analisis wacana pesan moral dalam novel de winst karya...
TRANSCRIPT
ANALISIS WACANA PESAN MORAL DALAM NOVEL DE WINST KARYA AFIFAH AFRA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Sos. I.)
Oleh Yusriani Pulungan NIM: 104051001810
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1429 H./2008 M.
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi yang
berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 3 Juni 2008
Yusriani Pulungan
ANALISIS WACANA PESAN MORAL DALAM NOVEL DE WINST KARYA AFIFAH AFRA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Sos. I.)
Oleh Yusriani Pulungan NIM: 104051001810
Di bawah Bimbingan:
Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd NIP. 150 282 125
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1429 H./2008 M.
ABSTRAK Yusriani Pulungan Analisis Wacana Pesan Moral dalam Novel De Winst Karya Afifah Afra
Penelitian ini, menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik analisis wacana model Teun A. Van Dijk. Data penelitian berupa isi cerita yang terdapat dalam novel, baik itu kata, kalimat, maupun paragraf dengan menggunakan teknik pengumpulan data, research document, keabsahan data dilihat dari analisis teks (stuktur wacana, kognisi sosial dan konteks sosial).
Kesimpulan penelitian ini adalah mengenai temuan-temuan pesan moral yang terdapat dalam novel De Winst dari segi struktur makro dengan tema besar yang terdapat di dalam cerita yakni: nasionalisme, integritas dan loyalitas, tanggung jawab kepemimpinan, persamaan derajat, berusaha dan bekerja keras, pentingnya menuntut ilmu dan mengamalkannya, sopan santun dan keramahan, serta sabar, tawakal dan rendah hati. Kemudian dari segi superstruktur dengan skematik atau awal ceritanya adalah diawali dengan kisah tokoh-tokohnya dengan berbagai karakter, setelah itu konflik yang muncul hingga mencapai klimaks kemudian akhir cerita yang cukup tragis dan mengharukan. Pesan moral dilihat dari analisis teks terdapat dalam beberapa kategori yakni: hubungan manusia dengan Allah SWT yang berupa ketaqwaan hamba kepada tuhannya, dalam hal ini ketaqwaan tokoh dalam novel kepada Allah SWT, hubungan manusia dengan diri sendiri berupa harga diri, rasa cinta, rindu dan sebagainya, dan hubungan manusia dengan sesama manusia lain dalam lingkungan sosial berupa tolong menolong, menghargai dan menghormati sesama, kesetiaan dan sebagainya.. Dari segi kognisi sosialnya cukup menggambarkan kereligiusan pengarangnya. Sementara itu dari konteks sosial, novel ini merupakan pesan atau amanat pengarang bagi pembacanya, dalam menanamkan semangat nasionalisme untuk memperjuangkan kemerdekaan yang seutuhnya dengan kemandirian bangsa kita dalam berbagai sektor.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji dan syukur selalu terpanjatkan ke
hadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Tuhan sekalian
alam. Karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad Saw, beserta keluarganya, sahabatnya dan kepada umatnya hingga
akhir zaman.
Skripsi ini penulis susun sebagai kewajiban setiap mahasiswa dalam
mengembangkan ilmu pengetahuannya selama menempuh pendidikan di
Perguruan Tinggi, dan juga sebagai syarat dalam mencapai gelar Sarjana Ilmu
Sosial Islam pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari skripsi ini dapat terselesaikan karena bantuan banyak
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Murodi, MA. selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd selaku dosen pembimbing yang
telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan maupun
pengarahan kepada penulis, baik dari segi keilmuan maupun penulisan.
Semoga beliau senantiasa mendapatkan limpahan karunia dan nikmat
serta perlindungan Allah SWT.
3. Bapak Wahidin Saputra, MA. dan Ibu Umi Musyarofah MA selaku Ketua
Jurusan dan Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
4. Ayahanda tercinta H. Sahnan Pulungan yang telah berjuang dengan sekuat
tenaga untuk mendidik dan menyekolahkan penulis hingga ke perguruan
tinggi, juga nasehat, doa serta motivasi yang selalu diberikan. Ibunda
tercinta Hj. Derliana Lubis yang selalu memberikan cinta dan kasih
sayangnya yang tak terbatas dan ridho maupun doa yang selalu mengiringi
setiap langkah penulis. Skripsi ini penulis persembahkan untuk mereka.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kesehatan wal’afiat, umur
yang berkah dan bermanfaat, menjadi orang tua yang baik serta senantiasa
mendapatkan perlindungan Allah SWT.
5. Keluarga tercinta, adik-adikku tersayang Siti Mariam dan Nur Habibah
dan abangku Syaiful Bahri beserta isterinya yang selalu mendukung,
menghibur hati dan membantu penulis dalam proses penyusunan skripsi
ini. Semoga Allah SWT senantiasa menjadikan mereka sebagai hamba-
Nya yang shaleh dan shalehah, taat dan berbakti kepada nusa, bangsa,
agama terutama orang tua. Juga untuk keponakan pertamaku, Nabila Zahra
semoga kelak jadi anak yang cerdas dan sholehah.
6. Segenap Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan
ilmu, pengalaman dan bimbingannya selama penulis menuntut ilmu di
kampus tercinta ini.
7. Bapak Study Rizal LK, MA selaku penguji yang telah mengoreksi dan
memberikan masukan bagi penulis untuk perbaikan skripsi ini.
8. Teman-temanku seperjuangan di kelas KPI B angkatan 2004, Mut, Mintje,
Ida, Yayu, Mika, Kasih, Ika, Aal, Anis, Zee, Tia, Sarah, Iiq, Ifa, Ulul, Eva,
dan semua teman-teman kelasku yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Terima kasih untuk semua pengalaman dan kenangan manis selama kita
bersama di kelas KPI B yang tercinta.
9. Seluruh staff dan pengelola Perpustakaan Utama dan Perpustakaan
Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, terima kasih untuk fasilitas yang menunjang penulis
dalam pembuatan skripsi ini juga untuk pelayanan yang diberikan.
10. Semua pihak yang turut membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini,
yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Dengan hamparan kedua tangan serta ketulusan, penulis mendoakan semoga
bantuan, dukungan, bimbingan, dan perhatian yang telah diberikan oleh semua
pihak akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT disertai
limpahan rahmat, hidayah serta berkah-Nya. Amin Ya Rabbal Alamin
Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi masih jauh dari sempurna.
Namun penulis tetap berharap skripsi ini bermanfaat bagi penulis, maupun bagi
siapa saja yang meminati analisis wacana dalam berbagi artikulasinya. Dan
semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi positif, memperluas wawasan
keilmuan serta menambah khazanah perpustakaan.
Ciputat, 1 Juli 2008
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah........................................................................ 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.....................................................5
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 6
D. Manfaat Penelitian................................................................................ 6
E. Tinjauan Pustaka................................................................................... 6
F. Metodologi Penelitian........................................................................... 7
G. Sistematika Penulisan.......................................................................... 10
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Analisis Wacana ................................................................................. 12
1.Pengertian Analisis Wacana ............................................................ 12
2.Kerangka Analisis Wacana...............................................................14
B. Ruang Lingkup Novel ........................................................................ 16
1.Pengertian Novel ............................................................................. 18
2.Unsur-unsur dalam Novel ................ .............................................. 19
3.Jenis-jenis Novel ............................................................................. 21
C. Pesan Moral ....................................................................................... 23
1. Pengertian Pesan .............................................................................23
2. Pengertian Moral, Etika, Akhlak .................................................... 24
3. Ajaran Moral dan Etika dalam Budaya Keraton Jawa ................... 29
BAB III BIOGRAFI AFIFAH AFRA DAN RINGKASAN NOVEL
A. Biografi Singkat Afifah Afra ............................................................. 31
B. Karya-karyanya .................................................................................. 31
C. Ringkasan Cerita Novel De Winst .................................................... 33
BAB IV TEMUAN DATA DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Wacana Pesan Moral dalam Novel
De Wins Karya Afifah Afra ................................................................ 41
1. Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Analisis Teks .............. 41
a. Struktur Makro.......................................................................... 41
b. Superstruktur ............................................................................ 49
c. Struktur Mikro .......................................................................... 55
2. Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Kognisi Sosial ............. 63
3. Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari konteks Sosial ............. 66
B. Bentuk-bentuk Pesan Moral dalam Novel De Winst ......................... 67
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................ 72
B. Saran-saran ........................................................................................ 73
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji dan syukur selalu terpanjatkan ke
hadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Tuhan sekalian
alam. Karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad Saw, beserta keluarganya, sahabatnya dan kepada umatnya hingga
akhir zaman.
Skripsi ini penulis susun sebagai kewajiban setiap mahasiswa dalam
mengembangkan ilmu pengetahuannya selama menempuh pendidikan di
Perguruan Tinggi, dan juga sebagai syarat dalam mencapai gelar Sarjana Ilmu
Sosial Islam pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari skripsi ini dapat terselesaikan karena bantuan banyak
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
11. Bapak Dr. Murodi, MA. selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
12. Ibu Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd selaku dosen pembimbing yang
telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan maupun
pengarahan kepada penulis, baik dari segi keilmuan maupun penulisan.
Semoga beliau senantiasa mendapatkan limpahan karunia dan nikmat
serta perlindungan Allah SWT.
13. Bapak Wahidin Saputra, MA. dan Ibu Umi Musyarofah MA selaku Ketua
Jurusan dan Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
14. Ayahanda tercinta H. Sahnan Pulungan yang telah berjuang dengan sekuat
tenaga untuk mendidik dan menyekolahkan penulis hingga ke perguruan
tinggi, juga nasehat, doa serta motivasi yang selalu diberikan. Ibunda
tercinta Hj. Derliana Lubis yang selalu memberikan cinta dan kasih
sayangnya yang tak terbatas dan ridho maupun doa yang selalu mengiringi
setiap langkah penulis. Skripsi ini penulis persembahkan untuk mereka.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kesehatan wal’afiat, umur
yang berkah dan bermanfaat, menjadi orang tua yang baik serta senantiasa
mendapatkan perlindungan Allah SWT.
15. Keluarga tercinta, adik-adikku tersayang Siti Mariam dan Nur Habibah
dan abangku Syaiful Bahri beserta isterinya yang selalu mendukung,
menghibur hati dan membantu penulis dalam proses penyusunan skripsi
ini. Semoga Allah SWT senantiasa menjadikan mereka sebagai hamba-
Nya yang shaleh dan shalehah, taat dan berbakti kepada nusa, bangsa,
agama terutama orang tua. Juga untuk keponakan pertamaku, Nabila Zahra
semoga kelak jadi anak yang cerdas dan sholehah.
16. Segenap Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan
ilmu, pengalaman dan bimbingannya selama penulis menuntut ilmu di
kampus tercinta ini.
17. Bapak Study Rizal LK, MA selaku penguji yang telah mengoreksi dan
memberikan masukan bagi penulis untuk perbaikan skripsi ini.
18. Teman-temanku seperjuangan di kelas KPI B angkatan 2004, Mut, Mintje,
Ida, Yayu, Mika, Kasih, Ika, Aal, Anis, Zee, Tia, Sarah, Iiq, Ifa, Ulul, Eva,
dan semua teman-teman kelasku yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Terima kasih untuk semua pengalaman dan kenangan manis selama kita
bersama di kelas KPI B yang tercinta.
19. Seluruh staff dan pengelola Perpustakaan Utama dan Perpustakaan
Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, terima kasih untuk fasilitas yang menunjang penulis
dalam pembuatan skripsi ini juga untuk pelayanan yang diberikan.
20. Semua pihak yang turut membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini,
yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Dengan hamparan kedua tangan serta ketulusan, penulis mendoakan semoga
bantuan, dukungan, bimbingan, dan perhatian yang telah diberikan oleh semua
pihak akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT disertai
limpahan rahmat, hidayah serta berkah-Nya. Amin Ya Rabbal Alamin
Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi masih jauh dari sempurna.
Namun penulis tetap berharap skripsi ini bermanfaat bagi penulis, maupun bagi
siapa saja yang meminati analisis wacana dalam berbagi artikulasinya. Dan
semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi positif, memperluas wawasan
keilmuan serta menambah khazanah perpustakaan.
Ciputat, 1 Juli 2008
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
H. Latar Belakang Masalah........................................................................ 1
I. Pembatasan dan Perumusan Masalah.....................................................5
J. Tujuan Penelitian ................................................................................. 6
K. Manfaat Penelitian................................................................................ 6
L. Tinjauan Pustaka................................................................................... 6
M. Metodologi Penelitian........................................................................... 7
N. Sistematika Penulisan.......................................................................... 10
BAB II TINJAUAN TEORI
D. Analisis Wacana ................................................................................. 12
1.Pengertian Analisis Wacana ............................................................ 12
2.Kerangka Analisis Wacana...............................................................14
E. Ruang Lingkup Novel ........................................................................ 16
1.Pengertian Novel ............................................................................. 18
2.Unsur-unsur dalam Novel ................ .............................................. 19
3.Jenis-jenis Novel ............................................................................. 21
F. Pesan Moral ....................................................................................... 23
1. Pengertian Pesan .............................................................................23
2. Pengertian Moral, Etika, Akhlak .................................................... 24
3. Ajaran Moral dan Etika dalam Budaya Keraton Jawa ................... 29
BAB III BIOGRAFI AFIFAH AFRA DAN RINGKASAN NOVEL
D. Biografi Singkat Afifah Afra ............................................................. 31
E. Karya-karyanya .................................................................................. 31
F. Ringkasan Cerita Novel De Winst .................................................... 33
BAB IV TEMUAN DATA DAN PEMBAHASAN
C. Analisis Wacana Pesan Moral dalam Novel
De Wins Karya Afifah Afra ................................................................ 41
1. Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Analisis Teks .............. 41
a. Struktur Makro.......................................................................... 41
b. Superstruktur ............................................................................ 49
c. Struktur Mikro .......................................................................... 55
2. Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Kognisi Sosial ............. 63
3. Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari konteks Sosial ............. 66
D. Bentuk-bentuk Pesan Moral dalam Novel De Winst ......................... 67
BAB V PENUTUP
C. Kesimpulan ........................................................................................ 72
D. Saran-saran ........................................................................................ 73
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan teknologi komunikasi dewasa ini telah jauh dan semakin
beragam. Namun teknologi penulisan merupakan tahapan yang tidak pernah
lekang bahkan terus berkembang. Apalagi saat ini ketika “kran” kebebasan
membuka penerbitan dibuka lebar setelah reformasi. Kini semakin banyak media
surat kabar dan majalah. Masyarakat pun bisa leluasa memilah dan memilih media
yang disukainya. 1
Di samping itu mereka juga dapat dengan mudah menerima informasi itu
sambil meminum teh manis atau secangkir kopi. Tanpa harus jauh mencari,
seperti datang ke pusat-pusat pengajian misalnya. Situasi demikian adalah peluang
sekaligus tantangan bagi para dai untuk dapat memanfaatkan berbagai media
untuk berdakwah mengajak kebenaran.
Merebaknya media massa dewasa ini, khususnya media cetak seperti surat
kabar, majalah, tabloid, buletin, dan buku-buku dari era informasi dan
keterbukaan. Berbagai informasi berseliweran tiap hari dan tiap saat. Berbagai
pandangan pun berkembang seakan tiada mengenal henti, semua pesan dari media
massa dikonsumsi oleh masyarakat serta menjadi bahan informasi dan referensi
pengetahuan mereka.
Kekuatan informasi yang disampaikan media massa demikian hebat
sehingga aktivitas dakwah penting untuk bisa masuk ke dalam wilayah itu, artinya
para pelaku dakwah perlu menyiapkan dirinya utnuk memiliki keahlian
berdakwah melalui tulisan di media massa. Setidaknya harus ada sebagian di
1 Aep Kusnawan, Berdakwah Melalui Tulisan, Bandung: Mujahid Press, 2004, h. 23-24
antara mereka yang membidangi aktivitas dakwahnya melalui tulisan, di samping
sejumlah aktivitas di bidang lain, karena jika ini tidak diantisipasi maka
dikhawatirkan masyarakat pembaca akan terbentuk oleh pesan media yang kering
tanpa nilai-nilai agama.2
Oleh karena itu, tidak keliru jika kini kegiatan dakwah bisa dikembangkan
melalui media tulisan. Media tulisan yang dikemas secara popular dan dimuat di
media massa seperti di koran, majalah, tabloid, buletin, maupun dakwah yang
melalui media karya sastra berupa novel. Dengan media tulisan pesan dakwah
dapat tersebar dan diterima banyak kalangan, dalam waktu pengaksesannya
tergantung kepada keluangan mad’u (objek dakwah).
Berdakwah dengan menggunakan sarana media cetak memang memerlukan
bakat mengarang karena media cetak merupakan sarana komunikasi tulisan.
Selain bersifat ketrampilan praktis, pendekatan ini pula sebagai sebuah seni. Sejak
awal sejarahnya, dakwah Islamiyah yang didukung oleh angkatan seniman dan
pasukan sastrawan dengan senjata seni budaya dan seni sastranya telah berjihad
melawan musuh-musuh Islam.di dalam QS Asy Syuara (26):227, dikemukakan
betapa Allah memuji para seniman dan sastrawan Mukmin yang berjihad tanpa
kompromi untuk melawan kejahatan.3
Perkembangan media komunikasi saat ini yang semakin pesat, yang juga
berfungsi sebagai media dakwah tidak membuat media komunikasi yang
sebelumnya tidak berfungsi dan tidak bisa dimanfaatkan lagi. Namun justru
kemajuan teknologi membuat atau pun mendorong para dai yang menggunakan
2 Aep Kusnawan, et. Al, Komunikasi dan Penyiaran Islam, Bandung: Benang Merah
Press,2004, Cet. Ke-1. h. 24 3 Suf kasman, Jurnalisme Universal: Menelusuri prinsip-Prinsip Dakwah Bi Al Qalam
Dalam Al Qur’an, Jakarta: Teraju, 2004. Cet.ke-1. h. 78
media sebelumnya untuk lebih meningkatkan strategi dan kinerja dakwahnya.
Para pelaku dakwah harus mampu memanfaatkan media massa untuk berdakwah,
salah satunya dengan menggunakan metode dakwah bi al qolam (dakwah dengan
tulisan) melalui media massa cetak. Dengan cara persuasi dan argumentasi yang
baik melalui tulisan dai dapat berdakwah baik secara tersirat(implisit) maupun
terang-terangan.
