analisis perbandingan kelayakan finansiil usaha …repository.ub.ac.id/12510/1/rangga...
TRANSCRIPT
ANALISIS PERBANDINGAN KELAYAKAN FINANSIIL USAHA PEMBESARAN IKAN LELE (Clarias sp) YANG ADA DI KAWASAN MINAPOLITAN DAN NON-
MINAPOLITAN DI KABUPATEN TULUNGAGUNG, JAWA TIMUR (Study Kasus pada Kawasan Minapolitan Desa Gondosuli dan Kawasan
Non-Minapolitan Desa Karangrejo)
SKRIPSI
Oleh:
RANGGA ADITIYA NIM. 135080407113013
PROGRAM STUDI AGROBISNIS PERIKANAN JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2018
ii
ANALISIS PERBANDINGAN KELAYAKAN FINANSIIL USAHA PEMBESARAN IKAN LELE (Clarias sp) YANG ADA DI KAWASAN MINAPOLITAN DAN NON-
MINAPOLITAN DI KABUPATEN TULUNGAGUNG, JAWA TIMUR (Study Kasus pada Kawasan Minapolitan Desa Gondosuli dan Kawasan
Non-Minapolitan Desa Karangrejo)
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan Di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya
Oleh :
RANGGA ADITIYA NIM. 135080407113013
PROGRAM STUDI AGROBISNIS PERIKANAN JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2018
iii
iv
IDENTITAS TIM PENGUJI
Judul : ANALISIS PERBANDINGAN KELAYAKAN FINANSIIL USAHA PEMBESARAN IKAN LELE (Clarias sp) YANG ADA DI KAWASAN MINAPOLITAN DAN NON-MINAPOLITAN DI KABUPATEN TULUNGAGUNG, JAWA TIMUR (Study Kasus pada Kawasan Minapolitan Desa Gondosuli dan Kawasan Non-Minapolitan Desa Karangrejo)
Nama Mahasiswa : Rangga Aditiya
NIM :135080407113013
Program Studi : Agrobisnis Perikanan PENGUJI PEMBIMBING Pembimbing 1 : Dr. Ir. Harsuko Riniwati, MP Pembimbing 2 : Zainal Abidin, S.Pi, M.BA, MP PENGUJI BUKAN PEMBIMBING Dosen Penguji 1 :Dr. Ir. Agus Tjahjono, MS Dosen Penguji 2 :Dr. Ir. Anthon Efani, MP Tanggal Ujian :18 Mei 2018
v
PERNYATAAN ORISINALITAS
Dengan ini saya menyatakan bahwa Laporan Skripsi yang saya
tulis ini merupakan benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang tertulis
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Laporan
Skripsi ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai
peraturan yang berlaku.
Malang, Juni 2018
Mahasiswa
RanggaAditiya
(135080407113013)
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Rangga Aditiya
NIM : 135080407113013
Tempat / Tgl Lahir : Tulungagung, 17 September 1994
No. Tes Masuk P.T. : 6131104065
Jurusan : Manajemen Sumberdaya Perairan / Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan dan Kelautan / Sosial
Ekonomi Perikanan dan Kelautan *)
Program Studi : Agrobisnis Perikanan
Status Mahasiswa : Biasa / Pindahan / Tugas Belajar / Ijin Belajar
Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan *)
Agama : Islam
Status Perkawinan : ( Sudah Kawin / Belum Kawin *)
Alamat : Ds. Sobontoro RT 3 RW 2, Kec. Boyolangu, Kab.
Tulungagung, Jawa Timur
RIWAYAT PENDIDIKAN
No Jenis Pendidikan Tahun
Keterangan Masuk Lulus
1 S.D 2001 2007
2 S.L.T.P 2007 2010
3 S.L.T.A 2010 2013
4 Perguruan Tinggi ..........
5 Perguruan Tinggi
(Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan)
2013 2018
Demikian riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya dan apabila
dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan saya sanggup menanggung
segala akibatnya.
Malang, 19 April 2018
Hormat kami
( Rangga Aditiya )
*) Coret yang tidak perlu NIM. 135080407113013
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Harsuko Riniwati, MP., selaku Dosen Pembimbing 1.
2. Bapak Zainal Abidin, S.Pi., M.BA, MP., selaku Dosen Pembimbing 2.
3. Bapak Dr. Ir. Agus Tjahjono, MS., selaku Dosen Penguji 1 dan Bapak
Dr. Ir. Anton Efani, MP., selaku Dosen Penguji 2.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Happy Nursyam, MS., selaku Dekan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan beserta jajarannya.
5. Bapak Dr. Ir. Edi Susilo, MS., selaku Ketua Jurusan Sosial Ekonomi
Perikanan dan Kelautan.
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya.
7. Bapak Dr. Ir. Agus Suryanto, MS., selaku Wakil Koordinator UB
Kampus III Kediri beserta jajaran staf dan karyawannya.
8. Keluargaku Bapak, Ibu, dan saudara-saudaraku atas doa restu,
pikiran, tenaga, dan finansiil dalam penyelesaian skripsi ini.
9. Bapak Parsam selaku Ketua Kelompok Budidaya Ikan Mekarsari
Desa Gondosuli dan Bapak Purwanto selaku Pelaku usaha
pembesaran ikan lele di Desa Karangrejo yang telah dengan suka
rela menjadi narasumber dalam penelitian ini.
10. Teman-teman seperjuangan dari FPIK AP 2013 UB Kampus III dan
keluarga FPIK AP 2013 UB yang selalu mendukung dan memotivasi,
viii
serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
laporan skripsi ini sehingga dapat selesai dengan baik.
Malang, Januari 2018
Rangga Aditiya
ix
ANALISIS PERBANDINGAN KELAYAKAN FINANSIIL USAHA PEMBESARAN IKAN LELE (Clarias sp) YANG ADA DI KAWASAN
MINAPOLITAN DAN NON-MINAPOLITAN DI KABUPATEN TULUNGAGUNG, JAWA TIMUR
(Study Kasus pada Kawasan Minapolitan Desa Gondosuli dan Kawasan Non-Minapolitan Desa Karangrejo)
Oleh:
Rangga Aditiya1, Harsuko Riniwati2, Zainal Abidin3 Abstrak
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar didunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.506 pulau dan keliling panjang garis pantai mencapai 81.000 km dengan potensi perikanan yang sangat melimpah. Kabupaten Tulungagung merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang perkembangan usaha budidaya ikan lele cukup pesat. Selain itu, Kabupaten Tulungagung memiliki kawasan minapolitan dengan produk unggulannya yaitu ikan lele, yang terletak di Desa Gondosuli Kecamatan Gondang berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor: 35/KepMen.KP/2013. Selain usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan minapolitan, masih banyak juga usaha pembesaran ikan lele lainnya yang terdapat dikawasan non-minapolitan yang tersebar hampir merata diseluruh wilayah di Kabupaten Tulungagung. Tujuan dari penelitian ini antara lain; menjelaskan pelaksanaan usaha pembesaran ikan lele, menganalisis profitabilitas serta membandingkan usaha pembesaran ikan lele dalam jangka pendek dan jangka panjang usaha, dan menganalisis faktor penghambat dan faktor pendukung usaha pembesaran ikan lele yang ada dimasing-masing kawasan. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif dan kuantitatif dengan teknik studi kasus. Analisis data kuantitatif, yaitu dengan cara menghitung menggunakan rumus analisis kelayakan finansiil, sedangkan pada analisis data kualitatif dengan cara mengetahui dan menganalisis pelaksanaan teknis pembesaran pada usaha yang ada dikawasan minapolitan dan non-minapolitan. Berdasarkan penelitian pada usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan minapolitan dan non-minapolitan diperoleh hasil perhitungan finansiil jangka pendek dan jangka panjang usaha yang ada dikedua kawasan dinyatakan layak untuk dikembangkan. Dan berdasarkan perbandingan kedua usaha yang ada dikedua kawasan dinyatakan bahwa usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan minapolitan lebih menguntungkan daripada usaha yang ada dikawasan non-minapolitan. Kata Kunci: Kelayakan Finansiil, Ikan Lele, Minapolitan dan Non-minapolitan 1 Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang
2 Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang
3 Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang
x
Financial Feasibility Comparison Analysis of Catfish (Clarias sp) Enlargement Bussiness at the Minapolitan and Non-minpolitan Area in
Tulungagung Regency of East Java (Case Study of Minapolitan Area in Gondosuli Village and Non-
minapolitan Area in Karangrejo Village)
By: Rangga Aditiya1, Harsuko Riniwati2, Zainal Abidin3
Abstract
Indonesia is the world largest archipelagic state to the total number of the island of as many as 17.506 islands and circumference of the length of a line the coast of reached 81.000 km. It should be implemented in the abundant potential of the fisheries managed as well as possible. Tulungagung regency is the one regencys in east java business development cultivation catfishes rapidly, especially in on catfish enlargement bussiness. In addition, Tulungagung regency has the minapolitan area with their top products is catfishes, located at Gondosuli village in that based on the Minister of Maritime and Fishery Republic of Indonesia no: 35/KEPMEN.KP/2013. In addition to of the lengths to which enlargement of freshwater catfish of of which there are minapolitan area, there are still many also businesses enlargement of freshwater catfish of other sources depending on which there have been instances of non-minapolitan area which are spread almost evenly widespread across in Tulungagung regency. The purpose of this research included are explain the catfishes enlargement business, analyzing business profitability of catfishes enlargement in the short term and long term business, analyzing comparison business feasibility of catfishes enlargement based on the calculation of profitability analysis, and analyze the barrier and supporting factors for catfishes enlargement at minapolitan and non-minapolitan area. The kind of research used is research descriptive qualitative and quantitative with a technique used is a case study. Analysis of data was undertaken in a quantitative manner, namely in the way that counts using formulas finansiil feasibility analysis, while in the case of data analysis qualitatively in a knowing manner and analyze the implementation of effort or technical enlargement business environment in each existing businesses in the area of minapolitan and non-minapolitan. Based on research at a venture catfishes enlargement are minapolitan and non-minapolitan areas the results finansiil based on the calculation short and long term existing business at there area announced eligible to be developed. And based on these two existing business at there the states that catfishes enlargement business in minapolitan area is better than effort catfishes enlargement in non-minapolitan area. Keywords: Financial Feasibility, Catfish Enlargement Bussines, Minapolitan and Non-minapolitan Area 1 Student of Fisheries and Marine Science Faculty, Brawijaya University, Malang
2 Lecturer of Fisheries and Marine Science Faculty, Brawijaya University, Malang
3 Lecturer of Fisheries and Marine Science Faculty, Brawijaya University, Malang
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa atas
Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “ANALISIS PERBANDINGAN KELAYAKAN FINANSIIL
USAHA PEMBESARAN IKAN LELE (Clarias sp) YANG ADA DI
KAWASAN MINAPOLITAN DAN NON-MINAPOLITAN DI KABUPATEN
TULUNGAGUNG, JAWA TIMUR (Study Kasus pada Kawasan
Minapolitan Desa Gondosuli dan Kawasan Non-Minapolitan Desa
Karangrejo)”. Skripsi disusun sebagai salah satu syarat kelulusan pada
Program Studi S1 Agrobisnis Perikanan, Jurusan Sosial Ekonomi
Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Univesitas Brawijaya.
Di bawah bimbingan:
1. Dr. Ir. Harsuko Riniwati, MP
2. Zainal Abidin, S.Pi., M.BA, MP
Skripsi membahas tentang kelayakan usaha pembesaran ikan lele
yang ada didua lokasi kawasan minapolitan dan kawasan non-
minapolitan berdasarkan aspek teknis, aspek finansiil dalam jangka
pendek maupun jangka panjang, kemudian dilakukan perbandingan
terhadap hasil analisis pada kedua lokasi tersebut sehingga kemudian
diketahui perbandingan dan layak atau tidaknya usaha tersebut
dijalankan kedepannya.
Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang
dimiliki. Oleh karena itu, penulis sangat terbuka terhadap kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan skripsi ini. Semoga tulisan ini
xii
bermanfaat bagi para pembaca dan dapat diterapkan serta dapat menjadi
bahan pertimbangan dalam perencanaan usaha, khususnya usaha
pembesaran ikan lele. Aamiin
Malang, Januari 2018
Penulis
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL. ................................................................................................... i HALAMAN JUDUL. .................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN. ...................................................................... iii IDENTITAS TIM PENGUJI. ........................................................................ iv PERNYATAAN ORISINILITAS .................................................................. v DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................................... vi UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................... vii ABSTRAK ................................................................................................. xi KATA PENGANTAR. ................................................................................. xi DAFTAR ISI. .............................................................................................. xiii DAFTAR TABEL. ....................................................................................... xv DAFTAR GAMBAR. ................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN. ................................................................................ xvii 1. PENDAHULUAN. ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang. .............................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah. ..................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian. .......................................................................... 5 1.4 Kegunaan Penelitian. ..................................................................... 5
2. TINJAUAN PUSTAKA. ....................................................................... 7
2.1 Penelitian Terdahulu. ..................................................................... 7 2.2 Karakteristik Ikan Lele. ................................................................... 9 2.3 Usaha Pembesaran Ikan Lele ........................................................ 10
2.3.1 Pemilihan Lokasi ................................................................... 11 2.3.2 Sarana Prasarana Pembesaran ............................................ 12 2.3.3 Proses Pembesaran .............................................................. 13
2.4 Kawasan Minapolitan. .................................................................... 14 2.5 Analisis Kelayakan Usaha .............................................................. 16 2.6 Kerangka Berpikir .......................................................................... 17
3. METODE PENELITIAN. ...................................................................... 18
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian. ....................................................... 18 3.2 Jenis Penelitian .............................................................................. 18 3.3 Batasan Masalah. .......................................................................... 18 3.4 Jenis dan Sumber Data .................................................................. 19 3.5 Populasi dan Sampel. .................................................................... 20 3.6 Metode Pengambilan Sampel ........................................................ 21 3.7 Metode Pengambilan Data. ............................................................ 22 3.8 Analisis Data. ................................................................................. 25
3.8.1 Analisis Deskriptif Kualitatif. .................................................. 25 3.8.2 Analisis Deskripsi Kuantitatif. ................................................ 27
3.8.2.1 Analisis Finansiil Jangka Pendek .............................. 28 3.8.2.2 Analisis Finansiil Jangka Panjang ............................. 33 3.8.2.3 Analisis Perbandingan Kelayakan Usaha .................. 36
xiv
4. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN .......................................... 38 4.1 Sejarah Berdirinya Usaha .............................................................. 38 4.2 Letak Geografis .............................................................................. 39 4.3 Potensi Wilayah ............................................................................. 41 4.4 Keadaan Penduduk ........................................................................ 42
5. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 50
5.1 Teknis Pembesaran Ikan Lele ....................................................... 50 5.1.1 Sarana .................................................................................. 50 5.1.2 Prasarana ............................................................................. 56 5.1.3 Persiapan Kolam dan Air ...................................................... 59 5.1.4 Pembesaran Ikan Lele di Kawasan Minapolitan Desa
Gondosuli dan Kawasan Non-minapolitan Desa Karangrejo . 61 5.1.4.1 Kawasan Minapolitan ................................................ 61 5.1.4.2 Kawasan Non-minapolitan ......................................... 63
5.2 Analisis Finansiil pada Usaha Pembesaran Ikan Lele di Kawasan Minapolitan dan Non-minapolitan ................................................. 64
5.2.1 Analisis Finansiil Jangka Pendek Usaha Pembesaran Ikan Lele ............................................................................................... 65
5.2.1.1 Permodalan ............................................................... 65 5.2.1.2 Biaya Produksi .......................................................... 66 5.2.1.3 Penerimaan ............................................................... 67 5.2.1.4 RC Ratio ................................................................... 67 5.2.1.5 Keuntungan ............................................................... 68 5.2.1.6 Rentabilitas ............................................................... 68 5.2.1.7 Break Even Point ...................................................... 69
5.2.2 Analisis Finansiil Jangka Panjang Usaha Pembesaran Ikan Lele ....................................................................................... 69 5.2.2.1 Penambahan Investasi .............................................. 69 5.2.2.2 Net Present Value ..................................................... 70 5.2.2.3 Net B/C ..................................................................... 71 5.2.2.4 Internal Rate Return .................................................. 71 5.2.2.5 Payback Period ......................................................... 72 5.2.2.6 Analisis Sensitivitas ................................................... 73
5.3 Analisis Perbandingan Usaha Pembesaran Ikan Lele yang ada pada Kawasan Minapolitan dan Kawasan Non-minapolitan ........... 77
5.3.1 Teknis Pembesaran .............................................................. 77 5.3.2 Aspek Finansiil ...................................................................... 80 5.4 Faktor Penghambat dan Pendukung Usaha Pembesaran Ikan
Lele ............................................................................................... 88 5.4.1 Faktor Penghambat .............................................................. 89 5.4.2 Faktor Pendukung ................................................................ 90
5.5 Implikasi Penelitian ........................................................................ 91
6. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 96 6.1 Kesimpulan .................................................................................... 96 6.2 Saran ............................................................................................. 98
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 100 LAMPIRAN................................................................................................. 103
xv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Nilai RC ratio, BC ratio, BEP, dan Payback Period pada usaha pembesaran ikan lele di Bojong Farm ............................. 8
2. Nilai RC ratio, rentabilitas, NPV, Net B/C, IRR dan Payback Period pada usaha budidaya ikan lele Kelompok Gondosuli Jaya ........................................................................................... 8
3. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................. 21 4. Keadaan Penduduk Desa Gondosuli berdasarkan Tingkat
Usia ........................................................................................... 43 5. Keadaan Penduduk Desa Gondosuli berdasarkan Tingkat
Pendidikan ................................................................................. 44 6. Keadaan Penduduk Desa Gondosuli berdasarkan Agama
yang dianut ................................................................................ 45 7. Keadaan Penduduk Desa Gondosuli berdasarkan Mata
Pencaharian ............................................................................... 46 8. Keadaan Penduduk Desa Karangrejo berdasarkan Jenis
Kelamin ...................................................................................... 46 9. Keadaan Penduduk Desa Karangrejo berdasarkan Tingkat
Usia ........................................................................................... 47 10. Keadaan Penduduk Desa Karangrejo berdasarkan Tingkat
Pendidikan ................................................................................. 48 11. Keadaan Penduduk Desa Karangrejo berdasarkan Mata
Pencaharian ............................................................................... 49 12. Peralatan usaha pembesaran ikan lele ...................................... 52 13. Prasarana usaha pembesaran ikan lele ..................................... 57 14. Perbandingan Teknis Pembesaran Ikan Lele yang ada
dikawasan Minapolitan dan Non-minapolitan ............................. 77 15. Perbandingan Analisis Finansiil Jangka Pendek Usaha
Pembesaran Ikan Lele yang ada dikawasan Minapolitan dan Non-minapolitan ......................................................................... 81
16. Perbandingan Analisis Finansiil Jangka Panjang Usaha Pembesaran Ikan Lele yang ada dikawasan Minapolitan dan Non-minapolitan ......................................................................... 84
17. Analisis Sensitivitas Usaha Pembesaran Ikan Lele yang ada dikawasan Minapolitan dan Non-minapolitan Asumsi Kenaikan Biaya sebesar 15% .................................................... 86
18. Analisis Sensitivitas Usaha Pembesaran Ikan Lele yang ada dikawasan Minapolitan dan Non-minapolitan Asumsi Penurunan Benefit sebesar 13% ................................................ 87
19. Analisis Sensitivitas Usaha Pembesaran Ikan Lele yang ada dikawasan Minapolitan dan Non-minapolitan Asumsi Biaya Naik sebesar 7% dan Benefit Turun sebesar 10% ..................... 88
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Gambar Ikan Lele .................................................................... 10 2. Kerangka Berpikir .................................................................... 17 3. Kolam pembesaran ikan lele yang ada dikawasan
minapolitan dan non-minapolitan ............................................. 51 4. Sepeda motor pengangkut benih dan mobil bak pengangkut
hasil panen ikan lele konsumsi ................................................ 56 5. Persiapan kolam ...................................................................... 61
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Peta Lokasi Desa Gondosuli ................................................... 103 2. Peta Lokasi Desa Karangrejo .................................................. 104 3. Modal Tetap Usaha Pembesaran Ikan Lele yang ada
dikawasan Minapolitan ............................................................ 105 4. Modal Lancar Usaha Pembesaran Ikan Lele yang ada
dikawasan Minapolitan ............................................................ 105 5. Modal Tetap Usaha Pembesaran Ikan Lele yang ada
dikawasan Non-minapolitan ..................................................... 106 6. Modal Lancar Usaha Pembesaran Ikan Lele yang ada
dikawasan Non-minapolitan ..................................................... 106 7. Biaya Tetap Usaha Pembesaran Ikan Lele yang ada
dikawasan Minapolitan ............................................................ 107 8. Biaya Variabel Usaha Pembesaran Ikan Lele yang ada
dikawasan Minapolitan ............................................................ 107 9. Biaya Tetap Usaha Pembesaran Ikan Lele yang ada
dikawasan Non-minapolitan ..................................................... 108 10. Biaya Variabel Usaha Pembesaran Ikan Lele yang ada
dikawasan Non-minapolitan .................................................... 108 11. Penerimaan Usaha Pembesaran Ikan Lele yang ada
dikawasan Minapolitan ............................................................ 109 12. Penerimaan Usaha Pembesaran Ikan Lele yang ada
dikawasan Non-minapolitan ..................................................... 109 13. RC Ratio Usaha Pembesaran Ikan Lele yang ada
dikawasan Minapolitan ............................................................ 110 14. RC Ratio Usaha Pembesaran Ikan Lele yang ada
dikawasan Non-minapolitan ..................................................... 110 15. Keuntungan Usaha Pembesaran Ikan Lele yang ada
dikawasan Minapolitan ............................................................ 111 16. Keuntungan Usaha Pembesaran Ikan Lele yang ada
dikawasan Non-minapolitan ..................................................... 112 17. Rentabilitas Usaha Pembesaran Ikan Lele yang ada
dikawasan Minapolitan ............................................................ 113 18. Rentabilitas Usaha Pembesaran Ikan Lele yang ada
dikawasan Non-minapolitan ..................................................... 113 19. Break Event Point Usaha Pembesaran Ikan Lele yang
ada dikawasan Minapolitan ..................................................... 114 20. Break Event Point Usaha Pembesaran Ikan Lele yang
ada dikawasan Non-minapolitan .............................................. 114 21. Performa Usaha Pembesaran Ikan Lele yang ada
dikawasan Minapolitan ............................................................ 115 22. Performa Usaha Pembesaran Ikan Lele yang ada
dikawasan Non-minapolitan ..................................................... 115 23. Penambahan Investasi Usaha Pembesaran Ikan Lele
yang ada dikawasan Minapolitan ............................................. 116
xviii
24. Penambahan Investasi Usaha Pembesaran Ikan Lele yang ada dikawasan Non-minapolitan ..................................... 117
25. Analisis Finansiil Jangka Panjang Usaha Pembesaran Ikan Lele yang ada dikawasan Minapolitan .............................. 118
26. Analisis Finansiil Jangka Panjang Usaha Pembesaran Ikan Lele yang ada dikawasan Non-minapolitan ...................... 119
27. Rincian Analisis Finansiil Jangka Panjang Usaha Pembesaran Ikan Lele yang ada dikawasan Minapolitan pada Asumsi Kenaikan Biaya 15% .......................................... 120
28. Rincian Analisis Finansiil Jangka Panjang Usaha Pembesaran Ikan Lele yang ada dikawasan Minapolitan pada Asumsi Penurunan Benefit 13% ..................................... 121
39. Rincian Analisis Finansiil Jangka Panjang Usaha Pembesaran Ikan Lele yang ada dikawasan Minapolitan pada Asumsi Biaya Naik 7% dan Benefit Turun 10% ............... 122
30. Rincian Analisis Finansiil Jangka Panjang Usaha Pembesaran Ikan Lele yang ada dikawasan Non-minapolitan pada Asumsi Kenaikan Biaya 15% ....................... 123
31. Rincian Analisis Finansiil Jangka Panjang Usaha Pembesaran Ikan Lele yang ada dikawasan Non-minapolitan pada Asumsi Penurunan Benefit 13% .................. 124
32. Rincian Analisis Finansiil Jangka Panjang Usaha Pembesaran Ikan Lele yang ada dikawasan Non-minapolitan pada Asumsi Biaya Naik 7% dan Benefit Turun 10% ............................................................................... 125
33. Rincian Analisis Sensitivitas Usaha Pembesaran Ikan Lele yang ada dikawasan Minapolitan dan Non-minapolitan ............................................................................. 126
127
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan
jumlah pulau sebanyak 17.506 pulau dan keliling panjang garis pantai
mencapai 81.000 km. Total luas perairan Indonesia sekitar 5,8 juta km2
atau sekitar 75% dari total luas wilayah Indonesia. Sehingga sektor
perikanan menjadi salah satu sektor riil yang potensial di Indonesia
(Dahuri, 2003).
