analisis salah asuhan (struktural dan poskolonial)

23
ANALISIS POSKOLONIALISME DALAM NOVEL SALAH ASUHAN: BAB SATU SAMPAI DENGAN SEMBILAN Makalah Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Lulus Mata Kuliah Kajian Prosa Nusantara Oleh: Christopher Allen Woodrich NIM: 084114001 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

Upload: christopher-allen-woodrich

Post on 14-Jun-2015

5.396 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

Sebuah analisis bab 1 - 8 dari "Salah Asuhan" dengan menggunakan teori struktural dan poskolonial. Makalah ini ditulis sebagai ganti ujian sisipan 2 untuk mata kuliah Kajian Prosa Indonesia di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Maaf bila terjadi kesalahan bahasa, saya orang Kanada.

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Salah Asuhan (Struktural dan Poskolonial)

ANALISIS POSKOLONIALISME DALAM NOVEL SALAH ASUHAN:BAB SATU SAMPAI DENGAN SEMBILAN

MakalahDiajukan untuk Memenuhi Salah Satu SyaratLulus Mata Kuliah Kajian Prosa Nusantara

Oleh:Christopher Allen Woodrich

NIM: 084114001

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIAJURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMAYOGYAKARTA

Page 2: Analisis Salah Asuhan (Struktural dan Poskolonial)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa makalah yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, ..........................................

Penulis

Christopher Allen Woodrich

2

Page 3: Analisis Salah Asuhan (Struktural dan Poskolonial)

KATA PENGANTAR

Atas bantuan mereka dalam penyelesaian makalah ini saya ingin ucapkan

terima kasih kepada orang-orang berikut:

Trifosa Sie Yulyani Retno Nugroho, atas dukungannya dalam semua tugas

akademik.

S. E. Peni Adji, untuk segala ajarannya tentang teori-teori kajian sastra.

Abdoel Moeis untuk karangannya yang begitu menarik dan penuh makna.

Makalah ini tidak sempurna dan apabila terjadi kekurangan saya mohon maaf

lebih dahulu. Terima kasih.

Yogyakarta, ………………….. 2009

Christopher Allen Woodrich

NIM: 084114001

DAFTAR ISI

3

Page 4: Analisis Salah Asuhan (Struktural dan Poskolonial)

Halaman

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................ ii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv

BAB I: PENDAHULUAN ........................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1

B. Tujuan Analisis ........................................................................... 1

C. Sistematika Penyajian ................................................................. 1

BAB II: ANALISIS STRUKTURAL ........................................................... 3

A. Narasi ......................................................................................... 3

B. Alur Cerita .................................................................................. 3

1) Perkenalan ............................................................................ 4

2) Timbulnya Konflik ............................................................... 4

3) Peningkatan Konflik ............................................................. 4

C. Latar ............................................................................................ 4

1) Latar Waktu .......................................................................... 4

2) Latar Tempat ........................................................................ 5

3) Latar Sosial Budaya ............................................................. 6

D. Penokohan .................................................................................. 6

1) Hanafi ................................................................................... 6

2) Corrie Du Busée ................................................................... 7

3) Mariam ................................................................................. 8

4) Tuan Du Busée ..................................................................... 8

5) Rapiah .................................................................................. 9

BAB III: ANALISIS POSKOLONIAL .......................................................... 10

BAB IV: PENUTUP ....................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 15

BAB I: PENDAHULUAN

4

Page 5: Analisis Salah Asuhan (Struktural dan Poskolonial)

A. Latar Belakang Masalah

Walaupun selama zaman Balai Pustaka Indonesia dijajah oleh Belanda, karya-

karya sastra dari zaman itu masih mempunyai pesan yang mengindonesia dan

mencerminkan kebudayaan lokal. Ada pula pesan-pesan nasionalis yang

disembunyikan dalam teks.

Demikian pula di Salah Asuhan. Sebagai karya Balai Pustaka, sebelum

diterbit Salah Asuhan sudah disensor oleh penguasa Belanda. Namun, masih ada

perasaan yang terbawa dalam teks, diantara lain keinginan untuk keseimbangan, takut

pada budaya luar, dan keperluan untuk mempunyai identitas sendiri.

