analisis kualitas jawaban siswa kelas viii dalam...
TRANSCRIPT
ANALISIS KUALITAS JAWABAN SISWA KELAS VIII DALAM
MENYELESAIKAN SOAL OPERASI HITUNG PECAHAN BENTUK
ALJABAR BERDASARKAN TAKSONOMI SOLO
JURNAL
Disusun untuk Memenuhi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Yonatan Supra Tri Gumilar
202013045
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
2
3
4
5
6
ANALISIS KUALITAS JAWABAN SISWA KELAS VIII DALAM
MENYELESAIKAN SOAL OPERASI HITUNG PECAHAN BENTUK ALJABAR
BERDASARKAN TAKSONOMI SOLO
Yonatan Supra Tri Gumilar1) Tri Nova Hasti Yunianta2)
[email protected]), [email protected] 2)
Program Studi S1 Pendidikan Matematika 1),2)
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Diponegoro 52 – 60 Salatiga, Indonesia
ABSTRAK
Taksonomi SOLO dikategorikan menjadi lima tingkatan yaitu prastruktural, unistruktural,
multistruktural, relasional, dan abstrak diperluas. Taksonomi SOLO merupakan suatu alat evaluasi
tentang kualitas jawaban siswa terhadap suatu tugas. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
kualitas jawaban siswa kelas VIII dalam menyelesaikan soal operasi hitung pecahan bentuk aljabar
berdasarkan Taksonomi SOLO. Jenis penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Subjek penelitian ini
adalah 3 siswa kelas VIII SMP Kristen Lentera Ambarawa yang dikategorikan berdasarkan perbedaan
kemampuan matematika. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
tes, wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik pemerikasaan keabsahan data yang dilakukan
dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi sumber. Instrumen pengumpulan data yang
digunakan yaitu peneliti, kisi-kisi soal tes, soal tes, dan pedoman wawancara. Prosedur pelaksanaan
penelitian terdiri dari tiga tahap yaitu tahap pra lapangan, pelaksanaan penelitian, dan pembuatan
laporan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas jawaban subjek berkemampuan tinggi
berada pada level unistruktural sampai relasional, subjek berkemampuan sedang berada pada level
unistruktural sampai multistruktural, dan subjek berkemampuan rendah hanya sampai pada level
unistruktural saja. Semua subjek tidak dapat mencapai pada level abstrak diperluas maka seorang
pendidik perlu menekankan kembali soal operasi hitung pecahan bentuk aljabar ke dalam bentuk soal
cerita terutama pada mengubah soal cerita kedalam bentuk matematikanya.
Kata Kunci: operasi hitung pecahan bentuk aljabar, Taksonomi SOLO, kualitas jawaban
PENDAHULUAN
Menurut Tampomas (2006: 100), aljabar adalah suatu bentuk matematika yang dapat
mempermudah masalah-masalah yang sangat sulit dengan menggunakan huruf-huruf. Aljabar
merupakan suatu cabang matematika yang berhubungan dengan variabel dan persamaan baik
itu linier maupun non linier seperti persamaan kuadrat dan persamaan pangkat tiga. Materi
aljabar meliputi bentuk aljabar dan unsur-unsurnya menggunakan masalah kontekstual, operasi
hitung pada bentuk aljabar (penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian), masalah
yang berkaitan dengan bentuk aljabar, masalah yang berkaitan dengan operasi pada bentuk
aljabar. Pembelajaran aljabar merupakan hal yang sangat penting karena aljabar sangat
mendukung banyak materi lain dalam matematika. Aljabar terdiri dari beberapa konsep dan
prinsip dimana konsep aljabar diperlukan sebagai dasar untuk konsep pembelajaran aljabar
berikutnya.
7
Berdasarkan hasil wawancara 3 siswa SMP kelas VIII pada tanggal 14 September 2016,
aljabar merupakan salah satu materi pada matematika yang sulit untuk di mengerti. Siswa
merasa tidak paham saat di kelas VII karena belum dapat beradaptasi dengan materi
matematika bab aljabar. Siswa merasa kesulitan karena ada variabel dan notasi perkalian tidak
ditulis pada bab aljabar. Kesulitan-kesulitan siswa terutama pada materi operasi hitung pecahan
bentuk aljabar saat duduk di bangku kelas VIII. Hal ini di dukung oleh pendapat Fitria (2014:
2) yang menyatakan bahwa salah satu penyebab kesulitan tersebut adalah sifat objek
matematika yang abstrak.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan guru kelas VIII SMP Kristen
Lentera Ambarawa sebagai narasumber pada tanggal 14 September 2016 yang mengatakan
bahwa siswa mengalami kesulitan pada operasi hitung pecahan bentuk aljabar karena siswa
sering melupakan konsep operasi hitung dalam pecahan. Misalkan pada soal 1
2𝑥+
2
4𝑥 = ... , siswa
melupakan konsep penjumlahan dalam pecahan yang seharusnya menyamakan penyebut
terlebih dahulu. Siswa cenderung menjawab 1
2𝑥+
2
4𝑥=
3
6𝑥2. Senada dengan hasil wawancara
terhadap siswa, bahwa siswa kesulitan pada materi operasi hitung pecahan bentuk aljabar. Hal
ini mengakibatkan siswa tidak dapat menjawab dengan benar saat mengerjakan soal-soal
operasi hitung pecahan bentuk aljabar. Jawaban siswa tersebut dapat dianalisis kembali untuk
meminimalkan kesalahan-kesalahan siswa dalam mengerjakan soal-soal operasi hitung
pecahan aljabar berdasarkan taksonomi SOLO.
