Hasil Estimasi Model Pertumbuhan

Variabel Koefisien Standart Error t-Statistic Elastisitas

Variabel Bebas : Log(KAP)

Const. -2,143 *** 0,205 -10,472

Log(KERJA_SLTP) -0,001 0,023 -0,029 -0,001

Log(KERJA_SLTA) 0,056 ** 0,021 2,612 0,056

Log(MYS) 0,439 *** 0,103 4,244 0,439

INV 0,004 *** 0,008 4,731 0,033

Log(LISTRIK) 0,333 *** 0,028 11,876 0,333

Log(JALAN) 0,052 *** 0,016 3,360 0,052

Log(PUB) 0,020 *** 0,006 3,114 0,020

Catatan : * Signifikan pada taraf 10%, ** Signifikan pada taraf 5%, *** Signifikan pada taraf 1%

Berdasarkan hasil estimasi, variabel yang memiliki pengaruh signifikan

terdiri dari jumlah pekerja terampil (berpendidikan SLTA ke atas), stok

Page 134: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

106

kapital/investasi, rata-rata usia lama sekolah, kualitas infrastruktur listrik dan jalan

raya serta belanja pembangunan. Keenam variabel signifikan pada taraf 1 persen,

sementara variabel jumlah pekerja tidak terampil (berpendidikan SLTP ke bawah)

tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada taraf 10 persen.

Variabel yang memiliki pengaruh terbesar terhadap pertumbuhan

pendapatan perkapita adalah modal manusia yang diproksi dari rata-rata usia lama

sekolah penduduk (MYS). Elastisitas pendapatan perkapita terhadap rata-rata usia

lama sekolah sebesar 0,439, sehingga kenaikan rata-rata usia lama sekolah sebesar

1 persen akan mendorong pertumbuhan pendapatan perkapita sebesar 0,439

persen ceteris paribus. Temuan ini sejalan dengan hipótesis teori pertumbuhan

endogen yang menyatakan modal manusia sebagai sumber pertumbuhan yang

terpenting. Kenaikan kualitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan

akan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan/skill yang dimiliki pekerja dan

akan memengaruhi produktivitas melalui cara produksi lebih efisien. Beberapa

penelitian sebelumnya juga menghasilkan temuan yang serupa, elastisitas

pendapatan perkapita terhadap rata-rata usia lama sekolah memiliki arah positif

dengan besaran yang bervariasi (Prasetyo, 2010; Purwanto, 2011).

Modal manusia yang diproksi dengan jumlah seluruh pekerja memiliki

pengaruh yang tidak signifikan. Ketika variabel jumlah pekerja dibagi menjadi

dua bagian, yakni pekerja terampil dan pekerja tidak terampil maka estimasi

model menunjukkan hasil yang berbeda. Elastisitas pendapatan perkapita

terhadap jumlah pekerja terampil sebesar 0,056, sehingga pertumbuhan jumlah

pekerja terampil sebesar 1 persen akan mendorong pertumbuhan pendapatan

perkapita sebesar 0,056 persen ceteris paribus. Di sisi yang lain, variabel jumlah

pekerja yang tidak terampil memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap

pendapatan perkapita. Fenomena ini menunjukkan bahwa modal manusia tidak

ditentukan oleh jumlah atau kuantitas penduduk yang pekerja, namun lebih

ditentukan oleh kualitas keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh pekerja.

Hanya pekerja yang memiliki keterampilan/skill yang akan mendorong

pertumbuhan pendapatan perkapita melalui peningkatan produktivitas.

Pentingnya modal manusia dalam mendorong pertumbuhan di Jawa

Tengah dihadapkan pada realita masih rendahnya kualitas sumber daya manusia.

Page 135: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

107

Rata-rata lama usia sekolah penduduk berusia kerja pada tahun 2001 hanya

mencapai 6,09 tahun dan setara dengan tamat SD, meskipun secara bertahap

meningkat menjadi 7,24 tahun atau setara dengan SLTP kelas VII di tahun 2010.

Kebijakan pemerintah melalui pendidikan dasar sembilan tahun masih belum

menghasilkan respon yang menggembirakan, padahal kebijakan ini telah

dicanangkan sejak tahun 1994. Rata-rata usia lama sekolah penduduk meningkat,

namun tingkat kemajuannya berjalan secara lambat. Hal ini tidak lepas dari

adanya ketimpangan dalam memperoleh akses pendidikan baik dari sisi

partisipasi, kualitas maupun keberlangsungannya.

Fakta menunjukkan masih terdapat perbedaan yang sangat mencolok

antara rata-rata usia lama sekolah di daerah perdesaan dan di daerah perkotaan.

Pada Tahun 2010, rata-rata lama sekolah penduduk perdesaan mencapai 6,58

tahun, sementara penduduk perkotaan mencapai 8,38 tahun. Permasalahan ini

terkait dengan ketersediaan infrastruktur pendidikan di tingkat SLTP dan SLTA

maupun ketersediaan tenaga pendidik yang terpusat di daerah perkotaan.

Sementara itu, keberadaan fasilitas pendidikan setingkat SLTP dan SLTA di

daerah perdesaan sangat sulit ditemui. Dampaknya, penduduk usia sekolah di

perkotaan lebih mudah mengakses pendidikan, sementara di daerah perdesaan

mengalami kesulitan dalam mengakses pendidikan akibat persoalan jarak maupun

sarana transportasi yang belum memadai.

Variabel yang memberikan pengaruh terbesar kedua adalah kualitas

infrastruktur listrik. Elastisitas pendapatan perkapita terhadap kualitas

infrastruktur listrik sebesar 0,333, sehingga peningkatan kualitas infrastruktur

energi listrik sebesar 1 persen akan mendorong pertumbuhan pendapatan

perkapita sebesar 0,333 persen ceteris paribus. Hasil ini juga sejalan dengan

temuan dari beberapa penelitian sebelumnya yang menghasilkan elastisitas positif

dengan besaran yang bervariasi (Setiadi, 2006; Yanuar, 2006; Prasetyo, 2010;

Purwanto, 2011).

Besarnya elastisitas pendapatan perkapita terhadap infrastruktur listrik

menjadi sangat realistis, karena energi listrik memiliki peran yang sangat strategis

dalam menggerakkan aktivitas perekonomian maupun dalam kehidupan sehari-

hari. Pasokan listrik yang tersedia secara cukup dan berkesinambungan tidak

Page 136: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

108

hanya penting untuk kegiatan konsumsi, namun juga menjadi jaminan bagi

kelangsungan proses produksi terutama pada industri yang berbasis mesin dan

teknologi. Pemanfaatan energi listrik di Jawa Tengah sampai tahun 2010

sebagian besar digunakan untuk keperluan rumah tangga dengan porsi 49,81

persen. Porsi penggunaan energi listrik untuk keperluan industri dan usaha sebesar

45,04 persen dan sisanya sebanyak 5,15 persen digunakan untuk kegiatan sosial,

pemerintahan dan penerangan jalan.

Berbeda dengan infrastruktur listrik yang memiliki elastisitas cukup besar,

kualitas infrastruktur jalan raya hanya memiliki elastisitas sebesar 0,052. Nilai ini

memiliki makna peningkatan rasio jalan yang berstatus mantap terhadap luas

wilayah sebesar 1 persen akan mendorong pertumbuhan pendapatan perkapita

sebesar 0,052 persen ceteris paribus. Beberapa penelitian sebelumnya juga

menghasilkan temuan yang serupa, elastisitas infrastruktur jalan raya relatif lebih

rendah dibandingkan dengan elastisitas infrastruktur energi listrik (Amrullah,

2006; Sibarani, 2002; Prasetyo, 2010).

Kualitas infrastruktur jalan raya memiliki peranan strategis dalam

perekonomian, terutama untuk menjamin kelancaran mobilitas faktor produksi

maupun distribusi barang dan jasa hasil produksi. Ketergantungan yang sangat

tinggi terhadap infrastruktur jalan raya dibandingkan dengan infrastruktur

transportasi lainnya menuntut peran pemerintah salaku penyedia jasa pelayanan

publik untuk menjamin ketersediaan jalan raya dengan kualitas yang baik.

Sampai saat ini, mobilitas barang dan jasa di Jawa Tengah masih sangat

bergantung pada keberadaan Jalur Pantura yang kondisinya semakin

memprihatinkan akibat kualitas jalan yang menurun maupun peningkatan volume

kendaraan yang melewatinya. Jalan alternatif melalui jalur selatan dan tengah

kondisinya juga lebih memprihatinkan. Permukaan jalan banyak yang rusak dan

terkendala oleh kondisi medan yang menanjak serta berkelok-kelok.

Permasalahan rendahnya kualitas infrasrtuktur jalan raya tidak lepas dari adanya

dikotomi dalam pengelolaan infrastruktur jalan antara pemerintah pusat dan

daerah. Celah ini membuka peluang penyimpangan dalam tender dalam

pengelolaan jalan, sehingga meskipun sering diperbaiki kondisi jalan secara cepat

mengalami kerusakan.

Page 137: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

109

Perubahan stok kapital atau investasi fisik yang diproksi dengan

pembentukan modal tetap bruto juga memiliki pengaruh yang signifikan dengan

elastisitas sebesar 0,033. Hal ini bermakna perubahan stok kapital sebesar 1

persen akan mendorong pertumbuhan pendapatan perkapita sebesar 0,033 persen

ceteris paribus. Pengeluaran pemerintah untuk belanja pembangunan memiliki

elastisitas sebesar 0,02, sehingga kenaikan pengeluaran pembangunan sebesar 1

persen akan mendorong pertumbuhan pendapatan perkapita sebesar 0,02 persen.

Relatif rendahnya pengaruh perubahan stok kapital/investasi dan belanja

pembangunan terhadap pertumbuhan menunjukkan pemanfaatan investasi untuk

penambahan modal fisik belum berjalan secara optimal. Investasi fisik yang

dilakukan oleh pemerintah maupun swasta masih terkonsentrasi untuk

penambahan modal di sektor konstruksi terutama properti, sementara untuk

penambahan modal mesin dan sarana transportasi produktif masih relatif rendah.

Porsi investasi fisik untuk kegiatan konstruksi masih di atas 70 persen, padahal

tingkat pengembaliannya jauh lebih lambat dibandingkan dengan investasi mesin

dan sarana transportasi produktif. Rendahnya pengaruh variabel belanja

pembangunan terhadap pertumbuhan juga disebabkan oleh rendahnya rasio

belanja pembangunan terhadap APBD. Rata-rata rasio di semua kabupaten/kota

pada tahun 2010 hanya sebesar 14,5 persen. Nilai ini masih jauh dari kondisi

ideal maupun rata-rata nasional yang mencapai 22,9 persen (Kemenkeu, 2011).

5.2 Model Pencari Kerja/Pengangguran

Model pengangguran digunakan untuk mengidentifikasi determinan yang

memengaruhi perubahan jumlah pencari kerja/penganggur. Hasil estimasi model

pengangguran menggunakan pendekatan Panel Two-Stage EGLS atau Panel Two

Stage Random Effect secara ringkas disajikan dalam Tabel 9. Secara umum,

model menghasilkan nilai F statistik sebesar 64,87 dan signifikan pada taraf 1

persen, sehingga mampu menjelaskan keragaman variabel tak bebas. Variabel

yang memiliki pengaruh signifikan adalah jumlah angkatan kerja tidak terampil

(SLTP ke bawah), angkatan kerja terampil (SLTA ke atas), pendapatan perkapita

dan investasi. Variabel upah mínimum riil tidak memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap jumlah penganggur pada taraf 10 persen.

Page 138: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

110

Tabel 9 Hasil Estimasi Model Pengangguran

Variabel Koefisien Standart Error t-Statistic Elastisitas

Variabel Bebas : Log(UN)

Const. 1,267 0,158 1,673

Log(AK_SLTP) 0,265 ** 0,173 3,205 0,265

Log(AK_SLTA) 0,553 *** 0,202 -0,046 0,553

Log(UPAH) -0,009 0,333 -4,363 -0,009

Log(KAP) -1,453 *** 0,003 -2,644 -1,453

INV -0,009 ** 0,158 1,673 -0,069

Catatan : * Signifikan pada taraf 10%, ** Signifikan pada taraf 5%, *** Signifikan pada taraf 1%

Berdasarkan hasil estimasi, variabel yang memiliki pengaruh terbesar

terhadap perubahan jumlah penganggur adalah pendapatan perkapita dengan

elastisitas sebesar -1,453. Setiap pertumbuhan pendapatan perkapita sebesar 1

persen akan berpengaruh terhadap penurunan jumlah pencari kerja/penganggur

sebesar 1,453 persen ceteris paribus. Variabel perubahan stok kapital/investasi

juga memiliki pengaruh negatif dengan elastisitas sebesar -0,069 ceteris paribus,

sehingga peningkatan stok kapital sebesar 1 persen akan menyebabkan penurunan

jumlah penganggur sebesar -0,069 persen. Investasi memiliki pengaruh langsung

terhadap penurunan jumlah penganggur melalui penciptaan kesempatan kerja

baru, sehingga semakin tinggi investasi maka peluang terciptanya kesempatan

kerja akan semakin besar.

Peningkatan jumlah pencari kerja/penganggur di Jawa Tengah juga sangat

berkaitan dengan pertumbuhan jumlah angkatan kerja atau sering disebut

pengangguran alamiah. Hal ini terlihat dari besarnya pengaruh peningkatan

jumlah angkatan kerja baik yang terampil maupun yang tidak terampil terhadap

peningkatan jumlah pencari kerja. Kedua variabel memiliki pengaruh yang nyata

dengan elastisitas masing-masing sebesar 0,553 dan 0,265. Nilai tersebut

bermakna pertumbuhan jumlah angkatan kerja terampil sebesar 1 persen akan

mendorong peningkatan jumlah penganggur sebesar 0,553 persen dan

pertumbuhan jumlah angkatan kerja tidak terampil sebesar 1 persen akan

memengaruhi pertumbuhan jumlah penganggur sebesar 0,265 persen ceteris

paribus.

Page 139: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

111

Fenomena tersebut dapat dijelaskan oleh fakta bahwa penduduk yang baru

masuk ke dalam angkatan kerja terutama yang berpendidikan tinggi akan lebih

rasional untuk mencari dan memilih jenis pekerjaan yang sesuai dengan

pendidikannya. Mereka akan cenderung memilih kesempatan kerja di sektor

formal dengan pertimbangan tingkat upah yang lebih tinggi. Di sisi yang lain,

jumlah kesempatan kerja yang tersedia di sektor formal lebih terbatas

dibandingkan dengan jumlah peminatnya sehingga berpengaruh pada lamanya

waktu bagi angkatan kerja baru untuk mendapatkan kesempatan kerja yang sesuai.

Lamanya waktu untuk mencocokkan jenis pekerjaan yang sesuai juga mendorong

peningkatan pengangguran friksional terutama pada angkatan kerja baru yang

berpendidikan tinggi. Hasil temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

Suparno (2010) yang menyatakan bahwa rasio jumlah pekerja berpendidikan

SLTA ke atas berpengaruh positif terhadap pengangguran di Indonesia.

Todaro dan Smith (2006) mengemukakan kebanyakan angkatan kerja

cenderung menolak apa yang mereka anggap sebagai penurunan persyaratan atas

pekerjaan mereka. Banyak pencari kerja dengan pendidikan tinggi yang memiliki

harapan tinggi dan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada di pasar tenaga kerja.

Mereka akan memilih untuk tetap tidak bekerja selama beberapa waktu daripada

menerima pekerjaan yang menurut mereka kurang sesuai, apalagi jika dikaitkan

dengan tingkat pendidikan yang dimiliki. Semakin lamanya waktu menganggur

maka harapan-harapan itu akan terus melemah, sehingga pada akhirnya mereka

terpaksa menerima jenis-jenis pekerjaan yang sebenarnya hanya memerlukan

tingkat pendidikan yang lebih rendah.

Berbeda dengan angkatan kerja terampil, angkatan kerja yang idak

terampil akan lebih realistis untuk menempati kesempatan kerja yang tersedia dan

membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk menunggu jenis pekerjaan yang

sesuai. Kesempatan kerja di sektor informal sekalipun akan dimasuki, meskipun

statusnya sebagai buruh lepas bahkan sebagai pekerja tidak dibayar. Maraknya

perkembangan di sektor informal menjadi penjelas mengapa pertumbuhan jumlah

angkatan kerja yang tidak terampil memiliki pengaruh yang lebih kecil dalam

meningkatkan jumlah penganggur dibandingkan dengan angkatan kerja terampil.

Page 140: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

112

SD26,79

SLTP29,25

SLTA 35,87

PT8,09

SD23,36SLTP

27,09

SLTA 41,02

PT8,53

SD22,32SLTP

24,82

SLTA 44,40

PT8,47

Perkembangan jumlah pencari kerja di Jawa Tengah menurut tingkat

pendidikan disajikan dalam Gambar 38. Secara umum, terdapat kecenderungan

proporsi jumlah pencari kerja dengan level pendidikan SLTA dan Perguruan

Tinggi (pekerja terampil) semakin meningkat. Sebaliknya, proporsi jumlah

pekerja berpendidikan rendah (SLTP ke bawan) jumlahnya semakin menurun.

Sumber : Diolah dari Susenas 2004, 2007, 2010, BPS Jawa Provinsi Tengah Gambar 38 Proporsi Jumlah Penganggur di Jawa Tengah menurut Pendidikan

Berdasarkan hasil estimasi, variabel upah mínimum kabupaten/kota tidak

memiliki pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan jumlah penganggur.