Dakwah melalui tulisan dilihat dari segi isinya mengalami perluasan yang
sangat penting, ia tidak hanya memuat ajaran-ajaran Islam yang berdimensi
teologis, aqidah dan ibadah tetapi juga memuat aspek-aspek yang lebih kompleks
(seperti sosial, politik, ekonomi, kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi).
Seiring dengan perkembangan pengetahuan umat Islam mengenai ajaran-ajaran
Islam itu sendiri dan persoalan kehidupan yang dihadapi. Sebut saja Imam Al
Ghazali, Hasan Al Banna dan Yusuf Qardhawi. Demikian pula para ulama,
sarjana, filsuf, dan cendekiawan muslim lain dari berbagai disiplin ilmu yang juga
mencanangkan dakwah Islam melalui tulisan.
Dalam hal ini, karya sastra merupakan salah satu bentuk tulisan yang dapat
dijadikan sebagai media dakwah. Dalam karya sastra yang menceritakan suatu
kisah baik yang fiksi maupun nonfiksi terdapat pesan-pesan yang bermuatan
dakwah dan moral. Selain itu, memberikan pengetahuan yang memuat aspek-
aspek yang lebih kompleks (seperti sosial, politik, ekonomi, kebudayaan, ilmu
pengetahuan dan teknologi). Pengetahuan dan pesan-pesan yang disampaikan
pengarang melalui novelnya tersebut diharapkan dapat meningkatkan keimanan
dan ketaqwaan setiap orang yang membacanya.
Sebuah karya fiksi ditulis oleh pengarang untuk, antara lain, menawarkan
model kehidupan yang diidealkannya. Fiksi atau pun novel mengandung
penerapan moral dalam sikap dan tingkah laku para tokoh sesuai dengan
pandangannya tentang moral. Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh
itulah pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dan pesan-pesan moral yang
disampaikan atau yang diamanatkan. Moral dalam karya sastra dapat dipandang
sebagai amanat, pesan, message. Bahkan, unsur amanat itu, sebenarnya,
merupakan gagasan yang mendasari penulisan karya itu, gagasan yang mendasari
diciptakannya karya sastra sebagai pendukung pesan. Hal itu didasarkan pada
pertimbangan bahwa pesan moral yang disampaikan lewat cerita fiksi tentulah
berbeda efeknya dibanding yang lewat tulisan nonfiksi.
Karya sastra, fiksi, senantiasa menawarkan pesan moral yang berhubungan
dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan harkat dan martabat
manusia. Sifat-sifat luhur kemanusiaan tersebut pada hakikatnya bersifat
universal. Artinya, sifat-sifat itu dimiliki dan diyakini kebenarannya oleh manusia
sejagad. Ia tidak hanya bersifat kesebangsaan, apalagi keseorangan, walau
memang terdapat ajaran moral kesusilaan yang berlaku dan diyakini oleh
kelompok tertentu. Sebuah karya fiksi yang menawarkan pesan moral yang
bersifat universal. Biasanya akan diterima kebenarannya secara universal pula dan
memungkinkan untuk menjadi sebuah karya yang bersifat sublim-walau untuk
yang disebut terakhir juga (terlebih) ditentukan oleh berbagai unsur intrinsik yang
lain.4
Afifah Afra merupakan salah satu dari tokoh yang memanfaatkan tulisan
sebagai media dakwah. Di usianya yang belum genap tiga puluh tahun sudah lebih
tiga puluh buku ia hasilkan dan fiksi novel menjadi tulisan yang mendominasi
karyanya. Salah satu novelnya pernah menjadi salah satu karya terbaik FLP
4 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press,1998. h. 321-322
(Forum Lingkar Pena) pada tahun 2002. Selain aktif menulis buku Afifah Afra
juga telah mendirikan penerbitan sendiri yang mendukung kegiatan menulisnya.
Novel De Winst merupakan novel terbarunya sekaligus novel yang menurut
peneliti lebih bersifat universal, dibanding novel-novel sebelumnya atau novel
karya penulis FLP Islami lain pada umumnya.
Berdasarkan pemikiran di atas, peneliti tertarik untuk menganalisis novel
De Winst karya Afifah Afra dilihat dari perspektif Ilmu Komunikasi. Kajian ini
akan diangkat ke dalam sebuah judul penelitian “Analisis Wacana Pesan Moral
dalam Novel De Winst Karya Afifah Afra.”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Untuk menghindari terlalu luasnya pembahasan, maka ruang lingkup
masalah yang akan diteliti, dibatasi pada pesan moral yang terdapat dalam novel
De Winst karya Afifah Afra. Penelitian ini mencakup seluruh isi cerita yang dibagi
menjadi 22 bab cerita, menggunakan novel cetakan pertama yang diterbitkan oleh
Afra Publishing.
Adapun perumusan masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimanakah wacana pesan moral yang terdapat dalam novel De
Winst karya Afifah Afra?
2. Bagaimanakah bentuk-bentuk pesan moral yang terkandung dalam
novel De Winst karya Afifah Afra?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan
penelitian ini adalah:
1. untuk mengetahui dan mencari jawaban tentang bagaimana wacana
pesan moral yang terdapat dalam Novel De Winst
2. untuk mengetahui bagaimana bentuk-bentuk pesan moral yang
terkandung dalam novel De Winst karya Afifah Afra.
D. Manfaat Penelitian
1. Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan
komunikasi, terutama studi tentang analisis wacana, dengan fokus pada
analisis wacana karya sastra, sehingga secara umum dapat bermanfaat dan
memberi kontribusi bagi kajian Komunikasi dan Penyiaran Islam.
2. Praktis
Secara praktis karya skripsi ini diharapkan dapat menjadi pelengkap dan
bahan perbandingan bagi penelitian serupa yang telah ada, dan memberi
masukan serta inspirasi bagi para peminat karya sastra untuk turut
memperkaya karya sastra dengan muatan dakwah dan pesan moral yang
bermanfaat bagi masyarakat Indonesia seperti yang dilakukan oleh Afifah
Afra.
E. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini merujuk pada penelitian-penelitian terdahulu dan buku-buku
serta artikel-artikel yang membahas tentang analisis teks media. Pada penelitian
ini akan disampaikan analisis wacana pesan moral dalam novel De Winst karya
Afifah Afra merujuk pada penelitian terdahulu seperti penelitian:
1. Analisis Wacana Pesan Moral dalam Novel Di Bawah Lindungan Ka’bah
oleh Nurchasanah tahun 2007.
2. Analisis Wacana Pesan Sinetron Santriwati Gaul oleh Nurseha tahun
2007.
3. Analisis Wacana Dakwah melalui Film Koran Gondrong oleh Lisa
Badriah tahun 2006.
Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menjadikan sinetron atau pun
film sebagai objek penelitian. Penelitian yang peneliti lakukan yakni analisis
wacana pesan moral dalam novel. Walaupun telah ada sebelumnya penelititan
terdahulu yang menganalisis wacana pesan moral dalam novel. Namun penelitian
ini diharapkan dapat menjadi pelengkap dan sebagai bahan perbandingan dari
penelitian serupa yang telah ada.
F. Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan menggunakan teknik
analisis wacana tehadap buku novel De Winst karya Afifah Afra. Model analisis
wacana yang digunakan adalah model Teun A Van Dijk, modelnya kerap disebut
sebagai kognisi sosial terutama untuk menjelaskan struktur dan proses
terbentuknya teks. Menurutnya penelitiannya atas wacana tidak cukup hanya
didasarkan pada analisis teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktek
produksi yang juga harus diamati.5
5 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media ( Yogyakarta: LKis, 2001 ),
h. 221
Analisis wacana merupakan salah satu alternatif dari analisis isi selain
kuantitatif yang dominan dan banyak dipakai. Jika analisis kuantitatif lebih
memfokuskan pada sisi komunikasi yang tampak (tersurat/manifest/nyata).
Sedangkan untuk menjelaskan hal-hal yang tersirat (latent), misalnya ideologi apa
yang ada di balik suatu berita, maka dilakukan riset analisis isi kualitatif. Dalam
perkembangan Ilmu Komunikasi, metode analisis isi kualitatif berkembang
menjadi beberapa varian metode, analisis wacana salah satunya di samping
analisis framing dan semiotik.6 Pretensi analisis wacana adalah pada muatan,
nuansa dan makna yang latent (tersembunyi) dalam teks media.7
Van Dijk menggambarkan wacana dalam tiga dimensi, yaitu: teks, kognisi
sosial dan konteks sosial. Bila digambarkan maka skema penelitian dan metode
yang bisa dilakukan dalam kerangka Van Dijk adalah sebagai berikut:
Tabel 1.Skema dan Metode Penelitian Van Dijk
Struktur Metode
Teks Menganalisa bagaimana
strategi wacana yang dipakai untuk menggambarkan seseorang atau peristiwa tertentu.
Critical Linguistik - Tematik - Skematik - Semantik - Sintaksis - Stilistik - Retoris
Kognisi Sosial Menganalisa bagaimana
peristiwa dipahami, didefenisikan dan ditafsirkan dengan memasukkan informasi yang digunakan untuk menulis dari suatu wacana tertentu.
6 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis: Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana, 2006. h. 62 7 Alex Sobur, Analisis Teks Media. (Bandung: Rosdakarya. 2004 ), Cet.Ke-4, h.70
Konteks Sosial Menganalisa bagaimana
wacana menggambarkan teks dan konteks secara bersama-sama dalam suatu proses komunikasi.
1. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data Research Document,
yaitu analisis pada novel De Winst karya Afifah Afra. Sebagai metode ilmiah,
observasi adalah suatu cara penelitian untuk memperoleh data dalam bentuk
pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena yang diselidiki.8 Dalam
penelitian ini, peneliti melakukan observasi teks yaitu pengamatan untuk
menganalisis makna pesan moral yang terdapat dalam teks tersebut. Peneliti
menghimpun data-data dan literatur, baik buku dan internet yang berkaitan dengan
penulisan skripsi ini melalui penelitian kepustakaan.
Pengolahan data akan disesuaikan dengan kerangka analisis wacana yang
ditemukan oleh Teun A. Van Dijk, yaitu meneliti pesan moral dilihat dari analisis
teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Dalam dimensi teks yang diteliti adalah
struktur dari teks yang masing-masing bagian saling mendukung, dalam dimensi
kognisi sosial difokuskan bagaimana sebuah teks diproduksi, sedangkan konteks
sosial melihat bagaimana suatu teks dihubungkan lebih jauh dengan struktur sosial
dan pengetahuan yang berkembang dalam publik atas suatu wacana. Kemudian
dari tiga dimensi di atas peneliti akan melakukan interprestasi–interprestasi
berdasarkan temuan data yang terdapat dalam teks, kognisi, dan konteks sosial.
8 Sutrisno, Metodologi Research (Yogyakarta: Andi Offset, 1989), h.192
2. Analisis Data
a. Proses penafsiran data
Analisis wacana lebih menekankan pada pemaknaan teks ketimbang
penjumlahan unit kategori. Dasar dari analisis wacana adalah interprestasi, karena
analisis wacana merupakan bagian dari metode interpretatif yang mengandalkan
interprestasi dan penafsiran peneliti. Setiap teks pada dasarnya dapat dimaknai
secara berbeda, dan dapat ditafsirkan secara beragam.9 Dalam tahap ini, peneliti
akan memperhatikan data-data yang terdapat dalam novel karya Afifah Afra,
kemudian akan ditafsirkan oleh peneliti dengan disesuaikan pada kerangka
analisis wacana yang dikemukakan oleh Van Dijk.
b. Penyimpulan Hasil Penelitian
Kesimpulan hasil penelitian diambil berdasarkan pada interprestasi
peneliti atas obyek yang diteliti dan data yang diperoleh dalam kegiatan
penelitian.
Adapun teknik penulisan dalam skripsi ini mengacu kepada buku Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi), cetakan ke-II yang
diterbitkan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan susunan penyusunan laporan akhir (skripsi) maka
dibuatlah sistematika penulisan yang terdiri dari beberapa bab dan bab-bab
tersebut memiliki beberapa sub-bab, yakni sebagai berikut:
9 Alex Sobur. Analisis Teks Media. h. 70
BAB I. Berisi Pendahuluan yang terdiri dari, Latar Belakang Masalah,
Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat
Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metodologi Penelitian dan
Sistematika Penulisan.
BAB II. Berisi Tinjauan Teori yang terdiri dari Analisis Wacana yang
meliputi: Pengertian Analisis Wacana, Kerangka Analisis Wacana:
Teks, Kognisi Sosial, dan Konteks Sosial, Ruang lingkup Novel
meliputi: Pengertian Novel, Unsur-Unsur dalam Novel, Jenis-jenis
Novel, Pesan Moral meliputi Pengertian Pesan, Pengertian Moral,
Etika dan Akhlaq serta Ajaran Moral dan Etika dalam Budaya
Keraton Jawa.
BAB III. Berisi Biografi Afifah Afra yang meliputi Sejarah Singkat Afifah
Afra, Karya-Karya Afifah Afra dan Ringkasan Cerita Novel De
Winst Karya Afifah Afra.
BAB IV. Berisi Analisis Wacana Pesan Moral Dalam Novel De Winst yang
meliputi Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Analisis Teks
yang meliputi Struktur Makro, Super Struktur dan Struktur Mikro,
Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Kognisi Sosial, Analisis
Wacana Pesan Moral dilihat dari Konteks Sosial, dan Bentuk-
Bentuk Pesan Moral dalam Novel De Winst.
BAB V. Berisi Penutup yang memuat tentang Kesimpulan dan Saran
Bagian Terakhir memuat Daftar Pustaka dan Lampiran-Lampiran.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Analisis Wacana
1. Pengertian Analisis Wacana
Analisis Wacana berasal dari dua kata yakni analisis dan wacana. Kata
analisis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terdapat dalam beberapa
pengertian yakni:
1. kata analisis diartikan sebagai penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaaan yang sebenarnya (sebab musabab, duduk perkaranya, dsb)
2. penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.
3. penjabaran sesudah dikaji sebaik-baiknya.10 Sedangkan istilah wacana secara etimologis berasal dari bahasa sansekerta
wac/wak/vak, artinya ’berkata’ atau ’berucap’. Kata tersebut mengalami
perkembangan menjadi wacana. Jadi kata wacana dapat diartikan sebagai
perkataan atau tuturan. Istilah wacana diperkenalkan dan digunakan oleh para
linguis di Indonesia sebagai terjemahan istilah dari bahasa Inggris discourse. Kata
discourse sendiri berasal dari bahasa latin discursus (lari ke sana ke mari). Kata
ini diturunkan dari dis (dan/dalam arah yang berbeda) dan currere (lari).11
Makna istilah di atas berkembang sehingga kemudian memiliki arti sebagai
pertemuan antar bagian yang membentuk satu kepaduan. Analisis wacana
10 DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005. Edisi ke-
3, h. 43 11 Dede Oetomo, Kelahiran dan perkembangan analisis wacana, dalam PELLBA,
(Yogyakarta: Kanisius, 1993), h.3
menekankan bahwa wacana adalah juga bentuk interaksi. Analisis wacana adalah
ilmu baru yang muncul beberapa puluh tahun belakangan ini, aliran-aliran
linguistik selama ini membatasi penganalisisannya hanya pada soal kalimat, dan
barulah belakangan ini sebagian ahli bahasa memalingkan perhatian kepada
penganalisisan wacana. 12
Dalam buku Alex Sobur dituliskan pengertian wacana menurut Ismail
Maharimin, yakni sebagai kemampuan untuk maju (dalam pembahasan) menurut
urut-urutan yang teratur dan semestinya, komunikasi buah pikiran, baik lisan
maupun tulisan, yang resmi dan teratur.13
Sedangkan Riyono Pratiko sebagaimana dikutip Alex Sobur dalam bukunya
Analisis Teks Media menjelaskan bahwa wacana adalah sebuah proses berpikir
seseorang yang mempunyai ikatan dengan ada tidaknya sebuah kesatuan dan
koherensi dalam tulisan yang disajikannya.menurutnya, makin baik cara atau pola
pikir seseorang, maka akan terlihat jelas adanya kesatuan dan koherensi itu.14
Alex Sobur dalam bukunya Analisis Teks Media menggambarkan wacana
dalam berbagai aspek makna kebahasaan, di antaranya:
1. Komunikasi pikiran dengan kata-kata, ekspresi ide-ide atau gagasan-gagasan konversasi atau percakapan
2. Komunikasi secara umum, terutama sebagai suatu subjek studi atau pokok telaah
3. Risalat tulis, disertasi formal, kuliah, ceramah, khotbah.15
Dari berbagai pengertian analisis dan wacana di atas, peneliti
menyimpulkan bahwa analisis wacana merupakan suatu kegiatan mengkaji dan
menelaah suatu produk komunikasi dari perspektif kebahasaan dengan melihat
12 Hamid Hasan Lubis, Analisis WacanaPragmatik. (Bandung: Angkasa, 1993), h. 121. 13 Alex Sobur, Analisis Teks Media. h. 10 14 Ibid.
15 Ibid.
teks kemudian dikaitkan dengan ideologi dibalik terbentuknya teks tersebut
dengan melihat kognisi dan konteks sosial.
2. Kerangka Analisis Wacana
Dari sekian banyak model analisis wacana yang diperkenalkan dan
dikembangkan oleh beberapa ahli, model van Dijk menjadi model yang paling
banyak dipakai. Hal ini mungkin karena van Dijk mengelaborasi elemen-elemen
wacana sehingga bisa didayagunakan dan dipakai secara praktis.
Menurut van Dijk, sebagaimana yang dikutip Eriyanto penelitian atas
wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis teks atas teks semata, karena
teks hanya hasil dari suatu proses praktik produksi yang juga harus diamati, dan
harus dilihat juga bagaimana suatu teks diproduksi, sehingga kita memperoleh
suatu pengetahuan kenapa teks bisa semacam itu.16 Berikut ini kerangka analisis
wacana sesuai dengan model van Dijk:
a. Teks
Teun A. Van Dijk melihat suatu wacana terdiri atas berbagai
struktur/tingkatan, yang masing-masing bagian saling mendukung. Van Dijk
membaginya dalam tiga tingkatan:
1) Struktur makro. Ini merupakan makna global/umum dari suatu teks
yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang
dikedepankan dalam suatu berita.
2) Superstruktur adalah kerangka suatu teks: bagaimana bagian-
bagian teks tersusun ke dalam berita secara utuh.
