analisis praktik klinik keperawatan kesehatan...
TRANSCRIPT
ANALISIS PRAKTIK KLINIK
KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN
STROKE ISKEMIK DI RUANG MELATI ATAS RSUP
KARYA ILMIAH AKHIR
DIYANTI SEPTIANA PUTRI
PEMINATAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN
KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA
STROKE ISKEMIK DI RUANG MELATI ATAS RSUP
PERSAHABATAN JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
DIYANTI SEPTIANA PUTRI, S.KEP
NPM 0806333814
PEMINATAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN
DEPOK
JULI 2013
KEPERAWATAN
PADA KASUS
STROKE ISKEMIK DI RUANG MELATI ATAS RSUP
PEMINATAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
KEPERAWATAN
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
ANALISIS PRAKTIK
KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA KASUS
STROKE ISKEMIK DI RUANG MELATI ATAS RSUP
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
DIYANTI SEPTIANA PUTRI
PEMINATAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI
i
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN
KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA KASUS
STROKE ISKEMIK DI RUANG MELATI ATAS RSUP
PERSAHABATAN JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
DIYANTI SEPTIANA PUTRI, S.KEP
NPM 0806333814
PEMINATAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN
DEPOK
JULI 2013
KEPERAWATAN
KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA KASUS
STROKE ISKEMIK DI RUANG MELATI ATAS RSUP
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Ners
PEMINATAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
KEPERAWATAN
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Karya ilmiah ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik
yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
NPM
Tanda tangan
Tanggal
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik
yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Diyanti Septiana Putri
NPM : 0806333814
Tanda tangan :
Tanggal : 10 Juli 2013
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik
yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
Karya ilmiah akhir ini diajukan oleh
Nama
NPM
Program Studi
Judul Karya Ilmiah
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
pada Program Studi Ilmu Keperawatan, Fak
Universitas Indonesia
Pembimbing : I Made Kariasa S.Kp., MM., M.Kep
Penguji : Ns. Oon
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 10 Juli 2013
iii Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
ini diajukan oleh:
: Diyanti Septiana Putri, S.Kep
: 0806333814
: Ilmu Keperawatan/ Program profesi
: Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan
Masyarakat Perkotaan pada Kasus
di Ruang Melati Atas RSUP Persahabatan Jakarta
berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
pada Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan,
Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
ade Kariasa S.Kp., MM., M.Kep, Sp.KMB
Oon Rohana, S.Kep
: Depok
: 10 Juli 2013
Universitas Indonesia
/ Program profesi
Klinik Keperawatan Kesehatan
pada Kasus Stroke Iskemik
di Ruang Melati Atas RSUP Persahabatan Jakarta
berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners
ultas Ilmu Keperawatan,
( )
( )
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur yang sedalam-dalamnya penulis ucapkan kehadirat Allah SWT.
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir dengan Judul “Analisis Praktik Klinik
Keperawatan Kesehatan Masyarakat pada Kasus Stroke Iskemik di Ruang
Melati Atas RSUP Persahabatan Jakarta” ini tepat pada waktunya.
Penyelesaian dan penulisan karya ilmiah akhir ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Atas bantuan, dorongan dan
bimbingan yang telah diberikan, penulis mengucapakan terima kasih dan
penghormatan yang setinggi-tinginya kepada :
1. Ibu Dewi Irawaty, MA., Ph.D, selaku dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.
2. Ibu Riri Maria, S.Kp., MANP selaku koordinator mata kuliah KKMP.
3. Bapak I Made Kariasa S.Kp., M.M., M.Kep., Sp.KMB selaku dosen
pembimbing praktik KKMP KMB sekaligus dosen pembimbing dalam
pembuatan karya ilmiah akhir ini.
4. Ibu Ns. Oon Rohana, S.Kep selaku kepala ruangan Melati Atas sekaligus
pembimbing klinik selama pelaksanaan praktik.
5. Kakak-kakak perawat di ruangan Melati Atas yang telah memberikan
banyak ilmu selama di lapangan praktik.
6. Teman-teman satu kelompok di Melati Atas RSUP Persahabatan yang
selalu memberikan semangat dan keceriaan selama pelaksanaan praktik:
Desy, Syifa, Nanda, Lina, Ridung, dan Pak Yudi.
7. Teristimewa kepada orang tua, kakak, dan seluruh keluarga tercinta yang
telah memberikan dorongan semangat, pengertian, pengorbanan serta
dukungan baik moril maupun materil.
8. Rekan-rekan seperjuangan angkatan 2008 yang saling memberikan
semangat dalam penyelesaian karya ilmiah akhir ini.
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
v
Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dan bantuan yang telah kalian
berikan kepada penulis.
Besar harapan penulis, karya ilmiah akhir ini dapat memberi kontribusi dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dalam keperawatan yang bisa bermanfaat bagi
masyarakat luas nantinya. Penyusunan karya ilmiah ini tentunya masih jauh dari
kata sempurna. Dengan demikian penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang dapat membangun ke arah perbaikan dan kesempurnaan dalam pembuatan
karya ilmiah yang lebih baik nantinya
Depok, Juli 2013
Penulis
DIYANTI SEPTIANA PUTRI
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik
bawah ini :
Nama
NPM
Program Studi
Fakultas
Jenis karya
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul
Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan
di Ruang Melati Atas RSUP Persahabatan Jakarta
(jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas
Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam
bentuk pangkalan data (
saya selama tetap me
pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
: Diyanti Septiana Putri
: 0806333814
: Profesi Keperawatan
: Ilmu Keperawatan
: Karya ilmiah akhir
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty
atas karya ilmiah saya yang berjudul: Analisis Praktik
Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Kasus
di Ruang Melati Atas RSUP Persahabatan Jakarta beserta perangkat yang ada
(jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas
Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam
bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir
saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 10 Juli 2013
Yang menyatakan
( Diyanti Septiana Putri )
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
exclusive Royalty
Analisis Praktik Klinik
Stroke Iskemik
perangkat yang ada
(jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas
Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam
, merawat, dan mempublikasikan tugas akhir
ncantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
vii
ABSTRAK
Nama : Diyanti Septiana Putri
Program Studi : Profesi Keperawatan
Judul : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat
Perkotaan pada Kasus Stroke Iskemik di Ruang Melati Atas
RSUP Persahabatan Jakarta
Stroke merupakan penyebab utama kematian di daerah perkotaan. Salah satu
gejala umum pada pasien stroke adalah hemiparesis. Kondisi ini dapat
menyebabkan terjadinya penurunan kekuatan otot yang dapat mengakibatkan
ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Karya ilmiah ini
bertujuan untuk melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke
iskemik dengan pengkhususan intervensi kepada latihan ROM. ROM atau Range
of Motion merupakan salah satu intervensi yang dapat meningkatkan kekuatan
otot dan menghindari komplikasi imobilisasi. Hasil yang didapat menunjukan
adanya peningkatan kekuatan otot setelah dilakukan latihan ROM. Untuk itu
diperlukan penyusunan program ROM agar ROM dapat dilaksanakan secara rutin
dan sedini mungkin.
Kata kunci: hemiparesis, kesehatan, perkotaan, range of motion, stroke, stroke
iskemik
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
viii
ABSTRACT
Name : Diyanti Septiana Putri
Study Program : Professional Nursing
Title : Analysis of Urban Health Nursing Clinical Practice on Ischemic
Stroke Patient in Melati Atas RSUP Persahabatan Jakarta
Stroke is the leading cause of mortality in urban area. One of the most frequent
symptoms in stroke patient is hemiparese. This condition could lead to decreasing
muscle’s strength which could cause disability in doing activity of daily living.
This scientific paper is aim to implementing nursing intervention on ischemic
stroke patient which is specializing to ROM exercise. ROM or Range of Motion is
one of nursing intervention which has ability to increase the strength of muscle
and prevent from immobilization complications. The result shows that there’s an
increasing muscle’s strength on the patient. It is suggested that there should be a a
composed program so that ROM chould be done routinely and as early as
possible.
Key words: health, hemiparese, ischemic stroke, range of motion, stroke, urban
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................... vi
ABSTRAK ...................................................................................................... vii
ABSTRACT ..................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii
DAFTAR SKEMA .......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Tujuan Penulisan ..................................................................... 5
1.2.1 Tujuan Umum ............................................................... 5
1.2.2 Tujuan Khusus .............................................................. 5
1.3 Manfaat Penulisan ................................................................... 6
1.3.1 Manfaat Aplikatif ......................................................... 6
1.3.2 Manfaat Teoritis atau Akademis................................... 6
1.4 Sistematika Penulisan .............................................................. 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Stroke .......................................................................... 8
2.1.1 Definisi Stroke .............................................................. 8
2.1.2 Anatomi Fisiologi ......................................................... 9
2.1.3 Etiologi dan Faktor Resiko ........................................... 11
2.1.4 Patofisiologi Stroke ..................................................... 12
2.1.5 Manifestasi Klinik ....................................................... 14
2.1.6 Klasifikasi Stroke ........................................................ 16
2.1.7 Penatalaksanaan Stroke ............................................... 17
2.1.8 Komplikasi Stroke ....................................................... 19
2.2 Asuhan Keperawatan pasien Stroke ........................................ 19
2.2.1 Pengkajian .................................................................... 19
2.2.2 Diagnosa Keperawatan ................................................. 24
2.2.3 Rencana Intervensi Keperawatan ................................. 25
2.2.4 Evaluasi ....................................................................... 26
BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA
3.1 Ringkasan Kasus ...................................................................... 28
3.2 Asuhan Keperawatan ................................................................ 28
3.2.1 Pengkajian dengan Menggunakan Model
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
x
Keperawatan................................................................. 28
3.2.2 Diagnosa Keperawatan ................................................ 35
3.2.3 Rencana Intervensi Keperawatan ................................. 37
3.2.4 Implementasi dan Evaluasi .......................................... 43
BAB 4 ANALISIS SITUASI
4.1 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP
dan Konsep Kasus Terkait ........................................................ 46
4.2 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian
Terkait ...................................................................................... 50
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan ............................................................................. 54
5.2 Saran ....................................................................................... 55
DAFTAR REFERENSI ................................................................................ 56
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Anatomi dan pembagian struktur otak .................................... 9
Gambar 2.2 Sirkulus Willisi ....................................................................... 10
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Area pembuluh darah otak yang terkena stroke dan bentuk
patologisnya ............................................................................... 15
Tabel 3.1 Observasi tekanan darah Tn S (dalam mmHg) .......................... 29
Tabel 3.2 Analisis data pengkajian ............................................................ 35
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
xiii
DAFTAR SKEMA
Skema 2.1 Patoflow stroke ........................................................................... 13
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Rencana asuhan keperawatan Tn S dengan stroke iskemik
Lampiran 2 Prosedur Range of Motion
Lampiran 3 Catatan perkembangan Tn S
Lampiran 4 Biodata mahasiswa
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
1
BAB I
PENDAHULUAN
Bab I ini akan menguraikan tentang latar belakang yang menjadi dasar karya
ilmiah ini, tujuan, dan manfaat penulisan. Bab ini juga akan menggambarkan
sistematika penulisan karya ilmiah ini.
1.1 Latar Belakang
Stroke merupakan salah satu bentuk penyakit degeneratif yang berupa
penyumbatan sirkulasi darah di otak. Setiap tahun, kurang lebih 15 juta
orang diseluruh dunia terserang stroke (Smeltzer & Bare, 2005). Menurut
Yayasan Stroke Indonesia (2006), dalam skala global, stroke sekarang
berada dalam peringkat kedua, di bawah penyakit jantung iskemik sebagai
penyebab kematian dan merupakan faktor utama penyebab kecacatan serius.
Angka kejadian stroke dunia diperkirakan 200 per 100.000 penduduk, dalam
setahun. Bila ditinjau dari segi usia terjadi perubahan dimana stroke bukan
hanya menyerang usia tua tapi juga menyerang usia muda yang masih
produktif. Terdapat sekitar 500.000 orang penderita yang mengalami stroke
baru, 100.000 mengalami stroke berulang dan sekitar 160.000 meninggal
setiap tahun (Smeltzer & Bare, 2005).
Feigin (2007) menyebutkan beberapa studi menunjukkan pada tahun 2025,
stroke akan menjadi penyebab utama kematian dan kecatatan tidak hanya di
negara maju, tapi juga di negara ekonomi rendah dan berkembang,
mengalahkan penyakit-penyakit menular. Stroke merupakan penyebab
kematian dan kecatatan yang terus berkembang di negara dengan
perekonomian rendah hingga sedang, estimasi tersebut tergolong lebih tinggi
dibandingkan dengan negara maju (Norris, Meriel dkk, 2010).
Sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia termasuk kedalam negara
dengan angka penderita stroke yang terbesar. Saat ini di Indonesia stroke
menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian di rumah sakit. Di
Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
2
Universitas Indonesia
serangan stroke, dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya
mengalami cacat ringan atau berat. Angka kejadian stroke di Indonesia
meningkat dengan tajam dapat disebabkan karena berbagai sebab selain
penyakit degeneratif, dan salah satunya yang terbanyak adalah karena stress.
Apabila tidak ada upaya penanggulangan stroke yang lebih baik,
diperkirakan jumlah penderita stroke pada tahun 2020 diprediksikan akan
meningkat 2 kali lipat (Yayasan Stroke Indonesia, 2007).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi
stroke di Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per 1.000 penduduk, dan yang
telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6 per 1.000 penduduk. Hal
ini menunjukkan sekitar 72,3% kasus stroke di masyarakat telah didiagnosis
oleh tenaga kesehatan (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
2008 dalam Cahyati, 2011). Norris dkk (2010) menggambarkan Indonesia
sebagai negara yang memiliki faktor resiko yang cukup besar untuk
terjadinya stroke, seperti bertambahnya kelompok usia lanjut (SEARO,
2008), peningkatan angka obesitas (Kisjanto, Bonneux, Prihartono,
Ranakusuma, & Grobbee, 2005), angka merokok yang tinggi (Ng et al.,
2006) dan stroke dilaporkan sebagai penyebab utama kematian dalam jangka
waktu 5 tahun terakhir (Kusuma, Venketasubramanian, Kiemas, & Misbach,
2009)
Menurut Sutarto (2006) yang disampaikan pada Yayasan Stroke Indonesia,
penyebab tingginya angka kejadian stroke di Indonesia lebih disebabkan
karena gaya dan pola hidup masyarakat yang tidak sehat, seperti malas
bergerak, makanan berlemak dan kolesterol tinggi, sehingga banyak diantara
mereka mengidap penyakit yang menjadi pemicu timbulnya serangan
stroke. Saat ini serangan stroke lebih banyak dipicu oleh adanya hipertensi
yang disebut sebagai silent killer, diabetes melittus, obesitas dan berbagai
gangguan kesehatan yang terkait dengan penyakit degeneratif.
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
3
Universitas Indonesia
Masyarakat di perkotaan merupakan komunitas yang erat kaitannya dengan
penyakit degeneratif. Komunitas perkotaan memiliki dinamika kehidupan
yang serba cepat. Lingkungan di komunitas perkotaan identik dengan
berbagai hal yang tergolong instan, seperti fast food, laundry, dsb.
Kehidupan dengan dinamika seperti ini juga menuntut masyarakatnya untuk
berpergian dengan menggunakan kendaraan yang cepat. Keadaan tersebut
menimbulkan rendahnya kesempatan masyarakat untuk berolah raga dan
menimbulkan rasa malas pada masyarakat diperkotaan karena segala
sesuatunya dapat diperoleh dengan mudah melalui fasilitas yang ada.
Hal ini meningkatkan faktor resiko masyarakat Indonesia di perkotaan untuk
terserang stroke salah satunya melalui kurangnya berolah raga dan
mengkonsumsi makanan yang tinggi kolesterol. Dibuktikan melalui hasil
penelitian dari Riskesdas (2007) yang menunjukkan stroke sebagai
penyebab utama kematian di daerah perkotaan, yakni 15,9% pada kelompok
usia 45-54 tahun, dan 26,8% pada kelompok usia 55-64 tahun.
Stress juga merupakan faktor yang memiliki andil pada tingginya angka
kejadian stroke di Indonesia khususnya di masyarakat perkotaan. Kehidupan
masyarakat perkotaan yang penuh sesak dan bersaing dapat menjadi
penyebab stres pada seseorang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Norris dkk (2010) di Aceh, pada 11 orang penderita stroke, 5 diantaranya
mengatakan stress yang dialaminya berhubungan dengan keluarga dan
tekanan ekonomi di kehidupan sehari-hari.
Ruang melati atas di Rumah Sakit Persahabatan merupakan salah satu
ruangan yang mengelola pasien dengan masalah neurologi, salah satunya
stroke. Distribusi penyakit neurologi di ruangan melati atas mencapai angka
5,4% dalam rentang waktu Januari-Maret 2013. Data ini menunjukkan
neurologi sebagai penyakit kedua terbanyak setelah penyakit dalam (85,3%)
yang pernah dirawat di melati atas dalam periode waktu tersebut. Stroke
merupakan jenis penyakit neurologi yang paling sering ditemukan di ruang
melati atas. Jumlah pasien dengan kasus stroke atau yang lebih sering
disebut sebagai CVD (cerebrovascular disease) yang terdaftar di ruang
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
4
Universitas Indonesia
melati atas selama mahasiswa melakukan praktik (7 Mei-22 Juni) ada
sebanyak 15 orang, dengan prevalensi 13 orang stroke iskemik dan 2 orang
stroke hemoragik.
Salah satu bentuk patologis yang umum terjadi pada pasien stroke di melati
atas adalah adanya kelemahan otot (hemiparesis) pada ekstremitas yang
terjadi secara kontralateral terhadap lesi di otak. Kondisi ini dapat
menyebabkan terjadinya penurunan kekuatan otot yang dapat
mengakibatkan ketidakmampuan pada otot ekstremitas secara umum,
penurunan fleksibilitas dan kekakuan sendi yang dapat mengakibatkan
kontraktur sehingga pada akhirnya pasien akan mengalami
keterbatasan/disability terutama dalam melakukan activities of daily living
(ADL) (Lewis, 2007).