Mengapakah seorang Pribumi menjadi bagai orang Belanda? Bagaimanakah

pengaruh keputusan itu dalam kehidupan dan lingkungannya? Apakah hidup

selayaknya ketika ada lebih dari satu budaya? Dengan menjawab pertanyaan ini,

dalam karyanya Abdoel Moeis mencerminkan ketakutan rakyat Indonesia.

B. Tujuan Analisis

Tujuan dari makalah ini adalah menganalisis bab satu sampai dengan

sembilan dari buku Salah Asuhan. Untuk itu, akan digunakan metode poskolonial,

yaitu teori yang menganalisis keadaan di suatu negara mantan penjajahan.

C. Sistematika Penyajian

Makalah ini dibagi menjadi empat bab, tujuh subbab, dan sebelas sub-subbab.

Bab satu adalah bab pendahuluan, yang berfungsi sebagai pengantar. Bab ini dibagai

menjadi tiga subbab dan menjelaskan latar belakang masalah, tujuan dan metode

analisis, dan sistem penyajian.

Bab dua adalah analisis struktur Salah Asuhan dari bab satu sampai dengan

sembilan; ini dibagai dalam empat subbab dan sebelas sub-subbab. Bab ini berfungsi

sebagai informasi latar belakang yang menjelaskan bentuk cerita, plot, narasi, dan

sebagainya; informasi ini akan diperlukan untuk memahami analisis poskolonial.

5

Page 6: Analisis Salah Asuhan (Struktural dan Poskolonial)

Terdapat dalam bab ini adalah penjelasan narasi, alur cerita, latar, dan penokohan

dalam cerita Salah Asuhan.

Bab tiga adalah analisis Salah Asuhan dari sudut pandang poskolonialisme.

Dalam bab ini akan dilihat kebudayaan Indonesia, keraguan Indonesia, dan pula rasa

kedaulatan Indonesia yang tercermin dalam Salah Asuhan.

Bab empat adalah penutup. Penutup ini merupakan kesimpulan dari makalah

ini.

6

Page 7: Analisis Salah Asuhan (Struktural dan Poskolonial)

BAB II: ANALISIS STRUKTURAL

A. Narasi

Dalam Salah Asuhan narasi ada di bentuk orang ketiga maha-tahu. Ini

terbukti karena narator mengetahui pikiran semua tokoh utama. Contohnya:

“Semalam-malaman itu Hanafi tidak tidur sekejap juga. Rindu

dan cinta, kepada Corrie sekonyong—konyong sudah berbalik menjadi

dendam dan benci. Mengertilah ia, bahwa gadis itu sudah

mempermain-mainkannya, seolah-olah dipergunakan buat perintang-

rintang hati dan buat penyingkat-nyingkatkan waktu dalam pakansi

(Moeis, 2009: 59).

Dan:

“Semalam-malaman itu Corrie tidak merasai tidur nyenyak.

Setiap saat ia bertanya dalam hatinya, “Cintakah ia pada Hanafi?” Tapi

senantiasa didengarnya pula sahutan “Oh! Anak Belanda dengan orang

Melayu, bagaimana boleh jadi! Tapi seketika itu juga berbunyi pula

suara “Orang Melayu boleh disamakan haknya dengan orang Eropa

(Moeis, 2009: 34).

Ini juga terbukti karena ada bab dengan tokoh utama berbeda; kadang kala

tokoh utama lain tidak muncul sepanjang bab itu. Contohnya, dalam bab enam

(Terbang Membubung ke Langit Hijau), tokoh utama adalah Corrie tanpa Hanafi

muncul sama sekali. Sedangkan, dalam bab delapan (Istri Pemberian Ibu), Hanafi dan

ibunya difokuskan tetapi Corrie tidak muncul.

B. Alur Cerita

Konflik utama tidak diselesaikan dalam bab-bab yang dianalisis. Akibatnya,

kedua bagian plot itu tidak akan dibahas dalam seksi ini.

7

Page 8: Analisis Salah Asuhan (Struktural dan Poskolonial)

1) Perkenalan

Perkenalan dalam Salah Asuhan terjadi pada ketiga bab pertama. Dalam bab

pertama Hanafi dan Corrie diperkenalkan, kemudian pada bab kedua Tuan Du Busée

diperkenalkan. Dalam bab ketiga Mariam diperkenalkan. Pada bab ketiga tokoh

utama terakhir dibicarakan, tetapi dia baru diperkenalkan pada bab delapan.

