analisis pola perubahan penggunaan lahan dan … · membandingkan pemanfaatan ruang saat ini dan...
TRANSCRIPT
ANALISIS POLA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN
PERKEMBANGAN WILAYAH DI KOTA BEKASI
CITRA LEONATARIS
A14070023
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
RINGKASAN
CITRA LEONATARIS. Analisis Pola Perubahan Penggunaan Lahan dan
Perkembangan Wilayah di Kota Bekasi. Dibimbing oleh SANTUN R.P.
SITORUS dan DYAH RETNO PANUJU.
Pembangunan sangat diperlukan untuk kelanjutan hidup manusia.
Kemajuan pembangunan di suatu wilayah sejalan dengan peningkatan jumlah
pertumbuhan penduduk yang diiringi meningkatnya standar kualitas dan kuantitas
kebutuhan hidup. Dampak dari peningkatan standar kualitas dan kuantitas hidup
tersebut mengakibatkan peningkatan kebutuhan ketersediaan fasilitas. Untuk
memenuhi kebutuhan pembangunan fasilitas tersebut terjadi proses perubahan
penggunaan lahan yang merubah tata guna lahan.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui pola perubahan penggunaan
lahan Kota Bekasi Tahun 2003 dan 2010, (2) mengidentifikasi dan
membandingkan pemanfaatan ruang saat ini dan alokasi ruang menurut RTRW
Kota Bekasi periode 2000-2010, (3) mengkaji tingkat perkembangan wilayah
Kota Bekasi tahun 2003 dan 2006, serta (4) mengetahui faktor-faktor perubahan
penggunaan lahan. Analisis yang digunakan adalah analisis spasial pada citra
untuk menentukan kelas penggunaan lahan dan menghitung luas perubahan
penggunaan lahan, analisis skalogram untuk mengetahui tingkat perkembangan
wilayah dengan menggunakan variabel jumlah fasilitas pendidikan, ekonomi,
kesehatan, dan sosial, analisis inkonsistensi pemanfaatan ruang untuk mengetahui
penyimpangan penggunaan lahan dengan alokasi ruang yang telah ditetapkan oleh
RTRW serta analisis regresi berganda (multiple regression) untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di Kota Bekasi.
Penggunaan lahan terbangun di Kota Bekasi dari tahun 2003 sampai 2010
mengalami peningkatan cukup signifikan terkait dengan pembangunan fasilitas
pendidikan, kawasan industri, permukiman tidak teratur, dan permukiman teratur
dari semula sebesar 10.187,71 ha (47,15%) menjadi 12.061 ha (55,83%). Kondisi
eksisting penggunaan lahan di Kota Bekasi tahun 2003 menunjukkan
inkonsistensi dengan alokasi ruang dalam rencana tata ruang sebesar 301,35 ha
dan tahun 2010 sebesar 377,41 ha. Proporsi penyimpangan terbesar dari luas pada
RTRW pada tahun 2003 dan 2010 terjadi pada lahan yang dialokasikan sebagai
taman/hutan kota menjadi ruang terbangun, lahan kosong, dan lahan pertanian.
Tingkat perkembangan wilayah pada tahun 2003, didominasi oleh kelurahan yang
memiliki tingkatan hirarki III sebesar 48% dan pada tahun 2006 meningkat
dengan kelurahan yang berhirarki II sebesar 46%.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di Kota
Bekasi secara signifikan adalah alokasi RTRW untuk lahan terbangun, alokasi
RTRW untuk pertanian, luas TPLB tahun 2003, luas kebun campuran tahun 2003,
luas TPLK tahun 2003, luas lahan kosong tahun 2003, jarak ke kota atau
kabupaten lain, alokasi RTRW untuk taman/hutan kota, pertambahan fasilitas
pendidikan, pertambahan fasilitas kesehatan, pertambahan fasilitas sosial, jarak
menuju pusat fasilitas sosial, jarak menuju kecamatan, jarak menuju pusat fasilitas
ekonomi dan pertambahan jumlah penduduk.
SUMMARY
CITRA LEONATARIS. An Analysis of Land Use Change Pattern and Regional
Development in Bekasi City. Under supervision of SANTUN R.P. SITORUS and
DYAH RETNO PANUJU.
Development is necessary for human life. As a region is developed, the
population along with standard of quality and quantity of life are also increasing.
The influence of those increasings are lifting up facilities availability requiered.
To fulfill the needs of development, land use change will be taken place.
The objectives of the study are: (1) to observe changing pattern of land use
of Bekasi city in 2003 and 2010, (2) to identify land use inconsistencies based on
allocation space of Regional Spatial Plan (RTRW) period of 2000-2010, (3) to
identify regional development of Bekasi city in 2003 and 2006, and (4) to
determine the factors influence of land use change. Methods used include spatial,
inconcistency, skalogram, and multiple regression analyses. Spatial analysis is
used on the image to determine land use classification and calculate the hectarage
of land use change, skalogram analysis to determine the level of regional
development by using variables including number of educational, economic,
health, and social facilities. Inconsistency analysis was to determine deviations of
land use by spatial, and multiple regression analysis was to determine the factors
influencing land use change in Bekasi City.
Built up area of Bekasi in 2003-2010 had increased significantly. It
correlated to development of education facilities, industrial area, disordered and
ordered settlements from 10.187,71 ha (47.5%) became 12.061 ha (55.83%).
Inconsistence of allocation and empirical land use of Bekasi was 301,35 ha in
2003 increased to 377,41 ha in 2010. Greatest proportion of inconsistence of
empirical land uses compare to Regional Spatial Plan in 2003 and 2010 occurred
on allocation for garden city became built up area, open space, and agricultural
land. Level of Regional development in 2003 was dominated by villages with 3rd
hierarchy (48% ), and in 2006 by 2nd
hierarchy (46%).
Factors that significantly influencing land use change in Bekasi were
allocation for built up area, allocation for agriculture, hectarage paddy field in
2003, hectarage mixed garden in 2003, hectarage of dryland agriculture in 2003,
hectarage of open space in 2003, distance to another town or suburban, allocation
for park/forest city, number of additional of educational facilities, health facilities,
social facilities, distance to the center of social facilities, distance to the civic,
distance to the center of economic facilities and population growth.
ANALISIS POLA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN
PERKEMBANGAN WILAYAH DI KOTA BEKASI
CITRA LEONATARIS
A14070023
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
Judul Skripsi : Analisis Pola Perubahan Penggunaan Lahan dan
Perkembangan Wilayah di Kota Bekasi
Nama Mahasiswa : Citra Leonataris
Nomor Pokok : A14070023
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Dyah Retno Panuju,SP. MSi
NIP. 19490721 197302 1 001 NIP. 19710412 199702 2005
Mengetahui,
Ketua Departemen
Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc.
NIP. 1962113 198703 1003
Tanggal lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Citra Leonataris ini
dilahirkan di Muara Bungo pada tanggal 1 Agustus
1989, sebagai putri pertama dari pasangan Sandi
Endang Nata dan Eko Ristuti. Penulis mengawali
pendidikan formal di TK Pertiwi Narogong Bekasi
Timur, SD Islam An-Nur Narogong pada tahun 1995,
kemudian pada tahun 2000 pindah di SD Negeri 101 Muara Bungo dan
menyelesaikan pendidikan pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis
diterima di SLTP Negeri 1 Muara Bungo hingga lulus pada tahun 2004, dan pada
tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Muara Bungo. Pada tahun yang
sama, penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur
USMI.
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif menjadi pengurus pada
Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT) mulai tahun 2008 hingga 2010 sebagai
staf divisi Pengembangan Sumberdaya Manusia (PSDM) dan staf divisi Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. Pada tahun yang sama penulis juga tergabung ke
dalam Biro Lingkungan Hidup Azimuth dan aktif di Organisasi Mahasiswa
Daerah HIMAJA (Himpunan Mahasiswa Jambi). Penulis juga aktif didalam
berbagai kepanitiaan antara lain Kejuaraan Tenis Meja Nasional Bogor City
Series V IPB sebagai bendahara umum, Seminar Nasional HMIT “Soil, Disaster,
and Remote Sensing” dan Soilidarity 2010.
Dalam kegiatan akademik, penulis berkesempatan menjadi asisten
praktikum untuk mata kuliah Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Sistem
Informasi Geografis, dan Pengantar Ilmu Tanah. Selain itu penulis juga
berkesempatan mengikuti Program Kreatif Mahasiswa yang lolos mendapatkan
dana dari DIKTI dalam bidang penelitian dan pengabdian masyarakat pada tahun
2011.
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah AWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Analisis Pola Perubahan Penggunaan Lahan dan Perkembangan Wilayah di Kota
Bekasi”.
Penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Bapak Prof.
Dr. Ir. Santun R.P Sitorus dan Ibu Dyah Retno Panuju, SP, M.Si selaku
pembimbing skripsi yang senantiasa mengarahkan, memberikan bimbingan, saran,
kritik, nasihat, dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Tak
lupa juga kepada Bapak Dr. Ir. Widiatmaka, DAA selaku dosen penguji yang
telah memberikan saran dan masukan dalam perbaikan skripsi ini.
Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua penulis papa Nata dan mama Eko, adik-adikku (Cakra,
Chandra, Chatur), dan seluruh keluarga besar atas segala doa yang tulus,
kasih sayang dan dukungannya yang tiada pernah henti.
2. BAPPEDA, Dinas Tata Ruang, dan Badan Kesatuan Bangsa Kota Bekasi
yang telah banyak membantu penulis dalam memperoleh data penelitian.
3. Seluruh dosen dan staff di Laboratorium Perencanaan dan Pengembangan
Wilayah yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan kepada
penulis dalam menyelesaikan penelitian.
4. Teman-teman seperjuangan di Bagian Perencanaan Dan Pengembangan
Wilayah, Febriana, Lili, Siti, Astria, Anindita, Sisharyanto, dan Ufi.
Terima kasih atas bantuan dan motivasinya.
5. Saudara-saudara Soil 44 yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima
kasih atas kebersamaan dan kenangan-kenangan indah yang diberikan.
6. Teman-teman terbaik Rini D.K, Ika P.S, Adiz Ed-har, Ana, Zuzu, Nia,
Risty, Irin, dan seluruh penghuni Wisma Nabila-Dahlia. Terima kasih atas
waktu kebersamaan dan canda tawa saat suka dan duka.
7. Mahmud Aditya Rifki atas perhatian, kesabaran, dan semangatnya.
1
8. Farid Ridwan, Angga, dan Rahmat Hadi. Terima kasih telah membantu
penulis dalam pengecekan lapang.
9. Semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua
pihak yang membutuhkan. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan
dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat
penulis harapkan.
Bogor, Maret 2012
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vi
I. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ....................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 3
II . TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 4
2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah ....................................................................... 4
2. 2 Kota .............................................................................................................. 5
2. 3 Lahan dan Penggunaan Lahan ...................................................................... 6
2. 4 Perubahan Penggunaan Lahan ...................................................................... 7
2. 5 Tata Ruang, Penataan Ruang, dan Pengendalian Ruang .............................. 8
2. 6 Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang ................................................................ 9
2.7 Tinjauan Studi-studi Terdahulu ................................................................... 10
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN ................................................... 12
3. 1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................... 12
3. 2 Jenis Data dan Sumber Data ....................................................................... 13
3. 3 Metode Penelitian ....................................................................................... 13
3.3.1 Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data ........................................ 14
3.3.2 Tahap Analisis Data Peta dan Citra ................................................ 15
3.3.3 Tahap Pengecekan Lapang .............................................................. 17
3.3.4 Tahap Analisis Statistika ................................................................. 19
3.3.4.1 Analisis Skalogram ...................................................................... 19
3.3.4.2 Analisis Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang ................................ 20
3.3.4.3 Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression) ...................... 21
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ........................................... 24
4.1 Keadaan Geografi ................................................................................... 24
4.2 Administrasi Pemerintahan .................................................................... 24
4.3 Kependudukan ........................................................................................ 26
ii
4.4 Perekonomian ......................................................................................... 28
4.5 Penggunaan Lahan ................................................................................. 29
4.5.1 Kawasan Tidak Terbangun/Ruang Hijau Kota ................................... 29
4.5.3 Perdagangan dan Jasa ...................................................................... 29
4.5.4 Industri ............................................................................................ 30
4.5.5 Permukiman .................................................................................... 30
4.5.6 Struktur Tata Ruang ........................................................................ 31
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 33
5.1 Penggunaan Lahan di Kota Bekasi ......................................................... 33
5.2 Perubahan dan Pola Penggunaan Lahan di Kota Bekasi ........................ 39
5.2.1 Perubahan Penggunaan Lahan Kota Bekasi .................................... 39
5.2.2 Pola Perubahan Penggunaan Lahan 2003-2010 .............................. 43
5.2.2.1 Perubahan Penggunaan Lahan Permukiman Tidak Teratur ........ 45
5.2.2.2 Perubahan Penggunaan Lahan Kebun Campuran ....................... 46
5.2.2.3 Perubahan Penggunaan Lahan Tanaman Pertanian
Lahan Basah (TPLB) ................................................................... 47
5.2.2.4 Perubahan Penggunaan Lahan Tanaman Pertanian
Lahan Kering (TPLK) ................................................................. 48
5.2.2.5 Perubahan Penggunaan Lahan Kosong ....................................... 49
5.2.2.6 Perubahan Penggunaan Lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) ..... 50
5.3 Penyimpangan Pemanfaatan Ruang di Kota Bekasi .............................. 51
5.4 Tingkat Perkembangan Wilayah di Kota Bekasi.................................... 56
5.5 Keterkaitan Perubahan Luas Penggunaan Lahan dengan
Perkembangan Wilayah .......................................................................... 61
5.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan ..... 62
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 67
6.1 Kesimpulan ............................................................................................. 67
6.2 Saran ....................................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 69
LAMPIRAN ......................................................................................................... 71
iii
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1. Jenis Data Penelitian dan Sumbernya ............................................................. 13
2. Tujuan Penelitian, Jenis Data, Teknik Analisis Data, dan Keluaran .............. 14
3. Paket Program untuk Analisis Data ................................................................ 14
4. Klasifikasi Penggunaan Lahan dan Kenampakan Obyek Pada Citra.............. 16
5 Variabel Fasilitas yang Digunakan dalam Analisis Skalogram ...................... 20
6. Variabel Untuk Analisis Regresi. .................................................................... 22
7. Kecamatan dan Kelurahan di Kota Bekasi...................................................... 25
8. Jumlah Penduduk Menurut kecamatan dan Jenis Kelamin di Kota Bekasi .... 27
9. Luas Penggunaan Lahan Tahun 2003, 2010, dan Perubahannya .................... 40
10. Matriks Transisi Penggunaan Lahan Kota Bekasi Tahun 2003-2010 ............. 44
11. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Permukiman Tidak Teratur menjadi ........
Penggunaan Lahan Lain (ha) Tahun 2003-2010 ........................................... 45
12. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Kebun Campuran menjadi
Penggunaan Lahan Lain (ha) Tahun 2003-2010 ............................................. 46
13. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Tanaman Pertanian Lahan Basah
Menjadi Penggunaan Lahan Lain (ha) Tahun 2003-2010............................... 47
14. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Tanaman Pertanian Lahan Kering
Menjadi Penggunaan Lahan Lain (ha) Tahun 2003-2010.............................. 48
15. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Kosong menjadi Penggunaan
Lahan Lain (ha) Tahun 2003-2010 ................................................................. 49
16. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Ruang Terbuka Hijau
Tahun 2003-2010 ............................................................................................ 50
17. Alokasi Rencana Tata Ruang Kota Bekasi Tahun 2000-2010 ........................ 52
18. Luas dan Proporsi Total Inkonsistensi Kota Bekasi Tahun 2003 dan 2010 ... 53
19. Persentase Kelurahan Berdasarkan Hirarki Wilayah di Setiap Kecamatan. ... 58
20. Nilai Parameter Hasil Analisis Regresi Perubahan Penggunaan Lahan. ........ 63
iv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1. Peta Lokasi Penelitian ............................................................................. 12
2. Titik Pengambilan Contoh Penggunaan Lahan ....................................... 18
3. Diagram Alir Penelitian ........................................................................... 23
4. Peta Administrasi Kota Bekasi ................................................................ 25
5. Dinamika Pertumbuhan Penduduk Tiap Kecamatan di Kota Bekasi ...... 27
6. Grafik PDRB berdasarkan Harga Konstan .............................................. 28
7. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan Perumahan Teratur ................................................. 33
8. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan Permukiman Tidak Teratur .................................... 34
9. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan Kawasan Industri .................................................... 34
10. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan Ruang Terbuka Hijau ............................................... 35
11. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan TPLB. ....................................................................... 35
12. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan TPLK. ....................................................................... 36
13. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan Kebun Campuran ..................................................... 36
14. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan Kosong ..................................................................... 37
15. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan Fasilitas Pendidikan ................................................. 37
16. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan TPA .......................................................................... 37
17. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan Badan Air ................................................................. 38
18. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan TPU .......................................................................... 38
19. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan Rumput/Semak/Ilalang ............................................. 38
20. Peta Perubahan Penggunaan Lahan Kota Bekasi Tahun 2003-2010 ....... 39
21. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2003-2010 .......................... 41
22. Peta Penggunaan Lahan Tahun 2003 ....................................................... 42
23. Peta Penggunaan Lahan Tahun 2010 ....................................................... 42
24 .Peta RTRW Kota Bekasi Periode 2000-2010.......................................... 51
v
25. Peta Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kota Bekasi Tahun 2003 .......... 54
26. Peta Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kota Bekasi Tahun 2010 .......... 55
27. Peta Hirarki Wilayah Kota Bekasi Tahun 2003 ...................................... 57
28. Peta Hirarki Wilayah Kota Bekasi Tahun 2006 ...................................... 57
29. Laju Pertumbuhan Fasilitas di Kota Bekasi Tahun 2003 dan
Tahun 2006 ............................................................................................. 60
30. Perubahan Luas Penggunaan Lahan Terhadap Hirarki Wilayah ............. 62
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks Halaman
1. Hasil Analisis Skalogram Tahun 2003 ......................................................... 72
2. Hasil Analisis Skalogram Tahun 2006 ......................................................... 75
3. Matriks Logika Indikasi Konsistensi/Inkonsistensi Antara Arahan
Pemanfaatan Ruang (RTRW) Kota Bekasi dengan Penggunaan
Lahan Kota Bekasi Tahun 2003 dan Tahun 2010 ........................................ 78
4. Titik Pengecekan Lapang ............................................................................. 79
5. Hasil Analisis Regresi Berganda Terhadap Perubahan
Penggunaan Lahan TPLB Menjadi Lahan Terbangun ................................ 81
6. Hasil Analisis Regresi Berganda Terhadap Perubahan Penggunaan
Lahan TPLK Menjadi Lahan Terbangun ...................................................... 82
7. Hasil Analisis Regresi Berganda Terhadap Perubahan Penggunaan
Lahan Kebun Campuran Menjadi Lahan Terbangun ................................... 82
8. Hasil Analisis Regresi Berganda Terhadap Perubahan Penggunaan
Lahan Kosong Menjadi Lahan Terbangun ................................................... 83
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan sangat diperlukan untuk kelanjutan hidup manusia.
Kemajuan pembangunan di suatu wilayah sejalan dengan peningkatan jumlah
pertumbuhan penduduk yang diiringi meningkatnya standar kualitas dan kuantitas
kebutuhan hidup. Dampak dari peningkatan standar kualitas dan kuantitas hidup
tersebut mengakibatkan peningkatan kebutuhan ketersediaan fasilitas. Untuk
memenuhi kebutuhan pembangunan fasilitas tersebut terjadi proses perubahan
penggunaan lahan yang merubah tata guna lahan.
Penggunaan lahan akan mengarah pada jenis penggunaan yang
memberikan keuntungan paling tinggi. Pertumbuhan sektor pertanian di wilayah
Jabodetabek terus mengalami penurunan. Sektor pertanian merupakan sektor yang
tidak diminati untuk dijadikan sebagai aktivitas ekonomi bagi masyarakat di
Jabodetabek. Lahan-lahan pertanian banyak mengalami konversi akibat proses
suburbanisasi. Suburbanisasi yang diartikan sebagai proses terbentuknya
permukiman-permukiman baru dan kawasan-kawasan industri di pinggiran
wilayah perkotaan akibat perpindahan penduduk kota terindikasi telah terjadi di
Jakarta sejak awal tahun 1980 (Rustiadi dan Panuju, 1999).
Secara alami, dinamika perekonomian merangsang perkembangan wilayah,
salah satunya didorong oleh perkembangan industri. Alokasi ruang untuk industri
ditetapkan oleh pemerintah, baik lokasi maupun luasan areanya. Aktivitas industri
tersebut harus memiliki aksesibilitas yang mudah ditempuh misalnya berdekatan
dengan jalan tol dan jalan umum lainnya (Abbas, 2004).
Kota Bekasi merupakan salah satu hinterland Jakarta, selain Bogor, Depok,
dan Tangerang. Wilayah ini telah banyak mengalami perubahan penggunaan
lahan. Menurut Maulida (2002), pada periode 1990-1998, laju perubahan
penggunaan lahan di Bekasi lebih tinggi dibandingkan dua suburban Jakarta
lainnya, yaitu Bogor dan Tangerang. Pertumbuhan penggunaan lahan untuk
bangunan semakin lama semakin bertambah yang disebabkan karena
perkembangan perumahan, industri, dan perkantoran.
2
Perubahan penggunaan lahan di Kota Bekasi merupakan dampak dari
pertumbuhan perekonomian yang pesat di Kota Jakarta. Pertumbuhan yang pesat
tersebut menyebabkan kebutuhan lahan untuk aktivitas ekonomi semakin
meningkat. Ketersediaan lahan yang terbatas di Kota Jakarta berdampak pada
perkembangan lahan terbangun yang meluas ke wilayah-wilayah hinterland.
Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat menyebabkan
bertambahnya kebutuhan akan ruang. Di sisi lain luas lahan di suatu wilayah
tidak akan pernah bertambah. Perkembangan penduduk dan peningkatan
perekonomian kota mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk penggunaan
lahan perkotaan yang akan merubah tata ruang kota.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional, tata guna lahan (land use) adalah suatu upaya dalam
merencanakan penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian
wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi tertentu, misalnya fungsi pemukiman,
perdagangan, industri, dan lain-lain. Penggunaan lahan di suatu wilayah sudah
diatur pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi/Kabupaten/Kota. Di
RTRW disajikan rencana-rencana tentang pemanfaatan ruang. Akan tetapi,
kondisi eksisting penggunaan lahan di suatu wilayah sering kali tidak sesuai
dengan rencana-rencana yang telah ditetapkan di dalam RTRW oleh Pemerintah
daerah setempat. Hal ini dinamakan dengan inkonsistensi pemanfaatan ruang.
Penyimpangan penataan ruang di Kota Bekasi dapat diidentifikasi dari
terjadinya inkonsistensi penggunaan lahan pada kondisi eksisting terhadap
kebijakan yang telah ditetapkan pada RTRW. Untuk itu diperlukan evaluasi
konsistensi tata ruang dan sistem monitoring penggunaan lahan lebih dari satu
titik tahun yang digunakan sebagai landasan dalam pengendalian tata ruang
wilayah.
1.2 Perumusan Masalah
Peningkatan jumlah penduduk serta peningkatan standar kualitas dan
kuantitas kebutuhan hidup manusia menyebabkan peningkatan terhadap
kebutuhan ketersediaan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan hidup tersebut.
Pembangunan kebutuhan fasilitas memerlukan lahan yang tidak sedikit,
3
sedangkan lahan di Kota Bekasi terbatas. Hal ini menyebabkan perubahan
penggunaan lahan non terbangun menjadi lahan terbangun. Pemerintah Kota
Bekasi telah menetapkan alokasi ruang yang terdapat pada RTRW, namun sering
kali penggunaan lahan di lapang tidak mengikuti alokasi yang telah ditetapkan.
Hal ini dinamakan dengan penyimpangan atau inkonsistensi pemanfaatan ruang.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan pertanyaan
penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana persebaran perubahan penggunaan lahan di Kota Bekasi pada
tahun 2003 dan 2010?
2. Apakah kondisi eksisting penggunaan lahan pada tahun 2003 dan 2010
sudah sesuai dengan kebijakan RTRW 2000-2010 yang ditetapkan oleh
pemerintah?
3. Bagaimana tingkat perkembangan wilayah tahun 2003 dan 2006?
4. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi perubahan penggunaan
lahan di Kota Bekasi?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pola perubahan penggunaan lahan Kota Bekasi.
2. Mengidentifikasi dan membandingkan pemanfaatan ruang saat ini dengan
alokasi tata ruang Kota Bekasi.
3. Mengkaji tingkat perkembangan wilayah Kota Bekasi.
4. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan
penggunaan lahan.
1.4 Manfaat Penelitian
Memberikan informasi kepada pemerintah mengenai pola perubahan
penggunaan lahan dan inkonsistensi pemanfaatan ruang sebagai bahan
pertimbangan untuk melakukan evaluasi rencana tata ruang yang sudah dibuat
agar dapat menjadi lebih relevan terhadap kondisi yang telah berkembang.
II . TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah
Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan
geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan aspek fungsional. Menurut Rustiadi et al.
(2009), wilayah didefinisikan sebagai suatu unit geografis dengan batas-batas
tertentu di mana komponen-komponen di dalamnya memiliki keterkaitan dan
hubungan fungsional satu dengan lainnya.
Suatu wilayah yang luas dapat mempunyai beberapa inti dengan hirarki
(orde) tertentu. Sub wilayah inti dengan hirarki yang lebih tinggi merupakan pusat
bagi beberapa sub wilayah inti dengan hirarki yang lebih rendah. Secara teoritis,
hirarki wilayah sebenarnya ditentukan oleh tingkat kapasitas pelayanan wilayah
secara totalitas yang tidak terbatas ditunjukkan oleh kapasitas infrastruktur
fisiknya saja tetapi juga kapasitas kelembagaan, sumberdaya manusia serta
kapasitas-kapasitas perekonomiannya (Rustiadi et al., 2009).
Secara fisik dan operasional, sumberdaya yang paling mudah dinilai dalam
penghitungan kapasitas pelayanan adalah sumberdaya buatan (sarana dan
prasarana pada pusat-pusat wilayah). Secara sederhana, kapasitas pelayanan
infrastruktur atau prasarana wilayah dapat diukur dari jumlah sarana pelayanan,
jumlah jenis sarana pelayanan yang ada, serta kualitas sarana pelayanan. Semakin
banyak jumlah dan jenis sarana pelayanan serta semakin tinggi aktivitas sosial
ekonomi mencerminkan kapasitas pusat wilayah yang tinggi yang berarti juga
menunjukkan hirarki pusat yang tinggi (Rustiadi et al., 2009).
Banyaknya jumlah sarana pelayanan dan jumlah jenis sarana pelayanan
berkorelasi kuat dengan jumlah penduduk di suatu wilayah. Pusat-pusat yang
berhirarki tinggi melayani pusat-pusat dengan hirarki yang lebih rendah di
samping juga melayani hinterland di sekitarnya. Kegiatan yang sederhana dapat
5
dilayani oleh pusat yang berhirarki rendah sedangkan kegiatan-kegiatan yang
semakin kompleks dilayani oleh wilayah yang berhirarki tinggi.
2. 2 Kota
Kota adalah tempat dengan konsentrasi penduduk lebih padat dari
wilayah sekitarnya karena terjadi pemusatan kegiatan fungsional yang berkaitan
dengan kegiatan atau aktivitas penduduknya (Pontoh dan Kustiawan, 2009). Kota
sebagai pusat pelayanan selalu berinteraksi dengan wilayah sekitarnya. Dalam
konteks hubungan antara kota sebagai pusat pelayanan dan wilayah sekitarnya
sebagai hinterland maka terdapat empat kemungkinan sifat interaksi
(Sadyohutomo, 2008). Sifat hubungan yang pertama adalah hubungan saling
menguntungkan. Kota berfungsi sebagai pasar dan rantai produk perdagangan dari
pedesaan. Hal ini berdampak positif bagi penduduk sekitar kota dalam
memperoleh pekerjaan. Migrasi penduduk desa bagi kota juga memberi manfaat,
yaitu penduduk desa ikut andil dalam menggerakan perekonomian kota.
Selain memberikan dampak positif (lapangan kerja dan pendapatan),
pembangunan di kota juga dapat merugikan ekonomi wilayah sekitar. Hal ini
menunjukkan sifat hubungan yang kedua yaitu hubungan yang merugikan desa.
Kondisi ini ditimbulkan akibat adanya ketimpangan dalam sistem ekonomi desa-
kota, yaitu nilai tukar yang tidak seimbang antara produk pedesaan dengan produk
perkotaan, surplus dari wilayah pedesaan banyak diserap ke kota, dan alokasi dana
pembangunan yang tidak seimbang antara desa dan kota.
Sifat hubungan desa-kota yang ketiga yaitu hubungan tidak
menguntungkan untuk pemerintah kota, tetapi menguntungkan desa. Pertumbuhan
penduduk kota dikarenakan pertumbuhan penduduk alami (kelahiran dikurangi
kematian) dan ditambah adanya migrasi penduduk desa-kota. Migrasi masuk kota
mengakibatkan beban kota meningkat dalam hal penyediaan prasarana dan utilitas
penduduk kota. Sementara itu, penduduk migrant tidak banyak menyumbangkan
pendapatan bagi pemerintah kota, karena sebagian besar mereka bekerja di sektor
informal yang luput dari pajak. Hal ini menimbulkan masalah perkotaan, antara
lain munculnya pemukiman kumuh, pendudukan liar, beban prasarana kota yang
melebihi kapasitas, dan kemacetan lalu lintas.
6
Sifat hubungan yang keempat yaitu interaksi yang saling merugikan kedua
belah pihak. Misalnya migrasi para petani muda ke kota karena tertarik gaya
hidup kota, tetapi tidak mempunyai keahlian di sektor perkotaan. Di kota merek
menjadi pengangguran atau pelaku tindak kriminal. Akibatnya desa kehilangan
tenaga produktif, sedangkan kota menanggung beban sosial pengangguran.
2. 3 Lahan dan Penggunaan Lahan
Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), lahan adalah suatu
lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi, dan vegetasi dimana
faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya. Termasuk di
dalamnya adalah akibat-akibat kegiatan manusia, baik pada masa lalu maupun
sekarang, seperti reklamasi daerah-daerah pantai, penebangan hutan, dan akibat-
akibat yang merugikan seperti erosi dan akumulasi garam. Faktor-faktor sosial
dan ekonomi secara murni tidak termasuk dalam konsep ini.
Penggunaan lahan diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur
tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya
baik materiil dan spiritual (Arsyad, 2006). Barlowe (1978) membagi penggunaan
lahan menjadi 10 jenis, yaitu : (1) lahan pemukiman; (2) lahan industri dan
perdagangan; (3) lahan bercocok tanam; (4) lahan peternakan dan penggembalaan;
(5) lahan hutan ; (6) lahan mineral atau pertambangan; (7) lahan rekreasi; (8)
lahan pelayanan jasa; (9) lahan transportasi; dan (10) lahan tempat pembuangan.
Menurut Arsyad (2006) penggunaan lahan dibedakan ke dalam dua
kelompok, yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan non pertanian.
Penggunaan lahan pertanian dibedakan berdasarkan atas penyediaan air dan
komoditas yang diusahakan seperti penggunaan lahan tegalan, kebun kopi, kebun
karet, padang rumput, sawah, hutan lindung, hutan produksi, padang alang-alang,
dan lain sebagainya. Penggunaan lahan non pertanian dibagi berdasarkan atas
penggunaan kota dan desa (permukiman), industri, rekreasi, dan pertambangan.
Hampir setiap aktivitas manusia melibatkan penggunaan lahan dan karena
jumlah aktivitas manusia bertambah dengan cepat, maka lahan menjadi sumber
yang langka. Keputusan untuk mengubah pola penggunaan lahan mungkin
memberikan keuntungan atau kerugian yang besar, baik ditinjau dari pengertian
7
ekonomis, maupun terhadap perubahan lingkungan. Dengan demikian, membuat
keputusan tentang penggunaan lahan merupakan aktivitas politik, dan sangat
dipengaruhi keadaan sosial dan ekonomi (Sitorus, 2004).
2. 4 Perubahan Penggunaan Lahan
Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan
lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya diikuti dengan
berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu
berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda.
(Wahyunto et al., 2001), dalam Wirustyastuko D (2010). Perubahan penggunaan
lahan pada umumnya dapat diamati dengan menggunakan data spasial dari peta
penggunaan lahan pada titik tahun yang berbeda. Data penginderaan jauh seperti
citra satelit, radar, dan foto udara sangat berguna dalam pengamatan perubahan
penggunaan lahan.
Berdasarkan perubahan penggunaan lahan yang terjadi dalam periode
waktu tertentu dapat dibangun model perubahan penggunaan lahan yang mampu
memprediksi penggunaan lahan yang akan terjadi (Munibah, et al., 2006). Hal ini
telah dilakukan oleh Munibah (2008) dengan membangun model perubahan
penggunaan lahan dengan pendekatan Cellular Automata (CA). Model ini
menghasilkan peta prediksi penggunaan lahan di tahun 2018 dan 2030. Kemudian
dilanjutkan dengan melihat hubungan antara jumlah penduduk dengan luas lahan
pertanian dan luas lahan pemukiman, baik berdasarkan peta penggunaan lahan
aktual (2006) maupun prediksi (2018 dan 2030).
Proses perubahan penggunaan lahan umumnya bersifat irreversible (tidak
dapat diubah). Contohnya, lahan sawah yang dikonversikan menjadi pemukiman
atau berbagai aktivitas urban sangat mempunyai kemungkinan yang kecil untuk
dikembalikan lagi menjadi lahan sawah. Perubahan penggunaan lahan yang paling
intensif adalah lahan sawah dan hutan yang dikonversi menjadi pemukiman
sebagai akibat dari pertambahan penduduk (Bappeda Kota Bogor, 2006). Secara
umum, struktur yang berkaitan dengan perubahan penggunaan lahan dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : (a) Struktur permintaan atau kebutuhan
lahan; (b) Struktur penawaran atau ketersediaan lahan; (c) Struktur penguasaan
8
teknologi yang berdampak pada produktifitas sumberdaya alam (Saefulhakim,
1999).
Menurut Kaiser dan Weiss, dalam Pontoh dan Sudrajat (2005) secara
konsepsional proses perubahan penggunaan lahan di pinggir kota dipengaruhi
oleh : (1) Urban Interest, yaitu meningkatnya kebutuhan lahan kota, sehingga
kawasan pinggir kota menjadi potensial dan guna lahan yang ada mulai bergeser;
(2) Posisi strategis dan dinamika kota menjadi bahan pertimbangan bagi
pengusaha untuk membeli dan mengembangkan lahan di perkotaan; (3) Mulai
diprogram untuk pembangunan, dibangun dan dihuni oleh penduduk.
2. 5 Tata Ruang, Penataan Ruang, dan Pengendalian Ruang
Menurut UU No. 26 Tahun 2007, tata ruang adalah wujud struktural dan
pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak, yang
menunjukkan adanya hirarki dan keterkaitan pemanfaatan ruang. Penataan ruang
adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya
untuk mewujudkan tertib tata ruang.
Dalam UU No. 26 Tahun 2007 pasal 3 dikemukakan bahwa
penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah
nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan
Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:
a. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumberdaya alam dan sumber
daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
c. terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif
terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Pasal 7 UU No. 26 Tahun 2007 menjelaskan bahwa pengendalian
pemanfaatan ruang dilakukan melalui perizinan pemanfaatan ruang, pemberian
insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Pemanfaatan ruang yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin maupun yang
9
tidak memiliki izin, dikenai sanksi administratif, sanksi pidana penjara, dan/atau
sanksi pidana denda.
Pemberian insentif dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan
imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang,
baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun oleh pemerintah daerah. Bentuk
insentif tersebut, antara lain berupa keringanan pajak, pembangunan prasarana dan
sarana (infrastruktur), pemberian kompensasi, kemudahan prosedur perizinan,
atau pemberian penghargaan. Disinsentif dimaksudkan sebagai perangkat untuk
mencegah, membatasi pertumbuhan, dan/atau mengurangi kegiatan yang tidak
sejalan dengan rencana tata ruang, antara lain berupa pengenaan pajak yang tinggi,
pembatasan penyediaan prasarana dan sarana, serta pengenaan kompensasi atau
penalti.
Pengenaan sanksi merupakan salah satu upaya pengendalian pemanfaatan
ruang, dimaksudkan sebagai perangkat tindakan penertiban atas pemanfaatan
ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi. Dalam
undang-undang ini pengenaan sanksi tidak hanya diberikan kepada pemanfaat
ruang yang tidak sesuai dengan ketentuan perizinan pemanfaatan ruang, tetapi
dikenakan pula kepada pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin
pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
2. 6 Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang
Analisis inkonsistensi pemanfaatan ruang terhadap RTRW dilakukan
untuk mengetahui apakah pemanfaatan ruang sudah sesuai dengan RTRW yang
telah disusun sebagai dasar atau pedoman pelaksanaan pemanfaatan ruang.
Bentuk realisasi dari RTRW adalah pemanfaatan ruang yang terjadi di suatu
wilayah. Kompleksitas permasalahan dalam proses perkembangan wilayah dapat
menyebabkan terjadinya penyimpangan pemanfaatan ruang dari RTRW.
Dirjen Penataan Ruang (2003) menyatakan, bahwa inkonsistensi tata ruang
dapat disebabkan oleh permasalahan lain, yaitu :
1. Adanya ketidakseragaman standar peta (skala, legenda, notasi, sumber)
yang dapat menyebabkan kesulitan dalam pemberian perizinan dan evaluasi
pemanfaatan ruang.
10
2. Lemahnya fungsi otoritas, perangkat yang kurang memadai, dan sistem
kelembagaan yang memiliki wewenang dalam pengawasan dan
pengendalian pembangunan.
3. Belum efektifnya pemberdayaan masyarakat dalam pengawasan
pemanfaatan ruang. Hal ini disebabkan antara lain karena belum adanya
petunjuk teknis, operasional, dan peran serta masyarakat dalam penataan
ruang sebagai penjabaran dari PP No. 69/1996.
2.7 Tinjauan Studi-studi Terdahulu
Anjani (2010) dalam penelitiannya mengenai dinamika penggunaan lahan
dan penataan ruang di Kabupaten Bekasi mengemukakan bahwa pola konversi
terbesar terjadi pada peningkatan lahan terbangun (8790,24 ha) dan penurunan
TPLK (5457,9 ha). Dalam rencana tata ruang Kabupaten Bekasi banyak terjadi
perubahan yang dilatarbelakangi oleh adanya pemekaran wilayah. Penyimpangan
penggunaan lahan Kabupaten Bekasi terhadap alokasi ruang pada kurun waktu
1995-2000 terjadi pada kawasan pemukiman sebesar 13056,97 ha dan umumnya
terletak di bagian Utara Kabupaten Bekasi. Penyimpangan penggunaan lahan pada
kurun waktu 2006-2009 bervariasi hampir di seluruh bagian Kabupaten Bekasi.
Hasil penelitian dari Ruswandi et al. (2007) mendeskripsikan bahwa
selama kurun waktu 10 tahun (1992-2002) telah terjadi konversi lahan pertanian
di Kabupaten Bandung Utara yang memiliki pola konsentris. Dalam hal ini
konversi terjadi mulai dari pusat kota kecamatan (sentral), kemudian bergerak ke
arah luar menjauh dari pusat kota. Mulyani (2010) melakukan penelitian di lokasi
yang sama mengenai penggunaan lahan dan pola perubahan penggunaan lahan
pada tahun 1998-2008. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan telah terjadi
peningkatan jenis penggunaan lahan terbangun sebesar 264 ha per tahun. Hal ini
mengindikasikan adanya penambahan pembangunan baik berupa fasilitas-fasilitas
umum maupun pemukiman penduduk.
Hasil penelitian dari Putri (2009) mengenai perubahan penggunaan lahan
pada tahun 1997 dan tahun 2007 di Kabupaten Tangerang, menunjukkan bahwa
perubahan penggunaan lahan didominasi oleh konversi lahan pertanian (TPLB
dan TPLK) menjadi lahan terbangun. Perubahan penggunaan lahan di Kabupaten
11
Tangerang menunjukkan adanya pola konsentris yang dipengaruhi oleh jarak
terhadap pusat kegiatan, yaitu DKI Jakarta dan Kota Tangerang. Selain jarak
terhadap pusat kegiatan, jaringan jalan diduga juga mempengaruhi pola perubahan
penggunaan lahan di Kabupaten Tanggerang. Hal ini terlihat pada pola
memanjang perubahan penggunaan lahan dari arah Timur ke Barat di bagian
tengah Kabupaten Tangerang yang dilalui jalan Tol Nasional Jakarta-Merak.
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3. 1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kota Bekasi (Gambar 1) dan analisis data
dilakukan di studio Bagian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah,
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung dari bulan Februari 2011 sampai
Desember 2011.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
13
3. 2 Jenis Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian dan sumbernya disajikan pada
Tabel 1. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder dari dua
periode waktu yang berbeda, yaitu tahun 2003 dan 2010. Data primer terdiri dari
citra Quickbird tahun 2003 dan 2010 dan data survei lapang. Data sekunder
terdiri dari data PDRB, data Potensi Desa tahun 2003 dan 2006 yang meliputi data
jumlah fasilitas, aksesibilitas, dan data jumlah penduduk, peta batas administrasi
Kota Bekasi, peta RTRW Kota Bekasi tahun 2000-2010, serta beberapa peta
penunjang lainnya yang diperoleh dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(BAPPEDA) Kota Bekasi dan Dinas Tata Ruang Kota Bekasi.
Tabel 1. Jenis Data Penelitian dan Sumbernya
No Data Sumber Data Keterangan
1. Peta RTRW 2000-2010 Dinas Tata Ruang Kota
Bekasi
Untuk mengetahui alokasi
ruang menurut Rencana
Tata Ruang.
2. Peta Administrasi Kota Bekasi BAPPEDA Kota Bekasi Untuk mengetahui batas
wilayah administrasi Kota
Bekasi (kecamatan).
3. Citra Quickbird Kota Bekasi
Tahun 2003 dan 2010
Google Earth Untuk membuat peta
penggunaan lahan
berdasarkan eksisting tahun
2003 dan 2010.
4. Data jumlah dan jenis fasilitas
(pendidikan, sosial, kesehatan,
ekonomi), data jarak kelurahan
ke pusat fasilitas, data jumlah
penduduk
Data Potensi Desa
BAPPEDA Kota Bekasi
Untuk mengetahui tingkat
perkembangan wilayah di
Kota Bekasi dan faktor-
faktor yang menyebabkan
perubahan penggunaan
lahan.
3. 3 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap. Tahap-tahapan penelitian
secara umum terdiri dari (1) Tahap persiapan dan pengumpulan data, (2) Tahap
analisis citra, (3) Tahap pengecekan lapang, (4) Tahap analisis data, (5) Tahap
penyusunan skripsi. Tahapan-tahapan penelitian berdasarkan tujuan, jenis data,
teknik analisis data, dan keluaran disajikan pada Tabel 2. Keluaran yang
diharapkan dari penelitian ini adalah teridentifikasinya pola perubahan
penggunaan lahan di Kota Bekasi pada tahun 2003-2010, inkonsistensi
pemanfaatan ruang Kota Bekasi tahun 2003 dan 2010, tingkat perkembangan
wilayah Kota Bekasi, faktor-faktor penyebab perubahan penggunaan lahan di
14
Kota Bekasi. Program yang digunakan pada penelitian disajikan pada Tabel 3.
Program yang digunakan untuk mengolah data spasial adalah Arcview GIS 3.3
dan ArcGIS 9.3, sedangkan untuk mengolah data atribut menggunakan Statistica
8.0 dan Ms. Office Excel 2007.