Menurut Kuswana (2012: 98), salah satu alternatif untuk mengidentifikasi tingkat
kompleksitas pemahaman siswa tentang subjek melalui tingkat respons adalah taksonomi
SOLO. Berdasarkan tingkatannya taksonomi SOLO dikategorikan menjadi lima tingkatan
yaitu prastruktural, unistruktural, multistruktural, relasional, dan abstrak diperluas. Taksonomi
SOLO dianggap cocok dalam penelitian ini karena taksonomi SOLO sebagai suatu alat
evaluasi tentang kualitas jawaban siswa terhadap suatu tugas.
Menurut Asikin (2003: 2), deskripsi tahapan siklus belajar dalam taksonomi SOLO
yaitu: 1) prastruktural, memiliki ciri-ciri menolak untuk memberi jawaban, menjawab secara
cepat atas dasar pengamatan dan emosi tanpa dasar yang logis, dan mengulangi pertanyaan; 2)
unistruktural, memiliki ciri-ciri dapat menarik kesimpulan berdasarkan satu data yang cocok
secara konkrit; 3) multistruktural, memiliki ciri-ciri dapat menarik kesimpulan berdasarkan
dua data atau lebih atau konsep yang cocok, berdiri sendiri atau terpisah; 4) relasional,
memiliki ciri-ciri dapat berpikir secara induktif, dapat menarik kesimpulan berdasarkan data
atau konsep yang cocok serta melihat dan mengadakan hubungan antara data atau konsep
8
tersebut; 5) abstrak diperluas, memiliki ciri-ciri dapat berpikir secara induktif maupun deduktif
serta dapat mengadakan atau melihat hubungan, membuat hipotesis, menarik kesimpulan dan
menerapkannya pada situasi lain.
Berdasarkan penelitian Puspitasari (2016: 9) tentang kesalahan siswa SMP
menyelesaikan soal aljabar ditinjau dari taksonomi SOLO di SMP Negeri 1 Sambi
menunjukkan kesalahan yang dilakukan siswa paling dominan berada di level unistructural.
Jenis kesalahan pada level unistructural meliputi kesalahan konsep dan kesalahan prinsip.
Penyebab kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa pada level unistructural adalah
kemampuan siswa yang rendah dalam menafsirkan data, lemahnya daya ingat siswa, sikap
tergesa-gesa siswa dalam mengerjakan soal, lemahnya siswa dalam memahami konsep metode
substitusi dan lemahnya kemampuan siswa menerjemahkan soal ke dalam model matematika.
Penelitian tersebut belum memberikan alternatif solusi sehingga masih layak untuk dilakukan.
Berdasarkan latar belakang di atas, dipandang perlu untuk mendeskripsikan kualitas
jawaban siswa kelas VIII dalam menyelesaikan soal operasi hitung pecahan bentuk aljabar
berdasarkan Taksonomi SOLO. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman dalam
langkah pembelajaran dan penekanan materi operasi hitung pecahan bentuk aljabar yang dirasa
sulit bagi siswa dilihat dari kualitas jawaban siswa berdasarkan Taksonomi SOLO.
Taksonomi SOLO
Menurut Kuswana (2012: 94), taksonomi yang dirancang Biggs dan Collis (1982)
merupakan cara sistematis dalam menggambarkan bagaimana kinerja pembelajaran dapat
tumbuh mulai dari kompleksitas sampai tingkat abstraksi, ketika menguasai banyak informasi
yang diterima, khususnya semacam tugas yang dilakukan di sekolah.
Menurut Kuswana (2012: 95), taksonomi SOLO (Structure of The Observed Learning
Outcome), dapat membantu usaha menggambarkan tingkat kompleksitas pemahaman siswa
tentang subjek, melalui tingkat lima respons dan diklaim dapat diterapkan di setiap wilayah
subjek. Menurut Kuswana (2012: 96), tidak semua siswa mendapatkannya melalui lima
tingkat, demikian pula tidak semua guru dapat melakukannya tanpa pelatihan yang sistemik.