Kelemahan otot ini jika tidak ditangani dengan serius dapat memunculkan
banyak komplikasi yang salah satunya adalah ketidakmampuan klien untuk
melakukan mobilisasi dengan bebas, bahkan menyebabkan kecacatan.
Menurut Kwakkel, et al. (2003) dalam Cahyati (2011), 30-60% dari klien
yang mengalami hemiparese, akan mengalami kehilangan penuh pada fungsi
tangan dalam waktu 6 bulan pasca stroke (M. E. Stoykov & Corcos, 2009).
Hal ini dapat menurunkan kemampuan klien untuk melakukan activities of
daily living dan menurunkan kualitas hidup pasien stroke kedepannya.
Selain itu disability yang dialami klien stroke akan menimbulkan perubahan
perilaku sehingga memperpanjang masa penyembuhan atau pemulihan
kesehatannya, menyebabkan gangguan fisik, dan psikis serta komplikasi
penyakit lainnya. (Cahyati, 2011). Seperti yang telah disebutkan sebelumnya,
stroke kini tidak hanya mengenai seseorang dengan usia lanjut tetapi juga
menyerang individu di usia produktif. Hal ini dapat menimbulkan kerugian
yang sangat besar bagi pasien dan keluarga bahkan negara. Di Amerika
Serikat biaya stroke per tahun adalah sekitar 30 milyar US$. Angka tersebut
mencakup 17 milyar US$ biaya langsung stroke itu sendiri (rumah sakit,
dokter, dan rehabilitasi) dan biaya tidak langsung 13 milyar US$ sebagai
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
5
Universitas Indonesia
konsekuensi berbagai hal seperti berkurang atau hilangnya produktivitas
kerja (Price & Wilson, 2002).
Pemberian latihan rentang pergerakan sendi atau Range of Motion (ROM)
merupakan salah satu bentuk intervensi yang dapat dilakukan perawat untuk
meningkatkan kualitas hidup klien yang terkena stroke. Beberapa studi
mengenai latihan ROM yang diberikan kepada klien stroke telah dilakukan.
Salah satunya studi yang dilakukan oleh Astrid (2008) didapatkan hasil
bahwa kekuatan otot meningkat dan kemampuan fungsional meningkat
secara signifikan setelah diberikan latihan. Selain itu Utomo (2008) juga
menyimpulkan hal yang sama, bahwa latihan ROM dapat meningkatkan
kekuatan otot klien. Studi dalam lingkup yang sama juga dilakukan oleh
Waginah (2010) yang menunjukkan subyek penelitian dengan latihan ROM
yang aktif mempunyai peluang perbaikan ADL atau kemandirian lebih baik.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk menggunakan ROM sebagai salah satu
intervensi yang digunakan dalam mengelola asuhan keperawatan pada
pasien dengan kasus stroke
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum karya ilmiah ini adalah untuk menggambarkan asuhan
keperawatan pada individu yang mengalami stroke atau CVD
(Cerebrovascular Disease)
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari karya ilmiah ini antara lain untuk memaparkan:
a) Gambaran pengkajian individu kelolaan dengan stroke
b) Masalah keperawatan serta diagnosa individu kelolaan dengan stroke
c) Perencanaan keperawatan yang akan diberikan kepada individu
kelolaan dengan stroke
d) Implementasi keperawatan yang dilakukan kepada individu kelolaan
dengan stroke
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
6
Universitas Indonesia
e) Evaluasi keperawatan yang dilakukan terhadap individu kelolaan
dengan stroke
f) Stroke sebagai salah satu penyakit pada masyarakat perkotaan
1.3 Manfaat Penulisan
1.3.1 Manfaat Aplikatif
Manfaat aplikatif dari karya tulis ini antara lain:
a) Karya ilmiah Ners ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas
praktik keperawatan kedepannya khususnya terkait asuhan
keperawatan pada individu dengan stroke.
b) Karya ilmiah Ners ini diharapkan dapat digunakan pada institusi
rumah sakit sebagai referensi untuk membuat perencanaan
penatalaksanaan kasus stroke dengan melibatkan berbagai profesi
pemberi pelayanan kesehatan.
1.3.2 Manfaat Teoritis atau Akademis
Karya ilmiah ini dapat menjadi referensi pembelajaran dalam melakukan
praktik asuhan keperawatan medikal bedah pada individu dengan stroke.
1.4 Sistematika Penulisan
Karya ilmiah ini memiliki sistematika penulisan seperti yang dijabarkan
berikut ini.
a) Bab 1 Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang yang mendasari pembuatan karya
ilmiah, tujuan penulisan yang terbagi menjadi tujuan umum dan
tujuan khusus, manfaat penulisan yang berisi manfaat aplikatif dan
manfaat teoritis atau akademis . Dalam bab ini juga dijabarkan
sistematika penulisan yang digunakan.
b) Bab 2 Tinjauan Pustaka
Dalam bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang digunakan
antara lain konsep stroke dan asuhan keperawatan pasien dengan
stroke. Konsep stroke dijabarkan lagi kedalam beberapa bagian
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
7
Universitas Indonesia
antara lain definisi stroke, anatomi fisiologi, etiologi dan faktor
resiko, patofisiologi stroke, manifestasi klinik, klasifikasi stroke,
penatalaksanaan stroke, dan komplikasi stroke
c) Bab 3 Laporan Kasus Kelolaan Utama
Bab ini akan membahas kasus kelolaan utama yang dikelola penulis.
Bab ini berisi ringkasan kasus dan asuhan keperawatan yang
dilakukan, antara lain pengkajian dengan menggunakan model
keperawatan Doengoes, diagnosa keperawatan, rencana intervensi
keperawatan, implementasi dan evaluasi
d) Bab 4 Analisis Situasi
Bab ini berisi pembahasan mengenai analisis masalah keperawatan
dengan konsep terkait KKMP dan konsep kasus terkait. Bab ini juga
akan membahas analisis salah satu intervensi yang dilakukan dengan
konsep dan penelitian terkait
e) Bab 5 Penutup
Bab penutup berisi kesimpulan dari karya tulis ilmiah ini, dan juga
beberapa saran yang diberikan penulis terkait dengan asuhan
keperawatan pada pasien stroke.
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini akan menjabarkan teori dan konsep yang berhubungan dengan stroke
sebagai bahan rujukan dan panduan dalam menyusun pembahasan. Uraian
tinjauan pustaka ini meliputi konsep stroke yang mencakup definisi stroke,
anatomi fisiologi, etiologi dan faktor resiko, patofisiologi, manifestasi klinik,
klasifikasi stroke, penatalaksanaan, serta komplikasi stroke. Bab ini juga berisi
teori asuhan keperawatan yang dapat diterapkan pada pasien dengan kasus stroke.
2.1 Konsep Stroke
2.1.1 Definisi Stroke
Stroke atau cerebral vascular accident (CVA) adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare,
2001) atau merupakan suatu kelainan otak baik secara fungsional maupun
struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis pembuluh darah serebral
atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak (Doengoes, 2000). Stroke
merupakan defisit neurologis yang mempunyai serangan mendadak dan
berlangsung 24 jam sebagai akibat cardiovascular disease (CVD) (Hudark,
1996).
Cedera serebrovaskular atau stroke meliputi awitan tiba-tiba defisit
neurologis karena insufisiensi suplai darah ke suatu bagian dari otak.
Insufisiensi suplai darah disebabkan oleh trombus, biasanya sekunder
terhadap arterisklerosis, terhadap embolisme berasal dari tempat lain dalam
tubuh, atau terhadap perdarahan akibat ruptur arteri (aneurisma) (Carpenito,
1995). Dari beberapa pengertian tersebut dapat kita simpulkan bahwa stroke
merupakan kondisi penurunan fungsi maupun struktur otak akibat
kurangnya suplai darah ke otak yang terjadi secara tiba-tiba yang
diakibatkan oleh kejadian patologis yang terjadi pada pembuluh darah
serebral.
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
9
Universitas Indonesia
2.1.2 Anatomi Fisiologi
a) Otak
Otak manusia kira-kira merupakan 2% dari berat badan orang dewasa
atau sekitar 3 pon (Price&Wilson, 2005). Otak terdiri dari empat bagian
besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem
(batang otak), dan diensefalon (Black, 2005).
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks
serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang
merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-
gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan
memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi
tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls
pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan
primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna
(Price & Wilson, 2005).
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh
duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang
memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah
sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan
otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan sikap tubuh (Price & Wilson, 2005).
Gambar 2.1 Anatomi dan pembagian struktur otak
Sumber: http://www.strokeassociation.org/
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
10
Universitas Indonesia
Gambar 2.2 Sirkulus Willisi
Sumber: http://www.strokeassociation.org/
Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata,
pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan
pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan,
bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons
merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras
kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum.
Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi
aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden
dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan (Price & Wilson,
2005).
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus,
epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan
pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum
dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan
menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau
tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan
pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan
dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer
yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Price & Wilson, 2005)
b) Sirkulasi darah otak
Otak menerima sekitar 20% curah jantung dan memerlukan 20%
pemakaian oksigen tubuh dan sekitar 400 kilokalori energi setiap harinya
(Price&Wilson, 2005). Otak
diperdarahi oleh dua pasang
arteri yaitu arteri karotis interna
dan arteri vertebralis. Dari dalam
rongga kranium, keempat arteri
ini saling berhubungan dan
membentuk sistem anastomosis,
yaitu sirkulus Willisi.
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
11
Universitas Indonesia
Sirkulasi Willisi adalah area dimana percabangan arteri basilar dan
karotis internal bersatu. Sirkulus Willisi terdiri atas dua arteri serebral,
arteri komunikans anterior, kedua arteri serebral posterior dan kedua
arteri komunikans anterior. Jaringan sirkulasi ini memungkinkan darah
bersirkulasi dari satu hemisfer ke hemisfer yang lain dan dari bagian
anterior ke posterior otak. Ini merupakan sistem yang memungkinkan
sirkulasi kolateral jika satu pembuluh darah arteri mengalami
penyumbatan.
Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem: kelompok vena
interna yang mengumpulkan darah ke vena galen dan sinus rektus, dan
kelompok vena eksterna yang terletak di permukaan hemisfer otak yang
mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis
lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis, dicurahkan menuju ke
jantung.
2.1.3 Etiologi dan Faktor Resiko
Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian: (1)
thrombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher), (2)
embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak
dari bagian tubuh yang lain), (3) iskemia (penurunan aliran darah ke area
otak), dan (4) hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak) (Smeltzer &
Bare, 2001).
Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi sebagai
penyebab terjadinya stroke, antara lain sebagai berikut (Brunner & Suddarth,
2001).
a) Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses
ini dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya
thrombus sehingga dapat mengganggu aliran darah cerebral.
b) Aneurisma pembuluh darah cerebral: Adanya kelainan pembuluh darah
yakni berupa penebalan pada satu tempat yang diikuti oleh penipisan di
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
12
Universitas Indonesia
tempat lain. Pada daerah penipisan dengan maneuver tertentu dapat
menimbulkan perdarahan.
c) Kelainan jantung / penyakit jantung : Paling banyak dijumpai pada
pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis. Kerusakan kerja
jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah
ke otak. Ddisamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber
pada kelainan jantung dan pembuluh darah.
d) Diabetes mellitus (DM): Penderita DM berpotensi mengalami stroke
karena 2 alasan, yaitu terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga
memperlambat aliran darah khususnya serebral dan adanya kelainan
microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi
pada pembuluh darah serebral.
e) Usia lanjut : Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah,
termasuk pembuluh darah otak.
f) Polocitemia : Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran
darah menjadi lambat sehingga perfusi otak menurun.
g) Peningkatan kolesterol (lipid total) : Kolesterol tubuh yang tinggi dapat
menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari lemak.
h) Obesitas :Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar
kolesterol sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh
darah, salah satunya pembuluh darah otak.
i) Perokok : Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh
nikotin sehingga terjadi aterosklerosis.
j) Kurang aktivitas fisik. Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi
kelenturan fisik termasuk kelenturan pembuluh darah (embuluh darah
menjadi kaku), salah satunya pembuluh darah otak.
2.1.4 Patofisiologi Stroke
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam
arteri-arteri yang membentuk sirkulus Willisi. Secara umum, apabila aliran
darah ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi
infark atau kematian jaringan. Oklusi di suatu arteri tidak selalu
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
13
Universitas Indonesia
menyebabkan infark di daerah orak yang diperdarahi oleh arteri tersebut.
Alasannya adalah bahwa mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai
ke daerah tersebut.. Gambaran perjalanan kejadian stroke dapat dilihat
melalui bagan berikut.
Otak
Oklusi pembuluh darah
otak (emboli dan trombus)
Kehilangan suplai darah
Perdarahan intraserebral
Atau subarakhnoid
Perfusi jaringan otak terganggu
Spasme arteri serebral
Iskemia serebral
Hipoksia
Metabolisme serebral terganggu
Pelepasan neurotoksin (O2 radikal bebas,
nitrit oksid, dan glutamat)
Masuknya kalsium dan sodium ke
dalam jaringan otak
Depolarisasi membran
Asidosis
Vasodiltasi pembuluh darah otak
Manifestasi klinik
Infark serebral
Kematian sel otak
> 24 jam
Lokasi dan besarnya pembuluh
darah arteri yang tersumbat
Sirkulasi kolateral
yang adekuat
Kerusakan irreversibel
Defisit neurologis
Edema cytotoksik
Defisit neurologis
sementara (< 24 jam)
TIA (mini stroke)
Skema 2.1 Patoflow stroke
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
14
Universitas Indonesia
2.1.5 Manifestasi klinik
a) Hilangnya kemampuan gerak
Jika stroke mengenai upper motor neuron maka klien akan kehilangan
kemampuan mengendalikan gerakan. Dimana efeknya berlawanan
dengan tempat terjadinya infark serebri. Keadaan yang sering adalah
hemiplegi. Pada tahap awal mungkin terjadi flaccid paralisis dan
hilang/berkurangnya reflek tendon dalam.
b) Hilangnya kemampuan komunikasi.
Terjadi dysartria (kesulitan berbicara) disebabkan oleh paralisis otot
pendukung bicara. Dyspasia/aphasia karena terjadi gangguan fungsi
bahasa yangdihasilkan dari otak tengah. Apraxia (tidak mampu
mengatakan sesuai yang dikerjakan).
c) Hilangnya kemampuan melihat.
Homonimous hemianopia (hilangnya sebagian lapang pandang).
Keadaan ini bisa sementara atau menetap. Horners syndrom paralisis
dari saraf simpatik mata yang menyebabkan berkurangnya air mata,pupil
konstriksi. Agnosia merupakan gangguan menginterpretasikan
penglihatan,rasa atau informasi sensori lain.
d) Kehilangan kemampuan sensori.
Terjadi kinestesia (gangguan kemampuan sensori) antara lain :
1. Hemianestesia (tidak merasakan posisi badan).
2. Parestesia (merasakan berat, baal/mati rasa).
3. Hilangnya rasa otot dan sendi.
e) Gangguan eliminasi.
Kurang dapat mengontrol bladder dan bowel karena kontrol sphingters
urinari dan ani berkurang atau hilang.
f) Gangguan aktivitas mental dan psikologi.
Jika yang terkena adalah bagian lobus frontal maka akan terjadi
gangguan pada kemampuan belajar, mengingat dan fungsi intelektual
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
15
Universitas Indonesia
Tabel 2.1 Area pembuluh darah otak yang terkena
stroke dan bentuk patologisnya
lain.terkadang juga timbul depresi, non kooperatif, emosi labil sebagai
masalah psikologi.
g) Berdasarkan area pembuluh darah otak yang terkena stroke
Arteri Carotis Arteri
Vertebrobasiler A. Oftalmika A. Cerebri
media
A. Cerebri
anterior
A. Cerebri
poterior
• Kebutaan
satu mata
amaurosis
fugak
(sementara)
• Buta
warna/
penglihatan
kabur
• Shade
• Hemiparese/
monoparese
kontralateral
(lengan lebih
sering
daripada
tungkai)
• Hemianastesia
, kadang
hemiopsia
(kebutaan)
kontra lateral
• Afasia global
• disfasia
• Hemiparese
(tungkai
lebih lemah
daripada
tangan)
• Defisit
sensori
kontralateral
• Dimensia,
gerakan
menggengga
m, reflek
patologik
(disfungsi
lobus
frontal)
• Koma
• Hemiparese
kontralateral
• Afasia
visual (buta
kata)
• Kelumpuhan
syaraf
kranialis 3:
hemianopsia
, koreoatosis
• Kelumpuhan di
satu sampai ke-
4 ekstremitas
• Meningkatkan
refleks tendon
• Ataksia
• Tanda babinski
bilateral
• Disfagia
• Disathria
• Tremor,
intention, dan
vertigo(gejala
serebellum)
• Sinkop, stupor,
koma, pusing,
dan gg. Daya
ingat
• Diplopia,
nistagmus
• Tinitus dan gg.
Pendengaran
• Rasa baal di
wajah, mulut
atau lidah
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
16
Universitas Indonesia
2.1.6 Klasifikasi Stroke
a) Klasifikasi stroke menurut perkembangan waktu :
1. Transient Iskemic Attack (TIA)
Dicirikan dengan episode dari defisit neurologi yang sembuh
selama waktu kurang dari 24 jam.
2. Reversible Ischemic Neurologik Defisit (RIND)
Dicirikan dengan adanya gangguan defisit neuroligik yang
berlangsung lebih dari 24 dan setelah hilang tidak meninggalkan
bekas/gejal kerusakan permanen.
3. Stroke In Evolution (SIE)
Mengarah sering terjangkitnya TIA sehingga otak mengalami
iskhemik dan mengarah ke infark. Pada tahap ini meninggalkan
defisit neurologik tapi dalam batas iskemik otak.
4. Completed Stroke
Defisit neurologik yang tidak berubah setelah lebih dari 2-3 hari.
Biasanya trombus dan emboli stroke serta perkembangan stroke dari
ruptur aneurisma dan biasanya memerlukan teknik rehabilitasi yang
relatif banyak.
b) Klasifikasi stroke menurut penyebabnya secara garis besar dibagi :
1. Stroke Hemoragik
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan
subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada
daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas
atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran
pasien umumnya menurun.