Tabel 2. Tujuan Penelitian, Jenis Data, Teknik Analisis Data, dan Keluaran
No Tujuan Penelitian Jenis Data Teknik Analisis Keluaran
1 Mengidentifikasi dan
menganalisis pola
perubahan penggunaan
lahan di Kota Bekasi
tahun 2003-2010
- Citra Quickbird 2003
- Citra Quickbird 2010
- Digitasi Citra
- Tabulasi data luas
perubahan
penggunaan lahan
Pola perubahan
penggunaan lahan
di Kota Bekasi
pada tahun 2003-
2010
2 Mengidentifikasi dan
menganalisis
inkonsistensi
pemanfaatan ruang di
Kota Bekasi.
- Peta RTRW 2000-
2010
- Peta Penggunaan
Lahan 2003
- Peta Penggunaan
Lahan 2010
- Digitasi peta
- Overlay Peta Land
Use dengan peta
RTRW
- Deskripsi tabel dan
grafik
Teridentifikasinya
inkonsistensi
pemanfaatan
ruang Kota Bekasi
3 Mengkaji
perkembangan wilayah
di Kota Bekasi
- Data fasilitas
pendidikan
- Data fasilitas
kesehatan
- Data fasilitas
ekonomi
- Data fasilitas sosial
- Analisis
Skalogram
Teridentifikasinya
tingkat
perkembangan
wilayah Kota
Bekasi
4 Menganalisis faktor-
faktor yang
mempengaruhi
terjadinya perubahan
penggunaan lahan
- Data atribut peta
perubahan
penggunaan lahan
- Laju pertumbuhan
penduduk
- Laju pertumbuhan
fasilitas
- Rata-rata jarak
kelurahan ke pusat
fasilitas dan ibu kota
kecamatan
- Analisis Multiple
Regression ( Regresi
Berganda ) dengan
metode Forward
Stepwise Regression
Teridentifikasinya
faktor-faktor
penyebab
perubahan
penggunaan lahan
Tabel 3. Paket Program untuk Analisis Data
No Perangkat Lunak Keterangan
1 Arcview GIS 3.3 Mengolah data spasial (Peta dan Citra)
2 Arc GIS 9.3 Mengolah data spasial (Peta dan Citra)
3 Statistica 8.0 Mengolah data statistika
4 M. Office Excel 2007 Tabulasi data
3.3.1 Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data
Pada tahap ini dilakukan pemilihan topik penelitian, studi pustaka,
pembuatan proposal, serta pencarian data-data yang diperlukan dalam penelitian
15
serta pemilihan metode yang digunakan untuk analisis data. Data yang
dikumpulkan berupa data spasial dan data statistik. Unit terkecil wilayah yang
digunakan dalam analisis adalah desa/kelurahan. Data dikumpulkan dari berbagai
sumber terkait.
3.3.2 Tahap Analisis Data Peta dan Citra
Analisis citra dilakukan melalui interpretasi visual. Identifikasi obyek
merupakan bagian pokok dalam interpretasi citra yang mendasarkan pada
karakteristik citra. Karakteristik obyek yang tergambar pada citra digunakan untuk
mengenali obyek yang disebut interpretasi citra (Sutanto, 1994). Terdapat delapan
unsur interpretasi, yaitu :
1. Rona. Rona adalah tingkat kegelapan atau kecerahan obyek pada citra. Rona
dapat pula diartikan sebagai tingkatan dari hitam ke putih atau sebaliknya
(Sutanto, 1994).
2. Bentuk. Bentuk adalah kofigurasi atau kerangka suatu obyek (Lillesand dan
Kiefer, 1997).
3. Ukuran. Ukuran suatu obyek meliputi dimensi jarak, luas, tinggi, dan volume
(Sutanto, 1994).
4. Tekstur. Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra fotografi
(Lillesand dan Kiefer, 1979). Tekstur merupakan gabungan dari bentuk,
ukuran, pola, bayangan, dan ronanya.
5. Pola. Pola adalah hubungan spasial obyek (Lillesand dan Kiefer, 1979).
Pengulangan bentuk umum tertentu atau hubungan merupakan karakteristik
bagi banyak obyek alamiah dan akan memberikan suatu pola yang dapat
membantu interpreter untuk mengenali obyek tertentu.
6. Bayangan. Obyek yang tidak tertembus cahaya terpresentasikan sebagai suatu
daerah yang tidak terkena sinar secara langsung yang disebut dengan
bayangan. Bayangan bersifat menyembunyikan obyek yang terdapat di daerah
bayangan (Sutanto, 1994).
7. Situs. Situs adalah lokasi obyek dalam hubungannya dengan obyek lain, yang
dapat berguna untuk membantu pengenalan suatu obyek (Lillesand dan Kiefer,
1979).
16
8. Asosiasi. Asosiasi adalah keterkaitan antara obyek satu dengan obyek yang
lain (Sutanto, 1994)
Berdasarkan hasil interpretasi yang dilakukan dengan digitasi on screen
dan pengamatan lapang, didapatkan beberapa penggunaan lahan, yaitu
perumahan teratur, pemukiman tidak teratur, kebun campuran, TPLB (Tanaman
Pertanian Lahan Basah), TPLK (Tanaman Pertanian Lahan Kering), kawasan
industri, RTH (Ruang Terbuka Hijau), fasilitas pendidikan, lahan kosong, TPU
(Tempat Pemakaman Umum), TPA (Tempat Pembuangan Akhir), badan air, dan
rumput,semak, ilalang. Uraian dari masing-masing ciri penggunaan lahan
disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Klasifikasi Penggunaan Lahan dan Kenampakan Obyek Pada Citra
Penggunaan Lahan Kenampakan Obyek Pada Citra
Perumahan Teratur Rona cerah, pola teratur, bentuk dan ukuran seragam.
Rumah-rumah menghadap jalan sehingga dapat dilihat
jaringan jalan yang sejajar dan teratur.
Permukiman Tidak Teratur Kenampakan yang bergerombol dengan vegetasi yang
berada di sekitarnya, bentuk, ukuran, dan jarak antar rumah
tidak seragam.
Rumput, Semak, dan Ilalang Memiliki rona yang cerah dan berwarna hijau muda dengan
tekstur agak kasar sampai kasar dan pola yang tidak teratur.
Kawasan industri Berbentuk persegi memanjang dengan ukuran yang besar,
serta memiliki rona cerah dan pola yang teratur.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) Penggunaan lahan ini dikhususkan untuk jalur hijau jalan
dan sempadan sungai. Memiliki tekstur yang agak kasar
dengan pola yang teratur dan berasosiasi dengan jalan.
Tanaman Pertanian
Lahan Basah (TPLB)
Obyek ini memiliki bentuk petak-petak segi empat dan
setiap petaknya dipisah oleh kenampakan garis pematang
yang polanya teratur. Warna sawah terlihat hijau tua (untuk
sawah yang berair atau baru tanam), hijau muda, hijau
kebabu-abuan, serta coklat dengan tekstur halus hingga agak
halus.
Tanaman Pertanian
Lahan Kering (TPLK)
Tanaman Pertanian Lahan Kering biasanya terdiri dari
ladang dan tegalan. Pada citra quickbird terlihat berwarna
hijau dan coklat dengan tekstur agak halus sampai kasar.
Kebun Campuran Kenampakannya dapat dilihat dari bentuknya yang
bergerombol dengan pola yang tidak teratur dan memiliki
warna hijau tua dengan tekstur yang agak kasar sampai
kasar. Biasanya kebun berasosiasi dengan pemukiman tidak
teratur.
Sumber : Sarbini (2008)
17
Tabel 4. (Lanjutan)
Fasilitas Pendidikan Fasilitas pendidikan merupakan bangunan yang dapat
dikenali berdasarkan bentuk, ukuran, dan asosiasi. Sebagai
contoh sekolah yang biasanya berbentuk memanjang,
menyiku atau membentuk huruf U. Sekolah berasosiasi
dengan adanya lapangan olahraga dan apabila berada di
daerah pemukiman ukurannya lebih besar dibandingkan
dengan ukuran bangunan yang ada sekitarnya.
Tempat Pembuangan
Akhir (TPA)
Tempat pembuangan akhir biasanya jauh dari pusat kota.
Terlihat dari bentuk dan ukuran yang besar untuk
menampung sampah-sampah dari perkotaan
Badan Air Badan air memiliki rona yang gelap, berwarna hitam, dan
memiliki tekstur yang halus.
Tempat Pemakaman
Umum (TPU)
Makam dikenali berdasarkan ukuran, tekstur dan situs.
Ukuran kuburan pada citra quickbird terlihat kecil dengan
jumlah yang banyak, serta papan nama berwarna putih.
Obyek ini mempunyai tekstur kasar dan disekitarnya terlihat
tumbuhan dengan pola tidak teratur.
Lahan Kosong Pada citra quickbird lahan kosong tampak dari pantulan
tanahnya yang berwarna coklat. Lahan kosong ini biasanya
adalah hasil dari konversi lahan non terbangun yang akan
digunakan untuk perumahan, perdagangan dan jasa, serta
industri.
Sumber : Sarbini (2008)
Hasil yang diperoleh dari analisis citra adalah peta penggunaan lahan pada
tahun 2003 dan 2010. Kedua peta penggunaan lahan tersebut dioverlay dengan
peta RTRW periode 2000-2010 dan peta administrasi Kota Bekasi sehingga
diperoleh peta inkonsistensi pemanfaatan ruang Kota Bekasi.
3.3.3 Tahap Pengecekan Lapang
Tahap pengecekan lapang dilakukan sebanyak 4 kali pada bulan Januari
dan Februari 2012. Pengecekan lapang dilakukan untuk memperkuat hasil analisis
data dan interpretasi terutama dalam kaitannya dengan pengkoreksian peta
penggunaan lahan sementara, sehingga hasil akhir data yang diperoleh memiliki
tingkat akurasi dan ketelitian yang dibutuhkan pada proses analisis data penelitian.
Alat yang digunakan adalah GPS (Global Positioning System) untuk mengambil
data-data penggunaan lahan aktual serta mengetahui kesesuaian antara koordinat
di peta dengan koordinat yang sebenarnya. Peta lokasi contoh pengamatan lapang
disajikan pada Gambar 2.
18
Gambar 2. Titik Pengambilan Contoh Penggunaan Lahan
19
3.3.4 Tahap Analisis Data Atribut
Analisis data atribut yang dilakukan adalah analisis skalogram dan analisis
regresi berganda. Analisis skalogram dilakukan untuk mengetahui tingkat
perkembangan wilayah. Analisis regresi berganda dilakukan untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan. Unit analisis
terkecil untuk proses analisis ini adalah kelurahan.
3.3.4.1 Analisis Skalogram
Metode ini digunakan untuk menentukan hirarki pusat-pusat wilayah
penopang yang mendukung wilayah sebagai pusat pelayanan aktivitas.
Perkembangan suatu wilayah dapat dianalisis dengan mengidentifikasi jumlah dan
jenis fasilitas umum, industri, dan jumlah penduduknya. Analisis skalogram
digunakan untuk menentukan tingkat perkembangan wilayah.
Hirarki ditentukan berdasarkan jumlah unit dan jenis fasilitas. Unit
wilayah yang memiliki fasilitas dengan kuantitas yang lebih banyak dan jenis
yang lebih kompleks memiliki tingkat hirarki yang lebih tinggi. Hirarki tinggi
adalah wilayah yang memiliki jumlah unit dan jenis fasilitas yang paling banyak
dan beragam. Beberapa asumsi yang berlaku dalam analisis skalogram adalah
bahwa penduduk mempunyai kecenderungan untuk bergerombol di suatu lokasi
dengan kondisi fisik, sosial, dan ekonomi yang secara relatif terbaik untuk
komunitasnya. Pada Tabel 5 disajikan variabel data yang digunakan dalam
analisis skalogram.
Penentuan tingkat perkembangan wilayah di bagi menjadi tiga yaitu :
Hirarki I : Jika nilai Indeks Perkembangan Desa lebih besar dari nilai
Stdev dan Rata-rata ( IPD> ( Stdev+Average))
Hirarki II : Jika nilai Indeks Perkembangan Desa lebih besar sama dengan
rata-rata ( IPD>=Average )
Hirarki III : Jika nilai Indeks Perkembangan Desa lebih besar kecil dengan
rata-rata ( IPD<Average )
20
Tabel. 5 Variabel Fasilitas yang Digunakan dalam Analisis Skalogram
3.3.4.2 Analisis Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang
Analisis inkonsistensi pemanfaatan ruang dilakukan melalui overlay peta
penggunaan lahan Kota Bekasi tahun 2003 dan 2010 dengan peta RTRW Kota
Bekasi dan peta administrasi Kota Bekasi. Hasil overlay tersebut adalah peta
inkonsistensi tata ruang Kota Bekasi. Kriteria inkonsistensi didasarkan pada
matriks logik inkonsistensi yang tertera pada Lampiran 3 yang merupakan
modifikasi dari matriks logik Listiawan (2010). Matriks logik ini terdiri dari
tabulasi silang klasifikasi kelas peruntukan lahan pada RTRW Kota Bekasi dan
klasifikasi penggunaan lahan pada hasil digitasi citra berdasarkan penyempurnaan
dan penyesuaian dari matriks logik yang telah dikembangkan oleh penelitian
sebelumnya. Indikasi konsistensi dan inkonsistensi matriks logik antara arahan
pemanfaatan ruang dengan kondisi eksisting penggunaan lahan saat ini dilakukan
dengan melihat penyimpangan terhadap wilayah yang dialokasikan sebagai
kawasan lindung, tetapi kondisi eksistingnya adalah lahan terbangun. Hal tersebut
dinamakan dengan inkonsistensi pemanfaatan ruang. Jika suatu wilayah
Kelompok Indeks Variabel yang digunakan Jumlah
variabel
Fasilitas Ekonomi Jumlah Wartel/Kiospon/Warpostel/Warparpostel 9
Jumlah Warung Internet
Jumlah Toko/Warung/Kios
Jumlah Supermarket/Pasar Swalayan/Toserba
Jumlah Restoran/Rumah Makan/Kedai Makanan Minuman
Jumlah Hotel/Penginapan
Jumlah Industri Kerajinan
Jumlah Bank Umum
Jumlah Koperasi
Fasilitas Pendidikan Jumlah TK Negeri dan Swasta 5
Jumlah SD Negeri dan Swasta
Jumlah SLTP Negeri dan Swasta
Jumlah SMU dan SMK Negeri dan Swasta
Jumlah Akademi/PT Negeri dan yang sederajat
Fasilitas Kesehatan Jumlah Rumah Sakit 8
Jumlah Rumah Sakit Bersalin
Jumlah Poliklinik/Balai Pengobatan
Jumlah Puskesmas
Jumlah Puskesmas Pembantu
Jumlah Apotik
Jumlah Tempat Praktek Dokter
Jumlah Tempat Praktek Bidan
Fasilitas Sosial Jumlah Tempat Peribadatan 1
Jumlah Variabel 23
21
dialokasikan sebagai lahan terbangun, tetapi kondisi eksistingnya masih
merupakan kawasan lindung, maka masih dianggap konsisten. Hal ini dikarenakan
program pemerintah setempat belum terlaksana untuk mendirikan lahan terbangun
di wilayah tersebut.
3.3.4.3 Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression)
Analisis regresi digunakan untuk membuat model pendugaan terhadap
nilai suatu parameter, dari parameter-parameter (peubah-penjelas) lain yang
diamati. Proses analisis regresi dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak
Statistica 8.0. Metode analisis yang digunakan adalah stepwise regression. Prinsip
dasar stepwise regression adalah mengurangi banyaknya peubah di dalam
persamaan dengan cara menyusupkan peubah satu demi satu sampai diperoleh
persamaan regresi yang paling baik.
Persamaan (model) yang akan dihasilkan adalah :
Y=A1X1+A2X2+…AnXn+ε
dimana :
Y= Dependent variable (peubah penjelas)
Xi= Independent variable (peubah penduga) ke-i, dengan i=1,2,…
Ai= Koefisien regresi peubah ke-i
ε = Galat model
Variabel-variabel respon yang digunakan dalam analisis regresi berganda
adalah perubahan luas dari TPLB ke lahan terbangun, perubahan luas TPLK
menjadi lahan terbangun, lahan kosong berubah ke lahan terbangun, kebun
campuran menjadi lahan terbangun sebagai peubah tujuan (variabel dependent)
dari tutupan lahan tahun 2003 dan 2010 dalam satuan hektar. Pemilihan peubah
tujuan ini berdasarkan perubahan penggunaan lahan lain menjadi lahan terbangun
dengan luasan terbesar. Peubah penduga (variabel independent) terdiri dari laju
pertambahan jumlah penduduk, laju pertambahan jumlah fasilitas (pendidikan,
ekonomi, sosial, kesehatan), rata-rata jarak aksesibilitas ke pusat fasilitas, luas
penggunaan lahan tahun 2003. Variabel untuk analisis regresi disajikan pada
Tabel 6.
22
Tabel 6. Variabel Untuk Analisis Regresi.
Peubah Tujuan (Y) Peubah Penduga (X)
Perubahan luas TPLB-lahan terbangun (Y1) Pertambahan penduduk (X1)
Perubahan luas TPLK-lahan terbangun (Y2) Pertambahan fasilitas ekonomi (X2)
Perubahan luas kebun campuran-lahan terbangun (Y3) Pertambahan fasilitas kesehatan (X3)
Perubahan luas lahan kosong-lahan terbangun (Y4) Pertambahan fasilitas pendidikan (X4)
Pertambahan fasilitas sosial (X5)
Rata-rata jarak aksesibilitas ke fasilitas pendidikan (X6)
Rata-rata jarak aksesibilitas ke fasilitas kesehatan (X7)
Rata-rata jarak aksesibilitas ke fasilitas ekonomi (X8)
Rata-rata jarak askesibilitas ke fasilitas sosial (X9)
Jarak desa ke ibu kota kecamatan (X10)
Jarak desa ke ibu kota kabupaten/kota (X11)
Jarak desa ke desa terdekat (X12)
Alokasi RTRW untuk pertanian (X13)
Alokasi RTRW untuk hutan kota (X14)
Alokasi RTRW untuk lahan terbangun (X15)
Luas lahan terbangun tahun 2003 (X16)
Luas TPLB 2003 (X17)
Luas TPLK 2003 (X18)
Luas kebun campuran 2003 (X19)
Luas lahan kosong 2003 (X20)
23
Gambar 3. Diagram Alir Penelitian
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Keadaan Geografi
Secara geografis Kota Bekasi berada pada posisi 106o48’28”–107
o27’29”
Bujur Timur dan 6o10’6”–6
o30’6” Lintang Selatan. Letak Kota Bekasi yang
sangat strategis merupakan keuntungan bagi Kota Bekasi terutama dari segi
komunikasi dan perhubungan. Kemudahan dan kelengkapan sarana dan prasarana
transportasi di Kota Bekasi menjadikan Kota Bekasi salah satu daerah
penyeimbang DKI Jakarta.
Kota Bekasi memiliki luas wilayah sekitar 210,49 km2, dengan Kecamatan
Mustika Jaya sebagai wilayah yang terluas (24,73 km2) sedangkan Kecamatan
Bekasi Timur sebagai wilayah terkecil (13,49 km2). Batas batas wilayah
administrasi yang mengelilingi wilayah Kota Bekasi adalah :
Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bekasi
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kota Depok
Sebelah Barat berbatasan dengan Kota Jakarta Timur
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bekasi
Wilayah Kota Bekasi dialiri 3 (tiga) sungai utama yaitu Sungai Cakung,
Sungai Bekasi dan Sungai Sunter, beserta anak-anak sungainya. Sungai Bekasi
mempunyai hulu di Sungai Cikeas yang berasal dari gunung pada ketinggian
kurang lebih 1.500 meter dari permukaan air. Secara umum Kota Bekasi
mempunyai iklim yang tergolong pada iklim kering dengan tingkat kelembaban
yang rendah. Kondisi lingkungan sehari-hari sangat panas. Hal ini terlebih
dipengaruhi oleh tata guna lahan yang meningkat terutama industri/perdagangan
dan permukiman. Temperatur harian berkisar antara 24 – 33° C.
4.2 Administrasi Pemerintahan
Pada tahun 2001, wilayah administrasi Kota Bekasi terbagi menjadi 10
kecamatan dengan 52 kelurahan. Sesuai dengan Perda Kota Bekasi No. 04 tahun
2004 tentang Pembentukan Wilayah Administrasi, Kota Bekasi mengalami
pemekaran menjadi 12 kecamatan terdiri dari 56 kelurahan. Gambar 4 menyajikan
peta administrasi wilayah studi.
25
Gambar 4. Peta Administrasi Kota Bekasi
Setiap kecamatan memiliki jumlah kelurahan yang berbeda-beda.
Kecamatan Jati Asih dan Bekasi Utara masing-masing memiliki 6 kelurahan.
Kecamatan Pondok Gede, Jati Sampurna, Bekasi Selatan, dan Bekasi Barat
memiliki masing-masing 5 kelurahan. Kecamatan Pondok Melati, Bantar Gebang,
Mustika Jaya, Bekasi Timur, Rawalumbu, dan Medan Satria masing-masing
memiliki 4 kelurahan. Tabel 7 menunjukkan kecamatan dan kelurahan di Kota
Bekasi.
Tabel 7. Kecamatan dan Kelurahan di Kota Bekasi
No Kecamatan Kelurahan No Kecamatan Kelurahan
1 Pondok Gede Jati Bening Baru 7 Bekasi Selatan Jaka Mulya
Jati Cempaka Jaka Setia
Jati Waringin Pekayon Jaya
Jati Makmur Marga Jaya
Jati Bening Kayuringin Jaya
2 Jati Sampurna Jati Karya 8 Bekasi Barat Bintara Jaya
Jati Sampurna Jaka Sampurna
Jati Rangga Kranji
Jati Ranggon Bintara
Jati Raden Kota Baru
26
Tabel 7. (Lanjutan)
No Kecamatan Kelurahan No Kecamatan Kelurahan
3 Jati Asih Jati Sari 9 Bekasi Utara Marga Mulya
Jati Luhur Harapan Baru
Jati Rasa Teluk Pucung
Jati Asih Perwira
Jati Mekar Harapan Jaya
Jati Kramat Kaliabang Tengah
4 Bantar Gebang Ciketing Udik 10 Medan Satria Harapan Mulya
Sumur Batu Kali Baru
Cikiwul Medan Satria
Bantar
Gebang
Pejuang
5 Bekasi Timur Margahayu 11 Rawa Lumbu Bojong Menteng
Bekasi Jaya Bojong Rawalumbu
Duren Jaya Pengasinan
Aren Jaya Sepanjang Jaya
6 Mustika Jaya Padurenan 12 Pondok Melati Jati Murni
Cimuning Jati Melati
Mustika Jaya Jati Warna
Mustika Sari Jati Rahayu
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bekasi (2010)
4.3 Kependudukan
Sejak awal tahun 2000-an pertumbuhan penduduk Kota Bekasi mengalami
sedikit penurunan dibandingkan periode tahun 1990-an. Pada awal tahun 1990-an
laju pertumbuhan penduduk Kota Bekasi sekitar 6,29% sedangkan pada awal
tahun 2000 menjadi 5,19%. Rata-rata laju pertumbuhan penduduk dari tahun 1999
sampai 2009 adalah 4,08%.
