artikel jurnal revisi 11mei 2008
TRANSCRIPT
DETERMINAN STATUS GIZI ANAK USIA 2-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TLOGOSARI WETAN
KECAMATAN PEDURUNGAN, KOTA SEMARANG Tahun 2007
Ignatius Hapsoro Wirandoko
Abstraksi.Di Kota Semarang khususnya, prevalensi gizi kurang tertinggi terjadi di Kecamatan Pedurungan. Prevalensi anak usia 2-5 tahun yang tergolong sangat kurus dan kurus di kecamatan tersebut masing-masing sebanyak 8,24% dan 11,11%. Metode Penelitian ini menggunakan studi cross sectional. Populasi penelitian ini anak usia 2-5 tahun berjumlah 776 anak. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 73 anak. Metode Multi Stage Sampling terdiri dua tahap yaitu Purposive dan Proportional Random Sampling. Data dianalisis secara univariat menggunakan distribusi frekuensi dan tendensi central, secara bivariat menggunakan uji korelasi Pearson dan Rank Spearman, dan multivariat menggunakan Regresi linear berganda. Hasil. Status gizi anak usia 2-5 tahun normal yaitu 79,5%, status gizi kurus yaitu 12,3% dan status gizi gemuk 8,2%. Tingkat kecukupan energi kurang sebanyak 39 orang (53,4 %) dan tingkat kecukupan energi baik sebanyak 34 orang (46,6 %). Tingkat kecukupan protein kurang sebanyak 1 orang (1,4 %) dan tingkat kecukupan protein baik sebanyak 72 orang (98,6 %). Anak usia 2-5 tahun 32 orang (43,8 %) dan jumlah anak usia 2-5 tahun yang tidak menderita penyakit infeksi sebanyak 41 orang (56,2 %). Tidak ada hubungan status ekonomi dengan status gizi anak usia 2-5 tahun (r = 0,017 p = 0,884). Ada hubungan tingkat pendidikan ibu dengan status gizi anak usia 2-5 tahun (ρ =,0,301; p = 0,010). Ada hubungan pengetahuan gizi dengan status gizi anak usia 2-5 tahun (r = 0,289 p = 0,013). Tidak ada hubungan antara tingkat kecukupan energi dengan status gizi anak usia 2-5 tahun (r = 0,187 p = 0,113). Tidak ada hubungan tingkat kecukupan protein terhadap status gizi anak usia 2-5 tahun (r = 0,134 p = 0,260). Tidak ada hubungan infeksi diare dan ISPA terhadap status gizi anak usia 2-5 tahun (r = 0,119 p = 0,318 dan r = 0,131 p = 0,268 ).
Simpulan Ada determinan status gizi pada anak usia 2-5 tahun yaitu pendidikan ibu dan pengetahuan gizi ibu.
Kata kunci : determinan, status gizi anak usia 2-5 tahun, Puskesmas Tlogosari Wetan, Kota Semarang.
A. Pendahuluan
Di Kota Semarang prevalensi gizi kurang tertinggi terjadi di Kecamatan
Pedurungan. Prevalensi anak usia 2-5 tahun yang tergolong sangat kurus dan kurus di
kecamatan tersebut masing-masing sebanyak 8,24% dan 11,11% (DKK Kota Semarang,
2001).
Pemberian gizi yang tidak seimbang dengan kebutuhan anak usia 2-5 tahun
dapat mempengaruhi status gizi. Status gizi yang kurang akan menurunkan kualitas
sumber daya manusia, sedangkan bagi anak usia 2-5 tahun dapat menyebabkan
pertumbuhan terhambat dan mudah terjangkit penyakit.
Berdasarkan hasil penelitian Arnelia dan Sri Muljati (1991) menemukan bahwa,
anak pada usia 2-5 tahun mulai terjadi pergeseran status gizi, dari gizi kurang ke gizi
1
buruk. Hal ini diduga karena anak sudah tidak mendapatkan ASI, sedangkan makanan
yang dikonsumsi belum memenuhi kebutuhan gizi yang semakin meningkat seiring
dengan pertambahan umur.
Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi anak usia 2-5 tahun, sehingga
berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk meneliti “Determinan Status
Gizi Anak Usia 2-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Tlogosari Wetan, Kecamatan
Pedurungan, Kota Semarang”.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini adalah ”
Determinan status gizi pada anak usia 2-5 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Tlogosari
Wetan, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang?“
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan status gizi pada anak usia
2-5 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Tlogosari Wetan, Kecamatan Pedurungan, Kota
Semarang. Lebih lanjut, penelitian ini juga memiliki tujuan khusus sebagai berikut : a)
Mendeskripsikan karakteristik keluarga anak usia 2-5 tahun yaitu status ekonomi,
pendidikan ibu, pengetahuan gizi ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Tlogosari Wetan,
Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang. b) Mendeskripsikan tingkat kecukupan energi,
tingkat kecukupan protein, dan kejadian infeksi (diare dan ISPA) pada anak usia 2-5
tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Tlogosari Wetan, Kecamatan Pedurungan, Kota
Semarang. c) Mendeskripsikan status gizi anak usia 2-5 tahun berdasarkan skor Z indeks
BB/TB. d) Menganalisis hubungan karakteristik keluarga (status ekonomi, pendidikan ibu,
pengetahuan gizi ibu) dengan status gizi anak usia 2-5 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas
Tlogosari Wetan, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang. e) Menganalisis hubungan
tingkat kecukupan energi, tingkat kecukupan protein, dan kejadian infeksi dengan status
gizi anak usia 2-5 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Tlogosari Wetan, Kecamatan
Pedurungan, Kota Semarang. f) Menganalisis determinan status gizi anak usia 2-5 tahun
di Wilayah Kerja Puskesmas Tlogosari Wetan, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan studi cross Sectional, karena melihat faktor-faktor yang
berhubungan dengan status gizi anak usia 2-5 tahun pada saat yang bersamaan.
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Pedurungan Tengah dan Pedurungan Kidul wilayah
kerja Puskesmas Tlogosari Wetan, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang. Pemilihan lokasi
penelitian ini didasarkan atas pertimbangan :
2
1. Berdasarkan hasil pemantauan status gizi anak usia 2-5 tahun yang dilakukan oleh Dinas
Kesehatan Kota Semarang tahun 2006 didapatkan data bahwa prevalensi gizi buruk
tertinggi (5,34 %) di Kecamatan Pedurungan.
2. Puskesmas Tlogosari Wetan mempunyai prevalensi gizi kurang tertinggi di Kecamatan
Pedurungan.
3. Pedurungan Tengah dan Pedurungan Kidul memiliki jumlah anak usia 2-5 tahun yang
terbanyak, mewakili dua karakteristik masyarakat ekonomi rendah dan menengah ke atas.
Populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak usia 2-5 tahun yang
berjumlah 776 anak dan bertempat tinggal di Kelurahan Pedurungan Tengah dan Pedurungan
kidul yang merupakan wilayah kerja Puskesmas Tlogosari Wetan.
Sampel dan Subyek Penelitian. Sampel pada penelitian ini adalah anak usia 2-5
tahun sedangkan responden adalah ibu dari anak usia 2-5 tahun yang menjadi sampel.
Pengambilan sampel menggunakan metode Multi Stage Sampling meliputi dua tahap yaitu
Purposive dan Proportional Random Sampling.
Tahap Pertama dengan cara purposive yaitu dengan memilih 2 Kelurahan dari 8
Kelurahan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Tlogosari Wetan yaitu Kelurahan
Pedurungan Tengah dan Kelurahan Pedurungan Kidul dengan alasan kedua kelurahan
tersebut mempunyai jumlah anak usia 2-5 tahun yang terbanyak, serta mewakili dua
karakteristik masyarakat ekonomi rendah dan menengah ke atas. Kemudian dari 2 kelurahan
tersebut, didata semua anak usia 2-5 tahun berdasar catatan posyandu tiap-tiap RW.
Berdasarkan pendataan yang telah dilakukan, diperoleh anak balita usia 2-5 tahun sebanyak
776 anak. Adapun besar sampel minimal pada penelitian ini dihitung berdasarkan rumus :
(Sastroasmoro, 1995)
Keterangan :
n = Besar sampel minimal
Zα = 1,96
Zβ = 0,842
r = 0,328
Dengan demikian dapat dihitung jumlah sampel minimal yaitu :
3
balita
= 70,6 dibulatkan menjadi 71.
