“aplikasi kesetaraan gender dalam...

103
APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN PADA SEKOLAH-SEKOLAH MENENGAH KEC. KRESEK BALARAJA BANTEN Oleh: LAELATUSSA’ADAH 102018224095 PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1427 H/2007 M

Upload: vodan

Post on 06-Feb-2018

218 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN

PADA SEKOLAH-SEKOLAH MENENGAH KEC. KRESEK

BALARAJA BANTEN

Oleh:

LAELATUSSA’ADAH

102018224095

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN

JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1427 H/2007 M

Page 2: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM

PENDIDIKAN PADA SEKOLAH-SEKOLAH KEC. KRESEK BALARAJA

BANTEN”, telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 16 Nopember 2006, skripsi

ini telah diterima sebagaisalah satu syarat untuk memeperoleh gelar Sarjana Strata

Satu (S1) pada Jurusan Kependidikan Islam, Program Studi Manajemen Pendidikan.

Jakarta, 16Nopember 2006

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Prof. Dr. Rosyada,MA Prof. Dr. Aziz Fahrurrozi, MA

NIP. 150 231 356 NIP. 150 202 343

Anggota

Penguji I Penguji II Dra. Hj. Fadhilah Suralaga, M. Si Dra. Yefnelti Z,M.P d NIP. 150 215 283 NIP. 150 209 382

Page 3: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT atas

segala rahmat dan taufiq-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta

salam senantiasa tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh

gelar Sarjana Pendidikan Islam pada Jurusan Kependidikan Islam-Manajemen

Pendidikan dari Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik

secara langsung maupun tidak langsung yang telah memberikan bantuan, bimbingan

serta motivasi. Sehubungan dengan itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan

ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh

pendidikan dan menyelesaikan skripsi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Dra. Yefnelti, Ketua Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan UIN Syraif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Drs. Syauki, MPd, Ketua Program Studi Manajemen Pendidikan

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Dra. Hj. Ery Rossatria, M. Ag dan Bapak Drs. Agus Salim, MM, Dosen

pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan,

pengarahan, dan petunjuk-petunjuk yang berharga kepada penulis, sehingga

skrpsi ini dapat terselesaikan.

Page 4: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

5. Seluruh dosen fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang dengan ikhlas

menaburkan ilmu-ilmunya kepada penulis semoga Allah SWT menerima

segala amal baik mereka.

6. Pegawai Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk melengkapi referensi dalam

penyelesaian skripsi.

7. Pegawai Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk melengkapi referensi dalam

penyelesaian skripsi ini.

8. Seluruh Kepala Sekolah Menengah Kec. Kresek Balaraja yang telah

memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian dan menggali

informasi yang ada disekolah.

9. Bagian Tata Usaha serta dewan guru dan siswa-siswi Sekolah Menengah

Kec.Kresek Balaraja yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan

informasi kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

10. Sembah sujud padamu ayahanda tercinta H. Khalwani (Alm) dan ibunda

tersayang Hj. Badi’ah, atas segala kasih sayang dan kesabaran dalam

mendidik ananda. Thank’s bangat wat kakak-kakakku tersayang yang ga’ bisa

ell sebutin satu persatu (C0z banyak buanget), n’ keponakan-keponakanku

yang lucu2 (sayang Bilah ucapin makasih banyak ya). Keluarga besar paman

H. Unsil Habib Mansyur yang ada di Saudi Arabia (makasih banyak ya paman

atas segala bantuannya). Nenek-nenekku tersayang (makasih atas do’anya).

Pokoknya ell sayang banget…..

11. Sahabat-sahabatku: “Dian n’ Edot (makasih atas nasehat n’ bantuan selama

ini, gw sayang banget ma lo), amel, upay (thank’s buanget y), rika, the ti2n

ienda, K’yogi, fery, iszoer, marlin, paseh, arob, kakek, erwin, uni (kpn nich qt

jln2 lg, aturnuhun y), sahabtku angkatan 2002 Lisna, pi2n, ika, salman,

memes, rahmah, isma” (maf y gw da ga sopan ma lo2 pd, sory gw duluan y),

n’ yang terakhir biasa gw panggil “Uda-Qu”, (say selama ini km yang bikin el

Page 5: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

tegar dalam menghadapi hidup ni n’ da bantuin el wat nyelesain skripsi ini,

makasih ya).

12. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan dalam ucapan terima kasih ini, yang

telah memberi bantuan moril maupun materil kepada penulis hingga

terselesaikannya penulisan skripsi ini.

Tidak ada yang dapat penulis berikan kepada semua pihak yang telah

membantu, kecuali mendo’akannya. Semoga budi baik dari semua pihak

mendapatkan imbalan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amiiiiiin……

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca

dan pihak-pihak yang memerlukannya.

Jakarta, November 2006

Penulis,

Page 6: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

, DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA SIDANG........................................... ii

KATA PENGANTAR...................................................................................... iii

DAFTAR ISI .................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ............................................................................ 10

C. Pembatasan Masalah ........................................................................... 10

D. Perumusan Masalah............................................................................. 11

E. Manfaat Penelitian............................................................................... 11

F. Sistematika Penulisan.......................................................................... 12

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pengertian Gender dan Kesetaraan Gender ......................................... 14

B. Aplikasi Kesetaraan Gender dalam Pendidikan .................................. 17

1. Landasan Teori Studi Gender .................................................. 19

Page 7: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

2. Landasan Hukum Gender ........................................................ 22

3. Prinsip Kesetaraan Gender ...................................................... 23

4. Fungsi dan Relasi Keberadaan Gender.................................... 29

C. Pendidikan ........................................................................................... 35

1. Pengertian Pendidikan ............................................................. 35

2. Tujuan Pendidikan................................................................... 37

D. Gender Mainstreaming ........................................................................ 39

1. Pengertian Gender Mainstreaming .......................................... 39

2. Faktor-faktor Pendukung Gender Mainstreaming................... 41

3. Kebijakan Pendidikan Berkesetaraan Gender ......................... 46

E. Kerangka Berfikir ................................................................................ 48

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian.............................................................. 53

B. Disaen Penelitian ..................................................................... 53

C. Waktu Penelitian ..................................................................... 54

D. Populasi dan Sampel................................................................ 54

E. Jenis Penelitian ........................................................................ 55

F. Tehnik Pengumpulan Data ...................................................... 56

G. Variabel Penelitian .................................................................. 58

H. Kisi-kisi Instrumen .................................................................. 59

I. Tehnik Pengolahan Data.......................................................... 60

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Obyek Penelitian....................................... 63

B. Pembelajaran Berspektif Gender............................................ 65

1. Proses Pembelajaran....................................................... 65

vi

Page 8: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

2. Proses Pengelolaan Manajemen Kesiswaan Berspektif

Gender ............................................................................ 79

C. Analisis Kesetaraan Gender dalam Pendidikan dan Profil

Manajemen di Sekolah Menengah Kec. Kresek Balaraja ...... 91

1. Kesetaraan Gender Dalam Pendidikan............................. 91

2. Profil Manajemen Pendidikan.......................................... 93

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................ 100

B. Saran...................................................................................... 101

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

vii

Page 9: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

DAFTAR TABEL

3.1 Variabel penelitian dan indikator manajemen pendidikan........................ 59

3.2 Kisi-kisi instrumen.................................................................................... 59

4.1 Proses pembelajaran pendidikan di sekolah bertujuan mengembangkan

berbagai aspek pada peserta didik baik laki-laki maupun perempuan...... 65

4.2 Dalam kegiatan belajar mengajar lebih berpartisipasi .............................. 66

4.3 Lebih lengkap dan rapih buku catatan pelajaran...................................... 66

4.4 Lebih lengkap buku referensi/pelajaran .................................................... 67

4.5 Bertugas memasang jadwal piket.............................................................. 68

4.6 Lebih sering ditugaskan ke depan............................................................. 68

4.7 Lebih sering bertanya................................................................................ 69

4.8 Lebih tepat waktu dalam mengumpulkan tugas........................................ 70

4.9 Lebih berpartisipasi dalam kegiatan kelompok/diskusi ............................ 70

4.10 Menjadi ketua kelas .................................................................................. 71

4.11 Menjadi sekretaris ..................................................................................... 72

4.12 Menjadi bendahara .................................................................................... 72

4.13 Menjadi konsumsi ..................................................................................... 73

4.14 Menjadi humas .......................................................................................... 73

4.15 Menjadi pemimpin upacara....................................................................... 74

4.16 Menjadi peserta upacara............................................................................ 75

4.17 Bila terlambat dibei sangsi lebih berat ...................................................... 75

4.18 Perlakuan harus berbeda ........................................................................... 76

4.19 Tugas piket siswa perempuan menyapu lantai.......................................... 76

4.20 Tugas piket siswa laki-laki membuang sampah........................................ 77

4.21 Tugas piket laki-laki membersihkan papan tulis....................................... 77

4.22 Siswa diberikan kesempatan yang sama dalam proses belajar ................. 78

4.23 Siswa lebih rapih dalam penyampaian laporan......................................... 78

4.24 Dalam kegiatan praktikum bertugas membersihkan alat-alat praktikum.. 79

Page 10: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

4.25 Proses pengelolaan manajemen pendidikan mengembangkan keahlian-

keahlian ..................................................................................................... 80

4.26 Berkonsultasi sebelum memilih jurusan ................................................... 80

4.27 Jurusan/Program studi IPS ........................................................................ 81

4.28 Jurusan/Program studi IPA ....................................................................... 81

4.29 Jurusan/Program studi bahasa................................................................... 82

4.30 Jurusan/Program studi keahlian komputer ................................................ 82

4.31 Jurusan/Program studi tata boga ............................................................... 83

4.32 Jurusan/Program studi tata busana ............................................................ 83

4.33 Juruisan/Program studi akuntansi ............................................................. 84

4.34 Jurusan/Program studi sekretaris .............................................................. 84

4.35 Jurusan/Program studi mesin .................................................................... 85

4.36 Jurusan/Program studi matematika ........................................................... 86

4.37 Jurusan/Program studi farmasi.................................................................. 86

4.38 Jurusan/Program studi kesenian................................................................ 87

4.39 Jurusan/Program studi teknik industri....................................................... 87

4.40 Jurusan/Program studi pariwisata ............................................................. 88

4.41 Jurusan/Program studi perhotelan............................................................. 88

4.42 Jurusan/Program studi kesejahteraan keluarga ......................................... 89

4.43 Jurusan/Program studi bisnis .................................................................... 89

4.44 Jurusan/Program studi penjualan .............................................................. 90

4.45 Jumlah kepala sekolah dan guru menurut jenis kelamin........................... 94

4.46 Jumlah siswa menurut jurusan dan jenis kelamin ..................................... 96

ix

x

Page 11: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong kemajuan

di semua bidang kehidupan, termasuk kemajuan dalam bidang teknologi informasi.

Hal ini, telah membuka kesempatan bagi umat manusia untuk mengakses semua

informasi global, yang mengakibatkan terjadinya gejala dunia tanpa batas (bordless

world). Peristiwa yang tejadi disuatu belahan dunia, dapat dengan mudah dan cepat

diketahui oleh masyarakat di bagian dunia lainnya. Demikian juga dengan masalah

kesetaraan gender.

Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan

dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara.

Kemajuan suatu kebudayaan bergantung kepada cara kebudayaan manusia tersebut

untuk mengenali, menghargai, dan memanfaatkan sumber daya manusia, dan hal ini

berkaitan erat dengan kualitas pendidikan yang diberikan kepada anggota masyarakat,

yaitu kepada peserta didik.

Mengingat belajar adalah proses bagi peserta didik dalam membangun

gagasan atau pemahaman sendiri, maka kegiatan belajar hendaknya memberikan

kesempatan kepada peserta didik antara laki-laki dan perempuan, untuk melakukan

hal itu secara lancar dan termotivasi.

Page 12: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan dua tujuan. Pertama, sebagai

hamba-Nya yang selalu taat menjalankan semua perintah dan menjauhi larangan-Nya.

Kedua, sebagai khalifah dimuka bumi yang mampu memimpin mulai dari dirinya

sendiri, orang lain, hingga bangsa ataupun dunia. Dalam kapasitas sebagai hamba dan

khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki dan perempuan, mereka sama-sama

mempunyai potensi.

Pendidikan merupakan kata kunci yang menjadi elemen penting dalam

kehidupan masyarakat. Azyumardi Azra mendefinisikan pendidikan sebagai “suatu

proses belajar dan penyesuaian setiap individu secara terus menerus terhadap nilai-

nilai budaya dan cita-cita masyarakat.”1 Qasim Amin, seorang pembaharu Mesir

meletakkan pendidikan sebagai “isu utama gerakannya”,2 karena menurutnya

pendidikan merupakan salah satu pintu untuk melakukan perubahan.

Telah banyak tokoh pendidikan di Indonesia seperti Mahmud Yunus,

Zainuddin Labai El Yunusi, H. A. R. Tilaar, Mastuhu, Arif Rahman dan Azyumardi

Azra, yang berbicara mengenai pendidikan perempuan di Indonesia. Sedangkan tokoh

pendidikan yang berbicara dan memperjuangkan pendidikan perempuan antara lain

Rahman El Yunusiah, R. A. Kartini, dan Dewi Sartika, selain itu ada yang

memperjuangkan melalui organisasi masyarakat Islam, seperti Nyai Ahmad Dahlan,

dan Nyai Sholihah Wahid Hasyim.

1Azyumardi Azra, Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos

Wacana Ilmu, 1998), Cet ke-1. h, 4 2Ala’i Najib, Yang Luput: Pendidikan Perempuan, Swara Rahima No. 7, (Maret 2003), h. 16,

18

Page 13: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Begitu banyak penelitian, seminar, tentang pendidikan perempuan di

Indonesia, diduga bahwa “budaya dan interpretasi agama sepertinya menjadi salah

satu halangan terbesar bagi progresivitas perempuan.”3

Hal ini sangatlah beralasan, apabila melihat suatu kenyataan, dan mengingat

sejarah pada zaman dahulu bahwasannya masyarakat kita yang patriarkis telah

melakukan domestikasi perempuan pada posisi yang tidak menguntungkan. Berabad-

abad perempuan diposisiskan pada sebuah citra baku yaitu masak (memasak), macak

(bersoleh), dan manak (melahirkan), dalam hal ini biasa didengar dengan singkatan

3M.

Perempuan merupakan kata yang identik dengan kelembutan, cinta, dan kasih

sayang. Perempuan sebagai sosok yang sangat istimewa, karena keistimewaan

perempuan itulah maka perbincangan tentang perempuan tidak akan pernah habis

untuk dibahas. Perempuan kata sebagian orang adalah keajaiban kedelapan setelah

tujuh keajaiban dunia. Sejak keberadaannya, pembahasan soal perempuan telah

menghabiskan berjuta-juta lembar kertas kerja dan jurnal, dari tulisan yang paling

ringan semacam novel, sampai kajian yang serius dimeja seminar. Itulah gambaran

tentang perempuan.

Zaman berubah, musim berganti. Abad keduapuluh datang dicirikan dengan

bangkitnya semangat pengkajian terhadap eksistensi perempuan. Tuntutan-tuntutan

berubah sebagai akibat dikenalnya istilah yang belakang hari terus berkembang, yaitu

3Nurul Azkiyah, Keterkaitan Pendidikan Formal Perempuan dan Dunia Pembangunan,

dalam jurnal perempuan No. 23, Tahun 2002,. hal. 15

Page 14: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

emansipasi perempuan. Gerakan perempuan awalnya bertolak pada kesetaraan

pendapatan dalam dunia kerja antara laki-laki dan perempuan. Selanjutnya, gerakan

emansipasi yang mengusung isu gender ini tidak liput merambat dalam bidang

politik.

Banyak diketahui bahwa perempuan kurang terimplementasikan dalam

parlemen dalam hampir semua negara di dunia. Terlepas dari progresivitas

pendidikan mereka, sebagaimana yang dikatakan oleh Miki Caul, “perempuan dalam

parlemen rata-rata hanya mencapai 12% dari keseluruahan anggota parlemen.”4

Prosentase perempuan di DPR/MPR, demikian pula prosentase perempuan di daerah

juga tidak kalah sedikit. Ini bisa mengacu pada terfokusnya isu feminisme di daerah

kota terutama wilayah ibu kota negara, yang bisa menjadi bahaya tersendiri dari

diberlakukannya disentralisasi. Tanpa bermaksud mengatakan bahwa disentralisasi

cenderung memiliki efek negatif, isu gender dalam disentralisasi perlu lebih

ditekankan dan dijadikan agenda tersendiri.

Gender sebagai pembagian fungsi sosial bukanlah persoalan selama

menimbulkan keadilan sosial. Pada masa masyarakat pra-primitif, umpamanya, pada

saat itu para antropolog mensinyalir telah terciptanya keadilan sosial dan kesetaraan

gender. Menurut riset para antropolog pada babak masyarakat pra-primitif yang

dikenal sebagai masyarakat liar (savage society), sekitar satu juta tahun yang lalu,

sistem masyarakat saat itu menganut pola keibuan (material system). Perempuan

4Miki Caul, Womens Representation In-Parlement:The Rok of Political Pasties, Party

Politics, (London: Sage Publication, 1999), Vol, 5, No. 1, hal. 79-98

Page 15: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

lebih dominan dalam pembentukan suku dan ikatan keluarga. Menurut para

antropolog, “pada babak ini terjadinya keadilan sosial dan kesetaraan gender.”5

Perempuan dan laki-laki berasal dari unsur yang sama yaitu tanah, yang

berarti perempuan dan laki-laki itu setara tidak ada kelebihan yang satu dengan yang

lain. Dari segi asal kejadian, namun bagaimanapun juga antara keduanya itu tetap ada

perbedaan yang mendesak. Baik dari segi fisik maupun mental, tetapi perbedaan itu

hanya sekedar untuk membedakan kelompok masing-masing, tidak menunjukan satu

lebih mulia dari yang lain atau satu yang berkuasa atas yang lainnya.

“Rasional dan logis merupakan ciri maskulin, realistis dan pragmatis

merupakan ciri feminim.”6 Dalam suatu pengambilan keputusan membutuhkan

adanya suatu pendekatan diantaranya teori dan kajian empirik untuk memberi adanya

suatu pertimbangan objektif, inovatif, dan intuitif yang disertai adanya suatu

keterlibatan emosional.

Masyarakat Kec. Kresek Balaraja, Peranan laki-laki dalam lapangan pekerjaan

serta kegiatannya adalah diluar rumah. Sementara peranan perempua dalam lapangan

pekerjaan dan kegiatannya adalah di dalam rumah. Dengan demikian, masing-masing

mempunyai peranan dan tugas sendiri sesuai dengan pembawaan dan naluri yang

telah digariskan Allah ta’ala. “Bila laki-laki bertugas untuk memproduksi materi dan

5Evelyn Reed, Women’s Evolutions From Matrialchal Clenro Patrialchal Family 6A. Nunuk P. Murniah, Getar Gender: Perempuan Indonesia dalam Perspektif Agama,

Budaya, dan Keluarga, (Magelang: IndonesiaTera, 2004), Cet ke-2, h. 57

Page 16: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

pengelolaannya maka perempuan memproduksi generasi manusia itu sendiri dan

mendidiknya.”7

Di sini tampak betapa pentingnya peranan dan pengaruh perempuan terhadap

generasi mendatang. Rasulullah SAW telah memberikan kabar gembira bahwa orang

yang mendidik dua orang anak gadis dengan pendidikan Islam ia akan mendapatkan

surga, anak gadis sekarang adalah ibu rumah tangga di masa mendatang. Perempuan

yang dapat mengendalikan buaian dengan tangan kanannya, ia akan dapat

mengendalikan dunia dengan tangan kirinya, ketika ia melahirkan para pemimpin,

ahli pikir, reformasi akidah umat dan pahlawan kebenaran yang dibanggakan umat.

“Sektor yang paling strategis untuk memperjuangkan kesetaraan gender

adalah sektor pendidikan.”8 Alasan yang paling sederhana adalah pada dunia modern

seperti sekarang ini, yang membedakan antara laki-laki dan perempuan yang paling

menonjol adalah perbedaan kemampuan intelektualnya. Di mana konsep “mencari

nafkah” telah berubah makna dan dapat disederhanakan menjadi “mencari uang”, dan

segala keperluan sandang, pangan, dan perumahan dapat ditukar dengan uang.

Dalam kehidupan sekarang ini, soal mencari atau mendapatkan uang, boleh

jadi kaum perempuan lebih efektif. Apabila tingkat pendidikan antara laki-laki dan

perempuan sudah setara, maka tidak ada lagi alasan untuk membedakan laki-laki dan

perempuan.

7Muhammad Al-khalaf, Pengaruh Wanita terhadap generasi kini dan esok, (Jakarta: CV.

Firdaus, 1992), Cet ke-1, h. 1 8Ace Suryadi, Kesetaraan Gender Dalam Bidang Pendidikan, (Bandung: PT GENESINDO,

2004), Cet ke-1. h, i

Page 17: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Kedudukan perempuan tidak dibatasi dalam mengatualisasikan dirinya hanya

pada sektor “dapur, sumur, dan kasur”’ saja, tetapi ia juga dapat membantu suaminya

mencari nafkah dan mengurus rumah tangganya terutama pendidikan anak-anaknya,

dan juga dituntut untuk dapat ikut ambil bagian dalam perkembangan masyarakat dan

pembangunan negaranya. Seperti dalam pandangan gender bahwa perempuan dalam

mengaktualisasikan dirinya tidak dibatasi dan dibedakan dengan laki-laki.

