artikel fmi 2018 a literature review- encouraging...

17
1 A LITERATURE REVIEW: ENCOURAGING HALAL TOURISM ON GREEN CONCEPT TOWARDS NATION COMPETITIVENESS Abstrak Searah dengan perkembangan populasi umat Islam yang saat ini berjumlah lebih dari 1.6 miliar jiwa atau sekitar 23.4 persen dari total penduduk dunia, menjadikan Islam sebagai agama dengan jumlah penganut terbesar di dunia. Pertumbuhan jumlah umat Islam ini akan terus meningkat dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah Muslim dunia sekitar 2.2 miliar jiwa atau sekitar 35 persen pada tahun tersebut. Selanjutnya berdampak pada pasar perjalanan muslim yang terus tumbuh untuk mencapai USD 220 miliar pada tahun 2020 dan diperkirakan akan tumbuh lebih lanjut sebesar USD 80 miliar untuk mencapai USD 300 miliar pada 2026. Hal tersebut menunjukkan bahwa sektor pariwisata telah menjadi salah satu sektor ekonomi yang terbesar dan tercepat pertumbuhannya di dunia. Sektor pariwisata menempati peringkat ke empat penyumbang devisa nasional, sebesar 9,3 persen dan penyumbang 9,8 juta lapangan pekerjaan, atau 8,4 persen. Indonesia adalah negara berkembang yang memiliki keindahan alam, warisan adat istiadat serta kebudayaan yang melimpah. Dengan penduduk muslim Indonesia sekitar 12,7 persen dari total Muslim dunia, memikili potensi yang dapat mendorong meningkatnya daya saing Indonesia secara global. Perkembangan pariwisata halal di Indonesia masih belum optimal, karena belum banyak industri pariwisata yang mengemas perjalanan dengan paket halal travel yang ramah lingkungan, dimana kekuatan utama Indonesia adalah wisata alam. Oleh karena itu, artikel ini membahas tinjauan literatur tentang pariwisata halal dalam hal layanan, infratruktur, sumberdaya manusia dan kebijakan pemerintah yang berkonsep hijau akan mampu mendorong daya saing bangsa. Kata kunci: wisata halal, konsep hijau, daya saing bangsa. Abstract In line with the development of the Muslim population which currently amounts to more than 1.6 billion people or about 23.4 percent of the total world population, making Islam as a religion with the largest number of adherents in the world. The growth of the number of Muslims will continue to increase and it is estimated that by 2030 the number of world Muslims will be around 2.2 billion or around 35 percent in that year. Furthermore, the impact on the Muslim travel market continues to grow to reach USD 220 billion by 2020 and is expected to grow further by USD 80 billion to reach USD 300 billion in 2026. This shows that the tourism sector has become one of the largest economic sectors and fastest growth in the world. The tourism sector is ranked fourth national foreign exchange contributor, at 9.3 percent and contributing 9.8 million jobs, or 8.4 percent. Indonesia is a developing country that has natural beauty, heritage, and abundant culture. With the Indonesian Muslim population of around 12.7 percent of the total Muslim world, it has the potential to boost Indonesia's competitiveness globally. The development of halal tourism in Indonesia is still not optimal, because there are not many tourism industries that package trips with eco-friendly halal travel packages, where Indonesia's main strength is natural tourism. Therefore, this article discusses the literature review on halal tourism in terms of services, infrastructure, human resources and government policies that apply the green concept will be able to encourage the competitiveness of the nation. Keywords: halal tourism, green concept, nation competitiveness. 1. Pendahuluan Sektor pariwisata telah menjadi salah satu sektor ekonomi yang terbesar dan tercepat pertumbuhannya di dunia. United Nation World Tourism Organizations (UNWTO) mengakui bahwa sektor pariwisata merupakan salah satu kunci penting untuk pembangunan wilayah di suatu negara dan peningkatan kesejahteraan bagi

Upload: others

Post on 30-Nov-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ARTIKEL FMI 2018 A LITERATURE REVIEW- ENCOURAGING …dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017154001792820October2018.pdfkimia dan bahan bakar dan setelahnya produk otomotif,

  1

A LITERATURE REVIEW: ENCOURAGING HALAL TOURISM ON GREEN CONCEPT TOWARDS NATION COMPETITIVENESS

Abstrak

Searah dengan perkembangan populasi umat Islam yang saat ini berjumlah lebih dari 1.6 miliar jiwa atau sekitar 23.4 persen dari total penduduk dunia, menjadikan Islam sebagai agama dengan jumlah penganut terbesar di dunia. Pertumbuhan jumlah umat Islam ini akan terus meningkat dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah Muslim dunia sekitar 2.2 miliar jiwa atau sekitar 35 persen pada tahun tersebut. Selanjutnya berdampak pada pasar perjalanan muslim yang terus tumbuh untuk mencapai USD 220 miliar pada tahun 2020 dan diperkirakan akan tumbuh lebih lanjut sebesar USD 80 miliar untuk mencapai USD 300 miliar pada 2026. Hal tersebut menunjukkan bahwa sektor pariwisata telah menjadi salah satu sektor ekonomi yang terbesar dan tercepat pertumbuhannya di dunia. Sektor pariwisata menempati peringkat ke empat penyumbang devisa nasional, sebesar 9,3 persen dan penyumbang 9,8 juta lapangan pekerjaan, atau 8,4 persen. Indonesia adalah negara berkembang yang memiliki keindahan alam, warisan adat istiadat serta kebudayaan yang melimpah. Dengan penduduk muslim Indonesia sekitar 12,7 persen dari total Muslim dunia, memikili potensi yang dapat mendorong meningkatnya daya saing Indonesia secara global. Perkembangan pariwisata halal di Indonesia masih belum optimal, karena belum banyak industri pariwisata yang mengemas perjalanan dengan paket halal travel yang ramah lingkungan, dimana kekuatan utama Indonesia adalah wisata alam. Oleh karena itu, artikel ini membahas tinjauan literatur tentang pariwisata halal dalam hal layanan, infratruktur, sumberdaya manusia dan kebijakan pemerintah yang berkonsep hijau akan mampu mendorong daya saing bangsa. Kata kunci: wisata halal, konsep hijau, daya saing bangsa.

Abstract

In line with the development of the Muslim population which currently amounts to more than 1.6 billion people or about 23.4 percent of the total world population, making Islam as a religion with the largest number of adherents in the world. The growth of the number of Muslims will continue to increase and it is estimated that by 2030 the number of world Muslims will be around 2.2 billion or around 35 percent in that year. Furthermore, the impact on the Muslim travel market continues to grow to reach USD 220 billion by 2020 and is expected to grow further by USD 80 billion to reach USD 300 billion in 2026. This shows that the tourism sector has become one of the largest economic sectors and fastest growth in the world. The tourism sector is ranked fourth national foreign exchange contributor, at 9.3 percent and contributing 9.8 million jobs, or 8.4 percent. Indonesia is a developing country that has natural beauty, heritage, and abundant culture. With the Indonesian Muslim population of around 12.7 percent of the total Muslim world, it has the potential to boost Indonesia's competitiveness globally. The development of halal tourism in Indonesia is still not optimal, because there are not many tourism industries that package trips with eco-friendly halal travel packages, where Indonesia's main strength is natural tourism. Therefore, this article discusses the literature review on halal tourism in terms of services, infrastructure, human resources and government policies that apply the green concept will be able to encourage the competitiveness of the nation. Keywords: halal tourism, green concept, nation competitiveness.

