analisis titik panas (hotspot) pada kawasan ekosistem...
TRANSCRIPT
0
Analisis Titik Panas (Hotspot) Pada Kawasan Ekosistem Senepis
Periode tahun 2008 - 2018
Kelompok Advokasi Riau 2018
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
selesainya penyusunan Buku Analisis Data Titik Panas (Hotspof) dan Areal
Kebakaran Hutan dan Lahan tahun 2016.
Laporan Analisis Data Titik Panas (Hotspot) pada kawasan Ekosistem
Senepis tahun 2008 - 2018 ini menyajikan data dan informasi terkait identifikasi dan
analisis sebaran titik panas (hotspot) pada kawasan Ekosistem Senepis sehingga
dihasilkan data sebaran daerah rawan kebakaran hutan dan lahan.
Diharapkan laporan ini menjadi salah satu bahan pengambilan kebijakan
dalam upaya tindakan penanganan kebakaran lahan dan hutan. Selain itu juga dapat
digunakan untuk mengetahui areal yang terindikasi rawan kebakaran hutan dan
lahan yang berulang tiap tahun agar kejadian serupa tidak terjadi pada tahun-tahun
mendatang.
Kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini. Semoga laporan
ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang memerlukan.
Pekanbaru Oktober 2018
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...............................................................................................i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................v
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
Latar belakang ........................................................................................ 1
Maksud dan Tujuan ................................................................................ 3
Ruang Lingkup ........................................................................................ 3
METODOLOGI ...................................................................................................... 5
Persiapan................................................................................................ 5
Bahan dan Alat ....................................................................................... 5
Pelaksanaan ........................................................................................... 6
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................. 7
Analisis Data Titik Panas Tahunan ......................................................... 8
Analisis Data Titik Panas Bulanan .......................................................... 9
Analisis Data Titik Panas Berdasarkan Wilayah Administrasi ................ 11
Analisis Data Titik Panas Berdasarkan Fungsi Kawasan ...................... 13
Analisis Data Titik Panas Berdasarkan Penutupan Lahan ..................... 15
Analisis Data Titik Panas Berdasarkan Lahan Gambut ......................... 17
KESIMPULAN ..................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 21
LAMPIRAN ......................................................................................................... 22
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Makna tingkat kepercayaan dalam informasi hotspot ........................... 7 Tabel 3.2 Sebaran data titik panas bulan tahun 2008 – 2018 (tingkat
kepercayaan ≥ 80%)............................................................................ 8 Tabel 3.3 Sebaran data titik panas tahun 2008 – 2018 pada wilayah administrasi
..........................................................................................................11 Tabel 3.4 Sebaran data titik panas tahun 2008 – 2018 berdasarkan Fungsi
Kawasan ...........................................................................................13 Tabel 3.5 Sebaran data titik panas tahun 2008 – 2018 berdasarkan Penutupan
Lahan 15 Tabel 3.6 Sebaran data titik panas tahun 2008 – 2018 berdasarkan Lahan
Gambut ............................................................................................... 17
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Grafik sebaran jumlah titik panas tahun 2008 – 2018 ........................ 8
Gambar 3.2 Grafik sebaran jumlah total bulanan titik panas tahun 2008 – 2018 ... 9
Gambar 3.3 Grafik sebaran jumlah total bulanan titik panas tahun 2008 – 2018 . 10
Gambar 3.4 Grafik sebaran jumlah titik panas Ekosistem Senepis tahun 2008 – 2018 pada wilayah administasi ............................................................ 12
Gambar 3.5 Grafik sebaran jumlah titik panas Ekosistem Senepis tahun 2008 – 2018 berdasarkan Fungsi Kawasan .................................................... 13
Gambar 3.6 Grafik sebaran jumlah titik panas Ekosistem Senepis tahun 2008 – 2018 berdasarkan Penutupan Lahan ................................................... 16
Gambar 3.7 Grafik sebaran jumlah titik panas Ekosistem Senepis tahun 2008 – 2018 berdasarkan Lahan Gambut ...................................................... 18
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Peta Sebaran Titik Panas Ekosistem Senepis Pada Wilayah Administrasi ......................................................................................... 23
Lampiran 2. Peta Sebaran Titik Panas Ekosistem Senepis Pada Fungsi Kawasan ............................................................................................. 24
Lampiran 3. Peta Sebaran Titik Panas Ekosistem Senepis Pada Fungsi Kawasan ............................................................................................. 25
Lampiran 4. Peta Sebaran Titik Panas Ekosistem Senepis Pada Lahan Gambut 26
1
PENDAHULUAN
Latar belakang
Kebakaran hutan dan lahan merupakan peristiwa yang dapat terjadi secara
alamiah ataupun dipicu oleh kegiatan manusia. Penggunaan api dalam upaya
pembukaan hutan dan lahan untuk Hutan Tanaman Industri (HTI), perkebunan,
pertanian, pembalakan liar dan lain-lain merupakan penyebab terjadinya
kebakaran hutan oleh manusia. Dan secara ilmiah kebakaran diperparah dengan
meningkatnya pemanasan global yang memberikan kondisi ideal untuk terjadinya
kebakaran hutan dan lahan.
