analisis model moser

13
Analisis Model Moser BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Analisis gender adalah suatu alat untuk menyusun kebijakan Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam rangka strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender. PUG dilakukan melalui penyusunan kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-Iaki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program diberbagai bidang kebidupan dan pembangunan. Dalam menerapkan strategi tersebut diperlukan suatu alat (tools) yang menjadi dasar dari setiap proses pengarusutamaan gender baik dalam aspek kebijakan, program dan kegiatan yang akan dikembangkan/dilaksanakan. Alat tersebut adalah analisis gender yang variatif namun kesemuanya dimulai dengan penyediaan data dan fakta serta informasi tentang gender. Ada 4 jenis alat analisis yang sering digunakan yakni Kerangka Harvard, Moser, Longway dan Kerangka Relasi Sosialnya Naila Kabeer. Kerangka Moser merupakan kerangka yang menawarkan pembedaan antara kebutuhan praktis dan strategis dalam perencanaan pemberdayaan komunitas dan berfokus pada beban kerja perempuan. Kerangka ini tidak berfokus pada kelembagaan tertentu tetapi lebih berfokus pada rumah tangga. B. Tujuan Setelah menyelesaikan tugas ini diharapkan dapat menguasai teknik analisis gender kerangka Moser yang meliputi pengertian, tujuan, kerangka analisis, contoh analisis dan penerapan dalam menganalisa suatu kasus. C. Manfaat Analisis Gender 1. Melalui analisis gender moser, diharapkan dapat memberikan gambaran secara garis besar atau bahkan secara detil keadaan secara obyektif kasus yang menitikberatkan kepada pemberdayaan perempuan sebagai suatu proses pengorganisasian perempuan dan yang secara ketat membutuhkan konsep yang lebih tegas antara gender, kuasa dan negara, rumah tangga dan masyarakat sebagai ruang lingkup institusional. 2. Analisis gender kerangka moser dapat menemukan akar permasalahan yang melatarbelakangi masalah beban kerja perempuan dan sekaligus dapat menemukan solusi yang tepat sasaran sesuai dengan tingkat permasalahannya. 3. Dapat memahami konsep dari kerangka Moser secara keseluruhan dan menerapkannya dalam suatu kasus yang berfokus pada beban kerja perempuan.

Upload: widya-ayu

Post on 27-Dec-2015

18 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

analisis model moser kebidanan komunitas

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Model Moser

Analisis Model Moser

BAB IPENDAHULUAN

A.      Latar BelakangAnalisis gender adalah suatu alat untuk menyusun kebijakan Pengarusutamaan Gender (PUG)

dalam rangka strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender. PUG dilakukan melalui

penyusunan kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan

permasalahan perempuan dan laki-Iaki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi

dari seluruh kebijakan dan program diberbagai bidang kebidupan dan pembangunan.

Dalam menerapkan strategi tersebut diperlukan suatu alat (tools) yang menjadi dasar dari setiap

proses pengarusutamaan gender baik dalam aspek kebijakan, program dan kegiatan yang akan

dikembangkan/dilaksanakan. Alat tersebut adalah analisis gender yang variatif namun kesemuanya

dimulai dengan penyediaan data dan fakta serta informasi tentang gender. Ada 4 jenis alat analisis yang

sering digunakan yakni Kerangka Harvard, Moser, Longway dan Kerangka Relasi Sosialnya Naila

Kabeer. Kerangka Moser merupakan kerangka yang menawarkan pembedaan antara kebutuhan praktis

dan strategis dalam perencanaan pemberdayaan komunitas dan berfokus pada beban kerja perempuan.

Kerangka ini tidak berfokus pada kelembagaan tertentu tetapi lebih berfokus pada rumah tangga.

B.       TujuanSetelah menyelesaikan tugas ini diharapkan dapat menguasai teknik analisis gender kerangka

Moser yang meliputi pengertian, tujuan, kerangka analisis, contoh analisis dan penerapan dalam

menganalisa suatu kasus.

C.      Manfaat Analisis Gender1.        Melalui analisis gender moser, diharapkan dapat memberikan gambaran secara garis besar atau bahkan

secara detil keadaan secara obyektif kasus yang  menitikberatkan kepada pemberdayaan perempuan

sebagai suatu proses pengorganisasian perempuan dan yang secara ketat membutuhkan konsep yang

lebih tegas antara gender, kuasa dan negara, rumah tangga dan masyarakat sebagai ruang lingkup

institusional.

