analisis variabilitas klorofil-a dan spl di perairan barat sumatera serta kaitannya dengan indian...

45
LAPORAN MAGANG ANALISIS VARIABILITAS KLOROFIL-A DAN SPL DI PERAIRAN BARAT SUMATERA SERTA KAITANNYA DENGAN INDIAN OCEAN DIPOLE (IOD) Diajukan untuk memenuhi syarat Magang Disusun oleh : Rahmathul Zamzami : 230210120039 Pembimbing : Martono, M.Si UNIVERSITAS PADJADJARAN

Upload: rahmathulzamzami

Post on 13-Jul-2016

7 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Laporan Magang LAPAN Bandung

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Variabilitas Klorofil-A Dan Spl Di Perairan Barat Sumatera Serta Kaitannya Dengan Indian Ocean Dipole (Iod)

LAPORAN MAGANGANALISIS VARIABILITAS KLOROFIL-A DAN SPL DI PERAIRAN BARAT

SUMATERA SERTA KAITANNYA DENGAN INDIAN OCEAN DIPOLE (IOD)

Diajukan untuk memenuhi syarat Magang

Disusun oleh :Rahmathul Zamzami : 230210120039

Pembimbing :Martono, M.Si

UNIVERSITAS PADJADJARANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTANJATINANGOR

2016

Page 2: Analisis Variabilitas Klorofil-A Dan Spl Di Perairan Barat Sumatera Serta Kaitannya Dengan Indian Ocean Dipole (Iod)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

dengan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan batas-batas

kemampuan yang penulis miliki guna memenuhi syarat magang di LAPAN

Bandung.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Lembaga LAPAN

Bandung yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melakukan

kegiatan magang di Kantor LAPAN Bandung. Bapak Martono sebagai

pembimbing selama penulis magang di LAPAN. Bapak Joko dan segenap

karyawan LAPAN yang telah memberikan bantuan administrasi di tempat

magang.

Tulisan yang dibuat ini pada hakikatnya jauh dari kata sempurna, oleh

sebab itu penulis sangat berharap adanya kritik dan saran membangun yang bisa

dijadikan pedoman dalam pembuatan karya tulis yang lebih baik lagi. Sebagai

penutup penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat baik bagi diri penulis

sendiri ataupun pembaca.

Jatinangor, Februari 2016

Penulis

Page 3: Analisis Variabilitas Klorofil-A Dan Spl Di Perairan Barat Sumatera Serta Kaitannya Dengan Indian Ocean Dipole (Iod)

DAFTAR ISI

BAB Halaman

KATA PENGANTAR................................................................................DAFTAR ISI..............................................................................................DAFTAR GAMBAR..................................................................................

I. PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang...............................................................................1.2 Tujuan.............................................................................................1.3 Waktu dan Tempat Penelitian........................................................

II. KONDISI UMUM LAPAN BANDUNG2.1 Kondisi Umum Lokasi...................................................................2.2 Organisasi Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional...........2.2.1 Sejarah LAPAN Bandung ..........................................................2.2.2 Struktur Organisasi......................................................................2.3 Sarana dan Prasarana .....................................................................

III. PELAKSANAAN KEGIATAN 3.1 Kajian Umum Lokasi.....................................................................3.2 Klorofil-a dan Suhu Permukaan Laut.............................................3.3 Indian Ocean Dipole...................................................................... 3.4 Metodologi Penelitian.................................................................... 3.4.1 Pengumpulan Data.......................................................................3.4.2 Pengolahan Data..........................................................................

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Variabilitas Klorofil-a ....................................................................4.2 Variabilitas Suhu Permukaan Laut .................................................4.3 Mode Dipole Indeks........................................................................4.4 Hubungan Klorofil-a dan Suhu Permukaan Laut............................4.5 Keterkaitan IOD dengan Klorofil-a dan Suhu Permukaan Laut.....

V. SIMPULAN DAN SARAN4.1 Simpulan .........................................................................................4.2 Saran ...............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................

Page 4: Analisis Variabilitas Klorofil-A Dan Spl Di Perairan Barat Sumatera Serta Kaitannya Dengan Indian Ocean Dipole (Iod)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1 Peta Lokasi LAPAN Bandung....................................................

2 Struktur Organisasi LAPAN........................................................

3 Transek Wilayah Kajian..............................................................

4 Wilayah Indian Ocean Dipole.....................................................

5 Tren Klorofil-a Tahun 2003-2015 pada Transek I.............................

6 Konsentrasi Rata-rata Klorofil-a pada Transek I...............................

7 Tren Klorofil-a Tahun 2003-2015 pada Transek II............................

8 Konsentrasi Rata-rata Klorofil-a pada Transek II..............................

9 Tren Klorofil-a Tahun 2003-2015 pada Transek III..........................

10 Konsentrasi Rata-rata Klorofil-a pada Transek III............................

11 Tren SST Tahun 2003-2015 pada Transek I.....................................

12 Konsentrasi Rata-rata SST pada Transek I.......................................

13 Tren SST Tahun 2003-2015 pada Transek II....................................

14 Konsentrasi Rata-rata SST pada Transek II......................................

15 Tren SST Tahun 2003-2015 pada Transek III...................................

16 Konsentrasi Rata-rata SST pada Transek III.....................................

17 Gradien Anomaly Samudera Hindia 2003-2015...............................

18 Mode Dipole Indeks 2003-2015......................................................

19 Hubungan SPL dan Klorofil Transek I, II dan III..............................

20 Nilai Korelasi Transek I, II dan III..................................................

21 Transek I. (Atas) Sebaran Klorofil-a pada musim timur dan peralihan II saat

IOD (+) kuat. (Bawah) Sebaran Klorofil-a pada musim timur dan peralihan II

saat IOD (-) kuat...................................................................................

