aplikasi antosianin rosela pada produk yoghurt

10

Click here to load reader

Upload: sawarni-h

Post on 30-Jun-2015

2.668 views

Category:

Business


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Aplikasi antosianin rosela pada produk yoghurt

Aplikasi Pewarna Alami Antosianin Dari Kelopak Rosela Pada Produk Yoghurt Dalam Rangka

Penganekaragaman Produk Pangan Fungsional

Sawarni Hasibuan, Mardiah, Saptuti Fakultas Agribisnis dan Teknologi Pangan, Universitas Djuanda Bogor

E-mail : [email protected]

Abstract Peranan bahan pewarna dalam produk pangan sudah tidak diragukan lagi,

namun saat ini ada kecenderungan untuk membatasi penggunaan pewarna sintetis yang aman untuk makanan (food grade) mengingat dampak negatifnya bagi kesehatan. Pemanfaatan pewarna alami pada produk pangan tidak hanya berfungsi sebagai zat warna semata, tetapi juga dapat memberikan manfaat fungsional. Tujuan umum penelitian ini adalah mendukung penganekaragaman alternatif bahan pewarna alami dari kelopak rosela yang memiliki manfaat fungsional yang difortifikasi pada produk yoghurt.

Penelitian dilakukan dalam dua tahapan. Tahap pertama adalah mendapatkan metode ekstraksi antosianin terbaik dan tahap kedua melakukan fortifikasi pewarna merah antosianin rosela pada produk yoghurt dan menguji stabilitasnya selama penyimpanan. Hasil penelitian menyimpulkan penggunaan pelarut etanol 95% pada suhu kamar memberikan hasil terbaik dengan rata-rata kadar antosianin 424,81 mg/l dan vitamin C 264,00 mg/100g. Stabilitas zat warna antosianin rosela yang difortifikasi pada produk yoghurt selama 8 hari penyimpanan mengalami penurunan. Semakin lama waktu penyimpanan, maka semakin rendah kadar antosianin dan semakin tinggi nilai pH yoghurt.

Kata kunci : rosela, etanol, antosianin, yoghurt.

PENDAHULUAN

Bahan pewarna merupakan zat tambahan yang memegang peranan penting dalam produk makanan dan minuman. Tujuan penambahan bahan pewarna pada produk pangan umumnya adalah untuk memberikan penampilan yang lebih menarik. Sampai saat ini penggunaan pewarna sintetis begitu pesat digunakan pada produk pangan dan seringkali disalahgunakan. Penyalahgunaan pewarna sintetis dapat memicu berbagai penyakit, seperti kanker, stroke, dan penyakit jantung (Erni 1986). Penggunaan bahan pewarna sintetis yang boleh digunakan untuk makanan (food grade) juga harus dibatasi jumlahnya. Di beberapa negara maju, seperti Eropa dan Jepang bahkan telah melarang penggunaan beberapa pewarna sintetis seperti pewarna tartrazine dan metanil yellow yang umumnya digunakan untuk memberikan warna kuning, rodhamin B untuk warna merah, dan lain sebagainya.

Diversifikasi penggunaan pewarna alami pada produk pangan sesungguhnya lebih menguntungkan, karena disamping menghasilkan warna yang diharapkan beberapa sumber pewarna alami juga dapat meningkatkan nilai gizi dan memiliki manfaat fungsional. Rosela (Hibiscus sabdariffa Linn.) dapat menjadi sumber pewarna alami merah karena dalam bunga ini terkandung antosianin. Disamping menghasilkan pigmen antosianin, bunga ini dikenal juga memiliki banyak khasiat (manfaat fungsional) bagi kesehatan.

Page 2: Aplikasi antosianin rosela pada produk yoghurt

Antosianin termasuk golongan senyawa flavonoid. Antosianin berperan terhadap timbulnya warna merah hingga biru pada beberapa bunga, buah dan daun. Dalam mengekstrak antosianin diperlukan metode yang sesuai dengan sifat bahan (sumber pigmen), agar hasil rendemen dan stabilitas pigmen yang tinggi. Beberapa metode ekstraksi antosianin dari bahan alami, telah banyak dilaporkan seperti ekstraksi dengan pelarut organik yang diasamkan. Senyawa golongan flavonoid termasuk senyawa polar dan dapat diekstraksi dengan pelarut yang bersifat polar diantaranya etanol dan air.

