appendisitis akut

24
F. DIAGNOSIS BANDING - Batu ureter kanan - Salphingitis - Limfadenitis mesenterika G. DIAGNOSIS KERJA - Appendisitis akut TINJAUAN PUSTAKA APPENDISITIS PENDAHULUAN Appendisitis adalah peradangan dari appendiks vermivormis dan merupakan kegawatdaruratan bedah abdomen yang paling sering ditemukan. ANATOMI DAN FISIOLOGI Appendiks merupakan organ berbentuk tabung dengan panjang kurang lebih 10 cm (3-15 cm), berpangkal di caecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli (Tinea libera, tinea colica, dan tinea omentum.

Upload: muhammad-diko-prakoso

Post on 29-Oct-2015

75 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

berisi tentang laporan kasus dari apendisitis akut

TRANSCRIPT

F. DIAGNOSIS BANDING

- Batu ureter kanan

- Salphingitis

- Limfadenitis mesenterika

G. DIAGNOSIS KERJA

- Appendisitis akut

TINJAUAN PUSTAKA

APPENDISITIS

PENDAHULUAN

Appendisitis adalah peradangan dari appendiks vermivormis dan merupakan kegawatdaruratan

bedah abdomen yang paling sering ditemukan.

ANATOMI DAN FISIOLOGI

Appendiks merupakan organ berbentuk tabung dengan panjang kurang lebih 10 cm (3-15

cm), berpangkal di caecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli (Tinea libera, tinea colica,

dan tinea omentum.

Memiliki beberapa jenis posisi yaitu :

1.Ileocecal

2.Antecaecal

3.Retrocaecal

4.Hepatica

5.Pelvica

Apendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum) yang bergabung

dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale. Mesenteriolum berisi a. Apendikularis

(cabang a.ileocolica). Orificiumnya terletak 2,5 cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya

merupakan jaringan lemak yang mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki

limfonodi kecil.

Appendiks dipersarafi oleh persarafan parasimpatis yang berasal dari cabang N. Vagus dan

persarafan simpatis yang berasal dari N. Thoracalis X. Perdarahan appendiks berasal dari A.

Appendicularis yang merupakan arteri tanpa kolateral, sehingga jika arteri ini tersumbat, appendiks

akan mengalami ganggren.

Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa,

muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan serosa. Apendiks mungkin tidak

terlihat karena adanya membran Jackson yang merupakan lapisan peritoneum yang menyebar dari

bagian lateral abdomen ke ileum terminal, menutup caecum dan appendiks. Lapisan submukosa

terdiri dari jaringan ikat kendor dan jaringan elastic membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan

lymphe. Antara Mukosa dan submukosa terdapat lymphonodes. Mukosa terdiri dari satu lapis

collumnar epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut crypta lieberkuhn. Dinding dalam sama

dan berhubungan dengan sekum (inner circular layer). Dinding luar (outer longitudinal muscle)

dilapisi oleh pertemuan ketiga taenia colli pada pertemuan caecum dan apendiks. Taenia anterior

digunakan sebagai pegangan untuk mencari apendiks

Appendiks menghasilkan lendir sebanyak 1-2 ml per hari. Lendir ini normalnya dicurahkan

ke dalam lumen lalu mengalir ke dalam caecum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks

tampakya berperan dalam terjadinya appendicitis. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh

GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) di sepanjang saluran cerna termasuk appendiks adalah

IgA, yang berfungsi sebagai pelindung terhadap infeksi.

Apendiks memiliki topografi yaitu pangkal appendiks terletak pada titik Mc Burney.

Garis Monroe : Garis antara umbilicus dengan SIAS dekstra

Titik Mc Burney : 1/3 bagian dari SIAS dekstra pada garis Monroe

Titik Lanz : 1/6 bagian dari SIAS dekstra pada garis antara SIAS dekstra dan SIAS

sinistra

Garis Munro : Pertemuan antara garis Monroe dengan garis parasagital dari pertengahan

SIAS dekstra dengan simfisis.

