analisis pengaruh dimensi fraud triangle self …eprints.perbanas.ac.id/3836/7/artikel...
TRANSCRIPT
ANALISIS PENGARUH DIMENSI FRAUD TRIANGLE, SELF-EFFICACY, DAN
RELIGIUSITAS TERHADAP TERJADINYA KECURANGAN AKADEMIK
MAHASISWA JURUSAN AKUNTANSI
ARTIKEL ILMIAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Penyelesaian
Program Pendidikan Sarjana
Program Studi Akuntansi
Oleh :
IRENE NIA MELATI
2014310314
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PERBANAS
S U R A B A Y A
2018
1
ANALISIS PENGARUH DIMENSI FRAUD TRIANGLE, SELF-EFFICACY, DAN
RELIGIUSITAS TERHADAP TERJADINYA KECURANGAN AKADEMIK
MAHASISWA JURUSAN AKUNTANSI
Irene Nia Melati
STIE Perbanas Surabaya
Email: [email protected]
ABSTRACT
Academic dishonesty is a bad habit which commonly did by the student, moreover the college
students. This bad habits are including cheating, open the answer key while the test is still
running, or had a teamwork on an individual home work. This academic dishonesty occured
because of some factors that influenced it. This research’s aim is to analyse the factors that
may influenced the academic dishonesty such as: fraud triangle dimension (pressure,
opportunity, and rationalization), self-efficacy, and religiousity. Respondents of this research
are the Accounting college students in STIE Perbanas Surabaya. Respondents are collected
by using Convenience Sampling method. This research is a quantitative research which using
a multiple regression method. This research shows that pressure and rationalization are
influence the academic dishonesty, while the pressure, self-efficacy, and religousity are not.
Keyword: Academic dishonesty, Fraud Triangle Dimension, Self-Efficacy, and Religiousity.
PENDAHULUAN
Kecurangan merupakan masalah yang
sering kali ditemui di sekitar kita, baik
berskala kecil maupun berskala besar
seperti halnya korupsi. Hampir setiap hari
media masa selalu menyajikan berita
terkait dengan kecurangan seperti korupsi,
money loundering (pencucian uang),
gratifikasi, penyuapan, dan sebagainya.
Semakin hari kecurangan di Indonesia
semakin membudaya dan semakin rumit
untuk diatasi. Hal tersebut dikarenakan
para pelaku kecurangan merupakan orang
yang berpendidikan dan telah
berpengalaman, selain itu penelitian
membuktikan bahwa lebih dari 70%
pelaku korupsi berasal dari jenjang
pendidikan Sarjana (Wilopo 2016 : 37).
Pendidikan berperan penting dalam
pembentukan karekter bangsa dan
pengedukasian terhadap pencegahan
korupsi. Pendidikan yang baik adalah yang
mampu memberikan edukasi terhadap para
siswanya. Namun sayangnya, dunia
pendidikan di Indonesia telah lama
diwarnai dengan ketidakjujuran yang
dilakukan oleh para siswanya, tak luput di
Perguruan Tinggi yang biasa dikenal
dengan kecurangan akademik. Tren
ketidakjujuran ini menimbulkan berbagai
ancaman dalam dunia bisnis, sehingga para
akademisi ditantang untuk menghindari
ketidakjujuran ini dan diharapkan mampu
menghargai etika pendidikan dan
pengembangan moral pendidikan sarjana
(Deliana, dkk, 2017).
Fenomena kecurangan akademik yang
terjadi di Perguruan Tinggi salah satunya
di STIE Perbanas Surabaya khususnya
pada mahasiswa Akuntansi beragam,
mulai dari kecurangan saat ujian seperti
mencontek dan membuka jawaban saat
ujian melalui handphone, hingga
pelanggaran berat seperti menititipkan
tanda tangan sebagai bukti hadir
2
perkuliahan, memalsukan surat ijin sakit,
memalsukan tanda tangan orang tua
bahkan dosen. Hal tersebut terbukti dengan
adanya pemberitahuan pempublikasian
wajah, identitas pelaku, maupun
pernyataan tertulis pelaku kecurangan di
papan mading kampus. Konsekuensi yang
harus mereka terima sebenarnya dapat
dikatakan sepadan yakni digugurkannya
mata kuliah yang terbukti telah dicurangi,
bahkan skorsing. Namun, nyatanya sanksi
tersebut tidak memberikan efek takut pada
mahasiswa lainnya, justru mereka masih
berani untuk berbuat curang demi
mendapatkan yang mereka inginkan.
Kecurangan akademik khususnya pada
saat Ujian Tengah Semester (UTS)
maupun Ujian Akhir Semester (UAS) di
STIE Perbanas Surabaya selalu terjadi di
setiap semester, hal ini dibuktikan dengan
data rekap mahasiswa yang melakukan
ketidakjujuran berupa mencontek,
membuka catatan, dan lain-lain mulai dari
periode Gasal 2013/2014 hingga Genap
2017/2018 yang representasikan pada
Gambar 1 dan Gambar 2.
Gambar 1
Grafik Kecurangan Akademik Mahasiswa Jurusan Akuntansi STIE Perbanas
Surabaya per Semester
Gambar 2
Kecurangan Akademik Mahasiswa Akuntansi STIE Perbanas Surabaya per
UTS/UAS
2 5 4
6
10 7
10
15
5
1
2013 2014 2015 2016 2017
Kecurangan Akademik
GENAP GASAL
0
3 2 2
1 2 2
3
0 0 2
4 3
8
3
13
4 2
10
1
GENAP13/14
GASAL13/14
GENAP14/15
GASAL14/15
GENAP15/16
GASAL15/16
GENAP16/17
GASAL16/17
GENAP17/18
GASAL17/18
Kecurangan Akademik
UTS UAS
3
Gambar 1 menunjukkan bahwa
kecurangan akademik mahasiswa jurusan
Akuntansi sering terjadi di periode Genap.
Total kecurangan selama periode Gasal
sebanyak 38 mahasiswa selama kurun
waktu 5 tahun. Kecurangan tertinggi
terjadi pada periode Gasal 2015/2016
yakni 15 mahasiswa. Selain itu, Gambar
1.2 berikut akan menyajikan penjabaran
kecurangan akademik jika ditinjau dari
sesi UTS maupun UAS.
Gambar 2 menyajikan data bahwa
kecurangan akademik cenderung lebih
tinggi disaat UAS dari pada UTS. Hal ini
terbukti dari lebih besarnya angka
kecurangan saat UAS dari pada UTS di
setiap semesternya. Kecurangan tertinggi
terjadi pada UAS semester Gasal
2015/2016 sebanyak 13 mahasiswa, Genap
2017/2018 sebanyak 10 mahasiswa, dan
Gasal 2014/2015 sebanyak 8 mahasiswa,
sedangkan kecurangan terendah terjadi
pada UTS semester Genap 2013/2014 dan
2017/2018, serta Gasal 2017/2016.
Ketidakjujuran dalam dunia
pendidikan yang selanjutnya disebut
dengan kecurangan akademik (academic
fraud maupun academic dishonesty) dapat
diartikan sebagai tindakan curang yang
dilakukan oleh mahasiswa yang meliputi
mencontek dalam bentuk kertas kecil atau
melalui ponsel, copy paste dari internet,
bekerjasama dengan teman saat ujian, dan
masih banyak lagi (Santoso dan Yanti,
2015). Academic fraud dapat didefinisikan
sebagai suatu cara dan tindakan yang
dilakukan dengan unsur kesengajaan untuk
mencapai suatu tujuan (hasil yang baik)
yang berasal dari perilaku tidak jujur.
Kecurangan akademik yang dilakukan
mahasiswa menurut Fitriana dan Baridwan
(2012) adalah upaya untuk mendapatkan
sesuatu secara tidak jujur.
Kecurangan akademik yang dilakukan
pelajar maupun mahasiswa dapat diartikan
sebagai tindakan yang dilakukan dengan
sengaja, seperti halnya pelanggaran
terhadap peraturan, ketidakadilan dalam
penyelesaian tugas dan ujian, melakukan
copy paste terhadap tugas rekannya dan
sebagainya. Ketidakjujuran akademik yang
dilakukan mahasiswa disebabkan
diantaranya adanya tekanan, peluang dan
pembenaran perilaku yang diteliti oleh
Apriani, dkk (2017), Artani dan Wetra
(2017), Deliana dkk (2017), Nursani dan
Irianto (2016), Fitriana dan Baridwan
(2012), dan Becker, et al., (2006) Selain
itu, ada beberapa faktor lainnya seperti
self-efficacy yang diteliti oleh Artani dan
Wetra (2017), Purnamasari (2013),
Pudjiastuti (2012), Kushartanti (2009), dan
Bolin (2004) Selain itu, religiusitas oleh
Herlyana, dkk (2017), Pamungkas (2014),
dan Purnamasari (2013).
Tujuan Penelitian
Berdasarkan hasil dari fenomena dan
perumusan masalah di atas, maka tujuan
pentlitian ini adalah untuk
mengembangkan penelitian yang
sebelumnya dan untuk menguji serta
menganalisis pengaruh dimensi segitiga
kecurangan (Fraud Triangle Dimension),
self-efficacy, dan religiusitas terhadap
terjadinya kecurangan akademik
mahasiswa Akuntansi.
RERANGKA TEORITIS YANG
DIPAKAI DAN HIPOTESIS
Kecurangan Akademik
Kecurangan akademik merupakan
perilaku tidak jujur yang dilakukan oleh
peserta didik, baik pelajar maupun
mahasiswa guna mendapatkan hasil yang
mereka inginkan (Artani dan Wetra, 2017).
