analisis pengaruh kurs dollar dan suku bunga …repository.utu.ac.id/18/1/i-v.pdf · analisis...
TRANSCRIPT
ANALISIS PENGARUH KURS DOLLAR DAN SUKU BUNGATERHADAP INFLASI DI PROVINSI ACEH
SKRIPSI
OLEH :OLEH :
II DA WATIDA WATI NIM : 07C20101065
PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNANFAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH
2013
ANALISIS PENGARUH KURS DOLLAR DAN SUKU BUNGATERHADAP INFLASI DI PROVINSI ACEH
SKRIPSI
OLEH
IDA WATINIM : 07C20101065
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Pada Fakultas Ekonomi Universitas Teuku Umar Meulaboh
PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH, ACEH BARAT
2013
HALAMAN PENGESAHAN
SKRIPSI
ANALISIS PENGARUH KURS DOLLAR AMERIKA SERIKAT TERHADAP INFLASI DI PROPINSI ACEH
Yang disiapkan dan dipertahankan oleh :
IDA WATIIDA WATINIM : 07C20101065
Dinyatakan Telah memenuhi Syarat Untuk Dilakukan Sidang
Pembimbing I
ARAFAH, SE. M.Si
Pembimbing II
SAGUH ERIYANTO, SE
Tanggal Sidang, Januari 2013
Ya Allah .... sepercik ilmu telah engkau karuniakan kepadaku,hamba hanya mengetahui sebagian kecil dari ilmu-Mu. Ya Allahsesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan makaapabila kamu telah selesai (dari satu urusan) kerjakanlahdengan sungguh-sungguh (utusan) yang lain dan hanya kepadaAllah-lah hendaknya kamu berharap
(Q. S. Alam Nasyrah : 6 - 8)
Ayah ... Ibunda Hari ini telah kutemui apa yang dulu aku dambakan yangku tempuh dengan cucuran keringat dan keyakinan.Engkau telah mengantar aku ke hari depan, meskipunhari esok akan menjadi tanda tanya yang aku sendiribelum tahu jawabannya...
Ayah & Ibunda tercinta ...Tetesan keringat telah menjadi kawan dalam mengantar dirikuke hari depan. Engkau tidak pernah menangis, walaupun alamberpaling sinis. Tetes peluh yang engkau curahkan, panjat do’ayang engkau sampaikan demi anakmu yang tercinta dalammeraih cita-cita dan masa depan. Terasa tiada henti hidupkutanpa niat yang suci untuk membahagiakanmu....
Kupersembahkan karya tulis ini ke hadapan yang muliaayahanda Luttan, Ibunda Nur Afsah (alm) hanya dengando’a dan tetesan keringatmulah aku dapat menggapaicita-cita yang selama ini kuimpikan dan selama iniengkau harapkan untuk menjadi orang yang bergunabagi agama, keluarga, nusa dan bangsa . Tak lupa pulauntuk Suamiku Supriandi , serta Anakku Safwah danKakak Ku Putri, yang setia mencurahkan perhatiannya.
Rekan-rekan ku seperjuangan yang selalu memberikan artisebuah persahabatan, baik dalam suka maupun duka...
Akhirnya ...Aku sangat berterimakasih atas kebaikan, kasih sayang yangtulus dan sejuta kesan yang telah ku dapatkan, insya Allahsemuanya tiada pernah kata akhir....
viii
Ida Wati
ix
ABSTRAK
Ida Wati. Analisis pengaruh kurs dollar dan suku bunga terhadap inflasi diprovinsi Aceh. Dibawah bimbingan Arafah dan Saguh Eriyanto.
Penelitian ini merupakan suatu studi untuk mengemukakan pengaruh kursdollar amerika serikat terhadap inflasi di propinsi Aceh . Adapun tujuan penelitianini adalah untuk mengetahui pengaruh kurs dollar dan suku bunga terhadap inflasidi provinsi Aceh.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kurs dollar sedikit ikutmemberikan pengaruh terhadap inflasi di provinsi Aceh. Tetapi kurs dollar daritahun ketahun terus mengalami peningkatan dan inflasi di provinsi Aceh juga ikutmengalami peningkatan. pengaruh kurs dollar dan suku bunga terhadap inflasi diprovinsi Aceh dari tahun 2002 sampai 2011 juga mengalami peningkatan yangfluktuatif.
Variabel inflasi thitung sebesar -1,640 lebih kecil dari ttabel 1,812 artinyasecara partial variabel nilai kurs dollar Amerika Serikat tidak signifikan terhadapvariabel inflasi di Provinsi Aceh. koefesien determinasi (R2) sebesar 25,20% yangberarti bahwa variabel kurs Dollar Amerika Serikat ikut berpengaruh terhadapinflasi di provinsi Aceh. Sedangkan sisanya sebesar 74,8% dipengaruhi olehvariabel lain diluar model.
Kata Kunci : Kurs Dollar Amerika Serikat, Inflasi dan Suku Bunga.
iv
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : ANALISIS PENGARUH KURS DOLLAR DANSUKU BUNGA TERHADAP INFLASI DIPROVINSI ACEH
Nama Mahasiswa : Ida WatiNIM : 07C20101065Program Studi : IESP (Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan)
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Ketua
Arafah , SE . MS.i
Anggota
Saguh Eriyanto , S E
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ekonomi
Zulbaidi, MM
Ketua Program Studi Ilmu Ekonomidan Studi Pembangunan (IESP)
Yayuk EW, SE, M.Si
Tanggal Sidang : 19 Januari 2013
v
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
Skripsi dengan judul
ANALISIS PENGARUH KURS DOLLAR DAN SUKU BUNGATERHADAP INFLASI DI PROVINSI ACEH
Yang disusun oleh Nama : Ida WatiNim : 07C20101065Fakultas : EkonomiProgram Studi : IESP (Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan)Telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 19 Januari 2013 dandinyatakan memenuhi syarat untuk diterima.
SUSUNAN DEWAN PENGUJI 1. Abd. Jamal, SE, M.Si
(Ketua Penguji) .............................................
2. Arafah, SE. MS.i (Anggota Penguji I) .............................................
3. Drs. T. Razali Rasyid (Anggota Penguji II) .............................................
4. Syahril, SE. MS.i(Anggota Penguji III) .............................................
Alue Peunyareng, 19 Januari 2013Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi
dan Studi Pembangunan (IESP)
Yayuk EW, SE, M.Si
vi
RIWAYAT HIDUP
Nama : Ida Wati
Jenis Kelamin : Perempuan.
Tempat / Tanggal Lahir : Gampong Teungoh,04 Agustus 1987
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat Rumah : Gampong Teungoh
Kec.Suka Makmue
Kab. Nagan Raya
Alamat E-mail : _
Nama Orang Tua :
Ayah : Luttan
Ibu : Nur Afsah (alm)
Pendidikan Formal :
Sekolah Dasar ( 1995 – 2001 ) : SD Rameuan
SMP ( 2001 – 2004 ) : SMP Negri 3, Seunagan
SMA ( 2004 – 2007 ) : SMA Negri 1, Seunagan
Diterima di Universitas Teuku Umar Pada fakultas Ekonomi Tahun 2007
Pendidikan Non Formal :
- Pelatihan PPA
vii
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis telah dapat menyelesaikan skripsi
ini,dengan judul “Analisis Pengaruh Kurs Dollar Dan Suku Bunga terhadap Inflasi
Di Provinsi Aceh” yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Studi dan
meraih gelar sarjana pada fakultas ekonomi Universitas Teuku Umar.
Dalam penulisan skripsi ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin dengan
segala kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Namun penulis menyadari
bahwa hasil penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi isi maupun dari
segi penyajiannya, untuk itu penulis sangat mengharapkan masukan dan saran yang
membangun bagi kesempurnaan skripsi ini.
Selanjutnya pada kesempatan ini sudi kiranya penulis menyampaikan rasa hormat
yang dalam dan rasa terimakasih yang tulus sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membimbing, membantu, dan memotivasi serta iringan doa yang ikhlas dan penuh
kasih bagi penulis dalam menyusun skripsi ini, terutama pada :
1. Bapak Arafah, SE. M.Si selaku dosen pembimbing ketua dan Bapak Saguh
Eriyanto,SE selaku dosen pembimbing anggota yang telah bersedia dengan sabar dan
rela meluangkan waktunya untuk membantu penulis dari awal hingga akhir dalam
penyelesaian skripsi ini.
2. Ibu Yayuk EW.SE, M.Si sebagai Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan dan Staf pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Teuku Umar.
ix
3. Bapak Zulbaidi SP. MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Teuku Umar.
4. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Teuku Umar yang telah membantu
penulis selama proses perkuliahan.
5. Bapak Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh, dan Bapak Kepala Badan Pusat
Statistik Kabupaten Nagan Raya, dan seluruh staf dan karyawannya yang banyak
membantu dan memberikan data, masukan serta informasi kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
6. Ayahanda Luttan dan ibunda tercinta Nur Afsah (alm), yang selalu menyayangi,
membimbing dan mendoakan penulis dengan rasa cinta, dan juga kepada Suamiku,
Kakak Ku , serta anakku Safwah yang setia mencurahkan perhatiannya.
7. Thanks buat sahabatku, Sari, Nita, lin Dwi dan sobat-sobatku Jurusan IESP angkatan
2007.
Dan semua pihak yang telah banyak membantu tetapi tidak tersebutkan satu
persatu, terima kasih banyak atas segala amal yang ikhlas ini, semoga mendapat ganjaran
pahala yang setimpal dari ALLAH SWT, amin yarabbal’alamin.
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan semoga skripsi ini bermanfaat bagi
penulis dan bagi semua yang membacanya. Amin.
