analisis sengketa deposit antara travel agent dan pt metro batavia pasca dipus pailitnya pt metro...
DESCRIPTION
Analisis Sengketa Deposit Antara Travel Agent Dan PT Metro Batavia Pasca Dipus Pailitnya PT Metro Batavia Oleh Pengadilan Niaga PusatTRANSCRIPT
Analisis Sengketa Dana Deposit Antara Travel Agent Dan PT Metro Batavia Pasca
Diputus Pailitnya Pt Metro Batavia Oleh Pengadilan Niaga Pusat
Oleh:
Armas Adhi Prabowo
Dharma Saputra
Iskandar Ibrahim Nasution
Daftar Isi
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Permasalahan
Maskapai penerbangan merupakan sebuah organisasi yang menyediakan jasa
pengangkutan barang atau manusia melalui jalur udara. Salah satunya adalah PT Metro
Batavia, didirikan pada tahun 2001, PT Metro Batavia yang berpusat di Bandar Udara
Internasional Soekarno-Hatta saat beroperasi mampu melayani penerbangan ke 48 kota dalam
dan luar negeri dengan 33 armadanya.
Dalam menjalankan operasionalnya, PT. Metro Batavia dalam memberikan jasanya
mengharuskan penumpang untuk membeli tiket sebelum waktu penerbangan. Pembelian tiket
bisa diperoleh langsung dari PT Metro Batavia, atau melalui Travel Agent yang telah bekerja
sama dengan PT Metro Batavia. Bagi Travel Agent, untuk dapat melakukan pembookingan
tiket, disyaratkan mnempatkan dahulu sejumlah dana sebagai sebuah deposit minimal 15 juta,
dan apabila telah mwncapai saldo minimal, maka diwajibkan untuk melakukan top up untuk
dapat melakukan pembookingan kembali, dan semua hal tersebut dilakukan secara online via
log-in page yang disediakan oleh situs PT Metro Batavia..
Berawal dari adanya dana deposit tersebut sengketa antara PT Metro Batavia dan
Travel Agent dimulai. PT Metro Batavia yang diputus pailit pada tanggal 31 Januari 2013
silam oleh Pengadilan Niaga jakarta Pusat, dan langsung menutup semua akses ke
manajemen PT Metro Batavia termasuk situs PT Metro Batavia yang didalamnya terdapat
data deposit Travel Agent tepat pada tanggal 31 Januari 2013 pukul 00.00 WIB. Travel Agent
tidak mengetahui hal tersebut dikarenakan tidak mendapatkan pemberitahuan dari PT Metro
Batavia, sehingga menimbulkan kebingungan diantara Travel Agent karena masih banyak
dana deposit mereka yang masih ditempatkan di deposit PT Metro Batavia, Belum lagi pihak
Travel Agent dalam menangani kekecewaan pelangganya yang telah membooking tiket di PT
Metro Batavia melalui Travel Agent tersebut. Kerisauan dari para Travel Agent tersebut
kemudian diwakilkan oleh asosiasi penjual tiket penerbangan (Astindo) untuk mendapatkan
hak mereka kembali, yaitu dana para Travel Agent yang masih berada di deposit PT Metro
Batavia yang telah diputus Pailit oleh pengadilan niaga jakarta pusat.
Rumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas, maka kami merumuskan permasalahan sengketa
deposit travel agent dengan pihak PT Metro Batavia sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kronologi terjadinya sengketa dana deposit tersebut antara PT Metro
Batavia dan Travel Agent?
2. Bagaimanakah penyelesaian dari sengketa tersebut?
3. Bagaimana supaya sengketa tersebut tidak terjadi lagi?
BAB II
ANALISIS
Landasan Teori
Kepailitan
Dilihat dari pengertian pada pasal 1 angka 1 UU Nomor 37 Tahun 2004 adalah sita
umum terhadap semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesanya dilakukan
oleh seorang kurator dibawah hakim pengawas sebagaimana yang diatur oleh undang-undang
no.37 tentang kepailitan pasal 1, yaitu:
1. Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan
pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
2. Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-
Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.
3. Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang
yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.
4. Debitor pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan.
5. Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh
Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitor Pailit di bawah
pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan Undang-Undang ini.
6. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan) atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang
baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung
maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena
perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak
dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta
kekayaan Debitor.
7. Pengadilan adalah Pengadilan Niaga dalam lingkungan peradilan umum,
8. Hakim Pengawas adalah hakim yang ditunjuk oleh Pengadilan dalam putusan pailit
atau putusan penundaan kewajiban pembayaran utang.
9. Hari adalah hari kalender dan apabila hari terakhir dari suatu tenggang waktu jatuh
pada hari Minggu atau hari libur, berlaku hari berikutnya,
10. Tenggang waktu adalah jangka waktu yang harus dihitung dengan tidak memasukkan
hari mulai berlakunya tenggang waktu tersebut.
11. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi termasuk korporasi yang
berbentuk badan hukum maupun yang bukan badan hukum dalam likuidasi.
Untuk lebih lengkap tentang peraturan kepailitan, terdapat dalam UU no 37 tahun 2004
tentang kepailitan.