2.        Analisis gender kerangka moser dapat menemukan akar permasalahan yang melatarbelakangi masalah

beban kerja perempuan dan sekaligus dapat menemukan solusi yang tepat sasaran sesuai dengan

tingkat permasalahannya.

3.        Dapat memahami konsep dari kerangka Moser secara keseluruhan dan menerapkannya dalam suatu

kasus yang berfokus pada beban kerja perempuan.

Page 2: Analisis Model Moser

BAB IIPEMBAHASAN

A.    Pengertian Analisis Model Moser

Teknik analisis model Moser atau disebut juga Kerangka Moser, didasarkan pada pendapat bahwa

perencanaan gender bersifat teknis dan politis. Kerangka ini mengasumsikan adanya konflik daIam

proses perencanaan dan proses transformasi serta mencirikan perencanaan sebagai suatu "debat".

Kerangka Pemikiran Perencanaan Gender dari Moser (Moser, 1993) dikembangkan oleh Caroline

Moser, seorang peneliti senior dengan pengalaman luas dalam perencanaan gender. Kerangka ini

didasarkan pada pendekatan Pembangunan dan Gender (Gender and Development/ GAD) yang

dibangun pada pendekatan Perempuan dalam Pembangunan(Women in Development/ WID) yang lebih

awal dan pada teori-teori feminisme. Kerangka ini juga kadang-kadang diacu sebagai ''Model Tiga

Peranan (Triple Roles Models), atau Kerangka Pemikiran Departemen Unit Perencanaan (Departemen

ofPlanning Unit/ DPU) karena dikembangkan oleh Moser selagi dia bekerja di Departemen Unit

Perencanaan di University College, London.

B.     Tujuan dari kerangka pemikiran perencanaan gender dari Moser

1.      Mengarahkan perhatian ke cara di mana pembagian pekerjaan berdasarkan gender mempengaruhi

kemampuan perempuan untuk berpartisipasi dalam intervensi-intervensi yang telah direncanakan.

2.      Membantu perencanaan untuk memahami bahwa kebutuhan-kebutuhan wanita adalah seringkali

berbeda dengan kebutuhan-kebutuhan laki-Iaki.

3.      Mencapai kesetaraan gender dan pemberdayaan melalui pemberian perhatian kepada kebutuhan-

kebutuhan praktis perempuan dan kebutuhankebutuhan gender strategis.

4.      Memeriksa dinarnika akses kepada dan kontrol pada penggunaan sumbersumber daya antara

perempuan dan laki-Iaki dalam berbagai konteks ekonomi dan budaya yang berbeda-beda

5.      Memadukan gender kepada semua kegiatan perencanaan dan prosedur.

6.      Membantu pengklarifikasian batasan-batasan politik dan teknik dalam pelaksanaan praktek perencanaan

.

C.    Tiga Konsep Utama Model Moser

1.         Peran lipat tiga (triple roles) perempuan pada tiga aras: kerja reproduksi, kerja produktif dan kerja

komunitas. Ini berguna untuk pemetaan pembagian kerja gender dan alokasi kerja.

2.         Berupaya untuk membedakan antara kebutuhan yang bersifat praktis dan strategis bagi perempuan dan

laki-laki. Kebutuhan strategis berelasi dengan kebutuhan transformasi status dan posisi perempuan (spt

subordinasi).

3.         Pendekatan analisis kebijakan – dari fokus pada kesejahteraan (welfare), Kesamaan (equity), anti

kemiskinan, effisiensi dan pemberdayaan atau dari WID ke GAD.

D.       Kerangka Analisis Model Moser1.        Alat analisis I: Tiga Peran Gender

Alat analisis ini memetakan pembagian kerja berdasarkan gender dengan mempertanyakan: siapa (L/P) mengerjakan apa? Moser mengidentifikasikan 3 peran perempuan terutama perempuan yang berpenghasilan rendah dalam 3 peran, yaitu sebagaimana yang terlihat dalam matriks:

Page 3: Analisis Model Moser

SIAPA (L/P) MENGERJAKAN APA?

