analisis variasi pergeseran sumber radiasi dan …repository.ppns.ac.id/2547/1/0715040062 -...
TRANSCRIPT
1
TUGAS AKHIR
ANALISIS VARIASI PERGESERAN SUMBER RADIASI DAN WAKTU EXPOSURE PADA PENGUJIAN RADIOGRAFI DENGAN TEKNIK DOUBLE WALL DOUBLE VIEWING TERHADAP KUALITAS FILM RADIOGRAFI MUH. WILDAN MARETRA PUTRA NRP. 0715040062 DOSEN PEMBIMBING MOH. THORIQ WAHYUDI, ST., MM. HENDRI BUDI KURNIYANTO, S.ST., MT.
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGELASAN
JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA SURABAYA 2019
2
i
TUGAS AKHIR
ANALISIS VARIASI PERGESERAN SUMBER RADIASI DAN WAKTU EXPOSURE PADA PENGUJIAN RADIOGRAFI DENGAN TEKNIK DOUBLE WALL DOUBLE VIEWING TERHADAP KUALITAS FILM RADIOGRAFI MUH. WILDAN MARETRA PUTRA NRP. 0715040062 DOSEN PEMBIMBING MOH. THORIQ WAHYUDI, ST., MM. HENDRI BUDI KURNIYANTO, S.ST., MT.
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGELASAN
JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA SURABAYA 2019
ii
iii
iv
v
vi
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan petunjuk-Nya
dan tak lupa juga mengucapkan shalawat serta salam kepada junjungan kita nabi
besar Muhammad SAW yang telah memberikan suri teladan bagi seluruh umat
manusia. Sehingga penyusun dapat menyelesaikan penelitian tugas akhir ini dengan
judul “ANALISIS VARIASI PERGESERAN SUMBER RADIASI DAN
WAKTU EXPOSURE PADA PENGUJIAN RADIOGRAFI DENGAN TEKNIK
DOUBLE WALL DOUBLE VIEWING TERHADAP KUALITAS FILM
RADIOGRAFI.”, ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi persyaratan
akademik untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST) pada program studi
D4 Teknik Pengelasan Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya. Pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
dukungan dalam proses penyusunan penelitian tugas akhir ini, diantaranya kepada:
1) Bapak Bahrul Ulum dan Ibu Mufarida Niamah, selaku Orang Tua penulis, serta
seluruh keluarga yang telah mencurahkan doa, kasih sayang, dukungan dan
perhatian untuk menghadapi dan menyelesaikan ujian, selama masa perkuliahan
dan penyelesaian tugas akhir ini.
2) Bapak Ir. Eko Julianto, M. Sc., FRINA selaku direktur Politeknik Perkapalan
Negeri Surabaya.
3) Bapak Ruddianto, ST., MT., MRINA selaku ketua progam studi D4 Teknik
Pengelasan.
4) Bapak Moh. Thoriq Wahyudi, ST., MM. dan Bapak Hendri Budi Kurniyanto,
S.ST., MT. selaku dosen pembimbing tugas akhir ini yang dengan kesabaran
telah memberikan bimbingan serta arahan dan saran dalam penyusunan tugas
akhir ini.
viii
5) Seluruh jajaran dosen pengajar progam studi D4 Teknik Pengelasan Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya yang telah membagi ilmu yang bermanfaat dan
berguna selama 4 tahun ini.
6) PT PERTAMINA HULU MAHAKAM yang telah memberikan tempat “On The
Job Training” serta materi yang dapat di jadikan untuk proses pengerjaan Tugas
Akhir.
7) Seluruh teman – teman D4 teknik pengelasan angkatan 2015 yang selalu berbagi
suka, duka, pengalaman dan yang telah memberi semangat, bantuan dan motivasi
selama pengerjaan Tugas Akhir ini.
8) Kontrakan taubat Bumi Marina Emas Blok E 108 (Firman, Gading, David,
Rosyid, Kevin, Aca, Jaddung, Dahlan, Naufal) yang selalu memberi saya support
yang luar biasa dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.
9) Saudari Anita Cantik Firyal yang selalu memberi motivasi, dukungan, dan
semangat dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
10) Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu oleh penulis yang telah
banyak memberikan dorongan dan bantuan dalam penyelesaian tugas akhir ini.
Demikian laporan penelitian tugas akhir ini dibuat dengan harapan dapat
wawasan kepada semua pihak yang membutuhkan serta dapat menambah
pengetahuan bagi khalayak umum. Masih banyak kekurangan dalam penyusunan
tugas akhir ini, oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran yang bersifat
membangun guna perbaikan dan pengembangan yang lebih lanjut sehingga bisa
menyempurnakan tugas akhir ini. Semoga laporan penelitian tugas akhir ini
bermanfaat untuk penelitian selanjutnya dan sebagai tambahan pengetahuan baik
untuk lingkungan akademis maupun umum.
ix
ANALISIS VARIASI PERGESERAN SUMBER RADIASI DAN
WAKTU EXPOSURE PADA PENGUJIAN RADIOGRAFI
DENGAN TEKNIK DOUBLE WALL DOUBLE VIEWING
TERHADAP KUALITAS FILM RADIOGRAFI.
Muh. Wildan Marertra Putra
ABSTRAK
Teknik Double Wall Double Viewing digunakan apabila OD dari pipa tersebut ≤
3.5”. Permasalahan yang ditemui di lapangan pada saat proses pengujian radiografi
dengan teknik Double Wall Double Viewing, operator pengujian radiografi hanya
melakukan pengujian berdasarkan pengalaman kerja. Operator tidak menghitung
berapa panjang pergeseran yang perlu dilakukan untuk mempercepat proses pengujian
radiografi. Material baja karbon dengan OD 3,5” digunakan pada penelitian ini.
Dengan memvariasikan besarnya pergeseran source/sumber radiasi dan exposure time,
dan kemudian membandingkan hasil dari exposure tersebut apakah ada perbedaan
yang signifikkan terhadap kualitas film radiografi. Dari hasil pengujian diketahui
bahwa penambahan exposure time menyebabkan penambahan densitas pada film hasil
pengujian radiografi. Deviasi terhadap ukuran cacat sebenarnya / unsharpness
geometry pada setiap pergeseran memiliki nilai yang berbeda yaitu: 0.5x pergeseran
normal = 0.5 mm, pergeseran normal = 1 mm, 1.5x pergeseran normal = 2 mm, 2x
pergeseran normal = 3 mm. Selisih pada 1.5x pergeseran normal dan 2x pergeseran
normal melebihi nilai yang sudah ditentukan standart yaitu 1,02 mm. Untuk
sensitivitas semua pergeseran hasilnya baik, namun mempunyai kontras yang berbeda.
Pergeseran 62 mm mempiliki kontras terhadap cacat yang kecil atau kurang baik. Pada
pergeseran 62 mm juga mempunyai jarak antar citra las yang lebih kecil dari ukuran
lebar las.
Kata Kunci : double wall double viewing, gamma ray, radiografi, variasi exposure
time, variasi pergeseran source.
x
xi
ANALYSIS OF SHIFTING RADIATION SOURCE AND EXPOSURE
TIME IN RADIOGRAPHIC TESTING WITH DOUBLE WALL
DOUBLE VIEWING TECHNIQUE ON QUALITY OF
RADIOGRAPHIC FILM.
Muh. Wildan Marertra Putra
ABSTRACT
The Double Wall Double Viewing technique is used when the OD of the pipe is
less than or equal to 3.5”. The problem that usually occurs in the field during the
radiography test process with Double Wall Double Viewing technique is the testing
operators test only based on their work experiences. The length of shifts that need to
be done to speed up the radiography test process are usually not counted by the
operators. Carbon steel material with 3.5” OD is used in this research. By varying
the magnitude of radiation source shift and exposure time, and then comparing the
result of the exposure, we will find if there any significant difference in quality of
radiography film. From the testing result, it is known that the addition of exposure
time is causing the addition of denisty to the radiographic test film. Deviation of the
actual size / unsharpness geometry on each shift has different values, i.e: 0,5x normal
shift = 0.5 mm, normal shift = 1mm, 1.5x normal shift = 2mm, 2x normal shift = 3
mm. Deviation on 1.5x normal shift and 2x normal shift exceed the standart value of
1,02 mm. The sensitivity of all the shifts are good, but they have different contrasts.
The 62 mm shift has small or low contrast to defect. Also at 62mm shift, the distance
of weld image is smaller than the size of welding width.
Keywords : double wall double viewing, gamma ray, radiografi, variasi exposure
time, variasi pergeseran source.