Hal ini ini juga dijelaskan oleh Albrecht et
al.,(2009) bahwa kecurangan bisa saja
terjadi karena adanya tiga hal, yaitu:
tekanan (pressure), peluang (opportunity),
dan pembenaran (rationalization), atau
disebut dengan fraud triangle. Hal tersebut
tentunya bisa diterapkan tidak hanya
dalam skema kecurangan akuntansi,
namun kecurangan akademik. Selanjutmya
Purnamasari (2013) mendefinisikan
perilaku curang sebagai perbuatan yang
dilakukan oleh siswa atau mahasiswa
untuk menipu, mengaburkan atau
mengecoh pengajar hingga pengajar
4
berpikir bahwa pekerjaan atau tugas yang
dikumpulkan adalah tugas hasil pekerjaan
mahasiswa tersebut.
Kecurangan akademik menurut
(Purnamasari, 2013). McCabe & Trevino
(1997) dalam Bolin (2004) diantaranya
seperti: mencontek pekerjaan teman
bagaimanapun caranya, membuka buku
catatan tanpa sepengetahuan pengawas
ujian, tugas dikerjakan oleh rekan lain,
menyalin jawaban rekan lain saat ujian
berlangsung, dan sebagainya.
Tekanan
Tekanan merupakan kondisi dimana
pelaku kejahatan seketika berada kondisi
terdesak sehingga mau tidak mau mereka
terpaksa melakukannya guna menutupi
kebutuhannya (Tuanakotta, 2010 : 208).
Tekanan dapat dikatakan sebagai dorongan
atau motivasi dalam diri seseorang (faktor
internal) maupun dari lingkungan sekitar
(eksternal) yang menyebabkan seseorang
tersebut harus melakukan suatu tindakan
(Apriani,dkk, 2017). Seseorang yang
memilik tekanan akan cendrung untuk
melakukan tindakan curang, begitu juga
sebaliknya. Hal tersebut sengaja dilakukan
untuk dapat merealisasikan sesuatu yang
diinginkannya.
Tekanan dalam kaitannya dengan
kecurangan akademik yang dirasakan oleh
mahasiswa beragam, diataranya tekanan
dari orang tua, teman sebaya, perguruan
tinggi tempat ia menuntut ilmu, atau
tuntutan perusahaan yang memberikan
standar IPK tinggi untuk bisa menjadi
karyawan (Murdiansyah, dkk, 2017).
Selain itu, dengan melakukan
ketidakjujuran akademik, mahasiswa
berharap akan dilihat sebagai orang yang
sukses, patut dipercaya dan dapat
mempengaruhi rekan lainnya (Artani dan
Wetra, 2017). Jika mahasiswa merasakan
banyak tekanan dalam dirinya, maka akan
muncul kemungkinan bahwa ia akan
melakukan suatu tindakan curang (Becker
et al., 2006).
Tekanan menurut Becker et al.,
(2006) diantaranya: tugas dan ujian sulit
dikerjakan oleh mahasiswa, adanya standar
kelulusan yang ditetapkan, dan
ketidakcakapan untuk memanajemen
waktu.
Peluang
Peluang didefinisisikan sebagai suatu
situasi yang mendasari seseorang untuk
berbuat curang. Peluang atau kesempatan
umumnya ada sebelum terjadinya
kecurangan. Hal tersebut didapat pelaku
dari mengamati situasi yang ada di
sekitarnya (Tuanakotta, 2010 : 211).
Peluang merupakan elemen kedua
dalam fraud triangle. Seseorang bisa saja
merahasiakan segala tekanan kepada siapa
saja atas apa yang mereka rasakan, namun
apabila para pelaku kecurangan
mempunyai presepsi bahwa mereka
memiliki peluang untuk melakukan
kecurangan, maka mereka akan segera
melakukan kecurangan tersebut tanpa
diketahui orang lain (Tuanakotta, 2010 :
211). Contoh sederhana dari peluang
adalah mahasiswa dapat menentukan
waktu yang tepat untuk membuka kunci
jawaban yang mereka miliki dengan cara
memperhatikan lingkungan sekitar
terutama dosen atau pengawas ujian.
ketika pengawas ujian lengah atua tidak
memperhatikan situasi ruang kelas, maka
pada saat itulah mahasiswa yang curang
tersebut akan bertindak.
Pembenaran
Pembenaran biasanya dilakukan
sebelum melakukan kejahatan, bukan
sesudahnya. Mencari pembenaran
merupakan bagian yang harus ada dalam
kejahatan itu sendiri, bukan bagian dari
motivasi untuk melakukan kejahatan
(Tuanakotta, 2010 : 212). (Nursani dan
Irianto, 2016). Pembenaran umumnya
berupa alasan, seperti: “tidak ada orang
lain yang dirugikan atas tindakan ini”, “hal
ini saya lakukan untuk tujuan baik”, atau
“ada yang menderita karena hal ini, yaitu
integritas dan reputasi saya” (Wilopo,
2016 : 283-284).
5
Setelah kejahatan dilakukan,
rationalization ini ditinggalkan dan tidak
diperlukan lagi. Pada awalnya pelaku
merasa bersalah karena telah melawan
aturan yang ada, namun ketika mengulangi
perbuatan tersebut untuk kedua kalinya
atau seterusnya, mereka akan merasa
mudah dan akhirnya menjadi biasa
(Tuanakotta, 2010 : 212). Pembenran
menurut Apriani, et al., (2017) diantaranya
seperti: (1) mencontek adalah hal yang
wajar, (2) mencontek untuk mendapatkan
nilai tinggi, (3) mencontek menaikkan
harga diri, (4) mencontek adalah cara
instant untuk mendapatkan nilai yang
diinginkan.
Self-Effiacy
Self-efficacy merupakan sebuah
ekspektasi dalam diri manusia yang
menentukan seberapa banyak usaha dan
seberapa lama seseorang akan berusaha
bertahan dalam menghadapi permasalahan
dan pengalaman yang tidak menyenangkan
(Bandura, 1997) dalam Pudjiastuti (2012).
Menurut Bandura (1997) dalam Ghufron
dan Risnawita (2011 : 75) menyatakan
bahwa efikasi diri merupakan hasil dari
suatu proses kognitif berupa keputusan,
keyakinan, atau pengharapan tentang
sejauh mana individu memperkirakan
kemampuan dirinya dalam melaksanakan
tugas, atau sebuah tindakan tertentu yang
dibutuhkan untuk mencapai hasil yang
diinginkan. Dalam kehidupan sehari-hari,
efikasi diri memimpin kita untuk
menentukan cita-cita yang menantang dan
tetap bertahan dalam menghadapi
kesulitan. Bandura (1997) dalam Ghufron
dan Risnawita (2011 : 78) menjelaskan
bahwa efikasi diri seseorang bersumber
dari empat hal, diantaranya: pengalaman
keberhasilan, pengalaman orang lain,
persuasi verbal, dan kondisi fisiologi.
Religiusitas
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, religi merupakan sebuah
kepercayaan kepada Tuhan, kepercyaan
kepada pencipta alam semesta. Sedangkan
religiusitas diartikan sebagai tingkat religi
yang dimiliki manusia atau secara
sederhana adalah tingkat kepercayaan
manusia terhadap Tuhannya.
Religiusitas diwujudkan dengan tidak
hanya saat seseorang melakukan perilaku
ritual (beribadah saja), tetapi juga saat
melakukan perbuatan baik yang didorong
oleh kekuatan lahir maupun batin.
Religiusitas menuntun seseorang untuk
dapat terhindar dari perbuatan yang tidak
benar. Hampir semua agama mengajarkan
kebaikan dalam berperilaku. Religiusitas
berpengaruh negatif terhadap kecurangan
akademik (Purnamasari, 2013), hal tersbut
memiliki makna bahwa seseorang yang
memiliki religiusitas tinggi akan merasa
takut akan Tuhannya dimana ia akan
percaya adanya Karma atau balasan atas
setiap perbuatan di dunia ini. Indikator
pengukuran religiusitas seseorang menurut
Glock dan Stark dalam Ghufron dan
Risnawita (2011 : 170) dapat dilihat dari
dimensi berikut: dimensi iman, dimensi
ibadah, dimensi ihsan dan penghayatan,
dimensi pengetahuan agama, dan dimensi
pengamalan dan konsekuensi.
Pengaruh Tekanan (Pressure) Terhadap
Terjadinya Kecurangan Akademik
Mahasiswa Jurusan Akuntansi
Tekanan-tekanan terbesar yang
dialami oleh siswa antara lain keseharusan
atau pemaksaan untuk lulus, kompetensi
yang dimiliki siswa untuk mendaptkan
nilai tinggi, beban tugas yang begitu
banyak dan waktu belajar yang tidak
cukup. Terlalu banyak tekanan yang
dirasakan oleh mahasiwa, maka ia akan
merasa terbebani dalam melakukan segala
hal. Masalah ini sering terjadi pada
mahasiwa yang merasa belum menemukan
kecocokan atas sesuatu yang ia senangi
dengan yang ia tekuni. Jika tekanan yang
ada di dalam diri mahasiswa semakin
banyak, bisa dipastikan ia akan mengalami
stress atau depresi karena tidak
terpenuhinya target-target yang telah ia
tetapkan. Bisa saja karena ingin memenuhi
target yang telah ia buat, seorang
6
mahasiswa terkadang melegalkan segala
cara agar sedikit demi sedikit tekanan
tersebut hilang. Sehingga, semakin tinggi
tekanan yang dirasakan oleh mahasiswa,
maka mahasiswa tersebut akan cenderung
untuk berbuat curang (Apriani, dkk 2017).
