analisis permintaan dan penawaran susu sapi di indonesia
TRANSCRIPT
Analisis Permintaan Dan Penawaran
Susu Sapi Di Indonesia
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agribisnis (S. Agr)
Disusun Oleh:
Aulia Dhaifullah
1110092000066
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2017 M / 1439 H
Analisis Permintaan Dan Penawaran Susu
Sapi Di Indonesia
Oleh :
Aulia Dhaifullah
1110092000066
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Agribisnis pada Program Studi Agribisnis
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017 M / 1439 H
LEMBAR PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-
BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Ciputat, Juni 2017
Aulia Dhaifullah
1110092000066
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS DIRI
Nama : Aulia Dhaifullah
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 12 Februari 1993
Jenis kelamin : Perempuan
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Alamat lengkap : Jl. Pepaya RT 003 / RW 05 No. 47 A Kp. Utan,
Ciputat –Tangerang Selatan, Banten, 15412.
HP : 085710381260
E-mail : [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN
1996 - 1998 : TK Dua Mei Ciputat
1998 - 2004 : SD Dua Mei Ciputat
2004 - 2007 : SMP Negeri 2 Ciputat
2007 - 2010 : SMA Negeri 1 Tangerang Selatan
2010 - 2017 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, S1 Agribisnis
PENGALAMAN ORGANISASI
o 2004 – 2007 : anggota KIR (kelompok ilmiah remaja) SMP 2 Ciputat
o 2008 – 2010 : Wakil Ketua KIR (kelompok ilmiah remaja) SMA Negeri
1 Tangsel
o 2008 – 2010 : Anggota Ekstra Kulikuler Futsal Wanita SON1C ( Soccer
Negeri 1 Ciputat)
o 2011 – sekarang : Anggota FORSA UIN, Div. Futsal, Kiper Ladies Futsal
UIN Jakarta
o 2011 – 2012 : Anggota BEM-J Agribisnis Div. Keolahragaan dan
Kerohanian
o 2012 – 2013 : Wakil Ketua Div. Futsal Putri UIN Jakarta
PENGALAMAN KERJA
o 2013 : Praktek Kerja Lapangan di Koperasi Peternak Sapi Bandung
Utara, Lembang
o 2015 : Magang di MNC Picture, Div. Produksi
o 2016 : Admin data entry di PT. Dheka Tour, Rempoa
o 2016 : Tour Guide di ekowisata Godong Ijo, Sawangan
o 2017 : Div. HRD di PT. Humana International
v
RINGKASAN Aulia Dhaifullah, Analisis Permintaan Dan Penawaran Susu Sapi Di Indonesia. Di bawah bimbingan Elpawati dan Iwan Aminudin.
Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhi permintaan susu sapi di Indonesia. 2) mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhi penawaran susu sapi di Indonesia. 3) menghitung elastisitas yang terjadi pada permintaan dan penawaran susu sapi di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder runtun waktu (Time Series) mulai tahun 2000 hingga tahun 2015. Data bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementrian Pertanian. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linier berganda menggunakan software Eviews versi 7. Pengujian statistik dalam penelitian ini menggunakan uji koefisien determinasi (R2), Uji-F, Uji-T serta Analisis Elastisitas dan juga dibantu aplikasi Excel 2010.
Hasil pengujian untuk permintaan susu diperoleh Uji R2 sebesar 0.9464, yang menunjukkan bahwa 96,64% permintaan susu sapi di Indonesia dapat dijelaskan oleh variabel bebas yang digunakan dalam model yaitu, harga susu sapi, harga teh, pendapatan perkapita, dan jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan sisanya 5,36% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model penelitian ini. Hasil pengujian secara bersama-sama menunjukkan variabel harga susu sapi, harga teh, pendapatan perkapita, dan jumlah penduduk Indonesia berpengaruh terhadap permintaan susu sapi dengan nilai probabilitas 0.000309 < 0,05. Hasil pengujian secara parsial menunjukkan variabel harga susu sapi dengan nilai probabilitas 0,0973 > 0,05, harga teh dengan nilai probabilitas 0,9034 > 0,05, pendapatan perkapita dengan nilai probabilitas 0,5248 > 0,05 dan jumlah penduduk Indonesia dengan nilai probabilitas 0,3206 > 0,05. Semua variabel tersebut memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap permintaan susu sapi di Indonesia dengan taraf tingkat kepercayaan 95%.
Hasil pengujian untuk penawaran susu diperoleh Uji R2 sebesar 0,6444, yang menunjukkan bahwa 64,44% penawaran susu sapi di Indonesia dapat dijelaskan oleh variabel bebas yang digunakan dalam model yaitu harga susu sapi dan jumlah populasi sapi perah. Sedangkan sisanya 35,56% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model penelitian ini. Hasil pengujian secara bersama-sama menunjukkan variabel harga susu sapi dan jumlah populasi sapi perah berpengaruh terhadap penawaran susu sapi dengan nilai probabilitas 0,000475 < 0,05. Hasil pengujian secara parsial menunjukkan nilai probabilitas harga susu sapi 0,7873 > 0,05 dan jumlah populasi sapi perah dengan nilai probabilitas 0,0290 < 0,05. Variabel harga susu sapi menunjukkan pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap penawaran susu di Indonesia dengan tingkat kepercayaan 95%. Sedangkan variabel jumlah populasi sapi perah memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap penawaran susu di Indonesia dengan tingkat kepercayaan 95%.
Analisis elastisitas yang dilakukan menunjukkan permintaan susu bersifat inelastis terhadap harga susu sapi (-0,186), harga teh (-0,006), pendapatan perkapita (-0,027), dan jumlah penduduk Indonesia (-0,375) yang artinya
vi
permintaan susu tidak responsif terhadap perubahan yang terjadi pada harga susu sapi, harga teh, pendapatan perkapita, dan juga jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan analisis elastisitas yang dilakukan menunjukkan penawaran susu bersifat inelastis terhadap harga susu sapi (-0,0637) dan jumlah populasi sapi perah (-0,8128) yang artinya penawaran susu tidak responsif terhadap perubahan yang terjadi pada harga susu sapi maupun jumlah populasi sapi di Indonesia.
Kata kunci: permintaan, penawaran, elastisitas, regresi linear berganda, susu,
sapi, eviews.
vii
KATA PENGANTAR
حِيْمِ حْمَنِ الرَّ بسِْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّ
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillah, pada kesempatan kali ini tiada kata yang paling indah untuk
diucapkan selain rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
segala rahmat dan hidayah- Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Analisis Permintaan Dan Penawaran Susu Sapi Di Indonesia. Skripsi ini
dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agribisnis
(S.Agr) pada Progran Studi Agribisnis di Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis banyak mendapat bantuan baik berupa materil maupun moral yang sangat
berarti dari berbagai pihak dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu pada
kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, Bapak Slamet Supriyono dan Ibu Siti Aisah yang
begitu pengertian, yang selama ini tidak pernah berhenti memberikan kasih
sayang, do’a, motivasi, serta segala upaya dalam memberikan dukungan
kepada penulis, maaf anakmu karena lama menyelesaikan kuliahnya Bu, Pak.
2. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Ir. Edmon Daris, MS, selaku Ketua Program Studi Agribisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan selaku Dosen
Penguji I dan juga Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan
bimbingan, masukan, dan dukungan kepada penulis.
viii
4. Ibu Dr. Ir. Elpawati, MP, selaku Dosen Pembimbing I yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, masukan, solusi, dan
dukungan kepada penulis selama proses penyusunan skripsi ini.
5. Bapak Dr. Ir. Iwan Aminudin, M.Si, selaku Dosen Pembimbing II dan juga
selaku Sekretaris prodi Agribisnis yang tidak pernah lelah dan sabar dalam
membimbing, mengingatkan, memberikan arahan dan dukungan kepada
penulis, serta membantu segala proses birokrasi dan administrasi lainnya,
terima kasih banyak, Pak Iwan.
6. Seluruh dosen Prodi Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak
dapat disebutkan satu per satu tanpa mengurangi rasa hormat atas ilmu dan
pelajaran dalam perkuliahan maupun diluar perkuliahan, terima kasih banyak
Ibu dan Bapak Dosen. Dan tak lupa saya ingin memohon maaf kepada
Bapak Mudatsir karena tidak dapat melanjutkan sebagai pembimbing skripsi
dan segala kesalahpahaman yang terjadi.
7. My lil brother Mahfudh Naufal. Teknisi IT di rumah. Terima kasih untuk
dukungan dan do’anya.
8. Sahabat Kecees, Qori Amalia, Elly Rachmawati, Cindya Rienaya, Bulan
Maulidina, ahh speachless saya, terima kasih, terima kasih dan terima kasih,
untuk support luar biasa dari kalian. Saya sangat amat bersyukur sekali
punya kawan-kawan seperti kalian. Sekali lagi terima kasih banyak paw, um,
ndin, bul, beh.
ix
9. Sahabat Untung-untungan, Dini Rachmawati, Risyda Azizah, Leily
Damayanti, Dita Rohmah, Movi dan Galuh. Terima kasih untuk
dukungannya di dalam dan di luar lapangan.
10. Teman-teman seperjuangan skripsi mantan anak papi Sob Adhitia, Pak
Radit, Mas Adrian Priyo, Rian Huda yang telah menemani seluruh proses
drama-drama skripsi ini, dan juga memberikan bantuan luar biasa dan
kesabaran, terima kasih ya kalian.
11. Teman-teman Agribisnis 2010, Ichsan (KM abadi) Ratu, Lia, Jua, Sofi, Icha,
Nira, Savira, Novita, Imas, Uwi, Mayda, Alam, Inay, Tirto, Agung, dan
semua yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah membantu saya
melewati hari-hari dalam masa-masa perkuliahan dengan menyenangkan,
semoga silaturahmi kita terus terjaga.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, saya ucapkan terima
kasih banyak.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini mungkin masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk menyempurnakan penelitian ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak. Semoga Allah SWT memberi
keberkahan kepada kita semua. Amiin yaa Rabbal Allamin,
Ciputat, Juni 2017
Aulia Dhaifullah
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .......................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN .................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................... iv
RINGKASAN .......................................................... v
KATA PENGANTAR .............................................................. vii
DAFTAR ISI .......................................................................... x
DAFTAR TABEL .......................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .............................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ....................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ................................................. 5
1.4 Kegunaan Penelitian ................................. 6
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ....................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sapi Perah Di Indonesia ....................................... 8
2.2 Peternakan Sapi Perah ....................................... 9
2.3 Susu Sapi ............................................................... 10
2.4 Kondisi Persusuan di Indonesia ........................... 14
2.4.1 Permasalahan Teknis dan Kelembagaan........ 17
2.4.2 Arah Kebijakan.............................................. 18
2.5 Agribisnis Peternakan dalam Perspektif Syariah
Islam ............................................................... 19
2.6 Harga ............................................................... 20
2.7 Teori Permintaan dan Kurva Permintaan ............... 21
xi
2.8 Teori Penawaran dan Kurva Penawaran ............... 26
2.9 Teori Elastisitas ................................................... 28
2.9.1 Elastisitas Harga ....................................... 28
2.9.2 Elastisitas Silang ....................................... 30
2.9.3 Elastisitas Pendapatan ....................... 32
2.10 Elastisitas Permintaan ..................................... 33
2.10.1 Pengertian Elastisitas Permintaan ............. 33
2.10.2 Jenis-jenis Elastisitas Permintaan ............ 33
2.11 Penelitian Terdahulu ...................................... 38
2.12 Kerangka Pemikiran ........................................ 42
2.13 Hipotesis Penelitian ........................................ 43
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu Penelitian .................................................... 44
3.2 Jenis Data dan Instrumentasi ............................ 44
3.3 Metode Analisis .................................................... 45
3.3.1 Uji Kriteria Statistik ....................... 45
3.3.2 Uji Asumsi Klasik ........................................ 47
3.3.3 Analisis Regresi Linear Berganda ................ 49
3.3.4 Analisis Respon (Elastisitas) ................ 50
3.4 Definisi Operasional ........................................ 51
BAB IV KOMODITI SUSU SAPI DI INDONESIA
4.1 Produksi Susu Sapi di Indonesia ........................... 53
4.2 Konsumsi Susu Sapi di Indonesia ........................... 54
4.3 Jumlah Penduduk dan Pendapatan Perkapita ........... 55
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penawaran Susu
Sapi ............................................................................ 57
5.1.1 Hasil Uji Kriteria Statistik ....................... 57
5.1.2 Hasil Uji Asumsi Klasik ............................ 63
5.1.3 Analisis Regresi Linear Berganda
Penawaran Susu ........................................ 67
5.1.4 Analisis Model Regresi Persamaan
Penawaran Susu ............................ 68
xii
5.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Susu
Sapi ........................................................................... 70
5.2.1 Hasil Uji Kriteria Statistik ....................... 70
5.2.2 Hasil Uji Asumsi Klasik ............................ 73
5.2.3 Analisis Regresi Linear Berganda
Permintaan Susu ........................................ 76
5.2.4 Analisis Model Regresi Persamaan
Permintaan Susu ............................ 76
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ................................................... 80
6.2 Saran ............................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 81
LAMPIRAN ........................................................................................ 83
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Jumlah Populasi Sapi Perah, Produksi Sapi Perah, dan Konsumsi
Susu Nasional Periode 2008 – 2012 ................................... 2
2. Prpoporsi Produksi Susu Sapi Tiap Bulan ........................ 11
3. Produksi Susu Sapi Tiap Laktasi pada Umur Beda ............ 11
4. Konsumsi Per Kapita di Berbagai Negara dalam liter/tahun....... 15
5. Jenis-jenis Elastisitas .................................................................. 34
6. Informasi Data Sekunder Penelitian Menurut Data dan
Sumbernya ........................................................................ 45
7. Produksi dan Impor Susu Sapi ................................................ 53
8. Konsumsi Susu di Indonesia .................................... 54
9. Jumlah Penduduk dan Pendapatan Per Kapita Indonesia............ 55
10. Hasil Uji Glejser ........................................................................ 59
11. Hasil Uji Multikolinearitas ................................................ 60
12. Hasil Uji Durbin-Watson ............................................................ 61
13. Hasil Uji LM Test pada Penawaran .................................... 62
14. Hasil Uji Statistik pada Penawaran .................................... 63
15. Nilai Elastisitas Penawaran Susu Sapi di Indonesia ................... 68
16. Hasil Analisis Regresi Penawaran .................................... 68
17. Hasil Uji Glejser pada Permintaan .................................... 71
18. Hasil Uji Multikollinearitas pada Permintaan ........................ 72
19. Hasil Uji LM Test pada Permintaan .................................... 73
20. Hasil Uji Statistik pada Permintaan ..................................... 75
21. Nilai Elastisitas Permintaan Susu Sapi di Indonesia ................... 76
22. Hasil Analisis Regresi Permintaan Susu ..................................... 77
DAFTAR GAMBAR
xiv
Halaman
1. Kurva Permintaan ........................................................... 26
2. Kurva Penawaran ........................................................................ 28
3. Kurva Inelastis Sempurna ................................................ 34
4. Kurva Inelastis ........................................................................ 35
5. Kurva Elastis Uniter ............................................................ 36
6. Kurva Permintaan Elastis............................................................ 37
7. Kurva Elastis Sempurna ............................................................ 38
8. Alur Kerangka Berfikir ............................................................ 42
9. Hasil Uji Jarque-Bera Test pada Pernawaran ............................. 58
10. Hasil Uji Jarque-Bera Test pada Permintaan ........................ 70
DAFTAR LAMPIRAN
xv
Halaman
1. Standar Mutu Susu Segar SNI ....................................................... 83
2. Standar Mutu Susu UHT ................................................................... 84
3. Data Konsumsi Susu, Harga Susu, Harga Teh, Pendapatan Per
Kapita, dan Jumlah Penduduk Indonesia ........................................... 85
4. Data Produksi Susu Dan Populasi Sapi Perah di Indonesia ............ 86
5. Output Hasil Regresi Persamaan Penawaran Susu............................ 87
6. Hasil Uji Asumsi Klasik Penawaran Susu ............................... 88
7. Hasil Uji Statistik Penawaran Susu ........................................... 90
8. Hasil Output Regresi Persamaan Permintaan Susu............................ 91
9. Hasil Uji Asumsi Klasik Permintaan Susu ............................... 92
10. Hasil Uji Statistik Permintaan Susu ........................................... 94
11. Perhitungan Elastisitas Permintaan dan Penawaran........................... 95
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Negara Indonesia memiliki karakteristik kondisi geografis, ekologi, dan
kesuburan lahan yang sangat sesuai untuk pengembangan usaha agribisnis. Salah
satunya yaitu subsektor peternakan yang merupakan salah satu sumber
pertumbuhan ekonomi baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian
nasional pada umumnya. Agribisnis berbasis peternakan adalah salah satu
fenomena yang tumbuh pesat ketika basis lahan menjadi terbatas. Selain dinilai
strategis dari segi perannya, subsektor peternakan di Indonesia juga memiliki
potensi besar sekaligus prospek yang cerah untuk dikembangkan. Hal ini
didasarkan pada kenyataan bahwa Indonesia memiliki keunggulan (comparative
adventage) yang tinggi di bidang peternakan sebagaimana tercermin dari potensi
sumber daya ternak dan industri peternakan kita yang berbasis sumber daya lokal
(resources based industries) (Daryanto, 2009).
Beberapa peluang bisnis dalam mengembangkan agribisnis peternakan di
antaranya adalah pertama, jumlah penduduk Indonesia yang mencapai ± 220 juta
jiwa merupakan konsumen yang sangat besar dan masih tetap bertumbuh sekitar
1,4% per tahun. Kedua, kondisi geografis dan sumber daya alam yang mendukung
usaha dan industri peternakan. Ketiga, meningkatnya kesadaran dan pengetahuan
masyarakat tentang gizi. Keempat, jika pemulihan ekonomi berjalan baik maka
akan meningkatkan pendapatan per kapita yang kemudian akan menaikkan daya
beli masyarakat (Daryanto, 2009).
2
Pada tahun 2013 Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa subsektor
peternakan seperti daging, susu, telur, dan hasil-hasil lainnya menyumbang Rp 44,
82 Triliun atau 15,46% dari jumlah total PDB sektor pertanian secara nasional,
dan diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya penduduk
(Buletin PDB, Kementan 2014).
Salah satu produk pangan hewani yang terus mengalami peningkatan
permintaan setiap tahunnya adalah susu. Pada tahun 2012, konsumsi susu di
Indonesia telah mengalamai kenaikan 0,95% yaitu mencapai 3.120.000 ton/tahun,
jika dibandingkan pada tahun 2011 yaitu sebesar 2.964.000 ton/tahun (Direktorat
Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2013). Sedangkan untuk produksi susu
nasional pada tahun 2012 hanya dapat memproduksi 1.017.930 ton/tahun, atau
mengalami kenaikan 0,96% jika dibandingkan dengan tahun 2011 yang hanya
dapat memproduksi 974.694 ton/tahun (dapat dilihat pada Tabel 1). Konsumsi
susu yang tinggi dikarenakan susu tidak hanya dikonsumsi dalam bentuk segar,
akan tetapi diolah menjadi produk-produk olahan lainnya belum dapat dipenuhi
seluruh oleh produksi susu dalam negeri.
Tabel 1. Jumlah Populasi Sapi Perah, Produksi Sapi Perah, dan Konsumsi
Susu Nasional Periode 2008 – 2012
Tahun Populasi Sapi Perah
(ekor/tahun)
Produksi Susu Sapi
Perah (ton/tahun)
Konsumsi Susu
(ton/tahun)
2008 458.000 647.000 2.125.330
2009 475.000 827.200 2.277.200
2010 488.000 909.500 2.345.000
2011 603.852 974.694 2.964.000
2012 630.326 1.017.930 3.120.000 Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 2013
Permintaan terhadap komoditi susu dari tahun ke tahun terus mengalami
peningkatan, pertumbuhan sektor industri pengolahan susu tahun 2013 sebesar
3
12% atau meningkat dibandingkan pada tahun sebelumnya sebesar 10%.