Antosianin umumnya stabil pada pH 2-5 sehingga aplikasi antosianin sebagai bahan pewarna tambahan dapat dilakukan pada makanan yang mempunyai pH rendah (Rayner 1993). Yoghurt adalah salah satu produk pangan yang berbasis asam (pH rendah). Biasanya yoghurt memiliki pH 4 - 4,5 sehingga aplikasi ekstrak antosianin dapat dilakukan pada yoghurt. Di beberapa negara Eropa kelopak rosela juga dimanfaatkan sebagai pewarna alami pada produk juice, sirup, jam, puding dan cake. Kelopak bunga rosela memberikan warna merah menarik, sehingga dapat menggantikan pewarna sintetik amaranth yang telah dilarang penggunaannya.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh kondisi optimal ekstraksi pewarna alami dari kelopak rosela, mengetahui konsentrasi optimum penggunaan pewarna alami rosela dalam proses pengolahan yoghurt, dan mempelajari tingkat keseragaman dan stabilitas zat warna alami dari rosela selama proses pengolahan dan penyimpanan yoghurt.

METODE PENELITIAN Bahan dan Alat

Bahan utama adalah kelopak buah atau bunga rosela. Bahan kimia yang digunakan yaitu etanol 95%, asam asetat glasial dan aquades. Bahan pembuatan yoghurt yaitu susu sapi segar, susu skim, gula, stater yang terdiri dari Lactobasillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus dan gelatin. Sedangkan bahan kemasan yang digunakan adalah polyethylene (PE) dan alumunium foil.

Peralatan yang digunakan ialah alat-alat gelas, timbangan analitik, blender, hotplate, termometer, water bath, kertas saring, vakum filtrasi, almunium foil, botol gelap, refrigerator, panci, bunsen, baskom, inkubator, pH-meter dan spektro-fotometer.

Waktu dan Tempat

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama bulan Juli 2008 sampai dengan Juli 2009, bertempat di UPT Sartika Universitas Djuanda, Bogor. Tahapan Penelitian

Penelitian dibagi menjadi dua tahap, yaitu ekstraksi antosianin dan aplikasi ekstrak antosiani pada produk yoghurt dan uji stabilitasnya. 1. Penelitian tahap pertama

Penelitian tahap ini bertujuan untuk mendapatkan ekstrak antosianin dengan konsentrasi antosianin yang tinggi. Ekstraksi antosianin kelopak rosela dilakukan dengan metode maserasi sebagaimana disajikan pada Gambar 1. Analisis kimia hasil ekstrak dan kelopak rosela segar meliputi konsentrasi

Page 3: Aplikasi antosianin rosela pada produk yoghurt

antosianin, pH dan kadar vitamin C. Uji kadar antosianin dilakukan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 500 nm.

2. Penelitian tahap kedua Pada tahap kedua dilakukan fortifikasdi ekstrak antosianin pada produk yoghurt. Tujuannya adalah untuk melihat stabilitas ekstrak antosianin dalam yoghurt. Yoghurt yang telah ditambahkan ekstrak disimpan dalam refrigerator suhu 80C selama 8 hari. Selama waktu penyimpanan dilakukan pengamatan kestabilan ekstrak antosianin dengan menguji kadar antosianin dan pH. Interval waktu pengujian adalah pada umur simpan 0 hari, 2 hari, 4 hari, 6 hari, dan 8 hari.

Gambar 1 Diagram alir ekstraksi antosianin kelopak bunga rosela

Pelarut : Etanol + CH3COOH

0.1% Aquades , 600C

Blender hingga halus

Homogenisasi

Inkubasi (suhu dingin dan suhu ruang)

Filtrasi 1

Kelopak rosela segar

Ekstrak 1 Ampas 1

Filtrasi 2

Pencampuran

Pemekatan

Ekstrak antosianin rosela

Ekstraksi

Ampas 2

Ekstrak 2

Page 4: Aplikasi antosianin rosela pada produk yoghurt

Rancangan Percobaan dan Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan pada tahap ekstraksi antosianin

adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dua faktor yaitu faktor A (jenis pelarut) dan faktor B (suhu) dimana masing-masing faktor terdiri dari dua taraf perlakuan (A1=etanol 95%+0,1% asam asetat glasial, A2=aquades dan B1=suhu dingin 190C, B2=suhu ruang 270C) dengan tiga ulangan.

