analisis potensi ketersediaan air di perkebunan … · analisis potensi ketersediaan air di...
TRANSCRIPT
ANALISIS POTENSI KETERSEDIAAN AIR DI PERKEBUNAN KELAPA
SAWIT MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
(Studi Kasus di PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor)
HERDIANTO EKA SAPUTRA
(A14070095)
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
RINGKASAN
HERDIANTO EKA SAPUTRA. Analisis Potensi Ketersediaan Air di
Perkebunan Kelapa Sawit menggunakan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus
di PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor). Dibimbing oleh BABA
BARUS dan YAYAT HIDAYAT.
Indonesia merupakan negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia
dengan luas areal 6,78 juta ha. Tanaman kelapa sawit membutuhkan air dalam
jumlah yang sangat banyak untuk mendukung produksinya. Kekurangan dan
kelebihan air menjadi faktor pembatas, sehingga ketersediaan air merupakan salah
satu faktor pembatas produksi kelapa sawit. Penelitian ini dilakukan untuk
menganalisis ketersediaan air dan melihat pengaruhnya terhadap produksi kelapa
sawit.
Dalam menentukan potensi aliran permukaan digunakan variabel berupa
jenis tanah dan kemiringan lereng dengan melakukan sistem pembobotan
(skoring). Hasil skoring dengan nilai yang tinggi artinya daerah tersebut memiliki
tingkat potensi aliran permukaan tinggi, sebaliknya daerah yang memiliki tingkat
potensi aliran permukaan rendah memiliki jumlah skor yang rendah. Potensi aliran
permukaan yang tinggi terjadi di sebagian besar wilayah perkebunan yaitu di
bagian tengah wilayah perkebunan. Ketersediaan air terakumulasi pada beberapa
daerah yang lebih rendah dan datar.
Keterkaitan faktor-faktor fisik dengan produktivitas dianalisis dengan
korelasi data produksi, kemiringan lereng, jenis tanah dan potensi aliran
permukaan. Kelebihan air mengindikasikan adanya penurunan produksi, karena
dari hasil korelasi potensi aliran permukaan memiliki korelasi yang signifikan
terhadap penurunan produksi (nilai p-value < 0,05) yaitu 0,018, artinya semakin
rendah potensi aliran permukaan maka penurunan produksi semakin tinggi.
Penurunan produksi terbesar terjadi di Blok 2, yang terdapat pada jenis tanah
Latosol Cokelat Kemerahan dan kemiringan lereng 0 – 8% yang merupakan
daerah terakumulasinya aliran permukaan, yaitu sebesar 29,03% dari produksi
26,80 ton TBS/ha/tahun pada tahun 2009 menjadi 19,02 ton TBS/ha/tahun pada
tahun 2010.
Untuk memenuhi kebutuhan air di sekitar lokasi perkebunan (pemukiman
dan fasilitas lainnya) untuk meningkatkan kelestarian lingkungan, perlu
direkomendasikan untuk dibangun embung. Calon posisi embung terdapat pada
arah aliran atau cekungan tempat dimana aliran air melintas dan berdasarkan
kondisi tanah yang strukturnya kuat untuk menampung air. Calon lokasi embung
yang berdasarkan pada pola aliran sungai dibuat dengan DEM (digital elevation
model) adalah di blok 9, 16, 20 dan 36.
Kata kunci: ketersediaan air, kelapa sawit, sistem informasi geografis (GIS)
SUMMARY
HERDIANTO EKA SAPUTRA. Analysis of Potential Water Availability in Oil
Palm Plantation using Geographic Information System (A Case Study in PT.
Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor). Supervised by BABA BARUS
and YAYAT HIDAYAT.
Indonesia is the country's largest oil palm producer in the World with a
total area of 6.78 million ha. Palm trees require water in abundance to support
production. Shortages and excess water becomes a limiting factor, so that water
availability is one factor limiting the production of oil palm. The study was
conducted to analyze the availability of water and see its effect on the production
of oil palm.
In determining the runoff potential variables of soil type and slope were
used through scoring system. The results of scoring with a high value means that
the area has the potential for high runoff, conversely areas that have low-level
potential runoff has a low total score. High potential runoff that occurs in most
areas of plantations are in the middle of the plantation. Water availability is
accumulated in some areas at low and flat locations.
The relationship of physical factors with the productivity of production
were analyzed by correlation, slope, soil type and potential runoff. Excess water
indicates a decrease in production, because of the correlation potential runoff has
a significant correlation to the decline in production (the p-value <0,05) is 0,018,
meaning that the lower the runoff potential, then the higher reduction of
production. The decline in production occurred in Block 2, located on Reddish
Brown Latosol soil type and slope of 0-8% which is the accumulation of runoff,
amounting to 29.03% of the production of 26.80 tons of FFB (fresh fruit bunch) /
ha / year in 2009 be 19.02 tonnes FFB / ha / year in 2010.
To meet the water needs around the plantation site (residential and other
facilities) and to improve environmental sustainability, its needed
recommendation for constructed ponds. Candidates for the position is contained in
the flow direction ponds or basins where water flows across and under conditions
of strong soil structure to hold water. The candidate sites based on the river flow
patterns created from DEM (digital elevation model) are block 9, 16, 20 and 36.
Keyword: water availability, oil palm, geographic information system (GIS)
ANALISIS POTENSI KETERSEDIAAN AIR DI PERKEBUNAN KELAPA
SAWIT MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
(Studi Kasus di PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor)
HERDIANTO EKA SAPUTRA
(A14070095)
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Fakultas Pertanian
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
Judul : Analisis Potensi Ketersediaan Air di Perkebunan Kelapa Sawit
menggunakan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus di PT.
Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor)
Nama : Herdianto Eka Saputra
NIM : A14070095
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc Dr. Ir. Yayat Hidayat, M.Si
NIP. 19610101 198703 1 004 NIP. 19650103 199212 1 002
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc
NIP. 19621113 198703 1 003
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 2 Juni 1989 dari keluarga bapak
Yuli Hermadi dan ibu Tuti Juniarti. Penulis adalah anak pertama dari tiga
bersaudara. Riwayat Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar yang
diselesaikan di SD Negeri Bojong Rawa Lumbu XII Bekasi pada tahun 2001.
Pendidikan sekolah menengah pertama diselesaikan di SMP Negeri 16 Bekasi
pada tahun 2004. Pada tahun 2007 penulis menyelesaikan sekolah menengah atas
di SMA Negeri 2 Bekasi, serta pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai
mahasiswa Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru
(SPMB).
Selama masa perkuliahan di IPB, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa
Ilmu Tanah (HMIT) IPB selama dua periode kepengurusan. Pada periode
kepengurusan 2009/2010, penulis menjabat sebagai staf divisi Media Informasi
dan pada periode kepengurusan 2010/2011, penulis menjabat sebagai koordinator
divisi Media Informasi. Penulis juga berkesempatan menjadi asisten praktikum
untuk mata kuliah Penginderaan Jauh Interpretasi Citra tahun ajaran 2010/2011
dan 2011/2012, mata kuliah Geomorfologi dan Analisis Lanskap tahun ajaran
2010/2011, mata kuliah Sistem Informasi Geografis dan Kartografi tahun ajaran
2010/2011, mata kuliah Survei dan Evaluasi Sumberdaya Lahan tahun ajaran
2010/2011, serta mata kuliah Morfologi dan Klasifikasi Tanah tahun ajaran
2011/2012.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas berkat dan rahmat Allah
SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang
berjudul Analisis Potensi Ketersediaan Air di Perkebunan Kelapa Sawit
menggunakan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus di PT. Perkebunan
Nusantara VIII Cimulang, Bogor), merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc selaku dosen pembimbing utama skripsi atas
bimbingan, saran dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini.