Meskipun secara nominal upah meningkat, namun secara riil nilainya tidak

berubah atau cenderung stabil. Tujuan utama kebijakan penetapan upah mínimum

adalah untuk mempertahankan standar upah riil yang diterima pekerja sebagai

akibat dari kenaikan harga atau inflasi. Bagi pekerja terdidik kebijakan upah

mínimum tidak memberi pengaruh besar, karena pada umumnya mereka sudah

menikmati tingkat upah di atas upah mínimum. Namun bagi pekerja tidak

terampil atau pekerja berpendidikan rendah, upah mínimum memberikan manfaat

yang cukup besar karena meningkatkan upah mereka di atas tingkat upah

keseimbangan.

Secara umum, kebijakan upah mínimum di Jawa Tengah hanya berlaku

pada sektor formal seperti industri pengolahan, konstruksi, perdagangan dan jasa

karena secara langsung mudah diawasi oleh instansi yang terkait. Pada sektor

informal dan sektor pertanian upah mínimum tidak berlaku, karena

pengawasannya sangat sulit dan supply pekerja di sektor tersebut sangat

melimpah. Bagi perusahaan formal, kebijakan penentuan upah mínimum di atas

tingkat upah keseimbangan akan menambah beban pengeluaran perusahaan.

Sebagai konsekuensinya maka perusahaan akan melakukan penjatahan pekerjaan

kepada pekerja yang benar-benar produktif atau melakukan hal yang lebih ekstrim

2004 2007 2010

Page 141: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

113

dengan memberlakukan sistem kerja kontrak. Semakin maraknya pemanfaatan

pekerja kontrak oleh perusahaan menjadi penjelas mengapa upah mínimum

menjadi kurang signifikan memengaruhi pertumbuhan jumlah penganggur.

5.3 Model Ketimpangan

Model ketimpangan digunakan untuk mengidentifikasi variabel yang

memengaruhi ketimpangan dalam distribusi pendapatan antar penduduk di Jawa

Tengah. Hasil estimasi model ketimpangan menggunakan pendekatan Panel

Two-Stage EGLS atau Panel Two Stage Random Effect secara ringkas disajikan

dalam Tabel 10. Secara umum, semua variabel bebas memiliki pengaruh yang

nyata terhadap indeks ketimpangan pendapatan yang diproksi dengan Gini rasio.

Pertumbuhan pendapatan perkapita, ketimpangan pendidikan dan indeks harga

berpengaruh positif dalam meningkatkan ketimpangan pendapatan, sementara

pengeluaran belanja pembangunan memiliki pengaruh positif dalam menurunkan

ketimpangan. Nilai statistik F yang dihasilkan model sebesar 10,91 dan signifikan

pada taraf 1 persen, sehingga secara keseluruhan model mampu menjelaskan

keragaman variabel tak bebas Gini rasio pendapatan.

Tabel 10 Hasil Estimasi Model Ketimpangan

Variabel Koefisien Standart Error t-Statistic Elastisitas

Variabel Bebas : iGINI

Const. -0,061 0,085 -0,725

Log(KAP) 0,048 *** 0,011 4,472 0,175

eGINI 0,118 ** 0,061 1,929 0,135

Log(IHK) 0,055 *** 0,020 2,713 0,202

Log(PUB) -0,013 ** 0,006 -1,946 -0,046

Catatan : * Signifikan pada taraf 10%, ** Signifikan pada taraf 5%, *** Signifikan pada taraf 1%

Variabel bebas yang memiliki pengaruh terbesar adalah indeks harga yang

diproksi dengan deflator PDRB. Besarnya elastisitas ketimpangan terhadap

indeks harga sebesar 0,202, sehingga setiap kenaikan indeks harga atau inflasi

sebesar 1 persen akan meningkatkan indeks ketimpangan pendapatan sebesar

0,202 persen ceteris paribus. Dalam bab sebelumnya telah disampaikan bahwa

nilai indeks ketimpangan pendapatan (Gini rasio income) dihitung menggunakan

data pengeluaran rumah tangga/individu, karena data pendapatan tidak tersedia.

Page 142: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

114

Pola konsumsi atau pengeluaran penduduk sangat sensitif dipengaruhi oleh

pendapatan yang diterima dan tingkat harga yang berlaku. Ketika terjadi kenaikan

harga barang dan jasa, maka pendapatan riil yang diterima penduduk akan

menurun dan sebagai konsekuensinya akan terjadi penurunan daya beli terhadap

barang dan jasa. Penurunan daya beli yang terbesar akan dirasakan oleh

penduduk pada golongan pendapatan rendah, sementara penduduk golongan

pendapatan tinggi masih dapat mempertahankan pola konsumsinya. Hal ini

menjadi penjelas, ketika terjadi kenaikan harga maka akan berdampak pada

peningkatan indeks ketimpangan atau distribusi pendapatan/pengeluaran menjadi

semakin tidak merata.

Variabel pendapatan perkapita memiliki pengaruh terbesar kedua dengan

elastisitas sebesar 0,175. Nilai ini bermakna setiap pertumbuhan pendapatan

perkapita sebesar 1 persen akan meningkatkan indeks ketimpangan sebesar 0,175

persen ceteris paribus. Hasil ini sejalan dengan temuan yang dihasilkan oleh

penelitian Wodon (1999), Lin (2003), Hidayat dan Patunru (2007) serta Hajiji

(2010) yang menyatakan pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan ketimpangan

pendapatan antar penduduk.

Sumber : Diolah dari Susenas Kor 2004 dan 2010, BPS

Gambar 39 Pangsa Konsumsi menurut Kelompok Pengeluaran (Kuintil) di Jawa Tengah Tahun 2004 dan 2010

Temuan penelitian ini dapat dijelaskan oleh fenomena distribusi manfaat

hasil pertumbuhan di Jawa Tengah lebih banyak dinikmati oleh 20 persen

penduduk pada golongan pendapatan teratas. Secara proporsional, bagian dari

pendapatan yang dibelanjakan untuk konsumsi oleh penduduk pada golongan

Page 143: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

115

pendapatan atas selama periode 2004-2010 meningkat jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan konsumsi penduduk pada golongan pendapatan di

bawahnya (Gambar 39). Peningkatan pangsa pengeluaran/konsumsi penduduk

hanya terjadi di kuintil kesepuluh atau pada golongan pendapatan 10 persen yang

tertinggi. Sementara itu, penduduk pada kuintil pertama sampai kuintil delapan

atau 80 persen penduduk golongan pendapatan terbawah justru memiliki pangsa

pengeluaran/konsumsi yang semakin menurun selama dua periode dan 10 persen

penduduk pada kuintil kesembilan memiliki pangsa pengeluaran/konsumsi yang

relatif stabil.

Variabel indeks ketimpangan pendidikan yang diproksi dengan Gini rasio

lama sekolah juga memiliki pengaruh positif dalam meningkatkan indeks

ketimpangan pendapatan. Elastisitas ketimpangan pendapatan terhadap

ketimpangan pendidikan sebesar 0,135, sehingga perubahan ketimpangan

pendidikan sebesar 1 persen akan menyebabkan perubahan ketimpangan

pendapatan sebesar 0,135 persen ceteris paribus. Sudah menjadi fenomena umum

bahwa pendapatan/upah yang diterima oleh pekerja/penduduk pada semua

golongan pendapatan memiliki korelasi yang kuat dengan tingkat produktivitas

yang dihasilkan. Produktivitas ditentukan oleh tingkat keterampilan/skill yang

dimiliki pekerja dan tingkat keterampilan dapat didorong melalui kegiatan

pendidikan dan pelatihan. Secara tidak langsung, tingkat pendidikan penduduk

juga memiliki hubungan positif dengan tingkat pendapatan yang diterimanya.

Sumber : Diolah dari Susenas 2010, BPS Jawa Tengah Gambar 40 Usia Rata-rata Lama Sekolah Penduduk menurut Kelompok

Pengeluaran (Kuintil) di Jawa Tengah Tahun 2010

Page 144: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

116

Fenomena di Jawa Tengah menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang

diukur dari rata-rata usia lama sekolah antar golongan pendapatan sampai tahun

2010 masih sangat timpang. Secara umum, rata-rata usia lama sekolah penduduk

meningkat seiring dengan peningkatan golongan pendapatan penduduk.

Penduduk pada golongan pendapatan terendah memiliki rata-rata usia lama

sekolah di bawah rata-rata lama sekolah seluruh penduduk yang mencapai 7,37

tahun. Rata-rata usia lama sekolah penduduk pada 20 persen golongan pendapatan

terendah hanya 5,86 tahun, artinya secara rata-rata setara dengan belum tamat

sekolah dasar. Sebaliknya, 10 persen penduduk pada golongan pendapatan

tertinggi memiliki rata-rata usia lama sekolah 9,8 tahun atau setara dengan

mengenyam pendidikan di tingkat SLTA kelas 1 (Gambar 40).

Rendahnya kualitas pendidikan pada golongan 20 persen penduduk

berpendapatan terendah menyebabkan produktivitas dan tingkat pendapatan yang

diterima menjadi rendah, sehingga pola konsumsinya juga rendah. Di sisi lain,

kualitas pendidikan penduduk pada golongan pendapatan tinggi yang relatif lebih

baik menyebabkan produktivitas dan pendapatan yang diperoleh lebih tinggi

sehingga pola pengeluarannya juga lebih tinggi. Korelasi antara rata-rata usia

lama sekolah penduduk dengan rata-rata pengeluaran perkapita menurut persentil

juga cukup kuat, yakni sebesar 0,88. Hal ini menjadi penjelas ketimpangan dalam

pendidikan akan memiliki pengaruh positif terhadap ketimpangan dalam

pendapatan/pengeluaran.

Satu-satunya variabel yang memiliki pengaruh signifikan dengan arah

yang berlawanan adalah pengeluaran pemerintah untuk belanja

modal/pembangunan. Elastisitas ketimpangan pendapatan terhadap belanja

pembangunan sebesar -0,046, artinya peningkatan belanja pembangunan sebesar 1

persen akan berpengaruh terhadap penurunan indeks ketimpangan pendapatan

sebesar 0,01 persen ceteris paribus.

5.4 Model Kemiskinan

Model kemiskinan digunakan untuk mengidentifikasi variabel yang

memengaruhi tingkat kemiskinan di Jawa Tengah. Estimasi model dilakukan

menggunakan pendekatan Panel Two-Stage EGLS atau PanelTwo Stage Random

Page 145: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

117

Effect dan secara ringkas hasilnya disajikan dalam Tabel 11. Variabel yang

signifikan memengaruhi jumlah penduduk miskin adalah pendapatan perkapita,

jumlah penganggur dan indeks harga. Sementara, variabel ketimpangan

pendapatan tidak signifikan memengaruhi kemiskinan pada taraf 10 persen. Nilai

F statistik yang dihasilkan model sebesar 42,69 dan signifikan pada taraf 1 persen,

sehingga secara keseluruhan model mampu menjelaskan keragaman variabel

kemiskinan.

Tabel 11 Hasil Estimasi Model Kemiskinan

Variabel Koefisien Standart Error t-Statistic Elastisitas

Variabel Bebas : Log(HC)

Const. 4,730 *** 0,338 13,973

Log(KAP) -1,585 *** 0,175 -9,061 -1,585

Log(UN) 0,052 * 0,035 1,474 0,052

IGINI 0,387 0,763 0,507 0,001

Log(IHK) 0,403 *** 0,095 4,222 0,403

Catatan : * Signifikan pada taraf 10%, ** Signifikan pada taraf 5%, *** Signifikan pada taraf 1%

Variabel yang memiliki pengaruh terbesar terhadap penurunan jumlah

penduduk miskin adalah pertumbuhan pendapatan perkapita. Elastisitas

kemiskinan terhadap pendapatan perkapita sebesar -1,585, artinya pertumbuhan

pendapatan perkapita sebesar 1 persen akan menurunkan jumlah penduduk miskin

sebesar 1,585 persen ceteris paribus. Hasil ini sejalan dengan temuan dari

beberapa penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa pertumbuhan

pendapatan perkapita menjadi determinan terpenting bagi penurunan kemiskinan

(Wodon, 1999; Bourguignon, 2004; Meng, et al., 2005; Nayyar, 2005; Hajiji,

2010).

Pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan level dan pertumbuhan

pendapatan perkapita penduduk secara rata-rata, termasuk peningkatan

pendapatan pada kelompok penduduk berpendapatan rendah (miskin). Oleh

karena itu, untuk tujuan pengentasan kemiskinan diperlukan pertumbuhan yang

positif. Hal yang perlu menjadi perhatian adalah kebijakan untuk mengejar

akselerasi pertumbuhan yang tinggi akan membawa pengaruh atau memiliki trade

off berupa naiknya indeks harga atau inflasi dan meningkatnya ketidakmerataan

Page 146: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

118

dalam distribusi pendapatan. Ketidakmerataan dalam distribusi akan meningkat

karena alokasi kepemilikan faktor produksi yang berupa modal, lahan dan skill

yang tidak merata. Kenaikan indeks harga maupun indeks ketimpangan akan

mengurangi efektifitas pertumbuhan dalam pengentasan kemiskinan di Jawa

Tengah.

Berdasarkan hasil estimasi, besarnya elastisitas kemiskinan te indeks harga

sebesar 0,403. Artinya, setiap kenaikan indeks harga atau inflasi sebesar 1 persen

akan menaikkan jumlah penduduk miskin sebesar 0,403 persen ceteris paribus.

Meskipun pendapatan perkapita penduduk secara rata-rata meningkat, terjadinya

inflasi akan menyebabkan daya beli menurun dan status miskin penduduk yang

berada di sekitar garis kemiskinan menjadi sangat rentan dipengaruhi oleh tingkat

perubahan harga. Hasil ini sejalan dengan temuan yang dilakukan oleh Nayyar

(2005) dan Meng et. al (2005) yang menyatakan kenaikan indeks harga/inflasi

terutama pada kelompok bahan pangan memiliki pengaruh positif dalam

meningkatkan kemiskinan.

Besarnya elastisitas kemiskinan terhadap pengangguran adalah 0,052,

artinya kenaikan jumlah penganggur sebesar 1 persen akan berpengaruh terhadap

meningkatnya jumlah penduduk miskin sebesar 0,049 persen ceteris paribus.

Relasi antara pengangguran dengan kemiskinan dapat dijelaskan melalui

fenomena ketika banyak orang yang berstatus penganggur maka akan berhadapan

dengan permasalahan keterbatasan keuangan/likuiditas akibat menurunnya

pendapatan/upah yang diterima. Kondisi ini akan berdampak kepada pemenuhan

kebutuhan dasar diri dan keluarganya, sehingga menjadi sangat rentan untuk jatuh

ke bawah garis kemiskinan. Anak-anak dari rumah tangga tersebut akan sulit

untuk mendapat pendidikan yang layak dan kondisi ini akan memengaruhi

produktivitas dan daya saing dalam pasar tenaga kerja pada masa yang datang,

Variabel indeks ketimpangan yang diukur dengan Gini rasio memiliki

elastisitas sebesar 0,001. Artinya, setiap kenaikan indeks ketimpangan

pendapatan sebesar 1 persen akan berpengaruh terhadap meningkatnya jumlah

penduduk miskin sebesar 0,001 persen ceteris paribus. Meskipun demikian,

variabel indeks ketimpangan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

perubahan jumlah penduduk miskin pada taraf 10 persen.

Page 147: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

119

Pada Bab Tinjauan Pustaka telah dijelaskan bahwa terdapat tiga

kemungkinan dari perubahan distribusi pendapatan sebagai efek dari pertumbuhan.

Pertama, bagian terbesar pertumbuhan ekonomi dinikmati oleh penduduk yang

tidak miskin dan hanya sebagian kecil sisanya dinikmati oleh penduduk yang

miskin. Kemungkinan kedua, bagian terbesar dari pertumbuhan dinikmati oleh

penduduk yang miskin, sedangkan sisanya dinikmati oleh penduduk yang tidak

miskin. Ketiga, semua golongan penduduk menerima manfaat yang sama dari hasil

pertumbuhan. Ketiga kemungkinan tersebut akan membawa pengaruh yang

berbeda dalam pengentasan kemiskinan. Jika kemungkinan pertama dan ketiga

yang terjadi, maka pertumbuhan ekonomi tetap akan mampu mengurangi

kemiskinan, tetapi efektivitasnya menjadi jauh berkurang. Jika yang terjadi adalah

kemungkinan kedua, maka secara efektif pertumbuhan yang dihasilkan akan

mampu mengentaskan kemiskinan.

Fenomena yang terjadi di Provinsi Jawa Tengah adalah kemungkinan yang

pertama yakni pertumbuhan meningkat dan bagian terbesar dari hasil pertumbuhan

dinikmati oleh penduduk yang tidak miskin. Penduduk miskin hanya menikmati

hasil pertumbuhan di bawah rata-rata. Hal ini terjadi karena pertumbuhan juga

membawa pada meningkatnya ketidakmerataan dalam distribusi pendapatan.

Permasalahan ini tidak lepas dari lapangan usaha yang menjadi sumber

pertumbuhan di Jawa Tengah adalah lapangan usaha/sektor perekonomian yang

bersifat capital intensive terutama industri migas, sektor keuangan serta listrik, gas

dan air bersih. Sementara itu, lapangan usaha/sektor yang bersifat labor intensive

seperti sektor pertanian, perdagangan eceran dan jasa perorangan justru memiliki

pertumbuhan yang jauh lebih lambat.