Sementara untuk uji stabilitas antosianin dalam yoghurt digunakan uji t dua contoh berpasangan dan regresi linear sederhana. Sampel disimpan selama 8 hari dan diuji pada 0 hari, 2 hari, 4 hari, 6 hari dan 8 hari. Hasil uji pada 0 hari digunakan sebagai sempel pembanding pada setiap hari uji.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Tahap Pertama Sebelum dilakukan ekstraksi antosianin dari kelopak segar rosella, terlebih

dahulu dilakukan analisis konsentrasi antosianin dan vitamin C pada bahan baku kelopak rosella segar yang digunakan. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai rata-rata konsentrasi antosianis pada kelopak rosella segar sebesar 193,46 mg/l dan vitamin C sebesar 248,88 mg/100g. Ekstraksi antosianin kelopak bunga rosela dilakukan dengan cara maserasi. Menurut Harborne (1987), ekstraksi adalah proses penarikan komponen zat aktif serta melarutkan dalam pelarut tertentu. Pemilihan metode ekstraksi senyawa ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu sifat jaringan tanaman, sifat kandungan zat aktif serta kelarutan dalam pelarut yang digunakan. Proses ekstraksi antosianin dari kelopak rosela dilakukan dengan menggunakan pelarut etanol dan aquades. Pemilihan pelarut disesuaikan dengan sifat kepolaran antosianin. Sifat kepolaran pelarut berpengaruh pada konsentrasi antosianin yang terekstrak. Semakin polar pelarut maka konsentrasi antosianin semakin tinggi dan sebaliknya. Sebelum ekstraksi, kelopak bunga rosela ditimbang dan dicuci pada air mengalir selanjutnya dihancurkan dengan blender hingga diperoleh homogenat. Penghancuran bertujuan menyeragamkan ukuran kelopak bunga rosela pada tiap proses ekstraksi dan mengecilkan ukuran untuk memperluas permukaan kontak dengan pelarut saat ekstraksi (Francis 1982). Dalam keadaan demikian pigmen yang dapat diekstrak akan semakin banyak. Ekstraksi dilakukan selama 2 jam dibantu dengan pengadukan menggunakan stirer. Proses tersebut dilakukan pada suhu dingin (19oC) dan suhu ruang (27oC). Penggunaan suhu tersebut bertujuan menghindari kerusakan antosianin akibat kerusakan oleh suhu. Ekstraksi dilakukan dua tingkatan sehingga dihasilkan filtrat berwarna merah pudar pada tingkatan kedua. Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan proses ekstraksi pigmen antosianin yang ada dalam kelopak bunga rosela. Setelah itu dilakukan inkubasi selama 24 jam. Kemudian dilakukan penyaringan dengan penyaring vakum untuk memisahkan filtrat dengan residu. Filtrat kemudian dipekatkan dengan cara menguapkan pelarut, pemekatan dilakukan dengan water bath pada suhu 50±10oC. Penggunaan suhu tersebut dilakukan untuk menghindari kerusakan berlebih akibat panas. Filtrat yang sudah pekat ditambahkan dengan dan dipekatkan kembali. Penambahan aquades ke dalam ekstrak yang sudah pekat dimaksudkan untuk mengganti pelarut awal dengan air sehingga diperoleh ekstrak aqueous.

Page 5: Aplikasi antosianin rosela pada produk yoghurt

Hasil analisis kadar antosianin, pH, dan kadar vitamin C pada ekstrak antosianin yang dihasilkan dari kelopak bunga rosela disajikan berturut-turut pada Tabel 1, Tabel 2, dan Tabel 3. Kadar Antosianin

Berdasarkan hasil analisis kadar antosianin pada Tabel 1, perlakuan jenis pelarut (A) dan suhu ekstraksi (B) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar antosianin yang terekstrak dari kelopak rosela. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa efisiensi ekstraksi antosianin menggunakan pelarut etanol (95%) yang ditambahkan 0,1% asam asetat glasial (A1) lebih tinggi dibandingkan pelarut aquades (A2). Menurut Robinson (1995), ekstraksi senyawa golongan flavonoid dianjurkan pada suasana asam karena asam berfungsi mendenaturasi membran sel tanaman, kemudian melarutkan pigmen antosianin sehingga dapat keluar dari sel serta mencegah oksidasi flavonoid. Asam dalam etanol akan mendenaturasi membran sel tanaman kemudian melarutkan pigmen antosianin keluar sel.

