artikel ilmiah studi populasi monyet ekor panjang …repository.unja.ac.id/3089/1/artikel.pdf ·...
TRANSCRIPT
Azrul Ahmar (RSA1C411024) Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jambi 1
ARTIKEL ILMIAH
STUDI POPULASI MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis Raffles, 1821)
DI HUTAN ADAT DESA RANTAU IKIL, KECAMATAN JUJUHAN,
KABUPATEN BUNGO
OLEH
Azrul Ahmar
RSA1C411024
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
JANUARI 2018
Azrul Ahmar (RSA1C411024) Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jambi 2
Azrul Ahmar (RSA1C411024) Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jambi 3
STUDI POPULASI MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis Raffles, 1821)
DI HUTAN ADAT DESA RANTAU IKIL, KEC, JUJUHAN, KABUPATEN BUNGO
Azrul Ahmar1)
, Afreni Hamidah2)
,Evita Anggereini,2)
1)Mahasiswa Pendidikan Biologi Jurusan PMIPA FKIP Universitas Jambi
2)Dosen Pembimbing Skripsi
Email: 1)
ABSTRAK
Hutan adat kawasan Desa Rantau Ikil kecamatan Jujuhan Kabupaten Bungo dilindungi
kelestariannya oleh penduduk desa untuk mempertahankan kehidupan satwa liar,
keanekaragaman hayati, dan keberlangsungan ekosistem tanpa adanya campur tangan
manusia. Monyet ekor panjang (M. fascicularis) merupakan salah satu biota penyusun
ekosistem hutan adat yang terdapat di Desa Rantau Ikil. Dalam ekosistem, monyet ekor
panjang memiliki peranan sebagai penyebar biji-bijian alami kehutan, mediator penyerbukan
dan pengendali populasi serangga. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui populasi
dan kerapatan populasi monyet ekor panjang di hutan adat Desa Rantau Ikil. Penelitian ini
menggunakan metode concentration count. Penelitian dilakukan dengan metode pengamatan
sistem jelajah keseluruh hutan adat dengan menggunakan tiga zona suvei jalur yang akan
ditelusuri untuk mengumpulkan data monyet ekor panjang. Berdasarkan hasil penelitian
terhadap populasi monyet ekor panjang di hutan adat Desa Rantau Ikil, Kabupaten Bungo
didapatkan populasi monyet ekor panjang di hutan adat Desa Rantau Ikil, Kabupaten Bungo
berjumlah 73 ekor yang terbagi kedalam tiga kelompok dengan kepadatan populasi total
sebesar 2,02 ekor/ha. Hal ini menunjukan bahwa kerapatan populasi monyet ekor panjang
sangat rendah. Persentase struktur umur yang ditemukan yaitu 13,69% bayi, 45,20% remaja
dan 41,08% dewasa yang menunjukan bahwa monyet ekor panjang dapat mengalami
peningkatan jumlah populasi di masa mendatang. Hal ini dikarenakan tingginya jumlah
individu muda yang ada dibandingkan jumlah individu dewasa monyet ekor panjang di hutan
adat Desa Rantau Ikil. Sehingga, struktur umurnya termasuk memiliki daya regenerasi yang
cukup baik.
Kata Kunci : Studi Populasi Monyet Ekor Panjang Di Hutan Adat Desa Rantau Ikil,
Kecamtan Jujuhan, Kabupaten Bungo
Jambi, Januari 2018
Mengetahui dan menyetujui
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Afreni Hamidah, S.Pt., M.Si Dr. Evita Anggereini, M.Si
NIP. 197304211999032001 NIP. 196703071991032002
Azrul Ahmar (RSA1C411024) Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jambi 4
POPULATION STUDY OF LONG-TAILED MONKEY (Macaca fascicularis Raffles, 1821)
IN THE TRADITIONAL FOREST OF RANTAU IKIL VILLAGE, JUJUHAN,
BUNGO
By:
Azrul Ahmar1)
, Afreni Hamidah2)
,Evita Anggereini,2)
1)The Student Of Biology Education Study Program Of Education of Mathematics and
Sciences Department, Education and Teacher Training Faculty of Jambi University 2)
Thesis Advisor
Email: 1)
ABSTRACT
The traditional forest of Rantau Ikil Village, Jujuhan, Bungo District is protected by the
villagers to preserve the wildlife, biodiversity, and ecosystem sustainability without human
intervention. Long tailed monkey (M. fascicularis) is one of the biota of customary forest
ecosystem found in Rantau Ikil Village. In the ecosystem, long-tailed monkeys have a role as
a natural seed dispersal of forest, pollinator mediators and insect population controllers. The
purpose of this research is to know population and density of long tail monkey population in
indigenous forest of Rantau Ikil Village. This study uses the method of concentration count.
The research was conducted by observing the system of cruising throughout the customary
forest using three zone suvei path that will be traced to collect data of long-tailed monkeys.
Based on the results of research on long tail monkey population in customary forest of
Rantau Ikil Village, Bungo Regency obtained long tail monkey population in indigenous
forest of Rantau Ikil Village, Bungo Regency amounted to 73 heads divided into three groups
with total population density of 2.02 tail / ha . This shows that the density of the long tailed
monkey population is very low. The percentage of age structure found was 13.69% of infants,
45.20% of adolescents and 41.08% of adults showed that long-tailed monkeys could
experience an increase in the number of populations in the future. This is due to the high
number of existing young individuals compared to the number of adult individuals of long
tailed monkeys in the traditional forest of Rantau Ikil Village. Thus, the age structure
includes having good regeneration power.
Keywords : Population Study Of Long-Tailed Monkey (Macaca fascicularis raffles, 1821)
In The Traditional Forest Of Rantau Ikil Village, Jujuhan, Bungo
.
