analisis pelaksanaan perlindungan kesehatan kerja …repository.utu.ac.id/788/1/i-v.pdf · bencana...
TRANSCRIPT
ANALISIS PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KESEHATAN
KERJA TERHADAP PEGAWAI PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
(BPBD) KABUPATEN ACEH BARAT
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan
memenuhi syarat-syarat guna memperoleh
gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
OLEH
MUHIBBUTH THIBRI
11C20201079
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH – ACEH BARAT
TAHUN 2016
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur,
yang merata, baik materil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Di dalam pelaksanaan
pembangunan nasional tersebut, tenaga kerja (pegawai) mempunyai peranan dan
kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan serta
dituntut dapat berpartisipasi dan berperan aktif bersama seluruh stakeholders dalam
upaya menuju perbaikan dan peningkatan taraf hidup bangsa dengan jalan
meningkatkan produksi dan produktifitas kerja.
Peran serta tenaga kerja (pegawai) dalam pembangunan nasional semakin
meningkat dengan disertai berbagai tantangan dan resiko yang dihadapinya. Oleh
karena itu kepada tenaga kerja perlu diberikan perlindungan, pemiliharaan dan
peningkatan kesejahtraan, sehingga pada gilirannya akan dapat meningkatkan
produktivitas nasional. Penyelenggaraan perlindungan, pemiliharaan dan
peningkatan kesejahtraan merupakan salah satu tanggung jawab dan kewajiban
negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat.
Tenaga kerja memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan
nasional, hal ini menyadari akan pentingnya pekerja bagi perusahaan, pemerintah,
dan masyarakat, maka perlu dilakukan pemikiran agar pekerja dapat menjaga
keselamatan dan kesehatan sehingga kewaspadaan dalam menjalankan pekerjaan
itu tetap terjamin karena setiap pekerjaan memiliki risiko kecelakaan kerja yang
1
2
berbeda-beda. Perlindungan kerja dapat dilakukan baik dengan jalan memberikan
tuntunan, santunan maupun dengan jalan meningkatkan pengakuan hak-hak asasi
manusia, perlindungan fisik dan sosial ekonomi melalui norma yang berlaku
dalam tempat kerja (Asikin, 2002: h.13).
Secara teoretis dikenal ada tiga jenis perlindungan kerja, yaitu sebagai
berikut: 1) Perlindungan sosial yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan
usaha kemasyarakatan, yang tujuannya untuk memungkinkan pekerja/buruh
mengenyam dan mengembangkan perikehidupnnya sebagai mana manusia pada
umumnya dan khususnya sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga.
Perlindungan sosial ini disebut dengan kesehatan kerja; 2) Perlindungan teknis
yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk menjaga
agar pekerja/buruh terhindar dari bahaya kecelakaan yang dapat ditimbulkan oleh
alat-alat kerja atau bahan yang dikerjakan. Perlindungan ini lebih kurang disebut
sebagai keselamatan kerja; 3) Perlindungan ekonomis yaitu suatu jenis
perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk memberikan kepada
pekerja/buruh suatu penghasilan yang cukup guna memenuhi keperluan sehari-
hari baginya dan bagi keluarganya, termasuk dalam hal pekerja/buruh tidak
mampu bekerja karena sesuatu diluar kehendaknya. Perlindungan jenis ini biasa
disebut dengan jaminan sosial (Zaeni, 2007: h.78).
Sebagaimana yang diamanatkan pada alinea ke IV Pembukaan Undang-
undang Dasar 1945 bahwa untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia, dalam hal perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupan
dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum yang berdasarkan pancasila,
termasuk perlindungan atas bencana, maka pemerintah pusat dan pemerintah
3
daerah menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan
bencana sebagaimana yang diamanatkan di dalam Undang-undang Nomor 24
Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) adalah sebuah lembaga
khusus yang menangani penanggulangan bencana (PB) di daerah, baik di tingkat
provinsi maupun kabupaten/kota. Di tingkat Nasional ada Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB). Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) Kabupaten Aceh Barat merupakan unsur pelaksana pemerintah daerah di
bidang penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana,
penanganan darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi secara adil dan merata. Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Aceh Barat adalah unsur
pendukung Pemerintah Daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang
kedudukannya dibawah dan bertanggung jawab kepada Bupati Aceh Barat.
Fungsi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) adalah
merumuskan dan menetapkan kebijakan penanggulangan bencana dan
penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan efisien, serta melakukan
pengordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana,
terpadu dan menyeluruh (UU Nomor 24 Tahun 2007, Pasal 20). Dalam
melaksanakan tugasnya, para tenaga kerja di BPBD selalu menghadapi risiko
kerja yang tinggi. Terutama saat melakukan tugas-tugas penanggulangan bencana
yang berbahaya seperti banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran dan lain-lain.
Melihat pekerjaan yang penuh risiko dan tanggung jawab yang diemban
tersebut, para pegawai/tenaga kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) Kabupaten Aceh Barat sudah selayaknya mendapatkan jaminan
4
kesehatan. Apalagi pekerjaan mereka pun termasuk kategori pekerjaan yang
berisiko tinggi. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk
melakukan kajian lebih mendalam tentang perlindungan kesehatan terhadap
tenaga kerja dengan judul “Analisis pelaksanaan perlindungan kesehatan kerja
terhadap pegawai pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Kabupaten Aceh Barat”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan
dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah pelaksanaan perlindungan kesehatan kerja terhadap
pegawai pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Kabupaten Aceh Barat?
2. Apa saja hambatan yang dihadapai Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) Kabupaten Aceh Barat dalam melakukan perlindungan
kesehatan kerja terhadap para pegawai?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin penulis capai dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bentuk pelaksanaan perlindungan kesehatan kerja
terhadap pegawai pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Kabupaten Aceh Barat.
5
2. Untuk mengetahui hambatan apa saja yang dihadapi Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Aceh Barat dalam
melakukan perlindungan kesehatan kerja para pegawainya.
1.4 Manfaat Penelitian
Terdapat dua manfaat penelitian yang dapat diberikan dalam penelitian ini,
yaitu manfaat teoretis maupun praktis, untuk jelasnya dapat dilihat pada uraian
berikut:
1.4.1 Manfaat Teoretis
1. Dapat menjadi wahana bagi peneliti dalam penerapan dan pengembangan
ilmu pengetahuan yang dimiliki dengan kenyataan yang ada di lapangan.
2. Dapat memperluas wawasan dan pengetahuan bagi peneliti tentang
perlindungan kesehatan terhadap pegawai dan tenaga kerja secara umum.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Hasil penelitian ini, diharapkan nantinya dapat memberikan informasi
tentang perlindungan kesehatan tenaga kerja pada Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) serta kendala yang dihadapai dalam melakukan
perlindungan kesehatan terhadap tenaga kerja.
2. Dapat menjadi bahan referensi atau sebagai acuan bagi peneliti lain, yang
ingin melakukan penelitian yang berhubungan dengan perlindungan
kesehatan tenaga kerja pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah.
6
1.5 Sistematika Penulisan
Bab I : Pendahuluan
Bab ini memuat latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II : Tinjauan Pustaka
Bab ini memaparkan konsep-konsep teori yang berhubungan
dengan penelitian yang akan dilakukan, meliputi penelitian
terdahulu, perlindungan kesehatan, tenaga kerja.
Bab III : Metodologi Penelitian
Bab ini memuat tentang bentuk penelitian, lokasi penelitian,
informan penelitian, jadwal penelitian, teknik pengumpulan data
dan teknik analisa data.
Bab IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan
dokumentasi seperti jawaban dari informan dan tertulis. Selain
itu, bab ini juga berisi tentang pembahasan dan uraian data-data
yang diperoleh setelah melakukan penelitian.
Bab V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini memuat kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang
dilakukan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
2.1.1 Penelitian Andina Yulistia Prameswari (2012)
Penelitian yang dilakukan oleh Andina Yulistia Prameswari berjudul
“Perlindungan hukum keselamatan dan kesehatan terhadap tenaga kerja di PT.
Xtra Sidoarjo”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum
keselamatan dan kesehatan terhadap tenaga kerja dalam suatu hubungan kerja di
PT. Xtra Sidoarjo dan upaya hukum terhadap pelanggaran tenaga kerja dengan
peraturan keselamatandan kesehatan kerja dalam suatu hubungan kerja di PT. Xtra
Sidoarjo. Penelitian ini menggunakan metode Yuridis Empiris yaitu pendekatan
dengan melihat sesuatu kenyataan hukum di dalam masyarakat. Sumber data
diperoleh dari penelitian langsung yang berbentuk obsevasi dan wawancara, selain
itu digunakan literatur-literatur serta perundang-undangan yang berlaku.
Analisis data menggunakan metode deskriptif analisis. Hasil penelitian
yang dapat disimpulkan adalah PT. Xtra Sidoarjo dalam rangka untuk
melaksanakan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja terhadap terhadap
tenaga kerja antara lain menyediakan alat-alat pelindung diri danupaya hukum
yang dapat dilakukan PT. Xtra Sidoarjo terhadap pelanggaran tenaga kerja dengan
peraturan keselamatan dan kesehatan kerja dengan memberikan sanksi sesuai
dengan Perjanjian Kerja Bersama.
Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian
penulis. Adapun persamaannya adalah sama-sama membahas tentang
7
8
perlindungan terhadap tenaga kerja. Sedangkan perbedaannya terletak pada fokus
penelitian. Penelitian ini lebih terfokus pada perlindungan hukum keselamatan
dan kesehatan kerja, sedangkan penelitian yang penulis lakukan lebih berfokus
pada perlindungan kesehatan para pekerja dalam melaksanakan tugasnya.
2.1.2 Penelitian Aditya Aprinky Heriansyah (2014)
Penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Riduansyah berjudul
“Pelaksanaan perlindungan kerja bagi pekerja kontrak pada Dinas Pemadam
Kebakaran Kota Mataram (Studi Tentang Keselamatan dan Waktu Kerja)”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan perlindungan keselamatan
kerja dan waktu kerja bagi pekerja kontrak yang diberikan oleh Dinas Pemadam
Kebakaran Kota Mataram. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian empiris
dengan metode pendekatan sosiologis.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Dinas Pemadam Kebakaran
Kota Mataram memberikan alat keselamatan kerja dan juga memberikan jaminan
kecelakaan kerja kepada pekerja kontrak saat menjalankan tugas dengan waktu
kerja 24 jam dan libur kerja 48 jam. Simpulannya adalah pelaksanaan
perlindungan keselamatan kerja dan waktu kerja pada Dinas Pemadam Kebakaran
Kota Mataram sudah terlaksana sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Saran yang diberikan yaitu Dinas Pemadam Kebakaran Kota
Mataram harus memelihara dan menambah alat keselamatan kerja.
Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian
penulis. Adapun persamaannya adalah sama-sama membahas tentang
perlindungan perkerja yang bertugas dengan risiko tinggi pada lembaga
pemerintah. Sedangkan perbedaannya terletak pada sasaran penelitian. Penelitian
9
ini lebih melihat perlindungan pekerja kontrak melalui aspek keselamatan dan
waktu kerja, sedangkan penelitian yang penulis lakukan lebih melihat
perlindungan tenaga kerja dari aspek jaminan kesehatan para pekerja.
2.2 Pengertian Analisis
Analisis adalah aktivitas yang memuat sejumlah kegiatan seperti
mengurai, membedakan, memilah sesuatu untuk digolongkan dan dikelompokkan
kembali menurut kriteria tertentu kemudian dicari kaitannya dan ditafsirkan
maknanya. Dalam pengertian yang lain, analisis adalah sikap atau perhatian
terhadap sesuatu (benda, fakta, fenomena) sampai mampu menguraikan menjadi
bagian-bagian, serta mengenal kaitan antar bagian tersebut dalam keseluruhan.
Analisis dapat juga diartikan sebagai kemampuan memecahkan atau menguraikan
suatu materi atau informasi menjadi komponen-komponen yang lebih kecil
sehingga lebih mudah dipahami (Harahap, 2004: h.207). Dalam Kamus Bahasa
Indonesia Kontemporer karangan Peter Salim dan Yenni Salim (2002: h.53)
menjabarkan pengertian analisis sebagai berikut :
1. Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (perbuatan,
karangan dan sebagainya) untuk mendapatkan fakta yang tepat (asal usul,
sebab, penyebab sebenarnya, dan sebagainya).
2. Analisis adalah penguraian pokok persoalan atas bagian-bagian,
penelaahan bagian tersebut dan hubungan antar bagian untuk mendapatkan
pengertian yang tepat dengan pemahaman secara keseluruhan.
3. Analisis adalah penjabaran (pembentangan) sesuatu hal, dan sebagainya
setelah ditelaah secara seksama.
10
4. Analisis adalah proses pemecahan masalah yang dimulai dengan hipotesis
(dugaan, dan sebagainya) sampai terbukti kebenarannya melalui beberapa
kepastian (pengamatan, percobaan, dan sebagainya).
5. Analisis adalah proses pemecahan masalah (melalui akal) ke dalam
bagian-bagiannya berdasarkan metode yang konsisten untuk mencapai
pengertian tentang prinsip-prinsip dasarnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia karangan Suharso dan Ana
Retnoningsih (2005: h.37), analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa
(karangan, perbuatan dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya
(sebab musabab, duduk perkara dan sebagainya). Salah satu bentuk analisis adalah
merangkum sejumlah data besar data yang masih mentah menjadi informasi yang
dapat diinterpretasikan. Kategorisasi atau pemisahan dari komponen-komponen
atau bagian-bagian yang relevan dari seperangkat data juga merupakan bentuk
analisis untuk membuat data-data tersebut mudah diatur. Semua bentuk analisis
berusaha menggambarkan pola-pola secara konsisten dalam data sehingga
hasilnya dapat dipelajari dan diterjemahkan dengan singkat dan penuh arti.
2.3 Pengertian Pegawai
Menurut Hasibuan (2003 : h.13), menyatakan bahwa pegawai adalah
orang menjual jasa (pikiran dan tenaga) dan mendapat kompensasi (balas jasa)
yang besarnya telah ditetapkan terlebih dahulu, dimana mereka wajib dan terikat
untuk mengerjakan pekerjaan yang diberikan dan berhak memperoleh gaji sesuai
dengan perjanjian. Berdasarkan definisi tersebut dapat diasumsikan bahwa
pegawai adalah semua penduduk yang mampu melakukan pekerjaan dan
mendapatkan gaji setiap bulan, kecuali golongan yang terdiri dari:
11
1. Anak – anak berumur 14 tahun ke bawah
2. Mereka yang masih berumur 14 tahun ke atas tetapi masih mengunjungi
sekolah untuk waktu penuh
3. Mereka karena usia tinggi, cacat baik jasmani maupun rohani, tidak
mampu melakukan pekerjaan dengan hubungan kerja untuk diri sendiri
(swakarya) maupun dalam hubungan kerja yang mampu bekerja tetapi
karena sesuatu tidak mendapatkan pekerjaan yaitu para penganggur.
Sedangkan menurut Soedaryono (2000: h.6) pengertian pegawai adalah
“seseorang yang melakukan penghidupannya dengan bekerja dalam kesatuan
organisasi, baik kesatuan kerja pemerintah maupun kesatuan kerja swasta”. Dan
menurut Robbins (2006: 17) pengertian pegawai adalah “orang pribadi yang
bekerja pada pemberi kerja, baik sebagai pegawai tetap atau tidak, berdasarkan
kesepakatan kerja baik tertulis maupun tidak tertulis, untuk melaksanakan suatu
pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh pemberi
kerja”. Berdasarkan pengertian diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa
pegawai adalah seseorang yang bekerja pada suatu kesatuan organisasi, baik
sebagai pegawai tetap maupun tidak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya”.
Gibson dalam Sedarmayanti (2001: h.22) menyatakan bahwa berdasarkan
status kepegawaiannya, pegawai itu sendiri terbagi menjadi dua macam yaitu
pegawai negeri sipil dan pegawai honorer. Setiap pegawai dalam organisasi, baik
pegawai negeri sipil dan pegawai honorer dituntut untuk memberikan kontribusi
positif melalui kinerja yang baik, mengingat kinerja organisasi tergantung pada
kinerja pegawainya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada uraian dibawah ini.
