antidandruff shampoo
TRANSCRIPT
A. LATAR BELAKANG
Lebih dari 60 persen populasi di dunia mengalami permasalahan rambut
berketombe. Di Indonesia sendiri, angkanya dapat lebih tinggi karena iklim tropis,
polusi, kebiasaan hidup, serta penggunaan penutup kepala seperti jilbab maupun
helm yang dapat memengaruhi permasalahan kulit kepala selaku media
pertumbuhan rambut. Gangguan kulit kepala seperti sensitif, berminyak dan
berketombe, yang mengganggu pertumbuhan rambut secara normal seringkali
terjadi. Kerontokan rambut pun menjadi permasalahan kulit kepala lebih serius.
Kesadaran untuk merawat kulit kepala memang tidak setinggi kesadaran
untuk merawat kulit wajah. Sementara itu, problema rambut berawal dari akarnya
yakni kulit kepala. Masalah kulit kepala yang paling umum ialah kulit kepala bersisik-
sisik halus atau ketombe, dan populasi jamur yang semakin subur jika kondisi kulit
kepala terlalu berminyak.
Sampo adalah sejenis cairan, seperti sabun, yang berfungsi untuk
meningkatkan tegangan permukaan kulit kepala sehingga dapat membersihkan
kotoran di kulit kepala. Kegiatan membersihkan kulit kepala dan rambut ini disebut
keramas. Dalam pengertian ilmiahnya sampo didefinisikan sebagai sediaan yang
mengandung surfaktan dalam bentuk yang cocok dan berguna untuk menghilangkan
kotoran dan lemak yang melekat pada rambut dan kulit kepala agar tidak
membahayakan rambut, kulit kepala, dan kesehatan si pemakai.
Sampo pada umumnya digunakan dengan mencampurkannya dengan air
dengan tujuan untuk melarutkan minyak alami yang dikeluarkan oleh tubuh untuk
melindungi rambut dan membersihkan kotoran yang melekat. Namun tidak semua
sampo berupa cairan atau digunakan dengan campuran air, ada juga sampo kering
berupa serbuk yang tidak menggunakan air. Sampo kering ini selain digunakan oleh
manusia, lebih umum digunakan untuk binatang peliharaan seperti kucing yang tidak
menyukai bersentuhan dengan air ataupun anjing. Beberapa industri yang
memproduksi sampo atau perawatan rambut umumnya juga mengeluarkan produk
kondisioner dengan tujuan untuk mempermudah pengguna sampo menata kembali
rambutnya.
Formulasi untuk sampo harus mengandung bahan-bahan yang berfungsi
sebagai surfaktan, foaming agent dan stabilizer, opacifier, hydrotopes, viscosity
modifier, dan pengawet. Bahan-bahan dalam sampo harus aman dan mudah
terdegradasi sebagaimana kosmetik perawatan tubuh lain. Setiap bahan harus
memilki fungsi dan peran yang spesifik (Mottram, 2000)
Ketombe
Pengelupasan kulit kepala yang berlebihan dengan bentuk besar-besar
seperti sisik-sisik, disertai dengan adanya kotoran-kotoran berlemak, rasa gatal, dan
kerontokan rambut dikenal sebagai ketombe (dandruff). Ketombe termasuk penyakit
kulit yang disebut dengan dermatitis seboroik (seborrheic dermatitis) dengan tanda-
tanda inflamasi atau peradangan kulit pada daerah seborea (kulit kepala, alis mata,
bibir, telinga, dan lipat paha), yang disebabkan karena keaktifan dari kelenjar
keringat yang berlebihan (Harahap, 1990)
Berdasarkan jenisnya secara umum dikenal dua macam ketombe, yaitu:
1. Seborrhea sicca
Ketombe jenis ini ditandai dengan kulit kepala yang kering dan bersisik. Pada
keadaan normal, lapisan kulit terluar selalu menghasilkan sel keratin mati yang terus
menerus dalam bentuk keping-keping kecil (sisik). Biasanya pengelupasan ini
seimbang dengan produksi jaringan sel baru oleh lapisan di bawahnya. Jika
keseimbangan ini terganggu akan terjadi pengelupasan sel keratin yang berlebihan.