Sengketa
Dikutip dari: http://yuarta.blogspot.com/2011/03/definisi-sengketa.html
Berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan
antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek
permasalahan.
“Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-
kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek
kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain” (Winardi, 2011;
http://yuarta.blogspot.com).
“Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi
yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat
hukum bagi keduanya”(Achmad, 2011; http://yuarta.blogspot.com).
Dari kutipan diatas disimpulkan bahwa sengketa merupakan pertentangan dari sebuah
pencapaian kepentingan dari dua belah pihak atau lebih yang berseberangan masing-masing
kepentinganya, diselesaikan melalui proses yang dilandasi hukum sehingga menimbulkan
akibat hukum dari penyelesaian tersebut kepada masing-masing pihak yang terlibat dalam
sengketa tersebut.
Sengketa yang disorot dalam pembahasan ini merupakan sengketa antara PT Metro
Batavia dengan Travel Agent. Dimana Travel Agent berusaha mengambil kembali dana yang
ada di deposit PT Metro Batavia setelah PT Metro Batavia diputus pailit. Berikut merupakan
pihak yang terkait pailitnya PT Metro Batavia:
PT Metro Batavia
PT Metro Batavia atau lebih dikenal dengan Batavia Air berdiri pada tahun 2001,
kemudian seiring dengan diperolehnya sertifikasi oleh Pemerintah, Batavia Air-pun mulai
beroperasi pada tanggal 5 januari 2002 dengan nama resmi PT. Metro Batavia. Berpusat di
Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Batavia Air memiliki 33 armada yang melayani
penerbangan ke 48 kota.
Dikutip dari http://terminaltransit.blogspot.com/2011/03/profile-batavia-air.html,
berikut merupakan semboyan, visi, dan misi yang diusung oleh Batavia Air:
Semboyan “Trust Us To Fly”
Dengan Semboyanya “ Trust Us to Fly “ telah menginspirasi seluruh
karyawan untuk mencurahkan segala usahanya yang tulus dengan memberikan hasil
kerja yang terbaik bagi kelangsungan hidup perusahaan dalam rangka untuk
mempersembahkan yang terbaik bagi pelanggan kami.
Dengan komitment dan integritas yang tinggi, menjadikan Batavia Air sebagai
penerbangan yang dapat diandalkan sehingga para pelanggan Batavia Air percaya
untuk terbang bersama Batavia Airlines.
Visi
Untuk menjadikan sebuah perusahaan penerbangan Nasional yang berorientasi
kepada aspek ekonomis, kenyamanan, keselamatan penerbangan dan selalu berusaha
melaksanakan komitmen terhadap kepuasan pelanggan, sehingga menjadi pilihan
pertama dan terutama bagi pemakai jasa transportasi udara.
Misi
Menjadikan perusahaan yang efektif, efisien dan menguntungkan, sehingga
memberikan nilai tambah bagi lingkungan, masyarakat, pelanggan dan karyawan
serta pemegang saham.
Bekerja sebaik mungkin untuk terciptanya keamanan dan keselamatan
penerbangan.
Selalu berusaha mencari peluang untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan.
Memberikan sumbangsih untuk perkembangan transportasi udara di Negara
Republik Indonesia.
Menjadikan perusahaan yang sehat sehingga menjadi tempat yang yang nyaman
untuk berkarier bagi karyawan
Travel Agent
Travel Agent disini adalah Travel Agent yang memberikan jasa pemesanan tiket
penerbangan, dalam sengketa ini pihak travel agent diwakili oleh Astindo untuk
memperjuangkan deposit tiket mereka agar dapat ditarik kembali. Mereka optimis deposit
dapat ditarik kembali, dikarenakan deposit yang ada di PT. Metro Batavia, selama itu belum
digunakan untuk melakukan booking tiket, maka itu belum menjadi aset PT Metro Batavia,
sehingga memang seharusnya dikembalikan pada yang punya, yaitu travel agent.
Astindo
Dikutip dari www.astindo.org/aboutus/astindo, berikut merupakan profil dari Astindo.
Didirikan pada tanggal 10 Nopember 1999 oleh para pendiri ( founders) yang terdiri
dari 25 tokoh dan pimpinan travel yang telah berpengalaman luas dalam penjualan tiket
penerbangan Domestik (dalam negeri) maupun penerbangan international, mereka adalah
Herna P. Danuningrat, Meity Robot, Sjarman Sjarif, Riyanto, Alfons Subiyanto, Yanni Nizar,
Satrijanto Tirtawisata, Ale Sugiarto, Elly Hutabarat, Budi Darmawan Gani, Darmawati
Yioda, Eko Pratomo, Pranowo Gumulia, Raymond Setokusumo, John Lantang, Rahimi Sutan
(Alm), Haksono Haditono (Alm), Tjetjep Endang, Herman Widjaya, H. Masri Mahmud,
Jongki Iswandi, Sujud Adiwikarta (Alm), Nugroho Sukamdani, Stanley Soeseno, Rudi Akili.