12
2.3.1 Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Pegawai Negeri Sipil, Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia,
“Pegawai” berarti “orang yang bekerja pada pemerintah (perusahaan dan
sebagainya) sedangkan “Negeri” berarti negara atau pemerintah, jadi PNS adalah
orang yang bekerja pada pemerintah atau Negara (Peter Salim dan Yenni Salim,
2002: h.135). Pasal 1 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 memberikan
pengertian PNS adalah mereka yang setelah memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan dalam peraturan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku,
diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan
negeri atau diserahi tugas negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan sesuatu
peraturan perundang-undangan dan digaji menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Menurut Handayaningrat (2001: h.147) memberikan penjelasan bahwa
pegawai negeri adalah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang
berwenang dan diserahi tugas dalam sesuatu jabatan negeri atau diserahi tugas
negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan perundang-
undangan dan digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sehubungan dengan kedudukan pegawai negeri maka baginya dibebankan
kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan dan sudah tentu di samping
kewajiban baginya juga diberikan apa-apa saja yang menjadi hak yang didapat
oleh seorang pegawai negeri. Pada Pasal 4 Undang-Undang No.43 Tahun 1999
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.8 Tahun 1974 Tentang Pokok-
Pokok Kepegawaian setiap pegawai negeri wajib setia dan taat kepada Pancasila,
13
UUD 1945, negara dan pemerintahan. Pada umumnya yang dimaksud dengan
kesetiaan dan ketaatan adalah suatu tekad dan kesanggupan dari seorang pegawai
negeri untuk melaksanakan dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh
kesadaran dan tanggung jawab.
Pegawai Negeri Sipil sebagai aparatur negara, abdi masyarakat wajib setia
dan taat kepada Pancasila, sebagai falsafah dan ideologi negara, kepada UUD
1945, kepada negara dan pemerintahan. Biasanya kesetiaan dan ketaatan akan
timbul dari pengetahuan dan pemahaman yang mendalam, oleh sebab itulah
seorang Pegawai Negeri Sipil wajib mempelajari dan memahami secara
mendalam tentang Pancasila, UUD 1945, hukum negara dan politik pemerintahan.
Dalam Pasal 5 Undang-Undang No.8 Tahun 1974 (pasal ini tidak diubah oleh UU
No.43 Tahun 1999) Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian disebutkan setiap
pegawai negeri wajib mentaati segala peraturan perundangan yang berlaku dan
melaksanakan kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan penuh pengabdian
kesadaran dan tanggung jawab.
Pegawai Negeri Sipil adalah pelaksana pearturan perundang-undangan,
sebab itu maka seorang Pegawai Negeri Sipil wajib berusaha agar setiap peraturan
perundang-undangan ditaati oleh anggota masyarakat. Sejalan dengan itu pegawai
negeri sipil berkewajiban memberikan contoh yang baik dalam mentaati dan
melaksanakan segala peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Di dalam
melaksankan peraturan perundang-undangan, pada umumnya kepada pegawai
negeri diberikan tugas kedinasan untuk melaksanakan dengan baik. Pada
pokoknya pemberian tugas kedinasan itu adalah merupakan kepercayaan dari
atasan yang berwenang dengan harapan bahwa tugas itu nantinya akan
14
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Maka Pegawai Negeri Sipil dituntut penuh
pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas kedinasan.
2.3.2 Pegawai Honorer
Berdasarkan Peraaturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2007,
menyatakan bahwa tenaga honorer adalah seseorang yang diangkat oleh pejabat
pembina kepegawaian atau pejabat lain dalam pemerintahan untuk melaksanakan
tugas-tugas tertentu pada isntansi pemerintah atau yang pengahsilannya menjadi
beban pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Menurut Burhannudin A.
Tayibnapis, (2005: h.90), disebutkan bahwa pegawai honorer adalah mereka yang
setelah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan
diserahi tugas dalam sesuatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara lain yang
ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan dan digaji menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pegawai Honorer adalah lulusan baru sekolah lanjutan atau universitas,
yang karena adanya larangan penerimaan pegawai baru tidak dapat diangkat
menjadi pegawai negeri atau calon pegawai negeri, tapi karena banyaknya
instansi-instansi membutuhkan tambahan pegawai mereka diperkerjakan pada
banyak jawatan-jawatan Pemerintah yang membutuhkannya, baik di pusat
maupun terutama di daerah-daerah dalam jumlah yang kadang-kadang besar juga.
Disebut pegawai honorer karena asalnya tidak sama seperti pekerja biasa yang
tidak berijazah, tapi mereka mempunyai ijazah sekolah pendidikan menengah atau
tinggi dan hanya menunggu lowongan dalam formasi untuk diangkat menjadi
pegawai negeri (Handayaningrat, 2001: h.150)
15
Berikut syarat-syarat bagi pegawai honorer bila ingin menjadi pegawai
tetap / pegawai negeri sipil:
1. Setiap unsur penilaian prestasi kerja / Daftar Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan (DP3) sekurang-kurangnya bernilai baik;
2. Telah memenuhi syarat kesehatanjasmani dan rohani untuk diangkat
menjadi pegawai negeri sipil, syarat kesehatan jasmani dan rohani
dinyatakan dalam surat keterangan yang dikeluarkan oleh dokter penguji
tersendiri/ tim penguji kesehatan yang ditunjuk oleh menteri yang
bertanggung jawab di bidang kesehatan;
3. Telah lulus pendidikan dan pelatihan prajabatan, Syarat lulus pendidikan
dan petihan dinyatakan dengan surat tanda tamat
2.4 Perlindungan Kesehatan Kerja
2.4.1 Konsep Kesehatan Kerja
Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik,
mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan
kesehatan melainkan juga menunjukkan kemampuan untuk berinteraksi dengan
lingkungan dan pekerjaannya (Budiono dalam Heriansyah, 2014: h.15).
Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat tetap sehat
dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan gangguan kesehatan
atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama dibidang kesehatan lebih
ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit serta
pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin. Status kesehatan seseorang, menurut
(Blum dalam Prameswari, 2012: 12) ditentukan oleh empat faktor yakni:
16
1. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan) kimia
(organik/anorganik, logam berat, debu), biologik (virus, bakteri,
mikroorganisme) dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan, pekerjaan).
2. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan dan tingkah laku.
3. Pelayanan kesehatan: promotif, preventif, perawatan, pengobatan,
pencegahan kecacatan, rehabilitasi, dan;
4. Genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.
Interaksi dari berbagai faktor tersebut sangat mempengaruhi tingkat
kesehatan seseorang baik dalam kehidupan sehari-hari maupun di tempat kerja.
Dengan demikian, dalam pengelolaan kesehatan keempat faktor tersebut perlu
diperhatikan, khususnya dalam aspek lingkungaan dan pelayanan kesehatan.
Kaitan timbal balik pekerjaan yang dilakukan dan kesehatan pekerja semakin
banyak dipelajari dan terus berkembang sejak terjadinya revolusi industri.
Pekerjaan mungkin berdampak negatif bagi kesehatan akan tetapi sebaliknya
pekerjaan dapat pula memperbaiki tingkat kesehatan dan kesejahteraan pekerja
bila dikelola dengan baik. Demikian pula status kesehatan pekerja sangat
mempengaruhi produktivitas kerjanya. Pekerjaan yang sehat memungkinkan
tercapainya hasil kerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan pekerja yang
terganggu kesehatannya (Harrington, 2003:27).
Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan
sekedar “kesehatan pada sektor industri” saja melainkan juga mengarah pada
upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya (Total health
of all at work). Dan ilmu ini tidak hanya hubungan antara efek lingkungan kerja
dengan kesehatan, tetapi juga hubungan antara status kesehatan pekerja dengan
17
kemampuannya untuk melakukan tugas yang harus dikerjakannya, dan tujuan dari
kesehatan kerja adalah mencegah timbulnya gangguan kesehatan daripada
mengobatinya (Harrington, 2003:27).
2.4.2 Bentuk Perlindungan Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja mencakup kegiatan yang bersifat komprehensif berupa
upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Upaya promotif berupa
penyuluhan, pelatihan dan peningkatan pengetahuan tentang upaya hidup sehat
dalam bekerja, disamping kegiatan pencegahan (preventif) terhadap risiko
gangguan kesehatan, lebih mengemuka dalam disiplin kesehatan kerja
(Simanjuntak, 2000: h.35)
Kesehatan kerja diartikan sebagai spesialis ilmu kesehatan yang
menganalisa akibat praktek dan cara kerja terhadap derajat kesehatan pekerja yang
bersangkutan, baik kesehatan fisik maupun kesehatan mental, serta menganalisa
alternatif usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan
akibat kerja dan lingkungan kerja. Kesehatan kerja bersifat medis dan sasarannya
adalah manusia atau pekerja. Menurut Simanjuntak (2000: h.35), untuk
melindungi kesehatan para pekerja dapat dilakukan dengan beberapa hal sebagai
berikut;
1. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan pekerja melalui
pemeriksaan pekerja secara berkala.
2. Memberikan keterangan prosedur kerja (SOP) sebelum bekerja.
3. Menempatkan pekerja sesuai dengan kemampuan fisik, mental dan
pendidikan atau keterampilannya.
18
4. Pemakaian alat-alat pelindung diri secara teratur dan disiplin untuk
menghindari risiko kecelakaan kerja.
5. Memberikan Jaminan Kesehatan Kerja melalui asuransi dan Jaminan
kesehatan lainnya.
Bentuk perlindungan kesehatan kerja tersebut dilakukan untuk
menciptakan kenyamanan pekerja dalam melaksanakan tugasnya serta melindungi
atau menjaga pekerja/buruh dari kejadian/keadaan hubungan kerja yang
merugikan kesehatan dan kesusilaannya dalam hal pekerja/buruh melakukan
pekerjaannya.
2.5 Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Sebagaimana yang diamanatkan pada alinea ke IV Pembukaan Undang-
undang Dasar 1945 bahwa untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia, dalam hal perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupan
dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum yang berdasarkan pancasila,
termasuk perlindungan atas bencana, maka pemerintah pusat dan pemerintah
daerah menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan
bencana sebagaimana yang diamanatkan di dalam undang-undang Nomor 24
Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Potensi penyebab bencana dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) jenis yaitu
bencana alam, bencana non alam, dan bencana social. Bencana alam antara lain
berupa gempa bumi, tsunami, banjir, letusan gunung berapi, angin topan/puting
beliung, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan/lahan, karena faktor alam,
hama penyakit tanaman, epidemi, wabah, kejadian luar biasa dan kejadian
antariksa/benda-benda angkasa. Bencana non alam antara lain kebakaran
19
hutan/lahan/pemukiman yang disebabkan oleh manusia, kecelakaan transportasi,
kegagalan konstruksi/teknologi, dampak industri, ledakan nuklir, pencemaran
lingkungan dan kegiatan keantariksaan. Bencana sosial antara lain berupa
kerusuhan sosial politik dan konflik sosial dalam masyarakat yang sering terjadi.
Selama ini penanganan bencana dilaksanakan secara parsial oleh instansi-instansi
teknis terkait, seperti Departemen Sosial, Departemen Kesehatan, Departemen
PU, dll. Begitu pula pada tingkat provinsi dan Kabupaten/Kota, sehingga
koordinasi antara instansi tersebut cukup sulit (Wicaksono, 2012: h.5).
Selain itu ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
penanggulangan bencana yang ada belum dapat di jadikan landasan hukum yang
kuat dan menyeluruh serta tidak sesuai dengan perkembangan keadaan
masyarakat dan kebutuhan bangsa Indonesia sehingga menghambat upaya
penanggulangan bencana secara terencana, terkoordinasi dan terpadu. Tugas
penyelenggaraan penanggulangan bencana tersebut ditangani oleh Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) ditingkat pusat dan Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) di tingkat daerah. Adapun hubungan kerja antara BNPB
dan BPBD bersifat koordinasi dan teknis kebencanaan dalam rangka upaya
peningkatan kualitas penyelenggaraan penanggulangan bencana
(bpbd.malangkab.go.id). Maka sesuai amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2007 tentang Penanggulangan Bencana pada pasal 25. Dibentuklah Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Aceh Barat.
Badan penanggulangan bencana daerah yang selanjutnya disebut BPBD
adalah perangkat daerah yang dibentuk dalam rangka melaksanakan tugas dan
20
fungsi-fungsi untuk melaksanakan penanggulangan bencana. Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) mempunyai tugas sebagai berikut:
1. Menetapkan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan
bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan darutat,
rehabilitasi, serta rekontruksi secara adil dan setara ditingkat kabupaten.
2. Menetapkan standarisasi serta kebutuhan penyelenggaraan
penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan.
3. Menyusun, menetapkan dan mengkonfirmasi peta rawan bencana.
4. Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana.
5. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Bupati
setiap bulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi
darurat bencana.
6. Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang.
7. Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari
8. anggaran pendapatan dan belanja daerah.
9. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Selain itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) juga memiliki
fungsi yang dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Fungsi Koordinasi. Dilakukan pada tahap pra bencana dan pasca bencana
melalui koordinasi dengan SKPD lainnya di daerah, lembaga usaha, dan
pihak lain yang diperlukan
2. Fungsi Komando. Dilaksanakan melalui pengerahan SDM, peralatan,
logistik dari SKPD lainnya.
21
3. Fungsi Pelaksana. Dilaksanakan secara terkoordinasi dan terintegrasi
dengan SKPD lain, instansi, dengan memperhatikan kebijakan
penyelenggaraan penanggulangan bencana (Wicaksono, 2012: h.7).
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab penelitian ini adalah
metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Narbuko dan Achmadi
(2004: h.44) memberikan pengertian ”pendekatan deskriptif sebagai penelitian
yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang
berdasarkan data-data, jadi ia juga menyajikan data, menganalisis dan
menginterpretasi; ia juga bisa bersifat komperatif dan korelatif”. Taylor dan
Bogdan dalam Danim (2002: h.41) mengatakan bahwa “penelitian kualitatif dapat
diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata
lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang
diteliti”.
3.2 Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) Kabupaten Aceh Barat. Adapun alasan penulis memilih tempat penelitian
ini disebabkan karena Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD)Kabupaten Aceh Barat merupakan lembaga yang memiliki banyak tenaga
kerja dan memiliki resiko kerja yang tinggi di Kabupaten Aceh Barat. Selain itu,
jarak tempuh peneliti dengan tempat penelitian sangat terjangkau atau tidak terlalu
jauh sehingga memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian di lapangan.
22
23
3.2.2 Sumber Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder.
a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti
secara langsung dari objek yang diteliti. Data primer disebut juga sebagai
data asli atau data baru yang memiliki sifat up to date. Untuk mendapatkan
data primer, peneliti harus mengumpulkannya secara langsung. Teknik
yang dapat digunakan peneliti untuk mengumpulkan data primer antara
lain observasi, wawancara, diskusidan penyebaran kuesioner.
b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh baik yang belum diolah maupun
telah diolah, baik dalam bentuk angka maupun uraian. Dalam penelitian
ini data-data sekunder yang diperlukan antara lain literatur yang relevan
dengan judul penelitian seperti buku-buku, artikel, makalah, perarutan-
peraturan, struktur organisasi, jadwal, waktu, petunjuk pelaksana, petunjuk
teknis dan lain-lain yang memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti
(Danim, 2002: h.140).
3.2.3 Teknik Penentuan Informan
Informan adalah sebagian dari seluruh individu yang menjadi objek
penelitian, yang bertujuan untuk memperoleh keterangan mengenai objek
penelitian dengan cara mengamati hanya sebagian dari populasi, suatu reduksi
terhadap jumlah objek penelitian (Mardalis, 2003: h.56). Dalam melakukan teknik
pengambilan informan penulis menggunakan metode purposive sampling, yakni
teknik penentuan sampel (informan) secara sengaja dengan pertimbangan tertentu
(Sugiyono, 2006: h.96). Maksudnya, peneliti menentukan sendiri informan yang
24
akan di ambil karena ada pertimbangan tertentu. Jadi, informan yang diambil
tidak secara acak, tetapi ditentukan sendiri oleh peneliti yaitu mereka yang
dianggap mengerti dan memahami masalah yang sedang penulis teliti. Adapun
yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1
Informan Penelitian
No Informan Jumlah
1 Kepala BPBD 1 Orang
2 Sekretaris BPBD 1 Orang
3 Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan 1 Orang
4 Kasubbag Program dan Pelaporan 1 Orang
5 Kasubbag Umum 1 Orang
6 Staf Pelaksana/Pegawai 5 Orang
Jumlah Total 10 Orang
Jumlah keseluruhan informan dalam penelitian ini adalah sebanyak 10
orang.Jumlah tersebut diambil karena penulis menganggap para informan telah
memberikan jawab yang sama tentang masalah penelitian atau telah mencapai
titik jenuh, sehingga telah dapat diambil sebuah kesimpulan terhadap
permasalahan yang sedang penulis teliti.
