anemia def. fe

Upload: iim-syahida-zurifa

Post on 14-Oct-2015

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

anemia def. fe

TRANSCRIPT

30

BAB I

PENDAHULUAN

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoiesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. ADB ditandai oleh anemia hipokromik mikrositer dan hasil laboratorium yang menunjukkan cadangan besi kosong. Berbeda dengan ADB, pada anemia akibat penyakit kronik penyediaan besi untuk eritropoiesis berkurang oleh karena pelepasan besi dari sistem retikuloendotelial berkurang, sedangkan cadangan besi masih normal. Pada anemia sideroblastik, penyediaan besi untuk eritropoiesis berkurang karena gangguan mitokondria yang menyebabkan inkorporasi besi ke dalam heme terganggu. Oleh karena itu, ketiga jenis anemia ini digolongkan sebagai anemia dengan gangguan metabolisme besi.1

Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai, terutama di negara-negara tropik oleh karena sangat berkaitan erat dengan taraf sosial ekonomi. Anemia ini mengenai lebih dari sepertiga penduduk dunia yang memberikan dampak kesehatan yang sangat merugikan serta dampak sosial yang cukup serius.1

Besi merupakan bagian dari molekul hemoglobin, dengan berurangnya besi maka sintesa hemoglobin akan berkurang dan mengakibatkan kadar hemoglobin akan turun. Hemoglobin merupakan unsur yang sangat vital bagi tubuh manusia, karena kadar hemoglobin yang rendah mempengaruhi kemampuan menghantarkan O2 yang sangat dibutuhkan oleh seluruh jaringan tubuh.2

Anemia defisiensi besi ini dapat diderita oleh bayi, anak-anak, bahkan orang dewasa baik pria maupun wanita, dimana banyak hal yang dapat mendasari terjadinya anemia defisiensi besi. Kebutuhan besi yang dibutuhkan setiap harinya untuk menggantikan zat besi yang hilang dari tubuh dan untuk pertumbuhan ini bervariasi, tergantung dari umur, jenis kelamin. Kebutuhan meningkat pada bayi, remaja dan wanita hamil, menyusui serta wanita menstruasi. Oleh karena itu, kelompok tersebut sangat mungkin menderita defisiensi besi jika terdapat kehilangan besi yang disebabkan hal lain maupun kurangnya intake besi dalam jangka panjang.2BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1.Definisi

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoiesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.1,3

Gambar 1. Diagram Hubungan Antara Defisiensi Besi, Anemia Defisiensi Besi, dan Anemia (sumber: Adaptasi dari Yip R. Iron Nutritional Status Defined. In: Filer IJ, ed. Dietary Iron: Birth To Two Years. New York, Raven Press, 1989: 19-35; World Health Organization, 2001).2.2.Metabolisme besi

Besi merupakan trace elememt vital yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan hemoglobin, mioglobin dan berbagai enzim. Besi di alam terdapat dalam jumlah yang cukup berlimpah. Dilihat dari segi evolusi alat penyerapan besi dalam usus, maka sejak awal manusia dipersiapkan untuk menerima besi yang berasal dari sumber hewani, tetapi kemudian pola makanan berubah di mana sebagian besar besi yang berasal dari sumber nabati, tetapi perangkat absorpsi besi tidak mengalami evolusi yang sama, sehingga banyak menimbulkan defisiensi besi.12.3.Kompartemen Besi Dalam Tubuh

Besi terdapat dalam berbagai jaringan dalam tubuh berupa: (1) senyawa besi fungsional, yaitu besi yang membentuk senyawa yang berfungsi dalam tubuh; (2) besi cadangan, senyawa besi yang dipersiapkan bila masukan besi berkurang; (3) besi transport, besi yang berikatan dengan protein tertentu dalam fungsinya untuk mengangkut besi dari satu kompartemen ke kompartemen lainnya.1

Besi dalam tubuh tidak pernah terdapat dalam bentuk logam bebas (free iron), tetapi selalu berikatan dengan protein tertentu. Besi bebas akan merusak jaringan, mempunyai sifat seperti radikal bebas. Dalam keadaan normal seorang laki dewasa mempunyai kandungan besi 50 mg/kgBB, sedangkan perempuan dewasa adalah 35 mg/kgBB. Tabel 1 menggambarkan komposisi besi pada seorang laki-laki dengan berat badan 75 kg. jumlah besi pada perempuan pada umumnya lebih kecil oleh karena massa tubuh yang juga lebih kecil.1,4TABEL 1. Kandungan Besi Seorang Laki-laki dengan BB 75 kg

A. Senyawa besi fungsionalHemoglobin 2300 mg

Mioglobin 320 mg

Enzim-enzim80 mg

B. Senyawa besi transportasiTransferin3 mg

C. Senyawa besi cadanganFeritin700 mg

Hemosiderin 300 mg

Total 3803 mg

2.4.Absorpsi Besi

Tubuh mendapatkan masukan besi yang berasal dari makanan. Untuk memasukkan besi dari usus ke dalam tubuh diperlukan proses absorpsi. Absorpsi besi paling banyak terjadi pada bagian proksimal duodenum disebabkan oleh pH dari asam lambung dan kepadatan protein tertentu yang diperlukan dalam absorpsi besi pada epitel usus. Proses absorbsi besi dibagi menjadi 3 fase :

1. Fase Luminal : besi dalam makanan diolah dalam lambung kemudian siap diserap di duodenum.2. Fase Mukosal : proses penyerapan dalam mukosa usus yang merupakan suatu proses aktif.3. Fase Korporeal : meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh sel-sel yang memerlukan, dan penyimpanan besi (storage) oleh tubuh.12.4.1.Fase Luminal

Besi dalam makanan terdapat dalam dua bentuk, yaitu besi heme dan besi non-heme. Besi heme terdapat dalam daging dan ikan, tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya tinggi. Besi non-heme berasal dari sumber nabati, tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya rendah. Besi dalam makanan diolah di lambung (dilepaskan dari ikatannya dengan senyawa lain) karena pengaruh asam lambung. Kemudian terjadi reduksi dari besi bentuk feri (Fe3+) ke fero (Fe2+) yang dapat diserap di duodenum.12.4.2.Fase Mukosal

Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejenum proksimal. Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks dan terkendali. Besi heme dipertahankan dalam keadaan terlarut oleh pengaruh asam lambung. Pada brush border dari sel absortif (terletak pada puncak vili usus, disebut sebagai apical cell), besi feri direduksi menjadi besi fero oleh enzim ferireduktase, mungkin dimediasi oleh protein duodenal cytochrome b-like (DCYTB). Transport melalui membran difasilitasi oleh divalent metal transporter (DMT 1). Setelah besi masuk dalam sitoplasma, sebagian disimpan dalam bentuk feritin, sebagian diloloskan melalui basolateral transporter ke dalam kapiler usus. Pada proses ini terjadi konversi dari feri ke fero oleh enzim ferooksidase (antara lain oleh hephaestin). Kemudian besi bentuk feri diikat oleh apotransferin dalam kapiler usus.1

Sementara besi non-heme di lumen usus akan berikatan dengan apotransferin membentuk kompleks transferrin besi yang kemudian akan masuk ke dalam sel mukosa dibantu oleh DMT-1. Besi non-heme akan dilepaskan dan apotransferin akan kembali ke dalam lumen usus.1

Gambar 2. Absorbsi Besi di Usus Halus (sumber: Andrews, N.C., 2005. Understanding Heme Transport. N Engl J Med; 23: 2508-9)

Besar kecilnya besi yang ditahan dalam enterosit atau diloloskan ke basolateral diatur oleh set point yang sudah diatur saat enterosit berada pada dasar kripta. Kemudian pada saat pematangan, eritrosit bermigrasi ke arah puncak vili dan siap menjadi sel absorbtif.1

Dikenal adanya mucosal block, suatu fenomena di mana setelah beberapa hari dari suatu bolus besi dalam diet, maka enterosit resisten terhadap absorbsi besi berikutnya. Hambatan ini mungkin timbul karena kumulasi besi dalam enterosit sehingga menyebabkan set-point diatur seolah-olah kebutuhan besi sudah berlebihan.1

Gambar 3. Regulasi Absorbsi Besi (sumber: Andrews, N.C., 1999. Disorders of Iron Metabolism. N Engl J Med; 26: 1986-95)2.4.3.Fase KorporealBesi setelah diserap melewati bagian basal epitel usus, memasuki kapiler usus. Kemudian dalam darah diikat oleh apotransferin menjadi transferin. Satu molekul transferin dapat mengikat maksimal dua molekul besi. Besi yang terikat pada transferin (Fe2 - Tf) akan berikatan dengan reseptor transferin (transferin receptor = Tfr) yang terdapat pada permukaan sel, terutama sel normoblas. Kompleks Fe2-Tf-Tfr akan terlokalisir pada suatu cekungan yang dilapisi oleh klatrin (clathrin-coated pit). Cekungan ini mengalami invaginasi sehingga membentuk endosom. Suatu pompa proton menurunkan pH dalam endosom sehingga terjadi pelepasan besi dengan transferin. Besi dalam endosom akan dikeluarkan ke sitoplasma dengan bantuan DMT 1, sedangkan ikatan apotransferin dan reseptor transferrin mengalami siklus kembali ke permukaan sel dan dapat dipergunakan kembali.1

Gambar 4. Siklus Transferin (sumber: Andrews, N.C., 1999. Disorders of Iron Metabolism. N Engl JMed; 26: 1986-95)

2.5.Mekanisme Regulasi Absorbsi Besi

Terdapat 3 mekanisme regulasi absorpsi besi dalam usus :

1. Regulator diabetik. Absorbsi besi dipengaruhi oleh jenis diet dimana besi terdapat. Diet dengan bioavilabilitas tinggi yaitu besi heme, besi dari sumber hewani, serta adanya faktor enhancer akan meningkatkan absorbsi besi. Sedangkan besi dengan bioavaibilitas rendah adalah besi non-heme, besi yang berasal dari sumber nabati dan banyak mengandung inhibitor akan disertai presentase absorbsi besi yang rendah. Pada dietary regulator ini juga dikenal adanya mucosal block, seperti yang telah diuraikan sebelumnya.12. Regulator simpanan. Penyerapan besi diatur melalui besarnya cadangan besi dalam tubuh. Penyerapan besi rendah jika cadangan besi tinggi, sebaliknya apabila cadangan besi rendah maka absorbsi besi akan ditingkatkan. Bagaimana mekanisme regulasi ini bekerja belum diketahui dengan pasti. Diperkirakan melalui crypt-cell programming sehubungan dengan respon saturasi transferin plasma dengan besi.13. Regulator eritropoetik. Besar absorbsi besi berhubungan dengan kecepatan eritropoiesis. Erythropoietic regulator mempunyai kemampuan regulasi absorbsi besi lebih tinggi dibandingkan dengan stores regulator. Mekanisme erythropoietic regulator ini belum diketahui dengan pasti. Eritropoiesis inefektif (peningkatan eritropoiesis tetapi disertai penghancuran prekursor eritrosit dalam sumsum tulang), seperti misalnya pada thalassemia atau hemoglobinopati lainnya, disertai peningkatan absorbsi lebih besar dibandingkan dengan peningkatan eritropoiesis akibat destruksi eritrosit di darah tepi, seperti misalnya pada anemia hemolitik autoimun. Oleh karena itu hemokromatosis sekunder jauh lebih sering pada keadaan pertama dibandingkan dengan keadaan kedua. Akhir-akhir ini ditemukan suatu peptida hormonal kecil yaitu hepcidin yang diperkirakan mempunyai peran sebagai soluble regulator absorbsi besi dalam usus.12.6.Siklus Besi dalam Tubuh

