analisis rasio keuangan dalam memprediksi …/analisis...analisis rasio keuangan dalam memprediksi...
TRANSCRIPT
1
ANALISIS RASIO KEUANGAN DALAM MEMPREDIKSI KONDISI
KEUANGAN FINANCIAL DISTRESS PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret
Oleh:
SATRIYADI PUTRA
NIM F0205135
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Prediksi kekuatan keuangan suatu perusahaan pada umumnya
dilakukan oleh pihak eksternal perusahaan, seperti: investor, kreditor, auditor,
pemerintah, dan pemilik perusahaan. Pihak-pihak eksternal perusahaan biasanya
bereaksi terhadap sinyal distress seperti: penundaan pengiriman, masalah kualitas
produk, hilangnya kepercayaan dari para pelanggan, tagihan dari bank atau
kreditur, dan lain sebagainya untuk mengindikasikan adanya financial distress,
keadaan yang sangat sulit bahkan dapat dikatakan mendekati kebangkrutan yang
apabila tidak segera diselesaikan akan berdampak besar pada perusahaan-
perusahaan tersebut dengan hilangnya kepercayaan dari stakeholder, yang
dialami oleh perusahaan. Dengan diketahuinya financial distress yang dialami
oleh perusahaan di harapkan dapat dilakukan tindakan untuk memperbaiki situasi
ini.
Kebangkrutan suatu perusahaan dapat dilihat dan diukur melalui
laporan keuangan. Laporan Keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan
merupakan salah satu sumber informasi mengenai posisi keuangan perusahaan,
kinerja serta perubahan posisi keuangan perusahaan, yang sangat berguna untuk
mendukung pengambilan keputusan yang tepat, data keuangan harus dikonversi
menjadi informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan ekonomis. Hal
3
ini ditempuh dengan cara melakukan analisis dalam bentuk rasio – rasio
keuangan. Foster (1986) menyatakan empat hal yang mendorong analisis laporan
keuangan dengan model rasio keuangan yaitu :
1. Untuk mengendalikan pengaruh perbedaan besaran antar perusahaan atau
antar waktu
2. Untuk membuat data menjadi lebih memenuhi asumsi alat statistik yang
digunakan
3. Untuk menginvestigasi teori yang terkait dengan rasio keuangan
4. Untuk mengkaji hubungan empirik antara rasio keuangan dan estimasi atau
prediksi variabel tertentu (seperti kebangkrutan atau financial distress).
Untuk membuktikan bahwa laporan keuangan bermanfaat maka
dilakukan penelitian mengenai manfaat laporan keuangan. Salah satu bentuk
penelitian yang menggunakan rasio-rasio keuangan yaitu penelitian – penelitian
yang berkaitan dengan manfaat laporan keuangan untuk tujuan memprediksikan
kinerja perusahaan seperti kebangkrutan dan financial distress.
Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan. Model financial
distress perlu untuk dikembangkan, karena dengan mengetahui kondisi financial
distress perusahaan sejak dini diharapkan dapat dilakukan tindakan – tindakan
untuk mengantispasi yang mengarah kepada kebangkrutan.
Laporan keuangan beserta pengungkapannya dibuat perusahaan
dengan tujuan memberikan informasi yang berguna untuk pengambilan
4
keputusan-keputusan investasi dan pendanaan, seperti yang dinyatakan dalam
SFAC No. 1 bahwa laporan keuangan harus memberikan informasi :
1. untuk keputusan investasi dan kredit,
2. mengenai jumlah dan timing arus kas,
3. mengenai aktiva dan kewajiban,
4. mengenai kinerja perusahaan,
5. mengenai sumber dan penggunaan kas,
6. penjelas dan interpretif, serta
7. untuk menilai stewardship.
Ketujuh tujuan ini terangkum dengan disajikannya laporan laba rugi,
neraca, laporan arus kas dan pengungkapan laporan keuangan.
Salah satu aspek pentingnya analisis terhadap laporan keuangan dari
sebuah perusahaan adalah kegunaannya untuk meramal kontinuitas atau
kelangsungan hidup perusahaan. Prediksi kelangsungan hidup perusahaan sangat
penting bagi manajemen dan pemilik perusahaan untuk mengantisipasi
kemungkinan adanya potensi kebangkrutan.
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengkaji maanfaat yang
bisa dipetik dari analisis rasio keuangan. Penelitian yang dilakukan oleh Altman
(1968) merupakan penelitian awal yang mengkaji pemanfaatan analisis rasio
keuangan sebagai alat untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan. Altman
menyatakan bahwa jika perusahaan memiliki indeks kebangkrutan 2,99 atau
lebih maka perusahaan tidak termasuk perusahaan yang dikategorikan akan
5
mengalami kebangkrutan. Sedangkan perusahaan yang memiliki indeks
kebangkrutan 1,81 atau kurang maka perusahaan termasuk kategori bangkrut.
Dia menemukan ada lima rasio keuangan yang dapat digunakan untuk
mendeteksi kebangkrutan perusahaan satu tahun sebelum perusahaan tersebut
bangkrut. Kelima rasio tersebut terdiri dari : cash flow to total debt, net income to
total assets, total debt to total assets, working capital to total assets, dan current
ratio. Altman juga menemukan bahwa rasio – rasio tertentu, terutama likuidasi
dan leverage, memberikan sumbangan terbesar dalam rangka mendeteksi dan
memprediksi kebangkrutan perusahaan. Model Altman ini dikenal dengan Z-
score yaitu score yang ditentukan dari hitungan standar kali nisbah – nisbah
keuangan yang menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan.
Salah satu kelemahan Z-score model Altman ini adalah terletak pada penggunaan
rasio EBIT. Pengungkapan dan pelaporan keuangan antara perusahaan yang satu
dengan yang lain biasanya berbeda. Pada perusahan tertentu adakalanya besarnya
biaya bunga tidak dinyatakan secara eksplisit sehingga EBIT sulit diterapkan,
oleh karenanya harus menggunakan EBT (Earning Before Tax), dan ini bisa
menyebabkan beragamnya data EBIT.
Machfoedz (1994) menguji manfaat rasio keuangan dalam
memprediksi laba perusahaan di masa yang akan datang. Ditemikan bahwa rasio
keuangan yang digunakan dalam model, bermanfaat untuk memprediksi laba satu
tahun kemuka namun tidak bermanfaat untuk memprediksi lebih dari satu tahun.
6
Prediksi financial distress perusahaan menjadi perhatian dan banyak
pihak. Umumnya model financial distress berpegang pada data – data
kebangkrutan, karena data – data ini mudah diperoleh.
Dalam penelitian yang terdahulu, untuk melakukan pengujian apakah
suatu perusahaan mengalami financial distress dapat ditentukan dengan berbagai
cara, seperti :
• Lau (1987) dan Hill et al. (1996) menggunakan adanya pemberhentian tenaga
kerja atau menghilangkan pembayaran deviden.
• Asquith, Gertner dan Scharfstein (1994) menggunakan interest coverage
ratio untuk mendefinisikan financial distress.
• Whitaker (1999) mengukur financial distress dengan cara adanya arus kas
yang lebih kecil dari utang jangka panjang saat ini.
• John, Lang dan Netter (1992) mendefinisikan financial distress sebagai
perubahan harga ekuitas.
Platt dan Platt (2002) melakukan penelitian terhadap 24 perusahaan
yang mengalami finacial distress dan 62 perusahaan yang tidak mengalami
financial distress, dengan menggunakan model logit mereka berusaha untuk
menentukan rasio keuangan yang dominan untuk memprediki adanya financial
distress. Temuan dari penelitian adalah :
a. Variabel EBITDA/sales, current assets/current liabilities dan cashflow
growh rate memiliki hubungan negatif terhadap kemungkinan persahaan
7
akan mengalami financial distress. Semakin besar rasio ini maka semakin
kecil kemungkinan perusahaan mengalami financial distress.
b. Variabel net fixed assets/total assets, long-term debt/equity dan notes
payable/total assets memiliki hubungan positif terhadap kemungkinan
perusahaan akan mengalami financial distress. Semakin besar rasio ini maka
semakin besar kemungkinan perusahaan mengalami financial distress.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, sehingga perlu dilakukan
penelitian untuk memprediksikan kemungkinan terjadinya kebangkrutan sebuah
perusahaan, maka penulis mengangkat judul “ANALISIS RASIO KEUANGAN
DALAM MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS
PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK
INDONESIA”.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian di atas, maka penulis memunculkan permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah rasio keuangan yang diperoleh dari laporan keuangan perusahan
berpengaruh signifikan terhadap prediksi kondisi financial distress ?
2. Rasio keuangan apakah yang dominan dalam memprediksi kondisi financial
distress?
8
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui rasio keuangan yang diperoleh dari laporan keuangan
perusahan berpengaruh signifikan terhadap prediksi kondisi financial
distress.
2. Untuk mengetahui rasio keuangan yang dominan dalam memprediksi kondisi
financial distress.
1.4 Manfaat penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Ilmu Pengetahuan
Dengan penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan
khususnya ilmu manajemen keuangan.
2. Bagi Peneliti lain
Bagi peneliti lain yang berminat melakukan kajian terhadap Analisis Z-Score
Altman untuk menilai kebangkrutan pada perusahaan manufaktur, semoga
hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu rujukan atau
referensi yang mungkin diperlukan untuk mendukung penelitiannya.
3. Bagi Pihak lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi investor
sebagai pertimbangan dalam melakukan investasi.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Laporan Keuangan
Pada umumnya laporan keuangan terdiri dari neraca, dan perhitungan
laba rugi serta laporan perubahan modal, dimana neraca menunjukkan atau
menggambarkan jumlah aktiva, hutang, dan modal dari perusahaan pada satu
tanggal tertentu, sedangkan perhitungan laba rugi memperlihatkan hasil-hasil
yang telah dicapai oleh perusahaan serta biaya selama periode tertentu, dan
laporan perubahan modal me nunj ukkan sumber dan penggunaan atau alasan-
alasan yang menyebabkan perubahan modal.
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai laporan
keuangan, berikut dikemukakan pengertian laporan keuangan antara lain :
Menurut IAI (IAI, 2002 : 2) :
Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan yang lengkap yang biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara, misalnya sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana) catatan (notes) dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan.
Menurut Munawir (2000 : 2), laporan keuangan adalah hasil dari
proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara
data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak – pihak yang
berkepentingan dengan dana atau aktivitas perusahaan tersebut.
10
Sedangkan menurut Harnanto (1998:3), laporan keuangan adalah
keadaan keuntungan dan hasil usaha perusahaan serta memberikan rangkuman
historis dari sumber ekonomi, kewajiban perusahaan dan kegiatan yang
mengakibatkan perubahan terhadap sumber ekonomi yang dinyatakan secara
kuantitatif dalam satuan mata uang.
Laporan keuangan menggambarkan dampak keuangan dari transaksi
dan peristiwa lain yang diklasifikasikan dalam beberapa kelompok besar menurut
karakteristik ekonominya.
2.2 Tujuan Laporan Keuangan
Hasil akhir dari suatu proses pencatatan keuangan diantaranya adalah
laporan keuangan, laporan keuangan ini merupakan pencerminan dari prestasi
manajemen perusahaan pada satu periode tertentu. Selain sebagai alat
pertanggungjawaban, laporan keuangan diperlukan sebagai dasar pengambilan
keputusan ekonomi.
