analisis perhitungan daya angin di sekitar bandara …repository.utu.ac.id/100/1/1_combine.pdf ·...
TRANSCRIPT
ANALISIS PERHITUNGAN DAYA ANGIN DI SEKITAR
BANDARA TJUT NYAK DHIEN NAGAN RAYA
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-syarat Yang Diperlukan Guna
Memperoleh GelarSarjana Teknik Pada Universitas Teuku Umar
Disusun Oleh :
TEUKU JULIZAR
NIM : 06C10202020
JURUSAN : Teknik Mesin
BIDANG : Teknik Konversi Energi
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TEUKU UMAR
ALUE PEUNYARENG – ACEH BARAT
2014
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemanfaatan energi angin dengan menggunakan kincir angin sebagai alat
konversi energi sudah dikenal sejak ratusan tahun yang lalu. Di Eropa khususnya
Belanda, mulai abad XII kincir angin telah digunakan sebagai penggerak pompa
untuk sistem bendungan pada daerah-daerah pantai (Soeripno,1993).
Sejak ditemukannya minyak bumi kecenderungan pemanfaatan energi
angin untuk tata kehidupan manusia mulai menurun. Keadaan ini berlangsung
hingga terjadinya krisis energi. Manusia mulai menyadari perlunya
pengembangan pemanfaatan sumber energi non minyak termasuk pengembangan
pemanfaatan energi angin (Soeripno,1993).
Pemanfaatan sumber energi non minyak ini antara lain meliputi
permasalahan sebagai berikut.:
1. Pemanfaatan sumber energi non konvensional dan sumber energi yang dapat
diperbaharui.
2. Penggunaan sistem konversi energi dengan efisiensi cukup tinggi.
3. Penggunaan sistem konversi energi yang sederhana.
Energi angin sebagai suatu sumber energi yang dapat diperbaharui sudah
sepatutnya untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya. Hal ini disebabkan adanya
beberapa faktor pendorong pengembangan pemanfaatan energi angin, seperti:
Energi angin merupakan energi lokal yang tidak memerlukan berbagai bentuk
2
pengadaan dan transportasi, sehingga sangat bermanfaat untuk daerah pedesaan
dan Pengaruh teknologi pemanfaatan energi pada lingkungan, sejauh yang
diketahui dewasa ini tidak mengganggu kelestarian lingkungan. (Soeripno,1993).
Apabila ditinjau pemanfaatan energi angin ini secara garis besar
berorientasi pada kebutuhan energi lokal atau pedesaan. hal ini menimbulkan
pandangan bahwa teknologi energi angin ini tepat untuk dikembangkan di
Indonesia, mengingat, wilayah Indonesia terdiri dari banyak wilayah pedesaan,
yang potensi anginnya memadai (Soeripno,1993).
Apabila ditinjau struktur dari sistem ini, maka permasalahannya secara
umum meliputi: Bagian rotor atau sudu yang fungsinya sebagai penangkap angin
dan meneruskannya ke poros dan sistem transmisi daya poros untuk menghasilkan
kerja berguna atau untuk konversi energi dalam bentuk lain, misal energi listrik.
Keduanya bertujuan mengkonversikan energi angin menjadi energi mekanis, yang
nantinya mungkin dimanfaatkan langsung sebagai penggerak pompa, penggerak
atau generator listrik (Soeripno,1993).
1.2 Rumusan Masalah
Untuk menjamin kesinambungan pemanfaatan energi angin, berbagai
rancangan pembuatan rotor atau sudu sebagai penangkap angin terus
dikembangkan dalam penelitian.
Dalam kesempatan ini penulis merencanakan kincir angin sudu airfoil
NACA 2410. Dipilihnya geometri airfoil NACA 2410 sebagai sudu kincir angin
karena konstruksinya sederhana yang memungkinkan pembuatan, pemeliharan
3
dan perbaikan dengan peralatatan bengkel yang sederhana dan mempunyai
manfaat yang sangat besar.
1.3 Tujuan Penelitian
Menganalisa Perhitungan Daya Angin di Sekitar Bandara Tjut Nyak Dhien
Nagan Raya.
1.4 Batasan Masalah
Pada perencanaan sudu kincir angin ini perhitungan diarahkan untuk
mendapatkan dimensi sudu kincir angin. Sedangkan perhitungan khusus untuk
menghitung kekuatan konstruksi kincir angin tidak dilakukan.
Pada perencanaan sudu kincir angin, dimensinya didasarkan pada besarnya
kecepatan angin dilokasi perencanaan yaitu di lakukan di Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika Stasiun Tjut nyak dhien Nagan Raya.
4
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Cara Kerja Kincir Angin
Dalam kerjanya, kincir angin mengkonversikan energi kinetik menjadi
energi mekanis yang kemudian akan memutar melalui poros engkol dan
mengerakkan pompa. Energi mekanis ini selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk
memutar pompa air, generator, aerator dan lain-lain (Atmadi, 1982).