Besarnya potensi perikanan tersebut perlu dikelola sebaik
mungkin agar sektor perikanan baik perikanan air laut maupun perikanan
air tawar dapat menjadi andalan pemerintah sehingga mampu
meningkatkan pertumbuhan dibidang pembangunan dan perkembangan
ekonomi Indonesia serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
khususnya nelayan, pembudidaya ikan serta pelaku usaha perikanan
lainnya.
Perikanan budidaya merupakan salah satu subsektor perikanan
yang sangat menunjang dalam memenuhi kebutuhan pangan,
menciptakan lapangan kerja, serta dalam pembangunan perekonomian
daerah maupun nasional dan dapat memberikan potensi besar jika
dimanfaatkan di Negara Indonesia yang merupakan negara tropis
dimana tidak terjadi perubahan iklim secara drastis sehingga tidak
memberikan pengaruh besar pada kegiatan budidaya ikan, baik
budidaya air tawar, payau, maupun laut.
2
Di Indonesia, sektor budidaya ikan air tawar berperan penting
sebagai salah satu sumber protein bagi masyarakat. Budidaya ikan air
tawar merupakan salah satu yang penting untuk pendapatan luar negeri.
Budidaya ikan air tawar terutama ikan mas (Cyprinus carpio), ikan lele
(Clarias sp), ikan nila (Oreochromis niloticus) dan ikan patin (Pegassius
sp) mengalami peningkatan produksi disemua negara, karena ikan-ikan
ini memiliki nilai jual bagi petani untuk mendapatkan keuntungan dengan
teknik sederhana dan investasi kecil (Masri, 2013).
Salah satu jenis komoditas perikanan air tawar yang banyak
dilakukan dan perkembanganya cukup pesat di Kabupaten Tulungagung
adalah ikan lele (Clarias sp). Permintaan pasar ikan lele sendiri sampai
sekarang terus mengalami permintaan. Kebanyakan dari ikan lele
dimanfaatkan sebagai bahan masakan, seperti pecel lele, lele goreng,
maupun pepes lele. Konsumen ikan lele pada dasarnya berasal dari
permintaan rumah tangga, warung makan, restoran, sampai usaha
tempat pemancingan. Salah satu keunggulan ikan lele adalah mudahnya
beradaptasi dengan berbagai lingkungan perairan, sehingga dalam
proses usaha pembesaran ikan lele lebih mudah dipelajari dan
dijalankan.
Kabupaten Tulungagung merupakan salah satu kabupaten di
Jawa Timur yang perkembangan usaha budidaya ikan lele cukup pesat,
khususnya usaha pada pembesaran. Selain itu, Kabupaten Tulungagung
memiliki kawasan minapolitan dengan produk unggulannya yaitu ikan
lele, yang terletak di Desa Gondosuli Kecamatan Gondang berdasarkan
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor :
3
35/KepMen.KP/2013. Selain kawasan minapolitan sebagai inti, terdapat
juga kawasan penyangga (hinterland) yang terdiri dari 3 kecamatan
potensi perikanan yang memiliki kaitan erat, antara lain :
1. Kecamatan Boyolangu dengan komoditas utama ikan hias
2. Kecamatan Pakel dengan komoditas utama ikan lele
3. Kecamatan Campurdarat dengan komoditas utama ikan
gurame (Handayani. S, 2016).
Selain usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan
minapolitan, terdapat banyak usaha pembesaran ikan lele yang tidak
termasuk kawasan minapolitan (non-minapolitan) yang tersebar hampir
merata diseluruh wilayah di Kabupaten Tulungagung, seperti di
Desa/Kecamatan Karangrejo. Kecamatan Karangrejo merupakan salah
satu wilayah di Kabupaten Tulungagung yang juga terdapat beberapa
pembudidaya ikan lele dan letaknya cukup jauh dari kawasan minapolitan
Gondosuli dan bukan merupakan kawasan penyangga (hinterland) dari
kawasan minapolitan sebagaimana dijelaskan dalam penelitian
Handayani. S, (2016).
Pemilihan Desa Gondosuli sebagai lokasi penelitian dikarenakan
Desa Gondosuli merupakan desa di Kabupaten Tulungagung yang telah
ditetapkan sebagai kawasan minapolitan dengan produk unggulan ikan
lele berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia Nomor : 35/KepMen.KP/2013. Sedangkan pemilihan Desa
Karangrejo sebagai kawasan non-minapolitan dikarenakan Desa
Karangrejo merupakan lokasi yang cukup berpotensi sebagai lokasi
usaha budidaya, dimana mayoritas penduduknya bermatapencaharian
4
sebagai petani serta usaha budidaya ikan lele masih belum banyak
dijalankan di kawasan ini. Hal ini menjadikan Kabupaten Tulungagung
sebagai kawasan yang sangat potensial dalam kegiatan usaha budidaya
ikan lele khususnya pada kedua kawasan tersebut, sehingga menarik
untuk dilakukan penelitian serta perbandingan terhadap profitabilitas yang
diperoleh dan kelayakan finansiil dari usaha pembesaran ikan lele yang
ada dikawasan minapolitan Desa Gondosuli dan kawasan non-
minapolitan Desa/Kecamatan Karangrejo, Kabupaten Tulungagung, Jawa
Timur.
1.2 Perumusan Masalah
Pentingnya dilakukan penelitian terkait kelayakan finansiil usaha
pembesaran ikan lele baik yang ada dikawasan minapolitan maupun
non-minapolitan guna mengetahui apakah usaha pembesaran ikan lele
tersebut menguntungkan atau tidak, serta dapat mengetahui profitabilitas
yang dihasilkan dari kegiatan pembesaran tersebut baik dalam jangka
pendek maupun jangka panjang. Penelitian ini dapat mengetahui tingkat
kelayakan usaha pembesaran ikan lele, serta dapat membandingkan nilai
profitabilitas dan kelayakan finansiil usaha-usaha pembesaran ikan lele
yang da dikawasan minapolitan dan non-minapolitan di Kabupaten
Tulungagung. Adapun permasalahan yang akan dibahas, antara lain:
1) Bagaimana pelaksanaan teknis pembesaran ikan lele di kawasan
minapolitan dan non-minapolitan di Kabupaten Tulungagung?
2) Berapa besar profitabilitas yang dihasilkan usaha pembesaran ikan
lele di kawasan minapolitan dan non-minapolitan baik dalam jangka
pendek dan jangka panjang usaha?
5
3) Bagaimana perbandingan analisis kelayakan usaha pembesaran ikan
lele berdasarkan perhitungan analisis pada masing-masing kawasan
tersebut?
4) Apa saja faktor penghambat dan faktor pendukung usaha
pembesaran ikan lele di masing-masing kawasan?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian yang akan dilaksanakan dikawasan
Minapolitan Gondosuli dan Non-minapolitan Desa Karangrejo Kabupaten
Tulungagung ini sesuai dengan dengan masalah yang telah dirumuskan
yakni:
1) Mengetahui pelaksanaan usaha pembesaran ikan lele yang ada
dikawasan minapolitan dan non-minapolitan di Kabupaten
Tulungagung.
2) Menganalisis profitabilitas usaha pembesaran ikan lele yang ada
dikawasan minapolitan dan non-minapolitan baik dalam jangka
pendek dan jangka panjang usaha.
3) Menganalisis perbandingan kelayakan usaha pembesaran ikan lele
berdasarkan perhitungan analisis profitabilitas usaha yang ada pada
masing-masing kawasan.
4) Menganalisis faktor penghambat dan faktor pendukung usaha
pembesaran ikan lele yang ada pada masing-masing kawasan.
1.4 Kegunaan
Adapun dengan dilaksanakannya penelitian ini, sehingga
diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
6
1. Pengusaha
Sebagai salah satu bahan perencanaan dalam pengembangan
usaha pembesaran lele, khususnya di Kabupaten Tulungagung.
2. Akademisi (Perguruan Tinggi dan Mahasiswa)
Sebagai sumber pengetahuan atau referensi sehingga dapat
menunjang dalam menyusun penelitian-penelitian selanjutnya diwaktu
yang akan datang, terutama yang berkaitan dengan analisis
perbandingan kelayakan finansiil pada usaha pembesaran ikan lele
maupun usaha lainnya.
3. Instansi Pemerintahan
Sebagai sumber pertimbangan untuk menentukan kebijakan dalam
rangka meningkatkan ekonomi daerah dan kebijakan dalam
pembangunan atau pengembangan kawasan minapolitan maupun
yang bukan minapolitan melalui pemanfaatan sumberdaya yang
tersedia.
4. Masyarakat Umum
Sebagai informasi dan bahan pertimbangan untuk membuka usaha
budidaya, khususnya pembesaran ikan lele didalam maupun diluar
wilayah Kabupaten Tulungagung.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Menurut penelitian Mahyudin. dkk, (2014), dengan Analisis
Kelayakan dan Sensitivitas Harga Input Pada Usaha Budidaya Ikan Lele
dalam Kolam Terpal di Kota Banjarbaru Kalimantan Selatan,
menunjukkan bahwa hasil penelitian usaha budidaya ikan lele dalam
kolam terpal layak untuk diusahakan lebih lanjut. Hasil analisis
sensitivitas terhadap kenaikan harga input dalam hal ini pakan ikan
meningkat 20%, diperoleh nilai NPV 12% sebesar Rp 87.611,919 > 0,
nilai B/C 12% = 1,86 > 1 dan nilai IRR = ~ (tidak terhingga) > dari tingkat
bunga berlaku. Dari hasil analisis sensitivitas menunjukkan walaupun
ada kenaikan pakan sebesar 20% usaha budidaya ikan dalam kolam
terpal tetap layak untuk diusahakan. Permasalahan yang ada pada
petani ikan lele dalam kolam terpal adalah: mahalnya harga pakan ikan,
rendahnya harga jual ikan, terbatasnya modal usaha, sifat kanibal dari
ikan lele dan biaya pergantian terpal yang dilakukan setiap tahun.
Penelitian Jamaludin (2015), dengan Analisis Pendapatan Usaha
Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang di Bojong Farm Kabupaten Bogor.
Penelitian dilakukan secara kuantitatif dengan aplikasi Microsoft Excel
2010. Penilaian kelayakan usaha dilakukan melalui perhitungan RC ratio,
BC ratio, Break Event Point dan Payback Period.Selain itu, dilakukan
analisis sensitivitas terhadap perubahan kenaikan biaya variabel dalam
usaha pembesaran ikan lele sangkuriang di Bojong Farm. Adapun hasil
8
dari penelitian yang diperoleh dari Analisis Pendapatan Usaha
Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang di Bojong Farm, antara lain:
Tabel 1. Nilai RC ratio, BC ratio, BEP, dan Payback Period pada usaha pembesaran ikan lele di Bojong Farm
No. Keterangan Nilai
1 RC Ratio 1,27 2 BC Ratio 0,27 3 Break Event Point
1) Produk 2) Harga
1.177 Kg
Rp 15.687 4 Payback Period 8 siklus
Sumber: Jamaludin (2015) Berdasarkan analisis sensitivitas, kenaikan biaya variabel 7%
masih menguntungkan, tetapi pada kenaikan biaya variabel sebesar 31%
maka usaha pembesaran ikan lele di Bojong Farm akan mengalami
kerugian.
Sedangkan pada penelitian Handayani.S, (2016), dengan judul
Evaluasi Pengelolaan Budidaya Ikan Lele dalam Program
Pengembangan Kawasan Minapolitan di Desa Gondosuli Kecamatan
Gondang Kabupaten Tulungagung, hasil analisis kelayakan usaha pada
kelompok “Gondosuli Jaya” menguntungkan dan layak untuk dijalankan
dengan perhitungan antara lain :
Tabel 2. Nilai RC ratio, rentabilitas, NPV, Net B/C, IRR dan Payback Period pada usaha budidaya ikan lele kelompok “Gondosuli Jaya”
No. Keterangan Nilai
1 RC Ratio 1,26 2 Rentabilitas 26% 3 NPV Rp 68.163.877.662,879 4 Net B/C 9,82% 5 IRR 17% 6 Payback Period 2 tahun, 9 bulan, 5 hari
Sumber: Handayani (2016)
9
Adapun asumsi dalam analisis sensitivitas yang digunakan, yaitu;
biaya naik 15,60% dan benefit turun 8,50%, lalu biaya naik 26,35% dan
benefit turun 20,85% dengan hasil usaha budidaya ikan lele kelompok
“Gondosuli Jaya” layak dijalankan dalam 10 tahun kedepan.
2.2 Karakteristik Ikan Lele
Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan salah satu
spesies ikan yang berasal dari Afrika dan telah dikembangbiakan dengan
perkawinan silang sehingga saat ini terdapat berbagai macam nama ikan
lele dari persilangan lele dumbo seperti lele sangkuriang, lele phyton, lele
masamo dan lainnya (Notohatmojo, 2013).
Menurut Lukito (2012) dalam Jamaludin (2015), morfologi ikan lele
memiliki tubuh memanjang, bekulit licin, berlendir dan tidak bersisik.
Bentuk kepala lonjong menggepeng dengan mulut melebar dan
mempunyai empat pasang sungut. Ikan lele memiliki sepasang sirip
dada yang terdapat duri keras yang digunakan sebagai pertahanan diri
dan kadang-kadang juga digunakan untuk berjalan dipermukaan tanah.
Bagian rongga insang terdapat alat pernapasan tambahan yang
berbentuk seperti batang pohon yang dipenuhi dengan kapiler darah.
Menurut Lukito (2012), ikan lele dapat hidup di lingkungan yang
kualitas airnya sangat jelek. Kualitas air yang baik bagi pertumbuhan
ikan lele yaitu dengan kandungan oksigen terlarut sekitar 6 ppm,
karbondioksida sekitar 12 ppm dengan kisaran suhu antara 24oC-26oC
dan kecerahan air maksimum 30 cm. Ikan lele dikenal aktif pada malam
hari. Di siang hari ikan ini lebih banyak berdiam didalam lubang atau
10
tempat yang tenang dan aliran air tidak terlalu keras. Adapun klasifikasi
dari ikan lele (Clarias sp.) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Ostariophysi
Famili : Claridae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias gariepinus Burchell (Djatmika et al, 1986 dalam
Aji, 2009).
Gambar 1. Ikan lele (Clarias sp.) Sumber: Data Primer, 2017
2.3 Usaha Pembesaran Ikan Lele
Menurut Murtidjo (1992) dalam Primyastanto (2011), usaha
budidaya perikanan merupakan kegiatan manusia dalam mengusahakan
peningkatkan produksi ikan dengan memanfaatkan keahlian serta
kemampuan dengan cara memindahkan ikan dari habitat aslinya kedalam
tempat tertentu yang dikondisikan dan disesuaikan dengan kondisi alam
atau habitat aslinya sehingga cocok bagi ikan tersebut.
Berbeda dengan penangkapan, produksi dari budidaya perikanan
diperoleh melalui kegiatan pemeliharaan biota akuatik dalam wadah dan
11
lingkungan terkontrol. Kegiatan pemeliharaan tersebut (sesuai dengan
tujuannya) mencakup pembenihan dan pembesaran. Dalam perikanan
tangkap produksi diperoleh dengan cara memanen (berburu) biota
akuatik dari alam tanpa pernah memelihara. Budidaya perikanan,
bersama-sama dengan perikanan tangkap dan pengolahan perikanan
merupakan tulang punggung sektor perikanan dalam menyediakan
pangan dan sumber protein bagi manusia (Effendi, 2012).
Menurut Gunawan (2016), kegiatan budidaya ikan lele meliputi
pemilihan lokasi, persiapan sarana produksi, dan proses budidaya
tersebut. Supaya proses budidaya lele berjalan lancar, dibutuhkan
sumberdaya manusia yang memiliki kompetensi dibidang budidaya lele
atau setidaknya pernah mengikuti pelatihan tentang budidaya ikan lele,
sehingga kompeten dan tidak menghambat kegiatan usaha budidaya.
2.3.1 Pemilihan Lokasi
Menurut Asauri (1980) dalam Primyastanto (2011), penentuan
lokasi bertujuan untuk memperlancar, efektivitas dan efisiensi kegiatan
produksi. Sehingga dalam penentuan lokasi perlu diperhatikan faktor-
faktor yang mempengaruhi besarnya biaya produksi dan biaya distribusi
dari barang-barang atau jasa yang dihasilkan sehingga dapat menekan
biaya-biaya tersebut seminimal mungkin. Lokasi merupakan faktor
penting dalam budidaya ikan lele karena menjadi tempat dari segala
aktivitas terkait usaha budidaya ikan lele, mulai dari persiapan budidaya
ikan lele sampai kegiatan pemanenan. Lokasi usaha yang strategis
mampu mengoptimalkan proses budidaya, sehingga hasil produksi yang
dihasilkan juga optimal. Pemilihan lokasi yang tidak tepat dapat menjadi
12
masalah serius dan menyebabkan kegagalan pada usaha budidaya.
Adapun pemilihan lokasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Ketersediaan sumber air yang memadai,
2. Suhu dan ketinggian lokasi sesuai,
3. Jenis tanah cocok,
4. Sinar matahari terpenuhi,
5. Lingkungan yang menunjang,
6. Aspek teknis dan SDM yang mendukung (Gunawan, 2016).
2.3.2 Sarana Prasarana Pembesaran
Sarana dan prasarana merupakan fasilitas-fasilitas yang sangat
perlu diperhatikan oleh para pelaku budidaya ikan lele dan berpengaruh
terhadap keberhasilan usaha budidaya ikan lele. Salah satu faktor yang
mempengaruhi keberhasilan usaha budidaya ikan lele adalah tersedianya
fasilitas yang sesuai dan memadai (Gunawan, 2016).
Menurut Dzulfikri (2016), sarana yang digunakan dalam usaha
pembesaran ikan lele antara lain: Kolam berbahan beton atau terpal,
peralatan penunjang atau perlengkapan usaha pembesaran ikan lele,
serta sarana transportasi pengangkut. Sedangkan prasarana dalam
melakukan kegiatan usaha pembesaran ikan lele antara lain: akses jalan,
sistem pengairan, listrik dan alat komunikasi.
Peralatan penunjang atau perlengkapan harus tersedia dalam
jumlah yang cukup sehingga tidak menghambat aktivitas pembesaran.
Adapun perlengkapan yang diperlukan diantaranya pompa air, selang,
serokan, baskom/bak penampungan dan bak sortir, tabung oksigen,
wadah jerigen atau plastik, serta senter untuk alat penerangan. Selain
13
itu, pada usaha pembesaran ikan lele yang dilakukan jauh atau terpisah
dari tempat tinggal perlu adanya saung jaga, dimana saung jaga dapat
menjadi tempat serba guna yang dapat digunakan sebagai tempat
istirahat, tempat penyimpanan pakan, maupun tempat pertemuan atau
diskusi dengan pengunjung (Gunawan, 2016).
2.3.3 Proses Pembesaran Ikan Lele
Berdasarkan manajemen rantai agribisnis, usaha budidaya dapat
digolongkan menjadi tiga tahap, yaitu usaha pembenihan, usaha
pendederan, dan usaha pembesaran. Pada masing-masing tahapan
tersebut memiliki kegiatan atau penanganan yang berbeda-beda dan bila
dijumlahkan keseluruhan pada tahapan pembenihan sampai dengan
panen konsumsi memiliki waktu yang panjang, sehingga banyak pelaku
usaha yang hanya menjalankan salah satu tahapan budidaya tersebut
dengan intensitas tinggi dengan tujuan usaha yang dijalankan lebih
cepat, efisien, dan efektif (Primyastanto, 2011).
Menurut Gunawan (2016), tahap pembesaran merupakan
pemeliharaan benih ikan untuk kemudian dihasilkan ikan siap konsumsi.
Ukuran ikan lele siap konsumsi dipasaran yaitu 6-10 ekor tiap satu
kilogramnya dengan waktu panen relatif antara 45-90 hari tergantung
ukuran benih pada saat ditebar pada kolam pembesaran. Tahap
pembesaran merupakan segmen budidaya yang paling besar total biaya
operasionalnya, khususnya pakan serta paling lama siklus atau masa
panennya dibandingkan segmen budidaya pembenihan maupun
pendederan. Adapun proses produksi pada tahap pembesaran antara
lain:
14
a. Pemilihan lokasi
b. Pembuatan dan persiapan media budidaya
c. Penyediaan dan pemilihan benih
d. Perawatan benih
e. Panen dan penanganan hasil panen (Primyastanto, 2011).
2.4 Kawasan Minapolitan
Menurut Wiadnya (2011), minapolitan merupakan sebuah proses
yang dinamis dan siklis dengan karakteristik dasar pendekatan multi-
sektor yang saling terintegrasi satu dengan yang lain. Implementasi dari
minapolitan harus selalu dievaluasi (melalui alat monitoring) untuk
mengukur setiap keberhasilan atau kegagalan dari program yang
dijalankan. Hasil dari monitoring harus bisa digunakan sebagai dasar
bagi pengelola untuk memperbaiki setiap rencana aksi (implementasi)
berikutnya.
Kawasan Minapolitan adalah suatu bagian wilayah yang
mempunyai fungsi utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi,
pengolahan, pemasaran komoditas perikanan, pelayanan jasa, dan/atau
kegiatan pendukung lainnya. Adapun penggerak utama minapolitan di
bidang perikanan budidaya adalah sentra produksi dan perdagangan
perikanan di lahan-lahan budidaya produktif (KEPMEN KP, 2011).
