analisis perancangan tarif dan subsidi dalam pemabangunan preasarana perkotaan jadi
TRANSCRIPT
Jurnal Teknik Sipil ISSN 1412-548XUniversitas Syiah Kuala pp. 1- 19
ANALISIS PERANCANGAN TARIF DAN SUBSIDI
Amalia, Mulia Ulfa, Mutia Safrina, Nova Ronalita, Nurnadiya, Ridhia MaisarinaJurusan Magister Teknik Sipil, Prodi MPP, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala
Jl. Tgk. Syeh Abdul Rauf No. 7, Darussalam Banda Aceh 23111,<[email protected], <[email protected]>, <[email protected]>,<[email protected]>,
<[email protected]>,<[email protected]>,
A.PENDAHULUAN
Seperti halnya negara berkembang lainnya,
perkembangan kota di Indonesia berlangsung
dengan sangat pesatnya. Pertumbuhan kota
yang pesat ini mempunyai implikasi, yaitu
meningkatnya tuntutan permintaan atas
pengadaan dan perbaikan prasarana dan
pelayanan perkotaan, baik dari segi kuantitas
maupun kualitas
Berdasarkan perkiraan Bank Dunia, tekanan
penduduk di daerah perkotaan ini selain
disebabkan karena adanya pertumbuhan
penduduk secara alamiah dan tingginya
perpindahan penduduk dari desa ke kota, juga
disebabkan karena meningkatnya pengharapan
masyarakat sebagai akibat dari meningkatnya
pendapatan. Keadaan ini pada gilirannya
menyebabkan terjadinya pembengkakan pada
investasi infrastruktur perkotaan, yang
diperkirarkan dalam tahun 1990 - an dapat
mencapai sekitar US $ 10 milyar.
Tantangan yang dihadapi oleh kota-kota di
Indonesia di masa mendatang adalah bagaimana
caranya mengurangi dan mengatasi gap antara
kebutuhan investasi prasarana dan pelayanan
perkotaan dengan relatif terbatasnya
kemampuan keuangan negara untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Beberapa peluang dan
potensi yang dimiliki oleh pemerintah,
khususnya berkaitan dengan mobilisasi sumber
penerimaan yang sudah dimanfaatkan oleh
pemerintah daerah umumnya masih bersifat
konvensional (tradisional), seperti misalnya
pajak, retribusi dan pinjaman. Pada
kenyataannya, di luar sumber-sumber yang
bersifat konvensional tersebut masih banyak
jenis sumber-sumber lainnya yang bersifat non-
konvensional (non-tradisional), yang
sebenarnya berpotensi tinggi untuk
dikembangkan, seperti misalnya betterment
levies, development impact fees, excess
condemnation, obligasi , concession, dan
sebagainya.
B.Instrumen Keuangan Bagi Pembangunan
Perkotaan
1.Pembangunan Perkotaan
Seiring dengan pertumbuhan penduduk serta
perkembangan kota yang semakin pesat, perlu
dilakukan pembangunan sarana dan prasarana
kota guna meningkatkan kualitas hidup
masyarakat serta menunjang berbagai aktivitas
masyarakat serta pemerintah yang ada
didalamnya. Berbagai upaya pembangunan
Volume 1, Tahun I, No. 1, Mei 2011 - 1
untuk bidang sarana dan prasarana kota tersebut
dituangkan dalam arah kebijakan pemerintah
daerah sesuai fungsinya, yang meliputi :
a. Kelengkapan Kota
Membangun dan mengembangkan fasilitas
penerangan jalan dan tempat umum, serta
jaringan utilitas yang dibutuhkan masyarakat
guna mendukung serta menggerakkan kegiatan
ekonomi masyarakat. Meliputi:
1. Program Pembangunan Prasarana
Jaringan Utilitas
2. Program Penerangan Jalan dan Tempat
Umum
3. Program Pengembangan Pelayanan Air
Limbah
4. Program Pengembangan Pelayanan Air
Bersih
2. Tata Air
Melanjutkan pembangunan sarana
pengendali banjir dan drainase kota,sehingga
ancaman bencana banjir dan genangan air dapat
dikurangi, baik banyaknya lokasi maupun
sebarannya. Adapun kegiatannya meliputi:
1. Program Pengendalian Banjir
2. Program Peningkatan Drainase Kota
3. Perhubungan
Meningkatkan kinerja sistem transportasi,
pos dan telekomunikasi melalui pemanfaatan
secara optimal jaringan transportasi, pos dan
telekomunikasi serta perbaikan kuantitas dan
kualitas pelayanan.
1. Program Pengembangan Jaringan Jalan
dan Jembatan
2. Program Pengembangan Sarana dan
Fasilitas Perhubungan
3. Program Pengembangan Sarana dan
Fasilitas Perhubungan
4. Perumahan dan Permukiman
Membangun fasilitas perumahan dan
permukiman, dalam pemenuhan kebutuhan
dasar masyarakat akan hunian yang layak dan
terjangkau.
1. Program Pengembangan Perumahan
2. Program Penataan Lingkungan
Permukiman
5. Tata Ruang
Mewujudkan penataan ruang yang
berkualitas dan partisipatif berdasarkan prinsip
adil, efisien dan berkelanjutan
1. Program Perencanaan Ruang
2. Program Pemanfaatan dan Pengendalian
Pemanfaatan Ruang
3. Program Penataan dan Pengawasan
Bangunan
4. Program Pengembangan Kawasan
Khusus/Strategis.
6.Tata Bangunan
Mewujudkan penataan bangunan dan
gedung Pemda yang berkualitas dan handal
untuk mendukung penyelenggaraan fungsi
pemerintahan dan pelayanan masyarakat .
1. Program Penataan Bangunan dan
Gedung Pemda
Untuk melaksanakan berbagai program
pembangunan perasaran perkotaan tersebut
banyak faktor untuk mewujudkannya. Terutama
terkait dengan faktor sumberdaya. Sumberdaya
manusianya dan sumberdaya keuangannya.
2 - Volume 1, Tahun I, No. 1, Mei 2002
2. Pemanfaatan Instrument Keuangan
Sebagai Sumber Pembiayaan Pembangunan
Prasarana Perkotaan
Pertumbuhan kota yang pesat mempunyai
implikasi, yaitu meningkatnya tuntutan
permintaan atas pengadaan dan perbaikan
prasarana dan pelayanan perkotaan, baik dari
segi kuantitas maupun kualitas.
Tantangan yang dihadapi oleh kota-kota di
Indonesia di masa mendatang adalah bagaimana
caranya mengurangi dan mengatasi gap antara
kebutuhan investasi prasarana dan pelayanan
perkotaan dengan relatif terbatasnya
kemampuan keuangan negara untuk memenuhi
kebutuhan tersebut.
Secara teoritis, modal bagi pembiayaan
pembangunan perkotaan dapat diperoleh dari 3
sumber dasar:
1. pemerintah/publik
2. swasta/private
3.Gabungan antara pemerintah dengan swasta
Untuk setiap modal tersebut, terdapat
beberapa jenis instrumen keuangan yang secara
umum dikategorikan sebagai berikut:
1. Pembiayaan melalui pendapatan
(revenue financing)
2. Pembiayaan melalui hutang (debt
financing) P
3. embiayaan dengan kekayaan (equity
financing)
2.1. Public Revenue Financing
Berdasarkan kategori ini ada 3 jenis instumen
keuangan yang biasa digunakan, yaitu:
1. pajak
2. retribusi
3. betterment levies
Dilihat dari sifatnya maka pajak dan retribusi
termasuk dalam kategori sumber keuangan
yang bersifat konvensional. Sementara itu,
betterment levies merupakan instrumen yang
bersifat non konvensional.
