artikel analisis kemampuan komunikasi matematis...
TRANSCRIPT
ARTIKEL
ANALISIS KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP
PADA MATERI KUBUS DAN BALOK DITINJAU DARI GAYA
BELAJAR SISWA
Oleh:
INDAH SUBEKTI
13.1.01.05.0181
Dibimbing oleh :
1. Drs. Darsono, M.Kom
2. Ika Santia, M.Pd
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI
2018
Artikel SkripsiUniversitas Nusantara PGRI Kediri
Indah Subekti | 13.1.01.05.0181FKIP – Pendidikan Matematika
simki.unpkediri.ac.id|| 1||
Artikel SkripsiUniversitas Nusantara PGRI Kediri
Indah Subekti | 13.1.01.05.0181FKIP – Pendidikan Matematika
simki.unpkediri.ac.id|| 2||
ANALISIS KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMPPADA MATERI KUBUS DAN BALOK DITINJAU DARI GAYA
BELAJAR SISWA
Indah Subekti13.1.01.05.0181
FKIP – Pendidikan [email protected]
Drs. Darsono, M.Kom dan Ika Santia, M.PdUNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI
AbstrakTujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan komunikasi matematis siswa ditinjau dari gaya belajarsiswa menurut David Kolb yang meliputi gaya belajar converger, diverger, assimilator danaccomodator. Penelitian ini menggunakan penelitian pendekatan kualitatif deskriptif dengan subjekpenelitian kelas VIII-A SMPN 3 Grogol. Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan instrumenberupa angket gaya belajar, tes komunikasi matematis dan pedoman wawancara. Pada penelitian inimenggunakan triangulasi waktu dan teknik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Subjekdengan gaya belajar converger dan accommodator dapat menjelaskan ide dan situasi secara tertulis,dapat menyatakan ide-ide matematika kedalam gambar atau diagram, dapat menyatakan situasi kedalam model matematika serta dapat apat menyusun argumen dan generalisasi (2) Subjek dengan gayabelajar diverger dan assimilator dapat menjelaskan ide dan situasi secara tertulis, dapat menyatakanide-ide matematika kedalam gambar atau diagram hanya jika ada perintah didalam soal, dapatmenyatakan situasi ke dalam model matematika serta dapat menyusun argumen tetapi tidak dapatmembuat generalisasi
Kata kunci: komunikasi matematis, gaya belajar David Kolb
I. LATAR BELAKANG
Kemampuan komunikasi
matematis merupakan kemampuan
yang harus dimiliki setiap siswa
menengah pertama dalam pencapaian
kurikulum. Tanpa kemampuan
komunikasi matematis, maka siswa
tidak akan mampu menyampaikan
ide gagasan matematisnya kepada
orang lain. Dalam Umar,dkk (1996:
168) yang mengatakan bahwa
komunikasi matematik merupakan:
(I) kekuatan sentral bagi siswa dalam
merumuskan konsep dan strategi
matematik, (2) modal keberhasilan
bagi siswa terhadap pendekatan dan
penyelesaian dalam eksplorasi dan
investigasi matematik, (3) wadah
bagi siswa dalam berkomunikasi
dengan temannya untuk memperoleh
informasi, membagi pikiran dan
penemuan, mencurahkan pendapat,
menilai dan mempertajam ide untuk
meyakinkan orang lain.
Artikel SkripsiUniversitas Nusantara PGRI Kediri
Indah Subekti | 13.1.01.05.0181FKIP – Pendidikan Matematika
simki.unpkediri.ac.id|| 3||
Pada penelitian yang
dilakukan oleh Shimada (Darkasyi
dkk, 2006: 63) memperlihatkan
bahwa dalam proses belajar dan
mengajar, guru berperan dominan
dan informasi hanya berjalan satu
arah dari guru ke siswa, sehingga
siswa sangat pasif. Sedangkan siswa
masih cenderung terlalu pasif
menerima materi dari guru, sehingga
pembelajaran masih bersifat satu
arah dalam proses komunikasi
matematis. Sesuai laporan TIMSS
tahun 2007 untuk siswa kelas VIII,
Indonesia menempati urutan ke-36
dari 49 negara dengan nilai rata-rata
kemampuan matematika yang
ditetapkan oleh TIMSS yaitu 500
(Permata, 2015: 128). Berdasarkan
hasil TIMSS tersebut, Indonesia
berada pada peringkat yang rendah
yang menunjukkan bahwa
kemampuan komunikasi matematis
siswa Indonesia juga masih rendah.