Azrul Ahmar (RSA1C411024) Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jambi 5
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Hutan adat merupakan hutan lindung
di kawasan Desa Rantau Ikil Kecamatan
Jujuhan Kabupaten Bungo. Hutan adat ini
dilindungi kelestariannya oleh penduduk
desa untuk mempertahankan kehidupan
satwa liar, keanekaragaman hayati, dan
keberlangsungan ekosistem tanpa adanya
campur tangan manusia. Dikarenakan
sebagian besar hutan desa yang telah
banyak dialih fungsikan masyarakat
sebagai area perkebunan untuk kebutuahan
perekonomian. Upaya masyarakat untuk
melestarikan kembali kawasan hutan adat
ini telah berlangsung selama dua tahun
dengan luas area sebesar kurang lebih 143
ha. Dengan adanya hutan adat ini telah
tampak adanya perubahan positif seperti
adanya peningkatan populasi hewan dan
kepadatan tumbuhan ( Dinas Kehutanan
Kabupaten Bungo, 2013 : 3 ).
Rantau Ikil merupakan salah satu
daerah yang berada di Kecamatan Jujuhan,
Kabupaten Bungo. Wilayah hutan
Kabupaten Bungo banyak dimanfaatkan
dan dialih fungsikan oleh sebagian
penduduk sebagai sumber penghidupan,
terutama untuk pencarian rotan serta
sebagai pemburuan satwa liar seperti
kancil dan burung. Kebanyakan hutan adat
dialih fungsikan manjadi perkebunan
masyarakat Rantau Ikil, ini akan memberi
tekanan pada hutan adat di daerah tersebut.
Aktivitas penduduk dan pengalihan lahan
yang menyebabkan rusaknya hutan adat di
daerah tersebut, dengan penebangan untuk
dikonversi menjadi lahan pertanian dan
pengambilan sumber daya kayu, sehingga
terjadi pengolahan dan pengurangan luasan
hutan adat yang pada akhirnya berdampak
terhadap penurunan populasi satwa liar
yang hidup didalamnya dan dapat
mengancam kelestarian ekosistem hutan
sekunder didalamnya.
Populasi monyet ekor panjang di
Indonesia sangat besar dan tersebar luas.
Populasi ini lebih besar dari semua
populasi monyet ekor panjang di Asia
Tenggara daratan (Mackinnon, 1986)
karena ukuran luas wilayah dan
banyaknya kepulau. Namun status dan
distribusi di Indonesia masih belum
dipahami dengan lengkap. Pengetahuan
tentang monyet ekor panjang sangat
penting bagi Indonesia karena spesies ini
memiliki nilai ekonomi dalam bidang
biomedis, dan di sisi lain memiliki
dampak negatif karena sering menjadi
hama di sebagian wilayah Indonesia.
Informasi tentang monyet ekor panjang
sangat berguna untuk melindungi dan
meningkatkan populasi yang mulai punah.
Populasi monyet ekor panjang
tersebar luas secara acak di Asia Tenggara
(Southwick and Siddiqi 1994, Fooden
1995, Wheatley 1999). Monyet ekot
panjang ditemukan di berbagai lingkungan
dengan kelimpahan terbesar di hutan rawa
dan hutan sekunder (Crockett and Wilson
1980; Fooden 1995; Yanuar. 2009).
Monyet ekor panjang juga umumnya
ditemukan di tepi sungai sekitar hutan
karena spesies ini mencari perlindungan
pada waktu malam hari di sepanjang
sungai (Fittinghoff and Lindburg 1980;
van Schaik. 1996). Selain itu, banyak
populasi tumpang tindih dengan
pemukiman manusia ( Gumert, 2011).
Monyet ekor panjang merupakan
salah satu biota penyusun ekosistem hutan
adat yang terdapat di Desa Rantau Ikil
Kecamatan Jujuhan Kabupaten Bungo.
Dalam ekosistem monyet ekor panjang
memiliki peranan sebagai penyebar biji-
Azrul Ahmar (RSA1C411024) Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jambi 6
bijian alami kehutan, mediator
penyerbukan dan pengendali populasi
serangga. Menurut Wahyono ( 2005:10 )
monyet ekor panjang merupakan hewan
diurnal yang hidup secara berkelompok
yang terdiri dari beberapa ekor jantan dan
betina. Jumlah individu dalam satu
kelompok bervariasi antara 10 ekor hingga
50 ekor, namun di beberapa tempat jumlah
kelompok mencapai 200 ekor. Makanan
monyet ekor panjang sangat bervariasi
antara lain buah-buahan, biji-bijian dan
umbi.
Pada lokasi hutan adat sering
ditemui monyet ekor panjang memakan
buah atau biji sawit dan karet, dikarenakan
di hutan adat buah dan biji tumbuahan
jarang ditemukan, selain itu monyet ekor
panjang juga memakan sayuran serta
umbi-umbian. Berdasarkan sifat-sifat dan
morfologinya, monyet ekor panjang
memiliki kemiripan dengan manusia,
sehingga sering digunakan sebagai bahan
penelitian biomedis diantaranya untuk
menguji berbagai jenis obat-obatan,
pembuatan vaksin dan pembiakan sel, akan
tetapi pemanfaatan monyet ekor panjang
dilakukan dengan cara pengambilan
langsung di alam (Supriatna dan Wahyono,
2000:2). Selama periode tahun 1984-1988
terjadi gejala penurunan populasi monyet
ekor panjang di Indonesia. Penurunan
tersebut terjadi karena adanya perburuan
liar, fragmentasi dan degradasi habitat
yang dapat menjadi ancaman serius
terhadap populasi monyet ekor panjang di
alam ( Sinoel, 1994:1 ).
