anomali perkembangan akuntansi-libre

17
Anomali Perkembangan Akuntansi Eko Yulianto 1 Abstrak Paper ini menganalisis perkembangan akuntansi dan prospek pengembangan teori akuntansi pada masa yang akan datang. Secara khusus, paper ini berupaya memberikan penjelasan mengenai ketiadaan teori tunggal akuntansi yang berterima umum (generally accepted accounting theory). Penulis menggunakan perspektif Kuhn mengenai The Structure of Scientific Revolution sebagai kerangka dasar analisis. Studi akuntansi dengan perspektif ini telah banyak dilakukan sebelumnya, namun dalam paper ini penulis secara khusus membahas perdebatan terkait penerapan dua yang dominan sampai saat ini, yaitu historical costs dan current value accounting, dan peran regulasi dalam mengatasi permasalahan ini. Melalui paper ini, penulis berpendapat bahwa akuntansi masih berada dalam fase krisis. Untuk keluar dari krisis, akuntansi perlu dilihat dari perspektif yang sama sekali berbeda dan hal ini dapat dilakukan melalui redefinisi akuntansi itu sendiri. Kata kunci perkembangan teori akuntansi, perspektif Kuhn 1 Mahasiswa Program Doktor FE UGM

Upload: aco-aritonang

Post on 17-Jan-2016

29 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

Anomali akuntansi

TRANSCRIPT

Page 1: Anomali Perkembangan Akuntansi-libre

Anomali Perkembangan Akuntansi

Eko Yulianto1

Abstrak

Paper ini menganalisis perkembangan akuntansi dan prospek pengembangan teori akuntansi pada masa

yang akan datang. Secara khusus, paper ini berupaya memberikan penjelasan mengenai ketiadaan teori

tunggal akuntansi yang berterima umum (generally accepted accounting theory). Penulis menggunakan

perspektif Kuhn mengenai The Structure of Scientific Revolution sebagai kerangka dasar analisis. Studi

akuntansi dengan perspektif ini telah banyak dilakukan sebelumnya, namun dalam paper ini penulis

secara khusus membahas perdebatan terkait penerapan dua yang dominan sampai saat ini, yaitu

historical costs dan current value accounting, dan peran regulasi dalam mengatasi permasalahan ini.

Melalui paper ini, penulis berpendapat bahwa akuntansi masih berada dalam fase krisis. Untuk keluar

dari krisis, akuntansi perlu dilihat dari perspektif yang sama sekali berbeda dan hal ini dapat dilakukan

melalui redefinisi akuntansi itu sendiri.

Kata kunci

perkembangan teori akuntansi, perspektif Kuhn

1 Mahasiswa Program Doktor FE UGM

Page 2: Anomali Perkembangan Akuntansi-libre

2

Anomali Perkembangan Akuntansi

1. Pendahuluan

Permasalahan ketiadaan teori tunggal akutansi sudah disadari oleh para praktisi dan akademisi sejak

lama. Pada tahun 1977, misalnya, Asosiasi Akuntansi Amerika (AAA), melalui Statement on Accounting

Theory and Theory Acceptance (SATTA), telah menyimpulkan bahwa teori akuntansi untuk pelaporan

eksternal tidak ada. AAA bahkan menyatakan bahwa yang terjadi sekarang bukanlah pengembangan

teori, melainkan pengembangbiakan paradigma yang memberikan tuntunan sangat yang terbatas pada

pembuat kebijakan (Chua, 1986). Hal senada juga dilontarkan oleh Watts dan Zimmerman (1979), yang

menyatakan bahwa para cendekiawan akuntansi justru lebih banyak berperan dalam memberikan

pasokan (supply) sebagai ujud pe aafa (excuses) atas berbagai kelompok yang bersaing dalam

mempengaruhi standar akuntansi demi kepentingan mereka.

Paper ini akan mendiskusikan perkembangan akuntansi khususnya menyangkut berbagai alasan yang

dapat menjelaskan ketiadaan teori tunggal akuntansi tersebut. Topik ini penting untuk dibahas

setidaknya dengan dua alasan. Pertama, ulasan mendalam mengenai berbagai kejadian dan alasan yang

melatarbelakangi kegagalan lahirnya teori akuntansi tunggal akan menambah pemahaman kita tentang

akuntansi sebagai sebuah displin. Kedua, pemahaman itu selanjutnya akan menjadi batu pijakan kita

dalam memproyeksi perkembangan akuntansi pada masa yang akan datang, utamanya terkait

kemungkinan pengembangan akuntansi sebagai ilmu sosial yang berdiri sendiri.

Pembahasan paper ini berangkat dari upaya Cushing (1989) dalam menginterpretasikan perkembangan

akuntansi dari perspektif revolusi sains (Kuhn, 1970). Meski sama-sama membahas perkembangan

akuntansi, perbedaan utama paper ini dengan uraian gagasan Cushing terletak pada definisi paradigma

utama dalam akuntansi. Di samping itu, paper ini lebih jauh akan mendiskusikan peranan regulasi dalam

mendamaikan perbedaan paradigma akuntansi.

Cushing menyatakan bahwa buku The Structure of Scientific Revolution (Kuhn, 1970) telah memberikan

kontribusi dalam menelaah perkembangan sains, termasuk akuntansi. Gagasan Kuhn mengenai revolusi

sains dinilai sangat membantu dalam memahami berbagai kecenderungan masa lalu dan masa depan

dalam disiplin akuntansi. Penggunaan perspektif Kuhn dalam studi akuntansi pertama kali dilakukan

pada tahun 1966 oleh Chambers, yang menyatakan bahwa perkembangan pemikiran akuntansi memiliki

kesamaan dengan perkembangan astonomi pra-Copernicus. Cushing juga menyebutkan bahwa Sterling

(1966, 1967, 1970) dan Wells (1976) berupaya menggunakan perspektif Kuhn dalam literatur akuntansi.

Sterling juga berpendapat mengenai kemiripan perkembangan akuntansi dengan ide-ide Kuhn.

Sementara itu, Wells (1976) melakukan telaahan lebih mendalam atas perspektif Kuhn dalam disiplin

akuntansi dengan menyatakan bahwa paradigma yang disepakati dalam akuntansi berubah selama

periode 1940 sampai dengan 1970.

Page 3: Anomali Perkembangan Akuntansi-libre

3

Dalam paper ini, penggunaan perspektif Kuhn merupakan sebuah upaya untuk melihat secara kritis

perkembangan akuntansi, yang secara faktual diwarnai dengan berbagai konflik karena perbedaan

berbagai kepentingan praktis. Telaah kritis ini sangat bermanfaat untuk mengungkap berbagai asumsi

yang mendasari pilihan-pilihan berbagai pihak yang terlibat dalam praktik akuntansi. Dalam perspektif

ini, analisis kualitatif berbasis pendekatan interpretif (interpretive) akan dijadikan sebagai landasan

utama dalam mendiskusikan berbagai isu yang diajukan dalam paper ini. Penelitian dengan pendekatan

interpretif ini dimaksudkan untuk melihat akuntansi dari sudut pandang yang berbeda (Chua, 1986).

Setelah bagian Pendahuluan ini, pembahasan paper ini selanjutnya akan dibagi ke dalam empat bagian.

Bagian pertama akan mengulas singkat gagasan Kuhn mengenai revolusi sains, yang diikuti dengan

elaborasi sejarah perkembangan akuntansi. Berdasarkan paparan sejarah akuntansi, paper ini kemudian

akan memberikan analisis dengan perspektif Kuhn, yang ditutup dengan simpulan dan implikasi dari

pembahasan paper ini.

