antropometri wajah cina dan jawa

27
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Evolusi manusia tidak terjadi dengan sederhana. Evolusi , baik secara makro maupun mikro, terjadi secara rumit , tidak bisa diduga dan tidak mempunyai arah tertentu. Dalam arti yang luas evolusi adalah perubahan dari struktur dan bentuk lama menjadi baru. Evolusi bukan mempelajari bagaimana kehidupan terjadi tetapi lebih menekankan pada penjelasan dan penggam baran mengenai proses perubahan dalam kehidupan manusia. Evolusi merupakan proses transformasi atau perubahan genetik dalam populasi dalam waktu yang lama dari generasi ke generasi. Evolusi merupakan suatu perkembangan dan perubahan secara perlahan yang terjadi sebagai suatu akibat hubungan sinergis antara faktor genetis dan lingkungan. Sebagai konsekuensinya proses evolusi ini adalah suatu perubahan pola adaptasi dan variasi populasi. Populasi diterjemahkan sebagai sekelompok dalam hal ini manusia yang secara reguler saling kawin-maw v in. Semua gen individual dalam populasi berkaitan dengan gene pool nya. Dengan kata lain, evolusi adalah perubahan dalam gene pool dari generasi ke generasi ( Harris dan Wolpoff ( dalam Glinka, 2008). Populasi dalam arti biologis adalah sekelompok individu satu spes c ies yang menduduki teritori yang sama dan saling kawin-mawin. Maka populasi merupakan satuan dasar di mana gen-gen anggotanya beredar melalui perkawinan.

Upload: kiki-lumbessy

Post on 08-Jul-2016

231 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Antropometri wajah Cina dan Jawa

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Evolusi manusia tidak terjadi dengan sederhana. Evolusi, baik secara

makro maupun mikro, terjadi secara rumit , tidak bisa diduga dan tidak

mempunyai arah tertentu. Dalam arti yang luas evolusi adalah perubahan dari

struktur dan bentuk lama menjadi baru. Evolusi bukan mempelajari bagaimana

kehidupan terjadi tetapi lebih menekankan pada penjelasan dan penggambaran

mengenai proses perubahan dalam kehidupan manusia. Evolusi merupakan

proses transformasi atau perubahan genetik dalam populasi dalam waktu yang

lama dari generasi ke generasi. Evolusi merupakan suatu perkembangan dan

perubahan secara perlahan yang terjadi sebagai suatu akibat hubungan sinergis

antara faktor genetis dan lingkungan. Sebagai konsekuensinya proses evolusi ini

adalah suatu perubahan pola adaptasi dan variasi populasi.

Populasi diterjemahkan sebagai sekelompok dalam hal ini manusia yang

secara reguler saling kawin-mawvin. Semua gen individual dalam populasi

berkaitan dengan gene pool nya. Dengan kata lain, evolusi adalah perubahan

dalam gene pool dari generasi ke generasi (Harris dan Wolpoff (dalam Glinka,

2008).

Populasi dalam arti biologis adalah sekelompok individu satu spescies

yang menduduki teritori yang sama dan saling kawin-mawin. Maka populasi

merupakan satuan dasar di mana gen-gen anggotanya beredar melalui perkawinan.

Page 2: Antropometri wajah Cina dan Jawa

Dengan demikian kumpulan-kumpulan gen-gen individual merupakan

gene pool. Hanya saja pada masa kini memang pembagian wajah dilakukan oleh

para seniman menurut kaidah ideal secara estetika, bukan mewakili tipikal atau

karakteristik, atau bukan mewakili morfologi kraniofasial (Dyah Artaria, 2008).

Perubahan dalam populasi tidak akan terjadi kalau tidak ada aktor atau

pelaku. Tentulah budaya sebagai produk dari perkembangan perilaku juga

mempunyai peran penting dalam proses evolusi ini. Budaya memang

berpengaruh tidak langsung dalam kaitannya dengan perubahan frekuensi gen

dalam populasi, tetapi dalam pandangan adaptasi sebagai strategi seleksi alam,

maka budaya berperan penting dalam hal ini. Ada satu hubungan timbal balik

antara perkembangan fisik dan budaya.

Di beberapa wilayah Indonesia, perkawinan endogami masih merupakan

suatu preferensi. Ada tiga bentuk perkawinan endogami, yaitu endogami keluarga,

endogami lokal dan endogami sosial. Alasan utama melakukan perkawinan

endogami, terutama endogami keluarga, seringkali untuk menjaga harta agar tidak

keluar dari keluarga (Koesbardihati (dalam Glinka, 2008). Alasan lain adalah

halangan geografis. Penduduk yang tinggal di wilayah terpencil seringkali juga

merupakan penduduk yang tinggal dalam suatu isolat. Isolat terjadi karena

keterbatasan geografis, tidak adanya hubungan, baik komunikasi maupun

transportasi dengan daerah lain. Isolat inilah menyebabkan terbatasnya pemilihan

jodoh, sehingga penduduk suatu isolat cenderung untuk memilih jodohnya dari

kelompoknya sendiri. Akibatnya terjadi perkawinan endogami lokal, bahkan

endogami kerabat.

Page 3: Antropometri wajah Cina dan Jawa

Endogami sosial tampaknya tetap menjadi trend sampai sekarang.