2. Stroke Non Hemoragik/ Iskemik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral,
biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur
atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia
yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder . Kesadaran umumnya baik.
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
17
Universitas Indonesia
c) Klasisifikasi berdasarkan letak oklusi/perdarahan :
1. Iskemi otak (thromboembolik)
2. Perdarahan Intraserebri (PIS)
3. Perdarahan Subaraknoid (PSA)
2.1.7 Penatalaksanaan Stroke
Penatalaksanaan yang biasa diterapkan untuk menghadapi kasus stroke
antara lain sebagai berikut.
a) Fase akut
Menurut Smeltzer & Bare (2008) penatalaksanaan klien stroke dalam
keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
1. Tempatkan pasien pada posisi lateral atau semi telungkup dengan
kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral
berkurang
2. Intubasi endotrakheal dan ventilasi mekanik perlu untuk pasien
dengan stroke masif, karena henti pernafasan biasanya merupakan
faktor yang mengancam kehidupan pada situasi ini.
3. Pasien dipantau untuk adanya komplikasi pulmonal (aspirasi,
atelektasis, pneumonia) yang mungkin berkaitan dengan kehilangan
reflex jalan nafas, imobilitas, atau hipoventilasi.
4. Periksa jantung terhadap adanya abnormalitas dalam ukuran dan
irama serta tanda gagal jantung kongesif.
b) Konservatif
1. Medikamentosa
a. Thrombolytic therapy, untuk memperbaiki aliran darah dan
mencegah kematian sel pada stroke iskhemik untuk pengobatan
24 jam pertama seperti t-PA dan Proact-I.
b. Platelet inhibition/anticoagulant therapy diberikan pada 24 jam
kedua setelah pemberian thrombolitik therapy untuk mencegah
terbentuknya kembali kloting seperti heparin dan warfarin.
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
18
Universitas Indonesia
c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk
menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi
sesudah ulserasi alteroma dan untuk pengobatan hipertermia.
d. Analgetik, untuk mengurangi nyeri hebat di kepala stroke
hemorhagik.
e. Anti hipertensi untuk menurunkan tekanan darah secara bertahap
dan vasopressor untuk meningkatkan tekanan darah setelah
tindakan clipping pada aneurysma.
f. Manitol yang berfungsi anti edema apabila TIK meningkat
2. Rehabilitasi
Program rehabilitasi dilakukan setelah 12-24 jam stroke terjadi untuk
mengurangi keterbatasan dan mengoptimalkan kemampuan yang
ada. Rehabilitasi yang dilakukan untuk pasien post stroke
membutuhkan waktu yang lama sehingga perlu adanya suatu tim
yang melibatkan pasien, keluarga dan perawat atau tenaga kesehatan
lainnya untuk meningkatkan fungsi yang optimal melalui fasilitas
kesehatan baik melalui unit rawat jalan atau kunjungan rumah.
Sasaran utama program rehabilitasi adalah perbaikan mobilitas,
menghindari nyeri bahu, pencapaian perawatan diri, mendapatkan
kontrol kandung kemih, perbaikan proses fikir, pencapaian beberapa
bentuk komunikasi, pemeliharaan integritas kulit, perbaikan fungsi
keluarga dan tidak adanya komplikasi (Smeltzer & Bare, 2008).
c) Operatif
Tujuan utama dari tindakan operatif adalah untuk memperbaiki aliran
darah serebral. Prosedur operatif yang dapat dilakukan antara lain:
1. Endarterektomi karotis (CEA) membentuk kembali arteri karotis ,
yaitu dengan membuka arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
19
Universitas Indonesia
5. Craniektomi, lobektomi, clipping untuk mengatasi perdarahan pada
stroke haemorhagik.
2.1.8 Komplikasi Stroke
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi ,
komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:
a) Berhubungan dengan immobilisasi ; infeksi pernafasan, nyeri pada
daerah tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
b) Berhubungan dengan paralisis: nyeri pada daerah punggung, dislokasi
sendi, deformitas dan terjatuh
c) Berhubungan dengan kerusakan otak : epilepsi dan sakit kepala.
2.2 Asuhan Keperawatan pasien Stroke
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian umum pada klien stroke menurut Smeltzer & Bare (2008),
adalah sebagai berikut :
a) Perubahan pada tingkat kesadaran atau responsivitas yang dibuktikan
dengan gerakan, menolak terhadap perubahan posisi dan respon
terhadap stimulasi, berorientasi terhadap waktu, tempat dan orang.
b) Ada atau tidaknya gerakan volunter atau involunter ekstremitas, tonus
otot, postur tubuh, dan posisi kepala.
c) Kekakuan atau flaksiditas leher
d) Pembukaan mata, ukuran pupil dan reaksi pupil terhadap cahaya dan
posisi okular.
e) Warna wajah dan ekstremitas, suhu dan kelembaban kulit
f) Kualitas dan frekuensi nadi, pernapasan, gas darah arteri sesuai indikasi,
suhu tubuh dan tekanan arteri.
g) Kemampuan untuk bicara.
h) Volume cairan yang diminum dan volume urin yang dikeluarkan setiap
24 jam.
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
20
Universitas Indonesia
Setelah fase akut, kemudian perawat melakukan pengkajian pada fungsi-
fungsi sebagai berikut :
a) Status mental (memori, lapang perhatian, persepsi, orientasi, afek,
bahasa/bicara)
b) Sensasi/persepsi (biasanya pasien mengalami penurunan kesadaran
terhadap nyeri dan suhu)
c) Kontrol motorik (gerakan ekstremitas atas dan bawah)
d) Fungsi kandung kemih
Pengkajian keperawatan kemudian berlanjut untuk memfokuskan pada
kerusakan fungsi pada aktivitas sehari-hari pasien karena kualitas hidup
setelah stroke sangat berkaitan dengan status fungsi pasien. Banyak metode
dalam melakukan pengkajian pada pasien stroke, salah satunya dapat
menggunakan model keperawatan Doengoes (2000) yang terdiri dari
beberapa komponen sebagai berikut.
a) Aktifitas/ istirahat
Tanda (Data Objektif):
� Merasa kesulitan untuk melakukan aktifitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralysis.
Gejala (Data Subjektif):
� Gangguan tonus Otot
� Gangguan penglihatan
� Gangguan tingkat kesadaran
b) Sirkulasi
Tanda (Data Objektif):
� Adanya penyakit jantung
� Polisitemia
� Riwayat hipotensi postural
Gejala (Data Subjektif):
� Hipertensi arterial
� Frekuensi, pulsasi, dan keteraturan nadi
� Perubahan EKG
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
21
Universitas Indonesia
� Desiran pada karotis, femoralis, dan arteri iliaka/ aorta yang
abnormal
c) Integritas ego
Tanda (Data Objektif):
� Perasaan tidak berdaya
� Perasaan putus asa
Gejala (Data Subjektif):
� Emosi yang labil
� Ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira
� Kesulitan untuk mengekspresikan diri
d) Eliminasi
Tanda (Data Objektif):
� Perubahan pola berkemih sepert; inkontinensia/ anuria.
� Distensi abdomen ( distensi kandung kemih berlebihan )
� Bising usus negative ( ileus paralitik)
e) Makanan/ cairan
Tanda (Data Objektif):
� Kesulitan menelan (gangguan pada refleks palatum dan
faringea).
� Obesitas (faktor resiko)
Gejala (Data Subjektif):
� Nafsu makan hilang
� Mual,
� Muntah selama fase akut (peningkatan TIK)
� Kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi dan
tenggorokan.
� Dyspagia
� Adanya riwayat diabetes , peningkatan lemak dalam darah
f) Hygiene
Tanda (Data Objektif):
� Tercium bau tidak sedap
� Tampak kotor
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
22
Universitas Indonesia
� Berantakan
� Penggunaan baju yang tidak sesuai
Gejala (Data Subjektif):
� Tidak sanggup untuk melakukan perawatan diri
g) Neurosensori
Tanda (Data Objektif):
� Status mental/ tingkat kesadaran
� GCS
� Lethargi
� Apatis
� Menyerang
� Penurunan memori
� Pemecahan masalah
� Ekstremitas/ paralysis
� Genggaman tidak sama
� Reflek tendon melemah secara kontralateral
� Pada wajah terjadi paralisi/ parese (ipsilateral)
� Afasia motorik
� Afasia reseftif/ sensorik
� Kehilangan rangsang visual
� Kehilangan rngsang pendengaran taktil/ agnosia)
� Kehilangan kemampuan menggunakan motorik saan pasien
ingin menggunakannya (apraksia)
� Ukuran/ reaksi pupil tidak sama
� Dilatasi/ miosis pupil ipsilateral ( perdarahan/ herniasi)
Kekakuan nukal biasanya karena perdarahan.
� Kejang karena adanya pencetus perdarahan
Gejala (Data Subjektif):
� Sinkope/ pusing ( sebelum serangan CSV/ selama TIA)
� Sakit kepala
� Kelemahan/ kesemutan kebas
� Penglihatan menurun
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
23
Universitas Indonesia
� Penglihatan ganda
h) Nyeri/ kenyamanan
Tanda (Data Objektif):
� Tingkah laku yang stabil/ gelisah, ketegangan pada otot/ fasia
� Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda- beda
Gejala (Data Subjektif):
� Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda- beda
i) Pernafasan
Tanda (Data Objektif):
� Ketidak mampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan nafas
� Timbulnya pernafasan sulit dan / atau tidak teratur
� Suara nafas terdengar/ ronki (aspirasi sekresi)
Gejala (Data Subjektif):
� Merokok (faktor resiko)
j) Keamanan
Tanda (Data Objektif):
� Motorik/ sensorik, masalah dengan penglihatan
� Perubahan persepsi terhadap orientasi tempat tubuh (stroke
kanan)
� Kesulitan untuk melihat obyek kesisi kiri (pada stroke kanan)
� Hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
� Tidak mampu mengenali obyek , warna/ kata dan wajah yang
pernah dikenalnya dengan baik
� Gangguan berespon terhadap panas dan dingin/ gangguan
regulasi suhu tubuh
� Kesulitan dalam menelan, tidak mampu memenuhi kebutuhan
nutrisi sendiri
� Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap
keamanan, tidak sabar/ kurang kesadaran diri (stroke kanan)
k) Interaksi sosial
Tanda (Data Objektif):
� Masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
24
Universitas Indonesia
l) Penyuluhan/ pembelajaran
Tanda (Data Objektif):
� Adanya riwayat hipertensi pada keluarga,
� Stroke (faktor resiko)
� Pemakaian kontrasepsi oral
� Kecanduan alkohol
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan buku diagnosis dan NIC NOC Wilkinson (2011), ada beberapa
diagnosa yang dapat diangkat pada pasien dengan masalah neurologis
seperti stroke, antara lain:
a) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
Faktor yang berhubungan: sumbatan pembuluh darah otak, perdarahan
otak, vasospasme serebral, edema otak.
b) Hambatan mobilitas fisik.
Faktor yang berhubungan: kerusakan neuromuscular, penurunan
kekuatan dan ketahanan, nyeri/ ketidaknyamanan, program terapi medis,
kerusakan neuron motorik atas, gangguan persepsi, gangguan kognitif
c) Defisit perawatan diri.
Faktor yang berhubungan: kerusakan neuromuscular, penurunan
kekuatan dan ketahanan, intoleransi aktivitas, penurunan rentang
pergerakan sendi, kelemahan sekunder akibat penyakit, dan imobilitas
d) Kerusakan integritas kulit.
Faktor yang berhubungan: perubahan sensasi, hambatan mobilitas,
inkontinensia alvi atau urine, status nutrisi buruk.
e) Gangguan menelan.
Faktor yang berhubungan: paralisis otot sekunder akibat kerusakan
neuron motori bagian atas, kerusakan persepsi atau tingkat kesadaran
f) Hambatan komunikasi verbal.
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
25
Universitas Indonesia
Faktor yang berhubungan: gangguan psikologis, afasia, ketidakmampuan
untuk bicara, ketidakmampuan untuk bicara secara jelas, trakeostomi,
dan kelemahan otot.
g) Risiko cedera.
Faktor risiko: disfungsi sensori (misalnya gangguan penglihatan),
kognitif, defisit psikomotorik sekunder akibat kompresi atau pergeseran
jaringan otak, kelemahan otot, dan gaya berjalan yang tidak stabil.
2.2.3 Rencana Intervensi Keperawatan
Prinsip intervensi pada pasien dengan stroke antara lain sebagai berikut
(Smeltzer & Bare, 2001; Doengoes, 2000)
a) Memperbaiki perfusi jaringan serebral
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah
ini diantaranya adalah : monitor tanda vital dan status neurologis
sehingga perawat mampu mendeteksi indikasi kondisi yang memburuk
atau membaik pada pasien; mempertahankan venous return dari otak
dengan cara meninggikan kepala tempat tidur 15-30 derajat; monitor
TIK dan respon neurologis terhadap aktivitas perawatan karena TIK
dapat meningkat bersamaan dengan perubahan posisi dan gerakan.
b) Mempertahankan jalan nafas yang efektif
Untuk mempertahankan jalan nafas yang efektif, dilakukan tindakan-
tindakan seperti : kaji suara nafas, kaji kepatenan dan fungsi respirasi;
waspadai adanya suara-suara tambahan; bersihkan jalan nafas pasien
dengan suctioning atau dengan nafas dalam dan batuk efektif saat pasien
sudah melewati fase akut dan tidak ditemukan adanya tanda-tanda
peningkatan tekanan intra kranial (TIK); atur posisi pasien agar tidak
terjadi aspirasi.
c) Memperbaiki mobilitas dan mencegah deformitas
Tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki mobilitas dan mencegah
deformitas meliputi : berikan posisi yang benar, atur posisi tidur yang
tepat, gunakan papan kaki selama periode flaksid, cegah adduksi bahu
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
26
Universitas Indonesia
dengan meletakan satu buah bantal di aksila ketika terdapat keterbatasan
rotasi eksternal,cegah rotasi panggul, ubah posisi setiap 2 jam, lakukan
latihan ROM, siapkan pasien untuk ambulasi
d) Mencapai komunikasi efektif
Bila berbicara dengan pasien penting untuk menarik perhatian pasien,
berbicara lambat dan mempertahankan bahasa dengan instruksi yang
konsisten. Satu instruksi diberikan pada satu kesatuan waktu dan
sediakan waktu untuk proses menjawab.
e) Mempertahankan integritas kulit
Selama fase akut tempat tidur khusus dapat digunakan sampai pasien
mampu bergerak mandiri atau bergerak dengan bantuan. Jadwal
mengubah posisi dan membalikkan tubuh secara teratur harus diikuti
dengan meminimalkan tekanan dan mencegah kerusakan kulit. Alat
penghilang tekanan dapat dipakai tetapi mungkin tidak digunakan pada
aktivitas membalik tubuh.
f) Mencapai kemampuan perawatan diri
Segera setelah pasien dapat duduk, libatkan dalam perawatan diri secara
bertahap, seperti menyisir, mengganti baju, menggosok gigi dan lain-lain.
2.2.4 Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan intervensi keperawatan menurut
Smeltzer & Bare(2001) antara lain:
a) Mencapai peningkatan mobilitas
− Kerusakan kulit terhindar, tidak ada kontraktur dan footdrop
− Berpartisipasi dalam program latihan
− Mencapai keseimbangan saat duduk
− Penggunaan sisi tubuh yang tidak sakit untuk kompensasi
hilangnya fungsi pada sisi yang hemiplegia
b) Tidak mengeluh adanya nyeri bahu
− Adanya mobilisasi baku; latihan bahu
− Lengan dan tangan dinaikkan sesuai interval
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
27
Universitas Indonesia
c) Dapat merawat diri, dalam bentuk perawatan kebersihan dan
menggunakan adaptasi terhadap alat-alat
d) Pembuangan kandung kemih dapat diatur
e) Berpartisipasi dalam program meningkatkan kognitif
f) Adanya peningkatan komunikasi
g) Mempertahankan kulit yang utuh tanpa adanya kerusakan
− Memperlihatkan turgor kulit tetap normal
− Berpartisipasi aktif dalam membalikkan tubuh dan posisi
h) Anggota keluarga memperlihatkan tingkah laku yang positif dan
menggunakan mekanisme koping
− Mendukung program latihan
− Turut aktif ambil bagian dalam proses rehabilitasi
i) Tidak terjadi komplikasi
− Tekanan darah dan kecepatan jantung dalam batas normal untuk
pasien
− Gas darah arteri dalam batas normal
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia 28
BAB III
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA
Bab ini akan menjabarkan mengenai asuhan keperawatan kepada pasien kelolaan
dengan masalah stroke iskemik yang meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan,
rencana intervensi keperawatan, implementasi dan evaluasi
3.1 Ringkasan Kasus
Tn S (69 tahun) datang ke IGD RSUP Persahabatan pada tanggal 5 Mei
2013 setelah tiba-tiba merasa lemah dan tidak dapat menggerakkan separuh
badannya. Kejadian terjadi pagi hari setelah pasien bangun tidur. Pasien
sempat tidak sadarkan diri di rumah. Pasien mengeluh sakit kepala dan
separuh badan sebelah kiri terasa kebas dan tidak dapat digerakkan. Bicara
pelo (+), deviasi lidah ke kiri (+), mual (-), muntah (-). TD 180/110 mmHg,
N: 112 x/ menit, RR: 22x/ menit, S: 37°C. Hasil CT scan menunjukkan
terdapat lesi iskemik pada lobus frontal kanan dan pons, selain itu tidak
terlihat lesi perdarahan atau lesi lainnya, sehingga dapat dikatakan stroke
yang dialami pasien merupakan stroke iskemik. Pasien merupakan
pensiunan PNS KAI. Pasien tidak memiliki istri maupun anak, saat ini
pasien tinggal menumpang dengan kerabatnya.
3.2 Asuhan Keperawatan
3.2.1 Pengkajian dengan Menggunakan Model Keperawatan
a) Aktifitas/ Istirahat
Gejala (Subjektif)
Pasien merupakan pensiunan PNS, aktivitasnya sehari-hari di rumah
adalah mengobrol dengan tetangga. Pasien mengatakan jarang
melakukan olah raga, olah raga yang dilakukan hanya berjalan di sekitar
rumah. Pasien mengatakan penglihatannya sudah memburuk sehingga
membuatnya malas dan kesulitan untuk beraktivitas. Saat ini pasien
mengeluhkan merasa kesulitan untuk melakukan aktifitas karena
kelemahan pada ekstremitas di sebelah kiri. Pasien mengatakan masih
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
29
Universitas Indonesia
Tabel 3.1 Observasi tekanan darah Tn S (dalam mmHg)
merasakan sensori pada ekstremitas yang mengalami hemiparesis.