2.1.1. Public Revenue Financing Yang
Bersifat Konvensional
a. Pajak
Pajak merupakan instrumen keuangan
konvensional yang sering digunakan di banyak
negara. Penerimaan pajak digunakan untuk
membiayai prasarana dan pelayanan perkotaan
yang memberikan manfaat bagi masyarakat
umum, yang biasa disebut juga sebagai "public
goods". Penerimaan pajak dapat digunakan
untuk membiayai satu dari 3 pengeluaraan di
bawah ini, yaitu:
1. untuk membiayai biaya investasi total
("pay as you go");
2. untuk membiayai pembayaran hutang
("pay as you use")
3. menambah dana cadangan yang dapat
digunakan untuk investasi di masa
depan.
Bagi pemerintah daerah tingkat II di Indonesia,
penerimaan pajak yang terpenting dan dominan
adalah yang bersumber dari Pajak
Pembangunan I, pajak hiburan/tontonan, dan
pajak reklame. Selain itu, PBB, yang pada
dasarnya merupakan penerimaan bagi hasil dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah,
dapat dianggap juga sebagai sumber
penerimaan pajak yang utama bagi daerah tingkat
II. Oleh karena itu, PBB sering bersama-sama
dengan PAD dikategorikan sebagai Penerimaan
Daerah Sendiri (PDS). 3
b. Retribusi
Bentuk lainnya dari public revenue financing
adalah retribusi. Secara teoritis retribusi mempunyai
2 fungsi, yaitu 1) sebagai alat untuk mengatur
(mengendalikan) pemanfaatan prasarana dan jasa
yang tersedia; dan 2) merupakan pembayaran atas
penggunaan prasarana dan jasa. Untuk wilayah
perkotaan jenis retribusi yang umum digunakan
misalnya air bersih, saluran limbah, persampahan
dan sebagainya.
Pengenaan retribusi sangat erat kaitannya dengan
prinsip pemulihan biaya (cost recovery), dengan
demikian retribusi ini ditujukan untuk menutupi
biaya operasi, pemeliharaan, depresiasi dan
pembayaran hutang. Adapun tarif retribusi umumnya
bersifat proporsional, dimana tarif yang sama
diberlakukan untuk seluruh konsumen, terlepas dari
besarnya konsumsi masing-masing konsumen.
Namun demikian, di beberapa daerah yang maju,
misalnya di Jakarta, besarnya retribusi untuk
prasarana tertentu, seperti pelayanan air bersih
cenderung bersifat progresif, dimana semakin
banyak konsumsi air bersih akan semakin tinggi tarif
retribusinya.
Jenis retribusi yang memberikan sumbangan
penerimaan relatif tinggi bagi pemerintah daerah
adalah berasal dari retribusi perizinan, parkir, dan
pasar. Secara rata-rata, dalam tahun 1990/91
penerimaan retribusi mencapai sekitar 65% (kota
kecil) dan 47% (kota besar) dari total penerimaan
asli daerah.
2.1.2. Public Revenue Financing Yang Bersifat
Non Konvensional
Bentuk lain dari public revenue financing namun
yang bersifat non-konvensional ialah betterment
levies, yaitu merupakan tagihan modal (capital
charges) yang ditujukan untuk menutupi/membiayai
biaya modal dari investasi prasarana. Dalam
kenyataannya, jenis pungutan ini relatif kurang
banyak digunakan. Adapun tujuan utama dari
pengenaan jenis pungutan ini adalah mendorong
masyarakat yang memperoleh manfaat dari adanya
prasarana umum agar turut menanggung biayanya.
Dengan demikian, pungutan ini dikenakan langsung
kepada mereka yang memperoleh manfaat langsung
dari adanya perbaikan prasarana umum tersebut.
Adapun dasar pengenaannya bisa didasarkan atas
jumlah area atau berdasarkan nilai taksiran manfaat
yang diperolehnya.
2.2. Private Revenue Financing
Jenis instrumen keuangan yang biasa digunakan
dalam kelompok ini antara lain adalah:
1. connection fees (biaya penyambungan);
2. development impact fees,
Dari kedua jenis instrumen di atas, connection
fees cenderung dikategorikan sebagai instrumen
keuangan yang bersifat konvensional, sementara itu
development impact fees dikategorikan sebagai
instrumen keuangan yang bersifat nonkonvensional.
2.2.1. Private Revenue Financing Yang Bersifat
Konvensional
Connection fees merupakan pungutan yang
dikenakan oleh perusahaan jasa pelayanan
kepada individu, misalnya air bersih, saluran
pembuangan kotoran, dan telephone. Tujuan
utama dari dikenakannya pungutan ini adalah
untuk menutupi biaya yang timbul sebagai
akibat adanya tambahan konsumen dalam
jaringan yang sudah ada. Walaupun secara
tradisional sebenarnya jenis pungutan ini
termasuk dalam kategori "private revenue
financing", namun di Indonesia lebih dikenal
sebagai "public revenue financing", karena
umumnya perusahaan-perusahaan yang
4 - Volume 1, Tahun I, No. 1, Mei 2002
menyelenggarakan jenis-jenis pelayanan
tersebut adalah perusahaan pemerintah
2.2.2. Private Revenue Financing Yang
Bersifat Non-Konvensional
Development impact fees dibayar oleh
developer kepada pemerintah daerah atau
perusahaan daerah sebagai kompensasi dari
adanya dampak yang ditimbulkan karena
adanya pembangunan baru, misalnya
pembangunan kompleks perumahan, yang
berdampak pada dibutuhkannya prasarana baru
di luar kompleks yang bersangkutan, misalnya,
saluran pembuangan kotoran, sistem
transportasi dan sumber air bersih. Tujuan
utama dari pengenaan pungutan ini adalah
untuk menutupi biaya yang berkaitan dengan
pembangunan prasarana yang dibutuhkan
sebagai akibat dari adanya pembangunan di
suatu lokasi, misalnya kompleks perumahan,
industri, dan sebagainya. Pungutan ini biasanya
dikenakan pada saat izin membuat bangunan
(IMB) dikeluarkan oleh pemerintah daerah,
sehinggan lebih merupakan pungutan yang
harus dibayar di muka.
2.3. Public-Private Revenue Financing
Land readjustment merupakan salah satu
instrumen keuangan yang biasa digunakan
dalam kelompok ini. Dilihat dari sifatnya, maka
land readjustment dapat dikategorikan sebagai
instrumen yang bersifat non-konvensional.
Instrumen ini dinilai cukup kompleks, dan biasa
diterapkan pada suatu daerah tertentu yang
relatif belum berkembang namun mempunyai
catatan regristrasi tanah yang akurat dan
lengkap. Umumnya dengan adanya land
readjustment luas tanah yang dimiliki seseorang
akan berkurang namun nilainya akan
bertambah. Hal inilah yang merupakan motivasi
utama yang mendorong dilakukannya land
readjustment. Contoh-contoh negara yang telah
berhasil melaksanakan program land
readjustment di kawasan Asia adalah Jepang,
Korea, Taiwan, dan Hong Kong.