2) Timbulnya Konflik

Konflik utama Salah Asuhan, yaitu ketidakcocokan Hanafi dengan adat

setempat, sudah ditandai dalam bab satu. Konflik ini mulai benar-benar jelas pada

bab tiga ketika Hanafi berbicara dengan Mariam; rasa bencinya terhadap bangsa

Minangkabau kelihatan jelas. Walaupun ibunya sedih akan perbuatan anaknya, dia

hanya bisa terima. Akibatnya, konflik tidak bisa cepat selesai.

3) Peningkatan konflik

Konflik meningkat selama berbab-bab, tetapi ada pula yang cepat dipecahkan.

Konflik utama dikembangkan dengan kuat pada bab tiga, tujuh, delapan, dan

sembilan. Kebencian Hanafi atas semua kebudayaan Minangkabau dicerminkan jelas

dalam gaya pembicaraannya dengan Mariam dalam bab tiga. Dalam bab delapan,

digambarkan bagaimana Hanafi suruh orang-orang yang menyiapkan pernikahannya

untuk menggunakan cara Barat.

C. Latar

1) Latar Waktu

Cerita ini tidak punya tanggal atau tahun yang ditentukan, maka dapat

dimengerti bahwa cerita terjadi pada tahun pertama terbitnya Salah Asuhan, yaitu

pada tahun 1928. Ini juga dicerminkan dengan beberapa hal seperti media komunikasi

(surat), pemerintah (penjajahan Belanda), dan kendaraan (kereta angin dan mobil).

Ketujuh bab pertama terjadi dalam waktu dua hari. Cerita mulai subuh hari

dengan pertemuan di antara Hanafi dan Corrie dan perjanjian untuk mereka bertemu

8

Page 9: Analisis Salah Asuhan (Struktural dan Poskolonial)

kembali hari berikutnya. Karena cerita lanjut beberapa hari berturut-turut, ada bab

yang terjadi di siang hari dan ada pula bab yang terjadi di malam hari.

Setelah Hanafi rela menikah dengan Rapiah, cerita dimulai kembali setelah

waktu dua tahun. Oleh karena waktu sebanyak itu sudah berlalu, ada banyak

perubahan dalam fisik dan keadaan tokoh. Contohnya, Hanafi sudah beranak.

Cuaca dan suasana selain jam tidak digambarkan secara detail. Oleh karena

itu, hanya bisa ditangkap bahwa semua cerita ini terjadi dalam cuaca dan suasana

yang rata; dalam kata lain, tiada musim hujan, musim panas, musim dingin atau

apapun.

2) Latar Tempat

Bab satu sampai dengan sembilan terjadi di Solok, suatu desa di Sumatra,

dekat Padang. Daerahnya diduduki oleh suku Minangkabau dan tidak ramai.

Dikatakan bahwa Solok hanya “negeri kecil” di mana semua saling kenal dan

mengurusi urusan tetangga.

Tempat yang lebih spesifik ganti setiap bab. Tempat-tempat utama dalam

kesembilan bab ini adalah rumah Corrie dan rumah Hanafi. Ada pula satu tempat

minor, yaitu di lapangan tennis.

Latar tempat tidak dideskripsikan secara mendalam. Pada umumnya teks

terfokus pada dialog dan bukan pada deskripsi. Memang deskripsi hanya terbatas

pada satu atau dua kalimat saja. Contohnya:

“Tempat bermainan tennis, yang dilindungi oleh pohon-pohon

ketapang sekitarnya, masih sunyi. Cahaya matahari yang diteduhkan

oleh daun-daun di tempat bermain itu, masih keras, karena dewasa itu

baru pukul tengah lima petang hari (Moeis, 2009: 1).”

Akibatnya, deskripsi tempat tidak dapat dijelaskan secara mendalam. Latar

tempat juga sulit dibayangkan.

