analisis peranan inspektorat kabupaten sebagai …
TRANSCRIPT
Universitas Indonesia
ANALISIS PERANAN INSPEKTORAT KABUPATEN SEBAGAI AUDITOR INTERN PEMERINTAH DALAM MENINGKATKAN KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
(STUDI KASUS KABUPATEN WONOSOBO)
Denis Dimas Permana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Program Studi Akuntansi
Emil Bachtiar
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Program Studi Akuntansi
ABSTRAK: Setiap tahun BPK melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah, sebagai wujud proses akuntabilitas dan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah. Di Indonesia, sebagian besar kabupaten/kota masih mendapatkan opini audit yang kurang baik dari BPK. Oleh karena itu, perlu diteliti upaya daerah dalam melakukan pengelolaan keuangan daerah di Indonesia. Skripsi ini membahas peran Inspektorat Kabupaten sebagai auditor Intern pemerintah dalam upaya meningkatkan kualitas laporan keuangan. Penelitian ini merupakan studi kasus di Kabupaten Wonosobo. Dengan mengetahui pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah dan peran Inspektorat di dalamnya, solusi dapat diberikan untuk membantu meningkatkan kualitas laporan keuangan daerah. Kata kunci: Audit Intern; Inspektorat Kabupaten; Laporan Keuangan Pemerintah Daerah; Opini Audit ABSTRACT: To support accountability and responsibility of local government financial management, BPK as an Independent Audit External for Government Entities performs audit for local government’s financial report every year. In Indonesia, most of districts still have a poor audit opinion from BPK. So, it’s needed to have a research about local government’s efforts on financial management in Indonesia. This thesis discuss about the role of Inspektorat Kabupaten, as government Intern auditor, to improve quality of financial report. The research is a case study in Wonosobo District. By knowing the implementation of local government’s financial management and the role of Inspektorat Kabupaten inside of it, the solution to increase quality of local government’s financial report could be found. Key words: Internal Audit; Inspektorat Kabupaten; Local Government’s Financial Report; Audit Opinion
I. PENDAHULUAN
Implikasi dari mekanisme otonomi daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah di Indonesia adalah daerah dapat mengatur dan menangani sendiri urusan
pemerintahan serta kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, termasuk di dalamnya urusan pengelolaan keuangan daerah. Sebagai wujud
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah tersebut, tiap instansi pemerintah
wajib mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan melalui laporan keuangan,
Analisis peranan …, Denis Dimas Permana, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32 Undang-undang Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 56 ayat (3)
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I dan Semester II tahun 2011 yang
diterbitkan oleh BPK, untuk tahun 2010 dari 516 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
(LKPD) Kabupaten/Kota yang diperiksa oleh BPK, hanya terdapat 34 LKPD yang
memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian, yang merupakan opini tertinggi dalam hasil
pemeriksaan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa hanya 7% entitas pemerintah daerah yang
memberikan pertanggungjawaban yang baik terkait pengelolaan keuangan daerahnya. Hasil
pemeriksaan atas LKPD lainnya adalah sebagai berikut: 341 LKPD (66%) memperoleh opini
Wajar Dengan Pengecualian, 26 LKPD (5%) memperoleh opini Tidak Wajar, dan 115 LKPD
(22%) mendapat opini Tidak Memberikan Pendapat dari BPK.
Menyadari hal tersebut, langkah konkret harus diletakkan pada tempat yang
seharusnya untuk meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan dan kinerja pemerintah
daerah. Fungsi audit intern merupakan salah satu kunci dalam unit pemerintahan yang
memiliki keahlian untuk menilai efektivitas pemanfaatan sumber daya keuangan dengan
mengidentifikasi pemborosan, inefisiensi, dan kecurangan dalam anggaran, serta untuk
membuat rekomendasi untuk meningkatkan efisiensi operasi. Untuk alasan ini, memahami
peran auditor intern dalam proses pengelolaan keuangan pemerintah menjadi sangat penting.
Kuswarini (2010) menyatakan bahwa peran pengawasan yang optimal turut menentukan
keberhasilan dalam pencapaian prinsip-prinsip tata kelola yang baik dan bersih pada instansi
pemerintah, terutama dalam mempercepat tindak lanjut hasil pemeriksaan.
Pada akhirnya, atas hal-hal yang telah dikemukakan sebelumnya, kita perlu
mengetahui sejauh mana peran auditor intern pemerintah, dalam hal ini Inspektorat
Kabupaten, dalam memberikan kontribusi untuk perbaikan kecukupan dan efektivitas
pengendalian intern atas pengelolaan keuangan dan kinerja pemerintah, serta kualitas laporan
keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota. Terutama, fokus penelitian peran Inspektorat
Kabupaten perlu untuk diberikan kepada daerah-daerah yang belum mendapatkan opini
tertinggi atau Wajar Tanpa Pengecualian.
Analisis peranan …, Denis Dimas Permana, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
II. TINJAUAN TEORITIS
Institute of Internal Auditor (IIA) mendefinisikan audit intern sebagai sebuah fungsi
penilaian independen di dalam sebuah organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan-
kegiatan sebagai suatu jasa dalam organisasi (Moeller, 2009). Menurut Unegbu dan Kida
(2011), auditor intern memiliki kewajiban kepada manajemen untuk menyediakan informasi
mengenai kecukupan dan efektivitas dari sistem pengendalian intern dan kualitas kinerja.
Mihret dan Yismaw (2007) mengemukakan bahwa efektivitas audit intern sebuah proses
dinamis yang dihasilkan dari efek beberapa faktor yang saling mempengaruhi satu sama lain.
