artikel belatung
DESCRIPTION
manfaat belatung untuk pengobatan diabetes mellitusTRANSCRIPT
ARTIKEL SISTEM ENDOKRIN
PERAWATAN LUKA DM MENGGUNAKAN TERAPI BELATUNG
Disusun Oleh Kelompok 2b :
1. Kesya Bani (201111064)
2. Monica Sukmaningtyas (201111080)
3. Rangga Sandi Saputra (201111084)
4. Stefani Mandasari (201111102)
5. Trimita Ningsih (201111116)
S1 ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI KESEHATAN SANT ELISABETH
SEMARANG
2012/2013
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya
atas berkat dan campur tangan-Nyalah, maka kami dapat menyelesaikan makalah
sistem endokrin “perawatan luka diabetes mellitus menggunakan terapi belatung “ ini
dengan baik. Semoga apa yang kami tulis dan kami paparkan dalam makalah ini
dapat dimengerti dan dipahami dengan baik oleh pembaca sehingga dapat bermanfaat
bagi pembaca dalam menjaga dan meningkatkan status kesehatan dalam kehidupan
sehari – hari.
Penulis menyadari bahwa makalah asuhan keperawatan ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semarang, 31 Mei 2013
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
BAB II ISI
2.1 Pengertian diabetes mellitus
2.2 Terapi belatung
2.3 Artikel terapi belatung
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit yang diakibatkan
meningkatnya kadar glukosa dalam darah oleh sebab menurunnya produksi
hormone insulin oleh pancreas. Karena kadar insulin yang menurun maka selain
darah menjadi pekat karena kadar glukosa yang meningkat, darah yang
mengandung nutrisi juga tidak bisa menembus membrane sel untuk memberi
nutrisi dan oksigen, akibatnya sel-sel menjadi kekurangan nutrisi, bahkan mati,
akibatnya jika terjadi luka maka akan sulit sembuh karena darah yang membawa
factor pembekuan dll menjadi terhambat, akibatnya luka menjadi sulit sekali
untuk sembuh.
Terapi belatung sudah dikenal dari tahun 1920, digunakan untuk memakan
jaringan kulit yang mati, selain itu belatung juga mengeluarkan cairan yang bisa
digunakan untuk menghancurkan jaringan yang mati lalu memakannya sehingga
luka menjadi cepat kering, belatung juga diduga dapat mengeluarkan zat anti
infeksi.
Diindonesia saat ini penderita diabetes mellitus juga semakin bertambah
dari tahun ke tahun, kondisi merek diperparah dengan berbagai macam
komplikasi, misalnya luka diabetes yang sulit sembuh, tidak jarang luka yang
diderita sukar kering dan malah terjadi infeksi dan tidak jarang yang diamputasi,
maka dalam makalah ini dijelaskan alternative terapi untuk menghindari risiko
tinggi seperti disebutkan tadi.
1.2 Tujuan
1.2.1 Agar mahasiswa mengetahui manfaat belatung dalam perawatan luka
terutama luka diabetes
1.2.2 Agar mahasiswa dapat menerapkan terapi belatung dlaam kehidupan
sehari hari
1.3 Manfaat
1.3.1 Mahasiswa mengetahui manfaat belatung dalam perawatan luka terutama
luka diabetes
1.3.2 Mahasiswa dapat menerapkan terapi belatung dalam kehidupan sehari
hari
BAB II
ISI
2.1 Diabetes Mellitus
2.1.1 Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang
disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat
(Brunner & Suddart ). Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik
yang kebanyakan herediter, demam tanda – tanda hiperglikemia dan
glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun
kronik, sebagai akibat dari kurangnya insulin efektif di dalam tubuh,
gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya
disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. (Askandar, 2000).
Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi, meningkat setelah
makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam. Kadar gula darah yang
normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah 70 – 110
mg/dL darah. Kadar gula darah biasanya kurang dari 120 – 140 mg/dL pada
2 jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung gula maupun
karbohidrat lainnya.
2.1.2 Etiologi
Secara umum diabetes mellitus dapat terjadi karena kelebihan zat gula
dalam darah yang biasanya mampu dikontrol oleh hormon insulin. tetapi
secara khusus Penyebab diabetes belum diketahui secara pasti.