Kebutuhan bahan baku Susu Segar Dalam Negeri (SSDN) untuk susu olahan
dalam negeri pada tahun 2013 sekitar 3,3 juta ton per tahun, dengan pasokan
bahan baku susu segar dalam negeri 690 ribu ton per tahun (21%) dan sisanya
sebesar 2,61 juta ton (79%) masih diimpor dalam bentuk skim milk powder,
anhydrous milk fat, dan butter milk powder dari berbagai negara seperti Australia,
New Zealand, Amerika Serikat, dan Uni Eropa (Direktorat Jendral Industri Agro,
Kemenperin, 2013). Kondisi ini tidak bisa dibiarkan berlangsung lama tanpa
adanya upaya perbaikan pengelolaan sapi perah.
Prospek industri susu yang semakin menjanjikan ini, mendorong produsen
susu untuk terus menambah kapasitas produksi dan membangun pabrik baru di
Indonesia, yang tentu saja membawa dampak positif karena dapat menambah
investasi dan mendatangkan devisa bagi negara. Hal ini merupakan peluang
sekaligus tantangan bagi usaha peternakan sapi perah di dalam negeri untuk
meningkatkan produksi dan mutu susu segar yang berdaya saing, sehingga secara
bertahap kebutuhan bahan baku susu untuk industri dapat dipenuhi dari dalam
negeri. Dibutuhkan usaha yang keras dari segala komponen yang terkait, mulai
dari peternak, koperasi, industri pengolahan susu, sampai dengan pemerintah.
Meskipun demikian, terdapat berbagai hambatan yang mempersulit
perkembangan usaha peternakan sapi perah rakyat. Belum maksimalnya produksi
susu dari setiap sapi perah yang dimiliki oleh peternak di Indonesia yaitu rata-rata
produksi susu sapi di dalam negeri ini relatif sedikit, sekitar 1,4 juta liter /hari.
Lokasi peternakan yang umumnya berada di daerah pegunungan, jauh dari kota
4
dengan kondisi jalan yang kurang baik mempersulit peternak memasarkan
susunya. Sedangkan sifat susu yang cepat rusak sehingga memerlukan pemasaran
yang cepat pula. Kesulitan dan kelemahan peternak dalam menghadapi masalah
pemasaran ini dimanfaatkan oleh para pengumpul atau tengkulak, yang dengan
modal yang cukup besar dapat memborong susu para peternak dengan harga
rendah. Selain itu karena masih sedikitnya sentra peternakan sapi perah di
Indonesia, di mana hampir 95% hanya terkonsentrasi di Pulau Jawa. Adanya
koperasi susu diharapkan dapat menjadi mediator antara peternak dengan industri
pengolahan susu.
Kondisi ini menunjukkan bahwa Indonesia merupakan pasar yang
potensial bagi agribisnis peternakan. Pengembangan usaha tersebut di Indonesia
khususnya ternak sapi difokuskan dalam rangka memenuhi konsumsi susu sapi
dalam negeri dan meningkatkan produksi susu dari dalam negeri.
Melalui segala upaya yang dilakukan pemerintah bersama-sama dengan
masyarakat, diharapkan bangsa Indonesia mampu menjadikan sektor pertanian,
termasuk didalamnya subsektor peternakan sebagai leading sector dalam rangka
membangun kehidupan bangsa yang lebih sejahtera, sehingga Indonesia bisa
bangkit dari keterpurukan dan menjadi negara yang maju dalam segala
bidang termasuk dalam hal ekonomi. Dalam upaya pembangunan ekonomi
nasional maka agribisnis berbasis peternakan harus terus dibangun dan
dikembangkan seiring dengan upaya pemulihan ekonomi dan pembangunan
ekonomi daerah. Atas dasar hal-hal yang disebutkan di atas maka penelitian ini
5
menganalisis tentang variabel-variabel yang mempengaruhi permintaan (demand)
dan penawaran (supply) susu sapi di Indonesia.
1.1. Perumusan Masalah
Kebutuhan susu sapi di masyarakat saat ini tidak dapat dipenuhi oleh
produksi susu sapi dalam negeri. Upaya mengurangi impor susu sapi dapat
didekati dari dua sisi yaitu sisi permintaan dan sisi penawaran. Dari sisi
permintaan dapat dilakukan dengan meningkatkan konsumsi untuk
disubstitusi dengan sumber protein lain. Dari sisi penawaran dengan
meningkatkan produksi susu sapi ditingkat peternak. Berdasarkan uraian diatas
maka rumusan permasalahannya adalah:
1. Apa saja faktor yang mempengaruhi jumlah permintaan susu sapi di
Indonesia?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi jumlah penawaran susu sapi di
Indonesia?
3. Bagaimana elastisitas (respon) harga terhadap permintaan dan penawaran
susu sapi di Indonesia?
1.2. Tujuan
Dari permasalahan yang telah dirumuskan, maka ada tiga hal yang
menjadi tujuan dilakukannya peneltian ini, yaitu:
1. Mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhi permintaan susu sapi
di Indonesia.
2. Mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhi penawaran susu sapi
di Indonesia.
6
3. Mengetahui elastisitas yang terjadi pada permintaan dan penawaran
susu sapi di Indonesia.
1.3. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan berguna bagi ;
1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini sebagai sarana dalam mengaplikasikan ilmu-ilmu
yang telah didapat selama penulis menempuh studi di Program Studi
Agribisnis Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Bagi Pembaca
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
menjadi acuan atau perbandingan untuk penelitian selanjutnya yang
berkaitan dengan faktor-faktor permintaan dan penawaran susu sapi.
3. Bagi Pengambil Kebijakan
• Pelaku usaha peternakan sebagai informasi dalam rangka
meningkatkan usahanya untuk dapat meningkatkan produksi
dalam negeri
• Pemerintah sebagai bahan rujukan dalam menentukan kebijakan
terutama dalam bidang pertanian dan perternakan
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
Agar penelitian ini dapat terselesaikan dengan terarah, maka penulis
memiliki batasan penelitian, antara lain:
7
1. Berdasarkan subyek penelitiannya, maka penelitian ini memiliki kajian
masalah terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan
penawaran susu sapi di Indonesia. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan enam variabel yaitu produksi susu sapi, harga susu sapi,
harga susu kedelai, pendapatan perkapita, jumlah penduduk, jumlah
populasi sapi perah.
2. Berdasarkan periode pengamatan, data yang digunakan dalam
melakukan penelitian ini merupakan data deret waktu (time series)
rentang waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah 15 tahun,
yaitu 2001 sampai 2015.
3. Alat analisis yang dipakai untuk mengetahui faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi permintaan dan penawaran susu sapi di Indonesia,
menggunakan alat regresi linear berganda, sedangkan untuk melihat
pengaruh dari faktor-faktor tersebut terhadap permintaan dan
penawaran susu, peneliti menggunakan Uji T dan Uji F.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sapi Perah di Indonesia
Sapi termasuk jenis Bos. Pada dasarnya ada dua bangsa sapi yaitu Bos
Taurus yang meliputi bangsa-bangsa sapi Eropa yang akan hidup dan berkembang
biak dengan baik pada suhu antara 2°C – 20°C, dan bangsa sapi yang kedua
adalah Bos Indicius yang meliputi sapi-sapi yang ada di daerah tropis dengan suhu
lingkungan yang baik untuk hidup dan berkembang biak antara 10°C – 27°C.
(Ellyza Nurdin, 2011). Bangsa sapi perah yang banyak dipelihara oleh peternak di
Indonesia adalah sapi Fries Holstein (FH). Ada juga yang menyebutnya Fries
Holland karena sapi ini berasal dari negeri Belanda.
Sapi perah mulai masuk ke Indonesia pada tahun 1890-an. Impor sapi perah
besar-besaran pada tahun 1980-an menghasilkan perkembangan signifikan pada
peternakan sapi perah di Indonesia. Saat itu jenis sapi perah yang diimpor adalah
jenis Ayrshire, Jersey, dan Milking Shorthorn dari Australia. Selanjutnya, pada
permulaan abad ke-20, diimpor sapi Fries Holland (FH) dari Belanda. Saat ini
sapi FH merupakan jenis sapi perah yang mayoritas dipelihara peternak sapi perah
di Indonesia. Pasalnya produksi susunya tertinggi dibandingkan sapi perah pada
jenis lain (Edward, 2007).
Sapi Fries Holland (FH) berasal dari Belanda. Memiliki bobot ideal sapi FH
betina dewasa sekitar 682 kg dan jantan dewasa bias mencapai 1.000 kg. Bobot
anak sapi FH yang baru dilahirkan mencapai 43 kg. Ciri sapi FH antara lain corak
warna bulunya belang hitam putih. Di bagian dahi umumnya terdapat warna putih
9
berbentuk segitiga, kaki bagian bawah dan bulu ekornya berwarna putih, serta
tanduk pendek dan menjurus ke depan. Sifat sapi ini jinak dan tenang, sehingga
mudah untuk dikuasai. Karena mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan,
jenis sapi ini mudah ditemui di seluruh penjuru dunia. Sapi FH merupakan sapi
perah yang berbadan besar dan rata-rata produksi susunya tergolong paling tinggi
jika dibandingkan dengan bangsa sapi perah lainnya. Di Amerika Serikat, rata-rata
produksi susunya mencapai 5.755 kg dalam satu masa laktasi.
Masa laktasi merupakan masa saat sapi perah menghasilkan susu, yakni
sekitar ± selama 10 (sepuluh) tahun. Kadar lemak susunya relatif rendah, sekitar
3,5 – 3,7%. Produksi susu sapi perah FH di Indonesia rata-rata 10 liter per ekor
per hari atau sekitar 30.050 kg per laktasi. Warna lemaknya kuning dengan
butiran-butiran (globuli) lemak kecil, sehingga baik untuk konsumsi susu segar
(Edward, 2007).
2.2. Peternakan Sapi Perah
Sapi perah adalah ruminansia penghasil susu yang memiliki kekhasan
dalam pengelolaannya. Pengelolaan yang diberikan akan secara langsung
berpengaruh terhadap produktivitas ternak tersebut dan berkaitan langsung dengan
produksi susu serta kualitas susu yang dihasilkan. Begitu spesifiknya ternak ini,
sehingga apabila terjadi perubahan dalam pengelolaannya atau pergantian suasana
di dalam pengelolaan, bahkan pergantian orang yang memerah akan
mempengaruhi produksi susu yang dihasilkan (Ellyza Nurdin, 2011). Usaha sapi
perah memiliki banyak keuntungan karena beberapa alasan yaitu:
10
(1) Usaha peternakan sapi perah merupakan usaha yang tetap. Produksi susu
dalam suatu usaha peternakan sapi perah tidak banyak bervariasi. Konsumsi
susu juga tidak berubah banyak tiap harinya, produksi susu tidak mengenal
musim seperti produk pertanian lainnya dan harga susu dari tahun ke tahun
tidak banyak mengalami perubahan;
(2) Sapi perah memiliki kemampuan untuk merubah bahan makanan menjadi
protein dan kalori dengan lebih efisien dibandingkan ternak lainnya;
(3) Jaminan pendapatan (income) dari usaha sapi perah adalah tetap, karena sapi
perah akan berproduksi setiap hari secara terus menerus sepanjang tahun;
(4) Penggunaan tenaga kerja dalam usaha ini adalah tetap, karena usaha
peternakan sapi perah menuntut ketekunan dari para pekerjanya dan
pekerjaan secara rutin harus dilaksanakan setiap hari;
(5) Sapi perah dapat menggunakan berbagai macam hijauan dan sisa-sisa
pertanian, hal ini disebabkan karena ternak perah dikenal sangat efisien
dalam memanfaatkan bahan makanan dibandingkan ternak lainnya;
(6) Banyak nilai tambah lain dari usaha peternakan sapi perah, seperti
kotorannya dapat dijadikan pupuk, biogas, dan lainnya.
2.3. Susu Sapi
Secara fisiologis, susu merupakan sekresi kelenjar ambing sebagai makanan
dan proteksi imunologis (immunological protection) bagi bayi mamalia. Dalam
SK Dirjen Peternakan No. 17 tahun 1983 dijelaskan, susu adalah susu sapi yang
meliputi susu segar, susu murni, susu pasteurisasi, dan susu strerilisasi. Susu segar
adalah susu murni yang tidak mengalami proses pemanasan. Sedangkan susu
11
murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat yang diperoleh dengan
cara pemerahan yang benar tanpa mengurangi atau menambahkan sesuatu
komponen atau bahan lain (Nurdin, 2011). Produksi susu sapi perah akan
mencapai puncaknya pada minggu ke 4 – 6 dalam satu laktasi (tabel 2).
Tabel 2. Proporsi Produksi Susu Sapi Tiap Bulan
Bulan Produksi (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
% 13 13 12 12 11 10 9 8 7 6
Sumber : Tridjoko Wisnu Murti, DEA. 2014
Laktasi pertama mencerminkan 80% dari produksi puncak dihitung Mature
Equivalent (ME) terlihat pada tabel 3. Produksi susu akan berbeda pula antara
spesies yang ada (sapi, kambing dan kerbau) . Dari tahun ke tahun dengan
penambahan kualitas pakan dan perbaikan manajemen juga akan berbeda produksi
susu yang dihasilkan (Murti, 2014).
Tabel 3. Produksi Susu Sapi Tiap Laktasi pada Umur Beda
Umur (Thn.) % Puncak Laktasi ke -
2,5 – 3,5 80 I
3,5 – 4,5 85 – 90 II
4,5 – 5,5 95 III
5,5 – 7 100 IV (ME)
7,5 – 8,5 95 IV
8,5 – 9,5 90 V
9,5 – 10,5 85 VI
10,5 – 11,5 80 VII
11,5 – 12,5 70 VIII
Sumber : Tridjoko Wisnu Murti, DEA. 2014
12
Susu adalah bahan makanan yang mudah rusak karena kandungan airnya
yang tinggi, di samping itu susu juga mengandung hampir semua zat-zat makanan
yang dibutuhkan tubuh manusia seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin,
mineral, dan lain-lain. Susu selain baik sebagai makanan manusia, juga paling
cocok untuk media tumbuhnya mikroba. Zat-zat makanan yang dikandung susu
ini membuat susu sebagai bahan makanan yang tidak tahan lama disimpan, karena
bakteri akan mudah berkembang dalam air susu dan produk olahannya, sehingga
susu menjadi cepat rusak dan busuk apabia disimpan pada suhu kamar tanpa
perlakuan yang baik dan hygiene.
Pada pemerahan yang dilakukan secara higiene, air susu masih mengandung
bakteri paling sedikit 500 unit/ml. Jumlah ini akan berkembang dengan cepat
sesuai dengan deret ukur, apabila air susu disimpan pada suhu kamar. Standar
susu dikatakan layak minum, adalah kandungan maksimal bakteri dalam air susu
sebanyak 1.000.000 unit/ml. Apabila kandungan bakteri air susu yang baru
diperah mengandung minimal 500 unit/ml, dibiarkan pada penyimpanan suhu
kamar maka bakteri tersebut akan berkembang menjadi dua kali lipat pada setiap
30 menit. Hal itu membuat para peternak berpacu dengan waktu untuk secepat
mungkin melakukan proses pemerahan.
Bakteri yang dapat mencemari susu terbagi menjadi dua golongan, yaitu
bakteri patogen (pathogenic bacteria) dan bakteri pembusuk (spoilage bacteria).
Kedua macam bakteri tersebut dapat menimbulkan penyakit yang ditimbulkan
oleh susu (milkborne diesease) seperti tuberkulosis, bruselosis, dan demam tipoid
(typoid fever). Pembusukan susu oleh bakteri dapat menyebabkan degradasi
13
protein, karbohidrat, dan lemak yang terkandung dalam susu. Kualitas susu akan
menurun jika terdapat bakteri pembusuk di dalamnya. Pembusukan (spoilage)
adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan penurunan kualitas dari
warna, tekstur, aroma, dan rasa makanan hingga pada titik di mana makanan
tersebut tidak cocok dan tidak menimbulkan selera manusia. Terjadinya
kontaminasi bakteri dapat dimulai ketika susu diperah dari puting sapi. Lubang
puting susu memiliki diameter kecil yang memungkinkan bakteri tumbuh di
sekitarnya. Bakteri ini ikut terbawa dengan susu ketika diperah. Meskipun
demikian, aplikasi teknologi dapat mengurangi tingkat pencemaran pada tahap ini
dengan menggunakan mesin pemerah susu (milking machine), sehingga susu yang
keluar dari puting tidak mengalami kontak dengan udara. Pencemaran susu oleh
mikroorganisme lebih lanjut dapat terjadi selama pemerahan (milking),
penanganan (handling), penyimpanan (storage), dan aktivitas pra-pengolahan
(pre-processing) lainnya.
Mata rantai produksi susu memerlukan proses yang steril dari hulu hingga
hilir. Susu memerlukan penyimpanan dalam temperatur rendah agar tidak terjadi
kontaminasi bakteri. Udara yang terdapat dalam lingkungan di sekitar tempat
pengolahan merupakan media yang dapat membawa bakteri untuk mencemari
susu. Proses pengolahan susu sangat dianjurkan untuk dilakukan di dalam ruangan
tertutup. Meningkatkan standar kualitas susu sesuai kehendak industri pengolahan
susu, tak semudah yang dibayangkan. Hal itu terkait dengan banyak faktor, mulai
dari manajemen pemeliharaan sapi hingga susu tiba di industri untuk diolah.
14
Kualitas susu sangat dipengaruhi oleh manajemen perkandangan,
lingkungan, kesehatan sapi, pakan, genetik, pemerahan, dan pasca panen. Kualitas
susu dapat bervariasi tergantung dari penanganannya (handling) yang berbeda-
beda. Susu segar dari peternak yang bisa diterima IPS saat ini harus memenuhi
beberapa persyaratan. Seperti kandungan lemaknya (fat) 3 – 4,5%, SNF (solid non
fat) 7,5 – 8,2%, TS (total solid) 10,5 – 12,7%, protein 2,2 – 3,2%, laktosa 4,1 -
4,7%, dan FPD (freezing point deppression) 0,49 – 0,56.
Walaupun syarat-syarat tersebut telah dipenuhi, susu akan tetap ditolak
apabila hasil uji alkohol 70% positif (susu pecah), setelah uji organoleptik,
rasanya tidak normal. Apabila setelah diuji susu itu mengandung karbonat,
formalin, peroksida, antibiotik, dan unsur pemalsuan. Ditambah lagi bila pH-nya
di bawah 6,6 atau di atas 6,94, keasaman di bawah 0,1 atau di atas 0,18 (Ellyza
Nurdin, 2011). Kriteria susu segar untuk Indonesia ditetapkan oleh Dewan
Standardisasi Nasional menjadi Standar Nasional Indonesia dengan nomor: SNI
01-3141-1998 (Lampiran 1).
2.4. Kondisi Persusuan di Indonesia
Dalam peta perdagangan internasional produk-produk susu, saat ini
Indonesia berada pada posisi sebagai net-consumer. Sampai saat ini, industri
pengolahan susu nasional masih sangat bergantung pada impor bahan baku susu.
Selama ini, profil konsumen susu di Indonesia menunjukkan bahwa susu putih
cair segar hanya memberikan kontribusi sekitar 18% dari total konsumsi susu
putih. Sementara 82% lainnya merupakan konsumsi susu putih bubuk. Padahal,
selama ini Industri Pengolahan Susu (IPS) masih sangat bergantung dengan bahan
15
baku dari impor yang mencapai 70%. Jika kondisi tersebut tidak dibenahi dengan
membangun sebuah sistem agribisnis persusuan nasional yang kuat, maka
Indonesia akan terus menjadi negara pengimpor susu sapi.
