apakah itu riketsia dan jelaskan

21
Ronni Handoko 406138003 1. Apakah itu Riketsia dan Jelaskan? 2. Apa saja komplikasi Demam Tifoid? JAWABAN 1. RICKETTSIA Rickettsia Typhi Penyakit typhus disebabkan oleh beragai macam bakteri. Meskipun penyakit ini memiliki kesamaan ciri secara umum, namun typhus dapat dikelompokkan lagi berdasarkan bakteri yang menyebabkan penyakit tersebut. Salah satu bakteri yang menyebabkan penyakit typhus itu ialah Rickettsia typhi. Penyakit typhus yang disebabkan oleh bakteri ini dapat ditemukan di berbagai belahan dunuia. Berikut ini akan dipaparkan mengenai bakteri tersebut beserta beberapa ulasan mengenai penyakit yang ditimbulkannya. KLASIFIKASI Kingdom : Bacteria Phylum : Proteobacteria Class : Alpha Proteobacteria Order : Rickettsiales Family : Rickettsiaceae Genus : Rickettsia Species : Rickettsia typhi ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA RSUD DR. LOEKMONO HADI KUDUS PERIODE 2 FEB 2015 – 10 APR 2015

Upload: ronni-handoko

Post on 02-Dec-2015

123 views

Category:

Documents


29 download

DESCRIPTION

riketsia

TRANSCRIPT

Page 1: Apakah Itu Riketsia Dan Jelaskan

Ronni Handoko406138003

1. Apakah itu Riketsia dan Jelaskan?

2. Apa saja komplikasi Demam Tifoid?

JAWABAN

1. RICKETTSIA

Rickettsia Typhi

Penyakit typhus disebabkan oleh beragai macam bakteri. Meskipun penyakit ini

memiliki kesamaan ciri secara umum, namun typhus dapat dikelompokkan lagi

berdasarkan bakteri yang menyebabkan penyakit tersebut. Salah satu bakteri yang

menyebabkan penyakit typhus itu ialah Rickettsia typhi. Penyakit typhus yang

disebabkan oleh bakteri ini dapat ditemukan di berbagai belahan dunuia. Berikut ini

akan dipaparkan mengenai bakteri tersebut beserta beberapa ulasan mengenai penyakit

yang ditimbulkannya.

KLASIFIKASI

Kingdom : Bacteria

Phylum : Proteobacteria

Class : Alpha Proteobacteria

Order : Rickettsiales

Family : Rickettsiaceae

Genus : Rickettsia

Species : Rickettsia typhi

Rickettsia typhi adalah bakteri intraselular obligat berukuran kecil, di mana

morfologi dinding selnya menunjukkan bahwa bakteri ini merupakan bakteri gram

negatif berbentuk basil. Bakteri ini memiliki membran luar dan lapisan murein yang

tipis. Murein adalah polimer yang ditemukan pada dinding sel dari organisme

prokaryotik. Lipopolisakarida yang merupakan ciri bakteri gram negatif dapat

ditemukan dengan jelas pada membran luarnya. Secara filogenetik bakteri ini termasuk

anggota subkelompok alfa dari Proteobacteria, R. typhi bersama dengan Rickettsia

ILMU KESEHATAN ANAKFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

RSUD DR. LOEKMONO HADI KUDUSPERIODE 2 FEB 2015 – 10 APR 2015

Page 2: Apakah Itu Riketsia Dan Jelaskan

Ronni Handoko406138003

prowazekii dimasukkan ke dalam kelompok rickettsia penyebab typhus. Kelompok

rickettsia penyebab typhus memiliki ciri yaitu dinding selnya berisi limpahan

lipopolisakarida serta protein pada membran luarnya tersusun oleh OmpB atau protein

antigen spesifik (SPA). Secara umum R. typhi telah meningkatkan berbagai

karakteristik yang berguna bagi intrasitosolnya untuk memperoleh ATP, asam amino,

gula, dan produk-produk metabolisme yang lain dari sel inang.