Hipotesis 1 : Tekanan berpengaruh
terhadap kecurangan
akademik mahasiswa
jurusan akuntansi.
Pengaruh Peluang (Opportunity)
Terhadap Terjadinya Kecurangan
Akademik Mahasiswa Jurusan
Akuntansi
Peluang bisa saja terjadi karena
adanya celah yang dimanfaatkan secara
tidak benar atau dapat dikarenakan
lemahnya pengawaasan. Peluang
terjadinya kecurangan akademik di
kalangan mahasiswa antara lain
mencontek, membuka kertas jawaban saat
ujian (ngrepek), membuka handphone di
dalam ruang ujian, mencari jawaban dari
rekan yang berada di luar kelas, dan
sebagainya.
Penelitian yang dilakukan oleh
Deliana, dkk (2017), Nursani dan Irianto
(2016), Fitriana dan Baridwan (2012) dan
Becker et al.,(2006) menujukkan bahwa
variabel peluang (opportunity)
berpengaruh terhadap terjadinya
kecurangan akademik. Sebagai contoh,
penelitian yang dilakukan oleh Nursani
dan Irianto (2016) menemukan bahwa
peluang yang dilihat oleh mahasiswa
berasal dari sumber lain salah satunya
teknologi internet, kondisi kelas, dan
koneksi dengan kakak tingkat. Hal ini
menjelaskan bahwa peluang dapat terjadi
saat dosen meninggalkan ruang ujian,
lemahnya pengawasasn saat ujian,
mahasiswa berada pada lingkungan yang
sering melakukan kecurangan, atau posisi
mahasiswa strategis untuk melakukan
kecurangan, maka hal-hal tersebut akan
semakin mendorong mahasiswa untuk
berbuat curang saat ujian.
Hipotesis 2 : Peluang berpengaruh
terhadap kecurangan
akademik mahasiswa
jurusan akuntansi.
Pengaruh Pembenaran (Rationalization)
Terhadap Terjadinya Kecurangan
Akademik Mahasiswa Jurusan
Akuntansi
Pembenaran (raionalization)
menurut Padmayanti, dkk (2017)
menyatakan bahwa rasionalisasi adalah
proses atau cara untuk menjadikan sesuatu
yang tidak rasional menjadi rasional atau
dapat diterima dengan akal sehat.
Pembenaran umumnya berupa alasan,
seperti: “tidak ada orang lain yang
dirugikan atas tindakan ini”, “hal ini saya
lakukan untuk tujuan baik” (Wilopo, 2016
: 283).
Penelitian terhadap variabel
pembenaran dalam kaitannya dengan
terjadinya kecurangan akademik salah
satunya dilakukan oleh oleh Padmayanti,
dkk (2017) dimana dari sepuluh
pernyataan, terdapat tiga indikator dengan
skor tertinggi yaitu: 1) jika soal ujian yang
diberikan dosen mudah, maka saya bisa
mendapatkan nilai bagus tanpa harus
berbuat curang, 2) saya sering melihat
rekan saya melakukan kecurangan, hal ini
memotivasi saya untuk turut berbuat
curang, 3) saya melakukan kecurangan
hanya saat saya terdesak. Tiga indikator
tersebut menujukkan bahwa mahasiswa
membenarkan segala alasan untuk dapat
menyelamatkan dirinya. Mereka terkadang
memikirkan bahwa tindakan mereka benar
tanpa memikirkan jangka panjang dari
perilaku terebut. Sehingga, jika mahasiswa
memiliki berbagai pembenaran atas
perilakunya yang menyimpnag, maka
mereka akan berikir bahwa melakukan
kecurangan adalah hal yang wajar.
Hipotesis 3 : Pembenaran berpengaruh
terhadap kecurangan
akademik mahasiswa
jurusan akuntansi.
7
Pengaruh Self-Efficacy Terhadap
Terjadinya Kecurangan Akademik
Mahasiswa Jurusan Akuntansi
Self-efficacy banyak didefinisikan
sama dengan kepercayaan diri seseorang.
Efikasi diri merupakan keyakinan pada
kemampuan seseorang untuk mengatur dan
melakukan serangkaian tindakan yang
diperlukan dalam mencapai keinginannya
(Ghufron dan Risnawita 2011 : 73). Efikasi
diri dalam kaitannya dengan bidang
akademik dapat dipahami sebagai
keyakinan mahasiswa terhadap
keamampuan dirinya untuk mengerjakan
sesuatu. Orang yang memiliki efikasi diri
tinggi, berarti ia memiliki keyakinan diri
yang tinggi bahwa ia akan dapat
meyelesaikan tugasnya dengan baik.
Begitu juga sebaliknya, jika mahasiswa
memiliki slef-efficacy rendah, maka
mahasiswa tersebut akan mempresepsikan
bahwa kemampuan yang dimiliknya belum
tentu dapat membuatnya berhasil melalui
ujian atau suatu permasalahan. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa semain tinggi
self-efficacy yang dimiliki mahasiswa,
maka ia akan cenderung untuk
mempercayai kemampuan dirinya dan
menghindari perliaku mencontek.
Hipotesis 4 : Self-efficacy berpengaruh
terhadap kecurangan
akademik mahasiswa
jurusan akuntansi.
Pengaruh Religiusitas Terhadap
Terjadinya Kecurangan Akademik
Mahasiswa Jurusan Akuntansi
Religiusitas merupakan tingkatan
kepercayaan seseorang terhadap adanya
Tuhan. Kepercayaan seseorang tersebut
nantinya akan membantu dalam
menentukan apakah perbuatan yang
dilakukan baik atau tidak. Seseorang
dengan religiusitas tinggi akan cenderung
menghindari perbuatan yang dirasa akan
merugikan kehidupannya di waktu yang
akan datang, mereka juga
mempertimbangkan terkait adanya karma
atau balasan atas perbuatan tidak baik yang
pernah mereka lakukan. Dengan demikian,
mereka akan senantiasai berhati-hati dalam
berbuat dan lebih memilih cara yang baik.
Sehingga, apabila religiusitas
mahsiswa tinggi, maka kecurangan
akademik yang dilakukan mahasiswa akan
rendah. Begitu juga sebaliknya, jika
religiusitas mahasiswa rendah, maka
motivasi untuk melakukan kecurangan
akademik akan meningkat. Penelitian ini
mendukung penelitian yang telah
dilakukan oleh Herlyana, dkk (2017),
Zamzam, dkk (2014), dan Purnamasari
(2013).
Hipotesis 5 : Religiusitas berpengaruh
terhadap kecurangan
akademik mahasiswa
jurusan akuntansi.
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan hasil dari penjelasan
hubungan antar variabel yang telah
dikemukakan, maka dapat dibuat sebuah
kerangka pemikiran mengenai pengaruh
dimensi fraud triangle, self-efficacy, dan
religiusitas terhadap terjadinya kecurangan
akademik mahasiswa jurusan akuntansi.
Adapun kerangka pemikiran digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 3
Kerangka Pemikiran
8
METODE PENELITIAN
Populasi, Sampel, dan Teknik
Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitan ini adalah
seluruh mahasiswa STIE Perbanas
Surabaya. Sedangkan sampel penelitian ini
adalah mahasiswa jurusan S1 Akuntansi.
Pemilihan mahasiswa Akuntansi sebagai
sampel karena diharapkan nantinya
mahsiswa S1 Akuntansi ketika bekerja
sebagai akuntan dapat menjadi seorang
akuntan yang menjunjung baik kode etik
profesi dan integritas.
Penentuan ukuran sampel
menggunakan rumus Slovin. Pengukuran
jumlah sampel dengan menggunakan
rumus Slovin berfungi untuk mengetahui
berapa jumlah minimum sampel yang
harus diambil dari total populasi. Sampel
diambil dari mahasiswa aktif S1
Akuntansi STIE Perbanas Surabaya
periode Genap 2017/2018 yang berjumlah
1.169 mahasiswa. Dimana Mahasiswa
akan berada pada semester dua, empat,
enam, dan delapan atau lebih dari
semester delapan. Dengan menggunakan
rumus Slovin yang diatur tingkat toleransi
kesalahan 10%, maka akan ada 97,6 atau
dibulatkan menjadi 98 mahasiswa yang
nantinya akan dijadikan sampel. Nilai
sebesar 98 tersebut merupakan nilai
minimal untuk pengambilan sampel,
sehingga harus lebih dari 98 mahasiswa
yang dijadikan sampel agar dapat
mengcover kuesioner yang tidak layak uji.
Sampel penelitian ini mengambil 130
mahasiswa Akuntansi STIE Perbanas
Surabaya, dimana mahasiswa pada
semester dua, empat, enam, dan delapan
masing-masing akan terwakili sebanyak
30 mahasiswa, sedangkan mahasiswa
yang berada di atas semeseter delapan
akan terwakili sebanyak 10 mahasiswa.
Teknik pengambilan sampel pada
penelitian ini menggunakan non
propability sampling, dengan teknik
Convenience Sampling. Dengan teknik ini
sampel didapatkan dari anggota populasi
yang dapat ditemui dengan mudah untuk
memberikan informasi kepada peneliti.
Data dan Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini berbentuk penelitan
kuantitatif, yang mana data dari penelitian
ini didapat dari kuesioner yang dibagikan
kepada mahasiswa jurusan Akuntansi di
STIE Perbanas Surabaya. Kuesioner yang
disebar berjumlah 130 kuesioner dimana
semester 2, 4, 6, dan 8 akan terwakili
sebanyak 30 sampel, sedangkan
mahasiswa yang berada pada semester
lebih dari semester 8 akan terwakili
sebanyak 10 sampel. Data dari kuesioner
tesebut akan diolah jika kuesioner telah
terisi secara lengkap.
Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian
ini meliputi variabel dependen; kecurangan
akademik, dan variabel independen yaitu
dimensi fraud triangle, self-efficacy, dan
religiusitas.
Definisi Operasional dan Pengukuran
Variabel
Kecurangan Akademik kecurangan akademik adalah
tindakan yang dilakukan oleh mahasiswa
secara sengaja, menyalahi aturan yang
berlaku dan dengan cara yang tidak jujur
dan tidak etis. Tindakan curang yang
biasanya dilakukan mahasiswa antara lain
seperti mencontek saat ujian, membuka
jawaban yang telah dibawa dari rumah,
membuka jawaban yang tertera pada handphone, menyalin jawaban teman,
membantu teman berbuat curang,
memalsukan sumber tugas teman,
melakukan kerjasama untuk meyelesaikan
tugas, meminta orang lain untuk
menggantikan dirinya saat ujian
berlangsung, dan sebagainya.
Pengukuran variabel kecurangan
akademik didasarkan oleh penelitian
terdahulu yang telah dilakukan oleh
Nursani dan Irianto (2016), Purnamasari
(2013), Fitriana & Baridwan (2012)
dengan mengacu pada indikator
pengukuran yang dikemukakan oleh
McCabe & Trevino (1997) yang tertuang
dalam Bolin (2004) sebagai berikut: (1)
9
berusaha mencontek pekerjaan teman
bagaimanapun caranya, (2) menggunakan
buku catatan tanpa sepengetahuan
pengawas, (3) tugas dikerjakan oleh tekan
lain, (4) menyalin jawaban rekan lain, (5)
bekerjasama mengerjakan PR, (6)
membantu rekain lain berbuat curang, (7)
mengutip tanpa menyantumkan sumber,
(8) mempelajari model soal dan jawaban
dari kelas sebelah, (9) mengakui pekerjaan
rekan lain sebagai pekerjaan kita.
Kesembilan indikator tersebut akan diukur
dengan manggunakan skala Likert 1-5.
Poin 1 menunjukkan “Sangat Tidak
Setuju” dan poin 5 menunjukkan “Sangat
Setuju”.
Tekanan Tekanan dapat definisikan sebagai
kondisi dimana seseorang perlu untuk
melakukan suatu hal. Tekanan yang
dirasakan mahasiswa baik yang berasal
dari dalam dirinya atau dari eksternal akan
mendorong niatnya untuk berbuat curang.
Tekanan yang sering dirasakan oleh
mahasiswa antara lain tekanan karena
tuntutan akademis di kampus, tuntutan
rekan sebaya, dan tuntutan dari orang tua.
Pada variabel ini peneliti mengacu pada
pengukuran variabel yang dilakukan oleh
Becker et al., (2006), dimana indikator
variabel tekanan akan diukur dengan: (1)
tugas terlalu banyak dan sulit dikerjakan
mahasiswa, (2) ujian yang diberikan terlalu
sulit untuk djawab, (3) mahasiswa
kesulitan untuk memenuhi standar
kelulusan mata kuliah tertentu, (4)
mahasiswa tidak bisa mengatur waktunya
dengan baik.
Keempat indikator tersebut nantinya
akan dikembangkan menjadi 10 item
pernyataan, yang mana kesepuluh item
tersebut akan diukur dengan menggunakan
skala Likert 1-5. Poin 1 menunjukkan
“Sangat Tidak Setuju” dan poin 5
menunjukkan “Sangat Setuju”. Semakin
tinggi angka penilaian yang diberikan,
maka mahasiswa akan cenderung berbuat
curang.
Peluang
Peluang terjadinya kecurangan
akademik oleh mahasiswa didasarkan
terdapatnya situasi yang dimana
mahasiswa teresbut merasa memiliki
kondisi yang tepat dan memungkinkan
untuk bertindak curang. Peluang yang
sering terlihat oleh mahasiswa adalah
terkait dengan pengamatan yang ia lakukan
pada lingkungan sekitarnya. Pengukuran
variabel Peluang didasarkan oleh
penelitian terdahulu yang telah dilakukan
oleh Deliana, dkk (2017), Apriani, dkk
(2017), Nursani dan Irianto (2016) yang
mengacu pada indikator pengukuran
variabel yang dikemukakan oleh Becker et
al., (2006) sebagai berikut: (1) pengajar
tidak melakukan pengecekan tindakan
plagiarism mahasiswa, (2) pengajar tidak
mengubah pola soal dan ujian, (3)
mahasiswa sering mengamati lingkungan
sekitarnya, (4) pengajar tidak melakukan
pencegahan saat mahasiswa curang.
Keempat indikator tersebut nantinya
akan dikembangkan menjadi 10 item
pernyataan, yang mana kesepuluh item
tersebut akan diukur dengan menggunakan
skala Likert 1-5. Poin 1 menunjukkan
“Sangat Tidak Setuju” dan poin 5
menunjukkan “Sangat Setuju”. Semakin
tinggi angka penilaian yang diberikan,
maka mahasiswa akan cenderung berbuat
curang.
Pembenaran
Rasionalisasi atau pembenaran
didefinisikan sebagai pembenaran itu
sendiri, maksudnya adalah tindakan yang
didasari oleh alasan yang benar namun
dilakukan dengan tindakan yang salah dan
tidak etis. Pembenaran sering kali menjadi
alasan mahasiswa melakukan kecurangan
karena mereka memiliki alasan yang kuat
dan “benar” menurut sudut pandang
mereka, namun salah di mata orang lain.
Hal tersebut biasanya berasal dari adanya
konflik internal dari diri mahasiswa
sebagai dasar untuk melegalkan fraud yang
dia lakukan (Nursani dan Irianto, 2016).
Pengukuran variabel Peluang didasarkan
oleh penelitian terdahulu yang telah
10
dilakukan oleh Apriani, dkk (2017) dengan
indikator yang mengacu pada penelitian
yang dilakukan oleh Becker, et al., (2006)
sebagai berikut: (1) pengajar tidak
memberikan penjelasan atas perilaku tidak
jujur, (2) tidak ada sanksi tegas untuk
mahasiswa yang berbuat curang, (3)
fakultas tidak mendeteksi kecurangan, (4)
sanksi yang diberikan tidak sepadan.
Keempat indikator tersebut nantinya
akan dikembangkan menjadi 10 item
pernyataan, yang mana kesepuluh item
tersebut akan diukur dengan menggunakan
skala Likert 1-5. Poin 1 menunjukkan
“Sangat Tidak Setuju” dan poin 5
menunjukkan “Sangat Setuju”. Semakin
tinggi angka penilaian yang diberikan,
maka mahasiswa akan cenderung berbuat
curang.
Self-Efficacy
Self-Efficacy atau afikasi diri
merupakan kepercayaan diri atau
kemampuan diri dalam mengatur dan
melaksanakan suatu tindakan guna
mencapai hasil suatu usaha. Efikasi diri
merupakan keyakinan tentang apa yang
mampu dilakukan oeh seseorang. Efikasi
diri pada mahasiswa dapat membantu
mahasiswa untuk tidak bertindak curang.
Efikasi diri dalam bidang akademik
memiliki pengukuran salah satunya
berdasarkan proses kognitif masing-
masing individu. Pernyataan tersebut
didasarkan atas penelitian yang dilakukan
oleh Albert Bandura (1997) dalam
Ghufron dan Risnawita (2011 : 80-81)
yang diukur berdasarkan beberapa faktor,
diantaranya: (1) pengalaman keberhasilan,
(2) pengalaman orang lain, (3) persuasi
verbal, (4) kondisi fisiologis.
Keempat indikator tersebut nantinya
akan dikembangkan menjadi 8 item
pernyataan, yang mana kedelapan item
tersebut akan diukur dengan menggunakan
skala Likert 1-5. Poin 1 menunjukkan
“Sangat Tidak Setuju” dan poin 5
menunjukkan “Sangat Setuju”. Semakin
tinggi angka penilaian yang diberikan,
maka mahasiswa akan cenderung tidak
berbuat curang.
Religiusitas
Religiusitas dapat didefinisikan
sebagai tingkat komitmen seseorang
terhadap agamanya. Religiusitas juga dapat
diartikan sebagai tingkat kedalaman
seseorang untuk meyakini suatu agama
yang diimbangi dengan pengetahuan dan
pengalaman yang pernah dirasakan oleh
individu tersebut dengan cara
mengamalkan nilai-nilai agama berupa
mematuhi peraturan yang telah ditetapkan-
Nya, dan melakukan segala kewajiban
agama dengan keikhlasan hati dalam
kehidupan sehari-hari. Salah satu aspek
dalam variabel religiusitas yang nantinya
akan diteliti adalah cara seseorang
berperilaku yang selanjutnya pengukuran
akhlak tersebut menggunakan indikator
yang diungkapkan oleh Glock and Stark
dalam Ghufron dan Risnawita (2011 : 170)
sebagai berikut: (1) dimensi iman, (2)
dimensi ibadah, (3) dimensi ihsan dan
penghayatan, (4) dimensi pengetahuan
agama, (5) dimensi pengamalan dan
konsedkuensi.