Bagian terpenting di dalam pengubahan energi kinetik angin menjadi
energi mekanik adalah rotor yang terdiri atas sudu-sudu. Sudu-sudu inilah yang
akan menghasilkan gaya lift sehingga dapat menggerakan rotor untuk berputar
(Atmadi, 1982).
Gambar 2.1 : Gaya lift pada sudu kincir angin
Sumber : Atmadi 1982
5
2.2 Teori Momentum Aksial
Dengan teori ini dilakukan analisis untuk mengetahui unjuk kerja dari
sistem Konversi Energi Angin (SKEA) ideal. Asumsi-asumsi dan ketentuan yang
disyaratkan untuk kondisi kerja dari kincir angin ideal adalah sebagai berikut:
1. Aliran uniform
2. Tekanan udara jauh sebelum dan sesudah meninggalkan sistem dianggap sama
dengan tekanan sekeliling
3. Kerapatan udara tetap (Robert W Fox, 1985).
Ada beberapa persamaan dasar yang akan digunakan dalam teori ini yaitu :
1. Kekekalan massa.
Terjadi kekekalan massa selama angin melintas sistem kincir angin
333222111 AVAVAV ............................................................................. [2.1]
2. Perubahan Momentum
Terjadi gaya thrust (Tthr) pada rotor yang disebabkan perubahan
momentum angin masuk dan meninggalkan sistem kincir angin.
2
222
2
111 AVAVTthr ................................................................................... [2.2]
3. Perbedaan Tekanan
Terjadi perbedaan tekanan antara kedua sisi rotor kincir angin, sisi depan
(Pb) dan sisi belakang (Pc). Gaya thrust yang terjadi dapat juga dinyatakan
dengan perbedaan tekanan antara Pb dan Pc dikalikan dengan luas rotor.
APPT cbthr ............................................................................................. [2.3]
4. Mengabaikan Elevasi
6
Menggunakan persamaan Bernoulli dengan mengabaikan faktor elevasi.
tan2
1 2 konsVgzP
tan2
1 2 konsVP .................................................................................... [2.4]
Gambar 2.2 : Notasi pada teori momentum aksial
Sumber : Atmadi 1982
Dari gambar 2.2 diatas dengan menggunakan persamaan Bernoulli antara
titik 1 dengan titik b didapat :
22
112
1
2
1AXb VVP
............................................................................ [2.5]
Untuk titik c dan 2 didapat :
2
22
2
2
1
2
1VPVP AXc
............................................................................. [2.6]
Dari kedua persamaan Bernoulli ini dapat dicari beda tekanan antara titik b
dan c, dengan mengeliminasi faktor-faktor yang sama.
2
2
2
12
1VVPP cb
.................................................................................. [2.7]
7
Dan gaya Thrust pada persamaan 2.3 dapat diubah menjadi :
2
2
2
12
1VVATthr
...................................................................................... [2.8]
Persamaan momentum dapat diubah menjadi persamaan berikut dengan
prinsip kekekalan massa :
21 VVAVT AXthr ..................................................................................... [2.9]
Dari persamaan 2.8 dan 2.9 akan didapat hubungn antara V1 dan V2
dengan VAX, yaitu :
212
1VVVAX
........................................................................................... [2.10]
Besarnya VAX lebih kecil dari V1, hal ini disebabkan adanya “Induced
Velocity” yaitu sebagian vektor kecepatan angin yang melewati rotor kincit dan
tidak dimanfaatkan untuk memutar sudu. Besarnya faktor ini dilambangkan
dengan a.
Maka secara sistematis besarnya VAX dapat dinyatakan sebagai :
11 VaVAX ................................................................................................ [2.11]
Dengan mensubstitusikan persamaan 2.11 dan 2.10 maka didapat :
aVV 2112 ................................................................................................ [2.12]
Daya yang dihasilkan kincir angin adalah perubahan energi kinetik dan
massa aliran udara yang melalui luasan rotor, dapat dituliskan :
2
2
2
12
1VVAVN AX
................................................................................. [2.13]
8
Dengan memasukkan persamaan 2.11 dan 2.12 maka persamaan daya
menjadi:
3
1
2
2
114 AVaaN
................................................................................... [2.14]
Pada persamaan 2.14 tampak bahwa data yang dihasilkan oleh rotor
merupakan kuadrat faktor induksi aksial. Maka untuk mendapatkan harga daya
maksimal yang dihasilkan oleh rotor secara teoritis harga da
dN harus sama dengan
nol.