2. Bapak Dr. Ir. Yayat Hidayat, M.Sc selaku dosen pembimbing kedua skripsi
atas bimbingan dan saran yang telah diberikan.
3. Bapak Ir. Bambang H. Trisasongko, M.Sc selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran dalam penulisan skripsi ini.
4. PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor atas dukungan dan bantuan
selama kegiatan penelitian.
5. Kedua orang tua, Ayahanda Yuli Hermadi dan Ibunda Tuti Juniarti, serta
keluarga atas doa, dukungan, dan motivasi yang telah diberikan kepada
penulis.
6. Sahabatku Riski Saputra dan Komal yang telah membantu penulis dalam
memberikan dukungan, semangat dan petunjuk dalam penelitian.
7. Rekan seperjuangan di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial,
Ranti, Hanna, Setia, Melinda, Tasha, Rhoma, Aulia, Farid, Adi, Herdian serta
Soiler (Agregat) 44 atas semangat, dukungan dan motivasi yang telah diberikan
8. Kak Luluk, Kak Ikhsan, Kak Linda dan Mba’ Reni atas bantuan dan
dukungannya.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan. Penulis menyadari skripsi ini masih terdapat kekurangan. Untuk itu,
kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.
Bogor, Februari 2012
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
I. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Tujuan ....................................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 3
2.1 Kelapa Sawit .............................................................................................. 3
2.2 Karakteristik Lingkungan untuk Kelapa Sawit .......................................... 3
2.3 Ketersediaan Air Kelapa Sawit .................................................................. 4
2.4 Aliran Permukaan ...................................................................................... 4
2.5 Sistem Informasi Geografis ....................................................................... 5
2.6 Penginderaan Jauh...................................................................................... 5
III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................ 7
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................... 7
3.2 Bahan dan Alat Penelitian .......................................................................... 8
3.3 Metode Penelitian ...................................................................................... 8
3.3.1 Pengumpulan Data Sekunder .......................................................... 9
3.3.2 Pengolahan Citra ALOS AVNIR-2 ................................................ 9
3.3.3 Pengolahan Peta Topografi ............................................................. 9
3.3.4 Pengolahan Peta Tanah ................................................................. 10
3.3.5 Pengolahan Peta Blok Kebun ........................................................ 10
3.3.6 Analisis Potensi Aliran Permukaan .............................................. 10
3.3.7 Analisis Hidrologi ......................................................................... 11
3.3.8 Survei Lapang ............................................................................... 11
3.3.9 Sintesis Data.................................................................................. 12
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 13
4.1 Faktor-faktor Biofisik yang Mempengaruhi Ketersediaan Air ................ 13
4.1.1 Kenampakan Tutupan Lahan berdasarkan Analisis Citra Digital .. 13
4.1.2 Curah Hujan .................................................................................. 16
4.1.3 Kemiringan Lereng ....................................................................... 16
4.1.4 Jenis Tanah.................................................................................... 17
4.1.5 Potensi Aliran Permukaan............................................................. 19
4.2 Hubungan Potensi Aliran Permukaan dengan Produksi Kelapa Sawit .... 20
4.3 Rekomendasi Pengelolaan Air berdasarkan Potensi Aliran ..................... 23
V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 25
5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 25
5.2 Saran......................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 26
LAMPIRAN ........................................................................................................... 28
xi
DAFTAR TABEL
Teks
1. Skor kemiringan lereng dan jenis tanah .......................................................... 10
2. Skor kelas potensi aliran permukaan .............................................................. 11
3. Luas daerah dari setiap kemiringan lereng ..................................................... 17
4. Kelas Hidrologi Tanah .................................................................................... 18
5. Data Penurunan Produksi Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara
VIII Cimulang, Bogor tahun 2009 – 2010 ...................................................... 20
6. Korelasi kemiringan lereng, jenis tanah, potensi aliran permukaan
dengan penurunan produksi kelapa sawit ....................................................... 22
Lampiran
1. Data curah hujan, hari hujan dan kelebihan air PT. Perkebunan
Nusantara VIII Cimulang, Bogor .................................................................... 29
2. Data Produksi Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII
Cimulang, Bogor Afdeling I .......................................................................... 30
3. Data Produksi Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII
Cimulang, Bogor Afdeling II .......................................................................... 31
xii
DAFTAR GAMBAR
1. Peta lokasi PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor……………….7
2. Diagram Alur Penelitian ................................................................................... 8
3. Kenampakan citra ALOS AVNIR-2 (kombinasi band 3,2,1) ......................... 13
4. Citra ALOS AVNIR-2 Wilayah Perkebunan PT.
PerkebunanNusantara VIII Cimulang, Bogor ................................................. 14
5. Tingkat kerapatan kanopi tanaman kelapa sawit ............................................ 15
6. Tanaman penutup (cover crop) di bawah tanaman kelapa sawit yang
seragam berupa rumput ................................................................................... 15
7. Curah hujan PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor tahun
2002 – 2010 ..................................................................................................... 16
8. Peta kemiringan lereng PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang,
Bogor ............................................................................................................... 17
9. Peta jenis tanah (klasifikasi soil taxonomy) PT. Perkebunan
Nusantara VIII Cimulang, Bogor ................................................................... 18
10. Peta potensi aliran permukaan PT. Perkebunan Nusantara VIII
Cimulang, Bogor ............................................................................................. 19
11. Sebaran penurunan produksi kelapa sawit (produksi 2009 – 2010) ............... 21
12. Grafik produksi kelapa sawit (ton TBS/ ha/ tahun) tahun tanam 2002 ........... 22
13. Kenampakan hillshade pada ArcGIS 9.3 untuk melihat daerah
cekungan ......................................................................................................... 24
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tumbuhan industri penting
penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar. Di Indonesia,
penyebarannya sebagian besar terletak di Sumatra dan Kalimantan, serta dalam
jumlah luasan yang lebih kecil berada di Jawa, Sulawesi dan Papua. Pada tahun
2007, Indonesia merupakan negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia
dengan luas areal 6,78 juta ha (Ditjenbun, 2008). Walaupun produksi kelapa sawit
sudah cukup tinggi, namun besarnya kebutuhan terhadap kelapa sawit mendorong
perlunya dilakukan pengelolaan perkebunan yang tepat, terarah, dan efisien untuk
meningkatkan kualitas dan produktivitas kelapa sawit, sehingga mampu
berkompetisi di pasar internasional.
Seperti telah banyak diketahui, tanaman kelapa sawit membutuhkan air
dalam jumlah yang sangat banyak dalam produksinya, sehingga perlu pengelolaan
air yang baik agar kebutuhan air dapat terpenuhi. Hal ini membuat ketersediaan
air menjadi salah satu faktor pembatas bagi produksi kelapa sawit.
Jika dilihat dari sistem hidrologi yang ada di pekebunan kelapa sawit,
sumber air untuk produksi tanaman didapat dari ketersediaan air yang berasal dari
air hujan. Air hujan yang jatuh ke tanah sebagian akan diserap oleh tanaman dan
sebagian diuapkan kembali ke udara melalui proses evapotranspirasi dan
penyerapan air ke dalam tanah melalui proses infiltrasi. Limpasan air yang
berlebih dialirkan melalui aliran permukaan. Di perkebunan kelapa sawit PT.
Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor, telihat adanya potensi aliran
permukaan dan terdapat beberapa blok perkebunan yang mengalami penurunan
produksi.
Wilayah Bogor memiliki curah hujan yang tinggi, yaitu sekitar >3000 mm
per tahun. Hal ini merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan
ketersediaan air. Pada perkebunan kelapa sawit diperlukan suatu pengelolaan air
yang dapat meningkatkan efisiensi untuk kebutuhan air tanaman kelapa sawit.
Salah satu bentuk pengelolaan air yang ada di perkebunan sawit untuk menjaga
ketersediaan air yaitu berupa embung. Di perkebunan PT. Perkebunan Nusantara
2
VIII belum terdapat embung. Embung dapat meningkatkan cadangan air tanah
sehingga ketersediaan air dapat terjaga saat curah hujan belum dapat mencukupi
kebutuhan air untuk tanaman kelapa sawit.
Sejauh ini penelitian tentang pengaruh potensi ketersediaan air terhadap
produktivitas kelapa sawit belum banyak dilakukan. Oleh karena itu perlu
dilakukan analisis potensi ketersediaan air dengan sistem informasi geografis
(GIS) untuk melihat pengaruhnya terhadap produksi kelapa sawit. Penelitian ini
diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan data penunjang yang dapat
meningkatkan efisiensi pekerjaan, khususnya dalam analisis pengaruh potensi
ketersediaan air terhadap produktivitas kelapa sawit di perkebunan kelapa sawit
PT Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor.
1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis ketersediaan air berdasarkan faktor-faktor biofisik lahan.
2. Menganalisis faktor penyebab penurunan produksi kelapa sawit di PT.
Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor.
3. Menganalisis secara spasial calon lokasi pembuatan embung.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelapa Sawit
Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah spesies Cococidae
yang paling besar habitusnya. Tanaman ini membutuhkan air sekitar 1950 mm per
tahun dengan curah hujan sekitar 2000 mm yang merata sepanjang tahun tanpa
bulan kering yang nyata (Pahan, 2006). Tanaman ini memiliki adaptasi yang tinggi
terhadap keadaan fisik dan kimia tanah yang kurang sesuai, antara lain pada tanah
yang bertekstur ringan (pasir berlempung, lempung berpasir, lempung berliat dan
liat berpasir), bertsruktur remah, permeabilitas sedang, serta tanah harus mampu
menahan air dengan kedalaman air sekitar 100 – 200 cm dan dengan kelas drainase
baik (Mangoensoekarjo, 2007).
2.2 Karakteristik Lingkungan untuk Kelapa Sawit
Menurut Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian
(2008) lama penyinaran matahari yang baik untuk kelapa sawit adalah antara 5 – 7
jam/hari. Tanaman ini memerlukan curah hujan tahunan 1.500 - 4.000 mm,
temperatur optimal 24 – 28°C. Ketinggian tempat yang ideal untuk sawit antara 1-
500 m dpl (di atas permukaan laut). Kelembaban optimum yang ideal untuk
tanaman sawit sekitar 80 – 90% dan kecepatan angin 5 – 6 km/jam untuk
membantu proses penyerbukan.
Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah Podsolik, Latosol, Alluvial
atau Regosol, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai. Tingkat
kemasaman (pH) yang optimum untuk sawit adalah 5,0 - 5,5. Kelapa sawit
menghendaki tanah yang gembur, subur, datar, berdrainase baik dan memiliki
lapisan solum cukup dalam (80 cm) tanpa lapisan padas. Kemiringan lahan
pertanaman kelapa sawit sebaiknya tidak lebih dari 15°.
Penanaman tanaman kacang-kacangan penutup tanah (LCC) pada areal
tanaman kelapa sawit sangat penting karena dapat memperbaiki sifat-sifat fisika,
kimia dan biologi tanah, mencegah erosi dan mempertahankan kelembaban tanah,
serta menekan pertumbuhan gulma. Penanaman tanaman kacangkacangan
sebaiknya dilaksanakan segera setelah persiapan lahan selesai. Jenis-jenis tanaman
4
kacang-kacangan yang umum di perkebunan kelapa sawit adalah Centrosema
pubescens, Colopogonium mucunoides dan Pueraria javanica. Biasanya
penanaman tanaman kacangan ini dilakukan tercampur (tidak hanya satu jenis).
2.3 Ketersediaan Air Kelapa Sawit
Kelapa sawit membutuhkan air dalam jumlah banyak untuk mencukupi
kebutuhan pertumbuhan dan produksi. Tanaman ini dikembangkan pada daerah
yang memiliki curah hujan tinggi yaitu lebih dari 2000 mm/ tahun atau paling
sedikit 150 mm/ bulan atau berkisar 1700 – 3000 mm/ tahun atau sebesar 5 – 6
mm/ hari tergantung pada umur tanaman dan cuaca, serta periode kering yang
nyata atau bulan kering kurang dari satu bulan per tahun.
Salah satu upaya pengendalian aliran permukaan dan erosi yang dapat
dilakukan adalah dengan peresapan air hujan yang jatuh ke dalam tanah, sehingga
dapat mengurangi proporsi air yang mengalir di permukaan tanah. Peresapan air
ke dalam tanah tersebut disamping dapat mengurangi aliran permukaan dan erosi,
juga dapat meningkatkan cadangan air tanah dan air bawah tanah. Air yang
tersimpan sebagai air tanah dan air bawah tanah tertahan lebih lama pada areal
tersebut, sehingga diharapkan dapat menjadi cadangan air bagi tanaman kelapa
sawit pada saat tidak terjadi hujan atau pada musim kemarau yang pada gilirannya
mampu meningkatkan produksi tanaman kelapa sawit (Murtilaksono et. al, 2007).
2.4 Aliran Permukaan
Aliran permukaan adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas
permukaan tanah menuju sungai, danau dan lautan (Asdak, 2004). Arsyad
(2000) menjelaskan aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan
tanah dan terjadi apabila intensitas hujan lebih besar dari laju infiltrasi. Aliran
permukaan merupakan penyebab terjadinya erosi, karena befungsi sebagai
pengangkut bahan-bahan tanah.
Rahim (2003) menyatakan bahwa jumlah aliran yang menjadi limpasan
sangat bergantung pada jumlah air hujan per satuan waktu (intensitas), keadaan
penutupan lahan, topografi (terutama kemiringan lereng), jenis tanah dan ada atau
tidaknya hujan yang terjadi sebelumnya. Topografi merupakan sifat fisik lahan
5
yang sangat berpengaruh terhadap aliran permukaan. Kemiringan lereng, wilayah
depresi dan waktu konsentrasi merupakan komponen yang termasuk di dalam nya.
Sifat fisik tanah seperti tekstur tanah juga merupakan faktor yang perlu
diperhitungkan dalam menganalisis besarnya laju aliran permukaan.
2.5 Sistem Informasi Geografis
Sistem Informasi Geografi (SIG) atau Geographic Information Sistem
(GIS) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data
yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi. Dengan kata lain suatu SIG
adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk menangani data
yang bereferensi keruangan (spasial) bersamaan dengan seperangkat operasi kerja
(Barus dan Wiradisastra, 2000).
Analsisis multitemporal data satelit merupakan metode yang efektif untuk
memperoleh informasi tentang fenomena perkembangan lahan pertanian maupun
pola perubahannya. Penggabungan data penginderaan jauh dengan sistem
informasi geografis sangat baik memberikan informasi yang berkualitas. Sistem
informasi geografis berfungsi untuk menganalisa perubahan secara multitemporal
(Anthoni et al., 2011).
