anti inflamasi non-steroid

Upload: bayu55

Post on 09-Oct-2015

96 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Farmakologi FKH-UNUD

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 LATAR BELAKANG

    Obat AINS adalah salah satu golongan obat besar yang secara kimia

    heterogen menghambat aktivitas siklooksigenase, menyebabkan penurunan

    sintesis prostaglandin dan prekursor tromboksan dari asam arakidonat

    (Dorland, 2002).

    Obat AINS pertama kali diperkenalkan pada tahun 1899. Obat AINS yang

    pertama adalah asam asetil salisilat yang diproduksi oleh Felix Hoffman dari

    Bayer Industries. Berdasarkan saran dari Hermann Dreser, senyawa tersebut

    diberi nama aspirin yang berasal dari gabungan kata bahasa Jerman untuk

    senyawa, acetylspirsure (spirea = nama genus tanaman asal obat tersebut, dan

    Sure = asam) (Wolfe, et al., 1999; Katzung & Payan, 1998).

    Klasifikasi kimiawi NSAID, tidak banyak manfaat kliniknya, karena ada

    NSAID dari subgolongan yang sama memiliki sifat yang berbeda, sebaliknya

    ada obat NSAID yang berbeda subgolongan tetapi memiliki sifat yang serupa.

    1.2 RUMUSAN MASALAH

    1. Apa itu obat anti inflamasi non steroid?

    2. Bagaimana efek farmakodinamik dari obat anti inflamasi non steroid?

    3. Apa efek samping dari penggunaan obat anti inflamasi non steroid?

    4. Apa saja jenis dari obat anti inflamasi non steroid?

    1.3 TUJUAN

    1. Dapat mengetahui tentang obat anti inflamasi non steroid.

    2. Dapat mengetahui efek farmakodinamik dari obat anti inflamasi non steroid.

    3. Dapat mengetahui efek samping dari penggunaan obat anti inflamasi non

    steroid.

    4. Dapat mengetahui jenis - jenis dari obat anti inflamasi non steroid.

  • 2

    BAB II

    ISI

    2.1 Obat Anti Inflamasi Non Steroid

    Obat anti inflamasi (anti radang) non steroid, atau yang lebih dikenal dengan

    sebutan NSAID (Non Steroidal Anti-inflammatory Drugs) adalah suatu

    golongan obat yang memiliki khasiat analgesik (pereda nyeri), antipiretik

    (penurun panas), dan antiinflamasi (anti radang).

    OAINS merupakan obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat

    berbeda secara kimiawi. Walaupun demikian, obat-obat ini ternyata memiliki

    banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Obat AINS

    dinyatakan sebagai obat anti inflamasi non steroid, karena ada obat golongan

    steroid yang juga berfungsi sebagai anti inflamasi. Obat golongan steroid

    bekerja di sistem yang lebih tinggi dibanding OAINS, yaitu menghambat

    konversi fosfolipid menjadi asam arakhidonat melalui penghambatan terhadap

    enzim fosfolipase.

    Prototip obat golongan ini adalah aspirin, karena itu obat golongan ini sering

    disebut juga sebagai obat mirip aspirin (aspirin like drugs). Contoh obatnya

    antara lain: aspirin, parasetamol, ibuprofen, ketoprofen, naproksen, asam

    mefenamat, piroksikam, diklofenak, indometasin.

    Hingga saat ini, obat AINS banyak digunakan sebagai peresepan yang

    utama. Di banyak negara, obat AINS terutama digunakan untuk gejala yang

    berhubungan dengan osteoarthritis. Indikasi lain meliputi sindroma nyeri

    miofasial, gout, demam, dismenore, migrain, nyeri perioperatif, dan profilaksis

    stroke dan infark miokard. Obat AINS memiliki spektrum luas dalam klinis,

    sehingga banyak digunakan sebagai peresepan (Harder & An, 2003).

  • 3

    2.2 Efek Farmakodinamik Obat Anti Inflamasi Non Steroid

    2.2.1 Efek Analgesik

    Sebagai analgesik, OAINS hanya efektif terhadap nyeri dengan

    intensitas rendah sampai sedang, misalnya sakit kepala, mialgia,

    artralgia, dismenorea dan juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan

    dengan inflamasi atau kerusakan jaringan. Efek analgesiknya jauh lebih

    lemah daripada efek analgesik opioat, tetapi OAINS tidak menimbulkan

    ketagihan dan tidak menimbulkan efek samping sentral yang merugikan.