2.4. Public Debt Financing
Jenis instrumen keuangan yang biasa
digunakan dalam kategori ini antara lain adalah:
1. pinjaman
2. obligasi
Pinjaman merupakan instrumen keuangan
yang bersifat konvensional, sedangkan obligasi
bersifat non konvensional.
2.4.1. Public Debt Financing Yang Bersifat
Konvensional
Pinjaman merupakan instrumen keuangan
yang sering digunakan dalam kelompok ini.
Secara umum pinjaman mempunyai jangka
waktu lebih pendek dan relatif lebih mahal
dibandingkan dengan obligasi. Namun
demikian, pemerintah atau perusahaan daerah
bisa melakukan pinjaman tidak hanya dalam
bentuk pinjaman komersial, tetapi dapat juga
dalam bentuk pinjaman non komersial, baik
yang bersumber dari dalam negeri maupun luar
negeri (melalui pemerintah pusat).
2.4.2. Public Debt Financing Yang Bersifar
Non Konvensional
Obligasi merupakan instrumen keuangan
yang bersifat non-konvensional. Pada dasarnya
obligasi juga merupakan bentuk pinjaman yang
dilakukan oleh pemerintah dan perusahaan
daerah untuk membiayai investasi prasarana.
Sumber dana obligasi diperoleh melalui 5
mobilisasi dana di pasar modal.
2.5. Private Debt Financing
Jenis instrumen keuangan yang biasa
digunakan dalam kategori ini adalah
development exactions, yang dilihat dari
sifatnya dikategorikan sebagai instrumen
keuangan non konvensional. Pungutan ini
dikenakan pada developer dalam rangka
pembangunan prasarana di dalam lingkungan
(on-site) area pembangunan, sebagai salah satu
syarat sebelum pembangunan itu sendiri di
mulai. Adapun jenis prasarana yang biasanya
diharapkan dari developer yang bersangkutan
adalah jalan, saluran air bersih dan kotor,
penerangan jalan, taman, dan sebagainya.
Berbeda dengan development imnpact fees,
dimana bessarnya pungutan ditentukan oleh
pemerintah/perusahaan daerah, besarnya
pungutan development exaction ini ditentukan
berdasarkan negosiasi/perjanjian antara
developer dengan institusi yang mewakili
aktivitas masyarakat daerah yang bersangkutan.
Salah satu keuntungan dari development
exaction adalah tidak ada biaya konstruksi
prasarana yang ditanggung oleh pemerintah.
Namun demikian, instrumen ini juga
mempunyai kekurangan, yaitu kemungkinan
terjadinya pembangunan prasarana di bawah
standard.
2.6. Private-Public Debt Financing
Dua jenis instrumen keuangan yang biasa
digunakan dalam kelompok ini ialah:
1. excess condemnation
2. linkage
Kedua jenis instrumen tersebut dikategorikan
sebagai instrumen keuangan non-
konvensional.
a. Excess Condemnation
Excess condemnation merupakan metode
pembiayaan prasarana secara tidak langsung,
dimana sejumlah tanah disisihkan untuk
pembangunan prasarana, dan sejumlah lainnya
diberikan padsa developer swasta untuk
pembangunan komersial. Sebagai imbalannya,
developer berkewajiban untuk membangun
prasarana yang dibutuhkan. Instrumen ini biasa
digunakan untuk membangun kembali daerah-
daerah kumuh ("slum"), dimana melalui
instrument ini penyediaan prasarana
perkotaan di daerah tersebut dapat dilaksanakan
tanpa dibiayai oleh sektor public.
b. Linkage
Linkage pada dasarnya merupakan
pendekatan yang bersifat langsung, dimana
developer diharuskan menyediakan dan
membiayai prasarana yang sejenis (paralel) di
daerah lain yang kurang diinginkan, dalam
rangka mendapatkan persetujuan pembangunan
di daerah yang mereka inginkan. Metode
semacam ini di Indonesia sudah mulai dikenal,
khususnya berkaitan dengan pembangunan
perumahan, dimana para developer diwajibkan
untuk pembangunan perumahan sederhana
sebagai kompensasi diberikannya izin untuk
membangun perumahan mewah.
2.7. Private-Public Equity Financing
Instrumen keuangan yang biasa digunakan
dalam kelompok ini adalah:
1. joint ventures
2. concessions
6 - Volume 1, Tahun I, No. 1, Mei 2002
Dilihat dari sifatnya, maka kedua jenis
instrumen ini tergolong sebagai instrumen
keuangan non-konvensional.
a. Joint Ventures
Joint ventures merupakan kerjasama antara
swasta dengan pemerintah (private-public
partnership) dimana masing-masing pihak
mempunyai posisi yang seimbang dalam
perusahaan yang bersangkutan. Tujuan utama
dari kerjasama ini adalah untuk memadukan
keunggulan yang dimiliki sektor swasta,
misalnya modal, teknologi dan kemempuan
manajemen, dengan keunggulan yang dimiliki
oleh sektor pemerintah, misalnya sumber-
sumber, kewenangan dan kepercayaan
masyarakat.
b. Concessions
Adapun concessions antara private dengan
public dapat terjadi dalam berbagai bentuk,
diantaranya adalah: kontrak jasa, kontrak
manajemen, kontrak sewa, BOT (Build,
Operate, and Transfer), BOO (Build, Operate,
and Own), dan divestiture (sektor swasta
mengambil alih seluruh kontrol perusahaan
dengan membeli seluruh aset pemerintah).
3. Perancangan Tarif Dan Subsidi Dalam
Penyaluran Sumber Keuangan Untuk
Pembiayaan Pembangunan Prasarana
Perkotaan
Berbagai sumber pembiayaan keuangan
yang ada di gunakan untuk pembangunan
perkotaan di segala bidang, bidang social,
bidang budaya hingga fisik dengan pemenuhan
kelengkapan sarana dan prasarana perkotaan.
Untuk melaksanakan pembangunan sarana dan
prasarana perkotaan ini erat kaitannnya dengan
mekanisme pemanfaatan instrument keuangan
sebagai sumber pembiayaan.
Dalam pembiayaan pembangunan ini
dikenal adanya mekanisme tariff dan subsidi.
1. Tarif
Tarif adalah harga satuan jasa atau aturan
pungutan. Tarif juga dapat didefinisikan sebagai
sejumlah harga yang harus dibayar untuk
memperoleh pelayanan/jasa.
Tarif dibedakan dalam 4 (empat) jenis, yaitu :
a) Tarif rendah
Tarif rendah adalah tarif yang nilainya lebih
rendah dibanding biaya dasar
b) Tarif dasar
Tarif dasar adalah tarif yang nilainya sama
atau ekuivalen dengan biaya dasar
c)Tarif Penuh
Tarif penuh adalah tarif yang nilainya lebih
tinggi dibanding biaya dasar
d) Tarif kesepakatan
Tarif kesepakatan adalah tarif yang
nilainya berdasarkan kesepakatan antara
pemerintah dan masyarakat
Penetapan tarif didasarkan pada prinsip :
a. Keterjangkauan dan keadilan
Di dalam penetapan tarif harus optimal dan
memperhatikan mekanisme pasar sehingga
tarif yang ditentukan dapat terjangkau (tidak
memberatkan) dan adil bagi masyarakat.