Pada dasarnya, salah satu
tujuan utama dalam pembelajaran
matematika adalah agar siswa dapat
mengkomunikasikan apa yang
dipelajari dengan mengungkapkan
ide dan gagasan serta pengetahuan
matematika yang siswa miliki baik
secara lisan maupun tulisan kedalam
bentuk aljabar, simbol, diagram atau
kedalam bentuk lainnya.
Dalam upaya meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis
siswa, guru seharsnya terlebih dahulu
mengetahui tipe gaya belajar setiap
siswanya. Karena dengan demikian,
materi yang disampaikan oleh guru
akan lebih mudah diterima oleh
siswa. Hal ini didukung oleh
pendapat yang dikemukakan oleh
Hidayat (2015: 103) yaitu jika siswa
memahami gaya belajarnya dengan
baik, maka siswa dan guru akan
mengetahui tujuan pembelajaran
yang disesuaikan dengan mata
pelajarannya. Jadi guru dituntut
harus kreatif mungkin dalam
mempelajari materi yang diajarkan
dalam proses pembelajaran sehingga
siswa yang memiliki gaya belajar
dapat memaksimalkan gaya belajar
yang ia dapat.
Pada penelitian ini, peneliti
menggunakan model gaya belajar
yang dikembangkan oleh David Kolb
(1984). Peneliti tertarik
menggunakan gaya belajar ini
dikarenakan gaya belajar Kolb lebih
didasarkan pada pengalaman,
kebiasaan serta faktor lingkungan.
Selain itu, di Indonesia KLSI (Kolb
Learning Style Inventory) masih
Artikel SkripsiUniversitas Nusantara PGRI Kediri
Indah Subekti | 13.1.01.05.0181FKIP – Pendidikan Matematika
simki.unpkediri.ac.id|| 4||
belum banyak digunakan Gaya
belajar Kolb didasarkan pada 4
(empat) tahapan siklus atau dimensi,
yaitu dimensi concerete experience,
reflective observation, abstract
conceptualization, dan active
experimentation. Sedangkan gaya
belajar model Kolb yang merupakan
kombinasi dari dua dimensi adalah:
converger (abstract
conceptualization-active
experimentation), diverger (concrete
experience-reflective observation),
accommodator (concerete
experience-active experimentation),
dan assimilator (abstract
conceptualization-reflective
observation).
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kemampuan komunikasi
matematis siswa SMP kelas VIII
ditinjau dari gaya belajar Kolb.
II. METODE
Jenis penelitian yang
digunakan pada penelitian ini ini
adalah deskriptif kualitatif dengn
tujuan dapat menjelaskan secara
terperinci kemampuan komunikasi
matematis siswa dalam
menyelesaikan soal matematika
khususnya kubus dan balok.
Subjek dalam penelitian ini
adalah 4 siswa dari Kelas VIII
SMPN 3 Grogol semester genap
tahun ajaran 2016/2017. Sehingga
diambil 1 subjek untuk mewakili
setiap tipe gaya belajar.
Adapun instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini
adalah angket gaya belajar dan tes
komunikasi matematis kubus dan
balok. Angket digunakan untuk
mengetahui gaya belajar setiap siswa
yaitu converger, diverger,
accomodator, dan assimilator.
Sedangkan tes komunikasi matematis
digunakan untuk mengetahui
kemampuan komunikasi matematis
siswa dalam menyelesaikan soal
matematika kubus dan balok bertipe
soal uraian.