    Untuk menimbulkan efek analgesik, OAINS bekerja pada hipotalamus,

    menghambat pembentukan prostaglandin ditempat terjadinya radang,

    dan mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap rangsang mekanik

    atau kimiawi.

    2.2.2 Efek Antipiretik

    Temperatur tubuh secara normal diregulasi oleh hipotalamus.

    Demam terjadi bila terdapat gangguan pada sistem thermostat

    hipotalamus. Sebagai antipiretik, OAINS akan menurunkan suhu badan

    hanya dalam keadaan demam. Penurunan suhu badan berhubungan

    dengan peningkatan pengeluaran panas karena pelebaran pembuluh

    darah superfisial. Antipiresis mungkin disertai dengan pembentukan

    banyak keringat. Demam yang menyertai infeksi dianggap timbul akibat

    dua mekanisme kerja, yaitu pembentukan prostaglandin di dalam

    susunan syaraf pusat sebagai respon terhadap bakteri pirogen dan adanya

    efek interleukin-1 pada hipotalamus. Aspirin dan OAINS lainnya

    menghambat baik pirogen yang diinduksi oleh pembentukan

    prostaglandin maupun respon susunan syaraf pusat terhadap interleukin-

    1 sehingga dapat mengatur kembali thermostat di hipotalamus dan

    memudahkan pelepasan panas dengan jalan vasodilatasi.

    2.2.3 Efek Anti-Inflamasi

    Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik

    atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya

  • 4

    mediator inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin

    dan lainnya yang menimbulkan reaksi radang berupa panas, nyeri, merah,

    bengkak, dan disertai gangguan fungsi. Kebanyakan OAINS lebih

    dimanfaatkan pada pengobatan muskuloskeletal seperti artritis

    rheumatoid, osteoartritis, dan spondilitis ankilosa. Namun, OAINS hanya

    meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan

    penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki, atau

    mencegah kerusakan jaringan pada kelainan muskuloskeletal.

    Meskipun semua OAINS memiliki sifat analgesik, antipiretik dan

    anti-inflamasi, namun terdapat perbedaan aktivitas di antara obat-obat

    tersebut. Salisilat khususnya aspirin adalah analgesik, antipiretik dan

    anti-inflamasi yang sangat luas digunakan. Selain sebagai prototip

    OAINS, obat ini merupakan standar dalam menilai OAINS lain. OAINS

    golongan para aminofenol efek analgesik dan antipiretiknya sama dengan

    golongan salisilat, namun efek anti-inflamasinya sangat lemah sehingga

    tidak digunakan untuk anti rematik seperti salisilat. Golongan pirazolon

    memiliki sifat analgesik dan antipiretik yang lemah, namun efek anti-

    inflamasinya sama dengan salisilat.

    2.3 Efek Samping Penggunaan Obat Anti Inflamasi Non Steroid

    2.3.1 Hati dan Limpa

    Pada penelitian dari FDA terlihat bahwa pada 5,4% pasien Artritis

    Reumatoid yang diobati dengan aspirin, ditemukan pe- ningkatan persisten

    lebih dari 1 test fungsi hati, dan hal yang sama ditemui juga pada 2,9% pasien

    yang diobati dengan OAINS lainnya. Keadaan ini biasanya tanpa gejala dan

    penghentian atau penurunan dosis umumnya dapat menormalkan kembali nilai

    transaminase. Usia lanjut, fungsi ginjal yang menurun, peng- gunaan obat

    multipel, dosis yang tinggi, terapi jangka lama merupakan faktor yang dapat

    meningkatkan risiko toksisitas hati. Pemanjangan masa protrombin dan

    hiperbilirubinemia merupakan tanda prognostik yang buruk dan merupakan

    pula tanda awal dari penyakit hati yang progresif yang dapat meng- akibatkan

    nekrosis hati yang fatal.