ETIOLOGI

Apendisitis akut disebabkan oleh proses radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor

pencetus. Ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya :

I. Faktor Obstruksi

Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasia jaringan lymphoid sub

mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1%

diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing.

II. Faktor Bakteri

Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada apendisitis akut.

Bakteri yang ditemukan biasanya E.coli, Bacteriodes fragililis, Splanchicus,

Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus.

III. Kecenderungan familiar

Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang herediter

dari organ apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan

letaknya yang memudahkan terjadi apendisitis.

IV. Faktor ras dan diet

Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan

sehari-hari.

PEMBAGIAN APPENDICITIS:

Appendicitis acuta tanpa perforasi (Simple Appendicitis Acuta).

Appendicitis acuta dengan perforasi:

- Lokal peritonitis.

- Abses.

- Pritonitis umum.

Appendicitis kronika.

PATOFISIOLOGI

Apendisitis akut merupakan peradangan akut pada apendiks yang disebabkan oleh

bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus. Obstruksi pada lumen menyebabkan

mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin

banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan

peningkatan intralumen. Tekanan di dalam sekum akan meningkat. Kombinasi tekanan tinggi di

seikum dan peningkatan flora kuman di kolon mengakibatkan sembelit, hal ini menjadi

pencetus radang di mukosa apendiks. Perkembangan dari apendisitis mukosa menjadi apendisitis

komplit, yang meliputi semua lapisan dinding apendiks tentu dipengaruhi oleh

berbagai faktor pencetus setempat yang menghambat pengosongan lumen apendiks

atau mengganggu motilitas normal apendiks.

Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia,

menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan

pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis

pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang

ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam,

tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan

menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.

Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri

didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian

arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium

ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi

apendisitis perforasi.

Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk

jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat

menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat

meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.

GAMBARAN KLINIS

I. ANAMNESIS

Keluhan utama appendicitis:

Sakit perut : tahap awal terjadi hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi sehingga nyeri viseral

dirasakan diseluruh perut (epigastrium dan regio umbilikal). Tahap lanjut nyeri somatik dirasakan

dikuadran kanan bawah perut (Mc Burney). Anorexia, mual, muntah, demam, obstipasi, diare.

II. PEMERIKSAAN FISIK

1. Inspeksi

- tidak ditemukan gambaran spesifik.

- kembung sering terlihat pada komplikasi perforasi.

- penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada masaa atau abses periapendikuler.

2. Palpasi

- nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri tekan lepas.

- defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.

- pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan

adanya rasa nyeri.

3. Perkusi

- terdapat nyeri ketok pekak hati (jika terjadi peritonitis pekak hati ini hilang karena bocoran

usus maka udara bocor).

4. Auskultasi

- sering normal

- peristaltic dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis

perforata pada keadaan lanjut

- bising usus tidak ada (karena peritonitis).

5. Rectal Toucher

- tonus musculus sfingter ani baik

- ampula kolaps

- nyeri tekan pada daerah jam 09.00-12.00

- terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses).

- pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan maka kunsi diagnosis dalah nyeri

terbatas sewaktu dilakukan colok dubur.

6. Uji Psoas

Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau

fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang

meradang menepel di m. poas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.

7. Uji Obturator

Digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m. obturator

internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi

panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika.

Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk

mengetahui letak apendiks.

III. Skor Alvarado

Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan diklasifikasikan

menjadi 2 kelompok yaitu: skor <6 dan >6. Selanjutnya dilakukan Appendectomy, setelah

operasi dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan hasilnya diklasifikasikan

menjadi 2 kelompok yaitu: radang akut dan bukan radang akut.