Peran Kerja Reproduktif

Peran Kerja Produktif

Peran Kerja Komunitas(termasuk pelayanan

sosial)1)    Pemeliharaan rumah

tangga dan anggotanya, termasuk melahirkan dan pengasuhan anak, pemeliharaan kesehatan keluarga (anak, orangtua, orang cacat, dll).

2)    Pekerjaan ruma-tangga seperti: memasak, menyediakan makanan, menyediakan air dan bahan bakar (kayu, minyak tanah, gas, dll), berbelanja, pemeliharaan (membersihkan rumah).

3)    Disebut juga ”ekonomi pengasuhan” (care economy, Diane Elson), tidak dipertimbangkan dalam analisa ekonomi.

1)   Pekerjaan di luar rumah yang biasanya dibayar seperti produksi barang, jasa dan perdagangan.

2)   Lebih dihargai dibandingkan pekerjan reproduktif.

3)   Fungsi, tanggungjawab dan upah laki-laki dan perempuan seringkali berbeda.

4)   Perempuan seringkali kurang dilihat dan dinilai dibandingkan laki-laki.

1)   Perayaan-petrayaan dan upacara-upacara (agama, budaya)

2)   Kegiatan politik lokal.3)   Tidak dipertimbangkan

dalam analisa ekonomi.

Kerja komunitas terbagi dua:

1)   Kegiatan Pengelolaan Komunitas

a)    Peran perempuan adalah perpanjangan tangan dari pekerjaan reproduktif di tingkat komunitas. Mis. memasak dalam pesta/selamatan tetangga.

b)   Pekerjaan sukarela yang tidak dibayar.

2)   Kegiatan PolitikKomunitas

a)    Secara umum dijalankan oleh laki-laki, yang berkaitan dengan organisasi politik formal, sering dalam kerangka politik nasional.

b)    Umumnya dibayarc)     Bermanfaat secara tidak

langsung, berkaitan dengan peningkataan status/ kekuasaan

2.        Alat Analisis II: Penilaian Kebutuhan Gender (gender needs assessment)Pertanyaan kunci: apa kebutuhan praktis gender dan kebutuhan strategis gender yang yang dibutuhkan oleh perempuan/laki-laki? Apakah  suatu program intervensi menjawab kebutuhan praktis dan strategis gender?Dua tipe kebutuhan gender:

Page 4: Analisis Model Moser

Kebutuhan praktis gender Kebutuhan strategis gender1)   Merespon kebutuhan yang bersifat

langsung , cepat dalam konteks yang khusus dan jangka pendek

2)   Tidak mempersoalkan perubahan relasi kuasa dan posisi perempuan yang timpang

3)   Melestarikan peran kerja reproduksi perempuan.

4)   Untuk menjawab kondisi kehidupan yang terbatas menjadi lebih baik seperti: penyediaan air bersih, peningkatan pendapatan dalam rumah tangga, pemberian makanan untuk ibu hamil, pemberian kebutuhan khusus perempuan di pengungsian: pakaian dalam, pembalut, penambahan jumlah wc khusus perempuan di tempat umum, dll.

1)   Kebutuhan yang memungkinkan perempuan mentransformasikan ketidakseimbangan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki.

2)   Merespon kebutuhan yang bersifat jangka panjang dalam upaya perubahan pembagian kerja gender yang lebih setara, kekuasaan dan kontrol, termasuk masalah-masalah yang berhubungan dengan hak-hak hukum, kekerasan domestik, kesetaraan upah dan kontrol perempuan atas dirinya sendiri.

3)   Bisa menyebabkan konflik, resistensi dari mereka yang menikmati hubungan relasi kuasa yang ada, bisa juga terjadi proses negosiasi dan kerjasama.

3.        Alat Analisis III: Pemilahan Kontrol Atas Sumberdaya Dengan Pengambilan Keputusan Dalam Rumah TanggaUntuk mendapat data kita perlu mengajukan pertanyaan:

1)        Siapa yang mempunyai kontrol atas sumberdaya ?2)        Apa saja sumberdaya yang dikontrol3)        Siapa yang mengambil keputusan?4)        Bagaimana cara pengambilan keputusannya?4.        Alat analisis IV: Perencanaan untuk Menyeimbangkan Tiga Peran Gender

Perlu memeriksa “apakah sebuah program yang dilaksanakan akan meningkatkan beban kerja dari salah satu peran gender dan merugikan peran gender yang lain”. Tujuannya untuk menghindari penambahan beban kerja atau untuk mengetahui  bagaimana perempuan membuat keseimbangan terhadap ketiga perannya yaitu peran reproduktif, produktif dan komunitas.