Secara garis besar tentang tingkatan tersebut dapat ditunjukkan sebagai berikut: 1) pre-
structural, dalam hal ini para siswa hanya memperoleh potongan-potongan dari informasi yang
terlepas satu sama lain yang tidak terorganisasi dan tidak ada artinya; 2) unistructural, koneksi-
koneksi dibuat, jelas nyata dan sederhana, tetapi maknanya tidak diserap; 3) multistructural,
sejumlah koneksi-koneksi bisa dibuat, hanya metaconnections antara mereka menjadi
9
luput/kehilangan, seperti makna untuk keseluruhan informasi; 4) relational, siswa mampu
menghargai makna dari hubungan bagian dengan keseluruhan informasi; 5) ringkasan abstrak
diperluas (extended abstract), siswa membuat hubungan-hubungan tidak hanya di dalam
bidang hal yang diberikan, juga ada yang datang dari luar atau memapu menggeneralisasi dan
memindahkan prinsip maupun gagasan-gagasan yang spesifik.
Materi operasi hitung pecahan bentuk aljabar yaitu penjumlahan dan pengurangan pecahan
aljabar, dan perkalian, pembagian, serta perpangkatan pecahan aljabar. Biggs dan Collis
(Pittalis, 2003) mengemukakan indikator berdasarkan taksonomi SOLO yang disesuaikan
dengan materi operasi hitung pecahan aljabar.
Tabel 1. Indikator Pencapaian Berdasarkan Taksonomi SOLO
METODE PENELITIAN
Level Taksonomi SOLO Tahap Aktivitas yang dilakukan siswa
Prastruktural Data salah atau proses yang
digunakan dengan cara
sederhana yang mengarah ke
kesimpulan tidak relevan.
1. Menulis kembali isi soal
2. Menuliskan jawaban yang tidak
memiliki makna.
Unistruktural Sebuah proses tunggal atau
konsep yang diterapkan
setidaknya terdapat satu item
data. Sebuah kesimpulan
valid dapat ditarik karena data
yang dipilih tidak cukup.
1. Menuliskan sepenggal informasi
atau menggunakan satu konsep
yang ada pada soal.
2. Belum dapat menyelesaikan soal
Multistruktural Proses dan konsep yang
digunakan pada satu atau
lebih item data, tapi tanpa
sintesis informasi atau
kesimpulan menengah. Ini
mungkin menunjukkan
kinerja kognitif bawah yang
diperlukan untuk solusi
menyelesaikan masalah.
1. Menuliskan dua penggal
informasi atau menggunakan dua
konsep yang ada pada soal.
2. Belum mampu menggabungkan
informasi yang di dapat dari soal
untuk menyelesaikan soal.
3. Belum dapat menyelesaikan soal.
Relasional Respon yang ditandai dengan
sintesis informasi, proses
dan hasil.
1. Menuliskan dua penggal
informasi atau lebih yang ada
pada soal.
2. Dapat menyelesaikan soal
dengan tepat.
Abstrak Diperluas Tanggapan secara struktural
mirip dengan yang relasional,
tetapi konsep data proses yang
diambil dari luar domain
pengetahuan yang diasumsikan
dalam pertanyaan.
1. Dapat menyelesaikan soal
dengan tepat.
2. Dapat menarik kesimpulan.
10
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif dengan menggunakan 3 orang
subjek yang diambil berdasarkan kemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah. Subjek
penelitian ini adalah siswa SMP kelas VIII karena telah mempelajari materi aljabar pada
semester 1. Perbedaan kemampuan matematika siswa diukur berdasarkan nilai rata-rata
ulangan harian dan ulangan akhir semester. Subyek ditentukan dengan cara mengklasifikasikan
pada kemampuan matematika siswa. Pembagian kemampuan matematika dilakukan dengan
cara membagi jumlah siswa menjadi lima kategori yaitu 20% tinggi, 20% agak tinggi, 20%
sedang, 20% agak rendah, dan 20% rendah. Satu subjek diambil dari kategori tinggi, satu
subjek diambil dari kategori sedang, dan satu subjek diambil dari kategori rendah. Penentuan
subjek ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2
Nama Subjek Penelitian
Tingkatan Kemampuan
Matematika
Inisial
Tinggi CK
Sedang JA
Rendah TD
Data yang dikumpulkan berupa tulisan-tulisan, gambar-gambar, dokumentasi, ataupun
rangkaian kata-kata. Penelitian ini dilakukan dengan memberi tugas tentang operasi aljabar.
Penentuan subjek dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik
pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2011: 124).