Tahap Kedua dengan cara proportional random sampling. Pada penelitian ini dari 776
anak diambil 73 anak usia 2-5 tahun. Besarnya sampel tiap-tiap RW diambil secara
proportional random sampling. Rumus perhitungannya adalah :
Keterangan :
S = Jumlah sampel tiap-tiap RW.
∑ RW = Jumlah anak usia 2-5 tahun tiap RW.
∑ total = Jumlah total anak usia 2-5 tahun.
SM = Jumlah sampel yang dikendaki.
Setelah dilakukan perhitungan tiap-tiap RW maka didapatkan hasil seperti pada tabel 4.
Tabel 4
Besar Sampel Anak Usia 2-5 Tahun
POSYANDU
JUMLAH
ANAK
PROPOR
SI
SAM
PEL
PEDURUNGAN KIDUL RW 1 81 7.62 8
PEDURUNGAN KIDUL RW 2 45 4.23 4
PEDURUNGAN KIDUL RW 3 28 2.63 3
PEDURUNGAN KIDUL RW 4 ts _ _
PEDURUNGAN KIDUL RW 5 43 4.00 4
PEDURUNGAN KIDUL RW 6 34 3.19 3
PEDURUNGAN KIDUL RW 7 26 2.44 2
PEDURUNGAN KIDUL RW 8 ts _ _
PEDURUNGAN KIDUL RW 9 ts _ _
PEDURUNGAN KIDUL RW 10 12 1.12 1
4
PEDURUNGAN KIDUL RW 11 19 1.78 2
PEDURUNGAN KIDUL RW 12 ts _ _
PEDURUNGAN TENGAH RW 1 81 7.62 8
PEDURUNGAN TENGAH RW 2 26 2.44 2
PEDURUNGAN TENGAH RW 3 42 3.95 4
PEDURUNGAN TENGAH RW 4 24 2.29 2
PEDURUNGAN TENGAH RW 5 29 2.72 3
PEDURUNGAN TENGAH RW 6 57 5.36 5
PEDURUNGAN TENGAH RW 7 49 4.60 5
PEDURUNGAN TENGAH RW 8 45 4.23 4
PEDURUNGAN TENGAH RW 9 114 10.72 11
PEDURUNGAN TENGAH RW 10 21 1.97 2
JUMLAH 776 73 73
Keterangan : ts = data tidak tersedia
Setelah memperoleh frekuensi di masing-masing wilayah dilakukan Propotional Random
Sampling untuk menentukan nama-nama anak usia 2-5 tahun yang akan menjadi sampel.
Adapun kriteria sampel adalah sebagai berikut : a) Kriteria Inklusi, yaitu semua anak usia 2-5
tahun yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Tlogosari Wetan yaitu Kelurahan Pedurungan
Tengah dan Pedurungan Kidul. b) Semua anak usia 2-5 tahun yang terdaftar dalam buku
register anak usia 2-5 tahun di Posyandu yang menjadi tempat penelitian. c) Kriteria eksklusi,
yaitu anak yang pada saat lahir mempunyai kelainan bawaan.
Sebelum melakukan pengumpulan data di lokasi penelitian, dilakukan uji reliabilitas dan
validitas terhadap kuesioner penelitian. Data yang diperoleh selanjutnya diuji dengan korelasi
product moment terhadap masing-masing butir pertanyaan. Nilai r hitung pada uji korelasi
selanjutnya dibandingkan dengan r tabel. Bila nilai r hitung lebih kecil dari r tabel maka butir
pertanyaan tersebut dapat dipakai pada penelitian. Bila nila r hitung lebih besar dari r tabel maka
butir pertanyaan tidak dipakai (Sugiyono, 2003 dan Notoatmodjo 1993). Sedangkan kuesioner
recall konsumsi makanan 3 hari tidak berturut – turut dianalisis dengan program nutrsoft.
Variabel Penelitian. Variabel bebas penelitian meliputi status ekonomi rumah tangga,
pendidikan ibu, pengetahuan ibu tentang gizi. Sementara variabel antara dalam penelitian ini
meliputi tingkat kecukupan energi, tingkat kecukupan protein, dan infeksi yaitu diare dan ISPA
5
anak usia 2-5 tahun. Sedangkan variabel terikat penelitian adalah status gizi anak usia 2-5 tahun
yang diukur dengan skor Z indeks BB/TB.