2.6 Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh adalah ilmu dan teknologi untuk memperoleh informasi
suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan
suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji.
Dengan menggunakan berbagai sensor kita dapat mengumpulkan data dari jarak
jauh yang dapat dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang objek, daerah
atau fenomena yang diteliti (Lillesand dan Kiefer, 1979). Data penginderaan jauh
didapatkan melalui satelit Landsat, SPOT, Ikonos, Quickbird, ALOS dan
sebagainya.
Satelit ALOS merupakan satelit buatan Jepang yang memiliki tiga
instrumen, yaitu Panchromatic Remote-sensing Instrument for Stereo Mapping
(PRISM) untuk pemetaan elevasi secara digital, the Advanced Visible and Near
Infrared Radiometer type 2 (AVNIR-2) untuk observasi tutupan lahan, serta the
6
Phased Array type L-band Synthetic Aperture Radar (PALSAR) untuk observasi
keadaan cuaca (siang dan malam). Kemampuan sensor AVNIR (Advanced
Visible and Near Infrared Radiometer) dapat membantu dalam pemantauan
kondisi suatu daerah yang diinginkan, sehingga dapat dimanfaatkan dalam
penyusunan peta penggunaan lahan atau peta vegetasi terutama dengan band
cahaya tampak (visible) dan inframerah dekat (near infrared).
Kementerian Pertanian telah melakukan penelitian pemetaan kelapa sawit
dengan menggunakan citra satelit ALOS AVNIR-2 meliputi luas 101.785.741 ha
yang sebagian besar tersebar di wilayah Indonesia. Provinsi Sumatra Utara, Riau,
Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Banten, Kalimantan Barat,
Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Papua Barat memiliki lahan-lahan
yang potensial untuk pengembangan kelapa sawit dengan luasan lebih dari dua
juta hektar (Barus et al., 2010).
Koh et al. (2011) telah menggunakan citra satelit ALOS untuk pemetaan
perkebunan kelapa sawit. Dalam penelitiannya, ada tiga langkah yang digunakan
untuk pemetaan perkebunan kelapa sawit menggunakan citra satelit ALOS.
Pertama, klasifikasi digital tutupan lahan dengan klasifikasi terbimbing. Kedua,
intepretasi manual menjadi beberapa kelas tutupan lahan. Ketiga, mengidentifikasi
dengan ALOS Phased Array type L-band Synthetic Aperture Radar. Perkebunan
kelapa sawit yang dapat diidentifikasi dengan menggunakan metode ini terbatas
pada tanaman menghasilkan.
7
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan dari tanggal 24 Oktober sampai 23 Desember 2011,
yang berlokasi di PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor, Jawa Barat
yang terletak diantara 6° 29΄ 40΄΄ – 6° 32΄ 00΄΄ Lintang Selatan dan 106° 42΄ 20 –
106° 45΄ 20΄΄ Bujur Timur. Perkebunan ini memiliki luas lahan sekitar 1008,64
ha. Wilayah perkebunan PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor
Afdeling I dan II berbatasan dengan:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Parung Kabupaten Bogor.
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kota Bogor.
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Dramaga dan Kecamatan
Ciampea Kabupaten Bogor.
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Cibungbulang, Kecamatan
Rumpin, dan Kecamatan Parung Kabupaten Bogor.
Gambar 1. Peta lokasi PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor
Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laborartorium Penginderaan
Jauh dan Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
8
3.2 Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan adalah citra ALOS AVNIR-2 Bogor Barat tahun
2009, Peta Rupa Bumi skala 1:25.000 Lembar Leuwiliang, Kabupaten Bogor
(BAKOSURTANAL, 1999). Kemudian digunakan peta blok kebun tahun, peta
jenis tanah, peta elevasi, peta kemiring lereng, data curah hujan yang mewakili
tahun 2002 – 2010 dan data produksi kelapa sawit tahun 2005 – 2010 dari PT.
Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor. Alat yang digunakan adalah GPS
(Global Positioning System) dan seperangkat komputer yang dilengkapi aplikasi
ArcView GIS 3.3, ArcGIS 9.3, MINITAB 14, M.S Office 2007, dan Adobe
Photoshop CS3.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu tahap pengumpulan data,
tahap pengolahan data, tahap pengambilan data lapang, dan analisis data. Diagram
alur penelitian disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Diagram Alur Penelitian
9
3.3.1 Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder yang dikumpulkan adalah peta perkebunan (topografi, jenis
tanah dan tahun tanam), data produksi dan data curah hujan dari PT. Perkebunan
Nusantara VIII Cimulang, Bogor, citra ALOS AVNIR-2. Sedangkan data lapang
diperoleh langsung dari lokasi penelitian yaitu permasalahan dalam pengelolaan
air.
3.3.2 Pengolahan Citra ALOS AVNIR-2
Citra ALOS AVNIR-2 diolah dengan menggunakan software Arc GIS 9.3.
Tahap pengolahan citra ALOS AVNIR-2 meliputi koreksi geometrik, kombinasi
band dan pemotongan citra (cropping). Koreksi geometrik atau rektifikasi
bertujuan untuk memperbaiki distorsi geometrik, sehingga diperoleh citra dengan
sistem proyeksi dan koordinat seperti yang ada di peta. Koreksi geometrik
dilakukan dengan cara menyesuaikan suatu daerah yang sama antara citra yang
telah terkoreksi dengan citra yang belum terkoreksi. Kombinasi dilakukan untuk
mengetahui kenampakan citra dengan warna natural (natural color) kombinasi
band 3, 2 dan 1 (RGB) sehingga dapat melihat tutupan lahan (landcover).
Pemotongan citra dilakukan untuk mendapatkan lokasi penelitian pada citra
tersebut menggunakan software Arc GIS 9.3.
3.3.3 Pengolahan Peta Topografi
Pengolahan peta topografi bertujuan untuk mendapatkan peta kemiringan
lereng dan peta kelas elevasi dengan menggunakan software Arc View 3.3. Peta
kemiringan lereng diperoleh dari analisis kontur dan dilakukan digitasi peta kelas
kemiringan lereng kebun yang dibuat kembali dengan analisis kontur dari Peta
Rupa Bumi skala 1:25.000 lembar Leuwiliang sebagai referensi.
Peta kelas elevasi diperoleh dari digitasi peta elevasi kebun yang dibuat
kembali dari peta elevasi kebun yang sudah ada dengan referensi Peta Rupa Bumi
skala 1:25.000 lembar Leuwiliang sebagai referensi. Kemudian dilakukan
pengkelasan elevasi yang disesuaikan dengan interval yang ada di peta dan
dirubah ke dalam bentuk digital (vektor).
10
3.3.4 Pengolahan Peta Tanah
Peta tanah digunakan untuk mendapatkan informasi jenis tanah dan
fisiografi atau bentuk wilayah, sehingga dapat terbentuk peta jenis tanah di daerah
penelitian. Peta tanah yang digunakan adalah peta tanah kebun yang sudah ada
yang kemudian dibuat (digitasi) kembali dalam bentuk digital (vektor).
3.3.5 Pengolahan Peta Blok Kebun
Peta blok kebun digunakan untuk mendapatkan informasi lokasi dari tiap
blok kebun dan tahun tanam kelapa sawit yang berasal dari denah blok kebun.