xii
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................................. iii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI ................................................................... v
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... vii
ABSTRAK .............................................................................................................................. ix
ABSTRACT ............................................................................................................................ xi
DAFTAR ISI ......................................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................... xvii
DAFTAR TABEL ................................................................................................................ xix
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
1.1 Latar belakang .............................................................................................. 1
1.2 Perumusan masalah ...................................................................................... 2
1.3 Tujuan penelitian .......................................................................................... 2
1.4 Manfaat .......................................................................................................... 3
1.5 Batasan masalah ........................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 5
2.1 Radiography test........................................................................................... 5
2.2 Kamera Gamma Ray .................................................................................... 5
2.3 Sumber Radioaktif Gamma Ray ................................................................ 6
2.4 Prinsip kerja radiografi ................................................................................ 7
2.5 Film Radiografi ............................................................................................ 8
2.6 Kualifikasi film radiografi .......................................................................... 9
2.7 Pemilihan film radiografi ............................................................................ 9
2.8 Kualitas Film Radiografi ........................................................................... 10
2.9 Pengepakan Film ........................................................................................ 10
xiv
2.10 IQI ................................................................................................................. 11
2.11 Densitas Radiografi .................................................................................... 13
2.12 Teknik Exposure Radiografi .................................................................... 14
2.13 Pemrosesan Film......................................................................................... 18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .......................................................................... 21
3.1 Diagram Alur Proses Pengerjaan Penelitian ........................................... 21
3.2 Observasi Lapangan ................................................................................... 22
3.3 Studi literatur ............................................................................................... 22
3.4 Persiapan Spesimen dan Alat .................................................................... 22
3.4.1 Material ........................................................................................... 23
3.4.2 Mesin las ......................................................................................... 23
3.4.3 Gerinda tangan ............................................................................... 24
3.4.4 Kamera Radiografi ........................................................................ 24
3.4.5 Lead marker ................................................................................... 25
3.4.6 Penggaris ........................................................................................ 25
3.4.7 Produk las ....................................................................................... 26
3.4.8 Pencucian film ............................................................................... 26
3.4.9 Viewer dan densitometer .............................................................. 27
3.5 Penempatan Cacat Buatan ......................................................................... 27
3.6 Proses Pengelasan ....................................................................................... 28
3.7 Cacat Buatan Pada Produk Las ................................................................. 29
3.8 Penentuan Nilai Exposure Time ............................................................... 29
3.9 Pemilihan IQI (Image Quality Indicator) ............................................... 31
3.10 Pemilihan Wire Indentify dan Wire Diameter ........................................ 31
3.11 Perhitungan Geomatric Unsharpness (Ug) ............................................. 32
3.12 Exposure Spesimen .................................................................................... 33
xv
3.13 Perhitungan Pergeseran Sumber Radiasi. ............................................... 33
3.14 Perhitungan SFD (Source to Film Distance) Aktual ............................ 34
3.15 Perhitungan Ug (Unsharpness Geometry) ............................................. 35
3.16 Proses Penembakan Radiografi ................................................................ 37
3.17 Pencucian film hasil exposure .................................................................. 39
3.15 Interpretasi hasil Exposure ........................................................................ 40
3.16 Analisa Hasil Pengujian ............................................................................ 40
3.17 Kesimpulan dan Saran ............................................................................... 40
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN .................................................................... 41
4.1 Artefak Film Radiografi. .......................................................................... 41
4.2 Densitas Film .............................................................................................. 41
4.3 Variasi Densitas .......................................................................................... 42
4.4 Sensitivitas Film ......................................................................................... 46
4.5 Unsharpness Geometry ............................................................................. 47
4.6 Jarak Citra Las ............................................................................................ 50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 53
5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 53
5.2 Saran ............................................................................................................ 54
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 55
LAMPIRAN .......................................................................................................................... 57
xvi
(halaman ini sengaja dikosongkan)
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kamera Gamma Ray ........................................................................................ 5
Gambar 2.2 Skema pengujian radiografi............................................................................. 7
Gambar 2.3 Lapisan film radiografi..................................................................................... 8
Gambar 2.4 Struktur butir film lambat dan film cepat ...................................................... 9
Gambar 2.5 Film holder dan kaset ..................................................................................... 10
Gambar 2.6 IQI hole type dan wire type ........................................................................... 12
Gambar 2.7 Keterangan detail dan wire IQI ..................................................................... 12
Gambar 2.8 Keterangan dan detail Hole Type .................................................................. 13
Gambar 2.9 Densitometer dan Step wedge comparison film .......................................... 14
Gambar 2.10 Teknik Panoramik ........................................................................................ 15
Gambar 2.11 SWSV Permukaan Lengkung ..................................................................... 15
Gambar 2.12 DWSV Teknik Kontak ................................................................................. 16
Gambar 2.13 DWDV Teknik Elips .................................................................................... 17
Gambar 2.14 DWDV Teknik Superimpos ........................................................................ 17
Gambar 3.1. Diagram alir metodologi penelitian............................................................. 22
Gambar 3.2 Dimensi Material ............................................................................................ 23
Gambar 3.3 Mesin las SMAW ........................................................................................... 23
Gambar 3.4 Gerinda tangan ................................................................................................ 24
Gambar 3.5 Kamera radiografi ........................................................................................... 24
Gambar 3.6 lead marker ...................................................................................................... 25
Gambar 3.7 Pengukuran sumber radiasi ........................................................................... 25
Gambar 3.8 Desain Sambungan ......................................................................................... 26
Gambar 3.9 Alat-alat pencucian film ................................................................................. 26
Gambar 3.10 Viewer (a) dan densitometer (b) ................................................................ 27
xviii
Gambar 3.11 Posisi cacat buatan ........................................................................................ 28
Gambar 3.12 Preparasi sebelum pengelasan ..................................................................... 28
Gambar 3.13 Hasil pengelasan posisi 0° ........................................................................... 28
Gambar 3.14 Hasil pengelasan posisi 180° ....................................................................... 29
Gambar 3.15 Cacat buatan posisi 0° (a) dan 180° (b) .................................................... 29
Gambar 3.16 Kurva penyinaran gamma ray. ................................................................... 30
Gambar 3.17 Skema pergeseran exposure ........................................................................ 31
Gambar 3.18 Pergeseran sumber radiasi ........................................................................... 38
Gambar 3.19 Proses penembakan ...................................................................................... 39
Gambar 3.20 Proses pencucian dan pengeringan film ..................................................... 39
Gambar 4.1 Hasil ukuran cacat pada 0.5x pergeseran normal, normal, dan 1.5x
pergeseran normal. ............................................................................................................... 48
Gambar 4.2 Hasil ukuran cacat pada 2x pergeseran normal ........................................... 49
Gambar 4.3 Ukuran jarak antar citra las ............................................................................ 50
xix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi film ...................................................................................................... 9
Tabel 3.1 Jenis-jenis film radiografi .................................................................................. 30
Tabel 3.2 Pemilihan IQI ...................................................................................................... 31
Tabel 3.3 Wire IQI Designation ......................................................................................... 32
Tabel 3.4 Geometric Unsharpness Limitation .................................................................. 32
Tabel 3.5 Perhitungan Pergesereran Sumber Radiasi..................................................... 34
Tabel 3.6 Perhitungan SFD aktual ..................................................................................... 34
Tabel 3.7 Perhitungan Ug.................................................................................................... 35
Tabel 3.8 Hasil exposure time yang akan digunakan ...................................................... 37
Tabel 4.1 Nilai Densitas ...................................................................................................... 42
Tabel 4.2 Nilai Variasi Densitas......................................................................................... 46
Tabel 4.3 Nilai Sensitivitas ................................................................................................. 46
Tabel 4.4 Kontras dan Definisi terhadap cacat ................................................................. 47
Tabel 4.5 Ukuran cacat posisi 0° ........................................................................................ 49
Tabel 4.6 Ukuran cacat posisi 180° ................................................................................... 49
Tabel 4.7 Ukuran antar citra las ......................................................................................... 51
xx
(halaman ini sengaja dikosongkan)
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengujian radiografi merupakan salah satu metode NDT yang memanfaatkan
kemampuan dari radiasi sinar X atau sinar Gamma dalam menembus logam, citra
atau bayangan dari diskontinuitas pada benda uji akan terekam pada film radiografi.
Sinar Gamma dihasilkan dari pancaran unsur radioaktif atau isotop (atom yang tidak
stabil karena kelebihan neutron pada inti atom) karena tidak stabil maka dihasilkan
pancaran radiasi dalam menuju kestabilannya, lama-lama aktifitas pancaran
radiasinya melemah, hingga suatu saat akan menjadi setengahnya ketika mencapai
waktu paruh.
Teknik yang sering digunakan pada pengujian Radiografi adalah teknik single
wall exposure dan teknik double wall. Teknik single wall exposure sebisa mungkin
harus digunakan untuk melakukan radiografi. Apabila tidak memungkinkan
penggunaan teknik single wall, maka harus digunakan teknik double wall exposure.
Teknik Double Wall Double Viewing selalu memunculkan 2 citra las pada
hasil film radiografi. Sensitifitas merupakan ukuran kualitas dari suatu film terkait
dengan detail dan cacat terkecil yang bisa diamati. Teknik Double Wall Double
Viewing digunakan apabila OD dari pipa tersebut kurang dari atau sama dengan 3.5”.
Permasalahan yang ditemui di lapangan pada saat proses pengujian radiografi dengan
teknik Double Wall Double Viewing, operator pengujian radiografi hanya melakukan
pengujian berdasarkan pengalaman kerja. Operator tidak menghitung berapa
pergeseran yang perlu dilakukan untuk mempercepat proses pengujian radiografi.
Waktu exposure juga sangat berpengaruh terhadap densitas hasil film radiografi.
Oleh karena itu peneliti ingin melakukan penelitian dan percobaan mengenai
pengujian ini, dimana peneliti ingin memvariasi besarnya pergeseran source/sumber
2
radiasi dan exposure time, dan kemudian membandingkan hasil dari exposure
tersebut apakah ada perbedaan yang signifikan terhadap kualitas hasil film radiografi.
Dari latar belakang diatas, maka penelitian ini mengambil judul “Analisis variasi
pegeseran sumber radiasi dan waktu exposure pada pengujian radiografi dengan
teknik Double Wall Double Viewing terhadap kualitas film radiografi.”
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dan judul yang diambil maka masalah yang
menjadi obyek penelitian yaitu:
1) Bagaimana efek perbedaan pergeseran sumber radiasi terhadap sensivitas film
radiografi?
2) Bagaimana efek perbedaan pergeseran sumber radiasi terhadap jarak antara citra
las pada film radiografi?
3) Bagaimana perbedaan efek pergeseran sumber radiasi terhadap unsharpness
geometry?
4) Bagaimana efek perbedaan waktu exposure memakai perhitungan normal,
penambahan 20% dari perhitungan normal dan 40% dari perhitungan normal terhadap
densitas?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasakan perumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini bertujuan untuk:
1) Mengetahui sensivitas film hasil exposure yang disebabkan oleh pergeseran
sumber radiasi.
2) Mengetahui kualitas hasil film radiografi dilihat dari jarak antara citra las
yang disebabkan oleh pergeseran sumber radiasi.
3) Mengetahui perbedaan ketidaktajaman cacat buatan atau unsharpness
geometry pada hasil film radiografi yang disebabkan oleh pergeseran sumber radiasi.
4) Mengetahui perbedaan densitas film yang disebabkan oleh waktu exposure.
3
1.4 Manfaat
Sebagai sarana penerapan dari teori yang pernah didapatkan selama perkuliahan
khususnya berkaitan dengan pengujian radiografi terhadap hasil dari exposure dengan
tenik Double Wall Double Viewing.
1.5 Batasan Masalah
Agar lebih fokus untuk membahas permasalahan yang menjadi obyek penelitian,
maka penulis membatasi permasalahan. Batasan-batasan masalahnya adalah sebagai
berikut:
1) Menggunakan material pipa carbon steel dengan OD 3,5” dengan tebal 9.8
mm.
2) Film yang digunakan adalah tipe sedang.
3) Menganalisa berdasarkan ASME section V.
4) SFD sebelum pergeseran 421 mm.
5) Menganalisa kondisi fisik film.
6) Pergeseran yang digunakan sepanjang 62 mm, 124 mm, 186 mm, dan 248
mm.
7) IQI menggunakan set B berdasarkan 2 tw (source side)
8) Cacat buatan dibuat root undercut.
9) Penembakan hanya dilakukan pada sudut 0°.
10) Pencucian film harus dilakukan bersamaan.
4
(halaman ini sengaja dikosongkan)
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Radiography Test
Pengujian radiografi merupakan salah satu metode NDT yang memanfaatkan
kemampuan dari radiasi sinar X atau sinar Gamma dalam menembus logam, citra
atau banyangan dari diskontinuitas pada benda uji akan terekam pada film radiografi.
Sama halnya dengan uji ultrasonic, pada uji radiografi dapat mendeteksi
diskontinnuitas yang ada di bawah permukaan, akan tetapi ini membutuhkan akses
dari kedua sisi benda uji untuk meletakkan film radiografi.
Perbedaan mendasar antara cahaya tampak dan sinar X dan gamma bagi
radiografer adalah kemampuan penembusannya. Cahaya tampak akan dihentikan oleh
obyek yang tak tembus pandang. Namun demikian karena sinar X memiliki frekuensi
tinggi dan panjang gelombang yang pendek, mereka mampu menembus benda- benda
dan mengekspos film radiografi. Kedalaman penembusan sinar X tergantung pada
jenis material obyek dan energi sinar X tersebut.