Dan sel-sel yang terlepas dengan adanya air atau keringat akan melekat satu sama
lain menjadi sisik-sisik besar yang tertimbun pada kulit kepala.
2. Seborrhea oleosa
Seborrhea oleosa adalah jenis ketombe yang disebabkan karena adanya
produksi lemak yang berlebihan, sehingga kulit kepala menjadi sangat berlemak dan
sisik-sisik akan menggumpal dalam massa lemak. Kulit kepala yang berlemak juga
merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme, termasuk
mikroorganisme penyebab ketombe. Penyakit ketombe ditandai oleh gejala-gejala
fisik, seperti berikut:
a. Timbulnya sisik-sisik (kering atau basah) dikulit kepala.
b. Adanya bintik-bintik merah seperti bisul kecil, disertai rasa nyeri, gatal
dan dapat diikuti demam.
c. Kulit kepala lecet, basah, bergetah, dan bau.
d. Terjadi kerontokan rambut
Penyebab Penyakit Ketombe
Penyebab utama dari seboroik dermatitis dan ketombe yang sering disebut
adalah jamur Malassezia furfur yang dikombinasikan dengan beberapa faktor
eksternal dari penderita. Diantaranya yaitu kecenderungan genetik dan emosi.
Gejala klinik penyakit ini diderita di daerah sekitar kulit kepala yang kaya dengan
kelenjar sebaceous. Luka yang disebabkan jamur ini berwarna kemerahan dan
tertutup oleh kulit kepala yang berminyak dan terasa sangat gatal (Ajello, 1997).
Secara garis besar ketombe dapat disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu:
1. Faktor internal, meliputi keseimbangan hormonal terganggu, proses
metabolisme sel tidak sempurna, stres, emosi, dan genetik.
2. Faktor eksternal, meliputi perubahan biokimia pada lapisan epidermis kulit
kepala, peningkatan jumlah dan kerja jamur dan bakteri, serta reaksi kulit
terhadap penggunaan obat-obatan dan kosmetik tertentu yang disebabkan oleh
penggunaan kosmetik dan obat-obatan topikal.
Selain faktor-faktor di atas, ketombe juga disebabkan oleh faktor iklim. Pada
daerah yang iklimnya dingin didapati kasus ketombe yang meningkat (Harahap,
1990).
Pengobatan Ketombe
Berdasarkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya ketombe, maka
dapat dikatakan bahwa pengobatan ketombe yang ideal haruslah dengan bahan
yanng mempunyai daya stimulansia, membersihkan kotoran dan lemak yang
berlebihan, bakterisida, fungisida, bakteriostatik, germisida, keratolitik dan dapat
menghilangkan atau mengurangi gatal-gatal dengan pH yang sesuai serta bentuk
perawatan yang sesuai dengan tujuan kosmetika. Umumnya bentuk sediaan yang
digunakan adalah sampo.
Beberapa ahli kosmetika mendefinisikan sampo, sebagai berikut :
a. Barnett dan Powers, (menyatakan bahwa sampo yang benar- benar baik harus
menghasilkan rambut yang harum, berkilau dan halus).
b. Waal, (menyatakan suatu sampo yang baik harus dapat membersihkan kotoran
pada rambut dan kulit kepala tanpa menyebabkan iritasi dan tidak terlalu banyak
menghilangkan minyak alami pada rambut).
c. Zussman, (menyatakan bahwa sampo bukan hanya berfungsi sebagai deterjen,
tetapi juga berfungsi sebagai kosmetika yang dapat menghasilkan rambut yang
harum, mengkilat dan mudah diatur).
d. Harry, (menyatakan bahwa sampo merupakan suatu sediaan surfaktan dalam
bentuk padat, krim, cairan, dan bentuk lain yang apabila digunakan dapat
menghilangkan kotoran pada rambut, tanpa menimbulkan efek yang jelek pada
pemakainya).
e. Ester, Henkin, dan Lon felow, (menyatakan bahwa sampo harus dapat
membersihkan rambut dengan baik tanpa menghilangkan minyak yang berasal dari
kulit kepala dalam jumlah besar).