Definisi Operasional, Beberapa konsep yang dipakai dalam penelitian ini di definisikan
secara operasional sebagai berikut : 1) Status Ekonomi Rumah Tangga
1. Adalah pendapatan perkapita yang diukur dengan jumlah pendapatan tetap maupun
sampingan dari kepala keluarga, ibu dan anggota keluarga lainnya dalam satu bulan
dibagi dengan jumlah anggota keluarga. 2) Pendidikan Ibu. Adalah jenjang pendidikan
formal yang dicapai oleh ibu yang diukur dalam tahun tanpa tahun mengulang. 3)
Pengetahuan Gizi Ibu adalah gambaran pemahaman gizi ibu terutama dengan materi
karbohidrat, protein, dan lemak yang diukur dengan menghitung persentase skor jawaban
benar dari total pertanyaan yang diajukan. 4) Tingkat Kecukupan Energi Anak Usia 2-5
Tahun adalah total asupan energi sehari yang dibandingkan dengan angka kecukupan
energi sehari anak usia 2-5 tahun dan dinyatakan dalam persen dengan metode recall 24
jam selama 3 hari tidak berturut-turut. 5) Tingkat Kecukupan Protein Anak Usia 2-5
tahun adalah total asupan protein sehari dibandingkan dengan angka kecukupan protein
sehari anak usia 2-5 tahun dan dinyatakan dalam persen dengan metode recall 24 jam
selama 3 hari tidak berturut-turut. 6) Kejadian Diare Anak Usia 2-5 Tahun adalah
keadaan buang air besar dengan konsistensi cair anak usia 2-5 tahun ≥ 3 kali/hari, yang
dialami dalam dua minggu terakhir. 7) Kejadian ISPA Anak Usia 2-5 Tahun adalah salah
satu dari gejala batuk, pilek, panas, yang dialami anak usia 2-5 tahun dalam dua minggu
terakhir. 8) Status Gizi Anak Usia 2-5 Tahun adalah keadaan kesehatan anak usia 2-5
tahun yang dilihat dari hasil pengukuran antropometri dengan menggunakan indeks BB/TB
berdasarkan rujukan WHO/NCHS.
Prosedur Pengambilan Data. Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer
dan data sekunder. Alat pengumpulan data yang dipakai adalah 1) Kuesioner : untuk
mengumpulkan data identitas responden dan anak, status ekonomi rumah tangga,
pendidikan ibu, pengetahuan gizi ibu, tingkat kecukupan energi, tingkat kecukupan protein,
penyakit infeksi dan status gizi anak usia 2-5 tahun. 2) Recall : konsumsi pangan 24 jam
anak usia 2-5 tahun selama tiga hari tidak berturut-turut. 3) Dacin kapasitas 25 kg dengan
ketelitian 0,1 kg : digunakan untuk mengukur berat badan anak usia 2-5 tahun. 4)
Microtoise : digunakan untuk mengukur tinggi badan anak balita usia ≥ 2 tahun.
6
Karakteristik Responden. Penelitian dilakukan pada sampel yang memenuhi kriteria
penelitian dengan total responden 73 dari anak usia 2-5 tahun. Responden yang dimaksud
adalah ibu yang mempunyai anak usia 2-5 tahun dan tinggal di Kelurahan Pedurungan
Tengah dan Pedurungan Kidul. Adapun gambaran umum responden yang diperoleh.
7
B. Hasil Penelitian
Tingkat Kecukupan Energi dan Protein. Tingkat Kecukupan Energi (TKE) anak usia 2-5
tahun adalah total asupan energi sehari yang dibandingkan dengan angka kecukupan
energi sehari anak dan dinyatakan dalam persen. Tingkat Kecukupan Protein anak usia 2-
5 tahun adalah total asupan protein sehari dibandingkan dengan angka kecukupan protein
sehari anak dan dinyatakan dalam persen.
Nilai minimal TKE adalah rata-rata tingkat kecukupan energi pada sampel
sebesar 105,8 % (± SD 27,02). Tingkat kecukupan energi yang baik pada sampel
disebabkan oleh konsumsi makanan sampel yang banyak mengandung karbohidrat
terutama yang berasal dari beras dengan asupan perbalita perhari rata-rata 105,8 gram
dan asupan minimal 68,1 gram serta maksimal 166,4 gram.