SIKLUS HIDUP

Rickettsia typhi bersimbiosis dengan vectornya yang merupakan salah satu jenis

arthropoda, yaitu kutu tikus (Xenopsylla cheopis). Hal ini dikenal dengan siklus

zoonotik. R. typhi memperoleh bahan makanan dari darah yang diambil oleh spesies

inang. R. typhi masuk dan tumbuh di dalam sel epitel usus dari kutu dan keluar bersama

dengan tinja yang dikeluarkan kutu. R. typhi yang berada pada tinja dari kutu tersebut

menjangkiti tikus dan manusia melalui inokulasi intrakutan dengan penggarukan kulit,

atau perpindahan oleh jari ke dalam membran lendir. Selain itu bakteri ini juga mampu

menjangkiti manusia dan tikus melalui gigitan oleh kutu tikus tersebut. R. typhi tidak

menyebar secara efektif ke sel-sel lainnya sampai pertumbuhannya di dalam sel inang

(yang dilakukan secara pembelahan biner) telah selesai melakukan penggandaan jumlah

bakteri, yang pada akhirnya membuat sel inang retak dan pecah serta membebaskan

sejumlah besar R. typhi. Penggandaan diri oleh mikroba ini terutama terjadi di jaringan

endothelium. Kehancuran sel endothelial menyebabkan kerusakan jaringan, organ, dan

kehilangan darah.

R. typhi berkembang dengan subur di lingkungan dengan konsentrasi potassium

yang tinggi dan konsentrasi glukosa yang rendah. Sistem transpor pada membran sel

digunakan oleh bakteri ini untuk memperoleh molekul seperti ATP dan asam amino dari

sel inang. Ketidak-mampuannya untuk menjaga kadar nutrisi yang penting seperti ATP,

membuat R. typhi relatif non-motile. Sifat non-motile ini mengakibatkan bakteri

tersebut melakukan penggandaan di dalam sel inang, yang akhirnya membuat sel inang

tersebut pecah. Meskipun begitu, R. typhi juga memiliki proses metabolisme sendiri

yang dapat menghasilkan ATP dan protein bagi dirinya. R. typhi masuk ke sel secara

fagositosis, yakni suatu proses di mana mikroorganisme masuk ke sel melalui membran

ILMU KESEHATAN ANAKFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

RSUD DR. LOEKMONO HADI KUDUSPERIODE 2 FEB 2015 – 10 APR 2015

Page 3: Apakah Itu Riketsia Dan Jelaskan

Ronni Handoko406138003

sel dan kemudian melepaskan diri dan melakukan replikasi dalam sitoplasma dari sel

lain. R. typhi tidak dapat dibiakkan pada media tiruan seperti yang tersedia di

laboratorium. Organisme ini harus ditumbuhkan dengan cara lain, contohnya dengan

kultur sel atau pada hewan.

PENYAKIT YANG DITIMBULKAN

Rickettsia typhi adalah penyebab dari typhus endemik. Infeksi ini menyebabkan

sakit kepala, demam, rasa menggigil (kedinginan) dan dapat menyebabkan penyakit

multisistem, termasuk infeksi pada liver, ginjal, dan jantung. Efek patologis lainnya

yang ditimbulkan Rickettsia typhi ialah meningoencephalitis, kudis, pneumonia yang

menyebabkan sindrom gangguan pernapasan pada beberapa penderita, perluasan luka

vaskuler, dan kematian yang jumlahnya kira-kira 1% dari kasus yang terjadi. Typhus

endemik lebih lazim terjadi di wilayah kota atau daerah padat penduduk. Selain itu,

Meskipun typhus dapat ditemukan secara luas di seluruh dunia, namun penyakit ini

lebih sering terjadi di daerah pantai yang suhunya hangat. Penyakit typhus biasanya

dijumpai di daerah dengan kondisi kesehatan lingkungan yang buruk. Typhus endemik

(murine typhus) sendiri kurang berbahaya jika dibandingkan dengan typhus yang

disebabkan oleh R. prowazekii.

PENGOBATAN

Penyembuhan yang dipelajari dalam studi experimental terhadap infeksi pada tikus,

menunjukkan bahwa diperlukan sitokines (terutama gamma interferon) dan CD8 T-

limfosit, yang dihubungkan dengan aktivitas sitotoksik T-limfosit, dan dibantu dengan

antibodi. Penyakit yang disebabkan oleh R. typhi didiagnosis lewat tes darah. Antibiotik

yang dibuat bertujuan untuk dapat memasuki sel inang dan membantu mengurangi efek

R. typhi maupun R. typhi itu sendiri. Beberapa pengobatan/obat yang telah dibuat

adalah doxycycline, tetracycline dan chloramphenicol.

ILMU KESEHATAN ANAKFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

RSUD DR. LOEKMONO HADI KUDUSPERIODE 2 FEB 2015 – 10 APR 2015

Page 4: Apakah Itu Riketsia Dan Jelaskan

Ronni Handoko406138003

2. KOMPLIKASI DEMAM TIFOID

Komplikasi demam tifoid dapat dibagi atas dua bagian, yaitu :

1. Komplikasi Intestinal

a. Perdarahan Usus

Sekitar 25 % penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor yang

tidak membutuhkan transfuse darah. Perdarahan hebat juga dapat terjadi hingga

penderita mengalami syok. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi karena akibat

erosi pembuluh darah sekitar plak peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan

hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus. Selain faktor luka

perdarahan juga dapat terjadi karena gangguan koagulasi darah (DIC) atau

gabungan kedua faktor tersebut.

b. Perforasi Usus

Perforasi usus terjadi pada sekitar 3% pasien yang dirawat. Perforasi ini dapat

terjadi karena roses patologi jaringan limfoid plak peyeri dapat berkembang hingga

ke lapisan otot, hingga ke serosa usus. Perforasi ini menyebabkan iritasi dan

peradangan pada rongga abdomen yang sering kita kenal dengan istilah peritonitis.

Peritonitis ini sering menjadi fatal. Komplikasi didahului dengan penurunan suhu,

tekanan darah, dan peningkatan frekuensi nadi. Perforasi usus ditandai oleh nyeri

abdomen, kemudian diikuti muntah, defans muskular, bising usus yang menurun,

dan tanda-tanda peritonitis lain.

Sebagian besar pasien demam tifoid yang sampai perforasi terjadi dalam 2

minggu pertama penyakit. Hal ini disebabkan, karena pasien dengan perforasi

memiliki patogenesis penyakit yang lebih fulminan. Mekanisme perforasi usus pada

demam tifoid adalah hiperplasia dan nekrosis plak Peyeri dari terminal ileum.

Agregat limfoid plak Peyeri memperpanjang dari lamina propria ke submukosa,

sehingga dengan adanya hiperplasia dari epitel luminal ke serosa dijembatani oleh

jaringan limfoid. Selama demam tifoid, S. Typhi ditemukan dalam fagosit

mononuklear plak Peyeri, dan dalam kasus dengan perforasi usus, kedua jaringan ini

dan jaringan sekitarnya menunjukkan daerah-daerah hemoragik, paling sering pada

minggu ketiga dari penyakit. Kerusakan jaringan di plak Peyeri terjadi, sehingga

ILMU KESEHATAN ANAKFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

RSUD DR. LOEKMONO HADI KUDUSPERIODE 2 FEB 2015 – 10 APR 2015

Page 5: Apakah Itu Riketsia Dan Jelaskan

Ronni Handoko406138003

ulserasi, perdarahan, nekrosis, dan, dalam kasus yang ekstrim, sampai perforasi.

Proses menuju kerusakan jaringan mungkin multifaktorial, melibatkan kedua faktor

bakteri dan respon inflamasi dari pasien.

Leukopenia juga ditemukan menjadi faktor risiko independen untuk perforasi

usus. Hal ini berbeda dengan laporan lain, di mana leukositosis telah mendominasi

pada pasien dengan perforasi usus. Di antara pasien dengan demam tifoid yang tidak

mengalami perforasi usus, leukopenia dikenal sangat umum. Misalnya, jumlah sel

darah putih kurang dari 4,5 × 109 / liter ditemukan pada 18 persen dari semua anak

dalam suatu studi. Dalam seri kasus lain pasien dengan demam tifoid, jumlah sel

darah putih yang normal pada 12 pasien dan meningkat pada dua pasien, dan

leukopenia (4.000 sel darah putih / ml) tercatat dalam tujuh pasien . Dalam studi

lain, dimana lima dari 21 pasien mengalami perforasi usus, tingkat leukopenia lebih

tinggi di antara pasien tanpa komplikasi.

Studi lain menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki merupakan faktor risiko

independen untuk perforasi usus. Khan et al, melaporkan bahwa perforasi usus

terjadi secara signifikan lebih sering pada laki-laki daripada perempuan. Laki-laki:

perempuan rasio ditemukan menjadi 2,5 dalam satu studi dan 4 di negara lain.

Alasan yang tepat untuk terjadi perforasi usus pada laki-laki tidak jelas.

Pada pasien dengan demam tifoid, pengobatan antimikroba harus dimulai sejak

dini dan dapat digunakan untuk waktu yang cukup. Penyebab organisme, S. Typhi,

sangat sensitif terhadap agen antimikroba. Waktu terapi antimikroba bisa menjadi

penting dalam mencegah komplikasi serius seperti perforasi. Perforasi usus pada

pasien dengan demam tifoid tersebut sangat jarang terjadi di negara maju selama era

penggunaan antibiotik. Pengamatan ini mendukung penggunaan awal antibiotik

yang efektif pada pasien dengan demam tifoid.

Tingkat kelangsungan hidup terbaik setelah perforasi ileum pada demam tifoid

dapat ditemukan pada pasien yang menjalani operasi dalam waktu 24 jam. Terapi

konservatif dengan penggunaan kloramfenikol pada perforasi tifoid apat

meningkatkan angka kematian dibandingkan dengan operasi. Klinis, radiologi dan

pemeriksaan USG membantu dalam diagnosis perforasi. Kloramfenikol saja tidak

memadai pada pasien dengan perforasi dan harus dilengkapi dengan antimikroba

lain yang efektif terhadap bakteri gam negative dan positif.ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSUD DR. LOEKMONO HADI KUDUSPERIODE 2 FEB 2015 – 10 APR 2015

Page 6: Apakah Itu Riketsia Dan Jelaskan

Ronni Handoko406138003

2. Komplikasi Ekstraintestinal

Komplikasi demam tifoid ekstraintestinal yang disebabkan oleh Salmonella enteric

Serotype Typhi

1. Komplikasi Kardiovaskular

Miokarditis terjadi pada 1-5 % penderita demam tifoid sedangkan kelainan

elektrokardiografi dapat terjadi pada 10-15% penderita. Pasien dengan

miokarditis biasanya tanpa gejala kardiovaskular atau dapat berupa keluhan

sakit dada, gagal jantung kongestif, aritmia, atau syok kardiogenik. Sedangkan

perikarditis sangat jarang terjadi. Perubahan elektrokardiografi yang menetap

disertai aritmia mempunyai prognosis yang buruk. Kelainan ini disebabkan

kerusakan miokardium oleh kuman S.typhi dan miokarditis sering sebagai

penyebab kematian. Biasanya dijumpai pada pasien yang sakit berat, keadaan

akut dan fulminan.

Gambaran patologis dari myokarditis karena demam tifoid adalah

peradangan pembuluh darah, gangguan aliran mikrosirkulasi, edema, limfositik,

infiltrasi makrofag pada stroma, dan kadang-kadang dapat terjadi distrofi

ataupun nekrosis dari otot jantung, perubahan degenerative dan infiltrasi lemak.

Dengan menggunakan Eleltrokardiography (EKG) dapat diberikan gambaran

bagaimana tingkat keparahan penyakit dan bagaimana prognosisnya. Gambaran

EKG yang paling umum pada miokarditis typhoid ini adalah perpanjangan pada

segmen Q-T, perubahan pada segmen ST-T, bundle branch blok, blok aliran A-

V dan aritmia. Semua perubahan gambaran pada EKG tersebut biasanya hanya

berlangsung sementara, kecuali bundle branch blok yang dapat muncul untuk

waktu yang lama. Gambaran pada EKG ini sangat jelas pada pasien-pasien

miokarditis typhoid. RBBB (Right Bundle Branch Block) bahkan tetap ada

setelah resolusi perpanjangan dari segmen PR. Oleh karena itu disarankan pada

kasus-kasus demam typhoid dilakukan juga pemeriksaan rekaman EKG untuk

menyingkirkan komplikasi miokarditis ini. Untuk pengobatan, penggunaan

deksametason diindikasikan pada kasus ini untuk mengurangi angka kematian.

ILMU KESEHATAN ANAKFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

RSUD DR. LOEKMONO HADI KUDUSPERIODE 2 FEB 2015 – 10 APR 2015

Page 7: Apakah Itu Riketsia Dan Jelaskan

Ronni Handoko406138003

2. Komplikasi Hematologik

Komplikasi hematologik berupa trombositopenia, hipofibrio-genemia,

peningkatan waktu prothrombin, peningkatan waktu thromboplastin parsial,

peningkatan produk degradasi fibrin sampai koagulasi intravaskular diseminata

(KID) dapat ditemukan pada kebanyakan pasien demam tifoid.

Penyebab KID pada demam typhoid belumlah jelas. Hal-hal yang sering

dikemukakan adalah endotoksin mengaktifkan beberapa sistem biologik,

koagulasi, dan fibrinolisis. Pelepasan kinin, prostaglandin dan histamine

menyebabkan vasokonstriksi dan kerusakan endotel pembuluh darah dan

selanjutnya mengakibatkan perangsangan mekanisme koagulasi; baik KID

kompensata maupun dekompensata.

Anemia dapat terjadi pada penderita demam tifoid dan disebabkan antara

lain karena pengaruh berbagai sitokon dan mediator sehingga terjadinya depresi

sumsum tulang dan penghentian tahap pematangan eritrosit maupun kerusakan

langsung pada eritrosit yang tampak sebagai hemolisis ringan. Selain itu anemia

bisa disebabkan karena perdarahan pada usus halus. Pengaruh depresi sumsum

tulang yang lain adalah leukopeni dan trombositopeni. Trombositopeni juga bisa

terjadi karena meningkatnya destruksi trombosit di sistem retikuloendotelial.

3. Komplikasi Pulmonal

Osler menjelaskan pneumonia tifoid dengan astenik atau pneumonia toksik,

yang menyatakan bahwa lesi lokal mungkin kecil dan terbatas dan fenomena

subjektif dari penyakit tifoid tidak ada. Pada paru-paru tampak perubahan

granulomatus yang memberi gambaran bronkitis dan pneumoni. Gejala saraf

lebih mendominasi dimana dijelaskan sebagai delirium, dan kelemahan.

Terdapat juga penyakit kuning dan diare dan juga meterorisme disertai dengan

nyeri abdomen.

Ada kesulitan untuk membedakan antara pneumonia toksik dengan astenik

dan demam tifoid dimana terjadi lokalisasi awal bakteri tifoid dalam paru hanya

dapat dibedakan melalui pemeriksaan Widal dan kultur darah. Pneumonia lobar

dapat ditemukan pada stadium awal atau apabila penyakitnya telah lama

berlanjut.

ILMU KESEHATAN ANAKFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

RSUD DR. LOEKMONO HADI KUDUSPERIODE 2 FEB 2015 – 10 APR 2015

Page 8: Apakah Itu Riketsia Dan Jelaskan

Ronni Handoko406138003

4. Komplikasi Hepatobilier

Pada saat terjadi bakterimia primer, bakteri menyebar menginfeksi sistem

retikuloendotelial terutama di hati, limpa, dan sumsum tulang. Di hati S. typhi

segera difagosit oleh sel-sel fagosit mononukleus yang ada di organ tersebut,

sedangkan bakteri yang tidak difagosit akan berkembang biak. Vesika felea juga

merupakan salah satu organ yang rentan untuk terinfeksi. Pada dinding vesika

felea Salmonella bermultiplikasi dan keluar ke usus melalui empedu.

Pembengkakan hati ringan sampai sedang dijumpai pada 50% kasus dengan

demam tifoid dan lebih banyak dijumpai karena S.typhi daripada S.paratyphi.

Untuk membedakan apakah hepatitis disebabkan oleh tifoid, virus, malaria, atau

amuba maka perlu diperhatikan kelainan fisik, parameter laboratorium, dan bila

perlu histopatologik hati. Hepatitis tifosa dapat terjadi pada pasien dengan

malnutrisi dan sistem imun yang kurang. Meskipun sangat jarang, komplikasi

hepatoensefalopati dapat terjadi.

5. Komplikasi Ginjal

Masalah diagnostik yang serius muncul ketika basil tifoid menyerang organ

vital, salah satunya ginjal, terutama jika gejala intestinal cenderung minimal atau

tidak ada. Pada kasus infeksi tifoid pada ginjal, diagnosis etiologi seringkali

terlupakan kecuali jika uji bakteriologis dilakukan. Karena Basil di kolon

seringkali mirip dengan basil tifoid, yang mana merupakan penyebab paling

umum dari pyelitis atau pyelonefritis, basil gram negative yang ditemukan pada

urin pasien sering disalahkan sebagai basil colon, jika tidak dilakukan

pemeriksaan selanjutnya.

Ada berbagai komplikasi ginjal dari typoid seperti Sistitis, pielonefritis, dan

pyelitis. Ginjal tampak membengkak dan mengalami degenerasi pada epitel

tubular bagian proksimal, serta gambaran pielonefritis dan pielitis dengan

kerusakan struktur yang menetap, dapat pula terlihat gambaran

gromenulonefritis dan sindroma nefrotik. Dehidrasi jika tidak dikelola dengan

benardapat menyebabkan nekrosis tubular akut. Henke dan Lubarch

menggambarkan temuan patologis dalam ginjal pasien tifoid dengan adanya

nekrosis akibat kerusakan difus yang toksik yang mempengaruhi tubulus dan ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSUD DR. LOEKMONO HADI KUDUSPERIODE 2 FEB 2015 – 10 APR 2015

Page 9: Apakah Itu Riketsia Dan Jelaskan

Ronni Handoko406138003

lengkung Henle, dengan lokal infiltrasi sel kecil interstitium. Glomerulus

umumnya tidak mengalami kerusakan. Huckstep, et al, menemukan bahwa tifoid

nefritis tidak berbeda secara klinis dari PSGN (Post Streptococcus

Glomerulonefritis). Namun penelitian dari Scragg et al. menyatakan tidak yakin

bahwa tifoid menyebabkan nefritis dan menyarankan patologi ganda. Penelitian

yang dilakukan dengan mengadakan biopsi ginjal pada orang dewasa,

menemukan bukti bahwa terdapat komplek imun antigen Salmonella Vi pada

kapiler dinding glomerulus. Onset dari infeksi renal dapat terjadi selama

serangan tifoid, selama masa penyembuhan atau beberapa hari bahkan tahun

setelah serangan tifoid.

6. Komplikasi Tulang

Osteomielitis jarang terjadi di tahap akut demam tifoid tetapi sering

mempersulit pemulihan, atau berkembang dalam berbulan-bulan atau bahkan

bertahun-tahun setelah infeksi. Hal ini dapat mempengaruhi hampir semua

tulang, tetapi biasanya terlokalisir.

Komplikasi ke jaringan tulang dari tifoid memang langka. Setiap bagian dari

sistem kerangka dapat terkena, tetapi predileksinya yang paling sering adalah

pada tulang panjang atau tulang belakang (spondilitis tifus) dan kadang-kadang

tulang rusuk dan tulang dada, dan juga dapat menjadi kronis. Lesi pada sendi

biasanya non-supuratif tapi pyoarthrosis mungkin akan terjadi. Dalam kedua

tifoid dan paratifoid infeksi osteomielitis biasanya dimulai di diaphysis, tidak

pada metafisis. Dalam tifus osteomyelitis lesi biasanya tunggal dan cukup

terlokalisir dan menjalankan kursus kronis. Dalam paratifoid penyakit menyebar

melalui seluruh batang, biasanya beberapa, dan lebih akut dalam karakter.

Diagnosis tergantung pada studi bakteriologis nanah atau cairan dihapus dari lesi

tulang. Tes serologi tidak dapat diandalkan.

Pengobatan arthritis adalah aspirasi sederhana atau evakuasi bedah cairan

dari sendi dengan penutupan primer. Perlakuan terhadap tifoid osteomielitis

terdiri dari penghapusan jaringan yang sakit tulang, penutupan primer luka, dan

terapi vaksin autogenous. Buka drainase biasanya diperlukan dalam paratifoid

osteomielitis karena luasnya penyakit. Vaksin autogenous drainase berikut harus

digunakan.ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARARSUD DR. LOEKMONO HADI KUDUSPERIODE 2 FEB 2015 – 10 APR 2015

Page 10: Apakah Itu Riketsia Dan Jelaskan

Ronni Handoko406138003

7. Komplikasi Neuropsikiatri

Manifestasi neuropsikiatrik dapat berupa delirium dengan atau tanpa kejang,

semi-koma atau koma. Parkinson rigidity/ transient parkinsonism, sindrom otak

akut, mioklonus generalisata, meningismus, skizofrenia sitotoksik, mania akut,

hipomania, ensefalomielitis, meningitis, polineuritis perifer, sindrom Guillain-

Barre, dan psikosis.

Komplikasi neurologis pada demam tifoid yang tidak biasa terjadi dan hanya

berkisar 5 sampai 35% dalam berbagai penelitian. ensefalopati tifoid adalah

yang paling umum (9,6-57%) diikuti oleh meningismus (5 sampai 17%). 1,2

kejang (1,7-40%), kelenturan (3,1%), defisit neurologis fokal (0,5%) dan

Meningitis (0,2%) yang sering digambarkan. komplikasi lainnya yang jarang

terjadi seperti sindrom Parkinson, penyakit motor neuron-, amnesia transien,

simetris neuropati sensori-motor, schizophreniform psikosis dan keterlibatan

cerebellar juga dijelaskan. Afasia sebagai komplikasi demam tifoid digambarkan

dalam 2 sampai 7,4% dalam berbagai penelitian.

Sebagian besar komplikasi neurologis dijelaskan terlihat selama perjalanan

penyakit, pada demam tinggi atau selama penurunan suhu tubuh sampai yg

normal. Beberapa terjadi selama masa pemulihan seperti neuropati, amnesia dan

psikosis. Yang lain seperti penyakit motor neuron, kerusakan skolastik terjadi

setelah pemulihan.

Terkadang gejala demam tifoid diikuti suatu sindrom klinis berupa gangguan

atau penurunan kesadaran akut (kesadaran berkabut, apatis, delirium, somnolen,

sopor, atau koma) dengan atau tanpa disertai kelainan neurologis lainnya dan

dalam pemeriksaan cairan otak masih dalam batas normal. Sindrom klinis

seperti ini oleh beberapa peneliti disebut sebagai tifoid toksik, sedangkan

penulis lainnya menyebutnya dengan demam tifoid berat, demam tifoid

ensefalopati, atau demam tifoid dengan toksemia. Diduga faktor-faktor social

ekonomi yang buruk, tingkat pendidikan yang rendah, ras, kebangsaan, iklim,

nutrisi, kebudayaan, dan kepercayaan (adat) yang masih terbelakang ikut

mempermudah terjadinya hal tersebut dan akibatnya meningkatkan angka

kematian.

ILMU KESEHATAN ANAKFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

RSUD DR. LOEKMONO HADI KUDUSPERIODE 2 FEB 2015 – 10 APR 2015

Page 11: Apakah Itu Riketsia Dan Jelaskan

Ronni Handoko406138003

Semua kasus tifoid toksik, atas pertimbangan klinis sebagai demam tifoid

berat, langsung diberikan pengobatan kombinasi kloramfenikol 4x400 mg

ditambah ampisilin 4x1 gram dan deksametason 3x5 mg.

Prognosis defisit neurologis pada demam enterik biasanya baik. Dalam

sebagian besar kasus pemulihan lambat dan lengkap, tetapi dalam beberapa

kasus defisit dapat bertahan lama.

1. Ensefalopati Tifoid

Tifoid ensefalopati diperkirakan terjadi pada minggu ketiga penyakit.

Meskipun sekarang jarang bagi individu untuk tetap tidak diobati selama

jangka waktu tersebut. Dalam sebuah penelitian, rata-rata durasi demam

tidak berbeda secara signifikan antara pasien dengan atau tanpa ensefalopati.

Temuan ini konsisten dengan laporan sebelumnya dari Indonesia yang

menunjukkan bahwa pasien dengan ensefalopati didapati setelah 7-9 hari

dari gejala. Namun, ini hanya pada pasien dengan biakan-positif.

Ensefalopati tifoid diduga terjadi karena endotoksin dari Salmonella

Thypii. Endotoxin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler akan

mengakibatkan timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik,

kardiovaskuler, respirasi, dan gangguan organ lainnya. Peran endotoksin

dalam pathogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan

tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui

pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari salmonella typhi ini

menstimulasi makrofag di dalam hepar, lien, folikel usus halus dan kelenjar

limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat- zat lain.

