analisis pengaruh job insecurity insecurity terhadap turnover intention

46
PENGARUH JOB INSECURITY TERHADAP TURNOVER INTENTION DENGAN KONTRAK KERJA SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Pada Karyawan Indomaret Group di Kota Malang) Proposal Seminar MSDM Disusun Oleh: M Faizal Akbar 201210160311067 PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Upload: m-faizal-akbar

Post on 21-Feb-2016

79 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

job insecurity, turnover

TRANSCRIPT

PENGARUH JOB INSECURITY TERHADAP TURNOVER INTENTION DENGAN

KONTRAK KERJA SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI

(Pada Karyawan Indomaret Group di Kota Malang)

Proposal Seminar MSDM

Disusun Oleh:

M Faizal Akbar

201210160311067

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2015

A. Latar Belakang

Indonesia sampai saat ini masih memiliki jumlah pengangguran yang tinggi,

dan banyak manajemen perusahaan di Indonesia masih menggunakan karyawan

kontrak, oleh karena itu posisi tawar karyawan di Indonesia relatif rendah, sehingga

bagi karyawan mendapatkan pekerjaan sementara dalam kontrak kerja sudah

dianggap masih lebih baik dari pada menganggur. Karyawan kurang memahami atau

kurang peduli dengan berbagai persyaratan yang tercantum dalam kesepakatan kerja

dengan perusahaan meskipun sering dianggap dapat merugikan pihak karyawan

(Maryono, 2009:28). Hal tersebut merupakan salah satu faktor yang dapat

mengakibatkan meningkatnnya job insecurity (ketidak amanan kerja) yang dialami

karyawan. Menurut suhartono (2007;61) karyawan mengalami rasa tidak aman, dalam

hal ini kondisi pekerjaan, konflik peran, pengembangan karir, dan pusat pengendalian

yang semakin meningkat karena ketidakstabilan terhadap status pekerjaan mereka

yang hanya sebagai karyawan kontrak, sehingga bisa memicu tingginya angka

turnover intention (keinginan untuk pindah) karyawan yang terjadi di perusahaan.

Keinginan untuk pidah turnover intention (keinginan untuk pindah)

merupakan sinyal awal terjadinya turnover karyawan di dalam organisasi. Turnover

intention menunjukan tingkat kecendrungan sikap yang dimiliki oleh karyawan untuk

mencari pekerjaan baru di tempat lain atau adanya rencana untuk meninggalkan

perusahaan dalam masa tiga bulan yang akan datang, enam bulan yang akan datang,

satu tahu yang akan datang dan dua tahun yang akan datang (Low et al, 2001). Sikap

lain yang secara simultan muncul dalam individu ketika muncul turnover intention

adalah berupa keinginan untuk mencari lowongan pekerjaan lain, mengevaluasi

kemungkinan untuk menemukan pekerjaan yang lebih baik di tempat lain. Namun

demikian apabila kesempatan untuk pindah kerja tersebut tidak tersedia atau yang

tersedia tidak lebih menarik dari yang sekarang dimiliki, maka secara emosional dan

mental karyawan akan keluar dari perusahaan yaitu dengan sering datang terlambat,

sering bolos, kurang antusias atau kurang memiliki keinginan untuk berusaha dengan

baik (Rus dan McNeilly, 1995).

Dengan demikian jelas bahwa turnover intention akan berdampak negatif bagi

organisasi karena menciptakan ketidakstabilan terhadap kondisi tenaga kerja,

menurunnya produktivitas karyawan, suasana kerja yang tidak kondusif dan juga

berdampak pada menigkatnya biaya sumber daya manusia. Survey Global Strategy

2

Rewards 2007/2008 yang dilakukan oleh Watson Wyatt menemukan, umumnya

karyawan dan individu berani memutuskan untuk berpindah kerja dikarenakan

alternatif pekerjaan yang tersedia dalam jumlah yang melimpah, sehingga tidak ada

kesulitan bagi karyawan yang mengundurkan diri untuk mendapatkan pekerjaan

kembali. Kondisi yang ada di Indonesia tidaklah demikian, jumlah pengangguran

berbanding terbalik dengan lapangan pekerjaan yang tersedia. Namun demikian,

walaupun lapangan pekerjaan yang tersedia sangat terbatas jumlahnya, fakta yang ada

justru menunjukan tngkat turnover yang tinggi di Indonesia.

Tingkat turnover yang terjadi di Indonesia untuk posisi-posisi penting (level

managerial dan diatasnya) umumnya berkisar 10-12% pertahun. Demikian pula

dengan penelitian yang dilakukan Pramesti Dewi dan Mubasysyr Hasanbasri (2007)

menemukan 75% responden memiliki keinginan untuk keluar dari perusahaan.

Robinson dan Rousseau (2000) menyatakan bahwa kontra kerja secara umum

mengacu pada dokumen tertulis yang mengatur hak dan kewajiban seorang karyawan

dan tunduk pada peraturan perusahaan. Selanjutnya Robinson dan Rousseau (2000)

menjelaskan bawa kontrak mengikat karyawan dan perusahaan salam suatu persatuan

kerja, mengatur perilaku masing-masing pihak dalam perusahan serta memungkinkan

pencapaian tujuan perusahaan. Selain itu Ridlo (2012) juga menyatakan, penelitian

yang dilakukan Hom dkk (1979); Michaels dan Spector (1982); Arnold dan Fieldman

(1982); Steel dan Ovalle (1984) menemukan bahwa kontrak kerja mempunyai

korelasi yang negatif dan signifikan terhadap turnover intention yang disebabkan job

insecurity.

Kontrak kerja berfungsi untuk memperkuat perjanjian antara pekerja dengan

pengusaha agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti turover karyawan

yang dapat merugikan pengusaha, dan bisa kita ambil contoh apa bila ada karyawan

yang ingin keluar dari perusahaan dengan alasan apapun, akan tapi karyawan tersebut

tidak memenuhi perjanjian/kontrak kerja yang sudah dibuat antara karyawan dengan

perusahaan dan hal itu dirasa merugikan perusahaan, maka perusahaan dapat

memberikan konsekwensi yang sudah disepakati, bahkan perusahaan dapat membawa

persoalan itu kejalur hukum. Hal ini juga diperkuat dengan Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bahwa surat perjanjian

kerja waktu tertentu yang berbunyi: Apabila pengusaha atau pekerja mengakhiri

perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebelum waktunya berakhir, maka pihak yang

mengakhiri perjanjian kerja tersebut wajib membayar ganti rugi kepada pihak lainnya

3

sebesar sisa upah pekerja sampai waktu atau pekerja seharusnya selesai, kecuali

apabila putusnya hubungan kerja karena alasan memaksa/kesalahan berat pekerja.

Maka konsekuensinya perjanjian kerja tersebut menjadi batal demi hukum dan dapat

dibatalkan.

Bisnis waralaba kini telah menjamur di indonesia, perkembangannya yang

pesat mengindikasikan sebagai salah satu bentuk investasi yang menarik, sekaligus

membantu pelaku usaha dalam memulai suatu usaha sendiri dengan tingkat kegagalan

yang rendah. Salah satu perusahaan yang menerapkan sistem waralaba dalam proses

bisnisnya adalah PT. Indomarco Prismatama atau biasa kita sebut indomaret Group.