Dilihat dari sisi konsumsi, sampai saat ini konsumsi masyarakat Indonesia
terhadap produk susu masih tergolong sangat rendah bila dibandingkan dengan
negara berkembang lainnya. Konsumsi susu masyarakat Indonesia hanya 7,7
liter/kapita/tahun itu pun sudah termasuk produk olahan yang mengandung susu.
Tabel 4. Konsumsi Per Kapita di Berbagai Negara dalam Liter/tahun
Konsumsi Susu Per Kapita dalam liter/tahun
2004 2005 2006
India 43,7 44,2 44,9
Indonesia 5,8 6,8 7,7
Malaysia 25,3 25 25
Singapura 19,9 20,3 20,8
Filipina 11,7 11,3 11
Thailand 23,6 24,9 25,1
Vietnam 6,4 7,6 8,5
China 8,5 10,9 13,2 Sumber : Tetra Pack dalam Arief Daryanto, 2009.
Kondisi produksi susu segar Indonesia saat ini, sebagian besar (91%)
dihasilkan oleh usaha rakyat dengan skala usaha 1 – 3 ekor sapi perah per
peternak. Skala usaha ternak sekecil ini jelas kurang ekonomis karena keuntungan
yang didapatkan dari hasil penjualan susu hanya cukup untuk memenuhi sebagian
kebutuhan hidup. Dari sisi produksi, dengan demikian, kepemilikan sapi perah per
peternak perlu ditingkatkan. Berdasarkan rujukan pengalaman dan praktik bisnis
sapi perah modern, skala ekonomis bisa dicapai dengan kepemilikan 10 – 12 ekor
sapi per peternak (Daryanto, 2009).
Dari sisi kelembagaan, sebagian besar peternak sapi perah yang ada di
Indonesia merupakan anggota koperasi susu. Koperasi tersebut merupakan
16
lembaga yang bertindak sebagai mediator antara peternak dengan industri
pengolahan susu (IPS). Koperasi susu sangat menentukan posisi tawar peternak
dalam menentukan jumlah penjualan susu, waktu penjualan, dan harga yang akan
diterima peternak. Peranan koperasi sebagai mediator perlu dipertahankan.
Pelayanan perlu ditingkatkan dengan cara meningkatkan SDM koperasi serta
memperkuat jejaring (network) dengan industri-industri pengolahan. Adaptasi
kelembagaan contract farming akan sangat membantu terwujudnya upaya ini.
Terkait dengan agribisnis susu, pada tahun 1983 Pemerintah telah
mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri, yaitu Menteri
Pertanian, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan dan Koperasi. Dalam
SKB tersebut industri pengolahan susu diwajibkan menyerap susu segar dalam
negeri sebagai pendamping dari susu impor untuk bahan baku industrinya.
Proporsi penyerapan susu segar dalam negeri ditetapkan dalam bentuk rasio susu,
yaitu perbandingan antara pemakaian susu segar dalam negeri dan susu impor
yang harus dibuktikan dalam bentuk “bukti serap” (BUSEP). BUSEP tersebut
bertujuan untuk melindungi peternak dalam negeri dari persaingan terhadap susu
impor. Namun, dengan adanya Inpres No. 4 Tahun 1998 yang merupakan bagian
dari LoI yang ditetapkan oleh IMF, maka ketentuan pemerintah yang membatasi
impor susu melalui BUSEP menjadi tidak berlaku lagi, sehingga susu impor
menjadi komoditi bebas masuk.
Persoalan di industri hilir pun ada, misalnya tarif BM yang tidak harmonis
antara produk susu (5%) dengan bahan baku lain seperti gula (35%) dan kemasan
(5-20%). Guna meningkatkan pangsa pelaku pasar domestik dalam pasar susu
17
segar Indonesia, BUSEP atau bentuk perlindungan lainnya kepada para peternak
perlu dipikirkan kembali dan tarif BM produk susu perlu peninjauan kembali.
2.4.1. Permasalahan Teknis dan Kelembagaan
Kekurangan produksi susu segar dalam negeri merupakan peluang besar
peternak susu untuk mengembangkan usahanya. Namun demikian, pada
kenyataannya peternak masih menghadapi permasalahan, antara lain yaitu
rendahnya kemampuan budi daya khususnya menyangkut kesehatan ternak dan
mutu bibit yang rendah. Hal tersebut mengakibatkan lambatnya pertumbuhan
produksi susu dan juga berpengaruh terhadap kualitas susu yang dihasilkan.
Selain itu, mulai sulitnya lahan sebagai sumber rumput hijauan bagi ternak,
tingginya biaya transportasi, serta kecilnya skala usaha juga menghambat
perkembangan produksi susu domestik.
Dalam hal pemasaran susu dari peternak dalam negeri, keberadaan Inpres
No. 4/1998 mengakibatkan posisi industri pengolahan susu menjadi jauh lebih
kuat dibandingkan peternak. Hal ini menyebabkan relatif rendahnya harga susu
segar yang diterima oleh peternak dalam negeri. Permasalahan lainnya yang
dihadapi peternak adalah besarnya kebergantungan peternak terhadap industri
pengolahan susu dalam memasarkan susu segar yang dihasilkannya.
Adanya pemberlakuan standar bahan baku yang ketat oleh kalangan industri
pengolahan susu mendudukkan peternak sapi perah pada posisi tawar (bargaining
position) yang rendah. Lebih ekstrim lagi, keberadaan industri pengolahan susu
ini dapat menyebabkan terbentuknya struktur pasar oligopsoni yang tentunya
menekan peternak. Masalah lainnya mengenai perkoperasian susu adalah proses
18
pembentukan koperasi tersebut umumnya bersifat top-down dan intervensi
pemerintah relatif besar dalam mengatur organisasi. Pembentukan anggota
koperasi bukanlah atas dasar akumulasi modal anggota tetapi lebih banyak
bersifat pemberian kredit ternak sapi dalam rangka kemitraan dengan bantuan
modal dari pemerintah. Status anggota koperasi hanya berfungsi pada saat
menjual susu segar dan pembayaran iuran pokok.
2.4.2. Arah Kebijakan
Seiring dengan meningkatnya daya beli, perubahan gaya hidup masyarakat
Indonesia dan perbaikan sistem pemasaran dingin bagi komoditas susu segar dan
derivatif-nya, maka pangsa pasar susu yang dihasilkan peternak domestik harus
dapat ditingkatkan. Tidak ada pilihan lain program percepatan peningkatan
produksi susu domestik harus dilaksanakan mulai saat ini, yaitu dengan
meningkatkan produksi dan konsumsi susu nasional secara bersamaan.
Adapaun kebijakan dalam upaya substitusi impor susu yang dapat diambil
untuk mencapai kondisi tersebut antara lain sebagai berikut: (1) pemerintah perlu
memberikan dukungan nyata untuk meningkatkan produktivitas dan kualits hasil
ternak (susu) kepada para peternak; (2) perlu dibentuk wadah kemitraan yang
jujur dan memperhatikan kepentingan bersama antara peternak, koperasi susu, dan
industri pengolahan susu, sehingga pengembangan agribisnis berbasis peternakan
dapat berjalan dengan baik; (3) koperasi susu perlu didorong dan difasilitasi agar
dapat melakukan pengolahan sederhana susu segar, antara lain pasteurisasi dan
pengemasan susu segar, pengolahan menjadi yogurt, keju, dan lain-lain; (4)
Pemerintah maupun Daerah seyogyanya mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang
19
mampu memperkuat posisi tawar peternak sapi perah khususnya dan
pengembangan agribisnis berbasis peternakan umumnya; dan (5) Pemerintah
Pusat dan Daerah seyogyanya membiayai pelaksanaan program minum susu untuk
anak-anak di sekolah (Daryanto, 2009).
2.5. Agribisnis Peternakan dalam Perspektif Syariah Islam
Dalam pandangan Islam, peternakan merupakan subsektor agribisnis yang
memberikan banyak manfaat terhadap kehidupan manusia. Manfaat tersebut tidak
hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, baik sebagai sumber makanan,
sumber minuman, bahan pakain, kendaraan, dan sebagai hiburan bagi manusia
tetapi juga bermanfaat sebagai bahan renungan terhadap kekuasaan Allah SWT.
Selain itu, hewan ternak dapat digunakan oleh manusia untuk menyucikan diri dan
hartanya dengan cara mengeluarkan qurban/zakat atas hasil usaha di bidang
peternakan tersebut (E. Gumbira Said dan Yayuk E. P., 2005)
Hewan ternak merupakan anugerah Allah SWT yang diturunkan kepada
manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu, hewan ternak juga
dapat digunakan sebagai bahan renungan bagi manusia untuk mengungkap,
melihat, dan memikirkan tentang kebesaran dan kekuasaan Allah SWT
sebagaimana yang dijelaskan oleh ayat-ayat berikut.
“Dan apakah mereka (manusia) tidak melihat dan memikirkan, bahwa
sesungguhnya Kami telah menciptakan hewan ternak untuk mereka, yaitu
sebagaimana dari apa yang telah Kami Ciptakan dengan tangan-tangan
(kekuasaan) Kami, lalu mereka memilikinya?” (Yaasin: 71). Ada juga tercantum
dalam ayat lainnya: “(Hewan-hewan itu) mempunyai manfaat kepada kamu
20
sampai kepada waktu yang ditentukan (untuk disembelih), kemudian tempat
menyembelihnya di sekitar rumah suci yang tua itu.” (Al-Hajj: 33)
Allah SWT menciptakan berbagai jenis hewan ternak, baik ternak kelompok
ruminasia maupun kelompok unggas. Hewan ternak tersebut merupakan penyedia
sumber protein hewani. Hewan ternak dapat menyediakan bahan makanan dalam
bentuk daging dan telur. Hewan ternak juga dapat menyediakan sumber minuman
bagi manusia dalam bentuk susu dan juga madu. Susu merupakan salah satu
sumber protein yang paling murah dibandingkan dengan daging (E. Gumbira Said
dan Yayuk E. P., 2005). Oleh karena itu, produktivitas agribisnis subsektor
peternakan hendaknya ditingkatkan dalam rangka pemenuhan kebutuhan protein
hewani bagi masyarakat.
Berkenan dengan produk susu, agama Islam mengaturnya melalui ayat-ayat
Al-Quran sebagai berikut: “Dan sesungguhnya pada binatang ternak menjadi
ibarat (pelajaran) bagi kamu, Kami memberi minum kamu dari apa yang ada di
perutnya antara kotoran dan darah (yaitu) air susu yang bersih bagi yang
meminumnya.” (An-Nahl: 66)
2.6. Harga
Kotler dan Amstrong (2004) menyatakan bahwa harga adalah sejumlah
uang yang dibebankan atas suatu produk, atau jumlah dari nilai yang ditukar
konsumen atas manfaat manfaat karena memiliki atau menggunakan produk
tersebut. Sukirno (2014) menyatakan bahwa harga sesuatu barang dan jumlah
barang tersebut yang diperjualbelikan, ditentukan oleh permintaan dan penawaran
barang tersebut. Oleh karena itu, untuk menganalisis mekanisme penentuan harga
21
dan jumlah barang yang diperjualbelikan, secara serentak perlulah dianalisis
permintaan dan penawaran terhadap sesuatu barang tertentu yang wujud di pasar.
2.7. Teori Permintaan dan Kurva Permintaan
Menurut Sukirno (2010) menyatakan bahwa teori permintaan menerangkan
tentang ciri hubungan antara jumlah permintaan dan harga. Berdasarkan ciri
hubungan antara permintaan dan harga dapat dibuat grafik kurva permintaan.
Rahardja (2008) menyatakan bahwa permintaan adalah keinginan konsumen
membeli suatu barang pada berbagai tingkat harga selama periode waktu tertentu.
Permintaan seseorang atau masyarakat kepada suatu barang ditentukan oleh
banyak faktor. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi permintaan suatu
barang yaitu :
(1) Harga barang itu sendiri;
(2) Harga barang lain yang terkait
(3) Tingkat Pendapatan Per Kapita;
(4) Selera atau kebiasaan;
(5) Jumlah penduduk;
(6) Perkiraan harga di masa mendatang
(7) Distibusi pendapatan
(8) Usaha-usaha produsen meningkatkan penjualan
Harga Barang Itu Sendiri
Jika harga suatu barang semakin murah, maka permintaan terhadap barang itu
bertambah. Begitu juga sebaliknya. Hal ini membawa kita ke hukum
22
permintaan yang menyatakan, “Bila harga suatu barang naik, ceteris paribus,
maka jumlah barang yang diminta akan berkurang, dan sebaliknya.”
Harga Barang Lain yang Terkait
Harga barang lain juga dapat mempengaruhi permintaan suatu barang, tetapi
kedua macam barang tersebut mempunyai keterkaitan. Keterkaitan kedua
macam barang dapat bersifat substitusi (pengganti) dan bersifat
komplementer (pelengkap). Misalnya, barang substitusi dari daging ayam
adalah daging sapi, ikan atau tempe. Suatu barang menjadi substitusi barang
lain bila terpenuhi paling tidak salah satu syarat dari dua syarat: memiliki
fungsi yang sama atau kandungan yang sama. Dalam hal ini, bila harga
substitusi daging sapi (misalnya daging ayam) meningkat, harga relatif
daging sapi menjadi lebih murah, sehingga permintaan daging sapi
meningkat. Sedangkan kalau harga komplemen daging sapi (misalnya beras)
turun, permintaan terhadap beras meningkat sehingga permintaan daging sapi
mungkin meningkat pula. Contoh lain dua macam barang yang mempunyai
hubungan komplementer adalah BBM dan mobil. Bila dua macam
barangtidak mempunyai hubungan dekat (keterkaitan), maka perubahan harga
satu barang tidak mempengaruhi permintaan barang satunya lagi. Bila harga
pensil naik, misalnya, tidak ada pengaruhnya terhadap permintaan daging
sapi, karena antara pensil dan daging sapi tidak berkorelasi, baik sebagai
barang substitusi maupun barang komplementer.
23
Tingkat Pendapatan Per Kapita
Tingkat pendapatan per kapita dapat mencerminkan daya beli. Makin tinggi
tingkat pendapatan, daya beli makin kuat, sehingga permintaan terhadap suatu
barang meningkat.
Selera atau Kebiasaan
Selera atau kebiasaan juga dapat mempengaruhi permintaan suatu barang.
Beras misalnya. Walaupun harganya sama, permintaan beras per tahun di
provinsi Maluku lebih rendah dibanding dengan di Sumatra Utara. Hal itu
dikarenakan orang-orang Maluku lebih menyukai sagu (sejak kecil mereka
makan sagu). Sebaliknya, di Sumatra Utara, selain lebih menyukai beras, ada
kebiasaan (adat) yang membutuhkan beras, terutama di kalangan masyarakat
Batak, pada saat acara pernikahan.
Jumlah Penduduk
Kita ambil contoh beras lagi. Sebagai makanan pokok rakyat Indonesia, maka
permintaan beras berhubungan positif dengan jumlah penduduk. Makin
banyak jumlah penduduk, permintaan beras makin banyak.
Perkiraan Harga di Masa Mendatang
Bila kita memperkirakan bahwa harga suatu barang akan naik, adalah lebih
baik membeli banyak barang itu sekarang.
Distribusi Pendapatan
Tingkat pendapatan perkapita bisa memberikan kesimpulan yang salah bila
distribusi pendapatan buruk. Artinya sebagian kecil kelompok masyarakat
menguasai begitu besar “kue” perekonomian. Jika distribusi pendapatan
24
buruk, berarti daya beli secara umum melemah, sehingga permintaan terhadap
suatu barang menurun.
Usaha-usaha Produsen Meningkatkan Penjualan
Dalam perekonomian yang modern, bujukan para penjual untuk membeli
barang besar sekali peranannya dalam mempengaruhi masyarakat.
Pengiklanan memungkinkan masyarakat untuk mengenal suatu barang baru
yang menimbulkanperminaatan terhadap barang tersebut. Di samping itu,
untuk barang-barang yang sudah lama, pengiklanan akan mengingatkan
orang-orang adanya barang tersebut dan menarik minat untuk membeli.
Usaha-usaha promosi penjualan lainnya, seperti pemberian hadiah kepada
pembeli apabila membeli suatu barang atau iklan pemberian potongan harga,
sering mendorong orang untuk membeli lanih namyak daripada biasanya.
Menurut Samuelson dan Nordhaus (2003) permintaan atau kurva
permintaan adalah hubungan antara harga dengan kuantitas yang dibeli. Ada
suatu hubungan yang pasti antara harga pasar dari suatu barang dengan kuantitas
yang diminta dari barang tersebut asalkan hal-hal lain tidak berubah. Banyaknya
barang yang dibeli orang tergantung pada harganya, makin tinggi harga suatu
barang maka semakin sedikit unit yang diinginkan konsumen untuk dibeli (ceteris
paribus). Makin rendah harga pasarnya, makin banyak unitnya yang ingin
dibeli. Adalah sangat sukar untuk secara sekaligus menganalisis pengaruh
berbagai faktor-faktor tersebut terhadap permintaan sesuatu barang. Oleh sebab
itu, dalam membicarakan teori permintaan, ahli ekonomi membuat analisis yang
lebih sederhana. Dalam analisis ekonomi dianggap bahwa permintaan suatu
25
barang terutama dipengaruhi oleh tingkat harganya. Dalam analisa tersebut
diasumsikan bahwa “faktor-faktor lain tidak mengalami perubahan” atau ceteris
paribus.
Hukum permintaan pada hakikatnya merupakan suatu hipotesis yang
menyatakan ‘makin rendah harga suatu barang maka makin banyak permintaan
terhadap barang tersebut, sebaliknya, makin tinggi harga suatu barang maka
makin sedikit permintaan terhadap barang tersebut’. Sifat hubungan seperti itu
disebabkan karena kenaikan harga menyebabkan para pembeli mencari barang
lain yang dapat digunakan sebagai pengganti terhadap barang yang mengalami
kenaikan harga. Sebaliknya, apabila harga turun maka orang mengurangi
pembelian terhadap barang lain yang sama jenisnya dan menambah pembelian
terhadap barang yang mengalami penurunan harga. Selain itu, kenaikan harga
menyebabkan pendapatan riil para pembeli berkurang. Pendapatan yang merosot
tersebut memaksa para pembeli untuk mengurangi pembeliannya terhadap
berbagai jenis barang, dan terutama barang yang mengalami kenaikan harga
(Sadono Sukirno, 2010). Kurva permintaan dapat didefinisikan sebagai suatu
kurva yang menggambarkan sifat hubungan antara harga sesuatu barang tertentu
dengan jumlah barang tersebut yang diminta para pembeli (Sukirno, 2010).
26
Gambar 1. Kurva Permintaan
Keterangan : P = price/harga
Q = quantity/jumalah barang
D = demand/permintaan
2.8. Teori Penawaran dan Kurva Penawaran
Hukum penawaran adalah suatu pernyataan yang menjelaskan tentang sifat
hubungan antara harga suatu barang dan jumlah barang tersebut yang ditawarkan
para penjual. Dalam hukum ini dinyatakan bagaimana keinginan para penjual
untuk menawarkan barangnya apabila harganya tinggi dan bagaimana pula
keinginan untuk menawarkan barangnya tersebut apabila harganya rendah. Hukum
penawaran pada dasarnya menyatakan bahwa makin tinggi tingkat harga suatu
barang, maka semakin banyak jumlah barang tersebut akan ditawarkan oleh para
penjual. Sebaliknya, makin rendah harga sesuatu barang, semakin sedikit jumlah
barang yang ditawarkan (Sukiro, 2010).