Sesuai dengan nama asosiasi ini, maka anggotanya terdiri dari travel agent yang
menjual tiket penerbangan, sehingga ASTINDO mengkhususkan dalam hubungan kerja dan
pelayanan antara pelanggan pembeli tiket, maupun antara penerbangan dengan Agen Penjual
Tiket penerbangan. Berdirinya ASTINDO, disambut positif oleh Pemerintah, dalam hal ini
Departemen Perhubungan, Direktorat Perhubungan Udara, maka pada tanggal 23 Juni 2000
Menteri Perhubungan mengeluarkan Surat Keputusan Menteri No. KP 263 tahun 2000,
mengukuhkan keberadaan ASTINDO sebagai binaan Kementerian Pehubungan.
Dengan terlibatnya Departemen Perhubungan Udara sebagai Regulator, untuk bersama-sama
mencari jalan keluar dari masalah-masalah yang timbul baik dengan penerbangan Domestik
maupun Internasional, mengingat Departemen Perhubungan Udara adalah badan pemerintah
yang menangani peraturan penerbangan termasuk menetapkan harga tiket penerbangan
dengan aturan-aturan yang menunjang penentuan harga tiket.
Dalam perjalanannnya, ASTINDO pun menghadapi banyak tantangan untuk terwujudnya
suatu kinerja yang harmonis antara anggota dan penerbangan, baik Internasional maupun
domestik dengan seiring berkembangnya kemajuan usaha penerbangan baik system prosedur,
IT maupun system distribusi penjualannya. Astindo terus mengupayakan terwujudnya
kesetaraan dalam kemitraan usaha (equality partnership) antara perusahaan penjual tiket
penerbangan dan Airliners.
Berbagai Pengakuan dari dalam dan luar negeri terhadap ASTINDO tercermin dengan
diterimanya ASTINDO sebagai anggota KADIN, GIPI ( Gabungan Industri Pariwisata
Indonesia ) yaitu sebagai wadah asosiasi pariwisata di Indonesia sebagai amanah dari
Undang-Undang No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan, dan secara International
ASTINDO telah diterima pula menjadi anggota aktif dalam ASEANTA ( Asean Travel
Association), FATA (Federation of Asean Travel Association) dan UFTAA (United
Federation of Travel Agents Association).
Kepedulian Astindo terhadap profesionalisme SDM ( Sumber Daya Manusia), pada
2009 bersama stakeholder yang lain seperti Garuda Indonesia/GITC,Gapura Angkasa ,
Abacus dan Direktorat Perhubungan Udara, menginisiasi berdirinya sebuah Lembaga
Sertifikasi Profesi (LSP) yang kemudian dikenal sebagai LSP-ATDA ( Professional
Certification Body - Air Transport Distribution Services & Agencies )
Pada 1-3 April 2011 Astindo sukses menyelenggarakan sebuah Travel Fair “ Astindo
International Travel Fair ” pertama di JCC Jakarta, merupakan satu-satunya travel fair di
Indonesia yang diselenggarakan oleh sebuah asosiasi travel, selanjutnya travel fair ini akan
menjadi sebuah event tahunan di Indonesia. Astindo terus berkembang, saat ini anggotanya
secara nasional berjumlah 300-an travel agent, tersebar di 9 (sembilan) Provinsi yang
berbasis di Ibukota Provinsi, mereka adalah Aceh, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jogjakarta, Jawa
Timur, Bali, Kalimantan Timur, Maluku, Maluku Utara. (sbo/Jan-2012).
Deposit Travel Agent
Sistem deposit dalam penjualan tiket adalah agen tiket harus memberikan uang
jaminan terlebih dahulu kepada maskapai yang tiketnya akan dijual maskapai tersebut.
Setelah tiket terjual, dana tersebut diserahkan kembali kepada maskapai dan agen akan diberi
komisi penjualan tiket tersebut sebagai keuntungan. Biasanya komisi berkisar antara 5 persen
hingga 20 persen harga tiket. Pada dasarnya untuk kasus uang deposit tiket untuk para agen
secara tidak langsung memodali operasional untuk maskapai batavia air. Dana deposit travel
agent disetorkan kepada Batavia Air untuk menerbitkan tiket untuk pemesanan atau reservasi
yang sudah dibuat. Ada beberapa agen yang menyerahkan deposit lebih dari itu karena
kebutuhan perjalanan yang cukup meningkat di agen perjalanan. Agen perjalanan menjadi
yang paling dirugikan ketika sebuah maskapai penerbangan pailit. Karena dana yang sudah di
deposit, kecil kemungkinannya akan kembali. Bahkan ketika kasus pailit melanda Batavia
Air, pada hari putusan pailit pun maskapai tersebut masih menerima deposit dari agen
perjalanan Dimana Dalam aturan deposit Batavia Air masing-masing travel agent diwajibkan
menempatkan dana minimal Rp15 juta untuk mendapatkan tiket penerbangan. Apabila
mencapai saldo terendah, yakni Rp1 juta, deposit harus di-top up agar dapat bertransaksi
kembali. Maka Akibatnya agen perjalanan mengalami kerugian sekitar Rp 30 miliar
sedangkan kerugian tiket yang sudah dikeluarkan mencapai Rp 60 miliar dari peristiwa ini.
