aplikasi model pembelajaran role playing …/aplikasi... · activity daily living ... rencana...
TRANSCRIPT
1
APLIKASI MODEL PEMBELAJARAN ROLE PLAYING (BERMAIN
PERAN) DENGAN MENGGUNAKAN STIMULASI KECERDASAN
KINESTETIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN ACTIVITY
DAILY LIVING (ADL) ANAK TUNADAKSA DI SDLB D YPAC
SURAKARTA TAHUN AJARAN 2009/2010
Skripsi
Disusun oleh:
Marlina
K 5105017
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
2
APLIKASI MODEL PEMBELAJARAN ROLE PLAYING (BERMAIN
PERAN) DENGAN MENGGUNAKAN STIMULASI KECERDASAN
KINESTETIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN ACTIVITY
DAILY LIVING (ADL) ANAK TUNADAKSA DI SDLB D YPAC
SURAKARTA TAHUN AJARAN 2009/2010
Disusun oleh:
Marlina
K 5105017
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan
gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Khusus
Jurusan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
3
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I
Drs. Abdul Salim Choiri, M.Kes. NIP. 19570901 198203 1 002
Pembimbing II
Drs.Hermawan, Msi. NIP. 19590818 198603 1 002
4
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan.
Pada hari :
Tanggal :
Tim Penguji Skripsi:
Nama Terang Tanda Tangan Ketua : Drs. R.Indianto, M.Pd ...................... Sekretaris : Drs. Maryadi, M.Ag ........................ Anggota I : Drs. Abdul Salim Chori, M.Kes ....................... Anggota II : Drs. Hermawan, M.Si ........................ Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan, Prof. Dr. H. M.Furqon Hidayatullah, M.Pd NIP. 19600727198702 1 001
5
ABSTRAK
Marlina.K 5105017. APLIKASI MODEL PEMBELAJARAN ROLE PLAYING (BERMAIN PERAN) DENGAN MENGGUNAKAN STIMULASI KECERDASAN KINESTETIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN ACTIVITY DAILY LIVING (ADL) ANAK TUNADAKSA SDLB D YPAC, SURAKARTA TAHUN AJARAN 2009/2010. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Februari 2010.
Keterampilan ADL (Activity Daily Living) bukan merupakan materi pelajaran akan tetapi merupakan materi keterampilan yang mempunyai tujuan untuk membiasakan kemampuan kemandirian dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sehingga dalam proses pembelajarannya pun tidak didominasi dengan ceramah seperti mata pelajaran semestinya akan tetapi diperlukan suatu model pembelajaran yang tepat bagi anak tunadaksa agar materi tersebut dapat diajarkan dan dapat memotivasi siswa dalam belajar keterampilan ADL (Activity Daily Living) sehingga kemampuan ADL-nya pun meningkat.
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan Activity Daily Living (ADL) Anak Tunadaksa di SDLB D YPAC Surakarta setelah mengaplikasikan model pembelajaran role playing (bermain peran) dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan desain one group pretest-posttest. Populasi adalah seluruh siswa kelas III SDLB D YPAC Surakarta yang berjumlah 5 orang anak. Dalam penelitian ini, peneliti tidak menggunakan sampel karena jumlah populasi kecil sehingga penelitian ini merupakan penelitian populasi. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tes. Teknis analisis data yang digunakan adalah analisis statistik non parametrik yaitu Wilcoxon Signed Rank Tes, dengan bantuan program SPSS 13.
Berdasarkan analisis hasil penelitian dapat diperoleh nilai Z hitung = -2, 032 dengan probabilitas 0,042 yang berarti Ho ditolak dan Ha yang berbunyi “Aplikasi Model Pembelajaran Role Playing (bermain peran) dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik untuk meningkatkan kemampuan Activity Daily Living (ADL) Anak Tunadaksa di SDLB D YPAC Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010 dapat diterima kebenarannya pada taraf signifikan 5 % ( = 0,05). Dengan demikian hipotesis yang berbunyi “Aplikasi Model Pembelajaran Role Playing (bermain peran) dengan Menggunakan Stimulasi Kecerdasan Kinestetik untuk Meningkatkan Kemampuan ADL (Activity Daily Living) Anak Tunadaksa SDLB D YPAC, Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010 “adalah signifikan.
6
MOTTO
Rasululloh saw,bersabda,
” Barangsiapa diantara kamu yang mampu memberikan manfaat kepada
saudaranya, maka hendaklah ia bersegera memberikan manfaat kepadanya.”
(Terjemahan Hadist yang diriwayatkan Muslim dari Jabir ra.)
7
PERSEMBAHAN Karya ini kupersembahkan
Kepada:
1. Bapak dan Alm. Ibu tercinta, atas curahan kasih
sayang dan doa tulus dari kalian.
2. Keluarga Besarku Mbak Eni, Mas Agus, Mas Edi,
Mbak Srinur dan dik Ami yang selalu memberi
dukungan dan selalu menemaniku setiap saat.
3. ”Guru spiritualku” dan teman-teman pengajianku
yang selalu mewarnai hari-hariku dan menemani
proses pembelajaran dalam hidupku.
4. Sahabatku tersayang Uni dan mbak Tari yang selalu
membersamaiku dan membantuku.
5. Saudara-saudaraku seperjuangan di kampus
6. Saudara-saudaraku di KAMMI Daerah Solo
7. Almamaterku
8
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil ’alamiin, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini akhirnya dapat
terselesaikan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam menyelesaikan skripsi
ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang
timbul dapat teratasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti menyampaikan
ucapan terimakasih kepada :
1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin
dalam melakukan penelitian;
2. Pembantu Dekan I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas
Maret Surakarta, Bapak Prof.Dr.rer.nat. Sajidan, M.Si yang telah memberikan
izin dalam melakukan penelitian;
3. Pembantu Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas
Maret Surakarta, Bapak Drs. Amir Fuady, M.Hum yang telah memberikan izin
dalam melakukan penelitian;
4. Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta, Bapak Drs. Rusdiana Indianto, M.Pd;
5. Ketua Program Studi Pendidikan Khusus Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Bapak Drs.
Abdul Salim Choiri, M.Kes dan sekaligus Pembimbing I yang telah meluangkan
waktu dalam proses bimbingan dalam penyusunan skripsi penulis;
6. Sekretaris Program Studi Pendidikan Khusus Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Bapak Drs..
Maryadi, M.Ag
7. Drs. Hermawan, M.Si, Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dalam
penyusunan skripsi;
9
8. Endang S.Pd, Kepala Sekolah SLB D YPAC Surakarta yang telah memberikan
izin untuk melakukan penelitian di sekolah ini
9. Seluruh bapak dan ibu guru SLB D YPAC Ibu Anik Wienarsih SPd yang telah
ikut bekerjasama dengan peneliti selama pelaksanaan penelitian;
10. Siswa kelas III SDLB D YPAC Surakarta yang telah membantu pelasanaan
penelitian;
11. Keluarga besarku (mbak Eni, mas Joko, mas Agus, mbak Alfi, mas Edi, mbak
Lina) dan keponakan-keponakanku (Abil, Sandhi, Hany, Fara) yang selalu
membuat tersenyum dan memberiku semangat;
12. Sahabat-sahabat terbaikku (Nanda, Esti, Aisyah, Uswah, Ariana, Isti, Lina, mbak
Yaya, Inayah, Tina, Tyas, mbak Ulfa, mbak Desi, Tata , Mas Joni, Faisal,
Agung,) terimakasih untuk persaudaraannya dan dukungan dalam menyelesaikan
skripsi ini;
13. Teman-teman PKh ’05 yang memberi warna-warni dalam proses belajar di PTN
ini;
14. Teman-teman kos wisma ” Al Ashr” yang memberi semangat dan dukungannya.
15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu
peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya peneliti berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis
khususnya dan pembaca pada umumnya.
Surakarta, Februari 2010
Penulis
10
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
HALAMAN PENGAJUAN .................................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv
ABSTRAK ............................................................................................................ v
HALAMAN MOTTO .......................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiv
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah .............................................................................. 4
C. Pembatasan Masalah ............................................................................ 5
D. Rumusan Masalah ................................................................................. 5
E. Tujuan Penelitian ................................................................................... 6
F. Manfaat Penelitian ................................................................................. 6
BAB II. LANDASAN TEORI ............................................................................... 8
A. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 8
1. Anak tuna daksa ............................................................................. 8
2. ADL (Activity Daily Living .......................................................... 16
3. Model Role Playing (bermain peran) ........................................... 22
4. Kecerdasan Majemuk (kecerdasan kinestetik) ............................ 30
B. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 41
C. Perumusan Hipotesis ......................................................................... 44
BAB III. METODOLOGI .................................................................................... 45
A. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... 45
11
B. Metode Penelitian .......................................................................... 45
C. Populasi dan Sampel ..................................................................... 46
D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 47
E. Variabel Penelitian ......................................................................... 48
F. Teknik Analisis Data ..................................................................... 49
G. Uji Validitas Instrumen .................................................................. 50
H. Reliabilitas Instrumen .................................................................... 51
I. Prosedur Penelitian …………………………………………….. 51
BAB IV. HASIL PENELITIAN …………………………………..………….... 54
A. Deskripsi lokasi penelitian …………………………………………..... 54
B. Deskripsi hasil penelitian ……………………………………………… 54
C. Pengujian hipotesis ……………………………………………………... 58
D. Pembahasan hasil penelitian ................................................................... 60
BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN ................................................ 63
A. Kesimpulan ............................................................................................. 63
B. Implikasi ................................................................................................... 63
C. Saran ......................................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 65
LAMPIRAN ........................................................................................................ 68
12
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Jadwal Penelitian di SLB D/D1 YPAC Surakarta 68
2. Rencana Program Pengajaran (RPP) 69
3. Kisi-kisi Soal Test Kemampuan Activity Daily Living (ADL)
Anak Tunadaksa 80
4. Lembar pre test dan pos test kemampuan
Activity Daily Living (ADL) Anak Tunadaksa 82
5. Uji Validitas dan Reliabilitas Soal Test Kemampuan
Activity Daily Living (ADL) Item Pertanyaan Makan dan Minum 84
6. Uji Validitas dan Reliabilitas Soal Test Kemampuan
Activity Daily Living (ADL) Item Pertanyaan Persiapan Menggosok Gigi 85
7. Uji Validitas dan Reliabilitas Soal Test Kemampuan
Activity Daily Living (ADL) Item Pertanyaan Tata Pergaulan 86
8. Hasil Try Out 87
9. Hasil Pre test 88
10. Hasil Post Test 89
11. Hasil Perhitungan dengan Wilcoxon Signed Rank Test 90
12. Foto-foto Penelitian 91
13. Perijinan Penelitian 95
13
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Tabel 1. Daftar Identitas Siswa Anak Tunadaksa
Kelas III SDLB D YPAC Surakarta. 56
2. Tabel 2. Daftar Skor Kemampuan ADL (Activity Daily Living)
Anak Tunadaksa sebelum dan sesudah treatment (pre test dan post test) 57
3. Tabel 3. Hasil Analisis Deskriptif Data Kemampuan
ADL (Activity Daily Living) Anak Tunadaksa 57
4. Tabel 4. Hasil uji kemampuan Activity Daily Living (ADL)
dengan teknik analisis statistik non parametrik
Wilcoxon Signed Ranks Test 59
14
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan luar biasa atau khusus seringkali disatukan atau terpadu,
karena pada dasarnya sekolah luar bisa atau sekolah khusus bukan merupakan
upaya untuk memisahkan pendidikan “anak-anak tuna” dari anak-anak normal.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional disusun berdasarkan visi terwujudnya pendidikan sebagai
pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga
negara atau masyarakat Indonesia berubah dan berkembang menjadi manusia
yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif mengisi kemerdekaan dan
menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Dalam pasal 15 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, secara jelas
dinyatakan bahwa: “Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan
untuk peserta didik yang berkelainan misalnya tuna netra, tuna rungu, tuna daksa
atau untuk peserta didik yang mempunyai kecerdasan yang luar biasa.
Penyelenggaraan pendidikan khusus dilaksanakan secara berkelompok (inklusif)
atau berupa satu khusus pada tingkat dasar dan menengah.”
Penyelenggaraan pendidikan juga menganut upaya pemberdayaan semua
komponen masyarakat dalam arti bahwa pendidikan diselenggarakan oleh
Pemerintah, lembaga sosial maupun masyarakat dalam suasana kemitraan dan
kerjasama yang saling melengkapi dan memperkuat satu sama lain.
Pada umumnya penyandang cacat memiliki hambatan dalam
mengembangkan dirinya karena banyak penyandang cacat mengalami
permasalahan sosial. Adanya kelainan yang dimiliki penyandang cacat berdampak
pada psikologis mereka yaitu rasa rendah diri, kurang percya diri, kurang dapat
menerima kondisi sehingga cenderung mengisolasi diri, mudah curiga pada orang
lain, bergantung kepada orang lain, pasif, mudah putus asa, sulit menyesuaikan
diri dengan lingkungan.. Hal ini diperburuk dengan anggapan negatif dari
15
masyarakat terhadap para penyandang cacat, mereka memandang bahwa
kecacatan merupakan aib bagi keluarga dan patut untuk disembunyikan.
Tunadaksa merupakan salah satu jenis kecacatan. Kendala fisik yang
dialami oleh para penyandang tunadaksa seringkali menjadi hambatan bagi
mereka untuk dapat menyesuaikan diri terhadap sekitar yang dihadapi. Tetapi
anak tunadaksa sebenarnya tidak selamanya memiliki keterbelakangan mental.
Ada yang mempunyai kemampuan daya pikir lebih tinggi dibandingkan anak
normal. Bahkan tidak jarang kelainan yang dialami seorang anak tunadaksa tidak
mempengaruhi perkembangan jiwa dan pertumbuhan fisik serta kepribadiannya.
Demikian pula ada diantara anak tunadaksa hanya mengalami sedikit hambatan
sehingga mereka dapat mengikuti pendidikan sebagaimana anak normal lainnya.
Secara umum perbedaan antara anak tunadaksa dengan anak normal terutama
terdapat dalam tingkat kemampuannya. Namun hal ini juga sangat tergantung dari
berat ringannya ketunaan yang mereka sandang. Dengan adanya ketunaan dalam
diri seseorang seringkali eksistensinya sebagai manusia terganggu. Sebagai akibat
dari ketunaan dan pengalaman pribadi anak maka dibutuhkan keterampilan sesuai
dengan kemampuan dirinya.
Ditinjau dari aspek psikologis anak tunadaksa cenderung merasa apatis,
malu, rendah diri, sensitif dan terkadang muncul sikap egois terhadap
lingkungannya. Keadaan seperti ini mempengaruhi kemampuan dalam hal
sosialisasi dan interaksi sosial terhadap lingkungan sekitarnya dalam kegiatan
sehari-hari.
Keterampilan ADL (Activity Daily Living) merupakan materi
keterampilan yang mempunyai tujuan untuk membiasakan kemampuan
kemandirian dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sehingga dalam proses
pembelajarannya pun tidak sekedar ceramah seperti mata pelajaran semestinya
akan tetapi diperlukan suatu model pembelajaran yang tepat bagi anak tunadaksa
agar materi tersebut dapat diajarkan dan anak tunadaksa dapat menguasai
kemampuan ADL (Activity Daily Living) tersebut.
Pembelajaran di sekolah yang sangat padat terkadang membutuhkan trik
khusus supaya siswa mampu memahami materi dengan baik. Apalagi diwaktu
16
menjelang siang konsentrasi anak – anak sudah mulai berkurang. Hal ini yang
membuat guru harus berusaha sekuat tenaga untuk membuat pelajaran menjadi
semenarik mungkin. Dalam kegiatan belajar mengajar masih ditemui
pembelajaran yang bersifat klasikal yaitu aktifitas belajar siswa hanya
mendengarkan dengan suasana tegang dan masih ditemui kata – kata yang tidak
sesuai apabila disampaikan kepada siswa.
Pembelajaran yang tidak menyenangkan akan membuat kelas menjadi tidak
hidup, kondisi siswa yang mempunyai rasa takut kepada gurunya atau guru yang
tidak disenangi murid- muridnya (misalnya), siswa menjadi ramai dan berbicara
sendiri karena sudah bosan dengan cara guru mengajar. Selain itu masih banyak
kejadian yang negatif lain dalam kegiatan belajar mengajar hanya karena guru
yang tidak menggunakan metode yang membuat siswa tertarik untuk belajar. Oleh
karena itu guru harus menerapkan sistem pembelajaran yang mudah, tepat, cepat
dipahami siswa dan tentunya menyenangkan.
Dahulu, para murid sering dipisahkan atau diberi identifikasi antara murid
yang pintar dan bodoh. Menurut Thomas Amstrong (2002: 8) bahwa tidak ada
murid yang bodoh. Karena setiap murid hampir dapat dipastikan memiliki satu
atau dua jenis kecerdasan yang sangat menonjol.