Contohnya pada tarif air minum. Tarif
memenuhi prinsip keterjangkauan dan
keadilan apabila pengeluaran rumah tangga
untuk memenuhi standar kebutuhan pokok air
minum tidak melampaui 4% (empat
perseratus) dari pendapatan masyarakat
pelanggan.
7
b. Mutu pelayanan
Tarif ditetapkan dengan
mempertimbangkan keseimbangan dengan
tingkat mutu pelayanan yang diterima oleh
masyarakat.
c. Pemulihan biaya atau pengembalian biaya
(Cost Recovery)
Tarif berdasarkan prinsip Cost Recovery
ditetapkan dengan memperhitungkan tarif
rata-rata minimal sama dengan biaya dasar
atau tarif rata-rata yang dihitung dan
direncanakan harus menutup biaya dasar
ditambah tingkat keuntungan yang wajar.
d. Transparansi dan akuntabilitas
Tarif yang ditetapkan harus dilakukan
secara transparan dan akuntabel
Tahapan-tahapan perhitungan tarif adalah
sebagai berikut :
1. Menghitung biaya dasar
2. Menghitung tarif dasar
3. Menghitung tarif rendah
4. Menghitung tarif penuh
Dalam pelaksanaannya penetapan tarif
untuk instrumen keuangan konvensional berupa
pajak dan retribusi, penetapan tarifnya tidak
terlepas dari jenis-jenis tarif diatas.Sehingga
dalam instrument pajak dan retribusi
berdasarkan jenis sistem pemungutan yang erat
kaitannya dengan tarif, dapat dibagi kepada
beberapa jenis.
Untuk pajak ada beberapa jenis pajaknya
Yaitu:
1. Pajak sistem pemungutan proporsional
2. Pajak sistem pemungutan Progresif
3. Pajak sistem pemungutan regresifl
4. Pajak sistem pemungutan degresif
Untuk retribusi dikenal dua istilah jenis
retribusi berdasarkan tarifnya yaitu:
1. Retribusi sistem pemungutan
proporsional
2. Retribusi sistem pemungutan flat
2.Subsidi
Subsidi pemerintah menjadi sebuah jaringan
penting dalam sebuah negara. Yang berperan
sebagai bukti nyata adanya tanggung jawab
pemerintah dalam rangka mensejahterakan
masyarakatnya. Dampak dari sebuah
kesejahteraan tidak semata-mata terkandung
permasalahan ekonomi saja. Mengapa
pemerintah begitu konsen terhadap
permasalahan ekonomi, karena kondisi
ekonomi yang mapan dapat memberikan
jaminan sehatnya kondisi non-ekonomi lainnya.
Misalnya saja pendidikan, kriminalitas,
kesehatan bahkan iklim politik. Isu-isu yang
terkait dengan sektor-sektor tersebut tidaklah
terlepas dari keberadaan kondisi ekonomi suatu
negara.
Sedangkan subsidi menurut bahasa berarti
tunjangan atau sebagai bantuan uang dsb kpd
yayasan, perkumpulan, dsb (biasanya dr pihak
pemerintah). Sebagai contoh subsidi BBM yaitu
bayaran yang harus dilakukan oleh pemerintah
pada Pertamina dalam simulasi dimana
pendapatan yang diperoleh Pertamina dari tugas
menyediakan BBM di tanah air adalah lebih
rendah dibandingkan dengan biaya yang
dikeluarkan. Definisi di atas menunjukkan
bahwa subsidi dilakukan untuk membantu
8 - Volume 1, Tahun I, No. 1, Mei 2002
warga negara yang kurang mampu, namun
kenyataannya disalahgunakan oleh kalangan
kelas menengah ke atas. Hal ini menyebabkan
subsidi BBM salah sasaran dalam penyaluran,
karena subsidi yang tujuannya diberikan oleh
kelompok yang kurang mampu tapi ternyata
lebih banyak dinikmati oleh golongan
masyarakat kelas atas.
Subsidi dapat juga digunakan untuk
menyebut tindakan pemerintah yang membatasi
kompetisi atau menaikkan harga di mana
produsen bisa menjual produk mereka,
misalnya, dengan cara proteksi tarif. Although
economics generally holds that subsidies may
distort the market and produce inefficiencies,
there are a number of recognized cases where
subsidies may be the most efficient solution. [ ]
Meskipun ekonomi umum menyatakan bahwa
subsidi dapat mendistorsi pasar dan
menghasilkan inefisiensi, ada sejumlah kasus
yang diakui di mana subsidi mungkin solusi
yang paling efisien
Subsidi menjadi sebuah cara yang lazim
digunakan pemerintah dalam anggaran
keuangannya.
Adapun beberapa landasan pokok dalam
penerapan subsidi antara lain:
1. Suatu bantuan yang bermanfaat yang
diberikan oleh pemerintah kepada
kelompok-kelompok atau individu-
individu yang biasanya dalam bentuk
cash payment atau potongan pajak.
2. Diberikan dengan maksud untuk
mengurangi beberapa beban dan fokus
pada keuntungan atau manfaat bagi
masyarakat.
3. Subsidi didapat dari pajak. Jadi, uang
pajak yang dipungut oleh pemerintah
akan kembali lagi ke tangan masyarakat
melalui pemberian subsidi.
Dalam hal landasan penerapan subsidi
tersebutlah peran penentuan tariff menjadi hal
yang penting. Terutama pada tari-tari yang bias
mengambil kebijakan penuh, yaitu pajak dan
retribusi.
Ada banyak cara untuk mengklasifikasikan
subsidi, seperti alasan di belakang mereka,
penerima subsidi, sumber dana (pemerintah,
konsumen, pendapatan pajak umum, dll).
Dalam ilmu ekonomi, salah satu cara utama
untuk mengklasifikasikan subsidi adalah cara
mendistribusikan subsidi. Ekonomi juga secara
eksplisit mengidentifikasi beberapa area dimana
subsidi sepenuhnya dibenarkan oleh ekonomi,
khususnya di bidang penyediaan barang publik.
1. subsidi langsung
subsidi langsung tunai (slt) kepada rumah
tangga miskin (rtm) adalah sejumlah uang yang
diberikan oleh pemerintah kepada rumah
rangga yang tergolong miskin sebagai
kompensasi pengurangan subsidi bbm.
2. subsidi Ketenagakerjaan
A labor subsidy is any form of subsidy where
the recipients receive subsidies to pay for labor
costs.Sebuah subsidi tenaga kerja adalah setiap
bentuk subsidi dimana penerima menerima
subsidi untuk membayar biaya tenaga kerja.
9
Examples may include labor subsidies for
workers in certain industries, such as the film
and/or television industries. Contoh mungkin
termasuk subsidi tenaga kerja untuk pekerja di
industri tertentu, seperti film dan / atau industri
televisi.
3. subsidi Infrastruktur
In some cases, subsidy may refer to favoring
one type of production or consumption over
another, effectively reducing the
competitiveness or retarding the development
of potential substitutes. Dalam beberapa kasus,
subsidi bisa merujuk ke menguntungkan satu
jenis produksi atau konsumsi atas yang lain,
efektif mengurangi daya saing atau penghambat
pengembangan potensi pengganti
4. subsidi perumahan
Rumah Susun atau Rusun merupakan kategori
resmi pemerintah Indonesia untuk tipe hunian
bertingkat seperti apartemen, kondominium,
flat, dan lain-lain. Namun pada
perkembangannya kata ini digunakan secara
umum untuk menggambarkan hunian bertingkat
kelas bawah.