02
114 3
1
2
AVaa
da
d
da
dN
............................................................... [2.15]
Dari persamaan 2.15 akan didapat harga a untuk daya maksimum, yaitu
pada a = 1/3. Jika nilai a ini didistribusikan ke persmaan 2.14 didapatkan :
3
12
1
27
16AVNmaks
......................................................................................... [2.16]
Dimana :
Nmaks = Daya maksimum ideal teoritis kincir angin (watt)
ρ = Density udara (kg/m3)
A = Luas bidang putar sudu kincir angin (m2)
V1 = Kecepatan udara bebas (m/dt)
Bila dibandingkan dengan daya yang dapat diberikan oleh angin (N) yang
besarnya :
3
12
1AVN
................................................................................................... [2.17]
9
Maka daya yang dihasilkan oleh suatu SKEA secara ideal hanya sebesar
0,593 dari jumlah energi yang dimiliki oleh angin dapat dimanfaatkan menjadi
energi mekanik. Jadi efesiensi maksimum suatu kincir angin adalah sebesar 59,3%
(Djijidihardjo, 1982).
2.3. Daya, Torsi dan Kecepatan
Suatu sudu kincir angin dapat berputar disebabkan adanya komponen gaya
angkat pada permukaan airfoil sudu saat angin melaluinya. Komponen gaya
angkat ini merupakan gaya tangensial sudu yang mempunyai jarak (lengan)
tertentu terhadap sumbu putar (Djijidihardjo, 1982).
Hasil kali antara gaya tangensial dengan lengan sering disebut torsi (T).
Seadainya sudu ini berputar dengan kecepatan tertentu (Ω), maka daya (N) yang
timbul sebesar :
.TN ........................................................................................................ [2.18]
Dimana : T = Torsi (Nm)
N = Daya (Watt)
Ω = Kecepatan sudut (rad/dt)
Telah dibahas sebelumnya bahwa energi kinetik yang dimiliki angin tidak
seluruhnya dapat dikonversikan menjadi gaya mekanik. Dengan demikian telah
terjadi kerugian daya sehingga daya mekanis yang sesungguhnya dihasilkan oleh
rotor kincir angin menjadi lebih kecil dari daya angin (Djijidihardjo, 1982).
10
2.4 Airfoil
Sudu kincir angin sering kali berpenampang airfoil, tetapi adakalanya sudu
ini memilii profil plat lengkung yang merupakan penyederhanaan dari bentuk
airfoil (Clanc LJ, 1975).
Pada gambar 2.3 dapat dilihat bahwa ketika udara mengalir melalui suatu
bentuk airfoil terbentur oleh hidung (nose) dari airfoil sehingga terpecah di titik a.
Angin tersebut melintasi lintasan yang berbeda dan sampai di titik b dalam waktu
yang sama. Lintasan punggung dari airfoil lebih panjang sehingga di daerah ini
kecepatan angin lebih cepat dibandingkan dengan daerah bawah (perut) airfoil.
Terjadinya perbedaab kecepatan ini akan menimbulkan perbedaan tekanan.
Tekanan pada perut airfoil lebih besar dari tekanan pada punggung airfoil
sehingga terjadilah gaya angkat (Lift) yang arahnya tegak lurus terhadap aliran
udara. Disamping itu terjadi gaya tahan (Drag) yang searah dengan aliran (Clanc
LJ, 1975).
2.5 Teori Elemen Sudu
Pada teori momentum aksial yang telah dibahas dimuka, telah didapatkan
hubungan antara luasan sudu kincir angin dengan daya yang dihasilkan. Tetapi
beberapa parameter perencanaan seperti jumlah sudu, lebar sudu, sudut serang dan
sudut puntir belum disinggung sama sekali. Untuk mengetahui parameter-
parameter tersebut dikembangkanlah suatu teori yang biasa disebut Teori Elemen
Sudu (Djijidihardjo, 1983).
11
2.5.1 Efek Sudut Puntir (Twist) pada kemampuan suatu sudu.
Seperti telah diuraikan pada bahasan mengenai airfoil, bahwa sudu kincir
angin mempunyai sudut serang tertentu terhadap arah datangnya angin. Sudut
serang ini sedemikian rupa sehingga menghasilkan daya angkat terbaiknya. Sudu
kincir angin berputar disebabkan gaya angkat pada permukaan sudu ketika udara
dengan kecepatan tertentu melaluinya, seperti gambar berikut:
Gambar 2.4 : Vektor kecepatan pada elemen sudu
Sumber : Utomo 1991
Ketika sudu kincir angin berputar dengan kecepatan sudut tertentu terjadi
perbedaan linear di sepanjang sudu. Kecepatan di bagian tepi (tip) relatif lebih
besar dibandingkan dengan di bagian akar (root). Akibatnya gaya angkat yang
terjadi di sepanjang tersebar merata (Utomo, 1991).
Untuk mendapatkan gaya angkat yang merata di sepanjang sudu yaitu
dengan cara mengatur besarnya sudut serang efektif pada tiap titik di sepanjang
sudu berbeda-beda, dimana bagian akar mempunyai sudut serang efektif yang
lebih besar dari pada di bagian tepi. Konsekuensinya didapatkan bahwa besarnya
12
sudut puntir β (Twist) di bagian akar lebih besar dan di bagian tepi lebih kecil
(Utomo, 1991).