9

Page 10: Analisis Salah Asuhan (Struktural dan Poskolonial)

3) Latar Sosial Budaya

Latar sosial budaya dalam cerita ini adalah budaya Minangkabau dalam waktu

penjajahan Belanda. Kebudayaan seperti utang budi, kawin paksa, dan mempunyai

budak diwujudkan dalam cerita.

Sebagai akibat dari latar sosial budaya ini ada beberapa kata daerah yang

digunakan dan perlu dijelaskan. Contohnya, sebutan orang japutan dijelaskan sebagai

berikut: orang berbangsa, jika dia kawin menurut adat yang biasa, pihak perempuan

yang menjemput uang dan lain-lain.

Kebudayaan lain yang muncul dalam termasuk agama. Mariam digambarkan

sebagai wanita yang heran karena anaknya tidak punya rasa agama Islam yang kuat,

sesuai dengan pikiran pada saat itu.

Pengaruh dari latar belakang sosial budaya penulis sangat jelas. Bangsa

digambarkan tidak mampu berbaur, sesuai dengan pikiran umum pada waktu itu.

Orang Belanda pada umumnya digambarkan secara positif, sesuai dengan kewajiban

sensor.

D. Penokohan

Dalam bab satu sampai sembilan ada lima tokoh utama yang muncul. Dari

kelimat tokoh utama ini, yang paling pokok ada dua. Berikut adalah analisis

penokohan tokoh-tokoh utama, mulai dari kedua tokoh pokok.

1) Hanafi

Tokoh utama pertama adalah Hanafi, yang juga merupakan tokoh protagonis

sekalian antagonis cerita ini. Dia adalah anak yatim bangsa Minangkabau yang

pernah bersekolah di Betawi dan tinggal dengan keluarga Belanda. Dengan

pendidikan dan kebiasaan itu, Hanafi merasa lebih seperti orang Belanda daripada

orang Minangkabau, hingga pakaian dan bahasanya pun seperti orang Belanda

(Moeis, 2009: 24 – 29); oleh karena itu, dia merasa berpangkat lebih tinggi daripada

orang-orang Pribumi lain dan malu disebut Pribumi (Moeis, 2009: 3).

10

Page 11: Analisis Salah Asuhan (Struktural dan Poskolonial)

Walaupun dia cinta pada ibunya, dia amat benci budaya Minangkabau. Ini

terbukti dengan pernyataannya seperti “negeri Minangkabau sungguh indah, hanya

sayang sekali penduduknya si Minangkabau.” Kebudayaannya, di antara lain utang

budi, kawin paksa, dan dowry (Moeis, 2009: 26 – 32).

Hanafi dan Corrie Du Busée sudah berteman sejak masa dini. Namun, setelah

beberapa tahun rasa cinta telah timbul dalam hati Hanafi dan akhirnya mereka

bercium-ciuman di depan rumah Hanafi (Moeis, 2009: 46 – 47). Setelah Corrie Du

Busée melarikan diri karena merasa bersalah, hatinya patah dan dia menjadi tertutup

dan sakit (Moeis, 2009: 59 – 60).

Pada bab delapan, Hanafi dinikahkan dengan Rapiah, anak dari mamaknya.

Pernikahan paksa ini membuat Hanafi semakin kasar, hingga ia ditinggal oleh teman-

teman Belandanya. Dia tidak dapat mengindahkan istrinya ataupun menganggap dia

sebagai ada, walaupun dalam budaya Belanda perempuan bukanlah budak lelaki.

Malahan dia marah kepada Rapiah setiap ada kesempatan dan tidak mengakui dia

ataupun anak mereka (Moeis, 2009: 79 – 96).

2) Corrie Du Busée

Corrie Du Busée (selanjutnya disebut Corrie) adalah putri campuran Prancis

dan Pribumi yang berusia sembilan belas tahun. Pada awal cerita ibunya sudah

meninggal dan ayahnya sudah pensiun. Dia bersekolah di Betawi dan ketika cerita

mulai dia pakansi dari sekolah (Moeis, 2009: 1 – 13).

Walaupun dia campuran Pribumi dengan Prancis, Corrie tidak mengaku

budaya ibunya. Ketika bicarakan dirinya dia selalu menegaskan kebaratannya,

biasanya sebagai orang Belanda. Ketika bergaul dengan orang Pribumi, dia merasa

dirinya lebih penting dan menomorduakan mereka (Moeis, 2009: 1 – 15).

