analisis perbedaan jumlah scrap indomie ...melakukan kerja praktek di cirebon. 15. albertin damara...
TRANSCRIPT
ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE GORENG FLAVOR MI
ACEH DENGAN INDOMIE GORENG SPESIAL BERKAITAN DENGAN
PROSES PRODUKSINYA DI PT INDOFOOD CBP SUKSES MAKMUR TBK.
DIVISI NOODLE CABANG CIREBON
LAPORAN KERJA PRAKTEK
Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pangan
Oleh:
Catharina Santi Paramita
16.I1.0191
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2019
i
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
berkat-Nya penulis dapat menjalani kerja praktek dan menyelesaikan laporan kerja
praktek ini yang berjudul βAnalisis Perbedaan Jumlah Scrap Indomie Goreng Flavor Mi
Aceh Dengan Indomie Goreng Spesial Berkaitan dengan Proses Produksinya Di PT
Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Divisi Noodle Cabang Cirebonβ. Laporan kerja
praktek ini ditulis dengan tujuan merangkum hal-hal yang dipelajari selama kerja praktek
dan tentu saja untuk melengkapi syarat demi memperoleh gelar Sarjana Teknologi
Pangan Fakultas Pertanian di Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.
Selama menjalani kegiatan kerja praktek di PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.
Divisi Noodle Cabang Cirebon dari tanggal 10 Januari 2019 hingga 15 Februari 2019,
tentu saja penulis mendapat banyak pengalaman, ilmu pengetahuan, wawasan, dan
keterampilan mengenai proses produksi mi dari bahan baku hingga produk akhir. Dalam
proses kerja praktek ini, tentu saja penulis tidak terlepas dari berbagai hambatan. Akan
tetapi, melalui bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak, baik dari pihak
perusahaan, universitas, hingga teman-teman sekitar, maka proses kerja praktek dapat
berjalan dengan lancar hingga terselesaikannya laporan ini dengan baik. Maka dari itu,
pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. R. Probo Y. Nugrahedi, STP., MSc. selaku Dekan Fakultas Teknologi
Pertanian Program Studi Teknologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata
Semarang.
2. Ibu Meiliana, S.Gz, M.S. selaku Koordinator Kerja Praktek Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata Semarang sekaligus selaku Dosen
Pembimbing Kerja Praktek yang telah membantu dan mengarahkan penulis selama
proses penyusunan laporan ujian Kerja Praktek.
3. Ibu Novita Ika Putri, STP., MSc. selaku dosen pembimbing pertama Kerja Praktek
ini yang telah mendampingi dan mengarahkan penulis dalam persiapan melakukan
Kerja Praktek.
4. Ibu Nunik Larasati selaku HR PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Divisi
Noodle Cabang Cirebon yang telah menerima dan memperkenankan penulis beserta
iii
teman-teman penulis untuk melakukan kerja praktek di PT Indofood CBP Sukses
Makmur Tbk. Divisi Noodle Cabang Cirebon.
5. Bapak Shahreza Muhammad selaku Supervisor Departemen Produksi di PT
Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Divisi Noodle Cabang Cirebon yang telah
menerima, membimbing, dan mengarahkan penulis selama pelaksanaan kerja
praktek di Departemen Produksi.
6. Bapak Muhammad Al Basir selaku Section Supervisor Departemen Produksi
sekaligus pembimbing lapangan yang telah banyak memberikan bantuan,
membimbing, dan mendampingi penulis selama pelaksanaan kerja praktek di
Departemen Produksi.
7. Bapak Dadang selaku Quality Control Field PT Indofood CBP Sukses Makmur
Tbk. Divisi Noodle Cabang Cirebon yang telah banyak memberikan pengetahuan
dan membimbing penulis selama pelaksanaan kerja praktek.
8. Mas Tri selaku Quality Control Analyst PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.
Divisi Noodle Cabang Cirebon yang telah mengajari banyak hal, berbagi
pengalaman dan pengetahuan kepada penulis selama melakukan kerja praktek.
9. Mbak Tiara dan Mbak Fraya selaku Admin Departemen Produksi PT Indofood CBP
Sukses Makmur Tbk. Divisi Noodle Cabang Cirebon yang telah menemani dan
membantu penulis dalam melakukan kerja praktek terutama dalam mencari
dokumen data-data yang penulis butuhkan.
10. Teteh Mina sebagai checker mi di line 1 serta operator-operator dan helper produksi
lainnya yang selalu sabar untuk mengajari, berbagi keterampilan, pengalaman, dan
pengetahuan selama penulis melakukan kerja praktek.
11. Segenap karyawan dan staf PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Divisi Noodle
Cabang Semarang yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
12. Kedua orang tua yang memberi dukungan kepada penulis untuk melakukan kerja
praktek di PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Divisi Noodle Cabang Cirebon.
13. Segenap dosen dan karyawan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik
Soegijapranata Semarang yang telah membantu dalam perizinan dan pemenuhan
syarat Kerja Praktek.
iv
14. Mas Gery sebagai saudara dari salah satu teman seperjuangan (Rara) yang telah
memberi kami tumpangan rumah, makanan, dan banyak bantuan selama penulis
melakukan kerja praktek di Cirebon.
15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan
kerja praktek.
Dalam laporan ini, penulis menyadari akan banyaknya kekurangan dan keterbatasan.
Oleh karena itu, penulis mohon maaf atas segala kesalahan dan hal-hal yang kurang
berkenan bagi para pembaca. Penulis menerima kritik dan saran demi menyempurnakan
laporan yang telah disusun. Penulis berharap agar laporan ini dapat memberikan manfaat
dalam memperluas wawasan pembaca, khususnya bagi mahasiswa Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.
Semarang,
Penulis
v
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................... i
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................... v
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................... ix
1. PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Kerja Praktek ............................................................................ 1
1.2. Tujuan Kerja Praktek.......................................................................................... 2
1.3. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan .......................................................................... 2
1.4. Metode dan Kegiatan Kerja Praktek .................................................................. 2
2. PROFIL PERUSAHAAN ............................................................................................ 4
2.1. Sejarah dan Profil Perusahaan ............................................................................ 4
2.2. Visi, Misi, dan Nilai Perusahaan ........................................................................ 4
2.3. Lokasi Pabrik ...................................................................................................... 5
2.4. Struktur Organisasi ............................................................................................. 5
2.5. Fungsi Bagian ..................................................................................................... 6
2.6. Ketenagakerjaan ................................................................................................. 8
2.7. Logo Perusahaan ................................................................................................ 9
3. SPESIFIKASI PRODUK ........................................................................................... 10
3.1. Jenis Produk ..................................................................................................... 10
3.2. Kode Produksi .................................................................................................. 12
4. PROSES PRODUKSI ................................................................................................ 15
4.1. Faktor Produksi ................................................................................................ 15
4.2. Proses Produksi ................................................................................................ 27
5. ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE GORENG ACEH
DENGAN INDOMIE GORENG SPESIAL BERKAITAN DENGAN PROSES
PRODUKSINYA ........................................................................................................... 34
5.1. Latar Belakang ................................................................................................. 34
vi
5.2. Tujuan Penelitian .............................................................................................. 35
5.3. Metode .............................................................................................................. 35
5.4. Hasil.................................................................................................................. 36
5.5. Pembahasan ...................................................................................................... 40
6. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................. 55
6.1. Kesimpulan ....................................................................................................... 55
6.2. Saran ................................................................................................................. 55
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 56
LAMPIRAN ................................................................................................................... 59
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbedaan Proses Produksi IMGA dengan GSS .............................................. 36
Tabel 2. Jumlah dan Persentase Scrap pada GSS ........................................................... 38
Tabel 3. Jumlah dan Persentase Scrap pada IMGA ....................................................... 39
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.Struktur Organisasi PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Divisi Noodle
Cirebon ............................................................................................................................. 6
Gambar 2. Logo PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk ................................................ 9
Gambar 3. Varian Produk Supermi ................................................................................ 10
Gambar 4. Varian Produk Indomie................................................................................. 11
Gambar 5. Varian Produk Sarimi ................................................................................... 11
Gambar 6. Varian Produk Sakura ................................................................................... 12
Gambar 7. Varian Produk Pop Mie ................................................................................ 12
Gambar 8. Kode Produksi pada Kemasan Primer (Etiket) Indomie Ayam Geprek ....... 13
Gambar 9. Kode Produksi pada Kemasan Sekunder (Karton) Indomie Goreng ............ 14
Gambar 10. Screw Conveyor .......................................................................................... 21
Gambar 11. Mixer .......................................................................................................... 21
Gambar 12. Tangki Alkali .............................................................................................. 22
Gambar 13. Weighing tank ............................................................................................ 22
Gambar 14. Dough Feeder ............................................................................................. 22
Gambar 15. Dough sheeter ............................................................................................. 23
Gambar 16. Continuous Pressing Roller ........................................................................ 23
Gambar 17. Slitter .......................................................................................................... 24
Gambar 18. Steamer ....................................................................................................... 24
Gambar 19. Cutter & folder ........................................................................................... 25
Gambar 20. Fryer ........................................................................................................... 25
Gambar 21. Cooler ......................................................................................................... 26
Gambar 22. Wrapper ...................................................................................................... 26
Gambar 23. Cartoning machine ..................................................................................... 26
Gambar 24. Diagram Alir Proses Produksi Mi Instan .................................................... 28
Gambar 25. Persentase Perbandingan Scrap GSS dan IMGA ....................................... 40
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Gambar Scrap ............................................................................................ 59
1
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kerja Praktek
Dewasa ini, teknologi dalam berbagai bidang kehidupan semakin melaju dengan pesat
untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan masyarakat sebagai konsumen. Hal itu tidak
terkecuali pada bidang pangan. Berbagai macam teknologi dan inovasi terus dikaji untuk
meningkatkan kuantitas serta kualitas pangan. Keadaan ini tentu dapat dicapai dengan
kemampuan sumber daya manusia yang baik. Selama proses perkuliahan di Program
Studi Teknologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, mahasiswa
dibekali oleh berbagai pengetahuan seputar dunia pangan termasuk dalam ranah industri,
seperti karakteristik bahan pangan, proses produksi, sanitasi, menciptakan inovasi
pangan, dan lain sebagainya. Pengetahuan tersebut tidak hanya disampaikan secara teori,
namun juga melalui praktikum. Namun teori dan praktikum tersebut perlu diasah lagi
dengan cara terlibat langsung dalam proses kerja praktek (KP) di industri pangan. Melalui
KP ini, diharapkan kami sebagai mahasiswa Teknologi Pangan dapat menerapkan
pengetahuan di perkuliahan secara langsung, berpikir kritis, berinovasi, menambah
wawasan dan pengalaman, sehingga nantinya kami dapat menjadi sumber daya manusia
yang berkualitas dan lebih siap menyambut dunia kerja.
PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Divisi Noodle Cabang Cirebon merupakan
industri pangan yang menghasilkan berbagai produk mi instan. Produk mi dari Indofood
yakni Indomie, Supermi, Sarimi, Pop Mie, dan Mie Telur dengan berbagai varian flavor
yang telah dipercaya oleh masyarakat dengan kualitasnya yang unggul dan inovasi yang
terus berkembang. Hal itu terbukti dari adanya sertifikat kehalalan produk secara
internasional, memiliki sertifikasi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP),
memenuhi SNI 19-9001, ISO 9001:2008, dan menerapkan standar Good Manufacturing
Practices (GMP). Penulis meyakini bahwa PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.
Divisi Noodle Cabang Cirebon merupakan tempat yang tepat untuk mengasah
kemampuan dan pengalaman kerja, khususnya untuk lebih memahami proses produksi
beserta menganalisis dan memecahkan masalah yang terjadi.
2
1.2. Tujuan Kerja Praktek
Tujuan dari Kerja Praktek ini adalah :
a. Mengamati dan memahami proses produksi mi instan pada berbagai flavor
ataupun merk di PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Cabang Cirebon.
b. Menemukan dan menganalisis permasalahan proses produksi, serta berpikir kritis
untuk mencari solusinya, terutama dalam hal scrap yang dihasilkan.
c. Menerapkan pengetahuan dari perkuliahan dalam industri secara langsung.
d. Menambah wawasan dan pengalaman kerja khususnya di bidang pangan sebagai
bekal di masa depan.
1.3. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan
Kerja Praktek ini dilaksanakan di PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Cirebon yang
berlokasi di Jalan Raya Cirebon-Tegal KM 18, Desa Ender, Kecamatan Pangenan,
Kabupaten Cirebon. Waktu pelaksanaan KP selama 40 hari, yakni dari tanggal 10 Januari
2019 hingga 15 Februari 2019. Jam kerja yang diberlakukan adalah 7 jam kerja pada
Senin-Jumat, dan 5 jam pada hari Sabtu, dengan pergantian shift tiap seminggu sekali.
Senin-Jumat :
Shift 1 : 06.30-14.00 WIB
Shift 2 : 14.00-21.00 WIB
Sabtu :
Shift 1 : 06.30-11.30 WIB
Shift 2 : 11.30-16.30 WIB
1.4. Metode dan Kegiatan Kerja Praktek
Kegiatan Kerja Praktek dilakukan dengan cara mengamati secara langsung proses
produksi dan segala hal yang berkaitan dengan produksi bersama pembimbing lapangan,
berdiskusi dengan pembimbing lapangan berkaitan topik yang diambil, tanya jawab
dengan operator, serta studi pustaka dari berbagai sumber untuk mendukung isi laporan.
Kegiatan yang dilakukan selama Kerja Praktek ini adalah :
3
Orientasi pabrik meliputi pengenalan pabrik, hak dan kewajiban mahasiswa Praktek
Kerja Lapangan (PKL), penempatan divisi, serta tata tertib dan Good
Manufacturing Practice (GMP) khususnya di bagian produksi.
Melakukan diskusi dengan Supervisor dan Section Supervisor berkaitan denga
jadwal kegiatan dan jam kerja selama Kerja Praktek.
Mengamati secara langsung proses berjalannya produksi mi instan pada line yang
berbeda-beda, serta mempelajari ke bagian lain seperti ke gudang warehouse,
pengemas (etiket, karton, cup), Finishing Good (FG), scrap, boiler, hingga Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Mencoba melakukan analisis di bagian Quality Control dan keterkaitannya dalam
bidang produksi.
Diskusi dengan pembimbing lapangan mengenai topik yang diangkat,
permasalahan di bidang produksi, pemecahan masalah, serta penulisan laporan.
4
2. PROFIL PERUSAHAAN
2.1. Sejarah dan Profil Perusahaan
PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) merupakan produsen terkemuka yang
bergerak dalam bidang makanan dan minuman dengan pusatnya berada di Jakarta.
Perusahaan ini merupakan salah satu cabang perusahaan Salim Group. Mulanya, PT
Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Divisi Noodle didirikan di Jakarta pada 27 April 1970
dengan nama PT Sanmaru Food Manufacturing Co., Ltd. Pada akhir tahun 1980,
perusahaan yang senantiasa berkomitmen untuk menghasilkan makanan yang bermutu
dan halal ini mulai bergerak di pasar internasional dengan mengekspor mi instan ke
beberapa negara. Pada tanggal 1 Maret 1994, beberapa anak perusahaan di dalam lingkup
Indofood Group bergabung menjadi perusahaan dengan nama PT Indofood Sukses
Makmur Tbk yang khusus bergerak dalam produksi mi instan. Kemudian perusahaan ini
berganti nama menjadi PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk pada 1 Oktober 2009.
PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Divisi Noodle merupakan divisi terbesar di
Indofood di mana pabriknya tersebar di 17 kota. PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk
Divisi Noodle Cabang Cirebon merupakan pabrik ke-17 yang diresmikan pada tanggal 25
Mei 2016 dengan lahan seluas 11,5 ha dan menerapakan konsep βGreen Factoryβ. Mi
instan yang diproduksi di pabrik ini adalah Indomie, Supermi, Sarimi, Sakura, dan Pop
Mie dengan berbagai macam flavor. Area pemasaran pabrik ini mencakup Banyumas,
Indramayu, Purbalingga, Kuningan, Cilacap, Cirebon, Brebes, Majalengka, dan Tegal.
Dengan tersedianya 4 line mesin, kapasitas produksi dapat mencapai 43.200 pcs/jam per
line mesin. Jumlah pekerjanya adalah 394 orang dengan jam kerja total 40 jam dalam
seminggu yang dilakukan dengan dinas normal ataupun secara shift.
2.2. Visi, Misi, dan Nilai Perusahaan
Visi PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. ini adalah menjadi produsen barang-barang
konsumsi yang terkemuka.
Misi perusahaan :
5
Senantiasa melakukan inovasi, fokus pada kebutuhan pelanggan, menawarkan
merek-merek unggulan dengan kinerja yang tidak tertandingi.
Menyediakan produk berkualitas yang merupakan pilihan pelanggan.
Senantiasa meningkatkan kompetensi karyawan, proses produksi, dan teknologi.
Memberikan kontribusi bagi kesejahteraan masyarakat dan lingkungan secara
berkelanjutan.
Meningkatkan stakeholderβs values secara berkesinambungan.
Nilai perusahaan :
βDengan disiplin sebagai falsafah hidup; Kami menjalankan usaha kami dengan
menjunjung tinggi integritas, menghargai seluruh pemangku kepentingan dan secara
bersama-sama membangun kesatuan untuk mencapai keunggulan dengan cara melakukan
inovasi yang berkelanjutanβ.
2.3. Lokasi Pabrik
PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Cabang Cirebon merupakan pabrik ke-17 yang
berlokasi di Jalan Raya Cirebon-Tegal KM 18, Desa Ender, Kecamatan Pangenan,
Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Luas lahan dari pabrik ini adalah 11,5 ha di mana masih
dikelilingi oleh sawah ataupun tanah kosong, dan sudah menerapkan konsep βGreen
Factoryβ sehingga tidak merusak lingkungan di sekitarnya. Pabrik ini tidak berdekatan
dengan pemukiman warga dan terdapat beberapa pabrik lain di sepanjang jalan tersebut.
Pabrik ini masih berbatasan dengan sawah. Karena terletak di tepi jalan raya yang
merupakan jalur cepat antara Jawa Barat dengan Jawa Tengah, maka semakin
memudahkan proses distribusi ke beberapa daerah sekitar Jawa Barat maupun Jawa
Tengah.
2.4. Struktur Organisasi
PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Divisi Noodle Cirebon dipimpin oleh seorang
Branch Manager yang berwenang memimpin seluruh kegiatan perusahaan. Branch
Manager ini membawahi 7 departemen, yaitu Finance & Accounting Manager (FAM),
Branch Human Resources Officer (BHRO), Production Manager (PM), Purchasing
Ofiicer, Branch Process Development & Quality Control Supervisor (BPDQC Spv),
6
Warehouse Supervisor (WHS Spv), dan Area Sales & Promotion Manager (ASPM).
Dalam pekerjaannya, tiap departemen akan saling berkoordinasi untuk mendukung
tercapainya tujuan perusahaan.
Gambar 1.Struktur Organisasi PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Divisi Noodle
Cirebon
2.5. Fungsi Bagian
Fungsi dari bagian-bagian tiap departemen pada struktur organisasi di atas adalah sebagai
berikut :
1. Branch Manager
Branch Manager merupakan pemegang wewenang tertinggi dalam perusahaan di
mana memiliki tanggung jawab penuh atas keseluruhan kegiatan perusahaan.
Branch Manager bertugas untuk memimpin, mengkoordinasikan, mengarahkan,
dan mengevaluasi perusahaan untuk tetap menghasilkan produk yang berkualitas
tinggi bagi konsumen dan sesuai dengan jaminan sistem mutu.
2. Finance & Accounting Manager (FAM)
Branch Manager
FAM
General Acct. Spv
Cost Acct. Spv
BHRO
IR Asst.
Comben Asst.
GAS Asst.
SHE Asst.
Security Chief
Admin BHRO
PM
PSS A
PSS B
TS
PPIC Spv
Admin PM
Purchasing Officer
Buyer
Admin
BPDQC Spv
QC Process Sec. Spv A
QC Process Sec. Spv B
QC RM /FG
QC PD Analyst
QC Admin
WHS Spv
WHS RM Sec. Spv
WHS FG Sec. Spv
WHS SP Stock Keeper
WHS A&P Stock Keeper
WHS Admin
ASPM
ASPS
Cirebon
ASPS Jatibarang
ASPS Tegal
ASPS Purwokerto
ASPS HCO Cirebon
7
FAM merupakan pemimpin dari departemen Finance & Accounting yang bertugas
untuk membuat perencanaan keuangan, menyiapakan budget, memonitor dan
mengkontrol aliran keuangan, menandatangani dan membuat analisis keuangan
tentang kegiatan operasional perusahaan, serta menetapkan setiap prosedur yang
berkaitan dengan kegiatan keuangan.
3. Branch Human Resources Officer (BHRO)
Tugas dari departemen Human Resources ini adalah merencanakan,
mengkoordinasikan, dan mengevaluasi segala kegiatan yang berkaitan dengan
sumber daya manusia dalam perusahaan seperti administrasi pegawai, hubungan
industri, dan pelayanan umum untuk meraih tujuan perusahaan.
4. Production Manager
Manajer produksi memimpin departemen manufacturing yang memiliki kewajiban
untuk merencanakan dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan yang berkaitan
dengan produksi, meliputi Production Shift Supervisor (PSS), Production Planning
and Inventory (PPIC), Teknik, dan juga Admin. PSS bertugas untuk mengatur,
mengawasi, dan mengatasi masalah saat jalannya proses produksi saat shift tersebut
agar proses produksi dapat berjalan dengan lancar. PPIC bertugas merencanakan
jadwal produksi berdasarkan ketersediaan bahan serta memastikan ketersediaan
raw material ataupun finished goods. Teknik bertanggungjawab atas perawatan dan
perbaikan mesin produksi. Admin bertanggungjawab untuk merekap dan
menyimpan dokumen.
5. Purchasing Officer
Departemen ini bertugas melakukan pengadaan barang-barang yang dibutuhkan
tiap departemen, menetapkan prosedur dan mengendalikan aktivitas pembelian,
sera mengevaluasi pemasok yang telah ditetapkan.
6. Branch Process Development & Quality Control Supervisor (BPDQC Spv.)
Tugas-tugas dari Process Development & Quality Control (PDQC) adalah
memeriksa bahan baku, bahan tambahan, produk jadi, dan etiket atau pengemas.
Selain itu, PDQC juga bertanggungjawab untuk mengawasi kualitas produksi dan
kelengkapan alat-alat laboratorium untuk analisis dan pengembangan produk.
Departemen PDQC ini terdiri dari Quality Control Process yang bertanggungjawab
dalam memantau dan mengendalikan mutu selama proses produksi berlangsung,
8
Quality Control Raw Material / Finished Goods yang bertugas melakukan
pengawasan pada proses incoming bahan baku dan outgoing produk, Quality
Control Analyst yang memeriksa kadar air, keasaman, dan lemak pada produk, dan
Quality Control Admin yang bertanggungjawab untuk melakukan rekap dan
mengumpulkan keseluruhan data.
7. Warehouse Supervisor (WHS Spv.)
Warehouse Supervisor atau manajer gudang bertugas untuk mengkoordinasikan
seluruh kegiatan pergudangan dengan cara memerhatikan ketepatan jumlah dan
kebutuhan barang yang dikelola dengan menerapkan prosedur kerja, memelihara
aset, dan menentukan tata letak gudang demi tercapainya optimalisasi.
8. Area Sales & Promotion Manager (ASPM)
ASPM atau manajer pemasaran bertugas untuk mengatur distrubusi produk ke
daerah-daerah pemasaran pabrik tersebut, merancang sistem promosi,
merencanakan dan menjalani penjualan dan permintaan produk, serta merekap hasil
kegiatan pemasaran.
2.6. Ketenagakerjaan
Jumlah tenaga kerja di PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Divisi Noodle Cabang
Cirebon adalah 394 orang yang terdiri dari karyawan kantor dan karyawan pabrik. Tenaga
kerja terbanyak terdapat pada bagian produksi, yaitu 274 orang. Karyawan-karyawan
tersebut seluruhnya adalah karyawan tetap dengan jumlah jam kerja 40 jam dalam
seminggu. Jam kerja yang diberlakukan terdiri dari 2 jenis, yaitu shift dan non-shift.
Karyawan shift seperti karyawan di bagian produksi, teknisi, dan QC bekerja selama 6
hari dalam seminggu, yaitu dari hari Senin hingga Sabtu dengan pembagian sebanyak dua
shift. Untuk shift 1 pada hari Senin-Jumat jam kerjanya adalah pukul 06.30 β 14.00 WIB
dan pada hari Sabtu pukul 06.30 β 11.30 WIB. Sedangkan untuk shift 2 pada hari Senin-
Jumat bekerja dari pukul 14.00 β 21.00 WIB dan pada hari Sabtu jam kerjanya adalah
pukul 11.30 β 16.30 WIB. Karyawan tersebut akan berganti shift tiap seminggu sekali.
Sementara itu, karyawan non-shift akan mengikuti office hour yang berlangsung 5 hari
kerja dalam seminggu, yaitu hari Senin-Jumat dengan jam kerja pukul 08.00-16.00 WIB
setiap harinya. Setiap karyawan mendapatkan fasilitas BPJS.
9
2.7. Logo Perusahaan
Gambar 2. Logo PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (PT Indofood CBP, 2015)
Logo PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk menggunakan pencitraan grafis huruf dan
warna, di mana warna dasar yang digunakan adalah biru dan merah. Warna biru pada
Indofood menggambarkan keadaan geografis Indonesia sebagai negara kepulauan,
sedangkan warna merah pada CBP menandakan semangat.
10
3. SPESIFIKASI PRODUK
3.1. Jenis Produk
PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Divisi Noodle Cabang Cirebon memiliki
beberapa jenis produk, yaitu Indomie, Supermi, Sarimi, Sakura, dan Pop Mie. Berikut ini
adalah penjelasan mengenai produk-produk tersebut :
3.1.1. Supermi
Supermi merupakan pionir mi instan di Indonesia yang lahir sebelum Indomie, yakni pada
tahun 1968. Awalnya Supermi merupakan mi instan serbaguna, namun pada tahun 1976
Supermi mulai meluncurkan mi instan rasa kaldu ayam. Kini mi instan legendaris ini tetap
bertahan dengan beberapa varian flavor pada produknya, antara lain adalah Supermi Rasa
Kaldu Ayam, Supermi Rasa Sop Buntut, Supermi Rasa Semur Ayam Pedas, Supermi
Extra Rasa Soto Daging, Supermi Rasa Ayam Bawang, Supermi Extra Mi Goreng Rasa
Ayam Pangsit, dan lain-lain.
Gambar 3. Varian Produk Supermi (Idmarco, 2015)
3.1.2. Indomie
Indomie merupakan produk yang dikeluarkan pada tahun 1982. Mi instan yang mulanya
diragukan oleh masyarakat Indonesia sebagai salah satu alternatif bahan pokok, lama
kelamaan berhasil menarik kepercayaan masyarakat karena harganya yang sangat
terjangkau, praktis, dan awet. Indomie Kuah Rasa Kaldu Ayam merupakan produk
pertama Indomie, yang kemudian disusul dengan Indomie Kuah Rasa Kari Ayam,
Indomie Goreng Spesial, dan terus berkembang pesat dengan berbagai inovasi. Jenis-jenis
produk Indomie antara lain adalah Indomie Goreng, Indomie Kuah, Indomie Jumbo,
Selera Nusantara, Mie Kriting, Taste of Asia, Kuliner Indonesia, My Noodlez, Real Meat,
dan Bite Me yang tersedia dengan beragam flavor. Terbuat dari bahan-bahan pilihan dan
11
produksi yang higienis, Indomie telah bersertifikasi Halal, ISO, dan HACCP. Tidak
hanya di Indonesia, Indomie juga merambah ke Amerika Serikat, Australia, Inggris,
Timur Tengah, dan China.
Gambar 4. Varian Produk Indomie (Idmarco, 2015)
3.1.3. Sarimi
Sarimi merupakan produk dari Indofood Noodle Division yang lahir setelah Supermi dan
Indomie, yaitu pada tahun 1982. Kini Sarimi memiliki berbagai varian, yaitu Sarimi Rasa
Sate Ayam, Sarimi Rasa Pecel, Sarimi Rasa Soto Koya Gurih, Sarimi Rasa Soto Koya
Pedas, Sarimi Rasa Ayam Bawang, Sarimi Rasa Baso Sapi, Sarimi Goreng Rasa Ayam,
dan Sarimi Ayam. Ada pula varian Sarimi Besaar dengan flavor Sarimi Besaar Goreng
Spesial Ekstra Pedas dan Sarimi Besaar Rasa Soto Mie. Tersedia pula varian Sarimi isi 2
dengan rasa Pecel, Ayam Bawang, dan Baso Sapi.
Gambar 5. Varian Produk Sarimi (Sarimi, 2015)
3.1.4. Sakura
Mi instan dengan tagline βCocok harganya, cocok rasanyaβ ini tersedia dalam varian mi
goreng dan mi kuah, seperti Sakura Rasa Ayam Bawang, Sakura Rasa Soto Ayam, Sakura
Rasa Kaldu Ayam, Sakura Mi Goreng, dan lain sebagainya.
12
Gambar 6. Varian Produk Sakura (Sakura Noodle, 2015)
3.1.5. Pop Mie
Lahir pada tahun 1987, Pop Mie merupakan produk mi instan yang dikemas dalam bentuk
cup sehingga sangat praktis dalam penyajiannya di mana saja, yaitu dengan cara diseduh
menggunakan air panas selama kurang lebih 5 menit. Pop Mie ini tersedia dalam varian
Pop Mie Goreng, Pop Mie Kuah, dan Pop Mie Mini. Pop Mie Kuah tersedia dalam varian
rasa Kari Ayam, Ayam, Ayam Bawang, Baso Sapi, Ayam Bawang, Soto Mi, Pedas
Dower, dan sebagainya. Pop Mie Goreng tersedia dengan pilihan rasa Pop Mie Goreng
Pedas dan Pop Mie Goreng Rasa Pedes Gledek. Pop Mie Cup terdapat 3 pilihan rasa yaitu
Baso Sapi, Soto Mi, dan Ayam Bawang. Produk ini juga mengeluarkan edisi Asian
Games, yaitu Pop Mie Rasa Ikan Renang, Pop Mie Rasa Ayam Lari, dan Pop Mie Rasa
Baso Tenis. .
Gambar 7. Varian Produk Pop Mie (Pop Mie, 2015)
3.2. Kode Produksi
Kode produksi merupakan sebuah catatan singkat berupa angka maupun huruf yang
memiliki peranan dalam memberi informasi bagi perusahaan itu sendiri maupun
konsumen mengenai tanggal produksi, tanggal kedaluwarsa, umur simpan produk, kode
perusahaan, kode mesin, hingga shift produksi dari produk-produk yang dihasilkan PT
Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Divisi Noodle Cabang Cirebon.