Pada sampel rata-rata tingkat kecukupan protein sebesar 179,7 % (± SD 56,4).
Asupan protein pada sampel minimal 94,9 gram melebihi angka kecukupan gizi bagi anak
berusia 25 bulan sampai dengan 59 bulan yaitu sebanyak 39 gram.
Tingginya tingkat kecukupan protein disebabkan oleh perilaku anak dalam
membeli makanan jajanan. Akhir-akhir ini banyak makanan jajanan baru yang digemari
anak-anak. Antara lain tempura, sosis, nuget, ataupun burger. Berdasarkan data recall
konsumsi makanan, makanan jajanan tersebut cukup banyak dikonsumsi oleh anak-anak.
Hal ini menyebabkan tingginya kecukupan protein. Karena, pada dasarnya bahan
pembuatan makanan jajanan tersebut merupakan bahan makanan protein hewani.
Tabel 11
Konsumsi Energi dan Protein
Karakteristik Rata-Rata Min Maks SD
Konsumsi Energi
(%)
105,8 68,1 166,4 ( ± 27,02)
Konsumsi Protein
(%)
179,7 94,9 388,0 ( ± 56,44)
Berdasarkan data konsumsi energi, kemudian di klasifikasikan tingkat kecukupan
energinya. Sebanyak 39 sampel memiliki tingkat kecukupan energi yang kurang. Dan
sebanyak 34 orang memilki tingkat kecukupan energi yang baik.
8
Gambar 7
Klasifikasi Kecukupan Energi Sampel
Distribusi sampel berdasarkan tingkat kecukupan protein dapat dilihat pada tabel
12.
Tabel 12
Klasifikasi Tingkat Kecukupan Protein Pada Anak Usia 2-5 Tahun
Tingkat Kecukupan
Protein
Frekuensi Persentase (%)
Kurang
Baik
1
72
1,4
98,6
Jumlah 73 100,0
Soekirman (2000) berpendapat bahwa kekurangan energi protein merupakan
masalah gizi yang disebabkan oleh berbagai faktor, terutama faktor makanan yang tidak
memenuhi kebutuhan anak akan energi dan protein serta karena infeksi, yang berdampak
pada penurunan status gizi anak dari bergizi normal menjadi bergizi kurang.
Penyakit Infeksi Pada Anak Usia 2-5 Tahun.
Penyakit infeksi pada anak usia 2-5 tahun yang diteliti adalah kejadian diare dan
ISPA dalam dua minggu terakhir. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Dari
hasil penelitian diperoleh bahwa sebanyak 35,6% anak menderita ISPA pada dua minggu
terakhir. Sebanyak 12,3% menderita diare dalam dua minggu terakhir.
9
Penyakit infeksi merupakan penyebab dari kekurangan energi porotein. Hal ini
sesuai pendapat yang dikemukakan oleh Soekirman (2000) mengemukakan penyebab
langsung dari kekurangan energi dan protein adalah makanan anak dan penyakit infeksi
yang mungkin diderita oleh anak. Anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi sering
diserang diare atau demam, akhirnya akan menderita Kurang Energi Protein (KEP).
Sebaliknya anak yang makan tidak cukup baik daya tahan tubuhnya dapat melemah,
dalam keadaan demikian mudah diserang infeksi, kurang nafsu makan, dan akhirnya
mudah terserang KEP. Infeksi ini meliputi penyakit diare atau ISPA,dan distribusi anak
usia 2-5 tahun yang terkena diare dan ISPA dapat dilihat pada Tabel 13.
Hubungan Status Ekonomi Rumah Tangga dengan Status Gizi Anak Usia 2-5 Tahun.
Tidak ada hubungan status ekonomi dengan status gizi anak usia 2-5 tahun (r= 0,017 p=
0,884). Hal ini tidak sejalan dengan Soekirman (1994) yang mengemukakan ketahanan
pangan di keluarga adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi pangan seluruh
anggota keluarga anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun
mutu gizinya. Ketahanan pangan keluarga terkait dengan ketersediaan pangan, harga
pangan dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan. Semakin
baik status ekonomi keluarga maka semakin baik dalam memenuhi pangan seluruh
anggota keluarga terutama memenuhi gizi bagi anak usia 2-5 tahun.
Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Status Gizi. Ada hubungan tingkat
pendidikan ibu dengan status gizi anak usia 2-5 tahun (ρ= 0,297; p = 0,011). Artinya
semakin baik pendidikan ibu maka gizi anak usia 2-5 tahun akan semakin baik, dan
sebaliknya.
Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku
hidup. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau
masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplimentasikannya dalam perilaku dan
gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi. Graham dan Bairagi
(1980) menemukan bahwa semakin tinggi pendidikan ibu semakin baik status gizi
anaknya.
Pendidikan formal ibu merupakan faktor yang ikut menentukan mudah tidaknya
ibu menyerap dan memahami informasi gizi dan kesehatan dengan baik. Pendidikan yang
tinggi akan dapat menentukan daya tanggap ibu terhadap adanya masalah gizi dalam
10
keluarga dan mampu mengambil tindakan secepatnya. Dari penelitian lain mengemukakan
bahwa masyarakat dengan pendidikan cukup tinggi maka prevalensi gizi kurang umumnya
rendah, sebaliknya bila pendidikan orang tua rendah prevalensi gizi kurang tinggi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan ibu akan lebih
memudahkan menyerap dan mengimplementasikan berbagai informasi mengenai asupan
gizi yang baik pada anak.
Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu dengan Status Gizi Anak Usia 2-5 Tahun. Ada
hubungan pengetahuan gizi dengan status gizi anak usia 2-5 tahun (ρ= 0,288; p = 0,013).
Artinya semakin baik pengetahuan ibu mengenai gizi maka gizi anak usia 2-5 tahun akan
semakin baik, dan sebaliknya.
Pengetahun tentang gizi berkaitan dengan tingkat pendidikan terutama pendidikan
ibu. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat
untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup
sehari-hari dalam hal kesehatan dan gizi. (Soekirman, 1994).
Orang yang mempunyai pendidikan rendah pada umumnya mempunyai
pengetahuan yang masih kurang sehingga dalam mengasuh anak cenderung
menggunakan emosinya dan memaksakan kehendak (otoriter). Sedangkan seseorang
yang berpendidikan atau telah mendapatkan pelatihan, lebih memahami dan mengerti
tentang pengasuhan anak.
Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dengan Status Gizi Anak Usia 2-5 Tahun. Dari
penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat kecukupan energi
dengan status gizi anak usia 2-5 tahun (r= 0,187 p = 0,113).
Hubungan Tingkat Kecukupan Protein dengan Status Gizi Anak Usia 2-5 Tahun. Dari
penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan tingkat kecukupan protein terhadap
status gizi anak usia 2-5 tahun (r= 0,134; p = 0,260). Pola konsumsi protein pada anak
usia 2-5 tahun cukup bervariasi. Adanya kecenderungan anak untuk mengkonsumsi
jajanan hewani, semisal tempura dan siomay, mengakibatkan tingginya asupan protein.
Akan tetapi anak yang tidak pernah jajan jajanan hewani, hanya mendapat asupan protein
dari lauk menu makanan pokok saja. Hal ini membuat asupan protein cukup tinggi
variasinya.
11
Hubungan Penyakit Infeksi dengan Status Gizi Anak Usia 2-5 Tahun. Tidak ada
hubungan infeksi diare dengan status gizi anak usia 2-5 tahun (ρ= -0,121 p = 0,309) dan
tidak ada hubungan ISPA dengan status gizi anak usia 2-5 tahun (ρ= 0,149; p= 0,207).
Karena dalam penelitian ini tidak ada status gizi sangat kurus dan jumlah keluarga miskin
hanya 4% serta tingkat kecukupan energi 105,8% baik dan tingkat kecukupan protein
98,6% baik, sehingga daya tahan tubuh anak kuat.
Hasil penelitian Chandra (1979) bahwa kekurangan asupan berhubungan erat
dengan tingginya kejadian penyakit diare, karena anak yang kurang gizi mungkin
mengalami penurunan daya tahan tubuh dan dengan adanya penyakit infeksi
menyebabkan anak tidak mempunyai nafsu makan. Akibatnya terjadi kekurangan
makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh sehingga anak menderita kurang gizi.