  • 5

    2.3.2 Ginjal

    Prostaglandin Vasodilator E2 dan I1 meningkatkan aliran darah ginjal,

    meningkatkan ekskresi air, meningkatkan ekskresi natrium klorida dan

    merangsang sekresi renin. Sedang PGF2a dan TxA2 yang vasokonstriktor

    dapat menurunkan fungsi ginjal pada keadaan glomerulonefritis akibat rejeksi

    transplantasi. PGE2 dan PGI2 yang dibentuk di dalam glomerolus mempunyai

    pengaruh terutama pada aliran darah dan tingkat filtrasi glome- rulus; PGI1

    yang diproduksi pada arteriol ginjal juga mengatur aliran darah gin jai. PGE2

    yang disintesis oleh sel interstitial medula, membantu mengatur aliran darah

    ginjal ke medula; PGE2 juga disintesis di dalam duktus koligentes, dapat

    meng- ubah permeabilitas duktus terhadap air dan reaksinya terhadap hormon

    antidiuretik.

    Pada hewan percobaan (anjing), dapat diperlihatkan adanya penurunan

    aliran darah ginjal dengan memberikan infus Angio- tensin II atau dengan

    menjepit arteri ginjal utama. Hal ini diikuti dengan peningkatan sintesis PGE2

    dan peningkatan kompensasi peredaran darah. Bila diberikan OAINS pada

    keadaan tersebut terjadi penurunan aliran darah ginjal yang makin hebat akibat

    terhambatnya sintesis PGE2 vasodilator.

    Pada orang sehat, dengan hidrasi yang cukup dan ginjal yang normal,

    PGE2 dan Prostasiklin (PGI2) tidak memegang peranan dalam pengendalian

    fungsi ginjal. Tetapi pada keadaan tertentu dengan sires sirkulasi yang Fling

    disertai dengan peningkatan Angiotensin II dart Katekolamin, maka

    Prostaglandin vasodila- tor yang dibentuk lokal menjadi panting untuk

    mempertahankan fungsi ginjal yang cukup. Pada tikus yang diinduksi menjadi

    glomerulonefritis imun secara eksperimental, maka penyum- batan ureter dan

    penyumbatan vena ginjal akan diikuti dengan produksi yang meningkat dari

    vasokonstriksi ginjal kronik.

    2.3.3 Reaksi Hipersensitifitas

    Pada beberapa pasien dengan asma bronkial, terutama yang mempunyai

    trias: rinitis vasomotor, poliposis nasal dan asma akut sering mengalami reaksi

  • 6

    ini. Hal ini disebabkan oleh hambatan prostaglandin yang bersifat

    bronkodilator. Hambatan terhadap jalur siklo-oksigenase akan mendorong

    metabolisme asam arakidonat ke arah pembentukan produk lipoksigenase

    seperti zat anafilaksis yang bereaksi lambat dan leukotrien (C4 dan D4). Zat-

    zat ini dapat mencetuskan bronko- spasme.

    Pasien yang mempunyai reaksi seperti ini umumnya sensitif terhadap

    OAINS oleh karena itu harus dihindari. Reaksi anafilaksis telah dilaporkan

    pada beberapa OAINS terutama tolmetin dan zomepirac. Zomepirac telah

    ditarik dari peredaran oleh karena efek sampingnya.

    2.3.4 Sistem Hematopoetik

    Anemia aplastik, agranulositosis dan trombositopeni jarang dikaitkan

    dengan OAINS, tetapi menonjol sebagai penyebab kematian yang dikaitkan

    dengan obat-obat ini. Didasarkan atas perkiraan adanya 22 kematian akibat

    kelainan darah per 1 juta penderita dan perkiraan FDA terdapat 16 kematian

    per 1 juta, maka fenilbutason tidak dianjurkan untuk pengobatan pertama pada

    keadaan apapun. Risiko ini meningkat lebih kurang 6 kali pada wanita yang

    umurnya lebih dari 60 tahun. Berbagai lapor- an terpisah tentang kelainan

    darah yang berhubungan dengan OAINS telah banyak dipublikasi. Suatu studi

    kasus kontrol yang besar memperlihatkan adanya hubungan dengan

    indometasin dan fenilbutason, dengan risiko sebesar 10,1/1 juta dan 6,6/1 juta.

