anatomi nervus oculomotorius (autosaved)

19
Anatomi Nervus Oculomotorius Nervus okulomotorius mengandung dua yaitu macam serat yaitu serat – serat eferen somatik dan serat – serat eferen viseral, oleh karena itu saraf ini mempunyai dua nucleus. Pertama nucleus oculomotorius, terdiri dari dari sel – sel neuron multipolar dan terletak setinggi colliculus superior pada mesenchepalon, langsung di sebelah dorsal fasciculus longitudinalis medialis dan dekat dengan garis median, menempati suatu posisi pada bagian ventral substantia grisea sentralis. Kedua, nucleus Edinger Westphal, terdiri atas neuron – neuron kecil, bentuk ovoid, menyerupai sel – sel neuron pada nucleus dorsalis nervus X. Nucleus ini terletak pada ujung permukaan dorsomedial bagian central nucleus occulomotorius. Nucleus Edinger Westphal merupakan salah satu pusat parasimpatik dalam batang otak dan menjadi pusat sumber serat – serat eferen visceral nervus III. Serat – serat nervus okulomotorius keluar dari nucleus okulomotorius dan nucleus Edinger Westpal dalam bentuk berkas – berkas halus yang berjalan ke arah ventral, beberapa berkas ini berjaln di sebelah medial dan sebagian berjalan melalui nucleus ruber. Terus ke arah ventral berkas – berkas tersebut kembali bersatu dan pada akhinya mencapai permukaan batang otak di daerah fossa interpenducularis (mesensephalon). Nervus occulomotorius memasuki orbita melalui fisura orbitalis superior. Di dalam orbita serat – serat eferen somatik melayani musculus rectus superior, musculus rectus superior, musculus rectus inferior, musculus rectus medialis, musculus

Upload: deny-indahwaty

Post on 03-Jan-2016

28 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

mg

TRANSCRIPT

Page 1: Anatomi Nervus Oculomotorius (Autosaved)

Anatomi Nervus Oculomotorius

Nervus okulomotorius mengandung dua yaitu macam serat yaitu serat – serat eferen

somatik dan serat – serat eferen viseral, oleh karena itu saraf ini mempunyai dua nucleus.

Pertama nucleus oculomotorius, terdiri dari dari sel – sel neuron multipolar dan terletak

setinggi colliculus superior pada mesenchepalon, langsung di sebelah dorsal fasciculus

longitudinalis medialis dan dekat dengan garis median, menempati suatu posisi pada bagian

ventral substantia grisea sentralis. Kedua, nucleus Edinger Westphal, terdiri atas neuron –

neuron kecil, bentuk ovoid, menyerupai sel – sel neuron pada nucleus dorsalis nervus X.

Nucleus ini terletak pada ujung permukaan dorsomedial bagian central nucleus

occulomotorius. Nucleus Edinger Westphal merupakan salah satu pusat parasimpatik dalam

batang otak dan menjadi pusat sumber serat – serat eferen visceral nervus III.

Serat – serat nervus okulomotorius keluar dari nucleus okulomotorius dan nucleus

Edinger Westpal dalam bentuk berkas – berkas halus yang berjalan ke arah ventral, beberapa

berkas ini berjaln di sebelah medial dan sebagian berjalan melalui nucleus ruber. Terus ke

arah ventral berkas – berkas tersebut kembali bersatu dan pada akhinya mencapai permukaan

batang otak di daerah fossa interpenducularis (mesensephalon). Nervus occulomotorius

memasuki orbita melalui fisura orbitalis superior. Di dalam orbita serat – serat eferen somatik

melayani musculus rectus superior, musculus rectus superior, musculus rectus inferior,

musculus rectus medialis, musculus rectus obliquus inferior dan juga musculus levator

palpebra superior.

Serat – serat eferen visceral di dalam mata menuju ke gangglon cilliare yang terletak

di sebelah lateral nervus opticus. Serat – serat parasimpatik preganglionik ini mengadakan

sinapsis di dalam ganglion ini, selanjutnya serat – serat parasimpatik posganglionik dari

gangglion cilliare dikenal dengan nn. Ciliares breves dan menembus bulbus oculi untuk

melayani musculus ciliaris (untuk akomodasi) dan musculus sphincter pupil (untuk

mengecilkan pupil mata). Serat – serat eferen visceral ini juga merupakan bagian eferen dari

lengkungan reflek cahaya pupil dan reflek akomodasi konvergensi.