22 Transek I. (Atas) SST pada musim timur dan peralihan II saat IOD (+) kuat.

(Bawah) SST pada musim timur dan peralihan II saat IOD (-) kuat....

23 Transek II. (Atas) Sebaran Klorofil-a pada musim timur dan peralihan II saat

IOD (+) kuat. (Bawah) Sebaran Klorofil-a pada musim timur dan peralihan II

saat IOD (-) kuat...................................................................................

Page 5: Analisis Variabilitas Klorofil-A Dan Spl Di Perairan Barat Sumatera Serta Kaitannya Dengan Indian Ocean Dipole (Iod)

24 Transek II. (Atas) SST pada musim timur dan peralihan II saat IOD (+) kuat.

(Bawah) SST pada musim timur dan peralihan II saat IOD (-) kuat....

25 Transek III. (Atas) Sebaran Klorofil-a pada musim timur dan peralihan II saat

IOD (+) kuat. (Bawah) Sebaran Klorofil-a pada musim timur dan peralihan II

saat IOD (-) kuat...................................................................................

26 Transek III. (Atas) SST pada musim timur dan peralihan II saat IOD (+) kuat.

(Bawah) SST pada musim timur dan peralihan II saat IOD (-) kuat....

Page 6: Analisis Variabilitas Klorofil-A Dan Spl Di Perairan Barat Sumatera Serta Kaitannya Dengan Indian Ocean Dipole (Iod)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Magang merupakan salah satu kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan

pengalaman baik dari segi keilmuan, struktur organisasi kerja, dan sebagainya.

Sehubung dengan hal tersebut, dalam rangka menyelesaikan tugas akhir maka

penulis mempertimbangkan melakukan kegiatan magang yang dilaksanakan

dengan waktu yang tentatif.

Adapun pemilihan tempat Magang sangat penting dalam membantu

mahasiswa untuk memperoleh ilmu yang sesuai dengan rencana penyusunan tugas

akhir. Dalam hal ini, penulis melakukan kegiatan PKL di LAPAN BANDUNG

untuk mempelajari Interaksi Laut - Atmosfer.

Interaksi Laut – Atmosfer merupakan salah satu fenomena yang menarik

untuk dikaji, dimana sifat dinamik dari masing-masing lingkungan tersebut yang

cenderung mengalami perubahan serta saling memberkan pengaruh satu sama

lainnya.

1.2 Tujuan

Kegiatan Magang yang dilakukan di Lembaga Penerbangan dan Antariksa

Nasional (LAPAN) Bandung dengan bidang kajian Laut Atmosfer bertujuan

untuk :

1. Membantu mahasiswa agar mendapat ilmu dan pengalaman yang lebih

banyak. Memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan serta etos kerja

yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja.

2. Membantu mahasiswa dalam pencarian topik serta penyusunan tugas akhir.

1.3 Waktu dan Tempat Penelitian

Praktik Kerja Lapang (PKL) dilakukan pada tanggal 1 Februari 2016 s.d.

20 Februari 2016. Kegiatan magang Analisis Variabilitas Klorofil-a dan Suhu

Permukaan Laut dilaksanakan di Jl. Dr. Djundjunan No 133 - Bandung.

Page 7: Analisis Variabilitas Klorofil-A Dan Spl Di Perairan Barat Sumatera Serta Kaitannya Dengan Indian Ocean Dipole (Iod)

BAB II

KONDISI UMUM LAPAN BANDUNG

2.1 Kondisi Umum Lokasi

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional atau LAPAN

(http//www.lapan.go.id) yang terdiri dari DEPUTI Bidang Sains, Pengkajian dan

Informasi Kedirgantaraan, Pusat Sains Antariksa, serta Pusat Sains dan Teknologi

Atmosfer berlokasi di Jl. DR. Djundjunan 133, Bandung (40173). Letak kantor

LAPAN ini cukup strategis, dekat dengan gerbang Tol Pasteur, menjadikan kantor

LAPAN mudah dijangkau baik dengan menggunakan kendaraan umum maupun

milik pribadi.

Gambar 1. Peta Lokasi LAPAN Bandung

Lokasi Satuan Kerja Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional ini

terdapat di beberapa daerah di Indonesia. Kantor LAPAN Pusat berada di Jakarta,

begitu pula dengan Pusat Pengkajian Informasi Kedirgantaraan, Pusat Teknologi

dan Data Penginderaan Jauh, serta Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh yang

terdapat di Jakarta. Selain itu Pusat Teknologi Penerbangan dan Pusat Teknologi

Roket bertempat di Rumpin, Bogor, Balai Produksi dan Pengujian Roket yang

terdapat di Pamengpeuk, Garut, Loka Pengamatan Dirgantara Sumedang yang

berada di Tanjungsari, Sumedang, Balai Pengamatan Dirgantara Watukosek

terdapat di Watukosek, Pasuruan, Balai Penginderaan Jauh Parepare yang berada

di Parepare, Sulawesi Selatan, Loka Pengamatan Dirgantara Kototabang

bertempat di Kototabang, Sumatera Barat, Balai Pengamatan Dirgantara

Pontianak yang bertempat di Pontianak, Pusat Teknologi Satelit yang berada di

Rancabungur, Bogor, Balai Penjejakan dan Kendali Wahana Antariksa yang

berada di Biak, Papua Barat, sedangkan LAPAN Bandung merupakan Lokasi

Page 8: Analisis Variabilitas Klorofil-A Dan Spl Di Perairan Barat Sumatera Serta Kaitannya Dengan Indian Ocean Dipole (Iod)

Satuan Kerja LAPAN untuk Pusat Sains Antariksa serta Pusat Teknologi dan

Sains Atmosfer.