    Oleh karena jarangnya masalah ini dan kejadiannya tidak dapat diduga maka

    perlu dilakukan pengawasan dengan menghitung sel darah rutin. Perlu

    pertimbangan matang jika akan memberikan fenilbutason atau oxifenbutason

    pada wanita lebih dari 60 tahun.

    OAINS mengganggu secara reversibel agregasi trombosit dengan cara

    menghambat siklo-oksigenase trombosit, dan meng- hambat sintesis TxA2.

    Efek ini menetap hanya selama obat itu ada, tetapi dapat meningkatkan

    beratnya perdarahan gastro- intestinal. Pada keadaan preoperatif OAINS harus

    dihentikan cukup lama sebelum pembedahan untuk memberi kesempatan

    ekskresi obat yang lengkap, lebih kurang 45 kali waktu paruh dari obat. Jadi

    obat-obat yang mempunyai waktu paruh pendek, seperti tolmetin/ibuprofen,

  • 7

    dapat dihentikan 1824 jam pre- operatif, sementara obat-obat dengan waktu

    paruh panjang seperti piroksikam harus dihentikan 8 hari sebelum

    pembedahan.

    2.3.5 Sistem Saraf Pusat

    Nyeri kepala dan pusing terjadi pada pasien-pasien yang memakai

    indometasin. Depresi, konvulsi, rasa lelah, halusinasi, reaksi depersonalisasi,

    kejang, sinkop pernah dilaporkan. Pen- derita usia lan jut yang menggunakan

    naproxen/ibuprofen telah dilaporkan mengalami disfungsi kognitif, kehilangan

    persona- litas, pelupa, depresi, tidak dapat tidur, iritasi, rasa ringan kepala

    hingga paranoid.

    2.4 Jenis Obat Anti Inflamasi Non Steroid

    1. Asam mefenamat dan Meklofenamat

    Asam mefenamat digunakan sebagai analgetika dan anti-inflamasi,

    asam mefenamat kurang efektif dibandingkan dengan aspirin.

    Meklofenamat digunakan sebagai obat anti-inflamasi pada reumatoid dan

    osteoartritis. Asam mefenamat dan meklofenamat merupakan golongan

    antranilat. Asam mefenamat terikat kuat pada pada protein plasma.

    Dengan demikian interaksi dengan oabt antikoagulan harus diperhatikan.

    Efek samping terhadap saluran cerna sering timbul misalnya

    dispepsia, diare sampai diare berdarah dan gejala iritasi terhadap mukosa

    lambung. Dosis asam mefenamat adalah 2-3 kali 250-500 mg sehari.

    Sedangakan dosis meklofenamat untuk terapi penyakit sendi adalah 240-

    400 mg sehari. Karena efek toksisnya di Amerika Serikat obat ini tidak

    dianjurkan kepada anak dibawah 14 tahun dan ibu hamil dan pemberian

    tidak melebihi 7 hari.

  • 8

    2. Diklofenak

    Diklofenak merupakan derivat asam fenilasetat. Absorpsi obat ini

    melalui saluran cerna berlangsung lengkap dan cepat. Obat ini terikat pada

    protein plasma 99% dan mengalami efek metabolisma lintas pertama

    (first-pass) sebesar 40-50%. Walaupun waktu paruh singkat 1-3 jam,

    dilklofenakl diakumulasi di cairan sinoval yang menjelaskan efek terapi di

    sendi jauh lebih panjang dari waktu paruh obat tersebut.

    Efek samping yang lazim ialah mual, gastritis, eritema kulit dan

    sakit kepala sama seperti semua AINS, pemakaian obat ini harus berhati-

    hati pada pasien tukak lambung. Pemakaian selama kehamilan tidak

    dianjurkan. Dosis orang dewasa 100-150 mg sehari terbagi dua atau tiga

    dosis.

    3. Ibuprofen

    Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan

    pertama kali dibanyak negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya efek

    anti-inflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama seperti

    aspirin, sedangkan efek anti-inflamasinya terlihat pada dosis 1200-2400

    mg sehari. Absorpsi ibuprofen cepat melalui lambung dan kadar

    maksimum dalam plasma dicapai dicapai setelah 1-2 jam. 90% ibuprofen

    terikat dalam protein plasma, ekskresinya berlangsung cepat dan lengkap.