Secara umum sampo didefinisikan sebagai deterjen bentuk larutan, krim,
padat atau bentuk-bentuk lain yang cocok untuk mencuci rambut, dikemas dalam
bentuk yang sesuai untuk digunakan, dan berguna untuk menghilangkan kotoran
dan lemak yang melekat pada kulit kepala tanpa mempengaruhi keaslian dan
kesehatan rambut si pemakai, sehingga didapat rambut yang harum, berkilau, halus
dan mudah diatur.
Sediaan sampo yang baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Dapat mencuci rambut serta kulit kepala secara keseluruhan.
2. Tidak toksik dan tidak menimbulkan iritasi.
3. Kandungan surfaktannya tidak membuat rambut dan kulit kepala menjadi kering.
4. Memiliki konsistensi yang stabil, dapat menghasilkan busa dengan cepat, lembut,
dan mudah dibilas dengan air.
5. Setelah pencucian rambut harus mudah dikeringkan.
6. Dapat menghasilkan rambut yang halus, mengkilat, tidak kasar, tidak mudah
patah, serta mudah diatur
5. Harga relatif murah (Wilkinson, 1982).
Persyaratan yang harus dipenuhi untuk sampo antiketombe adalah :
1. Dapat membersihkan rambut dan kulit kepala dari ketombe tanpa membuat
rambut menjadi berminyak, kering, atau tidak dapat diatur.
2. Mengandung zat aktif germisida, fungisida, atau zat antiseptika yang dapat
mematikan pertumbuhan bakteri, dan mencegah infeksi setelah pemakaian.
3. Konsentrasi zat aktif yang digunakan tidak meningkatkan sensitivitas kulit kepala.
4. Dapat mengurangi rasa gatal ataupun hal lain yang akan menimbulkan
ketidaknyamanan
Pada umumnya suatu sampo terdiri dari dua kelompok utama, yaitu:
1. Bahan utama, bahan utama yang sering digunakan adalah deterjen, yang
biasanya dapat membentuk busa, dan bersifat membersihkan.
a. Mekanisme kerja deterjen:
Deterjen didesain untuk meningkatkan kemampuan air dalam membasahi
kotoran yang melekat, yaitu dengan menurunkan tegangan permukaan air.
Tegangan permukaan air dipengaruhi oleh suhu, semakin tinggi suhu air akan
membuat tegangan permukaan semakin kecil, dan semakin baik air membasahi
benda. Dalam deterjen molekul bagian polar mempunyai daya tarik terhadap
permukaan (rambut) untuk menjadi basah, sehingga molekul deterjen pada
permukaan antara air dan rambut akan menarik air melalui permukaan rambut.
Deterjen akan bergerak dibawah lapisan berminyak dan mengangkatnya dari
permukaan, sehingga lapisan berminyak itu akan menjadi partikel berbentuk bola.
Perbedaan pokok deterjen dengan zat pengemulsi terletak pada kemampuan
kelompok polar dalam deterjen untuk memindahkan minyak dari kotoran.
b. Deterjen dapat dibagi atas :
1. Deterjen anionik
Deterjen yang paling banyak digunakan dalam sampo modern. Deterjen ini
mempunyai daya pencuci yang besar, memberikan busa yang banyak, serta efek
iritasi yang relatif rendah. Deterjen ini mempunyai kelemahan yaitu kelarutannya
dalam air agak kecil serta harganya relatif mahal. Sebagai contoh yang sering
digunakan adalah Natrium lauril sulfat.
2. Deterjen kationik
Deterjen ini tidak banyak digunakan pada pembuatan sampo karena efeknya
yang kurang baik untuk rambut dan kulit kepala dan dapat menyebabkan terjadinya
hemolisis. Contoh deterjen kationik : garam alkil trimetil ammonium, garam alkil
dimetil benzil ammonium, dan garam alkil pirimidin.
3. Deterjen nonionik
Sifat dari deterjen ini adalah mempunyai kelarutan yang cukup besar dalam
air karena adanya rantai oksietilen yang panjang. Deterjen ini tahan terhadap air
sadah maupun air laut dan efektif dalam suasana asam maupun basa. Deterjen ini
mempunyai kelemahan yaitu daya pembusanya hanya sedikit. Sebagai contoh
misalnya derivat polietilenglikol.