5.        Alat analisis V: Memahami Perbedaan Tujuan Berbagai Intervensi: Matriks Kebijakan WID / GAD

a.       Alat untuk evaluasi atas pendekatan yang digunakan dalam suatu program atau perencanaan sehingga dapat membantu kita untuk mengantisipasi kelemahan, hambatan dan kesulitan yang mungkin timbul.

b.      Berguna untuk mempersiapkan pendekatan yang paling sesuai untuk kerja/program mendatang.c.       Moser memberikan lima (5) tipe pendekatan kebijakan. Ke-5 tipe ini bukanlah sesuatu yang

dibaca secara kronologis, karena dalam praktiknya bisa muncuk bersamaan atau secara berkesinambungan. Kelima tipe ini bisa dilihat alam matriks berikut:

Page 5: Analisis Model Moser

Tipe Pedekatan Kebijakan

Gender

Keterangan

Kesejahteraan(Welfare)

1)      Pendekatan yang muncul pada tahun 1950-70an, namun masih populer sampai saat ini.

2)      Melihat peran reproduksi perempuan saja.3)      Memenuhi kebutuhan praktis perempuan4)      Perempuan sebagai penerima manfaat intervensi

pembangunan yang pasif.5)      Top-down dan tidak memperthitungkan pembagian kerja

seksual dan status sub-ordinasi perempuan.Kesamaan(Equity)

1)      Pendekatan Wome in Development (WID) atau perempuan dalam pembangunan, dikembangkan 1976-1985.

2)      Mengakui perempuan sebagai peserta aktif pembangunan dan 3 peran gender perempuan.

3)      Mempromosikan kesetaraan bagi perempuan dan memenuhi kebutuhan strategis gender melalui intervensi negara, dengan memberikan otonomi perempuan di sektor politik dan ekonomi serta mengurangi ketidaksetaraan nereka dengan laki-laki.

4)      Dianggap dipengaruhi oleh cara berpikir Feminis Barat dan dipandang mengancam laki-laki.

5)      Tidak populer pada banyak pemerintahan.Anti kemiskinan(Anti poverty)

1)      Lebih kurang radikal dari pendekatan kesamaan WID, muncul setelah tahun 1970an.

2)      Berdasarkan argumen bahwa perempuan seringkali tidak terwakili dalam fakta mengenai orang miskin.

3)      Bertujuan agar perempuan bisa keluar dari kemiskinan dengan meningkatkan produktivitas mereka.

4)      Kemisikinan perempuan dlihat sebagai problem dari keterbelakangan bukan karena tersubordinasi.

5)      Mengakui peran produktif perempuan dan berupaya untuk menjawab kebutuhan praktis gender misalnya melalui program income generatin (peningkatan pendapatan).

6)      Sangat populer di kalangan LSM.Efisiensi(Efficiency)

1)      Adaptasi dari pendekatan Kesamaan WID sejak muncul krisis hutang pada era 80-an.

2)      Membuat pembangunan lebih efektif dan efisien melalui pengakuan kontribusi ekonomi perempuan

3)      Berupaya memenuhi kebutuhan praktis dan mengakui 3 peran gender perempuan

4)      Kerap berasumsi bahwa waktu kerja perempuan fleksibel dan perempuan diharapkan untuk mengurangi waktu kerja

Page 6: Analisis Model Moser

reproduktif dan sosialnya dan memperpanjang waktu kerja produktif.

5)      Sering salah mengasosiasikan ”partisipasi perempuan” dengan meningkatkan kesamaan gender dan kemampuan perempuan mengambil keputusan.

6)      Pendekatan yang masih sangat populer dipakai.Pemberdayaan(Empowerment)

1)      Pendekatan yang terbaru, diartikulasikan oleh perempuan dunia ke-3 (negara berkembang spt di Asia)

2)      Bertujuan untuk memberdayakan perempuan dengan mendukung inisiatif mereka sendiri sehingga menghasilkan kemandirian.

3)      Subordinasi perempuan tidak hanya dilihat sebagai akibat penindasan laki-laki, tetapi juga sebagai akibat penindasan kolonial dan neo-kolonial.