2.5.2 Efek Putaran Wake (Olakan)
Pada teori momentum aksial telah diasumsikan bahwa tidak terjadi putaran
wake di sekitar sudu-sudu kincir angin. Tetapi pada kenyataan sesungguhnya
untuk mencari dimensi geometri sudu efek dari putaran wake ini tidak dapat
diasumsikan begitu saja, karena wake merupakan penyebab kerugian daya.
Terjadinya putaran wake dapat dimengerti dari gambar di bawah ini :
Gambar 2.6 : Sketsa terjadinya putaran wake
Sumber :Utomo 1991
Sudu-sudu dialiri udara dari arah tegak lurus bidang putar, selanjutnya
aliran udara akan berbelok yang disebabkan bentuk sudu dan torsi yang diberikan
sudu. Maka udara setelah melalui rotor akan berputar berlawanan arah dengan
arah putaran rotor. Sehingga pada permukaan airfoil sudu-sudu teijadi aliran
singkat yang mengakibatkan turunnya perbedaan tekanan pada kedua permukaan
tersebut. Akibatnya gaya angkat (Lift) yang dihasilkan sudu-sudu akan turun
(Utomo, 1991).
13
2.6 Teori Elemen Sudu
Pada teori momentum aksial dan teori efek putaran wake seperti yang
telah dibahas sebelumnya masih belum terlihat parameter perncanaan yang
berhubungan langsung dengan dimensi sudu kincir angin. Pada pembahasan teori
elemen sudu ini akan kita dapatkan persamaan yang berhubungan langsung
dengan dimensi sudu kincir angin. Yaitu dengan menggabungkan kedua teori
sebelumnya dengan teori elemen sudu.
Secara umum teori ini adalah menghitung gaya-gaya (Drag dan Lift) yang
terjadi pada suatu potongan penampang airfoil (elemen) sudu kincir angin.
Kemudian mengintegralkan sepanjang sudu, selanjutnya dikalikan dengan jumlah
sudu yang ada pada suatu rotor kincir angin untuk mendapatkan gaya thrust dan
torsinya ((Atmadi, 1982).
Gambar 2.7 : Notasi teori elemen sudu
Notasi yang dipakai dalam analisis ini dapat dilihat pada gambar diatas,
sedangkan elemen gaya angkat dan gaya hambat yang terjadi pada elemen sudu
diambil dari persamaan 2.23 dan 2.24 selanjutnya ditulis ulang menjadi :
14
drCVrClL 2
2
1
......................................................................................... [2.19]
drCVrClD 2
2
1
........................................................................................ [2.20]
Dimana : C = Panjang tali busur pada elemen sudu
Vr = Kecepatan relatif udara
Lihat gambar diatas, arah putaran sudu kincir angin adalah sejajar dengan
sumbu x dan gaya angkat sejajar dengan sumbu y.
Bila gaya-gaya yang berkerja pada elemen sudu diuraikan menurut sumbu
x dan sumbu y, akan kita dapatkan gaya thrust dan torsi :
sincos CddLdTthr .......................................................................... [2.21]
sincos CddLdT ............................................................................. [2.22]
Pada rotor yang mempunyai jumlah sudu B dan dengan memasukkan
persamaan 2.32 dan persamaan 2.33 maka besarnya gaya thrust dan torsi menjadi:
drCBVCddLdT rthr
2
2
1sincos
...................................................... [2.23]
drCBVsnCddLdT r
2
2
1cos
.......................................................... [2.24]
Dari gambar besarnya sudut tanΦ adalah :
ra
a
Ra
Va
'' 1
1
1
1tan
...................................................................... [2.25]
cos
1
sin
1 ' eaVaVr
.............................................................................. [2.26]
Dan juga jika Local Solidity Ratio (σ) didefinisikan :
15
r
BC
2
.......................................................................................................... [2.27]
Jika persamaan 2.38, 2.39 dan 2.40 dimasukkan kedalam persamaan 2.36
dan 2.37 akan didapatkan :
drrVCl
CdCladTthr
2
2
1tan1
sin
cos1 2
2
2
................................. [2.28]
drrrCl
CdCladT
2
2
1
tan1
cos
sin1 22
2
2'
................................. [2.29]
Dengan mengkombinasikan persamaan 2.41 dengan 2.29 dan persamaan
2.42 dengan 2.31 akan didapat persamaan :
tan1
sin
cos
1
42' Cl
CdCl
a
a
................................................................. [2.30]
tan1
cos1
4'
'
Cl
CdCl
a
a
......................................................................... [2.31]
Karena besarnya Cd/Cl adalah minimum persamaan 2.43 dan 2.44 dapat
disederhanakan menjadi :
2sin
cos
1
4 Cl
a
a
.......................................................................................... [2.32]
cos1
4'
' Cl
a
a
........................................................................................... .... [2.33]
16
Sedangkan hubungan antara a dengan a’ adalah sebagai berikut :
14
31'
a
aa
...................................................................................................... [2.34]
Jika persamaan 2.47 disubstitusikan kedalam persamaan 2.46 kemudian
dirupakan fungsi a. Selanjutnya fungsi a ini disubstitusikan kedalam persamaan
2.45 akan diperoleh :
cos14Cl ........................................................................................... [2.35]
Dengan mensubstitusikan Local Solidity Ratio (Persamaan 2.40) kedalam
persamaan 2.48 diatas akan didapatkan :
cos1.
