artikel 2
DESCRIPTION
Artikel 2TRANSCRIPT
![Page 1: Artikel 2](https://reader038.vdocuments.pub/reader038/viewer/2022100601/55721231497959fc0b902f3c/html5/thumbnails/1.jpg)
IMPLEMENTASI PENYELESAIAN PERSAMAAN NON LINEAR
Ada banyak metode yang dapat digunakan umtuk menyelesaikan persamaan non linear. Metode numerik yang dapat dipakai untuk menyelesaikan persamaan non linear adalah metode iterative. Pada metode iterative diberikan nilai awal x0, sehingga dari titik awal tersebut dapat dihasilkan suatu deret {xm} = {x0, x1,….} yang terdiri dari bilangan real. Dalam hal ini metode konvergen ke x*. Di sisi lain deret {xm} mungkin konvergen ke titik yang berbeda dalam R, atau bahkan tidak konvergen ke semua nilai.
1. Metode Bisection Diketahui f(x) = 0 dan f(x) fungsi kontinu pada interval [a,b]. Anggap terdapat dua angka x1 dan x2 dimana a<=x1<x2<=b sedemikian hingga f(x1) dan f(x2) mempunyai tanda yang berbeda. Kondisi ini minimal akan memberikan satu solusi untuk f(x)=0 pada interval [x1,x2] (Churchhouse, 1981). Jika x1 dan x2 merupakan aproksimasi maka untuk menentukan x3 metode Bisection menggunakan : x3 = ½(x1 + x2) Aproksimasi dianggap cukup jika
|f(x3)| < ε Jika tidak untuk menentukan aproksimasi berikutnya menggunakan aturan sebagai berikut: x4 = ½(x1 + x3) , jika f(x3) f(x1) <0 x4 = ½(x2 + x3) , jika f(x3) f(x2) <0
2. Metode False Position
Pada metode Bisection konvergensi akan dicapai dengan jumlah iterasi yang besar. Untuk itu metode False Pisition memberikan metode untuk mencari aproksimasi berikutnya dari dua nilai awal yang diketahui yakni:
)()()()(
12
12213 xfxf
xfxxfxx−−
=
Sedangkan untuk menentukan x4 digunakan menggunakan rumusan yang sama namun x1 dan x2 diganti dengan : x3 dan x1 jika f(x3) f(x1) <0 x3 dan x2 jika f(x3) f(x2) <0
3. Metode Newton Pandang f(x) = 0 sebagai persamaan non linear, diberikan titik (x0,y0) = (x0 , f(x0)), sehingga didapat :
x1 x0 - )1(slope
y0 = x0 - )(')(
0
0
xfxf
![Page 2: Artikel 2](https://reader038.vdocuments.pub/reader038/viewer/2022100601/55721231497959fc0b902f3c/html5/thumbnails/2.jpg)
Gambar 2.1
Ilustrasi proses iterasi pada Metode Newton Pada setiap level iterasi m dilakukan apoksimasi grafik f di dekat xm dengan garis lurus yang melalui titik (xm , f(xm)) dan mempunyai slope f’(xm). Sedangkan xm+1
:= xm - )(')(
m
m
xfxf dari aproksimasi fungsi tersebut menjadi nilai untuk iterasi
berikutnya.
4. Metode Quasi-Newton Pada metode Newton terdapat proses pendeferensialan yang mungkin akan membutuhkan energi yang besar. Contoh kasus terhadap fungsi di bawah ini : f(x) = 5x10 -9x9 + x + 100 ………….1)
f(x) =)]1ln[tan(
)](exp[sin 32
x
xx + ………….2)
Untuk mencari f’ dari fungsi 2) tentu akan diperlukan usaha yang lebih besar dibandingkan fungsi 2). Makin kompleks bentuk fungsinya maka usaha yang diperlukan untuk mencari f’ tentu akan semakin besar. Oleh karena itu dilakukan usaha agar proses pendeferensialan dapat dihilangkan, dengan menggunakan definisi dari f’ itu sendiri. Ide metode ini adalah untuk mengubah bentuk :
xm+1 xm - )(')(
m
m
xfxf
menjadi bentuk
xm+1 xm - m
m
Dxf )(
dengan
X* X2 X1 X0
f
f’(x0)
f’ (x1)
![Page 3: Artikel 2](https://reader038.vdocuments.pub/reader038/viewer/2022100601/55721231497959fc0b902f3c/html5/thumbnails/3.jpg)
Dmm
mm
m
hxfhxf )()(: −+
=
Sehingga persamaan menjadi :
xm+1 xm - )()(
)(mm
m
xfhxfxhf−+
Untuk mengimplementasikan persamaan diatas maka ambil hm = xm-1-xm untuk m = 1, 2, 3,….. sehingga persamaan diatas menjadi metode Quasi-Newton dengan bentuk :
xm+1 xm-f(xm))()( 1
1
mm
mm
xfxfxx
−−
−
−
Pada metode ini diperlukan dua titik awal karena untuk dapat mengetahui xm+1 harus diketahui nilai xm dan xm-1.
5. Metode Halley
Metode Halley memerlukan satu nilai taksiran awal. Selain itu persamaan juga harus dapat dideferensialkan sampai turunan kedua, karena dalam metode harus tersedia f’ dan f”. Untuk mencari taksiran berikutnya menggunakan rumusan sebagai berikut :
)'2"('
1
n
nnn
nnn
ffff
fxx−
−=+
6. Metode Steffensen
Metode Steffensen memerlukan satu nilai awal, namun pada metode ini sama sekali tidak menuntuk adanya pendeferensialan. Untuk menentukan taksiran berikutnya mengikuti rumusan :
)())(()(2
1nnn
nnn xfxfxf
xfxx−+
−=+
7. Metode Olver
Metode Olver memerlukan satu nilai taksiran awal. Selain itu persamaan juga harus dapat dideferensialkan sampai turunan kedua, karena dalam metode harus tersedia f’ dan f”. Untuk mencari taksiran berikutnya menggunakan rumusan sebagai berikut :
)()}('{
)()(21
)(')(
3
"
1 nn
nn
n
nnn xf
xfxfxf
xfxfxx −−=+
8. Metode Newton Ganda
Disebut metode Newton ganda karena dalam metode ini menggunakan prinsip yang ada pada metode Newton, dimana rumusan digunakan dua kalinya untuk setiap iterasi. Seperti pada metode Newton metode ini juga memerlukan satu taksiran awal. Taksiran berikutnya dapat diketahui dengan :
![Page 4: Artikel 2](https://reader038.vdocuments.pub/reader038/viewer/2022100601/55721231497959fc0b902f3c/html5/thumbnails/4.jpg)
)x('f)x(fxq
n
nn −=
)x('f)q(fqxn
1n −=+
9. Metode Traub
Metode ini juga menuntut tersedianya f’. Diperlukan satu taksiran awal untuk memulai iterasi. Taksiran berikutnya dapat diketahui dari :
)x('f)x(fxq
n
nn −=
)q(f)x(f)q(f2
xqqxn
n1n −
−−=+