Alue Peunyareng, 10 Januari 2013
Ida Wati
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ............................................................................................... iHALAMAN JUDUL .................................................................................................. iiHALAMAN TUJUAN ............................................................................................... iiiABSTRAK .................................................................................................................. ivHALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... vRIWAYAT HIDUP ................................................................................................... viMOTTO / PERUNTUKAN ....................................................................................... viiKATA PENGANTAR ............................................................................................... viiiDAFTAR ISI .............................................................................................................. xDAFTAR TABEL........................................................................................................ xiDAFTAR GAMBAR.................................................................................................... xiiDAFTARLAMPIRAN................................................................................................
xiii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 11.1 Latar Belakang Masalah .................................................................... 11.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 51.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 61.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 6
1.4.1 Manfaat teoritis ........................................................................... 61.4.2 Manfaat Praktis ........................................................................... 6
1.5 Sistematika Penulisan .......................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 82.1 Nilai Tukar (Kurs) ............................................................................... 8
2.1.1 Pengertian Nilai Tukar Rupiah.................................................... 82.1.2 Penentuan Nilai Tukar ................................................................ 102.1.3 Sistem Kurs Mata uang................................................................ 112.1.4 Sejarah Perkembangan Kebijakan Nilai Tukar Di Indonesia...... 13
2.2 inflasi..................................................................................................... 142.2.1 Pengertian Inflasi......................................................................... 142.2.2 jenis-jenis Inflasi ......................................................................... 162.2.3 Pengukuran Laju Inflasi............................................................... 212.2.4 penyebab Inflasi dan penggolongan Inflasi................................. 22
2.3 Dampak positif dan dampak negatif Inflasi.......................................... 232.4 Suku Bunga........................................................................................... 272.5 Hipotesis............................................................................................... 29
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................... 303.1 Metode Penelitian ................................................................................ 30
...............................................................................................................3.2 Ruang Lingkup Penelitian..................................................................... 303.3 Data Penelitian ..................................................................................... 30
3.3.1 Jenis dan Sumber Data ............................................................. 30
ix
3.3.2 Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 303.4 Model Analisis Data ............................................................................ 313.5 Definisi Operasional Variabel ............................................................. 323.6 Pengujian Hipotesis..............................................................................
...............................................................................................................33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................................... 344.1 laju Inflasi Provinsi Aceh.........................................................................
............344.2 Perkembangan Kurs Dollar Amerika ...................................................... 354.3 Statistik Deskriptif variabel Penelitian ................................................... 374.4 Pembahasan ............................................................................................. 41
BAB V SIMPULAN DAN SARAN.......................................................................... 435.1 Simpulan.................................................................................................. 435.2 Saran ........................................................................................................ 43
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 44LAMPIRAN ................................................................................................................ 46
x
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Perkembangan Laju Inflasi Provinsi Aceh Tahun 2002-2011 .............................. 34
2 Perkembangan Kurs Dollar Provinsi Aceh Tahun 2002-2011.............................. 36
3 Pertumbuhan Suku Bunga Deposito (Jangka Waktu 3 Bulan) Pada Bank IndonesiaProvinsi Aceh Tahun 2006-2010........................................................................... 37
4 Descriptive statistics.............................................................................................. 38
5 Korelasi Inflasi Dan kurs Dollar A.S...................................................................... 39
6 Model Ringkasan Inflasi Dan Kurs Dollar A.S..................................................... 40
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Inflasi Tarikan Permintaan..................................................................................... 17
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Perhitungan Pertumbuhan Inflasi........................................................................... 47
2 Perhitungan Pertumbuhan Perkembangan Kurs Dollar Amerika Serikat.............. 48
3 Hasil Regresi.......................................................................................................... 50
4 Tabel Uji t ............................................................................................................. 53
4 Izin Penelitian Skripsi............................................................................................ 54
5 Surat Keterangan Penelitian................................................................................... 55
xiii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di era globalisasi ini, hampir semua negara menaruh perhatian besar
terhadap pasar modal karena memiliki peranan strategis bagi penguatan ketahanan
ekonomi suatu negara. Terjadinya pelarian modal ke luar negeri (capital flight)
bukan hanya merupakan dampak merosotnya nilai rupiah atau tingginya inflasi di
suatu negara, tetapi karena tidak tersedianya alternatif investasi yang
menguntungkan di negara tersebut. Keadaan ini terjadi sebagai konsekuensi dari
terbukanya pasar saham terhadap investor asing.
Krisis ekonomi yang dimulai tahun 1998 merupakan awal runtuhnya pilar-
pilar perekonomian nasional Indonesia. Ini ditandai dengan turunnya kepercayaan
masyarakat terhadap perbankan Indonesia dalam bentuk penarikan dana besar-
besaran (rush) oleh deposan untuk kemudian disimpan di luar negeri (capital
flight). Dampak lain dari menurunnya kepercayaan masyarakat berimbas sampai
ke pasar modal. Harga-harga saham menurun secara tajam sehingga menimbulkan
kerugian yang cukup signifikan bagi investor. Inflasi merupakan masalah
ekonomi di seluruh Negara. Menurut pengalaman di berbagai negara yang
mengalami inflasi adalah terlalu banyaknya jumlah uang yang beredar, kenaikan
upah, krisis energi, defisit anggaran, dan masih banyak penyebab dari terjadinya
inflasi. Salah satu penyakit dalam suatu perekonomian yang dialami oleh negara
berkembang adalah upaya menjaga kestabilan makro ekonomi secara luas,
khususnya dalam menjaga inflasi. Seperti penyakit, inflasi timbul karena berbagai
alasan. Sebagian inflasi timbul dari sisi permintaan, sebagian lagi dari sisi
penawaran. Secara teoritis, pengertian inflasi merujuk pada perubahan tingkat
harga (barang dan jasa) umum yang terjadi secara terus menerus akibat adanya
kenaikan permintaan agregat atau penurunan penawaran agregat. Untuk itu inflasi
harus dapat segera diatasi, karena inflasi yang buruk akan mengurangi investasi
diikuti dengan berkurangnya kegiatan ekonomi, dan menambah pengangguran,
sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi, (Sudjono 2002, h.17).
Inflasi triwulan I (Maret) 2008 di Aceh menurun. Hal ini terlihat dari
turunnya inflasi Provinsi Aceh yang dihitung berdasarkan bobot kota dari
Banda Aceh dan Lhokseumawe. Inflasi Provinsi Aceh turun dari 9,44% di
triwulan IV (Desember)2007 menjadi 9,16% pada triwulan I-2008. Penurunan
ini dipicu oleh penurunan laju inflasi di Banda Aceh, meskipun inflasi
Lhokseumawe tetap meningkat mengingat bobot kota Banda Aceh lebih
besar dibandingkan bobot kota Lhokseumawe dalam perhitungan inflasi
nasional. Laju inflasi Banda Aceh turun dari 11% menjadi 9,81%,
sedangkan laju inflasi Lhokseumawe naik dari 4,18% menjadi 6,91%. Inflasi
di Aceh mulai mendekati inflasi nasional yang sejak awal tahun terus naik
sampai Maret yang tercatat sebesar 8,17%. Tingginya level inflasi
Provinsi Aceh menyebabkan dampak kenaikan harga dunia (minyak
bumi dan pangan) yang mendorong peningkatan inflasi nasional tersebut
belum terlihat. Sedangkan untuk kota lain seperti kota Medan dampak
kenaikan harga dunia tersebut sudah terlihat dengan naiknya inflasinya
dari 6,42% pada tahun 2007 menjadi 7,02% di akhir triwulan I-2008.
Inflasi masih terjadi antara Kota Banda Aceh dan Lhokseumawe.
Perbedaan inflasi tersebut bukan disebabkan oleh perbedaan biaya
2
transportasi, karena perbedaan biaya tersebut hanya akan berimbas pada
perbedaan IHK (Indeks Harga Konsumen) yang menunjukkan tingkat harga
di Banda Aceh lebih tinggi dibanding Lhokseumawe. Dari sisi supply, antara
kota Banda Aceh dan Lhokseumawe tidak ada perbedaan yang signifikan
karena pasokan barang sama-sama berasal dari Medan dan pendistribusian
barang antara Medan-Banda Aceh tidak ada hambatan berarti. Namun dari
sisi demand, diperkirakan tingkat permintaan yang tinggi di Kota Banda
Aceh sebagai pusat pemerintahan dan kegiatan rekonstruksi telah memicu
untuk meningkatkan harga. Apalagi kondisi pasar yang belum sempurna
(imperfect market), sehingga persaingan harga tidak terjadi. Hal inilah yang
mendorong ekspektasi pelaku usaha untuk mengambil margin lebih tinggi di
Banda Aceh. Inflasi Banda Aceh baik tahunan maupun triwulanan pada
triwulan I- 2008 paling besar disumbang oleh kenaikan harga pada
kelompok bahan makanan, tidak berubah dari tahun dan triwulan sebelumnya.
Bila dibandingkan dengan inflasi nasional dan kota sekitarnya
(dalam hal ini Medan), inflasi kota-kota di Aceh yaitu Banda Aceh dan
Lhokseumawe masih lebih tinggi. Kenaikan harga BBM oleh pemerintah
berdampak lebih besar di Aceh. Faktor-faktor seperti ekspektasi, pasar yang
tidak sempurna (imperfect market) akibat kurang responsifnya sisi supply dan
tingkat permintaan yang tinggi diperkirakan menjadi faktor pengganda inflasi
di Aceh. Faktor-faktor seperti ekspektasi, pasar yang tidak sempurna
(imperfect market) akibat kurang responsifnya sisi supply dan tingkat
permintaan yang tinggi diperkirakan menjadi faktor pengganda inflasi di Aceh.
Tingkat inflasi dan deflasi yang terjadi baik di Banda Aceh maupun
Lhokseumawe terutama terjadi akibat fluktuasi harga pada kelompok bahan
3
makanan tepatnya pada sub kelompok ikan segar, sub kelompok lemak dan
minyak serta sub kelompok buah-buahan. Kendala fasilitas pendingin akibat
kurangnya pasokan listrik dalam pembuatan es batu untuk menyimpan hasil
tangkapan ikan membuat harga ikan menjadi fluktuatif. Sedangkan naik turunnya
harga sub kelompok yang lain lebih disebabkan karena mayoritas pasokan
diperoleh dari Medan.
Meski cenderung melambat, tingkat inflasi di kota Banda Aceh cukup
fluktuatif dalam rentang yang tipis. Dominasi kelompok bahan makanan dalam
mempengaruhi inflasi dan deflasi di kota Banda Aceh sangat besar. jika ditelaah
lebih dalam, naik turunnya harga pada sub kelompok ikan segar, sub kelompok
lemak dan minyak dan sub kelompok buah-buahan hampir selalu memberi
sumbangan terbesar pada tingkat inflasi dan deflasi. Komoditas yang sering
memberi andil adalah udang basah, tongkol, minyak goreng, cumi-cumi, daging
ayam, bandeng, cabe merah, beras, daging sapi, dan buah pir. Sumber: (
Http://BPS.go.id Diakses 20 Februari 2011.)