1. Diabetes Mellitus Tergantung Insulin (IDMM)
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri
tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada
individu yang memililiki tipe antigen HLA ( Human Leucocyte
Antigen ) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon
autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah
pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah – olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas,
sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin
tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan
destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Mellitus tak tergantung Insulin (NIDDM)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor
genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin ( DMTTI ) penyakitnya
mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam
sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat
resistensi dari sel – sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula – mula
mengikat dirinya kepada reseptor – reseptor permukaan sel tertentu, kemudian
terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus
membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan
insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah
tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system
transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu
yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya
sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan
euglikemia ( Price,1995 ). Diabetes Mellitus tipe II disebut juga Diabetes
Mellitus tidak tergantung insulin ( DMTTI ) atau Non Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen
bentuk – bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang
dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak – kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
- Umur
Umur adalah salah satu faktor yang paling umum yang
mempengaruhi individu untuk diabetes. Faktor Risiko meningkat secara
signifikan setelah usia 45 dan meningkat secara dramatis setelah usia 65. Hal
ini terjadi biasanya karena orangorang pada usia ini kurang aktif, berat
badan akan bertambah dan massa otot akan berkurang sehingga dapat
menyebabkan disfungsi pankreas. Selain itu, kemampuan tubuh
mempertahankan diri juga semakin berkurang sehingga daya tahan tubuh
menurun. Hal ini mempermudah masuknya virus yang dapat merusak
pankreas sebagai penghasil insulin.
b. Obesitas
Obesitas atau kegemukan juga menjadi salah satu faktor utama yang
menyebabkan diabetes. berat badan yang tidak seimbang dibandingkan
dengan tinggi seseorang merupakan faktor awal untuk terjadinya diabetes
mellitus. hal tersebut sering terjadi pada penderita diabetes mellitus tipe 2
yang berusia 40 tahun. Jumlah lemak dalam tubuh yang berlebihan
menyebabkan insulin tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
c. Riwayat Keluarga
Jika kedua orangtua memiliki diabetes type 2, ada kemungkinan
bahwa hampir semua anak-anak mereka akan menderita diabetes. Jika kedua
orangtua memiliki diabetes type 1, kurang dari 20 persen dari anak-anak
mereka akan terserang diabetes mellitus type 1. Pada kembar diabetic, jika
salah satu kembar mengembangkan diabetes type 2, maka hamper 100 persen
untuk kembar yang lain juga akan berpotensi untuk terserang diabetes mellitus
type 2.
2.1.3 Tanda dan gejala
Gejala kencing manis atau yang biasa disebut Diabetes Melitus selain
gejala khas juga disertai gejala umum. Diabetes melitus (DM) adalah keadaan
hiperglikemia (kelebihan kadar gula dalam darah) yang berlangsung lama
(kronik) disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada berbagai organ tubuh.
Berikut gejala khas dari Diabetes Melitus yaitu:
Banyak makan (polifagia).
Banyak minum (polidipsi).
Banyak kencing (poliuria).
Lemas.
Berat Badan turun.
2.1.4 Fase Penyembuhan Luka
Fase penyembuhan luka dimulai dari Fase inflamasi yang dimulai sejak
terjadinya luka sampai hari ke-5. Segera setelah terjadinya luka, pembuluh
darah yang putus mengalami konstriksi dan retraksi disertai reaksi hemostasis
karena agregasi trombosit yang bersama jala fibrin membekukan darah.
Komponen hemostasis ini akan melepaskan dan mengaktifkan sitokin yang
meliputi Epidermal Growth Factor (EGF), Insulin-like Growth Factor (IGF),
Plateled-derived Growth Factor (PDGF) dan Transforming Growth Factor beta
(TGF-β) yang berperan untuk terjadinya kemotaksis netrofil, makrofag, mast
sel, sel endotelial dan fibroblas. Keadaan ini disebut fase inflamasi. Pada fase
ini kemudian terjadi vasodilatasi dan akumulasi lekosit Polymorphonuclear
(PMN). Agregat trombosit akan mengeluarkan mediator inflamasi
Transforming Growth Factor beta 1 (TGF b1) yang juga dikeluarkan oleh
makrofag. Adanya TGF b1 akan mengaktivasi fibroblas untuk mensintesis
kolagen.Fase Proliferasi atau rekontruksi: berlangsung dari akhir masa
inflamasi sampai kira-kira minggu ke-3. Fase ini ditandai dengan adanya
proliferasi sel/pembelahan sel. Peran fibroblast sangat besar untuk
menghasilkan struktur protein yang digunakan selama proses rekontruksi
jaringan. Pada saat terjadi luka fibroblast akan aktif ke jaringan sekitar luka dan
berproliferasi mengeluarkan beberapa substansi seperti kolagen, elastin,
hyaluronic acid, fibronectin, dan proteoglycans untuk rekontruksi jaringan baru.