Faktor-faktor tersebut terbagi menjadi empat, yaitu: kualitas audit intern, dukungan
manajemen, kondisi organisasi, kelengkapan auditee. IIA (2006) juga memberikan petunjuk,
pada tingkat minimum kegiatan audit pemerintah membutuhkan: independensi organisasi.,
mandat hukum, akses tak terbatas, pendanaan yang memadai, kepemimpinan yang kompeten,
staf yang kompeten, dukungan pemegang kepentingan, standar professional audit.
Hubungan antara pemerintah dengan publik atau rakyatnya dapat dijelaskan dengan
menggunakan teori keagenan, salah satunya yang dicetuskan oleh Jensen dan Meckling
(1976). Hubungan ini timbul karena adanya pemberian wewenang dari rakyat sebagai
principal kepada pemerintah, dalam hal ini kepala daerah, sebagai agent. Di mana agent harus
menyediakan jasa dari pengelolaan sumber daya publik dan oleh karenanya, pemerintah
sebagai agent berkewajiban memberikan pertanggungjawaban atas pengelolaan sumber daya
tersebut kepada principal melalui mekanisme pelaporan keuangan secara periodik. Pasal 55
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menegaskan hal ini,
bahwa laporan keuangan disusun sebagai wujud pertanggungjawaban pengelolaan keuangan
negara sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan yang berlaku dan sistem pengendalian
pemerintah yang memadai.
Laporan keuangan pemerintah terdiri dari laporan pelaksanaan anggaran (budgetary
reports), laporan finansial, dan catatan atas laporan keuangan (CALK). Laporan pelaksanaan
anggaran terdiri dari laporan realisasi anggaran dan laporan perubahan saldo anggaran lebih.
Laporan finansial terdiri dari Neraca, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, dan
Laporan Arus Kas. CALK merupakan laporan yang merinci atau menjelaskan lebih lanjut atas
pos-pos laporan pelaksanaan anggaran maupun laporan finansial dan merupakan laporan yang
tidak terpisahkan dari laporan pelaksanaan anggaran maupun laporan finansial.
Analisis peranan …, Denis Dimas Permana, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
Belum banyak penelitian yang melakukan penelitian terkait faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas pelaporan keuangan sektor publik di Indonesia. Hal ini disebabkan
karena bidang pemerintahan masih terbilang baru dalam dunia akuntansi Indonesia,
berbeda dengan pada sektor swasta (Sukmaningum, 2012). Berikut merupakan Tabel 2.1
yang merangkum penelitian-penelitian terkait yang dapat digunakan sebagai landasan untuk
mengukur faktor-faktor apa saja yang kemudian memengaruhi kualitas laporan keuangan
pemerintah daerah.
Tabel 2.1 Faktor-faktor Memengaruhi Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
No Peneliti/ Organisasi
(Tahun) Judul Penelitian Faktor Penentu Kualitas
1.
Xu, et al (2003)
Key Issues of Accounting
Information Quality Management:
Autralian Case Study
1. Sumber daya manusia
2. sistem
3. organisasi
4. faktor eksternal
2. Australian National
Audit Office (2009)
Preparation of Financial
Statements by Public Entities
1. Komitmen manajemen
2. manajemen risiko dan
pengendalian intern
3. mengadopsi praktik
pelaporan keuangan yang
baik
4. hubungan yang terbuka
dengan pemangku
kepentingan
5. sumber daya manusia
6. tanggung jawab
pemerintah
3. Silviana (2011)
Pengaruh Komitmen Kepala
Daerah terhadap Kualitas Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah di
Provinsi Jawa Barat
Komitmen kepala daerah
berpengaruh kuat terhadap
kualitas laporan keuangan
pemerintah daerah
Analisis peranan …, Denis Dimas Permana, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
Tabel 2.1 Faktor-faktor Memengaruhi Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
No. Peneliti/Organisasi
(Tahun) Judul Penelitian Faktor Penentu Kualitas
4. Ekasari (2012)
Faktor-faktor yang Memengaruhi
Keandalan Pelaporan Keuangan
Pemerintah Daerah Kabupaten
Kampar
1. sumber daya manusia
2. teknologi informasi
3. sistem pengendalian
intern
5. Choirunisah (2008)
Faktor-faktor yang Memengaruhi
Kualitas Informasi Laporan
Keuangan yang Dihasilkan oleh
Sistem Akuntansi Instansi
1. sumber daya manusia
2. organisasi tim
Sumber: Penelitian terdahulu
Seperti dijelaskan dalam Nordiawan, Iswahjudi, Maulidah (2007), proses penyusunan
LKPD dimulai dari Kepala SKPD selaku Pengguna Anggaran. Sebagai pertanggungjawaban
atas pelaksanaan APBD, ia harus menyusun Laporan Keuangan, terdiri dari Laporan Realisasi
Anggaran, Neraca, dan CaLK. Laporan tersebut kemudian diserahkan kepada Pejabat
Pengelola Keuangan Daerah (PPKD). PPKD selaku Bendahara Umam Daerah juga menyusun
Laporan Keuangan BUD. Laporan dari berbagai SKPD dan BUD tersebut kemudian
direkonsiliasi dan menjadi Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). LKPD tersebut
disampaikan kepada kepala daerah (bupati), yang kemudian harus diserahkan bupati ke BPK
untuk diperiksa. Atas hasil pemeriksaan BPK, Bupati memberikan tanggapan dan melakukan
penyesuaian terhadap LKPD berdasarkan hasil pemeriksaan BPK serta koreksi lain
berdasarkan standar akuntansi pemerintah (SAP). Kemudian LKPD yang telah diaudit BPK,
PPKD menyusun rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD. Raperda ini kemudian disampaikan Bupati kepada DPRD. Raperda yang telah
disetujui bersama dengan DPRD ini kemudian disampaikan kepada Gubernur.