Tabel 1 Rata-rata kadar antosianin hasil ekstraksi kelopak rosela segar

Perlakuan A1 A2 Rata-rata

B1 (19oC) 387,69a 311,72c 349,70x

B2 (27oC) 424,81b 326,29d 375,55y

Rata-rata A 406,25p 319,01q

Keterangan: A = jenis pelarut ekstraksi, B = suhu ekstraksi a,b,c,d : berbeda nyata (P<0,05) untuk pengaruh interaksi (AB) p, q : berbeda sangat nyata (P<0,01) untuk perlakuan A x, y : berbeda sangat nyata (P<0,01) untuk perlakuan B

Perlakuan suhu dingin 19oC (B1) berbeda nyata dengan perlakuan suhu ruang 27oC (B2). Perbedaan suhu ekstraksi dapat mengakibatkan perbedaan kecepatan kelarutan komponen dalam kelopak bunga rosela dan kemudian antosianin teroksidasi. Hal ini disebabkan pada suhu dingin kecepatan terlarut komponen-komponen dalam kelopak bunga rosela termasuk antosianin tidak secepat pada suhu ruang. Menurut Geankoplis (1983), semakin tinggi suhu ekstraksi maka kecepatan perpindahan massa dari terlarut ke pelarut akan semakin tinggi karena suhu mempengaruhi nilai-nilai koefisien transfer massa dari suatu komponen. Interaksi antara jenis pelarut dan suhu ekstraksi berpengaruh nyata terhadap kadar antosianin (P<0,05). Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar antosianin setelah dipekatkan berkisar antara 311,72-424,81 mg/L. Kadar antosianin tertinggi didapatkan dari perlakuan A1B2 yaitu sebesar 424,81 mg/L dan hasil tersebut berbeda dengan perlakuan A1B1, A2B1 dan A2B2.

Derajat Keasaman (pH) Hasil uji nilai pH ekstrak antosianin rosela pada Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan jenis pelarut, suhu ekstraksi, dan interaksinya berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai pH larutan antosianin yang terekstrak dari kelopak rosella. Hasil uji Duncan memperlihatkan perlakuan etanol yang ditambahkan 0,1% asam asetat glasial berbeda nyata dengan aquades. Nilai pH pada perlakuan

Page 6: Aplikasi antosianin rosela pada produk yoghurt

etanol yang ditambahkan 0,1% asam asetat glasial cenderung lebih rendah dibandingkan dengan pelarut aquades. Perlakuan suhu juga berpengaruh nyata pada nilai pH ekstrak. Uji beda Duncan memperlihatkan perlakuan suhu dingin 19oC berbeda nyata dengan suhu ruang 27oC. Nilai pH pada perlakuan suhu kamar cenderung lebih rendah dibandingkan dengan suhu dingin, yaitu 1,78.

Tabel 2 Rata-rata nilai pH pada hasil ekstraksi kelopak rosela segar

Perlakuan A1 A2 Rata-rata

B1 (19oC) 1,60c 2,53a 2,07x

B2 (27oC) 1,40d 2,17b 1,78y

Rata-rata 1,50p 2,35q

Keterangan: A = jenis pelarut ekstraksi, B = suhu ekstraksi a,b,c,d : berbeda nyata (P<0,05) untuk pengaruh interaksi (AB) p, q : berbeda nyata (P<0,05) untuk perlakuan A x, y : berbeda nyata (P<0,05) untuk perlakuan B

Berdasarkan uji Duncan disimpulkan bahwa semua interaksi perlakuan berbeda nyata. Nilai rata-rata pH ekstrak yang telah dipekatkan berkisar antara 1,40-2,53. Nilai rata-rata terendah didapatkan dari ekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol yang ditambahkan 0,1% asam asetat glasial pada suhu ruang 27oC (A1B2) yaitu 1,40. Nilai rata-rata pH hasil pemekatan perlakuan A1B2 berbeda nyata dengan A1B1, A2B1 dan A2B2. Hal ini disebabkan karena kadar antosianin pada perlakuan A1B2 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan A1B1, A2B1 dan A2B2. Warna pigmen antosianin sensitif terhadap nilai pH. Di dalam larutan pH rendah pigmen akan berwarna merah dan pada pH tinggi akan terjadi perubahan warna menjadi tidak berwarna. Herper (1968), berpendapat bahwa pada kisaran pH 1-3, pigmen antosianin berada dalam bentuk ion oxonium (I) yang berwarna merah. Tingginya kadar antosianin menandakan bahwa tingginya jumlah pigmen. Sehingga semakin tinggi kadar antosianin semakin tinggi pula jumlah pigmen yang berada dalam bentuk ion oxonium (I). Pada Gambar 2 terlihat bahwa semakin tinggi kadar antosianin maka semakin rendah pH ekstrak.