Penelitian mengenai populasi
monyet ekor panjang telah dilakukan di
berbagai lokasi di Indonesia misalnya
penelitian yang dilakukan di kebun karet
Indragiri Hulu, Riau oleh Supartono
(2001:39), menemukan 53 ekor monyet
ekor panjang dengan kepadatan populasi
sebesar 0,8 ekor/ha. Penelitian di Cagar
alam Ulolanang Kabupaten Batang, Jawa
Tengah oleh Fakhri, dkk (2012:122)
menemukan 33 ekor monyet ekor panjang
dengan kepadatan populasi sebesar 0,4
ekor/ha.
Penelitian di hutan sekitar Kampus
Pinang Masak Universitas Jambi oleh
Rasyid ( 2008:16 ) menemukan 51 ekor
monyet ekor panjang dengan kepadatan
populasi sebesar 2,04 ekor/ha. Selanjutnya
penelitian mengenai populasi monyet ekor
panjang juga telah dilakukan di Provinsi
Jambi yang ditemukan di hutan mangrove
Pangkal Babu Tanjung Jabung Barat oleh
Oktavianus (2014:36) yang ditemukan
berjumlah 37 ekor monyet ekor panjang
yang terbagi kedalam tiga transek dengan
kepadatan populasi total sebesar 0,8
ekor/ha. Persentase struktur umur monyet
ekor panjang yang ditemukan yaitu 20,3
% bayi, 50 % remaja dan 29,7 % dewasa.
Sebagian besar penelitian yang telah
dilakukan pada monyet ekor panjang yang
hidup di cagar alam dan fragmen-fragmen
hutan sekunder, sedangkan pada hutan adat
khususnya di kawasan hutan lindung adat
yang dikelilingi oleh perkebuan, di Desa
Rantau Ikil Kecamatan Jujuhan Kabupaten
Bungo belum pernah dilakukan. Kegiatan
monitoring dan pendataan populasi
monyet ekor panjang pada kawasan
konservasi sangat penting untuk dilakukan
sehingga dapat dievaluasi tingkat
keberhasilan upaya konservasi yang telah
dilakukan. Berdasarkan uraian di atas
penulis melakukan penelitian mengenai
Populasi monyet ekor panjang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
yang telah dikemukakan, maka rumusan
masalah dalam penelitian adalah
Azrul Ahmar (RSA1C411024) Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jambi 7
1. Berapa ukuran populasi monyet ekor
panjang di hutan adat Desa Rantau Ikil,
Kecamatan Jujuhan, Kabupaten Bungo
2. Bagaimana Kerapatan populasi monyet
ekor panjang di hutan adat Desa
Rantau Ikil, Kecamatan Jujuhan,
Kabupaten Bungo
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
1. Untuk menghitung populasi monyet
ekor panjang di hutan adat Desa
Rantau Ikil, Kecamatan Jujuhan,
Kabupaten Bungo.
2. Untuk mengetahui kerapatan populasi
monyet ekor panjang di hutan adat
Desa Rantau Ikil, Kecamatan Jujuhan,
Kabupaten Bungo.
1.4 Kegunaan Hasil Penelitian
Kegunaan hasil penelitian ini adalah
1. Memberikan informasi ilmiah
mengenai populasi habitat monyet ekor
panjang di hutan adat Desa Rantau Ikil,
Kecamatan Jujuhan.
2. Memberikan informasi pentingnya
peranan monyet ekor panjang di hutan
adat Desa Rantau Ikil, Kecamatan
Jujuhan.
3. Sebagai salah satu bahan ajar pada
mata kuliah Ekologi Umum.
1.5 Ruang Lingkup dan Batasan
Penelitian
1.5.1 Ruang lingkup penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini
adalah
1. Penelitian dilaksanakan di hutan adat
atau hutan lindung adat di Desa Rantau
Ikil, Kecamatan Jujuhan, Kabupaten
Bungo, merupakan habitat monyet
ekor panjang.
2. Populasi yang diamati meliputi
kepadatan monyet ekor panjang yaitu
dewasa, remaja dan bayi/infant yang
ada di hutan adat dan kepadatan
monyet ekor panjang.
1.5.2 Batasan penelitian
Batasan dalam penelitian ini adalah
1. Pengamatan dilakukan terhadap
monyet ekor panjang yang ditemukan
dilokasi penelitian Desa Rantau Ikil,
Kecamatan Jujuhan, Kabupaten
Bungo.
2. Penelitian ini menggunakan metode
consentration count yang dilakukan
dengan perhitungan langsung pada saat
ditemukan primata atau monyet ekor
panjang.
1.6 Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian
ini adalah
1. Populasi adalah kumpulan individu
dari spesies monyet ekor panjang yang
berada di hutan adat atau hutan
sekunder, Desa Rantau Ikil, Kecamatan
Jujuhan, Kabupaten Bungo.
2. Hutan Adat adalah merupakan hutan
lindung suatu daerah atau desa
setempat dan komunitas tumbuhan
yang terdapat di daerah hutan lindung
adat dan di kelilingi oleh perkebunan
serta pertanian, di Desa Rantau Ikil,
Kecamatan Jujuhan Kabupaten Bungo.
3. Kerapatan adalah hubungan antara
jumlah individu dan satuan luas atau
volume ruang yang ditempati pada
waktu tertentu.
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian kepadatan populasi dan
populasi monyet ekor panjang di hutan
adat di Desa Rantau Ikil, Kecamatan
Jujuhan Kabupaten Bungo merupakan
penelitian deskriptif kuantitatif.