13
3.2.1. Kemasan Primer (Etiket)
Pada gambar di bawah dapat dilihat kode produksi yang tertera pada etiket Indomie
Goreng Rasa Ayam Geprek. Kode produksi yang tertera adalah 01 10 19 dan di bawahnya
SBR B2 03 1 31 8. Arti dari kode produksi tersebut adalah :
01 10 19 merupakan tanggal kedaluwarsa produk, yaitu 1 Oktober 2019.
SBR merupakan kode pabrik Cirebon sebagai tempat produksi.
B2 menunjukkan mi tersebut diproduksi oleh regu B pada shift 2.
03 merupakan nomor line mesin produksi.
1 merupakan nomor mesin packing.
31 merupakan tanggal produksi mi.
8 merupakan umur simpan produk dalam bulan.
Gambar 8. Kode Produksi pada Kemasan Primer (Etiket) Indomie Ayam Geprek
(Sumber: dokumen pribadi)
3.2.2. Kemasan Sekunder (Karton)
Pada gambar di bawah dapat dilihat kode produksi yang tertera pada kemasan karton
Indomie Goreng Spesial. Kode produksi yang tertera adalah 22 09 19 dan di bawahnya
SBR A2 01 2 22 8. Arti dari kode produksi tersebut adalah :
22 09 19 merupakan tanggal kadaluarsa produk, yaitu 22 September 2019.
SBR merupakan kode pabrik Cirebon sebagai tempat produksi dari mi tersebut.
A2 menunjukkan mi tersebut diproduksi oleh regu A pada shift 2.
01 merupakan nomor line mesin produksi.
2 merupakan nomor mesin packing.
14
22 merupakan tanggal produksi mi.
8 merupakan umur simpan produk dalam bulan.
Gambar 9. Kode Produksi pada Kemasan Sekunder (Karton) Indomie Goreng
(Sumber: dokumen pribadi)
15
4. PROSES PRODUKSI
4.1. Faktor Produksi
Dalam sebuah proses produksi, terdapat 3 hal utama yang harus ada dan harus
diperhatikan, yaitu manusia, raw material atau bahan baku pembuatan produk, dan mesin
yang digunakan selama proses produksi. Ketiga hal ini tidak dapat berdiri sendiri karena
bukan suatu unsur tunggal. Manusia, bahan baku, dan mesin produksi merupakan faktor
masukan (input) yang digunakan selama proses produksi sehingga menjadi suatu barang
sebagai output untuk mencapai tujuan perusahaan. Ketiga faktor ini nantinya akan
mempengaruhi kuantitas maupun kualitas hasil produksi.
4.1.1. Manusia
Menurut KBBI (2012), sumber daya manusia merupakan potensi yang ada pada diri tiap
manusia dan dapat dikembangkan untuk proses produksi. Sumber Daya Manusia (SDM)
tetap dapat bertahan karena memiliki kemampuan untuk mengarahkan sumber daya
lainnya untuk mewujudkan tujuan perusahaan melalui perumusan visi misi. Dalam proses
produksi, SDM ini dibutuhkan untuk mengolah sumber daya lainnya, mendorong
efektivitas dan efisiensi proses produksi, serta menghasilkan produk dengan kuantitas dan
kualitas yang memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen (Sutrisno, 2009).
Di PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Noodle Division Cabang Cirebon ini, pekerja
pada bagian produksi terbagi dalam dua shift. Pekerja yang berhubungan langsung dengan
proses produksi terbagi dalam 3 bagian, yaitu operator, asisten operator, dan helper.
a. Operator
Operator mixer
Operator pada proses mixing sebanyak 1 orang per line. Tugas dari operator pada
bagian mixing adalah menjalankan dan mengawasi jalannya mixer, mengatasi
masalah pada mesin, memastikan komposisi adonan tercampur hingga homogen,
dan memastikan agar jangan sampai adonan di feeder kosong.
Operator pressing roller & steamer
16
Operator pada proses ini sebanyak 1 orang per line. Tugasnya adalah
mengoperasikan dan mengawasi jalannya mesin dari proses pressing hingga
steaming, memberikan food grade oil pada slitter, mengamati ketebalan
lembaran, menghitung jumlah untaian mi per jalur, dan memotong lembaran
adonan yang mengalami kerusakan.
Operator fryer & cooler
Operator pada proses ini sebanyak 1 orang per line. Tugasnya adalah
mengoperasikan dan mengawasi jalannya mesin dari cutting & folding, fryer dan
cooler, memastikan sinkronisasi ex-frying, mengecek kondisi baut dan rantai
pada mesin, menjaga kelancaran proses cutting & folding hingga cooling, dan
memperbaiki posisi mi pada mangkuknya.
Operator packing :
Operator pada proses packing terdiri dari 2 orang dalam 1 line pada normal
noodle, sehingga tiap 1 operator bertanggungjawab terhadap jalannya 2 mesin
packing. Tugas-tugas dari operator packing di antaranya adalah mengecek
ketersediaan RM sebelum proses produksi, mengecek jumlah RM yang masuk
dengan output, menjalankan dan mengawasi jalannya mesin Omori SE-5000A
dan Omori SE-5005A, serta mengatasi masalah yang terjadi pada proses
packing.
b. Asisten operator
Asisten operator terdapat pada bagian packing. Tugas dari asisten operator ini
adalah membantu operator dalam mengoperasikan mesin terutama membantu
ketika terjadi eror pada mesin serta membantu dalam tugas-tugas operator lainnya.
Tiap 1 line terdiri dari 4 mesin packing. Tiap 2 mesin terdiri dari 1 asisten operator,
sehingga dalam 1 line terdiri dari 2 asisten operator.
c. Helper
Helper screw
Pada normal noodle, jumlah helper tiap line adalah 2 orang. Sementara itu pada
cup noodle, jumlah helper-nya adalah 1 orang. Tugas dari helper pada bagian
screw ini adalah menimbang tepung yang dibutuhkan untuk normal noodle,
17
menuangkan tepung ke dalam mesin screw, menjalankan mesin screw, dan
berkomunikasi dengan operator mixing apakah tepung sudah bisa dimasukkan
ke dalam mixer.
Helper packing
Helper packing terdiri dari beberapa bagian, yaitu helper isi mi sebanyak 2 orang
per line, helper checker 4 orang per line, helper sortir mi 4 orang per line, dan
helper packer 4 orang per line. Helper isi mi bertugas mengisikan mi ke bagian
konveyor yang kosong sebelum menuju autoloader, menyortir bentuk mi, dan
memperbaiki arah mi agar tidak bertabrakan di autoloader. Helper checker
bertugas untuk mengecek bentuk mi, mengecek kelengkapan dan kebocoran
bumbu, serta mengisikan bumbu yang kosong. Helper sortir mi bertugas untuk
mengecek mi patah, potong bumbu dan potong minyak, mengecek kondisi
etiket, mengecek kode produksi, dan membantu mengepak mi dalam karton.
Helper packer bertugas untuk memasukkan mi ke dalam karton.
4.1.2. Bahan (Raw Material)
Setiap proses produksi mi instan di pabrik ini tentu dapat berjalan apabila bahan baku
yang dibutuhkan tersedia. Bahan baku terdiri dari bahan baku untuk adonan mi, bumbu,
dan pengemas. Bahan baku yang digunakan untuk produksi mi instan di PT Indofood
CBP Sukses Makmur Tbk Noodle Division Cabang Cirebon ini adalah tepung terigu dan
tapioka, larutan alkali, air, minyak goreng, serta bahan tambahan lain seperti kecap asin
dan emulsifier.
a. Tepung
Tepung merupakan bahan dasar pembuatan mi. Pencampuran beberapa jenis tepung
dengan jumlah tertentu dilakukan untuk mendapatkan karakteristik tekstur mi yang
diinginkan. Tepung yang digunakan oleh pabrik ini diambil dari PT Bogasari Flour Mills
yang merupakan salah satu bagian dari Indofood Group. Berikut ini adalah beberapa jenis
tepung yang digunakan dalam pembuatan produk mi instan di PT Indofood Noodle
Division :
Tepung Terigu
18
Berasal dari hasil penggilingan biji gandum (Triticum vulgare), tepung terigu
memiliki kemampuan untuk membentuk gluten. Selain karbohidrat, terigu memiliki
protein gliadin dan glutenin di mana ketika diberi penambahan air dan diaduk maka
akan membentuk gluten sehingga adonan yang terbentuk bersifat elastis dan plastis.
Semakin tinggi protein, maka gluten yang terbentuk semakin tinggi sehingga
tekstur akan semakin kenyal dan elastis (Purnawijayanti, 2009). Sifat adonan yang
elastis akan meminimalisir putusnya untaian mi saat proses pencetakan dan
pemasakan (Astawan, 2000). Terigu yang digunakan terdiri dari 3 jenis yakni :
Terigu Cakra Kembar
Tepung ini tergolong dalam hard flour, yaitu tepung terigu dengan kualitas
terbaik sebab memiliki kandungan protein yang tinggi dan mampu menyerap air
lebih banyak sehingga adonan mengembang lebih baik. Terigu Cakra Kembar
mengandung protein sebesar 13% db dengan water absorption minimal 60%,
umumnya digunakan dalam pembuatan roti dan mi.
Terigu Segitiga Biru
Tepung ini tergolong dalam medium hard flour, di mana kandungan proteinnya
sedang sehingga dapat digunakan dalam pembuatan beragam jenis makanan.
Terigu Segitiga Biru mengandung protein sebesar 11-12,5% db dengan water
absorption minimal 58%.
Terigu Segitiga Hijau
Tepung ini tergolong dalam soft flour di mana kandungan proteinnya cukup
rendah, umumnya digunakan dalam pembuatan kue kering dan biskuit.
Tepung Tapioka
Berbeda dari terigu yang berasal dari biji gandum, tepung tapioka terbuat dari pati
yang berasal dari ubi kayu yang sudah melalui proses pemarutan, pemerasan,
penyaringan, pengendapan pati, hingga pengeringan (Astawan, 2000). Tepung
tapioka ini digunakan sebagai substitusi tepung terigu pada beberapa produk mi
instan yang dibuat dalam pabrik ini. Tepung tapioka memiliki mutu yang lebih
rendah daripada terigu karena menghasilkan tingkat kekenyalan yang rendah
(Purnawijayanti, 2009). Secara visual, tepung tapioka memiliki warna yang lebih
putih daripada tepung terigu.
19
b. Larutan Alkali
Larutan alkali merupakan bahan yang ditambahkan pada saat proses pencampuran
tepung. Larutan alkali memiliki berbagai peranan, di antaranya adalah sebagai pemberi
warna, penguat rasa, menentukan tekstur, pengawet, dan sebagainya. Setiap jenis produk
memiliki komposisi alkali yang berbeda. Larutan alkali ini terdiri dari garam, monokrim,
premix, single ingredient lainnya, dan air. Garam berguna untuk menambah rasa,
memperkuat tekstur, meningkatkan elastisitas, mengikat air, dan mencegah adonan agar
tidak mengembang berlebihan. Monokrim berperan sebagai pengenyal pada beberapa
produk tertentu, seperti Indomie Goreng Rendang, Indomie Goreng Mi Aceh, dan
Supermi Ayam Bawang. Umur simpan dari monokrim adalah 72 jam. Monokrim yang
baik masih berwarna putih dan tidak terdapat cemaran. Premix terdiri dari berbagai
campuran yang salah satu fungsinya adalah sebagai pemutih. Sementara itu, air
digunakan untuk melarutkan dan membantu homogenisasi semua bahan agar tercampur
merata. Umur simpan alkali adalah 24 jam. Alkali yang baik tidak mengandung cemaran
benda asing, memiliki warna, pH, viskositas, dan specific gravity sesuai dengan standar,
serta tidak beraroma asam.
c. Air
Air digunakan untuk membentuk gluten dan mereaksikannya dengan karbohidrat, serta
membantu proses mixing agar semua bahan menjadi homogen (Koswara, 2009). pH air
yang baik adalah netral. Semakin banyak air yang mampu diserap, maka mi yang
dihasilkan tidak mudah patah. Air yang digunakan untuk proses adalah air kondensat,
yaitu uap yang dihasilkan dari air dalam boiler. Air kondensat ini melalui pengecekan
oleh QC terhadap kandungan sulfit dan fosfatnya.
d. Bahan tambahan : kecap asin dan emulsifier
Kecap asin dan emulsifier merupakan bahan tambahan yang hanya digunakan pada
beberapa jenis produk saja. Kecap asin digunakan untuk Pop Mie flavor Ayam Bawang
dan Baso Spesial. Fungsi dari kecap asin ini adalah untuk menambah ciri khas rasa dari
produk dan memberi warna. Sementara itu, emulsifier berperan sebagai pelicin,
digunakan pada produk Pop Mie dan Sarimi Gelas.
20
e. Minyak Goreng
Selain sebagai medium penghantar panas pada proses penggorengan, minyak goreng juga
berperan sebagai penambah rasa dan penambah kalori. Minyak goreng yang digunakan
adalah minyak kelapa sawit dari brand Bimoli yang tergabung dalam Indofood Group.
Terdapat dua jenis minyak goreng yang digunakan, yaitu minyak goreng baru (BB) dan
minyak goreng bekas (BK). Jumlah dan kualitas minyak goreng, terutama minyak goreng
bekas (BK) perlu diperhatikan untuk menjaga mutu produk. Semakin tinggi kadar free
fatty acid (FFA) pada minyak goreng, maka semakin rendah pula mutu mi instan sebab
umur simpannya semakin singkat akibat lebih mudahnya terjadi ketengikan pada produk.
Selain itu, kandungan FFA yang terlalu tinggi juga dapat merusak warna dan rasa pada
mi. Oleh karena itu, QC selalu melakukan peengecekan kadar FFA pada penggunaan
minyak goreng.
f. Seasoning dan Pengemas
Seasoning merupakan bumbu dan minyak bumbu sebagai bagian dari produk. Pengemas
berperan untuk melindungi produk dari kerusakan fisik, kimia, ataupun mikrobiologis
terutama saat proses distribusi. Pengemas terdiri dari pengemas primer dan pengemas
sekunder. Pengemas primer biasanya disebut juga dengan etiket yang terbuat dari plastik
jenis Oriented Polypropylene (OPP) dan Polypropylene (PP). Material lain yang
dibutuhkan dalam pengemasan terdiri dari plastik, karton untuk kemasan sekunder,
lakban, cup, dan sealing film.
4.1.3. Mesin
Faktor ketiga yang berperan dalam proses produksi adalah mesin. Dengan adanya mesin,
proses produksi dapat berjalan lebih efisien. Mesin dioperasikan oleh operator agar dapat
berjalan dengan baik dan stabil. Penggunaan dan pemeliharaan mesin perlu diperhatikan
sebab akan sangat berpengaruh pada hasil produksi. Berikut ini adalah beberapa mesin
pokok yang digunakan pada proses produksi mi instan di PT Indofood CBP Sukses
Makmur Tbk Noodle Division Cabang Cirebon :
a. Sieving Machine
21
Mesin pengayak berfungsi untuk mengayak tepung dengan tingkat kehalusan 20 mesh
dan mencegah tepung dari cemaran benda asing. Alat ini dilengkapi dengan screw
conveyor yang di dalamnya terdapat spiral yang dapat mengantarkan tepung ke mixer.
Gambar 10. Sieving Machine (SepMachinery, 2018)
b. Mixer
Mixer berfungsi untuk mengaduk adonan mi yang terdiri dari tepung, larutan alkali, dan
air hingga homogen. Mesin ini dilengkapi dengan blade yang digerakkan oleh motor
penggerak sehingga adonan dapat tercampur rata. Tiap line memiliki 2 mixer.