Kegiatan ekonomi kelautan dan perikanan yang pada umumnya
berada dipedesaan mengalami perkembangan yang lambat, dikarenakan
kurangnya sarana prasarana dan fasilitas pelayanan umum. Kawasan
pedesaan lebih banyak berperan sebagai penyedia bahan baku,
sedangkan nilai tambah produksinya lebih banyak dinikmati diperkotaan.
15
Dengan konsepsi minapolitan, pembangunan perikanan diharapkan
dapat dipercepat. Kemudahan-kemudahan atau peluang yang biasanya
ada diperkotaan perlu dikembangkan di pedesaan, seperti prasarana,
sistem pelayanan umum, jaringan distribusi bahan baku dan hasil
produksi di sentra produksi. Pedesaan sebagai sentra produksi
diharapkan dapat berkembang sebagaimana perkotaan dengan
dukungan prasarana, energi, jaringan distribusi bahan baku dan hasil
produksi, transportasi, pelayanan publik, akses permodalan, dan sumber
daya manusia yang memadai (KEPMEN KP, 2011).
Berdasarkan KEPMEN Kelautan dan Perikanan No. 18 Tahun
2011 Tentang Pedoman Umum Kawasan Minapolitan, yang merupakan
basis kawasan minapolitan, yaitu :
1. Ekonomi kelautan dan perikanan berbasis wilayah di Indonesia dibagi
menjadi sub-sub wilayah pengembangan ekonomi berdasarkan
potensi sumber daya alam, prasarana dan geografi;
2. Kawasan ekonomi unggulan pada setiap provinsi dan kabupaten/kota
dibagi menjadi beberapa kawasan ekonomi unggulan bernama
minapolitan;
3. Sentra produksi pada setiap kawasan minapolitan terdiri dari sentra
produksi dan perdagangan komoditas kelautan, perikanan dan
kegiatan lain yang saling terkait;
4. Unit produksi/usaha pada setiap sentra produksi terdiri dari unit-unit
produksi atau pelaku usaha perikanan produktif.
16
2.5 Analisis Kelayakan Usaha
Studi kelayakan usaha adalah suatu studi yang digunakan oleh
suatu instansi tertentu maupun perorangan untuk menilai dan mengetahui
layak atau tidaknya suatu proyek tertentu yang sedang atau akan
dilaksanakan. Pada prinsipnya, penilaian pada studi kelayakan lebih
ditekankan pada analisa atau rasio finansiil, maka diperlukan analisa
finansiil jangka pendek dan jangka panjang terhadap suatu usaha yang
sedang atau akan dikerjakan (Primyastanto, 2011).
Hal ini sependapat dengan Riyanto (1995) yang menyatakan,
aspek finansiil dari suatu usaha merupakan inti dari pembahasan seluruh
aspek lainnya, karena studi kelayakan bertujuan untuk mengetahui
potensi keuntungan yang dapat diperoleh dari usaha yang sedang
dijalankan maupun masih direncanakan. Aspek ini berkaitan dengan
penentuan kebutuhan jumlah dana yang diperlukan dalam kegiatan
usaha dan sekaligus pengalokasian dana tersebut seefisien mungkin,
sehingga memberikan tingkat keuntungan yang menjanjikan bagi
investor.
Menurut Riyanto (2002), profitabilitas adalah kemampuan suatu
perusahaan untuk menghasilkan laba dibandingkan dengan aktiva atau
modal perusahaan yang digunakan selama periode tertentu dan
dinyatakan dengan persentase. Analisis profitabilitas diperlukan untuk
menilai besar kecilnya produktifitas usaha sebuah perusahaan. Penilaian
profitabilitas ini menggunakan beberapa kriteria antara lain : Gross Profit
Margin, Net Profit Margin, Total Assets Turnover, Return on Investment
dan Return on Equity (Fanani, 2014).
17
2.6 Kerangka Berpikir
Adapun gambaran untuk kerangka berfikir dapat dilihat pada
Gambar 2 berikut:
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Sumber: Data Primer, 2017
Usaha Budidaya Ikan Lele
Kawasan Minapolitan
Kawasan Non-
Minapolitan
Analisis Finansiil:
Jangka Pendek o Permodalan o Biaya total o Penerimaan o RC Ratio o Keuntungan o Rentabilitas o BEP
Jangka Panjang o NPV o BC Ratio o IRR o PP
Sensitivitas
Analisis Perbandingan Kelayakan Finansiil Usaha Budidaya Ikan Lele yang ada
dikawasan Minapolitan dan Non-minapolitan
Layak Tidak Layak
Evaluasi disertai
Perbaikan
Analisis Kelayakan
Pengembangan Layak
Kesejahteraan Pelaku Usaha Budidaya
18
III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai dengan
Oktober 2017 di Kawasan Minapolitan Desa Gondosuli, Kecamatan
Gondang dan Kawasan Non-minapolitan Desa/Kecamatan Karangrejo,
Kabupaten Tulungagung, Provinsi Jawa Timur.
3.2 Jenis Penelitian
Penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan data kemudian
diolah. Hasil yang keluar akan menentukan layak atau tidaknya, serta
mengetahui usaha mana yang lebih menguntungkan antara usaha
pembesaran ikan lele yang ada di kawasan minapolitan atau non-
minapolitan. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Analisis data secara kualitatif dilakukan dengan melakukan pengamatan
serta pengambilan data primer. Sedangkan analisis data secara
kuantitatif, yaitu dengan cara menghitung menggunakan rumus.
Menurut (Hamdi, 2014), penelitian kuantitaif menekankan pada
fenomena yang ada dengan memaksimalkan objektivitas dengan
menggunakan angka-angka, statistik, dan terkontrol. Sementara
deskriptif menunjukan gambaran fenomena-fenomena yang ada, baik
saat ini maupun masa lampau.
3.3 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian dilakukan guna
menyederhanakan ruang lingkup masalah dalam penelitian antara lain :
19
1) Objek dalam penelitian ini adalah usaha pembesaran ikan lele yang
ada dikawasan Minapolitan Desa Gondosuli, Kecamatan Gondang
dan Kawasan Non-minapolitan Desa/Kecamatan Karangrejo,
Kabupaten Tulungagung, Provinsi Jawa Timur.
2) Data yang dibutuhkan berupa jumlah permodalan dan total
penerimaan pada usaha pembesaran ikan lele di kawasan tersebut.
3) Selain data tentang permodalan dan penerimaan juga dibutuhkan
data tentang keadaan umum lokasi penelitian, teknik pembesaran,
serta faktor penghambat dan pendukung dalam usaha pembesaran
ikan lele di kawasan tersebut.
3.4 Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini sumber data yang diperoleh dan digunakan
antara lain:
a) Data Primer
Menurut Kohar dan Wibowo (2014), data primer merupakan data
yang diperoleh berdasarkan hasil ground thruth dan observasi di
lapangan pada lokasi kajian. Data primer ini berhubungan dengan
kondisi lingkungan pada lokasi kajian. Pengambilan data dilakukan
dengan pengamatan lapangan dan wawancara pada masing-masing
lokasi kajian.
Sedangkan menurut Santoso dan Tjiptono (2002), dalam
penggunaanya data primer memiliki kelebihan serta kekurangan.
Kelebihan data primer yakni meliputi hampir semua tahap proses dari
riset sedangkan kekurangannya memiliki biaya yang tinggi karena harus
meghabiskan banyak waktu.
20
Data primer yang diperoleh dalam penelitian ini meliputi
wawancara dan dokumentasi, pihak yang terlibat langsung yakni
pembudidaya ikan lele yang ada dikawasan minapolitan Gondosuli dan
non-minapolitan Karangrejo. Dokumentasi dilakukan untuk memperkuat
data sekunder yang didapat.
b) Data Sekunder
Survei atau data sekunder dilakukan untuk melengkapi data yang
diperoleh dari survei primer berupa kajian literatur yang berkaitan dengan
penelitian yang dilakukan. Kemudian dilakukan pula pengumpulan data
sekunder berupa data dari instansi-intsansi yang terkait dengan penelitian
(Ratnaningtyas, 2009).
Menurut Santoso dan Tjiptono (2002), data sekunder memiliki
beberapa kekurangan serta kelebihan. Kelebihan dari data sekunder
adalah hemat biaya karena waktu yang dibutuhkan untuk mengumpulkan
data tidak selama data primer. Sementara kekurangannya yakni data
yang diperoleh terkadang kurang relevan dengan kebutuhan riset, akurasi
terkadang masih dipertanyakan.
Pada penelitian ini data sekunder berupa data keadaan umum
lokasi yang diperoleh dari Balai Desa/Kantor Kecamatan pada lokasi
penelitian serta data yang diperoleh dari jurnal atau literatur dan buku-
buku sebagai tinjauan pustaka.
3.5 Populasi dan Sampel
Menurut Sugiyono (2014), populasi merupakan wilayah
generalisasi yang terdiri atas suatu obyek atau subyek yang memiliki
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
21
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Sedangkan sampel
merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh suatu
populasi tertentu. Jika populasi dari sampel yang hendak diteliti
berjumlah besar, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil
dari suatu populasi tersebut dikarenakan tidak memungkinkan untuk
dilakukan penelitian terhadap semua anggota populasi dan jika dilakukan
akan menambah jumlah tenaga, biaya, dan waktu yang amat besar.
Adapun populasi dalam penelitian ini yaitu, semua usaha
pembesaran ikan lele yang ada dikawasan minapolitan Desa Gondosuli
dan kawasan Non-minapolitan Desa Karangrejo. Sedangkan sampel
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, usaha pembesaran ikan lele
milik Bapak Parsam pada kelompok budidaya ikan “Mekar Sari” kawasan
Minapolitan dan usaha pembesaran ikan lele milik Bapak Purwanto pada
kawasan Non-minapolitan.
Tabel 3. Populasi dan Sampel Penelitian
No. Populasi penelitian Sampel yang diteliti Jumlah (orang)
1. Usaha pembesaran ikan lele pada kawasan Minapolitan
Usaha milik bapak Parsam, kelompok budidaya Mekar Sari
1
2. Usaha pembesaran ikan lele pada kawasan Non-minapolitan
Usaha milik bapak Purwanto
1
Sumber: Data Primer, 2017 3.6 Metode Pengambilan Sampel
Menurut Sugiyono (2014), dalam menentukan sampel yang akan
digunakan dalam penelitian, dapat dikelompokkan menjadi dua teknik,
yaitu probability sampling dan kedua nonprobability sampling. Pada
prinsipnya, teknik probability sampling memberikan kesempatan pada
22
pada populasi terpilih menjadi sampel atau tidak terpilih menjadi sampel.
Sedangkan teknik nonprobability sampling, pengambilan sampel tidak
memberi kesempatan sama bagi setiap anggota populasi terpilih untuk
dijadikan sampel.
Dalam penelitian ini, pengambilan sampel dilakukan dengan
teknik nonprobability sampling, dengan menentukan sampel dengan
pertimbangan tertentu (sampling purposive). Adapun pertimbangan
dalam memilih pembudidaya ikan lele sebagai sampel yaitu usaha
budidaya yang dijalankan cukup besar dalam kawasan yang dijadikan
obyek penelitian serta menjadi bahan rujukan dari pembudidaya-
pembudidaya lain dalam satu kawasan maupun instansi/stakeholder
berwenang pada kawasan tersebut.
3.7 Metode Pengambilan Data
Metode pengambilan data yang digunakan pada penelitian ini ada
empat macam, yaitu:
1) Dokumentasi
Menurut Sugiyono (2014), dokumentasi merupakan catatan
peristiwa yang sudah berlalu yang berupa tulusan, gambar, atau kara
nomental dari seorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya
catatan harian, laporan harian, biografi. Dokumen yang berbentuk
gambar misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Sedangkan
dokumen yang berbentuk karya nomental yaitu karya seni berupa
gambar, patung, film dan lain-lain.
Studi dokumen merupakan pelengkap penggunaan dari metode
observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Secara detail
23
bahan-bahan yang diperlukan dalam melakukan dokumentasi antara lain
otobiografi, surat-surat pribadi, buku atau catatan harian, memorial,
klipping, dokumen pemerintah atau swasta, data di server dan flashdisk,
data tersimpan di website, dan sebagainya (Rahmat, 2009).
Dokumentasi pada penelitian ini berupa foto-foto atau video
maupun rekaman terkait usaha pembesaran ikan lele di lokasi penelitian,
yaitu kawasan minapolitan Gondosuli dan kawasan non-minapolitan
Karangrejo.
2) Wawancara
Metode wawancara, apabila peneliti ingin melakukan studi untuk
menemukan permasalahan yang akan diteliti, dan bila peneliti ingin
mengetahui tenteng responden secara mendalam maka teknik yang
digunkan dalam pengumpulan data adalah wawancara dengan syarat
respondennya sedikit/kecil (Sugiyono, 2014).
Penelitian ini, data diperoleh melalui wawancara terhadap pihak
yang terlibat langsung yakni pembudidaya ikan lele di kawasan
Minapolitan Gondosuli dan kawasan Non-Minapolitan Karangrejo sebagai
obyek penelitian. Wawancara ini digunakan untuk memperkuat data
yang didapat melalui dokumentasi.
3) Observasi
Menurut Suryana (2010), observasi adalah upaya mengamati dan
mendokumentasikan hal-hal yang terjadi selama tindakan berlangsung.
Pada saat dilakukan tindakan, secara bersamaan juga dilakukan
pengamatan tentang segala sesuatu yang terjadi selama proses
24
pembelajaran berlangsung. Data dari hasil observasi dijadikan sebagai
bahan masukan dalam refleksi.
Sedangkan menurut Sugiyono (2014), observasi sebagai teknik
pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan
dengan teknik yang lain, seperti wawancara atau kuisioner. Jika pada
wawancara dengan cara berkomunikasi dengan manusia selaku obyek,
maka observasi tidak hanya pada manusia saja melainkan obyek alam
atau lingkungan serta yang lainnya.
Berdasarkan penelitian ini, observasi yang dilakukan dengan cara
mengamati dan mencatat berbagai sarana-prasarana dan berbagai
kegiatan yang dilakukan dalam pembesaran ikan lele terkait proses
produksi serta mendokumentasikannya.
4) Studi Pustaka
Menurut Hartanto (2003), studi pustaka merupakan kegiatan
pengumpulan data yang ditujukan untuk pemecahan terhadap berbagai
permasalahan dalam menyusun suatu penelitian maupun karya tulis
ilmiah. Sedangkan menurut Sugiyono (2005), studi pustaka merupakan
langkah awal dalam metode pengumpulan data yang mengarah pada
pencarian data dan informasi melalui dokumen-dokumen, baik dokumen
tertulis, foto-foto, gambar, maupun dokumen elektronik seperti hasil
rekaman yang dapat mendukung dalam proses penulisan.
Studi pustaka dalam penelitian yang digunakan untuk
membandingkan berbagai teori yang digunakan di lapang dengan teori
yang telah disampaikan dan diperoleh pada saat perkuliahan serta
diperoleh dari jurnal atau literatur ilmiah maupun buku-buku terkait
25
analisis kelayakan finansiil usaha pembesaran ikan lele dan diharapkan
dapat menjadi suatu jalan keluar masalah yang terjadi di lapang maupun
dalam penyusunan laporan penelitian ini.
3.8 Analisis Data
Analisis data merupakan tahap suatu proyek penelitian yang
mencoba menjawab pertanyaan, “apa yang telah kita temukan?” dan
“apa yang diungkap oleh data?”(Syaban, 2005). Sedangkan menurut
Sugiyono (2004), analisis deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk
menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan
data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud
membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Pada
penelitian ini untuk menjawab rumusan masalah yang ada dilakukan
penelitian secara deskriptif. Adapun analisis deskriptif yang dimaksud,
yaitu analisis deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif.
3.8.1 Analisis Deskriptif Kualitatif
Menurut Hasan (2002), analisis kualitatif merupakan analisis yang
berupa uraian dan penafsiran dari suatu pengolahan data tanpa
menggunakan model matematik, statistik, maupun ekonometrik.
Sedangkan menurut Usman dan Akbar (2006) menyatakan, metode
kualitatif dilakukan untuk memahami dan menafsirkan makna suatu
peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi tertentu.
Untuk mengetahui pelaksanaan teknis pembesaran ikan lele yang
ada di kawasan Minapolitan dan Non-minapolitan, dilakukan analisis data
deskriptif kualitatif. Data yang dianalisis berkaitan dengan aspek teknis,
26
antara lain teknis pembesaran dan faktor penghambat maupun
pendukung usaha pembesaran ikan lele.
a. Teknis Pembesaran
Menurut Husnan dan Suwarsono (1994) dalam Primyastanto
(2011), aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan
teknis dan pengoperasianya setelah proek tersebut dibangun. Beberapa
variabel yang perlu diperhatikan dalam penentuan aspek teknis adalah :
1. Ketersediaan benih
2. Letak pasar yang dituju
3. Tenaga listrik
4. Ketersediaan air
5. Tenaga kerja
6. Fasilitas-fasilitas yang terkait
Data yang berkaitan dengan aspek teknis ini akan dianalisis
secara deskriptif kualitatif untuk memberikan gambaran secara umum,
sistematis, jelas dan faktual yang berkaitan dengan proses pembesaran
ikan lele. Mulai dari ketersediaan benih ikan lele, proses produksi
(persiapan kolam, penebaran benih, pemberian pakan, pemberian obat-
obatan, pemanenan) sampai proses pemasaran ikan lele, serta sarana
dan prasarana atau fasilitas-fasilitas yang digunakan dalam kegiatan
usaha pembesaran ikan lele dan tersedia di sekitar lokasi penelitian.
Komponen yang dianalisis dari faktor teknis antara lain, yaitu sarana
prasarana, faktor produksi (input), proses produksi, serta output.
27
b. Faktor Penghambat dan Pendukung
Menurut Primyastanto dan Istikharoh (2003), setiap usaha pasti
mempunyai faktor–faktor yang mempengaruhi jalannya usaha, baik itu
yang menghambat maupun yang memperlancar usaha tersebut. Data
yang berhubungan dengan faktor pendukung dan faktor penghambat
dalam usaha pembesaran ikan lele akan dianalisis dengan deskriktif
kualitatif. Tujuannya untuk memberikan solusi dan mengetahui prospek
kedepan mengenai usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan
minapolitan dan non-minapolitan.
3.8.2 Analisis Deskriptif Kuantitatif
Menurut Nazir (2011), deskriptif kuantitatif adalah analisis data
yang sifatnya kuantitatif yakni berdasarkan perhitungan-perhitungan dan
statistik. Penelitian kuantitatif merupakan model penelitian yang
bertujuan mengungkap fenomena lepas dari konteksnya. Penelitian
kuantitatif seringkali memunculkan dirinya dalam model-model penelitian
eksperimen dan non eksperimen (Ghufron, 2008).
Dalam penelitian ini, analisis deskriptif kuantitatif digunakan
metode analisis profitabilitasuntuk menganalisis kelayakan finansiil pada
pembesaran ikan lele yang terdiri dari analisis profitabilitas jangka pendek
dan jangka panjang. Adapun analisis profitabilitas jangka pendek antara
lain permodalan, biaya produksi, penerimaan, Revenue Cost Ratio (RC
Ratio), keuntungan, Break Even Point (BEP), dan rentabilitas.
Sedangkan analisis profitabilitas jangka panjang menggunakan Net
Present Value (NPV), Net B/C, Internal Rate dan Return (IRR), dan
Payback Period (PP) serta Analisis Sensitivitas. Pada analisis deskriptif
28
kuantitatif ini dilakukan perbandingan terhadap hasil-hasil yang diperoleh
pada analisis finansiil jangka pendek dan jangka panjang pada usaha
pembesaran ikan lele yang ada dikawasan minapolitan dan kawasan
non-minapolitan untuk mengetahui perbandingan kelayakan pada kedua
lokasi usaha tersebut.
3.8.2.1 Analisis Profitabilitas Jangka Pendek
a. Permodalan
Menurut Riyanto (1995) dalam Primyastanto (2011), modal usaha
merupakan barang atau uang dengan faktor produksi tanah dan tenaga
kerja yang dapat menghasilkan suatu barang baru. Modal usaha tersebut
biasanya berupa modal tetap/aktiva dan modal kerja.
Pengertian modal berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia
dalam Nugraha (2011), yaitu adalah uang yang dipakai sebagai pokok
(induk) untuk berdagang, melepas uang, dan sebagainya; harta benda
(uang, barang, dan sebagainya) yang dapat dipergunakan untuk
menghasilkan sesuatu yang menambah kekayaan. Analisis permodalan
dalam penelitian ini adalah: modal tetap, modal kerja, dan sumber
modal.
b. Biaya produksi
Menurut Primyastanto dan Istikharoh (2003), setiap kegiatan
usaha yang dilaksanakan memerlukan biaya-biaya atau pengeluaran
usaha. Menurut prinsip ekonomi, dengan biaya tertentu diharapkan hasil
yang optimal, atau dengan kata lain untuk mendapatkan hasil tertentu
dengan biaya yang serendah mungkin.
29
Menurut Sinta (2011), total cost (TC) merupakan biaya
keseluruhan yang digunakan dalam memulai suatu usaha. Adapun total
cost atau biaya total didapat dari penjumlahan biaya tetap dengan biaya
variabel dirumuskan sebagai berikut:
Di mana: TC = Total Cost/biaya total (Rp)
FC= Fixed Cost/biaya tetap (Rp)
VC = Variable Cost/biaya variabel (Rp)
c. Penerimaan
Menurut Primyastanto dan Intikharoh (2006), penerimaan atau
Total Revenue (TR) adalah pendapatan kotor usaha yang didefinisikan
sebagai nilai produk total usaha dalam jangka waktu tertentu dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Dimana : TR = Total Revenue/Total Penerimaan (Rp)
P = Total Biaya (Rp)
Q = Unit Produksi (Ekor)
d. Revenue Cost Ratio (RC Ratio)
Menurut Effendi dan Oktariza (2006) dalam Primyastanto (2011),
analisis RC Ratio merupakan alat analisis untuk melihat keuntungan
relatif suatu usaha dalam satu tahun terhadap biaya yang dipakai dalam
kegiatan tersebut. Suatu usaha dikatakan layak bila RC lebih besar dari
1 (RC> 1). Hal ini menggambarkan semakin tinggi nilai RC, maka tingkat
TC = FC + VC
TR = P x Q
30
keuntungan suatu usaha akan semakin tinggi. RC Ratio dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Dimana : TR = Total Revenue/penerimaan total (Rp)
TC= Total Cost/biaya total (Rp)
Dengan kriteria :
a) RC > 1, maka usaha tersebut dikatakan menguntungkan
b) RC = 1, maka usaha tersebut dikatakan tidak untung dan tidak
rugi
c) RC < 1, maka usaha tersebut mengalami kerugian
e. Keuntungan (π)
Pendapatan adalah besarnya penerimaan setelah dikurangi
dengan biaya yang dikeluarkan untuk proses produksi baik tetap maupun
tidak tetap (Primyastanto, 2006). Analisis pendapatan ini digunakan
untuk mengetahui besaran yang diperoleh dari usaha yang dilakukan,
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
dimana: NKK = Nilai Kerja Keluarga (Rp)
TR = Penerimaan total (Rp)
TC = Total biaya (Rp)
FC = Biaya tetap/Fixed Cost(Rp)
VC = Biaya tidak tetap/Variabel cost(Rp)
RC Ratio = TR
TC
π = (TR – TC) – NKK
= (TR – (FC + VC)) – NKK
31
Sedangkan keuntungan adalah selisih antara total penerimaan dengan
total biaya dan nilai kerja keluarga (NKK). Nilai kerja keluarga dibagi menjadi
dua, yaitu:
a) Atas dasar tenaga kerja (opportunity cost of labour), NKK dari anggota
keluarga dihitung berdasarkan upah yang berlaku.