8
ClB
rC
....................................................................................... [2.36]
Persamaan diatas dapat digunakan untuk mencari panjang tali busur (C)
terhadap tiap-tiap elemen sudu berjarak r dari pusat. Sedangkabn besarnya sudut
Φ pada persamaan diatas menurut jansen, WAM adalah sebesar :
cos1arctan3
2
.................................................................................. [2.37]
Dengan besarnya λr pada persamaan 2.50 menurut jansen, WAM pula
adalah sebesar :
R
rr
......................................................................................................... [2.38]
Dari gambar 2.6 besarnya sudut β adalah :
....................................................................................................... [2.39]
17
2.7 Dasar Perhitungan Daya
Besarnya daya poros yang dihasilkan oleh rotor kincir angin dapat ditulis
sebagai berikut :
235,0 RxxVxxxCpP uk ...................................................................... [2.40]
Dimana : Pk = Daya kincir angin (Watt)
Cp = Koefesien daya rotor
ρu = Massa jenis udara (1,2 kg/m3)
V = Kecepatan angin (m/dt)
R = Jari-jari rotor (m)
Dalam keadaan stasioner, besarnya daya poros dari kincir angin ini harus
sama dengan besarnya daya mekanis untuk menggerakkan pompa. Jadi
persamaannya :
pompamekanikkincir PP ......................................................................................... [2.41]
Daya mekanis pompa torak dapat dinyatakan sebagai :
p
PP hidrolis
kincir
................................................................................................ [2.42]
Dimana :
Phidrolis = Daya yang digunakan untuk memompa air tanpa gesekan
yang mencakup daya mekanis.
ηp = Efesiensi pompa
Adapun daya hidrolis dapat dihitung dengan persamaan :
qxHxgxP whideolis .................................................................................. [2.43]
Dimana : ρw = Massa jenis air laut (1025 kg/m3)
18
g = Percepatan gravitasi (9,81 m/dt2)
H = Tinggi pemompaan (m)
q = Jumlah air yang dipompakan (m3/dt)
Dan besarnya q dapat dinyatakan dengan persamaan :
i
nxQq
........................................................................................................ [2.44]
Dimana : Q = Volume air yang dipompakan per siklus pemompaan
N = Jumlah putaran rotor per detik (rps)
i = Angka transmisi
Kemudian besarnya Q dihitung dengan persamaan :
sdQ 2
4
..................................................................................................... [2.45]
Dimana : d = Diameter silinder pompa (m)
s = Panjang langkah torak (m)
Jadi persamaan 2.56 dapat ditulis kembali :
i
nxdxxsxHxgxP whidrolis
2
4
............................................................ [2.46]
Adapun putaran rotor diperoleh dengan hubungan sebagi berikut :
)(30
rpmRx
Vxxn
...................................................................................... [2.47]
)(2
rpmRxx
Vxn
....................................................................................... [2.48]
Dimana : n = Putaran rotor
λ = Ratio kecepatan ujung (Tip Speed Ratio)
19
V = Kecepatan angin rata-rata (m/dt)
R = Jari-jari rotor (m)
Agar dapat memompa air maka daya yang dimiliki oleh kincir angin harus
lebih besar dari daya yang digunakan untuk pemompaan, sehingga persamaan
2.55 menjadi:
p
PP hidrolis
kincir
.............................................................................................. [2.49]
Dengan memasukan persamaan 2.53, 2.59 dan 2.61 kedalam persamaan
2.62 akan didapat jari-jari kincir angin yaitu:
Ri
VdxsxHxgxwxpxRxxVxuxxCp
45,0
223
ixpxxVxuxCp
xdxsxHxgxwR
2
23
4
...................................................................... [2.50]
2.7.1 Teori Perhitungan Data Angin
Data angin sangat besar pengaruhnya dalam perencanaan sudu kincir
angin, untuk memperoleh informasi data angin dapat diperoleh dari stasiun
meteoroiogi dan geofisika terdekat dari rencana lokasi penempatan kincir angin
(Darwing Sembahyang,1978).
Untuk memperoleh gambaran potensi angin, dari data angin yang ada selanjutnya
diolah dan akan digambarkan :
1. Distribusi kecepatan dan arah angin rata-rata dan kecepatan maksimum
perbulan.