Tuntutan pengembalian itu seharusnya mutlak mesti dilakukan karena dana deposit dari
travel agent adalah hak milik travel agent, bukan merupakan bagian dari aset maskapai
penerbangan.
International Lease Finance Corporation (ILFC)
International Lease Finance Corporation (ILFC) merupakan perusahaan berskala
global dalam bidang penyewaan dan pemasaran teknologi canggih pesawat jet komersial
untuk penerbangan komersial. ILFC menjalankan bisnis penyewaan pesawat dan telah
mempertahankan posisi kepemimpinannya di pasar global selama empat dekade. ILFC
beroperasi dengan jaringan global sekitar 200 penerbangan di lebih dari 80 negara termasuk
operator bendera besar, menengah dan kecil berukuran perusahaan penerbangan dan operator
kargo. ILFC adalah anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki AIG, sebuah organisasi
asuransi internasional terkemuka melayani pelanggan di lebih dari 130 negara.
ILFC tidak hanya berperan sebagai perantara keuangan antara produsen dan
penerbangan, tetapi juga tim profesional yang berpengalaman dengan pengetahuan di pasar,
gairah untuk penerbangan, dan komitmen yang kuat untuk membangun hubungan yang
mendorong inovasi, kesejahteraan dan pemahaman di bidang penerbangan.
Dalam kasus kepailitan PT Metro Batavia, International Lease Finance Corporation
(ILFC) yang merupakan perusahaan sewa-guna pesawat, berperan sebagai pihak kreditur
sekaligus pihak pemohon kepailitan PT Metro Batavia. Permohonan kepailitan PT Metro
Batavia sendirisudah sesuai dengan syarat yuridis kepailitan (syarat pertama) yang terdapat
dalam pasal 2 UU Kepailitan, yang berbunyi: “Debitor yang mempunyai dua atau lebih
Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat
ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri
maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya”.Pada syarat tersebut, PT Metro Batavia
telah memiliki minimal dua kreditur yang tidak menerima pelunasanpembayaran utang yang
telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Dua kreditur tersebut adalah:
1. International Lease Finance Corporation (ILFC) yang merupakan perusahaan sewa-guna
pesawat dan berperan sebagai pihak kreditur sekaligus sebagai pihak pemohon.
2. Sierra Leasing Limited yang merupakan perusahaan sewa-guna pesawat dan berperan
sebagai sebagai pihak kreditur.
ILFC
International Lease Finance Corporation (ILFC) merupakan perusahaan berskala
global dalam bidang penyewaan dan pemasaran teknologi canggih pesawat jet komersial
untuk penerbangan komersial. ILFC menjalankan bisnis penyewaan pesawat dan telah
mempertahankan posisi kepemimpinannya di pasar global selama empat dekade. ILFC
beroperasi dengan jaringan global sekitar 200 penerbangan di lebih dari 80 negara termasuk
operator bendera besar, menengah dan kecil berukuran perusahaan penerbangan dan operator
kargo. ILFC adalah anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki AIG, sebuah organisasi
asuransi internasional terkemuka melayani pelanggan di lebih dari 130 negara.
ILFC tidak hanya berperan sebagai perantara keuangan antara produsen dan
penerbangan, tetapi juga tim profesional yang berpengalaman dengan pengetahuan di pasar,
gairah untuk penerbangan, dan komitmen yang kuat untuk membangun hubungan yang
mendorong inovasi, kesejahteraan dan pemahaman di bidang penerbangan.
Dalam kasus kepailitan PT Metro Batavia, International Lease Finance Corporation
(ILFC) yang merupakan perusahaan sewa-guna pesawat, berperan sebagai pihak kreditur
sekaligus pihak pemohon kepailitan PT Metro Batavia. Permohonan kepailitan PT Metro
Batavia sendirisudah sesuai dengan syarat yuridis kepailitan (syarat pertama) yang terdapat
dalam pasal 2 UU Kepailitan, yang berbunyi: “Debitor yang mempunyai dua atau lebih
Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat
ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri
maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya”.Pada syarat tersebut, PT Metro Batavia
telah memiliki minimal dua kreditur yang tidak menerima pelunasanpembayaran utang yang
telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Dua kreditur tersebut adalah:
3. International Lease Finance Corporation (ILFC) yang merupakan perusahaan sewa-guna
pesawat dan berperan sebagai pihak kreditur sekaligus sebagai pihak pemohon.
4. Sierra Leasing Limited yang merupakan perusahaan sewa-guna pesawat dan berperan
sebagai sebagai pihak kreditur.