2.2 Kamera Gamma Ray
Peralatan yang disebut kamera digunakan untuk menyimpan, mengirim, dan
menyinari suatu objek yang dimana kamera tersebut berisikan radioaktif. Kamera
berisi material pelindung Yang berfungsi untuk mengurangi paparan radiasi selama
penggunaannya. Untuk kamera dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini.
Gambar 2.1 Kamera Gamma Ray (Modul Praktek DT-NDT, 2015)
6
2.3 Sumber Radioaktif Gamma Ray
Tidak seperti X-ray yang sumbernya dihasilkan oleh mesin yang dialiri
sumber listrik, Gamma ray menggunakan radioisotope yang digunakan untuk
menyimban sumber. Radioisotope yang digunakan dimasukkan ke dalam kapsul
untuk mencegah kebocoran radiasi. Setelah radioisotope dimasukkan ke dalam
kapsul barulah kapsul diberi muatan atau sumber yang berfungsi untuk sebagai
pemancar saat digunakan untuk pengujian radiografi. Kapsul tersebut digunakan
sebagai kabel untuk membentuk “ pigtail “. Pigtail mempunyai konektor khusus pada
ujungnya yang menyambungkan ke kabel yang digunakan untuk mengeluarkan
sumber dari kamera gamma ray.
Sinar Gamma dihasilkan dari pancaran unsur radioaktif atau isotop (atom
yang tidak stabil karena kelebihan neutron pada inti atom) karena tidak stabil maka
dihasilkan pancaran radiasi dalam menuju kestabilannya, lama-lama aktifitas
pancaran radiasinya melemah, hingga suatu saat akan menjadi setengahnya ketika
mencapai waktu paruh.
Beberapa isotop radioaktif yang terdapat di alam adalah Radium dan
Uranium, isotop yang umum digunakan dalam pengujian radiografi adalah Iridium-
192 dan Cobalt-60. Satuan dasar banyaknya material radioaktif adalah Curie (Ci),
apabila material radioaktif meluruh ia dikatakan memiliki aktifitas 1 Curie apabila 37
miliar atomnya meluruh dalam 1 detik. Satuan baru yang mulai menggantikan Curie
adalah Becquerel (Bq) yaitu 1 peluruhan atom per detik, sehingga 1Ci = 37 x 109 Bq.
Waktu paruh dari sebuah isotop adalah waktu yang diperlukan sebuah atom
untuk meluruh setengahnya, beberapa isotop meluruh dengan cepat atau memiliki
waktu paruh pendek. Waktu paruh dari beberapa isotop yang umum adalah sebagai
berikut:
• Radium-226 (Ra-226) = 1620 tahun
• Cesium-137 (Cs-137) = 30 tahun
• Cobalt-60 (C0-60) = 5,3 tahun
7
• Thulium-170 (Tm-170) = 130 hari
• Iridium-192 (Ir-192) = 74 hari
Menurut Ensiklopedia Teknologi Nuklir tahun 2001, penurunan rumus paruh
waktu memiliki persamaan:
T1/2 =ln(2)
λ ........................................................................................................... (2.1)
Dan persamaan orde pertama dari jumlah radioaktif (N) dan waktu (t), yaitu:
N(t) = Nₒe−λt ......................................................................................................... (2.2)
dengan;
T1/2 = Waktu paruh
λ = Konstanta peluruhan
N(t) = Jumlah inti radioaktif
Nₒ = Jumlah inti radioaktif sebelum peluruhan
2.4 Prinsip Kerja Radiografi
Material yang akan dilakukan pengujian diletakkan dibawah sumber radiasi.
Ketika X-ray/ Gamma ray dipancarkan ke material maka, radiasi akan menembus
material, bagian terdalam material yang terdapat cacat maka akan terekam pada film
yang berwarna lebih gelap, seperti yang ditunjukkan gambar dibawah.
Gambar 2.2 Skema pengujian radiografi (Modul Praktek DT-NDT, 2015)
8
2.5 Film Radiografi
Bahan dasar yang dipakai untuk pembuatan film radiografi adalah selulosa
asetat, sebagian besar film radiografi memiliki emulsi yang sensitif pada kedua sisi
plastik transparan/selulosa asetat. Lapisan terluar dari film adalah lapisan gelatin yang
melindungi lapisan emulsi dari goresan. Pada lapisan emulsi (lapisan penghasil citra)
terdapat suspensi butiran perak bromida dengan ukuran mikroskopis, butir-butir perak
bromida apabila terekspose ke cahaya atau radiasi akan menjadi terlihat dan
mengubah film menjadi hitam, namun demikian citra yang terbentuk pada film adalah
laten, artinya baru tampak oleh mata setelah dilakukan development.
Gambar 2.3 Lapisan film radiografi (Modul Praktek DT-NDT, 2015)
Citra laten terbentuk pada film apabila sejumlah butiran perak bromida
terionisasi oleh sinar X, sinar Gamma atau cahaya. Citra laten akan nampak setelah
proses development, dimana butiran perak bromida yang terionisasi akan tereduksi
menjadi logam perak berwarna hitam. Butiran perak tidak dapat mengalami
eksposure sebagian, daerah-daerah berwarna terang dan gelap pada film menyatakan
banyaknya butiran yang terekspose di daerah tersebut, semakin banyak butiran yang
terekspose akan menimbulkan citra yang lebih gelap.
9
2.6 Kualifikasi Film Radiografi
Film radiografi diklasifikan dengan cara mengkombinasikan faktor-faktor dan
karakteristik film. Contoh klarifikasi film dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut.
Tabel 2.1 Klasifikasi film
No Kelas Kecepatan Kontras Grainess
1 Spesial Tinggi Sangat tinggi Sangat rendah
2 I Rendah Sangat Tinggi Sangat rendah
3 II Sedang Tinggi Rendah
4 III Tinggi Sedang Tinggi
Sumber: ASME V, 2017
Setiap perusahaan film memproduksi berbagai macam jenis film yang
dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Film screen Fluorescent
2. Film langsung
2.7 Pemilihan Film Radiografi
Ukuran butir pada film radiografi bervariasi, makin besar ukuran butir (film
cepat) semakin tidak tajam citra yang dihasilkan, film dengan ukuran butir besar
mengekspos lebih banyak perak terhadap sinar perbutirnya sehingga citra terekspose
lebih cepat namun detail yang halus tidak mampu dihasilkan oleh film berbutir kasar.
Gambar 2.4 Struktur butir film lambat dan film cepat. (Modul Praktek DT-NDT, 2015)
10
2.8 Kualitas Film Radiografi
Citra las-lasan pada film radiografi hanya dapat dievaluasi apabila sudah memenuhi
beberapa persyaratan diantaranya adalah tidak adanya artefak film (indikasi palsu),
densitas dan variasi densitas, sensitivitas, dan unsharpness geometry. Artefak atau
noda-noda tersebut meliputi:
1) Fogging.
2) Cacat pemrosesan seperti streaks, water marks, atau noda kimia.
3) Goresan, bekas jari tangan, lipatan, kotoran, bekas statis, corengan atau
sobekan.
4) Indikasi-indikasi palsu akibat screen yang rusak.
2.9 Pengepakan Film
Film holder fleksible yang dibuat dari kertas karton dilapisi plastik atau karet adalah
yang umum digunakan. Kelemahan penggunaan film holder fleksible adalah kontak
yang baik antara screen dengan film kurang maksimal selama eksposure.
Gambar 2.5 Film holder dan kaset. (Modul Praktek DT-NDT, 2015)
Pada beberapa kasus dipakai kaset kaku yang pada penutupnya terdapat klem pegas
sehingga antara screen dengan film terjadi kontak yang baik. Fungsi utama film
holder atau kaset adalah untuk menciptakan kondisi yang kedap cahaya bagi film
radiografi.
11
2.10 IQI (Image Quality Indcator)
Untuk mengetahui film radiografi baik atau tidak (dapat memperlihatkan
adanya diskontinuitas jika ada) maka ditambahkanlah sebuah diskontinuitas buatan
yang diketahui ukurannya pada benda uji, sehingga apabila diskontinuitas ini muncul
pada film kita tahu bahwa sembarang diskontinuitas yang ukurannya paling tidak
sebesar diskontinuitas tambahan tersebut juga akan muncul pada film.
Diskontinuitas tambahan tersebut dinamakan Image Quality Indicator (IQI).
IQI adalah sebuah alat yang citranya pada film radiografi digunakan untuk
menentukan tingkat kualitas atau sensitifitas film. IQI tidak untuk menilai ukuran
atau menetapkan batas keberterimaan diskontinuitas.
Karena IQI dianggap sebagai diskontinuitas yang diketahui ukuran dan
bentuknya maka untuk mengkompensasi keuntungan ini, IQI diletakkan pada posisi
yang paling tidak menguntungkan yaitu di atas spesimen (sisi sumber). Tetapi jika
tidak memungkinkan meletakkan pada posisi tersebut bisa diletakkan menggunakan
blok terpisah dengan jenis material dan ketebalan yang sama dengan spesimen uji.
Jenis-jenis IQI terdapat bentuk hole type, wire type. Hole type umum
digunakan di amerika sedangkan wire type umum di eropa. IQI hole type terdapat tiga
buah lubang dengan diameter berturut-turut 4, 1 dan 2 kali ketebalan IQI. IQI ASTM
dan ASME memiliki nomor identifikasi yang menunjukkan ketebalan IQI. IQI wire
type terdiri dari berbagai diameter kawat yang diletakkan di atas spesimen, diameter
kawat terkecil yang tampak di film radiografi merupakan indikasi sensitifitas.
12
Gambar 2.6 IQI hole type dan wire type (Modul Praktek DT-NDT, 2015)
Gambar 2.7 Keterangan detail dan wire IQI (Modul Praktek DT-NDT, 2015)
13
Gambar 2.8 Keterangan dan detail Hole Type (Modul Praktek DT-NDT, 2015)
2.11 Densitas Radiografi
Besarnya densitas film dari citra radiografi yang lokasinya berdekatan dengan kawat
yang diminta dari IQI dan di daerah interest harus:
o Minimum 2,0 untuk pengamatan satu film.
o Minimum 1,3 pada masing-masing film untuk pengamatan secara bersamaan
dari multiple film exposure.
o Maksimum 4,0 untuk pengamatan satu film atau bersamaan.
o Toleransi densitas sebesar 0,05 diijinkan untuk variasi pembacaan pada
Variasi densitas film radiografi di area interest harus tidak boleh:
14
a) Bervariasi melebihi minus 15% atau plus 30% dari densitas di dekat kawat
yang diminta dari wire IQI
b) Melebihi rentang densitas minimum atau maksimum yang diijinkan dalam
batasan densitas, yaitu 2,0 – 4,0.