3.2.4 Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Observasi.
Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik
terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Pengamatan dan
pencatatan yang dilakukan terhadap objek di tempat terjadi atau
berlangsungnya peristiwa, sehingga observer berada bersama objek yang
diselidiki, disebut juga observasi langsung. Sedangkan observasi tidak
25
langsung adalah pengamatan yang dilakukan tidak pada saat
berlangsungnya suatu peristiwa yang akan diselidiki (Danim, 2002:
h.140).
Dalam kegiatan pengumpulan data, metode observasi merupakan salah
satu metode utama disamping metode wawancara. Dalam hal ini,
pengamatan dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu:
1) Pengamat berperan serta, yaitu seorang pengamat melakukan dua
peran sekaligus sebagai pengamat dan menjadi anggota resmi dari
objek atau kelompok yang diamati.
2) Pengamatan tanpa berperan serta, yaitu seorang pengamat hanya
berfungsi untuk melakukan pengamatan saja, tanpa ikut menjadi
anggota dari objek yang diteliti.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode observasi langsung
yaitu pada kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Kabupaten Aceh Barat. Pengamatan dilakukan sendiri secara langsung
ditempat yang menjadi objek penelitian, sedangkan objek yang diamati
adalah aktifitas masyarakat dan aparatur pemerintah dalam menjalankan
wewenang di kecamatan.
2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2006: h.135). Ada
bermacam-macam cara pembagian jenis wawancara yang dikemukakan
26
dalam kepustakaan, diantaranya dikemukakan oleh Patton (dalam
Moleong, 2006: h.197) dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua
model wawancara yaitu :
a Pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara, yaitu jenis
wawancara yang mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1) Pewawancara membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok
yang dinyatakan dalam proses wawancara
2) Penyusunan pokok-pokok itu dilakukan sebelum wawancara
dilakukan.
3) Pokok-pokok yang dirumuskan tidak perlu ditanyakan secara
berurutan.
4) Penggunaan dan pemilihan kata-kata untuk wawancara dalam hal
tertentu tidak perlu dilakukan sebelumnya.
5) Petunjuk wawancara hanya berisi petunjuk secara garis besar
tentang proses dan isi wawancara untuk menjaga agar pokok-
pokok yang direncanakan dapat tercakup seluruhnya.
b Wawancara baku terbuka, yaitu jenis wawancara yang menggunakan
seperangkat pertanyaan baku. Urutan pertanyaan, kata-katanya dan cara
penyajiannya pun sama untuk setiap informan.
3. Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah teknik mengumpulkan data melalui
peninggalan tertulis, seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku
tentang pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum dan lain-lain yang
berhubungan dengan masalah penelitian. Dokumen dalam penelitian ini
27
digunakan sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai
sumber data dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsir, bahkan untuk
meramalkan (Moleong, 2006: h.191).
Pada dasarnya proses studi dokumentasi bukan merupakan kegiatan yang
berdiri sendiri, akan tetapi seringkali bersamaan dengan penggunaan
teknik pengumpulan data yang lainnya. Disaat kita mempelajari
dokumentasi pasti diawali dengan wawancara terutama yang menyangkut
pembicaraan yang ada kaitannya dengan dokumen yang akan dipelajari.
Teknik dokumentasi dalam penelitian ini digunakan hanya sebagai
pelengkap dari teknik pengumpulan data lainnya. Data-data yang diambil
dari dokumen hanya meliputi gambaran umum tempat penelitian, yang
diperoleh dari kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD)Kabupaten Aceh Baratyang meliputi jumlah profil kantor, visi-
misi, jumlah pegawai, dan tingkat pendidikan pegawai serta saranalainnya.
3.2.5 Jadwal Penelitian
Penelitian ini direncanakan siap dalam 4 bulan yaitu Januari s/d April
Tahun 2015 dengan perincian sebagai berikut:
Tabel 3.2
Jadwal Penelitian di Lapangan
No Rencana Kegiatan
Bulan Dan Minggu
Jan Feb Mar aprl
1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 5
1. Menyusun Proposal Skripsi
2. Seminar Proposal
3. Pelaksanaan Penelitian dan
28
analisis data
4. Pengolahan data
5. Penulisan Laporan
6. Bimbingan tahap akhir dan
penulisan hasil koreksi
7. Ujian Skripsi
8 Perbaikan skripsi
Catatan : Jadwal penelitian ini dapat berubah sesuai dengan kondisi di lapangan
3.3 Instrumen Penelitian
Penelitian yang menggunakan metode kualitatif adalah suatu metode
penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alami, maka
peneliti adalah sebagai instrumen kunci (Moleong, 2006: h.4). Peneliti merupakan
instrumen kunci utama, karena peneliti sendirilah yang menentukan keseluruhan
skenario penelitian serta langsung turun ke lapangan melakukan pengamatan dan
wawancara dengan informan.
Penggunaan peneliti sebagai instrumen penelitian dimaksudkan untuk
mendapatkan data-data yang valid dan realible. Namun, untuk membantu
kelancaran dalam melaksanakannya, peneliti juga didukung oleh instrumen
pembantu sebagai panduan wawancara. Oleh karena itu, sebelum turun ke
lapangan maka peneliti akan membuat terlebih dahulu panduan wawancara untuk
memudahkan pelaksanaan penelitian di lapangan. Alat bantu yang digunakan
dalam pengumpulan data yaitu kamera digital, pedoman wawancara, alat tulis,
dokumen, laporan-laporan dan lain sebagainya.
29
3.4 Teknik Analisa Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data
kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema
dan dapat dirumuskan hipotesis kerja (Moleong, 2006: h.103). Analisa data
menggunakan metode deskriptif kualitatif, dimana pembahasan penelitian serta
hasilnya diuraikan melalui kata-kata berdasarkan data empiris yang diperoleh.
Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data yang bersifat kualitatif, maka
analisis data yang digunakan non statistik.
Analisis data dalam penelitian kualitatif berlangsung secara interaktif,
dimana pada setiap tahapan kegiatan tidak berjalan sendiri-sendiri. Meskipun
tahap penelitian dilakukan sesuai dengan kegiatan yang direncanakan, akan tetapi
kegiatan ini tetap harus dilakukan secara berulang antara kegiatam pengumpulan
data, reduksi data, penyajian data serat verifikasi atau penarikan suatu kesimpulan.
Untuk menganalisa data dalam penelitian ini, digunakan langkah-langkah
atau alur yang terjadi bersamaan yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian
data dan penarikan kesimpulan atau balur verifikasi data (Miles, 2007: h.15-19).
1. Reduksi data, adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan data kasar yang muncul dari catatan-
catatan yang tertulis di lapangan (Miles dan Huberman, 2007: h.17).
Reduksi data ini bertujuan untuk menganalisis data yang lebih
mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data
agar diperoleh kesimpilan yang dapat ditarik atau verifikasi. Dalam
penelitian ini, proses reduksi data dilakukan dengan mengumpulkan data
30
dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi kemudian dipilih dan
dikelompokkan berdasarkan kemiripan data.
2. Penyajian data, adalah pengumpulan informasi tersusun yang memberikan
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan
(Miles dan Huberman, 2007: h.18). Dalam hal ini, data yang telah
dikategorikan tersebut kemudian diorganisasikan sebagai bahan penyajian
data. Data tersebut disajikan secara deskriptif yang didasarkan pada aspek
yang diteliti.
3. Verifikasi data dan penarikan kesimpulan. Verifikasi data adalah sebagian
dari suatu kegiatan utuh, artinya makna-makna yang muncul dari data
telah disajikan dan diuji kebenarannya, kekokohannya dan kecocokannya
(Miles dan Huberman, 2007: h.19). Penarikan kesimpulan berdasarkan
pada pemahaman terhadap data yang disajikan dan dibuat dalam
pernyataan singkat dan mudah dipahami dengan mengacu pada pokok
permasalahan yang diteliti.
3.5 Uji Kredibilitas Data
Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian
kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan
ketentuan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat dan
member check. Digunakannya uji ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang
lebih mendalam mengenai subyek penelitian (Sugyono, 2008: h.270). Adapun
pengujian kredibilitas data adalah sebagai berikut :
1. Perpanjangan Pengamatan. Perpanjangan pengamatan perlu dilakukan
karena berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, dirasakan data yang
31
diperoleh masih kurang memadai. Menurut Moleong (2006: h.327)
perpanjangan pengamatan berarti peneliti tinggal di lapangan penelitian
sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai. Peneliti berperan sebagai
anggota masyarakat tempat penelitian dilakukan, berbaur dengan
masyarakat dan mengikuti segara aktivitas dalam masyarakat sampai
diarasakan data yang diperoleh telah cukup dan memadai.
2. Peningkatan ketekunan, berarti melakukan pengamatan secara lebih
mendalam untuk memperoleh kepastian data. Meningkatkan ketekunan
dilakukan dengan membaca berbagai referensi baik buku maupun
dokumen yang terkait dengan temuan yang diteliti sehingga berguna untuk
memeriksa data apakah benar dan bisa dipercaya atau tidak. Dalam hal ini
peneliti berperan untuk melihat dan mengamati lebih mendalam tentang
fenomena yang terjadi di masyarakat sesuai dengan penelitian yang
dilakukan, peneliti juga lebih banyak membaca dan mencari referensi
lainnya yang terkait dengan temuan yang ditemui dalam penelitian,
sehingga dapat mengambil suatu kesimpulan yang benar dan dapat
dipercaya.
3. Triangulasi. Analisa triangulasi merupakan suatu metode analisis untuk
mengatasi masalah akibat dari kajian mengandalkan suatu teori saja, satu
macam data atau satu metode penelitian saja (Sugyono, 2007: h.225).
Triangulasi dapat diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber
dengan berbagai cara. Menurut (Sugyono, 2008: h.273-274), terdapat
minimal 3 (tiga) macam triangulasi, yaitu :
32
a) Triangulasi sumber data. Pada triangulasi ini, data di cek
kredibilitasnya dari berbagai sumber data yang berbeda dengan
teknik yang sama, misalnya mengecek sumber data antara
bawahan, atasan dan teman.
b) Triangulasi teknik pengumpulan data. Data di cek kredibilitasnya
dengan menggunakan berbagai teknik yang berbeda dengan
sumber data yang sama.
c) Triangulasi waktu pengumpulan data. Data di cek kredibilitasnya
dengan waktu yang berbeda-beda namun dengan sumber data dan
teknik yang sama.
Triangulasi menjadikan data yang diperoleh dalam penelitian menjadi
lebih konsisten, tuntas dan pasti serta meningkatkan kekuatan data
(Sugyono, 2008: h.241)
4. Pemeriksaan teman sejawat. Dilakukan dengan mendiskusikan data hasil
temuan dengan rekan-rekan sesama mahasiswa maupun teman yang bukan
mahasiswa. Melalui diskusi ini diharapkan akan ada saran atau masukan
yang berguna untuk proses penelitian.
5. Member Check. Dilakukan dengan cara mendiskusikan hasil penelitian
kepada sumber-sumber yang telah memberikan data untuk mengecek
kebenaran data dan interprestasinya. Menurut Moleong (2006: h.336)
pengecekan dilakukan dengan jalan :
a. Penilaian dilakukan oleh responden
b. Mengkoreksi kekeliruan
c. Menyediakan tambahan informasi
33
d. Memasukkan responden dalam kancah penelitian, menciptakan
kesempatan untuk mengikhtisarkan sebagai langkah awal analisa data
e. Menilai kecukupan menyeluruh data yang dikumpulkan
Pengujian kredibilitas (credibility) bertujuan untuk menilai kebenaran dari
temuan penelitian kualitatif. Kredibilitas ditunjukkkan ketika partisipan
mengungkapkan bahwa transkrip penelitian memang benar-benar sebagai
pengalaman dirinya sendiri. Dalam hal ini peneliti akan memberikan data yang
telah ditranskripkan untuk dibaca ulang oleh partisipan.
34
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
4.1.1 Sejarah Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Sebagaimana yang diamanatkan pada alinea ke IV Pembukaan Undang-
undang Dasar 1945 behwa untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia, dalam hal perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupan
dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum yang berdasarkan pancasila,
termasuk perlindungan atas bencana, maka pemerintah pusat dan pemerintah
daerah menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan
bencana sebagaimana yang diamanatkan di dalam undang-undang Nomor 24
Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Selama ini penanganan bencana dilaksanakan secara parsial oleh instansi-
instansi teknis terkait, seperti Departemen Sosial, Departemen Kesehatan,
Departemen PU, dan lain-lain. Begitu pula pada tingkat provinsi dan
Kabupaten/Kota, sehingga koordinasi antara instansi tersebut cukup sulit. Selain
itu ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penanggulangan bencana
yang ada belum dapat di jadikan landasan hukum yang kuat dan menyeluruh serta
tidak sesuai dengan perkembangan keadaan masyarakat dan kebutuhan bangsa
Indonesia sehingga menghambat upaya penanggulangan bencana secara
terencana, terkoordinasi dan terpadu.
Oleh karena itu, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana, dibentuklah sebuah Badan Penanggulangan
34
35
Bencana yang bersifat nasional yaitu Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) ditingkat pusat dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di
tingkat daerah. Adapun hubungan kerja antara BNPB dan BPBD bersifat
koordinasi dan teknis kebencanaan dalam rangka upaya peningkatan kualitas
penyelenggaraan penanggulangan bencana.
4.1.2 Profil BPBD Kabupaten Aceh Barat
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Aceh Barat
adalah sebuah perangkat daerah yang dibentuk dalam rangka melaksanakan tugas
dan fungsi-fungsi untuk melaksanakan penanggulangan bencana. Lembaga ini
dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang kedudukannya dibawah dan
bertanggung jawab kepada Bupati Aceh Barat.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Aceh Barat
beralamat di Jalan Beringin Maju No.14 a Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten
Aceh Barat Provinsi Aceh. Seperti halnya lembaga pemerintah lain, BPBD
Kabupaten Aceh Barat juga memiliki visi dan misi organisasi yang menjadi acuan
seluruh pegawai dalam melaksanaan pekerjaan. Adapun visi dan misi dari Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Aceh Barat dapat diuraikan
melalui tabel 4.1 berikut ini;
Tabel 4.1
Visi dan Misi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Kabupaten Aceh Barat
VISI
“Mewujudkan Kabupaten Aceh Barat yang Tangguh dalam
Menghadapi Bencana”
36
MISI
1. Mengembangkan tata kelola penanggulangan bencana
2. Memperkuat kapasitas kelembagaan penanggulangan bencana
3. Meningkatkat kualitas SDM melalui pelatihan dan penataran
tentang penaggulangan bencana
4. Memberdayakan masyarakat dalam penanggulangan bencana
5. Membangun kerjasama anatar pemangku kepentingan dalam
penanggulangan bencana
Sumber: Profil BPBD Kabupaten Aceh Barat Tahun 2015
Sebagai lembaga pemerintah, BPBD Kabupaten Aceh Barat memiliki
tugas dan fungsi yang harus dijalankan dengan baik. Terdapat beberapa tugas
yang diberikan kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Kabupaten Aceh Barat, yaitu:
1. Menetapkan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan
bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan darutat,
rehabilitasi, serta rekontruksi secara adil dan setara ditingkat Kabupaten
Aceh Barat.
2. Menetapkan standarisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan
bencana di Kabupaten Aceh Barat berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
3. Menyusun, menetapkan dan mengkonfirmasi peta rawan bencana.
4. Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana.
5. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Bupati
setiap bulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi
darurat bencana.
6. Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang.
37
7. Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah.
8. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Sedangkan yang menjadi fungsi dari Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) Kabupaten Aceh Barat dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Fungsi Koordinasi.
Dilakukan pada tahap pra bencana dan pasca bencana melalui koordinasi
dengan SKPD lainnya di daerah, lembaga usaha, dan pihak lain yang
diperlukan.