4)      Mengakui berbagai pengalaman perempuan yang bervariasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kelas, ras, usia, dst dan intervensi harus memperhatikan berbagai aspek penidnasan perempuan.

5)      Mengakui ketiga peran gender perempuan dan berupaya menjawab kebutuhan strategis gender melalui mobilisasi perempuan misalnya mengorganisasikan kelompok perempuan untuk membuat permintaan untuk pemenuhan kebutuhan praktis gender.

6.        Alat Analisis 6: Melibatkan perempuan, organisasi yang peduli dengan perspektif gender dan para perencana dalam perencanaan

Kerangka analisis ini mengajak penggunanya untuk memikirkan pentingnya melibatkan perempuan, organisasi yang sadar gender dan perencana gender dalam perencanaan. Ini penting untuk menjamin bahwa kebutuhan paraktis dan strategis gender sudah diidentifikasikan dan diintegrasikan ke dalam proses perencanaan. Mereka yang terlibat ini tidak hanya dilibatkan dalam proses analisa, tetapi juga ketika menetapkan sasaran inbtervensi dan cara intervensinya.

E.       Kelebihan dan Kekurangan Kerangka Analisis Moser1.        Kekuatan/Keutamaan Kerangka Moser:a.         Mampu melihat kesenjangan perempuan dan laki-laki;b.        Penekanan pada seluruh aspek kerja di mana membuat peranan ganda perempuan terlihat;c.         Menekankan dan mempertanyakan asumsi dibalik proyek-proyek intervensi;d.        Penekanan pada perbedaan antara memenuhi kebutuhan dasar-praktis dengan kebutuhan

strategis.

2.        Keterbatasan/Kelemahan Kerangka Moser:a.         Fokus pada perempuan dan laki-laki dan tidak pada relasi sosial;b.        Tidak menekanakan aspek lain dari kesenjangan seperti akses atas sumber daya;c.         Pendekatan kebijakan yang berbeda-beda bercampur dalam prakteknya;d.        Kerja secara efektif lebih berfungsi sebagai alat analisis intervensi ketimbang perencanaan.

Page 7: Analisis Model Moser

F.     Contoh Analisis Kesenjangan Gender Di Bidang Pendidikan Dan PemerintahanAngka Partisipasi Sekolah (APS) Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Jawa Barat Tahun 2005

No Kelompok Umur (thn) Laki-laki Perempuan Dispariatas1. 7-12 96,48 96,26 -0,192. 13-15 77,52 77,97 0,453. 16-18 47,29 42,97 -4,324. 19-24 11,15 6,97 -4,18

Contoh Isu Kesenjangan Gender Bidang Pendidikan dan Analisis Faktor-faktor Penyebabnya1.         Isu Kesenjangan Gender di Bidang Pendidikan

a.         Pilar Akses dan Pemerataan di Bidang Pendidikan

1)        Proporsi partisipasi sekolah pada siswa laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi siswa

perempuan dengan kesenjangan yang semakin tinggi dengan semakin tingginya jenjang sekolah.

2)        Proporsi keberhasilan memperoleh ijazah pada siswa laki-Iaki lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi

siswa perempuan.

3)        Proporsi perempuan yang buta aksara lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi laki-Iaki.

b.        Pilar Mutu dan Relevansi di Bidang Pendidikan

Proporsi laki-Iaki yang menjadi tenaga pendidik dari berbagai program non-formal (PAUD, Paket A-

B-C) dan berbagai posisi (Penilik PLS, pamong Belajar, TLD, FDI, dan TDM) lebih tinggi daripada

proporsi perempuan.

c.         Pilar Tata Kelola dan Pencitraan di Bidang Pendidikan

Proporsi laki-Iaki jauh lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi perempuan dalam menduduki

jabatan di Lingkungan dinas. Pendidikan (Kepala Sekolah. Pejabat Dinas Pendidikan, Pimpinan Lembaga

Kursus, dan Ketua Lembaga PKBM).

