analisis proses pemotongan pajak penghasilan pasal
TRANSCRIPT
ANALISIS PROSES PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN
PASAL 23 (Studi Kasus: PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II
Cabang Tanjung Priok)
RIZKI WULANDARI
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma
ABSTRAK
Pajak merupakan suatu pungutan yang bersifat wajib kepada warga masyarakat
yang tidak secara langsung memberikan kontraprestasi kepada para warga.
Pemungutan ataupun pemotongan pajak pada umumnya harus diatur dalam
kesepakatan antara pemerintah dan warga masyarakat. Pemotongan PPh Pasal
23 merupakan pencerminan dari salah satu sistem perpajakan yang dianut di
Indonesia yaitu sistem withholding tax yang didefinisikan sebagai suatu sistem
perpajakan dimana pihak tertentu mendapat tugas dan kepercayaan dari undang-
undang perpajakan untuk memotong atau memungut suatu jumlah tertentu (atau
suatu prosentase tertentu) dari pembayaran atau transaksi yang dilakukannya
untuk diteruskan ke Kas Negara dalam jangka waktu tertentu. Berdasarkan hasil
penelitian dapat dikatakan bahwa pada pelaksanaan proses pemotongan PPh
Pasal 23 tersebut, pihak PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Tanjung
Priok telah melakukan pekerjaannya dengan baik, namun masih terdapat
permasalahan yang masih terjadi, seperti:
1. Kesalahan dalam menghitung PPh Pasal 23 yang dipotong.
2. Terdapat kesalahan teknis penulisan dalam daftar pemungutan PPh Pasal 23
yang dibuat oleh PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Tanjung
Priok.
3. Kesalahan pada penggunaan Kode Jenis Setoran (KJS)
Untuk mencegah hal tersebut terulang kembali maka diperlukan sebuah
perbaikan, sehingga nantinya tidak ada pihak yang merasa dirugikan akibat
kesalahan tersebut.
Kata Kunci : PPh Pasal 23, PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Tanjung
Priok
PENDAHULUAN
Negara membutuhkan dana
pembangunan yang besar untuk
membiayai segala keperluannya.
Pengeluaran utama negara adalah
untuk pengeluaran rutin seperti biaya
pegawai, subsidi, utang, bunga dan
cicilannya yang dipenuhi dari
penerimaan dalam negeri yang
berupa penerimaan sektor migas
(minyak dan gas) dan non migas
(pajak dan non pajak). Pada dasarnya
pelaksanaan pembangunan tersebut
harus berlandaskan pada kemampuan
sendiri, sedangkan bantuan luar
negeri merupakan pelengkap.
Dalam membiayai
pengeluaran rutin maupun
pengeluaran pembangunan, salah
satu yang dibutuhkan dan terpenting
adalah peran serta aktif dari para
warga untuk ikut memberikan iuran
kepada negara dalam bentuk pajak,
sehingga segala keperluan tersebut di
atas dapat dibiayai. Fungsi pajak
berkembang lebih lanjut sebagai
salah satu alat kendali bagi
pemerintah atau dikenal dengan
fungsi regulerend. Pajak merupakan
suatu pungutan kepada warga
masyarakat yang tidak secara
langsung memberikan kontraprestasi
kepada para warga. Dengan
diterbitkannya UU No. 36 tahun
2008 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan maka telah
terjadi sebuah reformasi perpajakan
yang dilakukan oleh pihak Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) sehingga
diharapkan para wajib pajak menjadi
lebih patuh dan diberikan segala
bentuk kemudahan dalam proses
perpajakan. PT. (Persero) Pelabuhan
Indonesia II Cabang Tanjung Priok
mempunyai kewajiban dalam hal
melakukan proses pemajakan, salah
satunya dalam hal proses
pemotongan PPh Pasal 23. PPh Pasal
23 merupakan pajak yang dikenakan
atas penghasilan tertentu dengan
nama dan dalam bentuk apapun
selain yang telah dipotong PPh Pasal
21. Pada prinsipnya pelaksanaan PPh
Pasal 23 dilakukan secara
desentralisasi dalam arti bahwa
pemotongan, penyetoran dan
pelaporannya dilakukan ditempat
terjadinya pembayaran atau
terutangnya penghasilan yang
merupakan objek pemotongan PPh
Pasal 23.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Pajak
“Pajak adalah iuran kepada
Negara (yang dapat dipaksakan)
yang terhitung oleh yang wajib
membayarnya menurut
peraturan–peraturan yang tidak
mendapat prestasi kembali yang
langsung dapat di tunjuk dan
yang gunanya untuk membiayai
pengeluran–pengeluaran umum
berhubungan dengan tugas
negara yang menyelenggarakan
pemerintahan.“
Andriani (Waluyo, 2003:4)
Pajak juga merupakan iuran
rakyat kepada kas Negara
berdasarkan undang–undang
(yang dapat dipaksakan) dengan
tiada mendapat jasa timbal
(kontra prestasi) yang dapat
langsung ditunjukan dan yang
digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.