Peta blok kebun yang digunakan adalah peta bidang blok kebun hasil scanning
data batas blok wilayah kebun tahun 2011 yang kemudian dilakukan digitasi
sehingga menjadi bentuk digital (vektor). Setelah itu dimasukkan data-data
tabularnya berupa informasi batas wilayah, batas wilayah tiap blok, tahun tanam
kelapa sawit dan data produktivitas di tiap blok kebun dari tahun 2005 – 2010.
3.3.6 Analisis Potensi Aliran Permukaan
Potensi aliran permukaan ditentukan dengan manggunakan variabel, yaitu
jenis tanah dan kemirngan lereng. Tahapan yang dilakukan dengan sistem
pembobotan (skoring) yaitu dengan membuat nilai dari setiap variabel dan nilai
tersebut dimasukkan ke dalam atribut data. Nilai (skor) untuk setiap variabel
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Skor kemiringan lereng dan jenis tanah
Kemiringan lereng
(%) Skor
Jenis tanah Skor
0 – 8 1 Latosol Cokelat Kemerahan 1
8 - 15 2 Oksisol 2
15 - 25 3 Podsolik Merah Kuning 3
25 – 40 4
11
Penentuan potensi aliran permukaan dilakukan dengan menggunakan
Sistem Informasi Geografis pada software ArcView GIS 3.3. Selanjutnya
dilakukan perhitungan dengan melakukan perkalian skor kemiringan lereng
dengan jenis tanah untuk mendapatkan jumlah skor sehingga dapat ditentukan
kelas potensi aliran permukaan. Dari hasil jumlah skor tersebut kemudian
dilakukan pengolahan atribut data secara spasial dalam bentk digital yang diubah
menjadi bentuk vektor berdasarkan kelas potensi aliran yang telah dibuat sehingga
didapatkan pola persebaran kelas potensi aliran permukaan. Daerah yang memiliki
tingkat potensi aliran permukaan tinggi akan memiliki jumlah skor yang tinggi,
sebaliknya daerah yang memiliki tingkat potensi aliran permukaan rendah akan
memiliki jumlah skor yang rendah. Skor tingkat potensi aliran permukaan
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Skor kelas potensi aliran permukaan
Kelas potensi aliran
permukaan Jumlah skor
Tinggi 9 – 12
Sedang 5 – 8
Rendah 1 – 4
3.3.7 Analisis Hidrologi
Analisis hidrologi dilakukan untuk menentukan calon lokasi pembuatan
embung. Analsis tersebut dilakukan menggunakan tools Hydrology pada ArcGIS
9.3 dengan DEM (digital elevation model) sebagai input yang kemudian diolah
kedalam pola alirandengan memperhitungkan slope, flow direction dan flow
accumulation. Calon lokasi pembuatan embung diproses pada beberapa tempat
yang terdapat akumulasi pola aliran intermitten (aliran tadah hujan).
3.3.8 Survei Lapang
Survei lapang dilakukan pada tanggal 26 dan 31 Oktober 2011, serta
tanggal 6 dan 7 Desember 2011 untuk mengetahui kecocokan hasil interpretasi
citra dan data lapangan. Pada saat survei lapang juga dilakukan wawancara
dengan pengelola kebun untuk mendapatkan informasi yang berhubungan dengan
pengelolaan air yang ada di lokasi penelitian.
12
3.3.9 Sintesis Data
Proses analisis dimulai dengan menganalisis hasil wawancara di lokasi
pengamatan yang didapat saat survei lapang, kemudian dilakukan analisis untuk
melihat faktor-faktor fisik lahan terhadap produktivitas, khususnya dalam hal
pengelolaan air dan aliran permukaan, serta dilakukan penentuan faktor fisik mana
yang paling berpengaruh terhadap perubahan produktivitas.
Untuk melihat keterkaitan faktor-faktor fisik dengan produktivitas,
dilakukan perhitungan nilai korelasi dengan menggunakan MINITAB 14, yaitu
dengan melakukan korelasi data produksi, kemiringan lereng, jenis tanah dan
potensi aliran permukaan dengan melihat nilai korelasi serta nilai p-value yang
<0.005 dari setiap faktor. Hasil dari analisis korelasi data akan menjelaskan
hubungan keterkaitan faktor-faktor biofisik dengan produktivitas.
13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Faktor-faktor Biofisik yang Mempengaruhi Ketersediaan Air
4.1.1 Kenampakan Tutupan Lahan berdasarkan Analisis Citra Digital
Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2
Bogor Barat tahun 2009 seperti yang tampak pada Gambar 3. Kombinasi band
yang digunakan pada penelitian ini adalah kombinasi antara band 3, 2, dan 1
(RGB) yang menghasilkan kenampakan alami (natural color). Interpretasi secara
visual pada Citra ALOS AVNIR-2 dilakukan berdasarkan pada unsur-unsur
interpretasi yaitu rona, pola, tekstur, ukuran, bentuk, bayangan, site dan asosiasi.
Gambar 3. Kenampakan citra ALOS AVNIR-2 (kombinasi band 3,2,1)
14
Dari hasil pemotongan (Gambar 4) citra ALOS AVNIR-2 pada kombinasi
band 3, 2 dan 1 (RGB), dapat terlihat tutupan lahan sebagian besar berupa
vegetasi, yaitu perkebunan kelapa sawit. Interpretasi secara visual menunjukkan
kenampakan tutupan lahan berupa kebun kelapa sawit dengan melihat unsur-unsur
interpretasi yang khas kebun kelapa sawit yaitu memiliki rona hijau, tekstur kasar
dan terdapat sungai tersebut serta aksesibilitas berupa jalan di areal perkebunan.
Gambar 4. Citra ALOS AVNIR-2 Wilayah Perkebunan PT. Perkebunan
Nusantara VIII Cimulang, Bogor
Kenampakan pada tutupan lahan kanopi berdasarkan umur tanaman kelapa
sawit (Gambar 5) menunjukkan adanya perbedaan secara visual yaitu kerapatan
kanopi tanaman kelapa sawit (semakin rapat semakin gelap warnanya). Tetapi
pada keadaan di lapangan seperti yang terlihat di Gambar 6, permukaan bawah
tanaman kelapa sawit memiliki tanaman penutup (cover crop) yang seragam yaitu
berupa rumput.
15
Gambar 5. Tingkat kerapatan kanopi tanaman kelapa sawit
Gambar 6. Tanaman penutup (cover crop) di bawah tanaman kelapa sawit yang
seragam berupa rumput
16
4.1.2 Curah Hujan
Curah hujan dari tahun 2002 – 2010 di wilayah Perkebunan PT.
Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor diasumsikan seragam, karena hanya
terdapat satu alat pengukur curah hujan di lokasi perkebunan. Curah hujan
tertinggi terjadi pada tahun 2009 sebesar 4116 mm yang disajikan pada Gambar 7
dengan curah hujan tertinggi pada bulan November (790 mm) dan terendah pada
bulan Agustus (70 mm), serta didapat rata-rata curah hujan tahun 2002 – 2010
sekitar 3482 mm/tahun, yang diasumsikan nilainya sama di seluruh wilayah
perkebunan PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor.
Gambar 7. Curah hujan tahunan PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang,
Bogor
4.1.3 Kemiringan Lereng
Gambar 8 adalah peta kemiringan lereng yang menunjukkan pembagian
kelas lereng di wilayah perkebunan PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang,
Bogor. Berdasarkan peta kelas kemiringan lereng tersebut, wilayah perkebunan
didominasi oleh kelas kemiringan lereng curam (15 – 25%) dengan luas 569.91 ha
yang terdapat di bagian tengah daerah perkebunan, sedangkan daerah yang datar
(0 – 8%) dengan luas 304.60 ha terdapat di bagian Utara dan Selatan daerah
perkebunan.