Kurva penawaran adalah suatu kurva yang menunjukkan hubungan di antara
harga sesuatu barang tertentu dengan jumlah barang tersebut. Pada umumnya
kurva penawaran menaik dari kiri bawah ke kanan atas. Berarti arah
27
pergerakannya berlawanan dengan arah kurva permintaan. Bentuk kurva
penawaran bersifat seperti karena terdapat hubungan yang positif di antara harga
dan jumlah barang yang ditawarkan, yaitu makin tinggi harga, makin banyak
jumlah yang ditawarkan (Sukirno, 2010).
Sisi penawaran dari sebuah pasar selalu menyangkut hubungan yang
didalamnya para pelaku bisnis menghasilkan dan menjual produk-produknya.
Penawaran suatu barang menginformasikan kepada kita mengenai jumlah
barang yang akan dijual pada setiap tingkat harga barang tersebut. Secara lebih
tepat kurva penawaran menghubungkan kuantitas yang ditawarkan dari sebuah
barang dengan harga pasarnya, sementara hal-hal lain konstan (ceteris paribus).
Dalam mempertimbangkan penawaran, hal-hal lain yang dianggap konstan adalah
biaya produksi, harga barang terkait, dan kebijakan pemerintah (Samuelson dan
Nordhaus, 2003).
Untuk memeriksa kekuatan-kekuatan yang menentukan kurva penawaran,
hal mendasar yang perlu dipahami ialah bahwa para produsen menawarkan
komoditi- komoditinya dengan tujuan mencari keuntungan dan bukan untuk
kesenangan atau amal. Penawaran suatu barang ditentukan oleh faktor-faktor
di antaranya: (1) harga barang itu sendiri, (2) harga barang-barang lain, (3) biaya
produksi, (4) tujuan-tujuan operasi perusahaan tersebut, (5) tingkat teknologi yang
digunakan (Sukirno, 2010).
28
Gambar 2. Kurva Penawaran
Keterangan : P = price/harga
Q = quantity/jumlah barang
S = supply/penawaran
2.9. Teori Elatisitas
Konsep elastisitas merupakan hubungan kuantitatif antara harga dan
kuantitas yang dibeli. Pada model yang dinamis dapat dihitung elastisitas jangka
pendek dan jangka panjang (Samuel dan Nordhaus, 2003).
Elastisitas adalah persentase perubahan jumlah yang diminta dibagi
dengan persentase perubahan harga yang menyebabkannya. Perubahan persentase
biasanya dihitung sebagai perubahan dibagi oleh nilai rata-rata (lipsey et al.,
1995). Elastisitas dikenal dengan tiga macam jika dikaitkan dengan kuantitas
barang yang bisa berubah, yaitu:
2.9.1. Elastisitas harga (price elasticity)
Yaitu perbandingan dari presentase perubahan dari kuantitas barang yang
diminta atau ditawarkan dengan presentase perubahan barang itu sendiri.
Elastisitas harga dibedakan menjadi dua macam yaitu elastisitas harga dari barang
29
yang diminta (permintaan) sehingga disebut elastisitas permintaan. Kemudian
elastisitas harga dari barang yang ditawarkan (penawaran) sehingga disebut
elastisitas penawaran.
a. Elastisitas harga permintaan
Para ekonom mengukur bagaimana tingkat respon atau sensitivitas
konsumen terhadap perubahan harga produk dengan dengan konsep
elastisitas harga (McConnell, 1990). Elastisitas harga permintaan mengukur
berapa banyak kuantitas yang diminta dari sebuah barang akan berubah
apabila harganya berubah. Definisi yang tepat dari elastisitas harga adalah
persentase perubahan dalam kuantitas yang diminta dibagi dengan persentase
perubahan dalam harga (Samuelson dan Nordhaus, 2003). Nilai elastisitas
harga daging ayam broiler sebesar -2,335 terhadap permintaan daging
ayam broiler di Kecamatan Pancoran Mas Depok, artinya dengan kenaikan
harga sebesar 1% maka permintaan daging ayam broiler akan turun sebesar
2,335 % ceteris paribus (Khoirunissa, 2008).
Koefisien elastisitas harga permintaan (e) mengukur perubahan jumlah
komoditi yang diminta per unit waktu karena adanya presentase perubahan
harga tertentu dari komoditi itu. Karena hubungan antara harga dan jumlah
adalah terbalik, maka koefisien elastisitas harga permintaan bertanda negatif.
Oleh karena itu, dalam rangka menghindarkan nilai negatif dalam
pembahasan, maka tanda minus sering kali dimasukkan ke dalam rumus e
(Salvatore, 2006). Kita dapat menghitung koefisien elastisitas harga menurut
rumus berikut:
30
ed = ─ 𝛥𝑄/𝑄
𝛥𝑃/𝑃 = ─
Δ𝑄
Δ𝑃 .
𝑃
𝑄
Ed = Persentase perubahan pada kuantitas yang diminta
Persentase perubahan pada harga
b. Elastisitas harga penawaran
Para pelaku bisinis juga memiliki kepekaan dalam dalam mengambil
keputusan terkait dengan berapa banyak barang yang (harus) diproduksi.
Para ekonom mendefinisikan elastisitas harga penawaran sebagai kepekaan
kuantitas yang ditawarkan dari sebuah barang terhadap harga pasarnya.
Elastisitas harga penawaran adalah presentase perubahan pada kuantitas
yang ditawarkan dibagi dengan persentase perubahan pada harga
(Samuelson dan Nordhaus, 2003). Dalam Idaman (2008) elastisitas harga
penawaran benih ikan nila ukuran 3-5 cm memiliki nilai 0,001385. Artinya
harga benih ikan nila ukuran 3-5 cm ini bersifat inelastis karena nilai
elastisitasnya yang kurang dari satu. Rumus untuk menghitung elastisitas
harga penawaran adalah sebagai berikut:
es = 𝛥𝑄/𝑄
𝛥𝑃/𝑃 =
Δ𝑄
Δ𝑃 .
𝑃
𝑄
Es = Persentase perubahan pada kuantitas yang ditawarkan
Persentase perubahan pada harga
2.9.2. Elastisitas silang (Cross Elasticity)
Elastisitas silang adalah perbandingan dari presentase perubahan dari
kuantitas barang X yang diminta atau ditawarkan dengan presentase perubahan
harga barang lain Y. Apabila fungsi permintaan diketahui beasaran nilainya, maka
elastitas dapat dihitung dengan cara menurunkan fungsi permintaan terhadap
31
barang lain, lalu dikalikan dengan rata-rata harga barang lain dibagi rata-rata
jumlah barang yang diminta. Apabila nilainya lebih besar dari nol maka kedua
barang tersebut mempunyai hubungan substitusi, bila nilainya lebih kecil dari nol
maka hubungan keduanya komplementer.
Barang substitusi memiliki nilai elastisitas positif. Artinya kenaikan barang
substitusi berakibat meningkatnya jumlah yang diminta untuk barang ini (dan
untuk barang substitusinya berkurang). Barang komplementer elastisitas negatif,
artinya kenaikan harga komplemen berakibat turunnya jumlah yang untuk barang
ini (juga untuk barang komplemennya). Hasil penelitian Khoirunissa (2008)
menunjukkan nilai elastisitas silang daging sapi sebesar 6,32 artinya dengan
meningkatnya harga daging sapi sebesar 1% maka permintaan akan daging
ayam broiler naik sebesar 6,32%.
Koefisien elastisitas silang dari permintaan komoditi X terhadap komoditi Y
(exy) mengukur presentase perubahan jumlah X yang dibeli per unit waktu (𝛥Qx
/Qx ) akibat adanya persentase perubahan tertentu dalam harga Y (𝛥Py /Py).
exy = ─ 𝛥𝑄𝑥/𝑄𝑥
𝛥𝑃𝑦/𝑃𝑦 = ─
𝛥𝑄𝑥
𝛥𝑃𝑦 .
𝑃𝑦
𝑄𝑥
Jika X dan Y adalah barang substitusi, exy adalah positif. Dan jika X dan Y
adalah barang komplemen, exy adalah negatif. Bila komoditi-komoditi itu tidak
berhubungan (yaitu, bila komoditi-komoditi itu independen satu sama lain), maka
exy = 0 (Salvatore, 2006).
32
2.9.3. Elastisitas Pendapatan (Income Elasticity)
Elastisitas pendapatan adalah membahas perbandingan dari presentase
kuantitas suatu barang yang diminta ataupun ditawarkan dengan
presentase perubahan pendapatan. Elastisitas permintaan pendapatan adalah
presentase perubahan permintaan akan suatu barang yang diakibatkan oleh
kenaikan income riil konsumen sebesar satu persen, jika fungsi permintaan
diketahui maka besar nilai elastisitas pendapatan dapat ditentukan dengan cara
menurunkan fungsi permintaan tersebut terhadap variabel pendapatan, lalu
dikalikan rata-rata besaran pendapatan dibagi rata-rata jumlah barang yang
diminta. Untuk barang normal nilai elastistasnya lebih besar dari nol, untuk
barang inferior kurang dari nol, barang kebutuhan pokok antara nol sampai
satu dan untuk barang superior lebih besar dari satu. Begitu pun sebaliknya untuk
elastisitas penawaran pendapatan.
Dalam Khoirunissa (2008) menunjukkan nilai elastisitas permintaan daging
ayam broiler sebesar terhadap pendapatan sebesar 0,447 artinya jika pendapatan
naik 1%, maka permintaan naik 0,447%. Elastisitas pendapatan bernilai positif
antara nol sampai satu sehingga daging ayam broiler disebut barang normal.
Koefisien elastisitas pendapatan dari permintaan (𝑒𝑀) mengukur persentase
perubahan jumlah komoditi yang dibeli per unit waktu (𝛥Q / Q) akibat adanya
persentase perubahan tertentu dalam pendapatan konsumen (𝛥M/M). Jadi,
𝑒𝑀 = 𝛥𝑄/𝑄
𝛥𝑀/𝑀 =
Δ𝑄
Δ𝑀 .
𝑀
𝑄
33
Apabila 𝑒𝑀 negatif, barangtersebut adalah barang bermutu rendah (inferior).
Bila 𝑒𝑀 positif, barang tersebut adalah barang normal. Barang normal biasanya
menajadi barang mewah bila 𝑒𝑀 > 1, kalau tidak demikian maka barang tersebut
adalah barang kebutuhan pokok. Oleh karena itu, 𝑒𝑀 untuk suatu barang mungkin
sangat bervariasi bertaung pada tingkat pendapatan konsumen. jadi, barang
tertentu mungkin menjadi barang mewah pada tingkat pendapatan yang “rendah”,
barang kebutuhan pokok pada tingkat pendapatan “menengah”, dan barang
bermutu rendah pada tingkat pendapatan yang “tinggi” (Salvatore, 2006).
2.10. Elastisitas Permintaan
2.10.1. Pengertian Elastisitas Permintaan
Secara sederhana elastisitas dapat diartikan sebagai derajat kepekaan suatu
gejala ekonomi terhadap perubahan gejala ekonomi lain. Pengertian lain elastisitas
dapat diartikan sebagai tingkat kepekaan perubahan kuantitas suatu barang yang
disebabkan oleh adanya perubahan faktor-faktor lain.
Elastisitas permintaan adalah suatu pengukuran kuantitatif yang
menunjukkan sampai di mana besarnya pengaruh perubahan harga terhadap
perubahan permintaan. Ketika harga sebuah barang turun, jumlah permintaan
terhadap barang tersebut biasanya naik sedangkan semakin rendah harganya,
semakin banyak benda itu dibeli. Elastisitas permintaan ditunjukan dengan rasio
persen perubahan jumlah permintaan dan persen perubahan harga.
2.10.2. Jenis-jenis Elastisitas Permintaan
Koutsoyiannis (1977) dalam Solihah (2014) mengemukakan beberapa
jenis-jenis elastisitas permintaan yaitu :
34
Tabel 5. Jenis-jenis Elastisitas
Koefisien Elastisitas
n = 0 Inelastis sempurna
0 < n < 1 Inelastis
n = 1 Elastis uniter
1 < n < ∞ Elastis
n = ∞ Elastis sempura
Permintaan Inelastis Sempurna (Ed = 0)
Gambar 3. Kurva Inelastis Sempurna
Permintaan Inelastis Sempurna terjadi jika tidak ada perubahan jumlah
yang diminta meskipun ada perubahan harga, atau ΔQd = 0, meskipun ΔP
ada. Dengan kata lain perubahan harga sebesar apapun sama sekali tidak
berpengaruh terhadap jumlah yang diminta. Kasus permintaan inelastis
sempurna terjadi bila konsumen dalam membeli barang tidak lagi
memperhatikan harganya, melainkan lebih memperhatikan pada seberapa
besar kebutuhannya. Contoh: Pembelian Garam dapur oleh suatu keluarga
atau pembelian Obat ketika sakit. Konsumen membeli garam atau obat lebih
mempertimbangkan berapa butuhnya, bukan pada berapa harganya.
35
Permintaan Inelastis (Ed < 1)
Gambar 4. Kurva Inelastis
Ep < 1, maka permintaan terhadap barang dikatakan Inelastis, artinya
jika terjadi perubahan variabel permintaan sebanyak 1% maka akan diikuti
oleh perubahan jumlah barang yang diminta kurang dari 1%. Permintaan
Inelastis kalau perubahan harga kurang begitu berpengaruh terhadap
perubahan kuantitas barang yang diminta. Permintaan Inelastis atau sering
disebut Permintaan yang tidak peka terhadap harga.
Contoh : Beras, jika harganya naik orang akan tetap membutuhkan beras
sebagai makanan pokok meskipun mungkin dapat dihemat penggunaannya.
Sebaliknya, jika harga beras turun konsumen tidak akan menambah
konsumsinya sebesar penurun harganya karena konsumsi beras memiliki
keterbatasan (rasa kenyang), begitu halnya juga dengan gula pupuk, bahan
bakar, dan lain-lain.
36
Permintaan Elastis Uniter (Ed = 1)
Gambar 5. Kurva Elastis Uniter
Ed = 1, maka permintaan terhadap barang dikatakan elastis tetap atau
Unitary elasticity artinya perubahan variabel permintaan berbanding lurus
dengan perubahan jumlah permintaan. Permintaan Elastis Uniter kalau
perubahan harga pengaruhnya sebanding terhadap perubahan kuantitas
barang yang diminta. Dengan kata lain persentase perubahan jumlah yang
diminta sama dengan persentase perubahan harga.
Permintaan yang elastis uniter atau yang elastis proporsional atau yang
Ed tepat = 1 sulit ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, kalaupun terjadi
sebenarnya hanyalah secara kebetulan. Contoh : handphone, awalnya
handphone dirilis dengan harga jutaan rupiah, di luar jangkauan masyarakat
akan tetapi sekarang ini tiap orang rata-rata sudah memiliki handphone
dengan model dan harganya yang semakin bervariasi murahnya membuat
permintaan tinggi.
37
Permintaan Elastis (Ed > 1)
Gambar 6. Kurva Permintaan Elastis
Ed > 1, maka permintaan terhadap barang dikatakan elastis, artinya jika
terjadi perubahan variabel permintaan sebanyak 1% maka akan diikuti oleh
perubahan jumlah barang yang diminta lebih dari 1%. Permintaan Elastis
kalau perubahan harga pengaruhnya cukup besar terhadap perubahan
kuantitas barang yang diminta. Dengan kata lain persentase perubahan
jumlah yang diminta relatif lebih besar dari persentase perubahan harga.
Contoh : Barang mewahseperti mobil, motor, pakaian pesta dan lain-lain,
jika harganya turun konsumen akan berbondong-bondong untuk membeli
namun jika harga naik maka konsumen akan mencari barang subtitusinya.
38
Permintaan Elastis Sempurna (Ed = ∞ )
Gambar 7. Kurva Elastis Sempurna
Ed = ∞ , artinya elastisitas sempurna (infinite elasticity) yaitu
perubahan variabel permintaan tidak diakibatkan oleh perubahan jumlah
barang yang diminta. Kasus permintaan elastis sempurna terjadi pada bila
permintaan suatu barang dapat berubah-ubah meskipun harga barang
tersebut tetap. Contoh kasus ini bisa terjadi pada berbagai produk, yang jelas
kalau permintaan akan produk tersebut bisa berubah-ubah walaupun harga
produk itu tetap. Misalnya bumbu dapur, permintaan bumbu dapur
meningkat lebih disebabkan karena kebutuhannya yang sedang berdekatan
dengan perayaan sesuatu untuk masak. Kenyataannya di lapangan bahwa
naiknya harga bumbu dapur lebih disebabkan karena persediaan atau stok
pasar yang langka
2.11. Penelitian Terdahulu
Hasil-hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh peneliti
terdahulu dapat dijadikan dasar dan bahan pertimbangan dalam mengkaji
penelitian ini.
39
1. Penelitian sebelumnya yaitu oleh Aditya Hadiwidoyo (2009) dengan judul
Analisis Permintaan dan Penawaran Daging Sapi Indonesia. Permasalahan
yang dibahas adalah faktor-faktor yang menentukan jumlah permintaan
d a n j u m l a h p e n a w a r a n daging sapi diIndonesia. Dan bagaimana
elastisitas (respon) harga, elastisitas silang, dan elastisitas pendapatan
terhadap permintaan dan penawaran daging sapi di Indonesia. Menggunakan
data sekunder time series tahun 1990 – 2005.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) permintaan daging sapi
ditentukan oleh variabel-variabel independen yaitu harga daging domestik,
harga ikan rata-rata, pendapatan per kapita, dan jumlah penduduk
Indonesia, (2) penawaran daging sapi ditentukan oleh variabel-variabel
independen yaitu harga daging domestik, produksi daging sapi domestik,
harga sapi, dan jumlah populasi sapi, (3) Permintaan daging sapi bersifat
inelastis terhadap harga ikan, pendapatan, dan harga daging sapi. Sedangkan
penawaran daging sapi bersifat inelastis terhadap harga daging sapi dan
harga sapi.
2. Penelitian Andhika Febiansyah (2016) dengan judul Respon · Impor
Kedelai Terhadap Konsumsi Kedelai, Nilai Tukar Valuta Asing dan
Barga Kedelai lmpor Di Indonesia. Permasalahan yang diangkat
adalah pengaruh konsumsi, harga kedelai impor dan nilai tukar valuta asing,
terhadap impor kedelai di Indonesia. Serta bagaimana respon impor kedelai
terhadap faktor-faktor tersebut di Indonesia.
40
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder runtun
waktu (Time Series) mulai tahun 2002 hingga tahun 2011. Data bersumber
dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementrian Pertanian. Pengolahan data
dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linier berganda
menggunakan software SPSS versi 18. Pengujian statistik dalam penelitian
ini menggunakan uji R2, Uji-F, Uji-T serta Analisis Elastisitas.
Hasil pengujian diperoleh nilai R2 sebesar 0,894, menunjukan bahwa
89,4% impor kedelai di Indonesia dapat dijelaskan oleh variabel bebas yang
digunakan dalam model yaitu konsumsi kedelai, nilai tukar valuta asing
(Rupiah terhadap Dollar Amerika), dan harga kedelai impor. Sedangkan
sisanya 10,6% dijelaskan oleh variabel lain di luar model penelitian ini.
Hasil pengujian secara bersama-sama menunjukkan variabel konsumsi, nilai
tukar valuta asing (Rupiah terhadap Dollar Amerika), dan harga kedelai
impor berpegaruh terhadap impor kedelai di Indonesia dengan nilai
probailitas 0,001 < 0,05. Hasil pengujian secara parsial menunjukkan
variabel konsumsi dengan nilai probabilitas 0,000 < 0,05, harga kedelai
impor dengan nilai probabilitas 0,805 > 0,05, nilai tukar valuta asing
(Rupiah terhadap Dollar Amerika) 0,622 yang memiliki pengaruh terhadap
impor kedelai di Indonesia.