16 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKIS, 2006),
Cet. Ke- V, h. 221
3) Struktur mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dari
bagian kecil dari suatu teks yakni kata, kalimat, proposisi, anak
kalimat, parafrase dan gambar.17
Struktur/elemen wacana yang dikemukakan Van Dijk ini dapat
digambarkan seperti berikut18:
ELEMEN WACANA VAN DIJK Struktur Wacana Hal yang diamati Elemen Struktur makro TEMATIK
(tema/topik yang dikedepankan dalam suatu
berita)
Topik (tema dalam novel De Winst)
Superstruktur SKEMATIK (bagaimana bagian dan urutan cerita diskemakan dalam teks
berita secara utuh)
Skema (struktur tiga babak yaitu: awal,
konflik dan resolusi)
Struktur Mikro SEMANTIK (makna yang ingin
ditekankan dalam teks berita)
Latar, detil, dan maksud
Struktur Mikro SINTAKSIS (bagaimana kalimat (bentuk
susunan) yang dipilih)
Bentuk kalimat, koherensi, dan kata
ganti Struktur Mikro STILISTIK
(bagaimana pilihan kata yang dipakai dalam teks berita)
Leksikon
Struktur Mikro RETORIS (bagaimana dan dengan cara apa penekanan dilakukan)
Grafis dan metafora
b. Kognisi Sosial
Analisis wacana tidak hanya membatasi perhatiannya pada struktur
teks, tetapi bagaimana suatu teks diproduksi. Dalam pandangan van Dijk
perlu ada penelitian mengenai kognisi sosial yang meneliti kesadaran mental
wartawan, dalam hal karya sastra maka bisa dikatakan kesadaran mental
pengarangnya dalam membentuk teks dalam karyanya.
17 Ibid. h. 226 18 Ibid., h. 228-229
Analisis wacana tidak dibatasi hanya pada struktur teks, karena struktur
wacana itu sendiri menunjukkan atau menandakan sejumlah makna, pendapat,
dan ideologi. Untuk membongkar bagaimana makna tersembunyi dari teks,
maka dibutuhkan suatu analisis kognisi dan konteks sosial.
Pendekatan kognitif didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak
mempunyai makna, tetapi makna itu diberikan oleh pemakai bahasa. Kognisi
sosial ini penting dan menjadi kerangka yang tidak terpisahkan untuk
memahami teks media.19
c. Konteks Sosial
Konteks sosial berusaha memasukkan semua situasi dan hal yang
berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa. Titik perhatian dari
analisis wacana adalah mengambarkan teks dan konteks secara bersama-sama
dalam suatu proses komunikasi, konteks sangat penting untuk menentukan
makna dari suatu ujaran.
Dalam pandangan Van Dijk, segala teks bisa dianalisis dengan
menggunakan elemen tersebut. Dan untuk memperoleh gambaran ihwal
elemen-elemen struktur wancana (teks) tersebut, berikut adalah penjelasan
singkat:
1) Tematik, secara harfiah tema berarti “sesuatu yang di uraikan,”
kata ini berasal dari kata Yunani ‘tithenai’ yang berarti
meletakkan. Tema adalah suatu amanat utama yang disampaikan
oleh penulis melalui tulisannya.20
19 Ibid. h. 260 20 Gorys Keraf, Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa, (Ende-Flores: Nusa
Indah, 1980) h. 107
2) Skematik, menggambarkan bentuk wacana umum yang disusun
dengan sejumlah kategori seperti pendahuluan, isi, kesimpulan,
pemecahan masalah, pentutup, dan sebagainya. Struktur skematik
memberikan tekanan: bagian mana yang didahulukan dan bagian
mana yang bisa dikemudiankan sebagai strategi untuk
menyembunyikan informasi penting.
3) Semantik, adalah disiplin ilmu bahasa yang menelaah makna
satuan lingual, baik makna leksikal (unit semantik terkecil)
maupun makna gramatikal (makna yang terbentuk dari gabungan
satuan-satuan kebahasaan).21
4) Sintaksis, secara etologis berarti menempatkan bersama-sama kata-
kata menjadi kelompok kata atau kalimat. Sintaksis ialah bagian
dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat,
klausa, dan frase.22
5) Stilistik, pusat perhatiannya adalah style (gaya bahasa ) yaitu cara
yang digunakan penulis untuk menyatakan maksudnya dengan
menggunakan bahasa sebagai sarana.
6) Retoris, adalah gaya yang diungkapkan ketika seseorang berbicara
atau menulis. Misalnya dengan pemakaian kata yang berlebihan
(hiperbolik) atau bertele-tele. Retoris mempunyai fungsi persuasif,
dan berhubungan erat dengan bagaimana pesan itu disampaikan
kepada khalayak.23
21 Wijana, Dasar-Dasar Pragmatik, (Yogyakarta: ANDI, 1996), h. 1 22 Mansoer Pateda, Linguistik: Sebuah Pengantar, (Bandung : Angkasa. 1994 ),h. 85 23 Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 82-84
B. Ruang Lingkup Novel
1. Pengertian Novel
Kata novel berasal dari kata novies yang berarti baru. Dikatakan baru
karena kalau dibandingkan dengan jenis-jenis karya sastra lainnya seperti puisis,
drama, dan lain-lain, maka jenis novel ini muncul kemudian.24 Novel merupakan
sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif, biasanya dalam bentuk cerita.
Umumnya sebuah novel bercerita tentang tokoh-tokoh dan kelakuan
mereka dalam kehidupan sehari-hari, dengan menitik beratkan pada sisi-sisi yang
aneh dari naratif tersebut. Novel dalam bahasa Indonesia dibedakan dari roman.
Sebuah roman alur ceritanya lebih kompleks dan jumlah pemeran atau tokoh
cerita juga lebih banyak.25
Menurut Abdullah Ambary, novel adalah cerita yang menceritakan suatu
kejadian luar biasa dari kehidupan pelakunya yang menyebabkan perubahan sikap
hidup atau menentukan nasibnya.26
Novel adalah genre sastra dari Eropa yang muncul di lingkungan kaum
borjuis di Inggris dalam abad 18. Novel merupakan produk masyarakat kota yang
terpelajar, mapan, kaya, cukup waktu luang untuk menikmatinya.di Indonesia,
masa perkembangan novel terjadi tahun 1970-an.27
Novel memungkinkan adanya penyajian secara panjang lebar mengenai
tempat (ruang) tertentu. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika posisi
manusia dalam masyarakat jelas berhubungan dengan ruang dan waktu. Sebuah
masyarakat jelas berhubungan dengan dimensi tempat, tetapi peranan seorang
24 Henry Guntur Trigan, Prinsip-Prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Angkasa, 1993) h. 10 25 www.id.wikipedia.org. 26 Abdullah Ambary, Intisari Sastra Indonesia, (Bandung: Djatmika, 1983) h. 61 27 Jakob Sumardjo, Konteks Sosial Novel Indonesia 1920-1977, (Bandung: Penerbit
Alumni, 1999), Cet ke-1, h. 12
tokoh dalam masyarakat berubah dan berkembang dalam waktu. Khasnya, novel
mencapai keutuhannya secara inklusi (inclution), yaitu bahwa novellis
mengukuhkan keseluruhannya dengan kendali tema karyanya.28
Dari berbagai penjelasan di atas peneliti menyimpulkan bahwa novel
merupakan suatu karya sastra yang isinya menceritakan berbagai masalah
kehidupan manusia, dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesama,
interaksinya dengan diri sendiri, serta interaksinya dengan Tuhan. Novel tercipta
dari hasil penghayatan dan perenungan terhadap hakikat hidup, dan kehidupan
yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab meskipun ia bersifat
imajinatif. Dan melalui sosok tokoh dalam novel pengarang memberikan
gambaran kehidupan yang diidealkannya yang memiliki muatan pesan bagi
pembacanya.
2. Unsur-unsur dalam Novel
Novel sebagai karya sastra yang bersifat fiksi memiliki struktur yang
dibagi dua bagian, yaitu: struktur luar (ekstrinsik) dan stuktur dalam (instrinsik).
Unsur ektrinsik adalah segala macam unsur yang berada di luar suatu karya sastra
yang ikut mempengaruhi kehadiran karya sastra tersebut. Unsur intrinsik adalah
unsur-unsur yang membentuk karya sastra tersebut seperti penokohan atau
perwatakan, tema, alur (plot), pusat pengisahan, latar dan gaya bahasa.
a) Penokohan dan perwatakan
Masalah penokohan dan perwatakan ini merupakan salah satu hal yang
kehadirannya dalam sebuah fiksi amat penting dan bahkan menentukan,
karena tidak akan mungkin ada suatu karya fiksi tanpa adanya tokoh yang
28 Suminto A. Sayuti, Berkenalan dengan Prosa Fiksi, (Yogyakarta: Gama Media, 2000),
cet.ke-1, h.6
diceritakan dan tanpa adanya tokoh yang bergerak yang akhirnya membentuk
alur cerita.
b.) Alur (plot)
Alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang
disusun sebagai sebuah interrelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan
bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi.29
c.) Latar atau Landas Tumpu
Setelah penokohan atau alur cerita ditetapkan, agar keadaan suatu
peristiwa dan tokoh dalam cerita tersebut dapat tergambarkan dengan jelas
maka diperlukan adanya latar. Latar adalah segala keterangan mengenai
waktu, ruang dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra.30
d.) Tema
Tema tidak lain dari suatu gagasan sentral yang menjadi dasar topik atau
pokok pembicaraan dan tujuan yang akan dicapai pengarang melalui topiknya
tadi.
e.) Gaya Penceritaan
Gaya penceritaan yang dimaksudkan di sini adalah tingkah laku
pengarang dalam menggunakan bahasa. Tingkah laku berbahasa ini
merupakan suatu sarana sastra yang amat penting. Tanpa bahasa, tanpa gaya
bahasa, sastra tidak ada. Betapapun dua atau tiga orang pengarang
mengungkapkan suatu tema, alur, karakter, atau latar yang sama, hasil karya
mereka akan berbeda bila gaya bahasa mereka berbeda.
29 M. Atar Semi, Anatomi Sastra, (Padang: Angkasa Raya), cet. Ke-2, h. 35-43 30 Erwan Juhara, dkk. Cendikia Berbahasa: Bahasa dan Sastra Indonesia, (Jakarta: PT.
Setia Purna Inves.) h. 102
f.) Pusat Pengisahan
Pusat pengisahan adalah posisi dan penempatan diri pengarang dalam
ceritanya, atau dari mana ia melihat peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam
ceritanya itu. Terdapat beberapa jenis pusat pengisahan yaitu: Pengarang
sebagai tokoh cerita, pengarang sebagai tokoh sampingan, pengarang sebagai
orang ketiga (pengamat) sekaligus narator, pengarang sebagai pemain dan
narator.31
3. Jenis-jenis Novel
M. Atar Semi dalam bukunya Anatomi Sastra membagi novel sebagai
suatu karya fiksi ke dalam bebrapa jenis di bawah ini:
a) Romantik: secara filosofis, merupakan ketidaksenangan terhadap
kehidupan modern yang artifisial, materialis, kaku, dan kasar ;dan
kemudian lari dari kehidupan modern itu dengan membentuk suatu bentuk
dunia yang lain, biasanya dengan mengagungkan alam, emosi, dan pribadi.
b) Realisme merupakan lawan dari romantik, yakni suatu karya yang
menggambarkan tentang dunia kini dengan segala keadaaan dan kenyataan
yang dimilikinya.
c) Gotik merupakan suatu karya fiksi yang menceritakan tentang horor,
tentang kekerasan, tentang kekacauan, membicarakan tentang kematian,
keajaiban, supernatural, kuburan keramat, hantu yang gentayangan,dan
tentang berbagai keanehan keajaiban alam.
d) Naturalisme, karya fiksi naturalis mengungkapkan segala sesuatu tanpa
harus ada bagian yang disembunyikan, segala kekurangan dan kelebihan
31 M. Atar Semi, Anatomi Sastra. H. 35-58
dipaparkan, misalnya tentang kehidupan seksual, tentang kemiskinan,
tentang pengaruh narkotik.
e) Proletarian, fiksi jenis ini menggambarkan tentang segala bentuk
kepincangan dan ketidakadilan serta mengemukakan cara-cara pemecahan
masalah atau jalan keluar, pada umumnya jalan keluar yang dianjurkan
adalah sosialisme.
f) Alegori adalah suatu dramatisasi dari satu pernyataan yang kompleks
tentang politik, agama, dan moral, dan lain-lain melalui tokoh-tokoh
tertentu seperti binatang, atau dengan menyebutkan pelaku-pelaku seperti
si Tamak, si Korup, si Alim dan sebagainya.
g) Simbolisme adalah mengajak kita untuk mengerti dengan mengetengahkan
persoalan dengan yang cara yang baru.
h) Satire merupakan karya sastra karikatur dengan melebih-lebihkan sesuatu,
dengan menggunakan kecerdasan dan daya kritis untuk menggambarkan
tentang orang atau lembaga yang absurd, yang diperlihatkan atau
dikatakan berbeda dengan kenyataan.
i) Fiksi Sains (Science-Fiction) adalah semacam karangan yang dibuat
berlandaskan prinsip ilmu pengetahuan atau berdasarkan inspirasi yang
ditimbulkan oleh sesuatu penemuan ilmu pengetahuan.
j) Utopia, fiksi utopia mempunyai hubungan yang erat dengan fiksi sains.
Karangan semacam ini menyangkut tentang gambaran masyarakat yang
bertolak dari idealisme politik dan ekonomi pengarangnya.
k) Ekspresionisme adalah suatu teknik pengungkapan pikiran dan perasaan
dengan memanfaatkan psikologi.
l) Psikologi, prinsip pokok fiksi psikologi adalah eksplorasi segi-segi
pemikiran dan kewajiban tokoh-tokoh utama cerita, terutama menyangkut
alam pikiran pada tingkat yang lebih dalam, di tingkat alam bawah sadar.
m) Ekstensialisme, fiksi eksistensialis merupakan fiksi yang memperhatikan
atau menerapkan filsafat eksistensialis.
n) Autobiografi dan Biografi, fiksi autobiografi maupun biografi merupakan
karya fiksi yang memperbincangkan tentang perjalanan hidup sendiri
(autobiografi) atau tentang orang lain (biografi).32
C. Pesan Moral
1. Pengertian Pesan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pesan diartikan sebagai perintah,
nasehat, permintaan, amanat yang harus dilakukan atau disampaikan kepada orang
lain.33 Menurut Onong Uchjana Effendy pesan adalah seperangkat lambang
bermakna yang disampaikan oleh komunikator.
Dalam suatu kegiatan komunikasi, pesan merupakan isi yang disampaikan
oleh komunikator, atau juga keseluruhan daripada apa yang disampaikan oleh
komunikator terhadap komunikannya. Pesan dapat disampaikan secara langsung
dengan lisan atau tatap muka, bisa juga dengan menggunakan media atau saluran.
H.A.W. Widjaja dalam bukunya Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan
Masyarakat menjelaskan bentuk pesan yang dapat bersifat informatif, persuasif,
dan coersif.
1. informatif berarti memberikan keterangan-keterangan dan kemudian komunikan dapat mengambil kesimpulan sendiri.
32 M. Atar Semi, Anatomi Sastra. h. 63-69 33 DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia. h.761
2. persuasif atau bujukan yakni membangkitkan pengertian dan kesadaran seseorang bahwa apa yang disampaikan akan memberikan rupa pendapat atau sikap sehingga ada perubahan.
3. coersif, memaksa dengan sanksi-sanksi. Bentuk yang terkenal dengan penyampaian secara ini adalah agitasi dengan penekanan-penekanan yang menimbulkan tekanan batin dan ketakutan di antara sesamanya dan kalangan publik. Coersif dapat berbentuk perintah, intruksi dan sebagainya.34
Dalam hal bentuk pesan yang terdapat di atas, maka peneliti berpendapat
bahwa novel merupakan suatu media komunikasi yang bersifat memberikan
informasi sekaligus bujukan yang memberikan kesadaran bagi pembacanya
melalui pesan-pesan dalam novelnya tersebut.
2. Pengertian Moral, Etika, Akhlaq
Secara umum moral menyaran pada pengertian (ajaran tentang) baik buruk
yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya:
akhlak, budi pekerti, susila.35
Kata moral dari segi bahasa barasal dari bahasa latin yaitu mores jamak dari
kata mos yang berarti adat kebiasaan. Secara etimologi moral adalah istilah yang
digunakan untuk menentukan batas dari sifat, perangai,kehendak,pendapat atau
perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik, atau buruk. 36
Moral menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya
dilakukan oleh manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh
manusia di dalam perbuatannya dan menunjukkan jalan untuk melakukan jalan
34 H.A.W. Widjaja. Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan Masyarakat,(Jakarta: Bina
Aksara) h. 14-15 35 Ibid. h. 754 36 Abudin Nata, Akhlak Tasawuf ,(Jakarta :Rajawali Press,2003 ) Cet.5,h.94
untuk melakukan apa yang harus diperbuat. 37 sumber dari ajaran-ajaran moral
adalah tradisi, adat istiadat, ajaran agama dan ideologi-ideologi tertentu.
Moral sebenarnya memuat dua segi yang berbeda, segi batiniah dan segi
lahiriah. Orang-orang baik adalah orang memiliki sikap batin yang baik dan
melakukan perbuatan yang baik pula. Dengan kata lain moral hanya hanya dapat
diukur secara tepat apabila hati maupun perbuatannya ditinjau bersama. 38
Gambaran tentang moral dalam pengertian di atas tidak jauh berbeda
dengan pengertian moral dalam Islam. Dalam agama Islam kata moral lebih
dikenal dengan istilah akhlak. 39
Moral dan akhlak dilihat dari arti kebahasaan mengandung pengertian
yang sama yakni budi pekerti, kelakuan atau kebiasaan. Tetapi dilihat dari
landasan kebahasaan moral berarti adat atau kebiasaan yang bertumpu pada etika,
sementara akhlak berarti budi pekerti (khuluq) yang bertumpu pada nilai-nilai
llahiyah dan Robbaniyah.