Gambar 40 mengilustrasikan perubahan distribusi pengeluaran perkapita riil

penduduk Jawa Tengah selama periode 2004 dan 2010. Sumbu mendatar

menyatakan pengeluaran perkapita riil per bulan dalam satuan rupiah, sementara

sumbu vertikal menyatakan fungsi sebaran atau density dari pengeluaran perkapita.

Gambar bagian atas merupakan sebaran pendapatan perkapita pada tahun 2004 dan

bagian bawah merupakan sebaran tahun 2010. Secara rata-rata, pengeluaran

perkapita riil per bulan mengalami peningkatan dari Rp 174 ribu pada tahun 2004

menjadi Rp 251 ribu pada tahun 2010. Peningkatan pendapatan riil ini

Page 148: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

120

mencerminkan efek pertumbuhan. Efek pertumbuhan mampu mendorong

penurunan jumlah penduduk miskin selama dua periode yang diilustrasikan oleh

berkurangnya luas area di sebelah kiri garis kemiskinan dan di bawah kurva density.

Meskipun demikian, terdapat pola distribusi pendapatan selama dua periode justru

bergeser ke arah kanan, artinya distribusi menjadi semakin tidak merata atau

timpang. Jumlah penduduk miskin tetap mengalami penurunan dari 21,11 persen

di tahun 2004 menjadi 16,56 persen pada tahun 2010, tetapi efektifitas dalam

penurunannya menjadi berkurang akibat meningkatnya ketimpangan dalam

distribusi pendapatan.

Sumber : Diolah dari Susenas 2004 dan 2010, BPS Jawa Tengah Gambar 41 Kurva Distribusi Penduduk menurut Pengeluaran Perkapita di Jawa

Tengah Tahun 2004 dan 2010

5.5 Simulasi Kebijakan

Simulasi merupakan salah satu tahapan dalam permodelan yang dapat

digunakan untuk mengkaji arah hubungan dan besarnya pengaruh dari perubahan

variabel eksogen tertentu dalam model terhadap semua variabel endogen.

Simulasi memiliki beberapa tujuan, yakni melakukan pengujian dan evaluasi

terhadap model (expost), mengevaluasi kebijakan pada masa lampau (backasting)

dan membuat peramalan pada masa datang (ex-ante).

02.

00e-

064.

00e-

066.

00e-

068.

00e-

06

0 200000 400000 600000 800000 1000000

02.

00e-

064.

00e-

066.

00e-

068.

00e-

06

0 200000 400000 600000 800000 1000000

Pengeluaran Perkapita

Garis Kemiskinan Rata-rata Pengeluaran Perkapita

Page 149: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

121

5.5.1 Validasi Model

Tahapan yang dilakukan sebelum melakukan simulasi adalah validasi

model. Validasi berguna untuk mengetahui daya prediksi model hasil estimasi

atau sejauh mana hasil estimasi mampu menjelaskan kondisi yang sebenarnya.

Model dikatakan valid untuk melakukan simulasi jika memenuhi semua atau

sebagian dari kriteria Root Mean Square Percent Error (RMPSE) di bawah 100

persen, Theil’s Innequality Coeficient (U-Theil’s) mendekati 0 dan koefisien

determinasi mendekati 1.

Hasil validasi model secara ringkas disajikan dalam Tabel 12. Secara

umum, keempat persamaan sudah memenuhi aspek kelayakan dan dapat

digunakan untuk melakukan simulasi. Hal ini terlihat dari nilai RMPSE pada

semua persamaan berkisar antara 0,028-0,216, artinya berada di bawah 100

persen. Nilai U-Theil’s dari semua persamaan juga sudah mendekati 0, tetapi dari

validasi menggunakan koefisien determinasi menunjukkan belum semua

persamaan memiliki nilai R2 di atas 80 persen. Persamaan ketimpangan (Gini

rasio pendapatan) hanya memiliki koefisien determinasi di bawah 50 persen,

artinya model hanya mampu menjelaskan keragaman variabel indeks ketimpangan

sebesar 50 persen dan 50 persen yang lainnya dijelaskan oleh variabel lain di luar

persamaan.

Tabel 12 Hasil Validasi Variabel Endogen Pada Model Estimasi

Variabel Endogen

Validasi Model

RMPSE (Root Mean Percent

Squares Error)

U-Theil’s (Theil’s Inequality

Coefficient)

R2 (Koefisien Determinasi)

KAP (Pendapatan Perkapita) 0,028 0,015 0,996

UN (Jumlah Penganggur) 0,216 0,099 0,881

IGINI (Gini Rasio Pendapatan) 0,114 0,051 0,496

HC (Jumlah Penduduk Miskin) 0,104 0,047 0,986

Sumber: Hasil pengolahan

5.5.2 Dampak Kenaikan Belanja Pembangunan

Analisis dampak kenaikan belanja pembangunan dilakukan untuk

mengetahui seberapa besar pengaruh kebijakan pemerintah melalui instrumen

belanja pembangunan/modal terhadap pertumbuhan pendapatan perkapita,

Page 150: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

122

pengangguran, ketimpangan dan kemiskinan di Jawa Tengah berdasarkan model

yang telah dibangun. Simulasi dilakukan melalui dua skenario utama. Skenario

pertama adalah meningkatkan pengeluaran belanja pembangunan di semua

kabupaten/kota sebesar 22 persen (Sim-a). Skenario 22 persen didasarkan pada

tren pertumbuhan belanja pembangunan per tahun selama periode 2004-2010 di

Provinsi Jawa Tengah.

Skenario yang kedua adalah meningkatkan proporsi atau rasio belanja

pembangunan terhadap APBD di semua kabupaten/kota menjadi beberapa

tingkatan, yakni 18 persen (Sim-b1), 20 persen (Sim-b2) dan 23 persen (Sim-b3).

Nilai skenario 23 persen didasarkan atas rata-rata rasio belanja pembangunan

terhadap APBD kabupaten/kota di level nasional selama tahun 2011. Sementara

itu, nilai rasio sebesar 18 persen dan 20 persen digunakan sebagai simulasi

pembanding. Sampai tahun 2010, rata-rata rasio belanja pembangunan terhadap

APBD kabupaten/kota di Jawa Tengah masih sebesar 14,5 persen dan menempati

peringkat kedua yang terendah secara nasional (Depkeu, 2011).

Hasil simulasi menggunakan skenario kenaikan belanja pembangunan

sebesar 22 persen (Sim-a) secara ringkas disajikan dalam Tabel 13. Simulasi ini

menghasilkan nilai pendapatan perkapita sebesar Rp 4,78 juta atau meningkat 0,4

persen dari nilai dasar sebesar Rp 4,76 juta. Jumlah penganggur dan indeks

ketimpangan mengalami penurunan masing-masing sebesar 0,58 persen dan 0,002

poin. Sementara itu, jumlah penduduk miskin turun 0,75 persen menjadi 5.696

ribu jiwa. Simulasi dengan skenario ini memberikan pengaruh yang sama di

semua daerah berdasarkan klasifikasi pada tipologi Klassen (Lampiran 14).

Tabel 13 Hasil Simulasi Peningkatan Belanja Pembangunan Sebesar 22 Persen

Variabel Keterangan Dasar Simulasi Perubahan

KAP Pendapatan Perkapita (Rp Juta) 4,76 4,78 0,40

UN Jumlah Pengangguran (Jiwa) 849,29 844,38 -0,58

GINI Indeks Ketimpangan 0,2842 0,2818 -0,002

HC Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa) 5.739 5.696 -0,75

Sumber : Hasil Pengolahan

Hasil simulasi dengan meningkatkan proporsi belanja pembangunan

terhadap APBD semua kabupaten/kota menjadi 18 persen (Sim-b1), 20 persen

Page 151: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

123

(Sim-b2) dan 23 persen (Sim-b3) disajikan dalam Tabel 14. Secara umum,

simulasi menjggunakan Sim-b1, Sim-b2 dan Sim-b3 menghasilkan respon yang

lebih baik dalam meningkatkan pertumbuhan, maupun mengurangi pengangguran,

ketimpangan dan kemiskinan dibandingkan dengan simulasi pertama (Sim-a).

Tabel 14 Hasil Simulasi Peningkatan Rasio Belanja Pembangunan Terhadap APDB Kabupaten/Kota Sebesar 18 Persen, 20 Persen dan 23 Persen

Tipe Daerah/Variabel Endogen

Data Dasar

Simulasi Perubahan

Sim-b1 Sim-b2 Sim-b3 Sim-b1 Sim-b2 Sim-b3

Daerah Maju KAP 9,39 9,51 9,53 9,56 1,33 1,55 1,83

UN 129,65 127,52 127,12 126,61 -1,65 -1,95 -2,35 GINI 0,3017 0,2962 0,2950 0,2933 -0,006 -0,007 -0,008 HC 458,8 449,7 447,9 445,6 -1,98 -2,37 -2,89

Daerah Tertekan KAP 8,55 8,66 8,68 8,71 1,33 1,55 1,83 UN 138,93 135,99 135,57 135,02 -2,12 -2,42 -2,81 GINI 0,2940 0,2870 0,2858 0,2842 -0,0070 -0,0082 -0,0099 HC 607,9 590,2 587,9 584,8 -2,90 -3,29 -3,80

Daerah Tertinggal KAP 3,45 3,50 3,51 3,52 1,35 1,56 1,85 UN 263,28 258,29 257,50 256,45 -1,90 -2,20 -2,59 GINI 0,2746 0,2673 0,2661 0,2644 -0,0073 -0,0085 -0,0101 HC 2085,09 2036,83 2028,73 2018,04 -2,31 -2,70 -3,22

Daerah Berkembang KAP 2,99 3,02 3,03 3,04 1,24 1,45 1,74 UN 317,43 312,05 311,10 309,83 -1,69 -1,99 -2,39 GINI 0,2790 0,2718 0,2706 0,2689 -0,0072 -0,0084 -0,0100 HC 2587,2 2529,1 2519,0 2505,7 -2,25 -2,64 -3,15

Jawa Tengah KAP 4,76 4,83 4,84 4,85 1,31 1,53 1,81 UN 849,29 833,85 831,29 827,91 -1,82 -2,12 -2,52 GINI 0,2842 0,2772 0,2759 0,2743 -0,0070 -0,0082 -0,0099 HC 5739,0 5605,9 5583,6 5554,2 -2,32 -2,71 -3,22

Sumber : Hasil Pengolahah Keterangan: Sim-b1 : Peningkatan Rasio Belanja Pembangunan terrhadap APBD Kabupaten/Kota menjadi 18%.

Sim-b2 : Peningkatan Rasio Belanja Pembangunan terrhadap APBD Kabupaten/Kota menjadi 20% Sim-b3 : Peningkatan Rasio Belanja Pembangunan terrhadap APBD Kabupaten/Kota menjadi 23%

. Pada level provinsi, simulasi dengan meningkatkan porsi belanja

pembangunan sampai 23 persen (Sim-b1) merupakan skenario yang paling efektif.

Skenario ini menghasilkan pendapatan perkapita sebesar Rp 4,85 juta atau tumbuh

1,81 persen. Jumlah penganggur, indeks ketimpangan maupun jumlah penduduk

miskin juga menurun dengan perubahan masing-masing sebesar 2,52 persen,

0,0099 poin dan 3,22 persen. Sementara, Sim-b2 dan Sim-b3 juga menunjukkan

hasil yang sama meskipun besarnya perubahan lebih kecil. Sim-b1 menjadi

Page 152: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

124

skenario yang paling realistis untuk diimplementasikan, karena tidak akan

memengaruhi perubahan struktur pengeluaran/belanja pemerintah daerah secara

frontal. Cara yang dapat ditempuh pemerintah daerah adalah dengan mengurangi

porsi pengeluaran sifatnya rutin dan kurang manfaat seperti perjalanan dinas,

rapat dan melakukan penghematan untuk anggaran operasional kantor serta

mengalihkannya untuk belanja pembangunan.

Hasil simulasi berdasarkan klasifikasi daerah dengan tipologi Klassen

tahun 2010 menunjukkan bahwa Sim-b1, Sim-b2 dan Sim-b3 lebih efektif

diterapkan untuk mengurangi kemiskinan pada daerah dengan kondisi

perekonomian tertekan (Kuadran II) dan daerah tertinggal (Kuadran III). Hal ini

terlihat dari efektivitas dalam menurunkan kemiskinan yang mampu berjalan lebih

cepat dibandingkan dengan daerah maju (Kuadran I). Tabel 14 juga menunjukkan

bahwa populasi penduduk miskin terbesar terdapat di daerah tertinggal (Kuadran

III) dan berkembang (Kuadran IV), seperti Kabupaten Banyumas, Purbalingga,

Banjarnegara, Wonosobo, Kebumen, Brebes, Pemalang, Blora, Wonogiri,

Grobogan dan Rembang. Kebijakan pengentasan kemiskinan melalui peningkatan

porsi belanja pembangunan seharusnya lebih diintensifkan di daerah-daerah

tersebut dengan cara menambah alokasi pengeluaran pembangunan dari sumber

APBD provinsi.

5.5.3 Dampak Kenaikan Stok Kapital/Investasi dan Indeks Harga Simulasi ini bertujuan untuk melihat pengaruh peningkatan stok kapital/

investasi (Sim-c) dan kenaikan indeks harga/inflasi (Sim-d) terhadap pertumbuhan

pendapatan perkapita, jumlah penganggur, indeks ketimpangan dan jumlah

penduduk miskin. Peningkatan stok kapital (Sim-c) didasarkan atas nilai tren

investasi di level provinsi yang tumbuh sebesar 8 persen pertahun, sementara

peningkatan indeks harga/inflasi (Sim-d) didasarkan pada inflasi tahunan 2011 di

Jawa Tengah yang mencapai 2,68 persen.

Hasil simulasi menggunakan kedua skenario disajikan dalam Tabel 15.

Simulasi kenaikan investasi (Sim-c) memberikan pengaruh terhadap peningkatan

pendapatan perkapita sebesar 0,74 persen dan mengurangi jumlah penganggur

sebesar 1,44 persen. Dampak Sim-c terhadap indeks ketimpangan tidak terlalu

Page 153: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

125

signifikan karena indeks ketimpangan hasil simulasi cenderung stabil atau tidak

berbeda dengan kondisi dasar. Sementara itu, skenario ini memiliki dampak

dalam menurunkan jumlah penduduk miskin sebesar 0,49 persen. Simulasi

berdasarkan daerah menggunakan tipologi Klassen menunjukkan bahwa Sim-c

memiliki dampak paling efektif dalam menurunkan kemiskinan di daerah yang

termasuk dalam klasifikasi perekonomiannya maju dan tertekan atau daerah yang

memiliki level pendapatan perkapita di atas rata-rata provinsi. Sementara itu,

dampak bagi pengentasan kemiskinan di daerah yang termasuk dalam klasifikasi

berkembang dan terbelakang relatif lebih kecil. Berdasarkan hasil tersebut, untuk

tujuan akhir pengentasan kemiskinan maka kebijakan investasi harus lebih

diarahkan ke daerah yang termasuk dalam kategori berkembang dan terbelakang.

Tabel 15 Hasil Simulasi Peningkatan Investasi Sebesar 8 Persen (Sim-c) dan Indeks Harga Sebesar 2,68 Persen (Sim-d)

Tipe Daerah/Variabel Endogen

Data Dasar

Simulasi Perubahan

Sim-c Sim-d Sim-c Sim-d

Daerah Maju KAP 9,39 9,56 9,39 1,90 0,00

UN 129,65 124,24 129,65 -4,18 0,00 GINI 0,3017 0,3020 0,3031 0,0003 0,0015 HC 458,83 453,33 464,00 -1,20 1,13

Daerah Tertekan KAP 8,55 8,59 8,55 0,51 0,00

UN 138,93 136,37 138,93 -1,84 0,00 GINI 0,2940 0,2942 0,2955 0,0002 0,0015 HC 607,89 601,66 614,74 -1,02 1,13

Daerah Tertinggal KAP 3,45 3,46 3,45 0,22 0,00

UN 263,28 261,29 263,28 -0,75 0,00 GINI 0,2746 0,2747 0,2760 0,0001 0,0015 HC 2.085,09 2.077,83 2.108,61 -0,35 1,13

Daerah Berkembang KAP 2,99 2,99 2,99 0,22 0,00

UN 317,43 315,13 317,43 -0,72 0,00 GINI 0,2790 0,2791 0,2804 0,0001 0,0015 HC 2.587,22 2.577,93 2.616,40 -0,36 1,13

Jawa Tengah KAP 4,76 4,80 4,76 0,74 0,00

UN 849,29 837,02 849,29 -1,44 0,00 GINI 0,2842 0,2841 0,2854 0,0000 0,0013 HC 5.739,02 5.710,75 5.803,75 -0,49 1,13

Sumber : Hasil Pengolahah Keterangan: Sim-c : Peningkatan Investasi Sebesar 8 Persen

Sim-d : Peningkatan Indeks Harga/Inflasi Sebesar 2,68 Persen

Page 154: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

126

Hasil simulasi berupa kenaikan indeks harga (Sim-d) sebesar 2,68 persen

memberikan pengaruh terhadap positif dalam meningkatkan indeks ketimpangan

dan jumlah penduduk miskin. Indeks ketimpangan meningkat sebesar 0,0013

poin, artinya ketika terjadi kenaikan harga/inflasi maka distribusi pendapatan/

pengeluaran penduduk akan bergeser semakin tidak merata. Kenaikan indeks

harga sebesar 2,68 persen akan mendorong peningkatan penduduk miskin sebesar

1,13 persen di semua daerah. Implikasinya diperlukan kebijakan untuk menjaga

stabilitas harga, terutama harga kebutuhan pokok dengan menjamin ketersediaan

barang serta memperlancar alur distribusi.