Penduduk Kota Bekasi Tahun 2009 sebanyak 2.319.518 jiwa terdiri dari
penduduk laki-laki sebanyak 1.157.418 jiwa dan perempuan 1.162.100 jiwa.
Jumlah penduduk ini tersebar di 12 kecamatan. Penyebaran tertinggi di
Kecamatan Bekasi Utara sebanyak 14,67% (340.224 jiwa), Bekasi Barat 12,69%
(294.342 jiwa), Bekasi Timur 11,48% (266.277 jiwa), dan penyebaran terendah
pada kecamatan Jati Sampurna sebesar 3,75% (86.936 jiwa). Tabel 8
menunjukkan jumlah penduduk menurut kecamatan dan jenis kelamin. Dinamika
pertumbuhan penduduk tiap kecamatan dari tahun 2005 sampai 2009 disajikan
pada Gambar 5.
27
Tabel 8. Jumlah Penduduk Menurut kecamatan dan Jenis Kelamin di Kota Bekasi
Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah
Pondok Gede 115,013 116,376 231,389
Jati Sampurna 42,445 44,491 86,936
Pondok Melati 44,492 56,129 100,621
Jati Asih 98,573 84,888 183,461
Bantar Gebang 51,562 51,001 102,563
Mustika Jaya 68,771 71,280 140,051
Bekasi Timur 136,221 130,056 266,277
Rawa Lumbu 121,168 108,158 229,326
Bekasi Selatan 83,499 91,732 175,231
Bekasi Barat 143,061 151,281 294,342
Medan Satria 79,413 89,684 169,097
Bekasi Utara 173,200 167,024 340,224
Kota Bekasi 1,157,418 1,162,100 2,319,518
Sumber : BPS Kota Bekasi (2009)
Gambar 5. Dinamika Pertumbuhan Penduduk Tiap Kecamatan di Kota Bekasi
Pertumbuhan penduduk semua kecamatan di Kota Bekasi dari tahun 2005
sampai 2009 bersifat fluktuatif seperti terlihat pada Gambar 5. Kecamatan Pondok
Gede, Jati Sampurna, Bantar Gebang, Bekasi Barat, dan Medan Satria mengalami
peningkatan jumlah penduduk dari tahun 2005 sampai 2009. Kecamatan Pondok
Melati, Bekasi Timur, dan Bekasi Selatan mengalami peningkatan jumlah
penduduk dari tahun 2005 ke 2007 dan penurunan jumlah penduduk pada tahun
28
2009. Kecamatan Jati Asih, Mustika Jaya, Rawa Lumbu, dan Bekasi Utara
mengalami penurunan jumlah penduduk pada tahun 2007 dan meningkat kembali
pada tahun 2009.
4.4 Perekonomian
Kota Bekasi yang dibentuk tahun 1997 sebelumnya merupakan bagian dari
Kabupaten Bekasi, dimana masing-masing wilayah tersebut memiliki potensi
perekonomian yang berbeda. Awalnya, kedua daerah tersebut memiliki
karakteristik perekonomian pada sektor industri. Namun dalam perkembangannya,
Kota Bekasi mengalami perubahan potensi perekonomian menjadi sektor
perdagangan dan jasa. Untuk mengetahui perkembangan ekonomi di suatu daerah
diperlukan suatu indikator ekonomi yaitu Produk Domestik Regional Bruto.
Rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Kota Bekasi dari tahun 2003 sampai
2009 adalah 4.5%. Dari data PDRB 2009, dua sektor dominan yang memberikan
kontribusi terbesar terhadap pembentukan PDRB Kota Bekasi yaitu sektor
industri pengolahan sebesar 43.39% dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran
sebesar 28.37%. Pertumbuhan ekonomi di Kota Bekasi dari berbagai sektor
pada periode 2003 hingga 2009 disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Grafik PDRB berdasarkan Harga Konstan
29
4.5 Penggunaan Lahan
4.5.1 Kawasan Tidak Terbangun/Ruang Hijau Kota
Kawasan atau ruang terbuka hijau adalah ruang dalam wilayah kota dalam
bentuk areas atau jalur dimana dalam pemanfaatannya lebih bersifat terbuka yang
pada dasarnya tanpa bangunan (taman kota, lapangan olahraga, jalur hijau, TPU,
pertanian, situ). Pemanfaatan ruang kawasan tidak terbangun/ruang hijau di Kota
Bekasi ditujukan untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan yang
nyaman, segar, indah, bersih dan sebagai fasilitas pengaman lingkungan
perkotaaan; serta menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan
yang berguna untuk kepentingan masyarakat.
4.5.2 Pusat Pemerintahan Kota Bekasi dan Bangunan Umum
Fungsi utama kawasan pemerintahan adalah sebagai pusat pelayanan
pemerintahan kota dengan skala pelayanan kota/regional. Pengembangan kawasan
pusat pelayanan pemerintahan Kota Bekasi sebaiknya dilakukan dalam satu lokasi
yang saling berdekatan. Adapun lokasi yang potensial untuk dikembangkan
sebagai kawasan pusat pelayanan pemerintahan Kota Bekasi, adalah di Komplek
Kantor Walikota yang ada saat ini di JL. Kartini – Jl. Juanda dan di Komplek
Perkantoran lama di Jl. Ahmad Yani, serta dikawasan lain yang sudah ada
kegiatan pelayanan pemerintahan kota. Keberadaan kompleks perkantoran lama di
Jl. Ahmad Yani perlu dibenahi dan ditata kembali (revitalisasi) untuk
mengoptimalkan ruang yang ada, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pusat
perkantoran dinas-dinas pemerintahan Kota Bekasi.
4.5.3 Perdagangan dan Jasa
Secara umum, kegiatan perdagangan dan jasa yang berkembang di Kota
Bekasi menempati lokasi di sepanjang jalan utama, baik itu jalan arteri maupun
jalan kolektor. Untuk kegiatan perdagangan dan jasa yang berkembang di pusat
kota, umumnya terpusat di sepanjang Jalan Juanda – Jalan Cut Mutia dan di
koridor sepanjang Jalan A. Yani, serta di pusat perdagangan Pondok Gede
dengan skala pelayanan kota/regional.
30
4.5.4 Industri
Alokasi lahan yang diperuntukkan bagi zona industri adalah di sebelah
Utara dan Selatan Kota Bekasi, yang sebagian besar berada di Kecamatan Medan
Satria, Kecamatan Bekasi Utara, Kecamatan Rawalumbu dan di Kecamatan
Bantargebang. Lokasi industri yang berada di zona industri ini umumnya tersebar
merata tidak terpusat di satu lokasi. Dengan demikian umumnya keberadaan
kegiatan industri bercampur dengan kegiatan lainnya, seperti permukiman atau
perdagangan dan jasa, sehingga apabila tidak ditangani dan dikontrol dengan
benar dapat mencemari lingkungan sekitarnya, baik berupa pencemaran suara,
udara (bau), ataupun limbah yang dihasilkan.
4.5.5 Permukiman
Tingginya tingkat investasi untuk pengembangan kegiatan permukiman
skala besar di wilayah Kota Bekasi, terutama di sebelah Utara dan Selatan, akan
merubah fungsi peruntukan dari kegiatan non terbangun menjadi daerah
terbangun. Selain itu, adanya kecenderungan perubahan fungsi kegiatan
permukiman di sepanjang jalan utama menjadi kegiatan bisnis akibat
perkembangan dan permintaan pasar menyebabkan pola pengembangan
permukiman di Kota Bekasi diarahkan pada kawasan-kawasan yang sesuai
peruntukannya dan diminati oleh investor.
Pola pengembangan kawasan permukiman skala besar di Kota Bekasi
sesuai RTRW Kota Bekasi 2000 – 2010 masih dilakukan dengan pola
lingkungan hunian berimbang (1:3:6). Pada kenyataannya pola ini seringkali
tidak berjalan sebagaimana mestinya, karena jenis/tipe permukiman yang
dikembangkan sebagian besar tidak berada dalam satu lokasi kawasan yang sama,
tetapi dilakukan berpencar di beberapa lokasi. Untuk itu di masa mendatang
sebaiknya pola pengembangan permukiman lebih diarahkan pada pola
neighborhood unit. Pengembangan permukiman dengan konsep neighborhood
unit ini diintegrasikan oleh sistem jaringan transportasi yang memadai, sehingga
membentuk satu kesatuan yang saling terintegrasi dan saling mendukung antar
lingkungan permukiman, dan diharapkan para penghuninya dapat saling
31
bersosialisasi dan berinteraksi satu dengan yang lainnya (Bappeda Kota Bekasi,
2009).
4.5.6 Struktur Tata Ruang
Rencana struktur ruang Kota Bekasi disusun untuk mewujudkan
keserasian dan keseimbangan pusat-pusat pelayanan serta mengefektifkan kinerja
sistem pusat-pusat tersebut agar dapat berkembang sesuai dengan peran dan
fungsinya dalam mendukung perkembangan Kota Bekasi dalam konteks yang
lebih luas. Rencana struktur ruang Kota Bekasi meliputi rencana pengembangan
sistem pusat pelayanan dan rencana sistem jaringan prasarana kota.
Sistem pusat pelayanan yang dikembangkan di Kota Bekasi merupakan
sistem hirarki pusat dengan spesialisasi kegiatan tertentu. Konsep ini diterapkan
dengan maksud untuk mempertegas fungsi dan peran masing-masing pusat
kegiatan yang saat ini telah berkembang akibat tuntutan posisi Kota Bekasi dalam
konteks regional.
Dalam perkembangannya seperti halnya sistem perkotaan di Bodetabek,
sistem perkotaan di Kota Bekasi tidak semuanya memiliki hirarki pelayanan yang
sama, tetapi terdapat perbedaan skala pelayanan sehingga sistem pusat pelayanan
Kota Bekasi direncanakan terdiri dari 1 (satu) Pusat Pelayanan Kota, 4 (empat)
Sub Pusat Pelayanan Kota dan 7 (tujuh) Pusat Pelayanan Lingkungan. Penetapan
Pusat Pelayanan Kota, yang berada di sebagian wilayah Kecamatan Medan Satria,
Bekasi Utara, Bekasi Timur, Rawalumbu, Bekasi Selatan, yang meliputi kawasan
Jalan Sudirman – Juanda - Cut Meutia - Achmad Yani dengan fungsi pusat
pelayanan pemerintahan, kesehatan, pendidikan tinggi, pusat perdagangan, pusat
hiburan dan rekreasi. Penetapan sub pusat pelayanan kota, sebagai pusat
pelayanan ekonomi, sosial, dan administrasi yang melayani sub wilayah kota,
terdiri atas:
1. Sub-pusat pelayanan kota Pondokgede berada di sekitar Kelurahan
Jatiwaringin mencakup wilayah pelayanan Kelurahan Jati Cempaka,
Jatibening Baru, Jatibening, Jatiwaringin, Jatimakmur dengan fungsi
pusat pemerintahan, perdagangan skala grosir dan retail berkelompok,
pusat jasa dan pusat pendidikan;
32
2. Sub-pusat pelayanan kota Bekasi Utara berada di sekitar di Kelurahan
Perwira mencakup wilayah pelayanan Kelurahan Kaliabang Tengah,
Harapan Jaya, Perwira, Teluk Pucung, Harapan Baru, Margamulya
dengan fungsi pusat pemerintahan, pusat permukiman, pusat
perdagangan;
3. Sub-pusat pelayanan kota Jatisampurna berada di sekitar Kelurahan
Jatikarya mencakup wilayah pelayanan Kelurahan Jatisampurna,
Jatirangga, Jatiraden, Jatikarya, Jatiranggon, dengan fungsi pelayanan
utama sebagai pusat permukiman skala besar, pusat perdagangan;
4. Sub-pusat pelayanan kota Mustikajaya berada di sekitar Kelurahan
Pedurenan mencakup wilayah pelayanan Kelurahan Mustikajaya,
Mustikasari, Pedurenan, Cimuning. dengan fungsi pusat pemerintahan,
pusat industri dan jasa pergudangan, pusat permukiman skala besar, pusat
prasarana persampahan (TPPAS Bantargebang), dengan penyediaan
pembangunan “buffer zone” yang dapat berupa taman kota, tempat
pemakaman umum, dan lain-lain.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Penggunaan Lahan di Kota Bekasi
Hasil interpretasi penggunaan lahan dari Citra Quickbird adalah
permukiman teratur, permukiman tidak teratur, kebun campuran, TPLB (Tanaman
Pertanian Lahan Basah), TPLK (Tanaman Pertanian Lahan Kering), kawasan
industri, RTH (Ruang Terbuka Hijau), fasilitas pendidikan, lahan kosong, TPU
(Tempat Pemakaman Umum), TPA (Tempat Pembuangan Akhir), badan air, dan
rumput,semak, ilalang. Pada uraian berikut akan dijabarkan berbagai jenis
penggunaan lahan dan penyebarannya di Kota Bekasi.
Permukiman Teratur. Permukiman Teratur adalah sekumpulan bangunan yang
digunakan sebagai tempat tinggal dengan bentuk, ukuran dan jarak rumah satu
dengan yang lain seragam. Dalam penggunaan lahan ini juga termasuk bangunan
perdagangan, jasa, dan perkantoran. Permukiman teratur tersebar di seluruh
kecamatan. Kecamatan Bekasi Utara, Bekasi Selatan, dan Rawalumbu memiliki
luasan sebaran permukiman teratur terbesar.
Gambar 7. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan Permukiman Teratur
Permukiman Tidak Teratur. Permukiman tidak teratur adalah sekumpulan
bangunan yang digunakan untuk tempat tinggal dengan bentuk, ukuran, dan jarak
antar rumah yang tidak seragam, memiliki pola tidak teratur, dan berasosiasi
dengan kebun campuran. Dalam penggunaan lahan ini juga termasuk bangunan
perdagangan, jasa, dan perkantoran. Penyebaran permukiman tidak teratur
dengan luasan terbesar terdapat pada Kecamatan Pondok Gede, Bekasi Barat,
dan Jati Asih.
34
Gambar 8. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan Permukiman Tidak Teratur
Kawasan Industri. Kawasan industri umumnya memiliki luasan yang besar.
Kawasan industri hanya terdapat di beberapa kecamatan, yaitu Kecamatan
Bantar Gebang, Mustika Jaya, Bekasi Barat, Bekasi Utara, Medan Satria, dan
Rawalumbu. Kota Bekasi bagian Utara dan Selatan memiliki luasan sebaran
kawasan industri terbesar.
Gambar 9. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan Kawasan Industri
Ruang Terbuka Hijau. Penggunaan lahan ini dikhususkan untuk jalur hijau
jalan, pulau jalan dan sempadan sungai. Seluruh Kecamatan di Kota Bekasi
memiliki RTH. Kecamatan Rawalumbu dan Bekasi Selatan adalah kecamatan
yang memiliki sebaran RTH terluas.
35
Gambar 10. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan Ruang Terbuka Hijau
Tanaman Pertanian Lahan Basah. TPLB adalah lahan pertanian yang ditanami
padi sebagai tanaman utamanya. Penggunaan lahan TPLB merupakan gabungan
dari berbagai fase berdasarkan faktor usia tanaman. Persebaran luas TPLB di
Kota Bekasi terbesar terdapat pada bagian Selatan Kota Bekasi, yaitu Kecamatan
Bantar Gebang dan Kecamatan Mustika Jaya.
Gambar 11. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan TPLB.
Tanaman Pertanian Lahan Kering. Tanaman Pertanian Lahan Kering biasanya
terdiri dari ladang dan tegalan, yang ditanami dengan tanaman semusim.
Persebaran TPLK merata hampir di seluruh kecamatan, kecuali pada Kecamatan
Pondok Gede. Luasan TPLK terbesar yaitu pada Kecamatan Mustika Jaya.
36
Gambar 12. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan TPLK.
Kebun Campuran. Kebun campuran adalah tanah pertanian yang ditanami
tanaman tahunan seperti melinjo, nangka, kelapa, pisang, dan lain-lain. Biasanya,
kebun campuran berada di sekitar permukiman tidak teratur. Penggunaan lahan
kebun campuran menyebar merata di seluruh kecamatan di Kota Bekasi.
Kecamatan Mustika Jaya dan Kecamatan Jati Asih memiliki sebaran luas kebun
campuran terbesar.
Gambar 13. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan Kebun Campuran
Lahan Kosong. Lahan kosong adalah lahan terbuka yang diatasnya tidak
terdapat bangunan. Biasanya lahan kosong dulunya adalah lahan sawah yang
akan dijadikan perumahan teratur oleh pihak-pihak swasta. Kecamatan Mustika
Jaya dan Bekasi Utara adalah kecamatan yang memiliki luasan lahan kosong
terbesar.
37
Gambar 14. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan Kosong
Fasilitas Pendidikan. Fasilitas pendidikan merupakan bangunan yang digunakan
untuk sarana pendidikan. Setiap kecamatan memiliki fasilitas pendidikan.
Kecamatan Bekasi Timur dan Rawalumbu memiliki luasan terbesar untuk
fasilitas pendidikan.
Gambar 15. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan Fasilitas Pendidikan
Tempat Pembuangan Akhir. Tempat pembuangan akhir biasanya jauh dari
pusat kota. TPA hanya terdapat pada Kecamatan Bantar Gebang. Hal ini terkait
dengan alokasi untuk TPA yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Gambar 16. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan TPA
38
Badan Air. Persebaran badan air tidak merata di seluruh kecamatan. Kecamatan-
kecamatan yang tidak memiliki badan air yaitu Kecamatan Pondok Gede, Bekasi
Barat, Medan Satria, dan Kecamatan Pondok Melati.
Gambar 17. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan Badan Air
Tempat Pemakaman Umum. TPU biasanya terletak jauh dan agak terpisah dari
permukiman penduduk. Persebaran TPU hampir merata di seluruh kecamatan
kecuali di Kecamatan Medan Satria.
Gambar 18. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan TPU
Rumput, Semak, Ilalang. Persebaran penggunaan lahan rumput/semak/ilalang
terbesar yaitu terdapat pada Kecamatan Jati Sampurna.
Gambar 19. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang
Penggunaan Lahan Rumput/Semak/Ilalang
39
5.2 Perubahan dan Pola Penggunaan Lahan di Kota Bekasi
5.2.1 Perubahan Penggunaan Lahan Kota Bekasi
Penggunaan lahan di Kota Bekasi cenderung mengalami perubahan luas
setiap tahunnya. Luas tiap penggunaan lahan di Kota Bekasi pada tahun 2003 dan
tahun 2010 disajikan pada Tabel 9. Penggunaan lahan yang mengalami
peningkatan luas terbesar adalah kelompok penggunaan lahan terbangun, seperti
permukiman tidak teratur, permukiman teratur, fasilitas pendidikan, dan kawasan
industri. Sementara itu penggunaan lahan yang mengalami penurunan luas
mengarah ke penggunaan lahan non terbangun, seperti badan air, kebun
campuran, lahan kosong, TPLB (Tanaman Pertanian Lahan Basah), dan TPLK
(Tanaman Pertanian Lahan Kering). Selain itu terdapat juga penggunaan lahan
yang tidak mengalami perubahan yaitu TPU (Tempat Pemakaman Umum). Peta
perubahan penggunaan lahan Kota Bekasi disajikan pada Gambar 20.
Gambar 20. Peta Perubahan Penggunaan Lahan Kota Bekasi Tahun 2003-2010
40
Tabel 9. Luas Penggunaan Lahan Tahun 2003, 2010, dan Perubahannya
Jenis Penggunaan Lahan Tahun 2003
( ha )
Tahun 2010
( ha )
Perubahan
( ha )
Perubahan
( % )
Badan Air 21.23 20.43 -0.80 -4%
Fasilitas Pendidikan 79.88 80.62 0.74 1%
Kawasan Industri 602.74 629.20 26.45 4%
Kebun Campuran 3820.74 3071.84 -748.90 -20%
Lahan Kosong 2255.58 1897.72 -357.86 -16%
Permukiman Tidak Teratur 5511.09 6585.28 1074.19 19%
Permukiman Teratur 3994.00 4766.73 772.73 19%
Ruang Terbuka Hijau 725.47 799.80 74.33 10%
Rumput,semak,ilalang 1351.57 1124.31 -227.27 -17%
Tempat Pembuangan Akhir 159.31 160.76 1.45 1%
Tanaman Pertanian Lahan Basah 2413.36 1815.76 -597.60 -25%
Tanaman Pertanian Lahan Kering 360.56 279.70 -80.87 -22%
Tempat Pemakaman Umum 62.84 62.84 0.000 0%
Penggunaan lahan di Kota Bekasi pada tahun 2003 didominasi oleh
permukiman baik permukiman teratur sebesar 18,5 % (3994,00 ha) maupun
permukiman tidak teratur sebesar 25,51 % (5511,09 ha). Proporsi penggunaan
lahan oleh permukiman yang paling besar terdapat di Kecamatan Pondok Gede
untuk permukiman tidak teratur sebesar 715, 85 ha dan Kecamatan Bekasi Utara
untuk permukiman teratur sebesar 551,28 ha. Hal ini dikarenakan kedua
kecamatan tersebut memiliki jumlah penduduk tertinggi di Kota Bekasi pada
tahun 2003, yaitu sebanyak 232.110 jiwa di Kecamatan Pondok Gede dan 236.303
jiwa di Kecamatan Bekasi Utara.