Apabila persyaratan a) tidak dapat terpenuhi, maka harus diletakkan IQI tambahan
untuk daerah-daerah yang tidak memenuhi tersebut dan diradiografi ulang. alat yang
digunakan untuk mengukur densitas atau tingkat penggelapan film radiografi
Gambar 2.9 Densitometer dan Step wedge comparison film (Modul Praktek DT-NDT, 2015)
2.12 Teknik Exposure Radiografi
Teknik single wall exposure sebisa mungkin harus digunakan untuk melakukan
radiografi. Apabila tidak memungkinkan penggunaan teknik single wall, maka harus
digunakan teknik double wall.
a) Single Wall Exposure Single Viewing (SWSV) [Teknik Panoramik]
▪ Dibutuhkan minimal 3 buah IQI diletakan pada jarak yang sama (0o, 120o, dan
240o).
▪ SFD sebesar outside diameter dibagi dua.
• Penempatan IQI disarankan pada sisi sumber, jika tidak memungkinkan
bisa diletakkan pada sisi film.
• Penempatan marker lokasi pada salah satu sisi.
15
Gambar 2.10 Teknik Panoramik (Modul Praktek DT-NDT, 2015)
b) Single Wall Exposure Single Viewing (SWSV) [Permukaan Lengkung]
▪ Minimal satu buah IQI diletakkan pada salah satu ujung las-lasan yang diuji.
▪ Minimal dibutuhkan empat kali exposure pada jarak 0o, 90o, 180o, 270o.
▪ Besarnya SOD minimal harus dihitung menurut persamaan 5.1
▪ Penempatan IQI disarankan pada sisi sumber, jika tidak memungkinkan dapat
diletakkan pada sisi film.
▪ Penempatan marker lokasi pada sisi film untuk Gambar 5.18 (a), dan pada sisi
sumber untuk Gambar 5.18 (b).
Gambar 2.11 SWSV Permukaan Lengkung (Modul Praktek DT-NDT, 2015)
16
c) Double Wall Exposure Single Viewing (DWSV) [Teknik Kontak]
▪ Untuk pipa dengan outside diameter lebih dari 3,5 inchi (88 mm).
▪ Minimal diperlukan tiga kali exposure pada jarak 0o, 120o, dan 240o. SFD
minimal sebesar outside diameter pipa.
▪ Penempatan IQI disarankan pada sisi sumber, jika tidak memungkinkan
dapat diletakkan pada sisi film.
▪ Penempatan marker lokasi pada sisi film.
Gambar 2.12 DWSV Teknik Kontak (Modul Praktek DT-NDT, 2015)
d) Double Wall Exposure Double Viewing (DWDV) [Teknik Elips]
▪ Untuk pipa dengan outside diameter ≤ 3,5 inchi (89 mm).
▪ Minimal diperlukan dua kali exposure pada jarak 0o dan 90o.
▪ Jarak antara kedua citra las-lasan minimum selebar las.
▪ Jarak pergeseran sumber dari garis tengan las disarankan = 1/5 SFD + 2
kali lebar capping las.
▪ Penempatan IQI pada sisi sumber.
▪ Penempatan marker lokasi pada salah satu sisi
▪ Interest area pada film yaitu 50% dari tengah, 25% dari pinggir diabaikan.
17
Gambar 2.13 DWDV Teknik Elips (Modul Praktek DT-NDT, 2015)
e) Double Wall Exposure Double Viewing (DWDV) [Teknik Superimpos]
▪ Untuk pipa dengan outside diameter ≤ 3,5 inchi (89 mm).
▪ Minimal diperlukan tiga kali exposure pada jarak 0o, 60o, dan 120o.
▪ Penempatan IQI pada sisi sumber.
▪ Penempatan marker lokasi pada salah satu sisi.
Gambar 2.14 DWDV Teknik Superimpos (Modul Praktek DT-NDT, 2015)
18
2.13 Pemrosesan Film
Saat exsposure selesai dilakukan, film diproses sehingga citra laten atau citra
tersembunyi yang dihasilkan oleh radiasi akan tampak. Pada dasarnya terdapat tiga
larutan pemroses yang dipakai untuk mengubah sebuah film yang telah terekspos
menjadi film radiografi, yaitu Developer, Stop Bath, dan Fixer.
Developer adalah suatu larutan, yang salah satu zat kimianya adalah
“accelerator”(pemercepat) yang membuat larutan bersifat basa. Zat kimia ini
menghilangkan lapisan pelindung dan menggembungkan pengemulsi, sehingga
memungkinkan zat pengembang bereaksi dengan butiran yang terekspos. Zat kimia
lainnya di dalam developer adalah “reducer” yang terbuat dari metol atau
hydroquinone. Fungsinya adalah untuk mereduksi butiran perak bromida yang
terekspos menjadi logam perak berwarna hitam. Seluruh bagian film tidak berubah
menjadi hitam karena reducer dapat membedakan antara butiran yang terekspos dan
yang tidak terekspos. Namun demikian, jika film dibiarkan terendam dalam larutan
developer terlalu lama, reducer akan bereaksi dengan butiran yang tak terekspos dan
terjadi pengkabutan.
Waktu dan suhu adalah faktor-faktor penting di dalam proses development.
Pada proses development biasanya digunakan suhu 20°C dengan waktu celup antara 5
sampai 8 menit. Namun demmikian, hal tersebut harus selalu diverifikasi dengan
prosedur atau spesifikasi yang digunakan. Jika suhu larutan dinaikkan, kecepatan
penembusan larutan basa juga akan bertambah besar.
Apabila sebuah film dikeluarkan dari dalam larutan developer, maka sejumlah
kecil larutan basa akan tertinggal di film tersebut. stop bath memiliki dua fungsi:
• Menghentikan aksi developing dengan cara menetralkan zat basa developer
(basa dan asam saling menetralkan).
• Menetralkan zat basa developer sebelum film dimasukkan ke dalam cairan
fixer,sehingga memperpanjang usia fixer.
19
Zat kimia yang digunakan di dalam stop bath biasanya adalah asam
asetat glacial.
Fixer secara permanen mengfixkan citra pada film. Di dalam developer,
butiran perak bromida direduksi menjadi logam perak, namun demikian butiran perak
bromida yang tak terekspose masih tertinggal di dalam emulsi dan nampak berwarna
kuning susu pada film. Fixer menghilangkan semua butiran perak yang tidak
terekspose dari dalam film. Di dalam proses fixing, terdapat dua tahap yang terpisah.
1. Waktu pembersihan: ini menghilangkan semua butiran perak yang tidak
tereksposedan kabut pada film berangsurangsur hilang. Namun demikian, waktu total
film di dalam fixer sebaiknya dua kali waktu yang diperlukan untuk membersihkan
film.
2. Pengerasan: fixer juga mengeraskan emulsi gelatin yang membantu mencegah
timbulnya goresan selama penanganan.
Setelah pemrosesan dengan zat kimia, film dicuci dan dikeringkan. Jika air
menjadi masalah, film kadangkala dicelupkan ke dalam suatu larutan untuk mencegah
timbulnya bintik-bintik air. Larutan ini membuat air mudah membasahi film dan
menghasilkan pengeringan yang merata.
20
4.1 (halaman ini sengaja dikosongkan)
21
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Diagram Alur Proses Pengerjaan Penelitian
Studi Literatur
Persiapan Spesimen dan Alat
Proses Pengelasan dan Pemberian Cacat
Perhitungan Nilai Pergeseran Sumber
Radiasi dan Exposure Time
Exposure Specimen
• 0.5x pergeseran source normal
• Pergeseran source normal
• 1.5x pergeseran source normal
• 2x pergeseran source normal
A
• Waktu exposure normal
• Waktu exposure normal + 20%
• Waktu exposure normal + 40%
START
22
Gambar 3.1. Diagram alir metodologi penelitian
3.2 Observasi Lapangan
Observasi lapangan meliputi identifikasi masalah-masalah yang sering dihadapi
di industri atau manufaktur. Permasalahan-permasalahan tersebut dianalisa dan
diajukan menjadi sebuah judul karya tulis untuk dicari solusi dari masalah tersebut.
3.3 Studi Literatur
Studi literatur meliputi pengumpulan sumber-sumber referensi dan data yang
dijadikan sebagai acuan untuk pembuatan spesimen, pelaksanaan proses pengelasan,
pengujian, dan penyelesaian laporan tugas akhir, laporan penelitian, beberapa
referensi yang berhubungan dengan obyek yang akan dibahas serta sumber- sumber
lainnya.
Pemeriksaan Kualitas Film
Menganalisis dan Membandingkan Hasil
Pengujian
Kesimpulan
FINISH
A
23
3.4 Persiapan Spesimen dan Alat
Dalam melakukan penelitian ini dibutuhkan material dan peralatan-peralatan
yang mendukung untuk terlaksananya proses penelitian, mulai dari persiapan sebelum
pengelasan, pelaksanaan pengelasan dan pengujiannya. Material dan peralatan yang
perlu dipersiapkan antara lain:
3.4.1 Material
Pengujian radiografi dengan teknik Double Wall Double Viewing digunakann
pada material dengan dimensi ≤ 3.5”. Pada penelitian ini menggunakan material pipa
carbon steel dengan dimensi 3,5” dengan tebal 9.8 mm dan panjang 400 mm. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Dimensi Material (Dokumentasi Pribadi, 2019)
3.4.2 Mesin las
Persyaratan dari proses SMAW adalah persediaan yang kontinyu pada arus
listrik, dengan jumlah ampere dan volt cukup baik maka kestabilan api las (arc) akan
tetap terjaga. Mesin las SMAW dapat dilihat pada Gambar 3.3. Dimana tegangan
listrik yang diperoleh dari mesin menurut jenis arus yang dikeluarkannya terdapat 3
tipe mesin yaitu:
1) Mesin dengan arus searah (DC)
2) Mesin dengan arus bolak-balik (AC)
3) Mesin dengan kombinasi arus yaitu searah (DC) dan bolak-balik (AC)
24
Gambar 3.3 Mesin las SMAW (Dokumentasi Pribadi, 2019)
3.4.3 Gerinda tangan
Pada saat proses pengelesan membutuhkan alat yang berfungsi untuk meratakan
bagian untuk mempermudah proses pengelasan dan menghindari cacat. Gerinda
tangan berfungsi untuk meratakan bagian-bagian yang perlu diratakan. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.4.
Gambar 3.4 Gerinda tangan (Dokumentasi Pribadi, 2019)
3.4.4 Kamera Radiografi
Radiografi digunakan untuk memeriksa cacat logam bagian dalam pada semua
jenis bahan. Radiografi menggunakan sinar X yang dihasilkan dari elektron
sedangkan sinar gamma dihasilkan dari sumber radioaktif. Pada penelitian ini
menggunakan kamera radiografi gamma ray. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Gambar 3.5.
25
Gambar 3.5 Kamera radiografi (Dokumentasi Pribadi, 2019)
3.4.5 Lead marker
Lead marker digunakan untuk memberi tanda pada benda uji yang akan di
tembak, yang berfungsi memberi tanda atau kode yang sama antara benda uji dan
film. Tanda akan muncul pada saat film sudah dicuci, pemberian tanda ini supaya
mudah untuk diidentifikasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.6.