Masyarakat memilih pasangannya menurut kesamaan karakter. fFenomena ini bisa

kita lihat pada surat -surat kabar yang memuat kolom kontak jodoh. Masyarakat

cenderung memilih jodohnya menurut kesepadanan, misalnya kesamaan tingkat

pendidikan, pekerjaan, agama, bahkan suku bangsa. Disini tampak bahwa

perubahan frekuensi gen dalam populasi juga ditentukan oleh bagaimana manusia

saling kawmin-mawin. Aturan, norma dan adat kebiasaan mengenai perkawinan

diatur dalam budaya suatu etnis yang boleh jadi bisa saling beda satu sama yang

lain. Berdasarkan pada pemikiran ini dan sudut paendang pola perkawinan, maka

kecepatan perubahan gene pool juga berbeda dari satu populasi dengan populasi

lain. Sehingga digambarkan bahwa suatu populasi akan mengembangkan

morfologinya sendiri. Dengan kata lain bahwa setiap populasi akan mempunyai

ciri morfologi sendiri.

Perubahan pendekatan morfologi kraniofasial yang cukup berarti terjadi

pada abad ke 17 melalui pengukuran subyek hidup. Perkembangan teknik pada

masa ini disebut antropometri, yang dikembangkan pertama kali oleh seorang

Aahli anatomi berkebangsaan Jerman yang bernama J. S. Elsholtz pada tahun

1654 (Kolar dan Salter, 1997). Untuk itu Elsholtz menciptakan alat ukur yang

disebut anthropometron. Pada awalnya Elsholtz menciptakan alat ukur dasar yang

terdiri dari bilah vertikal kemudian membaginya dalam unit-unit standard. Beliau

membagi bilah ini menjadi dua belas (12) bagian sama dan disebut inches. Pada

akhirnya Elsholtz melengkapi dengan bagian/bilah hoarizsontal yang fleksibel

Page 4: Antropometri wajah Cina dan Jawa

dan terpisah serta mudah digerakkan. Inilah cikal bakal instrumen atau alat ukur

yang sekarang dikenal sebagai antropometer.

Penerapan antropometri berkembang secara luas pada abad ke 18,

bersamaan dengan perkembangan berkembang pula studi mengenai klasifikasi

makluk hidup dengan menggunakan sistem linnaean. Sistem linnaean

mendasarkan pada deskripsi tipe yang merepresentasikan bentuk tipologi spesies

atau unit biologis lainnya. Pemikiran ini yang mendasari para ahli anatomi waktu

itu untuk mulai mengkalasifikasikan rasial berdasarkan pengujian visual yang

sederhana terhadap karakteristik morfologi diskret yang kemudian dikenal sebagai

studi antroposkopi. Sekalipun demikian antropometri tetap digunakan untuk

mengkuantifikasikan bentuk rata-rata suatu kelompok etnis atau rasial studi

mereka. APA BEDA ANTARA RAS DAN ETNIS? HARUS TAHU YANG

PALING DASAR INI.

Perkembangan di abad 19, penelitian di bidang antropometri mulai

berkembang dari perhitungan sedeerhana menjadi lebih rumit, yaitu dengan

menghitung indeks. Indeks adalah cara perhitungan yang dikembangkan untuk

mendeskripsikan bentuk melalui keterkaitan antar titik pengukuran. Perhitungan

indeks, titik pengukuran dan cara pengukuran berkembang pesat yang berdampak

pada banyaknya variasi cara klasifikasi.

Indonesia merupakan suatu nNegara yang memiliki berbagai macam suku,

etnis, agama dan bahasa yang berbeda-beda. Perbedaan ini mengundang berbagai

implikasi logis tata kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Perbedaan latar

belakang suku atau etnis akan terlihat ciri-ciri dari tubuh manusia tersebut. Ciri-

Page 5: Antropometri wajah Cina dan Jawa

ciri tersebut membedakan juga bentuk wajah, panjang maupun lebar kepala

manusia dan lain sebagainya.

Wajah merupakan bagian tubuh yang paling mudah dikenali. Penelitian di

Inggris dan Amerika membuktikan bahwa sembilan menit setelah lahir, meski

bayi belum mampu memfoukuskan matanya, tetapi sudah dapat melihat pada

wajah orang yang mendekatinya. Bentuk ukuran wajah juga digunakan sebagai

bagian dari identifikasi seseorang, misalnya untuk status kewarganegaraan,

kepentingan keamanan, medis forensikc, antropologi, dan arkeologi (Eoelofse,

2006).

Dalam penelitian terdahulu yang dilakukan Hyun Ja Lee dan Se-Jin Park

(dalam Bio One Online Juornals-Comparison of korean and Japanese Head and

face Anthropology, februari 2008), membuktikan adanya perbedaan bentuk

kepala dan muka antara kelompok pria dan wanita etnis Korea dengan kelompok

pria dan wanita etnis Jepang.

Di Indonesia, penelitian bentuk wajah berdasarkan etnis belum banyak

dilakukan. Mengingat pentingnya pengenalan bentuk dan ukuran wajah

berdasarkan etnis inilah maka peneliti tertarik untuk meneliti hal ini, khususnya

etnis Cina.

Berangkat dari fenomena di atas, maka dalam penelitian ini berupaya

mengukur bentuk muka antara laki-laki dan perempuan dari etnis Cina pada

mahasiswa angkatan 2006-2009 Fakultas Kedokteran Hang Tuah Surabaya.