Fibrae corticonuclear disebarkan secara bilateral pada nuclei occulomotorius, secara

homolateral pada nucleus trochlear dan konralateral terhadap nucleus abducen. Serat – serat

fasciculus pyramidalis ini tidak berasal dari kortek motorik primer , akan tetapi berasal dari

suatu daerah kortek yang lazim dikenal sebagai daerah opokinetik frontal sesuai dengan

daerah brodman 8. Pusat cortikal ini mengatur pergerakan konjugasi bulbus oculi di bawah

Page 2: Anatomi Nervus Oculomotorius (Autosaved)

pegendalian kemauan. Fibrae corticonuclear mencapai nucleus oculomotorius, nucleus

trochearis dan nucleus abducens di dalam batang otak mungkin melalui capsula interna.

Posisi mata ditentukan oleh keseimbangan yang dicapai oleh tarikan keenam otot

ekstraokular. Mata berada dalam posisi memandang primer sewaktu kepala dan mata terletak

sejajar dengan bidang yang dilihat. Untuk menggerakan mata ke arah pandangan yang lain,

otot agonis menarik mata ke arah tersebut dan otot antagonis melemas. Bidang kerja suatu

otot adalah arah pandangan bagi otot itu untuk mengeluarkan daya kontraksinya yang terkuat

sebagai suatu agonis, misalnya muskulus rektus lateralis mengalami kontraksi terkuat pada

waktu melakukan abduksi mata.

Tabel 1. Fungsi Otot Mata

Otot Kerja Primer Kerja Sekunder

Rektus lateral Abduksi Tidak ada

Rektus medial Adduksi Tidak ada

Rektus superior Elevasi Aduksi, intorsi

Rektus inferior Depresi Aduksi, ekstorsi

Obliq superior Intorsi Depresi, abduksi

Obliq inferiot Ektorsi Elevasi, abduksi

Otot rektus medialis dan lateralis masing-masing menyebabkan aduksi dan abduksi

mata, dengan efek ringan pada elevasi atau torsi. Otot rektus vertikalis dan obliqus memiliki

fungsi rotasi vertikal dan torsional. Secara umum, otot-otot rektus vertikalis merupakan

elevator dan depresor utama untuk mata, dan otot obliqus terutama berperan dalam gerakan

Page 3: Anatomi Nervus Oculomotorius (Autosaved)

torsional. Efek vertikal otot rektus superior dan inferior lebih besar apabila mata dalam

keadaan abduksi. Efek vertikal otot obliqus lebih besar apabila mata dalam keadaan aduksi.

Otot-otot sinergistik adalah otot-otot yang memiliki bidang kerja yang sama. Dengan

demikian untuk tatapan vertikal, otot rektus superior dan obliqus inferior bersinergi

menggerakan mata ke atas. Otot-otot yang sinergistik untuk suatu fungsi mungkin

antagonistik untuk fungsi lain. Misalnya, otot rektus superior dan obliqus inferior adalah

antagonis untuk torsi, karena rektus superior menyebabkan intorsi dan obliqus inferior

menyebabkan ekstorsi. Otot-otot ekstraokular, seperti otot rangka, memperlihatkan

persarafan timbal balik otot-otot antagonistik (Hukum Sherrington). Dengan demikian, pada

dekstroversi, otot rektus medialis kanan dan lateralis kiri mengalami inhibisi sementara otot

lateralis kanan dan rektus medialis kiri terstimulasi.