Pengamatan dilakukan secara langsung
dengan mengobservasi keberadaan monyet
ekor panjang di hutan adat Desa Rantau
Ikil, Kecamatan Jujuhan Kabupaten
Azrul Ahmar (RSA1C411024) Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jambi 8
Bungo. Pengamatan monyet ekor panjang
dilakukan dengan menggunakan metode
concentration count, pangamatan ini
dilakukan dengan penghitungan langsung
pada saat ditemukan primata tersebut.
Pengamatan dilakukan pada pagi hari
pukul 06.00-10.00 WIB dan sore hari
pukul 14.00-18.00 WIB pada kondisi ini
monyet ekor panjang sedang melakukan
aktivitas.
Penelitian dilakukan dengan
menggunakan metode pengamatan sistem
jelajah atau concentration count.
Penelitian ini menggunakan tiga zona
suvei jalur yang akan ditelusuri untuk
mengumpulkan data monyet ekor panjang.
1. Zona A survei jalur darat diamati
dengan menghitung jumlah monyet
ekor panjang yang ditemukan saat
melakukan penelitian dilapangan.
2. Zona B survei seksi sungai diamati
aktifitas monyet ekor panjang
bermain, minum, makan dan
mandi.
3. Zona C survei jalur air diamati
dimana tempat monyet ekor
panjang beristirahat atau tempat
tidurnya dekat dengan pinggiran
sungai, karena pinggiran sungai
merupakan tempat aman monyet
ekor panjang untuk melindungi diri
dari mangsanya.
3.2 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah
monyet ekor panjang yang temukan saat
melakukan penelitian di hutan adat,
Sampel dalam penelitian ini adalah semua
monyet ekor panjang yang berada pada
setiap survei jalur pengamatan.
3.3 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam
penalitian ini yaitu: buku dan alat tulis
untuk mencata monyet ekor panjang yang
di temukan di setiap penjelajahan atau
concentration coun di hutan adat,
kemudian teropong digunakan untuk
mengamati posisi monyet ekor panjang
berada, kamera untuk dokumentasi monyer
ekor panjang.
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Teknik Pengumpulan Data
Penghitungan populasi monyet
ekor panjang dilakukan di hutan adat Desa
Rantau Ikil, Kecamatan Jujuhan
Kabupaten Bungo dengan teknik
pengumpulan data menggunakan
concentration count. Pangamatan ini
dilakukan dengan penghitungan langsung
pada saat ditemukan primata, (Rasyid,
2008:16) Metode yang digunakan dalam
teknik pengumpulan data populasi monyet
ekor panjang penghitungan dimulai dengan
sistem jelajah seluruh frakmen hutan adat
apabila ditemukan sekelompok monyet
ekor panjang, tidak dicatat melainkan
dilakukan pengamatan kelompok terlebih
dahulu. Pengenalan kelompok ini
dilakukan selama kurang lebih 1 bulan
pada pagi dan sore hari, selanjutnya
dilakukan pencatatan terhadap kelompok
monyet ekor panjang dewasa meliputi
jumlah individu setiap kelompok dan
distribusi umur.
Kemudian pemilihan survei jalur
berdasarkan hasil orientasi lapangan pada
beberapa tipe kerapatan populasi monyet
ekor panjang yang dilakukan sebelum
pengamatan. Karakteristik pemilihan
survei berdasarkan keadaan tempat
penelitian yaitu daratan, di pinggir sungai
dan jaur air dan juga di tempat dimana
primata ini memakan tumbuhan
perkebunan dan pertanian masyarakat,
vegetasi hutan adat dan karakter lokasi
yang berbeda. Dalam hal ini pengamatan
survei jalur dibuat dengan mengunakan
sistem jelajah atau di sebut dengan
concentration count. Dengan ini lebih
Azrul Ahmar (RSA1C411024) Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jambi 9
memungkinkan pengamatan monyet ekor
panjang mudah ditemukan di hutan adat,
pengamatan setiap survei jalur dilakukan
sebanyak 2 kali pengulangan. Pada pagi
hari pukul 06.00-10.00 WIB dan sore hari
pukul 14.00-18.00 WIB.
Parameter yang diamati dalam kegiatan ini
antara lain:
a. Kerapatan populasi yaitu besaran
populasi dalam satu unit luas atau
jumlah individu yang ditemukan.
b. Struktur umur yaitu individu
berdasarkan kelompok umur (bayi,
remaja dan dewasa). Penentuan
struktur umur dilakukan
berdasarkan ciri-ciri morfologis
dan prilaku. Monyet dewasa
memiliki ukuran tubuh yang besar,
memiliki jambul, dan jarang
bermain. Monyet remaja ukuran
tubuhnya lebih kecil dari monyet
dewasa, belum memiliki jambul
dan lebih sering bermain. Bayi
monyet ekor panjang selalu
digendong oleh induk betina.
c. Ukuran kelompok yaitu jumlah
individu dalam suatu kelompok
sosial monyet ekor panjang.
3.4.2 Analisis Data
Kepadatan monyet ekor panjang di
area penelitian dihitung dengan rumus
berikut (Rasyid, 2008:12):
Rata-rata individu (ha)
Rata-rata Individu per kelompok
(Individu/kelompok)
Kerapatan individu (ha)
Kerapatan
3.5.Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian monyet ekor panjang
dilakukan di hutan adat, Desa Rantau Ikil
Kecamatan Jujuhan Kabupaten Bungo,
yang terdiri atas tahap pengenalan
lapangan, dan tahap pengamatan
kepadatan dan populasi serta tahap
pengidentifikasian kelompok populasi M.
fascicularis. Pengamatan kerapatan dan
populasi dilaksanakan di hutan Desa
Rantau Ikil Kecamatan Jujuhan Kabupaten
Muaro Bungo. Pemilihan lokasi penelitian
kawasan ini merupakan kawasan hutan
adat yang memiliki ekosistem yang baik
untuk tempat tinggal populasi bagi satwa
liar terutama pada penelitian yang
dilakukan pada monyet ekor panjang (M.
fascicularis).