Pertukaran besi dalam tubuh merupakan lingkaran yang tertutup yang diatur oleh besarnya besi yang diserap usus, sedangkan kehilangan besi fisiologik bersifat tetap. Besi diabsorbsi dari diet (berkisar antara 1-2 mg per hari) atau pelepasan sirkulasi cadangan dalam ikatan plasma ke transferrin, besi pengangkut protein. Besi dari usus dalam bentuk transferin akan bergabung dengan besi yang dimobilisasi dari makrofag dalam sumsum tulang sebesar 22 mg untuk dapat memenuhi kebutuhan eritropoiesis sebanyak 24 mg per hari. Pertukaran (waktu paruh) transferin-terikat besi sangat cepat biasanya 60-90 menit. Oleh karena, hampir semua besi yang ditranspor oleh transferin diantar ke eritroid sumsum tulang. Dengan perkiraan level besi plasma 80-100 g/dL, jumlah besi yang melewati transferin adalah 20-40 mg per hari.3,5

Eritrosit yang terbentuk secara efektif yang akan beredar melalui sirkulasi memerlukan besi 17 mg, sedangkan besi sebesar 7 mg akan dikembalikan ke makrofag karena terjadinya eritropoiesis inefektif (hemolisis intramedular).5

Pada individu normal, rentang hidup rata-rata dari sel darah merah adalah 120 hari, sehingga 0,8-1,0% sel darah merah bertukar setiap hari. Pada akhir masa hidupnya, sel darah merah tidak dikenali oleh sel dari sistem retikuloendotelial (RE), dan sel akan mengalami fagositosis. Besi yang terdapat pada eritrosit yang beredar, setelah mengalami proses penuaan juga akan dikembalikan pada makrofag sumsum tulang sebesar 17 mg, sehingga dengan demikian dapat dilihat suatu lingkaran tertutup (closed cicuit).5

Tambahan besi yang dibutuhkan untuk produksi sel darah merah harian didapat dari diet. Normalnya, pria dewasa membutuhkan absorbsi setidaknya 1 mg elemen besi per hari untuk memenuhi kebutuhan; wanita membutuhkan setidaknya 1,4 mg/hari. Bagaimanapun, untuk mencapai proliferasi maksimum respon sumsum tulang terhadap anemia, tambahan besi harus tersedia. Dengan adanya stimulasi eritropoiesis, kebutuhan besi meningkat sebanyak enam sampai delapan kali lipat. Jika hantaran besi ke sumsum tulang suboptimal, respon proliferasi sumsum tulang tidak baik, maka sintesis hemoglobin akan terganggu. Hasilnya adalah hipoproliferatif sumsum tulang diikuti dengan anemia mikrositik hipokromik.5

Gambar 5. Skema Siklus Pertukaran Besi dalam Tubuh (Dikutip dari Bakta IM, Suega K, Dharmayuda TG, Anemia Defisiensi Besi, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007, Jakarta)

2.7.Tingkatan Defisiensi Besi

Defisiensi besi dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu :

1. Deplesi besi (iron depleted state) : keadaan dimana cadangan besi nya menurun, tetapi penyediaan besi untuk eritropoiesis belum terganggu.

2. Eritropoiesis Defisiensi Besi (Iron Deficient Erytropoiesis) : keadaan dimana cadangan besinya kosong dan penyediaan besi untuk eritropoiesis sudah terganggu, tetapi belum tampak anemia secara laboratorik.3. Anemia defisiensi besi : keadaan dimana cadangan besinya kosong dan sudah tampak gejala anemia defisiensi besi.2

Anemia defisiensi besi merupakan kondisi dimana terdapat anemia dan bukti yang jelas dari kurangnya besi. Progresi dari anemia defisiensi besi dibagi dalam 3 tingkatan. Tingkat pertama adalah keseimbangan negatif besi, dimana kebutuhan untuk besi melebihi kemampuan tubuh untuk mengabsorbsi besi dari diet. Tingkatan ini dihasilkan dari beberapa keadaan fisiologis, termasuk perdarahan, kehamilan, diet besi yang tidak adekuat.5

Ketika cadangan besi habis, besi serum mulai menurun. Sedikit demi sedikit, TIBC meningkat, begitu juga level sel merah protoporfirin. Dengan defenisi cadangan besi sumsum tulang tidak ditemukan ketika level feritin serum < 15 g/L. Selama iron serum dalam batas normal, sintesa hemoglobin tidak dipengaruhi kecuali kurangnya cadangan besi. Bila saturasi transferin jatuh menjadi 15-20%, sintesa hemoglobin menjadi terganggu. Periode ini dinamakan eritropoiesis defisiensi besi. Perlahan-lahan, hemoglobin dan hematokrit menurun, mencerminkan anemia defisiensi besi. Saturasi transferin pada titik ini adalah 10-15%. Ketika dijumpai anemia sedang (hemoglobin 10-13 g/dL), sumsum tulang tetap hipoproliferatif. Dengan anemia yang lebih berat (hemoglobin 7-8 g/dL), hipokrom dan mikrositosis menjadi menonjol. Sebagai konsekuensinya, dengan anemia defisiensi besi yang berlama-lama, hiperplasia eritroid dari sumsum tulang dijumpai.52.8.Prevalensi

Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai baik di klinik maupun di masyarakat. ADB mrupakan anemia yang sangat sering dijumpai di negara berkembang. Dari berbagai data yang dikumpulkan sampai saat ini, didapatkan gambaran prevalensi anemia defisiensi besi seperti tertera pada tabel 2.1TABEL 2. Prevalensi Anemia Defisiensi Besi di Dunia

Afrika Amerika LatinIndonesia

Laki dewasa6%3%16 50%

Wanita tak hamil20%17 21%25 48%

Wanita hamil60%39 46%46 92%

Belum ada data yang pasti mengenai prevalensi ADB di Indonesia. Martoatmojo et al memperkirakan ADB pada laki-laki 16-50% dan 25-84% pada perempuan tidak hamil. Pada pensiunan pegawai negri di Bali didapatkan prevalensi anemia 36% dengan 61% disebabkan oleh karena defisiensi besi. Sedangkan pada penduduk suatu desa di Bali didapatkan angka prevalensi ADB sebesar 27%.1