Gambar 3.6 lead marker (Dokumentasi Pribadi, 2019)
3.4.6 Penggaris
Pada penelitian ini menggunakan penggaris untuk menentukan pergeseran
sumber radiasi yang akan digunakan, supaya penempatan sumber tepat pada posisi
yang sudah ditentukan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.7.
26
Gambar 3.7 Pengukuran sumber radiasi (Dokumentasi Pribadi, 2019)
3.4.7 Produk las
Produk las material pipa carbon steel akan dilas pada sambungan butt joint
yang kemudian pada saat proses pengelasan root pass pada posisi 0° dan 180° akan
dipercepat travel speed nya untuk membuat cacat buatan yaitu root undercut dan
selanjutnya akan dilakukan pengujian radiografi. Pengujian ini memvariasikan
pergeseran sumber radiasi dan waktu exposure, dimana pergeseran yang digunakan
sesuai perhitungan normal, 0.5x pergeseran normal, 1.5x pergeseran normal, dan 2x
pergeseran normal.. Dan waktu exposure yang divariasikan dengan waktu
perhitungan normal dan waktu penambahan 20% sampai 40% dari perhitungan
normal. Dimensi produk yang akan dilas adalah 3,5” dengan tebal 9.8 mm. Dilas
menggunakan SMAW posisi 1G dengan bentuk kampuh single V. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.8.
Gambar 3.8 Desain Sambungan
27
3.4.8 Pencucian film
Pencucian film digunakan puntuk mencuci atau pemrosesan film setelah
radiografi gamma ray agar menjadi hasil film yang permanen. Dalam proses tersebut
terdiri atas tempat penampungan cairan developer, fixer, dan air. Drying box dan red
light juga ikut melengkapi proses pencucian tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 3.9.
Gambar 3.9 Alat-alat pencucian film (Dokumentasi Pribadi, 2019)
Cairan dalam suatu proses memiliki merek yang sama dengan film yang
digunakan yaitu AGFA D7 karena setiap film dan cairan terrtentu memiliki karakter
tersendiri sehingga perlu ada perhatian khusus. Red light digunakan pada ruangan
gelap karena cahaya merah memiliki panjang gelombang terbesar dan frekuensinya
yang terpendek diantara cahaya lain. Oleh karena itu, red light tersebut tidak akan
merusak film yang belum diproses.
3.4.9 Viewer dan Densitometer
Viewer atau light box digunakan untuk mengintrepetasi film yang telah dicuci
atau diproses untuk diketahui nilai densitas dengan bantuan densitometer dapat dilihat
pada gambar dibawah ini. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.10.
28
Gambar 3.10 Viewer (a) dan densitometer (b) (Dokumentasi Pribadi, 2019)
3.5 Penempatan Cacat Buatan
Proses pengelasan menggunakan las SMAW posisi 1G. Pada pengelasan ini
akan ada proses pembuatan cacat buatan yaitu root undercut. Pemberian cacat buatan
akan dilakukan pada saat pengelasan pada root dilakukan. Cacat buatan akan berada
pada daerah root pengelasan dan film akan diinterpretasi setelah exposure pada
spesimen dilakukan. Cacat buatan berada pada posisi 0° dan 180° pada pipa. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.11.
Gambar 3.11 Posisi cacat buatan.
3.6 Proses Pengelasan
Preparasi ini disesuaikan dengan produk yang akan diteliti, dan proses
pengelasannya menggunakan las SMAW. Tebal Pipa yang digunakan yaitu 9.8 mm,
panjang 400 mm, dan diameter 3,5” dan dilas dengan tipe butt joint.
Penempatan
cacat buatan
posisi 0°
Penempatan
cacat buatan
posisi 180°
29
Gambar 3.12 Preparasi sebelum pengelasan (Dokumentasi Pribadi, 2019)
Setelah dilakukan pengelasan maka didapatkan produk las sambungan butt joint
sesuai dengan desain yang sudah dibuat. Hasil pengelasan dapat dilihat pada gambar
dibawah ini.
Gambar 3.13 Hasil pengelasan posisi 0° (Dokumentasi Pribadi, 2019)
Gambar 3.14 Hasil pengelasan posisi 180° (Dokumentasi Pribadi, 2019)
3.7 Cacat Buatan Pada Produk Las
Setelah preparasi selesai kemudian dilakukan pengelasan menggunakan proses
las SMAW. Pada langkah ini cacat buatan berada posisi 0° dan 180° di area root.
30
Selanjutnya ukuran cacat aktual akan didapatkan dengan pengujian ultrasonic. Untuk
hasil visual cacat buatan dapat dilihat pada gambar dibawah.
Gambar 3.15 Cacat buatan posisi 0° (a) dan 180° (b) (Dokumentasi Pribadi, 2019)
3.8 Penentuan Nilai Exposure Time
Dalam penelitian ini digunakan sumber yaitu Ir 192. Untuk exposure time yang
digunakan mengacu pada kurva penyinaran Practical exposure chart iridium 192.
Untuk lebih jelasnya kurva penyinaran tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah
ini.
Gambar 3.16 Kurva penyinaran gamma ray. (Modul Praktek DT-NDT, 2015)
31
Untuk garis absis merupakan ketebalan material yang akan ditembak sedangkan
garis kordinat merupakan aktifitas sumber dalam satu meter (Ci/menit). Kurva
penyinaran diatas memiliki parameter yang cukup banyak agar menghasilkan nilai
densitas pada film. Mulai dari jenis film yang digunakan, intensifying screen, SFD,
dan lain-lain. Untuk lebih rincinya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.1 Jenis-jenis film radiografi.
TYPE AGFA KODAK ASTM
SLOW D4 M I
MEDIUM D7 AA II
FAST D10 K III
Sumber: Modul Praktek DT-NDT, 2015
Berdasarkan data tabel diatas, film yang digunakan pengujian ini menggunakan
film AGFA D7 yang setara dengan Kodak AA karena keduanya memiliki klasifikasi
kelas II ASTM dan termasuk film sedang. SFD adalah Source to film distance atau
jarak sumber radiasi ke film pada radiografi dengan sinar gamma.
3.9 Pemilihan IQI (Image Quality Indicator)
Pemilihan IQI yang tepat merupakan hal yang penting dalam penembakan
produk las karena hal tersebut terkait dengan sensitifitas. Sensitifitas merupakan
ukuran kualitas dari suatu film terkait dengan detail dan cacat terkecil yang bisa
diamati. IQI yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe kawat (wire type) dan
penempatan marker source side. Berdasarkan tabel 3.2 diketahui produk las dengan
ketebalan tertentu selanjutnya akan didapatkan nilai wire type essential wire. Pada
penelitian ini pemilihan IQI menggunakan 2 thickness weld sesuai dengan ASTM
E1742 dan didapatkan essential wire nomor 10.
32
Tabel 3.2 Pemilihan IQI
IQI Selection
Material
Thickness
Range
(mm)
IQI
Source Side Film Side
Hole
Design
Essential
Hole
Essential
Wiire
Hole
Design
Essential
Hole
Essential
Wiire
≤ 6.4 12 2T 5 10 2T 4
6.4 – 9.5 15 2T 6 12 2T 5
9.5 – 12.7 17 2T 7 15 2T 6
12.7 – 19 20 2T 8 17 2T 7
19 – 25.4 25 2T 9 20 2T 8
25.4 – 38.1 30 2T 10 25 2T 9
38.1 – 50.8 35 2T 11 30 2T 10
50.8 – 63.5 40 2T 12 35 2T 11
63.5 – 101.6 50 2T 13 40 2T 12
101.6 – 152.4 60 2T 14 50 2T 13
152.4 – 203.2 80 2T 16 60 2T 14
203.2 – 254 100 2T 17 80 2T 16
254 – 304.8 120 2T 18 100 2T 17
304.8 – 406.4 160 2T 20 120 2T 18
406.4 - 508 200 2T 21 160 2T 20
Sumber: ASME V, 2017
3.10 Pemilihan Wire Indentify dan Wire Diameter
Kemudian didapatkan data wire diameter (inch/mm) berdasarkan data yang
diperoleh pada tahap sebelumnya. Wire diameter menunjukkan ukuran
cacat/diskontinuitas terkecil yang dapat terlihat pada film radiografi tersebut. Wire
indentify menunjukkan nomor wire minimal yang muncul pada film. Pada penelitian
ini menggunakan IQI Set B dan minimal memunculkan 2 kawat sesuai dengan tabel
3.3.
33
Tabel 3.3 Wire IQI Designation
Wire IQI Designition
Set A Set B
Wire Diameter (mm) Wire Identity Wire Diameter (mm) Wire Identity
0.08 1 0.25 6
0.10 2 0.33 7
0.13 3 0.41 8
0.16 4 0.51 9
0.20 5 0.64 10
0.25 6 0.81 11
Set C Set D
Wire Diameter (mm) Wire Identity Wire Diameter (mm) Wire Identity
0.81 11 2.54 16
1.02 12 3.20 17
1.27 13 4.06 18
1.60 14 5.08 19
2.03 15 6.35 20
2.54 16 8.13 21
Sumber: ASME V, 2017
3.11 Perhitungan Geomatric Unsharpness (Ug)
Melakukan perhitungan Ug berdasarkan persamaan pada klasifikasi film.
Sebelum melakukan perhitungan perhitungan tersebut tentukan nilai SFD untuk
mendapatkan SOD yang akan digunakan dalam perhitungan Ug. Selanjutnya setelah
nilai Ug ditemukan maka kemudian lihat Tabel 3.4 Dibawah ini yang merupakan nilai
batasan / limitation untuk nilai Ug berdasarkan ketebalan material yang digunakan.
Pada penelitian ini nilai pemilihan nilai Ug maksimum berdasarkan Outside Diameter
ditambah tebal reinforcement dan didapatkan nilai Ug maksimum yaitu 1.02 mm.
34
Tabel 3.4 Geometric Unsharpness Limitation
Material Thickness (mm) Ug Maximum (mm)
< 50 0.51
50 -75 0.76
75 – 100 1.02
> 100 1.78
Sumber: ASME V, 2017
Bila Ug melebihi nilai maksimal maka harus dirubah lagi nilai SFD yang
digunakan agar didapatkan nilai Ug dibawah ini maksimal tersebut. Karena bila
melebihi nilai ketentuan maka bayangan penumbra terlalu besar dan berakibat
susahnya mengukur ukuran cacat karena terjadi penghamburan.
3.12 Exposure Spesimen
Gambar 3.17 Skema pergeseran exposure
Exposure spesimen pada pipa dilakukan untuk mendapatkan hasil pencitraan
atau penampakan cacat buatan. Exposure spesimen dilakukan secara bergiliran sesuai
pergeseran yang sudah ditentukan. Dengan perbedaan variasi pergeseran source dan
waktu exposure bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang terjadi pada saat variasi
tersebut. Selanjutnya hasil dari exposure akan dibandingkan sehingga dapat diketahui
Source
film
SFD
35
perbedaan hasil exposure di setiap sudut yang divariasikan. Hasil perbandingan ini
bertujuan untuk melihat cacat buatan apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada
hasil exposure yang sudah dilakukan. Untuk skema alur exposure dapat dilihat pada
gambar 3.17.