BPK dapat memanfaatkan hasil pekerjaan yang dilakukan oleh aparat pengawasan intern
pemerintah. Dengan demikian, luas pemeriksaan yang akan dilakukan dapat disesuaikan dan
difokuskan pada bidang-bidang yang secara potensial berdampak pada kewajaran laporan
keuangan serta tingkat efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan negara. Untuk itu,
aparat pengawasan intern pemerintah wajib menyampaikan hasil pemeriksaannya kepada
BPK.
Analisis peranan …, Denis Dimas Permana, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 menyebutkan bahwa aparat
pengawasan intern pemerintah pada pemerintah daerah, dalam hal ini Inspektorat, melakukan
reviu atas Laporan Keuangan dan Kinerja dalam rangka meyakinkan keandalan informasi
yang disajikan sebelum disampaikan oleh gubernur/bupati/walikota kepada BPK. Reviu atas
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah itu sendiri merupakan prosedur penelusuran angka-
angka, permintaan keterangan dan analitis yang harus menjadi dasar memadai bagi
Inspektorat untuk memberi keyakinan terbatas atas laporan keuangan bahwa tidak ada
modifikasi material yang harus dilakukan atas laporan keuangan agar laporan keuangan
tersebut disajikan berdasarkan Sistem Pengendalian Intern (SPI) yang memadai dan sesuai
dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Reviu tersebut tidak memberikan dasar untuk
menyatakan pendapat atau opini atas laporan keuangan.
Penelitian mengenai peran auditor intern pemerintah dalam meningkatkan kinerja
keuangan sebelumnya telah dilakukan, diantaranya seperti yang dihasilkan oleh Aikins
(2011). Aikins (2011) menguji bagaimana kinerja audit internal pemerintah mampu
mendorong peningkatan kinerja keuangan pemerintah. Penelitian ini menyimpulkan bahwa
auditor internal pemerintah daerah memainkan peran yang signifikan dalam pengelolaan
keuangan publik dan kegiatan pemerintah. Pnelitian lain yakni Yismaw dan Mihret (2007)
yang bertujuan untuk mengenali faktor yang mempengaruhi efektivitas audit internal.
Hasilnya, efektivitas audit internal secara kuat dipengaruhi oleh kualitas audit internal dan
dukungan manajemen, di mana kondisi organisasi dan kelengkapan.
Sementara itu, Unegbu dan Kida (2011) meneliti efektivitas audit internal sebagai
intrumen untuk meningkatkan manajemen sektor publik. Hasilnya audit intern dapat secara
efektif menemukan fraud dan aktivitas fraudulent pada sektor publik dan bahwa pada sektor
publik di Negara bagian Kano tersebut memiliki departemen audit intern yang jumlahnya
signifikan yang berfungsi efektif. Penelitian Kuswarini (2010) mengenai pengaruh kualitas
jasa Inspektorat jenderal, pengalaman pimpinan dan jumlah anggaran terhadap efektivitas
pengendalian intern pada kementerian/lembaga di Jakarta. Hasil pengujian hipotesis
menunjukkan bahwa kualitas jasa Inspektorat jenderal, pengalaman pimpinan, dan jumlah
anggaran secara parsial maupun simultan berpengaruh signifikan terhadap efektivitas
pengendalian intern.
Penelitian Rahmat (2010) membahas peranan peranan Inspektorat jenderal sebagai
aparat pengawasan intern kementerian/lembaga dalam meningkatkan kualitas laporan
Analisis peranan …, Denis Dimas Permana, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
keuangan kementerian/lembaga dengan studi pada kementerian keuangan. Penelitian
dilakukan secara kualitatif dengan metode deskriptif. Hasilnya, sebagai aparat pengawasan
intern, Inspektorat jenderal kemenkeu telah mulai menjalankan fungsinya sebagaimana fungsi
pengawas intern dengan paradigma baru, yaitu memberi nilai tambah dan membantu
pencapaian tujuan organisasi, dengan menjalankan fungsi sebagai pemberi assurance dan
advisory consulting. Hal ini memberikan hasil yang cukup signifikan dalam meningkatkan
kualitas laporan keuangan. Pencapaian hasil tersebut tidak terlepas dari faktor-faktor yang
mendukung, yaitu sumber daya manusia dan sarana dan prasarana yang ada. Penelitian
tersebut juga memberikan rekomendasi untuk melakukan sosialisasi kepada unit penyusun
laporan agar lebih peduli kepada penyusunan laporan keuangan yang berkualitas untuk
menunjukkan akuntabilitas atas pengelolaan keuangan Negara.
III. OBJEK DAN METODE PENELITIAN
Dalam penelitian studi kasus mengenai peranan Inspektorat Kabupaten sebagai auditor
intern pemerintah ini mengambil Pemerintah Kabupaten Wonosobo sebagai objek penelitian
studi kasus dengan alasan sebagai berikut:
- Pemerintah Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu pemerintah daerah yang
memiliki berbagai prestasi dalam kinerja pemerintahannya, salah satunya merupakan
penyelenggara pemerintahan daerah terbaik di provinsi Jawa Tengah dan peringkat
dua di tingkat Nasional tahun 2012.
- Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Wonosobo dari tahun 2004-2012
secara stabil mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK), sehingga menarik untuk diteliti upaya yang telah
dilakukan untuk meraih opini terbaik (Wajar Tanpa Pengecualian/WTP) dan mengapa
tidak bisa berjalan dengan baik, mengingat secara penyelenggaraan pemerintahan
sudah berjalan dengan baik. Sekaligus, dapat mewakili daerah-daerah lain di Indonesia
yang sebagian besar masih mendapatkan opini di luar WTP.
Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif.
Pendekatan ini memungkinkan kejadian, proses, dan hubungan yang diteliti di lapangan
dapat dipahami melalui berbagai perspektif teori (Parker, 2011). Pendekatan kualitatif ini
dilakukan dengan cara studi kasus. Menurut Sekaran dan Bougie (2010), studi kasus
merupakan penelitian mendalam dan kontekstual dari suatu keadaan dalam sebuah
organisasi, di mana sifat dan definisi masalah yang terjadi serupa dengan yang dialami
Analisis peranan …, Denis Dimas Permana, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
oleh organisasi lain. Penelitian studi kasus yang sifatnya kualitatif ini, bermanfaat dalam
menawarkan solusi kepada masalah yang ada berdasarkan pengalaman penyelesaian
masalah yang lalu, penelitian ini juga bermanfaat dalam memahami fenomena dan
menghasilkan teori yang lebih jauh untuk kemudian diuji. Penelitian lapangan berbasis
studi kasus menggunakan berbagai metode seperti wawancara, observasi, dan analisis
dokumentasi sesuai dengan kondisi dan proses yang sebenarnya. Hal ini bertujuan untuk
memberikan data dan pemahamanan yang lebih baik mengenai praktik organisasi (Lee et
al., 2007; Merchant dan Van der Stede, 2006 dalam Parker 2011).
IV. HASIL PENELITIAN
Tabel 4.1 Peran Inspektorat Kabupaten dalam Tindak Lanjut Pengecualian
No Temuan Tahun Penyebab Peran Inspektorat
1. Penyajian belanja bantuan, pegawai, barang tidak sesuai dengan tujuan anggaran
2008-2009
Kesalahan penganggaran - Inspektorat belum masuk ke ranah penganggaran
- Reviu khusus hibah atas rekomendasi BPK
2. Aset tetap tidak dapat diyakini kewajarannya
2009-2012
belum didukung dengan buku inventaris barang SKPD, klasifikasi aset yang belum sesuai, mencantumkan aset-aset yang telah diberikan kepada pihak luar, serta belum dilakukan kapitalisasi atas biaya
-Peran bersifat parsial bukan peran komprehensif. - Peluang terjadi di tahun 2012 namun tidak mampu dioptimalkan.
3. Pengadaan hutang obat RSUD
2009 Tidak didukung dokumen yang meemadai
Pemeriksaan atas rekomendasi BPK
4. Aset dari belanja barang dan jasa belum dapat diungkapkan
2010 Kesalahan penganggaran Relatif tidak ada karena belum masuk ke ranah penganggaran
Sumber: Wawancara dengan Kasubbag P2EP Inspektorat Kabupaten Wonosobo
Penjelasan untuk Tabel 3.9 dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Untuk temuan penyajian belanja bantuan, belanja pegawai, dan belanja barang yang tidak
sesuai dengan tujuan anggaran pada tahun 2008, muncul kembali dengan pola yang relatif
sama di tahun 2009. Kesalahan dalam penyajian laporan keuangan tersebut terletak dalam
proses penganggaran, bukan pada proses pengelolaan atau pelaporan. Hal ini disebabkan oleh
Analisis peranan …, Denis Dimas Permana, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
faktor kebijakan yang dilakukan oleh tim anggaran pemerintah daerah. Temuan muncul tidak
dapat langsung ditindaklanjuti terutama disebabkan karena masalah waktu penyusunan
anggaran dengan rekomendasi temuan BPK yang tidak bersamaan. Inspektorat Kabupaten
Wonosobo sendiri belum mau masuk ke ranah penganggaran untuk mencegah temuan ini
terjadi. Peran Inspektorat di sini mengadakan reviu khusus untuk hibah atas rekomendasi
BPK.
2. Pada tahun 2009 muncul temuan mengenai aset tetap yang tidak dapat diyakini
kewajarannya sebesar Rp 1,65 Triliun. Nilai tersebut merupakan nilai keseluruhan aset tetap
yang dimiliki oleh Kabupaten Wonosobo. Hal ini disebabkan karena penyajian tersebut belum
didukung dengan buku inventaris barang SKPD, klasifikasi aset yang belum sesuai,
mencantumkan aset-aset yang telah diberikan kepada pihak luar, serta belum dilakukan
kapitalisasi atas biaya yang timbul dalam kaitan dengan pengadaan aset tetap. Tindak lanjut
dalam temuan ini dilakukan sepenuhnya oleh Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan
Aset Daerah (DPPKAD). Namun, karena keterbatasan langkah yang dimiliki oleh DPPKAD
menyebabkan temuan ini tidak dapat tuntas ditindaklanjuti. Inspektorat Kabupaten, dalam hal
ini yang memiliki sumber daya manusia maupun waktu lebih banyak dibandingkan DPPKAD,
sayangnya belum ada peran komprehensif Inspektorat Kabupaten dalam menindaklanjuti
pengecualian ini, yang ada hanyalah langkah-langkah parsial, pada saat pemeriksaan regular,
yang kemudian secara kebetulan menyentuh temuan ini. Khusus untuk tahun 2012, peran
Inspektorat Kabupaten dapat dilihat dalam reviu yang dilakukan untuk membuktikan
kewajaran aset Dikpora karena BPK tidak mampu melakukan pemeriksaan sendiri. Dalam
reviu tersebut Inspektorat menerjunkan 2 personilnya, namun karena banyaknya jumlah
sekolah yang harus direviu dan jangka waktu yang diberikan BPK sendiri hanya 2 minggu,
reviu yang dilakukan oleh Inspektorat tidak mampu memberikan keyakinan kepada BPK
untuk memberikan opini WTP.