Kelima indikator tersebut nantinya akan
dikembangkan menjadi 7 item pernyataan,
yang mana ketujuh item tersebut akan
diukur dengan menggunakan skala Likert
1-5. Poin 1 menunjukkan “Sangat Tidak
Setuju” dan poin 5 menunjukkan “Sangat
Setuju”. Semakin tinggi angka penilaian
yang diberikan, maka mahasiswa akan
cenderung tidak berbuat curang.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Uji Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk
memberikan gambaran mengenai varaibel-
varaiabel dalam penelitian ini yaitu
variabel tekanan, peluang, pembenaran,
self-efficacy, dan religiusitas. Analisis
variabel tersebut dijabarkan dalam Tabel 1
berikut:
11
Tabel 1
Analisis Jawaban responden
Mean Keterangan
X1 3,41 Setuju
X2 2,74 Ragu-Ragu
X3 2,35 Tidak Setuju
X4 3,50 Setuju
X5 2,87 Setuju
Y 2,42 Tidak Setuju
Sumber: Hasil olah data SPSS.
Tabel 1 tersebut merupakan
rekapitulasi jawaban 130 responden.
Penganalisisan menurut dimensi fraud
triangle (tekanan, peluang, pembenaran)
menunjukkan bahwa nilai tertinggi ada
pada variabel X1 (tekanan). Dalam hal ini
responden merasa memiliki tekanan
akademik. Tekanan tersebut bisa berupa
ingin mendapat IPK tinggi, mendapatkan
nilai yang memuaskan dan kewajiban lulus
di mata kuliah tertentu. Hal ini dibuktikan
dengan tingginya nilai rata-rata X1
(tekanan) sebesar 3,41. Tak hanya itu, nilai
X2 (peluang) berada pada interval ragu-
ragu, dan X3 (pembenaran) berada pada
interval tidak setuju. Meskipun demikian,
nilai variabel pembenaran mendekati
kategori ragu-ragu.
Jika ditinjau dari data yang disajikan,
variabel Y (kecurangan akademik) berada
pada internval tidak setuju, artinya
mahasiswa tidak sependapat dengan
tindakan kecurangan akademik. Namun,
tidak menutup kemungkinan bahwa
mahasiswa akan tetap berbuat curang. Hal
ini dikarenakan mahasiswa masih memiliki
beberapa faktor lain yang dapat
menguatkan niat mereka untuk berlaku
tidak jujur seperti adanya rasa tertekan,
meilhat peluang, dan memiliki alasan
untuk pembenaran tindakan yang
menyalahi aturan.
Tabel 2
Rekapitulasi Jawaban Menurut Tahun
Angkatan
Tahun Nilai Mean
X1 X2 X3 X4 X5 Y
2014 3,47 2.83 2.52 3.40 3.75 2.61
2015 3.44 2.70 2.44 3.52 3.83 2.54
2016 3.22 2.72 2.39 3.48 3.33 2.40
2017 3.45 2.63 1.95 3.47 3.47 2.06
2012 3.28 2.96 2.67 3.70 3.70 2.57
2013
Sumber: Hasil olah data SPSS.
Tabel 2 di atas menunjukkan
rekapitulasi jawaban responden yang
dikelompokkan menurut tahun angkatan.
Jika ditinjau dari nilai rata-rata variabel
kecurangan akademik (Y) yang tertinggi,
angktan tahun 2014 menempati urutan
nomor 1 yang kemudian kedua adalah
tahun angkatan 2013 dan 2012, dan ketiga;
2015. Ketiganya memang berada pada
interval tidak setuju, namun tahun 2014
dalah yang tertinggi.
Kecurangan akademik yang terjadi
pada mahasiswa di tahun angkatan 2014
bisa disebabkan oleh beberapa faktor
seperti adanya rasa tertekan untuk segera
lulus, atau mereka telah sangat paham
mengenai lingkungan kampus mereka
sehingga mampu menemukan celah untuk
berbuat curang, dan bahkan memiliki
alasan logis menurut versi mereka sendiri
untuk membenarkan tindakan menyalahi
aturan tersebut.
Tabel 3
Rekapitulasi Jawaban Menurut IPK
IPK Nilai Mean
X1 X2 X3 X4 X5 Y
<2.00
– 2.75 3.48 2.86 2.78 3.48 3.70 2.65
2.76 –
3.50 3.45 2.69 2.30 3.51 3.92 2.44
>
3.50 3.26 2.81 2.36 3.53 3.81 2.53
Sumber: Hasil olah data SPSS.
Tabel 3 yang disajikan di atas adalah
rekapitulasi jawaban yang dikelompokkan
berdasarkan IPK. Kecurangan akademik
dengan nilai rata-rata tertinggi berasal dari
mahasiswa yang memiliki IPK < 2.00 –
2.75, dan terendah pada mahasiswa dengna
IPK > 3.50. Mahasiswa yang memiliki
IPK yang lebih rendah cenderung untuk
melakukan kecurangan, hal ini bisa
diakarenakan kurangnya pengasahan
potensi diri dan rendahnya self-efficacy
atau efikasi diri mereka, atau ada faktor
lain yang lebih dominan seperti rasa
tertekan saat kuliah, melihat peluang yang
12
mengntungkan, atau memiliki alasan untuk
membenarkan tindakan yang salah.
Mahasiswa yang memiliki IPK
tinggi cenderung untuk tidak melakukan
ketidakjujuran saat ujian maupun saat
pengerjaan tugas. Hal ini bisa dikarenakan
mereka telah berupaya untuk
meningkatkan kemampuan dan potensi
mereka serta memiliki cara untuk
mengatasi situasi sulit dalam pribadi
mereka. Hal ini terkadang berbalik dengan
kondisi mahasiswa yang memiliki IPK
yang lebih rendah. Meskipun demikian,
bukan berarti mahasiswa yang memiliki
nilai IPK rendah memiliki kekurangan atas
segalanya, namun bisa saja dikarenakan
terdapat faktor lain yang membuat kinerja
akademik mereka manjadi kurang
maksimal.
Tabel 4
Rekap Jawaban Menurut Tahu
Tidaknya Istilah Kecuranagan
Akademik
Nilai Mean
X1 X2 X3 X4 X5 Y
Ya 3.41 2.73 2.33 3.51 3.86 2.41
Tidak 3.54 2.76 2.40 3.47 3.88 2.44
Sumber: Hasil olah data SPSS.
Hasil rekapitulasi jawaban
responden pada Tabel 4 menunjukkan
bahwa terdapat selisih nilai rata-rata
sebesar 0.03 pada variabel Y (kecurangan
akademik) yang berasal dari mahasiswa
yang tidak atau belum mengetahui istilah
kecurangan akademik. Meskipun bernilai
kecil dan keduanya masih berada pada
interval tidak setuju, namun dengan
adanya selisih tersebut menandakan masih
terdapat kemungkinan mahasiswa untuk
berbuat curang. Jika ditelaah kembali, hal
ini dikarenakan tingginya nilai rata-rata
pada variabel X1(tekanan), X2 (peluang)
dan X3 (pembenaran) pada mahasiswa
yang tidak mengetahui istilah tersebut.
Sehingga, ketiga faktor ini juga dapat
mempengaruhi mahasiswa untuk berbuat
tidak adil saat mengerjakan tugas maupun
ujian.
Uji Validitas danReliabilitas
Uji validitas digunakan untuk menguji
sah atau validnya suatu kuesioner. Suatu
kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan
pada kuesioner mampu untuk
mengungkapkan sesuatu yang akan diukur
oleh kuesioner tersebut (Ghozali, 2016b :
52). Sedangkan Uji reliabilitas digunakan
sebagai alat untuk mengukur suatu
kuesioner, yang merupakan indikator dari
variabel atau konstruk, apakah kuesioner
tersebut dikatakan reliabel (handal) atau
tidak (Ghozali, 2016b : 47). Pada Tabel 5
berikut akan menampilan ringkasan uji
validitas dan reliabilitas pada penelitian
ini.
Tabel 5
Ringkasan Uji Validitas dan Reliabilitas X1 X2 X3 X4 X5 Y
Validitas Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Reliabilitas Reliabel Reliabel* Reliabel Reliabel* Reliabel* Reliabel
Sumber: Hasil olah data SPSS.
Syarat penelitian dengan
menggunakan data primer yang baik
adalah pertama; indikator pernyataan harus
valid dan reliabel. Pada penelitian ini,
kelima variabel dan setiap indikakor
pengukuran yang dimunculkan semuanya
telah valid. Selain itu, uji validitas ini juga
menandakan bahwa variabel yang diujikan
mampu terukur secara baik melalui
indikator atau item pernyataan yang
ditampilkan.
Penelitian ini menggunakan 55 item
pernyataan sebagai indikator pengukuran
keenam variabel. Pada Tabel 5 di atas
terdapat tiga variabel dengan tanda bintang
“*”, hal ini dikarenakan pada awal
pengujian reliabilitas, indikator pernyataan
ketiga variabel tersebut masih belum
dikatakan reliabel. Cara yang dapat
13
ditempuh yakni dengan menghapus
beberapa item pernyataan hingga nilai
Cronbach’ Alpha nya lebih dari 0.6.
Sehingga keseluruhan item pernyataan
yang reliabel berjumlah 49 item
pernyataan saja. Namun demikian, adapun
item pernyataan yang masih tersisa tetap
dapat mencerminkan indikator masing-
masing variabel secara baik.
Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik digunakan untuk
menguji apakah dalam sebuah model
regresi variabel independen dan variabel
dependen atau keduanya memiliki
distribusi normal atau tidak. Selain itu, uji
asumsi klasik juga digunakan untuk
menguji apakah ditemukan adanya korelasi
antar variabel independen dalam model
regresi. Hasil uji asumsi klasik dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Uji Normalitas
Uji Normalitas digunakan untuk
menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual
memiliki distribusi normal. Alat statistik
yang digunakan untuk menguji normalitas
data adalah Kolmogorov-smirnov dengan
tingkat signifikansi sebesar 5%. Persamaan
regresi dapat dinyatakan normal apabila
nilai signifikan ≥ 0,05 Ghozali (2016b :
157). Hasil uji normalitas dapat dilihat
pada Tabel 6 berikut ini:
Tabel 6
Uji Normalitas Keterangan Unstandarized Residual
N 130
Kolmogorov – Smirnov Z 0,059
Asymp – Sig (2-tailed) 0,200
Sumber: Hasil olah data SPSS.
Model regresi pada penelitian ini
dapat dinyatakan memiliki data yang
terdistribusi secara normal. Hal tersebut
dapat disimpulkan berdasarkan hasil pada
Tabel 4.21 di atas yang menunjukkan
bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar
0,200 dimana nilai tersebut lebih besar
dari 0,05.
Uji Multikolinearitas
Uji Multikolienearitas bertujuan untuk
menguji dalam model regresi terdapat
hubungan antara satu atau seluruh variabel
independen. Alat yang digunakan untuk
melakukan uji multikolinearitas adalah
dengan menggunakan Variance Inflation
Factor (VIF), ketika nilai VIF <10 atau
sebesar 0.1, maka tidak terjadi
multikoliearitas. Namun, apabila nilai VIF
sebesar > 10, maka variabel data
mengalami multikolinearitas (Ghozali,
2016b : 103). Hasil uji multikolinieritas
dapat dilihat pada Tabel 7 berikut:
Tabel 7
Uji Multikolinearitas
Variabel
independen
Coliniarity
Statistic Keterangan
VIF
Tekanan 1,360 Non
Multikolinieritas
Peluang 1,930 Non
Multikolinieritas
Pembenaran 2,112 Non
Multikolinieritas
Self-Efficacy 1,233 Non
Multikolinieritas
Religiusitas 1,512 Non
Multikolinieritas
Sumber: Hasil olah data SPSS.
Secara keseluruhan, nilai VIF
masing-masing variabel berada dibawah
nilai 10, sehingga kelima variabel
independen tidak memiliki gejala
multikolinaritas
Uji Heteroskedastisitas
Dilakukannya uji heteroskedastisitas
adalah untuk menguji apakah dalam model
regresi terdapat ketidaksamaan varian dari
suatu pengamatan dengan pengamatan
yang lain. Dikatakan nilai signifikansi ≥
0,05 maka tidak terjadi heteroskedastisitas
dan jika nilai signifikansi < 0,05 maka
terjadi heteroskedastisitas. Hasil uji
heteroskedastisitas dapat dilihat pada
Tabel 8 berikut ini:
14
Tabel 8
Uji Heteroskedastisitas Model Sig.
(Constant) .448
Tekanan .216
Peluang .333
Pembenaran .139
Self-Efficacy .391
Religiusitas .096
Sumber: Hasil olah data SPSS.
Hal tersebut menunjukkan bahwa
semua variabel independen memiliki nilai
signifikansi ≥ 0,05, sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi
heteroskedastisitas antar variabel
independen dalam model regresi.
Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi berfungsi untuk
menguji apakah terdapat hubungan antara
kesalahan pengganggu pada periode
penelitian ini dengan kesalahan
pengganggu pada penelitian terdahulu.
Alat yang digunakan dalam pengujian ini
adalah Durbin Watson. Adapun tersaji
sebagai berikut:
Tabel 9
Uji Autokorelasi
Model R R2 Adjusted
R2
Durbin
Watson
1 .684a .468 .447 2.165
Sumber: Hasil olah data SPSS.
Nilai Durbin Watson penelitian ini
sebesar 2.165, sehingga nilai tersebut
memiliki nilai yang lebih besar dari pada
Durbin Upper (dU), tetapi lebih kecil dari
nilai 4- dU. Sehingga, jika dijabarkan dalam
angka akan menjadi 1.7941 < 2.165 <
2.2059. Artinya, penelitian ini tidak
terdapat autokorelasi didalamnya.
Hasil Analisis Dan Pembahasan
Tabel 10
Rekapitulasi Hasil Analisis Regresi Linear Berganda
Variabel Koefisien
Regresi Standar Error t Hitung Sig.
Konstanta .047 .536 .088 .930
Tekanan .329 .102 3.221 .002
Peluang .137 .092 1.491 .139
Pembenaran .040 .008 4.873 .000
Self-Efficacy -.114 .084 -1.352 .179
Religiusitas .104 .115 .907 .366
R2 .468
Adjusted R2 .447
F Hitung 21.848
Sig. F 0.000
Sumber: Hasil olah data SPSS.
Tabel di atas menunjukkan bahwa
dari kelima variabel, variabel tekanan dan
pambenaran lah yang berpengaruh (karena
nilai signifikansi dibawah 0.05),
sedangkan variabel peluang, self-efficacy,
dan religiusitas tidak berpengaruh. Selain
itu, nilai Adjusted R2 menunjukkan angka
0,447 atau 44,7 persen sehingga dapat
disimpulkan bahwa variabel independen
mampu menjelaskan variabel dependen
yaitu kecurangan akademik sebesar 44,7
persen, sedangkan sisanya (100% - 44,7%
= 55,3%) dijelaskan oleh variabel lain
diluar model penelitian ini. Kemudian,
hasl uji F yang ditunjukkan oleh tabel F
hitung sebesar 21,848 dengan probabilitas
signifikansi yaitu sebesar 0,000 < 0,05,
maka dapat disimpulkan bahwa H1
15
diterima yang artinya model regresi fit,
sehingga dapat digunakan untuk
mengetahui pengaruh variabel tekanan,
peluang, pembenaran, self-efficacy dan
religiusitas secara bersama-sama
mempengaruhi variabel kecurangan
akademik.
Analisis Pengaruh Tekanan Terhadap
Kecurangan Akademik
Berdasarkan data pada Tabel 10,
koefisien regresi untuk variabel tekanan
adalah sebesar positif 0.329, artinya bahwa
setiap peningkatan variabel tekanan
sebesar satu satuan, maka variabel
kecurangan akademik akan mengalami
kenaikan sebesar 0.329 satuan dengan
asumsi variabel lain dianggap tetap. Selain
itu, nilai signifikansinya sebesar 0.002
(yang mana berada di bawah 0.05)
sehingga dapat dikatakan bahwa variabel
ini berpengaruh. Hasil tersebut
menjelaskan bahwa pernyataan pada
Hipotesis 1 (H1) dalam penelitian ini
dinyatakan diterima.
Tekanan berpengaruh terhadap
kecurangan akademik mahasiswa ini
disebabkan beberapa faktor seperti adanya
rasa tertekan akibat tuntutan orang tua,
ingin mendapatkan IPK tinggi, adanya
tuntutan untuk lulus di mata kuliah tertentu
dengan syarat minimal nilai B, karena
tidak dapat memanajemen waktu, dan
sebagainya. Pada penelitian ini, indikator
yang memiliki nilai tertinggi adalah yagn
menyatakan bahwa “saya ingin
mendapatkan IPK tinggi” dan “saya harus
mempertahankan IPK saya agar kinerja
saya terlihat bagus”. Dari kedua
pernyataan ini membuktikan bahwa
mahasiswa merasa bahwa hasil adalah
yang utama. Mereka cenderung untuk
menginginkan hasil yang baik tanpa ingin
bersusah payah melalui proses yang rumit
pada saat perkuliahaan. Alhasil, jika rasa
tertekan mahasiswa tinggi, maka dapat
diapastikan bahwa tingkat kecurangan
akademik juga akan naik. Hal ini
mendukung Teori Segitiga Kecurangan
yang mana menjelaskan bahwa kecurangan
salah satunya terjadi akibat adanya
tekanan, serta mendukung teori Tindakan
Beralasan yang menjelaskan bahwa
perilaku seseorang dapat dilihat dari
niatnya. Dalam hal ini mahasiswa berniat
untuk memperbaiki prestasi akademiknya
dengan cara instant, sehingga perilaku
tidak jujurnya diakibatkan adanya niat
tersebut.
Cara mengurangi rasa tertekan dapat
dilakukan dengan menumbuhkan
kebiasaan untuk dapat memanajemen stres
bagi mahasiswa, dan diciptakannya
lingkungan belajar yang bersinergi serta
menyenangkan. Kedua hal tersebut jika
terlaksana dengan baik, harapannya
mampu meminimalisir tingkat rasa
tertekan dan kecurangan akademik.
Analisis Pengaruh Peluang Terhadap
Kecurangan Akademik
Koefisien regresi variabel peluang
sebesar positif 0.139, artinya adalah bahwa
setiap peningkatan variabel peluang
sebesar satu satuan, maka variabel
kecurangan akademik akan mengalami
kenaikan sebesar 0.137 satuan dengan
asumsi variabel lain dianggap tetap. Nilai
signifikansi variabel ini sebesar 0.139 yang
lebih dari 0.05. Hal ini menggambarkan
bahwa variabel peluang tidak berpengaruh
terhadap variabel kecurangan akademik.
Hasil tersebut menjelaskan bahwa
pernyataan pada Hipotesis 2 (H2) dalam
penelitian ini dinyatakan ditolak.