Titik koordinat dalam lokasi
penelitian yang tercantum dalam peta
lokasi terdapat di bagian awal titi koordiat
1°20’40”S dan 1°20’37”S kemudian
101°43’02”E dan 101°44’63”E, mengubah
titik koordinat menjadi hektar persegi di
koordinat 1°20’40”S terdapat 60,000m²
sebesar 6 hektar dan koordinat 1°20’37”S
terdapat 120,000m² sebesar 12 hektar,
pada koordinat 101°43’02”E terdapat
60,000m² sebesar 6 hektar dan
101°44’63”E 120,000m² sebesar 12 hektar,
pada perhitungan koordinat yang
dilakukan untuk menetukan luas wilayah
penepitian, terdapat luas keseluruhan
wilayah penelitian yaitu sebesar
360,000m² atau sama dengan 36 hektar
Selamjutnya menentukan jarak
jelajah pengambilan dokumentasi terhadap
monyet ekor panjang dengan cara
mengukur jarak langkah menggunakan
koordinat 1°20’40”S dan 101°43’16”E
Azrul Ahmar (RSA1C411024) Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jambi 10
terdapat 100,000m² atau sama dengan 10
hektar, dalam sepuluh hari dengan 100
meter perdokumentasi, titik koordinat
101°43’18”E dan 1°20’33”S
terdapat 160,000m² atau sama dengan 16
hektar dalam lima belas hari dengan 100
meter perdokumentasi, 101°43’52”E dan
1°20’40”S terdapat 100,000 m² atau sama
dengan 10 hektar dalam lima hari dengan
100 meter perdokumentasi.
Luas wilayah yang dijelajah dalam
penelitian di hutan adat desa rantau ikil
sebesar 36 ha persegi dengan luas wilayah
hutan ada 143 ha, penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui kerapatan populasi
monyet ekor panjang di hutan adat desa
rantau ikil dan karapatan hubungan antara
jumlah individu dan satuan luas atau
volume ruang yang di tempati pada waktu
tertentu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Populasi Monyet Ekor Panjang
Berdasarkan hasil pengamatan
populasi monyet ekor panjang dengan
menggunakan metode concentration count
atau jelajah di hutan adat Rantau Ikil
Kabupaten Bungo (Gambar 4.1) dengan
luas areal jelajah 36 ha dari total luas hutan
adat 143 ha ditemukan 73 ekor monyet
ekor panjang. Populasi terbagi kedalam
tiga kelompok yaitu Dewasa berjumlah 30
ekor, Remaja berjumlah 33 ekor dan bayi
monyet / infant berjumlah 10 ekor
sehingga dapat diketahui kerapatan
populasinya sebesar 2,02 ekor/ha (2
ekor/ha).
Gambar 4.1 Monyet ekor panjang di lokasi
penelitian (Dokumentasi pribadi, 2017).
Tabel 4.1. Populasi Monyet Ekor Panjang di Hutan
Adat Rantau Ikil
Keterangan:
Luas areal pengamatan :36 ha
Populasi :73 ekor
Kerapatan populasi :2,02 ekor/ha (2 ekor/ha)
Gambar 4.2 Persentase Lingkungan Umur Monyet
Ekor Panjang di Hutan Adat Rantau Ikil.
Komposisi kelompok umur monyet
ekor panjang di hutan adat Rantau Ikil
terdiri atas dewasa 30 ekor (41,09%),
remaja 33 ekor (45,20%), dan bayi monyet
(Infant) 10 ekor (13,69%). Distribusi umur
dari setiap kelompok monyet ekor panjang
di hutan adat Rantau Ikil dapat terlihat
pada Gambar 4.3. Distribusi umur monyet
ekor panjang diketahui secara kualitatif
dengan membandingkan besar tubuh
monyet ekor panjang kemudian bisa
diketahui juga dari morfologi dan pola
perilaku monyet ekor panjang. Jalur A
survei jalur darat jumlah individu
sebanyak 23 ekor dengan distribusi umur
yaitu dewasa 8 ekor, remaja 12 ekor dan
bayi monyet (Infant) 3 ekor. Jalur B survei
seksi sungai jumlah individu sebanyak 26
ekor dengan distribusi umur yaitu dewasa
13 ekor, remaja 8 ekor dan bayi monyet
Jalur Kelompok Jumlah
Dewasa Remaja Bayi
A 8 12 3 23
B 13 8 5 26
C 9 13 2 24
Jumlah 30 33 10 73
Azrul Ahmar (RSA1C411024) Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jambi 11
(Infant) 5 ekor. Jalur C survei jalur air
jumlah individu sebanyak 24 ekor dengan
distribusi umur yaitu dewasa 9 ekor,
remaja 13 ekor dan bayi/ Infant monyet 2
ekor, Dalam pengambilan data foto
dokumentasi monyet ekor panjang dengan
jarak dokumentasi seratus meter
perdokumentasi terhadap monyet ekor
panjang.