1. Pendahuluan

Sektor pariwisata telah menjadi salah satu sektor ekonomi yang terbesar dan

tercepat pertumbuhannya di dunia. United Nation World Tourism Organizations

(UNWTO) mengakui bahwa sektor pariwisata merupakan salah satu kunci penting

untuk pembangunan wilayah di suatu negara dan peningkatan kesejahteraan bagi

Page 2: ARTIKEL FMI 2018 A LITERATURE REVIEW- ENCOURAGING …dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017154001792820October2018.pdfkimia dan bahan bakar dan setelahnya produk otomotif,

  2

masyarakat. Data Organisasi PBB untuk Pariwisata (UNWTO Tourism Highlight,

2018), menunjukkan bahwa sektor pariwisata menghasilkan total ekspor dari

pariwisata internasional mencapai USD 1,6 triliun, atau USD 4 miliar rata-rata per

hari. Sebagai kategori ekspor dunia, peringkat pariwisata ketiga setelah bahan

kimia dan bahan bakar dan setelahnya produk otomotif, serta banyak negara

berkembang, sektor pariwisata adalah kategori ekspor teratas.

Kedatangan wisatawan internasional tumbuh 6,8% pada tahun 2017,

peningkatan tertinggi sejak global 2009 krisis ekonomi dan jauh di atas perkiraan

jangka panjang UNWTO 3,8% per tahun untuk periode tersebut 2010 hingga

2020. Sebanyak 1.323 juta kedatangan wisatawan internasional dicatat di tujuan

sekitar dunia, sekitar 84 juta lebih dari tahun 2016. Hasil didorong oleh

permintaan perjalanan yang berkelanjutan untuk tujuan di seluruh wilayah dunia,

didorong oleh naiknya pertumbuhan ekonomi global, Selain US $ 1,340 miliar di

bidang pariwisata yang diterima di tujuan internasional pariwisata (dari Neraca

Pembayaran), menghasilkan lagi US $ 240 miliar dari jasa transportasi

penumpang internasional diberikan kepada non-penduduk, (UNWTO Tourism

Highlight, 2018).

Selain itu, sektor pariwisata merupakan penyumbang 9,8 juta lapangan

pekerjaan, atau 8,4 persen. Lapangan kerja tumbuh 30 persen dalam 5 tahun,

dimana pencipta lapangan kerja termurah USD 5.000 per satu pekerjaan. Sektor

ini akan jadi penyumbang devisa terbesar bagi Indonesia di 2018, yakni sebesar

US$ 20 miliar atau naik sekitar 20% dari tahun 2017 yang sekitar US$ 16,8

miliar. Peningkatan devisa tersebut berasal dari target 17 juta wisatawan

mancanegara yang tahun ini dipercaya bisa tumbuh 22% dari tahun lalu. Jadi

pertumbuhan 22% itu adalah pertumbuhan jumlah wisatawan mancanegara yang

ada di Indonesia karena QPI (Quality Performance Index) tertinggi pariwisata itu

adalah mendatangkan wisman yang menghasilkan devisa. Hal tersebut

menjadikan sektor pariwisata nasional kini menjadi primadona baru bagi

pembangunan nasional. Sumbangan devisa maupun penyerapan tenaga kerja

dalam sektor ini amat signifikan bagi devisa negara, sehingga diperkirakan pada

2019 sudah mengalahkan pemasukan devisa dari industri kelapa sawit (CPO).

Sektor pariwisata Indonesia mampu menjadi penyumbang Pendapatan Domestik

Page 3: ARTIKEL FMI 2018 A LITERATURE REVIEW- ENCOURAGING …dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017154001792820October2018.pdfkimia dan bahan bakar dan setelahnya produk otomotif,

  3

Bruto (PDB) dan tenaga kerja. Hal ini sebagai salah satu bukti bahwa pariwisata

di Indonesia mengalami kemajuan yang pesat baik di dalam maupun di luar

negeri. Pariwisata peringkat ke empat penyumbang devisa nasional, sebesar 9,3

persen dan merupakan nominal tertinggi di ASEAN. Pertumbuhan PDB

pariwisata di atas rata-rata industri dengan spending USD 1 Juta atau PDB 170

persen, tertinggi di industri.

Selanjutnya populasi umat Islam yang saat ini berjumlah lebih dari 1.6

miliar jiwa atau sekitar 23.4 persen dari total penduduk dunia menjadikan Islam

sebagai agama dengan jumlah penganut terbesar di dunia. Pertumbuhan jumlah

umat Islam ini akan terus meningkat dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah

Muslim dunia sekitar 2.2 miliar jiwa atau sekitar 35 persen pada tahun tersebut,

(PEW Research Centre). Master Card dan Crescent rating (2018) dalam Global

Muslim Travel Index (GMTI), Muslim terus menjadi kelompok agama yang

tumbuh paling cepat di dunia dengan sekitar satu dari empat orang di seluruh

dunia menjadi Muslim. Pada 2050, ini akan meningkat menjadi 2,8 miliar atau

sekitar satu dari tiga orang di seluruh dunia yang mempraktikkan Islam dengan

mayoritas berasal dari kawasan Asia Pasifik.

Indonesia adalah negara berkembang yang memiliki keindahan alam,

warisan adat istiadat serta kebudayaan yang melimpah di dunia. Penduduk yang

menganut agama Islam di Indonesia juga sangatlah besar, yaitu sekitar 12,7

persen dari total Muslim dunia. Pada tahun 2010, penganut Islam di Indonesia

sekitar 205 juta jiwa atau 88,1 persen dari jumlah penduduk. (The Pew Forum on

Religion & Public Life, 2010). Menurut Siti Daulah Khoiriati (2018) sebagai

negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia juga tertarik ikuti tren

dan ambil bagian dalam pasar pariwisata halal di tingkat global dengan

memperkenalkan ide Halal untuk beberapa tujuan wisata. Indonesia bergantung

pada pariwisata untuk pendapatan asing oleh mengandalkan alam yang indah dan

warisan budayanya yang kaya. Namun, dengan semakin meningkatnya persaingan

di dunia bisnis pariwisata, tidak lagi cukup mengandalkan hanya pada alam dan

budaya sebagai turis atraksi. Diperlukan strategi kreatif untuk menarik wisatawan

global, dan pariwisata halal menawarkan peluang untuk tujuan itu.