Sejak berdiri tahun 1997-2014 indomaret memiliki 10.600 gerai, dari total itu 60%

gerai adalah milik sendiri dan sisanya 40% gerai waralaba milik masyarakat yang

tersebar diseluruh Indonesia. Indomaret merupakan jaringan minimarket yang

menyediakan kebutuhan pokok dan kebutuhan sehari-hari. Sampai saat ini, salah satu

masalah yang ada dalam perusahaan tersebut adalah tingginya tingkat turnover

karyawan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan karyawan kontrak indomaret pada

beberapa gerai indomaret yang ada di kota malang mendapatkan hasil bahwa

karyawan kontrak indomaret berniat untuk melakukan turnover dengan berbagai

alasan, diantaranya kondisi pekerjaan berat yang tidak sesuai dengan perkiraan,

ketidak jelasan peran dalam suatu pekerjaan, ketidakpercayaan individu mengenai

kemampuannya untuk mempengaruhi kejadian-kejadian yang berhubungan dengan

kehidupannya. Selain itu ketidak jelasan sistem pengembangan karir juga menjadi

alasan karyawan untuk melakukan turnover. Namun adapula karyawan yang tidak

sama sekali berniat untuk melakukan turnover dengan alasan mereka sudah nyaman

berada dalam perusahaan itu walaupun fasilitas-fasilitas yang mereka dapat bisa

dikatakan seadanya.

Dari hasil pemikiran diatas, penulis tertarik untuk menguji seberapa besar

pengaruh job insecurity pada turnover karyawan dan menulisnya dalam skripsi yang

berjudul “Analisis Pengaruh Job Insecurity Terhadap Turnover Intention Dengan

Kontrak Kerja Sebagai Variabel Pemoderasi (Studi Kasus Pada Karyawan Kontrak

indomaret Group di Kota Malang)”.

4

B. Rumusan Masalah

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh

job insecurity terhadap turnover intention dengan kontrak kerja sebagai variabel

pemoderasi. Berdasarkan latarbelakang masalah yang sudah dikemukakan

sebelumnya, maka dapat disajikan beberapa masalah pokok yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh job insecurity (kondisi pekerjaan, konflik peran,

pengembangan karir, dan pusat pengendalian) terhadap turnover intrention pada

karyawan kontrak indomaret di kota Malang?

2. Dari variabel job insecurity (kondisi pekerjaan, konflik peran, pengembangan karir,

dan pusat pengendalian) manakah yang paling berpengaruh terhadap turnover

intention pada karyawan kontrak indomaret di kota Malang?

3. Apakah kontrak kerja dapat memoderasi job insecurity (kondisi pekerjaan, konflik

peran, pengembangan karir, dan pusat pengendalian) terhadap turnover intention

pada karyawan kontrak indomaret di kota Malang?

C. Batasan Masalah

Pembatasan masalah ini dilakukan untuk membatasi seberapa luas jangkauan

penelitian yang akan dilakukan sehingga objek yang diteliti menjadi lebih fokus dan

jelas, dalam penelitian ini terdapat beberapa batasan masalah diantaranya:

1. Objek yang diteliti adalah karyawan kontrak indomaret di kota Malang,

Khususnya untuk karyawan kontrak yang bekerja di gerai indomaret di kota

Malang.

2. Variabel job insecurity yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan variabel

yang sudah dikemukakan Suhartono (2007:61) yaitu: Kondisi pekerjaan, konflik

peran, pengembangan karir, dan pusat pengendalian.

5

D. Tujuan penelitian

Dari perumusan masalah tersebut, maka penelitian ini dilakukan dengan

tujuan:

1. Untuk mengetahui Bagaimana pengaruh job insecurity (kondisi pekerjaan, konflik

peran, pengembangan karir, dan pusat pengendalian) terhadap turnover intrention

pada karyawan kontrak indomaret di kota Malang.

2. Untuk mengetahui manakah pengaruh yang paling signifikan di antara variabel job

insecurity (kondisi pekerjaan, konflik peran, pengembangan karir, dan pusat

pengendalian) terhadap turnover intrention pada karyawan kontrak indomaret di

kota Malang.

3. Untuk mengetahui Apakah kontrak kerja dapat memoderasi job insecurity (kondisi

pekerjaan, konflik peran, pengembangan karir, dan pusat pengendalian) terhadap

turnover intention pada karyawan kontrak indomaret di kota Malang.

E. Manfaat Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan akan diperoleh informasi yang

dapat bermanfaat antara lain:

1. Manfaat Akademisi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak akademisi dari

seluruh bidang ilmu, khususnya manajemen mengenai pengaruh job insecurity

terhadap turnover intention.

2. Manfaat Manajerial

Disamping itu penelitian ini juga berguna sebagai bahan masukan bagi manajemen,

khususnya manajemen PT. Indomarco Prismatama (indomaret Group) di kota

Malang, dalam mengelola karyawan untuk meningkatkan efektifitas organisasi.

F. Hasil Penelitian Terdahulu

Landasan penelitian terdahulu dijadikan sebagai pertimbangan dan acuan

dalam membandingkan pengaruh suatu variabel. Beberapa penelitian yang telah

dilakukan mengenai turnover intention menunjukan hasil sebagai berikut:

6

No. Keterangan Uraian

1 Nama Peneliti Soni Agus Irwandi (2002)

Judul Penelitian Analisis Pengaruh Job Insecurity Terhadap Turnover

Intentions (Studi Empiris Pada Akuntan Pendidik di

Perguruan Tinggi)

Metode Questionnarie, Non-randomly, Purpos Judgement

Sampeling.

Hasil Penelitian Penelitian ini berhasil mendukung hipotesis dengan

menunjukan pengaruh role conflict, locus of control, dan

organization change terhadap joc insecurity, kecuali role

ambiquity tidak berpengaruh signifikan terhadap job

insecurity dan hasil penelitian ini pula menunjukan

pengaruh langsung job insecurity terhadap turnover

intentions. Penelitian ini menemukan presepsi dan

kepribadian tiap individu dapat menimbulkan pengaruh

negatif pada job insecurity sekaligus memicu terjadinya

turnover intentions. Serta mengindikasikan besarnya

peluang alternatif kerja bagi akuntan pendidik yang

merasa insecur terhadap profesinya.

2 Nama Peneliti Rohadi Widodo, SH (2010)

Judul Penelitian Analisis Pengaruh Keamanan Kerja dan Komitment

Organisasional Terhadap Turnover Intention Serta

Dampaknya Pada Kinerja Karyawan Outsourching (Studi

Pada PT. PLN Persero APJ Yogyakarta)

Metode Questionnarie, Structural Equation Modeling.

Hasil Penelitian Hasil pengujian hipotesis berdasarkan nilai critical ratio

(CR) dan nilai probability menunjukan bahwa keamanan

kerja berpengaruh negatif terhadap turnover intention,

turnover intention berpengaruh negatif terhadap kinerja

karyawan, kemanan kerja berpengaruh positif terhadap

kinerja karyawan, dan komitment organisasi berpengaruh

positif terhadap kinerja karyawan.

7

No. Keterangan Uraian

3 Nama Peneliti Shanti Ike Wardani, Sutrisno, Rudy Eko Pramono (2014)

Judul Penelitian Pengaruh Job Insecurity Terhadap Turnover Intention

Karyawan CV Putra Makmur Abadi Temanggung Jawa

Tengah

Metode Questionnarie, Analisis Regresi Linier

Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Ada pengaruh kondisi pekerjaan terhadap turnover

intention pada karyawan

2. Ada pengaruh konflik peran terhadap turnover

intention pada karyawan

3. Tidak ada pengaruh perkembangan karir terhadap

turnover intention pada karyawan.

4. Tidak ada pengaruh pusat pengendalian terhadap

turnover intention pada.