Dalam kondisi alamiah, kebakaran hutan dan lahan gambut hampir
mustahil terjadi, apalagi di kawasan hutan hujan tropis yang lembap dan basah.
Namun kerusakan hutan dan lahan gambut yang demikian parah telah membuat
keseimbangan alamiah tersebut terganggu. Kawasan gambut menjadi kering dan
sangat rentan terhadap kebakaran. Pembuatan kanal-kanal dalam kawasan
gambut di area perkebunan kelapa sawit atau kebun kayu monokultur telah
membuat gambut menjadi kering dan mudah dimakan api saat musim kemarau
tiba.
Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan cukup besar
mencakup kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati, merosotnya
nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah, perubahan iklim mikro maupun
global, dan asapnya mengganggu kesehatan masyarakat serta mengganggu
transportasi baik darat, sungai, danau, laut dan udara.
Kebakaran hutan terbesar pertama terjadi pada tahun 1982, sekitar 3,6 juta
hektar hutan di kalimantan timur atau setara dengan 56 kali luas negara singapura
hangus dan kerugian yang ditimbulkan ditaksir mencapai 9 miliar dollar AS.
Bencana terburuk yang melanda 25 propinsi kembali terulang pada tahun 1997,
kerugian material mencapai sekitar 4,4 juta dollar AS, antara lain meliputi
kawasan hutan seluas 630.000 hektar. Disisi lain , peristiwa ini mengganggu
kesehatan 20 juta penduduk, bahkan hampir mengganggu hubungan baik sesama
negara ASEAN (Association of Southeast Asian Nations), karena pergerakan
kabut asap yang tidak mengenal batas wilayah negara.
2
Mengingat dampak kebakaran hutan tersebut, maka upaya perlindungan
terhadap kawasan hutan sangatlah penting. Mengidentifikasi lebih awal kawasan
hutan dan lahan yang rawan terhadap kebakaran dengan didukung oleh sistem
informasi yang tepat menjadi hal penting dalam upaya pencegahan kebakaran
hutan dan lahan di Indonesia pada umumnya dan Lanskap Senepis pada
khususnya.
Sebagai langkah awal pengendalian kebakaran lahan gambut dilakukan
memakai dukungan teknologi yang mampu memberikan informasi yang cepat,
tepat dan akurat serta dapat melingkup areal yang luas. Penggunaan Sistem
Informasi Geografis (SIG) telah cukup mampu memberikan kemudahan bagi
stakeholder dalam memantau dan memperkirakan kejadian kebakaran yang telah
atau sedang terjadi maupun perkiraan kejadian kebakaran pada waktu mendatang
serta dapat mengetahui perubahan lingkungan yang terjadi akibat kebakaran
selama kurun waktu tertentu. Data hotspot (titik panas) dari citra MODIS dapat
dijadikan sebagai indikasi kebakaran hutan/lahan, baik kebakaran tajuk (Crown
fire), kebakaran permukaan (Surface fire) maupun kebakaran bawah (Ground
fire), (Ratna Sari dalam Achmad Siddik Thoha, 2008). SIG merupakan suatu alat
yang dapat digunakan untuk mengelola (input, manajemen, dan output) data
spasial atau data yang bereferensi geografis. Setiap data yang merujuk lokasi di
permukaan bumi dapat disebut sebagai data spasial bereferensi geografis.
Misalnya data kepadatan penduduk suatu daerah, data jaringan atau saluran dan
sebagainya. (Edy Prahasta, 2004).
Pencegahan kebakaran hutan merupakan semua usaha, tindakan atau
kegiatan yang dilakukan untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan-
kemungkinan terjadinya kebakaran hutan. Salah satu kegiatan yang dilakukan
dalam pencegahan kebakaran hutan yaitu pembuatan peta rawan kebakaran.
Informasi mengenai daerah rawan kebakaran merupakan informasi yang sangat
penting dan diperlukan oleh fire manager dalam kegiatan pengendalian kebakaran
hutan dan lahan.