Gambar 4.3 Distribusi Kelompok Umur Monyet
Ekor Panjang di Hutan Adat Rantau Ikil
4.2 Pembahasan
Kerapatan populasi monyet ekor
panjang yang ditemukan di hutan adat
Rantau Ikil lebih rendah jika dibandingkan
dengan penelitian-penelitian terdahulu
yang telah dilakukan. Penelitian oleh
Rasyid (2008:16) mengenai monyet ekor
panjang (Macaca fascicularis) di hutan
sekitar Kampus Pinang Masak Universitas
Jambi didapatkan kerapatan populasi
sebesar 2,04 ekor/ha. Selanjutnya
Penelitian yang dilakukan Laksana dkk,
(2017: 224) mengenai monyet ekor
panjang (M. fascicularis) di Taman wisata
alam pananjungan Pangandran Jawa Barat
didapatkan kerapatan populasi sebesar
5,71 ekor/ha. Begitu juga penelitian yang
dilakukan oleh Gumert dkk (2012: 3) di
Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP)
Kalimantan Tengah dengan kerapatan
populasi sebesar 7500 individu/Ha.
Rendahnya tingkat populasi monyet ekor
panjang di hutan adat Rantau Ikil diduga
dipengaruhi oleh faktor aktifitas manusia.
Aktivitas pembukaan lahan dan
fragmentasi yang dilakukan oleh
masyarakat di Desa Rantau Ikil yang
berbatasan dengan hutan adat yang
merupakan habitat monyet ekor panjang
tentunya dapat memberi dampak terhadap
kelestarian populasi monyet ekor panjang.
Pembuatan jalan penghubung,
penambahan areal perkebunan dan
tingginya aktifitas berkebun oleh
masyarakat menyebabkan terjadi
fragmentasi habitat (Gambar 4.4). Kondisi
demikian diperkirakan dapat menyebabkan
semakin berkurangnya habitat alami bagi
monyet ekor panjang. Menurut Supriatna,
dkk (2017) bahwa aktifitas pembukaan
lahan (deforestasi) dan fragmentasi
menyebabkan habitat dari primata di hutan
Sumatera rusak. Deforestasi di hutan
Sumatera terus berlangsung dari tahun
2000 hingga 2012, walau grafik
menunjukan deforestasi yang menurun
namun hal itu tetap membuat habitat
primata rusak sehingga wilayah territorial
primata yang sebelumnya ideal untuk
mendukung kehidupan primate perlahan-
lahan menghilang dan mengisolasi
kehidupan primata.
Habitat yang semakin berkurang
menyebabkan monyet ekor panjang yang
berada di hutan adat Rantau Ikil sering
dijumpai mencuri buah dan merusak
tanaman di areal perkebunan masyarakat
sekitar hutan adat Rantau Ikil, akibatnya
warga sering berburu dan membunuh
monyet ekor panjang di sekitar areal
perkebunan karena dianggap sebagai
hama. Aktifitas perburuan tersebut
berdampak pada rendahnya kerapatan
populasi monyet ekor panjang di hutan
adat Rantau Ikil. Menurut Mackinnon
(1987) dalam Gumert dkk (2012: 4),
monyet ekor panjang sering menjadi hama
0
5
10
15
A B C
3 5
2
8
13
9 12
8
13
Jum
lah
In
div
idu
Kelompok
Bayi Dewasa Remaja
Azrul Ahmar (RSA1C411024) Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jambi 12
di sebagian wilayah Indonesia. Beberapa
faktor yang mempengaruhi rendahnya
kerapatan populasi monyet ekor panjang di
hutan adat Desa Rantau Ikil Muaro Bungo
adalah struktur umur. Hal ini juga
diungkapkan oleh Supriatna, dkk (2017),
bahwa habitat yang rusak menyebabkan
primata sering masuk ke area perkebunan
masyarakat sehingga terjadi konflik.
Konflik antara primata dan masyarakat
tercatat terjadi di 15 taman nasional dan
hutan lindung di sumatera. Monyet ekor
panjang (M. fascicularis) merupakan
primate yang sering terlibat dalam konflik
dengan manusia dengan kejadian di 14/15
taman nasional dan hutan lindung di
sumatera.
Karateristik yang penting untuk
analisis dinamika populasi adalah stuktur
umur dan struktur umur dapat dijadikan
nilai yang menentukan keberhasilan
perkembangbiakan satwa liar. Hal ini juga
diperkuat oleh Alikodra (1990: 303) yang
menyatakan bahwa struktur umur dapat
digunakan untuk menilai keberhasilan
perkembangbiakan satwa. Menurut Dewi
(2005) dalam Wijaya (2006: 44) secara
garis besar, struktur umur populasi dapat
digolongkan atas tiga pola, yaitu: struktur
umur menurun, struktur umur stabil dan
struktur umur meningkat.
Struktur umur populasi monyet
ekor panjang di hutan adat Desa Rantau
Ikil menunjukan distribusi kelas umur
yang didominasi kelas umur pre-
reproduktif dengan jumlah individu fase
pre-reproduktif remaja yaitu 33 ekor
(45,20%) dan bayi monyet (Infant) 10 ekor
(13,69%) sedangkan jumlah individu fase
reproduktif dewasa 30 ekor (41,09%)
(Gambar 4.2). Persentase distribusi umur
yang didapatkan pada penelitian ini
mendekati angka penelitian yang sama
terhadap monyet ekor panjang di hutan
hujan tropis oleh Aldrich (1980: 39) yang
menyatakan bahwa setiap kelompok
monyet ekor panjang terdiri dari 50%
dewasa dan 50% remaja dan bayi monyet
(Infant).