Laporan keuangan beserta pengungkapannya dibuat perusahaan
dengan tujuan memberikan informasi yang berguna untuk pengambilan
keputusan – keputusan investasi dan pendanaan, seperti yang dinyatakan dalam
SFAC No. 1 bahwa laporan keuangan harus memberikan informasi :
1. untuk keputusan investasi dan kredit,
2. mengenai jumlah dan timing arus kas,
3. mengenai aktiva dan kewajiban,
11
4. mengenai kinerja perusahaan,
5. mengenai sumber dan penggunaan kas,
6. penjelas dan interpretif, serta
7. untuk menilai stewardship.
Ketujuh tujuan ini terangkum dengan disajikannya laporan laba rugi,
neraca, laporan arus kas dan pengungkapan laporan keuangan.
Menurut PSAK No. 1 :
Tujuan laporan keuangan untuk tujuan umum adalah untuk
memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas, perusahaan
yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka
membuat keputusan – keputusn ekonomi serta menunjukkan
pertanggungjawaban (stewardship) manajemen atas penggunaan sumber –
sumber daya yang dipercayakan kepada mereka dalam rangka mencapai tujuan
tersebut, suatu laporan keuangan menyajikan informasi mengenai perusahaan
yang meliput: 1) aktiva, 2) kewajiban, 3) ekuitas, 4) pendapatan, beban termasuk
keuntungan dan kerugian, 5) arus kas.
2.3 Komponen Laporan Keuangan
Laporan keuangan yang disusun oleh manajemen perusahaan menurut
IAI (2004:13) terdiri dari :
1. Neraca (Balance Sheet).
12
2. Laporan Laba Rugi (Income Statement).
3. Laporan Arus Kas (Statement of Cash Flow).
4. Laporan Perubahan Ekuitas (Statement of Charge in Equity).
5. Catatan Atas Laporan Keuangan (Notes to Financial Statement).
Berdasarkan latar belakang penelitian yang diambil oleh penulis,
maka titik berat permasalahannya yaitu neraca dan laporan laba rugi. Jenis dari
laporan keuangan dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Neraca
Neraca adalah laporan keuangan yang memberikan informasi
mengenai posisi keuangan perusahaan pada saat tertentu. Neraca
mempunyai tiga unsur laporan keuangan yaitu aktiva, kewajiban, dan
ekuitas.
Menurut Dwi Prastowo dan Rifka Julianty (2005:18), masing-masing
unsur tersebut dapat disubklasifikasikan sebagai berikut :
1) Aktiva
Aktiva merupakan sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan
sebagai akibat peristiwa masa lalu dan diharapkan akan memberi
manfaat ekonomi bagi perusahaan di masa datang.
Aktiva dapat disubklasifikasi lebih jauh menjadi lima sub-
klasifikasi, yaitu:
a. Aktiva lancar
13
Aktiva yang manfaat ekonominya diharapkan akan
diperoleh dalam waktu satu tahun kurang (atau siklus operasi
normal), misalnya kas, surat berharga, persediaan, piutang, dan
persekot biaya.
b. Investasi jangka panjang
Yaitu penanaman modal yang biasanya dilakukan dengan
tujuan untuk memperoleh penghasilan tetap atau untuk menguasai
perusahaan lain dan jangka waktunya lebih dari satu tahun, misalnya
investasi saham, investasi obligasi.
c. Aktiva tetap
Aktiva yang memiliki wujud fisik, digunakan dalam operasi
normal perusahaan (tidak dimaksudkan untuk dijual) dan memberikan
manfaat ekonomi lebih dari satu tahun. Termasuk dalam sub-
klasifikasi aktiva ini antara lain tanah, gedung, kendaraan, mesin
serta peralatan.
d. Aktiva tidak berwujud
Aktiva yang tidak mempunyai substansi fisik dan biasanya
berupa hak atau hak istimewa yang memberikan manfaat
ekonomi bagi perusahaan untuk jangka waktu lebih dari satu
tahun. Termasuk dalam sub-klasifikasi aktiva ini misalnya patent,
goodwill, royalty, copyright, trade name/trade mark, franchise
14
dan license.
e. Aktiva lain-lain
Aktiva yang tidak dimasukan kedalam salah satu dari
empat subklasifikasi tersebut, misalnya beban ditangguhkan,
piutang kepada direksi, deposito, pinjaman karyawan.
2) Kewajiban (Hutang)
Kewajiban merupakan utang perusahaan masa kini yang
timbul dari peristiwa masa lalu, yang penyelesaiannya
diharapkan akan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya
perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi. Kewajiban dapat
disubklasifikasikan lebih lanjut menjadi tiga sub-klasifikasi, yaitu :
a. Kewajiban Lancar
Kewajiban yang penyelesaiannya diharapkan akan
mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan (yang
memiliki manfaat ekonomi) dalam jangka waktu satu tahun atau
kurang. Termasuk dalam kategori kewajiban ini misalnya utang
dagang, utang wesel, utang gaji dan upah, dan utang biaya atau
beban lainnya yang belum dibayar.
b. Kewajiban jangka panjang
Kewajiban yang penyelesaiannya diharapkan akan
mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan (yang
15
memiliki manfaat ekonomi) dalam jangka waktu lebih dari satu
tahun. Termasuk dalam kategori kewajiban ini misalnya utang
obligasi, utang hipotik, dan utang bank atau kredit investasi.
c. Kewajiban lain-lain
Kewajiban yang tidak dapat dikategorikan kedalam salah
satu subklasifikasi tersebut, misalnya utang kepada para pemegang
saham.
3) Ekuitas
Ekuitas merupakan bagian hak pemilik dalam perusahaan
yang merupakan selisih antara aktiva dan kewajiban yang ada. Unsur
ekuitas ini dapat disubklasifikasikan menjadi satu sub-klasifikasi,
yaitu :
a. Ekuitas yang berasal dari setoran para pemilik, misalnya modal saham
(termasuk agio saham bila ada).
b. Ekuitas yang berasal dari hasil operasi, yaitu laba yang tidak
dibagikan kepada para pemilik, misalnya dalam bentuk dividen
(ditahan).
2. Laporan Laba Rugi
Menurut Dwi Prastowo dan Rifka Julianty (2005:22), untuk
dapat menggambarkan informasi mengenai potensi perusahaan dalam
menghasilkan laba selama periode tertentu (kinerja), laporan laba rugi
16
mempunyai satu unsur, yaitu :
1) Penghasilan (Income)
Yang diartikan sebagai kenaikan manfaat ekonomi
dalam bentuk pemasukan atau peningkatan aktiva atau penurunan
kewajiban (yang menyebabkan kenaikan ekuitas selain yang
berasal dari konstribusi pemilik) perusahaan selama periode
tertentu dapat disubklasifikasikan menj adi :
a. Pendapatan (Revenues)
Yaitu penghasilan yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas
yang biasa dan yang dikenal dengan sebutan yang berbeda,
seperti misalnya penjualan barang dagang, penghasilan jasa (fees),
pendapatan bunga, pendapatan deviden, royalti dan sewa.
b. Keuntungan (Gains)
Yaitu pos lain yang memenuhi definisi penghasilan dan
mungkin timbul atau tidak timbul dalam pelaksanaan aktivitas
perusahaan yang rutin misalnya pos yang timbul dalam
pengalihan aktiva lancar, revaluasi sekuritas, kenaikan jumlah
aktiva jangka panjang.
2) Beban (Expense)
Yang diartikan sebagai penurunan manfaat ekonomi dalam
bentuk arus keluar, penurunan aktiva, atau kewajiban (yang
17
menyebabkan penurunan ekonomis yang tidak menyangkut pembagian
kepada pemilik) perusahaan selama periode tertentu, dapat
disubklasifikasikan menjadi :
a. Beban
Yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang
biasa (yang biasanya berbentuk arus keluar atau berkurangnya
aktiva seperti kas persediaan, aktiva tetap), yang meliputi
misalnya harga pokok penjualan, gaji dan upah, penyusutan.
b. Kerugian (losses)
Yang mencerminkan pos lain yang memenuhi definisi
beban yang timbul atau tidak timbul dari aktivitas perusahaan
yang jarang terjadi, seperti misalnya rugi karena bencana
kebakaran, banjir atau pelepasan aktiva tidak lancar.
Selisih antara total penghasilan dan beban disebut
penghasilan bersih.
Didalam laporan laba rugi, keuntungan dan kerugian
biasanya disaj ikan secara terpisah, sehingga akan memberikan
informasi yang lebih baik dalam pengambilan keputusan ekonomi.
3. Laporan Perubahan Ekuitas
Laporan perubahan ekuitas yaitu suatu perubahan laporan atau
mutasi laba yang ditahan yang merupakan bagian dari pemilik
18
perusahaan untuk suatu periode tertentu. Perusahaan harus menyajikan
laporan perubahan ekuitas sebagai komponen utama laporan keuangan,
yang menunjukkan :
1) Laba atau rugi bersih periode yang bersangkutan.
2) Setiap pos pendapatan dan beban, keuntungan atau kerugian besrta
jumlahnya yang berdasarkan PSAK terkait diakui secara langsung
dalam ekuitas.
3) Transaksi modal dengan pemilik dan distribusi kepada pemilik.
4) Saldo akumulasi rugi dan laba pada awal dan akhir periode serta
perubahannya.
5) Rekonsiliasi antara nilai tercatat dari masing-masing jenis modal
saham, agio dan cadangan pada awal dan akhir periode yang
mengungkapkan secara terpisah setiap perubahannya.
4. Laporan Arus Kas
Laporan arus kas merupakan laporan keuangan dasar yang berisi
mengenai aliran kas masuk dan keluar perusahaan. Laporan ini
menggambarkan salah satu komponen neraca, yaitu kas dari satu periode
berikutnya. Laporan arus kas ini menyediakan informasi yang berguna untuk
mengetahui kemampuan perusahaan dalam menggunakan kasnya sehingga
menghasilkan masukan berupa kas pula. Laporan arus kas terdiri dari tiga
bagian :
19
1) Arus kas dari aktivitas operasi.
2) Arus kas dari aktivitas investasi.
3) Arus kas dari aktivitas pendanaan.
5. Catatan Atas Laporan Keuangan
Catalan atas laporan keuangan harus disajikan secara sistematis.
Setiap pos dalam neraca, laporan laba rugi dan laporan anus kas harus
berkaitan dengan informasi yang terdapat dalam catatan atas laporan
keuangan.
Catatan atas laporan keuangan meng,ungkapkan :
1) Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan
akuntansi yang dipilih dan diterapkan terhadap peristiwa dan
transaksi yang penting.
2) Informasi yang diwajibkan dalam pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (S AK) tetapi tidak disajikan di neraca, laporan laba rugi,
laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas.
3) Informasi tambahan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan
tetapi diperlukan dalam rangka penyajian secara wajar.
2.4 Analisis Laporan Keuangan
Menurut Leopold A. Bernstein, analisis laporan keuangan merupakan
suatu proses yang penuh pertimbangan dalam rangka membantu mengevaluasi
20
posisi keuangan dan hasil operasi perusahaan pada masa sekarang dan masa lalu,
dengan tujuan untuk menentukan estimasi dan prediksi yang mungkin mengenai
kondisi dan kinerja perusahaan pada masa mendatang (Dwi Prastowo dan Rifka
Juliaty, 2002 : 52 ).
Analisis laporan keuangan mencakup pengaplikasian berbagai alat dan
tehnik analisis pada laporan dan data keuangan dalam rangka untuk memperoleh
ukuran – ukuran dan hubungan – hubungan yang berarti dan berguna dalam
proses pengambilan keputusan ( Dwi Prastowo dan Rifka Juliaty, 2002 : 52).