Dalam hal ini Zakiah Daradjat mendefenisikan bahwa moral adalah
kelakuan sesuai dengan ukuran (nilai-nilai) masyarakat, yang timbul dari hati dan
bukan paksaan dari luar yang disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas kelakuan
tersebut. Tindakan itu haruslah mendahulukan kepentingan umum daripada
kepentingan pribadi.40
37 Ahmad Amin, ETIKA (Ilmu Akhlak ), (Jakarta :Bulan Bintang,1995),Cet. Ke-8, h. 8 38 Purwa,Hadiwardoyo, Moral dan Masalahnya ,(Yogyakarta: Kanisius, 1990), Cet.Ke-
9,h. 13-1 39 Kata akhlak walaupun terambil dalam bahasa Arab (yang biasa diartikan tabi’at,
perangai , kebiasaan, bahkan agama), tetapi kata tersebut tidak dikemukakan dalam al-Qur’an,yang dikemukakan hanyalah bentuk tunggal yakni surat al-Qalam ayat 4 (penjelasan lebih rinci dapat dilihat dalam buku Wawasan al-Qur’an karya Quraish Shihab,Bandung , Mizan, 1997 ), h. 253-273.
40 Zakiah Daradjat, Peranan Agama Islam dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Haji Masagung,1993), h. 63.
Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma yang terdapat di
antara sekelompok manusia. Adapun nilai moral adalah kebaikan manusia sebagai
manusia. Norma moral adalah tentang bagaimana manusia harus hidup supaya
menjadi baik sebagai manusia.41
Moral dalam suatu karya sastra merupakan unsur isi, gagasan inti yang
ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca, biasanya mencerminkan
pandangan yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran. Moral
dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat, pesan, message.
Bahkan unsur amanat itu sebenarnya merupakan gagasan yang mendasari
penulisan karya itu, gagasan yang mendasari diciptakannya karya sastra sebagai
pendukung pesan. Hal itu didasarkan pada pertimbangan bahwa pesan moral yang
disampaikan lewat cerita fiksi tentulah berbeda efeknya dibanding yang lewat
tulisan nonfiksi.42
Kategori pesan moral dalam karya sastra meliputi:
1. Kategori hubungan manusia dengan Tuhan
2. Kategori hubungan manusia dengan diri sendiri, seperti ambisi, harga diri,
rasa percaya diri, takut, maut, rindu, dendam, kesepian, dan keterombang-
ambingan dalam pilihan.
3. Kategori hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkungan sosial,
termasuk hubungannya dengan alam.43
Ketiga kategori inilah yang kemudian menjadi landasan bagi peneliti dalam
menentukan bentuk-bentuk pesan moral yang terdapat dalam novel De Winst.
41 Yadi Purwanto, Etika Profesi, (Bandung: PT. Repika Aditama), 2007, h. 45. 42 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press), 1998. h. 321-322 43 Ibid. h. 323.
Moral dalam karya sastra atau hikmah selalu dalam pengertian yang baik.
Dengan demikian, jika dalam sebuah karya ditampilkan sikap dan tingkah laku
tokoh-tokoh yang kurang terpuji, baik mereka berlaku sebagai tokoh antagonis
maupun protagonis, tidaklah berarti bahwa pengarang menyarankan kepada
pembaca untuk bersikap dan bertindak demikian, namun sikap dan tingkah laku
tersebut hanyalah model yang sengaja ditampilkan pengarang agar pembaca dapat
mengambil hikmah dari cerita yang berkaitan. Karena biasanya eksistensi sesuatu
yang baik akan lebih mencolok jika dikonfrontasikan dengan yang sebaliknya.44
Etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang berarti adat istiadat
(kebiasaan), perasaan batin, kecendrungan hati untuk melakukan perbuatan. Etika
juga merupakan ajaran tentang keluhuran budi baik dan buruk.45
Menurut Frans Margin Suseno, etika adalah sarana orientasi bagi usaha
manusia untuk menjawab suatu pertanyaan yang amat fundamental tentang
bagaimana manusia harus bertindak.46
Dalam buku Communicate! Yang ditulis Rudolph F. Verderber
sebagaimana dikutip Richard L. Johansen dalam bukunya Ethics in Human
Commnucations, yang diterjemahkan oleh Dedy Djamaluddin dan Deddy
Mulyana dalam buku Etika Komunikasi dinyatakan bahwa etika adalah standar-
standar moral yang mengatur perilaku kita, bagaimana kita bertindak dan
mengharapkan orang lain bertindak.
Etika pada dasarnya merupakan dialektika antara kebebasan dan tanggung jawab, antara tujuan yang hendak dicapai dan cara untuk mendapat tujuan itu. Ia berkaitan dengan penilaian tentang perilaku benar atau tidak benar, yang baik atau
44 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, h. 322 45 Abuddin Nata, Akhlaq Tasawuf, h. 11 46 Ibid.
tidak baik, yang pantas atau tidak pantas, yang berguna atau tidak berguna, yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.47
Etika dapat didefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang segala
soal kebaikan dalam hidup manusia semuanya, mengenai gerak-gerik pikiran dan
rasa yang dapat merupakan pertimbangan perasaan sampai mengenai tujuannya
yang dapat merupakan perbuatan.
Dari beberapa defenisi di atas tentang moral, peneliti menyimpulkan
bahwa moral merupakan nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku dan menjadi
pedoman bagi suatu komunitas atau kelompok masyarakat tertentu dalam
mengatur segala tingkah laku. Sedangkan etika merupakan ilmu yang membahas
suatu upaya dalam menentukan ukuran nilai baik dan buruknya tingkah laku
manusia yang dihasilka oleh akal manusia.
Selain etika yang mempunyai kesamaan makna dengan moral yaitu
akhlaq. Akhlaq menurut Imam Al- Ghazali merupakan suatu sifat yang tetap pada
jiwa, yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak
membutuhkan kepada pikiran.48
Ahmad Amin mengatakan dalam kitabnya Al- Akhlaq, sebagaimana yang
dikutip Rachmat Djatnika bahwa akhlaq merupakan ilmu yang menjelaskan arti
baik dan buruk, menerangkan apa yang harus dilaksanakan oleh sebagian manusia
terhadap sebagiannya, menjelaskan tujuan yang hendak dicapai oleh manusia
47 Dedy Djamaluddin, Deddy Mulyana, Etika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1996), h. v 48 Rachmat Djatnika, Sistem Ethika Islami: Akhlak Mulia, (Jakarta: Pustaka Panjimas,
1996) h. 27
dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan yang lurus yang harus
diperbuat.49
Dari berbagai pengertian pesan dan moral di atas dapat disimpulkan
bahwa pesan moral merupakan pesan yang isinya mengandung muatan moral atau
nilai-nilai kebaikan. Nilai-nilai kebaikan tersebut bersumber dari akal manusia
dan budaya masyarakat. Namun juga bisa moral yang diadopsi dari agama.
Karena mengenai agama ini dasarnya keyakinan, maka keyakinan itu berkekuatan
untuk menjadi dasar moral bagi pemeluknya. Orang beragama yakin bahwa
agamanya itu benar dan datang dari Tuhan sang pencipta, bukan dari hasil
pemikiran manusia.
Untuk ukuran baik dan buruk, sejarah menunjukkan bahwa agama lah
yang lebih banyak berpengaruh. Karena bagi orang beragama apapun yang
diperintahkan oleh agama ditangkap sebagai akan membawa kebaikan
masyarakat, bahkan kebaikan bagi alam. Kebaikan untuk diri sendiri tidak hanya
terbatas dalam kehidupan dunia tetapi sampai nanti di akhirat.50
Ajaran Moral dan Etika dalam Budaya Keraton Jawa Surakarta
Keraton Surakarta atau dalam bahasa Jawa disebut Karaton Surakarta
Hadiningrat, merupakan bekas Istana Kerajaan Kasunanan Surakarta Hadiningrat
(1755-1946). Keraton ini didirikan oleh Susuhunan Pakubuwono II (Sunan PB II)
pada tahun 1744 sebagai pengganti Istana/Keraton Kartasura yang porak-poranda
akibat Geger Pecinan 1743.
Setelah Perjanjian Giyanti tahun 1755, keraton ini kemudian dijadikan
istana resmi bagi Kasunanan Surakarta sampai dengan tahun 1946, ketika
49 Ibid. h. 30 50 Djoko Pranowo, Masyarakat Desa: Tinjauan Sosiologi. (Surabaya: PT. Bina Ilmu,
1985)h. 71
Pemerintah Indonesia secara resmi menghapus Kasunanan Surakarta dan
menjadikannya sebuah karesidenan langsung di bawah Presiden Indonesia.
Ajaran moral Jawa bersumber pada etika Jawa dengan mengacu pada
tokoh-tokoh leluhur dinasti Mataram (Ki Ageng Tarub, Panembahan Senapati dan
Sultan Agung). Begitu juga larangan-larangan yang disebutkan adalah larangan-
larangan yang berasal dari leluhur dinasti Mataram.51
Hubungan sosial masih berpegang pada sifat tradisional dengan urutan
berdasarkan usia, pangkat, kekayaan, dan awu’tali kekerabatan’. Konflik terbuka
sedapat mungkin dihindari. Dunia lahir yang ideal adalah dunia yang seimbang
dan selaras, seperti keseimbangan dan keselarasan lahir dan batin. Hidup orang
tidak akan mempunyai cacat dan cela apabila batinnya selalu waspada.
Kewaspadaan batin yang terus menerus itu akan mencegah tingkah laku,
bicara dan ucapan yang tercela. Selain kewaspadaan batin juga dihindari watak
yang tidak baik. Sebaliknya seseorang itu haruslah memelihara watak “reh“
bersabar hati dan “ririh“ tidak tergesa-gesa dan berhati-hati. Kelakuan yang
menguntungkan diri sendiri dan merugikan orang lain harus dihindari, berbohong,
kikir, dan sewenang-wenang haruslah dijauhi.
Jika batinnya telah waspada, tingkah lakunya harus sopan, tingkah laku
sopan itu ialah tingkah laku yang :
a) Deduga “ dipertimbangkan masak-masak sebelum melangkah.” b) Prayoga “ dipertimbangkan baik buruknya “ c) Watara “ dipikir masak-masak sebelum memberi keputusan “ d) Reringa “ sebelum yakin benar akan keputusan itu “52
51 http://apit.wordpress.com, diakses pada 25 Juni 2008 52 Ibid.
BAB III
BIOGRAFI AFIFAH AFRA DAN RINGKASAN NOVEL DE WINST
A. Sejarah Singkat Afifah Afra
Afifah Afra adalah nama pena Yeni Mulati. Belakangan, penulis kelahiran
Purbalingga, 18 Februari 1979 ini, mulai diakui keberadaannya di dunia
perbukuan, terutama fiksi. Salah satu novelnya, Bulan Mati di Javasche Oranje,
menjadi salah satu karya terbaik FLP Award 2002.
Yeni begitu biasa dipanggil oleh orang-orang terdekatnya telah
menyelesaikan sarjananya di FMIPA UNDIP (Universitas Diponegoro) pada
tahun 2002, dan pernah aktif sebagai ketua PPAP (Pemberdayaan Perempuan dan
Anak Pinggiran) Seroja di kota Solo.53
Aktivitas di jalanan ini, ia tekuni bersama teman-teman yang memiliki
kesamaan idealisme. Ia mengaku ingin total dalam menekuni dunianya yang satu
ini. Karena itu, ia sangat intens bergaul dengan kalangan pinggiran meskipun
hanya untuk mendengarkan keluhan mereka. Namun demikian, Yeni tetap akan
menulis karena menulis adalah wujud pengekspresian ide-idenya. Apalagi karya
yang dihasilkan lumayan banyak.
Selain pernah aktif di PPAP Seroja, Yeni juga terlibat secara intensif
dalam proses pengaderan penulis muda yang tergabung dalam Forum Lingkar
Pena (FLP) Surakarta.
53 Biografi dalam Novel Tarian Ilalang karya Afifah Afra, Bandung: Dar! Mizan, 2004
Saat ini penulis yang aktif menulis buku, telah membuat penerbitan sendiri
dan hal ini tentu baginya sangat mendukung kegiatannya dalam menulis buku.
Baginya, penulis yang memiliki penerbitan sendiri diibaratkan seperti seorang
petani yang memiliki tanah dan menggarap sawahnya sendiri, pasti akan mampu
melantunkan lagu kepuasan, saat karyanya menghasilkan sesuatu yang bersinergi
dengan idealismenya. Demikian juga, ketika penulis memiliki publishing sendiri,
bait-bait kebahagiaan, akan mampu dilesatkan dari setiap release buku-bukunya.
Sedangkan ketika kita masih menjadi penulis yang 'menggantungkan' nasib
kepada penerbit, nasibnya akan sama dengan para petani yang bekerja di sebagai
buruh di sawah-sawah. Tentu saja ia tak akan seleluasa para petani yang memiliki
sawahnya sendiri dalam mengaktualisasikan kehendaknya atas sawah tersebut.
Suatu saat, ia mungkin ingin menanami sawahnya dengan jagung, karena beras
mahal, dan jagung bisa menjadi alternatif pangan, akan tetapi keinginannya akan
membentur karang terjal karena sang pemilik sawah tetap bersikeras agar
tanahnya ditanami padi.
B. Karya-karyanya
Karya-karyanya antara lain: Genderuwo Terpasung (Assyamil, 2001),
Bulan Mati di Javasche Oranje (Eranovfis 2001), Syahid Samurai (Eranovfis
2002), Kembang Luruh di Rimbun Jati (Asy-syamil 2002), Serial Elang 1: 100
Bunga Mawar untuk Mr. Valentine; Elang 2: Selebritis (Eranovfis 2002),
Marabunta 1: Topan Marabunta, Marabunta 2: Kudeta Sang Marabunta (GIP
2002), Jangan Panggil Aku Josephine (Eranovfis 2003), Peluru di Matamu
(Eranovfis 2003). Kumcer (kumpulan cerita pendek) Mawar-mawar Adzkiya,
Novel Trilogi: Tersentuh Ilalang (Dar! Mizan, 2003), Tarian Ilalang (Dar! Mizan,
2004), dan Cinta Ilalang (Dar! Mizan, 2004).
Awas Kesetrum Cinta (Afifah Afra dkk.); Bisik-bisik Soal Sex (Afifah Afra
& Dr. Ahmad S); The Secret of Playboy; Gals, PD-mu Masih Memble?; Teman
Tetap Mesra; Datang, Serang, Menan;, Look I’m Very Beauty; Cinta Apa Nafsu;
Nikah Itu Tak Mudah; Mengukir Cinta di Lembar Putih (Afifah Afra & dr.
Ahmad,S.) Lini Pengembangan Diri: How Tobe A Smart Writer; …and The Star
Is Me; De Winst; Kata Orang Aku Mirip Nabi Yusuf (Antologi Cerpen, Izzatul
Jannah, Afifah Afra dkk.)
C. Ringkasan Cerita dalam Novel De Winst: Sebuah Novel Pembangkit
Idealisme
Usai menamatkan sarjana ekonomi dari universitas Leiden sebagai lulusan
terbaik di universitas tertua di Belanda itu, Raden Mas Rangga Puruhita memilih
kembali ke Hindia Belanda untuk mempraktekkan ilmu yang ia miliki demi
kemajuan para pribumi. Walaupun Profesor Johan van De Vondel –salah seorang
guru besar Fakultas Ekonomi Rijksuniversiteit (UN) Leiden telah menawarinya
beasiswa untuk tetap belajar hingga meraih gelar doktor dan pekerjaan di sebuah
bank swasta internasional jika Rangga tetap mau tinggal di negara tempatnya
meraih gelar sarjana ekonomi tersebut. Rangga bersikeras untuk kembali ke
negerinya. Sebuah negeri yang mungkin jauh dari gemah ripah peradaban manusia
modern seperti Nederland tetapi seterbelakang apapun, Indische tetaplah tanah
kelahirannya. Apalagi Sang Rama, Kanjeng Gusti Pangeran Haryosuryanegara
seorang pangeran di Keraton Surakarta, telah menyuratinya untuk tidak berlama-
lama menetap di negeri Kincir Angin itu.
Dalam perjalanan menuju tanah kelahirannya di sebuah kapal api yang
membawanya dari Amsterdam menuju pelabuhan di Tanjung Priok, Rangga
berkenalan dengan seorang wanita cantik bermata biru dan berambut bak jagung.
Rangga mengenal gadis bernama Everdine Kareen Spinoza itu ketika gadis
tersebut meminta pertolongannya dari gangguan dua pemuda bule yang tengah
mabuk dan memaksanya berdansa, pada saat pesta dansa yang khusus di
selenggarakan untuk penumpang kapal kelas satu dan dua. Sejak itu, Everdine
selalu menguntit kemanapun Rangga pergi, antara keduanya pun terjalin interaksi
dan perkenalan yang lebih dekat. Hingga ketika pada akhirnya kapal api telah
berlabuh, perpisahan pun terjadi. Rangga menyadari bahwa ada rasa rindu bahkan
Ia telah jatuh cinta pada gadis bak bidadari itu. Sedangkan Everdine terang-
terangan mengakui perasaannya terhadap Rangga, ketika mereka bersua kembali
di sebuah penginapan sebelum akhirnya berangkat ke tujuan masing-masing.
Berbeda dengan sikap Everdine yang khas gadis barat atau cenderung agresif.
Rangga hanya bisa tersipu saat Everdine menyatakan perasaannya. Sesungguhnya
Rangga berusaha menjaga jarak dengan gadis berambut jagung itu, maka ketika
mereka harus berpisah ada perasaan lega di batin Rangga, karena Rangga memang
tak ingin rasa tertariknya terhadap Everdine semakin jauh lagi. Karena ia tahu,
akan mendapat kesulitan karenanya. Terlebih lagi pihak Keraton Kesunanan pasti
juga akan gempar mendengar Rangga yang seorang dari trah Suryanegara
memiliki pasangan seorang bermata biru. Sebuah penentangan pakem yang pasti
akan menguras energinya. Dengan perpisahan itu Rangga berpikir cerita
tentangnya dan gadis bak bidadari itu berakhir saat itu juga. Terlebih lagi Rangga
telah dijodohkan oleh sang rama dengan Raden Rara Sekar Prembayun yang tak
lain putri dari pamannya sendiri, walaupun Rangga tak sepenuhnya setuju dengan
perjodohan itu. Karena pada saat itu keduanya masih anak-anak. Begitu juga
dengan Sekar, adik sepupunya yang telah dijodohkan dengannya itu ternyata telah
memiliki tambatan hati yang lain.