2. Revolusi Sains dalam Akuntansi

2.1 Gagasan Kuhn tentang Revolusi Sains

Kuhn (1970) menyatakan bahwa berbagai sains menemukan bentuknya seperti yang kita kenal sekarang

setelah melalui proses yang cukup panjang. Secara kronologis, Kuhn membedakan perkembangan

sebuah sains dalam tiga fase utama. Fase

pertama, yang hanya ada sekali saja, adalah

fase pre-paradigm, sebuah tahapan ketika

tidak ada konsensus terhadap suatu teori

tertentu, meskipun penelitian-penelitian

dilakukan secara saintifik. Fase ini ditandai

dengan munculnya beberapa teori yang tidak

lengkap dan tidak cocok satu sama lain

(incompatible). Bila beberapa kelompok

ilmuwan pada masa pre-paradigm ini akhirnya

lebih condong ke salah satu kerangka konsep

tertentu dan konsensus terhadap metode,

terminologi, dan jenis penelitian telah dicapai

secara luas, maka perkembangan sains dapat

dikatakan telah memasuki fase kedua, normal

science. Pada fase normal science, banyak teka-

teki dalam paradigma yang dominan sudah

memperoleh jawaban. Sepanjang ada

konsensus dalam disiplin ilmu tersebut, fase ini

akan terus berlanjut.

Fase 1:

Pre-paradigm

Paradigm

consensus

Fase 2:

Normal

Science

Anomalies and

crises

Old paradigm fail

Fase 3:

Revolutionary

science

Dominant

paradigm

New paradigm

emerge

Sumber: Kuhn (1970)

Tahapan Perkembangan Sains menurut Thomas Kuhn

Page 4: Anomali Perkembangan Akuntansi-libre

4

Seiring dengan perjalanan waktu, perkembangan normal science barangkali menunjukkan beberapa

keanehan, atau anomali-anomali, yaitu fakta-fakta yang sulit dijelaskan dalam konteks paradigma yang

ada. Dalam beberapa kasus, anomali-anomali ini biasanya bisa dipecahkan, namun dalam kasus lain

anomali tersebut bisa terakumulasi pada suatu titik tertentu yang menyulitkan normal science dan

memunculkan kelemahan-kelemahan dari paradigma yang lama. Kuhn menamai fenomena ini sebagai

sebuah krisis. Krisis-krisis yang terjadi seringkali bisa dipecahkan dalam konteks normal science. Akan

tetapi, setelah beberapa upaya yang dilakukan dalam normal science dalam paradigma tertentu gagal,

sains kemudian akan masuk pada fase ketiga, revolutionary science, yaitu sebuah fase ketika asumsi-

asumsi yang mendasari sebuah bidang ilmu diuji kembali dan sebuah paradigma baru hadir sebagai

alternatif terhadap paradigma sebelumnya. Setelah paradigma baru menjadi dominan, para ilmuwan

kembali ke fase normal science, memecahkan berbagai persoalan dalam paradigma yang baru. Sebuah

sains barangkali akan mengikuti siklus ini secara berulang, meskipun Kuhn menyatakan bahwa sebaiknya

sains tidak terlalu sering atau mudah berubah.

2.2 Penerapan Teori Revolusi Sains untuk Akuntansi

Pertanyaannya sekarang adalah, apakah teori revolusi sains Kuhn ini dapat diterapkan untuk akuntansi?

Untuk menjawab pertanyaan ini, Cushing (1989) menekankan perlunya pendefinisian kembali apa itu

aku ta si , setidaknya sebagai landasan diskusi selanjutnya. Karena revolusi dalam pandangan Kuhn

lebih ditekankan pada perubahan fundamental sifat sebuah disiplin, definisi luas yang tidak akan

membatasi pemikiran mengenai kemungkinan evolusi akuntansi pada masa yang akan datang sangatlah

penting. Oleh karena itu, menurut Cushing, akuntansi dapat didefinisikan sebagai sarana untuk

memahami kinerja ekonomis dari individu-individu atau kelompok-kelompok yang bertanggung jawab

dalam mengggunakan sumber daya ekonomi untuk tujuan pengendalian atas aktivitas penggunaan

sumber daya tersebut. Jika definisi ini diterima, maka akuntansi dapat disejajarkan dengan sains lain

yang menekankan aktivitas ilmiah sebagai sebuah proses untuk memahami realitas dan mengendalikan

beberapa elemen terkait realitas tersebut. Dalam kaitan ini, Larry Laudan (1981: 153, dalam Cushing,

1989: 10) menegaskan bahwa:

There is no fundamental differences in kind between scientific and other forms of intellectual inquiry.

All seen to make sense of the world and of our experience. All theories, scientific and otherwise, are

subject alike to empirical and conceptual constraints...The quest for a specifically scientific form of

knowledge, or for a demarcation criterion between science and non-science, has been unqualified

failure.

2.3 Paradigma Akuntansi

Argumen pokok Kuhn mengenai perkembangan sains terletak pada paradigma yang menjadi landasan

sains tersebut. Kuhn mendefinisikan paradigma adalah apa yang disepakati diantara komunitas

keilmuan, dan yang dimaksud dengan komunitas keilmuan tersebut terdiri dari para praktisi pada bidang

keilmuan khusus. Dalam akuntansi, komunitas ini bisa meliputi praktisi, peneliti, dan berbagai lembaga

penyusun standar dan regulasi di bidang akuntansi.

Page 5: Anomali Perkembangan Akuntansi-libre

5

Secara garis besar, Kuhn menjelaskan bahwa sebuah paradigma, atau juga disebut sebagai disciplinary

matrix, memiliki empat karakteristik (1970:182-7), yaitu (1) generalisasi simbolis, yang diekspresikan dan

digunakan tanpa pertanyaan dari anggota kelompok keilmuan, seperti berbentuk persamaan, (2)

komitmen bersama pada kepercayaan fundamental tentang subjek dalam disiplin, (3) nilai-nilai yang

disepakati bersama untuk menilai teori, prediksi dan lain-lain, dan (4) contoh-contoh dari penyelesaian

masalah yang ditemui para siswa dalam disiplin tersebut se agai sara a u tuk learning-by-e a ple yang membantu praktik disiplin ilmu tersebut.

Berdasarkan penjelasan tersebut, disclipinary matrix yang relevan untuk akuntansi dapat digambarkan

sebagai berikut. (1) Generalisasi simbolis dimaksud meliputi gagasan dan formulasi yang disepakati

misalnya persamaan double-entry, penyajian laba, klasifikasi aset dan kalkulasi modal kerja, tingkat

pengembalian, dan rasio utang/modal. (2) Komitmen bersama meliputi prinsip realisasi dan

penandingan, gagasan keberlangsungan usaha, dan basis biaya (cost) penilaian aset. (3) Nilai-nilai

meliputi konservatisme, konsistensi, materialitas dan lain sebagainya. (4) Terakhir, contoh-contoh dapat

ditemukan dalam berbagai macam buku teks akademik beserta ujian-ujian yang dilakukan, yang

menunjukkan aspek prediktabilitas dari disiplin akuntansi (Wells, 1976).

Dari keempat karakteristik tersebut, apa yang menjadi paradigma dalam akuntansi? Terkait pertanyaan

ini, para akademisi dan praktisi ternyata memiliki pandangan yang berbeda. Cushing (1989) telah

mengidentifikasi bahwa paradigma akuntansi yang didefinisikan para peneliti antara lain berupa

pengumuman-pengumunan atau regulasi yang dikeluarkan oleh lembaga profesi akuntansi dan SEC

(Flamholtz, 1976) dan penilaian (valuation) (Butterwoth dan Falk, 1986). Sementara, Cushing sendiri

menganggap bahwa yang menjadi paradigma akuntansi adalah metode debit-kredit dan persamaan

aku ta si assets = lia ilities + et orth .