Page 155: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik berdasarkan hasil pembahasan

adalah:

1. Selama periode 2004-2010, pendapatan perkapita di level provinsi maupun

kabupaten/kota memiliki tren positif dengan besaran yang bervariasi dan tidak

terdapat korelasi yang sistematis antara level pendapatan perkapita

kabupaten/kota pada kondisi awal dengan tren perubahannya. Ketimpangan

pendapatan di level provinsi dan mayoritas kabupaten/kota memiliki tren

meningkat atau distribusinya semakin tidak merata. Terdapat hubungan

negatif yang lemah antara indeks ketimpangan kabupaten/kota pada kondisi

awal dengan tren perubahannya. Tingkat kemiskinan pada level provinsi dan

mayoritas kabupaten memiliki tren yang menurun, sementara pada beberapa

daerah kota trennya justru meningkat. Terdapat hubungan negatif antara level

kemiskinan kabupaten/kota pada kondisi awal dengan tren perubahannya.

2. Manfaat hasil pertumbuhan selama periode 2004-2010 secara dominan

dinikmati oleh 10 persen penduduk pada golongan pendapatan tertinggi,

sehingga pertumbuhan Jawa Tengah selama periode tersebut belum bersifat

pro poor.

3. Pertumbuhan pendapatan perkapita menjadi determinan utama bagi penurunan

jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah, namun efektivitasnya menjadi

berkurang karena pertumbuhan juga membawa pada kondisi distribusi

pendapatan yang semakin tidak merata. Kenaikan indeks harga dan

peningkatan jumlah penganggur menjadi determinan yang mengurangi

efektifitas kebijakan pengentasan kemiskinan. Determinan yang menjadi

sumber pertumbuhan pendapatan perkapita di Jawa Tengah terdiri dari

kualitas modal manusia yang diproksi dengan rata-rata usia lama sekolah,

kualitas infrastruktur listrik dan transportasi yang diproksi dengan jalan raya,

jumlah pekerja berpendidikan SLTA ke atas (terampil), kapital fisik/investasi

dan belanja pembangunan. Determinan positif pertumbuhan jumlah

penganggur/pencari kerja adalah pertumbuhan angkatan kerja menurut

Page 156: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

128

pendidikan (SLTA ke atas dan SLTP ke bawah), sementara determinan

negatifnya adalah pertumbuhan pendapatan perkapita. Upah minimum

kabupaten/kota tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap jumlah

penganggur. Ketimpangan pendapatan memiliki hubungan yang searah

dengan pertumbuhan pendapatan perkapita, ketimpangan pendidikan dan

perubahan indeks harga serta memiliki hubungan yang tidak searah dengan

belanja pembangunan.

6.2 Saran dan Implikasi Kebijakan

Beberapa saran dan implikasi kebijakan berdasarkan hasil penelitian

adalah sebagai berikut:

1. Pentingnya pertumbuhan pendapatan perkapita bagi pengentasan kemiskinan

perlu disikapi pemerintah dengan kebijakan mempertajam kualitas

pertumbuhan melalui perbaikan infrastruktur, kualitas modal manusia dan

kegiatan investasi, terutama di kabupaten yang perekonomiannya masih

tertinggal dan belum berkembang.

2. Pengeluaran pemerintah untuk belanja pembangunan harus lebih diarahkan

untuk perbaikan kualitas infrastruktur terutama di kabupaten yang termasuk

kategori tertinggal dan daerah perdesaan melalui program pembangunan yang

berbasis lokal/wilayah, bersifat padat karya dan memiliki tujuan akhir

pengentasan kemiskinan. Rasio pengeluaran pemerintah untuk belanja

pembangunan terhadap APBD secara bertahap harus ditingkatkan dengan cara

mengurangi alokasi anggaran yang sifatnya rutin dan kurang bermanfaat.

3. Pertumbuhan yang tinggi juga membawa pada distribusi pendapatan ke arah

yang semakin tidak merata. Pemerintah seharusnya tidak hanya fokus dalam

mengejar akselerasi pertumbuhan, tetapi juga fokus dalam memperbaiki

distribusi pendapatan penduduk melalui kebijakan redistribusi yang lebih

progresif. Efektivitas kebijakan transfer subsidi yang sedang/akan dilakukan

harus dipertajam melalui evaluasi dan pengawasan terhadap mekanisme dan

sasaran.

4. Pola kemiskinan dan ketimpangan di beberapa daerah berstatus kota yang

cenderung meningkat harus diintervensi dengan meningkatkan efektivitas

Page 157: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

129

program redistribusi baik dari sisi rumah tangga sasaran penerima maupun

format program yang lebih bersifat pemberdayaan. Rumah tangga miskin

sasaran pada umumnya bersifat persisten, mudah berpindah tempat atau belum

tercakup dalam database satuan lingkungan setempat sehingga program

penanggulangan kemiskinan harus dikoordinasi pada tingkatan birokrasi yang

terendah (RT/RW) melibatkan unsur keterwakilan dari rumah tangga sasaran

dan tokoh masyarakat. Kemiskinan kota juga sangat terkait dengan tingginya

kepadatan penduduk, sehingga arus urbanisasi ke kota harus dikurangi dengan

meningkatkan kualitas infrastruktur di daerah yang pinggiran/penyangga.

4. Kualitas pendidikan menjadi sumber pertumbuhan yang terpenting dan

menjadi variabel antara bagi pengentaskan kemiskinan, namun dihadapkan

pada realita masih terdapat ketimpangan dalam mengaksesnya. Kebijakan

yang harus ditempuh pemerintah adalah memperluas kesempatan dan

menjamin pemerataan bersekolah bagi penduduk usia sekolah dari rumah

tangga berpendapatan rendah sampai level yang tertinggi. Cara yang dapat

ditempuh berupa pemberian kuota tempat bagi siswa dari rumah tangga

berpendapatan rendah/miskin untuk bersekolah secara gratis pada level

pendidikan dasar dan menengah serta memberi beasiswa bagi siswa dari

keluarga miskin yang berprestasi untuk tingkat pendidikan tinggi disertai

dengan pengawasan secara ketat dalam implementasinya. Ketimpangan

pendidikan antar daerah perkotaan dan perdesaan harus dikurangi dengan

meningkatkan kualitas infrastruktur pendidikan dan menjamin ketersediaan

tenaga pendidik di daerah perdesaan sampai level pendidikan dasar sembilan

tahun.

5. Distribusi pendapatan dan kemiskinan sangat sensitif terhadap perubahan

indeks harga, sehingga diperlukan kebijakan untuk menjamin stabilitas harga

terutama harga kebutuhan dasar. Pada level regional, pemerintah daerah dapat

melakukan intervensi dengan memperlancar alur distribusi dan transportasi

barang, mengurangi retribusi/pungutan serta mengalokasikan sebagian dari

APBD untuk membangun gudang sebagai sarana menyimpan hasil produksi

pertanian terutama kebutuhan pokok pada saat panen raya sebagai stok

Page 158: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

130

penyangga pada masa paceklik dan melakukan pembelian pada saat harga

komoditas jatuh.

6.3 Saran Lebih Lanjut

1. Secara keseluruhan model dapat diperluas dengan memperpanjang unsur

waktu (time series) serta memasukkan dummy kabupaten/kota atau dummy

karakteristik geografis (pesisir/daratan).

2. Proksi variabel pertumbuhan pendapatan perkapita menggunakan

pertumbuhan PDRB perkapita untuk beberapa daerah menjadi kurang tepat,

sehingga dapat diproksi menggunakan alternatif lain seperti pertumbuhan

pengeluaran perkapita dari data survei pengeluaran rumah tangga.

3. Model Pertumbuhan dapat diperluas dengan memasukkan variabel daya saing

wilayah, pengaruh sektoral, keterbukaan perekonomian dan tata kelola

pemerintahan. Model ketimpangan dapat diperluas dengan memasukkan

variabel ketimpangan dalam kepemilikan aset lahan serta transfer program

perlindungan sosial.

Page 159: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

DAFTAR PUSTAKA

Amrullah, T. 2006. Analisis Pengaruh Pembangunan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi Regional di Indonesia. [Tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia.

[Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2010. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2009-2014. Jakarta: Bappenas.

Baltagi, B.H. 2005. Econometrics Analysis of Panel Data 3rd Edition. Chicester: John Wiley & Sons. Ltd.

Barro, R. J.1991. “Economic Growth in a Cross Section of Countries”. Quarterly Journal of Economics 106(2): 407-433.

Barro, R. J., Sala-I-Martin. 1995. Economic Growth. Cambridge MA: MIT Press.

Barro, R.J. 1997. Determinants of Economic Growth.: A Cross-Country Empirical Study. Cambridge: MIT Press.

Blanchard, O. 2009. Macroeconomics. New York: Prentice Hall Business Publishing

Bourguignon, F. 2004. The Poverty-Growth-Inequality Triangle. Washington: World Bank.

[BPS] Badan Pusat Statistik. Website BPS, Berbagai Publikasi. www.bps.go.id.

. 2004. Indikator Ketenagakerjaan. Jakarta.

. 2008. Analisis dan Penghitungan Tingkat Kemiskinan 2008. Jakarta

.2009. Analisis dan Penghitungan Tingkat Kemiskinan 2009. Jakarta

.2007-2011. Berita Resmi Statistik. Jakarta.

. 2002-2010. Data dan Informasi Kemiskinan. BPS. Jakarta

[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Jawah Tengah. 2004-2010. Daerah dalam Angka Provinsi Jawa Tengah. Semarang: BPS Provinsi Jawa Tengah.

Dollar, D., Kraay, A. 2002. Growth is Good for the Poor. Washington: The World Bank Development Research Group.

Dornbusch, R., Fischer, S., Startz, R. 2008. Makroeconoms Edisi 10 (Penerjemah: Roy Indra M.). Jakarta: PT Global Edukasi.

Fan, S. P., Hazell, Thorat, S. 2002. Linkages between Government Spending, Growth, and Poverty in Rural India. Washington: International Food Policy Research Institute.

Firdaus, M. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series. Cetakan Pertama. Bogor: IPB Press.

Page 160: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

132

Gujarati D. N. 2004. Basic Econometrics 4th Edition. New York: McGraw Hill.

Hajiji, A. 2010. Keterkaitan antara Pertumbuhan Ekonomi, Ketimpangan Pendapatan dan Pengentasan Kemiskinan Provinsi Riau 2002-2008. [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Hidayat, S., Patunru, A.A. 2007. Pertumbuhan Ekonomi, Ketidakmerataan Pendapatan dan Kemiskinan: Estimasi Parameter Elastisitas Kemiskinan Tingkat Provinsi di Indonesia Tahun 1996-2005. Jakarta: Universitas Indonesia.

Juanda, B. 2009. Ekonometrika: Pemodelan dan Pendugaan. Bogor: IPB Press.

Kakwani, N., Prakash, B., Son, H.H. 2000. Growth, inequality and poverty: an Introduction. Asian Development Review 18(2): 1-21.

Kakwani, N. Khandker S., Son, H.H. 2004. Pro-Poor Growth: Concepts and Measurement with Country Case Studies. Brazil: United Nations Development Programme International Poverty Centre, Vol 1.

[Kemenkeu] Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 2011. Deskripsi dan Analisis APBD 2011. Jakarta: DJPK Kemenkeu.

Kuznets, S. 1955. Economic Growth And Income Inequality. The American Economic Review. 45: 1-28.

Lin, B.Q. 2003. Economic Growth, Income Inequality, and Poverty Reduction in People’s Republic of China. Asian Development Review (20):105-124.

Lucas, R.E. 1988. On The Mechanics of Economic Development. Journal of Monetary Economics, Vol. 22(1):3-42.

Mankiw, G.N. 2007. Makroekonomi. Edisi Keenam (Alih Bahasa Fitria Liza dan Imam Nurmawan). Jakarta: Erlangga.

Meng, X., Gregory, R., Wong, Y. 2005. Poverty, Inequality and Growth in Urban China, Discussion Paper No. 1452. Bonn: The Institute For Study of Labor (IZA).

Nayyar, G. 2005. Growth and Poverty in Rural India: An Analysis of Inter-State Differences. Economic and Political Weekly. 16(04): 1631-1639.

Oshima, H. T. 1970. ‘Income Inequality and Economic Growth: The Postwar Experiences of Asian Countries’. Malayan Economic Review, 15(2): 13.

Prasetyo, B.R. 2010. Dampak Pembangunan Infrastruktur dan Aglomerasi Industri terhadap Pertumbuhan Ekonomi Regional di Indonesia. [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Purwanto, T. 2011. Dampak Keterbukaan Perdagangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Negara-Negara Asean+3. [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Page 161: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

133

Ravallion, M., Datt, G. 1996. How Important to India’s Poor is The Sectoral Composition of Growth?, World Bank Economic Review, 10.

Ravallion, M. 2001. Growth, Inequality and Poverty: Looking Beyond the Averages. World Bank Policy Research Working Paper. Washington: World Bank.

Ravallion, M., Montalvo, J.G. 2010. The Pattern of Growth and Poverty Reduction in China. Journal of Comparative Economics. 28 (2010): 2-16.

Ray, D. 1998. Development Economics. New Jersey : Princeton University Press.

Romer, P.M. 1986. Increasing Returns and Long-Run Growth. The Journal of Political Economy, Vol. 94(5):1002-1037.

Setiadi. 2006. Pengaruh Pembangunan Infrastruktur Dasar terhadap Pertumbuhan Ekonomi Regional (8 Propinsi di Pulau Sumatera). [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Sibarani, M.H.M. 2002. Kontribusi Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. [Tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia.

Siregar, H.,Wahyuniarti, D. 2007. Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Son, H.H. 2004. A Note on Pro-Poor Growth. Economic Letters. 8(04) 307-314.

Suparno. 2010. Desentralisasi Fiskal dan Pengaruhnya terhadap Perekonomian di Indonesia. [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Todaro, M.P. Smith, S.C. 2006. Pembangunan Ekonomi Edisi Kesembilan. (Alih Bahasa oleh Haris Munandar dan Puji A.L.). Jakarta: Erlangga.

[UNDP] United Nations Development Program. 1996. Human Development Report. UNDP.

[UNDP] United Nations Development Program. 2003. Human Development Report: Millenium Development Goals. UNDP.

Warr, P. 2000. Poverty and Growth in South East Asia. Asian Economic Bulletin. 23(3): 279-302.

Wodon, Q.T. 1999. Growth, Poverty, and Inequality: A Regional Panel for Bangladesh. Policy Research Working Paper 2072. Washington: World Bank.

Yanuar. 2006. Kaitan Pembangunan Infrastruktur dan Pertumbuhan Output serta Dampaknya terhadap Kesenjangan di Indonesia. [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor

Page 162: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,
Page 163: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

134

LAMPIRAN

Page 164: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,
Page 165: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

135

Lampiran 1 PDRB Perkapita Jawa Tengah menurut Kabupaten/Kota, 2004-2010

No. Kabupaten/Kota PDRB Perkapita Riil (Rp Juta/Tahun)1)

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

1 Cilacap 11,17 12,01 12,60 12,91 13,67 13,86 14,46 2 Banyumas 2,32 2,38 2,47 2,59 2,71 2,84 2,99 3 Purbalingga 2,26 2,34 2,44 2,57 2,69 2,83 2,98 4 Banjarnegara 2,56 2,66 2,76 2,89 3,03 3,18 3,32 5 Kebumen 1,95 2,02 2,11 2,20 2,34 2,43 2,54 6 Purworejo 3,13 3,29 3,47 3,70 3,91 4,12 4,34 7 Wonosobo 2,03 2,09 2,16 2,23 2,31 2,40 2,50 8 Magelang 2,72 2,83 2,95 3,08 3,22 3,35 3,48 9 Boyolali 3,62 3,76 3,90 4,05 4,21 4,41 4,57

10 Klaten 3,53 3,69 3,77 3,89 4,04 4,21 4,29 11 Sukoharjo 4,72 4,89 5,09 5,33 5,56 5,80 6,04 12 Wonogiri 2,44 2,55 2,67 2,82 2,95 3,11 3,22 13 Karanganyar 5,05 5,29 5,53 5,81 6,09 6,39 6,70 14 Sragen 2,57 2,71 2,85 3,01 3,18 3,37 3,58 15 Grobogan 1,90 1,99 2,06 2,15 2,26 2,37 2,49 16 Blora 2,01 2,09 2,18 2,26 2,39 2,51 2,63 17 Rembang 3,06 3,15 3,31 3,42 3,57 3,71 3,86 18 Pati 2,96 3,06 3,19 3,35 3,51 3,67 3,85 19 Kudus 13,81 14,29 14,47 14,82 15,27 15,74 16,27 20 Jepara 3,19 3,28 3,38 3,50 3,62 3,76 3,89 21 Demak 2,35 2,42 2,50 2,59 2,67 2,76 2,86 22 Semarang 4,95 5,05 5,19 5,38 5,56 5,74 5,97 23 Temanggung 2,80 2,89 2,97 3,07 3,16 3,28 3,40 24 Kendal 4,75 4,85 5,01 5,20 5,40 5,68 5,99 25 Batang 2,80 2,86 2,92 3,01 3,10 3,20 3,34 26 Pekalongan 3,05 3,16 3,28 3,41 3,56 3,71 3,85 27 Pemalang 2,09 2,17 2,26 2,36 2,48 2,61 2,74 28 Tegal 1,92 2,01 2,11 2,23 2,35 2,48 2,60 29 Brebes 2,40 2,52 2,63 2,76 2,89 3,03 3,18 30 Kota Magelang 7,09 7,40 7,58 7,98 8,39 8,83 9,38 31 Kota Surakarta 7,37 7,74 8,16 8,63 9,11 9,65 10,22 32 Kota Salatiga 4,33 4,46 4,60 4,80 4,98 5,15 5,36 33 Kota Semarang 10,69 11,09 11,57 12,10 12,62 13,12 13,73 34 Kota Pekalongan 6,02 6,22 6,37 6,57 6,78 7,06 7,42 35 Kota Tegal 4,01 4,20 4,41 4,64 4,87 5,12 5,35