2. Distribusi relative arah angin
20
3. Distribusi peluang arah dan kecepatan angin
4. Frekuensi kecepatan angina
2.7.2 Distrbusi Kecepatan Dan Arah Angin
Untuk menyusun diagram kecepatan dan arah angin digunakan rumus
sebagai berikut :
1. Kecepatan angi rata-rata
N
ViV
Dimana : V = Kecepatan rata-rata angin tiap bulan
Vi = Kecepatan angin tiap hari
N = Jumlah hari
2. Distribusi arah angin rata-rata
Distribusi arah angin rata-rata adalah arah angin yang paling banyak
terjadi selama waktu pengamatan.
2.7.3 Frekuensi Kecepatan Angin
Frekuensi kecepatan angin menyatakan distribusi jumlah hari
berlangsungnya kecepatan angin tertentu pertahun, dinyatakan sebagai persentase
terhadap jumlah hari pengamatan selama satu tahun (Darwin Sembahyang).
Untuk memperoleh frekwensi kecepatan angin dipergunakan rumus :
%100xVT
VTVP
.................................................................................. [2.51]
Dimana : P(V) = Kemungkinan bertiupnya angin dengan kecepatan V
T(V) = Jumlah hari bertiupnya angin dengan kecepatan V per tahun
21
ΣT(V) = Jumlah hari pengamatan per tahun
2.7.4 Distribusi Peluang Arah Dan Kecepatan Angin
Informasi ini berguna untuk menentukan arah dan kecepatan angin utama,
untuk mempertimbangkan orientasi suatu kincir angin yang rotornya mempunyai
kedudukan arah yang tetap (Darwin Sembahyang, 1978). Harga persentase
frekwensi komulatif range kecepatan dengan arah tertentu didefinisikan oleh
rumus :
%100xAVT
AVTVP
...................................................................... [2.52]
Dimana:
T(>V)A = Jumlah jam komulatif kecepatan V, dibanding dengan arah A
pertahun
ΣT(>V)A = Jumlah total jam komulatif kecepatan V, dilampaui dengan
arah A selama waktu pengamatan
P(>V) = Prosentase frekuensi komulatif range kecepatan dengan arah
tertentu.
22
BAB III
METODOLOGI PERENCANAAN
Adanya variasi-variasi pada berbagai jenis Sistem Konversi Energi Angin
(SKEA) menyebabkan unjuk kerja yang dihasilkan oleh suatu kincir angin akan
berbeda-beda. Variasi-variasi ini disebabkan adanya beberapa faktor yang
mempengaruhi hasil perencanaan suatu kincir angin. Faktor-faktor perencanaan
ini selanjutnya disebut sebagai perameter perencanaan kincir angin (Daniel V
hunt,1981).
Pemanfaatan energi angin melalui suatu SKEA sebaiknya diketahui lebih
dahulu karakteristik kerja dari alat-alat atau pesawat yang akan digerakan
sehingga dengan adanya karakteristik kerja yang sesuai antara kincir angin yang
dikehendaki dengan alat yang digerakan akan didapatkan hasil yang memuaskan.
Namun dengan adanya variasi-variasi itu pula, sehingga memungkinkan untuk
pemanfaatan energi angin dalam berbagai kebutuhan (Daniel V hunt,1981).
Bertitik tolak pada hal-hal diatas, maka penelitian parameter perencanaan
SKEA perlu dilakukan. Oleh karena itu perlu diketahui sifat-sifat dan pengaruh
parameter-parameter itu terhadap kincir angin.
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian di lakukan di Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
(BKMG) Stasiun Tjut nyak dhien Nagan Raya, dan data nya dapat di peroleh
setiap minggu, bulan dan tahunan.
23
3.2 Langkah Langkah dan Perencanaan Kincir Angin
Kecepatan angin rata-rata paling penting artinya dalam perencanaan suatu
SKEA, karena dengan ini akan diperhitungkan beban perencanaan dan daya
keluar rata-rata yang hendak dihasilkan. Disamping itu perlu juga diketahui
bagaimana karakteristik angin bertiup, distribusi kecepatan angin sepanjang
tahunnya. Maka dari itu survei potensi angin dilakukan untuk mendapatkan data.
Data kecepatan dan arah angin didapatkan dari Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika Stasiun Tjut nyak dhien Nagan Raya.
3.3 Airfoil
Jenis Airfoil yang akan digunakan sudu kincir angin sangat berpengaruh
terhadap unjuk kerja yang dihasilkan kincir angin. Pada bab kedua telah diuraikan
hubungan antara profil airfoil dengan koefisien Lift dan Drag yang dihasilkan,
serta sudut serang efektif untuk mendapatkan kemampuan terbaiknya.
Untuk jenis airfoil NACA 2410 didapatkan sudu serang efektifnya yaitu
sebesar 32,5°. Selanjutnya sudut serang ini digunakan sebagai sudut serang
rencana.
3.4 Tip Speed Ratio
Tip Speed Ratio juga menentukan karakteristik keluaran dari SKEA,
dengan keluaran daya yang sama kincir angin mempunyai Tip Speed Ratio yang
rendah akan menghasilkan torsi yang besar. Tip Speed Ratio kincir angin untuk
menghasilkan daya listrik yaitu sebesar 6 (λ=6).