Etiologi Parese Nervus III

Penyebab parese nervus III antara lain:

a. Kongenital, terjadi kelumpuhan pada otot – otot ekstraokular dan kadang disertai dengan

ptosis. Tidak terdapat iternal oftalmoplegia.

b. Trauma, dapat berupa trauma karena kelahiran ataupun kecelakaan. Namun nervus

okulomotorius ebih kecil kemungkinannya tertekan dibanding nervus abdusens.

c. Aneurisma, biasanya mengenai arteri comunicans posterior atau arteri carotis interna

pars supraklinoid. Kelumpuhan nervus okulomotius dapat terjadi sebagian atau total dan

biasanya disertai dengtan nyeri hebat di sekitar mata. Apabila aneurisma terjadi pada

arteri carotis interna pars infraklinoid maka kelumpuhan biasanya di dahului oleh

kelumpuhan nervus abdusens.

d. Diabetes dan hipertensi. Kelumpuhan disebabkan oleh arterosklerosis.

e. Neoplasma. Kerusakan pada okulomotorius dapat terjadi akibat invasi neoplasma pada

nervus okulomotorius atau akibat kerusakan di sepanjang perjalanan nervus

okulomotorius mulai dari fasciculus nervus okulomotorius sampai ke terminalnya di

orbital contohnya akibat tumor nasofaring, tumor kelenjar hipofise dan meningioma.

Penyebab parese nervus okulomotorius pada orang dewasa berbeda dengan anak –

anak. Berikut ini penyebab parese nervus okulomotorius pada dewasa dan anak – anak pada

tabel dibawah ini.

Tabel 2.1 Etiologi parese nervus okulomotorius pada orang dewasa

Etiologi Rucker (335 kasus) Rucker (273 kasus) Green (130 kasus)

Page 4: Anatomi Nervus Oculomotorius (Autosaved)

Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase

Aneurisma 64 19 50 18 38 13

Vaskuler 63 19 47 17 25 6

Trauma 51 15 34 13 14 5

Sipilis 6 2 0 0 12 4

Neoplasma 35 11 50 18 5 1

Penyakit

Lain

95 28 55 20 33 12

Misseleneus 21 6 38 12 5 1

Tabel Etiologi parese nervus III

Etiologi Miller (30 kasus) Harley (32 kasus)

Jumlah Persentase Jumlah Persentase

Kongenital 13 43 15 47

Aneurisma 2 7 3 9

Neoplasma 3 10

Penyakit vaskuler 2 6

Trauma 6 20 4 13

Inflamasi 4 13 3 9

Misselaneus 2 7 5 10

Gejala Klinis

1. Parese Okulomotor

Gangguan pada nervus okulomotorius dapat terjadi dimana saja sepanjang perjalanan

saraf tersebut. Lesi di nukleus nervus okulomotorius mempengaruhi M. rekti medialis dan

inferior ipsilateral, kedua M. Levator palpebra, dan kedua M. rektus superior. Akan terjadi

ptosis bilateral dan pembatasan elevasi bilateral serta pembatasan aduksi dan depresi

ipsilateral. Dari fasikulus nervus okulomotorius di otak tengah ke terminalnya di orbita,

semua lesi lain menimbulkan lesi yang semata-mata ipsilateral.

Apabila lesi mengenai nervus okulomotorius di mana saja dari nukleus (otak tengah)

ke cabang perifer di orbita, maka mata akan berputar ke luar karena otot rektus lateralis yang

utuh dan sedikit depresi oleh otot obliqus superior yang tidak terpengaruh. Mungkin dijumpai

Page 5: Anatomi Nervus Oculomotorius (Autosaved)

dilatasi pupil, hilangnya akomodasi, dan ptosis kelopak mata atas, sering cukup berat

sehingga pupil tertutup. Mata mungkin hanya dapat digerakan ke lateral.

Parese nervus okulomotorius dapat dibagi menjadi:

a. Kelumpuhan total nervus okulomotorius

Pada kelumpuhan total nervus okulomotorius, semua otot intraokular dan semua otot

ekstraokular yang dipersarafi oleh nervus okulomotorius terkena, disertai dengan hilangnya

refleks akomodasi dan refleks cahaya pupil.

Kerusakan dari serabut parasimpatis pada N III menyebabkan pupil midriasis, juga

terdapat ptosis karena M. levator palpebra ikut mengalami kelumpuhan. Akibat lumpuhnya

otot-otot ekstraokular yang dipersarafi oleh nervus okulomotorius dan karena fungsi dari M.

rektus lateral dan M. Obliqus superior masih baik maka mata akan berdeviasi ke luar dan ke

bawah. Deviasi mata yang disebabkan oleh parese N III dapat digolongkan ke dalam

strabismus paralitik atau inkomitan. Pasien tidak mengalami diplopia karena kelopak mata

yang ptosis menutupi pupil.

b. Kelumpuhan parsial nervus okulomotorius

Pada kelumpuhan parsial nervus okulomotorius, paralisis otot-otot intraokular dan

ekstraokular dapat terjadi secara terpisah.