NKK pemilik usaha = jumlah tenaga kerja keluarga x hari kerja x jam kerja x
upah
b) NKK atas dasar manajemen (opportunity cost of management), NKK dari
pemilik usaha yang dihitung berdasarkan perkalian Total Modal Kerja
dengan tingkat suku bunga pinjaman.
NKK atas dasar manajemen = Total modal kerja x suku bunga pinjaman
Setelah diperoleh nilai dari NKK atas dasat tenaga kerja dan atas dasar
manajemen, kemudian dapat dihitung nilai dari NKK keseluruhan, yaitu :
NKK = Op. Cost of Labour + Op. Cost of Management
f. Rentabilitas Usaha
Menurut Riyanto (1995) dalam Primyastanto (2011), rentabilitas
merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan
keuntungan dengan menggunakan modal kerja dalam perusahaan
tersebut dengan menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva
atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Rentabilitas secara umum
dapat dirumuskan sebagai berikut :
Dimana = L : jumlah laba (Rp)
M : modal/aktiva (Rp)
R : rentabilitas (%)
R = M
L X 100
%
32
g. BEP (Break Event Point)
Menurut Primyastanto (2011), Break Even Point (BEP)
merupakan titik impas atau suatu kondisi dimana suatu perusahaan tidak
memperoleh keuntungan dan tidak mengalami kerugian. Analisa BEP
adalah suatu teknik analisa untuk mempelajari hubungan antara biaya
tetap, biaya variable, keuntungan, dan volume kegiatan. Cara
perhitungan BEP ada 2 macam:
1. BEP atas dasar sales, dirumuskan :
dimana : FC = Biaya tetap (Rp)
VC = Variabelcost (Rp)
S = Nilai penjualan/jumlah penerimaan (Rp)
2. BEP atas dasar unit, dirumuskan :
dimana : FC = biaya tetap(Rp)
p = harga per unit(Rp)
v = biaya variabel per unit (Rp)
Atau:
s
vc
FCBEP
1
vp
FCBEP
BEP unit = asatuanh
BEPsales
arg
33
Sehingga:
Apabila penerimaan lebih besar dari BEP maka usaha tersebut
dapat dikatakan memberikan keuntungan.
3.8.2.2 Analisis Profitabilitas Jangka Panjang
a. Net Present Value (NPV)
Suatu bisnis dikatakan layak jika jumlah seluruh manfaat yang
diterimanya melebihi biaya yang dikeluarkan. Selisih antara manfaat dan
biaya disebut dengan manfaat bersih. Suatu bisnis dikatakan layak jika
NPV lebih besar dari 0 yang artinya bisnis menguntungkan atau
memberikan manfaat. NPV adalah selisih antara total present value
manfaat dengan total present value biaya dengan rumus sebagai berikut:
Dimana:
Bt = Manfaat pada tahun t
Ct = Biaya pada tahun t (Rp)
t = Tahun kegiatan bisnis, tahun awal bisa tahun 0 atau
tahun 1
i = Tingkat DR (Dicount Rate)
∑𝐵𝑡
(1 + 𝑖)𝑡
𝑛
𝑡=0/1
− ∑𝐶𝑡
(1 + 𝑖)𝑡
𝑛
𝑡=0/1
= ∑𝐵𝑡 − 𝐶𝑡
(1 + 𝑖)𝑡
𝑛
𝑡=0/1
NPV =
BEP unit (mix) = asatuanh
BEPsalesalantotalpenju
rodukpenjualanp
arg
34
b. Net B/C
Net B/C adalah rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif
dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Manfaat bersih yang
menguntungkan bisnis dihasilkan terhadap setiap satu satuan kerugian
dari bisnis tersebut. Secara matematis dapat dinyatakan sebagai:
Dimana:
Bt = Manfaat pada tahun t
Ct = Biaya pada tahun t (Rp)
t = Tahun kegiatan bisnis, tahun awal bisa tahun 0 atau
tahun 1
i = Tingkat DR (Dicount Rate)
c. Internal Rate and Return (IRR)
Kelayakan bisnis juga dinilai seberapa besar pengembalian bisnis
terhadap investasi yang ditanamkan. IRR adalah tingkat discount rate
(DR) yangmenghasilkan NPV sama dengan 0. Perhitungan IRR
umumnya dilakukan dengan menggunakan metode interpolasi di antara
tingkat discount rate yang lebih rendah (yang menghasilkan NPV positif)
dengan tingkat discount rate yang lebih tinggi (yang menghasilkan NPV
negatif). Berikut rumus IRR:
∑ 𝐵𝑡−𝐶𝑡𝑛
𝑡=1
(1+𝑖) 𝑡
∑ 𝐶𝑡−𝐵𝑡𝑛𝑡=𝑖
(1=𝑖) 𝑡
⇒[𝐵𝑡 − 𝐶𝑡 > 0]
[𝐵𝑡 − 𝐶𝑡 > 0] Net B/C =
IRR = 𝑖1 + 𝑁𝑃𝑉1
𝑁𝑃𝑉1−𝑁𝑃𝑉2 𝑥 (𝑖2 − 𝑖2)
35
Dimana:
i1 = Discount rate yang menghasilkan NPV positif
i2 = Discount rate yang menghasilkan NPV negatif
NPV1 = NPV positif
NPV2 = NPV negative
d. Payback Period (PP)
Payback Period adalah jangka waktu tertentu yang menunjukkan
terjadinya arus penerimaan (cash in flow) secara kumulatif sama dengan
jumlah investasi dalam bentuk present value. Sehingga disimpulkan
bahwa payback period merupakan suatu nilai dimana dari nilai tersebut
dapat diketahui berapa lama usaha yang dijalankan bisa mengembalikan
modal yang ditanam baik modal tetap maupun tidak tetap. Menurut
Primyastanto (2011), payback period digunakan intuk mengukur
seberapa cepat suatu investasi bisa kembali, sehingga dasar yang
digunakan adalah aliran kas, untuk itu perlu dihitung aliran kas suatu
proyek terlebih dahulu. Adapun rumus yang digunakan untuk
menghitung payback period, yaitu :
e. Analisis Sensitivitas
Menurut Ambarawati, dkk (2015), kemampuan proyek bertahan
dan menghasilkan keuntungan dipengaruhi oleh faktor internal maupun
faktor eksternal. Akibat perubahan tersebut, usaha yang tadinya layak
dapat menjadi tidak layak pada kondisi dan waktu tertentu. Oleh karena
PP = Jumlah Investasi
Keuntungan
36
itu, perkiraan usaha dimasa depan dihadapi dengan ketidakpastian,
sehingga perlu adanya kajian tingkat kepekaan (sensitivity analysis).
Berdasarkan penelitian ini, analisis sensitivitas usaha dilakukan
untuk mengetahui pengaruh pada usaha jika terjadi semacam kenaikan
biaya operasional maupun penurunan produktivitas usaha pada nilai
tertentu apakah hal tersebut berpengaruh besar terhadap kelayakan
usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan minapolitan maupun
non-minapolitan. Adapun perubahan atau skenario yang ditentukan
dalam penelitian ini adalah terjadi kenaikan biaya sebesar 15%,
penurunan penerimaan sebesar 13%, dan biaya naik 7% dengan
penurunan penerimaan 10%.
3.8.2.3 Analisis Perbandingan Kelayakan Finansiil Usaha
Pembesaran Ikan Lele yang ada dikawasan Minapolitan
dan Non-minapolitan
Dalam penelitian ini dilakukan perbandingan aspek-aspek
kelayakan usaha baik secara teknis maupun finansiil pada usaha
pembesaran ikan lele yang ada dikawasan minapolitan Desa Gondosuli
dan kawasan non-minapolitan Desa Karangrejo. Pada aspek teknis
dilakukan perbandingan terhadap pelaksanaan teknis pembesaran yang
meliputi: persiapan kolam, penebaran benih, pemberian pakan, survival
rate, dan pemanenan pada usaha yang ada dikawasan minapolitan dan
kawasan non-minapolitan.
Pada aspek finansiil dilakukan perbandingan pada hasil analisis
finansiil jangka pendek dan jangka panjang. Adapun perbandingan
analisis finansiil jangka pendek meliputi; permodalan, biaya total,
37
penerimaan, RC ratio, keuntungan, rentabilitas, dan break event point
pada kedua lokasi usaha. Sedangkan pada analisis finansiil jangka
panjang dilakukan perbandingan dari hasil analisis, meliputi : nilai
penambahan investasi, net present value, net B/C, internal rate of return,
dan payback period, serta analisis sensitivitas pada kedua lokasi usaha
untuk mengetahui perbandingan kelayakan pada masing-masing lokasi.
38
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Sejarah Berdirinya Usaha
Berdasarkan sejarah berdirinya usaha, kawasan minapolitan Desa
Gondosuli dan kawasan non-minapolitan Desa Karangrejo adalah
sebagai berikut:
a. Kawasan Minapolitan Desa Gondosuli
Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Tulungagung (2016),
Desa Gondosuli ditetapkan menjadi kawasan minapolitan pada tahun
2013 oleh Menteri Kelautan dan Perikanan melalui Surat Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : 35/KEPMEN-KP/2013 Tentang
Penetapan Kawasan Minapolitan Kecamatan Gondang. Pada awalnya
Desa Gondosuli dikenal sebagai salah satu kawasan penghasil tembakau
dan mayoritas penduduk desa bermata pencarian sebagai petani.
Bermula dari keberhasilan seorang warga bernama Parsam, yang
merupakan pembudidaya ikan lele pertama di Desa Gondosuli. Pak
Parsam memulai usaha budidaya ikan lele sejak tahun 1993 dan berhasil.
Pada awalnya Pak Parsam memulai usaha tersebut menggunakan dua
petak kolam kecil, dan tanpa diduga usaha budidaya ikan lele tersebut
berkembang dengan pesat dan menarik minat warga Desa Gondosuli
lainnya. Pada tahun 2007, Pak Parsam mulai membentuk kelompok
budidaya ikan (POKDAKAN) bernama Mekarsari. Usahanya yang terus
berkembang disusul oleh berdirinya kelompok budidaya ikan
(POKDAKAN) lainnya di Desa Gondosuli, sampai tahun 2013 Desa
39
Gondosuli ditetapkan menjadi kawasan minapolitan Kabupaten
Tulungagung hingga saat ini (DKP Kab.Tulungagung, 2016).
b. Kawasan Non-minapolitan Desa Karangrejo
Awal mula berdirinya usaha budidaya ikan lele milik Pak Purwanto
di Desa Karangrejo, Kecamatan Karangrejo sejak tahun 1998. Awalnya
usaha budidaya ikan lele tersebut hanyalah usaha sampingan dengan
jumlah kolam sekitar 3-4 kolam pada saat itu. Alasan Pak Purwanto
memilih lokasi tersebut sebagai tempat budidaya yaitu dekat dengan
keberadaan sungai dan sawah, serta jauh dari permukiman penduduk.
Sehingga pemilik usaha tidak mengkhawatirkan adanya komplain dari
tetangga sekitar tentang bau dari air limbah budidaya ikan lele.
Pada awal usaha Pak Purwanto hanya fokus pada pembesaran
ikan lele saja. Namun seiring berjalannya waktu dan tingginya
permintaan benih ikan lele oleh para pembudidaya ikan lele di wilayah
Tulungagung, Pak Purwanto mulai menjalankan usaha suplai benih ikan
lele dari petani ikan atau pembenih ikan lele di Pare dan dijual kembali
kepada pembudidaya pembesaran ikan lele hingga melakukan
pembibitan sendiri ditempat usahanya menggunakan indukan ikan lele
yang diperoleh dari sisa panen usaha pembesarannya. Hal ini
menjadikan usaha budidaya ikan lele menjadi mata pencarian utamanya
karena penghasilan yang diperoleh lebih besar daripada pekerjaan
sebelumnya yaitu sebagai karyawan swasta.
4.2 Letak Geografis
Letak geografis merupakan letak atau posisi suatu daerah yang
diuraikan berdasarkan keadaan alam dari daerah tersebut. Menurut
40
Bappeda Kab. Tulungagung (2016), secara goegrafis Kabupaten
Tulungagung terletak pada posisi 7051’-8018’ LS dan 111043’-112007’ BT
serta berbatasan dengan Kabupaten Kediri disebelah utara, Kabupaten
Blitar pada sebelah timur, Samudera Hindia disebelah selatan, dan
Kabupaten Trenggalek pada sebelah barat. Luas Kabupaten
Tulungagung adalah 1.055,7 km2 yang terdiri dari pegunungan, dataran
tinggi, dataran rendah dan kawasan pantai atau 2,58% dari total wilayah
Provinsi Jawa Timur dengan letak kurang lebih 154 km arah barat daya
dari Kota Surabaya. Berdasarkan letak geografisnya, maka kawasan
minapolitan Desa Gondosuli dan kawasan non-minapolitan Desa
Karangrejo adalah sebagai berikut:
a. Kawasan minapolitan Desa Gondosuli
Desa Gondosuli merupakan salah satu desa yang termasuk dalam
Kecamatan Gondang, Kabupaten Tulungagung yang letaknya berada
disebelah tenggara dari pusat pemerintahan Kecamatan Gondang kurang
lebih sekitar 4 kilometer dari pusat pemerintahan dengan akses jalan
yang cukup mudah untuk dilalui. Adapun batas-batas wilayah Desa
Gondosuli antara lain:
Sebelah Utara : Desa Rejosari dan Desa Kedungsoko
Sebelah Timur : Desa Bono
Sebelah Selatan : Desa Tawing
Sebelah Barat : Desa Dukuh dan Desa Macanbang
Luas Desa Gondosuli : 171 Ha
Jarak rata-rata ke Ibukota Kecamatan Gondang : 4 Km
(Profil Desa Gondosuli, 2016).
41
b. Kawasan Non-minapolitan Desa Karangrejo
Menurut Profil Desa Karangrejo (2016), Desa Karangrejo adalah
merupakan Ibukota Kecamatan Karangrejo yang memiliki batas-batas
wilayah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Desa Jeli
Sebelah Timur : Sungai Ngrowo dan Sungai Brantas
Sebelah Selatan : Desa Sembon
Sebelah Barat : Desa Sukorejo, Desa Sukodono, Desa
Gedangan
Luas Desa Karangrejo : 146,745 Ha
Jarak rata-rata ke Ibukota Kecamatan Karangrejo : 0 Km
4.3 Potensi Wilayah
Kabupaten Tulungagung merupakan salah satu kabupaten yang
sebagian besar wilayahnya didominasi dengan dataran rendah dengan
rata-rata ketinggian kurang dari 500 m diatas permukaan air laut.
Berdasarkan ketinggian tempat dari permukaan laut, wilayah Kabupaten
Tulungagung dikelompokkan sebagai berikut :
1) Wilayah dengan ketinggian 0-100 m dpl, meliputi wilayah seluas
36,76%.
2) Wilayah dengan ketinggian 100-500 m dpl, meliputi wilayah seluas
51,70%.
3) Wilayah dengan ketinggian 500-1000 m dpl, meliputi wilayah seluas
8,39%.
4) Wilayah dengan ketinggian lebih dari 1000 m dpl, meliputi wilayah
seluas 3,14%.
42
Kabupaten Tulungagung memiliki tingkat kelerengan tanah dari
yang landai hingga curam, kondisi ini menimbulkan beragam potensi
sumberdaya yang dimiliki seperti tanaman pangan, perkebunan,
peternakan maupun perikanan. Desa Gondosuli di Kecamatan Gondang
dan Desa Karangrejo di Kecamatan Karangrejo merupakan dua kawasan
yang memiliki lereng landai serta memiliki sumber air yang melimpah.
Terlebih lagi Desa Gondosuli merupakan kawasan yang dipilih dalam
pengembangan kawasan minapolitan Kabupaten Tulungagung.
Sehingga dua kawasan tersebut sangat tepat dan mendukung sebagai
tempat usaha budidaya ikan (BAPPEDA Kab.Tulungagung, 2017).
4.4 Keadaan Penduduk
Berdasarkan keadaan penduduk di kawasan minapolitan Desa
Gondosuli dan kawasan non-minapolitan Desa Karangrejo, maka dapat
dijelaskan sebagai berikut:
A. Kawasan minapolitan Desa Gondosuli
Keadaan penduduk di kawasan minapolitan Desa Gondosuli dapat
dibedakan berdasarkan tingkat usia, tingkat pendidikan,
kepercayaan/agama yang dianut dan tingkat mata pencaharian.
1) Keadaan Penduduk berdasarkan Tingkat Usia
Berdasarkan tingkat usia jumlah penduduk di kawasan minapolitan
Desa Gondosuli dapat digolongkan menjadi delapan golongan. Rentang
usia 41-50 tahun merupakan usia yang mendominasi dari keseluruhan
penduduk sebanyak 442 jiwa atau dengan persentase 17,21%, yang
terdiri dari laki-laki sebanyak 228 jiwa dan perempuan sebanyak 214 jiwa.
Kemudian disusul jumlah penduduk dengan usia <10 tahun dengan
43
jumlah 417 penduduk atau sebesar 16,24% dari jumlah penduduk
keseluruhan dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 216 orang dan
jumlah penduduk perempuan sebanyak 201 orang. Dan penduduk
dengan tingkat usia 21-30 tahun dengan jumlah penduduk sebanyak 407
atau sebesar 15,85%. Sedangkan jumlah penduduk paling sedikit yaitu
pada usia lansia atau >70 tahun dengan jumlah sebesar 89 jiwa atau
3,4% dari total penduduk Desa Gondosuli. Pembagian jumlah penduduk
Desa Gondosuli berdasarkan tingkat usia dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Keadaan Penduduk Desa Gondosuli berdasarkan Tingkat Usia
No. Usia (tahun) Laki-laki (orang)
Perempuan (orang)
Jumlah (orang)
Prosentase (%)
1 < 10 216 201 417 16,24
2 11-20 192 171 363 14,14
3 21-30 211 196 407 15,85
4 31-40 199 190 389 15,15
5 41-50 228 214 442 17,21
6 51-60 155 134 289 11,25
7 61-70 81 91 172 6,70
8 > 70 36 53 89 3,47
Total 1.318 1.250 2.568 100
Sumber : Profil Desa Gondosuli, 2016
2) Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Sebagian besar tingkat pendidikan penduduk di Desa Gondosuli
masih berpendidikan rendah, hal ini karena sebagian besar penduduknya
masih berpendidikan pada tingkatan tamat SMP, sebesar 897 orang atau
35% dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 451 orang dan
penduduk perempuan sebanyak 446 orang. Adapun tingkat pendidikan
penduduk pada kawasan minapolitan Desa Gondosuli dapat dilihat pada
tabel 5 berikut.
44
Tabel 5. Keadaan penduduk Desa Gondosuli berdasarkan tingkat pendidikan
No. Tingkat
Pendidikan
Laki-laki (orang)
Perempuan (orang)
Jumlah (orang)
Presentase (%)
1
Jumlah penduduk belum tamat SD/sederajat 79 78 157 6,11
2
Jumlah penduduk tidak tamat SD/sederajat 20 15 35 1,36
3
Jumlah penduduk belum tamat SMP/SMA/sederajat 225 220 445 17,33
4
Jumlah penduduk tidak tamat SMP/sederajat 451 446 897 34,93
5
Jumlah penduduk tidak tamat SMA/sederajat 290 306 596 23,21
6
Jumlah penduduk tamat SMA/sederajat 253 185 438 17,06
Jumlah 1.318 1.250 2.568 100
Sumber :Profil Desa Gondosuli, 2016
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui tingkat pendidikan
penduduk mayoritas masih tidak lulus SMA. Sementara jumlah
penduduk yang sudah lulus SMA masih berjumlah 438 orang yang terdiri
dari 253 orang laki-laki dan 185 orang perempuan atau sekatar 17% dari
jumlah penduduk, sedangkan jumlah penduduk yang sedang menempuh
pendidikan dibangku SMP maupun SMA/sederajat sebanyak 445 orang
yang terdiri dari 225 orang laki-laki dan 220 orang perempuan atau
sekitar 17,3% dari jumlah penduduk.
3) Keadaan Penduduk berdasarkan Agama/Kepercayaan
Berdasarkan agama yang dianut, penduduk kawasan minapolitan
Desa Gondosuli mayoritas menganut Agama Islam sebanyak 2.562
penduduk yang terbagi dari 1.317 orang laki-laki dan 1.245 orang
45
perempuan atau 99,7% dari jumlah penduduk. Sedangkan sisanya
menganut Agama Kristen sebanyak 6 orang yang terbagi dari satu orang
laki-laki dan lima orang perempuan. Adapun rinciannya dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.
Tabel 6. Keadaan Penduduk Desa Gondosuli berdasarkan Agama yang dianut.
No. Agama Laki-laki (orang)
Perempuan (orang)
Jumlah (orang)
Presentase (%)
1 Islam 1.317 1.245 2.562 99,77
2 Kristen 1 5 6 0,23
3 Katholik - - - -
4 Hindu - - - -
5 Budha - - - -
6 Khonghucu Total 1.318 1.250 2.568 100
Sumber : Profil Desa Gondosuli, 2016
4) Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Struktur
mata pencaharian penduduk
Berdasarkan mata pencaharian penduduk Desa Gondosuli
mayoritas berprofesi sebagai buruh tani, yaitu sebanyak 421 orang atau
sebesar 37,7%, sedangkan mata pencaharian pembudidaya ikan
sebanyak 321 orang atau sebesar 28,7%, dan paling sedikit yaitu montir
dan bidan swasta masing-masing sebanyak 2 orang.Berikut rincian
jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian.
46
Tabel 7. Keadaan Penduduk Desa Gondosuli berdasarkan Mata Pencaharian Penduduk
No. Mata Pencaharian
Laki-laki (orang)
Perempuan (orang)
Jumlah (orang)
Presentase (%)
1 Petani 126 87 213 19,09
2 Buruh tani 172 249 421 37,72
3 Buruh migrant 74 29 103 9,23
4 PNS 21 15 36 3,23
5 Pedagang keliling 5 6 11 0,99
6 Montir 2 0 2 0,18
7 Pembudidaya ikan 321 0 321 28,76
8 Bidan swasta 0 2 2 0,18
9 Guru swasta 1 6 7 0,63
Total 722 394 1.116 100
Sumber :Profil Desa Gondosuli, 2014
B. Kawasan non-minapolitan Desa Karangrejo
Keadaan penduduk dikawasan non-minapolitan Desa
Karangrejodapat dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, tingkat usia,
mata pencaharian, dan tingkat pendidikan.