Istilah lain yang sering diusung oleh para
pengembang untuk rusunami adalah Apartemen
Bersubsidi. Pengembang lebih senang
menggunakan istilah apartemen daripada rusun
karena konotasi negatif yang melekat.
Sedangkan penambahan kata bersubsidi
disebabkan karena pemerintah memberikan
subsidi bagi pembeli rusunami jika memenuhi
syarat. Sedangkan yang tidak memenuhi syarat
tetap dapat membeli rusunami namun tidak
mendapatkan subsidi.
5. perlindungan Perdagangan
(pembatasan impor)
Measures used to limit a given good than they
would pay without the trade barrier; the
protected industry has effectively received a
subsidy. Langkah-langkah yang digunakan
untuk membatasi diberikan baik daripada
mereka akan membayar tanpa penghalang
perdagangan; industri dilindungi secara efektif
menerima subsidi. Such measures include ,
import , import bans, and others. langkah-
langkah tersebut termasuk kuota impor , impor
tarif , larangan impor, dan lain-lain.
6. subsidi Ekspor (promosi perdagangan)
Various tax or other measures may be used to
promote exports that constitute subsidies to the
industries favored. Berbagai pajak atau tindakan
lain dapat digunakan untuk mempromosikan
ekspor yang merupakan subsidi untuk industri
disukai. In other cases, tax measures may be
used to ensure that exports are treated "fairly"
under the tax system. Dalam kasus lain,
langkah-langkah fiskal dapat digunakan untuk
memastikan bahwa ekspor diperlakukan "adil"
di bawah sistem pajak. The determination of
what constitutes a subsidy (or the size of that
subsidy) may be complex. Penentuan apa yang
merupakan subsidi (atau ukuran subsidi itu)
mungkin rumit. In many cases, export subsidies
are justified as a means of compensating for the
subsidies or protections provided by a foreign
10 - Volume 1, Tahun I, No. 1, Mei 2002
state to its own producers. Dalam banyak kasus,
subsidi ekspor dibenarkan sebagai sarana
kompensasi untuk subsidi atau perlindungan
yang diberikan oleh negara asing untuk
produsen sendiri.
7. subsidi Pengadaan
Governments everywhere are relatively small
consumers of various goods and services.
Pemerintah di mana-mana relatif konsumen
kecil dari berbagai barang dan jasa. Subsidies
may occur in this process by choice of the
products produced, the producer, the nature of
the product itself, and by other means,
including payment of higher-than-market prices
for goods purchased. Subsidi dapat terjadi
dalam proses ini dengan pilihan atas produk
yang diproduksi, produser, sifat produk itu
sendiri, dan dengan cara lain, termasuk
pembayaran harga lebih tinggi dari pasar
barang yang dibeli.
3.Konsumsi subsidi
Governments everywhere provide
consumption subsidies in a number of ways: by
actually giving away a good or service,
providing use of government assets, property,
or services at lower than the cost of provision,
or by providing economic incentives (cash
subsidies) to purchase or use such
goods.Pemerintah memberikan subsidi di mana-
mana konsumsi dalam beberapa cara: dengan
benar-benar memberikan pelayanan yang baik
atau, menyediakan penggunaan aset
pemerintah, properti, atau jasa di lebih rendah
dari biaya penyediaan, atau dengan memberikan
insentif ekonomi (subsidi tunai) untuk membeli
atau menggunakan barang tersebut. In most
countries, consumption of education, health
care, and infrastructure (such as roads) are
heavily subsidized, and in many cases provided
free of charge. Di banyak negara, konsumsi
pendidikan, perawatan kesehatan, dan
infrastruktur (seperti jalan) banyak subsidi, dan
dalam banyak kasus disediakan secara gratis. In
other cases, governments literally purchase or
produce a good (such as bread, wheat, gasoline,
or electricity) at a higher cost than the sales
price to the public (which may require to
control the cost). Dalam kasus lain, pemerintah
harfiah pembelian atau memproduksi barang
(seperti roti, gandum, bensin, atau listrik)
dengan biaya lebih tinggi dari harga jual kepada
publik (yang memerlukan penjatahan untuk
mengontrol biaya).
The provision of true through consumption
subsidies is an example of a type of subsidy that
economics may recognize as . Pemberian
terhadap barang publik melalui subsidi
konsumsi adalah contoh dari jenis subsidi yang
secara ekonomi mungkin akan mengenali
sebagai efisien . In other cases, such subsidies
may be reasonable second-best solutions; for
example, while it may be theoretically efficient
to charge for all use of public roads, in practice,
the cost of implementing a system to charge for
such use may be unworkable or unjustified. [ ]
Dalam kasus lain, subsidi tersebut dapat solusi
terbaik kedua yang masuk akal, misalnya,
sementara itu mungkin secara teoritis efisien
untuk biaya untuk semua penggunaan jalan 11
umum, dalam prakteknya, biaya pelaksanaan
suatu sistem untuk biaya untuk penggunaan
tersebut mungkin tidak bisa dijalankan atau
tidak bisa dibenarkan.
Dalam kasus lain, subsidi konsumsi
mungkin ditargetkan pada kelompok tertentu
pengguna, seperti utilitas besar, perumahan
rumah pemilik, dan lain-lain.
4.Subsidi yang dijalankan di Indonesia
Pemberian subsidi kepada rakyat yang
bertindak sebagai produsen, seperti subsidi
pupuk dan benih bagi petani, atau subsidi bahan
baku kedelai bagi perajin tahu dan tempe, dan
sebagainya. Pemberian subsidi kepada rakyat
yang bertindak sebagai konsumen, seperti
subsidi pangan (sembako murah), atau subsidi
minyak goreng, dan sebagainya.
Subsidi yang diberikan negara untuk sektor
pelayanan publik yang dilaksanakan oleh
negara, misalnya:
(1) jasa telekomunikasi seperti telepon, pos,
fax, internet;
(2) jasa perbankan seperti transfer, simpanan,
dan penukaran valuta asing; dan
(3) jasa transportasi umum seperti kereta api,
kapal laut, dan pesawat terbang.
(4) Subsidi untuk sektor energi (seperti BBM
dan listrik)
Dapat dilihat di sini bahwa subsidi menjadi
sebuah alat pemerintah dalam melakukan
distribusi pendapatan masyarakat.