2. Meningitis Tifoid

Salah satu komplikasi dari demam tifoid adalah meningitis. Meningitis

karena Salmonella typhi terutama menyerang bayi dan anak. Walaupun

banyak spesies dari Salmonella yang telah diisolasi dari cairan serebrospinal

seperti S. Paratyphi, S. Typhimurium, S. panama, Salmonella typhi

merupakan satu-satunya bakteri yang sangat jarang ditemukan dan diduga

kuat sebagai penyebab meningitis purulenta. Dalam banyak kasus

bakteremia karena Salmonella typhi terjadi sebagai komplikasi selama

ILMU KESEHATAN ANAKFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

RSUD DR. LOEKMONO HADI KUDUSPERIODE 2 FEB 2015 – 10 APR 2015

Page 12: Apakah Itu Riketsia Dan Jelaskan

Ronni Handoko406138003

menderita demam tifoid, di mana demam dan gejala-gejala gastrointestinal

merupakan gambaran utama.

Di dunia, telah diperkirakan bahwa sekitar 35 juta kasus dan 500.000

kematian terjadi setiap tahunnya karena infeksi Salmonella typhi. Suatu

kejadian yang amat tinggi dari bakteremia, Sepsis dan Infeksi Meningitis

Salmonella typhi terjadi pada bayi yang lebih muda dari usia satu tahun.

Meningitis Salmonella jarang terjadi di negara maju, tetapi merupakan

penyebab yang relatif umum terjadi di negara berkembang. Salmonella

typhi menyumbang 5,9% dari semua kasus meningitis bakteri. Meningitis

salmonella terkait dengan morbiditas dan mortalitas, terutama pada

neonatus. Komplikasi Akut neurologis meningitis salmonella adalah

ventriculitis, subdural empiema, hidrosefalus dan kelainan kronik neurologis

sebanyak 43% kasus, tingkat kekambuhan meningitis salmonella 64%.

Namun, fokus infeksi intrakranial fokal karena Salmonella jarang.

Meningitis Salmonella typhi, terutama pada masa bayi, tetap penyakit

yang merusak dengan kematian yang tinggi dan prevalensi tinggi kerusakan

neurologis. Di negara berkembang, di mana Salmonella typhi terhitung

infeksi untuk persentase yang signifikan dari meningitis pada bayi, terapi

antibiotik empiris awal harus dirancang untuk melindungi dari organisme

ini.

3. Ataksia Serebellar Akut Reversibel

Tanda serebellar kemungkinan besar terjadi pada minggu kedua onset

demam tifoid dan mungkin terjadi lebih cepat. Sawhney et all (1988)

meneliti fungsi serebellar pada tiga pasien pada hari kedua dan ketiga

demam tifoid. Gejala progresif selama 1 - 2 hari, setelah itu tidak ada

perubahan pada simptom untuk 1 – 2 minggu ke depan. Pasien mulai

sembuh secara berangsur-angsur dalam 1 – 2 minggu. Gejala mayor

serebellar adalah ataxic gait dengan ataksia ekstremitas. Serebellitis viral

akut mungkin memiliki gejala klinis yang sama.

Patogenesis ataksia serebellar pada demam tifoid masih belum diketahui.

Gangguan metabolik, toksemia, hiperpireksia, perubahan serebral non-

ILMU KESEHATAN ANAKFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

RSUD DR. LOEKMONO HADI KUDUSPERIODE 2 FEB 2015 – 10 APR 2015

Page 13: Apakah Itu Riketsia Dan Jelaskan

Ronni Handoko406138003

spesifik seperti edema dan pendarahan ditemukan sebagai penyebab ataksia

serebellar. Ukadgoankar et al (1981) menyatakan bahwa gangguan serebellar

mungkin berhubungan dengan terapi kloramfenikol. Mereka membuktikan

bahwa kloramfenikol dan Salmonella bergabung membentuk produk yang

bersifat toksik pada serebellum atau menyebabkan reaksi hipersensitivitas.

Namun hipotesis Ukadgoankar et al tidak dapat menjelaskan manifestasi

serebellar pada pasian yang belum diterapi dengan kloramfenikol.

ILMU KESEHATAN ANAKFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

RSUD DR. LOEKMONO HADI KUDUSPERIODE 2 FEB 2015 – 10 APR 2015