Perempuan hamil merupakan segmen penduduk yang paling rentan pada ADB. Di India, Amerika Latin dan Filipina, prevalensi ADB pada perempuan hamil berkisar antara 35% sampai 99%. Sedangkan di Bali, pada suatu pengunjung puskesmas didapatkan prevalensi anemia sebesar 50% dengan 75% anemia disebabkan oleh defisiensi besi. Dalam suatu survei pada 42 desa di Bali yang melibatkan 1684 perempuan hamil didapatkan prevalensi ADB sebesar 46%, sebagian besar derajat anemia ialah ringan. Faktor risiko yang dijumpai adalah tingkat pendidikan dan kepatuhan meminum pil besi.1

Di Amerika Serikat, berdasarkan survei gizi (NHANES III) tahun 1988 sampai tahun 1994, defisiensi besi dijumpai kurang dari 1% pada laki dewasa yang berumur kurang dari 50 tahun, 2-4% pada laki dewasa yang berumur lebih dari 50 tahun, 9-11% pada perempuan masa reproduksi, dan 5-7% pada perempuan menopause.1,62.9.Etiologi

Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya asupan besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun:

1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:

a. Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker lambung, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.

b. Saluran genitalia (perempuan): menorrhagia.

c. Saluran kemih: hematuria.

d. Saluran nafas: hemoptisis.

2. Faktor nutrisi, yaitu akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan (asupan yang kurang) atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang rendah.

3. Kebutuhan besi meningkat, seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan, dan kehamilan.1,34. Gangguan absorbsi besi, seperti pada gastrektomi dan kolitis kronik, atau dikonsumsi bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi), polyphenol (coklat, teh, dan kopi), dan kalsium (susu dan produk susu).1

Pada orang dewasa anemia defisiensi yang dijumpai di klinik hampir identik dengan perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama. Penyebab perdarahan paling sering pada laki-laki ialah perdarahan gastrointestinal, di negara tropik paling sering karena infeksi cacing tambang. Sedangkan pada perempuan dalam masa reproduksi paling sering karena meno-metrorhagia.1

Terdapat perbedaan pola etiologi ADB di masyarakat atau di lapangan dengan ADB di rumah sakit atau praktek klinik. ADB di lapangan umumnya disertai anemia ringan atau sedang, sedangkan di klinik ADB pada umumnya disertai anemia derajat berat. Di lapangan, faktor nutrisi lebih berperan dibandingkan dengan perdarahan. Pada penelirian di Desa Jagapati, Bali, mendapatkan bahwa infeksi cacing tambang mempunyai peran hanya pada sekitar 30% kasus, faktor nutrisi mungkin berperan pada sebagian besar kasus, terutama pada anemia derajat ringan sampai sedang. Sedangkan di klinik, seperti misalnya pada praktek swasta, ternyata perdarahan kronik memegang peran penting, pada laki-laki ialah infeksi cacing tambang (54%) dan hemoroid (27%), sedangkan pada perempuan menorhagia (33%), hemoroid dan cacing tambang masing-masing 17%.1,62.10.Patogenesis

Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi atau kebutuhan besi yang meningkat akan dikompensasi tubuh sehingga cadangan besi makin menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi yang negatif, yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif.1,4

Gambar 6. Distribusi Besi Dalam Tubuh Dewasa (sumber: Andrews, N. C., 1999. Disorders of iron metabolism. N Engl J Med; 26: 1986-95).

Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoiesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin menurun dan kapasitas ikat besi total (total ironbinding capacity = TIBC) meningkat, serta peningkatan reseptor transferin dalamserum. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoiesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun. Akibatnya, timbul anemia hipokromik mikrositik, disebut sebagai anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia).1,4

2.11.Gejala Anemia Defisiensi Besi

1. Gejala Umum Anemia

Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome) dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin kurang dari 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada anemia defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi secara perlahan-lahan, sering kali sindroma anemia tidak terlalu menyolok dibandingkan dengan anemia lain yang penurunan kadar hemoglobinnya terjadi lebih cepat, oleh karena mekanisme kompensasi tubuh dapat berjalan dengan baik. Anemia bersifat simtomatik jika hemoglobin telah turun dibawah 7 g/dL. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan dibawah kuku.12. Gejala Khas Defisiensi Besi

Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis lain adalah:

a. Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.1,7b. Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang.1,7c. Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.1,7d. Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.1e. Atrofi mukosa gaster sehingga menimbuljan akhloridia.1f. Pica : keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti: tanah liat, es, lem, dan lain-lain.1Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Patersin Kelly adalah kumpulan gejala yang terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah, dan disfagia.1

Gambar 7. Kuku sendok (koilonychia) pada jari tangan seorang pasien anemia defisiensi besi (Dikutip dari Bakta IM, Suega K, Dharmayuda TG, Anemia Defisiensi Besi, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007, Jakarta)3. Gejala Penyakit Dasar

Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya pada anemia akibat penyakit cacing tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna kuning seperti jerami. Pada anemia karena perdarahan kronik akibat kanker kolon dijumpai gejala gangguan kebiasaan buang air besar atau gejala lain tergantung dari lokasi kanker tersebut.12.12.Pemeriksaan Laboratorium

Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah :Kadar Hemoglobin dan Indeks Eritrosit : didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV dan MCH menurun. MCV < 70 fL hanya didapatkan pada anemia defisiensi besi dan talasemia mayor. MCHC menurun pada defisiensi yang lebih berat dan berlangsung lama. Anisositosis merupakan tanda awal defisiensi besi. Peningkatan anisositosis ditandai oleh peningkatan RDW (red cell distribution width). Dulu dianggap pemeriksaan RDW dapat dipakai untuk membedakan ADB dengan anemia kibat penyakit kronik, tetapi sekarang RDW pada kedua jenis anemia ini hasilnya sering tumpang tindih.1

Mengenai titik pemilah MCV, ada yang memakai angka < 80 fL, tetapi pada penelitian kasus ADB di Bagian Penyakit Dalam FK UNUD Denpasar, dijumpai bahwa titik pemilah < 78 fL memberi sensitivitas dan spesifisitas paling baik. Dijumpai juga bahwa penggabungan MCV, MCH, MCHC dan RDW makin meningkatkan spesifisitas indeks eritrosit. Indeks eritrosit sudah dapat mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun.1