2. Bahan Tambahan
Penambahan zat-zat ini dimaksudkan untuk mempertinggi daya kerja sampo
supaya dapat bekerja secara aman pada kulit kepala, tidak menimbulkan
kerontokan, memiliki viskositas yang baik, busa yang cukup, pH yang stabil dan
dapat mengoptimalkan kerja deterjen dalam membersihkan kotoran, sehingga
menjadi sediaan sampo yang aman dalam penggunaanya dan sesuai dengan
keinginan konsumen.
Bahan-bahan tambahan yang sering digunakan dalam pembuatan sampo
diantaranya:
a. Opacifying Agent
Zat yang dapat menimbulkan kekeruhan dan penting pada pembuatan sampo
krim atau sampo krim cair. Biasanya merupakan ester alkohol tinggi dan asam
lemak tinggi beserta garam- garamnya. Contoh : setil alkohol, stearil alkohol, glikol
mono dan distearat, magnesium stearat.
b. Clarifying Agent
Zat yang digunakan untuk mencegah kekeruhan pada sampo terutama untuk
sampo yang dibuat dengan sabun. Sangat diperlukan pada pembuatan sampo cair
atau sampo cair jernih. Contoh : butil alkohol, isopropil alkohol, etil alkohol, metilen
glikol, dan EDTA.
c. Finishing Agent
Zat yang berguna untuk melindungi kekurangan minyak yang hilang pada
waktu pencucian rambut, sehingga rambut tidak menjadi kering dan rapuh. Contoh :
lanolin, minyak mineral.
d. Conditioning agent
Merupakan zat-zat berlemak yang berguna agar rambut mudah disisir.
Contoh : lanolin, minyak mineral, telur dan polipeptida.
e. Zat pendispersi
Zat yang berguna untuk mendispersikan sabun Ca dan Mg yang terbentuk
dari air sadah. Contoh : tween 80.
f. Zat pengental
Merupakan zat yang perlu ditambah terutama pada sampo cair jernih dan
sampo krim cair supaya sediaan sampo dapat dituang dengan baik. Penggunaanya
dalam rentang 2– 4%, contoh: gom, tragakan, metil selulosa, dan karboksi metil
selulosa (CMC).
g. Zat pembusa
Digunakan untuk membentuk busa yang cukup banyak, walaupun busa
bukan merupakan suatu ukuran dari sampo, namun adanya busa akan membuat
sediaan sampo menjadi menarik dan sangat disukai oleh para konsumen.
Persyaratan tinggi busa pada umumnya yaitu berkisar antara 1,3 – 22 cm. Contoh:
dietanolamin, monoisopropanol amin.
h. Zat pengawet
Zat yang berguna untuk melindungi rusaknya sampo dari pengaruh mikroba
yang dapat menyebabkan rusaknya sediaan, seperti misalnya hilangnya warna,
timbul kekeruhan, atau timbulnya bau. Digunakan dalam rentang 1–2 %, contoh:
formaldehida, hidroksi benzoat, metyl paraben, propil paraben.
i. Zat aktif
Untuk sampo dengan fungsi tertentu atau zat yang ditambahkan ke dalam
sampo dengan maksud untku membunuh bakteri atau mikroorganisme lainnya.
Contoh: Heksaklorofen, Asam salisilat.
j. Zat pewangi, berfungsi untuk memberi keharuman pada sediaan sampo supaya
mempunyai bau yang menarik. Digunakan dengan kadar 1–2%, contoh: Minyak
jeruk, minyak mawar, dan minyak lavender, minyak bunga tanjung.
j. Pewarna
Zat pewarna digunakan untuk memberikan warna yang menarik pada sediaan
sampo. Digunakan dengan kadar 1-2%, contoh : untuk pewarna hijau biasanya
digunakan senyawa klorofil atau ultra marin hijau.
k. Zat tambahan lain
Merupakan zat pada formula sampo yang mempunyai fungsi atau maksud
tertentu, seperti sampo anti ketombe, sampo bayi, sampo antikerontokan, dan
sebagainya. Zat tambahan dapat berupa zat aktif antiketombe, ekstrak tumbuhan,
vitamin, protein, dan lain-lain (Wilkinson, 1982).