Untuk keperluan analisis dalam paper ini, penulis menganggap bahwa yang merupakan paradigma

utama dalam akuntansi adalah pengukuran (measurement), dan dua basis pengukuran akuntansi yang

selama ini dominan dan saling dipertentangkan adalah biaya historis (historical costs) dan nilai terkini

(current value). Di satu pihak, konsep biaya historis lebih menekankan pada pelaporan aset dan utang

berdasarkan nilai pada saat perolehan karena dianggap lebih dapat diandalkan (reliable). Di lain pihak,

konsep akuntansi berbasis nilai terkini lebih mengutamakan aspek relevansi sehingga nilai aset dan

utang yang dilaporkan dalam neraca harus mencerminkan nilai pada saat pelaporan (current value).

Page 6: Anomali Perkembangan Akuntansi-libre

6

3. Perkembangan Akuntansi: Perspektif Historis2

3.1 Awal Perkembangan Akuntansi

Dalam bukunya, Financial Accounting Theory, Scott (2012) secara ringkas menguraikan bahwa sejarah

akuntansi dimulai ketika sistem pembukuan ganda diciptakan oleh Luca Paciolo pada tahun 1494. Saat

itu, selain menjelaskan pencatatan ganda (debit-kredit), yang mencatat akun-akun yang memiliki

dimensi fisik atau legal (kas, persediaan, harga pokok persediaan), Paciolo juga sudah mengembangkan

konsep abstrak mengenai pendapatan (income) dan modal (capital) untuk mengatasi permasalahan

pencatatan terkait perbedaan antara harga jual dengan harga pokok barang yang dijual.

Pada awal abad ke-18, konsep perusahaan dengan modal bersama (joint stock company) mulai

dikembangkan di Inggris dengan dilandasi konsep keberadaan permanen, kewajiban terbatas pemegang

saham, dan peralihan kepemilikan. Konsep peralihan kepemilikan ini kemudian menjadi cikal bakal

perkembangan pasar modal atau tempat jual beli saham. Dari sini kemudian mulai muncul tuntutan

mengenai pemenuhan kebutuhan investor akan informasi keuangan perusahaan yang akan

memperjualbelikan sahamnya di pasar modal.

Pada tahun 1844, Undang-undang Perusahaan (Companies Act), yang mengatur perlunya perusahaan

menerbitkan necara yang sudah diaudit, lahir di Inggris. Namun demikian, pada tahun berikutnya aturan

ini tidak berlaku karena penyediaan informasi tersebut dilakukan berdasarkan kesepakatan antara

perusahaan dan pemegang saham, sehingga perusahaan tidak lagi merasa wajib memenuhi ketentuan

tersebut. Setelah itu, penyediaan informasi tersebut bersifat sukarela, meski akhirnya praktik ini tidak

dapat berjalan baik karena ketiadaan prinsip akuntansi yang disepakati.

Pada abad ke-20 perkembangan akuntansi beralih ke Amerika Serikat (AS). Awalnya, ekonomi Amerika

Serikat hanya memerlukan fungsi-fungsi akuntansi sederhana, dan profesi akuntansi bisa dikatakan tidak

ada. Pada saat itu, kebanyakan bisnis berjalan dengan kepemilikan tunggal. Laporan akuntansi lebih

ditekankan pada kemampuan melunasi utang (solvency) dan likuditias, terbatas untuk keperluan intern

dan pemeriksaan oleh bank dan pemberi pinjaman lainnya. Pelaporan keuangan dan audit laporan

keuangan masih dilakukan berdasarkan prinsip kesukarelaan. Lalu, dari tahun 1900 sampai 1929 banyak

perusahaan tumbuh menjadi besar dan pertumbuhan ini menciptakan sebuah permintaan yang lebih

besar terhadap pengungkapan (disclosures) dan perubahan orientasi pelaporan dari solvency menjadi

kemampuan menghasilkan laba (profitability). Ketika jumlah orang yang berinvestasi di pasar modal

semakin meningkat, harga-harga saham mulai meningkat. Antara tahun 1925 dan 1926 harga saham

mengalami fluktuasi sangat tajam, yang diikuti oleh kenderungan kenaikan pada tahun 1927. Situasi bull

market tersebut semakin menarik banyak orang untuk berinvestasi hingga terjadi pertumbuhan pasar

modal seacara fantastis pada tahun 1928, dan mencapai puncaknya pada bulan September 1929.

2 Uraian bagian ini lebih menekankan perkembangan akuntansi yang terjadi di Amerika Serikat. Setelah kelahirannya di Italia,

akuntansi berkembang di berbagai negara, termasuk di Italia sendiri, akan tetapi hal itu tidak menjadi fokus pembahasan dalam

bagian ini. Penekanan ini lebih didasarkan pada fakta bahwa hasil pemikiran dan praktik akuntansi yang dikembangkan di

Amerika Serikat memiliki pengaruh yang cukup besar di dunia, khususnya di Indonesia. Oleh karena itu, penulis menganggap

bahwa sejarah perkembangan tersebut bisa merepresentasikan pemikiran dan praktik akuntansi di Indonesia, sehingga sangat

relevan untuk dibahas di sini.

Page 7: Anomali Perkembangan Akuntansi-libre

7

Namun, setelah itu, harga saham mulai turun sehingga banyak investor menjual sahamnya dan

penjualan itu mencapai puncaknya sebulan kemudian. Tepatnya tanggal 24 Oktober 1929, yang

dianggap sebagai Black Thursday, pasar modal New York jatuh (collapse). Sejak saat itu, Amerika Serikat

memasuki era yang dikenal sebagai Depresi Besar (Great Depression).

3.2 Penguatan Konsep Biaya Historis dan Upaya Perumusan Teori Akuntansi

Scott (2012) menyatakan bahwa salah satu penyebab kejatuhan pasar modal tersebut adalah terlalu

seringnya penilaian aset. Pelajaran utama yang diperoleh para akuntan dari buah Depresi Besar tahun

1930 adalah nilai-nilai yang membumbung tinggi. Dari sini kemudian muncul upaya untuk memperkuat

akuntansi berbasis biaya historis. Basis ini dijelaskan secara gamblang dalam monograf karya Paton dan

Littleton (1940) yang berjudul An Introduction to Corporate Accounting Standards. Dokumen ini secara

elegan dan persuasif menyajikan akuntansi biaya historis berdasarkan konsep keberlangsungan hidup

perusahaan (going concern). Konsep ini menjustifikasi atribut-atribut penting dari akuntansi biaya

historis seperti menunggu pengakuan pendapatan sampai bukti objektif realisasinya tersedia,

penggunaan akrual untuk menandingkan keuntungan dan kerugian yang belum terealisasi pada neraca

sampai saat penandingan dengan pendapatan tiba. Sebagai hasilnya, laporan laba rugi menunjukkan

proyeksi dari kekuatan perusahaan dalam menghasilkan laba. Lalu, laporan laba rugi menggantikan

peran neraca sebagai fokus dalam pelaporan keuangan.

Pada era 1950-an sampai dengan 1970-an, penelitian untuk pengembangan akuntansi mulai banyak

dilakukan. Wells (1976) menyatakan bahwa penelitian-penelitian akuntansi pada era tersebut dapat

dibagi ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama terkait dengan pencarian asumsi-asumsi yang

mendasari akuntansi. Karya-karya yang mewakili upaya ini termasuk The Structure of Accounting Theory

(Littleton, 1953), The Basic Postulates of Accounting (Moonitz, 1961), A Statement of Basic Accounting

Theory (American Accounting Association, 1966) dan The Foundations of Accounting Measurement (Ijiri,

1967). Namun demikian, karya-karya ini tidak mampu mengarahkan pada ide-ide dasar mengenai

asumsi akuntansi yang disepakati secara umum. Menurut Wells, pemikiran-pemikiran tersebut hanya

berperan dalam menyoroti kelemahan konsep dan praktik yang berlaku. Oleh karena itu, tidak

mengherankan apabila kemudian muncul pengakuan dan upaya dari AICPA untuk merumuskan tujuan-

tujuan (objectives) pelaporan keuangan. Untuk itu, pada tahun 1971, AICPA kemudian membentuk

Trueblood Committee untuk tugas tersebut (Wolk, et al., 2008).