Jawa Tengah 4,28 4,49 4,71 4,96 5,22 5,47 5,77

Keterangan : 1) Data jumlah penduduk menggunakan backcasting SP 2010 Sumber : Dihitung dari PDRB Kabupaten/Kota Jawa Tengah 2004-2010, BPS

Page 166: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

136

Lampiran 2 Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Jawa Tengah menurut Kabupaten/Kota, 2004-2010 (Persen)

Kabupaten/Kota Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

1. Cilacap 89,22 89,75 85,68 90,51 91,16 93,37 91,40 10,78 10,25 9,68 9,49 8,84 6,63 8,60

2. Banyumas 94,68 95,04 91,82 93,15 94,32 95,46 97,24 5,32 4,96 8,25 6,85 5,68 4,54 2,76

3. Purbalingga 95,19 96,14 92,17 92,63 95,46 94,32 94,83 4,81 3,86 4,26 7,37 4,54 5,68 5,17

4. Banjarnegara 92,03 93,57 91,20 92,18 95,12 95,75 96,94 7,97 6,43 6,07 7,82 4,88 4,25 3,06

5. Kebumen 93,81 94,04 88,67 95,35 93,36 95,34 94,80 6,19 5,96 9,39 4,65 6,64 4,66 5,20

6. Purworejo 96,50 95,95 95,61 96,18 95,58 94,00 94,94 3,50 4,05 4,23 3,82 4,42 6,00 5,06

7. Wonosobo 96,82 97,26 95,75 96,02 95,43 95,76 96,05 3,18 2,74 3,11 3,98 4,57 4,24 3,95

8. Magelang 93,51 93,92 94,32 96,23 94,81 95,19 94,96 6,49 6,08 6,16 3,77 5,19 4,81 5,04

9. Boyolali 92,90 94,90 92,92 95,87 92,55 95,88 95,02 7,10 5,10 4,18 4,13 7,45 4,12 4,98

10. Klaten 91,55 95,58 92,27 92,48 93,87 93,60 95,43 8,45 4,42 8,20 7,52 6,13 6,40 4,57

11. Sukoharjo 89,65 92,34 89,60 93,44 94,85 94,45 94,84 10,35 7,66 7,61 6,56 5,15 5,55 5,16

12. Wonogiri 93,39 93,77 88,38 94,03 91,90 91,60 95,48 6,61 6,23 4,62 5,97 8,10 8,40 4,52

13. Karanganyar 93,63 94,66 94,14 94,76 93,63 95,62 95,86 6,37 5,34 5,80 5,24 6,37 4,38 4,14

14. Sragen 94,40 95,76 87,41 92,50 91,25 93,35 93,53 5,60 4,24 3,75 7,50 8,75 6,65 6,47

15. Grobogan 93,84 96,64 91,29 91,67 94,61 95,23 94,75 6,16 3,36 4,93 8,33 5,39 4,77 5,25

16. Blora 95,78 97,08 84,42 95,67 96,25 96,61 97,32 4,22 2,92 3,49 4,33 3,75 3,39 2,68

17. Rembang 93,89 94,21 87,21 92,24 92,85 95,13 95,04 6,11 5,79 7,19 7,76 7,15 4,87 4,96

18. Pati 94,52 95,91 87,18 93,19 92,28 92,88 93,08 5,48 4,09 7,79 6,81 7,72 7,12 6,92

19. Kudus 92,29 94,80 95,79 94,92 95,20 93,45 94,62 7,71 5,20 4,93 5,08 4,80 6,55 5,38

20. Jepara 95,11 95,87 90,82 96,57 93,98 94,26 96,74 4,89 4,13 2,91 3,43 6,02 5,74 3,26

21. Demak 89,50 93,75 89,69 94,36 93,68 95,52 95,30 10,50 6,25 6,22 5,64 6,32 4,48 4,70

22. Semarang 95,13 95,17 92,96 94,43 92,61 93,93 94,70 4,87 4,83 5,46 5,57 7,39 6,07 5,30

23. Temanggung 96,16 96,51 94,27 96,59 96,49 98,28 96,02 3,84 3,49 4,43 3,41 3,51 1,72 3,98

24. Kendal 91,75 95,35 88,38 91,55 92,56 93,19 93,95 8,25 4,65 7,66 8,45 7,44 6,81 6,05

25. Batang 89,55 93,15 86,34 94,41 92,38 93,85 94,97 10,45 6,85 8,48 5,59 7,62 6,15 5,03

26. Pekalongan 92,80 94,33 90,57 95,04 94,97 95,52 96,13 7,20 5,67 6,71 4,96 5,03 4,48 3,87

27. Pemalang 92,11 93,59 87,56 92,27 93,78 92,71 95,07 7,89 6,41 10,78 7,73 6,22 7,29 4,93

28. Tegal 91,16 92,56 89,13 92,43 90,65 92,72 93,71 8,84 7,44 8,68 7,57 9,35 7,28 6,29

29. Brebes 92,25 93,31 87,81 90,42 90,19 92,10 94,54 7,75 6,69 10,57 9,58 9,81 7,90 5,46

30. Kota Magelang 89,98 86,75 97,46 94,49 93,15 90,91 92,94 10,02 13,25 9,83 5,51 6,85 9,09 7,06

31. Kota Surakarta 91,63 92,80 96,56 93,26 94,90 94,81 94,84 8,37 7,20 9,95 6,74 5,10 5,19 5,16

32. Kota Salatiga 85,87 88,51 92,90 91,91 92,10 92,58 92,75 14,13 11,49 14,13 8,09 7,90 7,42 7,25

33. Kota Semarang 87,74 90,61 97,64 91,60 93,60 93,66 94,33 12,26 9,39 10,63 8,40 6,40 6,34 5,67

34. Kota Pekalongan 88,08 87,67 93,59 91,05 91,59 92,13 93,09 11,92 12,33 10,89 8,95 8,41 7,87 6,91

35. Kota Tegal 89,27 90,00 92,68 84,68 91,77 91,89 91,61 10,73 10,00 8,48 15,32 8,23 8,11 8,39

Jawa Tengah 92,69 94,18 90,67 93,44 93,47 94,23 94,89 7,31 5,82 6,96 6,56 6,53 5,77 5,11

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, Beberapa Terbitan

Page 167: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

137

Lampiran 3 Indeks Ketimpangan Pendapatan Penduduk Jawa Tengah menurut Kabupaten/Kota, 2004-2010

No. Kabupaten/Kota Indeks Ketimpangan Pendapatan (Gini Rasio)

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

1 Cilacap 0,2468 0,3072 0,2754 0,2864 0,2625 0,2874 0,2686

2 Banyumas 0,3000 0,2581 0,3070 0,2607 0,3657 0,3385 0,3588

3 Purbalingga 0,2665 0,2860 0,3011 0,2868 0,2696 0,2852 0,2547

4 Banjarnegara 0,2280 0,2759 0,2377 0,2775 0,2989 0,2697 0,2752

5 Kebumen 0,2090 0,2448 0,2563 0,2493 0,2793 0,2529 0,2460

6 Purworejo 0,2558 0,3015 0,2819 0,2431 0,2961 0,3016 0,3117

7 Wonosobo 0,2597 0,2796 0,2551 0,2364 0,3176 0,2572 0,2672

8 Magelang 0,2214 0,3164 0,2632 0,2857 0,3143 0,2731 0,2661

9 Boyolali 0,2367 0,2982 0,2683 0,1802 0,3030 0,2813 0,2896

10 Klaten 0,2666 0,3282 0,2470 0,2141 0,3026 0,2523 0,2743

11 Sukoharjo 0,2493 0,2925 0,2252 0,1922 0,2579 0,2682 0,3186

12 Wonogiri 0,2549 0,2925 0,2490 0,2657 0,3175 0,3054 0,3098

13 Karanganyar 0,2605 0,2837 0,2715 0,1903 0,3455 0,3235 0,3063

14 Sragen 0,2411 0,2822 0,2810 0,2850 0,3114 0,2621 0,2951

15 Grobogan 0,2467 0,2374 0,2290 0,2340 0,2790 0,2522 0,2991

16 Blora 0,2115 0,2649 0,2693 0,2818 0,3487 0,2671 0,2773

17 Rembang 0,2114 0,2187 0,2145 0,2179 0,3343 0,2331 0,2172

18 Pati 0,2061 0,2270 0,2056 0,2296 0,2918 0,2818 0,2657

19 Kudus 0,1934 0,2232 0,2023 0,2566 0,2431 0,2681 0,2657

20 Jepara 0,2237 0,2310 0,2217 0,2455 0,2821 0,2359 0,2224

21 Demak 0,2568 0,3220 0,2789 0,2526 0,2727 0,2417 0,2592

22 Semarang 0,2506 0,2579 0,2908 0,2105 0,3122 0,2768 0,2975

23 Temanggung 0,2776 0,2916 0,3413 0,2567 0,2925 0,2862 0,2925

24 Kendal 0,2363 0,2844 0,2657 0,2104 0,2805 0,2965 0,2892

25 Batang 0,2581 0,2698 0,2464 0,1785 0,3008 0,2822 0,2975

26 Pekalongan 0,2248 0,2460 0,2502 0,2378 0,2656 0,2243 0,2508

27 Pemalang 0,2460 0,2455 0,2527 0,2393 0,2290 0,2396 0,2241

28 Tegal 0,2828 0,2877 0,2256 0,2028 0,2775 0,2817 0,3185

29 Brebes 0,2208 0,2796 0,2318 0,2300 0,2740 0,2492 0,2503

30 Kota Magelang 0,3358 0,3324 0,2708 0,2934 0,2792 0,2994 0,3329

31 Kota Surakarta 0,3275 0,3312 0,3183 0,2310 0,3154 0,2893 0,3653

32 Kota Salatiga 0,3132 0,3480 0,3127 0,3323 0,3536 0,3125 0,3752

33 Kota Semarang 0,2749 0,3348 0,3239 0,3435 0,3042 0,3923 0,3463

34 Kota Pekalongan 0,2041 0,2957 0,2576 0,3009 0,2539 0,2702 0,3020

35 Kota Tegal 0,2630 0,2760 0,2655 0,2519 0,3065 0,2626 0,2577

Jawa Tengah 0,2691 0,3007 0,2816 0,2678 0,3153 0,2996 0,3087

Sumber : Diolah dari raw data Susenas Kor 2004-2010, BPS

Page 168: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

138

Lampiran 4 Indeks Ketimpangan Pendidikan di Jawa Tengah menurut Kabupaten/ Kota, 2004-2010

No. Kabupaten/Kota Indeks Ketimpangan Pendidikan (Gini Rasio)

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

1 Cilacap 0,3050 0,3072 0,3317 0,3228 0,3564 0,3201 0,3241

2 Banyumas 0,3091 0,2581 0,3056 0,2878 0,3320 0,2948 0,3117

3 Purbalingga 0,2995 0,2860 0,2998 0,3158 0,3476 0,2992 0,2920

4 Banjarnegara 0,3272 0,2759 0,3033 0,3256 0,3579 0,3227 0,3305

5 Kebumen 0,3087 0,2448 0,3106 0,3062 0,3411 0,2876 0,3062

6 Purworejo 0,3213 0,3015 0,3021 0,3110 0,3212 0,2787 0,3095

7 Wonosobo 0,2909 0,2796 0,2867 0,2907 0,3465 0,2734 0,2978

8 Magelang 0,3030 0,3164 0,2916 0,3132 0,3279 0,3014 0,3228

9 Boyolali 0,3292 0,2982 0,3419 0,3660 0,3903 0,3417 0,3563

10 Klaten 0,3401 0,3282 0,3154 0,3384 0,3322 0,2972 0,3310

11 Sukoharjo 0,3252 0,2925 0,3104 0,3309 0,3145 0,2812 0,3308

12 Wonogiri 0,3708 0,2705 0,3553 0,3986 0,4256 0,3723 0,3811

13 Karanganyar 0,3524 0,2832 0,3555 0,3717 0,3660 0,3317 0,3292

14 Sragen 0,4282 0,2847 0,4118 0,4152 0,4402 0,3446 0,3000

15 Grobogan 0,3075 0,2416 0,2772 0,3151 0,3575 0,3064 0,2921

16 Blora 0,3554 0,2628 0,3692 0,3822 0,4151 0,3694 0,3963

17 Rembang 0,3170 0,2204 0,3101 0,3205 0,3417 0,2968 0,3086

18 Pati 0,3511 0,2297 0,3207 0,3589 0,3841 0,3634 0,3532

19 Kudus 0,2818 0,2254 0,2727 0,2989 0,2892 0,2719 0,3028

20 Jepara 0,3144 0,2325 0,3158 0,2910 0,3196 0,2878 0,3131

21 Demak 0,3016 0,3225 0,2988 0,3103 0,3410 0,3059 0,2742

22 Semarang 0,2971 0,2554 0,3112 0,3105 0,3169 0,2919 0,2922

23 Temanggung 0,2709 0,2874 0,2634 0,2752 0,3223 0,2709 0,2876

24 Kendal 0,3235 0,2843 0,3326 0,3601 0,3615 0,3168 0,3385

25 Batang 0,3373 0,2701 0,3087 0,3427 0,3793 0,3134 0,3250

26 Pekalongan 0,3290 0,2492 0,3067 0,3345 0,3507 0,2946 0,3103

27 Pemalang 0,3505 0,2465 0,3284 0,3555 0,3882 0,3191 0,3259

28 Tegal 0,3561 0,2857 0,3620 0,3647 0,3773 0,3573 0,3576

29 Brebes 0,4057 0,2870 0,3586 0,3868 0,4125 0,3769 0,3970

30 Kota Magelang 0,2364 0,3352 0,2063 0,2229 0,2245 0,2052 0,2276

31 Kota Surakarta 0,2146 0,3296 0,2061 0,2392 0,2180 0,2213 0,2451

32 Kota Salatiga 0,2471 0,3515 0,2510 0,2506 0,2660 0,2363 0,2667

33 Kota Semarang 0,2282 0,3348 0,2182 0,2407 0,2434 0,2398 0,2607

34 Kota Pekalongan 0,2391 0,2918 0,2534 0,2568 0,2698 0,2551 0,2582

35 Kota Tegal 0,2858 0,2806 0,2774 0,2842 0,2924 0,2823 0,3144

Jawa Tengah 0,3314 0,3287 0,3220 0,3361 0,3570 0,3185 0,3284

Sumber : Diolah dari raw data Susenas Kor 2004-2010, BPS

Page 169: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

139

Lampiran 5 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah menurut Kabupaten/Kota, 2004-2010

Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk Miskin (000 Jiwa) Persentase Penduduk Miskin