5. Ada pengaruh job insecurity yang terjadi dari kondisi

pekerjaan, konflik peran, perkembangan karir, dan

pusat pengendalian secara bersama-sama terhadap

turnover intention karyawan.

G. Landasan Teori

1. Manajemen Sumber Daya Manusia

Mathis dan Jackson (2004:3) mendefinisikan manajemen sumber daya

manusia sebagai suatu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan

terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian,

pemeliharaan & pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

Sedangkan Menurut Hasibuan (2013:10), manajemen sumber daya manusia adalah

ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien,

membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Dari beberapa

definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah

8

suatu ilmu dimana penerapan strateginya bermula dari membangun program

pendayagunaan sumber daya manusia, pengembangan dan pelatihan, untuk

mencapai tujuan organisasi. Job Insecurity Smithson dan Lewis (2002) mengartikan

job insecurity sebagai kondisi psikologis seseorang karyawan yang menunjukkan

rasa bingung atau merasa tidak aman dikarenakan kondisi lingkungan yang berubah-

ubah (perceived impermanance). Kondisi ini muncul karena banyaknya jenis

pekerjaan yang sifatnya sesaat atau pekerjaan kontrak. Makin banyaknya jenis

pekerjaan dengan durasi waktu yang sementara atau tidak permanen, menyebabkan

semakin banyaknya karyawan yang mengalami job insecurity dan menimbulkan

rasa stres terhadap karyawan.

2. Job Insecurity

2.1 Definisi Job Insecurity

Menurut Sengenberger (1995) dalam Kurniasari (2004), ada 3 aspek rasa

tidak aman dalam bekerja yang saling berkaitan (three inter-relate aspects of work

based insecurity) yakni: job insecurity, employer insecurity, dan employment

insecurity. Job insecurity merupakan rasa tidak aman dalam bekerja yaitu ancaman

untuk tidak lagi menjadi pegawai tetap pada perusahaan yang sama. Employer

insecurity merupakan rasa tidak aman untuk tetap dapat menjadi karyawan

dengan jenis pekerjaan atau pada lokasi yang berbeda namun masih dalam

perusahaan yang sama. Employment security merupakan rasa tidak aman yang

mencakup di dalamnya tidak adanya kesempatan untuk berganti perusahaan.

Secara umum, job insecurity adalah ketidakamanan dalam bekerja secara

psikologis. Berikut ini merupakan definisi job insecurity dari beberapa ahli:

a. Job insecurity merupakan ketidakberdayaan seseorang/perasaan kehilangan

kekuasaan untuk mempertahankan kesinambungan yang diinginkan dalam

kondisi/situasi kerja yang terancam (Greenhalgh dan Rosenblatt, 1984). Definisi

multidimensional tersebut, di mana job insecurity disebabkan, tidak hanya oleh

ancaman kehilangan pekerjaan tetapi juga oleh hilangnya dimensi pekerjaan

(Ashford et al., 1989; Greenhalgh dan Rosenblatt, 1984; Rosenblatt dan Ruvio,

1996).

9

b. Job insecurity mencerminkan derajat kepada karyawan yang merasakan pekerjaan

mereka terancam dan merasakan tidak berdaya untuk melakukan segalanya tentang

itu (Ashford et al., 1989).

c. Jacobson dan Hartley (1991) dalam Kinnunen et al. (2000) menyatakan bahwa job

insecurity dapat dilihat sebagai pertentangan antara tingkat keamanan yang

dirasakan oleh seseorang dengan tingkat keamanan yang diharapkannya.

d. Smithson dan Lewis (2000) dalam Kurniasari (2004) mengartikan job insecurity

sebagai kondisi psikologis seseorang (karyawan) yang menunjukkan rasa bingung

atau merasa tidak aman dikarenakan kondisi lingkungan yang berubah-ubah

(perceived impermanance). Kondisi ini muncul karena banyaknya jenis pekerjaan

yang sifatnya sesaat atau pekerjaan kontrak. Makin banyaknya jenis pekerjaan

dengan durasi waktu yang sementara atau tidak permanen, menyebabkan semakin

banyaknya karyawan yang mengalami job insecurity.

Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa job insecurity

merupakan kondisi ketidakamanan kerja yang dialami oleh seseorang yang

disebabkan oleh perubahan-perubahan lingkungan (faktor eksternal) dan watak atau

kepribadian dan mental seseorang yang mengalami kondisi tersebut (faktor internal).

Seseorang yang mempunyai kepribadian yang positif (positive affectivity) atau

kepribadian yang negatif (negative affectivity), keduanya akan memberikan pengaruh

pada kesehatan mental yang baik atau tidak baik (Partina, 2002).

2.2 Model Job Insecurity

Model Job Insecurity Greenhalgh dan Rosenblatt (1984) terdiri dari lima

komponen, empat komponen utama berfungsi mengukur derajat ancaman yang dapat

diterima untuk melanjutkan situasi kerja (Saverity of Threth) dan komponen kelima

menekankan pada kemampuan individu untuk mengatasi ancaman pada keempat

komponen tadi secara terinci, kelima komponen Job Insecurity dinyatakan sebagai

berikut:

a. Arti penting aspek kerja (the importance of work factor), yaitu berupa ancaman

yang diterima pada berbagai aspek kerja seperti promosi, kenaikan upah atau

mempertahankan upah yang diterima saat ini, mengatur jadwal kerja.

10

b. Arti penting keseluruhan kerja (the importance ofjob event) seperti kejadian

promosi, kejadian untuk diberhentikan sementara waktu, kejadian tersebut,

ancaman ini meningkatkan Job Insecurity.

c. Mengukur kemungkinan perubahan negatif pada kejadian kerja (Likelihood of

negative change in job event). Semakin besar timbulnya ancaman negatif pada

aspek kerja akan memperbesar kemungkinan timbulnya job insecurity pada

karyawan.

d. Mengukur kemungkinan perubahan negatif pada keseluruhan kerja (Likelihood of

negative change in job event), seperti kehilangan pekerjaan maka akan

meningkatkan Job Insecurity karyawan.

e. Ketidakberdayaan (Powerlesness) yang dirasakan individu, membawa uotcomes

pada cara individu menghadapi keempat komponen diatas. Artinya, jika terjadi

ancaman pada aspek kerja atau kejadian kerja, maka mereka akan menghadapinya

sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Semakin tinggi atau rendah powerlesness

akan berakibat semakin tinggi atau rendah Job Insecurity yang dirasakan individu

(Ashford, et al., 1989)

Menurut Suhartono (2007:61), beberapa hal yang menjadi masalah dalam job

insecurity diantaranya sebagai berikut:

a. Kondisi pekerjaan, yang dimaksud adalah segala sesuatu yang ada di sekitar

individu yang dimaksud, baik itu berinteraksi langsung maupun tidak langsung

dengan pekerja yang bersangkutan. Hal ini meliputi:

a) Lingkungan kerja. Masalah seringkali timbul karena pekerja merasa tidak

nyaman dengan lingkungannya, seperti bekerja di tempat yang tidak nyaman,

panas, sirkulasi udara kurang memadai, ruangan kerja sangat padat, lingkungan

kurang bersih, dan sebagainya.

b) Beban kerja. Kelebihan beban kerja akan mengakibatkan kita mudah lelah dan

berada dalam tegangan tinggi. Beban kerja dibedakan menjadi dua yaitu;

- Beban kerja kuantitatif adalah jika pekerjaan yang kita terima dan

ditargetkan, melebihi kapasitas yang kita miliki.