(Chandra, 1979, Bahl, et.al, 1998; Depkes R.I, 1997)
Determinan Status Ekonomi Rumah Tangga, Tingkat Pendidikan Ibu, Pengetahuan
Gizi Ibu, Tingkat Kecukupan Energi, Tingkat Kecukupan Protein, Penyakit Diare dan
ISPA dengan Status Gizi Anak Usia 2-5 Tahun. Analisa multivariat dilakukan untuk
melihat determinan status ekonomi rumah tangga, tingkat pendidikan ibu, pengetahuan
gizi ibu, tingkat kecukupan energi, tingkat kecukupan protein dan penyakit diare dan ISPA
secara bersama-sama mempengaruhi variabel terikat.
Hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa variabel yang mempunyai
signifikansi < 0,05 adalah tingkat pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa variabel tersebut
layak untuk memprediksi probabilitas status gizi anak usia 2-5 tahun. Sehingga tingkat
pendidikan berhubungan dengan status gizi anak usia 2- 5 tahun dengan nilai
probababilitas 0,020.
D. Keterbatasan Penelitian
Dalam melakukan penelitian ada beberapa keterbatasan antara lain :
1. Penelitian ini dilakukan di kota besar pada anak usia 2-5 tahun dengan status gizi
anak 79,5% normal sehingga tidak tepat sasaran.
2. Tidak tersedia data pada beberapa RW, karena masalah yang ada di lapangan,
seperti kader pergi keluar kota jangka waktu cukup lama, atau metode pencatatan
yang masih tidak lengkap dan seadanya.
E. Kesimpulan
12
a. Rata-rata pendapatan perkapita sebesar Rp 322.579,90 per orang per bulan.
b. Sebagian besar ibu telah menyelesaikan pendidikan menengah atau tamat SLTA,
sebanyak 49,3 %.
c. Sebanyak 60,3 % ibu memiliki pengetahuan tingkat sedang, dan 39,7 memilki
pengetahuan yang baik.
d. Rata-rata tingkat kecukupan energi anak usia 2-5 tahun sebesar 105,7 %.
e. Rata-rata tingkat kecukupan protein anak usia 2-5 tahun sebesar 179,6 %.
f. Sebanyak 12,3 % anak usia 2-5 tahun menderita diare.
g. Sebanyak 35,6 % anak usia 2-5 tahun menderita ISPA.
h. Sebanyak 79,5 % anak usia 2-5 tahun termasuk ke dalam status gizi normal, 12,3 %
status gizi kurus dan 8,2 % status gizi gemuk.
i. Sebanyak 4% keluarga termasuk kategori miskin.
j. Ada hubungan tingkat pendidikan ibu dengan status gizi anak usia 2-5 tahun (ρ=
0,297; p = 0,011).
k. Ada hubungan pengetahuan gizi dengan status gizi anak usia 2-5 tahun (ρ= 0,288; p =
0,013).
B. Saran
a. Pemerintah Daerah Kota Semarang berperan aktif dengan selalu memberikan
pengetahuan-pengetahuan tata cara merawat balita agar tercukupi gizinya, khususnya
pada daerah yang berpotensi terjadi gizi buruk.
b. Para orang tua agar lebih memperhatikan balitanya terutama dalam hal kecukupan protein
maupun energinya. Dengan tercukupinya kebutuhan energi maupun protein maka balita
dapat tumbuh dengan sehat.
c. Pemerintah Daerah Kota Semarang lebih memperhatikan sarana pelayanan kesehatan di
daerah-daerah terutama di Kelurahan Pedurungan Tengah dan Pedurungan Kidul.
13
DAFTAR PUSTAKA
Atmarita dan Falah, 2004, Analisis situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, LIPI, Jakarta.
Azwar A. 2004, Aspek Kesehatan dan Gizi dalam Ketahanan Pangan dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, LIPI, Jakarta.
Berg A. 1988, Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional (Zahara, Penterjemah), CV. Rajawali, Jakarta.