0
1500
3000
4500
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
cura
h h
uja
n (
mm
)
17
Gambar 8. Peta kemiringan lereng PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang,
Bogor
Tabel 3. Luas daerah dari setiap kemiringan lereng
Kemiringan lereng
(%)
Luas
(ha)
Persentasi
(%)
0 - 8 304,60 30,02
8 - 15 65,12 6,46
15 - 25 569,91 56,50
25 - 40 69,01 6,84
Total luas 1008,64 100,00
4.1.4 Jenis Tanah
Jenis tanah yang ada di perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan
Nusantara VIII Cimulang, Bogor Wilayah yang disajikan pada Gambar 9,
didominasi oleh jenis tanah Podsolik Merah Kuning yang persebarannya terdapat
pada blok 5, 6, 7, 8, 9, 10, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 20, 21, 22, 23, 24, 27, 28, 29, 30,
31, 32 dan 38.
18
Gambar 9. Peta jenis tanah PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor
Tabel 4 merupakan tabel kelas hidrologi tanah yang menunjukkan tipe dari
setiap kelas yang berdasarkan potensi aliran, tekstur tanah, kedalaman solum,
agregat, permeabilitas dan laju infiltrasi.
Tabel 4. Kelas Hidrologi Tanah
Kelas Hidrologi
Tanah Deskripsi Jenis Tanah
A
Potensi aliran permukaan rendah; tekstur pasir dan lempeng,
solum dalam, tekstur debu agregat baik, permeabilitas cepat
(laju infiltrasi minimum: 7,62 – 11,43 mm/ jam)
B
Potensi aliran permukaan agak rendah ; seperti pada kelompok
A Tetapi bersolum dangkal, permeabilitas sedang – tinggi(laju
infiltrasi minimum: 3,81 – 7,62 mm/jam)
C
Potensi aliran permukaan agak tinggi; tekstur lempung berliat,
lempung berpasir dengan solum dangkal, tanah dengan
kandungan bahan organik rendah dan tanah dengan kandungan
liat tinggi, permeabilitas rendah (laju infiltrasi minimum: 1,27 -
3,81 mm/ jam)
Latosol Cokelat
Kemerahan
D
Potensi aliran permukaan tinggi; meliputi tanah berkadar liat
tinggi yang mudah mengembang ketika basah, tanah yang
mempunyai lapisan impermeable dekat permukaan atau tanah
salin tertentu (laju infiltrasi minimum: 0 – 1,27 mm/ jam)
Podsolik Merah
Kuning
Berdasarkan deskripsi tabel kelas hidrologi tanah tersebut, kelas hidrologi
tanah di wilayah perkebunan PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor
termasuk ke dalam kelas hidrologi tanah C pada jenis tanah Latosol Cokelat
Kemerahan, sedangkan tanah Podsolik Merah Kuning termasuk pada kelas
19
hidrologi tanah D. Menurut hasil penelitian Marieta (2011), di wilayah
perkebunan PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor jenis tanah Latosol
Cokelat Kemerahan karena memiliki ketebalan solum ± 143 cm dengan laju
infiltrasi ± 1,31 cm/jam, sedangkan untuk jenis tanah Podsolik Merah Kuning
memiliki solum ± 103 cm dengan laju infiltrasi ± 1,55 cm/jam
.
4.1.5 Potensi Aliran Permukaan
Pola potensi aliran permukaan yang dianalisis dari hasil gabungan data
atribut yang berupa data kemiringan lereng, jenis tanah dan kelas hidrologi tanah
disajikan pada Gambar 10. Dari hasil dapat terlihat bahwa potensi aliran
permukaan hampir di seluruh wilayah memiliki potensi aliran yang tinggi. Potensi
aliran permukaan yang tinggi dominan terjadi di sebagian besar wilayah
perkebunan yaitu di bagian tengah wilayah perkebunan, sedangkan daerah
perkebunan yang memiliki potensi aliran rendah terdapat di bagian Tenggara,
Selatan dan Barat Laut. Hal ini mengakibatkan air yang berlebih mengalir dari
tempat yang lebih tinggi dengan kemiringan lereng yang lebih curam ke tempat
yang lebih rendah dan lebih datar, sehingga ketersediaan air pada daerah yang
lebih rendah dan lebih datar menjadi berlebih.
Gambar 10. Peta potensi aliran permukaan PT. Perkebunan Nusantara VIII
Cimulang, Bogor
20
4.2 Hubungan Potensi Aliran Permukaan dengan Produksi Kelapa Sawit
Pada beberapa blok kebun terdapat penurunan produksi kelapa sawit (ton
TBS/ha/tahun) yang disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi potensi
aliran permukaan. Penurunan produksi kelapa sawit tidak terjadi di sebagian
besar wilayah perkebunan, tetapi penurunan produksi terlihat di wilayah
perkebunan bagian Timur dan Barat, yaitu di blok 1, 2, 4, 5, 6, 8, 10, 11, 12, 18,
27, 28, 29, 30, 33, 34 dan 35.
Potensi aliran permukaan akan menjadi lebih tinggi jika terdapat pada
lereng yang lebih curam, sebaliknya potensi aliran permukaan akan lebih rendah
jika terdapat pada lereng yang lebih datar. Tetapi hal tersebut belum tentu terjadi
pada daerah lembah yang merupakan daerah akumulasi dari aliran permukaan
yang berasal dari tempat yang lebih tinggi dengan kemiringan lereng yang curam
sehingga dapat menyebabkan aliran permukaan menjadi lebih tinggi yang
akhirnya keadaan tanah menjadi jenuh air.
Tabel 5. Data Penurunan Produksi Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII
Cimulang, Bogor tahun 2009 – 2010
Jenis Tanah Kemiringan
Lereng (%)
Produksi ton TBS/ ha/ tahun Penurunan
Produksi
(%)
Blok Produksi
2009
Produksi
2010
Latosol Cokelat Kemerahan 0 – 8 22.54 20.88 7.36 4
Latosol Cokelat Kemerahan 0 – 8 24.97 22.69 9.13 11
Latosol Cokelat Kemerahan 0 – 8 25.99 22.38 13.90 12
Latosol Cokelat Kemerahan 0 – 8 24.47 17.97 26.56 1
Latosol Cokelat Kemerahan 0 – 8 26.80 19.02 29.03 2
Oksisol 15 – 25 26.03 24.65 5.28 35
Oksisol 8 – 15 25.93 24.37 6.01 33
Oksisol 8 – 15 25.35 21.03 17.04 34
Podsolik Merah Kuning 15 – 25 25.13 24.82 1.26 10
Podsolik Merah Kuning 15 – 25 25.18 24.65 2.11 8
Podsolik Merah Kuning 15 – 25 19.31 18.76 2.84 30
Podsolik Merah Kuning 15 – 25 18.39 17.54 4.65 28
Podsolik Merah Kuning 15 – 25 27.94 26.56 4.94 18
Podsolik Merah Kuning 15 – 25 12.61 11.43 9.32 29
Podsolik Merah Kuning 15 – 25 23.85 21.30 10.71 6
Podsolik Merah Kuning 15 – 25 28.47 25.39 10.84 5
Podsolik Merah Kuning 25 – 40 13.67 13.51 1.15 27
21
Penurunan produksi terbesar terjadi di Blok 2, yang terdapat pada jenis
tanah Latosol Cokelat Kemerahan dan kemiringan lereng 0 – 8% yang merupakan
daerah terakumulasinya aliran permukaan, yaitu sebesar 29,03% dari produksi
26,80 ton TBS/ha/tahun pada tahun 2009 menjadi 19,02 ton TBS/ha/tahun pada
tahun 2010 yang disajikan pada Tabel 5. Sunarko (2007) menyatakan bahwa
drainase yang buruk dapat menghambat penyerapan unsur hara dan proses
nitrifikasi akan terganggu, sehingga tanaman akan kekurangan unsur nitrogen. Hal
ini dapat mempengaruhi proses pembungaan, serta curah hujan yang tinggi dapat
menyebabkan buah sawit yang dihasilkan menjadi lebih sedikit pada produksi
tahun berikutnya. Penyebaran penurunan produksi kelapa sawit disajikan pada
Gambar 11.