Menurut penelitian Solichin, dkk (2007) penyajian secara spasial akan lebih
membantu memberikan gambaran yang jelas dan akurat mengenai lokasi, jarak
serta aksesibilitas antara lokasi daerah rawan kebakaran dengan sumberdaya
pemadaman yang ada di lapangan. Oleh karena itu, analisis titik panas yang
luaran dapat menghasilkan peta daerah rawan kebakaran hutan dan lahan sangat
3
diperlukan karena berperan penting dalam membantu fire manager mengambil
keputusan tersebut dan digunakan sebagai informasi peringatan dini untuk
mencegah dan mengendalikan kebakaran hutan dan lahan.
Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memperoleh peta
sebaran titik panas (Hotspot) serta memetakan daerah rawan kebakaran hutan
dan lahan pada kawsan Ekosistem Senepis dalam upaya mendukung
terwujudnya strategi pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan
lahan di kawasan Ekosistem Senepis khususnya.
Hasil yang dikelurakan dari kegiatan analisis titik panas ini adalah:
Data dan jumlah titik panas dari tahun 2008 – 2018 yang disajikan dalam
bentuk tabel data
Data sebaran dan Kerapatan titik panas bulanan tahun 2008 – 2018
Laporan Deskriptif hasil Analisa hotspot pada wilayah Lanskap Senepis
Peta Analisa Sebaran dan Kerapatan titik panas tahun 2008 – 2018
Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan analisis data titik panas ini meliputi:
Pengunduhan (download), pengumpulan dan pengolahan awal data
titik panas (hotspot)
Persiapan data dan peta tematik pendukung
Tumpang susun (overlay) antara data sebaran titik panas (hotspot)
dengan kawasan Ekosistem Senepis
Pengolahan dan analisis sebaran titik panas berdasarkan tahun dan
bulan sebaran tertinggi
Tumpang susun (overlay) antara data sebaran titik panas (hotspot)
dengan peta tematik pendukung seperti; batas administrasi, fungsi
kawasan, penutupan lahan, areal pemanfaatan dan penggunaan
kawasan hutan, sebaran gambut dan lain sebagianya
4
Analisis spasial areal kebakaran hutan dan lahan dengan peta
tematik pendukung Penyajian data titik panas (hotspot) dan areal
kebakaran hutan dan lahan
5
METODOLOGI
Persiapan
Kegiatan persiapan terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:
Penyiapan dan pengecekan piranti lunak (software) dan piranti keras
(hardware)
Penyiapan dan pengecekan data titik panas (hotspot)
Penyiapan data acuan (referensi) dalam proses pengolahan dan analisis
data titik panas (hotspot), data titik panas dari satelit MODIS Liputan
Januari 2008 – Agustus 2018, data kawasan Ekosistem Senepis dan data
pendukung seperti; batas administrasi, fungsi kawasan, penutupan lahan,
areal pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, sebaran gambut dan
lain-lain
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada kegiatan analisis data titik panas (hotspot)
adalah sebagai berikut:
Data titik panas untuk area Ekosistem Senepis dari citra satelit MODIS
Terra dan Aqua yang bersumber dari https://earthdata.nasa.gov/earth-
observation-data/near-real-time/firms/active-fire-data
Data tematik berupa batas wilayah administrasi, fungsi kawasan,
penutupan lahan, areal pemanfaatan dan penggunaan Kawasan, sebaran
gambut dan lain-lain
Alat yang digunakan pada penyajian data titik panas (hotspot) dan areal
kebakaran hutan dan lahan adalah sebagai berikut:
Komputer memiliki spesifikasi prosesor intel(R) core(TM) i7 280GHZ, RAM
8 GB, Kapasitas penyimpanan 1 TB, memori VGA 1 GB yang mampu
menampilkan screen resolution 1920 x 1080 pixels.