Gambar 1 Rata-rata kadar antosianin dan pH ekstrak rosella pada setiap perlakuan

1,6 1,4 2,53 2,17

387,69424,81

311,72 326,29

0

100

200

300

400

500

A1B1 A1B2 A2B1 A2B2

pH kadar antosianin (mg/l)

Page 7: Aplikasi antosianin rosela pada produk yoghurt

Kadar Vitamin C Nilai rata-rata kadar vitamin C pada ekstrak yang dipekatkan berkisar antara 199,47-264,00 mg/100gr. Nilai rata-rata tertinggi didapat dari perlakuan pelarut etanol 95% yang ditambahkan asam asetat glasial yaitu 264,00 mg/100gr dan terendah dari perlakuan pelarut aquades yaitu 199,47 mg/100gr. Kelopak bunga rosela mengandung vitamin C (asam askorbat) dalam jumlah yang tinggi yaitu sebanyak 260-280 mg untuk setiap 100 g kelopak kering (Anonim 2005).

Tabel 3 Rata-rata kadar vitamin C hasil ekstraksi kelopak rosela segar

Perlakuan A1 A2 Rata-rata

B1 (19oC) 252,27a 199,47a 225,87x

B2 (27oC) 264,00a 205,33a 234,67x

Rata-rata 258,13p 202,40q

Keterangan: A = jenis pelarut ekstraksi, B = suhu ekstraksi a : tidak berbeda nyata (P>0,05) untuk pengaruh interaksi (AB) p, q: berbeda sangat nyata (P<0,01) untuk perlakuan A x : tidak berbeda nyata pengaruh perlakuan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tinggi rendahnya kandungan vitamin C dipengaruhi oleh tingginya kadar antosianin dan nilai pH ekstrak. Winarno (2002), menjelaskan bahwa kondisi media yang asam akan memperlambat proses oksidasi vitamin C. Ekstrak antosianin kelopak bunga rosela segar mempunyai keasaman yang tinggi sehingga kecepatan reaksi oksidasi berjalan lebih lambat, sehingga meminimalkan kehilangan sejumlah vitamin C pada bahan. Asam askorbat yang terdegradasi menjadi peroksida akibat oksidasi dapat berinteraksi dan menguraikan antosianin berpengaruh menurunkan konsentrasi antosianin, meski demikian mekanisme reaksinya belum jelas hingga saat ini. (Hanum 2000). Penelitian Tahap Kedua Yoghurt dikemas dalam cup plastik dari bahan polyethylene (PE). Bahan pengemas tersebut merupakan bahan pengemas yang biasa digunakan untuk produk berasam sedang seperti yoghurt. Cup kemudian ditutupi dengan alumunium foil dan disimpan pada suhu refrigerator dengan suhu 8 oC. Berat setiap kemasan yaitu 50 g. Konsentrasi ekstrak antosianin yang ditambahkan yaitu 45 tetes atau sekitar 1,52 g. Penentuan penambahan ekstrak didasarkan pada terlihatnya warna ekstrak antosianin pada yoghurt hingga yoghurt berwarna ungu. Susu segar yang digunakan pada pembuatan yoghurt memiliki kandungan lemak yang cukup tinggi. Menurut Hutching (1999), penambahan antosianin ke dalam produk susu akan memberikan warna ungu karena kehadiran lemak dalam susu mengurangi kemampuan warna merah antosianin dan meningkatkan derajat warna biru. Penambahan ekstrak pewarna yang digunakan pada produk susu harus lebih banyak dari pangan lainnya karena keberadaan lemak dalam susu mengurangi kemampuan pewarna memberi warna. Uji stabilitas antosianin dalam yoghurt dilakukan selama 8 hari. Selama penyimpanan setiap 2 hari dilakukan uji kadar antosianin dan nilai pH.