Variabel konsumsi kedelai, memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap impor kedelai di Indonesia dengan tingkat kepercayaan 95%.
Sedangkan variabel harga kedelai impor dan kurs memiliki pengaruh
negatif dan tidak signifikan terhadap impor kedelai di Indonesia dengan
41
tingkat kepercayaan 95%. Impor kedelai bersifat elastis terhadap konsumsi
kedelai (1,361) yang artinya impor kedelai responsif terhadap perubahan
konsumsi kedelai di Indonesia. Impor kedelai bersifat inelastis terhadap nilai
tukar valuta asing (Rupiah terhadap Dollar Amerika) (0,132) yang artinya
impor kedelai tidak responsif terhadap perubahan nilai tukar valuta asing
(Rupiah terhadap Dollar Amerika) di Indonesia. Impor kedelai bersifat
inelastis terhadap harga kedelai impor kedelai (0,027) yang artinya impor
kedelai tidak responsif terhadap perubahan harga kedelai impor di Indonesia.
42
2.12. Kerangka Pemikiran
Sektor pertanian
Subsektor peternakan
Penyedia kebutuhan susu
nasional
Adanya kesenjangan antara produksi dalam negeri dan
konsumsi
Permintaan Penawaran
Faktor yang menentukan: Faktor yang menentukan:
- Harga susu sapi - Harga susu sapi
- Harga teh - Jumlah populasi sapi
- Pendapatan per kapita perah
- Jumlah penduduk
Indonesia
Analisis regresi linier berganda
Analisis elastisitas
Implikasi kebijakan
Gambar 9. Alur kerangka berpikir
Keterangan: = Fokus Penelitian
43
2.13. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
kalimat pertanyaan. Hipotesis dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan
baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta
empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Hipotesis juga dapat
dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum
jawaban yang empirik (Sugiyono, 2012:64).
Berdasarkan rumusan masalah dan kajian teori tersebut, maka hipotesis
yang dapat dibangun dalam penelitian ini adalah :
1. Harga susu sapi, harga teh, pendapatan per kapita, dan jumlah penduduk
diduga berpengaruh terhadap permintaan susu sapi di Indonesia.
2. Harga susu sapi dan jumlah populasi sapi perah diduga berpengaruh terhadap
penawaran susu sapi di Indonesia.
3. Perubahan jumlah permintaan susu elastis atau inelastis terhadap harga susu
sapi, harga teh, pendapatan perkapita, dan jumlah penduduk Indonesia.
4. Perubahan jumlah penawaran susu elastis atau inelastis terhadap harga susu
sapi dan jumlah populasi sapi perah di Indonesia.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu Penelitian
Penelitian mengenai permintaan dan penawaran susu sapi di indonesia,
dilaksanakan pada bulan Agustus 2016 sampai bulan Februari tahun 2017 meliputi
penyusunan proposal, pengumpulan data, pengolahan data, analisis data dan
penulisan laporan dalam bentuk skripsi.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder yang
digunakan berbentuk data Time Series. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat
Statistik, Departemen Pertanian, literatur, jurnal penelitian terdahulu dan internet.
Prosedur yang digunakan dalam pengumpulan data didasarkan pada pencarian,
pemilihan, pencatatan dan pengkategorian data yang diperlukan kemudian
digunakan untuk pengolahan. Data kemudian diolah dengan menggunakan
program Eviews 7.0 dan Microsoft Excel 2010. Data-data yang dibutuhkan dalam
penelitian ini adalah data tahunan selama kurun waktu sepuluh tahun (2000 -
2015) adapun data-data utama yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
45
Tabel 6. Informasi Data Sekunder Penelitian Menurut Data dan Satuannya.
NO JENIS DATA SATUAN
DATA SUMBER DATA
1 Populasi Sapi Perah Ekor/Tahun Direktorat Jenderal Peternakan
dan Kesehatan Hewan, Kementan
2 Produksi Susu Sapi Ton / tahun Direktorat Jenderal Peternakan
dan Kesehatan Hewan, Kementan
3 Konsumsi Susu Sapi Ton / tahun Susenas BPS
4 Harga Susu Sapi Rp / liter Kementerian Perdagangan
6 Impor Susu Ton/Tahun BPS
8 Jumlah Penduduk
Indonesia Juta/Jiwa BPS
9 Pendapatan Per
Kapita Rp/Tahun BPS
10 Harga Teh Rp/Kg Direktorat Jendral Perkebunan
3.3. Metode Analisis
Penelitian ini menggunakan alat analisis regresi linier berganda
(multiple regression) dan analisis respon (elastisitas). Akan tetapi sebelumnya
data-data terlebih dahula akan di tes dengan menggunakan uji kriteria statistik dan
uji asumsi klasik untuk mengetahui apakah data-data tersebut layak digunakan
untuk penelitian.
3.3.1. Uji Kriteria Statistik
Untuk memperoleh hasil yang baik dan model yang layak maka perlu
dilakukan uji statistik. Uji ini meliputi uji-T, uji F, dan Uji Koefisien
Determinan (R2).
1. Uji-T atau Uji Parsial
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah masing- masing variabel bebas
secara sendiri- sendiri berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikatnya.
46
Jika Ttabel > Thitung, H0 diterima dan jika Ttabel < Thitung, maka H1
diterima, begitupun jika sig > ά (0,05), maka H0 diterima H1 ditolak dan jika sig
< ά (0,05), maka H0 ditolak H1 diterima (Supranto, 2001). Digunakan untuk
melihat nyata atau tidaknya pengaruh variabel independen (bebas) terhadap
permintaan dan penawaran susu sapi (Y). Prosedur pengujiannya adalah
sebagai berikut:
H0 : bi = 0 (tidak berpengaruh nyata)
H1 : bi ≠ 0 (berpengaruh nyata)
t-hitung = 𝒃𝟏
𝒔 (𝒃𝟏)
di mana :
b1 didefinisikan sebelumnya sebagai kemiringan β1
s(b1) adalah kesalahan baku β1.
(R. Donald Cooper, 2002)
2. Uji F atau Uji Simultan
Uji ini digunakan untuk mengetahui pengaruh bersama-sama variabel bebas
terhadap varibel terikat. Bila Fhitung > Ftabel, maka H1 diterima atau secara
bersama-sama variabel bebas dapat menerangkan variabel terikatnya secara
serentak. Sebaliknya apabila Fhitung < Ftabel, maka H0 diterima atau secara bersama-
sama variabel bebas tidak memiliki pengaruh terhadap variabel terikat. Digunakan
untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel bebas secara simultan terhadap
permintaan dan penawaran susu sapi (Y).
Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut:
47
H0 : b1 = b2 = b3 = 0 (tidak berpengaruh nyata)
H1 : b1 ≠ 0 atau b2 ≠ 0 atau b3 ≠ 0 (berpengaruh nyata)
Fhitung = JKR / (k−1 )
JKS / (n−k )
JKR = Jumlah kuadrat regresi
JKS = Jumlah kuadrat sisa
k = Jumlah variabel
n = Jumlah sampel
Apabila F- hitung < F-tabel (α)/(k, n-k) maka H0 diterima artinya secara
simultan semua variabel independen tidak berpengaruh nyata terhadap Y.
Apabila F- hitung > F-tabel (α)/(k, n-k) maka H0 ditolak artinya secara
simultan semua variabel independen berpengaruh nyata terhadap Y
3. Uji Koefisien Determinan (R2)
Digunakan untuk mengukur tingkat kelayakan model. Koefisien tersebut
menjelaskan secara total variasi dalam variabel dependen (Y) yang
dijelaskan oleh seluruh variabel independen dalam model. Koefisen
determinasi mempunyai nilai antara nol sampai satu (0 ≤ R2
≤ 1), semakin
besar R-square (mendekati satu) maka model semakin baik, dan semakin
mendekati nol maka model semakin tidak layak karena variabel independen
secara keseluruhan tidak bisa menjelaskan permintaan dan penawaran susu sapi.
3.3.2 Uji Asumsi Klasik
Dalam melakukan estimasi model regresi linier berganda maka harus
dipenuhi kriteria nilai parameter yang BLUE (Best, Linear, Unbiased,
48
Estirmator). Kriteria yang diuji meliputi Autokorelasi, normalitas, dan
heteroskedastisitas.
1. Autokorelasi
Istilah autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antar anggota
serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (time series) atau
cross section. Persamaan dalam penelitian ini menggunakan data time series.
Masalah autokorelasi sering timbul pada data runtut. Autokorelasi sering
disebut juga korelasi serial. Penyebab utama timbulnya autokorelasi
adalah kesalahan spesifikasi, misalnya terabaikannya suatu variabel penting
atau bentuk fungsi yang tidak tepat.
2. Normalitas
Bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel dependen
dan variabel independen mempunyai distribusi normal atau tidak. Model
regresi yang baik memiliki distribusi data normal atau mendekati normal.
Pengujian normalitas ini dapat dilakukan melalui uji Jarque-Bera (JB). Ini
merupakan uji asimtotis atau sampel besar, didasarkan atas residu OLS.
Metode lain yang digunakan adalah dengan melihat normal probability plot
yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Dasar
pengambilan keputusan dari analisis normal probability plot adalah sebagai
berikut :
A. Jika data menyebar disekitar garis diagonal menunjukkan pola
distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
49
B. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti
arah garis diagonal, tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka
model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
3. Heteroskedastisitas
Bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang
lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap,
maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.
Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi
heteroskedatisitas (Ghozali, 2011).
Asumsi yang dipakai dalam penerapan model regresi linier adalah
variannya konstan. Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana asumsi di atas
tidak tercapai. Dampak adanya heteroskedastisitas adalah tidak efisiennya
proses estimasi, sementara hasil estimasinya sendiri tetap konsisten dan
tidak bias. Masalah heteroskedastisitas ini akan mengakibatkan hasil uji-t
dan uji F dapat menjadi tidak berguna (misleading).
3.3.3 Analisis Regresi Linier Berganda
Menurut Sulaiman (2004) analisis regresi berganda digunakan untuk
melihat hubungan variabel dependen dengan lebih dari satu variabel independen
Analisis penggunaan regresi linier berganda ini memungkinkan untuk
menganalisis faktor-faktor apa saja yang secara signifikan menentukan
permintaan dan penawaran.
50
Untuk melakukan estimasi model regresi linier berganda, maka data
yang ada diregresikan sehingga menjadi fungsi linier sebagai berikut:
YD = a + b1 HSD + b2 HT + b3 PPK + b4 JPI
YS = a + b1 HSD + b2 JPS
Dimana:
YD = Jumlah permintaan susu sapi domestik (liter
YS = Jumlah penawaran susu sapi domestik (liter)
a = Konstanta
b = Koefisien regresi variabel bebas
HSD = Harga susu sapi domestik (Rp/kg)
HT = Harga teh (Rp/kg)
PPK = Pendapatan per kapita (000 Rp/Bulan)
JPI = Jumlah penduduk Indonesia (000 jiwa)
JPS = Jumlah populasi sapi perah (ekor)
3.3.4 Analisis Respon (Elastisitas)
Dilakukan untuk mengetahui persentase perubahan kenaikan atau penurunan
jumlah susu sapi jika terjadi perubahan permintaan dan penawaran. Elastisitas
permintaan harga dihitung dengan menggunakan rumus:
Dimana:
𝑑𝑦
𝑑𝑥1 = turunan pertama fungsi permintaan terhadap harga susu sapi
51
X1 = Rata-rata harga susu sapi (Rp/kg)
Y = Jumlah permintaan susu sapi (liter/tahun)
Nilai suatu elastisitas tak terbatas dan bisa positif atau negatif. Pada
umumnya nilai elastisitas yang besar berimplikasi pada variabel endogen yang
menjadi sangat responsif terhadap perubahan variabel eksogen. Apabila nilai
elastisitas lebih besar dari satu (E > 1) maka dikatakan elastis (responsif).
Apabila nilai elastisitas antara antara nol dan satu (0 < E < 1), maka dikatakan
inelastis. Apabila nilai elastisitasnya sama dengan nol (E = 0) dikatakan inelastis
sempurna. Apabila nilai elastisitasnya sama dengan satu (E = 1) dikatakan
unitary elastis. Dan apabila nilai elastisitas tak terhingga (E = ~) dikatakan elastis
sempurna.
3.4 Definisi Operasional
1) Variabel Dependen
Variabel dependen sering disebut variabel output, kriteria, konsekuen.
Dalam bahasa Indonesia disebut variabel terikat. Variabel terikat merupakan
variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel
bebas. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah permintaan dan penawaran
susu sapi di Indonesia.
2) Variabel Independen
Variabel independen sering disebut variabel stimulus, prediktor,
antecedent. Dalam bahasa Indonesia disebut dengan variabel bebas. Variabel
bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya
52
atau timbulnya variabel terikat (dependen). Adapun variabel – variabel
independen dalam penelitian ini adalah: harga susu sapi, jumlah populasi sapi
perah, harga teh, pendapatan perkapita, jumlah penduduk Indonesia.
BAB IV
PERKEMBANGAN KOMODITI SUSU SAPI DI INDONESIA
4.1. Produksi Susu Sapi di Indonesia
Produksi susu sapi selama periode 2000 hingga 2015 secara umum cukup
fluktuatif. Berdasarkan Tabel 7, produksi susu sapi pada tahun 2000 adalah
sebesar 495.647 liter dan pada tahun 2001 berubah menjadi 479.947 atau turun
sebesar -3,17 persen. Sedangkan pada tahun 2002 produksi susu sebesar 493.375
liter atau mengalami kenaikan sebesar 2,80 persen dari tahun 2001. Kenaikan
terbesar terjadi pada tahun 2 0 0 9 . Dibandingkan dengan produksi susu sapi
pada tahun 2008 yaitu sebesar 646.953 liter susu atau naik sekitar 27,87 persen
menjadi 827.249 liter pada tahun 2009.
Tabel 7. Produksi dan Impor Susu Sapi
TahunProduksi Susu
(liter)
Pertumbuhan
(%)
Impor Susu
(ton)
Pertumbuhan
(%)
2000 495.647 ─ 117.268 ─
2001 479.947 -3,17 119.922 2,26
2002 493.375 2,80 107.868 -10,05
2003 553.442 12,17 117.318 8,76
2004 549.945 -0,63 165.411 40,99
2005 535.960 -2,54 173.084 4,64
2006 616.548 15,04 188.128 8,69
2007 567.682 -7,93 181.520 -3,51
2008 646.953 13,96 180.933 -0,32
2009 827.249 27,87 211.634 16,97
2010 909.533 9,95 231.396 9,34
2011 974.694 7,16 247.495 6,96
2012 959.971 -1,51 386.116 56,01
2013 786.849 -18,03 380.558 -1,44
2014 800.749 1,77 363.531 -4,47
2015 835 125 0,58 375.942 3,41
rata-rata 679.903 3,83 221.758 9,22Sumber: BPS dan DitJen Peternakan dan Kesehatan Hewan
54
Produksi susu sapi di Indonesia yang fluktuatif ini terlihat dari 6 tahun
yang mengalami penurunan dari 16 sampel data tahun yang diambil. Salah satu
penyebabnya dikarenakan dengan populasi sapi maupun hasil pemerahan susu
yang belum maksimal. Walaupun produksi susu meningkat, tetapi tetap saja
masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi susu dalam negeri
sehingga impor susu tetap dilakukan. Dari data statistik impor pada Tabel 7,
secara umum cenderung meningkat setiap tahunnya, bahkan pada tahun 2012
impor mengalami kenaikan hingga 56,61 persen dari tahun sebelumnya, yang
merupakan impor tertinggi.
4.2. Konsumsi Susu Sapi di Indonesia
Konsumsi susu di Indonesia selama periode 2000 hingga 2015 secara umum
mengalami peningkatan.
Tabel 8. Konsumsi Susu Di Indonesia
Tahun Konsumsi Susu (liter) Pertumbuhan (%)
2000 998.875 ─
2001 1.000.982 0,21
2002 1.011.722 1,07
2003 1.021.802 1,00
2004 1.237.986 21,16
2005 1.291.294 4,31
2006 1.354.235 4,87
2007 1.430.258 5,61
2008 2.125.330 48,60
2009 2.277.200 7,15
2010 2.345.000 2,98
2011 2.964.000 26,40
2012 3.120.000 5,26
2013 3.197.852 2,50
2014 3.211.439 0,42
2015 3.300.000 2,76
rata-rata 1.992.998 8,95 Sumber: Susenas BPS.
55
Berdasarkan Tabel 8, konsumsi susu domestik pada tahun 2000 adalah
sebesar 998.875 liter, pada tahun 2001 berubah menjadi 1.000.982 atau naik
sebesar 0,21 persen. Kenaikan terbesar terjadi pada tahun 2008. Konsumsi susu
pada tahun 2007 sebesar 1.430.258 liter, dibanding dengan konsumsi s u s u
tahun 2 0 0 8 mengalami kenaikan sebesar 2.125.330 liter atau naik sekitar
48,60 persen.
4.3. Jumlah Penduduk dan Pendapatan Perkapita
Konsumsi susu domestik yang terus cenderung naik tiap tahunnya ini
disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk dan meningkatkan pendapatan.
Tabel 9. Jumlah Penduduk dan Pendapatan Per Kapita Indonesia
Tahun
Jumlah
Penduduk
(jiwa)
Pendapatan per
Kapita per Tahun
(Rp)
2000 205.132.458 Rp6.171.342,87
2001 208.901.000 Rp7.021.658,63
2002 212.003.000 Rp7.544.406,62
2003 215.276.000 Rp8.106.452,86
2004 218.268.000 Rp9.189.280,32
2005 221.251.000 Rp11.010.476,78
2006 227.700.000 Rp13.008.853,48
2007 225.642.124 Rp15.223.494,38
2008 228.523.342 Rp19.087.875,69
2009 235.000.000 Rp20.935.863,42
2010 237.641.326 Rp23.974.407,31
2011 243.800.000 Rp27.487.046,94
2012 246.900.000 Rp30.674.674,07
2013 247.103.000 Rp32.463.736,28
2014 248.000.000 Rp41.900.000,00
2015 255.462.000 Rp44.892.786,00
rata-rata 229.787.703 Rp19.918.272,23 Sumber: BPS, (diolah).
Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan Tabel 9, pada tahun 2000 sebesar
205.132.458 jiwa dan pada tahun 2015 mengalami kenaikan jumlah menjadi
56
255.462.000 jiwa atau bertambah sebesar 50.329.542 jiwa dalam kurun waktu 15
tahun. Kemudian, pendapatan per kapita per bulan berdasarkan Tabel 8, pada
tahun 2000 sebesar Rp 514.278,57 dan pada tahun 2015 mengalami kenaikan
jumlah menjadi Rp 3.741.065,50 atau meningkat sebesar 627,43 persen dalam
kurun waktu 15 tahun. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Khoirunissa (2008)
dan Indarsyah (2006) yang menyatakan meningkatnya pendapatan dan jumlah
populasi akan meningkatkan jumlah konsumsi atau permintaan.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran Susu Sapi di Indonesia
Model persamaan regresi linier berganda yang digunakan dalam penelitian
akan dianalisis menggunakan program eviews 7 yang bertujuan untuk mengetahui
faktor apa saja yang mempengaruhi dan seberapa besar pengaruhya harga susu
dan jumlah populasi sapi perah sebagai variabel independen terhadap penawaran
susu sebagai variabel dependen di Indonesia. Data yang dipakai dalam penelitian
ini adalah deret waktu (time series) selama 15 tahun, yang dimulai dari tahun 2000
sampai dengan tahun 2015. Sebelum membuat model regresi linear berganda,
penulis melakukan uji asumsi klasik terlebih dahulu agar penelitian menjadi tidak
bias. Uji asumsi klasik yang dilakukan meliputi uji normalitas, uji
heteroskedastisitas, uji multikoliniearitas, dan uji autokorelasi. Penelitian ini juga
menggunakan uji statistik seperti Uji F (uji simultan), uji-t (uji parsial), dan uji
koefisien determinasi (R2).