1) Keadaan Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Jumlah penduduk yang menempati Desa Karangrejo sebanyak
3.052 jiwa, didominasi oleh penduduk laki-laki sebanyak 1.542 jiwa dan
perempuan sebanyak 1.510 jiwa. Adapun rincian data keadaan
penduduk Desa Karangrejo disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut :
Tabel 8. Data Penduduk Desa Karangrejoberdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1 Laki-laki 1.542 50,52 2 Perempuan 1.510 49,48
Total 3.052 100,0
Sumber: Profil Desa Karangrejo, 2016
2) Keadaan Penduduk Desa Karangrejo berdasarkan Tingkat Usia
Berdasarkan tingkat usia jumlah penduduk di Desa Karangrejo
dapat digolongkan menjadi enam golongan. Rentang usia 18-56 tahun
47
adalah usia produktif yang merupakan jumlah penduduk paling
mendominasi dari keseluruhan penduduk sebanyak 2.202 jiwa atau
dengan persentase 53,8%, yang terdiri dari laki-laki sebanyak 1.124 jiwa
dan perempuan sebanyak 1.078 jiwa. Kemudian jumlah penduduk pada
tingkat usia 10-17 tahun dengan jumlah 349 jiwa atau sebesar 11,43%
dengan jumlah laki-laki sebanyak 167 jiwa dan jumlah perempuan
sebanyak 182 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk paling sedikit yaitu
pada usia 0-12 bulan dengan jumlah sebesar 104 atau 3,4% dari total
penduduk Desa Karangrejo. Pembagian jumlah penduduk Desa
Karangrejo berdasarkan tingkat usia dapat dilihat pada tabel 9.
Tabel 9. Data Jumlah Penduduk Desa Karangrejoberdasarkan Tingkat Usia
No. Usia (Tahun) Laki-Laki (Jiwa)
Perempuan (Jiwa)
Jumlah (Jiwa)
Persentase (%)
1 < 2 29 25 54 1,77 2 2-5 72 102 174 5,70 3 6-9 100 62 162 5,31 4 10-17 167 182 349 11,43 5 18-56 1.124 1.078 2.202 72,15 6 >56 50 61 111 3,64
Total 1.542 1.510 3.052 100,00
Sumber :Profil Desa Karangrejo, 2016
3) Keadaan Penduduk Desa Karangrejo berdasarkan Tingkat
Pendidikan
Berdasarkan tingkat pendidikan, keadaan penduduk Desa
Karangrejo mayoritas adalah tamat SMA/sederajat dengan jumlah 1.023
orang atau sebesar 33,5%, kemudian jenjang pendidikan SMP/sederajat
yang berjumlah 714 jiwa atau 23,4%, tamat jenjang SD/sederajat
sebanyak 451 atau sebesar 14,7%. Ada juga jenjang pendidikan tingkat
TK, diploma, strata 1 hingga strata 3, sampai tidak pernah mengenyam
48
pendidikan. Adapun keadaan penduduk Desa Karangrejo berdasarkan
tingkat pendidikan dijelaskan secara rinci pada tabel 10.
Tabel 10. Data Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Karangrejo
No. Tingkat Pendidikan Jumlah (orang)
Presentase (%)
1 Penduduk usia 10 tahun ke atas yang buta huruf
-- -
2 Penduduk belum/tidak tamat SD / Sederajat 502 16,45
3 Penduduk tamat SD / Sederajat 451 14,78
4 Penduduk tamat SMP / Sederajat 714 23,39
5 Penduduk tamat SMA / Sederajat 1.023 33,52
6 Penduduk tamat D-3 117 3,83
7 Penduduk tamat S-1 228 7,47
8 Penduduk tamat S-2 14 0,46
9 Penduduk tamat S-3 3 0,10
Total 3.052 100
Sumber : Profil Desa Karangrejo, 2016
Jika dilihat dari tingginya jumlah tingkat pendidikan penduduk tamat
SMA, SMP dan SD yang lebih besar daripada jumlah tingkat pendidikan
penduduk yang tamat diploma ataupun strata 1 menandakan kualitas
SDM pada wilayah tersebut masih kurang, hal ini dikarenakan semakin
tingginya tingkat pendidikan maka semakin tinggi kualitas Sumberdaya
Manusia.
4) Keadaan Penduduk Desa Karangrejoberdasarkan Mata
Pencaharian
Terdapat banyak jenis mata pencaharian yang ada di Desa
Karangrejo yang dikelompokkan dalam jenis mata pencaharian lainnya,
seperti mekanik, pembantu rumah tangga, sopir, pengacara, pensiunan,
dan sebagainya yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Kelompok
jenis pekerjaan sebagai buruh tani mendominasi sebanyak 640 jiwa atau
21% adalah buruh tani dan mata pencaharian petani sebanyak 458 jiwa
49
atau sebesar 15%, dimana mata pencaharian tersebut lebih banyak
dibandingkan dengan kelompok mata pencaharian lainnya.
Tabel 11. Data Penduduk Desa Karangrejo berdasarkan Mata Pencaharian
No Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1 Belum/tidak bekerja 418 13,70
2 Petani 458 15,01
3 Buruh Tani 640 20,97
4 Pegawai Negeri Sipil 102 3,34
5 Industri Rumah Tangga 7 0,23
6 Pedagang 35 1,15
7 Peternak 41 1,34
8 Tukang 29 0,95
9 TNI 14 0,46
10 POLRI 28 0,92
11 Wiraswasta 132 4,33
12 Karyawan 173 5,67
13 Pelajar/mahasiswa 762 24,97
14 Lain-lain 213 6,98
Total 3.052 100,0
Sumber : Profil Desa Karangrejo, 2016
Sedangkan pada kelompok mata pencaharian sebagai industri
rumah tangga merupakan kelompok mata pencaharian yang paling
sedikit ditekuni, yaitu sebanyak 7 orang atau sebesar 0,23% dari seluruh
penduduk Desa Karangrejo. Kemudian terdapat kelompok mata
pencaharian lain-lain, yaitu sebanyak 213 orang atau sebesar 7% dari
jumlah keseluruhan penduduk karangrejo. Selain kelompok mata
pencaharian tenaga kerja juga terdapat kelompok mata pencaharian non-
tenaga kerja, antara lain pelajar atau mahasiswa sebanyak 762 orang
atau sebesar 25% dari jumlah penduduk keseluruhan dan kelompok
belum/atau tidak bekerja sebanyak 418 orang atau sebesar 13,7%
dikarenakan masih belum usia kerja, belum memperoleh pekerjaan, atau
sudah lansia.
50
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Teknis Pembesaran Ikan Lele
Menurut Kasmir dan Jakfar (2003), aspek teknis merupakan suatu
kegiatan yang dilakukan perusahaan atau seorang pelaku usaha untuk
mempersiapkan apa saja yang perlu dilakukan dalam menjalankan
usahanya meliputi penentuan lokasi, kapasitas produksi, penentuan
layout, serta kesiapan alat-alat atau sarana dan prasarana yang
digunakan. Adapun aspek teknis pada usaha pembesaran ikan lele
antara lain sarana dan prasarana pembesaran, persiapan kolam,
pemberian pakan, pengendalian hama, dan pemanenan.
5.1.1 Sarana
Sarana merupakan segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat
utama maupun alat bantu untuk mencapai suatu tujuan. Adapun sarana
yang diperlukan dalam usaha pembesaran ikan lele yaitu lokasi, kolam,
peralatan yang digunakan, dan transportasi.
1) Lokasi
Lokasi yang digunakan dalam usaha pembesaran ikan lele antara
lain kawasan minapolitan Desa Gondosuli Kecamatan Gondang
Kabupaten Tulungagung dan kawasan non-minapolitan Desa/Kecamatan
Karangrejo Kabupaten Tulungagung. Letak kedua lokasi tersebut juga
tidak jauh dari pusat kota Tulungagung, sekitar 6 km dari pusat kota. Hal
ini menjadikan kegiatan pemasaran dan distribusi pakan maupun
peralatan menjadi mudah dan terjangkau. Sehingga mendukung
kegiatan usaha pembesaran ikan lele pada masing-masing lokasi
51
tersebut. Hal ini sependapat dengan Assauri (1980) dalam Primyastanto
(2011), dimana penentuan lokasi bertujuan untuk memperlancar,
efektivitas, dan efisiensi kegiatan produksi.
2) Kolam
Kolam yang digunakan pada kedua lokasi usaha pembesaran ikan
lele masing-masing ukurannya relatif sama, yaitu berukuran 4m x 10m x
1m dengan jenis kolam terpal dan beton. Pada lokasi usaha pembesaran
ikan lele yang ada dikawasan minapolitan Gondosuli, kolam yang
digunakan untuk usaha pembesaran ikan lele sebanyak 20 kolam yang
terbuat dari terpal. Sedangkan pada lokasi kawasan non-minapolitan
Karangrejo kolam yang digunakan sebanyak 20 kolam, yaitu 12 kolam
terpal dan 8 kolam beton, 14 kolam untuk usaha pembesaran dan 6
kolam untuk usaha pendederan (suplier benih). Pada sisi setiap kolam
yang ada dimasing-masing kawasan terdapat saluran masuk air (inlet)
dan saluran keluar air (outlet) untuk sirkulasi air kolam.
Gambar 3. a) kolam pembesaran yang ada dikawasan minapolitan, b) kolam pembesaran yang ada dikawasan non-minapolitan
a) b) sumber : Data Primer, 2016
3) Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam usaha pembesaran pada masing-
masing kawasan cenderung sama dan sudah bisa dikatakan layak
karena cukup memadai dalam kegiatan pembesaran ikan lele pada tiap-
52
tiap kawasan walaupun tergolong masih sederhana. Adapun peralatan-
peralatan tersebut adalah pompa, seser, pipa paralon, ember, bak
sortasi, keranjang, jerigen, timbangan, jaring paranet, dan sebagainya.
Tabel 12. Peralatan kegiatan pembesaran ikan lele
No. Alat Fungsi Gambar
1 Pompa air Untuk memompa air dari sumur ke kolam
2 Seser besar Untuk menjaring induk ikan atau ukuran konsumsi
3 Seser kecil Untuk menjaring benih ikan
4 Ember besar Sebagai wadah induk/benih sebelum dipindahkan ke kolam yang lain
53
No. Alat Fungsi Gambar
5 Ember kecil Sebagai wadah pakan ikan lele
6 Bak sortasi Untuk menyeleksi benih ikan ukuran tertentu
7 Keranjang Sebagai wadah ikan lele saat dipanen
8 Jerigen Sebagai wadah ikan lele untuk diangkut ke suatu tempat
9 Pengangkut
jerigen/keran
jang
Untuk mengangkut jerigen atau keranjang wadah ikan lele
Tabel 12. Peralatan kegiatan pembesaran ikan lele (lanjutan)
54
No. Alat Fungsi Gambar
10 Pipa paralon Sebagai sarana sirkulasi air kolam
11 Kakaban Sebagai tempat menempelnya telur ikan lele
12 Timbangan Untuk mengukur berat ikan pada jumlah tertentu
13 Jaring
penutup
Untuk menutupi kolam dari predator/hama dan sinar matahari langsung
14 Gerobak
dorong
Untuk mengangkut sak pakan ikan lele
Tabel 12. Peralatan kegiatan pembesaran ikan lele (lanjutan)
55
No. Alat Fungsi Gambar
15 Corong air Untuk memudahkan memasukkan/memindahkan benih ikan dari bak ke jerigen
16 Kabel Sebagai sarana kelistrikan
17 Lampu Sebagai sarana penerangan kolam saat malam hari
Sumber : Data Primer, 2017
4) Transportasi
Transportasi merupakan salah satu proses dari penanganan pada
bahan baku maupun hasil panen. Transportasi diperlukan untuk
mengangkut benih ataupun hasil panen untuk didistribusikan kepada
tengkulak maupun konsumen langsung. Pada usaha pembesaran ikan
lele dikedua kawasan, proses transportasi dilakukan pada saat
pengadaan benih dan pemanenan ikan lele dengan sarana transportasi
Tabel 12. Peralatan kegiatan pembesaran ikan lele (lanjutan)
56
berupa truk atau mobil bak terbuka (pick-up) milik pemborong tergantung
sesuai jumlah muatan benih atau hasil panen yang diangkut.
Gambar 4. a) sepeda motor sebagai sarana pengangkut benih ikan lele, b) mobil bak terbuka sebagai sarana pengangkut ikan lele
konsumsi
a) b) Sumber : Data Primer, 2017
5.1.2 Prasarana
Prasarana merupakan sesuatu yang penting dalam berbagai usaha,
khususnya pembesaran ikan lele, dimana prasarana tersebut sebagai
penunjang jalannya sarana-sarana yang ada dalam kegiatan pembesaran
ikan lele tersebut, sehingga kegiatan usaha dapat berlangsung dengan
lancar. Adapun prasarana yang diperlukan dalam usaha pembesaran
ikan lele yang ada pada masing-masing kawasan meliputi sumber air,
akses jalan, instalasi listrik, jaringan informasi dan komunikasi. Hal
tersebut juga sesuai dengan penelitian Dzulfikri (2016), yang
menjelaskan prasarana dalam kegiatan pembesaran ikan lele dumbo di
Desa Gelang antara lain jalan, sistim pengairan, listrik, dan alat kounikasi.
57
Tabel 13. Prasarana kegiatan pembesaran ikan lele
No. Prasarana Fungsi Gambar
1 Sumber air Menyediakan
pasokan air sebagai prasarana untuk menunjang kehidupan ikan lele mulai dari benih hingga induk lele.
2 Akses
jalan
Memprasaranai aksesibilitas lokasi usaha pembesaran sehingga memudahkan pengunjung/pembeli untuk menuju lokasi usaha pembesaran ikan lele
3 Instalasi
listrik
Sebagai prasarana yang menunjang kelistrikan untuk kegiatan pengisian air, penerangan saat malam, dan peralatan penunjang yang menggunakan energi listrik (elektronik)
4 Jaringan
informasi
dan
komunikasi
Sebagai penunjang jaringan informasi mengenai informasi pasar dan teknis serta komunikasi antar pembudidaya, pembeli, maupun pemerintah terkait
Sumber : Data Primer, 2017.
58
1) Sumber air
Sumber air merupakan komponen terpenting dalam kegiatan
budidaya ikan karena berkaitan dengan kelangsungan hidup ikan mulai
telur, benih hingga induk ikan. Pada usaha pembesaran ikan lele yang
ada dimasing-masing kawasan, sumber air yang digunakan berasal dari
sumur atau air tanah. Penggunaan air sumur sebagai sumber air
dikarenakan air sumur lebih stabil dan terjamin daripada menggunakan
air sungai atau sawah.
2) Akses jalan
Akses jalan merupakan keadaan jalan menuju lokasi tertentu
(aksesibilitas) yang menunjukkan sulit atau mudahnya suatu lokasi
tertentu dapat ditempuh, serta terjangkau atau tidaknya suatu sarana
transportasi tertentu menuju lokasi tersebut. Pada usaha pembesaran
ikan lele yang ada dikedua kawasan tersebut memiliki akses jalan yang
hampir sama, kedua lokasi memiliki jarak dan waktu tempuh yang hampir
sama menuju pusat kota. Pada lokasi usaha pembesaran ikan lele yang
ada dikawasan non-minapolitan Desa Karangrejo memiliki akses jalan
yang lebih baik daripada kawasan minapolitan Gondosuli, dikarenakan
akses jalan berada ditepi jalan desa dan hanya berjarak 200 m dari jalan
raya alternatif Tulungagung-Kediri, serta kondisi aspal jalan juga lebih
baik daripada kawasan minapolitan Gondosuli. Kawasan minapolitan
Desa Gondosuli terletak agak pelosok sekitar 3-4 km dari jalan raya
Tulungagung-Trenggalek. Selain itu, akomodasi benih dari Pare dan
hasil panen ke wilayah Kediri, Nganjuk, Surabaya maupun kota lainnya
lebih mudah dari Desa Karangrejo
59
3) Instalasi listrik
Instalasi listrik merupakan prasarana yang sangat menunjang dalam
usaha pembesaran ikan lele yang ada pada masing-masing kawasan.
Selain sebagai sumber energi untuk alat-alat elektronik dan penerangan,
listrik juga digunakan untuk menghidupi pompa air sehingga sangat
penting dalam menunjang kehidupan ikan pada usaha pembesaran.
Adapun usaha pembesaran ikan lele yang ada pada masing-masing
kawasan menggunakan daya listrik sebesar 900 kWh.
4) Jaringan informasi dan komunikasi
Jaringan informasi dan komunikasi merupakan prasarana yang
menunjang bagi pemilik usaha untuk memperoleh informasi dan
melakukan komunikasi dengan rekan bisnis dalam usaha yang dijalankan
untuk dapat membantu dalam memperoleh keuntungan. Pemilik usaha
yang ada pada kedua kawasan menggunakan handphone sebagai
sarana komunikasi untuk dapat berkomunikasi dengan pembeli maupun
pengepul atau tengkulak serta saling bertukar informasi untuk
mendapatkan informasi seputar budidaya ikan lele dan informasi harga
dan pasar.
5.1.3 Persiapan Kolam dan Air
Persiapan kolam merupakan hal yang sangat penting dilakukan
sebelum melakukan kegiatan budidaya ikan lele, baik pembenihan
maupun pembesaran. Perlu diperhatikan kolam yang akan digunakan
sebagai tempat dan keadaan air yang akan digunakan sebagai media
budidaya agar proses budidaya dapat berlangsung optimal.
60
Persiapan kolam yang pertama kali dilakukan yaitu membersihkan
dan mengeringkan kolam yang akan digunakan sebagai tempat
penebaran benih ikan lele pada usaha pembesaran ikan lele. Kolam
yang dipersiapkan jumlahnya bervariasi, tergantung pada kebutuhan,
jumlah benih yang ditebar dengan kapasitas padat tebarnya.
Pengeringan dilakukan dengan cara membuka pipa pintu pengeluaran air
bagian bawah atau bagian dalam kolam sampai air dalam kolam terkuras
habis, kemudian dinding dan dasar kolam dibersihkan dari endapan
kotoran, hama air serta lumut dengan menggunakan sikat atau gosokan
dan kemudian dibilas dengan air bersih sampai endapan hanyut keluar.
Pengeringan bertujuan untuk memperbaiki kualitas kolam serta
menormalkan keadaan kolam dari hama maupun sisa-sisa kotoran yang
terdapat dalam kolam. Setelah kolam dikeringkan lalu dibiarkan selama
1-2 hari dan kemudian dipasang pipa pintu pengeluaran air.
Luas kolam sangat berpengaruh terhadap tingginya kapasitas
padat tebar. Sebelum penebaran benih pada kolam, dilakukan
pemupukan dan pengapuran dengan dosis 25-200 gram/m2. Pengapuran
dilakukan dengan tujuan meningkatkan pH air agar pertumbuhan benih
ikan dapat optimal serta membunuh bibit penyakit yang ada pada kolam
tersebut. Sedangkan pemupukan bertujuan untuk meningkatkan
ketersediaan sumber nutrisi anorganik yang dapat merangsang
pertumbuhan plankton. Setelah dilakukan pengisian air kolam, kolam
didiamkan sekitar kurang lebih 3-4 hari dan setelah itu baru benih ikan
lele ditebar pada kolam tersebut.
61
Gambar 5. Persiapan kolam
Sumber : Data Primer, 2017.
5.1.4 Proses Pembesaran Ikan Lele di Kawasan Minapolitan Desa
Gondosuli dan Non-minapolitan Desa/Kec. Karangrejo
5.1.4.1 Kawasan Minapolitan
1) Pemilihan benih
Benih yang ditebar harus benih yang benar-benar sehat. Adapun
ciri-ciri benih yang sehat yaitu gerakannya lincah, tidak terdapat cacat
fisik, bebas dari penyakit, dan gerak renangnya normal. Benih yng sehat
cenderung pola makannya juga normal. Pada usaha pembesaran ikan
lele yang ada dikawasan minapolitan Gondosuli,benih ikan lele diperoleh
dari Pare, Kabupaten Kediri dengan ukuran benih yang ditebar yaitu 4-5
cm. Setelah dilakukan pemilihan benih, benih yang sudah dipilih
kemudian ditebar pada kolam pembesaran.
2) Pemeliharaan dan pembesaran benih
Dalam pemeliharaan benih diperlukan waktu kurang lebih 2-3
bulan sampai benih ikan lele dipanen pada ukuran konsumsi. Pada
usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan minapolitan Gondosuli,
kolam yang digunakan yaitu kolam terpal dengan ukuran 4 x 10 m
dengan tinggi air 1 meter sebanyak 20 petak kolam khusus usaha
62
pembesaran ikan lele dengan padat tebar 200 ekor/m2. Penebaran benih
dilakukan sebanyak sekitar 16.000 ekor tiap 2 minggu sekali. Pemberian
pakan dilakukan setiap pagi dan sore hari. Sedangkan sirkulasi air pada
siang hingga sore. Pengendaliaan hama dan penyakit dilakukan dengan
melakukan pengecekan setiap hari. Adapun penyakit yang timbul pada
usaha ikan lele biasanya adalah penyakit luka-luka pada permukaan kulit
yang disebabkan oleh bakteri aeromonas sp. Tindakan pencegahan
dampak terhadap penyakit tersebut dengan cara pemberian garam
sebanyak 2 ons/m2 serta memisahkan ikan lele yang sudah mengalami
luka-luka tersebut dengan ikan lele yang belum terkena penyakit tersebut.
3) Pemanenan dan pasca panen
Kegiatan pemanenan dilakukan saat ikan lele sedah mencapai
ukuran konsumsi atau sudah 2-3 bulan dari benih ikan lele tersebut
ditebar dengan ukuran size relatif sesuai permintaan pasar. Sebelum
pemanenan ikan dipuasakan terlebih dahulu selama 1 hari, supaya saat
dipanen ikan tidak muntah. Air kolam dikurangi hingga sekitar setengah
kolam agar memudahkan proses pengangkatan ikan. Pada usaha
pembesaran ikan lele yang ada dikawasan minapolitan Gondosuli,
pemanenan biasanya dilakukan pada pagi atau sore hari setiap 2-3
minggu sekali dengan hasil panen mencapai 9-12 kuintal. Size ikan lele
yang dipanen adalah 8-12 ekor/kg. Adapun per 1 kilogramnya ikan lele
dihargai sebesar Rp 13.500,-. Pemanenan dilakukan dengan cara
mendatangkan pemborong ketempat usaha sehingga buruh angkat dan
perlengkapan panen sedah ditanggung oleh pemborong. Setelah ikan
dipanen semua, kolam dikeringkan dan dibersihkan agar bersih dari
63
kuman-kuman dan kotoran untuk kemudian dilakukan kegiatan siklus
pembesaran ikan lele selanjutnya.
5.1.4.2 Kawasan Non-minapolitan
1) Pemilihan benih
Benih yang ditebar harus benih yang benar-benar sehat. Adapun
ciri-ciri benih yang sehat yaitu gerakannya lincah, tidak terdapat cacat
fisik, bebas dari penyakit, dan gerak renangnya normal. Benih yng sehat
cenderung pola makannya juga normal. Pada usaha pembesaran ikan
lele yang ada dikawasan non-minapolitan Desa Karangrejo, benih ikan
lele diperoleh dari Pare, kabupaten Kediri dan juga dari hasil usaha
pembenihan ikan lele yang dilakukan ditempat tersebut.