Hapusan darah tepi menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, dan poikilositosis. Makin berat derajat anemia makin berat derajat hipokromia. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan thalassemia. Jika terjadi hipokromia dan mikrositosis ekstrim, maka sel tampak sebagai sebuah cincin sehingga disebut sel cincin (ring cell), atau memanjang seperti elips, disebut sebagai sel pensil (pencil cell atau cigar cell). Kadang-kadang dijumpai sel target.1

Leukosit dan trombosit pada umumnya normal. Tetapi granulositopenia ringan dapat dijumpai pada ADB yang berlangsung lama. Pada ADB karena cacing tambang dijumpai eosinofilia. Trombositosis dapat dijumpai pada ADB dengan episode perdarahan akut.1

Gambar 8. Hapusan darah tepi pada anemia defisiensi besi. Tampak hipokromik mikrositik, anisositosis dan poikilositosis (Dikutip dari Bakta IM, Suega K, Dharmayuda TG, Anemia Defisiensi Besi, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007, Jakarta)

Konsentrasi Besi Serum Menurun pada ADB, dan TIBC (total iron binding capacity) Meningkat. TIBC menunjukkan tingkat kejenuhan apotransferin terhadap besi, sedangkan saturasi transferin dihitung dari besi serum dibagi TIBC dikalikan 100%. Untuk kriteria diagnosa ADB, kadar besi serum menurun < 50 g/dL, total iron binding capacity (TIBC) meningkat > 350 g/dL, dan saturasi transferin < 15%. Ada juga yang memakai saturasi transferin < 16%, atau < 18%. Harus diingat bahwa besi serum menunjukkan variasi diurnal yang sangat besar, dengan kadar puncak pada jam 8 sampai 10 pagi.1Feritin Serum Merupakan Indikator Cadangan Besi yang Sangat Baik, Kecuali pada Keadaan Inflamasi dan Keganasan Tertentu. Titik pemilah (cut off point) untuk feritin serum pada ADB dipakai angka < 12 g/l, tetapi ada juga yang memakai < 15 g/l. Untuk daerah tropik di mana angka infeksi dan inflamasi masih tinggi, titik pemilah yang diajukan di negeri Barat tampaknya perlu dikoreksi. Pada suatu penelitian pada pasien anemia di rumah sakit di Bali, pemakaian feritin serum < 12 g/l dan < 20 g/l memberikan sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 68% dan 98% serta 68% dan 96%. Sensitivitas tertinggi (84%) justru dicapai pada pemakaian feritin serum < 40 mg/l, tanpa mengurangi spesifisitas terlalu banyak (92%). Hercberg untuk daerah tropik menganjurkan memakai angka feritin serum

< 20 mg/l sebagai kriteria diagnosis ADB. Jika terdapat infeksi atau inflamasi yang jelas seperti artritis rematoid, maka feritin serum sampai dengan 50-60 g/l masih dapat menunjukkan adanya defisiensi besi. Feritin serum merupakan pemeriksaan labratorium untuk diagnosis ADB yang paling kuat, oleh karena itu banyak dipakai baik di klinik maupun di lapangan karena cukup reliabel dan praktis, meskipun tidak terlalu sensitif. Angka feritin serum normal tidak selalu dapat menyingkirkan adanya defisiensi besi, tetapi feritin serum di atas 100 mg/dl dapat memastikan tidak adanya defisiensi besi.1Protoporfirin Merupakan Bahan Antara pada Pembentukan Heme. Apabila sintesis heme terganggu, misalnya karena defisiensi besi, maka protoporfirin akan menumpuk dalam eritrosit. Angka normal adalah kurang dari 30 mg/dl. Untuk defisiensi besi, protoporfirin bebas adalah lebih dari 100 mg/dl. Keadaan yang sama juga didapatkan pada anemia akibat penyakit kronik dan keracunan timah hitam.1Kadar Reseptor Transferin Dalam Serum Meningkat pada Defisiensi Besi. Kadar normal dengan cara imunologi adalah 4-9 g/L. Pengukuran reseptor transferin terutama dipakai untuk membedakan ADB dengan anemia akibat penyakit kronik. Akan lebih baik lagi apabila dipakai rasio reseptor transferin dengan log feritin serum. Rasio > 1,5 menunjukkan ADB dan rasio < 1,5 sangat mungin karena anemia akibat penyakit kronik.1Sumsum Tulang Menunjukkan Hiperplasia Normoblastik Ringan Sampai Sedang dengan Normoblas Kecil-kecil. Sitoplasma sangat sedikit dan tepi tak teratur. Normoblas ini disebut sebagai micronormoblast.

Pengecatan besi sumsum tulang denga biru prusia (Perls stain) menunjukkan cadangan besi yang negatif (butir hemosiderin negatif). Dalam keadaan normal 40-60% normoblast mengandung granula feritin dalam sitoplasmanya, disebut sebagai sideroblas. Pada defisiensi besi maka sideroblast negative. Di klinik, pengecatan besi pada sumsum tulang dianggap sebagai baku emas (gold standard) diagnosis defisiensi besi, namun akhir-akir ini perannya banyak diambil alih oleh pemeriksaan feritin serum yang lebih praktis.1Studi Ferokinetik. Studi tentang pergerakan besi pada siklus besi dengan menggunakan zat radioaktif. Ada dua jenis studi ferokinetik yaitu plasma iron transport rate (PIT) yang mengukur kecepatan besi meninggalkan plasma, dan erythrocyte iron turn over rate (EIT) yang mengukur pergerakkan besi dari sumsum tulang ke sel darah merah yang beredar. Secara praktis kedua pemeriksaan ini tidak banyak digunakan, hanya dipakai untuk tujuan penelitian.1Perlu Dilakukan Pemeriksaan untuk Mencari Penyebab Anemia Defisiensi Besi. Antara lain pemeriksaan feses untuk cacing tambang, sebaiknya dilakukan pemeriksaan semikuantitatif, seperti misalnya teknik Kato-Katz, pemeriksaan darah samar dalam feses, endoskopi, barium intake dan barium inloop, dan lain-lain, tergantung dari dugaan penyebab defisiensi besi tersebut.