Setelah inflasi Aceh secara khusus dan inflasi nasional pada umumnya
meningkat cukup tajam di akhir tahun dan di bulan Januari 2011 lalu, laju inflasi
bulanan tercatat mulai mangalami penurunan di bulan Febuari 2011 sehingga
inflasi tahunan Aceh pada triwulan 1 – 2011 (bulan Maret 2011) tertahan di 6.12.
sedikit meningkat bila dibandingkan dengan inflasi triwulan sebelumnya yang
sebesar 5,85 %, atau meningkat tajam bila dibandingkan triwulan yang sama
tahun lalu yang hanya sebesar 4,00%. Inflasi yang rendah dan stabil sejak
pertengahan tahun 2009 hingga triwulan III-2010 terjadi karena berakhirnya tugas
BRR dalam melakukan demand ke tingkat normal sehingga tercapai titik
keseimbangan antara pasokan dan permintaan sehingga harga bergeser ke tingkat
4
yang lebih rendah. Berkebalikan dengan hal tersebut, inflasi Aceh di akhir tahun
2010 justru disebabkan oleh supply shock pada beberapa komoditas strategis
seperti beras. Goncangan pasokan ini hanya terjadi di Aceh tapi di hampir seluruh
daerah di Indonesia.meski secara tahunan, inflasi kelompok bahan makanan masih
cukup tinggi, namun tampak kecenderungan yang menurun.
Kelompok sandang dan kelompok kesehatan adalah kelompok yang
memberi andil. Tekanan inflasi kelompok inti terutama berasal dari kelompok
sandang dan kesehatan. Inflasi tinggi pada kelompok kesehatan disebabkan oleh
inflasi pada sub kelompok jasa kesehatan. Kenaikan biaya kesehatan secara
signifikan sebenarnya sudah terjadi sejak awal tahun 2011, yang berkaitan dengan
kenaikan harga jasa kesehatan secara tahunan dan kecendrungan tetap hingga akhir
tahun nanti.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, penulis ingin
meninjau kembali tentang pengaruh nilai tukar rupiah terhadap inflasi, penulis
tertarik untuk menulis dalam penelitian ini dengan judul “ANALISIS PENGARUH
KURS DOLLAR DAN SUKU BUNGA TERHADAP INFLASI DI PROVINSI
ACEH”. Penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1.Bagaimana pengaruh kurs Dollar dan suku bunga terhadap inflasi di Provinsi
Aceh.
2.Bagaimana tingkat inflasi dan kurs Dolllar dan suku bunga di Provinsi Aceh.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah yang dikemukakan
5
diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui apakah kurs Dollar Amerika Serikat berpengaruh terhadap inflasi dan
untuk mengetahui tingkat inflasi dan kurs Dolllar dan suku bunga di Provinsi
Aceh.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat teoritis
1. Penulis
Sebagai wacana dalam mengembangkan teori-teori yang pernah di
peroleh selama perkuliahan.
2. Lingkungan Akademik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan referensi
bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang melakukan penelitian dengan
masalah yang sama.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Pemerintah Aceh atau pihak lain
Hasil penelitian dan analisa yang dapat, diharapkan dapat digunakan
sebagai bahan masukan untuk perkembangan kurs Dollar dan suku
bunga terhadap inflasi di provinsi Aceh.
1.5 Sistematika Penulisan
Dalam mempermudah penyusunan penelitian ini maka sistematika yang
6
dipergunakan terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu :
Bagian pertama pendahuluan, pada bagian ini penulis mengemukakan pokok
bahasan mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah,tujuan dan
manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
Bagian kedua menguraikan tentang nilai tukar (kurs), pengertian nilai tukar
rupiah, penentuan nilai tukar, sistem kurs mata uang, sejarah perkembangan
kebijakan nilai tukar di Indonesia, inflasi, pengertian inflasi, indeks inflasi, dan
hipotesis.
Bagian ketiga menguraikan tentang populasi dan sampel, data penelitian,
jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, model analisis data dan definisi
operasional variabel dan pengujian hipotesis.
Bagian keempat menguraikan tentang hasil dan pembahasan meliputi
statistik deskriptif variabel penelitian, hasil pengujian hipotesis dan pembahasan
hasil penelitian.
Bagian kelima menguraikan tentang kesimpulan dan saran-saran.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nilai Tukar (Kurs)
2.1.1. Pengertian Nilai Tukar Rupiah
Nilai tukar rupiah adalah harga rupiah terhadap mata uang negara lain.
Jadi, nilai tukar rupiah merupakan nilai dari satu mata rupiah yang ditranslasikan
ke dalam mata uang negara lain. Misalnya nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS,
nilai tukar rupiah terhadap Yen, dan lain sebagainya. Kurs inilah sebagai salah
satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasar saham maupun pasar uang
karena investor cenderung akan berhati-hati untuk melakukan investasi.
Menurunnya kurs Rupiah terhadap mata uang asing khususnya Dolar AS memiliki
pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal (Sitinjak& Kurniasari 2003,
h.2).
Fluktuasi nilai rupiah terhadap mata uang asing yang stabil akan sangat
mempengaruhi iklim investasi di dalam negeri, khususnya pasar modal.
Terjadinya apresiasi kurs rupiah terhadap dolar misalnya, akan memberikan
dampak terhadap perkembangan pemasaran produk Indonesia di luar negeri,
terutama dalam hal persaingan harga. Apabila hal ini terjadi, secara tidak langsung
akan memberikan pengaruh terhadap neraca perdagangan, karena menurunnya
nilai ekspor dibandingkan dengan nilai impor. Seterusnya, akan berpengaruh pula
kepada neraca pembayaran Indonesia. Memburuknya neraca pembayaran tentu
akan berpengaruh terhadap cadangan devisa. Berkurangnya cadangan devisa akan
mengurangi kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia, yang
selanjutnya menimbulkan dampak negatif terhadap perdagangan saham di pasar
modal sehingga terjadi capital outflow.
a. Selanjutnya bila terjadi penurunan kurs yang berlebihan, akan berdampak
pada perusahaan-perusahaan go public yang menggantungkan faktor produksi
terhadap barang-barang impor. Besarnya belanja impor dari perusahaan
seperti ini bisa mempertinggi biaya produksi, serta menurunnya laba
perusahaan. Selanjutnya dapat di prediksi, harga saham perusahaan itu akan
turun. Kurs valuta asing atau kurs mata uang asing menunjukkan harga atau
nilai mata uang sesuatu negara yang dinyatakan dalam nilai mata uang negara
lain. Kurs valuta asing dapat juga didefinisikan sebagai jumlah uang domestik
yang di butuhkan, yaitu banyaknya rupiah yang di butuhkan, untuk
memperoleh satu unit mata uang asing. Kurs yang menunjukkan bahwa
US$1.00 sama dengan Rp. 8.400 berarti untuk memperoleh satu dolar
Amerika Serikat di butuhkan Rp. 8.400 Indonesia. Kurs valuta di antara dua
negara kerapkali berbeda di antara satu masa dengan masa yang lainnya. Pada
dasarnya terdapat dua cara di dalam menentukan kurs valuta asing:
a. Berdasarkan permintaan dan penawaran mata uang asing dalam pasar bebas.
b. Ditentukan oleh pemerintah.
9
Kurs adalah sesuatu yang dianggap penting karena :
1. Dengan adanya kurs maka perdagangan internasional (ekspor-impor)
dilakukan.
2. Dengan adanya kurs maka pembayaran transaksi komersial dan finansial
negara dapat terlaksana.
3. Dengan adanya kurs maka kerja sama lalu lintas pembayaran (LLP) antar
bangsa devisa di dunia dapat terlaksana.
4. Dengan adanya kurs maka transaksi jual beli valuta asing (valas) dapat
dilakukan.
5. Dengan adanya kurs maka uang kartal berfungsi juga sebagai barang komoditi
yang dapat diperjual belikan.
2.1.2. Penentuan Nilai Tukar
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar Boediono,
( 2001, h. 45) yaitu:
1. Faktor Fundamental
Faktor fundamental berkaitan dengan indikator-indikator ekonomi seperti
inflasi, suku bunga, perbedaan relatif pendapatan antar-negara, ekspektasi pasar
dan intervensi Bank Sentral.
2. Faktor Teknis
Faktor teknis berkaitan dengan kondisi penawaran dan permintaan devisa
pada saat-saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan, sementara penawaran
tetap, maka harga valas akan naik dan sebaliknya.
10
3. Sentimen Pasar
Sentimen pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau berita-berita
politik yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valas naik atau turun
secara tajam dalam jangka pendek. Apabila rumor atau berita-berita sudah berlalu,
maka nilai tukar akan kembali normal.
Pemerintah dapat campur tangan dalam menentukan kurs valuta asing.
Tujuannya adalah untuk memastikan kurs yang wujud tidak akan menimbulkan
efek yang buruk ke atas perekonomian. Kurs pertukaran yang ditetapkan
pemerintah adalah berbeda dengan kurs yang ditentukan oleh pasar bebas. Sejauh
mana perbedaan tersebut, dan apakah ia lebih tinggi atau rendah dari yang
ditetapkan oleh pasar bebas, adalah bergantung kepada kebijakan dan keputusan
pemerintah mengenai kurs yang paling sesuai untuk tujuan-tujuan pemerintah
dalam menstabilkan dan mengembangkan perekonomian.
2.1.3. Sistem Kurs Mata Uang
Menurut Kuncoro (2001, h.26), ada beberapa sistem kurs mata uang yang
berlaku di perekonomian internasional, yaitu:
1. Sistem kurs mengambang (floating exchange rate), sistem kurs ini ditentukan
oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa upaya stabilisasi oleh otoritas
moneter. Di dalam sistem kurs mengambang dikenal dua macam kurs
mengambang, yaitu; (a) Mengambang bebas (murni) dimana kurs mata uang
ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar tanpa ada campur tangan
pemerintah. Sistem ini sering disebut clean floating exchange rate, di dalam
sistem ini cadangan devisa tidak diperlukan karena otoritas moneter tidak
11
berupaya untuk menetapkan atau memanipulasi kurs, (b) Mengambang
terkendali (managed or dirty floating exchange rate) dimana otoritas moneter
berperan aktif dalam menstabilkan kurs pada tingkat tertentu. Oleh karena itu,
cadangan devisa biasanya dibutuhkan karena otoritas moneter perlu membeli
atau menjual valas untuk mempengaruhi pergerakan kurs.