2) Pemeliharaan dan pembesaran benih
Pada usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan non-
minapolitan, kolam yang digunakan yaitu kolam terpal dengan ukuran
4x10 m dengan ketinggian air 1,5 meter sebanyak 14 petak dengan padat
tebar 275 ekor/m2ukuran 6-7 cm. Penebaran benih dilakukan sebanyak
sekitar 22.000 ekor tiap 2 minggu sekali. Pemberian pakan dilakukan
setiap pagi dan sore hari. Sedangkan sirkulasi air dilakukan pada pagi
hingga sore hari.
Pengendaliaan hama dan penyakit dilakukan dengan melakukan
pemasangan jaring-jaring pada tiap pinggiran lokasi usaha pembesaran
serta pengecekan setiap hari. Adapun penyakit yang timbul pada usaha
ikan lele biasanya adalah penyakit luka-luka pada permukaan kulit yang
disebabkan oleh bakteri aeromonas sp. Tindakan pencegahan dampak
terhadap penyakit tersebut dengan cara pemberian obat methyl biru dan
64
supertetra yang dilarutkan pada air kemudian dimasukkan ke kolam
dengan takaran 1 ember kecil serta memisahkan ikan lele yang sudah
mengalami luka-luka tersebut dengan ikan lele yang belum terkena
penyakit tersebut.
3) Pemanenan dan pasca panen
Pada usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan non-
minapolitan, pemanenan biasanya dilakukan pada pagi hari setiap 2
minggu sekali saat ikan lele mencapai umur 2-3 bulan dari benih ukuran
6-7 sampai ukuran konsumsi dengan hasil panen mencapai 10-12 kuintal.
Size ikan lele yang dipanen adalah 10-12 ekor/kg. Adapun per 1
kilogramnya ikan lele dihargai sebesar Rp 13.500,-.
Sebelum dipanen biasanya ikan lele sengaja tidak diberi makan
atau dipuasakan agar ikan tidak muntah saat dilakukan pengangkatan,
serta mengurangi penggunaan pakan yang harganya lumayan mahal
bagi para pembudidaya ikan. Pemanenan dilakukan dengan cara
mendatangkan pemborong ketempat usaha sehingga buruh angkat dan
perlengkapan panen sedah ditanggung oleh pemborong. Setelah ikan
dipanen semua, kolam dikeringkan dan dibersihkan agar bersih dari
kuman-kuman dan kotoran untuk kemudian dilakukan kegiatan siklus
budidaya pembesaran ikan lele selanjutnya.
5.2 Analisis Profitabilitas pada Usaha Pembesaran Ikan Lele
yang ada dikawasan Minapolitan dan Non-minapolitan
Analisis profitabilitas atau analisis finansiil memegang peran yang
sangat penting sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan
keputusan dalam suatu studi kelayakan bisnis atau usaha yang
65
dijalankan. Sependapat dengan Riyanto (1995), yang menyatakan
bahwa aspek finansiil dari suatu usaha merupakan inti pembahasan yang
bertujuan mengetahui keuntungan usaha yang akan/sedang berjalan.
Analisis profitabilitas dibagi menjadi analisis jangka pendek dan analisis
jangka panjang (invertment criteria).
5.2.1 Analisis Jangka Pendek Usaha
Aspek finansiil jangka pendek pada usaha pembesaran ikan lele
yang ada dikawasan minapolitan dan non-minapolitan terdiri dari:
permodalan, biaya produksi, penerimaan, RC ratio, keuntungan,
rentabilitas, dan Break Event Point (BEP).
5.2.1.1 Permodalan
Menurut Riyanto (1995) dalam Primyastanto (2011), modal dapat
diartikan sebagai hasil produksi yang digunakan untuk memprodusir lebih
lanjut. Modal yang dilihat dari bentuknya disebut modal aktif, sedangkan
modal yang dilihat dari asal modal tersebut disebut modal pasif. Modal
aktif dibedakan menjadi dua, yaitu modal tetap (fixed capital assets) dan
modal kerja (working capital assets).
Pada usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan
minapolitan Desa Gondosuli, modal tetap yang digunakan yaitu sebesar
Rp 279.273.500,00 kemudian modal lancar selama 1 tahun produksi
sebesar Rp 181.440.000,00 dan modal kerja sebesar Rp 193.725.000,00
selama 1 tahun produksi.
Sedangkan pada usaha pembesaran ikan lele yang ada
dikawasan non-minapolitan Desa Karangrejo, modal tetap yang
digunakan yaitu sebesar Rp 209.855.000,00 kemudian modal lancar
66
selama 1 tahun produksi sebesar Rp 259.560.000,00 dan modal kerja
sebesar Rp 271.582.000,00 selama 1 tahun produksi.
5.2.1.2 Biaya Produksi
Menurut Riyanto (2010) dalam Primyastanto (2011), biaya
produksi dalam suatu usaha dibedakan menjadi 2, yaitu biaya tetap (fixed
cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang
digunakan dalam proses produksi yang bersifat tetap dalam setiap tahun
atau setiap siklus produksi dan tidak dipengaruhi oleh proses produksi.
Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang dipengaruhi proses
produksi dan habis dalam 1 kali proses proses produksi.
1) Biaya Tetap (Fixed Cost)
Biaya tetap pada usaha yang ada di kawasan minapolitan dan
non-minapolitan antara lain terdiri dari biaya penyusutan, perawatan
kolam, tagihan listrik dan Pajak Bumi dan Bangunan. Biaya tetap yang
digunakan dalam 1 tahun pada usaha pembesaran ikan lele yang ada
dikawasan minapolitan Desa Gondosuli yaitu, sebesar Rp 12.285.000,00.
Sedangkan pada usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan non-
minapolitan Desa Karangrejo sebesar Rp 10.822.000,00 yang digunakan
selama 1 tahun siklus produksi.
2) Biaya Variabel (Variable Cost)
Biaya variabel atau biaya tidak tetap pada usaha pembesaran
ikan lele yang ada dikawasan minapolitan dan non-minapolitan terdiri dari
biaya pembelian benih, biaya pakan, upah karyawan dan biaya
pembelian pupuk serta obat-obatan. Biaya tidak tetap atau biaya variabel
yang digunakan pada usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan
67
minapolitan desa Gondosuli selama 1 tahun yaitu, sebesar Rp
181.440.000,00. Sedangkan pada usaha pembesaran ikan lele yang ada
dikawasan non-minapolitan Desa Karangrejo diperoleh sebesar Rp
260.760.000,00 dalam 1 tahun produksi.
3) Biaya Total (Total Cost)
Biaya total merupakan biaya keseluruhan yang diperlukan selama
siklus produksi yang diperoleh dari penjumlahan biaya tetap dan biaya
variabel. Biaya total yang diperlukan dalam usaha pembesaran ikan lele
yang ada dikawasan minapolitan Desa Gondosuli dalam 1 tahun
diperoleh sebesar Rp 193.725.000,00. Sedangkan pada usaha
pembesaran ikan lele yang ada dikawasan non-minapolitan Kesa
Karangrejo selama 1 tahun produksi diperoleh Rp 271.582.000,-
5.2.1.3 Penerimaan
Penerimaan merupakan hasil produksi yang diperoleh dari
perkalian antara jumlah hasil produksi dengan harga jual produk.
Berdasarkan penelitian pada analisis finansiil, nilai penerimaan pada
usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan minapolitan Desa
Gondosuli selama 1 tahun diperoleh sebesar Rp 291.600.000,00.
Sedangkan pada usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan non-
minapolitan diperoleh sebesar Rp 356.400.000,00 selama 1 tahun.
5.2.1.4 RC Ratio
RC ratio merupakan perbandingan antara penerimaan dan biaya
total. Nilai R/C pada usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan
minapolitan diperoleh senilai 1,51 sedangkan pada usaha pembesaran
ikan lele yang ada dikawasan non minapolitan Desa Karangrejo sebesar
68
1,31. Berdasarkan perhitungan R/C di kedua tempat tersebut diperoleh
nilai > 1, yang berarti kedua usaha di 2 tempat tersebut menguntungkan
untuk dijalankan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ambarawati
(2015), yang menyatakan bahwa RC ratio dikatakan untung bila nilai
yang diperoleh lebih besar dari 1 (>1).
5.2.1.5 Keuntungan
Menurut Primyastanto (2006), keuntungan atau pendapatan
bersih merupakan nilai selisih antara penerimaan dan biaya operasional
atau biaya total yang diperoleh dari hasil penerimaan dikurangi biaya total
dengan kriteria nilai TR>TC maka usaha dapat dikatakan
menguntungkan. Berdasarkan analisis profitabilitas pada usaha
pembesaran ikan lele yang ada dikawasan minapolitan Desa Gondosuli
dalam 1 tahun diperoleh nilai pendapatan sebesar Rp 97.875.000,-
kemudian dikurangi oleh nilai kerja keluarga (NKK) yaitu sebesar Rp
34.167.000,- sehingga diperoleh keuntungan sebesar Rp 63.678.000,-.
Sedangkan pada pembesaran ikan lele yang ada dikawasan non-
minapolitan Desa Karangrejo, diperoleh nilai pendapatan sebesar Rp
84.818.000,- lalu dikurangi oleh nilai kerja keluarga (NKK) yaitu sebesar
Rp 43.539.840,- sehingga diperoleh keuntungan sebesar Rp 41.278.160,-
5.2.1.6 Rentabilitas
Berdasarkan hasil perhitungan rentabilitas, diperoleh hasil nilai
rentabilitas pada usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan
minapolitan Desa Gondosuli sebesar 32,87%. Sedangkan pada usaha
pembesaran ikan lele yang ada dikawasan non-minapolitan diperoleh
nilai rentabilitas sebesar 15,19%. Berdasarkan hasil perhitungan
69
rentabilitas pada kedua lokasi tersebut, nilai rentabilitas pada masing-
masing usaha dapat dikatakan layak, karena nilai rentabilitas pada kedua
usaha tersebut diatas 12% atau diatas tingkat suku bunga bank. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Ambarawati (2015), dimana nilai
rentabilitas dikatakan layak jika nilainya lebih dari tingkat suku bunga
yang ditentukan bank.
5.2.1.7 Break Event Point
Menurut Primyastanto (2011), Break Event Point merupakan titik
impas atau suatu kondisi dimana suatu usaha tidak meperoleh untung
dan juga tidak mengalami rugi. Berdasarkan hasil penelitian analisis
finansiil usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan minapolitan
dan non-minapolitan, diperoleh nilai Break Event Point (BEP) pada
kawasan minapolitan Desa Gondosuli sebesar Rp 32.519.200,00 pada
BEP penjualan dan 2.408,8 kg pada BEP unit. Kemudian pada analisis
finansiil pembesaran ikan lele yang ada dikawasan non-minapolitan Desa
Karangrejo, diperoleh nilai BEP penjualan sebesar Rp 38.263.500,00,
sedangkan nilai BEP unit sebesar 2.834,3 kg.
5.2.2 Analisis Jangka Panjang Usaha
Analisis finansiil jangka panjang atau investment criteria pada
usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan minapolitan dan non-
minapolitan terdiri dari: Net Present Value (NPV), Net BC ratio, Internal
Rate of Return (IRR), Payback Period (PP), dan Sensitivity Analysic.
5.2.2.1 Penambahan Investasi (Re-Investasi)
Menurut Dzulfikri (2016), penambahan investasi merupakan
pengeluaran biaya yang digunakan untuk membeli peralatan baru yang
70
dipakai saat proses produksi untuk mengganti peralatan yang sudah
mengalami penyusutan. Hal ini dilakukan nuntuk menunjang kelancaran
jalannya proses produksi usaha. Biaya yang dikeluarkan untuk
penambahan investasi berbeda-beda tiap tahunnya tergantung pada
umur teknis suatu peralatan yang digunakan dalam proses produksi.
Perencanaan penambahan investasi untuk usaha pembesaran
ikan lele yang ada dikawasan minapolitan Desa Gondosuli yang dipeloleh
sebesar Rp 27.038.500,00 sedangkan pada usaha pembesaran ikan lele
yang ada dikawasan non-minapolitan Desa Karangrejo yaitu sebesar Rp
39.863.000,00. Dimana pada masing-masing kawasan menggunakan
perencanaan dengan jangka waktu selama 10 tahun, mulai dari tahun
2017 sampai tahun 2026 dengan nilai kenaikan pada masing-masing
lokasi sebesar 1%.
5.2.2.2 Net Present Value (NPV)
Menurut Primyastanto (2011), Net Present Value merupakan
metode yang digunakan dalam menghitung antara nilai sekarang
investasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih
dimasa mendatang. Perhitungan analisis menggunakan Net Present
Value dilakukan untuk mengetahui kelayakan suatu usaha dalam jangka
panjang, apakah suatu usaha tersebut layak untuk dijalankan pada masa
mendatang atau tidak layak dijalankan sehingga diperlukan evaluasi dan
peninjauan kembali.
Berdasarkan analisis perhitungan Net Present Value pada usaha
pembesaran ikan lele yang ada dikawasan minapolitan Desa Gondosuli
diperoleh nilai NPV pada keadaan normal sebesar Rp 268.737.731,00
71
sedangkan pada kawasan non-minapolitan Desa Karangrejo diperoleh
nilai NPV pada keadaan normal sebesar Rp 259.658.051,00. Hal ini
menunjukkan bahwa usaha pada masing-masing lokasi tersebut layak
untuk dijalankan. Sesuai dengan pendapat Mahyuddin (2014), dimana
kriteria nilai NPV jika bernilai positif sangat besar atau lebih dari 0 (> 0)
maka suatu usaha layak untuk dijalankan.
5.2.2.3 Net B/C
Net B/C atau Net BC Ratio merupakan perbandingan sedemikian
rupa sehingga pembilangnya terdiri atas Present Value total dari
keuntungan dalam setiap tahun dimana keuntungan tersebut bernilai
positif, sedangkan penyebutnya terdiri dari Present Value total dari biaya
bersih dalam setiap tahun dimana nilai dari biaya kotor lebih besar
daripada penerimaan (Ibrahim, 1998 dalam Dzulfikri, 2016).
Dalam perhitungan Net B/C pada usaha pembesaran ikan lele
yang ada dikawasan minapolitan Desa Gondosuli diperoleh nilai Net B/C
pada keadaan normal sebesar 5,95 sedangkan pada kawasan non-
minapolitan Desa Karangrejo diperoleh nilai Net B/C pada keadaan
normal sebesar 6,61. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha pada
masing-masing lokasi layak untuk dijalankan, dimana kriteria kelayakan
usaha jika nilai yang diperoleh lebih dari 1 (>1) maka usaha dapat
dikatakan layak (Mahyuddin, 2014).
5.2.2.4 Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return atau IRR merupakan nilai ukur untuk
menyetarakan arus kas bersih dimasa mendatang dengan pengeluaran
investasi awal. IRR dinyatakan dalam bentuk persentase dimana proyek
72
dengan nilai IRR besar adalah proyek yang akan diterima (Ibrahim, 1998
dalam Dzulfikri, 2016).
Pada analisis perhitungan Internal Rate of Return, diperoleh hasil
pada usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan minapolitan Desa
Gondosuli diperoleh nilai IRR sebesar 32,23% pada keadaan normal,
sedangkan pada kawasan non-minapolitan Desa Karangrejo diperoleh
nilai IRR sebesar 38,06% pada keadaan normal. Hal tersebut
menunjukkan bahwa usaha pada masing-masing lokasi layak untuk
dijalankan, dimana kriteria kelayakan usaha pada perhitungan IRR
adalah nilai IRR lebih dari sangat besar daripada nilai tingkat diskon
faktor yang telah ditentukan, yaitu sebesar 12%.
5.2.2.5 Payback Period (PP)
Payback Period atau PP merupakan jangka waktu yang
dibutuhkan suatu usaha untuk dapat menutup kembali investasi yang
dikeluarkan menggunakan kas netto dengan mengabaikan nilai waktu
uang. Layak tidaknya suatu investasi usaha dilakukan dengan cara
membandingkan periode waktu maksimum yang ditentukan dengan hasil
hitungan (Cholila, 2014).
Dalam perhitungan PP pada usaha pembesaran ikan lele yang
ada dikawasan minapolitan Desa Gondosuli diperoleh nilai PP pada
keadaan normal sebesar 2,85 yang berarti jangka waktu yang diperlukan
agar modal yang diinvestasikan dapat kembali dalam waktu mendekati 3
tahun. Sedangkan pada usaha yang ada dikawasan non-minapolitan
Desa Karangrejo diperoleh nilai PP pada keadaan normal sebesar 2,47
73
yang berarti jangka waktu yang diperlukan agar modal yang
diinvestasikan dapat kembali dalam waktu 2 tahun 6 bulan.
5.2.2.6 Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas dilakukan untuk menilai dampak dari berbagai
kemungkinan perubahan dalam masing-masing variabel-variabel penting
terhadap hasil yang mungkin terjadi. Teknik analisis ini merupakan
simulasi dimana nilai-nilai variabel penyebab diubah-ubah guna
mengetahui dampak yang timbul terhadap hasil yang diharapkan pada
aliran kas, seberapa besar perubahan tersebut mempengaruhi layak atau
tidaknya investasi tersebut (Riyanto, 2010 dalam Primyastanto, 2011).
Analisis sensitivitas ini digunakan dengan mengasumsikan biaya
yang dikeluarkan mengalami kenaikan dan benefit atau keuntungan
mengalami penurunan, biaya mengalami kenaikan benefit yang
dihasilkan tetap, dan benefit yang dihasilkan turun namun biaya tetap.
Sehingga pemilik usaha dapat mengetahui bagian mana yang sensitif
dan perlu pengawasan ketat sehingga arus aliran kas stabil.
1) Asumsi biaya naik sebesar 22%
Asumsi biaya naik dilakukan dengan tujuan untuk mengantisipasi
hal-hal yang terjadi karena perubahan yang berkaitan dengan kelayakan
usaha pembesaran ikan lele, seperti kenaikan biaya-biaya produksi,
seperti kenaikan biaya pakan atau benih, upah tenaga kerja, dan
sebagainya. Untuk mengetahui layak atau tidaknya usaha pembesaran
ikan lele dengan asumsi biaya naik sebesar 22% sehingga untuk
kemudian dapat menjadi bahan pertimbangan oleh pelaku usaha dalam
74
menjalankan usaha pembesaran ikan lele serta sebagai bahan
rekomendasi untuk memulai usaha pembesaran ikan lele.
Hasil analisis sensitivitas dengan asumsi biaya naik sebesar 22%
dengan usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan minapolitan
Desa Gondosuli diperoleh nilai NPV sebesar Rp 27.928.051,00, Net B/C
sebesar 3,42, kemudian nilai IRR sebesar 14,29%, dan PP sebesar 5,05
tahun. Hal tersebut menandakan bila terjadi kenaikan biaya sebesar
22%, usaha tersebut dinilai masih menguntungkan, dapat dilihat dari nilai
NPV menunjukkan angka positif (<0), nilai IRR mendekati nilai tingkat
suku bunga deposito yaitu 12%, sehingga usaha tersebut kurang layak
untuk dijalankan.
Sedangkan pada usaha pembesaran ikan lele yang ada
dikawasan non-minapolitan Desa Karangrejo diperoleh nilai NPV sebesar
Rp -77.931.701,00, Net B/C sebesar 1,88 nilai IRR sebesar 2,12%, dan
PP sebesar 8,37 tahun. Hal tersebut menandakan bila terjadi kenaikan
biaya sebesar 22%, usaha tersebut sudah tidak layak untuk dijalankan,
karena nilai NPV menunjukkan angka minus (-) atau kurang dari nol (<0)
dan nilai IRR dibawah nilai tingkat suku bunga deposito yang ditentukan,
yaitu 12%.
2) Asumsi benefit turun sebesar 15%
Asumsi benefit turun dilakukan dengan tujuan untuk
mengantisipasi hal-hal yang terjadi karena perubahan yang berkaitan
dengan kelayakan usaha pembesaran ikan lele, seperti harga jual
pasaran turun, produksi mengalami penurunan, dan sebagainya. Untuk
mengetahui layak atau tidaknya usaha pembesaran ikan lele dengan
75
asumsi benefit turun sebesar 15% sehingga untuk kemudian dapat
menjadi bahan pertimbangan oleh pelaku usaha dalam menjalankan
usaha pembesaran ikan lele serta sebagai bahan rekomendasi untuk
memulai usaha pembesaran ikan lele.
Hasil analisis sensitivitas dengan asumsi benefit turun sebesar
15% pada usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan minapolitan
Desa Gondosuli diperoleh nilai NPV sebesar Rp 21.596.976,00, Net B/C
sebesar 3,35, nilai IRR sebesar 13,78%, dan PP sebesar 5,16 tahun. Hal
tersebut menandakan bila terjadi penurunan benefit sebesar 15%, usaha
tersebut dinilai masih menguntungkan, dapat dilihat dari nilai NPV
menunjukkan angka positif (<0), nilai IRR mendekati nilai tingkat suku
bunga deposito yaitu 12%, sehingga usaha tersebut kurang layak untuk
dijalankan.
Sedangkan pada usaha pembesaran ikan lele yang ada
dikawasan non-minapolitan Desa Karangrejo diperoleh nilai NPV sebesar
Rp -42.063.859, Net B/C diperoleh sebesar 2,38, nilai IRR sebesar
6,92%, dan PP sebesar 6,68 tahun. Hal tersebut menandakan bila terjadi
penurunan benefit sebesar 15%, usaha tersebut sudah tidak lagi
menguntungkan, karena nilai NPV menunjukkan angka minus (-) atau
kurang dari nol (<0) dan nilai IRR dibawah nilai tingkat suku bunga
deposito yaitu 12%, sehingga usaha tersebut tidak layak lagi untuk
dijalankan.
3) Asumsi biaya naik 7% benefit turun 10%
Asumsi biaya naik dan benefit turun dilakukan sebagai tindakan
antisipasi hal-hal yang terjadi karena perubahan yang berkaitan dengan
76
kelayakan usaha pembesaran ikan lele, seperti kenaikan biaya-biaya
produksi dan turunnya produksivitas. Asumsi biaya naik sebesar 7% dan
benefit turun sebesar 10% dilakukan untuk mengetahui apakah usaha
pembesaran ikan lele yang ada dikawasan minapolitan dan non-
minapolitan tergolong masih layak atau tidak jika suatu saat terjadi
kenaikan biaya dan penurunan benefit pada usaha-usaha tersebut.
Hasil analisis sensitivitas dengan asumsi biaya naik sebesar 7%
dan benefit turun sebesar 10% pada usaha pembesaran ikan lele yang
ada dikawasan minapolitan Desa Gondosuli diperoleh nilai NPV yaitu
sebesar Rp 27.355.965,00, Net B/C sebesar 3,41, nilai IRR sebesar
14,24%, dan PP sebesar 5,06 tahun. Hal tersebut menandakan bila
terjadi kenaikan biaya sebesar 7% dan penurunan benefit sebesar 10%,
usaha tersebut dinilai masih menguntungkan, dapat dilihat dari nilai NPV
menunjukkan angka positif (<0), nilai IRR mendekati nilai tingkat suku
bunga deposito yaitu 12%, sehingga usaha tersebut kurang layak untuk
dijalankan.
Sedangkan pada usaha pembesaran ikan lele yang ada
dikawasan non-minapolitan Desa Karangrejo diperoleh nilai NPV sebesar
Rp -13.205.281,00, Net B/C sebesar 2,79, nilai IRR sebesar 10,46%, dan
PP sebesar 6,94 tahun. Hal tersebut menandakan bila terjadi kenaikan
biaya sebesar 7% dan penurunan benefit 10% usaha tersebut dinilai tidak
lagi menguntungkan, karena nilai NPV menunjukkan angka minus (-) atau
kurang dari nol (<0) dan nilai IRR dibawah nilai tingkat suku bunga
deposito yaitu 12%, sehingga usaha tersebut tidak layak lagi untuk
dijalankan.
77
5.3 Analisis Perbandingan Usaha Pembesaran Ikan Lele yang
ada dikawasan Minapolitan Desa Gondosuli dan Non-
minapolitan Desa Karangrejo
Pada hasil penelitian yang diperoleh dari kedua lokasi penelitian,
antara lain usaha yang ada dikawasan minapolitan Desa Gondosuli dan
kawasan non-minapolitan Desa Karangrejo dapat dibandingkan
berdasarkan aspek teknis pembesaran, aspek finansiil panjang dan
jangka pendek, serta analisis sensitivitas yang ada pada masing-masing
kawasan pembesaran ikan lele.
5.3.1 Teknis Pembesaran
Pada aspek teknis pembesaran dijelaskan perbandingan meliputi
konstruksi kolam, persiapan kolam, padat tebar benih perkolam, periode
penebaran benih, lama siklus panen, jenis pakan, sirkulasi air, survival
rate, hingga pemanenan pada usaha pembesaran ikan lele yang ada
dikawasan minapolitan Desa Gondosuli dan kawasan non-minapolitan
Desa Karangrejo. Adapun perbandingan pembesaran ikan lele yang ada
dikawasan minapolitan Desa Gondosuli dan kawasan non-minapolitan
Desa Karangrejo dijelaskan secara rinci sebagai berikut pada tabel 14.
Tabel 14. Perbandingan teknis pembesaran ikan lele yang ada dikawasan minapolitan dan non-minapolitan
No Variabel Pembanding
Kawasan Minapolitan
Kawasan Non-minapolitan
1 Konstruksi kolam
Kolam terpal, ukuran 4 x 10 m2
Kolam terpal dan kolam beton, ukuran 4 x 10 m2
2 Persiapan kolam
Pengisian air kolam, pengapuran, dan pemberian probiotik
Pengisian air kolam, pengapuran, dan pemberian probiotik
3 Jumlah kolam 20 kolam pembesaran
14 kolam pembesaran dan 5 kolam pendederan
4 Benih ikan lele Benih ukur 5-7, Benih ukur 5-7
78
No Variabel Pembanding
Kawasan Minapolitan
Kawasan Non-minapolitan
diperoleh dari Pare, Kab. Kediri
diperoleh dari Pare, Kab. Kediri
5 Padat tebar benih
200 ekor/m2 275 ekor/m2
6 Penebaran benih
16.000 benih setiap 2 minggu
22.000 benih setiap 2 minggu
7 Sumber air Air sumur Air sumur 8 Periode
penebaran benih
2 minggu 2 minggu
9 Lama siklus panen
2-3 bulan 2-3 bulan
10 Pemberian pakan
Pagi dan sore Pagi dan sore
11 Jenis pakan Pellet apung (wonokoyo, cargill, matahari sakti)
Pellet apung (SL 2-2)
12 Sirkulasi air Siang hari Siang dan sore 13 Periode panen 2 minggu 2 minggu 14 Hasil panen 900 kg 1 ton 15 Survival Rate 92% 80% 16 Penjualan hasil
panen Hasil panen diborong oleh pengepul
Hasil panen diborong oleh pengepul
17 Pasca panen Pembersihan dan pengeringan kolam
Pembersihan dan pengeringan kolam
Sumber : Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui perbandingan pada
aspek teknis pembesaran ikan lele, khususnya pada usaha pembesaran
yang ada dikawasan minapolitan dan non-minapolitan terdapat beberapa
perbedaan. Antara lain perbedaan pada jumlah kolam yang digunakan
dalam usaha pembesaran pada masing-masing kawasan. jumlah kolam
pada usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan minapolitan yaitu
sebanyak 20 kolam pembesaran dengan konstruksi terpal, sedangkan
pada usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan non-minapolitan
jumlah kolam yang digunakan sebanyak 19 kolam yang terdiri dari 14
Tabel 14. Perbandingan teknis budidaya ikan lele pada kawasan berbasis minapolitan dan non-minapolitan (lanjutan)
79
kolam pembesaran dengan konstruksi terpal dan 5 kolam pendederan
dengan konstruksi beton.
Kemudian perbedaan padat tebar masing-masing kawasan, yaitu
usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan non-minapolitan padat
tebar benihnya lebih banyak dibanding usaha pembesaran pada kawasan
minapolitan, yaitu sebanyak 275 ekor/m2 pada usaha pembesaran ikan
lele yang ada dikawasan non-minapolitan sedangkan pada kawasan
minapolitan sebanyak 200ekor/m2. Untuk mengatasi memburuknya
kualitas air dikarenakan terlalu tingginya padat tebar benih dilakukan
penambahan sirkulasi air pada siang dan sore hari pada usaha yang ada
dikawasan non-minapolitan, sedangkan pada minapolitan pemberian
sirkulasi air hanya dilakukan pada siang hari.
Lalu pada jenis pakan yang digunakan pada usaha pembesaran
yang ada dikawasan minapolitan yaitu terdiri dari 3 jenis pakan, yaitu
wonokoyo, Cargill, dan matahari sakti. Penggunaan 3 jenis pakan
dilakukan berdasarkan umur benih pada waktu pertama ditebar hingga
saat tertentu. Penggunaan pakan merk Cargill digunakan pada saat awal
siklus, kurang lebih sampai 3 minggu kedepan dan seterusnya sampai
panen menggunakan merk pakan matahari sakti atau wonokoyo.
Sedangkan pada pembesaran ikan lele yang ada dikawasan non-
minapolitan hanya menggunakan 1 jenis pakan, yaitu SL 2-2.
Kemudian pada usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan
non-minapolitan diperoleh hasil panen mencapai 1,1 ton sedangkan pada
pembesaran ikan lele yang ada dikawasan minapolitan diperoleh hasil
panen sebesar 900 kg. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah benih yang
80
ditebar setiap siklus pada usaha yang ada dikawasan non-minapolitan
sebanyak 22.000 ekor, sedangkan pada kawasan minapolitan jumlah
tebar tiap siklus sebanyak 16.000 ekor, serta padat tebar yang lebih tinggi
pada kawasan non-minapolitan.
Selain itu terdapat perbedaan pada Survival Rate (SR) pada
masing-masing usaha pembesaran, yaitu pada usaha yang ada
dikawasan minapolitan tingkat survival rate lebih besar dibanding
kawasan non-minapolitan, antara lain sebesar 92% pada kawasan
minapolitan dan 80% pada kawasan non-minapolitan. Rendahnya nilai
SR dipengaruhi oleh tidak meratanya pemberian pakan yang
menyebabkan pertumbuhan tidak merata sehingga terjadi kanibalisme,
kualitas pakan kurang baik dan tidak cocok yang mempengaruhi laju
pertumbuhan ikan lele maupun jenis pakan tertentu yang tidak cocok
pada kualitas air di suatu daerah yang dapat menimbulkan tumbuhnya
penyakit, dan banyaknya predator seperti burung dan serangga air di
kolam saat fase benih.
1.3.2 Aspek Finansiil
Pada perbandingan aspek finansiil pembesaran yang ada
dikawasan minapolitan Desa Gondosuli dan non-minapolitan Desa
Karangrejo dibagi menjadi analisis jangka pendek, jangka panjang usaha,
dan analisis sensitivitas usaha.
1) Analisis Finansiil Jangka Pendek
Pada perbandingan analisis finansiil jangka pendek dilakukan
pembandingan nilai dari modal tetap, modal kerja, biaya total,
penerimaan, RC rasio, keuntungan, rentabilitas, dan break event point
81
pada kawasan minapolitan Desa Gondosuli dan kawasan non-
minapolitan Desa Karangrejo. Adapun rincian perbandingan analisis
finansiil jangka pendek dijelaskan secara rinci pada tabel 15.
Tabel 15. Analisis Finansiil Jangka Pendek Usaha Pembesaran Ikan Lele
Kawasan Minapolitan Kawasan Non-minapolitan
No Usaha pembesaran Hasil analisis
Usaha pembesaran Hasil analisis
1 Modal tetap Rp 279.273.500 Modal tetap Rp 209.855.000
2 Modal kerja Rp 193.725.000 Modal kerja Rp 271.582.000
3 Biaya total (TC) Rp 193.725.000
Biaya total (TC) Rp 271.582.000
4 Penerimaan (TR) Rp 291.600.000
Penerimaan (TR) Rp 356.400.000
5 RC Ratio 1,5 RC Ratio 1,31
6 Pendapatan Rp 97.875.000 Pendapatan Rp 84.818.000
7 Keuntungan Rp 63.678.000 Keuntungan Rp 41.278.160
8 Rentabilitas 32,87% Rentabilitas 15,19%
9 BEP Sales Rp 32.519.200 BEP Sales Rp 38.263.500
10 BEP Unit 2.408,8 kg BEP Unit 2.834,3 kg
Sumber : Data Primer, 2017
Berdasarkan analisis finansiil jangka pendek usaha pembesaran
yang ada dikawasan minapolitan dan non-minapolitan dalam 1 tahun
siklus produksi pada 24 kali panen dapat diketahui bahwa usaha
pembesaran yang ada dikawasan non-minapolitan Desa Karangrejo
memiliki nilai keuntungan lebih besar daripada kawasan minapolitan
Desa Gondosuli, adapun nilai penerimaan pada kawasan non-
minapolitan yaitu sebesar Rp 356.400.000 sedangkan pada kawasan
minapolitan yaitu sebesar Rp 291.600.000. Tingginya nilai penerimaan
dipengaruhi oleh besarnya biaya total padat tebar ikan dan survival rate
(SR). Adapun biaya total pada usaha pembesaran yang ada dikawasan
minapolitan Gondosuli yaitu sebesar Rp 193.725.000 dan pada kawasan
non-minapolitan Karangrejo sebesar Rp 271.582.000, sedangkan nilai
82
penerimaan yaitu sebesar Rp 63.678.000 pada kawasan minapolitan
Gondosuli dan Rp 41.278.160 pada kawasan non-minapolitan Karangrejo
yang diperoleh dari penerimaan dikurangi biaya total dan nilai kerja
keluarga (NKK).
Perbedaan jumlah penerimaan pada masing-masing kawasan
dipengaruhi perbedaan padat tebar yang tinggi pada pembesaran yang
ada dikawasan non-minapolitan Karangrejo, yaitu sebesar 11.000
ekor/kolam atau 275 ekor/m2, sedangkan pada usaha yang ada
dikawasan minapolitan Gondosuli yaitu sebesar 8000 ekor/kolam atau
200 ekor/m2. Akan tetapi pada perbandingan RC rasio pada kawasan
minapolitan Gondosuli diperoleh nilai R/C lebih besar daripada kawasan
non-minapolitan Karangrejo, yaitu pada pembesaran ikan lele yang ada
dikawasan minapolitan Gondosuli sebesar 1,5 sedangkan pada kawasan
non-minapolitan Karangrejo sebesar 1,3 yang menunjukkan bahwa
walaupun usaha yang ada pada kawasan minapolitan Gondosuli memiliki
nilai keuntungan yang lebih kecil, sebenarnya usaha kawasan tersebut
lebih menguntungkan dibanding usaha pembesaran ikan lele yang ada
dikawasan non-minapolitan Karangrejo.
Selain itu juga ditunjukkan dari perolehan nilai rentabilitas pada
kawasan minapolitan Gondosuli lebih besar daripada kawasan non-
minapolitan Karangrejo, yaitu kawasan minapolitan Gondosuli sebesar
32,9% dan kawasan non-minapolitan Karangrejo sebesar 15,2%. Hal ini
dipengaruhi oleh tingkat Survival Rate pada kawasan minapolitan lebih
tinggi daripada kawasan non-minapolitan sehingga mempengaruhi
banyaknya hasil penerimaan saat panen.
83
Berdasarkan analisis finansiil jangka pendek usaha pembesaran
ikan lele yang ada dikawasan minapolitan Desa Gondosuli dan non-
minapolitan Desa Karangrejo dalam 1 tahun siklus produksi pada 24 kali
panen dapat diketahui usaha pada masing-masing lokasi termasuk
menguntungkan. Hal itu dapat diketahui dari nilai rentabilitas yang
melebihi nilai tingkat suku bunga, yaitu 12% serta nilai RC ratio lebih dari
1 dan keuntungan lebih dari 0.
Walaupun kedua usaha di tiap lokasi tersebut tergolong
menguntungkan, usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan
minapolitan Desa Gondosuli dinilai lebih menguntungkan daripada usaha
pembesaran ikan lele yang ada dikawasan non-minapolitan Desa
Karangrejo, hal ini dapat diketahui dari nilai RC ratio dan rentabilitas dari
usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan minapolitan lebih tinggi
nilainya daripada nilai RC ratio dan rentabilitas dari pembesaran ikan lele
yang ada dikawasan non-minapolitan. Perbedaan nilai RC ratio dan
rentabilitas pada masing-masing kawasan dipengaruhi oleh tingginya
tingkat Survival Rate, besarnya biaya total, serta besarnya modal yang
digunakan pada masing-masing kawasan, sedangkan nilai kuntungan
hanya dipengaruhi oleh selisih antara total penerimaan dengan biaya
operasional.
2) Analisis Finansiil Jangka Panjang
Berdasarkan hasil perbandingan antara analisis finansiil jangka
panjang pada usaha pembesaran pada masing-masing lokasi, dapat
diketahui bahwa dalam jangka waktu 10 tahun usaha pembesaran ikan
lele yang ada dikawasan non-minapolitan lebih prospektif daripada usaha
84
pembesaran yang ada pada kawasan minapolitan. Hal itu dibuktikan
dengan nilai-nilai kriteria investasi yang terdiri; investasi awal,
penambahan investasi, NPV, Net B/C, IRR, dan Payback Period pada
kawasan non-minapolitan lebih besar daripada nilai kriteria investasi pada
usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan minapolitan, walaupun
kedua usaha tersebut sama-sama tergolong layak untuk dijalankan.
Adapun rincian perbandingan analisis finansiil jangka panjang dijelaskan
pada tabel 16.
Tabel 16. Analisis Finansiil Jangka Panjang Usaha Pembesaran Ikan Lele
Kawasan Minapolitan Kawasan Non-minapolitan
No Kriteria Investasi
Hasil Analisis Keterangan
Kriteria Investasi
Hasil Analisis Keterangan
1 Investasi awasl
Rp 279.273.500
Investasi awal
Rp 209.855.000
2
Re-investasi
Rp 27.038.500
Re-investasi
Rp 39.863.000
3 NPV
Rp 268.737.731 > 0 (layak) NPV
Rp 259.658,051 > 0 (layak)
4 Net B/C 5,95 > 1 (layak) Net B/C 6,61 > 1 (layak)
5 IRR 32,23%
> 12% suku bunga deposito (layak) IRR 38,06%
> 12% suku bunga deposito (layak)
6 PP 2,85
lama waktu pengembalian Investasi PP 2,47
lama waktu pengembalian Investasi
Sumber : Data Primer, 2017
Pada perbandingan analisis finansiil jangka panjang usaha
pembesaran ikan lele yang ada dikawasan minapolitan Desa Gondosuli
dan non-minapolitan Desa Karangrejo, diketahui usaha kawasan non-
minapolitan Desa Karangrejo lebih menjanjikan dibanding usaha pada
kawasan minapolitan. Hal ini dapat diketahui dari nilai IRR pada masing-
masing usaha yaitu, pada kawasan minapolitan sebesar 30,32%,
sedangkan pada kawasan non-minapolitan sebesar 38,09% serta lebih
cepat pengembalian modal pada usaha yang ada dikawasan non-
85
minapolitan yaitu selama 2 tahun 6 bulan sedangkan pada usaha yang
ada dikawasan minapolitan hampir mencapai 3 tahun, hal ini dipengaruhi
oleh investasi awal dan nilai pengembalian investasi pada usaha
kawasan non-minapolitan lebih rendah daripada investasi awal usaha
pada kawasan minapolitan, yaitu pada kawasan non-minapolitan sebesar
Rp 209.855.000,00 dengan pengembalian investasi sebesar Rp
39.683.000,00, sedangkan pada usaha dikawasan minapolitan yaitu Rp
279.273.000,00 dengan pengembalian investasi sebesar Rp
27.038.500,00. Dimana semakin kecil investasi awal suatu usaha maka
semakin cepat suatu usaha untuk balik modal sehingga dalam jangka
panjang usaha tersebut dikatakan menjanjikan untuk dijalankan.
Tingginya nilai NPV, Net B/C, IRR dan Payback Period pada kawasan
non-minapolitan dipengaruhi oleh nilai investasi awal pada kawasan non-
minapolitan lebih rendah daripada nilai investasi awal pada kawasan
minapolitan sehingga dinilai lebih menguntungkan.
3) Analisis Sensitivitas
Pada perbandingan analisis sensitivitas dilakukan perbandingan
nilai dari hasil perhitungan analisis finansiil jangka panjang pada setiap
kawasan dengan asumsi kenaikan biaya atau penurunan keuntungan
pada nilai yang sudah ditentukan untuk mengetahui layak atau tidaknya
masing-masing usaha jika terjadi kenaikan biaya ataupun penurunan
keuntungan sekian persen.
Pada asumsi terjadi kenaikan biaya sebesar 22%, diperoleh hasil
bahwa usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan minapolitan
Desa Gondosuli kurang layak untuk dijalankan dengan pertimbangan nilai
86
IRR lebih dari akan tetapi mendekati 12% nilai suku bunga deposito,
sedangkan kawasan non-minapolitan Desa Karangrejo sudah tidak layak
karena dibawah nilai 12%. Adapun rincian analisis sensitivitas usaha
ikan lele pada asumsi kenaikan biaya sebesar 22% dijelaskan pada tabel
19.
Tabel 17. Analisis sensitivitas pada asumsi kenaikan biaya sebesar 22%
Kawasan Minapolitan Kawasan Non-minapolitan
No Kriteria Investasi
Hasil Analisis Keterangan
Kriteria Investasi
Hasil Analisis Keterangan
1 NPV Rp
27.928.051 > 0 (layak) NPV -77.931.701 > 0 (layak)
2 Net B/C 3,42 > 1 (layak) Net B/C 1,88 > 1 (layak)
3 IRR 14,29%
> 12% suku bunga deposito (layak) IRR 2,12%
> 12% suku bunga deposito (layak)
4 PP 5,05
lama waktu pengembalian Investasi PP 8,37
lama waktu pengembalian Investasi
Sumber : Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 17, dapat diketahui bahwa dalam asumsi
terjadi kenaikan biaya operasional sebesar 22% usaha yang ada
dikawasan non-minapolitan Desa Karangrejo sensitif terhadap terjadinya
kenaikan biaya produksi dibanding usaha pada kawasan minapolitan
Desa Gondosul. Hal ini dapat kita ketahui berdasarkan besarnya nilai
NPV, Net B/C, IRR dan payback period atau waktu pengembalian modal
yang lebih cepat pada pembesaran ikan lele yang ada dikawasan
minapolitan Desa Gondosuli.
Pada asumsi terjadi penurunan benefit sebesar 15%, diperoleh
hasil bahwa usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan non-
minapolitan Desa Karangrejo sudah tidak lagi menguntungkan atau tidak
layak. Adapun rincian analisis sensitivitas usaha ikan lele pada asumsi
penurunan benefit sebesar 15% dijelaskan pada tabel 18.
87
Tabel 18. Analisis sensitivitas pada asumsi penurunan benefit sebesar 15%
Kawasan Minapolitan Kawasan Non-minapolitan
No Kriteria Investasi
Hasil Analisis Keterangan
Kriteria Investasi
Hasil Analisis Keterangan
1 NPV Rp
21.596.976 <0 (tidak layak) NPV
Rp -42.063.859
< 0 (tidak layak)
2 Net B/C 3,35 > 1 (layak) Net B/C 2,38 > 1 (layak)
3 IRR 13,78%
< 12% suku bunga deposito (tidak layak) IRR 6,92%
< 12% suku bunga deposito (tidak layak)
4 PP 5,16
lama waktu pengembalian Investasi PP 6,68 tahun
lama waktu pengembalian Investasi
Sumber : Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 18, dapat diketahui bahwa dalam asumsi terjadi
penurunan benefit sebesar 15% usaha yang ada dikawasan non-
minapolitan Desa Karangrejo sensitif terhadap terjadinya turunnya
penerimaan produksi dibanding usaha pada kawasan minapolitan Desa
Gondosuli. Hal ini dapat kita ketahui berdasarkan besarnya nilai NPV,
Net B/C, IRR dan payback period atau waktu pengembalian modal yang
lebih cepat pada pembesaran ikan lele yang ada dikawasan minapolitan
Desa Gondosuli.
Pada asumsi terjadi kenaikan biaya sebesar 7% dan penurunan
benefit sebesar 10%, diperoleh hasil bahwa usaha pembesaran ikan lele
yang ada dikawasan non-minapolitan Desa Karangrejo sudah tidak lagi
menguntungkan atau tidak layak dijalankan. Adapun rincian mengenai
analisis sensitivitas usaha pembesaran ikan lele pada asumsi kenaikan
biaya sebesar 7% dan penurunan keuntungan sebesar 10% dijelaskan
pada tabel 19.
88
Tabel 19. Analisis sensitivitas pada asumsi biaya naik 7% benefit turun
sebesar 10%
Kawasan Minapolitan Kawasan Non-minapolitan
No Kriteria Investasi
Hasil Analisis Keterangan
Kriteria Investasi
Hasil Analisis Keterangan
1 NPV Rp
27.355.965 < 0 (tidak layak) NPV
Rp -13.205.281
< 0 (tidak layak)
2 Net B/C 3,41 > 1 (layak) Net B/C 2,79 > 1 (layak)
3 IRR 14,24%
< 12% suku bunga deposito (tidak layak) IRR 10,46%
<12% suku bunga deposito (tidak layak)
4 PP 5,06
lama waktu pengembalian Investasi PP 6,94 tahun
lama waktu pengembalian Investasi
Sumber : Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 19, dapat diketahui bahwa dalam asumsi terjadi
kenaikan biaya 7% dan penurunan benefit sebesar 10% usaha yang ada
dikawasan non-minapolitan Desa Karangrejo sensitif terhadap terjadinya
turunnya penerimaan produksi dibanding usaha pada kawasan
minapolitan Desa Gondosuli. Hal ini dapat kita ketahui berdasarkan
besarnya nilai NPV, Net B/C, IRR dan payback period atau waktu
pengembalian modal yang lebih cepat pada pembesaran ikan lele yang
ada dikawasan minapolitan Desa Gondosuli.
5.4 Faktor Penghambat dan Pendukung pada Usaha Pembesaran
Ikan Lele di Kawasan Minapolitan dan Non-minapolitan
Dalam menjalankan suatu usaha, khususnya pembesaran ikan lele,
pasti akan kita jumpai berbagai faktor yang mendukung maupun faktor
yang menghambat jalannya usaha pembesaran ikan lele tersebut
dimanapun usaha itu berada, baik dari segi teknis maupun dari segi
finansiil. Faktor pendukung dan faktor penghambat juga terdapat pada
89
usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan minapolitan Desa
Gondosuli dan non-minapolitan Desa Karangrejo.