Pasar perjalanan Muslim terus tumbuh dengan cepat dan akan tumbuh terus

Page 4: ARTIKEL FMI 2018 A LITERATURE REVIEW- ENCOURAGING …dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017154001792820October2018.pdfkimia dan bahan bakar dan setelahnya produk otomotif,

  4

sampai naik US $ 80 miliar untuk mencapai US $ 300 miliar pada 2026, (GMTI,

2018). Pada tahun 2017, diperkirakan ada 131 juta kedatangan pengunjung

Muslim secara global - naik dari 121 juta pada tahun 2016 – dan ini diperkirakan

akan terus tumbuh menjadi 156 juta pengunjung pada 2020 mewakili 10 persen

dari segmen perjalanan. Pada tahun 2020 diperkirakan angka wisatawan muslim

akan meningkat menjadi 156 juta wisatawan dan mewakili 11 persen

segmen industri pariwisata yang diramalkan dengan pengeluaran menjadi sebesar

US$ 220 miliar.

Tabel 1 Sepuluh Besar Negara Tujuan Organisation of Islamic Cooperation (OIC) dan Non-OIC dalam Global Muslim Travel Index (GMTI) 2018

Peringkat Destinasi OIC Skor Destinasi Non-OIC Skor

1 Malaysia (1) 80.6 Singapore(6) 66.2 2 Indonesia(2) 72.8 Thailand(16) 56.1

2 United Arab Emirates(2) 72.8 United Kingdom (22) 53.8 4 Turkey(4) 69.1 Japan (25) 51.4 5 Saudi Arabia(5) 68.7 Taiwan(27) 49.6 6 Qatar(6) 66.2 Hong Kong(27) 49.6 7 Bahrain(8) 65.9 South Africa(32) 47.7 8 Oman(9) 65.1 Germany(35) 45.7 9 Morocco(10) 61.7 France(36) 45.2 10 Kuwait(11) 60.5 Australia(37) 44.7

Sumber: Crescen rating, GMTI Report, 2018

Berdasarkan tabel di atas GMTI 2018 dalam kelompok destinasi

Organisation of Islamic Cooperation (OIC), Malaysia terus berada di puncak

indeks untuk tahun kedelapan berturut-turut dengan (skor indeks 80,6). Malaysia

telah berhasil mempertahankan kepemimpinannya sebagai salah satu tujuan

terbaik bagi wisatawan Muslim dalam hal berbagai kriteria yang dianalisis.

Indonesia masih berada di urutan kedua tujuan wisata halal dunia, di bawah

Malaysia, posisi ini telah meningkat bersama dengan Uni Emirat Arab di tempat

kedua. Selanjutnya Turki (skor indeks 69,1), Uni Saudi Arabia (skor indeks

72,1), Arab Saudi (skor indeks 68,7) dan Qatar (skor indeks 66,2). Singapura

mempertahankan posisi teratasnya di antara destinasi non-OKI dengan

peningkatan signifikan dalam posisinya bersama Jepang dan Taiwan. Destinasi

OKI memiliki keuntungan tersendiri pada indeks karena fasilitas dan layanan

Muslim yang ramah tersedia. Sedangkan negara non-OKI seperti Singapura

menjadi tujuan utama untuk destinasi non-OKI, dimana Thailand, Inggris, Jepang

Page 5: ARTIKEL FMI 2018 A LITERATURE REVIEW- ENCOURAGING …dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017154001792820October2018.pdfkimia dan bahan bakar dan setelahnya produk otomotif,

  5

dan Taiwan dan Afrika Selatan, dan Jerman, serta Perancis juga termasuk di

dalamnya. Mereka telah berhasil naik peringkat indeks dengan baik melalui

peningkatan layanan yang lebih menarik pada pasar wisata Muslim.

Pada tahun 2015 kota Mataram di Indonesia meraih The Best Halal

Destination Award 2015 dan The Best Halal Honeymoon Award 2015 yang

diselenggarakan di Abu Dhabi. Prestasi ini menjadi sebuah pemacu untuk

menghidupkan potensi wisata halal di berbagai propinsi ataupun daerah di

Indonesia. Dalam pengapresiasi prestasi Indonesia di internasional tersebut, maka

kementerian pariwisata telaah mengambil langkah-langkah strategis dengan

menetapkan 13 propinsi yang akan dikembangkan menjadi icon pariwisata halal

Indonesia meliputi yaitu: Nusa Tenggara Barat, Nanggoe Aceh Darussalam,

Sumatra Barat, Riau, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah,

Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Bali.

Lebih lanjut, dari Travel and Tourism Competitiveness Index (TTCI) telah

mengukur faktor-faktor dan kebijakan pemerintah yang bisa mengembangkan

sektor pariwisata dan perjalanan suatu negara. Sektor pariwisata dan perjalanan

ini yang kemudian berkontribusi kepada perkembangan dan daya saing wisata

suatu negara. Indeks daya saing ini terdiri dari 4 sub indeks, yakni Enabling

Environment (iklim yang mendukung), Travel and Tourism Policy and Enabling

Conditiong (kebijakan dan kondisi yang mendukung pariwisata), Infrastruktur,

Sumber Daya Alam dan Budaya. Indeks daya saing pariwisata Indonesia melesat

naik 8 peringkat, dari posisi 50 besar dunia ke peringkat 42. Reputasi itu dipotret

oleh TTCI pada tahun 2017, yang dikeluarkan secara resmi oleh World Economic

Forum (WEF). Setelah pada 2015 lalu posisi Indonesia dari papan 70 besar

meningkat menjadi 50. Indonesia naik 8 level, namun Malaysia turun -1 di posisi

26, Singapore peringkat 13 juga melemah -2, sedangkan Thailand naik 1 level di

peringkat 34.

Hal tersebut tentu menjadi kesempatan Indonesia untuk bisa mengejar tiga

negara tersebut. Melihat tumbuh pesatnya sektor pariwisata, maka tahun 2019,

Indonesia dapat diproyeksikan naik di posisi 30 besar dunia. Jika terus dilakukan

perkembangan sektor pariwisata, bukan tidak mungkin dalam 4 atau 5 tahun lagi

dapat menyamai Thailand atau Malaysia. Kekuatan utama Indonesia adalah wisata

Page 6: ARTIKEL FMI 2018 A LITERATURE REVIEW- ENCOURAGING …dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017154001792820October2018.pdfkimia dan bahan bakar dan setelahnya produk otomotif,

  6

alam (peringkat 14), (Nuran Wibisono, 2017). Namun masih banyak kasus

perusakan alam di Indonesia. Mulai dari pembukaan hutan lindung untuk

pertambangan emas, reklamasi laut untuk kepentingan bisnis, penggundulan

hutan, hingga menghancurkan karst untuk tambang semen dan lain-lain. Jika alam

Indonesia rusak atau hancur, maka pariwisata Indonesia tidak menarik lagi dan

daya saing pariwisata akan mengalami penurunan.