Piranti lunak (software) Microsoft Word, Microsoft Excel, ArcGIS 10.5.1
6
Pelaksanaan
Tahapan kegiatan analisis data titik panas (hotspot) di kawasan Ekosistem
Senepis:
1. Pengolahan Data Titik Panas (hotspot)
a. Pengunduhan (download) data titik panas (hotspot) dari
https://earthdata.nasa.gov/earth-observation-data/near-real-
time/firms/active-fire-data, Format data dapat diunduh dalam bentuk
shp
b. Melakukan proses tumpang susun (overlay) dan identity data titik panas
dengan Kawasan Ekosistem Senepis
c. Pengolahan dan analisis hasil tumpang susun (overlay) di software
Microsoft Excel;
d. Penyajian hasil perhitungan data dalam bentuk grafik, tabel dan layout
peta data titik panas
2. Analisis Data Titik Panas (hotspot) dan Areal Kebakaran Hutan dan Lahan
Analisis data titik panas di kawasan Ekosistem Senepis periode tahun 2008
- 2018 meliputi:
a. Sebaran data titik panas di Senepis tahun 2008 – 2018
b. Sebaran data titik panas bulanan tertinggi 2008 – 2018
c. Sebaran data titik panas 2008 – 2018 peta tematik pendukung
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Titik panas (hotspot) merupakan salah satu indikator untuk mengetahui
peluang terjadinya kebakaran di suatu wilayah. Titik panas adalah hasil deteksi
kebakaran hutan/lahan pada ukuran piksel tertentu yang kemungkinan terbakar
pada saat satelit melintas pada kondisi relatif bebas awan dengan menggunakan
algoritma tertentu (Giglio L. et al. 2003). Untuk itu perlu perlu terlebih dahulu
dilakukan analisa, pemantauan dan terkadang perlu dilakukan cek lapangan untuk
mengetahui apakah diperlukan tindakan penanggulangan dini khususnya pada
saat musim kemarau dimana penyebaran api akan sangat cepat. Walaupun tidak
selalu semakin banyak dan berulangnya titik panas area pada suatu wilayah
semakin banyak pula potensi kejadian kebakaran. Namun titik panas memang
dapat digunakan untuk identifikasi awal kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Selang kepercayaan atau confidence level menunjukkan tingkat
kepercayaan bahwa hotspot yang dipantau dari data satelit penginderaan jauh
merupakan benar-benar kejadian kebakaran yang sebenarnya di lapangan.
Semakin tinggi selang kepercayaan, maka semakin tinggi pula potensi bahwa
hotspot tersebut adalah benar-benar kebakaran lahan atau hutan yang terjadi
(LAPAN, 2016). Giglio (2015) dalam MODIS Active Fire Product User's Guide
membagi tiga kelas tingkat kepercayaan sebagai berikut:
Tabel 3.1 Makna tingkat kepercayaan dalam informasi hotspot
Tingkat Kepercayaan (C) Kelas Tindakan
0% - 30% Rendah Perlu diperhatikan
30% - 80% Nominal Waspada
80% - 100% Tinggi Segera Penanggulangan
Analisis data titik panas (hotspot) ini menggunakan data dengan tingkat
kepercayaan ≥ 80%, hal tersebut dilakukan karena mengacu pada selang
kepercayaan tertinggi dalam pengkelasan titik panas.
8
Analisis Data Titik Panas Tahunan
Berdasarkan hasil analisis data titik panas hasil rekaman satelit Aqua/Terra
MODIS tahun 2008 sampai dengan 2018 pada kawasan Ekosistem Senepis yang
disajikan dalam tabel 3.2.
Tabel 3.2 Sebaran data titik panas bulan tahun 2008 – 2018 (tingkat kepercayaan ≥ 80%)
Tahun Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Jumlah
2008 2 16 0 0 0 1 0 14 0 0 0 0 33
2009 8 29 1 6 20 38 6 2 7 6 0 123
2010 0 8 5 1 1 2 6 17 100 9 0 149
2011 0 6 0 0 13 24 18 65 0 2 0 0 128
2012 7 6 0 2 5 31 11 75 0 0 0 0 137
2013 0 13 0 2 3 572 21 49 3 1 0 0 664
2014 0 229 393 2 0 103 137 12 0 0 0 0 876
2015 0 1 3 2 0 35 79 2 0 0 0 0 122
2016 0 0 0 7 0 2 3 37 0 0 0 0 49
2017 0 21 0 2 0 0 0 0 0 2 0 0 25
2018 0 0 3 11 0 0 23 48 0 0 0 0 85
Total 17 329 404 30 28 790 330 314 22 112 15 0 2391 Sumber: https://earthdata.nasa.gov
Dapat dilihat pada Tabel 3.2, jumlah titik panas dengan tingkat
kepercayaan ≥ 80% periode 2008 – 2018 berjumlah 2.391 titik. Dengan jumlah
tertinggi terdapat di tahun 2014 (2.391 titik), kemudian disusul tahun 2013 (664
titik), dan tahun 2010 (149 titik).
Gambar 3.1 Grafik sebaran jumlah titik panas tahun 2008 – 2018
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Jum
lah
Ho
tsp
ot
Tahun
9
Gambar 3.1 menunjukkan kenaikan data titik panas yang dimulai pada
tahun 2011, mencapai puncak di tahun 2014, dan kemudian menurun drastis
pada tahun 2015 dan terus menurun hingga tahun 2017, namun sedikit meningkat
pada rentang dari tahun 2017 ke tahun 2018.