Eksternal oftalmoplegia

Kelumpuhan hanya terjadi pada otot-otot ekstraokular yang dipersarafi oleh nervus

okulomotorius. Mata akan berdeviasi ke luar dan ke bawah, dan apabila ptosis tidak menutupi

pupil maka pasien akan mengalami diplopia. Untuk mengatasi diplopia, pasien akan

mengatur posisi kepalanya agar penglihatannya menjadi binokular, akibatnya akan terjadi

postur abnormal dari kepala pasien.

Internal oftalmoplegia

Kelumpuhan hanya terjadi pada otot-otot intraokular sehingga yang terjadi adalah

hilangnya refleks akomodasi akibat paralisis M. siliaris dan midriasis akibat paralisis M.

sfingter pupil. Pasien tidak mengalami diplopia karena tidak terjadi strabismus. Letak

kelumpuhan vaskuler yang biasanya disebabkan oleh diabetes melitus, migren, ataupun

hipertensi sering terjadi di daerah sinus kavernosus, tempat serat-serat pupil terletak perifer

dan mendapat banyak makanan dari vasa vasorum sehungga pada lesi-lesi iskemik biasanya

pupil tidak mengalami gangguan. Pada lesi-lesi kompresif, biasanya aneurisma, serat-serat

pupil terkena secara dini sehingga pupil mengalami dilatasi. Dengan demikian, lesi iskemik

dan lesi kompresif dapat dibedakan secara klinis, karena pada lesi iskemik respon pupil

umumnya normal, sedangkan lesi kompresif menyebabkan pupil mengalami dilatasi dan

Page 6: Anatomi Nervus Oculomotorius (Autosaved)

fiksasi total. Kurang dari 5% kelumpuhan nervus okulomotorius akibat lesi iskemik berkaitan

dengan kelumpuhan pupil total, dan hanya 15% terjadi kelumpuhan pupil parsial.

2. Sinekinesis Okulomotor (Regenerasi aberan nervus okulomotorius)

Fenomena ini ditandai oleh:

Diskinesia kelopak mata pada saat menatap horizontal akibat M. Levator palpebra

bekerja sewaktu M. rektus medialis bekerja

Aduksi sewaktu berusaha melihat ke atas akibat M. rektus medialis bekerja sewaktu M.

rektus superior bekerja

Retraksi sewaktu berusaha melihat ke atas karena kedua rektus, yang bersifat retraktor,

bekerja,

Pupil pseudo-Argyll Robertson, yaitu tidak ada respon cahaya, tidak ada respon dekat

pada posisi primer tetapi respon “dekat” pada aduksi atau aduksi-depresi akibat

persarafan pupil dari M. rektus inferior atau medialis;

Tanda pseudo-Graefe, dimana terjadi retraksi kelopak mata sewaktu menatap ke bawah

akibat persarafan kelopak dari M. rektus inferior

Respon nistagmus optokonetik vertikal monokular akibat otot-otot yang memfiksasi

mata yang terkena bekerja bersama-sama sehingga hanya mata normal yang berespon

terhadap target yang bergerak.

Sinkinesis okulomotor ini mungkin terjadi tidak saja sebagai kombinasi kesalahan

arah akson yang sedang tumbuh ke selaput yang salah tetapi juga sebagai akibat dari

transmisi atau timbal balik antara akson-akson yang tidak memiliki penutup selaput mielin.

Sinkinesis okulomotor dapat terjadi akibat trauma berat atau penekanan N III oleh aneurisma

a. komunikans posterior, atau secara primer disebabakan oleh aneurisma a. karotis interna

atau meningioma di sinus kavernosus. Apabila penekanan berlangsung beberapa minggu,

maka sering diperlukan bedah strabismus untuk memperoleh penglihatan tunggal binokular.