- Beban kerja kualitatitif adalah suatu pekerjaan yang kita terima sangat

kompleks dan sulit, sehingga dapat menyita kemampuan teknis dan pikiran.

11

c) Pekerjaan beresiko tinggi. Pekerjaan-pekerjaan yang beresiko tinggi dan

berbahaya bagi keselamatan, seperti bekerja di perusahaan kayu lapis,

pertambangan minyak, listrik, dan sebagainya, dapat menimbulkan perasaan

tidak nyaman dan kekhawatiran yang berlebihan akan masalah kecelakaan yang

setiap saat dihadapi oleh karyawan.

b. Konflik Peran. Masalah lain yang timbul adalah ketidak jelasan peran dalam

bekerja sehingga tidak tahu apa yang diharapkan manajemen dari diri karyawan

tersebut. Masalah ini sering timbul pada karyawan yang bekerja di perusahaan

besar, yang kurang memiliki struktur yang jelas, tuntutan kerja, tanggung jawab

kerja, prosedur tugas dan kerja.

c. Pengembangan Karir. Ketidak jelasan jenjang karir, penilaian prestasi kerja,

budaya nepotisme dalam manajemen perusahaan atau karena tidak adanya

kesempatan pengembangan karir (untuk naik jabatan dan mendapatkan promosi),

seringkali menimbulkan suatu kecemasan terhadap keberlangsungan pekerjaan,

rasa bosan, dan dismotivasi sehingga karyawan tidak produktif lagi.

d. Pusat Pengendalian. Mencerminkan tingkat kepercayaan individu mengenai

kemampuannya untuk mempengaruhi kejadian-kejadian yang berhubungan dengan

kehidupan atau lingkungannya.

Selain itu, temuan Ashford et, al., 1989 mengidentifikasi empat variabel

atecedent penyebab timbulnya job insecurity. Variabe tersebut adalah role conflict

role ambiquity, locus of control, dan organizational change.

a. Role Conflict (Konflik Peran)

Konflik peran terjadi jika seseorang memiliki beberapa peran yang saling

bertentangan atau ketika sebuah posisi tunggal memiliki harapan potensial yang

saling bertentangan.

b. Role Ambiquity (Ketidakjelasan Peran)

Ketidakjelasan peran disebabkan karena banyaknya tuntutan pekerjaan, tekanan

waktu dalam tugas, dan ketidak pastian pengawasan oleh atasan yang

mengakibatkan karyawan harus menebak dan memprediksikan sendiri setiap

tindakannya.

12

c. Locus of Control (Letak Kendali Diri)

Letak kendali diri mencerminkan tingkat dimana individu tersebut percaya bahwa

perilaku mempengaruhi apa yang terjadi pada dirinya.

d. Organizational Change (Perubahan Organisasi)

Pengelolaan organisasi selalu dihapakan pada realitas tantangan yang disebabkan

isu-isu yang berkenaan dengan perubahan organisasi, praturan, kompetisi global,

pengetahuan, ledakan informasi, diversitas tenaga kerja, total quality, dan

perubahan teknologi.

Sebagaimana penjelasan diatas, maka variabel job insecurity yang digunakan

dalam penelitian ini berdasarkan variabel yang sudah dikemukakan Suhartono

(2007:61) yaitu: Kondisi pekerjaan, konflik peran, pengembangan karir, dan pusat

pengendalian. Berikut penjelasan dari masing-masing variabel job insecurity yang

digunakan dalam penelitian ini:

a. Kondisi pekerjaan, yang dimaksud adalah segala sesuatu yang ada di sekitar

individu yang dimaksud, baik itu berinteraksi langsung maupun tidak langsung

dengan pekerja yang bersangkutan.

b. Konflik Peran. Masalah lain yang timbul adalah ketidak jelasan peran dalam

bekerja sehingga tidak tahu apa yang diharapkan manajemen dari diri karyawan

tersebut. Masalah ini sering timbul pada karyawan yang bekerja di perusahaan

besar, yang kurang memiliki struktur yang jelas, tuntutan kerja, tanggung jawab

kerja, prosedur tugas dan kerja.

c. Pengembangan Karir. Ketidak jelasan jenjang karir, penilaian prestasi kerja,

budaya nepotisme dalam manajemen perusahaan atau karena tidak adanya

kesempatan pengembangan karir (untuk naik jabatan dan mendapatkan promosi),

seringkali menimbulkan suatu kecemasan terhadap keberlangsungan pekerjaan,

rasa bosan, dan dismotivasi sehingga karyawan tidak produktif lagi.

d. Pusat Pengendalian. Mencerminkan tingkat kepercayaan individu mengenai

kemampuannya untuk mempengaruhi kejadian-kejadian yang berhubungan

dengan kehidupan atau lingkungannya.

13

3. Turnover Intention

3.1 Definisi Turnover Intention

Istilah turnover berasal dari kamus Inggris-Indonesia berarti pergantian.

Sedangkan Mobley (1996) seorang pakar dalam masalah pergantian karyawan

memberikan batasan turnover sebagai berhentinya individu dari anggota suatu

organisasi yang bersangkutan. Sementara Cascio dalam Novliadi (2007)

mendefinisikan turnover sebagai berhentinya hubungan kerja secara permanen antara

perusahaan dengan karyawannya.

Menurut Bluedorn dalam Grant et al., (2001) turnover intention adalah

kecenderungan sikap atau tingkat dimana seorang karyawan memiliki kemungkinan

untuk meninggalkan organisasi atau mengundurkan diri secara sukarela dari

pekerjaanya. Lebih lanjut dijelaskan Mobley, Horner dan Hollingsworth, 1978 dalam

Grant et al., (2001) keinginan untuk pindah dapat dijadikan gejala awal terjadinya

turnover dalam sebuah perusahaan. Intensi keluar (turnover intensions) juga dapat

diartikan sebagai pergerakan tenaga kerja keluar dari organisasi. Turnover dapat

berupa pengunduran diri, perpindahan keluar unit organisasi, pemberhentian atau

kematian anggota organisasi.

Selain itu, Harnoto (2002:2) juga menyatakan intensi turnover adalah kadar

intensitas dari keinginan untuk keluar dari perusahaan, banyak alasan yang

menyebabkan timbulnya intensi turnover ini dan diantaranya adalah keinginan untuk

mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Pendapat tersebut juga relatif sama dengan

pendapat yang  diungkapkan sebelumnya, bahwa intensi turnover pada dasarnya

adalah keinginan untuk meninggalkan (keluar) dari perusahaan.

3.2 Jenis Turnover Intention

Robbins (1996), menjelaskan bahwa turnover dapat terjadi secara sukarela

(voluntary turnover) maupun secara tidak sukarela (involuntary turnover), berikut

penjelasannya:

a. Voluntary turnover atau quit merupakan keputusan karyawan untuk meninggalkan

organisasi secara sukarela yang disebabkan oleh faktor seberapa menarik

pekerjaan yang ada saat ini, dan tersedianya alternatif pekerjaan lain.

14

b. Involuntary turnover atau pemecatan menggambarkan keputusan pemberi kerja

(employer) untuk menghentikan hubungan kerja dan bersifat uncontrollable bagi

karyawan yang mengalaminya.