5.1.1. Hasil Uji Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan pengujian dengan regresi berganda, variabel-variabel
penelitian diuji dengan asumsi klasik atau biasa dikenal dengan uji BLUE (Best
Liniear Unbiased Estimate) yaitu data terdistribusi normal (uji normalitas), tidak
terjadinya heteroskedastisitas, tidak terjadinya multikolinieritas, dan tidak
terjadinya autokorelasi sehingga diketahui bahwa tidak ada gangguan pada model
regresi yang akan digunakan dan memenuhi persyaratan pada analisis regresi
linear berganda yang berbasis ordinary least square (OLS).
58
5.1.1.1.Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel dependen dan variabel independen mempunyai distribusi normal atau
tidak. Model regresi yang baik memiliki distribusi data normal atau mendekati
normal. Uji normalitas yang dimaksud dalam asumsi klasik pendekatan OLS
adalah (data) residual yang dibentuk model regresi linier terdistribusi normal,
bukan variabel bebas ataupun variabel terikatnya. Pengujian terhadap residual
terdistribusi normal atau tidak dapat menggunakan Jarque-Bera Test.
Gambar 9. Hasil Uji Jarque-Bera Test pada Penawaran
Keputusan terdistribusi normal tidaknya residual secara sederhana dengan
membandingkan nilai Probabilitas JB (Jarque-Bera) hitung dengan tingkat alpha
0,05 (5%). Apabila Prob. JB hitung lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan
bahwa residual terdistribusi normal dan sebaliknya, apabila nilainya lebih kecil
maka tidak cukup bukti untuk menyatakan bahwa residual terdistribusi normal.
Nilai Prob. JB hitung sebesar 0,174944 > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa
0
2
4
6
8
10
-200000 -100000 1 100001 200001
Series: ResidualsSample 2000 2015Observations 16
Mean -5.14e-11Median 19149.07Maximum 161679.7Minimum -235232.3Std. Dev. 104492.6Skewness -1.072269Kurtosis 3.794245
Jarque-Bera 3.486577Probability 0.174944
59
residual terdistribusi normal yang artinya asumsi klasik tentang kenormalan telah
dipenuhi.
5.1.1.2.Uji Heteroskedastistas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah varian dari dua
observasi atau lebih dalam penelitian sama (homogen) untuk semua variabel
terikat dengan variabel independen lainnya sehingga hasil regresi tidak bias.
Heteroskedastisitas terjadi pada saat residual dan nilai prediksi memiliki korelasi
atau pola hubungan. Pola hubungan ini tidak hanya sebatas hubungan yang linier,
tetapi dalam pola yang berbeda juga dimungkinkan. Oleh karena itu ada beberapa
metode uji heteroskedastisitas yang dimiliki oleh EViews, seperti : Breusch-
Pagan-Godfrey, Harvey, Glejser, ARCH, White dan lain-lain. Idealnya semua
metode uji heteroskedastisitas dicoba sehingga kita yakin bahwa tidak terjadi
heteroskedastisitas dalam model regresi linier ini. Pada kesempatan ini hanya Uji
Glejser saja yang disimulasikan (yang lain prinsipnya sama). Hasil uji
heteroskedastisitas dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Hasil Uji Glejser pada Penawaran
Heteroskedasticity Test: Glejser
F-statistic 0.617464 Prob. F(2,13) 0.5544
Obs*R-squared 1.388054 Prob. Chi-Square(2) 0.4996
Scaled explained SS 1.620370 Prob. Chi-Square(2) 0.4448
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 56602.51 106550.1 0.531229 0.6042
X1 20.17507 20.06249 1.005611 0.3330
X2 -0.288976 0.454867 -0.635296 0.5363
60
Keputusan terjadi atau tidaknya heteroskedastisitas pada model regresi
linier adalah dengan melihat Nilai Prob. F-statistic (F hitung). Apabila nilai Prob.
Fhitung lebih besar dari tingkat alpha 0,05 (5%) maka H0 diterima yang artinya
tidak terjadi heteroskedastisitas, sedangkan apabila nilai Prob. Fhitung lebih kecil
dari dari tingkat alpha 0,05 (5%) maka H0 ditolak yang artinya terjadi
heteroskedastisitas. Nilai Prob. Fhitung sebesar 0,5544 lebih besar dari tingkat alpha
0,05 (5%) sehingga, berdasarkan uji hipotesis, H0 diterima yang artinya tidak
terjadi heteroskedastisitas.
5.1.1.3.Uji Multikulinearitas
Uji multikolinearitas dilakukan apakah dalam model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya
tidak terjadi korelasi di antara variabel independennya. Ghozali (2011)
mengemukakan bahwa multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance dan
lawannya variance inflaction factor (VIF). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk
menujukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance ≥ 0,10 atau sama
dengan nilai VIF ≤ 10. Setelah data diolah menggunakan aplikasi Eviews 7, maka
hasilnya bisa dilihat pada tabel 11 berikut:
Tabel 11. Hasil Uji Multikolinearitas pada Penawaran
Coefficient Uncentered Centered
Variable Variance VIF VIF
C 2.38E+10 30.23951 NA
X1 844.1817 55.43055 4.013453
X2 0.433946 109.4156 4.013453
61
Hasil uji multikolinieritas, dapat dilihat pada tabel kolom Centered VIF.
Nilai VIF untuk variabel X1 dan X2 sama-sama 4,0134. Karena nilai VIF dari
kedua variabel tidak ada yang lebih besar dari 10 atau 5 (banyak buku yang
menyaratkan tidak lebih dari 10, tapi ada juga yang menyaratkan tidak lebih dari
5) maka dapat dikatakan tidak terjadi multikolinieritas pada kedua variabel bebas
tersebut. Berdasarkan syarat asumsi klasik regresi linier dengan OLS, maka
model regresi linier yang baik adalah yang terbebas dari adanya multikolinieritas.
Dengan demikian, model di atas telah terbebas dari adanya multikolinieritas.
5.1.1.4.Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
linear ada korelasi antara kesalahan penganggu pada periode t dengan kesalahan
penganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Autokorelasi mucul karena observasi
yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Model regresi yang
baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Metode yang biasa digunakan
untuk pengujian autokorelasi adalah dengan uji Durbin-Watson.
Tabel 12. Hasil Uji Durbin-Watson pada Penawaran
R-squared 0.691841 Mean dependent var 655203.2
Adjusted R-squared 0.644432 S.D. dependent var 188234.2
S.E. of regression 112243.1 Akaike info criterion 26.26208
Sum squared resid 1.64E+11 Schwarz criterion 26.40694
Log likelihood -207.0967 Hannan-Quinn criter. 26.26950
F-statistic 14.59304 Durbin-Watson stat 1.437943
Prob(F-statistic) 0.000475
62
Tabel 12 menjelaskan bahwa hasil uji Durbin-Watson (DW) memiliki nilai
sebesai 1,437. Nilai ini biasa disebut dengan DW hitung. Nilai ini akan
dibandingkan dengan kriteria penerimaan atau penolakan yang akan dibuat dengan
nilai dL dan dU ditentukan berdasarkan jumlah variabel bebas dalam model
regresi (k) dan jumlah sampelnya (n). Nilai dL dan dU dapat dilihat pada Tabel
DW dengan tingkat signifikansi (error) 5% (a = 0,05).
Jumlah data (n) adalah 16 dan jumlah variabel independennya (k) adalah 2,
sehingga diperoleh nilai nilai dL = 0,982 dan nilai dU = 1,539. Nilai Durbin
Watson yang dihasilkan dalam peneltian ini mendekati angka 2, sehingga dapat
disimpulkan bahwa data tidak mengalami gejala autokorelasi.
Widarjono (2010) mengemukakan jika nilai d mendekati 2 maka tidak ada
autokorelasi. sebaliknya jika nilai d mendekati 0 atau mendekati 4 maka diduga
ada korelasi positif atau autokorelasi negatif. Ghozali (2011) mengemukakan jika
nilai dL < DW < dU maka ketentuan deteksi autokorelasi tidak dapat disimpulkan.
Dalam kasus ini 0,982 < 1,437< 1,539 maka dalam penelitian ini, ketentuan
deteksi autokorelasi tidak dapat disimpulkan. Jika nilai Durbin Watson yang
dihasilkan meragukan, masalah autokorelasi dapat diketahui dengan menggunakan
metode Brusch-Godfrey atau LM (Lagrange Multiplier) Test.
Tabel 13. Hasil Uji LM Test pada Penawaran
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 1.209465 Prob. F(2,11) 0.3351
Obs*R-squared 2.884201 Prob. Chi-Square(2) 0.2364
63
Nilai Prob. F (2,11) ≠ sebesar 0,3351 dapat juga disebut sebagai nilai
probabilitas Fhitung. Nilai Prob. Fhitung lebih besar dari tingkat alpha 0,05 (5%)
sehingga, berdasarkan uji hipotesis, H0 diterima yang artinya tidak terjadi
autokorelasi. Sebaliknya, apabila nilai Prob. Fhitung lebih kecil dari 0,05 maka
dapat disimpulkan terjadi autokorelasi.
Hasil pengujian autokorelasi dengan menggunakan dua pendekatan
memberikan hasil yang sama, sehingga dapat disimpulkan bahwa bahwa dalam
model regresi linier yang diajukakan tidak menggandung autokorelasi. Artinya
pemenuhan asumsi klasik model regresi linier telah terpenuhi.
5.1.2. Hasil Uji Statistik
Untuk hasil perhitungan uji kelayakan model (signifikasi) faktor-faktor
yang mempengaruhi penawaran susu sapi di Indonesia adalah sebagai berikut:
Tabel 14. Hasil Uji Statistik pada Penawaran
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 107328.2 154307.5 -0.695547 0.4990
X1 8.003067 29.05481 0.275447 0.7873
X2 1.616885 0.658746 2.454491 0.0290
R-squared 0.691841 Mean dependent var 655203.2
Adjusted R-squared 0.644432 S.D. dependent var 188234.2
S.E. of regression 112243.1 Akaike info criterion 26.26208
Sum squared resid 1.64E+11 Schwarz criterion 26.40694
Log likelihood -207.0967 Hannan-Quinn criter. 26.26950
F-statistic 14.59304 Durbin-Watson stat 1.437943
Prob(F-statistic) 0.000475
64
5.1.2.1.Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk melihat seberapa besar harga
susu sapi dan jumlah populasi sapi perah mampu menjelaskan penawaran susu
sapi di Indonesia. Koefisien determinasi menjelaskan variasi pengaruh variabel-
variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Atau dapat pula dikatakan sebagai
proporsi pengaruh seluruh variable bebas terhadap variabel terikat. Nilai koefisien
determinasi dapat diukur oleh nilai R-Square atau Adjusted R-Square. R-Square
digunakan pada saat variabel bebas hanya 1 saja (biasa disebut dengan Regresi
Linier Sederhana), sedangkan Adjusted R-Square digunakan pada saat variabel
bebas lebih dari satu.
Pada tabel 14 menunjukan nilai koefisien determinasi sebesarnya 0,6444
menunjukkan bahwa proporsi pengaruh variabel harga susu sapi dan jumlah
populasi sapi perah terhadap penawaran susu sapi di Indonesia sebesar 64,44%.
Artinya, Harga Susu Sapi dan Jumlah Populasi Sapi Perah memiliki proporsi
pengaruh terhadap Penawaran Susu Sapi 64,44% sedangkan sisanya 35,56%
(100% - 64,44%) dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak ada didalam model
regresi.
5.1.2.2.Uji Hipotesis Secara Simultan (Uji F)
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel
independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh
secara bersama-sama terhadap variabel dependennya. Uji ini membandingkan
antara nilai Fhitung dengan Ftabel. Hasil pengolahan Uji F pada penelitian ini
disajikan pada tabel 14.
65
Uji keterandalan model atau uji kelayakan model atau yang lebih populer
disebut sebagai uji F (uji simultan) merupakan tahapan awal mengidentifikasi
model regresi yang diestimasi layak atau tidak. Layak (andal) disini maksudnya
adalah model yang diestimasi layak digunakan untuk menjelaskan pengaruh
variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat. Nama uji ini disebut sebagai uji
F, karena mengikuti mengikuti distribusi F yang kriteria pengujiannya seperti One
Way Anova.
Tabel 14. Hasil Uji Statistik pada Penawaran
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 107328.2 154307.5 -0.695547 0.4990
X1 8.003067 29.05481 0.275447 0.7873
X2 1.616885 0.658746 2.454491 0.0290
R-squared 0.691841 Mean dependent var 655203.2
Adjusted R-squared 0.644432 S.D. dependent var 188234.2
S.E. of regression 112243.1 Akaike info criterion 26.26208
Sum squared resid 1.64E+11 Schwarz criterion 26.40694
Log likelihood -207.0967 Hannan-Quinn criter. 26.26950
F-statistic 14.59304 Durbin-Watson stat 1.437943
Prob(F-statistic) 0.000475
Hasil uji F dapat dilihat pada tabel 14. Nilai prob. F (Statistic) sebesar
0.000475 lebih kecil dari tingkat signifikansi 0,05 sehingga dapat disimpulkan
bahwa model regresi yang diestimasi layak digunakan untuk menjelaskan
pengaruh Harga Susu Sapi (X1) dan Jumlah Populasi Sapi Perah (X2) terhadap
variabel terikat Penawaran Susu Sapi (Y).
66
5.1.2.3.Uji Parsial (Uji T)
Uji T dilakukan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel
dependen. Uji ini dilakukan dengan membandingkan thitung dengan ttabel.
Uji T dalam regresi linier berganda dimaksudkan untuk menguji apakah
parameter (koefisien regresi dan konstanta) yang diduga untuk mengestimasi
persamaan/model regresi linier berganda sudah merupakan parameter yang tepat
atau belum. Maksud tepat disini adalah parameter tersebut mampu menjelaskan
perilaku variabel bebas dalam mempengaruhi variabel terikatnya. Parameter yang
diestimasi dalam regresi linier meliputi intersep (konstanta) dan slope (koefisien
dalam persamaan linier). Pada bagian ini, uji T difokuskan pada parameter slope
(koefisien regresi) saja. Jadi uji T yang dimaksud adalah uji koefisien regresi.
Tabel 14. Hasil Uji Statistik pada Penawaran
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -107328.2 154307.5 -0.695547 0.4990
X1 8.003067 29.05481 0.275447 0.7873
X2 1.616885 0.658746 2.454491 0.0290
R-squared 0.691841 Mean dependent var 655203.2
Adjusted R-squared 0.644432 S.D. dependent var 188234.2
S.E. of regression 112243.1 Akaike info criterion 26.26208
Sum squared resid 1.64E+11 Schwarz criterion 26.40694
Log likelihood -207.0967 Hannan-Quinn criter. 26.26950
F-statistic 14.59304 Durbin-Watson stat 1.437943
Prob(F-statistic) 0.000475
67
Hasil Uji T dapat dilihat pada tabel 14 di atas. Apabila nilai prob. t hitung
(ditunjukkan pada Prob.) lebih kecil dari tingkat kesalahan (alpha) 0,05 (yang
telah ditentukan) maka dapat dikatakan bahwa variabel bebas berpengaruh
signifikan terhadap variabel terikatnya, sedangkan apabila nilai prob. thitung lebih
besar dari tingkat kesalahan 0,05 maka dapat dikatakan bahwa variabel bebas
tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikatnya.
Nilai prob. thitung dari variabel bebas harga susu sapi (X1) sebesar 0.7873
yang lebih besar dari 0,05 sehingga variabel bebas (X1) tidak berpengaruh
signifikan terhadap variabel terikat (Y) pada alpha 5% atau dengan kata lain,
Harga Susu Sapi tidak berpengaruh signifikan terhadap Penawaran Susu Sapi (Y)
pada taraf keyakinan 95%. Berbeda halnya dengan nilai prob. thitung dari variabel
bebas jumlah populasi sapi perah (X2) sebesar 0.0290 yang lebih kecil dari 0,05
sehingga variabel bebas (X2) berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat
penawaran susu sapi (Y) pada alpha 5% atau dengan kata lain, Jumlah Populasi
Sapi Perah (X2) berpengaruh signifikan terhadap Penawaran Susu sapi pada taraf
keyakinan 95%.
5.1.3. Analisis Elastisitas Penawaran
Analisis Elastisitas Penawaran digunakan untuk mengukur respon atau
derajat kepekaan jumlah penawaran susu sapi di Indonesia terhadap perubahan
salah satu faktor yang mempengaruhinya. Berdasarkan model regresi yang sudah
didapat dari perhitungan regresi berganda maka dapat dihitung nilai elastisitas
penawaran susu sapi di Indonesia. Penghitungan elastisitas sendiri dapat
menggunakan rumus elastisitas dan penghitungannya dapat dilihat pada lampiran
68
11, selanjutnya diperoleh hasil berupa nilai elasitisas penawaran susu sapi di
Indonesia. Adapun nilai elastisitas penawaran susu sapi terhadap kedua
variabel tersebut, yaitu harga susu sapi dan jumlah populasi sapi perah ,
disajikan pada Tabel di bawah.
Tabel 15. Nilai Elastisitas Penawaran Susu Sapi di Indonesia
Variabel Nilai Elasitisitas Interpretasi
X1 (Harga Susu Sapi) 0,0637 Inelastis
X2 (Jumlah Populasi Sapi Perah) 0,8128 Inelastis
5.1.4. Analisis Model Regresi Persamaan Penawaran Susu
Hasil analisis model regresi linier yang diperoleh dari Tabel 15 adalah
sebagai berikut:
Tabel 16. Hasil Analisis Regresi Penawaran
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 107328.2 154307.5 -0.695547 0.4990
X1 8.003067 29.05481 0.275447 0.7873
X2 1.616885 0.658746 2.454491 0.0290
R-squared 0.691841 Mean dependent var 655203.2
Adjusted R-squared 0.644432 S.D. dependent var 188234.2
S.E. of regression 112243.1 Akaike info criterion 26.26208
Sum squared resid 1.64E+11 Schwarz criterion 26.40694
Log likelihood -207.0967 Hannan-Quinn criter. 26.26950
F-statistic 14.59304 Durbin-Watson stat 1.437943
Prob(F-statistic) 0.000475
Y = 107328,2 + 8,003 X1 + 1,616 X2
Model tersebut memberikan gambaran bahwa permintaan susu sapi (Y)
dipengaruhi oleh harga susu sapi (X1) dan jumlah populasi sapi perah (X2).
69
Harga Susu Sapi
Tabel 15 menunjukkan koefisien harga susu sapi sebesar 8,003 yang
menunjukkan bahwa jika harga susu sapi naik sebesar seribu rupiah/kg maka
penawaran akan meningkat sebesar 8,003 liter. Nilai koefisien yang sifatnya
postif tersebut sesuai dengan teori ekonomi, yaitu ketika harga susu naik maka
peternak akan banyak memproduksi susu sapi sehingga mengakibatkan
penawaran yang tinggi, dan sebaliknya jika harga susu sapi rendah maka peternak
cenderung beralih kepada komoditi lain untuk diproduksi sehingga
penawaran susu akan rendah.
Selain itu, harga susu sapi mempunyai nilai elastisitas sebesar 0,0637
terhadap penawaran susu sapi. Artinya jika harga susu sapi mengalami kenaikan
sebesar sepuluh persen maka penawaran susu sapi akan mengalami peningkatan
sebesar 0,06 persen, ceteris paribus. Nilai yang hanya sebesar 0,087 (inleastis)
terjadi karena kebutuhan konsumi susu juga mengalami laju pertumbuhan yang
meningkat, sehingga walaupun harga susu naik tetapi masyarakat tetap akan
membelinya.