Tujuan analisis laporan keuangan sendiri menurut Dwi Prastowo dan
Rifka Juliaty (2002 : 53) antara lain :
1. sebagai alat screening awal dalam memilih alternatif investasi atau merger.
2. sebagai alat forecasting menenai kondisi dan kinerja keuangan di masa
datang.
3. sebagai proses diagnosis terhadap masalah – masalah manajemen, operasi
atau masalah lainnya.
4. sebagai alat evaluasi terhadap manajemen.
Tehnik analisis laporan keuangan dikategorikan menjadi satu metode,
yaitu (Dwi Prastowo : 54):
1) Metode analisis horizontal, adalah metode analisis yang
dilakukan dengan cara membandingkan laporan keuangan oleh
beberapa periode sehingga dapat diketahui perkembangan dan
kecenderungannya. Metode ini terdiri dari 4 analisis, antara lain :
21
a. Analisis komparatif (comparative financial statement
analysis)
Analisis ini dilakukan dengan cara menelaah neraca,
laporan laba rugi atau laporan arus kas yang berurutan dari
satu periode ke periode berikutnya.
b. Analisis trend
Adalah suatu metode atau teknik analisa untuk
mengetahui tendensi daripada keadaan keuangannya,
apakah menunjukkan tendensi tetap, naik atau bahkan
turun. Sebuah alat yang berguna untuk perbandingan tren
jangka panjang adalah tren angka indeks. Analisis ini
memerlukan tahun dasar yang menjadi rujukan untuk
semua pos yang biasanya diberi angka indeks 100. Karena
tahun dasar menjadi rujukan untuk semua perbandingan,
pilihan terbaik adalah tahun dimana kondisi bisnis normal.
c. Analisis arus kas (cash flow analysis)
Adalah suatu analisa untuk sebab – sebab berubahnya
jumlah uang kas atau untuk mengetahui sumber – sumber
serta penggunaan uang kas selama periode tertentu.
Analisis ini terutama digunakan sebagai alat untuk
mengevaluasi sumber dana penggunaan dana. Analisis arus
kas menyediakan pandangan tentang bagaimana
22
perusahaan memperoleh pendanaannya dan menggunakan
sumber dananya. Walaupun analisis sederhana laporan arus
kas memberikan banyak informasi tentang sumber dan
penggunaan dana, penting untuk menganalisis arus kas
secara lebih rinci.
d. Analisis perubahan laba kotor (gross profit analysis)
Adalah suatu analisa untuk mengetahui sebab – sebab
perubahan laba kotor suatu perusahaan dari periode ke
periode yng lain atau perubahan laba kotor suatu periode
dengan laba yang dibudgetkan untuk periode tersebut.
2) Metode analisis vertikal, adalah metode analisis yang dilakukan
dengan cara menganalisis laporan keuangan pada periode
tertentu. Metode ini terdiri dari 3 analisis, antara lain :
a. Analisis common – size
Adalah suatu metode analisis untuk mengetahui
prosentase investasi pada masing – masing aktiva terhadap
total aktivanya, juga untuk mengetahui struktur
permodalannya dan komposisi perongkosannya yang terjadi
dihubungkan dengan jumlah penjualannya. Analisis common
size menekankan pada 2 faktor, yaitu :
23
1. sumber pendanaan, termasuk distribusi pendanaan
antara kewajiban lancar, kewajiban tidak lancar dan
ekuitas.
2. komposisi aktiva, termasuk jumlah untuk masing –
masing aktiva lancar aktiva tidak lancar.
b. Analisis impas (break-even)
Adalah analisa untuk menentukan tingkat penjualan
yang harus dicapai oleh suatu perusahaan agar perusahaan
tersebut tidak mengalami kerugian tetapi juga belum
memperoleh keuntungan. Dengan analisa break-even ini
juga akan diketahui berbagai tingkat keuntungan atau
kerugian untuk berbagai tingkat penjualan.
c. Analisis ratio.
Analisis ratio adalah suatu cara untuk menganalisis
laporan keuangan yang mengungkapkan hubungan
matematik antara suatu jumlah dengan jumlah lainnya atau
perbandingan antara satu pos dengan pos lainnya.
Berikut ini akan di bahas lebih lanjut mengenai analisis ratio, karena
penelitian ini akan menggunakan analisis ratio dalam menganalisis laporan
keuangannya, guna memprediksi kondisi keuangan perusahaan yang tidak sehat.
24
Analisis rasio (ratio analysis) merupakan suatu alat analisis keuangan
yang sangat populer dan banyak digunakan. Namun perannya sering disalah
pahami dan sebagai konsekuensinya, kepentingan sering dilebih – lebihkan.
Kita harus ingat bahwa rasio merupakan alat untuk menyatakan
pandangan terhadap kondisi yang mendasari, dalam hal ini adalah kondisi
financial perusahaan. Rasio merupakan titik awal, bukan titik akhir. Rasio yang
diinterpretasikan dengan tepat mengidentifikasikan area yang memerlukan
investigasi lebih lanjut. Analisis rasio dapat mengungkapkan hubungan penting
dan menjadi dasar perbandingan dalam menemukan kondisi dan tren yang sulit
untuk dideteksi dengan mempelajari masing – masing komponen yang
membentuk rasio (Wild, Subramanyan, Hasley, 2004:).
Rasio harus diinterpretasikan dengan hati – hati karena faktor – faktor
yang mempengaruhi pembilang dapat berkorelasi dengan factor yang
mempengaruhi penyebut. Sebagai contoh, perusahaan dapat memperbaiki rasio
beban operasi terhadap penjualan dengan mengurangi biaya yang menstimulasi
penjualan. Pengurangan jenis biaya seperti ini, kemungkinan berakibat pada
penurunan penjualan atau pangsa pasar jangka panjang. Dengan demikian,
profitabilitas yang tampaknya membaik dalam jangka pendek, dapat merusak
prospek perusahaan di masa depan. Kita harus menginterpretasikan perubahan
tersebut dengan tepat.
Banyak rasio memiliki variabel penting yang sama dengan rasio
lainnya. Dengan demikian, tidaklah perlu untuk menghitung semua rasio yang
25
mungkin untuk menganalisis sebuah situasi. Rasio, seperti sebagian besar teknik
analisis keuangan, tidak relevan dalam isolasi. Rasio bermanfaat bila
diinterpretasikan dalam perbandingan dengan 1) rasio tahun sebelumnya, 2)
standar yang ditentukan sebelumnya, 3) rasio pesaing. Pada akhirnya, variabilitas
rasio sepanjang waktu sama pentingnya dengan trennya.
Beberapa studi telah menguji penggunaan informasi analisis keuangan
dengan menggunakan rasio keuangan yang dihitung dari informasi yang terdapat
dalam laporan keuangan untuk menggambarkan keeratan hubungan antara rasio
keuangan dengan fenomena ekonomi. Pada umumnya analisis terhadap rasio
merupakan langkah awal dalam analisis keuangan guna menilai prestasi dan
kondisi keuangan suatu perusahaan. Ukuran yang digunakan adalah rasio yang
menunjukkan hubungan antara satu data keuangan. Beberapa rasio keuangan
dapat dikelompokkan menjadi (Husnan, 1994; Machfoedz,1998 dalam
Siddik,2004) :
1. Rasio Likuiditas, menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban financial jangka pendek. Rasio ini ditunjukkan pada besar
kecilnya aktiva lancar.
a. Current Ratio, merupakan perbandingan antara aktiva lancar dengan
hutang lancar.
b. Quick Ratio, dihitung dengan mengurangkan persediaan dari aktiva
lancar, kemudian membagi sisanya dengan hutang lancar
26
2. Rasio Sensitivitas, menunjukkan proporsi penggunaan hutang guna
membiayai investasi perhitungannya ada 2 cara, pertama memperhatikan
data yang ada di neraca guna menilai seberapa besar dana pinjaman
digunakan dalam perusahaan; kesatu, mengukur resiko hutang dari laporan
laba rugi untuk menilai seberapa besar beban tetap hutang (bunga ditambah
pokok pinjaman) dapat ditutup oleh laba operasi. Rasio sensitivitas ini antara
lain :
a. Total debt to total assets, mengukur presentase penggunaan dana dari
kreditur yang dihitung dengan cara membagi total hutang dengan total
aktiva.
b. Debt equity ratio, perbandingan antara total utang dengan modal.
c. Time interest earned, dihitung dengan membagi laba sebelum bunga dan
pajak (EBIT) dengan beban bunga. Rasio ini mengukur seberapa jauh
laba bisa berkurang tanpa menyulitkan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban membayar bunga tahunan.
3. Rasio produktivitas, mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan
sumber–sumber daya sebagaimana digariskan oleh kebijaksanaan perusahaan.
Rasio ini menyangkut perbandingan antara penjualan dengan aktiva
pendukung terjadinya penjualan artinya rasio ini menganggap bahwa suatu
perbandingan yang “layak” harus ada antara penjualan dan berbagai aktiva
misalnya : persediaan, piutang, aktiva tetap, dan lain – lain. Rasio produksi
27
meliputi : inventory turnover, fixed assets turnover, account receivable
turnover, total assets turnover.
4. Rasio profitabilitas, digunakan untuk mengukur seberapa efekif pengelolaan
perusahaan sehingga menghasilkan keuntungan,
a. Profit margin on sales, dihitung dengan cara membagi laba setelah pajak
dengan penjualan.
b. Return on total assets, perbandingan antara laba setelah pajak dengan
total aktiva guna mengukur tingkat pengembalian investasi total.
c. Return on net worth, perbandingan antara laba setelah pajak dengan
modal sendiri guna mengukur tingkat keuantungan investasi pemilik
modal sendiri.
5. Rasio pasar, diterapkan untuk perusahaan yang telah go public dan mengukur
kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai terutama pada pemegang
saham dan calon investor.
a. Price earning ratio, rasio antara harga pasar saham dengan laba per
lembar saham. Jika rasio ini lebih rendah dari pada rasio industri
b. sejenis, bisa merupakan indikasi bahwa investasi pada saham perusahaan
ini lebih beresiko daripada rata – rata industri.
c. Market to book value, perbandingan antara nilai pasar saham dengan nilai
buku saham, juga merupakan indikasi bahwa para investor menghargai
perusahaan.
28
2.5 Prediksi Financial Distress
Salah satu aspek pentingnya analisis terhadap laporan keuangan dari
sebuah perusahaan adalah kegunaannya untuk meramal kontinuitas atau
kelangsungan hidup perusahaan. Prediksi kelangsungan hidup perusahaan sangat
penting bagi manajemen dan pemilik perusahaan untuk mengantisipasi
kemungkinan adanya potensi kebangkrutan.
Financial distress merupakan kondisi dimana keuangan perusahaan
dalam keadaan tidak sehat atau krisis. Financial distress terjadi sebelum
kebangkrutan. Kebangkrutan sendiri biasanya diartikan sebagai suatu keadaan
atau situasi dimana perusahaan gagal atau tidak mampu lagi memenuhi
kewajiban – kewajiban debitur karena perusahaan mengalami kekurangan dan
ketidakcukupan dana untuk menjalankan atau melanjutkan usahanya sehingga
tujuan ekonomi yang ingin dicapai oleh perusahaan dapat dicapai yaitu profit,
sebab dengan laba yang diperoleh perusahaan bisa digunakan untuk
mengembalikan pinjaman, bisa membiayai operasi perusahaan dan kewajiban –
kewajiban yang harus dipenuhi bisa ditutup dengan laba atau aktiva yang
dimiliki. Model financial distress perlu untuk dikembangkan, karena dengan
mengetahui kondisi financial distress perusahaan sejak dini diharapkan dapat
dilakukan tindakan – tindakan untuk mengantispasi yang mengarah kepada
kebangkrutan.