3.3 Indikasi Terjadinya Turnover Intention

Menurut Harnoto (2002:2) “Turnover intentions ditandai oleh berbagai hal

yang menyangkut perilaku karyawan, antara lain: absensi yang meningkat, mulai

malas kerja, naiknya keberanian untuk melanggar tata tertib kerja, keberanian untuk

menentang atau protes kepada atasan, maupun keseriusan untuk menyelesaikan semua

tanggung jawab karyawan yang sangat berbeda dari biasanya.” Indikasi-indikasi

tersebut bisa digunakan sebagai acuan untuk memprediksikan turnover intentions

karyawan dalam sebuah perusahaan.

a. Absensi yang meningkat

Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, biasanya ditandai

dengan absensi yang semakin meningkat. Tingkat tanggung jawab karyawan dalam

fase ini sangat kurang dibandingkan dengan sebelumnya.

b. Mulai malas bekerja

Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, akan lebih malas

bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat lainnya yang

dipandang lebih mampu memenuhi semua keinginan karyawan bersangkutan.

c. Peningkatan terhadap pelanggaran tatatertib kerja

Berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering

dilakukan karyawan yang akan melakukan turnover. Karyawan lebih sering

meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung, maupun berbagai

bentuk pelanggaran lainnya.

d. Peningkatan protes terhadap atasan

Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, lebih sering

melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan. Materi

protes yang ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau aturan lain

yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan.

e. Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya

Biasanya hal ini berlaku untuk karyawan yang karakteristik positif. Karyawan ini

mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang dibebankan, dan jika

15

perilaku positif karyawan ini meningkat jauh dan berbeda dari biasanya justru

menunjukkan karyawan ini akan melakukan turnover.

3.4 Pengaruh Turnover Intentions

Turnover cukup merugikan perusahaan karena banyak biaya yang telah

dikeluarkan seperti uang pisah, ketidak manfaatan fasilitas sampai mendapatkan

karyawan yang keluar, biaya kepegawaian (seperti rekruitmen, interview, test,

pencatatan komputer, kepindahan, administrasi pencatatan, dan perubahan payroll).

Kerugian nyata adalah kehilangan produktifitas sampai karyawan baru mencapai

tingkat produktfitas sama dengan karyawan lama yang berhenti tersebut. Mobley

(1996) juga mengakui bahwa turnover dapat berdampak positif baik bagi perusahaan

maupun karyawan sendiri. Dengan adanya turnover yang dilakukan oleh karyawan

yang kurang berpotensi akan memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk

merekrut karyawan baru yang lebih berpotensi.

Sementara itu karyawan yang berpotensi akan dapat mengembangkan

potensinya di perusahaan lain dari pada karyawan tersebut tetap berada di perusahaan

sebelumnya yang kurang menghargai potensinya. Turnover yang tinggi mempunyai

dampak negatif dan positif bagi perusahaan. Aspek negatif yang dirasakan adalah

susahnya mencari pengganti karyawan yang keluar tersebut dari segi kualitas,

tingginya biaya pergantian karyawan tersebut baik secara langsung maupun tidak

langsung, karyawan yang tinggal akan terganggu dan perginya rekan kerjanya yang

berprestasi tersebut, dan juga reputasi perusahaan dimata masyarakat tidak baik.

Aspek positifnya, adanya kesempatan bagi perusahaan untuk melakukan promosi

internal dan pemasukan tenaga ahli.

4. Kontrak Kerja

Robinson dan Rousseau (2000) menyatakan bahwa kontra kerja secara umum

mengacu pada dokumen tertulis yang mengatur hak dan kewajiban seorang karyawan

dan tunduk pada peraturan perusahaan. Selanjutnya Robinson dan Rousseau (2000)

menjelaskan bawa kontrak mengikat karyawan dan perusahaan salam suatu persatuan

kerja, mengatur perilaku masing-masing pihak dalam perusahan serta memungkinkan

pencapaian tujuan perusahaan. Selain itu Ridlo (2012) juga menyatakan, penelitian

yang dilakukan Hom dkk (1979); Michaels dan Spector (1982); Arnold dan Fieldman

16

(1982); Steel dan Ovalle (1984) menemukan bahwa kontrak kerja mempunyai

korelasi yang negatif dan signifikan terhadap turnover intention yang disebabkan job

insecurity.

Kontrak kerja berfungsi untuk memperkuat perjanjian antara pekerja dengan

pengusaha agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti turover karyawan

yang dapat merugikan pengusaha, dan bisa kita ambil contoh apa bila ada karyawan

yang ingin keluar dari perusahaan dengan alasan apapun, akan tapi karyawan tersebut

tidak memenuhi perjanjian/kontrak kerja yang sudah dibuat antara karyawan dengan

perusahaan dan hal itu dirasa merugikan perusahaan, maka perusahaan dapat

memberikan konsekwensi yang sudah disepakati, bahkan perusahaan dapat membawa

persoalan itu kejalur hukum.

Menurut pasal 54 UU No.13/2003, Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis

sekurang kurangnya harus memuat:

a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha

b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh

c. jabatan atau jenis pekerjaan

d. tempat pekerjaan

e. besarnya upah dan cara pembayarannya

f. syarat syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh

g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja

h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dani. tanda tangan para pihak dalam

perjanjian kerja.

Akibat hukum terhadap pekerja yang melakukan pelanggaran dalam bentuk

sanksi yang akan dijatuhkan terhadap pekerja yang melakukan pelanggaran diatur

dalam perjanjian kerja, hal ini telah dipertegas dalam Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bahwa surat perjanjian

kerja waktu tertentu yang berbunyi: Apabila pengusaha atau pekerja mengakhiri

perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebelum waktunya berakhir, maka pihak yang

mengakhiri perjanjian kerja tersebut wajib membayar ganti rugi kepada pihak lainnya

sebesar sisa upah pekerja sampai waktu atau pekerja seharusnya selesai, kecuali

apabila putusnya hubungan kerja karena alasan memaksa/kesalahan berat pekerja.

Maka konsekuensinya perjanjian kerja tersebut menjadi batal demi hukum dan dapat

dibatalkan.

17

H. Kerangka Pikir

Penulis berpendapat bahwa turnover intention dapat terjadi karena adanya

pengaruh dari job insecurity dengan variabel kondisi pekerjaan (Xa), konflik peran

(Xb), pengembangan karir (Xc), dan pusat pengendalian (Xd). Akan tetapi dengan

adanya variabel pemoderasi yaitu kontrak kerja (Z) maka diharapkan akan

mengurangi turnover intention (Y) yang dapat merugikan perusahaan. Berdasarkan

pemikiran tersebut maka dapat digambarkan hubungan kerangka pikir sebagai

berikut:

Gambar 1.1 Kerangka Pikir

Keterangan:

a. Variabel Terikat

Y : Turnover Intention

b. Variabel Bebas

Xa : Kondisi Pekerjaan

Xb : Konflik Peran

Xc : Pengembangan Karir

Xd : Pusat Pengendalian

18

Zd

Zc

Zb

Za

Kontrak Kerja(Z)

Turnover Intention (Y)Pengembangan

Karir (Xc)

Pusat Pengendalian (Xd)

Konflik Peran(Xb)

Kondisi Pekerjaan (Xa)

Job InsecurityX

c. Variabel Pemoderasi

Z: Kontrak Kerja

I. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rancangan kerangka konseptual dan kajian teori di atas, maka

peneliti menyampaikan hipotesis bahwa:

1. Job Insecurity dengan Turnover Intention

a. Kondisi pekerjaan dapat menyebabkan meningkatnya turnover intention yang

dapat merugikan perusahaan, karena karyawan merasa tidak nyaman dengan

lingkungan kerjanya.

b. Konflik peran dapat menyebabkan meningkatnya turnover intention yang dapat

merugikan perusahaan, karena karyawan merasa tidak memiliki peran yang jelas

di dalam organisasi.

c. Pengembangan karir dapat menyebabkan meningkatnya turnover intention yang

dapat merugikan perusahaan, karena karyawan merasa jalur karir yang disediakan

perusahaan tidak jelas dan tingginya tingkat nepotisme di perusahaan.

d. Pusat pengendalian dapat menyebabkan meningkatnya turnover intention yang

dapat merugikan perusahaan, karena karyawan tidak memiliki kepercayaan diri

mengenai kemampuannya untuk mempengaruhi kejadian-kejadian yang

berhubungan dengan kehidupan atau lingkungannya.