Jumlah Populasi Sapi Perah
Tabel 15 memperlihatkan bahwa nilai koefisien populasi sapi perah
bernilai bernilai positif terhadap penawaran susu sebesar 1,616. Angka ini
menunjukkan setiap ada kenaikan jumlah populasi sapi sebesar satu ekor akan
diikuti dengan kenaikan penawaran susu sapi sebesar 1,616 liter. Berarti
penawaran susu sapi akan meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah
populasi sapi perah.
70
5.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Susu Sapi di Indonesia
Persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian ini menggambarkan
jumlah permintaan susu sapi dengan menggunakan analisis regresi linier berganda
pada program Eviews versi 7. Pada model dilakukan serangkaian pengujian secara
statistik maupun secara ekonometrik. Pada uji statistik, dianalisis menggunakan
uji asumsi klasik, yaitu uji normalitas, heteroskedastisitas, uji multikolinieritas,
dan uji autokorelasi.
5.2.1. Hasil Uji Asumsi Klasik
5.2.1.1.Uji Normalitas
Uji normalitas yang dimaksud dalam asumsi klasik pendekatan OLS
adalah (data) residual yang dibentuk model regresi linier terdistribusi normal,
bukan variabel bebas ataupun variabel terikatnya. Pengujian terhadap residual
terdistribusi normal atau tidak dapat menggunakan Jarque-Bera Test.
Gambar 10. Hasil Uji Jarque-Bera Test pada Permintaan
Keputusan terdistribusi normal tidaknya residual secara sederhana dengan
membandingkan nilai Probabilitas JB (Jarque-Bera) hitung dengan tingkat alpha
0
1
2
3
4
5
6
-199999 1 200001 400001
Series: ResidualsSample 2000 2015Observations 16
Mean 6.98e-10Median -54069.11Maximum 348574.3Minimum -261563.1Std. Dev. 182684.6Skewness 0.534479Kurtosis 2.167572
Jarque-Bera 1.223739Probability 0.542336
71
0,05 (5%). Apabila Prob. JBhitung lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan
bahwa residual terdistribusi normal dan sebaliknya, apabila nilainya lebih kecil
maka tidak cukup bukti untuk menyatakan bahwa residual terdistribusi normal.
Nilai Prob. JBhitung sebesar 0,5423 > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa
residual terdistribusi normal yang artinya asumsi klasik tentang kenormalan telah
dipenuhi.
5.2.1.2.Uji Heteroskedastistas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah varian dari dua
observasi atau lebih dalam penelitian sama (homogen) untuk semua variabel
terikat dengan variabel independen lainnya sehingga hasil regresi tidak bias. Salah
satu uji yang biasa dilakukan adalah dengan Uji Glejser. Uji glejser dilakukan
dengan cara meregresikan antara variabel independen dengan nilai absolute
residualnya. Ghozali (2011) mengemukakan jika nilai signifikansi antara variabel
independen dengan absolute residual lebih dari 0,05 maka tidak terjadi masalah
heteroskesdasitas,Tampilan hasil uji glejser dalam penelitian ini dapat dilihat pada
tabel 16 di bawah ini.
Tabel 17. Hasil Uji Glejser pada Permintaan
Heteroskedasticity Test: Glejser
F-statistic 2.046580 Prob. F(4,11) 0.1570
Obs*R-squared 6.826797 Prob. Chi-Square(4) 0.1453
Scaled explained SS 3.913381 Prob. Chi-Square(4) 0.4179
R-squared 0.426675 Mean dependent var 147675.3
Adjusted R-squared 0.218193 S.D. dependent var 100557.3
S.E. of regression 88912.65 Akaike info criterion 25.87900
Sum squared resid 8.70E+10 Schwarz criterion 26.12044
Log likelihood -202.0320 Hannan-Quinn criter. 25.89137
F-statistic 2.046580 Durbin-Watson stat 1.760058
Prob(F-statistic) 0.156973
72
Keputusan terjadi atau tidaknya heteroskedastisitas pada model regresi linier
adalah dengan melihat Nilai Prob. F-statistic (F hitung). Apabila nilai Prob. F hitung
lebih besar dari tingkat alpha 0,05 (5%) maka H0 diterima yang artinya tidak
terjadi heteroskedastisitas, sedangkan apabila nilai Prob. F hitung lebih kecil dari
dari tingkat alpha 0,05 (5%) maka H0 ditolak yang artinya terjadi
heteroskedastisitas. Nilai Prob. F hitung sebesar 0,1570 lebih besar dari tingkat
alpha 0,05 (5%) sehingga, berdasarkan uji hipotesis, H0 diterima yang artinya
tidak terjadi heteroskedastisitas.
5.2.1.3.Uji Multikolinearitas
Uji multikolinieritas menggunakan VIF (Variance Inflation Factors).
Tabel 18. Hasil Uji Multikolinearitas Permintaan Coefficient Uncentered Centered
Variable Variance VIF VIF C 7.97E+12 2803.600 NA
X1 18660.25 339.1937 8.095664
X2 1139.566 77.89712 3.440368
X3 0.052309 69.56733 5.112794
X4 0.000236 4405.376 6.356792
Hasil uji multikolinieritas, dapat dilihat pada tabel kolom Centered VIF.
Nilai VIF untuk variabel X1 adalah 8,095664 dan X2 sebesar 3,440368. Sedangkan
untuk variabel X3 yaitu 5,112794 dan variabel X4 dengan nilai 6,356792. Karena
nilai VIF dari keempat variabel tidak ada yang lebih besar dari 10 atau 5 (banyak
buku yang menyaratkan tidak lebih dari 10, tapi ada juga yang menyaratkan tidak
lebih dari 5) maka dapat dikatakan tidak terjadi multikolinieritas pada kedua
variabel bebas tersebut. Berdasarkan syarat asumsi klasik regresi linier, maka
model regresi linier yang baik adalah yang terbebas dari adanya multikolinieritas.
Dengan demikian, model di atas telah terbebas dari adanya multikolinieritas.
73
5.2.1.4.Uji Autokorelasi
Data yang digunakan untuk mengestimasi model regresi linier merupakan
data time series maka diperlukan asumsi bebas autokorelasi. Guna memastikan
apakah model regresi linier terbebas dari autokorelasi, dapat menggunakan
metode Brusch-Godfrey atau LM (Lagrange Multiplier) Test.
Tabel 19. Hasil Uji LM Test pada Permintaan
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 2.422535 Prob. F(2,9) 0.1440
Obs*R-squared 5.599187 Prob. Chi-Square(2) 0.0608
Nilai Prob. F(2,11) ≠ sebesar 0,1440 dapat juga disebut sebagai nilai
probabilitas F hitung.. Nilai Prob. F hitung lebih besar dari tingkat alpha 0,05 (5%)
sehingga, berdasarkan uji hipotesis, H0 diterima yang artinya tidak terjadi
autokorelasi. Sebaliknya, apabila nilai Prob. F hitung lebih besar dari 0,05 maka
dapat disimpulkan terjadi autokorelasi.
5.2.2. Hasil Uji Statistik
Untuk hasil perhitungan uji kelayakan model (signifikasi) faktor-faktor
yang mempengaruhi penawaran susu sapi di Indonesia adalah sebagai berikut:
Tabel 20. Hasil Uji Statistik pada Permintaan
R-squared 0.960722 Mean dependent var 1992998.
Adjusted R-squared 0.946440 S.D. dependent var 921785.2
S.E. of regression 213329.6 Akaike info criterion 27.62937
Sum squared resid 5.01E+11 Schwarz criterion 27.87081
Log likelihood -216.0350 Hannan-Quinn criter. 27.64173
F-statistic 67.26456 Durbin-Watson stat 0.945440
Prob(F-statistic) 0.000309
74
5.2.2.1.Uji Koefisien Determinasi (R2)
Tabel 19 menunjukan nilai koefisien determinasi sebesar 0.946440,
yang berarti variabel independen yaitu harga susu sapi (X1), harga teh (X2),
pendapatan perkapitan (X3), dan jumlah penduduk Indonesia (X4) mampu
menjelaskan variabel dependennya yaitu permintaan susu sapi sebesar 94,64%
dan sisanya 5,36% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam
model penelitian ini. Koefisien determinasi (R²) digunakan untuk mengukur
seberapa baik regresi sesuai dengan data aktualnya (goodness of fit).
5.2.2.2.Uji Hipotesis Simultan (Uji F)
Hasil uji F dapat dilihat pada tabel di atas. Nilai prob. F (Statistic) sebesar
lebih kecil dari tingkat signifikansi 0,05 (5%), sehingga dapat disimpulkan bahwa
model regresi yang diestimasi layak digunakan untuk menjelaskan pengaruh
Harga Susu Sapi (X1), Harga Teh (X2), Pendapatan Per Kapita (X3) dan Jumlah
Penduduk Indonesia (X4) terhadap variabel terikat Permintaan Susu Sapi di
Indonesia (Y).
5.2.2.3.Uji Parsial (Uji T)
Uji T dilakukan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel
dependen. Uji ini dilakukan dengan membandingkan thitung dengan ttabel. Uji T
dalam regresi linier berganda dimaksudkan untuk menguji apakah parameter
(koefisien regresi dan konstanta) yang diduga untuk mengestimasi
persamaan/model regresi linier berganda sudah merupakan parameter yang tepat
75
atau belum. Maksud tepat disini adalah parameter tersebut mampu menjelaskan
perilaku variabel bebas dalam mempengaruhi variabel terikatnya.
Tabel 20. Hasil Uji Statistik pada Permintaan
R-squared 0.960722 Mean dependent var 1992998.
Adjusted R-squared 0.946440 S.D. dependent var 921785.2
S.E. of regression 213329.6 Akaike info criterion 27.62937
Sum squared resid 5.01E+11 Schwarz criterion 27.87081
Log likelihood -216.0350 Hannan-Quinn criter. 27.64173
F-statistic 67.26456 Durbin-Watson stat 0.945440
Prob(F-statistic) 0.000309
Hasil Uji T dapat dilihat pada tabel 19 di atas. Apabila nilai prob. t hitung
(ditunjukkan pada Prob.) lebih kecil dari tingkat kesalahan (alpha) 0,05 (yang
telah ditentukan) maka dapat dikatakan bahwa variabel bebas berpengaruh
signifikan terhadap variabel terikatnya, sedangkan apabila nilai prob. thitung lebih
besar dari tingkat kesalahan 0,05 maka dapat dikatakan bahwa variabel bebas
tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikatnya.
Nilai prob. thitung dari variabel bebas harga susu sapi (X1) sebesar 0.0973
yang lebih besar dari 0,05 sehingga variabel bebas (X1) tidak berpengaruh
signifikan terhadap variabel terikat (Y) pada alpha 5% atau dengan kata lain,
Harga Susu Sapi tidak berpengaruh signifikan terhadap Penawaran Susu Sapi (Y)
pada taraf keyakinan 95%.
Begitu pun dengan variabel harga teh (X2) yang mempunya nilai prob thitung
0.9034, lalu pendapatan per kapita (X3) dengan nilai prob. thitung 0.5248 dan jumlah
penduduk Indonesia (X4) yang memiliki nilai prob. thitung 0.3206 lebih besar dari
alpha 0,05 (5%) atau dengan kata lain Harga Teh, Pendapatan Per Kapita, dan
76
Jumlah Penduduk Indonesia tidak berpengaruh signifikan terhadap Penawaran
Susu Sapi di Indonesia.
5.2.3. Analisis Elastisitas Permintaan
Analisis Elastisitas Permintaan digunakan untuk mengukur respon atau
derajat kepekaan jumlah permintaan susu sapi di Indonesia terhadap perubahan
salah satu faktor yang mempengaruhinya. Berdasarkan model regresi yang sudah
didapat dari perhitungan regresi berganda maka dapat dihitung nilai elastisitas
pepermintaan susu sapi di Indonesia. Penghitungan elastisitas sendiri dapat
menggunakan rumus elastisitas dan penghitungannya dapat dilihat pada lampiran
4, selanjutnya diperoleh hasil berupa nilai elasitisas permintaan susu sapi di
Indonesia. Adapun nilai elastisitas permintaan susu sapi terhadap kedua
variabel tersebut, yaitu harga susu sapi, harga teh, pendapatan per
kapita dan jumlah penduduk Indonesia , disajikan pada Tabel di bawah ini
Tabel 20 . Nilai Elastisitas Permintaan Susu Sapi di Indonesia
Variabel Nilai Elasitisitas Interpretasi
X1 (Harga Susu Sapi) 0,186 Inelastis
X2 (Harga Teh) 0,006 Inelastis
X3 (Pendapatan Per Kapita) 0,027 Inelastis
X4 (Jumlah Penduduk Indonesia) 0,375 Inelastis
5.2.4. Analisis Model Regresi Persamaan Permintaan
Hasil analisis model regresi linier yang diperoleh dari Tabel 21 adalah
sebagai berikut:
77
Tabel 22. Hasil Analisis Regresi Permintaan
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 3701444. 2823899. -1.310757 0.2166
X1 247.5246 136.6025 1.812006 0.0973
X2 4.191896 33.75746 0.124177 0.9034
X3 0.150217 0.228713 0.656793 0.5248
X4 0.015988 0.015371 1.040094 0.3206
R-squared 0.960722 Mean dependent var 1992998.
Adjusted R-squared 0.946440 S.D. dependent var 921785.2
S.E. of regression 213329.6 Akaike info criterion 27.62937
Sum squared resid 5.01E+11 Schwarz criterion 27.87081
Log likelihood -216.0350 Hannan-Quinn criter. 27.64173
F-statistic 67.26456 Durbin-Watson stat 0.945440
Prob(F-statistic) 0.000309
YD = 3701444.41 + 247.5 X1 + 4.19 X2 + 0.15 X3 + 0.015 X4
Model tersebut memberikan gambaran bahwa permintaan susu sapi (Y)
dipengaruhi oleh harga susu sapi (X1), harga teh (X2), pendapatan per kapita (X3)
dan jumlah penduduk Indonesia (X4).
Harga Susu Sapi
Tabel 21 menunjukkan koefisien harga susu sapi sebesar 247,5 yang
menunjukkan bahwa jika harga susu sapi naik sebesar seribu rupiah/kg maka
permintaan susu akan meningkat sebesar 247,5 liter. Selain itu, harga susu sapi
mempunyai nilai elastisitas sebesar – 0,186 terhadap permintaan susu sapi.
Artinya jika harga susu sapi mengalami kenaikan sebesar sepuluh persen maka
permintaan susu sapi akan mengalami peningkatan sebesar 0,186 persen, ceteris
paribus. Nilai yang hanya sebesar 0,186 (inleastis) terjadi karena kebutuhan
konsumi susu yang tinggi sehingga walaupun harga susu naik tetapi tidak terlalu
mempengaruhi permintaan susu sapi. Dan juga dikarenakan pola hidup atau haya
hidup sehat yang membuat masyarakat mengkosumsi susu terus bertambah.
78
Harga Teh
Harga Teh yang dimaksud disini adalah harga teh yang dimasukkan
kedalam variabel independen yang diduga mempengaruhi permintaan substitusi
karena teh dalam penelitian ini diduga sebagai barang substitusi dari susu sapi.
Teh dimasukkan kedalam salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan
karena di Indonesia teh sudah menjadi minuman sehari-hari baik dari kalangan
atas hingga bawah, selain itu Indonesia juga memiliki perkebunan-perkebunan
teh yang menghasilkan teh berkualitas dan juga memiliki produktivitas tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa harga teh pada taraf nyata α
= 10% berpengaruh nyata terhadap permintaan susu sapi. Tabel 5 menunjukkan
koefisien harga teh sebesar 4.19 menunjukkan bahwa jika harga teh naik sebesar
seribu rupiah/kg maka permintaan susu sapi akan meningkat sebesar 4,19 liter.
Elastisitas harga teh atau HT memiliki nilai -0,006, hal tersebut berarti bahwa
jika harga teh naik sebesar sepuluh persen maka permintaan s u s u sapi akan
meningkat sebesar 0,6 persen ceteris paribus, hal tersebut terjadi karena
konsumen akan cenderung membeli susu sapi karena harga teh sebagai substitusi
nilainya tinggi. Nilai elastisitas yang negatif juga menunjukkan bahwa antara
susu sapi dengan teh memiliki hubungan substitusi, hal tersebut sesuai dengan
hipotesa awal.
Pendapatan per Kapita
Pendapatan per kapita jika mengalami perubahan maka akan berpengaruhi
terhadap permintaan susu sapi. Tabel 5 menunjukkan koefisien pendapatan per
kapita sebesar 0.150 menunjukkan bahwa jika pendapatan per kapita naik sebesar
79
satu juta rupiah per bulan maka permintaan akan meningkat sebesar 0,15 liter.
Nilai elastisitas pendapatan terhadap permintaan diperoleh nilai sebesar - 0,027
nilai tersebut lebih kecil dari satu. Hal ini berarti bahwa permintaan susu sapi
bersifat inelastis terhadap perubahan pendapatan atau dengan kata lain persentase
perubahan pendapatan tidak responsif terhadap permintaan susu sapi.
Permintaan susu sapi bersifat inelastis terhadap perubahan pendapatan
karena pendapatan rata-rata pendapatan penduduk Indonesia masih relatif rendah,
sehingga perubahan pendapatan yang relatif rendah tersebut belum
mampu meningkatkan permintaan masyarakat terhadap susu sapi.
Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk suatu wilayah dalam teori ekonomi mempunyai
pengaruh positif terhadap permintaan. Ketika jumlah penduduk suatu wilayah
bertambah banyak akan menyebabkan permintaan suatu komoditi meningkat.
Hasil penelitian yang ditunjukkan pada Tabel 5 diketahui bahwa nilai koefisien
variabel jumlah penduduk atau JPI nilainya positif sebesar 0,015 menunjukkan
bahwa jika jumlah penduduk naik sebesar seribu jiwa maka permintaan akan
meningkat sebesar 1,5 liter. Hal tersebut sesuai dengan hipotesis yang
diharapkan yaitu jika jumlah penduduk bertambah maka akan semakin banyak
masyarakat yang mengkonsumsi susu sehingga akan meningkatkan permintaan
susu sapi.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :
1. Permintaan susu sapi di Indonesia dipengaruhi oleh harga susu sapi, harga
teh, pendapatan per kapita, dan jumlah penduduk.
2. Penawaran susu sapi di Indonesia dipengaruhi oleh harga susu sapi dan
jumlah populasi sapi perah dalam negeri.
3. Permintaan susu sapi bersifat inelastis terhadap harga susu sapi, harga teh,
pendapatan per kapita dan jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan
penawaran susu sapi juga bersifat inelastis terhadap harga susu dan
jumlah populasi sapi perah di Indonesia.
6.2. Saran
1. Dalam upaya memenuhi kebutuhan permintaan susu sapi dalam negeri
pemerintah hendaknya meningkatkan produksi susu sapi domestik dengan
cara meningkatkan faktor-faktor produksi agar swasembada susu sapi
dapat terpenuhi dan tidak terlalu bergantung pada impor susu.
2. Penelitian ini dapat dijadikan bahan lanjutan untuk penelitian-penelitian
selanjutnya, karena untuk komoditi susu ini masih banyak yang dapat
dikembangkan, terutama dari sisi ekonominya.
81
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, Titin. Outlook Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan Susu.
Jakarta: Pusdatin Kementerian Pertanian, 2015.
Agustina, Titin. Outlook Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan Susu.
Jakarta: Pusdatin Kementerian Pertanian, 2016.
Cooper, Donald R. Dan C. William Emory. Metode Penelitian Bisnis. Jilid 2.
Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga, 2005.