Pikiran Corrie pada umumnya tidak teratur secara logis dan kurang tegas.

Setelah Hanafi mengakui bahwa dia mencintainya, Corrie tidak bisa tidur semalaman

dan mencari-cari bukti bahwa dia tidak merasa apa-apa untuk Hanafi. Dia

menghitung batu, menghitung daun di bunga, sampai menghitung bunyi toket tetapi

11

Page 12: Analisis Salah Asuhan (Struktural dan Poskolonial)

selalu tidak setuju dengan hitungan itu. Akhirnya dia bohong diri terus (Moeis, 2009:

34 – 40).

Corrie juga seseorang yang mudah terbawa emosi. Saat pembantunya tidak

cukup cepat sediakan minuman, dia marah dan bersikap keras. Juga, ketika mendadak

dicium oleh Hanafi, dia balas dengan sebirahi-birahinya. Setelah itu, dia merasa

bersalah dan putuskan semua hubungan dengan Hanafi dan kota Solok; dia melarikan

diri ke Betawi (Moeis, 2009: 46 – 52).

3) Mariam

Mariam adalah ibu dari Hanafi. Dia orang desa totok dari bangsa

Minangkabau yang tidak berpendidikan. Dia sangat sederhana dalam perilakunya dan

tidak suka hal-hal yang asing baginya. Dia juga takut pada orang-orang Belanda

(Moeis, 2009: 24 – 33).

Mariam merasa sangat berutang kepada Sutan Batuah, ayah dari Rapiah,

karena ia telah membantu dengan pembayaran sekolah Hanafi. Utang itu merupakan

utang uang dan utang budi; oleh karena utang budi ini, Mariam ingin Hanafi menikah

dengan Rapiah (Moeis, 2009: 24 – 33).

Dia bersifat sabar dengan Hanafi dan kekerasannya. Ketika Hanafi bicara

buruk tentang budaya Minangkabau dan orang-orang di sekitarnya, Mariam sabar

mengingatkan dia atas hidup baik. Dia tidak bersifat marah sama sekali dan terus

memberi nasihat tulus (Moeis, 2009: 24 – 33).

4) Tuan Du Busée

Tuan Du Busée adalah ayah dari Corrie Du Busée. Dia orang Prancis yang

pindah ke Solok, menikah orang lokal, dan berkeluarga. Walau dulu dia seorang

arsitek, pada awal cerita dia sudah pensiun dan senang habiskan waktu luang dengan

memburu harimau (Moeis, 2009: 10 – 11).

Penokohan Tuan Du Busée tidak begitu dijelaskan; hanya dua sifat dijelaskan,

yaitu bahwa dia tidak peduli pada warga-warga di luar keluarganya sendiri dan

12

Page 13: Analisis Salah Asuhan (Struktural dan Poskolonial)

bersifat sabar dengan putrinya. Ketidakpeduliannya kepada dunia luar disebabkan

karena istrinya diasingkan oleh kawan-kawan Belanda (Moeis, 2009: 10 – 13).

Akhirnya, dia hanya akrab dengan Corrie dan karena itu mengizinkan dia lakukan

hampir apa saja (Moeis, 2009: 48 - 53).

Oleh karena pengalamannya dengan istri, Tuan Du Busée sangat ketat tentang

hubungan mesra di antara suku Eropa dan Pribumi. Oleh karena itu, dia menjelaskan

kesulitan hubungan romantis antar-etnis kepada Corrie ketika ditanya apakah

hubungan sejenis itu boleh atau tidak (Moeis, 2009: 18 – 22)

5) Rapiah

Rapiah adalah anak dari Sutan Batuah. Dia anak kampung yang tidak

berpendidikan tinggi. Dia diperkenalkan dalam bab delapan dan dijodohkan dengan

Hanafi. Dari pernikahan itu dia melahirkan satu anak, yaitu Syafei (Moeis, 2009: 75 –

81).

Rapiah sangat cinta pada Hanafi, tetapi sudah mulai putus asa karena dibuang-

buangnya. Akhirnya dia menjadi akrab dengan Mariam dan berusaha keras mengurus

rumah tangga supaya tidak dimarahkan. Ketika dia dimarahkan dia tinggal hanya

sabar (Moeis, 2009: 120 – 128).