Sturuktur umur yang didominasi
oleh kelas pre-reproduktif yang tinggi
dapat mengakibatkan proses reproduksi
tidak dapat terjadi secara optimal karena
jumlah individu dewasa yang dapat
melakukan perkawinan sedikit. Menurut
Lang (2006:4) monyet ekor panjang jantan
mengalami kematangan seksual pada umur
7 tahun. Monyet ekor panjang betina
dominan mengalami kematangan seksual
ketika berumur 4 tahun, dan mulai
bereproduksi sebelum usia 5,5 tahun
sedangkan yang bukan dominan akan
bereproduksi setelah berumur 5,5 tahun.
Populasi monyet ekor panjang di
hutan adat Desa Rantau Ikil diperkirakan
dapat mengalami peningkatan di masa
mendatang. Hal ini dikarenakan tingginya
jumlah individu muda yang ada
dibandingkan jumlah individu dewasa dan
struktur umur monyet ekor panjang di
hutan adat Desa Rantau Ikil termasuk
struktur umur yang meningkat. Hal ini
diperkuat oleh Fakhri dkk, (2012:122)
yang menyatakan bahwa struktur umur
meningkat adalah struktur umur pada
populasi dengan kerapatan kelompok umur
muda paling besar, populasi dengan
struktur umur demikian akan mengalami
peningkatan populasi yang cepat pada
periode mendatang Persentase kelompok
umur monyet ekor panjang di Hutan Adat
Rantau Ikil disajikan pada Gambar 4.2
Azrul Ahmar (RSA1C411024) Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jambi 13
PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
terhadap habitat dan populasi monyet ekor
panjang di hutan adat Desa Rantau Ikil
Muaro Bungo dapat disimpulkan:
1. Populasi monyet ekor panjang yang
ditemukan di hutan adat Desa Rantau
Ikil Muaro Bungo yang terbagi dalam
tiga kelompok. Persentase struktur
umur monyet ekor panjang di hutan
adat Desa Rantau Ikil Muaro Bungo
yang ditemukan yaitu 13,69% bayi
monyet (Infant), 45,20% remaja dan
41,09% dewasa.
2. Populasi monyet ekor panjang yang
ditemukan di hutan adat Desa Rantau
Ikil Muaro Bungo berjumlah 73 ekor
dengan kerapatan populasi monyet
ekor sebesar 2,02 ekor/ha. Hal ini
menunjukan bahwa kerapatan
populasi monyet ekor panjang rendah
karena dalam satu hektar belum tentu
dapat ditemukan monyet ekor
panjang.
5.2 Saran
1. Pada kerapatan monyet ekor
panjang dapat diketahui sebesar
2,02 ekor/ha (2 ekor/ha).
2. Populasi monyet ekor panjang di
hutan adat Desa Rantau Ikil Muaro
Bungo diharapkan dapat
berkembang dengan baik dengan
mengambil langkah-langkah
strategis seperti peningkatan
pengawasan terutama aspek
perlindungan hutan dan
perlindungan terhadap perburuan
satwa liar. Selain itu juga perlu
dilakukan edukasi terhadap
masyarakat di sekitar hutan adat
Desa Rantau Ikil untuk upaya
pengelolaan habitat dan vegetasi
sumber pakan dengan melindungi
serta menanam pohon jenis pakan
yang telah banyak berkurang.
DAFTAR PUSTAKA
Alikodra, H.S. 1990. Pengelolaan Satwa
Liar. Jilid 1. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Dirjen DIKTI. Pusat Antar
Universitas. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Aldrich, B.F.P.G. 1980. Long-tailed
Macaques in Malayan Primates: Ten
Years Studi in Tropical Rain Forest.
Plenum Press. New York.
Anwar, C. dan H. Gunawan. 2006.
Peranan ekologis dan sosial
ekonomis ekosistem hutan sekunder
dalam mendukung pembangunan
wilayah pesisir. Diakses pada
tanggal 20 Desember 2013.
Bahri, H. S., Djuwantoko, Ngariana, I. N.
1996. Komposisi jenis tumbuhan
pakan kera ekor panjang (Macaca
fascicularis) di habitat hutan jati.
Biota. 1(2):1-8.
Catterson, T. M., 1994: Strategies for
Volarization of Secondary Forest
as a Resource for Develoment: A
Position Paper for GTZ (Second
Draft).
Crockett, M.C., and Wilson, 1980. The
ecologi calseparation of Macaca
nemestrina and Macacafas
cicularis in Sumatra. In : The
Macaques : Studiesin Ecology,
Behavior and Evolution,
D.G.Lindburg (ed.), Van Nostrand
Reinhold New York, pp. 148–181.
Azrul Ahmar (RSA1C411024) Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jambi 14
Dinas Kehutanan Kabupaten Bungo. 2007.
Dinas kehutanan Kabupaten
Bungo. Diakses pada tanggal 19
Januari 2016.
Fakhri, K. Priyono, B dan Rahayuningsih,
M. 2012. Studi Awal Populasi dan
Distribusi Macaca fascicularis
Raffles di Cagar Alam
Ulolanang.Unnes Journal of Life
science. 1(2) : 119-125.
Fittinghoff N.A.Jr, Lindburg D.G. 1980.
Riverine refuging in East Bornean
Macaca fascicularis. Di dalam
Lindburg DG, editor. The
Macaques : studiesin ecology,
behavior and evolution. New York
: Van Nostrand – Reinh old. Hlm
182 - 214.
Fooden, J (1995). Systematic review of
Southeast Asian longtail macaques,
Macaca fascicularis (Raffles,
1821). Fieldiana Zool., 81, 1 - 206.
Gumert, M.D. 2011. The common monkey
of Southeast Asia: long tailed
macaque populations,
ethnophoresy, and their occurrence
in human environments. Monkeys
onte Edge: Ecology and
Management of Long - tailed
Macaques and their Interface with
Humans, 3 - 44.