3. Untuk temuan hutang pengadaan obat pada RSUD di tahun 2009 senilai sekitar Rp 2,99
Milyar belum dapat diyakini kewajarannya karena tidak didukung dengan dokumen faktur
yang memadai. Peran Inspektorat kabupaten dalam hal ini adalah menindaklanjuti melalui
pemeriksaan atas rekomendasi BPK.
4. Untuk temuan di tahun 2010 mengenai beberapa aset dari belanja barang dan jasa belum
dapat diungkapkan karena perolehan aset berasal dari belanja barang dan jasa dan tidak ada
laporan dari SKPD terkait serta belum ada kebijakan mengenai kapitalisasi aset ini, lagi-lagi
Analisis peranan …, Denis Dimas Permana, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
akibat dari kesalahan penganggaran. Belanja barang dan jasa (pemeliharaan) tersebut
seharusnya tidak dikapitalisasi sebagai aset tetap, kecuali pada saat penganggaran
dialokasikan sebagai belanja modal. Peran dari Inspektorat dalam hal ini relatif tidak berarti
karena untuk peran pemeriksaan dalam penganggaran Inspektorat Kabupaten belum masuk ke
sana.
Secara umum, Inspektorat Kabupaten Wonosobo belum pernah secara formal dan
inisiatif untuk menindaklanjuti pengecualian, kecuali untuk pengecualian yang masuk dalam
temuan dan diminta oleh BPK. Langkah tindak lanjut yang dilakukan oleh Inspektorat saat ini
sifatnya parsial dan belum ada langkah nyata Inspektorat terlibat langsung dalam reviu SKPD
berkenaan dengan beberapa dari pengecualian tersebut.
V. PEMBAHASAN
Tabel 5.1 Permasalahan Mendasar dalam Peningkatan Kualitas LKPD
No Permasalahan Faktor Penentu
1. Perbedaan Persepsi mengenai
Laporan Keuangan
- Faktor sumber daya manusia (Xu et al, 2003; ANAO, 2009;
Choirunisah, 2008; Ekasari, 2012)
- Sistem dan praktik pelaporan keuangan yang belum
diimplementasikan dengan baik menurut standar yang berlaku
(Xu, 2003; ANAO, 2009).
2. Permasalahan Institusional - Faktor desain dan budaya organisasi (Xu et al, 2003;
Choirunisah, 2008).
- pengelolaan dan pemilihan SDM yang efektif (Xu et al,
2003; Choirunisah, 2008; ANAO, 2009; Ekasari, 2012).
3. Ego Sektoral - Faktor hubungan yang kurang terbuka dan kontruktif antar
pemangku kepentingan (ANAO, 2009)
4. Komitmen Kepala Daerah - Komitmen pimpinan dan manajemen (ANAO, 2009;
Silviana; 2011)
Sumber: penelitian terdahulu, data diolah penulis
1. Perbedaan Persepsi mengenai Laporan Keuangan
Seperti telah dijelaskan dalam evaluasi penyusunan LKPD Kabupaten Wonosobo di awal,
bahwa ada dualisme pemahaman mengenai proses penyusunan laporan keuangan yang baik.
Secara umum masih ada pemahaman bahwa laporan keuangan harus kelihatan baik-baik saja,
Analisis peranan …, Denis Dimas Permana, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
tidak menampilkan hal-hal yang salah atau tidak tepat dan tidak memancing permasalahan.
Namun, ada pula yang memahami bahwa seharusnya laporan keuangan berkata apa adanya
dan mengungkapkan selengkap-lengkapnya, meskipun kemudian harus menyajikan kesalahan
yang terjadi. Sepintar apapun pemerintah daerah menyembunyikan data itu, BPK akan bisa
menemukannya dan justru kemudian berpotensi menjadi temuan yang mengecualikan
kewajaran laporan keuangan pemerintah daerah. Dualisme seperti inilah yang kemudian
membuat persepsi pemerintah daerah terhadap laporan keuangan yang berkualitas masih
berbeda-beda. Kemudian, apakah pemahaman akan arti penting opini WTP bagi pemda ini
dipahami oleh semua elemen pemerintah daerah, ini pertanyaan yang harus dijawab oleh
pemerintah daerah.
Maka, apabila kita mengacu kepada teori yang ada, mengenai faktor-faktor yang
menentukan kualitas laporan keuangan pemerintah daerah pada Bab 2, masalah perbedaan
persepsi mengenai laporan keuangan ini bisa terjadi karena faktor sumber daya manusia dari
pimpinan-pimpinan daerah yang tidak memahami dengan baik mengenai akuntansi pelaporan
keungan daerah (Xu, 2003; ANAO, 2009; Choirunisah, 2008; Ekasari, 2012), serta sistem dan
praktik pelaporan keuangan yang belum diimplementasikan dengan baik menurut standar
yang berlaku (Xu, 2003; ANAO, 2009).