2.2 Organisasi Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

2.2.1 Sejarah LAPAN Bandung

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional dibentuk dengan tujuan

menjadi pusat unggulan dan handal dalam penelitian dan pengembangan bidang

sains atmosfer dan iklim serta pemanfaatannya. LAPAN membentuk bidang Pusat

Sains dan Teknologi Atmosfer yang berada di Bandung dengan memiliki balai

atau loka sebagai bagianya yang berada di LPD Sumedang, BPD Watukosek

(Pasuruan), BPD Pontianak, LPA Kototabang (Sumatera Barat). Dengan fungsi

dan daerah pengkaajian masing-masing.

Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer sendiri mempunyai tugas

melaksanakan penelitian dan pengembangan sains dan teknologi atmosfer serta

pemanfaatannya. Fungsi tersebut terdapat beberapa poin inti diantaranya:  

Penelitian dan pengembangan pemodelan dinamika atmosfer serta

pemanfaatannya

Penelitian dan pengembangan komposisi atmosfer serta pemanfaatannya

Penelitian dan pengembangan di bidang teknologi atmosfer, pengelolaandata

serta pengamatan atmosfer

Pembinaan teknis di bidang sains teknologi atmosfer

Pelaksanaan kerjasama teknis di bidang sains dan teknologi atmosfer

Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer LAPAN memiliki beberapa program

untuk bisa mencapai fungsi mereka, berikut program tersebut :

Pembuatan model iklim Indonesia

Prediksi perubahan dan variabilitas iklim Indonesia termasuk ENSO

Pengembangan model iklim dan uji validasi model

Penelitian proses-proses atmosfer

Pembuatan model ozon Indonesia

Pembuatan pola penyebaran polusi udara

Pemetaan lokasi hujan asam

Page 9: Analisis Variabilitas Klorofil-A Dan Spl Di Perairan Barat Sumatera Serta Kaitannya Dengan Indian Ocean Dipole (Iod)

Pengkajian Gas Rumah Kaca dan aerosol

Penerapan luaran model iklim dan polusi udara untuk sektor pertanian,

kehutanan, kesehatan dan perhubungan

2.2.2 Struktur Organisasi

Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer Lembaga Penerbangan dan Antariksa

Nasional terdiri atas Bidang Pemodelan Atmosfer, Bidang Komposisi Atmosfer,

Bidang Teknologi atmosfer, Sub bagian Tata Usaha, Kelompok Jabatan

Fungsional. Bidang Pemodelan Atmosfer memiliki Tugas untuk melaksanakan

penelitian dan pengembangan pemodelan dinamika atmosfer serta

pemanfaatannya, dan penyiapan bahan pelaksanaan kerjasama teknis dibidangnya.

Bidang Komposisi Atmosfer bertugas untuk melaksanakan penelitian dan

pengembangan komposisi atmosfer serta pemanfaatannya, dan penyiapan bahan

pelaksanaan kerjasama teknis di bidangnya. Bidang Teknologi Atmosfer

memiliki tugas untuk melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang

teknologi atmosfer, pengelolaan data serta pengamatan atmosfer, dan penyiapan

bahan pelaksanaan kerjasama teknis dibidangnya.

Gambar 2. Struktur Organisasi LAPAN

Page 10: Analisis Variabilitas Klorofil-A Dan Spl Di Perairan Barat Sumatera Serta Kaitannya Dengan Indian Ocean Dipole (Iod)

Gambar 2 memperlihatkan bagaimana struktur Organisasi di Lembaga

Penerbangan dan Antariksa Nasional. Kepala Lembaga langsung membawahi

Sekretariat Utama dan Inspektorat, yang berhubungan dengan Pusat Pemanfaatan

Teknologi Dirgantara yang berkoordinasi dengan Sekretariat Utama. Sedangkan

Sekretariat Utama membawahi Biro Perencanaan dan Organisasi, Biro Kerjasama

dan Hubungan Masyarakat, serta Biro Umum.

Selain itu Kepala Lembaga juga langsung membawahi tiga Deputi yaitu

Deputi Bidang Penginderaan Jauh, Deputi Bidang Sains, Pengkajian dan

Informasi Kedirgantaraan, serta Deputi Bidang Teknologi Dirgantara. Deputi

Bidang Penginderaan Jauh terdiri dari Pusat Teknologi Data Penginderaan Jauh

dan Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh. Deputi Bidang Sains, Pengkajian dan

Informasi Kedirgantaraan terdiri dari Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer, Pusat

Sains Antariksa, dan Pusat Pengkajian dan Informasi Kedirgantaraan. Adapun

Deputi Bidang Teknologi Dirgantara terdiri dari Pusat Teknologi Satelit, Pusat

Teknologi Roket, dan Pusat Teknologi Penerbangan.