Sementara itu, kelompok penelitian kedua berkaitan dengan pencarian prinsip dan konstruksi teori pada

umumnya. Para akademisi atau ilmuwan yang masuk dalam kelompok ini, menurut Wells, meliputi

Chambers (1955, 1963), Mattessich (1957), Devine (1960), Vatter (1963) dan Sterling (1970). Kajian

mereka terutama menyangkut aspek filosofis yang melandasi akuntansi. Namun demikian, upaya dari

sisi ini pun juga tidak membuahkan hasil karena perumusan konstruksi teoretis untuk akuntansi tidak

tercapai, sampai akhirnya Asosiasi Akuntansi Amerika (AAA), melalui Statement on Accounting Theory

and Theory Acceptance (SATTA), menyatakan mengenai ketiadaan teori akuntansi untuk pelaporan

keuangan eksternal (Chua, 1986).

Page 8: Anomali Perkembangan Akuntansi-libre

8

3.3 Regulasi Akuntansi dan Penerapan Fair Value Accounting

Di samping pencarian asumsi dan basis teoretis yang mendasari praktik akuntansi, pembuatan regulasi

oleh pemerintah dan lembaga profesional merupakan faktor penting yang juga ikut menentukan arah

perkembangan akuntansi. Segara umum, tujuan berbagai regulasi yang dibuat oleh pemerintah dan

lembaga profesional dimaksud dapat dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah regulasi

yang dibuat merespon berbagai krisis yang disebabkan oleh penyimpangan praktik akuntansi, dan

kelompok kedua terkait regulasi untuk menjamin keseragaman praktik akuntansi atau lebih dikenal

sebagai penyusunan standar akuntansi.

3.3.1 Regulasi Pascakrisis Keuangan

Dalam kaitan ini, setidaknya ada dua contoh mengenai pembuatan regulasi, khususnya di AS, sebagai

respon pemerintah atas krisis keuangan yang berdampak luas. Contoh pertama adalah tanggapan

pemerintah Amerika Serikat (AS) ketika mengalami Depresi Besar pada tahun 1930 sebagai konsekuensi

dari krisis pasar modal yang terjadi setahun sebelumnya. Sebelum krisis, praktik akuntansi di AS berjalan

tanpa aturan, termasuk dalam hal pelaporan dan pemeriksaan keuangan. Segera setelah krisis tersebut,

pemerintah AS membentuk Securities Exhange Commission (SEC) melalui Securities Act (undang-undang

pasar modal) pada tahun 1934. Tugas utama dari peraturan dan lembaga ini adalah untuk melindungi

investor dengan sebuah struktur pengungkapan laporan keuangan yang baku. Undang-undang ini

mengatur tentang serangkaian ujian tertentu untuk saham-saham yang akan diperdagangkan di lebih

dari satu negara bagian. Sebagai bagian dari mandate tersebut, SEC memiliki tanggung jawab untuk

memastikan bahwa investor diberi informasi yang cukup. pengujian terhadap semacam badan

pengawas pasar modal.

Contoh kedua yaitu upaya pemerintah dan lembaga penyusun standar di AS dalam menghadapi kasus

yang menimpa Enron Corp dan WoldCom pada awal tahun 2000-an. Kedua perusahaan tersebut

akhirnya bangkrut menyusul terbongkarnya praktik manipulasi akuntansi yang mereka lakukan (lihat

Scott, 2012: 7-9). Setelah deregulasi pasar gas alam tahun 1980-an, saham Enron mengalami kenaikan

sangat dramatis karena berhasil melakukan eskpansi bisnis dan melaporkan kinerja keuangan yang

sangat bagus. Namun demikian, perbaikan kinerja keuangan tersebut ternyata bersumber dari berbagai

rekayasa akuntansi yang bertujuan untuk tidak melaporkan utang-utang yang dimiliki dan melaporkan

laba yang lebih tinggi. Semua itu dilakukannya dengan membentuk entitas bertujuan khusus (specific

purposes entities, SPEs) yang akan menjadi perantara atas semua praktik patgulipat yang dilakukan oleh

manajemen Enron Corp. Praktik manipulasi juga dilakukan oleh perusahaan di bidang Internet,

WorldCom, yang juga berupaya melaporkan labanya lebih tinggi dengan cara mengkapitalisasi biaya

pemeliharaan jaringan dan biaya lain yang seharusnya dilaporkan sebagai biaya pada saat terjadinya

biaya-biaya tersebut. Hal lain yang menyebabkan laporan laba yang begitu tinggi saat itu adalah dengan

mengurangi penyisihan piutang ragu-ragu (doubtful account). Ketika praktik manipulasi kedua

perusahaan tersebut terbongkar, kepercayaan para investor jatuh dan hal ini selanjutnya memicu

kejatuhan kedua perusahaan tersebut pada akhir tahun 2002.

Page 9: Anomali Perkembangan Akuntansi-libre

9

Menyusul kedua kasus tersebut, pemerintah AS memperketat peraturan dengan mengeluarkan undang-

undang baru yang terkenal dengan nama Sarbane-Oxley Act pada tahun 2002. Undang-undang ini

dimaksudkan untuk memulihkan kepercayaan investor dengan mengurangi kemungkinan terulangnya

peristiwa serupa. Hal ini dilakukan dengan mendorong perlunya perbaikan pengelolaan perusahaan

(corporate governance) dan memperkuat fungsi audit. Salah satu saran praktis undang-undang ini

adalah dibentuknya Badan Pengawas Perusahaan Akuntan Publik atau Public Accounting Company

Oversight Board. Badan ini berwenang menyusun standar audit dan menginspeksi dan menertibkan

pada auditor dari perusahaan public. Undang-undang ini juga membatasi beberapa jasa nonaudit yang

ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan auditing kepada klien mereka. Lebih lanjut, para auditor juga

diminta untuk melapor kepada komite audit sebagai wakil dewan direksi, bukan kepada manajemen.

Komite audit harus terdiri dari direktur dari perusahaan lain yang independen.

Terkait dengan akuntansi, Sarbanes-Oxley Act juga e i ta perusahaa u tuk e asukka se ua pe yesuaia aku ta si ya g aterial da e gu gkapka se ua pi ja a di luar era a da hubungan-hu u ga lai de ga e titas ya g tidak diko solidasi ke dala lapora keua ga . Kemudian, direktur eksekutif (chief executive officers) dan direktur keuangan (chief financial officers)

harus menjamin bahwa laporan keuangan perusahaan menyajikan secara benar hasil operasi dan posisi

keuangan perusahaan. Kedua direktur ini beserta auditor independen harus memastikan bahwa

pengendalian internal yang baik atas pelaporan keuangan, beserta kekurangan dan perbaikannya,

dilaporkan secara terbuka.

3.3.2 Penyusunan Standar Akuntansi

Bentuk lain regulasi dalam akuntansi berbentuk standar akuntansi yang disusun oleh lembaga yang

memiliki kewenangan untuk penyusunan standar. Menurut Wolk, et al. (2008), upaya pertama untuk

menyusun serangkaian panduan untuk praktik akuntansi di Amerika Serikat terjadi pada tahun 1930

menyusul jatuhnya pasar modal pada tahun sebelumnya. Saat itu, American Institute of Certified Public

Accounting (AICPA), yang sebelumnya bernama Americal Institute of Accountant, bersama dengan

Komite Daftar Saham (Committee of Stock List) New York Stock Exchange (NYSE) mengembangkan lima

prinsip akuntansi yang harus diikuti oleh perusahaan yang terdaftar pada pasar modal tersebut.