Zat antiketombe adalah zat aktif yang ditambahkan ke dalam sampo,
mempunyai sifat keaktifan bakterisida, fungisida, kontrairitan, atau mengurangi dan
menghalangi sekresi kelenjar lemak. Diantara zat-zat aktif yang paling lazim
digunakan dalam sampo antiketombe adalah heksaklorofen, surfaktan kationik,
etanol sebagai antiseptik, camphora, timol, mentol, dan resorsin sebagai kontrairitan.
Selenium sulfida sebagai zat berkhasiat dapat untuk mengurangi sekresi kelenjar
minyak.
Zat aktif yang digunakan dalam sampo antiketombe umumnya merupakan
zat-zat yang menunjukkan keaktifan dermatologi yang digunakan sesuai dengan
kadar yang diperbolehkan, meskipun begitu kemungkinan besar dapat menimbulkan
reaksi kulit yang tidak dikehendaki, seperti timbulnya ruam, pruritus, dan dermatitis.
Zat aktif seperti senyawa belerang, selenium sulfida, yang tertimbun dan terserap
oleh folikel rambut, dapat mengakibatkan kerontokan rambut. Selain itu masih
terdapat zat manfaat yang diserap secara perkutan, terutama melalui folikel rambut,
kelenjar keringat, dan kelenjar lemak, yang dapat menyebabkan keracunan, seperti
turunan fenol, terutama heksaklorofen .
Molekul sampo terdiri dari bagian besar hidrokarbon nonpolar yang bersifat
hidrofobik atau tidak suka bercampur dengan air, dan bagian ujung yang lain adalah
ion karboksilat yang bersifat hidrofilik atau dapat larut dengan air. Jika sampo
dilarutkan dalam air, ujung hidrofilik dari molekulnya ditarik ke dalam air dan
melarutkannya, tetapi bagian hidrofobik ditolak oleh molekul air. Akibatnya suatu
lapisan terbentuk di atas permukaan air dan secara drastis menurunkan tegangan
permukaan air. Apabila larutan sampo tersebut mengenai barang yang berlemak
atau berminyak (kebanyakan kotoran merupakan suatu lapisan film atau lapisan tipis
minyak yang melekat), maka bagian molekul sampo langsung terorientasi. Bagian
hidrofobik membalut kotoran yang bersif at minyak, sedangkan bagian hidrofilik tetap
larut dalam fase air. Dengan gerakan mekanik membilas, maka minyak dan lemak
terdispersi menjadi tetesan-tetesan kecil dan molekul sampo tersebut terproyeksi
keluar, permukaan misel menjadi larut dalam air dan terbuang bersama air pencuci.
Proses pembersihan berlangsung dengan menurunkan tegangan permukaan air dan
mengemulsikan kotoran.
Salah satu faktor yang sangat mengganggu dalam penggunaan sampo
adalah adanya ion-ion logam tertentu dalam air sadah. Ion kalsium dan magnesium
membentuk endapan dengan ion karboksilat atau asam lemak. Endapan ini dapat
dilihat contohnya pada tempat mandi (bath up), kerak pada tangki uap. Jika di dalam
air sadah, sampo tidak dapat berbusa karena daya pembersihnya kecil atau harus
menggunakan sampo yang lebih banyak.
B. PEMBAHASAN
1. Formulasi
Formula sampo setidaknya harus mengandung bahan-bahan diantaranya
surfaktan, thickeners dan foaming agent, dan conditioning agent. Berikut adalah
contoh formula sampo (Mottram, 2000).
Sodium lauril sulfat merupakan detergent yang berfungsi untuk
membersihkan kotoran dikulit kepala. Mekanisme kerjanya dengan menurunkan
tegangan muka antara lemak dan air yang ada di kulit kepala.
Cocamidopropyl Betaine berperan sebagai surfaktan anionik. Cocamidopropyl
betaine merupakan surfaktan sintetsis turunan dari minyak kelapa dan
dimethylaminopropylamine yang bersifat switer ion.
Tetrasodium EDTA berfungsi sebagai khelating agent atau antioksidan.
Penambahan bahan ini agar senyawa-senyawa yang mudah teroksidasi tetap stabil.