3.13 Perhitungan Pergeseran Sumber Radiasi.
Setelah proses pengelasan telah selesai dilakukan maka dilanjutkan dengan
perhitungan pergeseran sumber radiasi yang nantinya akan digunakan.
𝑃 = 1
5× 𝑆𝐹𝐷 + 2𝐿 ............................................................................................... (3.1)
Dimana:
P : Pergeseran Sumber Radiasi (mm)
SFD : Jarak Sumber ke film (mm)
L : Lebar Lasan (mm)
Berikut perhitungan normal Pergeseran Source:
𝑃 =1
5× 421 + (2 × 20)
𝑃 = 124 mm
Setelah didapat nilai pergeseran dari perhitungan tersebut maka langkah
selanjutnya menghitung penambahan pergeseran pada variasi lainnya dimana sesuai
dengan 0.5 pergeseran normal, 1.5 pergeseran normal, dan 2x pergeseran normal.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5 Perhitungan Pergesereran Sumber Radiasi
NO Keterangan Pergeseran Source Panjang Pergeseran
1 0.5x pergeseran normal 62 mm
2 Pergeseran normal 124 mm
3 1.5x pergeseran normal 186 mm
4 2x pergeseran normal 248 mm
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2019
36
3.14 Perhitungan SFD (Source to Film Distance) Aktual.
Setelah selesai perhitungan pergeseran sumber radiasi maka dilanjutkan
dengan menentukan SFD aktual pada saat proses radiografi.
𝑆𝐹𝐷𝑎𝑐𝑡 = √𝑆𝐹𝐷² + 𝑃² ......................................................................................... (3.2)
Dimana:
P : Pergeseran Sumber Radiasi (mm)
SFD : Jarak Sumber ke film (mm)
SFDact : Jarak Sumber ke film aktual(mm)
Berikut perhitungan SFD aktual:
1) 𝑆𝐹𝐷𝑎𝑐𝑡 = √421² + 62²
𝑆𝐹𝐷𝑎𝑐𝑡 = 425 𝑚𝑚
2) 𝑆𝐹𝐷𝑎𝑐𝑡 = √421² + 124 ²
𝑆𝐹𝐷𝑎𝑐𝑡 = 438 𝑚𝑚
3) 𝑆𝐹𝐷𝑎𝑐𝑡 = √421² + 186 ²
𝑆𝐹𝐷𝑎𝑐𝑡 = 460 𝑚𝑚
4) 𝑆𝐹𝐷𝑎𝑐𝑡 = √421² + 248 ²
𝑆𝐹𝐷𝑎𝑐𝑡 = 488 𝑚𝑚
Tabel 3.6 Perhitungan SFD aktual
NO Keterangan Pergeseran Source SFD aktual
1 0.5x pergeseran normal (62 mm) 425 mm
2 Pergeseran normal (124 mm) 438 mm
3 1.5x pergeseran normal (186 mm) 460 mm
4 2x pergeseran normal (248 mm) 488 mm
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2019
3.15 Perhitungan Ug (Unsharpness Geometry)
Setelah selesai perhitungan SFD aktual maka dilanjutkan dengan perhitungan
untuk Unsharpness Geometry (Ug).
𝑈𝑔 =(𝑑×𝑡)
𝑆𝐹𝐷−𝑡 ............................................................................................................ (3.3)
37
Dimana:
D : Diameter Sumber
t : Tebal material + Tebal reinforcement
SFD : Source to Film Distance
Berikut perhitungan Unsharpness Geometry:
1) 𝑈𝑔 =(3.6×93)
425−93
𝑈𝑔 = 1.01
2) 𝑈𝑔 =(3.6×93)
438−93
𝑈𝑔 = 0.97
3) 𝑈𝑔 =(3.6×93)
460−93
𝑈𝑔 = 0.91
4) 𝑈𝑔 =(3.6×93)
488−93
𝑈𝑔 = 0.85
Tabel 3.7 Perhitungan Ug
NO Keterangan Pergeseran Source Ug
1 0.5x pergeseran normal (62 mm) 1.01
2 Pergeseran normal (124 mm) 0.97
3 1.5x pergeseran normal (186 mm) 0.91
4 2x pergeseran normal (248 mm) 0.85
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2019
Mengacu pada tabel 3.6 maka nilai Ug memenuhi syarat karena masih
dibawah limitasi. Berdasarkan tabel 3.6 maka dengan tebal lasan 28 mm (2 thickness
weld), pemilihina IQI kawat jatuh pada set B dengan essential wire yaitu 10. Dengan
begitu maka minimal kawat yang harus muncul di film adalah 2 kawat. Setelah semua
perhitungan dan persiapan tersebut dilakukan maka dilakukan exposure dengan
parameter sebagai berikut.
• Thickness Weld = 28 mm
• Aktifitas Sumber = 15 Curie
• Exposure Factor = 351.56 curie/minute
38
• SFD kurva = 610 (mm)
• Source Side Set B 2 wire (yang harus muncul)
Aktivitas sumber dapat dilihat pada Lampiran D. Setelah didapat data tersebut
maka langkah selanjutnya menghitung exposure time yang digunakan untuk
menentukan waktu tembak, yang dimana didapat persamaan sebagai berikut.
𝐸𝑇 = (𝑆𝐹𝐷𝑎𝑐𝑡
𝑆𝐹𝐷𝑘𝑢𝑟𝑣𝑎)² ×
𝐸
𝐴 ............................................................................................ (3.4)
Dimana:
ET = Lama waktu penyinaran (menit)
SFDact = Jarak sumber ke film bidang miring (mm)
SFDkurva = Jarak yang telah ditentukan di exposure chart (mm)
E = Exposure untuk sinar gamma (curie/menit)
A = Aktifitas sumber gamma (curie)
Berikut perhitungan Exposure Time:
1) 𝐸𝑇 = (425
610)² ×
351.56
15
ET= 11.4 menit 11 menit 24 detik
2) 𝐸𝑇 = (438
610)² ×
351.56
15
ET= 12.1 menit 12 menit 6 detik
3) 𝐸𝑇 = (460
610)² ×
351.56
15
ET= 13.3 menit 13 menit 18 detik
4) 𝐸𝑇 = (488
610)² ×
351.56
15
ET= 15 menit 15 menit
39
Tabel 3.8 Hasil exposure time yang akan digunakan
NO Keterangan Pergeseran Exposure time
1 0.5x pergeseran normal 11 menit 24 detik
2 0.5x pergeseran normal + 20% ET 13 menit 42 detik
3 0.5x pergeseran normal + 40% ET 15 menit 57 detik
4 Pergeseran normal 12 menit 6 detik
5 Pergeseran normal + 20% ET 14 menit 31 detik
6 Pergeseran normal + 40% ET 16 menit 56 detik
7 1.5x pergeseran normal 13 menit 18 detik
8 1.5x pergeseran normal + 20% ET 15 menit 57 detik
9 1.5x pergeseran normal + 40% ET 18 menit 37 detik
10 2x pergeseran normal 15 menit
11 2x pergeseran normal + 20% ET 18 menit
12 2x pergeseran normal + 40% ET 21 menit
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2019
3.16 Proses Penembakan Radiografi
Exposure pertama dilakukan dengan beberapa pergeseran sumber radiasi.
Exposure pertama dilakukan pada pergeseran setengah dari perhitungan normal
sepanjang 62 mm yang dimana mempunyai SFD sepanjang 425 mm. Exposure pada
pergeseran ini dilakukan 3 kali exposure dengan waktu tembak yang berbeda antara
lain exposure perhitungan normal dan penambahan 20% dan 40% dari perhitungan
normal.
Esposure kedua dilakukan pada pergeseran sesuai dengan perhitungan normal
sepanjang 124 mm yang dimana mempunyai SFD sepanjang 438 mm. Exposure pada
pergeseran ini dilakukan 3 kali exposure dengan waktu tembak yang berbeda antara
lain exposure perhitungan normal dan penambahan 20% dan 40% dari perhitungan
normal.
Exposure selanjutnya dilakukan pada 1.5x pergeseran norma dan 2x
pergeseran normal yaitu l86 dan 248 dimana masing-masing mempunyai SFD 460
mm dan 488 mm. Exposure pada pergeseran ini dilakukan 3 kali exposure dengan
waktu yang berbeda antara lain exposure perhitungan normal dan penambahan 20%
dan 40% dari perhitungan normal.
40
0.5x pergeseran normal Pergeseran Normal
1.5x pergeseran normal 2x pergeseran normal
Gambar 3.18 Pergeseran sumber radiasi (Dokumentasi Pribadi, 2019)
Pada saat proses penembakan radiografi menggunakan SFD aktual sebelum
pembakan yaitu 421 mm. Berikut merupakan hasil dokumentasi saat proses
penembakan radiografi dilakukan.
41
Gambar 3.19 Proses penembakan (Dokumentasi Pribadi, 2019)
3.17 Pencucian Film Hasil Exposure
Pencucian film ini dilakukan secara bersama-sama sesuai perhitungan
exposure time normal yang bertujuan untuk menjaga suhu dari cairan pencuci,
sehingga tidak ada perbedaan suhu pada saat pencucian film radiografi. Suhu cairan
yang digunakan saat mencuci film yaitu 20°-25° mengikuti suhu ruangan ber AC dan
lama pencucian yaitu 5-10 menit yang bertujuan untuk menghasilkan pencitraan film
yang maksimal. Proses pencucian dan pengeringan film dilakukan secara bersamaan.
Gambar 3.20 Proses pencucian dan pengeringan film (Dokumentasi Pribadi, 2019)
42
3.18 Interpretasi Hasil Exposure
Setelah dilakukan exposure dengan sudut dan waktu yang ditentukan
kemudian film akan dicuci sesuai dengan prosedur yang sudah dibuat. Setelah itu
dilakukan interpretasi terhadap film menggunakan alat pengukur dan penerang film
yaitu densitometer dan viewer. Interpretasi bertujuan untuk melihat dan menunjukkan
apakah cacat buatan terlihat atau terekam pada film. Yang kemudian hasil dari
interpretasi akan dinilai dan dibandingkan terhadap film hasil dari penembakan yang
lain. Penilaian akan dilihat pada densitas cacat apakah sudah sesuai dengan densitas
yang ditentukan. Sedangkan perbandingannya akan dilakukan dengan cara
membandingkan hasil ketajaman cacat yang terlihat pada film sesuai dengan hasil
exposure.
3.19 Analisa Hasil Pengujian
Setelah dilakukan pengujian maka selanjutnya dilakukan analisa pada hasil
film yaitu dengan nilai densitas yang dihasilkan pada titik lasan yang sudah
divariasikan pergeseran sumber radiasinya. Setelah analisa pada hasil film dilakukan
maka disusunlah tabel pembanding supaya data yang sudah diambil dapat dianalisa.