3. Kelumpuhan okulomotor siklik

Kelumpuhan okulomotor siklik dapat menjadi penyulit kelumpuhan kongenital nervus

okulomotorius. Kelainan ini merupakan proses predominan unilateral yang jarang terjadi

berupa kelumpuhan N III yang memperlihatkan spasme siklik setiap 10-30 detik. Selama

selang waktu ini, ptosis membaik dan akomodasi meningkat. Fenomena ini berlanjut terus

seumur hidup tetapi berkurang sewaktu tidur dan meningkat seiring dengan tingkat

kewaspadaan. Kelainan ini mungkin terjadi akibat lepas muatan periodik oleh neuron-neuron

Page 7: Anatomi Nervus Oculomotorius (Autosaved)

yang rusak di nukleus okulomotorius yang menimbulkan rangsang subthreshold yang

semakin bertambah sampai timbul lepas muatan.

PEMERIKSAAN KLINIS

A. Anamnesis

a. Usia onset: ini merupakan faktor penting untuk prognosis jangka panjang. Semakin dini

onsetnya, semakin buruk prognosis untuk fungsi penglihatan binokularnya.

b. Jenis onset: awitan dapat perlahan, mendadak, atau intermiten.

c. Jenis deviasi: ketidaksesuaian penjajaran terjadi di semua arah atau lebih besar di posisi-

posisi menatap tertentu, termasuk posisi primer untuk jauh atau dekat.

d. Diplopia: pasien dewasa dengan strabismus paralitik/inkomitan akan mengeluh melihat

dobel (diplopia), kecuali bila disertai ptosis. Tetapi apabila strabismus paralitik terjadi

pada masa anak-anak keluhan melihat dobel tidak ada karena terjadi supresi pada

bayangan kedua yang dilihatnya dan biasanya terjadi ambliopia.

Keluhan diplopia dapat membantu dalam menentukan otot ekstraokular mana yang

mengalami kelumpuhan. Pasien sebaiknya diminta untuk mendeskripsikan mengenai arah

bayangan yang dilihat dobel olehnya. Apabila bayangan yang dilihat terpisah secara

horizontal maka kemungkinan otot yang mengalami kelumpuhan adalah otot rektus lateralis

atau medialis. Apabila bayangan yang dilihat terpisah secara vertikal atau miring (torsi) maka

kemungkinannya terdapat satu atau lebih otot rektus vertikalis atau olibqus yang mengalami

kelumpuhan. Variasi dari arah bayangan tersebut yang dilihat dalam posisi menatap tertentu

dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai otot ekstraokular mana yang

mengalami kelumpuhan. Misalnya, diplopia akan terlihat lebih jelas bila pasien melirik ke

kanan dan bayangan tersebut terpisah secara horizontal maka otot ekstraokular yang mungkin

terkena adalah otot rektus lateralis kanan atau rektus medialis kiri. Hal ini sebaiknya

dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan pergerakan bola mata.

e. Ketajaman penglihatan: baik atau menurun

f. Riwayat penyakit: diabetes melitus, hipertensi, aneurisma, neoplasia, atau trauma

(trauma saat kelahiran ataupun trauma kepala akibat kecelakaan). Riwayat penyakit ini

penting dalam hal mencari faktor yang mendasari atau faktor penyebab paresenya nervus

okulomotorius.

B. Pemeriksaan fisik

a. Inspeksi

Page 8: Anatomi Nervus Oculomotorius (Autosaved)

Inspeksi dapat memperlihatkan apakah strabismus yang terjadi konstan atau

intermiten, berpindah-pindah atau tidak, dan bervariasi atau konstan. Adanya posisi kepala

yang abnormal dan ptosis juga dapat diketahui. Pada ptosis neurogenik jatuhnya kelopak

mata atas dapat unilateral, sedangkan pada ptosis miogenik biasanya bilateral. Karakteristik

dari ptosis unilateral adalah pasien berusaha untuk meningkatkan fisura palpebra dengan cara

merengut atau mengernyitkan dahi (kontraksi dari otot frontalis). Ptosis kongenital biasanya

mengenai satu mata saja.

Pupil: ukuran, isokor/anisokor, refleks cahaya langsung dan tidak langsung.

Hirschberg reflction test: memeriksa reflek cahaya pada kedua permukaan kornea.

Dengan tes ini adanya strabismus dapat dideteksi, setiap 1 mm penyimpangan sama

dengan 15 dioptri prisma (70).

Ortofori → bila masing-masing refleks cahaya pada kornea berada di tengah pupil.