Gambar 11. Mixer (Guangzhou Broadyea Manufacture, 2006)
c. Tangki alkali
Tangki alkali merupakan tangki untuk membuat larutan alkali dan menampung alkali
yang akan dimasukkan dalam mixer. Kapasitas tangki alkali ini adalah 2000 liter. Tangki
ini dilengkapi oleh agitator untuk mengaduk campuran bahan untuk membuat larutan
alkali.
22
Gambar 12. Tangki Alkali (Focus Technology, 1998)
d. Weighing tank
Weighing tank merupakan tangki alkali yang berukuran lebih kecil untuk menampung
alkali. Weighing tank terletak di atas mixer.
Gambar 13. Weighing tank (Nipro Weitek, 2009)
e. Dough Feeder
Dough feeder digunakan untuk menampung adonan dari mixer sebelum diteruskan ke
mesin pressing.
Gambar 14. Dough Feeder (Mangal Machines Private Limited, n.d.)
23
f. Dough Sheeter
Dough sheeter berfungsi untuk membentuk adonan menjadi lembaran yang tebal melalui
tekanan dari 2 roll yang bergerak berlawanan arah.
Gambar 15. Dough sheeter (iFoodEquipment, 2019)
g. Continuous Pressing Roller
Continuous Pressing Roller berfungsi untuk menipiskan adonan mi. Mesin ini terdiri dari
7 roll, di mana kecepatan putaran tiap roll berbeda. Semakin tinggi kecepatannya maka
lembaran adonan yang terbentuk semakin tipis.
Gambar 16. Continuous Pressing Roller (Fuji Manufacturing, n.d.)
h. Slitter
Slitter berfungsi untuk membentuk adonan yang sudah di press menjadi untaian yang
bergelombang dengan ketebalan tertentu. Tipe slitter yang berbeda akan menghasilkan
ketebalan, bentuk, dan jumlah untaian mi yang berbeda pula. Panjang slitter adalah 800
mm. Cara perawatan slitter ini adalah dengan mengoleskan food grade oil pada celah-
celahnya untuk mencegah pemuaian yang dapat merusak bentuk untaian.
24
Gambar 17. Slitter (Shangbaotai Machine Technology, 2017)
i. Steamer
Steamer atau pengukus adalah alat yang berfungsi untuk memasak mi dengan tekanan
uap tertentu sehingga untaian mi dapat lebih mengembang dan menjadikan untaian mi
tersebut setengah matang.
Gambar 18. Steamer (Jingcheng Machinary Manufacturing, 2016)
j. Cutter & folder
Mesin cutter dan folder berfungsi untuk memotong untaian mi menjadi lebih pendek
dengan ukuran tertentu, kemudian membentuk untaian mi yang sudah dipotong tersebut
menjadi lipatan, lalu mencetaknya dalam mangkuk mi.
25
.
Gambar 19. Cutter & folder (Longer Company, 2010)
k. Fryer
Fryer atau mesin penggorengan adalah alat untuk mengeringkan mi ex-steam dengan cara
digoreng dalam minyak panas. Pada fryer terdapat suhu inlet, middle, dan outlet yang
dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Alat ini dilengkapi juga dengan valve di mana
semakin besar bukaan valve maka suhu akan semakin meningkat.
Gambar 20. Fryer (Focus Technology, 1998)
l. Cooler
Cooler berfungsi untuk menurunkan suhu mi setelah digoreng melalui udara dari blower
ke mesin pendingin. Mi diturunkan suhunya hingga mencapai 45Β°C.
26
Gambar 21. Cooler (Longer Company, 2010)
m. Wrapper
Wrapper merupakan mesin untuk mengemas mi dengan etiket sebagai kemasan primer.
Gambar 22. Wrapper (Omori India Pvt, 2014)
n. Cartoning machine
Cartoning machine merupakan mesin yang digunakan untuk merekatkan karton.
Gambar 23. Cartoning machine (Fuji Manufacturing, n.d.)
27
4.2. Proses Produksi
Di PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Noodle Division Cabang Cirebon ini jenis mi
yang diproduksi adalah normal noodle (Indomie, Supermi, Sarimi, Sakura) dan cup
noodle (Pop Mie). Secara garis besar, proses produksi mi instan di pabrik ini memiliki
alur yang sama. Perbedaannya hanya terletak pada komposisi bahan, dan adanya
penyemprotan air, emulsifier, dan kecap asin pada beberapa produk saja. Penambahan
spray air dilakukan pada saat mi telah melalui proses slitting pada produk yang
menggunakan tepung tapioka dan juga pada Pop Mie. Sementara itu, penyemprotan
emulsifier dilakukan pada produk Pop Mie sebelum melalui proses cutting.
28
Keterangan :
Gambar 24. Diagram Alir Proses Produksi Mi Instan
Pengayakan
Pencampuran
Pengepresan
Slitting
Pengukusan
Pemotongan & Pelipatan
Penggorengan
Pendinginan
Pengemasan
Mi instan
Tepung
(Terigu & Tapioka)
Larutan alkali Air
Minyak goreng
Seasoning Etiket & karton
Bahan baku Proses Produk jadi
29
a. Pengayakan Tepung
Sebelum melalui proses pencampuran bahan, tepung harus diayak terlebih dahulu.
Tepung merupakan bahan utama dalam pembuatan mi instan. Oleh karena itu, perlu
dipastikan bahwa tepung yang digunakan memiliki kualitas yang baik. Proses
pengayakan ini bertujuan untuk menyortir tepung berdasarkan ukuran atau tingkat
kehalusan tertentu, serta sebagai alat pembersih untuk memisahkan kontaminan dari
tepung sehingga tidak ikut masuk ke dalam produk. Ukuran pengayakan yang digunakan
adalah 20 mesh, artinya setiap 1 cm2 terdapat 20 lubang. Durasi yang dibutuhkan untuk
pengayakan adalah 4-5 menit per adukan. Kriteria yang dianggap tidak sesuai standar
pada proses pengayakan ini adalah kemasan tepung yang sudah rusak ketika diterima,
warna tepung berbeda, dan terdapat cemaran.
b. Pencampuran (Mixing)
Proses mixing bertujuan untuk mencampur dan mengaduk semua bahan-bahan pokok
hingga menjadi adonan yang homogen. Pada tahap ini terjadi hidrasi antara tepung
dengan air, di mana proses mixing dapat membantu hidrasi berlangsung secara merata
sehingga dapat menarik serat-serat gluten dan membentuk adonan yang elastis (Koswara,
2009). Pada tahap ini, bahan-bahan yang dicampur adalah tepung yang telah diayak,
larutan alkali, dan air. Umumnya, total jumlah tepung yang digunakan per adukan adalah
300 kilogram. Jenis dan jumlah tepung yang digunakan untuk tiap jenis produk memiliki
ketentuan yang beragam untuk menghasilkan tekstur adonan yang diinginkan. Banyaknya
penambahan air pada proses mixing berbeda-beda untuk tiap produk ataupun tiap adukan
supaya mendapat tekstur yang sesuai. Maksimal penambahan air adalah sebanyak 15 liter
per adukan.
Larutan alkali terdiri dari berbagai bahan yang dicampur dalam tangki alkali berukuran
besar yang dilengkapi agitator. Tahapan pembuatan larutan alkali adalah memasukkan air
bersih dalam weighing tank, menyalakan agitator, pengadukan I (pengadukan dengan
monokrim selama 20-25 menit), pengadukan II (penambahan dengan premix dan diaduk
selama 40-55 menit), pengadukan III (pencampuran dengan garam dan juga single
ingredient lain selama 30-40 menit), pengadukan IV (penambahan air bersih sampai
volume tertentu selama 10-20 menit), dan diambil sampel untuk diuji ke quality control.
30
Larutan alkali yang sudah jadi dialirkan melalui pipa yang terdapat filter di dalamnya
untuk mencegah masuknya benda asing sebelum ditampung dalam tangki alkali
berukuran lebih kecil, lalu dialirkan ke dalam mixer.
Proses mixing ini sangatlah penting karena akan memengaruhi tekstur mi. Tahapan
mixing diawali dengan pengadukan bahan kering yaitu tepung, dilanjutkan dengan
penambahan larutan alkali, dan terakhir adalah penambahan air. Durasi pengadukan
adalah 12-15 menit, dengan standar kecepatan kurang lebih 37,5 ppm. Proses pengadukan
mulanya dari cepat kemudian akan menjadi lebih lambat. Kesalahan dalam pengadukan
akan membuat adonan menjadi terlalu lembek ataupun terlalu kering. Standar kadar air
untuk adonan adalah 31-35%. Adonan yang sudah jadi akan diturunkan melalui feeder
untuk proses selanjutnya.
c. Pengepresan (Pressing)
Pressing merupakan proses di mana adonan dari feeder melalui dough sheeter dan
continuous pressing roll sehingga adonan dibentuk menjadi lembaran dengan ketebalan
tertentu. Pada proses ini, gluten ditarik ke satu arah yang sama sehingga seratnya sejajar.
Serat yang sejajar ini yang akan menghasilkan mi yang halus, kenyal, dan elastis
(Astawan, 2000). Mulanya, adonan dari feeder akan melalui dough sheeter yang terdiri
dari 2 roll berukuran besar yang berputar berlawanan arah, di mana melalui tekanan dari
kedua roll tersebut terbentuklah lembaran adonan yang masih tebal, rapuh, dan kasar.
Standar ketebalan lembaran adonan setelah melalui dough sheeter adalah 5 mm. Pada
tahap ini terdapat sensor yang berguna untuk menstabilkan lembaran adonan agar tidak
terlipat atau bertumpuk. Selanjutnya, lembaran adonan tersebut akan melalui continuous
pressing roll yang terdiri dari 7 roll. Kecepatan putaran roll akan menentukan ketebalan
yang dihasilkan. Tiap roll memiliki kecepatan putaran yang berbeda di mana roll pertama
berputar lebih lambat dan menghasilkan lembaran yang masih tebal, kemudian roll kedua
dan seterusnya memiliki putaran yang semakin cepat sehingga menghasilkan lembaran
yang semakin tipis dan elastis. Ketebalan lembaran adonan pada tiap brand mi instan
berbeda-beda. Umumnya, untuk normal noodle ketebalannya adalah 1,25 mm. Kriteria
yang tidak memenuhi standar pada tahap pressing ini adalah ketebalan dan bentuk
lembaran adonan yang tidak sesuai standar.
31
d. Pembentukan untaian (Slitting)
Setelah melalui pressing, lembaran adonan mi yang sudah tipis akan melalui slitter untuk
membentuk lembaran adonan tersebut menjadi untaian-untaian mi yang bergelombang,
kemudian untaian tersebut akan terbagi menjadi 8 jalur mi. Tipe slitter akan menentukan
jumlah untaian per jalur, bentuk gelombang, dan ketebalan untaian mi. Semakin besar
tipe slitter yang digunakan, maka jumlah untaian per jalur akan semakin banyak. Jumlah
untaian per jalur yang dihasilkan oleh slitter tipe 14 adalah 43-49 untaian, tipe 16
menghasilkan 50-56 untaian, tipe 22 menghasilkan 70-76 untaian, dan tipe 24
menghasilkan 77-83 untaian. Kriteria yang tidak sesuai dengan standar dilihat dari
kerapian untaian dan gelombang yang dihasilkan serta tidak tercemar. Pada beberapa
produk tertentu, setelah terbentuk untaian mi akan disemprot dengan air melalui nozzle
bertekanan 1,2 bar. Tujuannya adalah untuk mencegah kelengketan antar untaian mi
ataupun dengan mesin. Biasanya penyemprotan air ini dilakukan pada Pop Mie dan
Indomie Goreng Flavor Mi Goreng Aceh.
e. Pengukusan (Steaming)
Setelah terbentuk untaian mi yang bergelombang maka untaian mi tersebut akan melalui
proses steaming, yaitu proses di mana mi dimasak di dalam steam box menggunakan uap
panas dengan suhu 90-100ΒΊC hingga untaian mi menjadi padat dan matang (derajat
gelatinisasi minimal 85%). Tekanan steaming diukur dengan pressure gauge. Untuk
normal noodle, tekanan yang digunakan adalah 0,2-0,4 kg/cm2, sedangkan untuk cup
noodle menggunakan tekanan 0,2-0,3 kg/cm2. Pada tahap ini, terjadi gelatinisasi dan
koagulasi gluten sehingga terbentuk ikatan yang keras dan kuat serta menghasilkan mi
yang kenyal (Astawan, 2000). Gelatinisasi adalah proses pembentukan gel pada pati
melalui hidrasi di mana volume granula pati akan meningkat hingga pecah dan tidak dapat
kembali lagi pada kondisi semula (Haryanti et al., 2014). Steaming lebih dipilih daripada
boiling untuk pemasakan mi karena menghasilkan kadar air yang lebih rendah. Kriteria
yang tidak sesuai standar dari proses ini adalah mi yang masih mentah.
f. Pemotongan dan Pelipatan (Cutting and Folding)
Pada proses ini, untaian mi yang sudah melalui steaming akan melalui pemotongan
kemudian akan dilipat. Pada normal noodle, mi yang sudah dipotong akan dilipat menjadi
32
2 bagian dan masuk ke mangkok cetakan berbentuk persegi. Sedangkan pada cup noodle
proses pemotongan dilakukan secara vertikal menjadi 3 tumpukan dan masuk ke
mangkok cetakan yang berbentuk bulat. Mi yang baik akan terpotong dengan besar yang
sama dan terlipat dengan baik dan rapi. Pada tahap ini biasanya QC field akan mengambil
beberapa sampel mi untuk mengukur berat mi basah dan mengecek kesesuaiannya dengan
standar. Mi yang telah menempati cetakannya akan bergerak melalui konveyor untuk
masuk ke tahap penggorengan.
g. Penggorengan (Frying)
Penggorengan adalah proses pemberian panas terhadap bahan dengan media berupa
minyak yang dapat menimbulkan beberapa perubahan sifat. Tujuan dari penggorengan
adalah menurunkan kadar air dari 33-35% menjadi maksimal 3,5%. Tingginya suhu
minyak mampu menguapkan air dari mi ex-steam dan membentuk pori-pori halus yang
mempercepat proses penyerapan air pada waktu dimasak (rehidrasi). Dengan
menurunnya kadar air, maka mi dapat bertahan selama 8 bulan untuk normal noodle dan
6 bulan untuk cup noodle. Akan tetapi, pada proses ini minyak akan secara kontinyu
mengalami pemanasan sehingga menimbulkan ketengikan akibat terjadinya reaksi
oksidasi antara oksigen dengan minyak ataupun reaksi hidrolisa. Reaksi tersebut akan
meningkatkan kadar FFA yang dapat memengaruhi kualitas mi terutama pada flavor dan
umur simpannya. Oleh karena itulah dilakukan pengecekan kadar FFA minyak oleh QC
saat sebelum, setelah, dan saat produksi tersebut dilakukan. Proses penggorengan
dilakukan dengan suhu 120-160Β°C selama 90-100 detik. Suhu penggorengan pada inlet,
middle, dan outlet berbeda untuk mencegah terjadinya case hardening, yaitu mi yang
matang di luar namun masih mentah di bagian dalam. Level minyak pada penggorengan
adalah 7-9 cm. Tiap 1 cm terdapat Β±25 kg minyak. Jumlah minyak yang terlalu sedikit
dapat membuat mi tidak matang, sedangkan minyak yang terlalu banyak mengakibatkan
minyak dapat tumpah atau keluar dari frying box. Sebelum minyak disebar, minyak
melalui proses pemanasan terlebih dahulu menggunakan steam boiler.
h. Pendinginan (Cooling)
Tahap pendinginan dilakukan untuk melepaskan sisa panas dari proses frying dan
membuat tekstur mi menjadi keras (Astawan, 2000). Pada tahap ini suhu blok mi yang
33
mulanya 160Β°C harus diturunkan menjadi maksimal 45Β°C. Pendinginan harus dilakukan
sempurna sebelum blok mi tersebut dikemas, karena dapat menimbulkan terjadinya
kondensasi uap air yang memudahkan tumbuhnya jamur sehingga umur simpan semakin
singkat. Pendinginan dilakukan pada cooling box dengan 8 blower yang terdapat pada sisi
cooling box. Pendinginan pada normal noodle selama 100 detik, sedangkan pada cup
noodle selama 300 detik. Pada tahap ini, blok mi yang telah keluar dari cooling box dari
8 jalur akan menjadi 4 jalur. Blok mi yang telah melalui proses pendinginan ini akan
melalui beberapa pengecekan dengan parameter berat blok mi kering, bentuk blok mi dari
dua sisi (dapat berdiri), warna kuning pada mi, dan tidak ada cemaran.
i. Pengemasan (Packing)
Pada proses ini terdapat beberapa tahapan, yaitu penyusunan dan sortasi mi ke konveyor,
penambahan dan pengecekan seasoning dengan bantuan checker, pengemasan dengan
etiket beserta dengan kode produksi, penyortiran hasil pengemasan di mana kemasan
yang bumbunya kosong akan dibuka lagi, kemudian dilanjutkan cartoning. Pengemasan
mi dalam etiket bertujuan melindungi produk dari kerusakan atau kontaminasi dari luar.