3.20 Kesimpulan dan Saran
Pada tahap akhir ini maka mulai dilakukan penarikan kesimpulan dan
pemberian saran atas hasil penelitian yang dicapai.
43
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Artefak Film Radiografi
Artefak adalah diskontinuitas palsu dan aktual pada film dikarenakan terkena
kotoran atau penanganan film yang kurang hati-hati. Pada penelitian ini didapatkan
12 film hasil pengujian yang dimana dibagi menjadi 4 bagian yang memiliki variasi
pergeseran sumber radiasi yang berbeda. Pada hasil ini dilakukan identifikasi untuk
melihat apakah ada artefak pada film radiografi. Dapat dilihat hasil film yang sudah
diproses pada Lampiran A.
Dari data tersebut dan pengamatan menunjukkan tidak adanya artefak yang
disebabkan oleh kotoran atau pemrosesan yang kurang baik pada area of interest.
Maka nantinya interpretasi film tidak akan salah yang disebabkan oleh artefak yang
tidak dikenali.
4.2 Densitas Film
Setelah dilakukan pencucian pada film radiografi langkah selanjutnya adalah
menginpertrasi hasil daripada film radiografi apakah densitas memenuhi syarat atau
masih dalam range 2-4 sesuai standart yang ditentukan. Melihat densitas film ini
bertujuan untuk melihat apakah hasil variasi exposure time bisa dikatakan diterima
atau tidak sesuai standar yang sudah di tentukan. Pada identifikasi film yang
dilakukan adalah melihat densitas IQI, densitas maksimal atau kontras film tergelap,
dan densitas minimal atau kontras film paling terang pada daerah lasan. Hasil densitas
identifikasi film dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
44
Tabel 4.1 Nilai Densitas
No Pergeseran Nilai ET Densitas
maksimal
Densitas
minimal
Densitas
IQI Remark
1 0.5x
pergeseran
normal
(62 mm)
Normal 3.98 3.23 3.63 Accepted
2 + 20% ET
Normal 4.20 3.54 3.94 Reject
3 + 40% ET
Normal 4.34 3.75 4.19 Reject
4
Pergeseran
normal
(124 mm)
Normal 3.12 2.52 2.81 Accepted
5 + 20% ET
Normal 3.68 3.04 3.39 Accepted
6 + 40% ET
Normal 4.08 3.32 3.64 Reject
7 1.5x
pergeseran
normal
(186 mm)
Normal 3.35 2.48 2.86 Accepted
8 + 20% ET
Normal 3.83 2.73 3.21 Accepted
9 + 40% ET
Normal 4.16 2.94 3.42 Reject
10 2x
pergeseran
normal
(248 mm)
Normal 3.40 2.23 2.56 Accepted
11 + 20% ET
Normal 3.84 2.61 2.90 Accepted
12 + 40% ET
Normal 4.22 2.86 3.23 Reject
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2019
Dari tabel nilai densitas diatas menunjukkan bahwa exposure time sangat
berpengaruh pada densitas film radiografi. Dapat dilihat bahwa penambahan exposure
time mempengaruhi penambahan densitas pada hasil film radiografi.
4.3 Variasi Densitas
Di dalam menginterptasi hasil film dilakukan perhitungan yang bertujuan
untuk mencari variasi densitas, yang berguna untuk menentukan film hasil exposure
ini diterima atau tidak. Nilai densitas yang dipakai adalah densitas IQI yang dimana
45
nilai densitas ini didapat dari daerah munculnya wire IQI paling kecil pada film hasil
exposure. Perhitungan variasi densitas dirumuskan persamaan sebagai berikut.
VDmin = 𝐷𝑚𝑖𝑛− 𝐷𝐼𝑄𝐼
𝐷𝐼𝑄𝐼× 100% ................................................................................. (4.1)
VDmax = 𝐷𝑚𝑎𝑥− 𝐷𝐼𝑄𝐼
𝐷𝐼𝑄𝐼× 100% ................................................................................ (4.2)
Keterangan :
VD = Variasi Densitas
Dmin = Densitas Minimal
Dmax = Densitas Maksimal
4.3.1 Perhitungan Variasi Densitas
Perhitungan ini dilakukan untuk mendapatkan variasi dari densitas film
sehingga film dapat diterima sesuai standart. Perhitungan variasi densitas
menggunakan persamaan (4.1) dan (4.2). Perhitungan Variasi densitas dapat dilihat
dibawah ini.
❖ 0.5x pergeseran normal
• Exposure Normal :
➢ VDmin = 3.23−3.63
3.63× 100%
= -11%
➢ Vdmax = 3.98−3.63
3.63× 100%
= +9.6%
• Exposure + 20% ET Normal :
➢ VDmin = 3.54−3.94
3.94× 100%
= -10.1%
➢ Vdmax = 4.20−3.94
3.94× 100%
46
= +6.6%
• Exposure + 40% ET Normal :
➢ VDmin = 3.75−4.19
4.19× 100%
= -10.5%
➢ Vdmax = 4.34−4.19
4.19× 100%
= +3.6%
❖ Pergeseran Normal
• Exposure Normal :
➢ VDmin = 2.52−2.81
2.81× 100%
= -10.3%
➢ Vdmax = 3.12−2.81
2.81× 100%
= +11%
• Exposure + 20% ET Normal :
➢ VDmin = 3.04−3.39
3.39× 100%
= -10.3%
➢ Vdmax = 3.68−3.39
3.39× 100%
= +8.5%
• Exposure + 40% ET Normal :
➢ VDmin = 3.32−3.64
3.64× 100%
= -8.8%
➢ Vdmax = 4.08−3.64
3.64× 100%
= +12.1%
❖ 1.5x pergeseran normal
• Exposure Normal :
➢ VDmin = 2.48−2.86
2.86× 100%
47
= -13.3%
➢ Vdmax = 3.35−2.86
2.86× 100%
= +17.1%
• Exposure + 20% ET Normal :
➢ VDmin = 2.73−3.21
3.21× 100%
= -14.8%
➢ Vdmax = 3.83−3.21
3.21× 100%
= +19.3%
• Exposure + 40% ET Normal :
➢ VDmin = 2.94−3.42
3.42× 100%
= -14%
➢ Vdmax = 3.98−3.42
3.42× 100%
= +21.6%
❖ 2x pergeseran normal
• Exposure Normal :
➢ VDmin = 2.23−2.56
2.56× 100%
= -12.9%
➢ Vdmax = 3.40−2.56
2.56× 100%
= +30.9%
• Exposure + 20% ET Normal :
➢ VDmin = 2.61−2.90
2.90× 100%
= -10%
➢ Vdmax = 3.84−2.90
2.90× 100%
= +32.4%
• Exposure + 40% ET Normal :
➢ VDmin = 2.86−3.23
3.23× 100%
48
= -11.5%
➢ Vdmax = 4.22−3.23
3.23× 100%
= +30.7%
Variasi densitas minimum yaitu -15% dan variasi densitas maksimum yaitu
+30% (ASME Section 5, 2017). Dari perhitungan variasi densitas diatas dapat dilihat
bahwa 2x pergeseran normal mempunyai variasi densitas maksimal melebihi 30%
menunjukkan bahwa variasi densitas tersebut reject. Hal tersebut dikarenakan
pergeseran yang terlalu besar menyebabkan hasil densitas antar citra las yang terlalu
jauh.
Tabel 4.2 Nilai Variasi Densitas
No Pergeseran Nilai ET
Nilai Variasi
Densitas
Minimal
Nilai Variasi
Densitas
Maksimal
Remark
1 0.5x
pergeseran
normal
(62 mm)
Normal -11% +9.6% Accepted
2 + 20% ET
Normal -10.1% +6.6% Accepted
3 + 40% ET
Normal -10.5% +3.6% Accepted
4
Pergeseran
normal
(124 mm)
Normal -10.3% +11% Accepted
5 + 20% ET
Normal -10.3% +8.5% Accepted
6 + 40% ET
Normal -8.8% +12.1% Accepted
7 1.5x
pergeseran
normal
(186 mm)
Normal -13.3% +17.1% Accepted
8 + 20% ET
Normal -14.8% +19.3% Accepted
9 + 40% ET
Normal -14% +21.6% Accepted
10 2x
pergeseran
normal
(248 mm)
Normal -12.9% +32.8% Reject
11 + 20% ET
Normal -10% +32.4% Reject
12 + 40% ET
Normal -11.5% +30.7% Reject
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2019
49
4.4 Sensitivitas Film
Sensitivitas Film Radiografi adalah fungsi dari kontras dan definisi dari film
radiografi. Kontras adalah perbandingan densitas di daerah yang berbeda pada film
radiografi sedangkan definisi adalah garis batas daerah yang densitasnya berbeda.
Dibawah ini dapat dilihat sensitivitas hasil penelitian.
Tabel 4.3 Nilai Sensitivitas
No Pergeseran Kawat yang
harus muncul Kawat yang
muncul Remark
1 0.5x pergeseran normal
(62 mm) 2 4 BAIK
2
Pergeseran normal
(124 mm) 2 4 BAIK
3 1.5x pergeseran normal
(186 mm) 2 4 BAIK
4 2x pergeseran normal
(248 mm) 2 4 BAIK
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2019
Seperti yang ditunjukkan pada tabel 3.4 dan tabel 3.5 dalam pemilihan IQI
bahwa pengujian radiografi yaitu menggunakan 2 TW (Thikcness Weld) harus
menggunakan Set B dan harus memunculkan minimal 2 kawat yaitu nomor 10.
Semua film memunculkan sebanyak 4 kawat. Hal tersebut menandakan bahwa semua
film berkualitas baik. Definisi yang terlihat pada setiap film juga baik karena
pencitraan pada hasil film bersih dan tajam. Namun setiap film mempunyai kontras
yang berbeda. Hasil film pada 0.5x pergeseran normal memiliki kontras yang kecil
terhadap cacat. Hal tersebut dikarenakan pada 0.5x pergeseran normal memiliki
densitas paling gelap dibandingkan dengan pergeseran yang lain. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
50
Tabel 4.4 Kontras dan Definisi terhadap cacat
No Pergeseran Sensitivitas film
Remark Kontras Definisi
1 0.5x pergeseran normal
(62 mm) Kecil Baik KURANG BAIK
2
Pergeseran normal
(124 mm) Besar Baik BAIK
3 1.5x pergeseran normal
(186 mm) Besar Baik BAIK
4 2x pergeseran normal
(248 mm) Besar Baik BAIK
Sumber: Dokumentasi Pribadi
4.5 Unsharpness Geometry
Unsharpness Geometry adalah ketidaktajaman sisi citra yang dinamakan
penumbra. Penumbra sendiri tidak dapat dihilangkan sepenuhnya karena sumber
berupa titik. Penumbra sendiri dapat dikurangi apabila jarak sumber ke spesimen
diperbesar. Teknik lain yang sangat penting untuk mengurangi penumbra adalah
menjaga jarak film terhadap spesimen sedekat mungkin. Apabila penumbra dapat
dikurangi, maka definisi citra pada radiografi juga dapat ditambah. Pada penelitian
kali ini jarak SFD berubah-ubah karena pergeseran sumber yang berubah. Pada hasil
film didapatkan perbesaran cacat buatan yang terekam oleh film yang dimana
perbesaran cacat disebabkan oleh pergeseran sumber. Pengukuran cacat dapat dilihat
dibawah ini.