Gambar 11. Sebaran penurunan produksi kelapa sawit (produksi 2009 – 2010)
Penurunan produksi kelapa sawit terbesar terjadi pada tahun tanam 2002
(Gambar 12). Hal ini dapat disebabkan karena perakaran tanaman bertambah luas
sehingga terdapat persaingan dalam penyerapan unsur hara di dalam tanah. Posisi
tanaman kelapa sawit tahun tanam 2002 juga yang terdapat di daerah yang relatif
datar (lembah) yang merupakan daerah akumulasi dari aliran permukaan yang
berasal dari daerah yang lebih tinggi dan berlereng lebih curam sehingga kondisi
22
tanah yang berada di daerah yang lebih rendah dan relatif datar (lembah) menjadi
jenuh oleh air karena drainase tanah menjadi buruk.
Gambar 12. Grafik produksi kelapa sawit (ton TBS/ ha/ tahun) tahun tanam 2002
Tabel 6. Korelasi kemiringan lereng, jenis tanah, potensi aliran permukaan dengan
penurunan produksi kelapa sawit
Kemiringan
lereng
Penurunan
produksi Jenis tanah
Potensi aliran
permukaan
Penurunan
produksi
-0,674
0,003*
Jenis tanah 0,233 -0,404
0,368 0,108
Potensi aliran
permukaan
0,808 -0,565 0,359
0,000* 0,018* 0,157
Tahun tanam 0,666 -0,723 0,334 0,595
0,003* 0,001* 0,190 0,012*
Keterangan : Nilai korelasi
P-Value
*) nyata pada selang kepercayaan >95% (p-value <0,050)
Penurunan produksi memiliki korelasi terhadap kemiringan lereng karena
mempunyai hubungan linier negatif (mendekati -1) yaitu -0,674, artinya semakin
miring lereng maka semakin rendah penurunan produksi. Kemiringan lereng
Produksi
Tahun
2005
Produksi
Tahun
2006
Produksi
Tahun
2007
Produksi
Tahun
2008
Produksi
Tahun
2009
Produksi
Tahun
2010
Blok 1 2,87 16,97 25,31 26,93 24,47 17,97
Blok 2 2,84 14,42 26,11 25,96 26,80 19,02
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
ton
TB
S/
ha
/ ta
hu
n
23
memiliki korelasi sangat kuat terhadap potensi aliran permukaan karena
mempunyai hubungan semakin kuat (nilai korelasi 0,75 – 0,99) yaitu 0,808,
artinya semakin miring lereng maka semakin tinggi potensi aliran permukaan.
Potensi aliran permukaan memiliki korelasi yang signifikan terhadap penurunan
produksi karena hubungan keduanya signifikan (nilai p-value < 0,05) yaitu 0,018,
artinya semakin rendah potensi aliran permukaan maka penurunan produksi
semakin tinggi, tetapi masih terdapat faktor lain yang juga mempengaruhi tingkat
produksi.
4.3 Rekomendasi Pengelolaan Air berdasarkan Potensi Aliran
Salah satu upaya pengedalian aliran permukaan adalah dengan perespan
air hujan yang jatuh ke dalam tanah, sehingga dapat mengurangi proporsi air yang
mengalir di permukaan tanah, misalnya dengan membuat rorak (sebagai embung
yang kecil). Selain dapat mengurangi aliran permukaan, peresapan air ke dalam
tanah dapat meningkatkan cadangan air tanah, sehingga diharapkan dapat menjadi
cadangan air bagi tanaman kelapa sawit pada saat tidak terjadi hujan atau pada
musim kemarau yang pada gilirannya mampu meningkatkan produksi tanaman
kelapa sawit (Murtilaksono et al., 2007).
Dari hasil analisis hidrologi yang disajikan pada Gambar 13, didapatkan
hasil berupa arah aliran air, khususnya sungai tadah hujan (intermiten) pada
kumpulan arah aliran yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air. Posisi dari
embung yang digunakan untuk tangkapan air berada setelah di pertemuan
beberapa aliran yang ada di wilayah perkebunan. Penentuan posisi embung
ditentukan berdasarkan kondisi topografi yang terdapat alur atau cekungan tempat
melintasnya aliran air dan berdasarkan kondisi tanah yang strukturnya kuat untuk
menampung air. Rekomendasi calon posisi embung terdapat pada blok 9
(106°42΄39΄΄ Bujur Timur 6°30΄54΄΄ Lintang Selatan), blok 16 (106°43΄19΄΄
Bujur Timur 6° 31΄ 8΄΄ Lintang Selatan) , blok 20 (106°43΄37΄΄ Bujur Timur
6°31΄1΄΄ Lintang Selatan) dan blok 36 (106°44΄9΄΄ Bujur Timur 6°30΄57΄΄
Lintang Selatan).
24
Gambar 13. Kenampakan hillshade pada ArcGIS 9.3 untuk melihat daerah
cekungan
25
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Ketersediaan air untuk tanaman kelapa sawit di perkebunan kelapa sawit
PT. Perkebunan Nusantara VIII rendah dan sebaliknya potensi aliran
permukaannya tinggi.
2. Penurunan produksi memiliki korelasi terhadap kemiringan lereng karena
mempunyai hubungan linier negatif (mendekati -1) yaitu -0,674.
Kemiringan lereng memiliki korelasi sangat kuat terhadap potensi aliran
permukaan karena mempunyai hubungan semakin kuat (nilai korelasi 0,75
– 0.99) yaitu 0,808. Potensi aliran permukaan mempengaruhi penurunan
produksi kelapa sawit karena korelasi keduanya signifikan (nilai p-value
<0,05) yaitu 0,018.
3. Untuk mengurangi aliran permukaan yang berada dalam lokasi
perkebunan, direkomendasikan untuk membangun embung (penyimpan air
permukaan) yang terdapat di blok 9, 16, 20 dan 36.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan pembuatan embung untuk menjaga ketersediaan air
(cadangan air tanah) di saat musim kemarau.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan metode lain dan data
(variabel) yang lebih menunjang.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang estimasi besarnya debit
aliran serta ukuran embung yang akan dibuat pada lokasi yang telah
direkomendasikan agar jumlah air yang dapat ditampung sesuai dengan
kebutuhan.
26
DAFTAR PUSTAKA
Anthoni, A. J., M.Taufik, Wiweka dan F. Muchsin. 2011. Evaluasi ketersediaan
lahan pertanian padi dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh
dan sistem informasi geografis. Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional.
Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor
Asdak, C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 2008. Teknologi
Budidaya Kelapa Sawit.