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) metode tes,
digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan, atau bakat
yang dimiliki oleh individu atau kelompok; 2) wawancara untuk mengetahui penyebab
kesalahan siswa; 3) observasi untuk memperoleh gambaran tentang pembelajaran di kelas; 4)
dokumentasi digunakan untuk memperoleh data tentang sekolah yang digunakan untuk
penelitian, identitas siswa dan hasil pekerjaan siswa dan dokumentasi pelaksanaan penelitian.
Teknik pemerikasaan keabsahan data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan
teknik triangulasi sumber. Triangulasi sumber adalah menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber (Sugiyono, 2010:
127). Teknik ini dilakukan dengan mengkomunikasikan data yang telah diperoleh dari peneliti
pada dosen pembimbing, peneliti pada guru yang mengajar matematika di kelas, dan dari dosen
pembimbing pada guru yang mengajar matematika di kelas. Selain itu kredibilitas data juga
11
menggunakan bahan referensi. Bahan referensi adalah adanya pendukung untuk membuktikan
data yang telah ditemukan oleh peneliti (Sugiyono, 2010: 128). Bahan referensi yang
digunakan dalam penelitian ini berupa rekaman hasil wawancara.
Menurut Miles and Huberman (2009) terdapat 3 alur kegiatan yang terjadi secara
bersamaan: 1) reduksi data yaitu data yang diperoleh dalam lapangan ditulis dalam bentuk
laporan atau uraian yang rinci, kemudian disederhanakan dan difokuskan kepada hal yang
penting dan dilakukan kategorisasi yang sesuai dengan fokus masalah; 2) penyajian data adalah
sekumpulan informasi yang tersusun dan memberikan kemungkinan-kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan; 3) penarikan kesimpulan / verifikasi
merupakan proses pengambilan intisari dan makna dari sajian data yang telah terorganisir
dalam bentuk pertanyaan yang singkat dan padat tetapi mengandung pengertian yang bermakna
kemudian membuat kesimpulan.
Instrumen pengumpulan data yang digunakan yaitu: 1) peneliti; 2) kisi-kisi soal tes; 3) soal
tes; dan 4) pedoman wawancara. Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari tiga tahap yaitu
tahap pra lapangan, pelaksanaan penelitian, pembuatan laporan penelitian.
HASIL DAN ANALISIS HASIL
Peneliti menyusun instrumen penelitian berupa soal tes operasi hitung pecahan bentuk
aljabar yang diuji terlebih dahulu validitasnya dengan bantuan 3 validator yaitu 2 Dosen
Pendidikan Matematika dan 1 Guru Matematika SMP. Soal yang diberikan adalah soal
berbentuk superitem sebanyak 4 soal operasi hitung pecahan bentuk aljabar yang sudah
diklasifikasikan berdasarkan level pada Taksonomi SOLO. Adapun analisis kualitas jawaban
subjek berdasarkan taksonomi SOLO adalah sebagai berikut.
1. Kualitas jawaban tertulis Subjek CK berkemampuan matematika tinggi
a. Unistruktural
Subjek CK menggunakan satu penggal informasi atau satu konsep pada soal level
unistruktural. Kualitas jawaban subjek CK pada nomor 1 sesuai dengan indikator unistruktural
pada Taksonomi SOLO. Jawaban tertulis nomor 1 subjek CK dapat dilihat pada Gambar 1.
12
Gambar 1. Jawaban Nomor 1 Subjek CK
Pada soal nomor 1a dan 1b, subjek CK mengerjakan penjumlahan dan pengurangan
pecahan bentuk aljabar dengan menyamakan penyebut terlebih dahulu. Pada soal nomor 1c,
subjek CK megkalikan pembilang dengan pembilang dan penyebut dengan penyebut. Subjek
CK telah melewati pada level unistruktural.
b. Multistruktural
Subjek CK menggunakan dua penggal informasi atau dua konsep pada soal level
multistruktural. Kualitas jawaban subjek CK pada nomor 2 sesuai dengan indikator
multistruktural pada Taksonomi SOLO. Jawaban tertulis nomor 2 subjek CK dapat dilihat pada
Gambar 2.
Gambar 2. Jawaban Nomor 1 Subjek CK
Pada soal nomor 2a tentang operasi hitung pembagian pecahan bentuk aljabar, subjek CK
membalikkan pembilang menjadi penyebut dan penyebut menjadi pembilang. Langkah
pengerjaan selanjutnya yang dikerjakan adalah dengan mengkalikan pembilang dengan
pembilang dan penyebut dengan penyebut. Pada soal nomor 2b, subjek CK mengerjakan
13
dengan cara memfaktorkan terlebih dahulu 𝑚2 − 1 kemudian menyamakan penyebutnya.
Berdasarkan kualitas jawaban diatas, maka Subjek CK telah melewati pada level
multistruktural.
c. Relasional
Subjek CK menggunakan lebih dari dua penggal informasi atau lebih dari dua konsep pada
soal level relasional. Kualitas jawaban subjek CK pada nomor 3a sesuai dengan indikator level
Relasional pada Taksonomi SOLO. Jawaban tertulis nomor 3a subjek CK dapat dilihat pada
Gambar 3.
Gambar 3. Jawaban Nomor 3a Subjek CK
Subjek CK pada soal relasional nomor 3a mampu memahami soal dengan benar namun
tidak dapat menjawab dengan benar hasil akhirnya. Pada nomor 3a, Subjek CK mengerjakan
terlebih dahulu pembagian pecahan aljabar kemudian mengerjakan penjumlahan pecahan.
Subjek CK menggunakan beberapa konsep yang telah dipelajari sebelumnya yaitu konsep
operasi hitung, konsep pembagian pecahan, dan konsep penjumlahan pecahan.
Kualitas jawaban subjek CK pada nomor 3b juga sesuai dengan indikator level Relasional
pada Taksonomi SOLO. Jawaban tertulis nomor 3b subjek CK dapat dilihat pada Gambar 4.
14
Gambar 4. Jawaban Nomor 3b Subjek CK
Subjek CK pada soal relasional no 3b mampu memahami soal dengan benar namun tidak
menyederhanakan hasil akhir jawaban nomor 3b. Pada soal nomor 3b, Subjek CK mengerjakan
pembagian pecahan aljabar dengan membalikkan pembilang menjadi penyebut dan penyebut
menjadi pembilang. Subjek CK menggunakan beberapa konsep yang telah dipelajari
sebelumnya yaitu konsep konsep pembagian pecahan, konsep perkalian pecahan, konsep
penyederhanaan pecahan, dan konsep pemfaktoran aljabar. Berdasarkan kualitas jawaban
diatas, maka Subjek CK telah melewati pada level Relasional.
d. Abstrak Diperluas
Pada level ini subjek CK tidak dapat menjawab soal dengan benar dan hanya menuliskan
yang diketahui saja. Subjek CK tidak dapat mengubah soal cerita kedalam bentuk matematika.
Pada level ini kualitas jawaban subjek CK tidak sesuai dengan indikator pada level abstrak
diperluas.
Berdasarkan hasil deskripsi jawaban subjek CK berkemampuan tinggi maka kualitas
jawaban subjek CK pada level Taksonomi SOLO yang dicapai adalah Relasional.
2. Kualitas jawaban tertulis Subjek JA berkemampuan matematika sedang
a. Unistruktural
Subjek JA menggunakan satu penggal informasi atau satu konsep pada soal level
unistruktural. Kualitas jawaban subjek JA pada nomor 1a dan 1b belum sesuai dengan indikator
unistruktural pada Taksonomi SOLO. Akan tetapi pada soal 1c, kualitas jawaban subjek JA
sesuai dengan indikator unistruktural pada Taksonomi SOLO . Jawaban tertulis nomor 1 subjek
JA dapat dilihat pada Gambar 5.
15
Gambar 5. Jawaban Nomor 1 Subjek JA
Pada soal nomor 1a dan 1b, subjek JA tidak dapat mengerjakan penjumlahan dan
pengurangan pecahan bentuk aljabar. Pada soal nomor 1c, subjek JA mengkalikan pembilang
dengan pembilang dan penyebut dengan penyebut. Subjek JA dapat mengerjakan salah satu
soal level unistruktural yaitu perkalian pecahan bentuk aljabar maka Subjek JA telah melewati
pada level unistruktural.
b. Multistruktural
Subjek JA menggunakan dua penggal informasi atau dua konsep pada soal level
multistruktural. Kualitas jawaban subjek JA pada nomor 2a sesuai dengan indikator
multistruktural pada Taksonomi SOLO. Jawaban tertulis nomor 2 subjek JA dapat dilihat pada
Gambar 6.
Gambar 6. Jawaban Nomor 2 Subjek JA
Pada soal nomor 2a tentang operasi hitung pembagian pecahan bentuk aljabar, subjek JA
membalikkan pembilang menjadi penyebut dan penyebut menjadi pembilang. Langkah
pengerjaan selanjutnya yang dikerjakan oleh subjek JA adalah dengan mengkalikan pembilang
dengan pembilang dan penyebut dengan penyebut. Akan tetapi saat mengkalikan, subjek JA
tidak teliti. Pada soal nomor 2b, subjek JA mengerjakan dengan cara memfaktorkan terlebih
16
dahulu 𝑚2 − 1 namun tidak dapat menyamakan penyebut. Berdasarkan kualitas jawaban
diatas, maka Subjek JA dapat mengerjakan salah satu soal level multistruktural yaitu
pembagian pecahan bentuk aljabar maka subjek JA telah melewati pada level multistruktural.
c. Relasional
Pada level ini subjek JA tidak dapat menjawab soal dengan benar. Pada level ini kualitas
jawaban subjek JA tidak sesuai dengan indikator pada level relasional. Jawaban tertulis nomor
3 subjek JA dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Jawaban Nomor 3 Subjek JA
Pada nomor 3a, subjek JA mengerjakan pembagian pecahan terlebih dahulu dengan
membalikkan pembilang menjadi penyebut dan penyebut menjadi pembilang dengan operasi
pembagian yang berubah menjadi perkalian. Akan tetapi, subjek JA tidak dapat mengerjakan
penjumlahan pecahan aljabar. Subjek JA kesulitan dalam menyamakan penyebut. Hal yang
sama juga terjadi pada nomor 3b, subjek JA mengerjakan pembagian pecahan terlebih dahulu
dengan membalikkan pembilang menjadi penyebut dan penyebut menjadi pembilang dengan
operasi pembagian yang berubah menjadi perkalian. Akan tetapi, subjek JA tidak bisa
mengerjakan pada langkah selanjutnya yaitu tidak dapat memfaktorkan dan menyederhanakan
bentuk aljabar. Berdasarkan kualitas jawaban diatas, maka Subjek JA tidak dapat melewati
pada level Relasional.
d. Abstrak Diperluas
Pada level ini subjek JA tidak dapat menjawab soal dengan benar dan hanya menuliskan
yang diketahui saja. Subjek JA tidak dapat mengubah soal cerita kedalam bentuk matematika.
Pada level ini kualitas jawaban subjek JA tidak sesuai dengan indikator pada level abstrak
diperluas.
17
Berdasarkan hasil deskripsi jawaban subjek JA berkemampuan sedang maka kualitas
jawaban subjek JA pada level Taksonomi SOLO yang dicapai adalah Multistruktural.
3. Kualitas jawaban tertulis Subjek TD berkemampuan matematika rendah
a. Unistruktural
Subjek TD menggunakan satu penggal informasi atau satu konsep pada soal level
unistruktural. Kualitas jawaban subjek TD pada nomor 1a dan 1b sudah sesuai dengan indikator
unistruktural pada Taksonomi SOLO. Jawaban tertulis nomor 1a dan 1b subjek TD dapat
dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Jawaban Nomor 1a dan 1b Subjek TD
Pada soal nomor 1a dan 1b, subjek TD mengerjakan penjumlahan dan pengurangan
pecahan bentuk aljabar dengan menyamakan penyebut terlebih dahulu. Subjek TD
menggunakan konsep yang telah dipelajari sebelumnya yaitu konsep penjumlahan dan
pengurangan pecahan. Berbeda pada soal 1c, kualitas jawaban subjek TD belum sesuai dengan
indikator unistruktural pada Taksonomi SOLO. Jawaban tertulis nomor 1c subjek TD dapat
dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Jawaban Nomor 1c Subjek TD
Subjek TD pada soal nomor 1c tidak dapat mengerjakan dengan benar dan belum
memahami konsep perkalian pecahan. Terlihat dari hasil pekerjaan nomor 1c bahwa subjek TD
menggunakan konsep perkalian yang salah yaitu dengan mengganti operasi perkalian menjadi
pembagian. Subjek TD dapat mengerjakan salah satu soal level unistruktural yaitu
18
penjumlahan dan pengurangan pecahan bentuk aljabar maka Subjek TD telah melewati pada
level unistruktural.
b. Multistruktural
Pada level ini subjek TD tidak dapat menjawab soal dengan benar. Pada level ini kualitas
jawaban subjek TD tidak sesuai dengan indikator level multistruktural pada Taksonomi SOLO.
Jawaban tertulis nomor 2 subjek TD dapat dilihat pada pada Gambar 10.
Gambar 10. Jawaban Nomor 2 Subjek TD
Pada nomor 2a dan 2b, subjek TD tidak mampu mengerjakan soal pada level
multistruktural. Terlihat pada jawaban nomor 2a, bahwa subjek TD tidak mampu memahami
soal dengan benar dan tidak memahami konsep pembagian pecahan. Hal serupa juga terjadi
pada soal nomor 2b, bahwa subjek TD kesulitan menyamakan penyebut. Berdasarkan kualitas
jawaban diatas, maka Subjek TD tidak dapat melewati pada level multistruktural.
c. Relasional
Pada level ini subjek TD tidak dapat menjawab soal dengan benar. Pada level ini kualitas
jawaban subjek TD tidak sesuai dengan indikator pada level relasional. Jawaban tertulis nomor
3a subjek TD dapat dilihat pada Gambar 11.
19
Gambar 11. Jawaban Nomor 3a Subjek TD
Pada nomor 3a, jawaban subjek TD tidak memiliki makna dan mengerjakan diluar konsep
yang telah ada. Hal serupa juga terjadi pada nomor 3b, subjek TD tidak dapat mengerjakan soal
dengan benar dan memberikan jawaban diluar konsep yang sudah ada. Jawaban tertulis nomor
3b subjek TD dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Jawaban Nomor 3b Subjek TD
Berdasarkan kualitas jawaban diatas, maka Subjek TD tidak dapat melewati pada level
Relasional.
d. Abstrak Diperluas
Pada level ini subjek TD tidak dapat menjawab soal dengan benar dan hanya menuliskan
yang diketahui saja. Subjek TD tidak dapat mengubah soal cerita kedalam bentuk matematika.
Pada level ini kualitas jawaban subjek JA tidak sesuai dengan indikator pada level abstrak
diperluas.
20
Berdasarkan hasil deskripsi jawaban subjek TD berkemampuan rendah maka kualitas
jawaban subjek TD pada level Taksonomi SOLO yang dicapai adalah Unistruktural.
PEMBAHASAN
Pada level prastruktural menunjukkan bahwa siswa belum memahami soal yang diberikan
sehingga cenderung tidak memberikan jawaban atau siswa memberikan jawaban yang tidak
memiliki makna. Dari hasil analisis kualitas jawaban di atas, semua subjek telah memenuhi
indikator pada level prastruktural ini. Subjek berkemampuan matematika rendah dapat
menjawab soal dengan benar dan tepat pada soal penjumlahan dan pengurangan pecahan
bentuk aljabar. Hal ini menunjukkan bahwa subjek berkemampuan rendahpun dapat melewati
level prastruktural.
Pada level unistruktural menunjukkan bahwa hasil analisis kualitas jawaban subjek
berkemampuan matematika rendah dapat mengerjakan soal pada level unistruktural dengan
benar dan tepat pada soal penjumlahan dan pengurangan pecahan bentuk aljabar, akan tetapi
tidak dapat menyelesaikan soal perkalian pecahan bentuk aljabar. Hal ini ditunjukkan dari hasil
tes dan wawancara bahwa subjek berkemampuan rendah menyelesaikan soal unistruktural
dengan sepenggal informasi yaitu konsep penyamaan penyebut. Berbeda dengan subjek
berkemampuan sedang, pada level unistruktural subjek berkemampuan sedang dapat
mengerjakan soal perkalian pecahan bentuk aljabar dengan benar dan tepat, akan tetapi subjek
berkemampuan sedang tidak dapat mengerjakan soal penjumlahan dan pengurangan pecahan
bentuk aljabar. Subjek berkemampuan sedang menggunakan sepenggal informasi yaitu konsep
perkalian pecahan bentuk aljabar. Sedangkan subjek berkemampuan tinggi mampu
mengerjakan semua soal pada level unistruktural dengan benar dan tepat. Subjek
berkemampuan tinggi menggunakan sepenggal informasi pada soal penjumlahan dan
pengurangan pecahan bentuk aljabar yaitu konsep penyamaan penyebut sedangkan pada soal
perkalian pecahan bentuk aljabar menggunakan sepenggal informasi yaitu konsep perkalian
pecahan bentuk aljabar.
Pada level multisturktural menunjukkan bahwa hasil analisis kualitas jawaban subjek
berkemampuan rendah tidak dapat menjawab soal dengan benar dan tepat. Kualitas jawaban
subjek berkemampuan rendah tidak sesuai dengan indikator level multistruktural Taksonomi
SOLO. Berbeda dengan subjek berkemampuan sedang, kualitas jawaban subjek
berkemampuan sedang telah sesuai dengan indikator pada level multistruktural. Subjek
berkemampuan sedang mampu mengerjakan soal pembagian pecahan aljabar. Subjek
21
menggunakan dua penggal informasi yaitu konsep pembagian dan perkalian pecahan bentuk
aljabar. Hal serupa juga ditunjukkan oleh subjek berkemampuan tinggi. Kualitas jawaban
subjek berkemampuan tinggi telah sesuai dengan indikator pada level multistrukural pada
Taksonomi SOLO. Pada level ini subjek berkemampuan tinggi dapat menyelesaikan soal
dengan benar dan tepat. Pada soal pembagian pecahan aljabar, subjek berkemampuan tinggi
mampu menyelesaikan dengan konsep pembagian dan perkalian pecahan bentuk aljabar. Pada
soal penjumlahan pecahan bentuk aljabar, subjek menggunakan konsep penyamaan penyebut
dan pemfaktoran.