Setelah kepulangannya di tanah kelahirannya itu Rangga menyempatkan
dirinya untuk berkeliling mengitari kota Solo, ia begitu antusias untuk mengetahui
perkembangan keadaan kota Solo selama delapan tahun sejak kepergiannya ke
Belanda. Rangga begitu menikmati menyaksikan keindahan bangunan-bangunan
seperti gapura-gapura, dalem-dalem para pangeran dan pangageng parentah serta
rumah-rumah loji milik para pejabat gubernemen, administratur perkebunan
maupun pengusaha yang berdiri megah dengan arsitektur menawan perpaduan
Jawa, Tionghoa, Timur Tengah maupun Eropa. Namun ketika Rangga mulai
menyusuri jalan-jalan tak beraspal ke desa-desa pinggiran Solo ia merasakan
perbedaan kondisi yang sangat kentara. Aroma kemiskinan mulai ia rasakan dari
sosok-sosok sulaya yang tampak kekurangan nutrisi serta rumah-rumah yang tak
berdiri kokoh karena hanya dibangun dari dinding-dinding bambu, atap daun
rumbia dan beralas tanah..
Rasa prihatin semakin menghinggapi, ketika Rangga mencoba untuk
mampir di sebuah warung kecil berbentuk gubuk di pinggir perkebunan tebu.
Warung itu sepi hanya ada penjual seorang wanita jawa setengah baya, serta
pembelinya lelaki tua yang sedang menyeruput segelas teh tanpa gula. Ketika
Rangga bertanya mengapa tak memakai gula, lelaki tua itu tertawa sedih. Ternyata
harga segelas teh yang pahit hanya 2 sen, sedangkan jika harus memakai gula,
harganya bisa tiga kali lipatnya. Rangga menggeleng-gelengkan kepala, apalagi
ketika menyadari bahwa di belakang warung itu terbentang puluhan hektar
perkebunan tebu, bahan pokok industri gula pasir.
Setelah Rangga di Indonesia, Ia pun lebih memilih untuk menjadi
pengusaha, karena baginya dengan menjadi pengusaha ia ingin memperbaiki
keadaan perekonomian masyarakat yang tertindas dengan menciptakan peluang
kerja untuk kaum pribumi sebanyak mungkin dengan gaji yang layak dan
mempersiapkan sendi-sendi ekonomi yang kuat. Karena jika suatu bangsa
merdeka maka kemandirian ekonomi menjadi suatu hal yang sangat penting.
Rangga pun mendatangi perusahaan pabrik gula De Winst untuk
menanyakan pekerjaan yang dijanjikan oleh administrur pabrik tersebut terhadap
ramanya. Beruntungnya Rangga dipersilahkan menemui meneer Edward Biljmer
langsung di ruang pribadinya dan mendapat sambutan yang hangat bahkan
terkesan berlebihan dalam menghormatinya. Rangga pun mendapat tempat di
perusahaan sebagai asisten administratur bagian pemasaran.
Belakangan Rangga tahu mengapa Ia begitu mudah bisa masuk di
perusahaan itu, ternyata sang rama memiliki saham sebesar 20%. Namun
walaupun dengan saham yang tak seberapa besar, ayahnya sangat berharap
Rangga bekerja semaksimal mungkin agar mampu menunjukkan kepada
administratur pabrik De Winst lainnya yang semuanya itu Nederlanders, bahwa
inlander seperti Rangga mampu bekerja sebaik bahkan melebihi kehebatan para
Nederlanders itu. Dengan menjadi bagian dari De Winst ayahnya ingin agar
Rangga juga bisa memperjuangkan nasib para buruh yang tertindas. Bisa
memberikan kesejahteraan bagi masyarakat dengan membuka peluang kerja
seluas-luasnya.
Namun menjadi bagian di De Winst juga menjadi suatu dilema tersendiri
bagi Rangga ketika satu persatu permasalahan muncul. Mulai dari permintaan
warga tempat De Winst menyewa tanah sebagai lahan perkebunan tebu untuk
menaikkan sewa tanah 10 kali lipat. Awalnya masalah sewa tanah bukanlah hal
yang terlalu sulit karena tuan Biljmer seorang yang bisa diajak berkompromi.
Mungkin saja perusahaan bisa menaikkan harga sewa walaupun tidak sebesar
permintaan warga. Namun masalah yang muncul kemudian adalah ketika tuan
Biljmer mengundurkan diri dari perusahaan karena Ia akan melanjutkan studinya
dan kembali ke Nederland bersama keluarganya. Saham tuan Biljmer pun telah
dijual kepada William Thijsse seorang kerabatnya, dan anaknya yang akan
menjadi administratur menggantikan tuan Biljmer. Nama yang mengingatkan
Rangga pada peristiwa saat Ia bertemu kembali dengan Everdine Kareen Spinoza
di sebuah hotel, saat itu Kareen meminta bantuan Rangga untuk berpura-pura
menjadi kekasihnya karena ia tak sudi diikuti terus oleh Thijsse yang begitu
menginginkan Kareen. Sejak peristiwa itu Rangga pun yakin bahwa Jan Thijsse
membencinya.
Dugaan Rangga ternyata benar, pada pesta penyambutan administratur
baru, meneer Thijsse yang dimaksud oleh meneer Biljmer adalah orang yang sama
dengan yang ditemuinya saat bersama Kareen. Namun yang membuat Rangga
lebih terkejut lagi Kareen datang bersama Thijsse, dari cerita meneer Biljmer,
Rangga tahu bahwa Everdine Kareen Spinoza gadis yang selalu hinggap di
mimpi-mimpinya kini sudah menjadi nyonya Thijsse.
Setelah pergantian administratur, Rangga begitu terpojok. Karena ia
merasa harus memperjuangkan hak-hak rakyatnya yang tertindas, terutama kaum
buruh, yang pada saat itu mendapat perlakuan tidak wajar karena hanya digaji
dengan upah yang sangat sedikit. Namun Rangga merasa tak berdaya karena harus
berhadapan dengan para administratur yang serakah. Akhirnya ia pun
memutuskan keluar dari pabrik tersebut.
Setelah Rangga keluar dari De Winst, ia membuat rencana besar antara lain
memajukan perusahaan pabrik gula milik pribumi yakni kanjeng Pangeran
Mangkunegara yang memang telah meminta kerjasama Rangga untuk
membesarkan beberapa pabrik gula miliknya. Usaha perbaikan itu antara lain
dengan penambahan modal dan pembenahan infrastuktur serta perluasan produksi
dengan menanam kapas, mendirikan pabrik tekstil untuk menopang industri batik
yang telah lama berkembang di kalangan pribumi. Rangga telah mendapat
bantuan untuk menopang permodalan dari Haji Suranto, seorang pengusaha batik
yang sukses. Untuk pembukaan perkebunan kapas itu maka Rangga akan meminta
pengalihan sewa tanah warga dari De Winst, dan mengabulkan permintaan sewa
tanah 10 kali lipatnya, dengan begitu perang melawan pengusaha asing telah
dimulai.
Sekar pun mulai menaruh simpati terhadap Rangga, karena lelaki yang
telah dijodohkan dengannya sejak kecil itu tidak seperti dugaan sebelumnya.
Selama ini sekar menganggap rangga tak lebih dari seorang bangsawan keraton
berpendidikan barat, memiliki watak seperti Belanda dan tidak mempunyai visi
dan misi hidup untuk memperjuangkan kesejahteraan bangsanya.
Namun akhirnya Rangga pun ditangkap dengan tuduhan melakukan makar
dan ingin menjatuhkan kekuasaan Belanda dengan bersekongkol dengan para
pegiat partai terlarang yakni Partai Rakyat. Selain itu aktivitasnya mendirikan
perkebunan kapas dan pabrik tekstil dinilai hendak menghancurkan pabrik gula
De Winst terkait penyewaan tanah. Ia juga dituduh menghasut para buruh de
Winst yang kebanyakan simpatisan Partai Rakyat untuk memboikot pabrik
tersebut dengan beramai-ramai meninggalkannya.
Persidangan kasus Rangga pun berlangsung cukup alot, pembelaan Kareen
untuk Rangga membuat majelis hakim mengakui bahwa Rangga tidak terbukti
bersekongkol menghancurkan De Winst. Namun Rangga tetap dianggap
membahayakan kekuasaan ratu Belanda karena simpati yang diberikannya
terhadap aktivis partai terlarang itu. Akhirnya Rangga pun tetap dijatuhi hukuman
internering. Sebuah keputusan yang diluar dugaan Kareen, karena sebelumnya ia
begitu optimis bisa membebaskan Rangga.
Sementara itu, setelah persidangan berakhir Everdine pun memutuskan
untuk bercerai, karena usaha ayahnya yang sempat memburuk karena kebiasaan
judinya berangsur membaik. Mereka pun segera melunasi hutang-hutangnya
terhadap keluarga Thijsse. Sedangkan Thijsse mati di tangan KGPH Suryanegara,
ayah Rangga, yang menghunuskan sebilah keris kecil sebagai pembalasan atas
perlakuan Thijsse yang telah memperkosa dan nyaris membunuh Pratiwi, yang
ternyata anak biologis dari ayah Rangga. Namun sayangnya, sebelum
menghembuskan nafas terakhir Thijsse masih bisa bangkit dan menarik pelatuk
pistolnya yang melesatkan pelor tajam hingga menembus kepala KGPH
Suryanegara dan menewaskannya.
Di akhir cerita sebelum keberangkatan kapal yang membawa Rangga
menuju lokasi pembuangannya di Endeh, dua hari sebelumnya Kareen telah
menjadi istri sah Rangga dan memutuskan mengikuti agama Rangga, dan
merubah namanya menjadi Syahidah. Pernikahan itu memang keputusan Rangga
yang sungguh sangat mengejutkan khususnya bagi kareen. Rangga memang telah
beriltizam untuk menghilangkan segala kotoran dihatinya, ia tak ingin virus-virus
cinta mengotori jiwanya, terutama ketika ia berada di pengasingan.
Kegundahan di hati Rangga begitu kuat membebat, terlebih lagi beban
hidupnya terasa semakin berat ketika berita kematian sang ayah sampai di
telinganya. Namun yang menjadi pangkal kegelisahannya adalah munculnya
sebuah kesadaran bahwa ia telah menjadi Rangga yang berbeda dari sebelumnya.
Karena malam sebelum hari keberangkatannya, ia bermimpi aneh, dalam
mimpinya ia tengah menjalani prosesi sebuah upacara pernikahan. Ia menjadi
pengantin dengan busana kejawen yang membuatnya tampak sebagai ksatria
tampan dan memesona. Ia begitu berbahagia dengan pernikahannya itu, namun
yang membuatnya terhenyak adalah ketika ia terbangun dan menyadari bahwa
pengantin wanita yang ada di mimpinya itu bukanlah Everdine Kareeen Spinoza
yang telah mati-matian membelanya di pengadilan, akan tetapi Rara Sekar
Prembayun.
Ketika kapal mulai bergerak meninggalkan pelabuhan, air mata Kareen
mengalir deras. Ia melambaikan tangan yang dibalas Rangga dengan lambaian
serupa. Namun Kareen sama sekali tidak menyadari, bahwa lambaian itu
sesungguhnya keluar tanpa energi cinta. Ia tak menyadari bahwa yang tengah
berada di benak sang pemuda bukanlah dirinya, namun justru seraut wajah yang
lain.
BAB IV
TEMUAN DATA DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Wacana Pesan Moral dalam Novel De Winst karya Afifah Afra
Dalam bab ini peneliti akan menguraikan pesan-pesan yang terdapat
dalam novel De Winst karya Afifah Afra, baik pesan-pesan secara umum
maupun secara khusus (pesan moral). Dalam penelitian ini, peneliti akan
memaparkan temuan-temuan data berdasarkan pesan secara umum,
mewacanakannya dan mendeskripsikan kalimat-kalimat yang memiliki
muatan-muatan sebagai pesan moral. Dan untuk mengetahui pesan-pesan
moral tersebut, terlebih dahulu peneliti akan mendeskripsikan pesan-pesan
secara umum berdasarkan analisis teks.
1. Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Analisis Teks
Dalam analisis teks, peneliti memfokuskan pada strategi wacana serta
teknik penulisan yang dipakai untuk menggambarkan peristiwa tertentu,
dengan cara menguraikan struktur kebahasaan secara makro (tematik),
superstruktur (skematik) dan struktur mikro (semantik, sintaksis, stilistik dan
retoris).
a. Struktur Makro
Tema merupakan gagasan inti dari suatu teks yang menggambarkan apa
yang ingin diungkapkan oleh seorang penulis melalui tulisannya dalam melihat
atau memandang suatu peristiwa. Tema dalam suatu karya fiksi atau novel
merupakan gagasan sentral yang menjadi dasar penulisan sebuah karya dan
dalam tema itu tercakup persoalan dan tujuan atau amanat pengarang kepada
pembaca melalui tulisannya tersebut.
Tema secara umum pada novel De Winst adalah menguraikan tentang:
1. Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan
kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris "nation") dengan
mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia.54
Tema ini menjadi tema utama yang terdapat dalam novel, yang ditunjukkan
melalui kisah tokoh utamanya Rangga yang memiliki semangat juang
untuk melawan imperialisme Belanda dengan usahanya dalam bidang
ekonomi. Selain itu tokoh lainnya yang berjuang keras dalam bidang
pendidikan.
2. Integritas dan Loyalitas, Integritas merupakan Penggabungan dari beberapa
kelompok yang terpisah menjadi satu kesatuan yang mempunyai tujuan dan
cita-cita yang sama.55 Sedangkan loyalitas merupakan setia pada sesuatu
dengan rasa cinta, sehingga dengan rasa loyalitas yang tinggi sesorang
merasa tidak perlu untuk mendapatkan imbalan dalam melakukan sesuatu.
Kedua tema tersebut tampak pada kisah Rangga, Sekar, Jatmiko dan
lainnya yang memiliki kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan.
Rangga seorang bangsawan keturunan Keraton Surakarta yang berhasil
memperoleh gelar doktorandus di bidang ekonomi dengan predikat lulusan
terbaik, setelah selama delapan tahun dihabiskan untuk menempuh studi di
Universitas Leiden Belanda. Setelah kepulangannya ke tanah air, ia harus
menghadapi kenyataan pahit bahwa kehidupan rakyatnya jauh dari
54 http://id.wikipedia.org/wiki/Nasionalisme" diakses pada 25 juni 2008 55 Ibid.
kesejahteraan, hidup yang tertindas karena pemerintah kolonial Belanda
mempekerjakan para buruh di pabrik-pabrik milik orang Belanda di tanah
jajahan mereka. Para buruh itu bekerja tanpa jaminan apa-apa dengan upah
yang begitu minim, berbanding tajam dengan para komisaris pabrik yang
notabene kaum penjajah. Kemudian muncul Kresna, Jatmiko, Sekar yang
memprovokasi Rangga yang menjadi salah satu petinggi di Pabrik De
Winst saat itu, untuk bangkit melawan imperialisme dan memperjuangkan
hak-hak rakyatnya atas kepemilikan tanah, perbaikan pendidikan, dan
kehidupan yang lebih baik di tanah air sendiri. Tema loyalitas juga
ditunjukkan dengan perjuangan mereka yang begitu hebat karena kecintaan
mereka terhadap tanah airnya.
3. Tanggung jawab kepemimpinan, merupakan tekanan sosial yang mengikat
sesuai dengan kewajiban dan tugas yang dibutuhkan status sosial itu sendiri
sebagai pemimpin. Tanggung jawab kepemimpinan dapat diartikan sebagai
tanggung jawab sosial yang muncul dari kesadaran seorang pemimpin yang
mendorongnya untuk melaksanakan tugasnya demi kesejahteraan orang-
orang yang dipimpinnya. Tema seperti ini terdapat dalam novel yang
menceritakan Rangga dengan segenap kemampuannya berusaha untuk
memperjuangkan hak-hak buruh yang tertindas. Sebagai pribumi yang
menduduki jabatan tinggi di perusahaan tempatnya bekerja, Rangga merasa
ada tanggung jawab yang dipikulnya. Karena itu walaupun dia menjadi
bagian dari De Winst tidak membuatnya lupa untuk memperjuangkan nasib
saudara sebangsanya. Bahkan kesempatan itu yang dimanfaatkan Rangga
meskipun harus berhadapan dengan keserakahan dan kecongkakan para
petinggi pabrik tempatnya bekerja yang notabenenya penjajah.
4. Persamaan derajat, tema ini ditunjukan pengarang melalui tokoh-tokohnya
yang selalu menghargai orang tanpa memandang jabatan, keadaan status
sosial, ekonomi, pendidikan dan lainnya. Walaupun pada saat itu, sistem
aristokrasi yang berlaku masih menjadi tradisi masyarakat keraton jawa.
Bahkan status sosial yang dimiliki para tokoh justru mereka manfaatkan
untuk menolong saudara-saudara sebangsanya yang tidak seberutung
mereka, baik itu dari segi pendidikan maupun ekonomi.
5. Berusaha dan bekerja keras. Tema ini ditunjukkan dalam cerita pada novel
De Winst yang mengisahkan perjuangan Rangga, Sekar, Jatmiko, Pratiwi
dalam membela hak masyarakat dan usaha untuk memberikan kesejahteraan
bersama dengan melawan tindakan kesewenang-wenangan para penguasa
Belanda yang telah menindas rakyat untuk keuntungan orang Belanda itu
sendiri. Terlepas dari perbedaan cara masing-masing orang dalam
melakukan usaha itu. Dan untuk mendapatkan dan merealisasikan apa yang
mereka inginkan mereka pun bekerja keras tanpa takut akan bahaya yang
mengancam. Melalui tema ini pengarang ingin memberi pandangan bahwa
kita sebagai manusia untuk mencapai suatu keinginan harus berusaha dan
bekerja keras. Segala sesuatu yang kita inginkan tidak akan datang dengan
sendirinya tanpa ada usaha apapun. Dan bila dikaitakan ke agama, mengenai
kerja keras menjadi hal yang dianjurkan sebagaimana Allah SWT
berfirman:
Artinya: ”.......sesungguhnya Allah tidak merubah nasib suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri...” (Q.S Ar-Ra’d: 11)
Semua manusia ingin mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Kebahagiaan duniawi contohnya kecukupan materi, sukses dalam berkarir,
memiliki keluarga yang sejahtera, dan untuk semua itu kita harus berusaha
dan bekerja sebaik-baiknya. Dan untuk mendapatkan kebahagiaan di akhirat
tentunya kita juga harus berusaha dengan melaksanakan segala yang
diperintahkannya dan menjauhi larangan Tuhan Sang Pencipta.