Analisis Data Titik Panas Bulanan
Pada Tabel 3.2 menunjukkan data bulanan hotspot pertahun dapat dilihat
bahwa bulan dengan jumlah titik panas tertinggi terdapat pada bulan Juni tahun
2013 (572 titik).
Gambar 3.2 Grafik sebaran jumlah total bulanan titik panas tahun 2008 – 2018
Dari gambar 3.2 Grafik sebaran data jumlah total bulanan titik panas
pertahun 2008 – 2018 menunjukkan bahwa dari data total jumlah hotspot bulanan
pertahun data titik panas tertinggi juga terdapat pada bulan Juni.
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Jum
lah
Ho
tsp
ot
Bulan
10
Gambar 3.3 Grafik sebaran jumlah total bulanan titik panas tahun 2008 – 2018
0
100
200
300
400
500
600
700
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Jum
lah
Ho
tsp
ot
Bulan
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
11
Berdasarkan gambar 3.3 menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2008 –
2018
puncak jumlah tertinggi terdapat pada bulan Juni kemudian Maret dan Juli.
Walaupun jumlah titik panas yang cukup tinggi pada bulan-bulan tersebut akan
tetapi tidak terjadi di sepanjang tahun 2008 – 2018. Pada grafik juga dapat dilihat
bahwa kejadian keberdaan hotspot yang selalu hadir berulang hampir
disepanjang tahun 2008 – 2018 terjadi pada bulan Februari, Juni, Juli dan
Agustus. Fenomena kemunculan titik panas yang berulang pada bulan yang sama
dan selang waktu yang berdekatan dapat terlihat pada grafik terjadi pada bulan
Juni, juli dan Agustus, hal ini kemungkinan mengindikasikan bahwa pada bulan-
bulan tersebut merupakan bulan-bulan yang rawan terjadinya kebakaran.
Analisis Data Titik Panas Berdasarkan Wilayah Administrasi
Ekosistem Senepis merupakan salah satu dari 5 hamparan blok lahan
gambut area kerja Yayasan Belantara yang ada di Propinsi Riau. Secara
Administratif berada dalam dua wilayah tingkat dua yakni Kota Dumai dan
Kabupaten Rokan Hilir dengan luasan mencapai 322.966 Ha. Ekosistem Senepis
diapit oleh dua ekosistem perairan dimana pada bagian Barat terdapat perairan
Sungai Rokan yang merupakan salah satu dari 4 sungai besar di Riau, sementara
disi timur membentang peraiaran Selat Malaka.
Tabel 3.3 Sebaran data titik panas tahun 2008 – 2018 pada wilayah administrasi
Tahun Kabupaten/Kota
Jumlah Rokan Hilir Dumai
2008 8 25 33
2009 82 41 123
2010 97 52 149
2011 61 67 128
2012 96 41 137
2013 452 212 664
2014 292 584 876
2015 74 48 122
2016 16 33 49
2017 24 1 25
2018 45 40 85
Total 1247 1144 2391 Sumber: Peta administrasi kabupaten draft RTRWP Riau 2016
12
Dapat dilihat pada tabel 3.3, jumlah sebaran titik panas tertinggi pada
kawasan Ekosistem Senepis yang terdapat di wilayah administrasi Kabupaten
Rokan Hilir 1.247 titik sedangkan Kota Dumai 1.144 titik. Di kabupaten Rokan Hilir
jumlah hotspot tertinggi terdapat ditahun 2013 (452 titik) sementara jumlah titik
panas tertinggi di Kota Dumai terdapat ditahun 2014 dengan jumlah titik lebih
tinggi dibanding Kabupaten Rokan Hilir (584 titik). Selisih jumlah titik pada dua
wilayah administrasi tersebut tidak berbeda jauh (103 titik) dengan jumlah titik
yang bervariasi di setiap tahunnya. Dengan demikian, secara umum kawasan
Ekosistem Senepis yang berada dua wilayah administrasdari ini terindikasi
memiliki potensi kebakaran hutan dan lahan yang relatif sama.
Gambar 3.4 Grafik sebaran jumlah titik panas Ekosistem Senepis tahun 2008 – 2018 pada wilayah administasi
Pada gambar 3.4, grafik menunjukkan fluktuasi jumlah titik panas di wilayah
adminstrasi Kabupaten Rokan Hilir dan Kota Dumai tidak jauh berbeda periode
2008 – 2018. Peningkatan drastis jumlah titik panas di Kabupaten Rokan Hilir
terjadi di tahun 2012 ke tahun 2013, kemudian turun bertahap ditahun 2014 dan
2015. Sedangkan di Kota Dumai peningkatan bertahap ditahun 2012 ke tahun
2013 dan terus naik di tahun 2014, kemudian menurun drastis ditahun 2015.