2. Fungsi Komando.
Dilaksanakan melalui pengerahan Sumber Daya Manusia (SDM),
peralatan, logistik yang berasal dari SKPD lainnya.
3. Fungsi Pelaksana.
Dilaksanakan secara terkoordinasi dan terintegrasi dengan SKPD lain,
instansi, dengan memperhatikan kebijakan penyelenggaraan
penanggulangan bencana.
Untuk melaksanakan tugas dan fungsi tersebut, selama ini Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Aceh Barat dibantu oleh
para pegawai (baik PNS maupun Honorer) yang selama ini bekerja menjalankan
tugas-tugas dalam rangka penanggulangan bencana di Kabupaten Aceh Barat
sesuai dengan visi-misi yang telah ditetapkan. Berikut kami sampaikan daftar
jumlah pegawai Dinas Pendidikan berdasarkan jenis kelamin.
38
Tabel 4.2
Daftar Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin
NO Jenis Kelamin Jumlah
1 Laki-laki 137 Orang
2 Perempuan 12 Orang
Jumlah Total 149 Orang
Sumber: Profil BPBD Kabupaten Aceh Barat Tahun 2015
Dari tabel diatas terlihat bahwa jumlah pegawai laki-laki yang bekerja
pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Aceh Barat
jauh lebih banyak dari pada pegawai perempuan. Hal tersebut dapat dimaklumi
karena BPBD merupakan lembaga yang melaksanakan tugas-tugas berat dan
penuh resiko, sehingga memerlukan tenaga ekstra dan ketahanan fisik dalam
melaksanakan tugas tersebut. Oleh karena itu, jumlah pegawai laki-laki yang
bekerja di BPBD Kabupaten Aceh Barat sangat mendominasi dibandingkat
dengan pegawai perempuan. Selain itu, berikut ini juga kami sampaikan daftar
jumlah pegawai pada kantor BPBD Kabupaten Aceh Barat berdasarkan status
kepegawaiannya;
Tabel 4.3
Jumlah Pegawai berdasarkan Status Kepegawaian
NO Jenis/Status Pegawai Jumlah
1 Pegawai Negeri Sipil 46 Orang
2 Tenaga Honorer 100 Orang
3 Tenaga Bakti 3 Orang
Jumlah Total 149 Orang
Sumber: Profil BPBD Kabupaten Aceh Barat Tahun 2015
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa selama ini BPBD Kabupaten
Aceh Barat memiliki 149 orang pegawai yang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil,
para Tenaga Honorer dan Tenaga Bakti. Para pegawai tersebut bekerja sesuai
39
dengan bidang pekerjaan masing-masing yang telah ditetapkan oleh pimpinan
berdasarkan peraturan yang berlaku.
Secara konsep, kinerja organisasi pemerintah dalam hal ini BPBD
Kabupaten Aceh Barat juga sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan para
pegawai yang bekerja di dalamnya. Semakin baik tingkat pendidikan para
pegawai maka akan lebih cenderung menghasilkan kinerja yang lebih maksimal.
Berikut kami tampilkan daftar pegawai BPBD Kabupaten Aceh Barat berdasarkan
tingkat pendidikan;
Tabel 4.4
Daftar Tingkat Pendidikan Pegawai
NO Tingkat Pendidikan Jumlah
1 S2 2 Orang
2 S1 15 Orang
3 D.III 4 Orang
4 SMA/SMK/Sederajat 122 Orang
5 SMP 6 Orang
6 SD -
Jumlah Total 149 Orang
Sumber: Profil BPBD Kabupaten Aceh Barat Tahun 2015
Berdasarkan tabel 4.4 di atas terlihat bahwa tingkat pendidikan para
pegawai pada kantor BPBD Kabupaten Aceh Barat masih belum baik. Hal
tersebut dapat dilihat dari banyaknya jumlah pegawai yang berpendidikan
SMA/SMK/Sederajat dan hanya sedikit pegawai yang bergelar sarjana. Kondisi
tersebut kurang baik bagi sebuah organisasi pemerintah dalam menjalankan dan
melaksanakan tugas-tugasnya, untuk itu diperlukan upaya dalam meningkatkan
pendidikan para pegawai yang bekerja di BPBD Kabupaten Aceh Barat.
40
4.1.3 Susunan Organisasi BPBD Kabupaten Aceh Barat
Di dalam sebuah instansi pemerintahan memiliki beberapa pegawai yang
akan menentukan kelancaran dan kesuksesan dalam proses-proses pelaksanaan
tugas yang telah ditetapkan. Pada BPBD Kabupaten Aceh Barat selama ini
terdapat beberapa tenaga pegawai yang dapat menunjang kelancaran pelayanan
penanggulangan bencana yang tersusun secara rinci sesuai dengan tugas dan
bidang masing-masing. Berikut susunan organisasi Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Aceh Barat yang terdiri dari:
1. Kepala
Kepala Pelaksana BPBD mempunyai tugas membantu Kepala BPBD
dalam menyelenggarakan tugas dan fungsi penanggulangan bencana yaitu
melaksanakan penanggulangan bencana secara terintrigrasi yang meliputi
prabencana, saat tanggap darurat dan pasca bencana. Kepala Pelaksana
BPBD dalam melaksanakan tugas menyelanggarakan fungsi:
a) Perumusan kebijakan Penanggulangan Bencana yang meliputi
prabencana, saat tanggap darurat dan pasca bencana.
b) Pengoordinasian penanggulangn bencana dengan instansi terkait yang
meliputi prabencana, saat tanggap darurat dan pasca bencana.
c) Pengkomandoan penanggulangan bencana yang meliputi prabencana,
saat tanggap darurat dan pasca bencana.
d) Pelaksanaan penanggulangan bencana secara terkoordinasi dan
terintrigitas bersama instansi terkait yang meliputi prabencana, saat
tanggap darurat dan pasca bencana.
41
e) Pengawasan, pemantauan, evaluasi dan pelaporan penanggulangan
bencana meliputi prabencana, tanggap darurat dan pasca bencana.
f) Pembinaan dan pengawasan satuaan tugas di lingkungan BPBD.
g) Pembinaan administrasi dan aparatur di lingkungan BPBD.
h) Pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
2. Sekretaris
Sekretaris mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Kepala
Pelaksana BPBD Lingkup Kesekretariatan yang meliputi
mengoordinasikan perencanaan, pembinaan dan pengendalian program,
administrasi umum dan sumber daya serta kerjasama, Sekretaris dalam
melaksanakan tugas pokok menyelenggarakan fungsi :
a) Penyusunan program dan kegiatan Kesekretariatan.
b) Pengoordinasian, sinkronisasi dan intergritas program perencanaan,
dan perumusan kebijakan di Lingkungan BPBD.
c) Pembinaan dan pelayanan administrasi ketatausahaan, hukum dan
peraturan perundang-undangan, organisasi, tatalaksana, peningkatan
kapasitas SDM, keuangan, perlengkapan dan rumah tangga.
d) Pembinaan dan pelaksanaan hubungan masyarakat dan protokol.
e) Pengoordinasian dan pengendalian program di Lingkungan Badan.
f) Fasilitas pelaksanaan tugas dan fungsi unsur pengarahan
penanggulangan bencana.
g) Pengumpulan data dan informasi kebencanaan di wilayah Kabupaten
Aceh Barat.
42
h) Pengoordinasian dalam penyusunan laporan penanggulangan bencana.
i) Pembinaan, monitoring, evaluasi dan pelaporan kegiatan
kesekretariatan.
j) Penyusunan dan pengkoordinasian pelaporan yang meliputi laporan
kinerja dinas, laporan akuntabilitas, laporan pelaksanaan program/
kegiatan Badan.
k) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Badan sesuai
dengan lingkup tugasnya
3. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian.
Kepala Sub Bagian Perencanaan dan Pengendalian mempunyai tugas
melaksanakan sebagian tugas Sekretaris lingkup perencanaan dan
pengendalian. Kepala Sub Bagian Perencanaan dan Pengendalian dalam
melaksanakan tugas melaksanakan fungsi :
a) Penyusunan program dan kegiatan pada Sub Bagian Perencanaan dan
Pengandalian.
b) Pelaksanaan pengoordinasian penyelenggaraan tugas-tugas bidang.
c) Pengoordinasian penyusunan program dan kegiatan bidang-bidang.
d) Penyelenggaraan pengawasan dan evaluasi pelaksanaan program dan
kegiatan bidang-bidang.
e) Penyusunan dan pengoordinasian pelaporan yang meliputi laporan
kinerja dinas, laporan akuntabilitas, laporan pelaksanaan program dan
kegiatan dinas.
f) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan
lingkup tugasnya.
43
4. Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan (Damkar)
Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan atau yang dikenal dengan
devisi pemadam kebakaran mempunyai tugas melaksanakan sebagian
tugas Kepala Pelaksana Badan Lingkup Pencegahan dan Kesiapsiagaan
yang meliputi mengkoordinasikan dan melaksanakan kebijakan di bidang
pencegahanm, mengatasi dan menanggulangi kebakaran, mitigasi dan
kesiapsiagaan pada prabencana serta pemberdayaan masyarakat. Kepala
Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan dalam melaksanakan tugas
menyelenggarakan fungsi :
a) Perumusan kebijakan di bidang pencegahan, mitigasi dan
kesiapsiagaan pada prabencana serta pemberdayaan masyarakat.
b) Pengoordinasian dan pelaksanaan kebijakan di bidang pencegahan,
mitigasi dan kesiapsigaan pada prabencana serta pemberdayaan
masyarakat.
c) Pelaksanaan hubungan kerja dengan instansi atau lembaga terkait di
bidang Pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan pada prabencana serta
pemberdayaan masyarakat.
d) Pemantauan, evaluasi dan analisa pemaparan tentang pelaksaan
kebijakan di bidang pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan para
prabencana serta pemberdayaan masyarakat.
e) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Badan sesuai
dengan lingkup tugasnya.
5. Kepala Seksi Pencegahan
44
Kepala Seksi Pencegahan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas
Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan. Kepala Seksi Pencegahan
dalam melaksanakan tugas menyelenggarakan fungsi :
a) Penyiapan bahan perumusan kebijakan di bidang penanggulangan
bencana lingkup pencegahan.
b) Pengkoordinasian penanggulangan bencana lingkup pencegahan.
c) Pembinaan dan pelaksanaan tugas penanggulangan bencana lingkup
pencegahan.
d) Pengawasan, pemantuan, evaluasi dan pelaporan penanggulangan
bencana.
e) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan
lingkup tugasnya.
6. Kepala Seksi Kesiapsiagaan
Kepala seksi kesiapsiagaan mempunyai tugas melaksanakan sebagian
tugas kepala bidang pencegahan dan kesiapsiagaan lingkup kesiapsiagaan.
Kepala seksi kesiapsiagaan dalam melaksanakan tugas menyelenggarakan
fungsi :
a) Penyiapan bahan perumusan kabijakan di bidang penanggulangan
bencana lingkup kesiapsiagaan.
b) Pengoordinasian penangulangan bencana lingkup kesiapsiagaan.
c) Pembinaan dan pelaksanaan tugas penanggulangan bencana lingkup
kesiapsiagaan.
d) Pengawasan, pemantauan, evaluasi dan pelaporan penanggulangan
bencana lingkup kesiapsiagaan.
45
e) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan
lingkup tugasnya.
7. Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik
Kepala bidang kedaruratan dan logistik mempunyai tugas melaksanakan
sebagian tugas kepala pelaksana BPBD lingkup kedaruratan dan logistik
yang meliputi mengoordinasikan dan melaksanakan kebijakan
penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat dan dukungan logistik.
Kepala bidang kedaruratan dan logistik dalam melaksanakan tugas
menyelenggarakan fungsi :
a) Perumusan kebijakan di bidang penanggulangan bencana pada saat
tanggap darurat, penanganan pengungsi dan dukungan logistik.
b) Pengoordinasian dan pelaksanaan kebijakan di bidang
penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat, penanganan
pengungsi dan dukungan logistik.
c) Komando penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat.
d) Pelaksanaan hubungan kerja di bidang penanggulangan bencana pada
saat tanggap darurat, penanganan pengungsi dan dukungan logistik.
e) Pemantauan, evaluasi dan analisis pelaporan tentang pelaksanaan
penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat, penangan
pengungsi dan dukungan logistik.
f) Pelaksanaan tugas lain yang di berikan oleh Kepala Badan sesuai
dengan lingkup tugasnya.
8. Kepala Seksi Kedaruratan.
46
Kepala seksi kedaruratan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas
kepala bidang kedaruratan dan logistik lingkup kedaruratan yang meliputi
tanggap darurat dan penanganan pengungsi. Kepala seksi kedaruratan
dalam melaksanakan tugas menyelenggarakan fungsi :
a) Penyiapan bahan perumusan kebijakan dibidang penanggulangan
bencana pada saat tanggap darurat dan penanganan pengungsi.
b) Pengoordinasian dan pelaksanaan kebijakan bidang penanggulangan
bencana pada saat tanggap darurat dan penanganan pengungsi.
c) Pemantauan, evaluasi dan pelaporan penanggulangan bencana lingkup
kedaruratan.
d) Pembinaan administrasi dan aparatur lingkup seksi Kedaruratan.
e) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Pimpinan sesuai dengan
lingkup tugasnya.
9. Seksi Logistik.
Kepala seksi logistik mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas
kepala bidang kedaruratan dan logistik lingkup logistik yang meliputi
penyediaan sumber daya dan dukungan logistik, pendistribusian logistik.
Kepala seksi logistik dalam melaksanakan tugas menyelenggarakan
fungsi:
a) Penyiapan bahan perumusan kebijakan di bidang penanggulangan
becana melalui penyediaan sumber daya dan pemberian dukungan
logistik dan pendistribusian logistik.
47
b) Pengoordinasian dan pelaksanaan kebijakan penanggulangan bencana
melalui penyediaan sumber daya, pemberian dukungan logistik dan
pendistribusian.
c) Pembinaan administrasi dan aparatur lingkup Seksi Logistik.
d) Pengawasan, pemantauan, evaluasi dan pelaporan pemberian
dukungan logistik dan pendistribusian.
e) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan
lingkup tugasnya.
10. Bidang Rehabiitasi dan Rekonstruksi
Kepala bidang rehabilitasi dan rekontruksi mempunyai tugas
melaksanakan sebagian tugas kepala badan lingkup rehabilitasi dan
rekontruksi yang meliputi mengkoordinasikan dan melaksanakan
kebijakan di bidang penanggulangan bencana pada pasca bencana. Kepala
bidang rehabillitasi dan rekontruksi dalam melaksanakan tugas
menyelenggarakan fungsi:
a) Perumusan kebijakan penenggulangan bencana pada pasca bencana.
b) Pengoordinasian dan pelaksanaan kebijakan dibidang penanggulangan
bencana pada pasca bencana.
c) Pelaksanaan hubungan kerja di bidang penanggulangan bencana pada
pasca bencana.
d) Pemantauan, evaluasi dan analisis pelaporan pelaksanaan kebijakan
dibidang penanggulangan bencana pada pasca bencana.
e) Pembinaan administrasi dan aparatur lingkup Bidang Rehabilitasi dan
Rekonstruksi.
48
f) Pelaksanaan tugas yang diberikan oleh Kepala Badan sesuai dengan
lingkup tugasnya.
11. Kepala Seksi Rehabilitasi
Kepala Seksi Rehabilitasi mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas
Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi lingkup Rehabilitasi.Kepala
Seksi Rehabilitasi dalam melaksanakan tugas menyelenggarakan fungsi :
a) Penyiapan bahan perumusan kebijakan dibidang penganggulangan
bencana pada pasca bencana meliputi rehabilitasi wilayah bencana.
b) Pengumpulan bahan dan data untuk penyusunan kebijakan rehabilitasi
korban bencana dan rehabilitasi sarana dan prasarana umum.
c) Penyusunan bahan kebijakan pemulihan sosial psikologi masyarakat
korban bencana.
d) Pengkoordinasian pelaksanaan pemberian perbaikan perumahan
korban bencana, sistem pelayanan kesehatan pada wilayah bencana.
e) Pengumpulan bahan dan data penyusunan metode dan sistem
rekonsiliasi dan resolusi konflik, pemulihan sosial, ekonomi, budaya,
keamanan dan ketertiban dan pelayanan publik.
f) Pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan Rehabilitasi.
g) Pembinaan administrasi dan aparatur lingkup seksi Rehabilitasi.
h) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan
lingkup tugasnya.