Heterofori → bila salah satu refleks cahaya pada kornea tidak berada di tengah pupil.

Pergerakan mata: memeriksa pergerakan mata pasien dengan meminta pasien mengikuti

pergerakan jari pemeriksa ke sembilan arah yaitu lurus ke depan, 6 posisi kardinal

(kanan, kanan atas, kanan bawah, kiri, kiri atas, kiri bawah), ke atas, dan ke bawah. Pada

saat mata melakukan pergerakan ke 6 posisi kardinal hanya satu otot saja yang bekerja,

sedangkan saat mata melihat ke atas atau ke bawah beberapa otot bekerja bersamaan

sehingga sulit mengevaluasi kerja masing-masing otot. Oleh karena itu dalam menilai

kelumpuhan otot-otot ekstraokular, pergerakan mata ke 6 posisi kardinal lebih bernilai

diagnostik. Selain itu penting juga untuk menilai kecepatan dari gerakan sakadik mata

baik secara horizontal ataupun vertikal. Pada gangguan atau kerusakan pada saraf yang

mempersarafi otot-otot ekstraokuler ataupun pada tingkat yang lebih tinggi lagi, dapat

terlihat pergerakan mata jauh lebih lambat dibandingkan mata normal.

Ketajaman penglihatan: masing-masing mata harus dievaluasi secara tersendiri.

Ketajaman penglihatan dapat dinilai dengan kartu Snellen atau pada anak dapat dinilai

dengan menggunakan “E” jungkir balik (Snellen) atau gambar Allen.

Cover-uncover test: tes ini bertujuan untuk menentukan sudut deviasi/sudut strabismus.

Sewaktu pemeriksa mengamati satu mata, di depan mata yang lain ditaruh penutup untuk

menghalangi pandangannya, kemudian amati mata yang tidak ditutup apakah mata

tersebut bergerak untuk melakukan fiksasi atau tidak. Setelah itu buka penutup yang

telah dipasang dan perhatikan apakah mata yang telah dibuka penutupnya melakukan

fiksasi kembali atau tidak. Jika mata tersebut melakukan fiksasi maka mata tersebut

normal dan mata yang mengalami deviasi adalah mata sebelahnya.

Page 9: Anatomi Nervus Oculomotorius (Autosaved)

Hess screen: tes ini bertujuan untuk mengukur sudut deviasi/sudut strabismus. Untuk tes

ini di depan salah satu mata pasien dipakaikan kaca berwarna merah dan kaca berwarna

hijau pada mata lainnya. Kemudian pasien diminta untuk memegang tongkat dengan

lampu hijau dan diminta untuk menunjuk cahaya merah yang terlihat pada layar dengan

tongkat tersebut. Dengan tes ini masing – masing mata dapat dinilai sehingga dapat

diukur arah dan sudut deviasinya. Penilaian dan pengukuran deviasi pada strabismus

paralitik/inkomitan adalah penting, tidak hanya untuk mendiagnosa otot ekstraokular

mana yang terkena tapi juga sebagai patokan awal terhadap derajat kelumpuhan otot

sehingga kemajuan pasien dapat dievaluasi dengan baik.

Pemeriksaan sensorik: pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai status pengihatan

binokular. Pemeriksaan tersebut adalah untuk stereopsis, supresi, dan potensi fusi. Semua

memerlukan dua sasaran terpisah untuk masing-masing mata.

C. Pemeriksaan penunjang

Beberapa kasus yang berkaitan dengan strabismus paralitik/inkomitan mengarah pada

gangguan neurologis yang serius, seperti pada parese N III yang disertai rasa nyeri, yang

dicurigai akibat aneurisma pada Sirkulus Willisi. Pada kasus-kasus seperti ini pasien

sebaiknya segera dirujuk pada ahli neurologi, tapi pada kasus-kasus yang tidak membutuhkan

penganganan dengan segera dapat dilakukan pemeriksaan penunjang yang mungkin dapat

membantu dalam mencari penyebab dan menegakan diagnosa, antara lain:

a. Gula darah

b. Foto kranium

c. Foto sinus paranasal dan orbita, bila diperlukan CT scan sinus paranasal dan orbita

d. Tes fungsi tiroid dan autoantibodi

e. Tensilon (edrophonium) test, untuk menegakan diagnosa miastenia gravis

f. CT brain / MRI / angiografi karotis pada kasus-kasus neurologis

TERAPI

a. Terapi untuk strabismus

Pada dasarnya terapi pada strabismus paralitik/inkomitan adalah dengan mengatasi

faktor penyebab timbulnya parese nervus okulomotorius.