0
100
200
300
400
500
600
700
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Jum
lah
Ho
tsp
ot
Tahun
Dumai
Rokan Hilir
13
Analisis Data Titik Panas Berdasarkan Fungsi Kawasan
Tabel 3.4 Sebaran data titik panas tahun 2008 – 2018 berdasarkan Fungsi Kawasan
Tahun Fungsi Kawasan
Jumlah KSA HL HPT HP HPK APL
2008 0 0 0 25 1 7 33
2009 0 0 0 57 21 45 123
2010 0 0 0 92 10 47 149
2011 0 0 4 98 8 18 128
2012 0 0 1 84 12 40 137
2013 0 0 2 382 88 192 664
2014 0 0 15 706 61 94 876
2015 0 0 1 63 0 58 122
2016 0 0 0 35 4 10 49
2017 0 0 0 10 0 15 25
2018 0 0 10 53 5 17 85
Total 0 0 33 1605 210 543 2391 Sumber: Peta Fungsi Kawasan KLHK No. 903
Dapat dilihat pada Tabel 3.4, sebaran jumlah titik panas berdasarkan
Fungsi Kawasan SK KLHK No. 903, jumlah titik panas tertinggi periode 2008 –
20018 terdapat di kawasan dengan fungsi Hutan Produksi (HP) dengan jumlah
1.605 titik, selanjutnya Area Peruntukan Lainnya (APL) dengan 543 titik dan
Hutan Produksi Konversi (HPK) 210 titik.
Gambar 3.5 Grafik sebaran jumlah titik panas Ekosistem Senepis tahun 2008 – 2018 berdasarkan Fungsi Kawasan
0
100
200
300
400
500
600
700
800
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Jum
lah
Ho
tsp
ot
Tahun
KSA
HL
HPT
HP
HPK
APL
14
Jika dilihat dari grafik pada Gambar 3.5 terjadi peningkatan jumlah tittik
panas pada kawasan HP dari tahun 2012 ke tahun 2013 dan terus meningkat
pada puncaknya ditahun 2014. Berdasarkan tabel 3.4 dan gambar 3.5 dapat
diindikasikan bahwa bahwa kawasn dengan Fungsi Hutan Produksi (HP)
merupakan kawasan yang rentan terhadap terjadinya kebakaran hutan dan lahan.
15
Analisis Data Titik Panas Berdasarkan Penutupan Lahan
Tabel 3.5 Sebaran data titik panas tahun 2008 – 2018 berdasarkan Penutupan Lahan
Tahun Belukar Rawa
Hutan Mangrove Sekunder
Hutan Rawa
Sekunder
Hutan Tanaman
Perkebunan Pertambangan
Pertanian Lahan Kering
Campur
Sawah Semak/Belukar Tanah
Terbuka/kosong Jumlah
2008 2 0 0 0 0 0 2 0 29 33
2009 5 0 4 2 10 3 7 0 92 123
2010 11 0 6 2 25 0 1 3 101 149
2011 9 1 5 20 2 0 3 2 86 128
2012 10 0 8 0 5 0 1 113 137
2013 32 0 54 7 42 2 18 0 509 664
2014 150 0 164 29 48 1 33 1 12 438 876
2015 27 0 20 1 1 0 2 0 71 122
2016 13 0 0 0 0 0 2 0 34 49
2017 0 0 5 0 0 0 0 0 0 20 25
2018 15 0 30 0 0 0 2 0 38 85
Total 274 1 296 61 133 6 71 1 17 1531 2391 Sumber: Peta penutupan lahan KLHK 2014
16
Berdasarkan dari hasil analisis dengan Penutupan Lahan pada tabel 3.5
menunjukkan hasil bahwa jumlah titik panas tertinggi terdapat pada area dengan
Penutupan Lahan Tanah terbuka/kosong dengan jumlah titik 1.531 titik,
sedangkan tahun dengan jumlah jumlah titik panas tertinggi terdapat ditahun 2014
(876 titik)
Gambar 3.6 Grafik sebaran jumlah titik panas Ekosistem Senepis tahun 2008 – 2018 berdasarkan Penutupan Lahan
Pada gambar 3.6, secara umum fluktuasi jumlah titik panas periode 2008 –
2018 pada tahun 2012 hingga 2015 terlihat sangat mencolok. Pada penutupan
lahan Tanah Terbuka/kosong diepanjang hampir disepanjang tahun periode 2008
hingga 2018 memiliki jumlah yang lebih tinggi dari pada penutupan lahan yang
lain, dengan demikian dapat diindikasikan bahwa area dengan penutupan lahan
Tanah Kosong/Terbuka merupakan penutupan lahan dengan potensi kejadian
kebakaran yang cukup tinggi.