Page 8: Aplikasi antosianin rosela pada produk yoghurt

Kadar Antosianin Gambar 2 memperlihatkan nilai rata-rata kadar antosianin dalam yoghurt selama 8 hari penyimpanan. Pada gambar tersebut terlihat bahwa terjadi penurunan kadar antosianin dalam yoghurt. Selama penyimpanan, kadar antosianin berkurang yang berarti naiknya tingkat kecerahan produk. Menurunnya kadar antosianin disebabkan karena rusaknya senyawa antosianin. Warna yang semakin pudar menyebabkan produk terlihat semakin pucat. Warna putih pada susu juga berpengaruh terhadap pengukuran kadar antosianin. Hasil uji t menunjukkan bahwa kadar antosianin pada hari kedua tidak berbeda nyata dengan hari ke nol, tetapi berbeda nyata dengan hari keempat, keenam dan kedelapan. Pada hari kedua rata-rata penurunan kadar antosianin sekitar 2,15 mg/L. Pada hari hari keempat, keenam dan kedelapan rata-rata penurunan yang telah terjadi yaitu 4,68 mg/L, 6,71 mg/L dan 8,88 mg/L.

Gambar 2 Rata-rata kadar antosianin (mg/l) dalam yoghurt selama 8 hari penyimpanan

Berdasarkan uji regresi linear sederhana diketahui bahwa nilai koefisien determinasi (r2) dan korelasi (r) antara variabel lama penyimpanan dengan kadar antosianin sebesar 0,99 yang mengindikasikan bahwa terdapat korelasi yang sangat tinggi antara kadar antosianin dan lama penyimpanan. Semakin lama penyimpanan maka kadar antosianin pada produk yoghut menurun signifikan. Dengan adanya penurunan kadar antosianin maka dapat dikatakan bahwa senyawa antosianin yang ada dalam yoghurt kehilangan warna merahnya. Lama penyimpanan merupakan faktor yang berkaitan dengan terjadinya degradasi warna antosianin, semakin lama waktu penyimpanan maka hasil degradasi antosianin akan semakin tinggi. Menurut Cai&Corke (1999), peningkatan lama penyimpanan menyebabkan akumulasi senyawa hasil degradasi flavilium menjadi pseudobasa hingga akhirnya menjadi kalkon terus meningkat. Hal tersebut mengakibatkan berkurangnya derajat kemerahan dan peningkatan kecerahan yoghurt. Penurunan kadar antosianin diduga terjadi karena dekomposisi antosianin dari bentuk aglikon menjadi kalkon yang tidak berwarna dan akhirnya membentuk α-diketon yang berwarna coklat, serta oksidasi antosianin sehingga kation flavium yang berwarna merah kehilangan proton dan berubah struktur menjadi karbinol yang tidak memberi warna (Markakis 1982).

Derajat Keasaman Yoghurt yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki nilai pH 4,41. Menurut Campbell&Marshall (1975), yoghurt yang baik memiliki derajat keasaman 4,4-4,5 dan total asam laktat 0,85-0,95%. Setelah ditambahkan ekstrak

64,223962,0702

59,541857,7093

55,3398

4042444648505254565860626466

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Lama Penyimpanan (Hari)

Kad

ar A

ntos

iani

n (m

g/L

)

χ106,1203,64 −=Y

998,02 =R

Page 9: Aplikasi antosianin rosela pada produk yoghurt

antosianin pH yoghurt menurun pada kisaran 3,7nilai rata-rata yoghurt selama 8 hari penyimpanan. Hasil uji t menunjukkan bahwa nilai pterhadap nilai pH hari kedua, keempat, keenam dan kedelapan. Pada hari kedua rata-rata penurunan pH sekitar 0,03. Pada hari hari keempat, keenam dan kedelapan rata-rata penurunan yang telah terjadi yaitu Berdasarkan uji regresi linear sederhana diketahui bahwadeterminasi antara variabel lama penyimpanan dengan nilai pH adalah 0,969berarti korelasi pH dengan lama penyimpanan didapatkan untuk persamaan

χ019,0744,3 +=Y . meningkat.