    Pemberian bersama warfarin harus waspada dan pada obat anti

    hipertensi karena dapat mengurangi efek antihipertensi, efek ini mungkin

    akibat hambatan biosintesis prostaglandin ginjal. Efek samping terhadap

    saluran cerna lebih ringan dibandingkan dengan aspirin. Ibuprofen tidak

    dianjurkan diminum wanita hamil dan menyusui. Ibuprofen dijual sebagai

    obat generik bebas dibeberapa negara yaitu inggris dan amerika karena

    tidak menimbulkan efek samping serius pada dosis analgesik dan relatif

    lama dikenal.

  • 9

    4. Fenbufen

    Berbeda dengan AINS lainnya, fenbufen merupakan suatu pro-drug.

    Jadi fenbufen bersifat inaktif dan metabolit aktifnya adalah asam 4-bifenil-

    asetat. Zat ini memiliki waktu paruh 10 jam sehingga cukup diberikan 1-2

    kali sehari. Absorpsi obat melalui lambung dan kadar puncak metabolit

    aktif dicapai dalam 7.5 jam. Efek samping obat ini sama seperti AINS

    lainnya, pemakaian pada pasien tukak lambung harus berhati-hati. Pada

    gangguan ginjal dosis harus dikurangi. Dosis untuk reumatik sendi adalah

    2 kali 300 mg sehari dan dosis pemeliharaan 1 kali 600 mg sebelum tidur.

    5. Indometasin

    Merupakan derivat indol-asam asetat. Obat ini sudah dikenal sejak

    1963 untuk pengobatan artritis reumatoid dan sejenisnya. Walaupun obat

    ini efektif tetapi karena toksik maka penggunaan obat ini dibatasi.

    Indometasin memiliki efek anti-inflamasi sebanding dengan aspirin, serta

    memiliki efek analgesik perifer maupun sentral. In vitro indometasin

    menghambat enzim siklooksigenase, seperti kolkisin.

    Absorpsi pada pemberian oral cukup baik 92-99%. Indometasin

    terikat pada protein plasma dan metabolisme terjadi di hati. Di ekskresi

    melalui urin dan empedu, waktu paruh 2- 4 jam. Efek samping pada dosis

    terapi yaitu pada saluran cerna berupa nyeri abdomen, diare, perdarahan

    lambung dan pankreatis. Sakit kepala hebat dialami oleh kira-kira 20-25%

    pasien dan disertai pusing. Hiperkalemia dapat terjadi akibat

    penghambatan yang kuat terhadap biosintesis prostaglandin di ginjal.

    Karena toksisitasnya tidak dianjurka pada anak, wanita hamil,

    gangguan psikiatrik dan pada gangguan lambung. Penggunaanya hanya

    bila AINS lain kurang berhasil. Dosis lazim indometasin yaitu 2-4 kali 25

    mg sehari, untuk mengurangi reumatik di malam hari 50-100 mg sebelum

    tidur.

  • 10

    6. Piroksikam dan Meloksikam

    Piroksikam merupakan salah satu AINS dengan struktur baru yaitu

    oksikam, derivat asam enolat. Waktu paruh dalam plasma 45 jam sehingga

    diberikan sekali sehari. Absorpsi berlangsung cepat di lambung, terikat

    99% pada protein plasma. Frekuensi kejadian efek samping dengan

    piroksikam mencapai 11-46% dan 4-12%. Efek samping adalah gangguan

    saluran cerna, dan efek lainnya adalah pusing, tinitus, nyeri kepala dan

    eritema kulit. Piroksikam tidak dianjurkan pada wanita hamil, pasien tukak

    lambung dan yang sedang minum antikoagulan. Dosis 10-20 mg sehari.

    Meloksikam cenderung menghambat KOKS-2 dari pada KOKS-1. Efek

    samping meloksikam terhadap saluran cerna kurang dari piroksikam.

    7. Salisilat

    Asam asetil salisilat yang lebih dikenal dengan asetosal atau aspirin

    adalah analgesik antipiretik dan anti inflamasi yang sangat luas digunakan.

    Struktur kimia golongan salisilat.