Pada penelitian ini
menggunakan triangulasi waktu dan
teknik.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui komunikasi matematis
siswa berdasarkan hasil tes dan
wawancara untuk mendeskripsikan
komunikasi matematis siswa SMP
kelas VIII pada materi kubus dan
balok ditinjau dari gaya belajar siswa
yang dilaksanakan di SMPN 3
Artikel SkripsiUniversitas Nusantara PGRI Kediri
Indah Subekti | 13.1.01.05.0181FKIP – Pendidikan Matematika
simki.unpkediri.ac.id|| 5||
Grogol. Adapun hasil penelitian
sebagai berikut:
1. Komunikasi matematis Subjek
pertama dengan gaya belajar
converger dapat diketahui bahwa
penilaian indikator komunikasi
matematis adalah sebagai berikut:
dapat menjelaskan ide dan situasi
secara tertulis, dapat menyatakan
ide-ide matematika kedalam
gambar atau diagram, dapat
menyatakan situasi ke dalam
model matematika serta dapat
apat menyusun argumen dan
generalisasi. Dengan terpenuhi
semua indikator komunikasi
matematis, maka subjek pertama
dengan gaya belajar converger
terpenuhi empat indikator.
2. Komunikasi matematis Subjek
ketiga dengan gaya belajar
diverger dapat diketahui bahwa
penilaian indikator komunikasi
matematis adalah sebagai berikut:
Dapat Menjelaskan ide dan situasi
secara tertulis hanya pada soal
nomor 2 tes pertama dan kedua.
dapat menyatakan ide-ide
matematika kedalam gambar
hanya pada soal nomor 1 tes
pertama dan kedua, dapat
menyatakan situasi ke dalam
model matematika, dapat
membuat argument tetapi tidak
dapat membuat generalisasi.
Dengan demikian subjek ketiga
dengan gaya belajar diverger
terpenuhi tiga indikator.
3. Komunikasi matematis Subjek
kelima dengan gaya belajar
accomodator dapat diketahui
bahwa penilaian indikator
komunikasi matematis adalah
sebagai berikut: Dapat
menjelaskan ide dan situasi secara
tertulis, dapat menyatakan ide-ide
matematika kedalam gambar atau
diagram hanya untuk soal nomor
1 pada tes pertama dan kedua,
dapat menyatakan situasi ke
dalam model matematika serta
dapat apat menyusun argumen
dan generalisasi. Dengan
demikian, maka subjek kelima
dengan gaya belajar accomodator
terpenuhi empat indikator.
4. Komunikasi matematis Subjek
keempat dengan gaya belajar
assimilator dapat diketahui bahwa
penilaian indikator komunikasi
matematis adalah sebagai berikut:
Dapat menjelaskan ide dan situasi
secara tertulis, dapat menyatakan
ide-ide matematika kedalam
gambar atau diagram hanya untuk
soal nomor 1 pada tes pertama
Artikel SkripsiUniversitas Nusantara PGRI Kediri
Indah Subekti | 13.1.01.05.0181FKIP – Pendidikan Matematika
simki.unpkediri.ac.id|| 6||
dan kedua, menyatakan situasi ke
dalam model matematika atau
gambar, dapat membuat argument
tetapi tidak dapat membuat
generalisasi. Dengan demikian,
maka subjek ketujuh dengan gaya
belajar assimilator terpenuhi tiga
indikator.
Secara keseluruhan
komunikasi matematis siswa SMP
kelas VIII di SMPN 3 Grogol
terpenuhi. Hal ini terlihat dari
masing-masing indikator komunikasi
matematis setiap subjek.
Berdasarkan hasil penelitian
yang diambil di SMPN 3 Grogol
dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Subjek dengan gaya belajar
converger dan accommodator
dapat menjelaskan ide dan situasi
secara tertulis, dapat menyatakan
ide-ide matematika kedalam
gambar atau diagram, dapat
menyatakan situasi ke dalam
model matematika serta dapat
apat menyusun argumen dan
generalisasi
2. Subjek dengan gaya belajar
diverger dan assimilator dapat
menjelaskan ide dan situasi secara
tertulis, dapat menyatakan ide-ide
matematika kedalam gambar atau
diagram hanya jika ada perintah
didalam soal, dapat menyatakan
situasi ke dalam model
matematika serta dapat apat
menyusun argumen tetapi tidak
dapat membuat generalisasi
Berdasarkan simpulan di atas
dapat diberikan saran-saran sebagai
berikut.