Berdasarkan hipotesis tersebut, maka dapat dirumuskan:

H1a : Kondisi pekerjaan (Xa) berpengaruh positif pada turnover intention (Y)

H1b : Konflik peran (Xb) berpengaruh positif pada turnover intention (Y)

H1c : Pengembangan karir (Xc) berpengaruh positif pada turnover intention (Y)

H1d : Pusat pengendalian (Xa) berpengaruh positif pada turnover intention (Y)

2. Kontrak Kerja

Meskipun job insecurity berpengaruh postif terhadap turnover intention, hal

ini dapat diminimalisir dengan adanya kontrak kerja yang dibuat dan disetujui oleh

pihak perusahaan dan karyawan.

19

Berdasarkan hipotesis tersebut, maka dirumuskan:

H2a : Kontrak kerja meminimalisir pengaruh kondisi pekerjaan terhadap turnover

intention (Interaksi Za)

H2b : Kontrak kerja meminimalisir pengaruh konflik peran terhadap turnover

intention (Interaksi Zb)

H2c : Kontrak kerja meminimalisir pengaruh pengembangan karir terhadap

turnover intention (Interaksi Zc)

H2d : Kontrak kerja meminimalisir pengaruh pusat pengendalian terhadap

turnover intention (Interaksi Zd)

J. Metode Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi pengambilan penelitian ini dilakukan pada karyawan kontrak indomaret di

kota malang.

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif,

pengukuran sekala jawaban disajikan untuk responden diukur dengan menggunakan

skala interval 1 sampai 5. Berdasarkan waktu, penelitian ini termasuk studi satu tahap,

yaitu penelitian yang saatnya dikumpulkan sekaligus pada periode tertentu. Penelitian

ini dilakukan pada lingkungan yang natural dan ditujukan kepada tiap individu dari

beberapa gerai indomaret di kota Malang.

3. Populasi dan Sampel

Populasi merupakan keseluruhan kumpulan orang, kejadian atau sesuatu yang

menarik dan dapat digunakan peneliti dalam melakukan penelitian (Sekaran, 2006).

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan kontrak yang

bekerja di indomaret di kota Malang. Sampel terdiri dari beberapa anggota yang

diambil dari populasi (Sekaran, 2006). Sampel pada penelitian ini adalah 600

karyawan kontrak pada gerai indomaret di kota Malang.

Tehnik sampeling adalah proses pemilihan sejumlah elemen dari populasi

yang akan dijadikan sebagai sampel (Sekaran, 2006). Jumlah responden yang

sebanyak 600 orang dapat diambil beberapa responden dengan menggunakan

20

rumussan teknik pengambilan sampel dari Taro Yamane atau Solvin dalam Akdon

dan Ridwan (2007) sebagai berikut:

n= NN d2+1

Keterangan:

n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi = 600

d2 = Presisi (ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan 95%)

Berdasarkan rumus tersebut, maka diperoleh jumlah sampel sebagai berikut:

n = N

N d2+1 =

600(600 ) 0,12+1

n = 600

7 = 85,7142857 dibulatkan menjadi 86 responden

4. Data dan Sumber Data

Menurut Sakaran (2006) data primer adalah sumber data yang diperoleh

langsung dari responden oleh peneliti, sedangkan data sekunder merupakan data yang

diperoleh dari instansi terkait dengan kebutuhan dan kelengkapan data mencakup

jumlah karyawan yang bekerja. Berdasarkan teori tersebut maka sumber dalam

penelitian ini peneliti menggunakan data primer dan data sekunder dengan ketentuan:

a. Data primer yang dikumpulkan adalah data yang diperoleh langsung dari hasil

pengisian kuesioner oleh karyawan kontrak Indomaret di kota Malang.

b. Data sekunder yang dikumpulkan adalah jumlah karyawan dan deskripsi kerja

karyawan kontrak pada gerai indomaret di kota Malang.

5. Tehnik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang akan dilakukan peneliti pada karyawan kontrak gerai

indomaret di kota Malang adalah sebagai berikut:

21

a. Observasi, yaitu proses memperoleh data dengan datang langsung ke tempat

lokasi penelitian untuk mengetahui langsung kondisi kerja karyawan yang akan

diteliti.

b. Wawancara, yaitu proses memperoleh keterangan dengan tanya jawab langsung

antara pewawancara dengan responden meliputi deskripsi kerja karyawan.

c. Kuesioner, yaitu pengumpulan data dengan membagikan daftar pertanyaan kepada

responden, penyebaran kuesioner ini dapat dijadikan sebagai bukti tertulis dalam

pengolahan data yang dilakukan peneliti.

6. Metode Pengukuran Variabel

Menurut Sugiyono (2010) skala Likert digunakan untuk mengukur sikap,

pendapat, dan presepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.

Melalui skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator

variabel kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun

item-item instrument yang dapat berupa pertanyaan dan pernyataan. Jawaban yang

diberikan responden yaitu dengan merefleksikan secara konsisten dari sikap

respondent yaitu dengan pemberian skor pada setiap jawaban dari kuesioner yang

diajukan pada responden.

7. Pengujian Instrument

a. Uji Validitas

Uji validitas adalah ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan suatu

instrumen Arikunto (2006). Suatu instrumen dinyatakan valid jika mempunyai

validitas tinggi dan mampu mengukur variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi

rendahnya variabel instrument menjukan sejauh mana data yang terkumpul tidak

menyimpang tentang validitas yang dimaksud, penelitian ini menggunakan uji

validitas dengan metode product moment Arikunto (2006) dengan rumus:

r= n∑ xy−(∑ x)(∑ y )

√(n∑x2¿−(∑ x2))(n ∑ y2−(∑ y2))¿

Keterangan:

r = Koefesien korelasi

22

x = Skor tiap butir pertanyaan

y = Skor total

n = Jumlah sampel

Apabila r sudah diketahui, maka selanjutnya membandingkan hasil dari r

perhitungan dengan r yang terdapat dalam tabel. Jika hasil nilai dari r hitung lebih

besar dari r dalam tabel pada alpha tertentu maka dikatakan signifikan sehingga dapat

disimpulkan bahwa butir pertanyaan adalah valid, sedangkan apabila r hitung lebih

kecil dari pada r dalam tabel maka instrument tersebut dinyatakan tidak valid. Kriteria

yang ditetapkan adalah r hitung (koefesien korelasi) lebih besar dari r tabel (nilai

kritis) pada taraf signifikasn ∞ = 0,05, jika koefisien korelasi lebih besar dari nilai

kritis maka alat tersebut dapat dikatakan valid.

b. Uji Realibilitas

Uji ini perlukan untuk mengetahhui kesetabilan alat ukur. Menurut Arikunto

(2006) realibilitas menunjukan pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen dapat

dipercaya untuk dapat digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instrument

tersebut sudah baik, dengan demikian realibilitas menunjukan pada keterhandalan

sesuatu. Sebuah alat ukur dikatakan realibel apabila pengulangan pengukuran untuk

subyek penelitian yang sama menunjukan hasil yang konsisten. Rumus yang

digunakan untuk mencari realibilitas dalam penelitian ini menggunakan rumus alpha

croncbach (Arikunto, 2006) dengan rumus:

r11=( kk−1 )(1−∑ σ b2

σ τ2 )Keterangan:

r11 = Reabilitas instrument

K = Banyak butir pertanyaan

∑σ b2 = Jumlah varian butir dikuadratkan

σ τ2 = Jumlah variant total dikuadratkan

Apabila r hitung lebih besar daripada r tabel, maka data yang digunakan

adalah realibel, sebaliknya jika r hitung lebih kecil daripada r tabel maka data yang

23

digunakan tidak realibel. Suatu instrumen penelitian dikatakan reliabel apabila nilai

alpha > atau = 0,06.