Sierra Leasing Limited
Sierra Leasing Limited yang merupakan perusahaan sewa-guna pesawat, dan berperan
sebagai pihak kreditur dalam kasus kepailitan PT Metro Batavia.Sierra Leasing Limited
dikaitkan dengan kasus ini karena adanya syarat yuridis kepailitan (syarat pertama) yang
terdapat dalam pasal 2 UU Kepailitan, yang berbunyi: “Debitor yang mempunyai dua atau
lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan
dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri
maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya”. Agar syarat tersebut
terpenuhi,dibutuhkan satu atau lebih kreditur selain International Lease Finance Corporation
(ILFC). Karena utang PT Metro Batavia terhadapSierra Leasing Limited jugatelah jatuh
tempo, maka dapat diajukan permohonan pailit.
Para Penumpang yang Sudah Membeli Tiket Batavia Air
Dalam merespon kasus Batavia, untuk dan atas nama kepentingan konsumen, YLKI
mendorong PT Metro Batavia menggunakan dua upaya hukum berdsarkan UU No. 37 tahun
2004 tentang kepailitian, yaitu:
1. Mengajukan upaya hukum kasasi ke MA untuk membatalkan putusan pailit pada tingkat
pertama. Alasannya, karena Batavia air perusahaan yang bergerak di bidang layanan
publik, dalam memutus pailit harus menggunakan pendekatan berbeda dengan
mempertimbangkan nasib dan kepentingan masyarakat luas / konsumen.
2. PT metro batavia mengajukan usulan perdamaian kepada penggugat pemohon pailit
(ILFC). Ada dua yang bisa dilakukan PT Metro Batavia, yaitu meminta pegeng saham
Batavia air untuk menginjeksi / manambah modal / dana segar untuk bisa menyelesaikan
kewajiban kepada ILFC atau menjadi investor baru untuk menambah modal, sehingga
Batavia tetap bisa eksis dan beroperasi kembali.
Kurator
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah menyatakan PT Metro Batavia (Batavia Air)
pailit dan kemudian menunjuk empat kurator terkait kepailitan ini.Empat kurator tersebut
antara lain:
1. Turman Panggabean dan Andra Reinhard Sirait dari Lawfirm Duma & Co.
2. Permata N Daulay dari Law Firm PN Daulay & Partners.
3. Alba Sukma Hadi dari Sukma & Partners.
Para kurator tetap tersebut akan membantu menanggani segala urusan dan dampak
dari penutupan perusahaan Batavia Air, termasuk urusan refund atau endorse tiket para
penumpang, cargo, pajak/tax, penyelesaian karyawan Batavia Air, mitra terkait seperti para
travel agent, kreditur, dan lain-lain.
Hakim Pengawas
Hakim pengawas PT Metro Batavia yang ditunjuk oleh Pengadilan Niaga Jakarta
Pusat adalahNawawi Pomolango. Nawawi Pomolango menambahkan sikap kerjasama para
direksi bisa dinilai dari sikap terbuka mereka dengan memberikan dokumen-dokumen kepada
kurator. Selain itu, tingkat kehadiran para debitur dalam rapat-rapat dengan kurator juga akan
dijadikan pertimbangan perlunya usulan penahanan.
Para karyawan PT Metro Batavia
Direktur Komersial Batavia Air Sukirno Sukarna menjelaskan pihaknya akan
menghormati keputusan pengadilan dan akan melakukan PHK terhadap 500 karyawannya.
Sukirno memastikan karyawan Batavia Air akan diberikan pesangon sesuai dengan Undang-
undang (UU) Tenaga Kerja.
Fakta
Artikel tentang pailitnya Batavia Air
http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/02/03/2/128252/Travel-Agent-
Minta-Kurator-Batavia-Air-Kembalikan-Dana-Deposit-
Metrotvnews.com, Jakarta: Agen tiket menjadi pihak yang paling dirugikan ketika
suatu maskapai dinyatakan pailit atau berhenti beroperasi. Pasalnya, dana deposit pembelian
tiket penerbangan dari agen ke maskapai menyebabkan agen harus membayar deposit
kembali kepada maskapai baru. "Ini merugikan, karena agen seakan memodali operasi
penerbangan," kata Ketua Bidang Tiketing DPP Astindo Pauline Suharno saat dihubungi
Media Indonesia, Minggu (3/2).
Dalam aturan deposit Batavia Air, kata Pauline, masing-masing travel
agentdiwajibkan menempatkan dana minimal Rp15 juta untuk mendapatkan tiket
penerbangan. Apabila mencapai saldo terendah, yakni Rp1 juta, deposit harus di-top up.
"Itu kan sebetulnya uang travel agent, bukan aset Batavia Air. Jadi, ada 1.200travel agent.
Dikalikan Rp15 juta, ya kira kira Rp18 milar dana yang harus dikembalikan Batavia Air,"
kata dia.Sayangnya, kini agen kesulitan untuk memperhitungkan secara pasti berapa besar
dana deposit mereka lantaran pascaBatavia Air dinyatakan pailit pada 31 Januari lalu, sistem
deposit di maskapai tersebut ditutup sehingga mereka tidak bisa masuk ke sistem.
"Agen kan ada deposit di maskapai. Semua by system, dikasih log in. Tapi sekarang sistem
tidak bisa dibuka," paparnya.