Separuh badan sebelah kiri terasa berat dan kaku saat digerakkan. Pasien
mengatakan dapat tidur dengan cukup. Jam tidur pasien tidak menentu,
rata-rata pasien tidur sebanyak 7 jam di malam hari, namun 2-3 kali
terbangun untuk buang air kecil. Pasien juga tidur 1-2 jam di siang hari.
Tanda (Objektif)
Pasien tampak berbaring dan melakukan seluruh aktivitas di tempat
tidur. Aktivitas pasien dibantu keluarga. Terdapat keterbatasan rentang
gerak pada ekstremitas kiri dengan nilai
kekuatan otot
Ada perbedaan antara kekuatan genggaman tangan kanan dengan kiri
pasien. Pasien tampak tidak dapat mengangkat ekstremitas atas dan
bawah kirinya. Mata pasien tampak kemerahan dan berair. Tampak
selaput katarak pada kedua mata pasien.
b) Sirkulasi
Gejala (Subjektif)
Pasien mengatakan tidak tahu dirinya memiliki darah tinggi karena tidak
mengontrol kesehatannya secara rutin. Pasien mengeluh sering pusing
dan nyeri kepala.
Tanda (Objektif)
Tekanan darah pasien saat masuk ke IGD adalah 180/110 mmHg, N: 112
x/ menit kuat, regular, RR: 22x/ menit, S: 37°C. Selama dirawat hasil
observasi tekanan darah pasien adalah sebagai berikut.
Waktu 8-5-13 9-5-13 10-5-13 11-5-13 12-5-13 13-5-13 14-5-13
06.00 150/100 180/100 170/100 150/100 140/90 150/90 140/80
12.00 180/100 170/100 130/80 140/90 150/90 150/90 150/90
18.00 170/100 180/100 140/90 130/90 150/90 160/90 150/100
5555 1111
5555 1111
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
30
Universitas Indonesia
Bunyi jantung S1/S2 (+) normal, murmur (-), gallop (-). Tidak ada
pembesaran vena jugularis. Pada hasil EKG pasien tanggal 5/5/13
terdapat gambaran sinus takikardi. Sirkulasi jaringan perifer pasien
digambarkan dengan CRT < 2 detik, akral hangat, dan konjunctiva tidak
anemis.
c) Integritas Ego
Gejala (Subjektif)
Pasien merasa sedih karena saat ini hanya hidup sendiri, pasien merasa
cemas mengenai dimana pasien akan tinggal setelah keluar dari rumah
sakit. Pasien merasa keluarganya kurang memberikan perhatian kepada
dirinya baik ketika sakit maupun ketika sehat.
Tanda (Objektif)
Pasien tampak sering marah kepada keluarga yang menunggunya.
Terlihat sesekali memanggil keluarganya dengan nada suara yang keras.
Pasien juga tampak sedih saat menceritakan hidupnya yang terluntang-
lantung karena tidak ada yang merawat.
d) Eliminasi
Gejala (Subjektif)
Pasien mengatakan frekuensi BAB ketika dirawat 1-2 x sehari,
konsistensi lunak. Pasien mengeluh tidak dapat menahan kencingnya..
Pasien mengatakan hal ini juga sudah terjadi sebelum pasien mengalami
stroke namun terasa lebih parah setelah pasien terserang stroke. Loag
(1989) dalam Hariyati (2000) mengatakan retensi urin bisa terjadi pada
pasien stroke, tetapi yang lebih sering terjadi adalah kondisi
ketidakmampuan mengontrol keluarnya urin/ inkontinensia urine. Pasien
mengatakan kemaluannya terasa sakit jika menahan kencing.
Tanda (Objektif)
Pasien menggunakan diapers untuk membantu memudahkan eliminasi
selama dirawat. Konsistensi feses saat diganti diapers tampak lunak.
Bisung usus terdengar di 4 kuadran dengan frekuensi normal, dan tidak
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
31
Universitas Indonesia
ditemukannya distensi abdomen (distensi kandung kemih berlebihan).
Beberapa kali laken pasien terlihat basah karena pasien tidak dapat
menahan kencingnya sebelum diambilkan pispot untuk buang air kecil.
e) Makanan/ Cairan
Gejala (Subjektif)
Pasien tidak memiliki pantangan makanan apapun. Karena tinggal
sendiri, makanan yang paling sering dikonsumsi adalah makanan warteg.
Makanan yang sering ia konsumsi adalah tahu, tempe, dan sayur bening.
Pasien mengatakan tidak terlalu suka dengan daging-dagingan seperti
kambing, sapi, atau ayam.. Selama dirawat nafsu makan pasien baik,
dapat menghabiskan ¾ - 1 porsi makanan. Pasien mengeluhkan sedikit
mual, muntah (-), gangguan menelan (-). Klien minum sekitar 1 botol air
mineral ukuran 1,5 liter.
Tanda (Objektif)
Pasien tampak kurus dengan BB: 66 kg, TB : 160 cm, IMT : 25,78.
GDS: 99 mg/dL. Membran mukosa mulut lembab, terdapat karies gigi
dan gigi klien banyak yang tanggal, tersisa sekitar 15 gigi, turgor kulit
baik. Kadar kolesterol total pasien masih dalam rentang normal yakni
129 mg/dL. Pasien tidak tampak anemis, Hb: 14,4 g/dL.
f) Hygiene
Gejala (Subjektif)
Pasien mengatakan ingin mandi ke kamar mandi karena selama dirawat
belum pernah mandi. Keluarga mengatakan mengganti diapers pasien
setiap hari, selama penggantian diapers keluarga juga mengelap pasien
dan mengganti baju pasien. Pasien mengatakan lakennya sering basah
karena terkena air kencing pasien. Pasien mengatakan tidak bermaksud
mengompol, tetapi hal tersebut dikarenakan keluarganya terlalu lama
mengambil pispot.
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
32
Universitas Indonesia
Tanda (Objektif)
Laken pasien sering basah karena terkena ompolan pasien. Walaupun
menggunakan diapers pasien sering membuka diapersnya untuk kencing
di pispot. Tapi kejadian yang lebih sering ditemukan pasien tidak dapat
menahan buang air kecil sebelum sempat mengambil pispot, sehingga air
kencingnya membasahi laken.
g) Neurosensori
Gejala (Subjektif)
Pasien datang ke IGD RSUP Persahabatan setelah tiba-tiba merasa
lemah dan tidak dapat menggerakkan separuh badannya. Kejadian terjadi
pagi hari sehabis pasien bangun tidur. Pasien sempat tidak sadarkan diri
di rumah. Ketika terjadi serangan pasien mengeluhkan sakit kepala yang
hebat dan separuh badan sebelah kiri terasa kebas dan tidak dapat
digerakkan. Mual (+), muntah (-).
Tanda (Objektif)
Tingkat kesadaran compus mentis dengan GCS E4V6M5. Pasien tampak
bisa merespon komunikasi dengan baik. Bicara pelo (+), deviasi lidah ke
kiri (+), ukuran/ reaksi pupil sama/ isokhor, reflek cahaya (+). Reflek
tendon melemah secara kontralateral. Kekuatan genggaman tidak sama
antara tangan kanan dan kiri, yakni tangan kiri lebih lemah disbanding
kanan. Hasil CT scan menunjukkan terdapat lesi iskemik pada lobus
frontal kanan dan pons, selain itu tidak terlihat lesi perdarahan atau lesi
lainnya, sehingga dapat dikatakan stroke yang dialami pasien merupakan
stroke iskemik.
h) Nyeri/ Kenyamanan
Gejala (Subjektif)
Saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan nyeri kepalanya sudah
jauh berkurang, hanya sesekali pusing. Pasien mengeluhkan nyeri di
daerah punggungnya. Pasien juga mengeluhkan pegal di seluruh badan
karena bedrest terlalu lama.
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
33
Universitas Indonesia
Tanda (Objektif)
Terdapat luka dekubitus grade I di daerah tulang sakrum. Hal ini dapat
terjadi karena kondisi imobilisasi pasien dan inkontinensia urine pada
pasien yang mengakibatkan kondisi laken pasien sering basah dan
menambah resiko terjadinya kerusakan integritas kulit pada pasien. Nilai
leukosit darah pasien memiliki kenaikan yakni 14,40 ribu/mm3
(Normal:
5-10 ribu/mm3).
i) Pernafasan
Gejala (Subjektif)
Pasien mengatakan tidak ada keluhan pada pernafasannya. Keluarga
mengatakan pasien sudah merokok sejak remaja. Pasien mengatakan
dalam sehari merokok sebanyak kurang lebih setengah bungkus.
Tanda (Objektif)
Selama dirawat di rumah sakit pasien belum merokok, tampak sesekali
pasien meminta rokok kepada keluarganya. Dispnea (-) RR: 22x/menit,
penggunaan otot bantu napas (-), pergerakan dada simetris, suara nafas
vesikuler (+/+), wheezing (-), ronchi (-).
j) Keamanan
Gejala (Subjektif)
Keluarga mengatakan pasien selalu meminta untuk ke kamar mandi
walaupun kondisinya masih lemah, jika tidak dituruti pasien akan
memaksa dan pergi ke kamar mandi dengan usaha sendiri. Pasien
mengatakan penglihatannya sudah kabur.
Tanda (Objektif)
Pasien tampak sesekali beranjak turun dari tempat tidurnya untuk ke
kamar mandi dalam kondisi hemiparesis tanpa bantuan keluarga atau
perawat. Penglihatan berkurang, katarak (+). Klien tampak pernah
menggantungkan kaki di samping tempat tidur untuk mencoba bangun.
Restrain terpasang di kedua sisi tempat tidur
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
34
Universitas Indonesia
k) Interaksi Sosial
Gejala (Subjektif)
Pasien mengatakan sering melakukan interaksi sosial dengan
tetangganya. Keluarga juga mengatakan pasien tidak memiliki masalah
interaksi sosial sebelumnya. Pasien mengatakan pernah menikah tetapi
hanya dalam jangka waktu yang singkat, karena istrinya sudah
meninggal dunia. Saat ini pasien tidak memiliki istri maupun anak.
Tanda (Objektif)
Terdapat masalah bicara pada pasien karena paralisis sebelah wajah
(bicara pelo) sehingga pengucapan kalimat pasien kurang jelas. Pasien
dapat berkomunikasi dengan cukup baik selama dirawat di ruangan.
Pasien juga tampak berinteraksi dengan baik dengan teman satu
kamarnya. Pasien dapat merespon sesuai dengan yang diinginkan
walaupun terkadang jawaban yang diberikan keluar dari topik yang
ditanyakan. Pasien juga terkadang memberikan jawaban yang tidak jelas
seperti ketika ditanya dimana pasien tinggal, pasien menjawab dengan
mengatakan bahwa ia tinggal di IGD Persahabatan.
l) Penyuluhan/ Pembelajaran
Gejala (Subjektif)
Pasien baru menjalani operasi hernia sekitar 5 bulan yang lalu di RSUP
Persahabatan. Riwayat DM (-). Pasien merupakan perokok aktif.
Keluarga mengatakan pasien sudah merokok sejak remaja. Pasien dan
keluarga tidak mengetahui riwayat penyakit genetik atau pun menular
pada keluarganya.
Tanda (Objektif)
Pasien tampak tidak tahu mengenai masalah kesehatan yang dialaminya.
Pasien juga mengatakan tidak dibawa ke rumah sakit dengan segera
yakni > 12 jam setelah serangan stroke. Pasien dan keluarga juga tidak
mengetahui bagaimana perawatan stroke yang harus diperhatikan oleh
pasien dan keluarga baik saat fase akut maupun saat di rumah.
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
35
Universitas Indonesia
3.2.2 Diagnosa Keperawatan
Data Masalah
Keperawatan
Data Subjektif:
- Pasien tidak tahu memiliki hipertensi karena tidak
mengontrol kesehatan secara rutin
- Pasien merupakan perokok aktif. Keluarga mengatakan
pasien sudah merokok sejak remaja.
- Pasien merokok kurang lebih setengah bungkus/ hari
- Pasien mengeluh sakit kepala dan separuh badan
sebelah kiri terasa kebas dan tidak dapat digerakkan
Data Objektif:
- Kesadaran: compus mentis
- GCS: E4V6M5
- TD 180/110 mmHg, N 112x/menit, RR 22x/menit
- Deviasi lidah ke kiri
- Bicara pelo
- Hemiparesis sinistra
- Hasil CT Scan
- Ada gambaran lesi iskemik pada lobus frontal
kanan dan pons
- Tidak terlihat lesi perdarahan atau lesi lainnya
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
serebral
Data Subjektif:
- Pasien mengeluhkan kelemahan pada ekstremitas di
sebelah kiri
- Separuh badan sebelah kiri terasa terasa berat dan kaku
saat digerakkan
Data Objektif:
- Pasien tampak berbaring dan melakukan seluruh
aktivitas di tempat tidur
Hambatan mobilitas
fisik
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
36
Universitas Indonesia
Tabel 3.2 Analisis data pengkajian
- Ada perbedaan antara kekuatan genggaman tangan
kanan dengan kiri pasien.
- Pasien tampak tidak dapat mengangkat ekstremitas atas
dan bawah kirinya.
- Terdapat keterbatasan rentang gerak pada ekstremitas
kiri dengan nilai kekuatan otot
5555 1111
5555 1111
- Hasil CT Scan
- Ada gambaran lesi iskemik pada lobus frontal
kanan dan pons
Data Subjektif
- Pasien mengeluhkan nyeri di daerah punggungnya
- Pasien mengatakan lakennya sering basah terkena
kencing karena pasien tidak dapat menahan kencingnya
Data Objektif
- Dekubitus grade I pada area tulang sakrum
- Beberapa kali laken pasien terlihat basah karena pasien
tidak dapat menahan kencingnya sebelum diambilkan
pispot untuk buang air kecil.
- Penggunaan diapers (+)
- Keterbatasan ROM (+)
Kerusakan
integritas kulit
Dari analisa tersebut, diagnosa keperawatan yang dapat diangkat pada kasus
Tn S antara lain:
a) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d sumbatan pembuluh
darah otak, vasospasme serebral
b) Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler, penurunan
kekuatan dan ketahanan
c) Kerusakan integritas kulit b.d hambatan mobilitas, inkontinensia urine
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
37
Universitas Indonesia
3.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan
a) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
� NOC (Nursing Outcomes Classification)
Pasien akan:
- Mempunyai sistem saraf pusat dan perifer yang utuh
- Menunjukkan fungsi sensorimotor cranial yang utuh
- Menunjukkan fungsi otonom yang utuh
- Mempunyai pupil yang sama besar dan reaktif
- Terbebas dari aktivitas kejang
- Tidak mengalami sakit kepala
� Intervensi NIC
Mandiri:
1. Menentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan situasi
individu/ penyebab koma/ menurunnya perfusi serebral dan
potensial meningkatnya ICP.
Rasional: Memperngaruhi intervensi yang akan diberikan
2. Monitoring/ dokumentasikan status neurologi secara frekuensi
dan membandingkannya dengan nilai dasar.
Rasional: Mengkaji kecenderungan kesadaran dan potensial
timbulnya ICP dan berguna untuk menentukan lokasi luas dan
progresi kerusakan CNS
3. Monitor TTV:
- Hipertensi/ hipotensi
Rasional: Fluktuasi tekanan dapat terjadi karena tekanan
cerebral atau cedera pada area vasomotor otak
- Denyut jantung dan rytme; auskultasi murmur
Rasional: Perubahan kecepatan denyut, khususnya
bradikardia dapat menyebabkan kerusakan otak
- Respirasi, tidak ada pola dan ritme seperti periode apnea
setelah hiperventilasi
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
38
Universitas Indonesia
Rasional: Ketidakteraturan dapat memberikan lokasi
cerebral yang rusak/ meningkatnay ICP dan butuh
intervensi, termasuk dukungan untuk espirasi
4. Mengevaluasi pupil, ukurannya, bentuknya, equality,
reaktivitas terhadap cahaya.
Rasional: Reaksi pupil diatur oleh oculomotor (III) saraf
kranial dan berguna untuk menentukan bagian mana dari otak
yang mengalami gangguan
5. Dokumentasikan perubahan dalam penglihatan seperti
penglihatan yang kabur, perubahan lapang pandang atau
kedalaman persepsi
Rasional: Perubahan reflek spesifik visual pada otak
menyulitkan, mengindikasikan perhatian keamanan dan
pengaruh dalam memilih intervensi
6. Posisi dengan sedikit elevasi dan pada posisi netral atau
berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung
(beri bantal tipis).
Rasional: Berkurangnya tekanan arteri dengan
mempromosikan pengairan vena dan dapat meningkatkan
sirkulasi cerebral / perfusi
7. Pertahankan bedrest, berikan lingkungan yang tenang, batasi
pengunjung/ aktivitas yang diindikasikan. Berikan waktu
untuk istirahat di antara aktivitas.
Rasional: Stimulasi yang terus-menerus/ aktivitas dapat
meningkatkan ICP.
8. Kaji kerigitan nuchal, meningkatnya kelelahan, irritabilitas.
Rasional: Mengindikasikan iritasi mengingeal khususnya pada
gangguan hemoragik.
Kolaborasi:
1. Berikan tambahan oksigen bila diperlukan
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
39
Universitas Indonesia
Rasional: Menurunkan hipoksemia yang dapat disebabkan
oleh vasodilatasi serebral dan meningkatkan tekanan dan
edema
2. Berikan obat-obatan yang dianjurkan:
- Trombolitik intravena , aktivator jaringan plasminogen.
Rasional: Terbukti untuk akut stroke
- Antikoagulan, antiplatelet, antihipersensitif.
Rasional: Bisa digunakan untuk meningkatkan aliran darah
cerebral dan mencegah clotting
- Vasodilator perifer, neuroprotective agen.