Pada level relasional menunjukkan bahwa hasil analisis kualitas jawaban subjek
berkemampuan rendah dan sedang tidak dapat menjawab dengan benar dan tepat. Kedua subjek
cenderung memberikan jawaban yang tidak bermakna. Kualitas jawaban subjek
berkemampuan rendah dan sedang tidak sesuai dengan indikator level relasional pada
Taksonomi SOLO. Berbeda dengan subjek berkemampuan tinggi, kualitas jawaban subjek
berkemampuan tinggi sesuai dengan indikator level relasional pada Taksonomi SOLO. Pada
soal no 3a, subjek berkemampuan tinggi dapat mengerjakan operasi hitung pecahan bentuk
aljabar dengan menyelesaikan operasi pembagian pecahan aljabar terlebih dahulu kemudian
mengerjakan penjumlahan pecahan. Subjek berkemampuan tinggi menggunakan beberapa
informasi berupa konsep pembagian pecahan aljabar, perkalian pecahan aljabar, dan
penjumlahan pecahan aljabar. Pada soal no 3b level ini subjek berkemampuan tinggi dapat
mengerjakan operasi hitung pecahan bentuk aljabar. Subjek berkemampuan tinggi
mengerjakan pembagian pecahan aljabar dengan membalikkan pembilang menjadi penyebut
dan penyebut menjadi pembilang. Subjek berkemampuan tinggi menggunakan beberapa
konsep yang telah dipelajari sebelumnya yaitu konsep konsep pembagian pecahan, konsep
perkalian pecahan, konsep penyederhanaan pecahan, dan konsep pemfaktoran aljabar.
Pada level abstrak diperluas menunjukkan hasil analisis kualitas jawaban semua subjek
berbeda kemampuan tidak dapat mencapai pada level abstrak diperluas pada Taksonomi
SOLO. Jawaban semua subjek cenderung hanya menuliskan yang diketahui saja. Semua subjek
cenderung kesulitan dalam mengubah soal cerita kedalam bentuk matematika. Semua subjek
tidak dapat memahami pada soal level abstrak diperluas ini.
PENUTUP
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa kualitas
jawaban siswa kelas VIII dalam menyelesaikan soal operasi hitung pecahan bentuk aljabar
22
berdasarkan Taksonomi SOLO pada subjek berkemampuan tinggi hanya berada pada level
unistruktural sampai relasional. Berbeda dengan subjek berkemampuan sedang, kualitas
jawaban subjek berkemampuan sedang hanya berada pada level unistruktural sampai
multistruktural. Pada subjek berkemampuan rendah, kualitas jawaban subjek berkemampuan
rendah hanya berada pada level unistruktural.
Semua subjek berbeda kemampuan tidak dapat menyelesaikan soal pada level abstrak
diperluas. Semua subjek tidak dapat memahami soal dalam bentuk soal cerita maka seorang
pendidik perlu menekankan kembali soal operasi hitung pecahan bentuk aljabar ke dalam
bentuk soal cerita terutama pada mengubah soal cerita kedalam bentuk matematikanya.
DAFTAR PUSTAKA
Asikin, M. 2002. Pengembangan Item Tes dan Interpretasi Respon Mahasiswa dalam
Pembelajaran Geometri Analit Berpandu pada Taksonomi SOLO. Jurnal pendidikan dan
Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, 36(4). Tersedia
dihttp://pasca.undiksha.ac.id/images/img_item/643.doc [ diakses 26 Januari 2017].
Kuswana, Wowo Sunaryo. 2012. Taksonomi Kognitif Perkembangan Ragam Berpikir.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mahmud. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia
Manibuy, Ronald., Mardiyana & D. R Sari Saputro. 2014. “Analisis Kesalahan Siswa dalam
Menyelesaikan Soal Persamaan Kuadrat berdasarkan TAKSONOMI SOLO pada Kelas
X SMA Negeri 1 Plus di Kabupaten Nabire-Papua.” Jurnal Elektronik Pembelajaran
Matematika 2 (9): 933- 946.
Diakses dari : http://www.e-journal.com/2015/03/analisis-kesalahan-siswa-dalam.html
(1 Januari 2017 )
Moleong, Lexy, J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya
Musfiqon. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT. Presentasi Pustakaraya
Puspitasari, Nandya. 2016. Kesalahan Siswa SMP Menyelesaikan Soal Aljabar Ditinjau dari
Taksonomi Solo di SMP Negeri 1 Sambi. Surakarta:Universitas Muhammadiyah
Surakarta
Pittalis, Marios. 2003.Students’ Ability In Solving Proportional Problems. University Of
Cyprus
Putri, Dyta Aprilia Kurnia. 2014. Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal yang
Berhubungan dengan Konstruksi Statis Tertentu Berdasarkan Taksonomi Solo Plus pada
Kelas X Tgb Smk Negeri 3 Surabaya.Surabaya:Universitas Negeri Surabaya
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Kualitatif, Kuantitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Kualitatif, Kuantitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Tampomas, Husein. 2006.Matematika Plus 1A. Jakarta: Yudhistira.