0
100
200
300
400
500
600
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Jum
lah
Ho
tsp
ot
Tahun
Belukar Rawa
Hutan MangroveSekunderHutan Rawa Sekunder
Hutan Tanaman
Perkebunan
Pertambangan
Pertanian Lahan KeringCampurSawah
Semak/Belukar
Tanah Terbuka/kosong
17
Analisis Data Titik Panas Berdasarkan Lahan Gambut
Tabel 3.6 Sebaran data titik panas tahun 2008 – 2018 berdasarkan Lahan Gambut
Tahun Kedalaman (Cm)
Jumlah > 400 200 - 400 100 - 200 50 - 100
2008 15 6 4 7 32
2009 90 17 10 4 121
2010 96 14 30 6 146
2011 91 7 24 5 127
2012 116 3 6 11 136
2013 502 52 69 31 654
2014 598 77 147 51 873
2015 96 7 17 2 122
2016 21 18 1 5 45
2017 24 0 1 0 25
2018 73 3 7 0 83
Total 1722 204 316 122 2364 Sumber: Peta sebaran kedalaman gambut Wetlands 2003
Analisis areal kebakaran hutan dan lahan di lahan gambut pada tabel 3.6
dapat dilihat bahwa dari 2.364 total jumlah hotspot pada lahan gambut, 1.722 titik
panas berada pada laahn gambtu dengan kelas kedalaman >400 Cm. Jumlah
tersebut merpuakan jumlah hotspot tertinggi dari 3 kelas kedalaman gambut
lainnya. Jika dilihat berdasarkan jumlah hotspot tertinggi yang terjadi pada periode
2008 – 2018, tahun 2014 adalah tahun dengan jumlah hotspot tertinggi dengan
jumlah total titik panas sebanyak 873 titik, 598 titik diantaranya berada di kelas
kedalaman gambut >400 Cm.
18
Gambar 3.7 Grafik sebaran jumlah titik panas Ekosistem Senepis tahun 2008 – 2018 berdasarkan Lahan Gambut
Berdasarkan gambar 3.7 dapat dilihat pola fluktuasi jumlah titik panas pada
setiap kelas kedalaman lahan gambut terjadi pada rentang tahun 2012 hingga
2015, dimana gejolak yang paling terlihat pada kelas gambut dengan kedalaman
>400 Cm. Dari data titik panas pada tabel 3.6 dan gambar 3.7 dapat diindikasikan
bahwa riwayat kebakaran hutan dan lahan periode 2008 – 2018 cenderung terjadi
pada lahan gambut dengang kelas kedalam >400 Cm.
Pada kondisi alami gambut memiliki kemampuan menyimpan air dan
melepasnya kembali secara perlahan-lahan ke sungai atau laut. Pada musim
kemarau kandungan air yang ada di bawah permukaan gambut akan terlepas
secara perlahan namun dengan debit air yang masih cukup besar sehingga bila
musim hujan tiba kawasan hutan rawa gambut akan terendam/banjir kembali.
Dengan kondisi alami, lahan gambut bukanlah tipe lahan yang mudah terbakar
mengingat sifat alami gambut yang seperti spon mampu menyimpan air.
Namun dari hasil analisis titik panas menunjukkan fenomena yang tidaka
alami terjadi pada lahan gambut. Ini diduga bahwa kondisi lahan gambut pada
kawasan gambut sudah mengalami penurunan kualitas kealamiannya sehingga
menyebabkan intensitas dan sebaran titik panas yang tinggi pada lahan gambut
kawasan Ekosistem Senepis.