6. Ciri penting menuntut ilmu dan mengamalkannya. Dalam novel ini
dikisahkan tentang Rangga yang dikirim oleh ayahnya kanjeng Gusti
Pangeran Haryo Suryanegara untuk kuliah di Universitas Leiden Belanda.
Dengan suatu tujuan yakni mendapatkan ilmu-ilmu modern yang sama
dengan orang-orang Belanda. Karena pada saat itu Hindia Belanda berada
dalam kekuasaan Nederlanders. Dan dengan ilmu yang didapatkannya,
ayahnya berharap Rangga dapat merealisasikan ilmunya untuk
kesejahteraan saudara sebangsanya yang tertindas. Hal ini dapat dilihat dari
kutipan berikut:
“Ingat, Rama menyekolahkan kamu jauh-jauh ke Nederland adalah agar kau bisa mencuri ilmu mereka. dan dengan ilmu tersebut, kau harus bisa menegakkan kehormatan bangsa yang terinjak-injak.”
Pendidikan menjadi aspek penting bagi seseorang untuk bangkit dari
keterpurukan, karena itu masyarakat di mana pun tahu bahwa pendidikan
menjadi suatu yang diharuskan. Jika dikaitkan ke Moral Islam, maka
pendidikan itu sangat penting karena orang yang terdidik dan tidak dididik
akan berbeda dalam tingkah lakunya, karena melalui pendidikan pula moral
terbentuk dalam jiwa seesorang. Allah SWT berfirman:
Artinya: ”Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar dengan perantaraan kalam. Dia telah mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al- ’Alaq: 1-5)
Ayat diatas berisi tentang perintah Allah kepada manusia untuk
membaca dan menulis, karena dengan itu maka manusia dapat mempelajari
berbagai persoalan hingga menguasai berbagai macam ilmu pengetahuan
yang diperlukan dalam kehidupan. Dan dengan ilmu pengetahuan itulah
yang dapat mengangkat derajat manusia di hadapan Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
Artinya: ”....Allah meninggikan orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan, beberapa derajat......” (QS.Al- Mujaadalah:11)
Allah menciptakan manusia dengan anugrah kemampuan berpikir
menggunakan akalnya, berbeda dengan makhluk ciptaan lainnya. Seorang
yang berilmu akan tahu apa yang baik dan buruk baginya. Selain pentingnya
untuk menuntut ilmu, mengamalkannya merupakan suatu kewajiban, karena
ilmu tanpa diamalkan akan sia-sia adanya. Dan dengan ilmu yang kita
dapatkan sudah seharusnya kita dapat mengamalkannya agar bermanfaat
bagi diri sendiri dan kesejahteraan umat.
7. Sopan santun dan Keramahan, sopan santun sebagai norma yang mengatur
tata pergaulan sesama manusia di dalam masyarakat. Tema ini ditunjukkan
pengarang melalui tokoh utama Rangga yang senantiasa menjaga sopan
santun dalam berbicara dan bersikap terhadap orang lain terutama orang tua.
Hal ini menurut peneliti sesuai dengan tradisi anjuran keraton Jawa,
sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya, dalam keraton jawa
diharuskan untuk menjaga tata kramanya. Tema keramahan juga
diungkapkan pengarang melalui tokohnya. Walaupun memiliki kehebatan
dalam kedudukan tetapi tetap bersikap ramah kepada orang-orang, tanpa
memandang jabatan atau kedudukan seseorang. Hal ini tentu kebalikan dari
sikap angkuh atau sombong yang dinilai menyalahi moral dalam pergaulan.
8. Sabar, tawakkal dan rendah hati. Pengarang mengangkat tema tentang
tawakkal dengan indikator keimanan tokoh dalam novel di tengah persoalan
yang dihadapinya. Yakni Rangga dengan segenap kemampuan yang
dimilikinya senantiasa berusaha mewujudkan apa yang menjadi
idealismenya, namun ia juga tidak lupa kepada Allah SWT Sang Pencipta,
ia tidak lupa bahwa sebagai manusia memang harus berusaha dan berdoa
namun segala hasilnya tidak lepas dari kehendak-Nya.
Manusia untuk mendapatkan apa yang dicita-citakannya harus berusaha
berdoa dan berserah diri kepada Allah, namun jika ternyata kenyataan yang
diterima tidak sesuai dengan apa yang diinginkan maka kita juga harus
bersabar dalam menerimanya, sebagai makhluk yang dianugrahkan akal
sehat dan hati nurani kita harus bisa mengambil hikmah dari semuanya.
Berkaitan dengan tema kesabaran ini tampak dari sosok Rangga yang
bisa menerima kenyataan yang menimpanya, karena kelicikan pembesar
Belanda yang takut dengan gerakan bangkitnya perekonomian pribumi yang
dilancarkan Rangga, pemerintah Belanda pun mencari-cari kesalahannya.
Hingga akhirnya ia dijebloskan ke penjara dan diasingkan. Seperti pada
kutipan:
Tema tentang tawadhu’ atau kerendahan hati menjadi salah satu yang
ingin ditonjolkan pengarang melalui tulisannya, hal ini tampak pada tokoh-
tokoh dalam novel yang tetap rendah hati dan tidak angkuh dengan
kehebatan yang dimilikinya. Dalam novel ini dikisahkan seorang Rangga
yang berhasil menyelesaikan studinya di Rijksuniversiteit (universitas
negeri) Leiden dengan hasil yang sangat gemilang. namun dengan kehebatan
“Alhamdulillah, baik-baik saja. Meskipun segala sesuatu dibatasi, saya sungguh merasa lebih dekat dengan Sang Pencipta. Mungkin peristiwa ini merupakan teguran tuhan karena selama ini saya cenderung mengabaikan-Nya…..”
apapun yang dimilikinya ia tidak lantas merasa menjadi orang hebat dan
berlaku sombong.
Diantaranya pada kutipan berikut:
b. Superstruktur
Skematik merupakan teks atau wacana umumnya yang mempunyai alur
dari pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut menunjukkan bagaimana bagian-
bagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga membentuk kesatuan arti.
Secara struktur, bangunan novel telah lengkap dan pembaca secara jelas
disodorkan pada suatu nilai pemahaman, bahwa dalam hidup seseorang harus
memiliki idealisme, seseorang harus memiliki cita-cita dalam hidupnya dan
yang terpenting apa yang menjadi cita-citanya bisa diperjuangkan dengan usaha
dan kerja keras untuk mewujudkannya.
Sebagai manusia yang berpendidikan sudah seharusnya memiliki
idealisme untuk kemajuan kehidupan pribadinya dan masyarakat. Idealisme itu
diwujudkan dengan terus berikhtiar, kerja keras dan doa juga tidak lupa
menyerahkan semuanya kepada Allah yang Maha Berkehendak. Struktur
bangunan pada novel ini sebagaimana novel pada umumnya dengan
menggunakan tiga struktur babak yakni, awal, konflik,dan resolusi.
1.) Babak awal: Afifah Afra membangunnya lewat pendeskripsian soal di awal
cerita dengan mengisahkan seorang tokoh bernama Rangga yang berasal dari
“Wah…wah, panjenengan terlalu memuji saya. Kekayaan yang saya peroleh, semata-mata karena izin Allah, Eyang. Senang sekali rasanya, bertemu dengan Eyang di kampung ini, tetapi tumben tidak seperti biasanya Eyang berjalan-jalan sejauh ini?”
keluarga bangsawan di keraton Surakarta. Rangga menyelesaikan studinya di
universitas negeri tertua di Belanda dengan Summa cumlaude. Sebagai
mahasiswa yang cerdas dan aktif, Ia cukup dekat dengan professor Johan
Van De Vondell, guru besar fakultas ekonomi di universitasnya. Karena
kedekatannya itu sang profesor menawarinya untuk tetap tinggal di London,
dan mengusahakan agar Rangga mendapat beasiswa hingga meraih gelar
doktor. Dan jika Rangga ingin bekerja, sebuah bank internasional siap
memberinya pekerjaan. Namun ternyata ia lebih memilih untuk pulang ke
kampung halamannya, selain karena permintaan orangtuanya, ia juga ingin
mengabdikan ilmu yang dimilikinya agar bisa dimanfaatkan untuk
memperjuangkan kesejahteraan masyarakat bangsanya. Di tengah perjalanan
pulang menuju Hindia Belanda (pada saat itu Indonesia berada dalam jajahan
Belanda) dalam kapal api yang membawanya, Rangga berkenalan dengan
seorang gadis Belanda keturunan keluarga Spinoza, bangsawan istana
Oranje. Gadis bernama Everdine Kareen Spinoza itu dikenalnya ketika gadis
itu meminta pertolongan Rangga dari gangguan dua pria bule mabuk yang
memaksanya berdansa pada saat pesta dansa yang diadakan bagi penumpang
kapal kelas satu dan dua. Sejak saat itu keduanya menjadi teman
seperjalanan, dan menumbuhkan rasa saling tertarik bahkan jatuh cinta.
Hingga akhirnya harus berpisah menuju tempat tujuan masing-masing,
perpisahan yang meninggalkan rasa rindu namun sekaligus kelegaan, karena
dengan begitu perasaannya terhadap Everdine tidak berkembang semakin
jauh lagi. Ia tidak bisa membayangkan apa jadinya jika ia yang keturunan
keraton kasunanan memiliki pasangan gadis bermata biru, karena tentunya
akan terjadi penentangan yang bisa menguras energinya. Sesampainya di
Indonesia, Rangga bekerja di sebuah pabrik gula De Winst menjadi asisten
administratur bagian pemasaran. Rangga memilih menjadi pengusaha,
daripada menjadi ambtenaar dan jabatan di pemerintahan lainnya. Karena
dengan menjadi pengusaha ia bisa mensejahterakan masyarakat yang
tertindas dan memperbaiki perekonomian bangsanya.
2.) Babak konflik: pendeskripsian soal pemunculan konflik, yaitu mulai dari
perjodohannya dengan Sekar, adik sepupunya. Perjodohan merupakan harga
mati bagi bangsawan Keraton Surakarta. Sebenarnya Rangga tidak
menyetujui perjodohan itu, namun ia tak pernah punya daya untuk
menentangnya. Berbeda dengan Sekar yang dengan terang-terangan
mengatakan ketidaksetujuannya perihal perjodohan mereka di hadapan
kedua orang tua mereka. Suatu tindakan Sekar yang membuat Rangga
merasa salut luar biasa terhadap keberaniannya. Kemudian permasalahan di
De Winst yang membuat Rangga dilema, antara memenuhi tuntutan Pratiwi
yang menjadi wakil warga dalam pengajuan kenaikan harga sewa tanahnya
menjadi sepuluh kali lipat. Namun sebagai orang De Winst ia harus
mempertimbangkan segala sesuatunya di tengah krisis ekonomi yang
melanda. Awalnya, masalah ini masih bisa ditangani dengan mengabulkan
permintaan warga walaupun tidak sepenuhnya karena tuan Biljmer
Administratur pabrik yang jadi pimpinan pabrik merupakan orang yang bisa
diajak berkompromi. Masalah yang muncul kemudian adalah pergantian
Administratur baru dengan Jan Thijsse, orang yang menaruh dendam
terhadap Rangga, karena Everdine gadis pujaannya telah terpikat pada
Rangga. Rangga juga terbebani dengan amanat Jatmiko dan Kresna yang
memprovokasinya untuk bangkit melawan imperialisme Belanda dengan
memperjuangkan hak-hak masyarakat yang tertindas dan para buruh de
Winst yang bekerja keras agar mendapatkan gaji yang setimpal. Rangga juga
mendapati kenyataan harus bertemu kembali dengan Everdine yang ternyata
telah menjadi istri Jan Thijsse. Walaupun Everdine mengakui bahwa
pernikahannya terpaksa dan tanpa ikatan cinta, karena ayahnya memiliki
banyak hutang kepada keluarga Thijsse. Namun bagi Rangga, Everdine tidak
mungkin lagi menjadi miliknya, ia pun memilih untuk menjaga jarak dengan
gadis berambut pirang itu. Suatu tindakan yang membuat perasaan Everdine
terluka, karena Everdine masih menaruh perasaan dan harapan terhadapnya.
Pada akhirnya Rangga memilih mundur dari De Winst, selain itu Thijsse
memang memecatnya karena melawan keputusannya, pada saat Pratiwi
datang kembali ke perusahaan untuk meminta kepastian persetujuan
kenaikan sewa tanah. Thijsse yang memaki-maki dan mengancam Pratiwi
akan dilaporkan ke polisi dengan tuduhan berani melawan gubernemen dan
perlakuan Thijsse yang mengusir Pratiwi secara kasar membuat Rangga
geram dan tidak tahan saudara sebangsanya diperlakukan semena-mena
terlebih lagi ia hanya seorang wanita remaja. Konflik lainnya yaitu
ditemukannya Pratiwi dalam keadaan mengenaskan. Pratiwi ternyata
menjadi korban pemerkosaan yang tidak dapat diketahui siapa pelakunya
karena setelah musibah yang menimpanya itu dia terbaring koma. Sementara
itu, Jatmiko ditangkap oleh pemerintah beserta rekannya Bung Yasa ketika
sedang mengadakan acara rapat terbuka Partai Rakyat.
3.) Babak resolusi: penyelesaian akhir cerita cukup menyedihkan. Setelah
tertangkapnya Jatmiko serta rekan-rekannya di Partai Rakyat akhirnya
keputusan sidang memberikan hukuman internering yakni diasingkan ke
suatu tempat yang masih terisolir, hutan-hutan berawa yang dengan nyamuk
penyebar malaria di Endeh, Bangka atau Boven Digul, sebuah lokasi yang
tanpa adanya siksaan fisik pun, mampu membuat para buangan menjadi gila
karena tekanan psikologis yang dahsyat. Keputusan Yang Mulia Gubernur
Jenderal De Graeff terhadap Jatmiko dan pembubaran Partai Rakyat yang
dianggap partai terlarang, membuat Sekar semakin marah dan menuangkan
kemarahannya dalam sebuah artikel yang akhirnya dimuat di pekabaran De
Express. Artikel itu berisi tuduhan bahwa gubernemen memang telah
mempersiapkan skenario pemusnahan Partai Rakyat, serta hujatan terhadap
De Graeff yang bersikap sewenang-wenang terhadap para aktivis
pergerakan. Tuduhan Sekar ini bukan tanpa alasan, karena pada saat
mengadili Jatmiko, Majelis hakim tidak membolehkannya untuk mencari
advocaat sendiri, melainkan pembela sudah dipersiapkan sendiri oleh
pemerintah, hanya demi formalitas. Sidang yang diadakan tidak lebih seperti
pengadilan dagelan yang telah disusun skenarionya. Isi artikel Sekar tersebut
memancing reaksi yang dahsyat dari pemerintah Belanda dan berakhir
dengan penangkapan Sekar. Penangkapan Sekar ini membuat perasaan
Rangga kacau balau dan sedih. Terlebih lagi karena Sekar menolak
penawaran Rangga untuk mencarikannya pengacara. Sekar membulatkan
tekadnya bahwa ia akan membela dirinya sendiri dengan pledooi nya.
Rangga begitu sedih karena ia merasa akan sangat kehilangan sosok Sekar
apabila hukuman internering harus dialaminya. Karena belakangan hati
Rangga mulai disusupi rasa kekaguman dan entah mengapa ia merasakan hal
yang berbeda terhadap adik sepupunya itu dari sebelumnya. Ia pun
menyesali mengapa sebelumnya ia tak menjalin komunikasi yang baik
dengan Sekar, jika ia belum bertemu dengan Everdine tentu ia akan
menerima perjodohan itu dengan senang hati. Sementara itu Sekar pun
merasakan hal yang sama terhadap Rangga, ia pun merasakan debaran halus
merambati dadanya dengan perhatian Rangga terhadapnya. Tapi sisi hatinya
yang lain memungkirinya, karena ia berpikir bahwa ia telah menjatuhkan
pilihan terhadap Jatmiko walaupun persatuan antara mereka nyaris mustahil
terjadi, ia pun tak sudi berpindah ke lain hati, terlebih lagi ia tahu bahwa
Rangga mencintai Everdine. Sidang Pengadilan memutuskan hukuman
externering terhadap Sekar, dia diasingkan ke Belanda tanpa batasan waktu.
Meskipun Rangga lega dengan hukuman yang tidak seberat dugaannya, rasa
kehilangan tetap merasuk dahsyat ke rongga dadanya. Selepas kepergian
jeep militer yang membawa Sekar, beberapa polisi datang menangkap
Rangga dengan tuduhan yang membuat dadanya sesak, ia dianggap hendak
melakukan makar, menjatuhkan kekuasaan Belanda dengan bersekongkol
dengan para pegiat Partai Rakyat yang dianggap partai terlarang. Selain itu
aktivitasnya mendirikan perkebunan kapas dan pabrik tekstil dianggap
hendak menghancurkan De Winst terkait dengan pengalihan sewa tanah
yang akan dilakukannya. Rangga pun hanya pasrah dengan kejadian yang
menimpanya itu, tapi berbeda dengan Jatmiko dan Sekar yang tidak
didampingi pengacara, Rangga menerima tawaran Everdine yang ingin
mendampinginya sebagai pembela. Namun sayangnya pembelaan yang
dilakukan Everdine tidak mampu merubah keputusan majelis hakim yang
tetap memberikan hukuman internering kepada Rangga.
c. Struktur Mikro
1. Semantik
Semantik adalah makna yang ingin ditekankan dalam teks dari hubungan
antar kalimat, hubungan antar preposisi yang membangun makna tertentu dalam
bangunan teks. Elemen-elemen semantik adalah sebagai berikut:
a. Latar: merupakan bagian teks yang bisa mempengaruhi semantik (arti kata)
yang ingin ditampilkan. Novel De Winst mangambil latar cerita di kota
Belanda, di sebuah kapal api, hotel di batavia, dan latar pada umumnya di
kota Solo. Sedangkan latar waktu dikisahkan pengarang dengan mengambil
cerita pada zaman Indonesia masih dalam penjajahan Belanda. Dengan latar
tempat dan waktu tersebut, pengarang memberikan gambaran tentang
keadaan dimana tokoh-tokohnya tidak menyukai suatu tradisi jawa yang
membuat mereka terhalang dalam melaksanakan apa yang menjadi
idealismenya. Karena pada zaman itu, khususnya di daerah Jawa strata sosial
masih begitu kental menghiasi adat-adatnya. Imperialisme Belanda pun
semakin melanggengkan tradisi feodalismenya. Dengan berbagai latar
peristiwa tersebut, latar belakang dinovelkannya De Winst menurut peneliti
diawali dari kepedulian pengarang terhadap fenomena sosial, yakni masih
adanya masyarakat yang masih beranggapan adanya perbedaan dalam
mendapatkan hak-hak seseorang, hanya karena perbedaan golongan satu
dengan yang lainnya. Melalui tokoh-tokohnya pengarang menyatakan
ketidaksukaannya terhadap adanya stratifikasi sosial yang berlaku bagi
masyarakat khususnya di daerah keraton jawa.
b. Detail: berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan komunikator
atau pengarang. Pengarang akan menampilkan secara berlebihan informasi
yang menguntungkan dirinya atau citra yang baik. Sebaliknya, ia akan
menampilkan informasi dalam jumlah sedikit, hal yang merugikan dirinya.