Di Indonesia sendiri, kebijakan subsidi
yang paling santer terdengar adalah subsidi
harga BBM. Subsidi BBM adalah salah satu
contoh suatu kebijakan ekonomi yang tidak
adil. Menurut data dari sebuah survei misalnya,
pemilik mobil pribadi rata-rata menikmati
subsidi dari BBM sebesar 1,2 juta perbulan,
sangat tidak sebanding dengan apa yang
diterima oleh masyarakat yang kurang mampu
terutama yang tidak mempunyai kendaraan
bermotor. Subsidi memang sangat membantu
masyarakat kurang mampu untuk menjangkau
harga BBM. Tapi kalau dibiarkan terus
menerus, subsidi yang diberikan oleh
pemerintah akan menggerogoti keuangan
negara dalam APBN. Karena ternyata subdisi
tersebut salah sasaran. Masyarakat kelas atas
yang sebenarnya mampu membeli BBM secara
normal ternyata malah disubsidi. Sedangkan
kendaraan-kendaraan roda dua milik
masyarakat kurang mampu biasanya membeli
BBM yang dijual di kios-kios eceran yang
harganya pasti lebih mahal dari SPBU. Jadi jika
subsidi ini diteruskan maka akan buang-buang
uang dari APBN karena hanya kalangan
menengah ke atas saja yang menikmati subsidi
ini.
a) Konsep subsidi dalam pola kemitraan
dengan swasta
Pengertian yang beredar di banyak pihak,
bahwa dengan adanya kemitraan dengan pihak
swasta, maka kewajiban pemerintah sudah
beralih kepada pihak swasta. Selanjutnya dari
kerjasama ini, pemerintah akan mendapatkan
fee untuk meningkatkan PAD (Pendapatan Asli
Daerah). Pemahaman tersebut tidak seluruhnya
benar, karena tanggung jawab untuk
12 - Volume 1, Tahun I, No. 1, Mei 2002
memberikan pelayanan kepada masyarakat,
tetap ditangan pemerintah. Walaupun ada pihak
swasta yang terlibat, fungsinya hanya sebagai
operator. Fungsi kontrol dan pengaturan masih
tetap ditangan pemerintah. Disamping itu,
sangat sulit membebankan pihak swasta untuk
menjalankan fungsi sosial. Dimanapun di dunia
ini, prinsip yang berlaku untuk kegiatan usaha
adalah untuk mendapatkan keuntungan. Oleh
karenannya dalam hal penanganan infrastrukfur
publik, fungsi sosial harus tetap menjadi
tanggung jawab pemerintah.
Dalam kaitannya dengan program subsidi
kepada masyarakat yang kurang mampu, maka
keuntungan yang diperoleh dari pola kemitraan
dengan swasta adalah fee yang diberikan swasta
kepada pemerintah sebagai kompensasi
kewenangan pengelolaan sistem. Besaran dana
ini bersifat terukur dan kontinyu sepanjang
berlakunya kerjasama. Semestinya dana
tersebut dimanfaatkan kembali untuk
masyarakat, terutama yang kurang mampu.
b) Alternatif pemberian subsidi kepada
masyarakat miskin
Di bagian muka telah dijelaskan bahwa ada
2 pola subsidi yang diberlakukan kepada
masyarakat: i) dalam bentuk bantuan untuk
sistem/infrastrukturnya sendiri seperti bantuan
untuk pemasangan jaringan distribusi untuk
membuka aksesibilitas masyarakat kepada
sistem. Pola yang lain adalah ii) bantuan
langsung kepada masyarakat seperti bantuan
diskon terhadap beban tagihan rekening air
yang dipergunakan. Masing-masing pola
mempunyai kelebihan dan kekurangannya.
c) Subsidi terhadap sistem:
Dalam kasus air bersih, subsidi yang
diberikan pemerintah dapat berupa penyediaan
sharing equity untuk investasi pemasangan
jaringan pipa distribusi ke daerah miskin
perkotaan yang belum mempunyai sistem air
bersih. Dengan adanya pembagian beban
investasi maka biaya investasi yang dikeluarkan
oleh pihak swasta menjadi lebih kecil, sehingga
besaran Return on Investment secara nominal
menjadi lebih kecil juga. Pada akhirnya tarif
yang diberlakukan kepada masyarakat dapat
ditekan.
Mengacu pada prinsip keadilan yang berlaku,
hak privilege dapat diberikan, namun dengan
batasan tertentu. Dalam hal ini adalah batasan
volume pemakaian. Kontrol terhadap volume
penggunaan air dapat dilakukan secara teknis.
Misalnya: pembatasan aliran dengan meter air
khusus yang hanya dapat menampung kapasitas
tertentu saja ataupun penyesuaian diameter pipa
service yang masuk kedalam halaman rumah.
Praktek yang dapat ditemui dalam kehidupan
sehari-hari adalah untuk sistem PLN. Tarif
dasar untuk daya 450 watt (yang paling rendah)
tetap tidak berubah walaupun PLN
memberlakukan kenaikan tarif beberapa kali.
Dalam pola ini, kontrol ternadap penggunaan
kapasitas dan penerapan sangsi yang jelas
apabila terjadi pelanggaran harus dapat
dilaksanakan secara pasti.
d) Subsidi langsung kepada masyarakat
13
Dalam pola yang kedua ini, tidak ada perbedaan
antara daerah yang mampu dan kurang mampu.
Dalam perluasan jaringan distribusi, pihak
swasta tidak perlu mengkhawatirkan bahwa air
yang dipasarkan tidak akan mampu dibayar di
kawasan yang miskin. Masyarakat yang kurang
mampu akan dibantu biaya pemasangan
sambungan dan tagihan rekening dalam batasan
volume tertentu dengan cara menunjukan kartu
diskon khusus. Batasan volume yang tertera
dalam kartu diskon ini ditentukan berdasarkan
jumlah anggota keluarga (kurang mampu) yang
tinggal dalam satu atap. Masyarakat yang
benar-benar tidak mampu harus mendaftarkan
diri untuk mendapatkan kartu diskon tadi. Agar
kartu diskon ini benar-benar mencapai
sasarannya harus ditentukan kriteria/parameter
bagi masyarakat yang kurang mampu. Indikator
yang sederhana untuk menilai status penerima
kartu diskon antara lain: hanya yang
mempunyai sambungan PLN daya 450 watt;
persil rumah yang maksimum 60 m2, dll.
Secara natural, masyarakat yang kemudian
meningkat pendapatannya dan berubah
statusnya, tidak memerlukan kartu diskon tadi
karena prosesnya yang lebih rumit dan
memerlukan waktu. Secara implisit, pendekatan
ini memberikan pendidikan kepada masyarakat.
Privilege hanya dapat diberikan untuk sasaran
yang tepat dan harus ada upaya khusus untuk
mendapatkannya.
Penggunaan volume yang melebihi batasan
dalam kartu diskon, akan menjadi tanggungan
masyarakat sendiri dan ditagih sesuai dengan
tarif aslinya. Masyarakat dengan sendirinya
akan melakukan kontrol diri agar tidak terkena
beban biaya yang memberatkan.
Pola subsidi ini mirip dengan sistem blok tarif
dasar (tarif A). Perbedaannya adalah bahwa
dengan pola ini, blok tarif dapat diterapkan
secara lebih fleksibel dan sederhana, dimana
antara blok dasar dengan blok di atasnya tidak
terjadi perbedaan rentang yang terlalu besar.
Kemudian bagi masyarakat yang kurang
mampu dengan anggota keluarga yang besar
dengan pemakaian air yang melebihi dari
umumnya, tidak akan terkena tarif reguler,
karena batasan volume disesuaikan dengan
jumlah anggota keluarga.
Penerapan sistem ini sangat membutuhkan
akurasi data demi mencegah ketidak-adilan
ataupun kecurangan/ manipulasi status untuk
mendapatkan diskon.