Dokumen ini dipandang sebagai prinsip akuntansi berterima umum (generally accepted accounting

principles – GAAP) formal pertama dalam sejarah akuntansi di AS. Pada tahun 1936, AICPA membentuk

Special Committee on Development of Accounting Principles, yang segera diganti dengan Commitee on

Accounting Procedures (CAP), yang sampai tahun 1957 menghasilkan berbagai pernyataan prinsip

akuntansi yang dipublikasikan dalam 51 Accounting Research Bulletin (ARB).

Seiring dengan perbaikan ekonomi dan tumbuhnya perusahaan, sekitar tahun 1950-an, peran laporan

keuangan dipandang semakin penting. Namun demikian, berbagai permasalahan terkait pelaporan,

khususnya terkait keseragaman dan keterbandingan, mulai menjadi permasalahan. Saat itu mulai

muncul ketidakpuasan SEC mengenai kegagalan CAP dalam membuat rekomendasi-rekomendasi positif

untuk permasalahan-permasalahan yang dihadapi ketika itu. Situasi ini akhirnya mengarah pada konflik

di antara kedua lembaga tersebut, dan salah satu konflik yang terkenal terkait dengan all-inclusive

income statement dan current operating performance. Persoalan lain yang mulai mengemuka para era

Page 10: Anomali Perkembangan Akuntansi-libre

10

itu adalah keprihatinan profesi atas ketidakmampuan akuntansi dalam menghadapi perubahan level

harga.

Berbagai ketidakpuasan profesi terhadap CAP akhirnya berujung pada reorganisasi AICPA dan

pembentukan Accounting Principles Board (APB) dan Accounting Research Division (ARD) dalam AICPA

pada tahun 1959. APB dibentuk atas inisiatif Presiden AICPA, Alvin R. Jennings, untuk memulai era baru

dalam pengembangan prinsip akuntansi dengan menggunakan pendekatan deduktif – berkebalikan

dengan pendekatan CAP yang cenderung induktif. APB memiliki tugas untuk mengeluarkan pernyataan,

yang dikenal sebagai APB Opinion, atas hasil penelitian ARD yang dipublikasikan dalam Accounting

Research Studies (ARS). Sampai dengan tahun 1970, APB telah mengeluarkan 17 APB Opinion,

sedangkan ARD telah mempublikasikan 10 ARS. Dalam mengeluarkan opini, APB tidak harus menyetujui

hasil penelitian ARD. Sebagai contoh, ARS 1 (The Basic Postulates of Accounting) dan ARS 3 (A Tentative

Set of Broad Accounting Principles for Business Enterprises) ditolak oleh APB, melalui APB Statement 1,

karena secara radikal berbeda dengan prinsip akuntansi umum yang berlaku saat itu. Sebagai gantinya,

ARD melakukan penelitian kembali dan menghasilkan ARS 7 (Inventory of Generally Accepted Accounting

Principles for Business Enterprises) yang kemudian disetujui oleh APB dengan mengeluarkan APB

Statement 4 tentang Basic Concepts and Accounting Principles Underlying Financial Statements of

Business Enterprises. Sayangnya, pernyataan ini tidak memiliki kekuatan otoritatif karena tidak bisa

memaksa siapapun untuk mengikutinya, karena hanya berupa statement, bukan opinion. Oleh karena

itu, APB dianggap gagal menghasilkan postulat dasar dan prinsip akuntansi yang luas, setidaknya bersifat

mengikat dan komprehensif.

Dalam perjalanannya, APB dan ARD tidak jarang memperoleh kritikan. Kritik pertama diarahkan pada

ARS 3, yang memiliki perbedaan radikal dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum ketika itu.

Ketidaksetujuan profesi terhadap APB juga terjadi ketika terbit APB Opinion 2 terkait investment tax

credit. Karena tidak setuju dengan pilihan APB yang menerapkan metode deferral untuk investment tax

credit ini, banyak perusahaan akuntansi akhirnya meminta klien mereka untuk tidak mengikuti aturan

ini. Peristiwa lain yang menunjukkan ketidakberdayaan APB adalah kesulitannya dalam merumuskan

standar akuntansi yang definitif untuk penggabungan usaha, dan hal ini akhirnya mendorong AICPA

untuk mengakhiri keberadaan APB dengan membentuk dua kelompok studi khusus: The Study Group on

Establishment of Accounting Principles atau dikenal sebagai Wheat Committee (dipimpin oleh Francis M.

Wheat) dan The Study Group on the Objectives of Financial Statement atau Trueblood Committee

(dipimpin Robert M. Trueblood). Kelompok pertama memberikan rekomendasi perlunya dibentuk

Financial Accounting Standard Board (FASB), yang akhirnya berdiri pada 1 Juli 1973. Sedangkan

kelompok kedua menghasilkan rumusan tujuan pelaporan keuangan.

Dalam melaksanakan tugasnya, FASB cukup produktif bila dibandingkan dengan pendahulunya. Sampai

dengan Juni 2007, FASB telah mengeluarkan 159 Statement of Financial Accounting Standards dan

berbagai interpretasi dan buletin teknis. Sebagai tambahan, pada antara 1978 dan 1985 FASB telah

mengeluarkan enam Statements of Financial Accounting Concepts (SFAC) dan SFAC ketujuh pada tahun

2000. Pernyataan-pernyataan ini kemudian menjadi rerangka konseptual (conceptual framework) yang

menjadi dasar bagi penilaian standar dan praktik akuntansi sampai hari ini.

Page 11: Anomali Perkembangan Akuntansi-libre

11

Selain penyusunan standar akuntansi berterima umum seperti yang dilakukan oleh FASB, muncul pula

penyusunan standar akuntansi yang akan diberlakukan secara internasional sejak tahun 1970-an. Upaya

ini ditandai dengan pendirian International Accounting Standard Committee (IASC) pada bulan Juni 1973

yang disponsori oleh lembaga-lembaga akuntansi dari Austalia, Kanada, Jerman, Perancis, Irlandia,

Belanda, Meksiko Jepang, Inggris dan Amerika Serikat. Pada tanggal 1 April 2001, International

Accounting Standard Board (IASB) didirikan untuk menggantikan IASC (Rosenberg, 2012). IASB bertugas

untuk menyusun standar pelaporan keuangan internasional yang dikenal dengan IFRS (International

Financial Reporting Standards) dan mendorong penerapan IAS. Sampai saat ini, IASB telah membuat

sembilan IFRS dan 41 IAS (IFRS Foundation, 2012).

Berbeda dengan standar akuntansi buatan FASB, IAS dan IFRS dikembangkan sebagai respon terhadap

semakin menyatunya pasar keuangan global. Penyusunan standar internasional tersebut tidak lagi

ditujukan untuk menyelesaikan masalah fundamental terkait perlakuan akutansi dan pelaporan

keuangan melainkan untuk memenuhi kepentingan praktis investor global akan keseragaman praktik

akuntansi dan keterbandingan laporan keuangan. Bagi investor, penyeragaman tersebut bermanfaat

dalam menyediakan informasi yang relevan bagi keputusan investasi di pasar global.

4. Analisis Perkembangan Akuntansi dari Perspektif Revolusi Sains

Dengan melihat sejarah perkembangan akuntansi seperti telah dijelaskan di atas, pertanyaan pertama

mungkin muncul dalam kaitan revolusi sains Kuhn adalah di mana posisi akuntansi sekarang? Apakah

sudah memasuki fase normal science, berada dalam periode krisis, atau sedang berada dalam masa

revolusi yang akan melahirkan era normal science yang baru?