Pada fase ini juga terjadi proses pembentukan kapiler baru dalam luka atau
disebut angiogenesis. Fibroblast dan angiogenesis merupakan proses yang
terintegrasi dan dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan oleh platelet dan
makrofag (growth factor). Proses selanjutnya adalah epitelisasi, karena
fibroblast mengeluarkan Keratinocyte Growth Factor (KGF). Fase proliferasi
akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk, terlihat
proses kontraksi dan akan di percepat oleh berbagai growth factor). Fase
Maturasi atau remodelling dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan
berakhir sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah
menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan
yang kuat dan bermutu. Fibroblast sudah meninggalkan jaringan granulasi,
warna kemerahan dari jaringan mulai berkurang karena pembuluh darah mulai
regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat
jaringan parut dan puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan. Enzim
kolagenase mengubah kolagen muda (gelatinous collagen) yang terbentuk pada
fase proliferasi menjadi kolagen matang, lebih kuat, dan struktur yang lebih
baik (proses re-modelling). Untuk mencapai penyembuhan yang optimal
diperlukan keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang
dipecahkan sehingga tidak terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic
scar, dan akan menurunkan kekuatan jaringan parut,luka selalu terbuka bila
kekurangan kolagen.
2.1.5 Pengkajian Luka Diabetic
1. Lokasi dan Letak Luka
Dapat dijadikan sebagai indikator terhadap kemungkinan
penyebab terjadinya luka, sehingga kejadian luka dpt diminimalkan.
Misalnya : Klien dengan letak luka di ibu jari kaki akibat
penekananan karena pengunaan sepatu yang sempit .
2. Stadium Luka
Stadium luka dibedakan atas :
a. Anatomi kulit :
Stadium I : kulit berwarna merah, belum tampak adanya
lapisan epidermis yang hilang.
Stadium II : Hilangnya lapisan epidermis/lecet sampai batas
dermis paling atas
Stadium III : rusaknya lapisan dermis bagian bawah
hingga lapisan subkutan
Stadium IV : Rusaknya lapisan subkutan hingga otot dan
tulang
b. Warna dasar Luka
Red/merah : (pink/merah/merah tua) disebut jaringan
sehat,granulasi/epitelisasi, vaskularisasi.
Yellow/kuning : (kuning muda/kuning kehijauan/kuning
tua/kuning kecoklatan) disebut jaringan mati yang lunak,
fibrolitik, slough, avaskularisasi.
Black/hitam : jaringan nekrosis, avaskularisasi
c. Stadium Wagner untuk Luka Kaki Diabetik
a. Superficial Ulcers
Stadium 0 : tidak terdapat lesi. Kulit dalam keadaan
baik, tapi dengan bentuk tulang kaki yang
menonjol/charcot arthropathies
Stadium I : Hilang lapisan kulit hingga dermis dan
kadang kadang tampak tulang menonjol
3. Deep Ulcers
Stadium II : Lesi terbuka dengan penetrasi ke tulang atau tendon
(dengan goa)
Stadium III : Penetrasi dalam , osteomyelitis, plantar abses atau
infeksi hingga tendon
4. Gangrene
Stadium IV : Ganggrene sebagian, menyebar hingga sebagian dari
jari kaki, kulit sekitar selulitis, ganggrene lembab/kering
Stadium V : Seluruh kaki dalam kondisi nekrotik/ganggrene.
5. Bentuk dan Ukuran Luka
a. Pengukuran Tiga dimensi
Pengukuran tiga dimensi dilakukan dengan mengkaji
panjang-lebar-kedalaman dan dengan menggunakan lidi watten
steril untuk menilai ada tidaknya goa (sinus tracks/undermining)
dengan mengukur berputar searah jarum jam.
b. Photograp
Serial photograp dapat memberikan gambaran proses
penyembuhan luka secara komprehensif. (Berikan informed
consent sebelum mengambil gambar)
6. Status Vaskuler
Menilai status vaskuler berhubungan dengan pengangktn
penyebaran oksigen yang adekwat ke seluruh lap sel dan merupakan
unsur penting dalam penyembuhan luka.
a. Palpasi
Palpasi pada daerah tibial dan dorsal pedis untuk menilai
ada tidaknya denyut nadi, klien lanjut usia kadang sulit diraba
denyut nadinya dan dapat
menggunakan alat stetoskop ultrasonik dopler.