Soemitro (Gunadi, 2003:1)
Fungsi Pajak
Pajak mempunyai 2 fungsi
(Mardiasmo, 2003:4) yaitu:
1. Fungsi penerimaan
(budgetair)
Pajak sebagai sumber
dana bagi pemerintah
untuk untuk membiayai
pengeluaran-
pengeluarannya,
2. Fungsi mengatur
(regulerend)
Pajak sebagai alat
untuk mengatur atau
melaksanakan
kebijakan pemerintah
dalam bidang sosial dan
ekonomi.
Unsur Pajak
Untuk meningkatkan peningkatan
penerimaan pajak diperlukan suatu
sistem perpajakan yang baik sebagai
salah satu penopang yang penting.
Dalam sistem perpajakan dikenal
tiga unsur pokok yaitu (Mansury,
1994:37):
1. Kebijakan Pajak (Tax Policies)
2. Undang-Undang Pajak (Tax
Laws).
3. Administrasi Pajak (Tax
Administration)
Sistem Perpajakan
Di Indonesia sendiri mempunyai 3
jenis sistem pemungutan pajak yang
telah ditetapkan oleh pemerintah
antara lain (Mansury, 1994:37):
1. Official Assessment System
Adalah suatu sistem
pemungutan yang memberikan
wewenang kepada pemerintah
selaku fiskus untuk menentukan
besarnya pajak yang terhutang
oleh wajib pajak.
2. Self Assessment System
Adalah suatu sistem
pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada
wajib pajak untuk menghitung ,
menyetor dan melaporkan
sendiri besarnya pajak yang
terhutang.
3. With Holding System
Adalah suatu sistem
pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada
pihak ketiga (bukan fiskus
maupun wajib pajak yang
bersangkutan).
Teknik Pemungutan Pajak
Menurut Rosdiana & Tarigan
(2005:107) teknik pemungutan pajak
ada tiga, yaitu:
a. Wajib pajak menentukan sendiri
jumlah pajak yang terutang
sesuai dengan ketentuan undang-
undang.
b. Ada kerja sama antara wajib
pajak dengan fiskus.
c. Fiskus menentukan jumlah pajak
yang terutang.
Asas-Asas Pemungutan Pajak
Banyak pendapat yang
mengemukakan tentang asas-asas
perpajakan, salah satunya adalah four
maxims yang dikemukan oleh Adam
Smith yaitu:
a. Equality
Pajak harus adil dan merata,
yaitu dikenakan kepada orang
pribadi sebanding dengan
kemampuannya untuk membayar
pajak (ability to pay) pajak tersebut,
dan juga sesuai dengan manfaat yang
diterimanya.
b. Certainty
Certainty berarti pajak tidak
ditentukan secara sewenang-wenang
dan harus jelas bagi semua wajib
pajak dan seluruh masyarakat.
Kepastian tersebut harus meliputi
kepastian akan siapa subjek
pajaknya, apa yang akan dikenakan
pajak sebagai objek pajak, berapa
jumlah yang akan dikenakan pajak
dan bagaimana jumlah pajak tersebut
harus dibayarkan.
c. Convenience
Saat wajib pajak harus
membayar pajak hendaknya
ditentukan pada saat yang tidak akan
menyulitkan wajib pajak.
Berdasarkan asas ini timbul suatu
sistem pemungutan pajak yang
disebut dengan pay as you earn
(PAYE). PAYE bukan saja saatnya
tepat tetapi pajak setahun dipotong
secara berangsur-angsur sehingga
tidak terasa wajib pajak telah
membayar pajaknya.
d. Economy
Biaya pemungutan pajak bagi
kantor pajak dan biaya memenuhi
kewajiban pajak (compliance cost)
bagi wajib pajak hendaknya sekecil
mungkin. Demikian pula dengan
beban yang harus dipikul oleh wajib
pajak hendaknya sekecil mungkin.
Dasar Pengenaan Pajak (Tax
Based)
Menurut Hancock (1994:62) Pada
dasarnya ada 3 hal yang dapat
dijadikan sebagai dasar pengenaan
pajak (tax base) yaitu:
1. Wealth
The first taxes were wealth taxes,
mostly because wealth is easier to
tax than income. A wealth tax
would replace taxes on unearned
income and capital gains and is
efectively a tax base on the ability
to pay. A wealth tax is a tax on
asset.
2. Income
Income tax is a tax on income. A
comprehensive income tax is a tax
that levied on comprehensive
income which is equal to the
amount which an individual can
consume without diminishing the
value of his wealth. Contoh dari
pengenaan pajak dengan tax base
penghasilan adalah Pajak
Penghasilan baik orang pribadi
maupun badan.