12. Kepala Seksi Rekonstruksi.
Kepala seksi Rekonstuksi mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas
Kepala Bidang Rehabilitasidan Rekonstruksi lingkup Rekonstruksi.
49
Kepala Seksi Rekonstruksi dalam melaksanakan tugas menyelenggarakan
fungsi :
a) Penyiapan bahan perumusan kebijakan di bidang penanggulangan
bencana yang meliputi pembangunan kembali sarana dan prasarana
atau fasilitasi umum pada wilayah bencana.
b) Pengumpulan bahan dan data dalam rangka pembangunan sarana
sosial masyarakat.
c) Pengoordinasian dalam rangka penerapan dan metode dan sistem yang
lebih baik dan tahan bencana.
d) Penyusunan kebijakan dan pedoman peningkatan partisipasi dan peran
serta lembaga organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan
masyarakat, serta peningkatan kondisi sosial ekonomi dan budaya.
e) Pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan rokonstruksi.
f) Pembinaan administrasi dan aparatur lingkup seksi Rekonstruksi.
g) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan
lingkup tugasnya.
4.2 Hasil Penelitian
Kondisi tubuh yang sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi
fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau
gangguan kesehatan melainkan juga menunjukkan kemampuan untuk berinteraksi
dengan lingkungan dan pekerjaannya. Paradigma baru dalam aspek kesehatan
mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dan bukan sekedar mengobati,
merawat atau menyembuhkan gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya,
perhatian utama dibidang kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap
50
kemungkinan timbulnya penyakit serta pemeliharaan dan perlindungan kesehatan
seoptimal mungkin.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) merupakan salah satu
instansi pemerintah yang memiliki risiko tinggi dalam setiap pelaksanaan
tugasnya, sehingga pemeliharaan dan perlindungan kesehatan terhadap para
pegawai merupakan hal sangat penting dan utama yang harus dilakukan oleh para
pimpinan. Manfaat perlindungan tersebut akan dapat memberikan rasa aman
kepada para pegawai Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), sehingga
dapat lebih berkonsentrasi dalam meningkatan motivasi maupun produktivitas
kerja, terutama dalam penanggulangan bencana.
Dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan di lapangan terlihat bahwa
selama ini proses pelaksanaan tugas penanggulangan bencana yang dilakukan
oleh pihak BPBD Kabupaten Aceh Barat telah berjalan dengan lancar
sebagaimana mestinya. Berikut hasil wawancara penulis dengan para informan
dalam penelitian ini;
“Proses pelaksanaan tugas penanggulangan bencana yang
dilakukan oleh pihak BPBD selama ini telah berjalan dengan baik
dan lancar. Pelaksanaan tugas tersebut dilaksanakan berdasarkan
ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah. BPBD Kabupaten
Aceh Barat selama ini selalu menjadi yang terdepan dalam setiap
proses penanggulangan bencana” (Saiful AB, Kepala BPBD
Kabupaten Aceh Barat, wawancara tanggal 14 Februari 2016)
Pernyataan Kepala BPBD Kabupaten Aceh Barat di atas sejalan dengan
pernyataan Kasubbag Umum dan Kasubbag Program pada BPBD Kabupaten
Aceh Barat, berikut petikan wawancaranya;
“Menurut saya, pelaksanaan tugas-tugas penanggulangan bencana
yang kami lakukan selama ini berjalan dengan lancar sebagaimana
mestinya. Kami selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik
dalam setiap pekerjaan penanggulangan bencana. Hal tersebut
51
dapat dilihat dari aktifitas para pegawai yang selalu siap siaga
dikantor menunggu laporan dari masyarakat apabila terjadi sebuah
bencana” (Yenni Efrida, Kasubbag Umum BPBD Kabupaten Aceh
Barat, wawancara tanggal 14 Februari 2016)
“Menurut pendapat kami, selama ini pelaksanaan tugas
penanggulangan bencana di Kabupaten Aceh Barat telah berjalan
dengan baik. BPBD Kabupaten Aceh Barat sebagai lembaga
pelaksana telah melakukan tugas-tugas penangulangan bencana
dengan baik sesuai dengan tupoksi bidang masing-masing”
(Dharmawan, Kasubbag Program dan Pelaporan BPBD Kabupaten
Aceh Barat, wawancara tanggal 15 Februari 2016)
Pendapat para informan di atas juga diperkuat oleh pernyataan salah
seorang Staf Pelaksana/Pegawai BPBD Kabupaten Aceh Barat, berikut hasil
wawancaranya;
“Menurut pendapat saya, selama ini kami (BPBD Kabupaten Aceh
Barat) telah melaksanakan tugas-tugas penanggulangan bencana di
dalam masyarakat secara maksimal, karena hal tersebut memang
telah menjadi tugas dan kewajiban kami mereka selaku aparatur
pemerintah yang diberikan tugas dalam bidang penanggulangan
bencana. Dalam penanggulangan bencana, kami selalu siap siaga
dan melakukan pekerjaan dengan sepenuh hati” (Faisal Andrian M,
Pegawai BPBD Kabupaten Aceh Barat, wawancara tanggal 16
Februari 2016 )
Pekerjaan yang dilaksanakan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) Kabupaten Aceh Barat tergolong pada pekerjaan yang berisiko tinggi,
karena para pegawai selalu dihadapkan dengan tugas-tugas penanggulangan,
pertolongan dan penyelamatan yang berbahaya seperti banjir, gempa bumi,
tsunami, kebakaran dan lain-lain. Oleh karena itu, perlindungan terhadap
kesehatan para pegawai menjadi sangat penting untuk selalu diperhatikan karena
akan berpengaruh terhadap kinerja para pegawai. Ketika ditanyakan tentang
pentingnya kesehatan kerja bagi para pegawai yang bekerja di Kantor BPBD, para
informan memberikan jawabannya sebagai berikut;
52
“Menurut saya, kesehatan bagi para pegawai merupakan suatu hal
yang sangat penting dan utama dalam pelaksanaan setiap
pekerjaan. Dengan kondisi kesehatan yang baik, maka setiap
pekerjaan akan dapat dilaksanakan dengan baik pula. Bagi kantor
BPBD ini, kesehatan pegawai telah manjadi perhatian serius dari
pimpinan dan seluruh pegawai, karena pekerjaan yang dilakukan
sangat beresiko bagi kesehatan para pegawai” (Edison, Sekretaris
BPBD Kabupaten Aceh Barat, wawancara tanggal 15 Februari
2016)
Sejalan dengan pernyataan di atas, Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan
juga memberikan komentarnya terkait pentingnya kesehatan kerja bagi para
pegawai, berikut petikan wawancaranya;
“Kesehatan kerja bagi para pegawai yang bekerja di Kantor BPBD
ini sangat penting untuk selalu diperhatikan karena jenis pekerjaan
yang terdapat di kantor BPBD tergolong pekerjaan yang berisiko
tinggi, sehingga para pegawai akan selalu berhadapan dengan
pekerjaan bahaya yang dapat mengganggu kesehatan para
pegawai” (Joni Nuriyanto, Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan
BPBD Kabupaten Aceh Barat, wawancara tanggal 15 Februari
2016)
Selanjutnya, salah seorang perwakilan Pegawai BPBD juga memberikan
tanggapan melalui petikan wawancara berikut ini;
“Seperti yang kita ketahui bersama bahwa pekerjaan pada Kantor
BPBD ini sedikit berbeda dengan lembaga pemerintah lainnya.
Pekerjaan pada Kantor BPBD memiliki risiko kerja yang lebih
tinggi terhadap kesehatan para pegawainya. Oleh karena itu,
kesehatan kerja para pegawai menjadi sangat penting dalam setiap
pelaksanaan tugas penanggulangan bencana. Kesehatan kerja para
pegawai harus terjamin, sehingga para pegawai akan lebih
maksimal dalam bekerja” (Toni Shaputra, Pegawai BPBD
Kabupaten Aceh Barat, wawancara tanggal 16 Februari 2016)
Berdasarkan pemaparan hasil wawancara di atas terlihat bahwa seluruh
informan memiliki pandangan yang sama tentang kesehatan kerja para pegawai
Kantor BPBD Kabupaten Aceh Barat. Seluruh informan menyatakan bahwa
kesehatan kerja para pegawai merupakan sesuatu yang sangat penting untuk
diperhatikan karena pekerjaan yang dilakukan para pegawai sangat berisiko dan
53
dapat mengganggu kesehatan para pegawai. Melihat kondisi tersebut, maka
sangat diperlukan upaya-upaya perlindungan kesehatan kerja terhadap Pegawai
pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Aceh Barat.
Hal tersebut dilakukan untuk memberikan kenyamanan bagi para pegawai dalam
bekerja di lapangan.
Untuk melihat pelaksanaan perlindungan kesehatan kerja terhadap Pegawai
pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Aceh Barat,
penulis menggunakan teori Simajuntak (2000: h.35), yang menyatakan bahwa
untuk melindungi kesehatan para pegawai dapat dilakukan dengan beberapa hal
yaitu 1) Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan ppegawai melalui
pemeriksaan pekerja secara berkala, 2) Memberikan keterangan prosedur kerja
sebelum bekerja, 3) Menempatkan pekerja sesuai dengan kemampuannya 4)
Pemakaian alat-alat pelindung diri secara teratur dan disiplin, 5) Memberikan
jaminan kesehatan kerja kepada para pegawai. Teori inilah yang penulis jadikan
sebagai indikator dalam melihat pelaksanaan perlindungan kesehatan kerja
terhadap Pegawai pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Kabupaten Aceh Barat.
1. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan pegawai.
Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Aceh Barat merupakan
sebuah instansi pemerintah yang memiliki risiko kerja tinggi apabila
dibandingkan dengan instansi pemerintah lainnya, untuk itu diperlukan sebuah
upaya serius dari pimpinan (pemerintah) dalam melindungi kesehatan kerja para
pegawainya yang melakukan tugas penanggulangan bencana di lapangan. Ketika
54
ditanyakan apakah selama ini ada upaya dari Kantor BPBD Kabupaten Aceh
Barat dalam meningkatkan dan memelihara kesehatan para pegawai, masing-
masing informan memberikan tanggapannya sebagai berikut:
“Kami sangat menyadari bahwa kesehatan para pegawai
merupakan sesuatu yang sangat penting. Oleh karena itu, kami
sangat memperhatikan hal tersebut dengan melakukan kegiatan-
kegiatan pemeliharaan kesehatan seperti melaksanakan kegiatan
olah raga secara rutin, menyediakan sarana pelindung dalam setiap
pelaksanaan tugas dan selalu memberikan arahan kepada pegawai
untuk mengutamakan keselamatan dan kesehatan dalam bekerja
serta mengikuti segala pedoman/petunjuk penyelamatan ketika
terjadi musibah bencana” (Saiful AB, Kepala BPBD Kabupaten
Aceh Barat, wawancara tanggal 14 Februari 2016)
Pernyataan Kepala BPBD Kabupaten Aceh Barat tersebut diperkuat oleh
jawaban Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan, berikut hasil wawancaranya;
“Menurut saya selama ini pihak BPBD Aceh Barat sangat
memperhatikan keselamatan dan kesehatan para pegawai yang
bertugas melakukan penanggulangan bencana. Upaya pemeliharaan
kesehatan pegawai dilakukan dengan melakukan berbagai
persiapan secara matang sebelum melaksanakan tugas di lapangan
serta selalu mengarahkan para pegawai untuk mengikuti prosedur
dan petunjuk pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana. Hal
ini dilakukan untuk menghindari para pegawai dari berbagai
kecelakaan kerja yang dapat mengganggu kesehatan para pegawai”
(Joni Nuriyanto, Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD
Kabupaten Aceh Barat, wawancara tanggal 15 Februari 2016)
Pendapat serupa juga disampaikan oleh perwakilan salah seorang pegawai
BPBD yang selama ini melakukan tugas penanggulangan bencana di lapangan,
berikut petikan wawancaranya;
“Menurut pendapat kami, telah ada upaya yang dilakukan oleh
pihak kantor BPBD ini untuk melindungi dan memelihata
kesehatan kami (pegawai) yang bekerja di lapangan. Upaya yang
dilakukan tersebut dilakukan dengan menjalin kerjasama dengan
lembaga-lembaga perlindungan kesehatan seperti rumah sakit dan
BPJS. Pemeliharaan kesehatan juga dilakukan dengan
menggalakkan olah raga bersama (senam pagi) kepada para
pegawa. Selain itu, pimpinan juga selalu mengingatkan kami untuk
selalu mengutamakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam
55
setiap pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana” (Rosihan
Indra, Pegawai Honorer BPBD Kabupaten Aceh Barat, wawancara
tanggal 16 Februari 2016)
Dari pernyataan para informan di atas, terlihat bahwa selama ini Pihak
Kantor BPBD Kabupaten Aceh Barat telah berupaya untuk melakukan beberapa
kegiatan dalam rangka perlindungan terhadap kesehatan para pegawai yang
melakukan penanggulangan bencana di lapangan. Mereka sangat menyadari
tentang pentingnya kesehatan kerja para pegawai dalam melaksanakan tugas-
tugasnya. Salah satu bentuk kegiatan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan
para pegawai adalah dengan melakukan pemeriksaan kesehatan seluruh pegawai
secara berkala. Ketika ditanyakan tentang hal tersebut, para informan memberikan
tanggapannya sebagai berikut;
“Kalau pemeriksaan secara berkala terhadap kesehatan para
pegawai, harus diakui memang belum kami lakukan. Hal tersebut
belum terlaksana karena memang belum tersedianya anggaran
untuk kegiatan tersebut. Kedepan kami akan coba mengusulkan
anggaran untuk kegiatan tersebut kepada pemerintah daerah,
mudah-mudahan dapat diakomodir” (Edison, Sekretaris BPBD
Kabupaten Aceh Barat, wawancara tanggal 15 Februari 2016)
“Masalah kegiatan pemeriksaan kesehatan pegawai secara berkala
sampai saat ini belum dilakukan oleh pihak BPBD, belum ada
program khusus untuk itu. Pemeriksaan kesehatan pegawai selama
ini dilakukan oleh masing-masing pegawai secara mandiri.
Biasanya kalau ada pegawai yang sakit, langsung berobat
kepuskesmas atau rumah sakit terdekat” (Dharmawan, Kasubbag
Program dan Pelaporan BPBD Kabupaten Aceh Barat, wawancara
tanggal 14 Februari 2016)
Pernyataan kedua informan di atas menggambarkan bahwa selama ini
belum adanya pemeriksaan kesehatan terhadap para pegawai secara berkala.
Selama ini pemeriksaan kesehatan dilakukan oleh masing-masing pegawai secara
mandiri. Hal tersebut juga diperkuat oleh pernyataan beberapa orang pegawai di
Kantor BPBD Kabupaten Aceh Barat, berikut hasil wawancaranya;
56
“Sepengetahuan saya, sampai saat ini di Kantor BPBD Kabupaten
Aceh Barat belum ada kegiatan pemeriksaan kesehatan terhadap
pegawai secara berkala. Pemeriksaan kesehatan biasanya dilakukan
sendiri oleh masing-masing pegawai. Kalaupun ada yang sakit,
itupun langsung berobat sendiri ke rumah sakit” (Rahma Sari,
Pegawai Honorer BPBD Kabupaten Aceh Barat, wawancara
tanggal 16 Februari 2016)
“Tidak. Selama ini belum ada kegiatan pemeriksaan kesehatan
secara berkala kepada para pegawai, baik itu bagi PNS maupun
pegawai honorer. Pemeriksaan kesehatan dilakukan sendiri oleh
para pegawai yang merasa membutuhkan kesehatannya untuk
diperiksa. Kami sangat berharap kegiatan tersebut dapat dilakukan
secepatnya, karena mengingat pekerjaan yang cukup berat yang
akan dijalankan para pegawai, sehingga memerlukan kesehatan
yang baik dan prima” (M. Jamil, Pegawai BPBD Kabupaten Aceh
Barat, wawancara tanggal 16 Februari 2016)
Komentar perwakilan para pegawai tersebut semakin mempertegas bahwa
selama ini pihak Kantor BPBD Kabupaten Aceh Barat belum pernah melakukan
kegiatan pemeriksaan kesehatan para pegawainya secara berkala. Kegiatan ini
penting dilakukan untuk melihat kondisi para pegawai yang akan melakukan
tugas penanggulangan bencana yang cukup berat dan penuh risiko.