    Asam salisilat sangat iritatif, sehingga hanya digunakan sebagai obat

    luar. Derivatnya yang dapat dipakai secara sistemik adalah ester salisilat

    dengan substitusi pada gugus hidroksil, misalnya asetosal. Untuk

    memperoleh efek anti-inflamasi yang baik dalam kadar plasma perlu

    dipertahankan antara 250-300 mg/ml. Pada pemberian oral sebagian

    salisilat diabsorpsi dengan cepat dalam bentuk utuh di lambung. Kadar

    tertinggi dicapai kira-kira 2 jam setelah pemberian. Setelah diabsorpsi

    salisilat segera menyebar ke jaringan tubuh dan cairan transeluler sehingga

    ditemukan dalam cairan sinoval. Efek samping yang paling sering terjadi

    adalah induksi tukak lambung atau tukak peptik, efek samping lain adalah

    gangguan fungsi trombosit akibat penghambatan biosintesa tromboksan.

    8. Diflunsial

    Obat ini merupakan derivat difluorofenil dari asam salisilat, bersifat

    analgetik dan anti inflamasi tetapi hampir tidak bersifat antipiretik. Kadar

  • 11

    puncak yang dicapai 2-3 jam. 99% diflunsial terikat albumin plasma dan

    waktu paruh berkisar 8-12 jam. Indikasi untuk nyeri sedang sampai ringan

    dengan dosis awal 250-500 mg tipa 8-12 jam. Untuk osteoartritis dosis

    awal 2 kali 250-500 mg sehari. Efek samping lebih ringan dari asetosal.

    9. Fenilbutazon dan Oksifenbutazon

    Fenilbitazon dan oksifenbutazon merupakan derivat pirazolon.

    Dengan adanya AINS yang lebih aman, fenilbutazon dan oksifenbutazon

    tidak lagi dianjurkan digunakan sebagai anti-inflamasi kecuali obat lain

    tidak efektif.

    Derivat pirazolon ini memiliki khasiat antiflogistik yang lebih kuat

    dari pada kerja analgetiknya jadi golongan ini hanya digunakan sebagai

    obat rematik. Fenilbutazon dimasukan secara diam-diam dengan maksud

    untuk mengobati keadaan lesu dan letih, otot-otot lemah dan nyeri. Efek

    samping derivat pirazolon dapat menyebabkan agranulositosis, anemia

    aplastik, dan trombositopenia.

  • 12

    BAB III

    PENUTUP

    3.1. Kesimpulan

    OAINS merupakan obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat

    berbeda secara kimiawi. Walaupun demikian, obat-obat ini ternyata memiliki

    banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Obat AINS

    dinyatakan sebagai obat anti inflamasi non steroid, karena ada obat golongan

    steroid yang juga berfungsi sebagai anti inflamasi.

    Obat AINS pertama kali diperkenalkan pada tahun 1899. Obat AINS yang

    pertama adalah asam asetil salisilat yang diproduksi oleh Felix Hoffman dari

    Bayer Industries. Berdasarkan saran dari Hermann Dreser, senyawa tersebut

    diberi nama aspirin yang berasal dari gabungan kata bahasa Jerman untuk

    senyawa, acetylspirsure (spirea = nama genus tanaman asal obat tersebut, dan

    Sure = asam)

  • 13

    DAFTAR PUSTAKA

    Nasution, A.R. 1992. Efek Samping Obat Anti Inflamasi Non Steroid, Fakultas

    Kedokteran Universitas Indonesia.

    Kuggy, Rani. 2012. Contoh Obat AINS.

    http://ranikuggy.wordpress.com/2012/10/15/contoh-obat-ains/

    Apakah Obat Antiinflamasi Non Steroid Itu?

    http://www.apoteker.info/Topik%20Khusus/nsaid.htm

    dr. Desie Dwi Wisudanti. 2013. Farmakologi Dasar Obat Golongan NSAID (Non

    Steroidal Anti Inflammatory Drugs)

    http://www.doktermuslimah.com/2013/02/obat-golongan-nsaid-non-

    steroidal-anti.html

    Maharani, Melinda. 2013. Obat Anti-inflamasi Nonsteroid

    http://maharanimlinda.blogspot.sg/2013/03/obat-anti-inflamasi-

    nonsteroid_7846.html