8. Teknik Analisis Data

Menurut Sugiyono (2010) variabel moderator adalah variabel yang

menentukan kuat lemahnya hubungan antar variabel bebas dengan variabel terikat.

a. Jenis-Jenis Variabel Moderator

Menurut Sharma et. al., dalam Ghozali (2013) jenis variabel moderator dibagi

menjadi tiga kelompok seperti pada gambar berikut:

Gambar 1.2 Jenis-Jenis Variabel Moderator

Berhubungan dengan

criterion dan atau prediktor

Tidak berhubungan dengan

criterion dan atau prediktor

Tidak berinteraksi dengan

predictor

(1)

Intervening, eksogen,

antestdent, prediktor

(2)

Moderator

(Homologizer)

Berinteraksi dengan

predictor

(3)

Moderator (Quasi

moderator)

(4)

Moderator (Pure

moderator)

Berdasarkan gambar di atas, langkah pertama peneliti melakukan

pengelompokan didasarkan pada hubungannya variabel criterion (dependen), yaitu

apakah variabel berhubungan atau tidak berhubungan dengan variabel predictor

(independent). Langkah kedua menentukan apakah variabel moderator berinteraksi

dengan variabel predictor (independen) X, variabel criterion (dependen) Y, dan

variabel moderator Z.

Apabila variabel moderator Z berhubungan dengan variabel Y dan atau

Variabel X, tetapi variabel Z tidak berinteraksi dengan variabel X seperti tampak pada

kuadrant 1, maka variabel Z bukanlah moderator tepatnya variabel intervening,

eksogen, antesdent atau predictor (independen). Jenis variabel dalam kuadran 2

mempengaruhi kekuatan hubungan, tetapi tidak berinteraksi dengan variabel X dan

24

tidak berhubungan secara signifikan baik dengan variabel X maupun dengan variabel

Y, secara konseptual variabel pada kuadran 2,3, dan 4 diidentifikasikan sebagai

variabel moderator.

Keadaan pada kuadran 2, nilai residual atau eror merupakan fungsi variabel

moderator sehingga dengan membagi total sampel menjadi dua kelompok yang

homogen dengan mempertimbangkan eror varience akan meningkatkan nilai

produktif model. Kuatnya hubungan antara X dengan Y bergantung pada besarnya

nilai term, maka semakin kecil tingkat kekuatan hubungan antara X dan Y dan

berlaku sebaliknya. Jenis model ini disebut sebagai variabel homogilizer.

Keadaan pada kuadran 3 yang disebut dengan quasi moderator (moderator

semu) terjadi apabila variabel moderator akan memodifikasi bentuk hubungan antara

variabel X dan atau variabel Y seperti tampak pada kuadran 3 dan 4. kuadran 3

menunjukan bahwa variabel Z berhubungan dengan variabel X dan atau variabel Y

serta berinteraksi dengan variabel X. Variabel Z berfungsi sebagai variabel predictor

(independent) dan sekaligus dan sekaligus juga berinteraksi dengan variabel predictor

lainnya (X).

Keadaan pada kuadran 4, variabel moderator (Z) tidak berhubungan dengan

variabel X dan variabel Y, tetapi berinteraksi dengan variabel X. Keadaan ini

dinamakan pure moderator (moderator asli). Berdasarkan jenis-jenis moderator

tersebut, maka dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan pure moderator

(moderator asli) yang secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut (Ghozali,

2013):

Yi = α + β1X1 + β2Z1 + β3Xi*Zi + ε

Keterangan:

Yi = Variabel criterion (dependent)

Xi = Variabel predictor (independent)

Zi = Moderator

Β = Koefisien regresi

b. Metode Pengujian Variabel Moderator

Menurut Ghozali (2013) terdapat dua metode untuk mengidentifikasi ada

tidaknya variabel moderator tersebut:

25

1) Sub-group (sub kelompok)

Analisis sub-kelompok digunakan untuk mengidentifikasi ada tidaknya jenis

moderato homogilizer. Anaisis ini dilakukan degngan memecah sampel menjadi dua

sub-kelompok atas dasar variabel ketiga yaitu variabel yang dihipotesiskan sebagai

moderator. Pengelompokan ini dapat dilakukan secara kualitatif maka

pengelompokan dapat dilakukan berdasarkan nilai median (nilai tengah) atau mean

(nilai rata-rata) dengan pengelompokan di atas dan di bawah mean atau median.

Menurut Yudiaatmaja (2013) metode sub-group dapat dihitung dengan rumus:

Fhitung =

(SSRT−SSRG)k

SSRG(n 1+n 2−2k )

Keterangan:

SSRT = Sum of Square Residual Total

SSRG = Sum of Square Residual Group

k = Jumlah variabel

n1 = Jumlah data group 1

n2 = Jumlah data group 2

Apabila Fhitung < Ftabel maka variabel pemoderasi tersebut tidak memoderasi

hubungan kausal variabeldependen terhadap variabel independen.

2) Moderated Regression Analysis (MRA)

Menurut Ghozali (2013) Moderated Regression Analysis berbeda dengan

analisis sub-kelompok, karena menggunakan pendekatan analitik yang

mempertahankan integritas sampel dan memberikan dasar untuk mengontrol pengaruh

variabel moderator. Menggunakan variabel MRA dengan satu variabel predictor (X)

harus dilakukan dengan membandingkan tida persamaan regresi untuk menentukan

jenis variabel moderator. Ketiga persamaan tersebut adalah:

26

Yi = α + β1X1 + ε (1)

Yi = α + β1X1 + β2Zi + ε (2)

Yi = α + β1X1 + β2Zi + β3Zxi*Zi + ε (3)

Jika persamaan (2) dan (3) tidak berbeda secara signifikan atau (β3 = 0; β2 ≠

0) maka Z bukanlah variabel moderator, tetapi sebagai variabel predictor

(independen) seperti yang terlibat pada kuadran 1 pada gambar 1.2 jika variabel Z

merupakan variabel pure moderator (kuadran 4) maka persamaan (1) dan (2) tidak

berbeda tetapi harus berbeda dengan persamaan (3) atau (β2 = 0; β3 ≠ 0). Variabel Z

merupakan variabel quasi moderator (kuadran 3) jika persamaan (1), (2), dan (3) harus

berbeda satu dengan lainnya atau (β2 ≠ β3 ≠ 0).

c. Uji Hipotesis

1) Uji Selisih Mutlak

Frucot dan Shearon (Ghozali, 2013) mengajukan model regresi yang agak

berbeda untuk menguji pengaruh moderasi yaitu dengan model nilai selisih mutlak

dari variabel independen dengan rumus persamaan regresi:

Y= α + β1X1 + β2X2 + β3 |X1 – X2|

Dimana:

Xi merupakan merupakan nilai standardizer skor [(Xi – Xi) / σXi] = Zscore |X1 – X2|

= merupakan interaksi yang diukur dengan nilai absolut perbedaan antara X1 dan X2.