Etiket direkatkan dengan pemanas pada mesin pengemas di end/upper, end/lower,
center/front, center/back, dan preheater yang suhunya dapat diatur. Setelah dibungkus
dalam etiket, mi dimasukkan dalam karton. Tiap karton umumnya berisi 40 bungkus mi
untuk normal noodle dan untuk cup noodle berisi 24 cup per kartonnya. Karton tersebut
akan melalui carton sealer dan konveyor sampai ke gudang Finished Goods (FG).
34
5. ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE GORENG ACEH
DENGAN INDOMIE GORENG SPESIAL BERKAITAN DENGAN PROSES
PRODUKSINYA
5.1. Latar Belakang
Mi merupakan salah satu jenis makanan yang paling populer di Asia khususnya di Asia
Timur dan Asia Tenggara. Dalam 100 gram mi kering, terkandung 50 gram karbohidrat,
7.6 gram protein, 11.8 gram lemak, 1.7 mg mineral, 49 mg kalsium, dan 338 kalori
(Pangestu, 2014). Selain itu, tekstur mi yang kenyal, cara memasak yang praktis, dan
harganya yang terjangkau membuat mi semakin diminati oleh banyak orang dari segala
kalangan termasuk masyarakat Indonesia. Oleh karena itulah mi berpotensi sebagai bahan
pangan alternatif pengganti nasi.
Mi terdiri dari beberapa jenis. Secara garis besar, mi dibagi ke dalam 3 jenis yaitu mi
basah (boiled noodle), mi kering, dan mi instan. Mi basah memiliki kadar air tertinggi di
antara mi yang lainnya karena melalui proses pemasakan/perebusan tanpa dikeringkan.
Mi kering umumnya terdapat penambahan telur pada formulasinya, kemudian melalui
proses pengeringan setelah pencetakan. Berbeda dengan kedua jenis mi lainnya, mi instan
melalui proses pengukusan, pembentukan, dan pengeringan ataupun penggorengan
sebelum akhirnya dikemas dan dipasarkan. Dalam mi instan pun diberi tambahan bumbu
dengan cita rasa tersendiri sehingga digemari oleh masyarakat. Kadar airnya yang rendah
membuat mi memiliki umur simpan yang panjang (Estiasih et al., 2017).
Umumnya, mi yang ada di Indonesia terbuat dari tepung terigu karena terigu mampu
membentuk gluten dan menghasilkan tekstur mi yang kenyal. Selain tepung terigu, mi
dapat juga dibuat dari tepung tapioka. Selain untuk mencegah ketergantungan terhadap
terigu, substitusi tepung terigu dengan tapioka ini juga dilakukan untuk menghasilkan
tekstur mi yang berbeda. Penggunaan tepung tapioka pada pembuatan mi dapat merubah
sifat fisik dan mengurangi kekenyalan mi (Dessuara, 2015). Hal inilah yang juga
dilakukan oleh PT Indofood CBP dalam pembuatan produk mi instan Indomie.
Umumnya, Indomie menggunakan tepung terigu saja kecuali pada Indomie Goreng
Flavor Mi Aceh (IMGA) yang menggunakan tepung tapioka. Selain pada bahan, terdapat
35
pula beberapa perbedaan lain pada tahapan proses produksi IMGA. Perbedaan-perbedaan
tersebut memengaruhi jumlah scrap yang dihasilkan antara IMGA dengan Indomie
Goreng Spesial (GSS), di mana pada IMGA jumlah scrap yang dihasilkan jauh lebih
besar daripada scrap dari produksi GSS. Scrap adalah sisa bahan baku dari proses
produksi suatu produk yang hanya memiliki nilai yang kecil atau bahkan tidak memiliki
nilai (Blocher et al., 2007). Perbedaan jumlah scrap antara IMGA dan GSS tentu
dipengaruhi berbagai faktor. Beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab dari scrap
tersebut misalnya karena kerusakan mesin, ketidaksesuaian spesifikasi bahan baku,
ataupun kesalahan dari operator. Oleh karena itulah, perlu dilakukan identifikasi
penyebab terjadinya perbedaan jumlah scrap dan solusi atau penanganan terhadap scrap
tersebut.
5.2. Tujuan Penelitian
Mengetahui perbedaan komposisi dan proses produksi pada Indomie Goreng
Spesial (GSS) dengan Indomie Goreng Flavor Mi Aceh (IMGA).
Mencari perbedaan jumlah scrap antara GSS dengan IMGA dan menganalisis
faktor penyebabnya berkaitan proses produksi.
Mencari solusi untuk mengatasi masalah scrap tersebut.
5.3. Metode
Metode yang dilakukan diawali dengan pengamatan terhadap proses produksi GSS dan
IMGA. Kemudian dilanjutkan dengan mengamati masalah yang terjadi berkaitan dengan
scrap yang dihasilkan. Setelah itu, data scrap dari proses produksi GSS dan IMGA dicari
dan persentase jumlah scrap dihitung. Data yang dimasukkan adalah data dari proses
produksi selama 7 jam kerja pada 1 shift selama 5 hari. Analisis terhadap faktor penyebab
scrap dikaitkan dengan perbedaan proses produksi antara GSS dengan IMGA.
Selanjutnya, dicari pemecahan masalah berkaitan dengan scrap yang dihasilkan.
36
5.4. Hasil
Berdasarkan pengamatan di lapangan, maka didapatkan data hasil pengamatan berupa
perbedaan proses produksi IMGA dengan GSS dan perbedaan jumlah scrap antar kedua
jenis mi tersebut sebagai berikut.
Perbedaan Proses Produksi IMGA dengan GSS dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbedaan Proses Produksi IMGA dengan GSS
No Pembeda IMGA GSS
1 Pengayakan Jumlah tepung : 334 kg
Durasi : 9 menit per adukan
Jumlah tepung : 300 kg
Durasi : 6 menit per adukan
2 Mixing
Komposisi :
Tepung Tapioka = 34 kg
Tepung Terigu = 12 zak*
Alkali A467A = 105 liter
Air = 6-7 liter
Target : 54 adukan per shift
Komposisi :
Tepung Terigu = 12 zak*
Alkali A335A = 86 liter
Air = 3-4 liter
Target : 60 adukan per shift
3 Rpm pressing-
cooling 80 rpm 90 rpm
4 Pressing & slitting
Tipe slitter 16
Jumlah untaian per jalur : 54Β±3
Ketebalan mi 1,55Β±0,05 mm
Ada spray air (P = 1,2 bar)
Tipe slitter 22
Jumlah untaian per jalur : 74Β±3
Ketebalan mi 1,25Β±0,05 mm
Tidak ada spray air
5 Steaming Tekanan : 0,4-0,5 Bar
Durasi : 88 detik
Tekanan : 0,2-0,3 Bar
Durasi : 75-76 detik
6 Frying
Suhu :
- Inlet : 118Β±5Β°C
- Middle : 150Β±5Β°C
- Outlet : 160Β±5Β°C
Durasi : 102 detik
Suhu :
- Inlet : 120Β±5Β°C
- Middle : 150Β±5Β°C
- Outlet : 155Β±5Β°C
Durasi 84 detik
7 Cooling Durasi : 122 detik Durasi 105 detik
8 Packing 160 rpm (manual) 180 rpm
37
4 autoloader per line
Jumlah helper : 25 orang/line
8 autoloader per line
Jumlah pekerja : 15 orang/line
9 Berat mi
Mi basah : 85 Β± 3 gram
Mi kering : 70 Β± 3 gram
Berat bersih : 90 gram
Mi basah : 78 Β± 3 gram
Mi kering : 66 Β± 3 gram
Berat bersih : 85 gram
10 Target produksi 960 karton / jam 1080 karton / jam
Keterangan : *1 zak = 25 kg
Berdasarkan Tabel 1 di atas, dapat dilihat berbagai faktor pembeda antara proses produksi
pada Indomie Goreng Spesial (GSS) dengan Indomie Goreng Flavor Mi Aceh (IMGA).
Faktor pembeda tersebut antara lain dari proses pengayakan, mixing, kecepatan (rpm)
pressing hingga cooling, proses pressing dan slitting, steaming, frying, cooling, packing,
berat mi, dan target produksinya. Pada proses pengayakan, jumlah tepung IMGA lebih
banyak daripada GSS dengan durasi yang lebih panjang pula. Pada proses mixing,
perbedaan antara IMGA dengan GSS dapat terlihat pada jumlah dan jenis tepung dan
alkali yang berbeda, jumlah air yang digunakan, kecepatan putaran, dan target adukan per
shift. Proses pressing hingga cooling pada IMGA menggunakan rpm yang lebih rendah
daripada GSS. Proses pressing dan slitting terdapat perbedaan pada keduanya dari tipe
slitter yang memberi perbedaan pada jumlah dan ketebalan untaian, serta penggunaan
spray air. Proses steaming pada IMGA menggunakan tekanan yang lebih tinggi dan durasi
yang lebih lama daripada GSS. Begitu pula dengan proses frying di mana suhu dan durasi
yang digunakan pada IMGA umumnya lebih tinggi daripada GSS. Proses cooling pada
IMGA membutuhkan waktu yang lebih lama daripada GSS. Pengemasan (packing) pada
IMGA dilakukan secara manual dengan kecepatan yang lebih rendah, autoloader yang
lebih sedikit, namun helper yang lebih banyak daripada GSS. Berat mi yang dihasilkan
pada IMGA lebih tinggi daripada GSS. Target produksi GSS lebih tinggi daripada IMGA.
38
Hasil pengamatan terhadap jumlah dan persentase scrap pada proses produksi Indomie Goreng Spesial (GSS) dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah dan Persentase Scrap pada GSS
No Tgl Jml Tepung
(kg)
Jenis Scrap Total Scrap
Adonan Mi Basah HF HP HH
kg % kg % kg % kg % kg % kg %
1 12-Jan-19 18250 1 0.004981 8 0.039851 9 0.044832 64 0.318804 23 0.11457 105 0.523039
2 15-Jan-19 17700 1 0.005136 6 0.030817 7 0.035953 119 0.611197 38 0.195172 171 0.878274
3 16-Jan-19 18650 1 0.004874 7 0.034121 6 0.029247 82 0.399708 30 0.146234 126 0.614185
4 21-Jan-19 18600 1 0.004888 5 0.024438 9 0.043988 142 0.694037 33 0.16129 190 0.928641
5 31-Jan-19 18725 1 0.004855 8 0.03884 15 0.072824 155 0.752519 34 0.165069 213 1.034106
RATA-
RATA 18385 1 0.004947 6.8 0.033613 9.2 0.045369 112.4 0.555253 31.6 0.156467 161 0.795649
Keterangan : ππππ ππ π ππππ =ππ’πππβ π ππππ (ππ)
1.1 π₯ π½π’πππβ π‘πππ’ππ (ππ) π₯ 100
HF : Hancur Frying
HP : Hancur Patah
HH : Hancur Halus
Berdasarkan Tabel 2 di atas dapat dilihat hasil pengamatan terhadap jumlah dan persentase scrap pada proses produksi GSS, di mana pengamatan
tersebut dilakukan selama 5 hari masing-masing selama 7 jam kerja atau 1 shift. Data dalam bentuk bobot (kg) diamati di lapangan, kemudian
persentasenya dihitung menggunakan rumus. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa jumlah tepung yang digunakan pada proses produksi GSS
tidak selalu sama persis. Jenis scrap yang diamati terdiri dari 5 jenis, yaitu scrap berupa adonan, mi basah, Hancur Frying (HF), Hancur Patah
(HP), dan Hancur Halus (HH). Berdasarkan hasil perhitungan rata-rata, didapatkan bahwa jenis scrap dengan jumlah tertinggi adalah scrap HP
yang berjumlah 112,4 kg atau 0,555253%. Sementara itu jumlah scrap terendah adalah scrap adonan yaitu 1 kg atau 0,004947%. Rata-rata total
scrap pada proses produksi GSS adalah 161 kg atau 0,795649%.
39
Hasil pengamatan jumlah dan persentase scrap proses produksi Indomie Goreng Rasa Mi Aceh (IMGA) dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3. Jumlah dan Persentase Scrap pada IMGA
No Tgl Jml Tepung
(kg)
Jenis Scrap Total Scrap
Adonan Mi Basah HF HP HH
kg % kg % kg % kg % kg % kg %
1 9-Jan-19 16075 2 0.0113106 28 0.158349 25 0.141383 304 1.719214 31 0.175315 390 2.20557
2 21-Jan-19 14125 1 0.006436 20 0.128721 33 0.212389 464 2.986323 31 0.199517 549 3.533387
3 23-Jan-19 15000 2 0.0121212 15 0.090909 17 0.10303 361 2.187879 29 0.175758 424 2.569697
4 28-Jan-19 15400 1 0.0059032 26 0.153483 118 0.696576 419 2.473436 47 0.27745 611 3.606848
5 29-Jan-19 16700 2 0.0108873 25 0.136091 51 0.277627 343 1.867175 37 0.201415 458 2.493195
RATA-
RATA 15460 1.6 0.0093317 22.8 0.133511 48.8 0.286201 378.2 2.246805 35 0.205891 486.4 2.88174
Keterangan : ππππ ππ π ππππ =π½π’πππβ π ππππ (ππ)
1.1 π₯ π½π’πππβ π‘πππ’ππ (ππ) π₯ 100
HF : Hancur Frying
HP : Hancur Patah
HH : Hancur Halus
Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat dilihat hasil pengamatan terhadap jumlah dan persentase scrap pada proses produksi IMGA, di mana pengamatan
tersebut dilakukan selama 5 hari masing-masing selama 7 jam kerja atau 1 shift. Data dalam bentuk bobot (kg) diamati di lapangan, kemudian
persentasenya dihitung menggunakan rumus. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa jumlah tepung yang digunakan pada proses produksi IMGA
tidak selalu sama persis. Jenis scrap yang diamati terdiri dari 5 jenis yang sama seperti scrap pada GSS, yaitu scrap berupa adonan, mi basah,
Hancur Frying (HF), Hancur Patah (HP), dan Hancur Halus (HH). Berdasarkan hasil perhitungan rata-rata, didapatkan bahwa jenis scrap dengan
jumlah tertinggi adalah scrap HP yang berjumlah 378,2 kg atau 2.246805%. Sementara itu jumlah scrap terendah adalah scrap adonan yaitu 1,6
kg 0,0093317%. Rata-rata total scrap pada proses produksi GSS adalah 48,6,4 kg atau 2.88174%.
40
Gambar 25. Persentase Perbandingan Scrap GSS dan IMGA
Keterangan :
GSS : Indomie Goreng Spesial
IMGA : Indomie Goreng Rasa Mi Aceh
HF : Hancur Frying
HP : Hancur Patah
HH : Hancur Halus
Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat perbandingan jumlah scrap antara GSS dengan
IMGA dari 5 hari pengamatan. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa jumlah scrap pada
IMGA selalu lebih tinggi daripada jumlah scrap pada GSS. Jenis scrap yang terbanyak
adalah scrap hancur patah (HP) dan scrap yang paling sedikit adalah scrap hancur halus
(HH).
5.5. Pembahasan
5.5.1. Perbedaan Proses Produksi IMGA dengan GSS
Secara garis besar, proses produksi mi instan memiliki bahan dasar dan tahapan yang
sama. Akan tetapi, bukan berarti setiap bahan dan proses sama persis. Meskipun sama-
sama tergolong normal noodle dengan brand yang sama yaitu Indomie, namun terdapat
0,00495 0,03361 0,04537
0,55525
0,156470,00933 0,13351
0,28620
2,24681
0,20589
0,00000
0,50000
1,00000
1,50000
2,00000
2,50000
Adonan Mi Basah HF HP HH
Pe
rse
nta
se S
crap
(%
)
Jenis Scrap
Grafik Persentase Perbandingan Scrap GSS & IMGA
GSS
IMGA
41
cukup banyak perbedaan antara Indomie Goreng Rasa Mi Aceh (IMGA) dengan Indomie
Goreng Spesial (GSS). Perbedaan pada komposisi dan proses tersebut memengaruhi
karakteristik mi yang dihasilkan dan juga berpengaruh besar terhadap scrap dari hasil
produksi.
Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat beberapa hal yang menjadi perbedaan antara IMGA
dengan GSS. Berikut ini adalah penjelasan dari perbedaan-perbedaan tersebut :
Pengayakan
Pada proses pengayakan, terdapat dua hal yang membedakan antara IMGA dengan GSS,
yakni dari jumlah tepung yang diayak dan durasi pengayakan. Jumlah tepung yang diayak
tiap satu kali pengayakan mengikuti standar yang sudah ditetapkan untuk jumlah tepung
per adukan. Pada IMGA, jumlah tepung dalam sekali pengayakan adalah 334 kilogram,
sedangkan untuk GSS jumlah tepung dalam satu kali pengayakan adalah 300 kilogram.
Perbedaan kedua adalah durasi pengayakan, di mana IMGA membutuhkan waktu yang
lebih lama daripada GSS. Hal itu disebabkan karena jumlah tepung yang diayak pada
IMGA lebih banyak daripada GSS. Selain itu, rpm pressing hingga cooling dan packing
pada proses produksi IMGA lebih rendah daripada GSS sehingga proses produksi IMGA
lebih lambat daripada GSS.
Mixing
Karakteristik mi yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh komposisinya, terutama jenis
dan jumlah tepung yang digunakan serta tipe larutan alkali dan jumlah penambahan air.
Pada IMGA, tepung yang digunakan per batch-nya atau per adukan adalah 34 kg tepung
tapioka dan 12 zak (300 kg) tepung terigu. Maka tiap adukan pada mixing IMGA terdapat
334 kg tepung dengan penambahan 105 liter larutan alkali tipe A467A dan 6-7 liter air.
Sementara itu, GSS menggunakan 12 zak tepung terigu. Jumlah tepung per adukan pada
GSS adalah 300 kg dengan penambahan 86 liter larutan alkali tipe A335A dan 3-4 liter
air.
Perbedaan pada bahan dasar ini bertujuan untuk mendapatkan karakteristik mi yang
diinginkan. Penggunaan tepung tapioka pada IMGA akan memengaruhi tekstur mi yang
42
dihasilkan di mana tepung tapioka dapat mengurangi kekenyalan pada mi. Semakin tinggi
tepung tapioka yang disubstitusikan ke dalam tepung terigu, maka kadar air pada mi basah
akan semakin tinggi sehingga daya serap airnya akan semakin rendah. Daya serap air
yang rendah ini akan membuat pengembangan mi juga akan semakin rendah. Di samping
itu, kandungan amilopektin pada tepung tapioka lebih besar daripada amilopektin pada
terigu sehingga mi yang terbuat dari tapioka memiliki tekstur yang lebih lengket
(Dessuara et al., 2015). Tapioka juga memiliki warna lebih putih daripada terigu sehingga
IMGA memiliki warna yang lebih pucat daripada GSS.
Penggunaan larutan alkali pada IMGA dan GSS juga memiliki tipe yang berbeda. Larutan
alkali pada IMGA menggunakan monokrim, sedangkan pada GSS tanpa monokrim.
Monokrim merupakan bahan tambahan di mana dalam pembuatannya menggunakan
minyak goreng hingga terbentuk pasta. Karena menggunakan minyak goreng, monokrim
dapat menambah kekenyalan pada mi. Penambahan monokrim pada larutan alkali untuk
IMGA dapat memperbaiki kekenyalan pada IMGA yang menggunakan tapioka. Selain
itu, pewarna tartrazin yang digunakan untuk larutan alkali IMGA juga lebih sedikit
daripada tartrazin pada larutan alkali untuk GSS, sehingga warna IMGA cenderung putih
sedangkan GSS berwarna kekuningan. Penambahan air pada IMGA juga lebih banyak
daripada GSS karena jumlah tepung untuk IMGA per adukan lebih banyak daripada GSS,
tekstur tepung tapioka yang lebih kering, serta air dalam IMGA juga bertujuan untuk
memperbaiki kekenyalan pada mi.
Kekuatan putaran mixer pada IMGA dan GSS umumnya tidak berbeda jauh, yaitu kurang
dari 38 Hz. Namun biasanya kekuatan putaran untuk IMGA sedikit lebih rendah daripada
GSS. Hal tersebut dikarenakan berat adonan IMGA yang lebih besar daripada berat
adonan pada GSS. Pada proses mixing ini, durasi yang digunakan tetaplah sama.
Pengecekan homogenitas tekstur dilakukan secara visual maupun perabaan dengan
tangan hingga dipastikan tekstur homogen dapat tercapai.
43
Pressing & Slitting
Slitter yang digunakan pada IMGA dan GSS memiliki tipe yang berbeda. Perbedaan pada
tipe slitter akan memengaruhi ketebalan untaian mi dan jumlah untaian mi per jalur.
Jumlah untaian pada mi dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
π½π’πππβ π’ππ‘ππππ ππ =ππ
π½π π₯ 30π₯ ππ
Keterangan :
PS : Panjang slitter (800 mm)
Jl : Jumlah jalur mi (8 jalur)
TS : Tipe slitter
30 : konstanta
Variance : Β±3 untaian
Perhitungan untuk jumlah untaian mi IMGA dan GSS adalah sebagai berikut :
π½π’πππβ π’ππ‘ππππ ππ πΌππΊπ΄ =800
8 π₯ 30π₯ 16 = 54
π½π’πππβ π’ππ‘ππππ ππ πΊππ =800
8 π₯ 30π₯ 22 = 74
IMGA menggunakan tipe slitter 16 yang menghasilkan 54 Β± 3 untai mi per jalur,
sedangkan GSS menggunakan tipe slitter 22 yang menghasilkan 74 Β± 3 untai mi per jalur.
Semakin besar tipe slitter, maka jumlah untaian mi per jalur akan semakin banyak dan
ketebalan mi akan semakin kecil. Oleh karena itulah, jumlah untaian mi per jalur pada
GSS lebih banyak daripada jumlah untaian mi pada IMGA, namun ketebalan mi pada
IMGA lebih besar daripada GSS.
Setelah proses slitting, pada proses IMGA terdapat penyemprotan jalur mi dengan spray
air. Penggunaan spray air ini dibutuhkan untuk meningkatkan tekstur pada mi IMGA,
melembutkan, dan mencegah kelengketan antar mi ataupun kelengketan dengan
konveyor. Ketebalan mi IMGA yang lebih tinggi ini membutuhkan proses pematangan
yang lebih maksimal dengan durasi yang lebih panjang sehingga kecepatan dari proses
pressing hingga cooling lebih rendah daripada GSS, yaitu 80 rpm. Selain itu, hal tersebut
44
dipengaruhi juga oleh kecepatan packing IMGA yang lebih rendah karena proses
memasukkan seasoning berupa minyak bumbu dilakukan secara manual.
Steaming
Dari tabel dapat dilihat bahwa proses steaming pada IMGA memiliki tekanan yang lebih
tinggi dan durasi yang lebih lama daripada GSS. Proses steaming pada IMGA
menggunakan tekanan sebesar 0,4-0,5 Bar dengan durasi 88 detik, sedangkan steaming
pada GSS menggunakan tekanan sebesar 0,2-0,3 Bar dengan durasi 75-76 detik. Tekanan
yang lebih tinggi dengan durasi yang lebih panjang pada proses steaming IMGA ini
bertujuan untuk memaksimalkan proses pematangan pada mi karena ketebalan mi pada
IMGA lebih tinggi daripada GSS. Lamanya durasi juga dipengaruhi oleh rpm pada
proses, di mana IMGA memiliki kecepatan yang lebih rendah sehingga durasi yang
dibutuhkan juga lebih panjang.
Frying
Proses frying pada IMGA umumnya menggunakan suhu inlet, middle, outlet yang sedikit
lebih tinggi daripada GSS. Hal ini disebabkan karena ketebalan mi pada IMGA lebih
besar sehingga membutuhkan suhu lebih tinggi dengan durasi yang lebih panjang,
sehingga panas yang dihantarkan oleh minyak sebagai medium dapat diterima secara
merata oleh blok mi dan membuat blok mi menjadi matang sempurna. Perbedaan suhu
pada inlet, middle, dan outlet bertujuan untuk mencegah terjadinya case hardening yaitu
mi yang sudah keras di sisi luar namun di bagian dalam masih basah, atau dengan kata
lain pematangan mi yang tidak merata. Seperti pada steaming, durasi frying juga
dipengaruhi oleh kecepatan mesin / rpm, di mana rpm yang lebih rendah pada IMGA
membuat durasi frying IMGA menjadi lebih lama daripada durasi frying pada GSS.
Cooling
Proses cooling IMGA membutuhkan waktu 122 detik, sedangkan pada GSS hanya 105
detik. Semakin rendah kecepatan mesin maka semakin lama waktu yang dibutuhkan
untuk proses berlangsung. Proses cooling pada IMGA yang lebih panjang ini diharapkan
mampu untuk menurunkan suhu mi ex-frying menjadi maksimal 45Β°C, khususnya karena
45
mi IMGA lebih tebal daripada GSS sehingga durasi yang dibutuhkan pun lebih lama
untuk mengeluarkan panas dari blok mi.
Packing
Setelah melalui cooling, terdapat perubahan kecepatan mesin menuju proses packing.
Mulanya, rpm pada proses pressing hingga cooling pada IMGA adalah 84 rpm per jalur,
sedangkan pada GSS adalah 93 rpm per jalur. Jumlah jalur yang tersedia adalah 8 jalur.
Ketika memasuki area packing, 8 jalur tersebut kemudian terbagi menjadi 4 jalur. Maka
perhitungan untuk rpm packing adalah sebagai berikut :
IMGA = (80 rpm x 8 jalur) : 4 = 160 rpm
GSS = (90 rpm x 8 jalur) : 4 = 180 rpm
Sebelum mi dikemas dengan etiket, terdapat penambahan seasoning berupa bumbu dan
minyak bumbu pada mi. Kecepatan pada IMGA dibuat lebih pelan karena penambahan
seasoning pada mi dilakukan secara manual. Seasoning pada IMGA terdiri dari bumbu
bubuk dan minyak bumbu. Autoloader yang digunakan pada IMGA hanya 4 per line (1
autoloader per jalur) yang digunakan untuk memasukkan bumbu bubuk yang tergolong
tidak putus (TP). Sedangkan seasoning IMGA berupa minyak bumbu berupa potongan
sehingga harus dimasukkan secara manual oleh helper. Sementara itu, proses
penambahan seasoning pada GSS dilakukan oleh 8 mesin autoloader per line (2 auloader
per jalur), sebab bentuk seasoning-nya adalah TP, sehingga tidak membutuhkan bantuan
helper untuk pengisian bumbu tersebut.
Karena pengisian minyak bumbu pada IMGA dilakukan secara manual, maka jumlah
helper yang dibutuhkan untuk proses packing pun lebih banyak. Pada IMGA, total helper
yang dibutuhkan pada proses packing adalah 25 orang yang terdiri dari 4 sortir, 4 packer,
4 checker, 8 helper untuk memasukkan bumbu, 2 helper pengisi mi, 1 helper untuk
menjaga bagian ex-cooling, dan 2 helper untuk menyobek etiket yang gagal. Pada GSS,
helper yang dibutuhkan hanya 15 orang dengan perincian 4 sortir, 4 packer, 4 checker, 2
helper pengisi mi, dan 1 helper untuk menyobek etiket yang gagal. Pada IMGA,
dibutuhkan 2 helper pengisi seasoning di tiap mesin dan helper untuk sobek etiket
sebanyak 2 orang. Hal itu disebabkan karena minyak bumbu pada IMGA berupa
potongan, dan potong mi pada mesin etiket lebih kerap terjadi.
46
Berat mi
Berat mi terdiri dari mi basah, mi kering, dan berat bersih mi dalam kemasan. Mi basah
merupakan mi yang sudah melalui proses steaming atau disebut juga dengan mi ex-steam.
Sedangkan mi kering adalah mi yang sudah melalui proses frying dan cooling. Berat mi
basah dan mi kering pada IMGA lebih besar daripada GSS dikarenakan ketebalan untaian
mi IMGA yang lebih besar dan kandungan air yang lebih banyak. Berat mi kering juga
akan memengaruhi berat bersih mi dalam kemasan, di mana berat bersih untuk IMGA
lebih tinggi daripada GSS yaitu 90 gram, sedangkan berat bersih GSS adalah 85 gram.
Target produksi
Target produksi untuk IMGA lebih rendah daripada GSS karena kecepatan atau rpm
IMGA lebih rendah. Target produksi untuk IMGA adalah 960 karton per jam, sedangkan
untuk GSS adalah 1080 karton per jam.
5.5.2. Perbandingan Scrap pada IMGA dengan GSS
Scrap adalah sisa bahan baku dari proses produksi suatu produk yang hanya memiliki
nilai yang kecil atau bahkan tidak memiliki nilai (Blocher et al., 2007). Scrap yang
dihasilkan dari proses produksi mi instan terdiri dari beberapa jenis, yaitu scrap hancur
halus (HH) dan hancur patah (HP) bersih, hancur kotor (HK), hancur halus penggorengan
/ frying (HF), mi basah, dan adonan mi.
Mi hancur halus (HH) dan mi hancur patah (HP) adalah mi yang sudah melalui proses
cooling namun mengalami kerusakan sehingga bentuknya tidak memenuhi standar.
Perbedaan dari keduanya adalah dari bentuknya. Sesuai dengan namanya, mi HP
merupakan blok mi yang patah di salah satu atau beberapa sisinya, atau blok mi yang
tidak terlipat dengan baik sehingga tidak memenuhi standar. Sedangkan mi HH
merupakan mi yang kerusakannya berbentuk remahan atau hancuran. Mi hancur kotor
merupakan mi HH dan HP yang sudah kotor sebab terjatuh di lantai. Mi hancur halus
penggorengan atau hancur frying (HF) adalah mi yang mengalami kerusakan hingga
berbentuk seperti remahan/hancuran setelah melalui frying. Mi basah adalah scrap mi
yang dihasilkan setelah melalui proses steaming. Sedangkan scrap adonan mi merupakan
sisa adonan yang terbuang dari proses pressing.
47
Standar maksimal jumlah scrap di PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Noodle
Division ini adalah 1% dari jumlah adonan awal, di mana 1% tersebut sudah meliputi
scrap dari proses pressing hingga packing. Pengamatan scrap dilakukan terhadap lima
kali proses produksi IMGA dan lima kali proses produksi GSS. Jumlah scrap dari
masing-masing lima kali proses produksi IMGA dan GSS dicari persentasenya kemudian
dirata-rata. Rumus persentase scrap tersebut adalah sebagai berikut :
ππππ ππ πππππ π ππππ =ππ’πππβ π ππππ (ππ)
1,1 π₯ ππ’πππβ π‘πππ’ππ (ππ) π₯ 100
Berdasarkan data dan grafik hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa jumlah scrap pada
IMGA lebih banyak daripada jumlah scrap pada GSS. Hal tersebut terjadi pada seluruh
jenis scrap, baik mi HH dan HP, HF, mi ex-steam, maupun adonan mi. Hal tersebut dapat
terjadi karena adanya perbedaan pada jenis tepung yang digunakan serta proses produksi
antara keduanya. Jenis scrap terbanyak baik pada IMGA maupun GSS adalah mi hancur
patah.
Scrap berupa adonan mi merupakan jenis scrap dengan jumlah terkecil di antara jenis
scrap yang lainnya. Jumlah scrap berupa adonan mi pada IMGA sedikit lebih banyak
daripada GSS meskipun perbedaan tersebut tidak begitu spesifik. Persentase rata-rata
pada scrap adonan pada IMGA adalah 0,0093% dan pada GSS adalah 0,0049%. Scrap
berupa adonan mi ini hanya didapatkan dari proses pressing di mana kegagalan yang
terjadi cenderung lebih sedikit daripada proses lainnya. Pada saat proses pressing, adonan
dari feeder akan dibentuk menjadi lembaran oleh dough sheeter yang kemudian ditipiskan
menggunakan continuous pressing roll. Pada tahap ini scrap dapat terjadi karena
beberapa hal, yaitu ketika proses pressing baru saja dimulai, ketidakstabilan tekstur
adonan, lengketnya adonan pada roll, dan sisa-sisa adonan saat melalui pressing. Ketika
proses pengepresan baru saja dimulai, lembaran yang terbentuk bentuknya belum
sempurna sehingga perlu dipotong terlebih dahulu. Ketidakstabilan tekstur adonan dapat
membuat adonan menggumpal di feeder sehingga ketika melalui pengepresan bentuk
lembaran yang keluar menjadi rusak. Sisa-sisa adonan pada tiap mesin roll juga
berpotensi menjadi scrap. Kondisi continuous pressing roll memengaruh banyaknya
serpihan adonan. Adanya cemaran pada adonan yang berasal dari tepung dapat membuat
48
roll menjadi tidak rata atau kasar sehingga mengakibatkan serpihan adonan yang terbuang
lebih banyak atau lembaran yang terbentuk menjadi berlubang dan lembaran adonan pun
terputus. Sisa-sisa adonan yang tidak jatuh ke lantai dan teksturnya tidak kering akan
dimasukkan lagi ke dalam feeder dan diolah kembali, namun sisa adonan yang jatuh ke
lantai ataupun sudah kering akan menjadi scrap. Sisa adonan yang sudah kering tidak
boleh dimasukkan lagi ke dalam feeder karena akan merusak homogenitas adonan.
Operator harus mengamati jalannya mesin dan lembaran adonan yang terbentuk sebab
akan sangat memengaruhi proses berikutnya. Lembaran adonan yang rusak akan
mengganggu proses slitting di mana bentuk dan ukuran untaian menjadi tidak normal,
dan apabila terus berlanjut juga akan mengganggu proses cutting & folding. Oleh karena
itu, apabila terjadi terdapat kerusakan pada lembaran adonan, operator harus segera
memotong bagian tersebut agar tidak berlanjut ke proses berikutnya. Scrap adonan pada
IMGA lebih banyak karena IMGA menggunakan tepung tapioka yang membuat tekstur
adonan menjadi lebih lengket. Menurut Dessuara et al (2015), amilopektin pada tepung
tapioka lebih besar daripada amilopektin pada terigu sehingga mi yang terbuat dari
tapioka memiliki tekstur yang lebih lengket. Kelengketan tersebut membuat adonan
IMGA lebih sering menggumpal di feeder sehingga ketika adonan keluar dari feeder
kerap kali terdapat lubang pada lembaran adonan yang terbentuk. Kerusakan lembaran
adonan pada IMGA juga dapat terjadi karena lengketnya adonan pada pressing roll
sehingga scrap adonan pada IMGA lebih banyak daripada scrap adonan pada GSS.
Scrap berupa mi basah terjadi setelah mi melalui proses steaming atau saat melalui cutting
& folding. Scrap ini akan selalu terjadi ketika proses steaming pada shift tersebut baru
berjalan, menjelang jam istirahat, dan juga akhir shift. Selain itu, scrap pada steaming
dapat terjadi pula karena kerusakan adonan pada proses pengepresan yang terus berlanjut
sehingga bagian yang rusak pada mi ex-steam tersebut harus dipotong dan dibuang agar
tidak memengaruhi proses selanjutnya. Tidak optimalnya tekanan pada proses steaming
pun dapat menimbulkan terjadinya scrap mi basah. Tekanan steaming yang terlalu rendah
dapat membuat mi mudah rapuh dan hancur, sedangkan tekanan steaming yang terlalu
tinggi dapat membuat mi lengket di net ataupun di mesin cutting & folding. Pada IMGA,
scrap mi basah lebih banyak daripada GSS. Berdasarkan tabel, rata-rata scrap mi basah
pada IMGA adalah 0,1335% sedangkan pada GSS adalah 0,0336%. Tingginya scrap mi
49
basah pada IMGA dapat disebabkan oleh lengketnya untaian mi saat konveyor naik
menuju mesin cutting & folding yang mengakibatkan untaian mi tersebut menggulung
dan tidak bisa terpotong. Lengketnya mi dapat disebabkan oleh sifat dari mi IMGA itu
sendiri yang dipengaruhi oleh komposisi adonan. Selain itu, IMGA menggunakan
tekanan steaming yang cenderung lebih tinggi. Tekanan steaming yang terlalu tinggi juga
dapat membuat mi semakin lengket pada net sehingga menimbulkan scrap.
Scrap hancur halus penggorengan (HF) merupakan scrap yang terjadi pada proses
penggorengan di mana biasanya scrap tersebut berbentuk remahan atau hancuran,
meskipun ada pula yang hancur patah. Scrap HF dipengaruhi oleh suhu penggorengan.
Suhu yang tidak optimal dapat mengakibatkan peningkatan jumlah scrap. Penggorengan
mi dengan suhu yang terlalu tinggi mengakibatkan mi menjadi terlalu kering bahkan
hingga gosong. Sedangkan penggorengan dengan suhu yang terlalu rendah dapat
mengakibatkan terjadinya kelengketan mi dengan mangkok mi ataupun antar mi. Selain
dipengaruhi oleh suhu, adonan mi juga memengaruhi terjadinya scrap HF. Berdasarkan
tabel, rata-rata persentase scrap HF pada IMGA adalah 0,286% sedangkan rata-rata
persentase scrap HF pada GSS adalah 0,045%. Scrap HF pada IMGA lebih banyak
karena IMGA menggunakan tepung tapioka di mana adonan yang dihasilkan bersifat
lebih lengket, sehingga terjadinya kelengketan mi dengan mangkok mi dan antar mi lebih
kerap terjadi. Setelah tahapan frying, mi akan melalui penirisan, kemudian dikeluarkan
dari mangkoknya ke net distributor lalu masuk ke cooling box. Mi yang lengket dapat
menempel pada mangkoknya sehingga akan mempersulit keluarnya mi dari mangkok
pada tahapan ex-frying, yang mengakibatkan mi akan terbalik dan terjatuh sehingga blok
mi patah ataupun hancur. Hal inilah yang membuat scrap HF pada IMGA lebih banyak
daripada GSS.
Scrap mi berupa HH dan HP terjadi setelah mi melalui proses pendinginan hingga
pengemasan, di mana blok mi mengalami kerusakan sehingga blok mi menjadi hancur
ataupun patah. Scrap HH dan HP yang masih berada di konveyor biasanya disebut HH
dan HP bersih, sedangkan scrap yang sudah terjatuh disebut sebagai HK atau hancur
kotor. Scrap yang HH dan HP bersih nantinya akan tetap disatukan dengan scrap HK.
Perbedaan jumlah scrap HH dan HP antara IMGA dengan GSS sangatlah spesifik, di
50
mana scrap IMGA jauh lebih besar daripada GSS. Berdasarkan tabel, rata-rata persentase
scrap berupa HH pada IMGA adalah 0,206% sedangkan pada GSS adalah 0,156%.
Sementara itu, rata-rata persentase scrap berupa HP pada IMGA adalah 2,247%
sedangkan pada GSS adalah 0,555%.
Terdapat beberapa titik yang menjadi penyebab terjadinya HP dan HH. Mi hancur patah
biasanya terjadi pada bagian ex-cooling dan sensor reject. Pada bagian ex-cooling, scrap
HP sering terjadi karena mi saling menempel dengan jalur di sebelahnya. Hal ini
disebabkan karena sycholack roller pada bagian cutting & folding pada saat pembuatan
IMGA tidak dipasang. Sycholack roller tersebut berfungsi sebagai pemisah mi antar jalur.
Apabila sycholack roller ini dipasang pada pembuatan IMGA, mi dapat menempel pada
sycholack roller tersebut dan mengakibatkan jalur mi menggulung. Namun, tidak
dipasangnya alat ini mengakibatkan mi antar jalur saling menempel pada proses frying.
Berdasarkan pengamatan, mi yang sering menempel terdapat di jalur 6,7, dan 8 karena
pada jalur tersebut jarak antar jalurnya lebih sempit daripada jarak antar jalur 1-5. Saling
menempelnya mi hingga ke bagian ex-cooling mengakibatkan mi dapat tersangkut atau
saling menabrak ketika keluar dari box cooling sehingga mi menjadi patah. Titik kedua
terjadinya HP selain dari ex-cooling adalah pada saat melalui sensor reject. Hal ini
disebabkan karena tersendatnya mesin autoloader bumbu sehingga mi saling menumpuk
dan banyak mi yang menjadi reject. Ketika mi terdorong oleh angin yang dikeluarkan
sensor, terdapat kemungkinan mi menjadi patah karena terjatuh atau terbentur dengan mi
yang lain.
Sementara itu, scrap berupa hancur halus biasanya terjadi pada bagian NFU (Noodle
Feeding Unit), konveyor, dan autoloader. Blok mi pada IMGA memiliki ketebalan lebih
tinggi daripada GSS, sehingga sering kali blok mi IMGA menjadi hancur halus ketika
melewati NFU karena terbentur dengan NFU tersebut. Di samping itu, jalannya belt
konveyor yang tidak lancar juga dapat membuat mi saling menumpuk. Bentuk mi IMGA
yang sedikit lebih besar juga memperbesar kemungkinan mi saling menabrak dan
menumpuk di autoloader sehingga blok mi menjadi hancur halus. Penyebab lain terjadi
scrap HH dan HP adalah terjadinya potong mi yang disebabkan karena mi tidak terlipat
sama panjang sehingga blok mi tersebut terpotong di mesin etiket. Bentuk mi yang tidak
51
memenuhi standar seperti tidak terlipat dengan simetris biasanya terjadi karena kesalahan
mesin di bagian cutting & folding, di mana setting-an teflon bermasalah. Selain itu,
getaran vibrator peniris pada bagian ex-steaming juga dapat membuat posisi mi tidak pas
di mangkuknya dan untaian mi saling menempel antar jalur sehingga bentuk blok mi tidak
beraturan. Mi yang tidak beraturan bentuk untaiannya di bagian pinggir (biasa disebut
βberkumisβ) juga dapat disebabkan karena slitter tidak membentuk mi dengan maksimal.
Kesalahan-kesalahan tersebut dapat menambah scrap HH dan HP. Di samping itu,
pengisian minyak bumbu pada IMGA juga masih dilakukan secara manual. Kesalahan
tenaga kerja seperti kurang rapi dalam memasukkan seasoning dapat membuat kemasan
seasoning ikut terpotong ketika melalui mesin etiket yang akhirnya terjadi kebocoran
bumbu sehingga menimbulkan sobek mi dan menjadi scrap HP.
Berdasarkan tabel hasil pengamatan terhadap total scrap pada IMGA dan GSS, dapat
dilihat bahwa rata-rata total scrap pada GSS di bawah 1%, sehingga dapat dikatakan
bahwa persentase total scrap pada GSS memenuhi batas standar maksimal jumlah scrap
sebab tidak melebihi 1%. Akan tetapi, persentase total scrap pada IMGA melebihi 1%
sehingga dapat dikatakan bahwa scrap pada IMGA melebihi batas maksimal jumlah
scrap yang ditetapkan. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha untuk menekan jumlah
scrap pada IMGA. Usaha tersebut dapat diterapkan dari segi memaksimalkan peranan
tenaga kerja, menjaga kondisi mesin, dan mengevaluasi proses produksi.
5.5.3. Penanganan Scrap
Setiap perusahaan memiliki caranya masing-masing untuk mengolah scrap yang
dihasilkan. Scrap dari proses produksi akan dikumpulkan sesuai dengan jenisnya masing-
masing lalu dilakukan proses penimbangan, kemudian akan dipindahkan ke gudang
scrap. Ada dua gudang scrap, di mana gudang yang pertama adalah gudang untuk scrap
berupa adonan mi, mi basah atau ex-steam, dan mi penggorengan. Sedangkan gudang
scrap kedua digunakan untuk mengolah dan menyimpan scrap berupa mi hancur halus
dan hancur patah. Beberapa vendor akan mengangkut scrap tersebut secara berkala, di
mana scrap tersebut akan dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Nilai jual tiap jenis scrap
tersebut berbeda-beda.
52
Scrap berupa tepung dan adonan, mi basah, dan mi penggorengan tidak diproses lagi dan
disimpan dalam plastik besar. Dalam 1 plastik scrap tersebut beratnya berbeda-beda.
Untuk mi basah atau ex-steam 1 plastiknya berisi 14 kg, 1 plastik mi penggorengan berisi
9 kg, sedangkan dalam 1 plastik adonan isinya cenderung sedikit. Scrap tersebut nantinya
akan diangkut 2 minggu sekali oleh beberapa vendor . Untuk mi basah dan mi
penggorengan, sekali pengangkutan biasanya sebanyak 500 kg. Sementara itu, scrap
berupa adonan mi sekali pengangkutan sejumlah 150 kg.
Di gudang scrap kedua, mi hancur halus dan hancur patah akan digiling kembali
menggunakan alat hingga cukup halus kemudian disimpan dalam karung bekas tepung,
di mana 1 karung scrap mi kering tersebut berisi 20 kilogram. Scrap jenis hancur patah
merupakan jenis scrap dengan jumlah terbanyak dibandingkan scrap yang lain. Karung-
karung berisi mi kering yang telah dihaluskan tersebut diletakkan di atas palet-palet,
dimana dalam 1 palet memuat 30 karung. Dalam 1 hari, jumlah mi HH dan HP yang
digiling dapat mencapai 3 palet atau setara dengan 600 kg. Pengangkutan scrap mi kering
ini biasanya dilakukan sebanyak seminggu dua kali, di mana sekali pengangkutan jumlah
mi yang diangkut minimal 6 ton. Vendor dari Semarang umumnya mengangkut sebanyak
10 ton, sedangkan vendor dari Tangerang mengangkut sebanyak 6 ton. Proses masuk dan
keluarnya scrap di gudang menerapkan prinsip First In First Out (FIFO) di mana scrap
yang lebih dahulu masuk juga akan dikeluarkan terlebih dahulu.
5.5.4. Solusi
Dari pengamatan ini, maka perlu dicari solusi-solusi yang dapat meminimalisir jumlah
scrap, terutama untuk mengatasi masalah scrap pada IMGA yang melebihi batas
standarnya yaitu 1%. Faktor yang dapat menyebabkan timbulnya masalah dapat berasal
dari manusia atau tenaga kerja, mesin, raw material atau bahan baku, metode, dan juga
lingkungan. Dari segi manusia atau tenaga kerja, scrap dapat diminimalisir dengan
pelatihan kepada tenaga kerja untuk meningkatkan keterampilan dan kecekatan sehingga
mencegah kemungkinan terjadinya kesalahan kerja. Selain itu, proses pressing hingga
slitting sebaiknya lebih sering untuk dipantau oleh operator terutama ketika proses
produksi IMGA. Tujuannya adalah untuk segera memotong dan menangani bila ada
kerusakan lembar adonan, sehingga jumlah scrap adonan dapat diminimalisir.
53
Dari segi mesin, tentu saja dibutuhkan perawatan mesin, perbaikan, serta sanitasi yang
dilakukan secara rutin dan terjadwal dengan baik supaya mesin-mesin produksi dapat
berjalan dengan lebih lancar dan menunjang proses produksi yang efektif dan efisien.
Pada bagian pengayakan, perlu diperhatikan mesh yang terdapat pada mesin. Adanya
lubang pada mesh dapat mengakibatkan lolosnya partikel atau komponen pengotor pada
tepung sehingga ikut tercampur pada tepung hingga proses berikutnya, terutama proses
mixing. Filter pada pipa alkali juga perlu dibersihkan dan diperhatikan kondisinya.
Apabila filter alkali tersebut tidak sering dibersihkan tentu dapat membuat filter tidak
dapat menyaring alkali dengan baik dan membuat adanya pengotor yang lolos ke proses
selanjutnya. Filter alkali yang tidak dibersihkan juga dapat membuat alat lebih cepat
rusak. Masuknya komponen kontaminan atau pengotor baik dari tepung maupun alkali
ke proses mixing dapat membuat tekstur adonan menjadi kurang sempurna dan tidak
homogen, sehingga dapat menimbulkan jumlah scrap. Maka, kondisi mesh pada mesin
pengayak dan filter alkali perlu diperhatikan. Selain itu, perawatan untuk slitter terutama
slitter IMGA juga perlu dilakukan secara rutin seperti mengoleskan food grade oil pada
slitter untuk mencegah terjadinya kelengketan. Sebaiknya pada proses pembuatan IMGA,
sycholack roller juga tetap dipasang (baik di bagian slitting maupun cutting), tujuannya
untuk mencegah antar blok mi saling menempel. Kondisi sycholack roller harus selalu
diperhatikan supaya dapat memisahkan antar blok mi maupun antar untaian mi dengan
baik dan sebaiknya sycholack roller tersebut juga dioleskan dengan food grade oil untuk
mencegah menempelnya mi IMGA pada alat tersebut. Mesin autoloader juga perlu
diperhatikan kondisinya dan segera diperbaiki bila terdapat kerusakan sehingga mesin
tidak sering berhenti dan menghambat proses. Untuk proses produksi IMGA, sangat
diharapkan seasoning dapat dibuat TP semua sehingga pengisian tidak perlu dilakukan
secara manual sehingga meminimalisir terjadinya scrap.
Faktor penyebab berupa bahan baku dapat dicegah dengan seleksi kualitas bahan baku
yang baik dan terbebas dari kontaminan, sedangkan faktor penyebab berupa metode dapat
dicegah dengan melakukan metode dan cara kerja sesuai standar atau SOP yang sudah
ditetapkan sehingga dapat menghindari terjadinya masalah selama proses produksi.
Sementara itu faktor lingkungan penting untuk dipertimbangkan sebab hal ini berkaitan
54
dengan jarak supply material, di mana semakin jauh jaraknya maka semakin tinggi resiko
terjadinya kerusakan material tersebut.
Menurut saya, perlu juga dilakukan penelitian apakah scrap berupa mi HH dan HP dapat
diproses lagi menjadi bahan pangan (bukan pakan ternak) sehingga nilai jualnya lebih
tinggi. Penelitian atau percobaan juga perlu dilakukan pada scrap adonan mi, apakah
scrap adonan dari bagian pressing boleh dimasukkan kembali ke dough feeder tanpa
secara signifikan mengubah tekstur dan lembar adonan mi. Apabila jenis-jenis scrap
tersebut dapat diproses kembali menjadi bahan pangan tentu akan meminimalisir jumlah
limbah padat dan meningkatkan nilai fungsi maupun nilai jual produk sisa.
55
6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Jumlah scrap pada proses produksi IMGA lebih banyak daripada jumlah scrap pada
proses produksi GSS. Scrap berupa mi hancur patah memiliki jumlah terbanyak
dibandingkan scrap berupa adonan, mi basah, mi hancur penggorengan, dan mi hancur
halus. Persentase scrap pada IMGA di atas 1% yang berarti melebihi standar maksimal
scrap yang ditetapkan. Sementara itu, persentase jumlah scrap pada GSS di bawah 1%
sehingga memenuhi batas maksimal jumlah scrap. Tingginya jumlah scrap pada IMGA
dipengaruhi oleh komposisi adonan mi, mesin, dan proses produksi.
6.2. Saran
Keterampilan dan kecekatan tenaga kerja perlu senantiasa ditingkatkan untuk
mencegah kesalahan kerja.
Perawatan dan perbaikan mesin perlu dilakukan secara rutin dan terjadwal.
Seasoning IMGA dibuat tidak putus sehingga proses memasukkan seasoning tidak
dilakukan secara manual.
Perlunya dilakukan penelitian mengenai scrap adonan mi dari proses pressing,
apakah scrap adonan tersebut dapat mengubah tekstur lembar adonan secara
signifikan apabil dimasukkan kembali dalam feeder.
Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut pada scrap HH dan HP, apakah scrap
tersebut dapat diproses kembali menjadi bahan pangan (bukan pakan ternak) untuk
meningkatkan nilai jual.
56
DAFTAR PUSTAKA
Astawan, M. (2008). Membuat Mi dan Bihun. Niaga Swadaya. Jakarta. Diakses dari
https://books.google.co.id/books?id=R63Bo_S5bRoC&printsec=frontcover&dq
=astawan+M+2000+membuat+mie+dan+bihun&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwi
QmI_t1PniAhUmTI8KHWjbA18Q6AEIKTAA#v=onepage&q=astawan%20M
%202000%20membuat%20mie%20dan%20bihun&f=false
Blocher et al. (2007). Manajemen Biaya Edisi 3. Penerbit Salemba Empat. Jakarta.
Diakses dari
https://books.google.co.id/books?id=OOwC9V8AhZ0C&pg=PR4&dq=blocher
+manajemen+biaya&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjl7f291fniAhWKMY8KHQ
9-CoEQ6AEIKTAA#v=onepage&q=blocher%20manajemen%20biaya&f=false
Dessuara F.C., Sri Waluyo, dan Dwi Dian Novita. (2015). Pengaruh Tepung Tapioka
sebagai Bahan Substitusi Tepung Terigu Terhadap Sifat Fisik Mie Herbal Basah.
Jurnal Teknik Pertanian Lampung. Vol 4 No 2 : 81-90. Diakses dari
https://media.neliti.com/media/publications/134685-ID-none.pdf
Estiasih T., Widya Dwi R.P., dan Elok W. (2017). Umbi-Umbian dan Pengolahannya.
UB Press. Malang. Diakses dari
https://books.google.co.id/books?id=VcNIDwAAQBAJ&printsec=frontcover&
dq=Umbi-
Umbian+dan+Pengolahannya.+UB+Press.+Malang.&hl=id&sa=X&ved=0ahU
KEwjAx4223PniAhVKOisKHTDAC-gQ6AEIKTAA#v=onepage&q=Umbi-
Umbian%20dan%20Pengolahannya.%20UB%20Press.%20Malang.&f=false
Focus Technology Co., Ltd. (1998). Potato Chips Making Machine and Frying Machine.
https://zhuchengtianshun.en.made-in-
china.com/product/KjUxIDrGYuhM/China-Potato-Chips-Making-Machine-
and-Frying-Machine.html. Diakses pada 19 Mei 2019 pukul 02.23.
Focus Technology Co., Ltd. (1998). Stainless Steel Mixing Tank.
https://wanyuanqiye.en.made-in-china.com/product/rBsJnEUwsYWz/China-
Stainless-Steel-Mixing-Tank-Blending-tank-.html. Diakses pada 18 Mei 2019
pukul 23.15.
Fuji Manufacturing Co., Ltd. (n.d.). Continuous Pressing Roller. http://www.fuji-
mfg.jp/en/products/continuous/. Diakses pada 19 Mei 2019 pukul 01.00.
Fuji Manufacturing Co., Ltd. (n.d.). FW808 Series Achieve a Tight Finish by Wrapping
into Box Blanks. http://www.fuji-machinery.com/products/cartoner/fw808.html.
Diakses pada 19 Mei 2019 pukul 02.15
Guangzhou Broadyea Manufacture Co., Ltd. (2006). Large Automatic Noodle Makers
Flour Mixer. http://www.broadyea.net/drying-noodle-line/large-automatic-
noodle-makers-mixing-machine.html. Diakses pada 18 Mei 2019 pukul 23.00.
Haryanti, P., Retno Setyawati, dan Rumpoko Wicaksono. (2014). Pengaruh Suhu Dan
Lama Pemanasan Suspensi Pati Serta Konsentrasi Butanol Terhadap Karakteristik
Fisikokimia Pati Tinggi Amilosa Dari Tapioka. Agritech Vol 34 No 3 : 309-315.
Diakses dari https://media.neliti.com/media/publications/104350-ID-pengaruh-
suhu-dan-lama-pemanasan-suspens.pdf
iFoodEquipment. (2019). BakeMax BMEPS12 Single Pass Dough Sheeter.
https://ifoodequipment.ca/collections/dough-sheeters/products/bakemax-
57
bmeps12-12-eurosmart-single-pass-dough-sheeter. Diakses pada 19 Mei 2019
pukul 01.56.
Jingcheng Machinary Manufacturing Co., Ltd. (2016). Maggi Indomie Noodle Machine.
http://www.jingcheng-noodlemachine.com/Fried-instant-noodle-
machine/2016/0712/39.html . Diakses pada 19 Mei 2019 pukul 01.45.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2012). Sumber Daya Manusia.
https://kbbi.web.id/sumber. Diakses pada 23 Mei 2019 pukul 23.32.
Koswara, Sutrisno. (2009). Teknologi Pengolahan Mie. Seri Teknologi Pangan Populer.
eBookPangan.com. Diakses dari http://tekpan.unimus.ac.id/wp-
content/uploads/2013/07/Teknologi-Pengolahan-Mie-teori-dan-praktek.pdf
Longer Company. (2010). Fried Instant Noodles Machine β Maggie Noodles Production
Line. https://www.longer-machinery.com/product/noodle-plant/instant-noodle-
line.html. Diakses pada 19 Mei 2019 pukul 02.00.
Mangal Machines Private Limited. (n.d.). Dough Feeding System.
https://www.indiamart.com/mangal-machines/dough-feeding-systems.html.
Diakses pada 18 Mei 2019 pukul 22.40.
Nipro Weitek. (2009). Tank Weighing Scale.
http://www.niproweitek.com/search.html?ss=tank+weighing+scale. Diakses
pada 18 Mei 2019 pukul 22.55.
Omori India Pvt, Ltd. (2014). Noodle Wrap. http://www.omori.co.in/noodlewrap.php.
Diakses pada 19 Mei 2019 pukul 02.10.
Pangestu, H.I. (2014). Sukses Wirausaha Gerobak Terlaris dan Tercepat Balik Modal.
Kunci Aksara. Jakarta. Diakses dari
https://books.google.co.id/books?id=5_zZCQAAQBAJ&printsec=frontcover&s
ource=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false
Pop Mie. (2015). Pop Mie Product. http://www.popmie.com/product. Diakses pada 10
Februari 2019 pukul 09.40.
PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (2015). http://www.indofoodcbp.com/. Diakses
pada 10 Februari 2019 pukul 10.30.
Purnawijayanti, H.A. (2009). Mi Sehat. Kanisius. Yogyakarta. Diakses dari
https://books.google.co.id/books?id=yKoOZhBWr-
oC&pg=PA4&dq=Purnawijayanti,+H.A.+(2009).+Mi+Sehat.+Kanisius.+Yogy
akarta&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwinj4SZ3fniAhWJQI8KHTTWDo0Q6AEI
LDAA#v=onepage&q=Purnawijayanti%2C%20H.A.%20(2009).%20Mi%20Se
hat.%20Kanisius.%20Yogyakarta&f=false
Sakura Noodle. (2015). Chicken Stock Flavor & Sakura Fried Noodle.
http://www.sakura-noodle.co.id/. Diakses pada 8 Februari 2019 pukul 13.30.
Sarimi. (2015). Mi Instan Sarimi. http://www.sarimi.co.id/. Diakses pada 8 Februari 2019
pukul 13.00.
SepMachinery Co., Ltd. (2018). Sieving Machine. https://sepmachinery.com/screw-
conveyor/. Diakses pada 18 Mei 2019 pukul 23.56.
Shangbaotai Machine Technology Co., Ltd. (2017). Slitter.
http://www.shangbaotai.com/customized-noodles-slitting-machine.html.
Diakses pada 19 Mei 2019 pukul 01.15.
Supermi. (2018). Supermi. http://www.supermi.co.id/produk#rasa-ayam-bawang
Diakses pada 10 Februari 2019 pukul 10.00.
58
Sutrisno, H.E. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia. Kencana. Jakarta. Diakses
https://books.google.co.id/books?id=OhZNDwAAQBAJ&printsec=frontcover
&dq=Sutrisno,+E.+(2009).+Manajemen+Sumber+Daya+Manusia.+Kencana.+J
akarta.&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiEwq673fniAhVXdCsKHaaCA98Q6AE
IKjAA#v=onepage&q=Sutrisno%2C%20E.%20(2009).%20Manajemen%20Su
mber%20Daya%20Manusia.%20Kencana.%20Jakarta.&f=false
59
LAMPIRAN
Lampiran 1. Gambar Scrap
Scrap adonan mi Scrap mi basah
Scrap mi Hancur Frying (HF)
Scrap mi Hancur Patah (HP)
Scrap mi Hancur Halus (HH)
60
Kartu Bimbingan
61
62