Kuhn (1970) menjelaskan bahwa fase pertama perkembangan sains dimulai dari fase pre-paradigm. Jika

kita bertolak dari pemahaman paradigma utama akuntansi, yaitu pengukuran (measurement), maka

perkembangan akuntansi pada fase ini terjadi terjadi pada era sebelum tahun 1930-an, di mana konsep-

konsep akuntansi masih berada dalam tahap embrio dan belum mewujud dalam sebuah paradigma yang

dominan. Dengan demikian, dari sisi waktu fase pre-paradigm sudah dimulai jauh sebelum Paciolo

menemukan teknik pencatatan pada tahun 1494 dan berakhir setelah terjadi Depresi Besar pada tahun

1930-an.3 Yang terjadi dalam kurun waktu itu adalah pencarian bentuk dan konsensus-konsensus terkait

pelaporan informasi keuangan dan hal ini ditandai dengan ketiadaan praktik pencatatan dan bentuk

pelaporan keuangan menjadi ciri utama era ini. Apa yang terjadi selama kurun waktu tersebut paralel

dengan pengertian Kuhn (1970:4) berikut ini.

…the earl developmental stages of most sciences have been characterized by continual

competition between a number of distinct views of nature, each partially derived from,

and all roughly compatible with, the dictates of scientific observation and method. What

differentiated these various schools was not one or another failure of method— they

were all s ie tifi —but what we shall come to call their incommensurable ways of

seeing the world and of practicing science in it.

3 Paper ini mendasarkan analisis pada sejarah perkembangan akuntansi yang terjadi di Amerika Serikat, seperti

telah dinyatakan sebelumnya.

Page 12: Anomali Perkembangan Akuntansi-libre

12

Pada masa-masa itu, upaya untuk membuat suatu konsensus mulai dilakukan untuk mengatasi berbagai

variasi prakti akuntansi. Terbitnya Companies Act di Inggris tahun 1844, misalnya, menjadi contoh

pertama mengenai upaya itu, meskipun akhirnya gagal karena para pengusaha lebih memilih

kesukarelaan dalam hal pelaporan. Praktik akuntansi yang praktis tanpa konsensus itu kemudian

berlanjut sampai dengan awal tahun 1900-an sampai akhirnya terjadi krisis pasar modal pada tahun

1929 yang berujung pada era Depresi Besar di Amerika Serikat. Dari perspektif akuntansi, bencana ini

terjadi karena ketiadaan pegangan dalam menilai aset yang dilaporkan perusahaan. Banyak perusahaan

melakukan penilaian aset terlalu tinggi sehingga akhirnya memicu krisis pasar modal ketika itu.

Kejadian itu bisa dikatakan sebagai tonggak bagi perkembangan akuntansi dengan basis pengukuran

biaya historis. Basis pengukuran itu akhirnya dipilih sebagai jalan keluar atas permasalahan seringnya

penilaian kembali aset-aset oleh perusahaan. Kesepakatan ini dapat dikatakan sebagai konsensus yang

menandai era baru akuntansi yang diterima oleh komunitas akuntansi. Ketika ini terjadi, fase

perkembangan akuntansi mulai beralih pada fase normal science.

Di samping munculnya konsensus, fase normal science juga ditandai dengan adanya berbagai penelitian

yang dilakukan untuk memperkuat praktik. Kuhn (1970: 10) menyatakan bahwa

or al s ie e ea s resear h fir l ased upo o e or ore past s ie tifi achievements, achievements that some particular scientific community acknowledges

for a time as supplying the foundation for its further practice.

Wells (1976) sebelumnya telah menyatakan mengenai berbagai penelitian yang telah dilakukan pada era

1950-an sampai 1970-an oleh berbagai ilmuwan mulai dari Littleton (1953) sampai Sterling (1970).

Penelitian-penelitian tersebut dilakukan sebagai upaya untuk memperkuat konstruksi akuntansi, mulai

dari pencarian asumsi-asumsi yang mendasari praktik akuntansi sampai dengan prinsip dan teori

akuntansi.

Dari uraian sejarah akuntansi di atas terlihat bahwa fase normal ini tampaknya tidak berlangsung lama.

Sejak tahun 1970-an, paradigma akuntansi berbasis biaya historis mulai memperoleh kritik ketika tidak

mampu menjelaskan perubahan harga yang terjadi, dan ketidakmampuan ini merupakan awal dari

periode krisis dalam akuntansi (Wells, 1976). Dalam terminologi Kuhn, kejadian semacam ini bisa

diartikan sebagai sebuah anomali. Kuhn (1970:82-83) menyatakan bahwa

When .. an anomaly comes to seem more than just another puzzle of normal science, the

transition to crisis and to extraordinary science has begun. The anomaly itself now

comes to be more generally recognized as such by the profession. More and more

attention is devoted to it ore a d ore of the field s ost e i e t e . If it still continues to resist, as it usually does not, many of them may come to view its resolution

as the subje t atter of their dis ipli e….But with continuing resistance, more and more

of the attacks upon it will have involved some minor or not so minor articulation of the

paradigm, no two of them quite alike, each partially successful, but none sufficiently so

to be accepted as paradigm by the group. Through this proliferation of divergent

articulations (more and more frequently they will come to be described as ad hoc

adjustments), the rules of normal science become increasingly blurred. Though there still

Page 13: Anomali Perkembangan Akuntansi-libre

13

is a paradigm, few practitioners prove to be entirely agreed about what it is. Even

formerly standard solutions of solved problems are called in question.

Sejak saat itu, berbagai penelitian dilakukan sebagai langkah untuk memberi jawaban atas

ketidakmampuan konsep biaya historis sekaligus memunculkan konsep-konsep alternatif yang

dipandang dapat mengatasi persoalan yang dihadapi. Wells (1976: 478) mengindentifikasi munculnya

school of thought yang mewakili konsep-konsep alternatif biaya historis, yaitu Price-Level Adjusted

Accounting, Replacement Cost Accounting, Deprival Value Accounting dan Net Realizable Value

Accounting. Munculnya berbagai konsep tandingan dalam mengatasi masalah pengukuran menunjukkan

keraguan praktisi dan akademisi terhadap kemampuan konsep biaya historis yang pada awalnya

diperlakukan sebagai sebuah konsensus dalam akuntansi. Namun demikian, meski diragukan, konsep

biaya historis masih dipraktikkan sampai sekarang. Sebagai sebuah paradigma, biaya historis dipandang

masih memiliki keunggulan.

Sampai saat ini, keberlakuan konsep biaya historis memperoleh tantangan yang cukup berat, terutama

sejak IASB mendorong diberlakukannya IFRS yang memiliki basis pengukuran fair value. Dari perspektif

Kuhn, penulis berpendapat bahwa pemberlakuan IFRS ini tidak dapat dikatakan sebagai jawaban atas

krisis dalam akuntansi, melainkan justru semakin memperdalam krisis. Alasan utamanya adalah karena

penerapan fair value ternyata juga tidak mampu menghilangkan permasalahan akuntansi terkait

pengukuran. Terlepas dari fakta mengenai adopsi IFRS oleh lebih dari 100 negara di dunia, kritik

terhadap fair value atau current value accounting tetap ada, seperti halnya yang terjadi pada akuntansi

berbasis biaya historis.

Contoh paling nyata mengenai pertentangan tersebut adalah penerbitan IAS 39 tentang pengakuan dan

pengukuran instrument keuangan (Financial Instruments: Recognition and Measurement). Standar yang

berlaku efektif tanggal 1 Januari 2001 tersebut mengusulkan penerapan akuntansi fair value untuk jenis-

jenis instrumen keuangan yang utama. Standar ini ditujukan untuk lembaga-lembanga keuangan,

khususnya industri perbankan. Pada November 2001, Bank Sentral Eropa telah melontarkan kritik atas

penerapan standar ini karena dinilai justru akan membawa dampak buruk bagi pertumbuhan ekonomi.