Rasional: Digunakan untuk meningkatkan hubungan
sirkulasi atau menurunnya vasospasme
- Phenytoin (Dilantin), Phenobarbital
Rasional: Digunakan untuk mengontrol serangan dan
untuk efek sedatif
3. Mempersiapkan untuk pembedahan yang pantas seperti
carotid endarterectomy, microvaskular bypass, cerebral
angioplasty.
Rasional: Diperlukan untuk memutuskan situasi, mengurangi
tanda neurologis/ risiko stroke berulang
b) Hambatan mobilitas fisik
� NOC (Nursing Outcomes Classification)
Pasien akan:
- Meminta bantuan untuk aktivitas mobilisasi, jika diperlukan
- Melakukan ADL secara mandiri dengan alat bantu
- Tidak terjadi kontraktur sendi
- Bertambahnya kekuatan otot.
- Menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
� Intervensi NIC
Mandiri:
1. Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan
dengan cara yang teratur. Klasifkasikan skala 1-4.
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
40
Universitas Indonesia
Rasional: Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat
memberikan informasi mengenai pemulihan
2. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring), dan
sebagainya dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika
diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu.
Rasional: Menurunkan risiko terjadinya trauma/iskemia
jaringan. Daerah yang terkena mengalami perburukan/sirkulasi
yang lebih jelek dan menurunkan sensasi dan lebih besar
menimbulkan kerusakan pada kulit/dekubitus
3. Letakkan pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sehari
jika pasien dapat mentoleransinya.
Rasional: Membantu mempertahankan ekstensi pinggul
fungsional; tetapi kemungkinan akan meningkatkan ansietas
terutama mengenai kemampuan pasien untuk bernafas
4. Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada
semua ekstremitas saat masuk. Anjurkan melakukan laatihan
seperti latihan quadrisep/gluteal, meremas bola karet,
melebarkan jari-jari dan kaki/telapak.
Rasional: Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi,
membantu mencegah kontraktur. Menurunkan risiko terjadinya
hiperkalsuria dan osteoporosis jika masalah utamanya adalah
perdarahan
5. Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan
papan kaki (foot board) selama periode paralysis flaksid.
Pertahankan posisi kepala netral.
Rasional: Mencegah kontraktur/footdrop dan memfasilitasi
kegunaannya jika berfungsi kembali.
6. Gunakan penyangga lengan ketika pasien berada dalam posisi
tegak, sesuai indikasi.
Rasional: Selama paralis flaksid, penggunaan penyangga dapat
menurunkan risiko terjadinya subluksasio lengan dan ”sindrom
bahu-lengan”
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
41
Universitas Indonesia
7. Evaluasi penggunaan dari/kebutuhan alat bantu untuk
pengaturan posisi dan/atau pembalut selama periode paralisis
spastik.
Rasional: Kontraktur fleksi dapat terjadi akibat dari otot fleksor
lebih kuat dibandingkan dengan otot ekstensor.
8. Tempatkan bantal di bawah aksila untuk melakukan abduksi
pada tangan.
Rasional: Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.
9. Tinggikan tangan dan kepala.
Rasional: Meningkatkan aliran balik vena dan membantu
mencegah terbentuknya edema
10. Tempatkan ”hand roll” keras pada telapak tangan dengan jari-
jari dan ibu jari saling berhadapan.
Rasional: Alas/dasar yang keras menurunkan stimulasi fleksi
jari-jari, mempertahankan jari-jari dan ibu jari pada posisi
normal (posisi anatomis).
11. Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi.
Rasional: Mempertahankan posisi fungsional
12. Pertahankan kaki dalam posisi netral dengan gulungan/bantalan
trokanter.
Rasional: Mencegah totasi eksternal pada pinggul
13. Gunakan papan kaki secara berganti, jika memungkinkan.
Rasional: Penggunaan yang kontiniu dapat menyebabkan
tekanan yang berlebihan pada sendi peluru kaki, meningkatkan
spastisitas dan secara nyata meningkatkan fleksi plantar
14. Observasi daerah yang terkena termasuk warna, edema, atau
tanda lain dari gangguan sirkulasi.
Rasional: Jaringan yang mengalami edema lebih mudah
mengalami trauma dan penyembuhannya lambat.
15. Inspeksi kulit terutama pada daerah-daerah yang menonjol
secara teratur. Lakukan masase secara berhati-hati pada daerah
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
42
Universitas Indonesia
kemerahan dan berikan alat bantu seperti bantalan lunak kulit
sesuai kebutuhan.
Rasional: Titik-titik tekanan pada daerah yang menonjol paling
berisiko untuk terjadinya penurunan perfusi/iskemia
16. Susun tujuan dengan pasien/orang terdekat untuk berpartisipasi
dalam aktivitas/latihan dan mengubah posisi.
Rasional: Meningkatakan harapan terhadap
perkembangan/peningkatan dan memberrikan perasaan
kontrol/kemandirian
17. Anjurkan klien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan
menggunakan ektremitas yang tidak sakit untuk
menyokong/menggerakkan daerah tubuh yang mengalami
kelemahan.
Rasional: Meningkatkan harapan terhadap perkembangan/
peningkatan dan memberikan perasaan kontrol/kemandirian
Kolaborasi
1. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan
resistif, dan ambulansi pasien.
Rasional: Program khusus dapat dikembangkan untuk
kebutuhan rehabilitasi pasien
c) Kerusakan integritas kulit
� NOC (Nursing Outcomes Classification)
Pasien akan:
- Menunjukkan penyembuhan luka primer
- Menunjukkan rutinitas perawatan kulit atau perawatan luka
yang optimal
- Tidak ada lepuh atau maserasi pada kulit
- Nekrosis dan perluasan luka ke jaringan di bawah kulit
berkurang atau tidak ada
- Eritema kulit dan eritema di sekitar luka minimal.
� Intervensi NIC
Mandiri:
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
43
Universitas Indonesia
1. Kaji luas, kedaaman luka dan proses penyembuhannya
Rasional: Mengetahui luas dan kerusakan jaringan
2. Lakukan perawatan luka dngan teknik steril
Rasional: Mengurangi terjadinya infeksi
3. Menggunakan APD lengkap ketika merawat luka
Rasional: Luka yang bersih akan mempercepat proses
penyembuhan dan tumbuhnya jaringan granulasi
4. Jaga kebersihan luka dan lingkungan sekitar luka
Rasional: APD lengkap sebagai bagian dari safety perawat dan
pasien
5. Menganjurkan klien untuk pindah posisi baring (mika-miki)
setiap dua jam sekali
Rasional: Perubahan posisi setiap dua jam sekali mengurangi
penekanan pada aera luka
6. Motivasi klien untuk menghabiskan makanan
Rasional: Nutrisi dibutuhkan untuk mempercepat proses
penyembuhan luka
Kolaborasi:
1. Berikan terapi medis: antibiotic
Rasional: Pemberian antibiotik mencegah terjadinya proses
infeksi/ sepsis
3.2.4 Implementasi dan Evaluasi
Pasien dirawat selama 10 hari di ruangan tetapi karena terbentur hari libur
dan hal lainnya mahasiswa hanya mengelola selama 7 hari (8-15 Mei 2013).
Pada hari kelolaan pertama mahasiswa telah berkolaborasi dengan tenaga
medis mengenai rencana terapi yang akan diberikan kepada pasien. Rencana
terapi tersebut salah satunya antara lain melakukan latihan ROM dan
positioning. Hal yang pertama dilakukan adalah menjelaskan kepada pasien
mengenai latihan ROM, manfaat, dan komplikasi yang didapat jika tidak
melakukan latihan. Mahasiswa juga menanyakan kondisi pasien saat itu, jika
pasien merasa pusing atau lelah latihan ROM akan ditunda pada pertemuan
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
44
Universitas Indonesia
selanjutnya. Kekuatan otot pasien sebelum dilakukan latihan ROM adalah 5
pada ekstremitas kanan dan 1 pada ekstremitas kiri.
Latihan ROM hanya dilakukan pada ekstremitas atas dan bawah karena
kesulitan untuk melakukan ROM pada daerah lain dengan kondisi berbaring.
Pasien mengalami keterbatasan gerak pada ekstremitas sebelah kiri. Jenis
ROM yang dilakukan adalah aktif pada ekstremitas kanan dan pasif pada
ekstremitas kiri. Ketika dilakukan ROM pada ekstremitas kiri, pasien
mengeluhkan rasa nyeri skala 3 dan kaku pada otot-otot kakinya ketika kaki
digerakkan ke atas. Pelaksanaan latihan ROM dilakukan kurang lebih
selama 15 menit. Pasien dan keluarga berpartisipasi dengan baik selama
diberikan latihan. Pasien juga tampak memiliki motivasi yang besar untuk
bisa kembali ke kondisi semula.
Selain itu mahasiswa juga memantau status perfusi serebral dan tanda-tanda
peningkatan TIK pada pasien. Didapatkan data kesadaran pasien compus
mentis, pupil isokhor, muntah (-), pusing (+) sedikit, hemiparesis sinistra
(+), bicara pelo (+). Pasien tampak bisa merespon komunikasi dengan baik.
Pasien juga diberikan edukasi mengenai hal-hal yang harus dihindari untuk
menghindari peningkatan TIK seperti menghindari mengejan, melaporkan
kepada perawat apabila batuk atau konstipasi agar dapat diatasi, pasien juga
dianjurkan untuk bedrest dengan posisi kepala 15-30°. Tekanan darah pasien
pada hari itu masih tinggi yakni 180/100 mmHg, dengan N: 80x/menit, RR:
18x/menit, S: 36,7°C.
Intervensi lain yang diimplementasikan adalah memberikan positioning
kepada pasien. Dari hasil pengkajian didapatkan pasien mengalami
dekubitus stage I di area sakrum. Hal ini dapat terjadi karena kondisi
imobilisasi pasien dan inkontinensia urine pada pasien yang mengakibatkan
kondisi laken pasien sering basah dan menambah resiko terjadinya
kerusakan integritas kulit pada pasien. Mahasiswa juga menghindari
perburukan luka dengan mengganti diapers dan laken pasien dengan yang
bersih. Selain itu juga merawat luka pasien dengan mengoleskan virgin
coconut oil (VCO) atau minyak kelapa pada luka pasien sambil memberikan
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
45
Universitas Indonesia
massage lembut pada punggung pasien untuk melancarkan aliran darah
daerah punggung pasien.
Intervensi yang sama dilakukan pada hari kedua sampai dengan hari
kelolaan terakhir. Dari hasil implementasi tersebut didapatkan hasil antara
lain dari masalah gangguan perfusi serebral pasien tidak ditemukannya
tanda-tanda peningkatan TIK, kondisi tekanan darah pasien juga tergolong
lebih stabil namun masih cukup tinggi dengan angka antara 130-150 mmHg
pada sistol dan 80-100 mmHg pada diastol. Tindakan kolaborasi juga
dilakukan untuk menjaga keadekuatan perfusi jaringan serebral pasien
dengan memberikan injeksi citicolin 3x500 mg untuk menjaga dan
mengurangi kerusakan jaringan otak, lovenox 2x1 ampul sebagai
antikoagulan, mecobalamin 2x500 mg, dan juga Captopril 25 mg untuk
menurunkan tekanan darah pasien.
Untuk masalah kerusakan mobilitas fisik ditemukan hasil adanya
peningkatan kekuatan tonus otot pada pasien setelah dilakukan ROM. Saat
pertama kali dikaji pasien tidak dapat menggerakkan ekstremitas kirinya,
tapi setelah dilakukan latihan ROM selama 7 hari selama 15 menit oleh
mahasiswa, dan latihan yang diberikan oleh keluarga didapatkan kekuatan
otot pada ekstremitas kiri pasien bertambah yakni menjadi 2 yang
ditunjukkan dengan pasien kini dapat mengepal dan membuka telapak
tangannya. Pasien juga dapat sedikit menahan tangannya melawan gravitasi.
Pasien juga mengatakan tubuhnya terasa lebih bugar setelah melakukan
ROM.
Pada masalah kerusakan integritas kulit, dari intervensi positioning,
massage, dan perawatan luka dengan VCO didapatkan hasil tidak adanya
perluasan luka dekubitus. Luka dekubitus tampak membaik dengan grade I.
Pasien juga lebih jarang mengeluhkan nyeri pada punggungnya.
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
46
BAB IV
ANALISIS SITUASI
Bab ini berisi pembahasan mengenai analisis masalah keperawatan dengan konsep
terkait KKMP dan konsep kasus terkait. Selain itu bab ini juga membahas analisis
salah satu intervensi dengan konsep dan penelitian terkait.
4.1 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP dan
Konsep Kasus Terkait
Penyakit degeneratif merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di
dunia. Menurut World Health Organization (WHO), badan lembaga
kesehatan dari PBB, terdapat hampir sekitar 17 juta orang meninggal dunia
akibat penyakit degeneratif setiap tahun (Depkes RI, 2005). Penyakit
degeneratif merupakan penyakit tidak menular yang dapat dijadikan
gambaran pola hidup sehat seorang individu. Penyakit tidak menular kini
merupakan pokok permasalahan di dunia kesehatan menggeser kedudukan
penyakit menular. Data WHO menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian
yang terjadi di dunia pada tahun 2008, sebanyak 36 juta atau hampir dua
pertiganya disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular. Di beberapa daerah
yang tingkat kesehatannya lebih baik, penyakit menular sudah relatif
berkurang dan beralih ke penyakit tidak menular, seperti penyakit jantung
dan pembuluh darah, diabetes melitus, penyakit kronik dan degeneratif
lainnya (Kemenkes, 2007).
Penyakit degeneratif merupakan penyakit yang erat kaitannya dengan daerah
urban atau perkotaan. Sebagai salah satu bentuk penyakit degeneratif, stroke
merupakan penyebab utama kematian di daerah perkotaan. Angka kematian
pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan akibat stroke mencapai
15,9%. Sementara itu angka kematian pada kelompok usia 55-64 tahun di
daerah perkotaan akibat stroke mencapai 26,8%.
Tingginya angka stroke di daerah perkotaan ini dapat disebabkan oleh pola
hidup masyarakat perkotaan yang kurang sehat yang dapat meningkatkan
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
47
Universitas Indonesia
faktor resiko stroke, seperti konsumsi makanan tinggi kolesterol, merokok,
kurang berolahraga, dsb. Hatma (2007) mengatakan lifestyles atau pola
hidup serta kondisi lingkungan dimana seseorang hidup besar pengaruhnya
terhadap derajat status kesehatan sesesorang.
Almatsier (2002) dalam Aini (2012) menyebutkan peningkatan pendapatan
pada kelompok masyarakat tertentu terutama diperkotaan menyebabkan
perubahan dalam gaya hidup terutama pola makan. Pola makan tradisional
yang tadinya tinggi karbohidrat, tinggi serat kasar dan rendah lemak berubah
ke pola makan baru yang rendah karbohidrat, rendah serat kasar dan tinggi
lemak sehingga menggeser mutu makanan ke arah tidak seimbang. Hal ini
dapat dilihat dengan maraknya restoran-restoran yang menyajikan fastfood
di area perkotaan.
Perubahan pola makan ini dipercepat oleh makin kuatnya arus budaya
makanan asing yang disebabkan oleh kemajuan teknologi informasi dan
globalisasi ekonomi. Disamping itu perbaikan ekonomi menyebabkan
berkurangnya aktivitas fisik masyarakat tertentu. Perubahan ini berakibat
semakin banyaknya penduduk golongan tertentu mengalami masalah gizi
lebih. (Almatsier, 2002 dalam Aini, 2012). Masalah gizi lebih tersebut
menimbulkan tingginya angka obesitas di perkotaan yang juga dapat
berhujung pada penyakit diabetes mellitus yang juga merupakan faktor
resiko dari stroke.
Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2007 Mereka yang tinggal di daerah
urban rata-rata kadar kolesterol (212.24 mg/dl) secara signifikan lebih tinggi
dari pada mereka yang tinggal di daerah rural (204.71 mg/dl). Data lain
menunjukkan rata-rata kadar kolesterol lebih tinggi pada mereka yang
merokok dan yang aktifitas fisiknya tergolong kurang dibandingkan dengan
mereka yang tidak merokok dan aktifitasnya cukup dan perbedaan rata-rata
kadar kolesterol ini secara statistik bermakna. Rata-rata kadar kolesterol
mereka yang mengalami stress lebih tinggi secara bermakna dibandingkan
mereka yang tidak stress. Secara keseluruhan, nampak bahwa rata-rata kadar
kolesterol darah lebih tinggi pada daerah urban, dengan daerah urban pada
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
48
Universitas Indonesia
propinsi-propinsi di Pulau Sulawesi-Kalimantan merupakan yang tertinggi
pertama (219,61), diikuti oleh Sumatera (214,05), Jawa-B ali (210,06) dan
NTT-NTB-Maluku-Irian (204,10)
Rata-rata kadar kolesterol pada mereka yang berpendidikan tinggi
dibandingkan dengan pendidikan rendah tidak menunjukkan perbedaan yang
bermakna. Tetapi pada mereka yang berpendidikan rendah dan tinggal
didaerah urban, rata-rata kadar kolesterol lebih tinggi secara signifikan
dibandingkan dengan mereka yang tinggal di derah rural. Pada penelitiaan di
China dan Turki juga menunjukkan bahwa kedua faktor sosial determinan
ini, yaitu urban dan tingkat pendidikan rendah ada hubungan yang kuat
dengan faktor risiko kardiovaskular khususnya kadar kolesterol darah
(Kemenkes, 2007).
Konsumsi makanan fastfood yang berlebihan juga akan menimbulkan
obesitas pada seseorang. Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan
peningkatan kadar kolesterol sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada
pembuluh darah, salah satunya pembuluh darah otak yang mengakibatkan
stroke. Prevalensi obesitas sentral pada daerah urban (41,3%) lebih tinggi
daripada prevalensi di daerah rural (28,9%). Sedikit berbeda dengan rata-
rata kolesterol darah, prevalensi obesitas sentral berdasarkan propinsi-
propinsi di 4 pulau besar Indonesia yang tertinggi adalah prevalensi di
daerah urban Jawa-Bali (44,2%), selanjutnya daerah urban di Sulawesi-
Kalimantan (39,7%), daerah urban di Sumatera (38,4%), dan daerah urban
di NTT-NTB (36,1%).