2. Permasalahan Institusional
Ada beberapa permasalahan yang sifatnya terkait pengelolaan organisasi di dalam
pelaksanaan pemerintahan daerah Wonosobo. Dalam kaitannya dengan Inspektorat
Kabupaten kemudian justru akan menyebabkan muncul pertanyaan urgensi akan kehadiran
dan manfaat instansi tersebut. Beberapa permasalahan tersebut seperti praktik kerja yang
masih menjunjung kebiasaan-kebiasaan lama, etika profesi auditor, juga terkait pemilihan
sumber daya manusia dalam Inspektorat Kabupaten.
Dalam evaluasi peran yang telah dilakukan Inspektorat Kabupaten dapat penulis
simpulkan bahwa praktik pemeriksaan masih terpaku pada pola dan kebiasan lama.
Pengelolaan keuangan seharusnya tidak hanya mengenai uang masuk atau uang keluar, ada
aspek lain selain belanja di dalamnya yang juga harus didalami, aset daerah misalnya yang
menjadi masalah utama akuntansi daerah Kabupaten Wonosobo, juga masih ada pendapatan
maupun pembiayaan yang belum tersentuh secara mendalam. Rancangan Kerja Inspektorat
kemudian harus mulai diarahkan kepada aspek-aspek selain belanja.
Analisis peranan …, Denis Dimas Permana, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
Di Inspektorat sendiri, masih ada pola pikir bahwa pemeriksaan regular diandalkan untuk
mengejar angka kredit, yang nantinya tentu akan berimplikasi pada kenaikan pangkat.
Sehingga, setiap ada penugasan yang diperdebatkan justru mengenai jumlah hari
pemeriksaan, yang kemudian berpengaruh kepada angka kredit. Padahal, pejabat fungsional
tersebut seharusnya ada pertanggungjawaban profesi.
Pimpinan perlu membangun budaya kerja organisasi baik di Inspektorat maupun
lingkungan pemda itu sendiri yang mendorong SDM untuk berkontribusi maksimal, perlu
dihilangkan stigma bahwa bekerja bagus atau tidak sama saja, gaji tetap sama. Lebih
buruknya lagi, ketika yang berusaha untuk menampilkan kinerja terbaik justru dijauhi oleh
rekan kerjanya sendiri. Sehingga budaya dan atmosfer kerja organisasi akhirnya tidak
mendukung institusi untuk bekerja optimal. Seharusnya tidak ada alasan bagi aparat
pemerintah, apalagi auditor untuk tidak mau belajar. Etika profesionalitas dan disiplin kerja
perlu ditegakkan.
Apabila kemudian dikaitkan dengan teori pada Bab 2, permasalahan yang ada tersebut
karena faktor desain dan budaya organisasi (Xu et al, 2003; Choirunisah, 2008). Budaya dan
iklim organisasi pada Inspektorat Kabupaten yang masih menjunjung kebiasan-kebiasan lama
dalam praktik kerjanya, juga desain organisasi instansi pemerintahan yang kurang
memberikan apresiasi bagi kinerja terbaik turut mempengaruhi kinerja pelaporan keuangan
pemerintah daerah. Kemudian, hal ini juga terjadi karena sebagian besar sumber daya
manusia di dalam Inspektorat Kabupaten diisi oleh orang-orang dengan latar belakang bukan
ekonomi, bahkan akuntansi.
Pemilihan SDM, bahkan jabatan Inspektur itu sendiri yang pemilihannya tidak
berdasarkan kompetensi, pada akhirnya membuat Inspektorat ini kemudian sulit untuk
bergerak sesuai dengan basis kompetensinya. Dalam bab 2 telah diuraikan mengenai faktor
penentu kualitas laporan keuangan salah satunya adalah pengelolaan dan pemilihan SDM
yang efektif (Xu et al, 2003; Choirunisah, 2008; ANAO, 2009; Ekasari, 2012).
3. Ego Sektoral
Sempat disinggung sebelumnya bahwa masalah koordinasi menjadi begitu penting dalam
proses pencapaian opini WTP, juga tentunya dalam proses penyusunan laporan keuangan
secara umum. Permasalahan mendasar yang kemudian harus diuraikan, yang penulis temukan
adalah masih kuatnya ego dari masing-masing sektoral untuk kemudian berjalan sendiri-
Analisis peranan …, Denis Dimas Permana, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
sendiri sesuai dengan kepentingan dan caranya masing-masing. Antara DPPKAD, sebagai
penyusun laporan keuangan, dengan Inspektorat Kabupaten, sebagai aparat pengawas intern
pemda, misalnya, masih ada kegiatan-kegiatan yang berhubungan dan tidak melibatkan satu
sama lain. Hal ini juga terlihat jelas dalam tindak lanjut pengecualian aset daerah, misalnya.
Karena pengecualian yang muncul berhubungan dengan tugas DPPKAD, maka seolah-olah
hanya menjadi tanggung jawab DPPKAD. Ego sektoral masih sangat terasa di sini. Padahal,
kemudian dapat kita buktikan sendiri dalam upaya pencapaian opini audit tahun 2012
kemarin, bahwa kerjasama dan koordinasi antar sektoral sangatlah penting.
Di dalam Inspektorat Kabupaten hal ini dapat kita lihat dalam reviu mengenai aset tetap
tahun 2012 kemarin, di mana hanya 2 orang yang kemudian mereviu unit sekolah sebanyak
itu. Pun, masalah koordinasi ini juga diamini BPK dalam LHP LKPD Kabupaten Wonosobo,
bahwa beberapa kelemahan pengendalian intern yang ditemukan menunjukkan masih adanya
kurang koordinasi antar tingkatan manajemen dan belum optimalnya fungsi saluran
komunikasi antar pejabat dan personil yang terkait, serta antar pegawai dengan atasan.