Konsep pertumbuhan hijau (green growth) merupakan upaya untuk

menyelaraskan antara kebutuhan pertumbuhan ekonomi sekaligus melestarikan

sumberdaya alam. Upaya menuju paradigma pertumbuhan ekonomi hijau tersebut

harus ada harmonisasi antara pemerintah, masyarakat dan pihak swasta. Satu set

skenario green economy mensimulasikan kebijakan ekonomi hijau di sektor-

sektor utama, termasuk, misalnya, pertanian, energi, industri, pariwisata, limbah

dan air, (Andrea, 2016). Pengembangan ekowisata mendukung upaya pelestarian

lingkungan alam dan budaya serta meningkatkan partisipasi dan keterlibatan

masyarakat dalam pengelolaannya. Konsep ekowisata diharapkan mampu

menjamin pembagian manfaat ekonomi kepada masyarakat dan pemerintah

setempat serta dapat menjaga kelestarian lingkungan. Sektor pariwisata harus

menangani permasalahan lingkungan dan sosial yang diakibatkan oleh kegiatan

pariwisata secara bijaksana. (Penabulu Alliance, 2015). Kerangka investasi yang

sistematik dan tindakan pencegahan yang tepat diperlukan untuk menunjang

upaya perlindungan lingkungan, sosial dan keberlanjutan budaya sembari

membangun sektor ekonomi yang berdaya saing kuat.

2. Tujuan Makalah

Tujuan dari makalah ini adalah untuk meninjau masalah pariwisata halal

terhadap perkembangan lingkungan yang dihadapi dunia saat ini melalui strategi

intervensi pariwisata hijau untuk mencapai daya saing bangsa. Tanggapan area

bisnis lainnya tidak ditinjau, karena ruang lingkup makalah dibatasi pada disiplin

ilmu pemasaran. Masalah tersebut dijabarkan tentang perkembangan konsep

ataupun temuan penelitian terdahulu tentang pariwisata halal, layanan pariwisata,

infrastruktur pariwisata, sumber daya manusia, kebijakan pariwisata, dan

pariwisata hijau, serta daya saing bangsa.

3. Literatur Review

Page 7: ARTIKEL FMI 2018 A LITERATURE REVIEW- ENCOURAGING …dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017154001792820October2018.pdfkimia dan bahan bakar dan setelahnya produk otomotif,

  7

a. Pariwisata Halal

Perkembangan konsep wisata syariah ke wisata halal berawal dari

adanya jenis wisata jiarah dan religi (pilgrims tourism/spiritual tourism).

Dimana pada tahun 1967 telah dilaksanakan konferensi di Cordoba, Spanyol oleh

World Tourism Organization (UNWTO) dengan judul “Tourism and Religions: A

Contribution to the Dialogue of Cultures, Religions and Civilizations”

(UNWTO, 2011). Wisata jiarah meliputi aktivitas wisata yang didasarkan atas

motivasi nilai religi tertentu seperti Hindu, Budha, Kristen, Islam, dan religi

lainnya. Seiring waktu, fenomena wisata tersebut tidak hanya terbatas pada jenis

wisata jiarah/religi tertentu, namun berkembang ke dalam bentuk baru nilai- nilai

yang bersifat universal seperti kearifan lokal, memberi manfaat bagi

masyarakat, dan unsur pembelajaran. Dengan demikian bukanlah hal yang

mustahil jika wisatawan muslim menjadi segmen baru yang sedang berkembang

di arena pariwisata dunia. (Kemenpar, 2015).

Tren pariwisata halal meningkat sangat kuat di dunia internasional, hal ini

disebabkan modernisasi negara-negara Arab dan bertambahnya jumlah populasi

Muslim di seluruh dunia. Pada saat ini, pariwisata Islam dianggap sebagai sebuah

wadah yang sangat menjanjikan dalam waktu dekat, mengingat pariwisata Islam

telah banyak mendapat minat dalam beberapa tahun terakhir (Kessler, 2015).

Menurut Sofyan yang merupakan Ketua Tim Percepatan dan Pengembangan

Pariwisata menjelaskan secara optimis bahwa pada tahun 2019, Indonesia dapat

menjadi destinasi pariwisata halal nomor satu di dunia. Namun, dibutuhkan

pembenahan dari segala aspek pariwisata agar dapat menuju target tersebut.

Menurut Sofyan (2012), definisi wisata syariah lebih luas dari wisata

religi yaitu wisata yang didasarkan pada nilai-nilai syariah Islam. Seperti yang

dianjurkan oleh World Tourism Organization (WTO), konsumen wisata syariah

bukan hanya umat Muslim tetapi juga non Muslim yang ingin menikmati

kearifan lokal. Definisi tersebut menjelaskan, kriteria umum pariwisata syariah

ialah; pertama, memiliki orientasi kepada kemaslahatan umum. Kedua,

memiliki orientasi pencerahan, penyegaran, dan ketenangan. Ketiga,

menghindari kemusyrikan dan khurafat. Keempat, bebas dari maksiat. Kelima,

Page 8: ARTIKEL FMI 2018 A LITERATURE REVIEW- ENCOURAGING …dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017154001792820October2018.pdfkimia dan bahan bakar dan setelahnya produk otomotif,

  8

menjaga keamanan dan kenyamanan. Keenam, menjaga kelestarian lingkungan.

Ketujuh, menghormati nilai-nilai sosial budaya dan kearifan lokal.

Selain istilah wisata syariah, dikenal juga istilah Halal tourism atau

Wisata Halal. Pada peluncuran wisata syariah yang bertepatan dengan kegiatan

Indonesia Halal Expo (Indhex) dan Global Halal Forum 2013.Wisata halal

merupakan konsep baru pariwisata. Ini bukanlah wisata religi seperti umroh dan

menunaikan ibadah haji. Wisata halal adalah pariwisata yang melayani liburan,

dengan menyesuaikan gaya liburan sesuai dengan kebutuhan dan

permintaan traveler muslim”. Dalam hal ini hotel yang mengusung prinsip

syariah tidak melayani minuman beralkohol dan memiliki kolam renang dan

fasilitas spa terpisah untuk pria dan wanita, (Wuryasti, 2013).