Banyak hal yang dapat mengakibatkan tingginya angka konsumsi fastfood di
daerah perkotaan. Selain karena tingginya arus globalisasi yang memicu
banyaknya restauran fastfood di daerah perkotaan, persaingan status sosial di
masyarakat perkotaan juga menjadi salah satu faktor tingginya konsumsi
makanan yang berkesan mewah ini. Foster (1986) dalam Mufidah (2012)
mengungkapkan bahwa makan itu memiliki makna simbolik (konsep makan
bersifat sosial), maksudnya di dalam makanan tersebut terdapat simbol-
simbol, sebab pada dasarnya orang makan itu tidak hanya sekedar untuk
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
49
Universitas Indonesia
mengenyangkan perut saja tetapi juga untuk menjaga gengsi orang tersebut
di mata lingkungannya sekitar karena makanan yang dimakan dapat
merupakan gambaran dari identitas diri yang memakannya.
Palmolina (1999) dalam Mufidah (2012) menyatakan bahwa menyenangkan
bila seseorang itu diketahui sebagai seseorang yang mempunyai status
tinggi. Selain itu, dia juga berkata bahwa restauran di dalam foodcourt
merupakan bentuk dari budaya konsumsi dari masyarakat perkotaan dan
menjadi salah satu penemuan baru di lapisan masyarakat luas. Dari
penjabaran tersebut dapat kita lihat bahwa saat ini konsumsi makanan di
daerah perkotaan bukan hanya menjadi sarana untuk pemenuhan biologis
manusia tetapi juga sarana untuk bersosialisasi dan membentuk identitas
diri, walaupun makanan yang dikonsumsinya tersebut tidak sehat.
Salah satu akibat lain dari makanan yang tinggi kolesterol ini adalah
hipertensi. Penelitian yang dilakukan Misbach dan Ali (2001) menunjukkan
hipertensi sebagai faktor resiko yang paling umum terjadi pada pasien stroke
di Indonesia yakni sebanyak 73,9%. Dan hampir setengah dari angka
tersebut merupakan penderita hipertensi yang tidak terkontrol. Penelitian
yang dilakukan oleh Venketasubramanian (1998) di Thailand menunjukkan
hipertensi daerah urban di Thailand menunjukkan angka lebih besar yakni
13,0% dibandingkan angka hipertensi di area rural dengan angka 3,7%.
Merokok merupakan faktor resiko stroke kedua terbesar setelah hipertensi
pada pasien stroke di Indonesia dengan angka 20,4% (Misbach; Ali, 2001).
Menurut hasil survey GATS 2011, prevalensi perokok di Indonesia
rankingnya naik menjadi nomor 2 terbesar di dunia (Kemenkes RI, 2012).
Namun prevalensi perokok nampaknya tidak terpengaruh dengan kondisi
perkotaan, karena data Riskesdas (2007) menunjukkan angka merokok yang
merata di seluruh provinsi, mulai dari Provinsi Aceh sampai ke Provinsi
Papua. Prevalensi perokok tertinggi di Provinsi Kalimantan Tengah (43,2%),
disusul Nusa Tenggara Timur (41,2%), Maluku Utara (40,8%), Kepulauan
Riau (36,3%), dan Gorontalo (38,7%). Provinsi-provinsi yang prevalensi
nya di bawah angka nasional adalah Sulawesi Tenggara (38,2%),
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
50
Universitas Indonesia
Kalimantan Selatan (30,5%), DKI Jakarta (30,8%), Bali (31,0%), dan Jawa
Timur (31,4%). Penelitian yang dilakukan Venketasubramanian (1998) di
Thailand bahkan menunjukkan prevelensi angka merokok yang lebih tinggi
di daerah rural (77,0%) dibandingkan daerah urban (69,1%). Hal ini
mungkin merupakan hasil dari mulai maraknya program Kawasan Tanpa
Rokok (KTR) yang digalangkan di daerah-daerah perkotaan. Sehingga mulai
menurunkan kesempatan merokok masyarakat di perkotaan.
Menurut Yastroki yang disampaikan kepada tabloid Gemari (2008), setelah
dilakukan berbagai kajian dan penelitian, ternyata ada faktor lain selain
hipertensi dan diabetes mellitus adalah stress berat yang dialami sebagian
besar masyarakat dalam menghadapi persaingan hidup yang begitu ketat.
Hal itu menjadi pemicu tingginya angka kejadian stroke di Indonesia. Stres
dan faktor kerja, begitu juga pengangguran dan ketidakstabilan pekerjaan
memiliki hubungan dengan tingginya angka kejadian penyakit kronik pada
seluruh anggota keluarga (Wilkinson and Marmot, 2003 dalam Sherlock,
2009). Pada model kesehatan biopsikososial, stress dihubungkan dengan
waktu kejadian dan keparahan stroke, walaupun mekanisme dari pengaruh
tersebut masih belum diketahui (Harmsen, Lappas, & Rosengren, 2006;
Harmsen, Rosengren, & Tsipogiani, 1990; Macko, Ameriso, & Barndt, 1996
dalam Norris dkk, 2010)
4.2 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait
Latihan Range Of Motion (ROM) merupakan salah satu bentuk intervensi
yang dapat dilakukan perawat sebagai program rehabilitasi untuk
menghindari komplikasi dari imobilisasi yang disebabkan oleh stroke.
Latihan ROM merupakan sekumpulan gerakan yang dilakukan pada bagian
sendi yang bertujuan untuk meningkatkan fleksibilitas dan kekuatan otot
(Potter & Perry, 2006). ROM dapat diterapkan dengan aman sebagai salah
satu terapi pada berbagai kondisi pasien dan memberikan dampak positif
baik secara fisik maupun psikologis (Tseng, et al., 2007 dalam Cahyati,
2011). Selain dapat menghindari komplikasi imobilisasi, seperti kontraktur,
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
51
Universitas Indonesia
dekubitus, dsb, ROM juga dapat meningkatkan kelancaran sirkulasi darah
klien. Latihan ringan seperti latihan ROM juga memiliki beberapa
keuntungan antara lain lebih mudah dipelajari dan diingat oleh pasien,
mudah diterapkan dan merupakan intervensi keperawatan dengan biaya
yang murah yang dapat diterapkan oleh penderita stroke di rumah (Cahyati,
2011).
Selama praktik yang dilaksanakan di ruang Melati Atas, mahasiswa
memberikan latihan ROM kepada Tn S sebanyak 7 kali dengan durasi 15
menit. Latihan ROM yang dilakukan adalah latihan ROM bilateral. Dimana
latihan ROM pada ekstremitas kiri klien dilakukan dengan bantuan
mahasiswa, sedangkan ekstremitas kanan klien dilakukan sendiri oleh klien.
Klien juga dapat melakukan latihan ROM sendiri pada ekstremitas kirinya
dengan ditopang oleh ekstremitas kanan yang tidak mengalami hemiparesis.
Dari latihan tersebut dapat dilihat adanya peningkatan kekuatan otot pada
ekstremitas kiri klien yang mengalami hemiparesis yang semula memiliki
skor 1 meningkat menjadi memiliki skor 2.
Hasil ini sama dengan beberapa penelitian terkait ROM yang pernah
dilakukan sebelumnya. Hasil penelitian oleh Subianto (2012) didapatkan
hasil bahwa ada pengaruh antara latihan ROM terhadap perubahan
mobilisasi pada pasien stroke. Selain itu Utomo (2008) juga menyimpulkan
hal yang sama, bahwa latihan ROM dapat meningkatkan kekuatan otot klien.
Penelitian yang sejenis dilakukan oleh Cahyati (2011) yang membandingkan
kekuatan otot pasien stroke yang diberikan latihan ROM unilateral dan
bilateral. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya peningkatan
kekuatan otot pada sampel baik yang diberi latihan ROM unilateral maupun
bilateral, namun peningkatan kekuatan otot sampel yang diberikan latihan
ROM bilateral lebih cepat dibandingkan sampel yang diberikan latihan
unilateral.
Menurut Perry & Potter, 2006 ; Kozier, et al., 2008), latihan ROM minimal
dilakukan 2 kali dalam sehari sedangkan menurut Smeltzer & Bare (2008)
latihan ROM dapat dilakukan 4-5 kali/hari. Selain kedua referensi tadi,
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
52
Universitas Indonesia
beberapa penelitian menunjukan frekuensi yang bervariasi dalam melakukan
latihan ROM. Cahyati (2011) mengutip penelitian yang dilakukan Tseng, et
al. (2007) tentang penerapan latihan ROM pada pasien stroke yang
menyebutkan bahwa dosis latihan yang dipergunakan yaitu 2 kali sehari, 6
hari dalam seminggu selama 4 minggu dengan intensitas masing-masing 5
gerakan untuk tiap sendi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
responden penelitian yang melakukan latihan tersebut mengalami perbaikan
pada fungsi aktivitas, persepsi nyeri, rentang gerakan sendi dan gejala
depresi.
Dalam tesisnya Cahyati (2011) juga menyebutkan beberapa penelitian
lainnya yang terkait frekuensi latihan ROM, antara lain Astrid (2008)
menerapkan latihan ROM pada pasien stroke dengan frekuensi 4 kali sehari
selama 7 hari, latihan ini memberikan kemajuan yang signifikan bagi
kekuatan otot klien. Yulinda (2009) dalam penelitiannya ia melakukan terapi
latihan (salah satunya latihan ROM) selama 4 minggu latihan dan
didapatkan peningkatan kekuatan otot dan kemampuan fungsional klien.
Sementara itu Puspitawati (2010) melakukan perbandingan antara latihan
ROM 2 kali sehari dengan ROM 1 kali sehari, dari hasil penelitian
didapatkan bahwa latihan ROM 2 kali sehari lebih efektif meningkatkan
kekuatan otot dibandingkan dengan ROM 1 kali sehari
Dilihat dari teori-teori tersebut, jumlah jam yang dilakukan mahasiswa
dalam melakukan ROM belum memenuhi kriteria yang ada. Hal ini terjadi
karena cukup tingginya beban kerja di ruangan sehingga menyebabkan
mahasiswa tidak dapat secara fokus mengelola dan memberikan latihan
ROM secara intensif kepada klien. Hal yang dilakukan mahasiswa untuk
mengatasi hal tersebut adalah dengan mengajarkan kepada klien dan
keluarga mengenai prosedur latihan ROM dan memotivasi klien dan
keluarga untuk melakukan latihan ROM secara mandiri apabila mahasiswa
sedang tidak berada di tempat.
Pelaksanaan ROM sebagai bentuk rehabilitasi di ruang rawat juga dirasa
belum optimal. Padahal dilihat dari penelitian-penelitian yang dilakukan,
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
53
Universitas Indonesia
pemberian latihan ROM dapat meningkatkan kekuatan otot pada pasien
stroke yang mengalami hemiparesis. Dan jika dilakukan secara terus-
menerus, pasien dapat kembali beraktivitas secara normal atau paling tidak
dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Hal ini telah dibuktikan di Singapura
melalui penelitian yang dilakukan oleh Venketasubramanian (1998) yang
mengatakan setelah menempuh program rehabilitasi, sebanyak 91,9%
penderita stroke di Singapura dapat kembali melakukan aktivitas baik secara
parsial maupun mandiri.
Hal ini mungkin disebabkan kurangnya pengetahuan perawat mengenai
pentingnya latihan ROM untuk pasien stroke. Yang dapat dilakukan untuk
mengatasinya antara lain dapat diberikan pelatihan mengenai latihan ROM.
Secara teori mungkin perawat sudah mengetahui mengenai manfaat ROM,
oleh karena itu pelatihan yang diberikan sebaiknya mengenai penelitian-
penelitian terkait ROM dan penggambaran kasus-kasus stroke yang dapat
pulih akibat rehabilitasi dengan latihan ROM.
Latihan ROM memang menuntut kesabaran dan perhatian perawat dalam
pelaksanaannya karena perlu dilakukan secara terus-menerus dan dalam
jangka waktu lama. Pasien dalam hal ini juga dituntut kesabarannya karena
hasil latihan ROM tidak dapat dilihat secara cepat, sehingga motivasi dari
diri dan dukungan dari keluarga dibutuhkan dalam melaksanakan latihan
ROM. Latihan ROM dengan sistem family-oriented mungkin dapat
diterapkan, yakni dengan melibatkan keluarga selama pelaksanaan latihan
ROM. Selain mengurangi kecenderungan adanya jam-jam latihan yang
kosong karena kondisi tidak adanya perawat yang melatih, keluarga juga
dapat secara langsung memberikan bentuk dukungan dan motivasi kepada
klien dengan cara membantu klien dalam latihan ROM.. Perawat dapat
memberikan latihan ROM sebanyak 1x dalam sehari yang kemudian
dilanjutkan oleh keluarga di jam-jam selanjutnya yang bisa ditentukan
bersama-sama. Perawat juga dapat melakukan evaluasi latihan ROM yang
dilakukan keluarga pada saat memberikan latihan ROM.
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
54
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Masalah urban akan selalu dihubungkan dengan kepadatan penduduk
beserta konsekuensi perubahan-perubahan kondisi lingkungan sosial seperti
perilaku hidup tidak sehat (WHO, 2003 dalam Hatma, 2007). Penyakit
degeneratif merupakan salah satu bentuk konsekuensi dari urbanisasi.
Sebagai salah satu bentuk penyakit degeneratif, stroke merupakan penyebab
utama kematian di daerah perkotaan. Angka kematian pada kelompok usia
45-54 tahun di daerah perkotaan akibat stroke mencapai 15,9%. Sementara
itu angka kematian pada kelompok usia 55-64 tahun di daerah perkotaan
akibat stroke mencapai 26,8%. Tingginya angka stroke di daerah perkotaan
ini dapat disebabkan oleh pola hidup masyarakat perkotaan yang kurang
sehat yang dapat meningkatkan faktor resiko stroke, seperti konsumsi
makanan tinggi kolesterol, merokok, kurang berolahraga, dsb
Salah satu bentuk patologis dari stroke adalah kelemahan pada salah satu sisi
ekstremitas atau yang disebut dengan hemiparesis. Hampir seluruh pasien
dengan kasus stroke yang diobservasi selama melakukan praktik di ruangan
melati atas Rumah Sakit Persahabatan mengalami hemiparesis. Latihan
Range Of Motion (ROM) merupakan salah satu bentuk intervensi mandiri
yang dapat dilakukan perawat sebagai program rehabilitasi untuk
menghindari komplikasi dari imobilisasi yang disebabkan oleh stroke. Pada
pasien kelolaan yang diberikan latihan ROM selama 7 hari menunjukkan
adanya peningkatan kekuatan otot pada ekstremitas yang mengalami
hemiparesis yang semula memiliki skor 1 meningkat menjadi memiliki skor
2. Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya yang juga menunjukkan adanya peningkatan kekuatan otot pada
pasien yang diberikan latihan ROM.
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
55
Universitas Indonesia
5.2 Saran
Latihan ROM sebaiknya dimasukkan dan diterapkan ke dalam program
perawatan pasien stroke di ruang rawat inap. Selain untuk mempercepat
proses rehabilitasi, pelaksanaan ROM secara dini di ruang rawat juga dapat
sekaligus memberikan edukasi kepada klien dan keluarga mengenai program
rehabilitasi yang dapat dilakukan serta memotivasi dan mengurangi
kecemasan klien dan keluarga terhadap kondisi pasien. ROM merupakan
salah satu bentuk intervensi yang murah dan mudah untuk dilakukan baik
oleh perawat maupun oleh keluarga, sehingga tindakan ini dapat dilanjutkan
pelaksanaannya oleh keluarga ketika pasien di rumah.
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
56 Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
Adam, Muhammad. (2011). Pengaruh akupresur terhadap kekuatan otot dan
rentang gerak ekstremitas atas pada pasien stroke pasca rawat inap di
RSUP Fatmawati Jakarta. Tesis Program Pasca Sarjana FIK UI. Depok
Aini, Syarifatun. “Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian gizi lebih
pada remaja di perkotaan”. Unnes Journal of Public Health (2012) : 1 (2)
Black, M., Joyce and Hawk, H., Jane. (2005). Medical Surgical Nursing: Clinical
Management For Positive Outcomes.(7th
ed). St. Louis,Missouri: Elsevier
Saunders.
Cahyati, Yanti. (2011). Perbandingan latihan ROM unilateral dan latihan ROM
bilateral terhadap kekuatan otot pasien hemiparese akibat stroke iskemik
di RSUD kota Tasikmalaya dan RSUD kab. Ciamis. Tesis Program
Magister FIK UI. Depok.
Carpenito, J., Lynda. (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan: Handbook Of
Nursing Diagnosis.(8th
ed). Jakarta: EGC.
Doengoes, E., Marilynn., Moorhouse, F., Mary., and Geissler, C., Alice. (2000).
Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentsianperawatan pasien (Nursing care plan: guidelines for
planning and documenting patient care). ( 3th
ed). Jakarta: EGC.
Fatukhurrohman, Mohammad. (2011). Pengaruh latihan motor imagery terhadap
kekuatan otot ekstremitas pada pasien stroke dengan hemiparesis di
rumah sakit umum daerah kota Bekasi. Tesis Program Magister FIK UI.
Depok.
Kelompok Dasar Keperawatan dan Keperawatan Dasar FIK UI. (2006). Panduan
praktikum keperawatan dasar 1. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI.
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
57
Universitas Indonesia
Misbach, Jusuf & Ali, Wendra. “Stroke in Indonesia: A first large prospective
hospital based study of acute stroke in 28 hospitals in Indonesia”. Journal
of Clinical Neuroscience (2000): 8(3), 245–249.
Norris, Meriel; Allotey, Pascale; Barrett, Geraldine.“I feel like half my body is
clogged up”: Lay models of stroke in Central Aceh, Indonesia. Social
Science & Medicine 71 (2010): 1576-1583.
Potter & Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses,
dan Praktik. Jakarta: EGC
Price. A Sylvia, Wilson. M Lorraine. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit. Jakarta: EGC
Smeltzer & Bare. (2001). Buku ajar keperawatan medical bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC
Smeltzer, S., C & Bare, B., G. (1996). Brunner & Suddarth Textbook Of Medical
Surgical Nursing , Alih bahasa Agung Waluyo...(et al), (ed 8). Jakarta:
EGC
Sherlock, Peter Lloyd. (2009) “Stroke in developing countries: epidemiology,
impact and policy implications”. School of International Development
University of East Anglia.