Karena itu, Pauline mengimbau kepada tim kurasi untuk mendahulukan
kepentingan travel agent dengan mengembalikan dana deposit mereka. "Kita inginkan kurator
mengeluarkan uang kita. Jangan dibagi-bagikan sebagai aset untuk yang lain seperti untuk
pajak atau tenaga kerja," kata dia.
Adapun Tim Kurasi baru akan mengumumkan bagaimana proses pergantian tiket dan
hal yang terkait dengan Batavia Air pada Senin (4/2) besok. Tim kurator ini dipilih oleh
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang memutus Batavia pailit untuk menangani berbagai
dampak dari diberhentikannya kegiatan bisnis Batavia Air, termasuk masalah refund ticket,
kargo, pajak, penyelesaian karyawan Batavia Air, mitra terkait seperti para travel agent dan
kreditor. (Ayomi Amindoni/Ray)
http://www.bisnis-kepri.com/index.php/2013/01/batavia-air-bangkrut-uang-deposit-
nyangkut-travel-terancam-rugi-rp18-miliar/
JAKARTA— Para agen perjalanan penjual tiket penerbangan menuntut Batavia Air
mengembalikan uang deposit tiket sekitar Rp18 miliar akibat dihentikannya operasi maskapai
ini.
Ketua DPN Asosiasi Perusahaan Penjual Tiket Penerbangan Indonesia (Astindo)
yang juga Koordinator Pengembangan Asosiasi Tours & Travel Agent Indonesia (ASITA)
Jakarta Pauline Suharno mengatakan sangat berat mendengar Batavia Air dihentikan
operasinya karena dipailitkan.
“Penghentian operasi Batavia Air ini sangat mendadak, banyak anggota kami para travel
agent yang masih memiliki uang deposit tiket di Batavia Air, bahkan ada yang baru top up
(menambah dana) Rp15 juta per sekali top up per hari, karena hingga Rabu siang, Batavia
masih menjual tiket,” kata Pauline, Kamis (31/1/2013).
Dia menjelaskan khusus di Jakarta saja, ada 1.200 perusahaan agent travel, dan
mayoritas masih melakukan top up uang deposit masing-masing Rp15 juta, sehingga total
Rp18 miliar. Top up ini dilakukan mengingat tingginya permintaan calon penumpang
menjelang libut Imlek karena rute-rute Batavia banyak ke daerah tujuan orang yang
merayakan Imlek seperti ke Pontianak.
Dia menambahkan ravel agent menuntut Batavia Air untuk mengembalikan dana
deposit yang sudah disetorkan kepada Batavia Air, karena dana deposit travel agent adalah
hak milik travel agent dan bukan merupakan bagian dari aset Batavia Air. Dana deposit travel
agent disetorkan kepada Batavia Air untuk menerbitkan tiket untuk reservasi yang sudah
dibuat.
Dengan sistem pembayaran seperti ini, berarti operasional maskapai penerbangan
dimodali oleh travel agent.Pauline menambahkan memang sebenarnya ASITA dan Astindo
sudah menjalin kerjasama dengan perusahaan Asuransi Raya untuk menjamin uang deposit
agen di maskapai. Namun karena ini masih program yang baru jalan, baru hanya 5% anggota
yang sudah menggunakan jasa asuransi ini. Menurutnya, pemerintah harus membantu
perusahaan agent travel untuk mendapatkan kembali uang deposit di Batavia Air dengan
memperjuangkan agar uang deposit ini tidak masuk dalam asset Batavia.
Dengan demikian, oleh kurator yang ditunjuk Pengadilan untuk mengambil alih
manajemen, dapat segera mengembalikan dana deposit itu kepada agent travel. “Kami sudah
kelima kali mengalami hal seperti ini, uang deposit susah dicairkan, seperti di kasus Adam
Air, Pacific Royale, Linus Airways, Mandala Airlines, dan kini Batavia Air,” kata Pauline.
Untuk menghindarkan travel agent dari kerugian beruntun seperti ini, lanjut Pauline, Astindo
mendesak Kementerian Perhubungan untuk mengeluarkan peraturan tentang penempatan
dana deposit travel agent, agar disetorkan dalam escrow account (rekening gabungan di pihak
ketiga) yang dapat ditarik oleh travel agent saat maskapai berhenti beroperasi. “Soal escrow
account ini baru ada di Garuda Indonesia, baik untuk rute domestik maupun internasional.
Kami berharap pemerintah memfasilitasi terbentuknya escrow account ini di seluruh
maskapai nasional,” kata Pauline.
Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan Bambang S. Ervan
mengatakan pihaknya tidak bisa mencampuri urusan bisnis maskapai dengan travel agent.
“Kalau soal dana deposit yang dipisahkan dari asset Batavia, ini bukan kewenangan
Kemenhub, karena Batavia ditutup karena dipailitkan, jadi harus tunduk kepada aturan
kepailitan, yang seluruh manajemennya ditangani curator, orang yang ditunjuk pengadilan,”
kata Bambang. Mengenai escrow account, lanjut Bambang, itu juga masalah bisnis, dan
seharusnya ditangani oleh kementerian yang menaungi travel agent yakni Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. “Kemenhub hanya berwenang pada operasional maskapai
penerbangan, kalau maskapai masih beroperasi, soal pelayanan sudah ada peraturan yang
dikeluarkan Kemenhub, namun kalau maskapai berhenti operasi karena pailit, soal
pelayanannya diserahkan kepada aturan kepailitan,” tuturnya.