Tingkatan denyut nadi :
O : tidak teraba
1 + : ada denyut nadi sebentar
2 + : teraba tapi kemudian menghilang
3 + : normal
4 + : Sangat jelas
Capillary Refill
Waktu pengisian kapiler dievaluasi dengan member
tekanan pada ujung jari, setelah tampak kemerahan segera
lepaskan tekanan dan lihat apakah ujung jari
segera kembali ke kulit normal. Pada beberapa kondisi menurun
atau hilangnya denyut nadi,pucat,kulit dingin kulit jari yang tipis
dan rambut yg tdk tumbuh mrpkan indikasi askemia (arterial
insufficiency) dengan capillary refill lebih dr 40 detik.
Capillary Refill Time (CRT) :
Normal : 10 – 15 detik
Iskhemia sedang : 15 – 25 detik
Iskhemia berat : 25 - 40 detik
Iskhemia sangat berat : > 40 dtk
Edema
Dilakukan dengan mengukur lingkar pada midle ankle
dan dorsum kaki kmd dilanjujkan dengan menekankn jari pada
tulang yang menonjol di tibia atau medial malleolus. Kulit
yang edema akan tampak lebih coklat kemerahan mengkilat.
Tingkatan Edema :
0 – ¼ inch 1 + (milld)
¼ – ½ inch 2 + (moderate)
½ – 1 inch 3 + (severe)
Temperatur Kulit
Memberikan informasi ttg kondisi perfusi jaringan dan
fase inflamasi. Caranya dengan menempelkan punggung
tangan pd kulit sekitar luka dan memban- dingkannya dengan
kulit pada bagian lain yang sehat.
7. Status Neurologik
a. Fungsi motorik (kelemahan otot)
Perubahan bentuk kaki : jari2 kaki menekuk atau mencengkeram
dan telapak kaki menonjol. Mengakibatkan penggunaan sandal
/sepatu berubah. Biasanya akan terjadi penekanan terus menerus
pada ujung2 tulang kaki shg menimbulkan kalus yang kmd
menjadi luka.
b. Fungsi Sensorik
Kehilangan sensasi pada ekstremitas / trauma tidak terasa.
c. Fungsi Autonomik
Keringat berkurang,
kulit kering rusak dan timbul fisura.
Penurunan saraf simpatik (perubahan regulasi aliran darah.
8. Infeksi
Pseudomonas aeruginase dan staphylococcus aureus
merupakan anorganisme patogenik yang paling sering muncul saat
perawatan luka. Penilaian terhadap ada tdk nya infeksi pada luka
didasari pada pengertian bahwa seluruh jenis luka kronik adalah jenis
luka yang terkonta minasi oleh bakteri tapi tidak semuanya terinfeksi.
Pada keadaan luka terinfeksi akan memperlihatkan adanya :
a. Sistemik tubuh : bertambahnya jumlah lekosit melebihi
batas normal yang diikuti dengan peningkatan suhu tubuh.
b. Lokal infeksi : jumlah eksudat bertambah banyak, bau tidak sedap,
penurunan vaskularisasi (jar nekrosis, slough), eritema/kemerahan
pada kulit sekitar luka, panas, nyeri. Infeksi meluas dg cepat hingga
ke tulang.
2.2 Terapi belatung
Belatung terdiri dari beberapa jenis, ada yang bersifat merugikan
seperti belatung lalat buah tetapi ada pula yang berguna secara ekologis dalam
proses dekomposisi bahan-bahan organik.
Ternyata belatung sangat bermanfaat bagi manusia khususnya dalam
hal penyembuhan luka. Sejarah penggunaan belatung dalam perawatan luka
telah diketahui selama beberapa abad. Banyak dokter militer mengamati
bahwa tentara dengan luka berulat menjadi lebih baik bila dibandingkan
dengan jenis luka yang sama tanpa ulat. Dibalik aromanya yang tidak sedap
belatung menyimpan tiga kekuatan besar dalam hal penyembuhan luka yaitu:
debridement, desinfeksi, dan mempercepat pertumbuhan jaringan baru.
Belatung dapat dijadikan sebagai debridement atau disebut juga sebagai
Magot Debriment Therapy ( MDT ) sebab belatung dapat memakan jaringan
mati tanpa mengganggu jaringan sehat. Belatung memiliki sepasang taring
pada rahangnya yang digunakan untuk bergerak dan menempel pada luka,
aksi inilah yang memungkinkan pelepesan jaringan nekrotik dari lukaselain
itu belatung juga mengeluarkan enzim proteolitik yang mampu melunakkan
jaringan nekrotik sehingga dengan mudah ditelan dan didegradasi dalam usus
belatung.
Sebagai desinfeksi karena kemampuannya mensekresi enzim yang bisa
merubah pH luka sehingga tidak kondusif lagi untuk pertumbuhan
dan perkembangan bakteri pada luka termasuk mendegradasi biofilm pada
luka dan mencerna Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA).