Dalam novel De Winst, pengarang banyak menampilkan informasi yang
menguntungkan kedudukannya. Salah satunya detail mengenai perjuangan
para tokoh-tokoh dalam novel yang ingin mewujudkan idealismenya yakni
memberikan kesejahteraan bagi masyarakat yang tertindas, memberikan
keadilan bagi para buruh, membangkitkan semangat bangsanya untuk
melawan imperialisme Belanda dan bangkit untuk merdeka. Yang bisa dilihat
dari kutipan berikut:
Kutipan diatas mengandung pesan moral, bahwa dalam hidup kita tidak boleh
mementingkan kepentingan pribadi diatas kepentingan orang banyak, kita
“Dengan gaji diturunkan hanya 30%, tak akan membuat Tuan-Tuan semua menjadi miskin. Ini hanya sementara. Jika malaise berakhir dan keadaan kembali normal, gaji Tuan-Tuan pasti akan kembali naik. Janganlah kita menuntut para buruh, yang gajinya tak cukup untuk hidup layak itu untuk semakin mengencangkan ikat pinggang. Demi kelangsungan perusahaan, tuan-tuan sekalianlah yang harus sedikit berkorban. Gaji seorang administratur bidang di pabrik ini, sama dengan gaji lima puluh orang buruh. Ini sangat tidak adil. Buruh juga salah satu sektor produksi yang utama. Tanpa mereka,bisa apa kita?!” h. 128.
harus mau berkorban untuk kesejahteraan orang banyak. Selain itu, pesan
moral yang terkandung yakni mengenai perjuangan dengan keberanian dalam
menegakkan kebenaran.
Pesan moral yang terkandung dalam kutipan di atas yakni mengenai
pentingnya pendidikan. Dengan begitu, kita yang saat ini telah beruntung
dapat mengenyam pendidikan hendaknyan tidak menyia-nyiakan kesempatan
yang ada. Sudah seharusnya kita menuntut ilmu sebaik-baiknya dan yang
lebih penting lagi apabila kita dapat membagi ilmu kita kepada orang-orang
yang tidak seberuntung kita, agar bermanfaat bagi mereka.
Dua kutipan di atas, menurut peneliti merupakan pernyataan pengarang yang
sangat mendukung akan kemampuan dan keseriusannya dalam
memperjuangkan hak-hak orang lemah dan tertindas. Karena selain aktif
dalam dunia tulis menulis yang merupakan wujud pengekspresian ide-idenya,
pengarang juga aktif dalam kegiatan pemberdayaan perempuan dan anak
pinggiran di kota Solo. Sebagaimana yang ditampilkan pengarang melalui
tokoh-tokohnya seperti Jatmiko, Sekar dan Pratiwi yang berjuang dari sektor
pendidikan kemudian perbaikan ekonomi dengan usaha Rangga dalam
memberdayakan masyarakat, memberikan bekal manejemen keuangan yang
“…..kami akan mendidik saudara-saudara kami, agar mereka tercerahkan. agar mereka menjadi orang-orang yang pandai, mengalahkan siapapun kaum di dunia ini. Tuan Hakim, Belanda adalah sebuah negara kecil, dengan kekayaan yang sangat terbatas. Anda menjadi makmur karena penduduk negeri Anda pandai. Dengan kepandaian yang kalian miliki, kalian bodohi kami, sehingga kekayaan yang kami miliki, kalian keruk sedemikian rupa.....” h. 274.
baik dan mendirikan perusahaan yang bisa membuka peluang kerja
sebanyak-banyaknya bagi pribumi.
c. Maksud melihat apakah teks yang dibuat oleh pengarang disampaikan secara
eksplisit atau tidak. Elemen maksud dalam novel De Winst banyak yang
disampaikan secara eksplisit, atau terbuka. Salah satu teks yang terdapat
dalam cerita itu adalah mengenai penjelasan tentang pemahaman dari suatu
istilah. Seperti terdapat pada kutipan berikut ini:
Dari kutipan diatas sangat jelas bahwa informasi yang terdapat dalam teks
tersebut disajikan secara terbuka. Dengan begitu pembaca akan mudah dan
cepat mengerti atau memahami akan maksud dari teks tersebut.
2. Sintaksis
Sintaksis adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk
wacana, kalimat, klausa, dan frase. Dalam hal ini menerangkan tentang
bagaimana pengarang menggunakan kalimat hingga menjadi satu kesatuan.
a. Koherensi : merupakan pertalian antar kata/kalimat, biasanya dapat diamati
dengan memaki kata penghubung (konjungsi): dan, atau, tetapi, namun,
karena, meskipun, jika, demikian pula, agar dan sebagainya. Hal ini terlihat
pada kutipan berikut:
"Kapitalis itu berasal dari kata kapital atau modal. Kapitalis adalah orang-orang yang memiliki modal. Mereka memiliki prinsip, dengan modal sekecil mungkin, mereka mencoba mencari keuntungan sebesar-besarnya. Karena prinsip yang mereka anut itulah, pada praktiknya mereka sering memeras tenaga para buruh untuk menghasilkan profit melimpah tanpa imbalan yang memadai. h. 157.
“Tuan Rangga tidak terbukti bersekongkol menghancurkan Pabrik Gula De Winst. Demikian pula, Tuan Rangga tidak terbukti sebagai anggota Partai Rakyat. Akan tetapi, simpati yang ia berikan kepada para aktivis partai terlarang itu, membahayakan kekuasaan Ratu Belanda di negeri ini. Oleh karena itu, kepada Tuan Rangga tetap dijatuhi hukuman, yakni internering!” h. 311.
Penempatan kata ’demikian pula’ dan ’akan tetapi’ pada keterangan di atas
mempunyai fungsi sebagai kata penghubung antar kalimat satu dengan
lainnya. Fungsi dari kata penghubung ’demikian pula’ mempertegas
pengakuan majelis hakim akan tuduhan terhadap Rangga itu tidak benar.
Sedangkan kata ’akan tetapi’ merupakan kata penghubung yang menjelaskan
sesuatu yang bertentangan. Karena walaupun ternyata rangga tidak terbukti
melakukan kesalahan yang dituduhkan padanya, namun dia tetap dijatuhi
hukuman internering oleh majelis hakim dan pemerintahan Belanda. Karena
mereka takut dengan gerakan bangkitnya perekonomian pribumi yang
dilancarkan Rangga.
b. Bentuk kalimat: adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir
logis. Menjelaskan tentang proposisi-proposisi yang diatur dalam satu
rangkaian kalimat. Maksudnya, proposisi mana yang akan ditempatkan di
awal atau di akhir kalimat. Kutipan berikut dapat menjelaskan dan
membedakan mana subjek, predikat, objek dan keterangan:
Dari kutipan di atas dapat dijabarkan sebagai berikut: Belanda menaklukan kami dengan kekerasan
S P O Ket. Cara
“Belanda menaklukan kami dengan kekerasan, memeras hasil bumi negeri kami dengan kekuatan senjata, memaksa kami melakukan rodi demi kepentingannya, serta memerangi semua orang yang memperjuangkan hak-hak kami sendiri dengan senjata pula……...” h. 272.
memeras hasil bumi negeri kami dengan kekuatan senjata P O Ket. Cara
Penempatan proposisi tersebut dapat mempengaruhi makna yang timbul
karena akan menunjukkan bagian mana yang lebih ditonjolkan kepada
khalayak. Dari kutipan di atas, yang menempatkan ’Belanda’ sebagai subjek,
dengan penempatan posisi di awal frase, peneliti berpendapat bahwa
pengarang ingin menonjolkan atas kesalahan Belanda. Karena jika
penempatan proposisi tersebut dibalik menjadi ”kami ditaklukan
Belanda......” membuat Belanda ditempatkan secara tersembunyi. Makna
yang muncul dari susunan kalimat ini berbeda. Selain itu kata ’kami’ yang
ditempatkan di awal frase memberi kesan yang menunjukkan kelamahan
’kami’ tersebut, dalam hal ini rakyat Indonesia yang diwakili oleh Jatmiko,
salah satu tokoh dalam novel.
c. Kata ganti: kata ganti yang digunakan dalam novel De Winst adalah kata
ganti ”kami” dalam mengungkapkan perlawanannya terhadap pemerintah
Belanda. Dan pengarang berada sebagai narator atau pencerita. Kekuatan
kata-kata kreatif yang digunakan dalam cerita menimbulkan kesan yang tak
membosankan meski terus menerus membaca, bahkan gaya penceritaannya
membuat pembaca penasaran dengan ending cerita. Contoh kata ganti
”kami” dan pengarang sebagai narator terlihat pada kutipan berikut:
“…kami adalah negeri yang terjajah. Belanda telah menjadikan kami sebagai sapi perahan. Sangat layak jika kami memberontak. kami menginginkan hak-hak kami terpenuhi. salah satu hak yang paling penting adalah, hak untuk merdeka! Sebagai bangsa yang berdaulat!” h. 272.
“Ketika kapal api yang berangkat dari Amsterdam itu berlabuh di pelabuhan tanjung Priok, mendadak lelaki muda yang tengah berdiri di geladak itu merasakan debar hati yang tak biasa. Bak gumintang di saat malam beranjak kelam, bangunan pelabuhan itu semakin lama semakin jelas. Tak semegah dan seartistik pelabuhan di kota-kota Eropa, tetapi sungguh …aura yang dipancarkan mampu menghadirkan konser piano Mozart yang memainkan Eine Kleine Nachtmusik ‘Alegro’ di hatinya….” h. 7
3. Stilistik
Stilistik adalah cara yang digunakan pengarang untuk menyatakan maksud
melalui pilihan kata yang digunakan. Dalam menyajikan cerita, pengarang
menggunakan bahasa yang lugas. Pilihan kata yang dipakai pengarang dalam
novel ”De Winst” menunjukkan ideologi dan religiusitasnya. Seperti terdapat
pada kutipan berikut:
Dari ungkapan tokoh Rangga di atas, pengarang ingin menunjukkan
bahwa di tengah kegalauan dengan berbagai permasalahan yang dihadapi tokoh
dalam novel De Winst, bahwa kita harus selalu ingat pada Sang Pencipta. Dalam
mewujudkan apa yang kita inginkan, selain usaha dan doa kita juga harus
mengembalikan semuanya pada ketentuan yang Maha Kuasa.
4. Retoris
“Atau memang bergantung dengan manusia itu sungguh tak ada gunanya? Seperti perkataan Raden Haji Ngalim Sudarman kemarin. ”Ngger, jangan pernah bergantung kepada manusia. Lakukan semua karena Allah Azza wa jalla...” Ya jika semua dilakukan karena motivasi mengabdi kepada Sang Pencipta, tentu semua akan menjadi lain.semangat itu tak akan pernah luntur, karena Sang Pencipta pun tak akan luntur.” h. 139.
Retoris adalah gaya yang diungkapkan pengarang untuk menyatakan
sesuatu dengan sebuah intonasi dan penekanan.
a. Grafis: elemen ini merupakan bagian untuk memeriksa apa yang ditekankan
atau ditonjolkan oleh seseorang yang dapat diamati dari teks. Elemen grafis
ini biasanya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat lain dibandingkan
tulisan lain. Pemakaian huruf tebal, huruf miring, pemakaian garis bawah,
huruf yang dibuat dengan ukuran yang lebih besar, termasuk di dalamnya
adalah pemakaian caption, raster, grafik, gambar, atau tabel untuk
mendukung arti penting suatu pesan.56
Elemen grafis itu juga muncul dalam bentuk foto, gambar, atau tabel untuk
mendukung gagasan, serta pemakaian angka-angka yang diantaranya
digunakan untuk mensugestikan kebenaran dan ketelitian. Salah satunya
pada kutipan berikut:
Kalimat di atas merupakan pernyataan salah seorang tokoh dalam novel
yakni Jatmiko saat sedang sidang pengadilan. Ia mengungkapkan fakta di
atas –merupakan fakta sejarah terdapat dalam buku Sejarah Pergerakan
Rakyat Indonesia- sebagai perlawanannya terhadap pemerintah Belanda,
yang telah memanfaatkan kebodohan Indonesia untuk menguasai kekayaan
tanah air ini.
56 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 257-259.
“…..hanya kaum terpandang dari pribumi, yang kebanyakan adalah pengikut setia gubernemen, yang diperbolehkan sekolah hingga jenjang tinggi. Pada tahun 1925, jumlah pribumi yang tamat sekolah rendah hanya 3767 orang, yang tamat sekolah menengah pertama 354 orang dan sekolah menengah atas hanya 204 orang, sementara jumlah tamatan sekolah tinggi bahkan sama sekali tidak ada. Padahal, jumlah rakyat Indonesia ada berjuta-juta....” h. 274.
b. Metafora: Kalimat yang mendukung kiasan, ungkapan sehari-hari,
pepatah, dan nasehat agama, semuanya digunakan untuk memperjelas
pesan utama, agar orang yang membaca akan mudah mengingt dan
memahami isi pesan tersebut. Pada novel De Winst pengarang menuliskan
kalimat yang mengandung muatan informasi untuk menguatkan pesan
utama. Berikut kutipannya:
Kata sang belang memiliki arti harimau, hal ini berarti tokoh dalam novel
diumpamakan bagai harimau yang dikenal buas. Karena dalam cerita novel,
para tokoh yang berjuang untuk kesejahteraan masyarakatnya bagaikan
harimau bagi para penjajah yang siap menerkam mereka. Maka ketika salah
satu tokoh penjajah berniat jahat terhadap mereka, mereka pun tak gentar
meski harus menghadapi berbagai rintangan.
Strategi retoris dalam novel ini menggunakan pemakaian kata yang tidak
bertele-tele dan lugas sehingga pembaca dapat dengan mudah mengerti.
Jalinan cerita dalam novel pun membuat pembaca terus tertarik untuk
mengetahui jalannya cerita hingga berakhir.
2. Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Kognisi Sosial
Pada analisis kognisi sosial difokuskan bagaimana sebuah teks
diproduksi, dipahami dan ditafsirkan. Pada penulisan novel De Winst
pengarang bertindak sebagai pengamat sekaligus narator yang menjelaskan
Sang belang yang semula melangkah gemulai Mendadak tergerus kejut Ia pun melontar langkah seribu Tak peduli semak penuh onak …………………. h. 202
peristiwa yang berlangsung serta suasana perasaan dan pikiran para pelaku
cerita.
Dari judul novel De Winst orang awam tidak mengerti maksud dan makna
dari kata De Winst. Namun, justru dari judul itulah pembaca dihadapkan pada
suatu istilah yang menarik minat untuk membacanya. Pada bab per bab
diceritakan bahwa De Winst merupakan nama sebuah pabrik gula, tempat
Rangga sang tokoh utama bekerja di De Winst dan menjabat sebagai asisten
administratur bagian pemasaran. Sebagai pribumi pemegang jabatan yang
cukup tinggi di pabrik itu, ia menanggung beban yang cukup berat yakni
memperjuangkan nasib ratusan buruh yang terancam diturunkan gajinya dan
membuat mereka semakin tertindas. Ia juga berhadapan dengan warga desa
yang meminta kenaikan sewa tanah hingga sepuluh kali lipat. Rangga merasa
berdosa jika tak bisa memperjuangkan hak saudara sebangsanya. Sementara
itu dunia tengah dihantam krisis ekonomi, ia pun harus berhadapan dengan
para administratur yang serakah dan congkak. Namun di akhir cerita juga
dijelaskan bahwa ternyata kata De Winst selain nama dai pabrik gula dalam
novel yang mendukungnya sebagai pusat permasalahan, kata ini juga ternyata
merupakan istilah Eropa yang berarti laba. Kata ini memang sesuai, mengingat
kisah dalam novel yang menceritakan kapitalisme yang terwakilkan oleh
pemerintah kolonialisme Belanda, yang memiliki prinsip dengan modal
sekecil mungkin, mereka mencoba mencari keuntungan sebesar-besarnya.
Kognisi sosial yang ditampilkan dalam cerita adalah mengenai hubungan
manusia dengan manusia lain dalam lingkungan sosial. Pengarang
menggambarkan bagaimana seorang tokoh bernama Rangga Puruhita yang
masih cucu Pakubuwono X, pulang belajar Ekonomi dari Negeri Belanda, dan
pulang ke Indonesia harus mengalami ‘benturan peradaban’ antara status
kepangeranannya, mimpi-mimpi modernisasinya, Islamnya dan Cintanya.
Diceritakan pula kisah Rangga, bangsawan Jawa yang tertarik dengan
kecantikan, keramahan, dan kecerdasan seorang gadis Belanda yang baru dia
kenal, namun harus kandas karena Orang tua Everdine –nama gadis itu- harus
merelakan pernikahan anaknya karena hutang, bagaimana perasaan cinta
seorang Sekar Prembayun kepada Jatmiko dan Pratiwi kepada Kresna karena
pertimbangan lelaki pemimpin revolusi yang cerdas dan memiliki visi misi
bahwa hidup itu tidak untuk diri sendiri melainkan untuk segenap umat yang
membutuhkan uluran tangannya. Pengarang juga mengungkapkan definisi
kehormatan dan pengabdian perempuan Jawa dimasa itu, bagaimana cinta
harus terpisah karena tirani dan politik. Dan yang terakhir bagaimana sebuah
pernikahan yang sah secara Syariat (antara Rangga dan Everdine yang menjadi
Islam), namun dalam benak sang laki-laki masih teringat perempuan lain, yang
belakangan memikat hatinya.