Preservative digunakan sebagai pengawet. Parfume berfungsi untuk memeperbaiki
bau agar harum dan menyenagkan saat dipakai. Colour berfungsi agar tampilan
sampo menjadi lebih bagus dan memberikan warna pada sampo. Asam sitat
berfungsi sebagai pengatur pH. pH perlu diatur agar pH sampo dan pH kulit kepala
sama.
Sodium kloride berfungsi sebagai pengatur viskositas. Pengaturan viskositas
sangat penting karena berpengaruh pada saat pengisian sampo pada kemasan dan
juga saat pemakaian (Mottram, 2000). Water adalah bagian yang tidak dapat
terpisahkan dalam sediaan sampo. Fungsi utama air adalah sebagai bahan pelarut.
Air juga berfungsi untuk mengatur viskositas sampo.
2. Cara Pembuatan
Sampo diproduksi dengan cara pencampuran yang sederhana dalam sebuah
wadah disertai dengan penadukan. Kadang-kadang perlu pengaturan suhu atau
suhu dinaikkan untuk mengurangi viskositas dan mempermudah pencampuran.
Wadah yang digunakan harus berlapis stainless steel. Berikut gambar cara
pembuatan sampo (Visvanatan, 2007).
Pembuatan Sediaan Sage Shampoo (Anti-Dandruff shampo)
Formulasi shampoo anti ketombe dari ekstrak sage (Salvia officinalis) :
Bagian I
Sage Extract
TEA 4%
Na Laureth Sulfat 10%
Disodium EDTA 0.2%
Methyl paraben 0.02%
Aquades ad 100
Citric acid pH 6.0
Color blue C.I 61585 q.s
Bagian II
Asam stearat 1%
α-Tokoferol 0.01%
Propylparaben 0.03%
Dimethicone 0.5%
Cyloteric bet-c 30 5%
Sodium cocoyl glutamate 5%
Sage extract merupakan ekstrak etanol dari tanaman Salvia officinalis,
dengan kandungan berupa :
1. Acids Phenolic – caffeic, chlorogenic, ellagic, ferulic, gallic and rosmarinic.(2)
Flavonoids 5-Methoxysalvigenin.
2. Terpenes Monoterpene glycosides. Diterpenes, abietanes termasuk carnosic
acid dan turunan-nya, contoh : . carnasol.
3. Triterpenes, oleanolic acid and derivate-nya.
4. Tannins 3–8%. Hydrolysable and condensed.(2, 3)
5. Volatile oil 1–2.8%. Herba yang telah dipotong-potong, (G81, G84)
mengandung komponen utama alfa- and beta-thujones (35– 50%, umumnya
dalam bentuk alfa).
6. Lain-lain, termasuk 1,8-cineole, borneol, camphor, caryophyllene, linalyl
acetate and beberapa jenis terpenes.(4, 5)
Menurut literature cosmetic additives, ekstrak sage, jika dipijatkan ke
kulit kepala, maka akan mengontrol/ mengatasi ketombe.
Natrium Laureth sulfat digunakan sebagai foaming agent.
Pemilihannya karena harga yang relative murah, tidak berwarna, hampir tidak
berbau, sangat stabil pada Ph normal, serta dapat berbusa meskipun pada air
yang mengandung banyak mineral (kalsium). Akan tetapi, sedikit bersifat
irritant (walaupun tidak bersifat sangat mengiritasi seperti Sodium Lauryl
sulfat).
Cycloteric bet-c 30 adalah nama dagang dari cocamidopropyl betaine.
Dapat berperan sebagai pelembab. Membantu mengurangi efek mengiritasi
dari Natrium Laureth sulfat. Juga merupakan agen pembusa yang baik yang
akan meninggalkan rasa menyenangkan di kulit kepala.
TEA digunakan sebagai emulsifier yang menghasilkan emulsi minyak
dalam air dalam konsentrasi 2-4%. Penggunaan dimeticone akan
memberikan efek “mudah di sisir”, setelah penggunaan shampoo.