Menurut penelitian Howard Gardner yang disebutkan dalam buku Thomas
Armstrong (2002: 9) “ di dalam diri setiap anak tersimpan 8 jenis kecerdasan yang
siap berkembang. Tetapi karena suasana kelas yang cenderung monoton dan
membosankan, membuat proses belajar mengajar tidak produktif ”.
Menurut Gardner dalam buku Thomas Armsrtong (2002: 4) Gardner
memetakan lingkup kemampuan manusia yang luas menjadi delapan kategori
yang komprehensif atau delapan “kecerdasan dasar”, yaitu :
1) Kecerdasan Linguistik
2) Kecerdasan Matematis-logis
3) Kecerdasan Spasial
4) Kecerdasan Musikal
5) Kecerdasan Interpersonal
6) Kecerdasan Intrapersonal
17
7) Kecerdasan Naturalis
8) Kecerdasan Kinestetik
Berdasarkan pernyataan di atas, penulis menyatakan bahwa ada setidaknya
delapan kecerdasan yang dimiliki setiap anak sehingga seorang guru akan
didorong untuk membuat variasi-variasi yang sangat menyenangkan dalam
mengajarkan sebuah mata pelajaran , salah satu kecerdasan itu adalah kecerdasan
kinestetik.
Kecerdasan kinestetik adalah keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk
mengekspresikan ide dan perasaan (misalnya: sebagai aktor, pemain pantomim,
atlet, penari dan ketrampilan menggunakan tangan untuk menciptakan atau
mengubah sesuatu/perajin). Kecerdasan ini meliputi kemampuan fisik yang
spesifik, seperti koordinasi, keseimbangan, keterampilan, kekuatan, kelenturan
dan kecekatan kemampuan menerima rangsang dan hal yang berkaitan dengan
sentuhan.
Berdasarkan uraian di atas, perlu adanya sebuah stimulasi atau perangsang
agar anak tunadaksa dapat produktif meskipun fisik mereka tidak sempurna,
Stimulasi kecerdasan kinestetik melalui metode role playing (bermain peran) akan
memotivasi anak tunadaksa sehingga mereka dapat melakukan kegiatannya
sehari-hari. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk menulis tentang
”Aplikasi Model Pembelajaran Role Paying (bermain peran) dengan
Menggunakan Stimulasi Kecerdasan Kinestetik untuk Meningkatkan
Kemampuan Activity Daily Living (ADL) Anak Tunadaksa SDLB D YPAC,
Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010.
B. Identifikasi Masalah
1. Anak tunadaksa mengalami hambatan dalam proses belajar mengajar
khususnya pada kemampuan Activity Daily Living (ADL) disebabkan karena
kecacatan fisik yang dimiliki anak tunadaksa tersebut.
2. Anak tunadaksa belum terampil dan cakap dalam kemampuan Activity Daily
Living (ADL) ADL (Activity Daily Living) karena kelemahan dalam model
pembelajaran yang diterapkan guru di sekolah.
18
3. Supaya siswa dapat menguasai materi Activity Daily Living (ADL) dengan
cakap dan terampil oleh karena itu dibutuhkan trik khusus dalam pembelajaran
di sekolah.
4. Siswa merasa bosan dan tegang karena proses belajar mengajar yang
diterapkan guru bersifat klasikal.
5. Anak tunadaksa sulit menguasai ketrampilan Activity Daily Living (ADL)
karena kecacatan fisik yang dimilikinya.
6. Anak Tunadaksa mengalami hambatan dalam pengembangan kecerdasan
majemuknya, khususnya kecerdasan kinestetik.
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah dan tidak terlalu luas, maka peneliti
membatasi permasalahan dalam penelitian ini pada masalah yang dikaji. Pada
penelitian ini akan dibatasi pada permasalahan berikut ini :
1. Obyek penelitian
Obyek penelitian dibatasi pada masalah berikut ini :
a. Aplikasi model pembelajaran role playing (bermain peran) dengan
stimulasi kecerdasan kinestetik untuk meningkatkan kemampuan Activity
Daily Living (ADL) anak tunadaksa.
b. Peningkatan kemampuan Activity Daily Living (ADL) siswa sekolah dasar
di SLB D YPAC Surakarta,khususnya di bidang: a) Tata cara makan dan
minum, b) Tata cara persiapan menggosok gigi, c) Tata cara pergaulan
menerima barang dan mengucapakn salam dari orang lain.
2. Subyek Penelitian
Subyek penelitian dibatasi pada siswa sekolah dasar di Kelas III SDLB D
YPAC Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010 yang mempunyai karakteristik anak
tunadaksa jenis Spastic dan Ataxia.
19
D. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari identifikasi masalah dan pembatasan masalah maka
peneliti dapat merumuskan masalah sebagai berikut : Apakah melalui aplikasi
pembelajaran role playing (bermain peran) dengan menggunakan stimulasi
kecerdasan kinestetik dapat meningkatkan kemampuan Activity Daily Living
(ADL) Anak tunadaksa di SDLB D YPAC Surakarta?
E. Tujuan Penelitian
Sesuai permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan :
Untuk meningkatkan kemampuan Activity Daily Living (ADL) Anak Tuna daksa
di SDLB D YPAC Surakarta setelah mengaplikasikan model pembelajaran role
playing (bermain peran) dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Bagi Guru
a. Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan wawasan bagi guru atau
calon guru tentang model pembelajaran role playing (bermain peran) dengan
menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik.
b. Dapat dijadikan sebagai rujukan bagi guru atau calon guru untuk usaha
meningkatakan kemampuan ADL (Activity Daily Living) Anank Tunadaksa
pada kemampuan tata cara makan dan minum, tatacara persiapan menggosok
gigi dan tata cara pergaulan dalam mengucapakan salam dan menerima
barang dari orangh lain.
2. Bagi Siswa
a. Memberikan suasana baru dalam pembelajaran keterampilan ADL
(Activity Daily Living).
b. Mendapatkan pengalaman belajar yang baru.
c. Untuk perkembangan kecerdasan kinestetik siswa sehingga tumbuh rasa
percaya diri dengan apa yang dimilikinya.
20
3. Bagi sekolah dan institusi pendidikan lainnya
Memberikan alternatif pemecahan masalah yang berkaitan dengan kemampuan
ADL (Activity Daily Living) Anak Tunadaksa, khususnya pada:
a. Kemampuan dalam tata cara makan dan minum
b. Kemampuan dalam tata cara persiapan menggosok gigi
c. Kemampuan dalam tata cara pergaulan, mengucapakan salam dan
menerima barang dari orang lain.
21
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Tentang Anak Tunadaksa
a. Pengertian Anak Tunadaksa
Menurut Musjafak Assjarik (1995: 58) istilah tunadaksa dari kata tuna
yang berarti rugi, kurang dan daksa berarti tubuh. Tunadaksa ditujukan kepada
mereka-mereka yang memiliki anggota tubuh tidak sempurna, misalnya buntung
atau cacat.
Menurut Salim Choiri (1995: 33) istilah cacat ortopedi diterjemahkan dari
bahasa Inggris “ortopedically handicapped“, ortopedic memiliki arti
berhubungan dengan otot, tulang dan persendian. Dengan demikian penderita
cacat ortopedi kelainannya terletak pada aspek otot, tulang, dan persendian.
Menurut Muljono Abdurracman & Sudjadi,S (1995: 79) “tunadaksa dapat
diartikan sebagai cacat tubuh yang tidak lepas dari pembahasan tentang kesehatan
karena sering kali gangguan atau kerusakan fisik ada kaitannya dengan gangguan
kesehatan”.
Tunadaksa, dilihat dari etimologi/asal kata terdiri dari dua kata,
yaitu:1.tuna yang berarti rugi, kurang 2. daksa yang berarti tubuh, fisik, jasmani.
Dengan demikian secara sederhana yang dimaksud tunadaksa adalah setiap orang
yang mengalami kerugian secara fisik. Kerugian fisik yang dimaksud dapat
berupa kehilangan anggota fisik secara langsung maupun kerugian dalam hal
fungsional yang disebabkan adanya gangguan pada sistem syaraf pusat (otak dan
sumsum tulang belakang). Kemudian pengertian tunadaksa bila dikaitkan dengan
perspektif pendidikan berarti anak yang mengalami kerugian secara fisik maupun
fungsional yang dapat menghambat/mengganggu kelancaran proses belajar anak
sehingga memerlukan layanan khusus pendidikan.
(Sutarmi.Anak tunadaksa.2009.http//dinamika.uny.ac.id/akademik.22Juli2009)
Menurut situs resmi Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa dalam
(SeptiNurIchsanti.Anaktunadaksa.2009.http//dinamika.uny.ac.id/akademik.22Juli
22
2009) Tunadaksa adalah suatu keadaan rusak atau terganggu disebabkan
gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot dan sendi karena tidak
berfungsi dengan normal.
Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa anak tunadaksa
merupakan cacat fisik yang disebabkan karena gangguan bentuk atau hambatan
pada tulang, sendi, otot yang dapat mempengaruhi organ motorik sehingga anak
tersebut sulit melakukan sosialisasi dengan lingkungan.
b. Klasifikasi dan jenis Anak Tunadaksa
Menurut Musjafak Assjari (1995: 61) penggolongan anak tunadaksa dapat
dilihat dari segi: 1) faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kelainan 2) sistem
kelainan yang terdapat pada anak tunadaksa.
Menurut Salim Choiri (1995: 33) klasifikasi anak tunadaksa dilihat dari
faktor-faktor penyebab kelainan, dibedakan atas :
a) Cacat bawaan (congenital abnormalities) Cacat bawaan ini terjadi pada saat anak dalam kandungan (pra-natal)
atau kecacatan terjadi pada saat anak dilahirkan. b) Infeksi Infeksi ini dapat disebabkan karena kelainan pada anggota gerak atau
bagian tubuh lainnya. Kelainan ini bersifat sekunder karena merupakan akibat dari adanya infeksi. Misalnya : poliomyelitis.
c) Gangguan metabolisme Gangguan metabolisme dapat terjadi pada bayi dan anak-anak
disebabkan faktor gizi (nutrisi), sehingga mempengaruhi perkembangan tubuh dan mengakibatkan kelaianan pada sisitem ortopedis dan fungsi intelektual.
d) Kecelakaan Kecelakaan atau istilah lain disebutnya dengan trauma dapat
mengakibatkan kelainan ortopedi berupa kelainan koordinasi, mobilisasi atau kelainan yang lain tergantung akibat dari kecelakaan tersebut.
e) Penyakit yang progresif Anak tunadaksa dapat terjadi karena penyakit yang progresi yang
diperoleh melalui genetik (keturunan) atau karena penyakit. Misalnya DMP (dystrophia musculus progressiva).
23
f) Tuna daksa yang tidak diketahui penyebabnya. Kelainan tunadaksa jenis terakhir ini sulit untuk dideteksi faktor-faktor apa yang menyebabkan mereka menjadi tuna daksa, karena sangat sulitnya mendeteksi faktor penyebab kelainannya maka mereka dikelompokkan ke dalam jenis yang tidak diketahui sebab-sebabnya.
Menurut Salim Choiri (1995: 35) Klasifikasi anak tunadaksa dilihat dari
sistem kelainannya, yaitu :
a. Kelainan pada sistem serebral (serebral system disorder) b. Kelainan pada sistem otot dan rangka (musculus skeletal system) c. Kelainan karena bawaan (congenital deformities)
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa anak
tunadaksa mempunyai kelainan yang beraneka ragam sesuai dengan faktor
penyebabnya dan sistem kelainan yang terdapat pada anak tunadaksa tersebut.
c. Faktor Penyebab Anak Tunadaksa
Menurut Ahmad Toha Muslim & Sigiarmin (2007: 6) Kelainan kelainan
pada anak tunadaksa disebabkan karena sebab-sebab yang terjadi pada saat
sebelum kelahiran (dalam kandungan), saat kelahiran dan setelah kelahiran.
Menurut Ari dalam (Ari.LiteraturTunadaksa.2005.http
//www.epsikologi.com/januari.26april2009) dilihat dari saat terjadinya kerusakan
otak dapat terjadi pada masa sebelum lahir, saat lahir, dan sesudah lahir, seperti
sebagai berikut:
1) Sebab-sebab sebelum Lahir (Fase Prenatal)
Pada fase ini, kerusakan terjadi pada saat bayi masih dalam kandungan,
kerusakan disebabkan oleh:
a) Infeksi atau penyakit yang menyerang ketika ibu mengandung sehingga
menyerang otak bayi yang sedang dikandungnya, misalnya infeksi, sypilis,
rubela, dan typhus abdominolis.
b) Kelainan kandungan yang menyebabkan peredaran terganggu, tali pusat
tertekan, sehingga merusak pembentukan syaraf-syaraf di dalam otak.
c) Bayi dalam kandungan terkena radiasi. Radiasi langsung mempengaruhi
sistem syarat pusat sehingga struktur maupun fungsinya terganggu.
24
d) Ibu yang sedang mengandung mengalami trauma (kecelakaan) yang dapat
mengakibatkan terganggunya pembentukan sistem syaraf pusat. Misalnya
ibu jatuh dan perutnya membentur yang cukup keras dan secara kebetulan
mengganggu kepala bayi maka dapat merusak sistem syaraf pusat.
2) Sebab-sebab pada saat kelahiran (fase natal, peri natal)
Hal-hal yang dapat menimbulkan kerusakan otak bayi pada saat bayi dilahirkan
antara lain:
a) Proses kelahiran yang terlalu lama karena tulang pinggang ibu kecil
sehingga bayi mengalami kekurangan oksigen, kekurangan oksigen
menyebabkan terganggunya sistem metabolisme dalam otak bayi,
akibatnya jaringan syaraf pusat mengalami kerusakan
b) Pemakaian alat bantu berupa tang ketika proses kelahiran yang mengalami
kesulitan sehingga dapat merusak jaringan syaraf otak pada bayi.
c) Pemakaian anestasi yang melebihi ketentuan. Ibu yang melahirkan karena
operasi dan menggunakan anestesim yang melebihi dosis dapat
mempengaruhi sistem persyarafan otak bayi, sehingga otak mengalami
kelainan struktur ataupun fungsinya.
3) Sebab-sebab setelah proses kelahiran (fase post natal)
Fase setelah kelahiran adalah masa mulai bayi dilahirkan sampai masa
perkembangan otak dianggap selesai, yaitu pada usia 5 tahun. Hal-hal yang
dapat menyebabkan kecacatan setelah bayi lahir adalah
a) Kecelakaan/trauma
b) kepala, amputasi.
c) Infeksi penyakit yang menyerang otak
d) Anoxia/hipoxia.
Kirk, 1962 dalam Muljono Abdurracman dan.Sudjadi S (1995: 95) sebab-
sebab cerebral palsy sama dengan sebab-sebab dari beberapa bentuk retardasi
mental, yaitu sebabgai berikut:
1) Kondisi sebelum lahir Dalam kategori ini dijumpai (a) kondisi-kondisi genetic atau
warisan/keturunan, (b) kondisi selama dalam kandungan yang menimbulkan suatu kerusakan pada sistem susunan saraf pusat anak.
25
Keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan selama periode sebelum lahir tercakup (a) anoxia sebelum lahir, misalnya pemisahan plasenta (ari-ari) yang terlalu prematur, ibu kekurangan darah, kondisi jantung yang lemah, ada usaha untuk menggugurkan: b) gangguan metabolik pada ibu dan (c) faktor Rh.
2) Kondisi perinatal Salah satu sebab adalah luka pada saat lahir. Ada kesukaran dengan
tali plasenta yang dapat mengurangi suplai oksigen pada bayi sehingga dapat menyababkan anoxia. Faktor mekanis lainnya seperti kelahiran sungsang, cara memegang belakang kepala yang salah dan pendarahan di optak pada saat lahir.
3) Kondisi setelah lahir Penyakit yang di derita pada masa kenak-kanak seperti meningitis,
encephalitis (radang otak), influenza, demam yang tinggi karena tipus, kepala yang luka karena kecelakaan, keracunan atau tercekik.
Dari Beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa penyebab
tunadaksa ada beberapa macam yang dapat menimbulkan kerusakan pada anak
hingga menjadi tunadaksa. Kerusakan tersebut disebabkan pada waktu sebelum
kelahiran, saat kelahiran dan setelah kelahiran. Kerusakan tersebut ada yang
terletak dijaringan otak, dan jaringan sumsum tulang belakang.
d. Karakteristik dan Masalah Anak Tunadaksa
Menurut Ari dalam (Ari. Literatur Tunadaksa. http ://www.epsikologi
.com/januari.26april2009) karakteristik anak Tunadaksa derajat keturunan akan
mempengaruhi kemampuan penyesuaian diri dengan lingkungan, kecenderungan
untuk bersifat pasif. Demikianlah pada halnya dengan tingkah laku anak
tunadaksa sangat dipengaruhi oleh jenis dan derajat keturunannya. Jenis kecacatan
itu akan dapat menimbulkan perubahan tingkah laku sebagai kompensasi akan
kekurangan atau kecacatan. Ditinjau dari aspek psikologis, anak tunadaksa
cenderung merasa malu, rendah diri dan sensitif, memisahkan diri dari
lingkungan.
Disamping karakteristik tersebut terdapat beberapa problema penyerta bagi
anak tunadaksa antara lain:
a) Kelainan perkembangan/intelektual
26
b) Gangguan pendengaran
c) Gangguan penglihatan.
d) Gangguan taktik dan kinestetik
e) Gangguan persepsi
f) Gangguan emosi
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik
pada anak tunadaksa beraneka ragam sesuai dengan tingkat kecacatannya. Dengan
karakteristik yang ada pada anak Tunadaksa tersebut akan menimbulkan beberapa
masalah dan gangguan fisik maupun gangguan fungsi.
d. Dampak Anak Tunadaksa
Menurut Ahmad Toha Muslim & Sigiarmin (2007: 7-9) seorang anak
tunadaksa akan mengalami masalah-masalah yang dihadapi karena dampak dari
kecacatannya, yaitu sebagai berikut:
a) Masalah fisik Masalah fisik dapat berupa kelumpuhan anggota gerak atas, anggota gerak bawah atau pada otot-otot penegak tulang punggung. Kelumpuhan ini dapat sebagian atau dapat keseluruhan. Kaku sendi (kontraktur) yaitu sendi tidak dapat digerakkan, ditekuk atau diluruskan sebagian atau seluruhnya. Keadaan ini disebabkan jaringan ikat sekitar sendi menjadi padat atau hilang sifat kerenggangannya dan disertai otot memendek. Perubahan bentuk, juga merupakan masalah fisik yang dihadapi anak tunadaksa, seperti pada panggul dapat menunjukkan keadaan yang tidak serasi letak salah satu sisi dengan sisi yang lainnya tidak seimbang. Selain itu, perubahan bentuk juga terjadi juga pada tulang punggung, seperti perubahan bentuk ke samping (skoliosis), ke belakang (kifosis) dan ke depan (lordosis).
b) Masalah gangguan fungsi dapat berupa: 1) Gangguan fungsi mobilisasi, mulai dari gangguan berguling,
merangkak, duduk, berdiri, dan berjalan. Ini merupakan gangguan fungsi utama kaki.
2) Gangguan mobilisasi meraih, memegang atau menggenggam fungsi
tangan. 3) Gangguan fungsi mental yaitu menghadapi masalah penyesuaian
pendidikan, maupun penyesuaian sosial. Untuk itu perlu ada upaya
27
khusus dalam kegiatan-kegiatan yang memerlukan kemampuan mental agar tercapai pengembangan potensi yang sesuai.
4) Gangguan kemampuan kegiatran fisik sehari-hari, dapat berupa
gangguan komunikasi, menolong diri sendiri, maupun mengikuti kegiatan hidupnya sehari-hari.
Dari uraian pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa penyebab tuna
daksa dapat menimbulkan kerusakan sistem gerak pada anak hingga menjadi tuna
daksa. Sehingga, menimbulkan beberapa masalah dan gangguan fisik maupun
gangguam fungsi.
e. Kebutuhan kehidupan anak tunadaksa
Kebutuhan-kebutuhan anak tunadaksa menurut Ahmad Toha Muslim &
Sigiarmin (2007: 7-9) adalah sebagai berikut:
1) Kebutuhan komunikasi Kebutuhan komunikasi secara lisan, tulisan maupun menggunakan isyarat merupakan prioritas utama dalam memenuhi kebutuhan anak tuna dkasa. Untuk hal ini perlu pelatiahan dari ahli terapi wicara (speech terapi), supaya anak tunadaksa yang mengalai gangguan ini dapat berkomunikasi selama mengikuti kegiatan sehari-hari, mengikuti pendidikan dan pekerjaan.
2) Kebutuhan mobilisasi Kebutuhan mobilisasi meliputi serangkaian gerakan dari berguling, telungkap, merangkak, duduk, berdiri dan jalan menempuh jarak tertentu(ambulasi), juga memiliki kemampuan pindah dari tempat satu ke tempat yang lainnya, seperti dari tempat tidur ke kursi (transfer).
3) Kebutuhan memelihara diri sendiri (activity daily living/ADL)
Kebutuhan memelihara diri sendiri erat hubungannya dengan kemampuan fungsi tangan. Hilangnya salah satu atau lebih kemampuan fungsi gerak tubuh bagian atas yang diakibatkan kelemahan otot atau kaki sendi, menyebabkan terganggunya kemampauan memelihara diri sendiri, seperti makan, minum, mandi, berpakaian.
4) Kebutuhan sosial Secara garis besar kebutuhan sosial ini bukan hanya menyangkut kebutuhan materi, tetapi yang terutama adalah sikap dan perhatian keluarga dan lingkunan terhadap anak tunadaksa yang dapat mendorong yang bersangkutan berusaha untuk meningkatkan kemampuannya. Tidak
28
adanya perhatian baik moril maupun materi akan mengahambat tercapainya hasil usaha rehabilitasi yang dilaksanakan.
5) Kebutuhan psikologis Setiap kecacatan menyebabkan satu trauma psikis baik yang mengalaminya maupun bagi keluarganya. Reaksi yang timbul dapat berupa tidak mau menerima kenyataan atau menghindari kenyataan seolah-olah tidah ada masalah. Akibat sikap tersebut maka hilanglah dorongan berusaha untuk mengatasi masalahnya. Pemenuhan kebutuhan psikologis melalui konsultasi dengan psikolog merupakan usha untuk mengubah sikap di atas dan diharapkan anak tunadaksa menerima kenyataan dan mau berusaha sabagaiman mestinya.
6) Kebutuhan Pendidikan Bagi anak tunadaksa yang memiliki kemapuan mengikuti pendidikan, penyaluran ke pendidikan umum atau khusus merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan akan pendidikan. Sasaran yang dituju dari pendidikan ini adalah secara maksimal mencapai tingkat perguruan tinggi dan yang terendah mencapai tingkat kemampuan keterampilan atau minimal mampu memelihara diri sendiri.
7) Kebutuhan kekaryaan Kebutuhan kekearyaan meliputi baiak yang belum maupaun yang sudah pernah bekerja. Bagi yang sudah bekerja mengembalikan secara maksimal kepada funsi tugas semula atau mengadakan modifikasi kekaryaan yang ada. Sebaliknya bagi yang belum memiliki kekaryaan diberikan untuk berwiraswasta atau bekerja di innstansi pemerintahan atau swasta.
Menurut Salim Choiri (1995: 136) kebutuhan perlakuan anak tunadaksa
(CP) secara umum dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:
1) Kebutuhan untuk memperoleh pelayanan medik, guna mengurangi
permasalahan yang dialami anak di bidang medis.
2) Kebutuhan untuk memperoleh pelayanan rehabilitasi dan habilitasi guma
mengurangi gangguan fungsi sebagai dampak dari adanya kelainan.
3) Kebutuhan untuk memperoleh pendidikan khusus.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tunadaksa
mempunyai beberapa kebutuhan untuk kelangsungan kehidupannya. Kebutuhan
29
anak tunadaksa tersebut mengacu kepada masalah yang dialami anak karena
gangguan fungsi geraknya maupun kecacatan fisik yang dideritanya.
2. Tinjauan Pustaka Tentang Activity Daily Living (ADL)
Anak Tunadaksa
a. Pengertian Activity Daily Living (ADL)
Menurut Alexeia Zachary dalam (AlexeiaZachary.2008.ourservicesh
.http://www.globatalikum.com/support.php/april.5 mei 2009) ADL (Activity of
Daily Living) yaitu kemampuan seseorang untuk mengurus dirinya sendiri dimulai
dari bangun tidur, mandi, berpakaian dan seterusnya sampai pergi tidur kembali,
atau segala kegiatan orang untuk mengurus kebutuhannya sendiri.
Menurut Ahmad Toha Muslim & Sigiarmin (2007: 7-9) ADL (Activity
Daily Living) adalah kebutuhan memelihara diri sendiri yang erat hubungannya
dengan kemampuan fungsi tangan. Hilangnya salah satu atau lebih kemampuan
fungsi gerak tubuh bagian atas yang diakibatkan kelemahan otot atau kaki sendi,
menyebabkan terganggunya kemampuan memelihara diri sendiri, seperti makan,
minum, mandi, berpakaian.
Menurut Tamsik Udin dan Tejaningsih ( 1988:143) ADL (Activity Daily
Living) adalah singkatan dari The Activity Of Daily Living yang artinya aktivitas
atau kegiatan atau keterampilan dalam kehidupan sehari-hari. ADL merupakan
suatau upaya sadar melalui tahap-tahap persiapan, pembinaan, penyempurnaan,
penyaluran kepada suatu yang bermamfaat kelak dalam kehidupan yang praktis.
Menurut Salim Choiri (1995: 167) latihan aktivitas hidup sehari-hari atau
ADL (Activity Daily Living) sebenarnya bukan hanya kesibukan tangan/kaki
melainkan juga upaya kemampuan kemandirian dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, ADL (Activity Daily Living) adalah
kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas dalam kegiatan sehari-hari
dalam rangka memenuhi kebutuhannya.Dalam penelitian ini ADL (Activity Daily
Living) yang difokuskan, meliputi: a) tata cara makan dan minum, b) tata cara
30
persiapan menggosok gigi, c) tata cara pergaulan dalam menerima barang dan
mengucapakan salam dari orang lain.
b. Tujuan ADL (Activity Daily Living)
Menurut Alexeia Zachary dalam (AlexeiaZachary.2008.ourservicesh
.http://www.globatalikum.com/support.php/ april.5 mei 2009) tujuan dalam
mempelajari ADL (Activity Daily Living) adalah mengenalkan, melatih dan
mengembangkan keterampilan bermain dan kreatifitas anak untuk meningkatkan
komunikasi, sosialisasi dan perilaku positif.
Menurut Salim Choiri (1995: 168) tujuan diadakan pembelajaran ADL
(Activity Daily Living) adalah untuk membiasakan kemampuan kemandirian
dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwasannya tujuan ADL
(Activity Daily Living) adalah upaya untuk meningkatkan kemandirian anak
tunadaksa dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
c. Ruang Lingkup Kemampuan ADL (Activity Daily Living) Anak Tunadaksa
Menurut Bandhi Delphie (2007: 226-228) ADL (Activity Daily Living)
terdiri dari beberapa jenis, yaitu sebagai berikut:
1) Gerak Pindah
a) Mandi
b) Ke kamar kecil (wc)
c) Duduk di kursi
d) Dari tempat tidur ke tempat duduk (kursi)
e) Bergerak menuju objek
f) Mengatur letak kursi
g) Naik/turun kendaraan
2) Fungsi keseimbangan
a) Duduk
b) Berdiri
c) Jalan
31
3) Penilaian terhadap
a) Reaksi sentuhan
b) Perasaan sakit
c) Suasana hati
d) Penyesuaian suhu udara
e) Daya penciuman
f) Daya pendengaran
g) Daya penglihatan
h) Daya tangkap terhadap perintah/suruhan
i) Pemahaman terhadap ruang
j) Merubah bentuk bangun (segi:tiga/emapt/lingkran)
k) Fungsi gerak persendian
l) Menyisir rambut
m) Makan tanpa dibantu orang lain
n) Mengencangakan kerah baju
o) Menarik resleting pada bagian belakang celana/rok
p) Mengancingkan celana/rok
q) Mengancingkan lengan baju
r) Menalikan sepatu
s) Membungkukkan badan
t) Penyesuaian diri terhadap lingkungan
4) Kemampuan Makan
a) Menyendok nasi
b) Memotong/mengerat daging
c) Makan memakai sendok
d) Minum melalui pipa sedotan
e) Minum melslui sedotan
f) Minum dengan gelas
g) Minum denagn cangkir
h) Menuangkan air ke gelas/cangkir dari tempatnya
32
5) Berpakaian
a) Menanggalkan celana panjan/ pendek
b) Memakai ikat pinggang
c) Memamaki kutan/bh (bagi wanita)
d) Memakai celanan dalam
e) Menegenakan rok bawah (bagi wanita)
f) Memakai jas/kemeja
g) Memakai bando (wanita) dan dasi (laki-laki)
h) Mengenakan stocking(wanita), kaps kai kaki (laki-laki)
i) Mengenakan pakaian malam
j) Mengenakan konde atau harnet (bagi wanita)
k) Mengenakan kimono atau mantel tidur
l) Memakai jaket
m) Mengenakan mantel atau jas hujan
6) Kesehatan diri
a) Menbuang ingus
b) Mencuci muka/tangan
c) Membersihkan diri setelah buang air besar
d) Menggosok gigi
e) Membersihkan rambut
f) Berpatut diri atau make up
g) Menggunting kuku
h) Membersihkan kuku jari
i) Memakai deodorant atau wewangian tubuh
j) Menggunkan pembalut wanita (bagi wanita)
7) Komunikasi
a) Berbahasa lain
b) Membaca suimbol khusus nya untuk WC:L/W
c) Cara memegang buku bacaan
d) Cara memebuka halaman buku
e) Menulis surat atau lamaran kerja
33
f) Menggunakan telepon
g) Mengetik
8) Pekerjaan yang berkaitan dengan tangan
a) Cara memegang uang
b) Cara memegang surat
c) Cara menggunakan gunting
d) Membuka botol/stoples/atau benda lain jenis
e) Membungkus kado/bingkisan hadiah
f) Menjahit kancing/lubang kancing
g) Menyemir sepatu
h) Meruncingkan pensil
i) Menutup dan membuka surat
9) Kegiatan kerja Secara Ganda
a) Membuka /menutup lemari es
b) Membuka /menutup pintu
c) Memindahkan/menyimpan barang
d) Menjinjing barang
e) Mengambil barang dari lantai
f) Melepaskan/memasang bola lampu (bohlam)
g) Membuat pasak/ikatan dari tali
Menurut buku Panduan program khusus Bina diri (2007:2) ruang lingkup
Bina Diri mencakup komponen kemampuan sebagai berikut:
a) Merawat diri : makan dan minum
b) Mengurus diri : berpakainan dan berhias
c) Menolong diri : menjaga keselamatan dan mengatasi bahaya
d) Berkomunikasi : berkomunikasi lisan, tulisan, isyarat dan gambar.
e) Adapatasi seperti : adaptasi dengan lingkungan keluarga, sekolah,
masyarakat dan bermain/ bekerjasama
Menurut beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa anak tunadaksa
sangat perlu memperoleh latihan ADL(Activity Daily Living) dengan macam-
macam kemampuan diatas, tetapi sudah tentu dalam latihan disesuaikan dengan
34
kebutuhan yang ada pada masing-masing anak. Dalam penelitian ini, penulis
hanya mengukur ADL (Activity Daily Living) anak tunadaksa dalam hal merawat
diri (makan dan minum, menggosok gigi) dan tata pergaulan (mengucapakan
terima kasih, salam dan menerima barang dari orang lain.
d. Contoh Pelaksanaan Pembelajaran ADL (Activity Daily Living) Anak Tuna
Daksa
Menurut Alexeia Zachary dalam (Alexeia Zachary.2008.ourservicesh.
http://www.globatalikum.com/support.php/april.5 mei 2009) contoh pelaksanakan
ADL (Activity Daily Living) dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
1) Dilaksanakan secara berkelompok 2-5 anak dengan 1 terapis inti dan 2-3
terapis pembantu (co terapis).
2) Aktifitas tersusun dimulai dari aktifitas pembuka (greeting), pemanasan
ADL (Activity Daily Living), aktifitas inti, aktifitas bebas dan penutup
3) Aktifitas pembuka meliputi: berdoa, salam pembuka (ke terapis dan teman)
dan aktifitas interaktif secara bersama-sama.
4) Pemanasan dilakukan di dalam atau pun di luar meja dengan bernyanyi,
bercerita dan aktifitas yang melibatkan kemampuan motorik/olah raga.
5) ADL (Activity Daily Living) dilatih melalui aktifitas seperti : makan
bersama, melepas dan memakai sepatu, menggosok gigi, mencuci tangan,
merapikan alat makan dan lain-lain.
6) Aktifitas bebas, merupakan aktifitas relaksasi dan perangsangan kreatifitas
berdasarkan peminatan/interest anak secara bebas terarah baik secara
individu maupaun bersama teman.
7) Aktifitas penutup, berupa aktifitas untuk merapikan alat/media baik alat
bermain di kelas dan alat-alat pribadi serta doa penutup bersama.
Menurut Salim Choiri (1995: 176) contoh pelaksanaan ADL (Activity
Daily Living) khususnya latihan merapikan diri dalam pembelajaran adalah
sebagai berikut:
35
1) Menyisir rambut, sebelumnya anak tunadaksa diperkenalkan bahan dan
alatnya, seperti sisir, sikat, minyak rambut, kaca cermin, handuk, hiasan
rambut dan sebagainya.
2) Merias diri bagi anak remaja putri bukan saja utnuk mempercantik diri
melainkan dapat dipakai utnuk menghilangkan/mengurangi perasaan
rendah diri serta menimbulkan kebanggaan sehingga dapat menumbuhkan
harga diri anak. Bahan yang perlu diperkenalakn dan dipergunkan utnuk
merias diri seperti: air hangat, sabun wangi, handuk kecil,
pembersih/kapas, bedak, lipstik, pensil alis dan sebagainya.
3) Memperkenalkan macam-macam sandal dan fungsinya, cara memakai,
posisi dalam duduk dan memakai sandal, posisi berdiri setelah sandal
terpasang dan lain-lain.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan ADL
(Activity Daily Living) dalam pembelajaran hal yang pertama dilakukan adalah
mengenalkan alat-alat yang berkaitan dengan latihan tersebut.
3. Tinjauan Pustaka Tentang Model Pembelajaran Role Playing
(bermain Peran)
a. Pengertian Model Pembelajaran Role Playing (bermain peran)
Menurut Ratri dalam (Ratri.2008.Mengajar Dengan Bermain Peran.
http:www.sabda.org/forum/kategori_bahan_pepak/metode_dan_cara_mengajar.Fe
bruari./26 april 2009) model pembelajaran role playing (bermain peran) adalah
melatih diri mengeksplorasi hubungan-hubungan antar manusia dengan cara
memperagakannya dan mendiskusikannya sehingga bersama-sama siswa yang
lain dapat mengungkapkan perasaan-perasaannya, sikap perilakunya, nilai-nilai
yang dianut dan berbagi strategi pemecahan masalah yang sedang di hadapi.
Menurut Andang (2006: 50) bermain khayal atau bermain peran termasuk
salah satu jenis bermain aktif. Permainan ini juga disebut permainan drama, sebab
merupakan kegiatan yang dilakukan dengan pura-pura. Tetapi antara “role
play“dan drama sangat berbeda. Meskipun keduanya tampak sama, tetapi mereka
36
sangat berbeda dalam gaya. Mungkin perbedaan yang paling menonjol adalah
pada pelaksanaannya, drama yang asli biasanya menggunakan naskah, sedangkan
role play menggunakan unsur spontan atau setidaknya reaksi yang tidak
dipersiapkan terlebih dahulu.
Menurut Oemar Hamalik (2003: 214) bermain peran merupakan
penerapan pengajaran berdasarkan pengalaman karena siswa dapat bertindak dan
mengekspresikan perasaan dan pendapat tanpa kekhawatiran mendapat sanksi.
Kenneth O. Gangel, 1986 dalam artikel yang ditulis Ratri
(http:www.sabda.org/forum/kategori_bahan_pepak/metode_dan_cara_mengajar)
sumber peran (role) bisa diartikan sebagai cara seseorang berperilaku dalam posisi
dan situasi tertentu. Role play sebagai suatu metode mengajar merupakan tindakan
yang dilakukan secara sadar dan diskusi tentang peran dalam kelompok. Di dalam
kelas, suatu masalah diperagakan secara singkat sehingga murid-murid bisa
mengenali tokohnya.
Zuhaerini, 1983 dalam artikel Mahardhika Zifana
(http://pembelajaran.org/2008/12/bermain-peran-role-playing.html), model ini
digunakan apabila pelajaran dimaksudkan untuk:
a) Menerangkan suatu peristiwa yang didalamnya menyangkut orang banyak, dan
berdasarkan pertimbangan didaktik lebih baik didramatisasikan daripada
diceritakan, karena akan lebih jelas dan dapat dihayati oleh anak;
b) Melatih anak-anak agar mereka mampu menyelesaikan masalah- masalah
sosial-psikologis; dan
c) Melatih anak-anak agar mereka dapat bergaul dan memberi kemungkinan bagi
pemahaman terhadap orang lain beserta masalahnya.
Sementara itu, Davies, 1987 dalam artikel Mahardhika Zifana
(http://pembelajaran.org/2008/12/bermain-peran-role-playing.html) penggunaan
role playing (bermaian peran) dapat membantu siswa dalam mencapai tujuan-
tujuan afektif.
Menurut Mahardika Zifana dalam artikelnya (http://pembelajaran
.org/2008/12/bermain-peran-role-playing.html) menyebutkan bahwa bermain
peran diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan
37
hubungan antarmanusia (interpersonal relationship), terutama yang menyangkut
kehidupan peserta didik. Pengalaman belajar yang diperoleh dari metode ini
meliputi kemampuan kerjasama, komunikatif, dan menginterpretasikan suatu
kejadian
Model pembelajaran role playing (bermain peran) merupakan model
pembelajaran yang menjadi wahana siswa untuk meningkatkan kecerdasan
majemuknya. Siswa seolah berada dalam situasi untuk memperoleh suatu
pemahaman tentang suatu konsep. (Gita Nurul Puspita, M.Pd.Role Playing Untuk
Kecerdasan Majemuk Siswa.2009/03.http://www.tribunjabar.co.id.22Juli2009)
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran role playing atau bermain peran adalah suatu usaha memperjelas
suatu masalah atau memecahkannya dengan meragakan yang tak dipersiapkan
terlebih dahulu karena siswa dapat bertindak dan mengekspresikan perasaan dan
pendapat tanpa kekhawatiran mendapat sanksi.
b. Langkah-langkah Penerapan Model Pembelajaran Role Playing (bermain
peran) adalah sebagai berikut :
Menurut Kauka Biduriah dalam (Kauka Biduriah.2009. Model
PembelajaranEfektifhttp://id.wordpress.com/tag/pemblajrn_efektif/april. 5 Mei
2009) langkah-langkah penerapan Model Role Playing (bermain peran) dalam
pembelajaran adalah sebagai berikut :
a) Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan
b) Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dalam waktu
beberapa hari sebelum KBM
c) Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya kurang lebih 5 orang
d) Menberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai
e) Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario
yang sudah dipersiapkan
f) Masing-masing siswa berada di kelompoknya sambil mengamati skenario
yang sedang diperagakan
38
g) Setelah selesai ditampilkan, masing-masing siswa diberikan lembar kerja
untuk membahas penampilan masing-masing kelompok. Masing-masing
kelompok menyampaikan kesimpulannya
h) Guru memberikan kesimpulan secara umum
i) Evaluasi
j) Penutup
Menurut Oemar Hamalik (2003: 215) dalam rangka menyiapkan suatu
situasi role playing (bermain peran) di dalam kelas, guru mengikuti langkah-
langkah sebagai berikut :
1) Persiapan dan Instruksi a) Guru memiliki situasi/dilema bermian peran b) Sebelum pelaksanaan bermian peran, siswa harus mengikuti
latihan pemanasan. c) Guru memberikan instruksi khusu kepada peserta bermain peran
stelah memberuikan penjelasan pendahuluan kepada keseluruhan kelas.
d) Guru memberitahukan peran-peran yang akan diamaini serta memberikan instruksi-instruksi yang bertalian dengan masing-masing peran kepada para audience.
2) Tindaklan Dramatik dan Diskusi
a) Para aktor terus melakukan perannya sepanjang situasi bermain peran
b) Bermain peran harus berhentipada titik-titik penting atau apabila terdapat tingkah laku tertentu yang menuntut diberhentikannya permainan tersebut.
c) Keseeluruhan kelas selanjutnya berpartisipasi dalam diskusi yang terpusat pada situasi bermain peran.
3) Evaluasi Bermain Peran
a) Siswa memberikan keterangan baik secara tertulis maupun dalam kegiatan diskusi tentang keberhasilan dan hasil-hasil yang dicapai dlam bermain peran.
b) Guru menilai efektifitas an keberhasilan bermain peran. c) Guru membuat bermain peran yang telah dilaksanakan dan telah
dinilai
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwasannya langkah-
langkah dalam proses belajar mengajar menggunakan metode role playing
39
diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan
hubungan antarmanusia , terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik.
c. Nilai-nilai pada Model Pembelajaran Role Playing (bermain peran)
Menurut Ratri dalam (Ratri.2008.MengajarDgnBermain Peran.http://www
.org/forum/kategori_bahan_pepak/metode_dan_cara_mengajar.Feb/26April2009)
menyatakan bahwa Role playing bisa dipakai untuk murid segala usia. Bila role
playing digunakan pada anak-anak maka kerumitan situasi dalam peran harus
diminimalisir. Tetapi bila kita tetap mempertahankan kesederhanaannya karena
rentang perhatian mereka terbatas maka permainan peran juga bisa digunakan
dalam mengajar anak-anak prasekolah
Menurut Muhammad Nur Suwaid dalam artikel (Siti Mahmudah.
Pembelajaran Melalui Role Playing.Http://klubguru.com/okt/.22Juli09) bahwa
permainan bagi siswa mempunyai beberapa manfaat dan mampu menanamkan
beberapa nilai,antara lain:
1) Nilai fisik.
Permainan yang aktif sangat penting bagi penumbuhan otot anak. Melalui
bermain, ia akan berlatih keterampilan dalam menemukan dan
menghimpun sesuatu.
2) Nilai edukatif.
Permainan membuka peluang seluas-luasnya bagi siswa untuk belajar
tentang banyak hal melalui alat-alat permainan yang bervariasi, seperti
mengenal, bentuk, warna, atau ukuran.
3) Nilai sosial.
Dengan bermain siswa akan belajar membangun hubungan sosial dengan
orang lain dan belajar cara bergaul dengan mereka. Melalui permainan
kolektif ia juga dapat belajar bagaimana memberi dan menerima.
40
4) Nilai akhlak.
Melalui permainan, siswa akan mempunyai pemahaman awal tentang
benar dan salah. Ia juga akan mengenal beberapa nilai akhlak dalam
bentuk awal, seperti keadilan, kejujuran, amanah, disiplin, dan sportivitas.
5) Nilai kreativitas.
Dengan permainan, siswa dapat mengungkapkan kemampuan
kreativitasnya dan mempraktikkan gagasan-gagasan yang dimilikinya.
Nilai kepribadian. Melalui permainan siswa akan mampu menemukan
banyak hal tentang dirinya. Ia dapat mengukur kemampuan dan
keterampilannya melalui interaksinya dengan teman-temannya. Ia juga
belajar menghadapi masalah-masalah yang dihadapinya.
6) Nilai solutif.
Dengan permainan, siswa akan keluar dari ketegangan yang muncul akibat
banyaknya ikatan yang dipaksakan kepadanya. Makanya, kita sering
menyaksikan anak-anak yang berlatar belakang keluarga yang terlalu
banyak ikatan, perintah, dan larangan, bermain lebih agresif dibandingkan
anak lainnya. Bermain juga merupakan salah satu sarana yang baik untuk
mencairkan permusuhan.
Dari uraian pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa melalui role playing
(bermain peran) ini siswa dapat mengungkapkan perasaan, tingkah laku, nilai-
nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah.
d. Prinsip-prinsip supaya Role Playing dapat efektif
Menurut Ratri dalam (Ratri.2008.MengajarDgnBermain Peran.http://www
.org/forum/kategori_bahan_pepak/metode_dan_cara_mengajar.Feb/26April2009)
beliau mengatakan bahwa konsep diri sangat tepat bila diubah melalui keterlibatan
langsung dalam situasi masalah yang realistis dan berhubungan dengan hidup
daripada melalui apa yang di dengar dari orang lain tentang situasi-situasi itu.
Menciptakan suasana mengajar yang bisa membawa perubahan konsep diri
membutuhkan pola pengaturan yang berbeda. Salah satu struktur permainan peran
yang mungkin bisa membantu adalah sebagai berikut:
41
1) Persiapan
a) Tentukan masalah
b) Buat persipan peran
c) Bangun suasana
d) Pilihlah tokohnya
e) Jelaskan dan berikan pemanasan
f) Pertimbangan latihan
2) Memainkan
a) Memainkan
b) Menghentikan
c) Melibatkan penonton
d) Menganalisa diskusi
e) Mengevaluasi
Dari pendapat di atas dapat disimpulakn bahwasannya permainan peran ini
memberikan pendekatan untuk melibatkan murid-murid dalam proses belajar
mereka sendiri terhadap penjelasan konsep diri, evaluasi perilaku, dan meluruskan
perilaku tersebut dengan kenyataan.
e. Tujuan dan Manfaat Menggunakan Model Pembelajaran Role Play
(bermain peran)
Menurut Nani dalam (Nani. 2007.Kelebihan dan Kelemahan Model
RolePlay(bermainperan).learningwithme.blogspot.com.www.Siaksoft.netgurupkn.
wordpress.com.5Mei 2009) disebutkan bahwasannya model role play (bermain
peran) digunakan dengan tujuan sebagai berikut:
1) Agar menghayati suatu kejadian atau hal yang sebenarnya terdapat
dalam realita kehidupan.
2) Agar memahami sebab akibat suatu kejadian.
3) Sebagai penyaluran atau pelepasan ketegangan dan perasaan tertentu.
4) Sebagai alat mendiagnosa keadaan kemampuan dan kebutuhan siswa.
5) Pembentukan konsep diri (self consept)
42
6) Menggali peran-peran seseorang dalam suatu kehidupan kejadian atau
keadaan.
7) Menggali dan meneliti nilai-nilai atau norma-norma dan peranan
budaya dalam kehidupan.
8) Membantu siswa dalam mengaklasifikasikan atau memperinci,
memperjelas pola pikir, berbuat dan memiliki keterampilan dalam
membuat serta mengambil keputusan caranya sendiri.
9) Alat penghubung untuk membina srtuktur sosial dan sistem nilai
lingkungannya.
10) Membina kemampuan siswa dalam memecahkan masalah, berpikir
kritis analitis, berkomunikasi, hidup dalam kelompok dan lain-lain.
11) Melatih siswa dalam mengendalikan dan memperbaharui perasaan, cara
berpikirnya dan perbuatannya.
Sedangkan manfaat penggunaan model bermain peran menurut Nani
dalam (Nani.2007.Kelebihan dan Kelemahan Model Role Play (bermain peran).
learningwithme.blogspot.com.www.Siaksoft.netgurupkn. wordpress.com. 5 Mei
2009) antara lain:
1) Membantu siswa menemukan makna dirinya dalam kelompok.
2) Membantu siswa memecahkan persoalan pribadi dengan bantuan
kelompok.
3) Memberi siswa pengalaman bekerjasama dalam memecahkan masalah.
4) Memberi siswa pengalaman mengembangkan sikap dan keterampilan
memecahkan masalah.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa manfaat dan tujuan dari
penggunaan model pemebelajaran role playing (bermain peran) adalah siswa
dapat belajar dari pengalaman yang diperankannya.
f. Kelebihan dan Kelemahan Menggunakan Model Pembelajaran Role Play
(bermain peran)
Menurut Nani dalam (Nani. 2007.Kelebihan dan Kelemahan Model Role
Play (bermain peran).learning-withme.blogspot.com.www.Siaksoft.netgurupkn.
43
wordpress.com.5Mei 2009) model pemebelajaran role play (bermain peran)
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihannya adalah sebagai
berikut:
1) Segera mendapat perhatian
2) Dapat dipakai pada kelompok besar dan kecil.
3) Membantu anggota untuk menganalisa situasi.
4) Menambah rasa percaya diri pada peserta.
5) Membantu anggota menyelami masalah.
6) Membantu peserta mendapat pengalaman yang ada pada pikiran orang lain.
7) Membangkitkan semangat untuk memecahkan masalah.
Sedangkan kekurangan dalam menggunakan model pembelajaran role play
(bermain peran) antar lain:
1) Mungkin masalahnya disatukan dengan pemerannya.
2) Banyak yang tidak senang memerankan sesuatu.
3) Membutuhkan pemimpin yang terlatih.
4) Terbtas pada beberapa situasinya.
5) Ada kesulitan dalam memerankannya.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa setiap model pembelajaran
mempunyai kelemahan dan kelebihan dalam pelaksanaannya.
4. Tinjauan Pustaka tentang Kecerdasan Majemuk,khususnya
( Kecerdasan Kinestetik)
a. Pengertian Kecerdasan (kecerdasan kinestetik)
Menurut Adi W Gunawan (2006: 216) kecerdasan atau intelligence adalah
sebagai berikut:
1) Kemampuan untuk mempelajari atau mengerti dari pengalaman, kemampuan untuk mendapatkan dan mempertahankan pengetahuan, kemampuan mental
2) Kemampuan untuk memberikan respon secara cepat dan berhasil pada
suatu situasi yang baru, kemampuan untuk menggunakan nalar dalam memecahkan masalah
44
3) Kemampuan untuk belajar, mengerti dan bernalar, kemampuan mental 4) Kemampuan untuk mempelajari fakta-fakta dan keahlian-keahlian serta
mampu menerapkan apa yang telah dipelajari, khususnya bila kemampuan ini telah berhasil dikembangkan.
Menurut Gardner dalam Adi W Gunawan (2006: 218) kecerdasan adalah
potensi (bisa dapat dianggap potensi pada level sel) yang dapat atau tidak dapat
diaktifkan, tergantung pada nilai dari suatu kebudayaan tertentu, kesempatan yang
tersedia dalam kebudayaan itu dan keputusan yang dibuat oleh pribadi dan atau
keluarganya, guru sekolah dan yang lain.
Menurut Tony Attwood (2002: 152) bahwasannya anak yang
berkebutuhan (asperger) tetap memiliki kecerdasan di bidang sosial namun tidak
mampu menyelesaikan masalah. Sehingga seiring dengan meningkatnya usia, tes-
tes kecerdasan dan pekerjaan sekolah akan semakin mengandalkan kemampuan
pemecahan masalah.
Menurut Gardner dalam buku Adi W Gunawan (2006: 229) kecerdasan
akan lebih tepat apabila digambarkan sebagai suatu kumpulan kemampuan atau
keterampilan yang dapat ditumbuhkan dan dikembangkan. Kecerdasan bersifat
laten, ada pada setiap manusia tetapi dengan kadar pengembangan yang berbeda.
Menurut Gardner dalam buku Thomas Armsrtong (2002: 4) konsep
kecerdasan merupakan konsep fungsional yang dapat ditemui dalam kehidupan
sehari-hari dengan beragam cara.
Menurut Gardner dalam buku Thomas Armsrtong (2002: 4) Gardner
memetakan lingkup kemampuan manusia yang luas menjadi delapan kategori
yang komprehensif atau delapan “kecerdasan dasar”, yaitu :
1. Kecerdasan Linguistik Yaitu kemampuan menggunakan kata-kata secara efektif, baik secara lisan (misalnya: pendongeng, orator atau politis) maupun tertulis (misalnya: sastrawan, penulis drama, editor, wartawan). Kecerdasan ini meliputi kemampuan memanipulasi tata bahasa , bunyi bahasa, makna bahasa, penggunaan praktis bahasa. Penggunaan bahasa antara lain mencakup retorika (penggunaan bahasa untuk mempengaruhi orang lain melakukan tindakan tertentu), hafalan (penggunaan bahsa untuk mengingat informasi), eksplanasi (penggunaan bahasa untuk
45
memberikan informasi) dan metabahasa (penggunaan bahasa untuk membahas bahasa itu sendiri)
2. Kecerdasan Matematis-logis Yaitu kemampuan menggunakan angka dengan baik misalnya: ahli matematika, akuntan pajak, ahli statistik) dan melakukan penalaran yang benar (misalnya: ilmuwan, pemrograman komputer, ahli logika).Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada pola dan hubungan logis, pernyataan dan dalil (jika-maka,sebab-akibat), fungsi logis dan abstraksi-abstraksi lain. Proses yang digunakan dalam kecerdasan matematis-logis ini antara lain: kategori, klasifikasi, pengambilan kesimpulan, generalisasi, perhitungan, dan pengujian hipotesis.
3. Kecerdasan Spasial Yaitu kemampuan mempersepsi dunia spasial-visual secara akurat (misalnya: sebagai pemburu, pramuka, pemandu) dan mentransformasikan persepsi dunia spasial-visual tersebut (misalnya : dekorator interior, arsitek, seniman atau penemu). Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada warna, garis, bentuk, ruang dan hubungan anta unsure tersebut. Kecerdasan ini meliputi kemampuan membayangkan, mempresentasikan ide secara visual atau spasial, dan mengorientasikan diri secara tepat dalam matriks spasial.
4. Kecerdasan Musikal Yaitu kemampuan menggunakan bentuk-bentuk musikal, dengan cara mempersepsi (misalnya : penikmat musik), membedakan (misalnya : kritikus musik), mengubah (misalnya : composer dan mengekpresikan (misalnya: penyanyi). Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada irama, pola titik nada atau melodi dan warna nada atau warna suara suatu lagu. Orang dapat memiliki pemahaman musik figural atau “atas bawah“ (global, intuitif), pemahaman formal atau “bawah atas” (analitis, teknis) atau keduanya.
5. Kecerdasan Interpersonal Yaitu kemampuan mempersepsi dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi, serta perasaan orang lain. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada ekspresi wajah, suara, garak-isyarat, kemampuan membedakan berbagai macam tanda interpersonal dan kemampuan menaggapi secara efektif tanda tersebut dengan tindakan pragmatis tertentu (misalnya : mempengaruhi sekelompok orang untuk melakukan tindakan tertentu).
6. Kecerdasan Intrapersonal Yaitu kemampuan memahami diri sendiri dan bertindak berdasarkan pemahaman tersebut. Kecerdasan ini meliputi kemampuan memahami diri yang akurat (kekuatan dan keterbatan diri ), kesadaran akan
46
suasana hati, maksud, motivasi, temperamen dan keinginan serta kemampuan berdisiplin diri, memahami dan mengahargai diri.
7. Keceerdasan Naturalis Yaitu keahlian mengenali dan mengategorikan spesies-flora dan fauna- di lingkungan sekitar. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada fenomena alam lainnya (misalnya: formasi awan dan gunung-gunung) dan bagi mereka yang dibesarkan di linkungan perkotaan, kemampuan membedakan benda tak hidup, seperti mobil, sepatu karet dan sampul kaset CD.
8. Kecerdasan Kinestetik
Yaitu keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk mengekpresikan ide dan perasaan (misalnya: aktor, pemain pantomim, atlet, penari) dan ketrampilan menggunakan tangan untuk menciptakan atau mengubah sesuatu misalnya : perajin, pematung, ahli mekanik, dokter bedah). Kecerdasan ini meliputi kemampuan-kemampuan fisik spesifik, seperti koordinasi, keseimbangan, ketrampilan, kekuatan, kelenturan dan kecepatan maupun kemampuan menerima rangsangan dan hal yang berkaitan dengan sentuhan.
Menurut Thomas Armstrong (2003: 24) kecerdasan kinestetik adalah
kemampuan menyelesaikan masalah atau produk mode menggunakan seluruh
badan seseorang, atau sebagian badan.
Menurut Muh.Muhyi Faruq (2007:3) kecerdasan kinestetik adalah
kemampuan menyelaraskan pikiran dengan badan sehingga apa yang dikatakan
oleh pikiran akan tertuang dalam bentuk gerakan-gerkan yang indah, kreatif dan
mempunyai makna. Definisi ini merujuk pada tulisan Linda, & Dee D, 2002
dalam Muh.Muhyi Faruq (2007: 3) yang mengatakan bahwa “ … Sebuah
keselarasan anatara pikiran dan tubuh, dimana pikiran dilatih untuk memanfaatkan
tubuh sebagaimana mestinya dan tubuh dilatih untuk dapat merespon ekspresi
kekuatan dari pikiran”
Menurut Gardner dalam buku Adi W Gunawan (2006: 240) kecerdasan
kinestetik merupakan kecerdasan yang berhubungan dengan kemampuan dalam
menggunakan tubuh secara terampil untuk mengungkapkan ide atau pemikiran
dan perasaan, mampu bekerja dengan baik dalam menangani dan memanipulasi
obyek. Kecerdasan ini juga meliputi keterampiulan fisik dalam bidang koordinasi,
keseimbangan, daya tahan, kekuatan, kelenturan dan kecepatan.
47
Dalam mempelajari kecerdasan majemuk, khususnya kecerdasan
kinestetik,menurut Muh. Muhyi Faruq (2007: 4) prosesnya diawali dengan
mengenal proses kerja kecerdasan ini dalam diri seorang anak.
Bagan menurut Mohammad Muhyi Faruq (2007: 4)
Penjelasan menurut Muh. Muhyi Faruq (2007: 4) adalah sebagai berikut:
Diawali dengan anak menangkap informasi yang masuk, misalnya berupa balok
yang berserakan dengan ukuran sebesar dadu, lalu informasi itu disampaikan ke
otak kemudian ke tangan. Tangan akan mencoba menyusun balok kecil tersebut,
bisa menyusun ke atas atau kesamping dengan warna yang berbeda-beda,
sehingga terjadi penyatuan gerak dari pikiran ke anggota badan.
Menurut Muh. Muhyi Faruq (2007: 4) mengatakan bahwa semakin sulit
gerakan yang dilakukan atau dipelajari, semakin kompleks proses analisisnya.
Proses latihan atau belajar yang akan menentukan cepat atau tidaknya pengolahan
informasi yang terjadi. Tidak sesmua performa gerkan yang ditunjukkan
seseorang sesuai dengan harapannya, tetapi dengan terus mencoba serta belajar,
performa gerakan akan menjadi semakin baik dan dalam belajar gerakan ,
kecepatannya tidak akan sama bagi setiap orang.
Menurut Muh. Muhyi Faruq (2007:5) terdapat tiga tahap cara belajar
dalam mengoptimalkan kemampuan gerak, yaitu:
1) Tahap kognisi Yakni tahap anak bertanya, contohnya: ”Apa itu menyusun balok?”, ” Apa itu bongkar pasang mainan?”
2) Tahap Fiksasi Yakni anak-anak mencoba melakukan apa yang telah mereka pertanyakan, misalnya: ”Bagaimana cara berjalan di atas balok
Informasi datang
Di olah di dalam otak
Informasi keluar
Gerakan badan
48
keseimbangan?”anak akan latihan berkjalan di atas balok keseimbangan mulai dari tingkat yang sederhana sampai kompleks.
3) Tahap otomatisasi Yakni anak-anak belajar dari tingkat sederhana sampai kompleks, yang dilakukan berulang-ulang sampai pada tahap ketangkasan yang tinggi sehingga akhirnya anak dapat melakukannya secar otomatis.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan
bahwasannya pengertian kecerdasan sangat luas, kecerdasan dapat dikatakan
sebuah kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang yang dapat di tumbuh
kembangkan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Dari sini dapat
disimpulkan bahwa kecerdasan kinestetik adalah kemampuan seseorang yang
berkaitan erat dengan gerak tubuhnya untuk mengungkapakan ide, pemikiran dan
perasaannya.
b. Landasan Teoritis Kecerdasan Majemuk
Menurut Gardner dalam buku Thomas Armstrong (2002: 5) susunan
syarat pokok tertentu yang harus dipenuhi oleh setiap kategori kecerdasan itu
dapat disebut kecerdasan yang berkembang sepenuhnya, bukan sekedar bawaan,
kemampuan atau bakat.
Menurut Gardner dalam John. W.Santrock (2007: 322) menyatakan
bahwasannya orang memiliki kecerdasan ganda dan tes-tes IQ mengukur sebagian
kecil saja. Kecerdasan-kecerdasan ini bersifat mandiri satu dengan yang lain.
Sebagai bukti adanya kecerdasan ganda, Gardner menunjukkan kejadian-kejadian
dimana kemampuan kognitif tertentu tetap bertahan meskipun ada kerusakan otak.
Gardner menyebutkan bahwa anak-anak jenius dan individu-individu yang
mengalami keterbelakangan (seperti autis) tetapi memiliki keahlian luar biasa
dalam bidang tertentu.
Menurut Gardner dalam buku Thomas Armstrong (2002: 5-7) kriteria
yang digunakan meliputi tiga faktor adalah sebagai berikut :
1) Potensi yang terisolasi akibat kerusakan otak
Bahwasannya cedera otak ini mengganggu kecerdasan tertentu tetapi sama
sekali tidak mempengaruhi kecerdasan yang lain. Misalnya orang yang
49
mengalami cedera pada wilayah Broca (lobus kiri depan) mungkin akan cukup
mengalami gangguan pada kecerdasan linguistiknya dan karenanya
mengalami kesulitan untuk berbicara, menulis dan membaca. Meskipun
demikian, ia masih tetap dapat menyanyi, mengerjakan soal matematika,
menari, mengekpresikan perasaan dan menjalin hubungan dengan orang
lain.Orang yang mengalami cedera pada lobus temporal belahan otak kanan
akan mengalami gangguan khusus pada kemampuan musiknya, sementara
cedera pada lobus depan akan berpengaruh terutama pada kecerdasan
personalnya. Oleh karena itu, Gardner mengemukakan eksisitensi delapan
sistem otak yang relatif otonom-versi yang lebih mutakhir dan canggih dari
model belajar otak kanan-kiri yang popular pada tahun 1970 an.
2) Dukungan dari penelitian Psikologis Eksperimental
Menurut Gardner dengan mengamati studi-studi psikologi spesifik dapat
melihat kecerdasan bekerja secara terpisah satu sama lain. Gardner
mencotohkan dalam sebuah penelitian terhadap seseorang yang menguasai
kemampuan khusus, seperti membaca tetapi gagal menggunakan kemampuan
tersebut di wilayah lain, misalnya matematika. Kegagalan tersebut merupakan
gagalnya kemampuan linguistik diubah ke kecerdasan matematis-logis. Jadi,
setiap kemampuan kognitif ini berlaku khusus untuk satu kecerdasan
(intelligence-specific) yakni orang dapat menunjukkan tingkat kemahiran yang
berbeda-beda dalam kedelapan kecerdasan untuk tiap-tiap wilayah kognitif.
3) Riwayat Perkembangan Khusus dan Kinerja “ kondisi Akhir” Bertaraf ahli
yang khas
Gardner berpendapat bahwa kecerdasan terbentuk melalui keterlibatan dalam
kegiatan-kegiatan yang bernilai budaya dan bahwa perkembangan seseorang
dalam kegiatan tersebut mengikuti pola perkembangan tertentu.
Dari beberapa pendapat yang disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa
landasan teoritis kecerdasan majemuk adalah setipa orang mempunyai kecerdasan,
meskipun dia mempunyai kecacatan dalam halk fisiknya dan fungsinya.
c. Poin poin dalam Teori Kecerdasan Majemuk,
Poin poin dalam Teori Kecerdasan Majemuk, antara lain:
50
1) Setiap orang memiliki kedelapan kecerdasan
Menurut Gardner dalam buku Thomas Armstrong (2002: 16) teori
kecerdasan majemuk bukanlah “ teori jenis “ untuk menentukan satu
kecerdasan yang sesuai. Teori ini adalah teori fungsi kognitif yang
menyatakan bahwa setiap orang memilki kapasitas dalam kedelapan
kecerdasan tersebut. Kedelapan kecerdasan tersebut berfungsi bersama-
sama dengan cara yang berbeda-beda pada diri sendiri setiap orang.
2) Orang pada umumnya dapat mengembangkan setiap kecerdasan sampai
pada tingkat penguasaan yang memadai.
Menurut Gardner (2002: 17) setiap orang sebenarnya memiliki kemampuan
mengembangkan kedelapan kecerdasan sampai pada kinerja tingkat tinggi
yang memadai apabila ia memperoleh cukup dukungan, pengayaan dan
pengajaran. Gardner mengambil contoh Program pendidikan Bakat Suzuki
yang menujukkan seseorang yang memiliki talenta musik-biologis yang
relatif pas pasan dapat mencapai tingkat kemahiran yang mengagumkan
dalam memainkan biola atau piano melalui kombinasi pengaruh lingkungan
yang tepat (misalnya : keterlibatan orang tua, pengenalan pada musik klasik
sejak masa pertumbuhan dan pengajaran musik sejak dini).
3) Ada banyak cara untuk menjadi cerdas dalam setiap kategori
Menurut Gardner ( 2002: 18 ) tidak ada rangkaian atribut standar yang
harus dimiliki seseorang untuk dapat disebut cerdas dalam wilayah tertentu.
Oleh karena itu, orang mungkin tidak dapat membaca, tetapi memiliki
kecerdasan linguistik yang tinggi karena ia dapat menyampaikan cerita yang
memukau atau memilki kosa kata lisan yang luas. Teori kecerdasan
majemuk menekankan keanekaragaman cara orang menunjukkan bakat,
baik dalam satu kecerdasan tertentu maupun antar kecerdasan.
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwasannya teori
kecerdasan majemuk menawarkan model perkembangan kepribadian yang dapat
membantu pendidik memahami profil kecerdasan mereka sendiri dapat
mempengaruhi pendekatan-pendekatan pengajaran di ruang kelas. Di samping itu,
teori ini membuka kemungkinan bagi kegiatan-kegiatan yang dapat membantu
51
mengembangkan kecerdasan yang selama ini terabaikan, mengaktifkan
kecerdasan yang tidak berkembang atau lumpuh, serta membawa kecerdasan yang
telah berkembang baik menuju tingkat kecakapan yang semakin tinggi.
d. Faktor-faktor Yang menpengaruhi Perkembangan Kecerdasan
Menurut Adi W Gunawan (2006: 222) ada lima faktor yang dapat
mempengaruhi perkembangan kecerdasan, yaitu :
1) Lingkungan Lingkungan yang kaya akan stimulus dan tantangan, dengan kadar yang seimbang dan ditunjang dengan faktor dukungan dan pemberdayaan, akan menguatkan otot mental dan kecerdasan. Riset yang dilakukan oleh Dr. Marian Diamond, pada tikus, membuktikan bahwa lingkungan yang kaya stimulasi (enriched environment) sangat membantu pertumbuhan koneksi sel otak. Hal yang sama juga dapat terjadi pada otak manusia.
2) Kemauan dan keputusan Faktor kedua ini sangat erat hubungannya dengan faktor lingkungan, dalam menentukan perkembangan kecerdasan adalah faktor kemauan dan keputusan. Kedua faktor ini adalah faktor motivasi. Motivasi yang positif akan muncul sejalan dengan lingkungan yang kondusif. Sebaliknya bila lingkungannya sama sekali tidak kondusif atau menantang, otak yang paling cerdas sekalipun tidak akan dapat mengembangkan potensi intelektualnya.
3) Pengalaman Hidup Dalam bukunya disebutkan bahwasannya hasil riset terkini menunjukkan bahwa potensi otak berkembang sejalan dengan pengalaman hidup, khususnya pada masa bayi dan kanak-kanak. Bayi yang lapar, lalu menangis, kemudian mendapatkan perhatian dan diberi susu akan merasakan suatu perasaan sukses. Sebaliknya bayi yang dibiarkan menangis dalam waktu lama tanpa mendapatkan perhatian akan kegagalan. Hal-hal kecil yang menunjukkan sukses maupun kegagalan yang dialami anak, bila terjadi berulang-ulang akan menjadi suatu program yang menentukan seberapa besar potensi kecerdasan yang digunakan.
4) Genetika 5) Gaya hidup
Menurut Tony Attwood (2002: 152) bahwasannya anak yang
berkebutuhan (asperger) tetap memiliki kecerdasan di bidang sosial namun tidak
mampu menyelesaikan masalah.
Dari beberapa pendapat yang disebutkan di atas, kecerdasan seseorang
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: dari dalam maupun dari luar.
52
e. Berbagai Aktifitas untuk Mengembangkan Kecerdasan Kinestetik
Menurut Muh. Muhyi Faruq (2007:5) kecerdasan kinestetik identik dengan
kemampuan seseorang dalam mengembangkan gerak sehingga mempunyai nilai
performa yang indah daan berbeda dari lainnya.
Untuk mengenal gerak secara lebih mendalam dan dapat
mengembangkannya menurut Muh. Muhyi Faruq (2007:5) ada 5 macam gerakan
dasar, yaitu sebagai berikut:
1) Gerakan koordinasi tubuh
Mengembangkan gerakan koordinasi tubuh dapat dilakukan dengan cara:
a) Memainkan pita secara bebas
b) Bertepuk tangan dengan mengkombinasikan jumlah tepukan
c) Bertepuk tangan sambil memutarkan badan dengan didikuti kombinasi
melompat kecil
d) Berjalan kemudian memutarkan badan
e) Duduk di bangku sambil menepuk bangku dengan dua telapak tangan.
2) Gerakan kelincahan
a) Melakuakan gerakan merangkak
b) Merayap
c) Berlari bolak-balik
d) Membongkar puzzle lalu mengembalikannya dengan cepat
e) Menirukan gerak hewan yang diceritakan guru
f) Mendekati teman yang disebut namanya oleh guru
g) Kecepatan menyususn angka yang disebutkan oleh guru
3) Gerakan Kekuatan
a) Mendorong bola besar
b) Meremas clay dengan ukuran paling tipis
c) Mengangakt balok berwarna yang terbuat drai gabus
4) Gerakan Keseimbangan
a) Meletakkan buku di atas kepala dan berjalan ke depan beberapa
langkah mengikuti pola tertentu yang diletakkan di lantai.
b) Berjalan mundur ke belakang mengikuti pola tertentu atau isyarat
53
c) Berdiri dengan satu kaki
d) Membentuk sikap pesawat terbang
e) Meletakkan tongkat kecil di telapak tangan
f) Melangkah dengan satu kaki ke dalam kotak berwarna
5) Gerakan koordinasi mata dengan tangan dan kaki
a) Menggelindingkan bola kecil
b) Menendang dan memberhentikan suatu benda
c) Menangkap dan memantulkan suatu benda
d) Meremas-remas clay anggota badan yang disebut oeh teman.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwasannya dalam
mengembangkan kecerdasan kinestetik dapat dilakukan beberapa stimulasi yang
berupa gerakan-gerakan ringan yang berkaitan dengan sisitem gerak pada
seseorang.
f. Menilai Kecerdasan Majemuk Siswa
Menurut Gardner dalam buku Thomas Armstrong (2002 :44) adalah yang
sudah selalu tersedia selama ini yaitu observasi sederhana. Untuk membantu
mengorganisasi hasil pengamatan kecerdasan majemuk dapat menggunakan check
list seperti di bawah ini
Contoh Check List Penilaian Kecerdasan Majemuk Siswa
(kecerdasan Kinestetik)
(…).menonjol di salah satu atau cabang olahraga (jika usia pra sekolah,
menunjukkan keunggulan kemampuan fisik untuk angka seusianya).
(…) selalu bergerak, tidak bisa diam, mengetuk-mengetuk, atau gelisah ketika
duduk lama di suatu tempat.
(…) pandai meniru gerak isyarat atau tingkah laku orang lain
(…) suka membongkar pasang barang
(…) menyentuh (dengan tangan) barang-barang yang baru ditemuinya
54
(…) suka berlari, melompat, gulat atau kegiatan semacam (jika sudah lebih besar,
akan menujukkan minat pada kegiatan semacam yang lebih terkendali
misalnya: berlari ke sekolah, melompati kursi)
(…) menunjukkan kemahiran dalam bdang keterampilan (misalnya, pertukangan,
menjahit, bengkel) atau memiliki koordinasi motorik halus yang baik dalm
hal-hal lain
(…) mampu mengekspresikan diri secara dramatis
(…) menampakkan berbagai macam sensasi fisik ketika berpikir atau bekerja
(…) suka bekerja dengan tanah liat atau pengalaman yang melibatkan sentuhan
tangan lain (misalnya : melukis dengan menggunakan jari).
Dari sisni dapat disimpulkan bahwa tidak ada satu pun “ tes canggih “ di
masyarakat yang dapat menghasilkan survey yang komprehensif mengenai
kecerdasan majemuk siswa.
B. KERANGKA BERPIKIR
Berdasarkan uraian kajian teori di atas, maka penulis menyusun suatu
kerangka pemikiran untuk memperoleh jawaban atas permasalahan yang timbul.
Dalam proses pembelajaran diharapkan dapat mengahasilkan output yang optimal
sesuai dengan tujuan pembelajaran. Dalam proses pembentukan output tersebut
akan terjadi interaksi antara keadaan awal input dengan keadaan selama proses
belajar mengajar berlangsung. Proses pembelajaran yang optimal tentu akan
menghasilkan output yang maksimal. Belajar pada hakekatnya adalah suatu
aktivitas yang berlangsung dalam interaksi dalam lingkungan yang dapat
menghasilkan kemampuan-kemampuan baru yang lebih baik dari sebelumnya.
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsure-unsu
manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling
mempengaruhi untuk mencapai tujuan belajar.
Kemampuan ADL (Activity Daily Living) merupakan salah satu
keterampilan yang harus dikuasai oleh setiap manusia dalam menjalani kehidupan
sehari-hari. Oleh karena itu pembelajaran keterampilan ADL (Activity Daily
55
Living) ini lebih menekankan pada keterampilan seorang anak dalam hal makan,
minum, berpakaian, memakai sepatu, menggosok gigi, mencuci tangan sehingga
diperlukan sebuah stimulasi secara langsung kepada anak agar dapat menguasai
keterampilan tersebut.
Pada kenyataannya dalam belajar ketrampilan tersebut anak susah dalam
menguasai materi pengajarannya karena dianggap sulit yang disebabkan oleh
paradigma anak sendiri terkait kekurangsempurnaan fisiknya akan menghambat
dalam proses belajar. Namun demikian, siswa tetap berharap agar pembelajaran
keterampilan ADL (Activity Daily Living) di sekolah dapat disajikan secara
menarik, efisien dan efektif.
Model role playing merupakan salah satu model pembelajaran yang akhir-
akhir ini mulai digunakan kembali, karena (a) dapat menerangkan suatu peristiwa
yang didalamnya menyangkut orang banyak, dan berdasarkan pertimbangan
didaktik lebih baik didramatisasikan daripada diceritakan, karena akan lebih jelas
dan dapat dihayati oleh anak; (b) melatih anak-anak agar mereka mampu
menyelesaikan masalah-masalah sosial-psikologis; dan (c) melatih anak-anak agar
mereka dapat bergaul dan memberi kemungkinan bagi pemahaman terhadap orang
lain beserta masalah.
Model pembelajaran role playing akan mengasah kecerdasan seorang
anak, khususnya kecerdasan kinestetik. Untuk itu, dibutuhkan stimulasi
kecerdasan kinestetik dalam proses belajar mengajarnya. Karena setiap orang
pada hakekatnya memiliki kecerdasan majemuk, terutama pada hal ini adalah
kecerdasan kinestetik. Meskipun, siswa tersebut adalah siswa yang berkebutuhan
khusus atau cacat fisik.
Sehingga untuk meningkatkan keterampilan ADL ( Activity Daily Living )
pada anak tuna daksa, model pembelajaran role playing dengan stimulasi
kecerdasan kinestetik, dalam hal ini diajukan sebagai salah satu alternatif
pembelajaran untuk menarik minat siswa agar mapu mandiri sehingga dapat
berguna bagi lingkungan sekitar.
56
Alur pemikiran dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
input Proses output
Proses belajar mengajar
keterampilan ADL kurang
Siswa kurang memiliki minat dalam belajar, partisipasi, konsentrasi serta keuletan siswa untuk menyelesaikan permasalahan dalam keterampilan
ADL masih kurang
ROLE PLAYING (a) dapat menerangkan suatu
peristiwa yang didalamnya
menyangkut orang banyak, dan
berdasarkan pertimbangan
didaktik lebih baik
didramatisasikan daripada
diceritakan, karena akan lebih
jelas dan dapat dihayati oleh
anak;
(b) melatih anak-anak agar
mereka mampu menyelesaikan
masalah-masalah sosial-
psikologis; dan (c) melatih anak-
anak agar mereka dapat bergaul
dan memberi kemungkinan bagi
pemahaman terhadap orang lain
beserta masalah.
STIMULASI KECERDASAN KINESTETK
Ø kecerdasan ini meliputi
kemampuan-kemampuan fisik spesifik, seperti koordinasi, keseimbangan, ketrampilan, kekuatan, kelenturan dan kecepatan maupun kemampuan menerima rangsanan dan hal yang berkaitan dengan sentuhan. Ø keahlian menggunakan
seluruh tubuh untuk mengekpresikan ide dan perasaan ketrampilan menggunakaan tangan untuk menciptakan atau mengubah sesuatu
meningkatnya keterampilan ADL siswa
57
C. HIPOTESIS
Berdasarkan kajian teori dan kerangka pemikiran tersebut dapat disusun
hipotesis sebagai berikut:
Ada peningkatan kemampuan Activity Daily Living (ADL) Anak Tunadaksa
sekolah dasar setelah mengaplikasikan model pembelajaran role playing (bermain
peran) dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik.
58
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Penelitian ini dilaksanakan oleh peneliti di SLB-D/D1/SMP/SMPLB
YPAC Surakarta yang beralamatkan di Jalan Slamet Riyadi 364, Laweyan,
Surakarta. Adapun rincian waktu dan jenis kegiatan penelitan dapat dilihat dalam
tabel dibawah ini.
2. Waktu Penelitian
Tabel 1 : Waktu Penelitian
Bulan Agustus Septemb Oktober Novemb Desember
No
Rincian waktu Kegiatan 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Judul x x x 2 Proposal x x x
3 Konsultasi Bab 1,2,3
x x x x x x
4 Pembuatan Instrumen
x x x x x
4 Perizinan x x x x x
5 Pengambilan data
x x x x x x x
6 Analisis data x x
7 Penyusunan laporan x x
B. Metode Penelitian
Menurut Nurul Zuriah (2006: 6) metode penelitian adalah proses penelitian
empiris yang meliputi bermacam-macam metode dan teknik yang dikerjakan
dalam urutan waktu tertentu.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian eksperimen.
Menurut John W. Santrock (2007: 65) Penelitian eksperimen adalah prosedur
yang diatur secara hati-hati di mana satu atau lebih faktor yang dipercaya
59
mempengaruhi perilaku yang sedang dipelajari, dimanipulasi sedangkan faktor
lainnya dianggap konstan.
Menurut Richard I. Arends (2008: 180) pendekatan desain eksperimen
merupakan pendekatan yang didasarkan pada asumsi-asumsi positivistik.
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen dengan desain one group pre
tes – post test design. Dimana desain ini digunakan untuk mengetes, mengecek
dan memverifikasi hipotesa tentang ada tidaknya peningkatan kemampuan ADL
(Activity Daily Living) anak tunadaksa di SDLB YPAC Surakarta melalui model
pembelajaran role playing (bermain peran) dengan stimulasi kecerdasan kinestetik
rancangan penelitian .
(Moh.Nazir, 2005 : 321)
Alasan digunakannya desain tersebut adalah pada penelitian ini
pengambilan data diambil dari dua tahap, yaitu tahap awal dengan cara belum
diberikan treatment/perlakuan yang disebut dengan pre test dan pengambilan
kedua diberikan perlakuan/treatment yang disebut post test, untuk kemudian
keduanya diambil kesimpulan dengan menggunakan Tes Rangking Bertanda
Wilcoxon (Wilcoxon Sign Ranks Test). Tes dilakukan dua kali yaitu tes awal (pre
test) sebelum diberikan perlakuan pembelajaran dengan mengaplikasikan model
pembelajaran role playing (bermain peran) dengan menggunakan stimulasi
kecerdasan kinestetik, dan tes akhir (post test) sesudah diberikan perlakuan
pembelajaran dengan mengaplikasikan model pembelajaran role playing (bermain
peran) dengan menggunakan stimulasi kecerdaan kinestetik.. Dengan melalui pre
test dan post test hasilnya dapat dibandingkan dengan maksud untuk mengetahui
apakah ada peningkatan kemampuan Activity Daily Living (ADL) dari perlakuan
dengan menggunakan model pembelajaran role playing (bermain peran) dengan
menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Menurut Sudjana (1996: 6) “Populasi adalah totalitas semua nilai yang
mungkin, hasil menghitung atau pun pengukuran kuantitatif maupun kualitatif
60
mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan yang lengkap dan
jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya”.
Menurut Nurul Zuriah (2006: 116) “Populasi adalah seluruh data yang
menjadi perhatian peneliti dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang ditentukan”.
Populasi dalam penelitian ini adalah anak tunadaksa tingkat SDLB di SLB
D YPAC Surakarta tahun ajaran 2009/2010 yang berjumlah 5 siswa.
2. Sampel
Menurut Moh. Nasir (2005: 271) “sebuah sampel adalah bagian dari
populasi”. Sejalan dengan pendapat Moh. Nasir, Suharsimi Arikunto (2002: 117)
menyebutkan bahwa “sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.
Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 112) ”Untuk sekedar ancer-ancer
maka apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga
penelitiannya merupakan penelitian populasi.”
Dalam penelitian ini peneliti tidak menggunakan sampel, karena jumlah
populasi kecil sehingga penelitian ini merupakan penelitian populasi yaitu siswa
Tunadaksa Kelas III SDLB D YPAC Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010 yang
berjumlah 5 orang siswa.
D. Tehnik Pengumpulan Data
1. Tes
Metode tes adalah cara untuk mengetahui hasil dari pelajaran yang
diberikan dalam jangka waktu tertentu. Dalam penelitian ini tes menjadi metode
utama yang terdiri dari pertanyaan yang harus dijawab. Penelitian dengan metode
tes digunakan untuk memperoleh data tentang peningkatan kemampuan Activity
Daily Living (ADL) yang diterapkan pada pre test dan pos test.
Menurut Zainal Arifin (1990: 28) jenis tes dapat dibedakan menjadi tiga,
yaitu: (1) tes tertulis, (2) tes lisan, (3) tes perbuatan.
1) tes tertulis adalah tes yang diberikan seseorang atau sekelompok murid
pada waktu, tempat dan soal tertentu.
61
2) Tes lisan adalah tes yang menurut responden dari anak dan bentuk
lisan.
3) Tes perbuatan adalah tes yang menentut jawaban siswa dalam bentuk
perilaku, tindakan dan perbuatan.
Dalam penelitian ini menggunakan tes perbuatan yang diberikan dan
dikerjakan secara langsung oleh siswa-siswa yang ada di kelas tersebut, karena
melihat kondisi anak yang sulit diajak berkomunikasi secara langsung, sehingga
lebih mudah menilai kemampuan siswa dengan mempraktekkan langsung.
Peningkatan kemampuan ADL (Activity Daily Living) dapat dilihat dari
meningkatnya nilai tes yang diberikan karena diharapkan dengan penelitian ini
kemampuan ADL (Activity Daily Living) anak tunadaksa akan mengalami
peningkatan.
E. Variabel Penelitian
Variabel adalah karakteristik yang oleh peneliti dimanipulasi, dikontrol
atau diobservasi.. Menurut Nurul Zuriah (2006: 144) variabel adalah konsep yang
mempunyai variasi nilai.
Menurut Yatim Riyanto dalam Nurul Zuriah (2006: 160), ada beberapa
jenis variabel adalah sebagai berikut:
a) Variabel bebas (independent variabel)
b) Variabel tak bebas atau tergantung atau terikat (dependent variabel)
c) Variabel perantara (intervening variabel)
Menurut Nurul Zuriah (2006: 161) menyebutkan bahwa pada penelitian
eksperimen, variabel bebas yang utama disebut variabel perlakuan (treatment
variabel) karena variabel itu secara sengaja dikenakan pada subjek atau objek
penelitian untuk kemudian diamati akibat terjadi pada subjek atau objek tersebut.
Menurut John W. Santrock (2007: 66) Variabel bebas (independent
variable) merupakan faktor yang dimanipulasi, berpengaruh dan eksperimental.
Variabel ini merupakan penyebab potensial. Sedangkan variabel terikat
(dependent variable) merupakan faktor yang dapat berubah dalam sebuah
eksperimen, sebagai reaksi atas perubahan dalam variabel bebas.
62
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa variabel bebas dalam
penelitian ini adalah keadaan yang oleh peneliti dimanipulasi untuk menerangkan
hubungannya dengan fenomena yang diobservasi, variabel bebas dalam penelitian
ini adalah metode role playing (bermain peran). Variabel terikat dalam penelitian
ini adalah keadaan yang menunjuk pada pengaruh yang dikarenakan variabel
bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan ADL (Activity
Daily Living).
F. Teknik Analisis Data
1. Teknik Analisis Data Tes
Teknis analisis yang dipakai penulis dalam penelitian ini adalah teknik
analisis menggunakan Tes Rangking Bertanda Wilcoxon (Wilcoxon Signed Ranks
Test). Ada pertimbangan untuk mempergunakan teknik analisis ini yaitu berkaitan
dengan tujuan analisis, berkaitan dengan jenis variabel dan berkaitan dengan jenis
data. Adapun langkah – langkah yang harus dilakukan adalah
a) Menentukan hipotesis Statistik
Dalam penelitian ini menggunakan hipotesis dua pihak yang dirumuskan
sebagai berikut:
Ho: TX = Ty (tidak ada perbedaan antara X (hasil pre test) dan Y (hasil
post test))
Ha: TX = Ta (ada perbedaan antara X (hasil pre test dan Y (hasil post test))
Dalam penelitian ini, menggunakan perhitungan dengan program SPSS 13.
b). Memilih taraf signifikansi
Untuk uji dua pihak dapat memilih taraf signifikansi dipilih 5%
c) Penentukan statistik uji
Dalam penelitian eksperimen seperti halnya yang terdapat dalam
Suharsimi Arikunto (2002: 274) bahwa untuk menganalisis hasil
eksperimen yang menggunakan one group design pretest dan post test.
63
d) Keputusan uji)
1) Jika P value < taraf signifikansi 5% maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Dengan hipotesis dalam penelitian yang berbunyi : Ada peningkatan
yang signifikan dalam kemampuan ADL (Activity Daily Living) Anak
Tunadaksa di SDLB D YPAC Surakarta tahun ajaran 2009/2010”
setelah diaplikasikan model pembelajaran role playing (bermain peran)
dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik dapat diterima
kebenarannya.
2) Jika P value > taraf signifikansi 5% maka Ho diterima dan Ha ditolak.
Dengan demikian hipotesis dalam penelitian yang berbunyi : Ada
peningkatan yang signifikan dalam kemampuan ADL (Activity Daily
Living) Anak Tunadaksa di SDLB D YPAC Surakarta tahun ajaran
2009/2010” setelah diaplikasikan model pembelajaran role playing
(bermain peran) dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik
tidak dapat diterima kebenarannya.
G. Uji Validitas Instrumen
1. Tes
Setelah instrument disusun selanjutnya melakukan uji coba (tryout) uji
coba ini dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen alat ukur yang telah
disusun benar- benar instrumen yang baik dan memadai. Adapun lokasi tryout
dilaksanakan di kelas III (tiga) SD di SLB D YPAC Surakarta.
Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 158) berpendapat bahwa ‘validitas
adalah ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan kesahihan suatu
instrumen’.
Rumus yang digunakan untuk mencari validitas tes yaitu menggunakan
korelasi product moment Suharsimi Arikunto (2002 : 146). Untuk penelitian ini
dalam mencari validitasnya menggunakan korelasi product moment menggunakan
komputer program SPSS 13. Tes yang digunakan adalah tes yang sudah terbukti
kevalidan dan reliabilitasnya. Karena sebelum tes ini digunakan untuk mengukur
responden yang sebenarnya, tes ini sudah di ujicoba. tryoutkan di Kelas III SD, di
64
SLB D YPAC Surakarta dengan skor yang diperoleh kemampuan ADL (Activity
Daily Living) dari butir soal antara 0,936 sampai 0,000. Dari 17 soal, ada empat
soal yang tidak valid karena nilai probabilitasnya lebih besar dari taraf signifikansi
yaitu 0,05. Untuk itu, soal tersebut sudah dibuang dan sisanya yang berjumlah 13
bisa dikatakan valid karena nilai probabilitasnya lebih kecil dari taraf
signifikansi.(lampiran 5-7)
H. Reliabilitas Instrumen
1. Tes
Suatu alat ukur dikatakan reliabel apabila alat ukur tersebut dapat
mengukur suatu gejala yang menunjukkan hasil yang sama meskipun dilakukan
dalam waktu yang berbeda.
Untuk mengetahui reliabilitas tes hasil kemampuan ADL (Activity Daily
Living) menurut Suharsimi Arikunto (2002: 163) dapat menggunakan rumus K-R
20, yang mana ini di sesuaikan dengan butir pertanyaan yang ada. (lampiran 5-7)
I. Prosedur Penelitian
1. Tahap Pra lapangan
Menentukan lokasi penelitian dan menyelesaikan surat perizinan beserta
perangkatnya untuk penelitian. Setelah proposal disetujui dan dizinkan maka
dilaksanakan tryout. Pelaksanaan tryout berada di kelas III (tiga) SD SLB D
YPAC Surakarta dengan jumlah 7 siswa. Data yang diperoleh dari pelaksanaan
tryout kemudian dianalisis untuk mengetahui validitas dan reliabilitas item
instrument agar dapat digunakan untuk penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan Di Lapangan
a ) Persiapan
Pada tahap ini penulis mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan
sebelum melaksanakan penelitian materi yang diajarkan, mempersiapkan
model pemebelajaran role playing (bermain peran) dengan mneggunakan
65
stimulasi kecerdasan kinestetik dan menyediakan alat – alat lain yang
diperlukan seperti tes yang akan diberikan.
b) Pelaksanaan
Pada tahap ini peneliti melaksanakan penelitian tanpa menggunakan model
Role Playing (bermain peran) dengan stimulasi kecerdasan kinestetik Ada 3
observer dalam penelitian ini, yaitu: 1 tenaga pengajar di sekolah penelitian
dan 1 guru pendamping dan peneliti sendiri.
Ø Sebelum dilaksanakan pre test pada hari pertama peneliti memberikan
materi yang akan diajarkan, namun dalam kegiatan mengajar tersebut tidak
menggunakan model pembelajaran Role Playing dengan stimulasi
kecerdasan kinestetik.
Ø Hari ke dua pengambilan data pre tes dengan memberikan soal – soal tes
Ø Hari ketiga peneliti memberikan materi yang akan diajarkan. Dalam
penelitian ini, treathment (perlakuan) dilakukan sekali, tetapi setiap
kemampuan ADL (Activity Daily Living) membutuhkan waktu 60 menit.
Dalam memberikan materi peneliti menggunakan model role playing
(bermain peran) dengan stimlasi kecerdasan kinestetik dlam
pembelajarannya.
Ø Hari keempat post test dilaksanakan
Tujuan dari adanya post test ini adalah untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh peningkatan kemampuan ADL (Activity Daily Living) siswa dengan
pengerjaan tes berdurasi sama dengan pre test setelah dilakukan treatment.
c). Tahap analisis
Data yang terkumpul dianalisis berdasarkan pada data yang diperoleh antara
sebelum tes (pre test) dan setelah tes (post test) kemudian dicari perbedaannya
dengan cara kuantitatif menggunakan Tes Rangking Bertanda Wilcoxon
(Wilcoxon Sign Ranks Test.) untuk data kuantitatif (tes).
66
d) Tahap penyusunan laporan
Setelah tahap penelitian, tahap ini merupakan tahap akhir dengan menyusun
laporan penelitian menjadi bentuk ilmiah.
67
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dipilih peneliti adalah di SLB D/D1/SMPLB
YPAC Surakarta, yang berada di Jalan Slamet Riyadi 364 Surakarta 57141,
Telp.0271-714229.YPAC merupakan suatu lembaga yang membina penyandang
cacat, khususnya cacat daksa. Yayasan ini berdiri dengan melalui suatu
perjuangan yang sangat panjang dimana banyak sekali terjadi perubahan-
perubahan untuk kesempurnaan yayasan tersebut. YPAC berdiri pada tanggal 17
Februari 1953 yang mengartikan anak cacat fisik sedangkan pemeliharaan adalah
pemberian pertolongan secara medis, pendidikan dan sosial. Dalam
perkembangan tahun pertama 1954 telah didirikan cabang-cabang di kota
Surabaya, Malang dan Jakarta.
B. Deskripsi Hasil Penelitian
Berdasarkan judul penelitian “Aplikasi Model Pembelajaran Role Paying
(bermain peran) dengan Menggunakan Stimulasi Kecerdasan Kinestetik untuk
Meningkatkan Kemampuan Activity Daily Living (ADL) Tunadaksa SDLB D
YPAC Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010 terdapat dua jenis variabel yaitu
sebagai berikut:
1. Model pembelajaran role playing (bermain peran) dengan menggunakan
stimulasi kecerdasan kinestetik sebagai variabel bebas
2. Kemampuan ADL (Activity Daily Living) sebagai variabel terikat
Adapun tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui peningkatan
kemampuan Activity Daily Living (ADL) anak tunadaksa di SDLB D YPAC
Surakarta setelah mengaplikasikan model pembelajaran role playing (bermain
peran) dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik. Adapun kemampuan
ADL (Activity Daily Living) yang diteliti adalah sebagai berikut:
1) Tata cara makan dan minum
a) Memperagakan cara memegang sendok
68
b) Memasukkan makanan ke dalam mulut menggunakan sendok
dengan tangan dengan benar
c) Mengunyah makanan
d) Menelan makanan dengan baik
e) Memegang gelas dengan tangan dengan benar
f) Memasukkan minuman ke dalam mulut dengan benar.
2) Tata cara persiapan menggosok gigi
a) Membuka tutup pasta gigi dengan benar
b) Mengeluarkan odol secukupnya dengan cara menekan pasta gigi
sambil ditarik ke arah ujung bulu sikat gigi
c) Menutup kembali pasta gigi
d) Memegang sikat gigi dengan benar
3) Tata pergaulan
a) Memperagakan mengucapkan terima kasih dengan tepat
b) Memperagakan mengucapkan salam dengan tepat
c) Memperagakan menerima barang/ sesuatu dari orang lain dengan
benar.
Tes yang diberikan adalah tes perbuatan yang terdiri dari 3 (tiga)
kemampuan ADL (Activity Daily Living) yang berjumlah 13 point. (lampiran 4)
Menurut Bandhi Delphie dalam (2007: 2008) pedoman penilaian
kemampuan ADL (Activity Daily Living) adalah sebagai berikut:
Nilai 0 : Anak tidak dapat melakukan sama sekali
Nilai 1 : Anak dapat melakukan dengan pertolongan sepenuhnya
Nilai 2 : Anak dapat melakukan dengan pertolongan seperlunya
Nilai 3 : Anak dapat melakukan dengan sedikit pertolongan
Nilai 4 : Anak dapat melakukan sendiri
Penelitian ini merupakan penelitian populasi, dimana subyek penelitian
berjumlah sedikit sehingga dijadikan sampel semuanya. Data dari subjek
penelitian sejumlah 5 siswa tunadaksa adalah sebagai berikut:
69
Tabel 1. Daftar Identitas Siswa tunadaksa Kelas III SDLB D YPAC
Surakarta.
No Nama Siswa Jenis Kelamin Jenis Penyakit
1 Mf Laki-laki Spastic attetoid
2 Fz Laki-laki Ataxia
3 Gr Laki-laki Spastic
4 Ww Laki-laki Muscle distropy
5 My Laki-laki Spastic
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen karena dalam penelitian ini
penulis melakukan treatment terhadap siswa yang dijadikan responden penelitian.
Prosedur yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan memberikan tes
awal (pre test) kepada siswa untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum
treatment. Kemudian setelah treatment dengan menggunakan model pembelajaran
Role Playing (bermain peran), siswa di test kembali untuk mengetahui
kemampuan akhir siswa setelah treatment itu dilakukan (post test). Treatment
dilakukan setiap seminggu sekali selama 3 kali pertemuan. Setiap pertemuan
mengajar satu kali kemampuan ADL (Activity Daily Living) dengan durasi waktu
60 menit.Dari hasil pre test dan pos test inilah, penulis menjadikan dasar untuk
mengetahui kemampuan siswa setelah adanya treatment. Selain itu, penulis juga
menyajikan data pendukung yang berfungsi untuk mendukung hasil dari
penelitian tersebut.
Analisis yang digunakan untuk mengetahui peningkatan kemampuan ADL
(Activity Daily Living) bagi anak tunadaksa dengan menggunakan Model
pembelajaran role playing (bermain peran) dengan stimulasi kecerdasan kinestetik
yaitu dengan statistik Non Parametrik dengan analisis Uji Rangking Bertanda
Wilcoxon (Wilcoxon Signed Rank Test). Alasan dipilih analisis ini karena jumlah
responden yang sedikit.
70
Dibawah ini adalah data kemampuan ADL (Activity Daily Living) sebelum
dan sesudah treatment dengan menggunakan model pembelajaran role playing
(bermain peran).
Tabel 2. Daftar Skor kemampuan ADL (Activity Daily Living) anak tuna daksa sebelum dan sesudah treatment (pre test dan post test).
Skor Kemampuan ADL No Responden
Pre test Post test
1. Mf 20 28
2. Fz 36 42
3. Gz 23 31
4. Ww 27 50
5 My 42 52
Hasil analisis deskriptif data kemampuan ADL (Activity Daily Living)
sebelum dan sesudah pembelajaran adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Hasil Analisis Deskriptif Data Kemampuan ADL (Activity Daily Living) anak tunadaksa
Descriptive Statistics
5 29.60 9.182 20 42
5 40.60 10.854 28 52
Pre Test
Post Test
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Berdasarkan deskripsi data tersebut di atas, diketahui bahwa rata-rata
skor kemampuan ADL (Activity Daily Living) pada saat pre test diperoleh nilai
29,60 dengan simpangan baku (standart devisiasi) 9,182 dan skor tertinggi 42
sedangkan skor terendah 20 sedangkan nilai rata-rata skor kemampuan ADL
(Activity Daily Living) pada saat post test diperoleh nilai 40,60 dengan simpangan
baku (standart devisiasi) 10,854 dan skor tertinggi 52 sedangkan skor terendah 28.