Biofilm yaitu mantel polisakarida yang mampu melindungi bakteri dari
antiseptic, antimicroba, ataupun antibiotic. Perlindungan ini menyebabkan
bakteri luka menjadi resisten 1000 kali lipat dibanding luka tanpa biofilm.
Hal inillah menjadi kelebihan belatung seiring dengan semakin
resistennya penggunaan antibiotic.
Keuntungan ketiga penggunaan belatung dalam perawatan luka yaitu
kemampuannya menstimulasi penyembuhan luka sehingga mempercepat
proses penyembuhan luka. Aksi belatung dalam mencerna jaringan nekrotik
luka dipercaya dapat menstimulasi pertumbuhan jaringan granulasi pada luka.
Seperti kita ketahui pertumbuhan jaringan granualsi merupakan fase
terpenting dari proses penutupan luka. Tetapi ada 3 hal yang harus
diperhatikan dalam penggunaan belatung sebagai penyembuhan luka. Yang
pertama belatung tidak boleh digunakan pada luka yang berhubungan
langsung dengan sistem saraf pusat, pembuluh darah besar, rongga atau
organ-organ vital. Yang kedua gunakan belatung pada luka yang mempunyai
kelembaban jangan gunakan pada luka yang kering. Karena belatung
membutuhkan lingkungan yang lembab untuk dapat bertahan hidup, begitu
juga proses penyembuhan luka, lingkungan lembab mendukung percepatan
proses penyembuhan. Pada fistula atau luka dengan undermining (luka yang
bergoa) menjadi sulit untuk menerapkan belatung sebab sulit
dalam observasi dan pelepasan. Dan yang ketiga yaitu belatung berpotensi
menimbulkan reaksi alergi akibat sekresi enzim. Potensial komplikasi lain
yang dapat terjadi adalah toksisitas ammonia yang dapat menginduksi
ensefalopati pada pasien dengan gagal hati.
Dalam meletakkan belatung pada wound bed (bantalan luka) harus secara
hati-hati, jangan sampai kontak dengan kulit sekitar luka sebab dapat
menyebabkan kerusakan kulit yang sehat akibat sekresi enzim proteolytic
(Ramundo, 2007). Lembaran hydrocolloid kemudian dilubangi seukuran dengan
dimensi luka. Lembaran hydrocolloid ini berfungsi untuk memproteksi kulit
sekitar luka. Larva Belatung steril kemudian dimasukkan ke dalam luka
sebanyak 10 larva per centimeter (Hinshaw Janet, 2000). Luka dan larva
belatung steril kemudian ditutup dengan meshnet sebagai balutan primer
(primary dressing). Sebagai sekundary dressing dapat digunakan padding (seperti
foam) untuk menyerap dan menyimpan eksudat (Sherman, 1997), saat ini
beberapa produk sudah mampu merubah eksudat luka menjadi partikel-partikel
gel. Balutan yang mengandung larva belatung ini sebaiknya dipertahankan
hingga 2-3 hari (Sherman, 2008) dan dikeluarkan dari luka melalui irigasi.
Apabila observasi luka masih memperlihatkan adanya jaringa nekrotik atau
slough, aplikasi balutan larva belatung dapat diulangi hingga wound bed
preparation sudah optimal, yang ditandai dengan bantalan luka yang bersih dan
penampakan jaringan sehat.
2.3 Artikel terapi belatung
Belatung Obati Luka Diabetes
Ratusan ekor belatung yang dibiarkan selama dua hari di atas luka ternyata
mampu sembuhkan luka akibat diebetes.Jumlah pengidap diabetes di Indonesia
menurut data WHO pada tahun 2009 mencapai 8 juta jiwa dan diprediksi akan
meningkat menjadi lebih dari 21 juta jiwa pada tahun 2025. Itu yang membuat
Indonesia menempati peringkat empat negara dengan jumlah penderita diabetes
terbanyak di dunia.
Survey terhadap pengidap diabetes di Jakarta menunjukkan bahwa 1 dari 8
orang mengidap diabetes. Baik pria maupun wanita, tua maupun muda, tinggal di
kota maupun desa, memiliki risiko diabetes yang sama. Parahnya, pasien diabetes
umumnya mengalami luka yang sulit disembuhkan. Beberapa pasien bahkan harus
bertahan dengan kondisi tersebut selama bertahun-tahun. Jika dibiarkan, luka akan
berkembang menjadi gangren dan terpaksa harus amputasi. Sebenarnya banyak obat
diabetes, namun tidak ada obat yang mampu secara efektif menyembuhkan.