0
100
200
300
400
500
600
700
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Jum
lah
Ho
tsp
ot
Tahun
> 400
200 - 400
100 - 200
50 - 100
19
KESIMPULAN
Berdasarkan data titik panas tahunan jumlah titik panas tertinggi periode
2008 – 2018 terdapat pada tahun 2014 dengan jumlah titik sebanyak 2.391
titik
Berdasarkan data titik panas bulanan, jumlah total titik panas tertinggi
terdapat di bulan-bulan kering yaitu bulan Juni dengan jumlah titik
sebanyak 790 titik
Berdasarkan data titik panas pada wialyah administrasi, jumlah titik panas
tertinggi terdapat di wilayah adminitrasi kabupaten Rokan Hilir (1.247)
Berdasarkan data titik panas pada kawasan hutan, jumlah titik panas
tertinggi terdapat pada kawasan dengan fungsi Hutan Produksi (HP)
dengan jumlah titik panas 1.605
Berdasarkan pada kelas penutupan lahan, penutupan lahan dengan kelas
penutupan Tanah Kosong/terbuka merupakan kelas penutupan lahan
dengan jumlah titik panas tertinggi (1.531)
Berdasarkan data sebaran lahan gambut pada kawsan Ekosistem Senepis,
jumlah titik panas tertinggi terdapat pada lahan gambut dengan kelas
kedalaman >400 Cm dengan jumlah titik panas sebanyak 1.722 titik
Berdasarkan data-data tersebut dapat disimpulkan bahwa riwayat jumlah
tertinggi terjadi pada tahun 2014 dengan bulan dengan jumlah tertinggi terjadi
pada bulan Juni, ini menunjukkan bahwa bulan Juni bisa dikatakan bulan yang
paling rentan terhadap jumlah hotspot yang tinggi artinya rentan terhadap
kebakaran. Pada data Fungsi Kawasan, kawasan dengan fungsi Hutan Produksi
adalah kawasan yang perlu menjadi perhatian karena data titik paans periode
2008 – 2018 menunjukkan pada kawasan ini terdapat jumlah hotspot paling tinggi
dibanding kawasan lainnya. Sedangkan pada kelas penutupan lahan
menunjukkan bahwa lahan dengan kelas penuutpan Tanah Kosong/terbukan
adalah kelas penutupan lahan yang paling rentan terhadap kebakaran karena
data menunjukkan bahwa kelas Tanah Kosong/terbuka paling rentan terhadap
jumlah hotspot yang tinggi. Sementara itu data titik panas pada lahan gambut
menunjukkan bahwa lahan gambut pada kelas kedalaman >400 Cm memiliki
20
riwayat jumlah hotspot paling tinggi, sehingga menjadikan lahan gambut pada
kelas ini adalah kelas lahan gambut yang paling rentan mengalami kebakaran.
21
DAFTAR PUSTAKA
Endrawati, 2016. Analisis Data Titik Panas (Hotspot) dan Areal Kebakaran Hutan dan Lahan tahun 2016. Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2016
Feriadi, Andri, Widyarto Setyawan. 2012. Deteksi Lokasi Titik Api Pada
Kebakaran Hutan Menggunakan Colour Image Prosessing. Seminar Nasional Informatika 2012 (semnasIF 2012) UPN ”Veteran” Yogyakarta, 30 Juni 2012
Hanna Aditya Januarisky. 2012. POLA Sebaran Titik Panas (Hotspot) Dan
Keterkaitannya Dengan Perubahan Penggunaan Lahan (Studi Kasus : Provinsi Kalimantan Barat). Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Setya Candra Heryalianto. 2006. Studi Tentang Sebaran Titik Panas
(Hotspot) Sebagai Penduga Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2003 Dan Tahun 2004. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Fonny Rianawati, Mufidah Asyári, Fatriani dan Asysyifa. 2016. Pemetaan
Daerah Rawan Kebakaran Pada Lahan Basah dikecamatan Gambut Provinsi Kalimantan Selatan. Jurnal Seminar Nasional dan Gelar Produk 2016.
Giatika Chrisnawati. 2007. Analisa Sebaran Titik Panas dan Suhu
Permukaan Daratan Sebagai Penduga Terjadinya Kebakaran HutanMenggunakan Sensor Satelit NOOA/AVHRR dan Eos Aqua-Terra/Modis. Tugas Akhir, Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Muhammad Ikhwan. 2016. Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran Hutan
dan Lahan Di Kabupaten Rokan Hilir. Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan Vol.11, No.1
Solichin, dkk. Sistem Informasi Manual Pemetaan Daerah Rawan
Kebakaran. Buku manual. Sout Sumatera Forets Management Project.
22
LAMPIRAN
23
Lampiran 1. Peta Sebaran Titik Panas Ekosistem Senepis Pada Wilayah
Administrasi
24
Lampiran 2. Peta Sebaran Titik Panas Ekosistem Senepis Pada Fungsi
Kawasan
25
Lampiran 3. Peta Sebaran Titik Panas Ekosistem Senepis Pada Fungsi
Kawasan
26
Lampiran 4. Peta Sebaran Titik Panas Ekosistem Senepis Pada Lahan
Gambut