24
Gambar 3.4 : Tip Speed Ratio Vs Torsi
3.5 Distribusi Chord
Distribusi chord sepanjang sudu secara ideal akan berbentuk hiperbolik,
tetapi dengan bentuk ideal ini akan mengalami kesulitan dalam pembuatannya.
Sehingga dicari bentuk penyederhanaannya yaitu bentuk trapezium dan
rectangular. Tentu saja dengan adanya penyederhanaan akan mengalami kerugian
daya, perhatikan gambar 3.5 di bawah.
Gambar 3.5 : Pengaruh Tip Speed Ratio dan bentuk geometri sudu terhadap
koefesien daya.
Untuk perencanaan dipilih bentuk sudu rectangular, disebabkan sudu
rectangular merupakan bentuk sudu yang paling mudah pembuatannya dibanding
dengan dua bentuk lainnya.
25
3.6 Solidity (σ)
Solidity (σ) didefinisikan sebagai perbandingan luas sudu dengan luas
lintasan sudu. Pengaruh dari harga Solidity dapat dijelaskan sebagai berikut :
Dengan Solidity yang semakin tinggi akan menyebabkan luasan sudu atau
jumlah sudu rotor bertambah sehingga torsi yang dihasilkan akan besar dan untuk
keluaran daya tertentu putaran yang dihaslkan akan kecil, atau dengan kata lain
mengurangi Tip Speed Ratio (λ).
Hubungan antara Solidity dengan Tip Speed Ratio dapat dilihat pada
gambar di bawah ini :
Gambar 3.6 : Hubungan Solidity dengan Tip Speed Ratio
3.7 Jari-jari kincir angin
Untuk mendapatkan besarnya sudut puntir pada sudu kincir angin perlu
diketahui besarnya diameter atau jari-jari kincir angin. Besarnya jari-jari kincir
26
angin didasarkan pada kebutuhan daya yang digunakan untuk menghasilkan
energi listrik yang direncanakan.
27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Distribusi Kecepatan dan Arah Angin
4.1.1. Kecepatan Angin Rata-Rata
Data kecepatan dan arah angin didapatkan dari Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika Stasiun Tjut Nyak Dhien Nagan Raya. Seperti terlihat
pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 : Distribusi Arah dan Kecepatan Angin Tahun 2013
BULAN
ANGIN
Kec. rata-rata (knot) Arah
Januari 4 BD
Februari 3 BL
Maret 3 B
April 3 S
Mei 2 B
Juni 2 B
Juli 2 B
Agustus 3 B
September 3 BD
Oktober 3 B
November 3 S
Desember 3 S
28
Dengan menggunakan persamaan 2.7. maka dapat diketahui kecepatan
angin rata-rata pertahunnya, dihitung sebagai berikut :
N
ViV
Dimana : V = Kecepatan rata-rata angin tiap tahun
Vi = Kecepatan angin tiap bulan
N = Jumlah bulan
Dengan menggunakan rumus diatas maka data pada tabel 4.1. dihasilkan :
N
ViV
Maka dihasilkan kecepatan rata-rata angin pertahunnya di Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika Stasiun Tjut Nyak Dhien Nagan Raya adalah 2,83
knot
4.1.2. Distribusi Arah Angin Rata-Rata
Distribusi arah angin rata-rata yang paling banyak terjadi selama kurun
waktu setahun pengambilan data seperti terlihat pada Tabel 4.1. adalah arah angin
29
yang dominan yaitu pada arah angin barat mendominasi 6 bulan pengambilan data
dari 12 data keseluruhan yang didapatkan.
4.2. Frekuensi Kecepatan Angin
Frekuensi kecepatan angin dhitung dengan menggunakan persamaan 2.8,
yaitu :
%100xVT
VTVP
Dimana : P(V) = Kemungkinan bertiupnya angin dengan kecepatan V
T(V) = Jumlah bulan bertiupnya angin dengan kecepatan V per tahun
ΣT(V) = Jumlah bulan pengamatan per tahun
Dengan mensubtitusikan data pada tabel 4.1. ke persamaan 2.5, maka dihasilkan
frekuensi kecepatan angin sebagai berikut :
%100xVT
VTVP
- Kecepatan rata – rata 4 knot
P (4 knot) – 0,083 100%
P (4 knot) = 8,33%
Untuk kecepatan rata-rata 4 knot didapatkan frekuensi kecepatan angin
rata-rata pertahunnya 8,33 %
30
- Kecepatan rata – rata 3 knot
Untuk kecepatan rata-rata 3 knot didapatkan frekuensi kecepatan angin
angin rata-rata pertahunnya 66,66 %
- kecepatan rata-rata 2 knot
Untuk kecepatan rata-rata 2 knot didapatkan frekuensi kecepatan angin
angin rata-rata pertahunnya 25%
Dari hasil perhitungan frekuensi kecepatan angin rata-rata pertahunnya di
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Tjut Nyak Dhien Nagan
Raya didapatkan frekuensi terbesar terjadi pada kecepatan angin 3 knot dengan
frekuensi 66,66%.