3. Evaluasi Sampo
Setelah sediaan sampo sudah jadi, perlu dilakukan pengujian untuk
penjaminan kualitas sampo tersebut. Beberapa uji yang dilakukan pada sampo
diantaranya adalah :
a. Penampilan fisik
Penampilan fisik sampo haruslah menarik, homogen, tidak pecah, dan
mampu membentuk busa.
b. pH
pH sampo sangat penting untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas
rambut, meminimalkan iritasi pada mata dan menstabilkan keseimbangan ekologis
kulit kepala. Uji pH sampo dapat dilakukan menggunakan pH meter maupun kertas
pH.
c. Viskositas
Uji viskositas sampo dilakukan menggunakan viskosimeter Brookfield.
Viskositas sampo akan berpengaruh pada saat filling ke wadah, proses
pencampuran, dan pada saat pemakaian.
d. Kemapuan dan stabilitas busa
Uji kemampuan dan stabilitas busa dari sampo dilakukan denga metode
cylinder shake. Caranya yaitu dengan memasukkan 50 ml sampo 1% ke dalam
tabung reaksi 250 ml kemudian dikocok kuat selama 10 kali. Total volume dari isi
busa diukur dan diamati penurunan dan stabilitas busanya (Kumar, 2010).
Evaluasi Sediaan Sampo Antiketombe
1. Pengamatan Organoleptis
Analisis organoleptis dilakukan dengan mengamati perubahan-perubahan
bentuk, bau, dan warna sediaan sampo antiketombe yang mengandung berbagai
konsentrasi ekstrak kubis. Pengamatan dilakukan setiap minggu selama 8 minggu
penyimpanan.
2. Pengukuran Tinggi Busa
Sediaan sampo antiketombe yang mengandung berbagai konsentrasi ekstrak
kubis dibuat larutannya 1% dalam air. Kemudian dimasukkan kedalam gelas ukur
bertutup, dan dikocok selama 20 detik dengan cara membalikkan gelas ukur secara
beraturan. Kemudian diukur tinggi busa yang terbentuk. Pengukuran dilakukan
setiap minggu selama 8 minggu penyimpanan.
3. Pengukuran pH
Pengukuran pH sediaan sampo antiketombe dengan berbagai konsentrasi
ekstrak kubis dilakukan dengan menggunakan pH meter digital, dengan cara terlebih
dahulu diencerkan dengan air suling dengan perbandingan 1 : 10. Elektroda pada
pH meter digital dicelupkan ke dal am larutan sampai menunjukkan angka yang
stabil. Pengukuran dilakukan seminggu sekali selama 8 minggu penyimpanan.
4. Pengukuran Viskositas
Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan alat Brookfield.
Caranya adalah dengan menempatkan sediaan sampo antiketombe yang akan
diperiksa dalam gelas piala (±200 mL), kemudian diletakkan dibawah alat viskometer
Brookfield model LV dengan tongkat pemutar (spindel) yang sesuai. Spindel
dimasukkan ke dalam sediaan sampai terendam. Pengukuran dilakukan setiap
minggu selama 8 minggu penyimpanan.
5. Pengukuran Tegangan Permukaan
Pengukuran Tegangan Permukaan sediaan sampo antiketombe dengan
berbagai konsentrasi ekstrak kubis dilakukan dengan menggunakan alat
Stalagnometer (metode berat tetes), sebagai berikut :
a. Menentukan kerapatan air (sebagai standar) dan kerapatan sediaan sampo
antiketombe dengan berbagai konsentrasi ekstrak kubis menggunakan Piknometer.
b. Memasukkan air ke dalam Stalagnometer.
c. Memasukkan Stalagnometer ke dalam termostat pada temperatur sebesar 250C.
d. Menghitung jumlah tetesan yang jatuh dari Stalagnometer.
e. Pengukuran dilakukan setiap minggu selama 8 minggu penyimpanan.
6. Pengujian Aktivitas Sediaan Sampo Antiketombe
Aktivitas antijamur ekstrak etanol dalam bentuk sediaan sampo diujikan
kembali terhadap jamur M. furfur menggunakan prosedur yang sama seperti pada uji
aktivitas ekstrak etanol kubis.
Uji Keamanan Sediaan Sampo
1. Uji Tempel (Patch Test)
Uji keamanan sediaan sampo antiketombe dengan berbagai konsentrasi
ekstrak kubis dilakukan dengan cara mengoleskan sediaan sampo pada kulit
punggung kelinci, bulu dilokasi tersebut dikerok seluas lebih kurang 25 cm. Sediaan
sampo yang akan diuji dibuat menjadi larutan 2% dalam air, kemudian baru
dioleskan ke lokasi lekatan. Lokasi lekatan dibiarkan terbuka selama 24 jam, dan
reaksi kulit yang terjadi diamati. Pengamatan dilakukan setiap hari selama 3 hari
berturut-turut.