Prediksi financial distress perusahaan ini menjadi perhatian banyak
pihak. Pihak – pihak yang menggunakan model tersebut meliputi :
29
1. Pemberi pinjaman. Penelitian berkaitan dengan prediksi financial distress
menpunyai relevansi terhadap institusi pemberi pinjaman, baik dalam
memutuskan apakah akan memberikan suatu pinjaman dan menentukan
kebijakan untuk mengawasi pinjaman yang telah diberikan.
2. Investor. Model prediksi financial distress dapat membantu investor ketika
akan menilai kemungkinan masalah suatu perusahaan dalam melakukan
pembayaran kembali pokok dan bunga.
3. Pembuat peraturan. Lembaga regulator mempunyai tanggung jawab
mengawasi kesanggupan membayar hutang dan menstabilkan perusahaan
individu. Hal ini menyebabkan perlunya suatu model yang aplikatif untuk
mengetahui kesanggupan perusahaan membayar hutang dan menilai
stabilitas perusahaan.
4. Pemerintah. Prediksi financial distress juga penting bagi pemerintah dan
antitrust regulation.
5. Auditor. Model prediksi financial distress dapat menjadi alat yang berguna
bagi auditor dalam membuat penilaian going concern suatu perusahaan.
6. Manajemen. Apabila perusahaan mengalami kebangkrutan maka perusahaan
akan menanggung biaya langsung (fee akuntan dan pengacara) dan biaya
tidak langsung (kerugan penjualan atau kerugian paksa akibat ketetapan
pengadilan). Sehingga dengan adanya model prediksi financial distress
diharapkan perusahaan dapat menghindari kebangkrutan dan otomatis juga
dapat menghindari biaya langsung dan tidak langsung dari kebangkrutan.
30
2.6 Penelitian Terdahulu
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengkaji maanfaat yang
bisa dipetik dari analisis rasio keuangan. Penelitian yang dilakukan oleh Altman
(1968) merupakan penelitian awal yang mengkaji pemanfaatan analisis rasio
keuangan sebagai alat untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan. Fungsi
diskriminan yang dikembangkan oleh Altman adalah sebagai berikut:
Altman menyatakan bahwa jika perusahaan memiliki indeks
kebangkrutan 2,99 atau lebih maka perusahaan tidak termasuk perusahaan yang
dikategorikan akan mengalami kebangkrutan. Sedangkan perusahaan yang
memiliki indeks kebangkrutan 1,81 atau kurang maka perusahaan termasuk
kategori bangkrut. Dia menemukan ada lima rasio keuangan yang dapat
digunakan untuk mendeteksi kebangkrutan perusahaan satu tahun sebelum
perusahaan tersebut bangkrut. Kelima rasio tersebut terdiri dari : cash flow to
total debt, net income to total assets, total debt to total assets, working capital to
total assets, dan current ratio . Altman juga menemukan bahwa rasio – rasio
tertentu, terutama likuidasi dan leverage, memberikan sumbangan terbesar dalam
rangka mendeteksi dan memprediksi kebangkrutan perusahaan. Model Altman
31
ini dikenal dengan Z-score yaitu score yang ditentukan dari hitungan standar kali
nisbah – nisbah keuangan yang menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan
perusahaan. Salah satu kelemahan Z-score model Altman ini adalah terletak pada
penggunaan rasio EBIT. Pengungkapan dan pelaporan keuangan antara
perusahaan yang satu dengan yang lain biasanya berbeda. Pada perusahan
tertentu adakalanya besarnya biaya bunga tidak dinyatakan secara eksplisit
sehingga EBIT sulit diterapkan, oleh karenanya harus menggunakan EBT
(Earning Before Tax), dan ini bisa menyebabkan beragamnya data EBIT.
Machfoedz (1994) menguji manfaat rasio keuangan dalam
memprediksi laba perusahaan di masa yang akan datang. Ditemikan bahwa rasio
keuangan yang digunakan dalam model, bermanfaat untuk memprediksi laba satu
tahun kemuka, namun tidak bermanfaat untuk memprediksi lebih dari satu tahun.
Prediksi financial distress perusahaan menjadi perhatian dan banyak
pihak. Umumnya model financial distress berpegang pada data – data
kebangkrutan, karena data – data ini mudah diperoleh.
Dalam penelitian yang terdahulu, untuk melakukan pengujian apakah
suatu perusahaan mengalami financial distress dapat ditentukan dengan berbagai
cara, seperti :
a. Lau (1987) dan Hill et al. (1996) menggunakan adanya pemberhentian tenaga
kerja atau menghilangkan pembayaran deviden.
b. Asquith, Gertner dan Scharfstein (1994) menggunakan interest coverage ratio
untuk mendefinisikan financial distress.
32
c. Whitaker (1999) mengukur financial distress dengan cara adanya arus kas
yang lebih kecil dari utang jangka panjang saat ini.
d. John, Lang dan Netter (1992) mendefinisikan financial distress sebagai
perubahan harga ekuitas.
Platt dan Platt (2002) melakukan penelitian terhadap 24 perusahaan
yang mengalami financial distress dan 62 perusahaan yang tidak mengalami
financial distress, dengan menggunakan model logit mereka berusaha untuk
menentukan rasio keuangan yang dominan untuk memprediksi adanya financial
distress. Temuan dari penelitian adalah :
a. Variabel EBITDA/sales, current assets/current liabilities dan cashflow
growh rate memiliki hubungan negatif terhadap kemungkinan persahaan
akan mengalami financial distress. Semakin besar rasio ini maka semakin
kecil kemungkinan perusahaan mengalami financial distress.
b. Variabel net fixed assets/total assets, long-term debt/equity dan notes
payable/total assets memiliki hubungan positif terhadap kemungkinan
perusahaan akan mengalami financial distress. Semakin besar rasio ini
maka semakin besar kemungkinan perusahaan mengalami financial
distress.
33
2.7 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1 Kerangka pemikiran
Keterangan:
Laporan keuangan perusahaan yang digunakan dalam analisis adalah
neraca dan laporan rugi laba. Unsur-unsur yang terdapat dalam laporan keuangan
tersebut digunakan dalam analisis rasio keuangan. Ada lima rasio keuangan yang
digunakan dalam memprediksi kebangkrutan perusahaan, yaitu:
1. Modal kerja dibagi total aktiva (Working Capital/ Total Assets)
2. Laba ditahan dibagi total aktiva (Retained Earning/ Total Assets)
3. Laba sebelum bunga dan pajak dibagi total aktiva (EBIT/ Total Assets)
4. Harga pasar ekuitas dibagi total hutang (Equity/ Total Liabilities)
5. Penjualan dibagi total aktiva (Sales/ Total Assets)
Rasio-rasio keuangan tersebut dimasukkan kedalam suatu model
dengan formulasi Z-Score. Nilai dari semua variabel tersebut dibandingkan untuk
mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan antara variabel Z-Score
34
perusahaan yang mengalami financial distress dan perusahaan non financial
distress (sehat).
2.8 Hipotesis
Dari uraian dan penjelasan di atas hipotesis yang diuji dalam
penelitian ini adalah :
1. Hipotesis pengaruh rasio keuangan terhadap prediksi financial distress
perusahaan.
H0
: Rasio keuangan tidak berpengaruh signifikan terhadap prediksi kondisi
financial distress perusahaan.
Ha
: Rasio keuangan berpengaruh signifikan terhadap prediksi kondisi
financial distress perusahaan.
2. Hipotesis rasio keuangan yang dominan dalam memprediksi financial distress.
H0 : Rasio net income to total assets bukan yang dominan dalam
memprediksi kondisi financial distress.
Hb : Rasio net income to total assets dominan dalam memprediksi
kondisi financial distress.
35
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis rasio-rasio keuangan
yang berasal dari laporan keuangan khususnya Laporan Neraca dan Laba/Rugi
untuk periode 2004 sampai 2007 dan melihat hubungannya dengan kemampuan
memprediksi kodisi financial distress suatu perusahaan. Rasio-rasio keuangan
meliputi 8 kategori antara lain Profit margin, Profitabilitas, Financial Leverage,
Likuiditas, Posisi Kas, Pertumbuhan, Efisiensi Operasi dan Miscellaneous.
3.2 Populasi, Sampel dan Metode Pengambilan Sampel
Menurut Emory dan Cooper (2992 : 242) dalam Kusumaningrum
(2004), populasi adalah seluruh kumpulan dari elemen – elemen yang akan
dibuat kesimpulan. Sedangkan elemen (unsur) adalah subjek dimana pengukuran
akan dilakukan. Besarnya populasi yang akan digunakan dalam suatu penelitian
tergantung pada jangkauan kesimpulan yang akan dibuat atau dihasilkan.
Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang laporan
keuangannya terdapat di publikasi BEI tahun 2004 – 2007.
Pemilihan sampel penelitian ini ditentukan secara purposive sampling
dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang representatif sesuai dengan
kriteria yang telah ditentukan. Dalam metode ini setiap elemen populasi tidak
36
mempunyai kesempatan yang sama untuk memenuhi syarat atau kriteria tertentu
dari penelitian, tetapi hanya elemen populasi yang memenuhi syarat atau kriteria
tertentu dari penelitian saja yang bisa digunakan sebagai sampel dalam
penelitian.
Perusahaan yang dipilih sebagai sampel dalam penelitian adalah
sebagai berikut :
1. Perusahaan telah menerbitkan laporan keuangan selama periode 2004 – 2007.
2. Perusahaan berbasis pada manufaktur, untuk menghindari perbedaan
karakteristik antara perusahaan manufaktur dan non manufaktur.
3. Perusahaan yang memiliki data lengkap dalam Index Capital Market
Dictionary serta di pojok Bursa Efek Indonesia.
4. Perusahaan yang memiliki laporan keuangan yang lengkap pada periode
2004 – 2007 (terutama item – item laporan keuangan yang di hitung menjadi
rasio – rasio keuangan dan digunakan sebagai variabel independen dalam
penelitian ini).
5. Kriteria perusahaan yang mengalami financial distress adalah dengan
menggunakan model Altman atau lebih dikenal dengan Z-Score:
Dimana : WC = Working Capital
37
RE = Retained Earning
EBIT = Earning Before Interest & Tax
S = Sales
EQ = Equity
TA = Total Assets
TL = Total Liabilities
Model ini menghasilkan 3 kategori,antara lain sebagai berikut :
• Z-score ≤ 1,81 dikategorikan sebagai perusahaan yang memiliki
kesulitan keuangan yang sangat besar dan beresiko tinggi sehingga
kemungkinan bangkrut pun sangat terbuka lebar.
• 1,81 < Z-score < 2,99 berada di daerah abu – abu sehingga
dikategorikan sebagai perusahaan yang memiliki kesulitan keuangan,
namun kemungkinan terselamatkan dan kemungkinan bangkrut sama
besarnya, tergantung dari keputusan/ kebijaksanaan manajemen
perusahaan sebagai pengambil keputusan.
• Z-score ≥ 2,99 dikategorikan sebagai perusahaan yang sangat sehat
sehingga tidak mengalami kesulitan keuangan.