Penggunaan lahan pada tahun 2010 yang mengalami penurunan luas
terbesar adalah kebun campuran. Penggunaan lahan ini mengalami penurunan
menjadi 14,22 % (3071,84 ha), diikuti dengan lahan kosong menjadi 8,78 %
(1897,72 ha) dan TPLB mengalami penurunan menjadi 8,40 % (1815,76 ha).
Penurunan luas kebun campuran terbesar terjadi di Kecamatan Pondok Gede,
yang sejalan dengan peningkatan luas untuk penggunaan lahan pemukiman tidak
teratur.
41
Gambar 21. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2003-2010
Pada Gambar 21 dapat dilihat peningkatan permukiman tidak teratur
sebesar 19% (1.074,19 ha), permukiman teratur sebesar 19% (727,73 ha),
Kawasan Industri 4% (26.45 ha), fasilitas pendidikan dan TPA 1% (0,74 ha) dan
(1,45 ha ), RTH sebesar 10% (74,33 ha). Hal ini diikuti dengan penurunan kebun
campuran sebesar 20% (748,90 ha), lahan kosong 16% (357,86 ha), penggunaan
lahan rumput, semak, ilalang sebesar 17% (227,27 ha), TPLB dan TPLK sebesar
25% dan 22% (597,60 ha dan 80,87 ha). Kecamatan Bekasi Utara adalah
kecamatan yang memiliki proporsi ruang terbangun (permukiman tidak teratur,
permukiman teratur, kawasan industri, fasilitas pendidikan) terbesar yaitu sebesar
1.138,93 ha dan meningkat pada tahun 2010 menjadi 1.339 ha.
Penggunaan lahan Kota Bekasi secara spasial disajikan pada Peta
Penggunaan Lahan Kota Bekasi Tahun 2003 (Gambar 22) dan Peta Penggunaan
Lahan Kota Bekasi Tahun 2010 (Gambar 23).
42
Gambar 22. Peta Penggunaan Lahan Tahun 2003
Gambar 23. Peta Penggunaan Lahan Tahun 2010
43
Gambar 22 dan Gambar 23 menunjukkan penggunaan lahan Kota Bekasi
bagian Barat yang berbatasan dengan wilayah DKI Jakarta dan Kota Bekasi
bagian Timur yang dekat dengan pusat Kota Bekasi didominasi oleh ruang
terbangun. Pola ini terbentuk karena dipengaruhi oleh aksesibilitas, yaitu jarak
terhadap pusat kegiatan dan jaringan jalan yang memadai. Sementara itu bagian
Selatan Kota Bekasi yang berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan bagian Utara
yang berbatasan dengan Kabupaten Bekasi pada tahun 2003 masih didominasi
oleh penggunaan lahan non terbangun.
Pada tahun 2010 penurunan luas penggunaan lahan terbesar terjadi di
bagian Selatan Kota Bekasi yaitu Kecamatan Jati Asih dan Kecamatan Mustika
Jaya. Terbentuknya jalan tol baru di sepanjang Kecamatan Jati Asih menyebabkan
banyak penggunaan lahan yang terkonversi, salah satu yang terbesar adalah kebun
campuran. Pada Kecamatan Mustika Jaya, penurunan luas terbesar TPLB
dikarenakan dikonversi menjadi perumahan teratur. Di dalam konteks
pengembangan sumberdaya, konversi lahan pertanian ke non pertanian adalah
suatu proses yang bersifat irreversible atau tidak dapat balik. Hal ini berimplikasi
bahwa konversi lahan pertanian akan dibarengi dengan perubahan-perubahan
orientasi ekonomi, sosial, budaya, dan politik masyarakat yang juga umumnya
bersifat irreversible (Winoto et al., 1996)
5.2.2 Pola Perubahan Penggunaan Lahan 2003-2010
Dalam mengamati pola perubahan penggunaan lahan, hal yang perlu
dicermati adalah arah perubahan menjadi penggunaan lahan apa dan penggunaan
lahan sebelumnya. Perubahan penggunaan lahan pada Kota Bekasi tahun 2003-
2010 disajikan pada Tabel 10. Perubahan penggunaan lahan terbesar yaitu terjadi
pada penggunaan lahan kebun campuran menjadi permukiman tidak teratur, lahan
kosong menjadi permukiman teratur, dan TPLB menjadi lahan kosong dengan
luas perubahan berturut-turut sebesar 649,88 ha, 493,09 ha, dan 365,09 ha.
Berikut ini akan diuraikan jenis perubahan penggunaan lahan dari tahun 2003-
2010 secara rinci per kecamatan di Kota Bekasi.
44
Tabel 10. Matriks Transisi Penggunaan Lahan Kota Bekasi Tahun 2003-2010
Penggunaan Lahan 2003
Penggunaan Lahan 2010 ( Ha )
Ba
da
n A
ir
Fa
sili
tas
Pen
did
ika
n
Ja
lan
Arte
ri
Ja
lan
TO
L
Ka
wa
san
Ind
ust
ri
Keb
un
Ca
mp
ura
n
La
ha
n K
oso
ng
Per
mu
kim
an
Tid
ak
Ter
atu
r
Per
mu
kim
an
Ter
atu
r
RT
H
Ru
mp
ut,
Sem
ak
,Ila
lan
g
TP
A
TP
LB
TP
LK
TP
U
Badan Air 20.43 0.80
Fasilitas Pendidikan 79.88
Jalan Arteri 46.59
Jalan TOL 80.48
Kawasan Industri 598.10
Kebun Campuran 0.56 4.91 0.14 3059.40 61.05 677.97 31.87 0.58 1.45
Lahan Kosong 0.74 10.19 15.22 19.83 1427.27 195.47 493.09 81.11
Permukiman Tidak Teratur 1.03 2.42 0.58 5485.57 1.29
Permukiman Teratur 3994.00
RTH 12.66 715.12
Rumput,semak,ilalang 0.69 13.10 4.86 156.02 65.06 1126.23
TPA 159.31
TPLB 1.78 0.24 1.76 357.68 67.32 158.37 1.16 1819.91
TPLK 1.10 3.94 24.48 24.14 24.34 2.86 279.70
TPU 62.84
44
45
5.2.2.1 Perubahan Penggunaan Lahan Permukiman Tidak Teratur
Dalam selang waktu 7 tahun telah terjadi perubahan penggunaan lahan
permukiman tidak teratur menjadi jalan arteri, jalan tol, dan RTH. Perubahan ini
terjadi di sebagian kecamatan di Kota Bekasi, antara lain Kecamatan Bekasi
Barat, Bekasi Selatan, Jati Asih, dan Kecamatan Pondok Melati. Luas perubahan
permukiman tidak teratur menjadi penggunaan lahan lain dapat dilihat pada Tabel
11.
Tabel 11. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Permukiman Tidak Teratur menjadi
Penggunaan Lahan Lain (ha) Tahun 2003-2010
Kecamatan
Luas (ha) Perubahan Permukiman Tidak Teratur
Menjadi Luas
Perubahan
Per
Kecamatan Jalan Arteri Jalan tol RTH
Bantar Gebang 0.00
Bekasi Barat 1.03 0.15 1.18
Bekasi Selatan 2.02 1.14 3.16
Bekasi Timur 0.00
Bekasi Utara 0.00
Jati Asih 0.36 0.36
Jati Sampurna 0.00
Medan Satria 0.00
Mustika Jaya 0.00
Pondok Gede 0.00
Pondok Melati 0.04 0.04
Rawalumbu 0.00
Jumlah 1.02 2.42 1.29 4.74
Perubahan terbesar terjadi pada permukiman tidak teratur menjadi jalan
tol sebesar 2,42 ha. Permukiman tidak teratur merupakan salah satu penggunaan
lahan yang sulit untuk dirubah menjadi penggunaan lahan lain. Tetapi, perubahan
ini dapat terjadi karena kebijakan dari pemerintah Kota Bekasi untuk
meminimalisasi kemacetan di Kota Bekasi dengan membuat jalan tol baru yang
mulai beroperasi pada tahun 2007. Kecamatan Bekasi Selatan mengalami
perubahan permukiman tidak teratur sebesar 3,16 ha. Permukiman tidak teratur di
wilayah tersebut mengalami penggusuran untuk pembuatan jalan tol dan RTH.
46
5.2.2.2 Perubahan Penggunaan Lahan Kebun Campuran
Perubahan penggunaan lahan kebun campuran menjadi penggunaan
lahan lain per kecamatan disajikan pada Tabel 12. Pada tahun 2003-2010
penggunaan lahan kebun campuran telah banyak mengalami konversi lahan
menjadi jalan arteri, jalan tol, lahan kosong, permukiman tidak teratur,
permukiman teratur, RTH, dan TPA.
Tabel 12. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Kebun Campuran menjadi
Penggunaan Lahan Lain (ha) Tahun 2003-2010
Kecamatan
Luas (ha) Perubahan Kebun Campuran Menjadi Luas
Perubahan
Per
Kecamatan
Jalan
Arteri
Jalan
TOL
Lahan
Kosong
Permukiman
Tidak
Teratur
Permukiman
Teratur RTH TPA
Bantar Gebang 5.86 35.79 1.35 1.45 44.46
Bekasi Barat 0.56 2.10 80.41 0.18 0.05 83.30
Bekasi Selatan 2.80 6.23 36.57 0.16 0.48 46.25
Bekasi Timur 2.35 13.18 0.65 16.18
Bekasi Utara 1.55 12.28 0.06 13.89
Jati Asih 2.07 14.30 131.66 10.69 158.72
Jati Sampurna 12.39 67.76 4.73 84.88
Medan Satria 9.17 9.17
Mustika Jaya 5.04 47.85 4.91 57.79
Pondok Gede 2.70 103.66 6.34 112.71
Pondok Melati 0.03 1.67 75.48 0.25 0.05 77.48
Rawalumbu 5.47 36.06 2.55 44.08
Jumlah 0.56 4.91 59.66 649.88 31.87 0.58 1.45 748.90
Tabel 12 menunjukkan perubahan terbesar terjadi pada penggunaan
lahan kebun campuran menjadi permukiman tidak teratur sebesar 649,88 ha.
Sementara itu, perubahan terkecil yaitu menjadi jalan arteri terjadi di Kecamatan
Bekasi Barat sebesar 0,56 ha. Kecamatan Jati Asih adalah kecamatan yang
mengalami perubahan luas kebun campuran menjadi permukiman tidak teratur
terbesar yaitu 131,66 ha. Perubahan kebun campuran menjadi penggunaan lahan
lainnya terjadi di seluruh kecamatan di Kota Bekasi. Luas kebun campuran
terbesar yang mengalami konversi lahan terdapat pada Kecamatan Jati Asih
sebesar 158,72 ha.
47
5.2.2.3 Perubahan Penggunaan Lahan Tanaman Pertanian Lahan Basah
Tanaman Pertanian Lahan Basah (TPLB) adalah penggunaan lahan yang
memiliki nilai land rent yang lebih rendah dibandingkan dengan lahan terbangun.
Hal ini yang memacu konversi lahan terbesar terjadi pada TPLB. Perubahan
penggunaan TPLB menjadi penggunaan lain di setiap kecamatan disajikan pada
Tabel 13.
Tabel 13. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Tanaman Pertanian Lahan Basah
Menjadi Penggunaan Lahan Lain (ha) Tahun 2003-2010
Kecamatan
Luas (ha) Perubahan Penggunaan Lahan TPLB Menjadi
Luas
Perubahan
Per
Kecamatan Ja
lan
Arte
ri
Ja
lan
TO
L
Ka
wa
san
Ind
ust
ri
La
ha
n
Ko
son
g
Per
mu
kim
an
Tid
ak
Ter
atu
r
Per
mu
kim
an
Ter
atu
r
RT
H
Bantar Gebang 9.91 3.03 3.17 16.11
Bekasi Barat 0.37 1.84 9.37 11.58
Bekasi Selatan 17.85 5.43 1.57 24.86
Bekasi Timur 4.84 2.53 2.00 9.38
Bekasi Utara 52.92 30.70 20.45 0.55 104.61
Jati Asih 6.74 0.63 2.64 10.01
Jati Sampurna 24.14 1.16 26.95 52.25
Medan Satria 1.41 1.76 112.35 10.63 10.29 0.61 137.05
Mustika Jaya 108.90 4.16 65.99 179.05
Pondok Gede 1.22 3.14 4.36
Pondok Melati 0.24 13.54 1.71 10.34 25.82
Rawalumbu 12.06 6.11 2.47 20.63
Jumlah 1.78 0.24 1.76 365.09 67.32 158.37 1.16 595.72
Tabel 13 menunjukkan konversi TPLB terbesar yaitu menjadi lahan
kosong sebesar 365,09 ha. Lahan kosong ini nantinya akan dibangun menjadi
permukiman teratur. Hal ini dapat dilihat dari lingkungan sekitar yang sudah
menjadi permukiman teratur. Perubahan TPLB menjadi penggunaan lahan lainnya
terjadi di seluruh kecamatan dengan konversi TPLB terbesar terjadi pada
Kecamatan Mustika Jaya sebesar 179,05 ha konversi TPLB terkecil terjadi di
Kecamatan Pondok Gede yaitu seluas 4,36 ha. Kecamatan Mustika Jaya adalah
kecamatan yang memiliki luas TPLB terbesar, sehingga berpeluang besar untuk
mengalami konversi lahan. Sementara itu, untuk Kecamatan Pondok Gede
48
berbanding terbalik dengan Kecamatan Mustika Jaya. Kecamatan ini memiliki
luas TPLB yang relatif kecil, sehingga konversi terhadap TPLB juga rendah.
Konversi lahan pertanian merupakan salah satu konsekuensi dari perluasan
kota yang membutuhkan lahan untuk pertumbuhan kota. Hal ini mengakibatkan
terjadi peningkatan permintaan terhadap lahan untuk aktivitas ekonomi,
permukiman dan infrastruktur yang menyebabkan terjadinya peningkatan konversi
lahan pertanian.
5.2.2.4 Perubahan Penggunaan Lahan Tanaman Pertanian Lahan Kering
(TPLK)
Pada tahun 2003-2010 telah banyak terjadi perubahan penggunaan lahan
TPLK menjadi penggunaan lahan lain, yaitu jalan arteri, jalan tol, lahan kosong,
permukiman tidak teratur, permukiman teratur, dan RTH. Luas perubahan yang
terjadi selama 7 tahun disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Tanaman Pertanian Lahan Kering
Menjadi Penggunaan Lahan Lain (ha) Tahun 2003-2010
Kecamatan
Luas (ha) Perubahan Penggunaan Lahan TPLK Menjadi
Luas
Perubahan
Per
Kecamatan Ja
lan
Arte
ri
Ja
lan
to
l
La
ha
n
Ko
son
g
Per
mu
kim
an
Tid
ak
Ter
atu
r
Per
mu
kim
an
Ter
atu
r
RT
H
Bantar Gebang 0.00
Bekasi Barat 0.00
Bekasi Selatan 5.51 5.51
Bekasi Timur 2.45 2.49 4.93
Bekasi Utara 4.55 10.08 8.38 23.00
Jati Asih 3.94 4.28 0.01 1.94 10.18
Jati Sampurna 1.77 0.67 2.44
Medan Satria 1.10 12.84 0.42 3.10 0.92 18.38
Mustika Jaya 0.81 1.59 2.39
Pondok Gede 0.77 0.39 7.85 9.02
Pondok Melati 1.11 1.55 2.65
Rawalumbu 2.06 0.30 2.35
Jumlah 1.10 3.94 24.48 24.14 24.34 2.86 80.87
Tabel 14 menunjukkan luas perubahan penggunaan lahan TPLK
terbesar yaitu menjadi permukiman teratur sebesar 24,34 ha, yang diikuti dengan
permukiman tidak teratur sebesar 24,14 ha. Perubahan penggunaan lahan TPLK
49
cenderung mengarah ke lahan terbangun yang umumnya digunakan sebagai
tempat tinggal. Hal ini dikarenakan terjadinya peningkatan jumlah penduduk,
sehingga permintaan lahan untuk permukiman juga semakin meningkat.
Perubahan TPLK menjadi penggunaan lahan lain terjadi hampir di seluruh
kecamatan kecuali Kecamatan Bantar Gebang dan Bekasi Barat, dikarenakan
kecamatan ini tidak memiliki TPLK. Konversi TPLK terbesar terdapat di
Kecamatan Bekasi Utara yaitu dengan luas konversi terbesar menjadi permukiman
tidak teratur sebesar 10,08 ha.
5.2.2.5 Perubahan Penggunaan Lahan Kosong
Selama waktu 7 tahun, penggunaan lahan kosong mengalami perubahan
menjadi penggunaan lahan lain, yaitu fasilitas pendidikan, jalan arteri, jalan tol,
kawasan industri, permukiman tidak teratur, permukiman teratur, dan RTH. Luas
perubahan lahan kosong menjadi penggunaan lahan lain disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Kosong menjadi Penggunaan Lahan
Lain (ha) Tahun 2003-2010
Kecamatan
Luas (ha) Perubahan Lahan Kosong Menjadi
Luas
Perubahan
Per
Kecamatan
Fa
sili
tas
Pen
did
ika
n
Ja
lan
Arte
ri
Ja
lan
to
l
Ka
wa
san
Ind
ust
ri
Per
mu
kim
an
Tid
ak
Ter
atu
r
Per
mu
kim
an
Ter
atu
r
RT
H
Bantar Gebang 3.80 13.36 9.38 26.55
Bekasi Barat 2.63 2.58 15.56 22.27 8.82 51.86
Bekasi Selatan 7.07 16.47 31.89 8.10 63.53
Bekasi Timur 8.05 12.68 1.15 21.88
Bekasi Utara 1.65 15.85 64.54 82.04
Jati Asih 2.20 17.20 38.43 2.87 60.71
Jati Sampurna 21.07 82.40 9.96 113.43
Medan Satria 7.56 13.86 14.50 40.55 23.81 100.30
Mustika Jaya 0.74 7.84 85.85 3.78 98.22
Pondok Gede 0.28 27.19 23.57 0.96 52.00
Pondok Melati 3.08 8.77 33.56 0.33 45.74
Rawalumbu 0.51 29.60 47.97 21.32 99.40
Jumlah 0.74 10.19 15.22 19.83 195.47 493.09 81.11 815.66
Tabel 15 menunjukkan perubahan lahan kosong terbesar yaitu menjadi
permukiman teratur seluas 493,09 ha dan diikuti dengan perubahan menjadi
50
permukiman tidak teratur seluas 195,47 ha. Perubahan lahan kosong menjadi
penggunaan lahan lain terjadi di seluruh kecamatan. Kecamatan yang mengalami
perubahan lahan kosong terbesar adalah Kecamatan Jati Sampurna sebesar 113,43
ha dengan perubahan yang mendominasi yaitu perubahan menjadi permukiman
teratur sebesar 82,40 ha. Perubahan lahan kosong menjadi permukiman teratur
terjadi akibat peningkatan jumlah penduduk yang meningkatkan permintaan lahan
untuk dijadikan sebagai tempat hunian. Kecamatan yang mengalami perubahan
luas lahan kosong terkecil adalah Kecamatan Bekasi Timur sebesar 21,88 ha.
Kecamatan Bekasi Timur memiliki luas lahan terbangun yang tinggi sehingga
sangat jarang ditemui lahan kosong yang dapat dikonversi menjadi penggunaan
lahan lain.
5.2.2.6 Perubahan Penggunaan Lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Selama selang waktu 7 tahun dari tahun 2003-2010, penggunaan lahan
RTH mengalami perubahan menjadi lahan kosong. Luas perubahan penggunaan
lahan RTH disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Ruang Terbuka Hijau Tahun 2003-
2010
Kecamatan Luas (ha) Perubahan RTH menjadi Lahan Kosong
Bantar Gebang 0.70
Bekasi Barat 0.86
Bekasi Selatan 2.20
Bekasi Timur 4.55
Bekasi Utara 0.19
Jati Asih 0.41
Jati Sampurna
Medan Satria 0.14
Mustika Jaya
Pondok Gede 0.63
Pondok Melati 0.03
Rawalumbu 2.96
Jumlah 12.66
Tabel 16 menunjukkan total luas perubahan RTH menjadi lahan kosong
sebesar 12,66 ha. Perubahan ini terjadi hampir di semua kecamatan, kecuali
kecamatan Jati Sampurna dan Mustika Jaya. Perubahan terbesar terjadi pada
51
Kecamatan Bekasi Timur sebesar 4,55 ha. Umumnya perubahan RTH menjadi
lahan kosong terjadi pada jalur hijau.
5.3 Penyimpangan Pemanfaatan Ruang di Kota Bekasi
Analisis inkonsistensi pemanfaatan ruang terhadap RTRW dilakukan
untuk mengetahui apakah pemanfaatan ruang yang telah dilakukan sudah sesuai
dengan RTRW yang telah disusun sebagai dasar atau pedoman pelaksanaan
pemanfaatan ruang. Analisis inkonsistensi dilakukan dengan mengoverlaykan peta
RTRW Kota Bekasi (Gambar 24) dengan peta penggunaan lahan tahun 2003 dan
2010. Hasil overlay tersebut menghasilkan peta inkonsistensi pemanfaatan ruang
Kota Bekasi Tahun 2003 (Gambar 25) dan Tahun 2010 (Gambar 26). Bentuk
realisasi dari Rencana Tata Ruang Wilayah adalah pemanfaatan ruang yang terjadi
di suatu wilayah.
Gambar 24 . Peta RTRW Kota Bekasi Periode 2000-2010
Gambar 24 menunjukkan sebaran spasial alokasi RTRW 2000-2010 Kota
Bekasi. Alokasi RTRW lebih mengarah pada penggunaan lahan terbangun, antara
lain alokasi untuk pemerintahan dan bangunan umum, pendidikan, perdagangan
dan jasa, perumahan kepadatan rendah, perumahan kepadatan sedang, perumahan
52
kepadatan rendah. Alokasi untuk lahan terbangun menyebar di seluruh kecamatan.
Alokasi untuk industri terletak di bagian Utara yaitu di Kecamatan Medan Satria.
Sementara itu alokasi untuk pertanian terletak di Kecamatan Bantar Gebang. Luas
alokasi rencana tata ruang Kota Bekasi tahun 2000-2010 disajikan pada Tabel 17
dan proporsi total inkonsistensi Kota Bekasi Tahun 2003 dan 2010 disajikan pada
Tabel 18.
Alokasi RTRW Kota Bekasi terbesar adalah alokasi untuk kawasan
permukiman, yaitu perumahan kepadatan rendah sebesar 710,24 ha, perumahan
kepadatan sedang sebesar 9.195,72 ha, dan perumahan kepadatan tinggi sebesar
7.162,46 ha. Dampak dari proses suburbanisasi pada Kota Bekasi, mengharuskan
pemerintah Kota Bekasi membuat alokasi khusus untuk kawasan permukiman.
Tabel 17. Alokasi Rencana Tata Ruang Kota Bekasi Tahun 2000-2010
Alokasi RTRW Luas (ha)
Industri 1.369,73
Pemerintahan dan Bangunan Umum 81,93
Pendidikan 18,47
Perdagangan dan Jasa 1.744,16
Pertanian 775,55
Perumahan Kepadatan Rendah 710,24
Perumahan Kepadatan Sedang 9.195,72
Perumahan Kepadatan Tinggi 7.162,46
Rekreasi / Olah Raga 26,82
Sempadan Sungai 289,.32
Situ 5,39
Stasiun Kereta 3,97
T P A Sampah 13,38
T P U 13,80
Taman / Hutan Kota 193,97
Hasil analisis inkonsistensi pemanfaatan ruang tahun 2003 terhadap
RTRW periode 2000-2010, menunjukkan proporsi persentase jenis inkonsistensi
terbesar terhadap luas peruntukan terjadi pada jenis peruntukan taman/hutan kota
menjadi ruang terbangun, lahan kosong, dan lahan pertanian, yaitu sebesar
40,88% (79,31 ha) dari luas peruntukan sebesar 193,97 ha. Kemudian diikuti
dengan jenis peruntukan rekreasi/olahraga menjadi ruang terbangun sebesar
53
23,27% (6,24 ha) dari luas peruntukan sebesar 26,82 ha, jenis peruntukan
pertanian menjadi ruang terbangun sebesar 22,29% (172,88 ha) dari luas
peruntukan sebesar 775,55 ha. Luas inkonsistensi paling besar terdapat pada
Kecamatan Bantar Gebang yaitu sebesar 197,29 ha atau 4,31% dari luas wilayah
Kecamatan Bantar Gebang.
Tabel 18. Luas dan Proporsi Total Inkonsistensi Kota Bekasi Tahun 2003 dan
2010
Jenis Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang
Kota Bekasi Tahun 2003 Tahun 2010
Peruntukan RTRW Kondisi Eksisting ha % ha %
Pertanian Ruang Terbangun 172.28 0.797 227.03 1.051
Sempadan Sungai Ruang Terbangun 43.53 0.200 58.82 0.272
Taman/Hutan Kota Ruang Terbangun 53.11 0.246 59.90 0.277
Taman / Hutan Kota Lahan Kosong 17.73 0.082 8.68 0.040
Taman / Hutan Kota Pertanian 8.46 0.039 16.74 0.077
Rekreasi/Olahraga Ruang Terbangun 6.24 0.029 6.24 0.029
Jumlah 301.35 1.393 377,41 1.746
Pada tahun 2010, proporsi persentase jenis inkonsistensi terbesar terhadap
luas peruntukkan terjadi pada jenis peruntukan taman/hutan kota menjadi ruang
terbangun, lahan kosong, dan lahan pertanian, yaitu meningkat menjadi 43,98%
(85,32 ha) dari luas peruntukan sebesar 193,97 ha, diikuti dengan jenis peruntukan
pertanian menjadi ruang terbangun meningkat menjadi 29,27% (227,03 ha) dari
luas peruntukkan sebesar 775,55 ha. Jenis peruntukan rekreasi/olahraga menjadi
ruang terbangun tidak mengalami perubahan yaitu tetap sebesar 23,27% (6,24 ha)
dari luas peruntukan sebesar 26,82 ha. Total luas inkonsistensi paling besar
terdapat pada Kecamatan Mustika Jaya yang merupakan pemekaran dari
Kecamatan Bantar Gebang yaitu sebesar 145, 92 ha atau 5,66% dari total luas
wilayah Kecamatan Mustika Jaya 2577,12 ha.
Besarnya inkonsistensi pemanfaatan ruang pada Kecamatan Bantar
Gebang pada tahun 2003 dan Kecamatan Mustika Jaya pada tahun 2010 yang
merupakan pemekaran dari Kecamatan Bantar Gebang, dikarenakan luas
penggunaan lahan di Kecamatan ini masih didominasi oleh penggunaan lahan non
terbangun atau penggunaan lahan yang memiliki nilai land rent yang rendah. Hal
ini memacu masyarakat untuk melakukan konversi lahan menjadi penggunaan
54
lahan yang memiliki nilai land rent lebih tinggi. Jarak kecamatan yang jauh dari
pusat kota juga menyebabkan rendahnya pengawasan aparat terhadap segala
bentuk penyimpangan pemanfaatan ruang ( Listiawan, 2010).
Gambar 25. Peta Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kota Bekasi Tahun 2003
55
Gambar 26. Peta Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kota Bekasi Tahun 2010
56
5.4 Tingkat Perkembangan Wilayah di Kota Bekasi
Perkembangan suatu wilayah yang sejalan dengan meningkatnya jumlah
perumbuhan penduduk menuntut adanya peningkatan kualitas dan kuantitas dalam
kebutuhan hidup diantaranya sarana dan prasarana. Tingkat perkembangan
wilayah Kota Bekasi dapat dianalisis dengan menggunakan analisis skalogram
yang menggunakan jumlah fasilitas dan jumlah jenis fasilitas yang ada di 10
kecamatan dengan 52 desa pada tahun 2003 dan dimekarkan menjadi 12
kecamatan dengan 56 desa pada tahun 2006. Sarana prasarana yang digunakan
sebagai variabel dalam analisis antara lain fasilitas pendidikan, fasilitas ekonomi,
fasilitas kesehatan, dan fasilitas sosial.
Analisis skalogram mengelompokkan setiap desa ke dalam hirarki wilayah
dengan kriteria tertentu. Hirarki wilayah dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu
Hirarki I, Hirarki II, dan Hirarki III. Hirarki I merupakan wilayah dengan tingkat
perkembangan tinggi, hirarki II wilayah dengan tingkat perkembangan sedang,
hirarki III wilayah dengan tingkat perkembangan rendah. Pengelompokkan
wilayah berdasarkan hirarki pada tahun 2003 dan 2006 disajikan pada Gambar 27
dan Gambar 28.
Gambar 27. Peta Hirarki Wilayah Kota Bekasi Tahun 2003
57
Gambar 28. Peta Hirarki Wilayah Kota Bekasi Tahun 2006
Secara spasial terlihat bahwa hirarki-hirarki tersebut tersebar tidak merata
atau mengelompok di wilayah-wilayah tertentu. Kecamatan-kecamatan di bagian
Utara, Barat, dan Timur Kota Bekasi cenderung memiliki hirarki lebih tinggi
dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan di bagian selatan. Hal ini karena
wilayah-wilayah yang berhirarki lebih tinggi tersebut berbatasan dengan wilayah
DKI Jakarta sehingga perkembangannya lebih pesat dibandingkan dengan wilayah
bagian selatan yang berbatasan dengan wilayah kabupaten. Menurut Rustiadi et
al., (2009) aspek spasial merupakan fenomena alami, sehingga jika perkembangan
suatu wilayah dipengaruhi oleh wilayah sebelahnya atau lebih dekat adalah hal
yang wajar. Hal ini dikarenakan telah terjadinya interaksi sosial ekonomi dari dua
wilayah tersebut.
Berdasarkan hasil analisis skalogram pada tahun 2003, jumlah kelurahan
yang berhirarki I adalah 7, kelurahan yang berhirarki II berjumlah 20, dan
kelurahan yang berhirarki III berjumlah 25 kelurahan. Hasil analisis skalogram
pada tahun 2006 menunjukkan jumlah kelurahan yang berhirarki I adalah 7,
kelurahan yang berhirarki II berjumlah 26, dan kelurahan berhirarki III berjumlah
23 kelurahan. Penyebaran hirarki di Kota Bekasi tidak merata, seperti tidak semua
kecamatan memiliki hirarki I, dimana tempat terjadinya pusat-pusat aktivitas.
58
Tabel 19 menyajikan persentase jumlah kelurahan berdasarkan hirarki di setiap
kecamatan pada Kota Bekasi. Dari Tabel 19 tersebut dapat dilihat bahwa terjadi
penurunan dan penambahan tingkatan hirarki. Pada tahun 2003 jumlah kelurahan
yang paling banyak adalah kelurahan yang memiliki tingkatan hirarki III sebesar
48%, sedangkan pada tahun 2006 jumlah kelurahan yang paling banyak adalah
kelurahan yang berhirarki II sebesar 46 %.
Tabel 19. Persentase Kelurahan Berdasarkan Hirarki Wilayah di Setiap
Kecamatan.
Nama Kecamatan Hirarki 2003 Hirarki 2006
I II III I II III
Pondok Gede 20% 80% 0% 20% 60% 20%
Bekasi Timur 75% 25% 0% 75% 25% 0%
Bekasi selatan 20% 40% 40% 40% 60% 0%
Bantargebang 0% 25% 75% 0% 25% 75%
Medan Satria 25% 75% 0% 0% 100% 0%
Bekasi Barat 20% 20% 60% 0% 100% 0%
Rawalumbu 0% 25% 75% 0% 75% 25%
Jatiasih 0% 33% 67% 0% 33% 67%
Jatisampurna 0% 0% 100% 0% 20% 80%
Bekasi Utara 0% 67% 33% 0% 50% 50%
Kota Bekasi 13% 38% 48% 13% 46% 41%
Hirarki I adalah wilayah dengan tingkat perkembangan tinggi yang
berfungsi sebagai pusat aktivitas, seperti pemusatan penduduk, industri,
pemerintahan, pasar yang potensial, serta memiliki fasilitas yang beragam dan
lengkap. Dari hasil analisis tahun 2003 terdapat 5 kecamatan dari 10 kecamatan di
Kota Bekasi yang memiliki hirarki I, diantaranya Kecamatan Bekasi Timur,
Pondok Gede, Bekasi Selatan, Bekasi Barat, dan Medan Satria. Pada tahun 2006
terjadi penurunan kecamatan yang memiliki kelurahan berhirarki I yaitu 4
kecamatan dari 12 kecamatan setelah pemekaran pada tahun 2004, yaitu
Kecamatan Bekasi Timur, Pondok Gede, Bekasi Selatan, dan Pondok Melati.
Pada tahun 2003, Kecamatan Bekasi Timur merupakan kecamatan yang
memiliki kelurahan berhirarki I paling banyak sebesar 43%, yaitu Kelurahan
Margahayu, Bekasi Jaya, dan Duren Jaya, sedangkan pada tahun 2006,
Kecamatan Bekasi Timur tidak mengalami perubahan hirarki pada kelurahannya,
meskipun terjadi penambahan jumlah dan jenis fasilitas. Kecamatan Bekasi Timur
59
memiliki letak yang strategis, aksesibilitas yang baik, dan penduduk yang padat
sehingga diperlukan peningkatan terhadap fasilitas yang lengkap dan beragam.
Kecamatan Pondok Gede tidak mengalami penambahan kelurahan yang berhirarki
I, tetapi terjadi perubahan kelurahan yang berhiraki I setelah pemekaran.
Kelurahan yang berhirarki I di Kecamatan Pondok Gede pada tahun 2003 adalah
Kelurahan Jatirahayu. Setelah pemekaran, Kelurahan Jatirahayu masuk ke dalam
kecamatan baru yaitu Kecamatan Pondok Melati. Hal ini memacu kelurahan-
kelurahan lain di Kecamatan Pondok Gede untuk meningkatkan tingkatan hirarki,
sehingga pada tahun 2006 Kelurahan Jatiwaringin yang sebelumnya berhirarki II
mengalami peningkatan hirarki menjadi Hirarki I. Kecamatan Medan Satria dan
Bekasi Barat pada tahun 2006 mengalami penurunan dari tahun 2003 karena
terdapat kelurahan yang berhirarki I berubah menjadi hirarki II, yaitu Kelurahan
Kranji dan Kelurahan Medan Satria. Pada Kecamatan Bekasi Selatan terjadi
penambahan jumlah dan jenis fasilitas sehingga kelurahan yang berhirarki I
bertambah, yaitu Kelurahan Kayuringin Jaya dan Jaka Setia
Hirarki II merupakan wilayah yang sedang berkembang, biasanya
dicirikan dengan pertumbuhan yang cepat dan merupakan wilayah penyangga dari
wilayah yang berhirarki I. Jumlah kelurahan yang berhirarki II pada tahun 2006
mengalami peningkatan dari tahun 2003, yaitu 38% menjadi 46 %. Wilayah yang
berhirarki II tersebar merata hampir di seluruh kecamatan. Kecamatan
Jatisampurna tidak memiliki kelurahan yang berhirarki II pada tahun 2003,
sedangkan Kecamatan Pondok Melati dan Kecamatan Mustika Jaya yang
merupakan kecamatan hasil pemekaran juga tidak memiliki kelurahan yang
berhirarki II di tahun 2006.
Hirarki III adalah wilayah dengan tingkat perkembangan rendah. Di Kota
Bekasi, wilayah yang berhirarki III mengalami penurunan dari 48% menjadi 41%
di tahun 2003 dan 2006. Pada tahun 2003, semua kelurahan di Kecamatan
Jatisampurna masuk ke dalam tingkatan hirarki III, sedangkan pada tahun 2006
Kecamatan Mustika Jaya yang merupakan kecamatan baru, seluruh kelurahannya
masuk ke dalam tingkatan hirarki III. Kecamatan Pondok Gede, Medan Satria,
dan Bekasi Timur merupakan kecamatan yang tidak memiliki hirarki III di tahun
2003 dan pada tahun 2006, Kecamatan Bekasi Timur, Bekasi Selatan, Medan
60
Satria, dan Bekasi Barat tidak memiliki kelurahan berhirarki III. Hal ini
menunjukkan bahwa penyebaran fasilitas-fasilitas cenderung memusat dan tidak
merata.
Wilayah yang berkembang ditandai dengan adanya penambahan fasilitas
atau perkembangan sarana prasarana di wilayah tersebut. Pada Gambar 29 akan
disajikan laju pertumbuhan setiap fasilitas di Kota Bekasi.
Gambar 29. Laju Pertumbuhan Fasilitas di Kota Bekasi Tahun 2003 dan Tahun
2006
Gambar 29 menunjukkan perkembangan fasilitas di Kota Bekasi. Dari
Gambar 29 tersebut dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan pada fasilitas
sosial, fasilitas kesehatan, dan fasilitas pendidikan. Sedangkan fasilitas ekonomi
mengalami penurunan. Laju pertumbuhan fasilitas sosial, fasilitas kesehatan, dan
fasilitas pendidikan berturut-turut sebesar 13,2%, 24,4%, dan 12,8%. Fasilitas
ekonomi mengalami penurunan sebesar 37,4%. Penurunan ini dikarenakan oleh
berkurangnya toko atau warung kelontong akibat dari menurunnya intensitas
masyarakat untuk berbelanja di warung-warung kecil. Selain itu, hal ini juga
dipengaruhi oleh banyaknya supermarket,minimarket, ataupun pasar swalayan
yang memiliki daya saing tinggi berdiri di sekitar lingkungan masyarakat yang
menyebabkan warung-warung kecil gulung tikar.
Kecamatan Bekasi Utara merupakan kecamatan yang mengalami
peningkatan paling tinggi pada fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, dan
61
fasilitas sosial. Sementara itu peningkatan fasilitas ekonomi tertinggi dijumpai di
Kecamatan Pondok Gede. Kecamatan Bekasi Utara adalah kecamatan yang
memiliki jumlah penduduk tertinggi kedua setelah Kecamatan Bekasi Timur pada
Tahun 2006. Jumlah penduduk di Kecamatan Bekasi Utara meningkat tinggi dari
tahun 2003 sampai 2006, dari sebanyak 194.950 menjadi 228.327 jiwa. Dengan
jumlah penduduk yang bertambah diperlukan penambahan fasilitas untuk
memenuhi kebutuhan hidup penduduk tersebut di suatu wilayah.
5.5 Keterkaitan Perubahan Luas Penggunaan Lahan dengan Perkembangan
Wilayah
Keterkaitan perubahan luas penggunaan lahan terhadap perkembangan
wilayah dapat dilihat pada Gambar 30. Pada Gambar 30 menunjukkan wilayah-
wilayah yang memiliki hirarki tinggi tidak terlalu banyak mengalami perubahan
penggunaan lahan ruang terbangun. Hal ini diduga karena lahan di wilayah
tersebut terbatas dan penggunaan lahannya didominasi oleh ruang terbangun yang
digunakan untuk aktivitas ekonomi, sehingga peluang untuk mengalami konversi
lahan lebih kecil. Sebaliknya, untuk wilayah-wilayah yang memiliki hirarki
rendah banyak mengalami peningkatan penggunaan lahan terbangun. Hal ini
diduga karena di wilayah tersebut penggunaan lahan non ruang terbangunnya
masih sangat luas sehingga berpotensi untuk mengalami konversi lahan dari
penggunaan lahan non terbangun menjadi penggunaan lahan ruang terbangun.
Semakin tinggi hirarki (hirarki 1) suatu wilayah maka perubahan luas
penggunaan lahan akan semakin kecil dibandingkan dengan wilayah yang
memiliki hirarki rendah bahkan suatu saat akan mengalami kondisi jenuh atau
tidak mengalami perubahan sama sekali karena tidak ada lagi lahan yang bisa
dikonversi.
Wilayah-wilayah yang berhirarki 3 mengalami perubahan luas penggunaan
lahan terbesar. Beberapa jenis penggunaan meningkat luasannya dan beberapa
jenis penggunaan cenderung terkonversi. Peningkatan luas penggunaan lahan
terbesar pada hirarki 3 terjadi pada permukiman tidak teratur sebesar 489,11 ha,
diikuti dengan permukiman teratur sebesar 458,82 ha. Sementara itu, penurunan
luas penggunaan lahan terbesar terjadi pada kebun campuran 392,84 ha, diikuti
dengan Tanaman Pertanian Lahan Basah (TPLB) sebesar 317,94 ha.
62
Gambar 30. Perubahan Luas Penggunaan Lahan Terhadap Hirarki Wilayah
5.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan
Perubahan penggunaan lahan terjadi dikarenakan peningkatan kebutuhan
akan ruang meningkat, tetapi ketersediaan lahan terbatas. Penggunaan lahan non
terbangun seperti Tanaman Pertanian Lahan Basah (TPLB), Tanaman Pertanian
Lahan Kering (TPLK), kebun campuran, lahan kosong sering kali menjadi sasaran
untuk dikonversi menjadi penggunaan lahan terbangun seperti permukiman teratur,
permukiman tidak teratur, kawasan industri, dan fasilitas pendidikan. Faktor-
faktor yang menyebabkan perubahan penggunaan lahan dianalisis menggunakan
analisis regresi berganda dengan metode forward stepwise. Peubah tujuan dalam
analisis ini adalah perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi lahan terbangun
(disimbolkan dengan Y1), perubahan penggunaan TPLK menjadi lahan terbangun
(Y2), perubahan penggunaan lahan kebun campuran menjadi lahan terbangun
63
(Y3), dan perubahan penggunaan lahan kosong menjadi lahan terbangun (Y4).
Hasil dari analisis disajikan pada Tabel 20.
Tabel 20. Nilai Parameter Hasil Analisis Regresi Perubahan Penggunaan Lahan.
Peubah Yang Berpengaruh Nyata Y1 Y2 Y3 Y4
Alokasi Pertanian (X1) -0.29
0.09
Alokasi Lahan Terbangun (X2) 0.20 0.79 0.37
Alokasi Hutan Kota (X3) -0,14
Aksesibilitas Ke Kota Lain Terdekat (X4) -0.13
0.28
Aksesibilitas Ke Kecamatan (X5)
0.21
Aksesibilitas Ke Pusat Fasilitas Sosial (X6)
0.07
-0.07
Aksesibilitas Ke Pusat Fasilitas ekonomi (X7)
0.27
Luas Lahan Terbangun 2003 (X8)
-0.60
0.11
Luas TPLK 2003 (X9)
0.66
Luas TPLB 2003 (X10) 0.90
-0.43 0.01
Luas Kebun Campuran 2003(X11)
-0.87 0.39
Luas Lahan Kosong 2003 (X12)
0.85
Fasilitas Sosial (X13)
-0.17
0.20
Fasilitas Kesehatan (X14)
-0.36
Fasilitas Pendidikan (X15) -0.19
0.17
Fasilitas Ekonomi (X16)
0.16
Jumlah Penduduk (X17)
-0.16
0.10
R-square 0.65 0.43 0.57 0.84
Keterangan : Y1 : Perubahan TPLB-Lahan Terbangun
Y2 : Perubahan TPLK-Lahan Terbangun
Y3 : Perubahan Kebun Campuran-Lahan Terbangun
Y4 : Perubahan Lahan Kosong-Lahan Terbangun
Persamaan yang dihasilkan dari hasil analisis regresi berganda untuk setiap
perubahan adalah
Y1= -0,29X1+0,20X2-0,14X3-0,13X4+0,90X10-0,19X15
Y2= 0,79X2+0,21X5+0,07X6+0,27X7-0,60X8+0,66X9-0,87X11-0,17X13-0,36X14-0,16X17
Y3= 0,37X2+0,28X4-0,43X10+0,39X11+0,17X15+0,16X16
Y4= 0,09X1-0,07X6+0,11X8+0,01X10+0,85X12+0,20X12+0,10X17
Dari hasil persamaan analisis untuk Y1 dapat dilihat bahwa kenaikan
variabel Y1 sebanyak satu satuan diikuti dengan kenaikan variabel X2, dan X10
sebesar 0,20 satuan dan 0,90 satuan, kemudian diikuti dengan penurunan variabel
X1, X3, X4, dan X5 dengan koefisien berturut-turut 0,29, 0,14, 0,13, dan 0,19
satuan. Pembacaan hasil analisis regresi untuk Y2, Y3, dan Y4 sama halnya
dengan Y1.