Coaster RJ, and Monteith CP. 1997 Assessment of Food Frequency Questionnares in Minority Population. Am J Clin Nutr : 65 (Suppl) : 1108S – 15S
Dwyer JT and Kay A Coleman, 1997, Insights into dietary recall form a Longitudinal study : accuracy Over Four Decades. Am J Clin Nutr ; 62 (suppl) : 1153S – 8S
Hardinsyah. 1996. Angka Kecukupan Energi Protein, Lemak dan Serat Makanan, Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, LIPI, Jakarta : 317-330
Hidayat S, 2004, Masalah Gizi di Indonesia : Kondisi Gizi Masyarakat Memprihatinkan. http:/www.Suara Pembaruan Online download 26 April 2005
Hurlock, 1993, Perkembangan Anak, Erlangga, Bandung
Jahari, 2002, Status Gizi Balita di Indonesia Sebelum dan Selama Krisis, Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII, LIPI, Jakarta.
Jeliliffe ED dan Jeliliffe EFP, 1989, Community Nutritional Assesment. Oxford. Oxford University Press.
Khomsan A. 2000, Makan Sehat dan Kaya Gizi, dalam Peranan Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. PT. Gramedia Widiasarana, Jakarta.
Kodyat BA. Et, al. 1994, , Pokok-pokok kegiatan Program Perbaikan Gizi Pada PJP II Untuk Menanggulangi Masalah Gizi Salah, dalam Risalah Widyakarya Pangan dan gizi V, LIPI, Jakarta.
Kumaya SK. Et,al, 1997, Dietary Assessment Using a Picture – sort approach. Am J Clin Nurt 1 : 65 (Suppl) : 1123s-9S
Lemeshow S, et al, 1997 Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan, UGM Press.
Madanijah S, 2004, Pola Konsumsi Pangan, dalam Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar swadaya, Jakarta.
Madiyono, 2002. Perkiraan Besar Sampel dalam Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis, Sastroasmoro dan Ismael. CV. Sagung Seto, Jakarta.
14
Martianto, 2004 Analisis Perubahan Konsumsi dan Pola Konsumsi Pangan Masyarakat dalam Dekade Terakhir, Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan gizi VIII, LIPI, Jakarta, 183-207
Megawangi, 1989, Structural Models of Family Social Health Theory. Strengtening The Family Imp.
Pellokila M.R dan Picauky I. 2004, Pola Konsumsi Pada Anak Balita di Kecamatan Nusawine Kota ambon, jurnal media Gizi dan Keluarga , Desember Volume 28 No. 2 : 17-23, IPB, Bogor
Rimbawan dan Baliwati YF, 2004, Masalah Pangan dan Gizi dalam Pengantar Pangan dan Gizi, Penebar swadaya, Jakarta.
Rocket JRH and Colditz GA, 1997, Assessing diets of Children and Adolescenst. Am J Clin Nutr ; 65 (suppl) : 1116S-22S.
Sayekti, 1984, Pola Asuh dalam Hubungannya dengan Penyesuaian Diri Anak. Tesis. Pascasarjana IKIP, Bandung Tidak dipublikasikan
Sayogyo (ed), 1994, Kemiskinan dan Pembangunan di Propinsi Nusa Tenggara timur, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Sediaoetama AD, 2004, Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi, Jilid I Dian Rakyat, Jakarta.
Soekirman 1991, Menghadapi masalah gizi ganda dalam Pembangunan Jangka Panjang Kedua : Agenda Repelita VI dalam Risalah Widyakarya Pangan dan Gizi V, LIPI, Jakarta.
Sugiyono, 2003, Statistika untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung.Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB, Bogor
Sumantri, S. 1994, Survei Kesehatan Rumah Tangga 1992 : Keragaman dan Kecenderungan Sebab Kematian di Indonesia dalam Risalah Widyakarya Pangan dan Gizi V, LIPI, Jakarta.
Supariasa, 2002, Penilaian status Gizi, ECG, Jakarta.
Suradi, 2002, Penelitian Kasus Kontrol, dalam Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis, Sastroasmoro dan Ismael, Cv. Sagung Seto, Jakarta.
Tee ES, Dop MC, and Winichangon P. 2004. Future Challenger, Food Nutr Bull, 25 : 407-14
Tumbelaka AR, dkk, 2002, Pemilihan Uji Hipotesis dalam Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis, Sastroasmoro dan Ismael. CV. Sagung Seto, Jakarta.
15