Barus, B dan U.S. Wiradisastra. 2000. Sistem Informasi Geografis. Bogor: Institut
Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Program Studi Ilmu Tanah.
Barus, B, M. Selari, I. Lubis, S. Rahardja, H. Agung, H. Wijaya, Supijatno, LS
Iman, B.H. Trisasongko dan D. Shiddiq. 2010. Pemetaan komoditas
perkebunan kelapa sawit, karet dan kakao dan industrinya di Indonesia.
http://bbarus.staff.ipb.ac.id/2012/03/06/pemetaan-komoditas-perkebunan
-kelapa-sawit-karet-dan-kakao-dan-industrinya-di-indonesia-mapping-of-
oilpalm-rubber-and-cacao-plantation-and-its-industriy-in-indonesia/,
Diakses tanggal [18 Maret 2012]
Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian. 2008. Komitmen
Pemerintah Membangun Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan.
Koh, L P., J. Miettinen, S.C. Liew, dan J. Ghazoula. 2011. Remotely sensed
evidence of tropical peatland conversion to oil palm. PNAS 108: 5127 –
5132.
Lillesand, TM, Kiefer RW. 1979. Remote Sensing and Image Interpretation.
(Terjemahan Dulbahri et al.). 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi
Citra. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Mangoensoekarjo, S. 2007. Manajemen Tanah dan Pemepukan Budidaya
Perkebunan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Marieta. 2011. Karakteristik Sifat Fisik dan Hidrologi Tanah pada berbagai
Penggunaan Lahan (Studi Kasus di Desa Cimulang, Kecamatan
Rancabungur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Bogor: Skripsi Program
studi Ilmu Tanah. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan.
Fakultas Pertanian. Institut Prtanian Bogor.
Murtilaksono, K., H. H. Siregar dan W. Darmosarkoro. 2007. Model neraca air di
perkebunan kelapa sawit. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit 15: 21 – 35.
27
Pahan, I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu
hingga Hilir. Bogor: Penebar Swadaya.
Rahim, S.E. 2003. Pengendalian Erosi Tanah dalam Rangka Pelestarian
Lingkungan Hidup. Bumi Aksara. Jakarta.
Sunarko. 2007. Petunjuk Praktis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit. PT
AgroMedia Pustaka. Jakarta.
28
LAMPIRAN
29
Tabel Lampiran 1. Data curah hujan dan hari hujan PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor
Tahun Uraian Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jumlah
2002 Curah Hujan (mm) 652 637 311 404 183 184 277 94 132 209 366 406 3855
Hari Hujan (hari) 21 22 8 14 12 8 13 2 5 10 23 20 158
2003 Curah Hujan (mm) 197 449 337 247 246 158 17 243 205 241 276 284 2900
Hari Hujan (hari) 9 21 18 15 17 6 1 7 9 14 12 20 149
2004 Curah Hujan (mm) 231 301 229 495 249 111 132 106 392 278 441 411 3376
Hari Hujan (hari) 13 20 14 22 12 4 8 1 13 11 28 13 159
2005 Curah Hujan (mm) 413 397 341 235 308 766 137 154 295 330 271 317 3964
Hari Hujan (hari) 18 16 16 10 8 20 10 8 10 6 4 14 140
2006 Curah Hujan (mm) 545 315 203 206 299 164 95 184 23 122 303 530 2989
Hari Hujan (hari) 21 13 9 10 7 4 6 3 3 5 18 17 116
2007 Curah Hujan (mm) 324 361 195 346 145 191 81 290 96 183 315 437 2964
Hari Hujan (hari) 9 14 10 13 6 9 6 7 7 13 11 24 129
2008 Curah Hujan (mm) 324 361 411 371 220 104 214 195 130 409 390 227 3356
Hari Hujan (hari) 9 18 22 20 11 6 6 10 5 16 12 13 148
2009 Curah Hujan (mm) 364 272 243 325 549 387 90 70 202 740 790 84 4116
Hari Hujan (hari) 14 16 14 17 13 12 4 1 5 13 19 13 141
2010 Curah Hujan (mm) 755 495 278 152 328 211 157 396 345 246 339 120 3822
Hari Hujan (hari) 20 21 18 9 14 15 10 20 23 16 19 13 198
30
Tabel Lampiran 2. Data Produksi Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor Afdeling I
Tahun Tanam No Blok Luas Lahan
(ha)
Pohon/
ha
Produksi 2005 Produksi 2006 Produksi 2007 Produksi 2008 Produksi 2009 Produksi 2010
ton TBS/ha/th ton TBS/ha/th ton TBS/ha/th ton TBS/ha/th ton TBS/ha/th ton TBS/ha/th
2002 1 19.82 132.24 2.87 16.97 25.31 26.93 24.47 17.97
2 35.72 132.73 2.84 14.42 26.11 25.96 26.80 19.02
2003
4 19.13 131.14
4.09 13.86 14.54 22.54 20.88
5 20.58 131.20
2.37 13.64 17.05 28.47 25.39
6 23.60 131.27
2.80 11.99 14.94 23.85 21.30
8 29.87 130.93
2.93 14.20 20.22 25.18 24.65
10 46.85 131.38
2.79 14.49 18.86 25.13 24.82
11 18.90 130.79
2.65 11.40 17.05 24.97 22.69
12 28.67 131.04
2.73 14.00 20.82 25.99 22.38
18 13.25 131.85
2.10 13.10 23.74 27.94 26.56
2004
7 43.62 131.04
2.28 10.67 19.60 22.46
9 46.60 131.05
1.39 9.62 17.44 25.68
13 22.67 131.41
1.79 9.93 18.86 23.48
14 28.12 132.68
1.57 8.66 16.77 18.88
15 17.38 162.43
2.71 14.37 24.13 25.33
17 20.99 108.96
2.58 10.10 17.32 17.74
2005 3 41.99 130.32
4.40 15.23 20.51
16 26.69 132.78
3.32 8.59 14.12
31
Tabel Lampiran 3. Data Produksi Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor Afdeling II
Tahun Tanam No Blok Luas Lahan
(ha)
Pohon/
ha
Produksi 2006 Produksi 2007 Produksi 2008 Produksi 2009 Produksi 2010
ton TBS/ha/th ton TBS/ha/th Ton TBS/ha/th Ton TBS/ha/th Ton TBS/ha/th
2003
33 18.74 134.15 3.38 12.71 19.58 25.93 24.37
34 41.08 130.01 4.07 15.65 20.16 25.35 21.03
35 18.01 122.04 4.78 14.66 18.00 26.03 24.65
36 18.82 139.85 2.96 13.55 16.55 26.46 26.89
38 18.91 144.90 2.68 9.14 11.02 24.26 24.83
2004
19 33.22 132.06
1.28 7.22 17.35 18.95
20 35.52 131.39
1.47 9.92 16.63 20.66
21 22.73 124.68
1.69 13.22 13.86 19.74
27 17.93 131.57
0.65 5.74 13.67 13.51
28 26.98 129.32
1.36 8.21 18.39 17.54
29 29.44 124.52
0.30 5.16 12.61 11.43
30 23.93 128.54
2.34 10.63 19.31 18.76
2005
22 20.50 131.22
3.81 10.62 18.32
23 19.35 131.68
3.99 12.21 17.66
24 32.20 130.99
2.31 6.88 12.91
25 25.86 133.10
4.80 14.46 23.71
26 25.18 137.89
4.65 16.41 28.60
31 26.48 130.51
2.31 7.36 12.91
32 23.92 129.97
2.49 9.24 14.07
37 25.39 130.76
3.18 8.45 14.34