C. MEKANISME PENERAPAN TARIF DAN
SUBSIDI DALAM PSP
14 - Volume 1, Tahun I, No. 1, Mei 2002
Upaya untuk mempertahankan dan
meningkatkan tingkat penyediaan jasa pelayanan
sarana dan prasarana menghadapi tiga dimensi
permasalahan. Pertama, pembangunan sarana dan
prasarana tidak mudah karena mencakup
penggunaan kapital yang sangat besar, waktu
pengembalian modal yang panjang, penggunaan
lahan yang cukup luas, pemanfaatan teknologi
tinggi, perencanaan dan implementasi perlu waktu
panjang untuk mencapai skala ekonomi yang
tertentu. Di lain pihak kemampuan ekonomi
nasional pada saat ini sangat terbatas, baik dana
yang berasal dari pemerintah maupun swasta.
Kedua, pembangunan sarana dan prasarana
merupakan prakondisi bagi berkembangnya
kesempatan dan peluang baru di berbagai bidang.
Peningkatan jumlah penduduk mendorong perlunya
tambahan pelayanan sarana dan prasarana. Ketiga,
menghadapi persaingan global dan sekaligus
memenuhi permintaan masyarakat akan jasa
pelayanan sarana dan prasarana memerlukan
restrukturisasi dalam penyelenggaraan usaha
pelayanan jasa sarana dan prasarana.
Tujuan kebijakan mempertahankan tingkat
jasa pelayanan infrastruktur adalah untuk
mempertahankan dan meningkatkan kondisi
sarana dan prasarana yang telah ataupun sedang
dibangun agar tingkat pelayanannya dapat
dipertahankan dan ditingkat sesuai dengan
kualitas yang memadai, serta tetap dapat
dioperasikan dan dimanfaatkan semaksimal
mungkin dalam rangka menunjang sektor-
sektor produktif. Untuk itu diprioritaskan
infrastruktur yang sudah dibangun ataupun
sedang dalam proses pembangunan, diupayakan
pemeliharaannya agar nilai ekonomisnya tidak
menurun. Sedangkan untuk peningkatan dan
pembangunan infrastruktur diarahkan hanya
untuk menunjang pertumbuhan permintaan jasa
pelayanan yang telah melebihi kapasitasnya
(bottleneck) dan untuk menunjang ekspor.
Sasaran kebijakan ini adalah: (1) tersedianya
pelayanan jasa infrastruktur yang mampu
memenuhi kebutuhan minimum dalam pemulihan
ekonomi; (2) terjaganya kondisi konstruksi maupun
peralatan infrastruktur yang belum selesai
pembangunan konstruksinya atau belum beroperasi
dengan sempurna; (3) terlaksananya peninjauan
ulang atas disain ataupun rencana konstruksi
infrastruktur fisik, dan (4) tersedianya data serta
informasi bagi landasan pembangunan ekonomi
yang berkelanjutan.
Sementara itu, untuk mempromosikan
transparansi, maka penyediaan infrastruktur dapat
dilaksanakan berdasarkan atas prinsip komersial
oleh swasta. Sedangkan, misi sosial termasuk juga
misi strategis tetap ditangani oleh Pemerintah
melalui pemberian sistem subsidi (public service
obligation-PSO) dan insentif lainnya secara
transparan. Dalam kaitan itu, pemerintah akan
menerapkan program rasionalisasi tarif secara
15
DASARPENGENAAN
TARIF
COST RECOVERY
NON COSTRECOVERY
SUBSIDI
TOTAL COST = TOTAL REVENUE
TOTAL COST < TOTAL REVENUE
TOTAL COST> TOTALREVENUE
UNTUK MENUTUP COSTDIAMBILKAN DARI PAJAK DAERAH
TOTAL COSTSAMA DENGAN
TOTAL REVENUE+ SUBSIDI
TERDAPAT RETURN/VALUE ADDED
SUBSIDI DIAMBILKANDARI PAJAK DAERAH
komprehensif. Secara bertahap tarif akan dinaikkan
agar dapat mengembalikan biaya (full cost-
recovery), kecuali untuk pemerataan pembangunan
dan melindungi masyarakat tidak mampu, tetap
akan diberikan subsidi. Namun demikian subsidi
tersebut akan diberikan secara eksplisit dan
transparan. Mekanisme kenaikan tarif akan
diberlakukan sehingga merupakan insentif untuk
lebih efisien, dan juga untuk mencegah subsidi
yang makin besar di masa datang, serta untuk
mendukung struktur industri yang baru.
Selain, itu subsidi itu diberlakukan hanya
jika keuntungan (manfaat) yang diperoleh lebih
besar daripada jumlah biaya yang dikeluarkan
untuk pemberian subsidi. Meskipun subsidi ada
untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat,
mereka mengakibatkan pajak yang lebih tinggi
atau peningkatan harga untuk barang-barang
konsumen. Logikanya: karena subsidi
meningkat maka pajak yang dipungut juga
meningkat karena pajak merupakan sumber
dana untuk subsidi, sehingga harga-harga
barang pun juga akan meningkat karena adanya
tuntutan pajak yang semakin naik. Ini semua
tentu saja menuntut kehati-hatian pemerintah
dalam memutuskan kebijakan subsidi. Karena
bila tujuan subsidi yang pada awalnya bertujuan
meningkatkan kesejahteraan ekonomi secara
keseluruhan berubah menjadi sebuah keputusan
yang hanya memberikan keuntungan bagi
segelintir golongan.
a) Mekanisme Subsidi Silang
Dalam kebijakan subsidi ini sangat dikenal
istilah subsidi silang. Hak ini muncul sebagai
dampak dari banyaknya instrument pembiayaan
yang ada dan objek yang dikenai tariff juga terdiri
dari berbagi jenis kelopok. Sehingga secara
sederhana diharapkan terwujud konsep keadilan.
Dimana yang pemakiannya banyak kuantitasnya
dengan jumlah yang sedikit diharapkan menutupi
konsumen yang jumlahnya banyak namun pemakain
kuantisanya sedikit.
Jika Pemerintah membutuhkan dana untuk
pelayanan umum, dapat didanai dari gabungan
antara subsidi silang dan hibah pemerintah dari
pendapatan pajak
b) Contoh Kasus
Contoh hubungan penetapan tarif dan subsidi pada
peneyediaan sarana prasarana pembangunan
misalnya adalah pada penyediaan air bersih sebagai
salah satu bagian kelengkapan prasarana sebuah
kota.
Retribusi air bersih tepat untuk diangkat sebagai
kasus penetapan tarif progresif-regresif dengan
subsidi silang. DImana proses subsi silang yang
terjadi, mekanismenya adalah, pelanggan yang
mengkonsumsi air semakin banyak maka ia akan
dikenakan kewajiban mebayar tariff lebih besar.
Begitu juga sebaliknya.
Hasilnya, Pelanggan dengan tariff tinggi yang
jumlahnya tidak banyak dengan tariff yang tinggi
tersebut dapat mensubsidi pemakaian sarana air
bersih yang lebih rendah pemakaiannya. Atau
dikenal istilah subsidi silang.16 - Volume 1, Tahun I, No. 1, Mei 2002
Pengelolaan Investasi
Pertemuan ke 6
PENERAPANSUBSIDI SILANG
PEMBIAYAANPSP.
PELAYANAN INFRASTRUKTUR PERKOTAAN, DENGAN BER-BAGAI PENGGUNA YANG KEMAMPUAN EKONOMINYA BERBEDA.