2) Uji Koefisien Determinasi (R2)

Uji koefesien determinasi digunakan untuk mengetahui besarnya sumbangan

pengaruh variabel dependen terhadap variabel independen dalam bentuk persen yang

dapat dilihat pada nilai adjusted R Square (R2). Jika nilai R2 yang kecil berarti

kemampuan variabel dependen terhadap variabel independen sangat terbatas atau

kecil dan begitu pula sebaliknya. Pengujian dihitung menggunakan aplikasi analisis

multivariete dengan program IBM SPSS 20.

9. Definisi Operasional

a. Variabel Dependen

27

Menurut Sakaran (2003) variabel dependen merupakan variabel yang menjadi

perhatian utama peneliti, dengan kata lain melalui analisis terhadap variabel dependen

adalah mungkin untuk menentukan solusi dari masalah yang ada. Variabel dependen

yang digunakan dalam penelitian ini adalah turnover intention karyawan kontrak gerai

indomaret.

b. Variabel Independen

Menurut sakaran (2003) variabel independen adalah variabel yang

mempengaruhi variabel dependen, baik secara positif atau negatif, jika terdapat

variabel independen, variabel dependen juga hadir dan dengan setiap unit kenaikan

dalam variabel independen, terdapat pula kenaikan atau penurunan dalam variabel

dependen. Dengan kata lain, variabel-variabel dependen ditentukan oleh variabel

independen. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah job

insecurity dengan variabel kondisi pekerjaan, konflik peran, pengembangan karir, dan

pusat pengendalian.

c. Variabe Moderasi

Menurut Ghozali (2013) variabel moderasi adalah variabel yang

memperlemah atau memperkuat hubungan atau dampak dari hubungan variabel

independen dan variabel dependen. Variabel moderasi yang digunakan dalam

penelitian ini adalah kontrak kerja karyawan. Sedangkan definisi operasional kontrak

kerja dalam penelitian ini adalah kesepakatan bersama antara perusahaan dan

karyawan agar tidak saling merugikan dalah hal turnover.

d. Variabel Kontrol

Variabel kontrol merupakan variabel yang digunakan dalam penelitian yang

bertujuan untuk menetralkan pengaruh yang dapat mengganggu hubungan antara

variabel dependen dan variabel independen. Hasil penelitian Manurung dan Ratnawati

(2012) menyatakan bahwa wanita lebih cendrung melakukan turnover, selanjutnya

individu dengan usia 21-30 lebih cendrung melakukan turnover dibanding rentan usia

yang lain, selanjutnya dilihat dari masa kerja, masa kerja lebih dari dua tahun lebih

cendrung melakukan turnover, dan yang terakhir mengenai pendidikan terakhir

S1/DIV lebih besar kemungkinan untuk melakukan turnover. Berdasarkan hasil

28

penelitian tersebut maka variabel kontrol dalam penelitian ini adalah jenis kelamin,

usia, masa kerja, dan pendidikan terakhir.

Daftar Pustaka

Akdon dan Ridwan. 2007. Rumusan dan Data dalam Analisis Statistika. Cet 2. Bandung:

Alfabeta.

Arikunto Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka

Cipta.

Ashford, S.J., C. Lee, dan P. Bobko. 1989. ”Content, Causes, and Consequences of Job

insecurity: A Theory Based Measure and Substantive Test”, Academy of

Management Journal, Vol. 32, No. 4, P. 803-829.

Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program. Edisi Ketujuh.

Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Grant Kent, David W. Cravens, George S. Low and William C. Moncrief. 2001. “The

Role of Satisfaction With Territory Design on the Motivation, Attitudes, and

Work Outcomes of Salespeople”, Journal of the Academy of Marketing Science,

Volumen 29, No. 2, P. 165-178.

Greenhalgh, L. & Z. Rosenblatt. 1984. ”Job Insecurity: Towards Conseptual Clarity”,

Academy of Management Review, Vol. 9, No. 3, P. 438-448.

Harnoto. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi kedua. Jakarta: PT. Prehallindo.

Hasibuan, Malayu S.P. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi. Jakarta: Bumi

Aksara.

Henle, Christine A. Dan Blanchard, Anita L. 2008. “The Interaction of Work Stressor and

Organizational Sanctions on Cayberloafing”, Journal of Managerial Issues, 20:383-

400.

Ilham, A., Ridlo. 2012. “Turn Over Karyawan”. Kajian Literatur.

Kinnunen, U., S. Mauno, J. Natti, dan M. Happonen. 2000. ”Organizational Antecedents and

Outcomes of Job insecurity: A Longitudinal Study In Three Organizations In

Finland”, Journal of Organizational Behavior, 21: 443-459.

Kurniasari, L.b2004. ”Pengaruh Komitmen Organisasi dan Job insecurity Karyawan

Terhadap Intensi Turnover”, Tesis S2 Tidak Dipublikasikan Universitas Airlangga

Surabaya.

29

Low. George. S., 2001, “Antecedents and Consequences of Salesperson Burnout,” European

Journal of Marketing, Vol. 35, No. 5/6, p. 587-611.

Manurung dan Ratnawati. 2012. “Analisis Pengaruh Stres Kerja dan Kepuasan Kerja

Terhadap Turnover Intention Karyawan”, Journal of Managemen, Vol.1, No. 2, p.

145-157.

Maryono. 2009. “Tenaga Kontrak: Manfaat Dan Permasalahannya”. Jurnal Bisnis dan

Ekonomi (JBE), Vol. 16, No.1, P. 26 – 31.

Mathis, Robert L. & Jackson, John H. 2004. Human Resource Management. Edisi 10.

Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Mobley, W. H. 1996. Pergantian Karyawan: Sebab Akibat dan Pengendaliannya.

Terjemahan. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo.

Partina, A. 2002. ”Dukungan Sosial Sebagai Variabel Pemoderasi Hubungan Antara Job

insecurity dan Konsekuensinya”, Tesis S2 Tidak Dipublikasikan Universitas Gadjah

Mada Yogyakarta.

Robbins, SP. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi Indonesia. PT Indeks Kelompok.

Robinson, S. L. dan Rousseau, D. M. 2000. Psychological Contract Inventory Technical

Report. USA: Carnegie Mellon University.

Rosenblattt, Z., dan A. Ruvio. 1996. ”A Test Multidimensional Model of Job Insecurity: The

Case of Israeli Teachers”, Journal of Organizational Behavior, 17:587-605.

Russ, F.A., & McNelly, K.M. 1995. “Link among satisfaction, commitmen and turnover

intension: the moderating effect of experiences, gender and perfomance”, Journal of

Business Research, 34: 57-65.

Sekaran, U. 2003. Reaserch Methodhs for Buisness. USA: John Willey and Sons Inc.

Smithson, Janet & Lewis, Suzan. (2000). “Is job insecurity changing the psychological

contract Personnel Review”, Vol.29, No.6, P. 680-702.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suhartono, R. 2007. Resign NoWay: Rahasia Sukses dan Bertahan di Tempat Kerja.

Yogyakarta: Media Pressindo.

Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39.

Yudiaatmaja, F. 2013. Analisis Regresi dengan menggunakan aplikasi komputer statistik

SPSS. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

30