Sedangkan, perusahaan yang diambil sebagai sampel adalah
perusahaan yang memiliki Z-score ≤ 1,81 selama 2 tahun yaitu 2006 – 2007
dan sebagai kontrol juga dipilih perusahaan sehat dengan Z-score ≥ 2,99
pada tahun 2006 – 2007.
38
Data laporan keuangan tahun 2006 – 2007 digunakan sebagai pedoman
penentuan apakah suatu perusahaan mengalami financial distress atau tidak.
Sedangkan data laporan keuangan tahun 2004 – 2007 merupakan data yang akan
diolah yang selanjutnya akan diketahui apakah rasio – rasio yang digunakan
sebagai variabel independen tersebut dapat digunakan untuk memprediksi
kondisi financial distress atau tidak. Hal ini dilakukan mengingat bahwa prediksi
kondisi financial distress seharusnya dianalisis dari sebelum terjadinya peristiwa
financial distress itu terjadi.
Penelitian ini mengambil data sekunder berupa laporan keuangan 2004
– 2007 yang dipublikasikan. Data laporan keuangan diperoleh dari publikasi BEI
periode data penelitian mencakup data periode 2004 – 2007 dipandang cukup
mewakili untuk memprediksikan financial distress. Data laporan keuangan juga
diperoleh dari Index Capital Market Dictionary (ICMD) tahun 2007 dan 2008.
Berdasarkan kriteria di atas diperoleh sampel sebanyak 31 perusahaan
manufaktur terlihat pada tabel 3.1.
39
Tabel 3.1 Daftar Nama Perusahaan
No Kode Nama Perusahaan
1 ADMG PT Polychem Indonesia Tbk
2 AISA PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk
3 ASIAPLAST PT Asiaplast Industries Tbk
4 BIMA PT Primarindo Asia Infrastructure Tbk
5 CTBN PT Citra Tubindo Tbk
6 ERTX PT Eratex Djaja Tbk
7 ESTI PT Ever Shine Textile Industry Tbk
8 FPNI PT Titan Kimia Nusantara Tbk
9 INTA PT Intraco Penta Tbk
10 INTP PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk
11 JAYAPARI PT Jaya Pari Steel Tbk
12 JECC PT Jembo Cable Company Tbk
13 KBLI PT GT Kabel Indonesia Tbk
14 KKGI PT Resource Alam Indonesia Tbk
15 LAPD PT Leyand International Tbk
16 PAFI PT Panasia Filament Inti Tbk
17 BERLINA PT Berlina Tbk
18 DYNAPLAST PT Dynaplast Tbk
19 INTIKERAMIK PT Intikeramik Alamasri Industry Tbk
Dilanjutkan pada halaman berikut
40
20 TUNASBARU PT Tunas Baru Lampung Tbk
21 PICO PT Pelangi Indah Canindo Tbk
22 RMBA PT Bentoel International Investama Tbk
23 SIMA PT Siwani Makmur Tbk
24 SIPD PT Sierad Produce Tbk
25 SMCB PT Holcim Indonesia Tbk
26 SMGR PT Semen Gresik (Persero) Tbk
27 SUDI PT Surya Dumai Industri Tbk
28 TEJA PT Textile Manufacturing Company Jaya Tbk
29 TIRT PT Tirta Mahakam Resources Tbk
30 TKIM PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk
31 ULTJ PT Ultra Jaya Milk Tbk
3.3 Operasional dan Pengukuran Variabel
3.3.1 Variabel Dependen
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kondisi
financial distress perusahaan yang merupakan variabel kategori, 0 untuk
perusahaan sehat dan 1 untuk perusahaan yang mengalami financial distress.
Dalam penelitian ini, perusahaan dikatakan mengalami financial distress
apabila memiliki Z-score ≤ 1,81, sedangkan perusahaan sehat yaitu perusahan
yang memiliki Z-score ≥ 2,99.
Lanjutan Tabel 3.1
41
3.3.2 Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah rasio – rasio
keuangan perusahaan yang digunakan oleh Platt and Platt (2002) dalam
penelitiannya yang terdiri dari rasio yang berdasarkan ketersediaan data tersisa
sebanyak 36 rasio kemudian dikurangi lagi dengan rasio yang telah digunakan
dalam metode Altman dan tersisa sebanyak 33 rasio dikategorikan menjadi 8
kategori :
1. Profit margin
a. Net Income/Sales, perbandingan antara laba bersih setelah pajak
dengan penjualan.
2. Profitabilitas
a. Net Income/Total Assets, perbandingan antara laba bersih setelah
pajak dengan total aktiva.
b. Net Income/Equity, perbandingan antara laba bersih setelah pajak
dengan ekuitas saham.
3. Financial Leverage
a. Total Liabilities/Total Assets, perbandingan antara total kewajiban
dengan total aktiva.
b. Current Liabilities/Total Assets, perbandingan antara hutang lancar
dengan total aktiva.
42
c. Current Liabilities/Total Liabilities, perbandingan antara hutang
lancer dengan total kewajiban.
d. Notes Payable/Total Assets, perbandingan antara hutang yang tercatat
bank dengan total aktiva.
e. Notes Payable/Total Liabilities, perbandingan antara hutang yang
tercatat bank dengan total kewajiban.
f. Long-Term Debt/Total Assets, perbandingan antara hutang jangka
panjang dengan total aktiva.
g. Equity/Total Assets, perbandingan antara ekuitas saham dengan total
aktiva.
h. Long-Term Debt/Equity, perbandingan antara hutang jangka panjang
dengan ekuitas saham.
4. Likuiditas
a. Current Assets/Current Liabilities, perbandingan antara aktiva lancar
dengan hutang lancar atau biasa dikenal dengan istilah current ratio.
b. (Current Assets-Inventory)/Current Liabilities, perbandingan antara
pengurangan aktiva lancar oleh persediaan dengan hutang lancar.
c. Current Assets/Total Assets, perbandingan antara aktiva lancar
dengan total aktiva.
d. Net Fixed Assets/Total Assets, perbandingan antara aktiva tetap bersih
dengan total aktiva.
43
5. Posisi Kas
a. Cash/Current Liabilities, perbandingan antara kas perusahaan dengan
hutang lancar.
b. Cash/Total Assets, perbandingan antara kas dengan total aktiva.
6. Pertumbuhan
a. S-Growth %
b. Net Income/Total Assets – Growth %
7. Efisiensi Operasi
a. Cost of Goods Sold/Inventory, perbandingan antara harga pokok
penjualan dengan persedian.
b. Sales/Account Receivable, perbandingan antara penjualan dengan
piutang usaha.
c. Account Receivable/Total Assets, perbandingan antara piutang usaha
dengan total aktiva.
d. Sales/Work Capital, perbandingan antara penjualan dengan modal
kerja.
e. Sales/Current Assets, perbandingan antara penjualan dengan aktiva
lancar.
f. Account Receivable/Inventory, perbandingan antara piutang usaha
dengan persediaan.
g. (Account Receivable + Inventory)/Total Assets, perbandingan antara
penjumlahan piutang usaha dan persediaan dengan total aktiva.
44
h. Cost of Goods Sold/Sales, perbandingan antara harga pokok
penjualan dengan penjualan.
i. Sales General Administration Expense/Sales, perbandingan antara
jumlah biaya penjualan, biaya umum dan biaya administrasi yang
merupakan biaya operasi dengan penjualan.
j. (Cost of Goods Sold + Sales General Administration Expense)/Sales,
perbandingan antara jumlan harga pokok penjualan dengan biaya
operasi (yang terdiri dari biaya penjualan, biaya umum dan biaya
administrasi) dengan penjualan.
8. Miscellaneous
a. EBIT/Interest Expense, perbandingan antara laba sebelum bunga dan
pajak dengan beban bunga.
b. Long-Term Debt/Sales, perbandingan antara hutang jangka panjang
dengan penjualan.
c. Interest Expense/Sales, perbandingan antara beban bunga dengan
penjualan.
d. Account Payable/Sales, perbandingan antara hutang usaha dengan
penjualan.
45
3.4 Metode Analisis Data
Pengujian dalam penelitian ini dengan menggunakan regresi logit
untuk mengetahui kekuatan prediksi rasio keuangan terhadap penentuan
financial distress suatu perusahaan.
3.4.1 Regresi Logit
Regresi logit adalah regresi yang digunakan untuk mencari persamaan
regresi jika variabel dependennya merupakan variabel yang berbentuk skala
ordinal atau variabel yang bersifat kualitatif (Purbayu, Ashari,2004).
Model yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
Pi = {1 + Exp – (B0 +B1X1 + B2X2 + … + BnXin)}……………..1)
Dimana: Pi = Probabilitas perusahaan mengalami Financial Distress
B0 = konstanta
Xi n
= Variabel – variabel rasio keuangan
Bn = Koefesien regresi
Exp = Kesalahan yang mempunyai nilai pengharapan sebesar nol.
Penelitian ini menggunakan regresi logit untuk mencari rasio – rasio
keuangan mana yang dominan dalam menentukan apakah suatu perusahaan
akan mengalami financial distress atau tidak, selain rasio - rasio yang telah
46
dikembangkan dalam model Altman, sehingga dapat membantu manajemen
dalam melakukan tindakan – tindakan untuk mengatasi kondisi – kondisi yang
mengarahkan kepada kebangkrutan. Analisis data dilakukan dengan menilai
keseluruhan model (overall model fit).
Menurut Gujarati (1995), dalam analisis regresi linear perlu
menghindari penyimpangan asumsi klasik supaya tidak timbul masalah dalam
penggunan analisis regresi berganda. Asumsi regresi yang harus dipenuhi
meliputi tidak adanya otokorelasi, multikoliniearitas, dan heteroskedastisitas.
3.4.2 Pengujian Asumsi Klasik
Menurut Gujarati (1995), bahwa dalam analisis regresi linier perlu
menghindari penyimpangan asumsi klasik, supaya tidak timbul masalah dalam
penggunaan analisis regresi berganda. Oleh sebab itu dalam penelitian ini
diuji 3 asumsi klasik yang dianggap penting dalam penelitian yaitu tidak
terjadi otokorelasi, multikolinearitas antar variabel independen, dan
heteroskedastisitas.
3.4.2.1 Otokorelasi
Otokorelasi adalah korelasi yang terjadi antara anggota – anggota dari
serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkaian waktu (time series)
atau data silang waktu (cross sectional). Asumsi otokorelasi mengandung arti
bahwa nilai – nilai faktor pengganggu yang berurutan tidak tergantung secara
47
temporer, artinya gangguan yang terjadi pada satu titik pengamatan tidak
berhubungan dengan faktor – faktor gangguan lainnya. Otokorelasi dalam
penelitian ini tidak perlu diuji karena data yang digunakan adalah pooled time
series cross section yang merupakan satu titik sehingga ketergantungan
sementara tidak dimungkinkan oleh sifat data itu sendiri.
3.4.2.2 Multikolinearitas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas (independen). Model
regresi yang baik harusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel
independen. Jika variabel indipenden saling berkorelasi, maka variabel-
variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen
yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol.