Laki-laki dan perempuan diciptakan dari unsur yang sama, karena yang

membedakan posisi dan kedudukan perempuan dari kaum laki-laki adalah bentuk

budaya atau lingkungan masyarakat tertentu. Seperti yang diungkapkan dalam buku

Siti Musda Mulya yang berjudul Keadilan dan Kesetaraan Gender Perspektif Islam,

bahwa gender adalah seperangkat sikap, peran,tanggung jawab, tugas, hak, dan

perilaku yang melekat pada diri laki-laki dan perempuan. Akibat bentukan budaya

atau lingkungan masyarakat tempat manusia itu tumbuh dan dibesarkan, jadi gender

adalah suatu konsep yang mengacu pada peranan-peranan dan tanggung jawab laki-

laki dan perempuan sebagai hasil konstruksi sosial yang dapat diubah sesuai

perubahan zaman dengan perbuatan gender, maka melahirkan peran sosial.

Adanya kodrat bagi perempuan sering digunakan untuk mengecilkan peran

sosial perempuan dalam masyarakat. Istilah ini terus digunakan di dalam masyarakat

sampai saat ini. Adanya kesimpulan bahwa laki-laki dan perempuan secara genetik

berbeda, tanpa memberikan penjelasan secara tuntas. Maka kesimpulan tersebut dapat

dijadikan legitimasi terhadap realitas sosial yang menempatkan perempuan dalam

Page 18: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

anggapan sebagai jenis kelamin kedua (the second sex). “Pandangan menganak-

tirikan terhadap kodrat perempuan seringkali dihubungkan dengan norma Agama.”9

Dalam pranata sosial yang berkembang, pemahaman tentang kodrat

bahwasannya laki-laki diatas perempuan. Secara khusus perempuan lebih banyak

bersifat pelarangan-pelarangan atau pembedaan peran sosial-budaya perempuan.

“Perbedaan peran budaya ini biasanya diistilahkan dengan beban gender (gender

assegment).”10

Apabila kesetaraan dalam bidang pendidikan telah tercapai, kemudian di

dalam keluarga masih terjadi hubungan patriarhi, maka tidak perlu dipersoalkan.

Hubungan patriarhi yang membagi dan membedakan tugas perempuan dan laki-laki

di dalam kehidupan keluarga, tidaklah perlu dipermasalahkan apabila kondisi tersebut

merupakan pilihan keluarga dan tidak merugikan perempuan.

Hal yang perlu diwaspadai adalah efek negatif dari hubungan patriarhi yang

telah mengubah konsep “perlindungan” menjadi “penguasaan laki-laki” terhadap

perempuan. Efek negatif inilah yang perlu dipermasalahkan dan dicegah, diantaranya

melalui kesetaraan pendidikan dan perlindungan hukum bagi perempuan.

9Nasaruddin Umar, Kodrat Perempuan Dalam Islam, (Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan

Gender, 1999), Cet ke-1, h. 2 10Ibid., h. 8

Page 19: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Hal yang sering dipermasalahkan oleh kaum perempuan adalah apabila

penguasaan laki-laki terhadap perempuan kemudian berubah menjadi sebuah

penindasan, penyelewengan dari konsep hubungan patriarhi seperti ini yang sangat

merugikan kaum perempuan.

Sudah berabad-abad masalah perempuan diupayakan untuk diselesaikan.

Tetapi, tampaknya perjalanan untuk mewujudkan solusi itu masih jauh. Upaya

peningkatan pengetahuan perempuan melalui pendidikan khusus perempuan sudah

dilakukan oleh berbagai pihak. Namun, upaya itu belum mencapai hasil dan tahap

ideal. Dalam proses pembelajaran masih saja perempuan dan laki-laki dibedakan,

baik dalam materi pembelajaran, tehnik penyampaian, sistem pembelajaran, dan

evaluasi pembelajaran, serta tentang proses manajemen pendidikan dalam sekolah.

Hal ini yang pernah ada pada sekolah Kec. Kresek Balaraja.

Berdasarkan pemikiran latar belakang di atas, penulis tertarik untuk

mengetahui proses pendidikan pada sekolah menengah di daerah Kec. Kresek

Balaraja yang berkesetaraan gender. Penulis akan melakukan penelitian dan

menulisnya dalam sebuah skripsi yang berjudul “APLIKASI KESETARAAN

GENDER DALAM PENDIDIKAN DI SEKOLAH-SEKOLAH MENENGAH

KEC. KRESEK BALARAJA BANTEN.”

Page 20: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

B. Identifikasi Masalah

1. Profil gender pada pendidikan menengah di Kec. Kresek Balaraja dilihat dari

komponen pengawasan, kepala sekolah, guru, pegawai administrasi, dan siswa

berdasarkan kesetaraan gender!

2. Profil manajemen pendidikan di berbagai lembaga pendidikan Kec. Kresek

Balaraja berkesetaraan gender!

3. Penyelenggaraan manajemen pendidikan pada jenjang pendidikan menengah

berkesetaraan gender!

4. Proses kesetaraan gender pada sekolah menengah di Kec. Kresek Balaraja!

5. Penerapan kesetaraan gender dalam proses penyelenggaraan manajemen

pendidikan di sekolah menengah Kec. Kresek Balaraja!

6. Penerapan kesetaraan gender dalam proses pembelajaran di sekolah menengah

Kec. Kresek Balaraja!

C. Pembatasan Masalah

Dengan judul Aplikasi Kesetaraan Gender dalam Pendidikan di Kec. Kresek

Balaraja yang memiliki ruang lingkup pembahasan yang sangat luas, maka untuk

memperjelas dan mempermudah pokok bahasan dalam penelitian, penulis membatasi

masalah pada penerapan kesetaraan gender dalam proses pembelajaran dan

Page 21: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

penyelenggaraan menejemen pendidikan pada jenjang pendidikan menengah dilihat

dari kesetaraan gender.

Proses pembelajaran yang dimaksudkan dilihat dari materi pembelajaran,

tehnik penyampaian pembelajaran, sistem pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.

Sedangkan penyelenggaraan menejemen pendidikan jenjang pendidikan menengah

mencakup manajemen dilingkungan sekolah dan profil pendidikan berkesetaraan

gender pada 12 sekolah menengah di Kec. Kresek Balaraja.

D. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pelaksanaan kesetaraan gender dalam pendidikan di sekolah-

sekolah menengah Kec. Kresek Balaraja dilihat dari; materi pembelajaran,

tehnik penyampaian dan proses pembelajaran, sistem pembelajaran, dan

evaluasi pembelajaran?

2. Bagaimana manajemen pendidikan di sekolah, dan profil pendidikan

berdasarkan gender pada sekolah-sekolah menengah di Kec. Kresek Balaraja?

E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini untuk menambah wawasan pengetahuan

penulis, tentang kesetaraan gender dalam proses pendidikan dan juga tentang proses

Page 22: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

manajemen pendidikan yang berkesetaraan gender, serta sebagai bahan dalam

penenlitian yang akan datang, karena menurut penulis dalam penelitian kesetaraan

gender itu sangatlah penting bagi kehidupan sekarang dan yang akan datang.

G. Sistematika Penulisan

Bab I, Pendahuluan yang menguraikan tentang Latar Belakang Masalah,

Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah, Perumusan Masalah, Manfaat Penelitian,

dan Sistematika Penulisan.

Bab II, Kajian Teori yang menguraikan tentang Pengertian Gender dan

Kesetaraan Gender, Aplikasi Kesetaraan Gender Dalam Pendidikan, Landasan Teori

Studi Gender, Landasan Hukum Gender, Prinsip Kesetaraan Gender meliputi;

Prinsip Kesetaraan Gender dalam Ajaran Isla, dan Prinsip Kesetaraan Gender dalam

Ajaran Kristiani. dan Fungsi dan Relasi Keberadaan Gender. Pendidikan meliputi;

Pengertian Pendidikan, dan Tujuan Pendidikan. Kebijakan Pendidikan dalam

Kesetaraan Gender. Gender Mainstreaming meliputi; Pengertian Gender

Maistreaming, dan Faktor-faktor Pendukung Gender Mainstreaming. Kerangka

Berpikir

Bab III, Metodologi Penelitian yang meliputi: Tujuan Penelitian, Disain

Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian, Populasi dan Sampel, Jenis Penelitian,

Tehnik Pengumpulan Data, Variabel Penelitian, dan Kisi-Kisi Instrumen.

Page 23: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Bab IV, Hasil Penelitian yang meliputi; Gambaran Umum Obyek Penelitian,

Pembelajaran Pendidikan Berspektif Gender yang meliputi; Proses Pembelajaran, dan

Proses Pengelolaan Manajemen Kesiswaan Berspektif Gender, Analisis Kesetaraan

Gender dalam Pendidikan dan Profil Manajemen di Sekolah-sekolah Menengah Kec.

Kresek Balaraja yang meliputi; Kesetaraan Gender dalam Pendidikan, dan Profil

Manajemen.

Bab V, Penutup yang meliputi; Kesimpulan, dan Saran-saran

Page 24: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pengertian Gender dan kesetaraan gender Pembicaraan tentang gender saat ini begitu mengemuka dengan tajam,

walaupun pengertian gender sering diartikan secara keliru. Kekeliruan lainnya,

tampak pula dalam menafsirkan esensi gender itu sendiri. Sebagian kalangan ada

yang menganggapnya sebagai kodrat Tuhan (divine creation) atau sesuatu yang

memang ditetapkan dari “sana” sementara sebagian lainnya, menganggap gender

sebagai konstruksi masyarakat (social construction).

Gender pada manusia mulanya adalah suatu klasifikasi gramatical untuk

benda-benda menurut jenis kelaminnya terutama dalam bahasa-bahasa Eropa.

Kemudian Ivan Illich menggunakannya untuk membedakan segala sesuatu di dalam

masyarakat verticuler seperti bahasa tingkah laku, pikiran, makanan, ruang, dan

waktu, harta milik, tabu, alat-alat produksi dan lain sebagainya.

Kata gender dalam bahasa Indonesia meminjam dari bahasa Inggris. Dalam

bahasa Inggris, jika dilihat dalam kamus tidak secara jelas membedakan antara kata

gender dan seks, keduanya berarti “jenis kelamin.”11 Dalam Webster New World

Dictionary, gender diartikan sebagai “perbedaan yang tampak antara laki-laki dan

perempuan dilihat dari segi tingkah laku.”12 Untuk memahami gender harus

dibedakan kata gender dengan jenis kelamin (seks). Pengertian jenis kelamin

11John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1992), Cet. ke-XX, h. 265

12Victoria Neufeldt dalam Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender, (Jakarta: Paramadina, 1992), h. 33

Page 25: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

merupakan: “pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan

secara biologis yang melekat pada jenis kelmain tertentu.”13

Gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun

perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural.”14 Misalnya, bahwa

perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan, sementara laki-

laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa. Ciri dan sifat itu sendiri merupakan

sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya, ada laki-laki yang emosional, lemah

lembut, keibuan, sementara juga ada perempuan yang kuat, rasional, perkasa.

Perubahan ciri dan sifat-sifat itu dapat terjadi dari waktu kewaktu dan dari tempat

ketempat lainnya, maupun berbeda dari suatu kelas ke kelas yang lain, itulah yang

dikenal dengan konsep gender. Atau bisa dikenal dengan konsep gender adalah

konsep yang mengacu pada peran-peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan

yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya

masyarakat.

Karena gender ditentukan secara sosial, maka: “ideologi dan wawasan suatu

bangsa turut serta membangun gagasan tentang identitas.”15

Pemakaian gender dalam wacana feminisme dicetuskan pertama kali oleh

Anne Oakley. Perbedaan antara seks (jenis kelamin) dan gender adalah “seks

13Lynda Birke, Women, Feminism and Biology, (England: The Harvest Press, 1986), h. 90 14Mansour Fakih, Menggeser Konsepsi Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 1994), Cet. ke-1, h. 9 15Situ Ruhaini Dzuhayatin MA dalam Mansour Fakih, et al., Membincang Feminisme,

(Surabaya: Risalah Gusti, 1996), h. 231

Page 26: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

berkaitan erat dengan ciri-ciri biologis dan fisik tertentu, termasuk kromosom dan

genitalia (external maupun internal).”16

Pengertian gender diatas selaras dengan yang dikemukakan oleh Aida

Vitayela, bahwa gender adalah “suatu konsep yang menunjuk pada suatu sisitem

peranan dan hubungannya antara perempuan dan laki-laki yang tidak ditentukan oleh

perbedaan biologis akan tetapi oleh lingkungan sosial, politik, dan ekonomi.”17 Hilary

M. Lips dalam bukunya yang populer Sex and Gender: an Introduction memaknai

gender sebagai “harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan”

(Cultural expectations for women and man).18 Pendapat seperti ini senada dengan

pendapat kaum feminis, seperti Lindsey yang menganggap “keseluruhan pranata

mengenai penentuan fungsi sosial berdasarkan jenis kelamin adalah termasuk anak

cabang kajian gender” (What a given society defisus as masculine or feminine is a

componen of gender).19

Pada mulanya orang tidak terlalu tertarik untuk membedakan seks dan gender,

karena persepsi yang berkembang di dalam masyarakat menganggap perbedaan

gender (gender defferences) sebagai akibat dari perbedaan jenis kelamin (seks

defferences). Pembagian peran dan kerja secara seksual dipandang sesuatu yang wajar

16Anne Oakley, Sex, Gender, and Society, (New York: Harper and Row, 1972), h.87 17Aida Vitayela S. Hubels, feminism dan pemberdayaan perempuan, dalam Dadang S.

Anshory et al., (Peny)., membincangkan feminisme Refleksi Muslimah atas Peran Sosial Kaum Wanita, (Bandung:Pustaka Hidayah, 1997), h.24

18Hilary M. Lips, Sex and Gender: an Introduction, (California, London, Toronto: Mangfield Publishing Company, 1993), h.4.

19Linda L. Lindsey, Gender Role a Sociological Perspective, (New Jersey: Prentice Hall, 1990), h. 2

Page 27: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

akan tetapi belakangan disadari bahwa: “tidak mesti perbedaan seks menyebabkan

ketidakadilan gender (gender inqualities).”20

Dari berbagai definisi gender di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa: gender

adalah suatu konsep yang digunakan untuk mendefinisikan perbedaan laki-laki dan

perempuan, yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural dengan mengaitkannya

pada ciri biologis masing-masing jenis kelamin, sehingga nantinya berdampak pada

posisi dan peran laki-laki dan perempuan dalam kehidupannya.

Adapun kesetaraan gender adalah peluang dan kesempatan dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi antara laki-laki dan perempuan. Sehingga apabila kata gender dipadukan dengan kata kesetaraan itu berarti adanya suatu keinginan agar perbedaan gender tidaklah menjadi penyebab adanya perbedaan perlakuan yang menguntungkan di satu pihak tetapi mungkin pihak lainnya. Kesetaraan gender adalah suatu kondisi dimana penempatan hak dan kewajiban berdasarkan gender sesuai dengan tugas dan kewajibannya masing-masing, tidak kemudian berarti adanya kesamaan dalam segala hal, karena masing-masing jenis kelamin mempunyai fungsinya sendiri terutama dalam masalah yang berhubungan dengan biologis.

B. Aplikasi kesetaraan gender dalam pendidikan Aplikasi adalah penerapan atau penggunaan sesuatu ke dalam sesuatu, untuk mencapai tujuan yang direncanakan agar mencapai tujuan tersebut sesuai dengan yang diharapkan. Dalam arti, aplikasi dalam gender merupakan penerapan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam segala aspek kehidupan..

Pendidikan dalam kesetaraan gender merupakan perpaduan antara pendidikan dan gender. Pendidikan sebagaimana yang telah disimpulkan oleh penulis bahwa usaha sadar yang di lakukan oleh orang dewasa untuk membantu dan membimbing pertumbuhan dan perkembangan anak didik secara teratur dan sistematis kearah kedewasaan melalui bimbingan pengajaran, latihan-latihan, dan di curahkan dalam rangka mengembangkan kepribadian dan kemampuan peserta didik ketingkat kedewasaan, dan hal ini di lakukan baik di dalam maupun di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup, demi mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.

20Mansour Fakih, loc. cit., h. 9

Page 28: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Sedangkan gender penulis simpulkan suatu konsep yang digunakan untuk

mendefinisikan perbedaan laki-laki dan perempuan, yang dikonstruksi secara sosial

maupun kultural dengan mengaitkannya pada ciri biologis masing-masing jenis

kelamin, sehingga nantinya berdampak pada posisi dan peran laki-laki dan

perempuan dalam kehidupannya.

Dari definisi aplikasi kesetaraan gender dalam pendidikan yang telah diuraikan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa aplikasi kesetaraan gender dalam pendidikan merupakan penerapan atau penggunaan peluang dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan dalam mendapatkan bimbingan baik itu pertumbuhan dan perkembangan anak didik secara teratur dan sistematis kearah kedewasaan melalui bimbingan pengajaran, latihan-latihan, dan dicurahkan dalam rangka mengembangkan kepribadian dan kemampuan peserta didik ketingkat kedewasaan, dan hal ini dilakukan baik di dalam maupun diluar sekolah yang berlangsung seumur hidup, demi mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.

Hal ini sejalan dengan pendidikan nasional yang tercantum dalam UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Pasal 4 Ayat (1) yang menyebutkan bahwa: “pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan mnejunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.” 21

1. Landasan Teoritis Studi Gender

Dalam studi gender di kenal beberapa teori dasar yang sangat mempengaruhi proses studi ini. Teori-teori tersebut adalah :

a. Teori feminisme liberal

Dalam pemikiran kelompok ini adalah: “semua manusia laki-laki dan perempuan di ciptakan seimbang dan serasi, dan mestinya tidak terjadi penindasan antara satu dengan lainnya.”22 Feminisme liberal memberikan teoritis akan kesaman wanita dalam potensi rasionalitasnya. Namun berhubung wanita di tempatkan pada potensi tergantung pada suami dan kiprahnya dalam sektor domestik, maka yang lebih dominan timbul pada diri wanita adalah aspek emosiaonal ketimbang

21Umaedi, M. Ed, Manajemen Mutu Berbasis Sekolah/Madrasah (MMBS/M), (Jakarta:

CEQM, 2004), Cet. ke-1. h. 345 22Nasarudin Umar, Argumen Kesetaraan Gender, selanjutnya dibaca Argumn, Cet. ke-2,

(Jakarta: Paramadina, 2001), h. 64

Page 29: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

rasional. “Apabila tidak bergantung pada suami dan tidak berkiprah di sektor domestik, maka wanita akan menjadi makhluk rasional seperti kaum pria.”23

Kelompok ini pada intinya mendasarkan asumsinya pada penghargaan terhadap penghargaan, bahwa: “setiap manusia mempunyai hak asasi manusia yaitu untuk hidup, mendapatkan kebebasan, dan hak untuk mencari kebahagiaan.”24 Karenanya kelompok ini membenarkan perempuan bekerja bersama laki-laki. Mereka menghindari agar perempuan diintegrasikan secara total di dalam semua peran termasuk bekerja di luar rumah. “Dengan demikian tidak ada lagi kelompok jenis kelamin yang lebih dominan.”25

b. Feminisme Marxis – Sosialis

Kelompok aliran ini berupaya menghilangkan struktur kelas dalam masyrakat

berdasarkan jenis kelamin dengan melontarkan isu bahwa, ketimpangan peran antara

kedua jenis kelamin ini sesungguhnya lebih disebabkan oleh faktor budaya alam.

“Teori kebudayaan (nature) sebenarnya merupakan bantahan terhadap teori kodrat

alam (nurture).”26 Aliran ini menolak anggapan tradisional dan para teolog tentang

“status perempuan lebih rendah dari pada laki-laki, karena faktor biologis dan latar

belakang sejarah.”27

Para penganut teori ini beranggapan, ketimpangan gender dalam masyarakat adalah akibat penerapan sistem kapitalis yang mendukung terjadinya tenaga kerja tanpa upah gaji perempuan di dalam lingkungan rumah tangga. Struktur ekonomi akan kelas di dalam masyarakat memberikan pengaruh efektif terhadap status perempuan. Karena itu, untuk mengangkat harkat martabat perempuan supaya seimbang dengan laki-laki, diperlukan penunjangan kembali secara mendasar, terutama dengan “menghapuskan dikotomi pekerjaan sektor domestik dan sektor publik.”28

c. Teori Sosio-Biologis

23Ratna Megawangi, Membiarkan Berbeda, (Bandung: Mizan, 1999), h. 119 24Ibid., h. 118 25 Nasarudin Umar, op. cit., h. 65 26Ahmad Muthali’in, Bias Gender dalam Pendidikan, (Surakarta: Muhamadiyah University

Press, 2001), Cet. ke-1, h. 25 27Ibid. 28Ibid., h. 66

Page 30: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Teori ini mencoba menggabungkan antara nature dan nurture laki-laki dan perempuan. Teori ini beranggapan, faktor biologi dan faktor sosial-budaya menyebabkan laki-laki lebih unggul daripada perempuan. Fungsi reproduksi perempuan yang lebih rumit dianggap sebagai faktor penghambat untuk mengakses ke dunia publik, berbeda dengan laki-laki yang tidak mengalami faktor tersebut.

Perbedaan fisik laki-laki dan perempuan sangat jelas terlihat; rata-rata pria mempunyai fisik dan otot yang lebih besar dari pada perempuan, perempuan mempunyai struktur tulang pelik yang lebih besar, yang memang sesuai untuk menyokong kehamilan-kehamilan semua ini dapat menghambat perempuan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan otot-otot besar. Perbedaan hormon juga mempengaruhi tingkat agresifitas, dimana laki-laki lebih agresif dibandingkan perempuan, sedangkan perubahan hormon pada perempuan serasa siklus menstruasi, menyusui, dan kehamilan adalah sifat khusus feminim. Perbedaan fisik ini memberikan “implikasi yang signifikan pada kehidupan publik perempuan, sehingga perempuan lebih sedikit perannya dibandingkan laki-laki.”29

Secara sosial pun laki-laki dominan secara politik dalam semua masyarakat. Hal ini dikarenakan faktor biologis bawaan mereka, sehingga hal ini memberikan pada masing-masing jenis kelamin dan pengaruh jenis kelamin dalam perkembangan prilaku manusia. Semuanya memperkuat kesimpulan bahwa biologi manusia adalah suatu komponen penting dalam prilaku yang berbeda antara jenis-jenis kelamin. “Teori sosio-biologis ini juga tetap berkeinginan melanggengkan sistem patriarhi.”30

2. Landasan Hukum Gender

Masalah kesetaraan gender sudah menjadi kebutuhan atau tuntutan bagi umat manusia di seluruh dunia, sehingga telah menjadi ketetapan Majelis Umum PBB, yang dapat menjadi rujukan semua pihak, agar kesetaraan gender dilaksanakan di semua negara. Beberapa rujukan yang dapat dijadikan landasan hukum kesetaraan gender:

a. Konvensi Wanita Tahun 1981

Konvensi wanita tahun 1981, yang disetujui oleh Majelis Umum PBB; Pasal 1, 2, 3, 4, dan 5.

b. Inpres No. 5 Tahun 1995

Apa yang dinyatakan Presiden tersebut “pada hakekatnya wanita sebagai insan pembangunan mempunyai peran sejajar dengan pria” kemudian dikokohkan

29Ibid., h. 69-70 30Ibid.

Page 31: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

dalam Inpres No. 5 Tahun 1995. dengan demikian, maka semakin kokoh lagi upaya untuk meningkatkan peran perempuan. Hal ini dimaksudkan agar mereka mempunyai kedudukan dan peran yang setara dengan laki-laki, sekaligus bias gender yang dikenakan padanya, khususnya dalam kehidupan publik dapat dieliminasi.

c. Propenas Tahun 2000

Propenas yang responsip gender juga terlihat dalam UU No. 25 Tahun 2000 tentang : “Program Pembangunan Nasional dijelaskan bahwa program peningkatan kualitas hidup perempuan memiliki sasaran yaitu meningkatnya kualitas dan peranan perempuan diberbagai bidang.”31

d. Undang-undang Dasar 1945

UUD 1945, BAB X tentang warga negara, Pasal 27 ayat (1). “Sejak tahun 1945 prinsip kesetaraan pria dan wanita di depan hukum telah diakui. Dalam ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 tidak membedakan jenis kelamin di muka hukum.”32

3. Prinsip Kesetaraan Gender

Kesetraan gender adalah seperti sebuah frase (istilah) “suci” yang sering diucapkan oleh para aktivis sosial, kaum feminis, politikus, bahkan oleh para pejabat negara. Istilah kesetaraan gender dalam tataran praksis, hampir selalu diartikan sebagai kondisi “kestidaksetaraa” yang dialami oleh para wanita. Maka, istilah kesetaraan gender serimh terkait dengan istilah-istilah diskriminasi terhadap perempuan, subordinasi, penindasan, perlakuan tidak adil, dan semacamnya. Istilah-istilah tersebut memang dapat membangkitkan emosi, kekesalan, dan memicu rasa simpati yang besar kepada kaum perempuan. Oleh karena itu agenda feminis mainstream (struktural, fungsional, konflik, dan sosialis) semenjak awal abad ini hingga sekarang adalah “bagaimana mewujudkan kesetaraan gender secara kuantitatif, yaitu pria dan wanita harus sama-sama (fifty-fifty) berperan baik di luar maupun di dalam.”33

Istilah kesetaraan gender dalam pemahaman masyarakat umum seringkali memunculkan rasa ambivalensi. Apakah pria dan wanita memang betul-betul harus sama sehingga segalanya harus setara? Bagaimana dengan perbedaan biologis antara pria dan wanita yang sering membawa kondisi ketidaksetaraan?

31Ace Suryadi, Kesetaraan Gender dalam Bidang Pendidikan, (Bandung: PT GENESINDO,

2004), Cet. ke-I, h. 85 32Endang Sumiarni, Jender dan Feminisme, (Yogyakarta: Wonderful Publishing Company,

2004), Cet ke-I, h. 33 33Ratna Megawangi, loc. cit., h. 9

Page 32: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Di satu sisi ada yang sangat mengharapkan adanya kesetraan, dikarenakan mereka menganggap bahwa konsep gender merupakan kontruksi sosial. Sehingga perbedaan jenis kelamin tidak perlu mengakibatkan perbedaan peran dan perilaku gender dalam tataran sosial. Di sisi lain ada yang menganggap perbedaan jenis akan selalu berdampak terhadap konstruksi konsep gender dalam kehidupan sosial. Dua kelompok tersebut di atas pada dasarnya mempunyai satu prinsip yang sama, yaitu menghilangkan diskriminasi dan ketidakadilan terhadap perempuan. Akan tetapi keduanya juga berbeda dalam memahami keadilan. Apakah suatu keadilan harus harus membagikan sesuatu dengan sama rata atau suatu keadilan itu harus membagikan sesuatu menurut proporsi dan kapasitas masing-masing dan tidak harus sama rata?

Dengan melihat konsep kesetaraan gender di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kesetaraan gender tidak hanya memberikan keuntungan kepada suatu pihak saja. Yaitu pihak perempuan, namun juga memberikan keuntungan bagi pihak laki-laki.

a. Prinsip Kesetaraan Gender dalam Ajaran Islam

Di awal sejarah munculnya ajaran agama Islam, kaum perempuan telah memperoleh kemerdekaan dan mereka juga memperoleh suasana hati dan batin yang cerah. Hal ini dikarenakan di dalam Islam, hubungan antara laki-laki dan perempuan didasarkan ppada kesetaraan manusiawi. Dengan demikian tampak adanya persamaan dan keadilan pada keduanya, yaitu sebagai makhluk yang memilki kedudukan yang sama di hadapan Allah sebagai sang pencipta.

Di dalam ajaran Islam, kesetaraan dan keadilan gender dapat dilihat pada bagaimana ajaran Islam memberikan posisi laki-laki dan perempuan sebagai berikut:

1. “Hamba Tuhan

2. Khalifah di bumi

3. Penerima perjanjian primordial

4. Sebagai Adam dan Hawa dalam drama komsis.”34

Adapun penjelasan dari posisi laki-laki dan perempuan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Sebagai hamba Tuhan

34Zubha Zaitunnah, Rekonstruksi Pemahaman Gender dalam Islam, (Jakarta: el-KAHFI,

2002), h. 49

Page 33: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Di dalam Al-qur’an, laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan potensi dan peluang yang sama untuk menjadi hamba yang hanya menyembah kepada Tuhan, hal ini ditegaskan pada ayat-ayat Al-qur’an sebagai berikut:

a. Hamba yang paling ideal adalah muttaqun (Q. S. al-Hujurat, 49:13).

Muttaqun artinya sebagai orang-orang yang bertaqwa, untuk mencapai derajat

muttaqun ini tidak dikenal adanya perbedaan jenis kelamin, suku, bangsa,

atau kelompok etnis tertentu.

b. Laki-laki dan perempuan dalam kapasitasnya sebagai hamba, akan

memperoleh penghargaan dari Tuhan sesuai dengan pengabdiannya (Q. S. al-

Nahl, 16:97).

2. Sebagai khalifah di bumi

Laki-laki dan perempuan sama-sama memilki tugas sebagai khalifah di bumi yang mempertanggungjawabkan kekhalifahannya di bumi sebagaimana mereka sama-sama harus bertanggung jawab sebagai khalifah di bumi dapat dilihat pada surat al-A’raf 7:155.

3. Sebagai penerima perjanjian primordial

Laki-laki dan perempuan menerima perjanjian primordial dan sama-sama mengemban amanah. Seperti diketahui, menjelang seorang anak manusia lahir dari rahimnya. Ibunya, ia terlebih dahulu harus harus menerima perjanjian dengan Tuhannya. Dalam Islam tanggung jawab individual dan kemandirian berlangsung sejak didni, yaitu semenjak dalam kandungan, sejak awala sejarah manusia dalam Islam tidak dikenal adanya diskriminasi jenis kelamin. Laki-laki dan perempuan sama-sama menyatakan ikrar ketuhanan yang sama.

4. Sebagai Adam dan Hawa dalam drama komsis

Adam dan Hawa terlihat secara aktif dalam drama komsis yaitu, keduanya diciptakan di surga dan memanfaatkan fasilitas surga. Semua ayat yang menceritakan tentang drama komsis, yaitu cerita tentang keadaan Adam dan pasangannya di surga sampai keluar ke bumi, selalu menekankan kedua belah pihak secara aktif dengan menggunakan kata ganti untuk dua orang.

Dari beberapa penjelasan di atas mengenai prinsip-prinsip kesetaraan, dapat ditemukan bahwa perbedaan yang terjadi antara pria dan wanita itu bukanlah suatu

Page 34: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

yang kodrat (divine creation), melainkan merupakan sesuatu yang dihasilkan dari sebuah kontruksi budaya sosial. Dan intinya adalah natara laki-laki dan perempuan adalah sama, baik secara spiritual, peran, prilaku, intelektual, dan emosional.

b. Prinsip Kesetaraan dalam Ajaran Kristiani

Di dalam ajaran Kristiani, khususnya dalam ajaran agama Katolik, tidak memandang adanya perbedaan status antara laki-laki dan perempuan. Keduanya dipandang sebagai sama-sama makhluk Tuhan yang memilki kedudukan, peran, dan derajat yang sama di hadapan Allah Bapa. Menurut Marry Ann Glendon, seperti yang dikutip oleh Bainar dan Alchi Halik, Gereja Katolik memandang bahwa: “ajaran Yesus Kristus sebenarnya memperkuat status dan kedudukan perempuan dalam dalam kehidupan bermasyarakat.”35

Bentuk pengakuan atas kesetaraan kedudukan perempuan ini tampak dari pemberlakuan ide monogami dalam hukum gereja yang menyatakan bahwa seorang pria tidak boleh beristeri lebih dari satu orang ketetapan hukum ini merupakan penerapan ayat Injil Matius 19: 6 yang berbunyi “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Oleh karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.”36

Dengan demikian tampak bahwa landasan hukum gereja mengisyaratkan tidak adanya perceraian antara sepasang suami isteri yang telah menikah secara hukum Katolik. Tidak adanya perceraian tersebut merupakan salah satu upaya Gereja dalam menyetarakan hak dan kedudukan perempuan dan laki-laki.

Di era tahun 1990-an, Paus Yohanes Paulus II menerjemahkan masalah kedudukan perempuan ini ke dalam bahasa yang lebih spesifik. Hal ini terungkap di dalam suratnya yang ditujukan kepada para delegasi sebagai pembukaan Konfrensi Wanita sebagai berikut:

“Kebutuhan yang paling mendesak untuk mewujudkan kesetaraan antara pria dan wanita di segala bidang adalah adanya upaya yang sama untuk pekerjaan yang sama, adanya perlindungan bagi ibu-ibu bekerja, berkeadilan dalam karier dan kepangkatan, adanya hak dan kewajiban suami isteri yang sama berkenaan dengan tanggung jawab dalam keluarga dan pengetahuan atas segala semua yang berkaitan dengan hak dan kewajiban sebagai warga negara dalam sebuah negara demokrasi.”37

Dengan demikian, tampak bahwa Gereja Katolik pada hingga saat ini terus memperjuangkan kesetaraan dan keadilan bagi laki-laki maupun perempuan. Namun meskipun dalam ajaran Katolik juga menerapkan adanya kesetaraan dan keadilan gender, tetapi pada pelaksanaannya tetap saja adanya usaha dari para

35Bainar dan Alchi Halik, Jagat Wanita: Dalam Pandangan Para Tokoh Dunia, (Jakarta: PT.

Pustaka CIDESINDO, 1999), h. 163 36Alkitab: Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia,

1997). 37Bainar dan Alchi Halik, op. cit., h. 165

Page 35: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

tokoh didalamya untuk tetap menempatkan perempuan sebagaiwarga kelas dua. Itulah sebabnya tidak pernah ditemukan dalam sejarah adanya perempuan yang menjadi pemimpin ibadat keagamaan.

4. Fungsi dan Relasi Keberadaan Gender

Ada hal yang harus diluruskan dalam fungsi dan relasi keberadaan perempuan dan laki-laki. Terutama opini yang seakan mengendap dan mengkristal dalam alam bawah sadar publik, bahwa eksistensi kaum pria lebih utama dibanding kaum perempuan. Opini ini dengan sendirinya membidani dan membesarkan struktur ketidakadilan dalam berbagai bentuk. Laki-laki menganggap perempuan sebagai pelengkap dan memiliki kekuasaan absolut atas perempuan. Relasi seperti ini secara ontologi merupakan modus utama kekerasan terhadap perempuan (violence agains women). Sehingga mengiring praktek ketidakadilan dalam berbagai bentuk; dominasi, marginalisasi, dan eksploitasi yang semakin meraksasa.

Praktek ketidakadilan ini, merupakan suatu bentuk rekayasa sistem yang androsentris. Dalam sistem ini, fungsi dan relasi keberadaan perempuan dan laki-laki mengalami pengkavlingan dalam hal peran sosial. Pada gilirannya pengkavlingan budaya tersebut, sayangnya menciptakan ruang yang pincang dan bercorak hirarkis. Laki-laki ditempatkan di sektor publik dan perempuan di sektor domestik yang mobilitasnya senantiasa berputar di sekitar sumur, dapur, dan kasur. Sebuah fenomena klasik “-meminjam istilah sukidi- untuk semakin melanggengkan rasionalitas sistem patriarkhi di masyarakat.”38 Laki-laki yang ditempatkan di sektor domestik dengan sendirinya memiliki kemandirian ekonmi. Sedang perempuan yang berada di sektor domestik menjadi tergantung laki-laki, sehingga kondisi perempuan amat rawan akan tindak ketidakadilan. Hal ini terus berlangsung dan meraksa secara sistemik. Ringkasnya sistem ini beroperasi dari sudut logika dan kepentingan laki-laki. “Mulai dari institusi yang terkecil bernama keluarga sampai terbesar bernama negara.”39 Budaya patriarkhi ini, melata secara sistemik bahkan sampai menerobos ke ruang agama.

Keluarga dan agama, sejatinya, merupkan teritori teraman atau suatu anugrah terindah yang Tuhan berikan untuk manusia. Ironisnya, hal tersebut sering dilibatkan atau dijadikan “tunggangan” untuk memekarkan dan melestarikan sistem patriarkhi di masyarakat. Pada level keluarga, patriarkhi yang berarti “kekuasaan yang laki”, digunakan untuk menyebut “suatu jenis keluarga yang dikepalai oleh laki-laki.”40 Tak jarang pula institusi ini menjadi sarang praktek kekerasan atas wanita. Praktek kekerasan tersebut, ibarat gayung bersambut, karena dibentangi oleh dalil agama. Agama secara langsung atau tidak, dilibatkan untuk mensyahkan dan menjaga kesinambungan relasi pincang antara pria dan

38Sukidi, Teologi Inklusif Cak Nur, (Jakarta: Penerbit Kompas, 2001), Cet. ke-1, h. 101 39Ibid. 40Ibid.

Page 36: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

wanita. Manurut relasi pincang ini, barangkali berakar dari narasi “drama ketuhanan” di seputar proses penciptaan dan keberadaan pria dan wanita narasi “drama ketuhanan” ini, dapat kita temui diantaranya dalam Kitab Kejadian pasal 18, sebagai berikut:

“Tuhan Allah berfirman, tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.”41

Dalam Al-qur’an pun, khususnya mengenai relasi keberadaan laki-laki dan perempuan dapat kita jumpai dalam Q. S. al-Nisa: 34, yaitu:

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin atas kaum perempuan. Oleh karena itu Allah telah melebihkan sebahagian mereka atas sebahagian yang lainnya. Dan karena mereka laki-laki telah menafkahkan sebahagian dari harta mereka. Sebab itu wanita yang shaleh adalah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri saat (suami) tidak hadir oleh karena Allah telah memelihara mereka. Wanita-wanita yang kamu khawatiri nusyuz-nya (pelanggaran atas kewajiban suami istri) nasihatilah mereka dan pisahkan diri dari tempat tidur mereka. Dan pukullah mereka kemudian jika mereka mentaati-Mu, maka janganlah mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesengguhnya Allah Maha Tinggi Lagi Maha Besar.”42

Redaksi-redaksi tersebut ketika ditafsirkan, setidaknya, akan menciptakan ruang paradoks tersendiri. Satu ruang penafsiran yang tidak seharusnya berkonotasi negatif, dan satu ruang lainnya yang seharusnya penuh muatan positif.

Dalam panggung penafsiran untuk konteks Islam, ungkapan laki-laki adalah qawwamun melahirkan rentetan paradoks dikalangan para penafsir. Ungkapan tersebut diantaranya dimaknakan, bahwa laki-laki adalah penanggung-jawab, pemimpin, dan penjaga kaum perempuan. Dari berbagai pemaknaan itu terkesan, ada sebahagian para muffasir (fuqoha) yang berusaha memberikan status yang lebih unggul pada kaum laki-laki. Meskipun secara normatif bisa dikatakan al-Qur’an memihak pada kesetaraan status atas kedua jenis kelamin. Namun secara “kontekstual al-Qur’an mengakui kelebihan kaum laki-laki dibidang tertentu.”43 Pada level inilah, para musafir berusaha memukul rata superioritas laki-laki.

Dalam konteks ini Ali Asghar, mengatakan, bahwa pemahaman ayat tersebut di atas harus dilihat setting historis saat ayat tersebut di turunkan. Pada saat itu, ruang gerak perempuan dibatasi hanya di sekitar wilayah rumah, dan laki-laki yang mencari nafkah untuk menghidupi keluarga. Al-qur’an memperhitungkan kondisi tersebut dan menempatkan posisi laki-laki menjadi superior terhadap perempuan. Namun, perlu dicatat bahwa al-Qur’an tidak menganggap bahwa suatu struktur sosial bersifat normatif. Sebuah struktur sosial pasti dan memang akan selalu

41Al-kitab edisi Indonesia 42Mengikuti pengalihan bahasa Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya, 1982 43Nurul Agustina, Tradisional Islam dan Feminisme, Ulumum Qur’an, No., 5 dan 6, Vol., V,

1994, h. 19

Page 37: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

berubah. Bila dalam suatu “struktur sosial perempuanlah yang menjadi pencari nafkah dan memainkan peran yang dominan dalam keluarganya, pastilah posisi perempuan akan menjadi superior.”44

Dengan demikian, posisi superior yang ditegaskan al-Qur’an itu bersifat relatif. Secara implisit al-Qur’an menyatakan, bahwa perempuanpun sangat mungkin memiliki kelebihan atas laki-laki, yaitu dengan ungkapan “Allah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian (lain).” Penegasan qawwamun atas perempuan karena pihak laki-laki memberi nafkah kepada perempuan (bima anfaqu min amwalihim). Di sini meninjukan superioritas itu tidaklah bersifat bawaan dari sananya. Namun, lebih dikarenakan adanya faktor kemandirian ekonomi. Oleh karena itu, menurut Didin Syafruddin superioritas tersebut bersifat kasbi. Artinya, ditentukan oleh kemampuan dalam bidang ekonomis. Karena “bersifat kasbi, maka perempuan memperoleh peluang sama dengan laki-laki dalam memperoleh superioritas baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.”45

Begitu pula dalam menafsirkan pasal 18 dalam Kitab Kejadian tersebut di atas. Idealnya, menafsirkan pasal tersebut tidak seharusnya berkonotasi negatif, yaitu untuk memecahkan kesunyian Adam lalu dibuatlah ciptaan kedua, yaitu perempuan (I lawa) sebagai kawan baginya. Di sisi lain penafsiran pasal tersebut, seharusnya penuh muatan positif, bahwa laki-laki tidak bisa hidup dan berkembangbiak tanpa kehadiran perempuan. Apalagi redaksi tersebut, secara detail menjelaskan keberadaan wanita sebagai penolong atas pria. Sehingga simplisit posisi superior itu ada di tangan wanita, atau minimal memiliki relasi yang setara. Masalahnya karakter dasar penafsiran itu bersifat socially conditioned, dibentuk sesuai dengan kondisi sosial yang berkembang saat itu. Sehingga yang mengemuka adalah corak penafsiran yang maskulin, karena struktur sosial saat itu amat androsentris. Sehingga superioritas wanita itu dieliminasi menjadi inferior, sebaliknya posisi ciptaan awal itu bukan berarti superior. Relasi superior-inferior tersebut, merupkan produk budaya saat itu. Menurut Rebecca Chop relasi superior-inferior terhadap wanita, merupakan sebuah “bentuk pengkerangkengan budaya yang diciptakan untuk perempuan.”46 Dimana proses pengkrangkengan tersebut, telah “memingit” wanita dalam sektor domestik, terikat dengan kegiatan reproduksi, memelihara anak dan menjaga rumah. Sehingga pertumbuhan fisik wanita menjadi lebih kecil dibanding pria.

44Ali Ashgar Engineer, Islam dan Teologi Pembebasan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999),

Cet. ke-1, h. 237 45Didin Syafrudin, Argumen Supremasi atas Perempuan Penafsiran Klasik Q. S. al-Nisa: 34,

Ulumul Qur’an, No. 5 dan 6, Vol. V, 1994, h. 7-8 46Rebecca Chop, Hawa yang Tahu: Perlawanan Teologi Feminis terhadap Kerangka Kerja

Filsafat Ilmu Pengetahuan Aliran Laki-laki, dalam Zakiyuddin Baidhawy (ed), Wawancara Teologi Feminis, h. 176

Page 38: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Dalam tradisi Yahudi posisi perempuan juga terlihat marjinal. Apalagi jika ditarik dalam konteks perceraian, maka terlihat adanya suatu pola relasi superior-inferior yang cukup kental. Dalam lima kitab pertama Perjanjian Lama disebutkan, suami dapat menjatuhkan cerai apabila menemukan “sesuatu yang buruk, menjengkelkan, dan keji” tentang isterinya. Namun sebaliknya istri tidak dapat menceraikan suami sekalipun suaminya bermoral bejat, kejam, keji atau katakanlah tidak bertanggung-jawab. Mishnah menyatakan istri dapat “disisihkan dengan persetujuan atau tanpa persetujuannya” (Yebamuth 14:1). Sehingga tak diperlukan lagi proses pengadilan untuk menceraikannya. Para rabi pun sebagian besar mempunyai sikap yang sama dalam hal ini. Hillel, umpanya, mengatakan bahwa suami berhak menceraikan istrinya karena suatu sebab “sekalipun si istri Cuma merusak hidangan untuk suaminya” (Getting 9:10). Menurut sebagian rabi lain, boleh saja mencerai apabila istri mencaci, mengomel, atau menghadik begitu keras di dalam rumah sehingga tetangga dapat mendengar suaranya, atau jika istri pergi dari rumah dengan rambut kusut (Khetuboth 7:6). Dalam kondisi seperti inilah Yesus tampil sebagai figur revolusioner untuk mengubah tradisi yang timpang tersebut.

Menurut William E. Phipp, situasi gender yang timpang itu, menggugah emphati Yesus. Bagi Yesus, bahwa berpegangan hanya kepada hukum Musa, Hillel atau rabi-rabi lainnya tidak akan cukup, karena hukum perceraian itu sudah melenceng dari sudut prinsip penciptaan. Bagaimana sebuah konsep penciptaan mengarah pada sebuah bentuk mitra yang sejajar. Seperti halnya kisah di taman Eden yang secara gamblang menjelaskan, bahwa “persahabatan adalah alasan perkawinan.”47 Lebih dari itu “perkawinan adalah sebuah peristiwa yang merayakan persahabatan yang monogamis.”48 Sebagaimana yang tertera dalam Kitab Markus 10:8, dimana “keduanya lalu menjadi satu daging.”

B. Pendidikan

1. Pengertian Pendidikan

Berbicara tentang pendidikan sebenarnya bukanlah masalah baru, karena pendidikan itu sudah ada sejak manusia ada dimuka bumi. Hanya saja perwujudan pendidikan itu sendiri berbeda-beda dari zaman ke zaman seiring dengan perubahan tempat dan waktu.

Secara etimologi pendidikan berarti “pemeliharaan.”49 Dan sejalan dengan yang dikemukakan oleh Drs. Agus Basri, pendidikan adalah “pelihara, ajar.”50 Istilah

47Kejadian 2:18 48William E. Phipp, Muhammad dan Isa: Telaah atas Sosok dan Risalahnya, Terjemahan,

Ilyas Hassan, (Bandung: Mizan, 1998), Cet. ke-1, h. 181-182 49W. J. S. Poerwadarmita, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984),

Cet. ke-7, h. 250 50Agus Basri, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT Al-Ma’arif, 1994), h. 19

Page 39: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

pendidikan berasal dari kata “didik” dengan memberinya awalan “pe” dan akhirnya “kan” yang mengandung arti “perbuatan.” Istilah pendidikan terjemahan dari bahasa Yunani, yaitu “paedagogi” yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Inggris dengan “education” yang berarti “pembagunan atau bimbingan.”51 Dalam bahasa Arab kata pendidikan adalah terjemahan dari kata “tarbiyah” yang berarti “mendidik.”52

Secara terminologi pendidikan dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai nilai-nilai agama di dalam masyarakat dan kebudayaan. Sedangkan istilah lain adalah mendidik, yang mempunyai arti “menanamkan tabiat,”53 yang baik agar anak mempunyai sifat yang baik dan kepribadian yang utama.

Banyak para pakar pendidikan mengemukakan tentang pengertian pendidikan, di dalam buku “ilmu pendidikan” M. Alisuf Sabri ada beberapa ahli mengartikan pendidikan sebagai berikut :

1. Langeveld, mendidik adalah mempengaruhi anak dalam usaha membimbing nya

supaya menjadi dewasa. Usaha membimbing adalah usaha yang di sadari dan

dilaksanakan dengan sengaja antara orang dewasa dengan anak didik dan

diarahkan kepada tujuan pendidikan.

2. Hoogveld, mendidik adalah membantu anak supaya ia cakap dalam

menyelenggarakan hidupnya atas tanggung jawab sendiri.

3. SA, Branata dkk, pendidikan ialah usaha yang sengaja di adakan baik secara

langsung maupun tidak langsung, untuk membantu anak dalam perkembangannya

mencapai kedewasaan.

4. Ki Hajar Dewantara, mendidik adalah menuntut segala kekuatan kodrat yang ada

pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat

dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.

51Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), Cet. ke-I, h. 1 52Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet. ke-3 53Zuhairini, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: PT Pustaka Nasional, 1983), Cet.

ke-3, h. 27

Page 40: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Menurut M. Arifin bahwa pendidikan “segala orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam pendidikan formal maupun non formal.”54

Dari berbagai pengertian tentang pendidikan di atas, dapat disimpulkan bahwa yang di maksud pendidikan adalah usaha sadar yang di lakukan oleh orang dewasa untuk membantu dan membimbing pertumbuhan dan perkembangan anak didik secara teratur dan sistematis kearah kedewasaan melalui bimbingan pengajaran, latihan-latihan, dan di curahkan dalam rangka mengembangkan kepribadian dan kemampuan peserta didik ketingkat kedewasaan, dan hal ini di lakukan baik di dalam maupun di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup demi mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.

2. Tujuan Pendidikan

Dalam setiap usaha atau kegiatan tertentu ada tujuan atau target sasaran yang ingin dicapai. Tujuan ini merupakan hal yang sangat penting agar setiap kegiatan yang dilakukan tidak sia-sia. Karena tujuan merupakan batas akhir yang dicita-citakan seseoranag dan dijadikan pusat perhatiannya untuk dicapai melalui usaha. Dalam tujuan juga terkandung cita-cita, kehendak, dan kesengajaan serta berkonsekuensi dan upaya untuk mencapainya, demikian pula kegiatan/usaha pendidikan sengaja dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan.

Karena pentingnya tujuan pendidikan yang merupakan masalah sentral dalam proses pendidikan, hal itu disebabkan oleh fungsi-fungsi yang dipikulnya.

Ahmad D. Marimba menyebutkan empat (4) fungsi tujuan pendidikan tersebut adalah: a. Tujuan berfungsi mengakhiri usaha

Sesuatu usaha yang tidak mempunyai tujuan tidaklah mempunyai arti apa-apa. Selain itu, usaha mengalami permulaan dan mengalami pula akhirnya. Ada usaha yang terhenti karena sesuatu kegagalan sebelum mencapai tujuan, tetapi usaha tersebut belum dapat dikatakan berakhir. Pada umumnya, usaha berakhir kalau tujuan akhir tercapai.

b. Tujuan berfungsi mengarahkan usaha Tampak adanya antisipasi (pandangan ke depan) kepada tujuan, penyelewengan akan terjadi dan kegiatan yang dilakukan tidak akan berjalan secara efesien.

c. Tujuan berfungsi sebagai titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain, tujuan-tujuan baru maupun tujuan-tujuan lanjutan dari tujuan pertama. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dari satu segi tujuan membatasi ruang gerak usaha. Namun, dari segi lain tujuan tersebut dapat mempengaruhi dinamika dari usaha itu.

d. Fungsi dari tujuan ialah memberi nilai (sifat), pada usaha itu. Ada usaha-usaha yang tujuannya lebih luhur, lebuh mulia, lebih luas dari usaha-usaha lainnya. Hal ini menunjukkan

54M. Alisu Sabri, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1999), Cet. ke-1, h. 4-

5

Page 41: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

bahwa “dalam rumusan setiap tujuan selalui disertai dengan nilai-nilai yang hendak diusahakan perwujudannya.”55

Prof. Hasan Langgulung 1986 dalam bukunya “Manusia dan Pendidikan” mengatakan, bahwa tujuan pendidikan adalah memelihara kehidupan manusia. Sedangkan tujuan khusus selalu berubah dan tergantung pada lembaga dimana pendidikan itu diajarkan. Tujuan khusus ini sering dirumuskan dalam bentuk tujuan kurikulum, tujuan institusional dan tujuan nasional.

1. Kebijakan Pendidikan Berkesetaraan Gender

Dalam dunia pendidikan perlu adanya suatu kesetaraan dalam mendapatkan pendidikan, baik itu bagi laki-laki maupun perempuan. Setidaknya negara mampu untuk menyetarakan pendidikan, sehingga semua warga negara bisa merasakan pendidikan tersebut. Hal-hal yang perlu ada dalam undang-undang pendidikan adalah:

a). Memastikan bahwa kesempatan yang sama diberikan kepada anak perempuan dan perempuan dewasa dalam semua level pendidikan, sehingga antara laki-laki dan perempuan dapat setara dalam mendapatkan pendidikan.

b). Memastikan bahwa pendidikan dasar diwajibkan untuk anak usia sekolah, berbagai upaya perlu dilakukan dengan:

(i). “Menghapuskan semua biaya pendidikan dasar untuk anak-anak perempuan dari keluarga berpenghasilan rendah.

(ii). Memberikan beasiswa kepada anak-anak perempuan.”56

d). Menghapus semua undang-undang diskriminatif yang akan mengakibatkan anak perempuan untuk tidak dapat berpartisipasi atau meneruskan pendidikan, misalnya hak murid untuk melanjutkan pendidikannya walaupun hamil dan memberikan izin cuti melahirkan, memberikan dukungan bagi perempuan untuk terus melanjutkan sekolah.

e). “Memastikan bahwa dalam hubungan antara pendidikan dan permintaan tenaga pekerjaan diperhatikan keseimbangan gender sehingga baik dalam pendidikan maupun dalam tenaga kerja tidak terjadi gap (jurang) gender.”57

g). Memperkuat hubungan antara sektor pendidikan dan pelatihan-pelatihan pada lapangan pekerjaan.

55Abuddin Nata, MA, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet.

ke-1, h. 45-46 56Disadur dan Dimodifikasi dari buku: Gender and Development, (United Nations, 1990) 57Ibid.

Page 42: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Sistem Administrasi pada lembaga pendidikan sangat menentukan dalam proses pengelolaan manajemen, baik itu masalah pelayanan maupun keuangan. Perlu adanya Reformasi pada tingkat administrasi sehingga akan terciptanya kesetaraan gender pada dunia pendidikan:

a). Meningkatkan jumlah sekolah perempuan.

b). Memberikan training gender pada semua tenaga administrasi baik kepada laki-laki maupun perempuan.

c). Memastikan perempuan terlibat dalam merancang, sistem pendidikan dan aspek manajemennya.

Sistem Kurikulum sangatlah penting bagi proses belajar mengajar, sehingga perencanaan pengajaran akan berjalan sesuai dengan tujuan. Kurikulum merupakan bagian yang penting untuk menjamin kesetaraan gender dalam pendidikan, maka perlu adanya sistem kurikulum yang berkesetaraan gender, yaitu:

a). Pendidikan kewarganegaraan, demokrasi dan Hak Asasi Manusia

d). Pendidikan yang mementingkan nilai-nilai toleransi dan keberagaman

e). Mendukung perempuan mempelajari ilmu pengetahuan dan matematika

Perlu adanya peningkatan kualitas guru sehingga dalam proses pembelajaran siswa-siswi dapat dengan mudah memahami dan mengerti dalam menerima ilmu pengetahuan. Dan juga dapat lebih menguasi dalam mata pelajaran. Adapun yang harus dilakukan adalah penungkatan kualitas guru seperti:

a). Jumlah tenaga pendidikan di tingkat nasional maupun daerah ditambah

b). Training untuk para guru diperkuat.

c). Meningkatkan guru-guru perempuan dalam semua tingkat pendidikan sehingga kesetaraan dalam pendidikan dapat tercapai.

Perlu dipastikan bahwa terdapat pendidikan alternatif yang disediakan oleh pemerintah untuk anak-anak yang tidak dapat bersekolah secara reguler. Bila pendidikan non-formel ini disediakan maka perlu juga dipikirkan penyediaan tempat bekerja atau paling tidak diberikan informasi-informasi lowongan pekerjaan.

Pada zaman sekarang pendidikan sangatlah penting dalam kehidupan sehingga seseorang itu bisa bersaing dalam dunia kerja, maka dari itu kita bisa menciptakannya dari awal yaitu dari dunia pendidikan yang mencetak generasi yang baik dan terampil yang diberikan baik itu bagi laki-laki dan perempuan, sehingga tidak ada kesenjangan dalam kehidupan. Kebijakan dalam pendidikan yang berkesetaraan gender sangatlah dibutuhkan bagi manusia.

Page 43: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

D. Gender Mainstreaming

1. Pengertian Gender Mainstreaming

Peran dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan di berbagai aspek kehidupan, kecuali yang bersifat kodrati, sebenarnya tidak ada yang baku atau spesifik hanya dapat dilakukan oleh kaum laki-laki saja atau perempuan saja. Tetapi pada hakekatnya dapat dilakukan oleh siapa saja sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimilki serta didukung dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kuatnya budaya patriarhi seringkali membakukan peran-peran sosial. Ekonomi dan politik yang cenderung memarjinalkan atau bahkan diskriminatif terhadap salah satu jenis kelamin. Kondisi semacam ini, ternyata telah melemahkan upaya menggali dan mengembnagkan diri untuk menjadi kekuatan dalam menghadapi persoalan pembangunan yang sedang kita laksanakan. Pandangan yang menganggap kaum perempuan adalah “sub-ordinat kaum laki-laki, telah menimbulkan dampak negatif mulai dari lemahnya partisipasi dalam pengambilan keputusan, rendahnya semangat berwirausaha, sampai dengan kurang berdayanya menghadapi berbagai tindak kekerasan yang dialami perempuan.”58

Dengan demikian, meningkatkan kedudukan dan peranan perempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui “kebijakan nasional yang diemban oleh lembaga yang mampu memperjuangkan terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender serta meningkatkan kualitas peran dan kemandirian organisasi perempuan dengan tetap mempertahankan nilai persatuan dan kesatuan serta nilai historis perjuangan kaum perempuan serta kesejahteraan keluarga dan masyarakat sangatlah penting.”59

Kerangka pemahaman terhadap kesadaran gender dikenal oleh Moser dan Levy dengan “kerangka kebutuhan gender praktis dan kebutuhan gender strategis. Kebutuhan gender praktis berkaitan dengan fungsi yang diterima dalam pola pembagian kerja (division of labor).”60 Untuk perempuan kebutuhan gender praktis yaitu mengisi fungsi produksi, reproduksi, dan tanggung jawab serta peran mengatur masyarakat. Di mana manusia untuk rumah tangga dan mengumpulkan bahan bakar termasuk tanggung jawab perempuan, ketika lebih efesien menggunakan kompor, kebutuhan gender praktis lebih meningkat.

58Syafiq Hasyim, Hal-hal Yang Tak Terpikirkan Tentang Isu-isu Keperempuan dalam Islam,

(Bandung: Mizan, 2001) 59Siti Musda Mulya, et. all, Keadilan dan Kesetaraan Gender Perspektif Islam, (Jakarta:

Lembaga Kajian Agama dan Gender, 2003), Cet. ke-2, h. xi 60Ratna Megawangi, loc. cit., h. 55

Page 44: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Kebutuhan gender praktis berkaitan dengan peranan gender yang ada, sementara kebutuhan gender strategis berkaitan dengan peningkatan peranan gender yang adil untuk perempuan. Kebutuhan gender strategis dimulai dengan asumsi bahwa “perempuan tersub-ordinasi oleh laki-laki sebagai konsekuensi diskriminasi institusi dan sosial terhadap perempuan.”61

Dalam praktek, pendekatan yang menekankan kebutuhan gender praktis mungkin akan mengenalkan dan memberi pertimbangan akan adanya kebutuhan gender strategis. Tetapi pada sisi lain, memuaskan kebutuhan gender praktis menguatkan adanya pembagian kerja dalam rumah tangga, yang mensub-ordinasi perempuan, membuat air lebih mudah diperboleh, bagi perempuan tidak merubah posisi hubungannaya dengan laki-laki. Pendekatan yang menekankan kebutuhan gender strategis sering digunakan oleh aktifis perempuan untuk melawan keberadaan struktur dan sosial yang memperlakukan perempuan secara tidak adil.

Gender mainstreaming diberbagai instansi pemerintah, mengharapkan proses identifikasi dan analisis isu gender serta mengenali faktor-faktor penyebab terjadinya kesenjangan gender pada setiap rumusan kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan. Rumusan itu kemudian ditindaklanjuti sesuai dengan kebutuhan laki-laki dan perempuan secara adil dan setara.

Dengan demikian, yang dimaksud dengan gender mainstreaming adalah strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemanfaatan, dan evaluasi atas kebijakan, dan program pembangunan nasional yang mempunyai tujuan kesetaraan peran, dan terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemanfaatan, dan evaluasi atas kebijakan, dan program pembangunan nasional yang berspektif gender dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

2. Faktor-faktor Pendukung Gender Mainstreaming

Pada mulanya kondisi gender mainstreaming di negara Indonesia tidak terlepas dari usaha-usaha peran aktif perempuan. Sebelum perempuan belum pernah atau bahkan tidak pernah menjadi prioritas dalam pembangunan. Pada kenyataannya perempuan banyak mengalami masalah dalam kehidupannya; baik itu berkaitan dengan dirinya, keluarganya (anak, suami, orang tua, mertua, keluarga batih), lingkungan sosial maupun dunia sekitarnya sepanjang kehidupannya dengan tujuan terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berspektif gender dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

61Ibid.

Page 45: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Pembicaraan mengenai perempuan merupakan pembicaraan yang mengemuka dan menarik setidaknya sejak adanya Konfrensi Wanita di Nairobi (1975) yang dijadikan sebagai tonggak Tahun Wanita Internasional. Kemudian dilanjutkan dengan John Naisbit dan Patricia Aburdene dalam bukunya “Megatrend 2000” yang meramalkan kepemimpinan wanita (Decade of Women in Leadership) sesuai yang terbukti.

Menurut Waiten (1992), pemahaman tentang peran gender terbentuk melalui tiga proses, operant conditioning, abservational learning, self-socialization. Self-socialization62 berkembang melalui tiga tahap, yaitu (a) anak belajar mengklasifikasikan dirinya sebagai pria atau wanita dan memahami jenis kelmainnya sebagai sesuatu yang permanen, (b) anak melakukan penilaian terhadap karakteristik dan prilaku yang berkaitan dengan jenis kelmainnya, (c) mereka mengusahakan perilaku yang tetap sesuai dengan peran gender yang dianggap tepat dalam budayanya.

Kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan nasional, serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Kenyataan perlunya pengarusutamaan gender dalam pembangunan (Gender Mainstreaming) belumlah menjadi kenyataan.

Peran gender menjadi sangat bervariasi dalam pola kehidupan tiap orang, tiap keluarga, juga tiap budaya maupun negara. Namun budaya yang cenderung merugikan kaum perempuan. Ketidakadilan gender terwujud dalam hal-hal berikut yang mengakibatkan pengarusutamaan gender menjadi sangat perlu. Adapun sebab-sebab terjadi pengarusutamaan gender dikarenakan oleh:

Pertama, marginalisasi. Pemingitan peran kaum perempuan; kaum perempuan dianggap sebagai warga masyarakat kelas dua. “Perempuan sendiri cenderung enggan menjadi nomor satu, karena takut dijauhi atau dicela kaum laki-laki (cinderella complex), perempuan lebih memilih jadi subordinat laki-laki.”63

Kedua, stereotip. Masyarakat mempunyai norma tertentu tentang perempuan yang ideal yaitu feminim, sementara laki-laki adalah maskulin, padahal terjadi pada kenyataannya setiap orang memilki dua karakteristik sekaligus (androgin), yaitu feminim sekaligus maskulin. Dalam kehidupannya sebagai suatu streotip, perempuan diharapkan menjadi figur yang feminim, yaitu lembut, halus, teliti, rajin, patuh, taat, cantik, cermat dan sebagainya. Sementara laki-laki diharapkan menjadi figur yang maskulin: gagah, perkasa, gentlemen, kuat cerdas, kasar, memimpin, macho dan sebagainya. Padahal secara psikologis orang yang

62Weiten, W., Psychology: Themes and Variations, (California: Brooks/Cole Publishing

Company, 1992) 63Ibid.

Page 46: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

androgen secara seimbang memilki banyak kelebihan seperti harga diri yang lebih tinggi, kemampuan komunikasi yang lebih efektif, dan lebih fleksibel. Dalam setiap individu besarnya kadar feminitas maupun maskulinitas sangat variatif antara satu orang dengan orang lain. Meskipun kemudian ada yang lebih memperdalam lagi menjadi “feminitas positif dan feminitas negatif, serta maskulin positif dan maskulin negatif.”64

Ketiga, beban ganda. Pembagian kerja di dunia domestik untuk perempuan, sementara laki-laki di sektor publik, sehingga ketika perempuan pergi ke sektor publik ada beban ganda yang disandangnya. Beban ganda ini sebagian besar dijalani kaum perempuan sementara semestinya ada juga beban ganda juga untuk kaum laki-laki, karena memang pekerjaan domestik bukanlah kodrat perempuan.

Keempat, kekerasan. Perempuan dengan fungsi reproduksinya sering mengalami kekerasan di tempat kerja atau bahkan di dalam rumah tangga sendiri. Mulai dari kekerasan fisik, psikis, dan seksual. Juga kekarasan yang dilakukan oleh individu, institusi maupun negara. Dalam rumah tangga perempuan dianggap tidak produktif, sehingga harus menuruti kemauan laki-laki si pencari nafkah utama, padahal kenyataannya tidak selalu demikian. Dalam dunia publik, di tempat kerja perempuan yang haid, mengandung, melahirkan, menyusui, sering tidak memperoleh haknya secara wajar. Bahkan sering mengalami intimidasi untuk dikeluarkan. Sementara dalam tingkat negara, kadang kekerasan yang diderita perempuan sering tidak tampak di mata publik karena terjadi di sektor domestik. “Kadang perempuan yang mengalami tindak kekerasan dipersalahkan publik, karena perempuan tersebut berdandan menor ataupun sebab lainnya yang lebih disebabkan karena ia berjenis kelamin perempuan.”65

Terjadinya gender mainstreaming tidak hanya dikarenakan sebab-sebab diatas, tetapi adapula faktor-faktor pendukung pengarusutamaan gender diatas, melainkan untuk mengidentifikasi apakah laki-laki dan perempuan:

1. memperoleh akses yang sama kepada sumberdaya pembangunan

2. berpartisipasi yang sama dalam proses pembangunan, termasuk proses

pengambilan keputusan

3. memilki kontrol yang sama atas sumberdaya pembangunan

4. memperoleh manfaat yang sama dari hasil pembangunan.

64Ibid. 65Ibid.

Page 47: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Dengan demikian Gender Mainstreaming menjadi bahan perbincangan perempuan aktivis, LSM, dan lain sebagainya yang bergerak di masalah perempuan, wal hasil, Gender Mainstreaming menjadi salah satu Instruksi Presiden nomor sembilan tahun dua ribu (Inpres No. 9 Th. 2000) dengan tujuan meningkatkan kedudukan, peran, dan kualitas perempuan, serta upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, berbangsa, dan bernegara. Gender Mianstreaming merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan fungsional semua instansi dan Lembaga Pemerintah di Pusat dan Daerah.

E. Kerangka Berfikir Pendidikan merupakan hal yang terpenting bagi kehidupan manusia, karena manusia sangat membutuhkan pendidikan bagi kehidupan sehari-hari. Dengan adanya pendidikan manusia bisa mengetahui apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan, mengetahui tata cara komunikasi dengan orang lain, mengikuti perkembangan teknologi yang semakin canggih baik di negara Indonesia maupun di negara lain dan juga dapat meningkatkan martabat hidup seseorang.

Aplikasi kesetaraan gender dalam pendidikan merupakan keinginan bersama, bukan halnya perempuan yang menginginkan kesetaraan dalam pendidikan akan tetapi laki-laki pun menginginkan akan hal itu, sehingga tidak terjadinya kesenjangan-kesenjangan di bidang pendidikan yang dialami oleh perempuan. Dengan adanay kesetaraan gender dalam pendidikan, maka keadilan yang ada di rumah, sekolah, maupun masyarakat akan terwujud. Hal ini dibantu dengan sebuah alat yang menghapus ketidakadilan tersebut yaitu dengan pendidikan.

Apabila kita melihat kenyataan dan pendapat-pendapat orang bahwa, laki-laki lebih berkompeten dalam mengambil posisi yang lebih menentukan dalam pengelolaan pendidikan baik dalam birokrasi pendidikan di daerah, maupun dalam pengelolaan satuan pendidikan. Hal ini ditunjukkan dengan lebih banyaknya laki-laki yang menduduki jabatan struktural sejak tingkat pusat sampai dengan pendidikan. Dalam suatu penjurusan yang berada di sekolah-sekolah menengah terlihat bahwa laki-laki identik dengan penjurusan teknik, dan perempuan identik dengan sekretaris, tata boga dan sebagainya. Di sini kita lihat bahwa ketidaksetaraan gender menjadi semakin jelas, hal ini mengakibatkan keterpurukan perempuan dalam kehidupan. Karena kita ketahui dengan adanya pendidikan manusia bisa meningkatkan martabat dan meningkatkan kualitas kehidupan yang sejajar dengan kehidupan manusia yang lainnya. Bagaimana perempuan bisa meningkatkan martabat kehidupan mereka sebagai perempuan, pendidikan saja mereka tidak merasakan. Di sini terlihat ketidakadilan dalam memperoleh pendidikan yang mengakibatkan adanya kesenjangan dalam gender.

Page 48: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Penelitian yang berada di sekolah menengah di Kec. Kresek Balaraja membahas tentang penerapan kesetaraan gender dalam proses pendidikan yang menyangkut: materi pembelajaran, tehnik penyampaian pembelajaran, proses pembelajaran, sistem pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran, serta tentang penyelenggaraan manajemen pendidikan dan administrasi dalam aplikasi kesetaraan gender dalam pendidikan. Hal ini yang mencakup tentang pelaksanaan kesetaraan gender dalam pendidikan di sekolah menengah Kec. Kresek Balaraja dan yang meliputi: materi pembelajaran antara laki-laki dan perempuan, tehnik penyampaian pembelajaran antara laki-laki dan perempuan, proses pembelajaran antara laki-laki dan perempuan, sistem pembelajaran dalam akses laki-laki dan perempuan, dan evaluasi dalam akses laki-laki dan perempuan, serta tentang manajemen pendidikan dan administrasi sekolah meliputi: pemilihan penjurusan/program studi antara laki-laki dan perempuan, proses pengelolaan manajemen pendidikan, profil pendidikan antara laki-laki dalam memperoleh pendidikan. Hal ini digunakan untuk memperoleh permasalahan tentang kesenjangan gender dalam pendidikan yang ada di sekolah tingak menengah yang berada di Kec. Kresek Balaraja.

Setelah mengetahui gambaran tentang sejauh mana penerapan atau penggunaan pendidikan yang berada di daerah Kec. Kresek Balaraja dalam kesetaan gender. Hal ini akan menciptakan pertanyaan-pertanyaan tentang kesetaraan gender dalam pendidikan, kemudian pertanyaan itu dapat dicarikan solusi sehingga permasalahan tentang penggunaan pendidikan dapat menuju tingkat setara baik laki-laki maupun perempuan. Sehingga terciptalah aplikasi kesetaraan gender dalam pendidikan di Kec. Kresek Balaraja.

Pemecahan-pemecahan permasalahan yang bersifat kesetaraan gender dalam pendidikan diantaranya: dengan adanya peningkatan kesadaran baik bagi siswa, orang tua, dan masyarakat akan pentingnya pendidikan baik itu bagi laki-laki maupun perempuan, serta menerapkan kesetaraan gender dalam pemilihan jurusan/program studi antara laki-laki dan perempuan, pengelolaan manajemen pendidikan serta penerimaan siswa/siswi baru. Sehingga terciptalah aplikasi kesetaraan gender dalam pendidikan di sekolah-sekolah menengah Kec. Kresek Balaraja.

Kerangka berfikir tentang aplikasi kesetaraan gender dalam pendidikan, dapat dilihat secara ringkas dalam skema berikut ini:

Page 49: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Kerangka Berfikir

P didik

G d

Proses Pembelajaran, dan Pengelolaan Manajemen Pendidikan Sekolah-sekolah Menegah di Kec. Kresek Balaraja dilihat Dari Aplikasi Kesetaraan

Gender dalam Pendidikan

Gambaran Obyek

Pemecahan Masalah

Page 50: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Tujuan Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini terdapat beberapa tujuan yang dianggap sangat

penting dan mendasar serta menjadi tujuan utama yaitu:

1. untuk mengetahui proses pembelajaran yang meliputi; tehnik pembelajaran,

materi pembelajaran, sistem pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran yang

ada di sekolah menengah Kec. Kresek Balaraja.

2. untuk mengetahui penyelenggaraan manajemen pendidikan dan profil

pendidikan berkesetaraan gender.

3. untuk mengetahui apakah sekolah menengah Kec. Kresek Balaraja sudah

berkesetaraan gender.

B. Disain Penelitian Desain Penelitian adalah “semua proses yang diperlukan dalam erencanaan

dan pelaksanaan penelitian.”66 Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian deskriptif, desain ini digunakan untuk mendapatkan deskripsi tentang suatu

kenyataan, yaitu tenta ng aplikasi kesetaraan gender dalam pendidikan.

66Muhammad Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), h. 99

Page 51: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

C. Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Sekolah Menegah yang ada di Kec. Kresek

Balaraja. Adapun waktu penelitian dilaksanakan pada semester ganjil 2005-2006.

dengan tahapan sebagai berikut:

1. Tahap persiapan yang meliputi: pembuatan proposal skripsi, studi

pendahuluan, penyusunan instrumen penelitian, dan izin penelitian

2. Tahap pengumpulan data

3. Tahap pengolahan dan analisa data

4. Tahap penyusunan laporan

5. Laporan hasil penelitian.

D. Populasi dan Sampel Populasi adalah “keseluruhan obyek penelitian yang terdiri dari manusia,

benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan peristiwa sebagai sumber data yang memiliki

karakteristik tertentu dalam sebuah penelitian.”67 Atau sampel adalah “jumlah

keseluruhan unit analisis, yaitu obyek yang diteliti.”68

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh Sekolah Menengah yang berada di

Kec. Kresek Balaraja. Jumlah Sekolah Menengah yang ada di Kec. Kresek Balaraja

adalah sebanyak 12 Sekolah. Menurut Suharsimi Arikunto, “dalam pengambilan

67Hermawan Rasito, Pengantar Metodologi Penelitian, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

1992), h. 49 68Irwan Suhartono, Metode Penelitian Sosial suatu Tehnik Penelitian Bidang Kesejahteraan

Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), Cet. ke-4, h. 57

Page 52: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

sampel bila jumlah subjek kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga

penelitiannya merupakan penelitian populasi.”69

Teknik pengambilan sampel digunakan sampel kelompok (cluster sample),

yaitu berdasarkan perwakilan dari masing-masing kelompok dengan rincian 10

angket kelas 11, 10 angket kelas 12, dan 10 angket kelas 13 dengan jumlah

keseluruhan 30 angket pada tiap sekolah. Kategorinya meliputi kelompok Sekolah

Menengah Atas (SMA) meliputi: SMA ISLAM AL-FALAH, SMA MANDIRI, dan

SMA PGRI. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) meliputi: SMK AL-HIKMAH,

SMK YUPPENTEK, SMK PGRI, dan SMK MANDIRI. Sekolah Tehnik Mesin

(STM) yaitu: STM KORPRI 02. Dan Madrasah Aliyah (MA) meliputi: AL-

KHAERIYAH, MADRASAH ALIYAH NEGERI, AL-SYARIEF, dan MANBA’UL

HIKMAH.

E. Jenis Penelitian Pada penelitian ini penulis menggunakan penelitian diskriptif, yaitu dengan

mendeskripsikan fakta-fakta yang objektif sesuai dengan kondisi dan situasi yang

sebenarnya terjadi pada saat penelitian dilakukan.

Data yang diperlukan untuk penelitian ini adalah tentang aplikasi kesetaraan gender dalam pendidikan pada Sekolah Menengah. Data yang diambil sehubungan dengan hal tersebut adalah proses pembelajaran pendidikan di Sekolah Menengah, proporsi jumlah siswa Sekolah Menengah menurut aplikasi kesetaraan gender dan pemilihan jurusan/program studi, latar belakang para siswa memilih jurusan/program studi, proses pengelolaan manajemen pendidikan di Sekolah Menengah, jumlah kepala sekolah, jumlah guru, dan jumlah lulusan sekolah menurut aplikasi kesetaraan gender dalam pendidikan.

69Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Cet. ke-5, h. 112

Page 53: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

E. Tehnik Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk

memperoleh data yang diperlukan, selalu ada hubungan antara metode engumpulan data dengan masalah penelitian yang ingin dipecahkan.

Dalam pengumpulan data ini penulis menggunakan tehnik sebagai berikut:

1. Observasi Sebagai metode ilmiah observasi biasa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan statistik fenomena-fenomena yang diselidiki. Dalam penelitian ini penulis mengadakan pengamatan langsung di sekolah menengah Kec. Kresek Balaraja. Hal ini untuk memperoleh tentang penerapan kesetaraan gender dalam proses pembelajaran.

2. Angket Cara ini dilakukan dengan cara menyebarkan angket kepada guru, dan siswa pada Sekolah Menengah Kec. Kresek Balaraja. Masing-masing sekolah diberikan 30 angket meliputi: 10 angket kelas 10, 10 angket kelas 11, dan 10 angket kelas 12, yang dijadikan sebagai responden yang digunakan untuk mendapatkan data dan informasi-informasi yang berhubungan dengan aplikasi kesetaraan gender dalam pendiidkan atau faktor lain yang berkaitan dengan masalah yang diambil.

3. Wawancara Cara ini dilakukan untuk menggali data melalui interview atau percakapan langsung dengan bagian dengan Kepala Sekolah tingkat menengah di Kec. Kresek Balaraja, dan bagian tata usaha. Untuk memperoleh data mengenai penjurusan/program studi, proses pembelajaran pendidikan, dan proses pengelolaan manajemen pendidikan, di Sekolah Menengah di Kec. Kresek Balaraja.

4. Studi Dokumentasi Studi dokumentasi adalah dengan menyelidiki dokumen-dokumen tertulis

untuk memperoleh data proporsi jumlah siswa menurut aplikasi kesetaraan gender dalam pendidikan, dan pemilihan jurusan/program studi. Jumlah kepala sekolah, jumlah guru, jumlah lulusan untuk tahun ajaran 2005/2006, dan jumlah sekolah menurut aplikasi kesetaraan gender dalam pendidikan yang berada di Kec. Kresek Balaraja.

F. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat satu variabel. Variabel tersebut adalah aplikasi kesetaraan gender dalam pendidikan, dimana pengertian aplikasi kesetaraan gender dalam pendidikan dapat disimpulkan yaitu merupakan

Page 54: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

penerapan atau penggunaan peluang dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan dalam memperoleh usaha sadar yang di lakukan oleh orang dewasa untuk membantu dan membimbing pertumbuhan dan perkembangan anak didik secara teratur dan sistematis kearah kedewasaan melalui bimbingan pengajaran, latihan-latihan, dan dicurahkan dalam rangka mengembangkan kepribadian dan kemampuan peserta didik ketingkat kedewasaan, dan hal ini dilakukan baik di dalam maupun diluar sekolah yang berlangsung seumur hidup, demi mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Proses pembelajaran pendidikan yang meliputi; materi pembelajaran, tehnik penyampaian, sistem pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran. Proses manajemen pendidikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah manajemen kesiswaan dalam kesetaraan gender dilihat dari proses pengelolaan manajemen pendidikan, pemilihan jurusan/program proses pembelajaran, manajemen pendidikan, dan profil pendidikan Sekolah Menengah Kec. Kresek Balaraja.

Tabel 3.1

Variabel Penelitian dan Indikator Variabel Indikator

• Proses pembelajaran pendidikan antara laki-laki dan perempuan.

• Materi pembelajaran antara laki-laki dan perempuan. • Tehnik penyampaian dalam proses pembelajaran

antara laki-laki dan perempuan. • Sistem pembelajaran dalam akses laki-laki dan

perempuan. • Evaluasi pembelajaran dalam akses laki-laki dan

perempuan. • Proses pengelolaan manajemen pendidikan antara

laki-laki dan perempuan. • Manajemen Kesiswaan dalam kesetaraan gender pada

pemilihan jurusan/program studi.

Aplikasi Kesetaraan Gender

Dalam Pendidikan

• Profil pendidkan antara laki-laki dan perempuan.

G. Kisi-Kisi Instrumen

Kisi-kisi instrumen yang digunakan dalam memperoleh data dan informasi-informasi di Sekolah Menengah Kec. Kresek Balaraja yang meliputi: pemilihan jurusan/program studi, latar belakang dalam pemilihan jurusan, proses pengelolaan manajemen pendidikan, dan proses pembelajaran pendidikan.

Tabel 3.2

Kisi-Kisi Instrumen

Page 55: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Variabel Indikator No. Pertanyaan Jumlah • Pengelompokan siswa

menurut proses pembelajaran. 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42.

42

Aplikasi Kesetaraan

Gender Dalam

Pendidikan

• Proses pengelolaan manajemen pendidikan

1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39.

39

H. Teknik Pengolahan Data Yang dimaksud dengan pengolahan data dalam pembahasan ini adalah

langkah-langkah yang ditempuh penulis untuk memperoleh hasil ahir dalam

penelitian. Dalam pengolahan data dan analisa ini penulis memperoleh data melalui

dokumentasi, wawancara, dan angket kemudian dioleh dan diedit yang selanjutnya

dianalisa dan disimpulkan.

Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, perlu segera digarapoleh

penulis, atau disebut dengan pengolahan data. Secara garis besar, “pekerjaan analisa

data meliputi 3 langkah yaitu, persiapan, tabulasi, dan penerapan data sesuai dengan

pendekatan penelitian.”70

1. Persiapan

70Suharsimi Arikunto, loc. Cit, h. 209

Page 56: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Kegiatan dalam langkah persiapan ini antara laian: mengecek nama dan

kelengkapan identitas pengisi, mengecek kelengkapan data artinya memeriksa isi

instrumen pengumpulan data, dan mengecek macam isian data.

2. Tabulasi

Pengolahan data dengan memindahkan jawaban yang terdapat dalam angket

kedalam tabulasi. Kemudian setelah data diolah, sehingga hasil angket dinyatakan

sah, maka penulis selanjutnya melakukan analisa data dengan teknik deskriptif

kualitatif dengan presentase. Rumus yang digunakan dalam penelitian ini sebagai

berikut:

F

P = — × 100 %

N

Keterangan:

P = Persentase yang dicari

F = Frekuensi (jumlah jawaban responde)

N = Number of cases (banyaknya individu)71

3. Penerapan data sesuai dengan pendekatan penelitian

71Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994),

Cet. ke-16, h. 40

Page 57: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Maksud rumusan yang dilakukan ini adalah pengolahan data yang diperoleh

dengan menggunakan rumusan-rumusan atau aturan-aturan yang ada, sesuai

dengan pendekatan penelitian atau desain yang diambil

Setelah ada persiapan, tabulasi, dan penerapan data sesuai dengan pendekatan

penelitian, maka analisa data dilakukan dengan menghitung banyaknya

centengan/chek list dalam setiap kolom yang berbeda nilainya tersebut. Kemudian

mengalihkan ferekuensi pada masing-masing kolom dengan nilai kolom yang

bersangkutan dan dibagi dengan banyaknya responden yang ada. Selanjutnya

nilai tersebut dikategorikan menjadi “Selalu” dan “Tidak pernah”. Sehingga dapat

diambil kesimpulan untuk masing-masing jawaban.

Page 58: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Obyek Penelitian

Pentingnya kesetaraan gender dalam setiap pembangunan, berarti

menempatkan prioritas pembangunan negara menjadi titik sentral. Pembangunan di

sini, bukan berarti hanya pembangunan ekonomi tetapi juga pembangunan

pendidikan, politik, budaya, yang semuanya ini dituntut untuk direformasi sehingga

akan menciptakan kesetaraan bagi laki-laki dan perempuan.

“Pada prinsipnya gender bisa berbeda dan dipengaruhi oleh waktu dan tempat,

sehingga gender tidak bisa berlaku universal.”72 Akan tetapi apabila melihat pada era

reformasi ini membuat sesuatu yang tidak mungkin akan menjadi kenyataan. Hal ini

terjadi juga pada pendidikan.

Secara perlahan-lahan manusia mengalami inovasi yang dipengaruhi oleh

waktu dan tempat, sebagaimana yang digambarkan di atas. Hal ini menuntut adanya

persamaan hak untuk mendapatkan dan memperoleh proses pembelajaran pendidikan,

serta proses pengelolaan manajemen pendidikan yang menyangkut tentang gender

72Ace Suryadi, Kesetaraan Gender Dalam Bidang Pendidikan, (Bandung, PT GENESINDO,

2004), Cet. ke-1. h, 34

Page 59: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

antara laki-laki dan perempuan. Masalah ini yang selalu menjadi pembahasan dalam

dunia pendidikan, sehingga terjadinya kesenjangan gender.

Data dari penelitian ini adalah sekolah menengah di Kec. Kresek Balaraja,

yang terdiri dari 12 sekolah dengan rincian sebagai berikut: SMK sebanyak 3 sekolah,

STM sebanyak 2 sekolah, SMA sebanyak 3 sekolah, MA sebanyak 4 sekolah. Dalam

penelitian ini menggunakan angket dengan responden berasal dari siswa-siswi

sekolah menengah Kec. Kresek Balaraja dan guru. Untuk siswa Sekolah Menengah

Kec. Kresek Balaraja diambil 5% dari sampel yang diambil yaitu sebanyak 360

responden.

Angket tersebut diberikan kepada setiap sekolah sebanyak 30 responden,

dengan jumlah 360 responden dan 12 sekolah. Dengan rincian kelas I sebanyak 10

orang terdiri dari 5 siswa laki-laki dan 5 siswa perempuan, kelas II sebanyak 10 orang

terdiri dari 5 siswa laki-laki dan 5 siswa perempuan, kelas III sebanyak 10 orang

terdiri dari 5 siswa laki-laki dan 5 siswa perempuan. Sedangkan untuk guru diambil

10% dengan jumlah responden 48 orang yang terdiri dari 24 guru laki-laki dan 24

guru perempuan. Latar belakang respon guru berasal dari S2 keguruan, S2 non

keguruan, S1 keguruan, S1 non keguruan, sarjana muda, dan pesantren.

Wawancara dilakukan dengan kepala sekolah dari tiap-tiap sekolah

menengah, dan dengan bagian tata usaha. Akan tetapi dengan adanya kesibukan-

kesibukan yang menyangkut tentang pendidikan, sehingga kepala sekolah tidak ada di

tempat maka diwakilkan oleh wakil kepala sekolah bagian kurikulum dengan rincian

sebagai berikut; kepala sekolah SMK PGRI I, kepala sekolah SMK MANDIRI,

Page 60: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

kepala sekolah SMK AL-HIKMAH, kepala sekolah STM KORPRI 02, wakil kepala

sekolah bagian kurikulum STM YUPPENTEK 3, kepala sekolah SMA PGRI, kepala

sekolah SMA MANDIRI, wakil kepala sekolah bagian kurikulum SMA AL-FALAH,

kepala sekolah MAN, kepala sekolah MA EL-SYARIEF, kepala sekolah MA AL-

KHAERIYAH, kepala sekolah MANBA’UL HIKMAH. Hasil wawancara terdapat

pada lampiran-lampiran. Hasil dari angket atau sekor mentah yang berkaitan dengan

proses pembelajaran pendidikan, dan proses pengelolaan manajemen pendidikan

terdapat pada lampiran-lampiran.

B. Pembelajaran Berspektif Gender

1. Proses pembelajaran

Dalam proses pembelajaran yang meliputi; materi pembelajaran, tehnik penyampaian, sistem pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran, setiap sekolah mempunyai keragaman. Hal ini yang ada dalam penelitian.

Tabel 4.1 Proses pembelajaran bertujuan mengembangkan

berbagai aspek

Proses pembelajaran mengembangkan berbagai aspek

Responden

Selalu (%) Tidak pernah (%) Siswa 100 - Guru 100 -

Page 61: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Dari 360 responden yang berasal dari para siswa, 100% menyetujui bahwa

proses pembelajaran pendidikan di sekolah bertujuan mengembangkan berbagai

aspek pada peserta didik baik laki-laki maupun perempuan.

Hal ini sama dengan angket guru dari 48 responden, bahwa 100% menyetujui

proses pembelajaran pendidikan di sekolah bertujuan mengembangkan berbagai

aspek pada peserta didik baik laki-laki maupun perempuan.

Tabel 4.2 Dalam kegiatan belajar mengajar lebih berpartisipasi

Siswa laki-laki berpartisipasi Siswa perempuan berpartisipasi Responden

Selali (%) Tidak pernah (%) Selalu (%) Tidak pernah (%) Siswa 43 57 80 20 Guru 42 58 83 17

Dalam proses pembelajaran sebaiknya siswa/siswi ikut berpartisipasi sehingga

dalam kegiatan belajar mengajar tersebut siswa/siswa mengerti dan memahami apa

yang disampaikan oleh guru. Dari 360 responden yang berasal dari siswa,

menyatakan 43% setuju kalau siswa laki-laki berpartisipasi dan 57% tidak setuju.

Sedangkan untuk siswa perempuan menyatakan 80% setuju, dan 20% tidak setuju.

Akan tetapi dari 48 responden yang berasal dari guru, menyatakan 42% setuju

kalau laki-laki berpartisipasi dan 58% tidak setuju. Untuk siswa perempuan 83%

kalau siswa perempuan berpartisipasi dan 17% tidak setuju. Artinya dalam kegiatan

belajar mengajar siswa perempuan lebih berpartisipasi.

Tabel 4.3 Buku catatan pelajaran

Siswa laki-laki lebih lengkap dan rapih Siswa perempuan lebih lengkap dan rapihResponden

Selalu (%) Tidak pernah (%) Selalu (%) Tidak pernah (%)

Page 62: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Siswa 38 62 92 8 Guru 40 60 96 4 Dalam mentransferkan ilmu dari pendidik ke peserta didik, hendaknya siswa

mempunyai catatan sehingga lebih mudah lagi untuk mengulang kembali apa saja

materi-materi yang disampaikan oleh guru. Dari 360 responden yang berasal dari

siswa menyatakan, 38% setuju bahwa siswa laki-laki lebih lengkap dan rapih dan

62% tidak setuju. Untuk siswa perempuan 92% setuju dan 8% tidak setuju.

Sedangkan angket guru sebanyak 48 responden menyatakan 40% setuju kalau

siswa laki-laki lebih lengkap dan rapih dan 60% tidak setuju. Artinya siswa

perempuan lebih lengkap dan rapih dalam buku catatan pelajaran.

Tabel 4.4 Buku referensi/pelajaran

Siswa laki-laki lebih lengkap Siswa perempuan lebih lengkap Responden

Selalu (%) Tidak pernah (%) Selalu (%) Tidak pernah (%) Siswa 40 60 94 6 Guru 39 61 93 7

Buku referensi/pelajaran merupkan pedoman dalam kegiatan belajar mengajar

bagi siswa/siswi. Dari 360 responden yang berasal dari siswa menyatakan, 40%

setuju kalau laki-laki lebih lengkap dalam buku referensi/pelajaran dan 60% tidak

setuju. Untuk siswa perempuan 94% setuju dan 6% tidak setuju.

Sedangkan hasil angket dari guru sebanyak 48 responden menyatakan, 39%

setuju kalau siswa laki-laki lebih lengkap dalam buku referensi/pelajaran dan 61 tidak

setuju. Untuk siswa perempuan 93% setuju dan 7% setuju. Artinya dalam kegiatan

belajar mengajar siswa perempuan lebih lengkap dalam buku referensi/pelajaran.

Page 63: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Tabel 4.5 Memasang jadwal piket dan alat peraga

Siswa laki-laki bertugas Siswa perempuan bertugas Responden

Selalu (%) Tidak pernah (%) Selalu (%) Tidak pernah (%) Siswa 81 19 52 48 Guru 98 2 58 42

Dalam dunia kelas harus ada gambar, alat peraga dan jadwal piket untuk

menunjang proses pembelajaran pendidikan. Dari hasil angket siswa sebanyak 360

responde menyatakan, 81% setuju kalau siswa laki-laki bertugas memasang jadwal

piket dan alat peraga dan 19% tidak setuju. Untuk perempuan 52% setuju dan 48%

tidak setuju.

Sedangkan hasil angket dari guru sebanyak 48 responden menyatakan, 98%

setuju kalau siswa laki-laki bertugas memasang jadwal piket dan 2% tidak setuju.

Untuk siswa perempuan 58% setuju dan 42% tidak setuju. Artinya tidak ada

perbedaan baik siswa laki-laki mapun siswa perempuan bertugas memasang jadwal

piket dan alat peraga.

Tabel 4.6 Ditugaskan ke depan

Siswa laki-laki lebih sering Siswa perempuan lebih sering Responden

Selalu (%) Tidak pernah (%) Selalu (%) Tidak pernah (%) Siswa 43 57 82 18 Guru 65 35 83 17

Page 64: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Seorang guru agar materi yang disampaikan kepada siswa/siswi bisa

dimengerti maka, siswa/siswi diajak aktif untuk ke depan sehingga hal ini

mempermudah merangsang pemahaman bagi mereka. Dari hasil angket siswa

sebanyak 360 responden menyatakan, 43% setuju bila siswa laki-laki lebih sering ke

depan dan 57% tidak setuju. Bagi siswa perempuan 82% setuju dan 18% tidak setuju.

Sedangkan hasil angket guru sebanyak 48 responden menyatakan 65% setuju

kalau siswa laki-laki lebih sering ke depan dan 35% tidak setuju. Hal ini ada sedikit

perbedaan antara siswa dan guru yang menyatakan siswa laki-laki lebih sering ke

depa. Akan tetapi semua ini ingin menciptakan agar proses pembelajaran tidak ada

perbedaan antara siswa laki-laki dan siswa perempuan.

Tabel 4.7 Lebih sering bertanya

Siswa laki-laki lebih sering Siswa perempuan lebih sering Responden

Selalu (%) Tidak pernah (%) Selalu (%) Tidak pernah (%) Siswa 60 40 94 6 Guru 75 25 88 12

Untuk proses pembelajaran itu bisa diterima oleh peserta didik hendaknya

siswa di beri kesempatan untuk bertanya pada materi pelajaran tersebut. Drai ahasil

angket siswa sebanyak 360 responden menyatakan, 60% kalau siswa laki-laki lebih

sering bertanya dan 40% tidak setuju. Untuk perempuan 94% setuju dan 6% tidak

setuju.

Sedangkan hasil angket dari geru sebanyak 48 responden menyatakan, 75%

setuju kalau siswa laki-laki lebih sering bertanya dan 25% tidak setuju. Untuk

Page 65: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

perempuan 88% setuju dan 12% tidak setuju. Artinya tidak ada perbedaan antara

siswa laki-laki dan siswa perempuan.

Tabel 4.8 Tepat waktu dalam mengumpulkan tugas

Siswa laki-laki lebih tepat Siswa perempuan lebih tepat Responden

Selalu (%) Tidak pernah (%) Selalu (%) Tidak pernah (%) Siswa 35 65 97 3 Guru 38 62 98 2

Seorang guru yang ingin siswa/siswinya memahami dalam mata pelajaran,

maka siswa/siswi tersebut diberikan tugas untuk bisa dimengerti dan dipahami. Dari

360 responden siswa menyatakan,35% setuju kalau laki-laki lebih tepat waktu dalam

mengumpulkan tugas dan 65% tidak setuju. Lain halnya bagi siswa perempuan 97%

setuju dan 3% tidak setuju.

Sedangkan hasil angket dari guru sebanyak 48 responden menyatakan 38%

setuju kalau siswa laki-laki lebih tepat waktu dalam mengumpulkan tugas dan 62%

tidak setuju. Akan tetapi untuk siswa perempuan 98% setuju dan 2% tidak

setuju.artinya siswa perempuan lebih tepat waktu dalam mengumpulkan tugas.

Tabel 4.9

Lebih berpartisipasi dalam belajar kelompok/diskusi

Siswa laki-laki berpartisipasi Siswa perempuan berpartisipasi Responden Selalu (%) Tidak pernah (%) Selalu (%) Tidak pernah (%)

Siswa 68 32 96 4 Guru 63 37 98 2

Page 66: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Strategi pembelajaran salah satunya adalah belajar kelompok/diskusi agar

siswa/siswi bisa lebih memahami dan mengerti dalam proses pembelajaran

pendidikan. Dari 360 responden siswa menyatakan 68% setuju kalau siswa laki-laki

lebih berpartisipasi dalam belajar kelompok/diskusi dan 32% tidak setuju. Lain

halnya bagi siswa perempuan 96% setuju dan 4% tidak setuju.

Sedangkan hasil angket dari guru sebanyak 48 responden menyatakan, 63%

setuju kalau siswa laki-laki lebih berpartisipasi dalam belajar kelompok/diskusi dan

37%. Untuk siswa perempuan 98% setuju dan 2% tidak setuju. Artinya tidak ada

perbedaan dalam partisipasi antara siswa laki-laki dan siswa perempuan dalam belajar

kelompok/diskusi.

Tabel 4.10 Menjadi ketua kelas

Siswa laki-laki Siswa perempuan Responden

Selalu (%) Tidak pernah (%) Selalu (%) Tidak pernah (%) Siswa 96 4 49 51 Guru 98 2 58 42

Dalam sebuah kelompok harus mempunyai ketua sehingga bisa lebih tepat

sasaran dalam perencanaannya, hal ini juga harus ada dalam sebuah kelas. Dari 360

responden siswa menyatakan 96% setuju apabila siswa laki-laki menjadi ketua kelas,

dan 4% tidak setuju. Untuk siswa perempuan 49% setuju dan 51% tidak setuju.

Lain halnya pendapat dari guru yang menyatakan 98% setuju kalau siswa laki-

laki menjadi ketua kelas dan 2% tidak setuju. Untuk perempuan 58% setuju dan 42%

tidak setuju. Artinya hal ini terjadi perbedaan pendapat antara siswa dan guru tentang

Page 67: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

siapa yang sesuai menjadi ketua kelas, akan tetapi pada dasarnya antara laki-laki dan

perempuan bisa menjadi ketua kelas.

Tabel 4.11 Menjadi sekretaris kelas

Siswa laki-laki Siswa perempuan Responden

Selalu (%) Tidak pernah (%) Selalu (%) Tidak pernah (%) Siswa 44 56 98 2 Guru 52 48 - 100

Hasil dari angket siswa sebanyak 360 responden menyatakan, 44% setuju

apabila siswa laki-laki sesuai untuk menjadi sekretaris kelas dan 56% tidak setuju.

Sedangkan untuk siswa perempuan 98% setuju apabila siswa perempuan sesuai

menjadi sekretaris kelas dan 2% tidak setuju.

Lain halnya dari hasil angket guru sebanyak 48 responden yang menyatakan,

52% setuju apabila siswa laki-laki sesuai menjadi sekretaris kelas dan 48% tidak

setuju. Untuk siswa perempuan 100% menyetujui. Hal ini adanya perbedaan pendapat

antara siswa dan guru tentang sekretaris kelas, akan tetapi pada dasarnya ingin

menyetarakan antara siswa laki-laki dan siswa perempuan dalam suatu jabatan kelas.

Tabel 4.12

Menjadi bendahara

Siswa laki-laki Siswa perempuan Responden Selalu (%) Tidak pernah (%) Selalu (%) Tidak pernah (%)

Siswa 52 48 98 2 Guru 64 36 - 100

Page 68: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Dari 360 responden siswa menyatakan bahwa, 52% setuju apabila siswa laki-

laki menjadi bendahara dan 48% tidak setuju. Akan tetapi bagi siswa perempuan 98%

setuju apabila siswa perempuan menjdi bendahara dan 2% tidak setuju.

Sedangkan hasil angket guru sebanyak 48 responden menyatakan, 64% setuju

apabila siswa laki-laki menjadi bendahara dan 36% tidak setuju. Lain halnya bagi

siswa perempuan 100% menyetujui apabila siswa perempuan menjabat sebagai

bendahara.

Tabel 4.13 Menjadi bagian konsumsi

Siswa laki-laki bagian konsumsi Siswa perempuan bagian konsumsi Responden

Selalu (%) Tidak pernah (%) Selalu (%) Tidak pernah (%) Siswa 47 53 96 4 Guru 46 54 98 2

Dari hasil angket siswa yang mempunyai 360 responden menyatakan bahwa,

47% siswa laki-laki menjadi bagian konsumsi dan 53% tidak setuju. Untuk siswa

perempuan 96% setuju apabila siswa perempuan menjadi bagian konsumsi dan 4%

tidak setuju.

Sedangkan hasil angket guru yang mempunyai 48 responden menyatakan,

46% setuju apabila siswa laki-laki menjadi bagian konsumsi dan 54% tidak setuju.

Akan tetapi apabila siswa perempuan menjadi bagian konsumsi menyatakan 98%

setuju dan 2% tidak setuju. Artinya siswa perempuan sesuai menjadi bagian

konsumsi.

Tabel 4.14 Menjadi bagian humas

Page 69: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Siswa laki-laki Siswa perempuan sesuai Responden Selalu (%) Tidak pernah (%) Selalu (%) Tidak pernah (%)

Siswa 88 12 59 41 Guru 96 4 77 33

Hasil angket yang berasal dari siswa yang mempunyai 360 responden

menyatakan, 88% setuju kalau siswa laki-laki menjadi bagian humas dan 12% tidak

setuju. Untuk siswa perempuan menyatakan 59% setuju dan 41% tidak setuju.

Sedangkan hasil angket dari guru yang mempunyai 48 responden menyatakan

bahwa, 96% setujun apabila siswa laki-laki menjadi bagian humas dan 4% tidak

setuju. Akan tetapi untuk siswa perempuan menyatakan 77% setuju dan 33% tidak

setuju. Artinya tidak ada perbedaan antara siswa laki-laki dan siswa perempuan

dalam menjabat sebagai humas.

Tabel 4.15 Menjadi pemimpin upacara

Siswa laki-laki Siswa perempuan Responden

Selalu (%) Tidak pernah (%) Selalu (%) Tidak pernah (%) Siswa 96 4 64 36 Guru - 100 67 33

Dalam satu minggu proses pembelajaran terdapat satu hari upacara bendera.

Dari 360 responden siswa menyatakan, 96% setuju apabila siswa laki-laki menjadi

pemimpin upacara dan 4% tidak setuju. Lain halnya bagi siswa perempuan

menyatakan, 64% setuju apabila siswa perempuan menjadi pemimpin upacara dan

36% tidak setuju.

Sedangkan hasil angket guru yang mempunyai 48 responden menyatakan,

100% menyetujui bahwa siswa laki-laki menjadi pemimpin upacara. Untuk siswa

perempuan 67% setuju dan 33% tidak setuju.

Page 70: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Tabel 4.16

Menjadi peserta upacara

Siswa laki-laki Siswa perempuan Responden Selalu (%) Tidak pernah (%) Selalu (%) Tidak pernah (%)

Siswa 90 10 96 4 Guru 85 15 92 8

Adanya pemimpin upacara pasti mempunyai peserta upacara. Dari 360

responden siswa menyatakan, 90% setuju apabila siswa laki-laki menjadi peserta

upacara dan 10% tidak setuju. Untuk siswa perempuan 96% setuju dan 4% tidak

setuju.

Sedangkan hasil angket guru yang mempunyai 48 responden mneyatakan,

85% setuju apabila siswa laki-laki menjadi peserta upacara dan 15% tidak setuju.

Lain halnya bagi siswa perempuan 92% setuju dan 8% tidak setuju. Artinya tidak ada

perbedaan antara siswa laki-laki dan siswa perempuan untuk menjadi peserta upacara.

Tabel 4.17 Bila terlambat diberikan sangsi yang lebih berat

Siswa laki-laki diberikan sangsi

lebih berat Siswa perempuan diberikan sangsi

lebih berat Responden Selalu (%) Tidak pernah (%) Selalu (%) Tidak pernah (%)

Siswa 45 55 50 50 Guru 35 65 8 92

Untuk menciptakan disiplin dalam suatu sekolah, maka dibuatlah tata tertib

sehingga proses pembelajaran berjalan dengan tertib. Dari hasil angket siswa

sebanyak 360 responden menyatakan 45% setuju kalau siswa laki-laki diberikan

sangsi yang lebih berat dan 55% tidak setuju. Untuk perempuan 50% setuju dan 50%

tidak setuju.

Page 71: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Sedangkan hasil angket dari guru yang mempunyai 48 responden yang

menyatakan 35% setuju kalau siswa laki-laki diberikan sangsi yang lebih berat dan

65% tidak setuju. Untuk siswa perempuan 8% setuju dan 92% tidak setuju. Artinya

antara siswa laki-laki dengan siswa perempuan tidak ada perbedaan dalam

mendapatkan sangsi bila terlambat.

Tabel 4.18 Perlakuan berbeda dalam proses belajar mengajar

Siswa laki-laki dan siswa perempuan dalam

proses belajar mengajar harus berbeda Responden

Selalu (%) Tidak pernah (%) Siswa 15 85 Guru 4 96

Dari angket siswa sebanyak 360 responden menyatakan, 15% setuju kalau

perlakuan terhadap siswa laki-laki dan siswa perempuan dalam proses belajar

mengajar harus berbeda dan 85% tidak setuju. Sedangkan hasil angket guru yang

mempunyai responden sebanyak 48 menyatakan 4% setuju dan 96% tidak setuju.

Artinya perlakuan terhadap siswa laki-laki dan siswa perempuan dalam belajar

mengajar tidak ada bedanya.

Tabel 4.19 Tugas piket

Siswa perempuan menyapu lantai Responden

Selalu (%) Tidak pernah (%) Siswa 89 11 Guru 96 4

Page 72: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Dari hasil angket siswa yang mempunya 360 resonden menyatakan, 89%

setuju apabila tugas piket siswa perempuan menyapu lantai dan 11% tidak setuju.

Sedangkan hasil angket dari guru yang mempunyai 48 responden menyatakan 96%

setuju dan 4% tidak setuju.

Tabel 4.20 Tugas siswa

Siswa laki-laki membuang sampah Responden

Selalu (%) Tidak pernah (%) Siswa 82 18 Guru 81 19

Dari 360 responden siswa menyatakan, 82% setuju kalau siswa laki-laki

bertugas membuang sampah dan 18% tidak setuju. Sedangkan hasil angket guru

sebanyak 48 responden menyatakan, 81% setuju kalau siswa laki-laki bertugas

membuang sampah dan 19% tidak setuju. Artinya tugas siswa laki-laki adalah

membuang sampah.

Tabel 4.21 Tugas piket

Siswa laki-laki membersihkan papan tulis Responden

Selalu (%) Tidak pernah (%) Siswa 90 10 Guru 88 12

Page 73: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Dari 360 responden siswa menyatakan, 10% setuju kalau siswa laki-laki

adalah membersihkan papan tulis dan 90% tidak setuju. Sedangkan hasil angket dari

guru yang mempunyai 48 responden menyatakan, 88% setuju kalau siswa laki-laki

membersihkan papan tulis dan 12% tidak setuju. Artinya tugas siswa laki-laki adalah

membersihkan papan tulis.

Tabel 4.22 Diberikan kesempatan yang sama dalam proses

pembelajaran

Siswa laki-laki dan perempuan diberikan kesempatan yang sama

Responden

Selalu (%) Tidak pernah (%) Siswa 98 2 Guru 98 2

Dalam kegiatan belajar mengjar seorang pendidik memberikan kesempatan

yang sama baik bagi siswa laki-laki maupun siswa perempuan. Hasil dari angket

siswa sebnayak 360 responden menyatakan 98% setuju dan 2% tidak setuju. Hal ini

sama dengan hasil angket dari guru yang mempunyai 48 responden yang menyatakan

98% setuju dan 2% tidak setuju. Artinya tidak ada perbedaan antara siswa laki-laki

dan siswa perempuan dalam mendapatkan kesempatan dalam proses pembelajaran

pendidikan.

Tabel 4.23 Dalam penyampaian laporan

Page 74: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Siswa laki-laki lebih rapih Siswa perempuan lebih rapih Responden Selalu (%) Tidak pernah (%) Selalu (%) Tidak pernah (%)

Siswa 56 44 82 12 Guru 71 29 98 2

Dalam kegiatan belajar mengajar, seorang guru memberikan evaluasi baik itu

berupa tugas maupun latihan-latihan sehingga siswa/siswi bisa lebih memahami dan

mengerti. Dari 360 responden siswa menyatakan, 56% setuju kalau siswa laki-laki

lebih rapih dalam penyampaian laporan dan 44% tidak setuju. Untuk siswa

perempuan 82% setujudan 12% tidak setuju.

Sedangkan hasil angket dari guru yang mempunyai 48 responden menyatakan,

71% setuju kalau siswa laki-laki lebih rapih dalam penyampaian laporan dan 29%

tidak setuju. Untuk siswa perempuan 98% setuju dan 2% tidak setuju. Artinya tidak

ada perbedaan antara siswa laki-laki dan siswa perempuan lebih dalam penyampaian

laporan tugas.

Tabel 4.24 Membersihkan alat-alat praktikum

Siswa laki-laki bertugas membersihkan Siswa perempuan bertugas membersihkanResponden

Selalu (%) Tidak pernah (%) Selalu (%) Tidak pernah (%) Siswa 82 13 62 38 Guru 71 29 98 2 Dari 360 responden siswa menyatakan, 82% setuju kalau siswa laki-laki

bertugas membersihkan alat-alat praktikum dan 13% tidak setuju. Untuk siswa

perempuan 62% setuju dan 38% tidak setuju. Sedangkan hasil angket dari guru yang

mempunyai 48 responden menyatakan, 71% setuju apabila siswa laki-laki bertugas

membersihkan alat-alat praktikum dan 29% tidak setuju. Untuk siswa perempuan

Page 75: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

98% setuju dan 2% tidak setuju. Artinya tidak ada perbedaan bagi siswa laki-laki dan

siswa perempuan dalam bertugas membersihkan alat-alat praktikum.

2. Proses pengelolaan manajemen kesiswaan berspektif gender

Dalam proses pengelolaan manajemen pendidikan di sekolah yang

menyangkut juga manajemen kesiswaan, dapat kita lihat dari hasil angket siswa dan

guru dalam perspektif gender.

Tabel 4.25 Mengembangkan keahlian-keahlian

Proses pengelolaan manajemen pendidikan mengembnagkan keahlian bagi siswa laki-laki maupun siswa perempuan

Responden

Selalu (%) Tidak pernah (%) Siswa 100 - Guru 100 -

Dalam kegiatan belajar mengajar proses pengelolaan manajemen pendidikan

sangatlah penting sehingga proses pembelajaran dapat mengembangkan keahlian-

keahlian bagi siswa laki-laki maupun siswa perempuan. Dari 360 responden siswa

dan 48 responden guru menyetujui 100% bahwa proses pengelolaan manajemen

pendidikan di sekolah bertujuan mengembangkan keahlian-keahlian pada peserta

didik baik siswa laki-laki maupun siswa perempuan.

Page 76: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Tabel 4.26 Berkonsultasi dalam memilih jurusan

Siswa laki-laki berkonsultasi Siswa perempuan berkonsultasi Responden

Selalu (%) Tidak pernah (%) Selalu (%) Tidak pernah (%) Siswa 74 26 94 6 Guru 59 41 100 -

Dari 360 responden siswa menyatakan, 74% setuju apabila siswa laki-laki

sebelum memilih jurusan/program studi berkonsultasi dengan teman, guru, orang tua,

kakak, dan adik yang mengetahui tentang masa depan jurusan tersebut dan 26% tidak

setuju. Untuk perempuan 94% setuju dan 6% tidak setuju.

Sedangkan hasil angket guru yang mempunyai48 responden menyatakan,

59% setuju siswa laki-laki sebelum memilih jurusan/program studi berkonsultasi

dengan teman, guru, orang tua, kakak, dan adik yang mengetahui tentang masa depan

jurusan tersebut dan 41% tidak setuju. Untuk siswa perempuan menyetujui 100%.

Tabel 4.27 Jurusan/program studi IPS

Siswa laki-laki Siswa perempuan Responden

Selalu (%) Tidak pernah (%) Selalu (%) Tidak pernah (%) Siswa 73 27 72 28 Guru 73 27 81 19

Dari hasil angket siswa yang mempunyai 360 responden menyatakan, 73%

setuju kalau jurusan/program studi IPS sesuai untuk siswa laki-laki dan 27% tidak

setuju. Untuk siswa perempuan 72% setuju dan 28% tidak setuju. Sedangkan hasil

angket dari guru yang mempunyai 48 responden menyatakan, 73% setuju apabila

jurusan/program studi IPS sesuai untuk siswa laki-laki dan 27% tidak setuju. Untuk

siswa perempuan 81% setuju dan 19% tidak setuju. Artinya tidak ada perbedaan

Page 77: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

dalam pemilihan jurusan/program studi IPS bagi siswa laki-laki maupun siswa

perempuan.

Tabel 4.28 Jurusan/program studi IPA

Siswa laki-laki Siswa perempuan Responden

Selalu (%) Tidak pernah (%) Selalu (%) Tidak pernah (%) Siswa 72 28 77 23 Guru 77 23 75 25

Dari 360 responden siswa menyatakan, 72% setuju apabila jurusan/program

studi IPA sesuai untuk siswa laki-laki. Untuk siswa perempuan 77% setuju dan 23%

tidak setuju. Sedangkan hasil angket dari guru yang mempeunyai 48 responden

menyatakan, 77% setuju apabila jurusan/program studi IPA sesuai untuk siswa laki-

laki dan 23% tidak setuju. Untuk siswa perempuan 75% setuju dan 25% tidak setuju.

Artinya tidak ada perbedaan dalam jurusan/program studi IPA antara siswa laki-laki

dan siswa perempuan.

Tabel 4.29 Jurusan/program studi bahasa

Siswa laki-laki Siswa perempuan Responden

Selalu (%) Tidak pernah (%) Selalu (%) Tidak pernah (%) Siswa 77 23 78 22 Guru 81 19 85 15

Dari hasil angket siswa yang mempunyai 360 responden menyatakan, 77%

setuju kalau siswa laki-laki memilih jurusan/program studi bahasa dan 23% tidak

setuju. Untuk siswa perempuan 78% setuju dan 22% tidak setuju.

Sedangkan hasil angket dari guru yang mempunyai 48 responden menyatakan,

81% setuju apabila jurusan/program studi untuk siswa laki-laki dan 19% tidak setuju.

Page 78: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Untuk siswa perempuan 85% setuju dan 15% tidak setuju. Artinya tidak ada

perbedaan dalam jurusan/prgram studi bahasa untuk siswa laki-laki dan siswa

perempuan.

Tabel 4.30 Jurusan/program studi keahlian komputer

Siswa laki-laki Siswa perempuan Responden

Selalu (%) Tidak pernah (%) Selalu (%) Tidak pernah (%) Siswa 82 18 74 26 Guru 85 15 85 15

Dari hasil angket siswa yang mempunyai 360 responden, menyatakan 82%

setuju kalau jurusan/program studi keahlian komputer untuk siswa laki-laki dan 18%

tidak setuju. Untuk siswa perempuan 74% setuju dan 26% tidak setuju. Sedangkan

hasil angket dari guru yang mempunyai 48 responden mneyatakan, 85% setuju

apabila jurusan/program studi untuk siswa laki-laki dan 15% tidak setuju. Sedangkan

85% setuju dan 15% tidak setuju. Artinya tidak ada perbedaan dalam

jurusan/program studi keahlian komputer untuk siswa laki-laki dan siswa perempuan.

Tabel 4.31 Jurusan/program studi keahlian tata boga

Siswa laki-laki Siswa perempuan Responden

Selalu (%) Tidak pernah (%) Selalu (%) Tidak pernah (%) Siswa 26 74 87 13 Guru 42 58 90 10

Dari hasil angket siswa yang mempunyai 360 responden menyatakan, 26

setuju kalau jurusan/program studi keahlian tata boga untuk siswa laki-laki dan 74

tidak setuju. Untuk siswa perempuan 87% setuju dan 13% tidak setuju. Sedangkan

hasil angket dari guru yang mempunyai 48 responden menyatakan, 42% setuju kalau

Page 79: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

jurusan/program studi keahlian tata boga untuk siswa laki-laki dan 58 tidak setuju.

Akan tetapi untuk siswa perempuan 90% setuju dan 10% tidak setuju. Artinya ada

perbedaan dalam jurusan/program studi keahlian tata boga antara siswa laki-laki dan

siswa perempuan.

Tabel 4.32 Jurusan/program studi keahlian tata busana

Siswa laki-laki Siswa perempuan Responden

Selalu (%) Tidak pernah (%) Selalu (%) Tidak pernah (%) Siswa 31 69 91 9 Guru 44 56 92 8

Dari hasil angket siswa yang mempunyai 360 responden menyatakan, 31%

setuju kalau jurusan/program studi tat busana untuk siswa laki-laki dan 69% tidak

setuju. Untuk siswa perempuan 91% setuju dan 9% tidak setuju. Sedangkan hasil

angket dari guru yang mempunyai 48 responden menyatakan 44% setuju kalau

jurusan/program studi keahlian tata busana untuksiswa laki-laki dan 56% tidak setuju.

Untuk siswa perempuan 92% setuju dan 8% tidak setuju. Artinya ada perbedaan

dalam jurusan/program studi keahlian tata busana bagi siswa laki-laki dan siswa

perempuan.

Tabel 4.33 Jurusan/program studi keahlian akuntansi

Siswa laki-laki Siswa perempuan Responden

Selalu (%) Tidak pernah (%) Selalu (%) Tidak pernah (%) Siswa 81 19 81 19 Guru 90 10 92 8

Dari hasil angket siswa yang mempunyai 360 responden manyatakan, 81%

setuju apabila jurusan/program studi keahlian akuntansi untuk siswa laki-laki dan

Page 80: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

19% tidak setuju. Hal ini juga sama dengan siswa perempuan 81% setuju dan 19%

tidak setuju. Sedangkan hasil angket dari guru yang mempunyai 48 responden

menyatakan, 90% setuju apabila jurusan/program studi keahlian akuntansi untuk

siswa laki-laki dan 10% tidak setuju. Untuk siswa perempuan 92% setuju dan 8%

tidak setuju. Artinya dalam jurusan/program studi keahlian akuntansi tidak ada

perbedaan baik itu bagi siswa laki-laki maupun siswa perempuan.

Tabel 4.34 Jurusan/program studi keahlian sekretaris

Siswa laki-laki Siswa perempuan Responden

Selalu (%) Tidak pernah (%) Selalu (%) Tidak pernah (%) Siswa 23 77 95 5 Guru 40 60 92 8

Dari 360 responden siswa mneyatakan, 23% setuju kalau jurusan/program

studi keahlian sekretaris untuk siswa laki-laki dan 77% tidak setuju. Untuk siswa

perempuan 95% setuju dan 5% tidak setuju.

Sedangkan hasil angket guru yang mempunyai 48 responden menyatakan,

40% setuju kalau jurusan/program studi keahlian sekretaris untuk siswa laki-laki dan

60% tidak setuju. Untuk siswa perempuan 92% setuju dan 8% tidak setuju. Artinya

ada perbedaan dalam jurusan/program studi keahlian sekretaris bagi siswa laki-laki

maupun siswa perempuan.

Tabel 4.35 Jurusan/program studi keahlian mesin

Siswa laki-laki Siswa perempuan Responden

Selalu (%) Tidak pernah (%) Selalu (%) Tidak pernah (%) Siswa 93 7 55 45 Guru 96 4 75 25

Page 81: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Hasil angket dari siswa yang mempunyai 360 responden emnyatakan, 93%

setuju kalau jurusan/program studi keahlian mesin untuk siswa laki-laki dan 7% tidak

setuju. Untuk siswa perempuan 55% setuju dan 45% tidak setuju. Hasil angket dari

guru yang mempunyai 48 responden manyatakan 96% setuju kalau jurusa/program

studi keahlian mesin untuk siswa laki-laki dan 4% tidak setuju. Untuk siswa

perempuan 75% setuju dan 25% tidak setuju. Artinya jurusan/program studi keahlian

mesin sesuai untuk siswa laki-laki dan siswa perempuan.

Tabel 4.36 Jurusan/program studi keahlian matematika

Siswa laki-lakii Siswa perempuan sesuai Responden

Selalu (%) Tidak pernah (%) Selalu (%) Tidak pernah (%) Siswa 85 15 85 15 Guru 90 10 90 10

Dari 360 responden siswa yang mempunyai 360 responden menyatakan, 85%

setuju kalau jurusan/program studi keahlian matematika untuk siswa lki-laki dan 15%

tidak setuju. Untuk siswa perempuan 85% setuju dan 15% tidak setuju. Sedangkan

hasil angket guru yang mempunyai 48 responden menyatakan, 90% setuju apabila

jurusan/program studi keahlian matematika untuk siswa laki-laki. Dan 10% tidak

setuju. Untuk siswa perempuan 90% setuju dan 10% tidak setuju. Artinya

jurusan/program studi keahlian matematika sesuai untuk siswa laki-laki dan siswa

perempuan.

Page 82: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Tabel 4.37 Jurusan/program studi keahlian farmasi

Siswa laki-laki Siswa perempuan Responden

Selalu (%) Tidak pernah (%) Selalu (%) Tidak pernah (%) Siswa 84 16 79 21 Guru 88 12 88 12

Dari hasil angket siswa yang mempunyai 360 responden menyatakan, 84%

setuju kalau jurusan/program studi keahlian farmasi untuk siswa laki-laki dan 16%

tidak setuju. Untuk siswa perempuan 79% setuju dan 21% tidak setuju. Sedangkan

hasil angket dari guru yang mempunyai 48 responden menyatakan, 88% setuju

apabila jurusan/program studi keahlian farmasi dan 12% tidak setuju. Untuk siswa

perempuan 88% setuju dan 12% tidak setuju. Artinya jurusan/program studi keahlian

farmasi sesuai untuk siswa laki-laki dan siswa perempuan.

Tabel 4.38 Jurusan/program studi keahlian kesenian

Siswa laki-laki Siswa perempuan Responden

Selalu (%) Tidak pernah (%) Selalu (%) Tidak pernah (%) Siswa 66 34 81 9 Guru 58 42 96 4

Dari hasil angket siswa yang mempunyai 360 responden menyatakan, 66%

setuju kalau jurusan/program studi keahlian kesenian untuk siswa laki-laki dan 34%

tidak setuju. Untuk siswa perempuan 81% setuju dan 9% tidak setuju. Sedangkan

hasil angket dari guru yang mempunyai 48 responden menyatakan, 58% setuju

apabila jurusan/program studi keahlian kesenian untuk siswa laki-laki dan 42% tidak

setuju. Untuk siswa perempuan 96% setuju dan 4% tidak setuju. Artinya

Page 83: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

jurusan/program studi keahlian kesenian sesuai untuk siswa laki-laki dan siswa

perempuan.

Tabel 4.39 Jurusan/program studi keahlian teknik industri

Siswa laki-laki Siswa perempuan Responden

Selalu (%) Tidak pernah (%) Selalu (%) Tidak selalu (%) Siswa 81 9 63 37 Guru 90 10 75 25

Dari hasil angket siswa yang emmpunyai 360 responden menyatakan, 81%

setuju kalau jurusan/program studi teknik industri dan 19% tidak setuju. Untuk siswa

perempuan 63% setuju 37% tidak setuju. Sedangkan hasil angket dari guru yang

emmpunyai 48 responden menyatakan, 90% setuju kalau jurusan/program studi

keahlian teknik industri dan 10% tidak setuju. Untuk siswa perempuan 75% setuju

dan 25% tidak setuju. Artinya jurusan/program studi teknik industri sesuai untuk

siswa laki-laki dan siswa perempuan.

Tabel 4.40 Jurusan/program studi keahlian pariwisata

Siswa laki-laki Siswa perempuan Responden

Selalu (%) Tidak pernah (%) Selalu (%) Tidak pernah (%) Siswa 84 16 88 12 Guru 90 10 92 8

Dari hasil angket siswa yang mempunyai 360 responden menyatakan, 84%

setuju kalau jurusan/program studi keahlian pariwisata untuk siswa laki-lakidan 16%

tidak setuju. Untuk siswa perempuan 88% setuju dan 12% tidak setuju. Sedangkan

hasil angket dari guru yang mempunyai 48 responden menyatakan 90% setuju kalau

jurusan/program studi keahlian pariwisata dan 10% tidak setuju. Untuk siswa

Page 84: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

perempuan 92% setuju dan 8% tidak setuju. Artinya tidak ada perbedaan untuk

jurusan/program studi keahlian pariwisata untuk siswa laki-laki dan siswa

perempuan.

Tabel 4.41 Jurusan/program studi keahlian perhotelan

Siswa laki-laki Siswa perempuan Responden

Selalu (%) Tidak pernah (%) Selalu(%) Tidak pernah (%) Siswa 81 19 86 14 Guru 77 23 88 12

Dari hasil angket siswa yng mempunyai 360 responden menyatakan, 81%

setuju kalau jurusan/program studi keahlian perhotelan untuk siswa laki-laki dan 19%

tidak setuju. Untuk siswa perempuan 86% setuju dan 14% tidak setuju.

Sedangkan hasil angket dari guru yang mempunyai 48 responden menyatakan,

77% setuju apabila jurusan/program studi keahlian perhotelan untuk siswa laki-laki

dan 23% tidak setuju. Untuk siswa perempuan 88% setuju dan 12% tidak setuju.

Artinya jurusan/program studi keahlian perhotelan sesuai untuk siswa laki-laki dan

siswa perempuan.

Tabel 4.42 Jurusan/program studi keahlian kesejahteraan keluarga

Siswa laki-laki Siswa perempuan Responden

Selalu (%) Tidak pernah (%) Selalu (%) Tidak pernah (%) Siswa 88 12 83 17 Guru 90 10 96 4

Dari ahsil angket siswa yang emmpunyai 360 responden menyatakan, 88%

setuju kalau jurusan/program studi keahlian kesejahteraan keluarga untuk siswa laki-

laki dan 12% tidak setuju. Untuk siswa perempuan 83% setuju dan 17% tidak setuju.

Page 85: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Akan tetapi hasil angket dari guru yang mempunyai 48 responden

menyatakan, 90% setuju kalau jurusan/program studi keahlian kesejahteraan keluarga

dan 10% tidak setuju. Untuk siswa perempuan 96% setuju dan 4% tidak setuju.

Artinya jurusan/program studi keahlian kesejahteraan keluarga sesuai untuk siswa

laki-laki dan siswa perempuan.

Tabel 4.43 Jurusan/program studi keahlian bisnis

Siswa laki-laki sesuai Siswa perempuan sesuai Responden

Selalu (%) Tidak pernah (%) Selalu (%) Tidak pernah (%) Siswa 93 7 88 12 Guru 96 4 92 8

Dari hasil angket guru yang mempunyai 360 responden menyatakan, 93%

setuju kalau jurusan/program studi keahlian bisnis untuk siswa laki-laki dan 7% tidak

setuju. Untuk siswa perempuan 88% setuju dan 12% tidak setuju. Sedangkan hasil

angket daru guru yang mempunyai 48 responden menyatakan, 96% setuju kalau

jurusan/program studi keahlian bisnis untuk siswa laki-laki dan 4% tidak setuju.

Untuk siswa perempuan 92% setuju dan 8% tidak setuju. Artinya jurusan/program

studi keahlian bisnis sesuai untuk siswa laki-laki dan siswa perempuan.

Tabel 4.44 Jurusan/program studi keahlian penjualan

Siswa laki-laki Siswa perempuan Responden

Selalu (%) Tidak pernah (%) Selalu (%) Tidak pernah (%) Siswa 92 8 90 10 Guru 75 25 92 8

Dari hasil angket siswa yang mempunyai 360 responden manyatakan, 92%

setuju kalu jurusan/program studi keahlian penjualan untuk siswa lki-laki dan 8%

Page 86: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

tidak setuju. Untuk siswa perempuan 90% setuju dan 8% tidak setuju. Sedangkan

hasil angket dari guru yang mempunyai 48 responden manytakan, 75% setuju kalau

jurusan/program studi untuk siswa laki-laki dan 25% tidak setuju. Untuk siswa

perempuan 92% setuju dan 8% tidak setuju. Artinya jurusan/program studi keahlian

penjualan untuk siswa laki-laki dan siswa perempuan.

C. Analisis Kesetaraan Gender dalam Pendidikan dan Profil Manajemen di

Sekolah Menengah Kec. Kresek Balaraja

1. Kesetaraan gender dalam pendidikan

Berbicara masalah kesesetaraan gender dalam pendidikan yang ada di sekolah

menengah Kec. Kresek Balaraja, terkait dengan proses pelaksanaan kesetaraan gender

tersebut dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini bisa kita lihat dari hasil wawancara

dengan para kepala sekolah yang mempunyai peranan penting bagi terlaksananya

proses pembelajaran.

Menurut kepala SMK PGRI 1, “kesetaraan gender perlu diterapkan pada

sekolah menengah, hal untuk mendapatkan pendidikan tidak perlu dibedakan karna

disekolah ini kebanyakan perempuan.”73 Secara tidak langsung pada sekolah SMK

73Ramli Rosehan, Kepala SMK PGRI 1, Wawancara Langsung, Kresek Balaraja, 29

September 2006.

Page 87: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

PGRI 1 sudah bersifat setara dalam pendidikan. Hal ini bisa dilihat dari kebijakan

pendidikan yang ada disekolah bahwasannya; “semua proses pembelajaran

pendidikan bersifat setara antara siswa laki-laki dan siswa perempuan.”74

Hal ini juga dikatakan oleh kepala SMA PGRI, “secara umum manusia

mempunyai hak yang sama dan juga mempunyai kewajiban masing-masing sehingga

kesetaraan itu ada dalam pendidikan.”75 Dikatakan oleh wakil kurikulum STM

YUPPENTEK 3, “meskipun kodrat perempuan berbeda dengan laki-laki dan

perempuan lebih banyak mempunyai psikomotor akan tetapi hal ini tidak mengurangi

dalam pendidikan, jadi kesetaraan dalam pendidikan itu sangatlah perlu.”76 Secara

langsung pada sekolah menengah Kec. Kresek Balaraja mengetahui akan pentingnya

pendidikan tersebut, dengan pentingnya pendidikan itu maka baik laki-laki maupun

perempuan wajib mendapatkan kesetaraan dalam pendidikan.

Dalam hal kesetaraan gender dalam pendidikan Kec. Kresek Balaraja sudah

bisa dikatakan setara dalam pendidikan, salah satu contohnya bisa dilihat pada STM

yang mempunyai jurusan mesin dan hal ini identik dengan laki-laki. Akan tetapi pada

STM Kec. Kresek Balaraja tidak harus laki-laki yang bisa masuk, perempuan pun

bisa untuk memasuki pada sekolah tersebut. Hal ini sama dikatakan oleh kepala STM

KORPRI 02, “dalam kebijakan pendidikan yang ada disekolah pendidikan

diberlakukan untuk laki-laki dan perempuan, tidak ada perbedaan dalam

74 Ibid. 75Suprin, Kepala SMA PGRI, Wawancara langsung. Kresek Balaraja, 29 September 2006. 76Edi Priyono, Kepala Sekolah STM YUPPENTEK 3, Wawancara Langsung, Kresek Balaraja

1 Oktober 2006.

Page 88: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

mendapatkan pendidikan tersebut.”77 Hal ini sama dikatakan oleh kepala MA AL-

KHAERIYAH, “kebijakan dalam pendidikan harus bersifat setara, sehingga akan

menciptakan kemampuan daya pikir dan keluasan untuk belajar antara laki-laki dan

perempun.”78

Dalam kegiatan belajar mengajar yang menciptakan manusia yang kreatif dan

dapat mengaplikasikan kreatifnya tersebut, maka baik siswa laki-laki maupun siswa

perempuan harus diperlakukan sama. Salah satu contohnya bisa dilihat dari kegiatan-

kegiatan siswa sebagai utusan perwakilan sekolah, menurut Kepala Sekolah

Menengah:

“Dalam kegiatan-kegiatan diluar sekolah yang mengirim siswa sebagai utusan

perwakilan sekolah, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Tergantung

dari jenis kegiatan, prestasi, kemampuan, dan minat yang dimiliki oleh siswa.”79

Hal ini bisa menggambarkan proses pembelajaran pada sekolah menengah

Kec. Kresek Balaraja ini yang sudah bersifat setara dalam pendidikan, baik itu dari

kebijakan, kegiatan belajar mengajar maupun dari proses pembelajaran pada sekolah

menengah Kec. Kresek Balaraja. Meskipun kesetaraan gender dalam pendidikan

sudah teraplikasi pada sekolah menengah Kec. Kresek Balaraja, akan tetapi para

kepala sekolah masih memberlakukan kesetaraan gender itu sampai sekarang, “

dalam kegiatan belajar mengajara diberlakukan yang sama baik itu, dalam tugas

77Muhammad Dodi Sumarna, Kepala STM KORPRI 02, Wawancara langsung, Kresek

Balaraja 2 Oktober 2006. 78 Ahmad Wajedi, Kepala MA AL-KHAERIYAH, Wawancara Langsung, Kresek Balaraja 2

Oktober 2006. 79Data Hasil Wawancara dengan Kepala Sekolah Menengah Kec. Kresek Balaraja.

Page 89: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

siswa, kegiatan siswa, tata tertib, peluang, bantuan, fasilitas, komoditas yang bersifat

setara dalam kegiatan belajar mengajar sampai kapanpun.”80

2. Profil Manajemen Pendidikan

Untuk menciptakan kesetaraan gender dalam pendidikan dibutuhkan

manajemen yang baik. Hal ini tentu saja membutuhkan tenaga pengajar dan peserta

didik yang baik. Agar rencana yang telah dibuat oleh instansi lembaga pendidikan itu

tercapai dan kesetaraan gender dalam pendidikan itu terlaksana.

Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah dari 12 sekolah

menengah yang ada di Kec. Kresek Balaraja, proporsi kepala sekolah, guru pada

posisi penting dan guru menurut jenis kelamin adalah sebagai berikut:

Tabel. 4.45

Jumlah Kepala Sekolah dan Guru Menurut Jenis Kelamin

Tahun 2006/2007

Kepala

Sekolah

Guru pada Posisi

Penting

Guru

No.

Sekolah

L P L P L P Jmlh

1. SMK PGRI 1 1 - 5 - 20 15 35

2. SMA PGRI 1 - 5 - 19 17 36

3. STM YUPPENTEK 03 1 - 4 1 62 - 62

4. MAN 1 - 4 1 27 10 37

80Ibid.

Page 90: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

5. STM KORPRI 02 1 - 5 - 38 4 42

6. SMA MANDIRI 1 - 4 1 50 18 68

7. SMK MANDIRI 1 - 4 1 12 16 28

8. MA MANBA’UL HIKMAH 1 - 5 - 17 - 17

9. MA EL-SYARIEF 1 - 4 1 15 3 18

10. MA AL-KHAERIYAH 1 - 5 - 31 41 72

11. SMK AL-HIKMAH 1 - 4 1 12 4 16

12. SMA AL-FALAH 1 - 4 1 14 5 19

Sumber: Data hasil wawancara

Dari hasil wawancara tersebut terlihat bahwasannya, proporsi yang

menduduki posisi yang paling penting dalam sekolah adalah laki-laki. Dari 12

sekolah yang ada di Kec. Kresek Balaraja dipimpin oleh laki-laki. Guru yang

mempunyai posisi penting sebagian besar adalah laki-laki. Jumlah guru sebagian

besar adalah laki-laki.

Untuk menjadi pemimpin di tingkat sekolah menengah menurut Bpk. Dr. Edi

Priyono (Wakil Kepala sekolah STM YUPPENTEK 03) adalah:

“Harus memiliki pangkat minimal D3, masa kerja minimal selama 10 tahun dan

pernah menjabat sebagai wakil kepala sekolah serta harus mengikuti beberapa

tes. Selain itu juga harus mempunyai skill dan menguasai materi pelajaran, dan

memahami manajemen yang baik.”81

Hal ini tidak terjadi pada suatu lembaga pendidikan yang bersifat yayasan.

Dimana hanya bersifat penunjukan dari pengurus yayasan dan kemudian akan

81Edi Priyono, op. cit

Page 91: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

diadakan rapat dewan guru sehingga menghasilkan keputusan musyawarah. Salah

satu contohnya pada sekolah Al-khaeriyah, walaupun demikian Bpk. Drs. H. Ahmad

Wajedi selaku kepala sekolah telah lama berkecimpung di dunia pendidikan dan

sudah puluhan tahun menjadi guru pada sekolah yang beliau pimpin sekarang.

Posisi pada suatu instansi pendidikan merupakan hak otonomi masing-masing

sekolah, yaitu dengan melihat masa kerja, keahlian, kompetensi, dan kreadibilitas

yang dimiliki oleh personel masing-masing. Dan yang paling penting adalah memiliki

aspek kepemimpinan dan menguasai manajemen pendidikan yang baik.

Adapun untuk menjadi seorang guru pada sekolah harus mengikuti beberapa

tes yang ditetapkan oleh masing-masing sekolah. Dan untuk menjadi seorang guru

diantaranya: lulusan D1, D2, atau D3, Strata Satu (S1) dan memiliki akta IV, atau

pesantren yang biasa pada suatu lembaga pendidikan.

Dari tabel 4.45 dapat dilihat bahwa posisi perempuan sebagai pengambil

keputusan ditingkat Sekolah Menengah masih sangat kecil jumlahnya. Hal ini dapat

diketahui dari jumlah kepala sekolah dan guru-guru yang menempati posisi penting di

sekolah.

Adapun hasil wawancara tentang peserta didik, dimana peserta didik juga

merupakan bagian dari profil manajemen pendidikan adalah sebagai berikut:

Tabel 4.46

Jumlah siswa menurut jurusan dan jenis kelamin

Tahun 2006/2007

Page 92: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Jenis Kelamin No

.

Sekolah Kelas Jurusan

L P

Jumlah

Akuntansi 50 65 105

Sekretaris 45 106 151

X

M. Penjualan 30 35 65

Akuntansi 45 63 108

Sekretaris 46 109 155

1.

SMK PGRI 1 XI

M. Penjualan 26 40 66

Akuntansi 47 54 101

Sekretaris 30 90 120

XII

M. Penjualan 25 29 54

Total 344 591 935

X - 134 84 218

IPA 24 39 63 XI

IPS 81 55 136

IPA 20 49 69 XII

IPS 67 59 126

2.

SMA PGRI

Total 326 286 612

Mesin 100 2 102

Listrik 92 - 92

X

Otomotif 100 - 100

Mesin 90 - 90

Listrik 100 2 100

XI

Otomotif 100 - 100

3.

STM YUPPENTEK 03

XII Mesin 80 - 80

Page 93: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Listrik 70 4 70

Otomotif 90 - 90

Total 792 8 800

X - 59 110 169

IPA 24 50 74 XI

IPS 30 80 110

IPA 26 75 101 XII

IPS 24 29 53

4.

MAN

Total 163 344 507

Mesin 50 2 57

Listrik 50 - 50

X

Otomotif 55 - 55

Mesin 54 - 54

Listrik 59 2 61

XI

Otomotif 49 - 49

Mesin 45 - 45

Listrik 30 2 32

XII

Otomotif 37 - 37

5.

STM KORPRI 02

Total 479 6 485

X - 150 214 364

IPA 115 119 234 XI

IPS 95 97 192

IPA 80 87 167 XII

IPS 75 78 153

6.

SMA MANDIRI

Total 515 595 1110

Page 94: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Administrasi

Perkantoran

19 115 134 X

Akuntansi 15 72 87

Administrasi

Perkantoran

15 115 130 XI

Akuntansi 15 63 78

Administrasi

Perkantoran

15 102 117 XII

Akuntansi 15 28 43

7.

SMK MANDIRI

Total 94 495 589

X - 20 20 40

IPA 16 29 45 XI

IPS 10 25 35

IPA 12 15 27 XII

IPS 13 20 33

8.

MA MANBA’UL HIKMAH

Total 71 109 180

X IPS 30 19 39

XI IPS 28 27 55

XII IPS 20 29 49

9.

MA EL-SYARIEF

Total 78 65 143

X - 15 22 37

IPA 9 22 31 XI

IPS 17 16 33

IPA 12 14 26

10.

MA AL-KHAERIYAH

XII

IPS 12 17 30

Page 95: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Total 65 91 157

Akuntansi 10 10 20 X

Multimedia 9 6 15

Akuntansi 8 7 15 XI

Multimedia 5 4 10

Akuntansi 10 5 15 XII

Multimedia 8 11 19

11.

SMK ALHIKMAH

Total 50 44 94

X - 79 46 125

IPA 15 11 26 XI

IPS 22 20 42

IPA 17 15 32 XII

IPS 25 15 40

12.

SMA AL-FALAH

Total 158 107 265

Total Keseluruhan 3135 2741 5876

Data di atas bersumber dari hasil wawancara dengan pihak sekolah. Dapat

diketahui bahwasanya jumlah keseluruhan siswa laki-laki dan jumlah keseluruhan

siswa perempuan belum berimbang, secara total keseluruhan siswa laki-laki lebih

banyak daripada siswa perempuan, yaitu mencapai 60% dibandingkan dengan total

keseluruhan siswa perempuan yang hanya mencapai 40%.

Tidak semua program studi atau jurusan pada sekolah itu dikhususkan sebagai

program studi atau jurusan untuk perempuan, seperti pada jurusan IPA didomonasi

oleh perempuan atau sebaliknya. Walaupun ada beberapa jurusan yang lebih

Page 96: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

didominasi oleh siswa perempuan, seperti sekretaris dan siswa laki-laki lebih

didomonasi pada program studi atau jurusan tehnik.

Pada sekolah menengah Kec. Kresek Balaraja ada beberapa ketentuan dalam

pemilihan jurusan yang telah ditentukan oleh masing-masing sekolah. Pada sekolah-

sekolah negeri ada ketentuan dalam memasuki sekolah dan pemilihan jurusan

berpatokan pada nilai, minat anak, psikotes, dan dilakukan wawancara dengan orang

tua siswa. Selain itu pada sekolah-sekolah swasta disesuaikan dengan minat siswa

dan seleksi yang ditetapkan oleh pihak sekolah masing-masing.

Pada dasarnya tidak ada perbedaan perlakuan yang ditetapkan oleh pihak

sekolah dalam pemilihan program studi atau jurusan. Hal ini tentu saja dilihat dari

minat, bakat, dan prestasi siswa dalam sekolah.

Page 97: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan penelitan pada sekolah menengah Kec.

Kresek Balaraja tentang kesetaraan gender dalam pendidikan, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Dalam proses pembelajaran pada sekolah menengah Kec. Kresek Balaraja pada

prinsipnya tidak ada perbedaan bagi laki-laki dan perempuan, baik dalam hal

materi pembelajaran, tehnik penyampaian, sistem pembelajaran, dan evaluasi

pembelajaran. Akan tetapi dilembaga pesantren terkadang budaya dan lingkungan

sangat mempengaruhi adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang

mengakibatkan kesenjangan gender, khususnya dalam hal penentuan kegiatan

ekstrakurikuler.

2. Dalam proses pengelolaan manajemen pendidikan kesiswaan yang menyangkut

tentang pemilihan program studi atau jurusan tidak ada perbedaan antara laki-laki

dan perempuan pada masing-masing sekolah, hal ini dilihat dari prestasi, minat,

dan bakat siswa. Meskipun ada penjurusan yang didominasi oleh siswa laki-laki

yaitu jurusan tehnik dan penjurusan yang didominasi oleh siswa perempuan yaitu

sekretaris. Meskipun demikian pada intinya dalam pemilihan penjurusan program

studi atau jurusan tergantung dari kemampuan siswa-siswi, dan pihak sekolah

hanya sebagai fasilitator yang menyalurkan bakat dan keahlian.

Page 98: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

3. Aplikasi kesetaraan gender dalam pendidikan sangatlah penting karna hal ini

menyangkut dengan hak asasi manusia dalam mendapatkan pendidkan. Secara

struktural kesetaraan gender dalam pendidikan pada sekolah menengah Kec.

Kresek Balaraja sudah terlaksana, hal ini terlihat dari jawaban angket siswa dan

guru yang dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan

perempuan dalam mendapatkan pendidikan.

B. Saran

Pengambilan keputusan pada sekolah menengah Kec. Kresek Balaraja sangat

didominasi oleh laki-laki. Dimana kepercayaan perempuan untuk menjabat sebagai

pemimpin sekolah sangatlah kecil, misalkan pada sekolah yayasan untuk menjadi

kepala sekolah ditunjuk oleh pihak pengurus yayasan dan hal ini biasanya untuk laki-

laki. Setidaknya kesetaraan itu tidak hanya dalam mendapatkan pendidikan saja akan

tetapi dalam menjabat sebagai pemimpin pun perlu adanya kesetaraan baik itu bagi

laki-laki maupun perempuan.

Hendaknya pada sekolah menengah Kec. Kresek Balaraja bisa

mempertahankan dan meningkatkan dalam berbagai aspek pendidikan yang bersifat

kesetaraan gender. Dan hendaknya pula pada pihak UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

khususnya jurusan Manajemen Pendidikan, seyogyanya melakukan penelitian-

penelitian serupa guna mengetahui, apakah pada sekolah-sekolah yang ada di sekitar

kita bersifat setara baik untuk laki-laki maupun perempuan dalam mendapatkan

pendidikan.

Page 99: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Nurul, Tradisional Islam dan Feminisme, Ulumum Qur’an, No., 5 dan 6, Vol., V, 1994

Alkitab: Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia,

1997 Al-khalaf, Muhammad, Pengaruh Wanita terhadap generasi kini dan esok, Jakarta:

CV. Firdaus, 1992, Cet, ke-1 Al-kitab edisi Indonesia Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka

Cipta, 2002, Cet, ke-5 Azkiyah, Nurul, Keterkaitan Pendidikan Formal Perempuan dan Dunia

Pembangunan, dalam jurnal perempuan No. 23, Tahun 2002 Azra, Azyumardi, Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, Jakarta: Logos

Wacana Ilmu, 1998, Cet, ke-1 Basri, Agus, Pendidikan Agama Islam, Bandung: PT Al-Ma’arif, 1994 Bainar dan Halik, Alchi, Jagat Wanita: Dalam Pandangan Para Tokoh Dunia,

Jakarta: PT. Pustaka CIDESINDO, 1999 Birke, Birke, Women, Feminism and Biology, England: The Harvest Press, 1986 Caul, Miki, Womens Representation In-Parlement:The Rok of Political Pasties, Party

Politics, London: Sage Publication, 1999, Vol, 5, No. 1 Chop, Rebecca, Hawa yang Tahu: Perlawanan Teologi Feminis terhadap Kerangka

Kerja Filsafat Ilmu Pengetahuan Aliran Laki-laki, dalam Zakiyuddin Baidhawy (ed), Wawancara Teologi Feminis

Daradjat, Zakiah, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996, Cet, ke-3 Didin Syafrudin, Argumen Supremasi atas Perempuan Penafsiran Klasik Q. S. al-

Nisa: 34, Ulumul Qur’an, No. 5 dan 6, Vol. V, 1994

Page 100: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Disadur dan Dimodifikasi dari buku: Gender and Development, (United Nations, 1990)

Dzuhayatin, Ruhaini, Situ, dalam Fakih, Mansour, et al., Membincang Feminisme, Surabaya: Risalah Gusti, 1996

Echols, M., John, dan Shadily, Hassan, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1992, Cet, ke-XX

Engineer, Ashgar, Ali, Islam dan Teologi Pembebasan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

1999, Cet, ke-1 Evelyn, Reed, Women’s Evolutions From Matrialchal Clenro Patrialchal Family Fakih, Mansour, Menggeser Konsepsi Gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 1994, Cet, ke-1 Hasyim, Syafiq, Hal-hal Yang Tak Terpikirkan Tentang Isu-isu Keperempuan dalam

Islam, Bandung: Mizan, 2001 Hilary M. Lips, Sex and Gender: an Introduction, California, London, Toronto:

Mangfield Publishing Company, 1993 Hubels, S, Vitayela, feminism dan pemberdayaan perempuan, dalam Dadang S.

Anshory et al., (Peny)., membincangkan feminisme Refleksi Muslimah atas Peran Sosial Kaum Wanita, Bandung:Pustaka Hidayah, 1997

Linda L. Lindsey, Gender Role a Sociological Perspective, New Jersey: Prentice

Hall, 1990 Mengikuti pengalihan bahasa Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya,

1982 Megawangi, Ratna, Membiarkan Berbeda, Bandung: Mizan, 1999 Mulya, Musda, Siti, et. All, Keadilan dan Kesetaraan Gender Perspektif Islam,

Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Gender, 2003, Cet, ke-2 Murniah, P. Nunuk, A, Getar Gender: Perempuan Indonesia dalam Perspektif

Agama, Budaya, dan Keluarga, Magelang: IndonesiaTera, 2004, Cet, ke-2 Muthali’in, Ahmad, Bias Gender dalam Pendidikan, Surakarta: Muhamadiyah

University Press, 2001, Cet, ke-1

Page 101: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

Najib, Ala’I, Yang Luput: Pendidikan Perempuan, Swara Rahima No. 7, Maret 2003 Nata, Abudin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999 Nazir, Muhammad, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998 Neufeldt, Victoria dalam Umar, Nasaruddin, Argumen Kesetaraan Gender, Jakarta:

Paramadina, 1992 Okley, Anne, Sex, Gender, and Society, New York: Harper and Row, 1972 Phipp, E. William, Muhammad dan Isa: Telaah atas Sosok dan Risalahnya,

Terjemahan, Ilyas Hassan, Bandung: Mizan, 1998, Cet, ke-1 Poerwadarmita, S. J. W, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,

1984, Cet, ke-7 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1994, Cet. Ke-1 Rasito, Hermawan, Pengantar Metodologi Penelitian, Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama, 1992 \Suhartono, Irwan, Metode Penelitian Sosial suatu Tehnik Penelitian Bidang

Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000, Cet, ke-4

Sukidi, Teologi Inklusif Cak Nur, Jakarta: Penerbit Kompas, 2001, Cet, ke-1 Sumiarni, Endang, Jender dan Feminisme, Yogyakarta: Wonderful Publishing

Company, 2004, Cet, ke-1 Suryadi, Ace, Kesetaraan Gender Dalam Bidang Pendidikan, Bandung: PT

GENESINDO, 2004, Cet, ke-2 Umaedi, Manajemen Mutu Berbasis Sekolah/Madrasah (MMBS/M), Jakarta: CEQM,

2004 Umar, Nasaruddin, Kodrat Perempuan Dalam Islam, Jakarta: Lembaga Kajian

Agama dan Gender, 1999, Cet, ke-1 ______________, Argumen Kesetaraan Gender, selanjutnya dibaca Argumn, Cet.

Ke-2, Jakarta: Paramadina, 2001, Cet, ke-2

Page 102: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki

W., Weitin, Psychology: Themes and Variations, California: Brooks/Cole Publishing Company, 1992

Zaitunnah, Zubha, Rekonstruksi Pemahaman Gender dalam Islam, Jakarta: el-

KAHFI, 2002 Zuhairini, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya: PT Pustaka Nasional, 1983,

Cet, ke-3

Page 103: “APLIKASI KESETARAAN GENDER DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21304/1/... · D. Gender Mainstreaming ... khalifah tidak ada diskriminasi bagi laki-laki