Mengacu pada teori yang ada dalam Bab 2, maka permasalahan ego sektoral ini termasuk
dalam faktor hubungan yang kurang terbuka dan konstruktif antar pemangku kepentingan,
dalam hal ini antar instansi terkait (ANAO, 2009), yang akan memengaruhi kualitas
penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah
4. Komitmen Kepala Daerah
Ketiga permasalahan utama yang telah disebutkan sebelumnya tidak dapat diselesaikan
apabila tidak ada komitmen yang kuat dari pemerintah daerah. Komitmen pimpinan dan
manajemen merupakan salah satu faktor kuat yang memengaruhi kualitas laporan keuangan
pemerintah daerah (ANAO, 2009; Silviana; 2011) seperti yang telah dijelasakan dalam bab 2.
Maka kemudian, butuh dukungan kebijakan dari pemerintah daerah untuk mendukung
pengelolaan keuangan daerah yang berkualitas. Oleh sebab itu, melihat permasalahan
mendasar dan tantangan ke depan dalam kerangka besar sistem pengendalian intern dalam
pengelolaan keuangan daerah, butuh komitmen dan dukungan penuh dari kepala daerah,
dalam hal ini Bupati Wonosobo. Hal ini sesuai dengan teori Mihret dan Yismaw (2007), yang
telah dikemukakan dalam Bab 2, bahwa dukungan manajemen, dalam hal ini Kepala Daerah,
memiliki pengaruh yang kuat terhadap efektivitas audit. Pun, dukungan dari Kepala Daerah
ini menjadi indikator minimum yang harus dipenuhi agar kegiatan audit intern di dalam
pemerintahan dapat berjalan dengan efektif, sebagaimana dijelaskan oleh IIA (2006).
Analisis peranan …, Denis Dimas Permana, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
Memahami hal tersebut, banyak ruang gerak Inspektorat Kabupaten yang kemudian
bergantung pada komitmen kepala daerah. Kurang optimalnya peran Inspektorat Kabupaten
Wonosobo dalam meningkatkan kualitas laporan keuangan pemerintah daerah, seharusnya
didukung dengan komitmen kepala daerah untuk menjadikan instansi ini menjadi lebih efektif
dan menjadikannya garda terdepan untuk pengendalian intern pemerintah. Sudah saatnya,
peran Inspektorat diperluas, tidak hanya sekedar pengawas yang mencari-cari kesalahan,
namun juga harus didorong ke arah konsultan intern pemerintah daerah. Tanpa komitmen
penuh dari kepala daerah untuk menuju ke arah tersebut, Inspektorat Kabupaten akan tetap
berjalan di tempat dan terus dipertanyakan eksistensinya.
VI. KESIMPULAN
Dalam proses pengelolaan keuangan daerah, Kabupaten Wonosobo selama delapan tahun
berturut-turut konsisten dalam meraih opini audit WDP (Wajar Dengan Pengecualian) yang
dikeluarkan oleh BPK. Langkah komprehensif Inspektorat Kabupaten dalam mengatasi
pengecualian sejauh ini belum ada, baru langkah-langkah yang sifatnya parsial dan kebetulan
menyentuh pengecualian tersebut. Apabila dikaitkan dengan proses pemeriksaan dan reviu
yang dilakukan oleh Inspektorat, fokus dan pola pikir masih tertuju pada belanja. Padahal,
selama tiga tahun berturut-turut permasalahan utama dalam laporan keuangan pemerintah
daerah berada pada aset tetap. Pun ketika BPK menyerahkan pengujian atas aset daerah
kepada pemerintah daerah Kabupaten Wonosobo di tahun 2012, ternyata Inspektorat belum
mampu berperan besar. Reviu yang dilakukan tidak mampu meyakinkan BPK untuk
kemudian memberikan opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian). Selain itu, Inspektorat juga
belum masuk kepada dana-dana di luar APBD, yang nantinya berpotensi menimbulkan aset
daerah di neraca, dan pada akhirnya memengaruhi kewajaran laporan keuangan pemerintah
daerah. Ranah penganggaran, yang selama ini sering menjadi temuan bahkan pengecualian
dalam kesalahan penganggaran, pun belum menjadi wilayah fokus dari Inspektorat
Kabupaten.
Hal ini menunjukkan bahwa ternyata peran Inspektorat Kabupaten Wonosobo dalam
meningkatkan kualitas dan pengelolaan laporan keuangan pemerintah daerah masih lemah.
Selain itu, harus ada sinergisasi, koordinasi, dan komunikasi yang baik dengan instansi lain
seperti DPPKAD agar permasalahan dalam penyusunan laporan keuangan dapat teratasi,
terlebih dengan keterbatasan sumber daya pemerintah daerah. Apabila peran Inspektorat
hanya sekedar mencari-cari kesalahan SKPD tanpa kemudian ada perbaikan di masa
Analisis peranan …, Denis Dimas Permana, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
mendatang, maka eksistensi dan efektivitas instansi ini dalam sistem pengendalian intern
pemerintah akan terus dipertanyakan.
VII. SARAN
1. Perlu ada terobosan kebijakan pemerintah daerah untuk formasi dalam bidang akuntansi
secara masif, yang kemudian disebarkan ke masing-masing SKPD, sehingga pengelolaan
keuangan di sana dapat ditangani oleh ahlinya.