3. Expenditure
Tax taxes what an individual
takes out of the economy in a
given period unlike an income tax
which taxes what is contributed to
society. The tax is only levied
when the taxpayer spends money.
Pajak dengan tax base
expenditure hanya akan
dikenakan pada saat wajib pajak
menggunakan uangnya.
Pajak berdasarkan Cara
Pemungutannya
Menurut Laksmana (1994:8)
Berdasarkan cara pemungutannya
pajak dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Pajak Langsung
2. Pajak Tidak Langsung
Konsep Penghasilan
Penghasilan didefinisikan
sebagai aliran kepuasan. Tetapi
kepuasan sulit untuk diukur atau
dibandingkan sehingga sulit
untuk digunakan dalam
menentukan beban pajak.
Pajak Penghasilan Pasal 23
Pajak penghasilan dikenakan
terhadap subjek pajak atas
penghasilan yang diterima
diperolehnya dalam tahun pajak.
METODE PENELITIAN
Objek Penelitiaan
Dalam mengumpulkan dan
menganalisa data-data dalam skripsi
ini penulis melakukan praktek kerja
lapangan pada PT. (Persero)
Pelabuhan Indonesia II Cabang
Tanjung Priok.
PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia
II Cabang Tanjung
Priok merupakan
salah satu perusahaan
di Indonesia yang
tumbuh pesat
dibidang jasa kepelabuhan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah melakukan riset
lapangan maka hasil riset tersebut
dibandingkan dengan teori-teori yang
diperoleh dari studi pustaka dan
dilakukan analisis secara kualitatif
dan kuantitatif yang merupakan
penjabaran berupa kalimat dan
rumus dalam menghitung PPh pasal
23 (sesuai dengan Pasal 23 ayat 1
huruf c Undang-Undang Pajak
Penghasilan). Dengan melakukan
analisis deskriptif dan perhitungan-
perhitungan yang dilakukan untuk
dapat diambil kesimpulan dan tindak
lanjut apa yang harus dilakukan oleh
perusahaan.
1. Analisis Proses Pemotongan
PPh Pasal 23 pada PT.
(Persero) Pelabuhan
Indonesia II Cabang
Tanjung Priok
Analisis yang dilakukan pada
proses Pemotongan PPh Pasal 23
pada PT. (Persero) Pelabuhan
PPh 23 terutang = Tarif PPh pasal 23 x Dasar Pengenaan Pajak (DPP)*
= 2% x Dasar Pengenaan Pajak (DPP)*
Keterangan: *DPP yang dimaksud adalah tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Indonesia II Cabang Tanjung Priok
meliputi beberapa tahap, yaitu:
1) Proses pemotongan PPh Pasal
23.
2) Cara penyampaian, penyetoran
dan pelaporan PPh.
3) Bentuk penyetoran ke dalam
Surat Setoran Pajak (SSP) dan
pelaporan ke dalam SPT Masa
Pasal 23 dan atau Pasal 26.
4) Permasalahan yang terjadi pada
proses pemotongan Pajak
Penghasilan Pasal 23 pada PT.
(Persero) Pelabuhan Indonesia II
Cabang Tanjung Priok
1.1 Proses Pemotongan
PPh Pasal 23
Pajak Penghasilan
Pasal 23 merupakan pajak
yang dikenakan atas
penghasilan tertentu
dengan nama dan dalam
bentuk apapun selain
yang telah dipotong Pajak
Penghasilan Pasal 21.
Pada prinsipnya
pelaksanaan PPh Pasal 23
dilakukan secara
desentralisasi dalam arti
bahwa pemotongan,
penyetoran dan
pelaporannya dilakukan
ditempat terjadinya
pembayaran atau
terutangnya penghasilan
yang merupakan objek
pemotongan PPh Pasal
23. Selama masa pajak
bulan Mei 2009, PT.
(Persero) Pelabuhan
Indonesia II Cabang
Tanjung Priok telah
melakukan pemotongan
terhadap PPh Pasal 23
kepada vendor atas
seluruh kegiatan jasa dan
sewa yang dilakukan.