Pesan moral yang mengandung tiga kategori dapat pengarang gambarkan
dalam novel De Winst yaitu penyampaian pesan yang bersumber dari nilai-
nilai religi, moral serta adat-istiadat yang berlaku. Dengan harapan agar
pembaca dapat menghayati dan mengambil pelajaran dari apa yang telah
dibaca. Novel ini juga memberikan deskripsi lengkap tentang persoalan moral,
sosial dan budaya keraton jawa saat itu.
Pengarang menyampaikan pesan moral melalui novelnya antara lain semangat
nasionalisme yang dimiliki tokoh-tokoh dalam cerita yang diharapkan dapat
membuka pikiran pembaca untuk selalu berjuang untuk selalu berjuang untuk
mewujudkan kesejahteraan hidupnya dan bangsanya. Selain itu kita harus bisa
menjadi orang yang kaya, kaya hati ,kaya materi, kaya ilmu, misalnya dengan
cara menuntut ilmu sebaik-baiknya agar menjadi orang yang pandai dan
berpikiran maju. Kaya hati dan materi maksudnya dengan kekayaan yang kita
miliki, tidak membuat kita lupa akan saudara-saudara kita yang masih
kekurangan dan membutuhkan uluran tangan kita.
3. Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Konteks Sosial
Novel De Winst ini mengisahkan penderitaan kaum inlander pada masa
penjajahan Belanda dengan latar belakang budaya keraton jawa yang kental
dan mengambil setting tahun 1930-an, dengan pabrik gula De Winst serta
perkebunan tebu yang mendukungnya sebagai pusat permasalahan. Novel ini
menguraikan masa awal kebangkitan kaum muda Hindia-Belanda untuk
melawan penjajahan, serta dimulainya pemikiran untuk menentang
kapitalisme, yang saat itu terwakilkan oleh pemerintah kolonialisme Belanda.
Dari uraian cerita tersebut pengarang ingin memberikan pesan moral
kepada pembaca bahwa kita sebagai generasi penerus bangsa untuk senantiasa
mengisi kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh para pahlawan kita,
dengan perbaikan keadaan bangsa kita di berbagai sektor. Dan untuk itu salah
satu upayanya dengan pendidikan dan tentunya kita harus memanfaatkan
kesempatan yang kita miliki untuk menuntut ilmu sebaik-baiknya. Melalui
novel ini juga pengarang ingin menumbuhkan kesadaran kita untuk
memperjuangkan hak kita atas pendidikan, kemandirian ekonomi dan
kehidupan yang jauh lebih baik lagi di atas tanah air sendiri, sebagai wujud
kemerdekaan yang seutuhnya.
Pengarang memberikan pesan moral dalam novelnya sesuai dengan
konteks sosial saat ini yang sedang berkembang. Dalam novel diceritakan
kisah tokohnya dalam melawan kapitalisme yang diterapkan penjajah Belanda
pada saat itu. Menurut peneliti hal ini sesuai dengan fenomena saat ini, di
mana rakyat kecil kembali tertindas bahkan lebih parah lagi, karena saat ini
kita sudah tidak dijajah bangsa lain, melainkan kebodohan, kemiskinan,
kemelaratan dan sebagainya. Bagi sebagian kalangan kebijakan pemerintah
yang menaikkan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) merupakan suatu praktik
kapitalisme, di mana kaum menengah ke bawah akan semakin terpuruk dalam
ketidakberdayaan dengan mahalnya segala fasilitas dan kebutuhan kehidupan.
B. Bentuk-bentuk Pesan Moral dalam Novel De Winst
Sesuai dengan data-data yang ditemukan pada elemen tematik
berdasarkan pesan secara umum, maka terdapat beberapa tema dalam novel De
Winst yang bermuatan pesan moral. Pesan moral dalam suatu karya sastra
merupakan unsur isi, makna yang terkandung dan makna yang disarankan
pengarang kepada pembaca melalui ceritanya. Bahkan pesan moral itu
sebenarnya merupakan gagasan yang mendasari diciptakannya karya sastra
sebagai pendukung pesan.57
a. Kategori hubungan manusia dengan Tuhan
Pesan moral dalam novel De Winst yang terkait dengan wujud pesan pada
kategori ini tampak pada sosok Rangga yang masih mempertahankan
57 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi. h. 321
keyakinannya di tengah pergaulannya sebagai bangsawan modern yang
menuntut ilmu di Belanda. Sepulangnya dari Belanda, ia masih menjalankan
syariat agama yang diyakininya, yakni Islam. Ia memenuhi permintaan Raden
Haji Ngalim Sudarman untuk mengisi khutbah pada saat Shalat Jum’at.
Walaupun ia masih memiliki kekurangan dalam membaca Al Qur’an karena
memang selama sekolah di Belanda, pada masa itu tidak ada yang
mengajarinya lagi membaca Al-Qur’an. Namun setelah kepulangannya dan
bertemu kembali dengan guru mengajinya semasa duduk di kelas terakhir
MULO, ia pun ingin mengejar keterlambatannya untuk belajar membaca dan
memahami Al Qur’an. Dan manakala ia sedang menghadapi berbagai
persoalan ia pun bisa mengambil hikmah bahwa semua yang menimpanya
merupakan teguran tuhan.
Dalam novel ini pengarang juga memberikan pesan moral melalui
gambaran sang tokoh Raden Haji Ngalim Sudarman yang senantiasa
menasehati dan memberikan petuah agama tentang pentingnya untuk selalu
menjalankan sesuatu sesuai syariat agama, mendahulukan shalat jika waktunya
tiba dibanding pekerjaan lainnya dan untuk selalu mengingat Allah SWT,
kepada tokoh-tokoh dalam novel seperti Rangga, Jatmiko dan Haji Suranto,
seperti tampak dari kutipan berikut:
b. Kategori hubungan manusia dengan diri sendiri
Dalam hubungan manusia dengan diri sendiri, manusia mempunyai
kebebasan pribadi, yaitu kemampuan untuk menentukan tindakan dirinya
“Tentu saja kami sangat bergembira menerima undangan dari andika, nakmas Haji. Tetapi ini sudah mau shalat dzuhur, kami mau shalat dzuhur terlebih dahulu di Masjid Laweyan.”
sendiri, dalam halini peneliti akan membahas beberapa pesan dalam novel De
Winst yang berhubungan dengan diri sendiri, yaitu: keinginan, suara hati,
tekad moral.58 Adapun pesan moral yang mengandung kategori hubungan
manusia dengan diri sendiri,seperti terdapat pada kutipan berikut:
Kutipan di atas merupakan bentuk gagasan pengarang dalam
menyampaikan pesan moral yang berkaitan dengan kewajiban terhadap diri
sendiri. Pengarang menggambarkan sosok Rangga yang memilih untuk
mengutamakan pengabdian cintanya kepada ilahi, daripada mengotori hatinya
dengan cinta-cinta syahwati yang bisa menjerumuskannya, di tengah
persoalan cinta yang membebaninya yakni munculnya Everdine, gadis yang
dicintainya di samping lelaki yang menjadi bos barunya di perusahaan sebagai
pasangan suami isteri. Hal yang dilakukan Rangga itu bila dikaitkan kepada
nilai-nilai agama Islam maka sesuai dengan perintah Allah SWT kepada
manusia untuk senantiasa memperhatikan dirinya sendiri. Seseorang tidak
boleh melakukan sesuatu yang akibatnya akan menghancurkan dirinya sendiri.
Melakukan perbuatan maksiat, selain berdosa juga akan membawa dirinya
sendiri ke jurang kehancuran. Semakin banyak seseorang melakukan maksiat
akan semakin sesat jalan hidupnya. Firman Allah SWT:
58 K. Bertens. Etika. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000). h. 111-112
…..Dan saat ini, ia sedang berusaha mengosongkan hati dari segala macam cinta yang tak semestinya mengotori hatinya. Ia ingin terlebih dahulu menjadikan Sang Pencipta sebagai cinta tertinggi baru setelah itu, atas nama cinta kepada Sang Penggenggam Alam Semesta, ia akan memberikan cintanya dengan proses-proses yang Dia ridhoi.
Artinya: ”hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim: 6) c. Kategori hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkungan
sosial
Pesan moral yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan manusia
lainnya antara lain dapat berwujud persahabatan, kesetiaan, pengkhianatan,
hubungan suami-istri, orang tua-anak, cinta kasih terhadap suami/istri, anak,
orang tua, sesama dan hubungan lainnya yang melibatkan interaksi
antarmanusia. Dalam novel De Winst pengarang memberikan pesan moral
terkait kategori ini diangkat melalui sosok Rangga seorang bangsawan
Keraton Surakarta, namun dia tidak pernah membedakan untuk dapat
menghargai dan menghormati orang, tanpa melihat status sosial dan ekonomi
orang. Ia bisa menghargai persamaan derajat sesama manusia. Bahkan, ia
cenderung tidak menyukai tradisi feodalisme yang berlaku dan adanya strata
sosial yang berlaku saat itu. Justru dengan status sosial, ekonomi dan
pendidikan yang ia miliki, tidak membuatnya lupa akan nasib saudara
sebangsanya yang tertindas lantas mendorongnya untuk dapat
memperjuangkan hak-hak bangsanya. Ia melakukan segala usaha untuk
menolong kaum buruh yang tertindas karena mendapat gaji yang tidak
setimpal dengan kerja keras mereka. Semangat Rangga ini tidak lepas dari
dukungan Sekar, Jatmiko dan Kresna. Karena sebagai orang yang memiliki
kecukupan materi, pendidikan menjadi suatu keharusan bagi kita untuk
berbagi kepada sesama yang kekurangan. Berikut ini firman Allah SWT dalam
Al Qur’an yang berisi anjuran untuk saling tolong menolong:
⌧
Artinya: ”......Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan)kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah:2)
. Pesan tersirat juga peneliti temukan dalam kisah Rangga dan Sekar,
putra-putri keraton yang telah dijodohkan pada orang tua mereka. Perjodohan
yang membuat mereka merasa hidupnya sempit karena tak bisa menentukan
pilihannya sendiri. Namun pada akhirnya ketika mereka tiba pada suatu
keadaan dimana keduanya merasa saling tertarik tetapi, mereka berusaha
meyakinkan hatinya untuk memendamnya untuk kebaikan bersama di sini
terdapat pesan mengenai kepasrahan dalam mencintai seseorang, dan
nampaknya pengarang ingin memberikan kesan bahwa ada perbedaan antara
ungkapan cinta dan perasaan untuk memiliki, karena itulah kita harus
mendahulukan cinta kepada Allah melebihi segala cinta lainnya. Sebagaimana
firman Allah SWT:
⌧
☺
⌧
⌧
Artinya: ”Kalau bapak-bapakmu, anak-anakmu, istri-istrimu, kaum keluargamu, kekayaan yang kamu peroleh, perniagaan yang kamu khawatir menanggung rugi, tempat tinggal yang kamu sukai, kalau semua itu kamu cintai lebih dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjuang di jalan Allah, maka tunggulah sampai Tuhan mendatangkan perintah-Nya (kebinasaan dan lain-lain). Allah tidak memberikan pimpinan kepada kaum yang fasik, jahat.” (QS. At-Taubah:24)
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melakukan analisis dan pembahasan pada bab-bab terdahulu,
dibawah ini beberapa kesimpulan yang diperoleh oleh penulis:
1. Dari keseluruhan isi cerita, penyajian wacana novel ini terbilang cukup
baik, hal ini terbukti dari tema-tema yang diangkat yakni mengenai
nasionalisme, integritas dan loyalitas, tanggung jawab kepemimpinan,
persamaan derajat, berusaha dan bekerja keras, pentingnya menuntut ilmu
dan mengamalkannya, sopan santun dan keramahan, serta sabar, tawakal
dan rendah hati. Skema atau alur ceritanya adalah diawali dengan kisah
tokoh-tokohnya dengan berbagai karakter, setelah itu konflik yang muncul
hingga mencapai klimaks kemudian akhir cerita yang cukup tragis dan
mengharukan. Lengkap dengan pemilihan bahasa, kata, bentuk kalimat dan
metafora yang terbilang apik. Dari segi kognisi sosialnya, komunikator
dalam hal ini pengarang novel tampak ingin memberikan pesan moral
mengenai semangat nasionalisme dan berjuang untuk mendapatkan dan
mewujudkan kemerdekaan bangsa kita yang seutuhnya. Dari segi konteks
sosial, penulis berkesimpulan bahwa novel ini dibuat sebagai suatu gagasan
yang menjadi pesan atau amanat pengarang bagi pembacanya, yakni
tentang semangat nasionalisme, perjuangan dan pendidikan. Karena
fenomena yang terjadi saat ini, kurangnya kesadaran masyarakat untuk
mengoptimalkan pendidikan, padahal pendidikan merupakan penunjang
utama bagi seseorang untuk memiliki kehidupan yang lebih baik lagi di
masa depan.
2. Hasil dari analisis wacana pesan moral dalam novel De Winst ini terdapat
beberapa bentuk kategori pesan moral yang meliputi: hubungan manusia
dengan Tuhannya berupa ketaqwaan manusia kepada tuhannya, dalam hal
ini ketaqwaan tokoh kepada Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama
manusia lain dalam lingkungan sosial, berupa tolong menolong,
menghjargai dan menghormati sesama, sopan santun, keramahan, kesetiaan
dan sebagainya. dan hubungan manusia dengan dirinya sendiri berupa rasa
cinta, rindu, ambisi, cita-cita atau ideologi dan sebagainya
B. Saran-saran
1. Para pelaku dakwah hendaknya lebih menyadari bahwa karya sastra
seperti novel merupakan salah satu alat yang efektif dalam menyampaikan
pesan moral, oleh karenanya para pengarang dapat mempelajari cara
penulisan novel yang lebih menarik dan memanfaatkannya sebagai sarana
dakwah dan penyampaian moral yang tak mungkin ada dalam wacana lain.
2. Kepada para sastrawan muslimin hendaknya sebuah novel ditulis tidak
saja berdasarkan pengembangan imajinasi, akan tetapi juga dilandasi
sebuah riset yang cermat, seperti mencari data-data, karena ada banyak
novel-novel di Indonesia yang berisi hiburan tanpa adanya nilai-nilai sastra
yang bersifat artistik, kultural, etis, moral, religius, dan nilai praktis.
3. Karya yang baik adalah karya yang isinya bermutu, tidak asal menulis,
harus ada pengetahuan yang mengajak kepada kebenaran juga dapat
dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat kelak.
4. Pengemasan buku novel ini terbilang rapi, dengan pilihan desain sampul
yang apik, juga dekorasi yang menghias tiap-tiap halamannya. Hal ini
penting diperhatikan, karena salah satu yang membuat buku itu terlihat
menarik yakni sampulnya. Sayangnya, istilah yang digunakan dalam novel
ini ada beberapa diantaranya yang menggunakan istilah dalam bahasa
Prancis, namun tidak disertai keterangan. Selain itu masih ada kesalahan
ketik dan pengejaan. Memang tidak banyak, namun penulis rasa hal ini
perlu juga diperhatikan demi untuk mendapatkan hasil karya yang
sempurna baik itu bagi pengarang, penerbit dan masyarakat. Maka dari itu,
penulis menyarankan agar dalam penulisan lebih diperhatikan lagi
sebelum naik cetak.
5. Semoga hal-hal yang baik dalam penelitian ini menjadi masukan yang
dapat mengembangkan karya sastra seperti novel yang sarat dengan nilai-
nilai religi, akhlak dan moral agar dapat menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Ambary, Abdullah. Intisari Sastra Indonesia, Bandung: Djatmika, 1983.
Amin, Ahmad. ETIKA: Ilmu Akhlak. Cet. ke-8. Jakarta: Bulan Bintang,1995.
Bertens. K. Etika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000.
Daradjat, Zakiah. Peranan Agama Islam dalam Kesehatan Mental. Jakarta: Haji Masagung, 1993.
DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005. Edisi ke-3.
Dewan Bahasa dan Pustaka, Kamus Dewan, Malaysia: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1991. Edisi baru
Djamaluddin, Dedy. Deddy Mulyana. Etika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1996.
Djatnika, Rachmat. Sistem Ethika Islami: Akhlak Mulia. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1996.
Eriyanto. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Cet. ke- V.Yogyakarta: LKIS, 2006.
Hadiwardoyo, Purwa. Moral dan Masalahnya. Cet.ke-9. Yogyakarta: Kanisius, 1990.
Hasan, Hamid Lubis. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa, 1993.
Juhara, Erwan., dkk., Cendikia Berbahasa: Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: PT. Setia Purna Inves.
Kasman, Suf. Jurnalisme Universal: Menelusuri Prinsip-Prinsip Dakwah Bi Al Qalam dalam Al Qur’an, Jakarta: Teraju, 2004.
Keraf, Gorys. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende-Flores: Nusa Indah, 1980.
Kusnawan, Aep et. Al, Komunikasi dan Penyiaran Islam, Bandung: Benang Merah Press, 2004.
, Berdakwah Melalui Tulisan. Bandung: Mujahid Press, 2004.
Nata, Abudin. Akhlak Tasawuf , Cet. ke-5. Jakarta: Rajawali Press, 2003.
Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada, University Press, 1998.
Oetomo, Dede. Kelahiran dan Perkembangan Analisis Wacana, Dalam PELLBA. Yogyakarta: Kanisius, 1993.
Pateda, Mansoer. Linguistik: Sebuah Pengantar, Bandung: Angkasa. 1994
Pranowo, Djoko. Masyarakat Desa: Tinjauan Sosiologi. Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1985.
Purwanto, Yadi. Etika Profesi. Bandung: PT. Repika Aditama, 2007.
Sayuti, Suminto A. Berkenalan dengan Prosa Fiksi.Yogyakarta: Gama Media, 2000.
Semi, M. Atar. Anatomi Sastra, Cet. ke-2. Padang: Angkasa Raya.
Shihab, Quraish. Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1997.
Sobur, Alex. Analisis Teks Media. Cet.ke-4. Bandung: Rosdakarya. 2004.
Sumardjo, Jakob. Konteks Sosial Novel Indonesia 1920-1977. Bandung: Penerbit Alumni, 1999.
Sutrisno, Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset, 1989.
Tarigan, Henry Guntur. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa, 1993.
Tasmara, Toto. Komunikasi Dakwah. Cet. ke-2. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997.
Tim Penyusun. AlQur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah, 1983.
Widjaja, H.A.W. Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan Masyarakat. Jakarta: Bina Aksara
Wijana, Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: ANDI, 1996.
Internet:
http://apit.wordpress.com, diakses pada 25 Juni 2008
www.id.wikipedia.org.
www.indiva.mediakreasi.blogspot.com
.