Peluang tidak berpengaruh terhadap
kecurangan akademik bisa disebabkan
berbagai hal. Salah satu pernyataan dengan
nilai tertinggi adalah berbunyi “saya
pernah ketahuan berbuat curang saat
ujian”. Dari item pernyataan ini
menujukkan bahwa peraturan di STIE
Perbanas Surabaya sudah dapat dikatakan
baik karena telah berhasil mendeteksi dan
mencegah mahasiswa untuk berbuat
curang. Dampak positifnya, mahsiswa
akan terlatih untuk percaya atas
kemampuannya sendiri dan lebih mandiri,
serta tida bergantung pada orang lain.
16
Penelitian ini tidak mendukung Teori
Segitiga Kecurangan yang mana
kecurangan salah satunya dikarenakan
adanya peluang. Penelitian ini tidak
mendukung teori tersebut dikarenakan
peluang pada penelitian ini tidak
berpengaruh terhadap terjadinya
kecurangan akademik. Namun, penelitian
ini mendukung Teori Tindakan Beralasan.
Hal ini dikarenakan perilaku mahasiswa
dapat tercermin dari niat mereka. Mereka
mampu menilai peluang yang
menguntungkan karena mereka memiliki
tuntutan untuk dipenuhi.
Penelitian terkait variabel ini dapat
dijadikan tolak ukur bahwa peraturan yang
ada telah terlaksana dengan baik. Selain
itu, diharapkan mahasiswa tidak
melakukan hal yang menyalahi aturan
karena akan merugikan diri sendiri
maupun rekan lain yang juga terlibat.
Alangkah baiknya jika mahasiswa telah
mempersiapkan dengan matang terkait
meteri yang akan diujikan, sehingga tidak
perlu lagi untuk bergantung dari rekan
lain.
Analisis Pengaruh Pembenaran
Terhadap Kecurangan Akademik
Koefisien regresi pembenaran
sebesar positif 0.040, artinya bahwa setiap
peningkatan variabel pembenaran sebesar
satu satuan, maka variabel kecurangan
akademik akan mengalami kenaikan
sebesar 0.,040 satuan dengan asumsi
variabel lain dianggap tetap. Selain itu,
pembenaran memiliki tingkat signifikansi
sebesar 0.000 yang kurang dari 0.05. Hal
ini menggambarkan bahwa variabel
pembenaran berpengaruh terhadap variabel
kecurangan akademik. Hasil tersebut
menjelaskan bahwa pernyataan pada
Hipotesis 3 (H3) dalam penelitian ini
dinyatakan diterima.
Pembenaran adalah sebuah alasan
yang “logis” menurut pelaku kecurangan.
Alasan ini muncul untuk mencerna
perilaku mereka yang menyalahi aturan.
Pada penelitian ini variabel pembenaran
berpengaruh terhadap terjadinya
kecurangan akademik. Selain itu, variabel
ini memiliki indikator pernyataan yang
memiliki nilai tinggi, yakni “saya
mencontek karena saya benar-benar
terdesak”. Dari item pernyataan tersebut,
mencontek bagi mahasiswa adalah hal
yang wajar yang dikarenakan satu hal,
yaitu rasa terdesak. Rasa ini dapat
dikarenakan lupa materi ujian, tidak tahu
harus menjawab ujian dengan kata-kata
apa, serta dikarenakan jawaban ujian
mahasiswa masih sedikit sedangkan waktu
ujian akan segera berakhir. Beberapa
faktor tersebut dapat dijadikan sebagai
alasan yang benar menurut asumsi mereka
sendiri hingga akhirnya mereka terpaksa
untuk mencontek atau membuka jawaban.
Sehingga jika rasa pembenaran mahasiswa
atas tindakan yang menyalahi atura
tersebut tinggi, maka terdapat
kemungkinan tingkat kecurangan
akademik juga akan naik.
Penelitian ini mendukung Teori
Segitiga Kecurangan yang mana
menjelaskan bahwa kecurangan terjadi
akibat adanya pembenaran tindakan. Tak
hanya teori tersebut, penelitian ini juga
mendukung Teori Tindakan Berasalan. Hal
ini dikarenakan teori TRB tersebut mampu
menjelaskan bagaimana perilaku
mahasiswa berdasarkan niat dalam hati
mereka. Mahasiswa cenderung berbuat
tidak jujur karena mereka memiliki alasan
logis, yakni terdesak. Dengan alasan inilah
akan muncul niatan mahasiswa untuk
berperilaku menyalahi aturan.
Cara yang dapat dilakukan untuk
memperbaiki pola pikir seperti itu adalah
dengan cara menanamkan mindset yang
baik pada saat belajar untuk ujian,
sehingga materi yang dipelajari akan
terserap secara maksimal. Tenang saat
mengerjakan ujian, serta mempelajari kisi-
kisi soal ujian serta teori yang terdapat
pada literatur perkuliahaan. Tak hanya itu,
tidak ada salahnya jika dimunculkan
kembali bimbingan konseling atau adanya
bimbingan akademik (latihan di luar jam
perkuliahan) untuk menimbulkan rasa
nyaman dalam belajar pada mahasiswa.
17
Analisis Pengaruh Self-Efficacy
Terhadap Kecurangan Akademik
Berdasarkan Tabel 10, Koefisien
regresi self-efficacy sebesar -0,114 artinya
adalah jika self-efficacy mengalami
kenaikan satu satuan, maka kecurangan
akademik akan mengalami penurunan
sebesar -0,114 satuan, dengan asumsi
variabel independen lainnya bernilai tetap.
Selain itu, nilai signifikansi variabel ini
sebesar 0,179 yang lebih dari 0,05. Hal ini
menggambarkan bahwa variabel Self-
Efficacy tidak berpengaruh signifikan
terhadap kecurangan akademik. Hasil
tersebut menjelaskan bahwa pernyataan
pada Hipotesis 4 (H4) dalam penelitian ini
dinyatakan ditolak.
Self-efficacy adalah sebuah ekpektasi
dalam diri manusia yang menentukan
seberapa banyak usaha dan seberapa lama
seseorang akan bertahan dalam situasi
yang tidak menyenangkan (Bandura, 1997)
dalam Pudjiastuti (2012). Sehingga,
apabila self-efficacy mahasiswa meningkat,
maka harapannya tingkat kecurangan
akademik akan menurun.
Penelitian ini menujukkan hasil
bahwa self-efficacy tidak berpengaruh
terhadap penurunan tingkat terjadinya
kecurangan akademik. Hal ini bisa
dikarenakan berbagai faktor lain, yakni
adanyan rasa tertekan, menemukan
peluang yang menguntungkan, dan adanya
rasa pembenaran. Self-efficacy pada
penelitian ini mengacu pada sisi internal
dari diri mahasiswa, sedangkan ketiga
faktor lain tersebut adalah faktor eksternal.
Ketidakberpengaruhan variabel self-
efficacy tersebut bisa dikarenakan
mahasiswa melihat adanya faktor eksternal
yang lebih menguntungkan untuk dapat
memenuhi kebutuhan prestasi
akademiknya dari pada hanya
mengandalkan kemampuan dalam dirinya.
Sehingga, apabila faktor eskternal tersebut
memiliki pengaruh yang kuat, maka self-
efficacy mahasiswa menjadi tidak berguna
atau tidak dipedulikan.
Penelitian ini tidak mendukung Teori
Tindakan Berasalan karena pada kasus ini
cara penyikapan mahasiswa terhadap
tindakan kecurangan akademik yang
diukur melalui tingkat self-efficacy mereka
tidak berhasil untuk diteliti. Hal ini
diakibatkan adanya faktor eksternal yang
lebih dominan dari pada tingkat self-
efficacy pada diri mahasiswa itu sendiri.
Analisis Pengaruh Religiusitas
Terhadap Kecurangan Akademik
Variabel religiusitas memiliki
koefisien regresi sebesar positif 0.104,
artinya bahwa setiap peningkatan variabel
religiusitas sebesar satu satuan, maka
variabel kecurangan akademik akan
mengalami kenaikan sebesar 0.104 satuan
dengan asumsi variabel lain dianggap
tetap. Selain itu, nilai signifikansi variabel
ini sebesar 0.366 yang mana lebih dari
0.05. Hal ini menggambarkan bahwa
variabel religiusitas tidak berpengaruh
signifikan terhadap kecurangan akademik.
Hasil tersebut menjelaskan bahwa
pernyataan pada Hipotesis 5 (H5) dalam
penelitian ini dinyatakan ditolak.
Religiusitas diartikan sebagai tingkat
religi yang dimiliki manusia atau secara
sederhana adalah tingkat kepercayaan
manusia terhadap Tuhannya. Religiusitas
diwujudkan dengan tidak hanya saat
seseorang melakukan perilaku ritual
(beribadah saja), tetapi juga saat
melakukan perbuatan baik yang didorong
oleh kekuatan lahir maupun batin.
Sehingga harapannya semakin tinggi
tingkat religiusitas mahasiswa, maka
tingkat kecurangan akademik dapat
menurun.
Penelitian ini memberikan hasil bahwa
tingkat religiusitas mahasiswa tidak
berpengaruh terhadap penurunan tingkat
kecurangan akademik. Hal ini bisa
disebabkan karena adanya faktor lain yang
lebih dominan seperti bisa jadi karena
adanya rasa tertekan, melihat peluang yang
menguntungkan dan memiliki alasan untuk
membenarkan suatu tindakan. Religiusitas
pada penlitian ini diasumsikan sebagai sisi
internal mahasiswa. Ketidakberpengaruhan
18
variabel ini dapat disebabkan karena faktor
eksternal lebih menjanjikan untuk dapat
memenuhi kebutuhan mahasiswa dari pada
hanya sekedar percaya kepada Tuhan.