64
Persamaan regresi yang terdapat pada Tabel 20 untuk Y1, Y2, Y3, dan Y4
berturut-turut adalah 0,65; 0,43; 0,57; 0,84. Nilai R-square yang mendekati 1
menunjukkan bahwa pemilihan variabel penduga yang mempengaruhi variabel
tujuan sudah relatif tepat. Dari hasil analisis regresi yang dilakukan tidak semua
mendekati 1. Berdasarkan Tabel 19, nilai parameter hasil analisis regresi dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu variabel yang berpengaruh sangat nyata (p-
level < 0.05) dan variabel yang berpengaruh nyata (p-level > 0.05).
Dari hasil persamaan analisis regresi untuk Y1 variabel yang berpengaruh
sangat nyata adalah alokasi RTRW untuk lahan terbangun, alokasi RTRW untuk
pertanian, dan luas TPLB tahun 2003. Faktor yang berperan positif adalah alokasi
RTRW untuk lahan terbangun dan luas TPLB pada tahun 2003, sedangkan yang
berperan negatif adalah alokasi RTRW untuk pertanian. Hal ini dapat diartikan
bahwa semakin tinggi luas alokasi untuk lahan terbangun dan luas TPLB
menyebabkan perubahan penggunaan lahan terbangun akan semakin meningkat.
Luas TPLB yang tinggi diiringi dengan kebijakan pemerintah yang
mengalokasikan untuk lahan terbangun memberikan peluang untuk terjadinya
konversi lahan yang tinggi. Rendahnya luasan alokasi RTRW untuk pertanian
menyebabkan tingginya perubahan TPLB menjadi lahan terbangun. Hal ini terkait
dengan visi dan misi Kota Bekasi sebagai pusat permukiman, jasa, perdagangan,
dan industri dengan tetap mempertimbangkan aspek hijau kota. Oleh karena itu,
perlu pengawasan dan pengendalian agar tidak ada lagi bangunan-bangunan pada
alokasi yang telah ditetapkan sebagai lahan pertanian. Variabel yang berpengaruh
nyata pada Y1 memiliki koefisien negatif, yaitu alokasi untuk hutan kota,
aksesibilitas ke kota atau kabupaten lain, dan pertambahan fasilitas pendidikan.
Pertambahan fasilitas pendidikan yang tinggi menurunkan peluang terjadinya
konversi lahan pertanian. Hal ini diduga karena fasilitas-fasilitas pendidikan
didirikan pada lahan-lahan yang sudah terbangun sehingga tidak mengkonversi
lahan pertanian. Aksesibilitas menuju kota atau kabupaten lain yang semakin jauh
menurunkan peluang untuk terjadinya konversi lahan. Semakin dekat jarak
dengan pusat kota maka kemungkinan konversi lahan menjadi lahan terbangun
semakin tinggi. Hal ini terkait dengan tingginya aktivitas ekonomi yang terjadi
pada pusat kota.
65
Pada hasil analisis regresi Y2, variabel yang berpengaruh sangat nyata
adalah luas penggunaan lahan (TPLK, kebun campuran, lahan terbangun) tahun
2003, alokasi lahan terbangun, dan pertambahan fasilitas kesehatan. Variabel yang
berperan positif adalah luas TPLK tahun 2003 dan alokasi lahan terbangun,
sedangkan untuk variabel yang berperan negatif adalah luas lahan terbangun tahun
2003, luas kebun campuran tahun 2003, dan fasilitas kesehatan. Luas TPLK dan
alokasi RTRW lahan terbangun yang tinggi menyebabkan terjadinya peningkatan
perubahan TPLK menjadi lahan terbangun. Sementara itu, tingginya luas lahan
terbangun dan kebun campuran pada tahun 2003, serta pertambahan fasilitas
pendidikan menyebabkan kecilnya perubahan tersebut. Variabel yang
berpengaruh nyata pada hasil analisis Y2 yang memiliki koefisien positif adalah
aksesibilitas menuju kecamatan, pusat fasilitas sosial, dan pusat fasilitas ekonomi,
sedangkan yang memiliki koefisien negatif adalah pertambahan fasilitas sosial dan
jumlah penduduk. Semakin jauh jarak dari kecamatan dan pusat-pusat aktivitas
menyebabkan peluang konversi lahan semakin tinggi. Hal ini diduga karena
perubahan yang terjadi terkait dengan pengembangan lokasi aktifitas seperti
perubahan menjadi kawasan industri yang memerlukan lahan luas dan harus jauh
dari lokasi permukiman terkait dengan pembuangan limbah industri tersebut.
Hasil analisis regresi Y3 untuk variabel sangat nyata menunjukkan
terdapat 3 variabel yang berperan positif yaitu alokasi lahan terbangun,
aksesibilitas ke kota lain, dan luas kebun campuran pada tahun 2003. Untuk
variabel yang berperan negatif adalah luas TPLB tahun 2003. Tingginya luas
alokasi lahan terbangun dan luas kebun campuran serta semakin dekat jarak
menuju kota menyebabkan perubahan penggunaan lahan kebun campuran menjadi
lahan terbangun semakin tinggi. Dengan adanya kebijakan pemerintah dalam
RTRW terkait dengan alokasi untuk lahan terbangun. Hal ini menguntungkan
pihak-pihak yang ingin mendirikan lahan-lahan terbangun untuk dijadikan sebagai
tempat aktivitas ekonomi. Variabel-variabel yang pengaruh nyata dalam Y3
memiliki koefisien positif yaitu pertambahan fasilitas pendidikan dan ekonomi.
Pembangunan terhadap fasilitas-fasilitas tersebut mengurangi luas kebun
campuran yang ada. Hal ini diduga karena fasilitas tersebut dibangun oleh warga-
66
warga sekitar, seperti pembangunan toko-toko atau warung milik warga dan
sekolah-sekolah di sekitar permukiman.
Hasil analisis regresi Y4 untuk variabel yang berpengaruh sangat nyata
menunjukkan terdapat 2 variabel positif yaitu luas lahan kosong pada tahun 2003
dan laju pertambahan fasilitas sosial. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya
peningkatan laju pertambahan fasilitas sosial dan luasan lahan kosong
menyebabkan perubahan penggunaan lahan kosong menjadi lahan terbangun
semakin tinggi. Variabel berpengaruh nyata pada Y4 yang memiliki koefisien
positif adalah alokasi untuk pertanian, luas TPLB dan luas lahan terbangun 2003,
jumlah penduduk, sedangkan yang memiliki koefisien negatif adalah aksesibilitas
ke pusat fasilitas sosial. Semakin tinggi luas TPLB pada tahun 2003 menyebabkan
peluang untuk terjadinya perubahan menjadi lahan terbangun juga semakin tinggi.
Hal ini diduga karena penggunaan lahan TPLB sebelum menjadi lahan terbangun
diusahakan untuk tidak digunakan untuk aktifitas pertanian, sehingga dibiarkan
menjadi lahan kosong untuk waktu yang tidak lama, setelah itu baru didirikan
bangunan-bangunan. Kemudahan aksesibilitas ke pusat fasilitas sosial
menimbulkan peluang yang kecil untuk terjadinya konversi lahan kosong menjadi
lahan terbangun. Hal ini mungkin disebabkan karena pembangunan aksesibilitas
menuju pusat fasilitas sosial sudah berada pada area lahan terbangun.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Penggunaan lahan terbangun di Kota Bekasi dari tahun 2003 sampai 2010
mengalami peningkatan cukup signifikan terkait dengan pembangunan
fasilitas pendidikan, kawasan industri, permukiman tidak teratur, dan
permukiman teratur dari semula sebesar 10.187,71 ha (47,15 %) menjadi
12.061 ha (55,83 %).
2. Kondisi eksisting penggunaan lahan di Kota Bekasi tahun 2003 menunjukkan
inkonsistensi dengan alokasi ruang dalam rencana tata ruang sebesar 301,35
ha dan tahun 2010 sebesar 377,41 ha. Proporsi penyimpangan terbesar dari
luas pada RTRW pada tahun 2003 dan 2010 terjadi pada lahan yang
dialokasikan sebagai taman/hutan kota menjadi ruang terbangun, lahan
kosong, dan lahan pertanian.
3. Tingkat perkembangan wilayah pada tahun 2003, didominasi oleh kelurahan
yang memiliki tingkatan hirarki III sebesar 48% dan pada tahun 2006
meningkat dengan kelurahan yang berhirarki II sebesar 46%.
4. Semakin tinggi hirarki suatu wilayah, perubahan penggunaan lahan semakin
kecil, kecuali perubahan RTH semakin meningkat. Hal ini dikarenakan lahan
di wilayah tersebut sudah terbatas, dan penggunaan lahan yang mendominasi
sudah penggunaan lahan ruang terbangun yang menjadi aktivitas ekonomi,
sehingga berpeluang kecil untuk mengalami konversi lahan.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan menjadi
lahan terbangun di Kota Bekasi secara signifikan adalah alokasi RTRW untuk
lahan terbangun, alokasi RTRW untuk pertanian, luas TPLB tahun 2003, luas
kebun campuran tahun 2003, luas TPLK tahun 2003, luas lahan kosong tahun
2003, dan aksesibilitas ke kota atau kabupaten lain.
68
6.2 Saran
1. Penelitian ini menghasilkan data luas penggunaan lahan, dan pola perubahan
penggunaan lahan. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
membuat prediksi penggunaan lahan pada beberapa tahun yang akan datang
dengan menggunakan data series pada tahun sebelumnya.
2. Agar penyimpangan penggunaan lahan terhadap rencana tata ruang dapat
dikendalikan dan diperkecil, disarankan agar pemerintah Kota Bekasi
meningkatkan pengawasan dan pemeliharaan, khususnya pada lokasi-lokasi
yang mengalami penyimpangan dari alokasi RTRW yang telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Y.A. 2004. Hubungan Suburbanisasi Dengan Perubahan Penggunaan
Lahan Sawah dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi (Studi Kasus Kota
dan Kabupaten Bekasi). [Skripsi]. Jurusan Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor
Anjani, V. 2010. Dinamika Penggunaan Lahan dan Penataan Ruang Kabupaten
Bekasi. [Skripsi]. Jurusan Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor
Anonim. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang. Direktorat Jenderal Penataan Ruang. Departemen
Pekerjaan Umum. Jakarta
Anonim. 2008. Peraturan Pemerintah No.26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Negara. Jakarta
Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor
Barlowe, R. 1978. Land Resources Economics. Prentice Hall, Inc. Englewood
Cliffs, New Jersey
Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan
Perencanaan Tataguna Tanah. Gajah Mada University Press. Yogyakarta
Hartini, S. dan Harintaka, I. 2008. Analisis Konversi Ruang Terbuka Hijau
Menjadi Penggunaan Perumahan di Kecamatan Tembalang Kota Semarang.
Media Teknik No.4 Tahun XXX Edisi November : 470-478
Lillesand, T.M dan Kiefer R.W. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra
(Terjemahan). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Listiawan, T. 2010. Hubungan Antara Kelas Jalan dengan Kecenderungan
Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang di Kota Bogor Tahun 2003 dan Tahun
2007. [Skripsi]. Jurusan Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor
Maulida, R. 2002. Kajian Keterkaitan Perubahan Penggunaan Lahan Dengan
Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Jabotabek Tahun 1990-2000. [Skripsi].
Jurusan Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor
70
Mulyani, M. 2010. Konversi Lahan Pertanian dan Faktor-faktor Yang
Mempengaruhinya di Kabupaten Bandung Utara. [Skripsi]. Jurusan Ilmu
Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut pertanian Bogor
Munibah, K. 2008. Model Spasial Perubahan Penggunaan Lahan dengan
Pendekatan Celluler Automata: Studi Kasus DAS Cidanau, Provinsi Banten.
Majalah Ilmiah Globe. 10 (2) : 108-121
Munibah, K., Sitorus, S.R.P., Rustiadi, E,. Gandasasmita, K., Hartrisari. 2009.
Model Hubungan Antara Jumlah Penduduk Dengan Luas Lahan Pertanian
dan Pemukiman: Studi Kasus DAS Cidanau, Provinsi Banten. Jurnal Tanah
dan Lingkungan. 11(1): 31-39
Pontoh, N.K dan Sudrajat, D. 2005. Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan
Dengan Limpasan Air Permukaan : Studi Kasus Kota Bogor. Jurnal
Perencanaan Wilayah dan Kota ITB. 16(3): 44-56
Pontoh, N. K dan Kustiwan, A. 2009. Pengantar Perencanaan Perkotaan. Penerbit
ITB. Bandung
Rustiadi, E dan Panuju, D.R. 1999. Suburbanisasi Kota Jakarta. Prosiding
Seminar Tahunan VII Persada. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor
Rustiadi, E., Saefulhakim, S., Panuju, D.R. 2009. Perencanaan dan Pengembangan
Wilayah. Cresspent Press. Jakarta
Ruswandi, A., Rustiadi, E., Mudikjo, K. 2007. Konversi Lahan Pertanian dan
Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan di Kawasan Bandung Utara.
Jurnal Tanah dan Lingkungan. 9(2): 63-70
Saefulhakim, R.S. 1999. Pengembangan Model Sistem Interaksi Antar Aktivitas
Sosial Ekonomi dengan Perubahan Penggunaan Lahan. Lokakarya HDP-
LUCC. Jakarta
Sarbini. 2008. Pemanfaatan Foto Udara dan Citra Quickbird Untuk Evaluasi
Perubahan Penggunaan Tanah di Desa Condongcatur Kecamatan Depok
Kabupaten Sleman. [Skripsi]. Jurusan Perpetaan. STPN Yogyakarta
Sitorus, S.R.P. 2004. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Penerbit Tarsito. Bandung
Sutanto. 1994. Penginderaan Jauh Jilid I. Gadjah Mada University. Yogyakarta
Tarigan, R. 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah. PT Bumi Aksara. Jakarta
Winoto, J., Achsani N. A., Barus B., Panuju D. R., Tonny F. dan Aidi M. N. 1996.
Konversi Lahan dan Dampaknya Terhadap Keberlansungan Sistem
Pertanian di Pantai Utara Jawa Barat. Laporan Penelitian Kerjasama LP-IPB
dan ARMP, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta
LAMPIRAN
72
Lampiran 1. Hasil Analisis Skalogram Tahun 2003
Kecamatan Kelurahan/Desa Jumlah
Penduduk
Jumlah
fasilitas
Pendidikan
Jumlah
Fasilitas
Ekonomi
Jumlah
Fasilitas
Kesehatan
Jumlah
Fasilitas
Sosial
Jumlah
Fasilitas
Jumlah
Jenis
Fasilitas
Hirarki
PONDOKGEDE JATIRAHAYU 45675 40 398 61 58 1056 23 Hirarki 1
PONDOKGEDE JATIWARINGIN 69768 59 973 53 91 2261 20 Hirarki 2
PONDOKGEDE JATIBENING 47958 35 250 56 61 743 20 Hirarki 2
PONDOKGEDE JATIMAKMUR 38641 36 796 45 58 1812 19 Hirarki 2
PONDOKGEDE JATIWARNA 24842 12 353 45 40 860 19 Hirarki 2
JATISAMPURNA JATIKARYA 6740 5 729 19 21 1527 16 Hirarki 3
JATISAMPURNA JATISAMPURNA 17905 25 321 34 32 792 16 Hirarki 3
JATISAMPURNA JATIMURNI 15782 14 274 12 35 635 15 Hirarki 3
JATISAMPURNA JATIRANGGON 12938 18 146 5 26 364 14 Hirarki 3
JATISAMPURNA JATIRANGGA 9339 5 25 22 19 123 14 Hirarki 3
JATIASIH JATIRASA 24173 24 467 46 28 1102 19 Hirarki 2
JATIASIH JATIKRAMAT 26983 46 270 48 24 752 19 Hirarki 2
JATIASIH JATIMEKAR 25347 27 619 34 40 1400 17 Hirarki 3
JATIASIH JATIASIH 17835 27 349 37 34 860 17 Hirarki 3
JATIASIH JATISARI 14826 17 139 42 33 429 17 Hirarki 3
JATIASIH JATILUHUR 11089 19 150 20 43 421 13 Hirarki 3
BANTARGEBANG BANTARGEBANG 13316 23 1015 28 35 2167 19 Hirarki 2
7
2
73
Lampiran 1. (Lanjutan)
Kecamatan Kelurahan/Desa Jumlah
Penduduk
Jumlah
fasilitas
Pendidikan
Jumlah
Fasilitas
Ekonomi
Jumlah
Fasilitas
Kesehatan
Jumlah
Fasilitas
Sosial
Jumlah
Fasilitas
Jumlah
Jenis
Fasilitas
Hirarki
BANTARGEBANG MUSTIKA JAYA 13011 24 435 20 44 1002 19 Hirarki 2
BANTARGEBANG PADURENAN 14274 13 988 16 35 2069 15 Hirarki 3
BANTARGEBANG MUSTIKA SARI 9431 10 716 20 18 1510 13 Hirarki 3
BANTARGEBANG CIKIWUL 7312 11 58 15 29 197 13 Hirarki 3
BANTARGEBANG CIMUNING 6531 8 148 11 24 358 11 Hirarki 3
BANTARGEBANG CIKETINGUDIK 6074 5 137 9 19 321 10 Hirarki 3
BANTARGEBANG SUMUR BATU 6028 8 404 8 20 860 9 Hirarki 3
BEKASI TIMUR MARGAHAYU 44684 60 180 47 66 640 24 Hirarki 1
BEKASI TIMUR BEKASI JAYA 43320 39 270 60 60 798 22 Hirarki 1
BEKASI TIMUR DUREN JAYA 52082 35 1051 58 66 2354 21 Hirarki 1
BEKASI TIMUR AREN JAYA 50718 30 324 62 47 879 18 Hirarki 2
RAWALUMBU SEPANJANG JAYA 14432 18 524 21 25 1151 19 Hirarki 2
RAWALUMBU PENGASINAN 35894 31 775 52 49 1765 17 Hirarki 3
RAWALUMBU BOJONG RAWALUMBU 65416 39 519 64 52 1296 17 Hirarki 3
RAWALUMBU BOJONG MENTENG 16222 15 1070 30 40 2270 16 Hirarki 3
BEKASI SELATAN PEKAYON JAYA 38577 26 1048 54 31 2287 21 Hirarki 1
BEKASI SELATAN JAKA MULYA 20451 15 339 28 36 800 18 Hirarki 2
BEKASI SELATAN JAKA SETIA 23187 23 911 20 31 1939 17 Hirarki 3
BEKASI SELATAN MARGA JAYA 15383 11 521 33 23 1153 17 Hirarki 3
73
74
Lampiran 1. (Lanjutan)
Kecamatan Kelurahan/Desa Jumlah
Penduduk
Jumlah
Fasilitas
Pendidikan
Jumlah
Fasilitas
Ekonomi
Jumlah
Fasilitas
Kesehatan
Jumlah
Fasilitas
Sosial
Jumlah
Fasilitas
Jumlah
Jenis
Fasilitas
Hirarki
BEKASI SELATAN KAYURINGIN JAYA 47734 56 833 72 50 1972 20 Hirarki 2
BEKASI BARAT KRANJI 39590 35 777 56 28 1764 21 Hirarki 1
BEKASI BARAT BINTARA 49586 23 313 46 72 836 18 Hirarki 2
BEKASI BARAT JAKA SAMPURNA 57443 46 1005 49 65 2265 17 Hirarki 3
BEKASI BARAT KOTA BARU 41607 28 142 46 30 462 17 Hirarki 3
BEKASI BARAT BINTARA JAYA 28032 29 16 49 29 217 16 Hirarki 3
MEDAN SATRIA MEDAN SATRIA 24719 20 867 47 25 1893 23 Hirarki 1
MEDAN SATRIA PEJUANG 49964 43 947 65 49 2159 20 Hirarki 2
MEDAN SATRIA KALI BARU 24747 18 946 23 16 1990 19 Hirarki 2
MEDAN SATRIA HARAPAN MULYA 18498 14 873 9 28 1820 19 Hirarki 2
BEKASI UTARA HARAPAN JAYA 46546 52 360 49 65 987 19 Hirarki 2
BEKASI UTARA TELUK PUCUNG 46614 34 284 67 52 822 19 Hirarki 2