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

1 Cilacap 346,24 361,00 402,06 363,65 343,89 318,75 297,24 20,90 22,25 24,93 22,59 21,40 19,88 18,11

2 Banyumas 325,25 326,80 362,22 332,98 340,65 319,85 314,21 21,47 22,02 24,44 22,46 22,93 21,52 20,20

3 Purbalingga 266,51 250,60 262,94 246,26 221,92 205,01 208,95 31,20 29,95 32,38 30,24 27,12 24,97 24,58

4 Banjarnegara 240,25 239,50 251,33 232,92 200,61 184,02 166,71 26,91 27,35 29,40 27,18 23,34 21,36 19,17

5 Kebumen 371,54 349,30 388,74 362,38 334,87 309,61 263,10 30,95 29,83 32,49 30,25 27,87 25,73 22,70

6 Purworejo 167,08 157,10 162,30 146,00 130,04 121,39 115,32 23,51 22,77 22,75 20,49 18,22 17,02 16,61

7 Wonosobo 254,65 239,40 257,49 241,39 207,54 194,02 174,78 33,15 31,68 34,43 32,29 27,72 25,91 23,15

8 Magelang 185,83 174,70 199,05 200,09 190,82 176,49 167,25 16,10 15,42 17,36 17,37 16,49 15,19 14,14

9 Boyolali 172,25 162,00 184,58 167,01 158,36 148,24 127,85 18,47 17,75 20,00 18,06 17,08 15,96 13,72

10 Klaten 263,90 248,10 257,42 249,11 243,07 220,18 197,44 23,38 22,48 22,99 22,27 21,72 19,68 17,47

11 Sukoharjo 118,07 111,00 126,47 113,77 99,09 94,45 90,22 14,38 13,67 15,63 14,02 12,13 11,51 10,94

12 Wonogiri 246,06 246,80 262,94 237,40 201,06 184,88 145,56 24,43 25,21 27,01 24,44 20,71 19,08 15,67

13 Karanganyar 132,58 130,40 148,58 138,87 125,94 118,79 113,81 16,14 16,14 18,69 17,39 15,68 14,73 13,98

14 Sragen 225,12 204,20 201,94 180,70 177,11 167,30 149,76 26,06 24,28 23,72 21,24 20,83 19,70 17,49

15 Grobogan 385,06 362,10 361,86 330,40 261,95 247,47 233,78 29,30 28,00 27,60 25,14 19,84 18,68 17,86

16 Blora 191,24 177,10 197,62 176,80 155,06 145,95 134,99 22,97 21,73 23,95 21,46 18,79 17,70 16,27

17 Rembang 186,25 175,10 188,47 174,30 154,75 147,15 138,57 32,00 30,72 33,20 30,71 27,21 25,86 23,40

18 Pati 247,87 233,00 256,54 228,80 207,24 184,05 172,45 20,67 19,82 22,14 19,79 17,90 15,92 14,48

19 Kudus 85,50 80,40 91,61 82,41 97,81 84,86 70,22 11,44 10,93 12,05 10,73 12,58 10,80 9,01

20 Jepara 104,04 108,50 123,62 111,21 119,21 104,74 111,87 9,88 10,39 11,75 10,44 11,05 9,60 10,18

21 Demak 260,56 245,00 263,50 238,90 217,15 202,24 198,92 24,94 23,60 26,03 23,50 21,24 19,70 18,76

22 Semarang 121,25 114,00 120,68 110,13 102,46 96,72 97,92 13,68 13,16 13,62 12,34 11,37 10,66 10,50

23 Temanggung 107,25 100,80 114,85 115,05 114,68 105,83 95,38 15,22 14,50 16,62 16,55 16,39 15,05 13,46

24 Kendal 185,52 174,40 198,71 192,70 168,22 152,43 130,42 20,87 20,06 21,59 20,70 17,87 16,02 14,47

25 Batang 133,31 125,30 134,44 139,85 121,95 112,17 103,64 19,01 18,15 19,99 20,79 18,08 16,61 14,67

26 Pekalongan 181,11 170,30 189,97 170,00 164,31 151,63 136,62 21,50 20,47 22,80 20,31 19,52 17,93 16,29

27 Pemalang 299,09 300,20 338,21 307,10 325,15 303,73 251,88 22,31 22,59 25,30 22,79 23,92 22,17 19,96

28 Tegal 297,18 279,40 289,67 258,60 220,74 195,46 182,54 20,53 19,60 20,71 18,50 15,78 13,98 13,11

29 Brebes 519,59 488,60 533,11 492,20 459,32 432,40 398,81 29,10 27,79 30,36 27,93 25,98 24,39 23,01

30 Kota Magelang 17,44 16,40 14,47 13,01 14,87 13,65 12,43 14,01 12,94 11,19 10,01 11,16 10,11 10,51

31 Kota Surakarta 69,46 69,10 77,56 69,77 83,36 77,97 69,88 13,72 13,34 15,21 13,64 16,13 14,99 13,96

32 Kota Salatiga 16,04 15,00 15,16 15,59 14,95 14,05 14,20 9,68 8,81 8,90 9,01 8,47 7,82 8,28

33 Kota Semarang 78,98 58,70 77,83 77,64 89,62 73,14 79,75 5,60 4,22 5,33 5,26 6,00 4,84 5,12

34 Kota Pekalongan 18,64 17,50 19,94 17,94 27,99 23,34 26,44 6,81 6,37 7,38 6,62 10,29 8,56 9,36

35 Kota Tegal 23,06 21,70 24,72 22,24 26,79 23,43 25,73 9,49 8,96 10,40 9,36 11,28 9,88 10,62

Jawa Tengah 6.844 6.534 7.101 6.557 6.123 5.655 5.219 21,11 20,49 22,19 20,43 18,99 17,48 16,11

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, Beberapa Terbitan.

Page 170: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

140

Lampiran 6 Rata-rata Usia Lama Sekolah Penduduk Berusia Produktif di Jawa Tengah menurut Kabupaten/ Kota, 2004-2010

No. Kabupaten/Kota Rata-rata Usia Lama Sekolah (Tahun)

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

1 Cilacap 6,42 6,50 6,60 6,60 6,60 6,72 6,85

2 Banyumas 6,89 6,90 7,00 7,49 7,49 7,72 7,73

3 Purbalingga 5,89 6,02 6,10 6,46 6,46 6,81 7,18

4 Banjarnegara 5,70 5,79 5,80 5,98 5,98 6,20 6,33

5 Kebumen 6,44 6,49 6,50 6,65 6,65 6,84 6,87

6 Purworejo 6,86 7,02 7,30 7,30 7,30 7,70 7,75

7 Wonosobo 5,63 5,71 6,00 6,11 6,11 6,27 6,27

8 Magelang 6,61 6,74 7,10 7,10 7,10 7,26 7,26

9 Boyolali 6,88 7,09 7,10 7,10 7,10 7,29 7,37

10 Klaten 7,51 7,67 7,70 7,70 7,75 7,93 8,27

11 Sukoharjo 7,67 7,80 8,10 8,10 8,15 8,36 8,36

12 Wonogiri 5,86 6,05 6,10 6,10 6,10 6,29 6,32

13 Karanganyar 6,89 7,04 7,00 7,00 7,05 7,17 7,39

14 Sragen 5,76 5,91 6,40 6,40 6,50 6,88 6,99

15 Grobogan 6,10 6,21 6,60 6,60 6,60 6,76 6,76

16 Blora 5,71 5,86 6,02 6,02 6,02 6,25 6,25

17 Rembang 5,82 5,92 6,20 6,60 6,65 6,85 6,85

18 Pati 6,24 6,36 6,80 6,80 6,80 6,95 6,95

19 Kudus 7,07 7,25 7,80 7,80 7,80 8,11 8,11

20 Jepara 6,75 6,91 6,90 7,22 7,22 7,40 7,40

21 Demak 6,50 6,63 7,00 7,00 7,00 7,26 7,59

22 Semarang 6,83 6,98 7,10 7,10 7,15 7,40 7,75

23 Temanggung 6,39 6,53 6,70 6,70 6,70 6,86 7,01

24 Kendal 6,41 6,60 6,69 6,69 6,69 6,90 6,91

25 Batang 5,61 5,77 5,80 5,97 6,02 6,34 6,71

26 Pekalongan 5,86 6,00 6,50 6,50 6,50 6,66 6,66

27 Pemalang 5,57 5,76 6,10 6,10 6,10 6,49 6,49

28 Tegal 5,95 6,20 6,20 6,20 6,24 6,42 6,56

29 Brebes 4,84 4,89 5,50 5,50 5,50 5,62 5,70

30 Kota Magelang 9,80 9,95 10,00 10,00 10,00 10,10 10,21

31 Kota Surakarta 9,74 9,83 10,00 10,00 10,15 10,32 10,32

32 Kota Salatiga 9,24 9,50 9,50 9,50 9,50 9,75 9,94

33 Kota Semarang 9,43 9,58 9,80 9,80 9,80 9,98 9,98

34 Kota Pekalongan 8,19 8,30 8,30 8,52 8,52 8,66 8,66

35 Kota Tegal 7,75 7,80 7,80 8,06 8,06 8,25 8,25

Jawa Tengah 6,54 6,64 6,80 6,80 6,86 7,07 7,24

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, Beberapa Terbitan.

Page 171: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

141

Lampiran 7 Posisi Kuadran Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Berdasarkan Tipologi Klassen, 2004-2010

Kabupaten/Kota Posisi Kuadran

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

1. Cilacap I I I II I II II

2. Banyumas III III IV IV IV IV IV

3. Purbalingga III III IV IV IV IV IV

4. Banjarnegara III III IV IV IV IV IV

5. Kebumen III III IV IV IV III III

6. Purworejo IV IV IV IV IV IV IV

7. Wonosobo III III III III III III III

8. Magelang III III IV IV III III III

9. Boyolali III III IV III III IV III

10. Klaten IV IV III III III IV III

11. Sukoharjo II II I I II I II

12. Wonogiri IV IV IV IV IV IV III

13. Karanganyar I I I I I I I

14. Sragen IV IV IV IV IV IV IV

15. Grobogan III IV IV IV IV IV IV

16. Blora III III IV III IV IV IV

17. Rembang III III IV III III III III

18. Pati III III IV IV IV IV IV

19. Kudus I II II II II II II

20. Jepara III III III III III III III

21. Demak III III III III III III III

22. Semarang II II II II II II II

23. Temanggung III III III III III III III

24. Kendal II II II II II I I

25. Batang III III III III III III III

26. Pekalongan III III IV IV III III III

27. Pemalang III IV IV IV IV IV IV

28. Tegal IV IV IV IV IV IV IV

29. Brebes IV IV IV IV IV IV IV

30. Kota Magelang II I II I I I I

31. Kota Surakarta I I I I I I I

32. Kota Salatiga II II II I II II II

33. Kota Semarang II II I I II II I

34. Kota Pekalongan II II II II II I I

35. Kota Tegal IV IV I I I I I

Keterangan : Kuadran I = Daerah Maju Kuadran II = Daerah Maju tetapi Tertekan Kuadran III = Daerah Terbelakang Kuadran IV = Daerah Berkembang

Page 172: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

142

Lampiran 8 Identifikasi Persamaan Struktural dengan Order Condition

Persamaan K M G K-M G-1 Hasil Identifikasi

1. Pertumbuhan 16 8 4 8 3 Over Identified

2. Pengangguran 16 4 4 12 3 Over Identified

3. Ketimpangan 16 4 4 12 3 Over Identified

4. Kemiskinan 16 4 4 12 3 Over Identified

Lampiran 9 Hasil Estimasi Model Pertumbuhan Dependent Variable: LOG(KAP) Method: Panel Two-Stage EGLS (Cross-section random effects) Sample: 2004 2010 Periods included: 7 Cross-sections included: 35 Total panel (balanced) observations: 245 Swamy and Arora estimator of component variances Instrument list: C LOG(KERJA_S) LOG(KERJA_A) LOG(MYS1) INV LOG(LIST) LOG(JLN) LOG(PUB) LOG(AK_S) LOG(AK_S) LOG(UPAH) LOG(IHK) EGINI

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -2.142731 0.204617 -10.47193 0.0000

LOG(KERJA_S) -0.000678 0.023075 -0.029392 0.9766 LOG(KERJA_A) 0.055542 0.021265 2.611898 0.0096

LOG(MYS1) 0.438830 0.103412 4.243534 0.0000 INV 0.004162 0.000880 4.730581 0.0000

LOG(LIST) 0.333197 0.028056 11.87622 0.0000 LOG(JLN) 0.052198 0.015536 3.359752 0.0009 LOG(PUB) 0.020060 0.006442 3.113922 0.0021

Effects Specification S.D. Rho Cross-section random 0.283239 0.9885

Idiosyncratic random 0.030610 0.0115 Weighted Statistics R-squared 0.882321 Mean dependent var 0.055267

Adjusted R-squared 0.878845 S.D. dependent var 0.087550 S.E. of regression 0.030474 Sum squared resid 0.220090 F-statistic 253.8507 Durbin-Watson stat 0.656885 Prob(F-statistic) 0.000000 Second-Stage SSR 0.220090 Instrument rank 12.000000

Unweighted Statistics R-squared 0.700059 Mean dependent var 1.354170

Sum squared resid 18.03966 Durbin-Watson stat 0.008014

Page 173: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

143

Lampiran 10 Hasil Estimasi Model Pengangguran

Dependent Variable: LOG(UN) Method: Panel Two-Stage EGLS (Cross-section weights) Sample: 2004 2010 Periods included: 7 Cross-sections included: 35 Total panel (balanced) observations: 245 Linear estimation after one-step weighting matrix Instrument list: C LOG(KERJA_S) LOG(KERJA_A) LOG(MYS1) INV LOG(LIST) LOG(JLN) LOG(PUB) LOG(AK_S) LOG(AK_S) LOG(UPAH)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 1.266629 1.525737 0.830176 0.4074

LOG(AK_S) 0.264886 0.158315 1.673162 0.0958 LOG(AK_A) 0.553119 0.172603 3.204568 0.0016 LOG(UPAH) -0.009293 0.201882 -0.046031 0.9633 LOG(KAP) -1.453354 0.333134 -4.362675 0.0000

INV -0.008577 0.003244 -2.644229 0.0088 Effects Specification Weighted Statistics R-squared 0.927011 Mean dependent var 3.708249

Adjusted R-squared 0.913126 S.D. dependent var 1.718732 S.E. of regression 0.221612 Sum squared resid 10.06793 F-statistic 64.87287 Durbin-Watson stat 1.921560 Prob(F-statistic) 0.000000 Second-Stage SSR 10.33892 Instrument rank 44.000000

Unweighted Statistics R-squared 0.879574 Mean dependent var 3.181715

Sum squared resid 10.37742 Durbin-Watson stat 1.752312

Page 174: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

144

Lampiran 11 Hasil Estimasi Model Ketimpangan Dependent Variable: IGINI Method: Panel Two-Stage EGLS (Cross-section random effects) Sample: 2004 2010 Periods included: 7 Cross-sections included: 35 Total panel (balanced) observations: 245 Swamy and Arora estimator of component variances Instrument list: C LOG(KERJA_S) LOG(KERJA_A) LOG(MYS1) INV LOG(LIST) LOG(JLN) LOG(PUB) LOG(IHK) EGINI

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -0.061337 0.084557 -0.725391 0.4689

LOG(KAP) 0.047536 0.010631 4.471598 0.0000 EGINI 0.118415 0.061382 1.929156 0.0549

LOG(IHK) 0.054875 0.020227 2.712918 0.0072 LOG(PUB) -0.012609 0.006480 -1.945950 0.0528

Effects Specification S.D. Rho Cross-section random 0.022124 0.3560

Idiosyncratic random 0.029756 0.6440 Weighted Statistics R-squared 0.066689 Mean dependent var 0.123155

Adjusted R-squared 0.051133 S.D. dependent var 0.031589 S.E. of regression 0.030771 Sum squared resid 0.227238 F-statistic 10.91219 Durbin-Watson stat 1.936233 Prob(F-statistic) 0.000000 Second-Stage SSR 0.206009 Instrument rank 10.000000

Unweighted Statistics R-squared 0.049763 Mean dependent var 0.271775

Sum squared resid 0.394834 Durbin-Watson stat 1.114358

Page 175: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

145

Lampiran 12 Hasil Estimasi Model Kemiskinan Dependent Variable: LOG(HC) Method: Panel Two-Stage EGLS (Cross-section random effects) Sample: 2004 2010 Periods included: 7 Cross-sections included: 35 Total panel (balanced) observations: 245 Instrument list: C LOG(KERJA_S) LOG(KERJA_A) LOG(MYS1) INV LOG(LIST) LOG(JLN) LOG(PUB) LOG(AK_S) LOG(AK_S) LOG(UPAH) LOG(IHK) EGINI

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 4.729884 0.338494 13.97333 0.0000

LOG(KAP) -1.585073 0.174937 -9.060831 0.0000 LOG(UN) 0.051504 0.034946 1.473815 0.1418

IGINI 0.386554 0.762640 0.506863 0.6127 LOG(IHK) 0.402849 0.095414 4.222126 0.0000

Effects Specification S.D. Rho Cross-section random 0.374683 0.9399

Idiosyncratic random 0.094764 0.0601 Weighted Statistics

R-squared 0.351431 Mean dependent var 0.469005 Adjusted R-squared 0.340622 S.D. dependent var 0.142127 S.E. of regression 0.115410 Sum squared resid 3.196698 F-statistic 42.69398 Durbin-Watson stat 0.721903 Prob(F-statistic) 0.000000 Second-Stage SSR 2.879732 Instrument rank 12.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.303305 Mean dependent var 4.928579 Sum squared resid 125.7256 Durbin-Watson stat 0.018355

Page 176: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

146

Lampiran 13 Hasil Validasi Model Menggunakan Koefisien Determinasi (R2)

Dependent Variable: LOG(KAP) Method: Panel Least Squares Sample: 2004 2010 Periods included: 7 Cross-sections included: 35 Total panel (balanced) observations: 245

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.002044 0.032420 0.063063 0.9498

LOG(KAP_0) 0.998490 0.023898 41.78073 0.0000 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.996848 Mean dependent var 1.354170

Adjusted R-squared 0.996320 S.D. dependent var 0.496480 S.E. of regression 0.030118 Akaike info criterion -4.032433 Sum squared resid 0.189583 Schwarz criterion -3.517963 Log likelihood 529.9731 Hannan-Quinn criter. -3.825257 F-statistic 1888.432 Durbin-Watson stat 0.764649 Prob(F-statistic) 0.000000

Dependent Variable: LOG(UN) Method: Panel Least Squares Sample: 2004 2010 Periods included: 7 Cross-sections included: 35 Total panel (balanced) observations: 245

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.713951 0.459460 1.553891 0.1217

LOG(UN_0) 0.775608 0.144338 5.373565 0.0000 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.880710 Mean dependent var 3.181715

Adjusted R-squared 0.860733 S.D. dependent var 0.594279 S.E. of regression 0.221776 Akaike info criterion -0.039344 Sum squared resid 10.27958 Schwarz criterion 0.475127 Log likelihood 40.81962 Hannan-Quinn criter. 0.167833 F-statistic 44.08651 Durbin-Watson stat 1.812645 Prob(F-statistic) 0.000000

Page 177: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

147

Dependent Variable: IGINI Method: Panel Least Squares Sample: 2004 2010 Periods included: 7 Cross-sections included: 35 Total panel (balanced) observations: 245

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -0.069342 0.057881 -1.197997 0.2323

IGINI_0 1.255143 0.212862 5.896523 0.0000 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.496512 Mean dependent var 0.271775

Adjusted R-squared 0.412196 S.D. dependent var 0.038534 S.E. of regression 0.029544 Akaike info criterion -4.070949 Sum squared resid 0.182420 Schwarz criterion -3.556479 Log likelihood 534.6913 Hannan-Quinn criter. -3.863773 F-statistic 5.888697 Durbin-Watson stat 2.405446 Prob(F-statistic) 0.000000