Menurut GMTI 2018 tujuh pendorong utama terus membentuk

pertumbuhan yang cepat dari pasar perjalanan Halal global: tumbuhnya populasi

Muslim, tumbuhnya kelas menengah, populasi yang lebih muda, meningkatnya

akses ke informasi perjalanan. Karena perubahan teknologi terus menjadi cepat,

tujuan dan layanan pariwisata yang sudah diinvestasikan dan inovasi akan

memiliki keuntungan tersendiri, serta penggerak utamanya adalah pertumbuhan

pasar wisata muslim. perjalanan ramadhan, perjalanan bisnis. Munirah (2012)

menjelaskan pariwisata Islam sebagai suatu permintaan wisata yang dari seorang

wisatawan muslim yang didasarkan pada gaya hidup selama liburan.. Jaelani

(2016) menambahkan bahwa wisata Islam merupakan suatu perjalanan untuk

merenungkan keajaiban dan menikmati keindahan alam semesta ciptaan Allah

SWT, dengan begitu akan membuat jiwa wisatawan semakin kuat keimanannya

dan sekaligus membantu kewajiban hidup seseorang.

Pencitraan merek Islam menggabungkan budaya, intinya adalah atribut

religius yang mencirikan kebutuhan muslim, keyakinan dan pola konsumsi yang

berdasarkan hukum syariah dan Quran. Maka merek Islam seringkali identik

dengan halal branding, Kristel Kessler, (2015). Menurut Farahani & Henderson

(2009), wisata Islam dapat diartikan sebagai suatu kegiatan perjalanan seorang

muslim dari satu tempat ke tempat yang lain atau berada disatu tempat di luar

tempat tinggal mereka untuk jangka waktu yang tidak lama dan untuk terlibat

dalam kegiatan keagamaan. Malaysia terus berusaha menjadi tujuan wisata Islam

Page 9: ARTIKEL FMI 2018 A LITERATURE REVIEW- ENCOURAGING …dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017154001792820October2018.pdfkimia dan bahan bakar dan setelahnya produk otomotif,

  9

yang populer di dunia, dikenal sebagai negara Islam yang serius dalam

membangun hub halal untuk produk keuangan maupun layanannya. Sebagai

langkah selanjutnya adalah merangkul konsep baru seperti pariwisata islami dan

halal dalam beberapa tahun terakhir, Shafaei & Mohamed, (2015).

b. Layanan Pariwisata

Dalam pengukuran Kualitas Layanan, model SERVQUAL mungkin yang

paling tahu dan yang terbaik awalnya dikembangkan (Parasuraman, 1988).

Kemudian berkembang menjadi apa yang sekarang disebut sebagai 'RATER',

yang merupakan kerangka kerja manajemen mutu dikurangi menjadi 5 komponen

utama dengan menggunakan analisis faktor (Pongcharnchavalit & Fongsuwan,

2014). Kelima dimensi ini adalah: Tangibles: merupakan fasilitas fisik, peralatan

dan penampilan personel. Keandalan: kemampuan untuk melakukan layanan yang

dijanjikan yang andal dan akurat. Daya tanggap: merupakan kesediaan untuk

membantu pelanggan dan memberikan layanan yang cepat. Jaminan: pengetahuan

dan kesopanan yang dimiliki karyawan dan kemampuan mereka untuk

menginspirasi dan kepercayaan diri serta kompetensi, kesopanan, kredibilitas dan

jaminan keamanan. Empati: perhatian yang bersifat pribadi dan peduli yang

diberikan oleh perusahaan kepada pelanggannya termasuk akses, komunikasi, dan

kemampuan untuk mendengarkan pelanggan. Tawinunt, Phimonsathien, &

Fongsuwan (2015) menjelaskan bahwa kualitas layanan, manajemen hubungan

pelanggan akan memberikan respon yang lebih baik terhadap kebutuhan dan

kebiasaan membeli dan berkontribusi pada perencanaan strategis manajemen yang

membangun standar kepuasan pelanggan yang lebih baik. Jika wisatawan

bersemangat terhadap kualitas layanan akan menjadikan fondasi yang kuat untuk

selalu hubungan di masa depan dan dapat membantu retensi wisatawan pertama

kali, serta menarik wisatawan baru dan akan kembali berhubungan dengan iklan

dan rujukan dari mulut ke mulut.Menurut Buhalis (2000), bahwa kerangka

analisis destinasi pariwisata terdiri dari 6 A, yaitu: Attractions = Daya Tarik

(alam, buatan manusia, tujuan pembangunannya, warisan, acara khusus).

Accessibility = Aksesibilitas, (sistem transportasi seluruh terdiri dari rute,

terminal dan kendaraan). Amenities = Fasilitas (penginapan, dan katering fasilitas,

ritel, jasa wisata lainnya). Available packages = Paket yang tersedia (paket oleh

Page 10: ARTIKEL FMI 2018 A LITERATURE REVIEW- ENCOURAGING …dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017154001792820October2018.pdfkimia dan bahan bakar dan setelahnya produk otomotif,

  10

perantara maupun manager). Activities = Kegiatan (semua kegiatan yang tersedia

di tempat tujuan dan apa yang konsumen akan lakukan selama kunjungan

mereka). Ancillary services = layanan tambahan (jasa yang digunakan oleh

wisatawan seperti bank, telekomunikasi, pos, agen koran, rumah sakit, dll).

c. Infrastruktur Pariwisata

Pemerintah Indonesia saat ini sedang melaksanakan pembangunan

infrastruktur, mulai jalan tol hingga bandara, yang meliputi tidak hanya di Jawa,

tapi juga di Sumatera, Kalimantan, juga Papua. Perbaikan infrastruktur akan bisa

meningkatkan daya saing infrastruktur yang saat ini masih berada di peringkat 96.

(Nuran Wibisono, 2017). Pembangunan infrastruktur Indonesia dalam 3 tahun

terakhir. Bahkan, pemerintah sudah menghabiskan Rp 985,2 triliun anggaran

untuk mengejar berbagai ketertinggalan infrastruktur. Kelemahan Indonesia saat

ini adalah soal layanan infrastruktur pariwisata. Kita hanya berada di peringkat 96

pada Travel and Tourism Competitiveness Index (TTCI). Kelemahan lain adalah

kesiapan di bidang Information and Communication Technology (ICT). ICT

menjadi faktor penting bagi pariwisata sebuah negara. Internet menjadi alat

komunikasi vital. Dan saat ini ada banyak penyokong industri pariwisata yang

mengandalkan jaringan internet. Mulai dari penyedia tiket, biro perjalanan,

restoran, hingga hotel.

b. Sumber daya Manusia

Peran SDM sebagai pekerja dapat berupa SDM di lembaga pemerintah, SDM

yang bertindak sebagai pengusaha (wirausaha) yang berperan dalam menentukan

kepuasan dan kualitas para pekerja, para pakar dan profesional yang turut berperan

dalam mengamati, mengendalikan dan meningkatkan kualitas kepariwisataan serta

yang tidak kalah pentingnya masyarakat di sekitar kawasan wisata yang bukan

termasuk ke dalam kategori di atas, namun turut menentukan kenyamanan, kepuasan

para wisatawan yang berkunjung ke kawasan tersebut, (Rony Ika Setiawan, 2016).