Mengingat panjang atau pendek wajah maupun lebar atau sempitnya lebar wajah

Page 6: Antropometri wajah Cina dan Jawa

sangat dipengaruhi oleh genetikc kelopompok laki-laki maupun perempuan etnis

Cina.

LATAR BELAKANG BELUM BANYAK MEMBAHAS MENGENAI

PERBEDAAN ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN. MENGAPA PERLU

MENELITI PERBEDAAN ANTARA LAKI2 DAN PEREMPUAN? PERLU

KESINAMBUNGAN ANTARA LATAR BELAKANG DAN RUMUSAN

MASALAH DALAM HAL TSB.

DALAM LATAR BELAKANG ADA DISEBUT TTG INDEKS, TAPI TIDAK

DIGUNAKAN DALAM PENELITIAN INI.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan atas latar belakang permasalahan tersebut diatas, maka

perumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

Apakah TERDAPAT beda perbedaan YANG SIGNIFIKAN PADA bentuk

wajah antara laki-laki dan perempuan keturunan etnis Cina pada mahasiswa

angkatan 2006-2009 fFakultas kKedokteran Hang Tuah Surabaya.?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beda perbedaan bentuk wajah

antara laki-laki dan perempuan dari keturunan etnis Cina pada mahasiswa

angkatan 1997/1998 fFakultas kKedokteran Hang Tuah Surabaya.

Page 7: Antropometri wajah Cina dan Jawa

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat pada pihak-pihak yang

berkepentingan antara lain:

1. Diharapkan dari penelitian ini dapat memberi kontribusi bagi

perkembangan khasanah ilmu pengetahuan dan dapat dijadikan referensi

untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut oleh peneliti lain.

2. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah wawasan dengan

mempelajari kondisi riil di lapangan tentang perbedaan beda bentuk wajah

antara laki-laki dengan perempuan keturunan etnis Cina pada mahasiswa

angkatan 2006-2009 fFakultas kKedokteran Hang Tuah Surabaya.

3. Manfaat pPraktis, diharapkan melalui temuan penelitian ini, dapat

dijadikan sebagai salah satu cara dalam upaya untuk memecahkan suatu

permasalahan yang berkaitan dengan perbedaan bentuk wajah antara laki-

laki dan perempuan keturunan etnis Cina pada mahasiswa fFakultas

Kkedokteran Hang Tuah Surabaya.

Page 8: Antropometri wajah Cina dan Jawa

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Etnis

Secara teoritis, terdapat tiga definisi tentang etnis atau ras (DiRenzo,

1990). Ketiga definisi tersebut mengacu pada tiga teori besar, yakni; teori fisiks-

biologis, teori soscial dan teori hukum (legal). Definisi fisik-biologis menyatakan

bahwa etnis menunjuk pada klasifikasi manusia berdasarkan pada ciri-ciri genetik .

Indikator-indikator perbedaan dari perbedaan ciri-ciri genetik tersebut di

antaranya: ciri-ciri phenotypic seperti warna kulit, tekstur rambut, bobot dan

tinggi badan; sifat-sifat fisik tertentu bentuk ukuran mata, bibir, hidung, telingah

dan kepala. Berdasarkan pada indikator-indikator tersebut bisa dibedakan adanya

tiga klasifikasi rasial pada spesies manusia yakni: (1) Kcaukcasoid (kulit putih,

terang, rambut lurus, berombak) seperti yang tampak pada orang-orang Eropa;

Page 9: Antropometri wajah Cina dan Jawa

(2) Nnegtroid (kulit hitam, gelap, rambut keriting) seperti yang tampak pada

orang kulit hitam Afrika; , dan (3) Mmoengoloid (kulit kuning atau coklat)

sebagaimana tampak pada orang-orang Asia.

Definisi sosial tentang etnis menunjuk pada kategori atau orang-orang

yang dianggap memiliki ciri-ciri fisik atau biologis yang berbeda, sehingga secara

sosial mendapatkan perlakuan yang berbeda. Di Aafrika Selatan keturunan kulit

putih dianggap sebagai warna kulit putih. Di Amerika Serikat keturunan kulit

hitam disebut warga kulit hitam. Di Indonesia WNI keturunan Cina disebut warga

Tionghoa.

Menurut Soemardjan (dalam Taneko, 1986), etnis merupakan masyarakat

yang berdiri sendiri-sendiri yang berada dalam suatu masyarakat secara

keseluruhan. artinya untuk melihat perbedaan patokan etnis dengan kriteria

bahasa, daerah, kebudayaan serta susunan masyarakat.

Definisi legal (hukum) tentang ras atau etnis mempunyai ciri yang lebih

spesifik dari definisi sosial. Wujud nyata dari definisi legal pada umumnya

berbentuk undang-undang atau peraturan pemerintah. Hal tersebut karena setiap

negara memiliki undang-undang dan peraturan pemerintah yang berbeebda,

sehingga definisi legal tentang etnis minoritas seperti etnis Cina, misalnya bisa

diamati dari berbagai peraturan perundang-undangan dan iInstruksi Presiden,

yang menempatkan mereka dalam posisi sebagai warga etnis yang lain dari posisi

warga pribumi (Abidin, 1999).

Etnis adalah suatu keseragaman umat manusia yang permanen yang

tersusun dari para individu yang merasa seketuruinan dari suatu kedatukan

Page 10: Antropometri wajah Cina dan Jawa

tertentu dalam suatu lingkungan masyarakat. Suatu etnis merupakan bagian dari

suatu rumpun yang masih memiliki ciri-ciri yang konstan sehingga dapat

dibedakan tata cara kehidupannya daripada bagian-bagian manusia lainnya yang

juga memiliki kesukuan tersendiri (Kartasapoetra, 1989).

Koentjaraningrat (1974) mendeifinisikan etnis adalah suatu golongan

manusia yang terikat dalam kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan

yang seringkali diikutkikan oleh kesatuan bahasa.

Kehidupan dari masing-masing kelompok etnis itu berbeda satu dengan

yang lain. Perbedaan etnis ini dapat dilihat dari perbedaan adat istiadat dan

kebuyaan, bahasa serta kepercayaan. Semua perbedaan itu disebabkan karena

adanya pola tingkah laku yang khas dan bersifat tetap serta kontinyu, kemudian

adanya rasa bangga memiliki identitas etnis diantara anggota etnis tersebut.

Menurut DiRenzu (1990) ras sebenarnya berbeda dengan etnis. Etnis

menunjuk pada populasi yang memiliki ciri-ciri budaya, asal-usul, bahasa,

agama, kebiasaan dan gaya hidup tertentu, dan biasanya tidak disebabkan oleh

keturunan (faktor biologis). Secara umum dalam masyarakat tidak membedakan

antara ras dan etnis. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ras atau etnis

didefinisikan sebagai suatu ciri fisik kelompok atau seseorang yang juga bisa

dilegalkan melalui bentuk perundang-undangan yang mengatur keberadaan ras

atau etnis tersebut.

Di Indonesia, etnisitas biasanya dihubungkan dengan suku-suku bangsa

yang tersebar di seluruh nusantara sebagaimana yang diungkapkan oleh Van

Vollehoven tentang pembagian wilayah hukum adat Afarat (dalam Evita Santi dan

Page 11: Antropometri wajah Cina dan Jawa

Matulessy, 2003). Selain itu etnisitas di Indonesia juga dihubungkan dengan

suku bangsa asing yang telah berabad-abad lamanya menyatu dalam masyarakat

seperti etnis Cina, Arab, India dan sebagainya. Namun demikian menurut

Koentjaraningrat (1995) konsep etnis di Indonesia perlu diredeifinisikan secara

ilmiah dengan mengambil beberapa unsur kebudayaan sebagai unsur indikator.

Berdasarkan uraian tersebut di atas disimpulkan bahwa tidak ada pembedaan

secara ketat antara etnis dan suku. Dengan kata lain istilah pPribumi dan Cina bisa

menunjuk baik pada etnis maupun suku. Hal ini memungkinkan karena di dalam

masyarakat Indonesia istilah Cina atau Tionghoa misalnya, bukan hanya

menunjuk pada perbedaan keturunan (biologis), tetapi juga pada kultur, kebiasaan

dan gaya hidup.

Etnis Cina

Beberapa ahli tentang masyarakat Cina di Indonesia membuat definisi

yang berbeda tentang siapa orang atau warga Cina Indonesia sebenarnya. Skinner

(dalam Coppel, 1994) menyatakan bahwa orang Cina di Indonesia disebut sebagai

orang Cina jika mereka berfungsi sebagai anggota dari dan bergabung dengan

masyarakat Cina. Suatu tanda kebudayaan yang dapat dipercaya dari pernyataan

diri sebagai orang Cina dan pernyataan diri dalam sistem sosial Cina adalah

pemakaian nama Cina. Menurut seorang pengamat Cina Indonesia lainnya, yakni

Coppel (1994) orang Cina Indonesia adalah orang keturunan Cina yang berfungsi

Page 12: Antropometri wajah Cina dan Jawa

sebagai warga negara atau berpihak pada orang Cina atau yang dianggap sebagai

orang Cina oleh orang Indonesia pribumi.

Kedua definisi di atas, meski tampak berbeda tetapi sebetulnya

mempunyai satu kesamaan yakni menitik beratkan pada fungsi sosial budaya dari

masyarakat Cina dan melupakan fungsi ketureunan atau ras. Dengan kata lain

kedua definisi tersebut sama-sama tidak menyinggung faktor keturunan sebagai

salah satu faktor yang sangat menentukan kebaradaan suatu etnis atau ras.

Etnis Cina adalah waga negara Indonesia yang berasal dari keturunan

Cina, mereka lahir dan menetap di Indonesia. Mereka menggunakan bahasa nenek

moyang mereka dan sangat sukar meninggalkan budaya asli tersebut. Masyarakat

Tiong Hoa di pPulau Jawa adalah masyaraklat Tiong Hoa yang banyak bermukim

dan tersebar di pPulau Jawa, secara garis besar dapat dibedakan antara Tiong Hoa

tTotok dan pPeranakan. Tionghoa totok dimaksudkan sebagai orang Cina yang

baru menetap di Indonesia selama satu atau dua generasi. Sedangkan Tionghoa

peranakan dimaksudkan sebagai orang Cina yang telah lama menetap di

Indonesia, selama tiga generasi atau lebih. Dalam membicarakan etnis Tionghoa

disini tidak begitu dipermasalahkan apakah itu Tionghoa totok atau peranakan,

melainkan yang akan diambil adalah untuk mengukur panjang wajah. Meskipun

mungkin ada bedanya tetapi keduanya memiliki akar yang sama dapat dibedakan

dengan etnis yang lain.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa definisi

tentang masyarakat Cina di Indonesia tidak cukup dengan membatasi pada fungsi

sosial budaya, tetapi harus menghubungkannya dengan faktor keturunan. Oleh

Page 13: Antropometri wajah Cina dan Jawa

sebab itu orang atau warga yang dilahirkan dari kedua orang tua yang sama-sama

mempunyai hubungan dengan etnis Cina. Dari definisi ini maka orang-orang

yang termasuk ke dalam warga Cina di dalam pada penelitian ini adalah mereka

yang secara langsung mempunyai hubungan genetis dengan ras Cina. Jika hanya

salah satu dari orang tua mereka yang beretnis Cina, apakah itu ibu atau ayah

maka orang itu tidak termasuk ke dalam keluarga warga Cina.

PEMBAHASAN DI SINI TITIK BERATNYA TERLALU MENGARAH

PADA ETNIS. PADAHAL YG DITELITI ADALAH MORFOLOGI WAJAH

YG TIDAK ADA KAITANNYA DG ETNIS. APALAGI ARAHNYA

ADALAH PERBEDAAN LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN, YG LEBIH

MENGARAH PADA FAKTOR GENETIS. JADI PEMBAHASAN

HARUSNYA LEBIH MENGARAH KE MORFOLOGIS DAN GENETIS.

MENGAPA ADA PERBEDAAN ANTARA LAKI-LAKI DAN

PEREMPUAN? ITULAH YG MENJADI DASAR DARI PENELITIAN INI.

2.2. Proses Pembentukan Wajah

Mesenkim untuk pembentukan daerah kepala berasal dari mesoderm

lempeng paraksial dan lateral, krista neuralis, dan daerah ektoderm yang menebal

yang dikenal sebagai plakoda ektoderm. Mesoderm paraksial (somit dan

somitomer) membentuk lantai tengkorak dan sebagian kecil daerah oksipital,

semua otot volunter di daerah kraniofasial, dermis dan jaringan penyambung di

daerah dorsal kepala, dan selaput otak di sebelah kaudal prosensefalon.

Mesoderm lempeng lateral membentuk kartilago-kartilago laring dan

jaringan penyambung di daerah ini. Sel-sel krista neuralis berasal dari

Page 14: Antropometri wajah Cina dan Jawa

neuroektoderm daerah otak depan, otak tengah, dan otak belakang dan bermigrasi

ke arah ventral menuju ke lengkung-lengkung faring dan ke arah rostral menuju

ke sekitar otak depan dan piala mata, masuk ke daerah wajah. Di tempat-tempat

ini, mereka membentuk struktur-struktur tulang dengan wajah dan lengkung

faring dan semua jaringan lain di daerah ini, termasuk kartilago, tulang dentin,

tendo, dermis, pia dan arakhnoid, neuron sensorik, dan stroma kelenjar. Sel dari

plakoda ektoderm, bersama dengan krista neuralis, membentuk neuron ganglia

sensorik kranial ke -5, 7, 9, dan 10 (Sadler, 2000).

Gambaran yang paling khas dalam perkembangan kepala dan leher adalah

terbentuknya lengkung brankialis atau lengkung faring. Lengkeng-lengkung ini

tampak dalam perkembangan minggu ke- 4 dan ke- 5, serta ikut menentukan

tampilan luar mudigah yang khas. Pada mulanya, lengkung-lengkung ini berupa

batang jaringan mesenkim yang dipisahkan oleh celah-=celah dalam, yang dikenal

sebagai celah brankhial atau celah faring, yang merupakan bagian paling kranial

dari usus primitif depan. Kantong-kantong ini menembus mesenkim di sekitarnya,

tetapi tidak membentuk hubungan langsung dengan celah-celah luar. Oleh karena

itu, sekalipun perkembangan lengkung, celah dan kantung faring mirip

pembentukan insang pada ikan dan amfibi, pada mudigah manusia insang yang

sebenarnya tidak pernah terbentuk. Oleh karena itu, dipakai istilah lengkung,

celah, dan kantung faring untuk mudigah manusia.

Lengkung faring tidak ikut membentuk leher, tetapi memainkan peranan

penting dalam pembentukan kepala. Pada akhir minggu ke- 4, bagian pusat wajah

dibentuk oleh stomodeum, yang dikelilingi oleh pasangan pertama lengkung

Page 15: Antropometri wajah Cina dan Jawa

faring. Ketika mudigah berusia 4 ½ minggu, dapat dikenali lima buah tonjolan

mesenkim yaitu tonjolan-tonjolan mandibula (lengkung faring I), di sebelah

kaudal stomodeum; tonjol-tonjol maksila (bagian dorsal lengkung faring I), di

sebelah lateral stomodeum; dan tonjol frontonasal, suatu tonjolan yang agak

membulat di sebelah kaudal stomodeum. Perkembangan wajah selanjutnya

dilengkapi dengan pembentukan tonjolan hidung.

Lengkung-lengkung faring, yang terdiri atas balok-balok jaringan

mesenkim dan masing-masing dipisahkan oleh kantung dan celah faring,

memberi bentuk awal yang khas pada kepala dan leher. Setelah lahir, munculnya

gigi geligi dan sinus paranasalis membentuk wajah dengan ciri-ciri yang khas

bagi masing-masing individu.

Setiap lengkung faring mempunyai arteri, saraf, unsur otot, dan balok

tulang rawan atau unsur tulangnya masing-masing. Endoderm kantung faring

menghasilkan sejumlah kelenjar endokrim dan sebagian telinga tengah. Dalam

urutan selanjutnya, kantung faring menghasilkan (a) rongga telinga tengah,. Dan

tuba auditorius, (b) stroma tonsilla palatina, (c) kelenjar paratiroidea dan timus,

dan (d) kelenjar-kelenjar paratiroid superior dan corpus ultimobranchiale.

Celah faring hanya menghasilkan satu struktur meatus acusticus externus.

Kelenjar tiroid berasal dari proliferasi epitel di dasar lidah dan bergerak turun

hingga di depan cincin trakea dalam perjalanan perkembangannya. Tonjol

maksila dan tonjol mandibula yang berpasangan serta tonjol frontonasalis

merupakan tonjol-tonjol pertama di daerah wajah. Kemudian terbentuk tonjol

hidung lateral dan medial di sekitar plakoda hidung pada tonjol frontonasal.

Page 16: Antropometri wajah Cina dan Jawa

Semua bangunan ini penting karena mereka menentukan, dengan penyatuan dan

pertumbuhan khusus, besar dan integritas mandibula, bibir atas, palatum, dan

hidung.

Pembentukan bibir terjadi melalui penyatuan kedua tonjol maksila dengan

dua tonjol hidung lateral. Segmen antar maksila terbentuk oleh penyatuan dari

dua tonjol hidung medial di garis tengah. Segmen ini terbentuk dari (a) fltrum, (b)

unsur rahang atas, yang membawa empat gigi seri, dan (c) unsur palatum, yang

membentuk palatum primer yang berbentuk segi tiga. Hidung berasal dari (a)

tonjol frontonasal, yang membentuk jembatan hidung, (b) tonjol-tonjol-tonjkol

hidung medial, yang membentuk lengkung dan ujung hidung, dan (c) tonjol

hidung lateral, yang membentuk alae. Penyatuan lempeng-lempeng palatum, yang

terbentuk dari tonjol maksila, membentuk palatum durum (sekunder) dan palatum

molle.

Bentuk wajah orang dewasa dipengaruhi oleh perkembangan sinus

paranasales, conchae nasales, dan gigi geligi. Gigi berkembang dari unsur

ektoderm dan mesoderm. Email dibuat oleh ameloblas. Email terletak di atas

selapis dentin yang tebal yang dihasilkan oleh odontoblas, suatu derivat krista

neuralis comentum dibentuk oleh sementoblas, derivat mesenkim lain yang

ditentukan dalam akar gigi. Sekalipun gigi-gigi pertama (gigi desidua atau gigi

susu) muncul 6 hingga 24 bulan setelah lahir, gigi definitif atau gigi tetap, yang

muncul pasca lahir, dibentuk pada perkembangan bulan ketiga.

2.3. Kerangka Konseptual Penelitian

Page 17: Antropometri wajah Cina dan Jawa

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ialah suatu cara untuk memecahkan suatu masalah dan untuk

menembus batas-batas ketidaktahuan manusia. Kegiatan penelitian dengan

mengumpulkan dan memproses fakta-fakta yang ada sehingga fakta tersebut

Kelompok Laki-Laki Etnis Cina

Kelompok Perempuan EtnisCina

Beda Wajah

Page 18: Antropometri wajah Cina dan Jawa

dapat dikomunikasikan oleh peneliti dan hasil-hasilnya dapat dinikmati serta

digunakan untuk kepentingan manusia.

Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian deskriptif. Dalam

penelitian yang deskriptif, peneliti mengadakan ekspolorasi fenomena

kedokterasn tanpa berusaha mencari hubungan antar variabel di dalam fenomena

tersebut.

Pendekatan deskriptif dipandang mampu merefleksikan bentuk perilaku

dan prosesnya serta mampu menangkap makna (meaning) dalam penelitian

dimaksudkan untuk memperoleh deskripsi tentang perbBedaan bBentuk wWajah

aAntara kKelompok lLaki-Llaki dengan kelompok pPerempuan etnis Cina pada

mMahasiswa fFakultas kKedokteran uUniversitas Hang Tuah Surabaya.

3.1. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun

sedemikian rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap

pertanyaan penelitiannya. Dalam pengertian yang luas rancangan penelitian

mencakup pelbagai hal yang dilakukan mulai dari identifikasi masalah,

perumusan hipotesis, operasionalisasi, sampai analisis data. Dalam pengertian

lebih sempit rancangan penelitian mengacu pada jenis atau macam penelitian yang

dipilih untuk mencapai tujuan penelitian.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian Cross

Sectionional. Dalam penelitian ini penulis melakukan pengukuran bentuk wajah

yang meliputi panjang dan lebar wajah kelompok laki-laki dengan perempuan

Page 19: Antropometri wajah Cina dan Jawa

etnis Cina pada mMahasiswa fFakultas kKedokteran Uuniversitas Hang Tuah

Surabaya aAngkatan tahun 2006- 2009.

3.2. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi adalah kumpulan individu dengan kualitas dan ciri-ciri yang

ditetapkan (Moh Nazir, 1995) pada penelitian ini pPopulasi yang diambil oleh

penulis adalah seluruh mMahasiswa fFakultas kKedokteran aAngkatan tahun

2006- 2009 uUniversitas Hang Tuah Surabaya. Ciri-ciri dari populasi tersebut

adalah:

1. Mahasiswa fFakultas kKedokteran angkatan tahun 2006-2009

uUniversitas Hang Tuah Surabaya;

2. Berjenis kelamin lLaki-laki dan perempuan;

3. Kelompok etnis Cina.

Berdasarkan data yang diperoleh oleh penulis dari bBiro aAdministrasi

aAkademik tentang jumlah mahasiswa laki-laki fFakultas kKedokteran angkatan

2006-2009 sebanyak ......... orang.

b. Sampel

Agar penelitian ini dapat menjadi gambaran bagi populasi, maka sampel

yang diambil haruslah cukup representatif, yaitu dapat mewakili populasi dalam

Page 20: Antropometri wajah Cina dan Jawa

arti semua ciri-ciri atau karakteristik yang ada pada populasi dapat dicerminkan

dari sampel yang diambil.

Sampel yang diambil pada peneltian ini sebesar 30 orang, merupakan para

mahasiswa fFakultas kedokteran angkatan 2006-2009 khususnya kelompok laki-

laki dengan dan kelompok perempuan etnis Cina, yang merupakan subyek yang

diteliti. Rinciannya sebagai berikut:

- Kelompok laki-laki etnis Cina = 15 orang

- Kelompok perempuan etnis Cina = 15 orang.

Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode purposive

sampling atau sampel tidak acak. Menurut Singarimbun dan effendi (1995),

metode pengambilan sampel berdasarkan purposive sampling, dalam hal ini

sampel yang dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Sedangkan

pertimbangan yang diambil itu berdasarkan tujuan penelitian.

3.3. Klasifikasi Variabel dan Definisi Operasional

3.3.1. Klasifikasi Variabel

a. Variabel Tergantung

- Bentuk Wajah

Pengukuran ini mengukur bentuk wajah meliputi panjang wajah dan lebar

wajah untuk kelompok etnis Cina.

b. Variabel ble Bebas

- Kelompok Laki-Laki Etnis Cina

Page 21: Antropometri wajah Cina dan Jawa

Adalah sekumpulan laki-laki yang merupakan penduduk Indonesia yang

secara fisiologis dan kultur berasal dari keturunan Cina mendiami daerah-

daerah di wilayah Republik Indonesia.

- Kelompok perempuan Etnis Jawa

Adalah sekumpulan perempuan yang merupakan penduduk Indonesia

yang secara fisiologis dan kultur berasal dari keturunan Cina yang

mendiami daerah-daerah di wilayah Republik Indonesia.

3.3.2. Definisi Operasional

a. Variable tergantung

- Bentuk wajah

Pengukuran ini dilakukan untuk mengukur bentuk wajah yang meliputi

panjang wajah dan lebar wajah untuk kelompok laki-laki dan perempuan

etnis Cina.

b. Variabel Bebas

- Kelompok Laki-Laki Etnis Jawa

Untuk mengetahui latar belakang seseorang yang berjenis kelamin laki-

laki yang meliputi silsilah atau keturunan dari kelompok etnis Cina

dilakukan dengan menggunakan angket yang diberikan pada kelompok

responden yang menjadi subjek penelitian.

- Kelompok Perempuan Etnis Jawa

Page 22: Antropometri wajah Cina dan Jawa

Untuk mengetahui latar belakang seseorang yang berjenis kelamin

perempuan yang meliputi silsilah atau keturunan dari kelompok etnis Cina

dilakukan dengan menggunakan angket yang diberikan pada kelompok

responden yang menjadi subjek penelitian.

Sedangkan Ppengukurannya untuk variabel tergantung pajang wajah dan

lebar wajah menggunakan alat kaliper lengkung, klasifikasi sebagai berikut:

Mengukur Panjang wajah

Kategori Laki-laki Perempuan- Sangat Pendek x-169 x-161- Pendek 170 – 177 162 – 169- Sedang 178 - 185 170 - 176 - Panjang 186 - 193 177 - 184- Sangat Panjang 194-x 185-x

Mengukur Lebar wajah

Kategori Laki-laki Perempuan- Sangat Sempit x-127 x-120- Sempit 128 – 135 121 – 127- Sedang 136 - 143 128 - 135 - lebar 144 - 151 136 - 142- Sangat lebar 152-x 143-x

Selanjutnya untuk meneliti variabel bebas kelompok laki-laki dan

perempuan etnis Cina menggunakan angket. Tujuannya untuk mengetahui silsilah

atau kelompok keturunan baik itu dari kelompok laki-laki maupun kelompok

perempuan etnis Jawa.

3.4. Alat dan bahan penelitian

Page 23: Antropometri wajah Cina dan Jawa

Alat yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu menggunakan alat

kaliper lengkung dan angket. Sedangkan bBahan penelitian yaitu penelitian

kepustakaan. Dalam kaitannya dengan penelitian kepustakaan ini, maka sumber

bahan penelitian diperoleh dari: literatur, hasil-hasil penelitian, jurnal-jurnal,

makalah dan yang berkiatan dengan masalah yang diteliti.

3.5. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah

Surabaya

Waktu penelitian : 18 Februari – 18 maret 2010.

3.6. Pengumpulan data

Upaya penulis untuk mendapatkan data yang akurat dan dapat

dipertanggungjawabkan untuk menjawab dan menganalisis permasalahan dalam

penelitian ini dengan cara observasi di lapangan, yakni pada kelompok laki-laki

dan kelompok perempuan etnis Cina pada mMahasiswa Fakultas Kedokteran

angkatan tahun 2006-2009 Universitas Hang Tuah Surabaya.

Dari merekalah data-data penelitian ini akan diambil dengan

menggunakan berbagai teknik, yaitu:

1. Surveiai

Penelitian yang mengambil sampelle dari satu populasi dan menggunakan

kuoesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok.

2. Observasi

Page 24: Antropometri wajah Cina dan Jawa

Kegiatan ini dilakukan dimana penyusun langsung ke obyek penelitian dan

hal ini dilakukan untuk mencari informasi dengan jalan mengadakan

observasi yaitu peneliti melakukan pengamatan langsung terhadap hal-hal

yang berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti.

3. Instrumen

Angket merupakan pertanyaan tertulis yang berisi sejumlah pertanyaan

yang diberikan kepada sejumlah responden (subjek penelitian) dengan

tujuan untuk mengungkapkan kondisi dalam diri subjek yang ingin

diketahui. Alasan digunakan angket dalam penelitian ini didasarkan pada

beberapa pertimbangan:

a. Asumsi :

- responden adalah orang yang paling tahu tentang dirinya;apa yang

dinyatakan oleh responden pada peneliti adalah benar dan bisa

dipercaya;

- interpretasi responden terhadap pertanyaan yang diajukan, sama

seperti yang dimaksud peneliti;

- biaya relatif murah;

- waktu yang dipergunakan untuk mendapatkan data relatif singkat;

4. Alat

Menggunakan alat kaliper lengkung, untuk mengetahui panjang wajah dan

lebar wajah untuk kelompok laki-laki dan kelompok perempuan etnis

Cina.

3.7. Analisis Data

Page 25: Antropometri wajah Cina dan Jawa

Setelah data yang dibutuhkan diperoleh melalui penelitian lapangan,

selanjutnya dilakukan analisis data yang akan membantu dalam memahami

permasalahan dan mengambil kesimpulan hasil penelitian untuk akhirnya

menghasilkan rekomendasi. DIANALISIS MENGGUNAKAN STATISTIK

APA?

Analisis yang digunakan adalah metode analisis kualitatif. Metode

kualitatif merupakan sumber dari deskriptif yang luas dan berlandaskan kokoh,

serta membuat penjelasan tentang proses-proses yang terjadi. Dengan metode

kualitatif, diharapkan dapat mengikuti dan memahami alur peristiwa secara

kronologis, menilai sebab akibat dalam lingkup pikiran orang setempat dan

memperoleh penjelasan yang cukup banyak dan bermanfaat. Demikian pula

metode kualitatif dapat memberikan rincian yang kompleks tentang fenomena

yang sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif. KUALITATIFNYA DI MANA???

Page 26: Antropometri wajah Cina dan Jawa

DAFTAR PUSTAKA

Coppel, C.A., 1994, Tionghoa Indonesia dalam Krisis (Terjemahan), SinarHarapan, Jakarta.

DiRenzo, G.J., 1990, Human Social Behavior: Concepts and Principles ofSociology, USA: Holt, Rinehart and Winston.

Evita Santi dan Matulessy, 2003, Prasangka Rasial dan KetertarikanInterpersonal Keturunan Cina dan Jawa, Fakultas Psikologi UntagSurabaya, Surabaya.

Glinka SVD. Jozef, 2008, Manusia Makhluk Sosial Biologis, Airlangga UniversityPress, Surabaya.

Geertz, Clifford, 1973, Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa,Terjemahan, Pustaka Jaya, Jakarta.

Hyun Ja Lee dan Se-Jin Park, Comparison of Korea and Japanese Head and FaceAnthropometric Characteristies, Bio One Online Juornals-Comparison ofkorean and Japanese Head and face Anthropology, februari 2008),

Kartasapoetra, 1989, Sosiologi Umum, PT. Binarupa Aksara, Jakarta.

Koentjaraningrat, 1976, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, PT. Dian Rakyat,Jakarta.

Saller K. 1964, Leitfaden der Anthropologie, Gustav Fischer Verlag, Stuttgart.

Muldser, N., 1983, Pribadi dan Masyarakat di Jawa, Sinar Harapan, Jakarta.

Sadler, T.W., 2000, Embriologi Kedokteran Langman, Buku Kedokteran EGC,Jakarta.

Page 27: Antropometri wajah Cina dan Jawa

Sastroasmoro D. dan Ismael Sofyan, 1995, Dasar-Dasar Metodologis PenelitianKlinis, Binarupa Aksara, Jakarta.

Singarimbun. Masri dan Sofian Effendi, 1995, Metode Penelitian Survey,LP3ES, . Jakarta .

Tanteko, B.S., 1986. Konsepsi Sistem Sosial Indonesia, CV. Fajar Agung, Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA YG DIBERI TANDA KUNING: TDK DIJUMPAI DALAMTEKS

ada beberapa kutipan yang TDK ada di daftar pustaka:

(Artaria, 2008). (Kolar & Salter, 1997). (Abidin, 1999 (Nazir, 1995)

Catatan:ada beberapa paragraf pada tinjauan pustaka dan latar belakang tanpasumber/referensi, apakah paragraf tersebut merupakan pemikiran sendiri atauberdasarkan sumber/referensi tertentu.