BEKASI UTARA KALIABANG TENGA 58226 47 494 56 56 1250 18 Hirarki 2
BEKASI UTARA MARGA MULYA 15052 16 192 33 19 501 18 Hirarki 2
BEKASI UTARA HARAPAN BARU 8848 11 130 18 6 324 17 Hirarki 3
BEKASI UTARA PERWIRA 19664 45 96 27 27 363 16 Hirarki 3
74
75
Lampiran 2. Hasil Analisis Skalogram Tahun 2006
Kecamatan Kelurahan/Desa Jumlah
Penduduk
Jumlah
Fasilitas
Pendidikan
Jumlah
Fasilitas
Ekonomi
Jumlah
Fasilitas
Kesehatan
Jumlah
Fasilitas
Sosial
Jumlah
Fasilitas
Keseluruhan
Jumlah
Jenis
Fasilitas
Hirarki
PONDOK GEDE JATIWARINGIN 38327 35 1114 64 54 1267 22 Hirarki 1
PONDOK GEDE JATIMAKMUR 43506 42 206 43 40 331 20 Hirarki 2
PONDOK GEDE JATIBENING 35294 22 755 50 47 874 19 Hirarki 2
PONDOK GEDE JATIBENING BARU 27475 33 89 42 35 199 17 Hirarki 3
PONDOK GEDE JATICEMPAKA 36852 35 1121 47 44 1247 20 Hirarki 2
JATI SAMPURNA JATISAMPURNA 19536 21 164 29 24 238 20 Hirarki 2
JATI SAMPURNA JATIKARYA 5256 9 169 13 10 201 18 Hirarki 3
JATI SAMPURNA JATIRANGGON 11800 18 128 30 30 206 15 Hirarki 3
JATI SAMPURNA JATIRADEN 10072 14 101 13 13 141 12 Hirarki 3
JATI SAMPURNA JATIRANGGA 9516 5 28 24 22 79 12 Hirarki 3
PONDOK MELATI JATIRAHAYU 49658 34 675 66 62 837 24 Hirarki 1
PONDOK MELATI JATIWARNA 16838 15 283 41 37 376 18 Hirarki 3
PONDOK MELATI JATIMURNI 15913 16 302 21 20 359 17 Hirarki 3
PONDOK MELATI JATIMELATI 16136 6 260 24 22 312 16 Hirarki 3
JATI ASIH JATISARI 20597 20 356 41 35 452 20 Hirarki 2
JATI ASIH JATIASIH 19006 29 156 42 39 266 19 Hirarki 2
JATI ASIH JATIRASA 24597 29 175 32 30 266 18 Hirarki 3
75
76
Lampiran 2. (Lanjutan)
Kecamatan Kelurahan/Desa Jumlah
Penduduk
Jumlah
Fasilitas
Pendidikan
Jumlah
Fasilitas
Ekonomi
Jumlah
Fasilitas
Kesehatan
Jumlah
Fasilitas
Sosial
Jumlah
Fasilitas
Keseluruhan
Jumlah
Jenis
Fasilitas
Hirarki
JATI ASIH JATIMEKAR 22995 32 246 44 42 364 17 Hirarki 3
JATI ASIH JATIKRAMAT 21974 31 262 35 32 360 17 Hirarki 3
JATI ASIH JATILUHUR 10372 19 241 21 21 302 16 Hirarki 3
BANTAR GEBANG BANTARGEBANG 24706 24 317 32 24 397 21 Hirarki 2
BANTAR GEBANG CIKIWUL 17203 11 173 17 16 217 13 Hirarki 3
BANTAR GEBANG CIKETINGUDIK 16413 7 175 9 8 199 13 Hirarki 3
BANTAR GEBANG SUMUR BATU 7737 8 127 8 8 151 11 Hirarki 3
MUSTIKA JAYA MUSTIKAJAYA 31620 31 111 36 35 213 17 Hirarki 3
MUSTIKA JAYA MUSTIKASARI 19826 20 41 24 20 105 16 Hirarki 3
MUSTIKA JAYA CIMUNING 18163 11 50 34 30 125 15 Hirarki 3
MUSTIKA JAYA PADURENAN 22227 19 122 36 35 212 14 Hirarki 3
BEKASI TIMUR MARGAHAYU 63243 62 762 68 60 952 25 Hirarki 1
BEKASI TIMUR BEKASI JAYA 46876 57 372 60 55 544 24 Hirarki 1
BEKASI TIMUR AREN JAYA 59202 38 372 79 70 559 22 Hirarki 1
BEKASI TIMUR DUREN JAYA 63174 35 577 59 52 723 20 Hirarki 2
RAWA LUMBU BOJONG RAWALUMBU 67605 33 953 80 72 1138 21 Hirarki 2
RAWA LUMBU SEPANJANG JAYA 16262 18 90 38 32 178 21 Hirarki 2
RAWA LUMBU BOJONG MENTENG 18589 18 143 43 38 242 19 Hirarki 2
RAWA LUMBU PENGASINAN 37470 36 77 46 42 201 18 Hirarki 3
76
77
Lampiran 2. (Lanjutan)
Kecamatan Kelurahan/Desa Jumlah
Penduduk
Jumlah
Fasilitas
Pendidikan
Jumlah
Fasilitas
Ekonomi
Jumlah
Fasilitas
Kesehatan
Jumlah
Fasilitas
Sosial
Jumlah
Fasilitas
Keseluruhan
Jumlah
Jenis
Fasilitas
Hirarki
BEKASI SELATAN KAYURINGIN JAYA 51382 55 526 79 65 725 25 Hirarki 1
BEKASI SELATAN JAKA SETIA 32491 25 1050 54 46 1175 22 Hirarki 1
BEKASI SELATAN PEKAYON JAYA 44769 33 1233 63 60 1389 21 Hirarki 2
BEKASI SELATAN MARGA JAYA 15971 14 328 49 41 432 19 Hirarki 2
BEKASI SELATAN JAKA MULYA 21542 22 223 56 48 349 19 Hirarki 2
BEKASI BARAT BINTARA 50109 20 430 61 56 567 21 Hirarki 2
BEKASI BARAT JAKA SAMPURNA 58955 47 149 82 74 352 21 Hirarki 2
BEKASI BARAT KOTA BARU 45109 30 226 62 57 375 20 Hirarki 2
BEKASI BARAT KRANJI 42028 25 154 52 46 277 20 Hirarki 2
BEKASI BARAT BINTARA JAYA 29795 29 158 56 52 295 19 Hirarki 2
MEDAN SATRIA MEDAN SATRIA 24571 26 121 40 33 220 21 Hirarki 2
MEDAN SATRIA PEJUANG 51572 50 282 67 60 459 20 Hirarki 2
MEDAN SATRIA KALI BARU 25050 18 252 21 18 309 20 Hirarki 2
MEDAN SATRIA HARAPAN MULYA 18728 20 203 31 30 284 20 Hirarki 2
BEKASI UTARA HARAPAN JAYA 69459 53 416 68 65 602 20 Hirarki 2
BEKASI UTARA TELUK PUCUNG 48306 43 303 71 64 481 20 Hirarki 2
BEKASI UTARA KALIABANG TENGAH 60151 41 518 78 69 706 19 Hirarki 2
BEKASI UTARA MARGA MULYA 19756 16 193 40 32 281 18 Hirarki 3
BEKASI UTARA PERWIRA 19957 32 113 27 26 198 17 Hirarki 3
BEKASI UTARA HARAPAN BARU 10698 13 138 19 18 188 17 Hirarki 3
77
78
Lampiran 3. Matriks Logika Indikasi Konsistensi/Inkonsistensi Antara Arahan Pemanfaatan Ruang (RTRW) Kota Bekasi dengan
Penggunaan Lahan Kota Bekasi Tahun 2003 dan Tahun 2010
Klasifikasi Peruntukkan RTRW
Kondisi Eksisting Penggunaan Lahan Kota Bekasi
Badan
Air
Fasilitas
Pendidik
an
Kawasan
Industri
Kebun
Campuran
Lahan
Kosong
Pemukiman
Tidak
Teratur
Perumah
an
Teratur
RTH Rumput,semak
,ilalang TPA TPLB TPLK TPU
Industri X V V V V V V V V V V V V
Pemerintahan dan Bangunan Umum X V V V V V V V V V V V V
Pendidikan X V V V V V V V V V V V V
Perdagangan dan Jasa X V V V V V V V V V V V V
Pertanian X X X V V X X V V V V V V
Perumahan Kepadatan Rendah X V V V V V V V V V V V V
Perumahan Kepadatan Sedang X V V V V V V V V V V V V
Perumahan Kepadatan Tinggi X V V V V V V V V V V V V
Rekreasi / Olah Raga X X X V V X X V V V V V V
Sempadan Sungai X X X V V X X V V X X X X
Situ V X X X X X X X X X X X X
Stasiun Kereta X V V V V V V V V V V V V
T P A Sampah X X X V V X X V V V V V V
T P U X X X V V X X V V X V V V
Taman / Hutan Kota V X X V X X X V V X X X X
Keterangan : V : Konsisten; X : Inkonsisten
78
79
Lampiran 4. Titik Pengecekan Lapang
No Jenis Perubahan X Y KECAMATAN KELURAHAN
1 Badan Air-->Badan Air 711915.158 9293330.844 Jati Sampurna Jati Karya
2 Badan Air-->Jalan Arteri 716786.201 9312042.729 Bekasi Barat Bintara
3 Fasilitas Pendidikan-->Fasilitas Pendidikan 724594.558 9303649.365 Mustika jaya Mustika jaya
4 Kawasan Industri-->Kawasan Industri 718952.278 9314662.854 Medan Satria Medan Satria
5 Kawasan Industri-->Kawasan Industri 720847.027 9314324.638 Bekasi Utara Harapan Jaya
6 Kebun Campuran-->Jalan Arteri 717624.236 9311936.126 Bekasi Barat Bintara
7 Kebun Campuran-->Jalan TOL 716207.239 9303469.695 Jati Asih Jati Asih
8 Kawasan Industri-->Kawasan Industri 719570.760 9301156.092 Bantargebang Bantargebang
9 Kebun Campuran-->Kebun Campuran 715429.860 9300562.207 Jati Asih jati luhur
10 Kebun Campuran-->Kebun Campuran 721989.581 9298275.910 Bantargebang Sumur batu
11 Kebun Campuran-->Lahan Kosong 719017.432 9297768.910 Bantargebang ciketin udik
12 Kebun Campuran-->Lahan Kosong 716394.519 9300966.436 Jati Asih jati luhur
13 Kebun Campuran-->Lahan Kosong 725414.841 9301517.742 Mustika Jaya Cimuning
14 Kebun Campuran-->Pemukiman Tidak Teratur 712328.932 9297783.465 Jati Sampurna Jati Raden
15 Kebun Campuran-->Pemukiman Tidak Teratur 714480.416 9304363.690 Pondok Gede Jati Makmur
16 Kebun Campuran-->Pemukiman Tidak Teratur 717478.163 9311574.825 Bekasi Barat Bintara
17 Kebun Campuran-->Perumahan Teratur 713062.664 9307568.917 Pondok Gede Jati Cempaka
18 Kebun Campuran-->Perumahan Teratur 723610.975 9300832.805 Mustika jaya Cimuning
19 Kebun Campuran-->Perumahan Teratur 716005.245 9301849.301 Jati Asih jati luhur
20 Kebun Campuran-->RTH 716708.400 9307759.556 Bekasi selatan Jaka mulya
21 Kebun Campuran-->TPA 721089.332 9297124.527 Bantargebang Sumur batu
22 Lahan Kosong-->Fasilitas Pendidikan 725519.585 9304671.585 Mustika jaya Mustika jaya
23 Lahan Kosong-->Jalan Arteri 718552.278 9315225.279 Medan Satria Medan Satria
24 Lahan Kosong-->Jalan Arteri 716297.630 9312093.269 Bekasi Barat Bintara
25 Lahan Kosong-->Jalan TOL 712887.530 9302050.509 Pondok Melati Jaka Melati
26 Lahan Kosong-->Jalan TOL 716705.740 9305682.944 Bekasi selatan Jaka mulya
27 Lahan Kosong-->Kawasan Industri 717953.259 9313846.821 Medan Satria Medan Satria
28 Lahan Kosong-->Kawasan Industri 718357.390 9297742.784 Bantargebang ciketin udik
29 Lahan Kosong-->Lahan Kosong 711819.949 9294394.388 Jati Sampurna Jati Karya
30 Lahan Kosong-->Lahan Kosong 714941.331 9298236.353 jati asih Jati Sari
31 Lahan Kosong-->Pemukiman Tidak Teratur 711844.226 9304809.581 Pondok Melati Jati Rahayu
32 Lahan Kosong-->Pemukiman Tidak Teratur 719549.242 9310670.584 Bekasi Selatan Kayuringin Jaya
33 Lahan Kosong-->Pemukiman Tidak Teratur 720960.138 9314797.053 Medan Satria Pejuang
34 Lahan Kosong-->Perumahan Teratur 720320.742 9307217.586 Rawalumbu Sepanjang Jaya
35 Lahan Kosong-->Perumahan Teratur 723809.147 9312781.568 Bekasi Utara Harapan Baru
36 Lahan Kosong-->Perumahan Teratur 714578.575 9301173.237 Pondok Melati Jati Melati
37 Lahan Kosong-->RTH 718694.741 9315103.531 Medan Satria Medan Satria
38 Lahan Kosong-->RTH 722432.198 9307740.551 Rawalumbu Pengasinan
39 Lahan Kosong-->RTH 712820.025 9293961.943 Jati Sampurna Jati Karya
80
Lampiran 4. (Lanjutan)
No Jenis Perubahan X Y KECAMATAN KELURAHAN
40 Pemukiman Tidak Teratur-->Jalan Arteri 718628.106 9311724.289 Bekasi Barat Kranji
41 Pemukiman Tidak Teratur-->Jalan TOL 716893.831 9308045.358 Bekasi Selatan Jaka mulya
42 Pemukiman Tidak Teratur-->Jalan TOL 716629.909 9304203.037 Jati asih Jati asih
43 Pemukiman Tidak Teratur-->Lahan Kosong 717008.580 9313253.240 Bekasi Barat Kota Baru
44 Pemukiman Tidak Teratur-->Pemukiman Tidak Teratur 711722.348 9306355.521 Pondok Gede Jati Waringin
45 Pemukiman Tidak Teratur-->Pemukiman Tidak Teratur 720298.032 9313382.119 Bekasi Utara Harapan Jaya
46 Pemukiman Tidak Teratur-->RTH 716657.565 9307858.560 Bekasi Selatan Jaka mulya
47 Pemukiman Tidak Teratur-->Sungai 717000.967 9313282.266 Bekasi Barat Kota Baru
48 Perumahan Teratur-->Perumahan Teratur 725015.581 9309747.707 Bekasi Timur Aren Jaya
49 Perumahan Teratur-->Perumahan Teratur 717912.666 9307774.756 Bekasi Selatan Jaka Setia
50 RTH-->Lahan Kosong 721160.490 9308809.453 Bekasi Timur Margahayu
51 RTH-->Lahan Kosong 722091.904 9308233.209 Bekasi Timur Margahayu
52 RTH-->RTH 723590.827 9312601.488 Bekasi Utara Harapan Baru
53 RTH-->RTH 720398.694 9310391.042 Bekasi Selatan Kayuringin Jaya
54 Rumput,semak,ilalang-->Jalan Arteri 717062.400 9312020.556 Bekasi Barat Bintara
55 Rumput,semak,ilalang-->Jalan TOL 713625.520 9302216.774 Pondok Melati Jati Melati
56 Rumput,semak,ilalang-->Jalan TOL 716700.951 9304563.400 Jati Asih Jati Asih
57 Rumput,semak,ilalang-->Kawasan Industri 718645.203 9312932.109 Medan Satria Medan Satria
58 Rumput,semak,ilalang-->Pemukiman Tidak Teratur 712455.686 9305518.593 Pondok Gede Jati Makmur
59 Rumput,semak,ilalang-->Pemukiman Tidak Teratur 722147.355 9308082.226 Bekasi Timur Margahayu
60 Rumput,semak,ilalang-->Pemukiman Tidak Teratur 724451.313 9314426.686 Bekasi Utara Teluk Pucung
61 Rumput,semak,ilalang-->Perumahan Teratur 722085.601 9312750.872 Bekasi Utara Margamulya
62 Rumput,semak,ilalang-->Perumahan Teratur 711657.590 9295784.285 Jati Sampurna Jati Sampurna
63 Rumput,semak,ilalang-->Perumahan Teratur 714020.327 9304422.221 Pondok Gede Jati Makmur
64 Rumput,semak,ilalang-->Rumput,semak,ilalang 722391.438 9308132.567 Bekasi Timur Margahayu
65 Rumput,semak,ilalang-->Rumput,semak,ilalang 716297.510 9299121.935 jati asih Jati Sari
66 TPA-->TPA 720730.072 9297781.347 Bantargebang ciketin udik
67 TPLB-->Jalan Arteri 718471.273 9316944.789 Medan Satria Medan Satria
68 TPLB-->Jalan TOL 713953.258 9302312.601 Pondok Melati Jati Warna
69 TPLB-->Kawasan Industri 717664.555 9314107.379 Medan Satria Medan Satria
70 TPLB-->Lahan Kosong 720660.603 9311253.816 Medan Satria Harapan Mulya
71 TPLB-->Lahan Kosong 720984.286 9300711.525 Mustika jaya Padurenan
72 TPLB-->Lahan Kosong 717898.729 9314285.847 Medan Satria Medan Satria
73 TPLB-->Pemukiman Tidak Teratur 720147.960 9308273.400 Bekasi Selatan Pekayon Jaya
74 TPLB-->Pemukiman Tidak Teratur 723130.670 9314192.768 Bekasi Utara Teluk Pucung
75 TPLB-->Pemukiman Tidak Teratur 721229.938 9311943.531 Bekasi Utara Margamulya
81
Lampiran 4. (Lanjutan)
No Jenis Perubahan X Y KECAMATAN KELURAHAN
76 TPLB-->Perumahan Teratur 717237.573 9311672.995 Bekasi Barat Bintara
77 TPLB-->Perumahan Teratur 723168.982 9312549.783 Bekasi Utara Harapan Baru
78 TPLB-->Perumahan Teratur 723244.790 9303351.560 Mustika jaya Mustika Sari
79 TPLB-->RTH 722470.976 9317147.103 Bekasi Utara Kaliabang Tengah
80 TPLB-->TPLB 722100.848 9303467.689 Mustika jaya Mustika Sari
81 TPLB-->TPLB 710799.801 9293489.892 Jati Sampurna Jati Karya
82 TPLK-->Jalan Arteri 718544.672 9315781.446 Medan Satria Medan Satria
83 TPLK-->Jalan TOL 716311.673 9303677.987 Jati Asih Jati Asih
84 TPLK-->Lahan Kosong 718409.332 9315965.543 Medan Satria Medan Satria
85 TPLK-->Lahan Kosong 718507.839 9306641.392 Bekasi Selatan Jaka Setia
86 TPLK-->Pemukiman Tidak Teratur 723507.864 9314820.537 Bekasi Utara Teluk Pucung
87 TPLK-->Pemukiman Tidak Teratur 721444.211 9304501.938 Rawalumbu Bojong Rawalumbu
88 TPLK-->Perumahan Teratur 722449.447 9313431.227 Bekasi Utara Perwira
89 TPLK-->Perumahan Teratur 714200.284 9304422.610 Pondok Gede Jati Makmur
90 TPLK-->RTH 716252.711 9303684.978 jati asih jati asih
91 TPLK-->TPLK 725551.086 9304033.890 Mustika jaya Mustika jaya
92 TPLK-->TPLK 715389.854 9303498.985 Jati Asih Jati Mekar
93 TPU-->TPU 723780.264 9310445.130 Bekasi Timur Duren Jaya
94 TPU-->TPU 722785.641 9311640.635 Bekasi Utara Harapan Baru
Lampiran 5. Hasil Analisis Regresi Berganda Terhadap Perubahan Penggunaan
Lahan TPLB Menjadi Lahan Terbangun
N=52
Regression Summary for Dependent: Luas TPLB-LT (Spreadsheet 59)
R= .80690246 R2= .65109158 Adjusted R2= .60457045 F(6.45)=13.996
p<.00000 Std. Error of estimate: .57675
Beta Std.Err.of
Beta B
Std.Err.of
B t(45) p-level
Intercept -0.279 0.247 -1.129 0.265
TPLB 0.899 0.134 0.015 0.002 6.707 0.000
Alokasi Pertanian -0.229 0.128 -0.004 0.002 -2.234 0.030
Alokasi LT 0.205 0.098 0.001 0.000 2.086 0.042
Fas. Pend -0.190 0.098 -2.019 1.044 -1.933 0.059
Alokasi KC -0.142 0.092 -0.016 0.010 -1.528 0.133
J.Kota Lain -0.132 0.089 -0.350 0.238 -1.474 0.147
82
Lampiran 6. Hasil Analisis Regresi Berganda Terhadap Perubahan Penggunaan
Lahan TPLK Menjadi Lahan Terbangun
N=52
Regression Summary for Dependent: Luas TPLK-LT (Spreadsheet 59)
R= .65749680 R2= .43230204 Adjusted R2= .29383913 F(6.45)=10.41
p<.00477 Std. Error of estimate: .23752
Beta Std.Err.of Beta B Std.Err.of B t(45) p-level
Intercept -0.127 0.171 -0.741 0.463
TPLK 0.660 0.177 0.014 0.003 3.722 0.000
Fas.Kes -0.362 0.168 -0.337 0.156 -2.153 0.037
KC -0.871 0.242 -0.002 0.000 -3.592 0.000
J.Sos 0.079 0.134 0.029 0.049 0.595 0.555
J.Kec 0.214 0.128 0.039 0.023 1.669 0.102
Alokasi LT 0.793 0.288 0.001 0.000 2.752 0.008
LT -0.597 0.248 -0.001 0.000 -2.408 0.020
J.Eko 0.277 0.150 0.098 0.053 1.840 0.072
Fas.Sos -0.172 0.137 -0.329 0.261 -1.260 0.214
Penduduk -0.164 0.139 -0.827 0.701 -1.178 0.245
Lampiran 7. Hasil Analisis Regresi Berganda Terhadap Perubahan Penggunaan
Lahan Kebun Campuran Menjadi Lahan Terbangun
N=52
Regression Summary for Dependent: Luas LC-LT (Spreadsheet 59)
R= .75820760 R2= .57487876 Adjusted R2= .51819593 F(6.45)=10.142
p<.00000 Std. Error of estimate: 1.1855
Beta Std.Err.of
Beta B Std.Err.of B t(45) p-level
Intercept -0.443 0.512 -0.864 0.392
KC 0.387 0.110 0.007 0.002 3.510 0.001
TPLB -0.425 0.109 -0.013 0.003 -3.881 0.000
Alokasi LT 0.372 0.113 0.004 0.001 3.287 0.001
J.Kota Lain 0.276 0.099 1.368 0.494 2.769 0.008
Fas.Eko 0.162 0.100 0.548 0.339 1.619 0.113
Fas.Pend 0.172 0.107 3.390 2.116 1.602 0.116
83
Lampiran 8. Hasil Analisis Regresi Berganda Terhadap Perubahan Penggunaan
Lahan Lahan Kosong Menjadi Lahan Terbangun
N=52
Regression Summary for Dependent: Luas LK-LT (Spreadsheet 59)
R= .91816759 R2= .84303173 Adjusted R2= .81805950 F(7.44)=33.759
p<.00000 Std. Error of estimate: .84790
Beta Std.Err.of
Beta B Std.Err.of B t(44) p-level
Intercept -0.633 0.413 -1.534 0.132
LK 0.849 0.070 0.044 0.004 12.116 0.000
Fas.Sos 0.199 0.063 2.679 0.847 3.162 0.003
LT 0.117 0.062 0.002 0.001 1.878 0.067
TPLB 0.016 0.099 0.001 0.004 0.162 0.871
Penduduk 0.109 0.066 3.868 2.349 1.646 0.107
J.Sos -0.078 0.062 -0.204 0.162 -1.258 0.215
Alokasi Pertanian 0.095 0.092 0.003 0.003 1.032 0.307