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas di dalam model
regresi adalah sebagai berikut:
a. Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris
sangat tinggi, tetapi secara indivisatul variabel-variabel independen
banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen.
b. Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika antar
variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas
0,90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinieritas. Tidak
adanya korelasi yang tinggi antar variabel independen tidak berarti
48
bebas dari multikolinieritas. Multikolinieritas dapat disebabkan karena
adanya efek kombinasi satu atau lebih variabel independen.
c. Multikolonieritas dapat juga dilihat dari (1) nilai tolerance dan
lawannya (2) variance inflation factor (VIF), Kesatu ukuran ini
menunjukan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh
variabel independen lainya. Dalam pengertian sederhana setiap
variabel independen menjadi variabel dependen (terikat) dan diregres
terhadap variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas
variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel
independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan VIF
tinggi ( karena VIF = 1/Tolerance). Nilai cutoff yang umum dipakai
untuk menunjukkan adanya multikolinieritas adalah nilai Tolerance <
0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10. Setiap peneliti harus
menentukan tingkat kolinieritas yang masih dapat ditolerir. Sebagai
missal nilai tolerance 0,10 sama dengan tingkat kolinieritas 0,95.
3.4.2.3 Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari resisatul satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika variance dari resisatul satu pengamatan ke
pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda
49
disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang
homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas.
Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya
heteroskedastisitas, salah satunya dengan cara melihat Grafik Plot antara
prediksi variabel dependen yaitu ZPRED dengan resisatulnya SRESID.
Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada
tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED
dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah
resisatul (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang telah di-studentized.
Dasar analisis:
1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola
tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian
menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi
heteroskedastisitas.
2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan
di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi
heteroskedastisitas.
50
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengumpulan dan Pengolahan Data
Dalam bab ini akan dibahas mengenai data yang diperoleh dan
penyajian hasil perhitungan sejumlah variabel dan kemudian
dianalisis. Analisis data merupakan suatu proses dalam memecahkan
masalah agar tujuan suatu penelitian dapat tercapai. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdapat
pada publikasi Bursa Efek Indonesia tahun 2004 – 2007. Setelah data
terkumpul, maka dihitunglah rasio – rasio keuangan dengan
menggunakan model Altman dengan maksud menghitung besarnya
Z-score masing – masing perusahan pada tahun 2006 dan 2007. Hal ini
dilakukan dengan tujuan untuk mengklasifikasikan mana perusahaan
yang sehat dan mana perusahan yang mengalami financial distress.
Untuk mendapatkan kriteria perusahaan yang mengalami
financial distress adalah dengan menggunakan model Altman atau lebih
dikenal dengan Z-Score:
51
Dimana : WC = Working Capital
RE = Retained Earning
EBIT = Earning Before Interest & Tax
S = Sales
EQ = Equity
TA = Total Assets
TL = Total Liabilities
Model ini menghasilkan 3 kategori,antara lain sebagai berikut :
• Z-score ≤ 1,81 dikategorikan sebagai perusahaan yang memiliki
kesulitan keuangan yang sangat besar dan beresiko tinggi sehingga
kemungkinan bangkrut pun sangat terbuka lebar.
• 1,81 < Z-score < 2,99 berada di daerah abu – abu sehingga
dikategorikan sebagai perusahaan yang memiliki kesulitan keuangan,
namun kemungkinan terselamatkan dan kemungkinan bangkrut sama
besarnya, tergantung dari keputusan/ kebijaksanaan manajemen
perusahaan sebagai pengambil keputusan.
• Z-score ≥ 2,99 dikategorikan sebagai perusahaan yang sangat sehat
sehingga tidak mengalami kesulitan keuangan.
52
Setelah melakukan penghitungan rasio-rasio Altman untuk
memprediksi kondisi financial distress, maka didapat perincian sebagai
berikut:
Tabel 4.1 Hasil Z-Score
No Nama Perusahaan Tahun Z-SCORE Altman
2004 1,49 Financial distress
2005 1,47 Financial distress
2006 0,85 Financial distress
1 PT Polychem Indonesia Tbk
2007 1,33 Financial distress 1,09 Financial distress
2004 1,72 Financial distress
2005 0,32 Financial distress
2006 0,75 Financial distress 2
PT Tiga Pilar Sejahtera Food
Tbk 2007 0,89 Financial distress
0,82 Financial distress
2004 1,37 Financial distress
2005 0,52 Financial distress
2006 0,37 Financial distress 3
PT Asiaplast Industries Tbk
2007 5,07 Sehat
2,72 abu-abu
2004 -5,63 Financial distress
2005 -4,99 Financial distress
2006 -6,64 Financial distress 4
PT Primarindo Asia
Infrastructure Tbk 2007 -1,69 Financial distress
-4,16 Financial distress
dilanjutkan pada halaman berikut
53
2004 5,06 Sehat
2005 2,76 abu-abu
2006 3,19 Sehat
5
PT Citra Tubindo Tbk
2007 3,45 Sehat
3,32 Sehat
2004 1,38 Financial distress
2005 1,46 Financial distress
2006 1,05 Financial distress 6
PT Eratex Djaja Tbk
2007 0,88 Financial distress
0,96 Financial distress
2004 2,54 abu-abu
2005 1,52 Financial distress
2006 1,92 abu-abu 7
PT Ever Shine Textile Industry
Tbk 2007 1,85 abu-abu
1,88 abu-abu
2004 0,53 Financial distress
2005 -0,16 Financial distress
2006 -0,34 Financial distress 8
PT Titan Kimia Nusantara Tbk
2007 -1,08 Financial distress
-0,71 Financial distress
2004 1,86 abu-abu
2005 2,21 abu-abu
2006 2,12 abu-abu 9
PT Intraco Penta Tbk
2007 1,71 Financial distress
1,91 abu-abu
2004 1,59 Financial distress
2005 2,05 abu-abu
2006 2,55 abu-abu 10
PT Indocement Tunggal Prakasa
Tbk 2007 3,28 Sehat
2,91 Sehat
2004 3,98 Sehat
2005 6,50 Sehat
11 PT Jaya Pari Steel Tbk
2006 14,67 Sehat
Lanjutan Tabel 4.1
dilanjutkan pada halaman berikut
54
2007 6,71 Sehat
10,69 Sehat
2004 1,23 Financial distress
2005 1,35 Financial distress
2006 1,35 Financial distress 12
PT Jembo Cable Company Tbk
2007 3,32 Sehat
2,33 abu-abu
2004 -2,52 Financial distress
2005 -0,08 Financial distress
2006 0,96 Financial distress 13
PT GT Kabel Indonesia Tbk
2007 2,00 abu-abu
1,48 Financial distress
2004 3,18 Sehat
2005 2,23 abu-abu
2006 1,58 Financial distress 14
PT Resource Alam Indonesia
Tbk 2007 0,99 Financial distress
1,28 Financial distress
2004 3,26 Sehat
2005 2,01 abu-abu
2006 2,53 abu-abu 15
PT Leyand International Tbk
2007 1,75 Financial distress
2,14 abu-abu
2004 0,05 Financial distress
2005 0,16 Financial distress
2006 0,14 Financial distress 16
PT Panasia Filament Inti Tbk
2007 0,10 Financial distress
0,12 Financial distress
2004 2,27 abu-abu
2005 2,02 abu-abu
2006 1,82 abu-abu 17 PT Berlina Tbk
2007 2,40 abu-abu
2,11 abu-abu 18 PT Dynaplast 2004 1,77 Financial distress
Lanjutan Tabel 4.1
dilanjutkan pada halaman berikut
55
2005 1,59 Financial distress
2006 1,50 Financial distress Tbk
2007 1,81 abu-abu
1,65 Financial distress
2004 -0,68 Financial distress
2005 -0,25 Financial distress
2006 -0,30 Financial distress 19
PT Intikeramik Alamasri
Industry Tbk 2007 0,68 Financial distress
0,19 Financial distress
2004 2,06 abu-abu
2005 1,58 Financial distress
2006 1,48 Financial distress 20
PT Tunas Baru Lampung Tbk
2007 1,81 abu-abu
1,65 Financial distress
2004 -0,63 Financial distress
2005 -0,03 Financial distress
2006 0,11 Financial distress 21
PT Pelangi Indah Canindo Tbk
2007 8,60 Sehat
4,35 Sehat
2004 3,98 Sehat
2005 2,97 Sehat
2006 2,82 abu-abu 22
PT Bentoel International
Investama Tbk 2007 2,90 Sehat
2,86 abu-abu
2004 3,47 Sehat
2005 2,99 Sehat
2006 2,85 abu-abu 23
PT Siwani Makmur Tbk
2007 1,19 Financial distress
2,02 abu-abu
2004 -1,83 Financial distress
2005 0,84 Financial distress
2006 3,06 Sehat 24
PT Sierad Produce Tbk
2007 1,22 Financial distress
Lanjutan Tabel 4.1
dilanjutkan pada halaman berikut
56
2,14 abu-abu
2004 -0,72 Financial distress
2005 -0,75 Financial distress
2006 -0,82 Financial distress 25
PT Holcim Indonesia Tbk
2007 -0,38 Financial distress
-0,60 Financial distress
2004 2,73 abu-abu
2005 3,46 Sehat
2006 4,78 Sehat 26
PT Semen Gresik (Persero) Tbk
2007 5,60 Sehat
5,19 Sehat
2004 -2,39 Financial distress
2005 -2,49 Financial distress
2006 -3,34 Financial distress 27
PT Surya Dumai Industri Tbk
2007 -4,29 Financial distress
-3,81 Financial distress
2004 -6,53 Financial distress
2005 -8,01 Financial distress
2006 -9,27 Financial distress 28
PT Textile Manufacturing Company Jaya
Tbk 2007 -10,12 Financial distress
-9,70 Financial distress
2004 1,39 Financial distress
2005 1,56 Financial distress
2006 1,83 abu-abu 29
PT Tirta Mahakam
Resources Tbk 2007 2,47 abu-abu
2,15 abu-abu
2004 1,24 Financial distress
2005 1,06 Financial distress
2006 0,91 Financial distress 30
PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk
2007 1,05 Financial distress
0,98 Financial distress
2004 2,32 abu-abu 31 PT Ultra Jaya Milk Tbk 2005 2,20 abu-abu
Lanjutan Tabel 4.1
dilanjutkan pada halaman berikut
57
2006 1,64 Financial distress
2007 2,43 abu-abu
2,04 abu-abu
Berdasarkan penghitungan besarnya Z-score dari perusahaan-
perusahaan yang menjadi sampel untuk tahun 2006 – 2007, maka didapat
15 perusahaan yang mengalami financial distress dan 5 perusahaan tidak
mengalami financial distress. Sedangkan 11 perusahaan lainnya berada
pada area abu-abu, bisa saja mengalami financial distress atau malah
perusahaan berkembang sehat tergantung dari kebijakan manajemen
perusahaan. Perusahaan yang menjadi sampel penelitian ini seperti terlihat
pada tabel 4.2 dan tabel 4.3 berikut ini.