2. Sistem kurs tertambat (peged exchange rate). Dalam sistem ini, suatu negara
mengkaitkan nilai mata uangnya dengan suatu mata uang negara lain atau
sekelompok mata uang, yang biasanya merupakan mata uang negara partner
dagang yang utama. ini berarti nilai mata uang tersebut bergerak mengikuti
mata uang yang menjadi tambatannya. Jadi sebenarnya mata uang yang
ditambatkan tidak mengalami fluktuasi tetapi hanya berfluktuasi terhadap
mata uang lain mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya.
3. Sistem kurs tertambat merangkak (crawling pegs). Dalam sistem ini, suatu
negara melakukan sedikit perubahan dalam nilai mata uangnya secara periodik
dengan tujuan untuk bergerak menuju nilai tertentu pada rentang waktu
tertentu. Keuntungan utama sistem ini adalah suatu negara dapat mengatur
penyesuaian kursnya dalam periode yang lebih lama dibanding sistem kurs
tertambat. Oleh karena itu, sistem ini dapat menghindari kejutan-kejutan
terhadap perekonomian akibat revaluasi atau devaluasi yang tiba-tiba dan
tajam.
4. Sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies). Banyak negara terutama
negara sedang berkembang menetapkan nilai mata uangnya berdasarkan
sekeranjang mata uang. Keuntungan dari sistem ini adalah menawarkan
stabilitas mata uang suatu negara karena pergerakan mata uang disebar dalam
12
sekeranjang mata uang. Seleksi mata uang yang dimasukkan dalam
“keranjang“ umumnya ditentukan oleh peranannya dalam membiayai
perdagangan negara tertentu. Mata uang yang berlainan diberi bobot yang
berbeda tergantung peran relatifnya terhadap negara tersebut. Jadi sekeranjang
mata uang bagi suatu negara dapat terdiri dari beberapa mata uang yang
berbeda dengan bobot yang berbeda.
5. Sistem kurs tetap (fixed exchange rate). Dalam sistem ini, suatu negara
mengumumkan suatu kurs tertentu atas nama uangnya dan menjaga kurs ini
dengan menyetujui untuk menjual atau membeli valas dalam jumlah tidak
terbatas pada kurs tersebut. Kurs biasanya tetap atau diperbolehkan
berfluktuasi dalam batas yang sangat sempit.
2.1.4. Sejarah Perkembangan Kebijakan Nilai Tukar di Indonesia
Sejak tahun 1970, negara Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai
tukar, yaitu:
1. Sistem kurs tetap (1970- 1978)
Sesuai dengan Undang-Undang No.32 Tahun 1964, Indonesia menganut
sistem nilai tukar tetap kurs resmi Rp. 250/US$, sementara kurs uang lainnya
dihitung berdasarkan nilai tukar rupiah terhadap US$. Untuk menjaga kestabilan
nilai tukar pada tingkat yang ditetapkan, Bank Indonesia melakukan intervensi
aktif di pasar valuta asing.
2. Sistem mengambang terkendali (1978-Juli 1997)
Pada masa ini, nilai tukar rupiah didasarkan pada sistem sekeranjang mata
uang Sistem kurs tetap (fixed exchange rate). Dalam sistem ini, suatu negara
13
mengumumkan suatu kurs tertentu atas nama uangnya dan menjaga kurs ini
dengan menyetujui untuk menjual atau membeli valas dalam jumlah tidak terbatas
pada kurs tersebut (basket of currencies). Kebijakan ini diterapkan bersama
dengan dilakukannya devaluasi rupiah pada tahun 1978. Dengan sistem ini,
pemerintah menetapkan kurs indikasi (pembatas) dan membiarkan kurs bergerak
di pasar dengan spread tertentu. Pemerintah hanya melakukan intervensi bila kurs
bergejolak melebihi batas atas atau bawah dari spread.
3. Sistem kurs mengambang (14 Agustus 1997-sekarang)
Sejak pertengahan Juli 1997, nilai tukar rupiah terhadap US$ semakin
melemah. Sehubungan dengan hal tersebut dan dalam rangka mengamankan
cadangan devisa yang terus berkurang maka pemerintah memutuskan untuk
menghapus rentang intervensi (sistem nilai tukar mengambang terkendali) dan
mulai menganut sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating
exchangerate) pada tanggal 14 Agustus 1997. Penghapusan rentang intervensi ini
juga dimaksudkan untuk mengurangi kegiatan intervensi pemerintah terhadap
rupiah dan memantapkan pelaksanaan kebijakan moneter dalam negeri.
2.2 Inflasi
2.2.1 Pengertian Inflasi
Inflasi merupakan masalah ekonomi di seluruh Negara. Menurut
pengalaman di berbagai Negara yang mengalami inflasi adalah terlalu banyaknya
jumlah uang yang beredar, kenaikan upah, krisis energi, defisit anggaran, dan
masih banyak penyebab dari terjadinya inflasi. Sedangkan laju inflasi adalah
kenaikan atau penurunan inflasi dari periode ke periode dan dari tahun ke tahun
14
yang terus berjalan sesuai urutan wakut yang bersifat objektif atau fakta. Salah
satu penyakit dalam suatu perekonomian yang dialami oleh negara berkembang
adalah upaya menjaga kestabilan makro ekonomi secara luas, khususnya dalam
menjaga inflasi. Seperti penyakit, inflasi timbul karena berbagai alasan. Sebagian
inflasi timbul dari sisi permintaan, sebagian lagi dari sisi penawaran.
Secara teoritis, pengertian inflasi merujuk pada perubahan tingkat harga
(barang dan jasa) umum yang terjadi secara terus menerus akibat adanya kenaikan
permintaan agregat atau penurunan penawaran agregat. Untuk itu inflasi harus
dapat segera diatasi, karena inflasi yang buruk akan mengurangi investasi diikuti
dengan berkurangnya kegiatan ekonomi, dan menambah pengangguran, sehingga
memperlambat pertumbuhan ekonomi (Sudjono 2002, h.17).
Sedangkan menurut Manurung (2004, h. 155) mendefinisikan inflasi adalah
kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus menerus. Dari
definisi ini, ada tiga komponen yang harus di penuhi agar dapat dikatakan telah
terjadi inflasi.
1. Kenaikan harga
Harga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih tinggi dari pada harga
sebelumnya.
2. Bersifat umum
Kenaikan harga suatu komoditas belum dapat dikatakan inflasi jika kenaikan
tersebut tidak menyebabkan harga-harga secara umum naik.
15
3. Berlangsung terus-menerus
Kenaikan harga yang bersifat umum juga belum memunculkan inflasi, jika
terjadinya hanya sesaat. Karena itu perhitungan inflasi dilakukan dalam rentang
waktu minimal bulanan. Sebab dalam sebulan akan terlihat apakah kenaikan harga
bersifat umum dan terus-menerus. Rentang waktu yang lebih panjang adalah
triwulan dan terus-menerus.
2.2.2 Jenis-jenis Inflasi
Menurut sukirno (2006, h. 333) inflasi dapat digolongkan menjadi beberapa jenis
yaitu :
a) Berdasarkan kepada sumber atau penyebab kenaikan harga-harga berlaku,
inflasi biasanya dibedakan kepada tiga bentuk berikut :
1. Inflasi tarikan permintaan
Inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian berkembang dengan
pesat. Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan tingkat pendapatan yang tinggi
dan selanjutnya menimbulkan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi
mengeluarkan barang dan jasa. Pengeluaran yang berlebihan ini akan
menimbulkan inflasi . gambar I dapat digunakan untuk menerangkan wujudnya
inflasi tarikan permintaan. Kurva AS adalah penawaran agregat dalam ekonomi,
sedangkan AD1, AD2, dan AD3adalah permintaan agregat. Misalkan pada mulanya
permintaan agregat adalah AD1 maka pendapatan nasional adalah Y1 dan tingkat
harga adalah P1. perekonomian yang berkembang pesat mendorong kepada
kenaikan permintaan agregat, yaitu AD2. Akibatnya pendapatan nasional
mencapai tingkat kesempatan kerja penuh, yaitu YF dan tingkat harga naik dari P1
ke PF. Ini berarti inflasi telah terwujud. Apabila masyarakat masih tetap
16
menambah pengeluarannya maka permintaan agregat menjadi AD3. Untuk
memenuhi permintaan yang semakin bertambah tersebut, perusahaan-perusahaan
akan menambah produksinya dan menyebabkan pendapatan nasional riil
meningkat dari YF menjadi Y2. kenaikan produksi nasional melebihi kesempatan
kerja penuh akan menyebabkan kenaikan harga yang lebih cepat, yaitu dari PF ke
P2.
Disamping dalam masa perekonomian berkembang pesat, inflasi tarikan
permintaan juga dapat berlaku pada masa perang atau ketidak stabilan politik yang
terus-menerus. Dalam masa seperti ini pemerintah berbelanja jauh melebihi pajak
yang dipungutnya. Untuk membiayai kelebihan pengeluaran tersebut pemerintah
terpaksa mencetak uang atau meminjam dari bank sentral. Pengeluaran
pemerintah yang berlebihan tersebut menyebabkan permintaan agregat akan
melebihi kemampuan ekonomi tersebut menyediakan barang dan jasa. Maka
keadaan ini akan mewujudkan inflasi.
Gambar I
Inflasi Tarikan Permintaan
Sumber : Makro Ekonomi Teori Pengantar (2006)
Y1 YF Y2
AD1
AD2
AD3
Pendapatan Nasional Rill
P2
PFP1
Tingkat HargaAS
0
17
2. Inflasi Desakan Biaya
Inflasi ini terutama berlaku dalam masa perekonomian dengan pesat ketika tingkat
pengangguran adalah sangat rendah. Apabila perusahaan-perusahaan permintaan
yang bertambah, mereka akan berusaha menaikkan produksi dengan cara
memberikan gaji dan upah yang lebih tinggi kepada pekerjaannya dan mencari
pekerja baru dengan tawaran pembayaran yang lebih tinggi ini. Langkah ini
mengakibatkan biaya produksi meningkat, yang akhirnya akan menyebabkan
kenaikan harga-harga berbagai barang.