2. Memberikan keterangan prosedur kerja (SOP) sebelum bekerja.
Setiap lembaga baik pemerintah maupun swasta tentunya memiliki
prosedur kerja dalam menjalankan tugasnya. Prosedur kerja tersebut biasanya
tertuang dalam sebuah dokumen yang sering dikenal dengan istilah Standar
Operesional Prosedur (SOP). SOP merupakan acuan bagi setiap pegawai dalam
melaksanakan petugas. Dengan adanya SOP maka, suatu pekerjaan akan lebih
terarah dan terhindar dari berbagai kesalahan serta meminimalisir risiko-risiko
kerja yang mengancam keselamatan dan kesehatan kerja para pegawai.
Sebagai lembaga penagggulangan bencana yang penuh dengan resiko
kerja, sudah seharusnya BPBD Kabupaten Aceh Barat memiliki Standar
57
Operesional Prosedur (SOP) yang menjadi dasar bagi seluruh petugas di lapangan
dalam melaksanakan tugas. Ketika ditanyakan apakah Kantor BPBD telah
memiliki prosedur kerja atau Standar Operesional Prosedur (SOP) dalam
menjalankan tugas penanggulangan bencana, masing-masing informan
memberikan jawabannya sebagai berikut;
“Ada. Kami telah memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP)
dalam setiap melakukan kegiatan penanggulangan bencana. Bagi
kami, SOP itu wajib ada sebagai acuan dan pedoman bagi para
petugas kami di lapangan. Setiap bentuk penanggulangan bencana
seperti kebakaran, banjir, tsunami, gempa bumi memiliki SOP
masing-masing, karena cara penanganan bencananya pun berbeda-
beda tergantung jenis bencana” (Saiful AB, Kepala BPBD
Kabupaten Aceh Barat, wawancara tanggal 14 Februari 2016)
Pernyataan Kepala BPBD Kabupaten Aceh Barat sejalan dengan pendapat
salah seorang pegawai pada BPBD Kabupaten Aceh Barat, berikut petikan
wawancaranya;
“Pekerjaan kami di BPBD ini kan pekerjaan yang keras dan penuh
resiko, jadi Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam setiap
kegiatan itu wajib ada dan sangat diperlukan. Alhamdulillah selama
ini kantor kami telah memiliki SOP tentang penanggulangan
bencana tersebut. Masing-masing bidang seperti pemadam
kebakaran, banjir dan bencana alam lainnya telah memiliki standar
kerja untuk melakukan penanggulangan bencana di lapangan”
(Toni Shaputra, Pegawai BPBD Kabupaten Aceh Barat, wawancara
tanggal 16 Februari 2016)
Selanjutnya, Kapala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan juga
memberikan tanggapannya ketika ditanyakan tentang keberadaan Standar
Operasional Prosedur (SOP) pada BPBD Kabupaten Aceh Barat, berikut hasil
wawancaranya;
“Selama ini kami telah memiliki Standar Operasional Prosedur
(SOP) dalam setiap melakukan kegiatan penanggulangan bencana.
SOP tersebut kami susun secara rinci untuk seluruh bidang
penanggulangan bencana. Dengan adanya SOP ini diharapkan
kepada para petugas bisa lebih siap siaga dan cepat dalam
58
penanggulangan bencana” (Joni Nuriyanto, Kabid Pencegahan dan
Kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Aceh Barat, wawancara tanggal
15 Februari 2016)
Pernyataan para informan tersebut memberikan gambaran kepada kita
bahwa selama ini pihak BPBD Kabupaten Aceh Barat telah memiliki Standar
Operasional Prosedur (SOP) dalam melaksanakan tugas-tugas penanggulangan
bencana. Standar Operasional Prosedur (SOP) tersebut merupakan suatu hal yang
sangat penting dan harus disampaikan kepada seluruh pegawai sebelum mereka
menjalankan pekerjaannya. Ditanyakan apakah Standar Operasional Prosedur
(SOP) telah disampaikan dengan baik kepada seluruh pegawai, para informan
memberikan jawabannya sebagai berikut;
“Sudah, mengenai Standar Operasional Prosedur (SOP) sudah
disampaikan kepada seluruh pegawai, terutama bagi mereka yang
bekerja di lapangan. Informasi tentang Standar Operasional
Prosedur (SOP) tersebut disampaikan secara lisan maupun tertulis
melalui kepala bidang masing-masing” (Edison, Sekretaris BPBD
Kabupaten Aceh Barat, wawancara tanggal 15 Februari 2016)
“Standar Operasional Prosedur (SOP) pelaksanaan tugas
penanggulangan bencana telah disampaikan kepada seluruh staf
atau petugas di lapangan. SOP tersebut wajib disampaikan oleh
pimpinan sebagai pedoman pelaksanaan tugas para pegawai.
Penyampaian tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) tersebut
biasanya dilakukan oleh para Kabid, Kasi dan Koordinator
penanggulangan bencana” (Yenni Efrida, Kasubbag Umum BPBD
Kabupaten Aceh Barat, wawancara tanggal 14 Februari 2016)
Pendapat Sekretaris dan Kasubbag Umum BPBD Kabupaten Aceh Barat
tersebut diperkuat oleh hasil wawancara penulis dengan salah seorang pegawai,
berikut hasil wawancaranya;
“Masalah Standar Operasional Prosedur (SOP) telah disampaikan
oleh para pimpinan kami. SOP tersebut sangat kami perlukan
sebagai acuan dalam menanggulangan bencana. Dengan adanya
Standar Operasional Prosedur (SOP) tersebut kami lebih aman dan
terarah dalam melakukan tugas-tugas di lapangan” (Rosihan Indra,
59
Pegawai Honorer BPBD Kabupaten Aceh Barat, wawancara
tanggal 16 Februari 2016)
Petikan wawancara di atas memberikan gambaran bahwa pihak Kantor
BPBD Kabupaten Aceh Barat telah menyampaikan prosedur kerja atau Standar
Operasional Prosedur (SOP) kepada seluruh pegawainya. Dengan penyampaian
tersebut diharapkan kepada seluruh pegawai dapat memahami Standar
Operasional Prosedur (SOP) dengan baik. Ketikan ditanyakan apakah para
pegawai Kantor BPBD dapat memahami prosedur kerja tersebut dengan baik,
infroman penelitian memberikan jawabannya sebagai berikut;
“Menurut kami, para pegawai telah dapat memahami prosedur
kerja dalam bentuk Standar Operasional Prosedur (SOP) dengan
baik. Hal ini terlihat dari kinerja yang mereka tunjukkan selama ini
di lapangan pada saat melakukan penanggulangan bencana. Hal
tersebut juga didukung dengan pengalaman mereka yang telah lama
bekerja di kantor ini, jadi prosedur kerja yang harus dijalani
tersebut sudah sangat melekat di dalam diri pegawai” (Saiful AB,
Kepala BPBD Kabupaten Aceh Barat, wawancara tanggal 14
Februari 2016)
“Alhamdulillah para pegawai yang selama ini bertugas di lapangan
sudah cukup memahami prosedur kerja tentang penanggulangan
bencana. Mereka sudah mengetahui dengan baik langkah yang
harus mereka lakukan sebelum melaksanakan tugasnya. Hal ini
cukup baik dalam keberhasilan pelaksanaan tugas” (Dharmawan,
Kasubbag Program dan Pelaporan BPBD Kabupaten Aceh Barat,
wawancara tanggal 14 Februari 2016)
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh perwakilan pegawai pada BPBD
Kabupaten Aceh Barat, berikut petikan wawancaranya;
“Kalau masalah SOP, menurut saya para pegawai BPBD ini telah
memahaminya dengan baik. Kami telah sering melakukan kegiatan
penanggulangan bencana, jadi sudah biasa untuk mengikuti
prosedur tersebut. Selain itu, kegiatan latihan rutin juga membantu
kami untuk lebih mengerti dan memahami prosedur kerja tersebut”
(Faisal Andrian M, Pegawai BPBD Kabupaten Aceh Barat,
wawancara tanggal 16 Februari 2016)
60
Dari hasil wawancara di atas, dapat dikatakan bahwa para pegawai pada
Kantor BPBD Kabupaten Aceh Barat telah memahami setiap prosedur kerja atau
Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam penanggulangan bencana pada bidang
masing-masing. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa setiap jenis
penanggulangan bencana (seperti banjir, gempa, tsunami, kebakaran) memiliki
prosedur kerja tersendiri dalam penanggulangannya, artinya prosedur kerja
disesuaikan dengan jenis penanggulangan bencana yang akan dilakukan.
3. Menempatkan pegawai sesuai dengan kemampuan
Pegawai merupakan aset yang sangat berharga bagi sebuah organisasi,
karena keberadaan pegawai akan sangat menentukan keberhasilan sebuah
organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu,
pengelolaan terhadap keberadaan pegawai harus dilakukan dengan baik, yaitu
dengan menempatkan seorang pegawai sesuai dengan kemampuannya.
Menempatkan seorang pegawai pada tempat yang benar akan menghasilkan
kinerja yang baik dan akan mengurangi kesalahan atau resiko dalam bekerja.
Ketika ditanyakan tentang proses penempatan seorang pegawai pada setiap
bidang pekerjaan di Kantor BPBD Kabupaten Aceh Barat, masing-masing
informan memberikan tanggapannya sebagai berikut;
“Tentunya dalam menempatkan seorang pegawai dalam bidang
pekerjaan tertentu kami memiliki banyak pertimbangan diantaranya
adalah keahlian dan latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh
pegawai. Kami selalu mencoba untuk menempatkan seorang
pegawai sesuai dengan keahlian yang dimilikinya, karena ketika
kita tempatkan seorang pegawai sesuai bidangnya maka akan
memotivasi pegawai tersebut serta akan meminimalisir berbagai
kesalahan dalam kerja” (Saiful AB, Kepala BPBD Kabupaten Aceh
Barat, wawancara tanggal 14 Februari 2016)
61
“Proses penempatan seorang pegawai selama ini dilakukan dengan
melakukan analisis tentang latar belakang pengalaman dan
pendidikan para pegawai. Selain itu, karena penanggulangan
bencana ini merupakan pekerjaan yang berat dan penuh risiko,
maka kemampuan fisik dan mental para pegawai juga menjadi
perhatian oleh para pimpinan. Hal ini penting dilakukan untuk
menghindari para pegawai dari risiko dan kecelakaan kerja yang
akan mengganggu kesehatan para pegawai itu sendiri” (Edison,
Sekretaris BPBD Kabupaten Aceh Barat, wawancara tanggal 15
Februari 2016)
Selanjutnya, memperkuat penyataan di atas Kepala Bidang Pencegahan
dan Kesiapsiagaan juga memberikan tanggapannya sebagai berikut;
“Ketika ingin menempatkan seseorang pegawai pada suatu bidang
pekerjaan, kami selalu diajak oleh pimpinan melakukan diskusi
untuk melihat kemampuan dan pengalaman para pegawai tersebut.
Artinya bahwa kami selalu memperhatikan faktor kemampuan dan
pengalaman seseorang sebelum memberikan mereka pekerjaan. Hal
tersebut dilakukan agar mereka merasa nyaman dalam bekerja,
sehingga akan menghasilkan kinerja yang baik pula” (Joni
Nuriyanto, Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD
Kabupaten Aceh Barat, wawancara tanggal 15 Februari 2016)
Dari hasil wawancara dengan para informan di atas, terlihat bahwa dalam
menempatkan seorang pegawai pada suatu bidang pekerjaan, pimpinan Kantor
BPBD Kabupaten Aceh Barat memiliki banyak pertimbangan. Hal tersebut
dilakukan untuk bisa menempatkan seseorang sesuai dengan keahlian dan
kemampuannya, sehingga akan meningkatkan kinerja dan mengurangi berbagai
risiko kerja dalam penanggulangan bencana yang dapat berpengaruh terhadap
kesehatan para pegawai. Ketika ditanyakan apakah pimpinan Kantor BPBD telah
menempatkan pegawai sesuai dengan kemampuan, pendidikan dan
keterampilannya, para pegawai memberikan jawabannya sebagai berikut;
“Iya, menurut saya selama ini pimpinan di kantor ini telah berusaha
untuk menempatkan seorang pegawai pada suatu pekerjaan sesuai
dengan pengalaman dan ketrampilan yang dimiliki. Saya sendiri
merasakan hal tersebut. Seluruh pegawai yang bekerja di lapangan
menurut saya telah cocok dengan bidang keahlian masing-masing”
62
(M. Jamil, Pegawai BPBD Kabupaten Aceh Barat, wawancara
tanggal 16 Februari 2016)
“Menurut pengamatan saya, selama ini para pegawai telah
ditempatkan pada bidang yang sesuai dengan pendidikan dan
keahliannya masing-masing. Kemampuan fisik para pegawai yang
bertugas di lapangan juga menjadi perhatian dari pimpinan, dimana
para pegawai yang telah berusia tua dan kemampuan fisiknya mulai
melemah ditempatkan pada pekerjaan yang lebih kecil resiko
kerjanya” (Rahma Sari, Pegawai Honorer BPBD Kabupaten Aceh
Barat, wawancara tanggal 16 Februari 2016)
“Menurut saya, para pimpinan telah menempatkan pegawai sesuai
pada tempatnya. Saya melihat para pimpinan telah
mempertimbangkan faktor kemampuan, pendidikan dan
keterampilannya sehingga para pegawai lebih nyaman dalam
bekerja, karena bekerja sesuai dengan keahlian yang kami miliki”
(Rosihan Indra, Pegawai Honorer BPBD Kabupaten Aceh Barat,
wawancara tanggal 16 Februari 2016)
Dari pendapat para pegawai di atas, dapat dikatakan bahwa selama ini para
pimpinan Kantor BPBD Kabupaten Aceh barat telah menempatkan seorang
pegawai pada tempatnya dengan mempertimbangkan kemampuan, pendidikan
dan keterampilannya.
4. Pemakaian alat-alat pelindung diri secara teratur dan disiplin
Penerapan disiplin kerja yang baik akan menghasilkan kerja yang baik
pula dan terhindar dari berbagai kesalahan kerja di lapangan. Ketika ditanyakan
tentang tingkat kedisiplinan para pegawai Kantor BPBD dalam menjalankan tugas
penanggulangan bencana, para informan memberikan tanggapannya sebagai
berikut;
“Menurut saya selama ini para pegawai telah cukup disiplin dalam
menjalankan tugasnya. Hal tersebut dapat dilihat aktivitas pegawai
yang selalu datang ke kantor dan siap siaga walaupun tidak ada
kegiatan penaggulangan bencana. Selain itu, ketika terjadi
bencanapun mereka selalu cepat datang ke kantor melakukan
persiapan penanggulangan bencana tanpa harus dikomandoi oleh
63
pimpinan” (Yenni Efrida, Kasubbag Umum BPBD Kabupaten
Aceh Barat, wawancara tanggal 14 Februari 2016)
Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat salah seorang pegawai pada
kantor BPBD Kabupaten Aceh Barat, berikut hasil wawancara penulis dengan
informan tersebut;
“Kalau saya lihat, para pegawai selama ini sudah cukup disiplin
dalam pelaksanan tugas penanggulangan bencana maupun
pelaksanaan kegiatan rutin sebagai seorang pegawai. Bentuk
kedisiplinan tersebut dapat dilihat dari kesedian para pegawai
dalam mengikuti setiap prosedur dan mekanisme pelaksanaan tugas
penaggulangan bencana” (Faisal Andrian M, Pegawai BPBD
Kabupaten Aceh Barat, wawancara tanggal 16 Februari 2016)
Menanggapi tentang disiplin pegawai tersebut, sekretaris BPBD
Kabupaten Aceh Barat juga memberikan tanggapannya sebagai berikut;
“Para pegawai kantor BPBD Aceh Barat, baik yang PNS maupun
Non PNS selama ini sudah cukup disiplin dalam pelaksanaan tugas
sehari-hari. Kedisiplinan tersebut terlihat dari ketepatan waktu
mereka dalam menjalankan tugas, seperti masuk piket, mengikuti
latihan, simulasi dan lain sebagainya. Para pegawai juga selalu siap
apabila diperlukan untuk melakukan penyelamatan dan
memberikan pertolongan kepada masyarakat yang tertimpa
bencana” (Edison, Sekretaris BPBD Kabupaten Aceh Barat,
wawancara tanggal 15 Februari 2016)
Berdasarkan hasil petikan wawancara di atas, terlihat bahwa para pegawai
pada BPBD Kabupaten Aceh Barat telah disiplin dalam melaksanakan tugas, baik
tugas-tugas rutin maupun tugas penanggulangan bencana di dalam masyarakat.