5.4.1 Faktor Penghambat
Adapun faktor-faktor penghambat yang sering dikeluhkan oleh
para pemilik usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan
minapolitan Desa Gondosuli antara lain :
a) Tingginya harga pakan,
b) Tidak tersedianya pasokan benih ikan lele berkualitas disekitar
lokasi usaha,
c) Harga pasaran ikan lele yang berubah-ubah,
d) Kondisi cuaca yang berubah-ubah,
e) Gangguan hama yang menyerang benih ikan, seperti burung,
larva capung, ular serta penyakit pada ikan lele
Sedangkan faktor- faktor penghambat yang terdapat pada usaha
pembesaran ikan lele yang ada dikawasan non-minapolitan Desa
Karangrejo, yaitu :
a) Tingginya harga pakan,
b) Kondisi cuaca yang berubah-ubah,
c) Harga pasaran ikan lele yang berubah-ubah,
d) Tidak adanya bantuan dari pemerintah
e) Keterbatasan modal dan biaya
f) Gangguan hama yang dan penyakit pada ikan lele
90
5.4.2 Faktor Pendukung
Adapun faktor-faktor pendukung yang terdapat pada usaha
pembesaran ikan lele yang ada dikawasan minapolitan Desa Gondosuli
yaitu :
a) Lokasi usaha yang strategis dan cocok untuk kegiatan usaha
pembesaran ikan lele
b) Ketersediaan sumber air yang menunjang usaha pembesaran
c) Tingginya minat atau permintaan konsumen terhadap ikan lele
d) Adanya bantuan pemerintah berupa peralatan penunjang serta
pembenahan prasarana
e) Dekat dengan pusat kota
f) Akses jalan mudah dilalui
Sedangkan faktor-faktor pendukung yang terdapat pada usaha
pembesaran ikan lele yang ada dikawasan non-minapolitan Desa
Karangrejo, yaitu :
a) Lokasi usaha yang strategis dan cocok untuk kegiatan usaha
pembesaran ikan lele
b) Ketersediaan sumber air yang menunjang usaha pembesaran
c) Ketersediaan benih ikan lele banyak
d) Tingginya minat atau permintaan konsumen terhadap ikan lele
e) Dekat dengan pusat kota
f) Akses jalan mudah dilalui
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dalam penelitian Dzulfikri
(2016), dimana faktor-faktor yang mendukung kemajuan usaha
pembesaran lele yaitu lokasi yang strategis dan menunjang dalam usaha
91
pembesaran ikan lele, permintaan pasar atau minat konsumen yang terus
meningkat, dan adanya konsumen atau pembeli tetap.
5.5 Implikasi Penelitian
Berdasarkan penelitian pada usaha pembesaran ikan lele yang
ada dikawasan minapolitan Desa Gondosuli dan kawasan non-
minapolitan Desa Karangrejo, diperoleh hasil atau bentuk implikasi
sebagai berikut:
1. Penetapan kawasan minapolitan di Desa Gondosuli membuat wilayah
tersebut dijadikan sebagai tempat penelitian dari berbagai bidang ilmu
dan tempat pembelajaran atau pelatihan usaha budidaya maupun
pengolahan ikan lele dari berbagai instansi pendidikan, kelompok
budidaya ikan, hingga masyarakat umum, serta adanya perbaikan
sarana dan prasarana di kawasan minapolitan seperti pembangunan
selokan untuk pengaliran limbah pembuangan air kolam dan
perbaikan akses jalan menuju lokasi usaha. Hal ini sependapat
dengan penelitian Handayani. S (2016), dalam penelitiannya yang
berjudul Evaluasi Pengelolaan Budidaya Ikan Lele dalam Program
Pengembangan Kawasan Minapolitan di Desa Gondosuli Kecamatan
Gondang Kabupaten Tulungagung yang menjelaskan dengan adanya
program minapolitan tersebut telah memberikan perubahan pada
masyarakat Desa Gondosuli yang semula bermata pencaharian
sebagai petani menjadi pembudidaya ikan lele maupun pengolah
olahan ikan lele berupa abon lele, kerupuk kulit lele, ikan lele asap,
dan sebagainya dengan diikuti pembangunan sarana maupun
92
prasarana usaha budidaya dan pengolahan ikan lele serta mengarah
pada pembangunan masyarakat minapolitan.
2. Kajian mengenai perbandingan studi kelayakan finansiil antara
kawasan minapolitan Desa Gondosuli dan kawasan non-minapolitan
Desa Karangrejo untuk mengetahui tingkat profitabilitas yang
diperoleh dalam masing-masing usaha pembesaran dan mengetahui
berbagai permasalahan pada kedua lokasi usaha serta mengetahui
penyelesaian permasalahannya berdasarkan studi banding pada
kedua lokasi usaha, sehingga dapat menjadi acuan dalam
pengembangan usaha untuk mengoptimalkan masing-masing usaha
tersebut.
3. Dalam perbandingan aspek teknis pada kedua lokasi terdapat
beberapa perbedaan, diantaranya: a) padat tebar pada kolam milik
usaha pembesaran ikan lele kawasan non-minapolitan yaitu 275
ekor/m2 sedangkan pada kawasan minapolitan hanya 200 ekor/m2,
hal tersebut menunjukkan bahwa usaha pada kawasan non-
minapolitan lebih cocok untuk dijadikan bahan acuan usaha
pembesaran ikan lele berdasarkan perlakuan terhadap padat tebar,
karena lebih banyak padat tebar hasil panen semakin yang diperoleh
juga semakin besar, hal itu harus diimbangi dengan pemberian
aerasi/sirkulasi air yang lebih rutin, seperti yang diterapkan pada
usaha pembesaran kawasan non-minapolitan. b) survival rate pada
usaha pembesaran ikan lele kawasan minapolitan sebesar 92%
sedangkan pada usaha kawasan non-minapolitan sebesar 80%, tinggi
atau rendahnya nilai survival rate dipengaruhi oleh perlakuan dalam
93
pemeliharaan benih selama masa pembesaran, salah satunya adalah
perlakuan berdasarkan penanggulangan terhadap penyakit dan
hama, seperti dengan cara memasang jaring penutup kolam untuk
menghindarkan benih dari pemangsa seperti burung dan ular serta
mencegah masuknya larva capung dan serangga air lainnya, hal ini
menunjukkan bahwa usaha pada kawasan minapolitan cocok untuk
dijadikan acuan usaha pembesaran ikan lele berdasarkan
penanggulangan terhadap penyakit dan hama.
4. Dalam perbandingan aspek finansiil pada kedua lokasi terdapat
beberapa perbedaan, diantaranya: a) Pada analisis finansiil jangka
pendek diperoleh nilai RC rasio sebesar 1,5 dan rentabilitas sebesar
32,8% pada usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan
minapolitan, sedangkan pada kawasan non-minapolitan diperoleh
hasil RC rasio sebesar 1,31 dan rentabilitas sebesar 15,2%. Hal ini
menunjukkan pada analisis finansiil jangka pendek usaha
pembesaran ikan lele kawasan minapolitan memberi keuntungan
lebih besar daripada usaha kawasan non-minapolitan, sehingga
usaha pembesaran kawasan minapolitan cocok untuk menjadi acuan
usaha pembesaran ikan lele dengan keuntungan tinggi. Besar ataun
kecilnya nilai RC rasio dipengaruhi oleh nilai total penerimaan dan
biaya produksi, semakin besar total penerimaan maka semakin besar
pula nilai RC rasio atau sebaliknya, sedangkan semakin besar biaya
produksi maka nilai RC rasio akan semakin kecil, kemudian pada nilai
rentabilitas dipengaruhi oleh besar atau kecilnya nilai keuntungan dan
modal kerja atau biaya total produksi. Semakin besar nilai
94
keuntungan yang diperoleh maka semakin besar pula nilai
rentabilitas, sedangkan semakin besar nilai modal kerja maka
semakin kecil nilai rentabilitas. Besar kecilnya nilai total penerimaan
dipengaruhi oleh harga jual, pertumbuhan ikan lele, dan tingkat
survival rate. Sehingga kendala yang berpengaruh terhadap
rendahnya total penerimaan suatu usaha yaitu harga jual pasar
menurun, pertumbuhan ikan lele tidak merata yang mengakibatkan
ukuran ikan terlalu kecil dan terlalu besar sehingga ditolak oleh
pengepul, dan survival rate rendah yang dipengaruhi adanya hama
dan parasit yang dikarenakan kurangnya kontrol terhadap kolam,
kanibalisme, kualitas benih yang kurang bagus, penyakit yang
diakibatkan kualitas airdan cuaca yang cenderung berubah-ubah. b)
Pada analisis finansiil jangka panjang pada usaha pembesaran ikan
lele kawasan minapolitan diperoleh nilai NPV sebesar Rp
268.737.731,00, Net B/C sebesar 5,95, IRR sebesar 32,23%, dan PP
mendekati 3 tahun. Sedangkan pada kawasan non-minapolitan
diperoleh nilai NPV sebesar Rp 259.658.051,00, Net B/C sebesar
6,61, IRR sebesar 38,06%, dan PP 2 tahun 6 bulan. Hal ini
menunjukkan pada analisis finansiil jangka panjang usaha
pembesaran ikan lele yang ada dikawasan non-minapolitan lebih
prospektif daripada usaha kawasan minapolitan, sehingga usaha
pembesaran kawasan non-minapolitan cocok untuk menjadi acuan
usaha pembesaran ikan lele dalam jangka panjang dengan
pengembalian modal yang cepat. Pada analisis finansiil jangka
panjang sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya nilai penambahan
95
investasi dalam jangka waktu tertentu dan investasi awal atau modal
investasi yang digunakan dalam mendirikan usaha tersebut. Semakin
kecil modal investasi dan penambahan investasi dalam jangka waktu
tertentu maka jangka waktu pengembalian modal (PP) semakin cepat.
Hal tersebut juga berlaku pada NPV, Net B/C, dan IRR. Dimana
semakin kecil nilai investasi awal maka semakin besar nilai dari NPV,
Net B/C, dan IRR. Sehingga semakin kecil nilai investasi awal maka
semakin layak suatu usaha dijalankan dalam jangka panjang, hal ini
sesuai dengan penelitian Jamaluddin (2015) yang berjudul Analisis
Pendapatan Usaha Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang di Bojong
Farm Kabupaten Bogor.
96
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang perbandingan analisis finansiil
pada usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan minapolitan Desa
Gondosuli dan non-minapolitan Desa Karangrejo, Kabupaten
Tulungagung dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan aspek teknis dari usaha pembesaran ikan lele yang ada
dikawasan minapolitan dan non-minapolitan pada dasarnya hampir
sama, yaitu persiapan kolam, penebaran benih, pemeliharaan benih,
dan pemanenan. Perbedaannya terletak pada jumlah padat tebar
benih, pada kawasan minapolitan benih yang ditebar sebanyak 8.000
ekor/kolam, sedangkan pada kawasan non-minapolitan benih yang
ditebar sebanyak 11.000 ekor/kolam, pemberian sirkulasi air, serta
jenis pakan yang diberikan yaitu Cargill, wonokoyo, dan matahari sakti
pada usaha yang ada dikawasan minapolitan sedangkan pada
kawasan non-minapolitan menggunakan jenis pakan SL 2-2.
2. Berdasarkan analisis finansiil jangka pendek, usaha pembesaran ikan
lele yang ada dikawasan minapolitan dan kawasan non-minapolitan
adalah menguntungkan, karena hasil dari parameter yang diteliti
didapatkan nilai R/C > 1 (untung), BEPs < TR (untung), BEPq < Q
(untung), Keuntungan TR > TC (untung), dan rentabilitas R > i (layak).
Sedangkan berdasarkan analisis finansiil jangka panjang, usaha
pembesaran ikan lele yang ada dikawasan minapolitan dan kawasan
non-minapolitan adalah layak, karena usaha tetap dapat dijalankan
97
berdasarkan penilaian NPV bernilai positif sangat besar, Net B/C lebih
dari 1, IRR sangat besar diatas nilai suku bunga deposito, PP, dan
analisis sensitivas.
3. Analisis perbandingan kelayakan usaha:
a. Aspek teknis usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan
minapolitan lebih memadahi daripada kawasan non-minapolitan,
karena ditunjang oleh jenis pakan yang berkualitas serta sesuai
dengan grade ikan lele, pemberian sirkulasi air yang teratur,
pengendalian hama dan penyakit yang terkontrol, dan pengaturan
pada tebar ikan per kolam yang diperhitungkan.
b. Aspek finansiil pada jangka pendek usaha pembesaran ikan lele
yang ada dikawasan minapolitan lebih menguntungkan dibanding
kawasan non-minapolitan, hal ini dipengaruhi olehn nilai R/C dan
rentabilitas yang diperoleh pada kawasan minapolitan lebih besar.
Sedangkan pada analisis jangka panjang dalam keadaan normal
usaha pada kawasan non-minapolitan lebih layak dijalankan
karena nilai IRR yang lebih besar dan PP lebih cepat.
c. Perbandingan analisis sensitivitas dengan asumsi kenaikan biaya
22%, asumsi penurunan benefit 15%, dan asumsi biaya naik 7%
diiringi benefit turun 10% diperoleh hasil usaha pada kawasan non-
minapolitan sangat sensitif terhadap terjadinya kenaikan biaya
maupun penurunan benefit, sehingga usaha pada kawasan
minapolitan lebih layak untuk dikembangkan.
4. Faktor pendukung pada usaha pembesaran ikan lele di kawasan
minapolitan dan kawasan non-minapolitan adalah dari segi aspek
98
teknis, yaitu lokasi usaha yang strategis, ketersediaan sumber air,
mudah memperoleh benih ikan lele, akses transportasi mudah dilalui
dan dengan dengan pusat kota, serta dari aspek pemasaran
permintaan konsumen terhadap ikan lele masih tinggi. Sedangkan
faktor penghambat dari aspek teknis seperti cuaca, hama dan penyakit
yang menyerang ikan lele, dan mahalnya harga pakan serta
keterbatasan modal usaha. Sedangkan dari aspek pemasaran harga
jual ikan lele mudah berubah.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil pembahasan dalam penelitian ini didapatkan
beberapa hal yang dapat dijadikan saran, antara lain :
1) Pada aspek teknis usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan
non-minapolitan Desa Karangrejo disarankan dapat lebih mengurangi
padat tebar ikan lele setiap kolam sehingga ruang gerak ikan tidak
terlalu terbatasi dan mengantisipasi tingginya kemungkinan terjadi
kanibalisme dan berkurangnya kualitas air kolam, serta menggunakan
jenis pakan yang sesuai dengan kebutuhan ikan lele ukuran benih
hingga siap konsumsi untuk mengoptimalkan hasil panen. Sehingga
mengacu pada usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan
minapolitan Desa Gondosuli.
2) Melihat dari hasil analisis finansiil pada kedua usaha pembesaran
yang ada dikawasan minapolitan Desa Gondosuli dan non-
minapolitan Desa Karangrejo yang dinyatakan layak untuk dijalankan,
maka saran penulis untuk pelaku usaha pembesaran ikan lele pada
masing-masing kawasan untuk melakukan pengembangan usaha
99
dengan melakukan penambahan input produksi, pembenahan sarana
penunjang, serta menambah jumlah tenaga kerja agar dapat
memperoleh profit yang optimal.
3) Berdasarkan analisis perbandingan kelayakan usaha pembesaran
ikan lele yang ada dikawasan minapolitan Desa Gondosuli dan non-
minapolitan Desa Karangrejo yang diperoleh kesimpulan bahwa
usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan minapolitan lebih
menguntungkan maka disarankan untuk masyarakat yang ingin
melakukan usaha pembesaran ikan lele hendaknya mengacu pada
pelaksanaan usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan
minapolitan Desa Gondosuli sebagai bahan perencanaan dan
pertimbangan dalam menjalankan usaha pembesaran ikan lele.
4) Berdasarkan faktor penghambat dan pendukung yang terdapat pada
usaha pembesaran ikan lele yang ada dikawasan minapolitan dan
non-minapolitan, untuk pengusaha pembesaran ikan lele pada
masing-masing lokasi diharapkan dapat memanfaatkan berbagai
faktor pendukung dan mengantisipasi berbagai kemungkinan faktor
penghambat yang terjadi pada usaha yang ada ditiap-tiap kawasan
sehingga profit yang diperoleh dapat optimal. Serta tak ketinggalan
peran pemerintah untuk memberikan bantuan bagi pelaku usaha
pembesaran ikan lele baik dikawasan minapolitan maupun non-
minapolitan secara merata seperti; pelatihan budidaya, penyuluhan,
bantuan operasional dan prasarana, serta mempermudah pinjaman
dana modal usaha guna meningkatkan daya dukung berlangsungnya
usaha pembesaran ikan lele tersebut.
100
DAFTAR PUSTAKA
Aji, 2009. Kombinasi Tepung Ikan Rucah Pada Pakan Buatan Untuk Meningkatkan Kandungan Omega 3 Ikan Lele Dumbo (Clarias Gariepinus Burchell).Skripsi.Universitas Atma Jaya Yogyakarta.http://e-journal.uajy.ac.id/2140/1/0BL00921.pdf. diakses pada 2 Maret 2017, pukul 20.14 WIB.
Ambarawati, dkk. 2015. Analisis Finansial Budidaya Pembibitan Lele: Studi Kasus pada Kelompok Tani Unit Pembibitan Rakyat Mina Dalem Sari di Kota Denpasar. Jurnal Manajemen Agribisnis. FP UNUD. Bali.
Cholila, I. 2014. Analisis Profitabilitas Terhadap Pengembalian Aset Usaha Ayam Petelur (Studi Kasus UD. Putra Tamago Kota Palu).e-J. Agrotekbis 2 (1): 91-95. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=173651&val=5153. Diakses pada 11 April 2017, pukul 18.45 WIB.
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. Pt. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Dzulfikri, 2016. Studi Kelayakan Usaha Pembesaran Ikan Lele di Desa Gelang Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur.Skripsi.FPIK-UB. Malang
Fanani, Z. dkk.2014. Analisis Proffitabilitas Usaha Penggemukan Sapi Potong (Studi Kasus Di Kelompok Tani Ternak “Gunungrejo Makmur Ii” Desa Gunungrejo Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan).http://fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2014/03/Jurnal-Analisis-Profitabilitas-Usaha-Penggemukan-Sapi-Potong.pdf. Diakses pada 11 April 2017, pukul 19.00 WIB.
Fauzi A. 2001. Prinsip-Prinsip Penelitian : Panduan Singkat. Bogor : Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.IPB. Bogor.
Fauzi.A, dkk. 2014. Dinamika Interspatial Total Factor Produktivity Usaha Perikanan Budidaya Air Tawar dan Implikasinya Terhadap Perekonomian Wilayah Jawa Barat. Sosiohumaniora, Volume 16 No. 1.http://download.portalgaruda.org/article.php. Diakses pada 11 April 2017, pukul 17.12 WIB.
Gunawan.S, 2016. 99% Sukses Budidaya Lele. Penebar Swadaya. Jakarta.
101
Harahab. N. 2010. Penilaian Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove & Aplikasinya dalam Perencanaan Wilayah Pesisir. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Hartanto. 2003. Modul Metodologi Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. https://core.ac.uk/download/pdf/11720379.pdf. Diakses pada tanggal 24 Maret 2017, pukul 09.15 WIB.
Jamaludin, 2015. Analisis Pendapatan Usaha Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp) di Bojong Farm Kabupaten Bogor.Skripsi.Agribisnis.UIN Syarif Hidayatullah.http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30196/1/JAMALUDIN-FST.pdf. Diakses pada 29 Maret 2017, pukul 19.43 WIB.
Kasmir dan Jakfar. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Prenada Media. Jakarta.
KEPMEN KP No 18 Tahun 2011 Tentang Pedoman Umum Minapolitan.
Kohar M, A. dan Wibowo. 2014. Dampak Pengembangan Perikanan Terhadap Penurunan Kemiskinan, Peningkatan Pendapatan Dan Penyerapan Tenaga Kerja Di Jawa Tengah. Universitas Diponegoro. http://eprints.undip.ac.id/35266/. Diakses pada tanggal 23 Maret 2017, pukul 20.40 WIB.
Mahyudin, dkk.2014. Analisis Kelayakan dan Sensitivitas Harga Input Pada Usaha Budidaya Ikan Lele dalam Kolam Terpal di Kota Banjarbaru Kalimantan Selatan. EnviroScienteae 10 (2014) 9-17. http://ppjp.unlam.ac.id/journal/index.php/es/article/view/1959/1706. Diakses pada 23 Maret 2017, pukul 19.00 WIB.
Masri, M. 2013. Deteksi Koi Harpes Virus (KHV) pada Ikan Mas Koi (Cyprinus carpio L) dengan menggunakan Metode Aplikasi Polymerase Chain Reaction (PCR).Jurnal Teknosains.http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/teknosains/article/view/221. Diakses pada tanggal 23 Maret 2017, pukul 18.21 WIB.
Notohatmojo.2013. Perbandingan Analisis Usaha Pembesaran Ikan Lele dengan Metode Konvensional dan Metode Regulator Ekosistem pada Skala Rumah Tangga di Dusun Banjaran Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang.Konverensi Akuakultur Indonesia 2013.http://epaper.aquaculture-mai.org/upload/1.%20Bonifasius.pdf. Diakses pada 28 Maret 2017, pukul 21.05 WIB.
Nazir, M. 2011. Metodologi Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.
102
Primyastanto, M, dan Istikharoh.2003. Aplikasi Evaluasi Proyek dalam Aspek Studi Kelayakan (Usaha Pembesaran Ikan Gurami). Fakultas Perikanan. Universitas Brawijaya. Malang
Primyastanto, M. 2011. Feasibility Study Usaha Perikanan. UB Press. Malang.
Rahmat, P. 2009. Penelitian Kualitatif. Equilibrium, Vol. 5, No 9.http://yusuf.staff.ub.ac.id/files/2012/11/Jurnal-Penelitian-Kualitatif.pdf. diakses pada 27 Maret 2017, pukul 22.00 WIB.
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta. Bandung.
Sugiyono.2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung.
Suryana. 2010. Metodologi Penelitian. Universitas Pendidikan Indonesia.http://file.upi.edu/Direktori/FPEB/PRODI._MANAJEMEN_FPEB/196006021986011-SURYANA/FILE__7.pdf. Diakses pada tanggal 24 Maret 2017, pukul 21.23 WIB
Syamsuddin.L, 2002. Manajemen Keuangan Perusahaan [Konsep Aplikasi dalam : Perencanaan, Pengawasan, dan Pengambilan Keputusan]. Rajawali Pers. Jakarta.
Usman dan Akbar. 2006. Metode Penelitian Sosial. Bumi Aksara. Jakarta.
Wiadnya.D, 2011. Konsep Perencanaan Kawasan Minapolitan dalam Pengembangan Wilayah. FPIK UB. http://wiadnyadgr.lecture.ub.ac.id/files/2012/02/UNIBRAW-FPIK-Konsep Perencanaan Minapolitan_22November2011.pdf. Diakses pada 29 Maret 2017, pukul 19.30 WIB.