Terapi Medis

Terapi ambliopia

Terapi ambliopia yang utama adalah oklusi. Mata yang baik ditutup

Page 10: Anatomi Nervus Oculomotorius (Autosaved)

untuk merangsag mata yang mengalami ambliopia. Ada dua stadium terapi

ambliopia, yaitu:

-Stadium awal, terapi awal standar adalah penutupan terus menerus. Bila

ambliopianya tidak terlalu parah atau anak terlalu muda maka diterapkan

penutupan paruh waktu. Terapi oklusi dilanjtukan selama ketajaman

penglihatan membaik (kadang-kadang sampai setahun). Penutupan sebaiknya

tidak terus-menerus lebih dari 4 bulan apabila tidak terdapat kemajuan.

-Stadium pemeliharaan, terdiri dari penutupan paruh waktu yang dilanjutkan

setelah fase perbaikan untuk mempertahankan penglihatan terbaik melewati

usia dimana ambliopianya kemungkinan besar kambuh (sekitar usia 8 tahun).

Prisma

Prisma menghasilkan pengarahan ulang garis penglihatan secara optis.

Unsur-unsur retina dibuat segaris untuk menghilangkan diplopia. Apabila

digunakan sebelum operasi, prisma dapat merangsang efek sensorik yang akan

timbul setelah tindakan bedah. Prisma dapat digunakan dengan beberapa cara.

Bentuk yang cukup nyaman adalah prisma plastik press-on Fresnel. Alat optik

ini bermanfaat diagnostik dan terapetik temporer.

Terapi bedah

Tujuan terapi bedah adalah untuk mengeliminasi diplopia dalam lapangan

pandang yang normal, baik pada penglihatan jauh ataupun dekat. Terapi bedah

dapat ditunda selambat-lambatnya sampai satu tahun dengan maksud memberi

kesempatan untuk pemulihan dengan sendirinya. Terapi bedah biasanya dilakukan

bila penglihatan binokular tidak kunjung membaik setelah otot-otot ekstraokular

pulih, selambat-lambatnya sampai 6 bulan.

17

Prosedur yang digunakan yaitu reseksi dan resesi. Secara konseptual,

tindakan ini merupakan tindakan paling sederhana. Sebuah otot diperkuat dengan

suatu tindakan yang disebut reseksi. Otot dilepaskan dari mata, diregangkan lebih

panjang secara terukur, kemudian dijahit kembali ke mata, biasanya di tempat

insersi semula. Resesi adalah tindakan perlemahan standar. Otot dilepas dari mata,

dibebaskan dari perlekatan fasia, dan dibiarkan mengalami retraksi. Otot tersebut

dijahit kembali ke mata pada jarak tertentu di belakang insersinya semula.

B. Terapi untuk ptosis

Ptosis kongenital : pada ptosis kongenital yang menghalangi penglihatan mata,

Page 11: Anatomi Nervus Oculomotorius (Autosaved)

terapi aksis visual harus dilakukan tanpa penundaan untuk mencegah

perkembangan ptosis menjadi ambliopia. Selain itu, perkembangan visual dapat

di monitor dan tindakan operasi dapat dilakukan pada usia prasekolah, saat

jaringannya masih berkembang sangat baik. Tindakan operasi yang dilakukan

berupa bedah retraksi dari kelopak mata atas, yang sebaiknya dilakukan

sesegera mungkin saat ditemukan adanya resiko berkembangnya gangguan

penglihatan akibat ptosis. Resiko dari keratopati terpapar harus di jelaskan

kepada pasien dan kemungkinan kelopak mata dapat jatuh atau turun lagi jika

masalah keratopati terpaparnya cukup serius harus juga dijelaskan kepada

pasien. Antibiotik dan lubrikan diberikan saat pasca operasi sampai permukaan

ocular menjadi terbiasa dengan tinggi kelopak mata yang baru.