13

Page 14: Analisis Salah Asuhan (Struktural dan Poskolonial)

BAB III: ANALISIS POSKOLONIAL

Hubungan di antara Hanafi, Corrie dan Rapiah dapat dipandang sebagai

analogi keadaan Indonesia pada saat itu. Hanafi mewakili budaya dan bangsa

Indonesia, yang telah lama dididik oleh kaum asing. Corrie mewakili budaya Belanda

yang asing dan menarik bagi kaum Indonesia; bisa dikatakan menggoda hati orang

Indonesia. Sedangkan, Rapiah mewakili tradisi dan adat yang sudah berada di

Indonesia beratus tahun.

Oleh karena ada analogi itu, cerita Salah Asuhan menjadi bukan hanya suatu

novel hiburan, tetapi juga panggilan untuk rakyat Indonesia agar tidak meninggalkan

budaya lama dan berpura-pura Eropa. Masa Hanafi bersekolah sebelum cerita mulai

mewakili zaman penjajahan Belanda, yang sampai saat itu masih kuat. Hanafi

mendapat ide dan filsafat asing yang membuatnya tidak cocok dengan asal usulnya.

Masa Hanafi pendekatan dengan Corrie mencerminkan bagaimana bangsa

Indonesia mencoba mengikuti cara hidup Barat; mendirikan surat kabar, mendirikan

sistem demokratis, hingga menggunakan teknologi seperti sepeda dan mobil. Dengan

percobaannya untuk mengistrikan Corrie, Hanafi menjadi bagai bangsa Indonesia

coba mendapatkan hak yang sama dengan bangsa Eropa.

Namun, harapan itu dihancurkan ketika Corrie melarikan diri setelah mereka

bermesraan; dalam analogi ini, ketidakinginan Belanda untuk memberi hak asasi ke

bangsa Pribumi. Alasannya sudah dijelaskan oleh Tuan Du Busée dalam

pembicaraannya dengan Corrie: Barat adalah Barat, Timur adalah Timur, dan kapan

pun keduanya dicampur tiada hasil baik. Orang (negara) lain meninggalkannya,

hingga ditinggal sendiri dengan pasangannya.

Oleh karena amat kecewa dengan perilaku Corrie, Hanafi mulai sakit hingga

akhirnya rela dijodohkan dengan Rapiah. Hubungan suami-istri ini mencerminkan

kedudukan budaya tradisional dalam kaum orang yang berpendidikan Belanda;

tradisi-tradisi hanya dipegang karena terpaksa, tetapi tidak dipercayai ataupun

disayangi. Ini menimbulkan rasa marah dan kecewa dengan budayanya sendiri,

seperti perasaan Hanafi terhadap Rapiah.

14

Page 15: Analisis Salah Asuhan (Struktural dan Poskolonial)

BAB IV: PENUTUP

Secara struktural Salah Asuhan tidak istimewa. Ada tokoh yang utama, ada

tokoh minor, ada latar, dan ada narasi. Narasinya dilakukan dengan mendalam pada

pikiran tokoh utama dan penokohan dikembangkan dengan dialog.

Namun, sebagai suatu analogi hubungan Indonesia-Belanda salah asuhan

bersifat luar biasa. Walaupun di bawah sensor penguasa, Moeis mampu

menyampaikan harapan agar bangsa Indonesia memeluk adat-istadat sendiri dan tidak

berubah menjadi bangsa lain.

Oleh karena kemampuan dan keberanian Abdoel Moeis itu Salah Asuhan

patut dibaca berkali-kali dan diartikan sebagai perjuangan rahasia bangsa Indonesia.

Apalagi, pesan dalam novel ini agar tidak berubah menjadi yang bukan-bukan sangat

penting kala kini karena globalisasi dan kehilangan kebudayaan tradisional.

15

Page 16: Analisis Salah Asuhan (Struktural dan Poskolonial)

DAFTAR PUSTAKA

Moeis, Abdoel. 2009. Salah Asuhan. Catatan ketiga puluh sembilan. Jakarta: Balai

Pustaka.

16