Wilkinson, J. M & Ahern, N. R. Prentice Hall Nursing Diagnosis Handbook. (9th
edition). Prentice Hall.
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
Lampiran
Universitas Indonesia
No Diagnosa
Keperawatan
Tujuan
& Kriteria Hasil
Intervensi Rasional
1
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
serebral
Faktor yang
berhubungan:
oklusi darah
serebral, vasospasme
cerebral
Setelah melakukan
intervensi, klien:
• Menjaga dan
mempertahankan
peningkatan
kesadaran, kognitif
dan fungsi motorik
• Menunjukkan
tanda vital yang
stabil dan tidak
adanya tanda-tanda
yang meningkatkan
ICP
• Menunjukkan tidak
adanya keburukan/
kekambuhan
Mandiri 1. Menentukan faktor-faktor yang berhubungan
dengan situasi individu/ penyebab koma/
menurunnya perfusi serebral dan potensial
meningkatnya ICP
2. Monitoring/ dokumentasikan status neurologi
secara frekuensi dan membandingkannya dengan
nilai dasar.
3. Monitor TTV:
• Hipertensi/ hipotensi
• Denyut jantung dan rytme; auskultasi murmur
• Respirasi, tidak ada pola dan ritme seperti
periode apnea setelah hiperventilasi
4. Mengevaluasi pupil, ukurannya, bentuknya,
equality, reaktivitas terhadap cahaya.
5. Dokumentasikan perubahan dalam penglihatan
seperti penglihatan yang kabur, perubahan lapang
pandang atau kedalaman persepsi
6. Posisi dengan sedikit elevasi dan pada posisi
netral atau berikan posisi kepala lebih tinggi 15-
30 dengan letak jantung (beri bantal tipis).
7. Pertahankan bedrest, berikan lingkungan yang
tenang, batasi pengunjung/ aktivitas yang
diindikasikan. Berikan waktu untuk istirahat di
antara aktivitas.
1. Memperngaruhi intervensi yang akan diberikan
2. Mengkaji kecenderungan kesadaran dan potensial
timbulnya ICP dan berguna untuk menentukan
lokasi luas dan progresi kerusakan CNS.
3.
• Fluktuasi tekanan dapat terjadi karena tekanan
cerebral atau cedera pada area vasomotor otak
• Perubahan kecepatan denyut, khususnya
bradikardia dapat menyebabkan kerusakan otak
• Ketidakteraturan dapat memberikan lokasi
cerebral yang rusak/ meningkatnay ICP dan
butuh intervensi, termasuk dukungan untuk
espirasi
4. Reaksi pupil diatur oleh oculomotor (III) saraf
kranial dan berguna untuk menentukan bagian
mana dari otak yang mengalami gangguan.
5. Perubahan reflek spesifik visual pada otak
menyulitkan, mengindikasikan perhatian keamanan
dan pengaruh dalam memilih intervensi.
6. Berkurangnya tekanan arteri dengan
mempromosikan pengairan vena dan dapat
meningkatkan sirkulasi cerebral / perfusi
7. Stimulasi yang terus-menerus/ aktivitas dapat
meningkatkan ICP.
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
Lampiran
Universitas Indonesia
8. Kaji kerigitan nuchal, meningkatnya kelelahan,
irritabilitas.
Kolaborasi
1. Berikan tambahan oksigen bila diperlukan
2. Berikan obat-obatan yang dianjurkan:
• Trombolitik intravena , aktivator jaringan
plasminogen (tPA), alteplase (pengaktivasi).
Rekombinan prourokinase
• Antikoagulan seperti warfarin sodium
(Coumadin), molekular rendah tinggi heparin
seperti enoxaparin [lovenox], dalteparin
[fragmin], trombin inhibitor langsung (seperti
ximelagatran [Exantal]); Antiplatelet agen
seperti aspirin (ASA), ticlopidine (Ticlid),
clopidogel (Plavik); Antihipersensitif
• Vasodilator perifer seperti cyclandelate
(Cyclospasmol), papaverine (pavabid),
isoxsuprine (vasodilan); Neuroprotective agen
seperti calcium channel blocker, excitatory
amino acid inhibitor, gangliosides.
• Phenytoin (Dilantin), phenobarbital
3. Mempersiapkan untuk pembedahan yang pantas
seperti carotid endarterectomy, microvaskular
bypass, cerebral angioplasty.
8. Mengindikasikan iritasi mengingeal khususnya pada
gangguan hemoragik.
1. Menurunkan hipoksemia yang dapat disebabkan
oleh vasodilatasi serebral dan meningkatkan
tekanan dan edema
2.
• Terbukti untuk akut stroke
• Bisa digunakan untuk meningkatkan aliran darah
cerebral dan mencegah clotting
• Digunakan untuk meningkatkan hubungan
sirkulasi atau menurunnya vasospasme
• Digunakan untuk mengontrol serangan dan
untuk efek sedatif
3. Diperlukan untuk memutuskan situasi, mengurangi
tanda neurologis/ risiko stroke berulang
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
Lampiran
Universitas Indonesia
No Diagnosa
Keperawatan
Tujuan
& Kriteria Hasil
Intervensi Rasional
2. Hambatan mobilitas
fisik.
Faktor yang
berhubungan;
• kerusakan
neuromuskuler,
kelemahan
Klien mampu
melaksanakan
aktivitas fisik sesuai
dengan
kemampuannya
Kriteria hasil :
• Tidak terjadi
kontraktur sendi
• Bertambahnya
kekuatan otot.
• Klien
menunjukkan
tindakan untuk
meningkatkan
mobilitas
Mandiri 1. Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya
kerusakan awal dan dengan cara yang teratur.
Klasifikasikan melalui skala 0-4.
2. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang,
miring), dan sebagainya dan jika memungkinkan
bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi
bagian yang terganggu.
3. Letakkan pada posisi telungkup satu kali atau dua
kali sehari jika pasien dapat mentoleransinya.
4. Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif
dan pasif pada semua ekstremitas saat masuk.
Anjurkan melakukan laatihan seperti latihan
quadrisep/gluteal, meremas bola karet,
melebarkan jari-jari dan kaki/telapak.
5. Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya,
gunakan papan kaki (foot board) selama periode
paralysis flaksid. Pertahankan posisi kepala
netral.
6. Gunakan penyangga lengan ketika pasien berada
dalam posisi tegak, sesuai indikasi.
7. Evaluasi penggunaan dari/kebutuhan alat bantu
untuk pengaturan posisi dan/atau pembalut
selama periode paralisis spastik.
1. Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat
memberikan informasi mengenai pemulihan. Bantu
dalam pemilihan terhadap intervensi, sebab teknik
yang berbeda digunakan untuk paralisis spastik
dengan flaksid.
2. Menurunkan risiko terjadinya trauma/iskemia
jaringan. Daerah yang terkena mengalami
perburukan/sirkulasi yang lebih jelek dan
menurunkan sensasi dan lebih besar menimbulkan
kerusakan pada kulit/dekubitus.
3. Membantu mempertahankan ekstensi pinggul
fungsional; tetapi kemungkinan akan meningkatkan
ansietas terutama mengenai kemampuan pasien
untuk bernafas.
4. Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi,
membantu mencegah kontraktur. Menurunkan
risiko terjadinya hiperkalsuria dan osteoporosis jika
masalah utamanya adalah perdarahan. Catatan:
stimulasi yang berlebihan dapat menjadi pencetus
adanya perdarahan berulang.
5. Mencegah kontraktur/footdrop dan memfasilitasi
kegunaannya jika berfungsi kembali.
6. Selama paralis flaksid, penggunaan penyangga
dapat menurunkan risiko terjadinya subluksasio
lengan dan ”sindrom bahu-lengan”.
7. Kontraktur fleksi dapat terjadi akibat dari otot
fleksor lebih kuat dibandingkan dengan otot
ekstensor.
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
Lampiran
Universitas Indonesia
8. Tempatkan bantal di bawah aksila untuk
melakukan abduksi pada tangan.
9. Tinggikan tangan dan kepala.
10. Tempatkan ”hand roll” keras pada telapak tangan
dengan jari-jari dan ibu jari saling berhadapan.
11. Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi.
12. Pertahankan kaki dalam posisi netral dengan
gulungan/bantalan trokanter.
13. Gunakan papan kaki secara berganti, jika
memungkinkan.
14. Observasi daerah yang terkena termasuk warna,
edema, atau tanda lain dari gangguan sirkulasi.
15. Inspeksi kulit terutama pada daerah-daerah yang
menonjol secara teratur. Lakukan masase secara
berhati-hati pada daerah kemerahan dan berikan
alat bantu seperti bantalan lunak kulit sesuai
kebutuhan.
16. Susun tujuan dengan pasien/orang terdekat untuk
berpartisipasi dalam aktivitas/latihan dan
mengubah posisi.
17. Anjurkan klien untuk membantu pergerakan dan
latihan dengan menggunakan ektremitas yang
tidak sakit untuk menyokong/menggerakkan
daerah tubuh yang mengalami kelemahan.
Kolaborasi
1. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara
aktif, latihan resistif, dan ambulansi pasien.
8. Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.
9. Meningkatkan aliran balik vena dan membantu
mencegah terbentuknya edema.
10. Alas/dasar yang keras menurunkan stimulasi fleksi
jari-jari, mempertahankan jari-jari dan ibu jari pada
posisi normal (posisi anatomis).
11. Mempertahankan posisi fungsional.
12. Mencegah totasi eksternal pada pinggul.
13. Penggunaan yang kontiniu dapat menyebabkan
tekanan yang berlebihan pada sendi peluru kaki,
meningkatkan spastisitas dan secara nyata
meningkatkan fleksi plantar.
14. Jaringan yang mengalami edema lebih mudah
mengalami trauma dan penyembuhannya lambat.
15. Titik-titik tekanan pada daerah yang menonjol
paling berisiko untuk terjadinya penurunan
perfusi/iskemia. Stimulasi sirkulasi dan
memberikan bantalan membantu mencegah
kerusakan kulit dan berkembangnya dekubitus.
16. Meningkatakan harapan terhadap
perkembangan/peningkatan dan memberrikan
perasaan kontrol/kemandirian
17. Meningkatkan harapan terhadap
perkembangan/peningkatan dan memberikan
perasaan kontrol/kemandirian.
1. Program khusus dapat dikembangkan untuk
kebutuhan rehabilitasi pasien
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
Lampiran
Universitas Indonesia
No Diagnosa
Keperawatan
Tujuan &
Kriteria Hasil
Intervensi Rasional
3. Kerusakan integritas
kulit, berhubungan
dengan
• hambatan
mobilitas
• inkontinensia
urine
Setelah dilakukan
asuhan
keperawatan
integritas kulit
tidak mengalami
kerusakan
• Produksi pus
berkurang
• Adanya
jaringan
granulasi
pada luka
• Luka dalam
keadaan
bersih
• Bau busuk
luka
berkurang
Mandiri
1. Kaji luas, kedaaman luka dan proses
penyembuhannya
2. Lakukan perawatan luka dngan teknik steril
3. Berikan terapi massage punggung
4. Gunakan APD lengkap ketika merawat luka
5. Jaga kebersihan luka dan lingkungan sekitar
luka
6. Anjurkan klien untuk pindah posisi baring
(mika-miki) setiap dua jam sekali
7. Motivasi klien untuk menghabiskan makanan
Kolaborasi
1. Berikan terapi medis: antibiotik
1. Mengetahui luas dan kerusakan jaringan
2. Mengurangi terjadinya infeksi
3. Massage punggung dilakukan untuk
melancarkan sirkulasi darah pada bagian
punggung yang mengalami penekanan
4. Luka yang bersih akan mempercepat proses
penyembuhan dan tumbuhnya jaringan
granulasi
5. APD lengkap sebagai bagian dari safety
perawat dan pasien
6. Perubahan posisi setiap dua jam sekali
mengurangi penekanan pada aera luka
7. Nutrisi dibutuhkan untuk mempercepat proses
penyembuhan luka
1. Pemberian antibiotik mencegah terjadinya
proses infeksi/ sepsis
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
Lampiran
Universitas Indonesia
Pedoman latihan ROM (Range of Motion)
Bagian
Tubuh
Gerakan Latihan Aktif Latihan Pasif
Leher Fleksi dan ekstensi - Tekuk kepala ke depan hingga dagu menempel
di dada.
- Tegakkan kembali kepala.
- Letakkan salah satu telapak tangan dibawah kepala
klien dan telapak tangan lainnya dibawah dagu.
- Tekuk kepala ke depan hingga dagu menempel di
dada, kemudian kembali ke posisi tegak.
Fleksi lateral kanan dan
kiri
Tekuk kepala kea rah samping (kea rah bahu)
kanan dan kiri secara bergantian.
- Letakkan kedua telapak tangan pada pipi kanan dan
kiri klien.
- Tekuk kepala kea rah samping (arah bahu) kiri dan
kanan secara bergantian.
Rotasi lateral kiri dan
kanan
Hadapkan muka ke arah samping kanan dan kiri
secara bergantian.
- Letakkan kedua telapak tangan pada pipi kiri dan
kanan klien.
- Palingkan muka kekiri dan kanan secara bergantian.
Bahu Elevasi dan depresi Luruskan tangan disamping tubuh , lalu angkat
dan turunkan kedua bahu secara bersamaan.
-
Fleksi dan ekstensi Angkat lengan dari posisi di samping tubuh
menjadi disamping kepala. Kembalikan ke
posisi semula.
- Pegang tangan klien dibawah siku dengan 1 tangan,
tangan yang lain memegang pergelangan tangan.
- Angkat tangan klien ke atas hingga mencapai bagian
kepala tempat tidur, kembaliakan ke posisi semula.
Abduksi Gerakkan lengan ke arah samping dari posisi
istirahat di sisi tubuh ke posisi di samping
kepala.
Angkat tangan klien ke atas hingga mencapai bagian
kepala tempat tidur, kembalikan ke posisi semula.
Adduksi anterior dan
posterior
- Gerakan lengan dari posisi di samping kepala,
menurun, hingga menyilang didepan tubuh
sejauh mungkin.
- Gerakkan lengan dari posisi di samping
kepala, menurun, hingga menyilang
- Gerakkan tangan klien melewati tubuh hingga
mencapai tangan klien yang lain, kembali ke posisi
semula.
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
Lampiran
Universitas Indonesia
dibelakang tubuh sejauh mungkin.
Fleksi dan ekstensi
horisontal
- Rentangkan lengan ke samping setinggi bahu
dan bergerak melewati bidang horizontal
menyilang depan tubuh sejauh mungkin.
- Rentangkan lengan ke samping setinggi bahu
dan gerakkan melewati bidang horizontal
menyilang sejauh mungkin ke belakang
tubuh.
-
Rotasi internal dan
eksternal bahu
- Rentangkan lengan ke samping setinggi bahu
dan bengkokkan siku membentuk sudut 900.
- Gerakkan lengan ke atas sehingga ujung jari
mengarah ke atas. Kemudian gerakkan lengan
kebawah sehingga ujung-ujung jari
menghadap ke bawah.
- Gerakkan tangan kesamping setinggi bahu hingga
membentuk sudut 900 dgn tubuh. Tekuk sendi siku
sehingga jari menghadap keatas.
- Gerakkan tangan kearah bawah sehingga telapak
tangan menyentuh tempat tidur. Naikkan tangan
hingga punggung telapak tangan menyentuh tempat
tidur.
Sirkumduksi Gerakkan lengan ke depan, atas, belakang, dan
turun dalam satu lingkaran penuh.
-
Siku Fleksi-ekstensi Gerakkan lengan bagian bawah ke depan dan ke
atas menuju bahu dan kemudian luruskan.
Tekuk siku hingga jari-jari menyentuh dagu dan
kemudian luruskan.
Hiperkstensi Gerakkan lengan bagian bawah kebelakang
sejauh mungkin dari posisi lurus.
-
Supinasi-pronasi Putar tangan bagian bawah sehingga telapak
tangan menghadap ke atas.
Putar tangan bagian bawah sehingga telapak
tangan menghadap ke bawah.
Putar lengan bawah kea rah luar sehingga telapak
tangan menghadap ke atas.
Putar lengan bawah kea rah sebaliknya sehingga
telapak tangan menghadap ke bawah.
Pergelangan
tangan
Untuk memberikan latihan pada pergelangan, tekuk tangan klien pada siku. Pegang pergelangan tangan
klien dengan satu tangan dan tangan lainnya memberi latihan.
Fleksi ekstensi Gerakkan telapak tangan kea rah bawah bagian Tekuk telapak tangan kea rah bagian dalam lengan
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
Lampiran
Universitas Indonesia
dalam lengan bawah dan luruskan kembali. bawah, kemudian luruskan telapak tangan sehingga
sebidang dengan lengan bawah.
Hiperekstensi Bengkokkan telapak tangan kea rah bagian luar
lengan bawah sejauh mugkin.
-
Abduksi/fleksi
radial/deviasi radial
Bengkokkan pergelangan tangan ke samping kea
rah ibu jari.
Bengkokkan telapak tangan ke samping arah ibu jari
dan luruskan kembali.
Adduksi/fleksi
ulnar/deviasi ulnar
Bengkokkan telapak tangan kea rah samping
kelingking.
Bengkokkan telapak tangan kea rah samping
kelingking dan luruskan kembali.
Sirkumduksi - Putar telapak tangan dengan pergelangan tangan
sebagai poros.
Jari-jari tangan Cara memegang tangan klien sama dengan pada saat
menggerakkan pergelangan tangan.
Fleksi ekstensi Kepalkan telapak tangan dan luruskan kembali. Kepalkan jari-jari tangan dan luruskan kembali.
Hiper-ekstensi Bengkokkan jari-jari tangan ke belakang sejauh
mungkin.
-
Abduksi-adduksi Kembangkan jari-jari tangan dan kemudian
dekatkan kembali.
Kembangkan jari-jari tangan dan kemudian rapatkan
kembali.
Oposisi Sentuh ujung jari-jari lainnya secara bergantian. Sentuh ujung jari-jari lainnya secara bergantian.