YANG MAMPU DIKENAI TARIF PROGRESIF DAN YANG KURANG MAMPU DIKENAI TARIF REGRESIF.PELAYANAN INFRASTRUKTUR PERKOTAAN DENGAN BER-
BAGAI PENGGUNA, DIMANA YANG MENGGUNAKAN BANYAKDIKENAI TARIF TINGGI DAN YANG MENGGUNAKAN
SEDIKIT DIKENAI TARIF RENDAHPELAYANAN INFRASTRUKTUR PERKOTAAN DENGAN UMURPENGGUNA BERBEDA, DIMANA ANAK-ANAK DIKENAI TARIF
RENDAH DAN DEWASA DIKENAI TARIF LEBIH TINGGI.
Dalam penetapan tariff ini sangat diperlukan real
deman survey. Dengan pengumpulan data dan
informasi tentang pelanggan pdam :
a. Jumlah pelanggan, berdasarkan strata.
b. Penggunaan air bersih per bulan,
berdasarkan strata.
c. Kemampuan membayar masing-masing
strata.
Dilaksanakan melalui metoda survey.
c) Subsidi dalam sistem yang full cost
recovery Pada Penelolaan PDAM
Sudah sedemikian seringnya kita
mendengar dan mengetahui konsep full cost
recovery dalam pengelolaan PDAM. Pada
prinsipnya dalam konsep ini, PDAM harus
bersifat mandiri dalam menjalankan
perusahaannya: membiayai
operasi/pemeliharaan, mengganti asset yang
rusak serta melakukan pengembangan
perusahaan. Kenyataannya sampai saat ini
hanya sebagian kecil saja PDAM yang mampu
untuk menerapkannya. Secara teknis banyak
PDAM yang saat ini sudah sangat berat untuk
menjalankan perusahaannya, karena beban
hutang yang menumpuk dan belum terbayar,
biaya operasi yang lebih besar dari pendapatan
(tarifnya yang masih rendah), kebocoran tinggi
dll. Ajaibnya PDAM tersebut masih tetap eksis.
Walaupun secara ekonomi sebenarnya sudah
bangkrut. Barang ajaib yang membantu PDAM
adalah subsidi pemerintah pusat/daerah.
Walaupun hal ini tidak pernah dihitung dalam
akutansi perusahaan.
Sebaliknya operator swasta akan
menerapkan konsep full cost recovery secara
konsisten. Alasannya sederhana bahwa mereka
tidak pernah bermimpi untuk mendapatkan
subsidi dari luar sistem. Segala sesuatunya
berputar dari sistem yang dikelolanya. Operator
swasta dengan segala upaya akan mencegah
dirinya menjadi bangkrut.
Sebenarnya bagi perusahaan publik yang
mengemban misi sosial seperti PDAM, subsidi
adalah sesuatu yang sah-sah saja, asalkan dapat
dihitung secara jelas dan dimanfaatkan sebenar-
benarnya untuk kepentingan masyarakat,
terutama yang tidak mampu.
Ada dua konsep subsidi yang berlaku: i)
yang diberlakukan untuk membiayai sistem,
seperti subsidi untuk investasi perpipaan dari
pemerintah pusat/daerah atau ii) subsidi kepada
masyarakat yang membutuhkan (kurang
mampu).
Berdasarkan pengalaman dari sektor-
sektor lainnya, seperti angkutan bus kota,
subsidi terhadap pengadaan bus atau suku
cadangnya, ternyata tidak dapat meningkatkan
kualitas pelayanannya kepada masyarakat.
Pihak yang diuntungkan dengan pola subsidi ini
adalah para pemilik kendaraan bukan
masyarakat pengguna, walaupun tarif telah
dinaikkan beberapa kali, pelayanan masih tetap
buruk. Subsidi langsung kepada masyarakat
yang diberlakukan terhadap peserta ASKES
17
METODASURVEY
JUMLAHSAMPEL
TEKNIKSAMPLING
RELIABILITASDANVALIDITA
S
RANDOMNON RANDOM
ternyata cukup efektif walaupun masih banyak
hal yang perlu diperbaiki. Kendala yang
dihadapi dengan pola subsidi langsung ini
adalah ketiadaan data yang akurat bagi
masyarakat yang benar-benar tidak mampu.
Kecurangan-kecurangan dalam memalsukan
identitas masih banyak terjadi demi
mendapatkan fasilitas yang lebih murah.
D. SIMPULAN DAN SARAN
1. Simpulan
Terdapat berbagai jenis pembangunan
prasaran perkotaan. Yaitu Kelengkapan kota, tata
air, perhubungan, perumahan dan pemukiman, tata
ruang dan tata bangunan. Untuk mewujudka
pembanguan semua aspek saran dan prasarana
pembangunan tersebut adanya instrument
pembiayaan yang baik sudah menjadi keharusan.
Mulai dari sumber pendapatannya yang harus jelas
dari mana dan bagaimana mekanisme pengelolaan
dan pendistribusiannnya.
Dari sini di kenal ada 3 sumber instrument
pembiayaan utama dalam pembangunan prasaran
perkotaan, yaitu, pajak, retribusi dan betterment
levies.
Dalam pendistribusianya sumber-sumber
pembiayaan tersebut harus dikelola dengan baik.
Dalam pengelolaan dan pendistribusian sumber-
sumber pembiayaan ini sangat dikenal adanya
penetapan tariff dan subsidi.
Kejelasan mekanisme penetapan dan
pemungutan tariff dari sumber-sumber pembiayaan
itu dapat mendatangkan keutungan dan kejelasan
akan kekuatan pembiayaan yang ada. Dengan
kejelasan pendapatan dari sumber – sumber
pembiayaan / pendapatan tersebut, para pengambul
kebijakan dapat mensitribusikannnya kepada
masyarakat secara lebih adil dan merata.
Pada mekanisme pendistribusian
pendapatan/pembiayaan inilah dikenal istilah
subsidi.
Dana yang terkumpul dari berbagai jenis tariff
yang ada di pakai untuk mensubsi pos-pos
pembangunan sarana prasarana perkotataan dan
memenuhi kebutuhan masyarakat yang belum
dapat marasakan sarana-dan prasarana yang layak.
Dalam menetapkan tariff dan subsidi ini ada
mekanisme tersendiri, Mekanisme yang
mengedepankan keadilan dengan aktif melakukan
survey demand
2. Saran
Dalam memenuhi kebutuhan sarana dan
prasarana perkotaan diperlukan instrument keungan
dan pembiayaan yang jelas dan mapan.
Dalam mekanisme pemungutan dan
pendistribusiannya instrument pembiayaan ini juga
harus mengedapan kan prinsip keadilan..
Mekanisme kebijakan tariff dan subsidi
menjadi hal yang penting untuk dapat menghimpun
sumber-sumber pembiayaan secara lebih optimal
berikut mendistribusikannya kembali kepada
masyarakat secara adil
.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Susiyati B. Hirawan , Kepala Biro Analisa Keuangan Daerah Departemen Keuangan., 2008. Pembiayaan Pembangunan Perkotaan Melalui Pemanfaatan Instrument Keuangan. Jurnal
Kwik kian gie, 2009. Pembiayaan pembangunan infrastruktur Dan permukiman. Materi kuliah disampaikan pada studium general institut teknologi bandung
Tidak diketahui, Telah Diterbitkan: Januari 27, 18 - Volume 1, Tahun I, No. 1, Mei 2002
2009 / 7:59 am. Konsep Pelayanan Air Bersih untuk daerah Miskin Perkotaan.
http://calleda03.wordpress.com
19