2.         Analisis faktor yang berpengaruh terhadap permasalahan gender

a.       Faktor Akses, Partisipasi dan Kontrol

Isu kesenjangan gender yang terjadi di Jawa Barat memunculkan keterpinggiran perempuan di

Bidang Pendidikan dengan berbagai bukti, seperti kesenjangan gender yang terjadi pada tiga pilar

pendidikan. Ketertinggalan perempuan dibandingkan dengan laki-laki terjadi pada Pilar Akses dan

Pemerataan Di Bidang Pendidikan dengan menyajikan gambaran kenyataan yang ada di masyarakat

Propinsi Jawa Barat. Kesenjangan gender terbukti dari adanya proporsi partisipasi sekolah dan

keberhasilan memperoleh ijazah pada laki-Iaki lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi perempuan

dengan kesenjangan yang semakin tinggi dengan semakin tingginya jenjang sekolah, dan proporsi

perempuan yang buta aksara lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi laki-laki.

Isu kesenjangan gender di Pilar Akses dan Pemerataan di Bidang Pendidikan juga konsisten dengan

isu kesenjangan gender di dua pilar lainnya, yaitu Pilar Mutu dan Relevansi di Bidang Pendidikan dan

Pilar Tata Kelola dan pencitraan di Bidang Pendidikan. Kedua pilar tersebut menggambarkan

ketertinggalan perempuan dibandingkan dengail laki-Iaki dalam menjadi tenaga pendidik dari berbagai

program baik non-formal maupun berbagai posisi menduduki jabatan di Lingkungan Dinas Pendidikan.

Page 8: Analisis Model Moser

Dalam merespon isu-isu gender di atas, perlu dianalisis adanya perbedaan laki-laki dan perempuan

dalam hal AKSES terhadap sistem pendidikan sehingga menyebabkan perbedaan angka partisipasi

pendidikan antara laki-Iaki dan perempuan pada berbagai jenjang pendidikan. Perbedaan akses

pendidikan antara laki-Iaki dan perempuan kemungkinan lebih disebabkan oleh nilai-nilai sosial budaya

dan norma-norma yang berkembang dalam masyarakat dan keluarga yang berkaitan dengan perbedaan

peran gender.

Berkaitan dengan kesenjangan gender dalam hal akses di bidarlg pendidikan, sepertinya ada

konsistensi kenyataan yang ada di lapangan, yaitu adanya keadaan dimana perempuan selalu menjadi

prioritas kedua setelah Iaki-laki dan perempuan selalu tertinggal di bidang pendidikan dibandingkan

dengan Iaki-Iaki. Bukti yang mendukung konsistensi ini adalah adanya data-data Angka Partisipasi Kasar

(APK), dan Data perolehan Ijazah. dan Data Buta Aksara., yang menunjukkan adanya disparitas gender

yang selalu bertanda negatif, artinya bahwa perempuan selalu tertinggal dibandingkan dengan laki-Iaki

dalam berpartisipasi ke sekolah.

Kesenjangan gender dalam hal memperoleh ijazah tertinggi terbukti dari adanya proporsi perolehan

ijazah yang semakin tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan dengan semakin tingginya

jenjang sekolah (disparitas gender untuk angka perolehan ijazah sampai dengan tarnat SLTP, sampai

dengan tarnat SLTA, dan sampai dengan tarnat

Rendahnya partisipasi perempuan pada berbagai jenjang pendidikan ini disebabkan oleh norma-

norma masyarakat yang masih menganggap peran utama laki-Iaki adalah sebagai pencari nafkah

utama (mainbreadwinners) sehingga lebih penting dan diutamakan untuk memperoleh pendidikan

daripada perempuan yang peran utamanya sebagai ibu rumahtangga (housewives). Peran laki-Iaki yang

diberikan oleh masyarakat di sektor publik ini dianggap sangat bermartabat dan periu dilakukan investasi

sejak usia keci!. Posisi Iaki-Iaki dalam keluarga, sesuai dengan sistem patriarkhi ditempatkan sebagai

kepala keluarga dan bertanggung jawab menopang ekonomi keluarga secara keseluruhan dan soliter.

Dengan demikian laki-Iaki yang nantinya berkewajiban mencari nafkah, maka Iaki-Iaki hams Iebih pandai

dan Iebih berpendidikan dibandingkan perempuan.

Dengan adanya keterbatasan ekonomi keluarga, maka, kedudukan Iaki-Iaki sebagai kepala keluarga

mempunyai konsekuensi Iebih diutamakan untuk disekolahkan dibandingkan dengan perempuan.