Percaya kepada Tuhan sebagai pencipta
alam ini adalah memang sebuah keharusan
umat manusia di dunia ini, namun tidak
semua manusia beranggapan bahwa
dengan percaya kepada Tuhan segala
kebutuhan yang ada di dunia ini akan
terpenuhi segera mungkin. Sehingga,
masih terdapat manusia yang juga
mengandalkan hal-hal lain untuk dapat
memenuhi kebutuhannya.
Variabel penelitian ini tidak
mendukung Teori Tindakan Berasalan
karena pada kasus ini cara penyikapan
mahasiswa terhadap tindakan kecurangan
akademik yang diukur melalui tingkat
religiusitas mereka tidak berhasil untuk
diteliti. Hal ini terjadi karena adanya faktor
eksternal yang lebih menguntungkan dari
pada hanya bergantung pada kekuatan dari
dalam diri mahasiswa itu sendiri.
KESIMPULAN, KETERBATASAN,
DAN SARAN
Penelitian ini dilakukan untuk
menganalisis pengaruh tekanan, peluang,
pembenaran, self-efficacy, dan religiusitas
terhadap terjadinya kecurangan akademik
mahasiswa Akuntansi. Penelitian ini
dilakukan dengan menganalisis 130
kuesioner yang telah di sebarkan kepada
130 mahasiswa Akuntansi di STIE
Perbanas Surabaya. Berdasarkan hasil
analisis dan pembahasan dapat
disimpulkan hasil penelitian ini sebagai
berikut: (1) tekanan berpengaruh terhadap
kecurangan akademik, (2) peluang tidak
berpengaruh terhadap kecurangan
akademik, (3) pembenaran berpengaruh
terhadap kecurangan akademik, (4) self-
efficacy tidak berpengaruh terhadap
kecurangan akademik, (5) religiusitas tidak
berpengaruh terhadap kecurangan
akademik.
Penelitian ini masih memiliki
sejumlah keterbatasan baik dalam hal
pengambilan sampel, metode yang
digunakan, maupun pengujian.
Keterbatasan penelitian terebut antara lain:
(1) terjadi penundaan penyebaran
kuesioner karena bertepatan dengan libur
Hari Raya Idul Fitri 2018, (2) terdapat
perbedaan perilaku responden yang diteliti,
(3) ada item pernyataan yang belum
reliabel pada saat awal pengujian, (4)
peneltiian tentang keperilakuan yang
dilakukan dengan bentuk kuantitatif
umumnya kurang memberikan hasil
maksimal.
Saran dari peneliti untuk penelitian
selanjutnya adalah: (1) memperhatikan
penanggalan pada saat hendak
menyebarkan kuesioner, (2) melakukan uji
Pilot Test untuk mengindikasi pernyataan
yang tidak reliabel, (3) bisa menggunakan
mahasiswa di luar STIE Perbanas
Surabaya untuk dijadikan sampel
penelitian, (4) bisa menggunakan metode
selain regresi linear berganda, (5) bisa
menambahkan variabel lain yang tidak ada
dalam penelitian ini, (6) mencoba untuk
mengganti peneltiian ini menjadi bentuk
penelitian kualitatif.
DAFTAR RUJUKAN
Albrecht, S., Albrecht, C., Albrecht, C. &
Zimbelman, M., 2009. Fraud
Examination. 3rd ed. USA: South-
Western Cengange Learning.
Apriani, N., Sujana, E., & Sulindawati, I.
G. E. (2017). Pengaruh Pressure,
Opportunity, dan Rationalization
terhadap Perilaku Kecurangan
Akademik (Studi Empiris :
Mahasiswa Akuntansi Program S1
Universitas Pendidikan Ganesha). E-
Journal S1 Ak Universitas
Pendidikan Ganesha, Volume 7 No.1,
halaman 1–12.
Artani, K. T. B., & Wetra, I. W. (2017).
Pengaruh Academic Self Efficacy
Dan Fraud Diamond Terhadap
Perilaku Kecurangan Akademik
Mahasiswa Akuntansi Di Bali. Jurnal
Riset Akuntansi JUARA, Volume 7
19
No.2, halaman 123–132.
Becker, D., Connolly, J., Lentz, P., &
Morrison, J. (2006). Using the
business fraud triangle to predict
academic dishonesty among business
students. Academy of Educational
Leadership Journal, Volume 10 No.1,
halaman 37–54.
Bolin, A. U. (2004). Self-control,
perceived opportunity, and attitutdes
as predictors of academic dishonesty.
The Journal of Psychology, Volume
138 No.2, halaman 101–114.
Deliana, Abdulrahman, & Nursiah. (2017).
Perilaku Kecurangan Akademik
(Academic Fraud) Mahasiswa
Akuntansi Pada Perguruan Tinggi
Negeri di Sumatera Utara.
Proceeding (Seminar Nasional
Akuntansi Dan Bisnis), Halaman 3–9.
Fitriana, A., & Baridwan, Z. (2012).
Perilaku Kecurangan Akademik
Mahasiswa Akuntansi: Dimensi
Fraud Triangle. Jurnal Akuntansi
Multiparadigma (JAMAL), Volume 3
No.2, halaman 161–331.
Ghozali, I., 2016a. Desain Penelitian
Kuantitatif dan Kualitatif Untuk
Akuntansi, Bisnis, dan ilmu Sosial
Lainnya. Semarang: Yoga Pratama.
________, 2016b. Aplikasi Analisis
Multivariete Dengan Program IBM
SPSS 23. 8th ed. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
Ghufron, M. & Risnawita, R., 2011. Teori-
Teori Psikologi. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.
Hartono, J., 2016. Metodologi Penelitian
Bisnis. Edisi Ke-6. Yogyakarta: bpfe.
Herlyana, V., Sujana, E., & Prayudi, M. A.
(2017). Pengaruh Religiusitas dan
Spiritualitas Terhadap Kecurangan
Akademik Mahsiswa (Studi Empiris
Pada Mahasiswa Universitas
Pendidikan Ganesha Singaraja). E-
Journal S1 Ak Universitas
Pendidikan Ganesha, Volume 8 No.2.
http://www.perbanas.ac.id (diakses tanggal
20 Maret 2018, pukul 07:04 WIB)
Janinuri, 2014. Pengantar Statistik
Inferensial. STKIP-YPM, Jambi.
Kushartanti, A. (2009). Perilaku
Menyontek Ditinjau dari
Kepercayaan Diri. Indigenous: Jurnal
Ilmiah Psikologi, Volume 11 No.2,
halaman 38–46.
McCabe, D. L., Butterfield, K. D., &
Treviño, L. K. (2006). Academic
dishonesty in graduate business
programs: Prevalence, causes, and
proposed action. Academy of
Management Learning and
Education, Volume 5 No.3, halaman
294–305.
Murdiansyah, I., Sudarma, M., &
Nurkholis. (2017). Pengaruh Dimensi
Fraud Diamond Terhadap Perilaku
Kecurangan Akademik (Studi
Empiris Pada Mahasiswa Magister
Akuntansi Universitas Brawijaya).
Jurnal Akuntansi Aktual, Volume 4
No.2, halaman 121–133.
Nursani, R., & Irianto, G. (2016). Perilaku
Kecurangan Akademik Mahasiswa :
Dimensi Fraud Diamond. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB, Volume 2
No.2, halaman 15.
Padmayanti, K., Sujana, E., & Kurniawan,
P. (2017). Analisis Pengaruh Dimensi
Fraud Diamond Terhadap Perilaku
Kecurangan Akademik Mahasiswa
(Studi Kasus Mahasiswa Penerima
Bidikmisi Jurusan Akuntasni S1
Fakultas Ekonomi Unversitas
Pendidikan Ganesha). E-Journal S1
Ak Universitas Pendidikan Ganesha,
20
Volume 4 No.1, halaman 1–21.
Pamungkas, I. D. (2014). Pengaruh
Religiusitas dan Rasionalisasi dalam
Mencegah dan Mendeteksi
Kecenderungan Kecurangan
Akuntansi. Jurnal Ekonomi Dan
Bisnis, Volume 15 No.2, halaman 48–
59.
Pudjiastuti, E. (2012). Hubungan “Self
Efficacy” dengan Perilaku Mencontek
Mahasiswa Psikologi. MIMBAR,
Jurnal Sosial Dan Pembangunan,
Volume 28 No.1, halaman 103–111.
Purnamasari, D. (2013). Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Kecurangan
Akademik Pada Mahasiswa.
Educational Psychology Journal,
Volume 2 No.1, halaman 65–72.
Santoso, D., & Yanti, Ha. B. (2015).
Pengaruh Perilaku Tidak Jujur dan
Kompetensi Moral Terhadap
Kecurangan Akademik (Academic
Fraud) Mahasiswa Akuntansi. Media
Riset Akuntansi, Auditing &
Informasi, Volume 15 No.1, halaman
1–16.
Tuanakotta, T. M., 2010. Akuntansi
Forensik dan Audit Investigatif. Edisi
2. Jakarta: Salemba Empat.
Widyastuti, Y., 2013. Psikologi Sosial.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wilopo, R., 2016. Etika Profesi Akuntan :
Kasus-Kasus di Indonesia. Edisi ke-2.
Surabaya: Perbanas Press.
Zamzam, I., Ar. Mahdi, S., & Ansar, R.
(2017). Pengaruh Diamond Fraud dan
Tingkat Religiusitas Terhadap
Kecurangan Akademik (Studi Pada
Mahaiswa S1 di Lingkungan
Perguruan Tinggi Se-Kota Ternate).
Jurnal Ilmiah Akuntansi Peradaban,
Volume 3 No.2, halaman 65–83.