Tabel Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis

Manifestasi Skor

Gejala Adanya migrasi nyeri 1

Anoreksia 1

Mual/muntah 1

Tanda Nyeri RLQ 2

Nyeri lepas 1

Febris 1

Laboratorium Leukositosis 2

Shift to the left 1

Total poin 10

Keterangan Alvarado score:

- Dinyatakan appendisitis akut bila skor > 7 poin

- Modified Alvarado score (kalan et al) tanpa observasi of Hematogram :

1-4 : dipertimbangkan appendicitis akut

5-6 : possible appendicitis tidak perlu operasi

7-9 : appendicitis akut perlu pembedahan

Penanganan berdasarkan skor Alvarado :

1-4 : observasi

5-6 : antibiotika

7-10 : operasi dini

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium

a. Pemeriksaan darah

- leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi.

- pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat

b. Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin.

Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi

saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan

appendicitis.

2. Radiologis

a. Foto polos abdomen

Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi komplikasi (misalnya peritonitis)

tampak:

- scoliosis ke kanan

- psoas shadow tak tampak

- bayangan gas usus kananbawah tak tampak

- garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak

- 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak

- Appendicogramhasil positif bila : non filling partial filling mouse taicut off.

b. USG

Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada

wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan

diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.

c.Bariumenema

Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus.

Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada jaringan

sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.

Foto barium enema yang dilakukan perlahan pada appendicitis akut memperlihatkan tidak

adanya pengisian apendiks dan efek massa pada tepi medial serta inferior dari seccum;

pengisisan lengkap dari apendiks menyingkirkan appendicitis.

DIAGNOSIS BANDING

Gastroenteritis : pada gastroenteritis terdapat mual, muntah dan diare yang mendahului rasa

sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltis sering ditemukan.

Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan apendisitis akut.

Demam dengue : demam dengue dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis, disini

didapatkan hasil tes positif untuk Rumpel Leede, trombositopenia, dan hematokrit yang

meningkat.

Limpadenitis mesenterika : limfadenitis mesenterika yang biasa didahului oleh enteritis atau

gastroenteritis ditandai dengan nyeri perut, terutama kanan disertai dengan perasaan mual,

nyeri tekan perut samar, terutama kanan.

Kelainan ovulasi : folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut

kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang sama pernah

timbul lebih dahulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam,

tetapi mungkin dapat mengganggu selama 2 hari.

Infeksi panggul : salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendicitis akut. Suhu

biasanya lebih tinggi daripada appendicitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus.

Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Pada colok vagina,

akan timbul nyeri hebat di panggul jika uterus diayunkan, pada gadis dapat dilakukan colok

dubur jika perlu untuk diagnosis banding.

Kehamilan diluar kandungan : hampir selalu ada riwayat haid dengan keluhan yang tidak

menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan perdarahan, akan

timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik.

Pada pemeriksaan vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan rongga Douglas dan pada

kuldosentesis didapatkan darah.

Kista ovarium terpuntir : timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba

massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vagina atau colok rektal. Tidak

terdapat demam. Pemeriksaan ultrasonografi dapat menentukan diagnosis.

Urolitiasis pielum/ureter kanan : adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke

inguinal kanan merupakan gambaran yang khas.

PENATALAKSANAAN

Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu-satunya pilihan

yang baik adalah appendiktomi. Terapi selalu operatif karena lumen yang terobstruksi tidak akan

sembuh dengan antibiotika saja. Appendicitis akut tanpa ruptura diterapi dengan appendiktomi

segera setelah evaluasi medis selesai. Ruptura appendicitis dengtan peritonitis lokal atau flegmon

dioperasi setelah resusitasi awal untuk memperbaiki cairan serta elektrolit yang hilang. Ruptura

appendicitis dengan penyebaran pada peritonitis membutuhkan resusitasi cairan yang lebih luas,

tetapi pasien harus menjalani operasi secara normal dalam 4 jam untuk mencegah berlanjutnya

kontaminasi peritoneum.