2.13.Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Penyebab defisiensi Fe harus ditemukan dan dikoreksi. Terdapat tiga tahap diagnosis ADB. Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar hemoglobin atau hematokrit. Cut off point anemia tergantung kriteria yang dipilih, apakah kriteria WHO atau kriteria klinik. Tahap kedua adalah memastikan adanya defisiensi besi, sedangkan tahap ketiga adalah menentukan penyebab dan defisiensi besi yang terjadi.1,6

Secara laboratoris untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi (tahap satu dan tahap dua) dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi (modifikasi dari kriteria Kerlin et al) sebagai berikut:

Anemia hipokromik mikrositer pada hapusan darah tepi, atau MCV < 80 fL dan MCHC < 31% dengan salah satu dari a,b,c, atau d.

Dua dari tiga parameter di bawah ini :

Besi serum < 50 mg/dl

TIBC > 350 mg/dl

Saturasi transferin : < 15%, atau

Feritin serum < 20 mg/l, atau

Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (Perls stain) menunjukkan cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negatif, atau

Dengan pemberian sulfas ferosus 3x200 mg/hari (atau preparat besi lain yang setara) selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2 g/dl.1

Pada tahap ketiga ditentukan penyakit dasar yang menjadi penyebab defisiensi besi, tahap ini sering merupakan proses yang rumit yang memerlukan berbagai jenis pemeriksaan tetapi merpakan tahap yang sangat penting untuk mencegah kekambuhan defisiensi besi serta kemungkinan untuk dapat menemukan sumber perdarahan yang membahayakan,. Meskipun dengan pemeriksaan yang baik, sekitar 20% kasus ADB tidak diketahui penyebabnya.1

Untuk pasien dewasa fokus utama adalah mencari sumber perdarahan. Dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti. Pada perempuan masa reproduksi anamnesis tentang menstruasi sangat penting, kalau perlu dilakukan pemeriksaan ginekologi. Untuk laki-laki dewasa di Indonesia dilakukan pemeriksaan feses untuk mencari telur cacing tambang. Tidak cukup hanya dilakukan pemeriksaan hapusan langsung (direct smear dengan eosin), tetapi sebaiknya dilakukan pemeriksaan semikuantitatif, seperti misalnya tekni Kato-Katz, untuk menentukan beratnya infeksi. Jika ditemukan infeksi ringan tidaklah serta merta dapat dianggap sebagai penyebab utama ADB, harus dicari penyebab lainnya, titik kritis cacing tambang sebagai penyebab utama jika ditemukan telur per gram feses (TPG) atau egg per gram faeces (EPG) > 2000 pada perempuan dan > 4000 pada laki-laki. Dalam suatu penelitian lapangan ditemukan hubungan yang nyata antara derajat infeksi cacing tambang dengan cadangan besi pada laki-laki, tetapi hubungan ini lebih lemah pada perempuan.1

Anemia akibat cacing tambang (hookworm anemia) adalah anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh karena infeksi cacing tambang berat (TPG > 2000). Anemia akibat cacing tambang sering disertai pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan. Pada pemeriksaan laboratorium di samping tanda-tanda defisiensi besi yang disertai adanya eosinofilia. Pada suatu penelitian di Bali, anemia akibat cacing tambang dijumpai pada 3,3% pasien infeksi cacing tambang atau 12,2% dari 123 kasus anemia defisiensi besi yang dijumpai.1

Jika tidak ditemukan perdarahan yang nyata, dapat dilakukan tes darah samar (occult blood test) pada feses dan jika terdapat indikasi dilakukan endoskopi saluran cerna atas atau bawah.12.14.Diagnosis Banding

Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik lainnya seperti ; anemia akibat penyakit kronik, thalassemia, anemia sideroblastik. Cara membedakan keempat jenis anemia tersebut dapat dilihat pada tabel 3.1TABEL 3. Diagnosis Diferensial Anemia Defisiensi Besi

Anemia defisiensi besiAnemia akibat penyakit kronikThalassemia Anemia sideroblastik

Derajat anemiaRingan sampai beratRingan RinganRingan sampai berat

MCVMenurun Menurun/ NMenurun Menurun/ N

MCHMenurun Menurun/ NMenurunMenurun/ N

Besi serumMenurun < 30Menurun < 50Normal/ meningkatNormal/ meningkat

TIBCMeningkat > 360Menurun < 300Normal/ menurunNormal/ menurun

Saturasi transferinMenurun < 15%Menurun/N 10 - 20%Meningkat >20%Meningkat >20%

Besi sumsum tulangNegatifPositif Positif kuatPositif dengan ring sideroblast

Protoporfirin eritrositMeningkat Meningkat NormalNormal

Feritin serumMenurun< 20 g/lNormal20 200 g/lMeningkat

> 50 g/lMeningkat> 50 g/l

Elektrofoesis HbNormal Normal Hb.A2 meningkatNormal

2.15.Terapi

Setelah diagnosis ditegakkan maka dibuat rencana pemberian terapi. Terapi terhadap anemia defisiensi besi adalah :

a. Terapi kasual : terapi terhadap penyebab perdarahan. Misalnya pengobatan cacing tambang, pegobatan hemoroid, pengobatan menorrhagia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.1b. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron replacement therapy):

Terapi Besi oral. Terapi besi oral merupakan terapi pilihan pertama oleh karena efektif, murah dan aman. Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphat (sulfas ferosus) merupakan preparat pilihan pertama oleh karena paling murah tetapi efektif. Dosis anjuran adalah 3x200 mg. Setiap 200 mg sulfas ferosus mengandung 66 mg besi elemental. Pemberian sulfas ferosus 3x200 mg mengakibatkan absorbsi besi 50 mg per hari yang dapat meningkatkan eritropoiesis dua sampai tiga kali normal.1