Gambar 3 Rata

Meningkatnya nilai pH selama penyimpanan menandakpenurunan kadar antosianin. Laju kerusakan antosianin tergantung pada pH, rendahnya nilai pH menghasilkan tingkat kestabilan yang lebih besar. Peningkatan nilai pH menyebabkan kation flavilum menjadi tidak stabil dan mudah mengalami transformasi struktural menjadi senyawa tidak berwarna seperti kalkon. Faktor pH tidak hanya mempengaruhi warna antosianin, tetapi juga mempengaruhi kestabilannya.dibandingkan pada larutan netral atau alkali (Markasam, struktur dominan antosianin berada dalam bentuk inti kation flavinium yang terprotonisasi dan kekurangan elektoron (Jackmanmempengaruhi stabilitas antosianin adalah pH, temperatur, sinar dan oksigefaktor lainnya seperti ion logam. Tinsley dan Bockian (1960) di dalam Eskin (1979) melaporkan bahwa degradasi antosianin tergantung pada jumlah pigmen yang ada dalam bentuk pseudobasa. Keduanya kondisi beroksigen dipengaruhi oleh pH dan secara langsung berhubungan dengan jumlah pigmen dalam bentuk pseudobasa.

Kesimpulan Ekstrak antosianin dari kelopak rosela yang telah dipekatkan merah keunguan. Hasil analisis kekstrak antosianin yang mg/l, 1,40-2,53 dan 199,47

antosianin pH yoghurt menurun pada kisaran 3,70. Gambar 3 rata yoghurt selama 8 hari penyimpanan.

uji t menunjukkan bahwa nilai pH pada hari ke nol berbeda nyata terhadap nilai pH hari kedua, keempat, keenam dan kedelapan. Pada hari kedua

rata penurunan pH sekitar 0,03. Pada hari hari keempat, keenam dan rata penurunan yang telah terjadi yaitu 0,11; 0,12 dan

erdasarkan uji regresi linear sederhana diketahui bahwaantara variabel lama penyimpanan dengan nilai pH adalah 0,969

pH dengan lama penyimpanan sangat tinggi. Model linear yang dapatkan untuk persamaan regresi nilai pH dan lama penyimpanan

Semakin lama penyimpanan maka nilai pH akan semakin

Rata-rata pH dalam yoghurt selama 8 hari penyimpanan

Meningkatnya nilai pH selama penyimpanan menandakpenurunan kadar antosianin. Laju kerusakan antosianin tergantung pada pH, rendahnya nilai pH menghasilkan tingkat kestabilan yang lebih besar. Peningkatan nilai pH menyebabkan kation flavilum menjadi tidak stabil dan mudah mengalami

asi struktural menjadi senyawa tidak berwarna seperti kalkon.Faktor pH tidak hanya mempengaruhi warna antosianin, tetapi juga

mempengaruhi kestabilannya. Antosianin umumnya lebih stabil pada larutan asam dibandingkan pada larutan netral atau alkali (Markakis 1982). Dalam keadaan asam, struktur dominan antosianin berada dalam bentuk inti kation flavinium yang terprotonisasi dan kekurangan elektoron (Jackman&Smith 1996). mempengaruhi stabilitas antosianin adalah pH, temperatur, sinar dan oksigefaktor lainnya seperti ion logam.

Tinsley dan Bockian (1960) di dalam Eskin (1979) melaporkan bahwa degradasi antosianin tergantung pada jumlah pigmen yang ada dalam bentuk

Keduanya menyimpulkan bahwa kerusakkan antosianin dalam si beroksigen dipengaruhi oleh pH dan secara langsung berhubungan dengan

jumlah pigmen dalam bentuk pseudobasa.

KESIMPULAN DAN SARAN

Ekstrak antosianin dari kelopak rosela yang telah dipekatkan Hasil analisis kadar antosianin, nilai pH dan kadar vitamin C

antosianin yang telah dipekatkan berturut-turut adalah 2,53 dan 199,47-264,00 mg/100gr. Kadar antosianin tertinggi (424,81

019,0744,3 +=Y

939,02 =R

memperlihatkan

nol berbeda nyata terhadap nilai pH hari kedua, keempat, keenam dan kedelapan. Pada hari kedua

rata penurunan pH sekitar 0,03. Pada hari hari keempat, keenam dan dan 0,15.

erdasarkan uji regresi linear sederhana diketahui bahwa nilai koefisien antara variabel lama penyimpanan dengan nilai pH adalah 0,969,

Model linear yang lama penyimpanan adalah

Semakin lama penyimpanan maka nilai pH akan semakin

enyimpanan

Meningkatnya nilai pH selama penyimpanan menandakan terjadinya penurunan kadar antosianin. Laju kerusakan antosianin tergantung pada pH, rendahnya nilai pH menghasilkan tingkat kestabilan yang lebih besar. Peningkatan nilai pH menyebabkan kation flavilum menjadi tidak stabil dan mudah mengalami

asi struktural menjadi senyawa tidak berwarna seperti kalkon. Faktor pH tidak hanya mempengaruhi warna antosianin, tetapi juga