2.3 Sarana dan Prasarana di LAPAN Bandung

Fasilitas di Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer LAPAN ini sendiri

meliputi sarana dan prasarana guna menunjang pekerjaan para anggotanya,

meliputi:

Radar Atmosfer Khatulistiwa

Lidar Aerosol

Sistem penerima satelit NOAA

Sistem penerima Marwin 12 VAISALA

Mobil unit polusi udara

Peralatan pengukur polusi udara dan kebisingan

Pyranometer pengukur radiasi uv-A dan uv-B

Penakar curah hujan otomatis

Automatic Weather Station

Page 11: Analisis Variabilitas Klorofil-A Dan Spl Di Perairan Barat Sumatera Serta Kaitannya Dengan Indian Ocean Dipole (Iod)

BAB III

PELAKSANAAN KEGIATAN

3.1 Kajian Umum Lokasi

Pada pelaksanaan kegiatan magang dilakukan pengolahan data di perairan

barat Sumatera yang dibagi menjadi tiga transek. Transek I terletak pada

4.812495°BT - 95.312520°LU dan 2.812495°BT - 97.562520°LU. Transek II

terletak pada 2.812495°BT - 95.312520°LU dan 0.187495°BT - 99.145840°LU.

Sedangkan Transek III terletak pada 0.187495°BT - 95.312520°LU dan -

3.354169°BT - 101.645800°LS.

Perairan barat Sumatera merupakan perairan yang berhubungan langsung

dengan Samudera Hindia sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa banyak faktor-

faktor yang mempengaruhi karakteristik wilayah tersebut.

Gambar 3. Transek Wilayah Kajian

3.2 Klorofil-a dan Suhu Permukaan Laut

Klorofil-a dan SPL merupakan salah satu parameter penting di lautan yang

keduanya bersifat saling mempengaruhi baik itu satu sama lain maupun terhadap

parameter lainnya. klorofil-a juga merupakan salah satu indikator kesuburan

perairan dimana semakin tinggi konsentrasi klorofil-a maka semakin subur

Page 12: Analisis Variabilitas Klorofil-A Dan Spl Di Perairan Barat Sumatera Serta Kaitannya Dengan Indian Ocean Dipole (Iod)

perairan tersebut. Tingginya konsentrasi klorofil-a akan sebanding dengan derajat

suhu permukaan laut yang semakin menurun.

Adapun informasi mengenai variabilitas klorofil-a dan spl dalam bidang

perikanan dan kelautan memiliki peranan penting sebagai saranan pendugaan dan

penentuan lokasi upwelling, front ataupun eddies current. Menurut Lalli dan

Parson dalam Rahmaidi, informasi mengenai variabilitas suhu permukaan laut dan

klorofil-a dapat digunakan sebagai dasar untuk menduga dan menentukan perairan

yang potensial untuk fishing ground.

3.3 Indian Ocean Dipole

IOD atau indian ocean dipole merupakan suatu fenomena anomali spl di

Samudera Hindia yang ditandai dengan anomali negatif di Samudera Hindia

bagian timur dan anomali positif di Samudera Hindia bagian barat. Siklus ini

diawali dengan munculnya anomali spl negatif di sekitar selat Lombok hingga

selatan Jawa pada bulan Mei-Juni, bersamaan dengan itu terjadi anomali angin

tenggara yang lemah di sekitar Jawa dan Sumatera. Selanutnya pada bulan Juli-

Agustus, anomali negatif ini terus menguat dan semakin meluas sampai ke

ekuator hingga pantai barat Sumatera, sementara itu anomali positif spl mulai

muncul di bagian barat Samudera Hindia. Perbedaaan tekanan di antara keduanya

semakin memperkuat angin tenggara di sepanang ekuator dan pantai barat

Sumatera. Siklus ini mencapai puncaknya pada bulan Oktober dan selanjutnya

menghilang dengan cepat pada bulan November-Desember.

Saji et al dalam Yanuar (2012) menganalisis kejadian DM dengan

menggunakan indeks sederhana yaitu berupa dipole anomaly suhu muka laut yang

didefenisikan sebagai perbedaan anomaly spl Samudera Hindia bagian timur dan

Samudera Hindia bagian barat.

Page 13: Analisis Variabilitas Klorofil-A Dan Spl Di Perairan Barat Sumatera Serta Kaitannya Dengan Indian Ocean Dipole (Iod)

Gambar 4. Wilayah Indian Ocean Dipole

Selanjutnya dari perhitungan tersebut, berdasarkan standar institusi meteorologi

dalam Yanuar (2012) kriteria anomali spl di Hindia adalah sebagai berikut :

Dipole Mode Negatif (-) : < - 0.4°C

Normal : ± 0.4°C

Dipole Mode Positif (+) : > 0.4°C

3.4 Metodologi Penelitian

3.4.1 Pengumpulan Data

Data klorofil-a dan SST diambil untuk 3 transek wilayah kajian yakni di

perairan barat Sumatera. Data yang diambil merupakan data bulanan dari Januari

2003 sampai dengan Desember 2015. Data ini diambil dari hasil citra satelit

NOAA yakni dari website http://oceanwatch.pifsc.noaa.gov/. Adapun indeks

mode dipole diperoleh berdasarkan analisis data SST menggunakan microsoft

excell.

3.4.2 Pengolahan Data

a. Data Klorofil-a dan SST

Pengolahan data klorofil dan SST dilakukan untuk mengetahui variabilitas

kedua parameter tersebut baik secara temporal maupun spasial untuk kemudian

dianalisis lebih lanjut.

Software yang digunakan dalam pengolahan data diantaranya :

a. Microsoft excell, untuk analisis temporal dan mode indeks dipole.

Page 14: Analisis Variabilitas Klorofil-A Dan Spl Di Perairan Barat Sumatera Serta Kaitannya Dengan Indian Ocean Dipole (Iod)

b. Notepad untuk membantu pembacaan data di software ODV.

c. ODV untuk menampilkan data sebaran klorofil-a dan SST.