Dependent Variable: LOG(HC) Method: Panel Least Squares Sample: 2004 2010 Periods included: 7 Cross-sections included: 35 Total panel (balanced) observations: 245

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.965267 0.463417 2.082933 0.0385

LOG(HC_0) 0.804149 0.094016 8.553320 0.0000 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.986353 Mean dependent var 4.928579

Adjusted R-squared 0.984068 S.D. dependent var 0.859995 S.E. of regression 0.108552 Akaike info criterion -1.468230 Sum squared resid 2.462737 Schwarz criterion -0.953760 Log likelihood 215.8582 Hannan-Quinn criter. -1.261054 F-statistic 431.5925 Durbin-Watson stat 0.999368 Prob(F-statistic) 0.000000

Page 178: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

148

Lampiran 14 Hasil Simulasi Peningkatan Belanja Pembangunan Sebesar 22 Persen di Semua Kabupaten/Kota

Kabupaten/ Kota

Dasar Belanja Pembangunan 22 % Perubahan

KAP UN GINI HC KAP UN GINI HC KAP UN GINI HC

Cilacap 7,57 61 0,3028 328 7,60 61 0,3005 326 0,40 -0,58 -0,002 -0,75

Banyumas 2,94 31 0,3144 295 2,95 31 0,3120 293 0,40 -0,58 -0,002 -0,75

Purbalingga 2,88 20 0,2862 219 2,89 20 0,2839 217 0,40 -0,58 -0,002 -0,75

Banjarnegara 3,30 20 0,2803 190 3,31 20 0,2780 188 0,40 -0,58 -0,002 -0,75

Kebumen 2,43 28 0,2594 319 2,44 28 0,2570 317 0,40 -0,58 -0,002 -0,75

Purworejo 4,09 13 0,2940 130 4,10 13 0,2917 129 0,40 -0,58 -0,002 -0,75

Wonosobo 2,38 13 0,2716 217 2,39 13 0,2693 216 0,40 -0,58 -0,002 -0,75

Magelang 3,27 30 0,2823 180 3,28 29 0,2800 179 0,40 -0,58 -0,002 -0,75

Boyolali 4,45 24 0,2786 150 4,47 24 0,2763 149 0,40 -0,58 -0,002 -0,75

Klaten 4,55 29 0,2874 204 4,57 29 0,2851 202 0,40 -0,58 -0,002 -0,75

Sukoharjo 5,94 24 0,2774 97 5,96 24 0,2751 97 0,40 -0,58 -0,002 -0,75

Wonogiri 3,12 27 0,2944 199 3,13 27 0,2921 197 0,40 -0,58 -0,002 -0,75

Karanganyar 6,39 21 0,2904 117 6,41 21 0,2880 116 0,40 -0,58 -0,002 -0,75

Sragen 3,59 21 0,2844 153 3,61 21 0,2821 152 0,40 -0,58 -0,002 -0,75

Grobogan 2,36 33 0,2616 292 2,37 33 0,2593 290 0,40 -0,58 -0,002 -0,75

Blora 2,51 12 0,2850 147 2,52 12 0,2827 146 0,40 -0,58 -0,002 -0,75

Rembang 3,93 15 0,2560 145 3,94 14 0,2537 144 0,40 -0,58 -0,002 -0,75

Pati 3,72 30 0,2612 197 3,74 30 0,2589 196 0,40 -0,58 -0,002 -0,75

Kudus 16,99 20 0,2703 73 17,05 20 0,2680 73 0,40 -0,58 -0,002 -0,75

Jepara 3,72 20 0,2550 111 3,74 20 0,2527 111 0,40 -0,58 -0,002 -0,75

Demak 3,05 27 0,2750 192 3,06 27 0,2727 190 0,40 -0,58 -0,002 -0,75

Semarang 6,14 26 0,2848 95 6,17 26 0,2825 94 0,40 -0,58 -0,002 -0,75

Temanggung 3,43 12 0,2979 99 3,45 12 0,2956 98 0,40 -0,58 -0,002 -0,75

Kendal 5,76 27 0,2809 158 5,78 27 0,2786 156 0,40 -0,58 -0,002 -0,75

Batang 3,34 21 0,2752 116 3,35 21 0,2729 115 0,40 -0,58 -0,002 -0,75

Pekalongan 3,81 19 0,2621 153 3,83 19 0,2598 152 0,40 -0,58 -0,002 -0,75

Pemalang 2,69 36 0,2544 271 2,70 36 0,2521 269 0,40 -0,58 -0,002 -0,75

Tegal 2,56 41 0,2797 214 2,57 41 0,2774 213 0,40 -0,58 -0,002 -0,75

Brebes 2,94 60 0,2674 478 2,96 59 0,2651 474 0,40 -0,58 -0,002 -0,75

Kota Magelang 8,84 4 0,3129 13 8,88 4 0,3106 13 0,40 -0,58 -0,002 -0,75

Kota Surakarta 9,74 14 0,3195 65 9,78 14 0,3172 64 0,40 -0,58 -0,002 -0,75

Kota Salatiga 5,31 7 0,3348 14 5,33 7 0,3324 14 0,40 -0,58 -0,002 -0,75

Kota Semarang 14,01 42 0,3407 64 14,07 42 0,3384 63 0,40 -0,58 -0,002 -0,75

Kota Pekalongan 7,32 11 0,2815 19 7,35 11 0,2792 19 0,40 -0,58 -0,002 -0,75

Kota Tegal 5,11 10 0,2860 23 5,13 10 0,2836 22 0,40 -0,58 -0,002 -0,75

Jawa Tengah 4,76 849 0,2842 5.739 4,78 844 0,2818 5.696 0,40 -0,58 -0,002 -0,75

Keterangan : Simulasi dengan menaikkan belanja pembangunan sebesar 22 persen KAP = Pendapatan Perkapita (Rp Juta/Tahun) UN = Jumlah Penganggur/Pencari Kerja (Ribu Jiwa) IGINI = Indeks Ketimpangan Pendapatan (Gini Rasio) HC = Jumlah Penduduk Miskin/Head Count (Ribu Jiwa)

Page 179: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

149

Lampiran 15 Hasil Simulasi Peningkatan Rasio Belanja Pembangunan Terhadap APBD Kabupaten/Kota Menjadi 18 Persen

Kabupaten/Kota Dasar

Simulasi Porsi Pengeluaran Pembangunan 18%

Perubahan

KAP UN GINI HC KAP UN GINI HC KAP UN GINI HC

Karanganyar 6,39 21 0,2904 117 6,48 20 0,2823 114 1,39 -1,99 -0,008 -2,57

Kendal 5,76 27 0,2809 158 5,80 27 0,2763 155 0,80 -1,15 -0,005 -1,49

Kota Magelang 8,84 4 0,3129 13 8,91 4 0,3082 13 0,81 -1,17 -0,005 -1,51

Kota Surakarta 9,74 14 0,3195 65 9,83 14 0,3139 64 0,97 -1,39 -0,006 -1,80

Kota Semarang 14,01 42 0,3407 64 14,24 41 0,3311 62 1,67 -2,38 -0,010 -3,07

Kota Pekalongan 7,32 11 0,2815 19 7,38 11 0,2773 19 0,72 -1,04 -0,004 -1,34

Kota Tegal 5,11 10 0,2860 23 5,12 10 0,2841 22 0,31 -0,45 -0,002 -0,59

Daerah Maju 9,39 130 0,3017 459 9,51 128 0,2962 450 1,33 -1,65 -0,006 -1,98

Cilacap 7,57 61 0,3028 328 7,71 59 0,2921 317 1,87 -2,66 -0,011 -3,44

Sukoharjo 5,94 24 0,2774 97 6,03 23 0,2682 95 1,60 -2,27 -0,009 -2,94

Kudus 16,99 20 0,2703 73 17,12 20 0,2657 72 0,80 -1,15 -0,005 -1,49

Semarang 6,14 26 0,2848 95 6,22 26 0,2774 93 1,28 -1,83 -0,007 -2,37

Kota Salatiga 5,31 7 0,3348 14 5,34 7 0,3318 14 0,52 -0,75 -0,003 -0,97

Daerah Tertekan 8,55 139 0,2940 608 8,66 136 0,2870 590 1,33 -2,12 -0,007 -2,90

Kebumen 2,43 28 0,2594 319 2,45 28 0,2538 314 0,97 -1,39 -0,006 -1,79

Wonosobo 2,38 13 0,2716 217 2,40 13 0,2688 215 0,49 -0,71 -0,003 -0,92

Magelang 3,27 30 0,2823 180 3,32 29 0,2736 175 1,50 -2,14 -0,009 -2,77

Boyolali 4,45 24 0,2786 150 4,51 23 0,2706 146 1,39 -1,99 -0,008 -2,58

Klaten 4,55 29 0,2874 204 4,64 28 0,2760 196 1,99 -2,82 -0,011 -3,64

Wonogiri 3,12 27 0,2944 199 3,15 26 0,2874 194 1,21 -1,74 -0,007 -2,25

Rembang 3,93 15 0,2560 145 3,96 14 0,2514 143 0,78 -1,13 -0,005 -1,46

Jepara 3,72 20 0,2550 111 3,76 19 0,2495 109 0,96 -1,38 -0,006 -1,78

Demak 3,05 27 0,2750 192 3,10 26 0,2652 186 1,70 -2,42 -0,010 -3,13

Temanggung 3,43 12 0,2979 99 3,48 12 0,2907 97 1,26 -1,80 -0,007 -2,33

Batang 3,34 21 0,2752 116 3,38 21 0,2685 113 1,16 -1,66 -0,007 -2,15

Pekalongan 3,81 19 0,2621 153 3,88 18 0,2521 148 1,74 -2,48 -0,010 -3,20

Daerah Tertinggal 3,45 263 0,2746 2.085 3,50 258 0,2673 2.037 1,35 -1,90 -0,007 -2,31

Banyumas 2,94 31 0,3144 295 2,99 31 0,3045 286 1,71 -2,44 -0,010 -3,15

Purbalingga 2,88 20 0,2862 219 2,91 20 0,2798 215 1,10 -1,58 -0,006 -2,05

Banjarnegara 3,30 20 0,2803 190 3,34 20 0,2736 186 1,17 -1,68 -0,007 -2,17

Purworejo 4,09 13 0,2940 130 4,16 13 0,2841 126 1,71 -2,43 -0,010 -3,14

Sragen 3,59 21 0,2844 153 3,63 21 0,2782 150 1,09 -1,56 -0,006 -2,02

Grobogan 2,36 33 0,2616 292 2,38 32 0,2552 286 1,12 -1,61 -0,006 -2,08

Blora 2,51 12 0,2850 147 2,55 12 0,2769 144 1,40 -2,00 -0,008 -2,59

Pati 3,72 30 0,2612 197 3,77 29 0,2537 193 1,30 -1,86 -0,008 -2,41

Pemalang 2,69 36 0,2544 271 2,72 35 0,2472 265 1,24 -1,78 -0,007 -2,30

Tegal 2,56 41 0,2797 214 2,58 41 0,2752 211 0,79 -1,14 -0,005 -1,47

Brebes 2,94 60 0,2674 478 2,97 59 0,2615 469 1,01 -1,46 -0,006 -1,88

Daerah Berkembang 2,99 317 0,2790 2.587 3,02 312 0,2718 2.529 1,24 -1,69 -0,007 -2,25

Jawa Tengah 4,76 849 0,2842 5.739 4,83 834 0,2772 5.606 1,31 -1,82 -0,007 -2,32

Keterangan : Simulasi dengan menaikkan porsi belanja pembangunan terhadap APBD menjadi 18 persen KAP = Pendapatan Perkapita (Rp Juta/Tahun) UN = Jumlah Penganggur/Pencari Kerja (Ribu Jiwa) IGINI = Indeks Ketimpangan Pendapatan (Gini Rasio) HC = Jumlah Penduduk Miskin/Head Count (Ribu Jiwa)

Page 180: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

150

Lampiran 16 Hasil Simulasi Peningkatan Rasio Belanja Pembangunan Terhadap APBD Kabupaten/Kota Menjadi 20 Persen

Kabupaten/Kota Dasar

Simulasi Porsi Pengeluaran Pembangunan 20%

Perubahan

KAP UN GINI HC KAP UN GINI HC KAP UN GINI HC

Karanganyar 6,39 21 0,2904 117 6,49 20 0,2811 114 1,61 -2,29 -0,009 -2,96

Kendal 5,76 27 0,2809 158 5,82 27 0,2750 155 1,02 -1,46 -0,006 -1,89

Kota Magelang 8,84 4 0,3129 13 8,93 4 0,3070 13 1,02 -1,47 -0,006 -1,90

Kota Surakarta 9,74 14 0,3195 65 9,85 14 0,3126 64 1,18 -1,70 -0,007 -2,19

Kota Semarang 14,01 42 0,3407 64 14,27 41 0,3298 62 1,88 -2,68 -0,011 -3,46

Kota Pekalongan 7,32 11 0,2815 19 7,39 11 0,2761 19 0,93 -1,34 -0,005 -1,73

Kota Tegal 5,11 10 0,2860 23 5,13 10 0,2829 22 0,53 -0,76 -0,003 -0,98

Daerah Maju 9,39 130 0,3017 459 9,53 127 0,2950 448 1,55 -1,95 -0,007 -2,37

Cilacap 7,57 61 0,3028 328 7,72 59 0,2908 316 2,09 -2,96 -0,012 -3,82

Sukoharjo 5,94 24 0,2774 97 6,05 23 0,2670 94 1,81 -2,57 -0,010 -3,33

Kudus 16,99 20 0,2703 73 17,16 20 0,2645 72 1,01 -1,46 -0,006 -1,88

Semarang 6,14 26 0,2848 95 6,23 26 0,2762 93 1,49 -2,13 -0,009 -2,76

Kota Salatiga 5,31 7 0,3348 14 5,35 7 0,3305 14 0,73 -1,05 -0,004 -1,36

Daerah Tertekan 8,55 139 0,2940 608 8,68 136 0,2858 588 1,55 -2,42 -0,008 -3,29

Kebumen 2,43 28 0,2594 319 2,46 28 0,2526 312 1,18 -1,69 -0,007 -2,18

Wonosobo 2,38 13 0,2716 217 2,40 13 0,2675 215 0,70 -1,01 -0,004 -1,31

Magelang 3,27 30 0,2823 180 3,33 29 0,2724 174 1,72 -2,44 -0,010 -3,16

Boyolali 4,45 24 0,2786 150 4,52 23 0,2694 146 1,61 -2,29 -0,009 -2,96

Klaten 4,55 29 0,2874 204 4,65 28 0,2748 195 2,21 -3,12 -0,013 -4,03

Wonogiri 3,12 27 0,2944 199 3,16 26 0,2862 194 1,43 -2,04 -0,008 -2,64

Rembang 3,93 15 0,2560 145 3,97 14 0,2502 142 1,00 -1,43 -0,006 -1,85

Jepara 3,72 20 0,2550 111 3,77 19 0,2483 109 1,17 -1,68 -0,007 -2,17

Demak 3,05 27 0,2750 192 3,10 26 0,2640 185 1,92 -2,72 -0,011 -3,52

Temanggung 3,43 12 0,2979 99 3,48 12 0,2894 96 1,47 -2,10 -0,008 -2,72

Batang 3,34 21 0,2752 116 3,39 21 0,2673 113 1,37 -1,96 -0,008 -2,54

Pekalongan 3,81 19 0,2621 153 3,89 18 0,2508 147 1,96 -2,78 -0,011 -3,59

Daerah Tertinggal 3,45 263 0,2746 2.085 3,51 257 0,2661 2.029 1,56 -2,20 -0,009 -2,70

Banyumas 2,94 31 0,3144 295 2,99 31 0,3033 285 1,93 -2,74 -0,011 -3,54

Purbalingga 2,88 20 0,2862 219 2,91 20 0,2786 214 1,32 -1,88 -0,008 -2,44

Banjarnegara 3,30 20 0,2803 190 3,35 19 0,2724 185 1,38 -1,98 -0,008 -2,56

Purworejo 4,09 13 0,2940 130 4,16 13 0,2829 125 1,93 -2,73 -0,011 -3,53

Sragen 3,59 21 0,2844 153 3,64 21 0,2769 149 1,30 -1,86 -0,008 -2,40

Grobogan 2,36 33 0,2616 292 2,39 32 0,2539 285 1,34 -1,91 -0,008 -2,47

Blora 2,51 12 0,2850 147 2,55 12 0,2757 143 1,62 -2,31 -0,009 -2,98

Pati 3,72 30 0,2612 197 3,78 29 0,2524 192 1,52 -2,17 -0,009 -2,80

Pemalang 2,69 36 0,2544 271 2,72 35 0,2460 264 1,46 -2,08 -0,008 -2,69

Tegal 2,56 41 0,2797 214 2,59 41 0,2739 210 1,00 -1,44 -0,006 -1,86

Brebes 2,94 60 0,2674 478 2,98 58 0,2603 467 1,23 -1,76 -0,007 -2,27

Daerah Berkembang 2,99 317 0,2790 2.587 3,03 311 0,2706 2.519 1,45 -1,99 -0,008 -2,64

Jawa Tengah 4,76 849 0,2842 5.739 4,84 831 0,2759 5.584 1,53 -2,12 -0,008 -2,71

Keterangan : Simulasi dengan menaikkan porsi belanja pembangunan terhadap APBD menjadi 20 persen KAP = Pendapatan Perkapita (Rp Juta/Tahun) UN = Jumlah Penganggur/Pencari Kerja (Ribu Jiwa) IGINI = Indeks Ketimpangan Pendapatan (Gini Rasio) HC = Jumlah Penduduk Miskin/Head Count (Ribu Jiwa)