Preparat lain : ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate dan ferrous succinate. Sediaan ini harganya lebih mahal, tetapi efektivitas dan efek samping hampir sama dengan sulfas ferosus. Terdapat juga bentuk sediaan enteric coated yang dianggap memberikan efek samping lebih rendah, tetapi dapat mengurangi absorbsi besi.1

Preparat besi oral sebaiknya diberikan saat lambung kosong, tetapi efek samping lebih sering dibandingkan dengan pemberian setelah makan. Pada pasien yang mengalami intoleransi, sulfas ferosus dapat diberikan saat makan atau setelah makan.1

Efek samping utama besi per oral adalah gangguan gastrointestinal yang dijumpai pada 15 sampai 20% yang sangat mengurangi kepatuhan pasien. Keluhan ini dapat berupa mual, muntah, serta konstipasi. Untuk mengurangi efek samping besi diberikan saat makan atau dosis dikurangi menjadi 3x100 mg.1

Pengobatan besi diberikan 3 sampai 6 bulan, ada juga yang menganjurkan sampai 12 bulan, setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Dosis pemeliharaan yang diberikan adalah 100 sampai 200 mg. Jika tidak diberikan dosis pemeliharaan, anemia sering kambuh kembali.1

Untuk meningkatkan penyerapan besi dapat diberikan preparat vitamin C, tetapi dapat meningkatkan efek samping terapi. Dianjurkan pemberian diet yang banyak mengandung hati dan daging yang banyak mengandung besi.1Terapi besi parenteral. Terapi besi parenteral sangat efektif tetapi mempunyai risiko lebih besar dan harganya lebih mahal. Oleh karena risiko ini maka besi parenteral hanya diberikan atas indikasi tertentu. Indikasi pemberian besi parenteral adalah: (1) intoleransi terhadap pemberian besi oral; (2) kepatuhan terhadap obat yang rendah; (3) gangguan pencernaan seperti kolitis ulseratif yang dapat kambuh jika diberikan besi; (4) penyerapan besi terganggu, seperti misalnya pada gastrektomi; (5) keadaan di mana kehilangan darah yang banyak sehingga tidak cukup dikompensasi oleh pemberian besi oral, seperti misalnya pada hereditary hemorrhagic teleangiectasia; (6) kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek, seperti pada kehamilan trimester tiga atau sebelum operasi; (7) defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian eritropoetin pada anemia gagal ginjal kronik atau anemia akibat penyakit kronik.1

Preparat yang tersedia ialah iron dextra complex (mengandung 50 mg besi/ ml), iron sorbitol citric acid complex dan yang terbaru adalah iron ferric gluconate dan iron sucrose yang lebih aman. Besi parenteral dapat diberikan secara intramuskular dalam atau intravena pelan. Pemberian secara intramuskular memberikan rasa nyeri dan memberikan warna hitam pada kulit. Efek samping yang dapat timbul adalah reaksi anafilaksis, meskipun jarang (0,6%). Efek samping lain adalah flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri perut dan sinkop.1

Terapi besi parenteral bertujuan untuk mengembalikan kadar hemoglobin dan mengisi besi sebesar 500 sampai 1000 mg. Dosis yang diberikan dapat dihitung melalui rumus di bawah ini:

Dosis ini dapat diberian sekaligus atau diberikan dalam beberapa kali pemberian.

c. Pengobatan lain

Diet: sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama yang berasal dari protein hewani

Vitamin c: vitamin c diberikan 3x100 mg per hari untuk meningkatkan absorbsi besi

Transfusi darah: ADB jarang memerlukan transfusi darah. Indikasi pemberian transfusi darah pada anemia kekurangan besi adalah:

Adanya penyakit jantung anemik dengan ancaman payah jantung

Anemia yang sangat simtomatik, misalnya anemia dengan gejala pusing yang sangat menyolok

Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat seperti pada kehamilan trimester akhir atau preoperasi.

Jenis darah yang diberikan adalah PRC (packed red cell) untuk mengurangi bahaya overload. Sebagai premedikasi dapat dipertimbangkan pemberian furosemid intravena.1Respons Terhadap Terapi

Dalam pengobatan dengan preparat besi, seorang pasien dinyatakan memberikan respons baik bila retikulosit naik pada minggu pertama, mencapai puncak pada hari ke-10 dan normal lagi setelah hari ke 14, diikuti kenaikan Hb 0,15 g/ hari atau 2 g/dl setelah 3-4 minggu. Hemoglobin menjadi normal setelah 4-10 minggu.

Jika respons terhadap terapi tidak baik, maka perlu dipikirkan:

Pasien tidak patuh sehingga obat tidak diminum

Dosis besi berkurang

Masih ada perdarahan cukup banyak

Ada penyakit lain seperti misalnya penyakit kronik, peradangan menahun atau pada saat yang sama ada defisiensi asam folat

Diagnosis defisiensi besi salah.

Jika dijumpai keadaan di atas, lakukan evaluasi kembali dan ambil tindakan yang tepat.1,62.15.Pencegahan

Mengingat tingginya prevalensi anemia defisiensi besi di masyarakat maka diperlukan suatu tindakan pencegahan yang terpadu. Tindakan pencegahan tersebut dapat berupa: Pendidikan kesehatan:

Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, perbaikan lingkungan kerja, misalnya pemakaian alas kaki sehingga dapat mencegah penyakit cacing tambang

Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorbsi besi

Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik yang paling sering dijumpai di daerah tropik. Pengendalian infeksi cacing tambang dapat dilakukan dengan pengobatan masal dengan anthelmentik dan perbaikan sanitasi.

Suplementasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen penduduk yang rentan, seperti ibu hamil dan anak balita. Di Indonesia diberikan pada perempuan hamil dan anak balita memakai pil besi dan folat.

Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada bahan makan. Di negara Barat dilakukan dengan mencampur tepung untuk roti atau bubuk susu dengan besi.1BAB III

KOLEGIUM PENYAKIT DALAM (KPD)

CATATAN MEDIK PASIEN

ANAMNESA PRIBADI

Nama

: Sumihar TambunanUmur

: 52 tahun

Jenis Kelamin

: pria

Suku / Bangsa

: Batak / Indonesia

Status

: Menikah

Agama

: IslamPekerjaan

: Wiraswasta

Alamat

: Jln. widuk 8 ATanggal masuk: 26 November 2013

ANAMNESA PENYAKIT

Keluhan utama: Sesak NafasTelaah

:

Sesak nafas dialami OS sejak 2 bulan yang lalu dan memberat dalam 1 hari ini. Sesak nafas berhubungan dengan aktivitas dan tidak berhubungan dengan cuaca. OS mengambil posisi tegak untuk mengurangi sesak nafas nya. Riwayat terbangun tengah malam karena sesak nafas dijumpai. Riwayat tidur dengan 2-3 bantal untuk mengurangi sesak nafas dijumpai. Riwayat kaki dan perut membengkak dijumpai sejak 1 minggu yang lalu. Riwayat nyeri dada tidak dijumpai. Riwayat nafas berbunyi tidak dijumpai. Mual dan muntah tidak dijumpai. Batuk tidak dijumpai. Riwayat merokok disangkal OS. Demam dialami OS dalam 1 minggu ini, demam tidak terlalu tinggi dan turun dengan obat penurun panas. Riwayat sakit batu ginjal dialami OS sejak 1 tahun yang lalu, BAK (+) banyak. Riwayat BAK seperti air cucian daging tidak dijumpai. Riwayat BAK keluar batu tidak dijumpai. Riwayat BAK berpasir tidak dijumpai.

Riwayat perdarahan gusi , riwayat mimisan tidak dijumpai. Riwayat darah tinggi dialami OS sejak 5 tahun ini dengan tensi tertinggi 180 mmHg, namun OS tidak teratur minum obat.

Riwayat sakit gula dialami OS sejak 1 tahun yang ini dengan KGD tertinggi 250 mg/dl, OS mengaku teratur minum obat gula dan KGD terkontrol. BAK dan BAB (+) normal

Riwayat Penyakit Terdahulu: DM, hipertensi, batu ginjal Riwayat Pemakaian Obat: tidak jelasSTATUS PASIEN

Sensorium

: compos mentis

Tekanan darah

: 170/100 mmHg

Heart rate

: 112 x/i

Respiratory rate: 36 x/i

Temperature

: 36,5oCAnemia

: ( + )

Icterus

: ( - )

Sianosis

: ( - )

Dispnoe

: ( + )

Oedem

: ( + )

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalisata

Kepala

Kepala

: dalam batas normal

Rambut: dalam batas normal

Mata

: konjungtiva palpebral inferior pucat (+/+), sclera ikterik (-/-)

THM

: dalam batas normalLeher

Trakea

: medial

TVJ

: R+2 cm H2O

Pembesaran KGB: tidak dijumpai

Thorak

Inspeksi: simetris fusiformis

Palpasi

: stem fremitus sulit dinilai

Perkusi: sonor. Batas jantung kiri melebar 2cm dari ICR5-LMC sinistra

Auskultasi: SP : bronkial

ST : ronki basah basalAbdomen

Inspeksi: simetris membesar

Palpasi

: Soepel; Hepar, Lien, Ren sulit dinilai. Undulasi (+)

Perkusi: shifting dullness (+)

Auskultasi: double sound (+)Ekstremitas Superior: dalam batas normal, oedem (-)Ekstremitas Inferior: oedem pretibial (+)Genitalia

: skrotum oedem (+)PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah rutin

WBC

: 7.000 uL

RBC

: 2.990.000 uL

HGB

: 8,1 gr/dL

HCT

: 25,8%

MCV

: 86,3 fL

MCH

: 27,1 pg

MCHC

: 31,4 dL

Platelet

: 261.000 uL

AGDA

pH

: 7,350pCO2

: 28,2pO2

: 125,4TCO2

: 16,6HCO3

: 15,7Base excess: -10,1O2 saturasi: 98,3Kimia KlinikKGD adr

: 183 mg/dL

Natrium

: 145 mmol/dl

Kalium

: 6,5 mmol/dl

Chlorida

: 115 mmol.dl

LFT:SGOT

: 18 U/I

SGPT

: 11 U/I

Alk. Phosphatase: 78 U/I

BU total

: 0,26 mg/dl

BU direct

: 0,11 mg/dl

RFT:Ureum

: 133 mg/dL

Creatinin

: 6,47 mg/dL

Uric acid

: 9,3 mg/dl

Creatinin clearance: 15,11 Troponin T

: 0,08CKMB

: 35 U/I

Urin Rutin

Protein

: (++)

Reduksi: negatif

Leukosit: 5-7 /lpb

Vag/ urethr. Ep: 1-2/lpb

Bilirubin: negatif

Urobilinogen: positif

pH

: 9

nitrit

: bakteri positifFeses Rutin

Warna

: coklat

Konsistensi: lembek

Lendir

: negatif

Darah

: negatif

Amuba, kista, telur ascaris, telur hookworm, telur oxyuris, telur trichuris : negatif DIAGNOSIS BANDING

CHF fc III/IV ec. DD/- HHD dengan oedem paru + CKD stage IV ec. dd/ - HN

- PJA

- DN

- PJK

- PNC+ anemia ec. DD/ - defisiensi Fe+ DM tipe 2

- penyakit kronis

DIAGNOSIS SEMENTARACHF fc III/IV ec. HHD dengan oedem paru + CKD stage IV ec.HN+ anemia ec. defisiensi besi + DM tipe 2

PENATALAKSANAAN

Tirah baring semi fowler Diet Jantung III O2 2-4 l/i

IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/I (mikro) Inj. Furosemid 1 amp/ 6jam Captopril 3x25 mg

Laxadine syr 3xC1

ANJURAN

Lipid profile Albumin/globulin

KGD 2 jam PP

KGD nachter

HST D-dimer

Funduskopi

USG ginjal dan sal. Kemih

Ekokardiografi

Konsul kardio

Konsul nefro dan hipertensi

Konsul endokrin

Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg