antropometri wajah cina dan jawa
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Evolusi manusia tidak terjadi dengan sederhana. Evolusi, baik secara
makro maupun mikro, terjadi secara rumit , tidak bisa diduga dan tidak
mempunyai arah tertentu. Dalam arti yang luas evolusi adalah perubahan dari
struktur dan bentuk lama menjadi baru. Evolusi bukan mempelajari bagaimana
kehidupan terjadi tetapi lebih menekankan pada penjelasan dan penggambaran
mengenai proses perubahan dalam kehidupan manusia. Evolusi merupakan
proses transformasi atau perubahan genetik dalam populasi dalam waktu yang
lama dari generasi ke generasi. Evolusi merupakan suatu perkembangan dan
perubahan secara perlahan yang terjadi sebagai suatu akibat hubungan sinergis
antara faktor genetis dan lingkungan. Sebagai konsekuensinya proses evolusi ini
adalah suatu perubahan pola adaptasi dan variasi populasi.
Populasi diterjemahkan sebagai sekelompok dalam hal ini manusia yang
secara reguler saling kawin-mawvin. Semua gen individual dalam populasi
berkaitan dengan gene pool nya. Dengan kata lain, evolusi adalah perubahan
dalam gene pool dari generasi ke generasi (Harris dan Wolpoff (dalam Glinka,
2008).
Populasi dalam arti biologis adalah sekelompok individu satu spescies
yang menduduki teritori yang sama dan saling kawin-mawin. Maka populasi
merupakan satuan dasar di mana gen-gen anggotanya beredar melalui perkawinan.
Dengan demikian kumpulan-kumpulan gen-gen individual merupakan
gene pool. Hanya saja pada masa kini memang pembagian wajah dilakukan oleh
para seniman menurut kaidah ideal secara estetika, bukan mewakili tipikal atau
karakteristik, atau bukan mewakili morfologi kraniofasial (Dyah Artaria, 2008).
Perubahan dalam populasi tidak akan terjadi kalau tidak ada aktor atau
pelaku. Tentulah budaya sebagai produk dari perkembangan perilaku juga
mempunyai peran penting dalam proses evolusi ini. Budaya memang
berpengaruh tidak langsung dalam kaitannya dengan perubahan frekuensi gen
dalam populasi, tetapi dalam pandangan adaptasi sebagai strategi seleksi alam,
maka budaya berperan penting dalam hal ini. Ada satu hubungan timbal balik
antara perkembangan fisik dan budaya.
Di beberapa wilayah Indonesia, perkawinan endogami masih merupakan
suatu preferensi. Ada tiga bentuk perkawinan endogami, yaitu endogami keluarga,
endogami lokal dan endogami sosial. Alasan utama melakukan perkawinan
endogami, terutama endogami keluarga, seringkali untuk menjaga harta agar tidak
keluar dari keluarga (Koesbardihati (dalam Glinka, 2008). Alasan lain adalah
halangan geografis. Penduduk yang tinggal di wilayah terpencil seringkali juga
merupakan penduduk yang tinggal dalam suatu isolat. Isolat terjadi karena
keterbatasan geografis, tidak adanya hubungan, baik komunikasi maupun
transportasi dengan daerah lain. Isolat inilah menyebabkan terbatasnya pemilihan
jodoh, sehingga penduduk suatu isolat cenderung untuk memilih jodohnya dari
kelompoknya sendiri. Akibatnya terjadi perkawinan endogami lokal, bahkan
endogami kerabat.
Endogami sosial tampaknya tetap menjadi trend sampai sekarang.
Masyarakat memilih pasangannya menurut kesamaan karakter. fFenomena ini bisa
kita lihat pada surat -surat kabar yang memuat kolom kontak jodoh. Masyarakat
cenderung memilih jodohnya menurut kesepadanan, misalnya kesamaan tingkat
pendidikan, pekerjaan, agama, bahkan suku bangsa. Disini tampak bahwa
perubahan frekuensi gen dalam populasi juga ditentukan oleh bagaimana manusia
saling kawmin-mawin. Aturan, norma dan adat kebiasaan mengenai perkawinan
diatur dalam budaya suatu etnis yang boleh jadi bisa saling beda satu sama yang
lain. Berdasarkan pada pemikiran ini dan sudut paendang pola perkawinan, maka
kecepatan perubahan gene pool juga berbeda dari satu populasi dengan populasi
lain. Sehingga digambarkan bahwa suatu populasi akan mengembangkan
morfologinya sendiri. Dengan kata lain bahwa setiap populasi akan mempunyai
ciri morfologi sendiri.
Perubahan pendekatan morfologi kraniofasial yang cukup berarti terjadi
pada abad ke 17 melalui pengukuran subyek hidup. Perkembangan teknik pada
masa ini disebut antropometri, yang dikembangkan pertama kali oleh seorang
Aahli anatomi berkebangsaan Jerman yang bernama J. S. Elsholtz pada tahun
1654 (Kolar dan Salter, 1997). Untuk itu Elsholtz menciptakan alat ukur yang
disebut anthropometron. Pada awalnya Elsholtz menciptakan alat ukur dasar yang
terdiri dari bilah vertikal kemudian membaginya dalam unit-unit standard. Beliau
membagi bilah ini menjadi dua belas (12) bagian sama dan disebut inches. Pada
akhirnya Elsholtz melengkapi dengan bagian/bilah hoarizsontal yang fleksibel
dan terpisah serta mudah digerakkan. Inilah cikal bakal instrumen atau alat ukur
yang sekarang dikenal sebagai antropometer.
Penerapan antropometri berkembang secara luas pada abad ke 18,
bersamaan dengan perkembangan berkembang pula studi mengenai klasifikasi
makluk hidup dengan menggunakan sistem linnaean. Sistem linnaean
mendasarkan pada deskripsi tipe yang merepresentasikan bentuk tipologi spesies
atau unit biologis lainnya. Pemikiran ini yang mendasari para ahli anatomi waktu
itu untuk mulai mengkalasifikasikan rasial berdasarkan pengujian visual yang
sederhana terhadap karakteristik morfologi diskret yang kemudian dikenal sebagai
studi antroposkopi. Sekalipun demikian antropometri tetap digunakan untuk
mengkuantifikasikan bentuk rata-rata suatu kelompok etnis atau rasial studi
mereka. APA BEDA ANTARA RAS DAN ETNIS? HARUS TAHU YANG
PALING DASAR INI.
Perkembangan di abad 19, penelitian di bidang antropometri mulai
berkembang dari perhitungan sedeerhana menjadi lebih rumit, yaitu dengan
menghitung indeks. Indeks adalah cara perhitungan yang dikembangkan untuk
mendeskripsikan bentuk melalui keterkaitan antar titik pengukuran. Perhitungan
indeks, titik pengukuran dan cara pengukuran berkembang pesat yang berdampak
pada banyaknya variasi cara klasifikasi.
Indonesia merupakan suatu nNegara yang memiliki berbagai macam suku,
etnis, agama dan bahasa yang berbeda-beda. Perbedaan ini mengundang berbagai
implikasi logis tata kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Perbedaan latar
belakang suku atau etnis akan terlihat ciri-ciri dari tubuh manusia tersebut. Ciri-
ciri tersebut membedakan juga bentuk wajah, panjang maupun lebar kepala
manusia dan lain sebagainya.
Wajah merupakan bagian tubuh yang paling mudah dikenali. Penelitian di
Inggris dan Amerika membuktikan bahwa sembilan menit setelah lahir, meski
bayi belum mampu memfoukuskan matanya, tetapi sudah dapat melihat pada
wajah orang yang mendekatinya. Bentuk ukuran wajah juga digunakan sebagai
bagian dari identifikasi seseorang, misalnya untuk status kewarganegaraan,
kepentingan keamanan, medis forensikc, antropologi, dan arkeologi (Eoelofse,
2006).
Dalam penelitian terdahulu yang dilakukan Hyun Ja Lee dan Se-Jin Park
(dalam Bio One Online Juornals-Comparison of korean and Japanese Head and
face Anthropology, februari 2008), membuktikan adanya perbedaan bentuk
kepala dan muka antara kelompok pria dan wanita etnis Korea dengan kelompok
pria dan wanita etnis Jepang.
Di Indonesia, penelitian bentuk wajah berdasarkan etnis belum banyak
dilakukan. Mengingat pentingnya pengenalan bentuk dan ukuran wajah
berdasarkan etnis inilah maka peneliti tertarik untuk meneliti hal ini, khususnya
etnis Cina.
Berangkat dari fenomena di atas, maka dalam penelitian ini berupaya
mengukur bentuk muka antara laki-laki dan perempuan dari etnis Cina pada
mahasiswa angkatan 2006-2009 Fakultas Kedokteran Hang Tuah Surabaya.
Mengingat panjang atau pendek wajah maupun lebar atau sempitnya lebar wajah
sangat dipengaruhi oleh genetikc kelopompok laki-laki maupun perempuan etnis
Cina.
LATAR BELAKANG BELUM BANYAK MEMBAHAS MENGENAI
PERBEDAAN ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN. MENGAPA PERLU
MENELITI PERBEDAAN ANTARA LAKI2 DAN PEREMPUAN? PERLU
KESINAMBUNGAN ANTARA LATAR BELAKANG DAN RUMUSAN
MASALAH DALAM HAL TSB.
DALAM LATAR BELAKANG ADA DISEBUT TTG INDEKS, TAPI TIDAK
DIGUNAKAN DALAM PENELITIAN INI.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan atas latar belakang permasalahan tersebut diatas, maka
perumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
Apakah TERDAPAT beda perbedaan YANG SIGNIFIKAN PADA bentuk
wajah antara laki-laki dan perempuan keturunan etnis Cina pada mahasiswa
angkatan 2006-2009 fFakultas kKedokteran Hang Tuah Surabaya.?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beda perbedaan bentuk wajah
antara laki-laki dan perempuan dari keturunan etnis Cina pada mahasiswa
angkatan 1997/1998 fFakultas kKedokteran Hang Tuah Surabaya.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat pada pihak-pihak yang
berkepentingan antara lain:
1. Diharapkan dari penelitian ini dapat memberi kontribusi bagi
perkembangan khasanah ilmu pengetahuan dan dapat dijadikan referensi
untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut oleh peneliti lain.
2. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah wawasan dengan
mempelajari kondisi riil di lapangan tentang perbedaan beda bentuk wajah
antara laki-laki dengan perempuan keturunan etnis Cina pada mahasiswa
angkatan 2006-2009 fFakultas kKedokteran Hang Tuah Surabaya.
3. Manfaat pPraktis, diharapkan melalui temuan penelitian ini, dapat
dijadikan sebagai salah satu cara dalam upaya untuk memecahkan suatu
permasalahan yang berkaitan dengan perbedaan bentuk wajah antara laki-
laki dan perempuan keturunan etnis Cina pada mahasiswa fFakultas
Kkedokteran Hang Tuah Surabaya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Etnis
Secara teoritis, terdapat tiga definisi tentang etnis atau ras (DiRenzo,
1990). Ketiga definisi tersebut mengacu pada tiga teori besar, yakni; teori fisiks-
biologis, teori soscial dan teori hukum (legal). Definisi fisik-biologis menyatakan
bahwa etnis menunjuk pada klasifikasi manusia berdasarkan pada ciri-ciri genetik .
Indikator-indikator perbedaan dari perbedaan ciri-ciri genetik tersebut di
antaranya: ciri-ciri phenotypic seperti warna kulit, tekstur rambut, bobot dan
tinggi badan; sifat-sifat fisik tertentu bentuk ukuran mata, bibir, hidung, telingah
dan kepala. Berdasarkan pada indikator-indikator tersebut bisa dibedakan adanya
tiga klasifikasi rasial pada spesies manusia yakni: (1) Kcaukcasoid (kulit putih,
terang, rambut lurus, berombak) seperti yang tampak pada orang-orang Eropa;
(2) Nnegtroid (kulit hitam, gelap, rambut keriting) seperti yang tampak pada
orang kulit hitam Afrika; , dan (3) Mmoengoloid (kulit kuning atau coklat)
sebagaimana tampak pada orang-orang Asia.
Definisi sosial tentang etnis menunjuk pada kategori atau orang-orang
yang dianggap memiliki ciri-ciri fisik atau biologis yang berbeda, sehingga secara
sosial mendapatkan perlakuan yang berbeda. Di Aafrika Selatan keturunan kulit
putih dianggap sebagai warna kulit putih. Di Amerika Serikat keturunan kulit
hitam disebut warga kulit hitam. Di Indonesia WNI keturunan Cina disebut warga
Tionghoa.
Menurut Soemardjan (dalam Taneko, 1986), etnis merupakan masyarakat
yang berdiri sendiri-sendiri yang berada dalam suatu masyarakat secara
keseluruhan. artinya untuk melihat perbedaan patokan etnis dengan kriteria
bahasa, daerah, kebudayaan serta susunan masyarakat.
Definisi legal (hukum) tentang ras atau etnis mempunyai ciri yang lebih
spesifik dari definisi sosial. Wujud nyata dari definisi legal pada umumnya
berbentuk undang-undang atau peraturan pemerintah. Hal tersebut karena setiap
negara memiliki undang-undang dan peraturan pemerintah yang berbeebda,
sehingga definisi legal tentang etnis minoritas seperti etnis Cina, misalnya bisa
diamati dari berbagai peraturan perundang-undangan dan iInstruksi Presiden,
yang menempatkan mereka dalam posisi sebagai warga etnis yang lain dari posisi
warga pribumi (Abidin, 1999).
Etnis adalah suatu keseragaman umat manusia yang permanen yang
tersusun dari para individu yang merasa seketuruinan dari suatu kedatukan
tertentu dalam suatu lingkungan masyarakat. Suatu etnis merupakan bagian dari
suatu rumpun yang masih memiliki ciri-ciri yang konstan sehingga dapat
dibedakan tata cara kehidupannya daripada bagian-bagian manusia lainnya yang
juga memiliki kesukuan tersendiri (Kartasapoetra, 1989).
Koentjaraningrat (1974) mendeifinisikan etnis adalah suatu golongan
manusia yang terikat dalam kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan
yang seringkali diikutkikan oleh kesatuan bahasa.
Kehidupan dari masing-masing kelompok etnis itu berbeda satu dengan
yang lain. Perbedaan etnis ini dapat dilihat dari perbedaan adat istiadat dan
kebuyaan, bahasa serta kepercayaan. Semua perbedaan itu disebabkan karena
adanya pola tingkah laku yang khas dan bersifat tetap serta kontinyu, kemudian
adanya rasa bangga memiliki identitas etnis diantara anggota etnis tersebut.
Menurut DiRenzu (1990) ras sebenarnya berbeda dengan etnis. Etnis
menunjuk pada populasi yang memiliki ciri-ciri budaya, asal-usul, bahasa,
agama, kebiasaan dan gaya hidup tertentu, dan biasanya tidak disebabkan oleh
keturunan (faktor biologis). Secara umum dalam masyarakat tidak membedakan
antara ras dan etnis. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ras atau etnis
didefinisikan sebagai suatu ciri fisik kelompok atau seseorang yang juga bisa
dilegalkan melalui bentuk perundang-undangan yang mengatur keberadaan ras
atau etnis tersebut.
Di Indonesia, etnisitas biasanya dihubungkan dengan suku-suku bangsa
yang tersebar di seluruh nusantara sebagaimana yang diungkapkan oleh Van
Vollehoven tentang pembagian wilayah hukum adat Afarat (dalam Evita Santi dan
Matulessy, 2003). Selain itu etnisitas di Indonesia juga dihubungkan dengan
suku bangsa asing yang telah berabad-abad lamanya menyatu dalam masyarakat
seperti etnis Cina, Arab, India dan sebagainya. Namun demikian menurut
Koentjaraningrat (1995) konsep etnis di Indonesia perlu diredeifinisikan secara
ilmiah dengan mengambil beberapa unsur kebudayaan sebagai unsur indikator.
Berdasarkan uraian tersebut di atas disimpulkan bahwa tidak ada pembedaan
secara ketat antara etnis dan suku. Dengan kata lain istilah pPribumi dan Cina bisa
menunjuk baik pada etnis maupun suku. Hal ini memungkinkan karena di dalam
masyarakat Indonesia istilah Cina atau Tionghoa misalnya, bukan hanya
menunjuk pada perbedaan keturunan (biologis), tetapi juga pada kultur, kebiasaan
dan gaya hidup.
Etnis Cina
Beberapa ahli tentang masyarakat Cina di Indonesia membuat definisi
yang berbeda tentang siapa orang atau warga Cina Indonesia sebenarnya. Skinner
(dalam Coppel, 1994) menyatakan bahwa orang Cina di Indonesia disebut sebagai
orang Cina jika mereka berfungsi sebagai anggota dari dan bergabung dengan
masyarakat Cina. Suatu tanda kebudayaan yang dapat dipercaya dari pernyataan
diri sebagai orang Cina dan pernyataan diri dalam sistem sosial Cina adalah
pemakaian nama Cina. Menurut seorang pengamat Cina Indonesia lainnya, yakni
Coppel (1994) orang Cina Indonesia adalah orang keturunan Cina yang berfungsi
sebagai warga negara atau berpihak pada orang Cina atau yang dianggap sebagai
orang Cina oleh orang Indonesia pribumi.
Kedua definisi di atas, meski tampak berbeda tetapi sebetulnya
mempunyai satu kesamaan yakni menitik beratkan pada fungsi sosial budaya dari
masyarakat Cina dan melupakan fungsi ketureunan atau ras. Dengan kata lain
kedua definisi tersebut sama-sama tidak menyinggung faktor keturunan sebagai
salah satu faktor yang sangat menentukan kebaradaan suatu etnis atau ras.
Etnis Cina adalah waga negara Indonesia yang berasal dari keturunan
Cina, mereka lahir dan menetap di Indonesia. Mereka menggunakan bahasa nenek
moyang mereka dan sangat sukar meninggalkan budaya asli tersebut. Masyarakat
Tiong Hoa di pPulau Jawa adalah masyaraklat Tiong Hoa yang banyak bermukim
dan tersebar di pPulau Jawa, secara garis besar dapat dibedakan antara Tiong Hoa
tTotok dan pPeranakan. Tionghoa totok dimaksudkan sebagai orang Cina yang
baru menetap di Indonesia selama satu atau dua generasi. Sedangkan Tionghoa
peranakan dimaksudkan sebagai orang Cina yang telah lama menetap di
Indonesia, selama tiga generasi atau lebih. Dalam membicarakan etnis Tionghoa
disini tidak begitu dipermasalahkan apakah itu Tionghoa totok atau peranakan,
melainkan yang akan diambil adalah untuk mengukur panjang wajah. Meskipun
mungkin ada bedanya tetapi keduanya memiliki akar yang sama dapat dibedakan
dengan etnis yang lain.
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa definisi
tentang masyarakat Cina di Indonesia tidak cukup dengan membatasi pada fungsi
sosial budaya, tetapi harus menghubungkannya dengan faktor keturunan. Oleh
sebab itu orang atau warga yang dilahirkan dari kedua orang tua yang sama-sama
mempunyai hubungan dengan etnis Cina. Dari definisi ini maka orang-orang
yang termasuk ke dalam warga Cina di dalam pada penelitian ini adalah mereka
yang secara langsung mempunyai hubungan genetis dengan ras Cina. Jika hanya
salah satu dari orang tua mereka yang beretnis Cina, apakah itu ibu atau ayah
maka orang itu tidak termasuk ke dalam keluarga warga Cina.
PEMBAHASAN DI SINI TITIK BERATNYA TERLALU MENGARAH
PADA ETNIS. PADAHAL YG DITELITI ADALAH MORFOLOGI WAJAH
YG TIDAK ADA KAITANNYA DG ETNIS. APALAGI ARAHNYA
ADALAH PERBEDAAN LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN, YG LEBIH
MENGARAH PADA FAKTOR GENETIS. JADI PEMBAHASAN
HARUSNYA LEBIH MENGARAH KE MORFOLOGIS DAN GENETIS.
MENGAPA ADA PERBEDAAN ANTARA LAKI-LAKI DAN
PEREMPUAN? ITULAH YG MENJADI DASAR DARI PENELITIAN INI.
2.2. Proses Pembentukan Wajah
Mesenkim untuk pembentukan daerah kepala berasal dari mesoderm
lempeng paraksial dan lateral, krista neuralis, dan daerah ektoderm yang menebal
yang dikenal sebagai plakoda ektoderm. Mesoderm paraksial (somit dan
somitomer) membentuk lantai tengkorak dan sebagian kecil daerah oksipital,
semua otot volunter di daerah kraniofasial, dermis dan jaringan penyambung di
daerah dorsal kepala, dan selaput otak di sebelah kaudal prosensefalon.
Mesoderm lempeng lateral membentuk kartilago-kartilago laring dan
jaringan penyambung di daerah ini. Sel-sel krista neuralis berasal dari
neuroektoderm daerah otak depan, otak tengah, dan otak belakang dan bermigrasi
ke arah ventral menuju ke lengkung-lengkung faring dan ke arah rostral menuju
ke sekitar otak depan dan piala mata, masuk ke daerah wajah. Di tempat-tempat
ini, mereka membentuk struktur-struktur tulang dengan wajah dan lengkung
faring dan semua jaringan lain di daerah ini, termasuk kartilago, tulang dentin,
tendo, dermis, pia dan arakhnoid, neuron sensorik, dan stroma kelenjar. Sel dari
plakoda ektoderm, bersama dengan krista neuralis, membentuk neuron ganglia
sensorik kranial ke -5, 7, 9, dan 10 (Sadler, 2000).
Gambaran yang paling khas dalam perkembangan kepala dan leher adalah
terbentuknya lengkung brankialis atau lengkung faring. Lengkeng-lengkung ini
tampak dalam perkembangan minggu ke- 4 dan ke- 5, serta ikut menentukan
tampilan luar mudigah yang khas. Pada mulanya, lengkung-lengkung ini berupa
batang jaringan mesenkim yang dipisahkan oleh celah-=celah dalam, yang dikenal
sebagai celah brankhial atau celah faring, yang merupakan bagian paling kranial
dari usus primitif depan. Kantong-kantong ini menembus mesenkim di sekitarnya,
tetapi tidak membentuk hubungan langsung dengan celah-celah luar. Oleh karena
itu, sekalipun perkembangan lengkung, celah dan kantung faring mirip
pembentukan insang pada ikan dan amfibi, pada mudigah manusia insang yang
sebenarnya tidak pernah terbentuk. Oleh karena itu, dipakai istilah lengkung,
celah, dan kantung faring untuk mudigah manusia.
Lengkung faring tidak ikut membentuk leher, tetapi memainkan peranan
penting dalam pembentukan kepala. Pada akhir minggu ke- 4, bagian pusat wajah
dibentuk oleh stomodeum, yang dikelilingi oleh pasangan pertama lengkung
faring. Ketika mudigah berusia 4 ½ minggu, dapat dikenali lima buah tonjolan
mesenkim yaitu tonjolan-tonjolan mandibula (lengkung faring I), di sebelah
kaudal stomodeum; tonjol-tonjol maksila (bagian dorsal lengkung faring I), di
sebelah lateral stomodeum; dan tonjol frontonasal, suatu tonjolan yang agak
membulat di sebelah kaudal stomodeum. Perkembangan wajah selanjutnya
dilengkapi dengan pembentukan tonjolan hidung.
Lengkung-lengkung faring, yang terdiri atas balok-balok jaringan
mesenkim dan masing-masing dipisahkan oleh kantung dan celah faring,
memberi bentuk awal yang khas pada kepala dan leher. Setelah lahir, munculnya
gigi geligi dan sinus paranasalis membentuk wajah dengan ciri-ciri yang khas
bagi masing-masing individu.
Setiap lengkung faring mempunyai arteri, saraf, unsur otot, dan balok
tulang rawan atau unsur tulangnya masing-masing. Endoderm kantung faring
menghasilkan sejumlah kelenjar endokrim dan sebagian telinga tengah. Dalam
urutan selanjutnya, kantung faring menghasilkan (a) rongga telinga tengah,. Dan
tuba auditorius, (b) stroma tonsilla palatina, (c) kelenjar paratiroidea dan timus,
dan (d) kelenjar-kelenjar paratiroid superior dan corpus ultimobranchiale.
Celah faring hanya menghasilkan satu struktur meatus acusticus externus.
Kelenjar tiroid berasal dari proliferasi epitel di dasar lidah dan bergerak turun
hingga di depan cincin trakea dalam perjalanan perkembangannya. Tonjol
maksila dan tonjol mandibula yang berpasangan serta tonjol frontonasalis
merupakan tonjol-tonjol pertama di daerah wajah. Kemudian terbentuk tonjol
hidung lateral dan medial di sekitar plakoda hidung pada tonjol frontonasal.
Semua bangunan ini penting karena mereka menentukan, dengan penyatuan dan
pertumbuhan khusus, besar dan integritas mandibula, bibir atas, palatum, dan
hidung.
Pembentukan bibir terjadi melalui penyatuan kedua tonjol maksila dengan
dua tonjol hidung lateral. Segmen antar maksila terbentuk oleh penyatuan dari
dua tonjol hidung medial di garis tengah. Segmen ini terbentuk dari (a) fltrum, (b)
unsur rahang atas, yang membawa empat gigi seri, dan (c) unsur palatum, yang
membentuk palatum primer yang berbentuk segi tiga. Hidung berasal dari (a)
tonjol frontonasal, yang membentuk jembatan hidung, (b) tonjol-tonjol-tonjkol
hidung medial, yang membentuk lengkung dan ujung hidung, dan (c) tonjol
hidung lateral, yang membentuk alae. Penyatuan lempeng-lempeng palatum, yang
terbentuk dari tonjol maksila, membentuk palatum durum (sekunder) dan palatum
molle.
Bentuk wajah orang dewasa dipengaruhi oleh perkembangan sinus
paranasales, conchae nasales, dan gigi geligi. Gigi berkembang dari unsur
ektoderm dan mesoderm. Email dibuat oleh ameloblas. Email terletak di atas
selapis dentin yang tebal yang dihasilkan oleh odontoblas, suatu derivat krista
neuralis comentum dibentuk oleh sementoblas, derivat mesenkim lain yang
ditentukan dalam akar gigi. Sekalipun gigi-gigi pertama (gigi desidua atau gigi
susu) muncul 6 hingga 24 bulan setelah lahir, gigi definitif atau gigi tetap, yang
muncul pasca lahir, dibentuk pada perkembangan bulan ketiga.
2.3. Kerangka Konseptual Penelitian
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ialah suatu cara untuk memecahkan suatu masalah dan untuk
menembus batas-batas ketidaktahuan manusia. Kegiatan penelitian dengan
mengumpulkan dan memproses fakta-fakta yang ada sehingga fakta tersebut
Kelompok Laki-Laki Etnis Cina
Kelompok Perempuan EtnisCina
Beda Wajah
dapat dikomunikasikan oleh peneliti dan hasil-hasilnya dapat dinikmati serta
digunakan untuk kepentingan manusia.
Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian deskriptif. Dalam
penelitian yang deskriptif, peneliti mengadakan ekspolorasi fenomena
kedokterasn tanpa berusaha mencari hubungan antar variabel di dalam fenomena
tersebut.
Pendekatan deskriptif dipandang mampu merefleksikan bentuk perilaku
dan prosesnya serta mampu menangkap makna (meaning) dalam penelitian
dimaksudkan untuk memperoleh deskripsi tentang perbBedaan bBentuk wWajah
aAntara kKelompok lLaki-Llaki dengan kelompok pPerempuan etnis Cina pada
mMahasiswa fFakultas kKedokteran uUniversitas Hang Tuah Surabaya.
3.1. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun
sedemikian rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap
pertanyaan penelitiannya. Dalam pengertian yang luas rancangan penelitian
mencakup pelbagai hal yang dilakukan mulai dari identifikasi masalah,
perumusan hipotesis, operasionalisasi, sampai analisis data. Dalam pengertian
lebih sempit rancangan penelitian mengacu pada jenis atau macam penelitian yang
dipilih untuk mencapai tujuan penelitian.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian Cross
Sectionional. Dalam penelitian ini penulis melakukan pengukuran bentuk wajah
yang meliputi panjang dan lebar wajah kelompok laki-laki dengan perempuan
etnis Cina pada mMahasiswa fFakultas kKedokteran Uuniversitas Hang Tuah
Surabaya aAngkatan tahun 2006- 2009.
3.2. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah kumpulan individu dengan kualitas dan ciri-ciri yang
ditetapkan (Moh Nazir, 1995) pada penelitian ini pPopulasi yang diambil oleh
penulis adalah seluruh mMahasiswa fFakultas kKedokteran aAngkatan tahun
2006- 2009 uUniversitas Hang Tuah Surabaya. Ciri-ciri dari populasi tersebut
adalah:
1. Mahasiswa fFakultas kKedokteran angkatan tahun 2006-2009
uUniversitas Hang Tuah Surabaya;
2. Berjenis kelamin lLaki-laki dan perempuan;
3. Kelompok etnis Cina.
Berdasarkan data yang diperoleh oleh penulis dari bBiro aAdministrasi
aAkademik tentang jumlah mahasiswa laki-laki fFakultas kKedokteran angkatan
2006-2009 sebanyak ......... orang.
b. Sampel
Agar penelitian ini dapat menjadi gambaran bagi populasi, maka sampel
yang diambil haruslah cukup representatif, yaitu dapat mewakili populasi dalam
arti semua ciri-ciri atau karakteristik yang ada pada populasi dapat dicerminkan
dari sampel yang diambil.
Sampel yang diambil pada peneltian ini sebesar 30 orang, merupakan para
mahasiswa fFakultas kedokteran angkatan 2006-2009 khususnya kelompok laki-
laki dengan dan kelompok perempuan etnis Cina, yang merupakan subyek yang
diteliti. Rinciannya sebagai berikut:
- Kelompok laki-laki etnis Cina = 15 orang
- Kelompok perempuan etnis Cina = 15 orang.
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode purposive
sampling atau sampel tidak acak. Menurut Singarimbun dan effendi (1995),
metode pengambilan sampel berdasarkan purposive sampling, dalam hal ini
sampel yang dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Sedangkan
pertimbangan yang diambil itu berdasarkan tujuan penelitian.
3.3. Klasifikasi Variabel dan Definisi Operasional
3.3.1. Klasifikasi Variabel
a. Variabel Tergantung
- Bentuk Wajah
Pengukuran ini mengukur bentuk wajah meliputi panjang wajah dan lebar
wajah untuk kelompok etnis Cina.
b. Variabel ble Bebas
- Kelompok Laki-Laki Etnis Cina
Adalah sekumpulan laki-laki yang merupakan penduduk Indonesia yang
secara fisiologis dan kultur berasal dari keturunan Cina mendiami daerah-
daerah di wilayah Republik Indonesia.
- Kelompok perempuan Etnis Jawa
Adalah sekumpulan perempuan yang merupakan penduduk Indonesia
yang secara fisiologis dan kultur berasal dari keturunan Cina yang
mendiami daerah-daerah di wilayah Republik Indonesia.
3.3.2. Definisi Operasional
a. Variable tergantung
- Bentuk wajah
Pengukuran ini dilakukan untuk mengukur bentuk wajah yang meliputi
panjang wajah dan lebar wajah untuk kelompok laki-laki dan perempuan
etnis Cina.
b. Variabel Bebas
- Kelompok Laki-Laki Etnis Jawa
Untuk mengetahui latar belakang seseorang yang berjenis kelamin laki-
laki yang meliputi silsilah atau keturunan dari kelompok etnis Cina
dilakukan dengan menggunakan angket yang diberikan pada kelompok
responden yang menjadi subjek penelitian.
- Kelompok Perempuan Etnis Jawa
Untuk mengetahui latar belakang seseorang yang berjenis kelamin
perempuan yang meliputi silsilah atau keturunan dari kelompok etnis Cina
dilakukan dengan menggunakan angket yang diberikan pada kelompok
responden yang menjadi subjek penelitian.
Sedangkan Ppengukurannya untuk variabel tergantung pajang wajah dan
lebar wajah menggunakan alat kaliper lengkung, klasifikasi sebagai berikut:
Mengukur Panjang wajah
Kategori Laki-laki Perempuan- Sangat Pendek x-169 x-161- Pendek 170 – 177 162 – 169- Sedang 178 - 185 170 - 176 - Panjang 186 - 193 177 - 184- Sangat Panjang 194-x 185-x
Mengukur Lebar wajah
Kategori Laki-laki Perempuan- Sangat Sempit x-127 x-120- Sempit 128 – 135 121 – 127- Sedang 136 - 143 128 - 135 - lebar 144 - 151 136 - 142- Sangat lebar 152-x 143-x
Selanjutnya untuk meneliti variabel bebas kelompok laki-laki dan
perempuan etnis Cina menggunakan angket. Tujuannya untuk mengetahui silsilah
atau kelompok keturunan baik itu dari kelompok laki-laki maupun kelompok
perempuan etnis Jawa.
3.4. Alat dan bahan penelitian
Alat yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu menggunakan alat
kaliper lengkung dan angket. Sedangkan bBahan penelitian yaitu penelitian
kepustakaan. Dalam kaitannya dengan penelitian kepustakaan ini, maka sumber
bahan penelitian diperoleh dari: literatur, hasil-hasil penelitian, jurnal-jurnal,
makalah dan yang berkiatan dengan masalah yang diteliti.
3.5. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah
Surabaya
Waktu penelitian : 18 Februari – 18 maret 2010.
3.6. Pengumpulan data
Upaya penulis untuk mendapatkan data yang akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan untuk menjawab dan menganalisis permasalahan dalam
penelitian ini dengan cara observasi di lapangan, yakni pada kelompok laki-laki
dan kelompok perempuan etnis Cina pada mMahasiswa Fakultas Kedokteran
angkatan tahun 2006-2009 Universitas Hang Tuah Surabaya.
Dari merekalah data-data penelitian ini akan diambil dengan
menggunakan berbagai teknik, yaitu:
1. Surveiai
Penelitian yang mengambil sampelle dari satu populasi dan menggunakan
kuoesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok.
2. Observasi
Kegiatan ini dilakukan dimana penyusun langsung ke obyek penelitian dan
hal ini dilakukan untuk mencari informasi dengan jalan mengadakan
observasi yaitu peneliti melakukan pengamatan langsung terhadap hal-hal
yang berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti.
3. Instrumen
Angket merupakan pertanyaan tertulis yang berisi sejumlah pertanyaan
yang diberikan kepada sejumlah responden (subjek penelitian) dengan
tujuan untuk mengungkapkan kondisi dalam diri subjek yang ingin
diketahui. Alasan digunakan angket dalam penelitian ini didasarkan pada
beberapa pertimbangan:
a. Asumsi :
- responden adalah orang yang paling tahu tentang dirinya;apa yang
dinyatakan oleh responden pada peneliti adalah benar dan bisa
dipercaya;
- interpretasi responden terhadap pertanyaan yang diajukan, sama
seperti yang dimaksud peneliti;
- biaya relatif murah;
- waktu yang dipergunakan untuk mendapatkan data relatif singkat;
4. Alat
Menggunakan alat kaliper lengkung, untuk mengetahui panjang wajah dan
lebar wajah untuk kelompok laki-laki dan kelompok perempuan etnis
Cina.
3.7. Analisis Data
Setelah data yang dibutuhkan diperoleh melalui penelitian lapangan,
selanjutnya dilakukan analisis data yang akan membantu dalam memahami
permasalahan dan mengambil kesimpulan hasil penelitian untuk akhirnya
menghasilkan rekomendasi. DIANALISIS MENGGUNAKAN STATISTIK
APA?
Analisis yang digunakan adalah metode analisis kualitatif. Metode
kualitatif merupakan sumber dari deskriptif yang luas dan berlandaskan kokoh,
serta membuat penjelasan tentang proses-proses yang terjadi. Dengan metode
kualitatif, diharapkan dapat mengikuti dan memahami alur peristiwa secara
kronologis, menilai sebab akibat dalam lingkup pikiran orang setempat dan
memperoleh penjelasan yang cukup banyak dan bermanfaat. Demikian pula
metode kualitatif dapat memberikan rincian yang kompleks tentang fenomena
yang sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif. KUALITATIFNYA DI MANA???
DAFTAR PUSTAKA
Coppel, C.A., 1994, Tionghoa Indonesia dalam Krisis (Terjemahan), SinarHarapan, Jakarta.
DiRenzo, G.J., 1990, Human Social Behavior: Concepts and Principles ofSociology, USA: Holt, Rinehart and Winston.
Evita Santi dan Matulessy, 2003, Prasangka Rasial dan KetertarikanInterpersonal Keturunan Cina dan Jawa, Fakultas Psikologi UntagSurabaya, Surabaya.
Glinka SVD. Jozef, 2008, Manusia Makhluk Sosial Biologis, Airlangga UniversityPress, Surabaya.
Geertz, Clifford, 1973, Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa,Terjemahan, Pustaka Jaya, Jakarta.
Hyun Ja Lee dan Se-Jin Park, Comparison of Korea and Japanese Head and FaceAnthropometric Characteristies, Bio One Online Juornals-Comparison ofkorean and Japanese Head and face Anthropology, februari 2008),
Kartasapoetra, 1989, Sosiologi Umum, PT. Binarupa Aksara, Jakarta.
Koentjaraningrat, 1976, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, PT. Dian Rakyat,Jakarta.
Saller K. 1964, Leitfaden der Anthropologie, Gustav Fischer Verlag, Stuttgart.
Muldser, N., 1983, Pribadi dan Masyarakat di Jawa, Sinar Harapan, Jakarta.
Sadler, T.W., 2000, Embriologi Kedokteran Langman, Buku Kedokteran EGC,Jakarta.
Sastroasmoro D. dan Ismael Sofyan, 1995, Dasar-Dasar Metodologis PenelitianKlinis, Binarupa Aksara, Jakarta.
Singarimbun. Masri dan Sofian Effendi, 1995, Metode Penelitian Survey,LP3ES, . Jakarta .
Tanteko, B.S., 1986. Konsepsi Sistem Sosial Indonesia, CV. Fajar Agung, Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA YG DIBERI TANDA KUNING: TDK DIJUMPAI DALAMTEKS
ada beberapa kutipan yang TDK ada di daftar pustaka:
(Artaria, 2008). (Kolar & Salter, 1997). (Abidin, 1999 (Nazir, 1995)
Catatan:ada beberapa paragraf pada tinjauan pustaka dan latar belakang tanpasumber/referensi, apakah paragraf tersebut merupakan pemikiran sendiri atauberdasarkan sumber/referensi tertentu.