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam putusannya No.
77/pailit/2012/PN.NIAGA.JKT.PST tanggal 30 Januari 2013 telah menjatuhkan putusan
pailit kepada Batavia Air, atas permohonan pailit yang diajukan oleh perusahaan sewa guna
pesawat International Lease Finance Corporation (ILFC). Humas Batavia Air Elly
Simanjuntak mengatakan pihaknya menerima keputusan pailit tersebut, dan memutuskan
untuk berhenti operasi seperti hasil keputusan pengadilan.
Dia menjelaskan gugatan pailit ini menyangkut ketertarikan Batavia Air untuk
mengambil pesawat jenis pesawat wide body Airbus 330 untuk angkutan penerbangan
jemaah haji.Ternyata, tiga tahun berturut-turut Batavia Air tidak mendapatkan proyek haji,
sehingga terjadi tunggakan-tunggakan pembayaran. ILFC kemudian melayangkan
permohonan pailit kepada Batavia Air ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 20 Desember
2012.
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah menunjuk empat kurator yakni Turman
Panggabean dan Andra Reinhard Sirait (dari Lawfirm Duma & Co), Permata N. Daulay dari
Law Firm PN Daulay & Partners, dan Alba Sukma Hadi dari Sukma & Partners.(bisnis/
Berliana Elisabeth S/k59)
Kronologi Kejadian
PT Metro Batavia yang lebih dikenal dengan nama Batavia Air merupakan maskapai
penerbangan yang berpusat di bandar udara Soekarno-Hatta Jakarta. Beroperasi mulai tanggal
5 Januari 2002 PT Metro Batavia melayani penerbangan ke 48 kota didalam dan luar negeri
dengan 33 armadanya. PT Metro Batavia merupakan salah satu maskapai penerbangan lokal
terdepan yang memiliki reputasi baik dengan track record keselamatan yang mengesankan
yaitu zero accident, yang artinya tidak ada armada PT Metro Batavia yang pernah mengalami
kecelakaan.
Dengan reputasi yang baik tersebut, PT Metro Batavia menargetkan untuk dapat ikut
serta dalam tender pelayanan haji. Untuk memenuhi targetnya PT Metro Batavia-pun
menyiapkan dua pesawat Airbus A330 lewat kontrak leasing dengan ILFC, pesawat boeing
747 dan merekrut 300 kru pesawat. Namun kementrian menyatakan bahwa PT Metro Batavia
baru bisa memenuhi 25 dari 33 syarat yang diajukan sebagai penerbangan haji, sehingga tak
bisa ikut dalam penerbangan haji. Pengadaaan 2 pesawat Airbus A330 inilah yang menjadi
awal mula kepailitan PT Metro Batavia. PT Metro Batavia melakukukan perjanjian leasing
senilai $2,202 juta berdurasi 6 tahun terhitung dari 28 desember 2009 hingga 27 desember
2015 dengan ILFC. Dari tahun pertama dilaporkan PT Metro Batavia belum melakukan
pembayaran sewa hingga pada tanggal 12 september 2012 dan 25 september 2012, ILFC
melayangkan somasi dengan tambahan bunga keterlambatan 4% yang sama sekali tidak
diindahkan oleh pihak PT Metro Batavia. Saat somasi dilayangkan total utang PT Metro
Batavia sudah mencapai US$ 4,688 juta dari utang pokok bunga dan biaya cadangan.
Sehingga pada tanggal 20 Desember 2012 ILFC mengajukan gugatan pailit
No.77/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst atas PT Metro Batavia ke pengadilan niaga pusat.
Adanya utang terhadap Sierra Leasing Limited sebesar US$.4.940.000 yang jatuh tempo pada
tanggal 13 Desember 2012 membuta terpenuhinya kriteria pailit sesuai pasal 2 ayat(1) UU
No.37 tahun 2004 tentang Kepailitan, yaitu perusahaan dinyatakan pailit ketika perusahaan
tersebut mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang dan
telah jatuh temo. Serta pernyataan OSK Research Sdn Bhd mensinyalir bahwa PT Metro
Batavia merupakan perusahaan yang sakit karena memiliki utang mencapai sekitar
US$40.000.000, yang mana hal tersebut dapat menurunkan nilai perusahaan PT Metro
Batavia. Karena hal tersebut, PT Metro Batavia pun menolak pencabutan gugatan ILFC pada
tanggal 29 januari 2013 ke Pengadilan Niaga Pusat. Dan pada tanggal 30 Januari 2013
Pengadilan Niaga Pusat memutus pailit PT Metro Batavia dengan sebagian isi sebagaian isi
berisi: mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya dan menyatakan yang berujung
ditutupnya manajemen PT Metro Batavia termasuk situsnya tepat jam 24.00 WIB.