31
4.3. Distribusi Peluang Arah dan Kecepatan Angin
Distribusi peluang arah dan kecepatan angin dihitung dengan
menggunakan persamaan 2.9. maka dihasilkan :
%100xAVT
AVTVP
Dimana :
T(>V)A = Jumlah bulan komulatif kecepatan V, dibanding dengan arah A
pertahun
ΣT(>V)A = Jumlah total bulan komulatif kecepatan V, dilampaui dengan
arah A selama waktu pengamatan
P(>V) = Prosentase frekuensi komulatif range kecepatan dengan arah
tertentu
Jika komulatif kecepatan angin yang digunakan (V) 3 knot dan arah
pengamatan adalah arah angin barat, maka dengan menggunakan persamaan 2.6.
dihasilkan :
32
Dan Jika komulatif kecepatan angin yang digunakan (V) 2 knot dan arah
pengamatan adalah arah angin barat, maka dengan menggunakan persamaan 2.9.
dihasilkan :
Dari hasil diatas menunjukkan bahwa kedudukan arah rotor kincir angin
menghadap ke arah barat dengan kecepatan angin utama 3 knot
4.4. Perhitungan Daya Angin
Jika dalam perencanaan menggunakan kincir angin dengan spesifikasi
sebagai berikut :
Turbin Angin Tipe Airfoil NACA 0018 spesifikasi :
- Blade turbin : 3 buah
- Tinggi blade (span) : 300 mm
- Diameter Turbin : 300 mm
- Panjang Chord : 100 mm
Dengan menggunakan persamaan 2.6. maka akan didapatkan daya angin
untuk daerah Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Tjut Nyak
33
Dhien Nagan Raya dengan kecepatan angin rata-rata yang digunakan 1,455 m/s
(2,83 knot x 0,514 = 1,455 m/s) dan densitas udara 1,06 kg/m3, yaitu :
P = 0,5 ρ v2 A
Dimana : P = Daya angin ( N.m/s)
ρ = Densitas udara yang mengalir (kg/m3)
v = Kecepatan angin (m/s)
A = Luas sudu (m2) ;
Menghitung luas sudut sama dengan L x D, dimana L adalah panjang blade dan D
adalah diameter turbin, maka luas sudu
A = L x D
A = 0,3 m x 0,3 m
A = 0,09 m2
Maka dihasilkan daya angin :
P = 0,5 (1,06 kg/m3) (1,455 m/s)
2 (0,09 m
2)
P = 0,101 Kg.m/s
Konversi satuan Kg ke Newton (1Kg = 9,8 N)
P = 0,101 x 9,8
34
P = 0,9898 N.m/s
P = 0,9898 watt
Jadi dapat diketahui bahwa daya angin rata-rata di sekitar daerah Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Tjut Nyak Dhien Nagan Raya
adalah 0,9898 watt
32
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Menganalisa Perhitungan Daya Angin di Sekitar Bandara Tjut Nyak Dhien
Nagan Raya.
5.2 SARAN
1. Perlu dikumpulkan data angin yang lebih banyak lagi 2 sampai degan 3 tahun
untuk mendapatkan gambaran potensi energy angin yang lebih akurat.
2. Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut mengenai pemanfaatan energi
angin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Budi Utomo, Membuat dan Menerbangkan Pesawat Model, elex Media Koputindo,
1991.
2. Clancy LJ, AERODYNANICS, PIzma Publishing Limeted, Greatnbritain, 1975.
3. Daniel V hunt, WIND POWER
A Hand Book on WIND ENERGY CONVERSION SYSTEM
Litton Education Publishing Inc, New York, 1981.
4. Darwin Sembahyang, Analisa Data Angin di Jakarta Untuk Untuk Pemanfaatan Energi
Angin, Majalah LAPAN NO. 14 Tahun 1978.
5. Harijini Djijidihardjo, WIND ENERGY SYSTEM.
Alumni, Bandung, 1983.
6. Harijono Djojodihardjo dan Sulistyo Atmadi. Perencanaan Kincir Angin
Propeler,Plat Lengkung Untuk Pengisisan Baterai Jenis EN-P-02 XA, Majalah LAPAN
No. 24 Tahun 1982.
7. Robert W Fox,Introduktion To Fluid Mechanics
Jhon Willey and Sound, New York 1985.
8. Soeripno, Rancangan Subsistem Mekanik Kincir Angin Sudu Majemuk 4 Daun Untuk
Pemompaan Air Tambak Garam/ Tambak Udang, Majalah LAPAN No. 66 Tahun 1993.
9. Soeripnoe, Perancangan Torak Pompa Kincir Angin Untuk Pemompaan Air Tambak
Garam Dan Air Tawar Dangkal, Majalah LAPAN No. 67 Tahun 1993.