Infalsi desakan biaya dapat diterangkan dengan menggunakan kurva AS1, AS2,
dan AS3 adalah kurva penawaran agregat, sedangkan kurva AD adalah
permintaan agregat. Andaikan pada mulanya kurva penawaran agregat adalah
AS1. Dengan demikian pada mulanya keseimbangan ekonomi Negara tercapai
pada pendapatan nasional Y1, yaitu pendapatan nasional pada kesempatan kerja
penuh dan tingkat harga adalah pada P1. Pada tingkat kesempatan kerja yang
tinggi perusahaan-perusahaan sangat memerlukan tenaga kerja. Keadaan ini
cenderung akan menyebabkan kenaikan upah dan gaji karena:
a. Perusahaan-perusahaan akan berusaha mencegah perpindahan tenaga kerja
dengan menaikkan upah dan gaji.
b. Usaha untuk memperoleh pekerjaan tambahan hanya akan berhasil apabila
perusahaan-perusahaan menawarkan upah dan gaji yang lebih tinggi.
Kenaikan upah akan menaikkan biaya dan kenaikan biaya akan
memindahkan fungsi penawaran agregat keatas, yaitu dari AS1 menjadi AS2.
18
Sebagai akibatnya tingkat harga naik dari P1 menjadi P2.harga barang yang tinggi
ini mendorong para pekerja menuntut kenaikan upah lagi, maka biaya produksi
akan semakin tinggi. Pada akhirnya ini akan menyebabkan kurva penawaran
agregat bergeser dari AS2 menjadi AS3. Perpindahan ini menaikkan harga dari P1
ke P2. Dalam proses kenaikan harga yang disebabkan oleh kenaikan upah dan
kenaikan penawaran agregat ini pendapatan nasional riil terus mengalami
penurunan, yaitu dari YF(Y1) menjadi Y2 dan Y3. Bearti akibat dari kenaikan upah
kegiatan tersebut ekonomi akan menurun dibawah tingkat kesempatan kerja
penuh.
3. Inflasi Diimpor
Inflasi dapat juga bersumber dari kenaikan harga-harga barang yang
diimpor, inflasi ini akan terwujud apabila barang-barang impor yang mengalami
kenaikan harga mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan pengeluaran
perusahaan-perusahaan. Satu contoh yang nyata dalam hal ini adalah efek karena
harga minyak pada tahun 1970an terhadap perekonomian negara-negara barat dan
negara-negara pengimpor minyak lainnya.maka kenaikan harga minyak tersebut
menaikkan biaya produksi dan kenaikan biaya produksi mengakibatkan kenaikan
harga-harga.
Berdasarkan kepada tingkat kenaikan harga-harga yang berlaku, inflasi
dapat dibedakan kepada tiga golongan : inflasi merayap, inlasi sederhana
(moderate) dan hiperinflasi. Inflasi merayap adalah proses kenaikan harga-harga
yang lambat jalannya. Yang digolongkan kepada inflasi ini adalah kenaikan
harga-harga yang tingkatnya tidak melebihi dua atau tiga persen setahun.
19
Malaysia dan Singapura adalah dua dari negara-negara yang tingkat inflasinya
dapat digolongkan sebagai inflasi merayap.
Hiperinflasi adalah proses kenaikan harga-harga yang sangat cepat, yang
menyebabkan tingkat harga menjadi dua atau beberapa kali lipat dalam masa yang
singkat. Diindonesia, sebagai contoh, pada tahun 1965 tingkat inflasi adalah 500
persen dan pada tahun 1966 ia telah mencapai 650 persen. Ini berarti tingkat
harga-harga naik 5 kali lipat pada tahun 1965 dan 6,5 kali lipat dalam tahun 1966.
Dinegara berkembang adakalanya tingkat inflasi tidak mudah dikendalikan.
Negara-negara tersebut tidak menghadapi masalah hiperinflasi, akan tetapi juga
tidak mampu menurunkan inflasi pada tingkat yang sangat rendah. Secara rata-
rata di sebagian negara tingkat inflasi mencapai di antara 5 hingga 10 persen.
Inflasi dengan tingkat yang seperti itu digolongkan sebagai inflasi sederhana atau
moderate inflation.
Segolongan ahli ekonomi berpendapat bahwa inflasi merayap adalah
diperlukan untuk menggalakkan perkembangan ekonomi. Menurut mereka harga
barang pada umumnya naik dengan tingkat yang lebih tinggi dari kenaikan upah.
Maka dalam inflasi merayap upah tidak akan berubah atau naik dengan tingkat
yang lebih rendah dari inflasi. Sebagai akibatnya kenaikan harga-harga yang
berlaku terutama mengakibatkan pertambahan dalam keuntungan perusahaan-
perusahaan. Untung yang lebih besar akan menggalakkan pertambahan investasi.
Segolongan ahli ekonomi lain tidak sependapat dengan pandangan di atas.
Kebijakan untuk membiarkan berlakunya inflasi merayap untuk menggalakkan
20
pertumbuhan ekonomi hanya sesuai apabila dalam jangka panjang inflasi merayap
terus dapat dikendalikan. Golongan ahli ekonomi yang menentang kebijakan
menggalakkan inflasi merayap berpendapat bahwa inflasi merayap yang tidak
terkendali pada akhirnya akan menjadi hiperinflasi. Di dalam inflasi seperti ini
para pengusaha tidak tergalak lagi untuk berusaha dalam kegiatan yang produktif
karena ia tidak akan memberikan keuntungan yang memuaskan. Yang akan
berkembang adalah kegiatan yang bersifat spekulasi seperti menyimpan barang
dan membeli harta tetap seperti tanah, rumah, dan bangunan perkantoran.
2.2.3 Pengukuran laju Inflasi
Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah
Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu
menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi
masyarakat. Sejak Juli 2008, paket barang dan jasa dalam keranjang IHK telah
dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) Tahun 2007 yang dilaksanakan
oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kemudian, BPS akan memonitor perkembangan
harga dari barang dan jasa tersebut secara bulanan di beberapa kota, di pasar
tradisional dan modern terhadap beberapa jenis barang/jasa di setiap kota.
Indikator inflasi lainnya berdasarkan international best practice antara
lain:
1. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Harga Perdagangan Besar dari
suatu komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang
besar pertama dengan pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah
besar pada pasar pertama atas suatu komoditas.
21
2. Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level
harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu
ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas
dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan. (Sumber :
http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/Inflasi/Pengenalan+Inflasi/ 15)
2.2.4 Penyebab Inflasi Dan Penggolongan Inflasi
Penyebab inflasi dapat dibagi menjadi :
1. Demand Side Inflation, yaitu disebabkan oleh kenaikan permintaan
agregat yang melebihi kenaikan penawaran agregat
2. Supply Side Inflation, yaitu disebabkan oleh kenaikan penawaran agregat
yang melebihi permintaan agregat
3. Demand Supply Inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh kombinasi
antara kenaikan permintaan agregat yang kemudian diikuti oleh kenaikan
penawaran agregat,sehingga harga menjadi meningkat lebih tinggi.
4. Supressed Inflation atau Inflasi yang ditutup-tutupi, yaitu inflasi yang pada
suatu waktu akan timbul dan menunjukkan dirinya karena harga-harga resmi
semakin tidak relevan dalam kenyataan ( Sumber : Todaro 2000, h.144)
Penggolongan Inflasi :
1. Berdasarkan Parah Tidaknya Inflasi
- Inflasi Ringan (Di bawah 10% setahun)
- Inflasi Sedang (antara 10-30% setahun)
- Inflasi Berat ( antara 50-100% setahun)
22
- Hiper Inflasi (di atas 100% setahun)
2. Berdasar dari Sebab terjadinya Inflasi
- Demand Inflation, karena permintaan masyarakat akan berbagai barang
terlalu kuat
- Cost Inflation, karena kenaikan biaya produksi
3. Berdasar asal dari inflasi
- Domestic Inflatuon, Inflasi yang berasal dari dalam negeri
- Imported Inflation, Inflasi yang berasal dari luar negeri
Sumber : www. http://cafe-ekonomi.blogspot.com/2009/05/makalah-tentang-
inflasi-dan-dampaknya.html. Diakses 15 November 2012.
2.3 Dampak Positif dan Dampak Negatif Inflasi
Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam
arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan
nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan
investasi. Orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti
misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya
dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.
Bagi orang yang meminjam uang kepada bank (debitur), inflasi menguntungkan,
23
karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah
dibandingkan pada saat meminjam.
Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami
kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada
saat peminjaman. Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan
yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi,
produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi
pada pengusaha besar).
Dampak Negatif inflasi
Pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan
perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi
tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi
karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti
pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan
menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin
merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat
merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990.
Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
namun di tahun 2003 atau tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin
24
hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk
menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan
menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja
menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit
berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari
bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.
Disamping menimbulkan efek buruk keatas kegiatan ekonomi negara,
inflasi juga akan menimbulkan efek-efek yang berikut kepada individu dan
masyarakat:
a. Inflasi akan menurunkan pendapatan riil orang-orang yang berpendapatan
tetap. Pada umumnya kenaikan upah tidaklah secepat kenaikan harga-harga.
Maka inflasi akan menurunkan upah riil individu-individu yang
berpendapatan tetap.
b. Inflasi akan mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang. Sebagian
kekayaan masyarakat disimpan dalam bentuk uang. Simpanan di bank,
simpanan tunai, dan simpanan dalam institusi-institusi keuangan lain
merupakan simpanan keuangan. Nilai riinya akan menurunkan apabila inflasi
berlaku.
c. Memperburuk pembagian kekayaan. Telah ditunjukkan bahwa penerima
pendapatanan tetap akan menghadapi kemerosotan dalam nilai riil
pendapatannya, dan pemilik kekayaan bersifat keuangan mengalami
penurunan dalam nilai riil kekayaannya. Akan tetapi pemilik harta-harta tetap
25
tanah bangunan dan rumah dapat mempertahankan atau menambah nilai riil
kekayaannya. Juga sebagian penjual/pedagang dapat mempertahankan nilai
riil pendapatannya. Dengan demikian inflasi menyebabkan pembagian
pendapatan di antara golongan berpendapatan tetap dengan pemilik-pemilik
harta tetap dan penjual/pedagang akan menjadi semakin tidak merata.
Dalam menerangkan mengenai masalah inflasi, perlulah dibedakan dua
bentuk inflasi, yaitu : inflasi merayap dan masalah inflasi yang lebih serius
terutama apabila tingkatnya melebihi 5 persen. Dalam melihat dan menerangkan
mengenai kebijakan pemerintah untuk mengatasi inflasi yang di maksudkan
dengan langkah tersebut adalah kebijakan pemerintah untuk mengatasi inflasi
yang lebih serius dari inflasi merayap.
Mewujudkan inflasi nol persen atau “zero inflation” secara terus menerus
dalam perekonomian yang berkembang adalah sukar untuk dicapai. Oleh sebab itu
dalam jangka panjang yang perlu di usahakan adalah menjaga agar tingkat inflasi
berada pada tingkat yang sangat rendah misalnya hanya mencapai di sekitar dua
hingga empat persen setahun. Mengusahakan untuk mencapai tujuan ini
merupakan salah satu tugas utama dari bank sentral. Langkah-langkah pemerintah
yang dapat digolongkan sebagai kebijakan “diskresioner” barulah dilaksanakan
apabila inflasi yang berlaku adalah lebih serius dari inlasi merayap. Andaikan,
sebagai akibat dari suatu perubahan ekonomi tertentu, tingkat inflasi meningkat
dari 5 persen menjadi 10 persen atau lebih. Untuk menjaga kestabilan ekonomi,
pemerintah perlu menjalankan kebijakan menurunkan tingkat inflasi tersebut ke
tingkat yang asal (5 persen) atau kurang.
26
Berdasarkan pada sumber yang menyebabkannya, masalah inflasi
dibedakan kepada tiga bentuk : inflasi tarikan permintaan, inflasi desakan biaya
dan inflasi ang diimpor. Seterusnya berdasarkan kepada kelanjutannya, inflasi
dibedakan kepada inflasi merayap, inflasi moderat, dan inflasi hiperinflasi. Dalam
ekonomi tidaklah mungkin mewujudkan inflasi “nol persen” yang
berkepanjangan. Oleh sebab itu dalam perekonomian yang sangat stabil
sekalipun, inflasi merayap akan selalu berlaku. Inflasi menimbulkan beberapa
efek buruk kepada perekonomian, yaitu: dapat memperburuk prospek
pertumbuhan jangka panjang, mengurangi pendapatan riil, mengurangi nilai
kekayaan berbentuk uang dan memperburuk distribusi pendapatan.
2.4 Suku Bunga
Bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank yang
berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual
produknya. Bunga bagi bank juga dapat diartikan sebagai harga yang harus
dibayarkan kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dan harga yang harus
dibayar nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman) sumber
(Hasibuan, 2009, h. 133-135).
Dalam kegiatan perbankan konvensional sehari-hari, ada 2 macam bunga yang
diberikan kepada nasabah yaitu:
1. Bunga simpanan
Merupakan harga beli yang harus dibayar bank kepada nasabah pemilik
simpanan. Bunga ini diberikan sebagai rangsangan atau balas jasa, kepada
27
nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Sebagai contoh jasa giro, bunga
tabungan dan bunga deposito.
2. Bunga Pinjaman
Merupakan bunga yang dibebankan kepada para peminjam (debitur) atau harga
jual yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank. Bagi bank bunga
pinjaman merupakan harga jual dan contoh harga jual adalah bunga
kredit.kedua macam bunga ini merupakan komponen utama faktor biaya dan
pendapatan bagi bank. Bunga simpanan merupakan biaya dana yang harus
dikeluarkan kepada nasabah sedangkan bunga pinjaman merupakan
pendapatan yang diterima dari nasabah. Baik bunga simpanan maupun bunga
pinjaman masing-masing saling mempengaruhi satu sama lainnya. Sebagai
contoh seandainya bunga simpanan yang tinggi, maka secara otomatis bunga
pinjaman juga terpengaruh ikut naik dan demikian pula sebaliknya.
Faktor – faktor utama yang mempengaruhi besar kecilnya penetapan suku bunga
secara garis besar sebagai berikut:
1. Kebutuhan Dana
Apabila bank kekurangan dana (simpanan sedikit), sementara permohonan
pinjaman meningka, maka yang dilakukan oleh bank agar dana tersebut cepat
terpenuhi dengan meningkatkan suku bunga simpanan. Dengan meningkatnya
suku bunga simpanan akan menarik nasabah untuk menyimpan uang di bank.
2. Persaingan
Dalam memperebutkan dana simpanan, maka disamping fakto promosi, yang
paling utama pihak perbankan harus memperhatikan pesaing.
28
3. Kebijaksanaan Pemerintah
Dalam kondisi tertentu pemerintah dapat menentukan batas maksimal atau
minimal suku bunga, baik bunga simpanan maupun bunga pinjaman.
2.5 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang penelitian, berlandasan teoritis maka
penulis mencoba mengemukakan hipotesis, yang merupakan kesimpulan
sementara dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Diduga nilai kurs Dollar dan suku bunga berpengaruh terhadap
inflasi selama kurun waktu tahun 2007 sampai dengan 2011 di
Provinsi Aceh.
29
III. METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode deskriptif
kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang banyak dituntut
menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data
tersebut, serta penampilan dari hasilnya.
3.2 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah seluruh tingkat inflasi di provinsi Aceh
dan kurs Dollar dan suku bunga sejak tahun 2002 sampai dengan 2011 selama 10
tahun.
3.3. Data Penelitian
3.3.1 Jenis dan Sumber Data
Dalam penyusunan skripsi ini penulis melakukan penelitian dengan
menggunakan data sekunder yang bersifat time series dari tahun 2002 sampai
dengan tahun 2011 yang dipublikasikan oleh instansi : Badan Pusat statistik (BPS)
Provinsi Aceh.
3.3.2 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Studi pustaka (Librariy Research)
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang diperlukan dengan
cara membaca buku –buku, situs web, dan literatur lainnya baik yang diwajibkan
maupun yang dianjurkan yang berhubungan dan ada kaitannya dengan masalah
yang akan dibahas dalam penelitian ini.
30
2. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang
berupa catatan, agenda dan sebagainya. Metode dokumentasi akan digunakan
untuk mencari data kuantitatif yang berupa nilai tukar rupiah dan inflasi di
Provinsi Aceh.
3.4 Model Analisis Data
Untuk menguji hipotesis tentang kekuatan variabel independent (nilai tukar
rupiah) terhadap inflasi di Aceh, penelitian ini menggunakan teknik analisis
regresi linear sederhana. Menurut Hasan (2009, h.64) regresi linear sederhana
adalah regresi linear dimana variable yang terlibat didalamnya hanya dua, yaitu
satu variable terikat Y, dan satu variable bebas X serta berpangkat satu.
Bentuk persamaannya adalah :
Y = a + bx
Keterangan :
Y= Variabel terikat (Inflasi)
X= Variabel bebas (Nilai Tukar Rupiah Pada Mata Uang Dollar )
a = Intersep
b = koefisien refresi (slop)
untuk melihat bentuk korelasi antar variabel dengan persamaan regresi tersebut
maka nilai a dan b harus ditentukan terlebih dahulu.
22 )(
))((
xx
yxxynb
31
n
xbya
Koefisien determinasi (r2)
Analisa ini digunakan untuk menyatakan besar kecilnya sumbangan variabel
bebas (X) terhadap variabel terikat (Y). koefisien determinasi (r2) merupakan
kuadrat dari nilai koefisien korelasi.
Rumus koefisien determinasi menurut Ridwan (2000) dalam Arafah (2008,
h.11)
Kp = r2 x 100%
Dimana:
Kp= Besarnya koefisien penentu (determinasi)
r = koefisien korelasi
3.5 Definisi Operasional Variabel
Definisi poperasional variabel merupakan batasan yang diberikan pada
variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Definisi variabel yang digunakan
dalam model analisis adalah sebagai berikut :
1. Inflasi adalah terlalu banyaknya jumlah uang yang beredar, kenaikan upah,
krisis energi, defisit anggaran dan masih banyak penyebab dari terjadinya
inflasi.
2. Suku bunga adalah balas jasa yang diberikan oleh bank yang berdasarkan
prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya.
32
3. Nilai tukar adalah harga rupiah terhadap mata uang negara lain. Jadi, nilai
tukar rupiah merupakan nilai dari satu mata rupiah yang ditranslasikan ke
dalam mata uang negara lain contohnya Dollar Amerika Serikat.
3.6 Pengujian Hipotesis
Uji t digunakan untuk menguji hipotesis parameter rata-rata bila sample berukuran
kecil (n≤30) dan ragam populasi tidak diketahui menurut Ruslan dalam Susanti
(2011, h. 32)
2
2
1 r
rntt
Keterangan :
n = jumlah sampel
r = koefisien korelasi
Hipotesa statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Ho ; β = 0, faktor-faktor yang diteliti tidak berpengaruh secara
signifikan dalam nilai tukar rupiah terhadap inflasi di Provinsi Aceh.
b. H1;β ≠ 0, faktor-faktor yang diteliti berpengaruh secara
signifikan dalam nilai tukar rupiah terhadap inflasi di Provinsi Aceh.
Kriteria uji hipotesis yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah :
a. Apabila th>tt, maka Ho ditolak H1 diterima, artinya terdapat
pengaruh yang signifikan antara nilai tukar rupiah terhadap inflasi di Provinsi
Aceh.
33
b. Apabila tt<tt, maka Ho diterima H1 ditolak, artinya tidak
terdapat pengaruh yang signifikan antara nilai tukar rupiah terhadap inflasi di
Provinsi Aceh
34
34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Laju Inflasi Provinsi Aceh
Laju inflasi yang terjadi di Provinsi Aceh selama kurun waktu tahun 2002
sampai dengan 2011 mengalami perkembangan yang fluktuatif. Perkembangan
laju inflasi di Provinsi Aceh selama kurun waktu 2002 sampai dengan 2011 dapat
dilihat pada tabel I dibawah ini :
Tabel 1Perkembangan Laju Inflasi Provinsi Aceh
Tahun 2002 -2011
No Tahun Laju Inflasi
(%)
Pertumbuhan(%)
1 2002 1,64 -
2 2003 1,21 -26,213 2004 3,11 157,024 2005 0,49 -84,245 2006 9,98 1936,736 2007 9,41 -5,71
7 2008 11,92 26,67
8 2009 3,72 -68,79
9 2010 5,86 57,52
10 2011 6,36 62,45
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh 2012.
Berdasarkan tabel 1 diatas tahun 2003 laju inflasi di Provinsi Aceh sebesar
-26,21. Pada tahun 2004 laju inflasi di Provinsi Aceh sebesar 157,02 lebih tinggi
dari tahun sebelumnya, dikarenakan bencana tsunami yang melanda Aceh. Pada
tahun 2005 laju inflasi di Provinsi Aceh sebesar -84,24, menurun karena pasca
35
bencana sudah ada bantuan sehingga harga menurun. Sedangkan pada tahun 2006
laju inflasi di Provinsi Aceh sebesar 1.936,73, hal ini masih dikarenakan belum
meratanya harga barang-barang di provinsi Aceh. Pada tahun 2007 laju inflasi di
Provinsi Aceh sebesar 9,41 persen, angka ini sudah menurun karena harga mulai
stabil di provinsi Aceh. Pada tahun 2008 laju inflasi mengalami peningkatan
sebesar 11,92 persen. Sedangkan pada tahun 2009 laju inflasi turun menjadi 3,72
persen. Pada tahun 2010 laju inflasi kembali meningkat menjadi 5,86 persen dan
pada tahun 2011 laju inflasi kembali meningkat menjadi 6,36 persen, dari data
diatas dapat kita lihat bahwa laju inflasi fluktuatif dan dapat berubah sewaktu-
waktu.
4.2 Perkembangan Kurs Dollar Amerika Serikat
Perkembangan kurs dollar Amerika Serikat di Provinsi Aceh selama periode tahun
2002 sampai dengan 2011 mengalami fluktuasi dapat dilihat pada tabel II dibawah
ini :
Tabel 2 Perkembangan Kurs Dollar Amerika Serikat provinsi Aceh
Tahun 2002 -2011
No Tahun Kurs (Rp) Pertumbuhan (%)
1 2002 8633,366 -
36
2 2003 8653,6964 0,235
3 2004 9007,934 4,093
4 2005 9165,163 1,745
5 2006 9312,245 1,604
6 2007 9.812,414 5,371
7 2008 11.083,342 12,952
8 2009 9.517,35 -14,129
9 2010 9.007,936 -5,352
10 2011 8.653,476 -3,934
Sumber :Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh 2012 (diolah).
Berdasarkan tabel 2 tahun 2003 perkembangan kurs dollar Amerika Serikat
mengalami pertumbuhan 0,235 persen, pada tahun 2004 perkembangan kurs
Dollar Amerika Serikat mengalami pertumbuhan 4,093 persen,angka ini lebih
tinggi dari tahun sebelumnya karena pada tahun itu terjadi bencana tsunami yang
melanda Aceh sehingga mempengaruhi perkembangan kurs Dollar Amerika
Serikat di provinsi Aceh. Pada tahun 2005 perkembangan kurs dollar Amerika
Serikat mengalami pertumbuhan 1,745 persen. Pada tahun 2006 perkembangan
kurs dollar Amerika Serikat mengalami pertumbuhan 1,604 persen. Pada tahun
2007 perkembangan kurs dollar Amerika Serikat mengalami pertumbuhan sebesar
5,371 persen, hal ini dikarenakan masyarakat lebih banyak berinvestasi dengan
Dollar Amerika Serikat dan kepercayaan masyarakat terhadap Dollar lebih tinggi.
Perkembangan kurs Dollar Amerika Serikat yang tertinggi pada tahun 2008
sebesar Rp. 11.083,34 dan mengalami pertumbuhan 12,952 persen. Sedangkan
37
kurs Dollar Amerika Serikat terendah terjadi pada tahun 2011 sebesar Rp.
8.653,476 dengan pertumbuhan -3,934 persen.
Tabel 3Pertumbuhan Suku Bunga Deposito (Jangka Waktu 3 Bulan) Pada Bank Indonesia
Provinsi Aceh Tahun 2006-2010
No Tahun Suku Bunga
Deposito (%)
Pertumbuhan
(%)
1 2006 8,16 -15,87
2 2007 6,17 -24,38
3 2008 8,64 40,03
4 2009 6,23 -27,89
5 2010 6,06 -2,72
Sumber :Bank Indonesia Provinsi Aceh (diolah).
Pada tabel 3 diatas terlihat bahwa pertumbuhan suku bunga deposito
tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar 8,64% atau 40,03%, sedangkan
pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2009 sebesar 6,23% atau -27,89%.
4.3 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
Hasil penelitian deskriptif variabel penelitian disajikan pada tabel berikut ini
Tabel 4Descriptive Statistics
38
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
inflasi 537.0000 400.77619 10
kurs 8286.9000 2552.24056 10
Sumber : Hasil Regresi (diolah 2012).
Berdasarkan tabel 3 diatas dapat diketahui bahwa variabel inflasi (Y)
400.77619 dan mean 537.0000 dengan jumlah data (N) menyatakan jumlah
diservasi yang masing-masing sebanyak 10 tahun. Variabel kurs (X) 2552.24056
dan mean 8286.9000.
Untuk melihat pengaruh inflasi terhadap variabel kurs dibuat dengan
menggunakan beberapa analisis dan uji t sebagai berikut :
1. Analisis koefisien Korelasi
Untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan antara inflasi dan kurs dollar
Amerika Serikat, maka dapat menggunakan koefisien korelasi.
Tabel 5Korelasi Inflasi dan Kurs Dollar Amerika Serikat
39
Sumber: Hasil Regresi
(diolah 2012).
Dari pengolahan
SPSS, koefisien
korelasi diperoleh R =
0,502 secara positif
menjelaskan terdapat
hubungan yang kuat antara inflasi (Y) dan Kurs Dollar Amerika Serikat (X)
dengan keeratan hubungan 50,2 %.
2. Analisa Koefisien Determinasi
Pengaruh inflasi terhadap variabel kurs dollar Amerika Serikat di Provinsi
Aceh, dengan menggunakan analisis ini secara kongkret dilakukan terhadap
koefisien determinasi. Adapun koefisien determinasi dalam penelitian ini dapat
diketahui dengan penggunaan hasil perhitungan statistik dengan menggunakan
SPSS versi 17.0 . pada tabel output model summary diperoleh nilai koefisien
determinasi (R) sebesar 0,252 atau 25 %. Disajikan pada tabel dibawah ini
Tabel 6Model Ringkasan Inflasi dan Kurs Dollar Amerika Serikat
Correlations
inflasi kurs
Pearson Correlation
inflasi 1.000 -.502
kurs -.502 1.000
Sig. (1-tailed) inflasi . .070
kurs .070 .
N inflasi 10 10
kurs 10 10
40
Model Summaryb
Mode RRSquare
AdjustedR Square
Std. Error ofthe Estimate
Durbin-Watson
1 .502a .252 .158 367.74884 1.182
a. Predictors: (Constant), kurs
b. Dependent Variable: inflasi
Sumber: Hasil Regresi (diolah 2012).
Menurut Sogiyono (2007), dalam (Duwi, h. 65) pedoman untuk memberikan
interprestasi koefisien korelasi (R) adalah sebagai berikut:
0,00 - 0,199 = Sangat rendah
0,20 - 0,399 = Rendah
0,40 - 0,599 = Sedang
0,60 - 0,799 = Kuat
0,80 - 1,000 = Sangat kuat
Adapun koefisien determinasi dari penelitian ini dapat diketahui dengan
penggunaan rumus perhitungan sebagai berikut :
Koefesien determinasi = r2 × 100%
Koefesien determinasi = (0,502)2 × 100%
Koefesien determinasi = 25,20 %
Berdasarkan nilai koefisien korelasi yang diperoleh yakni sebesar 0,502
(lampiran I) maka dapat disimpulkan bahwa nilai tersebut berada diantara 0,00 -
0,199 artinya bahwa hubungan yang terjadi sangat rendah antara inflasi dan kurs
Dollar Amerika Serikat di Provinsi Aceh. Dari perhitungan diatas diperoleh
41
koefesien determinasi (R2) sebesar 25,20% yang berarti bahwa variabel kurs
Dollar Amerika Serikat ikut berpengaruh terhadap inflasi di provinsi Aceh
walaupun sedikit, sedangkan sisanya 74,8 % dipengaruhi oleh variabel lainnya
diluar model penelitian ini.
Dari hasil penghitungan regresi linear sederhana maka persamaannyasebagai berikut :
Y = 1189.693 - 0,079 X
Dari hasil persamaan regresi linear sederhana diatas dapat dijelaskan bahwa
nilai konstanta diperoleh sebesar 1189.693, hal ini dapat diartikan bahwa jika
variabel kurs dollar Amerika Serikat diasumsikan adalah = 0, maka inflasi (Y)
nilainya adalah 1189.693%. Koefisien regresi yang diperoleh dari variabel
independen yang bernilai positif artinya adalah terjadi hubungan yang positif
antara variabel independen dan variabel dependen, atau dengan kata lain semakin
naik variabel independen maka semakin naik pula variabel dependennya.
Pembuktian bahwa variabel inflasi berpengaruh terhadap veriabel kurs
dollar Amerika Serikat di Provinsi Aceh dilakukan pengujian tersendiri secara
partial dengan uji t pada jumlah kepercayaan (level of confidence 95 %) yaitu :
Variabel inflasi thitung sebesar -1,640 lebih kecil dari ttabel 1,812 artinya secara
partial variabel nilai kurs dollar Amerika Serikat tidak signifikan terhadap
variabel inflasi di Provinsi Aceh.
4.4 Pembahasan
42
Berdasarkan hasil penelitian variabel kurs dollar amerika Serikat
mempunyai hubungan yang negatif dan signifikan terhadap inflasi. Hasil ini
mengindifikasikan meskipun kurs dollar Amerika Serikat mengalami fluktuasi,
tiap tahunnya dari tahun 2002 sampai dengan 2011 di Provinsi Aceh Masih
tergolong rendah. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya inflasi di Provinsi Aceh
tidak mempengaruhi kurs dollar Amerika Serikat di Provinsi Aceh, tetapi
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain misalnya kondisi keamanan, belum adanya
kepastian hukum terkait qanun yang mengatur tentang ekonomi.
Jika diperhatikan dari nilai koefisien determinasi (R2) menunjukkan bahwa
sumbangan yang diberikan oleh kurs dollar Amerika Serikat dalam
mempengaruhi inflasi adalah sebesar 25,20%. Sedangkan sisanya sebesar 74,8%
(100% - 25,20%) dipengaruhi oleh variabel lain diluar model, seperti yang
diijelaskan diatas.
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka penulis dapat menarik
kesimpulan sebagai berikut :
a. Dari hasil uji t, menunjukkan bahwa variabel kurs dollar Amerika Serikat
secara individual menunjukkan mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap inflasi di Provinsi Aceh, karena tHitung > t tabel (-1,640 < 1,812).
Variabel inflasi thitung sebesar -1,640 lebih kecil dari ttabel 1,812 artinya secara
partial variabel nilai kurs dollar Amerika Serikat tidak signifikan terhadap
variabel inflasi di Provinsi Aceh
b. Dari hasil koefisien determinasi (R2), menunjukkan bahwa variabel kurs dollar
Amerika Serikat memberikan kontribusi sebesar 25,20, Sedangkan sisanya
sebesar 74,8% dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lain diluar model.
c. Laju inflasi yang terjadi di Provinsi Aceh selama kurun waktu tahun 2002
sampai dengan 2011 mengalami perkembangan yang fluktuatif
5.2. Saran-saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis
memberikan saran sebagai berikut :
a. Bagi peneliti selanjutnya yang meneliti terkait dengan permasalahan ini,
disarankan agar dapat mengaitkan variabel lain selain dari kurs dollar
Amerika Serikat terhadap inflasi di Provinsi Aceh, sehingga perkembangan
penelitian akan dapat bermanfaat bagi masyarakat ilmiah khususnya dan bagi
masyarakat ekonomi pada umumnya.
43
b. Perlu adanya dukungan dari Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Pusat
terutama Provinsi Aceh dukungan untuk mengurangi inflasi demi
tercapainya stabilitas harga dan kemakmuran masyarakat Aceh .
44
DAFTAR PUSTAKA
Arafah. 2008. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pegawai diPT.BPR Syaria’ah Amanah Leuwiliang Bogor. Karya Ilmiah (Tidak diPublikasikan) LPPM UTU. Meulaboh.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Nagan Raya. Aceh dalam Angka 2010.Kabupaten Nagan Raya.
Boediono. 2001. Teori Makro ekonomi. BPSE. Yogyakarta.
Duwi, Priyanto. 2010. Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS. Cetakan I.Mediakom. Yogyakarta.
Hasan, Iqbal. 2009. Analisis data penelitian dengan statistik. PT.BumiAksara.Jakarta.
Hasibuan, Malayu. 2009. Dasar-dasar Perbankan. PT.Bumi Aksara.Jakarta.
Kuncoro, Mudrajad 2001. Manajemen Keuangan Internasional.Yogyakarta:BPFE.Lee, SB. 1992. Causal Relations Among Stock Return, Interest Rate, RealActivity, and Inflation. Journal Of Finance,47:1591-1603. karya ilmiah(dipublikasikan) di download 26 November 2011.
Rahardja, Pratama dan Manurung, Mandala. 2004. Teori Ekonomi Makro.Fakultas Ekonomi universitas Indonesia. Jakarta.
Sukirno, Sadono. 2006. Pengantar Teori Ekonomi. Rajawali Pers. Jakarta.
Susanti, Aprida.2011. Analisis kontribusi pajak reklame pendapatan asli daerah diKabupaten Aceh Barat. Skripsi (tidak dipublikasikan) perpustakaanUniversitas Teuku Umar.Meulaboh.
Sitinjak, Elyzabeth Lucky Maretha dan Widuri Kurniasari. 2003.Indikatorindikator Pasar Saham dan Pasar Uang Yang Saling BerkaitanDitijau Dari Pasae Saham Sedang Bullish dan Bearish. Jurnal RisetEkonomi dan Manajemen. Vol. 3 No. 3.
Sudjono. 2002. Analisis Keseimbangan dan Hubungan Simultan Antara VariabelEkonomi Makro Terhadap Indeks Harga Saham di BEJ dengan MetodeVAR (Vector Autoregression) dan ECM ( Error Correction Model). JurnalRiset Ekonomi dan Manajemen. Vol. 2. no. 3.
Todaro, MP. 2000. Pembangunan Ekonomi Dunia Ke Tiga. Erlangga. Jakarta.
Http://BPS.go.id. Diakses 20 Februari 2011.
Http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/Inflasi/Pengenalan+Inflasi/ 15. Diakses 15November 2012.
Http://cafe-ekonomi.blogspot.com/2009/05/makalah-tentang-inflasi-dan-dampaknya.html. Diakses 15 November 2012.
Lampiran IV : Tabel uji t
Lampiran III
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
inflasi 537.0000 400.77619 10
kurs 8286.9000 2552.24056 10
Correlations
inflasi kurs
Pearson Correlation inflasi 1.000 -.502
kurs -.502 1.000
Sig. (1-tailed) inflasi . .070
kurs .070 .
N inflasi 10 10
kurs 10 10
Variables Entered/Removedb
Model Variables Entered
Variables
Removed Method
1 Kursa . Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: Inflasi
Model Summaryb
Model R
R
Square
Adjusted
R
Square
Std. Error of the
Estimate
Change StatisticsDurbin watson
R Square
Change F Change df1 df2
Sig. F
Change
1.1821 .502a .252 .158 367.74884 .252 2.689 1 8 .140
b. Dependent Variable: inflasi
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
95,0% Confidence Interval for B
Correlation
s
Collinearity
Statistics
tolerance
B Std. Error Beta Lower Bound Upper Bound Zero-order Partial
(Constant
)
1189.693 414.657 2.869 .021 233.492 2145.895 1.000
kurs -.079 .048 -.502 -1.640 .140 -.190 .032 -.502 -.502
a. Dependent Variable: inflasi
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 363680.328 1 363680.328 2.689 .140a
Residual 1081913.672 8 135239.209
Total 1445594.000 9
a. Predictors: (Constant), kurs
b. Dependent Variable: inflasi
Coefficient Correlationsa
Model kurs
1 Correlations kurs 1.000
Covariances kurs .002
a. Dependent Variable: inflasi
Collinearity Diagnosticsa
Model
Dimensi
on Eigenvalue Condition Index
Variance Proportions
(Constant) kurs
1 1 1.960 1.000 .02 .02
2 .040 6.988 .98 .98
a. Dependent Variable: inflasi
Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Predicted Value 416.8800 1102.4249 537.0000 201.01971 10
Std. Predicted Value -.598 2.813 .000 1.000 10
Standard Error of Predicted
Value
117.474 363.882 147.713 76.220 10
Adjusted Predicted Value -3090.4902 552.2791 115.9387 1128.79456 10
Residual -418.83905 541.73901 .00000 346.71693 10
Std. Residual -1.139 1.473 .000 .943 10
Stud. Residual -1.209 1.684 .146 1.137 10
Deleted Residual -472.27844 4282.49023 421.06128 1412.20782 10
Stud. Deleted Residual -1.251 1.961 .205 1.236 10
Mahal. Distance .018 7.912 .900 2.466 10
Cook's Distance .003 66.387 6.699 20.972 10
Centered Leverage Value .002 .879 .100 .274 10
a. Dependent Variable: inflasi
Lampiran I
Perhitungan Pertumbuhan Inflasi
Pertumbuhan Inflasi
2003 =
1 ,21−1 ,641 ,64 x 100 % = -26,21
2004 =
3 ,11−1 ,211,21 x 100 % = 157,02
2005 =
0 ,49−3 ,113 ,11 x 100 % = -84,24
2006 =
9 ,98−0 ,490 , 49 x 100 % = 1.936,73
2007 =
9 ,41−9 ,989 ,98 x 100 % = -5,71
2008 =
11 ,92−9 , 4149 ,41 x 100 % = 26,67
2009 =
3 ,72−11 ,9211 ,92 x 100 % = -68,79
2010 =
5 ,86−3 ,723 ,72 x 100 % = 57,52
2011 =
6 ,36−5 ,865 ,86 x 100 % = 62,45
Lampiran II
Perhitungan Pertumbuhan Perkembangan Kurs Dollar Amerika Serikat
Pertumbuhan Perkembangan
Untuk menganalisis tingkat pertumbuhan Perkembangan digunakan indeks perkembangan
menurut Sudjana (1992) dalam Shabry (2007, h. 25).
R =
pn−popo
×100%
Keterangan :
R = Tingkat persentase perkembangan tahun kurs selama n tahun
Pn = Realisasi penerimaan kurs tahun kedua
Po = Realisasi penerimaan kurs tahun pertama
Tahun
2003 =
88653 ,6964−8633 ,3668633 ,366
×100%=0 ,235
2004 =
9007 ,934−8653 ,69648653 ,6964
×100%=4 ,093
2005 =
9165 ,163−9007 ,9349007 ,934
×100%=1 ,745
2006 =
9312 ,245−9165 ,1639165 ,163
×100%=1 ,6047
2007 =
9812 ,414−9312 ,2459312 ,245
×100%=5 ,371
2008 =
11.083 ,342−9.812 ,4149 .812 ,414
×100%=12 ,952
2009 =
9. 517 ,35−11. 083 ,34211 .083 ,342
×100%=−14 ,129
2010 =
9.007 ,936−9 .517 ,359 .517 ,35
×100%=−5 ,352
2011 =
8.653 ,476−9 .007 ,9369 .007 ,936
×100%=−3 ,934