Dikutip dari http://www.minghadi.com/batavia-air-pailit/ penyelesaian atas pailit atas
PT Metro Batavia diurus oleh 4 kurator antara lain Turman M Panggabean, Permata Nauli
Daulay, Andra Reinhard Pasaribu, dan Alba Sumahadi. Kantor kurator bertempat di Ruko
Cempaka Mas B-24, Jl. Letjen Suprapto, Jakarta Pusat.
Akibat putusan pailit tersebut, banyak pihak yang menuai dampaknya. Salah satunya
Travel Agent yang diwakili oleh Asosiasi Travel Agent Indonesia (Asita) dan Astindo. Asita
mengklaim adanya deposit yang hilang kurang lebih sebesar Rp. 20.000.000.000. deposit
tersebut menurut Travel Agent merupakan jaminan supaya PT Metro Batavia mau
menerbitkan tiket untuk Travel Agent dan selama belum digunakan maka deposit tersebut
belum menjadi aset PT Metro Batavia sehingga selayaknya untuk dikembalikan pada para
Travel Agent. Namun pihak manajemen PT Metro Batavia menyatakan bahwa semua
permasalahan sengketa deposit tersebut menjadi tanggung jawab kurator. Serta Asita solo
juga melakukan pengaduan kepada BPSK selaku konsumen akhir dari PT Metro Batavia.
Asita sendiripun dalam beberapa artikel menyebutkan bahwa sudah menghubungi kurator
namun hanya di”putar-putarkan” saja untuk menghubungi nomor-nomor lain yang akhirnya
tidak ada yang menjawab keluhan dari Asita. Dan hingga saat ini belum didapat kejelasan
status dari kurator mengenai posisi Travel Agent dalam penyelesaian masalah kepailitan
tersebut.
BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan
Deposit yang disengketakan belum menemukan penyelesaian karena belum masuknya
dana deposit sebagai daftar piutang di kurator dan belum adanya kejelasan status Travel
Agent dalam sengketa dana deposit ini.
Saran dan Rekomendasi
Seharusnya ketika PT Metro Batavia dinyatakan pailit, maka perjanjian keagenan
antara PT metro batavia dan Travel Agent dianggap berakhir sesuai dengan UU KPKPU
sehingga timbul akibat hukum yaitu dimintakanya kejelasan kepada kurator untuk
menempatkan travel agent sebagai kreditor konruken untuk segera dikembalikanya deposit
travel agent yang masih ada di PT Metro Batavia atau setidaknya travel agent dapat
melakukan pencocokan piutang dan verifikasi dengan kurator untuk mendapat tempat di
daftar kreditor PT Metro Batavia. Namun, karena hal tersebut tidak mendapat kejelasan oleh
kurator, maka travel agent dapat menempuh renvoi procedure, yaitu tindakan pengembalian
bantahan kepada majelis hakim niaga yang menjatuhkan putusan pailit, sehingga tidak perlu
diadakan gugatan secara terpisah. Dan apabila ada pihak yang masi dirugikan atas putusan
hakim dalam upaya renvoi procedure maka pihak tersebut dimungkinkan mengajukan upaya
hukum biasa berupa kasasi ke mahkamah agung yang diatur dalam pasal 196 ayat (1)
UUKPKPU. Dan apabila masih ada pihak yang menilai kerugian, makaterbuka upaya hukum
luar biasa berupa peninjauan kembali sesuai ketentuan pasal 295 UUKPKPU (Sibuea, 2013)
Untuk menghindari adanya deposit yang susah untuk ditarik kembali sebaiknya
Pemerintah yang terkait dengan operasional travel agent dan maskapai penerbangan untuk
memberikan memfasilitasi adanya lembaga khusus untuk penempatan deposit dan menjamin
tiket penumpang yang belum terpakai. Lembaga ini akan menjadi lembaga yang independen
terpisah dari Travel Agent dan Maskapai penerbangan dan bertugas menyimpankan deposit
demi memenuhi persyaratan pembookingan tiket Travel Agent dan memegang dana tiket
yang telah dipesan dan disetorkan kepada maskapai setelah pesawat mendarat (take-off).
Atau dapat membuat jasa asuransi terhadap deposit yang telah ditempatkan di
maskapai penerbangan supaya ketika ada deposit yang tidak bisa diambil kembali
dikarenakan beberapa hal yang telah disepakati dalam kontrak asuransi, maka deposit
tersebut akan diganti oleh pihak asuransi. Waelaupun hal tersebut dapat meminimalisir resiko
hilangnya deposit, namun akan ada premi tambahan yang ditanggung oleh travel agent.
Menerapkan sistem deteksi dini kepailitan sebuah maskapai penerbangan, dengan
menganalisis indikasi yang rawan menjadi faktor kepailitan maskapai penerbangan seperti,
pengurangan penerbangan secara signifikan, hutang yang mulai jatuh tempo, perbandingan
hutang dengan aset perusahaan, dll. Dengan sistem ini diharapkan travel agent dapat
mengambil depositnya sebagai tindakan preventif hilangnya deposit akibat kepailitan
perusahaan.