Pemotongan PPh Pasal 23
oleh PT. (Persero)
Pelabuhan Indonesia II
Cabang Tanjung Priok
selama masa pajak bulan
Mei 2009, antara lain:
• Jasa catering
• Jasa media massa
• Jasa pembersihan
• Jasa perbaikan
• Jasa sewa
• Jasa perantara
• Jasa tenaga kerja
• Jasa meteorologi
Beberapa transaksi yang dilakukan
oleh PT. (Persero) Pelabuhan
Indonesia II Cabang Tanjung Priok
selama masa pajak bulan Mei 2009
yang terkait dengan pemotongan PPh
Pasal 23 adalah berupa daftar
pungutan PPh Pasal 23 sebagai
berikut:
Dengan dilakukannya beberapa
koreksi terhadap kesalahan yang ada
maka jumlah PPh yang harusnya
dipotong oleh pihak PT. (Persero)
Pelabuhan Indonesia II Cabang
Tanjung Priok adalah sebesar Rp
54.114.590 atau lebih bayar sebesar
Rp 197.264,- . Atas kelebihan bayar
tersebut maka sesuai dengan
ketentuan perpajakan di Indonesia
yang ada pada UU KUP, maka pihak
PT. Pelindo dapat mengajukan
SKPLB (Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar) ke Direktorat Jenderal
Pajak. Jika surat permohonan
tersebut disetujui oleh pihak
Direktorat Jenderal Pajak maka PT.
Pelindo berhak mendapatkan
kembali jumlah pajak yang lebih
bayar tersebut.
Ketentuan dalam Pasal 23
mempunyai beberapa kelebihan
maupun kelemahan, yaitu:
• Kelebihan dalam Pasal 23, antara
lain:
- Mengetahui tarif dan Dasar
Pengenaan Pajak (DPP) yang
dapat digunakan dalam
menghitung PPh Pasal 23
yang terutang.
- Lebih memudahkan pihak
vendor dalam hal perhitungan
pajak, karena PT. Pelindo
yang melakukan kewajiban
pemotongan sampai dengan
pelaporan SPT nya.
- Membantu pihak Direktorat
Jemderal Pajak dalam upaya
melakukan pemungutan pajak
atas setiap transaksi yang
terutang pajak.
• Kelemahan dalam Pasal 23,
antara lain:
- Sering terjadi
kesalahpahaman persepsi
antara Wajib Pajak dengan isi
dari ketentuan dari Pasal 23
tersebut, sehingga sering
terjadi kesalahan dalam
melakukan pemotongan
pajak.
- Banyak dari pihak vendor
yang tidak mau dipotong
pajak oleh PT. Pelindo
sehingga diperlukan
sosialisasi yang baik kepada
pihak vendor bahwa setiap
transaksi yang dilakukan ada
kewajiban perpajakan yang
harus dibayarkan.
Kesimpulan
Pemotongan PPh Pasal 23
merupakan pencerminan dari salah
satu sistem perpajakan yang dianut di
Indonesia yaitu sistem withholding
tax yang didefinisikan sebagai suatu
sistem perpajakan dimana pihak
tertentu mendapat tugas dan
kepercayaan dari undang-undang
perpajakan untuk memotong atau
memungut suatu jumlah tertentu
(atau suatu prosentase tertentu) dari
pembayaran atau transaksi yang
dilakukannya untuk diteruskan ke
Kas Negara dalam jangka waktu
tertentu.
Pada prinsipnya pelaksanaan
PPh Pasal 23 dilakukan secara
desentralisasi dalam arti bahwa
pemotongan, penyetoran dan
pelaporannya dilakukan ditempat
terjadinya pembayaran atau
terutangnya penghasilan yang
merupakan objek pemotongan PPh
Pasal 23.
Berdasarkan hasil penelitian
dapat dikatakan bahwa pada
pelaksanaan proses pemotongan PPh
Pasal 23 tersebut, pihak PT.
(Persero) Pelabuhan Indonesia II
Cabang Tanjung Priok telah
melakukan pekerjaannya dengan
baik, namun masih terdapat
permasalahan yang masih terjadi,
seperti:
4. Kesalahan dalam menghitung
PPh Pasal 23 yang dipotong.
5. Terdapat kesalahan teknis
penulisan dalam daftar
pemungutan PPh Pasal 23 yang
dibuat oleh PT. (Persero)
Pelabuhan Indonesia II Cabang
Tanjung Priok.
6. Kesalahan pada penggunaan
Kode Jenis Setoran (KJS).
Untuk mencegah hal tersebut
terulang kembali maka diperlukan
sebuah perbaikan, sehingga nantinya
tidak ada pihak yang merasa
dirugikan akibat kesalahan tersebut.
5.2 Saran
Dari hasil analisis yang peneliti
lakukan selama melakukan praktek
kerja lapangan di PT. (Persero)
Pelabuhan Indonesia II Cabang
Tanjung Priok, maka peneliti
bermaksud untuk memberikan
beberapa masukan kepada pihak PT.
(Persero) Pelabuhan Indonesia II
Cabang Tanjung Priok, antara lain:
Wajib pajak harus selalu mengetahui
perkembangan perpajakan, dalam hal
ini yaitu ketentuan Undang-Undang
pajak penghasilan dan selalu
memperbaharui pengetahuan pajak
sehingga tidak terjadi kesalahan
dalam penentuan tarif pajak yang
terutang.