Tahapan dalam pengolahan data tersebut adalah sebagai berikut :

1. Mendownload data dari website oceanwatch untuk masing-masing transek

setiap bulannya dari tahun 2003-2015.

2. Menghitung konsentrasi rata-rata klorofil-a dan SST bulanan dan

permusim menggunakan microsoft excell dan kemudian ditampilkan dalam

bentuk grafik.

3. Melakukan analisis regresi linier dengan nilai klasifikasi menurut

Djarwanto & Pangestu dalam Yanuar (2012), yaitu sebagai berikut :

0 – 0,25 : Korelasi Lemah

0,25 – 0,5 : Korelasi Sedang

0,5 – 0,75 : Korelasi Kuat

0,75 – 0,99 : Korelasi Sangat Kuat

1 : Korelasi Sempurna

4. Memilih data musiman berdasarkan indeks IOD dan dipindahkan ke dalam

dalam notepad dengan fotmat x, y, z kemudian disimpan dalam bentuk txt.

5. Menampilkan data sebaran klorofil-a dan SST secara spasial menggunakan

data txt yang telah disusun sebelumnya di ODV.

b. Indeks IOD

Pembuatan indeks IOD dilakukan menggunakan microsoft excell dimana

dilakukan penambahan data SST perairan Samudera Hindia bagian barat untuk

membantu proses perhitungannya. Adapun tahapannya adalah sebagai berikut :

1. Membuat rataan SST bulannya setiap tahunnya dari data suhu di perairan

barat dan timur Samudera Hindia.

2. Menghitung nilai rata-rata bulanan dalam satu tahun berdasarkan rataan

data bulanan dari tahun 2003-2015.

3. Menghitung nilai anomaly suhu dengan cara mengurangi suhu aktual

dengan suhu rata-rata.

Page 15: Analisis Variabilitas Klorofil-A Dan Spl Di Perairan Barat Sumatera Serta Kaitannya Dengan Indian Ocean Dipole (Iod)

4. Membuat grafik berdasarkan nilai anomaly.

5. Memilah data sesuai dengan musim kejadian IOD.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 16: Analisis Variabilitas Klorofil-A Dan Spl Di Perairan Barat Sumatera Serta Kaitannya Dengan Indian Ocean Dipole (Iod)

4.1 Variabilitas Klorofil-a

Nilai rata-rata konsentrasi klorofil di perairan Barat dari tahun 2003

sampai 2015 berkisar antara 0,16 – 0,34 mg/m3. Rata-rata dari ketiga transek di

perairan tersebut, konsentrasi klorofil-a cenderung tinggi di musim barat dan

peralihan II.

Berdasarkan hasil analisis data pada transek I, selama periode 2003-2015

terjadi peningkatan klorofil-a sebesar 0,0132 mg/m3. Pada dasarnya hal ini masih

menjadi suatu fenomena yang perlu untuk dipertanyakan karena di seluruh

perairan dunia terutama Indonesia seiring dengan perubahan iklim ada suatu tren

negatif dimana konsentrasi klorofil-a cenderung mengalami penurunan.

Selain itu pada grafik diketahui bahwa konsentrasi klorofil tertinggi terjadi

di tahun 2010 yakni 0.759513 mg/m3 dan terendah di tahun 2012 yakni sebesar

0.15976 mg/m3.

Gambar 5. Tren Klorofil-a Tahun 2003-2015 pada Transek I

Adapun berdasarkan hasil analisis musiman, didapatkan rata-rata

konsentrasi klorofil-a yang tinggi di musim barat dan peralihan II. Hal ini

berkaitan suhu permukaan laut di kedua musim tersebut yang relatif lebih dingin

dibandingkan dengan musim timur dan musim peralihan I. Konsentrasi klorofil

berkisar antara 0,24 – 0,34 mg/m3.

Page 17: Analisis Variabilitas Klorofil-A Dan Spl Di Perairan Barat Sumatera Serta Kaitannya Dengan Indian Ocean Dipole (Iod)

Gambar 6. Konsentrasi Rata-rata Klorofil-a pada Transek I

Pada transek II, selama tahun 2003-2015 juga terjadi peningkatan

konsentrasi klorofil, yakni sebesar 0,0052. Konsentrasi tertinggi dan terendah

terjadi di tahun yang sama 2014 dengan konsentrasi 0.557678 mg/m3 dan

0.164478 mg/m3.

Gambar 7. Tren Klorofil-a Tahun 2003-2015 pada Transek II

Berdasarkan hasil analisis musiman pada transek II, didapatkan hasil yang

sama dengan transek I yaitu pada musim barat dan peralihan II konsentrasi

klorofil-a cenderung lebih tinggi. Konsentrasi klorofil berkisar antara 0,25 – 0,31

mg/m3.

Page 18: Analisis Variabilitas Klorofil-A Dan Spl Di Perairan Barat Sumatera Serta Kaitannya Dengan Indian Ocean Dipole (Iod)

Gambar 8. Konsentrasi Rata-rata Klorofil-a pada Transek II

Berdasarkan hasil analisis data pada transek III, didapatkan kesimpulan

bahwa terjadi penurunan klorofil-a yakni sebesar 0,0079 mg/m3. Penurunan di

daerah selatan perairan Barat Sumatera ini menunjukkan hasil yang positif dengan

tren yang terjadi secara global. Adapun konsentrasi tertinggi terjadi di tahun 2006

yakni sebesar 0.593419 mg/m3 dan terendah di tahun 2008 dengan konsentrasi

sebesar 0.098498 mg/m3.