Antosianin umumnya lebih stabil pada larutan asam akis 1982). Dalam keadaan

asam, struktur dominan antosianin berada dalam bentuk inti kation flavinium yang Smith 1996). Faktor yang

mempengaruhi stabilitas antosianin adalah pH, temperatur, sinar dan oksigen serta

Tinsley dan Bockian (1960) di dalam Eskin (1979) melaporkan bahwa degradasi antosianin tergantung pada jumlah pigmen yang ada dalam bentuk

menyimpulkan bahwa kerusakkan antosianin dalam si beroksigen dipengaruhi oleh pH dan secara langsung berhubungan dengan

Ekstrak antosianin dari kelopak rosela yang telah dipekatkan berwarna antosianin, nilai pH dan kadar vitamin C

turut adalah 311,72-424,81 264,00 mg/100gr. Kadar antosianin tertinggi (424,81

χ019

Page 10: Aplikasi antosianin rosela pada produk yoghurt

mg/L), nilai pH terendah (1,40) dan kadar vitamin C tertinggi (264,00 mg/100gr) didapatkan dari ekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol yang ditambahkan 0,1% asam asetat glasial pada suhu ruang (A1B2). Yoghurt yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki pH 4,41 dan turun menjadi sekitar 3,7 setelah ditambahkan ekstrak antosianin. Selama 8 hari penyimpanan yoghurt mengalami penurunan kadar antosianin dan peningkatan nilai pH. Pada hari kedua, keempat, keenam dan kedelapan rata-rata penurunan kadar antosianin yang telah terjadi yaitu 2,15 mg/L, 4,68 mg/L, 6,71 mg/L dan 8,88 mg/L. Sedangkan penurunan nilai pH-nya yaitu 0,03; 0,11; 0,12 dan 0,15. Lama waktu penyimpanan yoghurt berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap kadar antosianin dan nilai pH. Semakin lama waktu penyimpanan, semakin rendah kadar antosianin dan semakin tinggi nilai pH yoghurt.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan penggunaan berbagai jenis asam dalam pelarut serta penggunaan suhu ekstraksi untuk meningkatkan kadar antosianin ekstrak. Untuk mempermudah penggunaan dan meningkatkan daya simpan, ekstrak antosianin bisa dibuat dalam bentuk bubuk sehingga kemungkinan kerusakan ekstrak dapat dikurangi. Perlu juga diteliti peluang-peluang fortifikasi ekstrak antosianin rosella pada produk-produk asam lainnya seperti minuman berkarbonasi, es krim dan tablet effervescent.

DAFTAR PUSTAKA Rayner P. 1993. Colors. Di Dalam Smith J. (ed). 1993. Food Additives User’s

Handbok. Blackie Academic and Professional, London. Harborne I B. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan,

Terjemahan K. Radmawinata dan I. Soediso, Penerbit ITB, Bandung, 1987, 69 – 94, 142 – 158, 234 – 238. 11. Buckingham. J., et al., (eds), “Dictionary of Natural Product”, Chapman and Hall, London, 1352, 3863, 4453.

Robinson T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi ke-6. Penerjemah : Kosasih Padmawinata, Penerbit ITB Bandung.

Geankoplis C J. 1983. Transport Processes and Unit Operation. Allyn and Dalcon Inc., Boston.

Hanum T. 2000. ekstraksi dan stabilitas zat pewarna alami dari katul beras ketan hitam (Oryza sativa glutinosa). Bul. Teknologi dan industri pangan 11 (I) : 17 – 23.

Herper. 1968. Changes in The Molecular Structure of Pelargonidin Chloride With pH. Di Dalam Eskin, N. A. Michael. 1979. Plant Pigments, Flavor and Textures. Academic Press, London.

Hutching JB. 1999. Food Color and Appearance. Second Edition. Aspen Publishers, Inc. Maryland.

Winarno FG. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta. Cai Y, Corke H. 1999. Amaranthus Betacyanin Pigments Applied in Model Food

System. J. Food Sci. 64 (5) : 869 – 873. Markakis P. 1982. Antocyanins as Food Additives. Di dalam Antocyanins as Food

Color. Markakis, P. (ed). Academic Press, New York.