Akuntansi fair value juga dianggap bertentangan dengan prinsip transparansi dan keterbandingan

laporan keuangan perbankan serta mendorong industri perbankan untuk meninggalkan akuntansi

konservatif yang lebih mengutamakan prinsip kehati-hatian. Terkait berbagai kritik ini, IASB tetap

bersikukuh untuk menerapkan IAS 39 dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian, misalnya pelaporan

keuntungan dan kerugian yang belum terealisasi (unrealized gains and losses) pada laporan laba

komprehensif (Scott, 2012).

Meski berbagai modifikasi dilakukan untuk mengatasi kelemahan fair value, kritik terhadap konsep ini

tetap berlanjut. Para pendukung historical costs menyatakan bahwa prinsip ini lebih bermanfaat bagi

investor. Argumennya adalah bahwa kinerja masa lalu adalah peramal yang terbaik dari kinerja masa

lalu. Di bawah historical costs, laporan keuangan utamanya adalah statement of earnings. Neraca

merupakan laporan biaya-biaya aset yang menunggu ditemukan (matched) dengan pendapatan yang

belum terealisasi dan modal yang diperlukan untuk memperoleh aset tersebut. Sementara pendukung

current value menyatakan bahwa history tidak berulang sendiri secara tepat. Perusahaan berjalan di

dalam lingkungan yang selalu berubah. Konsekuensinya, current values atas aset dan kewajiban

Page 14: Anomali Perkembangan Akuntansi-libre

14

memberikan indikasi paling berguna terkait masa depan perusahaan. Argumen ini didasarkan pada

Samuelson (1965, dalam Scott, 2012) yang menunjukkan bahwa ketika pasar berjalan baik, harga pasar

berfluktuasi secara acak. Jika demikian, maka current price adalah predictor terbaik untuk future price.

Pada titik ini, jelas kiranya bahwa fase evolusi sains yang dialami oleh akuntansi saat ini adalah fase krisis

yang ditandai dengan berbagai konflik atau anomali. Fase krisis ini belum mampu membawa akuntansi

bergerak pada fase berikutnya karena sampai detik ini konsensus baru mengenai pengukuran belum

muncul. Adopsi IFRS, menurut penulis, tidak dapat dianggap sebagai sebuah konsensus yang mengarah

pada munculnya paradigm baru akuntansi, melainkan hanyalah pilihan akuntansi yang memiliki tujuan

selain mengatasi kelemahan biaya historis. IFRS diterapkan karena alasan praktis terkait kepentingan

investasi global yang mengutamakan pemenuhan kebutuhan informasi para investor. Scott (2012)

bahkan menyatakan keraguannya akan masa depan current value accounting karena penerapannya juga

akan dapat memicu masalah bila asumsi-asumsi penerapannya tidak terpenuhi. Alasan ini setidaknya

menjelaskan bahwa akuntansi sampai saat ini belum dapat dikatakan keluar dari fase krisis. Kuhn

(1970:85) menyatakan bahwa

The transition from a paradigm in crisis to a new one from which a new tradition of

normal science can emerge is far from a cumulative process, one achieved by an

articulation or extension of the old paradigm. Rather it is a reconstruction of the field

from new fundamentals, a re o stru tio that ha ges so e of the field s ost elementary theoretical generalizations as well as many of its paradigm methods and

applications. During the transition period there will be a large but never complete

overlap between the problems that can be solved by the old and by the new paradigm.

But there will also be a decisive difference in the modes of solution. When the transition

is complete, the profession will have changed its view of the field, its methods, and its

goals.

Untuk dapat bergerak dari krisis, yang berarti munculnya normal science yang baru, diperlukan prasyarat

bila paradigm baru yang muncul bukan merupakan perpanjangan atau modifikasi dari paradigm lama.

Menggunakan istilah Kuhn, penerapan current value accounting tidak dapat dikatakan sebagai

paradigma baru karena pandangan profesi mengenai keterbatasan pengukuran masih dominan dalam

praktik akuntansi.

Selanjutnya, aspek lain yang menyebabkan akuntansi tidak bisa keluar dari krisis, atau kegagalan sejarah

dalam melahirkan paradigm baru, adalah intervensi yang dilakukan oleh komunitas atau pihak lain yang

memiliki otoritas, yaitu pemerintah. Dari awal perkembangan akuntansi sampai dengan saat ini, kita

telah menyaksikan bagaimana campur tangan pemerintah dan lembaga profesi justru lebih menentukan

wajah akuntansi sebagai sebuah disiplin. Idealnya, menurut Kuhn, sebuah paradigma akan dengan

sendirinya dapat membawa perkembangan sains ke dalam fase normal. Kuhn (1970:45) menyatakan

ah a paradigms could determine normal science without the intervention of discoverable rules.

Namun demikian, meskipun akhirnya intervensi tetap dilakukan sebagai bagian dari penyelesaian

perdebatan paradigma, sains bisa saja akan memasuki era revolusi. Hanya saja, revolusi tersebut tidak

dapat diklasifikasikan sebagai revolusi saintifik, seperti dinyatakan oleh Kuhn (1970:167) berikut ini.

Page 15: Anomali Perkembangan Akuntansi-libre

15

If authority alone, and particularly if nonprofessional authority, were the arbiter of

paradigm debates, the outcome of those debates might still be revolution, but it would

not be scientific revolution.

Terkait intervensi dari pihak yang memiliki otoritas ini, penulis berpendapat bahwa munculnya berbagai

regulasi yang tidak dapat dilepaskan dari perkembangan akuntansi bisa dikatakan sebagai faktor utama

yang justru menghalangi perkembangan akuntansi itu sendiri. Teori-teori alternatif tidak akan muncul,

dan mewujud dalam paradigma baru, bila regulasi tetap menjadi pilihan utama dalam menyelesaikan

berbagai konflik tersebut. Jika hal ini tetap berlanjut, maka yang akan disebut sebagai teori akuntansi

tidak lain regulasi itu sendiri (Gaffikin, 2005). Lalu, dampak yang akan kita saksikan pada masa yang akan

datang adalah hilangnya minat para peneliti untuk melakukan penyelesaian konflik paradigma

akuntansi. Para peneliti akuntansi akan lebih tertarik untuk mempelajari paradigma dalam bidang ilmu

lain yang terkait akuntansi, seperti dinyatakan oleh Cushing (1989:37).

The most devastating effect of these conditions has been that many of today's leading

accounting scholars no longer display an interest in addressing the fundamental issues of

accounting, but have instead gravitated toward the more scientifically satisfying study of

paradigms in other disciplines that are related to accounting.

5. Simpulan

Dari uraian sejarah perkembangan akuntansi beserta analisis dari perspektif Kuhn di atas, penulis

menyimpulkan bahwa fase krisis dalam akuntansi tampaknya tidak akan segera berakhir dalam waktu

dekat. Bisa dikatakan, krisis yang dialami bahkan semakin dalam karena pertentangan dalam paradigm

pengukuran, yang diwakili oleh prinsip historical cost dan fair value, semakin nyata seiring dengan

penerapan standar akuntansi internasional. Berbagai kritik terhadap penerapan fair value telah dijawab

oleh IASB melalui berbagai modifikasi seperti tampak dalam penerapan IAS 39 yang telah dijelaskan di

atas. Upaya untuk mengatasi kelemahan sebuah konsep yang disepakati, seperti fair value, sebenarnya

juga dilakukan pada masa lalu ketika historical cost dirasa tidak mampu mengatasi persoalan kenaikan

harga, dengan dirumuskannya konsep-konsep alternatif. Namun demikian, berbagai upaya tersebut

sebenarnya tidak pernah berhasil menyelesaikan masalah fundamental dalam paradigm pengukuran

dalam akuntansi.