Gambar 9. Tren Klorofil-a Tahun 2003-2015 pada Transek III

Berdasarkan hasil analisis musiman didapatkan hasil yang juga sedikit

berbeda dengan 2 transek di wilayah utara perairan Barat Sumatera dimana

konsentrasi rata-rata tertinggi terjadi di musim Timur dan Peralihan II.

Konsentrasi klorofil cenderung lebih kecil, yakni berkisar antara 0,16 – 0,24

mg/m3.

Page 19: Analisis Variabilitas Klorofil-A Dan Spl Di Perairan Barat Sumatera Serta Kaitannya Dengan Indian Ocean Dipole (Iod)

Gambar 10. Konsentrasi Rata-rata Klorofil-a pada Transek III

4.2 Variabilitas Suhu Permukaan Laut

Nilai rata-rata konsentrasi SPL di perairan Barat dari tahun 2003 sampai

2015 berkisar antara 29 – 31°C. Rata-rata dari ketiga transek di perairan tersebut,

konsentrasi SPL cenderung tinggi di musim Timur dan peralihan I.

Berdasarkan hasil analisis data pada transek I, selama periode 2003-2015

terjadi peningkatan SPL sebesar 0,0077°C. Nilai SPL tertinggi terjadi di tahun

2015 yakni sebesar 31.82409°C dan terendah di tahun 2010 dengan konsentrasi

sebesar 29.05773°C.

Gambar 11. Tren SST Tahun 2003-2015 pada Transek I

Adapun berdasarkan hasil analisis musiman, didapatkan rata-rata

konsentrasi SPL yang tinggi di musim timur dan peralihan I. Konsentrasi SPL

berkisar antara 30 – 31 °C.

Page 20: Analisis Variabilitas Klorofil-A Dan Spl Di Perairan Barat Sumatera Serta Kaitannya Dengan Indian Ocean Dipole (Iod)

Gambar 12. Konsentrasi Rata-rata SST pada Transek I

Pada transek II konsentrasi SPL juga mengalami peningkatan yakni

sebesar 0.0142°C. konsentrasi tertinggi terjadi di tahun 2015 yakni sebesar

31.72711°C dan terendah di tahun 2006 dengan nilai sebesar 28.76322°C.

Gambar 13. Tren SST Tahun 2003-2015 pada Transek II

Berdasarkan hasil analisis musiman hasil yang di dapat tidak berbeda

dengan transek I dimana konsentrasi tertinggi terjadi di musim timur dan

peralihan I, yakni berkisar antara 30 - 31°C.

Page 21: Analisis Variabilitas Klorofil-A Dan Spl Di Perairan Barat Sumatera Serta Kaitannya Dengan Indian Ocean Dipole (Iod)

Gambar 14. Konsentrasi Rata-rata SST pada Transek II

Pada transek III, konsentrasi klorofil-a mengalami peningkatan sebesar

0,0016°C. Konsentrasi terbesar terjadi di tahun 2012 yakni sebesar 31.39337°C

dan terendah di tahun 2006 dengan konsentrasi 27.34736°C.

Gambar 15. Tren SST Tahun 2003-2015 pada Transek III

Adapun analisis musiman menunjukkan konsentrasi SPL tertinggi terjadi

di musim timur dan peralihan I dengan kisaran 30 – 31°C. Hal ini berarti bahwa

tidak ada perbedaan antara wilayah utara dan selatan di perairan Barat Sumatera

yang dengan kata lain sebaran SPL di perairan tersebut bersifat homogen.

Page 22: Analisis Variabilitas Klorofil-A Dan Spl Di Perairan Barat Sumatera Serta Kaitannya Dengan Indian Ocean Dipole (Iod)

Gambar 16. Konsentrasi Rata-rata SST pada Transek III

4.3 Mode Dipole Indeks

Berdasarkan analisis anomali SPL yang terjadi di Samudera Hindia,

didapatkan hasil sebagai berikut :

Gambar 17. Gradien Anomaly Samudera Hindia

Vivi (2011), menjelaskan bahwa siklus IOD dimulai pada sekitar bulan

Mei-Juni, semakin menguat pada bulan Juli-Agustus dan mencapai puncaknya di

bulan September-Oktober dan menghilang secara cepat di bulan November-

Desember.

Gambar 18. Mode Dipole Indeks

Page 23: Analisis Variabilitas Klorofil-A Dan Spl Di Perairan Barat Sumatera Serta Kaitannya Dengan Indian Ocean Dipole (Iod)

Berdasarkan standar institusi meteorologi dalam Yanuar (2012) maka dari

grafik MDI di atas dapat disimpulkan bahwa IOD berlangsung setiap tahunnya

dimana IOD positif dan negatif terjadi secara bergantian setiap tahunnya. Adapun

IOD (+) kuat dengan nilai di atas 1,6 terjadi di tahun 2006 dan 2015. Sedangkan

IOD (-) kategori sedang terjadi di tahun 2005 dan 2010 dengan nilai di atas 1,2.

4.4 Hubungan Klorofil-a dan Suhu Permukaan Laut

Berdasarkan grafik yang diperoleh diketahui bahwa suhu dan klorofil-a

memiliki hubungan yang berbandng terbalik, dimana tiap kenaikan suhu akan

diikuti oleh penurunan konsentrasi klorofil-a.

Page 24: Analisis Variabilitas Klorofil-A Dan Spl Di Perairan Barat Sumatera Serta Kaitannya Dengan Indian Ocean Dipole (Iod)

Gambar 19. Hubungan SPL dan Klorofil Transek I, II dan III

Adapun berdasarkan Djarwanto & Pangestu dalam Yanuar (2012)

diketahui bahwa hasil analisis regresi linier masing-masing transek menunjukkan

korelasi lemah pada transek I dan II. Sedangkan transek III menunjukkan nilai

korelasi sedang. Hal ini dapat berarti bahwa fluktuasi klorofil-a maupun SST di

masing-masing transek tidak begitu signifikan sehingga keterkaitan antara dua

variabel tersebut cenderung bernilai lemah.