Adapun rata-rata skor kemampuan ADL (Activity Daily Living) pada saat pre test
dan post test adalah 35,10. Maka kemampuan ADL (Activity Daily Living) anak
tunadaksa di SDLB D YPAC Surakarta termasuk kategori tinggi jika skor lebih
71
besar atau sama dengan 35,10 dan termasuk kategori rendah jika skor kurang dari
35,10. (lampiran 9-10)
C. Pengujian Hipotesis
1. Hasil Analisis Data Kuantitatif
Pengujian hipotesis “Ada peningkatan yang signifikan dalam kemampuan
ADL (Activity Daily Living) Anak Tunadaksa di SDLB D YPAC Surakarta tahun
ajaran 2009/2010” setelah diaplikasikan model pembelajaran role playing
(bermain peran) dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik., dilakukan
dengan menganalisis data yang telah terkumpul menggunakan statistik non
parametrik yaitu Wilcoxon Signed Ranks Test. Adapun analisisnya adalah sebagai
berikut:
1. Hipotesis
a. Jika P value < taraf signifikansi 5% maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Dengan demikian hipotesis dalam penelitian yang berbunyi : Ada
peningkatan yang signifikan dalam kemampuan ADL (Activity Daily
Living) Anak Tunadaksa di SDLB D YPAC Surakarta tahun ajaran
2009/2010” setelah diaplikasikan model pembelajaran role playing (bermain
peran) dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik dapat diterima
kebenarannya.
b. Jika P value > taraf signifikansi 5% maka Ho diterima dan Ha ditolak.
Dengan demikian hipotesis dalam penelitian yang berbunyi : Ada
peningkatan yang signifikan dalam kemampuan ADL (Activity Daily
Living) Anak Tunadaksa di SDLB D YPAC Surakarta tahun ajaran
2009/2010” setelah diaplikasikan model pembelajaran role playing (bermain
peran) dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik tidak dapat
diterima kebenarannya
2. Pemilihan taraf signifikansi
Dalam penelitian ini menggunakan taraf signifikansi (α) 5 %.
3. Perhitungan dengan Wilcoxon Signed Ranks Test. (lampiran 11)
4. Keputusan Uji dan pembuat kesimpulan
72
Hasil uji kemampuan ADL (Activity Daily Living) dengan teknik analisis
statistik non parametrik Wilcoxon Signed Ranks Test dapat disajikan sebagai
berikut:
Tabel 4. Hasil uji kemampuan ADL (Activity Daily Living) dengan teknik
analisis statistik non parametrik Wilcoxon Signed Ranks Test
Ranks
0a .00 .00
5b 3.00 15.00
0c
5
Negative Ranks
Positive Ranks
Ties
Total
Post Test - Pre TestN Mean Rank Sum of Ranks
Post Test < Pre Testa.
Post Test > Pre Testb.
Post Test = Pre Testc.
Test Statistics b
-2.032a
.042
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Post Test- Pre Test
Based on negative ranks.a.
Wilcoxon Signed Ranks Testb.
Hasil uji hipotesis diketahui bahwa Z hitung sebesar -2,032 dengan
probabilitas sebesar 0,042 dengan demikian Ho ditolak dengan taraf signifikansi
5% ( = 0,05) dan Ha yang berbunyi “Aplikasi Model Pembelajaran Role Playing
(bermain peran) dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik untuk
meningkatkan kemampuan ADL (Activity Daily Living) Anak Tunadaksa di
SDLB D YPAC Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010 dapat diterima kebenarannya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa : Aplikasi Model
Pembelajaran Role Playing (bermain peran) dengan menggunakan stimulasi
kecerdasan kinestetik dapat meningkatkan kemampuan Activity Daily Living
(ADL) Anak Tunadaksa di SDLB D YPAC Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010.
73
C. Pembahasan Hasil Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah aplikasi model
pembelajaran Role Playing (bermain peran) dengan menggunakan stimulasi
kecerdasan kinestetik dapat meningkatkan kemampuan Activity Daily Living
(ADL) anak tuna daksa di SDLB D YPAC Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010.
Berdasarkan dari hasil analisis ada kenaikan perolehan skor nilai dalam
data antara pre test dan post test berarti hal ini menunjukkan adanya kegiatan
mengajar dengan model pembelajaran Role Playing (bermain peran)
menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik dapat meningkatkan kemampuan
ADL (Activity Daily Living) anak tunadaksa dilokasi penelitian. Hal ini dibuktikan
dengan melihat hasil rerata kemampuan ADL (Activity Daily Living) sebelum dan
sesudah pembelajaran. Rerata sebelum pembelajaran diperoleh 29,60 dan sesudah
pembelajaran 40,60. Rerata sesudah pembelajaran lebih besar daripada sebelum
pembelajaran. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aplikasi penggunaan
model pembelajaran Role Playing (bermain peran) dengan menggunakan
stimulasi kecerdasan kinestetik untuk meningkatakan kemampuan ADL (Activity
Daily Living) anak tunadaksa SDLB YPAC Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010.
Keterampilan ADL (Activity Daily Living) bukan merupakan materi
pelajaran akan tetapi merupakan materi keterampilan yang mempunyai tujuan
menurut Salim Chori (1996:168) untuk membiasakan kemampuan kemandirian
dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sehingga dalam proses pembelajarannya
pun tidak sekedar ceramah seperti mata pelajaran semestinya akan tetapi
diperlukan suatu model pembelajaran yang tepat bagi anak tuna daksa agar materi
tersebut dapat diajarkan dan dapat memotivasi siswa dalam belajar keterampilan
ADL (Activity Daily Living) sehingga kemampuan ADL-nya pun meningkat.
Model pembelajaran Role Playing dengan menggunakan stimulasi
kecerdasan kinestetik adalah model pembelajaran dengan bermain peran bisa
diartikan sebagai cara seseorang berperilaku dalam posisi dan situasi tertentu
dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik seperti: a) memainkan pita
secara bebas, b) bertepuk tangan dengan mengkombinasikan jumlah tepukan,
c) bermain menyentuh badan, d) melemparkan balon.
74
Gardner 2002 dalam Alexander Sindoro (2002: 17) setiap orang
sebenarnya memiliki kemampuan mengembangkan kedelapan kecerdasan sampai
pada kinerja tingkat tinggi yang memadai apabila ia memperoleh cukup
dukungan, pengayaan dan pengajaran. Hal ini terbukti dari hasil penelitian yaitu
kemampuan ADL (Activity Daily Living) siswa anak tunadaksa di SDLB YPAC
Surakarta khususnya dalam kemampuan tata cara makan dan minum, tata cara
persipan menggosok gigi dan tata cara pergaulan dalam hal menerima barang dari
orang lain.materi. Sebelum mengaplikasikan model pembelajaran Role Playing
(bermain peran) dengan stimulasi kecerdasan kinestetis rata-rata hasil belajar
siswa 29,60 dan sesudah mengaplikasikan model pembelajaran Role Playing
(bermain peran) dengan stimulasi kecerdasan kinestetis rata-rata hasil belajar
siswa menjadi 40,60. Hal ini bisa dikatakan bahwa ada perbedaan antara
kemampuan ADL (Activity Daily Living) di awal dengan kemampuan ADL
(Activity Daily Living) di akhir yang dimiliki siswa.
Menurut Ahmad Toha Muslim & Sigiarmin (2007: 7-9) ADL (Activity
Daily Living) adalah kebutuhan memelihara diri sendiri yang erat hubungannya
dengan kemampuan fungsi tangan. Kemampuan ADL (Activity Daily Living)
merupakan salah satu keterampilan yang harus dikuasai oleh setiap manusia
dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu pembelajaran
keterampilan ADL (Activity Daily Living) ini lebih menekankan pada
keterampilan seorang anak dalam hal makan, minum, berpakaian, memakai
sepatu, menggosok gigi, mencuci tangan sehingga diperlukan sebuah stimulasi
secara langsung kepada anak agar dapat menguasai keterampilan tersebut.
Pada kenyataannya dalam belajar ketrampilan tersebut anak susah dalam
menguasai materi pengajarannya karena dianggap sulit yang disebabkan oleh
paradigma anak sendiri terkait kekurangsempurnaan fisiknya akan menghambat
dalam proses belajar. Namun demikian, siswa tetap berharap agar pembelajaran
keterampilan ADL di sekolah dapat disajikan secara menarik, efisien dan efektif.
Menurut Nani dalam (Nani.2007.Kelebihan & Kelemahan Metode
RolePlay(bermainperan).learningwithme.blogspot.com.www.Siaksoft.netgurupkn.
75
wordpress.com.5Mei2009) manfaat menggunakan model pembelajaran Role
Playing (bermain peran) adalah sebagai berikut:
1) Membantu siswa menemukan makna dirinya dalam kelompok.
2) Membantu siswa memecahkan persoalan pribadi dengan bantuan
kelompok.
3) Memberi siswa pengalaman bekerjasama dalam memecahkan masalah.
4) Memberi siswa pengalaman mengembangkan sikap dan keterampilan
memecahkan masalah.
Model pembelajaran role playing akan mengasah kecerdasan seorang
anak, khususnya kecerdasan kinestetik. Untuk itu, dibutuhkan stimulasi
kecerdasan kinestetik dalam proses belajar mengajarnya. Menurut Gardner (2002:
17) Karena setiap orang pada hakekatnya memiliki kecerdasan majemuk, terutama
pada hal ini adalah kecerdasan kinestetik. Meskipun, siswa tersebut adalah siswa
yang berkebutuhan khusus atau cacat fisik.
Sehingga untuk meningkatkan keterampilan ADL (Activity Daily Living)
pada anak tuna daksa, model pembelajaran role playing (bermain peran) dengan
stimulasi kecerdasan kinestetik, dalam hal ini diajukan sebagai salah satu
alternatif pembelajaran untuk menarik minat siswa agar mampu mandiri sehingga
dapat berguna bagi lingkungan sekitar
Berdasarkan analisis yang sudah dilakukan diatas kemudian disesuaikan
dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang sudah direncanakan maka
diperoleh jawaban yang sesuai yaitu ada pengaruh aplikasi penggunaan model
pembelajaran Role Playing (bermain peran) dengan stimulasi kecerdasan
kinestetik terhadap peningkatan kemampuan ADL (Activity Daily Living) anak
tunadaksa di SDLB YPAC Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010, dan model
pembelajaran Role Playing (bermain peran) dengan menggunakan stimulasi
kecerdasan kinestetik ini bisa dijadikan alternatif dalam pembelajaran.
76
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Hasil dari pengujian hipotesis data penelitian dapat disimpulkan bahwa
“Aplikasi model pembelajaran Role Playing (bermain peran) dengan
menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik dapat meningkatkan kemampuan
Activity Daily Living (ADL) Anak Tunadaksa di SDLB D YPAC Surakarta Tahun
Ajaran 2009/2010.
B. Implikasi
Penelitian ini dilakukan untuk menguji kebenaran hipotesis bahwa
implikasi model pembelajaran Role Playing (bermain peran) dengan
menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik dapat meningkatkan kemampuan
ADL (Activity Daily Living). Hal ini dapat dijadikan alternatif untuk
meningkatkan kemampuan ADL (Activity Daily Living) anak tunadaksa.
Setelah menggunakan Role Playing (bermain peran) dengan
menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik ini menjadi sesuatu yang
menyenangkan bagi siswa sehingga mereka lebih semangat belajar. Sekaligus
kecerdasan kinestetik siswa dapat ditingkatkan meskipun dengan keterbatasan
yang disandangnya.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam
rangka menjadikan kegiatan belajar siswa menjadi lebih mudah, menyenangkan
dan produktif.
C. Saran
Bertolak dari hasil penelitian penulis mengemukakan saran – saran sebagai
berikut :
1. Penelitian ini menunjukkan bahwa mengaplikasikan model pembelajaran Role
Playing (bermain peran) dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik
dapat meningkatkan kemampuan ADL (Activity Daily Living) siswa sehingga
77
sekolah bisa menyarankan pengajar untuk menerapkan model pembelajaran
tersebut sebagai alternatif untuk mengajar.
2. Bagi siswa hendaknya mengoptimalkan penggunaan model pembelajaran role
playing (bermian peran) dengan menggunakan stimulasi kecerdasan kinestetik
untuk menguasai keterampilan ADL (Activity Daily Living), khusunya pada
kemampuan tata cara makan dan minum, tata cara persiapan menggosok gigi
dan tata cara pergaulan dlam mengucapkan salam dan menerima barang darai
orang lain.
3. Bagi peneliti lain diharapkan melakukan penelitian lanjutan sehingga dapat
melengkapi kekurangan yang terdapat dalam penelitian ini diantaranya dalam
modifikasi pengembangan kecerdasan kinestetik dan waktu yang digunakan
dalam penelitian ini serta cara penyampaian pada proses pembelajran
berlangsung agar mendapatkan hasil yang lebih optimal dan diharapkan ada
penelitian lanjutan yang membahas tentang penggunaan model pembelajaran
role playing (bermain peran) dengan menggunakan stimulasi kecerdasan
kinestetik dlam kemampuan ADL (Activity Daily Living) yang lain.
78
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Salim Choiri. 1995. Ortopedagogik Anak Tuna Daksa. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jnderal Penbdidikan Tinggi.
__________________.2007. Pediatri Dalam Pendidikan Luar Biasa. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan DirektoratJenderal Pendidikan Tinggi.Direktorat Ketenagaan
Adi. Gunawan w, 2006. Genius Learning Strategy. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama. Ahmad Toha Muslim, M.Sugiarmin, 2007. Orthopedhi dalam pembelajaran Anak
Tunadaksa. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan.
Alexander, Sindoro. 2003. Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences) Teori
dalam Praktek Howard Gardner. Batam : Interaksa. Alexeia, Zachary.”Activity Daily Living”(online).ourservicesh .http:// www.
Global talikum.com/support.php2008/ Diakses Tanggal 5 mei 2009 Andang Ismail, 2006. Education Games (Menjadi cerdas dan ceria dengan
permainan edukatif). Yogyakarta: Pilar Media Arends.I Richard. 2008. Lerning To Tech (Belajar untuk Mengajar). Yogyakarta :
Pustaka Pelajar Ari.” LiteraturTunadaksa” (online)..http://www.e-psikologi.com/januari2005
Diakses tanggal .26 april 2009 Bandhi Delphie. 2007. Pembelajaran untuk anak dengan kebutuhan khusus
Departemen Pend. Nasional.Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
2007. Program Khsusus Bina Diri Anak Tunadaksa. Surakarta.: SLB D YPAC
Gita Nurul Puspita, M.Pd. ” Role Playing Untuk Kecerdasan Majemuk Siswa”.
(online) http://www.tribunjabar.co.id2009/ Diakses tanggal 22 Juli 2009 John.W.Santrok.2007. Perkembangan Anak . Jakarta: PT.Erlangga
79
Kauka Biduriah. ”Model Pembelajaran Efektif”. (online) http://id.wordpress.com/tag/pembelajaran_efektif. 2009 april) Diakses tanggal 5 mei 2009
Mahardhika Zifana. ” Model Role playing dalam model pembelajaran”. (online) http://pembelajaran.org/2008/12/bermain-peran-role-playig.html/desember. Diakses tanggal 26april 09
Muh..Muhyi Faruq. 2007. 60 Permainan Kecerdasan Kinestetik .Jakarta:
PT.Grasindo Muljono Abdurrachman, Sudjadi S. 1995. Pendidikan Luar Biasa Umum.
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Tinggi. Proyek Pendidikan Tenaga Akademik.Jakarta: Jalan Pintu Satu Senayan.
Musjafak Assjari. 1995. Ortopedagogik Anak Tuna Daksa. Jakarta : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Nani. 2007. ”Kelebihan dan Kelemahan Model RolePlay (bermain peran)”
(online)learningwithme.blogspot.com.www.Siaksoft.netgurupkn.wordpress.com. Diakses tanggal 5Mei 2009
Nazir.Moh.2005. Metode Penelitian. Bandung : Ikada Ghalia Nurul Zuriah.2006. Metode Penelitian .Jakarta: Bumi Aksara
Oemar Hamalik.2003. Proses Belajar Mengajar . Jakarta : Bumi Aksara Ratri. ”Mengajar Dengan Bermain Peran” (online)
http://www.org/forum/kategori_bahan_pepak/metode_dan_cara_mengajarFebruari. Diakses tanggal 26 April 2009
Thomas, Armstrong,.2002. Sekolah Para Juara Menerapkan Multiple
Intelligences di Dunia Pendidikan .Bandung : Kaifa. Tony Attwood,. 2002. Sindrtom Asperger. Jakarta : Serambi Siti, Mahmudah ”Pembelajaran Melalui Role Playing” (online)
http://klubguru.com/okt/.22Juli09) Diakses tanggal 5 mei 2009 Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian.Jakarta: Rineka Cipta. ______________.2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
80
Tamsik Udin, Tejaningsih.1988. Dasar-dasar Pendidikan Luar Biasa. Bandung: Epsilon Group.
Zainal Arifin. 1990. Evaluasi Instruksional . Bandung: Remaja Rosdakarya.