Page 181: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

151

Lampiran 17 Hasil Simulasi Peningkatan Rasio Belanja Pembangunan Terhadap APBD Kabupaten/Kota Menjadi 23 Persen

Kabupaten/Kota Dasar

Simulasi Porsi Pengeluaran Pembangunan 23%

Perubahan

KAP UN GINI HC KAP UN GINI HC KAP UN GINI HC

Karanganyar 6,39 21 0,2904 117 6,51 20 0,2795 113 1,89 -2,69 -0,011 -3,47

Kendal 5,76 27 0,2809 158 5,83 27 0,2734 154 1,30 -1,86 -0,007 -2,40

Kota Magelang 8,84 4 0,3129 13 8,96 4 0,3054 13 1,31 -1,87 -0,008 -2,42

Kota Surakarta 9,74 14 0,3195 65 9,88 14 0,3110 63 1,47 -2,10 -0,008 -2,71

Kota Semarang 14,01 42 0,3407 64 14,31 41 0,3282 61 2,17 -3,07 -0,012 -3,97

Kota Pekalongan 7,32 11 0,2815 19 7,41 11 0,2745 19 1,22 -1,74 -0,007 -2,25

Kota Tegal 5,11 10 0,2860 23 5,15 10 0,2813 22 0,81 -1,16 -0,005 -1,50

Daerah Maju 9,39 130 0,3017 459 9,56 127 0,2933 446 1,83 -2,35 -0,008 -2,89

Cilacap 7,57 61 0,3028 328 7,75 59 0,2892 314 2,38 -3,36 -0,014 -4,33

Sukoharjo 5,94 24 0,2774 97 6,06 23 0,2654 94 2,10 -2,97 -0,012 -3,84

Kudus 16,99 20 0,2703 73 17,21 20 0,2628 71 1,30 -1,86 -0,007 -2,40

Semarang 6,14 26 0,2848 95 6,25 26 0,2746 92 1,78 -2,53 -0,010 -3,27

Kota Salatiga 5,31 7 0,3348 14 5,37 7 0,3289 13 1,01 -1,45 -0,006 -1,88

Daerah Tertekan 8,55 139 0,2940 608 8,71 135 0,2842 585 1,83 -2,81 -0,010 -3,80

Kebumen 2,43 28 0,2594 319 2,46 28 0,2509 311 1,46 -2,09 -0,008 -2,70

Wonosobo 2,38 13 0,2716 217 2,41 13 0,2659 214 0,99 -1,42 -0,006 -1,83

Magelang 3,27 30 0,2823 180 3,34 29 0,2708 173 2,00 -2,84 -0,012 -3,67

Boyolali 4,45 24 0,2786 150 4,53 23 0,2677 145 1,89 -2,69 -0,011 -3,47

Klaten 4,55 29 0,2874 204 4,67 28 0,2731 194 2,49 -3,51 -0,014 -4,53

Wonogiri 3,12 27 0,2944 199 3,17 26 0,2846 193 1,71 -2,44 -0,010 -3,15

Rembang 3,93 15 0,2560 145 3,98 14 0,2486 142 1,28 -1,83 -0,007 -2,37

Jepara 3,72 20 0,2550 111 3,78 19 0,2466 108 1,46 -2,08 -0,008 -2,69

Demak 3,05 27 0,2750 192 3,11 26 0,2623 184 2,20 -3,12 -0,013 -4,03

Temanggung 3,43 12 0,2979 99 3,49 12 0,2878 96 1,76 -2,50 -0,010 -3,23

Batang 3,34 21 0,2752 116 3,40 21 0,2656 112 1,66 -2,36 -0,010 -3,05

Pekalongan 3,81 19 0,2621 153 3,90 18 0,2492 147 2,24 -3,17 -0,013 -4,10

Daerah Tertinggal 3,45 263 0,2746 2.085 3,52 256 0,2644 2.018 1,85 -2,59 -0,010 -3,22

Banyumas 2,94 31 0,3144 295 3,00 30 0,3016 283 2,22 -3,14 -0,013 -4,05

Purbalingga 2,88 20 0,2862 219 2,92 20 0,2770 213 1,60 -2,28 -0,009 -2,95

Banjarnegara 3,30 20 0,2803 190 3,36 19 0,2707 184 1,67 -2,38 -0,010 -3,07

Purworejo 4,09 13 0,2940 130 4,18 13 0,2813 125 2,21 -3,13 -0,013 -4,04

Sragen 3,59 21 0,2844 153 3,65 21 0,2753 149 1,58 -2,26 -0,009 -2,92

Grobogan 2,36 33 0,2616 292 2,39 32 0,2523 283 1,62 -2,31 -0,009 -2,98

Blora 2,51 12 0,2850 147 2,56 12 0,2740 142 1,90 -2,70 -0,011 -3,49

Pati 3,72 30 0,2612 197 3,79 29 0,2508 191 1,80 -2,56 -0,010 -3,31

Pemalang 2,69 36 0,2544 271 2,73 35 0,2444 263 1,74 -2,48 -0,010 -3,20

Tegal 2,56 41 0,2797 214 2,60 41 0,2723 209 1,29 -1,84 -0,007 -2,38

Brebes 2,94 60 0,2674 478 2,99 58 0,2587 464 1,51 -2,16 -0,009 -2,79

Daerah Berkembang 2,99 317 0,2790 2.587 3,04 310 0,2689 2.506 1,74 -2,39 -0,010 -3,15

Jawa Tengah 4,76 849 0,2842 5.739 4,85 828 0,2743 5.554 1,81 -2,52 -0,010 -3,22

Keterangan : Simulasi dengan menaikkan porsi belanja pembangunan terhadap APBD menjadi 23 persen KAP = Pendapatan Perkapita (Rp Juta/Tahun) UN = Jumlah Penganggur/Pencari Kerja (Ribu Jiwa) IGINI = Indeks Ketimpangan Pendapatan (Gini Rasio) HC = Jumlah Penduduk Miskin/Head Count (Ribu Jiwa)

Page 182: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

152

Lampiran 18 Hasil Simulasi Peningkatan Investasi Sebesar 8 Persen di Kabupaten Kota/Menurut Tipologi Klassen

Kabupaten/Kota Dasar

Simulasi Peningkatan Investasi 8%

Perubahan

KAP UN GINI HC KAP UN GINI HC KAP UN GINI HC

Karanganyar 6,39 21 0,2904 117 6,40 21 0,2905 117 0,21 -0,73 0,0001 -0,36

Kendal 5,76 27 0,2809 158 5,77 27 0,2810 157 0,22 -0,78 0,0001 -0,39

Kota Magelang 8,84 4 0,3129 13 8,86 4 0,3130 13 0,16 -0,55 0,0001 -0,27

Kota Surakarta 9,74 14 0,3195 65 9,80 14 0,3198 64 0,67 -2,32 0,0003 -1,16

Kota Semarang 14,01 42 0,3407 64 14,47 37 0,3422 60 3,32 -10,84 0,0016 -5,55

Kota Pekalongan 7,32 11 0,2815 19 7,34 11 0,2816 19 0,28 -0,96 0,0001 -0,48

Kota Tegal 5,11 10 0,2860 23 5,11 10 0,2860 22 0,12 -0,43 0,0001 -0,22

Daerah Maju 9,39 130 0,3017 459 9,56 124 0,3020 453 1,90 -4,18 0,0003 -1,20

Cilacap 7,57 61 0,3028 328 7,63 59 0,3032 324 0,84 -2,91 0,0004 -1,46

Sukoharjo 5,94 24 0,2774 97 5,95 24 0,2776 97 0,26 -0,90 0,0001 -0,45

Kudus 16,99 20 0,2703 73 17,06 20 0,2705 73 0,43 -1,48 0,0002 -0,74

Semarang 6,14 26 0,2848 95 6,16 26 0,2850 95 0,28 -0,96 0,0001 -0,48

Kota Salatiga 5,31 7 0,3348 14 5,32 7 0,3348 14 0,06 -0,22 0,0000 -0,11

Daerah Tertekan 8,55 139 0,2940 608 8,59 136 0,2942 602 0,51 -1,84 0,0002 -1,02

Kebumen 2,43 28 0,2594 319 2,43 28 0,2594 319 0,12 -0,43 0,0001 -0,21

Wonosobo 2,38 13 0,2716 217 2,39 13 0,2717 217 0,09 -0,31 0,0000 -0,15

Magelang 3,27 30 0,2823 180 3,28 29 0,2825 179 0,38 -1,33 0,0002 -0,66

Boyolali 4,45 24 0,2786 150 4,45 24 0,2787 150 0,15 -0,54 0,0001 -0,27

Klaten 4,55 29 0,2874 204 4,57 28 0,2876 202 0,37 -1,30 0,0002 -0,65

Wonogiri 3,12 27 0,2944 199 3,12 27 0,2945 198 0,14 -0,50 0,0001 -0,25

Rembang 3,93 15 0,2560 145 3,93 14 0,2561 144 0,20 -0,69 0,0001 -0,34

Jepara 3,72 20 0,2550 111 3,73 20 0,2552 111 0,28 -0,96 0,0001 -0,48

Demak 3,05 27 0,2750 192 3,05 27 0,2751 191 0,20 -0,70 0,0001 -0,35

Temanggung 3,43 12 0,2979 99 3,44 12 0,2980 99 0,14 -0,49 0,0001 -0,24

Batang 3,34 21 0,2752 116 3,35 21 0,2753 115 0,16 -0,56 0,0001 -0,28

Pekalongan 3,81 19 0,2621 153 3,82 19 0,2622 152 0,22 -0,77 0,0001 -0,38

Daerah Tertinggal 3,45 263 0,2746 2.085 3,46 261 0,2747 2.078 0,22 -0,75 0,0001 -0,35

Banyumas 2,94 31 0,3144 295 2,95 31 0,3146 293 0,43 -1,51 0,0002 -0,75

Purbalingga 2,88 20 0,2862 219 2,88 20 0,2863 218 0,21 -0,74 0,0001 -0,37

Banjarnegara 3,30 20 0,2803 190 3,31 20 0,2804 189 0,20 -0,70 0,0001 -0,35

Purworejo 4,09 13 0,2940 130 4,09 13 0,2941 130 0,17 -0,61 0,0001 -0,30

Sragen 3,59 21 0,2844 153 3,60 21 0,2845 153 0,16 -0,55 0,0001 -0,27

Grobogan 2,36 33 0,2616 292 2,36 33 0,2617 291 0,16 -0,56 0,0001 -0,28

Blora 2,51 12 0,2850 147 2,51 12 0,2850 147 0,08 -0,29 0,0000 -0,14

Pati 3,72 30 0,2612 197 3,74 29 0,2613 196 0,34 -1,18 0,0002 -0,59

Pemalang 2,69 36 0,2544 271 2,69 36 0,2545 271 0,12 -0,43 0,0001 -0,21

Tegal 2,56 41 0,2797 214 2,57 41 0,2798 213 0,21 -0,75 0,0001 -0,37

Brebes 2,94 60 0,2674 478 2,95 59 0,2674 477 0,14 -0,51 0,0001 -0,25

Daerah Berkembang 2,99 317 0,2790 2.587 2,99 315 0,2791 2.578 0,22 -0,72 0,0001 -0,36

Jawa Tengah 4,76 849 0,2842 5.739 4,80 837 0,2841 5.711 0,74 -1,44 0,0000 -0,49

Keterangan : Simulasi dengan menaikkan investasi sebesar 8 persen KAP = Pendapatan Perkapita (Rp Juta/Tahun) UN = Jumlah Penganggur/Pencari Kerja (Ribu Jiwa) IGINI = Indeks Ketimpangan Pendapatan (Gini Rasio) HC = Jumlah Penduduk Miskin/Head Count (Ribu Jiwa)

Page 183: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

153

Lampiran 19 Hasil Simulasi Peningkatan Indeks Harga Sebesar 2,68 Persen di Kabupaten/Kota Menurut Tipologi Klassen

Kabupaten/Kota Dasar Simulasi Inflasi Sebesar 2,68% Perubahan

KAP UN GINI HC KAP UN GINI HC KAP UN GINI HC

Karanganyar 6,39 21 0,2904 117 6,39 21 0,2918 118 0,00 0,00 0,001 1,13

Kendal 5,76 27 0,2809 158 5,76 27 0,2824 159 0,00 0,00 0,001 1,13

Kota Magelang 8,84 4 0,3129 13 8,84 4 0,3144 14 0,00 0,00 0,001 1,13

Kota Surakarta 9,74 14 0,3195 65 9,74 14 0,3209 66 0,00 0,00 0,001 1,13

Kota Semarang 14,01 42 0,3407 64 14,01 42 0,3421 64 0,00 0,00 0,001 1,13

Kota Pekalongan 7,32 11 0,2815 19 7,32 11 0,2830 20 0,00 0,00 0,001 1,13

Kota Tegal 5,11 10 0,2860 23 5,11 10 0,2874 23 0,00 0,00 0,001 1,13

Daerah Maju 9,39 130 0,3017 459 9,39 130 0,3031 464 0,00 0,00 0,001 1,13

Cilacap 7,57 61 0,3028 328 7,57 61 0,3043 332 0,00 0,00 0,001 1,13

Sukoharjo 5,94 24 0,2774 97 5,94 24 0,2789 99 0,00 0,00 0,001 1,13

Kudus 16,99 20 0,2703 73 16,99 20 0,2718 74 0,00 0,00 0,001 1,13

Semarang 6,14 26 0,2848 95 6,14 26 0,2863 96 0,00 0,00 0,001 1,13

Kota Salatiga 5,31 7 0,3348 14 5,31 7 0,3362 14 0,00 0,00 0,001 1,13

Daerah Tertekan 8,55 139 0,2940 608 8,55 139 0,2955 615 0,00 0,00 0,001 1,13

Kebumen 2,43 28 0,2594 319 2,43 28 0,2608 323 0,00 0,00 0,001 1,13

Wonosobo 2,38 13 0,2716 217 2,38 13 0,2731 220 0,00 0,00 0,001 1,13

Magelang 3,27 30 0,2823 180 3,27 30 0,2837 182 0,00 0,00 0,001 1,13

Boyolali 4,45 24 0,2786 150 4,45 24 0,2801 152 0,00 0,00 0,001 1,13

Klaten 4,55 29 0,2874 204 4,55 29 0,2889 206 0,00 0,00 0,001 1,13

Wonogiri 3,12 27 0,2944 199 3,12 27 0,2959 201 0,00 0,00 0,001 1,13

Rembang 3,93 15 0,2560 145 3,93 15 0,2574 147 0,00 0,00 0,001 1,13

Jepara 3,72 20 0,2550 111 3,72 20 0,2565 113 0,00 0,00 0,001 1,13

Demak 3,05 27 0,2750 192 3,05 27 0,2764 194 0,00 0,00 0,001 1,13

Temanggung 3,43 12 0,2979 99 3,43 12 0,2994 100 0,00 0,00 0,001 1,13

Batang 3,34 21 0,2752 116 3,34 21 0,2767 117 0,00 0,00 0,001 1,13

Pekalongan 3,81 19 0,2621 153 3,81 19 0,2636 154 0,00 0,00 0,001 1,13

Daerah Tertinggal 3,45 263 0,2746 2.085 3,45 263 0,2760 2.109 0,00 0,00 0,001 1,13

Banyumas 2,94 31 0,3144 295 2,94 31 0,3158 299 0,00 0,00 0,001 1,13

Purbalingga 2,88 20 0,2862 219 2,88 20 0,2877 221 0,00 0,00 0,001 1,13

Banjarnegara 3,30 20 0,2803 190 3,30 20 0,2818 192 0,00 0,00 0,001 1,13

Purworejo 4,09 13 0,2940 130 4,09 13 0,2954 131 0,00 0,00 0,001 1,13

Sragen 3,59 21 0,2844 153 3,59 21 0,2859 155 0,00 0,00 0,001 1,13

Grobogan 2,36 33 0,2616 292 2,36 33 0,2631 295 0,00 0,00 0,001 1,13

Blora 2,51 12 0,2850 147 2,51 12 0,2865 149 0,00 0,00 0,001 1,13

Pati 3,72 30 0,2612 197 3,72 30 0,2626 200 0,00 0,00 0,001 1,13

Pemalang 2,69 36 0,2544 271 2,69 36 0,2558 274 0,00 0,00 0,001 1,13

Tegal 2,56 41 0,2797 214 2,56 41 0,2812 217 0,00 0,00 0,001 1,13

Brebes 2,94 60 0,2674 478 2,94 60 0,2688 483 0,00 0,00 0,001 1,13

Daerah Berkembang 2,99 317 0,2790 2.587 2,99 317 0,2804 2.616 0,00 0,00 0,001 1,13

Jawa Tengah 4,76 849 0,2842 5.739 4,76 849 0,2854 5.804 0,00 0,00 0,001 1,13

Keterangan : Simulasi kenaikan indeks harga sebesar 2,68 persen KAP = Pendapatan Perkapita (Rp Juta/Tahun) UN = Jumlah Penganggur/Pencari Kerja (Ribu Jiwa) IGINI = Indeks Ketimpangan Pendapatan (Gini Rasio) HC = Jumlah Penduduk Miskin/Head Count (Ribu Jiwa)

Page 184: ANALISIS KETERKAITAN PERTUMBUHAN, PENGANGGURAN DAN ... · Pertumbuhan, Pengangguran dan terhadap Kemiskinan Ketimpangan ... ketenagakerjaan, kemiskinan, indeks ketimpangan, stok kapita/investasi,

154

Halaman ini sengaja dikosongkan