Gumert, Michael D., Devis Rachmawan.,
Entang , Joko., 2012. Populasi
Monyet Ekor Panjang (Macaca
fascicularis) di Taman Nasional
Tanjung Puting, Kalimantan
Tengah. Jurnal Primatologi
Indonesia. 9(1):3-12.ISSN 1410-
5373
Kemp, J. N dan Burnet, B.J. 2003.
Laporan: Kera Ekor Panjang
(Macaca fascicularis) di Pulau
Nugini : Penilaian dan
Penatalaksanaan Resiko terhadap
Keanekaragaman Hayati. IPCA-
Universitas Cendrawasih.Jayapura.
Kyess, K.C., D. Sajuthi, E. Iskandar, D.
Iskandriati, J. Pamungkas, C.M
Crockett. 1997. Management of
natural habitat breeding colony of
long-tailed macaques. Tropical
Biodiversity. 5(2) :122-137.
Laksana., 2017. Struktur populasi monyet
ekor panjang (Macaca fascicularis)
di Taman Wisata Alam Pananjung
Pangandaran, Jawa Barat. Pros Sem
Nas Masy Biodiv Indon. 3(2): 224-
229. ISSN: 2407-8050
Lang, C. K. 2006. Primate Fachseets:
Long-Tailed Macaque (Macaca
fascicularis) Taxonomy,
Morphology and Ecology.
http://pin. Primate.Wisc.edu
/factsheets/entry/long-tailed
macaque. Diakses pada tanggal 6
September 2014.
Leckagul, B, J.A. dan McNeely. 1998.
Mammal of Thailand. Thailand:
Dharasuntha Press.
MacKinnon, J., 1986. Review of the
Protected Areas System in the
Afrotropical Realm. IUCN, Gland,
Switzerland and Cambridge, UK.
Ngamel, D. M. 1998. Studi Habitat Dan
Populasi Burung Mas (Caloenas
nicobarica) Di Pulau Nutabari
Pada Kawasan Taman Nasional
Laut Teluk Cenderawasih. skripsi
Jurusan Kehutanan. Fakultas
Pertanian. Universitas
Cenderawasih Manokwari
Odum, E. P., 1993. Dasar-dasar Ekologi,
Edisi Ketiga, Terjemahan T.
Samingan, Yogyakarta: Gajah
Mada University Press.
Azrul Ahmar (RSA1C411024) Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jambi 15
Oktavianus, E., 2014. Studi Habitat dan
Populasi Monyet Ekor Panjang
(Macaca fascicularis Raffles,
1821) Di Hutan Mangrove Pangkal
Babu Kabupaten Tanjung Jabung
Barat. Skripsi, Universitas Jambi,
Jambi.
Pamungkas, R. S. 2001, Studi
Keanekaragaman Jenis dan
Penyebaran Primata Di Wilayah
Sumatera Bagian Selatan, Skripsi,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Pusat Studi Satwa Primta. 1998. Profil
Satwa Primata Indonesia: Macaca
fascicularis. Jurnal Primatologi
Indonesia. 2 (1) : 1-4
Rasyid, A. 2008. Populasi dan Habitat
Monyet Ekor Panjang (Macaca
fascicularis Raffles, 1821) di
Sekitar Kampus Pinang Masak
Universitas Jambi, Skripsi,
Universitas Jambi, Jambi.
Rizaldy, M Rifqu, Tjipto Haryono, dan
Ulfi Faizah. 2016. Aktifitas Makan
Monyet Ekor Panjang (Macaca
Fascicularis). Jurnal Lentera Bio.
5(1): 66-73.
Sinoel, K.E. 1994. Dibalik ekspor Kera
Ekor Panjang dan Beruk.
http//www.hamline-
edu/apakabar/basisdata/1994/08/08
/0003.html. Diakses pada tanggal 6
Januari 2014.
Subiarsyah, M. I., I. G. Soma, dan I K.
Suatha. 2014. Struktur populasi
monyet ekor panjang di kawasan
Pura Batu Pageh, Ungasan,
Badung, Bali. Indonesia Medicus
Veterinus. 3(3):183—191p.
Sudarmadji. 2004. Zonasi Hutan
Mangrove Di Taman Nasional
Baluran Jawa Timur (Zonation Of
Mangrove Forest At Baluran
Natioanal Park East Java). Jurnal
MIPA. 33 (2): 217-224).
Supartono, T. 2001. Studi Habitat dan
Populasi Monyet Ekor Panjang
(Macaca fascicularis Rafles ,1821)
di PT. Riau Andalan Pulp and
Paper, Skripsi, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Supriatna, J. dan Wahyono, H. E. 2000.
Panduan Primata Indonesia.
Jakarta: Yayasan Obor.
Supriatna, Jatna. Asri A. Dwiyahreni,
Nurul Winarni, Sri Mariati, dan
Chris Margules. 2017.
Deforestation of Primate Habitat
on Sumatra and Adjacent Islands,
Indonesia. Primate Conservation.
31
Southwick, C. H., & Siddiqi, M.F. (2011).
11 India’s rhesus populations :
Protectionism versus conservation
management. Monkeys on the edge
: Ecology and management of long-
tailed macaques and their interface
withhumans, 60, 275
Wahyono, H.E. 2005. Mengenal Beberapa
Primata Di Provinsi Nangroe Aceh
Darusalam. Conservation
Internasional Indonesia. Jakarta.
Wheatley, B.P., R Stephenson dan II
Kurashina. 1999. The effect of
hunting on the Longtailed
Macaques of Ngeaur Island, Palau.
Dalam P.Dolhinow dan A. Fuentes
(eds.) The Nonhuman Primates.
Mayfield Publishing California