Page 25: Analisis Variabilitas Klorofil-A Dan Spl Di Perairan Barat Sumatera Serta Kaitannya Dengan Indian Ocean Dipole (Iod)

Gambar 20. Nilai Korelasi Transek I, II dan III

4.5 Keterkaitan IOD dengan Klorofil-a dan Suhu Permukaan Laut

Berdasarkan hasil pengolahan data klorofil-a dan spl menggunakan ODV

didapatkan hasil sebagaimana berikut:

Pada transek I, sebaran melintang klorofil-a yang terjadi di fase IOD

positif kuat dan IOD negatif kuat tidak terlalu terlihat perbedaan yang nyata. Hal

ini berarti bahwa pada fase-fase IOD, fluaktasi klorofil-a yang terjadi di bagian

selatan perairan barat Sumatera tidak memberikan pengaruh yang cukup terhadap

variabilitas klorofil-a di perairan bagian utara. Selain itu adanya tren peningkatan

klorofil-a di bagian utara perairan barat Sumatera dapat diyakini juga cukup

mempengaruhi kondisi klorofil tersebut.

Page 26: Analisis Variabilitas Klorofil-A Dan Spl Di Perairan Barat Sumatera Serta Kaitannya Dengan Indian Ocean Dipole (Iod)

Gambar 21. Transek I. (Atas) Sebaran Klorofil-a pada musim timur dan peralihan II saat IOD (+) kuat. (Bawah) Sebaran Klorofil-a pada musim timur dan peralihan II saat IOD

(-) kuat.

Adapun berdasarkan hasil selanjutnya, diketahui bahwa pada transek I antara

kejadian IOD positif kuat dan negatif kuat cukup terlihat perbedaannya meskipun

fluktuasinya tidak terlalu besar. Perbedaan pengaruh dari IOD positif dan negatif terlihat

nyata pada musim peralihan II. Hal ini sesuai dengan Vivi (2011) yang menyatakan

bahwa IOD mencapai puncaknya di bulan September dan Oktober. Adapun hal ini juga

diperkuat oleh pengaruh musim, dimana pada musim peralihan II, angin barat yang

bertiup dari asia datang dengan membawa sejumlah besar awan hujan menuju wilayah

Indonesia. Peristiwa turunnya hujan di Indonesia selanjutnya diyakini dapat memicu

penurunan suhu permukaan laut.

Page 27: Analisis Variabilitas Klorofil-A Dan Spl Di Perairan Barat Sumatera Serta Kaitannya Dengan Indian Ocean Dipole (Iod)

Gambar 22. Transek I. (Atas) SST pada musim timur dan peralihan II saat IOD (+) kuat. (Bawah) SST pada musim timur dan peralihan II saat IOD (-) kuat.

Pada transek II, hasil yang didapatkan tidak jauh berbeda dengan transek I

dimana fluktuasi klorofil-a yang terjadi antara IOD positif kuat dan IOD negatif kuat

tidak terlalu besar sebagaimana yang terlihat pada gambar 23.

Adapun pada hasil pengolahan spl mulai terlihat perbedaan yang cukup nyata

antara fenomena IOD positif kuat dan IOD negatif kuat, sebagaimana yang kita ketahui

bahwa IOD positif yang merupakan fenomena menurunnya suhu di Samudera Hindia

bagian timur memiliki nilai yang dapat dikatakan jauh lebih rendah dibandingkan hasil

pada IOD negatif, baik itu pada musim timur maupun peralihan II.

Page 28: Analisis Variabilitas Klorofil-A Dan Spl Di Perairan Barat Sumatera Serta Kaitannya Dengan Indian Ocean Dipole (Iod)

Gambar 23. Transek II. (Atas) Sebaran Klorofil-a pada musim timur dan peralihan II saat IOD (+) kuat. (Bawah) Sebaran Klorofil-a pada musim timur dan peralihan II saat

IOD (-) kuat.

Gambar 24. Transek II. (Atas) SST pada musim timur dan peralihan II saat IOD (+) kuat. (Bawah) SST pada musim timur dan peralihan II saat IOD (-) kuat.

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa berdasarkan pembagian

musim, walaupun IOD kuat merupakan fenomena yang ditandai dengan

penurunan suhu muka laut hal ini tidak berarti bahwa suhunya pasti akan jauh

Page 29: Analisis Variabilitas Klorofil-A Dan Spl Di Perairan Barat Sumatera Serta Kaitannya Dengan Indian Ocean Dipole (Iod)

lebih rendah dibandingkan dengan kondisi suhu pada fase IOD negatif. Kondisi

ini dapat dilihat pada gambar IOD kuat di musim timur dan musim peralihan II

pada fase IOD negatif. Dalam hal ini dapat berarti bahwa faktor musim

memberikan pengaruh yang lebih kuat terhadap perairan dibandingkan dengan

fenomena IOD.

Pada transek III, berdasarkan hasil analisis statistik di wilayah ini (Selatan

Barat Sumatera) diketahui ada suatu tren penurunan konsentrasi klorofil-a

sebagaimana yang terjadi di berbagai perairan dunia termasuk Indonesia lainnya.