Kedisiplinan seorang pegawai dalam penanggulangan bencana terlihat dari
kedisiplinan pegawai dalam menggunakan alat-alat pelindung diri secara baik dan
benar. Ditanyakan tentang penggunaan alat-alat pelindung diri untuk menghindari
berbagai risiko dalam bekerja, para informan memberikan jawabannya sebagai
berikut;
64
“Iya, dalam menjalankan tugas kami selalu dibekali dengan alat-
alat pelindung keselamatan. Kami selalu memakainya dalam setiap
penanggulangan bencana. Hal tersebut dilakukan untuk
mengurangi berbagai kecelakaan kerja yang dapat mengganggu
kesehatan para pegawai” (Toni Shaputra, Pegawai BPBD
Kabupaten Aceh Barat, wawancara tanggal 16 Februari 2016)
“Hampir setiap kegiatan penanggulangan bencana yang kami
lakukan selalu menyertakan alat-alat pelindung. Hal ini wajib
dilakukan untuk menghindari dari berbagai kecelakaan. Sebagian
besar petugas menggunakannya, dan hanya beberapa orang yang
tidak memakai karena keberadaan alat atau sarana tersebut masing
kurang dan perlu ada penambahan” (Dharmawan, Kasubbag
Program dan Pelaporan BPBD Kabupaten Aceh Barat)
Selanjutnya, pendapat serupa juga disampaikan oleh Kabid Pencegahan
dan Kesiapsiagaan, berikut hasil wawancaranya;
Selama ini, dalam setiap menjalankan tugasnya para pegawai
diwajibkan untuk menggunakan alat-alat pelindung diri agar
terhindar dari berbagai risiko dalam bekerja. Dengan alat pelindung
tersebut diharapkan kesehatan dan keselamatan para pegawai lebih
terjaga dan terlindungi” (Joni Nuriyanto, Kabid Pencegahan dan
Kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Aceh Barat, wawancara tanggal
15 Februari 2016)
Beberapa pendapat di atas menggambarkan bahwa selama ini para
pegawai telah menggunakan alat-alat pelindung dalam kegiatan penaggulangan
bencana. Hal tersebut dilakukan sebagai bagian dari pemeliharaan kesehatan para
pegawai serta untuk menghindari para pegawai dari kecelakaan kerja yang dapat
mengganggu kesehatan.
5. Memberikan jaminan kesehatan kerja kepada para pegawai
Penyelenggaraan jaminan kesehatan untuk para pegawai di lingkungan
instansi pemerintahan diberikan atas dasar untuk meningkatkan kesejahteraan
para pegawai dibidang kesehatan pada umumnya dan untuk meningkatkan
motivasi, produktivitas kerja para pegawai pada khususnya. Seperti yang telah
65
dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) merupakan salah satu instansi pemerintah yang memiliki resiko
kerja lebih tinggi yaitu penanggulangan bencana. Ketika ditanyakan apakah para
pegawai Kantor BPBD Kabupaten Aceh Barat memiliki asuransi kesehatan
sebagai jaminan kesehatan mereka dalam menjalankan tugas-tugas
penanggulangan bencana yang penuh dengan risiko, para informan memberikan
tanggapannya sebagai berikut;
“Selama ini para pegawai yang bekerja di Kantor BPBD ini baik
PNS maupun Honorer telah memiliki asuransi kesehatan. Untuk
Pegawai Negeri Sipil (PNS) mendapat perlindungan jaminan
kesehatan melalui PT. ASKES dikarenakan sudah di angkat
menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) maka semua yang
berhubungan dengan kesehatan sudah ditanggung oleh PT.
ASKES. Sedangkan untuk Pegawai Honorer, kami melakukan
hubungan kerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan untuk
memberikan asuransi kesehatan kepada para Pegawai Honorer”
(Saiful AB, Kepala BPBD Kabupaten Aceh Barat, wawancara
tanggal 14 Februari 2016)
“Iya, alhamdulillah para para pegawai yang bekerja disini telah
memiliki asuransi kesehatan sebagai jaminan kesehatan bagi
mereka dalam bekerja di lapangan. Asuransi kesehatan bagi PNS
diberikan melalui PT. Askes sebagaimana umumnya PNS.
Sedangkan untuk Pegawai Honorer kami memberikan asuransi
melalui BPJS Ketenagakerjaan. Adapun sumber anggaran untuk
asuransi para tenaga honorer melalui pemotongan gaji mereka
setiap bulannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku” (Edison,
Sekretaris BPBD Kabupaten Aceh Barat, wawancara tanggal 15
Februari 2016)
Pernyataan para informan di atas sejalan dengan pernyataan para pegawai
BPBD Kabupaten Aceh Barat, berikut petikan wawancaranya;
“Ada. Alhamdulillah selama ini kami telah memiliki asuransi
kesehatan, bukan hanya untuk PNS tetapi juga untuk kami para
tenaga Honorer. Berbeda dengan PNS yang secara otomatis
ditanggung oleh Askes, asuransi untuk kami para tenaga Honorer
diberikan melalui BPJS. Setiap bulan gaji kami dipotong untuk
membayar asuransi kesehatan. Secara pribadi saya cukup senang
dengan program tersebut, karena saya merasa lebih nyaman dalam
66
bekerja di lapangan” (Rosihan Indra, Pegawai Honorer BPBD
Kabupaten Aceh Barat, wawancara tanggal 16 Februari 2016)
“Sepengetahuan saya sudah ada. Seluruh pegawai telah
diasuransikan oleh pihak Kantor BPBD. Kalau kami yang PNS itu
melalui PT. Askes, sedangkan bagi para Pegawai Honorer asuransi
kesehatan diberikan melalui BPJS Ketenagakerjaan. Dana untuk
menutupi asuransi tesebut dilakukan dengan melakukan
pemotongan para pegawai setiap bulannya sesuai dengan peraturan
yang ada” (M. Jamil, Pegawai BPBD Kabupaten Aceh Barat,
wawancara tanggal 16 Februari 2016)
Dari hasil wawancara di atas terlihat bahwa BPBD Kabupaten Aceh Barat
telah memberikan asuransi kesehatan kepada seluruh pegawai, baik PNS maupun
Tenaga Honorer. Asuransi bagi PNS diberikan melalui PT. Askes, sedangkan bagi
Pegawai Honorer diberikan melalui BPJS Ketenagakerjaan. Hal tersebut cukup
baik bagi perlindungan dan pemeliharaan kesehatan kerja para pegawai. Dengan
adanya asuransi tersebut para pegawai akan merasa lebih aman dalam bekerja.
Ketika ditanyakan apakah selama ini pihak Kantor BPBD telah mampu
memberikan jaminan perlindungan kesehatan kerja kepada para pegawainya, para
informan memberikan tanggapannya sebagai berikut;
“Menurut pendapat saya, pihak Kantor BPBD telah mampu
memberikan jaminan perlindungan kesehatan kerja kepada para
pegawainya melalui beberapa kebijakan seperti menempatkan
seseorang sesuai kemampuannya, penerapan prosedur kerja dengan
baik dan pemberian asuransi kesehatan kepada para pegawai. Para
pegawai merasa lebih nyaman dalam bekerja dan tidak lagi
memikirkan tentang kesehatannya” (Rahma Sari, Pegawai Honorer
BPBD Kabupaten Aceh Barat, wawancara tanggal 16 Februari
2016)
Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat salah seorang pegawai
lainnya yang selama ini bertugas langsung di lapangan dalam penanggulangan
bencana, berikut petikan wawancaranya;
“Melalui berbagai upaya yang telah dilakukan selama ini, kami
merasa BPBD Aceh Barat telah memberikan yang terbaik untuk
67
melindungi kesehatan para pegawai. Hal tersebut dapat dilihat dari
antusias para pegawai honorer untuk mengikuti program asuransi
BPJS Ketenagakerjaan. Melalui program asuransi tersebut para
pegawai merasa lebih termotivasi dalam melakukan tugas
penanggulangan bencana” (Faisal Andrian M, Pegawai BPBD
Kabupaten Aceh Barat, wawancara tanggal 16 Februari 2016)
Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Kasubbag Program dan
Pelaporan, berikut petikan wawancaranya;
“Menurut pandangan saya, Kantor BPBD telah mampu
memberikan jaminan perlindungan kesehatan kerja kepada para
pegawainya. Penerapan SOP dengan baik dan pemberian asuransi
bagi para tenaga honorer merupakan langkah yang sangat tepat
untuk melindungi kesehatan para pegawai yang selama ini bekerja
penuh dengan tantangan dan resiko di lapangan” (Dharmawan,
Kasubbag Program dan Pelaporan BPBD Kabupaten Aceh Barat,
wawancara tanggal 14 Februari 2016)
Dari hasil wawancara di atas terlihat bahwa seluruh informan mengatakan
pihak BPBD Kabupaten Aceh Barat telah mampu memberikan jaminan
perlindungan kesehatan kerja kepada para pegawai. Ketika ditanyakan tentang
hambatan yang dihadapi oleh Kantor BPBD Kabupaten Aceh Barat dalam
memberikan jaminan perlindungan kesehatan kerja bagi para pegawai, masing-
masing informan memberikan tanggapannya sebagai berikut;
“Harus diakui memang terdapat beberapa hambatan yang kami
temukan dalam proses perlindungan kesehatan kerja para pegawai,
diantaranya adalah belum tersedianya anggaran secara khusus
untuk perlindungan kesehatan pegawai, sehingga menghambat
jalannya beberapa program dalam rangka pemeliharaan kesehatan
para pegawai yang bekerja di Kantor BPBD ini” (Edison,
Sekretaris BPBD Kabupaten Aceh Barat, wawancara tanggal 15
Februari 2016)
Pernyataan senada juga disampaikan oleh Kabid Pencegahan dan
Kesiapsiagaan, berikut hasil waancaranya;
“Hambatan yang temui selama ini ialah berhubungan dengan masih
kurangnya sarana dan prasarana serta alat pelindung bagi pegawai
yang bertugas di lapangan. Peralatan saat ini masih belum cukup
68
apabila dibandingkan dengan banyaknya jumlah pegawai. Selain
itu, pemerintah daerah belum memberikan anggara khusus untuk
melakukan pemeliharaan kesehatan bagi para pegawai, biaya
asuransi bagi para pegawai masih dibebankan oleh pegawai yang
bersangkutan, sehingga lebih memberatkan para pegawai terutama
pegawai honorer yang gajinya harus dipotong setiap bulan.
Seharusnya asuransi tersebut ditanggung pemerintah” (Joni
Nuriyanto, Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD
Kabupaten Aceh Barat, wawancara tanggal 15 Februari 2016)
Salah seorang perwakilan pegawai juga memberikan tanggapannya
tentang hambatan dalam perlindungan kesehatan kerja para pegawai, berikut
petikan wawancaranya;
“Menurut saya, hambatan yang dihadapi selama ini adalah
berhubungan dengan sarana dan prasarana penanggulangan yang
masih belum cukup untuk seluruh pegawai seperli alat-alat
pelindung keselamatan. Ketika melakukan tugas penanggulangan
bencana, tidak semua pegawai yang menggunakan alat pelindung,
masih terdapat beberapa pegawai yang belum memakainya karena
belum mencukupi. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap
ancaman risiko kerja yang berdampak langsung kepada kesehatan
para pegawai” (Toni Shaputra, Pegawai BPBD Kabupaten Aceh
Barat, wawancara tanggal 16 Februari 2016)
Berdasarkan hasil wawancara di atas, terlihat bahwa terdapat beberapa
hambatan perlindungan kesehatan kerja para pegawai pada BPBD Kabupaten
Aceh Barat, yaitu belum tersedianya anggaran khusus untuk pemeliharaan
kesehatan para pegawai dan masih kurangnya alat-alat perlindungan kerja
pegawai dalam penanggulangan bencana di lapangan.
4.3 Pembahasan
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Aceh Barat
merupakan unsur pelaksana pemerintah daerah di bidang penanggulangan
bencana. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) telah menjadi lembaga
yang selalu diandalkan dalam menangani dan menanggulangi berbagai macam
69
bencana alam terjadi di Kabupaten Aceh Barat. Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) Kabupaten Aceh Barat dipimpin oleh seorang kepala badan yang
berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada bupati sebagai kepala
daerah. Pelaksanaan tugas penanggulangan bencana selama ini dilakukan oleh
para pegawai, baik Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun para Pegawai honorer/
kontrak.
Proses pelaksanaan tugas penanggulangan bencana yang dilakukan oleh
pihak BPBD Kabupaten Aceh Barat telah berjalan dengan lancar sebagaimana
mestinya. Pelaksanaan tugas tersebut dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang
telah ditetapkan pemerintah. BPBD Kabupaten Aceh Barat selama ini selalu
menjadi yang terdepan dalam setiap proses penanggulangan bencana. Hal tersebut
juga dapat dilihat dari aktifitas para pegawai yang selalu siap siaga dikantor
menunggu laporan dari masyarakat apabila terjadi sebuah bencana.
Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, bahwa
Penanggulangan Bencana merupakan sebuah pekerjaan yang berat dan penuh
dengan risiko. Oleh karena itu, perlindungan terhadap kesehatan para pegawai
menjadi sangat penting untuk selalu diperhatikan. Dari hasil penelitian ditemukan
fakta bahwa selama ini para pimpinan di Kantor Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) Kabupaten Aceh Barat telah memahami dan menyadari tentang
pentingnya kesehatan kerja bagi para pegawai yang bekerja di lapangan.
Kesehatan pegawai telah menjadi perhatian serius dari pimpinan dan
seluruh pegawai, karena dengan kondisi kesehatan yang baik, maka setiap
pekerjaan akan dapat dilaksanakan dengan baik pula. Seluruh pegawai telah
memiliki pandangan yang sama tentang pentingnya kesehatan kerja, untuk itu
70
para pimpinan lembaga dipandang perlu melakukan berbagai upaya perlindungan
terhadap kesehatan kerja pegawai pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) Kabupaten Aceh Barat. Dengan adanya pelaksanaan perlindungan
kesehatan terhadap pegawai secara otomatis juga akan meningkatkan semangat
kerja para pegawai.
Untuk melihat upaya perlindungan kesehatan kerja terhadap pegawai pada
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Aceh Barat, penulis
menggunakan beberapa indikator yang diambil dari teori Simanjuntak (2000:
h.35) yaitu meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan pegawai,
memberikan keterangan prosedur kerja sebelum bekerja, menempatkan pekerja
sesuai dengan kemampuannya, pemakaian alat-alat pelindung diri secara teratur
dan disiplin, memberikan jaminan kesehatan kerja kepada para pegawai. Indikator
penelitian tersebut penulis jadikan sebagai alat dalam melakukan analisis untuk
melihat perlindungan kesehatan kerja terhadap pegawai. Adapun hasil analisis
tersebut dapat penulis uraikan satu persatu berdasarkan indikator yang ada.
1. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan pegawai
Kesehatan kerja merupakan hak bagi seluruh pekerja dan merupakan suatu
hal yang harus selalu diperhatikan oleh pimpinan, baik pada lembaga swasta
maupun lembaga pemerintah. Penyelenggaraan perlindungan kesehatan untuk
para pegawai yang bekerja di lingkungan instansi pemerintahan diberikan atas
dasar untuk meningkatkan kesejahteraan para pegawai di bidang kesehatan pada
umumnya dan untuk meningkatkan motivasi produktivitas kerja para pegawai
pada khususnya. Oleh karena itu, sudah seharusnya setiap lembaga di instansi
71
pemerintah memikirkan tentang pelindungan terhadap kesehatan kerja para
pegawainnya.
Salah satu bentuk pelindungan terhadap kesehatan para pegawai dapat
dilaksanakan dengan cara terus meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan
seluruh pegawai. Dari hasil penelitian yang penulis lakukan terlihat bahwa selama
ini pihak Kantor BPBD Kabupaten Aceh Barat selama ini telah melakukan
beberapa upaya dalam meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan pegawai
seperti melaksanakan kegiatan olah raga secara rutin, menyediakan sarana
pelindung dalam setiap pelaksanaan tugas dan selalu memberikan arahan kepada
pegawai untuk selalu mengutamakan keselamatan dan kesehatan dalam bekerja
serta mengikuti segala pedoman/petunjuk penyelamatan ketika melaksanakan
tugas penanggulangan bencana.