Daryanto, Arief. Dinamika Daya Saing Industri Peternakan. Bogor: IPB Press,
2009.
Edward, Imelda. Beternak Sapi Perah. Bandung: Sinergi Pustaka Indonesia, 2007.
Febiansyah, Andhika. Respon Impor Kedelai Terhadap Konsumsi Kedelai, Nilai
Tukar Valuta Asing dan Harga Kedelai Impor di Indonesia. [Skripsi].
Universitas Islam Negeri Jakarta. Fakultas Sains dan Teknologi. Program
Studi Agribisnis. 2016.
Ghozali, Imam. Aplikasi Multivariate dengan Program SPSS. Edisi Kelima.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2011.
Gudono. Analisis Data Multivariat. Yogyakarta; Fakultas Ekonomika dan Bisnis
UGM. 2012.
Gujarti, Damodar N. Dasar-dasar Ekonometrika. Edisi Ketiga. Jilid 1. Jakarta:
Erlangga, 2006.
Hadiwijoyo, Aditya. Analisis Permintaan dan Penawaran Domestik Daging Sapi
Indonesia. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Fakultas Peternakan. Program
Studi Sosial Ekonomi Peternakan. 2009.
Indarsyah, Y. Analisis Permintaan Daging Ayam Broiler Pada Konsumen
Keluarga di Kec. Pamulang Tangerang. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor.
Fakultas Peternakan. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan. 2006.
Indarti, Diah. Outlook Teh Komoditas Pertanian Subsektor Perkebunan. Jakarta:
Pusdatin Kementerian Pertanian, 2015.
Khoirunissa. Analisis Permintaan Daging Ayam Broiler Konsumen Keluarga di
Kec. Pancoran Mas Kota Depok. [Skripsi]. Institus Pertanian Bogor.
Fakultas Peternakan. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan. 2008.
Kotler, Philip dan Gary Amstrong. Alexander Sindoro (penerjemah). Dasar-dasar
Pemasaran. Edisi Kesembilan. Jakarta: PT Index, 2004.
82
Lipsey, Richard G. dkk. Wasana dan Kirbrandoko (penerjemah). Pengantar
Mikroekonomi. Edisi Kedeleapan. Jakarta: Erlangga. 1997
Masyhuri. Ekonomi Mikro: Malang. Uin-Malang Press, 2007.
Mubyarto. Pengantar ekonomi pertanian. Yogyakarta: PT Intermasa. 1977.
Tim Penyusun. Pedoman Akademik Program Strata I 2013/2014. Jakarta: UIN
Jakarta Press, 2013.
83
Lampiran 1. Standar Mutu Susu Segar SNI
No Jenis Uji Satuan Persyaratan
1 Berat jenis (27,5oC) g/cm3 min 1,0280
2 Kadar Lemak % min 3,0
3 SNF % min 8,0
4 Kadar protein % min 2,7
5 Cemaran logam:
- Timbal (Pb) maks 0,3
- Seng (Zn) ppm maks 0,5
- Merkuri (Hg) maks 0,5
- Arsen (As) maks 0,5
6 Organoleptik: warna, aroma, - tidak ada
perubahan
rasa, kekentalan
7 Kotoran dan benda asing - negatif
8 Cemaran mikroba:
1.106
- Total kuman
- Salmonella negatif
- Eschericia coli (patogen) cfu/ml negatif
- Coliform 20
- Streptococcus group B negatif
- Staphylococcus aureus 100
9 Jumlah sel radang /ml maks 4.104
10 Uji Katalase cc maks 3
11 Uji Reduktase jam 2-5
12 Residu antibiotika, pestisida,
- negatif
insektisida
13 Uji alkohol (70%) - negatif
14 pH - 6-7
15 Uji pemalsuan - negatif
16 Titik beku oC -0,520 s/d -0,560
17 Uji Peroksidase - positif
Sumber: SNI 01-3950-1998
84
Lampiran 2. Standar Mutu Susu UHT
No Jenis Uji Satuan Persyaratan
1 Warna - khas, normal sesuai label
2 Bau - khas, normal sesuai label
3 Rasa - khas, normal sesuai label
4 Protein (N x 7) % b/b min 2,7
5 Lemak % b/b min 3,0
6 Bahan Kering Tanpa Lemak % b/b min 8,0
7 Total Padatan - tidak dipersyaratkan
8 Pewarna Tambahan - tidak dipersyaratkan
9 Cemaran Logam - -
10 Timbal (Pb) mg/kg maks 0,3
11 Tembaga (Cu) mg/kg 20
12 Seng (Zn) mg/kg 40
13 Timah (Sn) mg/kg 40
14 Raksa (Hg) mg/kg 0,03
15 Cemaran Arsen mg/kg 0,10
16 Cemaran Mikroba - -
17 Angka Lempeng Total koloni/g 0 Sumber: SNI 01-3950-1998
85
Lampiran 3. Data Konsumsi Susu, Harga Susu, Harga Teh, Pendapatan per
Kapita, dan Jumlah Penduduk Indonesia
Tahun Konsumsi
Susu (liter)
Harga Susu
(Rp/liter)
Harga Teh (Rp/kg)
Pendapatan Per Kapita (Rp/Bulan)
Jumlah Penduduk
Indonesia (jiwa)
2000 998875 Rp4.279 Rp9.891 514278,6 205132458
2001 1000982 Rp4.639 Rp9.975 585138,2 208901000
2002 1011722 Rp4.884 Rp10.114 628700,6 212003000
2003 1021802 Rp5.091 Rp10.370 675537,7 215276000
2004 1237986 Rp5.099 Rp11.770 765773,4 218268000
2005 1291294 Rp5.370 Rp13.919 917539,7 221251000
2006 1354235 Rp5.754 Rp12.733 1084071,1 227700000
2007 1430258 Rp5.793 Rp13.785 1268624,5 225642124
2008 2125330 Rp7.747 Rp13.890 1590656,3 228523342
2009 2277200 Rp7.950 Rp13.889 1744655,3 235000000
2010 2345000 Rp8.174 Rp13.788 1997867,3 237641326
2011 2964000 Rp8.587 Rp19.217 2290587,2 243800000
2012 3120000 Rp8.790 Rp11.869 2556222,8 246900000
2013 3197852 Rp8.567 Rp17.456 2705311,4 247103000
2014 3211439 Rp9.810 Rp17.634 3491666,7 248000000
2015 3300000 Rp10.270 Rp17.819 3741065,5 255462000 Sumber: BPS dan Kementan.
86
Lampiran 4. Data Produksi Susu dan Populasi Sapi Perah Di Indonesia
Tahun Produksi Susu Sapi (liter) Jumlah Populasi Sapi Perah (ekor)
2000 479.598 354.253
2001 493.181 346.998
2002 544.314 358.386
2003 558.971 373.753
2004 532.643 364.062
2005 614.113 361.400
2006 570.952 369.008
2007 459.733 374.067
2008 474.439 457.577
2009 488.601 474.701
2010 909.533 488.448
2011 974.694 597.213
2012 959.732 611.940
2013 786.871 444.266
2014 800.751 502.516
2015 835.125 518.649 Sumber: Direktorat Jendral Peternakan, Kementan.
87
Lampiran 5. Output Hasil Regresi Persamaan Penawaran Susu
Dependent Variable: Y
Method: Least Squares
Date: 03/03/17 Time: 06:35
Sample: 2000 2015
Included observations: 16 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -107328.2 154307.5 -0.695547 0.4990
X1 8.003067 29.05481 0.275447 0.7873
X2 1.616885 0.658746 2.454491 0.0290 R-squared 0.691841 Mean dependent var 655203.2
Adjusted R-squared 0.644432 S.D. dependent var 188234.2
S.E. of regression 112243.1 Akaike info criterion 26.26208
Sum squared resid 1.64E+11 Schwarz criterion 26.40694
Log likelihood -207.0967 Hannan-Quinn criter. 26.26950
F-statistic 14.59304 Durbin-Watson stat 1.437943
Prob(F-statistic) 0.000475
stimation Command: ========================= LS Y C X1 X2 Estimation Equation: ========================= Y = C(1) + C(2)*X1 + C(3)*X2 Substituted Coefficients: =========================
Y = -107328.15157 + 8.00306673448*X1 + 1.61688529611*X2
-300,000
-200,000
-100,000
0
100,000
200,000
400,000
500,000
600,000
700,000
800,000
900,000
1,000,000
00 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15
Residual Actual Fitted
88
Lampiran 6. Hasil Uji Asumsi Klasik Penawaran Susu
b. Uji Normalitas (dengan Uji Jarque-Bera Test)
c. Uji Heteroskedastisitas (dengan Uji Glejser)
Heteroskedasticity Test: Glejser F-statistic 0.617464 Prob. F(2,13) 0.5544
Obs*R-squared 1.388054 Prob. Chi-Square(2) 0.4996
Scaled explained SS 1.620370 Prob. Chi-Square(2) 0.4448
Test Equation:
Dependent Variable: ARESID
Method: Least Squares
Date: 03/03/17 Time: 06:41
Sample: 2000 2015
Included observations: 16 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 56602.51 106550.1 0.531229 0.6042
X1 20.17507 20.06249 1.005611 0.3330
X2 -0.288976 0.454867 -0.635296 0.5363 R-squared 0.086753 Mean dependent var 69942.99
Adjusted R-squared -0.053746 S.D. dependent var 75502.02
S.E. of regression 77504.44 Akaike info criterion 25.52142
Sum squared resid 7.81E+10 Schwarz criterion 25.66628
Log likelihood -201.1713 Hannan-Quinn criter. 25.52884
F-statistic 0.617464 Durbin-Watson stat 0.735774
Prob(F-statistic) 0.554399
0
2
4
6
8
10
-200000 -100000 1 100001 200001
Series: ResidualsSample 2000 2015Observations 16
Mean -5.14e-11Median 19149.07Maximum 161679.7Minimum -235232.3Std. Dev. 104492.6Skewness -1.072269Kurtosis 3.794245
Jarque-Bera 3.486577Probability 0.174944
89
Lampiran 6. Lanjutan
d. Uji Multikolinearitas Variance Inflation Factors
Date: 03/03/17 Time: 06:43
Sample: 2000 2015
Included observations: 16 Coefficient Uncentered Centered
Variable Variance VIF VIF C 2.38E+10 30.23951 NA
X1 844.1817 55.43055 4.013453
X2 0.433946 109.4156 4.013453
e. Uji Autokorelasi
- Uji Durbin-Watson
R-squared 0.691841 Mean dependent var 655203.2
Adjusted R-squared 0.644432 S.D. dependent var 188234.2
S.E. of regression 112243.1 Akaike info criterion 26.26208
Sum squared resid 1.64E+11 Schwarz criterion 26.40694
Log likelihood -207.0967 Hannan-Quinn criter. 26.26950
F-statistic 14.59304 Durbin-Watson stat 1.437943
Prob(F-statistic) 0.000475
- Uji LM Test Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 1.209465 Prob. F(2,11) 0.3351
Obs*R-squared 2.884201 Prob. Chi-Square(2) 0.2364 Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 03/03/17 Time: 06:48
Sample: 2000 2015
Included observations: 16
Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 67000.34 158542.0 0.422603 0.6807
X1 14.17504 30.06518 0.471477 0.6465
X2 -0.378351 0.695320 -0.544140 0.5972
RESID(-1) 0.403564 0.295097 1.367565 0.1987
RESID(-2) -0.348616 0.300930 -1.158462 0.2712 R-squared 0.180263 Mean dependent var -5.14E-11
Adjusted R-squared -0.117824 S.D. dependent var 104492.6
S.E. of regression 110477.1 Akaike info criterion 26.31331
Sum squared resid 1.34E+11 Schwarz criterion 26.55475
Log likelihood -205.5065 Hannan-Quinn criter. 26.32567
F-statistic 0.604733 Durbin-Watson stat 1.986765
Prob(F-statistic) 0.667390
90
Lampiran 7. Hasil Uji Statistik Penawaran Susu
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -107328.2 154307.5 -0.695547 0.4990
X1 8.003067 29.05481 0.275447 0.7873
X2 1.616885 0.658746 2.454491 0.0290 R-squared 0.691841 Mean dependent var 655203.2
Adjusted R-squared 0.644432 S.D. dependent var 188234.2
S.E. of regression 112243.1 Akaike info criterion 26.26208
Sum squared resid 1.64E+11 Schwarz criterion 26.40694
Log likelihood -207.0967 Hannan-Quinn criter. 26.26950
F-statistic 14.59304 Durbin-Watson stat 1.437943
Prob(F-statistic) 0.000475
91
Lampiran 8. Hasil Output Regresi Persamaan Permintaan Susu
Dependent Variable: Y
Method: Least Squares
Date: 03/03/17 Time: 07:03
Sample: 2000 2015
Included observations: 16 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -3701444. 2823899. -1.310757 0.2166
X1 247.5246 136.6025 1.812006 0.0973
X2 4.191896 33.75746 0.124177 0.9034
X3 0.150217 0.228713 0.656793 0.5248
X4 0.015988 0.015371 1.040094 0.3206 R-squared 0.960722 Mean dependent var 1992998.
Adjusted R-squared 0.946440 S.D. dependent var 921785.2
S.E. of regression 213329.6 Akaike info criterion 27.62937
Sum squared resid 5.01E+11 Schwarz criterion 27.87081
Log likelihood -216.0350 Hannan-Quinn criter. 27.64173
F-statistic 67.26456 Durbin-Watson stat 0.945440
Prob(F-statistic) 0.000309
Estimation Command: ========================= LS Y C X1 X2 X3 X4 Estimation Equation: ========================= Y = C(1) + C(2)*X1 + C(3)*X2 + C(4)*X3 + C(5)*X4 Substituted Coefficients: ========================= Y = -3701444.41453 + 247.524647265*X1 + 4.19189607084*X2 + 0.150216837685*X3 + 0.0159877515429*X4
-400,000
-200,000
0
200,000
400,000
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000
2,500,000
3,000,000
3,500,000
4,000,000
00 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15
Residual Actual Fitted
92
Lampiran 9. Hasil Uji Asumsi Klasik Permintaan Susu
a. Uji Normalitas (dengan Jarque-Bera Test)
b. Uji Heteroskedastisitas (dengan Uji Glejser)
Heteroskedasticity Test: Glejser F-statistic 2.046580 Prob. F(4,11) 0.1570
Obs*R-squared 6.826797 Prob. Chi-Square(4) 0.1453
Scaled explained SS 3.913381 Prob. Chi-Square(4) 0.4179
Test Equation:
Dependent Variable: ARESID
Method: Least Squares
Date: 03/03/17 Time: 07:18
Sample: 2000 2015
Included observations: 16 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -1755551. 1176960. -1.491599 0.1639
X1 -110.4345 56.93393 -1.939696 0.0785
X2 -6.115994 14.06961 -0.434695 0.6722
X3 0.100602 0.095324 1.055365 0.3139
X4 0.011247 0.006407 1.755522 0.1069 R-squared 0.426675 Mean dependent var 147675.3
Adjusted R-squared 0.218193 S.D. dependent var 100557.3
S.E. of regression 88912.65 Akaike info criterion 25.87900
Sum squared resid 8.70E+10 Schwarz criterion 26.12044
Log likelihood -202.0320 Hannan-Quinn criter. 25.89137
F-statistic 2.046580 Durbin-Watson stat 1.760058
Prob(F-statistic) 0.156973
0
1
2
3
4
5
6
-199999 1 200001 400001
Series: ResidualsSample 2000 2015Observations 16
Mean 6.98e-10Median -54069.11Maximum 348574.3Minimum -261563.1Std. Dev. 182684.6Skewness 0.534479Kurtosis 2.167572
Jarque-Bera 1.223739Probability 0.542336
93
Lampiran 9. Lanjutan
c. Uji Multikolinearitas
Variance Inflation Factors
Date: 03/03/17 Time: 07:12
Sample: 2000 2015
Included observations: 16 Coefficient Uncentered Centered
Variable Variance VIF VIF C 7.97E+12 2803.600 NA
X1 18660.25 339.1937 8.095664
X2 1139.566 77.89712 3.440368
X3 0.052309 69.56733 5.112794
X4 0.000236 4405.376 6.356792
d. Uji Autokorelasi
- Uji LM Test -
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 2.422535 Prob. F(2,9) 0.1440
Obs*R-squared 5.599187 Prob. Chi-Square(2) 0.0608
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 03/03/17 Time: 07:15
Sample: 2000 2015
Included observations: 16
Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -275534.6 2757709. -0.099914 0.9226
X1 -26.62762 151.6365 -0.175602 0.8645
X2 22.86287 32.08486 0.712575 0.4942
X3 -0.020002 0.332618 -0.060136 0.9534
X4 0.000780 0.014219 0.054829 0.9575
RESID(-1) 0.732884 0.358427 2.044723 0.0712
RESID(-2) -0.454157 0.472239 -0.961711 0.3613 R-squared 0.349949 Mean dependent var 6.98E-10
Adjusted R-squared -0.083418 S.D. dependent var 182684.6
S.E. of regression 190151.6 Akaike info criterion 27.44867
Sum squared resid 3.25E+11 Schwarz criterion 27.78667
Log likelihood -212.5893 Hannan-Quinn criter. 27.46598
F-statistic 0.807512 Durbin-Watson stat 1.711907
Prob(F-statistic) 0.588864
94
Lampiran 10. Hasil Uji Statistik Permintaan Susu
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -3701444. 2823899. -1.310757 0.2166
X1 247.5246 136.6025 1.812006 0.0973
X2 4.191896 33.75746 0.124177 0.9034
X3 0.150217 0.228713 0.656793 0.5248
X4 0.015988 0.015371 1.040094 0.3206 R-squared 0.960722 Mean dependent var 1992998.
Adjusted R-squared 0.946440 S.D. dependent var 921785.2
S.E. of regression 213329.6 Akaike info criterion 27.62937
Sum squared resid 5.01E+11 Schwarz criterion 27.87081
Log likelihood -216.0350 Hannan-Quinn criter. 27.64173
F-statistic 67.26456 Durbin-Watson stat 0.945440
Prob(F-statistic) 0.000309
95
Lampiran 11. Perhitungan Elastisitas Permintaan dan Penawaran Elastisitas Permintaan
YD rata-rata = 3701444,4 + 247,5 X1 + 4,19 X2 + 0,15 X3 + 0,015 X4
= 3701444,4 + 247,5 (6.925) + 4,19 (13.632) + 0,15
(1.659.856,2) + 0,015 (229.787.703)
= 9.168.293,9
Elastisitas Harga Susu Sapi (EHSS)
EHSS = bx . x1
y
= 247,5 . 6.925
9.168.293,9 = 0,186 Inelastis
Elastisitas Harga Teh (EHT) EHT = bx . x2
y
= 4,19 . 13.632
9.168.293,9 = 0,006 Inelastis
Elastisitas Pendapatan per Kapita (EPPK)
EPPK = bx . x3
y
= 0,15 . 1.659.856,2
9.168.293,9 = 0,027 Inelastis
Elastisitas Jumlah Penduduk Indonesia (EJPI)
EJPI = bx . x4
y
= 0,015 . 229.787.703
-9.168.293,9 = 0,375 Inelastis
96
Elastisitas Penawaran
YS = 107.328,2 + 8,003 X1 + 1,616 X2
= 107 .328 ,2 + 8 ,00 3 (6 .925) + 1 ,616 ( 437 .327 ,31 )
= 8 6 9 . 4 6 9 , 9 0 5
Elastisitas Harga Susu Sapi (EHSS)
EHSS = bx . x1
y
= 8,003 . 6.925
869.469,905 = 0,0637 Inelastis
Elastisitas Jumlah Populasi Sapi (EJPS)
EJPS = bx . x2
y
= 1,616 . 437.327,31
869.469,905 = 0,8128 Inelastis