51
0.5x pergeseran normal
Cacat Posisi posisi 0° Cacat Posisi posisi 180°
Pergeseran Normal
Cacat Posisi posisi 0° Cacat Posisi posisi 0°
1.5x pergeseran normal
Cacat Posisi posisi 0° Cacat Posisi posisi 0°
52
Gambar 4.1 Hasil ukuran cacat pada 0.5x pergeseran normal, normal, dan 1.5x pergeseran normal..
(Dokumentasi Pribadi, 2019)
2x pergeseran normal
Cacat Posisi posisi 0° Cacat Posisi posisi 0°
Gambar 4.2 Hasil ukuran cacat pada 2x pergeseran normal. (Dokumentasi Pribadi, 2019)
Hasil pengelasan menampakkan sebuah cacat yaitu root undercut pada posisi
0° dan 180°. Pengelasan tersebut sudah dilakukan pengujian ultrasonic untuk
mendapatkan ukuran cacat aktual yaitu 10 mm pada posisi 0° dan ukuran 12 mm pada
posisi 180° dapat dilihat pada Lampiran C. Untuk ukuran lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.5 Ukuran cacat posisi 0°
No Pergeseran
Ukuran
Aktual
(mm)
Ukuran
Cacat
Posisi 0°
(mm)
Selisih Ukuran
Cacat (mm)
1 0.5x pergeseran normal (62 mm) 10 10.5 0.5
2 Pergeseran normal (124 mm) 10 11 1
3 1.5x pergeseran normal (186 mm) 10 12 2
4 2x pergeseran normal (248 mm) 10 13 3
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2019
53
Tabel 4.6 Ukuran cacat posisi 180°
No Pergeseran Ukuran
Aktual (mm)
Ukuran Cacat
Posisi 180° (mm)
Selisih Ukuran
Cacat (mm)
1 0.5x pergeseran normal (62 mm) 12 12 0
2 Pergeseran normal (124 mm) 12 12.5 0.5
3 1.5x pergeseran normal (186 mm) 12 13 1
4 2x pergeseran normal (248 mm) 12 13 1
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2019
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar pergeseran maka
semakin besar juga unsharpness geometrinya. 0.5x pergeseran normal dan normal
mendapatkan selisih ukuran cacat pada posisi 0° yang masih accept sesuai tabel 3.6.
1.5x pergeseran normal dan 2x pergeseran normal mendapatkan selisih ukuran cacat
pada posisi 0° yang lebih besar dari acceptance criteria yaitu 1.02 mm.
4.6 Jarak Citra Las-lasan
Hasil pengujian radiografi dengan teknik Double Wall Double Viewing
tentunya memunculkan 2 buah citra las-lasan. Seperti yang diketahui jarak antara
citra las-lasan minimum harus selebar ukuran las-lasan tersebut. Dibawah ini dapat
dilihat hasil ukuran antara citra las-lasan setelah hasil pengujian yang tentunya
menghasilkan jarak antar citra las yang berbeda.
0.5x pergeseran normal Pergeseran Normal
1.5x pergeseran normal 2x pergeseran normal
54
Gambar 4.3 Ukuran jarak antar citra las. (Dokumentasi Pribadi, 2019)
Dari hasil identifikasi film diatas dapat dilihat bahwa pergeseran normal, 1,5x
pergeseran normal, dan 2x pergeseran normal mempunyai ukuran jarak antar citra las
lebih dari 20 mm. Sedangkan 0.5x pergeseran normal mempunyai ukuran jarak citra
las hanya 12 mm yaitu kurang dari 20 mm. Hal tersebut menunjukkan bahwa 0.5x
pergeseran normal reject. . Untuk lebih jelas hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 4.7 Ukuran antar citra las
No Pergeseran Ukuran antar citra las (mm) Remark
1 0.5x pergeseran normal (62 mm) 12 REJECT
2 Pergeseran normal (124 mm) 21.5 ACC
3 1.5x pergeseran normal (186 mm) 39 ACC
4 2x pergeseran normal (248 mm) 48 ACC
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2019
55
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari keseluruhan hasil pengujian dan pengamatan maka didapatkan
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1) Dari hasil pengujian semua film mendapatkan hasil sensitivitas yang baik.
Yaitu memunculkan 4 kawat dari syarat minimum memunculkan 2 kawat.
Definisi pada film juga baik, namun memiliki kontras yang berbeda. Kontras
pada 0.5x pergeseran normal kurang baik karena memiliki kontras yang kecil
terhadap cacat.
2) Jarak antara citra las pada 0.5x pergeseran normal terlalu kecil dan tidak
sesuai standard minimum yaitu selebar las. Pergeseran normal mempunyai
hasil paling baik karena tidak jauh beda dengan yang ditentukan standar.
1.5x pergeseran normal dan 2x pergeseran normal terlalu besar melebihi
standar dikarenakan pergesran yang terlalu besar.
3) Ukuran cacat pada setiap pergeseran didapatkan hasil yang berbeda. Pada
0.5x pergeseran normal dan pergeseran normal didapatkan ukuran cacat
yang tidak terlalu lebar karena pergeseran yang hanya sedikit dan tidak
melebihi batas sesuai standard yaitu 1.02 mm. Pada 1.5x pergeseran normal
dan 2x pergeseran normal masing-masing mempunyai perbedaan ukuran
cacat yang besar dan melebihi persyaratan unsharpness geometry yang
ditentukan oleh ASME V.
4) Dari hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin besar
exposure time maka semakin besar pula densitasnya. Dapat dilihat pula
bahwa variasi densitas pada 2x pergeseran normal melebihi 30%. Hal
56
tersebut dikarenakan pergeseran yang terlalu besar menyebabkan densitas
antar 2 citra las yang teralu jauh.
5.2 Saran
Dalam penelitian ini proses pencucian film harus sangat diperhatikan
karena sangat berpengaruh pada hasil film radiografi terutama densitas pada
film. Perlu diperhatikan juga bahwa proses pengujian radiografi dengan teknik
Double Wall Double Viewing paling baik menggunakan pergeseran normal
karena sesuai dengan standar.
Dengan adanya hasil penelitian tersebut diharapkan pembaca memahami
bagaimana mengaplikasikan pengujian radiografi dengan teknik Double Wall
Double Viewing, sehingga mendapatkan hasil yang maksimal.
57
DAFTAR PUSTAKA
API 1104. (2016). Welding of Pipelines and Related Facilities. Washington DC.
ASME. (2017). Boiler and Pressure Vessel Code Section V. New York.
ASME. (2017). Boiler and Pressure Vessel Code Section VIII Division 1. NY.
ASME. (2017). Boiler and Pressure Vessel Code Section IX. New York.
ASTM E1742. (2012). Standard Practice for Radiographic Examination. USA.
ASTM E94. (2000). Standard Guide for Radiographic Examination. USA
AWS. D1.1. (2015) . Structural welding code-stee1. USA.
BATAN. (2001). Ensiklopedia Teknologi Nuklir. Indonesia.
Febriono, H. (2016). Analissis Variasi Exposure Angle pada pengujian radiografi
untuk mendeteksi cacat buatan terhadap kualitas film radiografi pada
sambungan corner joint. Surabaya: Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
Munir, Moh. M. Thoriq Wahyudi (2015). Modul Praktek DT-NDT. Surabaya:
Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
Prasetyo, H. (2013). Radiography Film Interpretation. Surabaya: Institut Teknologi
Sepuluh November.
Prasetyo, E. (2013) Pembuatan kurva penyinaran radiografi X-Ray untuk material
baja dengan metode identifikasi Half Value Layer (HVL) pada taper
wedge. Surabaya: Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
58
ROBUTECH. (2015) Radiographic Examination Procedure. Surabaya.
59
LAMPIRAN A
(Hasil Film Radiografi)
60
61
0.5x pergeseran normal (62 mm) Exposure Normal
0.5x pergeseran normal (62 mm) Exposure +20%
0.5x pergeseran normal (62 mm) Exposure +40%
Lampiran A. 1. Hasil Film 0.5x pergeseran normal (62 mm)
62
63
Pergeseran Normal (124 mm) Exposure Normal
Pergeseran Normal (124 mm) Exposure +20%
Pergeseran Normal (124 mm) Exposure +40%
Lampiran A. 2. Hasil Film Pergeseran Normal (124 mm)
64
65
1.5x pergeseran normal (186 mm) Exposure Normal
1.5x pergeseran normal (186 mm) Exposure +20%
1.5x pergeseran normal (186 mm) Exposure +40%
Lampiran A. 3. Hasil Film 1.5x pergeseran normal (186 mm)
66
67
2x pergeseran normal (248 mm) Exposure Normal
2x pergeseran normal (248 mm) Exposure +20%
2x pergeseran normal (248 mm) Exposure +40%
Lampiran A. 4. Hasil Film 2x pergeseran normal (248 mm)
68
69
LAMPIRAN B
(Report Pengujian Radiografi)
70
71
Lampiran B. 1. Report Radography Test 0.5x pergeseran normal (62 mm)
72
73
Lampiran B. 2. Report Radography Test Pergeseran Normal (124 mm)
74
75
Lampiran B. 3. Report Radography Test 1.5x pergeseran normal (186 mm)
76
77
Lampiran B. 4. Report Radography Test 2x pergeseran normal (248 mm)
78
79
LAMPIRAN C
(Report Pengujian Ultrasonic)
80
81
Lampiran C. 1. Report Ultrasonic Test
82
83
LAMPIRAN D
(Perhitungan Waktu Paruh)
84
85
Lampiran D. 1. Perhitungan Waktu Paruh
Diketahui:
T1/2 = 74 hari
ln (2) = 0.693
Nₒ = 90
T = 193 hari
Jawab :
a)
T1/2 =ln(2)
λ
λ =ln(2)
T1/2
λ =0.693
75
= 0.00924
b)
N(t) = Nₒe−λt
= 90e−0.00924x193
= 14.77 Ci 15 Ci
86
87
BIOGRAFI PENULIS
Nama : Muh. Wildan Maretra Putra
Alamat : Jl. Kaliurang 20 Malang
Tempat, tanggal lahir : Malang, 13 Maret 1996
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Belum menikah
No.telpon : 085790701996
E-mail : [email protected]
Pendidikan : 1. SDI Sabilillah Malang, lulus tahun 2008
2. SMPN 3 Malang, lulus tahun 2011
3. SMAN 1 Malang, lulus tahun 2014
Pekerjaan : -
88