Lanjutan Tabel 4.1
58
Tabel 4.2 Perusahaan yang termasuk kategori 1
No Kode Nama Perusahaan
1 ADMG PT Polychem Indonesia Tbk
2 AISA PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk
3 BIMA PT Primarindo Asia Infrastructure Tbk
4 ERTX PT Eratex Djaja Tbk
5 FPNI PT Titan Kimia Nusantara Tbk
6 KBLI PT GT Kabel Indonesia Tbk
7 KKGI PT Resource Alam Indonesia Tbk
8 PAFI PT Panasia Filament Inti Tbk
9 DYNAPLAST PT Dynaplast Tbk
10 INTIKERAMIK PT Intikeramik Alamasri Industry Tbk
11 TUNASBARU PT Tunas Baru Lampung Tbk
12 SMCB PT Holcim Indonesia Tbk
13 SUDI PT Surya Dumai Industri Tbk
14 TEJA PT Textile Manufacturing Company Jaya Tbk
15 TKIM PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk
59
Tabel 4.3 Perusahaan yang termasuk kategori 0
No Kode Nama Perusahaan
1 CTBN PT Citra Tubindo Tbk
2 INTP PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk
3 JAYAPARI PT Jaya Pari Steel Tbk
4 PICO PT Pelangi Indah Canindo Tbk
5 SMGR PT Semen Gresik (Persero) Tbk
Setelah perusahan – perusahaan tersebut terklasifikasikan maka
selanjutnya dihitung rasio – rasio keuangan yang menjadi variabel
independen penelitian. Setelah itu, variabel yang telah lengkap dianalisa
dengan teori yang telah diperoleh. Berdasarkan kriteria yang ada maka
diperoleh 31 perusahaan sebagai sampel penelitian yang tediri dari 15
perusahaan yang mengalami financial distress dan 5 perusahaan sehat,
dengan demikian jumlah observasi secara keseluruhan sebanyak 124
seperti terlihat pada table 4.4 sebagai berikut :
60
Tabel 4.4 Tabel Klasifikasi Jumlah Observasi
Objek Jumlah
Perusahaan manufaktur 151
Sampel 31
Financial Distress 48
Sehat 75
Jumlah Observasi 123
Tabel 4.5 Hasil Case Processing Summary
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Included in Analysis
123 99.2
Missing Cases 1 .8
Selected Cases
Total 124 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 124 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa jumlah kasus
regresi yang dimasukkan dalam analisis regresi adalah 123 buah sampel
dari 124 sampel dikarenakan ada data missing. Akan tetapi jika dilihat
dari presentasenya kasus tersebut 99,2 % layak untuk diolah dengan
regresi logit.
61
Sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya
penelitian ini bertujuan untuk menganalisa rasio – rasio keuangan yang
pernah digunakan oleh Platt & Platt dalam penelitian sebelumnya. Rasio
– rasio keuangan yang dimaksud adalah rasio – rasio keuangan yang
pernah digunakan oleh Platt & Platt dalam penelitian sebelumnya yang
pada awalnya terdiri 46 rasio. Namun berdasarkan ketersediaan data,
maka tersisalah 36 rasio keuangan. Kemudian dikurangi lagi 3 rasio
keuangan, karena rasio tersebut telah terdapat dalam model Altman
yang digunakan oleh peneliti pada saat pengambilan sampel
penelitian, sehingga jumlah variabel independennya menjadi 33 rasio
keuangan. Rasio – rasio tersebut diklasifikasikan menjadi 8 kategori
antara lain : Profit Margin, profitabilitas, financial leverage, likuiditas,
posisi kas, pertumbuhan, efisiensi operasi , dan miscellaneous.
Tahapannya dapat dilihat pada tabel sebagai sebagai berikut :
Tabel 4.6 Tahapan Pemilihan Variabel Independen
Rasio Keuangan Jumlah
Yang digunakan oleh Platt 46
Berdasarkan tersedianya data 36
Yang digunakan oleh Altman (3)
Variabel independen 33
62
Sebelum dilakukan analisis regresi logit, terlebih dahulu
dilakukan uji kelayakan terhadap data yang akan dianalisis.
Tabel 4.7 Hasil Omnibus Test of Model Coefficient
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 113.360 25 .000
Block 113.360 25 .000
Step 1
Model 113.360 25 .000
Tabel 4.7 menunjukkan uji kelayakan variabel – varibel
independen apakah dapat diterima atau tidak dalam analisis regresi
logit. Apabila P <0,05 berarti diterima. Berdasarkan tabel tersebut,
menunjukkan bahwa variabel – variabel pendukung penelitian dapat
diterima oleh regresi logit dan layak untuk diolah. Dari tabel tersebut
juga dapat diketahui bahwa jumlah variabel independen berkurang menjadi
25 rasio. Hal ini disebabkan karena terjadinya multikolinearits pada 8
variabel independen (TLTA, CLTA, NPTA, NPTL, CACL, ARTA,
ARInvTA, dan CGSSGAS) Oleh karena itu maka kedelapan rasio tersebut
dihilangkan (drop).
63
Tabel 4.8 Hasil Model Summary
Model Summary
Step
-2 Log likelihood
Cox & Snell R Square
Nagelkerke R Square
1 51.179a .602 .816
a. Estimation terminated at iteration number 11 because parameter estimates changed by less than ,001.
Cox dan Snell’s R Square merupakan ukuran yang mencoba
meniru ukuran R2 pada multiple regression yang didasarkan pada teknik
estimasi likelihood dengan nilai maksimum kurang dari 1 sehingga sulit
diinterpretasikan. Nigelkerke’s R square merupakan modifikasi dari
koefisien Cox dan Snell untuk memastikan bahwa nilainya bervariasi dari
0 sampai 1. Hal ini dilakukan dengan cara membagi nilai Cox dan Snell’s
R2 dengan nilai maksimumnya. Nilai nagelkerke’s R2 dapat
diinterpretasikan seperti nilai R2 pada multiple regression. Dilihat dari
output SPSS nilai Cox Snell’s R square sebesar 0,602 dan nilai
Nagelkerke’s R2 adalah 0,836 yang berarti variabilitas variabel dependen
yang dapat dijelaskan oleh variabel independen sebesar 81,6%.
64
Tabel 4.9 Hasil Hosmer and Lemeshow Test
Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test
Kondisi = Sehat Kondisi = Financial
Distress
Observed Expected Observed Expected Total
1 12 12.000 0 .000 12
2 12 12.000 0 .000 12
3 11 11.984 1 .016 12
4 12 11.782 0 .218 12
5 11 11.058 1 .942 12
6 11 8.679 1 3.321 12
7 6 5.260 6 6.740 12
8 0 1.977 12 10.023 12
9 0 .259 12 11.741 12
Step 1
10 0 .000 15 15.000 15
Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
1 8.508 8 .386
Hosmer dan Lemeshow,s Goodness of Fit Test menguji
hipotesis bahwa data empiris cocok atau sesuai dengan model ( tidak ada
perbedaan antara model dengan data sehingga model dapat dikatakan fit).
Jika nilai Hosmer and Lemeshow Goodness of Fit test statistic sama
dengan atau kurang dari 0,05 maka hipotesis ditolak yang berarti ada
perbedaan signifikan anatara model dengan nilai observasinya sehingga
65
Goodnes of Fit model tidak baik karena model tidak dapat memprediksi
nilai observasinya. Jika nilai statistic Hosmer aand Lemeshow Goodnes of
Fit lebih besar dari 0,05 maka hipotesis tidak dapat ditolak dan berarti
model mampu memprediksi nilai observasinya. Tampilan output SPSS
menunjukkan bahwa besarnya nilai statistic Hosmer and Lemeshow
Goodness of Fit sebesar 8,508 dengan probabilitas signifikansinya 0,386
yang nilainya jauh di atas 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa model dapat diterima.
Tabel 4.10 Classification Table
Classification Tablea
Predicted
Kondisi
Observed Sehat
Financial Distress
Percentage Correct
Sehat 70 5 93.3 Kondisi
Financial Distress
4 44 91.7
Step 1
Overall Percentage 92.7
a. The cut value is ,500
Pada tabel klasifikasi (tabel 4.10) ini menghitung nilai
estimasi yang benar dan salah. Menurut prediksi perusahaan yang tidak
mengalami financial distress adalah 75, sedangkan hasil observasinya hanya 70
jadi ketepatan klasifikasinya 93,3%. Sedangkan prediksi perusahaan yang
66
mengalami financial distress adalah 48, akan tetapi hasil observasi hanya 44,
sehingga ketepatan klasifikasinya 91,7%. Atau secara keseluruhan ketepatan
klasifikasinya adalah 92,7%.
4.2 Hasil Regresi Logit
Analisis Regresi ini untuk menguji pengaruh 36 rasio keuangan
terhadap prediksi kondisi financial distress dengan menggunakan
program SPSS version 16. Variabel dependen yang digunakan adalah
kondisi financial distress perusahaan, sedangkan variabel independennya
rasio – rasio keuangan perusahaan manufaktur yang terdiri dari 33 rasio.
Model regresi logit yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Dimana :
Pi = Probabilitas perusahaan mengalami financial ditress
BB0 = Konstanta
67
BB1, B2,...,B33 = Koefisien regresi variabel independen
NIS = Net Income/Sales
NITA = Net Income/Total Assets
NIEQ = Net Income/Equity
TLTA = Total Liabilities/Total Assets
CLTA = Current Liabilities/Total Assets
CLTL = Current Liabilities/Total
Liabilies NPTA = Notes Payable/total Assets
NPTL = Notes Payable/Total iabilities
LTDTA = Long Term Debt/Total
Assets EQTA = Equity/Total Assets
LTDEQ = Long term debt/Equity
CACL = Current Assets/Current Liabilities
CAINVCL = (Current Assets-Inventory)/Current Liabilities
CATA = Current Assets/Total Assets
NFATA = Net Fixed Assets/Total
Assets CashCL = Cash/Current Liabilities
CashTA = Cash/ Total Assets
Sgrowth = Pertumbuhan Penjualan
NITAGrowth = Pertumbuhan rasio NI/TA
LTDS = Long Term Debt/Sales
68
IntS = Interest/Sales
APS = Account Payable/Sales
CGSInv = Cost of Goods Sold/Inventory
SAR = Sales/Account Receivable
ARTA = Account Receivable/Total Assets
SWC = Sales/Working Capital
SCA = Sales/Current Assets
ARInv = Account Receivable
ARInvTA = (Account Receivable+Inventory)/Total Assets
CGSS = Cost of Goods Sold/Sales
SGAS = Sales General Administration/Sales
CGSSGAS =(Cost of Goods Sold + Sales General
Administration)/Sales
EBTInt = Earning Before Taxes/Interest
69
Hasilnya seperti terlihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.11 Hasil Regresi Logit
70
Dari hasil pengujian terhadap signifikansi model terlihat bahwa
variabel NIS signifikan pada probabilitas 0,627, variabel NITA signifikan pada
probabilitas 0,435, variabel NIEQ signifikan pada probabilitas 0,724, variabel
CLTL signifikan pada probabilitas 0,856, variabel LTDTA signifikan pada
probabilitas 0,421, variabel EQTA signifikan pada 0,026, variabel LTDEQ
signifikan pada probabilitas 0,938, varibel CAInvCL signifikan pada
probabilitas 0,291, variabel CATA signifikan pada probabilitas 0,263. variabel
NFATA signifikan pada probabilitas 0,303 variabel CashCL signifikan pada
probabilitas 0,109, variabel CashTA signifikan pada probabilitas 0,256,
variabel SGrowth signifikan pada probabilitas 0,485, variabel NITAGrowth
signifikan pada probabilitas 0,340, varibel LTDS signifikan pada probabilitas
0,879, variabel IntS signifikan pada probabilitas 0,930, variabel APS
signifikan pada probabilitas 0,099, variabel CGSInv signifikan pada
probabilitas 0,074, variabel SAR signifikan pada probabilitas 0,229, variabel
SWC signifikan pada probabilitas 0,860, variabel SCA signifikan pada
probabilitas 0,556, variabel ARInv signifikan pada probabilitas 0,118, variabel
CGSS signifikan pada probabilitas 0,082, variabel SGAS signifikan pada
probabilitas 0,650, variabel EBITInt signifikan pada probabilitas 0,222.