Dalam pariwisata dibutuhkan modal manusia dan kinerja perusahaan, praktik dan

kinerja SDM yang berperforma tinggi, masalah internasional/global dan SDM

strategis, praktik dan kinerja SDM individual, serta SDM strategis spesifik

masing-masing Negara, (Juan M. Madera, 2017).

Penelitian Ervina (2017) menyimpulkan, bahwa kurangnya kapasitas SDM

aparatur di bidang pariwisata disebabkan masih kurangnya pendidikan dan

Page 11: ARTIKEL FMI 2018 A LITERATURE REVIEW- ENCOURAGING …dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017154001792820October2018.pdfkimia dan bahan bakar dan setelahnya produk otomotif,

  11

pelatihan yang dilaksanakan oleh dinas pariwisata daerah kepada pegawai.

Menurut (Warsitaningsih, 2002) pengembangan SDM pariwisata berkaitan dengan

pengembangan pengetahuan tentang tata cara pelayanan yang berkaitan dengan

bervariasinya kegiatan pariwisata, misalnya pelayanan di hotel, berbeda dengan

pelayanan di tempat rekreasi atau dalam perjalanan wisata juga pengetahuan tentang

peralatan dan perlengkapan yang diperlukan dalam bidang pelayanan, serta

pengembangan sikap, perilaku, sopan santun, dan sebagainya. Sedarmayanti (2014)

mengungkapkan bahwa perlu adanya peningkatan kemampuan manajerial di

semua sektor wisata pada umumnya. Kurangnya SDM pariwisata berkualitas

unggul yang memiliki kemampuan di bidang pariwisata tampaknya memang telah

cukup serius. Tenaga kerja pariwisata diharapkan memiliki daya saing terhadap

tenaga kerja pariwisata di kawasan ASEAN lainnya dan dapat memajukan industri

pariwisata di Indonesia

c. Kebijakan Pemerintah

Bahan pertimbangan khusus bagi pemegang kebijakan tertinggi yakni

pemerintah adalah membuat kebijakan yang terencana, terstruktur dan tersistem,

sehingga nantinya kebijakan tersebut dapat berpengaruh terhadap perkembangan

industri halal di Indonesia dan dapat menjadi semakin menguat di kalangan

Internasional. Malaysia yang sudah sejak tahun 2006 mengembangkan dan

membuat desain perencanaan yang matang mengenai industri halal di negaranya.

Untuk itu Kementerian Pariwisata Republik Indonesia membentuk Tim

Percepatan Pengembangan Pariwisata Halal (TP3H) Untuk menggaet pangsa

pasar wisata halal di seluruh dunia, terdapat empat pilar pengembangan wisata

halal, yaitu: Pilar pertama, yakni terkait kebijakan dan regulasi. Pilar kedua, yaitu

pemasaran di mana destinasi wisata harus melihat kebutuhan pasar. Adapun pilar

ketiga dan keempat terkait dengan pengembangan aneka atraksi dan akses

transportasi agar para wisatawan merasa nyaman dan sesuai dengan tujuan wisata

halal.

Selanjutnya dasar hukum aktivitas wisata halal adalah berdasarkan pada

Undang-Undang (UU) 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Sebelumnya

pemerintah sempat menerbitkan aturan teknis soal fasilitas penunjang wisata halal

dalam bentuk Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 2 Tahun

2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Usaha Hotel Syariah. Dalam

Page 12: ARTIKEL FMI 2018 A LITERATURE REVIEW- ENCOURAGING …dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017154001792820October2018.pdfkimia dan bahan bakar dan setelahnya produk otomotif,

  12

perumusannya, pemerintah dibantu Dewan Syariah Nasional (DSN). Namun,

akhirnya aturan itu dicabut dengan Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 11 Tahun

2016 karena mendapatkan reaksi beragam dari kalangan industri. Lalu, pada 2016,

Dewan Syariah Indonesia Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) mengeluarkan

Fatwa Nomor 108/DSN-MUI/X/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan

Pariwisata Berdasarkan Syariah. Kemudian Kementerian Pariwisata Indonesia

mengeluarkan Keputusan Menteri Pariwisata Indonesia KM.40/OT.001/2018

tentang Logo Tourism Indonesia Dan Logo Pariwisata Halal Indonesia untuk

mendukung berkembangnya pariwisata halal.

Perkembangan pariwisata halal juga sedang digalakkan dengan serius oleh

Pemerintah Daerah. Salah satu daerah yang sudah terkenal sebagai destinasi

wisata halal dunia di Indonesia, yaitu Lmbok, Nusa Tenggara Barat

(NTB). Karena itu Pemerintah NTB terus meningkatkan kualitas daerahnya demi

mempertahankan predikat destinasi wisata halal terbaik seperti tahun lalu. Salah

satu yang menjadi upaya peningkatan kualitas tersebut adalah dengan lahirnya

Peraturan Daerah (Perda) Pariwisata Halal di Lombok NTB. Dalam Perda No. 2

Tahun 2016 tentang pariwisata halal, tertulis bahwa ruang lingkup pengaturan

Pariwisata Halal dalam Peraturan Daerah ini meliputi destinasi, pemasaran dan

promosi, industri, kelembagaan, pembinaan, pengawasan dan pembiayaan.

Pengelola destinasi pariwisata halal harus membangun fasilitas umum untuk

mendukung kenyamanan aktivitas kepariwisataan halal, seperti tempat dan

perlengkapan ibadah wisatawan Muslim, serta fasilitas bersuci yang memenuhi

standar syariah. Disusul dengan Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) menerbitkan

Surat Keputusan tentang Tim Terpadu Percepatan Pengembangan Pariwisata

Provinsi Sumbar beranggotakan semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD)

terkait dan penggiat serta profesional di bidang pariwisata.

d. Pariwisata Hijau

Negara berkembang seperti Negara Islam membutuhkan ekonomi yang

mendorong pertumbuhan dan pembangunan. Pemerintah Indonesia saat ini

mempertimbangkan pilihan ekonomi hijau dalam pendekatan pembangunan

daerah dan koridor ekonomi. Oleh karena itu, strategi ekonomi hijau perlu

dintegrasikan dengan tujuan pembangunan internasional dan nasional di negara

Page 13: ARTIKEL FMI 2018 A LITERATURE REVIEW- ENCOURAGING …dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017154001792820October2018.pdfkimia dan bahan bakar dan setelahnya produk otomotif,

  13

Indonesia, (Vaghefi et al, 2015). Menurut Makmun (2016), terdapat beberapa

pandangan diantara negara-negara maju dan negara-negara berkembang tentang

bagaimana konsep green economy dipahami dalam konteks pembangunan

berkelanjutan Ruang lingkup untuk keterlibatan industri dalam transisi ekonomi

hijau, masih ada keraguan dalam sektor lingkungan binaan tentang bagaimana

menciptakan bisnis pada kasus perusahaan hijau yang inovatif dan kurangnya

kepastian atau dorongan dari pemerintah tentang bagaimana untuk kelanjutannya,

Newton dan Newman, (2015).