1. Perlu adanya kegiatan
pembelajaran yang lebih
bermakna dalam pembelajaran
matematika kepada siswa sejak
dini untuk melatih kemampuan
komunikasi siswa agar lebih
matang lagi.
2. Guru harus lebih memperhatikan
kesulitan-kesulitan yang dihadapi
oleh siswa agar mampu
mengingatkan kemampuan
komunikasi matematis siswa.
3. Guru perlu membedakan tipe gaya
belajar tiap-tiap siswa dalam
melaksanakan kegiatan
pembelajaran agar kegiatan
belajar mengajar lebih efektif dan
tepat sasaran.
4. Perlu adanya penelitian lanjutan
sebagai upaya untuk memperbaiki
kemampuan komunikasi
matematis siswa dalam
pembelajaran matematika.
Artikel SkripsiUniversitas Nusantara PGRI Kediri
Indah Subekti | 13.1.01.05.0181FKIP – Pendidikan Matematika
simki.unpkediri.ac.id|| 7||
5. Perlu dilakukan penelitian lanjut
untuk menganalisis kemampuan
komunikasi matematis siswa
berdasarkan gaya belajar siswa
dengan menggunakan masalah-
masalah matematika yang
melibatkan semua indikator dari
komunikasi matematis.
6. Perlu adanya instrument atau alat
ukur lainnya selain angket untuk
mengidentifikasi gaya belajar
siswa menurut Kolb.
IV. DAFTAR PUSTAKA
[1] Arikunto, S. 2013. Dasar-dasar
evaluasi pendidikan edisi
kedua. Jakarta: Bumi
Aksara.
[2] Darkasyi, M. dkk.2014.Peningkatan
Kemampuan
Komunikasi Matematis
dan Motivasi Siswa
dengan Pembelajaran
Pendekatan Quantum
Learning pada Siswa
SMP Negeri 5
Lhokseumawe. Jurnal
Didaktik Matematika, 1
(1). (Online), tersedia:
https://scholar.google.co
.id/scholar?hl=id&assd,
diunduh 13 September
2017.
[3] Darmadi. 2017. Pengembangan
Model dan Metode
Pembelajaran Dalam
Dinamika Belajr Siswa.
Sleman: Deepublish.
[4] Hawk, T. F & Shah, A. J.
2007.Using Learning
Style Instrumentsto
Enhance Student
Learning. Decision
Sciences Journal of
Innovative Education, 5
(1). (Online), tersedia:
https://onlinelibrary.wile
y.com/doi/full/10.1111/j.
1540-4609. 2007.00125),
diunduh 10 September
2017.
[5] Hidayat. Z, dkk. 2015. Analisis
kesesuaian gaya belajar
siswa menurut david kolb
terhadap pemahaman
konsep matematika lower
order thinking (lot) dan
higher order thinking
(hot) di sman 45 jakarta
padamateri aplikasi
turunan fungsi. Disertasi.
Tidak Dipublikasikan.
Jakarta: FMIPA UNJ
Artikel SkripsiUniversitas Nusantara PGRI Kediri
Indah Subekti | 13.1.01.05.0181FKIP – Pendidikan Matematika
simki.unpkediri.ac.id|| 8||
(Online), tersedia:
http://happyslide.top/doc/
58338/analisis-
kesesuaian-gaya-belajar-
siswa-menurut-david-
kolb), Diunduh 10
September 2017.
[6] Kolb, A.Y & Kolb, D.A. 2005.
The Kolb Learning Style
Inventory-version 4.0:
2005 Technical
Specifications.
International Journal.
(Online), tersedia:
www.learningfromexperi
ence.com, diunduh 10
September 2017.
[7] Permata, C. P, dkk. 2015 Analisis
kemampuan komunikasi
matematis siswa kelas
VII smp pada model
pembelajaran TSTS
dengan Pendekatan
scientific.Unnes Journal
of Mathematics
Education. 4(2).
(Online), tersedia:
https://journal.unnes.ac.i
d/artikel_sju/ujme/7452,
diunduh 13 Januari 2018.
[8] Stellenbosch University. The
Learning Style Inventory.
(Online), tersedia:
https://sun.ac.az/english/
policy/Documents/Learni
ng Style Inventory.docx,
diunduh 05 Agustus
2017.