Hal tersebut dapat terlihat pada visualisasi sebaran melintang klorofil-a yang

cenderung bernilai sangat rendah yang ditandai dengan warna biru gelap yang

melebar sedangkan hijau mengalami penyempitan. Adapun dalam hubungannya

dengan kejadian IOD positif dan negatif hasl yang didapatkan tidak begitu jauh

berbeda dengan hasil yang didapatkan dua transek sebelumnya di wilayah utara

perairan Barat Sumatera. Hal ini cukup dapat diterima karena wilayah yang

menjadi ruang lingkup transek III masih berada di sekitar tengah perairan Barat

Sumatera sehingga kejadian-kejadian IOD yang menyebabkan timbulnya fluktuasi

klorofil-a tidak begitu terlihat di wilayah ini.

Page 30: Analisis Variabilitas Klorofil-A Dan Spl Di Perairan Barat Sumatera Serta Kaitannya Dengan Indian Ocean Dipole (Iod)

Gambar 25. Transek III. (Atas) Sebaran Klorofil-a pada musim timur dan peralihan II saat IOD (+) kuat. (Bawah) Sebaran Klorofil-a pada musim timur dan peralihan II saat

IOD (-) kuat.

Adapun berdasarkan hasil pengolahan spl mulai tampak perubahan yang

nyata sebagai akibat dari IOD yang terjadi. Pada gambar 26 terlihat bahwa pada

IOD positif konsentrasi suhu sangat rendah yang ditandai dengan munculnya

warna hijau dan biru pada gambar. Sebagaimana yang diketahui bahwa IOD mulai

muncul di sekitar Selat Lombok dan sekitar Selatan Jawa pada bulan Mei-Juni dan

mengalami perluasan di bulan Juli-Agustus (Gambar 1), selanjutnya mengalami

penguatan (warna biru) di bulan September-Oktober dan kemudian menghilang

dengan cepat di bulan November-Desember.

Page 31: Analisis Variabilitas Klorofil-A Dan Spl Di Perairan Barat Sumatera Serta Kaitannya Dengan Indian Ocean Dipole (Iod)

Gambar 26. Transek III. (Atas) SST pada musim timur dan peralihan II saat IOD (+) kuat. (Bawah) SST pada musim timur dan peralihan II saat IOD (-) kuat.

Page 32: Analisis Variabilitas Klorofil-A Dan Spl Di Perairan Barat Sumatera Serta Kaitannya Dengan Indian Ocean Dipole (Iod)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan kegiatan Magang yang telah dilakukan di Lembaga

Penerbangan dan Antariksa Nasional, Bandung, dapat disimpulkan bahwa:

1. Kegiatan Magang ini telah membantu mahasiswa agar mendapat ilmu dan

pengalaman yang lebih banyak. Memperoleh pengetahuan, sikap dan

keterampilan serta etos kerja yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja

khususnya di LAPAN Bandung.

2. Mahasiswa sudah dapat menerapkan ilmu-ilmu yang diperoleh di bangku

kuliah ke lingkungan sekitar dan lingkungan kerja LAPAN Bandung.

3. Mahasiswa memperoleh informasi yang berguna terkait kepentingan

penelitian mahasiswa.

5.2 Saran

Berdasarkan kegiatan Magang yang telah dilakukan di LAPAN Bandung

ini, disarankan perlunya pengkajian yang lebih mendalam mengenai analisis

fenomena Ocean Atmosphere mengingat fenomena ini banyak mempengaruhi

berbagai hal penting di Indonesia. Kelengkapan data sekunder juga perlu

diperhatikan agar pengolahan data bisa dilakukan sesuai dengan kebutuhan.

Page 33: Analisis Variabilitas Klorofil-A Dan Spl Di Perairan Barat Sumatera Serta Kaitannya Dengan Indian Ocean Dipole (Iod)

DAFTAR PUSTAKA

Vivi, O. C. 2011. Pengaruh Indian Ocean Dipole (IOD) Terhadap Perairan Dan Perikanan Indonesia. Universitas Padjajaran.

Yanuar, H. P. 2012. Variabilitas Curah Huan Dan Pergeseran Musim Di Wilayah Banten Sehubungan Dengan Variasi Suhu Muka Laut Perairan Indonesia, Samudera Pasifik Dan Samudera Hindia. Universitas Indonesia

Page 34: Analisis Variabilitas Klorofil-A Dan Spl Di Perairan Barat Sumatera Serta Kaitannya Dengan Indian Ocean Dipole (Iod)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Revisi dan Kesimpulan

1. Perhitungan indeks IOD dalam rumus WTIO – SETIO harus berdasarkan

ketetapan yang berlaku dimana transek perhitungan mencukupi kordinat

50° E - 70° E dan 10° S - 10° N (Samudera Hindia bagian Barat) dan 90°

E - 110° E dan 10° S - 10° Ekuator (Samudera Hindia bagian Timur).

Vivi, O. C. 2011. Pengaruh Indian Ocean Dipole (IOD) Terhadap Perairan Dan Perikanan Indonesia. Universitas Padjajaran.

1. Terdapat dua tren di perairan Barat Sumatera, yaitu peningkatan

konsentrasi khlorofil-a di bagian utara perairan (Transek I dan II) dan

penurunan konsentrasi klorofil-a di bagian selatan (Transek III).

2. Dalam melihat pengaruh nyata dari fase-fase IOD di perairan Barat

Sumatera perlu dilakukan penambahan transek, yaitu transek ke IV

(wilayah selatan perairan) yang berada dalam ruang lingkup kordinat 90°

E - 110° E dan 10° S - 10° Ekuator.

Gambar 1. Lokasi Transek ke IV