Pembangunan berkelanjutan dalam perusahaan dapat dimodelkan dengan

mengintegrasikan dimensi pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan, Chow

& Chen (2012). Turbulensi lingkungan yang ada tidak memberikan pilihan

kepada perusahaan selain untuk memulai mempraktekkan manajemen hijau yang

berkelanjutan, Rajput, Kaura, & Khanna (2013). Dengan demikian logo hijau

pada produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan menunjukkan bahwa produk

atau jasa mereka memiliki keunggulan kompetitif. Menurut (Widyastuti &

Santoso, 2016) gerakan konsumen hijau merupakan bentuk kepedulian terhadap

lingkungan yang memunculkan pasar hijau, apabila perusahaan ingin bertahan di

pasar ini, dapat memberikan label hijau dalam semua aspek bisnisnya.

g. Daya Saing Bangsa

Daya saing bangsa merupakan kemampuan suatu negara untuk mencapai

tujuannya yaitu untuk meningkatkan standar hidup masyarakatnya dibandingkan

dengan negara lain. Daya saing industri pariwisata daerah mengacu pada kapasitas

industri pariwisata daerah yang menawarkan produk dan layanan wisata secara

terus menerus dan lebih efektif, serta memperoleh manfaat dan mewujudkan

pembangunan berkelanjutan. Daya saing intinya adalah daya saing industri

pariwisata daerah yang paling penting untuk memiliki dan mempertahankan

dominasinya yang kompetitif, (Zilli and Benhua, 2014). Indeks daya saing ini

terdiri dari 4 sub index, yakni Enabling Environment (iklim yang mendukung),

Travel and Tourism Policy and Enabling Conditiong (kebijakan dan kondisi yang

mendukung pariwisata), Infrastruktur, dan Sumber Daya Alam dan Budaya.

Empat sub-index ini kemudian memiliki 14 pilar lain, serta 90 indikator, (Nuran

Wibisono, 2017). Dari data Global Competitiveness Index 2018 yang

Page 14: ARTIKEL FMI 2018 A LITERATURE REVIEW- ENCOURAGING …dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017154001792820October2018.pdfkimia dan bahan bakar dan setelahnya produk otomotif,

  14

menunjukkan indeks daya saing infrastruktur Indonesia pada 2017-2018 berada di

urutan ke-52. Posisi tersebut menanjak 10 peringkat dari periode 2015-2016 yang

masih berada di urutan 62. Prestasi ini turut meningkatkan indeks daya saing

global Indonesia di dunia. Periode 2017-2018, indeks daya saing global Indonesia

lompat 5 peringkat ke posisi 36 dari sebelumnya 41 di periode 2016-2017.

Hasil yang menghubungkan daya saing dan indikator keberlanjutan melalui

keterkaitan yang kuat merupakan indikasi dari analisis World Economic Forum

bahwa tidak ada trade-off yang diperlukan antara daya saing dan berkelanjutan.

Sebaliknya, banyak negara di puncak peringkat daya saing juga merupakan

pemain terbaik di banyak bidang keberlanjutan yang mungkin terkait dengan

pilihan indikator khusus, Santos & Brandi (2014). Daya saing ilmiah nasional

adalah hal-hal yang tidak harus memiliki persyaratan teknologi tinggi, namun

lebih mengutamakan kebutuhan yang paling canggih dari masyarakat, Cimini,

Gabrielli, & Labini, (2014). Eddy & Metz (2015) mengusulkan bahwa

multikulturalisme dapat berfungsi sebagai alat kebijakan publik yang efektif untuk

meningkatkan daya saing suatu bangsa, di era yang ditandai oleh krisis keuangan,

globalisasi, imigrasi, dan perubahan demografi.

Selanjutnya (Boșcoianu, Costea, & Codreanu, 2015) menyatakan bahwa

daya saing ekonomi secara keseluruhan, dan, secara implisit, bahwa minat yang

besar adalah bidang pariwisata. Entitas yang paling terkenal di bidang ini dan,

mungkin yang paling representatif, adalah World Economic Forum, yang setiap

tahun menerbitkan laporan daya saing pariwisata yang luas (The Travel and

Tourism Competitiveness Report, 2015), Data yang diperlukan untuk menyusun

skenario untuk setiap pilar dalam analisis daya saing pariwisata diperoleh untuk

model tersebut dari penelitian statistik langsung dari laporan Forum Ekonomi

Dunia, dan sumber sekunder organisasi, institusi, dan survei internasional yang

dilakukan oleh para ahli di bidang pariwisata, Costea, Hapenciuc & Arionesei,

(2016).

Berdasarkan kajian literature di atas maka paradigm penenelitian yang akan

dibangun adalah sebagai berikut:

Page 15: ARTIKEL FMI 2018 A LITERATURE REVIEW- ENCOURAGING …dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017154001792820October2018.pdfkimia dan bahan bakar dan setelahnya produk otomotif,

  15

 

4. Kesimpulan

Makalah ini mengemukakan bahwa pemasaran pariwisata halal seperti

bidang fungsional lainnya dari suatu bisnis berkontribusi terhadap masalah

lingkungan yang dihadapi dunia saat ini dalam rangka mencapai daya saing

bangsa. Oleh karena itu, ia memiliki peran untuk mencari solusi untuk masalah

lingkungan hijau di bidang pariwisata halal. Makalah ini lebih lanjut akan

menunjukkan bahwa pariwisata halal melalui pemasaran hijau mampu mengatasi

tantangan dalam peningkatan daya saing bangsa. Dengan layanan, infrastruktur,

sumberdaya, dan kebijakan yang mendukung akan mendorong pariwisata hijau

dengan lingkungan fisik yang lebih baik yang akan mengarah pada pembangunan

pariwisata berkelanjutan yang mampu mewujudkan daya saing bangsa.

5. Daftar Pastaka Andrea, M.B. (2016). Moving towards integrated policy formulation and evaluation: the

green economy model. Environmental and Climate Technologies. doi: 10.1515/rtuect-2015-0009.

Costea. M., Hapenciuc, C.V., & Arionesei, G. (2016). Romania versus bulgaria: A short analysis of the competitiveness of seaside tourism. CBU International Conference On Innovations In Science And Education. March 23-25, Prague, Czech Republic. www.cbuni.cz, www.journals.cz.

Buhalis, D. (2000). Marketing the competitive destination of the future. Tourism Management, 21(1), 97-152. doi. 10.1016/S0261-5177(99)00095-3

Chow, W.S., & Chen, Y. (2012). Corporate sustainable development: testing a new scale based on the mainland Chinese context. Journal Business Ethics, 105:519–533, Springer Science + Business Media, DOI 10.1007/s10551-011-0983-x.