Dengan demikian hasil dari regresi logit menunjukkan ada satu
variabel independen yang memiliki nilai ≤ 0,05 yaitu variabel EQTA. Hal ini
berarti bahwa rasio Equity/ Total Assets (EQTA) tersebut berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependennya. Dengan kata lain, rasio Equity/
71
Total Assets (EQTA) berpengaruh untuk memprediksi kondisi financial
distress perusahaan.
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat dikatakan bahwa pada
hipotesis pertama dimana rasio keuangan berpengaruh signifikan terhadap
prediksi kondisi financial distress perusahaan dapat diterima, sedangkan pada
hipotesis kesatu dimana rasio net income to total assets dominan dalam
memprediksi kondisi financial distress ditolak. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa rasio Equity/ Total Assets (EQTA) dan merupakan rasio yang dominan
dalam memprediksi financial distress.
4.3 Hasil Uji Asumsi Klasik.
4.3.1 Otokorelasi
Otokorelasi adalah korelasi yang terjadi antara anggota –
anggota dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkaian
waktu (time series) atau data silang waktu (cross sectional). Asumsi
otokorelasi mengandung arti bahwa nilai – nilai faktor pengganggu yang
berurutan tidak tergantung secara temporer, artinya gangguan yang terjadi
pada satu titik pengamatan tidak berhubungan dengan faktor – faktor
gangguan lainnya. Otokorelasi dalam penelitian ini tidak perlu diuji
karena data yang digunakan adalah pooled time series cross section yang
merupakan satu titik sehingga ketergantungan sementara tidak
72
dimungkinkan oleh sifat data itu sendiri.
4.3.2 Multikolinearitas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas (independen).
Model regresi yang baik harusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel
independen. Jika variabel indipenden saling berkorelasi, maka variabel-
variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel
independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama
dengan nol.
73
Tabel 4.12 Hasil Coefficient 1
Dilihat dari nilai tolerance dan lawannya variance inflation
factor (VIF), dimana kesatu ukuran ini menunjukan setiap variabel
independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainya.
74
Terdapat 12 variabel independen yang nilai tolerance-nya kurang dari
0,1 ataupun nilai VIF lebih besar dari 10, sehingga data dikatakan
mengalami korelasi antara variabel independen satu denagn variabel
lainnya.
Adapun cara mengobati multikoliniearitas ada beberapa cara, antara
lain:
a. Menggabungkan data crossection dan time series (pooling data).
b. Keluarkan satu atau lebih variabel independen yang mempunyai
korelasi tinggi dari model regresi dan identifikasi variabel
independen lainnya untuk membantu prediksi.
c. Transformasi variabel merupakan salah satu cara mengurangi
hubungan linier di antara variabel independen. Transformasi
dapat dilakukan dalam bentuk logaritma natural dan bentuk first
difference atau delta.
Setelah dilakukan pengeluaran variabel independen yang
mempunyai korelasi tinggi dari model regresi antara lain variabel
TLTA, CLTA, NPTA, NPTL, CACL, ARTA, ARInvTA dan
CGSSGAS. Maka kemudian didapat hasil sebagai berikut:
75
Tabel 4.13 Hasil Coefficient 2
Hasil penghitungan setelah mengeluarkan 8 variabel
independen yang memiliki korelasi tinggi menunjukkan bahwa hasil
perhitungan nilai tolerance tidak lagi menunjukkan adanya nariabel
76
independen yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0,10 yang berarti
tidak ada lagi korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih dari
95%. Hasil penghitumgan nilai Variance Inflation Factor (VIF) juga
menunjukkan hal yang sama, tidak ada satu variabel independen yang
memiliki nili VIF lebih dari 10. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada
multikolinieritas antar variabel independen dalam model regresi.
4.3.3 Heterokedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari resisatul satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika variance dari resisatul satu pengamatan ke
pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda
disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang
homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas.
77
Gambarl 4.1 Hasil Scatterplot
Dari grafik scatterplots terlihat bahwa titik-titik
menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah
angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak
terjadi heteroskedastisitas pada model regresi, sehingga model
regresi layak dipakai untuk memprediksi KONDISI financial
distress perusahaan berdasarkan masukan variabel independen-
independen.
78
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Dari 151 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia,
berdasarkan kriteria yang ada, diperoleh 31 perusahaan yang terpilih sebagai
sampelnya, yang terdiri dari 15 perusahaan yang mengalami financial distress
5 perusahaan yang tidak mengalami financial distress dan sisanya 11
perusahaan termasuk dalam area abu-abu.
2. Berdasarkan hasil pengujian regresi logit, dengan menggunakan α = 5 %,
hanya satu variabel independen yang mempunyai nilai signifikansinya kurang
dari 0,05 yaitu variabel EQTA. Dengan demikian, rasio Equity/ Total Assets
(EQTA) berpengaruh dominan dalam memprediksi kondisi financial distress.
3. Dari 33 rasio keuangan yang menjadi variable independen, setelah diuji
dengan uji asumsi klasik, ditemukan terdapat 8 rasio keuangan yang
mengalami multikolinearitas yaitu TLTA, CLTA, NPTA, NPTL, CACL,
ARTA, ARInvTA dan CGSSGAS sehingga variabel independen yang
digunakan dalam penelitian ini berkurang menjadi 25 rasio keuangan.
79
5.2 Keterbatasan Penelitian
Ada beberapa hal yang menjadi keterbatasan dalam penelitian ini seperti:
penggunaan sampel yang kecil sehingga sangat besar kemungkinan tidak mampu
merepresentasikan populasi dengan baik dan juga penelitian ini hanya fokus
pada satu jenis sampel perusahaan saja yaitu perusahaan manufaktur.
Kemudian ada beberapa rasio – rasio keuangan yang terpaksa dihilangkan
karena terbatasnya data yang terdapat di pojok Bursa Efek Indonesia,
sehingga mungkin saja data – data yang seharusnya material malah ikut
terhapus juga, seperti item depresiasi dan amortisasi.
5.3 Saran
5.3.1 Bagi Ilmu Pengetahuan
Pada dasarnya prediksi financial distress tidak dapat dicapai keakuratan 100%,
akan tetapi dengan adanya beberapa indicator yang berpotensi menimbulkan
kebangkrutan, rasio keuangan dapat digunakan dalam memprediksi adanya
kondisi financial distress.
5.3.2 Bagi Investor dan Manajemen
Dalam melakukan investasi, investor dan manajer dapat memperhatikan
beberapa rasio keuangan yang dapat memprediksi apakah perusahaan berada
dalam kondisi sehat atau malah dalam kondisi financial distress yang bisa saja
mengarah menjadi proses kebangkrutan. Sehingga dapat diambil langkah
80
terbaik untuk berinvestasi maupun mengembangkan perusahaannya.
5.3.3 Penelitian Berikutnya
1. Pada penelitian selanjutnya dapat ditambahkan juga jenis perusahaan
yang lain sehingga dapat lebih bervariasi. Namun harus diperhatikan
mengenai perbedaan karakter tiap jenis perusahaan tersebut.
2. Memasukkan rasio – rasio keuangan secara lengkap, agar hasil penelitian
lebih akurat.
3. Menggunakan metode pengambilan sampel yang lebih baik dan lebih
tepat agar penelitian ini tertuju pada objek yang tepat (tepat sasaran)
sehingga hasil penelitian pun lebih akurat dan memuaskan.
81
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, Muhammad Akhyar dan Eka Kurniasih, 2000. “Analisis Tingkat kesehatan Perusahaan untuk Memprediksi Potensi Kebangkrutan dengan Pendekatan Altman”. JAAI, Vol 4, No 2, Des:131-151.
Altman, I, Edward. 1968. “Financial Ratios, Discriminant Analysis and the rediction of Corporate Bankruptcy”. The Journal of Finance, Vol. 23, No. 4, ( Sep, 1968), PP.589-609.
Altman, I, Edward. 2002. “ Corporate Distress Prediction Models In A turbulent Economic And Based II Environtmen”. The Journal of Finance.
Asquith P., R. Gertner dan D. Scharfstein. 1994. "Anatomy of Financial Distress: An Examination of Junk-Bond Issuers". Quarterly Journal of Economics 109: 1189-1222.
Bersntein, Leopold, A. 1993. ”Financial Statement Analysis: Theory, Application, and Interpretation”. Edition: 5. The University of California: Irwin.
Damodar, Gujarati (Sumarno Zain), 1978. “Ekonometrika Dasar”. Jakarta: Erlangga.
Foster, George. 1986. “Financial Statement Analysis”, Prentice Hall, New Jersey: Englewood Cliffs. Ghozali, Imam. 2002. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS”. Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang.
82
Harahap, Sofyan Syafri, 2001. “Teori Akuntansi”. Edisi Revisi. Jakarta; PT Raja Grafindo Persada.
.“ Analisa Kritis Atas Laporan Keuangan”. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Harnanto. 1984. “Analisa Laporan Keuangan”. Edisi 1. BPFE. Yogyakarta.
Hill, N. T., S. E. Perry, dan S. Andes. 1996. "Evaluating Firms in Financial Distress: An Event History Analysis". Journal of Applied Business Research 12(3): 60-71.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2004. “Standar Akuntansi Keuangan”. Jakarta: Salemba Empat.
Indonesian Capita Market Drectory (ICMD) 2007 Indonesian Capita Market Drectory (ICMD) 2008
Jamilah Sidik, “Pengaruh Rasio Keuangan pada Kualitas Laba”, Tesis, Magister Management, Universitas Gajah Mada, Jogjakarta.
John, K, L. H. D. Lang and Netter, 1992. "The Voluntary Restructuring of Large Firms in Response to Performance Decline". Journal of Finance 47: 891- 917.
Juliaty, Rifka dan Prastowo, Dwi, “Analisis Laporan Keuangan”, Edisi Revisi, 2002.
Lau, A. H. 1987. "A Five State Financial Distress Prediction Model". Journal of
83
Accounting Research 25: 127-138.
Machfoedz, Mas’ud. 1994. “Financial Ratio Characteristic Analysis and The Prediction of Earnings Changes in Indonesia”. Kelola No. 7: 114—133.
Muhammad Akhyar Adnan, Eha Kurniasih, “Analisis Tingkat Kesehatan Perusahaan untuk Memprediksi Potensi Kebangkrutan dengan Pendekatan Altman”, Jurnal Akuntansi dan Auditing, Vol. 4 No. 2, Desember 2000, Hal 131 – 151.
Munawir, 2004. “Analisis Laporan Keuangan”, Edisi Keempat. Jogjakarta: Liberty.
Platt Harlan D., Platt Marjorie B., “Predicting Corporate Financial Distress: Reflections on Choice-Based Sample Bias”. Journal of Economics and Finance, Vol. 26 No. 2, 2002, pages 184 – 197. 59
Setia, Lukas Atmaja. 1994. “ Manajemen Keuangan”. Buku 1. Yogyakarta: Andi Offset.
Spica, Luciana Almilia, Kristijadi, “Analisis Rasio Keuangan untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ”. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, Vol. 7 No. 2, Desember 2003, Hal 183 - 206.
.“ Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kondisi Financial Distresses Suatu Perusahaan yang Terdaftar di BEJ”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia.
Whitaker, R. B. 1999. "The Early Stages of Financial Distress". Journal of Economics and Finance, 23: 123-133.
84
Wild Jhon J., Subramanyam KR., Hasley Robert F.(Yasivi S. Bachtiar, S. Nurwahyu Harahap), 2005. “Analisis Laporan Keuangan”, Edisi 8, Jakarta: Salemba Empat.
www.google.com/financialdistress www.google.com/financialratiosglossary www.idx.co.id