Sirkumduksi - Putar ibu jari klien dengan sumbu sendi metakarpal.
Fleksi-ekstensi ibu jari Gerakkan ujung ibu jari menyilang dipermukaan
telapak tangan mengarah kelima jari, dan
gerakkan menjauhi telapak tangan.
-
Abduksi-adduksi ibu jari Rentangkan ibu jari ke samping. Dekatkan
kembali dengan jari lainnya.
-
Panggul - Latihan pasif panggul dan lutut dapat dilakukan
bersamaan. Letakkan satu tangan dibawah lutut klien
dan tangan lainnya dibawah tumit.
Fleksi ekstensi Gerakkan salah satu kaki depan ke atas.Posisi Angkat kaki, tekut lutut. Gerakkan lutut kea rah dada
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
Lampiran
Universitas Indonesia
lutu dalam keadaan ditekuk, luruskan dan
turunkan kembali.
sejauh mungkin. Turunkan kaki, luruskan lutut,
kembali ke posisi semula.
Hiperekstensi Gerakkan kaki kebelakang melebihi garis tengah
tubuh.
-
Abduksi adduksi Gerakkan salah satu kaki ke samping luar dan
kembalikan dari posisi tersebut sehingga kaki
menyilang kaki lainnya di depan.
Gerakkan kaki ke samping menjauhi sumbu tubuh
dank e arah sebaliknya hingga menyilang kaki lainnya
di depan.
Sirkumduksi Gerakkan salah satu kaki kebelakang kemudian
putar ke atas, samping dan kebawah.
-
Rotasi internal Putar kaki kea rah garis tengah tubuh. Putar kaki kerah dalam.
Rotasi eksternal Putar kaki kea rah samping menjauhi garis
tengah tubuh.
Putar kaki kea rah samping tubuh.
Lutut Fleksi ekstensi Tekuk lutut kebelakang sehingga betis
mendekati paha, dan luruskan kembali.
-
Pergelangan
kaki
Tempatkan satu tangan dibwah tumit dan tangan
lainnya diatas telapak kaki.
Dorsi fleksi Gerakkan telapak kaki ketas sehingga jari-jari
mengarah keatas.
Dorong telapak kaki kearah kaki dan kembalikan ke
posisi semula.
Plantar fleksi Gerakkan telapak kaki kebawah ssehingga jari-
jari menghadap kebawah.
Dorong telapak kaki kearah bawah dan kembalikan ke
posisi semula.
Eversi Balikkan telapak kearah lateral. Putar telapak kaki kearah luar.
Inversi Balikkan telapak kaki kearah medial. Putar telapak kaki kearah dalam.
Sirkumduksi - Putar telapak kaki dengan poros pada sendi tumit.
Jari-jari kaki Fleksi ekstensi Tekuk jari-jari ke bawah dan luruskan kembali. Letakkan jari-jari tangan perawat dibawah jari-jari
klien, dorong jari-jari keraah atas dan kerah bawah.
Abduksi adduksi Rentangkan jari-jari kaki dan kemudian rapatkan
kembali.
Lebarkan jari-jari kaki dan dekatkan jari kaki bersama-
sama.
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
CATATAN PERKEMBANGAN
Nama Pasien : Tn S
Umur : 69 tahun
Diagnosa Medis : Stroke iskemik
Tanggal Implementasi Evaluasi
8 Mei
2013
Dx 1: Ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral
Implementasi:
− Memonitor status neurologi
− Memonitor TTV
− Memonitor tanda-tanda
peningkatan TIK
− Memberikan posisi 15-30°
− Mempertahankan bedrest,
memberikan lingkungan yang
tenang
− Kolaborasi pemberian citicolin
3x500 mg; lovenox 2x1 ampul;
mecobalamin 2x500 mg
Dx 2: Hambatan mobilitas fisik.
Implementasi:
− Mengkaji kemampuan secara
fungsional dan kekuatan
− Mengubah posisi setiap 4 jam
(telentang, miring), dan
sebagainya
− Melakukan latihan ROM
bilateral pada ekstremitas atas
dan bawah
S:
− Klien mengeluh tidak bisa
menggerakkan ekstremitas sebelah kiri
− Otot kaki kiri terasa kaku dan nyeri jika
diangkat
− Pusing (+) sedikit, muntah (-)
− Klien mengeluh bagian pantat terasa
nyeri
O:
− Kes: CM, GCS 15
− Pupil isokhor, reflek cahaya (+)
− Bicara pelo (+)
− TTV:
TD: 180/100 mmHg
N: 80x/ menit
RR: 18x/menit
S: 36,4°C
− Hemiparesis sinistra
− Kekuatan otot
5555 1111
5555 1111
− Inkontinensia urine
− Klien terpasang diapers
− Laken tampak basah oleh air kencing
− Dekubitus (+) grade I di area sakrum
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
Dx 3: Kerusakan integritas kulit
Implementasi:
− Mengkaji luas, kedalaman luka
dan proses penyembuhannya
− Menjaga kebersihan luka dan
lingkungan sekitar klien:
mengganti laken, mengganti
diapers
− Menganjurkan klien untuk
pindah posisi baring (mika-miki)
setiap dua jam sekali
A:
− Masalah 1 teratasi sebagian
− Masalah 2, 3 belum teratasi
P:
− Positioning tiap 2 jam
− Latihan ROM setiap hari
− Bantu penuhi KDM dengan keluarga
9 Mei
2013
Dx 1: Ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral
Implementasi:
− Memonitor status neurologi
− Memonitor TTV
− Memonitor tanda-tanda
peningkatan TIK
− Memberikan posisi 15-30°
− Mempertahankan bedrest,
memberikan lingkungan yang
tenang
− Kolaborasi pemberian citicolin
3x500 mg; lovenox 2x1 ampul;
mecobalamin 2x500 mg
Dx 2: Hambatan mobilitas fisik.
Implementasi:
− Mengkaji kemampuan secara
fungsional dan kekuatan
S:
− Pusing (-), muntah (-)
− Otot kaki kiri terasa ditarik saat latihan
ROM
− Konstipasi (-)
− Batuk (-)
− Klien mengatakan sering berlatih ROM
sendiri dibantu oleh keluarga
− Klien mengeluh bagian pantat terasa
nyeri
O:
− Kes: CM, GCS 15
− Pupil isokhor, reflek cahaya (+)
− Bicara pelo (+)
− TTV:
TD: 170/100 mmHg
N: 88x/ menit
RR: 22x/menit
S: 36,2°C
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
− Mengubah posisi setiap 4 jam
(telentang, miring), dan
sebagainya
− Melakukan latihan ROM
bilateral pada ekstremitas atas
dan bawah
− Memotivasi klien dan keluarga
untuk melatih ROM sendiri
ketika tidak dilatih perawat
Dx 3: Kerusakan integritas kulit
Implementasi:
− Mengkaji luas, kedalaman luka
dan proses penyembuhannya
− Menjaga kebersihan luka dan
lingkungan sekitar klien:
mengganti laken, mengganti
diapers
− Menganjurkan klien untuk
pindah posisi baring (mika-miki)
setiap dua jam sekali
− Hemiparesis sinistra
− Kekuatan otot
5555 1112
5555 1111
− Klien mulai dapat melakukan gerakan
menggenggam dan membuka telapak
tangannya
− Inkontinensia urine
− Klien terpasang diapers
− Klien tampak nyaman setelah dibantu
mengganti laken dan diapers
− Dekubitus (+) grade I di area sakrum,
tidak ada pelebaran luka
A:
− Masalah 1 teratasi sebagian
− Masalah 2 teratasi sebagian
− Masalah 3 teratasi sebagian
P:
− Positioning tiap 2 jam
− Latihan ROM setiap hari
− Bantu penuhi KDM dengan keluarga
10 Mei
2013
Dx 1: Ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral
Implementasi:
− Memonitor status neurologi
− Memonitor TTV
− Memonitor tanda-tanda
peningkatan TIK
− Memberikan posisi 15-30°
− Mempertahankan bedrest,
S:
− Klien mengeluh sedikit pusing
− Klien mengeluh badan sedikit pegal
− Klien mengatakan badan terasa enak
setelah ROM dan mika-miki
− Klien mengatakan ingin ke kamar
mandi
− Konstipasi (-)
− Batuk (-)
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
memberikan lingkungan yang
tenang
− Kolaborasi pemberian citicolin
3x500 mg; lovenox 2x1 ampul;
mecobalamin 2x500 mg
Dx 2: Hambatan mobilitas fisik.
Implementasi:
− Mengkaji kemampuan secara
fungsional dan kekuatan
− Mengubah posisi setiap 4 jam
(telentang, miring), dan
sebagainya
− Melakukan latihan ROM
bilateral pada ekstremitas atas
dan bawah
Dx 3: Kerusakan integritas kulit
Implementasi:
− Mengkaji luas, kedalaman luka
dan proses penyembuhannya
− Menjaga kebersihan luka dan
lingkungan sekitar klien:
mengganti laken, mengganti
diapers
− Menganjurkan klien untuk
pindah posisi baring (mika-miki)
setiap dua jam sekali
− Klien mengatakan sering berlatih ROM
sendiri dibantu oleh keluarga
− Klien mengeluh bagian pantat terasa
nyeri
O:
− Kes: CM, GCS 15
− Pupil isokhor, reflek cahaya (+)
− Bicara pelo (+)
− TTV:
TD: 130/80 mmHg
N: 86x/ menit
RR: 18x/menit
S: 36,4°C
− Hemiparesis sinistra
− Kekuatan otot
5555 2222
5555 2222
− Inkontinensia urine
− Klien terpasang diapers
− Diapers tampak basah dan penuh
− Klien tampak nyaman setelah dibantu
mengganti laken dan diapers
− Dekubitus (+) grade I di area sakrum,
tidak ada pelebaran luka
A:
− Masalah 1 teratasi sebagian
− Masalah 2 teratasi sebagian
− Masalah 3 teratasi sebagian
P:
− Positioning tiap 2 jam, libatkan
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
keluarga
− Latihan ROM setiap hari, libatkan
keluarga
− Bantu penuhi KDM dengan keluarga
11 Mei
2013
Dx 1: Ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral
Implementasi:
− Memonitor status neurologi
− Memonitor TTV
− Memonitor tanda-tanda
peningkatan TIK
− Memberikan posisi 15-30°
− Mempertahankan bedrest,
memberikan lingkungan yang
tenang
− Kolaborasi pemberian citicolin
3x500 mg; lovenox 2x1 ampul;
mecobalamin 2x500 mg
Dx 2: Hambatan mobilitas fisik.
Implementasi:
− Mengkaji kemampuan secara
fungsional dan kekuatan
− Mengubah posisi setiap 4 jam
(telentang, miring), dan
sebagainya
− Melakukan latihan ROM
bilateral pada ekstremitas atas
dan bawah
S:
− Klien mengatakan semalam tidurnya
nyenyak
− Klien mengeluh badan sedikit pegal
− Klien mengatakan badan terasa lebih
nyaman setelah ROM dan mika-miki
O:
− Kes: CM, GCS 15
− Pupil isokhor, reflek cahaya (+)
− Bicara pelo (+)
− TTV:
TD: 140/90 mmHg
N: 72x/ menit
RR: 20x/menit
S: 36,4°C
− Hemiparesis sinistra
− Kekuatan otot
5555 2222
5555 2222
− Inkontinensia urine
− Klien terpasang diapers
− Klien tampak nyaman setelah dibantu
mengganti laken dan diapers
− Dekubitus (+) grade I di area sakrum,
luka bersih, tidak ada pelebaran luka
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
Dx 3: Kerusakan integritas kulit
Implementasi:
− Mengkaji luas, kedaaman luka
dan proses penyembuhannya
− Menjaga kebersihan luka dan
lingkungan sekitar klien:
mengganti laken, mengganti
diapers
− Menganjurkan klien untuk
pindah posisi baring (mika-miki)
setiap dua jam sekali
A:
− Masalah 1 teratasi sebagian
− Masalah 2 teratasi sebagian
− Masalah 3 teratasi sebagian
P:
− Positioning tiap 2 jam, libatkan
keluarga
− Latihan ROM setiap hari, libatkan
keluarga
− Bantu penuhi KDM dengan keluarga
13 Mei
2013
Dx 1: Ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral
Implementasi:
− Memonitor status neurologi
− Memonitor TTV
− Memonitor tanda-tanda
peningkatan TIK
− Memberikan posisi 15-30°
− Mempertahankan bedrest,
memberikan lingkungan yang
tenang
− Kolaborasi pemberian citicolin
3x500 mg; lovenox 2x1 ampul;
mecobalamin 2x500 mg
Dx 2: Hambatan mobilitas fisik.
Implementasi:
− Mengkaji kemampuan secara
fungsional dan kekuatan
S:
− Klien mengeluh sedikit pusing
− Klien mengeluh badan terasa lelah
− Klien mengeluh tidak bisa tidur
− Klien khawatir jika ingin BAK dan
BAB tidak ada keluarga yang
membantu
− Klien mengatakan mencoba ke kamar
mandi sendiri tetapi tidak bisa
O:
− Kes: CM, GCS 15
− Pupil isokhor, reflek cahaya (+)
− Bicara pelo (+)
− TTV:
TD: 150/90 mmHg
N: 84x/ menit
RR: 18x/menit
S: 36,4°C
− Hemiparesis sinistra
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
− Mengubah posisi setiap 4 jam
(telentang, miring), dan
sebagainya
− Melakukan latihan ROM
bilateral pada ekstremitas atas
dan bawah
Dx 3: Kerusakan integritas kulit
Implementasi:
− Mengkaji luas, kedaaman luka
dan proses penyembuhannya
− Menjaga kebersihan luka dan
lingkungan sekitar klien:
mengganti laken, mengganti
diapers
− Melakukan perawatan luka
dengan VCO (Virgin Coconut
Oil)
− Memberikan terapi massage
punggung
− Menganjurkan klien untuk
pindah posisi baring (mika-miki)
setiap dua jam sekali
− Kekuatan otot
5555 2222
5555 2222
− Klien tampak mencoba turun dari
tempat tidurnya
− Inkontinensia urine
− Klien terpasang diapers
− BAB tampak lembek
− Klien tampak nyaman setelah dibantu
mengganti laken dan diapers
− Dekubitus (+) grade I di area sakrum,
tidak ada pelebaran luka
A:
− Masalah 1 teratasi sebagian
− Masalah 2 teratasi sebagian
− Masalah 3 teratasi sebagian
P:
− Anjurkan bedrest
− Positioning tiap 2 jam, libatkan
keluarga
− Latihan ROM setiap hari, libatkan
keluarga
− Lakukan perawatan luka dengan VCO
− Bantu penuhi KDM dengan keluarga
− Rencana pulang
14 Mei
2013
Dx 1: Ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral
Implementasi:
− Memonitor status neurologi
− Memonitor TTV
S:
− Klien kesal karena tidak jadi pulang
− Klien mengtakan ingin jalan-jalan
− Klien mengatakan badan terasa ebugar
dari sebelumnya
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
− Memonitor tanda-tanda
peningkatan TIK
− Memberikan posisi 15-30°
− Mempertahankan bedrest,
memberikan lingkungan yang
tenang
− Kolaborasi pemberian citicolin
3x500 mg; lovenox 2x1 ampul;
mecobalamin 2x500 mg
Dx 2: Hambatan mobilitas fisik.
Implementasi:
− Mengkaji kemampuan secara
fungsional dan kekuatan
− Mengubah posisi setiap 4 jam
(telentang, miring), dan
sebagainya
− Melakukan latihan ROM
bilateral pada ekstremitas atas
dan bawah
Dx 3: Kerusakan integritas kulit
Implementasi:
− Mengkaji luas, kedaaman luka
dan proses penyembuhannya
− Menjaga kebersihan luka dan
lingkungan sekitar klien:
mengganti laken, mengganti
diapers
− Melakukan perawatan luka
− Klien mengatakan tidur sudah mulai
nyenyak
− Keluarga mengatakan semalaman klien
banyak bicara sehingga sulit tidur
− Nyeri kepala (-), muntah (-)
O:
− Kes: CM, GCS 15
− Pupil isokhor, reflek cahaya (+)
− Bicara pelo (+)
− Klien tampak segar
− TTV:
TD: 150/100 mmHg
N: 88x/ menit
RR: 18x/menit
S: 36,7°C
− Hemiparesis sinistra
− Kekuatan otot
5555 2222
5555 2222
− Klien mulai mencoba untuk duduk
− Inkontinensia urine
− Klien terpasang diapers
− Diapers tampak basah dan penuh
− Klien tampak nyaman setelah dibantu
mengganti laken dan diapers
− Dekubitus (+) grade I di area sakrum,
perbaikan
A:
− Masalah 1 teratasi sebagian
− Masalah 2 teratasi sebagian
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
dengan VCO (Virgin Coconut
Oil) dan memberikan massage
punggung
− Menganjurkan klien untuk
pindah posisi baring (mika-miki)
setiap dua jam sekali
− Masalah 3 teratasi sebagian
P:
− Discharge planning
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013
Nama lengkap
Nama panggilan
Tempat/Tanggal lahir
Agama
Alamat rumah
No. HP
Riwayat pendidikan formal
No.
1 TK Kuntum Melati I
2 SD Negeri Sepanjang Jaya II
3 SMP Negeri 2 Bekasi
4 SMA Negeri 2 Bekasi
5 Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
BIODATA MAHASISWA
: Diyanti Septiana Putri
: Diyanti
Tempat/Tanggal lahir : Bekasi, 29 September 1990
: Islam
: Jl. Kuweni No. 121 RT 01/01 Kel. Bojong Rawa Lumbu,
Bekasi 17116
: 085692388004
Riwayat pendidikan formal
Riwayat Pendidikan
TK Kuntum Melati I
SD Negeri Sepanjang Jaya II 1996
SMP Negeri 2 Bekasi 2002
SMA Negeri 2 Bekasi 2005
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia 2008
: Jl. Kuweni No. 121 RT 01/01 Kel. Bojong Rawa Lumbu,
Tahun
1995
1996 - 2002
2002 - 2005
2005 - 2008
2008 - sekarang
Analisis praktik ..., Diyanti Septiana, FIK UI, 2013