LA  LAYANAN PARIWISATA

LA  SUMBER DAYA MANUSIA

LA  INFRASTRUKTUR PARIWISATA

LA  DAYA SAING BANGSA

LA  PARIWISATA HIJAU

 KEBIJAKAN

Page 16: ARTIKEL FMI 2018 A LITERATURE REVIEW- ENCOURAGING …dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017154001792820October2018.pdfkimia dan bahan bakar dan setelahnya produk otomotif,

  16

Cimini G., Gabrielli, A. & Labini, S. (2014). The scientific competitiveness of nations. PLoS ONE 9(12): e113470. doi:10.1371/ journal.pone.0113470.

Ervina (2017). Penerapan strategi pengembangan pariwisata oleh Dinas Pariwisata di Kabupaten Kutai Kertanegara. Journal Administrasi Negara, 5 (3): 6240-6253.

Farahani Z. & Henderson J. C., (2009). Islamic tourism and managing tourism development in Islamic societies: The cases of Iran and Saudi Arabia, International Journal of Tourism Research, 12(1). P.79–89.

GMTI, (2018). https://www.crescentrating.com/reports/mastercard-crescentrating-global-muslim-travel-index-gmti-2018.html.

Jaelani. A., et. al. (2016). Islamic tourism development in Cirebon: The study heritage tourism in Islamic economic perspective. Journal of Economics Bibliography www.kspjournals.org. Volume 3. Issue 2.

Juan. M. Madera, Mary Dawson, Priyanko Guchait, Amanda Mapel Belarmino, (2017). Strategic human resources management research in hospitality and tourism: A review of current literature and suggestions for the future", International Journal of Contemporary Hospitality Management, Vol. 29 Issue: 1, pp.48-67, https://doi.org/10.1108/IJCHM-02-2016-0051.

Kompas, (2016). Jumpa Pers: Pengumuman Pemenang Kompetisi Pariwisata Halal Tingkat Nasional Tahun 2016, Hotel Sofyan, Jakarta.

Kristel Kessler, (2015). Conceptualizing mosque tourism: a central featureof Islamic and religious tourism, International Journal of Religious Tourism and Pilgrimage, Vol. 3.

Makmun, (2016) Green Economy: Konsep, Implementasi, dan Peranan Kementerian Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Jakarta.

Munirah, (2012),. Muslim tourists’ typology in Malaysia: Perspectives and challenges. Proceedings of the Tourism and Hospitality Internasional Conference, Malaysia.

Newton, P. & Newman, P. (2015). Critical connections: The role of the built environment sectorin delivering green cities and a green economy. Sustainability. 7, 9417-9443; doi:10.3390/su7079417. ISSN 2071-1050.

Nuran Wibisono, 2017). https://tirto.id/di-balik-membaiknya-daya-saing-pariwisata-indonesia-cmNf

Parasuraman, A., Zeithaml, V.A. & Berry, L.L. (1988). SERVQUAL: A Multiple-Item Scale for Measuring Consumer Perceptions of Service Quality. Journal of Retailing, 64(1): 12-41.

Penabulu Alliance, (2015). Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD), World Business Council for Sustainable Development (WBCSD).

Kemenpar. (2015). Laporan Akhir Kajian Pengembangan Wisata Syariah, Kementerian Pariwisata: Indonesia.

Pongcharnchavalit, S. and Fongsuwan, W. (2014). Structural Equation Model of Customer Perception of Service and Product Quality Factors that Affects Thai Information Technology Customer Loyalty. Research Journal of Business Management, 8: 412-426.

Rajput, N., Kaura, R., & Khanna, A. (2013). Indian banking sector towards a sustainable growth: a paradigm shift. International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences, Vol. 3, No. 1, www.hrmars.com/journals.

Rony Ika Setiawan, (2016). Pengembangan sumber daya manusia di bidang pariwisata: perspektif potensi wisata daerah berkembang. Jurnal Penelitian Manajemen Terapan (PENATARAN) Vol. 1 No. 1 (2016) hlm. 23-35

Santos, S.,F, and Brandi, H.S. (2014). A canonical correlation analysis of the relationship between sustainability and competitiveness. Clean Techn Environ Policy. 16:1735–1746. DOI 10.1007/s10098-014-0755-2

Page 17: ARTIKEL FMI 2018 A LITERATURE REVIEW- ENCOURAGING …dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017154001792820October2018.pdfkimia dan bahan bakar dan setelahnya produk otomotif,

  17

Sedarmayanti, (2014). Membangun & mengembangkan kebudayaan dan industri pariwisata: Bunga rampai tulisan pariwisata. Bandung: PT Refika Aditama.

Shafaei, F. & Mohamed, B. (2015). Malaysia’s branding as an Islamic tourism hub: An assessment, GEOGRAFIA Online TM Malaysia Journal of Society and Space ,11 issue 1 (97 - 106). © 2015, ISSN 2180-2491.

Siti Daulah Khoiriati, Suharko, I Made Krisnajaya, and Dedi Dinarto, (2018). Debating halal tourism between values and branding: A case study of Lombok, Indonesia” in The 1st International Conference on South East Asia Studies, 2016, KnE Social Sciences, pages 494–515. DOI 10.18502/kss.v3i5.2352.

Sofyan, R. (2012), Prospek Bisnis Pariwisata Syariah. Jakarta: Republika. Tawinunt, K., Phimonsathien, T., and Fongsuwan., W. (2015). Service quality and

customer relationship management affecting customer retention of longstay travelers in the thai tourism industry: A SEM Approach. International Journal of Arts & Sciences, CD-ROM. ISSN: 1944-6934 : 08(02):459–477.

The Pew Forum on Religion & Public Life, (2010). http://www.pewforum.org/2010/09/28/new-pew-forum-on-religion-public-life-survey-explores-religious-knowledge-in-the-us/

Travel and Tourism Competitiveness Index (TTCI).  2017.https://www.weforum.org/reports/the-travel-tourism-competitiveness-report-2017  

UNWTO Tourism Highlight, (2018) http://marketintelligence.unwto.org/publication/unwto-tourism-highlights-2018

Vaghefi, N. (2015). Green economy: issues, approach and challenges in muslim countries, Scientific Research Publishing, Malaysia.

Warsitaningsih, Sri. (2002). Handout Manajemen Industry Catering. Bandung: PKK FPTK UPI.

Widyastuti, S., and Santoso, B. (2016). Green Marketing: A Study about the Factors Influencing the Repurchase Decision of Javanony Herbal Products. Asean Marketing Journal. December-Vol.VIII - No. 2- 1-xx.8 p.

Wuryasti, F. (2013). Wisata Halal, Konsep Baru Kegiatan Wisata di Indonesia. http://travel.detik.com/read/2013/10/30/152010/2399509/1382wisata-halal-konsep-baru-kegiatan-wisata-di-Indonesia

Zilli, Lou and Benhua, Xiao, (2014). Core competitiveness elements of tourism industry in ethnic villages. Journal of Landscape Research, 6(11-12): 19-21.