Ruptura appendicitis dengan pembentukan abses periapendiks dapat diterapi secara akut

dengan operasi, tetapi berkaitan dengan morbiditas yang meningkat. Jika gejala sudah berlangsung

beberapa hari mereda berkaitan dengan massa kuadran kanan bawah, terapi awal nonoperatif

dengan resusitasi cairan, istirahat usus,dan dosis besar antibiotika yang tepat, mungkin dapat

dilakukan drainase abses dengan bimbingan USG. Jika tanda-tanda vital, leukositosis dan tanda-

tanda abdomen makin berkembang, drainase abses dapat diindikasikan, diikuti oleh terapi

konservatif. Disarankan appendiktomi dilakukan setelah 3 bulan.

Sebelum operasi

a.Observasi

Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis seringkali masih

belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah

baring dan dipuasakan. Laktasif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun

bentuk peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah (lekosit dan

hitung jenis) diulang secara periodic. Foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari

kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi

nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.

b. Antibiotik.

Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotic, kecuali pada

apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforate. Penundaan tindak bedah sambil memberikan

antibiotic dapat mengakibatkan abses atau perforasi.

c. Operasi

1. Appendiktomi cito (appendicitis akut, abses, dan perforasi)

2. Appendiktomi elektif (appendisitis kronis)

3. Konservatif kemudian operasi elektif (appendisitis infiltrat)

Operasi Appendisitis akut disebut : A. Chaud

Operasi Appendisitis kronis disebut : A. Froid

4. Pascaoperasi

Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya pendarahan di

dalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar,

sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posii Fowler. Pasien

dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjai gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan

operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi

usus kembali normal.

Satu hari pascaoperasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x 30

menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Hari ke tujuh jahitan dapat

diangkat dan pasien diperbolehkan pulang

KOMPLIKASI

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas

maupun perforasi pada appendiks yang telah mengalami pendindingan sehingga berupa massa yang

terdiri atas kumpulan appendiks, sekum, dan lekuk usus halus.

Massa appendiks terjadi bila appendicitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau

dibungkus oleh omentum dan/lekuk usus halus. Pada massa periappendikuler yang pendinginannya

belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti

peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periappendikuler yang masih bebas

disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyakit tersebut. Pada anak selamanya dipersiapkan

untuk operasi dalam waktu 2-3hari saja.

Pasien dewasa dengan massa periappendikuler yang terpancang dengan pendinginan

sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotika sambil diawasi suhu tubuh,

ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periappendikular

hilang, dan leukosit normal. Penderita boleh pulang dan appendictomy efektif dapat dikerjakan 2-3

bulan kemudian agar pendarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin.

Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses appendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan

suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya

angka leukosit.

Appendiktomy direncanakan pada infiltrat periappendikuler tanpa pus yang telah

ditenangkan. Sebelumnya pasien diberi antibiotika kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan

anaerob. Baru setelah keadaan tenang yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan appendiktomy.

Pada anak kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau

berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya.

Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainage saja dan appendiktomy dikerjakan setelah 6-8

minggu kemudian. Jika ternyata tiak ada keluhan atau gejala apapun dan pemeriksaan jasmani dan

laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses dapat dipertimbangkan membatalkan

tindakan bedah

Adanya fekalit dalam lumen, umur (orang tua atau anak kecil) dan keterlambatan diagnosis

merupakan faktor yang berperan dalam terjadinya perforasi appendiks. Dilaporkan insiden perforasi

60% pada penderita diatas usia 60 tahun. Faktor yang mempengaruhi tingginya insiden perforasi

pada orangtua adalah gejalanya samar, keterlambatan berobat, adanya perubahan anatomi appendiks

berupa penyempitan lumen dan arteriosclerosis. Insiden tinggi pada anak disebabkan pleh dinding

appendiks yang masih tipis, anak kurang komunikatif, sehingga memperpanjang waktu diagnosis,

dan proses pendinginan kurang sempurna akibat perforasi yang berlangsung cepat dan omentum

anak belum berkembang.

Perbaiki keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman gram negatif dan

positif serta kuman anaerob dan pemasangan pipa nasogastric perlu dilakukan sebelum

pembedahan. Perlu dilakukan laparotomi dengan insisi yag panjang supaya dapat dilakukan

pencucian rongga peritoneum dari pus maupun pengeluaran fibrin yang adekuat secara mudah,

begitu pula pembersiha kantung nanah. Akhir-akhir ini mulai banyak dilaporkan pengelolaan

appendicitis perforasi secara laparoskopi appendiktomy. Keuntungannya lama rawat lebih pendek

dan secara kosmetik lebih baik. Karena ada kemungkinan terjadi infeksi luka operasi, perlu

dianjurkan pemasangan penyalir subfacia, kulit dibiarkan terbuka untuk kemudian dijahit bila sudah

dipastikan tidak ada infeksi.

APPENDICITIS REKURENS

Diagnosis appendicitis rekurens baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri

berulang di perut kiri kanan bawah yang mendorong dilakukan appendictomy, dan hasil patologi

menunjukkan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangan appendicitis akut pertama kali

sembuh spontan. Namun, appendiks tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fibrosis

dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya aserangan lagi sekitar 50%. Incidens appendicitis

rekurens adalah 10% dari spesimen appendictomi yang diperiksa secara patologik. Pada

appendicitis recurens biasanya dilakukan appendictomi karena sering penderita datang dalam

serangan akut.

APPENDICITIS KRONIK

Diagnosis appendicitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat ; riwayat

nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik appendiks secara makroskopik dan

mikroskopik dan keluhan menghilang setelah appendictomi.

Kriteria mikroskopik appendicitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding appendiks,

sumbatan parsial atau total lumen appendiks, adanya jaringan parut atau ulkus lama di mukosa, dan

infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens appendicitis kronik antara 1-5%.

MUKOKEL APPENDIKS

Mukokel appendiks adalah dilatasi kistik dari appendiks yang berisi musin akibat adanya

obstruksi kronik pangkal appendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril,

musin akan tertimbun tanpa terinfeksi. Walaupun jarang, mukokel dapat disebabkan oleh

kistadenoma yang dicuriai bisa menjadi ganas.

Penderita sering datang dengan keluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan

bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan

timbul tanda appendicitis akut. Pengobatan dengan appendiktomi.

PROGNOSIS

Dengan diagnosa yang akurat serta pembedahan tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit

ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi

komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila appendiks tidak diangkat.

DAFTAR PUSTAKA

1. R Sjamsuhidajat. Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : penerbit buku

kedokteran EGC. 2005

2. Condon RE (et al). Appendicitis. Dalam : David C.Sabiston,Jr, ed. The Biological Basis of

modern Surgical Practice. 14th edition. USA : W.B. Sauders Company. 1991 : 884-897

3. Schwartz, Shires&Spencer. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Edisi6. Cetakan pertama. Jakarta

: penerbit buku kedokteran EGC.2000

4. Lawrence WW. Appendix. Dalam : Gerard MD&Lawrence WW,ed. Current Surgical

Diagnosis&Treatment. 12th edition. USA:Lange Medical books/The Mcgraw-Hill companies,Inc.

648-653

5. Lally Kevin P (et al). Appendix. Dalam : Courtney M. Townsend, Jr (et al),ed. Sabiston textbook

of surgery The Biological Basis of Modern Surgical practice. 17th edition. USA : Elsevier Inc. 2004

: 1381-1397.

6. Jaffe BM & David HB. The appendix. Dalam : F.Charles Brunicardi (et al),ed. Schwartz’s

principles of surgery. 8th edition. USA : The McGraw-Hill Companies,Inc. 2005 : 1119-1135

LAPORAN KASUS

APPENDISITIS akut

Pembimbing :

Dr. Tito, Sp. OT

Penyusun :

Dwi Putri Arlina (030.06.077)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT

DR. MINTOHARDJO

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TRISAKTI

Mei 2011