Baru-baru ini para peneliti dari Hawaii menemukan cara yang diyakini dapat
menyembuhkan secara cepat dan efektif pada luka akibat diabetes, yaitu
menggunakan belatung. Belatung, termasuk golongan binatang yang menjijikan. Para
pakar kesehatan mencoba menggunakan belatung sebagai terapi bagi penderita
diabetes yang mengalami luka. Caranya melalui proses debridement yaitu dokter
lebih dulu mengangkat jaringan yang terinfeksi atau mati dengan pisau bedah atau
enzim.
"Pasien diabetes ini benar-benar membutuhkan perawatan yang lebih baik
untuk menyelamatkan anggota badan mereka. Pengobatan debridement menggunakan
belatung sangat efektif. Hanya dengan satu kali pengobatan, luka-lukanya mulai
membaik," kata Dr Lawrence Eron dari Kaiser Hospital dan University of Hawaii di
Honolulu, seperti dikutip Reuters, Senin (26/9/2011).
Mengurung Belatung
Eron melakukan uji coba terhadap 37 penderita diabetes. Awalnya penderita
diabetes yang mengalami luka pada tangan, kaki dan bagian badang lainnya merasa
was-was karena luka itu diberi belatung. Para dokter menempelkan 50 sampai 100
belatung spesies Lucilia sericata pada luka dan membiarkannya selama dua hari saat
pertama kali. Prosedur ini diulangi hingga rata-rata lima kali. Dalam uji cobanya itu
mereka mengurung belatung dalam bahan seperti jala dan toking nilon. Kemudian
menyegel kandang belatung agar tidak keluar.
Mengejutkan, sebanyak 20 pasien berhasil sembuh. Kesembuhan tersebut
diidentifikasi dengan sembuhnya infeksi, jaringan mati terhapus seluruhnya,
pembentukan jaringan baru yang kuat pada luka dan lebih dari tiga perempat luka
telah menutup. Lima luka infeksi yang sebelumnya tidak bisa disembuhkan dengan
antibiotik, berhasil disembuhkan dengan terapi belatung. Sembilan luka infeksi akibat
bakteri, enam di antaranya berhasil sembuh dengan terapi belatung. Sepuluh kasus
infeksi akibat streptokokus juga berhasil diobati semuanya.
Belatung mengeluarkan suatu zat ke dalam luka yang mencairkan jaringan
mati kemudian menelannya. Luka-luka dibersihkan dan zat lainnya yang terkandung
dalam cairan belatung memungkinkan terbentuknya jaringan granulasi, yaitu jenis
jaringan ikat yang terbentuk selama penyembuhan luka.Sayangnya, tidak semua
pasien berhasil disembuhkan dengan terapi belatung tersebut. Pasien yang gagal
justru mengalami radang yang berlebihan di sekitar luka dan mengeluarkan darah
serta mengalami infeksi tulang.
2.4 analisa kelompok
Berikut manfaat belatung:
1. Belatung dapat digunakan untuk debridement atau dikenal sebagai Maggot
Debridement Therapy (MDT) pada luka diabetes mellitus, dekubitus, luka
post partum, osteomielitis, luka infeksi setelah operasi payudara, luka
tembak terinfeksi, luka bakar, luka operasi,
2. Menyiapkan pasien bagi operasi pemindahan kulit kondisi pembersihan luka
yang lebih cepat berarti pasien dapat dipindahkan ke ruang operasi lebih
cepat pula. Belatung hanya memakan jaringan yang mati dan membusuk,
sehingga luka jadi bersih. Hewan itu tak menggali jauh ke dalam daging
yang sehat, dan memilih untuk saling memangsa ketika mereka kehabisan
makanan.
3. Belatung juga memiliki sepasang taring pada rahangnya yang digunakan
untuk bergerak dan menempel pada luka, aksi inilah yang memungkinkan
pelepesan jaringan nekrotik dari luka
4. selain itu belatung juga mengeluarkan enzim proteolitik yang mampu
melunakkan jaringan nekrotik sehingga dengan mudah ditelan dan
didegradasi dalam usus belatung.
5. belatung adalah desinfeksi luka oleh karena kemampuannya mensekresi
enzim yang bisa merubah pH luka sehingga tidak kondusif lagi untuk
pertumbuhan dan perkembangan bakteri pada luka termasuk mendegradasi
biofilm pada luka dan mencerna.