Selain itu, upaya untuk meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan
seluruh pegawai juga dapat dilakukan dengan melakukan kegiatan pemeriksaan
kesehatan seluruh pegawai secara berkala. Kegiatan ini sangat penting dilakukan
untuk terus memantau tingkat kesehatan para pegawai, sehingga dapat dijadikan
bahan pertimbangan pimpinan dalam pemberian tugas penanggulangan bencana
alam, dengan kata lain bahwa petugas yang memiliki kesehatan baik yang akan
dikerahkan ke lapangan untuk melakukan penanggulangan bencana.
Hasil penelitian penulis di lapangan menunjukkan bahwa selama ini pihak
Kantor BPBD Kabupaten Aceh Barat belum pernah melaksanakan kegiatan
pemeriksaan kesehatan pegawai secara berkala. Pemeriksaan kesehatan dilakukan
sendiri secara mandiri oleh para pegawai yang merasa membutuhkan
72
kesehatannya untuk diperiksa. Kegiatan tersebut tidak terlaksana karena belum
tersedianya anggaran khusus untuk kegiatan tersebut dari pemerintah daerah.
2. Memberikan keterangan prosedur kerja sebelum bekerja
Selain memerlukan kondisi kesehatan yang baik, pelaksanaan tugas
penanggulangan bencana juga memerlukan standar pelaksanaan kegiatan atau
yang lebih dikenal dengan istilah Standar Operasional Prosedur (SOP).
Keberadaan SOP bagi Kantor BPBD sangat diperlukan sebagai landasan para
pegawai untuk melaksanakan tugas penaggulangan bencana. Standar Operasional
Prosedur (SOP) juga termasuk bagian dari pemeliharaan dan perlindungan
kesehatan pegawai. Dengan adanya prosedur kerja yang baik, maka akan
mengurangi kecelakaan kerja yang akan mengganggu kesehatan para pegawai.
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, terlihat bahwa selama ini pihak
BPBD Kabupaten Aceh Barat telah memiliki prosedur kerja atau Standar
Operasional Prosedur (SOP) dalam melaksanakan tugas-tugas penanggulangan
bencana. Standar Operasional Prosedur (SOP) disusun secara rinci untuk seluruh
bidang penanggulangan bencana. Setiap bentuk penanggulangan bencana seperti
kebakaran, banjir, tsunami, gempa bumi memiliki SOP masing-masing, karena
cara penanganan bencananya pun berbeda-beda. Dengan adanya SOP ini
diharapkan para petugas bisa lebih siap siaga dan cepat dalam penanggulangan
bencana.
Mengingat Standar Operasional Prosedur (SOP) tersebut merupakan suatu
hal yang sangat penting, maka sudah seharusnya seluruh pegawai mengetahui
tentang SOP tersebut. Para pimpinan memiliki kewajiban untuk menyampaikan
prosedur kerja tersebut kepada para pegawainya. Hasil penelitian yang telah
73
penulis lakukan menunjukkan bahwa Standar Operasional Prosedur (SOP)
penanggulangan bencana telah disampaikan kepada seluruh pegawai, terutama
bagi mereka yang bekerja di lapangan. Informasi tentang Standar Operasional
Prosedur (SOP) tersebut disampaikan secara lisan maupun tertulis melalui kepala
bidang masing-masing.
Dari penyampaian tersebut, kita dapat melihat bahwa para pegawai telah
dapat memahami prosedur kerja dalam bentuk Standar Operasional Prosedur
(SOP) dengan baik. Mereka sudah mengetahui langkah-langkah yang harus
dilakukan sebelum melaksanakan tugasnya. Hal tersebut juga didukung dengan
pengalaman para yang telah lama bekerja di kantor BPBD, jadi prosedur kerja
yang harus dijalani tersebut sudah sangat melekat di dalam diri setiap pegawai.
Selain itu, kegiatan latihan rutin juga membantu para pegawai untuk lebih
mengerti dan memahami prosedur kerja penanggulangan bencana.
3. Menempatkan pegawai sesuai dengan kemampuannya
Sumber daya manusia (pegawai) merupakan unsur yang sangat penting
dalam sebuah organisasi pemerintah, karena mereka yang akan menjalankan
seluruh fungsi-fungsi organisasi sehingga dapat mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Oleh karena itu, setiap pemimpin dalam organisasi harus benar-benar
dapat mengelola sumber daya manusia (pegawai) tersebut dengan baik secara
efektif dan efisien. Pengelolaan tersebut dapat dilakukan dengan cara
menempatkan seorang pegawai sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan latar
belakang pendidikannya.
Selama ini, proses penempatan seorang pegawai pada setiap bidang
pekerjaan di Kantor BPBD Kabupaten Aceh Barat dilakukan dengan melakukan
74
analisis tentang latar belakang pengalaman, keahlian dan pendidikan para
pegawai. Selain itu, karena penanggulangan bencana merupakan pekerjaan yang
berat dan penuh risiko, maka kemampuan fisik dan mental para pegawai juga
menjadi perhatian oleh para pimpinan. Hal ini penting dilakukan untuk
menghindari para pegawai dari risiko dan kecelakaan kerja yang akan
mengganggu kesehatan para pegawai itu sendiri.
Pimpinan di kantor BPBD Kabupaten Aceh Barat telah berusaha untuk
menempatkan seorang pegawai pada suatu pekerjaan sesuai dengan pengalaman
dan ketrampilan yang dimiliki, sehingga para pegawai lebih nyaman dalam
bekerja, karena bekerja sesuai dengan keahlian yang dimiliki. Kemampuan fisik
para pegawai yang bertugas di lapangan juga menjadi perhatian dari pimpinan,
dimana para pegawai yang telah berusia tua dan kemampuan fisiknya mulai
melemah ditempatkan pada pekerjaan yang lebih kecil resiko kerjanya.
4. Pemakaian alat-alat pelindung diri secara teratur dan disiplin
Melihat beban pekerjaan yang dihadapi oleh para pegawai BPBD penuh
dengan risiko, maka sudah seharusnya setiap pekerjaan harus dilakukan dengan
maksimal dan penuh dengan rasa tanggungjawab. Hal tersebut dapat terwujud
apabila didukung oleh disiplin kerja yang baik dari para pegawai, yaitu dalam hal
ini kedisiplinan pegawai BPBD dalam melaksanakan setiap tugas penanggulangan
bencana.
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan terlihat bahwa selama ini para
pegawai BPBD Kabupaten Aceh Barat telah cukup disiplin dalam menjalankan
tugasnya. Hal tersebut dapat dilihat aktivitas pegawai yang selalu datang ke
kantor, mengikuti latihan dan simulasi, siap siaga walaupun tidak ada kegiatan
75
penaggulangan bencana, serta mengikuti setiap prosedur dan mekanisme
pelaksanaan tugas penaggulangan bencana. Selain itu, ketika terjadi bencana pun
mereka selalu cepat datang ke kantor melakukan persiapan penanggulangan
bencana tanpa harus dikomandoi oleh pimpinan.
Kedisiplinan seorang pegawai dalam penanggulangan bencana dapat
dilihat dari kesedian mereka untuk mengikuti segala prosedur kerja dengan baik,
salah satunya adalah dengan memakai alat-alat pelindung diri secara baik dan
benar untuk menghindari berbagai resiko dalam bekerja. Hampir setiap kegiatan
penanggulangan bencana yang dilakukan pegawai BPBD Kabupaten Aceh Barat
selalu menyertakan alat-alat pelindung. Hal ini wajib dilakukan untuk
menghindari dari berbagai kecelakaan. Sebagian besar petugas menggunakannya,
dan hanya beberapa orang yang tidak memakai karena keberadaan alat atau sarana
tersebut masing kurang dan perlu ada penambahan. Melalui penggunaan alat
pelindung tersebut diharapkan kesehatan dan keselamatan para pegawai lebih
terjaga dan terlindungi.
5. Memberikan jaminan kesehatan kerja kepada para pegawai
Perlindungan terhadap kesehatan pegawai telah menjadi perhatian serius
oleh para pemimpin lembaga pemerintah yang memiliki resiko kerja, termasuk
pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Banyak program yang
dapat dilakukan oleh pihak BPBD dalam melindungi kesehatan para pegawai,
salah satunya ialah dengan memberikan asuransi kesehatan bagi seluruh pegawai.
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, terlihat bahwa selama ini para pegawai
yang bekerja di Kantor BPBD telah memiliki asuransi kesehatan. Asuransi
tersebut diberikan kepada seluruh pegawai, baik PNS maupun Pegawai Honorer.
76
Para Pegawai Negeri Sipil (PNS) mendapat perlindungan jaminan
kesehatan melalui PT. ASKES dikarenakan sudah di angkat menjadi Pegawai
Negeri Sipil (PNS) maka semua yang berhubungan dengan kesehatan sudah di
tanggung oleh PT. ASKES. Sedangkan untuk pegawai honorer, pihak BPBD
Kabupaten Aceh Barat melakukan hubungan kerjasama dengan BPJS
Ketenagakerjaan untuk memberikan asuransi kesehatan kepada para pegawai
honorer. Adapun sumber anggaran untuk memberikan asuransi kepada para
tenaga honorer adalah melalui pemotongan gaji mereka setiap bulannya sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Melalui berbagai upaya yang telah dilakukan selama ini, dapat dikatakan
bahwa pihak Kantor BPBD Aceh Barat telah mampu memberikan jaminan
perlindungan kesehatan kerja kepada para pegawainya. Pihak BPBD Kabupaten
Aceh Barat telah melaksanakan perlindungan terhadap kesehatan kerja para
pegawainnya dengan baik melalui penerapan SOP dengan baik, menempatkan
seorang pegawai sesuai dengan kemampuannya, dan pemberian asuransi bagi para
pegawai merupakan langkah yang sangat tepat untuk melindungi kesehatan para
pegawai yang selama ini bekerja penuh dengan tantangan dan risiko di lapangan.
Kondisi tersebut juga didukung oleh partisipasi aktif para pegawai honorer untuk
mengikuti program asuransi BPJS Ketenagakerjaan. Melalui program asuransi
tersebut para pegawai merasa lebih termotivasi dalam melakukan tugas
penanggulangan bencana.
Namun demikian, dalam memberikan jaminan perlindungan kesehatan
tersebut juga tidak berjalan dengan mulus dan lancar, tetap ditemukan beberapa
kendala atau hambatan dalam proses perlindungan kesehatan para pegawai pada
77
Kantor BPBD Kabupaten Aceh Barat. Terdapat beberapa hambatan yang selama
ini ditemukan dalam proses perlindungan kesehatan kerja para pegawai,
diantaranya adalah belum tersedianya anggaran secara khusus untuk perlindungan
kesehatan pegawai, sehingga menghambat jalannya beberapa program
pemeliharaan kesehatan para pegawai. Kendala lainnya adalah masih kurangnya
sarana dan prasarana serta alat pelindung bagi pegawai yang bertugas di lapangan.
Peralatan saat ini masih belum cukup apabila dibandingkan dengan banyaknya
jumlah pegawai.
78
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bagian sebelumnya,
maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Perlindungan kesehatan kerja terhadap pegawai pada Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Aceh Barat telah
dilaksanakan dengan baik. Hal tersebut dapat dilihat dari terpenuhinya
hampir seluruh indikator perlindungan kesehatan kerja terhadap pegawai,
yaitu memberikan keterangan tentang prosedur kerja kepada para pegawai
sebelum sebelum bekerja, melakukan penempatan pegawai sesuai dengan
kemampuannya, pemakaian alat-alat pelindung diri secara teratur dan
disiplin, memberikan jaminan kesehatan kerja berupa asuransi kepada
seluruh pegawai.
2. Terdapat beberapa kendala dan hambatan dihadapi Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Aceh Barat dalam melakukan
perlindungan kesehatan kerja terhadap para pegawai yaitu belum
tersedianya anggaran secara khusus untuk perlindungan kesehatan
pegawai, sehingga menghambat jalannya beberapa program pemeliharaan
kesehatan para pegawai serta masih kurangnya sarana dan prasarana alat
pelindung bagi pegawai yang bertugas di lapangan. Peralatan saat ini
masih belum cukup apabila dibandingkan dengan jumlah pegawai yang
bertugas di lapangan.
78
79
5.2 Saran
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka terdapat beberapa
rekomendasi atau saran yang dapat diberikan untuk perbaikan dimasa mendatang.
Adapun rekomendasi atau saran tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Barat diharapkan dapat
mengalokasikan anggaran khusus untuk melaksanakan program
perlindungan kesehatan para pegawai yang bertugas di Kantor BPBD
Kabupaten Aceh Barat.
2. Kepada pihak Kantor BPBD Kabupaten Aceh Barat diharapkan untuk
memprioritaskan penambahan jumlah alat-alat pelindung pegawai dalam
penanggulangan bencana, sehingga dapat mengurangi berbagai resiko
kerja yang dapat mengganggu kesehatan para pegawai.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, Khakim, 2003. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung
Asikin, Zainal, 2002. Dasar-Dasar Hukum Perburuhan. PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Danim, Sudarwan, 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Pustaka Setia, Bandung
Harahap, Sofyan Syafri. 2004. Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
Handayaningrat, Soewarno, 2001. Administrasi pemerintahan dalam
pembangunan nasional. Jakarta: Haji Mas Agung
Harrington, J.M., dan Gill, F.S., 2003. Buku Saku Kesehatan Kerja. EGC, Jakarta.
Hasibuan S.P. Malayu, 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia (Dasar dan
Kunci Keberhasilan). CV. Haji Masagung, Jakarta.
Heriansyah, Aditya Aprinky, 2014. Pelaksanaan Perlindungan Kerja Bagi
Pekerja Kontrak pada Dinas Pemadam Kebakaran Kota Mataram (Studi
Tentang Keselamatan dan Waktu Kerja). Jurnal Ilmiah, Universitas
Mataram, Mataram
Mardalis. 2003. Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal. Bumi Aksara,
Jakarta
Milles, MB & Hubberman, AM, 2007. Analisis Data Kualitatif , Terjemahan oleh
Tjetjep Rohidi dan mulyarto. UI Percetakan, Jakarta
Moleong, Lexy J, 2006. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi Cetakan Kedua
Puluh Dua. PT. Remaja Rosda Karya, Bandung
Narbuko, Cholid, dan Achmadi, Abu, 2004. Metodologi Penelitian. Bumi Aksara,
Jakarta
Prameswari, Andina, Yulistia, 2012. Perlindungan Hukum Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di PT. Xtra Sidoarjo. Skripsi, Universitas Pembangunan
Nasional Veteran, Surabaya
Robbins, P. Stephen. 2006. Perilaku Organisasi, Edisi 10. PT Indeks Kelompok
Gramedia, Jakarta
Salim, Peter dan Yenny Salim. 2002. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer.
Jakarta: Modern English Press.
Sedarmayanti, 2001. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Mandar
Maju, Bandung
Simanjuntak, P.J, 2000. Manajemen Keselamatan Kerja. Sumber Daya Manusia
Indonesia (HIPSMI), Jakarta
Soedaryono, 2000. Tata Laksana Kantor. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Jakarta.
Suharso dan Ana Retnoningsih. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Lux.
Semarang:Widya Karya.
Sugyono. 2006. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta, Bandung
----------. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta, Bandung
Tayibnapis, A. Burhanuddin, 2005. Administrasi Kepegawaian Suatu Tinjauan
Analitik. Jakarta, Cetakan I, PT. Pradnya Paramita
Wicaksono, Willy, 2012. Berbagi pengalaman membentuk BPBD di daerah
percontohan. GTZ Office, Jakarta
Zaeni, Asyhadie, 2007. Hukum Kerja: Hukum Ketenagakerjaan Bidang
Hubungan Kerja Edisi Revisi, Cetakan Kedua. Jakarta, Raja Grafindo
Sumber lain:
Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2007 tentang Pengangkatan Tenaga Honor
Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil
Surat Edaran Nomor 05 Tahun 2010 tentang Pendataan Tenaga Honorer yang
bekerja di lingkungan instansi pemerintah
Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
www.bpbd.malangkab.go.id
www.wikipedia.com