2. Uji Iritasi terhadap Mata
Sebagai binatang percobaan digunakan mata kelinci, dan sebagai sediaan uji
adalah larutan sediaan sampo 10% dalam air. Sebanyak 0,1 mL sediaan yang telah
diencerkan, diteteskan ke dalam salah satu kelopak mata kelinci dan kelopak mata
yang satunya lagi digunakan sebagai kontrol. Pengamatan dilakukan dengan
pertolongan lampu senter selama 1 – 7 hari setelah penetesan, meliputi reaksireaksi
yang terjadi pada kornea, iris, dan konjungtiva mata.
Reaksi yang terjadi pada kornea, terlihat dengan adanya kekeruhan pada iris
dan berubahnya ukuran pupil atau bahkan adanya pendarahan pada iris. Sedangkan
reaksi yang terjadi pada konjungtiva adalah timbulnya kemerahan, pembengkakan,
dan penutupan kelopak mata.
C. KESIMPULAN
1. Sampo adalah sediaan cair semi padat yang mengandung surfaktan dalam
bentuk yang cocok dan berguna untuk menghilangkan kotoran dan lemak yang
melekat pada rambut dan kulit kepala agar tidak membahayakan rambut, kulit
kepala, dan kesehatan si pemakai.
2. Formula sampo setidaknya mengadung bahan yang berfungsi sebagai detergent
(surfaktan), thickeners dan foaming agent, dan conditioning agent. Selain itu kadang
juga ditambahkan bahan yang berfungsi sebagai pengawet, parfum, pengatur pH,
pengatur viskositas dan antimikroba.
3. Sampo dibuat dengan cara pengadukan yang sederhana, kadang perlu disertai
peningkatan suhu agar mudah tercampur dan menurunkan viskositas sampo pada
saat pencampuran.
4. Evaluasi sampo meliputi evaluasi penampilan fisik, pH, viskositas, dan
kemampuan dan stabilitas busa.
Daftar Pustaka
Kumar, Ashok., Mali, Rakesh Roshan., 2010, EVALUATION OF PREPARED
SHAMPOO FORMULATIONS AND TO COMPARE FORMULATED
SHAMPOO WITH MARKETED SHAMPOOS, International Journal of
Pharmaceutical Sciences Review and Research, Volume 3, Issue 1, July –
August 2010; Article 025.
Mottram, F.J., Lees, C.E., 2000, Hair Sampoos in Poucher's Perfumes, Cosmetics
and Soaps, 10th Edn, Butler, H. (ed), Kluwer Academic Publishers. Printed
in Great Britain.
Visvanathan, C., 2007, Shampoo Production, asian institute of technology School of
environment, resources and development Environmental engineering and
management program, Thailand.
Bayo and Kouichi Goka, 2005, Unexpected effects of zinc pyrithione and
imidacloprid on Japanese medaka fish (Oryzias latipes), Matsuda.
Boekhout, T., M. Kamp, and E. Gueho. 1998. Molecular typing of Malassezia
species with PFGE and RAPD. Med Mycol. 36:365-372.
Dalimartha, S., 2000, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid III, Puspa Swara,
Jakarta. Hlm 70-73.
Harahap, M, 1990. Penyakit kulit. Penerbit: PT Gramedia. Jakarta
Harborne, J. B., 1987, Metode Fitokimia: penuntun cara modern menganalisis
tumbuhan, cetakan ke 2, penerjemah: Iwang Soediro, Penerbit ITB,
Bandung. Hlm 13, 14, 15.
Hutapea, J. R. & Syamsuhidayat, S. S., 1991, Inventaris Tanaman Obat Indonesia,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta. Hlm 167-168.
Toruan, T. 1989. Ketombe dan Penanggulangannya. Jakarta : Pustaka.
Vincent, Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia 2. Prinsip, Produksi dan Gizi. Edisi 2.
Penerbit ITB. Bandung