Dalam menghadapi persoalan ketidaksempurnaan paradigma pengukuran tersebut, pemerintah dan

lembaga penyusun standar telah menggunakan kekuasaan yang dimilikinya melalui berbagai peraturan

dan standar akuntansi. Dengan demikian, perkembangan akuntansi selanjutnya lebih ditentukan oleh

pembuatan dan penerapan peraturan yang harus diikuti oleh para pelaku akuntansi. Bagi penulis,

munculnya peraturan dan standar akuntansi tersebut justru bisa dikatakan sebagai faktor penghambat

perkembangan teori akuntansi. Berbagai anomali yang muncul terkait penerapan akuntansi berbasis

historical cost dan current value tidak terpecahkan melalui berbagai standar akuntansi baru, termasuk

standar akuntansi internasional yang dibuat oleh IASB dan mulai diterapkan oleh banyak negara di

dunia.

Dari persepektif Kuhn, intervensi pemerintah dan lembaga penyusun standar melalui peraturan dan

standar akuntansi justru akan semakin memperdalam krisis akuntansi dan menjauhkan upaya kita untuk

Page 16: Anomali Perkembangan Akuntansi-libre

16

mencari teori akuntansi tunggal yang berterima umum. Pendapat Watts dan Zimmernan (1978)

mengenai penawaran dan permintaan dalam akuntansi rupanya masih relevan sampai sekarang, dan hal

tersebut telah menjadi penyebab utama dari kegagalan kita dalam menciptakan teori akuntansi tunggal.

Begitu juga, pandangan yang menyatakan akuntansi hanyalah sebuah teknologi yang dikembangkan

untuk membantu pemecahan masalah manusia (Suwardjono, 2005) dan dikembangkan dengan basis

falsafah utilitarian yang berorientasi pada kepentingan pragmatis, seperti dilontarkan oleh Cowan (1968)

serta Beaver dan Demski (1974), juga tidak salah. Hal terakhir ini tampak nyata ketika pembuatan

standar akuntansi ternyata tidak lepas dari proses politik yang melibatkan kompromi atas berbagai

kepentingan konstituen akuntansi, seperti tarik menarik antara IAS dan industri perbankan terkait

penerapan IAS 39. Bila demikian, harapan kita terhadap akuntansi tentu tidak akan muluk-muluk karena

berbagai penelitian akuntansi pada akhirnya hanya akan ditujukan untuk mendukung status quo.

Penelitian-penelitian kritis dan menawarkan ide dan konsep radikal tentu akan sulit mendapat tempat

dalam memberikan sumbangan pada konflik paradigma pengukuran akuntansi sepanjang kepentingan

pragmatis dan proses politik selalu mengambil alih arah perkembangan akuntansi.

Sebagai penutup, penulis berpendapat bahwa perubahan akuntansi tidak akan terjadi sepanjang kita

tidak beranjak dari tempat berdiri kita saat ini. Dengan kata lain, kita akan bisa melahirkan paradigma

baru yang bisa menandingi paradigma yang dominan saat ini, apabila kita mampu keluar dari dominasi

paradigma pengukuran. Namun demikian, penulis sendiri skeptis karena usulan ini hanya bisa dilakukan

dengan mendefinisikan kembali pengertian akuntansi dan hal ini hanya mungkin dilakukan bila

akuntansi melepaskan diri dari ilmu ekonomi yang selama ini menjadi induk dari akuntansi. Kita tahu

bahwa akuntansi yang berlaku saat ini berkembang karena konsekuensi dari sistem ekonomi kapitalis

yang mengutamakan pertumbuhan modal yang dimiliki oleh para investor. Selama ini basis sistem

ekonomi ini sebenarnya telah menjadi asumsi dasar akuntansi kita terima begitu saja. Oleh karena itu,

akuntansi tidak akan berubah sepanjang asumsi yang mendasarinya tetap sama.

Page 17: Anomali Perkembangan Akuntansi-libre

17

Daftar Pustaka

Beaver, W.H. and J.S. Demski (1974) The Nature of Financial Accounting Objectives: A Summary and Synthesis,

Journal of Accounting Research, 12:170-187

Chambers, R.J. (1955) Blueprint for a Theory of Accounting, Accounting Research, Januari: 17-15

Chambers, R.J. (1963) Why Bother with Postulates?, Journal of Accounting Research, Spring: 3-15

Chua, W.F. (1986) Radical Developments in Accounting Thought, The Accounting Review. LXI(4): 601-632

Cowan, T.K. (1968) A Pragmatic Approach to Accounting Theory, The Accounting Review, 43(1):94-100

Cushing, B.E. (1989) A Kuhnian Interpretation of The Historical Evolution of Accounting, The Accounting Historian

Journal, 16(2):1-41.

Devine, C.T. (1960) Research Methodology and Accounting Theory Formation, The Accounting Review, Oktober:

387-399.

Fu ell, W. 1995 Preser i g History i A ou ti g: “eeki g Co o Grou d Bet ee Ne A d Old History, Accounting & Finance Working Paper 95/04, School of Accounting & Finance, University of Wollongong.

Gaffikin, M. (2005) Regulation as Accounting Theory, Accounting & Finance Working Paper 05/09, School of

Accounting & Finance, University of Wollongong.

Gaffikin, M. (2006) The Critique of Accounting Theory, Accounting and Finance Working Paper Series, Faculty of

Commerce, Accounting & Finance. University of Wollongong. 06 (25).

Gaffikin, M. (2010) Being Critical in Accounting, International Review of Business Research Papers, 6(5): 33-45.

Goia, D. dan E. Pitre (1990) Multiple Paradigms on Theory Building, The Academy of Management Review, 15(4):

584-602.

IFRS Foundation dan IASB, http://www.ifrs.org/IFRSs/Pages/IFRS.aspx, diakses tanggal 5 Desember 2012

Kuhn, T. (1970) The Structure of Scientific Revolutions, The University of Chicago, 1970.

Matessich, R. (1957) Toward a General and Axiomatic Foundation of Accountancy, The Accounting Review,

Oktober: 328-356.

Rosenberg, J. The Stock Market Crash of 1929, About.com Guide, history1900s.about.com/od/1920s/a/

stockcrash1929.htm, diakses 15 November 2012.

Scott, W.R. (2012) Financial Accounting Theory, Pearson Prentice Hall. 6th Ed: 1-24.

Sterling, R.R. (1970) On Theory Construction and Verification, The Accounting Review, Juli: 444-457.

Suwardjono (2005) Teori Akuntansi: Perekayaan Pelaporan Keuangan, BPFE, Yogyakarta. Edisi Ketiga: 9

Vatter, W.J. (1963) Postulates and Principles, The Journal of Accounting Research, Autumn: 179-197.

Watts, R.L. dan J.L. Zimmerman (1978) Toward a Positive Theory of the Determination of Accounting Standards,

The Accounting Review, (Januari): 112 – 134.

Watts, R.L. dan J.L. Zimmerman (1979) The Demand for and Supply of Accounting Theories: The Market for

Excuses. The Accounting Review, (April): 273 – 305.

Watts, R.L. dan J.L. Zimmerman (1990) Positive Accounting Theory: A Ten Years Persective. The Accounting Review,

65(1): 131 – 156.

Wells, M.C. (1976) A Revolution in Accounting Thought?, The Accounting Review, 51(3): 471-482.

Wolk, H.I., J.L Dodd and J.J. Rozyki (2008) Accounting Theory: Conceptual Issues in a Political and Economy

Environment, 7th edition, Sage Publications, Inc: 151 – 182.