2. Pimpinan daerah dan instansi harus berani membuka ruang koordinasi yang lebih
konstruktif di antara SKPD dan di dalam instansi SKPD itu sendiri. Hal ini penting untuk
menyamakan persepsi mengenai tujuan pengelolaan keuangan daerah.
3. Kepala daerah maupun pimpinan instansi kemudian harus berani mendorong Inspektorat
Kabupaten masuk ke wilayah yang selama ini belum disentuh namun berulang kali menjadi
temuan BPK, seperti dalam kesalahan penganggaran maupun dana-dana non APBD. Jika
perlu dikeluarkan peraturan daerah yang mampu memaksa instansi pemerintah seperti
Inspektorat Kabupaten untuk bekerja dengan pola-pola baru, yang mendobrak kebiasaan
lama.
4. Penambahan pelatihan dan kapasitas harus ditingkatkan dengan berbagai cara, terutama
dalam tantangan ke depan yang harus menghadapi E-Government dan juga perubahan
kebijakan akuntansi dari basis kas modifikasi ke basis akrual.
5. Akses masyarakat untuk mengakses informasi-informasi terkait penyelenggaraan
pengelolaan keuangan daerah di Wonosobo masih sangat kurang. Pemerintah daerah harus
membuka ruang partisipasi masyarakat untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya
pengelolaan keuangan daerah, misalnya dengan secara rutin mengunggah informasi keuangan
seperti APBD dan LKPD Kabupaten Wonosobo di website pemda. Kemudian harus ada
inisiasi partisipasi dari pihak ketiga seperti lembaga swadaya masyarakat maupun elemen
mahasiswa dalam mengawasi dan mengkritisi kegiatan pengelolaan keuangan daerah di
Kabupaten Wonosobo.
Analisis peranan …, Denis Dimas Permana, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
VIII. KEPUSTAKAAN
Aikins, Stephen Kwamena. (2011). An Examination of Government Intern Audits’ Role in Improving Financial Performance. Journal of Public Finance and Management, 11(4): 306-337
Australian National Audit Office. (2009). Preparation of Financial Statements by Public
Entities. Commonwealth of Australia BPK RI. (2011a). Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Sementara Semester 1 Tahun 2011
BPK RI. (2011b). Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Sementara Semester 2 Tahun 2011
BPK RI. (2008). Laporan Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Wonosobo Tahun 2008
BPK RI. (2009). Laporan Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Wonosobo Tahun 2009
BPK RI. (2010). Laporan Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Wonosobo Tahun 2010
BPK RI. (2011). Laporan Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Wonosobo Tahun 2011
BPK RI. (2012). Laporan Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Wonosobo Tahun 2012
Choirunisah, Fairiziah. (2008). Faktor-faktor yang Memengaruhi Kualitas Informasi Laporan Keuangan yang Dihasilkan oleh Sistem Akuntansi Instansi. Semarang: Program Sarjana Universitas Diponegoro
Ekasari, Winda. (2012). Faktor-faktor yang Memengaruhi Keandalan Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Kampar. Program Sarjana Universitas Riau
Jensen, Michael C. and William H. Meckling. (1976). Theory of the Firm:
Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure Kuswarini, Desika. (2010). Pengaruh Kualitas Jasa Inspektorat Jendral, Pengalamam
Pimpinan, dan Jumlah Anggaran terhadap Efektivitas Pengendalian Intern pada Kementerian/Lembaga di Jakarta. Jakarta: Program Magister Akuntansi FEUI
Mihret, D.G. dan Yismaw. (2007). Intern Audit Effectiveness: an Ethiopian public sector case
study. Managerial Auditing Journal vol. 22 Moeller, Robert. (2009). Brink’s Modern Intern Auditing 7th ed. New Jersey: John Wiley &
Sons Nordiawan, Deddi, Iswahyudi Sondi Putra, dan Maulidah Rahmawati. (2007). Akuntansi
Pemerintah. Jakarta: Salemba Empat
Analisis peranan …, Denis Dimas Permana, FE UI, 2013
Universitas Indonesia
Parker, Lee D. (2011). Qualitative Management Accounting Research: Assessing
Deliverables and Relevance. Critical Perspectives on Accounting 23 (2012) 54– 70 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi
Pemerintah Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
(SPIP) Rahmat, Sentot. (2010). Analisis Peran Inspektorat Jenderal sebagai Aparat Pengawas Intern
Pemerintah dalam Meningkatkan Kualitas Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (Studi Kasus Kementerian Keuangan). Jakarta: Program Magister Departemen Akuntansi FEUI
Sekaran, Uma, Roger Bougie. (2010). Research Methods for Business. Fifth Edition. Great
Britain: John Wiley & Sons Ltd Silviana. (2011). Pengaruh Komitmen Kepala Daerah terhadap Kualitas Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah di Provinsi Jawa Barat. Universitas Wedyatama The Institute of Intern Auditor. (2006). The Role of Auditing in Public Sector Governance Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara Undang Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Unegbu, Angus Okechukwu dan Mohammed Isa Kida. (2011). Effectiveness of Intern Audit
as Instrument of Improving Public Sector Management. Journal of Emerging Trends in Economics and Management Sciences (JETEMS) 2 (4): 304-309
Xu, et al. (2003). Key Issues of Accounting Information Quality Management: Autralian Case
Study. Industrial Management & Data Systems , Volume 103 (7): 10 Emerald Publishing
Analisis peranan …, Denis Dimas Permana, FE UI, 2013