Belatung dalam perawatan luka yaitu kemampuannya menstimulasi
penyembuhan luka sehingga mempercepat proses penyembuhan luka. Aksi
belatung dalam mencerna jaringan nekrotik luka dipercaya dapat
menstimulasi pertumbuhan jaringan granulasi pada luka
Pengelolaan kaki diabetes dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar,
yaitu pencegahan terjadinya kaki diabetes dan terjadinya ulkus (pencegahan
primer sebelum terjadi perlukaan pada kulit) dan pencegahan agar tidak
terjadi kecacatan yang lebih parah (pencegahan sekunder dan pengelolaan
ulkus/gangren diabetik yang sudah terjadi).
Upaya Pencegahan Primer
Perawatan kaki merupakan sebagian dari upaya pencegahan primer pada
pengelolaan kaki diabetic yang bertujuan untuk mencegah terjadinya luka.
Upaya pencegahan primer antara lain:
1. Penyuluhan kesehatan DM, komplikasi dan kesehatan kaki
2. Status gizi yang baik dan pengendalian DM
3. Pemeriksaan berkala DM dan komplikasinya
4. Pemeriksaan berkala kaki penderita
5. Pencegahan/perlindungan terhadap trauma-sepatu khusus
6. Higiene personal termasuk kaki
7. Menghilangkan factor biomekanis yang mungkin menyebabkan ulkus
Pencegahan sekunder
Pengelolaan holistic ulkus/gangren diabetic
Pengelolaan ulkus diabetik yang optimal:
Kontrol metabolik. Kadar glukosa darah pasien diusahakan agar selalu
senormal mungkin untuk memperbaiki berbagai faktor terkait hiperglikemia yang
dapat menghambat penyembuhan luka. Umunya diperlukan insulin untuk
menormalkan kadar gula darah. Status nutrisi harus diperhatikan dan diperbaiki.
Karena nutrisi yang baik justru membantu kesembuhan luka. Berbagai hal lain juga
harus diperhatikan dan diperbaiki, seperti kadar albumin serum, kadar HB dan kadar
oksigenasi jaringan. Demikian juga fungsi ginjalnya. Semua faktor tersebut akan
dapat menghambat kesembuhan luka .
Kontrol vaskular. Kedaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat
kesembuhan luka. Umumnya pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui berbagai
cara sederhana seperti: warna dan suhu kulit, perabaan arteri dorsalis pedis dan arteri
tibialis posterior serta ditambah pengukuran tekanan darah. Disamping itu saat ini
juga tersedia berbagai fasilitas mutakhir untuk mengevaluasi kedaan pembuluh darah
dengan cara non-invasif maupun yang invasif dan semiinvasif, seperti pemeriksaan
ankle brachial index, ankle pressure, toe pressure, TcPO2,dan pemeriksaan
echodopplerdan kemudian pemeriksaan arteriografi.
Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskulernya, dapat dilakukan pengelolaan untuk
kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vaskuler yaitu berupa:
Modifikasi faktor Resiko
- Stop merokok
- Memperbaiki berbagai faktor resiko terkait aterosklerosis
hiperglikemia
hipetensi
dislipidemia
Walking program –Latihan kaki merupakan domain usaha yang dapat diisi oleh
jajaran rehabilitasi medik.
Dasar-dasar dari pengobatan diabetes adalah kepatuhan terhadap diit,
olahraga, dan obat-obat antibiotika. Mengatur makanan ber-diit merupakan usaha
pertama dalam mengontrol penyakit ini disamping olahraga dan obat-obatan.
- Terapi farmakologis
Jika mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan pada
kelaian akibat aterosklerosis ditempat lain (jantung, otak), mungkin obat
seperti aspirin dan lain sebagainya yang jelas dikatakan bermanfaat, akan
bermanfaat pula untuk pembuluh darah kaki penyandang DM. Tetapi sampai
saat ini belum ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan pemakaian obat
secara rutin guna memperbaiki pasien pada penyakit pembuluh darah kaki
penyandang DM.
- Revaskularisasi
Jika kemungkinan proses penyembuhan luka rendah atau jikalau ada
klaudikasio intermiten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan.
Sebelum tindakan revaskularisasi diperlukan pemeriksaan arteriografi untuk
mendapatkan pembuluh darah yang lebih jelas, sehingga dokter ahli baedah
vaskular dapat lebih mudah melakukan rencana tindakan dan mengerjakanya.
Dengan berbagai tekhnik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal dapat
diperbaiki, sehingga hasil pengelolaan ulkus diharapkan lebi baik. Paling
tidak faktor vaskular lebih memadai, sehingga kesembuhan luka tinggal
tergantung pada berbagai faktor lain yang juga masih banyak jumlahnya.
Terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat untuk memperbaiki
vaskularisasi dan oksigenasi jaringan luka pada kaki diabetes sebagai terapi
ajuvan. Wlaupun demikian masih banyak kendala untuk menerapkan terapi
hiperbarik secara rutin pada pengelolaan umum kaki diabetes.
Upaya pencegahan bagi penyandang diabetes yang belum mengalami
komplikasi kaki diabetik dapat dilakukan dengan cara mengendalikan kadar
gula darah selalu mendekati nilai normal. Hal ini karena komplikasi diabetes
dapat dicegah, ditunda, atau diperlambat dengan mengendalikan kadar gula
darah.
Hal terpenting yang perlu diperhatikan setiap penyandang diabetes
adalah mencegah terjadinya luka pada kaki, sehingga kemungkinan timbulnya
komplikasi kaki diabetik dapat dicegah. Pada akhirnya, kemungkinan infeksi
yang meluas sampai berkembang menjadi gangren dan risiko amputasi dapat
dihindari.
Beberapa tindakan bedah khusus diperlukan dalam pengelolaan kaki
diabetik ini, sesuai indikasi dan derajat lesi yang dijumpai seperti :
1. Insisi : abses atau selullitis yang luas
2. Eksisi : pada kaki diabetik derajat I dan II
3. Debridement/nekrotomi : pada kaki diabetik derajat II, III, IV dan V
4. Mutilasi : pada kaki diabetik derajat IV dan V
5. Amputasi : pada kaki diabetik derajat V
Perawatan penderita DM selain memperhatikan gizi yang seimbang sesuai
kebutuhan zat gizi, olahraga teratur, jadwal pengaturan makan juga harus
diperhatikan adalah kebersihan diri terutama perawatan pada bagian perifer dari
tubuh yaitu tangan dan kaki. Oleh karena itu sangat penting bagi penderita untuk
menjaga dari kemungkinan luka terkena pisau, gunting, paku atau lainnya.
Penderita DM beresiko terhadap ulkus diabetik karena ; sirkulasi darah kaki kurang
baik, indera rasa kedua kaki berkurang sehingga kaki mudah terluka, daya tahan
tubuh terhadap infeksi menurun.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Belatung ternyata menyimpan tiga kekuatan besar dalam proses
penyembuhan luka, yaitu: debridement, desinfeksi, dan mempercepat
pertumbuhan jaringan baru. Belatung dapat digunakan untuk debridement
atau dikenal sebagai Maggot Debridement Therapy (MDT) sebab belatung dapat
memakan jaringan mati (nekrotik) tanpa mengganggu jaringan sehat. Belatung
memiliki sepasang taring pada rahangnya yang digunakan untuk bergerak dan
menempel pada luka, aksi inilah yang memungkinkan pelepesan jaringan
nekrotik dari luka selain itu.belatung juga mengeluarkan enzim proteolitik yang
mampu melunakkan jaringan nekrotik sehingga dengan mudah ditelan dan
didegradasi dalam usus belatung.
Desinfeksi luka oleh karena kemampuannya mensekresi enzim yang bisa
merubah pH luka sehingga tidak kondusif lagi untuk pertumbuhan dan
perkembangan bakteri pada luka termasuk mendegradasi biofilm pada luka dan
mencerna Hal inillah menjadi kelebihan belatung seiring dengan semakin
resistennya penggunaan antibiotic.
Penggunaan belatung dalam perawatan luka yaitu kemampuannya
menstimulasi penyembuhan luka sehingga mempercepat proses penyembuhan
luka. Aksi belatung dalam mencerna jaringan nekrotik luka dipercaya dapat
menstimulasi pertumbuhan jaringan granulasi pada luka (Prete, 1997). Seperti
kita ketahui pertumbuhan jaringan granualsi merupakan fase terpenting dari
proses penutupan luka.Tapi penggunaan belatung juga harus memperhatikan
indikasi dan kontraindikasi, karena luka terdiri dari beberapa jenis dan ada yang
tidak cocok bila menggunakan terapi belatung
3.2 Saran
Dengan pembuatan makalah ini kita sebagai mahasiwa keperawatan
diharapkan menjadi lebih mengetahui tentang indikasi dan kontra indikasi
penggunaan terapi belatung pada luka terutama luka pada pasien diabetes
DAFTAR PUSTAKA
Gitarja,W.Perawatan Luka Diabetes.Cetakan kedua.Bogor : Wocare Pubhlising.Juli
2008
http://www.metropostonline.com/2011/09/belatung-obati-luka-diabetes.html
http://health.detik.com/read/2011/09/26/083113/1730124/763/terapi-belatung-
sembuhkan-luka-akibat-diabetes