Keluarga pasti Iebih memprioritaskan Iaki-Iaki dan mengesampingkan perempuan untuk sekolah. Apalagi

dengan keadaan tempat tinggal yang jauh darti sarana pendidikan, maka secara otomatis perempuan

semakin terpinggirkan. Oleh karena itu data menjelaskan adanya kekonsistenan kesenjangan gender

dalam partisipasi sekolah pada ketertinggalan perempuan dibandingkan dengan laki-Iaki.

Perbedaan partisipasi perempuan dan laki-Iaki dalam pendidikan dasar dan menengah, serta

pendidikan tinggi sangat erat hubungannya dengan pengambilan keputusan dalam keluarga Perempuan

dinilai kurang mempunyai kontrol atas sumberdaya keluarganya sehingga kurang mempengaruhi dalam

pengambilan keputusan. Kebiasaan yang teljadi di masyarakat Jawa Barat pada umumnya adalah bahwa

wewenang kepala keluarga (seorang ayah atau laki-laki) adalah sebagai pengambil keputusan (decision

makers), sedangkan wewenang perempuan yang berperan sebagai ibu rumahtangga adalah sebagai

penerima keputusan (decision takesr).

Nilai, sikap, pandangan, dan perilaku seorang ayah sebagai kepala keluarga sangat menentukan

dalam pengambilan keputusan keluarga, khususnya kepada keputusan untuk menentukan apakah anak

sekolah atau tidak, dan memilih jurusan atau keahlian. Sedangkan peran perempuan sebagai pemegang

peran domestik, selalu diarahkan pada fungsi domestik, yaitu bertanggung jawah terhadap perawatan

rumah dan pengasuhan anak di dalam rumah.

b.      Faktor Sosial-Ekonomi-Budaya dan Geografi

Page 9: Analisis Model Moser

Faktor-faktor sosial budaya yang menyebabkan masyarakat masih beranggapan bahwa laki-laki

adalah pemegang peran publik dan diasumsikan sebagai penopang ekonomi keluarga, sedangkan

perempuan memiliki peran domestik dan diasumsikan sebagai penanggung jawab keadaan rumahtangga

terbukti dari data-data diatas, yaitu kesenjangan gender pada perempuan untuk berpartisipasi sekolah,

atau dalam beberapa kasus anak perempuan terlambat dalam memasuki sekolah, angka buta aksara

(penduduk umur 15-44 tahun) yang lebih tinggi dari laki-Iaki, dan banyaknya perempuan yang putus

sekolah dibandingkan dengan laki-Iaki.

Masalah kesenjangan gender yang diakibatkan oleh kendala sosial budaya tercermin dari adanya

data bahwa perempuan diminta untuk cepat menikah dan data menggambarkan bahwa hampir 60%

perempuan di Jawa Barat menikah pada umur dibawah atau sampai dengan 18 tahun yang sebetulnya

melanggar Undang-Undang perkawinan.

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

1.      Analisis gender adalah suatu alat untuk menyusun kebijakan Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam

rangka strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender.

2.      Teknik analisis model Moser atau disebut juga Kerangka Moser, didasarkan pada pendapat bahwa

perencanaan gender bersifat teknis dan politis. Kerangka ini mengasumsikan adanya konflik daIam

proses perencanaan dan proses transformasi serta mencirikan perencanaan sebagai suatu "debat".

B.     Saran

Diharapkan kepada para pengambil keputusan, penegak hukum dan masyarakat umumnya agar

bisa memahami tentang analisis  gender agar dalam pengambilan kebijakan dapat berbasis gender.

DAFTAR PUSTAKA

Herien, P. 2009. Analisis Gender dalam Penelitian Bidang Ilmu Keluarga. Bogor: IPB

March, C., Smyth, I., Mukhopadyay, M. 2003. A Guide to gender-Analysis Framework. Oxford: Oxfam

Nurdin, E., Aripurnami, S., Hodijah, SN. 2005. Modul Pelatihan Analisa Gender dan Anggaran Berkeadilan

Gender, Women Research Institute.

Miller C. and Razavi S (1998) Gender Analysis: Alternative Paradigms. UNDP

Website http://www.undp.org/gender

Kabeer, N. 1994. Reversed Realities: Gender Hierarchies in Development 1994

Page 10: Analisis Model Moser

.